SKRIPSI
Oleh
FIKA RAKHMALINDA
NIM. 1112016200003
Kata kunci: Model Mental, Representasi Kimia, Larutan Elektrolit dan Non
Elektrolit
iv
ABSTRACT
Fika Rakhmalinda (NIM. 1112016200003), Identifitation of Mental Model
based on Three Levels Representation of Electrolyte and non Electrolyte
Solution Topic, Chemistry Education Program, Science Education Departement,
Faculty of Tarbiya and Teaching Science of Syarif Hidayatullah State Islamic
University, Jakarta, 2017.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim.
Assalamualaikum wr wb,
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat nikmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw dan juga kepada para
saudara serta sahabatnya, yang telah membimbing umat muslim kejalan yang
terang.
Skripsi dengan judul “Identifikasi Model Mental berdasarkan Tiga
Level Representasi pada Materi Larutan Elektrolit Dan Non Elektrolit” ini
dibuat penulis untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
program pendidikan Strata-Satu (S1) di Program Studi Pendidikan Kimia,
JurusanPendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, FakultasIlmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Penghargaan dan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada kedua
orangtua, Ayahanda Drs. H. Purwanto, MT dan Ibunda Hj. Titi Sulimah, S.Pd.I
yang telah menjadi sosok pendidik bagi penulis. Terimakasih atas semua
pengorbanan, kasih sayang dan doa yang tulus serta dukungan baik moril maupun
materil kepada penulis. Dan juga penulis ucapkan terimaksih kepada Adik tercinta
Annisa Hanif, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa dan
dukungannya lahir dan batin selama penulis menempuh pendidikan. Selain itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
2. Burhanuddin Milama, M.Pd, selaku ketua Program Studi Pendidikan Kimia
yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis.
3. Salamah Agung, S.Si, Apt, M.A, Ph.D, selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan motivasi penulis.
vi
4. Luki Yunita, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
memberikan saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Terimakasih sudah bersabar dalam membimbing penulis.
5. Buchori Muslim, M.Pd, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Terimakasih sudah bersabar dalam membimbing penulis.
6. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah banyak memberikan ilmu
pengetahuan selama penulis menempuh perkuliahan, semoga ilmu Bapak/Ibu
mendapat keberkahan dari Allah SWT.
7. Hj. Patra Patiah, M. Biomed, selaku kepala SMA Negeri 87 Jakarta.
Terimakasih telah mengizinkan penulis dalam melakukan penelitian di
Sekolah.
8. Debbi Tjakradirana, S.Pd, selaku guru Kimia SMA Negeri 87 Jakarta.
Terimakasih telah memberikan penulis kesempatan melakukan penelitian di
SMA 87 Jakarta.
9. Seluruh siswa kelas X khususnya X MIA I SMA Negeri 87 Jakarta yang telah
membantu penulis dalam melakukan penelitian.
10. Raden Rizka Pratiwi, mahasiswa pendidikan kimia angkatan 2013 yang pada
saat itu sedang melakukan PPKT di SMA Negeri 87 Jakarta. Terimakasih
telah membantu penulis melakukan penelitian. Serta teman-teman PPKT
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
11. Ipa Ida Rosita, S.Pd, Widya Kusumaningrum, S.Pd, Nurul Mu’nisah
Awaliyah, Fikri Sholiha, dan Dini Wulandari, selaku sahabat penulis dari
awal menduduki status mahasiswa pendidikan kimia. Terimakasih telah
berjuang bersama penulis.
12. Keluarga besar KMPLHK RANITA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
segala pengalaman dan pelajaran hidup yang berharga.
13. Lailah Fauziah, S.Pd, selaku teman dari MAN I Bekasi yang sama-sama
berjuang di bangku Pendidikan IPA FITK. Terimakasih atas dukungannya.
vii
14. Givela Nur Khaleda, S.E, Nurul Ulya, S.S dan Paracytha Gumilang, selaku
teman kosan. Terimakasih atas dukungannya.
15. Jajang Nurzaman, S.Pd, Givela Nur Khaleda, S.E, Yayan Suryani Setiawan,
dan Moh. Ubaidillah, selaku saudara seperjuangan angkatan 26 KMPLHK
RANITA. Terimakasih atas dukungannya.
16. Novianti, S.H., Nila Liana,S.E, dan Della Liyadi selaku sahabat penulis.
Terimakasih telah menghibur saat merasa jenuh.
17. Seluruh teman-teman pendidikan kimia angkatan 2012 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya.
18. Dan semua pihak yang belum disebutkan diatas, yang telah membantu
terlaksananya pembuatan skripsi ini.
Jazaakumullah Khairan Katsiiran, semoga Allah membalas semua kontribusi
kalian dengan barokah yang lebih baik.
Penulis menyadari bahwa pada penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan dalam materi maupun teknik penyajiannya, Oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan yang baik berupa saran maupun kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat di masa yang akan
datang dan dapat dijadikan acuan untuk pengembangan selanjutnya.
Fika Rakhmalinda
NIM. 1112016200003
viii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ........................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 6
D. Rumusan Masalah ...................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
ix
B. Konsep Kimia .......................................................................... 17
C. Penelitian yang Relevan .......................................................... 18
D. Kerangka Berpikir ................................................................... 20
x
2. Identifikasi Model Mental Siswa berdasarkan Tiga Level
Representasi ......................................................................... 65
xi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1. Penggunaan Representasi Makroskopik, Submikroskopik,
xii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1. Tiga Level Representasi Kimia .............................................. 9
Gambar 4.3. Grafik Level Makroskopik Siswa pada Tiap Butir Soal......... 42
Gambar 4.5. Grafik Level Submikroskopik Siswa pada Tiap Butir Soal.... 45
Gambar 4.7. Grafik Level Simbolik Siswa pada Tiap Butir Soal ............... 47
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan
oleh pengalaman bukan disebabkan oleh perkembangan (Slavin, 2011, hlm. 177).
Pembelajaran berpengaruh pada pengetahuan dan keterampilan berpikir yang
diperoleh melalui pengalaman (Santrock, 2015, hlm. 266). Menurut Undang-
Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 ayat 20 “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Berdasarkan
undang-undang tersebut, dapat diartikan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan
yang dapat menimbulkan interaksi antara siswa dan guru dalam rangka
mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa. Interaksi tersebut
menghasilkan suatu penambahan ilmu pengetahuan siswa dalam upaya
mencerdaskan peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Selain menambah ilmu
pengetahuan, proses pembelajaran juga diharapkan dapat merubah perilaku siswa
menjadi lebih baik lagi. Secara umum kegiatan pembelajaran terdiri atas kegiatan
belajar dan mengajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru dan kegiatan belajar
dilakukan oleh siswa. Pentingnya pembelajaran berlandasan pula dengan ayat suci
Al-Qur’an, yang terdapat pada Surat Al-Baqarah ayat 31-32.
ٓ
َل أَ ًۢبَُِىًِ بِأَ أس َوبٓ ِء ََ ضهُنأَ َعلَى أٱل َولَئِ َك َِة فَقَب َ َو َعلَّ ََن َءا َد ََم أٱۡلَ أس َوبٓ ََء ُكلَّهَب ثُ ََّن َع َر
َ َّ ِك ََلَ ِع أل ََن لٌَََبٓ إ
َٓل َهب َعلَّوأ تٌَََب ََ ٌَ) قَبلُىاَ س أُب َح١٣( .يي ََ ِص ِدق َ ََل َِء إِى ُكٌتُنأ ٓ َ هَٓ ُؤ
Selain kognisi, alasan lain yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa
pada pelajaran kimia yaitu siswa kurang mampu mengkaitkan tiga level
representasi dalam fenomena kimia. Johnstone et al. (1991) dalam Jansoon, Coll,
dan Somsook (2009), menunjukkan bahwa karakteristik ilmu kimia diperlihatkan
oleh representasi kimia yang terdiri dari tiga level yaitu level makroskopik,
submikroskopik dan simbolik. Level makroskopik adalah level konkret yang
merupakan representasi dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam laboratorium yang dapat diamati dengan panca indera. Level
3
submikroskopik adalah level abstrak, yang dikarakterisasi oleh konsep, teori dan
prinsip pada tingkat molekuler. Level simbolik adalah representasi yang
menggunakan persamaan kimia, persamaan matematika, grafik, mekanisme
reaksi, analogi atau pemodelan.
Pembelajaran kimia akan mudah dipahami jika dapat merepresentasikan
ketiga level representasi baik dari segi fenomena nyata, abstrak, maupun simbol-
simbol yang dapat menjelaskan konsep kimia. Sehingga dengan begitu siswa
memiliki konsep atau penjelasan materi kimia tepat secara keilmuan. Namun, jika
pembelajaran kimia hanya mengutamakan salah satu level representasi dari ketiga
level representasi kimia, membuat pemahaman siswa dalam konsep kimia tidak
dapat diterima secara keilmuan dan tidak dapat dipublikasikan dalam literatur
ilmiah. Sehingga konsep kimia yang dimiliki siswa hanya berdasarkan
pengalaman pribadi siswa.
Saat ini banyak dijumpai proses pembelajaran kimia hanya terfokus pada
penyelesaian soal yang hanya melibatkan representasi level makroskopik dan
simbolik, tidak dihubungkan dengan penjelasan yang bersifat abstrak yaitu
representasi level submikroskopik.
Representasi yang mencerminkan pemahaman siswa dan menggambarkan
kesulitan siswa dalam memahami suatu konsep disebut model mental (Park,
2006). Konsep kimia yang dimiliki siswa bergantung pada representasi kimia
sehingga berkontribusi dalam perkembangan model mental siswa (Halim, Ali,
Yahaya, dan Said, 2013). Model mental muncul melalui pengalaman siswa pada
saat melakukan proses pembelajaran.
Model mental mewakili ide-ide dalam pikiran individu yang mereka
gunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena (Jansoon, Coll, dan
Somsook, 2009). Oleh karena itu, keutuhan model mental dalam mempelajari
kimia salah satunya dapat dilihat dari kemampuan siswa ketika menjelaskan suatu
fenomena kimia dalam tiga level representasi yaitu level makroskopik,
submikroskopik dan level simbolik.
Beberapa penelitian mengenai model mental, diantaranya Identifikasi
Model Mental siswa SMA kelas X pada materi Hukum Newton tentang Gerak
4
mempelajari larutan elektrolit dan non elektrolit karena telah dipelajari pada sub-
materi kimia sebelumnya. Ikatan kimia termasuk kedalam representasi
submikroskopik karena dapat dipelajari segi keabstrakannya yaitu dari segi ikatan
ion maupun ikatan kovalen yang membuat adanya nyala lampu maupun
gelembung dalam suatu larutan elektrolit. Keabstrakannya tersebut dapat pula
direpresentasikan dengan simbol-simbol (representasi simbolik) seperti struktur
lewis dari ikatan ion maupun ikatan kovalen dan persamaan reaksi kimianya.
Pemahaman siswa mengenai konsep materi kimia sebelumnya merupakan
bekal sebagai modal mental mereka dalam memahami materi larutan elektrolit
dan non elektrolit. Hal itulah yang membuat model mental siswa dari berbagai
level representasi sangat menarik untuk dikaji. Disamping itu, Studi Pendahulu
yang dilakukan oleh Wilandari (2016) menyatakan dalam penelitiannya bahwa
siswa kesulitan dalam mempelajari materi larutan elektrolit dan non elektrolit
terletak pada level submikroskopik, dimana siswa belum memahami proses yang
terjadi ketika larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik. Kemampuan
inilah yang mempengaruhi pembentukan model mental siswa.
Selain itu, penelitian model mental belum populer dikalangan mahasiswa
Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melalukan penelitian
dengan judul “Identifikasi Model Mental berdasarkan Tiga Level
Representasi pada materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi masalah dari
penelitian ini ialah :
1. Pelajaran kimia dipandang sulit oleh siswa jika mempelajari kimia berarti
mempelajari sesuatu yang abstrak, tidak kasat mata.
2. Pada umumnya karakteristik konsep yang ada dalam pelajaran kimia berupa
konsep abstrak. Konsep abstrak merupakan konsep yang sulit dipahami dalam
pelajaran sains karena untuk memahami konsep abstrak dibutuhkan daya
6
kognisi yang baik supaya mampu berpikir tinggi. Hal ini merupakan faktor
dominan yang menyebabkan munculnya konsepsi siswa.
3. Siswa kesulitan dalam mempelajari materi larutan elektrolit dan non elektrolit
terletak pada level submikroskopik, dimana siswa belum memahami proses
yang terjadi ketika larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik.
4. Siswa mengalami kesulitan dalam merepresentasikan ketiga level kimia pada
materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka
pembatasan masalah pada penelitian ini yaitu :
1. Mengidentifikasi model mental siswa kelas X SMAN 87 Jakarta berdasarkan
indikator pencapaian.
2. Spesifik materi kimia yang digunakan pada penelitian yaitu materi larutan
elektrolit dan non elektrolit.
3. Kategori model mental yang digunakan dalam mengidentifikasi yaitu
Scientific Model (SM), Phenomenon Model (PM), Character Symbol Model
(CSM), dan Inference Model (IM).
4. Model mental yang diteliti berdasarkan tiga level representasi kimia, yaitu
makroskopik, submikroskopik, dan simbolik.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana identifikasi
model mental berdasarkan tiga level representasi pada materi larutan elektrolit dan
non elektrolit?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi model mental pada
materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
7
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1) Manfaat Teoritis
Dapat mengetahui kategori model mental siswa, sehingga dapat
meningkatkan kapasitas mengingat materi sebelumnya yang telah dipelajari
dan dapat dijadikan pembelajaran serta rujukan dalam melakukan penelitian
lebih lanjut.
2) Manfaat Praktis
Dapat dijadikan pembelajaran untuk memperbaiki strategi guru dalam
melakukan pengajaran menjadi lebih baik lagi pada materi larutan elektrolit
dan non elektrolit dengan memperhatikan tiga level representasi kimia.
BAB II
LANDASAN TEORETIK
A. Kajian Teori
1. Representasi Kimia
Strategi pendidikan dalam pendidikan kimia harus mengarah kepada
pengetahuan yang utuh, sehingga pemahaman mengenai materi kimia dapat
diwakilkan dengan tiga tingkat yang mencakup tingkat makroskopik,
submikroskopik dan simbolik dari konsep kimia. Ketiga tingkat tersebut disebut
dengan representasi kimia. Tiga level representasi kimia berkontribusi terhadap
pemahaman siswa. Representasi menghubungkan realita dengan teori. Oleh
sebab itu, sangat penting digunakan dalam menjelaskan suatu konsep kimia.
(Chittleborough, Treagust, dan Mocerino, 2002).
Konsep kimia yang disajikan guru dengan tiga level representasi
merupakan aspek penting yang harus diperhatikan guru dalam proses
pembelajaran kimia. Pembelajaran kimia umumnya dibatasi pada level
makroskopik dan simbolik (Indrayani, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh
Lin (2016), menyatakan bahwa siswa memiliki masalah terhadap
pemahamannya dalam menjelaskan level representasi yang berbeda-beda.
Padahal, ditekankan pada pemahaman yang melibatkan kemampuan untuk
merepresentasikan ketiga level representasi kimia (Halim, et al., 2013).
Siswa yang memahami hubungan antara ketiga level representasi ini,
akan menunjukkan pemahaman konseptual yang lebih baik daripada siswa yang
tidak memiliki pengetahuan kimia pada ketiga level representasi. Untuk
mencapai pemahaman yang lebih baik pada konsep kimia, siswa harus memiliki
kemampuan menerjemahkan satu representasi ke representasi lainnya dan
mengkoordinasikan penggunaannya dalam mewakili pengetahuan ilmiah.
(Treagust, Chitteborough, dan Mamiala, 2013).
8
9
Makroskopik
Simbolik Submikroskopik
Gambar 2.1.Tiga Level Representasi Kimia
`
Representasi makroskopik kimia diwakili oleh aktivitas
eksperimental. Pengamatan yang dilakukan ditingkat makroskopik dapat
dijelaskan oleh tingkat submikroskopik (tingkat abstrak) dan simbolik.
Representasi submikroskopik dan simbolik dibutuhkan untuk menjelaskan
fenomena makroskopik (Langitasari, 2016). Kompleksitas pembelajaran kimia
pada tingkat makroskopik dapat dijelaskan pada tingkat atom dan molekul serta
tingkat simbolik (Devatak, Urbancic, Grm, Krenel, dan Glazar, 2004). Tingkat
simbolik kimia, yakni visualisasi simbol dari unsur, rumus kimia, persamaan
kimia, malaritas, dan representasi grafik (Johnstone, 2000).
Konsepan dari suatu pemahaman yang utuh akan terbentuk ketika siswa
mampu menghubungkan ketiga representasi tersebut (Handayanti, 2015).
Representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik saling melengkapi
satu sama lain untuk menjelaskan fenomena kimia (Langitasari, 2016). Pada
umumnya, tingkat yang paling sulit dialami siswa untuk memahami suatu
konsep dalam materi kimia yaitu pada tingkat submikroskopik. Hal ini
disebabkan karena submikroskopik sangat kecil, namun dapat direpresentasikan
dengan simbolik (Treagust, et al., 2013). Submikroskopik tersebut menjelaskan
keabstrakan dari kimia. Hal ini sejalan dengan Indrayani (2013) menyatakan
bahwa siswa kesulitan dalam memahami konsep yang bersifat abstrak. Butuh
daya imajinasi dan penalaran yang tinggi untuk memvisualisasikan konsepan
tersebut.
a. Pengertian Representasi Kimia
Representasi kimia adalah macam-macam rumus, struktur, dan
simbolik dalam ilmu kimia yang diciptakan dan terus diperbaharui untuk
10
2) Submikroskopik
Representasi submikroskopik merupakan level representasi
ketika siswa menggunakan pengetahuan dari pengalaman belajarnya
untuk memahami konsep kimia yang bersifat parttikulat.
Submikroskopik setingkat partikulat yang dapat digunakan untuk
menjelaskan pergerakkan elektron, molekul, partikel, atau atom
(Johnstone, 2000).
3) Simbolik
Representasi simbolik digunakan untuk merepresentasikan
fenomena makroskopik dengan menggunakan persamaan kimia,
persamaan matematika, grafik, mekanisme reaksi dan analogi-analogi
(Johnstone, 1991) dalam (Jansoon, 2009). Menurut Johnstone (2000),
simbol, formula, dan molaritas juga termasuk kategori representasi
simbol. Representasi simbolik pula lebih diperinci oleh Adrian (2015),
yaitu ikatan kimia, ikatan antar molekul, simbol perumusan, angka dan
satuan hasil pengukuran, konstanta, relasi matematika, struktur kristal,
bilangan oksidasi, struktur ruang suatu molekul, konfigurasi elektron,
kimia organik, dot, reaksi kimia, reaksi ion, simbol fasa, energi (entalpi,
entropi, energi bebas gibbs), tanda panah, dan kepolaran.
Tabel 2.1. Penggunaan Representasi Makroskopik, Submikroskopik,
dan Simbolik (Johnstone, 2000)
Macro Submicro Symbols
1. what can be 1. atoms 1. symbols
seen 2. molecules 2. formulae
2. what can be 3. ions 3. equations
touched 4. structures 4. molarity
3. what can be 5. mathematical
smelt manipulation
6. graphs
2. Model Mental
Istilah model mental bukan hanya digunakan oleh peneliti psikologi
kognitif, tetapi juga dipakai pada peneliti pendidikan terutama pada bidang
Sains. Model mental memiliki peran yang utama dalam pengembangan
konseptual dan penalaran dalam sains. Model mental berhubungan dengan
kemampuan berpikir atau daya ingat seseorang. Model mental merupakan suatu
representasi yang tersimpan dalam memori kerja. (Sunyono, 2015, hlm. 27).
Model mental harus dibangun supaya teori ilmiah dapat dipahami
(Greca dan Moreira, 2001). Menurut Anugrah (2015), model mental dibangun
dari persepsi, imajinasi dan pemahaman pada saat belajar. Model mental dapat
digambarkan sebagai model konseptual, representasi mental, suatu konstruksi
yang tidak dapat diamati. Model mental mengandung informasi yang minimal,
tidak stabil, dan digunakan untuk pengambilan keputusan dalam keadaan
tertentu. Model mental dibangun dari pengetahuan terhadap pengalaman
sebelumnya, persepsi, dan strategi problem solving. Setiap orang menggunakan
model mentalnya untuk melakukan upaya pemecahan masalah melalui proses
menalar, memprediksi fenomena, dan menjelaskan fenomena yang
direpresentasikan baik melalui tingkat makroskopik, submikroskopik, maupun
simbolik. Apabila siswa dapat menggunakan model mental untuk
menghubungkan ketiga level representasi kimia, maka siswa dapat memahami
konsep kimia secara terintegrasi dan akan tersimpan dalam memori jangka
panjang (Sunyono, 2015, hlm. 28-29)
Tahap awal dalam pemecahan masalah adalah memahami masalah.
Dalam memahami masalah, harus menggunakan model mentalnya dalam
mereprentasikan suatu masalah (Bodner dan Domin, 2000). Model mental akan
berpengaruh terhadap penguasaan konsep siswa. Penguasaan konsep siswa
dengan model mental saling terkait satu sama lain (Fauziyah, 2015). Memahami
dan menganalisis model mental siswa dapat memberikan informasi untuk
pemahaman yang lebih baik mengenai proses kognitif siswa terkait materi sains
(Park, 2006). Kesulitan pemahaman terhadap fenomena kompleks selama
13
4. IM (Inference Model)
Inference model adalah ketidakakuratan siswa terhadap konsep
ilmiah fragmentaris. Dalam penelitian Lin dan Chiu (2007)
menyatakan bahwa kategori model mental Inference model merupakan
karakter model mental siswa yang tidak akurat terkait beberapa konsep
ilmiah fragmentaris.
Model mental inferensi merupakan model mental alternatif yang
dimiliki siswa. Kategori model mental ini memberikan penjelasan atau
generalisasi dari beberapa konsep ilmiah yang terpisah pisah tetapi
membentuk kesimpulan yang tidak tepat. perbedaan inferensi
menyebabkan menimbulkan kesalahpahaman, berdasarkan topik
tertentu.
4. Lingkungan Sosial
Faktor yang mempengaruhi model mental siswa salahsatunya yaitu
lingkungan sosial baik dalam percakapan sehari-hari, mengobrol
dengan teman, orang tua, dan yang lainnya. Siswa memperoleh
pengetahuan kapan dan dimana saja dengan beragam media merupakan
jalan yang mungkin dalam memperoleh informasi. Siswa menggunakan
waktu yang lebih lama dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial
mereka daripada waktu belajar Sains di kelas yang terbatas sehingga
konsep alternatif mempengaruhi mereka lebih besar daripada instruksi
formal.
dilarutkan kedalam air, maka senyawa ionik tersebut akan terurai menjadi Na +
dan Cl- pada saat larut dalam air. Ion Na + akan tertarik ke elektroda negatif dan
ion Cl- akan menuju ke elektroda positif. Pergerakan ini akan menghasilkan
arus listrik yang setara dengan aliran elektron sepanjang kabel logam. Oleh
karena itu, larutan NaCl merupakan larutan elektrolit yang dapat
menghantarkan arus listrik (Chang, 2004, hlm. 90). Berikut persamaan reaksi
ionisasi larutan NaCl,
NaCl(aq) Na+ (aq) + Cl- (aq)
Persamaan reaksi diatas menyatakan bahwa semua natrium klorida
didalam air akan terurai menjadi ion Na + dan ion Cl- . Selain senyawa ion,
sebagian senyawa kovalen merupakan senyawa yang jika dilarutkan dalam air
maka akan teroinasi sehingga larutan tersebut dapat menghantarkan listrik.
Contohnya yaitu HCl. Apabila gas HCl dilarutkan dalam air, maka akan terjadi
reaksi sebagai berikut:
HCl (g) + H2O H3O+ (aq) + Cl- (aq)
Reaksi terjadi karena adanya perpindahan proton atau ion hidrogen (H+)
dari molekul HCl ke molekul air menghasilkan ion hidronium (H3O+) dan ion
Klorida (Cl-). Jadi, walaupun hidrogen klorida murni berlaku molekul yang
kelistrikannya netral, jika dilarutkan dalam air akan terjadi reksi kimia dan
menghasilkan ion, sehingga disebut sebagai larutan elektrolit. (Brady, 2010,
hlm. 192-193).
C. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1) Penelitian yang dilakukan oleh Wilandari (2016) dengan judul Analisis Model
Mental Siswa di SMAN 4 Pandeglang pada Materi Larutan Elektrolit dan non
Elektrolit menunjukkan bahwa siswa di SMAN 4 Pandeglang membangun
model mental berdasarkan pemahaman dan pengalaman siswa yang dibantu
dengan analogi yang dibuatnya dan dipengaruhi oleh karakteristik dan
lingkungan sekitar siswa. Metode yang digunakan yaitu etnografi dalam
penelitian kualitatif yang terfokus pada budaya sekitar.
20
D. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori, penelitian ini berjudul identifikasi model mental
berdasarkan tiga level representasi siswa kelas X pada materi larutan elektrolit dan
non elektrolit, memiliki beberapa variabel-variabel yang saling berhubungan. Hal
tersebut dapat dilihat berdasarkan bagan kerangka berpikir berikut ini.
Model Mental
jenis model mental
Terdapat 3 level
representasi
1. Scientific Model
1.Makroskopik
2. Phenomenon Model
2. Submikroskopik
3. Character Symbol Model
3. Simbolik
4. Inference Model
(kesimpulan tidak tepat)
makroskopik. Character Symbol Model adalah model mental yang dilihat dari
kemampuan siswa dalam merepresentasikan simbol-simbol kimia.
Materi yang digunakan dalam mengidentifikasi model mental dalam
penelitian ini yaitu materi elektrolit dan non elektrolit. Larutan elektrolit dan non
elektrolit merupakan salah satu materi kimia yang berguna dalam kehidupan
sehari-hari. Pada materi tersebut banyak menggunakan konsep-konsep yang
saling berhubungan baik dari segi makroskopik, submikroskopik maupun
simbolik. Oleh karena itu, pengidentifikasian model mental yang dimiliki siswa
terhadap ketiga level representasi atau multiple representasi sangat dibutuhkan.
Siswa harus mengkonstruksi model mental terhadap daya pikir siswa dengan
merepresentasikan tiga level yaitu makroskopik, submikroskopik dan simbolik.
Untuk melihat seberapa jauh pemahaman konsep siswa terhadap materi
larutan elektrolit dan non elektrolit maka perlu diadakannya identifikasi model
mental siswa tersebut setelah guru melakukan proses pembelajaran dikelas terkait
materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Siswa mampu mengungkapkan
kembali dengan nalar dan imajinasi yang dimiliki siswa dari pengalaman siswa
selama proses pembelajaran. Model mental tersebut dapat dilihat dari tiga
tingkatan level represesentasi untuk mewakalikan sebuah pembelajaran kimia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
dekriptif kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan
keadaan-keadaan pada situasi tertentu (Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, dan
Uriarte, 2006, hlm. 73). Metode deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan suatu kondisi apa adanya tanpa adanya rekayasa atau manipulasi
suatu keadaan (Hamdi dan Bahrudin, 2014). Dikatakan penelitian kuantitatif
karena suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa
angka sebagai alat untuk menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin
diketahui (Sujarweni, 2014, hlm. 39).
Hasil penelitian berupa angka persentase rata-rata untuk mengukur taraf
kemampuan siswa dalam memahami level representasi, kemudian peneliti akan
mendeskripsikan identifikasi model mental siswa berdasarkan level representasi
makroskopik, submikroskopik, dan simbolik di SMAN 87 Jakarta pada materi
larutan elektrolit dan non elektrolit pada siswa kelas X. Identifikasi model mental
tersebut akan dideskripsikan berdasarkan kategori model mental Scientific Model,
Phenomenon model, Character Symbol Model, dan Inference Model. Instrumen
yang digunakan yaitu tes uraian dengan instrumen pendukung studi dokumentasi.
23
24
C. Desain Penelitian
Mengolah data
Analisis Data
Kesimpulan
pertemuan terakhir pada materi daya hantar listrik pada larutan elektrolit dan
non elektrolit. Hasil video tersebut akan di transkrip dalam bentuk tulisan.
Alat bantu yang digunakan yaitu kamera untuk merekam berlangsungnya
aktivitas pembelajaran yang terjadi di kelas pada pelajaran kimia dengan
bahasan materi larutan elektrolit dan non elektrolit dimulai dari awal
pertemuan elektrolit hingga akhir pertemuan elektrolit.
Tujuan dilakukannya dokumentasi sebagai penunjang penelitian dalam
mengamati materi-materi yang disampaikan guru yang dapat mempengaruhi
model mental siswa. Kelebihan dari adanya studi dokumentasi yaitu dapat
mengamati kejadian atau keadaan kelas pada saat pembelajaran berlangsung.
Proses mengamati sampel dari perilaku seorang siswa dan mengambil
keputusan tentang mengetahuan siswa tersebut disebut dengan asesmen.
Asesmen melibatkan pengamatan terhadap perilaku siswa, sebuah sampel
perilaku, dan melibatkan pengambilan kesimpulan berdasarkan perilaku yang
diamati (Omrord, 2008, hlm. 267).
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat untuk mengukur variabel penelitian
yang diamati (Sugiyono, 2008, hlm. 102). Dalam hal ini, peneliti menggunakan
instrumen penelitian tes uraian untuk mengidentifikasi model mental siswa dan
instrumen penunjang yaitu lembar transkrip data studi dokumentasi. Berikut
dibawah ini contoh analisis indikator butir soal tes uraian.
Tabel 3.1. Analisis Indikator Butir Soal
Indikator Pencapaian Indikator Soal Soal Representasi
Kompetensi Kimia
- Menjelaskan Sifat- - Siswa diberi soal untuk 1 Makroskopik-
sifat larutan dapat menganalisis sifat (a,b,c) submikroskop
elektrolit dan non sifat larutan elektrolit dan ik dan
elektrolit dengan tiga non elektrolit melalui hasil simbolik.
level representasi data percobaan dengan
kimia (C2) menerangkan atau
merepresentasikan dalam
bentuk absrak
( C2).
28
G. Validitas Instrumen
Validitas merupakan hubungan sejauh mana suatu alat mampu mengukur
apa yang seharusnya dapat diukur oleh alat tersebut (Uno, 2010, hlm. 103). Hasil
penelitian yang valid bisa terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan
data yang sebenarnya terjadi pada objek yang diteliti (Sugiyono, 2008, hlm. 121).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini untuk mengukur kevalidan soal model
mental, dilakukan uji validitas konstruksi dengan dua dosen ahli. Uji validitas
konstruksi yaitu menguji kevalidan instrumen dengan meminta pendapat para ahli
mengenai aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandasan teori tertentu
(Sugiyono, 2008, hlm. 125). Berikut tabel contoh soal yang akan divalidasi.
Tabel 3.2. Bentuk Soal yang akan divalidasi
Kompetensi Indikator Soal
Dasar Pencapaian Level Representasi
Kompetensi
Siswa dapat Siswa 7. Ketika suatu senyawa
menghubungka diberi soal dilarutkan dalam air,
n sifat senyawa untuk terjadi proses pelarutan
ion dan menghubun seperti pada gambar di
kovalen dalam gkan sifat bawah ini.
larutan daya hantar
elektrolit dan listrik
non elektrolit dengan
untuk senyawa
menidentifikasi ion dan
sifat-sifat dapat
larutan merepresen a. Berdasarkan gambar Makro- What can be
elektrolit dan tasikan tersebut, bagaimana skopik seen
non elektrolit simbolikny sifat daya hantar (Fenomena
(C5) a (C5) listriknya ? fasa zat)
Dengan,
Rxy adalah koefisien korelasi
x adalah skor item
y adalah skor total
Berdasarkan analisis validitas butir soal (lampiran 9) yang telah dilakukan,
dari 12 soal uraian dengan skor total idealnya 66, yang masuk kriteria valid ada 9
soal dengan kategori sedang sampai sangat tinggi. Dikatakan valid karena r hitung
31
lebih besar dari r tabel dengan taraf signifikasi 0,05. Pada soal nomor satu r
hitungnya yaitu 0,547 kriteria soal valid dengam kategori sedang. Hal ini
disebabkan karena r hitung lebih besar dari r tabel. Nilai r tabel yaitu 0,413. Pada
soal nomor dua r hitungnya yaitu 0,606 kriteria soal valid dengam kategori tinggi.
Soal nomor hitung 0,547 kriteria soal valid dengam kategori tinggi. Nilai r hitung
soal nomor 3 sampai 12 secara berturut yaitu 0,759; 0,895; 0,859; 0,835; 0,406;
0,616; 0,135; 0,613; 0,249; 0,655; dan validasi skor total adalah 1.
Pada soal nomer 7 soal tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r tabel
yaitu 0,406 sedangkan r tabelnya yaitu 0,413. Selain soal nomer 7, soal
selanjutnya yang tidak valid yaitu soal nomor 9 dan 11 dengan nilai validitas
berturut turut 0,135 dan 0,249.
G. Reliabilitas
Reabilitas berhubungan dengan tingkat kepercayaan. Hasil suatu
pengukuran yang dapat dipercaya (Sudaryono, 2012, hlm. 155). Reliabilitas
merupakan tingkat ketetapan suatu instrumen yang dapat dipercaya dalam
mengukur apa yang harus diukur (Arikunto, 2009, hlm. 86). Terdapat dua cara
dapat melakukan perhitungan reliabelitas yaitu dengan teknik belah dua (Ganjil-
Genap) dan teknik non belah dua. Menganalisis reliabilitas soal tersebut dilakukan
dengan menggunakan aplikasi anates dan microsoft excel.
Rumus yang digunakan menggunakan Spearman-Brown (Arikunto, 2009, hlm.
93), yaitu :
r11 = 2 r ½ ½
1 + r ½½
r11 = reliabilitas seluruh tes
r ½ ½ = reliabilitas tes setengah
Tabel 3.4. Kategori Koefisien Reliabilitas
Besarnya Koefisien Keterangan
Antara 0,80 sampai 1,00 Sangat tinggi
Antara 0,60 sampai 0,80 Tinggi
Antara 0,40 sampai 0,60 Cukup
Antara 0,20 sampai 0,40 Rendah
Antara 0,00 sampai 0,20 Sangat rendah
32
Adapun rumus untuk menguji daya beda menurut (Sugiyono, 2008, hlm. 128),
yaitu
Keterangan :
t = harga t hitung
x1 = rata rata skor kelompok tinggi
x2 = rata rata skor kelompok rendah
n1 = banyaknya skor pada kelompok tingi
n2 = banyaknya skor pada kelompok rendah
Sgab = varian gabungan
S1 = varian kelompok tinggi
S = varian kelompok rendah
s gab = 13,29
√
t = 4,56
Berdasarkan analisa daya beda tersebut maka t hitung adalah 4,56. T tabel dengan
dk 10 adalah 1,812. Maka dapat disimpulkan bahwa t hitung > t tabel , oleh
karena itu data dapat dikatakan valid.
Analisis soal tidak hanya didapat dari analisis validitas, reabilitas, dan
daya beda. Namun, soal juga dapat dianalisis dari tingkat kesukarannya.
I. Indeks Kesukaran
Tingkat kesukaran soal bertujuan untuk membedakan soal kategori mudah,
sedang, dan sukar. Tingkat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan
34
Soal yang bagus adalah soal yang memiliki taraf kesukaran sedang, tidak
sukar dan tidak pula mudah. Besarnya indeks kesukaran antara 0 sampai 1
(Arikunto, 2009, hlm. 207).
∑
p=
Keterangan :
p = Tingkat kesukaran
∑ =Jumlah peserta didik yang menjawab benar
= Jumlah peserta didik
Analisis tingkat kesukaran pada uji coba soal uraian dalam penelitian ini,
yaitu jumlah peserta didik yang menjawab benar adalah peserta didik yang
memiliki skor maksimal tiap butir soal dibagi dengan jumlah siswa. Berikut
analisis tingkat kesukarannya :
Tabel 3.7. Indeks Kesukaran Uji Coba Instrumen
Nomor Indeks Kategori
butir soal kesukaran
1 0,43 Sedang
2 0,65 Sedang
3 0,30 Sedang
4 0,35 Sedang
5 0,26 Sukar
6 0,13 Sukar
7 0,04 Sukar
8 0,04 Sukar
9 0,13 Sukar
10 0,04 Sukar
11 0,04 Sukar
12 0,52 Sedang
35
A. Hasil Penelitian
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data tes uraian yang
didukung oleh data hasil transkrip video selama pembelajaran materi elektrolit
dan non elektrolit untuk mengidentifikasi model mental siswa berdasarkan tiga
level represensentasi kimia. Soal uraian tersebut berjumlah enam soal setelah
divalidasi dan terdapat revisi dari jumlah awal yaitu 12 soal. Walaupun jumlah
soalnya mengalami pengurangan tetapi tidak mengurangi indikator yang akan
diukur. Indikator pembelajaran tersebut diturunkan menjadi enam soal yang
masing-masing sudah dirancang untuk melihat level representasi kimia siswa.
Soal tersebut memuat kategori level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik.
Adapun gambaran pemahaman siswa pada materi larutan elektrolit dan
non elektrolit untuk mengidentifikasi model mental siswa ditinjau dari level
makroskopik, submikroskopik dan simbolik ini dibatasi pada indikator pencapaian
kompetensi. Indikator tersebut diantaranya: (1) menjelaskan sifat-sifat larutan
elektrolit dan non elektrolit dengan tiga level representasi kimia (2) menyebutkan
contoh larutan elekrolit dan non elektrolit (3)menghubungkan sifat senyawa ion
dan kovalen dalam larutan elektrolit dan non elektrolit untuk mengidentifikasi
sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit (4) merancang alat percobaan
elektrolit dan non elektrolit.
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel
untuk mengetahui persentase makroskopik, submikroskopik, dan simbolik
sehingga dapat diinterprestasikan model mental siswa pada materi larutan
elektrolit dan non elektrolit. Selain itu, data penunjang penelitian yaitu studi
dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti yakni mengamati berlangsungnya
pembelajaran kimia pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit yang
direkam/divideokan atau didokumentasikan menggunakan kamera. Video tersebut
kemudian ditranskrip. Hal ini bertujuan untuk mengamati materi-materi yang
disampaikan oleh guru.
38
39
60%
50% 52%
40%
Level Representasi
30%
20%
10%
0%
Makroskopik Simbolik Submikroskopik
Gambar 4.1.Grafik Persentase rata-rata Level Representasi
Berdasarkan grafik diatas, maka dapat dikatakan bahwa diantara level
makroskopik, submikroskopik, dan simbolik, pemahaman yang dimiliki siswa
rata-rata tinggi pada level makroskopik yaitu sebesar 67% sedangkan level
representasi yang terendah yaitu submikroskopik sebesar 52%.
a. Persentase Level Makroskopik
Setiap butir soal terdiri dari tiga poin yaitu poin a, poin b, dan poinc. Cara
memperoleh persentase level makroskopik yaitu skor seluruh siswa pada poin a
tiap butir soal dibagi dengan skor maksimal dikali 100%. Berikut salah satu soal
yang menandakan level makroskopik, yaitu :
42
Makroskopik
120%
100%
93%
100%
75% 77%
80%
60%
43% 39% Makroskopik
40%
20%
0%
soal 1 soal 2 soal 3 soal 4 soal 5 soal 6
Berdasarkan grafik diatas, persentase tertinggi yaitu pada soal nomor dua
yakni 100% dan persentase paling rendah yaitu 39% yang terdapat pada soal
nomor enam (Soal dan jawaban siswa dapat dilihat pada lampiran 12 dan 13).
Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa persentase pada tingkat makroskopik
pada butir soal nomorsatupoin a sebesar 93%. Siswa dapat menjelaskan sifat
daya hantar listrik larutan. Pada soal nomor dua poin a, persentasesebesar 100%.
Hal ini terlihat bahwa semua siswa dapat mengenali tanda-tanda reaksi kimia
pada NaCl padat, lelehan, dan larutan. Pada soal nomor tiga poin a,
persentasesebesar 75%, sebagian besar siswa dapat menjelaskan sifat daya
hantar listrik CCl4. Pada soal nomor empat poin a, sebesar 77%, siswa dapat
memprediksikan larutan elektrolit dan non elektrolit. Pada soal nomor lima,
sebesar 43% karena siswa dapat menjelaskan langkah-langkah percobaan daya
hantar listrik namun banyak siswa menjelaskan secara tidak sistematisdan pada
soal nomor enamsebesar 39% karena hanya sebagian siswa dapat
menghubungkan sifat daya hantar listrik dengan senyawa ion berdasarkan
gambar.
b. Persentase Level Submikroskopik
Setiap butir soal terdiri dari tiga poin yaitu poin a, poin b, dan poin c. Cara
memperoleh persentase level submikroskopik yaitu skor seluruh siswa pada
poin yang tergolong submikroskopik masing-masing butir soal dibagi dengan
skor maksimal dikali 100%. Pada soal nomor lima, tidak memiliki level
submikroskopik karena soal tersebut memaparkan alat dan bahan yang
dibutuhkan dan juga langkah-langkah serta gambar percobaan daya hantar
listrik. Hal ini lebih mengacu kepada makroskopik dan simbolik bukan
submikroskopik. Berikut gambar 4.4. dibawah ini merupakan contoh soal dan
jawaban nomor satu poin c level submikroskopik.
44
Submikroskopik
90%
79%
80% 75%
70%
60% 52% 50%
50%
40% Submikroskopik
30%
20%
10% 2%
0%
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 6
Simbolik
100% 95%
90% 84% 84%
80%
70%
60%
50% 43% Simbolik
40% 32% 30%
30%
20%
10%
0%
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5 Soal 6
Gambar 4.7. Grafik pada Level Simbolik Siswa tiap Butir Soal
10%
0%
Indikator Indikator Indikator Indikator
1 2 3 4
level tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dan digunakan untuk
mengetahui suatu fenomena yang terjadi.
a. Pemahaman Siswa ditinjau dari Makroskopik
Menurut teori, makroskopik bersifat nyata. Fenomena yang diamati
dapat berupa timbulnya bau, terjadinya perubahan warna, pembentukan
gas dan terbentuknya endapandalam reaksi kimiaAdrian (2015).Selain itu,
Johnstone (2000) mengatakan level makroskopik yaitu sesuatu yang dapat
diamati oleh panca indera. Teori tersebut dapat dibuktikan melalui analisis
butir soal dalam penelitian ini yang terlampir (lampiran 1). Penelitian ini
menggunakan instrumen tes uraian yang terdapat level makroskopik.
Pada soal nomor satu, indikator pencapaiannya yaitu menjelaskan
sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit dengan tiga level
representasi kimia dengan persentase yang didapat sebesar 93%. Pada soal
nomor satu poin a, siswa diminta untuk menjelaskan alasan sifat daya
hantar listrik larutan berdasarkan ciri-ciri reaksi kimia. Larutan yang
digunakan yaitu larutan garam. Larutan berarti campuran antara dua zat
antara pelarut dan pelarut yang homogen. Pengertian larutan yaitu
campuran homogen yang komposisinya dapat berubah-ubah (Brady,
2010, hlm. 119). Larutan garam terdiri dari pelarut air dan zat terlarut
garam. Untuk menentukan suatu larutan mana yang termasuk pelarut dan
terlarut, sesuai dengan yang dikatakan Petrucci (1987, hlm.55) yaitu
komponen yang jumlahnya lebih sedikit dinamakan zat terlarut. Jika zat
terlarutnya gula, dengan pelarut air maka disebut dengan larutan gula.
Dalam larutan gula, siswa dapat menjelaskan tidak ada gelembung
gasmaka termasuk kedalam larutan non elektrolit. Ada tidaknya
gelembung gas termasuk kedalam level makroskopik karena terdapat ciri-
ciri reaksi kimia. Selain itu, adanya gelembung merupakan fenomena
nyata yang terlihat oleh panca indera. Senada dengan penelitian yang
dilakukan oleh Susanti (2014) yang menyatakan bahwa makroskopik dapat
diamati dengan panca indera. Selain itu, Handayanti (2015) juga
51
menghantarkan arus listrik dilihat dari kation dan anion yang bergerak
bebas didalam air.
Soal submikroskopik memiliki persentase tertinggi 79% terdapat
pada soal nomor satu dan persentase terendah yaitu sebesar 2% pada soal
nomor enam. Hal ini disebabkan karena siswa lebih mampu menjelaskan
pemahaman sifat daya hantar listrik yang dituangkan melalui gambar
dibandingkan dengan merepresentasikan ikatan kimia dari senyawa ion.
fasa zatnya yaitu (aq) yang berarti larutan. Hal ini sesuai dengan Brady
(2010, hlm. 118) menjelaskan kata (aq) digunakan untuk memperlihatkan
NaCl dalam keadaan larut dengan pelarut air. Larutan garam dapat
menghantarkan arus listrik sehingga larutan NaCl akan bereaksi(atau
terionisasi) menjadi ion Natrium dengan simbol (+) dan ion negatif (-)
pada Klor (Cl) . sehingga dapat ditulis NaCl Na+ + Cl- . Namun, dalam
penulisan ion positif pada Na alangkah lebih tepatnya yaitu dituliskan
aquosnya pada senyawa yang terionisasi tersebut NaCl (aq) Na+(aq) + Cl-
(aq). Hal ini menunjukkan akan mengion di dalam air. Namun hanya
sebagian siswa yang lengkap menuliskan fasa zatnya.
Larutan guladi dalam air tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Hal ini disebabkan karena didalam air molekul gula masih berupa molekul
gula, tidak terionisasi menjadi ion-ionnya seperti pada larutan garam.
Persamaan reaksi pada larutan gula yang tepat yaitu C 12H22O11 (aq).
Sebagian besar siswa dapat menyatakan bahwa larutan gula tidak bereaksi
didalam air atau dengan kata lain tidak dapat menjadi ion-ionnya didalam
air. Namun, siswa terjebak dalam penulisan senyawa gula yaitu C6H12O6.
Hal ini disebabkan karena pada pembelajaran elektrolit dan non elektrolit,
siswa diterangkan oleh guru pada struktur sederhananya yaitu pada
glukosa C6H12O6. Penjelasan guru tersebut terlampir pada lampiran 14.
Pada soal nomor dua, level simbolik sebesar 95%. Hal ini
menyatakan bahwa siswa dapat menyatakan bahwa garam termasuk
senyawa ion dan siswadapat menuliskan konfigurasi elektron dari NaCl.
Model mental siswa dalam mengingat kembali materi sebelumnya
mengenai konfigurasi elektron dari NaCl tergolong bagus. Konfigurasi
elektron pada NaCl tercantum pada Fessenden (1982, hlm.8)
Pada soal nomor tiga, persentase simbolik sebesar 84%. Siswa
dapat membuat struktur lewis pada CCl4. Didalam Fessenden (1982, hlm.
9) terdapat struktur lewis CCl4. Siswa menggambarnya struktur lewis,
berarti siswa menuliskan simbol kimia. Hal ini sesuai dengan Adrian
(2015) simbol kimia termasuk kedalam level simbolik. Pada soal nomor
62
Identifikasi model mental siswa pada materi larutan elektrolit dan non
elektrolit berdasarkan tiga level representasi (makroskopik, submikroskopik,
dan simbolik) , dapat dilakukan dengan mengkategorikan model mental,
diantaranya yaitu SM (Scientific Model), PM(Phenomenon Model), CSM
(Character-Symbol Model), dan IM(Inference Model). Dalam penelitian ini,
identifikasi model mental siswa kelas X di SMA 87 Jakarta dilihat dari
indikator pembelajaran. Terdapat empat indikator pembelajaran pada materi
larutan elektrolit dan non elektrolit.
Indikator pembelajaran (1) menjelaskan sifat-sifat larutan elektrolit
dan non elektrolit dengan tiga level representasi kimia terdapat pada nomor
soal satu sampai tiga; (2) Menyebutkan contoh larutan elekrolit dan non
elektrolit terdapat pada soal nomor empat; (3) Menghubungkan sifat senyawa
ion dan kovalen dalam larutan elektrolit dan non elektrolit untuk
mengidentifikasi sifat-sifat larutan elektrolit dan nonelektrolit terdapat pada
soal nomor lima dan enam; (4) Siswa mampu merancang alat percobaan
elektrolit dan non elektrolit terdapat pada soal nomor lima.
Pada indikator kesatu , model mental siswa materi elektrolit dan non
elektrolit sebesar 82% pada kategori Scientific Model, 89% pada kategori
Phenomenon Model , 87% pada kategori CharacterSymbol Mode) , dan 17%
pada kategori Inference Model. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
sebagian besar siswa memiliki model mental yang cukup tinggi terhadap
pemahaman dalam menjelaskan sifat larutan elektrolit dan non elektrolit
karena sebesar 82% pada kategori model mental Scientific Model. Pada
Scientific Model, siswa dapat menghubungkan tingkat representasi
makroskopik sifat larutan elektrolit dan non elektrolit diintegrasikan dengan
simbolik daya hantar listrik larutan tersebut, dan siswa mampu pula
menginterprestasikan pergerakan ionnya yang tergolong ke level
submikroskopik. Untuk tingkat Phenomenon Modelsebesar 89%. Hal ini
membuktikan bahwa pada indikator kesatu, kemampuan siswa dalam tingkat
merepresentasikan makroskopik sifat larutan elektrolit dan non elektrolit
sangat tinggi. Dan untuk merepresentasikan simbolik tergolong tinggi pula,
67
A. Kesimpulan
Penelitian ini secara keseluruhan bertujuan untuk mengidentifikasi model
mental siswa berdasarkan tiga level representasi kimia kelas X SMA Negeri 87
Jakarta pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Berdasarkan hasil dan
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa model mental siswa dapat
diidentifikasi berdasarkan level representasi yang dikategorikan menjadi Scientific
Model, Phenomenon Model, Character Symbol Model, dan Inference Model.
Rata-rata siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta, teridentifikasi memiliki model
mental Phenomenon Model lebih tinggi dari Scientific Model. Rata-rata level
representasi yang dimiliki siswa paling besar yaitu pada makroskopik sebesar
67%, simbolik 65%, dan submikroskopik 52%. Hal ini terlihat pemahaman siswa
rendah pada submikroskopik karena siswa sulit merepresentasikan konsep yang
abstrak.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat peneliti menyarankan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Dapat menjadi referesensi kepada seorang guru dalam melakukan
pembelajaran kimia alangkah lebih baik mengkaitkan ketiga level representasi
kimia.
2. Dapat melakukan pengkajian model mental lebih dalam dengan instrumen-
instrumen penelitian yang lebih akurat.
3. Sebagai bahan acuan untuk mengkaji model mental siswa pada materi yang
lainnya.
69
DAFTAR PUSTAKA
Chang, R. (2004). Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jilid 1, (3th ed). Jakarta:
Erlangga.
Coll, dan taylor. (2002). Mental Models in Chemistry: Senior Chemistry Students.
Mental Models of Chemical Bonding. Chemical Education: Research and
Practice in Europe, 3 (2), hlm. 175-184.
Devatak, I., Urbancic, M., Grm, K. S. W., Krenel, D., dan Glazar, S. A. (2004).
Submicroscopic Representation as a Tool For Evaluating Students
Chemical Conceptions. Chemical Education, 51, 799-814.
70
71
Halim, N. D., Ali, M. B., Yahaya, N., dan Said, M. N. H. (2013). Mental model in
learning chemical bonding: A preliminary study. Procedia Sosial and
Behavioral Science, 97, 224-228.
Handayanti, Y. (2015). Analisis Profil Model Mental Siswa pada Materi Laju
Reaksi. . Jurnal penelitian dan Pembelajaran IPA, 1(1), 107-122.
Khodriah, F. (2015). Model Mental Siswa pada Materi Larutan Elektrolit dan
Non Elektrolit dengan Open Ended Drawing (Skripsi), Universitas Negeri
Jakarta, Jakarta.
Laznas., Mandiri, B., dan Departemen Agama Republik Indonesia. (2006). Wakaf
Sejuta Al-Qur’an Al-Qur’an Tajwid dan terjemahannya Jakarta: Cahaya
Qur’an, Q.S Al-Baqarah ayat 31-32.
Lin, W. L., dan Chiu, M. (2007). Exploring the Characteristics and Diverse
Sources of Students Mental Models of Acid and Based. International
Journal Education of Science Education, 29(6), 771-803, doi:
10.1080/09500690600855559.
Petrucci, R. (1987). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan edisi keempat. Jilid 1,
Jakarta: Erlangga.
Petrucci, R. (1987). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan edisi keempat. Jilid 2,
Jakarta: Erlangga.
Petrucci, R. (1987). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan edisi keempat. Jilid 3,
Jakarta: Erlangga.
Rahayu, S., & Purwanto, J. (2013). Identifikasi Model Mental Siswa Kelas X pada
Materi Hukum Newton tentang Gerak. Jurnal Program Studi Pendidikan
Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 9 (2).
Sevilla, C. G., Ochave, J. A., Punsalan, T. G., Regala, B. P., dan Uriarte, G. G.
(2006). Pengantar Metode Penelitian. Depok: UI Press.
73
Lampiran 1
Indikator Indikator Butir Soal Soal Indikator (sub) butir Repreentasi Representasi Kimia
Pencapaian soal Kimia Total
Kompetensi
Menjelaskan Sifat- - Siswa diberi soal 1 (a) Menjelaskan sifat daya Makroskopik Makroskopik-Simbolik-
sifat larutan untuk dapat hantar listrik larutan Submikroskopik
elektrolit dan non menjelaskan sifat (ditinjau dari ciri-ciri
elektrolit dengan sifat larutan elektrolit reaksi kimia)
tiga level dan non elektrolit 1 (b) Menuliskan persamaan Simbolik
representasi kimia melalui hasil data reaksi
(C2) percobaan dengan 1 (c) Menjelaskan pemahaman Submikroskopik
menerangkan atau sifat daya hantar listrik
merepresentasikan yang dituangkan melalui
dalam bentuk absrak gambar
( C2).
- Siswa diberi soal 2 (a) Menjelaskan ciri ciri Makroskopik Makroskopik-Simbolik-
untuk dapat terjadinya reaksi kimia Submikroskopik
menjelaskan ciri-ciri pada NaCl padat, lelehan,
terjadinya reaksi dan larutan
kimia pada NaCl 2 (b) Merepresentasikan Simbolik
yang berfasa imajinasi gambar
padat,lelehan, dan molekul/ion
larutan serta dapat 2 (c) Membuat konfigurasi Submikroskopik
merepresentasi elektron dan
imajanasi gambar menyebutkan jenis
molekul/ion masing senyawa pada NaCl
masing fasa (C2).
- Siswa diberi soal 3 (a) Menjelaskan sifat daya Makroskopik Makroskopik-
76
Indikator Indikator Butir Soal Soal Indikator (sub) butir Repreentasi Representasi Kimia
Pencapaian soal Kimia Total
Kompetensi
Indikator Indikator Butir Soal Soal Indikator (sub) butir Repreentasi Representasi Kimia
Pencapaian soal Kimia Total
Kompetensi
Kesimpulan
Kalibrasi Instrumen
Instrumen
Digunakan/
IP NS Validitas Reliabilitas Tingkat Kesukaran Validasi Dosen Ahli 1 Validasi Dosen Ahli 2 NS
Tidak digunakan
1 Valid 0,541 Mudah 77,38 Valid Valid digunakan 1
1 2 Valid 0,167 Sedang 58,33 Valid Valid digunakan 2
3 Valid 0,760 Sedang 45,00 Valid Valid digunakan 3
4 Valid 0,895 Sedang 50,00 Valid Valid digunakan -
2 5 Valid 0,857 Sedang 50,00 Valid Valid digunakan 4
6 Valid 0,833 Sedang 43,06 Valid Valid digunakan 4
Tidak Sangat Setelah Tidak Setelah
7 0,407 Reliabel 0,94 7,14 Valid Tidak digunakan -
Valid Sukar Perbaikan Valid Perbaikan
3 8 Valid 0,616 Sukar 19,44 Valid Valid digunakan 6
Tidak Sangat
9 0,138 5,56 Valid Valid Tidak digunakan -
Valid Sukar
10 Valid 0,611 Sukar 18,06 Valid Valid digunakan 5
Tidak Sangat
4 11 0,250 13,89 Valid Valid Tidak digunakan -
Valid Sukar
12 Valid 0,657 Sedang 41,67 Valid Valid digunakan 5
NB :
1) NS = Nomor Soal
2) IP = Indikator Pencapaian
Lampiran 11 Instrumen Tes Uraian Penelitian 132
Lampiran 13 Jawaban Siswa 140
Lampiran 14 144
Guru : “Apakah kalian masih ingat materi ikatan kimia?” Jika masih, ini ikatan apa?”
Guru : “Salah.”
Guru : “Karena ada kation dan anion. Kalau ini termasuk ikatan apa?”
Siswa : “Kovalen.”
Siswa : (hening)
Guru : “Polar” (guru menjawabnya karena siswa tidak ada yang menjawab)
Guru : “Karena ikatan polar mempunyai pasangan elektron bebas. kalau ada PEBnya berarti
termasuk ikatan polar. Sedangkan kalau ikatan non polar tidak ada PEBnya. Masih
ingatkah kalian?”
Guru : “Kalau ini jenis ikatan apa?” (menunjukkan gambar yang ada pada powerpoint)
Siswa : “Konduktor.”
Guru : “Sifat bahan yang dapat menghantarkan panas atau yang bisa menghantarkan
listrik.” (menjelaskan kembali)
Guru : “Yang bisa itu konduktor, contohnya logam dan kaca. Isolator contohnya kayu dan
wol.” (guru menjelaskan ke siswa)
“Perhatikan ya! yang belakang tolong perhatikan kedepan semuanya!”
**
Siswa : “Iya.”
Siswa : “Iyaaa.”
Guru : “Apanya ?”
Siswa : “Logam.”
Siswa : “Iya”
Siswa : “Airnya.”
Guru : “Karena air sungai itu ada garam-garam mineral, air itu kan ada dibawah tanah ya.”
Siswa : “Iya.”
Guru : “Nah itu mengandung garam-garam mineral, contohnya NaCl. NaCl ikatan apa?”
**
Guru : “Jadi, senyawa ion itu terdiri dari kation dan anion yang memiliki daya tarik menarik
sehingga kationnya dapat menarik elektron yang dialirkan dari sumber listrik.
Paham tidak?”
Siswa : “Tidak.”
Guru : “Jadi kalau ion itu kan terionisasi dari Na+ dan Cl- . Na+ dan Cl- punya gaya
elektrolmagnetik plus dan minus. Nah sedangkan kalau listrik itu, di dalam listrik
itu ada sumber elektron. Tahu tidak apa itu elektron?”
Siswa : “minus.”
Guru : “Elektron itu dipancarkan melalui kabel ke larutan. Jadi, dari larutan dipancarkan
lagi oleh ion Na+, kemudian menghasilkan listrik. Nanti kalian praktikum supaya
lebih jelasnya.”
Guru : “Itu kan yang ion, ada lagi jenis ikatan yang lain yaitu kovalen polar. Kalau kovalen
polar, jika dilarutkan dalam air tidak terionisasi. Kalau ion itu terdiri dari anion dan
kation. Kalau kovalen molekulnya netral tidak bermuatan. Tetapi saat dilarutkan
dengan air dapat menghantarkan listrik.” (guru melanjutkan menjelaskan materi ke
siswa)
Guru : “Elektron bebasnya itu yang menghantarkan listrik bukan dari muatan molekulnya
itu, berbeda dengan ion. Paham tidak?”
Siswa : “Iya.”
Siswa : “Hmm empat... empat... delapan” (siswa menjawab dengan jawaban yang berbeda)
Siswa : “dua”
Guru : “Nah yang dua udah berikatan sama H, berarti sisanya berapa ?”
Siswa : “Empat”
Siswa : “Paham.”
Guru : “Nah yang terakhir ada senyawa kovalen non polar. Kovalen non polar muatannya
netral, cuma bedanya kovalen non polar tidak punya pasangan elektron bebas.
Jadi, tidak bisa menghantarkan listrik meskipun dilarutkan dalam air. itu bedanya
ya.”
Siswa : “Iya.”
Guru : “Oke.”
Guru : “Yusuf! Tolong baca tabel berikut!” (menunjuk tabel pada powerpoint)
Siswa : “Senyawa ion padatan tidak dapat menghantarkan listrik karena ion padatan tidak
dapat bergerak bebas; lelehan, dapat menghantarkan listrik karena ion-ionnya jauh
dapat bergerak bebas dari padatan; larutan, dapat menghantarkan listrik karena ion-
ionnya dapat bergerak bebas.
Guru : “Sama tidak?”
Siswa : “Tidak sama antara bentuk padatan, lelehan dan larutan.”
Guru : “Ada lagi, senyawa kovalen polar, tidak dapat menghantarkan listrik karena
padatannya terdiri dari molekul-molekul netral, lelehan, tidak dapat menghantarkan
listrik karena padatannya terdiri dari molekul-molekul netral meskipun dapat
bergerak lebih bebas. Larutan, dapat menghantarkan listrik.”
(Guru mereview kembali daya hantar listrik senyawa kovalen polar dan non polar)
1. Rangkailah alat uji elektrolit seperti gambar berikut. (gambar terdapat di lks)
2. Periksaah apakah alat penguji elektrolit dapat bekerja dengan baik.
3. Masukan salah satu larutan yang akan diuji daya hantar listriknya kedalam gelas
beaker hingga setengahnya.
4. Periksalah daya hantar listrik larutan tersebut perhatikan bola lampu menyala atau
tidak.
5. Periksa kedua elektrode alat penguji elektrolit tersebut dengan memasukan
kedalam gelas beaker 25 ml yang berisi air 3/4 bagian apakah terdapat gelembung
atau tidak. Keringkan dengan kain lap.
6. Dengan cara yang sama lakukan pekerjaan seperti diatas untuk larutan-larutan
yang lain.
7. Amati perubahan yang terjadi. Catatlah dalam tabel berikut sebagai data
pengamatan.
Guru : “Paham tidak langkah kerjanya?”
Murid : “Paham.”
Guru : “Nanti kalian membuat rangkaian alat uji daya hantar listrik seperti ini.”
(menunjukkan contoh rangkaiannya)
Guru : “Yang positifnya langsung keelektroda, kalau yang negatif kelampu dulu, kemudian
sambung lagi ke elektroda. Cara uji benar atau tidak rangkaiannya kalau kedua
elektroda nyala berarti benar rangkaian alat ujinya, kalau tidak nyala rangkaiannya
salah.”
**
Siswa : “Serius ada. Iya ada gelembungnya nempel disini. Itu ada gelembung-gelembung
alus.”
Siswa : “Cuka.”
Siswa : “Kalau basa kan biru lakmusnya, kalau netral tidak berubah.” (mengingat praktek
Siswa : “Kalau air sabun tidak keliatan busa ya?” (sambil menguji larutan air sabun)
Guru : “Itu apa?” (menunjuk salah satu larutan yang ada di meja kelompok siswa)
Guru : “Coba mana gelembung percobaan mana gelembung sabunnya?” (sambil mengamati
gelembung)
Siswa : “Air jeruk nyala ini. Tuh kan nyala.” (siswa menempelkan kedua elektroda sehingga
lampu menyala bukan dari percobaan air jeruk)
Siswa : “Benar rangakiannya kalau dijadiin satu.” (menunjukkan lampu menyala ketika
kedua karbon ditempelkan)
Siswa : “Itu mah karbon.” (teman kelompok menanggapinya)
Guru : “Larutan apakah ini?” (menunjukkan larutan yang ada di meja kelompok)
Siswa : “Garam.”
Guru : “Kalau itu larutan apa?” (menunjuk kelarutan yang ada di meja siswa)
Siswa : “HCl.”
Guru : “Itu larutan apa?” ( menunjuk salah satu larutan yang ada dimeja)
Guru : “Yang lainnya larutan apa aja?” (Guru menanyakan larutan yang akan diuji coba
daya hantarlistriknya)
Siswa : “Pocari.”
Siswa : “Nyala tadi nyala, nih ada gelembung.” (sambil mengamati praktikum)
**
Guru : “Adanya gelembung gas karena ada reaksi kimia. Adakah yang masih ingat ciri-ciri
dari reaksi kimia?”
Guru : “(1) Adanya gelembung gas, (2) Terjadinya perubahan warna, (3) Perubahan suhu,
(4) Terebntuknya endapan.”
Guru : “Salah satu dari reaksi kimia adanya gelembung gas. Terbukti pada saat praktikum
daya hantar listrik, ada gelembung gas pada saat mencelupkan elektroda ke larutan
cuka, berarti ada tanda reaksi kimia. Apakah lampunya menyala pada larutan cuka?”
Siswa : “Tapi punya kelompok saya lampunya tidak menyala bu.” (siswa kelompok lain
menanggapinya)
Guru : “Air cuka menghasilkan gelembung gas, berarti bereaksi didalamnya tetapi tidak
menghantarkan listrik. Mengapa?”
Guru : “Karena daya hantar listriknya rendah, jadi sifatnya itu elektrolit lemah.
Guru : “Coba sekarang kelompok 2. Ayo dibaca hasil praktikumnya kelompok 2!”
Siswa : “Larutan NaOH (air sabun) lampu tidak menyala, ada gelembung gas.”
Guru : “Seharusnya, menurut teori, larutan NaOH termasuk elektrolit kuat karena termasuk
basa kuat. Tetapi, pada saat percobaan lampu tidak menyala. Hal ini menunjukkan
ada senyawa lain didalam air sabun itu. Bisa jadi, ada campuran senyawa lain.”
Siswa : “Kalau lampunya tidak menyala, tidak erdapat gelembung berarti termasuk non
elektrolit.” (Siswa menanggapinya)
Siswa : “Lampu tidak nyala, gelembungnya tidak ada. Jadi, tidak ada daya hantaran
listriknya.”
Siswa : “Kalau gelembung ada dan lampu menyala, berarti hantarannya kuat.”
Siswa : “Kalau lampu nyala kemudian gelembungnya ada, eh tidak ada maksudnya. Berarti
daya hantar listriknya lemah.”
Siswa : (siswa disampingnya temen satu kelompoknya membantunya) Kebalik, kalau lampu
tidak nyala, tetapi gelembungnya ada.”
Siswa : “Oh iya, kalau lampu tidak nyala gelembungnya ada itu hantarannya lemah.”
Siswa : “Iya.”
Siswa : “Kelompokkan bahan uji tersebut ke dalam larutan yang dapat menghantarkan arus
listrik (larutan elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah) dan larutan yang tidak
menghantarkan arus listrik (larutan nonelektrolit).” (siswa membaca pertanyaan nomor dua
pada LKS)
Guru : “Coba dikelommpokkan dituliskan dalam bentuk tabel, mana yang termasuk elektrolit dan
mana yang termasuk non elektrolit.”
Siswa : “Air sabun, elektrolit kuat; Air jeruk, elektrolit lemah; Garam dapur...” (guru
Memotong pembicaraan siswa untuk meluruskan cara menyebutkannya)
Guru : “Jangan seperti itu, sebutkan larutan apa saja yang termasuk elektrolit kuat dan
elektrolit lemah!”
Siswa : “Elektrolit kuat: air sabun, larutan garam dapur, larutan HCl, larutan H2SO4;
Elektolit Lemah : larutan cuka, air jeruk, pocari sweat; Non elektrolit: Akuades.”
Guru : “Jadi, akuades dan gula termasuk non elektrolit.” (ujar guru menerangkan contoh
non elektrolit.”
**
Siswa : “Jelaskan jenis ikatan kimia yang terdapat dalam larutan yang telah di uji dan kaitkan
dengan daya hantar listrik larutannya !” (siswa membaca pertanyaan nomor tiga pada LKS)
**
Karena keterbatasan waktu, setelah kurang lebih 10 menit siswa belum bisa menjawabnya
maka guru langsung menjelaskan hubungan ikatan kimia dengan larutan elektrolit dengan
media powerpoint.
Guru : “Apakah ada yang masih ingat apa itu kovalen polar dan kovalen non polar?”
Guru : “Ini kovalen apa?” (menunjukkan gambar; pertanyaan belum dijawab siswa, guru
Guru : “Kalau ikatan kovalen itu non logam dengan nonlogam.” (ujuar guru menjelaskan
ikatan kovalen)
“Ini termasuk kovalen polar atau non polar?” (menunjukkan gambar di powerpoint)
Siswa : (terdiam)
Guru : “Kalau polar mempunyai pasangan elektron bebas. Kalau non polar tidak punya
Siswa : “Paham.”
Guru : “Senyawa Ion, terdiri dari kation dan anion yang memiliki gaya tarik menarik
sehingga kationnya dapat menarik elektron yang dialirkan dari sumber listrik;
Senyawa kovalen polar, terdiri dari molekul netral,tetapi ketika larut dalam air dapat
menghantarkan listrik karena memiliki pasangan elektron bebas; Senyawa kovelen
nonpolar, terdiri dari molekul netral, dan meskipun ada beberapa yang larut dalam air
tetap tidak dapat menghantarkan listrik karena tidak memiliki pasangan elektron
bebas.”
Guru : “Nah ini tabelnya. Coba dibaca tabelnya! Pandu, coba baca!”
**
Guru : “Jadi kalau padatan senyawa ion tidak dapat menghantarkan listrik. Kalau padatan,
seperti jalanan macet. Tidak bisa lewat. Kalau lelehan seperti jalanan ramai
lancar, bisa gerak tetapi terbatas. Kalau larutan seperti jalan tol. Itu untuk senyawa
ion ya.”
Guru : “Yang duduk dibelakang, jangan ngobrol sendiri ya!” (menegur siswa)
Guru : “Sekarang kovalen polar. Kovalen polar tidak dapat menghantarkan listrik
karena molekulnya netral. Kovalen polar dapat menghnatarkan arus listrik hanya
pada larutan. Ada yang tahu mengapa bisa demikian?”
Siswa : (terdiam)
Guru : “Karena molekulnya netral. Pada larutan, kovalen polar dapat menghantarkan arus
listrik karena terdapat elektron bebas bukan karena ion. Berbeda dengan senyawa
ion.” (guru menjawab pertanyaan yang tidak dijawab siswa)
Guru : (meringkas kembali senyawa ion, kovalen polar, dan non polar pada padatan,
Guru : “Coba sekarang lihat kedepan lagi!” (mengerahkan siswa supaya fokus ke
powerpoint untuk melihat pergerakan elektron pada larutan elektrolit sehingga
lampu dapat menyala)
Guru : “Kalau yang positif elektronnya dialirkan keelektrodanya langsung. Kalau yang
negatif kelampu dulu, baru keelektrodanya.”
Siswa : “Sudah.”
Guru : “Sampai disini dahulu pertemuan kali ini, kurang lebihnya mohon maaf.
Ikatan kovalen
non polar
Ikatan Ion
Ikatan kovalen polar
Sifat Bahan
Konduktor Isolator
Mengandung garam-garam
Air sungai
mineral seperti NaCl
Contohnya ;
CH3COOH (aq) ↔ CH3COO- + H+
Terdiri dari molekul netral,dan meskipun
Senyawa kovalen ada beberapa yang larut dalam air tetap
nonpolar tidak dapat menghantarkan listrik
karena tidak memiliki pasangan
elektron bebas
Contohnya ;
C6H12O6 (aq)
Jenis senyawa Padatan Lelehan Larutan
Senyawa ion Tidak dapat Dapat Dapat
menghantarkan menghantarkan menghantarkan
listrik, karena dalam listrik karena dalam listrik karena dalam
bentuk padatan ion- bentuk lelehan, ion- bentuk larutan,ion-
ionya tidak dapat ionnya dapat ionnya dapat
bergerak bebas bergerak jauh lebih bergerak bebas
bebas dibandingkan
ion-ion dalam
padatan
Senyawa kovalen Tidak dapat Tidak dapat Dapat
polar menghantarkan menghantarkan menghantarkan
listrik, karena listrik, karena listrik, karena
padatannya terdiri padatannya terdiri memiliki pasangan
dari molekul- dari molekul- elektron bebas yang
molekul nertal molekul nertal apabila direaksikan
meskipun dapat dengan air molekul-
bergerak lebih molekulnya dapat
bebas terhidrolisis menjadi
ion-ion yang dapat
bergerak bebas
Jenis senyawa Padatan Lelehan larutan
Senyawa kovalen Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat
non polar menghantarkan menghantarkan menghantarkan
listrik, karena listrik, karena listrik, karena
padatannya terdiri padatannya terdiri tidak memiliki
dari molekul- dari molekul- pasangan elektron
molekul nertal molekul nertal bebas
meskipun dapat
bergerak lebih
bebas
Senyawa
Ionik Kovalen
Lampu
Kabel
Papan
Elektroda
Bahan praktikum untuk minggu
depan
Garam dapur
Air cuka
Air gula
Pocari sweat
Air jeruk
Air sabun
ALASAN TERBENTUK DAN
TIDAK TERBENTUKNYA
GELEMBUNG GAS
Persamaan reaksinya:
H2O
NaCl(s) Na+(aq) + Cl-(aq)
Na
+
Cl-
+
- -
+
- +
+
-
Larutan
NaCl
+
-
-
+
- +
-
+
e–
+ + -
+ --
+
-
e-
- +
Daya hantar listrik setiap larutan berbeda-beda
tergantung jenis senyawa yang dikandungnya.