Anda di halaman 1dari 169

IDENTIFIKASI MODEL MENTAL BERDASARKAN TIGA

LEVEL REPRESENTASI PADA MATERI LARUTAN


ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

FIKA RAKHMALINDA
NIM. 1112016200003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/ 1439 H
ABSTRAK

Fika Rakhmalinda (NIM. 1112016200003), “Identifikasi Model Mental


berdasarkan Tiga Level Representasi pada Materi Larutan Elektrolit Dan
Non Elektrolit”, Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

Model mental adalah representasi yang mencerminkan pemahaman siswa dan


menggambarkan kesulitan siswa dalam memahami suatu konsep. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi model mental berdasarkan tiga level representasi
pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Penelitian ini dilakukan pada
tanggal 3 April- 12 Mei 2017 di SMA Negeri 87 Jakarta. Metode penelitian yang
digunakan yaitu deskriptif kuantitatif. Sampel diambil secara random sampling
sebanyak 23 sampel. Instrumen yang digunakan berupa tes uraian dengan soal
yang mencakup level representasi (makroskopik, submikroskopik, dan simbolik)
dengan analisis data Microsoft Excel. Hasil penelitian menyatakan bahwa
persentase rata-rata level representasi tiap indikator soal yaitu 67% level
makroskopik, 65% level simbolik, dan 52% level submikroskopik. Oleh karena
itu, Model mental siswa dengan kategori Phenomenon Model lebih tinggi
dibanding dengan Scientific Model. Dampak dari rendahnya model mental
kategori Scientific Model adalah pemahaman siswa terhadap konsep kimia tidak
utuh secara keilmuan.

Kata kunci: Model Mental, Representasi Kimia, Larutan Elektrolit dan Non
Elektrolit

iv
ABSTRACT
Fika Rakhmalinda (NIM. 1112016200003), Identifitation of Mental Model
based on Three Levels Representation of Electrolyte and non Electrolyte
Solution Topic, Chemistry Education Program, Science Education Departement,
Faculty of Tarbiya and Teaching Science of Syarif Hidayatullah State Islamic
University, Jakarta, 2017.

Mental model is representation that reflect student understand and illustrate


students difficultes in understand a concept. This study aims to identify the mental
model based on three levels representation of electrolyte and non electrolyte
solution topic. This research was conducted on April 3 to May 12, 2017 in SMA
Negeri 87 Jakarta. Research method is descriptive quantitative. Samples were
taken by random sampling of 23 samples. Instrument used is a description test
with a problem that includes the level of representation (macroscopic,
submicroscopic, and symbolic) with the analysis of Microsoft Excel data. Result
of research stated that the mental model of students with Phenomenon Model
category is higher than Scientific Model. While the average percentage of
representation level of each indicator about 67% of macroscopic level, 65%
symbolic level, and 52% submicroscopic level. Based on this, it can be said that
the ability of students in submicroscopic representation is still low. Impact the low
mental model of the scientific category is the students understand of the chemical
concept is not intact in a scientific way.

Keywords: Mental Model, Chemical Representation, Electrolyte and Non


Electrolyte Solutions

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim.
Assalamualaikum wr wb,
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat nikmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw dan juga kepada para
saudara serta sahabatnya, yang telah membimbing umat muslim kejalan yang
terang.
Skripsi dengan judul “Identifikasi Model Mental berdasarkan Tiga
Level Representasi pada Materi Larutan Elektrolit Dan Non Elektrolit” ini
dibuat penulis untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
program pendidikan Strata-Satu (S1) di Program Studi Pendidikan Kimia,
JurusanPendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, FakultasIlmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Penghargaan dan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada kedua
orangtua, Ayahanda Drs. H. Purwanto, MT dan Ibunda Hj. Titi Sulimah, S.Pd.I
yang telah menjadi sosok pendidik bagi penulis. Terimakasih atas semua
pengorbanan, kasih sayang dan doa yang tulus serta dukungan baik moril maupun
materil kepada penulis. Dan juga penulis ucapkan terimaksih kepada Adik tercinta
Annisa Hanif, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa dan
dukungannya lahir dan batin selama penulis menempuh pendidikan. Selain itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
2. Burhanuddin Milama, M.Pd, selaku ketua Program Studi Pendidikan Kimia
yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis.
3. Salamah Agung, S.Si, Apt, M.A, Ph.D, selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan motivasi penulis.

vi
4. Luki Yunita, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
memberikan saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Terimakasih sudah bersabar dalam membimbing penulis.
5. Buchori Muslim, M.Pd, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Terimakasih sudah bersabar dalam membimbing penulis.
6. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah banyak memberikan ilmu
pengetahuan selama penulis menempuh perkuliahan, semoga ilmu Bapak/Ibu
mendapat keberkahan dari Allah SWT.
7. Hj. Patra Patiah, M. Biomed, selaku kepala SMA Negeri 87 Jakarta.
Terimakasih telah mengizinkan penulis dalam melakukan penelitian di
Sekolah.
8. Debbi Tjakradirana, S.Pd, selaku guru Kimia SMA Negeri 87 Jakarta.
Terimakasih telah memberikan penulis kesempatan melakukan penelitian di
SMA 87 Jakarta.
9. Seluruh siswa kelas X khususnya X MIA I SMA Negeri 87 Jakarta yang telah
membantu penulis dalam melakukan penelitian.
10. Raden Rizka Pratiwi, mahasiswa pendidikan kimia angkatan 2013 yang pada
saat itu sedang melakukan PPKT di SMA Negeri 87 Jakarta. Terimakasih
telah membantu penulis melakukan penelitian. Serta teman-teman PPKT
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
11. Ipa Ida Rosita, S.Pd, Widya Kusumaningrum, S.Pd, Nurul Mu’nisah
Awaliyah, Fikri Sholiha, dan Dini Wulandari, selaku sahabat penulis dari
awal menduduki status mahasiswa pendidikan kimia. Terimakasih telah
berjuang bersama penulis.
12. Keluarga besar KMPLHK RANITA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
segala pengalaman dan pelajaran hidup yang berharga.
13. Lailah Fauziah, S.Pd, selaku teman dari MAN I Bekasi yang sama-sama
berjuang di bangku Pendidikan IPA FITK. Terimakasih atas dukungannya.

vii
14. Givela Nur Khaleda, S.E, Nurul Ulya, S.S dan Paracytha Gumilang, selaku
teman kosan. Terimakasih atas dukungannya.
15. Jajang Nurzaman, S.Pd, Givela Nur Khaleda, S.E, Yayan Suryani Setiawan,
dan Moh. Ubaidillah, selaku saudara seperjuangan angkatan 26 KMPLHK
RANITA. Terimakasih atas dukungannya.
16. Novianti, S.H., Nila Liana,S.E, dan Della Liyadi selaku sahabat penulis.
Terimakasih telah menghibur saat merasa jenuh.
17. Seluruh teman-teman pendidikan kimia angkatan 2012 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya.
18. Dan semua pihak yang belum disebutkan diatas, yang telah membantu
terlaksananya pembuatan skripsi ini.
Jazaakumullah Khairan Katsiiran, semoga Allah membalas semua kontribusi
kalian dengan barokah yang lebih baik.
Penulis menyadari bahwa pada penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan dalam materi maupun teknik penyajiannya, Oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan yang baik berupa saran maupun kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat di masa yang akan
datang dan dapat dijadikan acuan untuk pengembangan selanjutnya.

Jakarta, 5 Oktober 2017


Penulis

Fika Rakhmalinda
NIM. 1112016200003

viii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ........................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 6
D. Rumusan Masalah ...................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7

BAB II LANDASAN TEORETIK


A.Kajian Teori................................................................................... 8
1. Representasi Kimia ............................................................... 8
a. Pengertian Representasi Kimia ...................................... 9
b. Jenis-jenis Representasi Kimia ....................................... 10
2. Model Mental ........................................................................ 12
a. Pengertian Model Mental ................................................ 13
b. Kategori Model Mental ................................................... 13
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental ......... 16

ix
B. Konsep Kimia .......................................................................... 17
C. Penelitian yang Relevan .......................................................... 18
D. Kerangka Berpikir ................................................................... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 22
B. Metode Penelitian..................................................................... 22
C. Desain Penelitian...................................................................... 23
D. Populasi dan Sampel ................................................................ 24
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 24
F. Instrumen Penelitian................................................................. 26
G. Validitas Instrumen .................................................................. 28
H. Reliabilitas................................................................................ 30
I. Daya Beda ................................................................................ 31
J. Indeks Kesukaran ..................................................................... 33
K. Teknik Analisa Data ................................................................. 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian ........................................................................ 38
1. Hasil Tes Uraian berdasarkan Level Representasi Kimia..... 39
a. Persentase Level Makroskopik .................................... 41
b. Persentase Level Submikroskopik ............................... 43
c. Persentase Level Simbolik ........................................... 45
2. Model Mental Siswa berdasarkan Tiga Level Representa-
si............................................................................................47
B. Pembahasan .............................................................................. 49
1. Pemahaman Siswa pada Materi Larutan Elektrolit dan Non
Elektrolit ditinjau dari Level Makroskopik, Submikroskopik,
dan Simbolik ............................................................................... 49
a. Pemahaman siswa ditinjau dari Makroskopik.............. 50
b. Pemahaman siswa ditinjau dari Submikroskopik ........ 55
c. Pemahaman siswa ditinjau dari Simbolik .................... 60

x
2. Identifikasi Model Mental Siswa berdasarkan Tiga Level
Representasi ......................................................................... 65

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN


A.Kesimpulan.................................................................................... 69
B. Saran ............................................................................................. 69

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 70


LAMPIRAN ................................................................................................. 75

xi
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1. Penggunaan Representasi Makroskopik, Submikroskopik,

dan Simbolik .............................................................................. 11

Tabel 2.2. Kategori Model Mental terhadap Representasi Kimia ................ 15

Tabel 3.1. Analisis Indikator Butir Soal ....................................................... 26

Tabel 3.2. Bentuk Soal yang akan divalidasi ............................................... 28

Tabel 3.3. Kategori Koefisien Validitas ...................................................... 29

Tabel 3.4. Kategori Koefisien Reliabilitas ................................................... 30

Tabel 3.5. Skor Kelompok Tinggi dan Rendah ............................................ 31

Tabel 3.6. Kategori Tingkat Kesukaran ....................................................... 33

Tabel 3.7. Indeks Kesukaran Uji Coba Instrumen ....................................... 34

Tabel 3.8. Skala Kategori Kemampuan Level Representasi ........................ 36

Tabel 4.1. Persentase Representasi Kimia tiap Indikator Butir Soal............ 39

xii
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1. Tiga Level Representasi Kimia .............................................. 9

Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir ....................................................... 20

Gambar 3.1. Desain Penelitian.......................................................................23

Gambar 4.1. GrafikPersentase rata-rata Level Representasi ....................... 41

Gambar 4.2. Contoh Soal dan Jawaban Representasi Makroskopik ........... 42

Gambar 4.3. Grafik Level Makroskopik Siswa pada Tiap Butir Soal......... 42

Gambar 4.4. Contoh Soal dan Jawaban Representasi Submikroskopik ...... 44

Gambar 4.5. Grafik Level Submikroskopik Siswa pada Tiap Butir Soal.... 45

Gambar 4.6. Contoh Soal dan Jawaban Representasi Simbolik .................. 46

Gambar 4.7. Grafik Level Simbolik Siswa pada Tiap Butir Soal ............... 47

Gambar 4.8. Kategori Model Mental .......................................................... 48

Gambar 4.6. Representasi Kimia Fasa Zat pada NaCl ................................ 57

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal

Lampiran 1 Analisis Indikator Butir Soal .................................................. 75

Lampiran 2 Validasi Instrumen Dosen Ahli 1 ............................................ 78

Lampiran3 Validasi Instrumen Dosen Ahli 2............................................. 97

Lampiran 4 Validasi Instrumen Siswa ....................................................... 116

Lampiran 5 Anates Data Mentah ................................................................ 123

Lampiran 6 Anates Penyekoran ................................................................. 124

Lampiran7 Anates Reliabilitas dan Reliabilitas Ms.Excel .......................... 125

Lampiran 8 AnatesTingkat Kesukaran ....................................................... 128

Lampiran 9 AnatesKorelasi Skor Butir Soal .............................................. 129

Lampiran 10 Analisis Penggunaan Instrumen ............................................ 131

Lampiran 11 Instrumen (TesUraian) Penelitian .......................................... 132

Lampiran 12 Rubrik Jawaban Instrumen (TesUraian) Penelitian ............... 134

Lampiran 13 Jawaban Siswa ..................................................................... 140

Lampiran 14 Transkrip Data Studi Dokumentasi ....................................... 144

Lampiran15 Bahan Ajar Guru ..................................................................... 156

Lampiran16 Analisis Data Penelitian .......................................................... 161

Lampiran 17 Persentase rata-rata Level Representasi................................. 163

Lampiran 18 Persentase Kategori Model Mental ....................................... 165

Lampiran 19 Surat Permohonan Izin Penelitian.......................................... 167

Lampiran 20 Surat Keterangan Penelitian................................................... 168

Lampiran 21 Uji Referensi ......................................................................... 169

xiv
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan
oleh pengalaman bukan disebabkan oleh perkembangan (Slavin, 2011, hlm. 177).
Pembelajaran berpengaruh pada pengetahuan dan keterampilan berpikir yang
diperoleh melalui pengalaman (Santrock, 2015, hlm. 266). Menurut Undang-
Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 ayat 20 “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Berdasarkan
undang-undang tersebut, dapat diartikan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan
yang dapat menimbulkan interaksi antara siswa dan guru dalam rangka
mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa. Interaksi tersebut
menghasilkan suatu penambahan ilmu pengetahuan siswa dalam upaya
mencerdaskan peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Selain menambah ilmu
pengetahuan, proses pembelajaran juga diharapkan dapat merubah perilaku siswa
menjadi lebih baik lagi. Secara umum kegiatan pembelajaran terdiri atas kegiatan
belajar dan mengajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru dan kegiatan belajar
dilakukan oleh siswa. Pentingnya pembelajaran berlandasan pula dengan ayat suci
Al-Qur’an, yang terdapat pada Surat Al-Baqarah ayat 31-32.
ٓ
َ‫ل أَ ًۢبَُِىًِ بِأَ أس َوبٓ ِء‬ ََ ‫ضهُنأَ َعلَى أٱل َولَئِ َك َِة فَقَب‬ َ ‫َو َعلَّ ََن َءا َد ََم أٱۡلَ أس َوبٓ ََء ُكلَّهَب ثُ ََّن َع َر‬
َ َّ ِ‫ك ََلَ ِع أل ََن لٌَََبٓ إ‬
ٓ‫َل َهب َعلَّوأ تٌَََب‬ ََ ٌَ‫) قَبلُىاَ س أُب َح‬١٣( .‫يي‬ ََ ِ‫ص ِدق‬ َ َ‫َل َِء إِى ُكٌتُنأ‬ ٓ َ ‫هَٓ ُؤ‬

)١٣( َ‫ًت أٱل َعلِي َُن أٱل َح ِكي ُن‬


ََ َ‫ك أ‬
ََ ًَِّ‫إ‬
Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian
Dia perlihatkan kepada para Malaikat, seraya berfirman: "Sebutkan kepada-Ku
nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!”(31). Mereka menjawab: "Maha
Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami; Sungguh Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana"
(32). (Q.S. Al-Baqarah:31-32)
Bukan hanya hubungan antara guru dan siswa, proses pembelajaranpun
telah tertulis dalam ayat suci Al-Qur’an, yang menyatakan bahwa Allah S.W.T
2

telah memerintahkan manusia untuk belajar. Dan sesungguhnya Allah-lah yang


memberikan ilmu pengetahuan lagi Maha Mengetahui.
Kegiatan pembelajaran menghasilkan prestasi belajar. Namun, salah satu
faktor yang menentukan prestasi belajar bukan hanya pembelajaran, karena
prestasi merupakan hasil kerja yang keadaannya sangat kompleks (Arikunto,
2009, hlm. 4). Subtansi dari pembelajaran adalah proses-proses dalam
pembelajaran.
Kegiatan belajar sains dalam suatu pembelajaran, sering kali dianggap
rumit ataupun sulit oleh siswa. Salah satunya ialah pelajaran kimia karena sering
dipandang oleh siswa jika mempelajari kimia berarti mempelajari sesuatu yang
abstrak, tidak kasat mata. Siswa cenderung mengembangkan konsepsinya sendiri
karena pembelajaran yang dialami belum mampu menghubungkan antara konsep
dengan kejadian nyata dalam kehidupan sehari-hari (Laliyo, 2011). Hal ini
merupakan faktor dominan yang menyebabkan munculnya konsepsi siswa.
Konsep abstrak merupakan konsep yang sulit dipahami dalam pelajaran sains
karena untuk memahami konsep abstrak dibutuhkan daya kognisi yang baik
supaya mampu berpikir tinggi. Pengertian kognisi yaitu
Istilah yang mengacu pada proses mental yang terlibat dalam
memperoleh pengetahuan dan pemahaman termasuk berpikir, mengetahui,
mengingat, menilai dan memecahkan masalah. Ini adalah tingkat yang
lebih tinggi dari fungsi otak serta mencakup bahasa, imajinasi, persepsi
dan perencanaan. Secara umum, terminologi “kognisi” mengacu pada
semua aktivitas mental yang terlibat dalam menerima informasi,
memahami, menyimpan, membuka dan menggunakan. (Kuswana, 2011,
hlm. 80).

Selain kognisi, alasan lain yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa
pada pelajaran kimia yaitu siswa kurang mampu mengkaitkan tiga level
representasi dalam fenomena kimia. Johnstone et al. (1991) dalam Jansoon, Coll,
dan Somsook (2009), menunjukkan bahwa karakteristik ilmu kimia diperlihatkan
oleh representasi kimia yang terdiri dari tiga level yaitu level makroskopik,
submikroskopik dan simbolik. Level makroskopik adalah level konkret yang
merupakan representasi dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam laboratorium yang dapat diamati dengan panca indera. Level
3

submikroskopik adalah level abstrak, yang dikarakterisasi oleh konsep, teori dan
prinsip pada tingkat molekuler. Level simbolik adalah representasi yang
menggunakan persamaan kimia, persamaan matematika, grafik, mekanisme
reaksi, analogi atau pemodelan.
Pembelajaran kimia akan mudah dipahami jika dapat merepresentasikan
ketiga level representasi baik dari segi fenomena nyata, abstrak, maupun simbol-
simbol yang dapat menjelaskan konsep kimia. Sehingga dengan begitu siswa
memiliki konsep atau penjelasan materi kimia tepat secara keilmuan. Namun, jika
pembelajaran kimia hanya mengutamakan salah satu level representasi dari ketiga
level representasi kimia, membuat pemahaman siswa dalam konsep kimia tidak
dapat diterima secara keilmuan dan tidak dapat dipublikasikan dalam literatur
ilmiah. Sehingga konsep kimia yang dimiliki siswa hanya berdasarkan
pengalaman pribadi siswa.
Saat ini banyak dijumpai proses pembelajaran kimia hanya terfokus pada
penyelesaian soal yang hanya melibatkan representasi level makroskopik dan
simbolik, tidak dihubungkan dengan penjelasan yang bersifat abstrak yaitu
representasi level submikroskopik.
Representasi yang mencerminkan pemahaman siswa dan menggambarkan
kesulitan siswa dalam memahami suatu konsep disebut model mental (Park,
2006). Konsep kimia yang dimiliki siswa bergantung pada representasi kimia
sehingga berkontribusi dalam perkembangan model mental siswa (Halim, Ali,
Yahaya, dan Said, 2013). Model mental muncul melalui pengalaman siswa pada
saat melakukan proses pembelajaran.
Model mental mewakili ide-ide dalam pikiran individu yang mereka
gunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena (Jansoon, Coll, dan
Somsook, 2009). Oleh karena itu, keutuhan model mental dalam mempelajari
kimia salah satunya dapat dilihat dari kemampuan siswa ketika menjelaskan suatu
fenomena kimia dalam tiga level representasi yaitu level makroskopik,
submikroskopik dan level simbolik.
Beberapa penelitian mengenai model mental, diantaranya Identifikasi
Model Mental siswa SMA kelas X pada materi Hukum Newton tentang Gerak
4

(Rahayu, 2015); Analisis Mental Model Siswa Kelas XI pada materi


Kesetimbangan berdasarkan Representasi Makroskopik, Submikroskopik, dan
Simbolik (Anugrah, 2015); Model mental juga diteliti menggunakan instrumen tes
diagnostik (Susanti, 2014) Instrumen diagnostik model mental dibuat dalam
bentuk pertanyaan terbuka pada materi larutan penyangga; Analisis Profil Model
Mental Siswa SMA pada materi Laju Reaksi (Handayanti, 2015). Peneliti lain
(Sunyono, 2015) melaporkan bahwa model mental siswa masih rendah pada
submikrokpik karena siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami atau
menafsirkan level submikroskopik.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, dapat dijelaskan bahwa model mental
siswa terkait materi kimia mempengaruhi pemahaman konsep siswa yang dilihat
dari tiga level representasi yaitu makroskopik, submikroskopik dan simbolik.Hal
ini dapat dibuktikan oleh Herawati (2011) mengenai pembelajaran kimia berbasis
multiple representasi ditinjau dari kemampuan awal terhadap prestasi belajar laju
reaksi. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa prestasi belajar pada
pembelajaran multiple representasi lebih tinggi daripada pembelajaran
konvensional.
Pemahaman siswa yang berlandasan dari model mental siswa dalam
pembelajaran sebelumnya sangat penting dimiliki oleh siswa berbasis multiple
representasi karena jika terjadi kesalahan konsep maka akan menimbulkan
miskonsepsi terhadap materi tersebut. Salah satu materi yang terdapat dalam
pelajaran kimia yaitu larutan elektrolit dan non elektrolit.
Materi larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan pengalaman
peneliti pada saat PPKT, terlihat bahwa adanya interkoneksi antara tiga level
representasi kimia. Level makroskopik menggambarkan fenomena nyata terlihat
dari fenomena yaitu ada tidaknya arus listrik yang dihasilkan. Ada tidaknya arus
listrik dapat terlihat dari fenomena berupa nyala lampu pada suatu rangkaian
listrik tertentu. Siswa dapat menentukan larutan tersebut termasuk elektrolit atau
non elektrolit dari fenomena tersebut. Tetapi siswa kesulitan menjelaskan alasan
terjadinya fenomena tersebut dari konsep ikatan kimia. Pemahaman siswa
mengenai konsep ikatan kimia seharusnya sudah menjadi bekal dasar dalam
5

mempelajari larutan elektrolit dan non elektrolit karena telah dipelajari pada sub-
materi kimia sebelumnya. Ikatan kimia termasuk kedalam representasi
submikroskopik karena dapat dipelajari segi keabstrakannya yaitu dari segi ikatan
ion maupun ikatan kovalen yang membuat adanya nyala lampu maupun
gelembung dalam suatu larutan elektrolit. Keabstrakannya tersebut dapat pula
direpresentasikan dengan simbol-simbol (representasi simbolik) seperti struktur
lewis dari ikatan ion maupun ikatan kovalen dan persamaan reaksi kimianya.
Pemahaman siswa mengenai konsep materi kimia sebelumnya merupakan
bekal sebagai modal mental mereka dalam memahami materi larutan elektrolit
dan non elektrolit. Hal itulah yang membuat model mental siswa dari berbagai
level representasi sangat menarik untuk dikaji. Disamping itu, Studi Pendahulu
yang dilakukan oleh Wilandari (2016) menyatakan dalam penelitiannya bahwa
siswa kesulitan dalam mempelajari materi larutan elektrolit dan non elektrolit
terletak pada level submikroskopik, dimana siswa belum memahami proses yang
terjadi ketika larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik. Kemampuan
inilah yang mempengaruhi pembentukan model mental siswa.
Selain itu, penelitian model mental belum populer dikalangan mahasiswa
Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melalukan penelitian
dengan judul “Identifikasi Model Mental berdasarkan Tiga Level
Representasi pada materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi masalah dari
penelitian ini ialah :
1. Pelajaran kimia dipandang sulit oleh siswa jika mempelajari kimia berarti
mempelajari sesuatu yang abstrak, tidak kasat mata.
2. Pada umumnya karakteristik konsep yang ada dalam pelajaran kimia berupa
konsep abstrak. Konsep abstrak merupakan konsep yang sulit dipahami dalam
pelajaran sains karena untuk memahami konsep abstrak dibutuhkan daya
6

kognisi yang baik supaya mampu berpikir tinggi. Hal ini merupakan faktor
dominan yang menyebabkan munculnya konsepsi siswa.
3. Siswa kesulitan dalam mempelajari materi larutan elektrolit dan non elektrolit
terletak pada level submikroskopik, dimana siswa belum memahami proses
yang terjadi ketika larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik.
4. Siswa mengalami kesulitan dalam merepresentasikan ketiga level kimia pada
materi larutan elektrolit dan non elektrolit.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka
pembatasan masalah pada penelitian ini yaitu :
1. Mengidentifikasi model mental siswa kelas X SMAN 87 Jakarta berdasarkan
indikator pencapaian.
2. Spesifik materi kimia yang digunakan pada penelitian yaitu materi larutan
elektrolit dan non elektrolit.
3. Kategori model mental yang digunakan dalam mengidentifikasi yaitu
Scientific Model (SM), Phenomenon Model (PM), Character Symbol Model
(CSM), dan Inference Model (IM).
4. Model mental yang diteliti berdasarkan tiga level representasi kimia, yaitu
makroskopik, submikroskopik, dan simbolik.

D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana identifikasi
model mental berdasarkan tiga level representasi pada materi larutan elektrolit dan
non elektrolit?”

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi model mental pada
materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
7

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1) Manfaat Teoritis
Dapat mengetahui kategori model mental siswa, sehingga dapat
meningkatkan kapasitas mengingat materi sebelumnya yang telah dipelajari
dan dapat dijadikan pembelajaran serta rujukan dalam melakukan penelitian
lebih lanjut.
2) Manfaat Praktis
Dapat dijadikan pembelajaran untuk memperbaiki strategi guru dalam
melakukan pengajaran menjadi lebih baik lagi pada materi larutan elektrolit
dan non elektrolit dengan memperhatikan tiga level representasi kimia.
BAB II
LANDASAN TEORETIK
A. Kajian Teori
1. Representasi Kimia
Strategi pendidikan dalam pendidikan kimia harus mengarah kepada
pengetahuan yang utuh, sehingga pemahaman mengenai materi kimia dapat
diwakilkan dengan tiga tingkat yang mencakup tingkat makroskopik,
submikroskopik dan simbolik dari konsep kimia. Ketiga tingkat tersebut disebut
dengan representasi kimia. Tiga level representasi kimia berkontribusi terhadap
pemahaman siswa. Representasi menghubungkan realita dengan teori. Oleh
sebab itu, sangat penting digunakan dalam menjelaskan suatu konsep kimia.
(Chittleborough, Treagust, dan Mocerino, 2002).
Konsep kimia yang disajikan guru dengan tiga level representasi
merupakan aspek penting yang harus diperhatikan guru dalam proses
pembelajaran kimia. Pembelajaran kimia umumnya dibatasi pada level
makroskopik dan simbolik (Indrayani, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh
Lin (2016), menyatakan bahwa siswa memiliki masalah terhadap
pemahamannya dalam menjelaskan level representasi yang berbeda-beda.
Padahal, ditekankan pada pemahaman yang melibatkan kemampuan untuk
merepresentasikan ketiga level representasi kimia (Halim, et al., 2013).
Siswa yang memahami hubungan antara ketiga level representasi ini,
akan menunjukkan pemahaman konseptual yang lebih baik daripada siswa yang
tidak memiliki pengetahuan kimia pada ketiga level representasi. Untuk
mencapai pemahaman yang lebih baik pada konsep kimia, siswa harus memiliki
kemampuan menerjemahkan satu representasi ke representasi lainnya dan
mengkoordinasikan penggunaannya dalam mewakili pengetahuan ilmiah.
(Treagust, Chitteborough, dan Mamiala, 2013).

8
9

Makroskopik

Simbolik Submikroskopik
Gambar 2.1.Tiga Level Representasi Kimia
`
Representasi makroskopik kimia diwakili oleh aktivitas
eksperimental. Pengamatan yang dilakukan ditingkat makroskopik dapat
dijelaskan oleh tingkat submikroskopik (tingkat abstrak) dan simbolik.
Representasi submikroskopik dan simbolik dibutuhkan untuk menjelaskan
fenomena makroskopik (Langitasari, 2016). Kompleksitas pembelajaran kimia
pada tingkat makroskopik dapat dijelaskan pada tingkat atom dan molekul serta
tingkat simbolik (Devatak, Urbancic, Grm, Krenel, dan Glazar, 2004). Tingkat
simbolik kimia, yakni visualisasi simbol dari unsur, rumus kimia, persamaan
kimia, malaritas, dan representasi grafik (Johnstone, 2000).
Konsepan dari suatu pemahaman yang utuh akan terbentuk ketika siswa
mampu menghubungkan ketiga representasi tersebut (Handayanti, 2015).
Representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik saling melengkapi
satu sama lain untuk menjelaskan fenomena kimia (Langitasari, 2016). Pada
umumnya, tingkat yang paling sulit dialami siswa untuk memahami suatu
konsep dalam materi kimia yaitu pada tingkat submikroskopik. Hal ini
disebabkan karena submikroskopik sangat kecil, namun dapat direpresentasikan
dengan simbolik (Treagust, et al., 2013). Submikroskopik tersebut menjelaskan
keabstrakan dari kimia. Hal ini sejalan dengan Indrayani (2013) menyatakan
bahwa siswa kesulitan dalam memahami konsep yang bersifat abstrak. Butuh
daya imajinasi dan penalaran yang tinggi untuk memvisualisasikan konsepan
tersebut.
a. Pengertian Representasi Kimia
Representasi kimia adalah macam-macam rumus, struktur, dan
simbolik dalam ilmu kimia yang diciptakan dan terus diperbaharui untuk
10

merefleksikan suatu rekonstruksi teori dan eksperimen kimia. Representasi


kimia terdiri dari tiga level representasi (multiple representasi). Tiga level
representasi merupakan bentuk representasi yang didalamnya terdapat teks,
gambar, atau grafik yang berguna untuk menjelaskan konsep kimia
(Herawati, 2013).
Tiga level representasi adalah representasi yang menyajikan
kembali konsep-konsep yang telah dipelajari melalui beragam cara.
Representasi ini timbul karena kebutuhan siswa untuk mengeksplorasi
yang melibatkan sejumlah besar informasi yang bersifat abstrak. Tiga level
representasi sangat penting karena melibatkan interkoneksi fenomena-
fenomena alam. (Sunyono, 2015, hlm 6, 8, dan 14).
Jadi, representasi kimia adalah salah satu bentuk penalaran ilmiah
yang harus dimiliki oleh siswa sehingga tidak hanya menggambarkan
wujud nyata saja, tetapi dapat pula merepresentasikan pikirannya dari
sesuatu yang bersifat abstrak seperti pergerakan partikel-pertikel dan juga
dapat merepresentasikan dalam bentuk simbol atau gambaran persamaan
reaksi kimia, dan sebagainya.
b. Jenis-jenis Representasi Kimia
1) Makroskopik
Representasi makroskopik merupakan fenomena yang dapat
diamati (Treagust, et al., 2013). Pada level ini siswa mengamati
fenomena yang terjadi, baik melalui percobaan yang dilakukan atau
fenomena yang terjadi pada kehidupan sehari-hari (Chittleborough, et
al., 2002). Tingkat makroskopik bersifat nyata. Tingkat makroskopik
yaitu sesuatu yang dapat diamati, dapat disentuh, dan dapat dibau
(Johnstone, 2000). Seiring perkembangan zaman, pengkatagorian
makroskopik, dijelaskan lebih detail oleh Adrian (2015) yang tergolong
kategori makrokopik yaitu fasa zat, terjadinya perubahan warna, sifat
larutan, timbulnya bau, pembentukan gas dan terbentuknya endapan
dalam reaksi kimia.
11

2) Submikroskopik
Representasi submikroskopik merupakan level representasi
ketika siswa menggunakan pengetahuan dari pengalaman belajarnya
untuk memahami konsep kimia yang bersifat parttikulat.
Submikroskopik setingkat partikulat yang dapat digunakan untuk
menjelaskan pergerakkan elektron, molekul, partikel, atau atom
(Johnstone, 2000).
3) Simbolik
Representasi simbolik digunakan untuk merepresentasikan
fenomena makroskopik dengan menggunakan persamaan kimia,
persamaan matematika, grafik, mekanisme reaksi dan analogi-analogi
(Johnstone, 1991) dalam (Jansoon, 2009). Menurut Johnstone (2000),
simbol, formula, dan molaritas juga termasuk kategori representasi
simbol. Representasi simbolik pula lebih diperinci oleh Adrian (2015),
yaitu ikatan kimia, ikatan antar molekul, simbol perumusan, angka dan
satuan hasil pengukuran, konstanta, relasi matematika, struktur kristal,
bilangan oksidasi, struktur ruang suatu molekul, konfigurasi elektron,
kimia organik, dot, reaksi kimia, reaksi ion, simbol fasa, energi (entalpi,
entropi, energi bebas gibbs), tanda panah, dan kepolaran.
Tabel 2.1. Penggunaan Representasi Makroskopik, Submikroskopik,
dan Simbolik (Johnstone, 2000)
Macro Submicro Symbols
1. what can be 1. atoms 1. symbols
seen 2. molecules 2. formulae
2. what can be 3. ions 3. equations
touched 4. structures 4. molarity
3. what can be 5. mathematical
smelt manipulation
6. graphs

Tabel 2.1 diatas merupakan tabel penggunaan representasi kimia menurut


Johnstone (2000), level representasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu makroskopik,
submikroskopik, dan simbolik.
12

2. Model Mental
Istilah model mental bukan hanya digunakan oleh peneliti psikologi
kognitif, tetapi juga dipakai pada peneliti pendidikan terutama pada bidang
Sains. Model mental memiliki peran yang utama dalam pengembangan
konseptual dan penalaran dalam sains. Model mental berhubungan dengan
kemampuan berpikir atau daya ingat seseorang. Model mental merupakan suatu
representasi yang tersimpan dalam memori kerja. (Sunyono, 2015, hlm. 27).
Model mental harus dibangun supaya teori ilmiah dapat dipahami
(Greca dan Moreira, 2001). Menurut Anugrah (2015), model mental dibangun
dari persepsi, imajinasi dan pemahaman pada saat belajar. Model mental dapat
digambarkan sebagai model konseptual, representasi mental, suatu konstruksi
yang tidak dapat diamati. Model mental mengandung informasi yang minimal,
tidak stabil, dan digunakan untuk pengambilan keputusan dalam keadaan
tertentu. Model mental dibangun dari pengetahuan terhadap pengalaman
sebelumnya, persepsi, dan strategi problem solving. Setiap orang menggunakan
model mentalnya untuk melakukan upaya pemecahan masalah melalui proses
menalar, memprediksi fenomena, dan menjelaskan fenomena yang
direpresentasikan baik melalui tingkat makroskopik, submikroskopik, maupun
simbolik. Apabila siswa dapat menggunakan model mental untuk
menghubungkan ketiga level representasi kimia, maka siswa dapat memahami
konsep kimia secara terintegrasi dan akan tersimpan dalam memori jangka
panjang (Sunyono, 2015, hlm. 28-29)
Tahap awal dalam pemecahan masalah adalah memahami masalah.
Dalam memahami masalah, harus menggunakan model mentalnya dalam
mereprentasikan suatu masalah (Bodner dan Domin, 2000). Model mental akan
berpengaruh terhadap penguasaan konsep siswa. Penguasaan konsep siswa
dengan model mental saling terkait satu sama lain (Fauziyah, 2015). Memahami
dan menganalisis model mental siswa dapat memberikan informasi untuk
pemahaman yang lebih baik mengenai proses kognitif siswa terkait materi sains
(Park, 2006). Kesulitan pemahaman terhadap fenomena kompleks selama
13

pembelajaran, dapat menyebabkan sulitnya peserta didik dalam membangun


model mentalnya (Sunyono, 2015, hlm. 33)
a. Pengertian Model Mental
Model Mental adalah asumsi atau generalisasi yang mempengaruhi
bagaimana kita bertindak (Senge, 2006). Model mental mencerminkan
hasil pemikiran individu yang dibangun untuk menjelaskan suatu fenomena
sains. Model mental merupakan representasi internal yang dinamis untuk
menjelaskan situasi. Model mental dapat tersimpan dalam memori jangka
panjang (Anugrah, 2015).
Model mental merupakan penggambaran suatu fenomena yang
mewakili ide didalam pemikiran seseorang yang berperan untuk membuat
prediksi, memecahkan suatu masalah, menguji ide baru, dan menjadikan
siswa memiliki pengetahuan jangka panjang (Khodriah, 2015)
Model mental siswa merupakan ide-ide yang mewakili gambaran
konstruksi pemahaman dan visulaisasi imajinatif dalam pikiran siswa yang
digunakan untuk menjelaskan fenomena (Laliyo, 2011)
Jadi, dapat dikatakan bahwa model mental adalah suatu proses
pemahaman yang dimiliki seseorang terkait logika berpikir mereka untuk
mengkonstruk pengetahuannya mewakili pengalaman baik terhadap
fenomena yang nyata maupun abstrak.
b. Kategori Model Mental
Model mental dibagi menjadi 4 kategori yaitu:
1. SM (Scientific Model)
Scientific Model adalah teori ilmiah pada suatu konsep kimia. Pada
konsep asam basa yang diteliti oleh Lin dan Chiu (2007) salah satu
model ilmiahnya yaitu asam adalah zat yang menghasilkan ion
hidrogen didalam larutan. Ion hidrogen disimbolkan dengan (H+).
Dalam penelitian tersebut, mengkaji teori asam basa. Salah satunya
yaitu Model Arrhenius. Model Arrhenius sebagai Model Ilmiah SMP
di Taiwan. Asam dan basa dengan menggunakan Arrhenius bertujuan
14

untuk menggambarkan, menafsirkan, dan memprediksi larutan asam


dan basa.
Penjelasan siswa terhadap fenomena yang terjadi dengan
menggambarkan, menginterprestasi, dan memprediksi berdasarkan
fakta, hukum, prinsip, atau sesuai dengan kaidah keilmuan tertentu.
2. PM (Phenomenon Model)
Phenomenon Model adalah kategori model mental berdasarkan
pemahaman terhadap level makroskopik. Lin dan Chiu (2007) dalam
penelitiannya dalam mengidentifikasi model mental siswa pada materi
asam basa menyatakan bahwa karakter Phenomena Model muncul
ketika siswa mengungkapkan zat asam sebagai bagian yang dapat
diamati oleh panca indera, sehingga dikarakterisasi oleh level
makroskopik. Siswa menggunakan beberapa karakteristik
makroskopik seperti beracun dan korosif sebagai kriteria untuk
menentukan keasaman atau kebasaan suatu larutan.
Karakteristik phenomenon model lebih menekankan karakter
makroskopik pada bahaya keasaman terutama pada asam sulfat dan
asam klorida. Siswa menganggap asam sulfat dan asam klorida
memiliki sifat yang sama. Dalam hal ini, model mental tidak bisa
memberikan penjelasan lanjutan untuk keasaman dan juga
menyebabkan interpretasi dan prediksi yang tidak tepat.
3. CSM (Character Symbol Model)
Character Symbol Model adalah Pemahaman yang baik ditinjau
dari level simbolik. Siswa merepresentasikan konsep dengan
menggunakan karakter dan simbol-simbol. Dalam penelitian Lin dan
Chiu (2007), siswa menggunakan zat yang menggunakan bahan kimia
untuk merepresentasikan kata-kata tertentu, simbol atau nama-nama
fungsional sebagai kriteria. Siswa menggunakan kata-kata atau nama-
nama kelompok fungsional tertentu untuk menentukan keasaman atau
kebasaan suatu larutan. Siswa mempertimbangkan kuantitas H atau
15

OH di rumus kimia sebagai kriteria untuk menentukan keasaman atau


kebasaan dan kekuatan larutan.

4. IM (Inference Model)
Inference model adalah ketidakakuratan siswa terhadap konsep
ilmiah fragmentaris. Dalam penelitian Lin dan Chiu (2007)
menyatakan bahwa kategori model mental Inference model merupakan
karakter model mental siswa yang tidak akurat terkait beberapa konsep
ilmiah fragmentaris.
Model mental inferensi merupakan model mental alternatif yang
dimiliki siswa. Kategori model mental ini memberikan penjelasan atau
generalisasi dari beberapa konsep ilmiah yang terpisah pisah tetapi
membentuk kesimpulan yang tidak tepat. perbedaan inferensi
menyebabkan menimbulkan kesalahpahaman, berdasarkan topik
tertentu.

Tabel 2.2. Kategori Model Mental terhadap Representasi Kimia


Representasi Kimia
Kategori Model Mental Level Level Level
Makroskopik Submikroskopik Simbolik
SM (Scientific Model ) v v v
PM (Phenomenon Model) v
CSM (Character Symbol v
Model)
IM (Inference Model) v v v
( membentuk kesimpulan tidak tepat)
16

c. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Model Mental


Faktor-faktor yang mempengaruhi model mental (Lien dan Cui, 2007)
yaitu:
1. Penjelasan guru
Penjelasan guru merupakan salahsatu faktor yang mempengaruhi model
mental siswa. Asal usul konsep siswa berasal dari instruksi guru selama
pembelajaran berlangsung. Strategi pengajaran guru yang kurang tepat
dan konsepsi alternatif yang dimiliki guru dapat menghasilkan konsep
alternatif siswa.

2. Bahasa dan kata-kata


Kimia sangat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari jika bahasa dalam
pembelajaran kimia dikemas dan disajikan dengan baik sehingga siswa
dalam mengikuti pembelajaran dapat memahami konsep kimia secara
tepat. Oleh sebab itu bahasa dan kata-kata mempengaruhi kemampuan
siswa dalam memahami suatu konsep sehingga akan berpengaruh
terhadap model mental siswa. Pelajaran kimia akan membingungkan
siswa jika tidak memiliki bahasa dan kata-kata yang sesuai dengan
konsep yang seharusnya. Bahasa yang digunakan dalam pelajaran kimia
dengan bahasa sehari-hari berbeda. Oleh sebab itu, pengajaran di
Sekolah dapat membantu siswa menyadari bahwa bukan hanya simbol
kimia yang harus dipahami siswa, tetapi hubungan antara representasi
simbol kimia dengan proses reaksi kimia dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pengalaman kehidupan sehari-hari


Pengalaman kehidupan sehari-hari adalah asal usul semua sumber
konsep. Saat siswa mengalami konteks sehari-hari, maka konsep
tersebut melekat kuat secara berulang-ulang.Oleh karena itu, konsep
alternatif datang dari pengalaman sehari-hari yang sulit dibasmi dengan
instruksi formal atau pengajaran disekolah.
17

4. Lingkungan Sosial
Faktor yang mempengaruhi model mental siswa salahsatunya yaitu
lingkungan sosial baik dalam percakapan sehari-hari, mengobrol
dengan teman, orang tua, dan yang lainnya. Siswa memperoleh
pengetahuan kapan dan dimana saja dengan beragam media merupakan
jalan yang mungkin dalam memperoleh informasi. Siswa menggunakan
waktu yang lebih lama dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial
mereka daripada waktu belajar Sains di kelas yang terbatas sehingga
konsep alternatif mempengaruhi mereka lebih besar daripada instruksi
formal.

5. Hubungan sebab dan intuisi


Saat menjelaskan fenomena alam, siswa membuat kesimpulan sebab
akibat. Misalnya, Closset (1983) dalam Lin dan Chiu (2007)
menunjukkan bahwa siswa biasanya menggunakan suquential-inference
untuk menafsirkan arus listrik dalam sebuah penelitian tentang panas
dan suhu. De Posda (1997) dalam Lin dan Chiu (2007) menunjukkan
bahwa beberapa penjelasan siswa dalam ujian sains menggunakan
kognisi yang kurang baik sehingga kurang mengedepankan penilaian
rasional dan masuk akal. Dalam menganalisa variabel masalah, Taber
dan Watts (1996) dalam Lin dan Chiu (2007) menyebutkan siswa
biasanya menggunakan pernyataan intuisi seperti "inilah caranya"
untuk menggambarkan fenomena fisik.
B. Konsep Kimia
1. Materi Larutan Elektrolit dan non Elektrolit
Larutan adalah campuran yang terdiri dari pelarut dan terlarut yang
bersifat homogen. Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan
larutan dalam air atau aqueous (Petrucci, 1987, hlm. 55). Dalam suatu larutan,
komponen-komponen zat terurai menjadi molekul molekul atau ion-ion yang
menghasilkan fasa homogen (Widyatmoko, 2009).
Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat dibedakan menjadi
larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Larutan elektrolit adalah suatu zat
18

ketika dimasukkan kedalam air akan menghantarkan arus listrik, sedangkan


larutan non elektrolit adalah zat yang tidak menghantarkan arus listrik ketika
dilarutkan dalam air. Hantaran listrik melalui larutan dapat ditunjukkan dengan
alat penguji elektrolit yang dapat menyalakan lampu pada larutan elektrolit
tersebut (Chang, 2004, hlm. 90). Hal ini dapat dijelaskan dengan teori
Arrhenius yakni larutan hantaran listrik melalui elektrolit dengan teori ionisasi.
Menurut Arrhenius, larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik karena
mengandung ion-ion yang dapat bergerak bebas. Ion-ion itulah yang dapat
menghantar arus listrik melalui larutan (Brady, 2010, hlm. 191). Beberapa
contoh zat-zat yang dapat terurai menjadi ion-ionnya sehingga dapat dikatakan
sebagai larutan elektrolit yaitu NaCl, HCl,NaOH, dan CH3COOH. Adapun zat-
zat yang non elektrolit dalam larutannya tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi
tetap berupa molekul. Contohnya yaitu alkohol dan gula. Apabila dilarutkan
dalam air, molekul molekulnya hanya bercampur dengan molekul air
membentuk larutan yang homogen, tetapi larutannya tidak mengandung ion-ion
karena zat terlarutnya tidak bereaksi dengan air (Brady, 2010, hlm. 194).
Larutan elektrolit terjadi pada senyawa ion dan senyawa kovalen polar.
Senyawa ionik merupakan senyawa yang terjadi antara logom dan non logam.
Terdapat ikatan antara logam dengan non logam. Logam cenderung
membentuk membentuk ion positif, sedangkan non logam cenderung
membentuk ion negatif. Ikatan tarik menarik antara ion positif dan ion negatif
disebut dengan ikatan ion (Syukri, 1999, hlm. 183). Contoh ion positif yaitu
atom Natrium (Na) yang kehilangan satu elektronnya menjadi Na + sedangkan
contoh ion negatif yaitu Cl-, atom yang kelebihan satu elektronnya.
Rumus senyawa ion NaCl sama dengan rumus empirisnya yaitu
perbandingan antara kation dan anionnya adalah 1:1 sehingga senyawa tersebut
bermuatan listrik netral dalam bentuk padatan. Setiap ion Na bersama-sama
diikat oleh enam ion Cl, sehingga jumlah muatan pada kation dan anion adalah
nol (Chang, 2004, hlm. 43). Hal ini menyebabkan ion-ion tersebut tidak dapat
bergerak bebas, sehingga tidak bermuatan listrik. Jika, natrium klorida
dilelehkan maka terdapat daya hantar listrik. Begitupun jika natrium klorida
19

dilarutkan kedalam air, maka senyawa ionik tersebut akan terurai menjadi Na +
dan Cl- pada saat larut dalam air. Ion Na + akan tertarik ke elektroda negatif dan
ion Cl- akan menuju ke elektroda positif. Pergerakan ini akan menghasilkan
arus listrik yang setara dengan aliran elektron sepanjang kabel logam. Oleh
karena itu, larutan NaCl merupakan larutan elektrolit yang dapat
menghantarkan arus listrik (Chang, 2004, hlm. 90). Berikut persamaan reaksi
ionisasi larutan NaCl,
NaCl(aq)  Na+ (aq) + Cl- (aq)
Persamaan reaksi diatas menyatakan bahwa semua natrium klorida
didalam air akan terurai menjadi ion Na + dan ion Cl- . Selain senyawa ion,
sebagian senyawa kovalen merupakan senyawa yang jika dilarutkan dalam air
maka akan teroinasi sehingga larutan tersebut dapat menghantarkan listrik.
Contohnya yaitu HCl. Apabila gas HCl dilarutkan dalam air, maka akan terjadi
reaksi sebagai berikut:
HCl (g) + H2O  H3O+ (aq) + Cl- (aq)
Reaksi terjadi karena adanya perpindahan proton atau ion hidrogen (H+)
dari molekul HCl ke molekul air menghasilkan ion hidronium (H3O+) dan ion
Klorida (Cl-). Jadi, walaupun hidrogen klorida murni berlaku molekul yang
kelistrikannya netral, jika dilarutkan dalam air akan terjadi reksi kimia dan
menghasilkan ion, sehingga disebut sebagai larutan elektrolit. (Brady, 2010,
hlm. 192-193).
C. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1) Penelitian yang dilakukan oleh Wilandari (2016) dengan judul Analisis Model
Mental Siswa di SMAN 4 Pandeglang pada Materi Larutan Elektrolit dan non
Elektrolit menunjukkan bahwa siswa di SMAN 4 Pandeglang membangun
model mental berdasarkan pemahaman dan pengalaman siswa yang dibantu
dengan analogi yang dibuatnya dan dipengaruhi oleh karakteristik dan
lingkungan sekitar siswa. Metode yang digunakan yaitu etnografi dalam
penelitian kualitatif yang terfokus pada budaya sekitar.
20

2) Anugrah (2015) melakukan penelitian dengan judul Analisis Model Mental


Siswa pada Materi Kesetimbangan Kimia berdasarkan Representasi
Makroskopik, Submikroskopik, dan Simbolik. Penelitian ini menggunakan
teknik Intervew about Events (IAE) yaitu pendekatan dengan menggunakan
pertanyaan terbuka, analisis gambar dengan deskripsi dan wawancara. Hasil
penelitiannya yaitu siswa mampu merepresentasikan model mental pada
tingkat representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik sesuai dengan
indikator pencapaian.
3) Penelitian model mental telah dilakukan oleh Rahayu (2015) dengan judul
Identifikasi Model Mental siswa SMA kelas X pada materi Hukum Newton
tentang Gerak. Metode yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Hasil
penelitian menyatakan bahwa model mental siswa cenderung menggunakan
konsepnya sendiri mengenai hukum newton.
4) Susanti (2014) melakukan penelitian yang berjudul Penggunaan Tes
Diagnostik dengan Metode Predict-Observe-Explain (POE) untuk Menggali
Model Mental Siswa SMA beserta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
pada Materi Larutan Penyangga. Metode yang digunakan yaitu deskriptif
kualitatif dengan instrumen penelitian tes diagnostik bentuk pertanyaan
terbuka, wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitiannya
yaitu profil model mental siswa SMA pada materi larutan penyangga dengan
menggunakan metode predict-observe-explain (POE) menunjukkan
keragaman. Penyajian materi pada buku pegangan siswa terlalu ringkas dan
lebih mengutamakan level simbolik sehingga penjelasan materi yang
mempertautkan ketiga level representasi kimia masih kurang. Hal tersebut
berdampak pada masih ditemukannya profil model mental siswa yang
mengutamakan level simbolik, sederhana dan tidak utuh.
5) Handayanti (2015) melalukan penelitian Tesisnya yang berjudul Analisis Profil
Model Mental Siswa SMA pada materi Laju Reaksi. Metode yang digunakan
yaitu deskriptif dengan menggunakan instrumen tes diagnostik pedoman
wawancara dan studi dokumentasi. Hasil Penelitiannya adalah pemahaman
21

siswa pada level submikroskopik masih rendah dibandingkan pada level


lainnya.

D. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori, penelitian ini berjudul identifikasi model mental
berdasarkan tiga level representasi siswa kelas X pada materi larutan elektrolit dan
non elektrolit, memiliki beberapa variabel-variabel yang saling berhubungan. Hal
tersebut dapat dilihat berdasarkan bagan kerangka berpikir berikut ini.

Larutan elektrolit dan non elektrolit

Model Mental
jenis model mental
Terdapat 3 level
representasi
1. Scientific Model
1.Makroskopik
2. Phenomenon Model
2. Submikroskopik
3. Character Symbol Model
3. Simbolik
4. Inference Model
(kesimpulan tidak tepat)

Identifikasi Model Mental berdasarkan Tiga Level Representasi pada Materi


Larutan elektrolit dan non elektrolit
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir

Model mental terdiri dari beberapa kategori yaitu Scientific Model,


Phenomenon Model, Character Symbol Model, dan Inference Model. Scientific
Model yaitu model mental yang memiliki sifat ilmiah, sehingga dapat
dihubungkan dari segi fenomena nyata atau makroskopik, abstrak atau
submikroskopik, maupun representasi simbol atau simbolik yang dapat diterima
secara keilmuan. Sedangkan Phenomenon Model adalah model mental yang hanya
dilihat dari kemampuan siswa dalam memahami fenomena nyata saja atau
22

makroskopik. Character Symbol Model adalah model mental yang dilihat dari
kemampuan siswa dalam merepresentasikan simbol-simbol kimia.
Materi yang digunakan dalam mengidentifikasi model mental dalam
penelitian ini yaitu materi elektrolit dan non elektrolit. Larutan elektrolit dan non
elektrolit merupakan salah satu materi kimia yang berguna dalam kehidupan
sehari-hari. Pada materi tersebut banyak menggunakan konsep-konsep yang
saling berhubungan baik dari segi makroskopik, submikroskopik maupun
simbolik. Oleh karena itu, pengidentifikasian model mental yang dimiliki siswa
terhadap ketiga level representasi atau multiple representasi sangat dibutuhkan.
Siswa harus mengkonstruksi model mental terhadap daya pikir siswa dengan
merepresentasikan tiga level yaitu makroskopik, submikroskopik dan simbolik.
Untuk melihat seberapa jauh pemahaman konsep siswa terhadap materi
larutan elektrolit dan non elektrolit maka perlu diadakannya identifikasi model
mental siswa tersebut setelah guru melakukan proses pembelajaran dikelas terkait
materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Siswa mampu mengungkapkan
kembali dengan nalar dan imajinasi yang dimiliki siswa dari pengalaman siswa
selama proses pembelajaran. Model mental tersebut dapat dilihat dari tiga
tingkatan level represesentasi untuk mewakalikan sebuah pembelajaran kimia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Semester Genap tahun ajaran 2016/2017.


Tepatnya yaitu pada tanggal 3 April–12 Mei tahun 2017. Penelitian dilakukan di
SMAN 87 Jakarta yang beralamat di Jalan Mawar II, Rempoa, Jakarta.

B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
dekriptif kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan
keadaan-keadaan pada situasi tertentu (Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, dan
Uriarte, 2006, hlm. 73). Metode deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan suatu kondisi apa adanya tanpa adanya rekayasa atau manipulasi
suatu keadaan (Hamdi dan Bahrudin, 2014). Dikatakan penelitian kuantitatif
karena suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa
angka sebagai alat untuk menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin
diketahui (Sujarweni, 2014, hlm. 39).
Hasil penelitian berupa angka persentase rata-rata untuk mengukur taraf
kemampuan siswa dalam memahami level representasi, kemudian peneliti akan
mendeskripsikan identifikasi model mental siswa berdasarkan level representasi
makroskopik, submikroskopik, dan simbolik di SMAN 87 Jakarta pada materi
larutan elektrolit dan non elektrolit pada siswa kelas X. Identifikasi model mental
tersebut akan dideskripsikan berdasarkan kategori model mental Scientific Model,
Phenomenon model, Character Symbol Model, dan Inference Model. Instrumen
yang digunakan yaitu tes uraian dengan instrumen pendukung studi dokumentasi.

23
24

C. Desain Penelitian

Analisis Kompetensi Dasar Kajian Pustaka Mengenai


Materi Larutan elektrolit dan Model Mental
non elektrolit --

Melakukan Studi Penyusunan Instrumen Tes


Dokumentasi Uraian
Tidak
valid
Revisi
Validitas
Instrumen
Uji Coba Valid

Tidak Pengambilan Data


Valid
valid Tes Uraian
Revisi

Mengolah data

Analisis Data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian


25

D. Populasi dan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008, hlm. 215).
Sedangkan sampel adalah sebagian kecil yang dijadikan wakil dalam penelitian
(Winarsunu, 2010, hlm. 11).
1. Populasi
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 87
Jakarta, sedangkan populasi terjangkaunya adalah seluruh yang akan diteliti
dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas X SMA 87 Jakarta yang
terdaftar pada semester genap pada tahun ajaran 2016/2017.
2. Sampel
Sampel yang diambil yaitu siswa kelas X MIA 1 semester genap tahun
ajaran 2016/2017 di SMAN 87 Jakarta. Sampel diambil dari populasi
terjangkau secara random sampling. Random sampling merupakan teknik
pengambilan sampel secara acak, siapa saja punya kesempatan yang sama
untuk dipilih sebagai sampel (Winarsunu, 2010, hlm. 16). Cara pengambilan
sampel ini yaitu dengan melalui undian gulungan-guulangan kertas antara
ketiga kelas yaitu X MIA 1, X MIA 2, dan X MIA 3. Sampel yang
digunakan yaitu seluruh siswa kelas X MIA 1 yaitu sebanyak 36 siswa.
Namun karena siswa yang hadir hanya 23 siswa, jadi sampel penelitian yang
digunakan sebanyak 23.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu:
1) Tes Uraian
Tes adalah alat yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur
sesuatu dengan cara, dan aturan yang sudah ditentukan (Arikunto, 2009, hlm.
53). Tes uraian adalah tes yang menuntut peserta didik untuk mengingat,
memahami, dan mengorganisasikan pengetahuan yang sudah dipelajari
kemudian menyatakan jawabannya menurut kata-kata (kalimat) sendiri
(Kunandar, 2015, hlm. 209). Jawaban tersebut dapat berbentuk mengingat
26

kembali, menyusun, mengorganisasikan atau memadukan pengetahuan yang


telah dipelajarinya dalam rangkaian kalimat atau kata-kata yang tersusun
secara baik.
Secara umum, perencanaan tes uraian mencangkup :
1. Merumuskan tujuan tes, untuk apa tes itu dilakukan.
2. Mengkaji/menganalisis: pokok konsep kimia.
3. Membuat kisi-kisi.
4. Penulisan soal disertai pembuatan kunci jawaban dan pedoman penskoran.
5. Penelaahan kembali rumusan soal (oleh sendiri atau orang lain).
Tes Uraian berguna untuk menunjukkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa (Ormrod, 2008, hlm. 295). Oleh karena itu, peneliti menggunakan
tes uraian sebagai instrumen penelitiannya. Selain itu, tes uraian memiliki
kelebihan diantaranya (Kunandar, 2013, hlm. 213):
1. Mengukur aspek kognitif yang lebih tinggi.
2. Mengembangkan kemampuan berbahasa peserta didik.
3. Melatih kemampuan berpikir yang teratur peserta didik.
4. Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah.
5. Penyusunan soal tidak membutuhkan waktu yang lama.
6. Menghindari sifat terkaan dalam soal.
7. Menggali kemampuan berpikir kritis peserta didik.
8. Mampu memberikan gambaran yang tepat pada bagian-bagian yang belum
dikuasai peserta didik.
2) Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan komponen pendukung dalam
pengumpulan data penelitian ini. Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang
sudah berlalu dapat berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental.
(Sugiyono, 2008, hlm. 240). Studi dokumentasi pada penelitian ini yaitu
dengan memvideokan kegiatan pembelajaran pada materi larutan elektrolit
dan non elektrolit. Cara yang dilakukan peneliti yaitu peneliti mengamati
pembelajaran kimia yang berlangsung di kelas X MIA I, kemudian
memvideokan kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama sampai
27

pertemuan terakhir pada materi daya hantar listrik pada larutan elektrolit dan
non elektrolit. Hasil video tersebut akan di transkrip dalam bentuk tulisan.
Alat bantu yang digunakan yaitu kamera untuk merekam berlangsungnya
aktivitas pembelajaran yang terjadi di kelas pada pelajaran kimia dengan
bahasan materi larutan elektrolit dan non elektrolit dimulai dari awal
pertemuan elektrolit hingga akhir pertemuan elektrolit.
Tujuan dilakukannya dokumentasi sebagai penunjang penelitian dalam
mengamati materi-materi yang disampaikan guru yang dapat mempengaruhi
model mental siswa. Kelebihan dari adanya studi dokumentasi yaitu dapat
mengamati kejadian atau keadaan kelas pada saat pembelajaran berlangsung.
Proses mengamati sampel dari perilaku seorang siswa dan mengambil
keputusan tentang mengetahuan siswa tersebut disebut dengan asesmen.
Asesmen melibatkan pengamatan terhadap perilaku siswa, sebuah sampel
perilaku, dan melibatkan pengambilan kesimpulan berdasarkan perilaku yang
diamati (Omrord, 2008, hlm. 267).

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat untuk mengukur variabel penelitian
yang diamati (Sugiyono, 2008, hlm. 102). Dalam hal ini, peneliti menggunakan
instrumen penelitian tes uraian untuk mengidentifikasi model mental siswa dan
instrumen penunjang yaitu lembar transkrip data studi dokumentasi. Berikut
dibawah ini contoh analisis indikator butir soal tes uraian.
Tabel 3.1. Analisis Indikator Butir Soal
Indikator Pencapaian Indikator Soal Soal Representasi
Kompetensi Kimia
- Menjelaskan Sifat- - Siswa diberi soal untuk 1 Makroskopik-
sifat larutan dapat menganalisis sifat (a,b,c) submikroskop
elektrolit dan non sifat larutan elektrolit dan ik dan
elektrolit dengan tiga non elektrolit melalui hasil simbolik.
level representasi data percobaan dengan
kimia (C2) menerangkan atau
merepresentasikan dalam
bentuk absrak
( C2).
28

- Siswa diberi soal untuk


dapat menjelaskan ciri-ciri
terjadinya reaksi kimia pada 2
NaCl yang berfasa (a,b,c) Makroskopik-
padat,lelehan, dan larutan submikroskop
serta dapat merepresentasi ik dan
imajanasi gambar simbolik.
molekul/ion masing masing
fasa (C2).
- Siswa diberi soal untuk
dapat menjelaskan sifat
elektrolit dan non elektrolit
serta merepresentasikannya
dalam struktur dan
persamaan reaksi (C2) 3
(a,b,c)
Makroskopik-
submikroskop
ik dan
simbolik.

- Menyebutkan contoh - Siswa diberi soal untuk 4 Makroskopik.


larutan elekrolit dan dapat menyebutkan contoh (a)
non elektrolit (C1) larutan elektrolit dan non
elektrolit (C1)
- Menghubungkan - Siswa merepre- 4 (c) Simbolik
sifat senyawa ion sentasikannya dalam bentuk
dan kovalen dalam persamaan reaksi (C2)
larutan elektrolit dan - Siswa diberi soal untuk
non elektrolit untuk menghubungkan sifat daya 4(b), Submikroskop
mengidentifikasi hantar listrik dengan 6(a,b, ik
sifat-sifat larutan senyawa ion dan dapat c). Makroskopik-
elektrolit dan non merepresentasikan submikroskop
elektrolit (C5). simboliknya (C5). ik dan
simbolik.

- Siswa mampu - Siswa diberi soal untuk 5 (a,b) Makroskopik.


merancang alat dapat menjelaskan langkah-
percobaan elektrolit langkah percobaan daya
dan non elektrolit hantar listrik (C2).
(C6). - Siswa diberi soal untuk
merepresentasikan dalam 5 (c) Simbolik.
bentuk gambar rangkaian
alat uji elektrolit dan non
elektrolit (C6).
29

G. Validitas Instrumen
Validitas merupakan hubungan sejauh mana suatu alat mampu mengukur
apa yang seharusnya dapat diukur oleh alat tersebut (Uno, 2010, hlm. 103). Hasil
penelitian yang valid bisa terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan
data yang sebenarnya terjadi pada objek yang diteliti (Sugiyono, 2008, hlm. 121).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini untuk mengukur kevalidan soal model
mental, dilakukan uji validitas konstruksi dengan dua dosen ahli. Uji validitas
konstruksi yaitu menguji kevalidan instrumen dengan meminta pendapat para ahli
mengenai aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandasan teori tertentu
(Sugiyono, 2008, hlm. 125). Berikut tabel contoh soal yang akan divalidasi.
Tabel 3.2. Bentuk Soal yang akan divalidasi
Kompetensi Indikator Soal
Dasar Pencapaian Level Representasi
Kompetensi
Siswa dapat Siswa 7. Ketika suatu senyawa
menghubungka diberi soal dilarutkan dalam air,
n sifat senyawa untuk terjadi proses pelarutan
ion dan menghubun seperti pada gambar di
kovalen dalam gkan sifat bawah ini.
larutan daya hantar
elektrolit dan listrik
non elektrolit dengan
untuk senyawa
menidentifikasi ion dan
sifat-sifat dapat
larutan merepresen a. Berdasarkan gambar Makro- What can be
elektrolit dan tasikan tersebut, bagaimana skopik seen
non elektrolit simbolikny sifat daya hantar (Fenomena
(C5) a (C5) listriknya ? fasa zat)

b. Jenis senyawa Sub-mikro- Molecules


apakah zat tersebut ? skopik, and symbols
bagaimana prinsip Simbolik (Senyawa ,
ikatan pada senyawa ikatan kimia
tersebut ?

c. Bagaimana Simbolik Symbols


representasimu terhadap (Simbol
tanda + dan – dalam perumusan)
gambar tesebut ?
30

Setelah melakukan validasi instrumen kepada dosen ahli, kemudian


dilakukan uji coba instrumen kepada siswa. Hal ini dimaksud untuk mengukur
kualitas butir soal. Cara yang dilakukan untuk menganalisis uji coba instrumen
tersebut dengan menghitung koefisien korelasi produk momen pearson antara
setiap skor soal dengan skor total yang dimiliki oleh orang yang sama. Kemudian
membandingkan nilai koefisien validitas soal dengan nilai koefisien korelasi
pearson atau tabel pearson (r tabel) pada taraf signifikasi α=0,05 dan n=
banyaknya data yang sesuai. Menganalisis validitas soal tersebut dilakukan
dengan menggunakan aplikasi anates dan microsoft excel.
Kriteria :
Instrumen valid, jika rhitung ≥ rtabel
Instrumen tidak valid, jika r hitung ≤ rtabel
Penentuan kategori validitas mengacu pada pengklasifikasian yang dikemukakan
oleh (Arikunto, 2009, hlm. 75).
Tabel 3.3. Kategori Koefisien Validitas
Besarnya Koefisien Keterangan
Antara 0,80 sampai 1,00 Sangat tinggi
Antara 0,60 sampai 0,80 Tinggi
Antara 0,40 sampai 0,60 Cukup
Antara 0,20 sampai 0,40 Rendah
Antara 0,00 sampai 0,20 Sangat rendah

Rumus Korelasi Product Moment (Arikunto, 2009, hlm. 77):


rxy = n ∑xy - ∑ x ∑y
√(n ∑ x2 – (∑x)2)(n∑ y2 – (∑y)2

Dengan,
Rxy adalah koefisien korelasi
x adalah skor item
y adalah skor total
Berdasarkan analisis validitas butir soal (lampiran 9) yang telah dilakukan,
dari 12 soal uraian dengan skor total idealnya 66, yang masuk kriteria valid ada 9
soal dengan kategori sedang sampai sangat tinggi. Dikatakan valid karena r hitung
31

lebih besar dari r tabel dengan taraf signifikasi 0,05. Pada soal nomor satu r
hitungnya yaitu 0,547 kriteria soal valid dengam kategori sedang. Hal ini
disebabkan karena r hitung lebih besar dari r tabel. Nilai r tabel yaitu 0,413. Pada
soal nomor dua r hitungnya yaitu 0,606 kriteria soal valid dengam kategori tinggi.
Soal nomor hitung 0,547 kriteria soal valid dengam kategori tinggi. Nilai r hitung
soal nomor 3 sampai 12 secara berturut yaitu 0,759; 0,895; 0,859; 0,835; 0,406;
0,616; 0,135; 0,613; 0,249; 0,655; dan validasi skor total adalah 1.
Pada soal nomer 7 soal tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r tabel
yaitu 0,406 sedangkan r tabelnya yaitu 0,413. Selain soal nomer 7, soal
selanjutnya yang tidak valid yaitu soal nomor 9 dan 11 dengan nilai validitas
berturut turut 0,135 dan 0,249.
G. Reliabilitas
Reabilitas berhubungan dengan tingkat kepercayaan. Hasil suatu
pengukuran yang dapat dipercaya (Sudaryono, 2012, hlm. 155). Reliabilitas
merupakan tingkat ketetapan suatu instrumen yang dapat dipercaya dalam
mengukur apa yang harus diukur (Arikunto, 2009, hlm. 86). Terdapat dua cara
dapat melakukan perhitungan reliabelitas yaitu dengan teknik belah dua (Ganjil-
Genap) dan teknik non belah dua. Menganalisis reliabilitas soal tersebut dilakukan
dengan menggunakan aplikasi anates dan microsoft excel.
Rumus yang digunakan menggunakan Spearman-Brown (Arikunto, 2009, hlm.
93), yaitu :
r11 = 2 r ½ ½
1 + r ½½
r11 = reliabilitas seluruh tes
r ½ ½ = reliabilitas tes setengah
Tabel 3.4. Kategori Koefisien Reliabilitas
Besarnya Koefisien Keterangan
Antara 0,80 sampai 1,00 Sangat tinggi
Antara 0,60 sampai 0,80 Tinggi
Antara 0,40 sampai 0,60 Cukup
Antara 0,20 sampai 0,40 Rendah
Antara 0,00 sampai 0,20 Sangat rendah
32

Berdasarkan analisis reabilitas (lampiran 7), reabilitas dengan teknik belah


dua pada belahan ganjil r = 0,8955 dan pada belahan genap r = 0,9449. Sedangkan
r tabel nya yaitu 0,413. Oleh karena itu reliabilitasnya berkategori sangat tinggi.
Uji reliabilitas pada teknik belah dua reliabel dengan kategori sangat
tinggi. Namun, untuk lebih memastikannya maka peneliti menganalisis pula
dengan uji reliabilitas tes uraian non belah dua.
Berdasarkan analisis reliabelitas butir soal teknik non belah dua (lampiran
7) yang telah dilakukan, di dapatkan hasil koefisien reliabilitas adalah 0,9. Hal ini
menunjukkan bahwa kategori reliabilitas sangat tinggi. Dengan total varian Xi
adalah 45,949 dan varian Total adalah 211,8. Maka didapatkan hasil reabilitas 0,9
.
H. Daya Beda
Daya beda adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang
memiliki tingkat kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki tingkat
kemampuan rendah (Arikunto, 2009, hal.211). Jika didalam penelitian ditemukan
adanya suatu perbedaan antara dua sampel, maka terdapat dua kemungkinan yaitu
perbedaan yang signifikan dan perbedaan yang tidak signifikan (Winarsunu, 2010,
hlm. 81). Tujuan adanya analisis daya beda dalam uji coba soal yaitu untuk
mengetahui validitas item. Sebelum menghitung daya beda soal, ada pembagian
kelompok antara skor kelompok tinggi dengan skor kelompok rendah (Sugiyono,
2008, hlm 127).
Tabel 3.5. Skor Kelompok Tinggi dan Rendah
Skor – skor Skor – skor
kelompok Tinggi kelompok Rendah
36 6
40 6
42 6
43 8
46 9
48 11
x = 42,50 X = 7,67
s1 = 18,3 S1 = 4,27
s12 = 335 S22 = 18,2
33

Adapun rumus untuk menguji daya beda menurut (Sugiyono, 2008, hlm. 128),
yaitu

Keterangan :
t = harga t hitung
x1 = rata rata skor kelompok tinggi
x2 = rata rata skor kelompok rendah
n1 = banyaknya skor pada kelompok tingi
n2 = banyaknya skor pada kelompok rendah
Sgab = varian gabungan
S1 = varian kelompok tinggi
S = varian kelompok rendah

s gab = 13,29


t = 4,56

Berdasarkan analisa daya beda tersebut maka t hitung adalah 4,56. T tabel dengan
dk 10 adalah 1,812. Maka dapat disimpulkan bahwa t hitung > t tabel , oleh
karena itu data dapat dikatakan valid.
Analisis soal tidak hanya didapat dari analisis validitas, reabilitas, dan
daya beda. Namun, soal juga dapat dianalisis dari tingkat kesukarannya.
I. Indeks Kesukaran
Tingkat kesukaran soal bertujuan untuk membedakan soal kategori mudah,
sedang, dan sukar. Tingkat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan
34

yang disebut indeks kesukaran. Untuk menafsirkan tingkat kesukaran tersebut,


dapat digunakan kategori tingkat kesukaran (Arikunto, 2009, hlm. 210) sebagai
berikut:
Tabel 3.6. Kategori Tingkat Kesukaran
Besarnya Koefisien Keterangan
P 0,1 sampai 0,3 Sukar
P 0,3 sampai 0,7 Sedang
P 0,7 sampai 1,0 Mudah

Soal yang bagus adalah soal yang memiliki taraf kesukaran sedang, tidak
sukar dan tidak pula mudah. Besarnya indeks kesukaran antara 0 sampai 1
(Arikunto, 2009, hlm. 207).

p=
Keterangan :
p = Tingkat kesukaran
∑ =Jumlah peserta didik yang menjawab benar
= Jumlah peserta didik
Analisis tingkat kesukaran pada uji coba soal uraian dalam penelitian ini,
yaitu jumlah peserta didik yang menjawab benar adalah peserta didik yang
memiliki skor maksimal tiap butir soal dibagi dengan jumlah siswa. Berikut
analisis tingkat kesukarannya :
Tabel 3.7. Indeks Kesukaran Uji Coba Instrumen
Nomor Indeks Kategori
butir soal kesukaran
1 0,43 Sedang
2 0,65 Sedang
3 0,30 Sedang
4 0,35 Sedang
5 0,26 Sukar
6 0,13 Sukar
7 0,04 Sukar
8 0,04 Sukar
9 0,13 Sukar
10 0,04 Sukar
11 0,04 Sukar
12 0,52 Sedang
35

Berdasarkan instrumen yang diujicobakan sebanyak 12 soal kepada siswa


kelas XI MIA 3, soal uraian elektrolit dan non elektrolit untuk mengindentifikasi
model mental siswa berdasarkan tiga level representasi. Setiap soal, terdapat tiga
soal anak berdasarkan representasi kimia baik makroskopik, submikroskopik,
maupun simbolik. Hasil uji coba atau validasi siswa dikatakan valid sebanyak
sembilan soal dari duabelas soal. Soal nomor tujuh, sembilan, sepuluh tingkat
kevalidannya rendah. Namun, tingkat reliabilitasnya pada semua butir soal tinggi.
Jika dilihat dari analisis daya beda pada instrumen yang berbentuk uraian tersebut,
t hitungnya 4,56 lebih besar dari t tabel 1,81 dengan dk 10, maka item soal
dikatakan valid. Selain itu, analisis butir soal juga dilakukan untuk melihat tingkat
kesukaran. Butir soal nomor satu, dua, tiga, empat dan duabelas kategori
kesukarannya sedang. Sedangkan nomor lima, enam, tujuh, delapan, sembilan,
dan sepuluh kategori kesukarannya sukar.

J. Teknik Analisis Data


Data yang didapat dari hasil penelitian yaitu data tes uraian elektrolit dan
data penunjang yaitu studi dokumentasi. Data hasil penelitian diolah kemudian
dianalisis untuk mendeskripsikan identifikasi model mental siswa pada materi
larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan representasi makroskopik,
submikroskopik, dan simbolik. Pengolahan data-data tersebut dapat dirincikan
sebagai berikut:
1) Pengolahan data tes uraian
Data yang diperoleh berupa skor tes uraian untuk level representasi
makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Data tersebut kemudian diolah
dengan cara:
a. Memberi skor dari setiap jawaban siswa pada tes uraian berdasarkan
jawaban atau rubrik yang telah dibuat.
b. Menghitung skor total dari hasil tes uraian masing-masing siswa.
c. Mengkategorikan tiap butir soal kedalam level representasi.
36

d. Menentukan nilai persentase representasi makroskopik, submikroskopik,


dan simbolik tiap masing-masing butir soal. Nilai persentase dapat
dihitung melalui rumus (Arikunto, 2009, hlm. 236):
NP= Skor yang diperoleh x 100%
Skor maksimal
NP= Nilai Persentase
Persentase menunjukkan besarnya nilai pemahaman pada level
representasi yang telah ditentukan pada materi tertentu terhadap tes yang
diberikan.
e. Menghitung nilai rata-rata untuk masing-masing level representasi baik
level makroskopik, submikroskopik, maupun simbolik. Kemudian nilai
tersebut dipersentasekan. Persentase menunjukkan besarnya kemampuan
rata-rata siswa terhadap level representasi.
Tabel 3.8. Skala Kategori Kemampuan Level Representasi
Nilai Skala
80-100 Sangat baik
66-79 Baik
56-65 Cukup
41-55 Kurang
0-40 Sangat kurang
(Arikunto, 2009, hlm. 245)
f. Setelah itu, klasifikasikan nomor soal berdasarkan indikator pencapaian.
Contoh:
Indikator nomor satu, mencakup soal nomor satu, dua, dan tiga.
g. Tiap indikator pencapaian dikategorikan berdasarkan jenis-jenis model
mental yaitu scientific model, phenomenon model, dan character symbol
model. Berikut klasifikasi model mental berdasarkan level representasi.
scientific model= level makroskopik, sumbikroskopik, dan simbolik.
phenomenon model= level makroskopik
character symbol model= level simbolik
h. Menghitung persentase tiap level representasi pada masing-masing
indikator.
Contoh:
37

Pada indikator pertama, level makroskopik sebesar 89%, level


submikroskopik sebesar 69%, dan level simbolik sebesar 87%.
i. Kemudian, tiap indikator dikategorikan berdasarkan jenis-jenis model
mental yaitu scientific model, phenomenon model, dan character symbol
model. Berikut klasifikasi model mental berdasarkan level representasi,
scientific model= level makroskopik, sumbikroskopik, dan simbolik.
phenomenon model= level makroskopik
character symbol model= level simbolik
j. Kemudian mempersentasekan kategori model mental tiap indikator
scientific model= (89%+69%+87%)/3 = 82%
phenomenon model= 89%
character symbol model= 87%
untuk kategori model mental yang keempat adalah inference model. Cara
menghitung persentase inference model adalah hasil dari 100% dikurang
dengan persentase tiap level representasi. Hasil pengurangan tiga level
representasi tersebut dirata-ratakan.
Contoh:
Inference model pada indikator pertama,
makroskopik =100%-89% = 11%
submikroskopik = 100%-69% = 31%
simbolik = 100%-87% = 13%
Jadi, Inference model = 11%+31%+13% = 18%
3
2) Pengolahan data studi dokumentasi
Pengolahan data studi dokumentasi dilakukan dengan transkrip data hasil
rekam jejak pembelajaran dikelas pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit
berlangsung. Hasil transkrip menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan (kata baku). Lembar data hasil studi dokumentasi digunakan untuk
mengetahui materi yang disampaikan guru sebagai bahan pendukung dalam
menganalisis hasil penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data tes uraian yang
didukung oleh data hasil transkrip video selama pembelajaran materi elektrolit
dan non elektrolit untuk mengidentifikasi model mental siswa berdasarkan tiga
level represensentasi kimia. Soal uraian tersebut berjumlah enam soal setelah
divalidasi dan terdapat revisi dari jumlah awal yaitu 12 soal. Walaupun jumlah
soalnya mengalami pengurangan tetapi tidak mengurangi indikator yang akan
diukur. Indikator pembelajaran tersebut diturunkan menjadi enam soal yang
masing-masing sudah dirancang untuk melihat level representasi kimia siswa.
Soal tersebut memuat kategori level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik.
Adapun gambaran pemahaman siswa pada materi larutan elektrolit dan
non elektrolit untuk mengidentifikasi model mental siswa ditinjau dari level
makroskopik, submikroskopik dan simbolik ini dibatasi pada indikator pencapaian
kompetensi. Indikator tersebut diantaranya: (1) menjelaskan sifat-sifat larutan
elektrolit dan non elektrolit dengan tiga level representasi kimia (2) menyebutkan
contoh larutan elekrolit dan non elektrolit (3)menghubungkan sifat senyawa ion
dan kovalen dalam larutan elektrolit dan non elektrolit untuk mengidentifikasi
sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit (4) merancang alat percobaan
elektrolit dan non elektrolit.
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel
untuk mengetahui persentase makroskopik, submikroskopik, dan simbolik
sehingga dapat diinterprestasikan model mental siswa pada materi larutan
elektrolit dan non elektrolit. Selain itu, data penunjang penelitian yaitu studi
dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti yakni mengamati berlangsungnya
pembelajaran kimia pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit yang
direkam/divideokan atau didokumentasikan menggunakan kamera. Video tersebut
kemudian ditranskrip. Hal ini bertujuan untuk mengamati materi-materi yang
disampaikan oleh guru.

38
39

1. Hasil Tes Uraian berdasarkan Level Representasi Kimia


Tes uraian mencakup tiga poin dalam tiap butir soal yaitu poin a, poin b,
dan poin c. Setiap butir soal mewakili ketiga level representasi kimia. Namun,
tidak semua butir soal mencakup ketiga level representasi kimia. Ketiga level
tersebut yaitu makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Hal itu
disesuaikan berdasarkan indikator soal. Berikut persentase tingkatan
pemahaman siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit tiap
indikator butir soal untuk masing-masing level representasi kimia.
Tabel 4.1. Persentase Representasi Kimia tiap Indikator Butir Soal
Representasi Indikator butir soal Soal Persentase Persentase
kimia Pencapaian rata-rata
Menjelaskan sifat daya 1 (a) 93%
hantar listrik larutan
(ditinjau dari ciri-ciri
reaksi kimia).
Menjelaskan ciri-ciri 2 (a) 100%
terjadinya reaksi kimia
pada NaCl padat,
Makroskopik lelehan, dan larutan. 67%
Menjelaskan sifat daya 3 (a) 75%
hantar listrik larutan
non elektrolit (larutan
CCl4).
Memprediksikan 4 (a) 77%
larutan elektrolit dan
non elektrolit.
Menjelaskan langkah- 5 (a) 41%
langkah percobaan 5 (b) 45%
daya hantar listrik
larutan.
Menghubungkan sifat 6 (a) 39%
daya hantar listrik
dengan senyawa ion
berdasarkan gambar.
Menjelaskan 1 (c) 79%
pemahaman sifat daya
hantar listrik yang
dituangkan melalui
40

Representasi Indikator butir soal Soal Persentase Persentase


kimia Pencapaian rata-rata
gambar.
Sub- Merepresentasikan 2 (b) 52% 52%
mikroskopik imajinasi gambar
molekul/ion.
Menjelaskan sifat daya 3 (a) 75%
hantar listrik larutan
non elektrolit (larutan
CCl4).
Memprediksikan 4 (b) 50%
larutan elektrolit dan
non elektrolit
(dihubungkan dengan
pergerakan ionnya).
Merepresentasikan 6 (b) 2%
ikatan kimia dari
senyawa ion.
Menuliskan persamaan 1 (b) 84%
reaksi.
Membuat konfigurasi 2 (c) 95%
elektron dan
menyebutkan jenis
senyawa pada NaCl. 65%
Simbolik Menuliskan struktur 3 (b) 77%
lewis dan persamaan 3 (c) 91%
reaksi pada larutan non
elektrolit.
Menuliskan persamaan 4 (c) 32%
reaksi larutan elektrolit
dan non elektrolit.
Menggambar rangkaian 5 (c) 30%
alat uji elektrolit.
Merepresentasikan 6 (c) 43%
simbol dari senyawa
ion.

Tabel diatas merupakan persentase representasi kimia (makroskopik,


submikroskopik, dan simbolik) tiap indikator butir soal. Setiap nomor mewakili
level representasi kimia. Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dikatakan bahwa
41

persentase pemahaman rata-rata siswa SMA kelas X MIA 1 di SMA Negeri 87


Jakarta pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit tiap indikator butir soal
untuk masing-masing level representasi kimia yang memiliki persentase rendah
adalah level submikroskopik sebesar 52%, sedangkan level simbolik sebesar 65%,
dan level makroskopik sebesar 67%. Tabel diatas dapat direpresentasikan dengan
menggunakan gambar sebagai berikut :

Level Representasi rata-rata


80%
67% 65%
70%

60%

50% 52%

40%
Level Representasi
30%

20%

10%

0%
Makroskopik Simbolik Submikroskopik
Gambar 4.1.Grafik Persentase rata-rata Level Representasi
Berdasarkan grafik diatas, maka dapat dikatakan bahwa diantara level
makroskopik, submikroskopik, dan simbolik, pemahaman yang dimiliki siswa
rata-rata tinggi pada level makroskopik yaitu sebesar 67% sedangkan level
representasi yang terendah yaitu submikroskopik sebesar 52%.
a. Persentase Level Makroskopik
Setiap butir soal terdiri dari tiga poin yaitu poin a, poin b, dan poinc. Cara
memperoleh persentase level makroskopik yaitu skor seluruh siswa pada poin a
tiap butir soal dibagi dengan skor maksimal dikali 100%. Berikut salah satu soal
yang menandakan level makroskopik, yaitu :
42

a. Soal Level Makroskopik

b. Jawaban Level Makroskopik


Gambar 4.2. Contoh Soal dan Jawaban Representasi Makroskopik
Gambar 4.2. merupakan contoh soal dan jawaban pada Level
Makroskopik yang terdapat pada nomor lima. Pada soal nomor lima, level
makroskopik terdapat pada poin a yaitu menyebutkan alat dan bahan yang
dibutuhkan dalam percobaan elektrolit dan non elektrolit. Sedangkan pada
poin b menyebutkan langkah-langkah percobaan daya hantar listrik.
Menyebutkan alat dan bahan serta menjelaskan langkah langkah percobaan
masuk kedalam kategori makroskopik. Berikut dibawah ini merupakan gambar
grafik level makroskopik.

Makroskopik
120%
100%
93%
100%
75% 77%
80%

60%
43% 39% Makroskopik
40%

20%

0%
soal 1 soal 2 soal 3 soal 4 soal 5 soal 6

Gambar 4.3. Grafik pada Level Makroskopik Tiap Butir Soal


43

Berdasarkan grafik diatas, persentase tertinggi yaitu pada soal nomor dua
yakni 100% dan persentase paling rendah yaitu 39% yang terdapat pada soal
nomor enam (Soal dan jawaban siswa dapat dilihat pada lampiran 12 dan 13).
Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa persentase pada tingkat makroskopik
pada butir soal nomorsatupoin a sebesar 93%. Siswa dapat menjelaskan sifat
daya hantar listrik larutan. Pada soal nomor dua poin a, persentasesebesar 100%.
Hal ini terlihat bahwa semua siswa dapat mengenali tanda-tanda reaksi kimia
pada NaCl padat, lelehan, dan larutan. Pada soal nomor tiga poin a,
persentasesebesar 75%, sebagian besar siswa dapat menjelaskan sifat daya
hantar listrik CCl4. Pada soal nomor empat poin a, sebesar 77%, siswa dapat
memprediksikan larutan elektrolit dan non elektrolit. Pada soal nomor lima,
sebesar 43% karena siswa dapat menjelaskan langkah-langkah percobaan daya
hantar listrik namun banyak siswa menjelaskan secara tidak sistematisdan pada
soal nomor enamsebesar 39% karena hanya sebagian siswa dapat
menghubungkan sifat daya hantar listrik dengan senyawa ion berdasarkan
gambar.
b. Persentase Level Submikroskopik
Setiap butir soal terdiri dari tiga poin yaitu poin a, poin b, dan poin c. Cara
memperoleh persentase level submikroskopik yaitu skor seluruh siswa pada
poin yang tergolong submikroskopik masing-masing butir soal dibagi dengan
skor maksimal dikali 100%. Pada soal nomor lima, tidak memiliki level
submikroskopik karena soal tersebut memaparkan alat dan bahan yang
dibutuhkan dan juga langkah-langkah serta gambar percobaan daya hantar
listrik. Hal ini lebih mengacu kepada makroskopik dan simbolik bukan
submikroskopik. Berikut gambar 4.4. dibawah ini merupakan contoh soal dan
jawaban nomor satu poin c level submikroskopik.
44

a. Soal Level Submikroskopik


.

b. Jawaban Level Submikroskopik


Gambar 4.4. Contoh Soal dan Jawaban Representasi Submikroskopik
Contoh bentuk soal dan jawaban level submikroskopik terdapat pada
gambar 4.4 yaitu merepresentasikan pemahaman siswa mengenai sifat daya
hantar listrik yang dituangkan melalui gambar. Berdasarkan hasil jawaban,
siswa menjelaskan bahwa elektron mengalir dan menghasilkan arus listrik
sampai ke bohlam sehingga lampu dapat menyala, sedangkan pada larutan gula
tidak terdapat ciri-ciri reaksi kimia sehingga tidak dapat menghantarkan arus
listrik.Berikut dibawah ini merupakan gambar grafik persentase level
submikroskopik.
45

Submikroskopik
90%
79%
80% 75%
70%
60% 52% 50%
50%
40% Submikroskopik
30%
20%
10% 2%
0%
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 6

Gambar 4.5 Grafik pada Level Submikroskopik tiap Butir Soal


Berdasarkan grafik diatas, persentase tertinggi yaitu pada soal nomor
satu yaitu 79% dan persentase paling rendah yaitu pada soal nomor enam hanya
2%. Gambar grafik tersebut menyatakan bahwa persentase pada tingkat
submikroskopik butir soal nomor satu sebesar 79%, siswa dapat menjelaskan
pemahaman sifat daya hantar listrik yang dituangkan melalui gambar. Pada soal
nomor dua sebesar 52%, siswa dapat merepresentasikan gambar molekul/ion
yang mewakili pemahamannya. Pada soal nomor tiga sebesar 75%, siswa dapat
merepresentasikan sifat daya hantar listrik larutan CCl 4. Pada soal nomor empat
sebesar 50%, hal ini menunjukkan siswa dapat memprediksikan larutan
elektrolit dan non elektrolit (dihubungkan dengan pergerakkan ionnya)dan pada
soal nomor enam hanya sebesar 2% hal ini disebabkan karena siswa belum
dapat merepresentasikan ikatan kimia dalam senyawa ion.
c. Persentase Level Simbolik
Setiap butir soal terdiri dari tiga poin yaitu poin a, poin b, dan poin c.
Cara memperoleh persentase level simbolik yaitu skor seluruh siswa pada poin
yang tergolong simbolik masing-masing butir soal dibagi dengan skor maksimal
dikali 100%. Dibawah ini merupakan soal dan jawaban uraian nomor dua poin b
yang mewakili level simbolik.
46

a. Soal Level Simbolik

b. Jawaban Level Simbolik


Gambar 4.6. Contoh Soal dan Jawaban Representasi Simbolik
Gambar 4.6. menunjukkan contoh dan jawaban soal level simbolik. Siswa
digali model mentalnya dalam pemahaman terhadap pengetahuan sebelumnya
yang bersangkutpaut dengan materi larutan elektrolit dan non elektrolit yaitu
materi ikatan kimia. Siswa mejelaskan ikatan kimia yang terjadi pada senyawa
natrium klorida yaitu senyawa ion dan siswa mendeskripsikan konfigurasi
elektron natrium klorida kemudian membuat struktur lewis. Berikut dibawah ini
merupakan gambar grafik persentase level simbolik pada hasil penelitian dengan
instrumen tes uraian.
47

Simbolik
100% 95%
90% 84% 84%
80%
70%
60%
50% 43% Simbolik
40% 32% 30%
30%
20%
10%
0%
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5 Soal 6

Gambar 4.7. Grafik pada Level Simbolik Siswa tiap Butir Soal

Berdasarkan grafik diatas, persentase tertinggi yaitu pada soal nomor


dua yaitu 95% dan persentase paling rendah yaitu pada soal nomor lima yaitu
30%. Grafik tersebut dapat mendeskripsikan bahwa pada level simbolik
persentase pada butir soal nomor satusebesar 84%, siswa dapat menuliskan
persamaan reaksi. Pada soal nomor duasebesar 95%, siswa dapat membuat
konfigurasi elektron dan menyebutkan jenis senyawa pada NaCl. Pada soal
nomor tigalevel simbolik terdapat pada poin b dan c persentasesebesar 84%
karena siswa dapat menuliskan struktur lewis dan persamaan reaksi. Pada soal
nomor empatsebesar 32% karena hanya sebagian siswa dapat menuliskan
persamaan reaksi. Soal nomor limasebesar 30% karena hanya sebagian siswa
yang dapat menggambarkan alat uji elektrolit dengan tepat, dan soal nomor
enam yakni 43% karena hanya sebagian siswa yang dapat merepresentasikan
simbol dari senyawa ion.
2.Model Mental Siswa berdasarkan Tiga Level Representasi
Secara umum, tingkatan kategori model mental siswa untuk level
makroskopik, simbolik, dan submikroskopik disusun berdasarkan indikator
pembelajarannya. Dalam materi larutan elektrolit dan non elektrolit terdapat 4
48

indikator pembelajaran.(1)Indikator pembelajaran menjelaskan sifat-sifat larutan


elektrolit dan non elektrolit dengan tiga level representasi kimia terdapat pada
nomor soal satu sampai tiga; (2)Menyebutkan contoh larutan elekrolit dan non
elektrolit terdapat pada soal nomor empat poin a; (3)Menghubungkan sifat
senyawa ion dan kovalen dalam larutan elektrolit dan non elektrolit untuk
mengidentifikasi sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit terdapat pada
soal nomor empat poin b dan poin c serta nomor enam; (4)Merancang alat
percobaan elektrolit dan non elektrolit terdapat pada soal nomor lima. Berikut
gambar yang disajikan dalam bentuk grafik dibawah ini.
89%
90% 87%
82%
77%
80%

70% 63% 64%


SM (Scientific Model)
60%

50% PM (Phenomenon Model)


39%
40% 36%
43% CSM (Character-Symbol
30% 23% Model)
30%
18% 36% IM (Inference Model)
20%

10%

0%
Indikator Indikator Indikator Indikator
1 2 3 4

Gambar 4.8. Kategori Model Mental


Gambar 4.8. menunjukkan kategori model mental tiap indikator. Pada
indikator kesatu, model mental siswa materi elektrolit dan non elektrolit
sebesar 82% pada kategoriScientific Model, 89% pada kategoriPhenomenon
Model, 87% pada kategoriCharacter Symbol Model, dan 18% pada kategori
Inference Model. Pada indikator kedua, kategori model mental Phenomenon
Model yang sebesar 77% dan Inference Model hanya sebesar 23%. Pada
indikator ketigaScientific Modelsebesar 36%, Phenomenon Modelsebesar
39%, pada Character Symbol Modelsebesar 43%, dan Inference Model
49

sebesar 63%. Pada indikator keempatPhenomenon Model sebesar 36%,


Character Symbol Modelsebesar 30% dan Inference Model sebesar 64%.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, maka untuk mengidentifikasi model mental
siswa dapat dikategorikan menjadi beberapa kategori model mental yaitu SM
(Scientific Model), PM(Phenomenon Model), CSM (Character-Symbol Model),
IM (Inference Model)berdasarkan level representasi kimia. Model mental siswa
sangat bergantung kepada representasi berpikir siswa terhadap suatu materi.
Materi tersebut dikoneksikan dengan pemahaman pikiran siswa terhadap materi
sebelumnya. Sehingga pemahaman siswa didapat secara utuh. Hal ini sejalan
dengan Handayanti (2015) yang menyatakan bahwa pembelajaran kimia yang
memuat ketiga level representasi akan membuat pemahaman kimia menjadi utuh.
Sebelum pengidentifikasian model mental siswa, maka dibahas terlebih dahulu
pemahaman siswa ditinjau dari ketiga level representasi kimia yaitu makroskopik,
submikroskopik, dan simbolik. Berikut uraian penjelasannya.
1. Pemahaman Siswa SMA pada Materi Larutan Elektrolit dan non
Elektrolit Ditinjau dari Level Makroskopik,Submikroskopik, dan
Simbolik.
Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi modelmental siswa, hal
ini dapat dilakukan dengan cara mengetahui pemahaman siswa SMA yang
ditinjau dari tiga level representasi kimia. Hal ini sejalan dengan Langitasari
(2015) yang menyatakan bahwa pemahaman kimia membutuhkan kemampuan
berpikir tiga level representasi yaitu level makroskopik, submikroskopik, dan
simbolik. Level makroskopik fokus pada sesuatu yang dapat diamati oleh
panca indera. Pada level ini siswa mengamati fenomena kimia yang terjadi
pada kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada level submikroskopik adalah
level abstrak, tetapi menyediakan penjelasan dari fenomena secara
mikroskopik (partikulat). Level ini dikarakterisasi oleh prinsip dan konsep
yang digunakan dalam menjelaskan apa yang terjadi pada level makroskopik.
Level simbolik merepresentasikan fenomena kimia dengan simbol. Ketiga
50

level tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dan digunakan untuk
mengetahui suatu fenomena yang terjadi.
a. Pemahaman Siswa ditinjau dari Makroskopik
Menurut teori, makroskopik bersifat nyata. Fenomena yang diamati
dapat berupa timbulnya bau, terjadinya perubahan warna, pembentukan
gas dan terbentuknya endapandalam reaksi kimiaAdrian (2015).Selain itu,
Johnstone (2000) mengatakan level makroskopik yaitu sesuatu yang dapat
diamati oleh panca indera. Teori tersebut dapat dibuktikan melalui analisis
butir soal dalam penelitian ini yang terlampir (lampiran 1). Penelitian ini
menggunakan instrumen tes uraian yang terdapat level makroskopik.
Pada soal nomor satu, indikator pencapaiannya yaitu menjelaskan
sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit dengan tiga level
representasi kimia dengan persentase yang didapat sebesar 93%. Pada soal
nomor satu poin a, siswa diminta untuk menjelaskan alasan sifat daya
hantar listrik larutan berdasarkan ciri-ciri reaksi kimia. Larutan yang
digunakan yaitu larutan garam. Larutan berarti campuran antara dua zat
antara pelarut dan pelarut yang homogen. Pengertian larutan yaitu
campuran homogen yang komposisinya dapat berubah-ubah (Brady,
2010, hlm. 119). Larutan garam terdiri dari pelarut air dan zat terlarut
garam. Untuk menentukan suatu larutan mana yang termasuk pelarut dan
terlarut, sesuai dengan yang dikatakan Petrucci (1987, hlm.55) yaitu
komponen yang jumlahnya lebih sedikit dinamakan zat terlarut. Jika zat
terlarutnya gula, dengan pelarut air maka disebut dengan larutan gula.
Dalam larutan gula, siswa dapat menjelaskan tidak ada gelembung
gasmaka termasuk kedalam larutan non elektrolit. Ada tidaknya
gelembung gas termasuk kedalam level makroskopik karena terdapat ciri-
ciri reaksi kimia. Selain itu, adanya gelembung merupakan fenomena
nyata yang terlihat oleh panca indera. Senada dengan penelitian yang
dilakukan oleh Susanti (2014) yang menyatakan bahwa makroskopik dapat
diamati dengan panca indera. Selain itu, Handayanti (2015) juga
51

menyatakan level representasi makroskopik fokus pada sesuatu yang dapat


dilihat.
Rata-rata siswa menjawab soal dengan tepat yaitu dapat
menjelaskan adanya gelembung gas dan nyala lampu pada larutan
elektrolit yakni pada larutan garam. Namun,terdapat beberapa siswa
menyebutkan elektrolit pada larutan garam termasuk kedalam elektrolit
kuat dan ada juga siswa yang menjawab terionisasi sempurna. Pernyataan
tersebut benar.Walaupunpengkajian lebih lanjut terhadap kuat lemahnya
elektrolit terintegrasi dengan konsep terionisasi sempurna atau
terionisasisebagian dibahas padakelas XI materi asam basa. Menggali
model mental siswa terhadap materi larutan elektrolit, seharusnya
direpresentasikan pada materi sebelumnya seperti reaksi kimia, ikatan
kimia, dan struktur atom.
Namun, didalam pembelajaran daya hantar listrik larutan, guru
menghubung-hubungkan materi elektrolit dengan asam basa kuat ataupun
lemah serta ionisasi sempurna maupun sebagian. Berdasarkan penelitian
tersebut, maka dapat dikatakan pemahaman siswa diperoleh melalui
pembelajaran di kelas. Ketika guru menjelaskan, siswa mengkonstruk
pemahamannya sehingga model mental juga dipengaruhi oleh penjelasan
guru karena mempengeruhi daya pikir siswa. Hal ini sejalan dengan
Wilandari (2016) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi model mental adalah penjelasan guru. Berikut sepenggal
percakapan proses pembelajaran yang ditranskrip oleh peneliti.
Guru : “Jangan seperti itu, sebutkan larutan apa saja yang
termasuk elektrolit kuat dan elektrolit lemah!”
Siswa : “Elektrolit kuat: air sabun, larutan garam dapur, larutan
HCl,larutan H2SO4; Elektrolit lemah :larutan cuka,
air jeruk,pocari sweat...”
Berdasarkan percakapan diatas, terlihat larutan elektrolit kuat dan lemah
dijelaskan oleh guru. Selain itu, guru juga membahas mengenai asam dan
basa kuat pada larutan elektrolit, tercantum pada lampiran 14.
Pada soal nomor dua, siswa memiliki tingkat pemahaman
makroskopik 100%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat
52

merepresentasikan garam yang berbentuk padatan tidak menghasilkan


gelembung gas dan nyala lampu sehingga tidak dapat menghantarkan arus
listrik. Begitupun seperti yang dikatakanBrady (2010, hlm. 577) senyawa
ion pada keadaan padat adalah konduktor yang buruk karena ion-ionnya
diikat kuat pada tempatnya. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian, siswa
merepresentasikan ciri-ciri reaksi kimia pada garam berfasa lelehan yaitu
adanya gelembung gas namun tidak adanya nyala lampu dan masih
bersifat menghantarkan listrik. Hal ini dapat diperkuat dengan sepenggal
percakapan pada pembelajaran berlangsung.

Guru : “Yusuf! Tolong baca tabel berikut!” (menunjuk tabel pada


powerpoint)
Siswa :“Senyawa ion padatan tidak dapat menghantarkan listrik
karena ion padatan tidak dapat bergerak bebas; lelehan,
dapat menghantarkan listrik karena ion-ionnyajauh dapat
bergerak bebas dari padatan; larutan, dapat
menghantarkan listrik karena ion-ionnya dapat bergerak
bebas.”

Percakapan diatas adalah dialog guru dengan siswa yang


menerangkan daya hantar listrik padatan, lelehan, maupun larutan. Hal ini
serupa pula dengan Brady (2010, hlm. 577) mengatakan jika senyawa ion
dilelehkan maka akan menjadi konduktor listrik yanng baik. Kemudian,
pada larutan garam terdapat nyala lampu dan adanya gelembung sehingga
dapat dikategorikan dapat menghantarkan arus listrik.
MenurutBrady(2010, hlm. 118)bahwa gelembung gas merupakan salah
satu yang reaksi kimia yang bisa diamati atau fenomena nyata maka
termasuk kedalam makroskopik.
Pada soal nomor tiga, persentase level makroskopik sebesar 75%.
Indikator (sub) butir soal pada poin a mencakup level makroskopik yaitu
menjelaskan sifat daya hantar listrik larutan non elektrolit. Siswa rata-rata
menjawab CCl4 termasuk non elektrolit tanpa menjelaskan alasan dari
daya hantar tersebut yaitu tidak adanya gelembung gas dan nyala lampu
yang dapat diinterprestasikan dalam ciri-ciri reaksi kimia.
53

Pada soal nomor empat, siswa dapat menyebutkan larutan diantara


alkohol, kloroform, HCl, dan KCl termasuk kedalam larutan elektrolit atau
non elektrolit. Jika dilihat dari taksonomi bloom edisi revisi, menyebutkan
masuk kedalam C1 yaitu mengingat. Siswa memiliki persentase 77%
karenasiswa dapat menyebutkan Hidrogen Klorida (HCl) dan Kalium
Klorida (KCl) termasuk kedalam larutan elektrolit. Sedangkan alkohol dan
kloroform termasuk kedalam larutan non elektrolit. Hal ini selaras dengan
penjelasan guru denganmenggunakan powerpointsebagai media
pembelajarannya (terlampir pada lampiran 15). Namun, didalam
pembelajaran, guru menjelaskan larutan HCl termasuk kedalam larutan
elektrolit karena tergolong asam kuat, sehingga dapat menghantarkan arus
listrik. Padahal konsep asam kuat baru dapat dipelajari pada kelas XI.
Pada soal nomor lima, memiliki persentase 43%. 43% didapat dari
gabungan antara level makroskopik pada poin a dan poin b. Pada soal
nomor lima indikator soal yaitusiswa diberi soal untuk menjelaskan
langkah-langkah percobaan daya hantar listrik. Pada poin a, siswa
diperintahkan untuk menyebutkan alat dan bahan yang dibutuhkan pada
saat praktikum. Data yang diperoleh yaitu siswa hanya sebagian kecil saja
yang menyebutkan alat dan bahan praktikum secara lengkap. Tidak sedikit
siswa tidak menyebutkan menggunakan lampu. Persentase poin a sendiri
yaitu 41%. Soal nomor lima poin b, yaitu siswa menjelaskan langkah-
langkah praktikum elektrolit dan non elektrolit. Namun, terdapat siswa
yang menjelaskan tidak secara lengkap dan sistematis. Persentase poin b
yaitu 45%. Jadi, keseluruhan persentase pada soal nomor lima yaitu 43%.
Berikut sepenggal percakapan hasil studi dokumentasi yang di transkrip
oleh peneliti pada saat proses pembelajaran, yaitu :

(Siswa membacakan langkah kerja pada LKSnya sebelum praktikum )


1.Rangkailah alat uji elektrolit seperti gambar berikut
2.Periksaah apakah alat penguji elektrolit dapat bekerja
dengan baik.
3.Masukansalah satu larutan yang akan diuji daya hantar
listriknya ke dalam gelas beaker hingga setengahnya.
54

4.Periksalah daya hantar listrik larutan tersebut perhatikan


bola lampu menyala atau tidak.
5.Periksa kedua elektrode alat penguji elektrolit tersebut
dengan memasukan kedalam gelas beaker 25 ml yang
berisi air 3/4 bagian apakah terdapat gelembung atau
tidak. Keringkan dengan kain lap
6.Dengan cara yang sama lakukan pekerjaan seperti diatas
untuk larutan-larutan yang lain.
7.Amati perubahan yang terjadi. Catatlah dalam tabel
berikut sebagai data pengamatan.
Guru : “Paham tidak langkah kerjanya ?”
Siswa : “Paham.”
Guru : “Nanti kalian membuat rangkaian alat uji daya hantar
listrik seperti ini.” (menunjukkan contoh rangkaiannya)
Guru : “Yang positifnya langsung ke elektroda, kalau yang
negatif ke lampu dulu baru, habis lampu sambung lagi ke
elektroda. Cara uji benar atau engga rangkaiannya kalau
kedua elektroda nyala berarti benar rangkaian alat ujinya,
kalau gak nyala rangkaiannya salah.”
Penggalan percakapan tersebut memaparkan langkah-langkah kerja
praktikum uji daya hantar listrik larutan.Namun, ketika mengerjakan
tesuraian, banyak siswa yang menjawab tiidak secara tepat, yakni jarang
siswa yang menuliskan lampu sebagai salah satu alat yang harus disiapkan
dan hanya sebagian kecil yang menyebutkan nama-nama larutan yang
digunakan pada saat praktikum.
Pada soal nomor enam,hanya sedikit siswa yang
dapatmenghubungkan sifat daya hantar listrik dengan senyawa ion
berdasarkan gambar, sehingga persentasenya yaitu 39%. Pada soal nomor
enam, dari segi makroskopik siswa diharapkan dapat menjawab daya
hantar listrik larutan dari senyawa ion. Siswa dapat merepresentasikan
pemahamannya dalam menerangkan adanya daya hantar listrik pada
senyawa ion yang dapat ditadai dengan adanya gelembung gas dan nyala
lampu. Pernyataan ini bukan hanya analisis dari peneliti, namun juga dapat
dibuktikan oleh Brady (2010, hlm. 191) senyawa garam yang melepaskan
diri akan menghasilkan ion-ion. Ion-ion bebas tersebut yang menyebabkan
larutan menjadi konduktor listrik.
55

Soal makroskopik memiliki persentasetertinggi terdapat pada soal


nomordua sebesar 100% dan persentase terendah yaitu sebesar 39% pada
soal nomorenam. Persentase tertinggi didapat karena semua siswa dapat
menjawab soal dengan tepat. Hal ini menyatakan indikator butir soal
nomor duaterpenuhi. Siswa lebih mudah menjawab soal nomor dua
daripada nomor enam. Kemampuan siswa dalam menjelaskan ciri-ciri
terjadinya reaksi kimia pada NaCl padat, lelehan, dan larutan lebih tinggi
dibandingkan dengan menghubungkan sifat daya hantar listrik dengan
senyawa ion berdasarkan gambar.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pemahaman siswa
level makroskopik dalam pelajaran kimia memiliki persentase yang besar.
Hal ini dapat dilihat dari data hasil penelitian. Persentase makroskopik
dalam sampel penelitian memiliki tingkat persen yang lebih tinggi yaitu
67% dari level representasi yang lain.
b. Pemahaman Siswa ditinjau dariSubmikroskopik
Representasisubmikroskopikmerupakan level dimana siswa
menggunakan pengetahuan dari pengalaman belajarnya untuk memahami
konsep kimia yang bersifatabstrak. Hal ini sesuai dengan Johnstone
(2000) menyatakan bahwa level submikroskopik meliputi atom, molekul,
ion, dan struktur.
Pemahaman siswa secara submikroskopik pada soal nomor satu
yaitu 79%. Siswa dapat menjelaskan alasan terjadinya daya hantar listrik
pada larutan garam jika terdapat gelembung dan nyala lampu. Siswa dapat
menjawab pertanyaan tersebut karena siswa telah melakukan percobaan
daya hantar listrik larutan. Berikut Sepenggal percakapanproses
pembelajaran yang didokumentasikan oleh peneliti.
Guru : “Larutan apakah ini?” (menunjuk larutan yang ada di meja
kelompok)
Siswa : “Garam.”
Guru : “Apakah terdapat gelembung?”
Siswa : “Iya, banyak. Gelembungnya menempel”
56

Percakapan tersebut menjelaskan bahwa terdapat gelembung pada


larutan garam, yang berarti dapat menghantarkan arus listrik. Hal ini
sesuai dengan Petrucci (1987, hlm. 75) yang menyatakan bahwa selain
logam, larutan juga dapat menghantarkan arus listrik. Larutan yang
mengandung senyawa ion dapat menghantarkan arus listrik karena ion
dapat sebagai terlarut dan dapat diuraikan dengan cara melarutkan terlarut
dalam air. Sedangkan siswa dapat menjelaskan larutan gula tidak dapat
menghantarkan arus listrik. Hasil penelitian ini selaras dengan
Petrucci(1987, hlm. 76) daya hantar listriknya sangat rendah termasuk
kedalam larutan bukan elektrolit.Dari segi kalimat terdapat perbedaan
antara peneliti dengan sumber dari Petrucci tersebut menyatakan daya
hantar listriknya sangat rendah bukan tidak ada daya hantar listrik. Namun,
melalui analisis peneliti daya hantar listrik yang sangat rendah,sampai-
sampai tidak ada daya hantar listriknya. Hal ini diperkuat dengan
Brady(2010, hlm. 194) menyatakan bahwa zat terlarut seperti gula
merupakan bentuk molekul jika dilarutkan dalam air tidak memiliki
kemampuan untuk terionisasi sehingga tidak dapat menghantarkan arus
listrik.
Sebagian siswa dapat merepresentasikan penjelasan tersebut
kedalam imajinatifnya dalam menggambarkan ion-ion yang dapat
menghantarkan arus listrik. Hal ini termasuk kedalam level
submikroskopik karena konsep ion-ion bersifat abstrak dalam
pembelajaran kimia. Pembelajaran kimia khususnya dalam
merepresentasikan level submikroskopik menuntut mental berpikir siswa.
Hal tersebut serupa pula dengan pernyataan dari Adrian (2015) yaitu
pembelajaran kimia menuntut mental berpikir berupa atom, ion atau
molekul. Selain itu, konsep abstrak dianggap sebagai konsep yang sulit
diterima oleh siswa. Padahal konsep abstrak merupakan konsep yang
penting karena dapat menginterpretasikan fenomena nyata secara lebih
rinci ke tingkat partikulatnya. Sejalan dengan Lin (2016) menyatakan
bahwa hubungan antara abstrak dan nyata dapat memberikan pemahaman.
57

Pada soal nomor dua, persentasenya sebesar 52%. Siswa dituntut


untuk menggambarkan representasi kimia kation dan anion dari fasa NaCl
padat, lelehan, dan gas sehingga dapat mengetahui model mental siswa
dalam merepresentasikan pemahamannya terhadap pergerakan ion NaCl
dari fasa zat baik padatan, lelehan, maupun larutan. Berdasarkan hasil
yang diperoleh hanya sebagian dikit siswa yang mampu merepresentasikan
fasa zat padatan, lelehan, dan juga larutan dengan tepat. Hal ini disebabkan
karena siswa menggambar tidak menuliskan simbol + dan – di dalam
jawaban mereka.

a. ion padatan NaCl b. Ion lelehan NaCl

c. Ion larutan NaCl


Gambar.4.6. Representasi Kimia Fasa Zat pada NaCl
Representasi fasa zat pada NaCl termasuk kedalam level
submikroskopik karena siswa mengkonstruk pemahamannya dengan daya
imajinasinya untuk menggambarkan molekul-molekul NaCl tersebut yang
terpisah menjadi ion-ionnya ketika didalam air. Sifat fisik dari zat padat
yaitu antar ionnya merekat saling berdekatan menyebabkan tidak ada
58

ruang untuk ion-ion tersebut bergerak bebas yang direpresentasikan pada


gambar (a). Pada gambar (b), merupakan representasi lelehan dimana
kation dan anionnya memiliki jarak sehingga gaya tarik menariknya besar.
Sedangkan pada representasi larutan yang tertera pada gambar (c), ion-
ionnya lebih dapat bergerak bebas. Hal ini selaras dengan Brady (2010,
hlm. 542) yang menyatakan sifat fisik dari zat padat berasal dari letak
molekul-molekulnya yang berdekatan yang menyebabkan kuatnya gaya
antar molekul. Siswa juga mengonstruk pemahamannyadari NaCl
merupakan senyawa ion dimana Na merupakan logam golongan 1 A,
cenderung untuk melepaskan 1 elektron sehingga tandanya yaitu + (akan
menghasilkan ion positif). Mudah lepasnya elektron pada golongan 1A
selaras dengan Petrucci (1987, hlm.103) yang berpendapat atom-atom
golongan 1A dengan elektron valensi tunggal mudah melepaskan elektron.
Sedangkan Cl merupakan golongan VIIA yang cenderung untuk menerima
1 elektron dengan simbol – (ion negatif). Hal ini juga sesuai dengan
Petrucci (1987, hlm 51) yaitu Cl cenderung untuk menarik elektron.
Pada soal nomor tiga, yaitu memiliki representasi 75%. Hal ini
disebabkan sebagaian besar siswa dapat mengatakan CCl 4 termasuk
larutan non elektrolit, Tetapi sedikit yag mampu menjelaskan daya hantar
listrik CCl4 tidak menghantarkan listrik disangkutpautkan dengan tidak
adanya gelembung maupun dari segi ikatan kimianya. Berdasarkan teori
CCl4 tidak dapat mennghantarkan listrik karena termasuk ikatan kovalen
non polar.
Pada soal nomor empat sebesar 50%. Hal ini disebabkan karena
siswa kurang dalam menghubungkan pergerakan ion pada larutan alkohol,
kloroform, HCl, dan KCl. Ikatan kimia yang terjadi pada alkohol adalah
ikatan hidrogen sehingga dapat larut dalam air. Namun, pergerakan
molekul alkohol didalam air menyebabkan sifat tidak adanya daya hantar
listrik. Hal ini disebabkan karena alkohol didalam air masih berupa
molekul-molekulnya yang berinteraksi dengan air karena adanya ikatan
hidrogen. Hal ini sesuai dengan Petrucci (1987, hlm. 270) yang
59

menyatakan bahwa alkohol adalah cairan yang sifatnya memiliki ikatan


hidrogen. Kemudian, ikatan yang terjadi pada senyawa HCl adalah ikatan
kovalen polar. Hal ini dapat dibuktikan HCl memiliki perbedaan
keelektronegativan yang tinggi.
Pada soal nomor lima,persentasenya yaitu 0. Hal ini disebabkan
karena soal nomor lima, tidak memuat indikator level submikroskopik.
Level yang ditekannya pada soal nomor lima yaitu makroskopik dan
simbolik. Hal ini disebabkan pada poin nomor lima memuat indikator
pembelajaran merancang dan melakukan percobaan daya hantar listrik
larutan elektrolit dan non elektrolit.
Soal nomor enam memiliki persentase 2%. Persentase ini
merupakan persentase yang paling kecil karena siswa banyak yang tidak
menjawab pertanyaan soal nomor enam. Ada sebagian yang menjawab
soal dengan benar namun tidak tepat. Mereka masih kesulitan dalam
merepresentasikan gambar senyawa ionlarut dalam air yangn
menyebabkan dapat menghantarkan arus listrik.
Senyawa ion merupakan senyawa kimia. Jenis senyawa kimia
merupakan materi ikatan kimia yang telah diajarkan sebelumnya. Siswa
kesulitan dalam mengingat ataupun dalam merepresentasikan ikatan kimia.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Coll dan Taylor
(2002)yaitu siswa menemukan masalah dalam memahami materi ikatan
kimia dan mengembangkan konsep alternatifnya sendiri. Padahal ikatan
kimia merupakan bekal untuk memahami materi kimia larutan elektrolit
dan non elektrolit. Hal ini dapat disebabkan karena siswa kesulitan dalam
merepresentasikan level submikroskopik yang bersifat abstrak yaitu
gambar kation dan anion didalam air. Senada dengan penelitian yang
dilakukan oleh Cheng (2017) yang menjelaskan bahwaelektron dilibatkan
dalam menjelaskan level submikroskopik. Hasil penelitian menyatakan
bahwa representasi submikroskopik berkaitan dengan representasi
simbolik gambar dua dimensi yang menunjukkan partikel-partikel. Level
submikroskopik dalam merepresentasikan gambar senyawa ion yang dapat
60

menghantarkan arus listrik dilihat dari kation dan anion yang bergerak
bebas didalam air.
Soal submikroskopik memiliki persentase tertinggi 79% terdapat
pada soal nomor satu dan persentase terendah yaitu sebesar 2% pada soal
nomor enam. Hal ini disebabkan karena siswa lebih mampu menjelaskan
pemahaman sifat daya hantar listrik yang dituangkan melalui gambar
dibandingkan dengan merepresentasikan ikatan kimia dari senyawa ion.

c. Pemahaman Siswa ditinjau dari Simbolik


Representasi simbolik digunakan untuk merepresentasikan
fenomenamakroskopik dengan menggunakan persamaan kimia, persamaan
matematika, grafik, mekanisme reaksi dan analogi-analogi.Persentase
simbolik yang paling besar yaitu pada soal nomor dua yaitu sebesar 95%.
Level simbolik berarti salah satu level representasi kimia yang
menekankan pada simbol- simbol dalam kimia. Seperti ikatan kimia,
persamaan reaksi, simbol fasa seperti fasa padat disimbolkan dengan (s),
fasa lelehan disimbolkan dengan (l), atau fasa larutan disimbolkan dengan
(aq). Dalam memempelari kimia level simbolik juga merupakan level yang
penting yang harus dikuasai siswa sehingga dapat pula terintegrasi
pemahaman siswa dari makroskopik.
Pada soal nomor satu, indikator pencapaiannya yaitu menjelaskan
sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit dengan tiga level
representasi kimia. Soal nomor satu poin b, siswa diperintahkanuntuk
menuliskan persamaan reaksi pada larutan garam yang dapat
menghantarkan arus listrik. Dan larutan gula yang tidak dapat
menghantarkan arus listrik. Persentase simbolik pada soal nomor satu
yaitu 84%. Berdasarkan persentase tersebut, sebagian besar siswa dapat
menuliskan persamaan reaksi ionisasi larutan garam. Namun, terdapat
siswa yang tidak memperhatikan fasa zat. Padahal fasa zat tersebut sangat
diperlukan sebagai representasi simbolik. Karena akan berbeda daya
hantar listriknya antara fasa zat padat dengan larutan. Pada larutan garam,
61

fasa zatnya yaitu (aq) yang berarti larutan. Hal ini sesuai dengan Brady
(2010, hlm. 118) menjelaskan kata (aq) digunakan untuk memperlihatkan
NaCl dalam keadaan larut dengan pelarut air. Larutan garam dapat
menghantarkan arus listrik sehingga larutan NaCl akan bereaksi(atau
terionisasi) menjadi ion Natrium dengan simbol (+) dan ion negatif (-)
pada Klor (Cl) . sehingga dapat ditulis NaCl  Na+ + Cl- . Namun, dalam
penulisan ion positif pada Na alangkah lebih tepatnya yaitu dituliskan
aquosnya pada senyawa yang terionisasi tersebut NaCl (aq) Na+(aq) + Cl-
(aq). Hal ini menunjukkan akan mengion di dalam air. Namun hanya
sebagian siswa yang lengkap menuliskan fasa zatnya.
Larutan guladi dalam air tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Hal ini disebabkan karena didalam air molekul gula masih berupa molekul
gula, tidak terionisasi menjadi ion-ionnya seperti pada larutan garam.
Persamaan reaksi pada larutan gula yang tepat yaitu C 12H22O11 (aq).

Sebagian besar siswa dapat menyatakan bahwa larutan gula tidak bereaksi
didalam air atau dengan kata lain tidak dapat menjadi ion-ionnya didalam
air. Namun, siswa terjebak dalam penulisan senyawa gula yaitu C6H12O6.
Hal ini disebabkan karena pada pembelajaran elektrolit dan non elektrolit,
siswa diterangkan oleh guru pada struktur sederhananya yaitu pada
glukosa C6H12O6. Penjelasan guru tersebut terlampir pada lampiran 14.
Pada soal nomor dua, level simbolik sebesar 95%. Hal ini
menyatakan bahwa siswa dapat menyatakan bahwa garam termasuk
senyawa ion dan siswadapat menuliskan konfigurasi elektron dari NaCl.
Model mental siswa dalam mengingat kembali materi sebelumnya
mengenai konfigurasi elektron dari NaCl tergolong bagus. Konfigurasi
elektron pada NaCl tercantum pada Fessenden (1982, hlm.8)
Pada soal nomor tiga, persentase simbolik sebesar 84%. Siswa
dapat membuat struktur lewis pada CCl4. Didalam Fessenden (1982, hlm.
9) terdapat struktur lewis CCl4. Siswa menggambarnya struktur lewis,
berarti siswa menuliskan simbol kimia. Hal ini sesuai dengan Adrian
(2015) simbol kimia termasuk kedalam level simbolik. Pada soal nomor
62

tiga, persentase sebesar 84%. maka dapat dikatakan pemahaman dalam


merepresentasikan level simbolik pada materi larutan elektrolit dan non
elektrolit cukup baik karena dapat merepresentasikan materi sebelumnya
mengenai struktur lewis. Dalam Brady (2010, hlm. 352) menjelaskan tata
cara dalam pembuatan struktur lewis.
Pada soal nomor empat, sebesar 32% rata rata siswa tidak
menuliskan fasa zat baik alkohol, kloroform, HCl, maupun
KCl.Berdasarkan hal ini, maka dapat diketahui model mental siswa masih
rendah karena siswa dari awal sudah terbiasa dengan menuliskan
persamaan reaksi tanpa menuliskan fasa zat reaksi tersebut.
Pada soal nomor lima, sebesarpersentase yang terendah dalam
level simbolik yaitu 30%. Hal ini menunjukkan siswa menggambarkan
rangakian alat uji larutan elektrolit dan non elektrolit tidak lengkap.
Terdapat beberapa gambar yang tidak menunjukkan adanya lampu, dan
juga elektroda.
Pada soal nomor enampoin c, persentasenya sebesar 43%. Hal ini
disebabkan oleh ada sebagian siswa yang tidak menjawab bahwa tanda (+)
merupakan kation, dan tanda (-) merupakan anion. Dan tidak dapat
merepresentasikan gambar yang ditampilkan pada soal merupakan
senyawa ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Hal ini membuktikan
level simbolik pada simbol fasa zat maupun simbol ion baik kation dan
anion masih lemah.
Soal Simbolik memiliki persentase tertinggi 95% terdapat pada soal
nomor dua dan persentase terendah yaitu sebesar 30% pada soal nomor
lima. Hal ini disebabkan karena siswa lebih mampu membuat konfigurasi
elektron dan menyebutkan jenis senyawa pada NaCl dibandingkan dengan
menggambar rangkaian alat uji elektrolit.
Setelah dijelaskan persentase level representasi tiap soal, maka dapat
dilihat besarnya persentase rata-rata masing-masing representasi. Pada level
makroskopik memiliki persentase yang paling tinggi dibandingkan yang lain
yaitu sebesar 67%, kemudian disusul dengan simbolik dengan persentase
63

65%, kemudian persentase terendah yaitu submikroskopik sebesar 52%. Dari


persentase tersebut terlihat bahwa pemahaman siswa terhadap level
submikroskopik rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sunyono (2015, hlm. 1) yang menyatakan peserta didik tidak mampu dalam
merepresentasikan level submikroskopik sehingga dapat menghambat peserta
didik dalam memecahkan masalah sains..
Siswa memiliki pemahaman level makroskopik sebesar 67%. Hal ini
membuktikan siswa lebih mudah memahami konsep kimia dalam ranah
konkret. Hal ini dapat dilihat pada indikator butir soal makroskopik, yaitu
menjelaskan sifat daya hantar listrik ditinjau dari ciri-ciri reaksi kimia. Siswa
paham bahwa adanya gelembung gas merupakan salah satu dari reaksi kimia.
Hal ini dipahami siswa karena sangat konkret gelembung gas tersebut terlihat
dan mereka masih ingat mengenai materi reaksi kimia, karena salah satu ciri-
ciri reaksi kimia adalah adanya gelembung gas. Dengan adanya gelembung
gas, yang diperkuat dengan pembuktian nyalanya lampu pada alat uji larutan
elektrolit maka siswa dapat menyimpulkan adanya daya hantar listrik larutan
elektrolit. Hal ini sesuai dengan konsep elektrolit yang dinyatakan olehBrady
(2010 hlm. 191). Selain itu, siswa juga mampu menjelaskan ciri-ciri terjadinya
reaksi kimia pada NaCl padatan, lelehan, maupun larutan dengan tepat.
Ketepatan siswa dalam menjawab soal itu sebesar 100%. Soal tersebut
terdapat pada soal nomor dua. Hal ini disebabkan karena pada saat
pembelajaran guru menjelaskan perbedaan daya hantar listrik pada garam
dapur baik berupa padatan, lelehan maupun larutan. Namun, pada saat siswa
menjelaskan langkah-langkah percobaan larutan elektrolit dan non elektrolit,
hanya sebagian siswa yang menjawab dengan tepat karena siswa menjawab
langkah-langkah tidak dengan sistematis. Hal ini disebabkan karena pada saat
pembelajaran berlangsung siswa dibentuk kelompok, dan tidak semua siswa
mendengarkan guru dengan tertib pada saat menjelaskan cara merangkai alat.
Kemudian pada level simbolik memiliki persentase sebesar 65%.
Siswa dapat menuliskan persamaan reaksi dan struktur lewis dengan benar.
Persamaan reaksi dan struktur lewis masuk kedalam kategori simbolik, hal ini
64

sesuai dengan Johnstone (2000). Namun, dalam menuliskan persamaan


reaksi, banyak dari siswa yang tidak menuliskan fasa zat. Padahal hal ini
sangat penting dalam merepresentasikan konsep kimia. Selain itu,
menyebutkan simbol unsur kimia dalam pembelajaran kimia juga penting.
Karena jika salah merepresentasikan simbol kimia bisa salah makna. Hal ini
terbukti oleh penelitian yang dilakukan yaitu siswa banyak yang menjawab
rumus kimia dari gula yaitu C6H12O6. PadahalC6H12O6merupakan rumus
glukosa. Glukosa termasuk monosakarida. Sedangkan gula pasir memiliki
rumus kimia C11H12O11, karena gula pasir merupakan sukrosa
disakaridaPetrucci (1987, hlm. 304). Namun, ketika menjelaskan guru
menyatakan rumus gula yaitu C6H12O6. Hal ini bisa membuat pemahaman
siswa tidak utuh.
Kemudian, persentase yang paling rendah yaitu pada submikroskopik
sebesar 52%. Submikroskopik merupakan level yang harus menggunakan
daya imajinasinya yang tinggi sehingga dapat menalar sesuatu yang abstrak.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunyono (2015) yang
menyatakan bahwa siswa sulit dalam merepresentasikan level
submikroskopik. Pada penelitian ini, siswa kesulitan dalam merepresentasikan
ikatan kimia yang terjadi pada salah satu senyawa larutan elektrolit. Hal ini
terjadi pada soal nomor enam poin b. Siswa kurang mampu menghubungkan
imajanasi gambar senyawa ion dengan ikatan kimianya yang
disangkutpautkan dengan daya hantar listrik larutan elektrolit. Siswa banyak
yang mengkosongkan jawaban pada soal tersebut ataupun menjawab yang
kurang tepat. Namun, hal ini juga bisa disebabkan faktor dari luar yaitu
gambarnya yang kurang jelas sehingga kurang dipahami siswa.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan kemampuan untuk
merepresentasikan tiga level representasi sangat penting dimiliki oleh siswa.
Indrayani (2013) dalam penelitiannya juga menyebutkan kemampuan
mengkaitkan tiga level representasi kimia sangat penting. Oleh karena itu,
dengan mengetahui pemahaman tingkat representasi siswa pada pembelajaran
kimia materi larutan elektrolit dannon elektrolit, maka dapat
65

teridentifikasimodel mental siswa berdasarkan tiga level representasi


padamaterilarutaan elektrolit dan non elektrolit.
2. Identifikasi Model Mental Siswa berdasarkan Tiga Level Representasi
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, telah dibahas pemahaman siswa
terhadap masing-masing level representasi kimia baik makroskopik,
submikroskopik, maupun simbolik. Level representasi sangat berperan penting
dalam pembentukan pemahaman siswa. Level representasi kimia terdiri dari
level makroskopik, submikroskopik dan juga level simbolik. Berdasarkan data
yang didapat, level makroskopik yaitu sebesar 67% , level simbolik sebesar
65%, dan level submikroskopik sebesar 52%. Level makroskopik mencakup
fenomena-fenomena nyata, level submikroskopik berhubungan dengan konsep
kimia dari segi keabstrakannya seperti pergerakan ion, molekul, arus listrik,
dan lain sebagainya. Dan juga terdapat level simbolik yaitu level representasi
yang merepresentasikan simbol-simbol kimia.
Ketiga level representasi ini sangat berhubungan dan sulit dipisahkan
dalam pembelajaran kimia untuk membentuk suatu konsep kimia yang ilmiah
atau utuh. Jika pemahaman kimia tidak utuh terhadap ketiga level representasi,
maka sering kali kimia dianggap konsep yang abstrak yang sulit untuk
dipelajari dan tidak ada sangkutpautnya dalam kehidupan sehari hari. Dan
ilmu kimia yang didapat di sekolah cepat lupa dan terjadi miskonsepsi pada
materi kimia selanjutnya. Untuk itu, setiap siswa memiliki bekal pemahaman
dari bidang keilmuan kimia sehingga siswa dapat melakukan pembelajaran.
Proses pembelajaran dilakukan secara kontinue sehingga wajib
mengkaitkan dengan pengetahuan sebelumnya dengan nalar yang miliki
siswa. Oleh karena itu, adanya upaya untuk menjelaskan proses-proses
penalaran untuk mengerjakan suatu tugas memerlukan pemahaman yang utuh
dari segi keilmiahan.
Pemahaman siswa dalam pembelajaran dapat mempengaruhi model
mental siswa. Model mental memiliki peran yang utama dalam penalaran
materi sains. Hal ini sejalan dengan (Jonsoon, 2009) yang menyatakan bahwa
model mental sangat penting dimiliki oleh siswa pada pembelajaran sains.
66

Identifikasi model mental siswa pada materi larutan elektrolit dan non
elektrolit berdasarkan tiga level representasi (makroskopik, submikroskopik,
dan simbolik) , dapat dilakukan dengan mengkategorikan model mental,
diantaranya yaitu SM (Scientific Model), PM(Phenomenon Model), CSM
(Character-Symbol Model), dan IM(Inference Model). Dalam penelitian ini,
identifikasi model mental siswa kelas X di SMA 87 Jakarta dilihat dari
indikator pembelajaran. Terdapat empat indikator pembelajaran pada materi
larutan elektrolit dan non elektrolit.
Indikator pembelajaran (1) menjelaskan sifat-sifat larutan elektrolit
dan non elektrolit dengan tiga level representasi kimia terdapat pada nomor
soal satu sampai tiga; (2) Menyebutkan contoh larutan elekrolit dan non
elektrolit terdapat pada soal nomor empat; (3) Menghubungkan sifat senyawa
ion dan kovalen dalam larutan elektrolit dan non elektrolit untuk
mengidentifikasi sifat-sifat larutan elektrolit dan nonelektrolit terdapat pada
soal nomor lima dan enam; (4) Siswa mampu merancang alat percobaan
elektrolit dan non elektrolit terdapat pada soal nomor lima.
Pada indikator kesatu , model mental siswa materi elektrolit dan non
elektrolit sebesar 82% pada kategori Scientific Model, 89% pada kategori
Phenomenon Model , 87% pada kategori CharacterSymbol Mode) , dan 17%
pada kategori Inference Model. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
sebagian besar siswa memiliki model mental yang cukup tinggi terhadap
pemahaman dalam menjelaskan sifat larutan elektrolit dan non elektrolit
karena sebesar 82% pada kategori model mental Scientific Model. Pada
Scientific Model, siswa dapat menghubungkan tingkat representasi
makroskopik sifat larutan elektrolit dan non elektrolit diintegrasikan dengan
simbolik daya hantar listrik larutan tersebut, dan siswa mampu pula
menginterprestasikan pergerakan ionnya yang tergolong ke level
submikroskopik. Untuk tingkat Phenomenon Modelsebesar 89%. Hal ini
membuktikan bahwa pada indikator kesatu, kemampuan siswa dalam tingkat
merepresentasikan makroskopik sifat larutan elektrolit dan non elektrolit
sangat tinggi. Dan untuk merepresentasikan simbolik tergolong tinggi pula,
67

karena sebesar 87%. Pengetahuan siswa yang menggunakan alternatif


penalaran siswanya sendiri termasuk kedalam kategoriInference Model
sebesar 17%.
Pada indikator kedua, kategori model mental Scientific Model tidak
ada karenapada indikator ini hanya menyebutkan contoh larutan elektrolit dan
non elektrolit, tidak terdapat pemahaman secara submikroskopik dan simbolik.
Representasi yang ada hanya Phenomenon Model sebesar 77%.Siswa dapat
menyebutkkan larutan elektrolit dan non elektrolit. Sedangkan Inference
Model sebesar 23%. Berdasarkan hal tersebut, maka masih terdapat kesalahan
atau memakai pemikirannya sendiri dalam memahami indikator kedua ini.
Pada indikator ketiga, Inference Model sebesar 63%. Sedangkan
Scientific Modelhanya sebesar 36%. Hal ini membuktikan pemahaman siswa
terhadap konsep secara ilmiah pada indikator ketiga masih kurang baik. Siswa
kesulitan dalam menghubungkan level makroskopik, submikroskopik, dan
simbolik secara ilmiah. Siswa lebih menggunakan pemahamannya sendiri
terhadap materi elektrolit dan non elektrolit dalam memahami indikator ketiga
daripada menggunakan daya pikirnya secara ilmiah. Sedangkan Phenomenon
Model sebesar 39%. Hal ini menyatakan bahwa siswa menggunakan
pemahamannya berdasarkan fenomena nyata. Dan kategori Character Symbol
Modelsebesar 43%. Siswa menggunakan representasi simboliknya lebih tinggi
daripada makroskopik pada indikator ketiga. Hal ini dikarenakan siswa lebih
mudah menuliskan persamaan reaksi dan merepresentasikan simbol kimia
dibandingkan dengan menghubungkan sifat daya hantar listrik berdasarkan
gambar.
Pada indiktor keempat tidak memiliki kategori model mental
Scientific Model hanya memiliki Phenomenon Model,Character Symbol
Modeldan Inference Model. Hal ini disebabkan pada indikator keempat tidak
terdapat soal yang menjurus ke level submikroskopik kimia. Inference
Modelpada indikator keempat sebesar 64%, Phenomenon Model sebesar 36%
dan Character Symbol Modelsebesar 30%. Siswa dalam memahami indikator
68

keempat lebih menggunakan pemahamannya sendiri daripada daripada


menggunakan representasi makroskopik dan simbolik secara tepat.
Berdasarkan persentase tiap identifikasi model mental diatas, maka
dapat dikatakan bahwa siswa telah mengungkapkan kembali pemahamannya
terhadap materi elektrolit dan non elektrolit berdasarkan konsep yang ada
didalam pemikirannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi model mental
dalam penelitian inipun sangat beragam salah satunya yaitu dari penjelasan
guru. Selaras dengan Lin dan Chiu (2007), faktor yang mempengaruhi model
mental salah satunya yaitu penjelasan guru. Salah satu contoh yaitu ketika
menyebutkan rumus struktur gula, gula menjelaskan bahwa struktur gula yaitu
C6H12O6, sedangkan rumus gula yang sebenarnya adalah C11H12O11.
C6H12O6merupakan rumus glukosa, salah satu penyusun sederhana dari
gula.Selain itu, diluar proses pembelajaran didalam kelas, faktor yang
mempengaruhi model mental lainnya ialah pengalaman sehari-hari siswa dan
latar belakang budaya. Hal ini disebabkan karena latar belakang budaya dapat
mempengaruhi cara berpikir siswa (Wilandari, 2016). Berdasarkan hal
tersebut, model mental siswa tidak hanya dipengaruhi dari pembelajaran di
dalam kelas, namun dari faktor eksternalpun dapat berpengaruh terhadap
model mental siswa.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan tersebut maka dapat
dikatakan bahwa, model mental siswa merupakan ide-ide yang mewakili
gambaran pemahaman siswa baik dari segi makroskopik, submikroskopik,
maupun simbolik. Hal ini sesuai dengan (Laliyo, 2011) yang menyatakan
bahwa model mental merupakan visualisasi imajinatif dalam pikiran siswa
yang mereka gunakan untuk menjelaskan fenomena. Jadi, model mentalsiswa
dapat diidentifikasi berdasarkan level representasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penelitian ini secara keseluruhan bertujuan untuk mengidentifikasi model
mental siswa berdasarkan tiga level representasi kimia kelas X SMA Negeri 87
Jakarta pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Berdasarkan hasil dan
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa model mental siswa dapat
diidentifikasi berdasarkan level representasi yang dikategorikan menjadi Scientific
Model, Phenomenon Model, Character Symbol Model, dan Inference Model.
Rata-rata siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta, teridentifikasi memiliki model
mental Phenomenon Model lebih tinggi dari Scientific Model. Rata-rata level
representasi yang dimiliki siswa paling besar yaitu pada makroskopik sebesar
67%, simbolik 65%, dan submikroskopik 52%. Hal ini terlihat pemahaman siswa
rendah pada submikroskopik karena siswa sulit merepresentasikan konsep yang
abstrak.

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat peneliti menyarankan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Dapat menjadi referesensi kepada seorang guru dalam melakukan
pembelajaran kimia alangkah lebih baik mengkaitkan ketiga level representasi
kimia.
2. Dapat melakukan pengkajian model mental lebih dalam dengan instrumen-
instrumen penelitian yang lebih akurat.
3. Sebagai bahan acuan untuk mengkaji model mental siswa pada materi yang
lainnya.

69
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, D. (2015). Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia Berbasis


Keterampilan Proses Sains melalui Representasi Makroskopik-
Mikroskopik-Simbolik (Skripsi), Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jakarta.

Anugrah, R. G. (2015). Analisis Mental Model Siswa kelas XI pada Materi


Kesetimbangan Kimia berdasarkan Representasi Makroskopik,
Submikroskopik, dan Simbolik (Skripsi), Universitas Negeri Jakarta,
Jakarta.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


Bodner, G. M., Domin, D. S. (2000). Mental Model: The Rule of Representations
in Problem Solving in Chemistry. University Chemistry Education, 4(1).
24-30.

Brady, J. E. (2010) Kimia Universitas: Asas dan Struktur. Jilid 1, Tangerang:


Binarupa Aksara.

Chang, R. (2004). Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jilid 1, (3th ed). Jakarta:
Erlangga.

Cheng, M. M. W., dan Gilbert, J. K. (2017). Modelling Students Visualisation of


Chemical. International Journal of Science Education, doi: 10.1080/09.

Chittleborough, G. D., Treagust, D. F., dan Mocerino, M. (2002). Constraints to


the Development of First Year University Chemistry Students’ Mental
Models of Chemical Phenomena. Teaching and Learning Forum, Curtin
University of Technology, 1-7.

Coll, dan taylor. (2002). Mental Models in Chemistry: Senior Chemistry Students.
Mental Models of Chemical Bonding. Chemical Education: Research and
Practice in Europe, 3 (2), hlm. 175-184.

Devatak, I., Urbancic, M., Grm, K. S. W., Krenel, D., dan Glazar, S. A. (2004).
Submicroscopic Representation as a Tool For Evaluating Students
Chemical Conceptions. Chemical Education, 51, 799-814.

Fauziyah, N. (2015) Pembelajaran Model SIMAYANG tipe II pada Materi


Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. FKIP Universitas Lampung, 54-65.

Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. (1982). Kimia Organik (3ed), Jilid 1, Jakarta:


Erlangga.

70
71

Greca, I. M. dan Moreira, M. A. (2001). Mental Pysical and Mathematical


Models in the Teaching and Learning of Physiscs. Intituto de Fisica,
Federal University of Rio Grande do Sul, Brazil. Diakses melalui
http://onlinelibrary.wiley.com?doi/10.1002/sce,10012/epdf

Halim, N. D., Ali, M. B., Yahaya, N., dan Said, M. N. H. (2013). Mental model in
learning chemical bonding: A preliminary study. Procedia Sosial and
Behavioral Science, 97, 224-228.

Hamdi, A. S., Bahrudin, E. (2014). Metodelogi Penelitian Kuantitatif Aplikasi


dalam Pendidikan. Diakses melalui
http://books.google.com/books?isbn=602280812X

Handayanti, Y. (2015). Analisis Profil Model Mental Siswa pada Materi Laju
Reaksi. . Jurnal penelitian dan Pembelajaran IPA, 1(1), 107-122.

Herawati, R. F., Mulyani, S., dan Redjeki, T. (2013). Pembelajaran Kimia


Berbasis Multiple Representasi ditinjau dari Kemampuan Awal terhadap
Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 1 Karanganyar. Jurnal Pendidikan
Kimia, 2(2), 38-43.

Indrayani, P. (2013). Analisis Pemahaman Makroskopik, Mikroskopik, dan


Simbolik Titrasi Asam-Basa Siswa Kelas XI IPA SMA serta Upaya
Perbaikannya dengan Pendekatan Mikroskopik. Jurnal Pendidikan Sains,
1(2), 109-120.

Irawan, P. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.

Jansoon, N., Coll, R. K., Somsook, E. (2009). Understanding Mental Models of


Dilution in Thai Students. International Journal of Environmental &
Science Education, 4( 2), 147-168.

Johnstone, A. H. (2000). Teaching of Chemistry Logical or Psychological.


Chemistry Education: Reseacrh and Practice in Europe, 1(1), 9-15.

Khodriah, F. (2015). Model Mental Siswa pada Materi Larutan Elektrolit dan
Non Elektrolit dengan Open Ended Drawing (Skripsi), Universitas Negeri
Jakarta, Jakarta.

Kunandar. (2015). Penelitian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik


Berdasarkan Kurikulum 2013). Depok: PT Rajagrafindo Persaja.

Kuswana, W. S. ( 2011). Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Laliyo, L. A. R. (2011). Model Mental Siswa dalam Memahami Perubahan


Wujud Zat. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 8(1). 1-14.
72

Langitasari, I. (2016). Analisis Kemampuan Awal Multi Level Representasi


Mahasiswa Tingkat I pada Konsep Redoks. Jurnal Kimia dan Pendidikan,
1(1), 14-24.

Laznas., Mandiri, B., dan Departemen Agama Republik Indonesia. (2006). Wakaf
Sejuta Al-Qur’an Al-Qur’an Tajwid dan terjemahannya Jakarta: Cahaya
Qur’an, Q.S Al-Baqarah ayat 31-32.

Lin, Y. I., Son, J. Y. dan Rudd, J. A. (2016). Asymetric Translation Between


Multiple Representations in Chemistry. International Journal of Science
Education, 1-19, doi:10.1080/09500693.2016.1144945.

Lin, W. L., dan Chiu, M. (2007). Exploring the Characteristics and Diverse
Sources of Students Mental Models of Acid and Based. International
Journal Education of Science Education, 29(6), 771-803, doi:
10.1080/09500690600855559.

Ormrod, J. E., (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga.

Park, E. J. (2006). Student Perception and Conceptual Development as


Represented by Student Mental Models of Atomic Structure. (Disertasi).
Faculty of the Graduate School, The Ohio State University, Ohio.

Petrucci, R. (1987). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan edisi keempat. Jilid 1,
Jakarta: Erlangga.

Petrucci, R. (1987). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan edisi keempat. Jilid 2,
Jakarta: Erlangga.

Petrucci, R. (1987). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan edisi keempat. Jilid 3,
Jakarta: Erlangga.

Rahayu, S., & Purwanto, J. (2013). Identifikasi Model Mental Siswa Kelas X pada
Materi Hukum Newton tentang Gerak. Jurnal Program Studi Pendidikan
Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 9 (2).

Sanjaya, W. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Santrock, J. W. (2015). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia Group.

Senge, P. M. (2006). Fifth Discipline The Art and Practice of Learning


Organization. Diakses dari http://www.amazon.com/com/Fifth--Disipline-
Practice-Learning-Organization/dp/0385517254.

Sevilla, C. G., Ochave, J. A., Punsalan, T. G., Regala, B. P., dan Uriarte, G. G.
(2006). Pengantar Metode Penelitian. Depok: UI Press.
73

Slavin, R. E. (2011). Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik edisi kesembilan.


Jakarta: PT Indeks.

Sudaryono. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:


Alfabeta
Sujarweni, V. W. (2014). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: PT Pustaka Baru.
Syukri, S. (1999). Kimia Dasar. Jilid 1, Bandung: Penerbit ITB.

Sunyono. (2015). Introductory Study On Student’s Mental Model’s in


Understanding the Concept of Atomic Structure (Case study on high
school student in Lampung Indonesia). The Online Journal of New
Horizons in Education, 5 (4), 104-105.

Sunyono. (2015). Model Pembelajaran Multipel Representasi. Yogyakarta: Media


Akademi.

Sunyono, L. Yuanita, M. Dan Ibrahim, M. (2015). Supporting Students in


Learning with Multiple Representation to Improve Student Mental Models
on Atomic Structure Concepts. Science Education International. 2(2), 104-
125.

Suyono., dan Hariyanto. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Susanti, P. (2014). Penggunaan Tes Diagnostik dengan Metode Predict-Observe-


Explain (POE) untuk Menggali Model Mental Siswa SMA beserta Faktor-
faktor yang Mempengaruhinya pada Materi Larutan
Penyangga.(Disertasi), Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Diakses dari email susanty_pepz@yahoo.co.id melalui
buchori.muslim.upi@gmail.com

Treagust, D., Chittleborough, G., Mamiala, T. (2013) The Role of Submicroscopic


and Symbolic Representations in Chemical Explanations. International
Journal of Science Education, 25(11), 1353-1368. doi:
10.1080/0950069032000070306.

Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003. Sistem Pendidikan


Nasional pasal 1 ayat 20

Uno, H. (2010). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.


74

Wilandari, D. N. (2015) Analisis Model Mental Siswa di SMA 4 Pandeglang pada


Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit (Skripsi). Universitas Negeri
Jakarta. Jakarta.

Winarsunu, T. (2010). Statistika dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan.


Malang. UMM Press.
75

Lampiran 1

ANALISIS INDIKATOR BUTIR SOAL

Indikator Indikator Butir Soal Soal Indikator (sub) butir Repreentasi Representasi Kimia
Pencapaian soal Kimia Total
Kompetensi

Menjelaskan Sifat- - Siswa diberi soal 1 (a) Menjelaskan sifat daya Makroskopik Makroskopik-Simbolik-
sifat larutan untuk dapat hantar listrik larutan Submikroskopik
elektrolit dan non menjelaskan sifat (ditinjau dari ciri-ciri
elektrolit dengan sifat larutan elektrolit reaksi kimia)
tiga level dan non elektrolit 1 (b) Menuliskan persamaan Simbolik
representasi kimia melalui hasil data reaksi
(C2) percobaan dengan 1 (c) Menjelaskan pemahaman Submikroskopik
menerangkan atau sifat daya hantar listrik
merepresentasikan yang dituangkan melalui
dalam bentuk absrak gambar
( C2).
- Siswa diberi soal 2 (a) Menjelaskan ciri ciri Makroskopik Makroskopik-Simbolik-
untuk dapat terjadinya reaksi kimia Submikroskopik
menjelaskan ciri-ciri pada NaCl padat, lelehan,
terjadinya reaksi dan larutan
kimia pada NaCl 2 (b) Merepresentasikan Simbolik
yang berfasa imajinasi gambar
padat,lelehan, dan molekul/ion
larutan serta dapat 2 (c) Membuat konfigurasi Submikroskopik
merepresentasi elektron dan
imajanasi gambar menyebutkan jenis
molekul/ion masing senyawa pada NaCl
masing fasa (C2).
- Siswa diberi soal 3 (a) Menjelaskan sifat daya Makroskopik Makroskopik-
76

Indikator Indikator Butir Soal Soal Indikator (sub) butir Repreentasi Representasi Kimia
Pencapaian soal Kimia Total
Kompetensi

untuk dapat hantar listrik larutan non dan Submikroskopik-


menjelaskan sifat elektrolit (larutan CCl4) submikroskopik Simbolik-Simbolik
elektrolit dan non 3 (b) Menuliskan struktur lewis Simbolik
elektrolit serta larutan non elektrolit
merepresentasikanny 3 (c) persamaan reaksi pada Simbolik
a dalam struktur dan larutan non elektrolit
persamaan reaksi
(C2)

Menyebutkan Siswa diberi soal 4 (a) Menyebutkan larutan Makroskopik Makroskopik-Simbolik-


contoh larutan untuk dapat elektrolit dan non Submikroskopik
elekrolit dan non menyebutkan contoh elektrolit.
elektrolit (C1) larutan elektrolit dan
non elektrolit (C1)
Merepresentasikan- 4 (c) Menuliskan persamaan Simbolik
Menghubungkan nya dalam bentuk reaksi larutan elektrolit
sifat senyawa ion persamaan reaksi dan non elektrolit
dan kovalen dalam (C2)
larutan elektrolit
dan non elektrolit Siswa diberi soal 4 (b) Memprediksikan larutan Submikroskopik
untuk untuk elektrolit dan non
mengidentifikasi menghubungkan sifat elektrolit (dihubungkan
sifat-sifat larutan daya hantar listrik dengan pergerakan
elektrolit dan non dengan senyawa ion ionnya)
elektrolit (C5). dan dapat 6 (a) Menghubungkan sifat Makroskopik
merepresentasikan daya hantar listrik dengan
simboliknya (C5). senyawa ion berdasarkan
gambar Makroskopik-
77

Indikator Indikator Butir Soal Soal Indikator (sub) butir Repreentasi Representasi Kimia
Pencapaian soal Kimia Total
Kompetensi

6 (b) Merepresentasikan ikatan Submikroskopik Submikroskopik-


kimia dari senyawa ion Simbolik
6 (c) Merepresentasikan simbol Simbolik
dari senyawa ion
- Siswa diberi soal 5 (a) Menjelaskan langkah Makroskopik Makroskopik-Simbolik
Merancang alat untuk dapat 5 (b) daya hantar listrik larutan.
percobaan elektrolit menjelaskan
dan non elektrolit langkah-langkah
(C6) percobaan daya
hantar listrik (C2).

- Siswa diberi soal 5 (c) Menggambar rangkaian Simbolik


untuk alat uji elektrolit
merepresentasikan
dalam bentuk
gambar rangkaian
alat uji elektrolit dan
non elektrolit (C6).
78
Lampiran 2 Validasi Instrumen Dosen Ahli 1
Lampiran 3 Validasi Instrumen Dosen Ahli 97
Lampiran 3 Rubrik Jawaban Tes Uraian 106
116
Lampiran 4 Validasi Instrumen Siswa
Lampiran 5 Anates Data Mentah 123
Lampiran 6 Anates Penyekoran 124
Lampiran 7 Anates Reabilitas dan Reabilitas Ms.Excel 125
ANALISIS RELIABILITAS NON BELAH DUA 126
No Siswa Nomor Soal Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 FN 6 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8
2 FA 6 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8
3 AP 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 6
4 NN 5 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9
5 DA 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
6 NM 5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
7 AS 5 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11
8 TD 5 6 0 0 0 0 0 0 3 0 0 2 16
9 MI 7 6 0 0 0 0 0 0 3 0 0 2 18
10 RF 6 6 5 6 0 0 2 4 3 0 0 2 34
11 AR 4 6 5 5 0 0 0 0 0 0 0 2 22
12 RN 7 6 5 6 6 6 0 4 0 4 0 2 46
13 LS 6 6 4 6 6 5 4 6 0 1 2 2 48
14 EM 7 6 4 6 6 4 0 0 2 6 2 0 43
15 NA 6 6 4 6 6 4 2 4 0 2 0 2 42
16 NR 6 5 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 13
17 MF 6 6 4 6 6 6 0 0 0 0 4 2 40
18 FM 5 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11
19 ES 6 6 5 6 0 0 0 0 0 2 0 2 27
20 HA 6 6 5 0 0 0 2 0 0 0 0 2 21
21 FA 6 6 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17
22 NO 5 0 0 0 0 0 2 4 1 0 6 2 20
23 RI 5 6 5 6 6 6 0 0 0 0 0 2 36
Varians Xi 1,2609 5,806 5,5652 8,6759 7,257 5,6 1,249 3,59 1,17 2,328 2,403 1,04 45,94862
Varians total 211,81
Reabilitas 0,9788
Lampiran 8 Anates Tingkat Kesukaran 128
Lampiran 9 Anates Korelasi Skor Butir Soal 129
131

ANALISIS PENGGUNAAN INSTRUMEN PENELITIAN

Kesimpulan
Kalibrasi Instrumen
Instrumen
Digunakan/
IP NS Validitas Reliabilitas Tingkat Kesukaran Validasi Dosen Ahli 1 Validasi Dosen Ahli 2 NS
Tidak digunakan
1 Valid 0,541 Mudah 77,38 Valid Valid digunakan 1
1 2 Valid 0,167 Sedang 58,33 Valid Valid digunakan 2
3 Valid 0,760 Sedang 45,00 Valid Valid digunakan 3
4 Valid 0,895 Sedang 50,00 Valid Valid digunakan -
2 5 Valid 0,857 Sedang 50,00 Valid Valid digunakan 4
6 Valid 0,833 Sedang 43,06 Valid Valid digunakan 4
Tidak Sangat Setelah Tidak Setelah
7 0,407 Reliabel 0,94 7,14 Valid Tidak digunakan -
Valid Sukar Perbaikan Valid Perbaikan
3 8 Valid 0,616 Sukar 19,44 Valid Valid digunakan 6
Tidak Sangat
9 0,138 5,56 Valid Valid Tidak digunakan -
Valid Sukar
10 Valid 0,611 Sukar 18,06 Valid Valid digunakan 5
Tidak Sangat
4 11 0,250 13,89 Valid Valid Tidak digunakan -
Valid Sukar
12 Valid 0,657 Sedang 41,67 Valid Valid digunakan 5

NB :
1) NS = Nomor Soal
2) IP = Indikator Pencapaian
Lampiran 11 Instrumen Tes Uraian Penelitian 132
Lampiran 13 Jawaban Siswa 140
Lampiran 14 144

TRANSKIP DATA STUDI DOKUMENTASI

Guru : “Apakah kalian masih ingat materi ikatan kimia?” Jika masih, ini ikatan apa?”

Siswa : “Kovalen.” (Jawab sebagian siswa)

Guru : “Salah.”

Siswa : “Ion.” (Siswa yang lain menjawab)

Guru : “Mengapa ion?”

Siswa : “Karena ada L.” (Siswa nyeletuk menjawab dengan bercanda)

Guru : “Karena ada kation dan anion. Kalau ini termasuk ikatan apa?”

Siswa : “Kovalen.”

Guru : “Apa itu ikatan kovalen?”


“Ikatan kovalen ada dua jenis. Adakah yang tahu ikatan kovalen apa saja?”

Siswa : (hening)

Guru : “Polar” (guru menjawabnya karena siswa tidak ada yang menjawab)

Guru : “Mengapa polar?”

Siswa : “Karena hidrogen.” (Salah satu siswa menjawab)

Siswa : “Tidak tahu bu.” (Siswa lainnya ikut menjawab)

Guru : “Karena ikatan polar mempunyai pasangan elektron bebas. kalau ada PEBnya berarti
termasuk ikatan polar. Sedangkan kalau ikatan non polar tidak ada PEBnya. Masih
ingatkah kalian?”

Siswa : “Oh iya iya”

Guru : “Kalau ini jenis ikatan apa?” (menunjukkan gambar yang ada pada powerpoint)

Siswa : “Ikatan non polar.”

Guru : “Ingat ya, jadi ingat ya materi ikatan kimia.”


“Sekarang Ibu akan bertanya mengenai sifat bahan. Sifat bahan ada berapa
berdasarkaan daya hantar listriknya?”

Siswa : “Ada dua.” (salah satu siswa menjawab)


“Tiga bu.” (siswa yang lain menimpali)
“Empat.” (siswa yang lainpun ikut menjawab)
“Dua.”
Guru : “Apa yang pertama?”

Siswa : “Konduktor.”

Guru : “Apakah konduktor itu?”

Siswa : “Dapat menghantarkan panas, menghantarkan listrik.”

Guru : “Sifat bahan yang dapat menghantarkan panas atau yang bisa menghantarkan
listrik.” (menjelaskan kembali)

Guru : “Kalau isolator dapatkah menghantarkan arus listrik?”

Siswa : “Tidak bisa.”

Siswa : “Iya.” (siswa yang lainnya menimpalinya)

Guru : “Yang bisa itu konduktor, contohnya logam dan kaca. Isolator contohnya kayu dan
wol.” (guru menjelaskan ke siswa)
“Perhatikan ya! yang belakang tolong perhatikan kedepan semuanya!”

**(menyetel cuplikan video)**

**

Guru : “Yakin konduktor?”

Siswa : “Iya.”

Guru : “Yakin itu konduktor?”

Siswa : “Iyaaa.”

Guru : “Apanya ?”

Siswa : “Besi. Logam.”

Guru : “Kabel itu apa?”

Siswa : “Logam.”

Guru : “Konduktor kan”

Siswa : “Iya”

Guru : “Nah berarti bisa menghantarkan listrik.”

Guru : “Yang bisa menghantarkan listrik ikannya atau airnya ?”

Siswa : “Airnya.”

Guru : “Mengapa tidak ikannya? Mengapa airnya?”


Siswa : “Karena termasuk konduktor, ada mineral mineralnya.” (siswa antusias menjawab
pertanyaan guru)

Guru : “Karena air sungai itu ada garam-garam mineral, air itu kan ada dibawah tanah ya.”

Siswa : “Iya.”

Guru : “Nah itu mengandung garam-garam mineral, contohnya NaCl. NaCl ikatan apa?”

Siswa : “Ikatan kovalen.” (sebagian siswa menjawab pertanyaan guru)


“Ion.” (Siswa yang lainnya ikut menjawab pertanyaan guru)
“eh iya ikatan ion.” (siswa yang lain ikut mengklarifikasinya)

Guru : “Nah ikatan ion itu, bisa menghantarkan listrik.”

**(kemudian keadaan kelas ramai)**

**

Guru : “Jadi, senyawa ion itu terdiri dari kation dan anion yang memiliki daya tarik menarik
sehingga kationnya dapat menarik elektron yang dialirkan dari sumber listrik.
Paham tidak?”

Siswa : “Tidak.”

Guru : “Jadi kalau ion itu kan terionisasi dari Na+ dan Cl- . Na+ dan Cl- punya gaya
elektrolmagnetik plus dan minus. Nah sedangkan kalau listrik itu, di dalam listrik
itu ada sumber elektron. Tahu tidak apa itu elektron?”

Siswa : “minus.”

Guru : “Ini muatannya.” (menunjuk plus minus pada powerpoint)

Guru : “Elektron itu dipancarkan melalui kabel ke larutan. Jadi, dari larutan dipancarkan
lagi oleh ion Na+, kemudian menghasilkan listrik. Nanti kalian praktikum supaya
lebih jelasnya.”

Siswa : “Ya sudah langsung praktek aja.” (nyeletuk siswa)

Guru : “Itu kan yang ion, ada lagi jenis ikatan yang lain yaitu kovalen polar. Kalau kovalen
polar, jika dilarutkan dalam air tidak terionisasi. Kalau ion itu terdiri dari anion dan
kation. Kalau kovalen molekulnya netral tidak bermuatan. Tetapi saat dilarutkan
dengan air dapat menghantarkan listrik.” (guru melanjutkan menjelaskan materi ke
siswa)

Guru : “Apa penyebabnya?” (menanyakan kepada siswa)

Siswa : “Karena air memiliki pasangan elektron bebas.”

Guru : “Elektron bebasnya itu yang menghantarkan listrik bukan dari muatan molekulnya
itu, berbeda dengan ion. Paham tidak?”

Siswa : “Tidak” (sebagian siswa menyaut dengan serentak)

Siswa : “Iya iya paham” (sebagian siswa menyaut)

Guru : (guru menuliskan struktur lewis H2O dipapan tulis)

Guru : “Masih ingat mengenai struktur lewis?”

Siswa : “Iya.”

Guru : “Masih ingat tidak elekron valensi O ada berapa?”

Siswa : “Hmm empat... empat... delapan” (siswa menjawab dengan jawaban yang berbeda)

Guru : “Berapa? O ada digolongan berapa ?”

Siswa : “dua”

Guru : “O di golongan 6. Berarti elektron valensinya 6.” (guru langsung membenarkan


jawaban siswa)

Guru : “Nah yang dua udah berikatan sama H, berarti sisanya berapa ?”

Siswa : “Empat”

Guru : “Nah empat inilah yang jadi pasangan elektron bebas.”

Siswa : “Oh iya, ngerti ngerti.”

Guru : “Sampai sini paham tidak?”

Siswa : “Paham.”

Guru : “Nah yang terakhir ada senyawa kovalen non polar. Kovalen non polar muatannya
netral, cuma bedanya kovalen non polar tidak punya pasangan elektron bebas.
Jadi, tidak bisa menghantarkan listrik meskipun dilarutkan dalam air. itu bedanya
ya.”
Siswa : “Iya.”

Guru : “Oke.”

Guru : “Yusuf! Tolong baca tabel berikut!” (menunjuk tabel pada powerpoint)

Siswa : “Senyawa ion padatan tidak dapat menghantarkan listrik karena ion padatan tidak
dapat bergerak bebas; lelehan, dapat menghantarkan listrik karena ion-ionnya jauh
dapat bergerak bebas dari padatan; larutan, dapat menghantarkan listrik karena ion-
ionnya dapat bergerak bebas.
Guru : “Sama tidak?”
Siswa : “Tidak sama antara bentuk padatan, lelehan dan larutan.”

Siswa : “Oh padatan, oh padatan tidak dapat ya.”

Siswa : “Batu batu tidak bisa ya batu?”

Guru : “Tidak bisa”

Guru : “Ada lagi, senyawa kovalen polar, tidak dapat menghantarkan listrik karena
padatannya terdiri dari molekul-molekul netral, lelehan, tidak dapat menghantarkan
listrik karena padatannya terdiri dari molekul-molekul netral meskipun dapat
bergerak lebih bebas. Larutan, dapat menghantarkan listrik.”
(Guru mereview kembali daya hantar listrik senyawa kovalen polar dan non polar)

**(Siswa membacakan langkah kerja sebelum praktikum)**

1. Rangkailah alat uji elektrolit seperti gambar berikut. (gambar terdapat di lks)
2. Periksaah apakah alat penguji elektrolit dapat bekerja dengan baik.
3. Masukan salah satu larutan yang akan diuji daya hantar listriknya kedalam gelas
beaker hingga setengahnya.
4. Periksalah daya hantar listrik larutan tersebut perhatikan bola lampu menyala atau
tidak.
5. Periksa kedua elektrode alat penguji elektrolit tersebut dengan memasukan
kedalam gelas beaker 25 ml yang berisi air 3/4 bagian apakah terdapat gelembung
atau tidak. Keringkan dengan kain lap.
6. Dengan cara yang sama lakukan pekerjaan seperti diatas untuk larutan-larutan
yang lain.
7. Amati perubahan yang terjadi. Catatlah dalam tabel berikut sebagai data
pengamatan.
Guru : “Paham tidak langkah kerjanya?”

Murid : “Paham.”

Guru : “Nanti kalian membuat rangkaian alat uji daya hantar listrik seperti ini.”
(menunjukkan contoh rangkaiannya)

Guru : “Yang positifnya langsung keelektroda, kalau yang negatif kelampu dulu, kemudian
sambung lagi ke elektroda. Cara uji benar atau tidak rangkaiannya kalau kedua
elektroda nyala berarti benar rangkaian alat ujinya, kalau tidak nyala rangkaiannya
salah.”

**(Siswa memulai praktikum)**

**

Siswa : (siswa merangkai alat uji elektrolit)


Guru : “Lampunya nyala tidak?”

Siswa : “Ada gelembungnya ni.”

Siswa : “Serius ada. Iya ada gelembungnya nempel disini. Itu ada gelembung-gelembung
alus.”

Siswa : “Banyak kan banyak kan. Okray.”

Guru : “Lampunya nyala atau tidak nyala?”

Siswa : “Tisu oi tisu, pakai tisu elapnya.”

Guru : “Tadi larutan apa?”

Siswa : “Cuka.”

Siswa : “Oh, cuka itu asam.”

Guru : “Asam basa sudah?”

Siswa : “Prakteknya saja yang sudah.”

Siswa : “Kalau basa kan biru lakmusnya, kalau netral tidak berubah.” (mengingat praktek

asam basa waktu SMP)

Siswa : “Kalau air sabun tidak keliatan busa ya?” (sambil menguji larutan air sabun)

Guru : “Itu apa?” (menunjuk salah satu larutan yang ada di meja kelompok siswa)

Siswa : “Air sabun.”

Guru : “Ada tidak gelembungnya?”

Siswa : “Ada ini gelembungnya ada, keliatan gelembung-gelembungnya, sumpah-sumpah


nih keliatan nih.” (siswa menyeletuk)

Guru : “Gelembung sabun atau gelembung percobaannya?”

Siswa : “Gelembung pada percobaan.”

Siswa : “Itu basa, itu basa.”

Guru : “Coba mana gelembung percobaan mana gelembung sabunnya?” (sambil mengamati
gelembung)

Siswa : “Itu gelembung-gelembungnya, pada naik naik keatas.” (siswa menunjukkan


gelembung)

Guru : “Apakah lampu menyala?”


Siswa : “Tidak.”

Siswa : “Coba sekarang menggunakan garam.”

Siswa : “Air jeruk dulu.” (teman satu kelompoknya berpendapat)

Siswa : “Air jeruk nyala ini. Tuh kan nyala.” (siswa menempelkan kedua elektroda sehingga
lampu menyala bukan dari percobaan air jeruk)

Siswa : “Ai jeruknya tidak nyala, air jeruk termasuk basa.”

Guru : “ Ada gelembuungnya tidak? Benarkah rangkaiannya?”

Siswa : “Benar rangakiannya kalau dijadiin satu.” (menunjukkan lampu menyala ketika
kedua karbon ditempelkan)
Siswa : “Itu mah karbon.” (teman kelompok menanggapinya)

Siswa : “Air jeruk tidak nyala.”

Siswa : “Jeruknya tidak asam.”


*

Guru : “Larutan apakah ini?” (menunjukkan larutan yang ada di meja kelompok)

Siswa : “Garam.”

Guru : “Apakah terdapat gelembungnya?”

Siswa : “Iya, banyak. Gelembungnya merekat”

Guru : “Kalau itu larutan apa?” (menunjuk kelarutan yang ada di meja siswa)

**(Pertanyaan guru diacuhkan siswa)**

Siswa : “Kok tidak ada lampunya lagi?”

Siswa : “Jangan-jangan belum bayar listrik.”

Siswa : “Lampunya tidak nyala.”

Guru : “Itu larutan apa ?”

Siswa : “HCl.”

Guru : “Itu larutan apa?” ( menunjuk salah satu larutan yang ada dimeja)

Siswa : “HCl dan garam.”

Guru : “Yang lainnya larutan apa aja?” (Guru menanyakan larutan yang akan diuji coba
daya hantarlistriknya)
Siswa : “Pocari.”

**(Mengamati percobaan daya hantar listrik dengan seksama)**

Guru : “H2SO4 belum ya?”

Siswa : “Iya belum.”

Guru : “Di depan ngambilnya.”

Guru : “Itu HCl?”

Siswa : “Iya.” (sambil mengelap elektroda dengan tisu)

Siswa : “Nyala nih.” (mengamati lampu pada larutan HCl)

Siswa : “Ini HCl nyala.”

Siswa : “Nyala.” (ujar teman satu kelompoknya)

Siswa : “Nyala tadi nyala, nih ada gelembung.” (sambil mengamati praktikum)

Siswa : “Banyak gelembungnya.” (teman kelompoknya turut mengamati praktikum)

Siswa : “Jadi nulisnya nyala aja nih?” (sambil mengisi LKS)

Siswa : “Iya nyala lah.” (teman kelompoknya menjawab)

**

Guru : “Tadi larutan apa yang lampunya nyala?”


Siswa : “HCl.”

Guru : “HCl itu termasuk asam apa?”

Siswa : “Asam Klorida.” (menjawab sambil membersihkan karbon dengan tisu)

Setelah praktikum, Siswa membersihkan alat-alat praktikum. Kemudian, guru menjelaskan


materi usai praktikum daya uji hantar listrik larutan elektrolit dan non elektrolit.

Guru : “Selama percobaan tadi, apakah kalian menemukan gelembung gas?”

Siswa : “iya.” (serempak siswa menjawabnya)

Guru : “Adanya gelembung gas karena ada reaksi kimia. Adakah yang masih ingat ciri-ciri
dari reaksi kimia?”

Siswa : “Tidak.” (Sebagian siswa menanggapi, dan sebagian hanya terdiam)

Guru : “(1) Adanya gelembung gas, (2) Terjadinya perubahan warna, (3) Perubahan suhu,
(4) Terebntuknya endapan.”
Guru : “Salah satu dari reaksi kimia adanya gelembung gas. Terbukti pada saat praktikum
daya hantar listrik, ada gelembung gas pada saat mencelupkan elektroda ke larutan
cuka, berarti ada tanda reaksi kimia. Apakah lampunya menyala pada larutan cuka?”

Siswa : “Nyala karena ada daya hantar listrik.”

Siswa : “Tapi punya kelompok saya lampunya tidak menyala bu.” (siswa kelompok lain
menanggapinya)

Guru : “Air cuka menghasilkan gelembung gas, berarti bereaksi didalamnya tetapi tidak
menghantarkan listrik. Mengapa?”

Siswa : (terdiam, tidak ada yang menanggapinya)

Guru : “Karena daya hantar listriknya rendah, jadi sifatnya itu elektrolit lemah.

Siswa : “Oh begitu. Iya iya.”

Guru : “Coba sekarang kelompok 2. Ayo dibaca hasil praktikumnya kelompok 2!”

Siswa : “Larutan NaOH (air sabun) lampu tidak menyala, ada gelembung gas.”

Guru : “Sifatnya apa kira-kira?”

Siswa : “Elektrolit lemah.”

Guru : “Seharusnya, menurut teori, larutan NaOH termasuk elektrolit kuat karena termasuk
basa kuat. Tetapi, pada saat percobaan lampu tidak menyala. Hal ini menunjukkan
ada senyawa lain didalam air sabun itu. Bisa jadi, ada campuran senyawa lain.”

Siswa : “Kalau lampunya tidak menyala, tidak erdapat gelembung berarti termasuk non
elektrolit.” (Siswa menanggapinya)

Guru : “Coba dicocokkan dengan daya hantar listriknya, coba bagaimana?”

Siswa : “Lampu tidak nyala, gelembungnya tidak ada. Jadi, tidak ada daya hantaran
listriknya.”

Siswa : “Kalau gelembung ada dan lampu menyala, berarti hantarannya kuat.”

Siswa : “Kalau lampu nyala kemudian gelembungnya ada, eh tidak ada maksudnya. Berarti
daya hantar listriknya lemah.”

Siswa : (siswa disampingnya temen satu kelompoknya membantunya) Kebalik, kalau lampu
tidak nyala, tetapi gelembungnya ada.”

Siswa : “Oh iya, kalau lampu tidak nyala gelembungnya ada itu hantarannya lemah.”

Guru : “Sudah bisa berarti ya?”

Siswa : “Iya.”
Siswa : “Kelompokkan bahan uji tersebut ke dalam larutan yang dapat menghantarkan arus
listrik (larutan elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah) dan larutan yang tidak
menghantarkan arus listrik (larutan nonelektrolit).” (siswa membaca pertanyaan nomor dua
pada LKS)

Guru : “Coba dikelommpokkan dituliskan dalam bentuk tabel, mana yang termasuk elektrolit dan
mana yang termasuk non elektrolit.”

Siswa : “Ini sudah ada tabelnya.”

Guru : “Yasudah, sebutkan saja.”

Siswa : “Air sabun, elektrolit kuat; Air jeruk, elektrolit lemah; Garam dapur...” (guru
Memotong pembicaraan siswa untuk meluruskan cara menyebutkannya)

Guru : “Jangan seperti itu, sebutkan larutan apa saja yang termasuk elektrolit kuat dan
elektrolit lemah!”
Siswa : “Elektrolit kuat: air sabun, larutan garam dapur, larutan HCl, larutan H2SO4;
Elektolit Lemah : larutan cuka, air jeruk, pocari sweat; Non elektrolit: Akuades.”

Guru : “Akuades saja? Apakah gula tidak termasuk elektrolit?”

Siswa : “Iya, gula termasuk non elektrolit.”

Guru : “Jadi, akuades dan gula termasuk non elektrolit.” (ujar guru menerangkan contoh
non elektrolit.”
**

Siswa : “Jelaskan jenis ikatan kimia yang terdapat dalam larutan yang telah di uji dan kaitkan
dengan daya hantar listrik larutannya !” (siswa membaca pertanyaan nomor tiga pada LKS)

Guru : “Coba didiskusikan dahulu mengenai ikatan kimia.”

Siswa : (Siswa mendiskusikan dengan seksama)

**

Karena keterbatasan waktu, setelah kurang lebih 10 menit siswa belum bisa menjawabnya
maka guru langsung menjelaskan hubungan ikatan kimia dengan larutan elektrolit dengan
media powerpoint.

Guru : “Apakah ada yang masih ingat apa itu kovalen polar dan kovalen non polar?”

Guru : “Ini kovalen apa?” (menunjukkan gambar; pertanyaan belum dijawab siswa, guru

langsung menanyakan gambar selanjutnya)


Guru : “Kation dan anion, ikatan yang terbentuk dari logam dan non logam termasuk ikatan
apa? (menunjukkan gambar)

Siswa : “Ion Bu.”

Guru : “Iya ion.”

Guru : “Kalau ikatan kovalen itu non logam dengan nonlogam.” (ujuar guru menjelaskan

ikatan kovalen)

“Ini termasuk kovalen polar atau non polar?” (menunjukkan gambar di powerpoint)

Siswa : (terdiam)

Guru : “Kalau polar mempunyai pasangan elektron bebas. Kalau non polar tidak punya

pasangan elektron bebas.”

Guru : “Paham tidak?”

Siswa : “Paham.”

Guru : “Contoh kovalen polar apa?”

Siswa : CH3COOH (siswa membaca powerpoint)

**(Keadaan kelas ramai sekali, sedangkan suara guru kecil)**

Guru : “Apakah suara Ibu terdengar sampai belakang?”

Siswa : “Tidak kedengaran bu.”

Siswa : “Tidak kelihatan tulisannya.” (mengamati tulisan yang dipowerpoint)

Guru : “Ayo perhatikan!”

**Guru menjelaskan materi**

Guru : “Senyawa Ion, terdiri dari kation dan anion yang memiliki gaya tarik menarik
sehingga kationnya dapat menarik elektron yang dialirkan dari sumber listrik;
Senyawa kovalen polar, terdiri dari molekul netral,tetapi ketika larut dalam air dapat
menghantarkan listrik karena memiliki pasangan elektron bebas; Senyawa kovelen
nonpolar, terdiri dari molekul netral, dan meskipun ada beberapa yang larut dalam air
tetap tidak dapat menghantarkan listrik karena tidak memiliki pasangan elektron
bebas.”

Guru : “Nah ini tabelnya. Coba dibaca tabelnya! Pandu, coba baca!”

Siswa : “Tidak kelihatan Bu,tidak pakai kacamata.”


Guru : “Sini ke depan!”
**(siswa membaca tabel mengenai perbedaan senyawa ion, kovalen polar, dan kovalen non
polar dari powerpoint)**

**
Guru : “Jadi kalau padatan senyawa ion tidak dapat menghantarkan listrik. Kalau padatan,
seperti jalanan macet. Tidak bisa lewat. Kalau lelehan seperti jalanan ramai
lancar, bisa gerak tetapi terbatas. Kalau larutan seperti jalan tol. Itu untuk senyawa
ion ya.”
Guru : “Yang duduk dibelakang, jangan ngobrol sendiri ya!” (menegur siswa)

**(guru lanjut menjelaskan kembali)**

Guru : “Sekarang kovalen polar. Kovalen polar tidak dapat menghantarkan listrik
karena molekulnya netral. Kovalen polar dapat menghnatarkan arus listrik hanya
pada larutan. Ada yang tahu mengapa bisa demikian?”

Siswa : (terdiam)

Guru : “Karena molekulnya netral. Pada larutan, kovalen polar dapat menghantarkan arus
listrik karena terdapat elektron bebas bukan karena ion. Berbeda dengan senyawa
ion.” (guru menjawab pertanyaan yang tidak dijawab siswa)

Siswa : (melanjutkan membaca kembali tabel pada powerpoint tersebut)

Guru : (meringkas kembali senyawa ion, kovalen polar, dan non polar pada padatan,

lelehan, dan larutan)

Guru : (menunjukkan representasi daya hantar listrik pada ion-ionnya)

Guru : “Coba sekarang lihat kedepan lagi!” (mengerahkan siswa supaya fokus ke
powerpoint untuk melihat pergerakan elektron pada larutan elektrolit sehingga
lampu dapat menyala)

Guru : “Kalau yang positif elektronnya dialirkan keelektrodanya langsung. Kalau yang
negatif kelampu dulu, baru keelektrodanya.”

Guru : “Sudah pada paham semuanya?”

Siswa : “Sudah.”

Guru : “Sampai disini dahulu pertemuan kali ini, kurang lebihnya mohon maaf.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarrakatuuh.”

Siswa : “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarrakatuuh.”


LARUTAN ELEKTROLIT DAN
NON ELEKTROLIT
Ikatan Kimia

Ikatan kovalen
non polar
Ikatan Ion
Ikatan kovalen polar
Sifat Bahan

Konduktor Isolator

Zat atau bahan yang tidak dapat


Zat atau bahan yang dapat menghantarkan panas maupun
menghantarkan panas maupun listrik listrik

Cotnohnya: Logam, Kaca. Cotnohnya: Kayu, Plastik, Wol


 Video
Kenapa air sungai menghantarkan
listrik ?

Mengandung garam-garam
Air sungai
mineral seperti NaCl

Larutan Ikatan ion


Elektrolit
Terdiri dari kation dan anion yang memiliki
Senyawa ion gaya tarik menarik sehingga kation nya
dapat menarik elektron yang dialirkan dari
sumber listrik
Contohnya ;
NaCl (aq) → Na+ +Cl-
NaCl (l) → Na+ +Cl-

Terdiri dari molekul netral,tetapi ketika


Senyawa kovalen larut dalam air dapat menghantarkan
polar listrik karena memiliki pasangan
elektron bebas

Contohnya ;
CH3COOH (aq) ↔ CH3COO- + H+
Terdiri dari molekul netral,dan meskipun
Senyawa kovalen ada beberapa yang larut dalam air tetap
nonpolar tidak dapat menghantarkan listrik
karena tidak memiliki pasangan
elektron bebas

Contohnya ;
C6H12O6 (aq)
Jenis senyawa Padatan Lelehan Larutan
Senyawa ion Tidak dapat Dapat Dapat
menghantarkan menghantarkan menghantarkan
listrik, karena dalam listrik karena dalam listrik karena dalam
bentuk padatan ion- bentuk lelehan, ion- bentuk larutan,ion-
ionya tidak dapat ionnya dapat ionnya dapat
bergerak bebas bergerak jauh lebih bergerak bebas
bebas dibandingkan
ion-ion dalam
padatan
Senyawa kovalen Tidak dapat Tidak dapat Dapat
polar menghantarkan menghantarkan menghantarkan
listrik, karena listrik, karena listrik, karena
padatannya terdiri padatannya terdiri memiliki pasangan
dari molekul- dari molekul- elektron bebas yang
molekul nertal molekul nertal apabila direaksikan
meskipun dapat dengan air molekul-
bergerak lebih molekulnya dapat
bebas terhidrolisis menjadi
ion-ion yang dapat
bergerak bebas
Jenis senyawa Padatan Lelehan larutan
Senyawa kovalen Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat
non polar menghantarkan menghantarkan menghantarkan
listrik, karena listrik, karena listrik, karena
padatannya terdiri padatannya terdiri tidak memiliki
dari molekul- dari molekul- pasangan elektron
molekul nertal molekul nertal bebas
meskipun dapat
bergerak lebih
bebas
Senyawa

Ionik Kovalen

Padatan Lelehan Larutan Polar Nonpolar

Tidak dapat Tidak dapat


menghantarkan Padatan Larutan menghantarkan
listrik listrik
Lelehan
Dapat
Dapat
menghantarkan
menghantarkan
listrik
Tidak dapat listrik
menghantarkan
listrik
Alat Uji Elektrolit
Baterai

Lampu
Kabel

Papan
Elektroda
Bahan praktikum untuk minggu
depan
 Garam dapur
 Air cuka
 Air gula
 Pocari sweat
 Air jeruk
 Air sabun
ALASAN TERBENTUK DAN
TIDAK TERBENTUKNYA
GELEMBUNG GAS

Terbentuknya gelembung gas


merupakan salah satu ciri terjadinya
reaksi kimia

Reaksi yang terjadi kation yang


mengalami reaksi reduksi dan
anion yang mengalami reaksi
oksidasi
Larutan NaCl

Persamaan reaksinya:

H2O
NaCl(s) Na+(aq) + Cl-(aq)

Na
+

Cl-
+
- -
+
- +
+
-
Larutan
NaCl
+
-
-
+
- +
-
+

e–
+ + -
+ --
+
-

e-
- +
Daya hantar listrik setiap larutan berbeda-beda
tergantung jenis senyawa yang dikandungnya.

Senyawa yang dapat terionisasi secara sempurna


memiliki daya hantar listrik yang lebih besar
(kuat)sehingga dapat membuat lampu menyala
terang sehingga disebut elektrolit kuat dan
memiliki derajat ionisasi (𝛼)=1

Senyawa yang hanya terionisasi sebagian memiliki


daya hantar listrik lebih rendah (lemah) sehingga
membuat lampu redup atau tidak menyala
sehingga disebut elektrolit lemah dan memiliki
derajat ionisasi (𝛼) sebesar 0 ≤ 𝛼 ≤ 1
Senyawa yang tidak terionisasi sama atau tidak
bereaksi dan tidak dapat membuat lampu menyala
berarti senyawa tersebut tidak dapat menghantarkan
listrik sehingga disebut non elektrolit dan memiliki
derajat ionisasi (𝛼)=0
Elektrolit kuat Elektrolit lemah Non elektrolit
Asam kuat seperti Asam lemah seperti CH3OH
larutan hidrogen halida cuka (CH3COOH) , (metanol),
(HCl, HBr, dan HI). amonium hidroksida C2H5OH(etanol ),
(NH4OH), asam C6H12O6
karbonat (H2CO3), (glukosa),
asam nitrit (HNO2), (NH2)2CO(Urea)
dan asam fosfat
(H3PO4) ,HF

Basa kuat seperti Basa lemah seperti


Larutan hidroksida NH4OH, Ni(OH)2, HF,
unsur golongan IA HCOOH, H2CO3
(NaOH, KOH, RbOH, dan lain-lain
CsOH) dan IIA
[(Ca(OH)2, Sr(OH)2,
Ba(OH)2]

Garam yang mudah Garam yang sukar


larut seperti larut seperti
NaCl,KI, Al2(SO4)3 AgCl, CaCrO4
PbI2
Kesimpulan
 Senyawa yang dapat menghantarkan arus
listrik disebut senyawa elektrolit
 Senyawa yang tidak dapat menghantarkan
listrik disebut senyawa non elektrolit
 Senyawa elektrolit ada dua macam yaitu
elektrolit kuat dan elektrolit lemah
Lampiran 16 Analisis Data Penelitian 161
Lampiran 17 Persentase rata-rata Level Representasi 163
Lampiran 18 Persentase Kategori Model Mental 165
Lampiran 19 Surat Permohonan Izin Penelitian 168
Lampiran 20 Surat Keterangan Izin Penelitian 168
Lampiran 21 Lembar Uji Referensi 169

Anda mungkin juga menyukai