Anda di halaman 1dari 69

Modul Pelatihan BUMDes

Panduan Bimbingan Teknis


Badan Usaha Milik Desa
Tingkat Dasar

Peningkatan Kapasitas Pengurus BUMDes (Penasihat, Pengawas, &


Pelaksana Operasional) dalam Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
Tingkat Dasar (Basic Training)

IPPMI
Wadah komunikasi, konsultasi, pembinaan & pengembangan
kapasitas pelaku pemberdayaan masyarakat
2017
Kata Sambutan
Ketua Dewan Pimpinan Cabang
Ikatan Pelaku Pemberdayaan Masyarakat
Kabupaten Lampung Selatan

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmatnya
bahwa Modul Bimbingan Teknis BUMDes dalam rangka mendukung
pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 telah hadir dihadapan
pembaca. Secara umum modul pelatihan ini dimaksudkan untuk
menyiapkan pengurus BUMDes di tingkat desa dalam rangka mendukung
kebijakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat melalui
upaya pengembangan ekonomi desa secara efektif dan bekelanjutan.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014


tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa pasal 128 huruf (2) dijelaskan bahwa secara teknis
dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan dapat
dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan
masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga. Khusus untuk tenaga Pendamping
profesional diantaranya: Tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang
bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Peningkatan kapasitas pengurus BUMDes menjadi salah satu faktor penentu


keberhasilan pembangunan deesa yang pada akhirnya akan menentukan
pencapaian tujuan dan target pelaksanaan Undang-Undang Desa. Kapasitas
pengurus BUMDes yang dimaksud mencakup: (1) pengetahuan tentang
mekanisme pengambilan keputusan; (2) pengetahuan dan keterampilan
tentang dasar hukum pendirian BUMDes; (3) pengetahuan dan keterampilan
tentang keorganisasi BUMDes; (4) keterampilan menyusun analisis
kelayakan usaha BUMDes sesuai tuntutan Peraturan Menteri Desa PDTT
Nomor 4 Tahun 2015 tentang BUMDes. Dalam meningkatkan kinerja
pengelolaan BUMDes, hal ini dapat tercermin dari komitmen, tanggung jawab
dan keterampilan untuk mewujudkan tatakelola BUMDes yang mampu
mendorong kemandirian pengembangan ekonomi desa melalui pendekatan
pengembangan ekonomi berbasis potensi masyarakat.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan - ii


Terkait hal tersebut dirasakan perlu untuk menyusun sebuah modul
Bimbingan Teknis BUMDes yang dapat memberikan acuan kerja bagi
pengurus dalam rangka membangun perekonomian desa yang mandiri.
Harapan dari kehadiran modul Bimbingan Teknis ini dapat memenuhi
kebutuhan semua pihak dalam rangka mendorong peningkatan kapasitas
pengurus BUMDes sesuai dengan kebutuhan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Kalianda, Juli 2017


DPC IPPMI Lampung Selatan
Ketua,

Musni, S.H.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan - iii


DAFTAR ISI

Sampul ................................................................................................. i
Kata Sambutan ..................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................. iii
Pokok Bahasan 1 Pengantar BUM Desa & BUM Desa Bersama .............. I-1
1.1. Rencana Pembelajaran BUM Desa Bersama ................................. I-1
1.2. Bahan Bacaan BUM Desa Bersama ............................................. I-4
1.3. Rencana Pembelajaran BUM Desa ............................................... I-8
1.4. Bahan Bacaan BUM Desa ............................................................ I-10
Pokok Bahasan 2 Dasar Hukum Pendirian BUM Desa .......................... II-1
2.1. Rencana Pembelajaran ................................................................ II-1
2.2. Bahan Bacaan Peraturan Desa .................................................... II-4
Pokok Bahasan 3 Dasar Pengelolaan BUM Desa ................................... III-1
3.1. Rencana Pembelajaran ................................................................ III-1
3.2. Bahan Bacaan Anggaran Dasar & Rumah Tangga BUM Desa ...... III-4
Pokok Bahasan 4 Pembentukan Struktur Organisasi ............................ IV-1
4.1. Rencana Pembelajaran ................................................................ IV-1
4.2. Bahan Bacaan Struktur Organisasi BUM Desa ............................ IV-4
Pokok Bahasan 5 Pembentukan Pelaksana Operasional BUM Desa ....... V-1
5.1. Rencana Pembelajaran ................................................................ V-1
5.2. Bahan Bacaan Peraturan Kepala Desa ......................................... V-4
Pokok Bahasan 6 Dasar Hukum Penyertaan Modal ............................... VI-1
6.1. Rencana Pembelajaran ................................................................ VI-1
6.2. Bahan Bacaan Peraturan Desa .................................................... VI-4
Pokok Bahasan 7 Studi Kelayakan Usaha BUM Desa ............................ VII-1
7.1 Rencana Pembelajaran Studi Kelayakan Usaha BUM Desa ........... VII-1
7.2 Bahan Studi Kelayakan Usaha BUM Desa ................................... VII-4

DPC IPPM Kab. Lampung Selatan - iii


Pokok Bahasan 8 Perencanaan Bisnis BUM Desa ................................. VIII-1
8.1. Rencana Pembelajaran Perencanaan Bisnis BUM Desa ................ VIII-1
8.2. Bahan Perencanaan Bisnis BUM Desa .......................................... VIII-4
Pokok Bahasan 9 Laporan Keuangan BUM Desa ................................... IX-1
9.1 Rencana Pembelajaran Laporan Keuangan BUM Desa ................. IX-1
9.2 Bahan Laporan Keuangan BUM Desa ........................................... IX-4

DPC IPPM Kab. Lampung Selatan - iv


Pokok Bahasan 1
Pengantar BUM Desa &
BUM Desa Bersama

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 1


RENCANA PEMBELAJARAN
SPB Badan Usaha Milik Desa Bersama
1.1 (BUM Desa Bersama)

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :


1. Menguraikan pokok kebijakan pengembangan ekonomi
pedesaan.
2. Menjelaskan alasan mendasar pentingnya BUM Desa
Bersama

Waktu

1 JP (60 menit)

Metode
Couching and Concelling, yaitu bentuk bimbingan teknis yang
mengaharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan
dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan terhadap cara
melakukan pekerjaan secara tepat.

Media
 Slide presentasi
 Instrumen perundangan & akademik

Alat Bantu
 Flip chart
 Alat tulis
 Kertas ukuran plano
 Laptop
 Lcd

Proses penyajian :
1. Nasarasumber menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sub pokok bahasan “Badan Usaha Milik Desa
Bersama”
2. Bagilah peserta menjadi 5 (lima) kelompok, kemudian
tugaskan masing-masing kelompok untuk melakukan speed
reading dan diskusi selama 15 menit, tentang hal-hal sebagai
berikut :
 Pokok kebijakan pengembangan ekonomi pedesaan
 Alasan mendasar pentingnya BUM Desa Bersama
3. Minta satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya,
berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk memberikan
tanggapan.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 2


4. Fasilitator memberikan komentar terhadap proses diskusi,
kemudian memberikan penjelasan dengan menggunakan
media tayang tentang pokok kebijakan pengembangan
ekonomi pedesaan dan perlunya badan usaha antar desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 3


BAHAN BACAAN
SPB Badan Usaha Milik Desa Bersama
1.2 (BUM Desa Bersama)

Pendahuluan
Usaha skala lokal Desa yang dijalankan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)
mulai tumbuh pasca UU No. 6/2014 Desa dijalankan. Selain BUM Desa yang
tumbuh pada skala lokal desa, UU Desa juga memberikan ruang dan
kesempatan kepada 2 (dua) Desa atau lebih menjalin kerjasama, termasuk
membangun BUM Desa Bersama. Pengembangan BUM Desa Bersama itu
juga menjadi kebijakan strategis Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi. Melanjutkan kebijakan ini, selama tahun 2016,
Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) telah
memfasilitasi pendirian BUM Desa Bersama di sejumlah kabupaten.
Prakarsa awal ini membangkitkan minat banyak daerah dan Desa untuk
mendirikan BUM Desa Bersama secara mandiri, dan pada saat yang sama
ada usulan dari banyak daerah kepada Ditjen PKP untuk memfasilitasi lebih
lanjut.

Pendirian BUM Desa Bersama sebagai basis pengembangan ekonomi Desa di


kawasan perdesaan (dua desa atau lebih) sampai saat ini masih menghadapi
banyak kendala. Kendala itu antara lain ketidakpahaman para pihak akan
BUM Desa Bersama, mulai dari regulasi hingga pemilihan unit usaha,
pembentukan kepengurusan, kelembagaan, pengelolaan, keterlibatan para
pemangku kepentingan (stakeholders), hingga dukungan Desa dan
pemerintah supradesa. Sebagai contoh selalu muncul pertanyaan.
 Apakah pendirian BUM Desa Bersama bisa dilakukan tanpa desa
memiliki BUMDesa?;
 Apakah BUM Desa Bersama bisa didirikan di lokasi yang bukan
kawasan perdesaan?;
 Mengapa BUM Desa Bersama didirikan, apakah BUM Desa tidak
cukup?;

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 4


 Bagaimana hubungan antara BUM Desa dengan BUM Desa Bersama;
 Bagaimana hubungan BUM Desa Bersama dengan Badan Kerjasama
Antar Desa?; dan lain-lain.

BUM Desa Bersama


Alasan sosial pendirian BUM Desa Bersama adalah kerjasama antar-Desa
yang dilakukan 2 (dua) Desa atau lebih. UU No. 6/2014 tentang Desa
membuka peluang “pelayanan usaha antar-Desa”. Siapa yang diberi kuasa
oleh UU Desa? “Dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM
Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih” (vide Pasal 92 ayat 6 UU
Desa). Selanjutnya, Pasal 141 PP No. 43/2014 sebagai peraturan
pelaksanaan UU No. 6/2014 tentang Desa mengenalkan istilah hukum “BUM
Desa Bersama”.

Apa makna dari norma yuridis tentang pembentukan BUM Desa Bersama?

Pertama, pendirian BUM Desa Bersama. BUM Desa Bersama secara langsung
didirikan sebagai BUM Desa untuk memberikan pelayanan usaha antar-
Desa. Misalnya, 8 (delapan) Desa sepakat bekerjasama untuk mengelola
potensi ekonomi, SDA, dan SDM melalui BUM Desa Bersama “Nusantara” di
kecamatan Ngebel, Ponorogo, Jawa Timur. Istilah “pendirian BUM Desa
Bersama” dalam norma Pasal 141 PP No. 43/2014 jo. PP No. 47/2015 tidak
mensyaratkan terbentuknya BUM Desa skala lokal Desa terlebih dahulu,
tanpa meninggalkan alas sosial kerjasama antar Desa.

Kedua, penggabungan BUM Desa Bersama. BUM Desa Bersama didirikan


atas penggabungan BUM Desa skala lokal Desa. Misalnya, BUM Desa
“Wringin Anom” dan BUM Desa “Sulur Ringin” bersepakat melakukan
penggabungan aset/potensi ekonomi, SDA, dan SDM tertentu melalui BUM
Desa Bersama “Sabuk Inten”. Eksistensi BUM Desa “Wringin Anom” dan
BUM Desa “Sulur Ringin” tidak hilang.

Ketiga, peleburan BUM Desa Bersama. BUM Desa Bersama didirikan atas

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 5


peleburan 2 (dua) BUM Desa skala lokal Desa atau lebih. Misalnya, BUM
Desa “Wringin Anom” dan BUM Desa “Sulur Ringin” bersepakat untuk
membentuk BUM Desa Bersama “Sabuk Inten” dengan konsekuensi
pembubaran BUM Desa “Wringin Anom” dan BUM Desa “Sulur Ringin”.

Pemerataan Pembangunan Desa


Pembangunan kawasan perdesaan dalam konteks ini berarti menghadirkan
negara ke ranah perdesaan, melakukan pemerataan pembangunan, untuk
mengurangi ketimpangan dan urbanisasi. Pusat-pusat pertumbuhan
(agroindustri, agrobisnis, agropolitian, agrowisata, industrialisasi,
minapolitan, dan sebagainya) yang berkala menangah dan besar merupakan
bentuk nyata pemerataan pembangunan. Arena ini akan mendatangkan dua
keuntungan langsung bagi masyarakat Desa, yaitu lapangan pekerjaan dan
kesempatan bisnis bagi pelaku (wirausaha) ekonomi lokal (setempat) yang
berasal dari Desa.Memperkuat Desa merupakan jantung membangun Desa.
Dalam formasi pembangunan partisipatif, pembangunan kawasan perdesaan
bukan hanya menempatkan Desa sebagai lokasi dan obyek penerima
manfaat, tetapi juga memperkuat posisi Desa sebagai subyek yang terlibat
mengakses dalam arena dan kegiatan pembangunan kawasan perdesaan.
Dilihat dari perspektif Desa, ada tiga platform penting memperkuat Desa
dalam pembangunan kawasan perdesaan.
 Pertama, kerjasama (kolaborasi) Desa. Perspektif dan formasi “Desa
Membangun” sangat penting tetapi tidak cukup. Pola ini bisa menjebak
Desa terisolasi dengan dunianya sendiri atau seperti katak dalam
tempurung. Karena itu kerjasama Desa harus dibangun, yang
didasarkan pada kesamaan kepentingan dan tujuan. Misalnya,
sejumlah Desa bekerjasama membangun jalan poros Desa dengan
dana Desa, sejumlah Desa menangkap air sungai untuk keperluan
irigasi dan budidaya perikanan darat, sejumlah Desa membangun
minapolitan secara bersama, sejumlah Desa bersama warga petani
menanam sawit secara mandiri, sejumlah Desa bersama perajin
membangun pasar dan distribusi, dan sebagainya.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 6


 Kedua, Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Bersama sebagai lembaga
ekonomi Desa yang berbasis pada kerjasama antar-Desa. BUMDesa
Bersama merupakan representasi Desa yang mempunyai otoritas
langsung untuk memiliki dan mengelola sumberdaya publik (tanah
Desa, dana Desa, dana bergulir, hibah pemerintah, sumberdaya alam
bersama) sebagai modal untuk menjalankan bisnis. BUM Desa
Bersama dapat menjadi wadah dan patron yang menyatukan sekaligus
melindungi banyak pelaku ekonomi kecil menjadi bisnis yang lebih
besar, tanpa harus mencaplok usaha bisnis yang sudah berkembang.
 Ketiga, keterlibatan desa dalam bagi saham dan bagi hasil
(shareholding) dalam investasi pembangunan kawasan perdesaan.
NAWACITA maupun RPJMN 2015-2019 sudah mengamanatkan hal
ini. Selama ini investasi pembangunan kawasan perdesaan
menempatkan Desa sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) yang
sebenarnya hanya menempatkan Desa sebagai “teman diskusi”.
Sedangkan investor dari luar yang bertindak sebagai shareholder
utama. Tetapi karena teori stakeholding itu merugikan Desa, maka
sekarang berubah menjadi shareholding. Desa, maupun orang Desa,
tidak hanya sebagai lokasi, buruh, dan penerima manfaat tetapi juga
sebagai pemilik atas investasi melalui bagi saham dan bagi hasil.
Tanah Desa maupun tanah warga tidak dibeli habis oleh investor,
melainkan disertakan sebagai modal/saham dalam investasi. Hasil
dari investasi ini mendatangkan Pendapatan Asli Desa yang digunakan
untuk membiayai pemerintahan, pelayanan publik, sekaligus juga
pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 7


RENCANA PEMBELAJARAN
SPB Badan Usaha Milik Desa
1.3 (BUM Desa)

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :


1. Menguraikan pokok kebijakan pengembangan ekonomi
pedesaan.
2. Menjelaskan alasan mendasar pentingnya BUM Desa

Waktu

1 JP (60 menit)

Metode
Couching and Concelling, yaitu bentuk bimbingan teknis yang
mengaharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan
dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan terhadap cara
melakukan pekerjaan secara tepat.

Media
 Slide presentasi
 Instrumen perundangan & akademik

Alat Bantu
 Flip chart
 Alat tulis
 Kertas ukuran plano
 Laptop
 Lcd

Proses penyajian :
1. Nasarasumber menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sub pokok bahasan “Badan Usaha Milik
Desa”
2. Bagilah peserta menjadi 5 (lima) kelompok, kemudian
tugaskan masing-masing kelompok untuk melakukan speed
reading dan diskusi selama 15 menit, tentang hal-hal sebagai
berikut :
 Pokok kebijakan pengembangan ekonomi pedesaan
 Alasan mendasar pentingnya BUM Desa
3. Minta satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya,
berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk memberikan
tanggapan.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 8


4. Fasilitator memberikan komentar terhadap proses diskusi,
kemudian memberikan penjelasan dengan menggunakan
media tayang tentang pokok kebijakan pengembangan
ekonomi pedesaan dan perlunya badan usaha milik desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 9


BAHAN BACAAN
SPB Badan Usaha Milik Desa
1.4 (BUM Desa)

Pendahuluan
Masyarakat desa masih jauh dari kata sejahtera, menurut Indeks Desa
Membangun (IDM) sebanyak 18,87% desa termasuk dalam kategori desa
sangat tertinggal, sebanyak 45,41% desa berstatus desa tertinggal, sebanyak
30,66% desa termasuk dalam kategori desa berkembang, sebanyak 4,83%
desa berstatus desa maju, dan persentase terendah desa mandiri sebanyak
0,23% dari total jumlah desa. Permasalahan umum di desa saat ini adalah
kemiskinan dan ketimpangan. Menurut data BPS September 2015 sebanyak
62,75% penduduk miskin Indonesia berada di desa. Selanjutnya rasio gini
di desa pada 2014 sebesar 0,32 lebih rendah dibandingkan rasio gini kota
yang mencapai 0,43.

Ketimpangan kepemilikan asset ditunjukan oleh data penguasaan lahan


pertanian. Berdasarkan data sebesar 88% desa di Indonesia
menggantungkan hidup penduduknya pada sektor pertanian. Terdapat
16.170 desa yang melakukan peralihan lahan dari lahan pertanian sawah
menjadi lahan pertanian non sawah dan lahan non pertanian. Dimana 41,1%
desa melakukan peralihan lahan sawah pertanian menjadi lahan pertanian
non sawah. Sedangkan lahan yang beralih fungsi menjadi lahan non
pertanian sebanyak 58,9% dari total desa yang melakukan peralihan fungsi
lahan sawah pertanian (BPS, Podes 2014).

Fakta lain menunjukkan sumberdaya yang ada di Desa malah dikuasai oleh
bukan penduduk desa, sehingga Desa tidak dapat menikmati hasil
sumberdaya yang mereka miliki. Hal inilah yang memicu semakin tingginya
ketimpangan pendapatan yang akut. Selain itu, masalah yang terjadi di Desa
adalah Desa sebagai produsen barang primer dan konsumen barang tersier.
Dapat diartikan bahwa Desa hanya sebagai pemasok kebutuhan barang

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 10


olahan, hasil barang olahan tersebut akan dijual kembali ke Desa. Pada
akhirnya, sumber daya Desa terus tersedot untuk memenuhi kebutuhan
bahan mentah di kota dan penjualan komoditas Desa tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pokok Kebijakan
Tri Matra Pembangunan Desa adalah pokok kebijakan yang dilakukan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk
menindaklanjuti fakta di atas. Program pertama (Matra I) adalah Jaring
Komunitas Wiradesa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah perampasan
daya manusia warga Desa itu yang ternyatakan pada situasi
ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Program kedua
(Matra II) adalah Lumbung Ekonomi Desa. Masalah utama yang ada di desa
adalah penguasaan sumberdaya yang ada di desa. Terakhir, Program ketiga
(Matra III) adalah Lingkar Budaya Desa. Pembangunan Desa haruslah
dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan,
persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan
secara bersama.

Salah satu Implementasi Tri Matra Pembangunan Desa kepada Desa adalah
mendorong desa untuk mendirikan BUM Desa sebagai penopang
perekonomian di Desa. BUM Desa dapat menjadi representasi Desa dalam
mengelola sumber daya yang dimiliki Desa. Di samping itu, permasalahan
keterbatasan desa untuk mengakses pasar dapat diatasi oleh BUM Desa.
Dengan menerapkan strategylinkage antar BUM Desa (BUM Desa bersama
dan BUMADes) penghasil bahan baku perantara dengan industri yang
bergerak di sektor hilir. Dalam skema ini, BUM Desa berfungsi sebagai
penyedia input bagi industri pengolahan akhir.

BUM Desa
Geliat pengembangan ekonomi perdesaan dapat dipicu melalui lembaga
ekonomi yang dimiliki oleh desa, yaitu BUM Desa. BUM Desa secara jelas
diatur pada Permendesa No.4 Tahun 2015. Pendirian BUM Desa bertujuan :

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 11


1. Meningkatkan perekonomian Desa;
2. Mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan
Desa;
3. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi
Desa;
4. Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau
dengan pihak ketiga;
5. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan
layanan umum warga;
6. Membuka lapangan kerja;
7. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan
umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa; dan
8. Meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli
Desa.

Pendirian BUM Desa hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Desa.


Pokok bahasan yang dibicarakan dalam Musyawarah Desa meliputi: (a)
Pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya
masyarakat; (b) Organisasi pengelola BUM Des; (c) Modal usaha BUM Desa;
dan (d) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa

Hasil kesepakatan Musyawarah Desa menjadi pedoman bagi pemerintah


desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa
tentang Pendirian BUM Desa. BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha
yang berbadan hukum yang berupa lembaga bisnis yang kepemilikan
sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat. BUM Desa juga dapat
membentuk unit usaha meliputi :
a. Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal, dibentuk berdasarkan
perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal yang
sebagian besar dimiliki oleh BUM Desa, sesuai dengan peraturan
perundangundangan tentang Perseroan Terbatas; dan

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 12


b. Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam
puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang
lembaga keuangan mikro.

Sumberdaya yang ada di desa harus dikelola dengan ekonomis dan


berkelanjutan. Selain itu, diversifikasi jenis usaha BUM Desa dapat
dilakukan untuk memperluas segmen pasar. Pengembangan potensi usaha
ekonomi desa dapat dilakukan melalui BUM Desa, antara lain :
a. Bisnis Sosial (Social Business) Sederhana. Memberikan pelayanan
umum (serving) kepada masyarakat dan memeperoleh keuntungan
finansial. Contoh : air minum desa, lumbung pangan, dan usaha listrik
Desa.
b. Bisnis Penyewaan Barang. Melayani kebutuhan masyarakat desa dan
ditujukan untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah. Contoh : alat
transportasi, gedung pertemuan, dan rumah toko.
c. Usaha Perantara. Memberikan jasa pelayanan kepada warga. Contoh
: Jasa pembayaran listrik, pasar desa untuk memasarkan produk
masyarakat dan jasa pelayanan lainnya.
d. Bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang. Menyediakan barang-
barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun
dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas. Contoh : pabrik es, hasil
pertanian, sarana produksi pertanian dan kegiatan produktif lainnya
e. Bisnis Keuangan. Memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro
yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi desa. Contoh :
memberikan akses kredit dan peminjaman masyarakat desa.
f. Usaha Bersama. Sebagai induk dari unit-unit usaha yang
dikembangkan masyarakat Desa baik dalam skala lokal Desa maupun
kawasan perdesaan. Contoh : dapat berdiri sendiri serta diatur dan
dikelola secara sinergis oleh BUM Desa agar tumbuh menjadi usaha
bersama dan dapat pula menjalankan kegiatan usaha bersama seperti
desa wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok
masyarakat.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 13


Namun, segala upaya ini harus didasari oleh aksi kolektif pemerintah desa
dan masyarakat. Sehingga BUM Desa memiliki nilai transformasi sosial,
ekonomi dan budaya. Hal inilah yang menjadikan BUM Desa sebagai salah
satu lembaga ekonomi rakyat yang berperan sebagai pilar demokrasi
ekonomi.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan I - 14


Pokok Bahasan 2
Dasar Hukum Pendirian BUM Desa

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan II - 1


RENCANA PEMBELAJARAN
SPB Dasar Hukum Pendirian BUM Desa
2.1
Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :


1. Menjelaskan dasar hukum BUM Desa (peraturan desa dalam
sistem peraturan perundang-undangan).
2. Menjelaskan jenis-jenis peraturan di desa.

Waktu

1 JP (30 menit)

Metode
Couching and Concelling, yaitu bentuk bimbingan teknis yang
mengaharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan
dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan terhadap cara
melakukan pekerjaan secara tepat.

Media
 Slide presentasi
 Instrumen perundangan & akademik

Alat Bantu
 Flip chart
 Alat tulis
 Kertas ukuran plano
 Laptop
 Lcd

Proses penyajian :
1. Nasarasumber menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sub pokok bahasan “Dasar Hukum”
2. Bagilah peserta menjadi 5 (lima) kelompok, kemudian
tugaskan masing-masing kelompok untuk melakukan speed
reading dan diskusi selama 10 menit, tentang hal-hal sebagai
berikut :
 Dasar hukum (Peraturan dalam sistem peraturan
perundangan)
 Jenis-jenis peraturan di desa
3. Minta satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya,
berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk memberikan
tanggapan.
4. Fasilitator memberikan komentar terhadap proses diskusi,
kemudian memberikan penjelasan dengan menggunakan

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan II - 2


media tayang tentang dasar hukum (peraturan desa dalam
sistem peraturan perundangan) dan jenis-jenis peraturan di
desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan II - 3


BAHAN BACAAN
SPB Dasar Hukum Pendirian BUM Desa
2.2

Dasar hukum (Peraturan Desa dalam Sistem Peraturan Perundang-


Undangan)

Peraturan Desa atau disingkat Perdes pernah diatur dalam Pasal 7 ayat (2)
UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, tetapi ketentuan tentang Perdes tersebut dihapus dalam
ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

Ketentuan lama Pasal 7 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menyatakan, “Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:....c. Peraturan
Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau
nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.” Norma
hukum tersebut meletakkan kedudukan Perdes sebagai bagian dari
Peraturan Daerah (Perda), sehingga bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2)
UUD NRI 1945. Norma pengaturan bahwa Perdes menjadi bawahan Perda
dalam UU No. 10 Tahun 2004 dicabut oleh UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Perdes bukan lagi sebagai
aturan hukum yang menjadi bagian dan bawahan Perda.

Kedudukan Perdes diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa jenis
Peraturan Perundangundangan. selain UUD NRI 1945, Ketetapan MPR,
UU/Perppu, PP, Perpres, Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota adalah
“mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa atau yang setingkat.”
Perdes merupakan jenis peraturan perundangundangan lain diluar jenis dan
hirarki 7 (tujuh) peraturan perundang-undangan yang disebut dalam UU No.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan II - 4


12 Tahun 2011, yakni UUD NRI 1945, Ketetapan MPR, UU/Perppu, PP,
Perpres, Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.

Validitas Peraturan Desa, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Gubernur,


Peraturan Bupati/Walikota dan lain-lain dinyatakan dalam Pasal 8 ayat (2)
UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Perdes dan peraturan sejenis diakui keberadaannya dan
berkekuatan hukum mengikat tergantung perintah dari peraturan
perundang-undangan yang relevan dan lebih tinggi. Pertama, Perdes
diperintahkan oleh UU Desa dan peraturan pelaksanaannya sebagai
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga Perdes diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kedua, Perdes
dibentuk berdasarkan kewenangan Desa.

Pembentukan Perdes dapat didasarkan pada atribusi (wewenang yang ada


pada jabatan tertentu, dalam hal ini jabatan Kepala Desa), didasarkan pada
delegasi (pelimpahan wewenang, dari suatu organ pemerintahan kepada
organ lain), atau mandat (penugasan; dalam hubungan rutin atas bawahan).
Teori kewenangan ini kemudian telah diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan.

Jenis-jenis Peraturan di Desa

Tuntutan aspirasi yang berkembang pasca berlakunya UU No. 6 Tahun 2014


tentang Desa adalah Perdes yang dilaksanakan berdasarkan asas hukum
utama tentang pengaturan Desa yakni Asas Rekognisi, Asas Subsidiaritas
dan Asas Musyawarah. Ketiga asas dalam UU Desa tersebut merupakan asas
utama selain asas keberagaman, kebersamaan, kegotongroyongan,
kekeluargaan, demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan,
pemberdayaan, dan keberlanjutan.

Kewenangan Kementrian Desa PDTT yang diatur didalam Perpres No. 12


Tahun 2015, fokus pada pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa,
serta pembangunan kawasan perDesan. Kewenangan tersebut ditujukan

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan II - 5


untuk mewujudkan Perdes yang memberdayakan dan membangun Desa,
sesuai Asas Rekognisi, Asas Subsidiaritas dan Asas Musyawarah.

Jenis peraturan di Desa telah diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang
Desa. Ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
menyatakan, “Jenis Peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan
bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa”. Pada prinsipnya
Peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa
merupakan delegated legislation yakni suatu produk hukum yang disusun
atas dasar norma delegasi dari peraturan perundangundangan yang lebih
tinggi.

Didalam batang tubuh maupun penjelasan UU No. 6 Tahun 2014 tentang


Desa tidak disebutkan jenis peraturan yang bersifat penetapan
(beschikkingen). Sebagai contoh, susunan keanggotaan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa (KPMD) memerlukan suatu peraturan yang bersifat
penetapan. Bentuk produk hukum yang tepat untuk menetapkan susunan
keanggotaan KPMD adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan II - 6


Pokok Bahasan 3
Dasar Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM
Desa)

DPC IPMMI Kab. Lampung Selatan III - 1


RENCANA PEMBELAJARAN
SPB Dasar Pengelolaan
3.1 Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa)

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :


1. Menjelaskan AD & ART BUM Desa.
2. Menjelaskan prosedur penetapan AD & ART BUM Desa.

Waktu

1 JP (60 menit)

Metode
Couching and Concelling, yaitu bentuk bimbingan teknis yang
mengaharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan
dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan terhadap cara
melakukan pekerjaan secara tepat.

Media
 Slide presentasi
 Instrumen perundangan & akademik

Alat Bantu
 Flip chart
 Alat tulis
 Kertas ukuran plano
 Laptop
 Lcd

Proses penyajian :
1. Nasarasumber menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sub pokok bahasan “AD & ART BUM Desa”
2. Bagilah peserta menjadi 5 (lima) kelompok, kemudian
tugaskan masing-masing kelompok untuk melakukan speed
reading dan diskusi selama 15 menit, tentang hal-hal sebagai
berikut :
 AD & ART BUM Desa
 Prosedur penetapan AD & ART BUM Desa
3. Minta satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya,
berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk memberikan
tanggapan.

DPC IPMMI Kab. Lampung Selatan III - 2


4. Fasilitator memberikan komentar terhadap proses diskusi,
kemudian memberikan penjelasan dengan menggunakan
media tayang tentang AD & ART BUM Desa dan prosedur
penetapan AD & ART BUM Desa.

DPC IPMMI Kab. Lampung Selatan III - 3


BAHAN BACAAN
SPB Dasar Pengelolaan
3.2 Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa)

Pentingnya AD & ART

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang biasa disingkat AD/ART
merupakan landasan operasional dalam menjalankan suatu usaha atau
organisasi. Di dalamnya terdapat visi, misi, tujuan, tugas pokok, sampai
bidang usahanya termasuk kualifikasi apa dan siapa saja yang menanam
modal serta berapa modal yang ditanamkan. AD/ART organisasi berbeda
dengan AD/ART perusahaan. AD/ART organisasi biasanya disahkan oleh
forum yang merupakan anggota organisasi. Sedangkan AD/ART perusahaan
biasanya disepakati oleh masing-masing pemilik modal yang di tandatangani
di atas notaris, artinya badan usaha tersebut sah secara hukum.

AD/ART adalah dasar dan peraturan yang mengikat seseorang atau


kelompok dalam berbagai kegiatan atau program yang mereka lakukan atau
yang akan di kerjakan. AD (Anggaran Dasar) selalu berisikan pasal-pasal
umum mengenai yang mengatur roda sebuah organisasi. Seperti ideologi,
tata cara pemilihan, sumber dana dan lain-lain. Intinya mirip seperti
Uundang-undang Dasar

Sedangkan ART (Anggaran Rumah Tangga) itu berfungsi seperti petunjuk


teknis atau penjelasan lebih rinci dari AD (AD biasanya lebih tataran abstrak
dan general) dan disajikan juga dalam bentuk pasal-pasal.

Prosedur penetapan AD & ART BUM Desa

Rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa.


(AD/ART) dibahas dalam Musyaarah Desa dan hasil naskah AD/ART itu
ditetapkan oleh kepala desa sebagaimana diatur dalam Pasal 136 ayat (5) PP
Desa. AD/ART dalam Pasal 5 Permendesa BUM Desa merupakan norma

DPC IPMMI Kab. Lampung Selatan III - 4


derivatif dari Pasal 136 ayat (4) PP Desa, sehingga AD/ART tersebut dibahas
dalam Musyawarah Desa agar prakarsa masyarakat Desa tetap mendasari
substansi AD/ART. Idealnya, secara hukum-prosedural, AD/ART ditetapkan
dalam peraturan kepala desa yang didasari oleh Perdes tentang pendirian
BUM Desa. Disisi lain, spirit Permendesa berupaya menguatkan
posisi/kedudukan AD/ART secara deliberatif melalui Musyawarah Desa.
Oleh karenanya, substansi AD/ART langsung menjadi isi kebijakan dalam
Perdes pendirian BUM Desa tersebut. AD/ART menjadi lampiran (bagian tak
terpisahkan) dari Perdes tentang Pendirian BUM Desa. Ketika BUM Desa
ditetapkan pendiriannya, disahkan pula AD/ART BUM Desa oleh Perdes
Pendirian BUM Desa tersebut.

DPC IPMMI Kab. Lampung Selatan III - 5


Pokok Bahasan 4
Pembentukan Struktur Organisasi BUM Desa

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IV - 1


RENCANA PEMBELAJARAN
SPB Pembentukan Struktur Organisasi
4.1 Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa)

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :


1. Menjelaskan pentingnya struktur organisasi pengelola BUM
Desa.
2. Menjelaskan prosedur penetapan struktur organisasi
pengelola BUM Desa.

Waktu

1 JP (30 menit)

Metode
Couching and Concelling, yaitu bentuk bimbingan teknis yang
mengaharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan
dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan terhadap cara
melakukan pekerjaan secara tepat.

Media
 Slide presentasi
 Instrumen perundangan & akademik

Alat Bantu
 Flip chart
 Alat tulis
 Kertas ukuran plano
 Laptop
 Lcd

Proses penyajian :
1. Nasarasumber menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sub pokok bahasan “Struktur Organisasi
Pengelola BUM Desa”
2. Bagilah peserta menjadi 5 (lima) kelompok, kemudian
tugaskan masing-masing kelompok untuk melakukan speed
reading dan diskusi selama 15 menit, tentang hal-hal sebagai
berikut :
 Struktur organisasi pengelola BUM Desa
 Prosedur penetapan struktur organisasi pengelola BUM
Desa

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IV - 2


3. Minta satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya,
berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk memberikan
tanggapan.
4. Fasilitator memberikan komentar terhadap proses diskusi,
kemudian memberikan penjelasan dengan menggunakan
media tayang tentang pentingnya struktur organisasi
pengelola BUM Desa dan prosedur penetapan struktur
organisasi pengelola BUM Desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IV - 3


BAHAN BACAAN
SPB Struktur Organisasi Pengelola
4.2 Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa)

Pentingnya struktur organisasi pengelola BUM Desa

Struktur organisasi adalah suatu susunan komponen-komponen atau unit-


unit kerja dalam sebuah organisasi. Struktur organisasi menunjukan bahwa
adanya pembagian kerja dan bagaimana fungsi atau kegiatan-kegiatan
berbeda yang dikoordinasikan. Dan selain itu struktur organisasi juga
menunjukkan mengenai spesialisasi-spesialisasi dari pekerjaan, saluran
perintah maupun penyampaian laporan.

Struktur organisasi adalah suatu susunan atau hubungan antara komponen


bagian-bagian dan posisi dalam sebuah organisasi, komponen-komponen
yang ada dalam organisasi mempunyai ketergantungan. Sehingga jika
terdapat suatu komponen baik maka akan berpengaruh kepada komponen
yang lainnya dan tentunya akan berpengaruh juga kepada organisasi
tersebut.

Struktur organisasi merupakan susunan dan hubungan antara setiap bagian


maupun posisi yang terdapat pada sebuah organisasi atau perusahaan
dalam menjalankan kegiatan-kegiatan operasionalnya dengan maksud untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Struktur organisasi
dapat menggambarkan secara jelas pemisahan kegiatan dari pekerjaan
antara yang satu dengan kegiatan yang lainnya dan juga bagaimana
hubungan antara aktivitas dan fungsi dibatasi. Di dalam struktur organisasi
yang baik harus dapat menjelaskan hubungan antara wewenang siapa
melapor atau bertanggung jawab kepada siapa, jadi terdapat suatu
pertanggungjawaban apa yang akan di kerjakan. Itulah beberapa definisi
struktur organisasi.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IV - 4


Adapun fungsi / kegunaan dari struktur dalam sebuah organisasi, berikut
dibawah ini penjelasannya:
1. Kejelasan tanggung jawab.
Setiap anggota dari organisasi harus dapat bertanggung jawab dan juga apa
saja yang harus dipertanggungjawabkan. Setiap anggota suatu organisasi
tentunya harus dapat bertanggung jawab kepada pimpinannya atau kepada
atasannya yang telah memberikan kewenangan, karena pelaksanaan atau
implementasi kewenangan tersebut yang perlu dipertanggungjawabkan.
Itulah fungsi struktur organisasi tentang kejelasan tanggung jawab.

2. Kejelasan kedudukan.
Yang selanjutnya yaitu kejelasan mengenai kedudukan,disini artinya anggota
atau seseorang yang ada didalam struktur organisasi sebenarnya dapat
mempermudah dalam melakukan koordinasi dan hubungan, sebab adanya
keterkaitan penyelesaian mengenai suatu fungsi yang telah di percayakan
kepada seseorang atau anggota.

3. Kejelasan mengenai jalur hubungan.


Fungsi selanjutnya yaitu sebagai kejelasan jalur hubungan maksudnya
dalam melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawab setiap pegawai didalam
sebuah organisasi maka akan dibutuhkan kejelasan hubungan yang
tergambar dalam struktur sehingga dalam jalur penyelesaian suatu
pekerjaan akan semakin lebih efektif dan dapat saling memberikan
keuntungan.

4. Kejelasan uraian tugas.


Dan Fungsi lainnya yaitu kejelasan mengenai uraian tugas didalam struktur
organisasi akan sangat membantu pihak atasan atau pimpinan untuk dapat
melakukan pengawasan maupun pengendalian, dan juga bagi bawahan akan
dapat lebih berkonsentrasi dalam melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan
karena uraian yang jelas. Itulah salah satu fungsi sebagai kejelasan uraian
tugas.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IV - 5


Prosedur penetapan struktur organisasi pengelola BUM Desa

Organisasi pengelola BUM Desa termasuk didalamnya susunan


kepengurusan (struktur organisasi dan nama pengurus). Struktur organisasi
menjadi bahan pembahasan dalam Musyawarah Desa dan nantinya akan
menjadi bagian substantif dalam Perdes tentang Pendirian BUM Desa.
Adapun susunan nama pengurus BUM Desa dipilih langsung dalam
Musyawarah Desa agar pengurus/pengelola BUM Desa mendapat legitimasi
penuh dari warga Desa. Kesepakatan atas subjek/orang dalam susunan
kepengurusan BUM Desa selanjutnya ditetapkan dalam Keputusan Kepala
Desa.11 Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari
Penasihat, Pelaksana Operasional dan Pengawas. Penamaan susunan
kepengurusan dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang
dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyonan.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IV - 6


Pokok Bahasan 5
Pelaksana Operasional Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa)

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan V - 1


RENCANA PEMBELAJARAN
SPB Pembentukan & Penetapan
5.1 Pelaksana Operasional
Badan Usaha Milik Desa

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :


1. Menjelaskan pentingnya susunan pelaksana operasional
BUM Desa.
2. Menjelaskan prosedur penetapan susunan pelaksana
operasional BUM Desa.

Waktu

1 JP (60 menit)

Metode
Couching and Concelling, yaitu bentuk bimbingan teknis yang
mengaharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan
dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan terhadap cara
melakukan pekerjaan secara tepat.

Media
 Slide presentasi
 Instrumen perundangan & akademik

Alat Bantu
 Flip chart
 Alat tulis
 Kertas ukuran plano
 Laptop
 Lcd

Proses penyajian :
1. Nasarasumber menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sub pokok bahasan “Pelaksana Operasional
BUM Desa”
2. Bagilah peserta menjadi 5 (lima) kelompok, kemudian
tugaskan masing-masing kelompok untuk melakukan speed
reading dan diskusi selama 10 menit, tentang hal-hal sebagai
berikut :
 Pentingnya susunan pelaksana operasional BUM Desa
 Prosedur penetapan sususnan pelaksana operasional BUM
Desa

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan V - 2


3. Minta satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya,
berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk memberikan
tanggapan.
4. Fasilitator memberikan komentar terhadap proses diskusi,
kemudian memberikan penjelasan dengan menggunakan
media tayang tentang pentingnya susunan pelaksana
operasional BUM Desa dan prosedur penetapan susunan
pelaksana operasional BUM Desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan V - 3


BAHAN BACAAN
SPB Pembentukan & Penetapan
5.2 Pelaksana Operasional
Badan Usaha Milik Desa

Pentingnya susunan pelaksana operasional BUM Desa

Ketua pelaksana atau Direktur BUM Desa memegang peranan penting dalam
perencanaan dan pelaksanaan BUM Desa Bersama. Direktur BUM Desa
bertugas menjelaskan tentang visi, misi, program, dan operasional BUM
Desa. Beberapa hal pokok dalam memilih direktur adalah perihal pemilihan
waktu dan kriteria seleksi.

Pemilihan Waktu. Musyawarah Desa adalah patokan waktu yang tepat untuk
memilih direktur. Direktur dan timnya harus cepat terlibat dalam
perencanaan BUM Desa sehingga akan segera bekerja menjalankan
usahanya.

Kriteria Seleksi. Tujuan utama pemilihan direktur adalah menugaskan


seseorang yang berpengalaman, mampu, dan kompeten untuk memimpin
jalannya BUM Desa. Untuk itu perlu dirumuskan kriteria seleksi paling
sedikit berdasarkan:
 Latar belakang dan pengalaman
 Kepemimpinan dan keahlian strategis
 Kemampuan teknis
 Kemampuan kehumasan (pengayom, informan, negosiator, mampu
mengatasi konflik dan memecahkan masalah)
 Kemampuan manajerial

Memilih tim pelaksana tergantung pada tujuan dan hasil yang diharapkan,
pekerjaan teknis yang harus dilakukan, dan kemampuan yang dibutuhkan
untuk menarik, menugaskan, mendelegasikan, mengawasi,
mengkomunikasikan, dan melakukan pekerjaan yang dibutuhkan di BUM

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan V - 4


Desa. Kriteria umum yang digunakan untuk memilih tim pelaksana BUM
Desa adalah:
 Memiliki komitmen pada tujuan BUM Desa.
 Kemampuan untuk berkomunikasi dan membagi tanggungjawab.
 Fleksibilitas, dapat berpindah dari satu kegiatan pekerjaan ke
pekerjaan lainnya, sesuai jadwal dan kebutuhan.
 Kemampuan teknis.
 Kemampuan untuk mengakui kesalahan dan memperbaikinya.

Prosedur penetapan susunan pelaksana operasional BUM Desa

Peraturan Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain mempunyai
fungsi sebagai peraturan pelaksana dari peraturan desa ataupun pelaksana
dari peraturan yang lebih tinggi. Dalam posisinya sebagai peraturan
pelaksana dari Peraturan Desa (subdelegated legislation), Peraturan Kepala
Desa hanya dapat mengatur hal-hal yang diperintahkan secara konkret
dalam Peraturan Desa. Organisasi pengelola BUM Desa termasuk
didalamnya susunan kepengurusan (struktur organisasi dan nama pengurus).

Struktur organisasi menjadi bahan pembahasan dalam Musyawarah Desa


dan nantinya akan menjadi bagian substantif dalam Perdes tentang
Pendirian BUM Desa. Adapun susunan nama pengurus BUM Desa dipilih
langsung dalam Musyawarah Desa agar pengurus/pengelola BUM Desa
mendapat legitimasi penuh dari warga Desa. Kesepakatan atas subjek/orang
dalam susunan kepengurusan BUM Desa selanjutnya ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Desa.11 Susunan kepengurusan organisasi pengelola
BUM Desa terdiri dari Penasihat, Pelaksana Operasional dan Pengawas.
Penamaan susunan kepengurusan dapat menggunakan penyebutan nama
setempat yang dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyonan.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan V - 5


Pokok Bahasan 6
Dasar Hukum Penyertaan Modal Desa

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VI - 1


RENCANA PEMBELAJARAN
SPB Dasar Hukum Penyertaan Modal Desa
6.1
Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :


1. Menjelaskan pentingnya penyertaan modal desa.
2. Menjelaskan prosedur penyertaan modal desa.

Waktu

1 JP (60 menit)

Metode
Couching and Concelling, yaitu bentuk bimbingan teknis yang
mengaharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan
dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan terhadap cara
melakukan pekerjaan secara tepat.

Media
 Slide presentasi
 Instrumen perundangan & akademik

Alat Bantu
 Flip chart
 Alat tulis
 Kertas ukuran plano
 Laptop
 Lcd

Proses penyajian :
1. Nasarasumber menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sub pokok bahasan “Dasar Hukum
Penyertaan Modal Desa”
2. Bagilah peserta menjadi 5 (lima) kelompok, kemudian
tugaskan masing-masing kelompok untuk melakukan speed
reading dan diskusi selama 10 menit, tentang hal-hal sebagai
berikut :
 Dasar hukum penyertaan modal desa
 Prosedur penetapan penyertaan modal desa
3. Minta satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya,
berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk memberikan
tanggapan.
4. Fasilitator memberikan komentar terhadap proses diskusi,
kemudian memberikan penjelasan dengan menggunakan

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VI - 2


media tayang tentang dasar hukum penyertaan modal desa
dan prosedur penetapan penyertaan modal desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VI - 3


BAHAN BACAAN
SPB Dasar Hukum Penyertaan Modal Desa
6.2

Pentingnya penyertaan modal

Menurut UU No 6 Tahun 2014 tentang desa menjelaskan bahwa Badan


Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna memgelola asset, jasa
pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat desa. BUM Desa merupakan badan usaha yang ditetapkan
melalui Peraturan Desa berdasarkan hasil keputusan Musyawarah Desa.
Artinya, pembentukan BUM Desa hanya didasarkan pada Peraturan Desa
dan tidak membutuhkan pengesahan dari Akta Notaris. Meskipun demikian,
berdasarkan pasal 7 UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, BUM Desa dapat
terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas
dan Lembaga Keuangan Mikro.

Dasar hukum dan peraturan pelaksanaan BUM Desa adalah : Undang


Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 43
tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang nomor 6 tahun
2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2015 tentang
Perubahan Peraturan Pelaksanaan Undang Undang nomor 6 tahun 2014
tentang Desa, dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Tujuan BUM Desa
adalah : Meningkatkan perekonomian desa, Mengoptimalkan asset desa agar
bermanfaat untuk kesejahteraan desa, Meningkatkan usaha masyarakat
dalam pengelolaan potensi ekonomi desa, Mengembangkan rencana kerja
sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga, Menciptakan peluang
dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga,
Membuka lapangan kerja, Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VI - 4


perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan, dan pemerataan ekonomi desa,
dan Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan asli desa.

Desa dapat mendirikan BUM Desa dengan mempertimbangkan hal-hal


berikut: Inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa; Potensi usaha
ekonomi Desa; Sumberdaya alam di Desa; Sumberdaya manusia yang
mampu mengelola BUM Desa; Penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam
bentuk pembiayaan; dan Kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola
sebagai bagian dari usaha BUM Desa

Beberapa persiapan awal yang perlu dilakukan oleh Desa antara lain, yaitu:
Sosialisasi ide atau inisiatif pendirian BUM Desa. Ide atau inisiatif ini bisa
muncul dari Pemerintah Desa dan atau masyarakat. Dari manapun inisiatif
tersebut jika dirasa baik bagi masyarakat, maka kuncinya adalah harus
dibahas didalam Musyawarah Desa. Kemudian melakukan tinjauan atau
kajian ringkas mengidentifikasi potensi-potensi apa saja yang ada di desa,
baik potensi sumberdaya alam, potensi pertanian, peternakan, perikanan,
pariwisata, potensi budaya dan tradisi, potensi SDM masyarakat yang ada,
potensi aset dan kekayaan desa yang menjadi kewenangan desa;
dan melakukan identifikasi atas aset-aset dan kekayaan yang ada di desa,
serta memililah-milah mana yang merupakan kewenangan desa dan mana
yang bukan kewenangan desa atas aset dan kekayaan yang ada di desa
tersebut. Berdasarkan identifikasi tersebut kemudian ditetapkan peraturan
desa tentang aset dan kekayaan desa yang menjadi kewenangan desa.

Tahapan pendirian BUM Desa dapat dirinci sebagai berikut: Tahap I (Pra
Musyawarah Desa) Melakukan sosialisasi dan penjajakan kepada warga desa
peluang pendirian BUM Desa, melakukan pemetaan aset dan kebutuhan
warga, menyusun draf Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM
Desa, dan menentukan kriteria pengurus organisasi pengelola BUM Desa.
Tahap II (Musyawarah Desa) Menyampaikan hasil pemetaan dan potensi jenis
usaha, menyepakati pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi,
potensi jenis usaha dan sosial budaya masyarakat; membahas Draf Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, memilih kepengurusan organisasi

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VI - 5


pengelola BUM Desa, sumber Permodalan BUM Desa, dan membentuk
Panitia Ad-Hock perumusan Peraturan Desa tentang pembentukan BUM
Desa. Tahap III (Pasca Musdes) menyusun Rancangan Peraturan Desa
tentang Penetapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa yang mengacu pada
UU Desa, Peraturan Pelaksananaan dan Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pembahasan Rancangan
Peraturan Desa tentang Penetapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa, dan
penetapan Peraturan Desa tentang Penetapan Pendirian Badan Usaha Milik
Desa. Permendesa PDT dan Transmigrasi No. 4 tahun 2015 Pasal 7
menyatakan bahwa BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang
berbadan hukum. Keberadaan unit usaha yang berbadan hukum tersebut
dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM
Desa dan masyarakat. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM
Desa terdiri dari: (a) Penasihat; (b) Pelaksana Operasional; dan (c) Pengawas.
Modal awal BUM Desa berasal dari penyertaan modal desa yang dialokasikan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Modal awal
untuk BUM Desa tidak harus berasal atau dialokasi dari transfer Dana Desa.
Modal awal untuk BUM Desa tersebut dapat dialokasikan dari dana
manapun yang sudah masuk di rekening kas desa sebagai Pendapatan Desa
di dalam APB Desa. Untuk mengembangkan usaha BUM Desa, Desa
selanjutnya dapat menambah penyertaan modal kepada BUM Desa yang
dialokasikan melalui anggaran pembiayaan dalam APB Desa. Besaran
penyaluran penyertaan modal harus mempertimbangkan kondisi keuangan
desa dan kemampuan kapasitas BUM Desa dalam mengembangkan kegiatan
usaha/bisnisnya. Kekayaan BUM Desa yang berasal dari penyertaan modal
Desa merupakan kekayaan desa yang dipisahkan.

Prosedur pentapan penyertaan modal desa

Transaksi terjadi apabila ada dua belah pihak yang saling bertukar manfaat.
Adanya kelembagaan BUMDES memungkinkan Pemerintah Desa melakukan
transaksi dengan BUMDES secara sah dan meyakinkan. Hal ini telah diatur
dalam Undang-Undang Desa dan peraturan-peraturan turunannya. Kita

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VI - 6


bahas dulu tiga transaksi yang bisa terjadi antara Pemerintah Desa dan
BUMDES yaitu penyertaan, pinjaman dan bantuan.

Penyertaan artinya Pemerintah Desa melakukan investasi jangka panjang


yaitu dengan menyertakan sejumlah uang atau aset lainnya untuk
membentuk atau menambah modal BUMDES. Pemerintah Desa juga bisa
memberikan bantuan atau pinjaman ke BUMDES. Perbedaan antara
Penyertaan dan Pinjaman adalah kalau Pinjaman ada batas waktu untuk
pengembalian pokok dan perhitungan bunga/bagi hasil. Untuk bantuan atau
hibah biasanya berupa perlengkapan, pelatihan dan fasilitas lainnya. Apabila
BUMDES menerima dana, aset atau fasilitas dari desa perlu diperhatikan
akadnya apakah itu merupakan penyertaan, pinjaman atau bantuan.

Apabila akad yang dipilih adalah penyertaaan maka ada beberapa


mekanisme dan administrasi yang harus disiapkan. Sebagai contoh Desa
Sambilegi menyertakan dana tunai Rp100 juta ke BUMDES Sambilegi Sukses
Bersama.
1. Penyertaan BUMDES masuk kedalam rekening Pembiayaan. Banyak yang
bertanya mengapa penyertaan BUMDES tidak ada dalam Belanja? Karena
akad transaksi adalah investasi jangka panjang bukan belanja, maka
masuk dalam pos rekening pembiayaan.
2. Supaya masuk dalam APBDes maka sebelumnya telah ditempuh dahulu
mekanismenya yaitu Musrenbangdus, Murenbangdes, RPJMdes, RKP dan
selanjutnya masuk APBDes.
3. Pastikan BUMDES sudah terbentuk, yaitu telah dilaksanakan Musdes,
Perdes pembentukan BUMDES telah diterbitkan dan pengurus BUMDES
telah ada SK dan dilantik, sebelum bisa dieksekusi.
4. Sebelum eksekusi dilakukan maka Penyertaan BUMDES harus disepakati
dalam MUSDES dan diterbitkan PERDES tersendiri. Sehingga ada
PERDES pembentukan BUMDES, dan ada PERDES penyertaan BUMDES.
Hal ini dilakukan karena penyertaan bisa dilakukan dalam tahun jamak.
5. Setelah dilakukan maka diterbitkan Berita Acara Penyertaan dan dicatat
di pembukuan Pemerintah Desa maupun BUMDES. Pada BUMDES di
catat Dr Kas/Bank Rp100 juta dan Cr Modal Rp100 juta.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VI - 7


Pokok Bahasan 7
Studi Kelayakan Usaha BUM Desa

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VII - 1


RENCANA PEMBELAJARAN
SPB Studi Kelayakan Usaha BUM Desa
7.1
Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :


1. Menjelaskan pentingnya studi kelayakan usaha desa.
2. Menjelaskan prosedur studi kelayakan usaha desa.

Waktu

1 JP (225 menit)

Metode
Couching and Concelling, yaitu bentuk bimbingan teknis yang
mengaharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan
dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan terhadap cara
melakukan pekerjaan secara tepat.

Media
 Slide presentasi
 Instrumen perundangan & akademik

Alat Bantu
 Flip chart
 Alat tulis
 Kertas ukuran plano
 Laptop
 Lcd

Proses penyajian :
1. Nasarasumber menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sub pokok bahasan “Studi Kelayakan Usaha
BUM Desa”
2. Bagilah peserta menjadi 5 (lima) kelompok, kemudian
tugaskan masing-masing kelompok untuk melakukan speed
reading dan diskusi selama 10 menit, tentang hal-hal sebagai
berikut :
 Pentingnya studi kelayakan usaha BUM desa
 Prosedur studi kelayakan usaha BUM desa
3. Minta satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya,
berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk memberikan
tanggapan.
4. Fasilitator memberikan komentar terhadap proses diskusi,
kemudian memberikan penjelasan dengan menggunakan

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VII - 2


media tayang tentang pentingnya studi kelayakan usaha BUM
Desa dan prosedur studi kelayakan usaha BUM Desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VII - 3


BAHAN BACAAN
SPB Studi Kelayakan Usaha BUM Desa
7.2
Pentingnya studi kelayakan usaha BUM Desa

Aturan tentang BUMDesa ada pada Bab X pasal 87 hingga pasal 90. Desa
bisa menentukan jenis usahanya, apakah di bidang pertanian, perikanan,
termasuk juga pariwisata. Dalam peraturan yang ada sebelumnya, badan
usaha ini hanya sampai pada tingkat kabupaten/kota, tetapi Undang-
Undang Desa mendorong badan usaha bisa didirikan di desa. BUMDesa pada
dasarnya merupakan bentuk konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-
lembaga ekonomi desa dan merupakan instrumen pendayagunaan ekonomi
lokal dengan berbagai ragam jenis potensi, yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahteran ekonomi masyarakat desa melalui pengembangan
usaha ekonomi mereka, serta memberikan sumbangan bagi peningkatan
sumber pendapatan asli desa yang memungkinkan desa mampu
melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat secara
optimal. Diharapkan keberadaan BUMDesa mampu mendorong dinamisasi
kehidupan ekonomi di pedesaan. Oleh karena itu dalam pengelolaan
BUMDesa dibutuhkan startegi yang matang.

BUMDesa sebagai lembaga desa yang menjalankan usaha ekonomi harus


memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas serta kehati-hatian dalam
menjalankan usaha. Oleh karena itu sebelum menjalankan suatu kegiatan
usaha terlebih dahulu harus dipertimbangkan matang-matang kelayakan
dari jenis usaha yang akan dijalankan itu. Bidang- bidang usaha yang
direncanakan harus layak untuk dijalankan. Cara yang paling lazim untuk
menilai kelayakan usaha adalah dengan melakukan Kajian Kelayakan
Usaha.

Kajian Kelayakan Usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana


manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha
(Ibrahim, 2009). Hasil dari kegiatan kajian kelayakan usaha sangat berguna

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VII - 4


sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, apakah
menerima atau menolak suatu gagasan usaha yang direncanakan.Pada
dasarnya kajian kelayakan usaha dapat dilaksanakan untuk mendirikan
usaha baru atau dapat pula dalam rangka pengembangan usaha yang sudah
ada (Suherman, 2011). Kajian kelayakan usaha tidak hanya diperlukan pada
awal pendirian usaha saja, tetapi perlu juga dilakukan pada saat BUM Desa
hendak melakukan pengembangan usaha.

Prosedur studi kelayakan usaha BUM desa

Studi Kelayakan Bisnis merupakan metode ilmiah. Salah satu syarat metode
ilmiah adalah sistematis. Penyusunan studi kelayakan bisnis sebagai salah
satu metode ilmiah pada umumnya meliputi beberapa langkah kegiatan.
 Penemuan ide bisnis. Tahap penemuan ide merupakan tahap
seseorang menemukan sebuah ide bisnis. Ide bisnis muncul karena
peluang bisnis yang dipandang memiliki prospek yang baik terlihat.
Penemuan ide bisnis ini dapat bersumber dari bacaan, hasil
pengamatan, informasi dari orang lain, media masa, maupun
berdasarkan pengalaman.
 Melakukan studi pendahuluan. Studi pendahuluan dilakukan untuk
memperoleh gambaran umum peluang bisnis dari ide bisnis yang akan
dijalankan, termasuk di dalamnya prospek dan kendala yang dapat
muncul dari bisnis yang akan dilakukan. Jika berdasarkan studi
pendahuluan suatu ide bisnis yang akan dijalankan memiliki kendala
yang besar dan kurang prospek maka penyusunan studi kelayakan
yang lebih mendalam tidak perlu dilakukan. Sebaliknya, jika
berdasarkan studi pendahuluan sebuah ide bisnis memiliki prospek
yang baik dan pelaku bisnis memiliki keyakinan untuk mengatasi
kendala yang mungkin muncul maka proses dilanjutkan dengan tahap
berikutnya.
 Membuat desain studi kelayakan. Setelah gambaran umum tentang
peluang bisnis dari ide bisnis yang akan dijalankan diperoleh, langkah
selanjutnya adalah membuat desain studi kelayakan yang meliputi

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VII - 5


penentuan aspek-aspek yang akan diteliti, responden, teknik
pengumpulan data, penyusunan kuesioner, alat analisis data,
penyusunan anggaran untuk melakukan studi kelayakan, sampai
dengan penentuan desain laporan akhir.
 Pengumpulan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan
menggunakan observasi, wawancara, maupun kuesioner, sedangkan
sumber data dapat berupa data primer maupun data sekunder.
Pengumpulan data seringkali merupakan pekerjaan yang paling
memerlukan waktu dan biaya yang besar untuk penyusunan studi
kelayakan bisnis sehingga proses pengumpulan data harus didesain
sebaik mungkin.
 Analisis dan interprestasi data. Analisis data dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif
dilakukan jika data yang dikumpulkan berupa data kualitatif
(judgement), sedangkan analisis kuantitatif dilakukan jika data yang
dikumpulkan berupa data kuantitatif.
 Menarik kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan didasarkn pada
hasil analisis data untuk memutuskan suatu ide bisnis layak atau
tidak layak berdasarkan setiap aspek yang diteliti. Sedangkan
rekomendasi memberikan arahan petunjuk tentang tindak lanjut ide
bisnis yang akan dijalankan serta memberikan catatan-catatan jika ide
bisnis tersebut akan dilaksanakan.
 Penyususnan laporan studi kelayakan bisnis. Format maupun desain
laporan akhir harus disesuaikan dengan pihak-pihak yang akan
menggunakan studi kelayakan bisnis. Selain itu, besarnya anggaran
untuk menyusun studi kelayakan bisnis juga harus dipertimbangkan.

Kegiatan penyusunan studi kelayakan bisnis tidak hanya dilakukan pada


saat ada ide untuk merintis bisnis yang benar-benar baru, tetapi studi
kelayakan bisnis juga diperlukan ketika pelaku bisnis akan melakukan hal-
hal berikut.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VII - 6


a. Merintis usaha baru. Ketika seorang pelaku bisnis akan merintis usaha
baru, studi kelayakan bisnis dilakukan untuk mengetahui apakah ide
pengembangan bisnis layak atau tidak untuk dijalankan.
b. Mengembangkan usaha yang sudah ada. Ketika seorang pelaku bisnis
akan mengembangkan usaha, studi kelayakan bisnis dilakukan untuk
mengetahui apakah ide pengembangan bisnis layak atau tidak untuk
dijalankan.
c. Memilih jenis usaha atau investasi/proyek yang paling
menguntungkan. Seringkali investor dan pelaku bisnis dihadapkan
pada masalah untuk menentukan pilihan jenis bisnis atau
investasi/proyek karena terbatasnya biaya untuk investasi. Agar
pilihan investasi dapat optimal maka diperlukan adanya studi
kelayakan bisnis untuk menentukan pilihan dari berbagai alternatif
investasi yang ada.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VII - 7


Pokok Bahasan 8
Perencanaan Bisnis BUM Desa

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VIII - 1


RENCANA PEMBELAJARAN
SPB Perencanaan Bisnis BUM Desa
8.1
Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :


1. Menjelaskan pentingnya studi kelayakan usaha desa.
2. Menjelaskan prosedur studi kelayakan usaha desa.

Waktu

1 JP (60 menit)

Metode
Couching and Concelling, yaitu bentuk bimbingan teknis yang
mengaharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan
dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan terhadap cara
melakukan pekerjaan secara tepat.

Media
 Slide presentasi
 Instrumen perundangan & akademik

Alat Bantu
 Flip chart
 Alat tulis
 Kertas ukuran plano
 Laptop
 Lcd

Proses penyajian :
1. Nasarasumber menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sub pokok bahasan “Perencanaan Bisnis
BUM Desa”
2. Bagilah peserta menjadi 5 (lima) kelompok, kemudian
tugaskan masing-masing kelompok untuk melakukan speed
reading dan diskusi selama 10 menit, tentang hal-hal sebagai
berikut :
 Pentingnya perencanaan bisnis BUM desa
 Prosedur perencanaan bisnis BUM desa
3. Minta satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya,
berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk memberikan
tanggapan.
4. Fasilitator memberikan komentar terhadap proses diskusi,
kemudian memberikan penjelasan dengan menggunakan

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VIII - 2


media tayang tentang pentingnya perencanaan bisnis BUM
Desa dan prosedur perencanaan bisnis BUM Desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VIII - 3


BAHAN BACAAN
SPB Perencanaan Bisnis BUM Desa
8.2
Pentingnya perencanaan bisnis BUM Desa

Perencanaan bisnis atau business plan merupakan penelitian mengenai


kegiatan organisasi sekarang dan yang akan datang dan menyusun kegiatan
untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yang dituangkan dalam suatu
dokumen perencanaan. Perencanaan bisnis sangat erat hubungannya
dengan wirausaha, sebab perencanaan bisnis ini dibuat agar hasil
penciptaan usaha yang dibuat mendekati dengan kenyataannya. Diharapkan
dengan perencanaan bisnis yang baik maka perencanaan dengan
kenyataannya memiliki perbedaan yang cukup kecil. Karena itu perencanaan
bisnis ini dapat digunakan sebagai pedoman penciptaan usaha.

Business Plan merupakan suatu dokumen yang menyatakan keyakinan akan


kemampuan sebuah bisnis untuk menjual barang atau jasa dengan
menghasilkan keuntungan yang memuaskan dan menarik bagi penyandang
dana. Business Plan merupakan dokumen tertulis yang menjelaskan rencana
perusahaan/pengusaha untuk memanfaatkan peluang-peluang
usaha (business opportunities) yang terdapat di lingkungan eksternal
perusahaan,menjelaskan keunggulan bersaing (competitive
advantage) uasaha, serta menjelaskan berbagai langkah yang harus
dilakukan untuk menjadikan peluang usaha tersebut menjadi suatu bentuk
usaha yang nyata.

Kesimpulannya Business Plan adalah dokumen tertulis yang disiapkan


oleh wirausaha yang menggambarkan semua unsur yang relevan baik
internal maupun eksternal mengenai perusahaan untuk memulai pada
waktu usaha. Adapun isinya sering merupakan perencanaan terpadu
menyangkut pemasaran,permodalan,operasional dan sumber daya manusia.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VIII - 4


Prosedur perencanaan bisnis BUM desa

Perencanaan Bisnis merupakan metode ilmiah. Salah satu syarat metode


ilmiah adalah sistematis. Penyusunan perencanaan bisnis sebagai salah satu
metode ilmiah pada umumnya meliputi beberapa langkah kegiatan berikut
ini :

Perencanaan Usaha (business plan) adalah proses penentuan visi, misi dan
tujuan, strategi, kebijakan, prosedur, aturan, program, dan anggaran yang
diperlukan untuk menjalankan suatu usaha tertentu (Bogadenta, 2013).
Akan tetapi, kenyataannya banyak orang gagal membuat sebuah rencana
bisnis (business plan) disaat akan melakukan bisnis.

Secara teori mengembangkan sebuah rencana bisnis atau business plan


sangat penting untuk mengamankan modal awal dan dalam mengarahkan
perusahaan setelah didirikan. Business plan membantu untuk menentukan
akan menjadi seperti apa perusahaan itu nantinya, siapa yang akan
mengoperasikannya (dan bagaimana tingkat pengalaman mereka), dan area
persaingan yang akan diambil, serta nilai jual unik yang diharapkan akan
membawa keberhasilan.

Gambar 1. Kerangka Perencanaan Bisnis

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VIII - 5


Menurut Fox Business (2012), ada 10 poin penting dalam membuat suatu
business plan perusahaan seperti dijelaskan dalam Gambar 1. adalah
sebagai berikut:

1. Executive Summary, Biasanya terdiri dari satu atau dua halaman yang
menjelaskan secara singkat tentang usaha bisnis suatu perusahaan.
Hal ini sudah termasuk didalamnya sasaran bsinis, operasional, upaya
pemasaran, dan modal pendapatan.
2. Mission Statement, Pada umumnya menjelaskan visi dan misi dari
suatu perusahaan mengenai bisnis yang akan dijalankan. Pastikan visi
dan misi yang dibuat harus jelas, singkat dan mencakup kegiatan
bisnis yang akan dilakukan oleh perusahaan ke depannya.
3. Company Background, Menjelaskan latar belakang atau historikal
berdirinya suatu perusahaan. Secara umum, mengambarkan bisnis
kegiatan yang dijalankan oleh perusahaan tersebut dan asal mula ide
untuk membangun bisnis tersebut.
4. Product Description, Menggambarkan secara jelas produk atau jasa
yang akan di jual atau ditawarkan kepada konsumen. Selain itu dalam
pembuatan bisnis plan, pengusaha (entrepreneur) harus dapat
menjelaskan bagaimana sistem proses produksi tersebut dilakukan
dari pengelolaan bahan mentah (raw material), proses pembuatan
(work-in-process), hingga menjadi barang jadi (finished goods) dan
akhirnya dilakukan proses pengemasan atau pelabelan produk
(packing & labelling).
5. Marketing Plan, Dalam pembuatan business plan, perlu dibuat rencana
strategi pemasaran (marketing plan) yang akan dilakukan oleh
perusahaan dalam menjual produk atau jasa mereka kepada
konsumen. Dalam merancang marketing plan, harus dibuat secara
realistis, unik dan memberikan nilai tambah (value added) bagi
perusahaan sehingga dapat bersaing dengan perusahaan yang sejenis.
Marketing Plan bisa dibuat dalam beberapa fase sesuai dengan kondisi
bisnis perusahaan, misalnya: fase pengenalan produk atau jasa

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VIII - 6


(Branding awareness), fase pemasaran lewat digital ataupun sosial
media (digital or media social marketing), fase pricing strategy, dll.
6. Competitor Analysis, Untuk perusahaan yang bergerak di industri
sejenis, ada kalanya perlu melakukan analisis terhadap kompetitior
atau pemain sejenis. Dari analisis tersebut, perusahaan bisa
mengetahui market positioning di pasar serta dapat mengetahui
strategi apa yang telah dilakukan oleh competitor di pasaran dan dapat
dijadikan sebagai acuan untuk membuat inovasi strategi yang berbeda
atau unik untuk dapat bersaing dengan kompetitor sejenis.
7. SWOT Analysis, SWOT Analysis sangat perlu di lakukan jika ingin
membangun suatu usaha, karena ini berkaitan dengan kondisi internal
perusahaan. Dari SWOT analysis, perusahaan dapat melihat kekuatan
& kelemahan yang ada dalam perusahaan dengan membandingkan ke
kompetitor sejenis, sehingga dapat dilakukan antisipasi untuk
meminimalisir kelemahan perusahaan dan menjaga konsistensi
kekuatan kita dengan mempertimbangkan faktor eksternal seperti
peluang dan ancaman dari luar yang dapat menghambat
keberlangsungan kegiatan bisnis perusahaan (sustainable business
operational)
8. Operations, Di dalam membuat rencana bisnis (business plan),
pengusaha perlu menghitung biaya operasional dalam menjalankan
kegiatan usahanya, mulai dari biaya produksi, biaya SDM, biaya
maintenance, ataupun biaya lainnya. Hal ini sangat penting dilakukan
sehingga dapat mengantisipasi kerugian yang timbul dari kegiatan
bisnis. Selain itu, para investor (penanam modal usaha) perlu
mengetahui alokasi dana secara rinci dan logis yang akan di gunakan
oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional bisnis
perusahaan.
9. Financial Planning Perencanaan keuangan (financial planning)
merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun suatu
bisnis. Dalam membuat rencana keuangan, perusahaan perlu
melakukan formulasi atau perhitungan atas modal dana (capital) yang
dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan operasional usahanya, serta

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VIII - 7


bagaimana membuat dan menggontrol anggaran (budgeting) untuk
menjalankan proses bisnisnya. Semua Hal ini harus diperhitungkan
secara matang dan tepat untuk mencegah kerugian yang timbul dari
kegiatan tersebut.
10. Timeline Business Project, Investor perlu mengetahui timeline
project yang dibutuhkan ataupun yang akan dilakukan oleh pengusaha
di dalam membangun bisnis usahanya. Perlu dibuatkan timeline
tahapan dalam pengembangan bisnis secara jelas dan logis sehingga
para investor dapat percaya untuk menanamkan modalnya untuk
perusahaan tersebut.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan VIII - 8


Pokok Bahasan 9
Laporan Keuangan Sederhana BUM Desa

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IX - 1


RENCANA PEMBELAJARAN
SPB Laporan Keuangan BUM Desa
9.1
Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :


1. Menjelaskan pentingnya laporan keuangan BUM desa.
2. Menjelaskan prosedur laporan keuangan BUM desa.

Waktu

1 JP (60 menit)

Metode
Couching and Concelling, yaitu bentuk bimbingan teknis yang
mengaharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan
dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan terhadap cara
melakukan pekerjaan secara tepat.

Media
 Slide presentasi
 Instrumen perundangan & akademik

Alat Bantu
 Flip chart
 Alat tulis
 Kertas ukuran plano
 Laptop
 Lcd

Proses penyajian :
1. Nasarasumber menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sub pokok bahasan “Laporan Keuangan BUM
Desa”
2. Bagilah peserta menjadi 5 (lima) kelompok, kemudian
tugaskan masing-masing kelompok untuk melakukan speed
reading dan diskusi selama 10 menit, tentang hal-hal sebagai
berikut :
 Pentingnya laporan keuangan BUM desa
 Prosedur laporan keuangan BUM desa
3. Minta satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya,
berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk memberikan
tanggapan.
4. Fasilitator memberikan komentar terhadap proses diskusi,
kemudian memberikan penjelasan dengan menggunakan

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IX - 2


media tayang tentang pentingnya laporan keuangan BUM
Desa dan prosedur laporan keuangan BUM Desa.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IX - 3


BAHAN BACAAN
SPB Laporan Keuangan BUM Desa
9.2
Pentingnya laporan keuangan BUM Desa

Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan


pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan
kinerja perusahaan tersebut. tujuan dari laporan keuangan menurut Standar
Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja,
serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.

Dilihat dari tujuannya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan


bersama sebagian besar pemakai, maka laporan keuangan memiliki empat
karakteristik kualitatif, yaitu:

 Dapat dipahami – informasi yang disampaikan dapat dipahami dan


istilah yang digunakan disesuaikan dengan pemahaman pemakai
 Relevan – informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan dapat
mempengaruhi keputusan pengguna, sehingga isinya haruslah relevan.
 Keandalan – informasi yang disusun dalam laporan keuangan bebas dari
pengertian yang menyesatkandan kesalahan material
 Dapat diperbandingkan – laporan keuangan akan berguna apabila bisa
dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya

Dalam peyusunan laporan keuangan, ada beberapa hal yang perlu


diperhatikan. Salah satunya adalah komponen yang harus ada pada laporan
keuangan itu sendiri.

1. Neraca – laporan posisi keuangan dari entitas pada suatu tanggal


tertentu, biasanya pada akhir tahun.
2. Laporan rugi laba – laporan hasil operasi sebuah entitas selama periode
tertentu, misalnya satu bulan atau satu tahun.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IX - 4


3. Laporan ekuitas (modal)pemilik – laporan yang menyajikan ikhtisar
perubahan yang terjadi dalam ekuitas pemilik pada suatu entitas untuk
suatu periode tertentu, misalnya satu bulan atau satu tahun.

Laporan arus kas – laporan yang menggambarkan jumlah kas masuk


(penerimaan kas) dan jumlah kas keluar (pengeluaran kas) dalam suatu
periode tertentu.

Prosedur penyusunan laporan keuangan BUM desa

Penyusunan laporan keuangan harus dilakukan dengan bertahap dan teliti


karena nantinya informasi yang disajikan akan dibutuhkan dalam
pengambilan keputusan. Langkah-langkah tersebut secara sederhana dapat
dilakukan sebagai berikut:

1. Menyusun Neraca Saldo. Neraca saldo adalah suatu daftar rekening-


rekening buku besar dengan saldo debet atau kredit. Penyusunan ini
dilakukan kalau semua jurnal sudah dibukukan ke dalam masing-masing
rekeningnya di buku besar. Karena penyusunannya sebelum adanya ayat
jurnal penyesuaian maka neraca ini sering disebut Neraca Saldo sebelum
Penyesuaian, dimana informasi yang disajikan dapat digunakan untuk
mengecek keseimbangan debet dan kredit dari seluruh rekening di buku
besar dan merupakan tahap pertama untuk membuat jurnal penyesuaian
dan neraca lajur.

2. Mengumpulkan data yang diperlukan untuk membuat jurnal


penyesuaian. Beberapa transaksi mungkin belum tercatat dan masih tidak
sesuai dengan keadaan di akhir periode, sehingga data tersebut dikumpulkan
untuk membuat jurnal penyesuaian.

3. Menyusun neraca lajur (worksheet). Neraca lajur atau kertas kerja


merupakan suatu cara yang memudahkan penyusunan laporan keuangan
yang dimulai dari neraca saldo dan disesuaikan dengan data yang diperoleh
dari jurnal penyesuaian. Kemudian, saldo yang sudah disesuaikan akan

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IX - 5


nampak pada kolom neraca saldo disesuaikan dan merupakan saldo-saldo
yang akan dilaporkan dalam neraca dan laporan rugi laba.

4. Menyusun laporan keuangan yang terdiri dari laporan rugi laba dan
laporan perubahan modal serta laporan-laporan lainnya. Laporan-laporan
tersebut dapat disusun langsung di neraca lajur, karena dalam neraca lajur
sudah dipisahkan jumlah-jumlah yang dilaporkan dalam neraca atau
laporan rugi laba. Kemudian, kedua laporan tersebut diubah bentuknya
sehingga dapat dihasilkan neraca dan laporan rugi laba yang lebih mudah
dibaca dan dianalisa.

5. Menyesuaikan dan menutup rekening-rekening. Setelah rekening-


rekening di dalam buku besar disesuaikan, maka berikutnya adalah
membuat jurnal penutupan untuk menutup rekening-rekening nominal ke
rekening rugi laba dan memindahkan saldo rugi laba ke rekening laba tidak
dibagi. Setelah itu, informasi pada jurnal tersebut dibukukan ke buku besar
sesuai dengan rekening-rekening yang bersangkutan.

6. Menyusun Neraca Saldo setelah Penutupan. Untuk mengecek


keseimbangan debet dan kredit rekening-rekening yang masih terbuka, maka
dibuatlah neraca saldo setelah penutupan yang isinya rekening-rekening real
saja, bukan termasuk nominal yang sudah ditutup.

DPC IPPMI Kab. Lampung Selatan IX - 6

Anda mungkin juga menyukai