Anda di halaman 1dari 3

LITERATUR KAJIAN HADITS

Di Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri, pada kegiatan madrasah


terdapat mata pelajaran hadis pada semua tingkat. Pada tingkat Ibtida’iyah
kelas 6 dan Tsanawiyah kelas 1 diajarkan kitab bulugh al-maram, pada kelas 2-
3 diajarkan kitab. riyad al-salihin dan pada tingkat Aliyah, sejak kelas 1 sampai
kelas 3, diajarkan kitab al-jami’ al-saghir. Jadi kitab bulugh al-maram
dipelajari selama 3 tahun, pada tingkat Ibtida’iyyah dan Tsanawiyah, bahkan
menjadi salah satu rujukan bahts al-masa’il, kitab riyad al-salihin dipelajari
selama 2 tahun, pada tingkat Tsanawiyah, walaupun tidak menjadi salah satu
rujukan bahts al-masa’il, dan kitab al-jami’ al-saghir dipelajari selama 3 tahun
pada tingkat aliyah.

Dalam mempelajari kitab-kitab klasik (kitab kuning), khususnya hadis,


sebagaimana sering terjadi pada sistem pengajian, baik kilatan maupun bukan
kilatan, sebagaimana juga pada sistem madrasah diniyah, biasanya para santri
hanya memberi arti dengan makna gandul pada setiap kata yang belum
dimengerti artinya dan mencatat beberapa keterangan atau penjelasan
tambahan sebagai pendapat pribadi qari' atau guru, baik terkait dengan maksud
teks maupun bacaannya, yang mereka letakkan di bagian tepi halaman kitab.
Secara umum, mempelajari kitab-kitab kuning di pesantren dimaksudkan untuk
memperbanyak literatur dan mendapatkan barakah dari kiai.

Pengajaran kitab-kitab hadis di Pesantren Lirboyo, pada sistem


madrasahnya, misalnya kitab bulugh al-maram sebagaimana pada kurikulum
pendidikannya hanya ditentukan batasan-batasan materi ajarnya. Kelas 6
Ibtidaiyah mulai awal kitab sampai bab al-bay’, dan kelas I Tsanawiyah mulai
bab albay’ sampai khatm. Kecuali batasan materi, terdapat ketentuan, para
pengajar dilarang memberikan dilalat yang keluar dari empat madhhab fiqh.
Pengajaran kitab riyad al-salihin pada kelas II Tsanawiyah mulai awal kitab
sampai kitab al-fada’il, dan kelas III Tsanawiyah mulai kitab al-fada’il sampai
khatm. Sedang Pengajaran kitab al-jami’ al-saghir pada kelas I Aliyah mulai
awal kitab sampai bab al-jim, kelas II Aliyah mulai bab al-jim sampai bab al-
kaf, dan kelas III Aliyah mulai bab al-kaf sampai khatm. Secara umum,
pengajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Lirboyo dilakukan melalui dua
tahap.9 Pertama, penyebutan arti tiap kata dengan menggunakan metode utawi
iku, 10 dilengkapi dengan penjelasan jabatan tiap kata untuk membantu
pengertian yang benar berdasarkan ilmu nahw dan sarf, kemudian penjelasan
dan ulasan terkait dengan kandungannya, baik pengertian yang terdapat di
dalam teks (mantuqat) maupun di balik teks (mafhumat). Tahap pertama itu,
akan memudahkan santri dalam menangkap kandungan kitab. Bahkan menurut
salah satu sumber, pendalaman materi hadis di luar kelas sebenarnya lebih dari
yang disebutkan dalam kurikulum madrasah, karena ketika para siswa
melakukan belajar bersama mereka telah menggunakan mulai dari kitab ibanat
al-ahkam dan subul al-salam untuk mendalami kitab bulugh al-maram; kitab
fayd al-qadir 13 untuk mendalami kitab al-jami’ al-saghir dan kitab dalil al-
falihin untuk mendalami kitab riyad alsalihin.

Tahap kedua, penjabaran tuntas terhadap isi kalimat secara analitis, dari
yang bersifat mantuqat sampai yang bersifat mafhumat, bahkan sering terjadi
respon dengan memberikan alasan-alasan yang memperkuat ungkapan itu
sendiri atau kadang-kadang menentang sekaligus meluruskan yang dipandang
tidak benar atau tidak tepat sebagaimana lazimnya dilakukan oleh para
pengarang kitab sharh dan hashiyat. Dari cara itu, seringkali digunakan kitab
ibanat al-ahkam atau kitab subul al-salam bahkan kitab nayl al-awtar dalam
kegiatan bahts al-masa’il.

Dengan dua tahap itu, banyak santri yang secara aplikatif lebih dapat
memahami kaedah-kaedah ilmu nahw dan sarf dibanding dengan sistem
pengajaran kitab melalui metode penerjemahan secara bebas. Lebih dari itu,
para santri dapat menumbuhkan dhawq ‘arabi 17 yang sangat mempengaruhi
terhadap pemahaman nilai sastra yang terkandung dalam alQur’an dan juga
hadis.
Di samping itu, di Madrasah Hidayatul Mubtadi’in diterapkan metode
pengajaran yang bervariasi, seperti ceramah, latihan, demontrasi (praktek),
tanya jawab dan penugasan untuk menerangkan kembali materi pelajaran yang
telah dipelajari, seperti pada mata pelajaran fiqih, bahkan dalam satu mata
pelajaran digunakan dua metode yang saling melengkapi. Namun pelajaran
nahw dan sarf lebih banyak menggunakan metode hafalan, pemahaman, cara
menulis kata yang benar dan praktek membaca teks kitab serta menguraikan
susunan kata (tarkib al-kalimat) pada semua konteks kalimat (siyaq al-kalam).

Tahapan dan metode pengajaran itu dilaksanakan melalui langkah-


langkah mengajar di kelas sebagai berikut:

1. Terlebih dahulu, guru menyuruh siswa untuk menghafalkan materi


pelajaran yang telah diajarkan, bagi pelajaran yang harus dihafalkan.
2. Atau guru menyuruh siswa membaca dan menjelaskan materi yang
telah diajarkan,
3. Kemudian guru membaca dengan memberikan arti tiap kata dan
menjelaskan isinya (murad) pada materi berikutnya,
4. Lalu guru memberikan kesimpulan dari isi bacaan.

Metode pengajaran kitab seperti itu terjadi pada sistem madrasah.

Sumber: Khamim.2015.mengkaji hadits di pesantren salaf.kediri: STAIN Kediri

Hal: 133-142

Web http://repository.iainkediri.ac.id/51/1/2.%20Mengkaji%20Hadis%20di
%20Pesantren%20Salaf%2C%202015.pdf

Anda mungkin juga menyukai