Anda di halaman 1dari 82

ANALISIS DINAMIK MODEL PENYEBARAN PECANDU

NARKOBA DENGAN EDUKASI KESEHATAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Matematika

oleh
LISCA INDRIANA PUTRI
155090401111027

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

i
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS DINAMIK MODEL PENYEBARAN PECANDU


NARKOBA DENGAN EDUKASI KESEHATAN

oleh
LISCA INDRIANA PUTRI
155090401111027

Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji


pada tanggal 13 Februari 2019
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Matematika

Pembimbing

Dra. Trisilowati, M.Sc, PhD


NIP. 196309261989032001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Matematika
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya

Ratno Bagus Edy Wibowo, S.Si, M.Si, Ph.D


NIP. 197509082000031003

iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lisca Indriana Putri


NIM : 155090401111027
Jurusan : Matematika
Penulis skripsi berjudul : Analisis Dinamik Model
Penyebaran Pecandu Narkoba
dengan Edukasi Kesehatan
dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini adalah hasil pemikiran saya, bukan hasil


menjiplak dari tulisan orang lain. Rujukan-rujukan yang
tercantum pada Daftar Pustaka hanya digunakan sebagai
acuan.

2. Apabila di kemudian hari skripsi yang saya tulis terbukti


hasil jiplakan, maka saya bersedia menanggung segala akibat
hukum dari keadaan tersebut.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang, 13 Februari 2019


yang menyatakan,

Lisca Indriana Putri


NIM. 155090401111027
v
vi
ANALISIS DINAMIK MODEL PENYEBARAN PECANDU
NARKOBA DENGAN EDUKASI KESEHATAN

ABSTRAK

Skripsi ini membahas konstruksi dan analisis dinamik model


penyebaran pecandu narkoba dengan edukasi kesehatan. Pada model
ini, populasi dibagi menjadi enam subpopulasi, yaitu subpopulasi
rentan yang tidak menerima edukasi kesehatan masyarakat (𝑆),
subpopulasi rentan yang menerima edukasi kesehatan masyarakat (𝐶),
subpopulasi pecandu narkoba ringan (𝐿), subpopulasi pecandu
narkoba berat (𝐻), subpopulasi pecandu narkoba yang direhabilitasi
(𝑇), dan subpopulasi pecandu narkoba yang sembuh (𝑅). Analisis
dinamik dilakukan untuk menentukan titik kesetimbangan, syarat
eksistensi titik kesetimbangan, menentukan angka reproduksi dasar
𝑅0 , dan kestabilan lokal dan global titik kesetimbangan. Hasil analisis
dinamik menunjukkan bahwa model memiliki dua titik kesetimbangan
yaitu titik kesetimbangan bebas pecandu dan titik kesetimbangan
endemi pecandu. Titik kesetimbangan bebas pecandu eksis tanpa
syarat dan bersifat stabil asimtotik global jika angka reproduksi dasar
𝑅0 ≤ 1, sedangkan titik kesetimbangan endemi eksis jika 𝑅0 > 1 dan
bersifat stabil asimtotik global. Simulasi numerik yang dilakukan
menunjukkan hasil yang sesuai dengan hasil analisis.
Kata kunci : model narkoba, edukasi kesehatan, angka reproduksi
dasar, analisis kestabilan

vii
viii
DYNAMICAL ANALYSIS OF TRANSMISSION MODELS
DRUG ADDICTS WITH HEALTH EDUCATION

ABSTRACT

This final project discusses the construction and dynamical analysis of


a drug transmission model with health education. In this model, the
population is divided into six subpopulations, namely susceptible
subpopulation who does not accept the public health education (𝑆),
susceptible subpopulation who accepts the public health education
(𝐶), light drug addicts subpopulation (𝐿), heavy drug addicts
subpopulation (𝐻), drug addicts in treatment subpopulation (𝑇),
recovered drug addicts subpopulation (𝑅). Dynamical analysis is
conducted to determine the equilibrium points, existence condition of
equilibrium points, basic reproduction number 𝑅0 , local and global
stability of the equilibrium points. Analysis results show that the
model has two equilibrium points namely drugs-free addict
equilibrium point and endemic drug addict equilibrium point. Drugs-
free addict equilibrium point exists without condition and is globally
asymptotically stable if the basic reproduction number 𝑅0 ≤ 1. On the
other hand, the endemic drug addict equilibrium point exists if 𝑅0 > 1
and is globally asymptotically stable. Numerical simulations are
conducted to support the dynamic analysis results.

Keywords: drug model, health education, basic reproduction


number, stability analysis.

ix
x
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Analisis Dinamik Model Penyebaran Narkoba
dengan Edukasi Kesehatan dengan baik dan lancar. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW sebagai suri teladan
bagi penulis.
Skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan,
bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada

1. Dra. Trisilowati, M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing


skripsi atas segala bimbingan, motivasi, dan saran yang
diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
dengan baik dan benar.

2. Prof. Dr. Agus Suryanto, M.Sc dan Drs. Marsudi, MS selaku


dosen penguji atas segala kritik dan saran yang diberikan
untuk perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Drs. Moch. Aruman Imron, M.Si selaku dosen penasihat


akademik atas segala bimbingan, motivasi, dan saran yang
diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
dengan baik dan benar.

4. Ratno Bagus Edy Wibowo, S.Si., M.Si., Ph.D selaku Ketua


Jurusan Matematika, Dr. Isnani Darti, S.Si., M.Si selaku
Ketua Program Studi Matematika, Bapak dan Ibu Dosen
Jurusan Matematika yang telah memberikan ilmu kepada
penulis, serta segenap staf dan karyawan TU Jurusan
Matematika atas segala bantuan yang diberikan.

5. Ayah (Eko Heru Purwanto), Ibu (Sarmidah), adik (Yuliana


Dwi Rachmawati, Nasya Kalila Raysaputri, dan Shakila Irana
Putri) dan seluruh keluarga tercinta yang selalu mendoakan
dan memberi dukungan kepada penulis dalam menempuh
pendidikan dan menyelesaikan skripsi ini.

xi
6. Calvin Pahlevi Ishaq beserta keluarga atas dukungan dan
motivasi selama ini.

7. Dessy Rizka Wulandari, Dian Fatma Lorista, Dita Ayu


Permatasari, Zidna Nayla Hidayati, dan Fitri Kurniawati, atas
ilmu, kritik, dan saran dalam penulisan skripsi ini.

8. Keluarga Besar Matematika 2015 atas kebersamaan selama


menikmati proses perkuliahan.

9. Keluarga Kos Zul (Jessica Amelia Putri, Galuh Kusuma


Wardhani, dan Linda Shintya Sari) atas dukungan serta
kebersamaan selama penulis tinggal di Malang.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan anugerah dan barokah-Nya kepada


semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Kritik dan saran dapat dikirim melalui email
lisca.indri@yahoo.com, untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan, serta menjadi sumber inspirasi untuk penulisan skripsi
selanjutnya.

Malang, 13 Februari 2019

Penulis

xii
DAFTAR ISI

Judul Halaman
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN.............................................................. v
ABSTRAK ....................................................................................... vii
ABSTRACT....................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xv
DAFTAR TABEL ......................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ..................................................................... 3
1.3 Tujuan… ................................................................................... 3
BAB II DASAR TEORI ................................................................... 5
2.1 Sistem Dinamik ........................................................................ 5
2.1.1 Sistem otonomus ............................................................... 5
2.1.2 Sistem otonomus linear ..................................................... 6
2.1.3 Kriteria Routh-Hurwitz ..................................................... 7
2.1.4 Sistem otonomus nonlinear ............................................... 8
2.1.5 Kestabilan global dengan fungsi Lyapunov .................... 11
2.2 Angka Reproduksi Dasar ........................................................ 11
2.3 Metode Matriks Generasi Selanjutnya ................................... 12
2.4 Pertaksamaan Rata-rata Aritmatika dan Geometri ................. 14
2.5 Pertaksamaan Gronwall .......................................................... 14

xiii
BAB III PEMBAHASAN ............................................................... 17
3.1 Konstruksi Model ................................................................... 17
3.1.1 Laju perubahan subpopulasi individu rentan yang tidak
menerima edukasi kesehatan masyarakat (𝑆) ................. 18
3.1.2 Laju perubahan subpopulasi individu rentan yang
menerima edukasi kesehatan masyarakat (𝐶) ................ 19
3.1.3 Laju perubahan subpopulasi pecandu narkoba ringan
(𝐿) ................................................................................... 20
3.1.4 Laju perubahan subpopulasi pecandu narkoba berat
(𝐻) .................................................................................. 21
3.1.5 Laju perubahan subpopulasi pecandu dalam rehabilitasi
(𝑇) .................................................................................. 21
3.1.6 Laju perubahan subpopulasi pecandu narkoba yang
sembuh (𝑅) ..................................................................... 22
3.2 Keterbatasan Solusi ................................................................ 23
3.3 Titik Kesetimbangan............................................................... 24
3.4 Angka Reproduksi Dasar ........................................................ 26
3.5 Analisis Kestabilan Titik Kesetimbangan............................... 29
3.5.1 Analisis kestabilan lokal bebas pecandu narkoba ........... 29
3.5.2 Analisis kestabilan global bebas pecandu narkoba ......... 30
3.5.3 Analisis kestabilan global endemi pecandu narkoba ...... 34
3.6 Simulasi Numerik dan Interpretasi Hasil Analisis .................. 39
3.6.1 Simulasi untuk 𝑅0 < 1 .................................................... 40
3.6.2 Simulasi untuk 𝑅0 > 1 .................................................... 42
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ........................................ 45
4.1 Kesimpulan ............................................................................. 45
4.2 Saran.…. ................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 47

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram kompartemen model penyebaran pecandu


narkoba dengan edukasi kesehatan .......................... 17
Gambar 3.2 Potret fase sistem (3.7) untuk 𝑅0 < 1....................... 41
Gambar 3.3 Potret fase sistem (3.7) untuk 𝑅0 > 1....................... 43

xv
xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Titik kesetimbangan, syarat eksistensi, dan kestabilan 39


Tabel 3.2 Nilai parameter ............................................................. 39

xvii
xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan titik kesetimbangan endemi pecandu ... 49


Lampiran 2 Perhitungan kestabilan global bebas pecandu
narkoba..................................................................... 53
Lampiran 3 Perhitungan kestabilan global endemi pecandu
narkoba..................................................................... 57

xix
xx
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemodelan matematika dapat digunakan sebagai alat untuk
mempermudah penyelesaian masalah dalam kehidupan nyata. Salah
satu masalah yang ada di dalam kehidupan nyata adalah peningkatan
penyebaran penggunaan narkoba. Narkoba adalah singkatan dari
narkotika dan obat atau bahan berbahaya. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia memperkenalkan istilah khusus selain narkoba,
yaitu napza yang merupakan singkatan dari narkotika psikotropika dan
zat adiktif (Kemenkes, 2014). Semua istilah tersebut dapat mengacu
pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan
bagi penggunanya.
Kasus penyalahgunaan narkoba dikategorikan sebagai masalah
terbesar ketiga di dunia. Masalah ini telah menarik perhatian
pemerintah dan membuat kita sadar bahwa narkoba dapat berdampak
bagi kelangsungan hidup masyarakat, bangsa, dan negara.
Penyalahgunaan narkoba sudah semakin marak di mana-mana hingga
menyentuh seluruh lapisan masyarakat tanpa mengenal batas. Pecandu
narkoba pada umumnya berusia antara 15 sampai 24 tahun. Artinya,
usia tersebut merupakan usia produktif atau usia pelajar. Upaya
pemberantasan narkoba pun sudah sering dilakukan, namun masih
sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan
remaja maupun dewasa. Hingga saat ini, upaya yang paling efektif
untuk mencegah pengaruh narkoba adalah dengan memberikan
edukasi kesehatan. Secara umum, edukasi kesehatan untuk
pencegahan narkoba dibagi menjadi dua, yaitu edukasi kesehatan
keluarga dan edukasi kesehatan masyarakat. Individu yang berumur
kurang dari 15 tahun memperoleh edukasi melalui keluarga,
sedangkan di atas 15 tahun memperoleh edukasi melalui lingkungan
masyarakat atau sekolah, yang disebut dengan edukasi kesehatan
masyarakat.
Dampak dari ketergantungan mengonsumsi narkoba akan
merusak beberapa jaringan di tubuh pecandu narkoba. Hal ini
1
mengakibatkan perilaku pengguna di luar kendali yang dapat
menimbulkan serangkaian masalah sosial, seperti kejahatan dan
kekerasan serius. Besaran statistik jumlah kasus penyalahgunaan
narkoba di dunia diperkirakan sebesar 4,9% atau 208 juta pengguna di
tahun 2006 kemudian mengalami sedikit penurunan pada tahun 2008
dan 2009 menjadi 4,6% dan 4,8%. Namun kemudian meningkat
kembali menjadi 5,2% di tahun 2011 dan tetap stabil hingga 2013.
Pada tahun 2013, diperkirakan ada sekitar 167 hingga 315 juta orang
penyalahguna dari populasi penduduk dunia yang berumur 15-64
tahun yang menggunakan narkoba minimal sekali dalam setahun
(UNODC, 2015). Berdasarkan data tersebut, perlu dilakukan tindakan
untuk mengendalikan penyebaran narkoba saat ini.
Banyak peneliti yang telah mempelajari model matematika
untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran pecandu narkoba.
Comiskey, dkk. (2007) memperkenalkan model matematika yang
menggambarkan penyebaran heroin dan pengobatan pecandu heroin
dalam bentuk persamaan diferensial biasa. Zhang, dkk. (2011)
membahas model heroin sederhana yang terbagi menjadi populasi
rentan, pecandu tanpa pengobatan, dan pecandu dalam pengobatan
dengan melibatkan waktu tunda. Selain itu, Nyabadza, dkk. (2015)
meneliti model heroin yang terbagi menjadi populasi rentan, pecandu
tanpa pengobatan, pecandu dalam perawatan, dan pengguna berulang-
ulang.
Edukasi kesehatan masyarakat mempunyai efek pada
penyebaran penyakit. Xiang, dkk. (2015) melakukan penelitian model
pecandu alkohol dengan edukasi kesehatan masyarakat yang
merupakan salah satu langkah efektif untuk mengontrol masalah
konsumsi alkohol. Li dan Ma (2018) melakukan pengembangan model
transmisi narkoba dengan edukasi kesehatan. Pada model ini populasi
dibagi menjadi 6, yaitu subpopulasi rentan yang tidak menerima
edukasi kesehatan masyarakat (S), subpopulasi rentan yang menerima
edukasi kesehatan masyarakat (C), subpopulasi pecandu narkoba
ringan (L), subpopulasi pecandu narkoba berat (H), subpopulasi
pecandu yang direhabilitasi (T), dan subpopulasi pecandu narkoba
yang sembuh (R).
Pada skripsi ini dibahas analisis dinamik model penyebaran
pecandu narkoba dengan edukasi kesehatan yang mengkaji ulang

2
artikel Li dan Ma (2018). Analisis dinamik yang dilakukan pada model
meliputi penentuan titik kesetimbangan, keterbatasan solusi, syarat
eksistensi titik kesetimbangan, angka reproduksi dasar, kestabilan
lokal dan global titik kesetimbangan. Pada bagian akhir dilakukan
simulasi numerik dengan metode Runge-Kutta untuk mendukung hasil
analisis.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, inti
permasalahan yang dikaji pada skripsi ini sebagai berikut.
1. Bagaimana konstruksi model penyebaran pecandu narkoba dengan
edukasi kesehatan?
2. Bagaimana keterbatasan solusi model penyebaran pecandu
narkoba dengan edukasi kesehatan?
3. Bagaimana titik kesetimbangan dan kestabilan titik kesetimbangan
model?
4. Bagaimana hasil simulasi numerik model dan interpretasinya?
1.3 Tujuan
Tujuan pada skripsi ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan konstruksi model penyebaran pecandu narkoba
dengan edukasi kesehatan.
2. Menentukan keterbatasan solusi model penyebaran pecandu
narkoba dengan edukasi kesehatan.
3. Menentukan titik kesetimbangan model dan kestabilan titik
kesetimbangan.
4. Melakukan simulasi numerik dan menginterpretasikan hasilnya
untuk mendukung hasil analisis model.

3
4
BAB II
DASAR TEORI
Dalam skripsi ini dibahas analisis dinamik model penyebaran
pecandu narkoba dengan edukasi kesehatan. Oleh karena itu, beberapa
teori diperlukan untuk membantu memahami persoalan yang dibahas
dalam skripsi ini, yaitu sistem dinamik, sistem otonomus, kriteria
Routh Hurwitz, pertaksamaan Gronwall, fungsi Lyapunov,
pertaksamaan aritmatika dan geometri, serta matriks generasi
selanjutnya untuk mencari angka reproduksi.
2.1 Sistem Dinamik
Sistem dinamik adalah suatu sistem yang selalu berubah dan
dapat diketahui kondisinya di masa yang akan datang jika diketahui
kondisi di masa sekarang atau masa lalu (Nagle, dkk., 2012). Dalam
penerapannya, sistem dinamik dibagi menjadi dua, yaitu sistem
dinamik diskret dan sistem dinamik kontinu. Sistem dinamik diskret
dinyatakan sebagai persamaan beda, secara umum dapat dituliskan
sebagai
𝑥⃗𝑡+1 = 𝑓⃗(𝑥⃗𝑡 ), 𝑡 ∈ ℤ atau ℕ, 𝑥⃗ ∈ ℝ𝑛 ,
dan sistem dinamik kontinu dengan bentuk umum
𝑑𝑥⃗
= 𝑓⃗(𝑥⃗, 𝑡), 𝑡 ∈ ℝ, 𝑥⃗ ∈ ℝ𝑛 .
𝑑𝑡
(Alligood, dkk., 2000)

Sistem dinamik kontinu dapat dibedakan menjadi sistem


otonomus dan sistem nonotonomus. Dalam skripsi ini model yang
dibahas merupakan sistem otonomus.

2.1.1 Sistem otonomus


Sistem otonomus adalah suatu sistem persamaan diferensial
biasa yang berbentuk
𝑑𝑥⃗
𝑑𝑡
= 𝑓⃗(𝑥⃗), 𝑥⃗ ∈ ℝ𝑛 , (2.1)
dengan fungsi 𝑓⃗(𝑥⃗) adalah fungsi kontinu yang tidak bergantung
secara eksplisit terhadap variabel bebas 𝑡.

5
Definisi 2.1.1 (Titik kesetimbangan sistem otonomus)
Titik 𝑥⃗ ∗ disebut titik kritis sistem otonomus (2.1) jika
memenuhi 𝑓⃗(𝑥⃗) = 0. Titik kritis 𝑥⃗ ∗ merupakan solusi sistem
𝑑𝑥⃗
persamaan (2.1) yang bernilai konstan, karena = 0. Keadaan yang
𝑑𝑡
𝑑𝑥⃗
menyebabkan = 0 disebut keadaan setimbang dan titik kritis adalah
𝑑𝑡
titik yang memenuhinya, sehingga titik kritis disebut sebagai titik
kesetimbangan.
(Boyce dan DiPrima, 2012)
Definisi 2.1.2 (Kestabilan titik kesetimbangan)
Titik kesetimbangan 𝑥⃗ ∗ sistem otonomus (2.1) dikatakan
1. stabil, jika untuk setiap 𝜀 > 0 terdapat 𝛿 > 0 sedemikian
sehingga untuk setiap solusi 𝑥⃗(𝑡) sistem (2.1) yang memenuhi
||𝑥⃗(0) − 𝑥⃗ ∗ || < 𝛿,
ada untuk setiap 𝑡 > 0 dan memenuhi
||𝑥⃗(𝑡) − 𝑥⃗ ∗ || < 𝜀, ∀ 𝑡 ≥ 0,
2. stabil asimtotik, jika 𝑥⃗ ∗ stabil dan terdapat 𝛿0 > 0 sedemikian
sehingga jika suatu solusi 𝑥⃗(𝑡) sistem (2.1) yang memenuhi
||𝑥⃗(0) − 𝑥⃗ ∗ || < 𝛿0 ,
akan berlaku
lim 𝑥⃗(𝑡) = 𝑥⃗ ∗ ,
𝑡→∞
3. tidak stabil, apabila tidak memenuhi kriteria stabil.

(Boyce dan DiPrima, 2012)

2.1.2 Sistem otonomus linear


Secara umum sistem otonomus linear dengan n persamaan
dinyatakan dalam bentuk
𝑑𝑥1
𝑑𝑡
= 𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2 +. . . +𝑎1𝑛 𝑥𝑛 ,
𝑑𝑥2
= 𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2 +. . . +𝑎2𝑛 𝑥𝑛 ,
𝑑𝑡
(2.2)

𝑑𝑥𝑛
𝑑𝑡
= 𝑎𝑛1 𝑥1 + 𝑎𝑛2 𝑥2 +. . . +𝑎𝑛𝑛 𝑥𝑛 .
Sistem persamaan (2.2) dapat dinyatakan sebagai
6
𝑑𝑥⃗
𝑑𝑡
= 𝐴𝑥⃗, (2.3)

𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛 𝑥1


𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎2𝑛 𝑥2
dengan A = ( ⋮ ) dan 𝑥⃗ = ( ⋮ ).
⋮ ⋱ ⋮
𝑎𝑛1 𝑎𝑛2 ⋯ 𝑎𝑛𝑛 𝑥𝑛
∗ ⃗⃗
Jika 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0, maka 𝑥⃗ = 0 adalah satu-satunya titik
kesetimbangan (2.2). Untuk menentukan kestabilan titik
kesetimbangan sistem (2.2) dapat digunakan Teorema 2.1.2.

Teorema 2.1.2 (Kestabilan titik kesetimbangan sistem otonomus


linear)
Misalkan 𝜆1 , 𝜆2 , … , 𝜆𝑛 , adalah nilai eigen matriks 𝐴. Titik
kesetimbangan 𝑥⃗ ∗ = ⃗0⃗ sistem (2.2) bersifat:
1. stabil, jika terdapat nilai eigen bernilai nol dan lainnya bernilai
negatif,
2. stabil asimtotik, jika semua nilai eigen memiliki bagian real
negatif,
3. tidak stabil, jika terdapat nilai eigen yang memiliki bagian real
positif .
(Boyce dan DiPrima, 2012)

2.1.3 Kriteria Routh-Hurwitz


Kestabilan titik kesetimbangan sistem linear bergantung pada
tanda akar persamaan karakteristik atau nilai eigen matriks
koefisiennya. Jika suatu sistem linear berderajat 𝑛 mempunyai
persamaan karakteristik
𝜆𝑛 + 𝑎1 𝜆𝑛−1 + 𝑎2 𝜆𝑛−2 + ⋯ + 𝑎𝑛 = 0, (2.4)
dengan 𝑎𝑛 ≠ 0 , maka titik kesetimbangan pada sistem tersebut
bersifat stabil asimtotik jika akar-akar persamaan karakteristiknya
memiliki bagian real negatif. Dalam beberapa kasus tertentu, tidak
mudah untuk menentukan akar-akar persamaan (2.4). Salah satu cara
mengetahui kestabilan titik kesetimbangan tanpa harus menentukan

7
akar-akar persamaan karakteristiknya dengan memanfaatkan kriteria
Routh Hurwitz.
Akar-akar persamaan karakteristik (2.4) memiliki bagian real
negatif jika dan hanya jika
𝑎1 𝑎3 𝑎5
𝑎1 𝑎3
𝐷1 = |𝑎1 | > 0, 𝐷2 = | 1 | > 0, 𝐷3 = | 1 𝑎2 𝑎4 | > 0,
𝑎2
0 𝑎1 𝑎3
𝑎1 𝑎3 𝑎5 ⋯ 𝑎2𝑛−1
𝑎1 𝑎3 𝑎5 𝑎7 1 𝑎2 𝑎4 ⋯ 𝑎2𝑛−2
1 𝑎2 𝑎4 𝑎6 | 0 𝑎1 𝑎 ⋯ 𝑎2𝑛−3 |
𝐷4 = | 3
0 𝑎1 𝑎3 𝑎5 | > 0, 𝐷𝑘 = 0 1 𝑎2 ⋯ 𝑎2𝑛−4 > 0,
| |
0 1 𝑎2 𝑎4 ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
0 0 0 ⋯ 𝑎𝑘
dengan 𝑘 = 1,2, … , 𝑛. Misalkan diberikan persamaan karakteristik
berderajat empat
𝜆4 + 𝑎1 𝜆3 + 𝑎2 𝜆2 + 𝑎3 𝜆 + 𝑎4 = 0, (2.5)
Akar-akar persamaan (2.5) memiliki bagian real negatif jika dan hanya
jika
1. 𝐷1 = |𝑎1 | = 𝑎1 > 0,
𝑎1 𝑎3
2. 𝐷2 = | 1 𝑎2 | = 𝑎1 𝑎2 − 𝑎3 > 0,

𝑎1 𝑎3 0
3. 𝐷3 = | 1 𝑎2 𝑎4 | = 𝑎1 𝑎2 𝑎3 − 𝑎3 2 − 𝑎1 2 𝑎4 > 0,
0 𝑎1 𝑎3

𝑎1 𝑎3 0 0
1 𝑎2 𝑎4 0
4. 𝐷4 = | | = 𝑎1 𝑎2 𝑎3 𝑎4 − 𝑎3 2 𝑎4 − 𝑎1 2 𝑎4 2 > 0,
0 𝑎1 𝑎3 0
0 1 𝑎2 𝑎4
sehingga 𝑎4 > 0.
(Murray, 2002)

2.1.4 Sistem otonomus nonlinear


Perhatikan sistem otonomus nonlinear berdimensi 𝑛 berikut.
8
𝑑𝑥𝑖
𝑑𝑡
= 𝑓𝑖 (𝑥⃗), 𝑖 = 1, ⋯ , 𝑛, 𝑥⃗ ∈ ℝ𝑛 , (2.6)
dengan fungsi 𝑓𝑖 memiliki turunan parsial yang kontinu di titik
kesetimbangan 𝑥⃗ ∗ . Sistem (2.6) dapat didekati oleh sistem otonomus
linear dengan cara melakukan ekspansi Taylor fungsi 𝑓𝑖 di sekitar titik
kesetimbangan 𝑥⃗ ∗ , sehingga fungsi 𝑓𝑖 dapat dinyatakan sebagai
𝑛
𝜕𝑓𝑖 (𝑥⃗ ∗ )

𝑓𝑖 (𝑥⃗) = 𝑓𝑖 (𝑥⃗ ) + ∑ (𝑥𝑗 − 𝑥𝑗∗ ) + 𝜂𝑖 (𝑥⃗), (2.7)
𝜕𝑥𝑗
𝑗=1
dengan 𝜂𝑖 (𝑥⃗) adalah suku sisa untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑛. Suku sisa pada
hampiran orde satu terhadap 𝑓𝑖 memenuhi sifat
𝜂𝑖 (𝑥⃗)
lim∗ = 0,
𝑥⃗→𝑥⃗ ‖𝑝⃗‖
dengan 𝑝⃗ = (𝑝1 , 𝑝2 , … , 𝑝𝑛 )𝑇 dimana 𝑝𝑖 = 𝑥𝑖 − 𝑥𝑖∗ untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑛.
𝑑𝑥 𝑑𝑝
Selanjutnya dengan menerapkan 𝑑𝑡𝑖 = 𝑑𝑡𝑖 pada sistem (2.6) maka
diperoleh
𝑝1 𝑓1 (𝑥⃗ ∗ )
𝑑 𝑝2 𝑓2 (𝑥⃗ ∗ )
( ⋮ ) = ( )
𝑑𝑡 ⋮
𝑝𝑛 𝑓𝑛 (𝑥⃗ ∗ )
𝜕𝑓1 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥⃗ ∗ )

𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛
𝑝1
𝜕𝑓2 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓2 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓2 (𝑥⃗ ∗ ) 𝑝2
+ ⋯ (⋮)
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛
⋮ ⋮ ⋱ ⋮ 𝑝𝑛
𝜕𝑓𝑛 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓𝑛 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓𝑛 (𝑥⃗ ∗ )

( 𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛 )
𝜂1 (𝑥⃗)
𝜂2 (𝑥⃗)
+( ). (2.8)

𝜂𝑛 (𝑥⃗)
karena 𝑓𝑖 (𝑥⃗ ∗ ) = 0 untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑛. maka persamaan (2.8) dapat
ditulis sebagai

9
𝜕𝑓1 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥⃗ ∗ )
⋯ 𝜕𝑥𝑛
𝑝1 𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝑝1 𝜂1 (𝑥⃗)
𝑝2 𝜕𝑓2 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓2 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓2 (𝑥⃗ ∗ ) 𝑝2
𝑑 ⋯ 𝜂 (𝑥⃗)
(⋮) = 𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛 ( ⋮ ) + ( 2 ).
𝑑𝑡
⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮
𝑝𝑛 𝜕𝑓𝑛 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓𝑛 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓𝑛 (𝑥⃗ ∗ )
𝑝𝑛 𝜂𝑛 (𝑥⃗)
( 𝜕𝑥1 ⋯
𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛 )

𝜕𝑓1 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥⃗ ∗ )


⋯ 𝜕𝑥𝑛
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2
𝜕𝑓2 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓2 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓2 (𝑥⃗ ∗ )

Jika 𝐽 = 𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛 , maka persamaan (2.8)
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
𝜕𝑓𝑛 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓𝑛 (𝑥⃗ ∗ ) 𝜕𝑓𝑛 (𝑥⃗ ∗ )
( 𝜕𝑥1 ⋯
𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛 )
dapat ditulis sebagai
𝑑𝑝⃗
= 𝐽𝑝⃗ + 𝜂⃗, (2.9)
𝑑𝑡

dengan 𝐽 disebut matriks Jacobi. Jika 𝑥⃗ berada dekat dengan 𝑥⃗ , maka
𝜂⃗ bernilai kecil, sehingga 𝜂⃗ → ⃗0⃗. Oleh karena itu, 𝜂⃗ dapat diabaikan
dan sistem nonlinear (2.6) dapat dihampiri oleh sistem linear
𝑑𝑝⃗
= 𝐽𝑝⃗. (2.10)
𝑑𝑡
Jika 𝑥⃗ = 𝑥⃗ ∗ , maka diperoleh 𝑝⃗ = ⃗0⃗ sehingga sistem linear (2.10)
memiliki titik kesetimbangan 𝑝⃗ = 0 ⃗⃗ dan 𝐽 berperan sebagai 𝐴 pada
sistem otonomus linear (2.3). Proses penghampiran sistem nonlinear
oleh sistem linear dinamakan proses linearisasi. Selanjutnya
kestabilan titik kesetimbangan sistem nonlinear (2.6) akan bergantung
pada kestabilan titik kesetimbangan hasil linearisasi seperti dinyatakan
pada Teorema 2.1.2.
(Boyce dan DiPrima, 2012)
Teorema 2.1.4 (Kestabilan titik kesetimbangan sistem otonomus
nonlinear).
Titik kesetimbangan sistem otonomus nonlinear bersifat,
1. stabil asimtotik, jika titik kesetimbangan sistem hasil
linearisasi (2.10) bersifat stabil asimtotik,
2. tidak stabil, jika titik kesetimbangan sistem hasil linearisasi
(2.10) bersifat tidak stabil.
(Boyce dan DiPrima, 2012)

10
2.1.5 Kestabilan global dengan fungsi Lyapunov
Kestabilan titik kesetimbangan dibedakan menjadi kestabilan
lokal dan global. Kestabilan lokal titik kesetimbangan sistem
otonomus nonlinear (2.6) dapat ditentukan dengan melakukan
linearisasi seperti yang dijelaskan pada subbab 2.1.4. Salah satu
metode yang dapat digunakan untuk menentukan kestabilan global
titik kesetimbangan adalah dengan menggunakan fungsi Lyapunov.
Fungsi Lyapunov dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi Lyapunov
lemah dan kuat.

Definisi 2.1.5.1 (Fungsi Lyapunov lemah)


Misalkan 𝑥⃗ ∗ adalah suatu titik kesetimbangan sistem persamaan
(2.1). Suatu 𝑉 ∶ 𝑅 𝑛 → 𝑅 disebut fungsi Lyapunov lemah untuk 𝑥⃗ ∗ jika
terdapat suatu persekitaran 𝑊 ⊆ 𝑅 𝑛 dari 𝑥⃗ ∗ yang memenuhi kondisi,
1. 𝑉(𝑥⃗ ∗ ) = 0 dan 𝑉(𝑥⃗) > 0, ∀ 𝑥⃗ ≠ 𝑥⃗ ∗ ∈ 𝑊,
2. 𝑉 ′ (𝑥⃗) ≤ 0, ∀ 𝑥⃗ ∈ 𝑊.

Definisi 2.1.5.2 (Fungsi Lyapunov kuat)


Fungsi 𝑉 disebut fungsi Lyapunov kuat untuk 𝑥⃗ ∗ jika terdapat
suatu persekitaran 𝑊 pada 𝑥⃗ ∗ yang memenuhi kondisi,
1. 𝑉(𝑥⃗ ∗ ) = 0 dan 𝑉(𝑥⃗) > 0, ∀ 𝑥⃗ ≠ 𝑥⃗ ∗ ∈ 𝑊,
2. 𝑉 ′ (𝑥⃗) < 0, ∀𝑥⃗ ≠ 𝑥⃗ ∗ ∈ 𝑊.
(Alligood, dkk., 2000)

Teorema 2.1.5 (Kestabilan global dengan fungsi Lyapunov)


Misalkan 𝑥⃗ ∗ adalah suatu titik kesetimbangan sistem persamaan
(2.1). Titik kesetimbangan 𝑥⃗ ∗ bersifat:
1. stabil global, jika terdapat suatu fungsi Lyapunov lemah untuk
𝑥⃗ ∗ ,
2. stabil asimtotik global, jika terdapat suatu fungsi Lyapunov kuat
untuk 𝑥⃗ ∗ .
(Alligood, dkk., 2000)
2.2 Angka Reproduksi Dasar
Angka reproduksi dasar dinotasikan dengan 𝑅0 yang
menyatakan rata-rata banyaknya individu baru yang tertular oleh satu

11
individu terinfeksi selama proses penularan penyakit dalam suatu
populasi rentan. Angka tersebut merupakan parameter yang digunakan
untuk mengetahui terjadinya wabah dalam penyebaran suatu penyakit
di suatu populasi. Jika 𝑅0 < 1 maka rata-rata banyaknya individu
baru yang tertular oleh satu individu terinfeksi berjumlah kurang dari
satu individu, sehingga penyakit secara perlahan akan menghilang dan
tidak akan terjadi wabah. Sebaliknya, jika 𝑅0 > 1 maka rata-rata
banyaknya individu baru yang tertular oleh satu individu terinfeksi
berjumlah lebih dari satu individu, sehingga terjadi wabah.

(Driessche dan Watmough, 2002)


2.3 Metode Matriks Generasi Selanjutnya
Metode matriks generasi selanjutnya adalah suatu metode yang
digunakan untuk menentukan angka reproduksi dasar (𝑅0 ). Misalkan
terdapat 1, … , 𝑚, 𝑚 + 1, … , 𝑛 kompartemen dengan kompartemen
pertama sampai dengan 𝑚 terdiri dari individu terinfeksi dan
kompartemen 𝑚 + 1 sampai dengan 𝑛 terdiri dari individu tidak
terinfeksi. Model kompartemen terinfeksi dapat dinyatakan sebagai
berikut
𝑥𝑖′ = ℱ𝑖 − 𝒱𝑖 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑚
dengan 𝑥𝑖 menyatakan jumlah individu pada setiap kompartemen 𝑖. ℱ𝑖
menyatakan komponen pembentuk matriks ℱ yang merupakan infeksi
baru yang masuk pada kompartemen ke-𝑖. Infeksi baru hanya dapat
diperoleh dari individu rentan dan ℱ𝑖 tidak boleh negatif. 𝒱𝑖
menyatakan komponen pembentuk matriks 𝒱 yang merupakan
transfer keluar atau masuk dari kompartemen satu ke kompartemen
lainnya. 𝒱𝑖 bernilai positif jika menyatakan transfer keluar dari matriks
ke-𝑖, dan 𝒱𝑖 bernilai negatif jika transfer masuk pada suatu
kompartemen.
Didefinisikan 𝐷ℱ(𝐸0 ) dan 𝐷𝒱(𝐸0 ) adalah matriks Jacobi
𝑚 × 𝑚 sebagai berikut
𝜕ℱ𝑖 (𝐸0 ) 𝜕𝒱𝑖 (𝐸0 )
𝐷ℱ(𝐸0 ) = [ ] , 𝐷𝒱(𝐸0 ) = [ ], 𝑖, 𝑗 = 1, … , 𝑚
𝜕𝑥𝑗 𝜕𝑥𝑗

dengan 𝐸0 merupakan titik kesetimbangan bebas penyakit. Matriks


generasi selanjutnya didefinisikan sebagai berikut
𝐾 = (𝐷ℱ(𝐸0 ))(𝐷𝒱(𝐸0 ))−1 .
12
Angka reproduksi dasar diperoleh dari perhitungan matriks generasi
selanjutnya, yaitu
𝑅0 = 𝜌(𝐾),
dengan 𝜌(𝐾) adalah spectral radius matriks 𝐾 yang merupakan
modulus maksimum dari nilai eigen matriks 𝐾.

(Brauer dan Chaves, 2010)

Contoh:
Diberikan model yang terdiri dari tiga persamaan sebagai berikut
𝑑𝑆
= Λ − 𝛽𝑆𝐼 − 𝜇𝑆,
𝑑𝑡
𝑑𝐼
= 𝛽𝑆𝐼 − 𝑘𝐼 − 𝜇𝐼,
𝑑𝑡
𝑑𝑅
= 𝑘𝐼 − 𝜇𝑅,
𝑑𝑡
dengan 𝑆, 𝐼, dan 𝑅 masing-masing menyatakan jumlah individu yang
rentan, terinfeksi, dan sembuh saat 𝑡. Sistem persamaan ini
Λ
mempunyai titik kesetimbangan bebas penyakit 𝐸0 = (𝜇 , 0,0).
Matriks generasi selanjutnya diperoleh dari kompartemen terinfeksi,
yaitu kompartemen 𝐼. Matriks ℱ dan 𝒱 dapat ditulis sebagai berikut
ℱ = [𝛽𝑆𝐼] dan 𝒱 = [𝑘𝐼 + 𝜇𝐼].

Berdasarkan matriks ℱ dan 𝒱 dapat dibentuk menjadi matriks Jacobi


Λ
di titik kesetimbangan bebas penyakit 𝐸0 = ( , 0,0), yaitu
𝜇
𝜕ℱ(𝐸 ) 𝛽Λ 𝜕𝒱(𝐸0 )
𝐷ℱ(𝐸0 ) = [ 𝜕𝐼 0 ] = [𝜇] dan 𝐷𝒱(𝐸0 ) = [ 𝜕𝐼 ] = [𝑘 + 𝜇].
Selanjutnya ditentukan invers matriks 𝐷𝒱(𝐸0 ), yaitu
1
𝐷𝒱 −1 (𝐸0 ) = [ ].
(𝑘 + 𝜇)
Setelah itu, dibentuk matriks generasi selanjutnya 𝐾 =
(𝐷ℱ(𝐸0 ))(𝐷𝒱 −1 (𝐸0 )), yaitu
𝛽Λ
𝐾=[ ].
𝜇(𝑘 + 𝜇)
13
Kemudian ditentukan nilai eigen dari matriks 𝐾, yaitu |𝐾 − 𝜆𝐼| =
0 dan diperoleh akar karakteristik sebagai berikut
𝛽Λ
𝜆 = 𝜇(𝑘+𝜇) .
Angka reproduksi dasar 𝑅0 adalah spectral radius dari matriks 𝐾,
𝛽Λ
yaitu 𝑅0 = 𝜌(𝐾) = max{ }.
𝜇(𝑘+𝜇)
Dengan demikian 𝑅0 adalah
𝛽Λ
𝑅0 = .
𝜇(𝑘 + 𝜇)
2.4 Pertaksamaan Rata-rata Aritmatika dan Geometri
Untuk membuktikan kestabilan global titik kesetimbangan
dengan fungsi Lyapunov digunakan sifat pertaksamaan rata-rata
aritmatika dan geometri. Misalkan 𝑎1 , 𝑎2 , ⋯ , 𝑎𝑛 ∈ ℝ. Rata-rata
aritmatika yang diberikan adalah
𝑎1 + 𝑎2 + ⋯ + 𝑎𝑛
𝐴𝑀(𝑎1 , 𝑎2 , ⋯ , 𝑎𝑛 ) = .
𝑛
Jika setiap bilangan adalah bernilai positif, maka rata-rata geometri
yang diberikan adalah

𝐺𝑀(𝑎1 , 𝑎2 , ⋯ , 𝑎𝑛 ) = 𝑛√𝑎1 . 𝑎2 . ⋯ . 𝑎𝑛 .

Teorema 2.4.1 (Pertaksamaan rata-rata aritmatika dan geometri)


Misalkan 𝑎1 , 𝑎2 , ⋯ , 𝑎𝑛 ∈ ℝ+, dengan 𝑛 ≥ 2 maka
𝑎1 + 𝑎2 + ⋯ + 𝑎𝑛 𝑛
≥ √𝑎1 . 𝑎2 . ⋯ . 𝑎𝑛 . (2.11)
𝑛
Pertaksamaan (2.11) akan menjadi persamaan jika dan hanya jika
𝑎1 = 𝑎2 = 𝑎3 = ⋯ = 𝑎𝑛 .
(Mercer, 2014)
2.5 Pertaksamaan Gronwall
Untuk membuktikan total subpopulasi pada model penyebaran
pecandu narkoba terbatas digunakan Lemma 2.5.1 sebagai berikut.
Lemma 2.5.1
Misalkan 𝑚 ∈ 𝐶 1 [𝑅+ , 𝑅+ ], 𝑣, ℎ ∈ 𝐶[𝑅+ , 𝑅+ ] dan

14
𝑚′ (𝑡) ≤ 𝑣(𝑡)𝑚(𝑡) + ℎ(𝑡), 𝑚(𝑡0 ) = 𝑐 ≥ 0, 𝑡 ≥ 𝑡0 ,
maka
𝑡 𝑡 𝑡
𝑚(𝑡) ≤ 𝑐 exp [∫𝑡 𝑣(𝑠)𝑑𝑠] + ∫𝑡 ℎ(𝑠) exp [∫𝑠 𝑣(𝜎)𝑑𝜎] 𝑑𝑠, 𝑡 ≥ 0. (2.12)
0 0

Untuk 𝑣(𝑡) = 𝑘1 dan ℎ(𝑡) = 𝑘2, dengan 𝑘1 , 𝑘2 bernilai konstan


maka pertaksamaan (2.12) menjadi
𝑡
𝑚(𝑡) ≤ 𝑐 exp[𝑘1 𝑡] + ∫ 𝑘2 exp[𝑘1 𝑡 − 𝑘1 𝑠]𝑑𝑠, 𝑡 ≥ 0.
𝑡0

(Lakshmikantham, dkk., 1989)

15
16
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas konstruksi model penyebaran pecandu
narkoba dengan edukasi kesehatan. Selanjutnya dilakukan analisis
dinamik pada model yang meliputi penentuan titik kesetimbangan,
angka reproduksi dasar, analisis kestabilan titik kesetimbangan, dan
beberapa simulasi numerik untuk mengilustrasikan hasil analisis.
3.1 Konstruksi Model
Populasi model penyebaran pecandu narkoba dengan edukasi
kesehatan dibagi menjadi 6 subpopulasi, yaitu subpopulasi rentan
yang tidak menerima edukasi kesehatan masyarakat (S), subpopulasi
rentan yang menerima edukasi kesehatan masyarakat (C), subpopulasi
pecandu narkoba ringan (L), subpopulasi pecandu narkoba berat (H),
subpopulasi pecandu yang direhabilitasi (T), dan subpopulasi pecandu
narkoba yang sembuh (R). Model transmisi narkoba dengan edukasi
kesehatan diilustrasikan dalam diagram kompartemen pada Gambar
3.1.
𝛼 𝛼
(1 − 𝑞)𝛼Λ 𝜇 𝑞𝛼Λ
𝑞𝛼Λ
S C

𝛼 𝛼1
𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻 𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻
L
𝜋 𝛿

𝛾
𝛼
H
𝛼2
𝜎
𝜃
𝛼 𝛼
T 𝑚 R
Gambar 3.1. Diagram kompartemen model penyebaran pecandu
T
narkoba dengan edukasi kesehatan.

17
Parameter pada model didefinisikan sebagai berikut:
𝛼 : Laju kelahiran atau kematian alami.
Λ : Rekruitmen individu baru.
𝑞 : Laju populasi yang memperoleh edukasi kesehatan keluarga.
𝜇 :..Laju populasi rentan yang menerima edukasi kesehatan
masyarakat.
𝛽1 : Laju kontak efektif populasi rentan dengan pecandu narkoba
ringan.
𝛽2 : Laju kontak efektif populasi rentan dengan pecandu narkoba
berat.
𝜉 : Faktor yang mempengaruhi penurunan laju kontak efektif.
𝛼1 : Laju kematian akibat kecanduan narkoba ringan.
𝛼2 : Laju kematian akibat kecanduan narkoba berat.
𝛾 : Laju pengobatan pecandu narkoba ringan.
𝜋 : Laju perpindahan dari pecandu narkoba ringan ke pecandu
narkoba berat.
𝛿 : Laju pecandu narkoba yang sembuh karena edukasi kesehatan
masyarakat.
𝜃 : Laju pengobatan pecandu narkoba berat.
𝜎 : Laju kambuh pecandu narkoba setelah pengobatan.
𝑚 : Laju pecandu narkoba yang sembuh karena pengobatan.

3.1.1 Laju perubahan subpopulasi individu rentan yang tidak


menerima edukasi kesehatan masyarakat (𝑆)

Berdasarkan Gambar 3.1 perubahan jumlah individu pada


subpopulasi rentan yang tidak menerima edukasi kesehatan
masyarakat (𝑆) dipengaruhi oleh laju individu baru tanpa edukasi
kesehatan keluarga, perubahan laju individu rentan yang tidak
menerima edukasi kesehatan masyarakat menjadi individu kecanduan
narkoba ringan, laju populasi rentan yang menerima edukasi kesehatan
masyarakat, dan kematian alami.
Individu baru yang tidak menerima edukasi kesehatan keluarga
akan masuk ke dalam subpopulasi 𝑆, sehingga mengakibatkan
bertambahnya jumlah individu tanpa edukasi kesehatan keluarga pada
subpopulasi 𝑆 dengan laju sebesar (1 − 𝑞)𝛼Λ.

18
Setiap individu pada subpopulasi 𝑆 memiliki kemungkinan
yang sama untuk melakukan interaksi dengan individu subpopulasi 𝐿.
Interaksi tersebut dapat mengakibatkan perubahan kebiasaan dari
individu yang berpotensi mengonsumsi narkoba menjadi individu
pecandu narkoba ringan dan pecandu narkoba berat dengan laju
sebesar −𝛽1 𝐿𝑆 dan −𝛽2 𝐻𝑆.
Laju perubahan populasi rentan yang tidak menerima edukasi
kesehatan masyarakat pada waktu 𝑡 berkurang karena subpopulasi 𝑆
mendapatkan edukasi kesehatan masyarakat yang dinotasikan dengan
−𝜇𝑆 dan mengalami kematian alami yaitu −𝛼𝑆.
Dengan demikian, laju perubahan populasi rentan yang tidak
menerima edukasi kesehatan masyarakat persatuan waktu adalah
𝑑𝑆
𝑑𝑡
= (1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆. (3.1)

3.1.2 Laju perubahan subpopulasi individu rentan yang


menerima edukasi kesehatan masyarakat (𝐶)
Perubahan jumlah individu pada subpopulasi rentan yang
menerima edukasi kesehatan masyarakat (𝐶) dipengaruhi oleh laju
individu baru dengan edukasi kesehatan melalui keluarga, perubahan
laju individu rentan yang menerima edukasi kesehatan masyarakat
menjadi individu kecanduan narkoba ringan, laju individu rentan yang
menerima edukasi kesehatan masyarakat, laju individu rentan yang
menerima edukasi kesehatan masyarakat menjadi sembuh, dan
kematian alami.
Individu baru yang menerima edukasi kesehatan keluarga akan
masuk ke dalam subpopulasi 𝐶, sehingga mengakibatkan
bertambahnya jumlah individu pada subpopulasi 𝐶 dengan laju
sebesar 𝑞𝛼Λ. Selain itu, laju perubahan subpopulasi 𝐶 bertambah
karena individu rentan tanpa edukasi kesehatan menerima edukasi
kesehatan masyarakat yang dinotasikan dengan 𝜇𝑆.
Setiap individu pada subpopulasi 𝐶 dapat tertular mengonsumsi
narkoba karena terjadinya interaksi langsung dengan individu pecandu
19
narkoba ringan. Laju perubahan subpopulasi 𝐶 menjadi pecandu
narkoba ringan pada waktu 𝑡 berbanding lurus dengan banyaknya
individu pada subpopulasi 𝐶 dan individu pecandu narkoba ringan,
yaitu sebesar −𝛽1 𝜉𝐿𝐶. Selain tertular mengonsumsi narkoba ringan,
individu subpopulasi 𝐶 juga dapat menjadi individu pecandu narkoba
berat karena berinteraksi dengan individu pecandu narkoba berat. Laju
perubahan subpopulasi 𝐶 menjadi pecandu narkoba berat pada waktu
𝑡 berbanding lurus dengan banyaknya individu pada subpopulasi 𝐶
dan individu pecandu narkoba berat, yaitu sebesar −𝛽2 𝜉𝐻𝐶.
Laju perubahan subpopulasi 𝐶 berkurang karena pecandu
narkoba yang sembuh menerima edukasi kesehatan masyarakat yang
dinotasikan −𝛿𝐶 dan mengalami kematian alami yaitu −𝛼𝐶. Laju
perubahan populasi rentan yang menerima edukasi kesehatan
masyarakat persatuan waktu adalah
𝑑𝐶
𝑑𝑡
= 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝛼 + 𝛿)𝐶. (3.2)

3.1.3 Laju perubahan subpopulasi pecandu narkoba ringan (𝐿)


Interaksi antara individu rentan 𝑆 dengan pecandu narkoba
ringan dan pecandu narkoba berat menyebabkan bertambahnya
subpopulasi pecandu narkoba ringan yang dinyatakan sebagai 𝛽1 𝐿𝑆
dan 𝛽2 𝐻𝑆.
Individu rentan yang menerima edukasi kesehatan masyarakat
masuk ke subpopulasi pecandu narkoba ringan karena adanya
interaksi individu pada subpopulasi 𝐶 dengan individu subpopulasi 𝐿.
Interaksi tersebut dapat mengakibatkan perubahan kebiasaan dari
individu yang berpotensi mengonsumsi narkoba menjadi individu
kecanduan narkoba ringan dan berat yang dinotasikan dengan laju
sebesar 𝛽1 𝜉𝐿𝐶 dan 𝛽2 𝜉𝐻𝐶.
Jumlah subpopulasi pecandu narkoba ringan berkurang karena
pecandu ketergantungan dalam memakai narkoba, sehingga masuk ke
dalam pecandu narkoba berat dengan laju sebesar −𝜋𝐿. Laju
berkurangnya pecandu narkoba ringan juga diakibatkan oleh kematian
alami dengan laju −𝛼𝐿, kematian akibat kecanduan ringan dengan laju

20
−𝛼1 𝐿, serta pecandu memasuki rehabilitasi sebagai tahap
penyembuhan dengan laju sebesar −𝛾𝐿.
Dengan demikian, laju perubahan populasi pecandu narkoba
ringan persatuan waktu adalah
𝑑𝐿
= (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝜋 + 𝛾 + 𝛼 + 𝛼1 )𝐿. (3.3)
𝑑𝑡

3.1.4 Laju perubahan subpopulasi pecandu narkoba berat (𝐻)


Perubahan subpopulasi pecandu narkoba ringan menjadi
subpopulasi pecandu narkoba berat dipengaruhi oleh penggunaan
narkoba yang terus menerus. Pecandu narkoba ringan dapat berubah
menjadi pecandu narkoba berat dengan laju 𝜋𝐿. Laju bertambahnya
subpopulasi pecandu narkoba berat dikarenakan pecandu yang telah
direhabilitasi mengulangi perbuatan mengonsumsi narkoba yang
dinyatakan dengan laju sebesar 𝜎𝑇.
Laju berkurangnya subpopulasi pecandu narkoba berat
diakibatkan kematian alami dengan laju −𝛼𝐻, kematian akibat
kecanduan berat dengan laju −𝛼2 𝐻, serta pecandu memasuki
rehabilitasi sebagai tahap penyembuhan dengan laju sebesar −𝜃𝐻.
Dengan demikian, laju perubahan subpopulasi pecandu
narkoba berat persatuan waktu adalah
𝑑𝐻
𝑑𝑡
= 𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − (𝜃 + 𝛼 + 𝛼2 )𝐻. (3.4)

3.1.5 Laju perubahan subpopulasi pecandu dalam rehabilitasi


(𝑇)
Laju subpopulasi yang direhabilitasi mengalami pertambahan
dari subpopulasi pecandu narkoba ringan dan pecandu narkoba berat.
Masing-masing laju dinyatakan dalam bentuk 𝛾𝐿 yang mewakili
subpopulasi pecandu narkoba ringan dan 𝜃𝐻 mewakili subpopulasi
pecandu narkoba berat.
Laju berkurangnya subpopulasi yang direhabilitasi, yaitu
kematian alami dengan laju −𝛼𝑇, pecandu yang mengonsumsi
21
narkoba kembali dengan laju −𝜎𝑇, dan pecandu yang sembuh setelah
direhabilitasi dengan laju −𝑚𝑇.
Dengan demikian, laju perubahan subpopulasi pecandu
direhabilitasi persatuan waktu adalah
𝑑𝑇
𝑑𝑡
= 𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − (𝜎 + 𝑚 + 𝛼)𝑇. (3.5)

3.1.6 Laju perubahan subpopulasi pecandu narkoba yang


sembuh (𝑅)
Laju subpopulasi pecandu narkoba yang sembuh mengalami
pertambahan dari subpopulasi rehabilitasi dan subpopulasi rentan
yang menerima edukasi kesehatan masyarakat. Masing-masing laju
dinyatakan dalam bentuk 𝑚𝑇 mewakili subpopulasi rehabilitasi dan
𝛿𝑇 mewakili subpopulasi rentan yang menerima edukasi kesehatan
masyarakat.
Laju berkurangnya subpopulasi pecandu narkoba yang sembuh
yaitu kematian alami yang dinotasikan −𝛼𝑅. Laju perubahan
subpopulasi pecandu narkoba yang sembuh persatuan waktu adalah
𝑑𝑅
𝑑𝑡
= 𝛿𝐶 + 𝑚𝑇 − 𝛼𝑅. (3.6)

Berdasarkan uraian tersebut, model berbentuk persamaan


diferensial nonlinier sebagai berikut
𝑑𝑆
𝑑𝑡
= (1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆,
𝑑𝐶
𝑑𝑡
= 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝛼 + 𝛿)𝐶,
𝑑𝐿
𝑑𝑡
= (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝜋 + 𝛾 + 𝛼 + 𝛼1 )𝐿,
𝑑𝐻
𝑑𝑡
= 𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − (𝜃 + 𝛼 + 𝛼2 )𝐻, (3.7)
𝑑𝑇
= 𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − (𝜎 + 𝑚 + 𝛼)𝑇,
𝑑𝑡
𝑑𝑅
𝑑𝑡
= 𝛿𝐶 + 𝑚𝑇 − 𝛼𝑅.
Sistem (3.7) dapat direduksi menjadi sistem persamaan
𝑑𝑆 𝑑𝐶 𝑑𝐿 𝑑𝐻 𝑑𝑇
diferensial 5 dimensi, karena 𝑑𝑡 , 𝑑𝑡 , 𝑑𝑡 , 𝑑𝑡 , dan 𝑑𝑡 tidak bergantung
pada 𝑅. Selanjutnya, dimisalkan bahwa 𝑚1 = 𝛾 + 𝜋 + 𝛼 + 𝛼1 , 𝑚2 =
22
𝜃 + 𝛼 + 𝛼2 , dan 𝑚3 = 𝜎 + 𝑚 + 𝛼, sehingga sistem persamaan (3.7)
dapat ditulis sebagai berikut
𝑑𝑆
𝑑𝑡
= (1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆,
𝑑𝐶
= 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝛼 + 𝛿)𝐶, (3.8)
𝑑𝑡
𝑑𝐿
𝑑𝑡
= (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿 ,
𝑑𝐻
𝑑𝑡
= 𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻,
𝑑𝑇
= 𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇,
𝑑𝑡
dengan kondisi awal
𝑆(0) = 𝑆0 ≥ 0, 𝐶(0) = 𝐶0 ≥ 0, 𝐿(0) = 𝐿0 ≥ 0,
𝐻(0) = 𝐻0 ≥ 0, 𝑇(0) = 𝑇0 ≥ 0.
Domain sistem (3.8) adalah
Ω= {(𝑆, 𝐶, 𝐿, 𝐻, 𝑇)|𝑆, 𝐶, 𝐿, 𝐻, 𝑇 ≥ 0, 𝑆 + 𝐶 + 𝐿 + 𝐻 + 𝑇 ≤ Λ}.
3.2 Keterbatasan Solusi
Total individu dalam populasi didefinisikan 𝑁 = 𝑆 + 𝐶 +
𝐿 + 𝐻 + 𝑇 sehingga
𝑑𝑁
= 𝛼Λ − 𝛼(𝑆 + 𝐶 + 𝐿 + 𝐻 + 𝑇) − 𝛼1 𝐿 − 𝛼2 𝐻,
𝑑𝑡
𝑑𝑁
≤ 𝛼Λ − 𝛼(𝑆 + 𝐶 + 𝐿 + 𝐻 + 𝑇),
𝑑𝑡
𝑑𝑁
≤ 𝛼Λ − 𝛼𝑁.
𝑑𝑡
Untuk membuktikan bahwa jumlah seluruh subpopulasi 𝑁 terbatas
digunakan Lemma 2.5.1, sehingga diperoleh
𝑡 𝑡 𝑡
𝑁 ≤ 𝑁(0) exp [∫ −𝛼 𝑑𝑠] + ∫ 𝛼Λ exp [∫ −𝛼 𝑑𝜎] 𝑑𝑠,
𝑡0 𝑡0 𝑠
𝑡
𝑁 ≤ 𝑁(0)exp[−𝛼𝑡] + ∫ 𝛼Λ exp[−𝛼𝑡 + 𝛼𝑠] 𝑑𝑠,
𝑡0
𝛼Λ 𝛼Λ
𝑁 ≤ 𝑁(0)exp[−𝛼𝑡] + − exp[−𝛼𝑡],
𝛼 𝛼
𝑁 ≤ [𝑁(0) − Λ]exp[−𝛼𝑡] + Λ.
Dengan demikian diperoleh 𝑁 ≤ [𝑁(0) − Λ]exp[−𝛼𝑡] + Λ, sehingga
23
lim 𝑁(𝑡) ≤ Λ.
𝑡→∞
Hal ini menunjukkan total populasi untuk waktu yang panjang terbatas
ke Λ.
3.3 Titik Kesetimbangan
Titik kesetimbangan sistem (3.8) diperoleh ketika
𝑑𝑆 𝑑𝐶 𝑑𝐿 𝑑𝐻 𝑑𝑇
= = = = = 0,
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
atau
(1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆 = 0, (3.9a)
𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝛼 + 𝛿)𝐶 = 0, (3.9b)
(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿 = 0, (3.9c)
𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻 = 0, (3.9d)
𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇 = 0. (3.9e)
Berdasarkan persamaan (3.9a) sampai (3.9e) diperoleh dua
jenis titik kesetimbangan, yaitu titik kesetimbangan bebas pecandu
narkoba dan titik kesetimbangan endemi pecandu narkoba.
Dari persamaan (3.9d) dapat ditulis
𝑚2 𝐻−𝜎𝑇
𝐿= 𝜋
(3.10)
atau
𝑚2 𝐻−𝜋𝐿
𝑇= , (3.11)
𝜎
sedangkan persamaan (3.9e) dapat ditulis menjadi
𝑚3 𝑇−𝜃𝐻
𝐿= 𝛾
, (3.12)
atau
𝛾𝐿+𝜃𝐻
𝑇= . (3.13)
𝑚3
Selanjutnya substitusi persamaan (3.10) ke persamaan (3.12)
menghasilkan
𝑚2 𝐻−𝜎𝑇 𝑚3 𝑇−𝜃𝐻
𝜋
= 𝛾
,
𝑚2 𝛾𝐻 − 𝜎𝛾𝑇 = 𝑚3 𝜋𝑇 − 𝜃𝜋𝐻,
(𝑚2 𝛾 + 𝜃𝜋)𝐻 = (𝑚3 𝜋 + 𝜎𝛾)𝑇,

24
𝑚 𝛾+𝜃𝜋
𝑇 = (𝑚2 𝜋+𝜎𝛾) 𝐻. (3.14)
3
Substitusi persamaan (3.11) ke persamaan (3.13) diperoleh
𝑚2 𝐻−𝜋𝐿 𝛾𝐿+𝜃𝐻
𝜎
= 𝑚3
,
(𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃)𝐻 = (𝑚3 𝜋 + 𝜎𝛾)𝐿,
𝑚 𝑚 −𝜎𝜃
𝐿=( 2 3 ) 𝐻 = 𝐴̃𝐻,
𝑚3 𝜋+𝜎𝛾
(3.15)
𝑚2 𝑚3 −𝜎𝜃
dengan 𝐴̃ = 𝑚3 𝜋+𝜎𝛾
.
Selanjutnya substitusi persamaan (3.15) ke persamaan (3.9c) diperoleh
(𝛽1 𝐴̃𝐻 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐴̃𝐻 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐴̃𝐻 = 0,
𝐻 ((𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐴̃ + 𝛽2 𝜉)𝐶 − 𝑚1 𝐴̃) = 0,
𝐻 ((𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑆 + 𝜉𝐶) − 𝑚1 𝐴̃) = 0, (3.16)
Berdasarkan persamaan (3.16) diperoleh dua kemungkinan, yaitu
𝐻 = 0 atau (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑆 + 𝜉𝐶) − 𝑚1 𝐴̃ = 0.
Jika 𝐻 = 0 maka persamaan (3.14) dan (3.15) menjadi
𝑇 = 0 dan 𝐿 = 0.
Substitusi 𝐿 = 0 dan 𝐻 = 0 ke persamaan (3.9a) dan (3.9b)
menghasilkan
(1−𝑞)𝛼Λ
𝑆= (3.17)
(µ+𝛼)
dan
𝑞𝛼 2 Λ+𝜇𝛼Λ
𝐶 = (𝛼+𝜇)(𝛼+𝛿). (3.18)
Dari perhitungan di atas maka diperoleh titik kesetimbangan yang
(1−𝑞)𝛼Λ 𝑞𝛼 2 Λ+𝜇𝛼Λ
pertama, yaitu 𝐸0 = (𝑆0 , 𝐶0 , 𝐿0 , 𝐻0 , 𝑇0 ) = ( 𝜇+𝛼
,
(𝛼+𝜇)(𝛼+𝛿)
, 0, 0, 0).
Titik ini disebut titik kesetimbangan bebas pecandu narkoba karena
tidak ada individu yang terinfeksi narkoba.
Jika 𝐻 ≠ 0 maka substitusi persamaan (3.15) ke persamaan
(3.9a) menghasilkan
(1−𝑞)𝛼Λ
𝑆 = (𝛽 . (3.19)
1 𝐴̃+𝛽2 )𝐻+(µ+𝛼)
Dari persamaan (3.9b) dapat ditulis
25
(𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 = 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛼 + 𝛿)𝐶, (3.20)
kemudian substitusi persamaan (3.20) ke persamaan (3.9c) diperoleh
𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛼 + 𝛿)𝐶 − 𝑚1 𝐿 + (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 = 0. (3.21)
Dari persamaan (3.9a) dapat ditulis
(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 = (1 − 𝑞)𝛼Λ − (µ + 𝛼)𝑆, (3.22)
selanjutnya substitusi persamaan (3.15) dan (3.22) ke persamaan
(3.21) menghasilkan
𝛼(Λ−𝑆)−𝑚1 𝐴̃𝐻
𝐶= 𝛼+𝛿
. (3.23)
Jika 𝐻 ≠ 0 maka (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑆 + 𝜉𝐶) − 𝑚1 𝐴̃ = 0, sehingga
substitusi persamaan (3.19) dan (3.23) ke persamaan (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑆 +
𝜉𝐶) − 𝑚1 𝐴̃ = 0 menghasilkan 𝐻 yang merupakan akar dari
persamaaan
𝑎𝐻 2 + 𝑏𝐻 + 𝑐 = 0,
dengan
2
𝑎 = (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) 𝜉𝑚1 𝐴̃,
𝑏 = (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑚1 𝐴̃(𝜉(𝛼 + 𝜇) + (𝛼 + 𝛿)) − (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝜉𝛼Λ),
𝑐 = (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿)𝑚1 𝐴̃ − 𝛼Λ(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )((1 − 𝑞)(𝛼 + 𝛿) + 𝜉(𝜇 + 𝑞𝛼)).

Perhitungan titik kesetimbangan endemi pecandu narkoba lebih


detail dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil uraian, jika
𝐻 ≠ 0 maka diperoleh titik kesetimbangan kedua, yaitu titik
kesetimbangan endemi pecandu narkoba 𝐸 ∗ = (𝑆 ∗ , 𝐶 ∗ , 𝐿∗, 𝐻 ∗ , 𝑇 ∗ ).

3.4 Angka Reproduksi Dasar


Berdasarkan sistem (3.8) dibentuk matriks ℱ dan 𝒱 yang terdiri
dari subpopulasi individu terinfeksi
𝐿′ ℱ1 𝒱1
′ ℱ 𝒱
(𝐻 ) = ( 2 ) − ( 2 ),
𝑇′ ℱ3 𝒱3
(𝑆 + 𝜉𝐶)(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻) 𝑚1 𝐿
ℱ=( 0 ) dan 𝒱 = (𝑚2 𝐻 − 𝜋𝐿 − 𝜎𝑇).
0 m3 𝑇 − 𝜃𝐻 − 𝛾𝐿

26
Berdasarkan matriks ℱ dan 𝒱 dapat dibentuk matriks Jacobi di titik
kesetimbangan bebas pecandu narkoba 𝐸0 = (𝑆0 , 𝐶0 , 𝐿0 , 𝐻0 , 𝑇0 ) =
(1−𝑞)𝛼Λ (𝜇+𝑞𝛼)𝛼Λ
( , , 0, 0, 0), yaitu
𝛼+𝜇 (𝛼+𝜇)(𝛼+𝛿)
𝜕 ℱ1 (𝐸0 ) 𝜕 ℱ1 (𝐸0 ) 𝜕 ℱ1 (𝐸0 )
𝜕𝐿 𝜕𝐻 𝜕𝑇
𝜕 ℱ2 (𝐸0 ) 𝜕 ℱ2 (𝐸0 ) 𝜕 ℱ2 (𝐸0 )
𝐷ℱ(𝐸0 ) =
𝜕𝐿 𝜕𝐻 𝜕𝑇
𝜕 ℱ3 (𝐸0 ) 𝜕 ℱ3 (𝐸0 ) 𝜕 ℱ3 (𝐸0 )
( 𝜕𝐿 𝜕𝐻 𝜕𝑇 )
𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) 𝛽2 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) 0
=( 0 0 0)
0 0 0
dan
𝜕 𝒱1 (𝐸0 ) 𝜕 𝒱1 (𝐸0 ) 𝜕 𝒱1 (𝐸0 )
𝜕𝐿 𝜕𝐻 𝜕𝑇 𝑚1 0 0
𝜕 𝒱2 (𝐸0 ) 𝜕 𝒱2 (𝐸0 ) 𝜕 𝒱2 (𝐸0 )
𝐷𝒱(𝐸0 ) = = (−𝜋 𝑚2 −𝜎).
𝜕𝐿 𝜕𝐻 𝜕𝑇
𝜕 𝒱3 (𝐸0 ) 𝜕 𝒱3 (𝐸0 ) 𝜕 𝒱3 (𝐸0 ) −𝛾 −𝜃 𝑚3
( 𝜕𝐿 𝜕𝐻 𝜕𝑇 )
Invers matriks 𝐷𝒱(𝐸0 ) adalah
1
0 0
𝑚1
𝜋𝑚3 + 𝛾𝜎 𝑚3 𝜎
𝐷𝒱 −1 (𝐸0 ) = .
𝑚1 (𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃) 𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃 𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃
𝜋𝜃 + 𝑚2 𝛾 𝜃 𝑚2
[𝑚1 (𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃) 𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃 𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃]

Berdasarkan matriks 𝐷ℱ(𝐸0 ) dan 𝐷𝒱 −1 (𝐸0 ), dibentuk matriks


generasi selanjutnya 𝐾 = (𝐷ℱ(𝐸0 ))(𝐷𝒱 −1 (𝐸0 )), yaitu

𝛽1 𝛽2 𝛽2 𝑚3 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) 𝛽2 𝜎(𝑆0 + 𝜉𝐶0 )


(𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) + (𝑆0 + 𝜉𝐶0 )
𝑚 𝑚 ̃
𝐴 𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃 𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃 ].
𝐾=[ 1 1
0 0 0
0 0 0
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik
|𝐾 − 𝜆𝐼| = 0,
27
diperoleh nilai eigen sebagai berikut
𝛽 𝛽 ̃ +𝛽2
𝛽1 𝐴
𝜆1 = 𝑚1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) + 𝑚 2𝐴̃ (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) = (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) ̃
𝑚1 𝐴
dan
1 1
𝜆2,3 = 0.
Angka reproduksi dasar 𝑅0 adalah spectral radius dari matriks 𝐾 ,
yaitu 𝑅0 = 𝜌(𝐾) = max{𝜆1 , 𝜆2 , 𝜆3 },
𝛽1 𝐴̃+𝛽2
= max{(𝑆0 + 𝜉𝐶0 )
𝑚1 𝐴̃
, 0,0}.
Dengan demikian 𝑅0 adalah
̃+𝛽
𝛽1 𝐴 2
𝑅0 = (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) ̃
.
𝑚1 𝐴

Berdasarkan angka reproduksi dasar, titik 𝑆 ∗, 𝐶 ∗ , 𝐿∗ , 𝑇 ∗ menjadi


(1 − 𝑞)𝛼Λ
𝑆∗ = ,
(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝐻 ∗ + (µ + 𝛼)
𝛼(Λ − 𝑆 ∗ ) − 𝑚1 𝐴̃𝐻 ∗
𝐶∗ = ,
𝛼+𝛿
𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃 ∗
𝐿∗ = ( ) 𝐻 = 𝐴̃𝐻 ∗ ,
𝑚3 𝜋 + 𝜎𝛾
𝑚2 𝛾 + 𝜃𝜋 ∗
𝑇∗ = ( )𝐻 ,
𝑚3 𝜋 + 𝜎𝛾
dan 𝐻 ∗ merupakan akar positif dari persamaan
𝑎𝐻 2 + 𝑏𝐻 + 𝑐 = 0, (3.24)
dengan
2
𝑎 = (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) 𝜉𝑚1 𝐴̃,
𝑏 = (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑚1 𝐴̃(𝜉(𝛼 + 𝜇) + (𝛼 + 𝛿)) − (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝜉𝛼Λ),
𝑐 = (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿)𝑚1 𝐴̃ − 𝛼Λ(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )((1 − 𝑞)(𝛼 + 𝛿) + 𝜉(𝜇 + 𝑞𝛼))
̃(1 − 𝑅0 ).
= (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿)𝑚1 𝐴
Dari persamaan (3.24) akan ditunjukkan 𝑎 bernilai positif maka
𝑚 𝑚 −𝜎𝜃
dibuktikan 𝐴̃ = 2 3 > 0. Diketahui 𝑚2 = 𝜃 + 𝛼 + 𝛼2 dan 𝑚3 =
𝑚3 𝜋+𝜎𝛾
𝜎 + 𝑚 + 𝛼, sehingga
𝑚2 𝑚3 − 𝜃𝜎 = (𝜃 + 𝛼 + 𝛼2 )(𝜎 + 𝑚 + 𝛼) − 𝜃𝜎,
28
= 𝜃𝜎 + 𝜃𝑚 + 𝜃𝛼 + 𝛼𝜎 + 𝛼𝑚 + 𝛼 2 + 𝛼2 𝜎 + 𝛼2 𝑚
+𝛼𝛼2 − 𝜃𝜎,
= 𝜃𝑚 + 𝜃𝛼 + 𝛼𝜎 + 𝛼𝑚 + 𝛼 2 + 𝛼2 𝜎 + 𝛼2 𝑚 + 𝛼𝛼2 ,
> 0.
Jika 𝑅0 > 1, maka 𝑐 < 0 sehingga 𝐻 ∗ merupakan akar positif tunggal
persamaan (3.24). Dengan demikian, titik kesetimbangan endemi
pecandu narkoba 𝐸 ∗ = (𝑆 ∗, 𝐶 ∗ , 𝐿∗ , 𝐻 ∗ , 𝑇 ∗ ) eksis jika 𝑅0 > 1 dan
𝐶 ∗ > 0.
3.5 Analisis Kestabilan Titik Kesetimbangan
Analisis kestabilan titik kesetimbangan yang akan ditentukan
yaitu analisis kestabilan lokal dan analisis kestabilan global dari
masing-masing titik kesetimbangan. Sistem (3.8) merupakan sistem
nonlinear, maka kestabilan titik kesetimbangan ditentukan dengan
melakukan linearisasi sistem (3.8) di sekitar titik kesetimbangan.
Berdasarkan langkah linearisasi pada subbab 2.1.4 diperoleh
−(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻) − (𝛼 + 𝜇) 0 −𝛽1𝑆 −𝛽2𝑆 0
𝜇 −(𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻) − (𝛼 + 𝛿) −𝛽1 𝜉𝐶 −𝛽2 𝜉𝐶 0
𝐽= (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻) (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻) 𝛽1 𝑆 + 𝛽1 𝜉𝐶 − 𝑚1 𝛽2 𝑆 + 𝛽2 𝜉𝐶 0 .
0 0 𝜋 −𝑚2 𝜎
[ 0 0 𝛾 𝜃 −𝑚3]

3.5.1 Analisis kestabilan lokal bebas pecandu narkoba


Matriks Jacobi di titik kesetimbangan 𝐸0 = (𝑆0 , 𝐶0 , 0, 0, 0)
adalah
−(𝛼 + 𝜇) 0 −𝛽1 𝑆0 −𝛽2 𝑆0 0
𝜇 −(𝛼 + 𝛿) −𝛽1 𝜉𝐶0 −𝛽2 𝜉𝐶0 0
𝐽(𝐸0 ) = 0 0 𝛽1 𝑆0 + 𝛽1 𝜉𝐶0 − 𝑚1 𝛽2 𝑆0 + 𝛽2 𝜉𝐶0 0 .
0 0 𝜋 −𝑚2 𝜎
[ 0 0 𝛾 𝜃 −𝑚3 ]

Persamaan karakteristik matriks 𝐽(𝐸0 ) dapat diperoleh dengan


menyelesaikan persamaan
|𝐽(𝐸0 ) − 𝜆𝐼| = 0,
−(𝛼 + 𝜇) − 𝜆 0 −𝛽1 𝑆0 −𝛽2 𝑆0 0
𝜇 −(𝛼 + 𝛿) − 𝜆 −𝛽1 𝜉𝐶0 −𝛽2 𝜉𝐶0 0
| |
0 0 𝛽1 𝑆0 + 𝛽1 𝜉𝐶0 − 𝑚1 − 𝜆 𝛽2 𝑆0 + 𝛽2 𝜉𝐶0 0 = 0,
| |
0 0 𝜋 −𝑚2 − 𝜆 𝜎
0 0 𝛾 𝜃 −𝑚3 − 𝜆
29
−(𝛼 + 𝜇) − 𝜆 −𝛽1 𝑆0 −𝛽2 𝑆0 0
0 𝛽1 𝑆0 + 𝛽1 𝜉𝐶0 − 𝑚1 − 𝜆 𝛽2 𝑆0 + 𝛽2 𝜉𝐶0 0
−(𝛼 + 𝛿) − 𝜆 | | = 0,
0 𝜋 −𝑚2 − 𝜆 𝜎
0 𝛾 𝜃 −𝑚3 − 𝜆

𝛽1 𝑆0 + 𝛽1 𝜉𝐶0 − 𝑚1 − 𝜆 𝛽2 𝑆0 + 𝛽2 𝜉𝐶0 0
(−(𝛼 + 𝛿) − 𝜆)(−(𝛼 + 𝜇) − 𝜆) | 𝜋 −𝑚2 − 𝜆 𝜎 | = 0.
𝛾 𝜃 −𝑚3 − 𝜆

Dengan demikian, diperoleh akar-akar karakteristik 𝜆1 = −𝛼 − 𝛿,


𝜆2 = −𝛼 − 𝜇, sedangkan 𝜆3 , 𝜆4 , dan 𝜆5 diperoleh dengan
menyelesaikan (3.25) sebagai berikut
𝛽1 𝑆0 + 𝛽1 𝜉𝐶0 − 𝑚1 − 𝜆 𝛽2 𝑆0 + 𝛽2 𝜉𝐶0 0
| 𝜋 −𝑚2 − 𝜆 𝜎 | = 0. (3.25)
𝛾 𝜃 −𝑚3 − 𝜆
Dari (3.25) diperoleh persamaan karakteristik

𝜆3 + 𝜆2 𝐴1 + 𝜆𝐴2 + 𝐴3 = 0, (3.26)
dengan
𝐴1 = 𝑚1 + 𝑚2 + 𝑚3 − 𝛽1 𝑆0 − 𝛽1 𝜉𝐶0 ,
𝐴2 = 𝑚1 𝑚2 + 𝑚1 𝑚3 + 𝑚2 𝑚3 − 𝜃𝜎 − 𝛽1 𝑆0 𝑚2 − 𝛽1 𝑆0 𝑚3
−𝛽1 𝜉𝐶0 𝑚2 − 𝛽1 𝜉𝐶0 𝑚3 − 𝜋𝛽2 𝑆0 − 𝜋𝛽2 𝜉𝐶0
𝐴3 = 𝑚1 𝑚2 𝑚3 + 𝛽1 𝑆0 𝜃𝜎 + 𝛽1 𝜉𝐶0 𝜃𝜎 − 𝛽1 𝑆0 𝑚2 𝑚3
−𝛽1 𝜉𝐶0 𝑚2 𝑚3 − 𝛽2 𝑆0 𝜎𝛾 − 𝛽2 𝜉𝐶0 𝜎𝛾 − 𝜃𝜎𝑚1
−𝛽2 𝑆0 𝜋𝑚3 − 𝛽2 𝜉𝐶0 𝜋𝑚3 .
Tidak mudah untuk menentukan nilai akar-akar persamaan
karakteristik (3.26). Oleh karena itu, sifat kestabilan titik
kesetimbangan 𝐸0 diperoleh menggunakan kriteria Routh-Hurwitz.
Akibatnya, titik kesetimbangan bebas pecandu narkoba bersifat stabil
asimtotik lokal jika dan hanya jika
1. 𝐴1 > 0,
2. 𝐴3 > 0, dan
3. 𝐴1 𝐴2 − 𝐴3 > 0.
Untuk selanjutnya, sifat kestabilan titik kesetimbangan 𝐸0
menggunakan kriteria Routh-Hurwitz akan dibuktikan dengan
simulasi numerik.

3.5.2 Analisis kestabilan global bebas pecandu narkoba


Didefinisikan fungsi Lyapunov sebagai berikut
30
𝑆 𝐶
𝑉 = 𝑆 − 𝑆0 − 𝑆0 ln + 𝐶 − 𝐶0 − 𝐶0 ln + 𝐿
𝑆0 𝐶0
𝑚3 (𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 )) 𝜎(𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 ))
+ 𝜋𝑚 +𝜎𝛾
𝐻+ 𝜋𝑚 +𝜎𝛾
𝑇,
3 3
pada daerah Ω= {(𝑆, 𝐶, 𝐿, 𝐻, 𝑇)|𝑆, 𝐶, 𝐿, 𝐻, 𝑇 ≥ 0, 𝑆 + 𝐶 + 𝐿 + 𝐻 + 𝑇 ≤ Λ}.

i. Akan dibuktikan 𝑉(𝐸0 ) = 0.


(1−𝑞)𝛼Λ (𝜇+𝑞𝛼)𝛼Λ
𝐸0 = (𝑆0 , 𝐶0 , 𝐿0 , 𝐻0 , 𝑇0 ) = (
𝛼+𝜇
, (𝛼+𝜇)(𝛼+𝛿) , 0, 0, 0), akibatnya
𝑉(𝑆0 , 𝐶0 , 0, 0, 0) = 𝑆0 − 𝑆0 − 𝑆0 ln 𝑆𝑆0 + 𝐶0 − 𝐶0 − 𝐶0 ln 𝐶𝐶0 = 0.
0 0
Terbukti bahwa 𝑉(𝐸0 ) = 0, ∀𝐸 ≠ 𝐸0 ∈ Ω.

ii. 𝑉(𝐸) > 0 pada daerah Ω.


𝑆 𝐶
𝑉 = 𝑆 − 𝑆0 − 𝑆0 ln 𝑆 + 𝐶 − 𝐶0 − 𝐶0 ln 𝐶 + 𝐿
0 0
𝑚3 (𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 )) 𝜎(𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 ))
+ 𝜋𝑚3 +𝜎𝛾
𝐻 + 𝜋𝑚3 +𝜎𝛾
𝑇.
𝑆
Misalkan 𝑓(𝑆) = (𝑆 − 𝑆0 − 𝑆0 𝑙𝑛 𝑆 ) dan 𝑓(𝑆) terdefinisi pada
0
domain 𝑆 ∈ ℝ+ sehingga turunan pertama 𝑓(𝑆) terhadap 𝑆 dapat
dinyatakan sebagai berikut
𝑆0
𝑓 ′ (𝑆) = (1 − ) , 𝑆 ∈ (0, ∞).
𝑆

Titik stasioner 𝑓(𝑆) diperoleh ketika 𝑓 ′ (𝑆) = 0. Nilai 𝑆 yang


memenuhi 𝑓 ′ (𝑆) = 0 adalah ketika 𝑆 = 𝑆0 , sehingga 𝑓(𝑆0 ) = 0.
Jika 𝑆 ∈ (0, 𝑆0 ), maka berlaku 𝑓 ′ (𝑆) < 0. Di lain pihak, jika 𝑆 ∈
(𝑆0 , ∞) maka berlaku 𝑓 ′ (𝑆) > 0. Oleh karena itu, 𝑓(𝑆) monoton
turun pada selang (0, 𝑆0 ), dan monton naik pada selang (𝑆0 , ∞).
Berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa (𝑆0 , 0) merupakan titik
minimum 𝑓(𝑆) dan 0 merupakan nilai minimum 𝑓(𝑆), akibatnya
pasti berlaku 𝑓(𝑆) > 0, ∀ 𝑆 ≠ 𝑆0 ∈ Ω. Hal ini juga berlaku untuk
𝐶
membuktikan 𝑓(𝐶) = 𝐶 − 𝐶0 − 𝐶0 𝑙𝑛 𝐶 . Kemudian untuk
0
𝑚3 (𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 )) 𝜎(𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 ))
𝐻 dan 𝑇 akan bernilai positif
𝜋𝑚3 +𝜎𝛾 𝜋𝑚3 +𝜎𝛾
𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 )
apabila memenuhi > 0. Perhatikan bahwa
𝜋𝑚3 +𝜎𝛾

31
(𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 )) 𝑚1 𝐴̃−𝛽1 𝐴̃(𝑆0 +𝜉𝐶0 )
𝜋𝑚3 +𝜎𝛾
= 𝑚2 𝑚3 −𝜃𝜎
,
𝑚1 𝐴̃ 𝛽2 (𝑆0 +𝜉𝐶0 )
=𝑚 ((1 − 𝑅0 ) + 𝑚1 𝐴̃
).
2 𝑚3 −𝜃𝜎
(𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 ))
Karena 𝐴̃ > 0 dan 𝑅0 ≤ 1, maka 𝜋𝑚3 +𝜎𝛾
> 0. Berdasarkan
uraian di atas, terbukti bahwa 𝑉(𝐸) > 0, ∀𝐸 ≠ 𝐸0 ∈ Ω.

iii. Akan dibuktikan 𝑉 ′ < 0


𝑆0 𝐶0 𝑚3 (𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 )) ′
𝑉 ′ = 𝑆 ′ − 𝑆 ′ + 𝐶 ′ − 𝐶 ′ + 𝐿′ + 𝐻
𝑆 𝐶 𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝜎(𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 ))
+ 𝜋𝑚 +𝜎𝛾
,
3
′ 𝑆 𝐶 𝑚3 (𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 )) ′
𝑉 = (1 − 0 ) 𝑆 ′ + (1 − 0 ) 𝐶 ′ + 𝐿′ + 𝐻
𝑆 𝐶 𝜋𝑚3 +𝜎𝛾
𝜎(𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 ))
+ 𝜋𝑚3 +𝜎𝛾
𝑇′,
1 1
= (𝑆 − 𝑆0 ) ((1 − 𝑞)𝛼Λ ( − ) − 𝛽1 𝐿 − 𝛽2 𝐻)
𝑆 𝑆0
1 1 𝑆 𝑆0
+(𝐶 − 𝐶0 ) (𝑞𝛼Λ ( − ) + 𝜇 ( − ) − 𝛽1 𝜉𝐿 − 𝛽2 𝜉𝐻)
𝐶 𝐶0 𝐶 𝐶0
+(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)((𝑆 − 𝑆0 ) + 𝜉(𝐶 − 𝐶0 ) + 𝑆0 + 𝜉𝐶0 )
𝑚3 (𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
−𝑚1 𝐿 + (𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻)
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝜎(𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
+ (𝜃𝐻 + 𝛾𝐿 − 𝑚3 𝑇),
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝑆 𝑆 𝐶 𝐶
= (1 − 𝑞)𝛼Λ (2 − − 0 ) + 𝑞𝛼Λ (2 − − 0 )
𝑆0 𝑆 𝐶0 𝐶
𝑆 𝐶 𝑆𝐶0
+𝜇𝑆0 (1 + − − ) + 𝜓,
𝑆0 𝐶0 𝐶𝑆0
𝐶 𝐶0 𝑆 𝑆0
= 𝑞𝛼Λ (2 − − ) + 𝛼𝑆0 (2 − − )
𝐶0 𝐶 𝑆0 𝑆
𝑆0 𝐶 𝑆𝐶0
+𝜇𝑆0 (3 − − − ) + 𝜓,
𝑆 𝐶0 𝑆0 𝐶
dengan 𝜓 = (𝛽2 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) + 𝐴̃(𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) − 𝑚1 )) 𝐻,
= ((𝛽2 + 𝛽1 𝐴̃)(𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) − 𝐴̃𝑚1 ) 𝐻,
= 𝑚1 𝐴̃(𝑅0 − 1)𝐻.

32
Untuk uraian perhitungan lebih detail dapat dilihat pada Lampiran 2.
𝐶 𝐶 𝑆
Jika 𝑅0 ≤ 1 maka 𝜓 ≤ 0. 𝑉 ′ < 0 jika (2 − 𝐶 − 𝐶0 ) ≤ 0, (2 − 𝑆 −
0 0
𝑆0 𝑆0 𝐶 𝑆𝐶
𝑆
) ≤ 0, dan (3 − 𝑆
− 𝐶 − 𝑆 𝐶0 ) ≤ 0. Dengan menggunakan
0 0
𝐶 𝐶0 𝑆 𝑆
Teorema 2.4.1 dibuktikan bahwa (2 − − ) ≤ 0, (2 − − 0) ≤
𝐶0 𝐶 𝑆0 𝑆
𝑆0 𝐶 𝑆𝐶
0, dan (3 − − − 0) ≤ 0 sebagai berikut
𝑆 𝐶0 𝑆0 𝐶
𝐶 𝐶
 (2 − 𝐶 − 𝐶0 ) ≤ 0
0
Bukti:
𝐶 1
Misalkan 𝑎1 = 𝐶 , sehingga diperoleh (2 − 𝑎1 − 𝑎 ) dan
0 1
memenuhi
1
𝑎1 +𝑎 2 1
1
2
≥ √𝑎1 . 𝑎 ,
1
1
𝑎1 + 2
𝑎1
≥ √1,
2
1
𝑎1 + 𝑎 ≥ 2,
1

𝐶 𝐶0
𝐶0
+ 𝐶
≥ 2,

𝐶 𝐶0
sehingga terbukti (2 − 𝐶 − 𝐶
) ≤ 0. Dengan cara yang sama maka
0
𝑆 𝑆
diperoleh (2 −
𝑆0
− 𝑆0 ) ≤ 0.

𝑆0 𝐶 𝑆𝐶0
 (3 − − − ) ≤0
𝑆 𝐶0 𝑆0 𝐶
Bukti:
𝑆 𝐶 1
Misalkan 𝑎1 = 𝑆0 dan 𝑎2 = 𝐶0, sehingga diperoleh (3 − 𝑎1 − 𝑎 −
2
𝑎2
𝑎1
)
1 𝑎2
(𝑎1 + + ) 3 1 𝑎
𝑎2 𝑎1
≥ √(𝑎1 . . 2 ),
3 𝑎 𝑎 2 1
1 𝑎2
(𝑎1 + + ) 3
𝑎2 𝑎1
≥ √1,
3

33
1 𝑎
𝑎1 + 𝑎 + 𝑎2 ≥ 3,
2 1
𝑆0 𝐶 𝑆𝐶0
( 𝑆 + 𝐶 + 𝑆 𝐶) ≥ 3,
0 0

𝑆 𝐶 𝑆𝐶
sehingga terbukti (3 − ( 𝑆0 + 𝐶 + 𝑆 𝐶0 )) ≤ 0.
0 0

Berdasarkan perhitungan di atas terbukti bahwa 𝑉 ′ < 0 untuk setiap


(𝑆0 , 𝐶0 , 𝐿0 , 𝐻0 , 𝑇0 ) ≠ (𝑆, 𝐶, 𝐿, 𝐻, 𝑇). Fungsi Lyapunov 𝑉(𝐸0 )
memenuhi Definisi 2.1.5.2. Dengan demikian, 𝑉(𝐸0 ) merupakan
fungsi Lyapunov kuat sehingga titik kesetimbangan bebas pecandu 𝐸0
bersifat stabil asimtotik global.
3.5.3 Analisis kestabilan global endemi pecandu narkoba
Didefinisikan fungsi Lyapunov
𝑆 𝐶
𝑉 = (𝑆 − 𝑆 ∗ − 𝑆 ∗ 𝑙𝑛 ∗ ) + (𝐶 − 𝐶 ∗ − 𝐶 ∗ 𝑙𝑛 ∗ )
𝑆 𝐶
𝐿 𝐻
+ (𝐿 − 𝐿∗ − 𝐿∗ 𝑙𝑛 ∗ ) + 𝐾 (𝑚3 (𝐻 − 𝐻 ∗ − 𝐻 ∗ 𝑙𝑛 ∗ ))
𝐿 𝐻
𝑇
+𝐾 (𝜎 (𝑇 − 𝑇 ∗ − 𝑇 ∗ 𝑙𝑛 𝑇 ∗ )),
pada daerah Ω= {(𝑆, 𝐶, 𝐿, 𝐻, 𝑇)|𝑆, 𝐶, 𝐿, 𝐻, 𝑇 ≥ 0, 𝑆 + 𝐶 + 𝐿 + 𝐻 + 𝑇 ≤ Λ}
𝛽 (𝑆 ∗ +𝜉𝐶 ∗ )
dengan 𝐾 = 𝑚2 𝑚 −𝜎𝜃 .
2 3

1. Perlu dibuktikan bahwa fungsi 𝑉(𝐸 ∗ ) memenuhi kondisi 1 pada


Definisi 2.1.5.1.
𝑆∗ 𝐶∗
𝑉(𝐸 ∗ ) = (𝑆 ∗ − 𝑆 ∗ − 𝑆 ∗ 𝑙𝑛 ∗ ) + (𝐶 ∗ − 𝐶 ∗ − 𝐶 ∗ 𝑙𝑛 ∗ )
𝑆 𝐶
𝐿∗ 𝐻
+ (𝐿 − 𝐿 − 𝐿 𝑙𝑛 ∗ ) + 𝐾 (𝑚3 (𝐻 − 𝐻 − 𝐻 ∗ 𝑙𝑛 ∗ ))
∗ ∗ ∗ ∗
𝐿 𝐻
𝑇
+𝐾 (𝜎 (𝑇 − 𝑇 ∗ − 𝑇 ∗ 𝑙𝑛 𝑇 ∗ )),
= 0.
Jelas bahwa 𝑉(𝐸 ∗ ) = 0.
2. Selanjutnya akan diperiksa apakah 𝑉(𝐸) > 0, ∀𝐸 ≠ 𝐸 ∗ ∈ Ω.
𝑆 𝐶
𝑉(𝐸) = (𝑆 − 𝑆 ∗ − 𝑆 ∗ 𝑙𝑛 ∗ ) + (𝐶 − 𝐶 ∗ − 𝐶 ∗ 𝑙𝑛 ∗ )
𝑆 𝐶

34
𝐿 𝐻
+ (𝐿 − 𝐿∗ − 𝐿∗ 𝑙𝑛 ∗
) + 𝐾 (𝑚3 (𝐻 − 𝐻 ∗ − 𝐻 ∗ 𝑙𝑛 ∗ ))
𝐿 𝐻
𝑇
+𝐾 (𝜎 (𝑇 − 𝑇 ∗ − 𝑇 ∗ 𝑙𝑛 ∗ )),
𝑇
𝑉(𝐸) > 0, ∀𝐸 ≠ 𝐸 ∗ ∈ Ω dibuktikan dengan menggunakan cara
yang sama pada pembuktian kepositifan fungsi Lyapunov pada 𝐸0 .
Karena 𝑚2 𝑚3 − 𝜃𝜎 = (𝜃 + 𝛼 + 𝛼2 )(𝜎 + 𝑚 + 𝛼) − 𝜃𝜎,
= 𝜃𝜎 + 𝜃𝑚 + 𝜃𝛼 + 𝛼𝜎 + 𝛼𝑚 + 𝛼 2 + 𝛼2 𝜎
+𝛼2 𝑚 + 𝛼𝛼2 − 𝜃𝜎,
= 𝜃𝑚 + 𝜃𝛼 + 𝛼𝜎 + 𝛼𝑚 + 𝛼 2 + 𝛼2 𝜎 + 𝛼2 𝑚
+𝛼𝛼2,
> 0,
𝛽 (𝑆 ∗ +𝜉𝐶 ∗ )
maka 𝐾 = 2 > 0.
𝑚 𝑚 −𝜎𝜃
2 3
Jadi, terbukti bahwa 𝑉(𝐸) > 0, ∀𝐸 ≠ 𝐸0 ∈ Ω.
3. Akan dibuktikan 𝑉 ′ < 0, ∀𝐸 ≠ 𝐸 ∗ ∈ Ω.
Turunan fungsi Lyapunov 𝑉 adalah sebagai berikut
𝑆∗ 𝐶∗ 𝐿∗
𝑉 ′ = (𝑆′ − 𝑆′) + (𝐶′ − 𝐶′) + (𝐿′ − 𝐿′)
𝑆 𝐶 𝐿
𝐻∗ 𝑇∗
+𝐾𝑚3 (𝐻′ − 𝐻′) + 𝐾𝜎 (𝑇′ − 𝑇′),

𝐻 𝑇
𝑆 𝐶∗ ′ 𝐿∗ ′ 𝐻∗
𝑉 = (1 − ) 𝑆 + (1 − ) 𝐶 + (1 − ) 𝐿 + 𝐾𝑚3 (1 − ) 𝐻 ′
′ ′
𝑆 𝐶 𝐿 𝐻
𝑇∗ ′
+𝐾𝜎 (1 − ) 𝑇 ,
𝑇

𝑆
𝑉 ′ = (1 − ) ((1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆)
𝑆
𝐶∗
+ (1 − ) (𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝛼 + 𝛿)𝐶)
𝐶
𝐿∗
+ (1 − ) ((𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐶)𝐻 − 𝑚1 𝐿)
𝐿
𝐻∗
+𝐾𝑚3 (1 − ) (𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻)
𝐻
𝑇∗
+𝐾𝜎 (1 − ) ( 𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇).
𝑇

35
𝑆∗ 𝐶∗ 𝐿∗ 𝐻∗ 𝑇∗
Dimisalkan 𝑥= 𝑆
, 𝑦= 𝐶
, 𝑧= 𝐿
, 𝑣= 𝐻
, 𝑤= 𝑇
, sehingga
diperoleh
1 1 1
𝑉 ′ = (1 − 𝑥) (𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ (1 − ) + 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ (1 − ) + (𝛼 + 𝜇)𝑆 ∗ (1 − ))
𝑥𝑧 𝑥𝑣 𝑥
1 1 1
+(1 − 𝑦)(𝜇𝑆 ∗ ( − 1) + 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ (1 − ) + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ (1 − )
𝑥 𝑦𝑧 𝑦𝑣
1 1 1
+(𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ (1 − )) + (1 − 𝑧)(𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ ( − 1) + 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ ( − 1)
𝑦 𝑥𝑧 𝑥𝑣
1 1 1
+𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ ( − 1) + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ ( − 1) + 𝑚1 𝐿∗ (1 − ))
𝑦𝑧 𝑦𝑣 𝑧
1 1 1
+𝐾𝑚3 (1 − 𝑣) (𝜋𝐿∗ ( − 1) + 𝜎𝑇 ∗ ( − 1) + 𝑚2 𝐻 ∗ (1 − ))
𝑧 𝑤 𝑣
1 1 1
+𝐾𝜎(1 − 𝑤) ( 𝛾𝐿∗ ( − 1) + 𝜃𝐻 ∗ ( − 1) + 𝑚3 𝑇 ∗ (1 − )),
𝑧 𝑣 𝑤
𝑉 ′ = 𝜇𝑆 ∗ + 2𝛼𝑆 ∗ + 2(𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ + 2𝑚1 𝐿∗ + 𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 ∗ + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗
1
−(1 − 𝑞)𝛼Λ𝑥 − 𝑞𝛼Λ𝑦 − ((𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ + 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ )
𝑦
1 𝑦 𝑧 𝑧
−(𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + 𝛼𝑆 ∗ ) − 𝜇𝑆 ∗ − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ − 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗
𝑥 𝑥 𝑥𝑣 𝑦𝑣
𝑣 𝑣 𝑤 𝑤
−𝐾 (𝑚3 𝜋𝐿∗ + 𝑚3 𝜎𝑇 ∗ + 𝜎𝜃𝐻 ∗ + 𝜎𝛾𝐿∗ ),
𝑧 𝑤 𝑣 𝑧
𝑉 ′ = 𝜇𝑆 ∗ + 2𝛼𝑆 ∗ + 2(𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ + 2𝑚1 𝐿∗ + 𝑚3 𝐾(𝜋𝐿∗ + 𝜎𝑇 ∗ )
1 𝑦 1
+𝜎𝐾(𝜃𝐻 ∗ + 𝛾𝐿∗ ) − 𝜇𝑆 ∗ (𝑥 + + ) − (𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + 𝛼𝑆 ∗ ) (𝑥 + )
𝑦 𝑥 𝑥
∗ 𝑧 𝑤 𝑣 ∗ ∗ 𝑧 𝑣
−𝜎𝐾𝛾𝐿 (𝑦𝑣 + 𝑣 + 𝑤 + 𝑦) − 𝛽2 𝑆 𝐻 (𝑥 + 𝑥𝑣 + 𝑧 )
𝑤 𝑣 𝑧 1
−𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ ( + ) + (𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ ) ( + 𝑦 + + 𝑣)
𝑧 𝑤 𝑦𝑣 𝑧
∗ ∗)
1 ∗ ∗ ∗ ∗
1
−(𝑚3 𝐾𝜋𝐿 + 𝜎𝐾𝛾𝐿 ( + 𝑣) + (𝛽2 𝑆 𝐻 + 𝛽2 𝜉𝐶 𝐻 ) ( + 𝑣)
𝑣 𝑣
𝑧 1
−(𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ ) ( + 𝑦 + + 𝑣)
𝑦𝑣 𝑧
𝑣 𝑧 1
−(𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ ) ( + + 𝑦) − (𝑞𝛼Λ − 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ ) (𝑦 + ) .
𝑧 𝑦𝑣 𝑦

Perhitungan lebih detail dapat dilihat di Lampiran 3. 𝑉 ′ < 0 jika


1 1 𝑦 1 𝑤 𝑣 𝑧
(𝑥 + 𝑥) ≥ 2, (𝑣 + 𝑣) ≥ 2, (𝑥 + 𝑥 + 𝑦) ≥ 3,( 𝑣 + 𝑤) ≥ 2, (𝑥 + 𝑥𝑣 +

36
𝑣 𝑣 𝑤 𝑧 1 𝑧 𝑣
𝑧
) ≥ 3, (𝑤 + 𝑧
+ 𝑦𝑣 + 𝑦) ≥ 4, (𝑦 + 𝑦) ≥ 2, (𝑦 + 𝑦𝑣 + 𝑧 ) ≥ 3,
𝑧 1
(𝑦𝑣 + 𝑦 + 𝑧 + 𝑣) ≥ 4.
1 1 𝑦
Selanjutnya akan dibuktikan (𝑥 + 𝑥) ≥ 2, (𝑣 + 𝑣) ≥ 2, (𝑥 + 𝑥 +
1 𝑤 𝑣 𝑧 𝑣 𝑣 𝑤 𝑧
𝑦
) ≥ 3,( 𝑣 + 𝑤) ≥ 2, (𝑥 + 𝑥𝑣 + 𝑧 ) ≥ 3, (𝑤 + 𝑧
+ 𝑦𝑣 + 𝑦) ≥ 4,
1 𝑧 𝑣 𝑧 1
(𝑦 + 𝑦) ≥ 2, (𝑦 + 𝑦𝑣 + 𝑧 ) ≥ 3, (𝑦𝑣 + 𝑦 + 𝑧 + 𝑣) ≥ 4 dengan
menggunakan Teorema 2.4.1 sebagai berikut
1
 (𝑥 + 𝑥) ≥ 2
Bukti:
1
Misalkan 𝑎1 = 𝑥, sehingga diperoleh (𝑎1 + 𝑎 ) dan memenuhi
1
1 1
(𝑎1 + ) 1
𝑎1 2
≥ (𝑎1 . ) ,
2 𝑎1
1
𝑎1 + ≥2
𝑎1
1
𝑥 + 𝑥 ≥ 2,
1
sehingga terbukti 𝑥 + 𝑥 ≥ 2. Dengan cara yang sama maka
𝑤 𝑣 1 1
diperoleh ( 𝑣 + 𝑤) ≥ 2, (𝑦 + 𝑦) ≥ 2, dan (𝑣 + 𝑣) ≥ 2.
𝑧 𝑣
 (𝑥 + 𝑥𝑣 + 𝑧 ) ≥ 3
Bukti:
𝑧 𝑎 1
Misalkan 𝑎1 = 𝑥 dan 𝑎2 = 𝑣, sehingga diperoleh (𝑎1 + 𝑎2 + 𝑎 )
1 2
dan memenuhi
𝑎 1
(𝑎1 + 2 + ) 1
𝑎1 𝑎2
≥ (1)3 ,
3
𝑎 1
(𝑎1 + 𝑎2 + 𝑎 ) ≥ 3,
1 2
𝑧 𝑣
(𝑥 + 𝑥𝑣 + 𝑧 ) ≥ 3,
𝑧 𝑣
sehingga terbukti (𝑥 + + ) ≥ 3. Dengan cara yang sama maka
𝑥𝑣 𝑧
𝑦 1 𝑧 𝑣
diperoleh (𝑥 + 𝑥 + 𝑦) ≥ 3 dan (𝑦 + 𝑦𝑣 + 𝑧 ) ≥ 3.
𝑣 𝑤 𝑧
 (𝑤 + 𝑧
+ 𝑦𝑣 + 𝑦) ≥ 4

37
Bukti:
Misalkan 𝑎1 = 𝑣, 𝑎2 = 𝑤, 𝑎3 = 𝑧, dan 𝑎4 = 𝑦, sehingga diperoleh
𝑎 𝑎 𝑎
( 1 + 2 + 3 + 𝑎4 ) dan memenuhi
𝑎2 𝑎3 𝑎1 𝑎 4
𝑎 𝑎 𝑎 1
( 1 + 2 + 3 +𝑎4 ) 𝑎 𝑎 𝑎
𝑎2 𝑎3 𝑎1 𝑎4 4
≥ ( 1 . 2 . 3 . 𝑎4 ) ,
4 𝑎2 𝑎3 𝑎1 𝑎4
𝑎 𝑎 𝑎
( 1 + 2 + 3 +𝑎4 ) 1
𝑎2 𝑎3 𝑎1 𝑎4
≥ (1)4 ,
4
𝑎
𝑎2 𝑎
(𝑎1
+ 𝑎 + 𝑎 𝑎3 + 𝑎4 ) ≥ 4,
2
3 1 4
𝑣 𝑤 𝑧
(𝑤 + 𝑧 + 𝑦𝑣 + 𝑦) ≥ 4,
𝑣 𝑤 𝑧
sehingga terbukti (𝑤 + 𝑧 + 𝑦𝑣 + 𝑦) ≥ 4. Dengan cara yang sama
𝑧 1
maka diperoleh ( + 𝑦 + + 𝑣) ≥ 4. Selanjutnya dari pembuktian
𝑦𝑣 𝑧
di atas diperoleh
𝑉 ′ ≤ 𝜇𝑆 ∗ + 2𝛼𝑆 ∗ + 2(𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ + 2𝑚1 𝐿∗ + 𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗
+𝜎𝐾𝛾𝐿∗ + 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ − 2𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ − 2𝛼𝑆 ∗ − 3𝜇𝑆 ∗
−4𝜎𝐾𝛾𝐿∗ − 3𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ − 2𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ + 4𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 4𝜎𝐾𝛾𝐿∗
−2𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ − 2𝜎𝐾𝛾𝐿∗ + 2𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ + 2𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ − 4𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗
−4𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ − 3𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 3𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ + 2𝜇𝑆 ∗ − 2𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗
−2(𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ ,
= 2(𝑚1 𝐿∗ − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ − 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ − 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ − 𝛽1 𝐿∗ 𝑆 ∗ ),
𝑚1 𝐿𝐻 ∗ 𝛽2 𝑆𝐿∗ 𝐻 𝛽2 𝜉𝐶𝐿∗ 𝐻 𝛽1 𝜉𝐶𝐻 ∗ 𝐿 𝛽1 𝑆𝐻 ∗ 𝐿
= 2( − − − − ),
𝐻 𝐿 𝐿 𝐻 𝐻
= 2(𝑚1 𝐿𝑣 − 𝛽2 𝑆𝐻𝑧 − 𝛽2 𝜉𝐶𝐻𝑧 − 𝛽1 𝜉𝐶𝐿𝑣 − 𝛽1 𝑆𝐿𝑣),
= 2(𝑚1 𝐿𝑣 − 𝛽2 𝑆𝐻𝑣 − 𝛽2 𝜉𝐶𝐻𝑣 − 𝛽1 𝜉𝐶𝐿𝑣 − 𝛽1 𝑆𝐿𝑣),
= 2𝑣(𝑚1 𝐿 − 𝛽2 𝑆𝐻 − 𝛽2 𝜉𝐶𝐻 − 𝛽1 𝜉𝐶𝐿 − 𝛽1 𝑆𝐿),
= 0.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa 𝑉 ′ < 0 untuk
setiap (𝑆, 𝐶, 𝐿, 𝐻, 𝑇) ≠ 𝐸 ∗ dan 𝑉 ′ = 0 apabila 𝑥 = 𝑦 = 1, 𝑣 = 𝑧 = 𝑤.
Berdasarkan uraian tersebut, fungsi Lyapunov 𝑉(𝐸 ∗ ) memenuhi
Definisi 2.1.5.2. Dengan demikian, 𝑉(𝐸 ∗ ) merupakan fungsi
Lyapunov kuat sehingga titik kesetimbangan endemi pecandu narkoba
𝐸 ∗ bersifat stabil asimtotik global jika 𝑅0 > 1.
Syarat eksistensi dan jenis kestabilan titik kesetimbangan
sistem persamaan (3.6) dirangkum pada Tabel 3.1.

38
Tabel 3.1 Titik kesetimbangan, syarat eksistensi, dan kestabilan

Titik Syarat Jenis Syarat Kestabilan


Kesetimbangan Eksistensi Kestabilan
𝐸0 Tidak Ada Stabil 𝑅0 ≤ 1
Asimtotik
Global
𝐸∗ 𝑅0 > 1 Stabil Tidak Ada
dan 𝐶 ∗ > 0 Asimtotik
Global

3.6 Simulasi Numerik dan Interpretasi Hasil Analisis


Pada subbab ini ditunjukkan simulasi numerik solusi sistem
(3.7) untuk mengilustrasikan hasil analisis pada subbab sebelumnya.
Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde
empat pada software Matlab. Untuk memperlihatkan kestabilan semua
titik kesetimbangan, beberapa nilai parameter diambil tetap untuk
semua simulasi. Beberapa nilai parameter yang tetap disajikan dalam
Tabel 3.2 sebagai berikut.
Tabel 3.2 Nilai parameter
Parameter Nilai
𝛼 0.02
𝜎 0.7
𝛾 0.3
𝜃 0.421
𝛽1 0.7
𝛽2 0.8
𝛼1 0.2
𝛼2 0.3
𝜋 0.03
𝜉 0.9
𝑚 0.25

39
Hasil simulasi ditunjukkan dengan potret fase pada ruang
𝐿, 𝐻, 𝑇 dan 𝑆, 𝐶, 𝐻 dengan beberapa nilai awal yang berbeda. Garis-
garis orbit akan menuju ke titik kesetimbangan berdasarkan syarat
eksistensi dan kestabilan titik kesetimbangan sesuai Tabel 3.1.
3.6.1 Simulasi untuk 𝑅0 < 1
Untuk simulasi numerik dengan kondisi 𝑅0 < 1, nilai parameter
yang digunakan yaitu Λ = 1.2, 𝛿 = 0.04, 𝑞 = 0.8, dan 𝜇 = 0.1,
parameter yang lain disajikan pada Tabel 3.2 sehingga diperoleh

𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2
𝑅0 = (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) = 0.8120 < 1.
𝑚1 𝐴̃
Berdasarkan nilai parameter tersebut diperoleh titik
kesetimbangan bebas pecandu narkoba, yaitu 𝐸0 =
(0.04, 0,3867, 0, 0, 0). Selain itu, diperoleh nilai 𝐴1 = 1.9894 > 0,
𝐴3 = 0.043844448 > 0, dan 𝐴1 𝐴2 − 𝐴3 = 1.728910688 > 0,
sehingga kriteria Routh Hurwitz terpenuhi. Jadi, titik kestabilan bebas
pecandu narkoba bersifat stabil asimtotik lokal.
Perilaku solusi pada ruang tiga dimensi (𝐿, 𝐻, 𝑇) dan (𝑆, 𝐶, 𝐻)
dengan tiga nilai awal yang berbeda, yaitu 𝑁1 = (1.5, 1, 1.5, 2, 0),
𝑁2 = (1, 1.5, 0, 2, 1), dan 𝑁3 = (0.6, 0.2, 2, 1, 0.4) dapat dilihat pada
Gambar 3.2.
Gambar 3.2a pada orbit-orbit ruang 𝐿, 𝐻, 𝑇 dan Gambar 3.2b
pada orbit-orbit ruang 𝑆, 𝐶, 𝐻 menunjukkan bahwa dengan beberapa
nilai awal yang diberikan, solusi numerik menuju ke titik
kesetimbangan bebas pecandu narkoba 𝐸0 . Hal ini sesuai hasil
perhitungan analisis titik kesetimbangan bebas pecandu narkoba 𝐸0 =
(0.04, 0,3867, 0, 0, 0) yang bersifat stabil asimtotik global jika 𝑅0 < 1.

40
𝑻

𝑯
𝑳

(a) Potret fase ruang 𝐿𝐻𝑇


𝑯

𝑺 𝑪

(b) Potret fase ruang 𝑆𝐶𝐻


Gambar 3.2 Potret fase sistem (3.7) untuk 𝑅0 < 1.
41
3.6.2 Simulasi untuk 𝑅0 > 1
Untuk simulasi numerik dengan kondisi 𝑅0 > 1, nilai parameter
yang digunakan yaitu Λ = 6, 𝛿 = 0.8, 𝑞 = 0.1, dan 𝜇 = 0.02,
parameter yang lain disajikan pada Tabel 3.2 sehingga diperoleh

𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2
𝑅0 = (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) = 5.8022 > 1.
𝑚1 𝐴̃
Berdasarkan nilai parameter tersebut, titik 𝐸0 =
(2.7, 0.0805, 0, 0, 0) pada simulasi ini tidak stabil. Titik
kesetimbangan endemi pecandu narkoba 𝐸∗ =
(0.4587, 0.0213, 0.1698, 0.0957, 0.0941) eksis. Perilaku solusi pada
ruang tiga dimensi (𝐿, 𝐻, 𝑇) dan (𝑆, 𝐶, 𝐻) dengan tiga nilai awal yang
berbeda, yaitu 𝑁1 = (2, 1.5, 3, 1, 1.5), 𝑁2 = (1, 0.5, 1, 2.5, 2), dan
𝑁3 = (1.5, 3, 1, 2, 1) dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3a pada orbit-orbit ruang 𝐿, 𝐻, 𝑇 dan Gambar 3.3b
pada orbit-orbit ruang 𝑆, 𝐶, 𝐻 menunjukkan bahwa dengan beberapa
nilai awal yang diberikan, solusi numerik menuju ke titik
kesetimbangan endemi pecandu narkoba 𝐸 ∗ . Hal ini sesuai hasil
perhitungan analisis titik kesetimbangan endemi pecandu narkoba
𝐸 ∗ = (0.4587, 0.0213, 0.1698, 0.0957, 0.0941) yang bersifat stabil
asimtotik global jika 𝑅0 > 1.

42
𝑻

𝑯
𝑳

(a) Potret fase ruang 𝐿𝐻𝑇


𝑯

𝑺
𝑪

(b) Potret fase ruang 𝑆𝐶𝐻


Gambar 3.3 Potret fase sistem (3.7) untuk 𝑅0 > 1.
43
44
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan pembahasan skripsi ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut.
1. Model penyebaran pecandu narkoba dengan edukasi
kesehatan berbentuk sistem persamaan diferensial nonlinear
yang terdiri dari 6 kompartemen, yaitu pecandu rentan yang
tidak menerima edukasi kesehatan masyarakat (𝑆), pecandu
rentan yang menerima edukasi kesehatan masyarakat (𝐶),
pecandu narkoba ringan (𝐿), pecandu narkoba berat (𝐻),
pecandu dalam rehabilitasi (𝑇), dan pecandu yang sembuh
(𝑅).

2. Model penyebaran pecandu narkoba dengan edukasi


kesehatan memiliki dua titik kesetimbangan, yaitu titik
kesetimbangan bebas pecandu narkoba dan endemi pecandu
narkoba. Eksistensi titik kesetimbangan ditentukan oleh
angka reproduksi dasar (𝑅0 ). Jika 𝑅0 ≤ 1 maka hanya
terdapat satu titik kesetimbangan yang eksis, yaitu titik
kesetimbangan bebas pecandu narkoba. Jika 𝑅0 > 1 maka
terdapat dua titik kesetimbangan yang eksis, yaitu titik
kesetimbangan bebas pecandu narkoba dan endemi pecandu
narkoba. Titik kesetimbangan bebas pecandu narkoba eksis
tanpa syarat dan bersifat stabil asimtotik global jika angka
reproduksi dasar 𝑅0 ≤ 1, sedangkan titik kesetimbangan
endemi pecandu narkoba eksis jika 𝑅0 > 1 dan bersifat stabil
asimtotik global.

3. Simulasi numerik yang dilakukan menunjukkan hasil yang


sesuai dengan hasil analisis.

45
4.2 Saran
Pada penelitian berikutnya disarankan untuk memodifikasi
model dengan mengasumsikan bahwa individu yang sembuh dapat
menjadi individu yang rentan kembali dan dilakukan kontrol optimal
dengan mengasumsikan parameter 𝜇 bernilai tidak konstan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, K. T., T. D. Sauer, dan J. A. Yorke. 2000. CHAOS: An


Introduction to Dynamical Systems. Spinger. New York.

Boyce, W. E. dan R. C. DiPrima. 2012. Elementary Differential


Equations and Boundary Value Problems. Tenth Edition.
John Wiley Sons Inc. United State of America.

Brauer, F. dan C.C. Chavez. 2010. Mathematical Models in


Population Biology and Epidemiology. Second Edition.
Springer-Verlag. New York.

Driessche, P. V. D. dan J. Watmough. 2002. Reproduction Numbers


and Sub-threshold Endemic Equilibria for Compartmental
Models of Disease Transmission. Mathematical Biosciences.
180: 29-48.

Huo, H., N. Song, dan H. Xiang. 2015. Modelling effects of public


health educational campaigns on drinking dynamics. Journal
of Biological Dynamics. 10(1): 164-178.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Situasi dan Analisis


Penyalahgunaan Narkoba.
http://www.depkes.go.id/article/view/14010200008/situasi-
dan-analisis-penyalahgunaan-narkoba.html. (tanggal akses:
15 Oktober 2018).

Lakshmikantham, V., S. Leela, dan A. A. Martynyuk. 1989. Stability


Analysis of Nonlinear System. Marcel Dekker, Inc. New York.

Li, J. dan M. Ma. 2018. The analysis of a drug transmission model


with family education and public health education. Infectious
Disease Modelling. 03: 74-84.

47
Liu, J. dan T. Zhang. 2011. Global behaviour of a heroin epidemic
model with distributed delays. Applied Mathematics Letters.
24(10): 1685-1692.

Mercer, P. R. 2014. More Calculus of a Single Variable. Springer.


New York.

Murray, J. D. 2002. Mathematical Biology : An Introduction. Third


Edition. Springer-Verlag. New York.

Nagle, R. K., E. B. Saff, dan A. D. Snider. 2012. Fundamentals of


Differential Equations. Eighth Edition. Pearson Education,
Inc. Boston.

Nyabadza, F., J. B. H. Njagarah, dan R. J, Smith. 2013. Modelling the


dynamics of crystal meth abuse in the presence of drug-supply
chain in South Africa, B. Mathematical Biologi. 75:24-48.

UNODC. 2015. World Drug Report 2015. United Nations. New York.

White, E. dan C. Comiskey. 2007. Heroin epidemics, treatment and


ODE modelling, Mathematical Biosciences. 208: 312-324.

48
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan titik kesetimbangan endemi pecandu narkoba.
Model sistem persamaan pecandu narkoba dengan edukasi kesehatan sebagai berikut
(1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆=0, (1)
𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝛼 + 𝛿)𝐶 = 0, (2)
(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿 = 0, (3)
𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻 = 0, (4)
𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇=0. (5)
Dari persamaan (4) dapat ditulis
𝑚 𝐻−𝜎𝑇 𝑚 𝐻−𝜋𝐿
𝐿 = 2 𝜋 , (6) atau 𝑇 = 2 𝜎 , (7)
sedangkan persamaan (5) dapat ditulis menjadi
𝑚 𝑇−𝜃𝐻 𝛾𝐿+𝜃𝐻
𝐿= 3𝛾 (8) atau 𝑇 = 𝑚 . (9)
3
Substitusi persamaan (6) ke persamaan (8) menghasilkan
𝑚2 𝐻−𝜎𝑇 𝑚3 𝑇−𝜃𝐻
𝜋
= 𝛾
,
𝑚2 𝛾𝐻 − 𝜎𝛾𝑇 = 𝑚3 𝜋𝑇 − 𝜃𝜋𝐻,
(𝑚2 𝛾 + 𝜃𝜋)𝐻 = (𝑚3 𝜋 + 𝜎𝛾)𝑇,
𝑚2 𝛾+𝜃𝜋
𝑇=( ) 𝐻, (10)
𝑚3 𝜋+𝜎𝛾
dan substitusi persamaan (7) ke persamaan (9) diperoleh
49
50

𝑚2 𝐻−𝜋𝐿 𝛾𝐿+𝜃𝐻
𝜎
= 𝑚3
,
𝑚2 𝑚3 𝐻 − 𝑚3 𝜋𝐿 = 𝜎𝛾𝐿 + 𝜎𝜃𝐻,
(𝑚3 𝜋 + 𝜎𝛾)𝐿 = (𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃)𝐻,
𝑚 𝑚 −𝜎𝜃
𝐿=( 2 3 ) 𝐻 = 𝐴̃𝐻. (11)
𝑚3 𝜋+𝜎𝛾
Kemudian substitusi persamaan (11) ke persamaan (1) menghasilkan
(1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐴̃𝐻 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆=0,
(1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐴̃𝐻 + 𝛽2 𝐻 + (µ + 𝛼))𝑆 = 0,
(1−𝑞)𝛼Λ
𝑆 = (𝛽 ̃
. (12)
1 𝐴+𝛽2 )𝐻+(µ+𝛼)
Dari persamaan (1) dapat ditulis
(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 = (1 − 𝑞)𝛼Λ − (µ + 𝛼)𝑆, (13)
sedangkan persamaan (2) dapat ditulis menjadi
(𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 = 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛼 + 𝛿)𝐶. (14)
Substitusi persamaan (14) ke persamaan (3) diperoleh
𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛼 + 𝛿)𝐶 − 𝑚1 𝐿 + (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 = 0, (15)
selanjutnya substitusi persamaan (13) ke persamaan (15) menghasilkan
𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛼 + 𝛿)𝐶 − 𝑚1 𝐿 + (1 − 𝑞)𝛼Λ − (µ + 𝛼)𝑆 = 0,
𝛼Λ − 𝛼𝑆 − (𝛼 + 𝛿)𝐶 − 𝑚1 𝐴̃𝐻 = 0,
𝛼(Λ−𝑆)−𝑚1 𝐴̃𝐻
𝐶= . (16)
𝛼+𝛿
Jika 𝐻 ≠ 0 maka (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑆 + 𝜉𝐶) − 𝑚1 𝐴̃ = 0, sehingga substitusi persamaan (12) dan (16) ke
persamaan (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑆 + 𝜉𝐶) − 𝑚1 𝐴̃ = 0 menghasilkan
(1−𝑞)𝛼Λ 𝛼(Λ−𝑆)−𝑚1 𝐴̃𝐻
(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) ((𝛽̃+𝛽2 )𝐻+(µ+𝛼)
+𝜉( )) − 𝑚1 𝐴̃ = 0,
1𝐴 𝛼+𝛿

(1−𝑞)𝛼Λ (𝛼Λ−𝑚1 𝐴̃𝐻)(𝛽1 𝐴̃+𝛽2 )𝐻+(𝜇+𝑞𝛼)𝛼Λ−(𝛼+𝜇)𝑚1 𝐴̃𝐻


(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) ((𝛽 ̃
𝐴 +𝛽
+𝜉(
((𝛽1 𝐴̃+𝛽2 )𝐻+(𝛼+𝜇))(𝛼+𝛿)
)) − 𝑚1 𝐴̃ = 0,
1 2 )𝐻+(µ+𝛼)

(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) ((1 − 𝑞)𝛼Λ(𝛼 + 𝛿) + 𝜉 ((𝛼Λ − 𝑚1 𝐴̃𝐻)(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝐻 + (𝜇 + 𝑞𝛼)𝛼Λ − (𝛼 + 𝜇)𝑚1 𝐴̃𝐻)) −

𝑚1 𝐴̃ ((𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝐻 + (𝛼 + 𝜇)) (𝛼 + 𝛿) = 0,

(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) ((1 − 𝑞)𝛼Λ(𝛼 + 𝛿) + (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝜉𝛼Λ𝐻 − (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝑚1 𝜉𝐴̃𝐻 2 + (𝜇 + 𝑞𝛼)𝜉𝛼Λ − (𝛼 +


𝜇)𝑚1 𝜉𝐴̃𝐻) − 𝑚1 𝐴̃(𝛼 + 𝛿)(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝐻 − 𝑚1 𝐴̃(𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿) = 0,
(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(−(1 − 𝑞)𝛼Λ(𝛼 + 𝛿) − (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝜉𝛼Λ𝐻 + (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝑚1 𝜉𝐴̃𝐻 2 − (𝜇 + 𝑞𝛼)𝜉𝛼Λ + (𝛼 +
𝜇)𝑚1 𝜉𝐴̃𝐻) + 𝑚1 𝐴̃(𝛼 + 𝛿)(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝐻 + 𝑚1 𝐴̃(𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿) = 0,
2 2
(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) 𝑚1 𝜉𝐴̃𝐻 2 + ((𝛼 + 𝜇)(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝑚1 𝜉𝐴̃ − (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) 𝜉𝛼Λ+𝑚1 𝐴̃(𝛼 + 𝛿)(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )) 𝐻 + 𝑚1 𝐴̃(𝛼 +
𝜇)(𝛼 + 𝛿) − (1 − 𝑞)𝛼Λ(𝛼 + 𝛿)(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) − (𝜇 + 𝑞𝛼)(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝜉𝛼Λ = 0,
2
(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) 𝜉𝑚1 𝐴̃𝐻2 + (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑚1 𝐴̃(𝛼 + 𝛿) − (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝜉𝛼Λ + (𝛼 + 𝜇)𝜉𝑚1 𝐴̃)𝐻 + (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿)𝑚1 𝐴̃ − 𝛼Λ(𝛽1 𝐴̃ +
𝛽2 )((1 − 𝑞)(𝛼 + 𝛿) − 𝜉(𝜇 + 𝑞𝛼)) = 0,
51
52

sehingga 𝐻 merupakan akar dari persamaan


𝑎𝐻 2 + 𝑏𝐻 + 𝑐, (17)
dengan
2
𝑎 = (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) 𝜉𝑚1 𝐴̃,
𝑏 = (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑚1 𝐴̃(𝜉(𝛼 + 𝜇) + (𝛼 + 𝛿)) − (𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )𝜉𝛼Λ),
𝑐 = (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿)𝑚1 𝐴̃ − 𝛼Λ(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )((1 − 𝑞)(𝛼 + 𝛿) + 𝜉(𝜇 + 𝑞𝛼))
((1−𝑞)(𝛼+𝛿)+𝜉(𝜇+𝑞𝛼))
= (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿) (𝑚1 𝐴̃ − 𝛼Λ(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) (𝛼+𝜇)(𝛼+𝛿)
),
1−𝑞 𝜉(𝜇+𝑞𝛼)
= (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿) (𝑚1 𝐴̃ − 𝛼Λ(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 ) (𝛼+𝜇 + (𝛼+𝜇)(𝛼+𝛿))),

𝛼Λ(𝛽1 𝐴̃+𝛽2 ) 1−𝑞 𝜉(𝜇+𝑞𝛼)


= (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿)𝑚1 𝐴̃ (1 − (𝛼+𝜇 + (𝛼+𝜇)(𝛼+𝛿))),
𝑚1 𝐴̃

(𝛽1 𝐴̃+𝛽2 ) (1−𝑞)𝛼Λ 𝜉(𝜇+𝑞𝛼)𝛼Λ


= (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿)𝑚1 𝐴̃ (1 − 𝑚1 𝐴̃
( 𝛼+𝜇 + (𝛼+𝜇)(𝛼+𝛿))),

̃
(𝛽 𝐴+𝛽 )
= (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿)𝑚1 𝐴̃ (1 − 1 ̃ 2 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 )),
𝑚1 𝐴

= (𝛼 + 𝜇)(𝛼 + 𝛿)𝑚1 𝐴̃(1 − 𝑅0 ).


Jika 𝐻 ≠ 0 , maka titik kesetimbangan endemi pecandu narkoba 𝐸 ∗ , yaitu
(1−𝑞)𝛼Λ
𝑆 ∗ = (𝛽 ,
1 𝐴+𝛽 )𝐻∗ +(µ+𝛼)
̃
2
𝛼(Λ−𝑆 ∗ )−𝑚1 𝐴̃𝐻 ∗
𝐶∗ = 𝛼+𝛿
,
̃ ∗
𝐿∗ = 𝐴𝐻 ,
𝑚 𝛾+𝜃𝜋
𝑇 ∗ = (𝑚2 𝜋+𝜎𝛾) 𝐻 ∗,
3

dan 𝐻 merupakan akar positif tunggal dari persamaan (17).
Lampiran 2. Perhitungan kestabilan global bebas pecandu narkoba.

𝑆0 ′ 𝐶0 𝑚3 (𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 )) ′ 𝜎(𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))


𝑉′ = 𝑆′ − 𝑆 + 𝐶 ′ − 𝐶 ′ + 𝐿′ + 𝐻 + 𝑇′,
𝑆 𝐶 𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾 𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾

sehingga diperoleh
𝑆 𝐶0 𝑚3 (𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 )) 𝜎(𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 ))
𝑉 ′ = (1 − 𝑆0 ) 𝑆 ′ + (1 − ) 𝐶′ + 𝐿′ + 𝐻′ + 𝑇′.
𝐶 𝜋𝑚3 +𝜎𝛾 𝜋𝑚3 +𝜎𝛾
Model sistem persamaaan pecandu narkoba sebagai berikut
𝑑𝑆
𝑑𝑡
= (1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆,
𝑑𝐶
𝑑𝑡
= 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝛼 + 𝛿)𝐶,
𝑑𝐿
𝑑𝑡
= (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿 ,
𝑑𝐻
= 𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻,
𝑑𝑡
𝑑𝑇
𝑑𝑡
= 𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇,
53
54

𝑆0 𝐶0
𝑉 ′ = (1 − ) ((1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆) + (1 − ) (𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝛼 + 𝛿)𝐶)
𝑆 𝐶
𝑚3 (𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
+(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿 + (𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻)
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝜎(𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
+ (𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇),
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
1 (1 − 𝑞)𝛼Λ
𝑉 ′ = (𝑆 − 𝑆0 ) ( (1 − 𝑞)𝛼Λ − 𝛽1 𝐿 − 𝛽2 𝐻 − (µ + 𝛼) )
𝑆 (1 − 𝑞)𝛼Λ
1 (𝛼 + 𝛿)(µ + 𝛼)𝑞𝛼Λ 𝜇(1 − 𝑞)𝛼Λ(𝛼 + 𝛿)(µ + 𝛼)
+(𝐶 − 𝐶0 ) ( (𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆) − 𝛽1 𝜉𝐿 − 𝛽2 𝜉𝐻 − (𝛼 + 𝛿) [ + ])
𝐶 (µ + 𝑞𝛼)𝛼Λ (𝛼 + 𝛿)(µ + 𝛼)𝑞𝛼Λ
𝑚3 (𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
+(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿 + (𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻)
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝜎(𝑚1 −𝛽1 (𝑆0 +𝜉𝐶0 ))
+ (𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇),
𝜋𝑚3 +𝜎𝛾
1 (1 − 𝑞)𝛼Λ
𝑉 ′ = (𝑆 − 𝑆0 ) ( (1 − 𝑞)𝛼Λ − 𝛽1 𝐿 − 𝛽2 𝐻 − (µ + 𝛼) )
𝑆 (1 − 𝑞)𝛼Λ
1 (𝛼 + 𝛿)(µ + 𝛼)𝑞𝛼Λ 𝜇(1 − 𝑞)𝛼Λ(𝛼 + 𝛿)(µ + 𝛼)
+(𝐶 − 𝐶0 ) ( (𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆) − 𝛽1 𝜉𝐿 − 𝛽2 𝜉𝐻 − (𝛼 + 𝛿) [ + ])
𝐶 (µ + 𝑞𝛼)𝛼Λ (𝛼 + 𝛿)(µ + 𝛼)𝑞𝛼Λ
𝑚3 (𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
+(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿 + (𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻)
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝜎(𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
+ (𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇),
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
1 1
𝑉 ′ = (𝑆 − 𝑆0 ) ( (1 − 𝑞)𝛼Λ − 𝛽1 𝐿 − 𝛽2 𝐻 − (1 − 𝑞)𝛼Λ)
𝑆 𝑆0
1 1 𝑆0
+(𝐶 − 𝐶0 ) ( (𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆) − 𝛽1 𝜉𝐿 − 𝛽2 𝜉𝐻 − [ 𝑞𝛼Λ + 𝜇 ]) + (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿
𝐶 𝐶0 𝐶0
𝑚3 (𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 )) 𝜎(𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
+ (𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻) + (𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇),
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾 𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
1 1 1 1 𝑆 𝑆0
𝑉 ′ = (𝑆 − 𝑆0 ) (( − ) (1 − 𝑞)𝛼Λ − 𝛽1 𝐿 − 𝛽2 𝐻) + (𝐶 − 𝐶0 ) (( − ) 𝑞𝛼Λ + 𝜇 ( − ) − 𝛽1 𝜉𝐿 − 𝛽2 𝜉𝐻)
𝑆 𝑆0 𝐶 𝐶0 𝐶 𝐶0
𝑚3 (𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
+(𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿 + (𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻)
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝜎(𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
+ (𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇),
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝑆0 𝑆 𝐶0 𝐶
𝑉 ′ = (2 − − ) (1 − 𝑞)𝛼Λ − 𝛽1 𝑆𝐿 + 𝛽1 𝑆0 𝐿 − 𝛽2 𝑆𝐻 + 𝛽2 𝑆0 𝐻 + (2 − − ) 𝑞𝛼Λ
𝑆 𝑆0 𝐶 𝐶0
𝑆𝐶0 𝐶𝑆0
+𝜇 (𝑆 − − + 𝑆0 ) − 𝛽1 𝜉𝐶𝐿 + 𝛽1 𝜉𝐶0 𝐿 − 𝛽2 𝜉𝐶𝐻 + 𝛽2 𝜉𝐶0 𝐻 + 𝛽1 𝑆𝐿 + 𝛽2 𝑆𝐻 + 𝛽1 𝜉𝐶𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐶𝐻
𝐶 𝐶0
𝑚3 (𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 )) 𝜎(𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
−𝑚1 𝐿 + (𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻) + (𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇),
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾 𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
55
56

𝑆0 𝑆 𝐶0 𝐶 𝑆 𝑆𝐶0 𝐶
𝑉 ′ = (2 − − ) (1 − 𝑞)𝛼Λ + (2 − − ) 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆0 (1 + − − )
𝑆 𝑆0 𝐶 𝐶0 𝑆0 𝐶𝑆0 𝐶0
𝑚3 (𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 )) 𝜎(𝑚1 − 𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ))
+ (𝛽2 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) − 𝑚2 − 𝜃) 𝐻,
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾 𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝑆0 𝑆 𝐶0 𝐶 𝑆 𝑆𝐶0 𝐶
𝑉′ = (2 − − ) (1 − 𝑞)𝛼Λ + (2 − − ) 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆0 (1 + − − )
𝑆 𝑆0 𝐶 𝐶0 𝑆0 𝐶𝑆0 𝐶0
𝑚1 𝑚2 𝑚3 + 𝛽1 𝑚2 𝑚3 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) − 𝜎𝜃𝑚1 + 𝛽1 𝜎𝜃(𝑆0 + 𝜉𝐶0 )
+ (𝛽2 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) − ) 𝐻,
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝑆0 𝑆 𝐶0 𝐶 𝑆 𝑆𝐶0 𝐶
𝑉′ = (2 − − ) (1 − 𝑞)𝛼Λ + (2 − − ) 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆0 (1 + − − )
𝑆 𝑆0 𝐶 𝐶0 𝑆0 𝐶𝑆0 𝐶0
𝑚2 𝑚3 − 𝜎𝜃
+ (𝛽2 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) + ( ) (𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) − 𝑚1 )) 𝐻,
𝜋𝑚3 + 𝜎𝛾
𝑆0 𝑆 𝐶0 𝐶 𝑆 𝑆𝐶0 𝐶
𝑉′ = (2 − − ) (1 − 𝑞)𝛼Λ + (2 − − ) 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆0 (1 + − − )
𝑆 𝑆0 𝐶 𝐶0 𝑆0 𝐶𝑆0 𝐶0
+ (𝛽2 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) + 𝐴̃(𝛽1 (𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) − 𝑚1 )) 𝐻,
𝑆0 𝑆 𝐶0 𝐶 𝑆 𝑆𝐶0 𝐶
𝑉′ = (2 − − ) (1 − 𝑞)𝛼Λ + (2 − − ) 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆0 (1 + − − )
𝑆 𝑆0 𝐶 𝐶0 𝑆0 𝐶𝑆0 𝐶0
+((𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑆0 + 𝜉𝐶0 ) − 𝑚1 𝐴̃)𝐻,
𝑆0 𝑆 𝐶0 𝐶 𝑆 𝑆𝐶0 𝐶
𝑉′ = (2 − − ) (1 − 𝑞)𝛼Λ + (2 − − ) 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆0 (1 + − − )
𝑆 𝑆0 𝐶 𝐶0 𝑆0 𝐶𝑆0 𝐶0
(𝛽1 𝐴̃ + 𝛽2 )(𝑆0 + 𝜉𝐶0 )
+ (𝑚1 𝐴̃ [ − 1]) 𝐻,
𝑚1 𝐴̃
𝑆0 𝑆 𝐶0 𝐶 𝑆 𝑆𝐶0 𝐶
𝑉 ′ = (2 − − ) (1 − 𝑞)𝛼Λ + (2 − − ) 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆0 (1 + − − ) + (𝑚1 𝐴̃[𝑅0 − 1])𝐻,
𝑆 𝑆0 𝐶 𝐶0 𝑆0 𝐶𝑆0 𝐶0
Lampiran 3. Perhitungan kestabilan global endemi pecandu narkoba.
𝑆∗ 𝐶∗ 𝐿∗ 𝐻∗ 𝑇∗
𝑉 ′ = (1 − 𝑆 ) 𝑆 ′ + (1 − ) 𝐶′ + (1 − 𝐿 ) 𝐿′ + 𝐾𝑚3 (1 − ) 𝐻′ + 𝐾𝜎 (1 − ) 𝑇 ′,
𝐶 𝐻 𝑇
𝛽2 (𝑆 ∗ +𝜉𝐶 ∗ )
dengan 𝐾 = 𝑚2 𝑚3 −𝜎𝜃
.
Dengan sistem persamaan sebagai berikut
𝑑𝑆
= (1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆,
𝑑𝑡
𝑑𝐶
= 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝛼 + 𝛿)𝐶,
𝑑𝑡
𝑑𝐿
𝑑𝑡
= (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿 ,
𝑑𝐻
𝑑𝑡
= 𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻,
𝑑𝑇
𝑑𝑡
= 𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇.
Kemudian dimisalkan
𝑆∗ 𝐶∗ 𝐿∗ 𝐻∗ 𝑇∗
= 𝑥, = 𝑦, = 𝑧, = 𝑣, = 𝑤,
𝑆 𝐶 𝐿 𝐻 𝑇
57
58

sehingga diperoleh
𝑉 ′ = (1 − 𝑥)((1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 − (µ + 𝛼)𝑆)
+(1 − 𝑦)(𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 − (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − (𝛼 + 𝛿)𝐶)
+(1 − 𝑧)((𝛽1 𝐿 + 𝛽2 𝐻)𝑆 + (𝛽1 𝜉𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐻)𝐶 − 𝑚1 𝐿) + 𝐾𝑚3 (1 − 𝑣)(𝜋𝐿 + 𝜎𝑇 − 𝑚2 𝐻)
+𝐾𝜎(1 − 𝑤)(𝛾𝐿 + 𝜃𝐻 − 𝑚3 𝑇).
Dengan kondisi setimbang
 (1 − 𝑞)𝛼Λ − (𝛽1 𝐿∗ + 𝛽2 𝐻 ∗ )𝑆 ∗ − (µ + 𝛼)𝑆 ∗ = 0 → (1 − 𝑞)𝛼Λ = (𝛽1 𝐿∗ + 𝛽2 𝐻 ∗ )𝑆 ∗ + (µ + 𝛼)𝑆 ∗ ,
 𝑞𝛼Λ + 𝜇𝑆 ∗ − (𝛽1 𝜉𝐿∗ + 𝛽2 𝜉𝐻 ∗ )𝐶 ∗ − (𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ = 0 → 𝑞𝛼Λ = −𝜇𝑆 ∗ + (𝛽1 𝜉𝐿∗ + 𝛽2 𝜉𝐻 ∗ )𝐶 ∗ + (𝛼 + 𝛿)𝐶,
 (𝛽1 𝐿∗ + 𝛽2 𝐻 ∗ )𝑆 ∗ + (𝛽1 𝜉𝐿∗ + 𝛽2 𝜉𝐻 ∗ )𝐶 ∗ − 𝑚1 𝐿∗ = 0 → 𝑚1 𝐿∗ = (𝛽1 𝐿∗ + 𝛽2 𝐻 ∗ )𝑆 ∗ + (𝛽1 𝜉𝐿∗ + 𝛽2 𝜉𝐻 ∗ )𝐶 ∗ ,
 𝜋𝐿∗ + 𝜎𝑇 ∗ − 𝑚2 𝐻∗ = 0 → 𝑚2 𝐻 ∗ = 𝜋𝐿∗ + 𝜎𝑇 ∗ ,
 𝛾𝐿∗ + 𝜃𝐻 ∗ − 𝑚3 𝑇 ∗ = 0 → 𝑚3 𝑇 ∗ = 𝛾𝐿∗ + 𝜃𝐻 ∗ .

𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ (𝛼 + 𝜇)𝑆 ∗
𝑉 ′ = (1 − 𝑥) (𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ + (𝛼 + 𝜇)𝑆 ∗ − − − )
𝑥𝑧 𝑥𝑣 𝑥
∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗
𝜇𝑆 ∗ 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ (𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗
+(1 − 𝑦) (−𝜇𝑆 + 𝛽1 𝜉𝐶 𝐿 + 𝛽2 𝜉𝐶 𝐻 + (𝛼 + 𝛿)𝐶 + − − − )
𝑥 𝑦𝑧 𝑦𝑣 𝑦
𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝛽2 𝑆 ∗𝐻 ∗ 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ 𝑚1 𝐿∗
+(1 − 𝑧) (−𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ − 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ − 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻∗ + 𝑚1 𝐿∗ + + + + − )
𝑥𝑧 𝑥𝑣 𝑦𝑧 𝑦𝑣 𝑧
𝜋𝐿∗ 𝜎𝑇 ∗ 𝑚 𝐻 ∗ 𝛾𝐿 ∗
+𝐾𝑚3 (1 − 𝑣) (−𝜋𝐿∗ − 𝜎𝑇 ∗ + 𝑚2 𝐻∗ + + − 2 ) + 𝐾𝜎(1 − 𝑤) (−𝛾𝐿∗ − 𝜃𝐻 ∗ + 𝑚3 𝑇 ∗ + +
𝑧 𝑤 𝑣 𝑧
𝜃𝐻 ∗ 𝑚3 𝑇 ∗
𝑣
− 𝑤
).
1 1 1
𝑉 ′ = (1 − 𝑥) ((1 − ) 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + (1 − ) 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ + (1 − ) (𝛼 + 𝜇)𝑆 ∗ )
𝑥𝑧 𝑥𝑣 𝑥
1 1 1 1
+(1 − 𝑦) (( − 1) 𝜇𝑆 ∗ + (1 − ) 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ + (1 − ) 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ + (1 − ) (𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ )
𝑥 𝑦𝑧 𝑦𝑣 𝑦
1 1 1 1 1
+(1 − 𝑧) (( − 1) 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + ( − 1) 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ + ( − 1) 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ + ( − 1) 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ + (1 − ) 𝑚1 𝐿∗ )
𝑥𝑧 𝑥𝑣 𝑦𝑧 𝑦𝑣 𝑧
1 1 1 1 1
+𝐾𝑚3 (1 − 𝑣) ((𝑧 − 1) 𝜋𝐿∗ + (𝑤 − 1) 𝜎𝑇 ∗ + (1 − 𝑣) 𝑚2 𝐻 ∗ ) + 𝐾𝜎(1 − 𝑤) ((𝑧 − 1) 𝛾𝐿∗ + (𝑣 − 1) 𝜃𝐻 ∗ +
1
(1 − 𝑤) 𝑚3 𝑇 ∗ ).
1 1 1 1 1
𝑉 ′ = (1 − ) 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + ( − 1) 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝑥 + (1 − ) 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ + ( − 1) 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ 𝑥 + (1 − ) (𝛼 + 𝜇)𝑆 ∗
𝑥𝑧 𝑥𝑧 𝑥𝑣 𝑥𝑣 𝑥
1 1 1 1 1
+ ( − 1) (𝛼 + 𝜇)𝑆 ∗ 𝑥 + ( − 1) 𝜇𝑆 ∗ + (1 − ) 𝜇𝑆 ∗ 𝑦 + (1 − ) 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ + ( − 1) 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ 𝑦
𝑥 𝑥 𝑥 𝑦𝑧 𝑦𝑧
1 1 1 1 1
+ (1 − ) 𝛽2 𝜉𝐶 𝐻 + ( − 1) 𝛽2 𝜉𝐶 𝐻 𝑦 + (1 − ) (𝛼 + 𝛿)𝐶 + ( − 1) (𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ 𝑦 + ( − 1) 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗
∗ ∗ ∗ ∗ ∗
𝑦𝑣 𝑦𝑣 𝑦 𝑦 𝑥𝑧
1 1 1 1 1
+ (1 − ) 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝑧 + ( − 1) 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ + (1 − ) 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ 𝑧 + ( − 1) 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ + (1 − ) 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ 𝑧
𝑥𝑧 𝑥𝑣 𝑥𝑣 𝑦𝑧 𝑦𝑧
1 1 1 1 1
+ ( − 1) 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ + (1 − ) 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ 𝑧 + (1 − ) 𝑚1 𝐿∗ + ( − 1) 𝑚1 𝐿∗ 𝑧 + ( − 1) 𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗
𝑦𝑣 𝑦𝑣 𝑧 𝑧 𝑧
1 1 1 1
+ (1 − ) 𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ 𝑣 + ( − 1) 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ + (1 − ) 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ 𝑣 + 𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻∗ (1 − )
𝑧 𝑤 𝑤 𝑣
59
60

1 1 1 1 1
+𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 ∗ 𝑣 ( − 1) + ( − 1) 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ + (1 − ) 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ 𝑤 + ( − 1) 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ + (1 − ) 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ 𝑤
𝑣 𝑧 𝑧 𝑣 𝑣
∗ 1 ∗ 1
+𝑚3 𝜎𝐾𝑇 (1 − ) + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 𝑤 ( − 1).
𝑤 𝑤

𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ (𝛼 + 𝜇)𝑆 ∗
𝑉 ′ = 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ − + −𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝑥 + 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ − + − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ 𝑥 + (𝛼 + 𝜇)𝑆 ∗ −
𝑥𝑧 𝑧 𝑥𝑣 𝑣 𝑥
∗ ∗
𝜇𝑆 ∗ ∗ ∗
𝜇𝑆 ∗ 𝑦 ∗ ∗
𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ ∗ ∗
+(𝛼 + 𝜇)𝑆 − (𝛼 + 𝜇)𝑆 𝑥 + − 𝜇𝑆 + 𝜇𝑆 𝑦 − + 𝛽1 𝜉𝐶 𝐿 − + − 𝛽1 𝜉𝐶 𝐿 𝑦
𝑥 𝑥 𝑦𝑧 𝑧
𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ (𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗
+𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ − + − 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ 𝑦 + (𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ − + (𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ − (𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ 𝑦
𝑦𝑣 𝑣 𝑦
𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ 𝑧 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗
+ − 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝑧 − + − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ + 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ 𝑧 − + − 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗
𝑥𝑧 𝑥 𝑥𝑣 𝑥𝑣 𝑦𝑧
𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ 𝑧 𝑚1 𝐿∗
+𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ 𝑧 − + −𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ 𝑧 − + 𝑚1 𝐿∗ − + 𝑚1 𝐿∗ − 𝑚1 𝐿∗ 𝑧
𝑦 𝑦𝑣 𝑦𝑣 𝑧
𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ 𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ 𝑣 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ 𝑣
+ − 𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ 𝑣 − + − 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ 𝑣 −
𝑧 𝑧 𝑤 𝑤

𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 ∗ ∗ ∗
𝜎𝐾𝛾𝐿∗ ∗ ∗
𝜎𝐾𝛾𝐿∗ 𝑤 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗
+𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 − + 𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 − 𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 𝑣 + − 𝜎𝐾𝛾𝐿 + 𝜎𝐾𝛾𝐿 𝑤 − +
𝑣 ∗ ∗
𝑧 𝑧 𝑣
∗ ∗ 𝜎𝐾𝜃𝐻 𝑤 ∗ 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ ∗
−𝜎𝐾𝜃𝐻 + 𝜎𝐾𝜃𝐻 𝑤 − 𝑣 + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 − 𝑤 + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 − 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 𝑤.
𝑧 𝑧
𝑉 ′ = 2𝑚1 𝐿∗ + 2𝛼𝑆 ∗ + 𝜇𝑆 ∗ + 2(𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ − (𝛽1 𝑆 ∗𝐿∗ + 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ + (𝛼 + 𝜇)𝑆 ∗ )𝑥 − 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻∗ − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗
𝑦𝑣 𝑥𝑣
+(𝜇𝑆 ∗ − 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ − 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ − (𝛼 +)𝐶 ∗ )𝑦 + (𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ + 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ − 𝑚1 𝐿∗ )𝑧
−(𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ − 𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 ∗ ) − (𝜎𝐾𝛾𝐿∗ + 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ − 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ ) + (𝜎𝐾𝛾𝐿∗ + 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ − 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ )𝑤
1 1
+(𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ − 𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 ∗ )𝑣 + (𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ − 𝑚1 𝐿∗ ) + (𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ )
𝑧 𝑣
1 1 𝑦
+(𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ ) + (𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ − 𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻∗ ) + 𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 ∗ + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ − 𝜇𝑆∗
𝑧 𝑣 𝑥
∗ ∗ ∗
1 ∗ ∗ ∗
1 ∗
𝑣 ∗
𝑣 ∗
𝑤 𝑤
−((𝛼 + 𝛿)𝐶 + 𝛽1 𝜉𝐶 𝐿 ) − (𝛽1 𝑆 𝐿 + 𝛼𝑆 ) − 𝐾 (𝑚3 𝜋𝐿 + 𝑚3 𝜎𝑇 + 𝜎𝜃𝐻 + 𝜎𝛾𝐿∗ ).
𝑦 𝑥 𝑧 𝑤 𝑣 𝑧
′ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗
𝑧
𝑉 = 2𝑚1 𝐿 + 2𝛼𝑆 + 𝜇𝑆 + 2(𝛼 + 𝛿)𝐶 − 𝛽1 𝑆 𝐿 𝑥 − 𝛽2 𝑆 𝐻 𝑥 − 𝛼𝑆 𝑥−𝜇𝑆 𝑥 − 𝛽2 𝑆 𝐻 − 𝑞𝛼Λ𝑦
𝑥𝑣
∗ ∗ ∗
𝑞𝛼Λ 𝛽2 𝜉𝐶 𝐻 𝜇𝑆 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣
+𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻∗ + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ − + − − 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ − 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ + 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗
𝑦 𝑦 𝑦 𝑤 𝑤 𝑧 𝑧

𝑧 ∗
𝑧 ∗
𝑧 ∗
𝑧
+𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 − 𝑚3 𝐾𝜋𝐿 − 𝜎𝐾𝜃𝐻 − 𝜎𝐾𝛾𝐿 + 𝛽1 𝑆 𝐿 𝑦 + 𝛽2 𝑆 𝐻 𝑦 + 𝛽1 𝜉𝐶 𝐿 𝑦 − 𝑚1 𝐿∗ 𝑦
∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗
𝑦𝑣 𝑦𝑣 𝑦𝑣 𝑦𝑣
𝑧 𝑧 𝑧
+𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ 𝑦 + 𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻 ∗ 𝑦 − 𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ 𝑦 − 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ 𝑦 − 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ 𝑦 + 𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ 𝑦𝑣 + 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ 𝑦𝑣 + 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ 𝑦𝑣
𝑧 1 1 𝑦 𝑣 𝑤 𝑤
−𝑚1 𝐿∗ − ((𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ + 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ ) − (𝛽1 𝑆 ∗𝐿∗ + 𝛼𝑆 ∗ ) − 𝜇𝑆 ∗ − 𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ − 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ − 𝜎𝐾𝛾𝐿∗
𝑦𝑣 𝑦 𝑥 𝑥 𝑧 𝑣 𝑧
1 1 1 1
−(𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ ) + (𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ ) + (𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ ) − (𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ )
𝑧 𝑣 𝑧 𝑣
′ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗
1 𝑦
𝑉 = 𝜇𝑆 + 2𝛼𝑆 + 2(𝛼 + 𝛿)𝐶 + 2𝑚1 𝐿 + 𝑚3 𝐾𝜋𝐿 + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 + 𝜎𝐾𝜃𝐻 + 𝜎𝐾𝛾𝐿 − 𝜇𝑆 (𝑥 + + )
𝑦 𝑥
1 𝑤 𝑣 𝑧 𝑣 𝑧
−(𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + 𝛼𝑆 ∗ ) (𝑥 + ) − 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ ( + ) − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ (𝑥 + + ) + (𝑚2 𝑚3 𝐾𝐻∗ − 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ ) ( + 𝑦)
𝑥 𝑣 𝑤 𝑥𝑣 𝑧 𝑦𝑣
61
62

𝑧 𝑤 𝑣 𝑣 𝑧 1
−𝜎𝐾𝛾𝐿∗ ( + + + 𝑦) − (𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ ) ( + + 𝑦) − (𝑞𝛼Λ − 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ ) (𝑦 + )
𝑦𝑣 𝑧 𝑤 𝑧 𝑦𝑣 𝑦
𝑧 1 1
+(𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ − 𝑚1 𝐿∗ )𝑦 + (𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + 𝛽1 𝜉𝐶 ∗ 𝐿∗ − 𝑚1 𝐿∗ ) + (𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ ) ( − )
𝑦𝑣 𝑣 𝑧
1 1
+(𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ ) ( − ).
𝑧 𝑣
1 𝑦
𝑉 = 𝜇𝑆 + 2𝛼𝑆 + 2(𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ + 2𝑚1 𝐿∗ + 𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ + 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ − 𝜇𝑆 ∗ (𝑥 + + )
′ ∗ ∗
𝑦 𝑥
1 𝑤 𝑣 𝑧 𝑣 𝑧
−(𝛽1 𝑆 ∗ 𝐿∗ + 𝛼𝑆 ∗ ) (𝑥 + ) − 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ ( + ) − 𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ (𝑥 + + ) + (𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ ) ( + 𝑦)
𝑥 𝑣 𝑤 𝑥𝑣 𝑧 𝑦𝑣

𝑧 𝑤 𝑣 ∗ ∗ ∗
𝑣 𝑧 ∗ ∗
1
−𝜎𝐾𝛾𝐿 ( + + + 𝑦) − (𝑚3 𝐾𝜋𝐿 − 𝛽2 𝑆 𝐻 ) ( + + 𝑦) − (𝑞𝛼Λ − 𝛽2 𝜉𝐶 𝐻 ) (𝑦 + )
𝑦𝑣 𝑧 𝑤 𝑧 𝑦𝑣 𝑦
𝑧 1 1 1 1
−(𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻 ∗ + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ ) ( + 𝑦) − (𝛽2 𝑆 ∗ 𝐻∗ + 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ ) ( − ) + (𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ ) ( − ).
𝑦𝑣 𝑧 𝑣 𝑧 𝑣
1 𝑦
𝑉 ′ = 𝜇𝑆 ∗ + 2𝛼𝑆 ∗ + 2(𝛼 + 𝛿)𝐶 ∗ + 2𝑚1 𝐿∗ + 𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝑚3 𝜎𝐾𝑇 ∗ + 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ − 𝜇𝑆 ∗ (𝑥 + + )
𝑦 𝑥
∗ ∗ ∗)
1 ∗
𝑧 𝑤 𝑣 ∗ ∗
𝑧 𝑣 𝑤 𝑣
−(𝛽1 𝑆 𝐿 + 𝛼𝑆 (𝑥 + ) − 𝜎𝐾𝛾𝐿 ( + + + 𝑦) − 𝛽2 𝑆 𝐻 (𝑥 + + ) − 𝜎𝐾𝜃𝐻 ∗ ( + )
𝑥 𝑦𝑣 𝑣 𝑤 𝑥𝑣 𝑧 𝑧 𝑤
𝑧 1 1 1
+(𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ ) ( + 𝑦 + + 𝑣) − (𝑚3 𝐾𝜋𝐿∗ + 𝜎𝐾𝛾𝐿∗ ) ( + 𝑣) − (𝑞𝛼Λ − 𝛽2 𝜉𝐶 ∗ 𝐻 ∗ ) (𝑦 + )
𝑦𝑣 𝑧 𝑣 𝑦
∗ ∗ ∗) 𝑣 𝑧 ∗ ∗ ∗ ∗ 𝑧 1 ∗ ∗ ∗ ∗ 1
−(𝑚3 𝐾𝜋𝐿 − 𝛽2 𝑆 𝐻 ( + + 𝑦) − (𝛽2 𝑆 𝐻 + 𝛽2 𝜉𝐶 𝐻 ) ( + 𝑦 + + 𝑣) + (𝛽2 𝑆 𝐻 + 𝛽2 𝜉𝐶 𝐻 ) ( + 𝑣).
𝑧 𝑦𝑣 𝑦𝑣 𝑧 𝑣

Anda mungkin juga menyukai