.
SiNEMA
Seminar Nasional
Ekonomi, Manajemen, Akuntansi
ISBN :
SEMINAR NASIONAL
Padang
27-28 Agustus 2015
Drs.Meihendri,MSi.,Ak.,CA.
SEMINAR NASIONAL
Kesiapan Indonesia dalam Pasar Bebas ASEAN Melalui Penguatan
Implementasi Corporate Governance yang Sehat “
PROSIDING
EDITOR
Bidang Manajemen:
Drs. Asmai Ishak, M.Bus. Ph.D
Drs. Anas Hidayat, MBA. Ph.D
Dr. D. Agus Hardjito, M.Si
Dr. Zaenal Arifin, M.Si
Dr.Sutrisno,MM
Bidang Akuntansi:
Dekar Urumsah, Drs, S.Si, M.Com, Ph.D
Johan Arifin, SE, M.Si, Ph.D
Yuni Nustini, Dra, MAFIS, CA, Ph.D
Arief Rahman, SE, SIP, M.Com, Ph.D
Bidang Ekonomi:
Drs. Akhsym Afandi, MA, Ph.D
Drs, Agus Widarjono, MA, Ph.D
Abdul Hakim, SE, MEc, Ph.D
Drs. Akhmad Tohirin, MA, Ph.D
Penulis : Tim
Alamat Penerbit:
Badan Penerbit Universitas Bung Hatta Gedung Rektorat Lt.III
Jl. Sumatera Ulak Karang Padang, Sumbar Indonesia
Telp.(0751) 7051678, Fax.(0751) 7055475
e-mail: lppm_bunghatta@yahoo.com
PENGARUH CURRENT RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, TOTAL ASSETS TURN OVER
TERHADAP RETURN ON INVESTMENT (Studi Kasus: Perusahaan Logam dan
Produk Sejenisnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Agus Dwiwitoko, Listiana Sri Mulatsih, Yuhelmi ................................................................ 23-32
ii
PENGARUH INDPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT
DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONTINUITAS KANTOR AKUNTAN PUBLIK
(SURVEY PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK
ANGGOTA FORUM AKUNTAN PASAR MODAL)
Meihendri ........................................................................................................................ 359-368
iv
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNA DALAM
MEMANFAATKAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
DAERAH KOTA BUKITTINGGI
Yulia Fitri, Resti Yulistia, Daniati Puttri .............................................................................. 682-699
PENDAHULUAN
Pendidikan tinggi memiliki berbagai tantangan yang komplek (Bikmoradi et al.,2010).
Menurut mereka, setidaknya institusi pendidikan tinggi dihadapkan kepada tiga isu
utama. Pertama, isu yang berkaitan dengan organisasi termasuk di dalamnya
permasalahan academic governance, misi dan tanggungjawab yang berkelanjutan, dan
permasalahan dalam memilih manajer. Kedua, isu yang berkaitan dengan manajerial
seperti gaya manajemen, ketidakcocokan antara otoritas dan tanggungjawab, kapabilitas
kepemimpinan. Terakhir, isu yang berkaitan dengan budaya organisasi seperti
1
kecenderungan budaya yang mengarah seperti budaya organisasi pemerintahan, budaya
kekuasaan yang terpusat, dan tingkat motivasi yang rendah.
Pemimpin perguruan tinggi menghadapi berbagai persoalan yang berbeda
dengan organisasi profit dan non-profit lainnya. Pada organisasi profit, output utama
adalah keuntungan, pertumbuhan aset, rasio keuangan, deviden dan lain sebagainya
(Madura, 2001). Sedangkan ukuran keberhasilan pendidikan tinggi sebagai organisasi
noo-profit sulit diukur secara pasti. Keputusan yang diambil oleh pemimpin pendidikan
tinggi pada saat ini memiliki implikasi dengan rentang waktu yang lebih panjang
daripada implikasi keputusan bisnis pada organisasi for profit. Selain itu, tingkat risiko
keputusan lebih sulit diukur karena tidak memiliki indikator yang jelas.
Karakteristik industri pendidikan tinggi juga berbeda dengan organisasi non-
profit lainnya. Perbedaan tersebut adalah terdapatnya kondisi yang mengharuskan setiap
institusi pendidikan tinggi untuk bersaing dengan institusi pendidikan tinggi lainnya
(Marginson, 2004). Persaingan tersebut perlu dilakukan untuk menentukan eksistensi
setiap perguruan tinggi terutama dalam hal posisi relatif mereka di dalam persepsi
konsumen dan calon konsumen (mahasiswa dan calon mahasiswa). Selain itu,
Marginson (2004) juga mengatakan bahwa institusi pendidikan tinggi juga bersaing
dalam memberikan kontribusi kepada masyarakat. Baik berupa lulusan yang
berkualitas, hasil penelitian, dan berbagai kontribusi lainnya.
Kepemimpinan merupakan aspek penting dalam organisasi. Banyak peneliti
telah membuktikan bahwa kepemimpinan memegang peranan besar dalam menentukan
kinerja dan pencapaian cita-cita organisasi (Johan & Herri, 2013). Dalam sudut pandang
proses manajemen strategi, kepemimpinan merupakan salah satu penentu dalam
implementasi (Thompson et al., 2013). Thompson et al. (2013) mengatakan bahwa
proses implementasi membutuhkan serangkaian taktik dan kebijakan yang harus
diarahkan oleh individu yaitu pemimpin.
Pemimpin juga memegang peranan penting dalam mengarahkan perubahan
organisasi (Rothwel et al., 2010). Menurut mereka, pemimpin harus menentukan arah
dan batasan perilaku organisasi ketika melakukan perubahan. Dalam masa berubah,
organisasi cenderung memiliki budaya yang lemah sehingga beberapa batasan nilai
yang telah dilaksanakan secara berkelanjutan menjadi kabur dan tidak jelas. Pada
kondisi inilah pemimpin harus tampil sebagai aktor yang mampu mendefinisikan dan
2
mengarahkan anggota secara jelas kepada arah perubahan dengan berbagai batas
perilaku tertentu yang menunjang pencapaian perubahan.
Bass (1997) membuktikan bahwa kepemimpinan memberikan efek terhadap
kinerja organisasi, terutama kepemimpinan dengan gaya transformasional, pada
berbagai kontek organisasi. Baik organisasi laba maupun nirlaba, organisasi dengan
struktur sentralistik maupun desentralistik, organisasi dengan kecil maupun besar.
Berbagai penelitian lanjutan juga telah dilakukan oleh para peneliti lain untuk
membuktikan pendapat ini. Hasilnya, kepemimpinan merupakan aspek yang memberi
pengaruh signifikan terhadap organisasi.
Berdasarkan teori kontijensi kepemimpinan yang mengatakan bahwa setiap
organisasi memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga membutuhkan perlakuan dan
pengelolaan yang berbeda serta dipimpin dengan gaya yang juga berbeda (Fielder,
1964), mengharuskan peneliti untuk mengkaji ulang permasalahan kepemimpinan pada
berbagai organisasi dengan karakteristik yang berbeda. Walaupun secara umum
kepemimpinan telah memperlihatkan perannya pada setiap jenis organisasi, tapi
perbedaan kompetensi yang dibutuhkan dan tantangan yang dihadapi oleh masing-
masing organisasi juga mengharuskan peneliti untuk melakukan penelaahan lebih
dalam, terutama pada kontek tertentu.
Demikian juga dengan kondisi pendidikan tinggi di Indonesia. Selain masalah
yang dihadapi di atas, pendidikan Indonesia menghadapi permasalahan disparitas.
Beberapa institusi memiliki kualitas yang baik, menawarkan kualitas pendidikan yang
bagus, memiliki fasilitas yang memadai dan bisa bersaing dengan institusi internasional.
Tapi banyak institusi menawarkan kualitas pendidikan yang rendah, masih sulit untuk
bertahan dalam membiayai kebutuhan operasionalnya. Selain itu, status perguruan
tinggi negeri dan swasta juga menjadi karakteristik tersendiri (Herri et al., 2010).
Perguruan tinggi negeri menikmati subsidi anggaran yang besar dari pemerintah. Atas
kondisi itu, mereka harus mengikuti serangkaian prosedur dan aturan yang ditetapkan
secara sentralistik oleh pemerintah yang pada akhirnya mereka cenderung memiliki
budaya kerja yang mirip dengan budaya kerja institusi pemerintahan (Bikmoradi et al.,
2010).
Budaya kerja ini membuat mereka menjadi tidak fleksibel. Berbagai keputusan
harus diambil melalui serangkaian prosedur panjang dan melibatkan beberapa tahapan
3
administrasi yang tidak efisien. Dari sudut pandang motivasi kerja juga demikian.
Karyawan cenderung bekerja dengan motivasi rendah sebagai akibat budaya tersebut
dan ketidakjelasan penilaian kerja.
Universitas swasta bisa bergerak lebih cepat (Herri et al., 2010). Mereka dapat
mengorganisasikan kerja secara lebih independen karena tidak terikat secara ketat
kepada serangkaian aturan seperti perguruan tinggi negeri. Sistem dan budaya kerja
mereka cenderung tidak terjebak pada budaya birokrasi karena memegang prinsip
keefektifan dan efisiensi secara lebih substansial.
Berbagai kondisi yang dijelaskan di atas membuktikan bahwa intstitusi
pendidikan tinggi, secara keseluruhan, memiliki permasalahan yang berbeda dengan
institusi lainnya. Dengan demikian, perlu perlakuan yang berbeda termasuk kompetensi
kepemimpinan yang harus dimiliki. Perguruan tinggi di Indonesia biasanya dipimpin
oleh akademisi yang pada dasarnya adalah tenaga kerja fungsional di perguruan tinggi.
Tugas utama mereka adalah mengajar, melakukan penelitian, dan memberikan
kontribusi kongkrit kepada masyarakat berupa pengabdian sesuai bidang keilmuan
Pimpinan perguruan tinggi memiliki kondisi kerja yang berbeda dan lebih
komplek. Pimpinan berada pada jalur struktural dan bekerja pada struktur yang ketat.
Banyak terlibat pada berbagai pekerjaan administrasi, memiliki bawahan dan atasan,
dan bertanggung jawab dalam mendukung dan mengembangkan tugas utama perguruan
tinggi. Tugas pimpinan lebih komplek karena selain sebagai pejabat struktural,
pimpinan harus tetap menjalankan tugas utama sebagai akademisi yaitu mengajar,
melakukan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu, kajian
khusus perlu dilakukan untuk menginvestigasi kebutuhan kompetensi kepemimpinan
perguruan tinggi.
Harapan masyarakat dan dunia usaha adanya lulusan pendidikan tinggi yang
berkualitas dan berkarakter hanya dapat dilahirkan melalui pendidikan tinggi yang
dikelola dengan profesional. Jika manajerial perguruan tinggi tidak dikelola dengan baik
(profesional), tidak hanya berdampak pada bangkrutnya industri pendidikan tersebut
namun yang lebih utama adalah semakin rendahnya kualitas lulusan dan hal ini akan
berdampak pada rendahnya kualitas dan kuantitas pembangunan bangsa. Hal ini
mendorong pendidikan tinggi harus dikelola oleh sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi manajerial dan leadership dalam mengembangkan manajemen strategis
4
masing-masing pendidikan tinggi yang tercermin dari visi, misi dan program kerja
pendidikan tinggi tersebut. Pengelola pendidikan tinggi diantaranya rektor dan wakil
rektor, direktur dan wakil direktur, dekan dan wakil dekan, ketua jurusan dan sekretaris,
kepala program studi.
Pengelola atau pemimpin pendidikan tinggi sangat diharapkan memiliki
kemampuan manajerial yang baik dan kepemimpinan yang kuat. Kecenderungan saat
ini, pemilihan dan penunjukan seseorang menjadi pemimpin atau pengelola pendidikan
tinggi hanya didasarkan pada faktor keberhasilan/kompetensi keilmuan atau prestasi
akademiknya, sedangkan mengelola pendidikan tinggi sangat dibutuhkan kemampuan
manajerial baik manajemen SDM, keuangan, asset dan lainnya. Hal lain saat ini,
pengelola pendidikan tinggi cenderung mengandalkan kemampuan personal
(pengalaman hidup) dalam mengelola industri pendidikan (inman, 2007). Atas dasar hal
tersebut pelu adanya model pengembangan kompetensi kepemimpinan melalui
kurikulum pengembangan kepemimpinan manajerial bagi pengelola pendidikan tinggi.
Saat ini belum terdapat panduan pengembangan kemampuan kepemimpinan dan
manajerial serta kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh masing-masing level
manajemen di pendidikan tinggi. Kecenderungan hanya mengandalkan intuisi dan
pengalaman yang dimiliki masing-masing pimpinan berdampak pada ketidakstabilan
perkembangan pendidikan tinggi disaat pengelola harus berganti ke yang lain. Tingkat
kompetensi kepemimpinan antar level manajemen di pendidikan tinggi juga berbeda-
beda (marshall, 2009)
Pengelola perguruan tinggi diantaranya rektor dan wakil rektor, direktur dan
wakil direktur, dekan dan wakil dekan, ketua program studi dan sekretarisnya.
Tingkatan yang paling dekat dengan konsumen perguruan tinggi, yaitu mahasiswa
adalah tingkat jurusan. Untuk itu penelitian ini akan mengidentifikasi kompetensi yang
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Kepemimpinan
Peran besar yang dimainkan perguruan tinggi dalam usaha pemenuhan janji
kemerdekaan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, menuntut institusi tersebut untuk
5
mengelola organisasi mereka dengan baik. Berbagai upaya pengelolaan melalui
perbaikan tata kelola menuju good university governance telah secara terus menerus
dilakuakan (Wibowo, 2010). Beberapa regulasi telah diterapkan, diperbarui, bahkan
dihilangkan dengan tujuan untuk mewujudkan tata kelola perguruan tinggi yang efektif
dan efisien.
Mengelola organisasi, seperti perguruan tinggi atau organisasi lain, setidaknya
membutuhkan dua dimensi sudut pandang. Sudut pandang pertama adalah mewujudkan
tata kelola atau pengorganisasian yang baik, yang terlihat dari sistem pengelolaan
formal organisasi. Dimensi ini menghendaki terwujudnya keteraturan dengan standar
pengelolaan yang jelas pada setiap organisasi. Selain itu, tata kelola juga diharapkan
mengakomodasi sistem perencanaan yang berkelanjutan dan sistem kontrol strategis
organisasi.
Dimensi sudut pandang kedua yang dibutuhkan oleh organisasi adalah
kepemimpinan. Sudut pandang ini merupakan bagian dari aspek sumberdaya manusia
(human aspect) yang telah terbukti secara konsisten dapat memengaruhi output dan
kinerja organisasi. Dijelaskan oleh Finkeilstein et al., (2009) bahwa sistem tata kelola
yang telah didisain dengan baik tidak akan berjalan efektif jika faktor manusia, individu
yang akan menjalankan den mengeksekusi, tidak dikelola dengan benar. Terutama
aspek kepemimpinan yang memainkan peran vital baik dalam mengeksekusi dan
mengimplementasi tata kelola maupun dalam mengelola sumberdaya manusia itu
sendiri.
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok ke
arah tercapainya tujuan (Robbins, 2001). Kemampuan ini membutuhkan keuasaan
(power) yang salah salah satunya diperoleh melalui otoritas yang diberikan oleh
organisasi kepada individu berupa posisi tertentu. Posisi tersebut memberikan kuasa
kepada individu untuk mengarahkan kelompok secara bersama-sama mencapai tujuan
organisasi.
Sampai saat ini, belum terdapat konsensus para akademisi dan peneliti di bidang
kepemimpinan mengenai definisi dan kepemimpinan efektif. Mengenai definisi, banyak
peneliti berangkat dari berbagai sudut pandang seperti teori karakteristik (Robbins,
2001). Teori ini dimunculkan dari sudut pandang psikologi yang menyebutkan bahwa
pemimpin memiliki beberapa ciri tertentu. Kirkpatrick dan Locke (1991) menyebutkan
6
terdapat enam karakteristik yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin.
Keenam karakteristik tersebut adalah seorang pemimpin memiliki ciri berambisi dan
berenergi, berhasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas, percaya diri, memiliki
kecerdasan, dan memiliki pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan.
Namun demikian, terdapat ciri lain yang menunjukan perbedaan antara seorang
pemimpin dan bukan. Misalnya hasil penelitian Zaccaro et al., (1991) yang
menyimpulkan bahwa seseorang yang memiliki sifat pemantauan diri yang yang tinggi,
yaitu dapat menyesuaikan perilaku mereka dengan berbagai situasi, memiliki peluang
yang jauh lebih besar untuk menjadi pemimpin di dalam kelompok dari pada individu
dengan pemantauan diri yang rendah. Dapat disimpulkan bahwa beberapa karakter yang
dimiliki individu memainkan peran besar dalam menciptakan peluang mereka untuk
menjadi pemimpin, tapi berbagai karakter tersebut tidak memiliki konsensus antara satu
dengan lainnya ( Robbins, 2001).
Sudut pandang lain yang sering digunakan untuk menjelaskan konsep
kepemimpinan muncul dari simpulan para peneliti bidang keprilakuan (behaviorist).
Sudut pandang ini telah diteliti bahwa pemimpin dan bukan dapat dibedakan
berdasarkan perilaku spesifik dan orientasi mereka dalam berperilaku. Beberapa
perilaku spesifik yang disimpulkan diantaranya yaitu menginisiasi struktur dan
mempertimbangkan (Schriesheim et al.1995). Perilaku lainnya adalah berorientasi
karyawan dan atau produksi (Kahn dan Katz, 1960 dalam Robbins, 2001). Selain itu,
pemimpin dapat dibedakan dari orientasi mereka terhadap pengembangan (Lindell dan
Rosenqvist, 1992).
Pandangan keprilakuan dalam menjelaskan konsep kepemimpinan memiliki
implikasi besar. Substansi pendekatan ini adalah seorang pemimpin dapat dibentuk
melalui pembiasaan dan pembelajaran terhadap salah satu orientasi dan perilaku spesifik
tertentu (Robbins, 2001). Terutama dengan telah berkembangnya teori pembelajaran,
yang memungkinkan individu memahami dan berperilaku tertentu melalui pembiasaan
dari manipulasi (treatment) tertentu secara berkelanjutan (Bandura, 1977). Perspektif
keprilakuan memberikan implikasi besar terutama mengenai keyakinan bahwa
kemampuan memimpin individu dapat dibentuk dan diajarkan sehingga memperbesar
kemungkinan untuk memunculkan atau mencetak pemimpin melalui serangkaian prose
pembelajaran.
7
Selain meneliti konsep kepemimpinan, para akademisi telah gencar pula
mengidentifikasi bentuk kepemimpinan efektif. Mereka berusaha melihat keefentifan
pemimpin melalui gaya (style) yang digunakan pemimpin dalam mempengaruhi
bawahannya. Bass (1997) mengekplorasi gaya kepemimpinan transformasional dan
transaksional. Penelitian mereka menunjukkan konsistensi bahwa gaya kepemimpinan
transformasional lebih efektif dari pada sekedar transaksional. Gaya kepemimpinan
transformasional dianggap lebih efektif karena mampu merangsang, menantang dan
mengembangkan kemampuan individu serta memberi pendekatan secara personal
kepada bawahan.
Namun demikian, gaya kepemimpinan haruslah melekat pada konteks organisasi
yang dipimpin. Kelekatan tersebut membutuhkan penyesuaian gaya kepemimpinan dan
pengetahuan mengenai organisasi yang dipimpin secara mendalam. Dengan melakukan
penyesuaian antara gaya kepemimpinan dan konkek pekerjaan, pemimpin dapat
merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang tepat dengan cara yang lebih
baik. Penyesuaian dan penyelarasan ini dapat menjamin kemungkinan sukses
pencapaian tujuan yang lebih besar.
8
ekternal dan tujuan, mengalokasikan sumberdaya internal, serta menentukan prioritas
pengembangan dan perbaikan.
Dimensi terakhir yang dapat mempengaruhi kebijakan pemimpin bersumber dari
individu pemimpin itu sendiri (individual sources). Karakteristik dan pengalaman yang
dimiliki pemimpin secara langsung membentuk batasan rasionalitas (Bounded
rationality) mereka dan memengaruhi pandangan mereka dalam menginterpretasikan
fenomena (Hambrick dan Mason, 1984). Sumber individu seperti kompleksitas kognitif,
tingkat aspirasi, toleransi terhadap ambiguitas, dan sumber lainnya membedakan cara
pandang pemimpin satu dengan yang lain. Pengalaman pemimpin dalam berbagai
bidang fungsional juga mempengaruhi cara pandang mereka. Pemimpin yang memiliki
pengalaman tinggi di bidang keuangan akan lebih cenderung menggunakan informasi-
informasi keuangan sebagai sumber informasi utama.
Ketiga dimensi ini berkaitan antara satu dengan yang lainnya (Finkeilstein et al.
2009). Sumber individu yang muncul dari karakteristik dan pengalaman pemimpin akan
mempengaruhi cara pandang mereka terhadap lingkungan eksternal dan internal
organisasi. Kondisi eksternal dan lingkungan industri menentukan pula keseuaian dan
arah anailisa pemimpin terhadap masalah dan upaya alokasi sumberdaya internal.
Sedangkan sumberdaya internal menentukan sudut pandang dan perspektif analisa yang
dilakukan pemimpin dalam merespon lingkungan eksternal.
Oleh karena itu, ketiga dimensi tersebut, yang pada akhirnya memiliki
konsekuensi terhadap kemampuan pemimpin, harus secara terus menerus
dikembangkan. Apalagi ketiga dimensi berkaitan erat dalam penyesuaian gaya
kepemimpinan (yang muncul dari sumber individu), dengan konteks organisasi yang
bersumber dari internal dan lingkungan organisasi.
9
Isu pengelolaan institusi pendidikan tinggi telah diekplorasi di beberapa negara.
Hasil penelitian Bolden et al., (2008) memperlihatkan terdapat ketegangan internal antar
pemimpin perguruan tinggi dalam mengelola institusinya sebagai akibat pendistribusian
wewenang di berbagai level. Ketegangan ini tidak dianggap buruk karena dapat
meningkatkan keterlibatan berbagai pihak (terutama pemimpin dari berbagai level)
untuk merumuskan kebijakan strategis institusi (Bolden et al. 2008). Menurut mereka
pemimpin perguruan tinggi yang terdiri dari berbagai level harus melakukan
penyesuaian antara aspek personal, sosial dan struktural dengan mempertimbangkan
dimensi kontekstual dan pengembangan (pertumbuhan).
Hasil penelitian Bolden (2008) didukung oleh Herbst dan Conradie (2011) yang
menemukan terdapatnya bias penilaian (overestimation) yang dilakukan pemimpin
terhadap kapabilitas pribadi mereka ketika dibandingkan dengan penilaian rekan kerja.
Penelitian yang dilakukan pada konteks institusi pendidikan tinggi di Afrika Selatan ini
menyarankan kepada pemimpin perguruan tinggi untuk lebih sensitif dan introspektif
terhadap lingkungan mereka terutama lingkungan sosial dan struktural pekerjaan.
Kedua penelitian tersebut mengimplikasikan dibutuhkannya penyelarasan antar
berbagai level kepemimpinan di perguruan tinggi. Level kepemimpinan di perguruan
tinggi biasanya terdiri dari tiga tingkatan yaitu level Universitas yang dipimpin oleh
Rektor, level Fakultas yang dipimpin oleh Dekan, dan level Departemen/Jurusan yang
dipimpin oleh Ketua Jurusan. Penyelarasan terutama dibutuhkan dalam penyusunan
tujuan dan desain tata kelola strategis organisasi. Selain itu, dibutuhkan pula
penyesuaian gaya kepemimpinan dengan lingkungan sosial dan struktural organisasi.
Identifikasi serupa telah dilakukan di Iran oleh Bikmoradi et al., (2010). Hasil
penelitian mereka menunjukkan bahwa institusi pendidikan tinggi di Iran dihadapkan
kepada berbagai isu yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga isu utama. Pertama yaitu
isu tata kelola organisasi yang berkaitan dengan efisiensi tata kelola, keberlanjutan misi
dan tanggungjawab sosial organisasi, dan masalah penempatan pemimpin. Kedua
adalah isu manajerial yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan, ketidakcocokan
antara otoritas dan tanggungjawab, serta masalah kapabilitas kepemimpinan. Terakhir
adalah isu budaya organisasi yang mengedepankan permasalahan kecenderungan
budaya organisasi menjadi seperti budaya pemerintahan, sentralisasi wewenang, serta
motivasi yang rendah.
10
Kajian tersebut juga perlu dilakukan pada konteks institusi pendidikan tinggi di
Indonesia. Dibutuhkan investigasi eksploratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi
permasalahan, kebutuhan dan tantangan pendidikan tinggi di Indonesia. Investigasi
tersebut dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan dan keintegrasian antara
karakteristik kepemimpinan yang dibutuhkan dengan lingkungan sosial dan struktural,
serta kondisi kontekstual dan pengembangan (Bolden et al., 2008). Kajian ini
diperlukan untuk menyelaraskan tiga dimensi kebijakan kepemimpinan yang bersumber
dari lingkungan tugas, lingkungan internal organisasi dan sumber karakteristik individu
(Finkeilstein dan Hambrick, 2009).
Billing (2007) mengemukakan pentingnya pembelajaran khusus bagi pemimpin
perguruan tinggi terutama untuk pengetahuan inti pengelolaan yang sulit dibagi.
Menurutnya aspek penting pengelolaan seperti nilai inti, kunci sukses, dan pendekatan
umum merupakan pengetahuan dan keahlian yang seharusnya dimiliki oleh pemimpin
perguruan tinggi.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi kapabilitas kepemimpinan
pada perguruan tinggi tingkat jurusan, penelitian ini menggunakan pendekatan
eksploratori induktif dengan menggabungkan metode kualitatif dan kuantitaif.
Pendekatan eksploratori induktif digunakan untuk mengidentifikasi konsep dan dimensi
yang muncul dari pemahaman fenomena secara mendalam (Cooper & Schlinders,
2006). Tahap pertama pendekatan ini yaitu mengidentifikasi sebanyak mungkin
kapabilitas yang dibutuhkan sebagai pemimpin perguruan tinggi. Metode kualitatif akan
digunakan pada tahap ini dengan metode pengumpulan data berupa interview dan Focus
Group Discussion (FGD).
Output pada tahap interview akan dikelompokkan dan diidentifikasi sebagai
bentuk kapabilitas yang dibutuhkan sebagai pemimpin perguruan tinggi. Hasil ini akan
divalidasi secara kuantitatif dan kualitatif. Validasi kualitatif menggunakan Focused
Group Discussion (FGD) dengan beberapa partisipan untuk merumuskan kapabilitas
kepemimpinan pada institusi pendidikan tinggi. Validasi kuantitatif dilakukan dengan
11
cara menyebarkan kuesioner yang disusun dari hasil penelitian tahap pertama untuk
melihat kecenderungan pengelompokan indikator terhadap dimensi tertentu.
Wawancara dilakukan kepada informan dengan tenure lebih dari satu tahun.
Lanhkah ini dilakukan untuk menghindari bias pengalaman yang dimiliki oleh
masing-masing Ketua Jurusan dengan pengalaman yang berbeda-beda. Berdasarkan
hasil analisis konten yang dilakukan, terdapat tujuh kompetensi manajerial yang
perlu dimilik oleh pejabat di tingkat Jurusan. Kompetensi tersebut dijelaskan secara
lebih rinci pada tabel di bawah ini.
12
Tabel 1
Kompetensi yang Dibutuhkan oleh Ketua Jurusan
No. Kompetensi Deskripsi
1 Kemampuan komunikasi Melakukan proses komunikasi baik secara lisan
maupun tulisan dengan mempertimbangkan
konteks, situasi dan kondisi, serta
mempertimbangkan perbedaan budaya
2 Melakukan perencanaan Melakukan proses perencanaan akademik dan
manajerial, mengorganisasi pembagian dan
struktur tugas, melakukan control terhadap
pelaksanaan tugas
3 Mendelegasikan/membagi Kemampuan untuk merancang pengorganisasian
tugas tugas dan mendelegasikan wewenang sekaligus
menjelaskan sistim koordinasi pada pelaksanaan
tugas
4 Melakukan supervisi Kemampuan untuk melakukan pengawasan
berkaitan dengan pekerjaan untuk memastikan
pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan target
kinerja yang diharapkan
5 Membangun dan Mengupayakan terbentuknya aliansi baik formal
mengembangkan maupun informal dengan berbagai pihak untuk
jaringan memenuhi upaya pencapaian tujuan.
6 Kemampuan akademik Memiliki kualifikasi akademik yang dihargai oleh
kolega dan kalangan akademik baik di dalam
maupun di luar institusi.
7 Gaya kepemimpinan Memiliki kecenderungan dan prinsip gaya tertentu
empowerment dan dalam menjalankan pekerjaan, yang mana gaya
fleksibel tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi
interaksi pekerjaan
8 Manajemen konflik Kemampuan dalam mengidentifikasi sumber
konflik dan melakukan mediasi untuk
menyelesaikan konflik dan mengupayakan
pengambilan keputusan yang dapat mengantisipasi
munculny konflik.
Kemampuan komunikasi
13
memperhatikan konteks terutama dalam berkomunikasi dengan kolega dosen.
Struktur dan karakteristik pengelolaan dosen yang bersifat kolegial mengharuskan
pimpinan dapat berkomunikasi dengan cara yang lebih sesuai.
Salah satu informan menyampaikan argumentasi berkaitan dengan aspek ini bahwa
perlu melakukan penyesuaian ketika berkomunikasi dengan dosen senior, dengan
dosen setara, dan dengan dosen junior. Perbedaan tersebut cenderung muncul
sebagai bentuk kebiasaan baik berupa penghormatan kepada senior, memperkecil
atmosfir birokratis kepada kolega setara dan junior, seta komunikasi yang bertujuan
untuk memberikan semangat dan pembelajaran kepada junior.
Komunikasi formal dalam bentuk tulisan juga dianggap penting untuk posisi Ketua
Jurusan. Informan menyampaikan bahwa sebagai upaya pemenuhan prosedur kerja,
setiap komunikasi penting perlu menyertakan legalitas atau bukti administrative.
Oleh karena itu, selain mampu berkomunikasi secara lisan dengan
mempertimbangkan konteks budaya, Ketua Jurusan juga harus mampu
berkomunikasi secara formal dalam bentuk tulisan.
Selain itu, proses ini sangat membentu dalam menggerakkan setiap dosen untuk
bersama-sama memberikan kontribusi terhadap Jurusan. Salah satu informan
memberi contoh penggunaan kompetensi ini dalam melaksanakan kegiatan
penyusunan borang akreditasi. Dalam menyusun borang, dibutuhkan bukti dokumen
pendukung. Berbagai bukti tersebut banyak yang merupakan miliki pribadi dosen,
sehigga perlu berkomunikasi secara persuasif untuk meminta kesediaan kolega
meminjamkan bahan tersebut.
14
Melakukan Perencanaan
Ketua program studi harus mampu menjalankan fungsi manajer dalam bentuk
perencanaan. Beberapa aspek perencanaan yang perlu dipahami ditingkat Jurusan
diantaranya yaitu rencana kerja akademik berupa rencana perkuliahan semester,
rencana ujian komprehensif, dan rencana kegiatan akademik lainnya. Selain
perencanaan akademik, manajemen Jurusan juga perlu memahami teknis
perencanaan dan penganggaran kegiatan, termasuk regulasi berkaitan dengan teknis
penyusunan anggaran.
Beberapa aspek perencana strategis yang perlu dipahami oleh Ketua Jurusan adalah
perencanaan pengembangan tenaga dosen untuk jangka panjang dan jangka pendek.
Ketua Jurusan perlu memahami berbagai konstelasi bidang ilmu pada Jurusan dan
melakukan mapping terhadap jumlah dan karakteristik sumberdaya dosen yang
tersedia. Informan yang diwawancarai menyanpaikan bahwa kemampuan
perencanaan yang paling penting berkaitan dengan aspek ini adalah menetapkan
prioritas yang penting dan mendesak dalam mengajukan permintaan formasi dosen.
Proses perencanaan yang biasa dilakukan oleh Ketua Jurusan bersifat partisipatif
dan terbuka. Kegiatan yang akan dilaksanakan biasanya dikomunikasikan terlebih
dahulu dengan kolega dosen untuk memperoleh saran dan kritikan. Prinsip
perencanaan biasanya berbasif efektif dan efisien secara sistematis. Maksudnya,
aspek keefentifan dijadikan sebagai landasan awal, kemudian efisiensi dijadikan
sebagai panduan operasional.
15
prestasi tidak bisa dilakukan sendiri oleh Ketua Prodi melainkan dengan cara
bersama dengan membagi tugas bersama kolega yang lain. Membagi tugas meliputi
kegiatan analisis tugas, menganalisa kecocokan tugas dan individu yang akan
mengerjakan, kemudian mendelegasikan tugas.
Untuk membagi tugas, pimpinan perlu menganalisa beban kerja tugas tersebut,
terutama berkaitan dengan tugas khusus. Kompetensi individu yang akan
melaksanakan tugas juga perlu dianalisa berkaitan dengan kecocokan keahlian,
pengalaman, dan komitmen individu tersebut dalam menyelesaikan tugas. Dalam
membagi tugas, Ketua Jurusan juga perlu menganalisa metode koordinasi yang tepat
antar stakeholder terkait baik dalam bentuk koordinasi maupun supervisi.
Melakukan supervisi
Salah satu informan menyampaikan bahwa kinerja dosen bukan hanya dinilai dan
diawasi melalui SKP dan BKD, tapi juga perlu meminta pendapat mahasiswa
sebagai konsumen yang berinteraksi langsung dengan dosen. Pendekatan yang
dilakukan adalah dengan meminta pendapat mengenai kinerja dosen kepada
mahasiswa yang akan diwisuda. Proses tersebut dilakukan secara tertutup antara
pengelola dengan mahasiswa, tanpa dihadiri oleh dosen yang lain.
16
Informan lain juga menyampaikan untuk melakukan koreksi dan pembinaan
terhadap dosen, tidak langsung dilakukan secara administratif. Jika sudah terdapat
lebih dari dua kali keluhan oleh mahasiswa berkaitan dengan dosen yang
bersangkutan – biasanya pada proses pembimbingan tugas akhir -, dosen tersebut
dipanggil dan dikonfirmasi kebenaran laporan mahasiswa. Berbagai usul perbaikan
kinerja dilakukan antara dosen dan Ketua Jurusan. Pendekatan lain yang dilakukan
adalah dengan memberikan surat peringatan secara formal kepada dosen yang
bersangkutan jika kinerja tidak mengalami perubahan setelah beberapa kali
dipanggil dan diarahkan.
Selain tujuan pemenuhan kebutuhan tenaga pengajar, jaringan yang dimiliki juga
memberikan kontribusi dalam melaksanakan program kerja sama antar institusi.
Beberapa program pertukaran tenaga pengajar dan mahasiswa ke luar negeri dapat
dilaksanakan karena kepemilikan jaringan dari pengelola Jurusan. Selain itu,
jaringan yang dimiliki berupa komunitas industri dapat menjadi sumber pendapatan
bagi institusi melalui serangkaian kerja sama penelitian, konsultasi, maupun
pelatihan.
Kemampuan akademik
17
Sebagai pimpinan jurusan, Ketua Program Studi/Jurusan perlu memiliki kapasitas
intelektualitas yang tinggi berkaitan dengan bidang/jurusan yang dipimpin.
Kepemilikan kompetensi ini memastikan pengelolaan akademik yang dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada bidang tersebut.
Kemampuan tersebut sangat berpengaruh terhadap arah perkembangan penelitian
tingkat Jurusan serta kemungkinan untuk melakukan inisiasi pengembangan
kurikulum.
Kemampuan akademi juga dapat menjadi image kredibilitas Jurusan terhadap pihak
eksternal. Kemampuan pimpinan sering diasosiasikan dengan kemampuan institusi
secara menyeluruh. Informan menyampaikan bahwa untuk berinteraksi dengan
pihak eksternal, harus dilakukan secara hati-hati dan professional karena membawa
nama dan image institusi/Jurusan. Kredibilitas ketua Jurusan ketika berinteraksi
sering memberikan manfaat kepada Jurusan berupa persepsi positif, jaringan,
bahwak kerjasama.
Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah adanya suatu pegangan yang dijadikan
prinsip bagi ketua program studi dalam menjalankan tugas dan fleksibilitas dalam
menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan faktor situasional. Kondisi ini
memungkinkan pengelola untuk diidentifikasi berdasarkan gaya utama, tapi tetap
memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Kedua aspek tersebut dianggap penting
dalam melaksanakan tugas operasional dan upaya pencapaian tujuan strategis.
Gaya utama yang perlu dipertimbangkan oleh Ketua Jurusan/Prodi adalah gaya
empowerment yang memungkinkan pengelolaan struktur kolegial dapat
dilaksanakan dengan baik. Sebagaimana dipahami bahwa hubungan kerja antara
dosen tidak bersifat hirarki yang kaku, melainkan dalam bentuk kolegial
berdasarkan keahlian. Gaya ini perlu diterapkan kepada bawahan yang memiliki
kompetensi dan komitmen tinggi sperti kepada dosen.
Ketua Jurusan perlu mengelola individu yang memiliki keahlian berbeda-beda untuk
mencapai satu tujuan bersama. Dalam konteks tertentu, Ketua Jurusan/Prodi juga
18
membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan gaya yang digunakan dengan
situasi pengelolaan.
Manajemen konflik
Untuk tujuan itu, setidaknya setiap Ketua Jurusan/Prodi diharapkan telah mengenali
lingkungan kerjanya melalui pengalaman dari berbagai jabatan lain sebelum
menduduki jabatan sebagai Ketua Jurusan/Prodi. Hal ini dimaksudkan untuk
19
menjadi bekal pengalaman yang dapat membantu mereka dalam menjalankan tugas
dan fungsinya.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
a) Kompetensi yang dibutuhkan untuk level manajemen jurusan pendidikan tinggi
adalah kemampuan komunikasi, perencanaan, mendelegasikan tugas, melakukan
supervisi, mengembangkan dan membangun jaringan, kemampuan akademik, gaya
kepemimpinan dan fleksibilitas serta manajemen konflik.
b) Pelatihan-pelatihan yang diidentifikasi dibutuhkan untuk mencapai kompetensi
tersebut adalah sebagai berikut Pelatihan tata kelola perguruan tinggi, Pelatihan
manajemen mutu, Pelatihan perencanaan dan pengembangan kurikulum perguruan
20
tinggi, Pelatihan perencanaan dan pengelolaan anggaran Perguruan tinggi, Pelatihan
pengelolaan jurnal dan publikasi ilmiah, Pelatihan teknik monitoring dan evaluasi,
Pelatihn perencanaan dan pengembangan lulusan, Pelatihan Public speaking dan
Pelatihan kepribadian dan etika
DAFTAR PUSTAKA
Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. Prentice Hall.
Bass, B. M. (1997). Doe the Transactional - Transformational Leadership Paradigm
Transcend Organization and National Boundaries. American Psychologist , 52
(2), 130-139.
Bikmoradi, A., Brommels, M., Shogli, A., Khorasami-Zavarech, D., & Masiello, I.
(2010). Identifying challenges for academic leadershi in medical universities in
Iran. Medical Education , 44, 459-467.
BKN-RI. 2013. Perka BKN-RI Tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi
Manajerial Pegawain Negeri Sipil. In B. K. N. R. Indonesia (Ed.), Nomor 7
Tahun 2013.
Billing, D. (2007). Teaching for transfer of core/key skills in higher education:
Cognitive skills. Higher Education , 53, 483-516.
Bolden, R., Petrov, G., & Gosling, J. (2008). Tension in Higher Education Leadership:
Towards a Multi-Level Model of Leadership Practice. Higher Education
Quarterly , 62 (4), 358-376.
Canada, G. o. 2006. Key Leadership Competencies. In C. PSC (Ed.). Canada: Canada
Public Service Agency and the Public Service Commision
Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2008). Business Research Method (8 ed.). New York:
McGraw-Hill.
Drucker, P, F,. (1990). Managing Non-profit Organization: Practice and Principles.
Butterworth-Heinemann
Fielder, F. E. (1964). A theory of leadership effectiveness. In L. Berkowitz (Ed.),
Advances in experimental social psychology. New York: Academic Press.
Finkeilstein, S., Hambrick, D. C., & Cannella, A. A. (2009). Strategic Leadership:
Theory and Research on Executive, Top Management Team, and Boards. Oxford
University Press.
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data
Analysis (7 ed.). Pearson.
Hambrick, D. C., & Mason, P. A. (1984). The organization as a reflection of its top
managers. Academy of Management Riview , 9 (2), 193-206.
Herbst, T. H., & Conradie, P. D. (2011). Leadership Effectiveness in Higher Education:
Managerial Self-Perception Versus Perception of Others. SA Journal of
industrial psychology .
Herri, Johan, A. P., & Games, D. (2010). Analisa Implementasi Inovasi Oleh Tim
Manajemen Puncak: Studi Kasus Perguruan Tinggi di Sumatera Barat. Seminar
21
Akbar Forum Manajemen Indonesia. Surabaya: Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Airlangga.
Johan, A. P., Herri. (2013). Effect of Knowledge Integration as Mediation of TMTs
Characteristic and Innovativeness in Higher Education Institution. International
Journal of Management and Technology.
Kirkpatrick, S., & Locke, E. (1991). Leadership: Do Traits Matter? Academy of
Management Executive .
Lindell, M., & Rosenqvist, G. (1992). Management Behavior Dimension and
Development Orientation. Leadership Quarterly , 355-377.
Madura, J. (2001). Introduction to Business 2nd Edition. Dave Shaut
Marginson, S. (2004). Competition and Markets in Higher Education: a 'glonacal
analysis'. Policy Futures in Education.
Miller, C. (2008). Decisional Comprehensiveness and Firm Performance: Toward a
More Complete Understanding. Journal of Behavioral Decision Making , 21,
598-620.
Robbins, S. P. (2001). Organizational Behaviour. Prentice Hall.
Rothwell, W,J., Jacqueline M,S., Roland, L,S., Arielle, S,. (2010). Practicing
Organization Development A Guide for Leadeing Change. Pfeiffer.
Schriesheim, C., Cogliser, C., & Neider, L. (1995). "Is Trustworthy"? A Multiple Level
of Analysis Reexamination of an Ohio State Leadership Study, With Implication
for Future Research. Leadership Quarterly .
Thompson, A., Margeret, P., John, G., A. J. Stickland. (2013). Crafting & Executing
Strategy: The Quest for Competitive Advantage: Concepts and Cases. McGraw-
Hill Education.
Wibowo, E,. (2010). Implementasi Good Corporate Governance di Indonesia. Jurnal
Ekonomi dan Kewirausahaan.
Zaccaro, S., Foti, R., & Kenny, D. (1991). Self-Monitoring and Trait-Based Variance in
Leadership; An Investigation of Leader Flexibility Across Multiple Group
Situations. Jurnal of Applied Psychology .
22
PENGARUH CURRENT RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO,
TOTAL ASSETS TURN OVER TERHADAP RETURN ON INVESTMENT
(Studi Kasus: Perusahaan Logam dan Produk Sejenisnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Abstract
Purpose of this research is to find out the influence of current ratio, debt to equity ratio, total assets
turn over against return on investment of metal company and other metal products that are registered in
indonesia stock exchange in period of 2010-2013. The methods of analysis that are used in this research are
multiple linear regression and classical assumption that consists of normality test, multicollinearity test,
heteroskedasticity test, autocorrelation test and also hypothesis test, F test and T test that are processed by
Eviews program. Based on hypothesis test, it was found that current ratio has significant possitive effect
against the return on investment on metal company and other metal products, debt to equity ratio has
significant effect against the return on investment on metal company and other metal products, total assets turn
over has no effect against the return on investment on metal company and other metal products.
Keywords: current ratio, debt to equity ratio, total assets turn over, and return on investment.
2
3. Bagaimana pengaruh Total Assets Turn Over efektivitas manajemen dalam mengelola
(TATO) terhadap Return On Investment pada investasinya. Semakin tinggi rasio ini, maka
perusahaan logam dan produk sejenisnya yang semakinbaik keadaan perusahaan.
terdaftar di Bursa Efek Indonesia ? Current Ratio
Berdasarkan kepada perumusan masalah, tujuan Menurut (Fahmi, 2012) current ratio (rasio
dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai lancar) adalah ukuran yang umum digunakan atas
berikut: kemampuan membayar utang jangka pendek,
1. Menganalisis dan membuktikan pengaruh kemampuan suatu perusahaan memenuhi kebutuhan
Current Ratio (CR) terhadap Return On ketika jatuh tempo.Rasio lancar yang rendah
Investment pada perusahaan logam dan produk menunjukan bahwa perusahaan kurang modal untuk
sejenisnya yang terdaftar di Bursa Efek membayar utang dengan pihak luar sehingga hal itu
Indonesia. dapat mempengaruhi pertumbuhan laba perusahaan.
2. Menganalisis dan membuktikan pengaruh Debt Debt to Equity Ratio
to Equity Ratio (DER) terhadap Return On Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang
Investment pada perusahaan logam dan produk digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas.
sejenisnya yang terdaftar di Bursa Efek Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana
Indonesia. yang disediakan peminjam (kreditor) dengan
3. Menganalisis dan membuktikan pengaruh Total pemilik perusahaan. Dengan kata lain rasio ini
Assets Turn Over (TATO) terhadap pertumbuhan untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang
laba pada perusahaan logam dan produk dijadikan untuk jaminan utang (Kasmir, 2013).
sejenisnya yang terdaftar di Bursa Efek Semakin tinggi Debt to Equity Ratio menunjukkan
Indonesia. semakin besar beban perusahaan terhadap pihak
luar, hal ini sangat memungkinkan menurunkan
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN
kinerja perusahaan serta menurunkan tingkat return
HIPOTESIS
on investment.
Return On Investment
Total Assets Turn Over
Analisa Return On Investment (ROI) dalam
Total Assets Turn Over merupakan rasio
analisa keuangan mempunyai arti yang sangat
yang digunakan untuk mengukur perputaran semua
penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan
aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur
yang bersifat menyeluruh komprehensif (Munawir,
berapa jumlah penjualan dari setiap aktiva yang
2007). Analisa ROI ini sudah merupakan teknik
tersedia (Kasmir, 2013). Total Assets Turnover
analisa yang lazim digunakan pimpinan perusahaan
yang rendah dapat diartikan bahwa penjualan bersih
untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan
perusahaan lebih kecil dari pada operating asset
operasi perusahaan. Menurut Sawir (2005) Return
perusahaan. Jika perputaran aktiva perusahaan
On Investment (ROI) ukuran profitabilitas
tinggi maka akan semakin efektif perusahaan dalam
perusahaan yang menunjukkan hasil (return) atas
mengelola aktivanya serta laba yang dihasilkan juga
jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan.
akan meningkat.
Selain itu juga merupakan suatu ukuran tentang
3
Pengaruh Current Ratio (CR) terhadap Return lagi hutang tersebut untuk investasi akan
On Investment. menyebabkan resiko kebangkrutan juga akan lebih
Current ratio merupakan salah satu rasio besar karena perusahaan harus membayar beban
likuiditas. Fred Weston dalam Kasmir 2013, bunga meskipun investasi yang dilakukan
menyebutkan bahwa rasio likuiditas merupakan memperoleh keuntungan yang besar sehingga
rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menyebabkan kinerja jadi jelek karena perusahaan
dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. harus membayar beban bunga yang besar juga
Artinya apabila perusahaan ditagih maka akan sehingga laba yang didapat perusahaan kecil akibat
mampu untuk memenuhi utang (jatuh tempo) tidak mampu menutupi beban bunga yang besar.
tersebut. Current ratio menunjukan sejauh mana Dengan kata lain ada dua kemungkinan yang
aktiva lancar untuk menutupi kewajiban-kewajiban terjadi, penggunaan hutang akan menyebabkan
lancar. Semakin besar nilai perbandingan aktiva kinerja perusahaan baik karena laba yang didapat
lancar dengan utang lancar maka akan semakin lebih besar dan penggunaan hutang juga akan
tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi membuat kinerja perusahaan jelek akibat laba yang
kewajiban jangka pendeknya. Hal ini didukung oleh dihasilkan kecil sehingga adanya pengaruh positif
Herwidy (2014), Asiah (2011), Hernawati (2007) maupun negatif DER terhadap ROI. Hal ini
dan Sari (2007) menyatakan current ratio didukung oleh penelitian Karyawati, dkk (2011)
berpengaruh positif signifikan positif terhadap dan Priharyanto (2009) menunjukan bahwa debt to
return on investment. equity ratio berpengaruh signifikan positif terhadap
H1 : Rasio current ratio berpengaruh positif Return On Investment. Kemudian penelitian beda
terhadap return on investment. hasil yang dilakukan oleh Utama (2014), Sari
(2007), dan Tjandera (2006) menunjukan bahwa
Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap
Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan negatif
Return On Investment
terhadap Return On Investment.
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan salah
H2 : Rasio debt to equity ratio berpengaruh
satu rasio solvabilitas. DER menunjukkan
terhadap return on investment.
perbandingan antara total hutang dengan modal
sendiri. Menurut Sawir (2005) Debt to equity ratio Pengaruh Total Assets Turn Over (TATO)
merupakan rasio yang digunakan untuk menilai terhadap Return On Investment
utang dengan ekuitas. Teori trade-off menjelaskan Total Assets Turn Over merupakan salah satu
perusahaan perlu menggunakan hutang untuk rasio aktivitas. Rasio Total Assets Turn Over
mendanai aktivitas investasi, dimana penggunaan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
hutang dalam batas tertentu akan menambah modal perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan
bagi perusahaan yang dimanfaatkan untuk investasi dan mengukur berapa jumlah penjualan dari setiap
agar tingkat keuntungan bertambah apabila aktiva yang tersedia (Fahmi, 2012). Semakin besar
investasi yang dilakukan berhasil, tetapi hutang Total Assets Turn Over menunjukkan perusahaan
yang telah optimal apabila perusahaan menambah efisien dalam menggunakan seluruh aktiva
4
perusahaan untuk menghasilkan penjualan Definisi Operasional Variabel
bersihnya. Semakin cepat perputaran aktiva suatu a. Variabel Dependen (Y)
perusahaan untuk menunjang kegiatan penjualan Return on Investment
bersihnya, maka akan berpengaruh terhadap Return On Investment dalam penelitian ini
perolehan laba perusahaan. Hal ini didukung oleh adalah variabel dependen. Variabel dependen
penelitian Herwidy (2014), Tjandera (2006) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
menunjukan Total Assets Turn Over terhadap independen. Fahmi (2012), variabel return on
Return On Investment adalah bersifat positif dan investment diprosikan dengan membagi pendapatan
signifikan. setelah pajak dengan total assets.
H3 : Rasio total assets turn over berpengaruh Return On Investment dapat dirumuskan sebagai
positif terhadap return on investment. berikut (Fahmi, 2012):
Return On Investment = Earning After Tax
Kerangka Pemikiran
/ Total Assets
Current ratio (X1)
5
Total Assets Turn Over (X3) square dapat dilakukan. Berdasarkan hasil
Total assets turn over merupakan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan
kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan bantuan program Eviews maka dapat diperoleh
aktiva berputar dalam suatu periode tertentu atau hasil terlihat pada Tabel 4.7 dibawah ini:
kemampuan modal yang diinvestasikan untuk Tabel 4.7
Hasil Pengujian Hipotesis
menghasilkan revenue. Rasio ini menunjukan Koefisien
Varaibel Prob Alpha Kesimpulan
proporsi antara penjualan bersih dengan seluruh Korelasi
(Constan
-0.023970 - - -
kekayaan yang dimiliki. Pada penelitian ini, total ta)
CR 0.040112 0.0001 0,05 Signifikan
assets turn over dihitung dengan membagi total DER 0.012190 0.0369 0,05 Signifikan
Tidak
hutang dengan modal sendiri. TATO -0.006948 0.6573 0,05
Signifikan
Total asset turn over dapat di rumuskan sebagai F-Prob 0.000926
R-Square 0.268769
berikut (Harahap, 2013): Sumber: Data diolah
Pada tabel 4.7 terlihat bahwa masing-masing
TATO = Penjualan
Total Aktiva variabel telah memiliki nilai koefisien korelasi
sehingga dapat dibentuk kedalam model regresi
Metode Analisis Data berganda, yang terlihat sebagai berikut :
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis Y = –0,024 + 0,040X1 + 0,012X2 - 0.007X3
regresi linier berganda dengan persamaan berikut: Berdasarkan uji F menunjukkan nilai
Yit = α + b1X1it + b2X2it + b3X3it +b4X4it+ ε probability sebesar 0.000926. sehingga hasil yang
diperoleh menunjukkan nilai probability yang
Keterangan:
dihasilkan lebih kecil dari pada nilai alpha yang
Y = Return On Investment
digunakan 0,05. Maka keputusannya H0 ditolak dan
α = konstanta
Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa
b1 = Koefisien regresi untuk X1
model regresi yang dibentuk dalam penelitian ini
X1t = Current Ratio
diterima. Pengujian nilai dari koefisien diterminasi
b2 = Koefisien regresi untuk X2
sebesar 0,269. Hal ini menunjukkan semua variabel
X2t = Debt to Equity Ratio
bebas yaitu CR, DER, TATO memberikan
B3= Koefisien regresi untuk X3
kontribusi dalam mempengaruhi ROI sebesar
X3t = Total Assets Turn Over
26,9% sedangkan sisanya 73,1% lagi dipengaruhi
ε = error (variabel bebas lain diluar model
oleh variabel lainnya yang tidak digunakan dalam
regresi).
penelitian ini. Pengujian hipotesis pertama yang
menggunakan variabel CR diperoleh nilai koefisien
HASIL DAN PEMBAHASAN
regresi bertanda positif sebesar 0,040 dengan nilai
Analisis Model Regresi dan Pengujian Hipotesis
probability hasil pengujian t-statistik sebesar 0,000.
Setelah seluruh variabel berdistribusi normal
Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai probability
dan terbebas dari masing masing gejala asumsi
sebesar 0,0000 < alpha 0,05 maka keputusannya
klasik maka pembentukan model regresi linier
adalah H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat
berganda dengan menggunakan model pool least
6
disimpulkan bahwa CR berpengaruh signifikan oleh perusahaan. Penyebab kenapa DER
terhadap ROI pada perusahaan logam dan produk berpengaruh positif terhadap ROI karena
sejenisnya. Hasil yang diperoleh diatas konsisten perusahaan di subsektor logam dan produk
dengan uraian teori ataupun hipotesis yang sejenisnya dapat memanfaatkan penggunaan hutang
diajukan, yang dimana suatu rasio CR dapat secara maksimal, walaupun hutang mempunyai
mempengaruhi ROI yang dimiliki oleh perusahaan. resiko yang akan membuat perusahaan merugi
Penyebab kenapa CR berpengaruh positif terhadap tetapi apabila perusahaan dapat menggunakannya
ROI karena CR itu sendiri adalah kemampuan secara maksimal maka hutang tersebut dapat
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka meningkatkan keuntungan perusahaan dan juga
pendeknya melalui aktiva yang dimiliki perusahaan, sebaliknya apabila hutang tidak digunakan dengan
sehingga apabila semakin tinggi CR maka akan baik maka akan berdampak buruk bagi perusahaan
mampu membayarkan hutang jangka pendek (rugi). Sehingga pada hasil penelitian ini DER
perusahaan. Sehingga dapat diketahui CR mempunyai pengaruh positif terhadap ROI.
berpengaruh terhadap ROI karena semakin tinggi Hasil ini mendukung penelitian Karyawati, dkk
CR menandakan kecukupan aktiva yang dimiliki (2011) dan Priharyanto (2009) menemukan bahwa
perusahaan untuk membayarkan hutang jangka pengungkapan DER suatu perusahaan berpengaruh
pendeknya sehingga operasional atau kegiatan signifikan dengan hubungan positif terhadap ROI
perusahaan tidak akan terganggu dan sangat jelas perusahaan.
bahwa perusahaan akan mendapatkan suatu Pengujian hipotesis ketiga yang
keuntungan (profit). Hasil ini mendukung penelitian menggunakan variabel TATO deperoleh nilai
Herwidy (2014), Asiah (2011), Hernawati (2007) koefisien regresi bertanda negatif sebesar -0,007
dan Sari (2007) yang menyatakan bahwa CR suatu dengan nilai probability hasil pengujian t-statistik
perusahaan berpengaruh signifikan dengan sebesar 0,657. Hasil yang diperoleh menunjukkan
hubungan positif terhadap ROI perusahaan. nilai probability sebesar 0,657 > alpha 0,05 maka
Pengujian hipotesis kedua yang keputusannya adalah H0 diterima dan Ha ditolak.
menggunakan variabel DER diperoleh nilai Sehingga dapat disimpulkan bahwa TATO tidak
koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,012 berpengaruh signifikan terhadap ROI pada
dengan nilai probability hasil pengujian t-statistik perusahaan logam dan produk sejenisnya. Temuan
sebesar 0,037. Hasil yang diperoleh menunjukkan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
nilai probability sebesar 0,037 > alpha 0,05 maka Sari (2007) yang menyimpulkan bahwa DER tidak
keputusannya adalah H0 ditolak dan Ha diterima. berpengaruh signifikan terhadap ROI perusahaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa DER Hasil yang diperoleh diatas tidak konsisten terhadap
berpengaruh signifikan terhadap ROI pada uraian teori maupun hipotesis yang diajukan, yang
perusahaan logam dan produk sejenisnya. Hasil dimana teori tersebut mengatakan ROI dapat
yang diperoleh diatas konsisten dengan uraian teori mempengaruhi ROI perusahaan dengan hubungan
maupun hipotesis yang diajukan, yang dimana suatu positif. Penyimpangan ini terjadi karena perusahaan
rasio DER dapat mempengaruhi ROI yang dimiliki yang berada pada subsektor logam dan produk
7
sejenisnya tidak efisien dalam mengelola seluruh digunakan didalam penelitian ini seperti DR,
aktiva perusahaan yang berakibat pada lambatnya WCTO, dan NPM maupun variabel lainnya.
perputaran aktiva perusahaan, hal ini menjelaskan
Saran
kenapa dalam penelitian ini variabel TATO tidak
Sesuai dengan analisa dan pembahasan yang
berpengaruh terhadap ROI. Temuan yang diperoleh
telah dilakukan sebelumnya, maka dapat diajukan
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
beberapa saran untuk penelitian berikutnya yaitu
Herwidy (2014) dan Tjadera (2006) menemukan
bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk
bahwa pengungkapan TATO suatu perusahaan
menambah variabel independen lainnya yang dapat
berpengaruh signifikan dengan hubungan positif
mempengaruhi ROI perusahaan seperti DR, WCTO,
terhadap ROI perusahaan.
dan NPM maupun variabel lainnya yang bertujuan
PENUTUP untuk meningkatkan akurasi hasil penelitian.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
1. Berdasarkan nilai koefisien determinasi yang
dipeoleh nilai sebesar 0,269. Hal ini menjelaskan
Afriyanti, Melinda. 2011. Pengaruh Current Ratio,
bahwa variabel independen seperti CR, DER,
Debt to Equity Ratio, Total Assets Turnover,
dan TATO memberikan kontribusi dalam
Sales dan Size Terhadap ROA (Studi pada
mempengaruhi ROI sebesar 26,9%, dan sisanya
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di
sebesar 73,1% dipengaruhi oleh variabel lainnya.
BEI Pada Tahun 2006-2009). Skripsi,
2. Current Ratio (CR) berpengaruh signifikan
Universitas Diponegoro : Semarang.
dengan arah hubungan positif terhadap ROI pada
perusahaan logam dan produk sejenisnya, Asnawi. Kelana said dan Chandra wijaya. 2005.
dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,040. Riset Keuangan: pengujian-pengujian
3. Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh empiris. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
signifikan dengan arah hubungan positif
Asiah, Antung Noor. 2011. Analisis Faktor-faktor
terhadap ROI pada perusahaan logam dan
yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan
produk sejenisnya, dengan nilai koefisien regresi
Industri Tekstil Yang Terdaftar Pada Bursa
sebesar 0,012.
Efek Indonesia. Vol. 3, No. 2 Juni 2011.
4. Total Asset Turn Over (TATO) tidak berpengaruh
signifikan terhadap ROI pada perusahaan logam
Fahmi, Irham. 2012. Analisis Kinerja Keuangan.
dan produk sejenisnya.
Alfabeta : Bandung.
Keterbatasan Penelitian
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah
Multivariate dengan program SPSS. Badan
dilakukan terdapat sejumlah keterbatasan yang
Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.
peneliti rasakan dalam pembuatan skripsi ini yaitu
masih terdapat sejumlah variabel yang
mempengaruhi ROI perusahaan yang tidak
8
Harahap, Soyfan Syafiri. 2013. Analisis Kritis Atas Lily. 2005. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap
Laporan Keuangan, Raja Grafindo Persada: Return On Investment Perusahaan Marga
Yogyakarta. Sandang Pada Tahun 2000-2004. Skripsi,
Universitas Widyatama.
Harmono. 2011. Manajemen Keuangan: Berbasis
Balanced Scorecard, Pendekatan Teori, Marlina. 2004. Analisis Pengaruh Likuiditas
Kasus dan Riset Bisnis. Bumi Aksara : Terhadap Tingkat Penjualan Pada Sektor
Jakarta. Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar
Di BEJ. Skripsi, Program S1, Fakultas
Hernawati. 2007. Analisis Pengaruh Efisiensi
Ekonomi Universitas Islam Negeri: Jakarta.
Modal Kerja, Likuiditas, dan Solvabilitas
Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus Pada Munawir. 2007. Analisis Laporan Keuangan.
Industri Barang Konsumsi di BEJ). Skripsi, Liberty : Yogyakarta.
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Nachrowi, D. 2006. Ekonometrika, untuk Analisis
Semarang: Semarang.
Ekonomi dan Keuangan. Cetakan Pertama,
Herwidy, Diantik. 2014. Analisis Pengaruh Current Lembaga Penerbit FE UI : Jakarta.
Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Total Asset
Noor, Akhmad Syafrudin. 2001. Analisis Faktor-
Turn Over Ratio Terhadap Return On
faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Investment Perusahaan Food and Beverages
Keuangan Perusahaan Telekomunikasi
Di Bursa Efek Indonesia ( Studi Kasus
Yang Go Publik Di Bursa Efek Indonesia.
Tahun 2007-2012). Jurnal Manajemen,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Putri, dkk. 2014. Pengaruh Rasio Likuiditas,
Surakarta.
Leverage dan Aktivitas terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan (Studi pada
Husnan, Suad. 2000. Dasar- Dasar Teori Portofolio
Perusahaan Food and Beverage yang
dan Analisis Sekuritas, UPP AMP YKPN:
Listing di Bursa Efek Indonesia Tahun
Yogyakarta.
2010-2012). Skripsi, Universitas Brawijaya.
Karyawati, dkk. 2012. Pengaruh Karakteristik Malang.
Perusahaan, Faktor Eksternal dan Struktur
Priharyanto, Budi. 2009. Analisis Pengaruh Current
Modal terhadap Kinerja Keuangan
Ratio, Inventory Turnover, Debt to Equity
Perusahaan (Survey Pada Perusahaan
Ratio, dan Size terhadap Profitabilitas
Automotif di BEI). Jurnal Profit Volume 6
(Studi pada Perusahaan Food and Beverage
No.2.
dan Perusahaan Consumer Goods yang
Kasmir. 2013. Analisis Laporan Keuangan. PT. Listed di BEI Periode Tahun 2005-2007).
Raja Grasindo Persada : Jakarta. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
9
Rahayu, Sri. 2009. Analisis Pengaruh Return On Indonesia Tahun 2010-2012. Skripsi,
Investment Pada Perusahaan Manufaktur Program S1, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Universitas Diponegoro: Semarang.
Universitas Budi Luhur: Jakarta.
Wasis. 2000. Pembelanjaan Perusahaan. UKSW:
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Salatiga.
Pembelanjaan Perusahaan. BPFE:
www.idx.co.id
Yogyakarta.
Alvis Rozani
Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta Padang
Email : alvis.rozani@ymail.com
ABSTRACT
A debate among economists about whether the central bank can use monetary policy
that is discretionary or should base its policies on a rule has since long been a
controversy. Although in general among central banks prefer the discretionary
approach to policy, but the change in the monetary policy framework much going on
lately have revived old debates. In this policy that are discretionary policy is
considered able to pose a major problem, known as dynamic inconsistency problem is
often also called the time inconsistency problem.
With the implementation of the monetary policy framework based on a rule, the
central bank is forced to not doing the cheating. Although in the short term within the
framework of monetary policy cannot make adjustments upon changes in the
condition of the economy that faced at any given moment, in the long run its policies
can be optimal because it does not produce inflationary bias. With a frame like this,
the monetary policy framework the selected central banks will be very dependent
from the shape of the selected rule.
The other group, who mainly appeared in recent times, basing policy rules on
monetary policy targets, not on the instrument. Target levels of inflation or the
growth of the gross domestic product (GDP) nominally on the level of a
specific entry in this category. The form of the policy rule based on the objective of
the central bank, specially on the central bank targeting inflation, perhaps can be seen
as a form ofcompromise over the approach to rule over the instruments
that are stiff. In this case, the central bank's monetary policy is represented by
changes in the level of the instrument can still be discretion, but are limited
by a rule in the form of a targetannounced explicitly. So, this last approach is
often also referred to as a policy framework that is "constrained discretion".
1
I. PENDAHULUAN
Kebijakan yang dijalankan menurut suatu rule yang sistematis, rule dapat
digunakan untuk menentukan ekspektasi rasional (rational expectations) dari
tindakan kebijakan akan datang dibawah asumsi bahwa bank sentral melanjutkan
untuk berprilaku menurut policy rule. Prinsipnya, seseorang dapat men-derive suatu
policy rule yang optimal dengan menetapkan suatu fungsi tujuan bank sentral dan
kemudian menentukan nilai parameter-parameter dalam policy rule yang
memaksimumkan expected value dari fungsi tujuan (objective function).
Tetapi tidak ada jaminan bahwa bank sentral akan berkeinginan untuk
berprilaku menurut policy rule tersebut. Tanpa enforcement, mungkin ada deviasi dari
rule sekali private agents telah membuat komitmen berdasarkan ekspektasi yang akan
mengikuti rule. Perusahaan dan pekerja mungkin setuju untuk menetapkan upah
nominal atau harga berdasarkan atas ekspektasi bahwa kebijakan moneter dijalankan
dalam suatu cara tertentu, bahkan ketika keputusan upah dan dan harga ini telah
dibuat, bahwa sentral mungkin mempunyai insentif untuk berbeda dari tindakan-
tindakan yang dikehendaki oleh rule. Rule tidak bisa dipertukarkan dengan insentif.
Jika deviasi dari suatu rule yang ketat mungkin, yakni jika pembuat kebijakan dapat
melaksanakan discretion maka agents akan perlu untuk mempertimbangkan insentif
pembuat kebijakan untuk berbeda, mereka tidak dapat lagi mendasarkan
ekspektasinya atas policy rule bahwa para pembuat kebijakan mengatakan mereka
akan mengikuti.
Kebanyakan analisis modren kebijakan moneter telah memfokuskan pada
insentif bank sentral menghadapi ketika secara aktual menetapkan instrument
kebijakannya. Mengikuti sumbangan kontribusi Kydland dan Prescot (1977),
perhatian telah diarahkan kepada isu kredibilitas bank sentral dan kemampuan untuk
precommit terhadap kebijakan. Tanpa beberapa seperangkat komitmen dimuka untuk
mengambil tindakan kebijakan khusus, bank sentral mungkin menemukan bahwa
mereka menghadapi insentif untuk bertindak dalam cara yang tidak konsisten dengan
perencanaan dan announcement awal mereka.
Suatu kebijakan adalah time consistent jika suatu tindakan yang
direncanakan pada waktu t maka pada saat t+i tetap optimal untuk diimplementasikan
ketika t+i datang. Kebijakan dapat dinyatakan bersyarat; yakni, tergantung realisasi
peristiwa yang tidak diketahui pada waktu t respon terencana terhadap informasi baru
tetap optimal merespon ketika informasi baru datang. Suatu suatu kebijakan time
inconsistent jika pada waktu t+i tidak akan optimal merespon seperti rencana mula-
mula.
Pentingnya analisis time consistency dalam kebijakan moneter terdapat dua
alasan : Pertama, mendorong seseorang untuk menguji insentif yang dihadapi oleh
bank sentral. Dampak dari kebijakan hari ini (current) sering tergantung pada
ekspektasi publik. Untuk memprediksi bagaimana kebijakan mempengaruhui
perekonomian perlu memahami bagaimana ekspektasi akan merespon dan memahami
2
ini hanya dapat dicapai jika kebijakan menunjukkan perilaku yang sistematik. Kedua,
jika time incosistency adalah penting maka model yang membantu kita untuk
memahami insentif yang dihadapi pembuat kebijakan dan sifat dari masalah
keputusan yang mereka hadapi adalah penting untuk tujuan normatif dari dalam
mendisain lembaga pembuat kebijakan. Tahun-tahun terakhir telah terlihat reformasi
dan disain ulang bank sentral di banyak negara. Untuk mempengaruhui usaha-usaha
reformasi ini, ahli ekonomi moneter perlu model-model yang menyediakan bantuan
dalam memahami bagaimana struktur kelembagaan mempengaruhui hasil (outcome)
kebijakan
Debat di kalangan ekonom tentang pilihan apakah bank sentral dapat
menggunakan kebijakan moneter yang bersifat discretionary atau harus mendasarkan
kebijakannya pada suatu rule telah sejak lama menjadi kontroversi. Meskipun pada
umumnya kalangan bank sentral lebih memilih pendekatan discretionary policy,
namun perubahan kerangka kebijakan moneter yang banyak terjadi akhir-akhir ini
telah menghidupkan kembali debat lama ini. Dalam hal ini kebijakan yang bersifat
discretionary policy dianggap dapat menimbulkan masalah besar yang dikenal
dengan dynamic inconsistency problem atau sering juga disebut time inconsistency
problem. Jika persoalan ini muncul, dalam jangka panjang kebijakan moneter justru
dapat menghasilkan kondisi perekonomian yang bias terhadap inflasi (inflationary
bias). Dengan argumen ini, kebijakan moneter akan lebih optimal dalam jangka
panjang jika mendasarkan pada suatu rule.
Permasalahan dynamic inconsistency problem mengacu pada perbedaan
antara kebijakan optimal yang diumumkan akan dicapai oleh suatu bank sentral
dengan kebijakan yang benar-benar dilakukan bank sentral tersebut setelah para agen
ekonomi mendasarkan perilakunya atas ekspektasi yang terbentuk karena
pengumuman bank sentral tadi (Mishkin:2003).
Contoh klasik kasus ini terjadi pada saat bank sentral berlaku curang untuk
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek dengan mengorbankan
pencapaian stabilitas harga sebagaimana target yang diumumlkan sebelumnya.
Namun, dengan berjalannya waktu, para agen ekonomi menyadari perilaku curang
bank sentral sehingga menyesuaikan kembali perilakunya yang justru berakhir pada
kondisi perekonomian yang bias terhadap inflasi.
Dengan penerapan kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada suatu
rule, bank sentral dipaksa untuk tidak melakukan kecurangan. Meskipun dalam
jangka pendek kebijakan moneter dalam kerangka ini tidak dapat melakukan
penyesuaian atas perubahan kondisi perekonomian yang dihadapi pada saat tertentu,
dalam jangka panjang kebijakannya dapat menjadi optimal karena tidak
menghasilkan inflationary bias. Dengan kerangka berpikir seperti ini, kerangka
kebijakan moneter yang dipilih bank sentral akan sangat bergantung dari bentuk rule
yang dipilih.
Kelompok yang lain, yang terutama muncul belakangan ini, mendasarkan
policy rules-nya pada sasaran kebijakan moneter, bukan pada instrumennya.
Menargetkan tingkat inflasi atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nominal
3
pada level tertentu masuk dalam kategori ini. Bentuk policy rule yang mendasarkan
pada objektif bank sentral, khsususnya pada bank sentral yang menargetkan inflasi,
mungkin dapat dipandang sebagai suatu bentuk kompromi atas pendekatan rule atas
instrumen yang bersifat kaku. Dalam hal ini, kebijakan moneter bank sentral yang
diwakili oleh perubahan level instrumen masih dapat bersifat discretion, namun
dibatasi oleh suatu rule dalam bentuk target yang diumumkan secara eksplisit.
Dengan begitu, pendekatan terakhir ini sering juga disebut sebagai suatu kerangka
kebijakan yang bersifat “constrained discretion”.
4
II. PEMBAHASAN
U ( y y n ) 1 2 (1)
2
dimana y adalah output, yn adalah output natural dan adalah tingkat inflasi. Output
dalam persamaan adalah linear karena output yang lebih banyak lebih disukai dari
output yang sedikit dengan marginal utility konstan. Tingkat inflasi dalam bentuk
kuadratik karena inflasi diasumsikan menimbulkan meningkatnya marginal disutility.
adalah bobot relatif bahwa bank sentral meletakkan ekspansi output relatif terhadap
stabilisasi inflasi. Bank sentral akan menyukai menambah output dengan konsekuensi
akan menciptakan surprise inflation (inflation shock).
Spesifikasi preferensi standar yang lain mengasumsikan bahwa bank sentral
ingin meminimumkan expected value dari loss function yang ditentukan oleh output
dan fluktuasi output. Loss function menggambarkan kerugian yang diperoleh bank
sentral dari surprise inflation yang diciptakannya. Loss function dalam bentuk
kuadratik baik output maupun inflasi dan dalam bentuk:
V 1 y yn k 1 2
2
(2)
2 2
5
Aspek kunci persamaan loss function diatas adalah parameter k. Asumsi bahwa bank
sentral menginginkan stabilisasi output dan inflasi, inflasi sekitar nol tapi output
sekitar y n k , dimana melebihi economy’s equilibrium output, yn sebesar k. Karena
expected value V meliputi varians dari output, loss function (2) akan menghasilkan
suatu peranaan kebijakan stabilisasi yang tidak ada ketika bank sentral hanya peduli
tentang tingkat output, seperti persamaan (1).
Persamaan loss function (2) menunjukkan dimana 1 2 mencerminkan
2
biaya yang harus ditanggung oleh bank sentral oleh adanya inflasi. Biaya tersebut
bersifat meningkat (increasing rate) artinya apabila terdapat peningkatan inflasi ( )
maka akan menimbulkan biaya yang lebih besar dari peningkatan inflasi itu sendiri.
Fungsi tujuan (1) dan (2) berhubungan erat. Dengan menambah output
quadratic loss function (2) dapat ditulis seperti :
V k y y n 12 2 12 y y n 12 k 2
2
tidak ada ketika preferensi pembuat kebijakan diasumsikan strictly linear in output.
Terakhir k2 adalah konstan dan sehinga tidak mempunyai pengaruh terhadap
keputusan bank sentral.
2.1.2. Economy
Spesifikasi perekonomian mengikuti analisis Barro dan Gordon (1983a,
1983b). Fungsi penawaran agregat adalah model Lucas yaitu:
y y n a ( e ) e (3)
6
berdasarkan atas ekpektasi publik dari tingkat inflasi dan tidak dapat diindeks dengan
tingkat inflasi secara penuh. Jika aktual inflasi lebih besar dari ekpektasi inflasi maka
upah riil akan turun sehingga perusahaan menggunakan tenaga kerja lebih banyak.
Jika aktual inflasi lebih dari ekpektasi inflasi maka upah riil akan naik sehingga
perusahaan mengurangi penggunaan tenaga kerja.
Jika shock inflasi tidak ada maka output riil agregat (y) lebih kecil dari
output agregat alamiah (yn) dan rata-rata dari shock permintaan dan penawaran
agregat ( ) sama dengan nol dan varian dari shock permintaan dan penawaran
agregat ( 2 ) adalah konstan. Shock permintaan dan penawaran agregat dapat
diinterpretasi sebagai shock produktivitas dan konsumsi intertemporal karena
perusahaan tidak dapat mengamati shock permintaan dan penawaran agregat,
sehingga kebijakan moneter ditujukan untuk stabiliasi output agregat.
Ada tiga tahap interaksi antara pembuat kebijakan dengan perilaku ekonomi,
yaitu Tahap 1: proses kebijakan (deskripsi penentuan kontrak upah nominal secara
rasional), Tahap 2: pembuat kebijakan menyadari bahwa deviasi output agregat dan
shock permintaan dan penawaran agregat akan terjadi, dan Tahap 3: implementasi
dan realisasi output agregat. Pada Tahap 2, pembuat kebijakan meminimalkan loss
function terhadap inflasi dengan kendala keseimbangan permintaan dan penawaran
agregat. Minimalisasi loss function akan menghasilkan fungsi rekasi pembuat
kebijakan:
2
V 1 2 1 y n a ( e ) e yT k 0
2 2
dv
d
a y n a ( e ) e yT k 0
T
a ( y y n ) a e ak e
(4)
1 a 2
dari persamaan (4) ditunjukkan bahwa semakin besar perbedaan antara target output
agregat (yT) dan output agregat alamiah (yn) semakin tinggi tingkat inflasi. Tingkat
inflasi yang semakin tinggi akan menurunkan upah riil sehingga perusahaan
meningkatkan penggunaan tenaga kerja dan kemudian meningkatkan target ouput
agregat.
Intrumen kebijakan moneter (m) diasumsikan mempengarahui inflasi
sehingga model hubungan inflasi dengan instrumen kebijakan aktual adalah:
7
m v (5)
8
model yang mengasumsikan bahwa v direalisasikan setelah bank sentral memilih
kebijakannya.
m v
U a m v e e 1
2
2
a m 0
atau
m a 0 (6)
Given kebijakan ini, inflasi aktual akan sama dengan a 0 . Karena private agents
diasumsikan mengetahui insentif yang menghadapai bank setral, yakni, rasional,
mereka menggunakaan persamaan (6) dalam membentuk ekspektasi inflasinya.
Dengan private agents membentuk ekspektasi sebelum mengobservasi velocity shock
v persamaan (5) dan (6) imply :
e Em a
9
ini, private agents mengantisipasi dengan tingkat inflasi yang lebih tinggi. Bias inflasi
juga meningkatnya bobot bank sentral menetapkan tujuan outputnya, . Suatu yang
kecil mengimplikasikan bahwa keuntungan dari ekspansi ekonomi relatif rendah
untuk mencapai tujuan inflasi, sehingga bank sentral kurang punya insentif untuk me-
generate inlflasi.
Mengapa perekonomian mencapai inflasi rata-rata positif sekalipun tidak
memberikan manfaat dan bank sentral tudak menyukai inflasi. Bank sentral bertindak
secara sistematis untuk memaksimumkan expected value dari fungsi tujuannya,
sehingga mempertimbangkan biaya dan manfaat dalam menetapkan kebijakan. Pada
tingkat inflasi nol, marginal benefit menghasilkan inflasi rendah positif karena,
dengan menetapkan upah, pengaruh peningkatan inflasi terhadap output sama dengan
a>0. Nilai dari keuntungan output ini adalah a .
Dibawah outcome kebijakan discretion ini, expected value bank sentral sama
dengan :
E U d E av e 1
2
a v 2
12 a 2 2 v2
E U c E av e 1
2
12 v2 E U d
Bank sentral (dan masyarakat jika utility bank sentral diinterprestasikan sebagai suatu
fungsi social welfare) akan lebih baik tidak jalan jika mungkin commit dengan
kebijakan zero-money-growth. Discretion, dalam kasus ini menimbulkan cost.
Suatu spesifikasi alternatif tujuan bank sentral fokus terhadap loss yang
berkaitan dengan flutuktuasi output dan inflasi sekitar tingkat yang diinginkan.
Formulasi alterntif ini, dengan loss function (2), menjurus ke keseimpulan dasar yang
10
sama. Discretion akan menjurus ke bias inflasi rata-rata dan expected utility yang
lebih rendah. Bank sentral peduli tentang fluktuasi output yang berarti akan ada peran
potensial kebijakan untuk menurunkan fluktuasi output yang dibebakan oleh supply
shock e.
Substitusi (3) dan (5) kedalam quadratic loss function (2), menghasilkan :
V 12 a m v e e k
2
1
2
m v 2
a a m e e k m 0
atau
a 2 e a k e
m (7)
1 a 2
a 2 e ak
e E m
1 a 2
11
Memecahkan terhadap e menghasilkan e ak 0 . Substitusi ke persamaan (7)
dan menggunakan (5) memberikan suatu ekspresi tingkat inflasi equilibirum :
a
d m v a k 2
ev (8)
1 a
12
Dengan menggunakan persmaan (8.7) loss function dibawah discretion
adalah :
2 2
1 1 1 a
V
d
2
e av k ak 2
e v (9)
2 1 a 2 1 a
1
1 2
E V d 1 a 2 k 2
2 1 a
1 a 2 v2
2 e
(10)
2
m c b0 b1 e
Dalam kerangka linear-quadratic saat ini, suatu rule liear seperti ini akan optimal.
Given rule ini, e b0 disubstitusikan kedalam loss function :
Dibawah kebijakan yang komitmen, bank sentral komit dengan nilai parameter b0 dan
b1 sebelum publik membentuk ekspektasi inflasi dan sebelum mengobservasi realisasi
khusus dari shock e. Jadi, b0 dan b1 dipilih untuk meminimumkan unconditional
expectation dari loss function, kebijakan optimal dibawah precommitment adalah:
13
a
m c e (12)
1 a 2
inflasi rata-rata dibawah precommitment menjadi nol (b0 = 0), tapi respon shock
agregat supply sama dengan dibawah discretion. Unconditional expectation loss
function dibawah precommitment adalah :
1 1 2
E V c k 2
1 a 2 v2
2 e
2 1 a
(13)
2
yang kecil daripada loss dibawah discretion. Membandingkan persamaan (10) dan
(12) “cost” discretion adalah sama dengan (ak ) 2 / 2 , yang secara sederhana
merupakan loss yang berasal dari nonzero average rate of inflation.
Bias inflasi yang timbul dibawah discretion terjadi dua alasan. Pertama, bank
sentral mempunyai insentif untuk melakukan inflasi sekali sektor swasta menetapkan
ekspektasi inflasinya. Kedua, bank sentral tidak mampu untuk precommit tingkat
inflasi rata-rata nol. Alasannya adalah sebagai berikut anggap bank sentral
mengumumkan bahwa akan men-deliver inflasi nol. Jika publik percaya kebijakn
yang diumumkan dan demikian e 0 , jelas dari persamaan (6) atau (7), bahwa
kebijakan optimal yangg dikikuti bank sentral adalah meliputi menetapkan suatu
tingkat pertumbuhan uang rata-rata positif dan tingkat inflasi akan positif. Sehingga
pengumuman bank sentral tidak dipercaya pertama kali diumumkan. Bank sentral
tidak dapat dipercaya commit untuk kebijakan zero inflation karena dibawah
kebijakan seperti ini marginal cost dari inflasi kecil 12 2 0 sedangkan
marginal benefit a 0 , dibawah formulasilinear objective function, atau
a 2 e ak 0 , dibawah formulasi quadratic. Karena marginal benefit
melebihi marginal cost, bank sentral mempunyai insentif untuk melanggar
komitmennya.
Masyarakat jelas dirugikan dibawah outcome kebijakan discretion karena
pengalaman inflasi rata-rata positif tanpa peningkatan yang sistematis dalam kinerja
output (output performance). Hasil ini secara mendasar merubah debat panjang
ekonomi terhadap rules versus discretion dalam melaksanakan kebijakan. Sebelum
analisis time-inconsistency Kydland dan Prescott, ahli ekonomi telah berdebat apakah
kebijakan moneter harus dilakukan menurut rule yang sederhana, seperti Milton
Friedman k% rule tingkat pertumbuhan penawaran uang nominal atau apakah bank
sentral harus mempunyai kelenturan untuk merespon dengan discretion. Dengan
dimasukkan dalam bentuk ini, jawabannya jelas bahwa discretion lebih baik.
14
Bagaimanapun juga, jika mengikuti suatu simple rule optimal, dibawah discretion
seseorang dapat selalu memilih mengikuti rule. Jadi, seseorang dapat tidak dirugikan
dibawah discretion dan seseorang mungkin lebih baik. Tetapi ilustrasi model Barro-
Gordon, seseorang mungkin benar-benar worse dibawah discretion. Terbatasnya
fleksibilitas kebijakan moneter mungkin menghasilkan suatu outcome yang superior.
Misalkan, bank sentral didorong untuk menetapkan m 0 . Ini untuk menghindari
bias inflasi rata-rata, tetapi juga untuk mencegah bank sentral dari menggunakan
kebijakan stabilisasi. Dengan loss function (2) unconditional expected loss dibawah
rule kebijakan adalah 12 e2 k 2 12 1 a 2 v2 . Jika dibandingkan dengan
unconditional expected loss dibawah discretion, E V d , given persamaan (9) zero
money growth rule akan disukai jika
a 2 2 2
ak 2
2 e
1 a
Sisi kiri mengukur keuntungan dari kebijakan stabilisasi dibawah discretion; sisi
kanan mengukur cost bias inflasi yang muncul dibawah discretion. Jika cost bias
inflasi yang muncul dibawah discretion lebih besar, expected loss lebih rendah jika
bank sentral dipaksa mengikuti fixed money growth rule. Apakah mengikuti simple
rule, dengan demikian terbatasnya kemampuan bank sentral untuk merespon
kejadian-kejadian baru, atau mengizinkan discretion, dengan demikian menghasilkan
bias inflasi rata-rata, akan menghasilkan outcome kebijakan lebih baik menjadi
pertanyaan yang terbuka.
Model Barro dan Gordon yang menyediakan interaksi strategis tindakan
bank sentral dan pembentukan ekspektasi publik meskipun sederhana tetapi kaya
game-theoritic framework untuk mempelajari outcome kebijakan moneter.
Pendekatan menekankan pentingnya memahami outcome kebijakan. Juga membantu
menyoroti peranan dari kredibilitas, mengilustrasikan mengapa bank sentral berjanji
untuk menurunkan inflasi yang mungkin tidak dipercaya. Sudut pandang yang
disediakan oleh model-model time-inconsistency sangat bertolak belakang dengan
analisis tradisional outcome kebijakan yang secara implisit mengasumsikan suatu
kemampuan untuk precommit.
2.2. Pilihan Kebijakan Rule dan Discretion: Model Barro and Gordon.
Barro dan Gordon (1983) menggambarkan mekanisme pembentukan
inflasi sebagai interaksi antara preferensi pemerintah dengan preferensi masyarakat.
Barro dan Gordon merepresentasikan preferensi pemerintah dengan suatu fungsi
15
matematik yang menggambarkan sejauh mana pemerintah dapat meminimalkan
kerugian yang ditimbulkan dari inflasi yang disebut government’s loss function, yang
secara matematis diterjemahkan menjadi
Z t a / 2 t b t te
2
(14)
dimana :
t = inflation rate
te = expected inflation rate
a dan b = constant
nilai a / 2 t mencerminkan biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah oleh
2
U U n a t te (15)
16
2.2.1. Discretion Policy
Masyarakat Anticipated
Kebijakan-kebijakan discretion yang bertujuan untuk menciptakan surprise
inflation pada awalnya seolah-olah dianggap dapat memberikan manfaat bagi
decision maker apalagi dari kebijakan meningkatkan inflasi dapat diperoleh
seignorage. Namun, apabila dikaji lebih jauh, kebijakan-kebijakan discretion tersebut
dapat memberikan kerugian bagi decision maker. Barro dan Gordon (1983) telah
membuktikan hal tersebut. Mengacu kepada Loss Function dari pemerintah/bank
sentral, persamaan 14. beranggapan bahwa masyarakat tidak mengetahui bahwa
pemerintah/bank sentral telah melakukan suatu kebijakan yang dapat menciptakan
surprise inflation, namun dalam kenyataannya masyarakat memperoleh informasi
yang cukup baik sehingga mengetahui apakah pemerintah melakukan kebijakan yang
menimbulkan surprise inflation atau tidak (anticipated).
Dengan melakukan turunan pertama persamaan 14. terhadap t maka
diperoleh :
t b/ a (16)
Z t 1 / 2 b 2 / a (17)
17
Masyarakat Unanticipated
Dalam hal apabila masyarakat tidak dapat mengantisipasi terhadap
ekspektasi tingkat inflasi di masa datang ( te 0 ), pemerintah/bank sentral dapat saja
tergoda untuk menciptakan surprise inflation, sehingga dalam kasus ini
pemerintah/bank sentral dapat dianggap telah melakukan cheating. Pemerintah
berpikir bahwa di satu sisi dengan menciptakan surprise inflation akan diperoleh
manfaat terhadap peningkatan kinerja ekonomi, dan di sisi lain masyarakat dianggap
tidak akan bereaksi terhadap surprise inflation tersebut mengingat ekspektasi
masyarakat terhadap inflasi adalah nihil. Dalam kasus pemerintah melakukan
cheating maka melalui turunan pertama atas persamaan 14. akan diperoleh.
t b / a (18)
sehingga loss function yang diperoleh pemerintah dengan melakukan cheating adalah
:
Z t 1 / 2 b 2 / a (19)
18
diciptakan tidak lagi memberikan manfaat bagi pemerintah. Kondisi dimana
pemerintah tidak melakukan surprise inflation adalah sama dengan kondisi dimana
pemerintah melakukan kebijakan discretion.
te t (21)
t 0 (22)
maka mengacu pada persamaan 18. ekspektasi terhadap inflasi juga dapat dikatakan
nihil ( te 0 ). Dalam kasus ini, tingkat kerugian yang diperoleh pemerintah dengan
menerapkan rule adalah :
Zt 0 (23)
Jadi dapat dikatakan bahwa pemerintah/bank sentral akan lebih memperoleh manfaat
apabila pemerintah konsisten terhadap aturan main dalam pencapaian target inflasi
dibandingkan apabila pemerintah cenderung menciptakan surprise inflation
(discretionary policy) dalm pelaksanaan kebijakannya (dibandingkan persamaan 23,
dengan persamaan 17). Dengan kata lain, komitmen terhadap aturan main (rule) akan
lebih memberikan manfaat dibandingkan dalam kasus discretion di atas.
19
2.3. Solution to the Inflation Bias
Mengikuti Barro dan Gordon (1983a), banyak literatur dikembangkan untuk
menguji solusi alternatif bias inflasi yang timbul dalam discretion. Karena bank
sentral diasumsikan menetapkan tingkat inflasi supaya marginal cost inflasi sama
dengan marginal benefit, kebanyakan solusi merubah model dasar meningkatkan
marginal cost inflasi yang diterima bank sentral. Kelompok pertama, memasukkan
reputasi negara kedalam versi repeat-game kerangka dasar. Godaan untuk to inflate
saat ini merugikan reputasi bank sentral menyampaikan inflasi yang rendah;
akibatnya publik menduga inflasi yang lebih tinggi masa yang akan datang, dan
respon ini menurunkan expected value fungsi tujuan bank sentral. “Punish” terhadap
bank sentral merugikan reputasi meningkatkan marginal cost inflasi. Kelompok
kedua, penyelesaian juga menguji interpretasi dalam kerangka marginal cost inflasi.
Daripada memandang inflasi sebagai imposing biaya reputasi bank sentral, seorang
dapat memberikan bank sentral mempunyai preferensi yang berbeda dari masyarakat
lebih besar supaya marginal cost inflasi yang diterima bank sentral lebih tinggi. Salah
satu cara untuk melakukan ini adalah sederhana memilih pembuat kebijakan sebagai
seorang individu yang meletakkan lebih besar daripada bobot normal mencapai
inflasi yang rendah dan kemudian memberikan bahwa individu bebas melakukan
kebijakan. Jika bias inflasi dari tekanan politik terhadap bank sentral, lembaga
mungkin dibangun untuk menurunkan efek pemerintah sekarang terhadap
pelaksanaan kebijakan moneter. Kelompok ketiga penyelesaian meliputi menentukan
batasan fleksibilitas bank sentral. Paling umum kebijakan seperti ini adalah suatu
targeting rule yang memerlukan bank sentral untuk mencapai tingkat inflasi dan
menetapkan suatu biaya yang berkaitan terhadap deviasi dari taget ini. Suatu analisis
inflation targeting adalah penting karena beberapa bank sentral telah meggunakan
inflation targeting sebagai suatu framework untuk melaksanakan kebijakan.
20
III. KESIMPULAN
1. Pengalaman banyak negara, untuk periode waktu yang lama, tingkat inflasi rata-
rata jelas melebihi tingkat inflasi yang diterima secara sosial. Awalnya literatur
time-inconsistency sebagai suatu usaha untuk menjelaskan observasi ini. Dalam
prosesnya pendekatan telah membuat pentingnya kontribusi metodologi analisis
kebijakan moneter dengan menekankan perlunya memberlakukan bank sentral
sebagai respon terhadap insentif yang mereka hadapi.
21
IV. DAFTAR PUSTAKA
Manurung, Jonni dan Adler Haymans Manurung (2009), Ekonomi Keuangan dan
Kebijakan Moneter, Salemba Empat, Jakarta.
Saver, Stephen (2007), Discretion Rather Than Rules?, Working Paper Series.
Walsh, Carl E (2003), Monetary Theory and Policy, Second Edition, The MIT Press,
Cambridge, Massachusetts, London.
22
23
PERAN PATUH HUKUM DAN TAAT BERAGAMA TERHADAP NIAT BELI DAN PERASAAN PASKA
Anas Hidayat1
Sri Rejeki Ekasasi2
1
A lecturer at School of Business and Economics, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
2
A lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen – Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIM – YKPN)
Yogyakarta
Correspondence: Anas Hidayat, International Program, School of Business and Economics, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta, Indonesia. Tel: 62-274-898-444 ext.2200. E-mail: anas.hidayat@uii.ac.id
Abstract
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh aspek kepatuhan hukum konsumen, respek konsumen
terhadap aspek legalitas produk bajakan, dan aspek ketaatan beragama konsumen terhadap niat beli dan perasaan
paska beli software computer dan CD music bajakan. Penelitian ini diharapkan akan memperoleh sebuah model
dengan pendekatan cultural dan structural untuk menekan penggunaan produk bajakan. Data primer akan
dikumpulkan dari dua populasi, kelompok mahasiswa dan kelompok pekerja, dari empat kota besar di Indonesia
yaitu Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta. Lebih kurang 128 responden terlibat dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya variable sikap patuh hukum yang terbukti berpengaruh signifikan
terhadap niat beli produk software bajakan, sementara ketaatan beragama dan niat beli keduanya terbukti
memberikan pengaruh signifikan terhadap perasaan setelah membeli produk software komputer bajakan.
Keywords: aspek kepatuhan hukum, aspek legalitas produk, aspek ketaatan beragama, niat beli, perasaan paska
beli
1. Introduction
Pembajakan produk secara umum didefinisikan sebagai penggandaan identik dengan produk resmi tanpa ijin
(terdaftar dalam Hak Kekayaan Intelektual) yang meliputi juga pembungkusan sampai dengan pelabelannya
(Kay 1990; Ang et. al. 2001; dan Phau et. al. 2001). Pembajakan produk menjadi menjamur begitu cepat
dimana-mana sejak dua dekade 1980an dan 1990an akibat perkembangan dan penyebaran yang cepat pula
tehnologi tinggi ke masyarakat. Setelah dua decade ini pengetatan pengawasan terhadap produk bajakan di
berbagai Negara tertuduh mulai dilakukan secara aktif. Misalnya, Indonesia sebagai salah satu tertuduh serius
produk bajakan, mulai memberlakukan UU HaKI tahun 2000. Namun demikian, produk bajakan tidak pernah
surut dari pasar.
Berbagai macam produk popular sudah tersentuh tangan-tangan pembajak di seluruh dunia. Produk yang dibajak
meliputi produk mewah sampai dengan produk untuk kebutuhan sehari-hari (Olsen & Granzin 1992; Masland &
Marshall 1990), baik itu produk yang membutuhkan keputusan pembelian yang ekstra hati-hati, seperti suku
cadang pesawat terbang dan obat-obatan dengan resep dokter (Bloch, Bush & Campbell 1993; dan Harvey &
Ronkainen 1985), sampai dengan produk yang membutuhkan keputusan pembelian yang sederhana saja, seperti
produk dompet, sepatu dsbnya (Wee, Tan & Cheok 1996). Penelitian di bidang pemasaran yang berkaitan
dengan pembajakan produk telah dilakukan yang di lihat dari dua sisi, penelitian yang difokuskan pada penjual
(Bush et al. 1989; Harvey 1987; dan Harvey & Ronkainen 1985), dan penelitian yang difokuskan pada pembeli
produk bajakan (Cordel, et al. 1996; dan Lai & Zaichkowsky 1997). Hasilnya belum memberikan luaran yang
signifikan terhadap ilmu pemasaran (Field 2000).
Penegakan etika dan hukum dalam berinteraksi bisnis sangat penting dalam upaya menegakkan sendi-sendi
keadilan dan sendi-sendi kemakmuran masyarakat. Ketika banyak pelanggran etika dan hukum dalam berbisnis,
maka roda perekonomian suatu bangsa dan kerukunan bermasyarakat menjadi terganggu karena munculnya
ketidakadilan, permusuhan, dan kecurigaan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, peneliti melihat bahwa Hak
atas Kekayaan Intelektual (HaKI) masih sangat rentan terhadap penyalahgunaan oleh orang atau lembaga yang
tidak berhak. Pada awalnya kajian masalah penyalahgunaan perlindungan HaKI dilakukan di belahan dunia Barat
(Negara-negara Maju), kemudian pada dasawarsa terakhir mulai menyentuh di belahan dunia Timur karena
persoalan pembajakan produk justru banyak permasalahannya di belahan dunia ini. Namun demikian, Indonesia
1
sebagai Negara yang masuk dalam daftar yang selalu diawasi oleh Amerika dalam persoalan yang berkaitan
dengan HaKI masih belum banyak penelitian yang menyentuh pada bidang ini. Sehingga penelitian ini penting
dilakukan agar iklim penelitian dapat disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Ada dua tujuan utama
penelitian. Pertama, untuk mengetahui pengaruh aspek ketaatan beragama konsumen terhadap niat beli dan
perasaan paska beli software komputer bajakan. Dari tujuan yang pertama ini diharapkan diperoleh sebuah model
dengan pendekatan kultural meredam penggunaan produk bajakan. Kedua, untuk melihat pengaruh aspek
kepatuhan hukum konsumen dan respek konsumen pada aspek legalitas produk bajakan terhadap niat beli dan
perasaan paska beli software komputer bajakan. Dari tujuan yang kedua ini di harapkan diperoleh sebuah model
dengan pendekatan structural meredam penggunaan produk bajakan.
2. Kajian Pustaka dan Pengembangan Hipotesis
Keinginan konsumen membeli produk bajakan tidak lepas dari keyakinan mereka terhadap suatu produk. ‘The
Theory of Planned Behavior’ (Ajzen and Fishbein 1980, p.16) merupakan pengembangan the Theory of Reason
Action dengan memperhitungkan control perilaku (perceived behavioral control) sebagai sebuah determinan
untuk menyatakan kecenderungan melakukan sebuah perilaku dan melaksanakan perilaku tersebut. Theori ini
menyebutkan bahwa kecenderungan perilaku seseorang dipandang sebagai fungsi dari tiga faktor: sikap
seseorang terhadap perilakunya, sikap seseorang terhadap norma subjektifnya dan sikap seseorang terhadap
control perilakunya. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, sikap seseorang untuk melakukan tindakan
merefleksikan sikap konsumen membeli produk bajakan, sikap terhadap norma subjekif merefleksikan sikap
patuh hukum seseorang, kesadaran adanya fungsi control dalam bertindak merefleksikan penghayatan beragama
konsumen, kecenderungan seseorang untuk melakukan sebuah tindakan merefleksikan kecenderungan konsumen
melakukan pembelian produk bajakan, dan melaksanakan sebuah tindakan merefleksikan melakukan pembelian
produk bajakan.
2.1 Aspek Ketaatan Beragama
Penghayatan keberagamaan dapat didefinisikan sebagai kepercayaan kepada Tuhan yang diikuti dengan
komitmen menjalankan prinsip-prinsip ajaran Tuhan (McDaniel & Burnett 1990; and Vitell, Paolillo & Singh
2005). Penghayatan keberagamaan ini diketahui memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan perilaku
seseorang. Sikap dan perilaku ini dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Tuhan yang terinternalisasi secara
konsistensesuai dengan harapan-harapan yang telah dijanjikan dalam konsep berketuhanan (Weaver & Agle
2002). Menurut Alport (1950) motivasi manusia mehayati keagamaannya dapat di bedakan dalam dua sisi,
penghayatan agama secara ekstrinsik dan penghayatan agama secara intrinsic. Secara ekstrinsik, penghayatan
keagamaan manusia masih dalam level attributif, yaitu memandang agama sebagai sebuah symbol dan
menggunakannya kepentingan hidupnya. Sedangkan secara intrinsic, pengahayatan keagamaan manusia dengan
memandang agama sebagai ‘the way of life’ (Aport & Ross 1967; and Vitell, Paolillo & Sink 2005). Temuan
Vitell & Paolillo (2003) menyebutkan juga bahwa penghayatan beragama secara intrinsic menjadi determinan
keyakinan konsumen, tetapi beragama secara ekstrinsik tidak memiliki hubungan dengan keyakinan konsumen.
Keyakinan dan perilaku dalam berbagai situasi dalam muncul menjadi intuisi seseorang.
Functionalist Theory dalam sosiologi mencatat bahwa agama dengan normanya dapat mengurangi konflik dan
memperkuat sangsi terhadap perilaku antisocial (Vitell, Paolillo & Singh 2005). Karenanya para pendukung teori
fungsional ini mengatakan bahwa penghayatan beragama menjadi determainan yang sangat kuat terhadap tata
nilai (values) kita daripada predictor yang lain (Huffman 1988). Sehingga sangatlah penelitian ini ingin menguji
hubungan penghayatan beragama sebagai fungsi kontrol dalam bertindak dan dalam berniat melaksanakan
pembelian produk bajakan.
H1a: Semakin tinggi ketaatan beragama maka semakin rendah niat membeli software bajakan.
H1b: Semakin tinggi ketaatan beragama maka semakin rendah niat membeli CD musik bajakan.
H2a: Semakin tinggi ketaatan beragama maka semakin tinggi perasaan bersalah karena membeli software
bajakan.
H2b: Semakin tinggi ketaatan beragama maka semakin tinggi perasaan bersalah karena membeli CD musik
bajakan.
2.2 Sikap terhadap patuh hukum dan sikap terhadap pembelian produk bajakan
Keinginan membeli produk bajakan merupakan perilaku yang non-normatif. Sikap Konsumen terhadap perilaku
non-normatif berbeda dengan kejahatan khusus (Cordell et al. 1996). Perilaku non-normatif meliputi kejahatan
criminal dan kejahatan yang bersifat pasif. Kejahatan criminal misalnya seperti pencurian di toko atau mengubah
harga yang tertempel di barang yang dijual Kejahatan pasif meliputi membiarkan kasir melakukan kesalahan
2
menghitung jumlah uang yang harus dibayar atau membiarkan kesalahan harga produk yang seharusnya lebih
mahal (Jolson 1974). Keterlibatan konsumen dalam perdagangan produk bajakan disuport oleh moral
competency theory (Kohlberg (1976) yang menyebutkan bahwa perilaku seseorang dikendalikan oleh sense
keadilan yang bersifat subjektif. Selanjutnya, menggunakan the attitude model of legal socialization, Emler &
Reicher (1987) sudah menemukan hubungan secara umum antara sikap terhadap otoritas institusional dan
perilaku yang baik terhadap peraturan institusional. Model ini mengklarifikasi hirarki dari dampak hubungan
antara sikap dan perilaku dalam kawasan hukum (Cordell et al 1996).
Dengan alasan di atas, dikaitkan dengan studi sebelumnya seperti Kohlberg (1976), Emler & Reicher (1987),
Cordell et al. (1996) dan Chan et al. (1998), penelitian ini mengindikasikan bahwa sikap terhadap patuh hukum
mempengaruhi secara signifikan partisipasi konsumen di dalam perdagangan produk bajakan. Oleh karena itu,
hipotesis sikap patuh hukum akan memprediksi keinginan membeli produk bajakan akan diuji.
H3a: Semakin tinggi sikap patuh hukum konsumen maka semakin rendah niat konsumen membeli software
bajakan.
H3b: Semakin tinggi sikap patuh hukum konsumen maka semakin rendah niat konsumen membeli CD musik
bajakan.
H4a: Semakin tinggi sikap respek konsumen terhadap aspek legalitas produk bajakan maka semakin rendah niat
konsumen membeli software bajakan.
H4b: Semakin tinggi sikap respek konsumen terhadap aspek legalitas produk bajakan maka semakin rendah niat
konsumen membeli CD musik bajakan.
2.3 Niat Beli dan Perasaan Paska Beli
Semakin banyak kesempatan konsumen mengevaluasi produk bajakan, semakin besar niat konsumen membeli
produk bajakan (Nia dan Zaichkowsky, 2000; Cordell, Wongtada, dan Kieschnick, 1996). Disisi lain, ketika
mereka jadi membeli produk bajakan tersebut, penelitian sebelumnya mengatakan bahwa pasca-pembelian
produk bajakan ada sebagian konsumen yang memiliki perasaan negatif bersalah, tidak etis, dan ilegalitas yang
terkait dengan persepsi dan sikap terhadap produk-produk palsu (Chakraborty et al.1997; Chakraborty, Allred,
dan Bristol, 1996), Akibatnya, diharapkan bahwa semakin besar persepsi konsumen tentang produk palsu,
semakin sedikit responden akan merasa bersalah.
H5a: Semakin besar niat konsumen membeli software bajakan maka semakin rendah perasaan bersalah paska
pembeliannya.
H5b: Semakin besar niat konsumen membeli CD musik bajakan maka semakin rendah perasaan bersalah paska
pembeliannya.
Ketaatan Beragama
3
mahasiswa ekonomi strata satu tingkat akhir. Sampel akan di ambil secara simple convenience sampling karena
populasi dari konsumen yang menjadi objek penelitian ini bersifat homogen 12 pada setiap populasinya,
sehingga setiap elemen didalam populasi dapat dikenal dan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
respondent (Sekaran, 2000). Adapun dalam melakukan estimasi pada study awal ini teknik pengujian yang
dilakukan yaitu menggunakan analisis model jalur (path model) dengan menggunakan aplikasi Smart PLS sebagai
alat analisis untuk melakukan prediksi awal atas studi yang dilakukan. Dalam proses estimasi model yang
dilakukan pada studi awal ini metode umum yang digunakan dalam membentuk model jalur yang digunakan
secara teknis berupa hubungan konstruk laten yang terdiri dari beberapa indikator pengukuran. Total jumlah
responden yang diperoleh sebanyak 152 responden, namun data yang bisa di gunakan untuk analisis sebanyak 128
buah, sisanya rusak karena tidak lengkap dan salah pengisian. Data yang telah diuji validitas dan reliabilitas lalu
selanjutnya diolah menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) untuk uji hipotesis.
3.2 Survey Instrument
Kuesioner disusun dengan skala likert yang diadaptasi dari Vitell (2005), Huffman (1988), Keller (1989), Muncy
dan Vitell (1992), Phau dan Teah (2009), Ang et al. (2001), De Matos et al. (2007), Maldonado dan Hume (2005),
dimana bahasa inggris yang digunakan sebagai bahasa dalam kuesioner. Akan tetapi, kuesioner yang dipakai
dalam penelitian ini disusun dalam bahasa Indonesia untuk memperjelas pemahaman bagi responden. Kuesioner
disusun dalam 10 bagian, termasuk di dalamnya bagian yang memuat informasi demografi responden. Deskripsi
skala pengukuran, jumlah item pertanyaan dan reliabilitas item ditunjukkan pada Tabel 1. Keseluruhan item
dalam instrument penelitian diukur menggunakan 7 skala likert, dengan 1 merepresentasikan “sangat rendah”
dan 7 merepresentasikan “sangat tinggi.”
4. Hasil Penelitian
4.1 Analisis Deskriptif
Total sampel yang dipakai dalam penelitian ini berjumlah 128 responden. Mayoritas responden dengan jenis
kelamin laki – laki (58.2%) dan sisanya merupakan responden dengan jenis kelamin perempuan (41.8%).
Responden didominasi oleh usia dengan rentang 20-30 tahun (69.5%), lalu usia 41-50 tahun (11.3%) dan usia
dibawah 20 juga usia 31-40 tahun membagi persentase yang sama (8.5%). Hasil tersebut memperlihatkan bahwa
pengguna produk software komputer bajakan cenderung didominasi oleh responden dengan usia produktif yang
memiliki kemampuan lebih baik dalam memahami dan menggunakan software komputer bajakan. Selanjutnya,
mayoritas responden memiliki status sudah menikah (61.7%) dengan dominasi penghasilan kurang dari 24 juta
(61.7%). Sebagian besar responden juga percaya bahwa tidak ada keterkaitan antara pembelian produk bajakan
dengan agama atau kepercayaan yang dianut seseorang (55.3%).
4.2 Uji Kebaikan Model
Untuk mengetahui kriteria model yang baik (Goodness of Fit) digunakan: Absolut Fit Measured (pengukuran
indeks mutlak), Incremental Fit Measured (Pengukuran tambahan indeks) dan Parsimonious Fit Measured
(Pengukuran kesederhanaan indeks). Uji kebaikan model ini menggunakan software Amos versi 6.0. Hasil uji
kebaikan model disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Kebaikan Model (Goodness of Fit Test)
Goodness of Fit Index Hasil Cut Off Value Kriteria
Likelihood Chi Square 327.829 Diharapkan kecil Baik
Probability 0,067 ≥0,05 Baik
CMIN/DF 1,127 ≤2,00 Baik
RMSEA 0,047 ≤0,08 Baik
GFI 0,921 >0,9 Baik
AGFI 0,908 >0,9 Baik
TLI 0,949 ≥0,90 Baik
CFI 0,975 >0.90 Baik
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2013
4
Dari hasil pengukuran Goodness of Fit Index pada table di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh parameter
telah memenuhi persyaratan yang diharapkan, dengan demikian model dapat digunakan untuk tahap selanjutnya
yaitu uji hipotesis.
4.3 Hasil Uji Hipotesis
Model yang digunakan untuk uji hipotesis merupakan model final yang telah melalui uji loading factor dan
Goodness of Fit Test dan telah dinyatakan memenuhi syarat untuk dapat dilakukan uji hipotesis. Hasil model
final yang digunakan dalam uji hipotesis ditunjukkan pada Gambar 2.
5
penelitian ini tidak terbukti. Selanjutnya, hasil pengujian menunjukkan bahwa koefisien ketaatan beragama
terhadap perasaan bersalah paska beli adalah sebesar 0,327 dengan nilai p-value (0,000< 0,05), yang
menandakan bahwa hipotesis kedua (H2a) dalam penelitian ini terbukti. Lalu, koefisien untuk sikap patuh
hukum terhadap niat beli adalah sebesar -0,361 dengan nilai p-value (0,000< 0,05). Hal ini berarti hipotesis
ketiga (H3a) dalam penelitian ini terbukti. Lebih lanjut, koefisien untuk respek pada aspek legalitas terhadap niat
beli adalah sebesar -0,075 dengan nilai p-value (0,385> 0,05), hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis
keempat (H4a) dalam penelitian ini tidak terbukti. Hipotesis terakhir (H5a) dinyatakan terbukti berdasarkan hasil
koefisien niat beli terhadap perasaan bersalah paska beli adalah sebesar -0,310 dengan nilai p-value (0,001<
0,05).
Tabel 2. Hasil Estimasi Uji Hipotesis untuk Software Komputer Bajakan
Koef. Standardized S.E. C.R. P
Niat_Beli <--- Ketaatan_Beragama .025 .089 .037 .874
Niat_Beli <--- Respek_Legalits -.133 .072 -.870 .281
Niat_Beli <--- Sikap_Hukum -.278 .136 -.674 .124
Perasaan_P_Beli <--- Niat_Beli -.354 .085 -3.285 .000
Perasaan_P_Beli <--- Ketaatan_Beragama .314 .085 .534 .277
Dari hasil pengujian dengan analisis Jalur (SEM) dapat diketahui koefisien ketaatan beragama terhadap niat beli
adalah sebesar 0,025 dengan nilai p-value (0,874> 0,05). Hal ini berarti ketaatan beragama tidak berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap niat beli CD musik bajakan. Dengan demikian hipotesis pertama (H1b) dalam
penelitian ini tidak terbukti. Selanjutnya, hasil pengujian menunjukkan bahwa koefisien ketaatan beragama
terhadap perasaan bersalah paska beli adalah sebesar 0,314 dengan nilai p-value (0,277>0,05) dan koefisien
untuk sikap patuh hukum terhadap niat beli adalah sebesar -0,278 dengan nilai p-value (0,124>0,05), yang
menandakan bahwa hipotesis kedua (H2b) dan hipotesis ketiga (H3b) dalam penelitian ini tidak terbukti. Lebih
lanjut, koefisien untuk respek pada aspek legalitas terhadap niat beli adalah sebesar -0,133 dengan nilai p-value
(0,281>0,05), hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis keempat (H4b) dalam penelitian ini tidak terbukti.
Hipotesis terakhir (H5b) dinyatakan terbukti berdasarkan hasil koefisien niat beli terhadap perasaan bersalah
paska beli adalah sebesar -0,354 dengan nilai p-value (0,000< 0,05).
5. Diskusi
Penggunaan merek sebenarnya bukan barang baru dalam dunia perdagangan, karena sejak jaman Romawi,
merek sudah digunakan sebagai pengenal sebuah produk (Abalos 1985; dan Cordell et al. 1996). Strategi merek
terus digunakan hingga saat ini oleh produsen dan tentu saja membutuhkan investasi besar-besaran untuk
memperkanalkan kepada konsumennya. Tujuannya adalah menciptakan identitas pada sebuah produk dengan
harapan terbangunnya loyalitas konsumen kepada produk tersebut. Namun sayangnya, kesuksesan produk
bermerek biasanya akan memunculkan produk tiruannya yang akhirnya menyebabkan rusaknya goodwill di
pasar. Oleh karena itu sudah wajarlah merek juga perlu di lindungi sebagai hak atas kekayaan intelektual karena
dengan proteksi HaKI, konsumen meresa aman membeli produk karena mampu mengenal produk asli tersebut
melalui merek produk yang bersangkutan (Cordell et al. 1996).
Pada hasil studi ini, berdasarkan penilaian responden atas pembelian produk software computer memperlihatkan
bahwa hanya variable sikap patuh hukum yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap niat beli produk
software bajakan. Lalu, variabel ketaatan beragama dan niat beli keduanya terbukti memberikan pengaruh
signifikan terhadap perasaan setelah membeli produk software komputer bajakan. Lebih lanjut signifikansi
peranan variabel ketaatan beragama dalam mempengaruhi perasaan responden paska pembelian produk software
komputer bajakan secara umum sesuai dengan studi yang dilakukan oleh beberapa ahli bahwa penghayatan
beragama (McDaniel & Burnett 1990; and Vitell, Paolillo & Singh 2005) memberikan pengaruh signifikan
terhadap sikap dan perilaku sesorang, yang dalam hal ini disebabkan oleh sikap atau perilaku seseorang
konsisten dengan ajaran yang dianut (Weaver & Agle 2002) memberikan kontribusi terhadap bagi perilaku
manusia dalam memahami esensi peranan agama terhadap setiap kepentingan yang harus dipenuhi dalam hidup
(Aport & Ross 1967; and Vitell, Paolillo & Sink 2005).
Sementara itu, pada karakteristik perilaku responden terhadap CD musik bajakan ditemukan hal yang berbeda
pada hampir seluruh variabel penelitian. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ketaatan beragama, sikap
patuh hukum maupun respek konsumen pada aspek legalitas produk tidak memiliki pengaruh negatif yang
signifikan terhadap niat membeli CD musik bajakan. Ketaatan beragama juga tidak terbukti memiliki pengaruh
6
positif yang signifikan terhadap perasaan bersalah paska beli CD musik bajakan. Akan tetapi, benar terbukti
bahwa niat beli yang tinggi akan dapat menekan perasaan bersalah paska beli CD musik bajakan, seperti halnya
yang terjadi pada pembelian software bajakan. Adapun cukup variatifnya tingkat signifikansi terhadap variabel
yang diukur disebabkan oleh ketertarikan responden terhadap CD music bajakan merupakan implikasi dunia
hiburan merupakan komiditi yang paling menarik dan menghibur bagi responden untuk dikonsumsi. Secara
relatif, hal ini juga memiliki implikasi terhadap esensi individu secara psikologis pada pada tingkatan
kepentingan dan kebutuhan yang berbeda memiliki pendekatan yang berbeda dalam mencari alternatif fasilitas
ataupun sumber informasi media yang relevan khususnya terhadap alternatif ekspektasi leisure content yang
diharapkan. Musik merupakan bahasa universal dan dinikmati di seluruh kalangan dan lapisan masyarakat di
seluruh dunia. Musik dapat menghilangkan beban pikiran dan mendengarkan musik yang sesuai dengan suasana
hati dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi sebagian orang. Produk CD musik, meskipun bajakan
merupakan salah satu usaha konsumen untuk memenuhi kebutuhan psikisnya sebagai manusia, karena setiap
manusia pasti membutuhkan hiburan dan CD musik merupakan salah satu jenis hiburan yang paling tinggi
tingkat konsumsinya di masyarakat.
6. Kesimpulan
Untuk anteseden perasaan paska beli produk bajakan yang bersifat high involment product (Software Komputer),
hubungan antara variabel ketaatan beragama dengan perasaan paska beli produk bajakan dinyatakan signifikan.
Temuan ini memberikan makna bahwa responden masih menunjukkankan kehati-hatian untuk tidak membeli
sofware komputer bajakan. Bisa jadi fenomena ini karena responden tidak peduli dengan produk bajakan, tetapi
cenderung untuk mengkopi dari berbagai sumber yang di anggap original atau asli. Sungguh menarik bahwa
responden masih memiliki perasaan bersalah paska beli ketika dikaitkan dengan ketaaan beragama mereka.
Artinya bahwa membeli barang bajakan ini memberikan kesadaran responden bahwa perbuatan mereka bersalah
melanggar keyakinan dalam beragama. Akan tetapi, hal senada tidak terlihat pada anteseden perasaan paska beli
produk bajakan yang bersifat low involment product (CD lagu). Hal ini dapat disebabkan karena CD musik
bajakan merupakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan hiburan bagi konsumen, sehingga meskipun dengan
ketaatan beragama yang tinggi, konsumen masih cenderung membeli CD musik bajakan agar kebutuhan akan
hiburan dapat terpenuhi.
Penelitian ini lebih dominan ingin melihat hubungan ketaatan beragama dengan niat beli dan perasaan paska beli
software dan CD musik bajakan. Hal ini karena variabel tersebut belum di teliti dalam kasus konsumen di
Indonesia. Temuan dari hasil penelitian terhadap variabel ini diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan dalam studi perilaku konsumen dan hubungannya terhadap aspek psikologis dan religius konsumen.
Penelitian berkaitan dengan produk bajakan masih sangat relevan di lakukan di Indonesia. Terutama kasus di
Indonesia, tata nilai (norma subyektif) sangat penting karena Pancasila yang menjadi falsafah bangsa di
dalamnya menunjukkan pernyataan sangat jelas akan dasar negara Indonesia yang berketuhanan. Mengingat
model dalam penelitian ini masih belum begitu kuat, maka penelitian ke depan diharapkan dapat melakukan
penelitian dengan mereduksi atau menambah variabel yang dimungkinkan juga mempengaruhi niat beli dan
perasaan paska beli produk bajakan.
References
Ajzen. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes,
50(2), 179-211. http://dx.doi.org/10.1016/0749-5978(91)90020-T
Ang, S. H., Cheng, P. S., Lim, E. A. C., & Tambyah, S. K. (2001). Spot the difference: Consumer response
towards counterfeits. Journal of Consumer Marketing, 18(3), 219-235.
http://dx.doi.org/10.1108/07363760110392967
Bearden, W. O., Netemeyer, R. G., & Teel, J. E. (1989). Measurement of consumer susceptibility to
interpersonal influence. Journal of Consumer Research, 15, 473-481. http://dx.doi.org/10.1086/209186
Budiman, S. (2012). Analysis of Consumer Attitudes to Purchase Intentions of Counterfeiting Bag Product in
Indonesia. International Journal of Management, Economics and Social Sciences, 1(1), 1-12.
Chakraborty, G., Allred, A., Sukhdial, A. S., & Bristol, T. (1997). Use of negative cues to reduce demand for
counterfeit products. Advances in Consumer Research, 24, 345-349.
Cheung, W. L., & Prendergast, G. (2006). Buyers' perceptions of pirated products in China. Marketing
Intelligence & Planning, 24(5), 446-62. http://dx.doi.org/10.1108/02634500610682854
Cordell, V., Wongtada, N., & Kieschnick, R. L. Jr. (1996). Counterfeit purchase intentions: role of lawfulness
7
attitudes and product traits as determinants. Journal of Business Research, 35(1), 41-53.
http://dx.doi.org/10.1016/0148-2963(95)00009-7
De Matos, C. A., Ituassu, C. T., & Rossi, C. A. V. (2007). Consumer attitudes toward counterfeits: a review and
extension. Journal of Consumer Marketing, 24(1), 36-47. http://dx.doi.org/10.1108/07363760710720975
Eastman, J. K., Fredenberger, B., Campbell, D., & Calvert, S. (1997). The relationship between status
consumption and materialism: a cross-cultural comparison of Chinese, Mexican, and American students.
Journal of Marketing Theory and Practice. Winter.
Eisend, M., & Pakize, S-G. (2006). Explaining Counterfeit Purchases: A Review and Preview. Academy of
Marketing Science Review, 10(2), 1-25.
Hidayat & Ekasasi. (2012). Lawfulness attitudes of Indonesian consumers toward purchasing of counterfeit
branded product. The 19th International Conference on Recent Advances in Retailing and Services Science.
Hidayat & Phau. (2003a). Product Counterfeiting: The "New Worldwide Real Product" Without Business Risks.
A Proposed Study of the Demand and Supply sides Investigations. World Marketing Congress Proceeding,
June 11th-14th, Perth.
Hidayat & Phau. (2003b). A Review of Product Piracy: The Emergence of "New Real" Business without
Boundaries and Risks. Working Paper Series, CBS Curtin Technology of University (forthcoming), pp.
31-37.
Huang, J. H., Lee, B. C. Y., & Ho, S. H. (2004). Consumer attitude toward gray market goods. International
Marketing Review, 21(6). 598-614. http://dx.doi.org/10.1108/02651330410568033
Husic, M., & Cicic, M. (2009). Luxury Consumption Factors. Journal of Fashion Marketing and Management,
13(2), 231-245. http://dx.doi.org/10.1108/13612020910957734
Jakarta, G. (2012). Retrieved from
www.thejakartaglobe.com/home/indonesia-among-worlds-worstcounterfeit-goods-offenders-us-report/5152
93
Kay, H. (1990). Counterfeiting: Fake's progress. Management Today, pp54-58.
Lichtenstein, D. R., Netemeyer, R. G., & Burton, S. (1990). Distinguishing Coupon Proneness From Value
Consciousness: An Acquisition-Transaction Utility Theory Perspective. Journal of Marketing, 54, 54-67.
http://dx.doi.org/10.2307/1251816
Nordin, N. (2009). A Study on Consumers' Attitude towards Counterfeit Products in Malaysia. A Ph.D.
Dissertation, University of Malaya, Malaysia.
Penz, E., & Stöttinger, B. (2005). Forget the "real" thing-take the copy! An explanatory model for the volitional
purchase of counterfeit products. Advances in Consumer Research, 32(1), 568-575.
Phau, I., & Teah, M. (2009). Devil wears (counterfeit) Prada: a study of antecedents and outcomes of attitudes
towards counterfeits of luxury brands. Journal of Consumer Marketing, 26(1), 15-27.
http://dx.doi.org/10.1108/07363760910927019
U.S. Customs and Border Protection Office of International Trade. (2007). Department of Homeland Security
U.S. Customs and Border Protection and U.S. Immigration and Customs Enforcement FY 2007 Top IPR
Commodities Seized. Retrieved September 1, 2012, from
http://www.cbp.gov/linkhandler/cgov/trade/priority_trade/ipr/seizure/trading/07_topirp_seizures.ctt/07_topi
rp_seizures.pdf
Wang, F., Zhang, H., Zang, H., & Ouyang, M. (2005). Purchasing pirated software: an initial examination of
Chinese consumers. Journal of Consumer Marketing, 22(6). 340-51.
http://dx.doi.org/10.1108/07363760510623939
Wee, C.-H., Tan, S.-J., & Cheok, K.-H. (1995). Non-price determinants of intention to purchase counterfeit
goods. International Marketing Review, 12(6), 19. http://dx.doi.org/10.1108/02651339510102949
8
ANALISIS PENGARUH KUALITAS ASET PRODUKTIF TERHADAP TINGKAT
KESEHATAN BANK PADA BANK UMUM DI INDONESIA.
Angrita Denziana
Haninun
(Universitas Bandar Lampung)
Abstract
The purposeofthis study wastoanalyze the effect ofthe quality levelof
theproductiveassetsof the bank. In daily activities functioning bank intermediation institution
that is as an institution that gathers and distributes funds from surplusunit to deficit unit.
Channeling funds into bank unit deficit is done through a wide range of credit products
offered both to credit used to personally or company. The owned credit bank it’s assets
productive or assets generate but not just credit as the only productive asset owned by the
bank there are other productive assets owned by the bank that the bank funds placement with
other banks, securities owned, investment capital, acceptance speeches are bills, bills and
derivatives, as well as administrative account transactions.
1. Latar Belakang
Kasus Bank Century dipenghujung Tahun 2008 cukup banyak menyita perhatian
masyarakat Indonesia, sampai saat ini kasus tersebut masih terus bergulir.Pada 20 November
2008 Bank Century yang merupakan bank hasil merger dinyatakan Bank Indonesia sebagai
bank yang gagal, hal tersebutberdasarkan data yang dimiliki oleh Bank Indonesia per 31
Oktober 2008 yang menyatakan bahwa rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio
(CAR) Bank Century telah minus hingga 3,52%.
Hasil pemeriksaan investigasi BPK pada Bank Century juga menemukan beberapa hal
penting antara lain: 1) Adanya Penggelapan dana Kas valas sebesar USD 18 juta dan
pemecahan 247 NCD (Negotiable Certificate of Deposit) masing-masing nominal Rp 2
Milyar; 2) Adanya praktik-praktik yang tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran ketentuan
oleh pengurus bank, pemegang saham dan pihak-pihak terkait dalam pengelolaan bank yang
merugikan Bank Century (Hadi Purnomo, 2011).
Dalam kasus Bank Century tingkat kesehatan bank dilihat dari rasio kecukupan modal
saja, sedangkan menurut peraturan Bank Indonesia sistem penilaian bank yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP/ Tanggal 31 Mei
2004 yang diperbaharui melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP Tanggal 25
Oktober 2011 Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, dimana dalam
lampiran surat edaran Bank Indonesia tersebut penentuan tingkat kesehatan keuangan bank
dilihat dalam enam aspek yang dikenal dengan nama analisis CAMELS (Capital, Assets
Quality, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to Market Risk ).
1
Dalam kegiatan sehari-hari fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediasi yaitu
lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana dari unit surplus ke unit defisit.
Penyaluran dana bank ke unit defisit dilakukan melalui berbagai macam produk kredit yang
ditawarkan baik untuk kredit yang digunakan untuk secara pribadi ataupun perusahaan. kredit
yang dimiliki bank merupakan aset produktif atau aset yang menghasilkan namun bukan
hanya kredit sebagai satu-satunya aset produktif yang dimiliki bank ada aset produktif lain
yang dimiliki bank yaitu penempatan dana bank pada bank lain, surat berharga yang dimiliki,
penyertaan modal, tagihan akseptasi, tagihan derivatif, serta transaksi rekening administratif.
2
3. Penempatan adalah penanaman dana bank pada bank lain dalam bentuk giro, interbank
callmoney, deposito berjangka, sertifikat deposito, kredit dan penanaman dana lainnya
yang sejenis.
4. Penyertaan Modal adalah penanaman dana bank dalam bentuk saham pada bank dan
perusahaan dibidang keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek,
asuransi, serta lembaga kliring, termasuk penanaman dalam bentuk surat utang konversi
wajib (mandatory convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis
transaksi tertentu yang berakibat bank memiliki atau akan memiliki saham pada bank dan
atau perusahaan yang bergerak dibidang keuangan lainnya.
5. Tagihan Akseptasi adalah tagihan yang timbul sebagai akibat akseptasi yang dilakukan
terhadap wesel berjangka.
6. Tagihan Derivatifadalah tagihan karena potensi keuntungan dari suatu perjanjian/kontrak
transaksi derivatif (selisih positif antara nilai kontrak dengan nilai wajar transaksi derivatif
pada tanggal laporan), termasuk potensi keuntungan mark to market dari transaksi spot
yang masih berjalan.
7. Transaksi Rekening Administratifadalah kewajiban komitmen dan kontijensi yang antara
lain meliputi penerbitan jaminan, letter of credit, standby letter of credit, fasilitas kredit
yang belum ditarik dan atau kewajiban komitmen dan kontijensi lain.
8. Sertifikat Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam
mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
9. Surat Utang Negara yang untuk selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang
berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun mata uang valuta asing
yang diterbitkan dan dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
Dalam melakukan penilaian terhadap asetproduktif, mengacu dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor: 14/15/PBI/2012, yaitu:
1. Penilaian kualitas kredit ditetapkan berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja
(performance) debitur dan kemampuan membayar yang ditetapkan menjadi : a) Lancar, b)
Dalam perhatian khusus, c) Kurang lancar, d) Diragukan, e) Macet
2. Penilaian kualitas surat berharga
3. Penilaian kualitas penempatan
4. Penilaian tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali dengan aset
yang mendasari berupa SBI, SUN (surat utang negara), dan atau penempatan lain pada
Bank Indonesia dan pemerintah ditetapkan memiliki kualitas lancar.
5. Penilaian penyertaan modal dinilai berdasarkan:
a. Metode biaya (cost method):
1) Lancar, apabila investeememperoleh laba dan tidak mengalami kerugian kumulatif
berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit.
2) Kurang lancar, apabila investee mengalami kerugian kumulatif sampai dengan 25%
(dua puluh lima perseratus) dari modal investee berdasarkan laporan keuangan tahun
buku terakhir yang telah diaudit.
3
3) Diragukan, apabila investee mengalami kerugian kumulatif lebih dari 25% (dua
puluh lima perseratus) sampai dengan 50% (lima puluh perseratus) dari modal
investee berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit.
4) Macet, apabila investee mengalami kerugian kumulatif lebih dari 50% (lima puluh
perseratus) dari modal investee berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir
yang telah diaudit.
b. Kualitas penyertaan modal yang dinilai berdasarkan metode ekuitas (equity method)
atau yang dinilai berdasarkan nilai wajar ditetapkan lancar.
6. Penilaian kualitas penyertaan modal sementara
Prasetia (2010) kualitas aset produktif bank dinilai berdasarkan kolektabilitasnya.
Penetapan tingkat kolektabilitas aset produktif pada prinsipnya didasarkan pada:
1. Untuk kredit yang diberikan didasarkan pada ketepatan pembayaran kembali pokok dan
bunga serta kemampuan peminjam yang ditinjau dari keadaan yang bersangkutan.
2. Untuk aktiva produkitf lainnya didasarkan pada tingkat kemungkinan diterimanya
kembali dana yang ditanamkan dalam aktiva produkitf lainnya serta tingkat
penghasilannya.
Oleh karena itu, dalam hal penilaian kolektabilitas aktiva produktif digolongkan atas empat
komponen yaitu : lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Hal ini dilakukan setelah bank
tersebut melakukan judgement atas kolektabilitas aktiva produktifnya guna memperoleh
keseragaman dalam pelaporan.Menurut Dendawijaya (2009:153) penilaian kualitas aset
produktif dapat diukur
dengan rumus : KAP = PPAPYD x 100%
PPAPWD
4
Penilaian terhadap faktor tingkat kesehatan bank dilakukan melalui penilaian kuantitatif
dan kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas
dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya. Penilaian
kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan dan proyeksi rasio-rasio keuangan
bank. Unsur judgement yaitu unsur yang didasarkan materialitas dan signifikansi dari setiap
komponen yang dinilai, sedangkan penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor-faktor
yang mendukung hasil penilaian kuantitatif, penerapan, manajemen risiko dan kepatuhan
bank yang terdiri dari kepatuhan terhadap Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK),
posisi devisa neto dan prinsip mengenal nasabah.
Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011
Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, dapat diuraikan bahwa faktor-
faktor tingkat kesehatan bank mencakup enam faktor utama yang disebut dengan CAMELS,
yang terdiri dari:
a. Permodalan ( Capital )
Penilaian terhadap faktor permodalan ini dilakukan mengingat kecukupan modal sangat
diperlukan guna kelangsungan operasional bank sehari-hari. Dimana modal digunakan
sebagai penyangga apabila sedang mengalami kerugian. Penilaian pendekatan kuantitatif
dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut :
1. Kecukupan pemenuhan kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) terhadap
ketentuan yang berlaku
2. Komposisi permodalan
3. Trend ke depan/ proyeksi kewajiban penyediaan modal minimum
4. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank
5. Kemampuan bank memelihara kebutuhan panambahan modal yang berasal dari
keuntungan (laba ditahan)
6. Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha
7. Akses kepada sumber permodalan
8. Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank
b. Kualitas aset ( Asset quality)
Penilaian terhadap faktor ini dilakukan karena kualitas asset merupakan salah satu aspek
terpenting yang mempengaruhi pasar pendapatan bunga. Pengelolaan asset yang baik
meliputi tata cara pemberian kredit yang dapat dipercaya dan pengendalian kredit.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif
2. Debitur inti kredit diluar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit
3. Perkembangan aktiva produktif bermasalah / non performing asset dibandingkan
dengan aktiva produktif
4. Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP)
5. Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif
6. Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif
7. Dokumentasi aktiva produktif
8. Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
5
c. Manajemen (Management)
Penilaian terhadap faktor ini dilakukan untuk melihat bagaimana peran direksi dan
komisaris dalam menetapkan kebijakan manajemen risiko, mengawasi pelaksanaanya,
kualitas sistem informasi manajemen, sistem pengawasan internal, strategi jangka pendek,
menengah dan panjang, masalah kepemimpinan termasuk upaya penyediaan kader
pemimpin. Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1. Manajemen umum
2. Penerapan sistem manajemen risiko
3. Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada bank
indonesia dan atau pihak lainnya
d. Rentabilitas (Earnings)
Penilaian terhadap faktor rentabilitas ini dilakukan untuk mengukur kemampuan bank
untuk menetapkan harga yang mampu untuk mengcover seluruh biaya. Laba
memungkinkan bank tumbuh, selain besar laba yang dihasilkan, kualitas dan sumber laba
juga menjadi objek penelitian. Laba yang dihasilkan secara stabil dan tumbuh secara
konsisten memberi nilai tambah.Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor
rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian komponen-komponen sebagai berikut:
1. Return on asset (ROA)
2. Return on equity (ROE)
3. Net interest margin (NIM)
4. Biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional (BOPO)
5. Perkembangan laba operasional
6. Komposisi portofolio aset produktif dan diversifikasi pendapatan
7. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya
8. Prospek laba operasional
e. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian terhadap faktor likuiditas ini dilakukan mengingat aktiva bank kebanyakan
bersifat secara tidak liquid dengan sumber dana dengan jangka waktu yang lebih pendek.
Oleh karena itu likuiditas digunakan untuk mengukur kapabilitas bank dalam memenuhi
kewajibannya terutama jangka pendek dan jangka panjang. Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut :
1. Aktiva likuid kurang dari satu bulan dibandingkan dengan passiva likuid kurang dari
satu bulan
2. 1-month maturity mismatch ratio
3. Loan to deposit ratio (LDR)
4. Proyeksi cash flow tiga bulan mendatang
5. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti
6. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management /ALMA)
7. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal atau
sumber-sumber pendanaan lainnya
8. Stabilitas dana pihak ketiga (DPK)
6
f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk).
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga
dibandungkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku
bunga;
2. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcoverfluktuasi nilai tukar dibandingkan
dengan potential losssebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
3. Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor:13/1/PBI/2011 peringkat kesehatan bank
terbagi atas 5 (lima) penilaian sesuai dengan penilaian komposit, yaitu peringkat akhir hasil
penilaian tingkat kesehatan bank yang antara lain sebagai berikut :
1. Untuk peringkat tingkat kesehatan sangat sehat dipersamakan dengan peringkat
komposit 1 (PK-1) mencerminkan bahwa bank tergolong sangat baik dan mampu
mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan
2. Untuk peringkat tingkat kesehatan sehat dipersamakan dengan peringkat komposit (PK-
2)mencerminkan bahwa bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif
kondisi perekonomian dan industri keuangan namun bank masih memliki kelemahan
yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin
3. Untuk peringkat tingkat kesehatan cukup sehat dipersamakan dengan peringkat
peringkat komposit 3 (PK-3) mencerminkan bahwa bank tergolong cukup baik namun
terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya
memburuk apabila bank tidak segera melakukan tindakan korektif
4. Untuk peringkat tingkat kesehatan kurang sehat dipersamakan dengan peringkat
komposit 4 (PK-4), bank tergolong kurang baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh
negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau bank memiliki kelemahan
keuangan yang serius atau kombinasi dari beberapa kondisi beberapa faktor yang tidak
memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi
mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya
5. Untuk peringkat tingkat kesehatan tidak sehat dipersamakan dengan peringkat dengan
peringkat komposit 5 (PK-5)bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap
pengaruh negatif perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya.
Tabel 1
Predikat Tingkat Kesehatan Bank
Nilai Kredit Predikat
81 - 100 SEHAT
66 < 81 CUKUP SEHAT
51 <66 KURANG SEHAT
0 < 51 TIDAK SEHAT
Sumber : SK DIR BI No:30/12/KEP/DIR
7
Action Plan
Action Plan yaitu langkah-langkah perbaikan dengan target waktu selama periode yang
wajib dilaksanakan oleh bank apabila hasil penilaian tingkat kesehatan bank menunjukkan
bahwa satu atau lebih faktor penilaian memiliki peringkat 4 (empat) dan atau peringkat 5
(lima) dan atau peringkat 3 (tiga), namun terdapat permasalahan signifikan yang perlu diatasi
agar tidak menggangu kelangsungan usaha bank. Action plan sebagaimana dimaksud pada
antara lain meliputi:
a. Penambahan modal (fresh money) dari pemegang saham bank atau dan atau pihak
lainnya apabila bank mengalami permasalahan faktor permodalan seperti kecendrungan
menurunnya ketersediaan penyediaan modal minimum sehingga akan dibawah
ketentuan yang berlaku
b. Penanganan kredit bermasalah secara intensif dan efektif apabila bank mengalami
permasalahan faktor kualitas asset seperti meningkatnya jumlah kredit bermasalah
sehingga diperkirakan berpengaruh secara signifikan kepada faktor lain.
c. Peningkatan fungsi audit intern, penyempurnaan pemisahan tugas dan peningkatan
efektivitas tindakan korektif berdasarkan temuan audit apabila bank mengalami
permaslahan manajemen seperti lemahnya penerapan pengendalian dari dalam (internal
control).
d. Peningkatan efisiensi bank apabila bank mengalami permasalahan rentabilitas sehingga
perolehan laba menurun dan mempengaruhi faktor lain secara signifikan
e. Peningkatan akses kepada pasar uang,pasar modal atau sumber-sumber pendanaan
lainnya apabila bank mengalami permasalahan likuiditas seperti menurunnya
kecukupan likuiditas (liquidity shortage) sehingga diperkirakan akan mempengaruhi
cash flow jangka pendek
f. Penambahan modal (fresh money) dari pemegang saham bank dan atau pihak lainnya
atau penataan kembali portofolio bank apabila bank mengalami permasalahan
sensitivitas terhadap risiko pasar seperti meningkatnya eksposur risiko suku bunga pada
portofolio banking book (interest rate risk in banking book) dan kemampuan modal
untuk menyerap potensi kerugian tersebut cenderung menurun.
Pengertian tingkat kesehatan bank Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor:
13/1/PBI/2011, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank bank melalui penilaian kuantitatif dan
atau penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen,
rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar.
8
3. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah jenis penelitian asosiatifyaitu desain penelitian yang disusun
untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antar variabel.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan serta diolah dalam rangka penulisan skripsi
ini ialah data sekunder, data sekunder diperoleh melalui web dalam bentuk Laporan
Keuangan Publikasi.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi dan penelitian kepustakaan.
Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini terdapat variabel-variabel sebagai berikut :
1. X1adalah kualitas aset produktif yang menurut siamat (2004:135) kualitas aktiva
produktif merupakan keadaan pembayaran pokok atau bunga kredit oleh nasabah serta
tingkat kemungkinan diterimanya kembali yang ditanamkan dalam surat-surat berharga
atau yang sering disebut dengan kolektabilitas.
2. Y adalah tingkat kesehatan yaitu hasil penilaian kualitatif yang dilihat dalam enam aspek
yang dikenal dengan analisa perhitungan CAMELS (Capital, Assets Quality,
Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to market risk)melalui Surat Edaran Bank
Indonesia No.13/24/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011 Tentang Tata Cara Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Tabel 3
9
Statistik Deskriptif
Keterangan N Minimum Maximum Mean
Tingkat kesehatan 105 55 96 84,81
Rasio KAP 105 0 208 62,42
Berdasarkan gambar grafik normal P-P Plot of Regression Standardized Residual diatas
dapat dilihat jika titik-titik menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonal, hal tesebut
menjelaskan bahwa nilai residual tersebut telah berdistribusi normal.
Uji Multikolinieritas
Pada penelitian ini digunakan nilai Variance Inflation Factors (VIF) sebagai indikator
ada tidaknya multikolinieritas diantara variabel bebas.
Tabel 4
10
Hasil Uji Multikolinieritas
a
Coefficients
Standardized Collinearity
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients t Sig. Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 81,219 1,557 52,151 ,000
KAP ,073 ,020 ,321 3,591 ,001 1,000 1,000
a. Dependent Variable: Tingkat Kesehatan
Berdasarkan hasil analisis diatas angka VIF yang didapat variabel bebas kurang dari 10
dan nilai tolerance ditas 0,10 dengan demikian dapat disimpulkan model regresi tersebut
tidak terdapat problem multikolinieritas.
Digunakan untuk menentukan hubungan kausalitas atau sebab akibat antara satu variabel
terikat dengan satu variabel bebas
Tabel 5
Hasil Analisis Regresi
a
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 81,219 1,557 52,151 ,000
KAP ,073 ,020 ,321 3,591 ,001
a. Dependent Variable: tingkat kesehatan
Berdasarkan hasil analisis regresi diatas maka dapat diperoleh persamaan regresinya
sebagai berikut:
Y = a + bx1
Y = 81,219 + 0,073X1
Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa variabel bebas kualitas aset produktif dengan
koefisien 0,073 dan dari persamaan tersebut dapat terlihat bahwa variabel kualitas aset
produktif berpengaruh positif terhadap tingkat kesehatan bank yang artinya semakin tinggi
rasio kualitas aset produktif tingkat kesehatan semakin baik
Uji F (F-test)
Uji F (F-test) dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variabel kualitas aset produkitf
secara simultan terhadap tingkat kesehatan pada Tahun 2012
Tabel 6
11
Hasil Regresi Uji F
b
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
a
1 Regression 1532,841 1 766,420 10,402 ,000
Residual 7736,076 104 73,677
Total 9268,917 105
a. Predictors: (Constant), kap
b. Dependent Variable: tingkat kesehatan
Dari hasil perhitungan didapat nilai F hitung sebesar 10,402 dan F tabel sebesar
3,9315562 dengan P value sebesar 0,000. Hal ini berarti nilai P value kurang dari 0,05 yang
menunjukkan hasil uji ini menolak Ho dan menerima H1. Dan dari hasil uji F ini dapat
disimpulkan bahwa variabel kualitas aset produktif mempunyai pengaruh yang berarti
terhadap tingkat kesehatan.
Uji t (t-test)
Uji t ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara parsial variabel bebas (kualitas
aset produktif) terhadap variabel terikat (tingkat kesehatan)
Tabel 7
Hasil Regresi Uji T
a
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 81,219 1,557 52,151 ,000
kap ,073 ,020 ,321 3,591 ,001
a. Dependent Variable: tingkat kesehatan
Dari tabel 8 dapat dilihat nilai t hitung sebesar 3,591 lebih besar dari t tabel sebesar
1,9832641 dengan tingkat signifikansi 0,001. Hal ini berarti nilai P value kurang dari 0,05
yang menunjukkan hasil uji ini menerima H1 dan menolak H0, dan dari hasil uji t ini dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh variabel kualitas aset produktif secara parsial terhadap
tingkat kesehatan.
12
Berdasarkan tabel 8 diatas menunjukkan nilai R square sebesar 0,460. Hal ini berarti 46
persen tingkat kesehatan dipengaruhi oleh variabel bebas kualitas aset produktif, sedangkan
sisanya 54 persen dipengaruhi oleh faktor lain di luar model.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis dan penelitian yang dilakukan, maka beberapa saran yang
dapat diberikan, antara lain :
1. Mengingat adanya potensi kerugian yang ditimbulkan atas penempatan dana bank dalam
aset produktif dan melihat hasil penelitian adanya kontribusi kualitas aset produktif
terhadap tingkat kesehatan bank maka kiranya diperlukan perhatian dan pengawasan yang
terpadu sehingga potensi kerugian dapat dicegah melalui analisa kualitas aset produktif
melalui tingkat kolektabilitasnya.
2. Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking principil) hal tersebut diperlukan
terutama dalam sektor kredit, hal tersebut dikarenakan sektor kredit merupakan aset
produktif yang paling rentan terhadap resiko kerugian. maka diperlukan perhatian dan
pengawasan yang baik dan menyeluruh terhadap pengelolaan tata cara pemberian kredit
melalui prosedur yang tepat dan efektif.
3. Penanganan terhadap kredit bermasalah secara intensifmelalui prosedur yang tepat dan
efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Advensia, Ayu, Murniati, Sihombing, Purnamasari, dan Warastuti. 2013. Alat-Alat Pengujian
Hipotesis. Unika SOEGIJAPRANATA. Semarang.
Amalia, Suhaida 2012. Analisa Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan Metode CAMEL,
studi kasus pada PT Bank Bukopin Tbk. Tahun 2009-2011. Skripsi. Universitas
Hasanudin. Makasar.
13
Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Cetakan Ketiga. Penerbit Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.
Imam, Ghozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi 3. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Kuncoro dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan (Teori dan Aplikasi). Edisi Pertama.
Penerbit BPFE. Yogyakarta.
Luthfiani, chindy Anggraeni. Pengaruh Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dan Kredit
Bermasalah Terhadap Profitabilitas Pada PT.Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Skripsi. Universitas Komputer Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia No:14/15/PBI/2012 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum.
Peraturan Bank Indonesia No:11/2/PBI/2009 Tentang Perubahan Ketiga atas PBI nomor:
7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
Ponttie, Prasnanugraha. Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank
Umum Di Indonesia. Tesis. Universitas Diponegoro.
Prasetia, Handrias. 2010. Analisis Pengaruh Kualitas Aktiva Produktif Terhadap Tingkat
Kesehatan Bank Pada Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Utara. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara.
Santoso, Singgih. 2001. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT Alex Media
Komputindo. Jakarta.
Sari, Lili Nur Indah. Analisis Tingkat Kesehatan Bank Pada PT.Bank Tabungan Negara
(Persero) Tbk.Skripsi. Universitas Mulawarman.
Surat Edaran Bank Indonesia No.30/2/UPPB Tanggal 30 April 1997 Tentang tata cara
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP/Tahun 2004 Tentang tata cara Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum.
Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011 Tentang tata cara
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Siamat, Dahlan. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Fakulltas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Cetakan ke 20. Alfabeta. Bandung.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung
Taswan, 2006. Manajemen Perbankan Konsep Teknik & Aplikasi Bangking Risk Assesment.
Cetakan Pertama. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Website www.bi.go.id Tentang Laporan Keuangan Publikasi
Website www.id.wikipedia.org/
14
PERSPEKTIF FRAUD DIAMOND THEORY DALAM
MENJELASKAN EARNINGS MANAGEMENT NON-GAAP
PADA PERUSAHAAN TERPUBLIKASI DI INDONESIA
Yeni Januarsi
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
1
Abstract
Most of previous researches in earnings management literature focused in examining
accrual earnings management and real earnings management, while the other type of
earnings managament, non-GAAP earnings management, did not obtain much attention from
researchers and regulators. This last earnings management type gives very bad effect for
company performance a well as for company operation. We realize this issue and its lead us
to conduct research in non-GAAPn earnings management area. The purpose of this study was
to investigate why earnings management non-GAAP was happened from Fraud diamond
theory (FDT) perspective. FDT is a theory which previously used in auditing area, to explain
why fraud in a company can be happend. Our research try to use this establish theory, from
auditing area, to explain why managers conduct non-GAAP earnigs management.
We choosed four FDT indicators to explain this fenomenan, which include stress,
opportunity,, rationalization, and capabilities. Our sample contained 42 companies from non-
banking and non-financing industries from 2010 to 2013 and we used purposive sampling
methode to collect our sample, which result in 168 firms-years observation as our overall
sample. By using logistic regression, our investigation found that stress and rasionalization
did not motivate managers to conduct earnings managemen non-GAAP while opportunity
and capabilities indicators have the opposite result from the two previous indicators. This
findings showed that in indonesian listed companies, opportunity and capabilities are two
aspects that should be given a strong attention from indonesian regulator in oerder to reduce
earnings management non-GAAP.
I. PENDAHULUAN
Banyaknya kasus managemen laba yang terkuak ke permukaan serta rapuhnya sistem
kepada para investor ( Cohen et al., 2008; Jain, Kim and Rezaee, 2003; Rezaee and Jain,
2003; Rezaee, 2002). Manajemen laba, seperti telah dinyatakan pada banyak
literaturmanajemen laba, dapat berbentuk 3 tipe yaitu (1) manajemen laba akrual, (2)
manajemen laba riil, dan (3) managemen laba non-GAAP. Tipe pertama dan kedua
merupakan jenis earnings management yang masih dalam koridor prinsip akuntansi berterima
sedangkan tipe ketiga telah melanggar PABU.Di Indonesia, beberapa kasus managemen laba
Non-GAAP banyak terjadi. Sebagai contoh, kasus yag terjadi pada Bakrie Grup tahun 2010
2
penjualan tiga perusahaan tambang batu bara milik Grup Bakrie kepada Direktorat Jenderal
Pajak dan kasus diberikannya sanksi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) kepada empat emiten
yaitu PT Bakrie & Brother Tbk (BNBR), PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP), PT
Energi Mega Persada Tbk (ENRG), dan PT Benakat Petroleum Energi Tbk (BIPI). Sanksi
berupa denda masing-masing senilai Rp. 500 juta karena empat emiten tersebut terbukti
memoles laporan keuangan melalui penyajian laba supaya tampak menguntungkan, dan
berharap publik tertarik membeli saham mereka untuk meningkatkan harga saham
beberapa kasus managemen laba Non-GAAP yang terjadi di Indonesia pada gambar 1.1.
Gambar 1.1
Kasus Managemen Laba Non-GAAP berupa
Penyajian Kembali (Restatement) Laporan Keuangan
Dalam tabel 1.1 terlihat bahwa selama 4 tahun terdapat 89 perusahaan yang
melakukan penyajian kembali (restatement) laporan keuangan. Pada tahun 2011 dan 2012
terjadi peningkatan yang sangat drastis atas kasus managemen laba tipe ini. Maraknya kasus
yang mungkin terjadi akibat managemen laba jenis ini sangat merugikan pihak perusahaan.
3
akibat perilaku oportunis ini, seperti kemunduran dalam bisnis, tekanan untuk memenuhi
harapan, solusi akuntansi yang dicoba, risiko terhitung dari auditor, skeptisme yang tidak
mencukupi para pemakai laporan keuangan, investigasi hukum, dan hilangnya reputasi secara
besar-besaran (Stice, Stice &Skousen (2004). Kerugian lainnya yang ditimbulkan oleh
tindakan kecurangan tersebut adalah merugikan hubungan eksternal bisnis, semangat kerja
karyawan, reputasi perusahaan, sehingga dalam jangka panjang dapat merugikan perusahaan
(Price Water House Coopers, 2003), serta pada beberapa kasus dapat menghancurkan nilai
Pada jenis manajemne laba non-GAAP, jenis managemen laba ini dapat dikatakan
sebagai bentuk pelanggaran akuntansi yang paling buruk karena dapatmengarah pada
kecurangan (fraud) laporan keuanganserta karena dilakukan di luar batas PABU dan dalam
dan Wahlen, (1999: 368) menyatakan bahwa manajemen laba Non GAAP merupakan
Sebagian besar riset terdahulu dalam area managemen laba difokuskan pada jenis
managemen laba akrual dan managemen laba riil. Namun, tidak banyak penelitian dalam
literatur managemen laba yang di fokuskan pada jenis managemen laba non-GAAP, padahal
jenis management laba ini merupakan jenis managemen laba yang paling buruk dan
sehingga sangat penting dilakukan investigasi tentang penyebab managemen laba jenis ini
dapat terjadi.
Berbagai konsekuansi negatif potensial tersebut dan maraknya kasus managemen laba
Non-GAAP yang terjadi serta berdasarkan fakta yang telah kami sajikan
laba non-GAAP dilakukan sehingga managemen laba jeni sini dapat diminimalisir dan
4
kebijakan yang diambil dapat disesuaikan dengan penyebab terjadinya perilaku tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji determinan managemen laba non-GAAP dari
perspektif Fraud Diamond Theory (FDT), yang pada awalnya digunakan dalam bidang
pengauditan untuk menjelaskan mengapa kecurangan dalam laporan keuangan dapat terjadi,
yang dipadukan dengan motivasi manajemen laba yang kemukakan oleh Scott (2012).Scott
(2012) menyebutkan bahwa motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba didasari
oleh thebonus plan hypothesis, other contracting motivations, earning expectations and
managemen laba non-GAAP dapat terjadi karena pada awalnya, dalam bidang pengauditan,
FDT digunakan untuk menjelaskan motivasi-motivasi yang timbul atas tindakan kecurangan
dalam laporan keuangan (fraud of financial reporting). Jika praktik managemen laba non-
GAAP secara konsep tidak diragukan lagi dapat mengarah kepada kecurangan laporan
keuangan, berarti bahwa managemen laba non-GAAP sangat dekat dengan kecurangan atas
laporan keuangan, sehingga setiap motivasi yang timbul untuk melakukan fraud secara
Dalam perspektif FDT, terdapat empat elemen penting yang digunakan untuk
insentif atau tekanan untuk melakukan manajemen laba. Tekanan dapat mencakup hampir
semua hal, termasuk hal keuangan dan non keuangan (Maudy Martantya Rahmanti, 2013).
Dalam hal keuangan, tekanan dapat terjadi saat manajemen sedang membutuhkan uang untuk
memenuhi kebutuhan pribadinya misalnya tekanan untuk biaya pengobatan, tekanan dari
keluarga yang menuntut keberhasilan secara ekonomi, serta pola hidup mewah (Rustendi,
5
2009). Sedangkan dalam hal non keuangan, tekanan dapat terjadi saat manajemen melakukan
tindakan untuk menutupi kinerja yang buruk karena tuntutan perkerjaan untuk mendapatkan
hasil yang baik. Moeller (2009) mengemukakan bahwa tekanan situasi berpotensi muncul
karena adanya kewajiban keuangan yang melebihi batas kemampuan yang harus diselesaikan
manajemen, dan terjadi kegagalan hubungan kerja antara perusahaan dengan pegawainya,
baik yang berkenaan dengan akses terhadap penggunaan aktiva perusahaan, kompensasi yang
tidak ssuai dengan harapan, maupun jenjang karir manajemen yang tidak jelas.
melakukan manajemen laba atau situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen untuk
melakukan manajemen laba. Kesempatan akan timbul pada saat sistem pengelolaan yang
masih rapuh pada badan usaha (Natalia dan Pudjo Laksono, 2013) dan pengendalian internal
perusahaan yang lemah (Gagola, 2011) serta melalui penggunaan posisi. Hal tersebut
Elemen ketiga, rasionalisasi dapat diartikan sebagai adanya atau munculnya sikap,
karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk
melakukan tindakan yang tidak jujur. Rendahnya integritas yang dimiliki seseorang
menimbulkan pola pikir dimana orang tersebut merasa dirinya benar saat melakukan
laba Non GAAP. Penyimpangan yang dilakukan manajemen juga disebut dengan moral
hazard problem. Moeller (2009) menyatakan bahwa banyaknya praktik kecurangan yang
terjadi di perusahaan menjadi salah satu pemicu manajemen untuk melakukan hal yang sama,
contohnya melakukan praktik manajemen laba dan menganggapnya hal yang biasa dilakukan.
6
Elemen keempat, Kapabilitas yaitu seberapa besar daya dan kapabilitas dari seseorang
itu melakukan kecurangan (fraud) di lingkungan perusahaan. Wolfe dan Hermanson (2004)
menyatakan banyak kecurangan (fraud) yang umumnya bernominal besar tidak mungkin
terjadi apabila ada orang tertentu dengan kapabilitas khusus yang ada dalam perusahaan.
Bedasarkan FDT, kami berasumsi bahwa manajer dapat melakukan manajemen laba
Non GAAP apabila terdapat kesempatan yang merupakan pintu masuk bagi dilakukannya
manajemen laba tipe tersebut, mendapatkan tekanan dan munculnya sikap rasionalisasi yang
mendorong untuk melakukan managemen laba Non-GAAP, serta memiliki kapabilitas yang
tinggi dalam mengotak-atik laba yang diinginkan, sehingga keempat situasi potensial (adanya
kesempatan, tekanan, rasionalisasai, dan kapabilitas) tersebut dapat digunakan manager untuk
mengejar kepentingan pribadinya dan jika dibiarkan dalam jangka panjang akan memiliki
Penelitian ini penting untuk dilakukan karena beberapa hal. pertama, penelitian ini
diharapkan dapat menunjukkan penyebab mengapa manajemen laba Non GAAP dilakukan
oleh manajer berdasar pada suatu teori yang telah establish, yaitu Fraud Diamond Theory
(FDT). Penelitian yang menguji dan menghubungkan FDT dengan managemen laba non
penelitian ini akan menjdi penelitian pertama yang mencari determinan managemen laba non-
GAAP berdasarkan perspektif teori FDT.Kedua, diharapkan penelitian ini dapat memetakan
solusi potensial untuk mengurangi manajemen laba Non GAAP, sehingga kualitas laporan
keuangan dapat ditingkatkan. Ketiga, penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam
literatur managemen laba dengan menunjukkan bahwa teori yang berasal dari bidang lain
(dalam hal ini bidang auditing) dapat dikolaborasikan dengan bidang akuntansi keuangan
demi mendapatkan penjelasan yang memadai dan ilmiah mengapa perilaku oportunis
7
II. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
untuk melakukan manajemen laba. Tekanan dapat terjadi pada manajemen mencakup hampir
semua hal, termasuk hal keuangan dan non keuangan (Maudy Maerantya Rahmanti,
pemicu untuk melakukan manajemen laba Non GAAP yaitu dengan meningkatkan laba
perusahaan sehingga porsi dividen yang akan dihasilkan juga cenderung lebih besar. Dan
kinerja perusahaan yang buruk juga menjadi tekanan pada manajemen karena akan
berdampak pada kurangnya aliran dana yang masuk ke dalam perusahaan, terutama dana
yang didapatkan dari para investor potensial. Namun semakin banyak aliran dana yang masuk
dalam perusahaan tentunya semakin banyak pula beban yang ditanggung manajemen untuk
(debt covenant) meningkatkan praktik manajemen laba. Dengan demikian, perusahaan yang
mempunyai rasio leverage yang tinggi, dimana hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan
proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi dalam bentuk manajemen laba
Non GAAP yang dilakukan diluar batas GAAP. Apabila perusahaan memiliki leverage yang
tinggi, berarti perusahaan itu memiliki hutang yang besar dan risiko kredit yang dimiliki juga
tinggi. Karena memiliki risiko kredit yang tinggi, maka terdapat kekhawatiran bahwa pada
nantinya perusahaan tidak mampu untuk mengembalikan pinjaman modal yang diberikan.
Oleh karena itu, perusahaan harus menyelamatkan diri dari kondisi yang demikian agar tetap
dianggap mampu untuk mengembalikan pinjaman (Maudy Maerantya Rahmanti, 2013). Hal
ini juga didukung oleh pendapat Skousen et al., (2009) berpendapat bahwa salah satu tekanan
8
tambahan utang atau sumber pembiayaan eksternal agar tetap kompetitif, termasuk
pembiayaan riset dan pengeluaran pembangunan atau modal. Dechow et al., (1996)
berpendapat bahwa perusahaan dengan leverage yang tinggi memiliki persyaratan utang akan
memotivasi tindakan manipulasi laba. Penelitian yang dilakukan Fazli Shabnam Aghghaleh
berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan argumen di atas,
maka hipotesis pertama untuk proksi tekanan yang diajukan penulis adalah:
Kepemilikan manajerial dapat dilihat dari ada tidaknya kepemilikan saham oleh orang
dalam. Kepemilikan saham oleh orang dalam ini dianggap dapat mengatasi permasalahan
agensi yang selama ini sering terjadi, sebab dengan adanya kepemilikan saham oleh orang
dalam ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham (Maudy
setinggi-tingginya yang dapat dilihat dari perolehan laba yang dihasilkan perusahaan,
sedangkan kepentingan dari manajemen adalah mendapatkan kompensasi yang besar atas
hasil kerjanya. Dengan adanya sebagian saham yang dimiliki oleh eksekutif perusahaan akan
perusahaan. Dan dengan adanya kepemilikan ini, para manajer akan mendapat tekanan untuk
bersikap hati-hati dalam menyajikan laporan keuangan dan lebih bersemangat dalam
meningkatkan nilai perusahaan serta dapat memotivasi manajer untuk bekerja sesuai dengan
kepentingan prinsipal. Para manajer juga akan merasa seperti memiliki perusahaan, sebab
segala tindakan yang mereka lakukan diperusahaan dalam hal kebijakan manajerial, akan
mempengaruhi deviden yang akan diterimanya. Dengan kata lain, perusahaan dengan
komposisi pemilik saham sebagaian berasal dari orang dalam cenderung untuk tidak
9
melakukan manajemen laba Non GAAP karena dalam beberapa kasus dapat menghancurkan
nilai perusahaan (Badertscher Brad A, 2011).Dalam penelitian Skousen et al., (2009) telah
dibuktikan bahwa semakin tinggi persentase kepemilikan saham yang dimiliki orang dalam,
maka probabilitas terjadinya kecurangan. Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa
Berdasarkan argumen di atas, maka hipotesis kedua untuk proksi tekanan yang diajukan
penulis adalah:
performa terbaik sehingga dapat mencapai target keuangan yang telah direncanakan.
Perbandingan laba terhadap jumlah aktiva atau Return on Asset adalah ukuran kinerja
operasional yang banyak digunakan untuk menunjukan seberapa efisien aktiva telah bekerja
(Skousen et al., 2009). ROA sering digunakan dalam menilai kinerja manajer dan dalam
menentukan bonus, kenaikan upah, dan lain-lain. Return on Asset (ROA) digunakan untuk
keseluruhan. Semakin besar ROA yang diperoleh, semakin besar pula tingkat keuntungan
yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahan tersebut dari
segi penggunaan aset (Dendawijaya, 2005). Oleh karena itu, semakin tinggi ROA yang
ditargetkan perusahaan maka semakin rentan perusahaan akan melakukan manajemen laba.
Dan Semakin besar ROA juga akan mempengaruhi investor dalam memprediksi laba dan
memprediksi risiko dalam investasi sehingga memberikan dampak pada kepercayaan investor
terhadap perusahaan. Hal tersebut akan membuat manajemen termotivasi untuk melakukan
praktik manajemen laba Non GAAP agar dapat menarik dan meningkatkan kepercayaan
investor tersebut.
10
Penelitian Carlsn dan Bathala (1997) membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki
laba yang besar (diukur dengan profitabilitas atau ROA) lebih mungkin melakukan
manajemen laba daripada perusahaan yang memiliki laba yang kecil. Budiasih (2009)
terhadap manajemen laba. Berdasarkan argumen di atas, maka hipotesis ketiga untuk proksi
laba atau situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen melakukan manajemen laba.
Kesempatan akan timbul saat pengendalian internal perusahaan lemah (Gagola, 2011).
Perusahaan dengan pengendalian internal yang lemah akan memiliki banyak celah yang
manajemen laba Non GAAP yang merupakan tindak kecurangan dengan memperhitungkan
pendaptan dilakukan di luar batas GAAP. Adanya informasi yang terjadi antara pemilik
perusahaan selaku prinsipal dan manajemen selaku agen juga bisa menjadi sebuah
mereka sendiri. Agen bisa melakukan tindakan yang tidak menguntungkan prinsipal secara
keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan dari perusahaan
tersebut. Untuk menghindari tindak kecurangan adanya praktik manajemen laba Non GAAP
yang dilakukan manajemen, dibutuhkan unit pengawas yang mampu memonitoring jalannya
perusahaan.
audit yang independen cenderung tidak melakukan kecurangan dengan melakukan praktik
manajemen laba, karena komite audit memiliki fungsi pengawasan untuk menjamin bahwa
11
manajemen melakukan tugasnya dengan baik. Komite audit bertanggung jawab untuk
manajemen yang melakukan manajemen laba dengan cara mengawasi laporan keuangan dan
(1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendlian internal dan prinsip
akuntansi berterima umum; (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan (Wardhani,
2006). Hasilnya mengidikasikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada
laporan keuangan yaitu: (a) berkurangnya pengukuran akuntansi yang tidak tepat; (b)
berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan ilegal. Dari penjelasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa komite audit dapat mengurangi aktivitas manajemen laba Non
GAAP yang dampaknya dalam jangka panjang dapat merugikan perusahaan dan seluruh
manajemen laba Non GAAP, maka kesempatan dalam penelitian ini menggunakan proxy
yaitu presentase komite audit independen, jumlah komite audit, dan jumlah pertemuan antar
audit untuk memenuhi peran pengawasannya. Hal tersebut menjelaskan mengapa bursa efek
audit. BRC (1999) merekomendasikan bahwa komite audit seharusnya hanya terdiri dari
komisaris yang tidak mempunyai hubungan dengan perusahaan yang mungkin akan merusak
independensinya. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Bapepam (2004). Penelitian yang
dilakukan oleh Skousen et al., (2009) membuktikan bahwa proporsi anggota komite audit
12
Pamudji dan Trihartati (2008) membuktikan bahwa independensi komite audit secara
atas, maka hipotesis pertama untuk proksi kesempatan yang diajukan penulis adalah:
satu anggota yang merupakan ahli keuangan. Hal tersebut juga disyaratkan oleh Bapepam
(2004). Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Komite Audit Nomor IX.I.5 menurut
anggota komite audit yang memiliki keahlian akuntansi atau keuangan dengan asumsi bahwa
anggota tersebut dapat meningkatkan keefektifan kinerja. Keahlian di bidang keuangan sama
pentingnya bagi komite audit karena fungsi utama dari komite audit tersebut adalah
mengawasi proses pelaporan keuangan sebuah perusahaan (Rahman dan Mohamed Ali,
2006). Ahli finansial dengan pengetahuan dan keahlian tertentu, diharapkan dapat memandu
anggota komite audit lainnya untuk mengidentifikasi pertanyaan yang dapat memberi
tantangan pada manajemen dan audit eksternal, serta dapat meningkatkan kualitas laporan
keuangan sehingga akan terjadi hubungan negatif antara keahlian keuangan yang dimiliki
komite audit dengan kecurangan laporan keuangan, dengan melakukan praktik manajemen
laba Non GAAP yang dalam beberapa kasus dapat menghancurkan nilai perusahaan dan
keahlian keuangan yang dimiliki komite audit berpengaruh negatif terhadap kecurangan
laporan keuangan. Xie et al., (2003) dan Choi et al., (2004) menyatakan bahwa anggota
komite audit yang merupakan komisaris independen yang ahli di bidang akuntansi
merupakan efektif untuk mengurangi manajemen laba. Berdasarkan argumen di atas, maka
13
H2b: Keahlian komite audit di bidang keuangan berpengaruh negatif
terhadap Manajemen Laba Non GAAP
Semakin banyak jumlah anggota komite audit akan semakin meningkatkan efektivitas
dengan melakukan praktik manajemen laba Non GAAP yang dampaknya akan
menghancurkan nilai perusahaan dan dalam jangka panjang dapat merugikan perusahaan
serta seluruh pemakai laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan Fazli Shabnam
Aghghaleh et al., (2014) membuktikan bahwa jumlah anggota komite audit berpengaruh
negatif terhadap terjadinya kecurangan. Penelitian yang dilakukan oleh Skousen et al., (2009)
membuktikan bahwa jumlah anggota komite audit berpengaruh negatif terhadap kecurangan
laporan keuangan. Berdasarkan argumen di atas, maka hipotesis ketiga untuk proksi
Semakin banyak pertemuan yang dilakukan oleh para komite audit maka semakin
efektif pula pengawasan yang dilakukan, sehingga kesempatan untuk melakukan manajemen
laba Non GAAP yang dilakukan manajemen dapat diminimalisir. Abbot et al., (2004)
membuktikan bahwa perusahaan dengan komite audit yang mengadakan pertemuan minimal
empat kali dalam setahun cenderung tidak melakukan restatement (merupakan proxy dari
manajemen laba Non GAAP) laporan keuangan sehingga akan terjadi hubungan yang negatif
antara jumlah rapat tahunan komite audit dengan kecurangan laporan keuangan.Penelitian
yang dilakukan oleh Skousen et al., (2009) membuktikan bahwa jumlah rapat tahunan komite
audit berpengaruh negatif terhadap kecurangan laporan keuangan. Xie et al., (2003)
membuktikan bahwa jumlah pertemuan anatr anggota komite audit berhubungan negatif
dengan tingkat manajemen laba. Berdasarkan argumen di atas, maka hipotesis keempat untuk
14
H2d : Jumlah pertemuan antar anggota komite audit berpengaruh negatif
terhadap Manajemen Laba Non GAAP
Rasionalisasi dapat diartikan sebagai adanya atau munculnya sikap, karakter, atau
serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan
tindakan yang tidak jujur. Cressey, D. R (1953) menjelaskan rasionalisasi sebagai pemikiran
yang menjustifikasi tindakannya sebagai suatu perilaku yang wajar, yang secara moral dapat
diterima dalam suatu masyarakat yang normal. Rasionalisasi lebih sering dihubungkan
dengan sikap dan karater seseorang yang membenarkan nilai-nilai etis yang sebenarnya
tidak baik (Rustendi, 2009). Rendahnya integritas yang dimiliki seseorang menimbulkan
pola pikir dimana orang tersebut merasa dirinya benar saat melakukan kecurangan, dimana
Penyimpangan yang dilakukan manajemen juga disebut dengan moral hazard problem.
perusahaan menjadi salah satu pemicu manajemen untuk melakukan hal yang sama,
contohnya melakukan praktik manajemen laba Non GAAP dan menganggapnya hal yang
biasa dilakukan.
diungkapkan Turner et al., (2003) memiliki hubungan terbalik. Manajemen yang memiliki
integritas tinggi akan berdampak pada kecilnya risiko audit. Jika integritas yng dimiliki
manajemen rendah maka risiko audit yang ditimbulkan akan besar. Semakin kecil integritas
manajemen maka semakin besar pula tingkat rasionalisasi yang dimiliki manajemen.
diskresionari akrual dari praktik manajemen laba akan menyebabkan opini audit tidak
perbuatannya.
15
Penelitian yang dilakukan oleh Skousen et al., (2009) membuktikan bahwa opini audit
pengaruh rasionalisasi terhadap manajemen laba Non GAAP, maka rasionalisasi dalam
penelitian ini menggunakan proksi opini audit. Berdasarkan argumen di atas, maka hipotesis
Kapabilitas adalah suatu faktor kualitatif yang menurut Wolfe dan Hermanson (2004)
merupakan salah satu pelengkap dari model fraud triangle yang dikemukakan oleh Cressey
(1953). Kapabilitas yaitu seberapa besar daya dan kemampuan dari seseorang itu melakukan
manajemen laba Non GAAP apabila memiliki kapabilitas, sehingga manajemen tersebut
dapat melakukan apapun untuk kepentingan pribadinya tetapi dalam jangka panjang akan
memiliki dampak yang merugikan perusahaan dan seluruh pengguna laporan keuangan.
Dalam penelitian ini digunakan perubahan direksi sebagai proksi dari kapabilitas.
Wolfe dan Hermanson (2004) meneliti tentang kapabilitas sebagai salah satu fraud
umumnya sarat dengan muatan politis dan kepentingan pihak-pihak tertentu yang memicu
selamanya berdampak baik bagi perusahaan. Perubahan direksi bisa menjadi suatu upaya
susunan direksi ataupun perekrutan direksi yang baru yang dianggap lebih berkompeten dari
direksi sebelumnya. Sementara disisi lain, pergantian direksi bisa jadi merupakan upaya
perusahaan untuk menyingkirkan direksi yang dianggap mengetahui fraud yang dilakukan
16
perusahaan serta perubahan direksi dianggap akan membutuhkan waktu adaptasi sehingga
tingginya perputaran posisi manajer senior, konsultan, dan jajaran direksi (Skousen et al.
2009). Adanya pergantian struktur jajaran direksi biasanya diikuti dengan praktik
bonus akhir tahun (Rama Radian Sri, 2012). Manajemen laba khususnya manajemen laba
Non GAAP merupakan cara akhir yang dilakukan manajemen pada saat manajemen tidak
bisa mencapai target perusahaan yang berdampak pada pergeseran jabatan. Penelitian yang
dilakukan oleh Wolfe dan Hermanson menyatakan bahwa perubahan direksi dapat
penelitian ini menggunakan proksi perubahan direksi, maka hipotesis yang diajukan penulis
adalah:
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Penelitian ini dilakukan pada tahun
kecurangan akuntansi terkait kasus-kasus manipulasi manajemen laba Non GAAP dan juga
agar dapat memberikan gambaran terbaru mengenai kasus manipulasi yang dialami
17
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan non keuangan dan non
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2010 sampai 2013
dengan kriteria tertentu. Metode pengambilan sample yang akan digunakan adalah metode
laporan tahunannya dalam website perusahaan atau website BEI selama periode 2010-2013:
Perusahaan yang menyajikan kembali (restatement) laporan keuangan sebagai proksi indikasi
terjadinya manajemen laba Non GAAP selama periode 2010-2013; Perusahaan yang
mendasar yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2013; Laporan
tahunan perusahaan memiliki data-data yang lengkap berkaitan dengan variabel penelitian;
dan Laporan keuangan yang disajikan dalam bentuk mata uang rupiah.
B. Pengukuran Variabel
Variabel Independen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Manajemen Laba Non GAAP. Dalam
penelitian ini, manajemen laba Non GAAP diukur dengan menggunakan variabel dummy
(restatement) pada periode 2010-2013, dan kategori 0 untuk sebaliknya (Badertscher, 2011).
kesalahan mendasar, bukan disebabkan karena penggabungan bisnis (merger atau akuisisi),
perubahan estimasi akuntansi dan perubahan kebijakan akuntansi akibat konvergensi atau
Reporting Standard (IFRS). Penyajian kembali adalah hasil dari manajemen laba dimana
2011).
18
Variabel Dependen
A. Tekanan
Tekanan merupakan situasi dimana manajemen merasakan insentif atau tekanan untuk
melakukan manajemen laba. Tekanan dalam penelitian ini diproksikan oleh Leverage (LEV),
Kepemilikan Manajerial (OSHIP), dan Return On Asset (ROA) (Skousen et al, 2009).
Leverage (LEV)yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh aktiva
perusahaan dibiayai dengan hutang atau dibiayai oleh pihak luar. Kemampuan untuk
mendapatkan pinjaman dari luar perusahaan serta kemapuan untuk membayar pinjaman
tersebut dianggap sebagai tekanan yang bersumber dari faktor eksternal. Leverage sebagai
proxy tekanan eksternal di mana leverage yang tinggi akan menimbulkan tekanan pada
di dalam perusahaan.Beasley, COSO, dan Dunn (dalam Skousen et al., 2009) mengindisikan
saat eksekutif memiliki porsi kepemilikan di dalam perusahaan, maka situasi keuangan
pribadi mereka juga akan dipengaruhi oleh kondisi keuangan perusahaan. tekanan
manajemen untuk memenuhi kebutuhan keuangan pribadinya menjadi faktor pemicu untuk
porsi deviden yang akan dihasilkan juga cenderung lebih besar. OSHIP dihitung dengan
membagi total saham yang dimiliki oleh pihak manajemen dengan total saham biasa yang
Return On Asset (ROA) yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
sering digunakan dalam menilai kinerja manajer dan dalam menentukan bonus, kenaikan
upah, dan lain-lain.. Laba yang besar akan menarik investor karena perusahaan memiliki
19
tingkat pengembalian yang semakin tinggi. Penelitian Carlsn dan Bathala (1997) dalam
Widyastuti (2009) membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki laba besar (diukur dengan
profitabilitas atau ROA) lebih mungkin melakukan manajemen laba daripada perusahaan
yang memiliki laba yang kecil. ROA dihitung dengan membagi laba bersih dengan total
B. KESEMPATAN
manajemen laba atau situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen untuk melakukan
manajemen laba. Kesempatan dalam penelitian ini diproksikan oleh komite audit independen
(AUDCIND), jumlah komite audit (AUDSIZE), dan jumlah rapat tahunan komite audit
anggota komite, AUDCSIZE diukur dengan menggunakan jumlah anggota komite audit, (Skousen
et al., 2009) sedangkan AUDCMEET diukur dengan menggunakan Jumlah pertemuan antar anggota
komite audit yang dilakukan dalam satu tahun (Skousen et al., 2009) dan (Pamudji dan Triharti, 2008)
C. RASIONALISASI
Rasionalisasi dapat diartikan sebagai adanya atau munculnya sikap, karakter, atau
serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan
tindakan yang tidak jujur. Cressey (dalam Hillison et al., 1999) menjelaskan rasionalisasi
sebagai pemikiran yang menjustifiksi tindakannya sebagai suatu perilaku yang wajar, yang
secara moral dapat diterima dalam suatu masyarakat normal. Rasionalisasi dalam penelitian
ini diproksikan oleh opini audit (AUDREPORT). Francis and Krishnan (1999)
menyimpulkan bahwa kelebihan dari penggunaan diskresionari akrual yaitu merupakan salah
satu praktik manajemen laba menyebabkan opini audit tidak wajar. Tindakan manajemen laba
20
perusahaan menerima opini wajar tanpa pengecualian (qualified) dan kategori 0 jika
perusahaan menerima opini lain selain opini wajar tanpa pengecualian (unqualified)
D. KAPABILITAS
Kapabilitas artinya seberapa besar daya dan kapabilitas dari seseorang itu melakukan
oleh keahlian anggota komite audit di bidang keuangan (AUDCEXP). Keahlian anggota
komite audit di bidang keuangan dapat dilihat dari latar belakang pendidikan anggota komite
audit di bidang akuntansi atau keuangan atau pernah menduduki posisi penting dibidang
keuangan dalam suatu organisasi. AUDCEXP diukur dengan menggunakan variabel dummy
yaitu jika jumlah anggota komite audit yang memiliki latar belakangpendidikan anggota
komite audit di bidang akuntansi atau keuangan atau pernah menduduki posisi penting
dibidang keuangan dalam suatu organisasi, diberi nilai 1. Jika tidak memenuhi syarat tersebut
diberi nilai nol (Skousen et al., 2009; Pamudji dan Triharti, 2008)
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga
hubungan variabel independen terhadap variabel dependen tidak dipengaruhi faktor luar yang
tidak diteliti (Sugiyono, 2008). Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah
ukuran perusahaan (SIZE) yang diukur dari jumlah total asset yang dimiliki oleh perusahaan,
Return on Equity (ROE) yang diukur dari perbandingan antara laba bersih perusahaan dengan
modal sendiri atau total ekuitas, dan auditor type (BIG 4) yang diukur dengan menggunakan
variabel dummy jika perusahaan diaudit oleh Big 4 auditor diberi katagori 1, dan kategori 0 jika
C. PENGUJIAN HIPOTESIS
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan regresi logistik.
Model ini dipilih dengan alasan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat non
21
metrik pada variabel dependen (NGEM), sedangkan variabel independen (LEV, OSHIP,
DCHANGE) merupakan campuran antara variabel kontinyu (data metrik) dan kategorial
(data non metrik). Campuran skala pada variabel bebas tersebut menyebabkan asumsi
multivariate normal distribution tidak dapat terpenuhi, dengan demikian bentuk fungsinya
menjadi logistik dan tidak membutuhkan asumsi normalitas dan uji asumsi klasik pada
D.
4. HASIL
4.1. Statistik Deskriptif Manajemen Laba Non GAAP dan Pengujian Hipotesis
Statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel 4.2.pada lampiran. Hasil Pengujian
hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji Binary Logistic untuk menilai kelayakan model
(Goodness Of Fit Test). Hasil uji dapat dilihat pada table 4.3 di lmpiran
Nilai sig yang dihasilkan adalah sebesar 0,473>0,05, dalam hal ini tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diamati dengan klasifikasi yang diprediksi atau
dengan kata lain model binary logistic cocok untuk dipakai pada analisis selanjutnya.
Berdasarkan tabel Hosmer dan Lemeshow Test, terdapat nilai signifikan sebesar 0,473 yang
artinya 47,3% varibel dependen mempengaruh variabel independen dan 52,7% variabel
independen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan pada penelitian ini.
22
Untuk menilai kelayakan keseluruhan model, dilakukan uji Overall Fit Model Test
dengan hasil yang tertera pada tabel 4.4.Uji regresi logistik yang selanjutnya
menggunakan uji -2 Log Likelihood. Uji ini digunakan untuk menilai model regresi logistik
layak dipakai atau tidak. Tampilan output SPSS memberikan dua nilai -2 Log Likelihood
yaitu untuk model yang hanya memasukkan konstanta dan untuk model dengan konstanta dan
variabel independen ke dalam model regresi logistik. Hasil pengolahan data SPSS uji -2 Log
model tersebut merupakan model regresi yang baik dan melalui penambahan variabel
selesai, selanjutnya akan diuji dengan uji Nagelkerke R Square. Uji ini dilakukan untuk
menilai seberapa besar variasi dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel
independen (Ghozali, 2011). Dasar pengambilan hasil dalam uji Nagelkerke R Square dapat
dilihat pada nilai Nagelkerke R Square dalam tabel 4.5. Terdapat nilai Nagelkerke R Square
senilai 0,149 atau 14,9% yang artinya variabel dependen (manajemen laba Non GAAP) pada
penelitian ini mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 14,9%. Sisanya yaitu
sebesar 85,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.
Analisis Binary Logistic Untuk Hipotesis 1 s.d 4 Manajemen Laba Non GAAP
variabel. Pengujian ini bertujuan untuk melihat pengaruh leverage, kepemilikan manajerial,
ROA, komite audit independen, keahlian komite audit di bidang keuangan, jumlah anggota
komite audit, jumlah pertemuan antar anggota komite audit, opini audit, dan perubahan
direksi terhadap manajemen laba Non GAAP. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan
enter dengan tingkat signifikan sebesar 5%. Dasar pengambilan keputusannya adalah apabila
23
nilai signifikansi > 0,05 maka Ha ditolak sedangkan jika nilai signifikansi < 0,05 maka Ha
diterima (Ghozali, 2011). Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6:
Tabel 4.6 menunjukan Sig leverage sebesar 0,694 > 0,05 yang artinya leverage tidak
berpengaruh secara statistik terhadap manajemen laba Non GAAP, maka H1a DITOLAK.
Nilai Sig kepemilikan manajerial sebesar 0,321 > 0,05 artinya kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh secara statistik terhadap manajemen laba Non GAAP, maka H1b DITOLAK.
Nilai Sig ROA sebesar 0,648 > 0,05 artinya ROA tidak berpengaruh secara statistik terhadap
manajemen laba Non GAAP, maka H1c DITOLAK. Nilai Sig komite audit independen
sebesar 0,008 < 0,05 artinya komite audit independen memiliki pengaruh secara statistik
terhadap manajemen laba Non GAAP, maka H2a DITERIMA. Nilai Sig keahlian komite
audit di bidang keuangan sebesar 0,839 > 0,05 artinya keahlian komite audit di bidang
keuangan tidak berpengaruh secara statistik terhadap manajemen laba Non GAAP, maka H2b
DITOLAK. Nilai Sig ukuran komite audit sebesar 0,447 > 0,05 artinya jumlah anggota
komite audit tidak berpengaruh secara statistik terhadap manajemen laba Non GAAP, maka
H2c DITOLAK. Nilai Sig jumlah pertemuan antar anggota komite audit sebesar 0,198 >
0,05 artinya jumlah pertemuan antar anggota komite audit tidak berpengaruh secara statistik
terhadap manajemen laba Non GAAP, maka H2d DITOLAK. Nilai Sig opini audit sebesar
0,403 > 0,05 artinya opini audit tidak berpengaruh secara statistik terhadap manajemen laba
Non GAAP, maka H3 DITOLAK. Nilai Sig perubahan direksi sebesar 0,045 < 0,05 artinya
perubahan direksi memiliki pengaruh secara statistik terhadap manajemen laba Non GAAP,
maka H4 DITERIMA.
Pembahasan Hasil Penelitian
24
relative rendah. Sehingga manajer tidak termotivasi dan merasa tertekan untuk melakukan
praktik manajemen laba Non GAAP.
2. Kesempatan Terhadap Manajemen Laba Non GAAP
Variabel kesempatan dalam penelitian ini diproksikan dengan komite audit
independen, keahlian komite audit di bidang keuangan, jumlah anggota komite audit, dan
jumlah pertemuan antar komite audit. Pada penelitian ini variabel kesempatan yang
diproksikan dengan komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba Non GAAP.
Sehingga (H1a) diterima, sedangkan hipotesis lainnya untuk variabel kesempatan ditolak.
Independensi komite audit merupakan hal terpenting yang harus dimiliki oleh anggota komite
audit. Kinerja komite audit menjadi efektif jika para anggotanya memiliki independensi
dalam menyatakan sikap dan pendapatnya. Hal ini juga dapat dijelaskan karena semakin
banyak jumlah komite audit independen dalam perusahaan, maka akan semakin kecil potensi
terjadinya manajemen laba Non GAAP karena pengawasan dari pihak yang independen dapat
menjamin manajemen melakukan tugasnya dengan baik.
3. Rasionalisasi Terhadap Manajemen Laba Non GAAP
Variabel rasionalisasi dalam penelitian ini diproksikan dengan opini audit. Opini audit
tidak berpengaruh terhadap manajemen laba Non GAAP. Sehingga H3 ditolak. Hal ini
disebabkan karena terdapat berbagai macam peristiwa atau kejadian yang menyebabkan opini
audit mendapatkan opini selain unqualified, sehingga bukan hanya karena terjadinya
manajemen laba Non GAAP dimana manajemen merasionalisasikan perbuatannya yang
menyebabkan opini audit mendapatkan opini selain unqualified.
4. Kapabilitas Terhadap Manajemen Laba Non GAAP
Variabel kapabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan perubahan direksi.
Perubahan direksi berpengaruh terhadap manajemen laba Non GAAP. Sehingga (H4)
diterima. Hal ini disebabkan karena perubahan direksi umumnya sarat dengan muatan politis
dan kepentingan pihak-pihak tertentu yang memicu munculnya conflict of interest (Samuel
Kennedy Sihombing, 2014). Conflict of interest terjadi karena timbulnya ketidakseimbangan
informasi (asymmetric information) antara agen (manajer) dengan pihak prisipal. Sehingga
semakin tingginya asymmetric information antara agen (manajer) dengan prinsipal (pemilik),
mndorong meningkatnya tindakan manajemen laba Non GAAP oleh manajemen.
SIMPULAN
25
Penelitian ini bertujuan untuk menguji determinan managemen laba non-GAAP dari
perspektif Fraud Diamond Theory (FDT), yang pada awalnya digunakan dalam bidang pengauditan
untuk menjelaskan mengapa kecurangan dalam laporan keuangan dapat terjadiyang dilihat dariempat
penelitian menunjukkan bahwa tekanan dan rasionalisasi tidak berpengaruh signifikan secara statistic
statistik.Berpengaruhnya kesempatan dan kapabilitas ini menunjukkan bahwa pentingnya peran dari
komite audit independen dalam memastikan bahwa pengandalian internal di perusahaan berjalan baik
sehingga manajemen laba non-GAAP dapat diminimalisir. Hal yang sama juga sejalan dengan
kapabilitas. Ketika terbuka kesempatan untuk melakukan manajemen laba non GAAP, maka situasi
ini akan memotovasi manajer untuk melakukan manajemen laba. Karena itu, kesempatan berupa
pergantian atau perubahan direksi harus diwaspadai oleh semua pihak dan regulator.Regulasi yang
ketat atas perubahan susunan dewan direksi pada perusahaan perliu dibuat demi mencegahnya muncul
KETERBATASAN PENELIIAN’
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah proksi dari fraud diamond agar cakupan
variabel penelitian menjadi lebih luas. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menemukan
proksi yang tepat untuk tekanan dan rasionalisasi pada fraud diamond yang dapat
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, LJ Parker dan Peter GF. (2004). Audit Committee Characteristics and Restatement.
Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol. 23, pp. 69-87.
26
Achmad et al. (2007). “Investigasi Motivasi dan Strategi Manajemen Laba Pada Perusahaan
Publik di Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar: 25-56 Juli.
Agustia, Dian. (2013). Pengaruh Faktor Good Corporate Governance, Free Cash Flow, dan
Leverage Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 15, No.
1, Mei 2013, 27-42.
Ardiyansyah, Muhammad. (2014). “Pengaruh Corporate Governance, Leverage, dan
Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Sektor
Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di BEI Periode 2009-2013”. Jurnal
Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Maritim Raja Ali
Asmara, Sekar. (2003). “Tinjauan Atas Penyajian Kembali Laporan Keuangan (Accounting
Restatement) Suatu Entittas (Studi Kasus pada PT X Tbk). Skripsi Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia.
Assih dan Gundono. (2000). “Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas
Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”.
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 3 (1), h:35-53.
Badertscher Brad A. (2011). Overvaluation and The Choice of Alternative Earnings
Management Mechanisms. The Accounting Review, Vol. 86, No. 5 2011 pp. 1491-
1518.
Budiasih. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba. Jurnal Ekonomi,
Universitas Udayana
Blue Ribbon Committee (BRC). (1999). Report and Recommendations of The Blue Ribbon
Committee on Improving The Effectiveness of Corporate Audit Committees.
Stamford, CT: BRC.
Carlsn, S. dan Bathala, C. (1997). Ownership Differences and Firm’s Income Smoothing
Behaviour. Journal of Business and Accounting 24 (2), page 179-196.
Charalambos T. Spathis. (2005). Detecting False Financial Statement Using Published Data:
Some Evidence From Greece.International Conference on Enterprise Systems and
Accounting 2005 July 11-12,Thessaloniki, Greece.
Choi, Jong-Hang et al. (2004). The Role of Audit Committees in Decreasing Earnings
Management: Korean Evidence. International Journal of Accounting, Auditing, and
Performance Evaluation. Vol. 1. No. 1. pp. 37-60.
Cressey, D. (1953). Other people’s money, dalam: “Detecting and Prdicting Financial
Statement Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No. 99, Skousen
et al. 3009. Journal of Corporate Governance and Firm Performance. Vol. 13 h. 53-
81.
Dechow, P. M., R. Sloan, and A. Sweeney. (1996). Causes and consequences of earnings
manipulations: An analysis of firms subject to enforcement actions by the SEC.
Contemporary Accounting Research (Spring): 1–36.
Dendawijaya, Lukman. (2005). Manajemen Perbankan Edisi Kedua Cetakan Kedua. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Djakman, C. D. (2003). “Manajemen Laba dan Pengaruh Kebijakan Multi Papan Bursa Efek
Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya, 16-17 Oktober 2003: 141-
162.
Ebrahim, Ahmad. (2007). "Earning Management and Board Activity: An Additional
Evidence”. Review Of Accounting And Finance, Vol. 6 Iss:1, pp 42-58.
Eisenhardt, K.M. (1989). Agency Theory: An Assesment and Review. Academy of
Management Review. Vol. 14. No. 1:57-74.
Elfira, Anisa. (2014). Pengaruh Kompensasi Bonus dan Leverage Terhadap Manajemen
Laba. Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Padang.
27
Fazli, Shabnam et al. (2014). Fraud Risk Factors of Fraud Triangle and The Likelihood of
Fraud Occurrence: Eviden From Malaysia. Information Management and Business
Review, Vol. 6,, pp. 1-7.
Fitriany. (2014). “Analisis Hubungan Manajemen Laba Dan Fraud Dalam Laporan
Keuangan”. Simposium Nasional Akuntansi 17 Mataram, Lombok Univeristas
Mataram. 24-27 September 2014
Febrianto, Rahmat. (2009). Pergantian Auditot dan Kantor Akuntan Publik.
(http://rfebrianto.com/2009/09.html) diakses 20 Februari 2015
Francis dan Krishnan. (1999). “Accounting Accruals and Auditor Reporting Conservatism”.
Contemporary Acconting Research 17: 135-165.
Gagola, Kristo. (2011). “ Analisis Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kecenderungan
Kecurangan Pelaporan Keuangan Perusahaan Publik di Indonesia”. Tesis Fakultas
Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponogoro.
Ghozali, Imam. (2011). “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IMB SPSS 19”.
Edisi ke-5. Semarang: Universitas Diponegoro.
GAO. (2006). Financial Restatement Update of Public Company Trends, Market Impact, and
Regulator Enforcement Activities. http://www.gao.gov. Diakses 20 Februari 2015.
Guna, W. I. And Herawaty, A. (2010). “ Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance,
Independensi Auditor, Kualitas Audit, dan Faktor Lainnya Terhadap Manajemen
Laba”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 12(1): 53-68.
Hasnan, Suhaily et al. (2013). Management Motive, Weak Governance, Earnings
Management, and Fraudulent Financial Reporting: Malaysian Evidene. Journal Of
International Accounting Research, Vol. 12, No. 1 pp. 1-27
Healy, P. Dan J.M Wahlen. (1999). “A Review of The Earnings Management Literature and
Its Implications for Standard Setting”. Accounting Horizons (13), 365-383.
Husni, Raudhatul. (2011). Penagruh Mekanisme Good Corporate Governance, Leverage, dan
Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba. Skripsi.
Jao, R & Pagalung, G. (2011). Corporate Governance, Ukuran perusahaan dan Leverage
Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonsia. Skripsi Universitas
Hasanudin.
Jensen, M., dan W. Meckling. (1976). Theory of the firm: Managerial Behavior, ageny cost
and capital structure.Journal of Financial Economics, 3, 305-360.
Jerry, W Lin, June F Lin, dan Joon S Yang. (2006) The Effect of Audit Commite
Performance on Earnings Quality. Managerial Auditing Journal. Vol 21. No. 9. Pp.
921-933.
Jiambalvo, J. (1996). Discussion of Causes and Consequences of Earnings Manipulation.
Contemporary Accounting Research. Vol 13: 37-47.
Kassem Rasha and Higson Andrew. (2012). “The New Fraud Triangle Model”. Jurnal of
Emerging Trends in Economics and Management Sciences (JETEMS) 3(3): 191-
195. Jetems.scholarlinkresearch.org.
Khomsiyah dkk. (2005) Karakteristik Komite Audit dan Pengungkapan Info. Konferensi
Nasional Akuntansi. Peran Akuntansi dalam Membangun Good Corporate
Governance, h. 1-18.
Kompas.com. dipublikasi 23 Juli 2010.
Kurniaswati, Ema. (2012). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Statement
Fraud Dalam Perspektif Fraud Triangle. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, Universitas
Diponegoro.
Lou, Y. and M. Wang. (2009). “Fraud Risk Factor Of The Fraud Triangle Assesing The
Likehood Of Fraudulent Financial Reporting”. Journal of Business & Economic
Research, Vol. 7, No. 2, h.. 61-78.
28
Maudy, Martantya R. (2013). Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Melalui Faktor
Risiko Tekanan Dan Peluang (Studi Kasus pada Perusahaan yang Mendapatkan
Sanksi dari Bapepam. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis,Universitas
Diponegoro.
Moeller. (2009). Brink’s Modern Internal Auditing, 7th Edition. New Jersey: John Wiley &
Sons, Inc.
Nguyen, Khanh. (2008). ”Financial Statement Fraud: Motives, Methodes, Cases and
Detection.” Florida. http://www.bookpump.com. Diakses 15 Oktober 2014.
Oktovianti, T. And Agustia, D. (2012). Influence of the Internal Corporate Governance and
Leverage Ratio to the Earnings Management”. Journal of Basic and Applied, 2(7),
7192-7199.
Pamudji, S., dan Trihartati, A. (2008). “Pengaruh Independen Dan Efektivitas Komite Audit
Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEI”. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.
Palmrose Zoe-Vonna and Scholz Susan. (2004). The Circumstances and Legal Consequences
of Non-GAAP Reporting: Eviden from Restatement. Contemporary Accounting
Research, pg. 139.
Prasetyo et al. (2003). Fraud Prevention and Investigation. Jakarta: Peak Indonesia.
Pradipta, Arya. (2011). Analisis Pengaruh dari Mekanisme Corporate Governance Terhadap
Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntnsi, 13(2), 93-106.
Prastiti, A dan Meiranto, W. (2013). Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Dan Komite
Audit Terhadap Manajemen Laba. Diponegoro Jurnal Of Accounting. Volume 2,
No.4 Tahun 2013, 1-12.
Price Water House Coopers. (2003). Building a Strategic Internal Audit Fuction. Refers To
The Network of Member Firms Of PricewatherCoopers International Limited.
Primanita dan Setiono. (2006). “Manajemen Laba: Konsep, Bukti Empiris, dan
Implikasinya”. Kajian Bisnis dan Manajemen. ISSN:1410-9018, Vol, 8 No. 1,
Januari 2006 Hal. 43-51.
Putra, Bagyo. (2010). “Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Penyajian Kembali
Laba”. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.
Retnoasih, Dian. (2008). “Studi Empiris Terhadap Penyajian Kembali Laba oleh Perusahaan
di Indonesia”. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponogoro.
Rezaee, Z. (2002). Financial Statement Fraud: Prevention and Detection. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Riduwan, Akhmad. Etika Dan Perilaku Koruptif Dalam Praktik Manajemen Laba: Studi
Hermeneutika. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA), Surabaya.
Rama, Radian Sri. (2012). “Manajemen Laba (Earning Management) Dalam Perspektif Etika
Hedonism”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol 7, No. 2, h. 183-208.
Ratmono, Dwi Dkk. (2014). “Dapatkah Teori Fraud Triangle Menjelaskan Kecurangan dalam
Laporan Keuangan?”. Simposium Nasional Akuntansi 17 Mataram, Lombok
Univeristas Mataram. 24-27 September 2014
Rustendi, Tedi. (2009). “Analisis Terhadap Faktor Pemicu Terjadinya Fraud (Suatu Kajian
Teoritis Bagi Kepentingan Audit Internal”. Jurnal Akuntansi, Vol. 4, No. 2, h. 705-
714.
Sam’ani. (2008). Pengaruh Good Corporate Governance Dan Leverage Terhadap Kinerja
Keuangan Pada Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun
2004-2007. Tesis, Universitas Diponegoro.
Samuel, Kennedy S. (2014). “Analisis Fraud Diamond Dalam Mendeteksi Financial
Statement Fraud: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di
29
Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2010-2012”. Skripsi Fakultas Ekonomika dan
Bisnis, Universitas Diponegoro
Scott, William R. (2012). Financial Accounting Theory, 6th Edition. Prentice Hall.
Schroeder, R.G., dan Clark., M.V. (1998). Accounting Theory: Text and Reading. New York:
John Wiley & Sons.
Siregar, V. dan Utama, S. (2005). “Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan
Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earning
Management)”. Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo.
Skousen, C. J, & C. J. Wright. (2008). Contemporaneous Risk Factors and The Prediction of
Financial Statement Fraud. Journal of Forensic Accounting, IX, 37-62
Skousen, C. J., K. R. Smith, dan C. J. Wright. (2009). ”Detecting and Predecting Financial
Statement Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No.
99”.Corporate Governance and Firm Performance Advances in Financial
Economis, Vol. 13, h. 53-81.
Stice, E. K., Stice, J. D., & Skousen, K. F. (2004). Akuntansi Intermediate, Buku Satu (Edisi
ke-15). Jakarta: Salemba Empat.
Subhan. (2010). “Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage Keuangan Terhadap
Manajemen Laba Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI)”. Skripsi.
Sukarno, Wulandari P. (2013). “Hubungan Corporate Social Responsibility Dan Corporate
Governance Dengan Manajemen Laba”. Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia
Sulistiawan, D., Januarsih, Y., & Alvia, L. (2011). Creative Accounting Mengungkap
Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Tempo. Dipublikasi 15 Februari 2010.
Turner, J. L., T. J. Mock, R. P. Sripastava. (2003). ”An Analysis of the Fraud Triangle.” The
University of Memphis, University of Southern California, University of Kansas.
http://aaahq.org.
Ujiyanho, M.A. dan B.A. Pramuka. (2007). “Mekanisme Corporate Governance, Manajemen
Laba dan Kinerja Keuangan”. Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar,
Indonesia, 26-28 Juli 2007.
Wardhani, R. (2006). Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami
Permasalahan Keuangan (Financially Distressed Firms). Simposium Nasional
Akuntansi IX, Padang.
Weston, J. F. and Brigham, E. F. (1994). Essential of Managerial Finance. The Dryde Press-
Har-Court Brace College Publishers.
Widyaningsih. (2001). “Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Earnings
Management Pada Perusahaan Go Public di Indonesia. Jurnal Akuntansi &
Keuangan, November Vol. 3 No. 2.
Wisnu, Arwindo. (2010). “PengaruhKepemilikan Institusional, Leverage, Ukuran Perusahaan
dan Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba”. Skripsi.
Wolfe, D. T. And Hermanson, D. R. (2004). “The Fraud Diamond: Considering The Four
Elements Of Fraud”. The CPA Journal, December. Pp.1-5.
Xie, Biao et al., (2003). Earnings Management and Corporate Governance: The Role of
Board and The Audit Committee. Journal of Corporate Finance, 9 (3): 295-316.
LAMPIRAN
Tabel 4.2
30
Descriptive Statistics
Tabel 4.3
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square Df Sig.
1 7,608 8 ,473
Sumber:
Tabel 4.4
a,b,c
Iteration History
1 175,292 -1,143
2 174,580 -1,293
Step 0
3 174,579 -1,299
4 174,579 -1,299
a. Constant is included in the model.
31
b. Initial -2 Log Likelihood: 174,579
Table 4.7
Correlation Matrix
TABEL 4,6
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
LEV -,377 ,958 ,155 1 ,694 ,686
OSHIP -,090 ,090 ,985 1 ,321 ,914
ROA ,625 1,368 ,209 1 ,648 1,867
AUDCIND -1,241 ,471 6,934 1 ,008 ,289
AUDCEXP -,105 ,518 ,041 1 ,839 ,900
AUDCSIZE ,870 1,145 ,577 1 ,447 2,387
a
Step 1 AUDCMEET ,689 ,535 1,660 1 ,198 1,992
AUDREPORT -,610 ,730 ,699 1 ,403 ,543
DCHANGE ,899 ,447 4,033 1 ,045 2,456
BTD ,956 8,989 ,011 1 ,915 2,602
BIG4 -,471 ,516 ,834 1 ,361 ,624
LN_SIZE ,063 ,136 ,214 1 ,644 1,065
Constant -3,114 3,856 ,652 1 ,419 ,044
a. Variable(s) entered on step 1: LEV, OSHIP, ROA, AUDCIND, AUDCEXP, AUDCSIZE, AUDCMEET,
AUDREPORT, DCHANGE, BTD, BIG4, LN_SIZE.
32
Constant LEV OSHIP ROA AUDCI AUDC AUDC AUDC AUD DCHANG BTD BIG4 LN_SIZ
ND EXP SIZE MEET REPOR E E
T
Constant 1,000 -,006 -,283 ,081 ,080 -,038 -,153 ,102 -,274 -,027 ,233 ,376 -,933
1,00
LEV -,006 -,251 ,321 -,212 -,141 ,188 -,136 -,142 -,033 -,059 -,005 -,088
0
OSHIP -,283 -,251 1,000 -,137 ,166 ,109 -,120 -,062 ,093 -,115 -,129 ,021 ,305
1,00
ROA ,081 ,321 -,137 -,162 -,053 ,038 ,030 -,132 ,032 ,080 -,091 -,106
0
AUDCIND ,080 -,212 ,166 -,162 1,000 ,135 -,122 -,278 ,060 -,056 ,081 -,083 -,063
AUDCEXP -,038 -,141 ,109 -,053 ,135 1,000 -,123 -,134 ,039 -,081 -,128 -,037 -,009
Step 1 AUDCSIZE -,153 ,188 -,120 ,038 -,122 -,123 1,000 -,055 ,005 -,045 -,051 ,025 -,126
AUDCMEET ,102 -,136 -,062 ,030 -,278 -,134 -,055 1,000 ,086 -,055 ,066 -,076 -,161
AUDREPORT -,274 -,142 ,093 -,132 ,060 ,039 ,005 ,086 1,000 ,033 -,062 -,050 ,102
DCHANGE -,027 -,033 -,115 ,032 -,056 -,081 -,045 -,055 ,033 1,000 ,102 ,078 ,014
1,00
BTD ,233 -,059 -,129 ,080 ,081 -,128 -,051 ,066 -,062 ,102 -,036 -,237
0
1,00
BIG4 ,376 -,005 ,021 -,091 -,083 -,037 ,025 -,076 -,050 ,078 -,036 -,397
0
LN_SIZE -,933 -,088 ,305 -,106 -,063 -,009 -,126 -,161 ,102 ,014 -,237 -,397 1,000
Table 4.8
a
Classification Table
Observed Predicted
NGEM Percentage
0 1 Correct
0 128 4 97,0
NGEM
Step 1 1 32 4 11,1
Overall Percentage 78,6
33
Table 4.9
a. Variable(s) entered on step 1: LEV, OSHIP, ROA, AUDCIND, AUDCEXP, AUDCSIZE, AUDCMEET,
AUDREPORT, DCHANGE, BTD, BIG4, LN_SIZE.
34
ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN PRODUK
UKM BORDIRAN / SULAMAN SUMATERA BARAT
DALAM MENGHADAPI MEA 2015
Dahliana Kamener, BS., MBA.,
ABSTRACT
The Potential of Industrial development SME for embroidery product is very
good. However, the Industry still much constrained by internal and external
environment such as internal is Resources of the company like management, capital,
quality of product and the quality of competition of the industry itself. And from the
external environment, it can be technology. So many companies are especially SMEs
industrial embroidery whose their development are still small in decades. The
existences of industrial SMEs have an important role in the business world, especially
to improve the economy of community. It needs real action in efforts that it should be
made either from the industry itself and the government assistance. This study aimed to
analyze the Potential and Challenge on SME for Industrial embroidery in West
Sumatera. The benefits to the industry, especially SMEs Industrial embroidery to be
able to improve and consider the factors that can affect the quality of competitive
strategy in this industry, which the factors influenced such Resources Ability, strategic
asset, knowledge management,
Key Words: Competitive Strategy, Embroidery, Strategic Asset, Resources Ability,
Adatability Environment, Knowledge Management, Small Medium
Entreprise (SME)
PENDAHULUAN
Bordir / Sulaman merupakan salah satu produk UKM yang sangat diunggulkan
di Tanah Minang Sumatera Barat. Berbagai bentuk dan tipe kerajinan Bordir / Sulaman
adalah cukup terkenal seperti kerancang yang merupakan salah satu ciri khas bordiran
yang berasal dari Minang Kabau dan dibuat dengan berbagai macam warna dan corak
yang beragam serta pembuatannya dikerjakan dengan tangan dan mesin hitam secara
manual. Keindahan Bordiran / Sulaman Minang yang cukup berbeda dengan Bordiran /
Sulaman lainnya, menambah keunikan produk ini dimata penggemarnya.
Dengan adanya perdagangan bebas, UKM di Indonesia harus tetap dapat menjadi salah
satu pelaku penting sebagai pencipta pasar di dalam maupun di luar negeri dan sebagai salah
satu sumber penting untuk mencapai surplus neraca perdagangan. Namun, untuk melaksanakan
peranan ini, usaha kecil Indonesia harus membenahi diri, yakni meningkatkan daya saing
globalnya. Seperti halnya di negara-negara lain, perkembangan industri kecil di Indonesia
dihambat oleh berbagai macam masalah. Masalah-masalah tersebut dapat berbeda dari satu
daerah ke daerah lain, dari satu sentra ke sentra lain, maupun berbeda antar unit usaha dalam
kegiatan yang sama. Faktor-faktor yang masih menjadi hambatan dalam peningkatan daya saing
dan kinerja usaha kecil menengah (UKM) diantaranya adalah terbatasnya informasi sumber
bahan baku dan panjangnya jaringan distribusi, lemahnya kekuatan tawar-menawar khususnya
bahan baku yang dikuasai oleh pengusaha besar mengakibatkan sulitnya pengendalian harga,
serta tidak berfungsinya secara baik lembaga promosi Pemerintah didalam menunjang promosi
produk dan jasa UKM baik untuk pasar domestik maupun pasar global (Zilfah & Dkk, 2007).
Menurut Tambunan (2001) salah satu kelemahan usaha kecil Menengah ( UKM) adalah
kurangnya kemauan pengusaha-pengusaha kecil dan menengah nasional untuk berorientasi
global. Disamping itu juga terkendala karena kurangnya pengetahuan para pengusaha
pengusaha UKM khusus nya di Sumatera Barat untuk berkiprah di pasar global karena
pengetahuan dan wawasan yang masih minim. Masih banyak diantara pengusaha UKM yang
masih berorientasi Etnosentrism yang mana mereka lebih menyukai berkiprah dinegaranya
sendiri dibandingkan masuk ke negara lain.
Untuk meningkatkan kualitas bersaing industri bordir / sulaman di pasar global dan
forum MEA tersebut tentu ditopang beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain faktor
strategi bersaing, faktor modal, manajemen sumber daya manusia, dan teknologi yang
digunakan, aspek lingkungan. Sumber daya manusia merupakan faktor yang penting bagi setiap
usaha. Karena sumber daya manusia yang berkualitas tentu akan menjadikan industri kecil
sukses. Bagi perekonomian negara, kesuksesan suatu industri kecil dan menengah akan
menjadikan perekonomian suatu negara lebih baik sehingga meningkatkan kualitas sumber
daya manusia sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja dalam bisnis.
Sumber daya merupakan faktor yang sangat penting bagi sebuah perusahaan
dalam menciptakan produk yang mana harus diperhatikan dalam menghadapi
persaingan terutama pada pasar bebas ini. Mengapa suatu perusahaan mampu
mengungguli satu perusahaan dan perusahaan lainnya? Salah satu penyebabnya adalah
adanya terdapat perbedaan sumber daya yang ditawarkan dan sebuah perusahaan dapat
menciptakan suatu keunikan dari produknya karena mereka mempunyai sumber daya
yang langka sehingga produk yang ditawarkan dipasar global cukup diminati. Dalam
produk UKM yang merupakan salah satu produk yang mana dari banyak negara yang
bersaing dengan produk- produk yang lebih inovatif, memberikan suatu keunggulan
tersendiri di pasar global. Menurut Setiyadi dalam artikelnya tentang analisis sumber
daya dan kapabilitas internal perusahaan menggunakan RBV, mengatakan bahwa
perusahaan yang memiliki sumberdaya superior yang tersedia secara terbatas dan
menggunakanya secara efisien dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya
sepanjang mampu mengendalikan sumberdayanya agar tidak dimiliki pihak lain secara
bebas atau ditiru oleh pesaing.
Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zilfah & dkk
(2007 dan 2008 ) tentang Model Pengembangan Industri Kerajinan Bordir
di Sumatera Barat masih terdapat kelemahan pada produk Sulaman /
bordiran diantaranya dibidang Sumber daya Manusia dimana jumlah tenaga
kerja, serta skill dan Pelatihan-Pelatihan kepada tenaga kerja yang masih minim.
Masalah Pemasaran terutama dibidang Promosi yang mana produk umumnya masih
terkonsentrasi pada pasar lokal dan konsumen-konsumen umumnya berasal dari
induvidu. Permodalan masih sangat relatif rendah, karena masih sangat rendahnya
dalam penggunaan fasilitas lembaga keuangan / perbankan dalam memperoleh kredit
investasi. Selanjutnya, rendahnya Penguasaaan Pengetahuan dalam Manajemen dan
bisnis Juga dapat merupakan faktor penentu untuk pendongkrak daya saing dari Usaha
Kecil Menengah Ini.
TABEL. 1
POTENSI KERAJINAN UKM
KOTA PADANG TAHUN 2012
Industri
2 Batik 1 10 150.000 600.000 289.000
Industri Kain
3 65 240 1.635.516 11.669.130 5.447.876
Sulaman/Bordir
Industri Bordiran /
4 8 96 393.177 30.671.424 6.449.569
Sulaman
Industri Bordiran /
5 1 2 35.712 1.175.328 62.277
Sulaman
Industri Pakaian
6 5 43 475.000 3.777.912 1.605.168
Jadi Sulaman Bordir
Pembuatan Gigi
7 2 2 75.000 336.960 150.159
Palsu
Industri Barang
Perhiasan Dari
8 3 6 480.000 4.854.780 4.326.000
Logam Mulia
(Bukan Perhiasa)
Industri Kerajinan
9 2 18 60.000 197.820 28.456
Ytdl
Industri Perhiasan
Dari
1 Logam Mulia 1 3 200.000 9.260.160 7.408.128
(Perhiasan)
Pada era persaingan ini Sumber Daya akan sulit berhasil kalau dilakukan sendiri.
Dengan bekerja sama sumber daya itu menyajikan tugas-tugas yang produktif dan
dengan demikian akan dapat membangun keunggulan bersaing. Kemampuan organisasi
berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk mencapai tugas dan kegiatan tertentu (
Graig and Grant, 1993). Apabila sebuah perusahaan memiliki sumber daya dan
kemampuan yang unggul dibanding pesaing-pesaingnya, maka sepanjang perusahaan
itu menggunakan strategi yang memanfaatkan sumber daya dan kemampuan ini secara
efektif, maka perusahaan itu akan mempunyai keunggulan bersaing (Graig and Grant,
1996).
Dalam upaya produk dapat bertahan lama dipasar tentu tergantung pada jangka
waktu lamanya keunggulan bersaing dapat dipertahankan yang mana tingkat sumber
daya dan kemampuan perusahaan yang sudah mulai memburuk. Hak paten produk cepat
kadaluarsa jika inovasi produk terlalu cepat. Dan juga tidak berbeda kemampuan yang
merupakan hasil keahlian menajemen (CEO) juga dapat terkena dampak jika CEO (
Chief Executive Officer) mengundurkan diri. Sebaliknya, banyak merek barang
konsumen memiliki satu daya tarik tinggi yang bertahan lama, jika kemampuan
dipelihara dan ditangani dengan hati-hati dan melakukan pelatihan pegawai dengan
tepat dan efektif.
Transferability (dapat ditransfer)
Menurut Graig dan Grant ( 1996) kalau sumber daya dan kemampuan tidak
dapat dibeli oleh calon imitator, maka sumber daya dankemampuan itu harus dibangun
dari awal. Pesaing-pesaing dengan mudah dan cepat membentuk sumber daya dan
kemampuan yang mendasari keunggulan bersaing Anda. Inovasi yang tidak mempunyai
perlindungan hukum dan mudah ditiru akan menjadi jendela masuk bagi perusahaan-
perusahaan tiruan. Juga kompleknya kemampuan organisasi dapat memberikan tingkat
daya saing. Perusahaan harus mempertahankan kemampuan dan sumberdayanya dengan
membentuk jaringan kerja rutinitas dalam organisasi yang efektif yang mana tergantung
pada budaya perusahaan sehingga penjiplakan sulit dilakukan.
Appropriability (Kelayakan)
Dengan berdiri sendiri, sumber daya tidak banyak berhasil. Dengan bekerja
sama sumber daya itu menyajikan tugas-tugas yang produktif dan dengan demikian
dapat membangun keunggulan bersaing.
PENGALAMAN DAN PENGETAHUAN MANAJER.
Menurut Mintzberg (1994) dalam Jurnal Administrasi Bisnis vol. 12, Juni, 2011
oleh Siti Nur Barokah, para maanjer harus mampu mengidentifikasi sumber daya
perusahaan tertentu yang memungkinkan perusahaan untuk mengembankan alternatif
tanggapan terhadap lingkungan yang kompetitif. Seorang manajer yang berpengetahuan
dan berpengalaman akan mampu menggerakkan bawahannya secara efektif untuk dapat
meningkatkan produktivitasnya.
STRATEGI BERSAING
Menurut Pramutoko (Forum kajian Ilmu, 2016) dalam artikelnya mengatakan bahwa
salah satu perkembangan paling signifikan dalam praktek dunia usaha dewasa ini adalah
pertumbuhan yang pesat dalam bidang aktivitas internasional. Expor, investasi langsung
asing, dan penentuan sumber pengadaan produk dan komponen di luar negeri telah
merebah secara dramatis. Dalam hal ini perlu perusahaan perusahaan yang memasuki
pasar internasional untuk mencari komponen secara lebih efektif dan mamasuki pasar
produk yang lebih menjanjikan. Untuk lebih berhasil masuk kepasar internasional maka
perusahaan harus mengembangkan seperangkat produk, aset, dan aktivitas manajemen
untuk pasar baru. Faktor faktor yang penting diperhatikan dalam keberhasilan masuk
kepasar internasional akan tergantung pada sejumlah hal diantaranya:
STRATEGI ASET
Strategi Aset adalah merupakan aset yang dimiliki perusahaan yang dapat
menghasilkan suatu nilai ( value ) bagi perusahaan untuk menghasilkan kemampuan
perusahaan lebih baik dimasa yang akan datang dan harus merupakan sesuatu yang
memungkinkan perusahaan melakukan lebih baik dari pesaingnya. Jadi Kualitas Aset
Strategik dapat dikatakan sejauh mana perusahaan dapat menjamin produk yang
ditawarkan kepada konsumen dapat melebihi kualitas yang diberikan oleh pesaing. Hal
ini adalah merupakan tanggung jawab dan kapabilitas perusahaan dalam
mengembangkan aset strategiknya seperti merek, teknologi, ikatan-ikatan jaringan
kerja, tradisi-tradisi sosial perusahaan, praktek-praktek manajemen yang baik kepada
pelanggan.
Yang merupakan aset strategik adalah sesuatu yang dimiliki perusahaan seperti
nama atau merek perusahaan, perkembangan teknologi, jaringan kerja, tradisi tradisi
sosial perusahaan, serta praktek-praktek manajemen yang dilakukan pada pelanggan.
Aset strategik adalah merupakan sumber daya dari kapabilitas yang bersifat langka (
rare), tahan lama, tidak mudah diperdagangkan dan sulit ditiru sehingga dapat
menghasilkan value atau nilai yang hasilnya menjadi profit yang tinggi Asset strategik
yang juga dapat mempengaruhi keunggulan bersaing yang berkesinambungan bagi
sebuah organisasi adalah yang berupa asset strategik intangible ( yang tidak dapat
dilihat secara langsung) (Ferdinand, 2003) dalam Jurnal Administrasi Bisnis vol. 12,
Juni, 2011 oleh Siti Nur Barokah.
Dalam hal ini khusus untuk produk Bordiran / Sulaman Sumatera Barat yang
mana sudah mempunyai asset strategi yang dapat bersaing baik lokal maupun
internasional, namun kelemahan dan hambatan dari produk-produk UKM khususnya
Bordiran / Sulaman masih terkendala dari faktor manajemen perusahaan terutama dalam
hal pemasaran yang dalam hal ini membangun hubungan yang berkesinambungan
dengan pengusaha luar negeri masih terkendala, sumber daya manusia yang berkualitas
masih langka,
Bagi seorang manajer perusahaan yang dibutuhkan adalah pengembangan
sumber daya yang berkesenambungan, dapat meningkatkan produktivitas dan dapat
menghasilkan nilai-nilai yang tinggi, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan
dan bawahan antara lain karena adanya pendelegasian wewenang, interaksi yang
didasarkan pada sikap dewasa baik secara teknikal maupun intelektual, saling
menghargai dan adanya kesempatan bagi bawahan untuk berpikir dan bertindak secara
inovatif. Selanjutnya, terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan
tepat karena melibatkan para pegawai yang bertanggung jawab (Siagian, 2003). Hal ini
juga didukung oleh Mc, Millan (2010) mengatakan bahwa aspek yang berbeda bagi
seseorang Entrepreneur adalah sesorang yang memiliki kreativitas, inovasi, pandangan
ke depan dan penemuan, yang dapat mengindentifikasi adanya kesempatan bisnis
disekitarnya. Juga seseorang yang praktis yang dapat melihat dan menggunakan
kesempatan untuk menghasilkan uang dengan sukses..
ADAPTABILITAS LINGKUNGAN
KESIMPULAN / SARAN
Perkembangan industri UKM Bordiran / Sulaman masih banyak terkendala secara
internal dan ekternal seperti manajemen, permodalan, kualitas produk maupun kualitas persaing
industri itu sendiri, sumber daya lainnya. Sehingga banyak perusahaan – perusahaan UKM
terutama industri Bordiran / Sulaman yang perkembangannya masih kecil dalam beberapa
dekade ini. Keberadaan industri UKM memiliki peran yang penting dalam dunia bisnis terutama
untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Maka perlu upaya-upaya tindakan nyata yang
harus dilakukan baik dari industri itu sendiri maupun bantuan pemerintah.
Pengusaha bordiran / sulaman untuk dapat bersaing harus mempunyai strategi bersaing
yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif di pasar global, yang memiliki strategi yang
lebih tepat seperti menciptakan biaya rendah atau strategi focus pada biaya atau fokus
difrensiasi. Selanjutnya perusahaan UKM bordiran / sulaman sudah seharusnya untuk dapat
meningkatkan kualitas sumberdaya baik dari segi bahan baku, sumber daya manusia, teknologi
dan lainnya dalam upaya dapat bersaing dipasar global dalam menghadapi MEA. Meningkatkan
kualitas aset perusahaan sudah seharusnya memperhatikan seperti nama atau merek
perusahaan, perkembangan teknologi, jaringan kerja, tradisi tradisi sosial perusahaan,
serta praktek-praktek manajemen yang dilakukan pada pelanggan. Dengan adanya
lingkungan yang senantiasa berubah-ubah, maka perusahaan dituntut untuk selalu
beradaptasi dengan lingkungannya agar tetap kompetitif. Perubahan tersebut seperti
perubahan struktur organisasi, perubahan karir, perubahan kompetensi sumber daya,
perobahan manajemen dan cara pandangnya terhadap kondisi-kondisi internal dan
ekternal.
DAFTAR PUSTAKA
Abror. 2011. Strategi Bersaing Pengusaha Kecil Sulaman/Bordiran di Kota Padang, Jurnal
Manajemen, Blog WordPress.
Craig, James C., Grant, Robert M., 1993. Strategik Management. Publisher: PT. Elex Media
Computindo, Jakarta.
Griffin, Ricky W. & Ebert, Ronald J. 2007. Business. 8th Edition. Publisher:
Pearson Education
Hestianingsih. 2015. Keindahan Sulaman Minang Yang Berbeda dari Sulam Lainnya. Life
styleWalipop.
Nugroho, Bhuono Agung. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian
Dengan SPSS. Penerbit:CV. Andi Offset, Yogyakarta.
Stoner, James, A. F. 1992. Manajemen, (Terjemahan oleh Gunawan Hutahuruk, MBA) Jilid 2,
Erlangga, Jakarta.
Setiyadi, Mas Wigrantoro Roes. Analisis Sumberdaya dan Kapabilitas Internal Perusahaan
Menggunakan RBV. PSIM-FEUI
Zilfah & Dkk. 2007 & 2008. Penelitian Tentangan Model Pengembangan Industri
Kerajinan Bordir Di Sumatera Barat.
ARTIKEL
OLEH
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS VBUNG HATTA
_________________________
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab lembaga keuangan informal (LPN
Puau Mainan) dapat eksis dan berperan untuk Usaha Tani Kecil (UTK) di daerah pedesaan, dan
elemen-elemen dasar serta model lembaga keuangan yang efektif untuk UTK. Objek penelitian
adalah LPN Pulau Mainan di kabupaten Dharmasyraya. Data dianalisa dengan metode deskriptif
kualitatif dan kuantitatif dengan kerangka analisis rekonstruksi meliputi analisis dekonstruksi dan
sintesis ( Martius, 2004).
Dari hasil analisis penelitian disimpulkan bahwa kesesuaian karakteristik lembaga keuangan
dengan sifat dan dinamika UTK, efektivitas pelayanan kredit, dan kemampuan mobilisasi modal
internal dalam bentuk modal kolektif (simpanan wajib, simpanan pokok dan simpanan sukarela)
merupakan faktor-faktor penyebab efektivitas peran Lumbung Pitih Nagari (LPN) Pulau Mainan
melayani UTK di daerah penelitian. Eketivitas peran LPN Pulau Mainan sangat ditentukan oleh
peran modal sosial (nilai-nilai agama dan nilai-nilai adat) yang mendasari kegiatan lembaga,
terutama pendirian lembaga, pelayanan kredit, dan mobilisasi modal internal. Kemudian dari hasil
analisis disimpulkan pula bahwa elemen-elemen dasar lembaga keuangan yang efektif untuk UTK
di pedesaan meliputi orientasi pendirian lembaga yang berpihak pada kepentingan UTK di
pedesaan, kesesuaian karakteristik lembaga dan dinamika UTK, efektivitas pelayanan kredit dan
kemampuan mobilisasi modal internal.
Berdasarkan elemen-elemen dasar tersebut, maka model lembaga keuangan yang efektif
untuk UTK di pedesaan idealnya berdasarkan pada prinsip keberpihakan pada kepentingan UTK
dalam bentuk kesesuaian karakteristik lembaga keuangan dengan sifat dan dinamika UTK dan
efektivitas pelayanan kredit dan prinsip kemandirian dan keberlanjutan lembaga melalui mobilisasi
modal internal.Salah satu lembaga yang memenuhi kriteria ini adalah Lumbung Pitih Nagari (LPN
Pulau Mainan)
Kata kunci : lumbng pitih nagari , modal sosial, nlai-nilai agama dan nilai-nilai adat.
I. Latar Belakang
Kegiatan perekonomian di pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha tani dan berskala
kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian,
pengolahan hasil pertanian, serta industri rumah tangga. Namun demikian, para pelaku usaha ini
pada umumnya masih dihadapkan pada permasalahan klasik yakni terbatasnya ketersediaan modal,
keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor pertanian dan pedesaan (Hamid,
1986).
Dalam jangka panjang, kelangkaan modal bisa menjadi entry point terjadinya siklus rantai
kemiskinan pada masyarakat petani/pedesaan yang sulit untuk diputus. Walaupun insiden
kemiskinan secara faktual tidak dibatasi oleh aspek spatial dan sektoral, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa mayoritas orang miskin berada di daerah pedesaan dan umumnya bekerja disektor
pertanian. Menurut BPS, jumlah penduduk miskin pada tahun 2012 mencapai 29,31 juta orang dan
sebanyak 18,48 juta (58,8 %) diantaranya bekerja disektor pertanian.
Lemahnya permodalan pelaku ekonomi di pedesaan telah disadari oleh pemerintah dan
akhirnya terdorong untuk meluncurkan beberapa program kredit yang ditujukan kepada petani dan
pengusaha tani dan kecil. Dimulai dengan kredit BIMAS tahun 1972, kemudian menyusul Kredit
Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Proyek Peningkatan Pendapatan
Petani/Nelayan Kecil (P4K) Kredit Usaha Tani (KUT), dan sampai saat ini masih berlansung Kredit
Usaha Rakyat (KUR). Walaupun pemerintah telah mengimplementasikan bermacam kredit
program, namun capaian hasilnya dipandang masih belum sesuai dengan harapan.
Memang diakui, beberapa program telah dapat mencapai tujuannya dalam meningkatkan
produksi (misalnya pada komoditas padi), tetapi ada indikasi kinerja tidak memuaskan terutama
pada lembaga keuangan sebagai pelaksana. Menurut Martowijoyo (2002,) lemahnya kinerja
lembaga keuangan sebagai lembaga intermidiasi keuangan dapat dilihat dari tiga aspek yaitu: (1)
rendahnya tingkat pelunasan kredit; (2) rendahnya moralitas aparat pelaksana, dan (3) rendahnya
tingkat mobilisasi dana masyarakat. Kelamahan tersebut membawa konsekwensi pada tidak
berlanjutnya lembaga keuangan yang dibentuk setelah program selesai. Akibatnya, peserta program
umumnya akan kembali mengalami kekurangan modal.
Seiring dengan beban anggaran pembangunan yang semakin berat, maka kemampuan fiskal
pemerintah dalam alokasi kredit pertanian dan pedesaan semakin terbatas. Dengan demikian,
dimasa mendatang mengandalkan alokasi dana pemerintah untuk pembiayaan sektor pertanian
bukan merupakan pilihan yang bijaksana. Lembaga perbankan sebenarnya memiliki potensi sebagai
penyalur kredit mikro mengingat besarnya dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Namun
nampaknya masih banyak bank yang kurang antusias dalam menyalurkan kredit mikro, hal ini
terlihat dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang rendah dibawah 50 %, (Mubyarto, 2004).
Menurut Indiastuti (2005), ketidak tertarikan perbankan disebabkan oleh 3 hal; Pertama,
pengalaman dan trauma beberapa bank menghadapi kenyataan kredit bermasalah sewaktu
pengucuran KUT; Kedua, aturan BI yang ketat agar bank prudent dalam kegiatan penyaluran dana;
dan Ketiga banyak bank (khususnya bank besar) tidak memiliki pengalaman untuk menyalurkan
kredit mikro.
Untuk menjawab permasalahan keterbatasan modal serta dengan kemampuan fiskal
pemerintah yang semakin berkurang dan lembaga perbankan yang sulit diakses oleh petani kecil,
maka perlu lebih mengoptimalkan potensi lembaga keuangan yang dapat menjadi alternatif sumber
dana bagi petani dan masyarakat pedesaan. Salah satu kelembagaan keuangan yang dapat
dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan segmen mikro adalah Lembaga Keuangan
Informal (LKI). Lembaga Keuangan Informal (LKI), yang sebetulnya telah banyak tumbuh dan
mengakar dalam masyarakat pedesaan, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini terlihat
dari tingkat kesehatan tidak sehat dan cukup sehat pada Lembaga Keuangan Mikro seperti
Lumbung Pitih Nagari (LPN).
Belum optimalnya pemanfaatan LKF dan LKSF bentukan dan binaan pemerintah bagi usaha
kecil menengah di pedesaan memberikan indikasi bahwa pemerintah hanya terfokus pada
bagaimana memasukkan modal eksternal ke pedesaan tanpa mempertimbangkan kondisi objektif
masyarakat dan potensi sosial budaya di pedesaan (Kartasasmita, 1992; Abdurrahman dan
Soekartawi, 1977; Siamwala, 1980), misalnya lembaga keuangan yang ada, karakteristik usaha tani,
potensi modal sosial, serta kebijakan pemerintah yang terkait dengan perkembangan lembaga
keuangan dan permodalan usaha tani kecil. Terkecuali LKI yang dibangun oleh individu mampu
eksis dan berperan melayani kebutuhan modal masyarakat berpendapatan rendah di pedesaan. LKI
di pedesaan mampu berperan melayani kebutuhan usaha kecil menengah, walaupun masih dalam
lingkup terbatas kelompok tertentu. Hal ini menunjukkan adanya mobilisasi modal internal dalam
masyarakat petani/pedesaan, sehingga persoalan modal usaha kecil menengah tidak selamanya
hanya dapat diatasi dengan mengandalkan mobilisasi modal eksternal (pemerintah) LKF dan LKSF
seperti selama ini.
Implementasi prosedur dan persyaratan kahati-hatian penyaluran kredit LKF dan LKSF sering
belum dapat mengakomodasi karakteristik pelaku Usaha Tani Kecil (UTK), sedangkan usaha
berskala menengah dan besar tidak mengalami masalah (Krisna, 2011). Persyaratan formal LKF
dan LKSF yang dikenal dengn 5-C (Character, Capital, Capasity, Condition dan Collateral)
merupakan kendala utama bagi usaha tani dalam mengakses dana dari perbankan. Kebanyakan
usaha tani belum memiliki wadah usaha yang formal, tidak mampu menyusun rencana bisnis, dan
laporan keuangan, belum berpengalaman dalam menjalankan usaha, tidak mampu menyediakan
agunan, serta memiliki keterbatasan dalam penyediaan modal sendiri. Menurut (Mubyarto 2004),
dalam kondisi seperti ini diperlukan sebuah lembaga yang bertindak sebagai Konsultan Keuangan
Mitra Ekonomi Rakyat (KKMER) yang berfungsi menjembatani antara UTK untuk mengatasi
keterbatasanya mengakses lembaga keuangan, baik lembaga keuangan formal maupun informal
untuk mengatasi kendala menjangkau nasabah karena kekurangan informasi tentang kinerja usaha
tani. Selama ini baru ada Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) berdasarkan aliran kapitalis
atau aliran yang melindungi para pemilik modal yang seharusnya tidak diperlukan.
Konsultan Keuangan Mitra Ekonomi Rakyat (KKMER) yang didasari modal sosial
(kepercayaan, norma, dan jaringan) akan dapat membantu kesulitan baik yang dialami oleh usaha
tani mapupun kendala yang dihadapi oleh lembaga keuangan dalam mengembangkan usahanya.
Subandi, (2007) mengatakan keberhasilan lembaga keungan mikro dipengaruhi oleh beberapa
faktor yakni; (1) tiap lembaga biasanya membuat konsep sendiri tentang perkreditan sesuai dengan
kondisi dimana lembaga itu berada, (2) kemampuan dalam membina rasa kekeluargaan dikalangan
anggota menimbulkan keterbukaan, dan mereka yang menerima pinjaman adalah yang benar-benar
membutukan, (3) kepercayaan dan dogma dan atau mitos tertentu yang menyatakan bahwa,
kelompok miskin akan mengalami kesulitan dalam membayar pinjaman. Kondisi demikian
dicirikan dengan membuat aturan yang pada prinsipnya adalah untuk pengamanan pinjaman. Tetapi
dilain pihak menjadi kendala yang sangat memberatkan bagi pengusaha tani dan berpendapatan
rendah.dan (4) faktor utama yang menghambat keberhasilan lembaga keuangan mikro untuk
membiayai usaha tani adalah tidak memasukkannya unsur modal sosial dalam kalkulus analisis.
Fukuyama (1995), mengatakan modal sosial “ trust” sebagai faktor kunci mediasi
untuk memperkecil transaction cost dalam communities dan enterprises yang memungkinkan
masyarakat bekerja sarna secara lebih efektif. Selama ini modal sosial (social capital) belum
dilihat sebagai suatu potensi yang berperan dalam meningkatkan efektifitas lembaga keuangan
mikro di pedesaan. Padahal konsep modal sosial telah banyak digunakan dalam berbagai bidang
kehidupan manusia dan sangat mernpengaruhi setiap segi kehidupan manusia (Hanifan, 1916),
bahkan telah digunakan untuk menjelaskan persoalan kemakmuran ekonomi dan pembangunan
yang berkelanjutan (World Bank, 1999). Eksistensi dan peranan lembaga keuangan di pedesaan
(rural financial institution) tidak selamanya tergantung pada kekuatan eksternal (pemerintah),
tetapi dapat ditumbuh- kembangkan oleh kekuatan internal yang berakar dari nilai-nilai modal
sosial yang hidup dan berkembang di masyarakat pedesaan.
Modal sosial diartikan cukup beragam. Worlk Bank (1999), mengartikan modal sosial sebagai
institusi, hubungan-hubungan, norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial
masyarakat. Ia menjadi suatu perekat antara anggota masyarakat satu sama lain. Menurut Fukyama
(1999) modal sosial adalah suatu norma yang muncul secara informal melandasi kerjasama diantara
dua atau lebih individu. Norma-norma atau nilai-nilai sosial dijadikan landasan kerjasama dan
merekat setiap anggota masyarakat dalam hubungan sosial.
Menurut Hayami dan Kikuchi ( 1987) masyarakat desa sudah terbiasa mengatur setiap
kegiatan ekonomi dengan mengadakan koordinasi dalam pemakaian sumber daya yang langka
melalui adat kebiasaan dan kelembagaan. Tindakan kolektif merupakan keharusan bagi komunitas
desa untuk menyediakan kebutuhan / kepentingan bersama baik bersifat fisik, seperti, prasarana
jalan, sistem pengairan, dan lain-lain maupun kelembagaan, yaitu ketentuan-ketentuan dan
peraturan-peraturan. Salah satu wujud nilai-nilai modal sosial adalah dalam pembentukan modal
kolektif dimasyarakat pedesaan. Modal kolektif merupakan sumber modal internal yang berperan
penting manakala masyarakat sulit mengakses sumber modal eksternal. Modal kolektif dibentuk
melalui tindakan kolektif masyarakat.
Adanya pembentukan sumber modal kolektif dipedesaan dijumpai dalam beberapa studi
empiris. Dalam studi Nuwirman (1998) dan Zakri ( 2000) dijumpai penggalangan modal dalam
bentuk simpanan pokok, wajib, sukarela maupun sadaqoh dalam aktivitas lembaga kelompok
Kongsi, Lumbung Pitih Nagari (LPN) dan UED-SP di Sumatera Barat.
Berkembangnya modal sosial di tengah masyarakat akan menciptakan suatu situasi
masyarakat yang toleran, dan merangsang tumbuhnya empati dan simpati terhadap kelompok
masyarakat di luar kelompoknya. Hasbullah ( 2006) memaparkan mengenai jaringan-jaringan yang
memperkuat modal sosial akan memudahkan saluran informasi dan ide dari luar yang merangsang
perkembangan kelompok masyarakat. Hasilnya adalah lahirnya masyarakat yang peduli pada
berbagai aspek dan dimensi aktifitas kehidupan masyarakat yang saling memberi perhatian dan
saling percaya. Situasi yang mendorong kehiduan bermasyarakat yang damai, bersahabat, dan
tenteram. Demikian juga halnya dalam bidang pertanian, secara umum kemampuan modal sosial
(social relationship) dipedesaan masih kuat dan mengakar termasuk kesediaan dan saling
membantu dalam pengerjaan usahatani.
Studi lain dilakukan oleh Robinson (2001), dalam Lincolin (2008) mengatakan bahwa LKM
yang mandiri adalah LKM yang dari keuntungan dapat menutupi biaya financial maupun biaya non
finanasial. LPD Bali salah satu LKM yang masuk kategori ini. Namun demikian sustanabilitas
LKM seperti tersebut di atas tidak akan bisa dicapai apabila LKM tersebut tidak sesuai dengan
kebutuhan orang-orang yang seharusnya mereka bantu (Snow, 1999). Snow menyatakan bahwa
LKM yang sustanabel selalu menyatu dan terkait dengan jaringan institusional lokal yang ada. Oleh
karena LKM harus dibangun secara sosial, yaitu bahwa pengaturan lingkungan sosial dan
ekonominya harus dihuat untuk memenuhi tujuan tertentu (Cernea, 1993). Cernea (1993)
mengatakan bahwa kegagalan dari banyak proyek dikarenakan telah mengabaikan faktor-faktor
sosial seperti tindakan sosial, hubungan dengan orang lain, pengaturan kelembagaan, budaya, motif,
kebersamaan, kejujuran, nilai-nilai adat dan nilai-nilai agama yang mengatur tingkah laku mereka
dalam suatu lembaga.
Lembaga lain yang memanfaatkan institusional lokal telah berhasil sebagai perantara
keuangan dengan masyarakat pedesaan adalah BRI Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat (BPR),
lembaga perkreditan non bank seperti LPD Bali, Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah,
Badan Kredit Desa (BKD) di Jawa dan Madura dan Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera
Barat. Tujuan mereka adalah sebagai lembaga perantara keuangan untuk rakyat miskin di pedesaan
(Robinson, 2001, Chaves & Gonzales-Vega, 1996). Semenjak LPN oleh pemerintah dirubah
menjadi Bank Perkreditan Rakyat (UU Perbankan No. 10 tahun 1998) menyebabkan matinya LPN
di Sumatera Barat.
Konsep LPN ini yang penuh berdasarkan modal sosial, dimana semua keputusan tentang
pemberian kredit diputuskan bersama Wali Nagari, Ninik Mamak dan kepala jorong bersama
masyarakatnya. Pada tahun 1991 konsep LPN ini di adobsi oleh pemerintah Bali. Kabid Sosbud
Bapeda Bali kepada Padang Media mengatakan bahwa LPD Bali tidak merupakan produk Bali,
melainkan diadopsi dari LPN Sumatera Barat dan inilah yang kami kembangkan sampai sekarang
(Padangmedia.com. 2009). Dengan dana awal 2 juta rupiah ditambah dengan suntikan dana dari
pemerintah Bali 2,5 juta rupiah pada tahun 2002, namun sekarang asetnya sudah mencapai 30
Milyar rupiah ( Dewa Berata Kabid Sosbud Bapeda Bali 2009).
Konsep ini dikembangkan dengan pengelolaan sepenuhnya memberdayakan masyarakat adat,
karena dengan memberdayakan masyarakat adat penerima manfaat akan kena dampak sanksi adat
jika bermasalah dalam pengembalian kreditnya dan cara inilah yang membawa LPD Bali jadi
berkembang. Akhirnya jadi pertanyaan, kenapa LPN yang dulu ada di Sumatera Barat mati,
kemudian tumbuh dan berkembang di Bali ?.
Berdasarkan fenomena di atas yang menjadi masalah adalah, Pertama, mangapa Lembaga
Keuangan Informal (LPN) dapat bertahan dalam jangka panjang dan berperan efektif dalam
melayani kebutuhan modal UTK di daerah pedesaan dan Kedua bagaimana Lembaga Keuangan
Mikro (LPN) menerapkan modal sosial dalam meningkatkan peran lembaga keuangan mikro dalam
melayani kebutuhan modal UTK ?
Sampel yag diambil daerah penelitian adalah Lumbung Pitih Nagari (LPN) Pulau Mainan
yang berlokasi di Kabupaten Dhamasraya, Provinsi Sumatera Barat. Dalam penelitian ini pada
dasarnya digunakan metode analisa deskriptif kualitatif, Metode ini merupakan proses
mengorgansasikan dan mengurutkan data kedalam pola-pola, kategori-kategori dan satuan uraian
dasar, sehingga akan diperoleh tema dan kesimpulan (Moleong, 1993). Cukup banyak studi
mengenai eksistensi dan peranan kelembagaan keuangan di pedesaan yang dianalisis dengan
mengandalkan analisa kualitatif (Nuwirma, 1998; Zakri, 2001; Djoni, 1996; Imelia, 1997; Minir,
1991).
Lahan terbatas, usaha bersifat Target utama usaha tani skala kecil
musiman, dan modal terbatas dan modal terbatas
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga faktor penting yang menyebabkan
LKI/KSM dapat bertahan dan berperan efektif melayani UTK di pedesaan yaitu:
a) Unsur Kepercayaan.
Adanya sifat saling percaya antara anggota dan pengelola menyebabkan LKI/KSM mudah diakses
oleh UTK karena kerjasama dan saling percaya didasari oleh kesesuaian karakteristik lembaga
dengan karakteristik usaha tani. Karakteristik lembaga dicirikan oleh UTK sebagai target utama
pelayanan kredit, prosedur dan persyaratan administrasi relatif mudah, tidak menerapkan agunan,
sistem pengembalian relatif ringan dan fleksibel, dan lokasi mudah dijangkau. Sedangkan sifat dan
dinamika UTK dicirikan oleh luas lahan terbatas, masih terdapat petani penggarap, dan usaha
bersifat musiman. Sedangkan dinamika UTK meliputi ketergantungan pada pinjaman kredit, tidak
memiliki agunan, dan hanya mampu mengakses kredit yang dengan tingkat bunga rendah dan
mudah dan cepat dapat diperoleh.
b) Efektivitas Jaringan Kerja.
Jaringan kerjasama diantara anggota berakibat pada efektifnya pelayanan kredit pada LKI/KSM
sehinbgga kredit diperoleh dirasakan manfaatnya oleh UTK baik kebutuhan kredit maupun
peningkatan pendapatan (LPN Pulau Mainan). Hal ini di samping ditentukan oleh prosedur dan
persyaratan administrasi yang mudah, sistem pengembalian yang ringan dan fleksibel, dan tidak
adanya syarat agunan. juga oleh. peran pengurus dalam mengelola dan mengawasi penggunaan
kredit serta dapat memotivasi anggota agar berpartisipasi dalam memajukan lembaga milik
masyarakat untuk menunjang proses pembangunan pertanian.
c) Unsur Norma
Keberhasilan dalam mobilisasi modal internal menyebabkan LKI/KSM khususnya LPN Pulau
Mainan memiliki sumber modal utama dari setoran modal awal dan tabungan (73,9 %) pada
tahun 2012 dengan jumlah kekayaan telah mencapai 14 milyar lebih, sehingga mampu
memberdayakan UTK baik dalam pemenuhan kebutuhan modal maupun peningkatan pendapatan
tanpa bergantung pada mobilisasi modal eksternal terutama dari pemerintah.
Dari ketiga faktor tersebut (kepercayaan, jaringan kerja dan norma), memiliki peran yang
mendasar, sehingga menjadi kunci berperannya LPN secara efektif melayani UTK. kontribusi
finansial anggota dalam mobilisasi modal internal seperti terlihat pada Tabel 4.28 berikut:
Tabel 4.28. Kontribusi Finansial Anggota dalam Mobilisasi Modal Internal pada LPN
Tingginya jumlah tabungan merupakan indikasi dari rasa saling percaya antara pengurus
lembaga dengan anggota, kondisi ini mencerminkan rasa memiliki yang tinggi terhadap lembaga,
sehingga membangun rasa partisipasi dari semua anggota terhadap keinginan anggota untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemandirian lembaga. Indikator rendahnya tingkat kredit macet
(2 %) juga menggambarkan kepatuhan dan ketaatan terhadap norma yang berlaku dalam lembaga
yang didirikan, dilaksanakan dan dimonitoring oleh anggota sendiri.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, terdapat tiga faktor penting yakni unsur
kepercayaan, jarigan kerja dan norma dan yang menyebabkan LPN Pulau Mainan dapat
bertahan dan berperan efektif melayani UTK di pedesaan dan berdampak terhadap pembangunan
pertanian di daerah penelitian
a Unsur Kepercayaan
Sifat saling percaya baik antara anggota dengan anggota maupun antara anggota dengan
pengurus mengakibatkan terbentuknya jaringan yang memungkinkan terbentuknya kerjasama yang
saling menguntungkan antara anggota dalam mencapai tujuan bersama. Kondisi demikian
berdampak pada kesesuaian karakteristik lembaga dengan karakteristik sifat dan dinamika UTK
menyebabkan LKI/KSM mudah diakses oleh UTK.
Karakteristik lembaga dicirikan oleh UTK sebagai target utama pelayanan kredit, prosedur dan
persyaratan administrasi relatif mudah, tidak menerapkan agunan, sistem pengembalian relatif
ringan dan fleksibel, dan lokasi mudah dijangkau. Sedangkan sifat dan dinamika UTK dicirikan
oleh luas lahan terbatas, masih terdapat petani penggarap, dan usaha bersifat musiman. Sedangkan
dinamika UTK meliputi ketergantungan pada pinjaman kredit, tidak memiliki agunan, dan hanya
mampu mengakses kredit yang tingkat bunga rendah dan mudah diperoleh.
Kemudahan akses petani terhadap lembaga keuangan menyebabkan petani berhasil dalam
proses pelaksanaan aktivitas pertanian. Kondisi demikian menandakan bahwa karakter lembaga
keuangan yang sesuai dengan karakteristik petani, menyebabkan terjadinya proses pembangunan
pertanian yang lebih baik.
Menimbulkan rasa saling percaya antara pengelola dan anggota dengan jalan membuat sistem
kerja yang saling menguntungkan antara pengelola dan anggota. Rasa saling menguntungkan akan
muncul apabila hasil dari kegiatan yang dilakukan dirasakan manfaatnya oleh kedua belah pihak.
Keadaan ini akan menimbulkan rasa saling percaya, simpati, saling berpartisipasi dan rasa memiliki
terhadap lembaga.
Hal in terbukti pada KPRI-GPU dari kelompok lembaga keuangan formal dan LPN Pulau
Mainan dari kelompok lembaga keuangan informal / kelompok swadaya masyarakat, efektif
melayani kebutuhan permodalan dan khusus pada LPN Pulau Mainan disamping dapat memenuhi
kebutuhan permodalan juga berhasil meningkatkan pendapatan anggota (72 %) serta mengebangkan
lembaga yang kuat dan mandiri dengan kekayaan masing-masing LPN Pulau Mainan 14 milyar
lebih dan dengan persentase kredit macet hanya maksimum 2 persen, sementara pada KPRI-GPU
jumlah kekayaan 42 milyar lebih dengan kredit macet 1,5 persen.
b Unsur Jaringan Kerja.
Jaringan kerja antara pengelola dan anggota yang diciptakan atasa adasar saling mempercayai
menyebabkan efektifnya pengumpulan modal kolektif dan penyaluran kredit pada LKI/KSM. Hal
ini sejalan dengan pendapat Fukuyama (1995), bahwa penerapan modal sosial yang tinggi
(kepercayaan, jaringan dan norma) menyebabkan komunitas tersebut dengan mudah menyelesaikan
masalahnya dan sekaligus dapat mengurangi biaya operasional.
Fakta empiris menyatakan bahwa kredit yang diterima dirasakan manfaatnya oleh UTK baik
kebutuhan kredit maupun peningkatan pendapatan. Kenaikan pendapatan sekitar 72,5 persen dari
petani pengguna kredit khususnya di daerah Dharmasyraya merupakan salah satu indikasi
keberhasilan pembangunan pertanian di daerah penelitian sebagai akibat berperannya lembaga
keuangan melayani kebutuhan modal bagi UTK yang menjadi nasabahnya.
Hal ini di samping ditentukan oleh prosedur dan persyaratan administrasi yang mudah, sistem
pengembalian yang ringan dan fleksibel, dan tidak adanya syarat agunan. juga oleh peran pengurus
dalam mengawasi penggunaan kredit dan memotivasi anggota. Disamping manfaat yang diterima
oleh para anggota, manfaat juga diperoleh lembaga keuangan dalam mengembangkan keberlanjutan
lembaga dengan jalan memobilisasi modal internal, hal ini terlihat semakin meningkatnya jumlah
tabungan di LPN Pulau Mainan (63 %).
Keberhasilan dalam mobilisasi modal internal menyebabkan LPN Pulau Mainan
memiliki sumber modal utama (setoran modal awal dan tabungan), sehingga mampu
memberdayakan UTK baik dalam pemenuhan kebutuhan modal maupun peningkatan pendapatan
tanpa bergantung pada mobilisasi modal eksternal terutama dari pemerintah.
c Unsur Norma
Pengelolaan lembaga tidak hanya dibebankan kepada pengurus saja, tetapi juga melibatkan
partisipasi setiap anggota. Walaupun secara resmi pengelolaan kelompok menjadi tanggung jawab
pengurus, namun dalam praktek sehari-hari anggota dilibatkan oleh pengurus untuk memperhatikan
dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup lembaga.
Pengurus dan anggota bersama-sama dalam merumuskan kebijakan dan mengambil keputusan
mengenai hak dan kewajiban anggota. Dengan demikian keputusan yang diambil merupakan
kesepakatan bersama antara pengurus dan anggota. Demikian pula dalam menghadapi berbagai
permasalahan terutama menyangkut kemajuan usaha, anggota bermusyawarah dengan pengurus
untuk menentukan jalan keluar yang paling tepat terutama dalam masalah permodalan.
Setiap permasalahan yang berkaitan dengan lembaga dibicarakan dan diputuskan dalam
pertemuan kelompok yang dilaksanakan secara rutin. Setiap anggota dilibatkan dalam menentukan
dan mengambil keputusan, sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan dan
kesepakatan bersama dan harus ditaati bersama karena telah menjadi norma/aturan lembaga.
Biasanya keputusan/norma/aturan bersama ini diambil dalam RAT.
Berdasarkan hasil penelitian ini npenulis merekomendasikan bahawa untuk lembaga
keuangan yang efektif untuk pembanguan pertanian di daerah pedesaan adalah dengan memasukkan
unsur sosial kapital dalam salah satu pesyaratan pencairan kredit untuk nasabah yang berada
didaerah pedesaan yang mata pencahariannya adalah disektor pertanian. Pada tabel berikiut
disajikan regulasi baru untuk para petani adalah sebagai berikut:
Tabel. 4.35 Regulasi Lembaga Keuangan Mikro yang Efektif bagi Usaha Tani Kecil
DAFTAR PUSTAKA
Acharya. M, Shrestha.B, and Seibel.H.D. 1992 Self Help Groups in Nepal, in Self- Help as
informal Intermediaries. B.R. Quinones Jr.Ed. 1992. APRACA Publication Bangkok,
Thailand.
Ahmad Muchtar dkk, 1991 Kelembagaan Pertanian dan Kemiskinan di Riau, Pergepi Komisariat
Riau.
Cerne, Michael M. 1993, The Sociologik’s Approach to Sustainable Development. Finacial &
Development, Desember 11-13
Chaves, Rodrigo A & Claudio Gonzales-Vega, 1996, The Disaign of successful Rural Financial
Intermediaries: Evidence from Indonesia, World Development 24(1): 65-78
Djoni, Asril, 1996 Pengembangan Lumbung Pitih Nagari: Suatu Perspektif Pengembangan
Lembaga, Thesis yang tidak dipublikasikan, Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Fukuyama, Francis. 1995. Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. New York:
Free Press.
Hasbullah J, 2006 Social Capital Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia, Jakarta: MR-
United Press Jakarta.
Hayami, Yujiro dan Masaro Kikuchi. 1987 Dilema Ekonomi Desa. Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Imelda, 1997 Peranan Lembaga Keuangan Formal dan Informal Dalam Aspek Permodalan Usaha
Kecil di Kecamatan Lintau Buo I Sumatera Barat. Thesis Yang Tidak di Publikasikan,
Program Pascasarjana Unand Padang.,
Indiastuti, R., 2005 Arti Tahun Keuangan Mikro Bagi Indonesia , http://www.pikiran-rakyat .com
/cetak/2005/0305/08/0608.htm(12/07/06)
Korpp, Erhard. Et al, 1989 Linking Self-Help Groups and Banks in Developing Countries,
APRACA GTZ, Eschborn.
Krisna Wijaya, 2011, Kredit Umum Pedesaan BRI Dalam Dinamika Perekonomian Pedesaan,
Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Lincolin Arsyat, 2008, Lembaga Keuangan Mikro, Institusi Kinerja dan Sustanabiltas, ANDI
Yogyakarta.
Lincolin Arsyat,2011, Strategi Pembangunan Pedesaan Berbasis Lokal, STIM YKPM, Yogyakarta.
Martowijoyo, Sumantoro. 2005. Masa Depan Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia: Tinjauan
dari Aspek Pengaturan dan Pengawasan.
Nuwirman, 1998, Peranan Organisasi Lokal Dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidup
Ekonomi Masyarakat Miskin Pedesaan. Thesis Pada Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Quinones, B.R. 1992, Pakistan ; Identifaying Self-Help Societies in Self-Help Groups as Informal
Financial Intermediaries B.R. Qinones Jr. ED. 1992), APRACA Publication, Bangkok,
Thailand.
Robinson, Marguerite S., 2001 The Microfinance for the Poor, Revolution: Sustainable Finance for
the Poor, Washington, D.C.: The World Bank.
Siamwlla, Ammar, 1980, Rural Credit and Rural Proverty, Rural Proverty in Asia: Priority Issues
in and Policy Option.
Snow Douglas, 1999, Microcredit: An Institutional Development Opportunity, International Journal
conomic Development, 1(1):65-79.
Soegiharto, H. dan Mulajarto, V. 1994 Debetur Potensial di Daerah Pedesaan Jawa, Dalam Prisma
No. 9 LP3ES Jakarta.
Soekartawi, 1986, Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil, UI Press,
Jakarta.
Undang-undang Perbankan No. 10, 1998, Tentang Perubahan U.U No. 7 tahun 1992 Tentang
Perbankan Sinar Grafika, Jakarta
World Bank, 1998, The Initiative on Defining, Monitoring and Measuring Social Capital:
Yogyakarta Province, Working Paper Series No. 03-H-01, Department of Agriculture and
Yogyakarta, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Depdikbud,
Zakri, Ahmad, 2001 Efektifitas Ukan saha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) Dalam
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung .
Thesis yang tidak dipublikasi, PPs Unand, Padang.
Abstrak
perdagangan baik secara global, regional maupun nasional. Bagi negara Indonesia sebagai
salah satu negara berkembang cukup aktif memainkan perannya dalam bidang perdagangan,
apalagi dengan bergabungnya negara Indonesia dalam perdagangan bebas di tingkat ASEAN
yang dikenal AFTA dan ikut sertanya Cina dikenal AC-AFTA yang telah diberlakukan tahun
negaranya.
Disamping itu, negara Indonesia juga dihadapi dengan perdagangan bebas Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berlaku akhir Desember 2015, akan semakin banyak
persaingan yang akan dihadapi negara Indonesia pada khususnya dan negara-negara ASEAN
pada umumnya dalam memajukan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup
free trade area, penghapusan tarif perdagangan antar negara, pasar tenaga kerja dan modal
yang bebas serta kemudahan arus keluar masuk prosedur kepabeanan antar negara ASEAN.
Bagi negara-negara ASEAN umumnya dan negara Indonesia pada khususnya hal ini
merupakan suatu keuntungan atau merupakan tantangan dan ancaman tentu tergantung dari
kesiapan masing-masing negara dalam menghadapi adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA).
Pelaksanaan MEA akan memberikan dampak yang sangat bervariasi ada dampak
positif dan dampak negatif bagi dunia industri dan perdagangan anatara lain terciptanya pasar
internasional yang lebih luas dan terjadinya persaingan pasar internasional yang akan
semakin berkompetisi. Untuk itu tujuan utama MEA yang akan dicapai adalah mendorong
Dalam mewujudkan efisien dan daya saing ekonomi sangat ditentukan kemampuan
daya saing masing-masing negara atau daerah apa lagi bagi negara Indonesia dan daerah
Sumatera Barat khususnya yang memiliki sektor-sektor andalan untuk masuk ke pasar bebas
MEA seperti pariwisata, ekonomi kreatif dan tenaga kerja (SDM dan pendidikan). Dalam hal
andalan tersebut untuk bisa bersaing, karena keberhasilan negara Indonesia menghadapi
peluang dari berlakunya MEA sangat ditentukan dari kemampuan dan daya saing setiap
daerah.
KESIAPAN PEMERINTAH SUMATERA BARAT DALAM
A. Pendahuluan
ASEAN dan juga bergabunganya negara Cina yang dikenal dengan AC-FTA (ASEAN China
Free Trade Agreement) dalam perdagangan bebas itu merupakan suatu langkah awal yang
bebas ini merupakan suatu kesempatan yang bisa digunakan oleh negara Indonesia untuk
bebas lainnya.
Untuk melakukan eksploitasi produk industri harus dilaksanakan secara kualitas dan
kuantitas produk yang sama, jika tidak dilaksanakan tentu produk-produk buatan dari
Indonesia akan ketinggalan atau kalah bersaing dengan produk dari negara lain peserta
perdagangan bebas, paling tidak produk buatan Indonesia setara dengan produk-produk
Disamping AC-FTA yang telah disepakati dalam kerjasama ASEAN yang diharapkan
dapat menguntungkan kedua belah pihak, sekarang ini negara Indonesia dihadapi dengan
diberlakukan akhir Desember 2015 merupakan sebuah era baru dalam regionalisasi dan
Komunitas Ekonomi, Komunitas Sosial Budaya. Komunitas Ekonomi merupkan salah satu
Komunitas ASEAN atau masyarakat ASEAN. Dalam cetak biru komunitas ekonomi
basis produksi dan pasar bersama serta membuat ASEAN menjadi kawasan kompetitif dan
lebih kuat sehingga mampu bersaing menghadapi kekuatan ekonomi regional di wilayah lain,
Bagi negara Indonesia merupakan salah satu anggota ASEAN tetap berkomitmen
pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN dan mendorong efisiensi dan daya saing
ekonomi di kawasan Asia Tenggara, Indonesia tidak akan menjadi pihak pasif dalam
MEA,Indonesia tidak akan membiarkan dirinya menjadi pasar semata serta Indonesia harus
menjadi bagian penting dari rantai produksi regional dan global (Padang Ekspres, 13
ditentukan akumulasi kemampuan dan daya saing setiap daerah, dan begitu juga sebaliknya
keberhasilan setiap daerah mengambil manfaat dari integrasi ekonomi ASEAN akan sangat
ditentukan dari kemampuan daya saing masing-masing daerah, apalagi bagi daerah Sumatera
Barat merupakan peluang yang harus disiapkan dan ditingkatkan, karena daerah Sumatera
Barat memiliki potensi yang banyak untuk dapat manfaatkan baik potensi alam maupun
potensi non alam. Dengan kata lain daerah Sumatera Barat memiliki sektor-sektor andalan
atau unggulan yang bisa meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat daerah
tersebut.
Beberapa sektor yang akan diliberalisasi melalui MEA antara lain arus barang, jasa,
investasi, modal dan tenaga kerja terampil. Dalam hal arus tenaga kerja, beberapa sektor yang
terlebih dahulu diprioritaskan adalah tenaga kerja dokter, dokter ahli,bidan, perawat, arsitek,
Hal yang sangat perlu diperhatikan dalam pelaksanaan perdagangan bebas MEA
adalah kesiapan pemerintah Indonesia umumnya dan perintah Sumatera Barat khususnya
untuk mengantisipasi dampak positif dan dampak negatif bagi dunia industri dan
perdagangan. Dampak positif dari pelaksanaannya akan terciptanya pasar internasional yang
lebih luas sedangkan dampak negatif bisa dilihat dengan munculnya persaingan pasar
internasional yang akan semakin berkompetisi, persaingan antar pengusaha dalam negeri
dengan pengusaha luar negeri. Disamping itu juga akan ada dampak-dampak lain yang perlu
B. Pembahasan
Indonesia merupakan salah satu negara ASEAN yang memiliki potensi sumberdaya alam
yang banyak, keanekaragaman hayati dan letak sangat strategis. Menurut Global Mc Kinsey
memperkirakan Indonesia no 7 di dunia tahun 2030, mengalahkan negara Jerman dan negara
Inggris. Walaupun Indonesia ada mendapat tekanan dari berbagai kalangan, Indonesia tetap
melihatkan prospek yang sanngat positif, hal ini terlihat dari besarnya komitmen investasi ke
dampak yang bervariasi, karena tergantung dari kesiapan negara masing-masing, sebab
negara-negara di kawasan Asia Tenggara tersebut memiliki potensi dan peluang yang sangat
berbeda-beda. Bagi negara Indonesia masih tetap optimis dengan keadaan perekonomian
mendasar dalam bidang ekonomi, terutama dari sudut daya saing nasional, negara Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak daerah, baik daerah maju sampai
daerah tertinggal dan kondisi ekonomi di daerah belum bisa dikatakan sama dengan kondisi
ekonomi di pusat yang laju pertumbuhan ekonomi selalu mengalami peningkatan. Namun
bbeberapa daerah dengan laju investor telah mulai memainkan perannya, dengan cara
Berdasarkan survei WEF (World Economic Forum), daya saing Indonesia tahun 2014
Singapura (2), Malaysia (20), Thailand (31) dan sedikit di atas Philipine (52) dan Vietnam
(68). Menurut WEF ada 6 masalah utama yang masih menjadi kendala bagi Indonesia dalam
meningkatkan daya saing yaitu korupsi, akses terhadap pembiayaan, inflasi, birokrasi dan
pemerintahan yang tidak efisien, lemahnya dukungan infrastruktur dan instabilitas kebijakan
meningkatkan daya saing terutama kemampuan daya saing masing-masing daerah yang akan
mendukung keberhasilan Indonesia dalam menghadapi MEA. Disamping itu pemerintah juga
FTA maupun MEA antara lain mempersiapkan daya tahan dan daya saing industri nasional,
meningkatkan kemampuan untuk mencintai produk nasional yang jauh lebih baik, seluruh
instrumen perlindungan harus dijaga dan penerapan early warning system (Padang Ekspres,
Dalam mewujudkan efisien dan daya saing ekonomi ada empat hal yang menjadi
perhatian adalah 1). Menciptakan aliran pasar bebas baik aliran barang, jasa, tenaga kerja,
modal dan investasi, 2). Menjadikan ASEAN berdaya saing tinggi dalam aspek ekonomi, 3).
Menjadikan ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan
basis pengembangan usaha kecil dan menengah, 4).Mewujudkan integrasi di kawasan Asia
Dalam hal daya saing Sumatera Barat berada pada tingkat rata-rata, mirip dengan
posisi Indonesia dalam daya saing di antara negara-negara ASEAN. Namun secara nasional
negara Indonesia sudah menyatakan kesiapan penuh dalam menghadapi MEA, yang
Sebelum adanya isu MEA 2015 masyarakat Sumatera Barat sudah lama
Singapura. Seperti masyarakat Minangkabau yang terkenal dengan budaya merantaunya yang
kehidupan ekonomi dengan cara berdagang, membawa serta adat dan budayanya, termasuk
budaya kuliner yang sudah berlangsung sampai sekarang ini, bahkan perantau Minang
tersebut telah ada yang menjadi penduduk Malaysia atau Warga Negara Malaysia yang telah
Selain itu kesiapan Sumatera Barat dalam menghadapi MEA, sudah mulai dengan
mengintegrasi ekonomi yang lebih luas dengan ditandai melalui bandara udara yang ada di
Kota Padang Sumatera Barat membuka penerbangan langsung dengan Malaysia (tahun
1991), setelah itu baru disusul Kota Medan. Adanya kerjasama Segitiga Pertumbuhan di
dilaksanakan kerjsama langsung dalam bidang dunia usaha dan investasi, dengan adanya
usaha kerjsama (joint venture) antar pelaku usaha kedua pihak, seperti Pembangunan Padang
Industrial Park (PIP) antara Johor Corporation dengan pemerintah provinsi dan swasta dan
beberapa usaha kerjasama lainnya di sektor perkebunan dan kehutanan (Padang Ekspres, 16
Sektor yang menunjang perekonomian Sumatera Barat juga harus mendapat perhatian
dari pemerintah, karena sektor-sektor atau potensi tersebut merupakan faktor pendukung
kesiapan daerah dalam menghadapi MEA. Ada tiga sektor yang bisa menjadi andalan atau
unggulan Sumatera Barat untuk masuk ke dalam pasar bebas MEA (Padang Ekspres, 16 Juni
2015 : 4) yaitu :
1. Sektor Pariwisata
Sektor pariwisata merupakan potensi masa depan Sumatera Barat, karena daerah ini
memiliki kekayaan budaya dan pemandangan alam salah satu yang terbaik di Indonesia, tidak
kalah dengan Bali, Yogyakarta dan Jawa Barat. Selama ini sektor pariwisata telah
berkembang cukup baik dan akan terus berkembang bila pemerintah bersama pelaku usaha
Selama ini, dari sekitar 40 ribu wisatawan asing yang datang ke Sumatera Barat setiap
tahun, lebih 60% berasal dari Malaysia. Dalam memanfaatkan peluang MEA ke depan
Sumatera Barat harus mampu menjadikan Malaysia dan Singapura bukan hanya sebagai
sumber wisatawan, tetapi harus menjadi titik masuk wisatawan dari negara lain ke daearh
Sumatera Barat. Bila Sumatera Barat mampu membangun sektor pariwisata dengan baik,
bukan tidak mungkin daerah Sumatera Barat akan menjadi destinasi pelancong utama di
Tempat wisata yang menarik turis atau wisatawan di Sumatera Barat antara lain fun
bike melewati jam gadang, lembah anai dengan air terjun dan pemandangan alam serta
transportasi KA, wisata KA kuno lokomotif dan gerbong KA lawas, ngarai sihanok, tri arga,
ngarai dan gua Jepang, danau Maninjau kelok 44 dan para layang, kepulauan Mentawai
tempat berselancar terindah di dunia setelah Hawaii dan Tahiti dan wisata Mandeh.
Dengan konsep dan kemasan yang kreatif dan baik, akan mendorong meningkatnya
kunjungan pariwisata ke Indonesia umumnya dan Sumatera Barat khususnya dan juga
mendatangkan devisa bagi negara, sudah bisa kita membayangkan berapa besar manfaat yang
Sektor ekonomi kreatif dalam bidang kuliner, fesyen dan UKM. Dalam bidang kuliner
dan fesyen Sumatera Barat sudah memiliki nama khusus di negara Malaysia dan Singapura.
Dalam perkembangan dua bidang ini, terutama karena kreativitas masyarakat pelaku usaha
sendiri, bisnis kuliner dan fesyen Minang sudah mendapat tempat di masyarakat Malaysia
khususnya. Dalam usaha rumah makan Padang (restoran Minang) dan bisnis pakaian muslim
(baju muslim dan jilbab) para pelaku usaha dari Sumatera Barat sudah lama memanfaatkan
pasar Malaysia. Untuk ke depannya pemerintah dareah harus lebih mendorong sektor
ekonomi kreatif tersebut untuk makin banyak masuk ke pasar ASEAN, khusunya Malaysia.
Dalam bidang UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) yang selama ini memang
tela teruji dan terbukti sebagai kelompok usaha yang paling banyak menyerap lapangan kerja,
kreatif dan sangat cepat menyesuaikan diri dengan perubahan ekonomi dan perubahan
kebijakan politik. UMKM juga diakui sebagai sumber pendapatan utama maupun sekunder
bagi banyak rumah tangga di Indonesia. Dalam hal terjadinya krisis bagi Indonesia ( tahun
1998) UMKM yang mampu bertahan dan menjadi penyelamat perekonomian Indonesia,
maka UMKM mampu mengwujudkan pertumbuhan ekonomi lebih baik walaupun saat terjadi
krisis.
ditingkatkan, bisa menjadi strategi terbaik untuk menghadapi MEA, karena mampu menyerap
tenaga kerja berpendidikan rendah, sebagai ekspansi untuk produk-produk yang mereka
miliki dan UKM juga sebagai soko guru (tulang punggung) perindustrian dalam negeri.
Sektor tenaga kerja dan pendidikan. Bagaimana menjadikan Malaysia dan negara-
negara ASEAN umumnya sebagai pasar tenaga kerja terampil dan profesional dari Sumatera
Barat dan begitu sebaliknya Sumatera Barat memiliki banyak Perguruan Tinggi bisa menarik
minat pelajar dan mahasiswa dari negara-negara ASEAN untuk belajar atau kuliah di daerah
Sumatera Barat. MEA akan membuka peluang pasar tenaga kerja di kalangan negara-negara
ASEAN. Sumatera Barat memiliki sekolah dan Perguruan Tinggi serta pusat pelatihan untuk
mencetak tenaga-tenaga kerja terampil dan terlatih untuk mengisi peluang tersebut,
khususnya untuk bidang-bidang profesi yang mulai dibuka dalam MEA 2015 seperti dokter,
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas salah satu yang terbaik di Indonesia dan
Sumatera Barat juga memiliki sekitar 50 Sekolah Tinggi Keperawatan dan Kebidanan yang
bisa ditingkatkan kualitasnya. Tamatan sekolah dan Perguruan Tinggi tersebut bisa mengisi
mendatang.
Peluang yang harus dikerjakan dan dimanfaatkan menghadapi MEA 2015 tentu perlu
usaha-usaha dan kerjasama bagi semua pihak yang terkait Pemerintah Provinsi Pemerintah
Daerah, Perguruan Tinggi, Dunia Usaha dan masyarakat lainnya, yang tidak kalah pentingnya
adalah membangun kesadaran bersama seluruh masyarakat betapa pentingnya MEA bagi
Pemberlakuan MEA bagi Sumatera Barat harus mengambil setiap langkah penting
dengan segera, salah satu perlu segera mendirikan ASEAN Center untuk melakukan berbagai
kajian sekaligus merumuskan strategis dan kebijakan yang diperlukan menghadapi MEA agar
daerah dan masyarakat Sumatera Barat bisa mengambil manfaat yang optimal dari intgrasi
ekonomi regional. Inisiatif mendirikan ASEAN Center bisa dilakukan segara oleh Pemerintah
Provinsi bersama Perguruan Tinggi dan KADIN Daerah (Padang Ekspres, 16 Juni 2015 : 4).
keuntungan, karena Sumatera Barat memiliki ciri khas seperti pariwisata (olah raga di alam
terbuka, kuliner, tektil atau bordiran, tenunan) dan peluang investasi. Untuk itu daerah
Sumatera Barat harus bersiap dan melakukan segera usaha secara terus menerus sehingga
Berkaitan dengan hal tersebut yang menjadi perhatian bagi pemerintah dan perlu
ditingkatkan bagi daerah Sumatera Barat adalah perbaikan insfrastruktur, tempat wisata dan
fasilitas publik yang bersih, dengan budaya sosial yang penuh ketertiban, toleransi dan
keamanan serta diperlukan sumberdaya manusia yang memadai dalam arti berpendidikan dan
dioptimalkan, akan membuka kesempatan bagi Sumatera Barat bisa tampil sebagai the
Negara-negara ASEAN memiliki potensi sumberdaya alam yang luar biasa kaya,
keanekaragaman hayati, iklim tropis dan letak sangat strategis dalam peta geo-ekonomi dan
geo-politik dunia, tidak mengherankan jika ASEAN diprediksikan akan menjadi kawasan
yang makin penting di masa depan. Dengan adanya MEA 2015 diharapkan ASEAN menjadi
satu basis produksi dan pasar bersama bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Adanya
Negara Indonesia salah satu negara ASEAN perlu membuat keunggulan dan
ditentukan dengan kemampuan daya saing masing-masing daerah. Kesiapan Indonesia pada
umunya dan daerah Sumatera Barat pada khususnya segera membenahi diri menghadapi
meningkatkan ekonomi kreatif dengan UMKM (Usaha Mikro,Kecil dan Menengah) dan
meningkatkan SDM (Sumber Daya Manusia) dalam negeri, karena kedepannya persaingan
untuk mendapat lapangan kerja akan semakin kompetitif, ketrampilan atau skill khusus sangat
diperlukan.
Besarnya peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Sumatera Barat dalam MEA, tentu
perlunya usaha dan kerja keras semua pihak yang terkait antara lain Pemerintah Daerah,
Perguruan Tinggi, Dunia Usaha dan komponen masyarakat lainnya untuk dapat menciptakan
kondisi dan daya saing, terutama di sektor-sektor unggulan yang dimiliki daerah. Begitu juga
untuk mendapatkan peluang tersebut dilakukan dengan berbagai faktor daya saing yang harus
diperbaiki dan ditingkatkan secara terus menerus baik dalam bidang insfrastruktur maupun
dalam hal kebijakan dan pelayanan birokrasi serta memberikan insentif untuk mendorongan
dan perdagangan, sehingga memandang MEA sebagai integrasi ekonomi regional, sebagai
Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Maman Suherman, 2002, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia,
Jakarta
Huala Adolf, 2005, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Duta Besar Bagas Hapsoro, Makalah Kesiapan Indonesia Menuju ASEAN Community 2015,
Sosialisasi Komunitas ASEAN 2015 dan Lokakarya Isu-Isu Hukum di ASEAN
untuk Dosen Hukum Se-Sumatera, Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN
Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Padang 5 September 2015
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi
kerja kerja terhadap komitmen kerja karyawan AMIK Jayanusa Padang. Teknik Analisis Data
menggunakan Analisis Regresi Berganda. Sampel dalam penelitian ini adalah semua
karyawan AMIK Jayanusa Padang, yaitu sejumlah 26 orang. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah total sampling dimana jumlah sampel sama dengan populasi.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa secara silmultan ada pengaruh gaya
kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap komitmen kerja karyawan. Sementara parsial
motivasi kerja terhadap komitmen kerja karyawan tidak berpengaruh sedangkan gaya
kepemimpinan dan komitmen kerja cukup berpengaruh.
Kata Kunci: Gaya Kepemimpinan, Motivasi kerja Kerja, Komitmen Kerja Karyawan
ABSTRAC
This study aims to determine the effect of leadership style and work motivation of employees
working on commitment AMIK Jayanusa Padang. Data analysis techniques using Multiple Regression
Analysis. The sample in this study were all employees AMIK Jayanusa Padang, the number of 26 people.
The sampling technique in this research is total sampling where the number of samples is equal to the
population.
Results of this study stated that it silmultan no influence leadership style and work motivation
on employee commitment. While partial work motivation on employee commitment has no effect while
the leadership style and commitment to work quite influential
Dari beberapa permasalahan di atas maka penelitian ini di buat untuk meneliti ”Penaruh
Gaya Kepemimpinan dan Motivasi kerja Terhadap Komitmen Kerja Karyawan AMIK Jayanusa
Padang
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komitmen kerja karyawan
AMIK Jayanusa Padang ?
2. Bagaimanakah pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen kerja karyawan AMIK
Jayanusa Padang?
Tujuan Penelitian
1 . Untuk m e n g e t a h u i p e n g a r u h g a ya k e p e m i m p i n a n t e r h a d a p k o m i t m e n
k e r j a k a r ya w a n A M I K J a ya n u s a P a d a n g
2 . Untuk m e n g e t a h u i p e n g a r u h m o t i v a s i k e r j a t e r h a d a p k o m i t m e n k e r j a
k a r ya w a n A M I K J a y a n u s a P a d a n g
Hipotesis
Ho1 : Tidak ada pengaruh antara gaya kepemimpinan dan motivasi kerja kerja terhadap
komitmen karyawan AMIK JAYANUSA Padang secara simultan
Ha1 : Ada pengaruh antara gaya kepemimpinan dan motivasi kerja kerja terhadap
komitmen karyawan AMIK JAYANUSA Padang secara simultan
Ho2 : Tidak ada pengaruh antara gaya kepemimpinan dan motivasi kerja kerja terhadap
komitmen karyawan AMIK JAYANUSA Padang secara parsial
Ha2 : Ada pengaruh antara gaya kepemimpinan dan motivasi kerja kerja terhadap
komitmen karyawan AMIK JAYANUSA Padang secara parsial
Uji reliabilitas dapat dilihat pada nilai Cronbach,s Alpha, jika nilai Cronbach,s Alpha > 0.60
maka kontruk pertanyaan yang merupakan dimensi variable adalah reliabilitas.Hasilnya
sebagai berikut:
Tabel 1
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cas Valid 26 100.0
es Excludeda 0 .0
Total 26 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Tabel 2
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.929 56
Dari table di atas nilai Cronbach's Alpha = 0.929 di atas 0,6 sehingga dapat dikatakan
instrument mempunyai reliabilias yang tinggi.Uji Reliabilitas dari 56 pertanyaan dengan
menggunakan SPSS menunjukkan nilai nilai Cronbach,s Alpha > 0.60. dimana rata-rata
nilai Cronbach's Alpha > 0, 90.
Tabel 3
Variables Entered/Removedb
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 MOTIVASI
KERJA, . Enter
PIMPINANa
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: KOMITMEN
Tabel 4
Model Summary
R Adjusted R Std. Error of
Model R Square Square the Estimate
1 .534
a .285 .223 6.689
Tabel 5
ANOVAb
Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 410.860 2 205.430 4.592 .021a
Residual 1029.024 23 44.740
Total 1439.885 25
a. Predictors: (Constant), MOTIVASI KERJA,
PIMPINAN
b. Dependent Variable: KOMITMEN
Tabel 6
Coefficientsa
Standardiz
ed
Unstandardized Coefficient
Coefficients s
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 41.840 18.205 2.298 .031
PIMPINAN .460 .171 .487 2.692 .013
MOTIVASI KERJA .167 .226 .134 .739 .467
a. Dependent Variable: KOMITMEN
IV. PEMBAHASAN
Pengaruh secara simultan atau secara berama-sama Gaya Kepemimpinan (X1) dan
Motivasi kerja ( X2) terhadap Komitmen Kerja Karyawan (Y)
Jika Sig > 0,05 maka Ho diterima
Jika Sig < 0,05 maka Ho ditolak.
Dari hasil perhitungan dengan SPPS diperoleh sig 0,021 maka < 0,05 sehingga Ho
ditolak.
Jadi, secara simultan ada pengaruh antara gaya kepemimpinan dan motivasi kerja kerja
terhadap komitmen karyawan AMIK JAYANUSA Padang
Pengaruh secara parsial atau sendiri-sendiri antara Gaya Kepemimpinan (X1) dan
Motivasi kerja ( X2) terhadap Komitmen Kerja Karyawan (Y)
Jika Sig > 0,05 maka Ho diterima
Jika Sig < 0,05 maka Ho ditolak
1. Untuk kepemimpinan (X1) terhadap Komitmen(Y)
Dari hasil perhitungan dengan SPPS diperoleh sig 0,013 maka < 0,05 sehingga Ho
ditolak.
Jadi, ada pengaruh antara gaya kepemimpinan terhadap komitmen karyawan
AMIK Jayanusa Padang
2. Untuk Motivasi kerja Kerja (X2) terhadap Komitmen(Y)
Dari hasil perhitungan dengan SPPS diperoleh sig 0,467 maka > 0,05 sehingga Ho
diterima.
Jadi, TIDAK ADA pengaruh antara motivasi kerja kerja terhadap komitmen
karyawan AMIK Jayanusa Padang
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh gaya kepemimpinan,
motivasi kerja terhadap komitmen kerja karyawan AMIK Jayanusa Padang, maka dapat ditarik
kesimpulan :
1. Secara simultan ada pengaruh antara gaya kepemimpinan dan motivasi kerja kerja
terhadap komitmen karyawan AMIK Jayanusa Padang.
2. secara parsial ada pengaruh antara gaya kepemimpinan terhadap komitmen
karyawan AMIK Jayanusa Padang
3. Secara parsial tidak ada pengaruh antara motivasi kerja kerja terhadap komitmen
karyawan AMIK Jayanusa Padang
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disarankan beberapa hal
sebagai masukan sebagai berikut :
1. Untuk pimpinan AMIK Jayanusa Padangdisarankan untuk mengikutsertakan anggota
dalam pengambilan keputusan terutama dalam menampung ide, saran dan kritikan dari
karyawan untuk keberhasilan program kerja yang telah
2. Kepada karyawan AMIK Jayanusa Padang untuk lebih mengembangkan sikap
kepercayaan dan keterbukaan, saling memberikan dukungan dan saling menghargai rekan
kerja serta menjunjung tinggi kejujuran dalam bekerja. Disarankan karyawan AMIK
Jayanusa Padang untuk dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dalam bekerja
3. Kepada karyawan AMIK Jayanusa Padang diharapkan lebih banyak menyediakan waktu
dan tenaga untuk memberikan pelayanan kepada seluruh civitas akademika terutama
mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Syafruddin, (2008), Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi kedua, cetakan pertama,
Penerbit : BPFE, Yogyakarta
Ardana, (2012), Perilaku Keorganisasian, edisi pertama, cetakan pertama, penerbit : Graha
Ilmu,Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk bisnis & ekonomi. Jakarta: Erlangga
Luthans, Fred, 2006, “Organizational Behavior”, 10th Edition, Boston: McGraw-Hill, Inc.
Rivai, Veithzal, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. PT
Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Robbins, Stephen P and Timothy A. Judge, 2008, “Perilaku Organisasi, 12th edition, Jakarta :
Penerbit Salemba Empat
Sugiyono 2007. Metode Penelitian Kualitatif Kunitatif R&D. Bandung : Cv.Pustaka Setia
Sutrisno, Edy, (2009), Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan
pertama,Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Suwatno dan Priansa Donni Juni, (2011), Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan
Bisnis,Penerbit : Alfabeta, Bandung.
Board Governance, Corporate Social Disclosure dan Firm Value:
Studi Empiris Pada Perusahaan Publik Yang Terdaftar DI BEI
oleh
Edy Supriyono - STIE Bank BPD Jateng Semarang
Djoko Suhardjanto - FEB-UNS Surakarta
Niki Lukviarman - Universitas Bung Hatta Padang
Rahmawati - FEB-UNS Surakarta
Abstract
This study aims to explore the relevance of board governance, corporate
social disclosure and firm value of non-financial public companies in the
Indonesia Stock Exchange. The background of this study is the importance of
board governance, social corporate disclosure and firm value in Indonesia, where
many social problems involving the company. In addition, this study is also driven
by previous researches on board governance, firm value and corporate social
disclosure which obtain different results. However, this study is original because
the use of corporate social disclosure as a mediating variable which influence
board governance on firm value.
Using secondary data from annual reports published on the Indonesia
Stock Exchange in 2009, 2010, and 2011. With the population of 1280
observations, this study collects the sample of 217 observations. Processing data
of this study uses the path analysis method by IBM SPSS 20th version.
This study finds that board governance can influence firm value whether
directly or mediated by corporate social disclosure. The direct effect occurs at the
proxy proportion of independent board and size board governance. The effect
through the mediation of corporate social disclosure produces perfect mediation
with the size of board governance, size audit committe, and proportion
independent audit committe.
Keywords: Coporate Governance, Board Governance, Corporate Social
Disclosure, and Firm Value.
Pendahuluan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kaitan corporate governance (untuk
selanjutnya disingkat CG), corporate social disclosur (untuk selanjutnya disingkat
CSD) serta firm value perusahaan publik di Indonesia. Tujuan tersebut
dilatarbelakangi berbagai hasil penelitian terdahulu yang menemukan pengaruh
ketiganya yang beragam serta banyaknya problem sosial di Indonesia yang
melibatkan perusahaan
Performance perusahaan menurut Elkington (1997) diukur dalam tiga
dimensi yaitu: profit, planet, dan people. Konsep ini terkenal dengan istilah
konsep The Triple Bottom Lines (TBL) yaitu profit (laba), planet (lingkungan) dan
people (aspek sosial). Berdasarkan konsep tersebut seharusnya perusahaan
menempatkan aspek sosial sebagai aspek strategis, sejajar dengan aspek profit
maupun aspek planet.
Aspek sosial yang sebelumnya kurang mendapat perhatian, dalam TBL
menjadi bagian strategis dalam rangka keberhasilan perusahaan (Fauzi, Stevenson
1
dan Rahman 2010). Perusahaan yang memperhatikan aspek sosial secara
konsisten serta mengungkapkannya diharapkan dapat mengurangi problem sosial.
Penelitian Suhardjanto dan Nugraheni (2012), menemukan bahwa corporate
social disclosure (CSD) menjadi pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi
pada suatu perusahaan dengan mengapresiasi harga saham dan meningkatkan firm
value. Aspek sosial yang diungkapkan menurut Global Reporting Initiatif (GRI)
2006, terdiri dari empat aspek utama yaitu ketenagakerjaan, Hak Asasi Manusia
(HAM), masyarakat dan tangung jawaban produk/jasa.
Aspek sosial selain memiliki fungsi strategis diatas juga berfungsi sebagai
respon perusahaan atas kebutuhan stakeholder. Namun pada praktiknya di
Indonesai masih kurang mendapatkan perhatian. Hal ini dapat dilihat masih
banyaknya problem sosial yang melibatkan perusahaan diantaranya masalah
HAM, keselamatan dan kenyamanan kerja, gaji dan upah, korupsi, pekerja anak
dan perburuhan lainnya. Hal ini merupakan masalah yang penting dan perlu
adanya solusi.
Regulasi tentang kegiatan sosial perusahaan di Indonesia antara lain
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas, yang
menggantikan Undang-Undang No 1 tahun 1995 yang secara ekplisit mewajibkan
perusahaan yang usahanya di bidang dan/atau berkiatan dengan sumber daya alam
untuk melaksanakan tanggung jawab sosial (pasal 74 ayat 1), dan mewajibkan
semua perusahaan menyampaikan laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial
pada laporan tahunan (pasal 66 ayat 2). Selain itu keputusan Bapepam – Lembaga
Keuangan No 134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan
bagi Emiten dan Perusahaan Publik yang mewajibkan perusahaan untuk
menguraiakan aktivitas dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung
jawab sosial. Didalam peraturan-peraturan tersebut diatas, mesiratkan bahwa CSD
di Indonesia bersifat sukarela (voluntary).
Beberapa penelitian yang menguji pengaruh Board Governance
(selanjutnya disingkat CG) terhadap CSD menemukan bahwa kepemilikan
manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap CSD (Anggraini dan Retno
2006, Murwaningsari, 2008). Nurkhin (2009) membuktikan bahwa proporsi
komisaris independen berpengaruh positif terhadap CSD. Haniffa dan Cooke
(2005) menemukan bahwa, board dominate by executive directors, chair with
multiple directorship dan kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap CSD.
Said, Zainuddin, dan Haron (2009) menemukan bahwa hanya komite audit
berpengaruh terhadap CSD. Ketidak konsistenan temuan serta sedikitnya variabel
CG yang berpengaruh terhadap CSD, menunjukkan bahwa hubungannya CG
terhadap CSD tidak begitu kuat dan tidak bisa digeneralisasi. Hasil penelitian
terdahulu belum konsisten dan mayoritas menemukan bahwa board governance
yang berpengaruh signifikan terhadap CSD, maka dalam penelitian ini difokuskan
pada board governance secara mendalam dan disesuaikan dengan kondisi di
Indonesia. Teori Agensi digunakan dalam penelitian karena teori ini lebih
mendekati realistas praktik bisnis pada umumnya.
Penelitian yang menguji pengaruh CG terhadap firm value antara lain
dilakukan oleh Jo dan Harjoto (2011) menemukan kepemimpinan dewan, dewan
komisaris, kepemilikan blockholders, dan kepemilikan institusional memainkan
2
peran yang relatif lebih lemah didalam meningkatkan firm value. Penelitian Leung
dan Horwitz (2009) di Hong Kong yang dilakukan setelah terjadinya krisis
keuangan Asia (1997-1998), menunjukkan bahwa perusahaan di Hong Kong
dengan kepemilikan manajemen yang lebih terkonsentrasi (dewan eksekutif)
menunjukkan kinerja pasar modal (firm value) yang lebih baik selama periode 13-
bulan setelah krisis. Hasil penelitian Toledo dan Bocantto (3013) pada perusahaan
di Spanyol membuktikan bahwa investor mempertimbangkan untuk membeli
saham pada nilai premium (discount) tergantung pada baik (buruk) governance
perusahaan tersebut. Artinya perusahaan yang melaksanakan CG dengan baik
nilainya lebih tinggi atau meningkat.
Adapun penelitian yang menguji pengaruh CSD terhadap firm value antara
lain dilakukan oleh Schadewitz dan Niskala (2010) di Finlandia. Hasilnya CSD
berpengaruh positif signifikan terhadap firm value. Nurlela dan Islamuddin (2008)
di Indonesia dengan sampel perusahaan sektor non keuangan pada perusahaan
publik tahun 2005 membuktikan bahwa tidak ada pengaruh CSD terhadap firm
value. Temuan Suhardjanto dan Nugraheni (2010) menemukan bukti bahwa CSD
berpengaruh positif signifikan terhadap firm value pada tahun pelaksanaan CSD
maupun satu tahun setelah CSD. Selanjutnya Jo dan Harjoto (2011) menemukan
bahwa CSD yang menunjukkan peningkatan sosial internal dalam perusahaan,
seperti keragaman karyawan, hubungan perusahaan dengan karyawan, dan
kualitas produk, meningkatkan firm value.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu. Adapun perbedaannya
adalah pada pengujian mediasi CSD pada pengaruh board governace terhadap
firm value. Perbedaan ini sekaligus menunjukkan orisinilitas penelitian dibanding
penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian ini dilakukan karena argumentasi
berikut ini: pertama, memperhatikan hasil penelitian pengaruh board governace
terhadap firm value diatas, yang menunjukkan hasil yang positif signifikan,
meskipun terjadi perbedaan proksi board governance yang signifikan, kedua,
memperhatikan hasil penelitian pengaruh CSD terhadap firm value mayoritas
menunjukkan hasil positif signifikan, serta ketiga memperhatikan hasil penelitian
board governance terhdap firm value yang tidak konsisten, maka dimungkinkan
CSD sebagai variabel yang memediasi pengaruh board governance terhadap firm
value. Pemilihan CSD sebagai variabel mediasai selain berdasarkan penelitian
diatas, juga disebabkan masalah sosial merupakan bagian penting dalam
operasional perusahaan di Indonesia.
3
kepercayaan antara agen dan principal sehingga terjalin interaksi yang harmonis
antara keduanya (Holm dan Schoeler 2008). Hubungan yang harmonis dapat
memudahkan dalam pencapaian tujuan perusahaan yaitu meningkatnya firm
value. Berdasarkan paparan diatas maka teori agensi (agency theory) digunakan
sebagai landasan dalam penelitian ini.
Teori Agensi
Dalam teori agensi (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu
orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian memberikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam perusahaan modern
manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal
dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik
(pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban
memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Selengkap
apapun informasi dari manajemen tidak dapat menyampaikan secara keseluruhan
kondisi perusahaan seutuhnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak
simetris atau asimetri informasi (information asymmetric).
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan
dan pengendalian perusahaan akan menimbulkan masalah keagenan karena
adanya perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan sebagai prinsipal
dengan pihak manajemen sebagai agen. Masalah keagenan juga merupakan
elemen pokok dari pandangan kontraktual suatu perusahaan (Coase, 1937; Jensen
dan Meckling, 1976; dan Fama dan Jensen, 1983). Idealnya, suatu kontrak
dapat dilakukan antara manajer dengan pemilik yang secara spesifik
menyatakan bagaimana manajer seharusnya melakukan tugasnya dan bagaimana
seharusnya mengalokasikan keuntungan. Keinginan ideal ini dalam praktiknya
sulit diterapkan. Sebagian besar manajer mempunyai kendali yang sangat kuat
atas alokasi dana dibanding investor. Jensen (1986) berargumentasi bahwa
seorang manajer akan mengambil suatu proyek yang dapat memberikan
keuntungan lebih besar bagi kepentingan dirinya sendiri (opportunistic behavior)
dibandingkan dengan kepentingan investor.
4
mengelola perusahaan sesuai dengan kepentingan pemilik. Pemikiran Berle dan
Means ini dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang terkenal
dengan teori keagenannya, yang menjadi tonggak perkembangan riset di bidang
CG (Lukviarman, 2004).
Isu governance secara global menguat setelah runtuhnya beberapa raksasa
bisnis dunia seperti Enron dan WorldCom di AS, serta tragedi jatuhnya HIH dan
One-tel di Australia pada permulaan abad 21 (Lukviarman 2007). Isu CG semakin
populer setelah lembaga keuangan multilateral, seperti World Bank dan Asian
Developmen Bank (ADB) mengungkap bahwa krisis keuangan di beberapa negara
Asia antara lain disebabkan oleh buruknya CG (Lukviarman 2007).
Salah satu bagian penting dari CG adalah Board Governance. Board
Governance penting dalam pelaksanaan CG karena memiliki posisi yang strategis
sebagai bagian dari mekanisme CG yang ada didalam perusahaan dan terlibat
didalam proses pengelolaan perusahaan. Board Governance yang terdiri dari
dewan komisaris dan kelengkapannya mewakili pemilik untuk melakukan
pengawasan, arahan serta motivasi agar manajemen dapat meningkatakan firm
value.
Teori Agensi dan Corporate Social Disclosure
Semakin besar dan modern sebuah perusahaan semakin komplek
permasalahan yang dihadapi. Tuntutan dari principle terhadap agent semakin
banyak demikian juga tuntutan dari stakeholder. Oleh karenanya dalam
perusahaan besar dan modern diperlukan lebih banyak instrumen agar konflik
keagenan dapat diminimalisir.
Sebagai pengelola perusahaan manajer lebih banyak mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik
(prinsipal). Oleh karena itu, sebagai pengelola manajer berkewajiban memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat
dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Jensen dan Meckling (1976), dan Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan
bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan
dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan (prinsipal
dan agen). Laporan keuangan adalah sebagai media pertanggungjawaban kinerja
agen kepada prinsipal. Hal ini dilakukan agar principal dapat menilai, mengukur,
dan mengawasi sampai sejauhmana agen tersebut bekerja untuk meningkatkan
kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada agen. Salah satu
informasi penting itu antara lain adalah informasi mengenai CSD.
Adanya anggapan oleh sebagian manajemen bahwa praktik CSR
perusahaan serta CSD hanya pemborosan uang perusahaan merupakan masalah
yang terjadi. Oleh karenanya guna mengurangi dampak hal tersebut board
governance diperlukan sebagai mekanisme kontrol dalam pengelolan perusahaan
termasuk praktik CSD.
5
menyatakan bahwa CG merupakan sebuah sistem yang mempengaruhi strategi
perusahaan serta keputusan yang diambil oleh manajer ketika ada pemisahan
antara kepemilikan, pengendalian, dan manajemen. Sukses atau tidaknya
perusahaan ini ditentukan oleh keputusan atau strategi yang diambil oleh
perusahaan. Dewan memegang peranan penting bahkan peran utama dalam
penentuan strategi perusahaan (Sabeni, 2005).
Para ahli memberikan berbagai pengertian CG, antara lain: Sheifer dan
Vishny (1997), yang mendifinisikan CG merupakan serangkaian mekanisme yang
dapat melindungi pihak minoritas (ouside investor/minority shareholders) dari
eksplorasi yang dilakukan oleh para manajer dan pemegang saham pengendali
(insider) dengan penekanan pada mekanisme legal. Selanjutnya Ho dan Wong
(2001) berpendapat CG merupakan cara yang efektif untuk menjelaskan hak dan
tangungjawab masing-masing kelompok stakeholder dalam sebuah perusahaan
dimana transparansi merupakan indikator utama standar CG dalam sebuah
perekonomian. Menurut Blair (1995) definisi CG merupakan satu kesatuan
menyeluruh mencakup aspek hukum, budaya dan kelengkapan institusional
lainnya yang akan menentukan; hal apa saja yang dapat dilakukan oleh
perusahaan, pihak mana yang akan melakukan pengendalian terhadap perusahaan
dan bagaimana pengendalian tersebut dilakukan, serta bagaimana risiko dan
manfaat dari berbagai aktivitas tersebut dialokasikan. Pengertian sederhana
corporate governance diberikan oleh Cadbury (1999) bahwa CG merupakan suatu
sistem yang diharapkan berfungsi sebagai panduan bagaimana sebuah perusahaan
diarahkan dan dikondisikan.
Dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa CG adalah sebuah mekanisme
legal yang ditujukan untuk melindungi seluruh kepentingan stakeholder berupa
sistem yang berisikan panduan untuk pelaksanaan praktik bisnis, yang meliputi
aspek hukum, budaya dan kelengkapan perusahaan lainnya. Kesemuanya
ditujukan agar memastikan apa yang dapat dilakukan, siapa yang melakukan, serta
bagaimana resiko dan manfaatnya dengan tranparansi sebagai indikator utamanya.
Selanjutnya perusahaan diharapkan efektif dalam mencapai tujuan yaitu
meningkatnya firm value.
Lukviarman (2012), mengelompokkan CG dalam dua tipe, yaitu One-tier
Board system dan Two-tier Board system. Dalam sistem One-tier Board, hanya
terdapat satu board dalam perusahaan, yaitu board of directors (Calkoen, 2011).
Negara yang menerapkan sistem ini antara lain United States, United Kingdom,
Australia dan negara persemakmuran lainnya (Lukviarman, 2012). Sistem CG
yang kedua adalah Two-tier Board system. Negara-negara yang menerapkan
sistem ini adalah Jerman, Perancis, Belanda dan Austria (Lukviarman, 2012).
Dalam sistem ini terdapat dua board dalam perusahaan, yaitu board of
management dan supervisory board, dimana board of management bertangung
jawab kepada supervisory board (board governance), selanjutnya supervisory
board bertanggung jawab kepada pemegang saham. Indonesia menganut sistem
ini dengan modifikasi (Lukviarman 2012). Lukviarman (2012) juga menyatakan
bahwa Indonesia menganut Two-tier Board system (sistem board dua tingkat).
Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dewan komisaris
6
dan direksi diangkat dan diberhentikan oleh sharehoders dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
Board Governace merupakan salah satu bagian penting CG. Penelitian ini
fokus pada bagaimana interaksi CG (dalam penelitian ini fokus pada Board
Governance), CSD dan Virm Falue. CG menekankan adanya transparansi, CSD
sebagai bagian pelaksanaan transparansi, serta firm value sebagai gambaran
tanggapan investor terhadap informasi dari perusahaan di pasar modal, merupakan
satu proses yang saling terkait. Adapun cara pandang yang digunakan adalah
dengan cara pandang teori agensi.
7
informasi yang menggambarkan kegiatan korporasi berhubungan dengan, aspirasi
dan kegiatan sosial berkaitan dengan karyawan, isu konsumen, persamaan
peluang, perdagangan yang adil, tata kelola perusahaan dan sejenisnya. Gray,
Owen dan Maunders (1987) mendefinisikan CSD sebagai proses penyediaan
informasi yang dirancang untuk akuntabilitas sosial yang biasanya dilakukan oleh
organisasi yang bertanggung jawab dan dengan demikian termasuk informasi
dalam laporan tahunan, publikasi khusus atau bahkan iklan berorientasi sosial.
Pengungkapan sosial dalam perspektif ini, diasumsikan bahwa entitas dipengaruhi
oleh masyarakat dan, pada gilirannya, memiliki pengaruh pada masyarakat di
mana perusahaan beroperasi dan dipandang sebagai metode yang diharapkan
manajemen dapat digunakan untuk berinteraksi dengan masyarakat yang lebih
luas untuk mempengaruhi persepsi eksternal tentang organisasi mereka (Deegan,
2002). Lebih lanjut, Orlitzky et al. (2003) menegaskan bahwa CSD dapat
digunakan sebagai alat organisasi untuk menggunakan sumber daya lebih efektif,
dan pada akhirnya berdampak positif pada firm value.
Firm Value.
Firm Value merupakan indikator bagi pelaku pasar menilai perusahaan
secara keseluruhan, oleh karenanya firm value merupakan konsep penting bagi
investor (Nurlela dan Ishaluddin, 2008). Suatu perusahaan dikatakan mempunyai
8
nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga baik (Sunarsih dan Mendra, 2011).
Firm value dapat tercermin dari harga saham, jika nilai saham tinggi dapat
dikatakan nilai perusahaan juga tinggi (Gapensi, 1996).Salah satu alternatif yang
digunakan dalam menilai firm value adalah dengan menggunakan Tobin’s q
(Cambell 1996, Cung dan Jo 1996, Herawati, 2008, Jo dan Harjoto, 2012,
Suhardjanto dan Nugraheni, 2012). Tobin’s q merupakan rasio dalam
membandingkan nilai pasar suatu aset dengan biaya penggantinya (Steward,
1997). Firm value merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan
kemakmuran para pemegang saham. Penerapan Board Characterisitcs yang baik
diharapkan dapat meningkatkan firm value. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Bueno et al., (2004) menyatakan bahwa jumlah anggota independen mengarah
kepada pengawasan yang lebih besar untuk memaksimalkan firm value.
CSD merupakan salah satu cara dalam meningkatkan firm value seperti
yang dikemukankan Merton (1987) yaitu bahwa pemahaman investor tentang
bisnis meningkat karena voluntary disclosure dan menurunkan persepsi resiko
kepada investor sehingga dapat meningkatkan firm value. Penelitian Suhardjanto
dan Nugrahemi (2011) menyatakan bahwa CSD merupakan salah satu pendorong
proses penciptaan firm value serta CSD dapat membantu investor memantau
manajemen yang lebih baik.
Pengembangan Hipotesis
Sesuai tujuan penelitian, maka hipotesis yang dikembangkan adalah
hipotetsis tentang pengaruh Board Governance terhadap FV, Board Governance
terhadap CSD, CSD terhadap FV serta Board Governance terhadap FV dimediasi
CSD. Adapun hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:
9
2. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Firm
Value
Dewan Komisaris Independen mempunyai peranan penting dalam
aktivitas pengawasan perusahaan karena dapat bertindak sebagai penengah
dalam perselisihan antara manajer satu dengan lainnya, mengawasi
kebijakan serta memberikan nasehat kepada manajemen (Ujiyantho dan
Pramuka, 2007). Tugas Dewan Komisaris Independen antara lain adalah
memonitor manajemen dalam rangka menyelaraskan perbedaan
kepentingan antara pemilik dan manajemen.
Penelitian C. Chan dan Li (2008) menemukan bahwa keberadaan
komisaris independen meningkatkan firm value. Temuan ini diperkuat
penelitian Shil et al., (2011) yang menemukan bahwa terdapat hubungan
positif antara proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap firm value
yang diukur dengan menggunakan Tobin’s q. Seiring dengan penelitian
Bueno (2004) yang menyatakan bahwa proporsi Dewan Komisaris dapat
meningkatkan nilai pada perusahaan. Namun hal tersebut bertolak
belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Chhaochharia (2007)
menyatakan tidak terdapat pengaruh antara proporsi Dewan Komisaris
Independen terhadap firm value. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
proporsi komisaris independen dalam perusahaan, maka diharapkan dewan
komisaris dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat
kepada direksi secara efektif dan lebih memberikan value added bagi
perusahaan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diajukan hipotesis
sebagai berikut:
Hipotesis 1b : Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh
positif terhadap firm value.
10
4. Pengaruh Proporsi Komite Audit Independen terhadap Firm Value
Penelitian Beasley dan Salterio (2001) yang mengemukakan bahwa
kualitas Komite Audit yang tinggi dapat diukur dari porporsi anggota
independen dan pengetahuannya (latar belakang pendidikan) yang
berhubungan dengan kekuatan dewan yang lebih tinggi. Chan dan Li
(2008) menemukan bahwa terdapat hubungan poitif antara persentase
komite audit independen dengan firm value yang diukur dengan Tobin’s q.
Selanjutnya Shil et al (2011) menemukan bahwa terdapat hubungan positif
antara proporsi Komite Audit independen terhadap firm value. Hal tersebut
disebabkan oleh kehadiran dewan yang memiliki Komite Audit
independen bertanggung jawab untuk memantau sistem pengendalian
internal, kegiatan, memilih dan mengikuti auditor eksternal dalam praktek
corporate governance terbaik di seluruh dunia (Shil, 2011). Sehingga
diharapkan dapat meningkatkan firm value. Berdasarkan uraian diatas,
maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Hipotesis 1d : Proporsi Komite Audit Independen berpengaruh positif
terhadap firm value.
11
untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Oleh karena itu
latar belakang pendidikan Komite Audit menjadi penting untuk
diperhatikan dan diharapkan berpengaruh terhadap firm value, sehingga
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Hipotesis 1e: Kompetensi Komite Audit Independen berpengaruh
positif terhadap firm value
12
oleh Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008) menemukan bukti bahwa
proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap
pengungkapan sosial dan lingkungan. Diharapkan dengan semakin
besarnya proporsi komisaris independen, semakin meningkatkan keluasan
pengungkapan sosial dan lingkungan
H2b: Proporsi Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap
tingkat Corporate Social Disclosure.
13
yang berkualitas tinggi. Menurut Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia
(BEI) Nomor Kep-315/BEJ/06/2000 menyatakan bahwa keanggotaan
komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota,
seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan tercatat
yang sekaligus merangkap sebagai komite audit. Komite audit independen
dengan proporsi yang tinggi dapat mengurangi biaya keagenan dan
meningkatkan kontrol internal yang mengakibatkan kualitas yang tinggi
pengungkapan (Forker, 1992). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2d: Proporsi komite audit independen berpengaruh positif terhadap
Corporate Social Disclosure
14
diharapkan dapat meningkatkan firm value. Selain itu tanggung jawab
sosial perusahaan dan CSD merupakan komitmen perusahaan untuk
memberikan kontribusi dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Hackson dan Milne (1996) perusahaan yang mengungkapkan
pertanggungjawaban sosialnya akan meningkat imagenya dihadapan
investor. Selanjutnya perusahaan tersebut akan mendapatkan respon positif
dari investor untuk berinvestasi dan dapat meningkatkan firm value. Hal
ini sejalan dengan hasil temuan Suhardjanto dan Nugraheni (2010) yang
menemukan bahwa CSD dalam laporan tahunan perusahaan publik
berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan baik pada tahun
yang sama maupun satu tahun setelah pengungkapan dilakukan.
Selanjutnya Servaes dan Tamayo (2013) menemukan bahwa CSD
berpengaruh positif terhadap firm value untuk perusahaan dengan
kesadaran (pengetahuan/intelektualitas) pelanggan yang tinggi.
Berbagai temuan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa investor
telah merespon positif informasi CSD yang diungkapkan oleh perusahaan.
Semakin luas CSD dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh positif
terhadap volume perdagangan saham perusahaan, dimana terjadi
peningkatan perdagangan sehingga meningkatkan firm value. Berdasarkan
uraian diatas maka hipotesis yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
Hipotesis 3: Corporate social disclosure berpengaruh positif terhadap
firm value
15
Spanyol menunjukkan bahwa investor memberikan penilaian yang berbeda
atas perusahaan berdasarkan bagus dan tidaknya penerapan governance.
Penelitian ini membuktikan bahwa investor mempertimbangkan untuk
membeli saham pada nilai premium (discount) tergantung pada baik
(buruk) governance perusahaan tersebut. Jo dan Harjoto (2011)
menemukan kepemimpinan dewan, dan dewan komisaris memainkan
peran yang relatif lebih lemah di dalam meningkatkan firm value. Choi,
Park dan Yoo (2007) di Korea menemukan bukti bahwa komisaris
idependen berpengaruh kuat dan positif terhadap firm performance.
Penelitian di Indonesia yang menguji pengaruh CG terhadap CSD
membuktikan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif
terhadap CSD (Nurkhin, 2009). Beberapa penelitian di Malaysia yang
membuktikan bahwa sebagian variabel CG berpengaruh terhadap CSD
antara lain: Haniffa dan Cooke (2005) menemukan bahwa, board
dominate by executive directors,dan chair with multiple directorship
berpengaruh positif terhadap CSD. Said, Zainuddin, dan Haron (2009)
menemukan bahwa hanya komite audit berpengaruh terhadap CSD. Jika
diperhatikan secara seksama maka adanya konsistensi bahwa CG
berpengaruh terhadap CSD dan proksi CG yang relatif konsisten
berpengaruh terhadap CSD adalah yang berkaitan dengan board
governance.
Penelitian yang menguji pengaruh CSD terhadap firm value antara
lain dilakukan oleh Schadewitz dan Niskala (2010) di Finlandia. Penelitian
ini menggunakan 276 sampel annual report perusahaan publik di
Finlandia dari tahun 2002 sampai 2005. Hasilnya CSD berpengaruh positif
signifikan terhadap firm value. Temuan Suhardjanto dan Nugraheni (2010)
dalam penelitiannya terhadap 100 perusahaan di Indonesia tahun 2008
menemukan bukti bahwa CSD berpengaruh positif signifikan terhadap
firm value pada tahun pelaksanaan CSD maupun satu tahun setelah CSD.
Selanjutnya Jo dan Harjoto (2011) menemukan bahwa CSD yang
menunjukkan peningkatan sosial internal dalam perusahaan, seperti
keragaman karyawan, hubungan perusahaan dengan karyawan, kualitas
produk serta meningkatkan firm value.
Mempertimbangkan ketidak konsistenan hasil penelitian terdahulu
tentang pengaruh board governance terhadap firm value, konisitensi
pengaruh board governance terhadap CSD dan CSD terhadap firm value,
konsistensi pengarug CSD terhadap firm value serta menganalogikan
dengan temuan Goh et al. (2008) dapat diambil pelajaran serta
dikemukakan hipoteisi 4a, 4b, 4c, 4d, dan 4e sebagai berikut:
16
Hipotesis 4c Pengaruh ukuran komite audit terhadap firm value
dimediasi oleh Corporate Social Disclosure.
Metode Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh laporan tahunan (annual
report) tahun 2009, 2010, 2011 dari perusahaan yang terdaftar di bursa saham
Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan judgment random samling. Penelitian
ini menggunakan sampel frame berupa direktori yang berisi identitas perusahaan
yang terdaftar di BEI mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.Kriteria
sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan publik yang tercatat dalam BEI
tahun 2009 sampai dengan 2011. Kriteria berikutnya adalah bukan perusahan
manufaktur dan jasa non keuangan. Kriteria ini dilandasi sebuah pertimbangan
bahwa jasa keuangan merupakan jasa yang haight regulation sehingga memiliki
karakter yang berbeda dibanding jenis industri yang lain. Kriteria ketiga adalah
bahwa perusahaan tersebut mengeluarkan annual report pada tahun pengamatan.
Kriteria ini agar mempermudah dalam melakukan penginputan data dan analisis
selanjutnya.
Pengujian Hipotesis
Persamaan I untuk mengestimasi pengaruh CG terhadap Firm Value
FV = α + ß1SIZE_DK + ß2PROP_DK + ß3SIZE_KA + ß4PROP_KA +
ß5KOMP_KA + e
Persamaan II untuk mengestimasi pengaruh CG terhadap CSD
CSD = α + ß1SIZE_DK + ß2PROP_DK + ß3SIZE_KA + ß4PROP_KA +
ß5KOMP_KA + e
Persamaan III untuk mengestimasi pengaruh CSD terhadap Firm Value
FV = α + ß1CSD + e
17
Koefisien determinasi mencerminkan seberapa besar variabel terikat dapat
diterangkan oleh variabel bebas. Hasil regresi CG terhadap firm value. Hal ini
menunjukkan bahwa 5,1% firm value dapat dijelaskan oleh CG yang dilakukan
oleh perusahaan, sedangkan sisanya sebesar 94,9% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak terdapat dalam pengujian.
Hasil pengolahan data pengaruh variabel SIZE_DK terhadap firm value
menunjukan t-statistic sebesar -0,064 dan signifikan pada 0,339. Nilai
signifikansi tersebut berada jauh di atas 0.05, dengan demikian hipotesis
1a ditolak. Temuan ini tidak sejalan dengan temuan Guo dan Yeh (2009)
yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara ukuran Dewan
Komisaris terhadap firm value yang diukur dengan Tobin’s q. Hal ini
membuka kemungkinan bahwa dengan banyaknya dewan komisaris
menyebabkan semakin efektif karena ketika ukuran Dewan Komisaris
yang besar menyebabkan semkin banyak ide yang baik yang dapat
diaplikasikan mengarahkan serta mengendalikan dalam manajemen
perusahaan.
Jika dilihat pada data rerata jumlah dewan komisaris sebesar 4,5991, maka
dapat disimpulkan bahwa mayoritas perusahaan publik di Indonesia sudah
memenuhi ketentuan Bapepam (Saat ini Otoritas Jasa Keuangan).
Bapepam mensyaratkan sekurang kurangnya 3 orang dewan komisaris.
Hal ini mengindikasikan bahwa dewan komisaris pada perusahaan di
Indonesia tidak menjalankan fungsinya secara optimal sehingga tidak
signifikan mendorong manajemen meningkatkan firm value. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa para pelaku pasar modal tidak menganggap
penting size dewan komisaris dalam pertimbangan investasinya.
Hasil pengolahan data pengaruh variabel PROP_DK terhadap firm value
menunjukan t-statistic sebesar 3,096 dan signifikan pada 0,002. Nilai
signifikansi tersebut berada di bawah 0.05, dengan demikian hipotesis 1b
diterima. Hasil penelitian ini mendukung temuan C. Chan dan Li (2008)
yang menemukan bahwa keberadaan komisaris independen meningkatkan
firm value yang telah diperkuat penelitian Guo dan Yeh (2009) yang
menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara proporsi Dewan
Komisaris Independen terhadap firm value yang diukur dengan
menggunakan Tobin’s q. Namun temuan ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chhaochharia dan Grinstein (2007)
menyatakan tidak terdapat pengaruh antara proporsi Dewan Komisaris
Independen terhadap firm value.
Dari hasil temuan ini dapat pula dilihat adanya indikasi bahwa investor
dipasar modal Indonesia menganggap penting keberadaan dewan
komisaris independen didalam perusahaan. Hal ini juga mengindikasikan
bahwa dewan komisaris independen di Indoesia cukup berfungsi dalam
mendorong manajemen agar lebih meningkatkan firm value.
Hasil pengolahan data pengaruh variabel SIZE_KA terhadap firm value
menunjukan t-statistic sebesar 2,084 dan signifikan pada 0,038. Nilai
signifikansi tersebut berada di bawah 0.05, dengan demikian hipotesis 1c
diterima. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Siagallan dan
18
Macfoed (2006) di Indonesia, C. Chan dan Li (2008) pada perusahaan
Fortune 200 dan Linda at al (2011) di Indonesia dimana size komite audit
meningkatkan firm value. Hasil tersebut dapat pula mengindikasikan
bahwa investor dipasar modal telah merespon dan menganggap penting
size komite audit didalam perusahaan saat melakukan investasi. Selain hal
tersubut didepan temuan penelitian ini juga mengindikasikan berfungsinya
komite audit dalam meningkatkan firm value.
Hasil pengolahan data pengaruh variabel PROP_KA terhadap firm value
menunjukan t-statistic sebesar 0,761dan signifikan pada 0,390. Nilai
signifikansi tersebut berada di atas 0.05, dengan demikian hipotesis 1d
ditolak. Hasil temuan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian C. Chan
dan Li (2008) yang menemukan bahwa terdapat hubungan poitif antara
persentase komite audit independen dengan Tobin’s q. Temuan penelitian
ini juga tidak sejalan temuan Guo dan Yeh (2009) yang menemukan
bahwa terdapat hubungan positif antara proporsi Komite Audit Independen
terhadap rasio nilai buku pasar yang semkin tinggi.
Hal ini mengindikasikan bahwa investor dipasar modal di Indonesia tidak
menganggap cukup penting ada atau tidaknya komite audit independen.
Temuan ini juga mengindikasikan bahwa komite audit independen tidak
cukup memberikan perannya dalam mendorong peningkatan firm value.
Hasil pengolahan data pengaruh variabel KOMP_KA terhadap firm value
menunjukan t-statistic sebesar 0,988 dan signifikan pada 0,463. Nilai
signifikansi tersebut berada di atas 0.386, dengan demikian hipotesis 1e
ditolak. Temuan ini tidak sejalan dengan logika teori agensi. Terori agensi
dalam kaitannya dengan kompetensi komite audit yang dilihat melalui
latar belakang pendidikan komite audit memberikan gambaran bahwa
semakin sesuai pendidikan komite audit (akuntansi atau keuangan) dapat
memberikan masukan kepada komisaris mengenai berbagai informasi dari
manajemen dan selanjutnya berdampak pada meningkatnya firm value.
Hal ini mengindikasikan bahwa investor tidak memperhatikan atau tidak
menganggap penting kompetensi komite audit perusahaan dalam
berinvestasi. Selain itu temuan ini mengindikasikan bahwa komite audit
belum optimal dalam memberikan masukan bagi perusahaan.
19
semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen (Collier dan
Gregory, 1999). Selain itu temuan ini juga sejalan dengan Sembiring
(2005) yang menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh
positif signifikan terhadap CSD.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya indikasi bahwa dewan
komisaris telah memiliki kepedulian terhadap praktik CSD. Disamping itu
juga menunjukkan bahwa semakin besar ukuran dewan komisaris dapat
mendorong manajemen untuk mengungkapkan praktik CSD yang
dilakukan perusahaan. Adapun salah satu tujuannya adalah agar mendapat
apresiasi positif dari stakeholder utamanya calon investor maupun
pemegang saham.
20
signifikansi tersebut berada di bawah 0.05, dengan demikian hipotesis 2d
diterima.Temuan ini mendukung pernyataan serta temuan yang
didasarkan pada teori agensi. Antara lain Forker (1992), yang menemukan
bahwa komite audit dapat meningkatkan pengendalian internal
sehingga dapat meningkatkan kualitas pengungkapan termasuk CSD.
Sejalan pula dengan Penelitian McMullen dan Raghunandan (1996)
memberikan dukungan untuk pengaruh komite audit terhadap pelaporan
keuangan. Selanjutnya Ho dan Wong (2001) dan Yuen. et al (2009) yang
membuktikan bahwa komite audit independen signifikan dan positif
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sukarela.
Hal ini berarti pula menunjukkan bahwa komite audit independen
mendapat respon positif manajemen untuk meningkatkan CSD. Selain itu
hal ini mengindikasikan bahwa komite audit independen telah
menjalankan fungsinya dengan efektif sehingga dapat berpengaruh positif
terhadap CSD.
Hasil pengolahan data pengaruh variabel KOMP_KA terhadap CSD
menunjukan t-statistic sebesar 1,574 dan signifikan pada 0,117. Nilai
signifikansi tersebut berada di atas 0.05, dengan demikian hipotesis 2e
ditolak.Temuan ini bertentangan dengan hasil penelitian Abbott (2000),
Agrawal dan Chadha (2005), Krishnan dan Visvanatara (2008), Reeb dan
Zhao (2009). Temuan ini juga bertentangan dengan pernyataan Mc Daniel
et al. (2002) yang menggaris bawahi bahwa komite audit yang ideal adalah
komite dengan anggota yang memiliki pengetahuan dibidang akuntansi
dan proses audit untuk meningkatkan pemahamann mereka dalam hal
proses pelaporan keuangan, mengenali permasalahan dan menanyakan
permasalahan yang terjadi kepada manajemen dan auditor.
Hasil ini mengindikasikan bahwa komite audit berlatar belakang
pendidikan akuntansi dan atau bisnis kurang memiliki kepedulian yang
lebih tinggi dibanding yang berlatar belakang non akuntansi dan atau
bisnis. Jika komite audit yang berlatar belakang pendidikan akuntansi dan
atau bisnis memiliki kepedulian yang lebih maka dapat mendorong
manajemen untuk meningkatkan CSD lebih baik, sehingga hasilnya secara
statistik akan berpengaruh positif.
21
perusahaan tersebut akan mendapatkan respon positif dari investor untuk
berinvestasi dan dapat meningkatkan firm value. Hal ini sejalan dengan
hasil temuan Suhardjanto dan Nugraheni (2010) yang menemukan bahwa
CSD dalam laporan tahunan perusahaan public di Indonesia berpengaruh
positif signifikan terhadap firm value baik pada tahun yang sama maupun
satu tahun setelah pengungkapan dilakukan. Selanjutnya mendukung
temuan Servaes dan Tamayo (2013) menemukan bahwa CSD berpengaruh
positif terhadap firm value untuk perusahaan dengan kesadaran pelanggan
yang tinggi
Hal ini berarti setiap kenaikan CSD mendapat respon pelaku pasar dalam
pertimbangan berinvestasi. Selain itu hal ini mengindikasikan pelaku pasar
modal telah merespon positif informasi CSD, sehingga kenaikan CSD
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap firm value.
22
Governace terhadap Firm Value dengan demikian hipotesis 4c
diterima.
Nilai signifikansi PROP_KA dalam analisis pengaruh Board
Governance terhadap CSD secara langsung sebesar 0,031, CSD
berpengaruh positif signifikan terhadap Firm Value sedangkan
signifikansi PROP_KA hasil analisis pengaruh Board Governance
terhadap Firm Value dengan CSD sebagai variabel mediasai 0,544
(tidak signifikan). Hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
PROP_KA mediasai secara sempurna (perfect mediation) pengaruh
Board Governace terhadap Firm Value, dengan demikian hipotesis 4d
diterima.
Hipotesis 4e KOMP_KA dalam pengaruh Board Governance terhadap
CSD nilai signifikasinya 0,117 (tidak signifikan) sehingga jelas tidak
memediasi pengaruh Board Governance terhadap Firm Value.
Kesimpulan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis pengaruh board governance
terhadap firm value adalah bahwa, proporsi komisaris independen, dan size komite
audit mampu menjadi variabel yang berfungsi sebagai mekanisme perusahaan
guna mendorong manajemen untuk meningkatkan firm value. Temuan ini
memberikan bukti bahwa sebuah konsep (dalam hal ini CG dimana dalam
penelitian ini difokuskan dalam Board Governance) dapat secara langsung
mempengaruhi firm value artinya, Board Governance memiliki peran secara
langsung dalam meningkatkan firm value.
Dapat disimpulkan pula, bahwa motivasi, tekanan dan dorongan yang
diakibatkan oleh board governance dalam hal ini proporsi komisaris independen,
dan size komite audit terhadap majemen berpengaruh meningkatkan firm value.
Adanya dua proksi yang berpengaruh ini, menunujukkan bahwa hasil penelitian
ini medukung teori agensi dimana kontrol dari board governance diperlukan guna
meningkatkan firm value.
Hasil analisis pengaruh board governance terhadap CSD menunjukkan
unsur board governance yang signifikan dalam mendorong, menyarankan,
memotivasi serta mengontrol manajemen dalam mempraktikkan CSD adalah
dewan komisaris, komite audit dan komite audit independen. Adanya tiga proksi
yang berpengaruh signifikan, menunujukkan bahwa hasil penelitian medukung
teori agensi dimana kontrol dari board governance diperlukan guna meningkatkan
praktik CSD.
Hasil analisis yang menguji pengaruh CSD terhadap firm value,
menunjukkan bahwa CSD berpengaruh terhadap firm value. Berdasarkan temuan
tersebut, dapat disimpulkan adanya indikasi bahwa CSD medapatkan perhatian
dari para pelaku pasar modal dalam merespon saham perusahaan terbukti. Hasil
tersebut medukung teori agensi dimana ketika asimetri informasi semakin sedikit
semakin meningkatkan kepercayaan prinsipal terhadap agen serta dapat
meningkatkan firm value.
Hasil analisis yang menguji apakah CSD memediasi pengaruh board
governance terhadap firm value, menunjukan bahwa CSD memediasai secara
23
parsial pengaruh SIZE_KA (Size Komite Audit) serta memediasai secara
sempurna SIZE_DK (Size Dewan Komisaris), dan PROP_KA (Proporsi Komite
Audit Independen) terhadap firm value. Artinya bahwa CSD memediasai
pengaruh board governance terhadap firm value. Temuan ini mendukung logika
berfikir bahwa sebuah konsep bisnis (dalam hal ini CG yang dalam penelitian ini
difukuskan pada board governance) dapat berpengaruh terhadap firm value
dimediasi oleh pelaksanaan prinsip dari konsep tersebut (dalam hal ini prisnsip
tranfaransi dari CG) yang dalam penelitian ini difokuskan pada CSD.
Memperhatikan temuan pertama dan terakhir dalam kesimpulan ini maka dapat
pula disimpulkan bahwa Board Governance dapat secara langsung maupun
dimediasi CSD dalam pengaruhnya terhadap firm value.
Dua dari lima proksi Board Governance yang membuktikan pengaruh
langsung terhadap firm value serta tiga dari lima proksi Board Governance yang
pengaruhnya dimediasai CSD, mengindikasikan bahwa pengaruh langsung Board
Governance terhadap CSD menjadi lebih kuat jika Board Governance telah
membuktikan dengan menjalankan prinsip-prinsipnya, dalam hal ini transfaransi
dimana dalam penelitian ini difokuskan pada CSD.
Saran
Adapun saran yang peneliti rekomendasikan untuk penelitian mendatang
adalah:
1. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dalam kondisi kesadaran praktik
CSD yang sama dimana tingkat yang rendah maupun kesadaran praktik
CSD yang tinggi, dengan menggunakan alat ukur yang berbeda baik untuk
penghitungan firm value maupun pengukuran CSD. Hasil temuan
diharapkan dapat mendukung temuan ini atau bahkan menolak. Hal ini
dapat memperluas kajian serta temuan tentang pengaruh Board
Governance, CSD maupun firm value.
2. CSD merupakan salah satu pelaksanaan prinsip transfaransi yang luas.
Luasnya prinsip transfaransi membuka peluang dikembangkan penelitian
mendatang pada pengungkapan-pengungkapan baik mandatory disclosure
maupun voluntary disclosure lainnya dalam posisi sebagai mediasi.
3. CG merupakan sebuah konsep yang luas. Penelitian ini fokus pada Board
Governance sebagai salah satu bagian dari CG oleh sebab itu, penelitian
mendatang dapat mengembangkan pada proksi CG yang lain.
Implikasi
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya implikasi, baik implikasi praktis,
implikasi teoritis.
Implikasi Teoritis
Penelitian ini menemukan bahwa CSD memediasi pengaruh Board
Governance ke firm value, meskipun mediasinya tidak terjadi pada semua
proksi Board Governance. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Board
Governance terhadap firm value tidak hanya terjadi secara langsung tetapi
ada variabel yang memediasi salah satunya yaitu CSD. Oleh karenanya
24
dari hasil penelitian ini perlu pengembangan dengan penelitian lebih lanjut
baik pada variabel mediasi yang sama (CSD) maupun variabel mediasi
yang berbeda. Penelitian lanjutan dimaksudkan untuk lebih memastikan
apakah pengaruh Board Governance tehadap firm value dimediasi oleh
CSD maupun pengungkapan yang lain atau variabel yang bukan
pengungkapan lainnya.
Implikasi Praktis.
Penelitian ini memberikan konfirmasi bahwa CSD memediasi
pengaruh Board Governance terhadap firm value. Berarti pula bahwa
Board Governance saja tidak cukup untuk meningkatkan firm value. Oleh
karena itu adalah penting bagi perusahaan dalam hal ini pemilik,
manajemen, dewan komisari dan komite audit untuk memperhatikan CSD
dalam rangka mencapai tujuan strategis perusahaan yaitu firm value yang
optimal. Penelitian ini juga mengkonfirmasi bahwa teori agensi sesuai
digunakan untuk menjadi dasar dalam penelitian sosial.
REFERENSI
Achmad, T., 2012. Dewan Komisaris dan Transparansi: Teori Keagenan atau
Teori Stewardship, Jurnal Keuangan dan Perbankkan. 16 (1) 1-12.
Adams, C.A; Hill, W.Y., dan Robert, C.B., 1995, Environmental, employee and
ethical reporting in Europe. AACA. London.
Alreck, P.L. dan Settle, R.B. 1995. The survey research handbook. Second
Edition, Boston: Irwin.
25
Amaratunga, R.D.G., Baldry, D., Sarsha, M., dan Newton, D. R., 2002. Qualitatif
and quantitative research in the buitl environment: Aplication of “mixed”
research approach, International Journal of Productivity and Performance
Management, 51 (1) 17-31.
Arens, A.A., Elder, R.J., dan Beasley, M.S., 2002. Auditing and Assurance
Service, 12 th Edition., Prentice Hall, by Person Education, Inc.
Ballou, B; Heitger, D.L., dan Landes, C. E., 2006. ‘The Future of Corporate
Sustainability Reporting’, Journal of Accountancy. 202 (6): 65-74.
Barney, J.B., 1990. The debate between traditional management theory and
organizational economics Subtantive differences or intergroup conflict?,
Academy of Management Review. 15:382-393.
26
Bursa Malaysia. 2006. CSR frameworks for Malaysian PLCs.
www.bursamalysia.com. Oktober,10.2012.
Cadbury, A., 1999. What Are the Trends in Corporate Governance? How will
they Impact Your Company? Long Range Planning. 32 (1): 12-19.
C. Chan, K dan Li, J. 2008. Audit Committee and Firm Value: Evidence on
Outside Top Executives as Expert-Independent Directors, Corporate
Governance: An International Review. 16 (1): 16-31.
Chen, C.J.P. dan Jaggi, B., 2000. Association between independent non-executive
directors, family control and financial disclosures in Hong Kong, Journal
of Accounting and Public Policy. 19: 285–310.
Chemmanur, T.J. dan Paeglis, I., 2004. Management Quality, Certification, and
Initial Public Offering. Jurnal of Financial Economics. 76 (1): 331-368.
Chemmanur, T.J; Paeglis, I., dan Simonyan, K., 2009. Management Quality,
Financial and Investment Policies, and Asymmetric Information, Journal
of Financial and Quantitatives Analysis. 44 (5): 1045–1079.
27
Chow, C.W. dan Wong-Boren, A., 1987. Voluntary financial disclosure by
Mexican corporation, The Accounting Review. 62: 533-541.
Choi, J. J.; Park, S. W., dan Yoo, S.S., 2007. The Value of Outside Direkstotrs:
Eviden from Corporate Governance Reform in Korea. Journal of Finacial
ang Quantitative Analysis. 42 (4): 941-962
Cowen, S.S; Ferreri, L.B., dan Parker, L.D., 1987. The impact of corporate
characteristics on social responsibility disclosure: A typology and
frequency-based analysis, Accounting, Organizations and Society. 12:
111–122.
Dhaliwal, D., Naiker, V. dan Navissi (2006) Audit committee financial expertise,
corporate governance and accruals quality: an empirical analysis. Eller
College of Management. SSRN diakses 14 April 2014.
Diez, J.L.G; Gago, R.F., dan Cempillo, A.M., 2011. How Important Are CEOs to
CSR Practices An Analysis of the Mediating Effect of the Pereived Role of
Ethic and Social Responsibility, Jounal of Business Ethics. 98: 531-548.
28
Donaldson, L. dan Davis J.L., 1991. Stewardship Theory or Agency Theory:CEO
Governance and Shareholder Returns, Australian Journal of Management.
16 (1): 49-64
Donaldson, L. and Davis J.L., 1994. Board and company performance: Research
challenges the conventional wisdom, Corporate Governance: An
International Review, 2 (3): 151-160.
Elkinton, J., 1997. Canibalts with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth
Century Business, Oxford, Ux K: Capstone.
Eng, L.L. dan Mak, Y.T., 2003. Corporate governance and voluntary disclosure,
Journal of Accounting and Public Policy. 22: 325-345.
Fama, E.F., 1980. Agency Problems and Theory of The Firm, Journal of Political
Economy. 88: 288-307.
Fama, E.F. and M.C. Jensen, 1983. The Separation of Ownership and Control,
The Journal of Low and Economics. 26: 301 – 325.
Fauzi, H; Svensson, G., dan Rahman, A., 2010. “Triple Bottom Line” as
“Sustainable Corporate Performance”: A Proposition for the future,
Sustainability. 2: 1345-1360.
Fauzi, H; Mahoney, L., dan Rahman, A.A., 2007. Institutional Ownership and
Corporate Social Performance; Empirical Evidence from Indonesian
Companies, Issues in Social and Environmental Accounting. 1 (2): 334-
337.
Fox, M.A. dan Hamilton, R.T., 1994. Ownership and deversification: Agency
theory of stewardship theory, Journal of Management Studies. 31:69-81.
29
Ghozali, I., 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Graves, S.B. dan S.A. Waddock, 1994. ‘Institutional Owners and Corporate
Social Performance’, Academy of Mangement Journal. 37 (4): 1034-1046.
Gray, R., Kouhly, R., dan Lavers, S. , 1995. “Corporate social and environmental
reporting; A Review of the literature and longitudinal study of UK
disclosure” , Accounting, Auditing and Accountability Journal. 8 (2): 47-
77
Gray, R., Owen, D., dan K. Maunders. 1987. Corporate Social Reporting:
Accounting and Accountability, Prentice-Hall, London.
Gray, R.; Owen, D., dan Adam, C. 1996. Accounting and Accountability. Hemel
Hempsteional Projects Ltd.
Gray, R; Javad, M.; Power, D. M., dan Sinclair, C. D., 2001. Social and
Environmental Disclosure and Corporate Characteristics: A Research Note
Extension, Journal of Business and Accounting 28: 327-356.
Hair, J. F. Jr., Black, W. C., Babin, B. J., Anderson, R. E., dan Tatham, R. L.
2010. Multivariate Data Analysis, 7th Edition (Pearson Education, Inc,
Upper Saddle River, NJ).
Haniffa, R. M. dan Cooke, T. E., 2005., The Impact of Culture and Governance on
Corporate Social Reporting, Journal of Accounting and Public Policy.
24: 391–430.
30
Hernandez de Cos, P., Argimon, I. dan Gonzalez-Paramo, J. M., 2001. Does
Public Ownership Affect business Performance? Empirical evidence With
panel data From the spanish Manufacturing Sector. Imprenta del Banco
de Espana
Hirsch, P., Michaels, S., dan Friedman, 1987. “’Dirty Hands’ Versus ‘Clean
Models’: Is Sociology in Danger of Being Seduced by Economics?”,
Theory and Society. 16 (3): 317-336.
Ho, S.S. dan Wong, K.S., 2001. A study of the relationship between corporate
governance structures and the extent of voluntary disclosure, The Journal
of International Accounting, Auditing and Taxation 10: 139-156.
Hossain, M., Tan, L.M. dan Adams, M.B., 1994, “Voluntary disclosure in an
emerging capital market: some empirical evidence from companies listed
on the Kuala Lumpur Stock Exchange”, International Journal of
Accounting. 29 (4):334-351.
Huafang, X. dan Jiangguo, Y., 2007. Ownership structure, board composition and
corporate voluntary disclosure, Evidence from listed companies in China.
Managerial Auditing Journal 22: 604-618.
Jamali, D. dan Rabbath, M., 2007. Corporate Governance (CG) and Corporate
Social Responsibility (CSR) Synergies and Inter-Relationship. Corporate
Responsibility Research Conference, Devonshire Hall, University of
Leeds, United Kingdom.
Jo, H dan Harjoto, M.A., 2011. Corporate Governance and Firm Value: The
Impact of Corporate Social Responsibility, Journal of Business Ethics,
103:351–383
31
Johnson, R.A. dan Greening, D.W., 1999. The Effects of corporate governance
and institutional ownership types on corporate social performace, The
Academi of Management Journal. 42: 564-576.
Kouzes, J. M. dan B. Z. Posner. 1993. Credibility: How Leaders Gain and Lose It,
and Why People Demand It. Jossey-Bass, San Francisco, CA.
Leung S dan Horwitz B., 2010. Corporate governance and firm value during a
financial crisis Rev Quant Finan Acc 34:459–481
32
Manville, B. dan J. Ober, 2003, A Company of Citizens: What the World’s First
Democracy Teaches Leaders About Creating Great Organizations.
Harvard Business School Press, Cambridge, MA.
McDaniel, L., Martin, R.D., Maines, L.A. and Peecher, M.E. (2002). “Evaluating
Financial Reporting Quality: The Effect of Financial Expertise vs.
Financial literacy”, The Accounting Review, 77, 139-167.
Meek, G.K; Robert, C.B., dan Gray, S.J., 1995. Factors Influenching Voluntary
Annual Report Disclosures by U.S., U.K and Continental European
Multinational Corporations, Journal of International Business Studies. 26:
555-572.
Margolis, J.D., dan Walsh, J. P., 2003. “Mistery Loves Companies: Rethinking
Social Initiatives bu Business”. Administrtives Science Quarterly. 48:
268-305
33
Pang, Y.H., 1982. “Financial Reporting: Disclosure of Corporate Social
Responsibility”, The Chartered Accounting in Australia. 32-34.
Penman, S., 2006. Financial Statement Analysis and Security Valuation, 3rd
Edition (McGraw-Hill, New York).
Pound, J., 1988. “Proxy Contests and the Efficiency of Shareholder Oversigth”,
Journal of Financial Economics. 20:237-265.
Pound, J., 1992. Beyond takeovers: Politics comes to corporate control, Harvard
Business Review. 70 (2): 83-93.
Reeb, D.M. dan Zhao. W., 2009. Director Capital and Corporate Disclosure
Quality. http://69.175.2.130/~finman/Reno/Papers/legalexpertise.pdf.
Diakses tanggal 4 Maret 2011.
Reverte, C., 2009. Determinants of Corporate Social Responsibility Disclosure
Rating by Spanish Listes Firms, Journal of Business Ethics. 88:351-366.
Roodt, A. K., 2009. Corporate Governance and Social Responsibility Paper for
CIS Corporate Governance Conference on 10 to 11 September 2009
Rosenstein, S. and Wyatt, J.G., 1990. Outside directors, board independence, and
shareholder wealth, Journal of Financial Economic. 26: 175-192.
34
Sabeni, A., 2002. An Empirical Analysis of The Relaitionship Between The Board
of Director’s Composition and The Level of Voluntary Disclosure.
Makalah dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi Semarang.
-------------- 2005. Peran akuntan dalam menegakkan prinsip Good Corporate
Governance pada perusahaan di Indonesia (tinjauan perspektif teori
keagenan). Makalah Disampaikan Pada Sidang Senat Guru Besar
Universitas Diponegoro Dalam Rangka Pengusulan Jabatan Guru Besar
pada FEB Universitas Diponegororo Semarang.
Said, R.; Zaenudin, Y., and Haron., 2009. The relationship between corporate
social responsibility disclosure and corporate governance characteristics in
Malaysian public listed companies, Social Responsibility Journal. 5: 212-
226.
Shleifer, A. and Vishny, R.W., 1986. Large shareholders and corporate control,
Journal of Political Economy. 94: 461-488.
35
Servaes, H. dan Tamayo, A., 2013. The Impact of Corporate Social Responsibility
on Firm Value: The Role of Customer Awareness. Management Science,
59 (5): 1045–1061
Taylor, P.M. dan Aragon, L. V., 1991. Beyod the Java Sea: Art of Indonesia’s
Outer Island (Washington D.C.: Smithsonial National Moseum of Natural
History)
Toledo, E.P. dan Bocantto E., 2013. Quality Of Governance And The Market
Value of Cash: Evidence from Spain. The International Journal of
Business and Finance Research, 7 (2): 91-104
Tubuhan, F. B. G., 2005. The Two Tier Board and Corporate Governance, paper
yang dipresentasikan pada “One-day Seminar on Capital Market and
Corporate Governance Issues in Indonesia” Bali, 7 September 2005.
Turban, D.B. dan Greening, D.W., 1996. “Corporate social performance and
organizational attractiveness to prospective employees”, Academy of
management Journal. 40: 658-672.
Wolk, H.I. dan Tearney, M. G., 1997. Accounting Theory, A Conceptual and
Institutional Approach. Fourth Edition., Cincinnati, Ohio: Osuth-Western
College Peublising.
www.republika.com
36
www.kompas.com
www.mediaindonesia.com
www.tempointeraktif.com
www.viva.co.id
www.malaysiakini.com
www.kompas.com tanggal 17 Desember 2012.
37
STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI RENDANG SEBAGAI MAKANAN
TRADISIONAL UNGGULAN MINANGABAU BERDAYA SAING GLOBAL
DALAM MENUNJANG VISI INDONESIA KREATIF 2025
Oleh:
Eka Rosalina
Afridian Wirahadi Ahmad
Politeknik Negeri Padang
PENDAHULUAN
Propinsi Sumatera Barat yang juga dikenal daerah Minangkabau dikenal dalam tiga hasl
yakni wisata kuliner (makanan tradisional), wisata alam dan wisata budaya. Apapun
daerah tujuannya di Sumatera Barat, masing-masing daerah selalu menonjolkan
keunikan makanan tradisionalnya. Beberapa makanan tradisional yang berasal dari
Sumatera Barat adalah rendang, cancang, galamai, dendeng balado, karapuak sanjai,
gulai banak, itiak lado hijau dan lainnya. Penyebutan Minangkabau disebabkan karena
kuliner merupakan bagian dari budaya suatu daerah.
1
Makanan tradisional minangkabau dibuat dan diolah dengan menggunakan
bahan lokal dengan beranekaragam cara pengolahannya dan memiliki ciri khas daerah
masing-masing, mulai dari makanan utama maupun selingan. Bumbu dan rempah
digunakan sulit untuk ditiru oleh negara lain ataupun daerah lain di Indonesia mengingat
keunikan dan keberagamannya.
Makan bagi orang minangkabau lebih mengacu kepada tradisi makan nasi
beserta lauk pauknya atau disebut samba oleh orang minang. Samba dalam istilah orang
minangkabau didominasi oleh bahan-bahan makanan yang terdiri dari daging (sapi,
ayam, ikan), cabai, santan dan bumbu-bumbu rempah sehingga menjadikan samba
sebagai ciri khas makanan minangkabau (dirjen kebudayaan, 2014). Salah satu samba
yang selalu tersedia dalam berbagai acara yang diadakan maupun sehari-hari adalah
rendang.
Rendang dikenal sebagai makanan yang lamak (lezat) oleh orang Minangkabau.
Konsep lamak mengacu kepada mementingkan rasa dalam makanan. Konsep makan
lamak sudah berakar dalam kebudayaan Minangkabau, sehigga dimanapun orang
minang berada sangat sulit meninggalkan kebiasaan makannya yakni samba yang
lamak.
Rendang dari berbagai publikasi internet dan lainnya dianggap sebagai makanan
tradisional asli dan unggulan Indonesia dan bahkan didaftarkan oleh Pemerintah RI ke
UNESCO untuk mendapatkan hak paten dan pengakuan internasional (Kemenparekraf,
2012). Bahkan pada tahun 2011, stasiun televisi internasional CNN juga menempatkan
rendang sebagai makanan nomor satu dari 50 makanan didunia sebagai makanan
terlezat di dunia. Hal ini dicantumkan dalam daftar World's 50 Most Delicious Foods(50
Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN Internationa (www.cnngo.com,
2011).
Hal yang ironis terjadi saat ini terkait dengan perkembangan rendang itu sendiri.
Rendang hanya diperoleh dirumah makan minang saja. Sedangkan hotel-hotel yang
memiliki tamu wisatawan dari berbagai daerah, kultur budaya, negara dan lainnya sulit
menemukan adanya rendang. Hal ini tidak seiring dengan pengakuan rendang sebagai
makanan nomor satu terlezat didunia. Hal ini mengindikasikan bahwa strategi
pengembangan rendang berdaya saing global perlu disusun sehingga diharapkan
2
rendang selain tetap menjadi makanan terlezat nomor satu didunia, juga disediakan
diberbagai hotel-hotel atau pusat jajanan lainnya.
Penelitian ini akan merumuskan strategi pengembangan rendang sebagai
makanan asli dan unggulan minangkabau dan Indonesia sehingga memiliki daya saing
global dan disajikan diberbagai kesempatan dan tempat khususnya hotel-hotel sebagai
lokasi yang paling strategis memperkenalkan rendang kepada wisatawan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Strategi dan Pengembangan Produk
Menurut Stanton (1996) strategi merupakan rencana dasar dari suatu tindakan
organisasi untuk mencapai tujuan. S e d a n g k a n Chandler (dalam Rangkuti,
2006:3) menyatakan bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan
dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas
alokasi sumber daya. Sedangkan menurut Stoner (1995) dalam Tjiptono (2002)
mendefinisikan bahwa strategi dibedakan atas dua perspektif yang berbeda, yaitu
perspektif apa yang ingin dilakukan oleh organisasi (intend to do) dan apa yang
akhirnya dilakukan oleh organisasi (eventually does).
Berdasarkan definisi diatas maka disimpulkan strategi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu untuk mencapai
keunggulan bersaing dalam mencapai tujuan yang diwujudkan dalam bentuk program-
program pengembangan. Dalam hal ini pengembangan makanan tradisional unggulan
minangkabau untuk mampu bersaing dengan makanan- makanan dari negara lain,
setidaknya mampu menjadi tuan rumah di daerah sendiri yaitu Sumatera Barat.
Menurut Buchari (2000) tujuan pengembangan produk adalah: (1)untuk
memenuhi keinginan konsumen yang belum puas, (2) untuk menambah omzet
penjualan, (3) untuk memenangkan persaingan, (4) untuk mendayagunakan sumber-
sumber produksi,(5) untuk meningkatkan keuntungan dengan pemakaian bahan yang
sama, (6) untuk mendayagunakan sisa-sisa bahan, (7) untuk mencegah kebosanan
konsumen, dan (8) untuk menyederhanakan produk, pembungkus.
3
sebagai sesuatu yang sifatnya turun temurun dan menurut adat suatu daerah atau
kawasan, sedangkan makanan memiliki arti sesuatu yang dimasukkan melalui mulut
yang berfungsi memberi nutrisi kepada tubuh sehingga pengertian makanan tradisional
secara sederhana berarti sebagai segala sesuatu yang dikonsumsi masyarakat suatu
daerah secara turun temurun guna memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya.
Menurut Ernayanti (2003;2) dalam Ensiklopedi Makanan Tradisional di Pulau Jawa
dan Pulau Madura memberikan pengertian tentang makanan tradisional memiliki nilai
budaya, tradisi, serta kepercayaan yang bersumber pada budaya lokal (local
indigenous).
4
Kepandaian mengolah rendang diwarisi dari generasi ke generasi khususnya
oleh banyak perempuan di Minangkabau. Pada perkembangannya rendang tidak hanya
berbahan baku utama daging saja, namun dapat pula digantikan ikan, belut, ayam, lokal
dan bahan lainnya (Kemdikbud, 2014). Beragam rendang tersebut pada dasarnya dibuat
dengan bumbu yang sama, hanya bahan mentahnya saja yang berbeda.
Analisis SWOT
Analisis swot adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan (Rangkuti, 2014). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths), dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat memaksimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (Threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan nilai,
tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. SWOT juga disebut sebagai analisis situasi
(Rangkuti, 2014).
Analisis SWOT didasarkan pada situasi lingkungan internal dan eksternal.
Setelah semua informasi terkumpul maka akan dikembangkan alternatif strategi. Alat
bantu untuk merumuskan strategi digunakan matrik SWOT yang dapat
menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan
atau organisasi, yang selanjutnya disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal
yang dimilikinya (Rangkuti, 2014).
Analisis QSPM
Analisis QSPM merupakan matrik perencanaan strategis kuantitatif yang dirancang
untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak. Teknik QSPM
akan menunjukkan strategi alternatif mana yang terbaik. Teknik ini juga mensyaratkan
untuk memadukan faktor-faktor esternal dan internal yang tekait dalam proses
keputusan.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan diseluruh Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat
Wilayah kajian di Propinsi Sumatera Barat meliputi 19 kabupaten dan kota dengan
5
wilayah kecamatan seluruhnya adalah 175 kecamatan. Yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh kabupaten/Kota di propinsi tersebut sehingga metode
sampling yang dipilih adalah sensus karena semua anggota populasi menjadi sampel.
Variabel Penelitian
Beberapa variabel yang diidentifikasi dan di analisis lebih lanjut merupakan variabel
dari lingkungan internal dan dari lingkungan eksternal. Variabel dari lingkungan
internal yaitu: produk (product), harga (price), manusia (people), dan promosi
(promotion). Sedang variabel dari lingkungan eksternal yaitu: persaingan
(competition), hukum dan peraturan pemerintah (legislation and regulation),
teknologi (technology), dan situasi sosial budaya (societal and cultural environtment).
6
dan peluang (opportunities) yang perlu segera mendapatkan perhatian dan pada
saat yang sama diarahkan untuk mengetahui kelemahan (weaknesses) dan ancaman
(threats) yang perlu mendapatkan antisipasi (Suwarsono, 1998).
a. Analisis internal
Tabel IFAS (Internal F actor Analisys Strategy) disusun untuk merumuskan faktor-
faktor strategis internal. Penafsiran atas keterangan responden menjadi hasil
identifikasi kekuatan dan kelemahan. Kekuatan dan kelemahan tersebut kemudian
dianalisis internal dengan menggunakan matrik IFAS. Matrik IFAS digunakan untuk
menganalisis faktor internal yang dilakukan untuk mendapatkan faktor kekuatan dan
faktor kelemahan yang telah diantisipasi kekeberadaannya. Kemudian faktor kekuatan
dan kelemahan itu diberi bobot dengan nilai 0 (kurang penting), 1 (sama penting) dan 2
(lebih penting). Setelah dirata-rata maka total bobot nilai sama dengan 1. Selanjutnya,
menghitung peringkat / rating dari masing-masing faktor dengan nilai 4 (sangat
kuat), 3 (kuat), 2 (sedang) dan 1 (lemah). Menghitung skor pada kolom empat dengan
cara mengalikan bobot dengan rating. Untuk mendapatkan skor total dengan cara
menjumlahkan semua skor. Jika nilainya di bawah 2,50 maka berarti secara
eksternal adalah lemah dan nilai skor di atas 2,50 menunjukkan posisi eksternal yang
cukup kuat.
b. Analisis eksternal
Matrik evaluasi faktor eksternal (EFAS) memungkinkan para penyusun strategi untuk
merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi,
lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan (David, 2006: 143).
Penafsiran atas keterangan responden menjadi hasil identifikasi peluang dan ancaman.
Peluang dan ancaman tersebut kemudian dianalisis eksternal dengan menggunakan
Matrik EFAS. Hasil analisis eksternal dilanjutkan dengan mengevaluasi guna
mengetahui apakah strategi yang dipakai selama ini memberikan respon terhadap
peluang dan ancaman yang ada. Untuk maksud tersebut digunakan Matrik EFAS
(External Factor Analysis Strategi), dengan langkah-langkah seperti; membuat matrik
yang terdiri dari empat kolom, dan memberi bobot pada semua faktor peluang dan
ancaman dengan nilai 0 (kurang penting), 1 (sama penting) dan 2 (lebih penting) dan
7
lebih lanjut dirata-rata maka jumlah bobot nilai sama dengan 1 pada kolom dua. Dalam
menghitung peringkat/rating masing-masing faktor dengan nilai 4 (sangat kuat), 3
(kuat), 2 (sedang) dan 1 (lemah). Untuk mendapatkan skor pada kolom empat, dengan
cara mengalikan bobot pada kolom dua dengan rating pada kolom tiga. Masing-masing
faktor yang ada skornya dijumlahkan dan bila mendapatkan jumlah total skor
dibawah 2,5 artinya secara eksternal adalah lemah, sedangkan bila diatas 2,5
menunjukkan posisi eksternal yang cukup.
2. Analisis SWOT
Setelah menganalisis faktor internal dan eksternal atau analisis matrik IFAS dan EFAS
maka dilanjutkan dengan menggambarkan matrik SWOT. Analisis SWOT adalah alat
untuk mengenali situasi, yang jika dilakukan dengan benar maka akan menghasilkan
pondasi yang kuat untuk merumuskan atau memformulasikan suatu strategi (Bozac dan
Tipuric, 2006). Analisis SWOT juga digunakan sebagai alat untuk mengetahui
kekuatan, kelemahan yang dipengaruhi kebijakan internal perusahaan serta peluang
dan ancaman yang dipengaruhi faktor-faktor eksternal yang tidak bisa dikontrol oleh
perusahaan. Berdasarkan analisis matrik SWOT dapat dirumuskan berbagai
kemungkinan alternatif strategi pengembangan makanan tradisional unggulan
minangkabau. Formulasi keempat strategi tersebut adalah: Strategi Strengths
Opportunities (SO), Strengths Threats (ST), Weaknesses Opportunities (WO), dan
Weaknesses Threats (WT).
8
Gambar 1
Model Kerangka Analisa Strategi Pengembangan
9
2) Kualitas penataan atau penyajian. Rendang disajikan secara menarik yakni
menonjolkan bahan utamanya dan disertai dengan kuah rendangnya sehingga
memberikan kesan menarik dilihat dan dicoba.
3) Kualitas produk. Hal ini didasarkan pada tekstur daging rendang yang tidak keras
dibanding daging olahan lainnya serta tahan lama lebih dari 1 bulan.
4) Keunikan cita rasa dan aroma. Rendang kaya akan bahan-bahan rempah-rempah
dan memberikan cita rasa unik serta aroma yang mengundang selera.
5) Dapat dinikmati disegala suasana dan waktu. Rendang dapat dijadikan makanan
utama dalam berbagai acara dan waktu untuk menikmatinya dapat pagi, siang atau
malam hari. Bahkan rendang tidak hanya dapat dinikmati dengan nasi namun juga
dapat dinikmati dengan lontong dan lainya.
6) Kesesuaian biaya yang dibayar dengan kepuasan. Harga merupakan salah satu
variabel konsumen untuk menikmati makanan. Konsumen menilai harga rendang
sangat sesuai dengan kepuasan atas cita rasa yang mereka nikmati.
7) Variasi produk sangat banyak. Saat ini produk tidak hanya berbahan baku utama
daging saja, namun juga divariasikan dengan ikan, sayur, ayam dan lainnya.
8) Dapat dijadikan sebagai oleh-oleh atau cederamata dari Sumatera Barat.
9) Dapat dijadikan sebagai bekal makanan untuk perjalanan jauh.
10
Berdasarkan faktor-faktor diatas, maka masing-masing faktor diberikan bobot
dalam bentuk persentase dan diberikan rating dan skor masing-masingnya. Dari hasil
pengolahan data diperoleh total skor faktor internal adalah sebesar 3,1. Angka ini
menunjukkan kategori sangat kuat karena berada diatas rata-rata 250 (david, 2000). Ini
menunjukkan bahwa posisi internal strategi pengembangan produk rendang sebagai
makanan unggulan dikatakan kuat sehingga mampu memanfaatkan faktor-faktor
kekuatan yang ada untuk dapat mengatasi faktor-faktor kelemahannya.
11
ancaman eksternal. Berdasarkan analisa faktor eksternal diperoleh total skor sebesar 2,9.
Hal ini mengindikasikan skor faktor eksternal tergolong kat karena berada diatas rata-
rata 2,50. Ini menunjukkan bahwa faktor eksteral mampu memanfaatkan peluang dan
menghindari ancaman.
12
Matrik internal-eksternal pada gambar 2 menunjukkan bahwa makanan rendang
berada pada sel IV. Karena itu, berdasarkan pada teori Davis (2006) maka strategi yang
seharusnya diterapkan dalam upaya mengembangkannya adalah Growth and Build
Strategy (strategi tumbuh dan kembangkan). Kuandran IV ini juga disebut dengan
Stability Strategy yaitu strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah
ditetapkan. Strategi ini terdiri dari strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar dan
pengembangan produk.
Strategi penetrasi pasar adalah usaha peningkatan pangsa pasar atau market
share suatu produk yang ada dipasar melalui pemasaran yang lebih gencar.
Peningkatan promosi dapat dilakukan dengan cara periklanan, personal selling, pameran
dan lainnya.
Strategi berikutnya adalah pengembangan pasar. Pengembangan pasar dilakukan
dengan mengoptimalkan pasar yang ada dan menumbuhkan pasar-pasar baru. Pasar-
pasar baru dapat dilakukan dengan intervensi dari pemerintah yakni diantaranya
mewajibkan hotel-hotel menyediakan rendang sebagai sajian utama atau dengan
mengembangkan pasar-pasar baru.
Strategi ketiga adalah strategi pengembangan produk. Strategi ini ditempuh
dengan cara meningkatkan kualitas dan mutu produk, memodifikasi produk yang ada
atau menambah jenis produk yang ada. Hal ini menuntut adanya inovasi produk agar
dapat mempertahankan daya saingnya.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
a) Rendang merupakan makanan asli tradisional dan unggulan dari Sumatera Barat.
b) Saat ini rendang hanya disajikan dirumah makan minang atau hanya jika ada ada
acara adat atau keagamaan.
c) Stasiun berita internasional CNN mengatakan bahwa rendang merupakan makanan
terlezat didunia.
d) Rendang tidak berkembang sesuai dengan tingginya pertumbuhan pengakuan
terhadap produknya. Hal ini dilihat, hampir tidak ada hotel yang menyajikan
rendang sebagai menu utama masakannya.
13
e) Faktor kekuatan internal rendang adalah Mudah diperoleh, Kualitas penataan atau
penyajian, Kualitas produk, Keunikan cita rasa dan aroma, Dapat dinikmati
disegala suasana dan waktu, Kesesuaian biaya yang dibayar dengan kepuasan,
Variasi produk sangat banyak, Dapat dijadikan sebagai oleh-oleh atau cederamata
dari Sumatera Barat dan Dapat dijadikan sebagai bekal makanan untuk perjalanan
jauh.
f) Faktor kelemahan internal adalah Kualitas (rasa) produk yang tidak konsisten,
hanya tersedia di restoran atau rumah makan khusus minang, Proses produksi yang
sangat lama dan biaya besar.
g) Nilai total skor faktor internal adalah 3,1 yakni kuat. Ini menunjukkan bahwa posisi
internal strategi pengembangan produk rendang sebagai makanan unggulan
dikatakan kuat sehingga mampu memanfaatkan faktor-faktor kekuatan yang ada
untuk dapat mengatasi faktor-faktor kelemahannya.
h) faktor-faktor peluang eksternal meliputi pengakuan sebagai makanan terlezat
didunia, adanya himbauan pemerintah untuk lebih memperkenalkan makanan
tradisional khususnya rendang, Tumbuhnya industri pariwisata dan perhotelan di
Indonesia khususnya Sumatera Barat, Penggunaan teknologi modern untuk
pengembangan atau produksi rendang dan Berkembangnya wisata minat khusus
yakni wisata kuliner serta Rendang sudah dianggap bagian dari budaya
i) Faktor faktor-faktor ancaman eksternal adalah Produk makanan dari negara lain dan
Higienis
j) Skor nilai faktor eksternal diperoleh total skor sebesar 2,9. Hal ini mengindikasikan
skor faktor eksternal tergolong kat karena berada diatas rata-rata 2,50. Ini
menunjukkan bahwa faktor eksteral mampu memanfaatkan peluang dan
menghindari ancaman.
k) Berdasarkan matriks strategi rendang diperoleh berada pada kuadran IV yakni
strategi yang seharusnya diterapkan dalam upaya mengembangkannya adalah
Growth and Build Strategy (strategi tumbuh dan kembangkan). Kuandran IV ini
juga disebut dengan Stability Strategy yaitu strategi yang diterapkan tanpa
mengubah arah strategi yang telah ditetapkan. Strategi ini terdiri dari strategi
penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk.
14
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
15
Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Keterbukaan Ekonomi
Studi Kasus : Negara Indonesia
Evi Susanti Tasri, Kasman Karimi
Abstract
Economic growth is influenced by many factors such as economic indicators. One
of the economic indicators that affect the economic openness, such as trade
openness, trade openness the better, gives an indication that the state economy is
getting better, growing economic activity embodied in the real production sector
activities such as eksport and imports, which in turn will support the capability
Indonesia to be able to compete in the arena of international trade.
Latarbelakang
Keterbukaan ekonomi perdagangan telah lama menjadi perdebatan.
Meskipun telah nyata absen dari model pertumbuhan dominan, sekarang ini
hubungan antara keterbukaan yang lebih besar dan pertumbuhan GDP telah
memiliki dukungan teoritis yang cukup Talberth and Bohara (2006). Studi empiris
kebijakan perdagangan.
bebas. Winters, McCulloch, and McKay (2004) menyebutkan ada tiga sumber
karena kebijakan perdagangan yang beragam bentuk. Kedua, arah dari hubungan
sebab akibat keterbukaan dan pertumbuhan sulit untuk dimapankan. Dan ketiga,
1
interaksi kebijakan perdagangan dengan kebijakan lain harus diperhatikan ketika
PerumusanMasalah:
1. Bagimanapengaruhketerbukaanekonomiterhadappertumbuhanekonomi.
TujuanPenelitian:
pertumbuhan ekonomi.
TinjauanTeori
bervariasi. Ditambah lagi masalah ketersediaan dan kualitas data pada setiap
2
2. Penyesuaian Aliran Perdagangan (Adjusted trade flows),
4. Tarif (Tariffs),
Klasifikasi yang lebih sederhana yang ditarik dari perbedaan antara sebab
dan akibat dari kebijakan perdagangan di kemukakan oleh Baldwin (1989) yang
based dan outcome-based. Dari sekian banyak metoda pengukuran yang ada,
kategori rasio perdagangan (trade ratios) adalah metoda yang paling populer dan
GDP(Lane, 2007).
negara untuk lebih fokus pada produksi barang yang memiliki keunggulan
komparatif dan mengimpor barang yang dianggap lebih mahal jika diproduksi
secara lokal. Secara umum keterbukaan difahami sebagai sejauh mana halangan
dalam perdagangan antara komunitas lokal suatu negara dengan negara asing.
yang secara endogen dipilih seperti rezim perdagangan lebih bebas seperti yang
3
tahun terakhir penelitian memperlihatkan pola yang cukup konsisten akan adanya
itu, verifikasi empiris yang bertumpu pada set data yang lebih besar, sampai 105
keterbukaan ekonomi dan perdaganganan bebas yang didukung oleh data positif
tesebut muncul hasil penelitian teoretis dan empiris akan adanya kesenjangan
budaya lokal. Penelitian yang dilakukan Ozay and Tavakoli (2003); Baten and
Fraunholz (2004); Ghose (2004); Marjit et al. (2004) menunjukkan bukti ada
dapatditurunkandaripersamaanberikut:
GDP = C + I + G + (X – M)………………(1)
Dimana:
C = Konsumsi pribadi
I = Gross investment
G = Pengeluaran Pemerintah
X = eksport
M = Import
4
X – M = Net eksport
Nilai ini dihitung dari total produksi barang dan jasa. Pengukuran GDP
secara dasar mengikuti pola umum yang sama, namun terdapat beberapa
perbedaan antar negara seperti pada penelitian (England, 1998) dan (Lawn, 2003),
pendapatan, aktivitas yang tidak melalui pasar, aktivitas sosial seperti kejahatan,
pengangguran serta isu lingkungan seperti polusi, penggunaan sumber daya dan
keterbatasan sumber daya. Jadi, GDP secara umum hanya menghitung tingkat
berikut:
dimana
Dengan mengikuti (G. Mankiw, Romer, & Weil, 1992), hubungan ini
dapat dituliskan dalam bentuk fungsi agregat produksi tipe Cobb-Douglass dalam
bentuk
5
GDP= ……………………
MetodologiPenelitian
Analisisdilakukandengananalisisdeskripsidenganmenggunakananalisisgrafis
HasilPenelitian
didapathasilsepertidibawahini:
G R A F I K T R E N D G D P DA N O P E N E S S
I N D O N ES IA
GDP Openess
1000000000000,0000 200000000,00
500000000000,0000 100000000,00
,0000 0,00
2001200220032004200520062007200820092010201120122013
diatasdapatdiketahuibahwapadakurunwaktutersebutterjadikecendrunganpeningkat
6
Untukmemahamikondisiinibisadilakukandenganmelakukananaisisdayasain
7
Grafik3: PDB per kapita di ASEAN
Inonesiarelatihmasihmempunyainilai yang
8
lebihbaikdankondusifuntukbisamembawaekonomikearah yang
Indonesia. Karenadengansemakinkondusifdanberkembangnyaekonomisuatu
9
Negara tersebut.Investasiasing yang dilakukandisuatu Negara
terjadinyapeningkatanaktivitasekonomi,
penguranganjumlahpenganggurandandansecaramakroakanmendorongproduksibar
penerimaanpajakdanakhirnyaakanmampumeningkatkanpendapatannasional yang
jugamemberikanindikasipertumbuhanekonomi.
Makadariuraiansingkatdiataskitabisamelihatbagaimanatrenperdagangan Negara
10
Sumber : world bank, 2015
11
Grafik7: TrenPerdagangan ASEAN
kondusifuntukinvestasi
12
Grafik 8 : Peringkat Doing Business 2015
Kesimpulan:
bisadiambilkesimpulanbahwapertumbuhanekonomidalamhalinidiproxioleh GDP
untuk Indonesia.
Keterbukaanperdagangankurangmendukungperkembanganpersainganekonomisec
13
ekonomidan Doing Business Report.
MakauntukituInodesiaharusmakinberbenahuntukmampubersaingdalamperekonom
ianInternasional. Dan
menjadikanperdagangansebagaibagaindaripendorongperekonomiannasional yang
DaftarPustaka
Talberth, J., & Bohara, A. K. (2006). Economic openness and green GDP.
Ecological Economic, 58(4), 743 - 758.
Winters, L. A., McCulloch, N., & McKay, A. (2004). Trade liberalization and
poverty: The evidence so far. Journal of Economic Literature, XLII(2004),
72-115.
14
15
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI
DAN KEMITRAAN TERHADAP KINERJA PARAMEDIS
RSU MAYJEN H.A. THALIB KABUPATEN KERINCI
DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING
1
Herdinal, 2Dahnil Djohar, 2 Erni Febrina Harahap
1
Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Manajemen
2
Dosen Program Pascasarjana Magister Ilmu Manajemen
Universitas Bung Hatta
email : dinal.joher@yahoo.co.id
ABSTRACT
This study aims to identify and analyze the influence of leadership styles, organizational culture and
partnerships on the performance of paramedics RSU Mayjen HA Thalib Kerinci with job
satisfaction as an intervening variable. This study design is the design of causality. The study
population was the entire Medics at RSU Mayjen HA Thalib Kerinci which bestatus as paramedics
civil as many as 322 people. Total samples 178 people. Data collection techniques used is directly
enclosed questionnaire method. Analysis of data to test the hypothesis of this study is mediating
variable regression analysis with causal method step. The results of this study found that 1) style of
leadership have a significant effect on the performance of paramedics, 2) Cultural organizations
have a significant effect on the performance of paramedics, 3) Partnerships have a significant effect
on the performance of paramedics, 4) style of leadership have a significant effect on job satisfaction
paramedics. 5) Cultural organizations have a significant effect on job satisfaction paramedics. 6)
The Partnership had no significant effect on job satisfaction paramedics. 7) Job satisfaction have a
significant effect on the performance of paramedics. 8) style of leadership have a significant effect
on the performance of paramedics through job satisfaction as an intervening variable. 9) Cultural
organizations have a significant effect on the performance of paramedics through job satisfaction
as an intervening variable. 10) The Partnership had no significant effect on the performance of
paramedics through job satisfaction as an intervening variable
15
meningkatkan kinerja paramedis dalam kerja yang tinggi akan berdampak positif
melaksanakan tugas. terhadap peningkatan kinerja paramedis
9. Gaya kepemimpinan berpengaruh dalam bekerja.
signifikan terhadap kepuasan kerja 14. Budaya organisasi berpengaruh signifikan
paramedis dengan koefisien regresi terhadap kinerja paramedis melalui
sebesar 0,663. Semakin baik pimpinan kepuasan kerja sebagai variabel
dalam menjalankan fungsinya tentunya intervening. Kepuasan kerja berperan
akan meningkatkan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi parsial (partial
paramedis dalam bekerja mediation) karena budaya organisasi
10. Budaya organisasi berpengaruh signifikan tadinya signifikan (sebelum memasukan
terhadap kepuasan kerja paramedis variabel M) menjadi tetap signifikan setelah
dengan koefisien regresi sebesar 0,230. memasukan variabel M ke dalam
Tinggi rendahnya kepuasan kerja persamaan regresi, tetapi mengalami
paramedis dipengaruhi oleh budaya penurunan koefisien regresi yang semula
organisasi. Semakin baik budaya sebesar 0,201 menjadi 0,114. Hal ini dapat
organisasi dapat meningkatkan kepuasan diartikan bahwa kepuasan kerja
kerja paramedis. memediasi secara parsial (partial
11. Kemitraan tidak berpengaruh signifikan mediation) hubungan antara budaya
terhadap kepuasan kerja paramedis organisasi dengan kinerja paramedis.
dengan koefisien regresi sebesar 0,057. Adanya budaya organisasi yang baik dan
Semakin tinggi kemitraan paramedis didukung oleh kepuasan kerja yang tinggi
dalam menjalankan tugas tidak dapat akan berdampak positif terhadap
meningkatkan kepuasan kerja paramedis. peningkatan kinerja paramedis dalam
Artinya, kemitraan tidak akan bekerja.
mempengaruhi tingkat kepuasan kerja 15. Kemitraan tidak berpengaruh signifikan
paramedis dalam melaksanakan tugas. terhadap kinerja paramedis melalui
12. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan kepuasan kerja sebagai variabel
terhadap kinerja paramedis dengan intervening, karena kepuasan kerja tidak
koefisien regresi sebesar 0,515. Artinya mampu memberi tambahan pengaruh
tinggi rendahnya kinerja paramedis dalam menjelaskan pengaruh kemitraan
dipengaruhi oleh faktor kepuasan kerja terhadap kinerja paramedis atau dengan
secara positif. Semakin tinggi tingkat kata lain kepuasan kerja tidak dapat
kepuasan kerja paramedis tentunya akan meningkatkan kinerja paramedis dari
meningkatkan kinerja paramedis. keadaan kemitraan yang ada, sehingga
13. Gaya kepemimpinan berpengaruh dapat ditegaskan bahwa kepuasan kerja
signifikan terhadap kinerja paramedis tidak menambah pengaruh kemitraan
melalui kepuasan kerja sebagai variabel terhadap kinerja paramedis
intervening. Kepuasan kerja berperan
sebagai variabel mediasi parsial (partial 2. Implikasi Penelitian
mediation) karena gaya kepemimpinan a. Implikasi Teoritis
tadinya signifikan (sebelum memasukan Hasil penelitian dapat memberikan
variabel M) menjadi tetap signifikan setelah kontribusi bagi pengembangan ilmu
memasukan variabel M ke dalam manajemen khususnya ilmu sumber daya
persamaan regresi, tetapi mengalami manusia dan juga dapat dipakai sebagai acuan
penurunan koefisien regresi dari 0,418 untuk riset-riset mendatang yang akan
menjadi 0,161. Hal ini dapat diartikan melakukan kajian-kajian tentang perilaku
bahwa kepuasan kerja memediasi secara kinerja pegawai.
parsial (partial mediation) hubungan
antara gaya kepemimpinan dengan kinerja
paramedis. Adanya gaya kepemimpinan
yang baik dan didukung oleh kepuasan
16
b. Implikasi Praktis c. Diharapkan kepada paramedis untuk
Berdasarkan hasil temuan penelitian ini dapat menjalin hubungan baik antara
maka dapat dirumuskan beberapa implikasi paramedis dengan pimpinan
kebijakan yang dapat dilakukan untuk 4. Manajemen RSU Mayjen H.A. Thalib
peningkatan kinerja paramedis RSU Mayjen Kabupaten Kerinci agar dapat
H.A. Thalib Kabupaten Kerinci adalah meningkatkan kepuasan kerja paramedis
sebagai berikut: dalam melaksanakan tugas. Upaya yang
1. Unsur pimpinan agar dapat melakukan dapat dilakukan adalah :
berbagai upaya untuk meningkatkan b. Meningkatkan tunjangan untuk
kinerja paramedis seperti : paramedis setiap bulannya sessuai
a. Semua unsur pimpinan diharapkan dengan berat ringannya pekerjaan
dapat menerapkan berbagai gaya yang mereka lakukan
kepemimpinan yang dapat memotivasi c. Mendorong paramedis untuk mau dan
pegawai dalam bekerja sehingga mampu melakukan pekerjaan
pegawai memiliki kinerja yang tinggi tambahan yang dapat meningkatkan
dalam menjalankan tugas kepuasan pasien terhadap layanan
b. Semua unsur pimpinan diharapkan rumah sakit
bersifat terbuka kepada bawahan agar d. Unsur pimpinan pada RSU Mayjen
paramedis mau berdiskusi terkait H.A. Thalib Kabupaten Kerinci selalu
dengan permasalahan pekerjaan yang memberikan dukungan kepada
sedang mereka hadapi paramedis dalam melaksanakan
2. Terkait budaya organisasi hendaknya pekerjaan
memperhatikan budaya organisasi agar e. Meningkatkan gaji paramedis secara
budaya tersebut dapat mendorong berkala agar paramedis merasa tingkat
terjadinya peningkatan kinerja paramedis. kesejahteraannya diperhatikan oleh
Upaya yang dapat dilakukan adalah : rumah sakit
a. Menetapkan visi, misi dan tujuan yang f. Mendorong paramedis untuk dapat
didefinisikan secara jelas dan mudah menjalin hubungan baik bekerjasama
dipahami oleh semua paramedis dengan rekan kerja untuk pencapaian
b. Membuat prosedur yang jelas dalam visi dan misi RSU Mayjen H.A.
rangka rotasi dan mutasi paramedis Thalib Kabupaten Kerinci
c. Mendorong paramedis untuk
melaksanakan pekerjaan dengan 3. Keterbatasan Penelitian dan Saran
kualitas yang bagus agar dapat Adapun keterbatasan penelitian dan
mengembangkan kemampuan pegawai saran yang dapat penulis sampaikan pada
dalam bekerja bagian akhir penulisan tesis ini adalah sebagai
d. Memberikan imbalan yang setimpal berikut :
kepada paramedis yang memiliki 1. Penelitian ini hanya menguji pengaruh
prestasi kerja yang tinggi gaya kepemimpinan, budaya organisasi
3. Manajemen agar dapat meningkatkan dan kemitraan terhadap kinerja paramedis
kemitraan paramedis dalam melaksanakan dengan kepuasan kerja sebagai variabel
tugas. Upaya yang dapat dilakukan adalah intervening, disarankan kepada peneliti
: berikutnya untuk menambahkan variabel
a. Diharapkan kepada paramedis untuk lain yang dapat mempengaruhi kinerja
dapat menjalin hubungan baik antara pegawai seperti variabel motivasi kerja,
sesama paramedis iklim organisasi, kompensasi, dll. Agar
b. Diharapkan kepada paramedis untuk dapat lebih memahami faktor-faktor yang
dapat menjalin hubungan baik antara mempengaruhi kinerja pegawai pada
paramedis dengan pimpinan instansi pemerintah.
2. Ruang lingkup penelitian ini hanya
terbatas pada paramedis RSU Mayjen
17
H.A. Thalib Kabupaten Kerinci,
disarankan kepada peneliti berikutnya Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen.
untuk menambahkan ruang lingkup Cetakan Kedelapanbelas. Yogyakarta :
penelitian menjadi lebih luas seperti BPFE
seluruh pegawai yang ada pada RSU
Mayjen H.A. Thalib Kabupaten Kerinci Hersey, H. Blanchard, E. Johnson. 2008.
agar dapat memahami lebih komprehensif Management of Organizational
tentang kinerja pegawai pada rumah sakit Behavior. Pearson International
tersebut. Education, New Jersey.
3. Penelitian ini merupakan pendekatan
kuantitatif dengan menggunakan Hasibuan, Malayu S. P. 2008. Manajemen
kuesioner sebagai teknik pengumpulan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi
data, dimana responden melakukan Aksara.
pengisian kuisioner sebagai data yang
akan dianalisis sehingga hasil yang Indriani, Etty dan Waluyo, Hari. 2012.
dipaparkan tidak dilengkapi dengan Pengaruh Kepemimpinan Dan Budaya
analisis kualitatif. Untuk mendapatkan Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
hasil yang lebih baik diharapkan Negeri Sipil di Sekreetariat Daerah
penelitian lanjutan menggunakan Kabupaten Karanganyar Dengan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif Komitmen Organisasi Sebagai Variabel
seperti menggunakan teknik wawancara Intervening. Jurnal Manajemen dan
sehingga maksud responden dapat Kewirausahaan. Vol. 5. No. 1. hal. 25 –
ditangkap dengan sempurna 41.
4. Model analisis yang digunakan pada
penelitian adalah model regresi, Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi.
disarankan untuk menggunakan model Yogyakarta : Andi.
yang lain seperti analisis jalur, SEM agar
dapat mengeneralisir hasil penelitian lebih Mahsun, Mohamad, 2006. Pengukuran
komprehensif. Kinerja Sektor Publik,. Penerbit
BPFE,Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005. Perilaku
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur dan Budaya Organisasi, Cetakan
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Pertama, Bandung : Refika Aditama,
Jakarta: Rineka Cipta
Martoyo, S. 2000. Manajemen Sumber Daya
Brahmasari, Ayu Ida dan Suprayetno, Agus. Manusia, Yogyakarta : BPFE
2008. Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Mas’ud, Fuad 2004. Survai Diagnosis
Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Organissional : Konsep dan Aplikasi.
Serta Dampaknya Pada Kinerja Semarang : Badan Penerbit Universitas
Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai Diponegoro.
International Wiratama Indonesia).
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Moeljono, Djokosantoso & Sudjatmiko,
Vol.10, No. 2, September 2008: 124-135 Steve. 2007. Kinerja dan
Pengembangan Kompetensi Sumber
Bungin, M. Burhan. 2010. Metodologi Daya Manusia, Yogyakarta: Pustaka
Penelitian Kuantitaif : Komuniasi, Pelajar
Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta
Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Munandar, Bertina Sjabadhyni dan Rufus
Kencana Patty Wutun. 2004. Peran Budaya
18
Organisasi dalam Peningkatan Unjuk Syibli, 2010. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor
Kerja Perusahaan. Depok : PIO Rekruitmen Terhadap Prestasi Kerja
Fakultas Psikologi UI. SDM outsourcing PT Telkom dengan
pendekatan SEM (Structural Equation
Nawawi, Hadari. 2003, Manajemen Strategik Modelling). Jurnal Aplikasi
Organisasi Non Profit Bidang Manajemen. Vol II No. 9 Hal. 98-114
Pemerintahan. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press. Tampubolon, Manahan P., 2004, Manajemen
Ndraha, Taliziduhu, 2005. Teori Budaya Operasi, Edisi 1. Jakarta : Galia
Organisasi, Cetakan Pertama, Jakarta : Indonesia,
Rineka Cipta
Thoha, Miftah. 2010, Kepemimpinan Dalam
Riduwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel- Manajemen. Jakarta : Raja Grafindo
Variabel Penelitian, Bandung : Alfabeta Persada.
Rivai, Veithzal dan Sagala, Ella Jauvani 2009. Tika, H. Moh. Pabundu, 2006. Budaya
Manajemen Sumber Daya Manusia Organisasi dan Peningkatan Kinerja
Untuk Perusahaan : Dari Teori ke Perusahaan, Cetakan Pertama, Jakarta :
Praktek. Jakarta : Rajagrafindo Persada Bhumi Aksara
Rivai, Veithzal dan Mulyadi. 2010. Umar, Husein. 2009. Metode Penelitian
Kepemimpinan dan Perilaku untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Edisi.
Organisasi. Edisi. Ketiga, Jakarta: Raja Kedua. Jakarta: Rajawali Press
Grafindo
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja, Jakarta
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku : Rajagrafindo Persada
Organisasi. Edisi kesepuluh. Jakarta:
Indeks Kelompok Gramedia Winardi, Jasman J. Ma’ruf, Said Musnadi
(2012). Pengaruh Budaya Organisasi Dan
Robbins, S. P dan T. A. Judge. 2008, Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
Perilaku Organisasi, Edisi 12, Jilid 1 dan Dengan Komitmen Organisasional
2, Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada
Karyawan Dinas Pengairan Provinsi
Sangadji. 2009. Pengaruh Budaya Aceh). Jurnal Ilmu Manajemen
Organisasi Dan Komitmen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.
Organisasional Pimpinan Terhadap Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei
Kepuasan Kerja Dan Dampaknya Pada
Kinerja. Jurnal Manajemen Sumber Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumer
Daya manusia. Vol I No. 8 Hal. 34-51 Daya Manusia : Teori, Aplikasi dan
Penelitian. Jakarta : Salemba Empat
Sedarmayanti. 2004. Good Governance
(Kepemerintahan Yang Baik) Bagian
Kedua. Bandung: Mandar Maju
19
Peranan Customer Value sebagai Pemoderasi pada Pengaruh Kualitas
Pelayanan dan Citra Instansi terhadap Kepuasan Publik
Iswandi ; Sefnedi, SE, MM, Ph.D ; Prof. Dr. Niki Lukviarman, SE, MBA
Postgraduate Program, Magister of Management Sains
Bung Hatta University
email: iswandi_bpn@yahoo.com
Pendahuluan
Secara umum, Pemerintah pelayanan publik adalah segala
mempunyai tugas memberikan kegiatan yang di laksanakan oleh
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada penyelenggara pelayanan publik
masyarakat karena sudah menjadi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
peran Pemerintah sebagai abdi rakyat penerima layanan, maupun
dan abdi Negara. Berdasarkan surat pelaksanaan ketentuan peraturan
keputusan Menteri Pemberdayaan perundang-undangan yang berlaku.
Aparatur Negara Nomor: 63 Kep. M. Tujuan dari pelayan publik adalah
PAN/ 7/ 2003 yang dimaksud memberikan kepuasan yang
berpedoman kepada kebutuhan dan menerima layanan pertanahan hak
keinginan masyarakat. Namun milik, guna bangunan, pakai, dan
demikian, kebanyakan pelayanan yang wakaf. Hasil pengamatan tersebut
dilaksanakan oleh instansi pemerintah dapat disimpulkan bahwa rata-rata
belum semuanya dapat di laksanakan keluhan publik dalam menerima
secara efektif, sehingga masyarakat layanan pertanahan di BPN Kabupaten
(publik) merasa tidak puas. Salah satu Padang Pariaman adalah 35,5%.
instansi pemerintah yang bertugas Tingginya persentase keluhan yang
memberikan layanan kepada publik dirasakan oleh publik merupakan
adalah Kantor Pertanahan (BPN) fenomena kurang puasnya masyarakat
Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra atau publik dalam menerima layanan
Barat. Sebagaimana lazimnya suatu pertanahan di BPN Kabupaten Padang
organisasi, BPN Kabupaten Padang Pariaman.
Pariaman telah berupaya Parasuraman dkk (1991)
menyelenggarakan prosedur pelayanan menjelaskan bahwa diantara faktor
yang mudah, cepat dan transparan dan yang mempengaruhi kepuasan
diharapkan dapat memberikan konsumen adalah kualitas pelayanan.
kepuasan kepada publik. Dalam konteks penelitian ini, adapun
Menurut Kotler dan Keller (2011), yang dimaksud dengan konsumen
Kepuasan publik (public satisfaction) adalah masyarakat atau publik yang
merupakan perasaan senang atau menerima layanan jasa pertanahan
kecewa yang dirasakan oleh publik pada Kantor BPN Kabupaten Padang
dengan cara membandingkan antara Pariaman. Menurut Kotler dan Keller
harapan dan kenyataan. (2011) kualitas pelayanan segala
Untuk dapat mengungkap bentuk aktivitas yang dilaksanakan
fenomena kepuasan publik dalam oleh penyedia jasa yang diberikan
menerima layanan pada BPN di kepada penerima jasa dalam upaya
Kabupaten Padang Pariaman, penulis memenuhi kebutuhan dan
melakukan pengamatan kepada 30 keinginannya yang terkait dengan
orang masyarakat (publik) yang dimensi kualitas pelayanan (tangibles,
empathy, reliability, responsiveness menemukan pengaruh yang tidak
dan assurance). siginifikan. Hal yang sama juga terjadi
Faktor lain yang dapat pada pengaruh variabel corporate
mempengaruhi kepuasan pelanggan image terhadap kepuasan dimana
adalah Corporate Image (Alma, 2009). sebagian peneliti menemukan bahwa
Hal ini sesuai dengan pendapat Keller corporate image berpengaruh
(2009) ”the strong corporate image signifikan terhadap kepuasan dan
will make customer satisfied” yang sebagian peneliti lain menemukan
dapat diartikan bahwa citra perusahaan pengaruh yang tidak signifikan.
yang kuat dapat membuat konsumen Menurut Sekaran (2006) bila
puas. Minkiewicz (2011) hubungan dua variabel masih ambigu
mendefinisikan corporate image maka peneliti berikutnya dapat
merupakan kepercayaan, persepsi, menempatkan variabel moderasi.
perasaan, dan sikap masyarakat Variabel moderasi merupakan variabel
terhadap suatu organisasi. yang dapat memperkuat atau
Berdasarkan kajian literatur memperlemah pengaruh variabel bebas
empiris, ditemukan bahwa pengaruh terhadap variabel terikat. Berdasarkan
variabel kualitas pelayanan terhadap tersebut , maka penulis
kepuasan masih ambigu. Dengan kata mempertimbangkan customer value
lain bahwa sebagian peneliti sebagai variabel moderasi, dimana
menemukan bahwa kualitas pelayanan variabel customer value sebelumnya
berpengaruh signifikan terhadap pernah diuji sebagai variabel bebas
kepuasan dan sebagian peneliti lain terhadap kepuasan konsumen.
Metodologi Penelitian
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Kanupaten Padang Pariaman selama
seluruh masyarakat atau publik yang tahun 2013 yaitu sebanyak 791 orang .
menerima layanan sertifikat Untuk menentukan ukuran sampel
pertanahan pada Kantor BPN penelitian ini menggunakan pendapat
Slovin dalam Sekaran (2006) dimana adalah 272 orang dengan response rate
jumlah sampel yang dapat digunakan sebesar 96,11%.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian yang dilaksanakan suatu organisasi
hipotesis pertama diketahui bahwa dalam memenuhi kebutuhan dan
kualitas pelayanan berpengaruh positif keinginan pelanggan (Parasuraman
dan signifikan terhadap kepuasan ddk, 1991). Kualitas pelayanan
publik. Hal ini berarti bahwa jika berkaitan dengan peralatan kerja,
semakin baik kualitas pelayanan yang perhatian pegawai, ketepatan layanan,
diberikan oleh Kantor BPN Kabupaten kecepatan layanan, dan kesopanan
Padang Pariaman maka akan semakin petugas layanan. Sementara kepuasan
tinggi kepuasan publik. Sebaliknya, pelanggan merupakan perasaan senang
jika semakin tidak baik kualitas atau kecewa yang dipersepsikan oleh
pelayanan yang diberikan oleh Kantor penggan dengan membandingkan
BPN Kabupaten Padang Pariaman antara harapan dan kenyataan (Kotler
maka akan semakin rendah tingkat dan Keller, 2011).
kepuasan publik. Saat ini impelementasi kualitas
Temuan penelitian ini didukung pelayanan pada BPN Kabupaten
oleh konsep teori yang dikemukakan Padang Pariaman yang dipersepsikan
oleh Parasuraman dkk (1991) yang oleh publik masih tergolong kedalam
menyatakan bahwa kualitas pelayanan kategori cukup baik dan masij jauh
merupakan faktor penentu terhadap dari kategori baik apalagi sangat baik.
kepuasan pelanggan. Kualitas Hal inilah yang menyebabkan tingkat
pelayanan merupakan segala aktivitas kepuasan yang dirasakan oleh publik
juga tergolong kedalam kategori cukup Pariaman maka akan semakin tinggi
puas atau belum puasa. Untuk itu perlu kepuasan publik. Sebaliknya, jika
disadari oleh BPN Kabupaten Padang semakin kurang baik citra instansi
Pariaman dan berupaya untuk yang dalam hal ini adalah Kantor BPN
meningkatkan kualitas pelayanan Kabupaten Padang Pariaman maka
dimasa yang akan dating. Apabila akan semakin rendah tingkat kepuasan
BPN Kabupaten Padang Pariaman publik.
dapat lebih meningkatkan kualitas Temuan penelitian ini didukung
pelayanan yang terkait dengan oleh konsep teori yang dikemukakan
peralatan kerja, perhatian pegawai, oleh Kotler dan Keller (2011) yang
ketepatan layanan, kecepatan layanan, menyatakan bahwa citra instansi
dan kesopanan petugas dalam (corporate image) merupakan faktor
memberikan layanan maka masyarakat penentu terhadap kepuasan pelanggan.
yang menerima layanan akan merasa Citra instansi adalah pandangan atau
lebih puas. Hasil penelitian ini sejalan persepsi konsumen mengenai intansi
dengan temuan penelitian terdahulu atau perusahaan tentang reputasinya
(Fahmi dkk, 2012; Jaka, 2012; dalam melayani kebutuhan dan
Caruana, 2002; Dwi & Febrina, 2010; keinginan konsumen atau publik
Auli, 2013; Ajeng dkk, 2013; Fadma (Kotler dan Keller, 2011). semenetara
& Indra, 2011) yang menemukan kepuasan pelanggan merupakan
bahwa kualitas pelayanan berpengaruh perasaan senang atau kecewa yang
positif dan signifikan terhadap dipersepsikan oleh penggan dengan
kepuasan. membandingkan antara harapan dan
Hasil pengujian hipotesis kedua kenyataan (Kotler dan Keller, 2011).
diketahui bahwa variabel citra instansi Pada saat penelitian ini dilakukan,
berpengaruh positif dan signifikan dibuktikan bahwa citra instansi yaitu
terhadap kepuasan publik. Hal ini BPN Kabupaten Padang Pariaman
berarti bahwa jika semakin baik citra menurut persepsi masyarakat yang
instansi yang dalam hal ini adalah berurusan masih tergolong kedalam
Kantor BPN Kabupaten Padang kategori cukup baik atau belum dapat
dikatakan baik. Belum baiknya citra Pariaman maka akan semakin tinggi
instansi ini merupakan faktor kepuasan publik. Sebaliknya, jika
penyebab masih belum puasnya semakin rendah nilai (customer value)
masyarakat atau publik yang menerima sertifikat pertanahan yang diperoleh
layanan khususnya layanan sertifikat masyarakat dari Kantor BPN
tanah. Untuk itu, dimasa yang akan Kabupaten Padang Pariaman maka
datang BPN Kabupaten Padang akan semakin rendah pula kepuasan
Pariaman dirasa perlu untuk publik.
meningkatkan citra instansi dari cukup Temuan penelitian ini didukung
baik menjadi lebih baik agar oleh konsep teori yang dikemukakan
masyarakat yang menerima layanan oleh Kotler dan Keller (2011) yang
pada BPN Kabupaten Padang menyatakan bahwa customer value
Pariaman menjadi puas dan bahkan merupakan faktor penentu terhadap
sangat puas. Hasil penelitian ini kepuasan pelanggan. Customer value
sejalan dengan temuan penelitian adalah penilaian keseluruhan
terdahulu (Rita dkk, 2013; Christian, masyarakat atau publik terhadap
2013; Fransisca dkk, 2012; Evawati, utilitas sebuah akta kelahiran
2012), dimana semua peneliti berdasarkan persepsinya terhadap apa
terdahulu tersebut telah membuktikan yang mereka terima dan apa mereka
bahwa citra merek memiliki pengaruh korbankan (Kotler dan Keller, 2011),
yang positif dan signifikan terhadap semenetara kepuasan pelanggan
kepuasan. merupakan perasaan senang atau
Hasil pengujian hipotesis ketiga kecewa yang dipersepsikan oleh
diketahui bahwa variabel customer penggan dengan membandingkan
value berpengaruh positif dan antara harapan dan kenyataan (Kotler
signifikan terhadap kepuasan publik. dan Keller, 2011).
Hal ini berarti bahwa jika semakin Temuan penelitian ini
tinggi nilai (customer value) sertifikat menungkapkan bahwa saat ini
pertanahan yang diperoleh masyarakat customer value yang dirasakan oleh
dari Kantor BPN Kabupaten Padang masyarakat atau publik pada Kantor
BPN Kabupaten Padang Pariaman & Wisnalmawati, 2011; Ajeng, Sri &
masih tergolong kedalam kategori Sendhang, 2013) dimana kesemua para
cukup baik atau cukup bernilai, atau peneliti tersebut sebelumnya telah
dapat juga dikatakan bahwa customer membuktikan bahwa nilai nasabah
value belum masuk kedalam kategori berpengaruh secara positif dan
bernilai. Customer value yang signifikan terhadap kepuasan.
dimaksudkan dalam penelitian ini Hasil pengujian hipotesis keempat
terkait dengan hal-hal diantaranya diketahui bahwa variabel customer
adalah nilai layanan, biaya, waktu dan value tidak berperan sebagai variabel
energi. Oleh karena itu diharapakan pemoderasi pada pengaruh kualitas
pada masa yang akan datang, Kantor pelayanan terhadap kepuasan publik.
BPN Kabupaten Padang Pariaman Hal ini berarti bahwa tinggi atau
dirasa pelu untuk lebih meningkatkan rendanya nilai (customer value)
nilai layanan, memperhatikan sertifikat pertanahan yang
kepantasan biaya yang dibebankan, dipersepsikan oleh publik, tidak
ketepatan waktu selesainya sertifikat, memiliki arti dalam merubah pengaruh
dan menghindari agar masyarakat kualitas pelayanan terhadap kepuasan
terlalu sering datang bolak-balik ke publik pada Kantor BPN Kabupaten
Kantor BPN Kabupaten Padang Padang Pariaman.
Pariaman hanya sekedar mengurus Temuan penelitian ini tidak
satu sertifikat, dan jika hal tersebut mendukung konsep teori kontigensi
dapat diterapkan dengan baik maka (contingency theory) dalam Sekaran
diharapkan masyarakat yang menerima (2006) yang menyatakan bahwa
layanan sertifikat tanah akan merasa hubungan satu variabel terhadap
lebih puasa dan bahkan mungkin variabel lain tidak bersifat universal,
sangat puas. tetapi tergantung pada situasi
Hasil penelitian ini sejalan dengan (situational) atau variabel lain yang
temuan penelitian terdahulu berperan sebagai moderasi. Namun
(Rachmad, 2009; Nurul, 2012; Rita, temuan penelitian ini mendukung
Taher, Umar & Suharyono, 2013; Sri konsep teori kepuasan konsumen yang
dikemukakan oleh Kotler dan Keller kurang tepat untuk diterapkan sebagai
(2011) dimana customer value pemoderasi khususnya pada organisasi
merupakan faktor penentu terhadap publik.
kepuasan pelanggan. Customer value Hasil pengujian hipotesis kelima
adalah penilaian keseluruhan diketahui bahwa variabel customer
masyarakat atau publik terhadap value tidak berperan sebagai variabel
utilitas sebuah akta kelahiran pemoderasi pada pengaruh citra
berdasarkan persepsinya terhadap apa instansi terhadap kepuasan publik. Hal
yang mereka terima dan apa mereka ini berarti bahwa tinggi atau rendanya
korbankan (Kotler dan Keller, 2011), nilai (customer value) sertifikat
sementara kepuasan pelanggan pertanahan yang dipersepsikan oleh
merupakan perasaan senang atau publik, tidak memiliki arti dalam
kecewa yang dipersepsikan oleh merubah pengaruh citra instansi
penggan dengan membandingkan terhadap kepuasan publik pada Kantor
antara harapan dan kenyataan (Kotler BPN Kabupaten Padang Pariaman.
dan Keller, 2011). Alasan yang dapat Temuan penelitian ini tidak
dikemukakan mengapa variabel mendukung konsep teori kontigensi
customer value tidak berperan sebagai (contingency theory) dalam Sekaran
pemoderasi dalam penelitian ini adalah (2006) yang menyatakan bahwa
konsep customer value merupakan hubungan satu variabel terhadap
perbandingan antara pengorbanan variabel lain tidak bersifat universal,
yang dikeluarkan dengan manfaat yang tetapi tergantung pada situasi
diterima. Penelitian ini dilaksanakan (situational) atau variabel lain yang
pada Kantor BPN Kabupaten Padang berperan sebagai moderasi. Namun
Parimana yang tidak memiliki pesaing. temuan penelitian ini mendukung
Disamping itu konsep customer value konsep teori kepuasan konsumen yang
biasanya diterapkan didalam kondisi dikemukakan oleh Kotler dan Keller
perusahaan bismis yang mengalami (2011) dimana bahwa citra instansi
persaingan tinggi, sehingga mungkin (corporate image) merupakan faktor
variabel customer value tersebut penentu terhadap kepuasan pelanggan.
Citra instansi adalah pandangan atau value lebih berperan sebagai variabel
persepsi konsumen mengenai intansi bebas terhadap kepuasan publik
atau perusahaan tentang reputasinya daripada sebagai variabel pemoderasi.
dalam melayani kebutuhan dan Hal ini dapat dibuktikan dari hasil
keinginan konsumen atau publik penelitian dimana variabel customer
(Kotler dan Keller, 2011). semenetara value ketika diuji sebagai variabel
kepuasan pelanggan merupakan bebas memiliki pengaruh yang positif
perasaan senang atau kecewa yang dan signifikan terhadap kepuasan
dipersepsikan oleh penggan dengan public, namun ketika diuji sebagai
membandingkan antara harapan dan variabel pemoderasi variabel customer
kenyataan (Kotler dan Keller, 2011). value tidak memiliki peran
Dengan demikian maka dapat pemoderasi.
disimpulkan bahwa variabel customer
OLEH:
Dr. Ir. Jamilah, MP*); Helmawati, S.E., M.Si**)
Abstrak
Penelitian telah dilakukan di Sungai Lareh Kota Padang, dengan menguji pemberian
pupuk organik C.odorata diiringi dengan pemberian pupuk buatan yang dilakukan terhadap
tanaman padi Cisokan yang diuji coba dengan melakukan pemangkasan saat awal memasuki
primordial bunga (47 hst). Percobaan telah dilakukan selama 4 bulan, dengan menghitung
analsisis usaha tani meliputi R/C dan keuntungan yang diperoleh selama 1 musim tanam. Metoda
yang dilakukan dengan melakukan eksperiment dan kajian analisis usahat tani
= P.Q – TFC – TVC dimana; keuntungan usahatani padi sawah ;TFC = biaya tetap; TVC =
biaya variable ;P = harga gabah kering ; Q = produksi padi sawah. Dari hasil analisis usaha tani,
terlihat menguntungkan adanya pemangkasan yang dilakukan saat memasuki primordial bunga,
dan tidak mengurangi hasil panen gabah kering.Sebaiknya pola bisa dikembangkan agar,
masyarakat petani dan berternak, bisa mengoptimalkan lahan sawah yang sempit untuk manfaat
ganda.Keuntungan petani jika dihitung melalui nilai R/C berkisar 3,15, dan penghasilan kotor
petani untuk setiap bukan mencapai 8,4 juta rupiah.Disarankan untuk meningkatkan kajian
hingga tanaman memasuki fase salibu, dan mengkaji keuntungan usaha taninya.Pola ini
selanjutnya bisa direkomendasikan kepada Pemda menjadikan suatu kebijakan, agar dijadikan
suatu model dalam melakukan budidaya padi sawah yang mengintegrasikan dengan pakan
ternak.
Kata kunci (key words); pupuk organik C.odorata, padi sawah Cisokan, R/C dan
BAB I. PENDAHULUAN
Tanaman padi merupakan tanaman unggulan di Indonesia yang terus dikembangkan dan
dibudidayakan secara intensif baik di lahan sawah maupun di lahan kering sebagai padi
ladang.Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras sangat tinggi, akan tetapi daya dukung
untuk memenuhi pangan beras masih rendah. Hal ini bisa dilihat dari laporan bahwa Indonesia
masih mengimport beras sepanjang tahun 2012 sebesar 1,8 juta ton dengan nilai US$ 945,6 juta
(http://beranda.miti.or.id/10-bahan-pangan-indonesia-masih-impor/; BPS, 2013). Oleh sebab itu
inovasi harus terus dilakukan agar budidaya tanaman padi lebih maju dan hasilnya meningkat.
Selain beras, Negara Indonesia juga mengimpor daging sapi, pada tahun 2012 total impor
daging sapi Indonesia mencapai 40.338 ton yang bernilai 156,138 juta US$. Total biaya yang
dikeluarkan untuk impor beras dan sapi sebesar 1101,738 juta US$ atau setara 11,01 triliun
rupiah (Redaksi PI., 2013; http://finance.detik.com/read/2013/02/04/075031/2160062/4/selain-
daging-ini-bahan-pangan-yang-dibeli-ri-dari-luar-negeri?f991104topnews). Hal ini membuktikan
bahwa Indonesia masih belum berdaulat terhadap pangan dan daging.Di sisi lain kebanyakan
petani Indonesia hidup di dalam kemiskinan, bahkan sebagai penerima beras Raskin adalah
kebanyakan keluarga petani. Padahal seandainya biaya import tersebut bisa disalurkan kepada
petani, dipastikan petani tidak lagi termasuk golongan keluarga miskin. Oleh sebab itu penting
untuk memikirkan inovasi dan teknologi untuk meningkatkan kemandirian pangan yang mudah
sehingga dapat membantu petani keluar dari kemiskinan dan menimbulkan kemandirian pangan
bagi bangsa Indonesia.
Ada suatu teknologi yang bisa dikaji tentang manfaat dan kemampuan tanaman padi
dipangkas sebagai pakan ternak saat awal primordial bunga setara 45 hari setelah tanam (hst),
dan tanpa mempengaruhi hasil gabah kering gilingnya. Pada pola ini petani bisa mendapatkan
jerami lebih banyak dan berkualitas sert hasil gabah juga.Akan tetapi dalam model budidaya
integrasi padi dan pakan ternak, tanaman padi harus diberi pupuk yang cukup, antara lain dengan
pemberian pupuk kompos organik C.odorata diiringi dengan pupuk buatan juga. Pola budidaya
ini dianggap lebih efisien, dan dapat mengoptimalkan lahan sawah yang terbatas luasnya. Oleh
sebab itu perlu dihitung analisis usaha tani, dalam bentuk pola integrasi padi sawah dan pakan
ternak sehingga dapat menjawab keterbatasan lahan. Jika petani melaksanakan pola intergrasi
3
padi dan ternak, diharapkan import beras dan sapi bisa dikurangi, dan meningkatkan kemandirian
petani dalam menyediakan kebutuhannya sendiri.
Tujuan penelitian yaitu menganalisis hasil usaha tani padi sawah yang diberi pupuk
organik kompos C.odorata dan pemangkasan awal saat memasuki primordial bunga.Percobaan
ini diharapkan agar mendapatkan manfaat yang optimal pada lahan yang terbatas dalam
penyediaan beras dan pakan ternak dalam meningkatkan kesejahteraan petani dalam upaya
menunjang kedaulatan pangan dan daging.
METODE PENELITIAN
Pupuk kompos C.odorata yang telah jadi terlihat berwarna hitam, dan ditimbang sesuai
perlakuan lalu diberikan ke tanah sawah, sebelum tanaman padi di tanam.Pupuk buatan Urea,
SP36, ZA dan KCl, diberikan setelah tanaman ditanam 1 minggu, dan diberikan dengan takaran
sesuai perlakuan. Pemberian kompos akan memperbaiki kualitas tanah sawah, sehingga tanah
akan memiliki kesuburan yang lebih lama dan bisa mengurangi ketergantungan yang sangat
tinggi terhadap pupuk buatan. Aplikasi pupuk kompos diberikan setelah tanah diolah hingga
halus dengan mengeluarkan air yang tergenang terlebih dahulu (Gambar 2). Pemberian pupuk
buatan yang banyak akan mencemari lingkungan khususnya tanah sawah, dimana air sawah
mudah membawa hanyut pupuk buatan yang mudah larut.Selain keuntungan ekonomi, maka
keuntungan kesehatan lingkungan juga harus dipertimbangkan karena ini kalau dirupiahkan
memberikan nilai yang fantastic juga.Pupuk buatan diberikan 1 minggu setelah bibit padi pindah
tanam ke sawah. Menurut Jamilah et al., (2007; 2008;2010; 2015) pupuk buatan perlu dilakukan
karena pupuk ini mudah larut dan tersedia untuk kebutuhan tanaman.
6
Gambar 2.Lahan yang sudah dihaluskan dan siap diaplikasi pupuk kompos C.odorata dan
ditanam padi.
Setelah tanaman padi tumbuh baik maka saat memasuki awal primordial bunga (47 hst)
dilakukan pemangkasan setinggi 15 cm dari permukaan tanah (Gambar 3 kiri) dan 2 minggu
kemudian tanaman segera pulih dan tumbuh sudah hamper menyamai tanaman yang tidak
dipangkas (Gambar 3 kanan).
Gambar3. Tanaman padi Varitas Cisokan yang dipangkas 47 hst, dan tanaman sudah tumbuh
setelah 14 hari kemudian
Tidak Dipangkas
Dipangkas 14 hari
Yang lalu
2. Berat Brangkasan segar saat dipangkas saat awal primordia bunga dan fase panen
Pemberian pupuk kompos dan pupuk buatan tidak menunjukan perbedaan terhadap hasil
jerami pakan ternak baik yang dipangkas 1 maupun dipangkas ke -2.Akan tetapi pada tanaman
padi yang tidak dipangkas pertama, pemupukan memberikan pengaruh yang signifikan.Hasil
jerami tertinggi pada perlakuan B3.Jika dilihat dari hasil rata-rata efek pemangkasan terhadap
hasil jerami, maka secara umum tanaman yang dipangkas 2 kali mendapatkan hasil jerami yang
lebih tinggi (Tabel 4).
7
Tabel 4. Berat jerami pakan ternak pada 2 model budidaya pada tanaman padi yang dipangkas
saat memasuki primordial bunga dan yang tidak dipangkas
Jika diambil rata-rata panen jerami sebagai hijauan pakan ternak yang mendapat 2 kali
pemanenan sebesar 20 t ha-1, dan yang dipangkas 1 kali hanya 18 t ha-1. Harga 25 kg jerami
tersebut diasumsikan sesuai dengan harga rumput yang dijual petani pada 25 kg rumput sebesar
Rp.10.000,- (http://kesehatan-ternak.blogspot.com/2013/02/hmt-hijauan-pakan-ternak.html,
akses 2015). Namun harga jerami bisa dikurangi menjadi Rp 8000,- setiap 25 kg jerami, maka
hasil penjualan 2 kali panen sebesar Rp 6.400.000,- dan 1 kali panen sebesar 5.760.000,-.
Keunggulan yang lain, adalah sawah bisa menyediakan secara periodic pakan ternak,
tanpa harus menunggu hingga 3 atau 4 bulan setelah tanam. Keunggulan lain, kandungan nutrisi
atau gizi jerami hasil pangkas 1 jauh lebih tinggi dibandingkan jerami yang dipanen pada
pangkas ke 2 atau tanaman rumput unggul. Hal ini disebabkan tanaman padi sawah lebih
dipelihara kualitas tumbuhnya dibandingkan rumput yang dibudidayakan petani.
Pupuk kompos organik C.odorata diberikan cukup tinggi, secara ekonomi pada saat awal
tanam akan membebani ongkos usaha tani, akan tetapi pupuk ini bersifat lambat tersedia dan bisa
dimanfaatkan lagi oleh tanaman dalam musim tanam berikutnya. Hal ini telah dijelaskan oleh
Brady (1984); Nyakpa et al (1988); Hakim (1985) bahwa pupuk organik, merupakan pupuk
alami yang dapat meningkatkan kualitas fisika, kimia dan biologi tanah.Pupuk kompos biasanya
memberikan efek yang lebih lama dibandingkan dengan pupuk buatan.Pupuk organik dapat
8
menurunkan efek negative dari pemberian dan pencemaran pupuk buatan yang diberikan
berlebihan.Hal ini disebabkan karena pupuk organik memiliki gugus karboksil dan fenolat yang
mampu memfiksasi ion logam yang mencemari lingkungan.
3. Kandungan Gizi pakan ternak hasil pangkasan tanaman padi saat 47hst.
Hasil analisis pakan ternak, menunjukkan bahwa kandungan bahan organik, abu serat
kasar dan protein kasar secara umum lebih tinggi dibandingkan tanaman rumput.Hal ini
disebabkan tanaman padi diberi pupuk kompos dan pupuk buatan yang optimal, sehingga akan
mempengaruhi nutrisinya. Hasil analisis kandungan nutrisi jerami disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.Kandungan serat kasar (SK), Protein Kasar (%), Kandungan Abu (%) pada jerami
tanaman padi
Hasil gabah kering panen panen tidak dipengaruhi oleh pemangkasan jerami padi yang
dipangkas saat memasuki primordial bunga (Tabel 6).
Tabel6.Pengaruh pemangkasan dan pemupukan terhadap hasil gabah kering panen per plot dan
per hektar pada 3 varietas padi.
Hasil gabah kering panen tidak dipengaruh oleh pemangkasan jerami yang telah
dilakukan saat memasuki primordial bunga.Oleh sebab itu ini merupakan suatu keunggulan bagi
petani untuk mengambil jerami hijau sebagai pakan ternak karena mengandung banyak nutrisi.
Jika dihitung hasil analisis usaha tani pada budidaya tanaman padi yang dipangkas dengan yang
tidak dipangkas, maka petani mendapatkan nilai R/C sebesar 3,15 dan hampir sama dengan yang
dihasilkan tanaman padi yang tidak dipangkas sebesar 3,12 (Tabel 7).
10
tidak dipangkas
No Uraian Bahan dan kegiatan Dipangkas (Rp) (Rp)
1 hasil gabah kering panen (kg/ha) (Q) 6500 6500
penerimaan dari gabah @ 6600 (Rp/ha) (R) 43230000 43230000
2 hasil jerami pakan ternak (kg/ha) (Q) 20.09 18.79
penerimaan dari jerami pakan (Rp/ha) (P.Q) 6428800 6012800
3 total penerimaan ( Rp/ha) (P.Q) 49658800 49242800
biaya produksi (Rp/ha)
4 benih (Rp/ha) 200000 200000
5 pupuk KCl 100 kg/ha) 400000 400000
urea (100 kg/ha) @ Rp 1400 140000 140000
SP-36 (150kg/ha 225000 225000
ZA (50 kg/ha) @ Rp 1500 75000 75000
kompos (7,5 t/ha) 7500000 7500000
6 pengendalian hayati HPT 200000 200000
7 tenaga kerja (Rp/ha) 200000 200000
8 persiapan lahan
9 Traktor 1500000 1500000
10 tenaga manusia 200000 200000
11 Tanam 1000000 1000000
12 Pemupukan 200000 200000
13 Siang 800000 800000
14 Panen 2000000 2000000
15 Transportasi 100000 100000
16 sewa tanah 1 kali musim tanam 1000000 1000000
Total biaya produksi (TVC) 15740000 15740000
R/C 3.154942821 3.128513342
Keuntungan ( = P.Q – TFC – TVC (121
hari) 33918800 33502800
Keuntungan per bulan (Rp) 8.479.700 8.375.700
Dari Tabel 7, dapat dilihat secara umum seorang petani padi sawah, apabila sanggup
menyediakan pupuk organiknya sendiri, maka biaya operasional bisa ditekan seminimal
mungkin. Penghasilan petani padi sawah yang tanaman padinya dipangkas sebanyak 2 kali, pada
sawah yang diberi ppupuk organik dan buatan yang cukup akan memberikan penghasilan sebesar
Rp 8,4 juta setiap bulan. Jika tanaman padi masih terus dibudidayakan lagi dalam pola salibu
11
(tanaman yang telah dipanen dipelihara lagi), maka banyak ongkos usaha tani yang bisa dihemat.
Kajian untuk itu masih akan terus dilakukan untuk masa yang akan datang.
Iv. Kesimpulan Dan Saran
Dari hasil analisis usaha tani, terlihat menguntungkan adanya pemangkasan yang
dilakukan saat memasuki primordial bunga, dan tidak mengurangi hasil panen gabah
kering.Sebaiknya pola bisa dikembangkan agar, masyarakat petani dan berternak, bisa
mengoptimalkan lahan sawah yang sempit untuk manfaat ganda. Keuntungan petani jika
dihitung melalui nilai R/C berkisar 3,15, dan penghasilan kotor petani untuk setiap bukan
mencapai 8,4 juta rupiah.
Saran, disarankan untuk meningkatkan kajian hingga tanaman memasuki fase salibu, dan
mengkaji keuntungan usaha taninya.Pola ini selanjutnya bisa direkomendasikan kepada Pemda
menjadikan suatu kebijakan, agar dijadikan suatu model dalam melakukan budidaya padi sawah
yang mengintegrasikan dengan pakan ternak.
Daftar Pustaka
Haryanto, B. 2003. Jerami padi fermentasi sebagai ransum dasar ruminansia. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. 25 (3): 1–2.
Jamilah dan Juniarti. 2007. Upaya penyulihan pupuk buatan dengan pupuk hijau, fosfat alam
dan cendawan mikoriza arbuskula untuk jagug pada Typic Paleudult (dikapur
Percobaan II). Jurnal Solum Vol. 2 No. 2: 24 – 33.
Jamilah, Yohanes dan Widodo Haryoko. 2008. Efek residu kompos C.odorata dan Guano upaya
menghemat pupuk buatan untuk tanaman bawang pada tanah marginal. Jurnal Embrio.
Fakultas Pertanian Univ.Tamansiswa padang ISSN N0. 2085-403X Vol.(I) No. 2: 63-
73.
Jamilah,Nusyirwan, W.Khatib, Burbey. 2009. Pengaruh bahan organik in situ dan perbaikan
teknik budidaya padi intensifikasi pada lahan dampak limbah tambang semen.
Laporan penelitian kerjasama KKP3T badan Litbang dengan univ. Tamansiswa
Padang Nomor kontrak 769/LB.620/I.1/2/2009.
Jamilah, Fatimah dan Rafli Munir. 2011. Pengayaan pupuk bioorganic C.odorata dengan tepung
tulang dan PF local untuk meningkatkan 20% hasil padi aromatic PTS Multi Lokasi.
Laporan penelitian KKP3T kerjsama Univ. Tamansiswa dengan Badan Litbang
Jakarta.
Jamilah, Ediwirman dan Milda Ernita. 2013. Pupuk orgnik cair C.odorata dan sabut kelapa
menggantikan penggunaan pupuk K untuk meningkatkan hasil padi ladang. Prosiding
seminar Nasional Ketahanan Pangan tanggal 23 Oktober 2013 di Payakumbuh.
Jackson, M.G. 1977. Review article. The alkali treatment of straw. Anim. Feed Sci. and Tech. 2:
105–130.
Jung,H.G. 1989. Forage lignin and their effects on fibre digestibility. Agronomy Journal 81: 33–
38. Doyle,
Junita Barus.2011. Uji Efektivitas Kompos Jerami Dan Pupuk Npk Terhadap Hasil Padi. J.
Agrivigor 10(3): 247-252, Mei – Agustus 2011; Issn 1412-2286247
13
Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak. Cetakan pertama.
Yayasan Dian Grahita, Bandung- Indonesia.
Martawijaya, M. 2003. Pemanfaatan jerami padi sebagai pengganti rumput untuk ternak
ruminansia, WARTAZOA Vol. 13 No. 3.
Martawidjaja, M., I-K. Sutama, T. Kostamandan I-G.M. Budiarsana. 2003. Pengaruh pakan
komplit jerami padi terhadap pertumbuhan dan kualitas karkas kambing peranakan
Etawah. Laporan Akhir Penelitian Kerjasama Balai Penelitian Ternak dengan PT
Caprito Agrindo Prima, 2003.
Meyer, J.M., Halle, F., Hohnadel, D., Lemanceau, P. & Ratefiarivelo, H. 1987.dlm.Winkelmann,
G., Helm, D., Neilands, J.B. Iron transfort in microbes, plant andanimal.189-
205.VCH.Weinheim.
Redaksi PI. 2013. Badan Pusat Statistik (BPS): Impor Daging Sapi Indonesia 40.338 Ton
Ditahun Ini. [Terhubung Berkala]. http://potensi-indonesia.com/?p=1118
Redaksi. 2013. Selain Daging, Ini Bahan Pangan yang Dibeli RI dari Luar Negeri. [Terhubung
Berkala]. http://finance.detik.com/read/2013/02/04/075031/2160062/4/selain-daging-
ini-bahan-pangan-yang-dibeli-ri-dari-luar-negeri?f991104topnews
Susilawati, Bambang Sapta Purwoko, Hajrial Aswidinnoor, dan Edi Santosa.2012. Peran Hara N,
P dan K pada Pertumbuhan dan Perkembangan Ratoon Lima Genotipe Padi. The Role
of N, P and K on Growth and Development of Five Genotypes Rice Ratoon.J.Agron.
Indonesia 40 (3) : 174 – 179.
Sutedjo, MM dan A.G.Kartasapoetra. 1988. Pupuk dan cara pemupukan. Rineka Cipta,
Jakarta.177 hal.
Tan. K. H. 2000. Environmental Soil Science. Second Edition, Revised and Expanded, Marcell
Dekker USA.
Oleh:
ABSTRACT
The purpose of this research is to find out the effect of Capital Structure meansured by
DAR, DER, LDER and Liquidity meansured by Current Ratio against corporate performance
meansured by Return on Investment (ROI) on trade, services and investment that listed on
Indonesia Stock Exchange period 2011-2013. The sampling technique was using sensus
sampling technique, totaling 85 companies. The analysis model is a multiple regression
analysis with the program Eviews 3.
The results showed that: variable DER and Current Ratio are positive and significant
effect against corporate performance (ROI). Meanwhile variable DAR and LDER are no
significant effect against corporate performance (ROI). The four variable can explaned
Return on Investment variable asa big as 14,3%, while the 85,7% have explaned by the other
variable which did not include in this model.
Key words: Capital Stucture ( DAR, DER, and LDER), Liquidity (Current ratio), ROI.
Tabel 1
Rekapitulasi Jumlah Perusahaan yang Mengalami Penurunan Laba Pada Berapa
Sektor Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2011-2013
Jumlah Perusahaan Yang Mengalami
Sektor N Penurunan laba (%)
2011 % 2012 % 2013 %
Property dan Real Estate 43 13 30,23 11 25,58 15 34,88
Perdagangan, Jasa dan Investasi 85 22 25,88 37 43,52 56 65,88
Pertambangan 29 8 27,58 5 17,24 12 41,37
Kimia 55 24 43,63 12 21,81 28 50,90
Industri Barang Konsumsi 29 5 17,24 5 17,24 12 41,37
Aneka Industri 34 9 26,47 13 38,23 21 61,76
Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi 28 12 42,85 11 39,28 17 60,71
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan (www.idx.co.id).
3
Berdasarkan Fenomena dan hasil dalam perusahaan. Selain itu juga
yang belum konsisten terhadap masing merupakan suatu ukuran tentang
variabel pada penelitian terdahulu, maka efektivitas manajemen dalam mengelola
penelitian ini kembali menguji pengaruh investasinya. Semakin tinggi rasio ini,
struktur modal yang diukur dengan Debt to maka semakin baik keadaan perusahaan.
Assets Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (Kasmir : 2008).
(DER) dan Long Term Debt to Equity
Ratio (LDER) dan menambahkan variabel Teori Struktur Modal
lain yaitu likuiditas yang diukur dengan Teori struktur modal modern
Current Ratio terhadap kinerja perusahaan. dimulai pada tahun 1958, ketika Profesor
Franco Modigliani dan Merton Miller
Rumusan Masalah (MM) tanpa pajak merupakan teorinya
Berdasarkan latar belakang yang yang pertama, berpendapat bahwa struktur
telah diuraikan, maka rumusan masalah modal perusahaan tidak mempengaruhi
dalam penelitian ini adalah : nilai perusahaan. Dalam teori ini ada
1. Apakah Debt to Assets Ratio beberapa asumsi yang mereka ambil,
(DAR) berpengaruh terhadap diantaranya: tidak ada biaya pialang, tidak
kinerja perusahaan? ada pajak, tidak ada biaya kebangkrutan,
2. Apakah Debt to Equity Ratio investor dapat meminjam dengan tingkat
(DER) berpengaruh terhadap yang sama seperti perusahaan, seluruh
kinerja perusahaan? investor memiliki informasi yang sama
3. Apakah Long Term Debt to Equity seperti manajemen tentang peluang
Ratio (LDER) berpengaruh investasi perusahaan di masa depan dan
terhadap kinerja perusahaan? EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan
4. Apakah Current Ratio berpengaruh utang. dimana preposisi I yaitu: nilai dari
terhadap kinerja perusahaan? perusahaan yang berhutang sama dengan
nilai perusahaan yang tidak berhutang.
Landasan Teori & Pengembangan Diartikan bahwa struktur modal
Hipotesis perusahaan tidak relevan dan
ROI (Return On Investment) perubahannya pun tidak mempengaruhi
nilai perusahaan dan Weight Average Cost
ROI adalah ukuran profitabilitas
of Capital (WACC) perusahaan akan tetap
perusahaan yang menunjukkan hasil
sama, tidak dipengaruhi oleh bagaimana
(return) atas jumlah aktiva yang digunakan
4
perusahaaan memadukan utang dan modal struktur modal ada dua yaitu Balancing
untuk membiayai perusahaan. Preposisi II Theories dan Packing Order Theory.
yaitu: biaya modal saham akan meningkat Balancing Theories merupakan suatu
bila perusahaan melakukan pinjaman dari kebijakan untuk mencari dana tambahan
pihak luar. dengan cara mencari pinjaman baik ke
Kedua, teori Modigliani dan perbankan atau juga dengan menerbitkan
Merton Miller (MM) dengan pajak timbul obligasi (bonds). Sedangkan Packing
disebabkan karena MM tanpa pajak Order Theory merupakan suatu kebijakan
dianggap tidak realistis, sehingga MM yang ditempuh oleh suatu perusahaan
memasukkan faktor pajak ke dalam untuk mencari tambahan dana dengan cara
teorinya. Pajak dibayar kepada Pemerintah menjual asset yang dimilikinya. Pada
yang merupakan aliran kas keluar. Juga kebijakan Packing Order Theory artinya
terdapat 2 preposisi, dimana preposisi I perusahaan melakukan kebijakan dengan
yaitu: nilai dari perusahaan yang berutang cara mengurangi kepemilikan asset yang
sama dengan nilai perusahaan yang tidak dimilikinya karena dilakukan kebijakan
berhutang ditambah dengan penghematan penjualan.
pajak karena bunga utang. Preposisi II
yaitu: biaya modal saham akan meningkat Telaah Penelitian Terdahulu dan
dengan semakin meningkatnya utang, Pengembangan Hipotesis
tetapi penghematan pajak akan lebih besar
dibandingkan dengan penurunan nilai 1. DAR
karena kenaikan biaya modal saham. Menurut Fahmi (2012) Debt to
Ketiga yaitu teori pertukaran (trade Assets Ratio (DAR) disebut sebagai rasio
off theory), dimana perusahaan menukar yang melihat perbandingan utang
manfaat pajak dari pendanaan utang perusahaan.
dengan masalah yang ditimbulkan oleh Penelitian yang dilakukan oleh
potensi kebangkrutan. Perusahaan akan Setiana dan Rahayu (2012) menemukan
berhutang sampai pada titik utang tertentu, bahwa DAR secara parsial memiliki
dimana penghematan pajak dari tambahan pengaruh negatif dan signifikan terhadap
utang sama dengan biaya kesulitan ROI. Sedangkan penelitian oleh Binangkit
keuangan. (Bringham Houston : 2011). (2014) mendapatkan hasil bahwa DAR
Fahmi (2012) menambahkan, berpengaruh positif dan signifikan
secara umum teori yang membahas tentang terhadap ROI.
5
Berdasarkan teori trade-off yang Hasil penelitian yang dilakukan
menjelaskan adanya pengaruh akibat oleh Ludijanto (2014) memperoleh hasil
penggunaan utang tersebut maka LDER berpengaruh positif yang signifikan
diturunkan hipotesis sebagai berikut: terhadap ROI. Sedangkan penelitian oleh
H1 : Debt to Assets Ratio (DAR) Wulandari (2014) mendapatkan hasil
berpengaruh terhadap kinerja LDER berpengaruh negatif dan signifikan
perusahaan (ROI). terhadap ROI.
Bedasarkan penelitian terdahulu
2. DER dahulu dan teori trade-off sehingga
Menurut Kasmir (2008) Debt to diturunkan hipotesis:
equity ratio (DER) merupakan rasio yang H3 : Long Term Debt to Equity Ratio
digunakan untuk menilai utang dengan (LDER) berpengaruh terhadap
ekuitas. kinerja perusahaan (ROI).
Hasil penelitian Karyawati, dkk
(2011) mendapatkan hasil dari bahwa Debt 4. Current Ratio (CR)
Equity Ratio (DER) berpengaruh positif Menurut Fahmi (2012) current ratio
dan signifikan terhadap kinerja keuangan adalah ukuran yag umum digunakan atas
perusahaan. Sedangkan penelitian yang solvensi jangka pendek, kemampuan suatu
dilakukan Afriyanti (2011) mendapatkan perusahaan memenuhi kebutuhan ketika
hasil bahwa Debt to Equity Ratio (DER) jatuh tempo.
berpengaruh negatif dan signifikan Hasil penelitian Kaur dan Sily
terhadap ROI. (2013) dan Afriyanti (2011) mendapatkan
Berdasarkan teori trade-off dan hasil bahwa current ratio berpengaruh
penelitan terdahulu maka: negatif dan signifikan terhadap ROI.
H2 : Debt to Equity Ratio (DER) Bedasarkan pemikiran dan
berpengaruh terhadap kinerja penelitian terdahulu diputuskan:
perusahaan (ROI). H4 : Current Ratio (CR) berpengaruh
negatif terhadap kinerja
3. LDER perusahaan (ROI).
Menurut Kasmir (2008) Long Term
Debt to Equtiy Ratio (LDER) merupakan
rasio utang jangka panjang dengan modal
sendiri.
6
Kerangka Pemikiran ROI (Return On Investment) adalah
ukuran profitabilitas perusahaan yang
Struktur Modal:
DAR (X1) menunjukkan hasil (return) atas jumlah
DER (X2) aktiva yang digunakan dalam perusahaan
LDER (X3) Kinerja (Y)
(Kasmir : 2008). Formulasi yang
ROI
digunakan untuk menghitung besaran ROI
Likuiditas
menurut Fahmi (2012) adalah:
Current Ratio
(X4) ROI = Earning After Tax / Total Assets
Variabel Independen
METODOLOGI PENELITIAN
Struktur Modal (DAR, DER dan LDER)
Populasi dan sampel
:
Populasi dalam penelitian ini
1. DAR (Debt to Assets Ratio)
adalah seluruh perusahaan pada sektor
DAR merupakan rasio yang
perdagangan, jasa dan investasi yang listed
digunakan untuk mengukur seberapa besar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode
aktiva perusahaan dibiayai oleh utang,
2011-2013 berjumlah 85 perusahaan.
formulasi yang digunakan untuk adalah
Teknik dalam pengampilan sampel yaitu
sebagai berikut (Kasmir : 2008):
sampling jenuh.
DAR = Total Debt / Total Assets
7
LDER merupakan rasio utang X3t = Long Term Debt to Equity Ratio
jangka panjang dengan modal sendiri X4t = Current ratio
dengan tujuan untuk mengukur berapa b1,b2,b3,b4, = Koefisien regresi
bagian dari setiap rupiah modal sendiri ε = error (variabel pengganggu).
yang dijadikan jaminan utang jangka
panjang, formulasi yang digunakan adalah 2. Asumsi Klasik:
(Kasmir : 2008): a. Uji Normalitas
LDER = Long Term Debt / Equity Uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi,
4. Current Ratio (CR) variabel pengganggu atau residual
Current ratio adalah ukuran yang memiliki distribusi normal. Pada penelitian
umum digunakan atas solvensi jangka ini menggunakan uji Jargue Bera Test,
pendek, kemampuan suatu perusahaan apabila nilai probability masing masing
memenuhi kebutuhan ketika jatuh tempo variabel memiliki nilai diatas atau sama
(Fahmi :2012). Formulasi yang digunakan dengan 0,05 maka terdistribusi normal
untuk menghitung Current ratio menurut (Nachrowi : 2006).
Kasmir (2008) adalah:
b. Uji Multikolonieritas
CR = Current Assets / Current Liabilities
Uji multikolonieritas bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi
Metode Analisis Data
ditemukan adanya korelasi antar variabel
1. Analisis Regresi Berganda
independen. Gejala multikolinearitas akan
Teknik pengujian analisis regresi
terdeteksi bila koefisien korelasi yang
berganda dalam penelitian ini dibantu
dihasilkan berada diatas 0,80 (Nachrowi :
dengan Software Eviews Versi 3 yang
2006)
ditunjukkan oleh persamaan berikut
(Ghozali : 2006):
c. Uji Heteroskedastisitas
Yit = α + b1X1it + b2X2it + b3X3it + b4X4it + ε
Uji heterokedastisitas bertujuan
Dimana: untuk menguji apakah dalam model regresi
Yit = Kinerja (ROI) terjadi ketidaksamaan variance dari
α = konstanta residual satu pengamatan ke pengamatan
X1t = Debt to Assets Ratio lain. Dalam penelitian ini, untuk
X2t = Debt to Equity Ratio mendeteksi gejala heterokedastisitas maka
digunakan model white. Gejala
8
heterokedastisitas tidak akan terjadi bila sampel (observations) yang digunakan
nilai observasi R-square berada diatas dalam pengujian adalah sebanyak 243
alpha 0,05 (Nachrowi, 2006). perusahaan selama 3 tahun periode
pengamatan. Berikut dapat dijelaskan hasil
d. Uji Autokorelasi statistik deskriptif dari pengolahan data
Uji autokorelasi bertujuan untuk yang dilakukan terhadap variabel
menguji apakah ada korelasi antara independen (DAR, DER, LDER, dan
kesalahan pengganggu pada periode t Current Ratio) dan variabel independen
dengan kesalahan pada periode t-1 (ROI):
(sebelumnya). Dalam penelitian ini a. Untuk variabel DAR (X1), memilki
menggunakan uji Durbin-Watson. Suatu rata-rata (mean) 0,462 dan nilai tengah
data dapat dikatakan bebas autokorelasi (median) berada pada angka 0,450
apabila nilai Durbin-Watson tesnya antara dengan standar deviasi sebesar 0,214.
-2 sampai +2. DW (Ghozali : 2006). b. Untuk variabel DER (X2), memilki
rata-rata (mean) 1,397 dan nilai tengah
3. Pengujian Hipotesis
(median) berada pada angka 0,830
Uji Statistik t
dengan standar deviasi sebesar 1,818.
Untuk menguji pengaruh masing-
c. Untuk variabel LDER (X3), memilki
masing variabel independen terhadap
rata-rata (mean) 0,340 dan nilai tengah
variabel dependennya secara parsial.
(median) berada pada angka 0,200
Kemudian dalam penelitian ini juga
dengan standar deviasi sebesar 0,435.
2
terdapat uji Koefisien Determinasi (R )
d. Untuk variabel Current ratio (X4),
dan uji Kelayakan Model (Uji F).
memilki rata-rata (mean) 3,287 dan
nilai tengah (median) berada pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
angka 1,530 dengan standar deviasi
Temuan ini sesuai dengan teori variabel current ratio memiliki koefisien
trade-off dan hasil ini konsisten dengan regresi sebesar 0,033 dengan nilai
penelitian yang dilakukan oleh Binangkit probability sebesar 0,000. Dengan tingat
(2014) dan Ludijanto (2014) yang kesalahan yaitu (0,000 < 0,01). Maka
mendapatkan hasil bahwa Debt to Equity keputusannya secara parsial current ratio
Pengaruh Long Term Debt to Equity penelitian Wulandari (2014) dan Telasih
(0,192 > 0,05). Maka keputusannya secara masuk kategori untuk bisa diolah dan hasil
parsial Long Term Debt to Equity Ratio penelitian dapat diambil kesimpulan:
Ditolaknya hipotesis ketiga ini, hal 2. Variabel Debt to Equity Ratio (DER)
ini sesuai dengan Teori MM dan temuan berpengaruh positif dan signifikan
dilakukan oleh Setiana (2012) dan Putri 3. Variabel Long Term Debt to Equity
12
4. Variabel Current ratio (CR) Ajija, Shochrul R. Dkk. 2011. Cara
Cerdas Menguasai Eviews. Salemba
berpengaruh positif dan signifikan
Empat : jakarta.
terhadap kinerja perusahaan (ROI).
Asiah, Antung Noor. 2011. “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keterbatasan Penelitian dan Saran Kinerja Keuangan Industri Tekstil
yang Terdaftar Pada Bursa Efek
Penelitian ini tidak luput dari Indonesia”. Jurnal Socioscienta
berbagai keterbatasan, diantaranya sebagai Kopertis Wilayah XI Kalimantan,
Vol. 3, No. 2, Hal. 189-198. Kopertis
berikut: Wilayah XI : Banjarmasin.
1. Pada penelitian ini periode pengamatan Binangkit, A. Bagas. 2014. “Pengaruh
yang digunakan relatif singkat yaitu Struktur Modal Terhadap Kinerja
Perusahaan dan Harga Saham Pada
periode 2011-2013 (3 tahun). Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa
penelitian selanjutnya untuk dapat Efek Indonesia”. Jurnal Aktual, Vol.
1, No. 2, Hal. 24-34. Prodi D3
menambah periode pengamatan.
Akuntansi, STIE AUB : Surakarta.
2. Dilihat dari nilai koefisien determinasi,
Brigham dan Houston. 2011. Dasar-dasar
untuk persamaan ROI diperoleh hanya Manajemen Keuangan. Terjemahan
sebesar 14,3%. Hal ini berarti masih Ali Akbar Yulianto Buku Dua Edisi
Sepuluh. Salemba Empat : Jakarta.
banyak variabel lain selain variabel
Fahmi, Irham. 2011. Analisis Kinerja
yang digunakan dalam penelitan ini Keuangan. Alfabeta : Bandung.
yang bisa mempengaruhi ROI, seperti
Fahmi, Irham. 2011. Dasar-dasar
working capital turn over, size dan lain Manajemen Keuangan. Alfabeta :
sebagainya. Penelitian selanjutnya agar Bandung.
dapat menambah variabel yang akan Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan program SPSS.
diteliti. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro : Semarang.
13
Manajemen. Vol. 1, No. 1, Hal. 119- Management Analysis Journal. Vol.
133. STIESIA: Surabaya. 2, No. 1, Hal. 1-7. Jurusan
Manajemen FE Universitas Negeri
Karyawati, dkk. 2011. “Pengaruh Semarang : Semarang.
Karakteristik Perusahaan, Faktor
Eksternal dan Struktur Modal Putri, Dwi Insani. 2011. “Analisis Struktur
Terhadap Kinerja Keuangan Modal dan Pengaruhnya Terhadap
Perusahaan”. Jurnal Profit. Vol. 6, Kinerja Perusahaan (Studi Kasus
No. 2, Hal. 69-82. Universitas Pada PT Pupuk Iskandar Muda Aceh
Brawijaya : Malang. Utara)”. Skripsi. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Kasmir. 2008. Analisis Laporan
Keuangan. PT. Raja Grafindo Riyanto, Bambang. 2008. Dasar-dasar
Persada: Jakarta. pembelajaran perusahaan. BPFE :
Yogyakarta
Kaur dan Sily. 2013. “A Study On Liquidty
And Profitability Of Selected Sekaran, Uma. 2006. Metodologi
IndianCement Companies: A Penelitian Bisnis. Erlangga :
Regression Modeling Approach”. Jakarta.
International Journal of economics,
Comerce and Management. Vol 1, Setiana dan Rahayu. 2012. “Analisis
no.1, Hal. 1-24 . United Kingdom : Pengaruh Struktur Modal Terhadap
India. Kinerja pada Perusahaan Otomotif
yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-
2010”. Jurnal Telaah Akuntansi.
Ludijanto, dkk. 2014. “Pengaruh Analisis Vol.13, No.01, Hal. 34-50. Jurusan
Leverage Terhadap Kinerja Akuntansi FE Universitas Negeri
Keuangan Perusahaan Property dan Medan : Medan.
Real Estate yang Listing di BEI
Tahun 2010-2012”. Jurnal Sugiono. 2005. Metode Penelitian
Administrasi Bisnis. Vol. 8, No. 1, Kuanitatif. Alfabeta : Bandung.
Hal. 1-8. Fia Pess : Malang.
Telasih, Nur Harsi. 2014. “Pengaruh
Nachrowi, D Nachrowi. 2006. Efesiensi Modal Kerja, Likuiditas,
Ekonometrika, untuk Analisis dan Size Perusahaan Terhadap Return
Ekonomi dan Keuangan. Cetakan On Investment Pada Perusahaan
Pertama, Lembaga Penerbit FE UI : Manufaktur Sektor Industri Barang
Jakarta. Konsumsi yang Terdaftar di Daftar
Efek Syariah Periode 2009-2012”.
Nasrun, Amanah Utami. 2014. “Analisis
Skripsi. Yogyakarta: Universitas
Struktur Modal dan Pengaruhnya
Terhadap Kinerja Perusahaan Islam Negri.
Properti dan Real Estate yang Wulandari, Esti. 2014. “Pengaruh
Terdaftar di BEI Periode 2008- Leverage Ratio, Liquidity Ratio, Dan
2012”. Skripsi. Universitas Size Terhadap Profitabilitas Pada
Hasanuddin : Makasar. Perusahaan Jasa Restoran Yang
Telah Terdaftar Di Bursa Efek
Nugraha, Arif Adhi. 2013. “Analisis
Indonesia”. Artikel ilmiah. Vol 4, No.
Pengaruh Struktur Modal Terhadap
2, Hal 1-11. Universitas Bung Hatta :
Kinerja Perusahaan yang Tergabung
Padang.
dalam Indeks Kompas 100”.
14
1
1
Jon Kenedi, 2Helmi Ali dan 3Era Sonita
1
Mahasiswa Doktoral Ekonomi Universitas Andalas Padang
2
Mahasiswa Doktoral Ekonomi Pertanian Universitas Andalas Padang
3
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Bukittinggi
1
Kenedi70@yahoo.com.id
2
helmi_akbary@yahoo.com
ABSTRACT
This study aims to determine the level of public understanding of Shariah banking in
hinterland communities Bukittinggi. Other research method used is descriptive quantitative
by using a Likert scale graded 5, where each statement on Islamic banking which is not
understood respondents were given a score of 1, the statement is not understood given a
score of 2, dubious statements (neutral) were given a score of 3, a statement which is
understood given a score of 4 and a statement very understandable given the score of 5. the
results showed the level of public understanding nagari hinterland town of Bukittinggi is at
a moderate level.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sejak keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 16 Desember 2003
yang disahkan tanggal 22 Desember 2003 tentang bunga bank haram telah mendorong
pertumbuhan perkankan syariah di tanah air baik berupa unit usaha syariah (UUS) dari
bank konvensoinal, Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS). Perkembangan ini tidak saja dilakukan oleh bank BUMN dan bank
swasta nasional, namun juga oleh bank asing yang sudah pasti dimiliki oleh non
muslim. Lebih lanjut perkembangan ditunjukan dengan naiknya status UUS pada
beberapa bank konvensional menjadi BUS yang menjadi entitas bisnis mandiri, terpisah
dari perbankan konvensioanl induknya.
Di Bukittinggi sebagai kota kedua terbesar di Provinsi Sumatera Barat, perbankan
syariah juga berkembang dengan pesat. Saat ini di Bukittinggi telah beroperasi beberapa
BUS seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah,
BRI Syariah, Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, dan Bank Nagari Syariah.
Mereka beroperasi, baik sebagai kantor cabang maupun sebagai kantor cabang
pembantu dari kantor pusat yang ada di Jakarta atau di Padang (khusus untuk Bank
Nagari Syariah). Selain itu di Bukittinggi juga berdiri sejumlah BPRS yang melayani
1
2
masyarakat pada segmen usaha mikro kecil dan menengah. Beberapa BPRS yang telah
beroperasi di Bukittinggi antara lain BPRS IV Angkat Canduang, BPRS Carana Kiat
Andalas dan BPRS Haji Miskin.
Pasar perbankan di kota Bukittinggi, di samping ditentukan oleh masyarakat kota
Bukittinggi sendiri, tetapi juga ditentukan oleh masyarakat sekitar kota Bukittinggiyang
merupakan kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Agam yang melingkari kota
Bukittinggi. Kecamatan-kecamatan terasebut antara lain IV Angkek, Canduang, Baso,
Tilatang Kamang, Banuhampu, dan IV Koto. Besarnya peranan wilayah sekitar kota
Bukittinggi terhadap pasar perbankan syariah ini memiliki alasan yang kuat karena pada
umumnya semua kecamatan ini merupakan sentra industri kecil dan kerajinan yang
mendominasi komoditi yang diperdagangkan di kota Bukittinggi. Dalam hal ini para
pedagang dari daerah sekitar Bukittinggi pada umumnya memanfaatkan jasa perbankan
di kota Bukittinggi untuk bertransaksi.
Dari hasil pengamatan peneliti, masyarakat sekitar tersebut masih cenderung
menggunakan jasa perbankan konvensional dibandingkan dengan perbankan syariah.
Fenomena ini terlihat dari masih sepinya perbankan syariah dari kunjungan nasabah.
Sedangkan kunjungan nasabah ke bank konvesional jauh lebih banyak. Hasil
wawancara peneliti dengan beberapa nasabah di bank konvensional mengatakan bahwa
mereka memilih perbankan konvensional karena mereka tak memahami tentang konsep
perbankan syariah. Mereka juga tak bisa membedakan operasi perbankan syariah
dengan operasi perbankan konvensional.
Berdasarkan uraian di atas sangat penting dilakukan penelitian Kajian Pemahaman
Masyarakat Terhadap Perbankan Syari’ah Untuk Peningkatan Pangsa Pasar (Studi
Kasus : Masyarakat Hinterland Kota Bukittinggi) yang berguna untuk menentukan
strategi promosi untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah di kota
Bukittinggi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat pemahaman
masyarakat terhadap perbankan syari’ah pada masyarakat hinterlad Kota Bukittinggi.
Dengan diketahui tingkat pemahaman, diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
manajemen perbankan syariah untuk merumuskan strategi pemasaran yang tepat guna
menarik keinginan masyarakat hinterland kota Bukittinggi untuk bertransaksi pada
perbankan syariah sehingga pangsa pasar perbankan syariah di Kota Bukittinggi dapat
ditingkatkan.
TELAAH KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA BERFIKIR
Bank Syari’ah
Bank syari’ah adalah bank atau perbankan yang menerapkan sesuai dengan asas-
asas yang Islami dalam kegiatan usaha-usahanya yaitu asas-asas hukum Islam
(syari’ah). Bank syari’ah adalah institusi keuangan yang memiliki hukum, aturan dan
prosedur sebagai wujud dari komitmen kepada prinsip syari’ah dan dilarang menerima
dan membayar bunga dalam proses operasi yang dijalankan (Rivai, 2010). Dalam
pengertian lain disebutkan bahwa bank syari’ah adalah bank yang kegiatan
2
3
3
4
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan
dan menjadi bagian harta atas barang atau jasa yang dijual. Sedangkan pada kategori
ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan oleh besarnya keuntungan usaha yang
sesuai dengan prinsip bagi hasil.
1. Prinsip Jual Beli ( Ba’i )
a. Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli yang disebut jumlah keuntungannya. Bank
bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli
bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual
dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika
telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan,
murabahah lazim dilakukan dengan cara pembayaran cicilan. Dalm transaksi ini
barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara
tangguh (Rodoni dan Hamid, 2008).
b. Salam
Salam adalah pemesanan barang dengan pembayaran dimuka dengan syarat-syarat
tertentu atau jual bali sebuah produk barang untuk diantar kemudian dengan
pembayaran diawal.
c. Istishna
Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam
kontrak ini pembuat barang menerima pesanan barang dari pembeli. Pembuat barang
lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau memberi barang menurut
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah
pihak sepakat atas dasar harga serta sistem pembayaran, apakah dilakukan dimika,
melalui cicilan, atau ditangguh sampai satu waktu (Antonio, 2006).
2. Prinsip Sewa (ijarah)
Ijarah/sewa adalah kontrak yang melibatkan barang dengan jasa atau manfaat dari
barang-barang tersebut. Penyewa dapat juga diberikan option untuk memiliki barang
tersebut pada saat sewa selesai. Transaksi Ijarah dilandasi dengan perpindahan
manfaat. Jadi, pada dasarnya prinsip Ijarah sama saja dengan prinsip jual beli,
namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek
transaksinya adalah barang, maka pada Ijarah objek transaksinya adalah jasa.
3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
a. Musyarakah
Musyarakah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing
pihak menyatukan modalnya untuk membentuk sebuah PT (syirkah al inan)dan
masing-masing pihak mempunyai hak pengawasan sehingga untung dan rugi dibagi
secara proporsional sesuai dengan modal yang diinvestasikan. Musyarakah dapat
dilakukan dilakukan untuk transaksi umum atau khusus dalam jangka waktu tertentu,
yang bisa diperpanjang jika para mitra setuju.
b. Mudharabah
Secara spesifik, terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan
syari’ah yaitu Mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara minimal 2
4
5
4. Akad pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad
pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun
ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembayaran (Rivai dan Arviyan, 2010).
a. Hiwalah
Hiwalah adalah pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut pembayaran
hutang dari satu pihak kepada pihak lain.Dalam praktek perbankan, Hiwalah adalah
perpindahan piutang nasabah ke bank. Nasabah meminta bank terlebih dahulu
piutang yang timbul baik dari jual beli maupun transaksi lainnya yang halal. Atas
bantuan bank untuk melunaskan piutang nasabah terlebih dahulu bank dapat
meminta jasa pada nasabah, yang bsarnya dengan mempertimbangkan faktor resiko
bila piutang tersebut ditagih. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan
timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berhutangdan
kebenaran transaksi atara yang memindahkan piutang dengan yang berutang.
b. Rahn
Rahn merupakan perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan dari fasilitas
pembiayaan yang diberikan. Ulama fiqih mazhab Hanafi mendefinisikan Rahn
dengan menjadikan suatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang
mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) tersebut baik seluruhnya maupun
sebagian. Secara umum pembiayaan Rahn dapat diartikan sebagai kegiatan gadai.
Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank
dalam memberikan pembiayaan. kriteria Barang yang digadaikan sebagai berikut:
1) Milik nasabah sendiri.
2) Jelas ukuran , sifat dan nilainya ditentukan berdasar nilai riil pasar.
3) Dapat dikuasai namun tidak dapat dimanfaatkan oleh bank.
c. Qardh
Qardh merupakan perjanjian sosial, dimana tidak mustahil bank memberikan
pinjaman pada orang yang lemah dan dikembalikan dengan jimlah bersama.
Perjanjian Qardh adalah perjanjian pinjaman.
Salah satu fungsi bank syari’ah itu adalah memberikan kegiatan sosial, maka
Qardh yang dananya bersumber dari bank disajikan dalam pembiayaan yang murah
dan dikembalikan dengan jumlah yang sama pada waktu yang diperjanjikan kepada
masyarakat yang lemah.
5
6
d. Wakalah
Wakalah merupakan pelimpahan, pendeligasian wewenang atau kuasa dari
pihak pertama kepada pihak kedua untuk melakukan sesuatu atas nam pihak pertama
dan untuk kepentingan dan tanggung jawab sepenuhnya oleh pihak pertama.Aplikasi
perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit)
transfer uang, dan lainnya.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai dengan
kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatasnamakan
nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugas tersebut, bank
dapat mengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir
setelah tugas dilaksanakan dan disetujui antara nasabah dengan bank.
e. Kafalah
Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan. Dalam
perjanjian kafalah diperjanjikan bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada
kreditor yang memberikan hutang kepada debitor yaitu penjamin apabila debitor
tidak mampu membayar hutangnya. Pemberi jaminan disebut kafil, sedangkan
kreditor yang dijamin disebut makful.
b. Produk Penghimpunan Dana
Produk penghimpunan dana bank syari’ah dapat berbentuk giro, tabungan dan
deposito. Prinsip operasional bank syari’ah yang diterapkan dalam penghimpunan
dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
1. Wadi’ah (titipan)
Wadi’ah secara teknis adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain baik
perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip kehendaki.
2. Prinsip mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan
bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan bank sebagai mudharib
(pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan
murabahah atau ijarah. Dapat pula digunakan untuk melakukam pembiayaan
mudharabah. Mudharabah ada 2 bentuk, yaitu:
a. Mudharabah mutlaqah
Penerapan Mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga
terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam
menggunakan dana yang dihimpun.
b. Mudharabah muqayyadah
Jenis Mudharabah ini merupakan simpanan khusus dimana pemilik dana dapat
menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya
6
7
Masyarakat
Masyarakat atau kelompok sosial adalah suatu kelompok atau lebih manusia yang
diantara mereka terdapat beberapa pula interaksi yang dapat dipahami oleh para
anggotanya atau orang lain secara keseluruhan (Roucek & RL Warlan, 1984).
Koentjaraningrat mendefinisikan Masyarakat sebagai kesatuan hidup manusia yang
terikat oleh suatu sistem adat istiadat tertentu (Gunawan, 2000). Dalam sumber lain
disebutkan bahwa Masyarakat berasal dari bahasa arab yaitu musyarak. Masyarakat
memiliki arti sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau
terbuka. Masyarakat terdiri atas individu-individu yang saling berinteraksi dan saling
tergantung satu sama lain atau di sebut zoon polticon. Dalam proses pergaulannya,
masyarakat akan menghasilkan budaya yang selanjutnya akan dipakai sebagai sarana
penyelenggaraan kehidupan bersama. Oleh sebab itu, konsep masyarakat dan konsep
kebudayaan merupakan dua hal yang senantiasa berkaitan dan membentuk suatu sistem.
Menurut Soerjono Soekanto, masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini:
7
8
Pemahaman
Pemahaman adalah suatu proses, cara memahamicara mempelajari baik-baik
supaya paham dan pengetahuan banyak. Menurut Nana Sudjana (1992) pemahaman
dapat dibedakan dalam tiga kategori antara lain : (1) tingkat terendah adalah
pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya,
mengartikan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu
menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau
menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok,
dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman ektrapolasi.
Suke Silversius (1991) menyatakan bahwa pemahaman dapat dijabarkan
menjadi tiga, yaitu : (1) menerjemahkan (translation), pengertian menerjemahkan disini
bukan saja pengalihan (translation), arti dari bahasa yang satu kedalam bahasa yang
lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk
mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan
kata –kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan,
(2) menginterprestasi (interpretation), kemampuan ini lebih luas daripada
menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu
komunikasi, (3) mengektrapolasi (Extrapolation), agak lain dari menerjemahkan dan
menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih
tinggi.
Kaitan Pemahaman Masyarakat dengan Peningkatan Pangsa Pasar
Pangsa pasar merupakan bahagian pasar yang dapat dimasuki oleh produk atau
jasa suatu perusahaan dari seluruh potensi pasar yang ada di suatu wilayah (Kotler,
1997). Dengan adanya pemahaman masyarakat terhadap suatu produk atau jasa yang
ditawarkan suatu perusahaan diharapkan akan mendorong masyarakat untuk melakukan
preferensi dalam memilih produk tersebut. Dengan demikian masyarakat akan dapat
mengetahui kelebihan dan kelemahan suatu produk atau jasa tersebut. Oleh karena itu
masyarakat akan bisa mengambil keputusan apakah aman membeli produk atau
menggunakan jasa perusahaan tersebut.
Kerangka Teori
Berdasarkan telaah kepustakaan di atas maka kerangka teori yang dapat
dikemukakan di sini adalah seperti terlihat pada gambar 1 di bawah ini :
8
9
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field
research) yang menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-
faktadan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 2004).
Jenis dan Sumber Data
a. Data primer
Data primer merupakan informasi yang dikumpulkan lansung dari sumbernya,
data primer juga disebut dengan data yang diperoleh dari sumber pertama baik individu
maupun kelompok yang belum mengalami pengolahan dari pihak lain seperti hasil
wawancara atau hasil pengisian dan kueisoner. Dalam hal ini sumber data tersebut
adalah masyarakat hinterland kota Bukittinggi. Pengumpulan data primer dilakukan
dengan cara menyebarkan kuesioner pada masyarakat dan melakukan wawancara secara
terbuka dengan masyarakat.
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang telah ada dan tersusun secara sistematis serta
merupakan hasil penelitan atau yang telah dikumpulkan pihak lain. Data sekunder yang
penulis gunakan yaitu berupa catatan-catatan dokumentasi yang berkitan dengan
penelitian yang ada pada masyarakat hinterland kota Bukittinggi.
Populasi dan Sampel
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan
masyarakat yang ada hinterland kota Bukittinggi, yang menggunakan jasa perbankan
maupun yang tidak menggunakan jasa perbankan. Berdasarkan data yang didapat dari
pihak pemerintah kecamatan di hinterland kota Bukittinggi, jumlah keseluruhan
masyarakat di wilayah ini adalah 120.308 orang (BPS, 2012).
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti. Mengingat begitu
besarnya cakupan daerah yang akan diteliti, banyaknya populasi dan keterbatasan
waktu, keterbatasan dana, maka diambil beberapa orang masyarakat saja yang dijadikan
sampel. Untuk menentukan ukuran sampel penulis menggunakan Formula Slovin
dengan rumus:
N
=
1 + N. e
Dimana: n = ukuran sampel.
N = ukuran populasi.
e = tingkat error dalam penelitian yaitu 10%.
9
10
Pekerjaan Responden
Dari 100 orang responden, terdapat 50 orang responden yang berprofesi sebagai
petani, atau 50% dari responden adalah petani. Jika diukur pemahaman masyarakat
yang berprofesi sebagai petani di nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi terhadap
perbankan syari’ah, dari data yang penulis peroleh maka pemahaman masyarakat dapat
dikategorikan kepada tingkat rendah. Responden yang berprofesi sebagai wiraswasta
ada 21% dari responden, pedangang 7% dan pelajar 7% dari responden. Untuk
wiraswasta, pedagang dan pelajar tingakat pemahaman nya terhadap perbakan syari’ah
sama seperti petani bahwa pemahaman nya bisa dikategorikan pada tingkatan yang
rendah. Selain petani, pedagang, wiraswasta, dan pelajar juga ada respondan yang
berprofesi sebagai PNS, yaitu sebanyak 15% dari responden. Jika diukur tingkat
pemahaman masyarakat yang berprofesi sebagai PNS maka dapat dikategorikan pada
tingkata sedang, hal ini karena sudah banyak dari mereka yang mencari tau tentang
perbankan syari’ah dari berbagai sumber, baik buku atau pun internet. Selain itu juga
karena mereka sering melakukan trasaksi dengan dunia perbankan.
Jenis Kelamin Responden
Data yang diperoleh dari pengolahan kuisioner menunjukan 55% dari responden
adalah perempuan dan 45% dari responden adalah laki-laki. Ini menunjukan proporsi
variabilitas pendapat akan seimbang, dimana diketahui wawasan laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki lebih sering berinteraksi dengan dunia luar,
sedangkan perempuan kurang intensitas interaksinya dibandingkan dengan laki-laki.
Pendidikan Responden
Data menunjukan bahwa terdapat 2% responden yang tidak tamat SD, 11%
responden yang hanya tamat SD, 34% responden yang berpendidikan terakhir SLTP,
29% dari reponden tamatan SLTA, 10% responden adalah dipolama dan 14% responden
adalah sarjana. Jika dilihat tingkat pemahaman responden yang tidak tamat SD sampai
yang berpendidikan terakhir SLTA, bisa dilihat bahwa pemahaman masyarakat
terbilang pada kategori rendah. Hal ini karena memang dalam pendidikan mereka tidak
mendapatkan pemahaman tentang perbankan syari’ah apalagi bagi masyarakat yang
pendidikannya bukan berlatar belakang agama. Jika dibandingkan dengan responden
yang tidak tamat SD sampai responden yang tamat SLTA maka responden yang
Diploma dan Sarjana bisa dibilang lebih tinggi pemahamannya terhadap perbankan
syari’ah dan bisa dikategorikan pada tingkatan sedang. Ini disebabkan karena mereka
bisa mencari tau tentang perbankan syari’ah dari berbagai sumber. Apalagi bagi
masyarakat yang mengerti dengan teknologi, mereka dapat mengakses tentang
perbankan syari’ah di internet.
Pendapatan Responden
Jika diukur pendapatan responden, ada 30% responden yang berpendapatan
>Rp1.000.000, 35% responden berpendapatan Rp1.000.000-Rp2.000.000, 24%
responden berpendapatan Rp3.000.000-Rp5.000.000, dan 11% responden
berpendapatan Rp6.000.000-Rp10.000.000.
11
12
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 1 1.0 1.0 1.0
kurang paham 9 9.0 9.0 10.0
cukup paham 61 61.0 61.0 71.0
Paham 28 28.0 28.0 99.0
sangat paham 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Tabel 4.2 menunjukkan 61 % responden menyatakan “cukup paham” mengenai
maksud dari perbankan syari’ah, tetapi 1 % diantaranya menyatakan “tidak
memahami”. Namun disisi lain 9 % responden menyatakan “kurang paham”, 28%
menyatakan “paham”, hanya 1 % responden yang tergolong “sangat memahami”
tentang maksud dari perbankan syari’ah. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas
masyarakat nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi cukup paham tentang maksud
perbankan syari’ah.
12
13
Tabel 4.2
Pemahaman Masyarakat Mengenai Ciri-Ciri Perbankan Syari’ah
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 1 1.0 1.0 1.0
kurang paham 12 12.0 12.0 13.0
cukup paham 63 63.0 63.0 76.0
Paham 23 23.0 23.0 99.0
sangat paham 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Dari tabel dapat dilihat bahwa 63% menyatakan “cukup paham” tentang ciri-ciri
perbankan syari’ah, 23% menyatakan “paham”, 12% respanden menyatakan “kurang
paham”, 1% penyatakan “tidak paham” dan 1% dari responden menyatakan “sangat
paham”. Dari penjelasan tabel dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat nagari-
nagari hinterland kota Bukittinggi menyatakan cukup paham tentang cirri-ciri
perbankan syari’ah.
Pemahaman Masyarakat tentang Tujuan PerbankanSyari’ah
Berdasarkan kuesioner yang telah disebarkan kepada masyarakat, maka
pemahaman masyarakat nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi terhadap tujuan
perbankan syari’ah dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini:
Table 4.3
Pemahaman Masyarakat tentang Tujuan Perbankan Syari’ah
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 1 1.0 1.0 1.0
kurang paham 13 13.0 13.0 14.0
cukup paham 61 61.0 61.0 75.0
Paham 24 24.0 24.0 99.0
sangat paham 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Dari tabel dapat diketahui bahwa 61% dari responden menyatakan “cukup
paham” tentang tujuan dari perbankan syari’ah, 24% responden menyatakan “paham”,
13% menyatakan “kurang paham”, 1% menyatakan “sangat paham”, dan 1% dari
responden menyatakan “tidak paham”. Maka dapat disimpulkan tidak banyak dari
masyarakat yang paham dan sangat memahami tentang tujuan dari perbankan syari’ah
dan sebagian besar dari masyarakat cukup paham dengan tujuan perbankan syari’ah.
13
14
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 2 2.0 2.0 2.0
kurang paham 10 10.0 10.0 12.0
cukup paham 64 64.0 64.0 76.0
Paham 23 23.0 23.0 99.0
sangat paham 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber : Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Penelitian menunjukkan bahwa responden ”memahami” fungsi dari perbankan
syari’ah sebesar 23 %, 63 % responden menyatakan “cukup paham” dan 10 % “kurang
paham”, 2% menyatakan tidak paham dan hanya 1% responden yang menyatakan
“sangat paham”. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa hanya sebagian kecil
dari masyarakat nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi yang paham dan sangat
paham tentang fungsi perbankan syari’ah.
Pemahaman Masyarakat terhadap Sasaran dan Target Pencapaian
Perbankan Syari’ah
Pendapat masyarakat tentang pemahaman terhadap sasaran dan target pencapaian
perbankan syari’ah dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini:
Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa 68% responden menyatakan “cukup
paham” mengenai sasaran utama dan target pencapaian dari perbankan syari’ah, tetapi
4 % diantaranya menyatakan “tidak memahami”. Namun disisi lain 20% responden
menyatakan “kurang paham”, 7% menyatakan “paham” hanya 1 % responden yang
tergolong “sangat memahami” tentang sasaran utama dan target pencapaian bank
syari’ah. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat nagari-nagari
hinterland kota Bukittinggi cukup paham tentang sasaran utama dan target pencapaian
perbankan syari’ah.
14
15
Tabel 4.5
Pemahaman Masyarakat tentang Sasaran Utama
dan Target Pencapaian Perbanklan Syari’ah
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 4 4.0 4.0 4.0
kurang paham 20 20.0 20.0 24.0
cukup paham 68 68.0 68.0 92.0
Paham 7 7.0 7.0 99.0
sangat paham 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 2 2.0 2.0 2.0
kurang paham 20 20.0 20.0 22.0
cukup paham 66 66.0 66.0 88.0
Paham 11 11.0 11.0 99.0
sangat paham 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
15
16
Tabel 4.7
Pemahaman Masyarakat Tentang Prinsip Dasar
Perbankan Syari’ah
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 2 2.0 2.0 2.0
kurang paham 25 25.0 25.0 27.0
cukup paham 55 55.0 55.0 82.0
Paham 18 18.0 18.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Tabel di atas memperlihatkan 55% dari responden menyatakan “cukup paham”
prinsip dasar perbankan syari’ah, 18% responden menyatakan “paham”, 25%
menyatakan “kurang paham”, dan 2% dari responden menyatakan “tidak paham”. Maka
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari masyarakat cukup paham tentang prinsip
dasar perbankan syari’ah, dan juga tidak sedikit dari masyarakat nagari-nagari
hinterland kota Bukittinggi yang kurang paham mengenai prinsip perbankan syari’ah.
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 4 4.0 4.0 4.0
kurang paham 38 38.0 38.0 42.0
cukup paham 52 52.0 52.0 94.0
Paham 6 6.0 6.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Data di atas menunjukkan bahwa responden ”memahami” Undang-Undang
perbankan syari’ah adalah 6 %, 52 % responden menyatakan “cukup paham” dan 38 %
“kurang paham”, 4% responden yang menyatakan “sangat paham”. Dari penjelasan
dapat disimpulan bahwa hampir separoh dari masyarakat nagari-nagari hinterland kota
Bukittinggi kurang paham tentang Undang-undang perbankan syari’ah.
16
17
Tabel 4.11
Pemahaman Masyarakat tentang Sistem Operasional Bank Syari’ah
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 2 2.0 2.0 2.0
kurang paham 19 19.0 19.0 21.0
cukup paham 64 64.0 64.0 85.0
Paham 13 13.0 13.0 98.0
sangat paham 2 2.0 2.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Dari tabel dapat dilihat bahwa 64% menyatakan “cukup paham” tentang sistem
operasional bank syari’ah, 13% menyatakan “paham”, 19% responden menyatakan
“kurang paham”, 2% penyatakan “sangat paham” dan 2% dari responden menyatakan
“tidak paham”. Dari penjelasan tabel dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat
nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi menyatakan cukup paham tentang sistem
operasional perbankan syari’ah.
Pemahaman Masyarakat terhadap Proses Penetapan Keuntungan Bagi Hasil
Tentang pemahaman masyarakat nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi
terhadap maksud penetapan keuntungan bagi hasil dapat dilihat pada tabel 4.10 di
bawah ini:
Tabel 4.10
Pemahaman Masyarakat tentang Proses Penetapan
Keuntungan Bagi Hasil
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 1 1.0 1.0 1.0
kurang paham 19 19.0 19.0 20.0
cukup paham 68 68.0 68.0 88.0
Paham 10 10.0 10.0 98.0
sangat paham 2 2.0 2.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Dari data di atas dapat diketahui bahwa 68 % responden menyatakan “cukup
paham” mengenai penetapan keuntungan bagi hasil, tetapi 1 % diantaranya menyatakan
“tidak memahami”. Namun disisi lain 19 % responden menyatakan “kurang paham”,
10% menyatakan “paham”, hanya 2 % responden yang tergolong “sangat memahami”
17
18
tentang proses penetapan keuntungan bagi hasil dalam perbankan syari’ah. Maka dapat
disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi
cukup paham tentang penetapan keuntungan bagi hasil pada perbankan syari’ah.
Pemahaman Masyarakat terhadap Konsep Keadilan dalam Perbankan Syari’ah
Tingkat pemahaman masyarakat nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi
terhadap konsep keadilan pada perbankan syari’ah dapat dilihat pada tabel 4.11 di
bawah ini:
Tabel 4.11
Pemahaman Masyarakat Tentang Konsep Keadilan
dalam Perbankan Syari’ah
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 2 2.0 2.0 2.0
kurang paham 17 17.0 17.0 19.0
cukup paham 69 69.0 69.0 88.0
Paham 10 10.0 10.0 98.0
sangat paham 2 2.0 2.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah)
Dari tabel 4.11 di atas dikethui bahwa 69 % responden menyatakan “cukup
paham” mengenai konsep keadilan dalam perbankan syari’ah, tetapi 2 % diantaranya
menyatakan “tidak memahami”. Namun disisi lain 17 % responden menyatakan
“kurang paham”, 10% menyatakan “paham”, hanya 2 % responden yang tergolong
“sangat memahami” tentang konsep keadilan dalam perbankan syari’ah. Dari penjelasan
tersebut dapat dilihat kesimpulannya bahwa sebagian besar masyarakat nagari-nagari
hinterland kota Bukittinggi cukup paham dengan konsep keadilan pada perbankan
syari’ah.
18
19
Tabel 4.12
Pemahaman Masyarakat tentang Konsep Transparansi
dalam Perbankan Syari’ah
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 3 3.0 3.0 3.0
kurang paham 15 15.0 15.0 18.0
cukup paham 71 71.0 71.0 89.0
Paham 11 11.0 11.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Data di atsa menunjukan bahwa 71% menyatakan “cukup paham” tentang konsep
transparansi dalam perbankan syari’ah, 11% menyatakan “paham”, 17% responden
menyatakan “kurang paham”, dan 3% menyatakan “tidak paham”. Maka dapat dilihat
ksimpulannya bahwa hampir 2/3 masyarakat menyatakan cukup pahan dengan konsep
transparansi dalam perbankan syari’ah.
Pemahaman Masyarakat terhadap Perbedaan Bank Syari’ah dan Bank
Konvensional
Bagaimana pemahaman masyarakat nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi
terhadap perbedaan perbankan syari’ah dan bank knvensional dapat dilihat pada tabel
4.13 di bawah ini:
Tabel 4.13
Pemahaman Masyarakat Tentang Perbedaan
Bank Syari’ah dan Bank Konvensional
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 1 1.0 1.0 1.0
kurang paham 15 15.0 15.0 16.0
cukup paham 42 42.0 42.0 58.0
Paham 39 39.0 39.0 97.0
sangat paham 3 3.0 3.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa 42% menyatakan “cukup paham”, 39%
menyatakan “paham”, 15% responden menyatakan “kurang paham”, 3% menyatakan
sangat paham dan 1% menyatakan “tidak paham” tentang perbedaan bank konvensional
dan bank syari’ah. Dari penjelasan tersenut maka dapat disimpulkan mayoritas
masyarakat cukup paham tentang perbedaan bank syari’ah dengan bank konvensional,
tapi juga tidak sedikit dari masyarakat yang memahami perbedaan tersebut.
19
20
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak paham 2 2.0 2.0 2.0
kurang paham 12 12.0 12.0 14.0
cukup paham 46 46.0 46.0 60.0
Paham 40 40.0 40.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2014 (data diolah).
Dari data di atas dapat diketahui bahwa 46% menyatakan “cukup paham”,
40% menyatakan “paham”, 12% responden menyatakan “kurang paham”, dan 1%
menyatakan “tidak paham” tentang perbedaan bunga dan bagi hasil. Maka dapat
disimpulkan bahwa hampir separoh dari masyarakat memahami perbedaan bunga dan
bagi hasil.
Kesimpulan
Dari hasil analisis di atas maka dapat dikemukakan kesimpulannya yaitu,
pemahaman masyarakat terhadap sistem perbankan syari’ah di nagari-nagari hinterland
kota Bukittinggi tidak terlalu tinggi. Dengan kata lain tingkat pemahaman masyarakat
nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi berada pada tingkatan sedang.
Tingkat pemahaman yang demikian disebabkan karena kurangnya sosialisasi oleh
pihak perbankan syariah ke tengah masyarakat hinterland ini. Perbankan syariah di kota
Bukittinggi baru bersosialisasi pada tingkat seminar dan akademis di kampus. Selain itu
kekurangfahaman ini juga disebabkan karena pengajian-pengajian yang dilakukan di
nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi belum menyentuh tentang perbankan syariah
dan bagaimana kaitannya dengan penanggulangan riba dalam ber-muamalah.
Saran-Saran
Dari kesimpulan di atas maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada perbankan syariah yang ada di kota Bukitinggi agar melakukan
sosialisasi sampai ke tangah-tengah masyarakat secara intensif dan berkala terutama
masyarakat nagari-nagari hinterland kota Bukittinggi sebagai pasar yang sangat
potensial, karena pada umumnya masyarakat di wilayah ini bertransaksi di kota
Bukittinggi.
2. Perbankan syariah harus melibatkan ulama di nagari-nagari hinterland kota
Bukittinggi agar dalam berdakwah juga memasukan materi perbankan syraiah supaya
20
21
semua lapisan masyarakat dapat memahami semua hal yang berkaitan dengan
perbankan syariah.
3. Pemerintah juga harus mendorong para ulama agar memberikan pemahaman tentang
kaitan riba dengan bunga bank, sehingga diharapkan keinginan masyarakat untuk
memahami perbankan syariah menjadi lebih meningkat dan motivasi bertransaksi
secara syariah jua meningkat.
REFERENSI
Adler, Ronald dan Rodman, George. 1997. Understanding Human Communication.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2006. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek. Jakarta:
Gema Insani Press.
Arifin, Zainul.2005. Dasar –Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: AlvaBet.
Bimo, Walgito. 1990. Psikologi Pengembangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Utama.
Gunawan. 2000. SuatuAnalisis Sosial Tentang Berbagai Problem Pendidikan, Jakarta:
PT RinekaCipta.
Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Jakarta: Gralia Indonesia.
Iska, Sukri dan Rizal. 2005. Lembaga Keuangan Syariah. Batusangkar: STAIN
Batusangkar Press.
Kasmir dan Jakfat. 2004. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Kencana.
Kasmir. 2005. Pemasaran Bank. Jakarta: Kencana.
Kasmir. 2007. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT.Grafindo Persada.
Limakrisna, Nandan dan Supranto. 2007. Perilaku Konsumen Dan Strategi Pemasaran.
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Moleong, Lexi J. 2005. MetodologiPenelitianKualitif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syariah .Yogjakarta: Unit PP.AMPYKPN.
Philip Kotler, (1997). Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi,
dan Kontrol. Edisi Revisi. Edisi bahasa Indonesia. Prentice Hall.
Philip Kotler, Gary Armstrong. (1996). Dasar-dasar Pemasaran. Jilid 2.Edisi Bahasa
Indonesia. Prentice Hall.
Poerwardaminta. 1982. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Prasetijo, Restiyanti, dkk. 2005. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Rivai, Veithzal dan Arivin Arviyan.2010. Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep Dan
Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.
21
22
Rivai, Veithzal, dkk. 2007. Bank and Financial Institution Management. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Robbins, S.P. 2003. Perilaku Organisasi. Jilid 1. Jakarta: PT. Indeks Kelompok
Garmedia.
Rodoni, Ahmad & Abdul Hamid.2008. Lembaga Keuangan Syari’ah. Jakarta: Zikrul
Hakim.
Roucek, J.S & RL Warlan. 1984. PengantarSosiologi, Jakarta: BinaAksara.
Setiadi, Nugrogoho. 2008. Perilaku Konsumen Dan Implikasi Untuk Strategi Dan
Penelitian Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Situmorang, Syafrizal Helmi. 2009. Bisnis Perencanaan Dan Pengembangan. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Subagyo, Joko.1991. Metodologi Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Sukandarrumidi. 2002. Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Pemula
.Yogjakarta: Gajah Mada Universitas Press.
Sumarni, Multi. 2002. Manajemen Pemasaran Bank. Yogjakarta: Liberty.
Suryabrata,Sumadi. 2004. MetodologiPenelitian, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Supranto Dan Krisna, Nandan Lisma. 2007. Perilaku Konsumen dan Strategi
Pemasaran. Jakarta: Mitra Wacanaa Media Group.
22
STRUKTUR MODAL, INVESTMENT OPPORTUNITY SET DAN LIKUIDITAS TERHADAP
NILAI PERUSAHAAN
(Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di BEI tahun 2009-2013)
Lia Uzliawati
Nana Novianti
Dwi Putri Ratnasari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel struktur modal yang diukur dengan debt to
equity ratio (DER), investment opportunity set yang diukur dengan market to book asset ratio (MBA) dan likuiditas
yang diukur dengan current ratio (LIQ) terhadap nilai perusahaan yang diproksikan melalui Price to Book Value
(PBV) pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2013. Populasi
penelitian ini adalah 39 perusahaan perbankan.Purposive Sampling digunakan sebagai teknik pengambilan sampel
dan 29 perusahaan terpilih memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian.Penelitian ini menggunakan data
sekunder dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur modal dan investment
opportunity set memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan dan likuiditas tidak memiliki
pengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara simultan struktur modal, investment opportunityset dan
likuiditas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Kata kunci: Struktur Modal, Investment Opportunity Set, Likuiditas, Ukuran Perusahaan dan Nilai perusahaan.
A. Pendahuluan
Tujuan perusahaan menurut pandangan manajemen keuangan, pada dasarnya adalah mengoptimalkan
nilai perusahaan.Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan
yang terkait erat dengan harga sahamnya (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).Harga saham yang tinggi
membuat nilai perusahaan juga tinggi dan meningkatkan kepercayaan pasar tidak hanya terhadap kinerja
perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa mendatang (Salvatore, 2005).Penelitian
ini dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi global yang terjadi di Eropa dan Amerika yang menimbulkan
efek bagi Indonesia sebagai negara berkembang.Terlihat pada tahun 2009-2013 Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) di BEI yang mengalami fluktuasi (www.ojk.go.id, 2014).Dampak IHSG ini dialami
pula oleh sektor perbankan di Indonesia.Hal ini ditandai dengan banyaknya perbankan yang mengalami
penurunan nilai perusahaan.
Tabel 1.
Nilai perusahaan perbankan di Indonesia
1
Hasil olah data dengan menggunakan ukuran PBV dapat dilihat pada tabel 1 yaitu nilai kurang dari 1,
didapati meningkat setiap tahunnya dari 20,7% pada tahun 2009 ke 41,4% pada tahun 2013. Banyaknya
nilai PBV di bawah 1 menggambarkan bahwa saham perusahaan sektor perbankan dalam kondisi
undervalue,yang artinya bahwa saham perusahaan dinilai lebih rendah dibandingkan nilai bukunya
(Damodaran, 2002 : 511). Padahal dengan semakin tingginya nilai PBV berarti pasar percaya akan
prospek perusahaan tersebut. Sehingga, dengan menurunnya nilai PBV akan menimbulkan pengaruh pada
menurunnya kesejahteraan para pemegang saham. Nilai perusahaan sangat penting karena mencerminkan
kinerja perusahaan yang dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. Peningkatan nilai
perusahaan dapat tercapai apabila ada kerja sama antara manajemen perusahaan dengan pihak lain yang
meliputi shareholder maupun stakeholder dalam membuat keputusan-keputusan keuangan dengan tujuan
memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham (Sukirni, 2012). Timbulnya konflik antara manajer dan
pemegang saham menimbulkan agency problem.Agency probleminilah yang dapat menurunkan nilai
perusahaan.Untuk mengurangi adanya agency problem perlu adanya biaya monitoring (agency cost).
Timbulnya agency costmerupakan suatu kondisi yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk
diminimalkan namun salah satu cara untuk mengontrol biaya tersebut adalah dengan menerbitkan utang
(Hardiningsih, 2009). Bringham dan Gapenski (1996) menjelaskan bahwa nilai perusahaan dapat
ditingkatkan melalui kebijakan utang.Besarnya hutang yang digunakan oleh perusahaan adalah suatu
kebijakan yang berhubungan dengan struktur modal.Teori struktur modal yang digunakan dalam
penelitian ini adalah trade off theory. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oyerogba (2013), Bukit
(2012), dan Chowdury dan Chowdury (2010) membuktikan teori tersebut bahwa struktur modal
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini karena penggunaan hutang mempengaruhi beban
bunga, sehingga semakin besar manfaat penghematan pajak maka semakin besar nilai perusahaan.
Selanjutnya, nilai perusahaan dapat ditingkatkan melalui investment opportunity set (IOS). Jika
perusahaan mampu menciptakan keputusan investasi yang tepat maka aset perusahaan akan menghasilkan
kinerja yang optimal sehingga memberikan sinyal positif bagi investor yang akan meningkatkan harga
saham dan menaikkan nilai perusahaan (Prasetyo, 2011). Selain itu, Kallapur dan Trombley (2012) dan
Kaestner dan Liu (1998) juga membuktikan bahwa IOS yang ada bagi perusahaan merupakan faktor
utama yang menentukan pergerakan harga saham yang juga mempengaruhi nilai perusahaan.
Faktor selanjutnya yang juga dapat menjadi sinyal positif dan mempengaruhi nilai perusahaan adalah
likuiditas. Agar para investor tertarik untuk menginvestasikan dananya maka manajemen perlu untuk
memberikan petunjuk kepada investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan
yaitu dengan menjaga dan memperhatikan tingkat likuiditas perusahaan (Scott dan Bringham, 2008 :
517). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Oyerogba (2013) dan Chowdhury dan
Chowdhury (2010) yang menemukan hasil bahwa likuiditas yang diukur dengan current ratio mempunyai
2
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Sudah menjadi karakter investor untuk
selalu meminati saham yang cenderung bersifat aman dan terus mengalami kenaikan.
Trade-off theory
Trade-off theorymenyebutkan bahwa kenaikan penggunaan hutang akan meningkatkan manfaat
penghematan pajak dari hutang dan selanjutnya akan meningkatkan nilai perusahaan selama struktur
modal tersebut belum mancapai titik optimal (Brigham & Houston, 2009:620).Semakin besar penggunaan
utang, maka semakin besar keuntungan dari penggunaan utang, namun present value biaya financial
distress dan present value biaya agency juga meningkat bahkan lebih besar Atmaja, 2008:258).
Signaling theory
Scott dan Brigham (2008:517) mengatakan bahwa untuk mengurangi adanya asimetri informasi maka
manajemen berusaha untuk memberikan sinyal kepada investor.Sinyal ini merupakan sebuah tindakan
yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk kepada investor tentang bagaimana
manajemen memandang prospek perusahaan.Informasiyang diberikan oleh manajemenbertujuan
untukmempertahankanminat investordi perusahaan.
2. Hipotesis
Struktur modal adalah perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari: utang
jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari:
saham preferen dan saham biasa (Dermawan, 2010:213). Hasil penelitian Oyerogba (2013) menunjukkan
bahwa penggunaan hutang mempengaruhi beban bunga, sehingga semakin besar manfaat penghematan
pajak karena penggunaan utang maka semakin besar nilai perusahaan.Hasil penelitian serupa juga
ditemukan oleh Chowdury dan Chowdury (2010) yang membuktikan bahwa struktur modal berpengaruh
3
positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Selain itu Mardiyati, Ahmad dan Putri (2012) menyebutkan
manajer bisa menggunakan utang yang lebih banyak, yang nantinya berperan sebagai sinyal yang lebih
terpercaya karena perusahaan yang meningkatkan utang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin
dengan prospek perusahaan di masa yang akan datang dan risiko bisnis yang rendah.
H1: Struktur modal berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
Adam dan Goyal (2000) menyebutkan bahwa investment opportunity set (IOS) memainkan peranan
penting di dalam keuangan perusahaan dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan perusahaan melalui
peningkatan nilai perusahaan. IOS menurut Myers (1977) adalah kombinasi antara aktiva yang dimiliki
perusahaan (assets in place) dan pemilihan investasi pada masa yang akan datang dengan net present
value positif. Penambahan IOS dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini karena investor percaya
bahwa perusahaan yang meningkatkan IOS-nya, memiliki prospek yang bagus di kemudian hari, sehingga
berinvestasi pada saham perusahaan tersebut akan menghasilkan return yang lebih tinggi yang akan
meningkatkan nilai perusahaan (Pratiska, 2012 dan Yuliani et al 2012).
H2: IOS berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
Menurut Riyanto (2008:25) likuiditas berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan
untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dibayar.Chowdhury dan Chowdhury (2010)
menemukan hasil bahwa likuiditas yang diukur dengan current ratio mempunyai pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Pratiwi (2011) juga menyebutkan bahwa likuiditas akan
menghindarkan perusahaan dari risiko kebangkrutan dan investor akan menilai positif perusahaan dengan
tingkat likuiditas yang baik karena memberikan jaminan keamanan bagi investasi yang dilakukan oleh
investor pada perusahaan tersebut.
H3: Likuiditas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
C. Metodologi Penelitian
1. Populasi dan Sampel
Populasidalam penelitian ini adalahperusahaanperbankankonvensionalyang terdaftardi Bursa
EfekIndonesia(BEI) selama tahun 2009-2013, sebanyak39bank. Penelitian ini menggunakanteknik
purposive sampling. Kriteriasampel yang digunakandalam penelitian ini yaitu perbankan konvensional
yanglisting diBEIdan menerbitkan laporankeuangantahunan berturut-turutselama tahun2009-2013.
Berdasarkan kriteria tersebutjumlahdata observasidiperoleh145laporan tahunan. Metodepengumpulan
datadalam penelitian ini menggunakandata sekunderyang diambil darilaporantahunanbank yang terdaftar
diBEI pada tahun 2009-2013 yangberasal dari situs www.idx.co.id.
4
2. Operasionalisasi Variabel
Tabel 3
Operasionalisasi Variabel
Variabel Pengukuran Skala
Nilai Perusahaan PBV = Harga pasar saham Rasio
Nilai buku per lembar saham
Struktur Modal DER =Total debt Rasio
Total equity
IOS MBA ratio= [Nilai buku hutang + (Jmlh. lembar saham Rasio
beredar xharga saham penutupan)] ÷Total aset
Likuiditas Current Ratio = Aktiva Lancar Rasio
Hutang lancer
Ukuran perusahaan Ukuran perusahaan = Log Total asset Rasio
D. Hasil penelitian
Hasil statistik deskriptif
Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa meskipun masih ada beberapa perbankan yang
memiliki nilai perusahaan dibawah satu namun rata-rata nilai perusahaan perbankan di Indonesia adalah
sebesar 1,905.Hal ini menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia masih dalam kondisi yang cukup
menguntungkan para pemegang sahamnya.Variabel struktur modal memiliki rata-rata sebesar 8,605 yang
artinya perbankan di Indonesia lebih dominan menggunakan hutang daripada ekuitas dalam struktur
modalnya.Hal ini dapat menjadi warning bagi perusahaan perbankan di Indonesia untuk memperhatikan
besaran utang yang aman agar besarnya utang tidak menimbulkan financial distress dikemudian
hari.Variabel IOS memiliki rata-rata sebesar 1,097 yang artinya perbankan di Indonesia memiliki
kesempatan investasi yang relatif cukup banyak terhadap asset yang dimilikinya.Selanjutnya, variabel
likuiditas memiliki rata-rata sebesar 1,116 yang artinya rata-rata kemampuan perbankan di Indonesia
yang menjadi sampel penelitian ini dalam memenuhi kewajiban lancarnya sebesar 1,116 kali. Hasil
statistic deskriptif ini mengindikasikan bahwa tingkat likuiditas perbankan di Indonesia sudah
mencukupi. Merujuk pada Jumingan (2010 :23) yang mengatakan bahwa untuk perusahaan penghasil jasa
angka current ratio 100% dikatakan sudah mencukupi.
5
Tabel 4
Analisis regresi linier berganda
Model Prediction Β t-statistics Sig.
sign
Constant -8,712 -11,015 0,000
Hasil regresi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa besarnya adjusted R 2 adalah 0,919, hal ini berarti 91,9%
variasi nilai perusahaan (PBV) dapat dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel independen struktur
modal (DER), IOS (MBA) dan likuiditas (LIQ). Sedangkan sisanya (100% - 91,9% = 8,1%) dijelaskan
oleh sebab lain diluar model.
Model regresi
PBV = - 8,712 + 0,068DER + 8,082IOS – 0,901LIQ + 0,159SIZE
6
berarti bahwa penggunaan utang akan mengakibatkan keringanan pajak untuk arus kas perusahaan.
Terkait dengan signaling theory penambahan utang juga diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajibannya di masa yang akan datang atau risiko bisnis yang rendah, sehingga penambahan
utang telah memberikan sinyal positif dalam meningkatkan nilai perusahaan (Bukit, 2012). Hasil
penelitian ini inkonsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sofyaningsih dan Hardiningsih
(2011) yang membuktikan bahwa kebijakan utang tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
7
bukanlah dorongan atau motivasi bagi investor untuk berinvestasi pada perusahaan perbankan di
Indonesia.Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oyeroga
(2013), Rompas (2013) dan Pratiwi (2011) yang membuktikan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap
nilai perusahaan.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini membuktikan bahwastruktur modal melalui kebijakan utang tidak
hanya berfungsi sebagai sumber modal eksternal tetapi memberikan manfaat perlindungan pajak dan
menjadi sinyal positif yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Investment Opportunity Set (IOS)
memberikan dorongan yang sangat efektif untuk menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia memiliki
prospek yang bagus di kemudian hari, sehingga IOS mampu menambah nilai perusahaan perbankan yang
terdaftar di BEI. Likuiditas perbankan yang terdaftar di BEI tidak terlalu dipertimbangkan pihak eksternal
perusahaan dalam melakukan penilaian sebuah perbankan.Sehingga likuiditas tidak memiliki pengaruh
terhadap nilai perusahaan perbankan.
Daftar Pustaka
Adam, Tim dan Goyal, Vidhan K. 2008.The Investment Opportunity Set And Its Proxy Variables. The
journal of Financial Research, Vol. 31 Issue I page 4-63.
Agnes. 2013. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Struktur Modal dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai
Perusahaan. Jurnal Manajemen Universitas Negeri Padang Vol 2, No 01
8
Agrawal, Surendra P.; Monem Reza M.; dan Ariff, Mohamed. 1996. Price to Book Ratio as a Valuation
Model: An Empirical Investigation. FINANCE INDIA Vol. X No. 2, June 1996 Pages—333–344
Bukit, Rina Br. 2012. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan Melalui Profitabilitas Analisis
Data Panel Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.Jurnal Keuangan Dan Bisnis Vol 4 No3
Bringham, Eugene F dan Houston, Joel F. 2001.Manajemen Keuangan Edisi Kedelapan.Erlangga: Jakarta
Bringham, Eugene F dan Gapenski. 1994. Financial Management. Theory dan Practice.
Chowdhury, Anup dan Chowdhury, Suman Paul. 2010. Impact of capital structure on firm’s value:
Evidence from Bangladesh. BEH - Business and Economic HorizonsVolume 3 Issue 3 pp. 111-122
Damodaran, Aswath. 2002. Investment Valuation: Tools and Techniques for Determining the value of
Any Asset 2nd edition. New York: Jhon Wiley & Sons Inc
Deesomsak, R. and Paudyal, K. and Pescetto, G. 2004. The Determinants of Capital Structure:
EvidenceFrom The Asia Pacific Region. Journal of Multinational Financial Management, 14 pp.
387-405.
Fama, Eugene F. 1978. The Effect Of Firm Investment and Financing Decisions on the Welfare of its
Security Holders. The American Economics Review Vol. 68 No. 3 (Jun 1978) 272-284
Hardiningsih, Pancawati. 2009. Determinan Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 5 No. 2,
Juli 2009 : 239 – 250
Hasnawati, Sri. 2005. Dampak Set Peluang Investasi Terhadap Nilai Perusahaan Publik di Bursa Efek
Jakarta. JAAI Vol 9 No. 2 : 117 – 126.
Jensen, Michael C. dan Meckling, William H. 1976.Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency
Costs and Ownership Structure. Journal of Financial EconomicsVolume 3, Issue 4, Pages 305–360
Kallapur, Sanjay dan Trombley Mark A. 2001. The Investment Opportunity Set: Determinants,
Consequences and Measurement. Managerial Finance Vol. 27 No. 3
Nurhayati, Mafizatun. 2013. Profitabilitas, Likuiditas, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan
Dividen & Nilai Perusahaan Sektor Non Jasa. Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol. 5 No. 2 Juli 2013
Oyerogba. 2013. Perceived Relationship between Corporate Capital Structure and Firm Value in the
Kenyan Listed Companies. Research Journal of Finance and AccountingVol.4, No.19, 2013
Pratiwi, Natassia Louise. 2011. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Likuiditas, Growth, Size, dan Leverage
Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi Strata-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Pratiska, Silka. 2012. Pengaruh IOS, Leverage dan Dividend Yield Terhadap Profitabilitas Dan Nilai
Perusahaan Sektor Manufaktur Di BEI. Universitas Udayana
Rompas, Gisela Prisilia. 2013. Likuiditas, Solvabilitas dan Rentabilitas Terhadap Nilai PerusahaanBUMN
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal EMBAVol.1 No.3 Hal. 252-262
Salvatore, Dominick. 2005. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global. Salemba Empat: Jakarta
9
Scott, Besley dan Eugene F Brigham. 2008. Essential of Managerial Finance. Fourteen Edition. New
Jersey:Pearson-Prentice Hall.
Sheikh dan Wang. 2011. Determinants of capital structure An empirical study of firms in manufacturing
industry of Pakistan. Managerial Finance Vol. 37 No. 2, 2011 pp. 117-133
Sofyaningsih, Sri dan Hardiningsih, Pancawati. 2011. Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen,
Kebijakan Hutang dan Nilai. Dinamika Keuangan dan Perbankan, Vol. 3, No. 1 Hal: 68 – 87
Soliha, E., Taswan. 2002. Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap NilaiPerusahaan Serta Beberapa Faktor
Yang Mempengaruhinya.JurnalEkonomi dan Bisnis, STIE Stikubank Semarang, 1-18.
Sujoko dan Soebiantoro. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern Dan
Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 9, NO. 1
Sukirni, Dwi. 2012. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen dan
Kebijakan Hutang Analisis Terhadap Nilai Perusahaan. Accounting Analysis Journal 1 (2) 2012
Wabwile, Edwin Sawa; Chitiavi, Mwalati Solomon; Alala, Dr. Ondiek B; dan Douglas,Musiega. 2014.
Financial Leverage and Performance Variance A Mong Banks. International Journal of Business and
Management Invention Volume 3 Issue 4
Yuliani; Zain, Djumilah; Sudarma, Made dan Solimun. 2012.Diversification, IOS, Envinronmental
Dynamics & Firm Value. IOSR Journal of Business and Management Vol 6Issue 4
http://finance.detik.com/read/2014/05/05/071445/2572853/5/kredit-macet-tinggi-btn-ditegur-ojk (diakses
tanggal 25/08/2014-07.17 PM)
10
Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa
Terhadap Keputusan Berkunjung Pada Objek Wisata Pantai Padang
ABSTRACT
The purpose of this research was to examines the effect of service marketing mix
on decision making to Visit Tourist at Padang beach in Padang City. The research
sample was tourits which account for 138 people. The sampling method used
purposive sampling technique. In order hypotheses, the research conducted
multiple linear regression. The results of analysis found that product, place and
physical evidence positively and significantly influenced on decision making to
visit tourist at Padang beach in Padang City.
Then, the results of analysis found that price, promotion, people and process not
to significant effect on decision making to visit tourist at Padang beach in
Padang City.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu aset berharga bagi suatu daerah untuk
menarik wisatawan domestik maupun mancanegara yang dapat diandalkan oleh
pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Selain
peranannya sebagai penghasil devisa, sektor pariwisata juga dapat menciptakan
dan memperluas lapangan usaha, meningkatkan pendapatan masyarakat dan
pemerintah, mendorong pelestarian lingkungan hidup dan budaya bangsa dan lain
sebagainya. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai
sektor (struktur, infrastruktur, jasa dan produk) dan aspek (ideology,
ipoleksosbudhankam) sehingga perlu ada sinergi pemangku kepentingan, berupa
adanya kesatuan pola pikir, sikap dan tindak para pemangku kepentingan
kepariwisataan sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam mewujudkan cita-cita
kepariwisataan.
Sumatera Barat merupakan salah satu tujuan utama pariwisata di
Indonesia. Fasilitas wisatanya yang cukup baik, serta sering diadakannya berbagai
festival dan even internasional, menjadi pendorong datangnya wisatawan ke
provinsi ini. Kota Padang sebagai mother of land atau ibukota Propinsi Sumatera
yang jumlah penduduknya hampir mencapai satu juta jiwa (Booklet official guide
kota Padang). Pemerintah Kota Padang telah memprioritaskan tiga sektor
unggulan guna menatap masa depan yang lebih baik, yakni sektor perdagangan,
jasa dan industri, sektor Perikanan, dan sektor pariwisata. Kota Padang selain
berfungsi sebagai pusat pemerintahan propinsi Sumatera Barat sekaligus pusat
perdagangan juga merupakan pintu gerbang kepariwisataan, selain itu posisinya
yang strategis memberikan keuntungan bagi kunjungan wisatawan ke wilayah ini,
juga memiliki fasilitas pendukung yang cukup beragam seperti fasilitas bandara,
pelabuhan laut, hotel, restoran, akses jalan, dan sebagainya yang relatif lebih
lengkap dibanding kawasan andalan lainnya. Kota Padang memiliki objek wisata
paling banyak dan beragam jika dibandingkan dengan jumlah objek wisata yang
dimiliki daerah kota dan kabupaten lain di propinsi ini dimana setidaknya terdapat
35 objek wisata yang bisa dikunjungi di kota Padang (BPS Kota Padang, 2010)
Dari sekian banyak objek wisata kota Padang maka objek wisata pantai
merupakan obek wisata yang paling diminati oleh wisatawan, terutama sekali
wisatawan domestik. Hal ini terlihat dari data statistik kepariwisataan kota Padang
dimana objek wisata yang menduduki posisi 3 (tiga) ter-atas dalam hal jumlah
pengunjung yaitu ; 1). Pantai Padang, 2). Pantai Pasir Jambak, 3). Pantai Air
Manis. (BPS Kota Padang, 2010).
Suatu objek wisata akan berkembang dengan baik apabila dilakukan
pengembangan pada objek wisata tersebut. Salah satu cara pengembangan adalah
dengan mempromosikannya. Hal ini dilakukan supaya semakin banyak wisatawan
mengetahui bahwa Pantai Padang layak untuk dikunjungi. Promosi merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan dari sebuah program pamasaran yang
dijalankan. Promosi dapat dilakukan dengan berbagai macam, seperti dengan
pengiklanan di media cetak dan elektronik
Keberhasilan pariwisata di kota Padang dalam meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan dari tahun ketahun ini tidak lepas dari campur tangan
pemerintah kota. Strategi yang dilakukan pemerintah berhubungan langsung
dengan kegiatan pemasaran dan tidak lepas dari bauran pemasaran. Pemerintah
kota juga ikut andil dalam kegiatan tersebut dengan mengadakan even-even
wisata, untuk memperkenalkan objek wisata. Hal tersebut terwujud nyata dari
semakin diperbaikinya tata objek wisata, seperti meningkatkan kebersihan,
menjaga keamanan, dan menambah arena permainan yang diminati masyarakat
sekitar maupun wisatawan luar daerah.
Pada dasarnya produk memang hal yang pertama yang diperhatikan oleh
wisatawan, Produk merupakan sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memenuhi
kebutuhan yang diinginkan. (Kotler 2009:48), Produk yang dimaksud dalam objek
wisata bukan hanya berupa ojek fisik, melainkan juga mencakup tentang jasa,
tempat dan organisasi. Di Pantai Padang, wisatawan disuguhkan dengan
keindahan pantai Selain itu juga sarana dan prasarana yang memadai, serta
keamanan dari lingkungan masyarakat sekitar. Hal ini akan mendorong wisatawan
untuk berkunjung dan menikmati rekreasi alam di Pantai Padang
Setelah memahami betul apa yang ditawarkan dalam sebuah objek wisata
tersebut, barulah wisatawan membutuhkan informasi tentang harga yang harus
dikeluarkan untuk menikmati dan berkunjung ke objek wisata tersebut. Harga juga
menjadi faktor pertimbangan bagi wisatawan. Karena Indonesia memiliki banyak
sekali objek wisata, maka strategi yang dilakukan adalah membuat harga
perjalanan ke objek wisata tersebut.
2
Penelitian ini membatasi kawasan objek wisata yang diteliti yaitu Pantai
Padang dengan menggunakan beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan
berkunjung ke Pantai Padang, yaitu bauran pemasaran jasa (7P).
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh produk terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang?
2. Bagaimanakah pengaruh harga terhadap keputusan berkunjung pada objek
wisata Pantai Padang?
3. Bagaimanakah pengaruh tempat terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang?
4. Bagaimanakah pengaruh promosi terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang?
5. Bagaimanakah pengaruh orang terhadap keputusan berkunjung pada objek
wisata Pantai Padang?
6. Bagaimanakah pengaruh proses terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang?
7. Bagaimanakah pengaruh sarana fisik terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang?
KAJIAN LITERATUR
Keputusan Konsumen
Keputusan untuk membeli yang diambil oleh konsumen sebenarnya
merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan. Schiffman dan Kanuk (2007:485)
mendefenisikan bahwa keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan alternatif
atau lebih. Dengan kata lain, pilihan alternatif harus tersedia bagi seseorang ketika
mengambil keputusan.
Setiadi (2003:332) mengatakan pengambilan keputusan konsumen adalah
proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi
dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari
proses pengintegrasian ini ialah suatu pilihan (choice) yang disajikan secara
kognitif sebagai keinginan berperilaku.
Dari kedua defenisi tersebut, maka dapat dipahami bahwa keputusan
pembelian merupakan kesimpulan terbaik individu konsumen untuk melakukan
pembelian terhadap suatu produk dengan melalui tahap dari proses keputusan
pembelian yaitu mengenali masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian dan tingkah laku pasca pembelian.
3
Secara rinci proses pengambilan keputusan pembelian tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut (Setiadi, 2003:15-17) :
1. Pengenalan Masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah
kebutuhan..
2. Pencarian Informasi
Seseorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk
mencari informasi lebih banyak.
3. Evaluasi Alternatif
Bagaimana konsumen dalam memproses informasi tentang pilihan produk
atau jasa dan membuat penilaian untuk membuat keputusan akhir.
4. Keputusan Membeli
Pada tahap evaluasi,konsumen membentuk preferensi terhadap merek-
merek yang terdapat pada perangkat pilihan.
5. Perilaku Pascapembelian
Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan konsumen akan
mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu.
.
Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Menurut Kotler dan Keller (2009:178) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen yaitu rangsangan pemasaran yang
terdiri dari produk dan jasa, harga, distribusi dan komunikasi, kemudian
rangsangan lain berupa ekonomi, tekonologi, politik dan budaya, selanjutya
dipengaruhi psikologi konsumen yang dilihat dari motivasi, persepsi,
pembelajaran dan memori serta karakteristik konsumen yang dilihat dari faktor
budaya, sosial, pribadi dan psikologis dan proses pengambilan keputusan
pembelian yang menimbulkan keputusan pembelian tertentu yang terdiri dari
pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternartif, keputusan
pembelian, serta perilaku pasca pembelian.
Lebih lanjut Kotler dan Keller mengatakan (2009:166) faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku pembelian konsumen dapat diukur melalui : faktor
budaya, faktor sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen akan mendasari variasi hasil proses keputusan konsumen.
Namun untuk tiap produk atau jasa memiliki faktor-faktor yang berbeda pula
tergantung dari perilaku konsumennya.
Pemasaran Pariwisata
Pemasaran pariwisata (tourism marketing) adalah suatu sistim dan
koordinasi yang dilaksanakan sebagai suatu kebijakan bagi perusahaan-
perusahaan yang bergerak di bidang kepariwisataan, baik milik swasta maupun
pemerintah, dalam ruang lingkup lokal, regional, nasional dan internasional untuk
dapat mencapai kepuasan wisatawan dengan memperoleh keuntungan yang wajar
(Yoeti 1990:30).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran pariwisata
merupakan keseluruhan aktivitas yang diarahkan untuk memberikan informasi
kepada konsumen yang bertujuan untuk memuaskan keinginan wisatawan sebagai
4
konsumen. Untuk melaksanakan kegiatan ini perlu disusun suatu strategi
pemasaran yang diarahkan pada usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
wisatawan, khususnya pada target wisata yang akan dilayani.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mempengaruhi calon
wisatawan agar mau memanfaatkan produk pariwisata yang ditawarkan adalah
sebagai berikut:
1. Menawarkan produk pariwisata yang bernilai, yaitu memiliki keunggulan
kualitas dan pelayanan produknya (produck).
2. Menerapkan harga produk pariwisata yang wajar, dalam arti ada kesamaan
manfaat antara penjual dan pembeli (price).
3. Mengupayakan terjalinnya komunikasi dengan calon pembeli melalui
usaha promosi untuk meyakinkan akan manfaat dan kualitas produk
pariwisata yang ditawarkan kepada target pasar yang dilayani (promotion).
4. Menciptakan model saluran distribusi penjualan produk pariwisata yang
mampu menjamin ketersediaannya dalam berbagai situasi (distribution).
5
3. Aksesibilitas adalah tempatnya tidak terlalu jauh, tersedia transportasi ke
lokasi, murah, aman, dan nyaman.
4. Tourist organization untuk menyusun kerangka pengembangan pariwisata,
mengatur industri pariwisata dan mempromosikan daerah sehingga dikenal
banyak orang.
Pendapat lain diungkapkan oleh Mason dalam Poerwanto, (2004:79) untuk
mendukung teori Middleton tentang komponen produk wisata bahwa komponen
produk wisata tetap berdasarkan atas tiga komponen utama yaitu attraction (daya
tarik), fasilitas wisata (amenities) dan aksesibilitas. Pada hakikatnya produk
wisata ialah keseluruhan rangkaian dari sesuatu yang tidak nyata, hanya bisa
diperoleh dan dirasakan, Sehingga bentuk dari produk wisata itu sendiri pada
hakekatnya adalah tidak nyata, karena dalam suatu rangkaian perjalanan terdapat
berbagai macam unsur yang saling melengkapi, tergantung pada jenis perjalanan
tersebut sifatnya bagaimana.
Pariwisata adalah jasa. Kegiatan-kegiatan pemasaran jasa yang mencakup
dalam marketing mix ini perlu dikembangkan. Dalam memahami produk
pariwisata diperlukan pemahaman mengenai konsep produk sebagai elemen kunci
dalam bauran pemasaran. Produk adalah sesuatu yang ditawarkan ke suatu pasar
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan yang meliputi barang phisik, jasa,
pengalaman, peristiwa, orang, property, organisasi dan gagasan (Kotler, Keller
2011). Dari pengertian pariwisata, produk pariwisata secara universal adalah
dapat berbentuk kawasan objek wisata atau tempat tujuan wisata dan sarana
menunjang lainnya seperti produk- produk kerajinan dan makanan khas daerah.
Maksud dari menunjang disini adalah dalam memperlancar atau menyenangkan
konsumen pariwisata.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan agar pemasaran pariwisata lebih berhasil
yaitu pertama perlu diciptakan product instrument yang berguna untuk
memudahkan wisatawan berkunjung sangat dianjurkan untuk menawarkan paket
wisata. Kedua, perlu adanya perantara product intermediary seperti tour operator
dan ketiga, menggunakan promotion instrument dengan brosur, leaflet, booklet
serta iklan.
Bauran Pemasaran Jasa
Menurut Kotler & Amstrong (2005:48) pada dasarnya bauran pemasaran
adalah kumpulan alat pemasaran terkendali yang memadukan perusahaan untuk
menghasilkan respon yang diinginkan di pasar sasaran. Sedangkan menurut
Schiffman & Kanuk (2007:7) bauran pemasaran merupakan pelayanan dan
penyediaan produk dari perusahaan untuk konsumen dengan pilihan-pilihan
metode dan alat untuk menghasilkan kepuasan kepada konsumen.
Menurut Kotler & Amstrong (2006:72) bauran pemasaran terdiri atas segala
sesuatu yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan
produknya. Kemungkinan-kemungkinan itu dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok variabel yang dikenal dengan 4P yaitu product, price, place, dan
promotion. Selain 4P, menurut Tjiptono (2008:145) perlu ada tambahan 3P yang
diperhatikan perusahaan untuk melakukan diferensiasi kompetitif dalam
penyampaian jasa yaitu people, physical evidence, dan process.
6
Hipotesis
H1 Produk berpengaruh positif terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang
H2 Harga berpengaruh positif terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang
H3 Tempat berpengaruh positif terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang
H4 Promosi berpengaruh positif terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang
H5 Orang berpengaruh positif terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang
H6 Proses berpengaruh positif terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata Pantai Padang
H7 Sarana fisik berpengaruh positif terhadap keputusan berkunjung
pada objek wisata Pantai Padang
METODE PENELITIAN
= 138.2976
7
menjadi sampel dari populasi diatas adalah wisatawan yang pernah berkunjung
dan sedang berkunjung di pantai Padang dengan kriteria berumur > 17 tahun.
Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer. Data primer merupakan
data yang penulis dapatkan langsung dari para wisatawan yang pernah berkunjung
dan sedang berkunjung di pantai Padang. Data dan informasi yang penulis
gunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber pada penyebaran
kuesioner yang penulis sebarkan kepada 138 orang wisatawan yang pernah
berkunjung dan sedang berkunjung di Padang.
8
barang/jasa yang ditawarkan. Adapun indikator yang digunakan Tjiptono
dan Chandra (2005:135) menyatakan bahwa tempat dapat dilihat dari:
- Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana
transportasi umum.
- Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas
dari jarak pandang normal.
- Lalu-lintas (traffic), menyangkut dua pertimbangan utama yaitu
banyaknya orang yang lalu-lalang bisa memberikan peluang besar
terhadap terjadinya kunjungan wisata yang tidak terencana
- Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang
ditawarkan. Sebagai contoh, warung makan berdekatan dengan daerah
pondokan.
- Kompetisi, yaitu lokasi pesaing.
- Peraturan pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang objek wisata
berlokasi terlalu berdekatan dengan pemukiman penduduk atau tempat
ibadah.
d. Promosi (X4)
Promosi mengacu pada aktivitas objek wisata pantai Padang untuk
menginformasikan dan menampilkan produknya melalui berbagai media
secara lengkap agar konsumen lebih yakin dan mengingatkan untuk
mengunjungi kepada produk yang ditawarkan. Adapun indikator yang
digunaka menurut Kotler dan Keller (2009:24), faktor-faktor promosi yang
terdiri dari:
- Periklanan merupakan promosi yang dilakukan pemerintah melalui
radio, Koran dan surat kabar menarik sehingga wisatawan ingin
berlibur
- Promosi penjualan melalui travel agent dalam pembelian paket liburan
sehingga konsumen ingin berlibur.
e. Orang (X5)
Orang mengacu pada karyawan yang berperan dalam melakukan hubungan
atau interaksi dalam memberikan layanan kepada konsumen baik dari segi
keramahan, ketanggapan, kecepatan serta memperhatikan kebersihan objek
wisata pantai Padang yang dapat mempengaruhi persepsi pembelian yang
dilakukan konsumen. Adapun indikator yang digunakan menurut Hurriyati
(2005:62) yaitu:
- ServicePeople yaitu melalui pelayanan yang baik dari segi kesopanan,
kecepatan, penampilan yang rapi serta kebersihan dan kerapian.
f. Proses (X6)
Proses mengacu pada suatu cara yang dilakukan oleh pengelola pantai
Padang dalam melayani segala kebutuhan dan keinginan konsumen dalam
pembelian produk yang ditawarkan dimulai dari pemesanan hingga pada
pembayaran yang tidak membingungkan konsumen. Untuk mengukur
proses maka digunakan indikator Timpe (1998:290) :
- Keamanan yang terjamin selama konsumen berada di tempat wisata
-
9
g. Sarana Fisik (X7)
Sarana fisik mengacu pada fasilitas fisik yang dimiliki objek wisata pantai
Padang dalam memberikan pelayanan kepada konsumennya guna
mendapatkan produk . Adapun indikator yang digunakan Timpe
(1998:290) dan Hurriyari (2005:64):
- Layout dari objek wisata seperti penataan ruang ganti, tempat
penitipan barang.
- Facilitating product yang disediakan objek wisata pantai Atmosfer
dalam hal ini perkiraan gambaran cuaca pantai Padang demi
keamanan wisatawan.
Variabel Dependent (Y)
Keputusan berkunjung
Setiadi (2003:332) mengatakan pengambilan keputusan konsumen adalah
proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk
mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu
diantaranya. Adapun indikator yang digunakan adalah (Setiadi, 2003:14):
pengenalan masalah, pencarían informasi, evaluasi alternatif, keputusan
pembelian, perilaku pasca pembelian.
Metode analisa
Teknik analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif, uji validitas dan
reabilitas, uji asumsi klasik dan analisa regresi berganda.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Tabel 2 Hasil Regresi Linear Berganda
Variabel Konstanta Dan Koefisien Signifikan Keterangan
Terikat Variabel Bebas Regresi
Konstanta (a) 1.513 .030
Keputusan Produk (X1 ) .277 .044 H1 Diterima
Berkunjung Harga (X2 ) -.204 .368 H2 Ditolak
(Y) Tempat (X3 ) .324 .000 H3 Diterima
Promosi (X4 ) .026 .621 H4 Ditolak
Orang (X5 ) .035 .665 H5 Ditolak
Proses (X6 ) .190 .306 H6 Ditolak
Sarana fisik (X7 ) .352 .043 H7 Diterima
F 4.498 .000a -
R Square .261 -
Dari data diatas dapat dibuat persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut:
Y = 1.513 + 0.277 X1– 0.204 X2 + 0.324 X3 + 0.026 X4 + 0.035 X5 +
0.190 X6 + 0.352 X7
12
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap keputusan berkunjung pada
objek wisata pantai Padang
Berdasarkan pengujian hipotesis ketiga terlihat variabel tempat memiliki
nilai koefisien regresi 0.324 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai
signifikansi 0,000 lebih kecil dari alpha 0.05 maka keputusannya H3 diterima.
Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel tempat berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan berkunjung wisatawan pada objek wisata Padang
Berdasarkan pengujian hipotesis keempat terlihat bahwa variabel promosi
memiliki nilai koefisien regresi 0.026 dan nilai signifikansi sebesar 0,621 tahapan
pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat kesalahan sebesar 5% (0,05)
dengan demikian terlihat bahwa nilai signifikansi 0,621 lebih besar dari alpha 0,05
maka keputusannya adalah H4 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel
promosi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan berkunjung
pada objek wisata pantai Padang
Berdasarkan pengujian hipotesis kelima terlihat bahwa variabel orang
memiliki nilai koefisien regresi 0.035 dan nilai signifikansi sebesar 0,665. Nilai
signifikansi 0,665 lebih besar dari alpha 0,05 maka keputusannya adalah H5
ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa orang berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap keputusan berkunjung pada objek wisata pantai Padang.
Berdasarkan pengujian hipotesis keenam proses terlihat bahwa variabel
proses memiliki nilai kofisien regresi 0.190 dan nilai signifikansi sebesar 0,306.
Dengan demikian terlihat bahwa nilai signifikansi 0,306 lebih besar dari alpha
0,05 maka keputusannya adala h H6 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa
variabel proses berpengaruh positif dan tidak siignifikan terhadap keputusan
berkunjung wisatawan pada objek wisata pantai Padang
Berdasarkan pengujian hipotesis ketujuh terlihat bahwa variabel sarana
fisik memiliki nilai koefisien regresi 0.352 dan signifikansi sebesar 0,043.
Dengan demikian terlihat bahwa nilai signifikansi 0,043 lebih kecil dari alpha
0,05 maka keputusannya adalah H7 diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa
sarana fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan wisatawan
berkunjung pada objek wisata pantai Padang.
Pembahasan
Pengaruh Produk Terhadap Keputusan Berkunjung
Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis pertama bahwa produk
berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan berkunjung pada objek
wisata pantai Padang. Dimana produk wisata merupakan suatu produk yang nyata,
produk ini merupakan suatu rangkaian jasa yang tidak hanya mempunyai segi-segi
yang bersifat ekonomis, tetapi juga yang bersifat sosial, psikologis dan alam,
walaupun produk wisata itu sendiri sebagian besar dipengaruhi oleh tingkah laku
ekonomi, dikemukakan oleh Suwantoro (2004:48).
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Purnamasari (2011),
Berdasarkan hasil penelitian Purnamasari ditemukan bahwa variabel Produk,
tempat, harga dan promosi berpengaruh signifikan dan berarah positif terhadap
Keputusan Wisatawan Asing untuk mengadakan kunjungan wisata ke Kota
Semarang. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Lita (2010) yang
13
membuktikan bahwa bauran pemasaran jasa meliputi produk, harga, promosi,
tempat, bukti fisik, proses dan personel berpengaruh secara simultan dan parsial
terhadap proses keputusan wisatawan mengunjungi objek wisata.
14
Pengaruh Promosi Terhadap Keputusan Berkunjung
Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis keempat ditemukan bahwa
promosi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan wisatawan
berkunjung pada objek wisata pantai Padang. Dimana Tjiptono (2008:219)
mengatakan pada hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran,
yang dimaksud komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha
menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk dan mengingatkan pasar
sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan
loyal pada produk yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Saputra (2011)
yang membuktikan bahwa secara simultan dan parsial variabel bauran pemasaran
yang teridri dari Produk (X1), Tempat (X2), Harga (X3) dan Promosi (X4)
berpengaruh terhadap keputusan wisatawan asing berlibur di Objek wisata
Gunung Bromo Jawa Timur.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Lita (2010)
meneliti tentang pengaruh implementasi bauran pemasaran jasa terhadap proses
keputusan wisatawan mengunjungi objek wisata di Kota Padang. Penelitian ini
membuktikan bahwa bauran pemasaran jasa meliputi produk, harga, promosi,
tempat, bukti fisik, proses dan personel berpengaruh secara simultan dan parsial
terhadap proses keputusan wisatawan mengunjungi objek wisata.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Purnamasari,
(2011) bahwa variabel Produk, tempat, harga dan promosi berpengaruh signifikan
dan berarah positif terhadap Keputusan Wisatawan Asing untuk mengadakan
kunjungan wisata ke Kota Semarang.
Pengaruh Orang Terhadap Keputusan Berkunjung
Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis kelima ditemukan bahwa
orang berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan berkunjung
pada objek wisata pantai Padang. Dimana menurut Zeithaml et all (2000:19)
orang adalah semua pelaku yang memainkan peranan dalam penyajian jasa
sehinga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen-elemen dari people adalah
pegawai perusahaan, konsumen dan konsumen lain dalam lingkungan jasa. Semua
sikap dan tindakan karyawan, bahkan cara berpakaian karyawan dan penampilan
karyawan mempunyai pengaruh terhadap persepsi konsumen atau keberhasilan
penyampaian jasa.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Lita (2010) yang
membuktikan bauran pemasaran jasa meliputi produk, harga, promosi, tempat,
bukti fisik, proses dan personel berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap
proses keputusan wisatawan mengunjungi objek wisata.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizka
(2013) yang membuktikan bahwa bauran pemasaran jasa yang terdiri dari
(product, price, place, promotion, peoploe, process,physical efidance, dan
customer service) berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Pengaruh Proses Terhadap Keputusan Berkunjung
Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis keenam ditemukan bahwa
proses berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan berkunjung
15
pada objek wisata pantai Padang. Dimana Lupiyoadi dan Hamdani (2009:76)
menyatakan bahwa proses merupakan gabungan semua aktivitas umumnya terdiri
dari prosedur, jadwal pekerjaan, aktivitas dan hal-hal rutin, di mana: jasa
dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Lita (2010)
meneliti tentang pengaruh implementasi bauran pemasaran jasa terhadap proses
keputusan wisatawan mengunjungi objek wisata di kota Padang. Penelitian ini
membuktikan bahwa bauran pemasaran jasa meliputi produk, harga, promosi,
tempat, bukti fisik, proses dan personel berpengaruh secara simultan dan parsial
terhadap proses keputusan wisatawan mengunjungi objek wisata. Penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizka (2013) yang meneliti
tentang pengaruh bauran pemasaran jasa terhadap keputusan pembelian (survai
pada pengunjung wisata Jatim park 2 untuk museum satwa kebun binatang, dan
wahana permainan. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa bauran pemasaran
jasa yang terdiri dari (product, price, place, promotion, peoploe, process,physical
efidance, dan customer service) berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Pengaruh Sarana Fisik Terhadap Keputusan Berkunjung
Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis ketujuh ditemukan bahwa
sarana fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan berkunjung
pada objek wisata pantai Padang. Dimana Hurriyati (2005:64) mengatakan sarana
fisik ini merupakan suatu hal yang secara nyata turut mempengaruhi keputusn
konsumen untuk membeli dan menggunakan produk jasa yang ditawarkan. Unsur-
unsur yang termasuk di dalam sarana fisik antara lain lingkungan fisik, dalam hal
ini bangunan fisik, peralatan, perlengkapan, logo, warna dan barang-barang
lainnya yang disatukan dengan service yang diberikan seperti tiket, sampul, label,
dan lain sebagainya.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Lita (2010) yang
membuktikan bahwa bauran pemasaran jasa meliputi produk, harga, promosi,
tempat, bukti fisik, proses dan personel berpengaruh secara simultan dan parsial
terhadap proses keputusan wisatawan mengunjungi objek wisata.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizka (2013)
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa bauran pemasaran jasa yang terdiri dari
(product, price, place, promotion, peoploe, process,physical efidance, dan
customer service) berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
16
3. Tempat berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan berkunjung
pada objek wisata pantai Padang.
4. Promosi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan
berkunjung pada objek wisata pantai Padang.
5. Orang berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan
berkunjung pada objek wisata pantai Padang.
6. Proses berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan
berkunjung pada objek wisata pantai Padang.
7. Sarana Fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
berkunjung pada objek wisata pantai Padang.
Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian maka ada beberapa saran
yang dapat diberikan :
1. Pihak Pemerintah agar melakukan pembenahan terhadap kawasan wisata
Pantai Padang dengan melakukan penataan, pemeliharaan serta peningkatan
sarana dan fasilitas di objek wisata Pantai Padang. Hal ini akan membuat
kawasan Pantai Padang nyaman dikunjungi wisatawan.
2. Pihak pemerintah agar melengkapi kawasan pantai Padang dengan arena
permainan pantai, seperti Banana Boat, Jet sky, perahu wisata, dan snorkeling.
3. Pihak Pemerintah agar melakukan penataaan tempat lokasi bagi pedagang
sepanjang kawasan pantai Padang dan melakukan penyuluhan, pelatihan
kepada pedagang yang mengenai kebersihan, keamanan dan kenyamanan
dalam berdagang.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti Nur dan Muhammad Edwar. 2013. Pengaruh bauran pemasaran jasa
Terhadap keputusan Mengunjungi objek wisata Maharani zoo dan goa
Lamongan (studi para pengunjung maharani zoo dan goa lamongan).
Jurnal Prodi Pendidikan Tata Niaga, Jurusan Pendidikan Ekonomi,
Fakultas Ekonomi, Unesa, Kampus Ketintang Surabaya.
BPS Propinsi Sumbar, Sumatera Barat Dalam Angka edisi 2010, kerjasama BPS
Propinsi sumbar dengan BAPPEDA Prop. Sumbar, Padang, 2010.
17
Henditasari, Rizka, Edy Yulianto dan Dahlan Fanani. 2013. Pengaruh Bauran
Pemasaran Jasa Terhadap Keputusan Pembelian (Survai pada Pengunjung
Wisata Jatim Park 2 untuk Museum Satwa, Kebun Binatang dan Wahan
Permainan).http://administrasibisnis.studentjournal.ub.id/index.php/jab/iss
ue/viem/14 vol 5 No 1 (2013).
Kotler, Philip & Armstrong, Gary. 2005. Principles Of Marketing (11th ed). New
Jersey: Prentice Hall.
Kotler, Philip, dan Kevin Lane Keller.2009. Manajemen Pemasaran, Edisi 13,
Jilid 1 & 2 Penerbit: Erlangga.
Santoso, Singgih.2001. Buku Latihan SPSS. Edisi Kedua. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
18
Setiadi, Nugroho J.2003. Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer Pada
Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen. Edisi Revisi, Cetakan ke-4.
Jakarta: Kencana.
Sumarwan, ujang. 2011. Prilaku konsumen. Edisi kedua. Bogor. Ghalia Indonesia.
Timpe, D.A (1998). Sari manajemen sumber daya manusia: produktivitas. Edisi 5.
Ali bahasa: dimas samudra. Jakarta: PT gramedia.
Zeithaml, V.A & Bitner, M.J. & Gremler, D.D.2007. Service Marketing. New
York: MCGraw-Hill/Irwin.
19
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI
NAGARI AIR BANGIS KABUPATEN PASAMAN BARAT
ABSTRACT
This research is analysis of the factors that affect the income of fishermen in Nagari Air
Bangis West Pasaman. This type of research using the primary data, the informants in this study were
fishermen who lived in Nagari Air Bangis West Pasaman. Data collection techniques used in this
research is by distributing questionnaires to the respondents. The data analysis technique is using the
testing instrument of data, descriptive analysis, a classic assumption test, multiple linear regression
model analysis and hypothesis testing. Based on the results of recent research by distributing
questionnaires are as follows: (1) there is significant influence between the price of the fish and the
fishermen's income, (2) there is significant between working capital and fishermen's income, (3) there
is significant between age and the income of fishermen, (4) there is significant between work
experience and fishing income.
tuanya di saat libur sekolah untuk menambah (Sumber: Kantor Wali Nagari Air Bangis,
belanjanya sendiri.Pendapatan nelayan juga 2011)
dipengaruhi oleh pengalaman kerja, dimana
Dari Tabel 1 dapat dilihat aktifitas
pengalaman kerja dapat dilihat dari lamanya
penduduk Nagari Air Bangis terbagi dalam
menjadi seorang nelayan.
berbagai macam sektor, yaitu: bidang
Berdasarkan uraian ringkasan latar perikanan/nelayan sebanyak 5.100 jiwa,
belakang dan beberapa hasil penelitian bidang pertanian/peternakan sebanyak 2.250
terdahulu, peneliti tertarik untuk membuat jiwa, perdagangan dan usaha jasa sebanyak
sebuah replikasi penelitian yang telah 110 jiwa, pegawai negeri sebanyak 230 jiwa,
dilakukan oleh Badrul Jamal (2014).Menurut dan pegawai swasta sebanyak 1.010 jiwa
pengamatan dan pandangan peneliti terhadap (Kantor Wali Nagari Air Bangis, 2011).
faktor modal, umur, curah jam kerja,
pengalaman kerja, harga jual dan hasil TINJAUAN PUSTAKA
tangkapan ikan mempengaruhi pendapatan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi pengetahuan serta keterampilan yang
Pendapatan dimilikinya (Manulang, 1984).
Menurut Samuelson (2005), harga
merupakan salah satu faktor yang akan METODE PENELITIAN
mendorong peningkatan pendapatan, hal Lokasi Penelitian
tersebut terjadi ketika mekanisme permintaan Lokasi yang dipilih sebagai tempat
dan penawaran terhadap sebuah komoditi penelitian terletak di Jorong Kampung Padang
meningkat, kondisi sebaliknya akan terjadi Utara dan Jorong Kampung Padang Selatan di
ketika permintaan terhadap sebuah komoditi Kenagarian Air Bangis Kecamatan Sungai
menurun. Beremas Kabupaten Pasaman Barat.
Modal kerja adalah modal yang
Populasi
digunakan oleh perusahaan sebagai biaya
Populasi merupakan kesatuan sejumlah
operasi perusahaan yang perputaran kasnya
atribut yang saling bekerja sama untuk
kurang sari satu tahun melalui hasil penjualan
mencapai satu tujuan. Jumlah populasi pada
produksinya. Menurut Case & Fair (2007)
penelitian ini sebanyak 5.100 populasi.Pada
dalam prinsip-prinsip ekonomi, menyebutkan
penelitian ini yang menjadi populasi adalah
bahwa modal adalah barang yang diproduksi
nelayan yang ada di Nagari Air Bangis
oleh sistem ekonomi yang digunakan sebagai
Kabupaten Pasaman Barat.
input untuk memproduksi barang dan jasa di
masa depan. Sampel
Menurut pandangan Payaman (1985), Untuk mempersempit ruang lingkup
peningkatan tingkat partisipasi kerja sejalan penelitian terlebih dahulu dilakukan
dengan bertambahnya umur, pada dasarnya pengambilan sampel.Sampel merupakan
dipengaruhi oleh dua hal.Pertama, semakin bagian dari populasi yang berjumlah 5.100
tinggi tingkat umur ,semakin tinggi proporsi dianggap mewakili.Pada penelitian ini yang
penduduk yang bersekolah. Kedua, semakin menjadi sampel adalah beberapa nelayan dari
tua seseorang tanggung jawabnya terhadap seluruh populasi nelayan.Peneliti mengambil
keluarga menjadi semakin besar.Untuk sejumlah 98 orang responden di Nagari Air
mencapai umur tua, tingkat partisipasi kerja Bangis Kecamatan Sungai Beremas.
turun kembali.Ini sesuai dengan kenyataan
Jenis dan Sumber Data
bahwa dalam umur tersebut banyak orang yang
Data yang digunakan dapat dikelompokkan
pensiun dan secara fisik sudah kurang mampu
menjadi dua jenis data yaitu sebagai berikut:
bekerja lagi.
a. Data Sekunder
Pengalaman kerja adalah tingkat
Merupakan data yang telah diolah atau
penguasaan pengetahuan serta keterampilan
dipublikasikan oleh berbagai pihak yang
seseorang dalam pekerjaannya yang dapat di
berkepentingan, bentuk data sekunder yang
ukur dari masa kerja dan dari tingkat
digunakan adalah data jumlah nelayan yang distribusi frekuensi dengan menggunakan
ada di Nagari Air Bangis di Kabupaten rumus Arikunto (2005) yaitu sebagai berikut:
Pasaman Barat yang diperoleh dari kantor
Mean
fi
Wali Nagari Air Bangis. n
b. Data Primer Keterangan:
Merupakan data yang dicari dan diolah Mean = Rata Rata Skor
fi
secara langsung oleh peneliti dan belum
= Frekuensi Total Skor Setiap
dipublikasikan oleh berbagai pihak yang
Pilihan Jawaban
berkepentingan.Data primer dicari dengan
n = Jumlah Observasi
menggunakan kuesioner kepada responden
Sedangkan mencari tingkat pencapaian
yang terpilih menjadi sampel didalam model
jawaban responden (TCR) digunakan rumus
penelitian ini.
berikut:
Metode Analisis Data Mean
TCR =
Analisis Regresi Linear Berganda 5
Dalam Penelitian ini peneliti Arikunto (2002:244)mengemukakan
mengguakan metode analisis regresi linear kriteria jawaban responden sebagai berikut :
berganda yaiitu untuk mengetahui arah a. Jika TCR berkisar antara 81%- 100,00%
pengaruh variabel independan terhadap = Sangat Baik
variabel dependen secara individual. Menurut b. Jika TCR berkisar antara 66% - 80,99%
Santoso (2003:117). Secara umum regresi = Baik
linear berganda dapat dirumuskan sebagai c. Jika TCR berkisar antara 56% - 65,99%
berikut: = Netral
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e d. Jika TCR berkisar antara 36% -55,99%
Keterangan: = Tidak Baik
Y = Pendapatan e. Jika TCR berkisar antara 0% -35,99%
X1 = Harga Ikan = Sangat Tidak Baik
X2 = Modal Kerja
X3 = Umur HASIL DAN PEMBAHASAN
X4 = Pengalaman Kerja Instrumen Pengujian Data
a = Konstanta 1. Uji Validitas
b = Koefisien Regresi a. Uji Validitas Harga ikan
e = Erorr Term Item pertanyaan yang digunakan untuk
Analisis Deskriptif mengukur Anti-image Correlation diatas atau
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis sama dengan 0,05, tidak satupun item
dengan menggunakan analisis kuantitatif pertanyaan yang tidak memenuhi syarat. Oleh
terlebih dahulu dilakukan perhitungan sebab itu, seluruh item pertanyaan yang valid
dapat terus digunakan kedalam pengolahan Berdasarkan hasil pengujian realibilitas,
data lebih lanjut. maka diperoleh hasil terlihat pada Tabel 2 di
b. Uji Validitas Modal kerja bawah ini :
Teridentifikasi2 item pertanyaan yang Tabel 2
digunakan untuk mengukur modal kerja Hasil Uji Reabilitas
Variabel Cronbach Cut Off Kesimpulan
memiliki Anti-image Correlation di atas atau Penelitian Alpha
sama dengan 0,05, tidak ada item pertanyaan Pendapatan 0,784 0,06 Reliable
Harga Ikan 0,672 0,06 Reliable
yang tidak memenuhi syarat. Oleh sebab itu
Modal Kerja 0,788 0,06 Reliable
tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat Umur 0,672 0,06 Reliable
segera dilaksanakan. Pengalaman 0,691 0,06 Reliable
Kerja
c. Uji Validitas Umur
Uji validitas umur dengan 4 item
Pada Tabel 2 terlihat bahwa seluruh
pertanyaan yang digunakan untuk mengukur
variabel penelitian yang digunakan di dalam
variabel umur adalah valid, masing-masing
penelitian ini telah memiliki nilai Cronbrach
item besar dari 0,05 dan tidak satupun item
Alpha di atas atau sama dengan 0,06. Oleh
pertanyaan dieliminasi karena tidak memenuhi
sebab itu, seluruh variabel penelitian yang
syarat.
digunakan yaitu pendapatan, harga ikan, modal
d. Uji Validitas Pengalaman Kerja
kerja, umur, pengalaman kerja merupakan
teridentifikasi 3 item pertanyaan yang
variabel yang telah didukung oleh item
digunakan untuk mengukur variabel
pertanyaan yang handal, sehingga tahapan
pengalaman kerja adalah valid, masing-masing
pengolahan data lebih lanjut dapat segera
item pertanyaan tersebut telah memiliki Anti-
dilaksanakan.
Image Correlation item total coreelation di
atas atau sama dengan 0,05 yang tidak satupun
Analisis Deskriptif
item pertanyaan yang tidak memenuhi syarat.
a. Analisis Deskriptif Variabel Harga
e. Uji Validitas Pendapatan
Ikan
Sesuai dengan hasil pengujian
Variabel harga ikan dengan 2 item
teridentifikasi 2 item pertanyaan yang
pertanyaan, dimana item pertanyaan yang
digunakan untuk mengukur variabel
pertama dengan rata-rata skor 4,01 dan hasil
pendapatan adalah valid, masing-masing item
TCR 80,2%. Selanjutnya item pertanyaan
sama atau besar dari 0,05. Tidak satupun item
yang kedua dengan rata-rata skor 3,88 dengan
pertanyaan yang tidak memenuhi syarat oleh
TCR sebesar 77,6%, sedangkan hasil rata-rata
sebab itu tahapan pengolahan data lebih lanjut
skor akumulasi pada dua item ini adalah 3,94
dapat dilakukan.
dan TCR 78,9%, sehingga dapat disimpulkan
2. Uji Reabilitas bahwa nelayan memiliki harga ikan yang baik.
b. Analisis Deskriptif Variabel Modal dengan hasil rata-rata skor 4,90 dan TCR
Kerja 98,1%. Secara keseluruhan untuk mengukur
Dari hasil analisis dekriptif yang variabel pengalaman kerja akumulasi rata-rata
mempunyai 2 item pertanyaan terlihat dalam skor untuk seluruh indikator sebesar 3,96
menilai variabel modal kerja pada item dengan persentase TCR 79,3% sehingga dapat
pertanyaan yang pertama dengan rata-rata skor disimpulkan total variabel pengalaman kerja
2,97 dan TCR sebesar 59,4%, sedangkan rata- yang dimiliki nelayan adalah relatif baik.
rata skor pada pertanyaan yang kedua yaitu e. Analisis Deskriptif Variabel
sebesar 2,53 dengan persentase TCR sebesar Pendapatan
50,6%. Secara keseluruhan dua item Dalam mengukur variabel pendapatan
pertanyaan yang digunakan dalam mendukung nilai rata-rata skor pada item pertanyaan
variabel modal kerja dengan akumulasi rata- pertama adalah sebesar 3,63 dengan TCR
rata skor sebesar 2,75 dengan TCR sebesar 72,6% dan item kedua rata-rata skor sebesar
55,0% sehingga dapat disimpulkan bahwa 2,13 dengan persentase TCR sebesar 42,6%
modal kerja tidak baik. sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat
c. Analisis Deskriptif Variabel Umur variabel pendapatan di Nagari Air Bangis
Variabel umur dengan total skor adalah netral.
jawaban pada item pertanyaan yang pertama Pengujian Asumsi Klasik
rata-rata skor yang diberikan adalah 2,82 1. Uji Multikolinearitas
dengan TCR sebesar 56,4%. Selanjutnya rata- Model regresi yang baik seharusnya
rata skor pada item pertanyaan yang kedua tidak terjadi korelasi di antara variabel
adalah sebesar 4,17 dengan persentase TCR independen. Pengujian ada tidaknya gejala
83,4%. Secara keseluruhan 2 item pertanyaan multikolinearitas dilakukan dengan
yang diberikan untuk mengukur variabel umur memperhatikan nilai matriks korelasi yang
menghasilkan akumulasi rata-rata sebesar 3,49 dihasilkan pada saat pengolahan data serta
dengan persentase TCR mencapai 69,9% nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Tolerance-nya. Nilai VIF yang kurang dari 10
umur menunjukkan baik. dan Tolerance yang lebih dari 0,10 maka
menandakan bahwa tidak terjadi adanya gejala
d. Analisis Deskriptif Variabel multikolinearitas, sehingga dapat disimpulkan
Pengalaman Kerja bahwa model regresi tersebut tidak terkena
Total penelitian pada item pertanyaan multikolinearitas.
yang pertama dengan rata-rata skor 2,82 Tabel 3
dengan TCR sebesar 56,4%, sedangkan rata- Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Colinearity statistics
rata skor pada item pertanyaan yang kedua
Tolerance VIF
adalah sebesar 4,17 dengan persentase TCR Harga ikan 0,847 1,181
83,4% dan untuk item pertanyaan yang ketiga Modal kerja 0,841 1,189
Umur 0,831 1,204 Untuk melakukan pengujian
Pengalaman 0,855 1,169
heteroskedastisitas dilakukan dengan
kerja
menggunakan skala grafik atau scutterplot.
Dari hasil analisis diatas dapat diketahui Gambar 1
Uji Heteroskedastisitas
nilai Tolerance semua variabel independen
(harga ikan, modal kerja, umur, dan
pengalaman kerja) lebih dari 0,10 dan nilai
VIF kurang dari 10. Maka dapat disimpulkan
tidak terjadi multikolinearitas.
2. Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dilakukan
dengan menggunakan pengujian Durbin-
Watson (D-W). Berdasarkan hasil pengujian Dari hasil analisis gambar diatas dapat
autokorelasi yang telah dilakukan diperoleh diketahui bahwa titik-titik yang menyebar
ringkasan hasil terlihat pada Tabel 4 dibawah secara acak baik diatas maupun dibawah angka
Uji koefisien regresi (T-statistik) melihat tabel dengan tingkat kepercayaan 72 persen
pengaruh antara veriabel independen secara adalah 1,660 dapat dilihat t-hitung lebih kecil dari
individual terhadap variabel dependen pada t-tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak
Bangis Kabupaten Pasaman Barat. bahwa t-hitung lebih basar dari pada t-tabel yang
Harga ikan (X1) yaitu sebesar 4,368 berarti bahwa H0 ditolak dan Ha diterima
sementara t-tabel dengan tingkat kepercayaan 99 artinya pengalaman kerja tidak berpengaruh
persen adalah 1,660. Terlihat t-hitung lebih besar signifikan terhadap pendapatan nelayan di
dari t-tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima Nagari Air Bangis Kabupaten Pasaman Barat
yang berarti harga tidak berpengaruh yang tingkat kepercayaannya 95 persen.
berkurang karena tenaga untuk melaut penyuluhan kepada nelayan yang dibawah
semakin berkurang dengan tingkat umur untuk tidak bekerja sebagai nelayan
kepercayaan 72% dan variabel pengalaman dikarenakan usia dibawah umur diwajibkan
kerja berpengruh positif dengan tingkat belajar 12 tahun dan bagi yang lanjut usia
kepercayaan 95%. supaya tidak bekerja sebagai nelayan
2. Secara simultan (uji F) F-hitung sebesar karena tenaganya sudah lemah tidak
54,820, karena F-hitung lebih besar dari F- mampu lagi untuk melaut dan pemerintah
memberikan modal untuk bisa membuka Benardin dan C Russel., 2005.Organization
usaha lain. Behaviour.McGrawhill.
Irwin.
4. Pemerintah serta aparat terkait sebaiknya
memberikan pelajaran kepada nelayan Baridwan Z., 1992, intermediate Acounting,
bagaimana cara menangkap ikan yang baik Yogyakarta: BPFE.
dan menghasilkan ikan yang banyak, serta
Case, Karl E and Fair, Ray C., 2007, Prinsip-
memberikan penyuluhan kepada nelayan
prinsip Ekonomi Jilid 1,
dan masyarakat agar bisa menjaga
Edisi kedelapan, Erlangga:
kelestarian laut.
Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, Imam.,2011. Aplikasi Analisis
Agunggunanto, Yusuf Edy., 2011. Analisis Multivariate Dengan
Kemiskinan dan Pendapatan Program IBM SPSS 19.
Keluarga Nelayan Kasus di Universitas Dipoegoro.
Kecamatan Wedung
Heryansyah., Said Muhammad., dan Sofyan
Kabupaten Demak, Jawa
Syahnur., 2013. Analisis
Tengah, Indonesia,
Faktor-Faktor Yang
Universitas Diponegoro,
Mempengaruhi ProduksiS
Semarang.
Nelayan Di Kabupaten aceh
Aliminsyah., 2002, Kamus Istilah Akuntansi, Timur. Universitas Syiah
cv. Yrama Widya: Bandung. Kuala Banda Aceh.
Alek S,Nitisemito., 2008, Manajemen Ida Ayu Sukma Dewi., dan Surya Dewi
Personalia, Edisi Kedua, Rustariyuni., 2014. Analisis
Ghalia Indonesia. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pendapatan
Alozi, N. M, et al., 2010, Genetics In The 21st
Nelayan Buruh Di Sepanjang
Century: The Benefts dan
Muara Sungai Ijo Gading
Challenges Of Incorporating
Kabupaten Jembrana.
a Projct Based Genetics Unit
Universitas Udayana.
in Biology Classrooms.
“National Association Of Jamal, Badrul., 2014. Analisis Faktor-Faktor
Biology Teacher”. Yang mempengaruhi
Pendapatan Nelayan Pesisir
Arikunto, Suharsimi., 2002. Metodologi
Desa Klampis Kecamatan
Penelitian. PT. Rineka Cipta:
Klampis Kabupaten
Jakarta.
Bangkalan.
Lamia, Karof Alfentino., Faktor-Faktor Yang Suliyanto., 2011, “Perbedaan Pandangan
Mempengaruhi Tingkat Skala Linkert Sebagai Skala
Pendapatan Nelayan Ordinal atau Skala interval”.
Kecamatan Tumpaan, Prosiding Seminar Nasional
Kabupaten Minahasa Statistika Universitas Di
selatan.Journal EMBA Ponegoro. 2011.
Volume 1 Nomor 4
Desember 2013.
Email: Mandasatria8@yahoo.com,Erni_fh@yahoo.co.id1Firdaus@Bunghatta.co.id2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh modal, tinggkat pendidikan,jam kerja, lama
usaha, dan tingkat konsumsi terhadap pendapatan pekerja informal di Kota Padang. Jenis
penelitian ini adalah kualitatif menggunakan data primer pada tahun 2015 dengan teknik
analisi yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan bantuan software SPSS 18.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel modal dan jam kerja bernilai positif dan
berpangaruh signifikan terhadap pendapatan pekerja informal di Kota Padang, variabel tingkat
pendidikan bernilai negatif dan tidak signifikan terhadap pendapatan pekerja informal di
Kota Padang. Variabel lama usaha bernilai negatif tetapi berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan pekerja informal di Kota Padang. Variabel tingkat konsumsi bernilai positif tetapi
tidak signifikan terhadap pendapatan pekerja informal Kota Padang.
Kata Kunci : pendapatan, modal, tingkat pendidikan, jam kerja, lama usaha, tingkat konsumsi.
ABSTRACT
This study aims to look at the influence of capital, tinggkat education, hours of work, old
business, and the level of consumption to income informal workers in the city of Padang. The
research is a qualitative use primary data in 2015 with the analysis technique used is multiple
linear regression with SPSS 18. The results of this study indicate that the variable capital and
working hours is positive and significantly influential to earnings of informal workers in the
city of Padang, variable level of education is negative and not significant to the income of
informal workers in the city of Padang. Old variable effort is negative but significant effect on
the income of informal workers in the city of Padang. Variable consumption rate is positive
but not significant to the income informal workers Padang.
Keywords: income, capital, education level, work hours, long effort, the level of consumption.
LATAR BELAKANG mempunyai kemampuan untuk bersaing.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi Dampaknya mereka memilih pekerjaan yang
pada saat ini menyebabkan ketidak biasa atau bisa dikatakan seadanya yakni
seimbangan antara pencari kerja dengan dengan membuka sektor informal yang
ketersediaan lapangan kerja yang memadai mereka nilai mampu untuk menghidupi
baik di desa ataupun di kota. Hal ini juga keluarganya dan tidak membutuhkan
diperparah karena tidak adanya pemerataan keterampilan serta pendidikan yang tinggi
pembangunan antara daerah perkotaan dan (Sethuraman, 1981).
pedesaan, sehingga menyebabkan terjadinya Perkembangan sektor informal di
migrasi masyarakat pedesaan ke daerah Kota Padang khusunya pedagang kaki lima
perkotaan hanya untuk mencari pekerjaan (PKL) terus meningkat, dikarenakan
yang lebih layak dan dinilai cukup untuk banyaknya pekerja di sektor formal yang di
menghidupi keluarga mereka. Sektor PHK dan derasnya arus penduduk ke wilayah
informal mempunyai peranan yang penting perkotaan serta besarnya angkatan kerja yang
dalam mengurangi tingkat pengangguran, tidak terserap dalam dunia kerja, telah
karena pelaku sektor informal menciptakan memberikan dampak negatif, menyebabkan
lapangan kerja sendiri dan memiliki mereka masuk ke sektor informal yang tidak
pendapatan yang cukup untuk menghidupi memerlukan persyaratan khusus dan yang
semua tanggungan mereka. penting bagaimana mereka bisa bertahan
Pelaku sektor informal cenderung hidup.
mendapatkan perlakuan yang tidak pantas Keberadaan pekerja sektor informal
dari petugas penertiban kota pemerintah di Kota Padang kebanyakan berada di daerah
sekitar. Sektor informal dianggap banyak pasar-pasar yang ada di Kota Padang, karena
mengundang masalah terhadap banyaknya terdapat para pembeli yang mau
perkembangan keindahan kota dan menjadi singgah ketika mau pulang kerja atau karena
penyebab kemacetan di jalan, dari hal inilah akses yang berada di tepi jalan.
pemerintah kota membatasi ruang gerak Berikut ini adalah tabel data jumlah
pelaku sektor informal . (PKL) yang terdapat di Pasar-pasar yang ada
di Kota Padang tahun 2014.
Pertumbuhan sektor informal dari
hari kehari semakin pesat, hal ini disebabkan
karena perpindahan penduduk dari desa ke
kota yang tidak diimbangi dengan
keterampilan yang memadai, serta tingkat
pendidikan yang mereka miliki masih rendah,
sehingga menyebabkan mereka tidak mampu
untuk bersaing di sektor formal yang
Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Pedagang Kaki TINJAUAN PUSTAKA
Lima Di Pasar-Pasar Kota Padang Tahun Sektor Informal
2014 Istilah sektor informal pertama kali
Wilayah Jumlah PKL dikemukakan oleh Keith Hart yang
(Orang)
berkebangsaan Inggris, dalam tulisannya
Pasar Raya 1.681
Pasar Belimbing 2.93 yang diterbitkan tahun 1971, setelah
Pasar Bandar Buat 2.91 melakukan penelitian kegiatan penduduk di
Pasar Lubuk Buaya 1.53
kota Accra dan Nima, Ghana. Istilah
Pasar Tanah Kongsi 75
Pasar Simpang Haru 48 tersebut digunakan untuk menjelaskan
Pasar Alai 41
sejumlah aktivitas tenaga kerja yang berada
Pasar Siteba -
Jumlah 2.582
diluar pasar tenaga kerja formal yang
terorganisir. Dikatakan “di luar pasar” karena
Berdasarkan tabel 1.1 dijelaskan sektor ini termasuk kelompok yang tidak
bahwa perkembangan PKL di Kota Padang permanen atau tidak ada jaminan tentang
pada tahun 2014 memang terpusat di Pasar keberlangsungan pekerjaan yang dimilikinya.
Raya Padang sebesar 1681 orang PKL, Jan Bremen (dalam Manning dan
karena pasarraya padang merupakan pasar Effendi, 1996) memperjelas pengertian
induk di Sumatra Barat, di Pasar Raya sektor informal dengan menyatakan bahwa
Padang terdapat 18 wilayah bagian pasar dan sektor informal menunjukkan fenomena
disetiap wilayah bagian tersebut terdapat perbedaan dua kegiatan yang mempunyai
banyak jumlah PKL yang ada. ciri-ciri yang berlawanan. Penelitian sektor
Selanjutnya perkembangan jumlah informal sebelumnya di Indonesia sudah di
PKL di Kota Padang juga terdapat di Pasar lakukan oleh Hans Dieter-Evers, yang
Belimbing sebesar 293 orang PKL. Pasar menggambarkan sektor ini sebagai sektor
Bandar Buat 291 orang PKL, Pasar Lubuk ekonomi bayangan. Sektor bayangan sendiri
Buaya 153 orang PKL, Pasar Tanah Kongsi di gambarkan sebagai kegiatan ekonomi yang
75 orang PKL, Pasar Simpang Haru 48 orang tidak mengikuti aturan-aturan pemerintah..
dan Pasar Alai 41 orang PKL. Jadi jumlah Pendapatan merupakan uang yang diterima
keseluruhan PKL di Kota Padang menurut oleh seseorang dan perusahaan dalam bentuk
data Dinas Pasar Kota Padang sebesar 2.582 gaji (wages), upah (salaries), sewa (rent),
orang. Untuk Pasar Siteba data yang jumlah bunga (interest), laba (profit), dan sebagainya,
PKL belum tersedia karena ada sedikit bersama sama dengan tunjangan
kesalahan teknis yang terjadi antara pengangguran, uang pensiun dan lain
Pengelola Pasar dengan Dinas Pasar yang sebagianya (Collin 1994)
mengakibatkan datanya untuk saat ini belum Modal merupakan kontribusi dari
tersedia. investasi dalam bentuk uang maupun modal
fisik (pabrik, kantor, mesin, peralatan,) dan
kontribusi dari modal manusia ( human dirinya sendiri untuk memiliki ekonomi yang
capital) yaitu pendidikan umum, pelatiahan lebih layak, dari kehidupan sebelumnya.
khusus dalam kegiatan produksi. Modal Menurut Michael (2001) konsumsi
adalah salah satu dari tiga faktor produksi ( dapat diartikan sebagai berikut: Konsumsi
Factors of production) utama disamping adalah semua penggunaan barang dan jasa
tenaga kerja (labor) dan sumber daya alam yang dilakukan manusia untuk memenuhi
(natural resource). Modal fisik (dan manusia) kebutuhan hidupnya. Barang dan jasa yang
memberikan kontribusi yang berarti dalam digunakan dalam proses produksi tidak
pertumbuhan ekonomi (economic growth). termasuk konsumsi, karena barang danjasa
(collin, 1994) itu tidak digunakan untuk memenuhi
. Tingkat upah atau pendapatan yang kebutuhan hidup manusia. Barang dan jasa
di peroleh oleh pelaku sektor informal sangat dalam proses produksi ini digunakan untuk
di pengaruhi oleh jumlah jam kerja dan memproduksi barang lain.
jumlah barang yang di hasilkan, METODE PENELITIAN
sehingga yang mempengaruhi pendapatan Populasi
pelaku sektor informal adalah modal dan Populasi merupakan jumlah seluruh
jumlah jam kerja. objek yang ditulis, diamati atau
Lama usaha akan menentukan keterampilan diwawancarai, dimana akan menarik suatu
dalam melaksanakan suatu tugas tertentu. kesimpulan dari objek tersebut sesuai dengan
Lama Usaha dan pengalaman setiap individu tujuan penelitian (Abdurrahmat Fathoni,
dapat berdampak positif terhadap kemampuan 2006). Adapun yang akan menjadi populasi
kerja seseorang. Pengalaman memunculkan adalah PKL yang berumur 15 tahun ke atas
suatu struktur pengetahuan, terdiri atas suatu yang berada di pasar-pasar di Kota Padang
sistem dari pengetahuan yang skematis dan sesuai dengan data dari Dinas Pasar Kota
abstrak, yang diperoleh dalam memori yang Padang pada tahun 2014 adalah sebesar
lama. Selanjutnya (Murtanto dan Gudono, 2.582 orang populasi.
1999) Sampel
Pendikan pada saat ini sudah bisa di Sampel merupakan sebagian unit
katakan kebutuhan pokok bagi setiap populasi. Dalam penelitian ini tektik
individu, agar individu tersebut memiliki pengambilan sampel adalah ditarik secara
kemampuan intelektual yang mencukupi proporsional (proportional random
untuk bersaing dalam dunia kerja. Melalui sampling) yaitu tekni pengambilan sampel
pendidikan setiap individu akan mendapatkan yang dilakukan dengan menyeleksi setiap
berbagai ilmu serta kesempatan yang tidak unit sampling sesuai dengan ukuran atau
akan mereka dapatkan di luar dunia prporsi unit sampling. Untuk menetukan
pendidikan. Pendidikan setiap individu yang besar sampel digunakan rumus Slovin (uma,
mereka dapatkan memberi kesempatan pada 2006) sebagai berikut :
n= 3.5.1 Analisis Deskriptif
( )
Analisis Deskriptif bermaksuk untuk
Dimana :
menggambarkan karakteristik masing-masing
n = ukuran sampel
variabel penelitian. Proses pengolahan data
N = ukuran populasi
yang telah didapat dari responden yaitu nilai
e = persentase kelonggaran
dengan pemberian skor, setelah pemberian
karena kesalahan pengambilan
skor kemudian data tersebut diolah dengan
sampel (10%)
menggunakan rumus persentase menurut
3.5 Model Analisis Data
Umar,2005
Untuk melihat pengaruh modal,
jumlah jam kerja, lama usaha, tingkat P= × 100%
+ß5 +μ Wo = Bobot
Meihendri2
ABSTRACT
Importance of improving audit quality is a guide and the demands of the users of
financial statements that have been audited by Public Accountant, hence to gain the trust of
the users of audited financial statements, of course, public accounting firm must maintain
and improve audit quality. Various cases both at national and international level describes
the opposite condition. The cases that occurred involving the management and the firm,
because the firm violated audit standards and violate applicable laws and regulations.
This study uses explanatory research. Data collection using the survey technique
with questionnaires distributed to the public accountant firms members of accountants
capital markets forum. The respondents were a partner or senior auditor. Before the data
are used to test the hypothesis, first tested the validity and reliability. Analysis of data to test
hypotheses using descriptive analysis Part Modeling Partial Least Square.
The results concluded that: independence auditor influential to quality audit and
influential the impact to continuity of public accounting firms.
Keywords: audit quality, independence of auditor, continuity of public accounting firms.
I.PENDAHULUAN
Aktivitas pemeriksaan (auditing) adalah, salah satu bentuk atestasi, atestasi merupakan suatu
bentuk penjaminan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan menerbitkan suatu laporan yang
menyangkut realibilitas dari suatu asersi yang disiapkan pihak lain (Arens et al. 2012:9).
Sukrisno Agoes (2012:2), juga menjelaskan bahwa atestasi merupakan komunikasi tertulis yang
menjelaskan suatu kesimpulan mengenai realibilitas dari asersi tertulis yang merupakan
tanggung jawab dari pihak lainnya, dan auditor (akuntan publik) memberikan jasa atestasi
mengenai kewajaran laporan keuangan sebuah entitas.
Dalam melaksanakan audit, auditor harus menjaga kualitas auditnya secara profesional, oleh
sebab itu pekerjaan audit harus berdasarkan pada standar auditing yang telah ditetapkan dan
disahkan, adapun standar auditing terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan
standar pelaporan (IAPI, 2011). Standar auditing merupakan acuan normatif bagi auditor dalam
menjalankan tanggung jawab profesionalnya yang handal, melalui pengaturan, pembinaan dan
pengawasan yang efektif dan berkesinambungan, serta dalam rangka melindungi kepentingan
umum (Arens et al. 2012: 15). Jasa akuntan publik diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan
1
Disajikan pada Seminar Nasional (SiNEMA2) Kerjasama Universitas Bung Hatta dengan Universitas Islam
Indonesia, Padang 27 Agustus 2015.
2
Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta Padang
Nomor: 423/KMK.06/2002, yang kemudian dirubah dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor: 359/KMK.06/2003, dan selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor: 17-PMK.01-2008, tanggal 5 Februari 2008, tentang Jasa Akuntan Publik.
Pentingnya kepatuhan terhadap penggunaan standar auditing, dan peraturan pemerintah yang
berkaitan dengan Jasa Akuntan Publik, merupakan hal mutlak yang harus dipatuhi oleh kantor
akuntan publik, akuntan publik dan cabang kantor akuntan publik dalam melaksanakan audit
laporan keuangan. Hal ini terungkap dari fakta bahwa pada tahun 2004 terdapat 3 (tiga) orang
akuntan publik, dan 3 (tiga) kantor akuntan publik yang dikenakan sanksi pembekuan dan
pencabutan izin akuntan publik. Sejak 11 Juni dan 20 Juni 2008 Menteri Keuangan,
membekukan izin 1 (satu) kantor akuntan publik, dan membekukan izin 1 (satu) orang akuntan
publik, pembekuan ini karena yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap standar
auditing dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan konsolidasi (Samsuar Said, 2008).
Selanjutnya, sejak awal September 2009, sebanyak 8 (delapan) akuntan publik dan Kantor
Akuntan Publik dibekukan, dua diantaranya karena belum mematuhi standar audit dalam
pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan, sedangkan yang lainnya karena sudah
melakukan pelanggaran berulang kali.
Data dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal Pusat Pembinaan
Akuntan dan Jasa Penilai menunjukkan bahwa, pada tahun 2010 terdapat 1 (satu) orang akuntan
publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin, karena belum mematuhi standar audit, 17 (tujuh
belas) akuntan publik yang dikenakan sanksi pencabutan izin, 3 (tiga) diantaranya karena sanksi,
sedangkan cabang kantor akuntan publik yang dikenakan sanksi pencabutan izin sebanyak 17
(tujuh belas) cabang KAP. Disamping pembekuan izin kantor akuntan publik, akuntan publik,
dan cabang kantor akuntan publik, selama tahun 2009 Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) telah memberikan sanksi-sanksi administratif kepada pelaku
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Total denda yang dikenakan
Bapepam-LK mencapai Rp.11.046 Miliar, dari jumlah tersebut terdapat 60 akuntan publik
dengan total denda sebesar Rp. 109.700.000,-.
Dari berbagai sanksi yang telah dijatuhkan pemerintah kepada kantor akuntan publik,
akuntan publik, dan cabang kantor akuntan, seperti yang dikemukakan di atas menunjukkan
betapa pentingnya peningkatan kualitas audit, agar profesi akuntan publik tetap mendapat
kepercayaan dari masyarakat. Penertiban yang telah dilakukan oleh pemerintah sebagaimana
yang di kemukakan di atas juga pernah menjadi perhatian serius dari Dewan Pengurus Nasional
Ikatan Akuntan Indonesia (DPN-IAI), seperti yang diungkapkan oleh Ahmadi Hadibroto (2006)
yang meminta dukungan pemerintah untuk menertibkan secara besar-besaran KAP yang nakal
dan tidak berkualitas. Selama ini, pengawasan IAI terhadap anggotanya hanya dilakukan dalam
skala kecil, akibatnya jumlah KAP yang dapat diperiksa setiap tahunnya sangat sedikit dan KAP
yang melakukan praktik secara tidak bermutu terus beroperasi.
Menurut Anwar Nasution (2007), pihaknya bakal membagi sedikit kewenangan memeriksa
keuangan negara buat KAP. Hanya saja, tidak semua kantor akuntan memiliki kredibilitas dan
kapabilitas yang diminta BPK, maka perlu ada langkah sertifikasi, dan salah satu materi yang
bakal dites adalah aturan audit sektor negara. Kenyataannya banyak KAP yang tidak mengerti
seluk beluk jenis pemeriksaan ini, contoh yang paling mudah adalah hasil audit laporan
keuangan PT. Kereta Api yang dilakukan kantor akuntan yang begitu buruk, oleh karena
itu,”Mereka harus paham betul aturan pemerintah”.
Kualitas audit dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya independensi akuntan
publik (Carmichael and Swieringa, 1968, Miller, 1992, Moore et al.2006, Offermanns et
al.2007). Beattie et al (1998) menemukan bahwa terdapat pengaruh persaingan harga berkenaan
dengan pasar audit eksternal dan terdapat tiga dimensi pokok yang tidak termasuk persaingan
harga, meliputi: kualitas audit, kualitas jasa selain audit (Non Audit Services/NAS), dan kualitas
hubungan kerja. Besarnya fee audit juga berpengaruh terhadap pilihan kantor akuntan publik
yang baru, secara rasional pilihan tidak berdasarkan besaran fee.
Secara operasional, pertanyaan utama mengenai kualitas audit adalah apakah kebijakan
tersebut akan lebih meningkatkan kinerja audit yang terbaik melalui pendeteksian atau
melaporkan kesalahan penyajian laporan keuangan, atau apakah pergantian auditor akan
menghasilkan kinerja audit.
Knechel et al (2007), menemukan bahwa terdapat indikasi berkurangnya independensi
auditor dalam pelaksanaan auditnya, dikarenakan lamanya perikatan kerja, lebih lanjut
Carmichael and Swieringa (1968) berpendapat bahwa, independensi merupakan kualitas
profesionalisme auditor, hal tersebut terdapat dalam sejarah konsep independensi sebagaimana
yang didokumentasikan oleh Younkins (1983) and Previts (1985), dan dalam melaksanakan audit
pada kliennya auditor harus memelihara independensinya. Kemudian Levitt (2000),juga
menyatakan bahwa independensi adalah sesuatu yang utama dari profesi akuntan, dan hal ini
sangat penting untuk kualitas pekerjaan auditor.
Selanjutnya dengan adanya audit yang berkualitas yang dilaksanakan oleh auditor akan
berdampak terhadap keberlanjutan kantor akuntan publik (Moroney and Carey, 2007, Kaziliunas,
2008, Yeh and Shen2010). Sweeney et al (2003) juga mengemukakan bahwa kantor akuntan
publik (audit firms) dihadapkan pada konflik kepentingan antara bisnis auditing dengan profesi
auditing, terkait dengan karakteristik adanya konflik antara biaya dengan kualitas. Hasil
penelitian Gunny. et al (2008) pada tahun 1988 tentang profesi akuntansi, dilakukan system peer
review sebagai respon terhadap kebangkrutan perusahaan dan kegagalan bank pada tahun 1970an
sampai awal tahun 1980an. Selama berlakunya system peer review banyak sekali skandal tingkat
tinggi awal tahun 2000an (antara lain; Enron, Wordcom, dsb), dan hasilnya, Sarbanes-Oxley Act
(SOX, 2002) membentuk Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) yang berfokus
untuk melindungi kepentingan publik dari rendahnya kualitas audit (Gunny. et al 2008).
Sehubungan dengan fenomena dan beberapa kajian yang telah dikemukakan dalam latar
belakang tersebut di atas, penelitian ini berusaha menggabungkan konsep pergantian auditor, dan
independensi auditor dalam pengaruhnya terhadap kualitas audit. Berdasarkan hal tersebut,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Independensi Auditor
terhadap Kualitas Audit dan Dampaknya Terhadap Kontinuitas Kantor Akuntan Publik”.
“the going concern assume that the entity will remain in operation for the foreseeable
future, accountants assume that the business will remain in operation for their intended
purpose, the going concern principle assume the business won’t close soon”.
Hipotesis :
1. Independensi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit.
2. Kualitas audit berpengaruh terhadap kontinuitas kantor akuntan publik.
III. PEMBAHASAN
Melalui perhitungan nilai-nilai koefisien jalur, besar pengaruh variabel independensi
auditor) terhadap kualitas audit dan pengaruh kualitas audit terhadap kontinuitas kantor akuntan
publik dengan hasil sebagai berikut.
Variabel independensi auditor memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas
audit, yaitu sebesar 22,7% dan sisanya sebesar 77,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
diteliti.
Berdasarkan pengujian hipotesis didapatkan fakta bahwa independensi auditor
berkontibusi besar terhadap kualitas audit, hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Levitt
(2000), menyatakan bahwa independensi adalah sesuatu yang utama dari profesi, hal ini
merupakan sesuatu yang sangat penting dari kualitas pekerjaan auditor.
Secara parsial dan langsung pergantian auditor memberikan kontribusi atau pengaruh
terhadap kualitas audit sebesar 9,6%. Kemudian pengaruh secara tidak langsung karena
hubungannya dengan independensi auditor sebesar 6,6%. Secara simultan pergantian auditor
memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 16,2% terhadap kualitas audit. Hasil penelitian
ini mendukung hasil penelitian Offermanns et al (2007) pergantian auditor merupakan hal yang
penting sebagai sebuah ide terbaik yang berpengaruh terhadap kualitas audit. Hal senada juga
dikemukakan oleh Knechel. W. Robert et al (2007) menemukan terdapat indikasi bahwa
berkurangnya independensi auditor dalam pelaksanaan auditnya, karena lamanya perikatan kerja.
Selanjutnya secara langsung independensi auditor memberikan kontribusi atau pengaruh
terhadap kualitas audit sebesar 22,7%. Selanjutnya secara langsung kualitas audit berpengaruh
signifikan terhadap kontinuitas kantor akuntan publik sebesar 20%, sedangkan 80% kontinuitas
kantor akuntan publik dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar yang diteliti.
Kemudian berdasarkan hasil pengujian dapat dilihat nilai thitung variabel kualitas audit
(4,052) lebih besar dari tkritis (1,96). Karena nilai thitung lebih besar dibanding tkritis, maka dengan
tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk menolak Ho sehingga Ha diterima. Jadi berdasarkan
hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa kualitas audit secara parsial berpengaruh terhadap
kontinuitas kantor akuntan publik pada kantor akuntan publik anggota Forum Akuntan Pasar
Modal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Robyn Moroney and
Peter Carey (2007) kualitas audit merupakan sesuatu yang sangat penting terutama setelah
kegagalan Enron pada tahun 2001 dan menimbulkan kekacauan dalam profesi auditing.
Kantor akuntan publik sebagai sebuah bentuk usaha harus dijalankan dengan model
bisnis agar dapat berkelanjutan sebagaimana yang dikemukakan oleh Gillan (2008)
“sustainability of the auditing profession ultimately rest upon the conduct of the auditing firms
themselves, their business model, governance, leadership, and especially their “tone at the top”-
all of which are inextricably linked to audit quality. Auditing firms can best protect themselves
from catastrophic liability by performing high quality and informative audits in compliance with
existing professional standards”.
Hasil penelitian ini juga senada dengan rekomendasi dari Advisory Committee on the
Auditing Profession-ACAP (2008), untuk keberlanjutan organisasi/badan usaha, termasuk kantor
akuntan publik, tentunya harus dapat menyediakan produk dan jasa yang berkualitas, dan hal
tersebut menjadi perhatian yang serius bagi profesi akuntansi terutama dalam bidang auditing
Advisory Committee on the Auditing Profession-ACAP (2008).
Audit yang berkualitas merupakan persyaratan utama untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap kualitas profesionalisme auditor, hal ini secara terus menerus perlu dijaga
dan ditingkatkan, apalagi memasuki pasar bebas asean, “kualitas” tidak bisa ditawar-tawar lagi.
I IV. KESIMPULAN
Independensi auditor terutama independensi dalam penampilan berpengaruh terhadap
kualitas audit, masalah terganggunya independensi auditor, diduga untuk mendapatkan dan
mempertahankan klien, KAP mengandalkan hubungan baik dengan manajemen.
Selanjutnya kualitas audit berpengaruh terhadap kontinuitas kantor akuntan publik,
masalah adanya pembekuan izin KAP, karena adanya pelanggaran terhadap standar audit,
maupun karena adanya pelanggaran peraturan yang berlaku.
REFERENSI
Advisory Committee On The Auditing Profession. 2008. Final Report of the Advisory
Committee on the Auditing Profession to the U.S. Department of the Treasury.
Alleyne, Alvin, Philmore., Devonish, Dwayne., Alleyne, Peter. 2006. Perceptions of Auditor
Independence in Barbados. Managerial Auditing Journal 21(6): pp. 621-635
Arel, Barbara, Brody, Richard G., and Pany, Kurt. 2005. Audit Firm Rotation and Audit
Quality, The CPA Journal
Arens, Alvin A., Elder, Randal J., and Beasley, Mark S. 2012. Auditing and Assurance
Services, An Integrated Approach. 14th edition Pearson Education, Inc. New Jersey.
Arens, Alvin A., Best, Peter., Shailer, Greg., Friedler, Brenton., Elder, Randal J., and
Beasley, Mark S. 2011. Auditing, Assurance Services & Ethics in Australia, An
Integrated Approach. 8th edition Pearson Australia.
Beattie, Vivien., and Fearnley, Stella. 1998. Auditor Changes and Tendering UK Interview
Evidence. Accounting, Auditing & Accountability Journal 11(1) pp 72-98.
Berita Pasar Modal. 2009. Bapepam Kenakan Sanksi Denda Rp.11,046 Miliar di tahun
2009. www.businessreview.co.id (15 Februari 2011)
Carcello, Joseph., Nagy, Albert L. 2004. Audit Firm Tenure and Fraudulent Financial
Reportting. Working Paper Seminar at Georgia State University, January 2004.
DeAngelo, Linda E. 1981. Auditor Size and Audit Quality, Journal of Accounting and
Economic (Desember 1981), pp.83-99.
Departemen Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga
Keuangan. 2008. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga
Keuangan No.: KEP-86/BL/2011, tentang, Independensi Akuntan Yang Memberikan
Jasa Di Pasar Modal.
---------------------------------------------------------, Badan Pengawas Pasar Modal Dan
Lembaga Keuangan. 2008. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan
Lembaga Keuangan No.: KEP-41/BL/2008, tentang, Pendaftaran Akuntan Yang
Melakukan Kegiatan Di Pasar Modal.
Duff, Angus.2004. Auditqual: Dimensions of Audit Quality. University of Paisley. Published
by: The Institute Chartered Accountants of Scotland. Edinburgh.
Francis, Jere R., and Yu, Michael D. 2007. The Effect of Big Four Size on Auditing Quality.
Presentation at the 2007 Annual Meeting of the American Accounting Association.
Gunny, Katherine., and Zhang, Tracey. 2008. PCAOB Inspection Reports and Audit Quality.
Research Paper Series, April 29, 2008. Leeds School of Business University of
Colorado at Boulder.
Hatfield, Richard C., Jackson, Scott B., and Vandervelde, Scott D. 2007. The Effects of
Auditor Rotation and Client Pressure on Proposed Audit Adjustments, Workshop,
October 2007 at The University of South Carolina.
Hendriksen, Eldon S., and Michael F van Breda. 1992. Accounting Theory. Chicago: Irwin.
Horngren, Charles T., Walter T.Harrison Jr., and M.Suzanne Oliver. 2012. Accounting. Ninth
Edition Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jerse.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). 2011. Standar Profesional Akuntan Publik,
Diterbitkan oleh Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Levitt, Chairman, Arthur. 2000. Renewing The Covenant With Investors, Speech by SEC
Chairman: U.S. Securities & Exchange Commission at Center for Law and Business
New York University May 10, 2000.
Meihendri, Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Kontinuitas Kantor Akuntan Publik Dalam
Menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean (Survey Pada Kantor Akuntan Publik
Anggota Forum Akuntan Pasar Modal). Disajikan pada Seminar Nasional Kerjasama
Universitas Bung Hatta dengan Universitas Islam Indonesia, Padang 16 Januari 2014
................ , Pengaruh Pergantian Auditor dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit.
Disajikan Pada Seminar Nasional Ekonomi dan Bisnis 2014, Bandung, 09 Oktober
2014,ISSN 2406-8942
Nogler, George E., 2008. Going Concern Modifications, CPA Firm size, and the Enron
Effect. Managerial Auditing Journal 23(1): pp. 51-67
Palmrose, Zoe-Vonna. 1988. An Analysis of Auditor Litigation and Audit Service Quality.
The Accounting Review,p.56.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia. 2008. No.:17/PMK.01/2008, tentang Jasa
Akuntan Publik.
Rajendran M., and Devadasan S.R. 2005. Quality Audits: Their Status, Prowess and Future
Focus. Managerial Auditing Journal 20(4): pp. 364-382
Sekaran, Uma.,and Bougie, Roger. 2010. Research Methods for Business, A Skill Building
Approach, John Wiley & Sons ltd. UK.
Sukrisno Agoes. 2012. Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik.
Edisi 4 Buku 1. Jakarta Penerbit Salemba Empat.
Suwardjono. 2006. Teori Akuntansi. Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga BPFE
Yogyakarta.
Sweeney, Breda., and Pierce, Bernard. 2003. A Qualitative Examination of Management
Control Systems in Large Audit Firms, Research Seminar Session 1, 2003. School of
Accounting, The University of NSW.
------------------------------------------------,. 2011. Audit Team Defence Mechanisms: Auditee
Influence. Accounting and Business Reseach.
Tempo interaktif, 13 April 2007. Izin Akuntan Publik Syafwan Dibekukan,
www.tempointeraktif.com, (15 Februari 2011).
………………..., 20 Juli 2008. Menteri Keuangan Kembali Bekukan Izin Kantor Akuntan
Publik. www.tempointeraktif.com, (15 Februari 2011).
Pengaruh Produk dan Harga Terhadap Keputusan Pemilihan Sekolah
Menengah Kejuruan : Peran Keluarga Sebagai Pemoderasi
1
Melifia Liantifa, Sefnedi, Ph.D, Lindawati, M.Si
1
Program Pascasarjana Magister Ilmu Manajemen Universitas Bung Hatta
email : liantifa@yahoo.com
ABSTRACT
Educational sector contributes important role to develop every country and region.
In order to win the competition, every educational business needs to develop their
understanding of consumer behavior in buying decision. Based on literature
review, it is found that the variables of product, price and family as determinants
of consumer buying decision. The purpose of this research was to investigate the
moderating effect of family on the relationship between product, price and buying
decision. The research population was all students which accounted for 130
students. In order to test hypotheses, this research conducted moderated regression
analysis. The results of analysis found that 1) Product, Price and Family positively
and significantly influenced consumer buying decision, 2) Family was found as
moderating variable and strengthened the relationship between product and
consumer buying decison, However, it did not moderate the relationship between
price and consumer buying decision. The research finding provide practical
contribution that in order to increase numbers of new student future, it is
recommended to enhancing their understanding of product, price and family.
Keywords : Product, Price, Family and Buying Decision
PENDAHULUAN
2012/2013 26 - 26 ( 46,94)
2013/2014 36 10 46 76,92
2014/2015 43 15 58 26,09
KAJIAN LITERATUR
Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif
pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat keputusan,
haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat
mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut
dilakukan (Schiffman dan Kanuk, 2008). Sementara Kotler dan Keller (2011)
proses keputusan pembelian konsumen melalui lima tahap, sebagai berikut :
Gambar 1. Proses Pembelian Konsumen
4
KERANGKA KONSEPTUAL
Penulis membuat model penelitian atau kerangka konseptual dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Konseptual
Produk (X1)
Keputusan
Pemilihan SMK
(Y)
Harga (X2)
Keluarga (M)
Hipotesis
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Humaniora Kerinci dari tahun ajaran 2012/2013 – 2014/2015
yang berjumlah 130 orang. Dengan jumlah populasi sebanyak 130 orang, maka
dalam penelitian ini peneliti memutuskan untuk menjadikan seluruh populasi
sebagai responden karena populasinya terhingga dan agar hasil penelitian lebih
akurat. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan metode sensus atau tidak
menggunakan sampel.
5
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan cara memberikan kuisioner berupa pernyataan yang diberikan langsung
kepada siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan Humaniora Kerinci.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji validitas
dan reliabilitas, uji asumsi klasik dan analisa regresi bertingkat dengan SPSS 19.0.
Tabel 2. Definisi Operasional Variabel
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Respons Rate dan Karakteristik Responden
Response rate dalam penelitian ini adalah 100% dimana dari 129
eksamplar kuesioner yang diedarkan semuanya kembali dengan teknik
penyebaran kuesioner drop and pick, dengan demikian jumlah kuesioner yang
diisi dengan lengkap dan digunakan sebagai data dalam analisis adalah 129
eksamplar. Adapun dari jumlah responden yang awalnya 130 orang menjadi 129
orang di karenakan saat penelitian 1 orang siswa tidak terdaftar lagi sebagai siswa
SMK Humaniora Kerinci karena pindah ke Pekanbaru.
Kebanyakan responden adalah laki-laki sebanyak 115 orang (89,1%)
dengan usia antara 15,1 – 20 tahun yaitu 126 orang (97,7%), responden berada
pada kelas X TSM yaitu 42 orang (32,6%), kelas XI TSM 36 orang (27,9%), kelas
XII TSM 26 orang (20,2%), kelas X MM 15 orang (11,6%), dan XI MM 10 orang
(7,8%). Temuan ini dapat diartikan bahwa program keahlian/jurusan yang paling
di minati pada SMK Humaniora Kerinci adalah TSM. Responden yang tinggal
bersama orang tua adalah 86 orang (66,7%) dengan orang tua bekerja di
Kabupaten Kerinci yakni 93 orang (72,1%), Sedangkan jenis pekerjaan orang tua
dari responden yang paling banyak adalah Petani 90 orang (69,8%) dengan
pendidikan kebanyakan SMP/Sederajat yakni 53 orang (41,1%).
Uji Validitas dan Reliabilitas
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan nilai corrected item-total
correlation lebih besar dari 0,30 (Maholtra, 1993) dan untuk mengetahui
reliabilitas masing-masing variabel penelitian yaitu digunakan nilai Cronbach’s
alpha minimal 0,70 (Sekaran, 2006).
Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian
No Variabel Jumlah Cronbach’s Keterangan
Item Alpha
8
dapat dilakukan dengan menggunakan tolerance dan variance inflation factor
(VIF) dengan ketentuan apabila tolerance mempunyai nilai lebih besar dari 0,10
dan VIF lebih kecil dari 10, maka tidak terjadi multikolonieritas. Variabel bebas
dalam penelitian ini dinyatakan bebas dari multikolonearitas. Hal ini terbukti
dengan didapatkannya nilai tolerance untuk semua variabel bebas lebih besar dari
0,10, dan nilai VIF lebih kecil dari 10.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan Uji Glejser. Uji Glejser ini dilakukan dengan cara meregres
variabel bebas terhadap nilai absolute residualnya, dengan ketentuan apabila nilai
signifikan lebih besar dari 0,05 berarti tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai signifikan
lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi adalah
baik atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan regresi bertingkat untuk mengetahui
peranan variabel keluarga dan motivasi sebagai variabel moderasi pada pengaruh
produk dan harga terhadap keputusan memilih SMK Humaniora Kerinci.
9
Hasil analisis diatas dapat dikemukakan persamaan regresi sebagai berikut :
(Model 3)
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dikemukakan beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut:
12
Keterbatasan
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Hatane dan Ritzky. (2013). Analisa Marketing Mix, Lingkungan Sosial,
Psikologi Terhadap Keputusan Pembelian Online Pakaian Wanita. Jurnal
Manajemen Pemasaran Petra Vol.1 No.2.
13
Isnani, P. (2013). Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian
Sepeda Motor Merek Honda Pada PT.Daya Anugrah Mandiri Cabang
Samarinda. e-Journal Ilmu Administrasi Bisnis, 1(4): 384-394.
Jilly, B. M. (2013). Promosi, Distribusi, Harga Pengaruhnya Terhadap Keputusan
Pembelian Rokok Surya Promild. Jurnal EMBA Vol.1 No.4 Hal 95-104
ISSN : 2303-1174.
Kotler, P dan Keller, K.L. (2011). Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Jakarta :
PT.Erlangga.
Maholtra, N.K. (1993). Riset Penelitian. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Maria, Asih dan Agung. (2013). Pengaruh Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Terhadap Keputusan Menggunakan Jasa Rawat Jalan Di Rumah Sakit
Bina Sehat Jember. Jurnal Aplikasi Manajemen Vol.11 No.3.
Purwati, Heri dan Rohmawati. (2012). Pengaruh Harga Dan Kualitas Produk
Terhadap Keputusan Pembelian Motor Honda Matic Beat (Studi Kasus
Pada PT.Nusantara Solar Sakti). Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi
(Jenius) Vol.2 No.3.
Rico dan Hatane. (2013). Analisa Pengaruh Motivasi, Persepsi, Sikap Konsumen
Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Daihatsu Xenia Di Sidoarjo. Jurnal
Manajemen Pemasaran Vol.1 No.1.
Schiffman, L dan Kanuk, L.L. (2008). Perilaku Konsumen. Edisi Ketujuh, Jakarta
: Indeks.
14
Sefnedi. (2013). Analisis Service Marketing-Mix Dan Pengaruhnya Terhadap
Keputusan Pemilihan Jasa Pendidikan Program Pascasarjana. e-Jurnal
Apresiasi Ekonomi Vol. 1 No.2.
Setyo dan Maya. (2012). Pengaruh Iklan Televisi Dan Harga Terhadap Keputusan
Pembelian Sabun Lux (Survei Pada Pengunjung Mega Bekasi Hypermall).
Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) Vol.3 No.1.
Soegeng, Tita dan Fatchurohmani. (2012). Peran Bauran Pemasaran Dan
Kelompok Acuan Terhadap Keputusan Memilih Laboratorium Rumah
Sakit Al Huda Genteng Banyuwangi. Jurnal Aplikasi Manajemen Vol.10
No.2.
15
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, PROFITABILITAS DAN KARAKTER
EKSEKUTIF TERHADAP TAX AVOIDANCE PADA PERUSAHAAN YANG
TERDAFTAR DI BEI
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of corporate governance, profitability and
executive character to the activity of tax avoidance in companies listed on the Indonesia Stock
Exchange in 2012-2014. The elements of corporate governance consists of a proportion of the
board of directors, audit quality and audit committee as well as the elements of profitability is
return on assets and the last variable is an executive character. The samples are property,
real estate, and building construction companies are listed on the Indonesia Stock Exchange
2012- 2014. The samples obtained 38 companies were selected by using purposive sampling.
Data analysis was performed by hypothesis testing is multiple regression. The results show
that the elements of corporate governance, namely the proportion of board of directors, audit
quality and audit committee did not significantly effect on activity of tax avoidance. While the
return on assets and executive character are significantly effect on activity of tax avoidance.
Keywords: corporate governance, the proportion of independent board, the quality audit,
the audit committee, profitability, return on assets, executive character
1
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
final sebesar 5 persen dikalikan Rp 6,1 itu sendiri. Dimana pimpinan perusahaan
milyar atau Rp 300 juta. Total kekurangan sebagai pengambil keputusan dan
pajak senilai Rp 900 juta. Jika developer kebijakan dalam perusahaan sebagai
ini menjual ratusan unit rumah mewah, pengambil keputusan dan kebijakan dalam
kerugian negara bisa mencapai puluhan perusahaan tentu memiliki karakter yang
milyar rupiah dari satu proyek perumahan berbeda-beda. Seorang pemimpin
(pajak.go.id). perusahaan bisa saja memiliki karakter risk
Corporate governance merupakan taker atau risk averse yang tercermin dari
tata kelola perusahaan yang menjelaskan besar kecilnya risiko perusahaan
hubungan antara berbagai partisipan dalam (Budiman, 2012). Pemimpin perusahaan
perusahaan yang menentukan arah kinerja yang bersifat risk taker akan cenderung
perusahaan. Banyaknya perusahaan yang lebih berani dalam mengambil keputusan
melakukan penghindaran pajak walaupun keputusan tersebut berisiko
membuktikan bahwa corporate tinggi. Selain itu pemilik karakter ini juga
governance belum sepenuhnya dilakukan tidak ragu dalam melakukan pembiayaan
oleh perusahaan-perusahaan publik yang berasal dari hutang untuk
Indonesia (Maharani, 2014). Proksi dari pertumbuhan perusahaan yang lebih cepat
corporate governance yang digunakan (Lewellen, 2003).
dalam penelitian ini adalah proporsi dewan
komisari independen, kualitas audit dan Rumusan Masalah
komite audit. Profitabilitas merupakan Berdasarkan latar belakang diatas
salah satu pengukuran bagi kinerja suatu maka pokok permasalahan dalam
perusahaan. Profitabilitas suatu perusahaan penelitian ini adalah:
menggambarkan kemampuan suatu 1. Apakah corporate governance yang
perusahaan dalam menghasilkan laba dilihat dari segi proporsi dewan
selama periode tertentu pada tingkat komisaris independen berpengaruh
penjualan, asset dan modal saham tertentu. terhadap tax avoidance?
Profitabilitas terdiri dari beberapa 2. Apakah corporate governance yang
rasio, salah satunya adala return on assets. dilihat dari segi kualitas audit
Return on Assets (ROA) adalah suatu berpengaruh terhadap tax avoidance?
indikator yang mencerminkan performa 3. Apakah corporate governance yang
keuangan perusahaan, semakin tingginya dilihat dari segi komite audit
nilai ROA yang mampu diraih oleh berpengaruh terhadap tax avoidance?
perusahaan maka performa keuangan 4. Apakah return on assets berpengaruh
perusahaan tersebut dapat dikategorikan terhadap tax avoidance?
baik. ROA dilihat dari laba bersih 5. Apakah karakter eksekutif berpengaruh
perusahaan dan pengenaan Pajak terhadap tax avoidance?
Penghasilan (PPh) untuk wajib pajak
badan. ROA adalah rasio keuntungan Tujuan Penelitian
bersih pajak yang juga berarti suatu ukuran Tujuan penulis melakukan
untuk menilai seberapa besar tingkat penelitian ini, yaitu:
pengembalian dari aset yang dimiliki 1. Untuk mengetahui pengaruh corporate
perusahaan. Perusahaan yang memperoleh governance yang dilihat dari segi
laba diasumsikan tidak melakukan tax proporsi dewan komisaris independen
avoidance karena mampu mengatur terhadap tax avoidance.
pendapatan dan pembayaran pajaknya 2. Untuk mengetahui pengaruh corporate
(Maharani, 2014). governance yang dilihat dari segi
Penghindaran pajak yang dilakukan kualitas audit terhadap tax avoidance.
perusahaan tentu saja melalui kebijakan
yang diambil oleh pemimpin perusahaan
2
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
3. Untuk mengetahui pengaruh corporate perusahaan, yaitu terdapatnya konflik
governance yang dilihat dari segi kepentingan dalam perusahaan.
komite audit terhadap tax avoidance. Meilinda (2013) menyatakan
4. Untuk mengetahui pengaruh return on bahwa masalah yang terjadi antara
assets terhadap tax avoidance. manajemen dan pemilik modal
5. Untuk mengetahui pengaruh karakter menyebabkan munculnya biaya. Dan
eksekutif terhadap tax avoidance. disinilah letak pentingnya corporate
governance. Jensen dan Meckling (1976)
LANDASAN TEORI dalam Meilinda (2013), menyatakan
Tax (Pajak) bahwa agency cost terdiri atas monitoring
Pajak merupakan salah satu sumber cost dan bonding cost. Bonding cost
penerimaan negara yang paling besar. merupakan agency cost yang ditanggung
Salah satu usaha untuk mewujudkan oleh direksi yang mencerminkan upaya
kemandirian suatu bangsa dan negara manajemen dalam menunjukkan kepada
dalam pembiayaan pembangunan yaitu shareholder bahwa mereka tidak akan
menggali sumber dana yang berasal dari menyalahgunakan wewenang yang
dalam negeri berupa pajak. Pajak diberikan (Lestari, 2007 dalam Meilinda,
digunakan untuk membiayai pembangunan 2013).
yang berguna bagi kepentingan bersama.
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Corporate Governance
P. J. A. Adriani dalam buku Waluyo Good corporate governance (GCG)
“Perpajakan Indonesia; Buku 1” yaitu: menurut Komite Nasional Kebijakan
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang Governance (KNKG) adalah salah satu
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate
wajib membayarnya menurut peraturan- governance berkaitan erat dengan
peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kepercayaan baik terhadap perusahaan
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, yang melaksanakannya maupun terhadap
dan yang gunanya adalah untuk membiayai iklim usaha yang kondusif (Sulistyanto,
pengeluaran-pengeluaran umum 2002 dalam Annisa, 2012). Menurut Desai
berhubung dengan tugas negara yang (2005), good corporate governance secara
menyelenggarakan pemerintahan. definitif merupakan sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan untuk
Tax Avoidance (Penghindaran Pajak) menciptakan nilai tambah (value added)
Hutagoal (2007) dalam Dewi (2014) untuk semua stockholder. Secara singkat,
menyebutkan bahwa tax avoidance yaitu ada empat komponen utama yang
upaya penghindaran pajak secara legal diperlukan dalam konsep good corporate
yang tidak melanggar peraturan perpajakan governance ini, yaitu fairness,
yang dilakukan wajib pajak dengan cara transparency, accountability, dan
berusaha mengurangi jumlah pajak responsibility.
terutangnya dengan mencari kelemahan
peraturan (loopholes). Proporsi Dewan Komisaris Independen
Komisaris independen didefinisikan
Agency Theory sebagai seorang yang tidak terafiliasi
Menurut Lukviarman (2006) dalam dalam segala hal dengan pemegang saham
Pranata (2014), Agency Theory merupakan pengendali, tidak memiliki hubungan
perspektif yang secara jelas afiliasi dengan dewan direksi atau dewan
menggambarkan masalah yang timbul komisaris serta tidak menjabat sebagai
dengan adanya pemisahan antara direktur pada suatu perusahaan yang
kepemilikan dan pengendalian terhadap terkait dengan perusahaan pemilik menurut
peraturan yang dikeluarkan oleh BEI,
3
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
jumlah komisaris independen proporsional menilai kemampuan perusahaan dalam
dengan jumlah saham yang dimiliki oleh mencari keuntungan. Rasio ini juga
pemegang saham yang tidak berperan memberikan ukuran tingkat efektifitas
sebagai pengendali dengan ketentuan manajemen suatu perusahaan.
jumlah komisaris independen sekurang-
kurangnya tiga puluh persen (30%) dari Return On Assets (ROA)
seluruh anggota komisaris, disamping hal Return on Assets (ROA) adalah
itu komisaris independen memahami suatu indikator yang mencerminkan
undang-undang dan peraturan tentang performa keuangan perusahaan, semakin
pasar modal serta diusulkan oleh tingginya nilai ROA yang mampu diraih
pemegang saham yang bukan merupakan oleh perusahaan maka performa keuangan
pemegang saham pengendali dalam Rapat perusahaan tersebut dapat dikategorikan
Umum Pemegang Saham (Pohan, 2008). baik. Perusahaan yang memperoleh laba
diasumsikan tidak melakukan tax
Kualitas Audit avoidance karena mampu mengatur
Kualitas audit adalah segala pendapatan dan pembayaran pajaknya
kemungkinan yang dapat terjadi saat (Maharani, 2014).
auditor mengaudit laporan keuangan klien
dan menemukan pelanggaran atau Karakter Eksekutif
kesalahan yang terjadi, dan melaporkannya Low (2006) menyebutkan bahwa,
dalam laporan keuangan auditan dalam menjalankan tugasnya sebagai
(Maharani, 2014). Laporan keuangan yang pimpinan perusahaan eksekutif memiliki
diaudit oleh auditor KAP The Big Four dua karakter yakni sebagai risk taker dan
menurut beberapa referensi dipercaya lebih risk averse. Eksekutif yang memiliki
berkualitas sehingga menampilkan nilai karakter risk taker adalah eksekutif yang
perusahaan yang sebenarnya, oleh karena lebih berani dalam mengambil keputusan
itu diduga perusahaan yang diaudit oleh bisnis dan biasanya memiliki dorongan
KAP The Big Four memiliki tingkat kuat untuk memiliki penghasilan, posisi,
kecurangan yang lebih rendah kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih
dibandingkan dengan perusahaan yang tinggi. Eksekutif yang memiliki karakter
diaudit oleh KAP non The Big Four risk taker tidak ragu-ragu untuk melakukan
(Annisa, 2012). pembiayaan dari hutang (Lewellen, 2003).
4
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
dewan komisaris independen efektif dalam H2 : Corporate Governance yang
pengcegahan penghindaran pajak. Dan dilihat dari kualitas audit
juga Pranata (2014) yang menyatakan berpengaruh terhadap tax
bahwa terdapat pengaruh antara proporsi avoidance.
dewan komisaris terhadap tax avoidance.
Tetapi, berbeda penelitian yang Pengaruh komite audit terhadap tax
dilakukan oleh Annisa (2012) yang avoidance
menyebutkan proporsi dewan komisaris Dalam penelitian Dewi (2014)
independen tidak berpengaruh terhadap tax menyebutkan bahwa semakin tinggi
avoidance, hal itu disebabkan dewan keberadaan komite audit dalam perusahaan
komisaris independen yang berasal dari akan meningkatkan kualitas good
luar perusahaan menuntut manajemen corporate governance di dalam
bekerja lebih efektif dalam pengawasan perusahaan, sehingga akan memperkecil
dan pengendalian pengelolaan perusahaan kemungkinan praktik penghindaran pajak
oleh direksi dan manajer, sehingga yang dilakukan.
keberadaan mereka tidak hanya simbol Berbeda dengan penelitian Prakosa
semata. (2014), komite audit yang merupakan
H1 : Corporate Governance yang bagian dari perseroan mempunyai tugas
dilihat dari proporsi dewan untuk melakukan pengawasan dan
komisaris berpengaruh terhadap pengevaluasian terhadap kinerja
tax avoidance. operasional perusahaan tidak berjalan
dengan baik.
Pengaruh kualitas audit terhadap tax H3 : Corporate Governance yang
avoidance dilihat dari komite audit
Menurut Annisa (2012), apabila berpengaruh terhadap tax
suatu perusahaan diaudit oleh KAP The avoidance.
Big Four akan sulit melakukan kebijakan
pajak agresitf. Sejalan dengan Maharani Pengaruh Return On Assets terhadap tax
(2014) dan Dewi (2014), kualitas audit avoidance
yang tinggi dapat mengurangi praktik Dalam penelitian Maharani (2014)
penghindaran pajak. Perusahaan yang menyebutkan bahwa perusahaan yang
diaudit oleh KAP The Big Four lebih memperoleh laba diasumsikan tidak
kompeten dan profesional dibandingkan melakukan tax avoidance karena mampu
dengan auditor yang termasuk dalam KAP mengatur pendapatan dan pembayaran
non The Big Four, sehingga memiliki pajaknya.
pengetahuan yang lebih banyak tentang Prakosa (2014) dalam penelitiannya
cara mendeteksi dan memanipulasi laporan juga menyebutkan bahwa jika ROA
keuangan yang mungkin dilakukan oleh mengalami peningkatan, maka
perusahaan. Oleh karena itu terdapat penghindaran pajak akan mengalami
pengaruh kualitas audit terhadap tax H4 : Return On Assets berpengaruh
avoidance. terhadap tax avoidance.
Berbeda dengan penelitian Pranata
(2014), kualitas audit tidak berpengaruh Pengaruh karakter eksekutif terhadap
terhadap tax avoidance sebab perusahaan tax avoidance
yang diaudit oleh KAP The Big Four Penelitian yang dilakukan oleh
belum tentu dapat mengurangi praktik Dyreng at al., (2010) menyebutkan bahwa
penghindaran pajak. pimpinan perusahaan (Executive) secara
individu memiliki peran yang signifikan
terhadap tingkat penghindaran pajak
perusahaan. Budiman (2012) dalam
5
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
penelitiannya berhasil membuktikan metode purposive sampling dengan kriteria
bahwa bahwa, semakin eksekutif bersifat sebagai berikut:
risk taker maka akan semakin tinggi 1. Perusahaan property, real estate, dan
tingkat penghindaran pajak. Hal ini building construction yang terdaftar di
menunjukkan bahwa risiko perusahaan Bursa Efek Indonesia selama tiga tahun
memiliki pengaruh signifikan terhadap tax yaitu tahun 2012-2014 dan tidak
avoidance. mengalami delisting selama periode
Sependapat dengan Maharani (2014) pengamatan.
dan Dewi (2014), eksekutif yang semakin 2. Perusahaan memuat dan
bersifat risk taker kemungkinan akan lebih mempublikasikan laporan keuangan
besar melakukan tindakan tax avoidance. yang berakhir tanggal 31 Desember
Tingkat risiko perusahaan yang besar periode 2012-2014.
mengindikasikan bahwa pimpinan 3. Perusahaan property, real estate, dan
perusahaan lebih bersifat risk taker yang building construction yang tidak
lebih berani mengambil risiko. mengalami rugi pada laba sebelum
H5 : Karakter Eksekutif berpengaruh pajak periode 2012-2014.
terhadap tax avoidance. 4. Perusahaan yang memiliki data
mengenai komisaris independen,
Kerangka Penelitian kualitas audit, dan komite audit yang
diperlukan untuk penelitian.
Corporate Governance
- Proporsi Dewan Jenis dan Sumber Data
Komisaris Independen Jenis data dalam penelitian ini yaitu
- Kualitas Audit data sekunder berupa laporan tahunan
- Komite Audit perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia selama tahun 2012-2014.
Sumber data diperoleh website resmi
Profitabilitas perusahaan dan website resmi Bursa Efek
TAX AVOIDANCE
Indonesia (www.idx.com).
-Return On Assets
Definisi dan Pengukuran Variabel
-Karakter Eksekutif Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan
variabel yang terikat dan variabel yang
METODOLOGI PENELITIAN dipengaruhi oleh variabel lainnya.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah Tax Avoidance
generalisasi yang terdiri atas objek atau Variabel dependen yang digunakan
subjek yang memiliki kualitas dan dalam penelitian ini yaitu tax avoidance.
karakteristik tertentu yang diterapkan oleh Tax avoidance yaitu merupakan usaha
peneliti untuk dipelajari dan kemudian pengurangan bahkan meniadakan hutang
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). pajak yang harus dibayar perusahaan
Populasi dalam penelitian ini adalah dengan cara legal atau tidak melanggar
perusahaan property, real estate, dan undang-undang yang ada dengan
building construction yang terdaftar dan memanfaatkan kelemahan peraturan
menawarkan sahamnya pada Bursa Efek perpajakan di suatu negara. Seperti
Indonesia. Sampel adalah subset atau penelitian yang dilakukan peneliti
subkelompok populasi (Sekaran, 2011). sebelumnya, variabel ini juga diproksikan
Sampel dipilih dengan menggunakan dengan menggunakan rumus Tarif Pajak
Efektif (ETR). Tarif Pajak Efektif
6
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
digunakan sebagai pengukuran karena adalah sekumpulan orang yang dipilih dari
dianggap dapat merefleksikan perbedaan anggota dewan komisaris yang
tetap antara perbedaaan laba buku dan laba bertanggung jawab untuk mengawasi
fiskal. proses pelaporan keuangan dan
Tarif Pajak Efektif dihitung dengan pengungkapan (disclosure). Dalam
menggunakan cara membagi total beban penelitian ini digunakan jumlah komite
pajak perusahaan dengan laba sebelum audit dalam suatu perusahaan dikali seratus
pajak penghasilan: persen (100%) sebagai alat ukur. Variabel
komite audit dilambangkan dengan KMT.
ETR =
Return On Assets
Variabel Independen ROA menggambarkan kemampuan
Variabel independen merupakan manajemen untuk memperoleh keuntungan
variabel yang diproyeksikan (laba). Semakin tinggi ROA, semakin
mempengaruhi variabel lain (variabel tinggi keuntungan perusahaan sehingga
dependen). Dalam penelitian ini penulis semakin baik pengelolaan aktiva
menggunakan beberapa variabel perusahaan. ROA dalam penelitian ini
independen antara lain sebagai berikut: menggunakan rumus sebagai berikut:
7
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
penelitian ini dengan menggunakan belum berdistribusi normal. Hasil
tahapan pengujian meliputi analisis pengujian normalitas dapat dilihat pada
deskriptif statistik, uji asumsi klasik yang tabel 4.3 di bawah ini:
terdiri dari uji normalitas,
multikolinearitas, heteroskedastisitas dan Tabel 4.3
autokorelasi. Selanjutnya analisa regresi Hasil Pengujian Normalitas (Sebelum
linear berganda, kemudian pengujian Normal)
hipotesis menggunakan uji koefisien One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
determinasi ( R² ), Uji F Statistik
ETR PDKI KLT KMT ROA RISK
dan Uji t statistik. Kolmogorov-
2.083 3.602 4.875 5.198 1.738 2.545
Smirnov Z
ANALISIS DATA DAN Asymp. Sig.
.000 .000 .000 .000 .005 .000
PEMBAHASAN (2-tailed)
Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS
16.0
Seleksi Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan data
Setelah itu dilakukan transform
sekunder berupa laporan tahunan (annual
data pada uji normalitas dan didapatkan
report) perusahaan property, real estate
hasil nilai asymp sig (2-tailed) dari
dan construction building yang terdaftar di
variabel tax avoidance, proporsi dewan
Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014.
komisaris, return on assets dan karakter
Setelah seleksi sampel dilakukan
eksekutif besar dari alpha 0,05, dapat
berdasarkan kriteria maka didapat sampel
disimpulkan bahwa keempat
sebanyak 38 perusahaan yang dapat
berdistribusikan normal. Tetapi variabel
dijadikan sampel penelitian.
komite audit masih belum berdistribusi
normal dan pada variabel kualitas audit
Statistik Deskriptif
tidak dilakukan transform data karena
Variabel ETR mempunyai nilai mean
merupakan variabel dummy. Hasil
sebesar 0,2186 atau sebesar 21,86%. Dari
pengujian normalitas setelah transform
hal ini terlihat bahwa sebagian perusahaan
data dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah
property, real estate dan construction
ini:
building yang terdaftar di BEI yang
Tabel 4.4
menjadi sampel penelitian ini telah
Hasil Pengujian Normalitas Setelah
menjalankan kewajiban perpajakan
Transform Data
badannya sesuai dengan tarif yang
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ditentukan oleh Ditjen Pajak. Namun,
apabila dilihat dari rentang nilai Ln_ETR Ln_PDKI KLT Ln_KMT Ln_ROA Ln_RISK
minimum dan nilai maksimum Kolmogorov .992 3.791 4.875 4.989 1.058 1.308
yaitu sebesar 0,04 sampai 0,75, -Smirnov Z
terlihat bahwa masih ada Asymp. Sig.
(2-tailed)
.278 .070 .000 .000 .213 .065
perusahaan yang membayar Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS
pajak dibawah tarif yang ditentukan oleh 16.0
Ditjen Pajak.
Karena masih ada data yang tidak
Uji Asumsi Klasik normal maka dilakukan pengujian
Uji Normalitas normalitas dengan cara unstandardized
Pada uji normalitas yang dilakukan residual. Setelah pengujian dilakukan
pada semua variabel memiliki hasil nilai dengan unstandardized residual maka
asymp sig (2-tailed) kecil dari alpha 0,05 didapat nilai asymp sig (2-tailed) sebesar
yang berarti semua variabel yang 0,76 dan nilainya lebih besar dari alpha
digunakan dalam penelitian ini masih 0,05. Maka dapat disimpulkan
8
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
unstandardized residual berdistribusi Uji Autokorelasi
normal. Hasil uji normalitas menggunakan Nilai Durbin-Watson (DW) yang
unstandardized residual dapat dilihat dihasilkan adalah sebesar 1,961. Hasil
dalam tabel 4.5 di bawah ini: yang diperoleh pada pengolahan data
Tabel 4.5 menunjukkan hasil 1,792 < 1,961 < 2,208
Hasil Pengujian Normalitas (Sesudah sehingga dapat disimpulkan bahwa model
Normal) regresi yang akan dibentuk tidak terdeteksi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test gejala autokorelasi sehingga tahapan
pengolahan data lebih lanjut dapat
Unstandardized
Residual dilaksanakan. Hasil pengujian autokorelasi
Kolmogorov-Smirnov Z 1.278 dapat dilihat pada table 4.8 di bawah ini:
Asymp. Sig. (2-tailed) .076
Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS Tabel 4.8
16.0 Pengujian Autokorelasi
Uji Multikolinearitas
Adjusted R Std. Error of the Durbin-
Dari tiap-tiap variabel independen Model R R Square Square Estimate Watson
yang dgunakan telah memiliki nilai VIF 1 .719a .517 .495 .41574 1.961
dibawah 10 dan nilai tolerance diatas 0,10. Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa 16.0
tiap-tiap variabel independen yang
digunakan pada penelitian ini bebas dari Analisis Regresi Linear Berganda
multikolinearitas. Hasil pengujian Analisis regresi yaitu suatu metode
multikolinearitas dapat dilihat pada tabel analisa yang digunakan untuk menentukan
4.6 di bawah ini: ketepatan prediksi dari pengaruh yang
terjadi antara variabel independen terhadap
Tabel 4.6 variabel dependen (Ghozali, 2013).
Hasil Pengujian Multikolinearitas Model yang digunakan dalam
Ln_PDKI KLT Ln_KMT Ln_ROA Ln_RISK analisis ini terdiri dari dua persamaan
Tolerance .875 .919 .990 .457 .440 regresi yang akan digunakan untuk
VIF 1.143 1.088 1.010 2.188 2.273 menguji hubungan antara variabel-variabel
Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS independen dan masing-masing variabel
16.0 dependen. Hasil pengujian regresi linear
berganda dapat dilihat pada tabel 4.9
Uji Heteroskedastisitas berikut ini:
Dilihat dari probabilitas pada hasil Tabel 4.9
uji heterokedastisitas menunjukkan bahwa Hasil Pengujian Regresi Linear
nilai probabilitas pada masing-masing Berganda
variabel berada diatas alpha 0,05 yang
berarti masing-masing variabel penelitian Unstandardized Standardized
tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas. Coefficients Coefficients
Hasil pengujian heteroskedastisitas dapat Model B Std. Error Beta t Sig.
dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini: 1 (Constant) -4.151 1.254 -3.310 .001
Ln_PDKI -.272 .171 -.114 -1.589 .115
Tabel 4.7
KLT .070 .091 .054 .769 .444
Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Ln_KMT -.015 .229 -.004 -.065 .948
Ln_PDKI KLT Ln_KMT Ln_ROA Ln_RISK Ln_ROA -.736 .078 -.928 -9.380 .000
Sig. .091 .052 .322 .987 .844 Ln_RISK .356 .098 .365 3.618 .000
Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS
16.0 16.0
9
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
Persamaan tersebut adalah sebagai berikut: Uji F Statistik
ETR =-4,151 – 0,272 PDKI + 0,070 KLT – Nilai F statistik pada pengujian ini
0,015 KMT – 0,735 ROA + 0,356 adalah sebesar 23,145 dengan probabilitas
RISK + e 0,000, karena nilai probabilitas lebih kecil
di bandingkan nilai alpha 0,05. Sehingga
Keterangan: dapat disimpulkan bahwa variabel
ETR = Tax Avoidance independen secara simultan berpengaruh
β0 = Konstanta terhadap variabel dependen. Jadi kerangka
β1- β5 = Koefisien Regresi Variabel penelitian atau model penelitian yang
PDKI = Proporsi Dewan Komisaris dibuat dapat diterima (Fit).
KLT = Kualitas Audit
KMT = Komite Audit Uji t Statistik
ROA = Retturn On Assets Hasil uji t statistik dapat dilihat pada
RISK = Karakter Eksekutif tabel pengujian hipotesis di atas. Berikut
= error hasil pengujian hipotesis yang telah
dilakukan.
Pengujian Hipotesis
Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris
Tabel Uji Hipotesis Independen terhadap Tax Avoidance
Hasil Pengujian Hipotesis Berdasarkan pada hasil analisis data
Model Unstandardized Standardized t Sig. yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
Coefficients Coefficients
variabel proporsi dewan komisaris
B Std. Beta independen memiliki nilai koefisien
Error
1 (Constant) -4.151 1.254 -3.310 .001 negative dengan nilai -1,589 dan nilai
Ln_PDKI -.272 .171 -.114 -1.589 .115 probailitas 0,115 (lebih besar dari 0,05).
KLT .070 .091 .054 .769 .444 Hasil yang diperoleh tersebut menunjukan
Ln_KMT -.015 .229 -.004 -.065 .948 bahwa nilai probabilitasnya 0,115 > 0,05
Ln_ROA -.736 .078 -.928 -9.380 .000 maka dapat disimpulkan bahwa proposi
Ln_RISK .356 .098 .365 3.618 .000
R Square .517
dewan komisaris independen tidak
Adjusted R Square .495 berpengaruh signifikan terhadap tax
F 23.145 avoidance.
sig. .000a
Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS
Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Tax
16.0
Avoidance
Berdasarkan pada hasil analisis data
Uji Koefisien Determinasi (R2)
yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
Berdasarkan hasil pengolahan dari
variabel kualitas audit memiliki nilai
Tabel 4.10, besarnya pengaruh proporsi
koefisien regresi positif dengan nilai 0,769
dewan komisaris independen, kualitas
dan nilai probabilitas adalah 0,444 (lebih
audit, komite audit, return on asset dan
besar dari 0,05). Hasil yang diperoleh
karakter eksekutif berpengaruh terhadap
tersebut menunjukan bahwa nilai
tax avoidance ditunjukan oleh nilai
probabilitasnya 0,444 > alpha 0,05 maka
Adjusted R Square sebesar 0,495. Artinya
dapat disimpulkan bahwa kualiatas audit
variabel proporsi dewan komisaris
tidak berpengaruh signifikan terhadap tax
independen, kualitas audit, komite audit,
avoidance.
return on asset dan karakter eksekutif
berpengaruh terhadap tax avoidance
sebesar 49,5%, sisanya sebesar 50,5%
dipengaruh oleh faktor lain yang tidak
termasuk dalam penelitian ini.
10
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
Pengaruh Komite Audit Terhadap Tax pemecahan masalah yang diajukan dalam
Avoidance penelitian ini adalah sebagai berikut :
Berdasarkan pada hasil analisis data 1. Ditemukan bahwa proporsi dewan
yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa komisaris independen tidak
komite audit memiliki nilai koefisien berpengaruh signifikan terhadap tax
regersi negative dengan nilai -0,065 dan avoidance, hal itu disebabkan dewan
nilai probabilitas adalah 0,948 (lebih besar komisaris independen yang berasal
dari 0,05). Hasil yang diperoleh tersebut dari luar perusahaan menuntut
menunjukan bahwa nilai probabilitasnya manajemen bekerja lebih efektif dalam
0,948 > alpha 0,05 maka dapat pengelolaan perusahaan oleh direksi
disimpulkan bahwa komite audit tidak dan manajer.
berpengaruh signifikan terhadap tax 2. Ditemukan bahwa kualitas audit tidak
avidance. Hasil penelitian ini sesuia berpengaruh signifikan terhadap tax
dengan penelitian yang dilakukan Prakosa avoidance, hal ini disebabkan kualitas
(2014) yang menyatakan bahwa komite audit yang tinggi dapat mengurangi
audit tidak berpengaruh terhadap tax praktek penghindaran pajak.
avoidance. 3. Ditemukan bahwa komite audit tidak
berpengaruh signifikan terhadap tax
Pengaruh Return On Asset Terhadap avoidance, hal ini komite audit yang
Tax Avoidance merupakan bagian dari perseroan
Berdasarkan pada hasil analisis data mempunyai tugas untuk melakukan
yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa pengawasan dan pengevaluasian
variabel return on asset memiliki nilai terhadap kinerja operasional
koefisien regresi negative dengan nilai - perusahaan tidak berjalan dengan baik.
9,380 dan nilai probabilitas adalah 0,000 4. Ditemukan bahwa return on asset
(lebih kecil dari 0,05). Hasil yang berpengaruh signifikan terhadap tax
diperoleh tersebut menunjukan bahwa nilai avoidance, hal ini menunjukkan
probabilitasnya 0,000 < alpha 0,05 maka kemampuan dari modal yang
dapat disimpulkan bahwa return on asset diinvestasikan secara keseluruhan
berpengaruh signifikan terhadap tax aktiva mampu menghasilkan laba dan
avoidance. mengatur pendapatan dan pembayaran
pajak.
Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap 5. Ditemukan bahwa karakter eksekutif
Tax Avoidance berpengaruh signifikan terhadap tax
Berdasarkan pada hasil analisis data avoidance, hal ini semakin eksekutif
yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa bersifat risk taker maka akan semakin
variabel karakter eksekutif memiliki nilai tinggi tingkat penghindaran pajak.
koefisien regresi positif dengan nilai 3,618
dan nilai probabilitas adalah 0,000 (lebih Keterbatasan dan Saran
kecil dari 0,05). Hasil yang diperoleh Peneliti menyadari bahwa
tersebut menunjukan bahwa karakter penelitian yang telah dilakukan ini masih
eksekutif berpengaruh signifikan terhadap banyak memiliki kekurangan atau
tax avoidance. kelemahan, kondisi tersebut dikarenakan
adanya sejumlah keterbatasan yang peneliti
PENUTUP miliki. Secara umum keterbatasan tersebut
Kesimpulan adalah :
Berdasarkan hasil analisis dan 1. Penelitian ini hanya menggunakan
pembahasan hasil pengujian hipotesis yang data dengan jangka waktu pengamatan
telah dilakukan, maka dapat disimpulkan selama 3 tahun. Disarankan untuk
hasil penelitian yang merupakan peneliti dimasa mendatang agar
11
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
menambah jangka waktu pengamatan Desai, M. A. dan Dhammika Dharmapala,
agar hasil yang didapatkan bisa lebih 2005, Corporate Tax Avoidance and
akurat dan lebih efisien. Firm Value, Journal of Financial
2. Penelitian ini hanya menggunakan Economics.
tiga proksi dari corporate governance
dan satu dari profitabilitas serta satu Dewi, Ni nyoman kristiana dan I Ketut
dari risiko perusahaanya itu karakter Jati, 2014, Pengaruh Karakter
eksekutif. Untuk peneliti selanjutnya Eksekutif, Karakteristik Perusahaan,
disarankan agar menggunakan atau dan Dimensi Tata Kelola
pun menambah proksi-proksi lain dari Perusahaan Yang Baik Pada Tax
corporate governance dan Avoidance di Bursa Efek Indonesia,
profitabilitas. E-Journal Akuntansi Universitas
3. Penelitian ini hanya menggunakan Udayana Volume 6 Nomor 2, Hal :
sektor property, real estate, dan 249-260.
building construction. Peneliti
selanjutnya diharapkan menggunakan Dyreng, Scott D, Hanlon, Michelle and
perusahaan yang sektor-sektor lain Maydew, Edward L, 2010, The Effect
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia of Executives on Corporate Tax
(BEI). Avoidance, The Accounting Review,
85, 1163-1189.
DAFTAR PUSTAKA
Finance.detik.com, Berpotensi Lakukan
Annisa, Nuralifmida Ayu, 2011, Pengaruh Penghindaran Pajak 40%
Corporate Governance Terhadap Pengembang Real Estate Perlu
Tax Avoidance (Studi Pada Diperiksa, Diakses 27 April 2015.
Perusahaan Terdaftar Di BEI Tahun
2008), Skripsi Fakultas Ekonomi Ghozali, Imam, 2013, Aplikasi analisis
Universitas Sebelas Maret Surakarta. multivariate dengan program IBM
SPSS 21, Badan penerbit Undip
Semarang.
Annisa, Nuralifmida Ayu dan Lulus
Kurniasih, 2012, Pengaruh
Corporate Governance Terhadap Kurniasih, Tommy dan Maria M. Ratna
Tax Avoidance, Jurnal Akuntansi dan Sari, Pengaruh Retturn On Assets,
Auditing volume 8 nomor 2 hal : 95- Leverage, Corporate Governance,
189. Ukuran Perusahaan dan Kompensasi
Rugi Fiskal Pada Tax Avoidance,
Buletin Studi Ekonomi, Volume 18,
Budiman, Judi dan Setiyono, 2012,
No.1, Februari 2013.
Pengaruh Karakter Eksekutif
Terhadap Penghindaran Pajak (Tax Lewellen, Katharina, 2003, Financing
Avoidance), Universitas Islam Sultan Decisions When Managers Are Risk
Agung, Semarang. Averse, Working Paper, MIT Sloan
School of Management.
Cahyani, Nur dan Ahyar Yuniawan, 2010,
Pengaruh Profesionalisme Low, Angie, 2006, Managerial Risk-
Pemeriksa Pajak, Kepuasan Kerja Taking Behavior and Equity-Based
dan Komitmen Organisasi Terhadap Compensation, Fisher College of
Kinerja Karyawan, Jurnal Bisnis dan Business Working Paper, 03-003.
Ekonomi (JBE), Maret 2010, Hal 10-
23. Lukviarman, Niki, 2006, Etika Bisnis
Tidak Berjalan Di Indonesia: Ada
12
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
Apa Dalam Corporate Governance?, Pranata, Febri Mashudi, 2014, Pengaruh
Jurnal Siasat Bisnis, 2004, Vol.9, Karakter Eksekutif dan Corporate
No.2, Hal: 139-156, Fakultas Governance Terhadap Tax
Ekonomi Universitas Islam Avoidance, Skripsi, Universitas Bung
Indonesia, Yogyakarta dalam Hatta, Padang.
Kumpulan Karya Tulis Niki
Lukviarman, Fakultas Ekonomi Sekaran, Uma, 2011, Research Methods
Universitas Andalas, Padang. For Bussines, Badan penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Maharani, I Gusti Ayu Cahya dan Ketut
Alit Suardana, 2014, Pengaruh Suandy, Erly, 2011, Perencanaan Pajak,
Corporate Governance, Jakarta : Salemba Empat.
Profitabilitas, dan Karakteristik
Eksekutif Pada Tax Avoidance Sugiyono, 2013, Statistik Untuk Penelitian,
Perusahaan Manufaktur, E-Journal Badan penerbit Alfabeta, Bandung.
Akuntansi Universitas Udayana,
Waluyo, 2011, Perpajak Indonesia, Edisi
Vol.9, No.2, Hal: 525-539.
10 Buku 1, Badan Penerbit Salemba
Empat.
Mangoting, Yenni, 1999, Tax Planning :
Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif www.pajak.go.id, Upaya Pembuktian
Meminimalkan Pajak, Jurnal Penghindaran Pajak Di Indonesia,
Akuntansi dan Keuangan, Vol.1, Hal Diakses 12 April 2015.
43-5, Universitas Kristen Petra.
www.pajak.go.id, DJP Minta Perusahaan
Meilinda, Maria dan Nur Cahyonowati, Asing Tidak Melakukan
2013, Pengaruh Corporate Penghindaran Pajak, Diakses 26
Governance Terhadap Pajak, April 2015.
Diponegoro Journal of Accounting,
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013. www.pajak.go.id, Mengenal Penghindaran
Pajak (Tax Avoidance), Diakses 27
Natawidnyana.wordpress.com, Sejarah Big April 2015.
Four Auditors, Diakses 20 April
2015. www.pajak.go.id, Kecurangan Developer
Terhadap Pajak Property, Diakses
Pohan, Hotman Tohir, 2008, Pengaruh 27 April 2015.
Good Corporate Governance, Rasio
Tobin’q, Perata Laba Terhadap www.republika.co.id, PPATK Perlu
Penghindaran Pajak Pada Perjanjian Baru Terkait
Perusahaan Publik, Fakultas Penghindaran Pajak Global, Diakses
Ekonomi Universitas Trisakti. 8 April 2015.
Prakosa, Kesit Bambang, 2014, Pengaruh www.tempo.co, Target Pajak Gagal Ini
Profitabilitas, Kepemilikan Keluarga Prestasi Buruk Dalam 5 Tahun,
dan Corporate Governance Diakses 24 April 2015.
Terhadap Penghindaran Pajak Di
Indonesia, SNA 17 Mataram,
Universitas Mataram 24-27
September 2014, Lombok.
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
13
1 Mahasiswa Akuntansi, Program S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
2 Dosen Tetap, Jurusan Akuntansi, Universitas Bung Hatta Padang
ANALISIS PENGARUH PENERAPAN AKUNTANSI MANAJEMEN
LINGKUNGAN DAN STRATEGI PROSPEKTOR TERHADAP
INOVASI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR DI INDONESIA
ABSTRACT
1.1.PENDAHULUAN
Isu lingkungan seperti global warming merupakan isu penting bagi kelangsungan
hidup manusia. Aktifitas-aktifitas manusia yang tidak memperdulikan dampak buruk
terhadap lingkungan sekitarnya merupakan penyebab dari permasalahan ini. Perusahaan-
perusahaan hanya mengejar keuntungan dan mengabaikan dampak yang terjadi akibat
eksploitasi sumber daya alam tersebut. Meskipun sumber daya alam tercipta secara gratis
namun dieksploitasi secara berlebihan tanpa menghiraukan dampak buruknya akan
menimbulkan kerugian yang tak terhitung nilainya.
Dewasa ini, perusahaan dituntut untuk menetapkan kebijakan yang berfokus pada
permasalahan yang memberi dampak langsung dari proses bisnis, seperti membersihkan
polusi yang ada dan mencoba untuk mengurangi polusi dari sumber titik pembuangan,
kemudian strategi manajemen berpindah ke arah modifikasi proses-proses produksi sehingga
dapat meminimalkan jumlah polusi yang dihasilkan (Purwanto, 2007).
Page | 1
Sebuah pandangan muncul bahwa tanggung jawab lingkungan perusahaan dapat
berperan untuk kinerja finansial sebuah perusahaan. Pendekatan ini telah diuraikan sebagai
“enlightened shareholder approach”, menyatakan bahwa pembuat keputusan perusahaan
harus mempertimbangkan berbagai hal mengenai sosial dan lingkungan jika mereka
memaksimalkan keuntungan jangka panjang (Darmayanti, 2011). Dalam mengelola
perusahaan, manajer harus membuat keputusan yang mempertimbangkan secara hati-hati
berbagai alternatif tindakan dan memilih tindakan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang
telah direncanakan (Daljono, 2004).
Di Indonesia, kebijakan yang terkait dengan permasalahan pengelolaan lingkungan
dan konservasi alam mulai dipikirkan oleh pihak pemerintah. Hal itu itu telah dicantumkan
pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, serta penerapannya didalam industri dengan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 74 Tahun 2001 Tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. Ini telah menjadi
bukti perwujudan kepedulian pemerintah terhadap pengelolaan lingkungan.
Dilihat dari sisi akuntansi, akuntansi manajemen lingkungan berbeda dengan konsep
akuntansi konvensional, yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah informasi yang relevan
bagi mereka yang memerlukan, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu indikator
pengambilan keputusan. Keberhasilan akuntansi lingkungan tidak hanya tergantung pada
ketepatan dalam menggolongkan semua biaya-biaya yang dibuat perusahaan. Akan tetapi
kemampuan dan keakuratan data akuntansi perusahaan dalam menekan dampak lingkungan
yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan (Ikhsan, 2009).
Akuntansi manajemen lingkungan merupakan metode yang tepat dalam mengatasi
permasalahan lingkungan pada suatu perusahaan atau industri. Definisi akuntansi manajemen
lingkungan berdasarkan IFAC (International Federation of Accountants) dan UNDSD
(United Nations Division for Sustainable Development) adalah manajemen kinerja
lingkungan dan keuangan melalui implementasi sistem dan praktek akuntansi yang tepat
dengan mengidentifikasi, mengumpulkan, mengukur, menghitung, mengelompokkan dan
menganalisis informasi lingkungan (fisik dan moneter) untuk mendukung pengambilan
keputusan internal dan eksternal (Cahyandito, 2006).
Selain akuntansi manajemen lingkungan, perusahaan juga dituntut untuk mempunyai
strategi yang handal supaya dapat bertahan ditengah persaingan yang semakin ketat. Pada
dasarnya strategi merupakan ide-ide atau gagasan-gagasan yang ingin dicapai oleh suatu
perusahaan agar tetap bersaing dengan para kompetitornya. Menurut Hamel dan Prahalat
Page | 2
(1995) strategi merupakan tindakan yang bersifat senantiasa meningkat (incremental) secara
terus menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh
para pelanggan di masa depan. Perusahaan perlu mencari kompetensi inti didalam bisnis yang
dilakukan.
Dalam sebuah bisnis, inovasi merupakan aspek penting dari sebagian proses bisnis,
karena dapat memberikan keunggulan kompetitif (Ramadhani, 2011). Dengan inovasi maka
seseorang dapat menambahkan nilai dari produk, pelayanan, proses kerja, pemasaran, sistem
pengiriman, dan kebijakan, tidak hanya bagi perusahaan tapi juga stakeholder dan
masyarakat (Jong & Hartog, 2003). Inovasi bisa dikatakan sukses jika perusahaan
mengetahui siapa konsumen mereka yang sebenarnya. Kecocokan inovasi dalam suatu
organisasi merupakan kunci keberhasilan inovasi itu sendiri.
Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Rustika pada
tahun 2011. Peneliti sebelumnya melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan
manufaktur yang berada di Jawa Tengah. Pada penelitian ini, peneliti memperluas sampel
perusahaan dengan mengambil objek perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek
Indonesia, dengan tujuan agar penelitian ini dapat digeneralisasi pada lingkup yang lebih
luas. Selain itu, peneliti membagi inovasi menjadi dua kelompok yaitu inovasi atas produk
dan inovasi atas proses.
1.2.PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang akan
diteliti pada penelitian ini adalah:
1. Apakah penerapan akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh terhadap inovasi
produk?
2. Apakah penerapan akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh terhadap inovasi
proses?
3. Apakah strategi prospektor berpengaruh terhadap inovasi produk?
4. Apakah strategi prospektor berpengaruh terhadap inovasi proses?
Page | 3
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik pihak
internal perusahaan itu sendiri maupun pihak-pihak eksternal perusahaan. Pihak-pihak
tersebut adalah
1. Bagi perusahaan, diharapkan penelitian ini bisa menjadi acuan bagi perusahaan dalam
berinovasi untuk meningkatkan eksistensi perusahaan tanpa mengabaikan aspek
lingkungan.
2. Peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi sumber referensi dan informasi yang
berkaitan tentang akuntansi manajemen lingkungan, strategi prospektor, dan inovasi.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pihak pemerintah untuk
membuat regulasi yang berkaitan dengan lingkungan.
2.1.TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Akuntansi Manajemen Lingkungan
The International Federation of Accountants (1998) dalam Ikhsan (2009)
mendefinisikan akuntansi manajemen lingkungan sebagai pengembangan manajemen
lingkungan dan kinerja ekonomi seluruhnya serta implementasi dari lingkungan yang tepat
dengan hubungan sistem akuntansi dan praktik. Ketika ini mencakup pelaporan dan audit
dalam beberapa perusahaan, akuntansi manajemen lingkungan khususnya melibatkan siklus
hidup biaya, akuntansi biaya penuh, penilaian keuntungan dan perencanaan strategi untuk
manajemen lingkungan.
Fokus akuntansi manajemen lingkungan untuk suatu perusahaan berbeda-beda,
tergantung pada tujuannya, informasi apa yang hendak dicapai dalam penerapan akuntansi
manajemen lingkungan, misalnya untuk manajer suatu departemen akan berfokus terhadap
informasi mengenai akuntansi manajemen lingkungan yang diterapkan untuk departemennya
saja, atau misalnya perusahaan ingin mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan
akuntansi manajemen lingkungan dalam satu siklus hidup sebuah produk (Singgih, 2007).
Terdapat beberapa alasan mengapa akuntansi manajemen lingkungan sangat
bermanfaat bagi industri, antara lain: (Ikhsan, 2009)
1. Kemampuan secara akurat meneliti dan mengatur penggunaan arus tenaga dan bahan-
bahan, termasuk polusi/sisa volume, jenis-jenis lain dan sebagainya.
2. Kemampuan secara akurat mengidentifikasi, mengestimasi, mengalokasikan,
mengatur atau mengurangi biaya-biaya, khususnya biaya yang berhubungan dengan
lingkungan.
Page | 4
3. Informasi yang lebih akurat dan lebih menyeluruh dalam mendukung penetapan dari
dan keikutsertaan di dalam program-program sukarela, penghematan biaya untuk
memperbaiki kinerja lingkungan.
4. Informasi yang lebih akurat dan menyeluruh untuk mengukur dan melaporkan kinerja
lingkungan, seperti meningkatkan citra perusahaan pada stakeholder, pelanggan,
masyarakat lokal, karyawan, pemerintah dan penyedia keuangan.
Page | 5
pasar baru, setelah keberhasilannya dibuktikan oleh prospector. Analyzer hidup dari
imitasi. Mereka mengambil alih ide-ide yang sukses dari prospector dan kemudian
menirunya.
4. Reactor
Strategi Reactor mewakili strategi sisa. Nama tersebut dimaksudkan untuk
menjelaskan pola-pola yang tidak konsisten dan tidak stabil yang timbul jika salah
satu dari strategi lainnya dikejar secara tidak benar. Reactor secara sederhana beraksi
pada perubahan lingkungan dan membuat strategi menyesuaikan hanya kapan tekanan
datang.
Page | 7
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
H3 : Strategi Prospektor Berpengaruh Terhadap Inovasi Produk
3. METODE PENELITIAN
3.1.Sumber Data, Populasi, dan Sampel
Sumber data dari penelitian ini adalah berasal dari data primer yang diperoleh dari
hasil penyebaran kuesioner kepada responden. Data diperoleh dengan cara mengirim
kuesioner melalui email kepada perusahaan.
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang berada di Indonesia,
yang dipilih secara purposive sampling untuk pengambilan sampelnya. Adapun kriterianya
adalah terdaftar di Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, listing di
Bursa Efek Indonesia, memiliki data kinerja lingkungan dan data-data lain yang dibutuhkan.
a. Inovasi Produk
Inovasi produk merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Konsep inovasi
mempunyai sejarah yang panjang dan pengertian yang berbeda-beda, terutama didasarkan
pada persaingan antara perusahaan-perusahaan dan strategi yang berbeda yang bisa
Page | 8
dimanfaatkan untuk bersaing. Menurut Rademakers (2005) inovasi produk merupakan suatu
proses menciptakan ide atau pemikiran baru pada produk, jasa, atau kombinasi keduanya.
Instrumen ini diadopsi dari kuesioner Rustika (2011), diukur dengan menggunakan
skala likert 5 point dengan 7 item pertanyaan. Angka 1 = sangat tidak setuju; 2 = tidak setuju;
3 = ragu-ragu; 4 = setuju; 5 = sangat setuju.
b. Inovasi Proses
Menurut Rademakers (2005) inovasi proses merupakan metode baru dalam
menjalankan kegiatan bernilai tambah yang lebih baik atau lebih murah, contohnya inovasi
pada proses pendistribusian. Inovasi proses dengan inovasi produk keduanya saling
melengkapi untuk meningkatkan profitabiltas perusahaan.
Instrumen ini diadopsi dari kuesioner Rustika (2011), diukur dengan menggunakan
skala likert 5 point dengan 4 item pertanyaan. Angka 1 = sangat tidak setuju; 2 = tidak setuju;
3 = ragu-ragu; 4 = setuju; 5 = sangat setuju.
d. Strategi Prospektor
Strategi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu sarana atau upaya yang
dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan bisnis. Strategi prospektor berfokus pada
inovasi produk dan peluang pasar. Perusahaan-perusahaan yang mengadopsi strategi ini
cenderung untuk menekankan pada kreatifitas dan fleksibilitas diatas efisiensi dalam perintah
untuk merespon secara cepat pada perubahan kondisi pasar dan mengambil keuntungan dari
peluang pasar baru (Rademakers, 2005).
Page | 9
Instrumen ini diadopsi dari kuesioner Rustika (2011), diukur dengan menggunakan
skala likert 5 point dengan 7 item pertanyaan. Angka 1 = sangat tidak setuju; 2 = tidak setuju;
3 = ragu-ragu; 4 = setuju; 5 = sangat setuju.
3.4.Pengujian Hipotesis
Menurut Ghozali (2011), ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual
dapat diukur dari goodness of fit, yang secara statistik dapat diukur dari nilai koefisien
determinasi, nilai F-statistik, dan t-statistik.
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan
satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variasi variabel dependen.
Uji F dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara bersamaan, dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Serta
uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara
individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dengan kriteria pengambilan
keputusan: jika nilai sig < α (0,05) berarti Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen dan sebaliknya.
Page | 10
4. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Gambaran Umum Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang berada di
Indonesia. Kuesioner yang disebar sebanyak 100 kuesioner, yang direspon sebanyak 38
kuesioner, sedangkan yang tidak respon sebanyak 62 kuesioner. Jadi kuesioner yang dapat
diolah yaitu sebanyak 38 kuesioner.
Dari seluruh kuesioner yang disebarkan, diperoleh informasi demografis responden
bahwa sebagian besar responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah laki – laki
yaitu 27 orang (71%). Paling banyak responden berada pada usia 41-50 tahun yaitu 26 orang
(68%). Sesuai dengan proses penyebaran kuesioner yang telah dilakukan terlihat bahwa
paling banyak responden berpendidikan S2 yaitu 20 orang (52%).
Page | 11
4.3.Hasil Pengujian Data
4.3.1. Hasil Pengujian Hipotesis Untuk Y1
Berikut akan dijelaskan hasil pengujian untuk hipotesis 1 dan hipotesis 3 dimana
variabel dependenya adalah inovasi produk.
Tabel 1.
Hasil Pengujian Hipotesis
Koefisien
Variabel Penelitian t Sig Kesimpulan
Regresi
Akuntansi Manajemen Lingkungan (X1) 0.526 3.426 .002 Diterima
Strategi Prospektor (X2) 0.004 0.025 .980 Ditolak
R Square 0.414
Sig F 0.000
Variabel Dependen: Inovasi Produk
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 16.0
Pada tabel 1 diatas, diketahui angka R2 sebesar 0,414 atau 41,4% artinya bahwa uji
determinasi (R2) variabel Akuntansi Manajemen Lingkungan (X1), Strategi Prospektor (X2),
Inovasi Produk (Y1) sebesar 41,4%. Sedangkan sisanya 58,6% lagi dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.
Hasil uji F menunjukkan nilai Sig sebesar 0,00 sedangkan tingkat kepercayaan yang
digunakan adalah 5% ( 0,05). Dengan demikian nilai signifikansi sebesar 0,00 < 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa variabel akuntansi manajemen lingkungan (X1), strategi prospektor
(X2), dapat mempengaruhi inovasi produk (Y1).
Sementara untuk uji t menunjukkan variabel akuntansi manajemen lingkungan
berpengaruh terhadap inovasi produk dengan tingkat signifikansi 0,002 < 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 diterima, yaitu akuntansi manajemen lingkungan
berpengaruh terhadap inovasi produk.
Untuk variabel strategi prospektor tidak memiliki pengaruh terhadap inovasi produk
dengan tingkat signifikansi 0,980 > 0,05 yang artinya hipotesis 3 ditolak.
Page | 12
Tabel 2
Hasil Pengujian Hipotesis
Koefisien
Variabel Penelitian t Sig Kesimpulan
Regresi
Akuntansi Manajemen Lingkungan (X1) 0.384 4.058 .000 Diterima
Strategi Prospektor (X2) 0.018 0.175 .862 Ditolak
R Square 0.414
Sig F 0.000
Variabel Dependen: Inovasi Proses
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 16.0
Pada tabel 2 diatas, diketahui angka R2 didapat sebesar 0,414 atau 41,4% artinya
bahwa uji determinasi (R2) variabel Akuntansi Manajemen Lingkungan (X1), Strategi
Prospektor (X2), Inovasi Proses (Y2) sebesar 41,4%. Sedangkan sisanya 58,6% lagi
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.
Hasil uji F menunjukkan nilai Sig sebesar 0,00 sedangkan tingkat kepercayaan yang
digunakan adalah 5 % ( 0,05). Dengan demikian nilai signifikansi sebesar 0,00 < 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa variabel akuntansi manajemen lingkungan (X1), strategi prospektor
(X2), dapat mempengaruhi inovasi proses (Y2).
Hasil uji t menunjukkan akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh secara
signifikan terhadap inovasi proses dengan nilai 0,00 < 0,05 artinya hipotesis 2 diterima, dan
strategi prospektor tidak berpengaruh terhadap inovasi proses dengan nilai signifikansi 0,862
> 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 ditolak.
5. PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian mengenai pengaruh akuntansi manajemen
lingkungan dan strategi prospektor terhadap inovasi produk dan inovasi proses, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengujian hipotesis yang pertama ditemukan bahwa akuntansi manajemen lingkungan
berpengaruh terhadap inovasi produk. Ini bisa dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,002
< alpha 0,05.
2. Pengujian hipotesis yang kedua ditemukan bahwa akuntansi manajemen lingkungan
berpengaruh terhadap inovasi proses. Ini bisa dilihatkan dari nilai signifikan sebesar
0,000 < alpha 0,05.
Page | 15
3. Pengujian hipotesis ketiga ditemukan bahwa strategi prospektor tidak berpengaruh
terhadap inovasi produk. Ini bisa dilihatkan dari nilai signifikan sebesar 0,980 > alpha
0,05
4. Pengujian hipotesis keempat ditemukan bahwa strategi prospektor tidak berpengaruh
terhadap inovasi proses. Ini bisa dilihatkan dari nilai signifikan sebesar 0,862 > alpha
0,05.
5.2.SARAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti memiliki beberapa saran
yang dapat dijadikan acuan bagi peneliti berikutnya, diantaranya dengan menggunakan objek
yang lebih luas, sehingga lebih dapat dijadikan acuan bagi kepentingan generalisasi
permasalahan. Penelitian berikutnya juga dapat menambahkan variabel lainnya yang belum
diteliti, seperti strategi bisnis, persyaratan hukum dan sikap organisasi terhadap lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Bryson, John M. 2001. Perencanaan Strategik Bagi Organisasi Sosial. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
Carolina, Verani dan Martusa, Riki. 2009. Akuntansi Lingkungan: Solusi Untuk Problematika
Penerapan Corporate Social Responsibility di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional,
Problematika Hukum dalam Implementasi Bisnis dan Investasi.
Daljono. 2004. Akuntansi Biaya : Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian. Edisi 2.
Semarang : Balai Penerbit Universitas Diponegoro.
Darmayanti, Melissa Ika. 2011. Hubungan Pengakuan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
dengan Kepemilikan Institusional pada Perusahaan Manufaktur Go Public di
Indonesia.
David, Fred R. 2004. Manajemen Strategis. Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta, PT. Indeks
Kelompok Gramedia.
Ghozali, Imam, 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Balai
Penerbit Universitas Diponegoro.
Page | 16
Gray, R, Bebbington, J dan Walters, D. 1993. Accounting for Environment. ACCA.
Hongkong.
Hair, J. E., et al. 1998. Multivariate Data Analysis With Reading. Prentice-Hall International,
4th Ed.
Hamel, Gary dan C, K Prahalad. 1995. Kompetisi Masa Depan. Ditranslate oleh Agus
Maulana. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hartini, Sri. 2004. Peran Inovasi: Pengembangan Kualitas Produk dan Kinerja Bisnis. Jurnal
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya.
Hermana, Budi. 2006. Mendorong Daya Saing di Era Informasi dan Globalisasi:
Pemanfaatan Model Intelektual dan Teknologi Informasi sebagai Basis Inovasi di
Perusahaan. Jurnal Universitas Gunadharma.
Miles, R.H. and Snow, C.C. 1978. Organizational Strategy, Structure and Process. McGraw-
Hill Book Co. New York, NY. Diakses 5 Juli 2011.
Prakosa, Bagas, 2005, Pengaruh Orientasi Pasar, Inovasi Dan Orientasi Pembelajaran
Terhadap Kinerja Perusahaan Untuk Mencapai Keunggulan Bersaing (Studi Empiris
Pada Industri Manufaktur Di Semarang). Jurnal Studi Manajemen & Organisasi, Vol.
2 No.1
Ramadhani, Budi. 2011. Inovasi Produk dan Proses; Implikasi Akuntansi Manajemen
Lingkungan. Simposium Nasional Akuntansi XIV, Aceh.
Page | 18
KAJIAN POTENSI DAN ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN PULAU KORONIKI
KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
Email : nurhuda_n@bunghatta.ac.id
Abstract
This study discusses the identification of potential, describing the content of the potentials and
problems that are owned and analysis and development plans Koroniki Island. Mentawai Islands.
This study uses qualitative analysis and SWOT analysis. Koroniki Island development direction
of the results of the analysis is to prioritize the development of marine ecotourism potential,
while the direction of the development by the indigenous tribe Sakaloat, development Koroniki
Island still maintaining the authenticity of the conditions of the islands.
Latar Belakang
Pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan
menjadi bisnis potensial yang berbasis pada sumber daya (resource based industri) seperti
industri perikanan, industri pariwisata, industri olahan dan industri-industri lainnya yang ramah
lingkungan. Kawasan ini menyediakan sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber
pangan dari kekayaan ekosistemnya (ekosistem terumbu karang beserta biota yang hidup di
dalamnya, ekosistem mangrove, dan ekosistem lamun), media komunikasi, kawasan rekreasi,
kawasan pariwisata, kawasan konservasi dan jenis pemanfaatan lainnya. Pulau-pulau kecil di
Indonesia secara geografis umumnya berdekatan satu dengan yang lainnya membentuk suatu
kepulauan. Pulau-pulau kecil di kawasan ini memiliki keterkaitan antara pulau yang satu dengan
pulau yang lain, sehingga pengembangan potensi di suatu pulau harus juga meninjau
keterkaitannya dengan pulau-pulau disekitarnya. Salah satu daerah yang banyak memiliki pulau-
pulau kecil adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Kabupaten Kepulauan Mentawai
merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Barat dengan posisi geografis yang
terletak di antara 0055’00’’ – 3021’00” Lintang Selatan dan 98035’00” – 100032’00” Bujur
Timur dengan luas wilayah tercatat 6.011,35 km2 dan garis pantai sepanjang 1.402,66 km.
Secara geografis, daratan Kabupaten Kepulauan Mentawai ini terpisahkan dari Propinsi
Sumatera Barat oleh laut, yaitu dengan batas sebelah utara adalah Selat Siberut, sebelah selatan
berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Selat Mentawai serta
sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri atas 4
pulau besar ditambah pulau-pulau kecil (99 buah). Keempat pulau besar ini adalah Pulau Siberut,
Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan. Pada tahun 2012 secara geografis dan
administratif, Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri atas 10 kecamatan, 43 desa dan 202 dusun,
dengan jumlah penduduk saat ini yang mencapai 78.511 jiwa (KDA,2012). Permasalahan yang
dihadapi saat ini adalah belum adanya data tentang potensi yang dimiliki suatu pulau atau
kawasan kepulauan secara menyeluruh dan komprehensif, sehingga menyulitkan pihak
pemangku kepentingan atau stakeholder untuk mengambil suatu keputusan dalam rangka
pengembangan potensi pulau-pulau kecil tersebut. Termasuk salah satu diantaranya pulau-pulau
kecil di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Pulau-pulau kecil yang dilakukan kajian potensinya
adalah Pulau Koroniki yang terletak di Kecamatan Siberut Barat Daya Kabupaten Kepulauan
Mentawai.karena dari data awalnya menunjukkan indikasi dapat dikembangkan.
Tujuan
Tujuan dilaksanakannya kajian ini adalah :
1. Melakukan identifikasi potensi Pulau Koroniki,
2. Memaparkan kandungan potensi-potensi dan masalah yang dimiliki oleh Pulau
Koroniki
3. Melakukan analisis dan rencana pengembangan Pulau Koroniki.
Metodologi Kajian
Pengumpulan dan pengolahan data kajian dilakukan dengan pengumpulan bahan referensi dari
instansi terkait, hasil penelitian dan pendataan yang pernah dilakukan oleh berbagai instansi
sebagai data sekunder. Sementara untuk data primer diperoleh melalui wawancara mendalam
dengan stakeholders. Metode analisis data dengan metode kualitatif dan untuk pengembangan
pulau digunakan analisis SWOT
Kependudukan
Jumlah Penghuni Pulau
Pulau Koroniki merupakan pulau yang tidak berpenduduk, pulau ini termasuk ke dalam wilayah
Kecamatan Siberut Barat Daya. Karena kedekatan jarak dengan daratan ujung Pulau Siberut
yang berpenduduk, menyebabkan banyak aktifitas dilakukan dalam pulau oleh beberapa orang
penduduk yang berasal dari desa terdekat yaitu Desa Pasakiat Teileleu. Pulau Koroniki memiliki
status Hak Tuan Tanah (Sibakat Laggai) yang dulunya dihuni oleh Suku Sakaloat dari Desa
Pasakiat Taileleu. Pada saat ini Pulau Koroniki dihuni oleh beberapa anggota masyarakat yang
tidak menetap di pulau sebanyak ± 11 KK yang berasal dari Desa Pasakiat Taileleu. Mereka
setiap minggu datang ke pulau untuk berladang dan mengelola kebun kelapa dan tanaman lain
yang sudah lama dikembangkan secara turun-temurun. Masyarakat yang tinggal di pulau ini
merupakan wakil dari suku atau keturunannya, Mobilitas penghuni pulau untuk pulang dan pergi
setiap hari atau setiap minggu dan bulannya, semua tergantung dari aktifitas yang mereka
lakukan dalam pulau. Profil ke 11 orang kepala keluarga dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel.1 Profil Penghuni Pulau Koroniki
No Nama Jenis Kelamin Usia Jumlah Anak
1 Mikael Siriobak Laki-Laki 27 tahun 2 orang
2 Eti Sababak Perempuan 50 tahun 1 orang
3 Manuel Salalatek Laki-Laki 60 tahun 5 orang
4 Medan Sapolagha Laki-Laki 35 tahun 3 orang
5 Sideogok Sababak Laki-Laki 50 tahun 7 orang
6 Mika Salalatek Laki-Laki 40 tahun 4 orang
7 Mateus Sakaloat Laki-Laki 50 tahun 4 orang
8 Gelaji Siriabangan Laki-Laki 60 tahun 1 orang
9 Itam Sabolak Laki-Laki 40 tahun 0 orang
10 Groigoi Saremurat Laki-Laki 40 tahun 4 orang
11 Pangiutan Siritoitet Laki-Laki 30 tahun 1 orang
Sumber : Hasil Survei, 2014.
Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Penghuni yang tinggal di Pulau Koroniki memiliki mata pencaharian utama dengan berkebun
kelapa dan mengolah kopra, yang pengolahannya dilakukan secara berkelompok, dimana
masing-masing anggota keluarga dapat datang mengambil hasil kebunnya setiap minggu. Pada
saat panen biasanya masing-masing kelompok keluarga membawa 10 orang anggota keluarganya
untuk membantu memetik kelapa. Jika ada 11 kelompok keluarga, berarti pada saat panen pulau
ini dihuni sebanyak ; 110 orang yang bekerja untuk memanen kelapa dan mengolah kopra.
Pengumpu
l
Selain mengolah kopra sebagai pekerjaan utama, pekerjaan sambilan masyarakat di sekitar Pulau
Koroniki adalah sebagai nelayan tangkap yang bersifat subsistem. Mereka menggunakan alat
tangkap sederhana seperti pancing (hand line) dan jaring udang (gill net/trammel net) untuk
mendapatkan ikan dan udang. Hasil tangkapan umumnya mereka konsumsi untuk kebutuhan
protein keluarga dan sebagian lagi dijual, dengan harga jual Rp. 20.000/ikat (3-5 ekor ikan),
Perikanan Tangkap
Produksi Perikanan Tangkap
Terdapat 17 jenis ikan yang menjadi sasaran ikan tangkap bagi para nelayan yaitu jenis todak,
lolosi biru, gole - gole, kuwe, tetengkek, bentong, siro, teri, pep erek, kurau, senangi, tenggiri,
tuka, kerapu, berong, manggilala, pari, udang/moluska. Adapun jumlah jumlah produksi
perikanan tangkap Kec. Siberut Barat Daya dari masing-masing jenis ikan tersebut, seperti tabel
4 berikut.
Tabel 4 Data Produksi Perikanan Tangkap Kec. Siberut Barat Daya
No Nama Ikan Produksi (Kg) Nilai (Rp)
1 Todak 90 900.000
2 Lolosi Biru 250 6.250.000
3 Gole gole 220 3.300.000
4 Kuwe 220 3.300.000
5 Tetengkek 190 2.850.000
6 Bentong 210 3.150.000
7 Siro 220 2.200.000
8 Teri 150 3.000.000
9 Pep erek 140 1.400.000
10 Kurau 190 2.850.000
11 Senangi 210 3.150.000
12 Tuka 280 8.400.000
13 Tenggiri 230 4.600.000
14 Kerapu 780 17.850.000
15 Berong 120 1.800.000
16 Manggilala 120 1.200.000
17 Pari 150 1.500.000
18 Udang/moluska 1.945 13.500.000
Jumlah 5.715 81.200.000
Sumber: DKP Kab. Kep. Mentawai (Triwulan I, II), 2014
Total hasil produksi perikanan tangkap di Kecamatan Siberut Barat Daya adalah Rp.
81.200.000,00 dengan total jumlah produksi 5.715 kg dalam waktu 6 bulan. Jumlah produksi
tertinggi jenis ikan kerapu dengan jumlah produksi 780 kg. Selanjutnya jenis tuna dan ikan lolosi
biru dengan jumlah produksi masing-masing 280 kg dan 250 kg. Jenis ikan lainnya memiliki
jumlah produksi di bawah 250 kg. Produksi terendah yaitu jenis todak, hasil produksi 90 kg
dengan harga jual Rp. 10.000,00/kg. Total kontribusi jenis ini sebesar Rp. 900.000,00. Untuk
meningkatkan produksi perikanan tangkap di Kecamatan Siberut Barat Daya, perlu
dikembangkan teknologi penangkapan serta jenis alat yang digunakan. Ketersediaan BBM juga
sangat berpengaruh dalam kelancaran aktivitas perikanan. Disamping itu penanganan hasil
produksi perikanan tangkap (pasca panen) juga perlu diperhatikan.
Perkebunan
Banyaknya vegetasi kelapa yang ditanam sebagai sebuah kawasan perkebunan yang dikelola
secara adat oleh masing-masing suku sangat ditunjang oleh adanya air tawar yang tersedia di
pulau sepanjang tahun, serta terdapatnya pupuk alami yang didapatkan dari proses pelapukan
pelepah kelapa dan proses pembusukan batok kelapa menjadi pupuk alami di dalam pulau
sehingga pulau ini menjadi sangat subur. Penanaman kelapa yang sangat padat dengan jarak rata-
rata 5,5 m setiap batang. Hal ini menghasilkan produksi kelapa yang diolah secara sederhana
menjadi kopra sebanyak 500 kg/ bulan dari pulau ini.
Industri
Di Pulau Koroniki terdapat industri pengolahan kopra dengan kondisi setengah jadi.dari bahan
baku bungkil kelapa. Pengolahan kopra belum dilakukan dengan skala rumah tangga, akan tetapi
hanya dengan cara memotong dua kelapa yang telah dipanen, isinya dicongkel dengan pisau
khusus, ditumpuk dalam keranjang lalu diletakkan di atas tungku untuk didiangi dengan perapian
yang bersumber dari batok kelapa dan sabut kelapa yang telah kering,
Sarana dan Prasarana
Transportasi : Karena pulau ini lebih banyak dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa (38,03
ha), dan pulau cenderung datar dan sedikit terjal, jadi tidak ada sarana transportasi di dalam
pulau. Sarana transportasi antar pulau menggunakan perahu nelayan skala kecil, mesin dengan
kapasitas 15 PK. Penerangan : Penduduk di Pulau Koroniki menggunakan lampu minyak tanah
(lampu togok/alito). Air Bersih : Sumber air bersih di Pulau Koroniki adalah sumur terbuka.
Tidak sulit untuk memperoleh air bersih di pulau ini, cukup dengan menggali tanah dengan
kedalaman 1,5 m - 2,5 m yang kualitas airnya relative baik. Kesehatan : Pulau Koroniki tidak
memiliki sarana kesehatan, dikarenakan penduduk yang tinggal di pulau ini tidak menetap
sepenuhnya, mereka bermobilisasi ke Dusun Makukuet Desa Pasakiat Teileleu jika ada yang
sakit. Peribadatan : Warga yang tinggal di Pulau Koroniki melakukan peribadatan setiap hari
minggu ke Desa Pasakiat Teileleu, karena di pulau ini tidak terdapat sarana peribadatan.
Faktor Internal dan Eksternal Arah Pengembangan Pulau dan Strategi Pengembangannya
Dari data - data hasil survei, wawancara dan analisis pengolahan data disusun beberapa item
yang dapat menjadi faktor internal dan eksternal dalam pengembangan Pulau Koroniki.
Selanjutnya dari faktor internal dan eksternal tersebut dapat pula disusun strategi
pengembanganya.
Faktor Internal
Faktor internal arah pengembangan pulau ini disamping dapat berupa kekuatan dalam usaha
tersebut, juga dapat berupa kelemahannya.
Kekuatan (Strength)
a. Sudah mendunianya ombak untuk surfing
b. Budaya dan tradisi yang masih terjaga
c. Pesona dan keindahan alam yang alami
d. Pola pemanfaatan pulau yang berkelanjutan
e. Keberadaan terumbu karang dan ikan karang
f. Pulau dijadikan sebagai kawasan wisata bahari dan ekowisata (penyu)
g. Adanya bukit karang
h. Pulau Koroniki bagian dari Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) sesuai dengan
SK Bupati Kepulauan Mentawai No, 188,45-142 tahun 2012
Kelemahan (Weakness)
a. Kepemilikan lahan pulau secara adat (Sibakat Laggai)
b. Belum ada regulasi investasi
c. Tidak ada transportasi reguler
d. Sewa boat relatif mahal
Faktor Eksternal
Sedangkan faktor eksternal disamping dapat berupa peluang juga dapat berupa ancaman.
Peluang (Opportunity)
a. Adanya potensi dan keunggulan yang dimiliki pulau baik daratan maupun perairan
b. Dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan PAD terutama dari hasil kopra
c. Adanya perhatian Pemda
d. Alternatif ekowisata bahari
e. Masuknya investor pengembang pulau
Ancaman (Threat)
a. Sisa sabut dan tempurung kelapa
b. Terjadi persaingan daerah tujuan wisata
c. Isu gempa bumi dan stunami
d. Abrasi pantai
Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada diformulasikan dalam analisis SWOT
dengan identifikasi faktor internal dan eksternal dalam sebuah matrik, seperti tabel 5 berikut.
Tabel 5 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Pulau Koroniki
No. Faktor internal dan eksternal Bobot (B) Rating (R) BxR Kode
I Internal
A Kekuatan
1. Sudah mendunianya ombak Mentawai 0.09 5 0.45 S1
2. Budaya dan tradisi yang masih terjaga 0.10 3 0.30 S2
3. Pesona dan keindahan alam yang alami 0.07 4 0.28 S3
4. Pola pemanfaatan pulau yang berkelanjutan 0.11 5 0.55 S4
5. Keberadaan terumbu karang dan ikan karang 0.10 4 0.40 S5
6. Pulau dijadikan sebagai kawasan wisata bahari 0.09 3 0.27 S6
7. Adanya bukit karang 0.07 3 0.21 S7
B Kelemahan
1. Kepemilikan lahan pulau dimiliki secara adat 0.06 4 0.24 W1
2. Pendataan terumbu karang belum pernah 0.08 3 0.24 W2
dilakukan
3 Pulau sudah ditetapkan sebagai pencadangan 0.05 3 0.15 W3
kawasan perairan selat bunga laut dan sekitarnya
sebagai kawasan konservasi perairan daerah
daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai
4. Belum ada regulasi investasi 0.08 4 0.32 W4
5. Tidak ada transportasi reguler 0.04 2 0.08 W5
6. Sewa boat relatif mahal 0.06 2 0.12 W6
Total bobot faktor internal 1.00
II. Eksternal
C Peluang
1. Adanya potensi dan keunggulan yang dimiliki 0.11 5 0.55 O1
pulau baik daratan maupun perairan
2. Dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan 0.10 3 0.30 O2
PAD
3. Adanya perhatian Pemda 0.07 4 0.28 O3
4. Alternatif ekowisata 0.11 2 0.22 O4
D Ancaman
1. Sisa sabut dan tempurung kelapa 0.13 5 0.65 T1
2. Terjadi persaingan daerah tujuan wisata 0.10 3 0.30 T2
3. Masuknya investor pengembang pulau 0.14 4 0.56 T3
4. Isu gempa bumi dan stunami 0.12 2 0.24 T4
5 Abrasi pantai 0.12 4 0.48 T5
Total bobot faktor eksternal 1.00
Sumber: Data diolah, 2014
Dari identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan
ancaman) di atas dapat disusun matrik analisis SWOT yang menjadi arahan penyusunan rencana
strategi di Pulau Koroniki seperti tabel 6 berikut.
Tabel 6 Matrik Analisis SWOT
STRENGTH (S) WEAKNESS (W)
Sudah mendunianya ombak Kepemilikan lahan pulau
INTERNAL Mentawai dimiliki secara adat
Budaya dan tradisi yang masih Pendataan terumbu karang
terjaga belum pernah dilakukan
Pesona dan keindahan alam Pulau sudah ditetapkan
yang alami sebagai pencadangan
Pola pemanfaatan pulau yang kawasan perairan selat bunga
berkelanjutan laut dan sekitarnya sebagai
Keberadaan terumbu karang kawasan konservasi perairan
dan ikan karang daerah daerah Kabupaten
Pulau dijadikan sebagai Kepulauan Mentawai
EKSTERNAL kawasan wisata bahari Belum ada regulasi investasi
Adanya bukit karang Tidak ada transportasi reguler
Sewa boat relatif mahal
OPPORTUNITY (O) SO-STRATEGY WO-STRATEGY
Adanya potensi dan Penataan pondok pembakaran • Meningkatkan hubungan
keunggulan yang dimiliki kopra kerjasama pemda dengan
pulau baik daratan maupun Pentaan kawasan pemukiman dinas instansi terkait dan
perairan peladang pemilik pulau dalam
Dapat meningkatkan Penataan aksesibilitas dalam pengembangan dan
ekonomi masyarakat dan pulau pengelolaan pulau
PAD Percepatan regulasi investasi
Adanya perhatian Pemda Pengembangan ekowisata
Alternatif ekowisata potensial
TREATS (T) ST-STRATEGY WT-STRATEGY
Sisa sabut dan tempurung Memberikan pemahaman dan Pembinan pengolahan pasca
kelapa pengetahuan kepada panen buah kelapa yang lebih
Terjadi persaingan daerah pemilik/pengelola dalam hal baik dan maju sebagai mata
tujuan wisata keberlangsungan hidup pencarian alternatif
Masuknya investor sumberdaya hayati laut Program greenbelt
pengembang pulau Memberikan pemahaman
Isu gempa bumi dan stunami terhadap masyarakat tentang
Abrasi pantai pengamanan bibir pantai
Mengurangi konflik
kepentingan dan kelembagaan
Sumber: Hasil Analisis, 2014.
Berdasarkan hasil analisis SWOT diatas maka didapatkan isu strategis (utama) untuk
pengembangan Pulau Koroniki, sebagaimana tertera pada tabel 7 berikut.
Tabel 7 Isu Strategis (Utama) Pengelolaan Pulau Koroniki
Isu strategis (utama) Urutan Prioritas
Pengembangan ekowisata potensial 1
Pembinan pengolahan pasca panen buah kelapa yang lebih baik dan
2
maju sebagai mata pencarian alternatif
Memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada
pemilik/pengelola dalam hal keberlangsungan hidup sumberdaya 3
hayati laut
Penataan pondok pembakaran kopra 4
Program greenbalt 5
Sumber: Hasil Analisis, 2014.
Arah pengembangan Pulau Koroniki merupakan salah satu upaya masyarakat dan pemerintah
dalam perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya. Melalui serangkaian identifikasi dan inventarisasi potensi yang kemudian
dilanjutkan dengan rumusan strategi pengembangan, untuk mengelola dan membangun Pulau
Koroniki, memerlukan langkah strategis seperti analisis diatas. Dengan demikian diharapkan
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai dapat menjabarkan isu-isu strategis tersebut dalam
program kegiatan untuk keberlanjutan pengembangan Pulau Koroniki kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Institut Pertanian
Bogor.
Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sumbar, 2014, Laporan Akhir Identifikasi Potensi dan
Pemetaan Pulau Koroniki
Fauzi, A. 2010. Ekonomi Perikanan: Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan. Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Kabupaten Kepulauan Mentawai Dalam Angka, 2013, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Kepulauan Mentawai
Nurul Huda
Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta Padang
Email : nurulhuda114@yahoo.com
ABSTRAC
This research aims to analyze the governance policy of the Government in developing and
enhancing the potential of the creative sector of the economy in Pariaman city. the framework
of the economic development . ThisResearch method using Loqation Quetion (LQ)
and typologies klasen. The method of sampling using random sampling with a sample
of 23 economic flagship creative industry in the city of Pariaman. The results showed that the
potential of the flagship products of creative economic sector have typology klasen products
canevolve rapidly and great potential with LQ > 1, among others, fashion, culinary,craft
and design. these sectors support each other so that the attachment to the development of the
Government's governance should be integrated in accordance with the ability of
funding or Government budget city of Pariaman.
1. PENDAHULUAN
Pemerintah menyadari bahwa ekonomi kreatif adalah harapan bagi ekonomi Indonesia untuk
bangkit, bersaing dan meraih keunggulan dalam ekonomi global. Untuk mengembangkan
ekonomi kreatif ini, Presiden menginstruksikan Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Gubernur, Bupati/Walikota agar menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi
Pengembangan Ekonomi Kreatif melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 Tentang
Pengembangan Ekonomi Kreatif. Inpres tersebut menyebutkan bahwa pengembangan
ekonomi kreatif adalah pengembangan kegiatan ekonomi yang berdasarkan kreativitas,
keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu
yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pengembangan ekonomi kreatif menekankan pada pengembangan 15 subsektor industri
kreatif nasional, yakni: Periklanan; Arsitektur; Pasar seni dan barang antik; Kerajinan;
Desain; Fashion; Film, video, dan fotografi; Permainan interaktif; Musik; Seni
pertunjukan; Penerbitan dan percetakan; Layanan komputer dan piranti lunak; Radio
dan televisi; dan Riset dan pengembangan; serta penambahan Kuliner (sesuai Renstra
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2012-2014).
Letak geografis Kota Pariaman memiliki peluang cukup besar bagi pengembangan
ekonomi kreatif dibanding kota/kabupaten lain di Provinsi Sumatera Barat. Letak wilayah
Kota Pariaman berdekatan dengan Kota Padang sebagai Pusat Pemerintahan dan pintu keluar
masuk ekspor impor. Kedekatan jarak tersebut berdampak terhadap perilaku pasar dan
konsumen yang memilih barang tidak saja berdasarkan fungsi, melainkan juga pada
kenyamanan, identitas dan gaya hidup. Jumlah penduduk Kota Pariaman menjadi peluang
pasar dan jumlah konsumen bagi komoditi subsektor industri kreatif. Cukup banyak pelaku
dan usaha subsektor industri kreatif tersebar di 4 Kecamatan se-Kota Pariaman, terutama
produksi bersifat non massal yang memanjakan selera konsumen lebih secara personal.
1. Menganalis potensi dan tipologi sektor-sektor ekonomi kreatif sebagai sektor basis
penggerak ekonomi masyarakat di kota Pariaman
2. Menganalis sistem tata kelola pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kreatif
kota Pariaman
Ekonomi Kreatif yang dipandang sebagai sub sektor dalam kegiatan ekonomi
sebenarnya belum lama muncul. Pada dekade awal 1990-an, di Australia timbul persoalan
mengenai mekanisme pandanaan yang berkaitan dengan kebijakan sektor seni dan budaya,
sehingga muncullah istilah ketika itu “Creative Nation” yang dikeluarkan Australia. Tetapi
istilah ini benar-benar terangkat ketika Department of Culture, Media, and Sport (DCMS)
United Kingdom (Inggris) mendirikan Creative Industries Task Force pada tahun 1997.
Kemudian DCMS Creative Industries Task Force (1998) merumuskan definisi sebagai
berikut: “Creative Industries as those industries which have their origin in individual
creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job creation through
the generation and exploitation of intellectual property and content”. Ruang lingkup dari
industri kreatif menurut DCMS meliputi, advertising, architecture, the art and antiques
market, crafts, design, designer fashion, film, interactive leisure software, music, the
performing arts, publishing, software, television and radio. Pada waktu berikutnya, banyak
negara di dunia mengadopsi konsep Inggris ini, antara lain Norwegia, Selandia Baru,
Singapura, Sewedia dan tentu saja Indonesia tidak mau ketinggalan dengan istilahnya sendiri,
Ekonomi Kreatif.
Latar belakang Inggris merumuskan kebijakan Industri Kreatif yang kebijakannya
berada di bawah Departemen Kebudayaan, Media dan Olahraga hingga dewasa ini, ialah
pada dekade 1980-an di Inggris aktivitas industri menyusut, akibatnya pengangguran di
negara itu meningkat, dan dampaknya alokasi dana pemerintah untuk bidang seni berkurang.
Maka ditemukanlah gagasan dan strategi kreatif yakniculture as an industry. Sebenarnya ini
merupakan paradigma baru dalam melihat seni dan budaya dalam hubungannya dengan
perekonomian suatu negara. Melalui konsep ini, seni dan budaya tidak lagi dilihat sebagai
sektor-sektor yang selalu membutuhkan subsidi dari negara, malahan justru didesain untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan inovasi yang bernilai ekonomis.
Sehingga pada masa itu, Tony Blair, PM Inggris, menyatakan, “pop music exports were
financially more significant to the country than the steel industry.”
Indonesia sendiri dalam pembangunan sektor ekonomi kreatif tampak sangat cepat.
Bila di negara maju semacam Inggris, timbulnya industri kreatif sebagai nomenklatur baru
dalam kebijakan industrial mereka, hal itu tampak sebagai suatu yang alamiah dari perspektif
evolusi ekonomi. Ingris, sebagai pelopor industri sekaligus lokus revolusi industri dunia, kini
masuk pada tahap lanjut evolusi ekonomi, yaitu ekonomi berbasis ide dan kreasi. Bila
disederhanakan, evolusi ekonomi dimulai dari tahap ekonomi berbasis pertanian, kemudian
berkembang menjadi ekonomi berbasis industri, lalu ekonomi berbasis informasi, dan yang
mutakhir ekonomi berbasis ide dan kreasi.
Kasus Indonesia dalam hal pembinaan Ekonomi Kreatif cukup menarik. Ekonomi
Kreatif muncul dari atas (from above) melalui kebijakan negara. Tetapi bukan berarti
kegiatan ekonomi kreatif baru muncul seiring dengan kebijakan pemerintah tersebut.
Ekonomi Kreatif telah lama tumbuh dan berkembang di masyarakat, namun secara khusus
mendapat perhatian dan pembinaan yang kuat dari pemerintah baru dimulai pada era
pemerintahan SBY.
Pemerintahan SBY telah meninggalkan legacy yang baik terkait pengembangan dan
pembangunan ekonomi kreatif di Indonesia. Secara kronologis kebijakan ekonomi kreatif
dimulai oleh pernyataan Presiden untuk meningkatkan industri kerajinan dan kreativitas
bangsa, terselenggaranya Pekan Produk Budaya Indonesia 2007, yang berubah nama menjadi
Pekan Produk Kreatif Indonesia 2009, terbitnya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009
tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, hingga Perpres Nomor 92 Tahun 2011 yang
menjadi dasar hukum terbentuknya kementerian baru yang mengurusi ekonomi kreatif, yaitu
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan Menterinya, Mari Elka Pangestu.
Kemudian lebih lanjut terbitlah pada 2012. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif tentang Rencana Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2012-
2014. Di dalam rencana strategis itu telah tersusun dengan detail pengembangan ekonomi
kreatif di Indonesia.
Ruang lingkup ekonomi kreatif di Indonesia berdasarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2009
berbeda dengan di negara seperti Inggris, hal mana bidang penelitian dan pengembangan
dimasukkan sebagai bagian dari ekonomi kreatif. Di Inggris, bidang penelitian dan
pengembangan tidak dimasukkan sebagai ruang lingkup Industri Kreatif, tetapi bidang
konsultasi sudah dimasukkan sebagai bagian dari industri kreatif. Lebih rinci bidang-bidang
apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup ekonomi kreatif di Indonesia adalah sebagai
berikut :
a. Periklanan (advertising): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa
periklanan, yakni komunikasi satu arah dengan menggunakan medium
tertentu. Meliputi proses kreasi, operasi, dan distribusi dari periklanan yang
dihasilkan, misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi periklanan, media
periklanan luar ruang, produksi material periklanan, promosi dan kampanye
relasi publik. Selain itu, tampilan periklanan di media cetak (surat kabar dan
majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan
gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan media reklame
sejenis lainnya, distribusi dan delivery advertising materials or samples, serta
penyewaan kolom untuk iklan;
b. Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain bangunan secara
menyeluruh, baik dari level makro (town planning, urban design, landscape
architecture) sampai level mikro (detail konstruksi). Misalnya arsitektur
taman, perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan
warisan sejarah, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, konsultasi
kegiatan teknik dan rekayasa seperti bangunan sipil dan rekayasa mekanika
dan elektrikal;
c. Pasar Barang Seni: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan
barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni dan
sejarah yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan dan internet,
meliputi barang-barang musik, percetakan, kerajinan, automobile, dan film;
d. Kerajinan (craft): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan
distribusi produk yang dibuat atau dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang
berawal dari desain awal sampai proses penyelesaian produknya. Antara lain
meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat alam maupun
buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu dan
besi), kaca, porselen, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan
pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan
produksi massal);
e. Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain
interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan
jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan;
f. Fesyen (fashion): kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian,
desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode
dan aksesorisnya, konsultasi lini produk berikut distribusi produk fesyen;
g. Video, Film dan Fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi
produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan
film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi,
sinetron, dan eksibisi atau festival film;
h. Permainan Interaktif (game): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi,
produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan,
ketangkasan, dan edukasi. Sub-sektor permainan interaktif bukan didominasi
sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau
edukasi;
i. Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi,
pertunjukkan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara;
j. Seni Pertunjukkan (showbiz): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
pengembangan konten, produksi pertunjukkan. Misalnya, pertunjukkan
wayang, balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional,
musik teater, opera, termasuk musik etnik, desain dan pembuatan busana
pertunjukkan, tata panggung, dan tata pencahayaan;
k. Penerbitan dan Percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan
konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital
serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup
penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil,
obligasi, saham dan surat berharga lainnya, paspor, tiket pesawat terbang, dan
terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir
(engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan,
dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film;
l. Layanan Komputer dan Piranti Lunak (software): kegiatan kreatif yang terkait
dengan pengembangan teknologi informasi, termasuk layanan jasa komputer,
pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak,
integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak,
desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk
perawatannya;
m. Televisi & Radio (broadcasting): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis,
reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten
acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar) siaran
radio dan televisi;
n. Riset dan Pengembangan (R&D): kegiatan kreatif terkait dengan usaha
inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi, serta mengambil
manfaat terapan dari ilmu dan teknologi tersebut guna perbaikan produk dan
kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan
teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk yang
berkaitan dengan humaniora, seperti penelitian dan pengembangan bahasa,
sastra, dan seni serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen. (Faisal Afiff,
2012)
o. Kuliner ; makanan khas daerah
3.METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data Sekunder dan primer
.Tehnik pengambilan sampel menggunakan random sampling dengan sampel berjumlah 23
industri ekonomi kreatif di kota Pariaman
Yr/ Y <1
>1
Gr/ G
Maju Berkembang
>1
Keterangan :
Yr = Pendapatan total seluruh sektor (15 Sektor)
Y = Rata-rata pendapatan sektor industri kreatif 1
Gr = Laju pertumbuhan pendapatan seluruh sektor (15 Sektor)
G = Laju pertumbuhan pendapatan sektor induskti i
Sedangkan analisis industri basis untuk sektor ekonomi kreatif dianalisis dengan model
Location Quotient atau lebih dikenal dengan teknik LQ. (Harvey Armstrong,2005)
Lqir
X i / X
r r
X i / X
n n
Dimana :
Perkembangan jumlah industri di Kota Pariaman dalam jangka waktu 2008 – 2012
menunjukan angka yang fluktuatif. Jumlah industri yang ada dikelompokkan menjadi industri
pertanian, industri aneka, industri logam, industri mesin dankimia. Pada tahun 2008 jumlah
industri formal yang terdapat di Kota Pariaman adalah sebanyak 381 unit dengan serapan
tenaga kerja sebanyak 2.732 orang dan industri non formal berjumlah 666 unit dengan
serapan tenaga kerja sebanyak 2.751 orang. Tahun 2009 jumlah indistri formal meningkat
menjadi 570 unit demikian juga dengan industri non formal menjadi 986 unit. Serapan tenaga
kerja pada tahun 2009 perkembangannya juga mengikuti jumlah perkembangan industri,
dimana serapan tenaga kerja industri formal meningkat menjadi 4.035 dan non formal
menjadi 3.915. Pada tahun 2010 jumlah industri formal dan non formal menurun demikian
juga dengan serapan tenaga kerjanya juga menurun. Kemudian meningkat kembali di tahun
2011 dan 2012 . Pada tahun 2012 di Kota Pariaman tercatat jumlah usaha industri formal
berjumlah 682 unit usaha formal dan 1.225 unit usaha non formal dan jumlah ini untuk
industri formal mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2011. Untuk lebih
jelasnya data dari sektor industri yang ada di Kota Pariaman dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2
Tabel 1
Jumlah Unit Industri dan Tenaga Kerja
di Kota Pariaman Tahun 2013
Yr / Y
Gr / G >1 <1
Maju Berkembang
1. Fesyen 1. Kerajinan
>1 2. Kuliner 2. Desain
3. Periklanan
4. Seni Pertunjukkan
1. Fesyen 1,5888
2. Kuliner 1,4588
3. Kerajinan 1,2319
4. Disain 1,0903
Beberapa bentuk tata kelola pemerintah yang berkaitan dengan produk ekonomi
kreatif unggulan dari sektor yang ada telah dilakukan kajian tentang analisis
kekuatan,kelemahan peluang dan ancamannya sehingga dapat diperoleh kebijakan tata kelola
yang baik. Beberapa produk tersebut antara lain:
a. Bordiran
Kerajinan bordir termasuk salah satu jenis kerajinan yang memerlukan ketekunan,
ketelitian dan kesabaran dan ini banyak dikerjakan oleh kaum wanita. Di Kota Pariaman cara
kerja membuat pakaian bordir terdapat dua cara yakni dengan menggunakan menjahitnya
pada kain yang telah disediakan sesuai dengan pola dan motif yang akan dibuat dan dengan
cara mensolderkan alat bordir pada kain yang akan dibordir.
Di Kota Pariaman saat ini sudah banyak beroperasi unit usaha bordir yakni 210 unit
usaha formal dan 187 yang non formal. Usaha ini umumnya memproduksi jilbab dan
mukena. Daerah atau kawasan yang paling banyak terdapat industri kerajinan bordir ini
adalah di Naras Kota Pariaman.
Bahan baku pakaian bordir adalah kain dasar biasa, namun untuk kualitas tertentu ada
bahan dasarnya yang terbuat dari kain sutera. Kain ini diimpor dari Jepang. Sebagian bahan
dasar ini ditambah pula dengan bahan pembantu seperti benang dan renda. Dalam
pengembangan industri ini ada beberapa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk
mengembangkan industri ini, yakni antara lain :
1. Kekuatan
Komitmen pengrajin cukup tinggi dalam mengembangkan usaha
kerajinan.
Tenaga kerja tidak memerlukan pendidikan khusus dan cukup tersedia
dilingkungan perusahaan.
Motif/desain bordir cukup variatif dan trendy.
Peralatan produksi sebagian sudah menggunakan mesin moderen.
2. Kelemahan
Produksi belum berdasarkan target yang ingin dicapai, tetapi lebih
didasarkan pada order pedagang.
Modal masih sangat terbatas.
Pengelolaan keuangan masih bersifat kekeluargaan dan belum
didasarkan atas pembukuan yang baik (menurut bisnis) sehingga sulit
mengukur apakah perusahaan dalam posisi berlaba atau merugi.
3. Peluang
Banyak perantau sulit air di daerah lain sebagai ujung tombak
pemasaran.
Pakaian bordir (mukena dan jilbab) yang trendy tidak hanya
dikalangan kaum wanita setengah baya ke atas tetapi juga remaja.
4. Ancaman
Menurunnya minat generasi muda untuk menekuni kerajinan bordir.
Tingginya persaingan dari produk yang sejenis.
c. Rajutan
Berawal dari latar belakang kehidupan masyarakat yang berada di pinggir pantai
Pariaman yang umumnya mereka memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, dan para ibu-
ibu yang berada di rumah menyibukkan diri sambil merajut benang. Lama kelamaan
kebiasaan ini menjadi hobbi para ibu-ibu nelayan yang ada di kawasan pantai Barat
Pariaman. Lebih kurang 50 tahun yang silam kegiatan rajutan ini sudah ada.Rajutan telah
menjadi salah satu produk kerajinan yang dihasilkan oleh masyarakat yang saat ini masih
berkembang. Manun secara ekonomis perkembangannya belum memperlihatkan prospek
yang prospektif, karena secara turun temurun kerajinan ini dilakukan sebagai kegiatan
sampingan oleh masyarakt. Aspek ekonomis yang mesti diharapkan tumbuh dari kerajinan ini
sejauh ini belum begitu tampak. Padahal di Pariaman kerajinan rajutan merupakan salah satu
hasil komuditi industri yang memiliki prospek.
Bahan baku kerajinan rajutan dibuat dengan bahan baku terdiri dari benag medan,
benang sulam dense, kain blacu, dan siliki. Produk yang dihasilkan kerajinan rumah tangga
rajutan di pasarkan berdasarkan order dari pelangan dimana bentuk dan motif rajutan
dibuatkan jika ada permintaan/order yang diberikan oleh konsumen. Wilayah pemasaran
industri rajutan ini telah beredar keberbagai daerah dan luar negeri seperti ; Bikitinggi,
Padang, Pekanbaru, Jakarta, Surabaya, batam, Medan, Malaysia, Thailand dan Turki.
5. KESIMPULAN
1. Bentuk tata kelola yang harus dilakukan oleh pemerintah harus diimplementasikan
dengan sungguh-sungguh dan konsisten
2. Sektor–sektor unggulan dalam ekonomi kreatif dikota Pariaman antara lain
fesyen,kuliner,disain dan kerajinan harus mendapat dukungan yang serius oleh
pemerintah dalam dal perencanaan,pengembangan dan pembinaan serta kerjasama
yang terintegrasi sehingga pengembangan sektor tersebut lebih cepat terealisasi
DAFTAR PUSTAKA
Kota Pariaman Dalam Angka. 2014, Badan Pusat Statistik, Kota Pariaman.
Rangkuti, F., 1997. Analisis SWOT Teknik membedah Kasus Bisnis, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
ABSTRACT
This study aims to investigate the influence of knowledge and understanding of tax laws and the
quality of service tax authorities on the willingness to pay taxes to pay taxes consciousness as an
intervening variable. The sample in this study is the individual tax payer(WPOP) are doing free jobs
listed on Pratama tax service Bukittinggi which is taking of 100 respondents.
The sampling technique is random sampling. The data use primary data through questionnaires.
Data analysis method is used dis multiple linear regression analysis. Test of the hypothesis by using
the T-test statistical test to prove the effect of the independent variable on the dependent variable
partially or individual.
The results of this study found that knowledge and understanding of tax laws affect the
consciousness of paying taxes, then the service tax authorities affect the consciousness of paying
tax. Afterwards Awareness to pay taxes affect the willingness to pay tax, then later could not pay
taxes. Consciousness meintervening relationship between knowledge and understanding of tax laws
and the willingness to pay service tax fikus, due to the indirect equation regression coefficient value
is smaller than the relationship directly though everything is in a state of significant
Key Words : Knowledge and Understanding, Servis Tax Authorities, Willingness to pay taxes,
Having Awareness
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemerintah Indonesia secara terus menerus berusaha meningkatkan sumber pembiayaan
pembangunan internal, salah satu sumber pembiayaan pembangunan internal adalah pajak. Pajak
merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelayanan umum dan pembangunan nasional. Dimana kurang lebih 2/3 penerimaan
negara saat ini bersumber dari pajak.
Dominasi pajak sebagai sumber penerimaan merupakan satu hal yang sangat wajar, terlebih
ketika sumber daya alam, khususnya minyak bumi tidak bisa lagi diandalkan. Penerimaan dari
sumber daya alam mempunyai umur yang relatif terbatas, suatu saat akan habis dan tidak bisa
diperbaharui. Hal ini berbeda dengan pajak, sumber penerimaan ini mempunyai umur tidak terbatas,
terlebih dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk (Widayati dan Nurlis, 2010).
Pajak Penghasilan (PPh) adalah salah satu sumber peneriman negara yang berasal dari
pendapatan rakyat yang merupakan wujud kewajiban dan peran serta rakyat dalam pembiayaan dan
pembangunan nasional (Herry, 2010).
Salah satu penyumbang pajak untuk negara Indonesia berasal dari Sumatera Barat. Berikut
dapat dilihat Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi
Tahun 2011-2012 dimana persentase pencapaian pajak pada Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi
pada tahun 2012 mengalami penurunan untuk rencana sebesar 3,16% sedangkan realisasi
mengalami peningkatan sebesar 5,59%. Begitu juga dengan persentase pencapaian pajak pada KPP
pratama Bukittinggi pada tahun 2012 juga mengalami penurunan untuk rencana sebesar 0,63%.
Sedangkan realisasi juga mengalami peningkatan sebesar 0,93 %
Sementara jika dilihat dari kontribusi pajak KPP Pratama Bukittinggi terhadap kanwil DJP
sumatera barat dan jambi mengalami fluktuasi baik dari rencana maupun realisasi per jenis pajak.
Hasil selengkapnya tentang kontribusi rencana dan realisasi penerimaan pajak KPP Pratama
Bukittinggi terhadap Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi dapat dilihat rencana kontribusi pajak
pengasilan kota Bukittinggi pada tahun 2011 sebesar 8,38% mengalami penurunan pada tahun 2012
menjadi 7,85%, sementara untuk realisasi kontribusi pajak penghasilan kota Bukittinggi pada tahun
2011 sebesar 7,97% turun pada tahun 2012 menjadi 7,67%. Hal ini berbanding terbalik dengan
rencana kontribusi pajak PPN dan PpnBM kota Bukittinggi pada tahun 2011 sebesar 7,99% naik
pada tahun 2012 menjadi 9,48%, sementara untuk realisasi kontribusi pajak PPN dan PpnBM kota
Bukittinggi pada tahun 2011 sebesar 8,78% sama-sama mengalami penurunan pada tahun 2012
menjadi 8,71%.
Kemudian jika dilihat dari rencana kontribusi pajak PBB dan BPHTB kota Bukittinggi pada
tahun 2011 sebesar 7,80% turun pada tahun 2012 menjadi 4,82%, yang diikuti juga oleh penurunan
untuk realisasi kontribusi pajak pada tahun 2011 sebesar 7,50% menjadi 4,01% pada tahun 2012.
Sedangkan jika dilihat untuk rencana kontribusi pajak lainnya dan PIB kota Bukittinggi pada tahun
2011 sebesar 6,07% naik pada tahun 2012 menjadi 14,96%, sementara untuk realisasi kontribusi
pajak lainnya dan PIB kota Bukittinggi pada tahun 2011 sebesar 14,29% naik pada tahun 2012
menjadi 14,41%.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa seharusnya pajak penghasilan bisa
memberikan kontribusi yang lebih banyak dibandingkan jenis pajak lainnya. Namun pajak
penghasilan baik rencana maupun realisasi keduanya sama-sama mengalami penurunan. Penurunan
ini diprediksi akibat berkurangnya kesadaran untuk membayar pajak. Nugroho dan Zulaikha, (2012)
mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi berkurangnya kesadaran membayar pajak antara lain
kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi atas efektivitas
sistem perpajakan yang buruk, kemudian pelayanan fiskus yang buruk, sehingga dengan
berkurangnya kesadaran membayar pajak juga berpengaruh kepada kemauan untuk membayar
pajak.
Bila setiap wajib pajak sadar akan kewajibannya untuk membayar pajak, tentunya
penerimaan negara atas pajak akan terus meningkat, bukan berkurang, sebab jumlah wajib pajak
potensial cenderung semakin bertambah setiap tahun. Namun sebagian wajib pajak tidak mengerti
tentang peraturan perpajakan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari masih ada wajib pajak yang
menunggu ditagih baru membayar pajak, seperti peraturan pajak pada periode lama, sehingga ini
dapat menurunkan jumlah penerimaan pajak negara. Bila setiap wajib pajak mengetahui dengan
jelas tentang kriteria wajib pajak dan perhitungannya, maka wajib pajak akan memiliki kesadaran
untuk membayar pajak penghasilannya.
Selanjutnya yang mempengaruhi kesadaran membayar pajak adalah adanya pelayanan fiskus
yang berkualitas. Munculnya oknum seperti Gayus, Dhana Widyatmika dan banyak petugas pajak
lainnya membuat keyakinan wajib pajak atas kinerja pelayan fiskus berkurang sehingga wajib pajak
tidak mau membayar pajak karena takut uangnya digelapkan, bukan untuk pembangunan negara,
atau adanya biaya tambahan yang dipungut oleh fiskus.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut diatas, maka dapat ditarik permasalahan-
permasalahan yang timbul dalam penelitian ini. Adapaun pertanyaan yang timbul adalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan berpengaruh terhadap
kesadaran membayar pajak?
2. Apakah pelayanan fiskus yang berkualitas berpengaruh terhadap kesadaran membayar pajak?
3. Apakah kesadaraan membayar pajak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak?
TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan terhadap kesadaran
membayar pajak
Pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses dimana wajib pajak
mengetahui tentang perpajakan dan mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak.
Suryadi (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa meningkatnya pengetahuan perpajakan baik
formal dan non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar
pajak.
Nugroho dan Zulaikha (2012) meneliti tentang faktor–faktor yang mempengaruhi kemauan
untuk membayar pajak dengan kesadaran membayar pajak sebagai variabel intervening (studi kasus
wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas yang terdaftar di KPP Pratama
Semarang Tengah Satu). Berdasarkan hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa pengetahuan dan
pemahaman akan peraturan perpajakan berpengaruh postif terhadap kesadaran membayar pajak.
Widayati dan Nurlis (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi untuk
membayar pajak wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas studi kasus pada KPP
Pratama Gambir Tiga. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan faktor kesadaran membayar pajak
dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan mempunyai pengaruh yang tidak
signifikan terhadap kemauan wajib pajak untuk membayar pajak, sedangkan faktor pengetahuan
dan pemahaman tentang peraturan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemauan
wajib pajak untuk membayar pajak.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah:
H1 Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh terhadap
kesadaran membayar pajak
Pengaruh pelayanan fiskus yang berkualitas terhadap kesadaran membayar pajak
Pelayanan yang berkualitas terhadap wajib pajak adalah usaha yang dilakukan oleh kantor
pelayanan pajak untuk melayani wajib pajak secara maksimal agar wajib pajak tidak mengalami
kebingungan saat membayar pajak. Menurut Anchok (1994), aparat pajak dituntut untuk
memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada wajib pajak serta dapat
memupuk kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab membayar pajak. Wajib pajak dapat
mengenal pajak dari pelayanan yang diberikan oleh aparat pajak. Untuk itu aparat pajak harus
memiliki keterampilan untuk dapat memuaskan wajib pajak. Keterampilan yang harus dimiliki
aparat pajak adalah kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain dengan cara-cara yang baik
(Boediono, 2003). Kepuasan wajib pajak dalam mendapatkan pelayanan fiskus diduga akan
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak di dalam membayar pajak. Suryadi (2006)
menekankan pada pentingnya kualitas aparat pajak dalam memberikan pelayanan kepada wajib
pajak.
Ada beberapa indikator bahwa pelayanan fiskus yang berkualitas dapat mempengaruhi
kemauan untuk membayar pajak. Pertama, fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti
memiliki keahlian, pengetahuan dan pengalaman dalam hal perpajakan, administrasi pajak dan
perundang-undangan perpajakan. Kedua, fiskus harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai
pelayan publik. Ketiga, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diharapkan perluasan tempat pelayanan
terpadu (TPT). TPT dapat memudahkan pengawasan terhadap proses proses pelayanan yang
diberikan kepada wajib pajak (Widayati dan Nurlis, 2010 ).
Nugroho dan Zulaikha (2012) meneliti tentang faktor–faktor yang mempengaruhi kemauan
untuk membayar pajak dengan kesadaran membayar pajak sebagai variabel intervening (studi kasus
wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas yang terdaftar di KPP Pratama
Semarang Tengah Satu). Berdasarkan hasil uji yang dilakukan menunjukkan pelayanan fiskus yang
berkulaitas berpengaruh positif terhadap kesadaran membayar pajak, kemudian variabel kesadaran
membayar pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak.
Penelitian Chatarina (2004) menyimpulkan bahwa sikap aparat pajak tidak mempengaruhi
kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak, namun sikap aparat pajak bersama-sama dengan
pembelajaran pajak dan sosialisasi perpajakan secara signifikan mempengaruhi kesadaran wajib
pajak dalam membayar pajak.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah:
H2: Pelayanan fiskus yang berkualitas berpengaruh terhadap kesadaran membayar pajak
Kerangka Pemikiran
Metode penelitian menggunakan dua persamaan. Pada persamaan pertama pengetahuan dan
pemahaman akan perarturan perpajakan, pelayanan fiskus yang berkualitas terhadap kesadaran
membayar pajak. Kemudian pada persamaan kedua kesadaran membayar pajak terhadap kemauan
membayar pajak. Pada bagian ini akan ditampilkan ringkasan gambar kerangka pemikiran yang
akan ditunjukan pada gambar 2.1 berikut ini :
METODA PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak orang pribadi (WPOP) yang
terdaftar di KPP Pratama Bukittinggi yang berjumlah 116.961 orang per 17 Januari 2014.
Kemudian sampel dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi (WPOP) yang melakukan
perkerjaan bebas yang terdaftar di KPP Pratama Bukittinggi.
Sarwono, (2012) mengatakan dalam menghitung ukuran sampel yang akan digunakan pada
penelitian ini menggunakan rumus slovin sebagai berikut :
=
1+ ( )
Dimana :
n = ukuran sampel
N = populasi
= tingkat ketepatan yang diinginkan = 100% - 90% = 10% atau (0,1)
Berdasarkan pada rumus tersebut, maka perhitungan untuk jumlah sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
=
1+ ( )
116.961
=
1 + 116.961(0,1)
= 99,91
Maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 responden.
Teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah random sampling, yaitu cara pengambilan sampel
yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi.
Pelayanan Fiskus
Pelayanan yang berkulitas terhadap wajib pajak adalah usaha yang dilakukan oleh kantor
pelayanan pajak untuk melayani wajib pajak secara maksimal agar wajib pajak tidak mengalami
kebingungan saat membayar pajak. Variabel diukur dengan instrumen yang terdiri dari lima item
pertanyaan, yang diadopsi dari penelitian Yulianawati (2011) berupa :
a. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi Skill, Knowledge, Experience dalam hal kebijakan
perpajakan, administrasi pajak, dan perundang-undangan.
b. Fiskus memiliki motivasi tinggi sebagai pelayan publik.
c. Perluasan Tempat Pelayanan Terpadu (TPT).
d. TPT dapat memudahkan pengawasan terhadap proses pelayanan yang diberikan kepada wajib
pajak.
e. Sistem informasi perpajakan dan sistem administrasi perpajakan merupakan sistem layanan
prima kepada wajib pajak menjadi semakin nyata.
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala likert yaitu skala yang didesain untuk
menelaah seberapa kuat subjek setuju (sering) atau tidak setuju (tidak sering) dengan pernyataan
pada skala 4 atau interval 1 sampai 4 (Sekaran, 2006). Interval 1 sampai 4 tersebut terdiri dari ; 1 =
sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju, 4 = sangat setuju.
Variabel Intervening
Kesadaran membayar pajak
Kesadaran membayar pajak memiliki arti keadaan dimana seseorang mengetahui,
memahami, dan mengerti tentang cara membayar pajak. Variabel diukur dengan instrumen yang
terdiri dari empat item pertanyaan, yang diadopsi dari penelitian Widayati dan Nurlis, (2010)
berupa :
a. Pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara
b. Penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara
c. Pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan
d. Membayar pajak tidak sesuai dengan yang seharusnya dibayar akan merugikan negara.
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala likert yaitu skala yang didesain untuk
menelaah seberapa kuat subjek setuju (sering) atau tidak setuju (tidak sering) dengan pernyataan
pada skala 4 atau interval 1 sampai 4 (Sekaran, 2006). Interval 1 sampai 4 tersebut terdiri dari ; 1 =
sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju, 4 = sangat setuju.
Uji Reliabilitas
Ghozali, (2013) mengatakan pengujian ini dilakukan dengan uji Cronbach Alpha. Suatu konstruk
atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 (Nunnally, 1994
dalam Ghozali, 2013).
Keterangan :
Y = Kemauan membayar pajak
a = Konstanta
β1, β2 β3 = koefisien regresi
X = pengetahuan dan pemahan akan peraturan perpajakan
X2 = pelayanan yang berkualitas fiskus
Z = Kesadaran membayar pajak
e = error term
Pengujian Hipotesis
Uji Koefisien Determinasi ( R² )
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013). Nilai koefisien determinasi adalah antara
nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen
membefrikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen.
Uji F
Untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh antara beberapa variabel bebas secara bersama-sama
terhadap variabel terikat. (Ghozali, 2013). Dengan α = 5 % bila signifikan < α maka Ha diterima
yang berarti bahwa semua variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen atau sebaliknya.
Karakteristik Responden
Berdasarkan proses pentabulasian data yang telah dilakukan dapat diklasifikasikan
responden yang berpartisipasi di dalam penelitian terbanyak berjenis kelamin pria yaitu sebanyak
58 orang (76,3%), berusia 46 – 55 tahun sebanyak 23 orang (30,3%) dengan bidang usaha
perdagangan sebanyak 31 orang (40,8%) serta pendapatan / tahun, yaitu berkisar 260-500 Juta
sebanyak 35 orang (46,1%).
Dengan pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test dapat diketahui bahwa data
kuesioner yang penulis kumpulkan berdistribusi normal. Hasil ini dapat dilihat dari nilai Asymp.Sig.
(2-tailed) seluruh variabel besar dari 0,05 yang terdiri dari pengetahuan dan pemahaman tentang
peraturan perpajakan, pelayanan fiskus, kesadaran membayar pajak, dan kemauan membayar pajak.
Ini menunjukkan bahwa secara umum data yang ditemukan sudah memenuhi asumsi kenormalan
data sehingga pengujian statistik parametrik dapat dilakukan untuk membuktikan kebenaran
hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini.
Pengujian Hipotesis
Pengaruh Pengetahuan Dan Pemahaman Akan Peraturan Perpajakan Terhadap Kesadaran
Membayar Pajak
Uji Koefisien Determinasi (R Square)
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013). Selanjutnya dari hasil pengolahan data
(data primer) yang dapat dilihat pada tabel 4 diperoleh hasil penelitian bahwa :
Tabel 4
Hasil Pengujian Untuk Uji Koefisien Determinasi (R Square) Persamaan I
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
1 0,468 0,219 0,209 1,520
Sumber : data primer diolah, 2014
Dari hasil pengolahan data (data Primer) yang dapat dilihat pada tabel 4.10 diperoleh hasil
bahwa R square adalah sebesar 0.219 hal ini berarti 21,9% dari kesadaran membayar pajak yang
dapat dijelaskan oleh pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan sedangkan sisanya
sebesar 78,1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Tabel 5
Hasil Pegujian Hipotesis Untuk Uji Parsial Dengan t- test Persamaan I
Variabel Koefisien regresi Sig Alpha Keterangan
Konstanta 7.114
pengetahuan dan pemahaman 0,05
0,285 0,000 H1 Diterima
tentang peraturan perpajakan (x1)
Sumber : data primer diolah, 2014
Rumus Regresi:
Z = 7,114 + 0,285 X1
Hipotesis pertama bertujuan untuk melihat pengaruh pengetahuan dan pemahaman akan
peraturan perpajakan terhadap kesadaran membayar pajak. Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat
dilihat bahwa nilai signifikannya 0,000 < alpha 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kesadaran
membayar pajak, berarti H1 diterima pada penelitian ini.
Pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses dimana wajib pajak
mengetahui tentang perpajakan dan mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak.
Suryadi (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa meningkatnya pengetahuan perpajakan baik
formal dan non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar
pajak.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Nugroho dan Zulaikha (2012), dimana
berdasarkan hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa pengetahuan dan pemahaman akan peraturan
perpajakan berpengaruh postif terhadap kesadaran membayar pajak.
Dari hasil pengolahan data (data Primer) yang dapat dilihat pada tabel 4.12 diperoleh hasil
bahwa R square adalah sebesar 0.310 hal ini berarti 31% dari kesadaran membayar pajak yang
dapat dijelaskan oleh pelayanan fiskus sedangkan sisanya sebesar 69% dijelaskan oleh faktor-faktor
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Tabel 7
Hasil Pegujian Hipotesis Untuk Uji Parsial Dengan t- test Persamaan II
Variabel Koefisien regresi Sig Alpha Keterangan
Konstanta 4,062
Pelayanan fiskus yang berkualitas (x2) 0,522 0,000 0,05 H1 Diterima
Sumber : data primer diolah, 2014
Rumus Regresi:
Z = 4,062 + 0,522 X2
Hipotesis kedua bertujuan untuk melihat pengaruh pelayanan fiskus terhadap kesadaran
membayar pajak. Berdasarkan tabel 4.13 diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikannya 0,000 <
alpha 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kesadaran
membayar pajak, berarti H2 diterima pada penelitian ini.
Pelayanan yang berkualitas terhadap wajib pajak adalah usaha yang dilakukan oleh kantor
pelayanan pajak untuk melayani wajib pajak secara maksimal agar wajib pajak tidak mengalami
kebingungan saat membayar pajak. Menurut Anchok (1994), aparat pajak dituntut untuk
memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada wajib pajak serta dapat
memupuk kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab membayar pajak. Wajib pajak dapat
mengenal pajak dari pelayanan yang diberikan oleh aparat pajak. Untuk itu aparat pajak harus
memiliki keterampilan untuk dapat memuaskan wajib pajak. Keterampilan yang harus dimiliki
aparat pajak adalah kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain dengan cara-cara yang baik
(Boediono, 2003). Kepuasan wajib pajak dalam mendapatkan pelayanan fiskus diduga akan
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak di dalam membayar pajak. Suryadi (2006)
menekankan pada pentingnya kualitas aparat pajak dalam memberikan pelayanan kepada wajib
pajak.
Ada beberapa indikator bahwa pelayanan fiskus yang berkualitas dapat mempengaruhi
kemauan untuk membayar pajak. Pertama, fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti
memiliki keahlian, pengetahuan dan pengalaman dalam hal perpajakan, administrasi pajak dan
perundang-undangan perpajakan. Kedua, fiskus harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai
pelayan publik. Ketiga, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diharapkan perluasan tempat pelayanan
terpadu (TPT). TPT dapat memudahkan pengawasan terhadap proses proses pelayanan yang
diberikan kepada wajib pajak (Widayati dan Nurlis, 2010 ).
kesadaran
0,285(sig=0,000) kemauan membayar
0,431 (sig=0,006)
membayar pajak pajak
Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa kesadaran membayar pajak tidak bisa meintervening
hubungan antara pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan terhadap kemauan membayar
pajak, disebabkan karena pada persamaan secara tidak langsung nilai koefisien regresinya sebesar 0, 122
lebih kecil dibandingkan hubungan secara langsung sebesar 0,228 meskipun semuanya dalam keadaan
signifikan.
Hal ini juga mengindikasikan bahwa meskipun wajib pajak memiliki penghasilan, mengetahui
hak dan kewajibannya dalam perpajakan, serta mengetahui sanksi pajak namun kebanyakan wajib pajak
tersebut mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP disebabkan kebutuhan mereka akan NPWP itu
sendiri, bukan karena kesadaran untuk membayar pajak sehingga kesadaran membayar pajak tidak bisa
digunakan sebagai perantara untuk mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman akan peraturan
perpajakan guna meningkatkan kemuan membayar pajak.
Pengaruh pelayanan fiskus terhadap kemauan membayar pajak dengan kesadaran membayar
pajak sebagai variabel intervening
Berdasarkan gambar 4.1 diatas dapat dilihat pengaruh langsung dan tidak langsung pelayanan
fiskus terhadap kemauan membayar pajak sebagai berikut :
Pelayanan fiskus ke kemauan membayar pajak = 0,323
Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa kesadaran membayar pajak tidak bisa meintervening
hubungan antara pelayanan fikus terhadap kemauan membayar pajak, disebabkan karena pada persamaan
secara tidak langsung nilai koefisien regresinya sebesar 0,224 lebih kecil dibandingkan hubungan secara
langsung sebesar 0,323 meskipun semuanya dalam keadaan signifikan.
Hal ini juga mengindikasikan bahwa meskipun pelayanan yang diberikan petugas wajib pajak
baik, namun kebanyakan wajib pajak bukan lagi mempertimbangkan pelayanan yang diberikan kantor
pajak dalam kesadarannya membayar pajak karena pelayanan yang baik memang harus diberikan oleh
setiap kantor pajak, sehingga pelayanan fiskus tidak mampu menjadi perantara yang lebih baik secara
tidak langsung untuk meningkatkan pengaruh pelayanan fiskus terhadap kemauan membayar pajak,
disebabkan hasil yang diperoleh lebih baik pelayanan fiskus mempengaruhi kemauan membayar pajak
secara langsung.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kesadaran
membayar pajak
2. Pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kesadaran membayar pajak
3. Kesadaran membayar pajak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak.
4. Kesadaran membayar pajak tidak bisa meintervening hubungan antara pengetahuan dan pemahaman
akan peraturan perpajakan dan pelayanan fikus terhadap kemauan membayar pajak, disebabkan karena
pada persamaan secara tidak langsung nilai koefisien regresinya lebih kecil dibandingkan hubungan
secara langsung meskipun semuanya dalam keadaan signifikan
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan yang perlu diperhatikan bagi penelitian yang akan
datang, yaitu sebagai berikut:
1. Kemungkinan timbulnya ketidakjelasan terhadap respon dari responden, karena adanya
ketidakseriusan responden dalam menjawab semua pertanyaan yang ada dalam kuesioner serta
kesalahan interpretasi oleh responden mengenai maksud pertanyaan yang sesungguhnya, sehingga
menyebabkan variabel tidak terukur secara sempurna.
2. Masih terdapat variabel independen lain yang mempengaruhi variasi dalam variabel kesadaran
membayar pajak dan kemauan membayar pajak yang belum tergali pada penelitian ini seperti
persepsi atas efektivitas sistem perpajakan.
Saran
Saran-saran yang dapat disampaikan oleh penulis sebagai hasil dari penelitian, pembahasan,
kesimpulan serta keterbatasan di atas adalah:
1. Memperbesar jumlah sampel penelitian
2. Melakukan pengujian lebih lanjut dengan menambahkan variabel lain yang mempengaruhi
kesadaran membayar pajak dan kemauan membayar pajak, misalnya persepsi atas efektifitas
sistem perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Sudibyo. 2010. Merancang dan Menciptakan Kepatuhan Wajib Pajak. Gramedia Pustaka,
Jakarta.
Brothodirjo. 2003. Pajak dalam Perspektif Warga Negara. Salemba Empat, Jakarta.
Febriansyah. 2012. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Pribadi pada KPP
Pratama Lombok. Jurnal Akuntansi Perpajakan Volume 3 Nomor 1. Universitas Erlangga, Jakarta.
Ghozali, Imam. 2011. Dasar Dasar Ekonometrika dengan Menggunakan SPSS 19.0. Badan Penerbit
Universitas Dipengoro, Semarang.
Guswandi Yudi. 2012. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak, Sikap dan Sanksi Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Pribadi Pada KPP Pratama Padang. Skripsi Jurusan Akuntansi Universitas Bung Hatta,
Padang.
Hair Jr, Joseph F,William C Black, Barry J Babin, dan Rolph E Anderson. 2010. Multivariate Data
Analysis. Prentice Hall, Pearson.
Handayani. 2009. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Wajib Pajak Badan dalam
Membayar SPT. Jurnal Akuntansi dan Bisnis Volume 3 Nomor 2. Universitas Dipenegoro,
Semarang.
Hardiningsih. 2011. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Memenuhi Kewajiban
Pajak. Jurnal Akuntansi Perpajakan Volume 1 Nomor 4. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kotler Philips dan Keller Kevin. 2010. Pemasaran 12th Edition. Salemba Empat, Jakarta.
Mustikasari Elia. 2007. Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri
Pengolahan di Surabaya. Simposium Nasional Akuntansi X. Universitas Hasanurdin, Makasar.
Muliari Ketut Ni dan Setiawan Eri Putu. 2011. Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan dan
Kesadaran Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Denpasar Timur. Jurnal Akuntansi Perpajakan Volume 3 Nomor 1. Universitas
Udayana, Bali.
Priantara Diaz dan Supriyadi Bambang. 2011. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengusaha Kecil dan
Makro Mendaftar Menjadi Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol 13
Nomor 2. November 2011.
Priantara Diaz. 2012. Perpajakan Indonesia Edisi 2 Pembahasan Lengkap dan Terkini Disertai CD
Pratikum. Mitra Wacana Media. Jakarta.
Rahcmawati Ayu Yuningsih. 2013. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Volume 8 Nomor 2. Program Studi Akuntansi Universitas Stikubank,
Semarang.
Rahayu Sri. 2006. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Wajib Pajak Pribadi Membayar Pajak
Bumi dan Bangunan di Wilayah Purwokerto. Jurnal Akuntansi Nomor 2 Volume 2. Universitas
Dipenegoro, Semarang.
Santoso Ardi Wibowo. 2008. Implikasi Perpajakan dalam Ruang Lingkup Negara Republik Indonesia.
Gramedia Pustaka, Jakarta.
Siregar Anita Yuli, Saryadi dan Listyorini. 2012. Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Pengetahuan
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak di Semarang
Tengah). Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis. Universitas Dipenegoro, Semarang.
Sudibyo Arahman. 2007. Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Membayar Pajak Pada
Wajib Pajak Pribadi. Jurnal Akuntansi Perpajakan Volume 1 Nomor 2. Universitas Dipenegoro,
Semarang.
Supriyati dan Nur Hidayati. 2008. Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Persepsi Wajib Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi dan Teknologi Informasi Vol 7 No 1 Mei 2008.
Subriadi Bambang dan Vivi Udayanti. 2011. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengusaha Kecil dan
Mikro Memiliki Kemauan Mendaftarkan diri Menjadi Wajib Pajak Pribadi. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Volume 11 No 1 November 2011.
Susanto Hermawan. 2005. Dimensi Pendorong Pembentukan Kemauan Bagi Wajib Pajak untuk
Membayar Pajak. Jurnal Berskala Enam Bulan Volume 3 Nomor 4. Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Utami Kharina. 2012. Pengaruh Pemahaman Ketentuan dan Akuntansi Perpajakan Terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Survey Pada Wajib Pajak Badan PPh di Kota Tasikmalaya).
Jurnal Akuntansi Perpajakan Volume 1 Nomor 1. Universitas Unsila, Tasikmalaya.
Witono Banu. 2008. Peranan Pengetahuan Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi
Keuangan Volume 7 Nomor 2 Edisi 2008.
Yudiyana. 2009.Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Pada Wajib Pajak Badan.
Jurnal Akuntansi Perpajakan Nomor 2 Volume 2. Universitas Sumatera Utara, Medan
Zulkifli Rahmad. 2011. Pengaruh Pengetahuan dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Pribadi Pada KPP Pratama Pekanbaru. Jurnal Akuntansi Volume 2 Nomor 2 Edisi Juli 2011.
PENGARUH DIFERENSIASI PRODUK, PELAYANAN, PERSONALIA, SALURAN
DAN CITRA TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN MASKAPAI PENERBANGAN
PT. GARUDA INDONESIA DI PADANG
One Sugita
Zeshasina Rosha
Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of product differentiation, service, personnel,
channel and image of airline customer satisfaction PT. Garuda Indonesia in Padang. The
sample in this study was 120 airline customers PT. Garuda Indonesia in Padang route
Padang-Jakarta flights. The sampling technique is purposive sampling. The type of data used
are primary data through questionnaires. Data analysis method used is multiple linear
regression analysis. Test the hypothesis by using test T-test statistics to demonstrate the
influence of the independent variables on the dependent variable partially or individual.
Results of this study found that the differentiation of products, services and personnel
positive and significant impact on customer satisfaction. While differentiation and image
channels and no significant positive effect on customer satisfaction PT Airlines.Garuda
Indonesia in Padang.
PENDAHULUAN
Dalam sistem penerbangan nasional dikatakan bahwa fungsi AIRLINES adalah
menyelenggarakan jasa penerbangan transportasi bertujuan mengantarkan dari suatu tempat
dengan tujuan tempat yang lain dengan aman dan tepat waktu dan diatur sedemikian rupa
sehingga mampu memanfaatkan sumberdaya yang tersedia agar berdaya guna dan berhasil
guna.
Perusahaan Garuda Indonesia didirikan pada tanggal 26 Januari 1949, pada tanggal
tersebut untuk pertama kalinya pesawat terbang berlogo “Indonesia airways” tipe dakota
melakukan penerbangan perdana dari Birma, sebagai pesawat komersil yang disewa oleh
pemerintah setempat. Garuda Indonesia dinobatkan sebagai salah satu dari 10 perusahaan
yang dianggap sebagai perusahaan idaman.
Untuk menjadi perusahaan yang kompetitif tentu harus memenuhi sejumlah kriteria,
salah satu kriteria adalah kepuasan pelanggan yang bersifat dinamis yang sangat dipengaruhi
oleh kemajuan–kemajuan yang diraih dalam teknologi telekomunikasi dan teknologi
informasi.
Selama ini PT. Garuda Indonesia Airways berjalan tegak diantara banyaknya
perusahaan sejenis lainnya, dan selama ini pula PT. Garuda Indonesia Airways “menemani”
masyarakat luas, khususnya bagi para penduduk Indonesia dan mancanegara yang senang
melakukan kegiatan perjalanan bagi keperluannya. Begitulah PT. Garuda Indonesia Airways
hadir ditengah kesibukan pelanggan untuk menyediakan berbagai keperluan yang dinginkan
para pelanggan.Dengan yang diperoleh pelanggan maka dengan sendirinya perusahaan
tersebut telah menciptakan image positif terhadap pelanggan, yang biasanyaperusahaan perlu
menambahkan adanya pemberian jaminan produk atau jasa yang telah dibeli oleh pelanggan.
Baik buruknya citra suatu perusahaan tergantung dari pelayanan yang diberikan dalam
memuaskan pelanggan pada kehidupan sehari–hari, sekaligus perusahaan harus berupaya
untuk mampu menghadapi pasar yang semakin kompetitif saat ini dalam beraktivitas, maka
selayaknya bagi perusahaan memperhatikan lebih mendalam lagi mengenai arti pentingnya
kepuasan pelanggan, karena perusahaan mutlak tergantung dari ada atau tidaknya perhatian
terhadap pelanggan dengan peningkatan pelayanan demi meningkatnya kepuasan yang
diberikan perusahaan PT. Garuda Indonesia Airways. Keunggulan Garuda dibanding
maskapai lain adalah :
1. Yang pertama jelas ketepatan waktunya. Beberapa maskapai bahkan sudah terkenal
dengan keterlambatannya.
2. Kenyamanan, meskipun jarak antar bangkunya tidak seberapa signifikan dan masih
terasa rapat, hidangan yang disajikan di dalam pesawat cukup untuk mengganjal perut
selama penerbangan. Beberapa maskapai malah hanya menyediakan air mineral atau
bahkan hanya membagikan permen.
3. Meskipun pramugari Garuda rata-rata sudah ‘berusia’ tetapi kesan profesional terasa
dalam memberikan layanan ke pelanggan. Meski maskapai lain menggunakan wajah–
wajah fresh tetapi kesan masih belajar kadang masih tertangkap.
4. Keamanan. Maskapai ini bukannya tidak luput dari kecelakaan. Kecelakaan di Jogja
beberapa tahun yang lalu. Tetapi kejadian tersebut tidak membuat penumpangnya
menurun. Lagi–lagi profesionalitas keamanan, ketersediaan GMF (Garuda Maintenance
Facilities) sebagai ‘bengkel’ pesawat Garuda seolah-olah menjadi jaminan tersendiri
bahwa pesawat Garuda selalu ganti oli dan masuk bengkel pada waktunya. Beberapa
tahun yang lalu malah ada berita yang menyebar melalui email bahwa sebuah maskapai
malah hanya menggunakan ‘selotip’ untuk menambal bagian pesawat yang rusak.
5. Pengakuan internasional. Pengakuan Uni Eropa dengan membolehkan maskapai ini
boleh mendarat di sana juga menunjukkan kualitas maskapai ini. Terlepas dari berbagai
isu terkait larangan terbang ke Eropa, penerimaan ini adalah suatu prestasi tersendiri
mengingat ketatnya standar yang diterapkan di sana.
Strategi diferensiasi (Kotler dan Keller: 2009) menyatakan bahwa perusahaan dapat
melakukan diferensiasi dengan cara mengenali sumber keunggulan kompetitif yang mungkin
ada, memiliki ciri pembeda utama yang dimiliki perusahaan, memilih penentu posisi yang
efektif di pasar dan mengkomunikasikan penentu posisinya di pasar dengan cara-cara
tersebut, khususnya perusahaan jasa dapat mendiferensiasikan penawaran yang diberikan
kepada pasar dari tiga segi, antara lain denganantara lain dengan strategi diferensiasi produk,
diferensiasi pelayanan, dan diferensiasi citra yang dimiliki perusahaan.
Strategi diferensiasi ini dapat menghasilkan posisi diferensiasi dalam persepsi
pelanggan atas nilai yang ditawarkan dan menghasilkan keunggulan bersaing yang spesifik
(Ferdinand, 2003).Keunggulan bersaing merupakan posisi unik yang dikembangkan
perusahaan dalam menghadapi para pesaing.Dalam hal ini, keunggulan hanya dapat dicapai
dengan pengembangan strategi diferensiasi yang jelas dan favorable dari para
pesaingnya.Berhasil tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai keunggulan bersaing
dipengaruhi oleh strategi bersaing perusahaan (Fuad, 2004).
Berdasarkan hal di atas, peneliti beranggapan bahwa penelitian tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan pelanggan maskapai penerbangan PT. Garuda Indonesia di
Kota Padang, sangat diperlukan terutama dalam strategi pemasaran untuk mempertahankan
atau meningkatkan jumlah pelanggan di masa yang akan datang.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh diferensiasi produk terhadap kepuasan pelangganmaskapai
penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang?
2. Bagaimana pengaruh diferensiasi pelayanan terhadap kepuasan pelangganmaskapai
penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang?
3. Bagaimana pengaruh diferensiasi personalia terhadap kepuasan pelanggan maskapai
penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang?
4. Bagaimana pengaruh diferensiasi saluran terhadap kepuasan pelanggan maskapai
penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang?
5. Bagaimana pengaruh diferensiasi citra terhadap kepuasan pelangganmaskapai
penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang?
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
Kajian Teori
Konsep Kepuasan Pelanggan
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena
membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka.
Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja sesuai
dengan ekspektasi, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi, pelanggan akan
sangat puas atau senang. Penilaian pelanggan atas kinerja produk tergantung pada banyak
faktor, terutama jenis hubungan loyalitas yang dimiliki pelanggan dengan sebuah
merek.Konsumen sering membentuk persepsi yang lebih menyenangkan tentang sebuah
produk dengan merek yang sudah mereka anggap positif (Kotler dan Keller, 2009).
Diferensiasi
Diferensiasi adalah strategi dimana produk kita memiliki perbedaan maupun keunikan
dibandingkan dengan produk yang lain. Ketika sebuah produk diproduksi oleh satu
perusahaan, memungkinkan untuk ditiru oleh pesaingnya, tetapi strategi yang berbeda dalam
hal menawarkan dan menjual produk tersebut yang akan membuat produk tersebut bertahan
walaupun telah ditiru oleh pesaingnya, maka salah satu strategi untuk memenangkan
persaingan adalah melalui diferensiasi.
Menurut Kotler & Keller, (2009), diferensiasi merupakan bisnis yang berkonsentrasi
pada kinerja unggul yang dicapai dengan cara unik dalam wilayah manfaat pelanggan penting
yang dinilai oleh sebagian besar pasar. Selanjutnya Kotler (2002) mengatakan diferensiasi
adalah tindakan merancang serangkaian perbedaan yang berarti untuk membedakan tawaran
perusahaan dengan tawaran pesaing.
Berdasarkan kedUa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa diferensiasi
adalah tindakan membeadakan penawaran perusahaan dengan pesaing dengan cara yang unik
yang untuk manfaat pelanggan.
Hipotesis
H1 Strategi diferensiasi produk berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan Maskapai
Penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang
H2 Strategi diferensiasi pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan
Maskapai Penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang
H3 Strategi diferensiasi personalia berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan
Maskapai Penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang
H4 Strategi diferensiasi saluran berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan Maskapai
Penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang
H5 Strategi diferensiasi citra berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan Maskapai
Penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasinya adalah pelanggan maskapai penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota
Padang dengan rute penerbangan Padang – Jakarta.Penentuan jumlah sampel menurutSekaran
(2006) dalam penelitian multivariat (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel
sebaiknya beberapa kali (lebih disukai 10 kali atau lebih) lebih besar dari jumlah variabel
dalam studi. Dengan demikian sampel minimal untuk penelitian ini yang memiliki 5 variabel
bebas dan 1 variabel terikat adalah 120 responden (6x20 = 120). Teknik yang digunakan
dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling (Sugiyono, 2003).
Definisi Operasional Variabel
Variabel Independent (X)
1. Diferensiasi Produk (X1)
Diferensiasi produk merupakan strategi yang membuat produkberbeda dengan
competitor bahkan melebihinya sehingga hasil yangdapat dinilai oleh konsumen dan nilai
yang diharapkan dapatmempengaruhi pilihan dan kepentingan konsumen yang
palingistimewa (Kotler dan Keller, 2009). Indikator yang digunakan yaitu bentuk, fitur,
kualitas kinerja, kualitas kesesuaian (Kotler dan Keller, 2009).
2. Diferensiasi Pelayanan (X2)
Diferensiasi pelayanan adalah suatu bentuk peningkatan pelayanandan mutu dimana di
dalamnya terkandung nilai yang berbeda dalammemberikan penawaran pelayanannya
kepada pelanggan (Kotler danKeller, 2009). Indikator yang digunakan adalahkemudahan
pemesanan, keramahan pelayanan, konsultasi pelanggan (Kotler dan Keller, 2009).
3. Diferensiasi personalia(X3)
Diferensiasi personalia adalah perusahaan dapat memperoleh keunggulan kompetitif
yang kuat dengan mempekerjakan dan melatih orang-orang yang lebih baik.
Indikator yang digunakanyaitu:kemampuan, kesopanan, dapat dipercaya, dapat
diandalkan, cepat tanggap dan komunikasi (Kotler,2005).
4. Diferensiasi saluran (X4)
Diferensiasi saluran dalam hal ini mengacu pada perusahaan dapat merancang
cakupan, keahlian, dan kinerja saluran distribusi mereka secara lebih efektif dan efisien
(Kotler & Keller, 2009).
5. Diferensiasi citra (X5)
Diferensiasi citra adalah bauran yang tepat dari elemen pencitraan, yang menciptakan
citra sebuah merek. Proses pencitraan harus membangun, memaksimalkan,
memanfaatkan, dan mengekploitasikan kekuatan dan kelemahan setiap elemen citra
untuk memastikan bahwa merek itu memiliki prospek yang baik secara terus-menerus
(Zyman,2000:95). Indikator yang digunakan adalah: lambang, merek perusahaan,
peristiwa dan atmosfir (Kotler dan Keller, 2009).
Variabel Dependent (Y)
Kepuasan pelanggan
Menurut Kotler dan Keller (2009) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil)
terhadap ekspektasi mereka. Faktor yang digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen
adalah bukti langsung (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness),
jaminan (assurance), empati (Parasuraman, et al., 1985 dalam Tjiptono, 2008).
Dengan pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test dapat diketahui bahwa data
kuesionerberdistribusi normal. Hasil ini dapat dilihat dari Asymp.Sig. (2-tailed) seluruh
variabel besar dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa secara umum data yang ditemukan sudah
memenuhi asumsi kenormalan data sehingga pengujian statistik parametrik dapat dilakukan
untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini.
Uji Multikolinearitas
Dalam analisis ini didapat nilai Variance Influence Faktor (VIF) dan angka tolerance
untuk masing-masing variabel seperti yang terlihat pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2
Hasil Uji Multikolinearitas
Dari hasil analisis, lima variabel bebas (independent) dalam penelitian ini nilai VIF-
nya di bawah 10 dan tolerance mendekati 1. Ini berarti bahwa tidak terjadi multikolinearitas
antara variabel bebas tersebut.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel
bebas (independent) memenuhi persyaratan asumsi klasik tentang multikolinieritas.
Uji Heteroskedastisitas
Dari hasil uji heteroskedastisitas yang dilakukan diperoleh hasil seperti yang terlihat
pada Gambar 1 berikut ini:
Gambar 1
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Scatterplot
4
Regression Studentized Residual
-2
-4
-6
-3 -2 -1 0 1 2 3
Regression Standardized Predicted Value
Dari gambar 1 terlihat bahwa tidak terdapat pola yang jelas, yaitu titik-titiknya
menyebar, maka diindikasikan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Jadi dapat
disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.
Koefisien
Variabel Bebas Signifikan Keterangan
Regresi
Konstanta -0,016 - -
Diferensiasi prdouk (X1) 0,078 0,032 Signifikan
Diferensiasi pelayanan (X2) 0,809 0,000 Signifikan
Diferensiasi personalia (X3) 0,071 0,016 Signifikan
Diferensiasi saluran (X4) 0,023 0,341 Tidak Signifikan
Diferensiasi citra (X5) 0,033 0,292 Tidak Signifikan
F hitung 239,702 0,000 Signifikan
R Square 0,913
Koefisien Determinasi
Nilai R square adalah sebesar 0.913 hal ini berarti 91,3% dari kepuasanpelanggan
Maskapai Penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang yang dapat dijelaskan oleh
diferensiasi produk, pelayanan, personalia,saluran dan citra sedangkan sisanya sebesar 8,7%
dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Pembahasan
Pengaruh Strategi Diferensiasi Produk terhadap Kepuasan Pelanggan
Berdasarkan hasil perhitungan yang terangkum pada Tabel3, dapat dinyatakan bahwa
diferensiasi produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasanpelanggan Maskapai
Penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang, sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima.Hal ini menjelaskan bahwa jika diferensiasi produk bagus makakepuasanpelanggan
Maskapai Penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang akan meningkat.
Kesimpulan
Dari hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Diferensiasi produk, pelayanan dan personalia berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan pelanggan Maskapai Penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang.
Sementara diferensiasi saluran dan citra berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap kepuasan pelanggan Maskapai Penerbangan PT. Garuda Indonesia di Kota Padang.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mohammad. 2010. Pengaruh Strategi Diferensiasi Untuk Meningkatkan Daya Saing
Pada Hotel Trio Indah Di Malang.Jurnal Studi Manajemen Vol 4 No 2 Oktober.
Ghozali, Imam 2005. Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Kotler Philip, 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jilid. 1. Jakarta : Prenhallindo.
Kotler, Philip, dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi 13, Jilid 1
Penerbit : Erlangga
Sekaran, Uma, 2006. Research, Methods For Business, Edisi 4, Jakarta : Salemba.
Abstract
The purpose of this study was to determine the types of strategies that have been done by
enterpreneur in the creative economy fields . To obtain the required data in this study uesed 31
respondents and some SKPD in Kota Pariaman. The sampling method is a purposive sample by
distributing questionnaires. While the analysis method is to use the analysis EFE, IFE and
SWOT matrix. Strategies that can be done are to improve the quality and product quality. ,
creating product excellence through specialization process employers are looking for a good
relationship with the bank and creative entrepreneurs also have to look for suppliers that are
relatively cheap and have optimum availability of raw materials.
Keywords: strategy, SWOT analysis, creative economy, external assessment, internal assessment
PENDAHULUAN
Ekonomi kreatif merupakan salah satu harapan Indonesia untuk berkompetisi di pasar
global, khusus nya untuk kawasan Asia Tenggara.Pelaku usaha ekonomi kreatif di dominasi oleh
Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memiliki kontribusi sebesar 6,28 % terhadap pendapatan
nasional bruto (PDB).
Kota Pariaman yang merupakan ibu kota kabupaten Padang Pariaman memiliki peluang
cukup besar bagi pengembangan ekonomi kreatif dibanding kota/kabupaten lain di Provinsi
Sumatera Barat. Letak wilayah Kota Pariaman berdekatan dengan Kota Padang sebagai Pusat
Pemerintahan dan pintu keluar masuk ekspor impor. Kedekatan jarak tersebut berdampak
terhadap perilaku pasar dan konsumen yang memilih barang tidak saja berdasarkan fungsi,
melainkan juga pada kenyamanan, identitas dan gaya hidup.
Meskipun daerah ini dilanca gempa kuat 7,9 SR pada tahun 2009 yang lalu tidak
membuat daerah ini larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Daerah ini bangkit kembali
menata ekonomi yang sempat rapuh pasca gempa dan berangsur normal kembali. Perkembangan
jumlah sektor unit industri di kota Pariaman tiap tahun mengalami peningkatan, peningkatan
tersebut dapat dilihat dari tabel dalam kontribusi nya terhadap perekonomian kota Pariaman
dapat di lihat dari tabel dibawah ini :
Menurut David (2008), manajemen strategik merupakan seni dan ilmu pengetahuan yang
berguna untuk merumuskan, mengimplementasikan serta mengevaluasi keputusan-keputusan
lintas fungsional sehingga suatu organisasi dapat mencapai tujuannya. Sedangkan menurut
Pearce dan Robinson (2009), manajemen strategik adalah sekumpulan keputusan dan tindakan
yang dapat menghasilkan suatu perumusan dan pelaksaaan rencana yan dirancang unutuk
mencapai sasaran perusahaan .Menurut David (2008), teknik perumusan strategi yang penting
dapat dipadukan menjadi kerangka kerangka kerja pembuatan keputusan tiga tahap yaitu 1)
input, 2) tahap pencocokan, 3) tahap keputusan
Matrik ini membantu ahli strategi meringkas dan mengevaluasi informasi lingkungan eksternal.
Terdapat ;ima langkah dalam mengembangkan matrik EFE (external factor evaluation). Analisa
Lingkungan Internal merupalan analisa lingkungan mengenai lengkungan dalam perusahaan
yang akan berpengaruh terhadap kekuatan dan kelemahan perusahaan. Dalam formulasi strategi,
perusahaan diharapkan dapat dengan teliti melakukan identifikasi dan evaluasi keseluruhan
variabel internalnya, untuk mengetahui kekuatan (strength), dan kelemahannya (weakness).
Tahap Pencocokan
Menurut David (2008), mencocokkan faktor-faktor sukses kritis internal dan eksternal
merupakan kunci untuk secara efektif menghasilkan strategi alternatif.
Matrik SWOT
Menurut David (2008), Matrik SWOT merupakan alat pencocokan yang penting yang membantu
menejer mengembangkan emapt tipe strategi yaitu :
1.Strategi SO
Stategi ini menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Merupakan situasi yang
menguntungkan, organisasi mempunyai kekuatan dan peluang, sehingga dapat memanfaatkan
kekuatan untuk meraih peluang yanga ada.
2. Strategi WO
3. Strategi ST
4.Strategi WT
Strategi ini meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Merupakan situasi yang sangat
tidak menguntungkan, organisasi memiliki kelemahan dan mendapatkan ancaman.
METODOLOGI PENELITIAN
Sistem Pendekatan menggunakan data kuantitatif dan kualititatif dengan metode deskriptif
untuk menganalisis dan menginterprestasikan keadaan atau kondisi Kota Pariaman sehingga
dapat diambil kebijakan, strategi dan keputusan untuk melakukan tindakan perbaikan yang le bih
baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi
perkembangan usaha kreatif di Sumatera Barat khusus di wilayah Kabupaten Kota Padang
Pariaman. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan didalam penelitian ini dilakukan proses
observasi kapada pelaku usaha kreatif di sekitar Kota Pariaman sebanyak 31 responden dan
beberapa orang SKPD terkait.. Metode pengambilan sampel adalah dengan menggunakan
purposive sample dengan melakukan depth interview terhadap ketiga kelompok sampel
Tahap Input
Merupakan tahap awal dalam melakukan perumusan strategi Kota Pariaman. Pada tahapan ini
bebrapa langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut:
Tahap Pencocokan
Pada tahap pencocokan ini digunakan matrik SWOT dan matrik I-E yaitu dengan mencocokkan
evaluasi faktor-faktor internal dan eksternal yang telah dilakukan pada tahap input. Kedua matrik
ini dipilih kaena penggunaanya sederhana dan umum digunakan dalam proses perumusan
strategi sehingga lebih mudah menerapkannya.
Pengujian Validitas
Tabel
Pengujian Validitas
Item Factor
Variabel KMO Cut Off Kesimpulan
Pertanyaan Loading
Kekuatan_1 0,755 ≥ 0,30 Valid
Internal Aspek Kekuatan_2 0,880 ≥ 0,30 Valid
0,601
(Kekuatan) Kekuatan_3 0,742 ≥ 0,30 Valid
Kekuatan_4 0,432 ≥ 0,30 Valid
Kelemahan_1 0,846 ≥ 0,30 Valid
Kelemahan_2 0,793 ≥ 0,30 Valid
Internal Aspek
Kelemahan_3 0,555 0,401 ≥ 0,30 Valid
(Kelemahan)
Kelemahan_4 0,359 ≥ 0,30 Valid
Kelemahan_5 0,384 ≥ 0,30 Valid
Peluang_1 0,897 ≥ 0,30 Valid
Peluang_2 0,660 ≥ 0,30 Valid
Eksternal Peluang_3 0,610 ≥ 0,30 Valid
Aspek Peluang_4 0,697 0,566 ≥ 0,30 Valid
(Peluang) Peluang_5 0,702 ≥ 0,30 Valid
Peluang_6 0,697 ≥ 0,30 Valid
Peluang_7 0,702 ≥ 0,30 Valid
Ancaman_1 0,648 ≥ 0,30 Valid
Eksternal
Ancaman_2 0,777 ≥ 0,30 Valid
Aspek 0,544
Ancaman_5 0,698 ≥ 0,30 Valid
(Ancaman)
Ancaman_6 0,396 ≥ 0,30 Valid
Pengujian Reliabilitas
Tabel 4.13
Hasil Pengujian Reliabilitas
Cronbach
Variabel Cut Off Kesimpulan
Alpha
Kekuatan 0,659 ≥ 0,60 Reliable
Ancaman 0,620 ≥ 0,60 Reliable
Peluang 0,821 ≥ 0,60 Reliable
Kelemahan 0,659 ≥ 0,60 Reliable
Tabel 4.15
Analisis Internal Pengembangan Usaha Kreatif
SWOT
No Internal Analisys
Kekuatan Mean Kelemahan Mean
1 Adanya spesialisasi pekerjaan 4.10 Kurangnya media promosi 2.87
2 Kualitas produk yang sudah sesuai dengan selera
konsumen 4.60 Akses ke lokasi industri sulit 2.72
3 Tenaga kerja dekat dengan lokasi usaha 3.71 Sulit untuk menambah modal kerja 3.87
4 Jam kerja sesuai dengan yang ditetapkan Belum adanya pembukuan
pemerintah 2.44 keuangan 2.70
5 Upah tenaga kerja yang belum
Kemudahan akses bahan baku 2.44 sesuai UMR 2.79
6 Adanya proses inovasi produk 3.02
7 Tenaga kerja terampil dan berpengalaman 3.90
Eksternal Analisys
Peluang Ancaman
1 Kondisi perekonomian mendukung 2.53 Fluktuasi harga bahan baku dan 3.89
penolong
2 Konsumsi masyarakat yang menigkat 2.40 Adanya produk subtitusi 3.88
3 Jumlah penduduk meningkat 2.58 Produk mudah ditiru 3.61
4 Teknologi yang digunakan semakin modern 2.68 Adanya pendatang baru 2.71
5 Regenerasi tenaga kerja produktif
Kemudahan untuk akses perbankan 3.22 sulit 3.85
6 Pangsa pasar yang masih luas 2.95 Adanya pesaing dari daerah lain 3.90
7 Pembelian pelatihan oleh dinas terkait 2.82
Tabel 4.16
Analisis Internal Berdasarkan Tingkat Kepentingan
No Kekuatan Skor
Kekuatan
1 Kualitas produk sesuai dengan konsumen 4.60
2 Adanya spesialisasi pekerjaan 4.10
4 Tenaga kerja terampil sesuai dengan 3,90
pengalaman
3 Tenaga kerja yang dekat dengan lokasi 3.71
5 Adanya proses inovasi produk 3,02
6 Jam kerja sesuai dengan yang ditetapkan 2,44
pemerintah
7 Kemudahan akses bahan baku 2,44
Kelemahan
1 Sulit untuk menambah modal kerja 3,87
2 Kurangnya media promosi 2.87
3 Upah tenaga kerja yang belum sesuai
UMR 2.79
4 Akses ke lokasi industri sulit 2.72
5 Belum adanya pembukuan keuangan 2.70
Pada tabel terlihat bahwa didalam menganalisis kekuatan teridentifikasi kekuatan utaman
perkembangan usaha kreatif di Kabupaten Kota Pariaman terletak pada kualitas produk yang
sesuai dengan konsuen, nilai skor yang dihasilkan adalah 4,60, kekuatan terpenting kedua yang
dapat meningkatkan perkembangan usaha kreatif di daerah Kabupaten dan Kota di Pariaman
adalah adanya spesialisasi pekerjaan, rata rata skor yang dihasilkan adalah 4,10, sedangkan
kekuatan paling lemah yang belum dioptimalkan oleh pelaku usaha kreatif adalah jam kerja yang
sesuai dengan aturan atau ketetapan pemerintah serta kemudahan dalam memperoleh bahan
baku.
Didalam menganalisis kelemahan, teridetifikasi kelemahan utama yang harus segera
diperbaiki adalah sulitnya bagi pelaku dunia usaha untuk menambah modal kerja, skor yang
diperoleh adalah sebesar 3,87. Kelemahan lainnya yang harus segera dibenahi pelaku usaha
kreatif adalah kurangnya media promosi, skor rata rata yang diperoleh adalah sebesar 2,87.
Didalam menganalisis kelemahan teridentifikasi kelemahan yang tidak begitu diperhatikan para
pelaku usaha kreatif adalah belum adanya pembukuan keuangan atau system akuntansi yang
membantu mereka dalam bekerja.
Tabel 4.17
Analisis Eksternal Berdasarkan Tingkat Kepentingan
No Analisis Eksternal Skor
Peluang
1 Kemudahan untuk akses perbankan 3.22
2 Pangsa pasar yang masih luas 2.95
3 Pembelian pelatihan oleh dinas terkait 2.82
4 Teknologi yang digunakan semakin
modern 2.68
5 Jumlah penduduk meningkat 2.58
6 Kondisi perekonomian mendukung 2.53
7 Konsumsi masyarakat yang menigkat 2.40
Ancaman
1 Adanya pesaing dari daerah lain 3.90
2 Fluktuasi harga bahan baku dan penolong 3.89
3 Adanya produk subtitusi 3.88
4 Regenerasi tenaga kerja produktif sulit 3.85
5 Adanya pendatang baru 2.71
6 Produk mudah ditiru 3.61
Pada tabel terlihat bahwa didalam menganalisis peluang poin terpenting yang harus
dimanfaatkan pelaku usaha kreatif adalah kemudahan untuk akses perbankan, skor rata rata yang
diperoleh adalah sebesar 3,22, tingkat kepentingan kedua terlihat dari tersedianya pangsa pasar
yang luas nilai skor rata rata yang diperoleh adalah sebesar 2,95. Didalam menganalisis peluang
nilai skor terendah terlihat pada pernyataan konsumsi masyarakat yang terus meningkat dengan
skor rata rata mencapai 2,40. Pada dasarnya peluang merupakan kesempatan yang masih dapat
dikeloka pelaku usaha kreatif untuk meningkatkan perkembangan unit usaha yang mereka
kembangkan.
Didalam menganalisis kelemahan teridentifikasi bahwa kelemahan yang harus segera
dibenahi pelaku usaha kreatif adalah memikirkan cara untuk mengatasi pesaing dari daerah lain,
skor rata rata yang diperoleh adalah sebesar 3,90, selain itu kelemahan kedua yang harus segera
dibenahi berhubungan dengan terjadinya peningkatan harga bahan baku. Nilai skor rata rata yang
diperoleh adalah sebesar 3,89, ancaman berarti juga dihubungkan dengan keberadaan produk
subtitusi dan regenerasi tenaga kerja produktif yang sangat sulit/
Analisis Strategi
Berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan kepada pelaku usaha kreatif di
Kabupaten dan Kota Pariaman dapat dikembangkan sejumlah strategi guna pengembangan usaha
kreatif khusus Kota Pariaman seperti terlihat dibawah ini:
a. Strategi Ekspansi (SO)
Pengembangan produk melalui inovasi disamping untuk meningkatkan kualitas produk
tentu juga dimaksudkan untuk meraih pangsa pasar yang lebih luas. Untuk menciptakan
keteraturan didalam perusahaan dan pengembangan usaha kreatif masing masing pengusaha
harus memiliki produik kreatif yang terspesialisasi atau memiliki ciri khusus yang membedakan
produk satu dengan yang lain. Usaha untuk meningkatkan spesialisasi pada produk juga harus
ditunjang dengan adanya pelatihan kepada setiap pengusaha. Dalam hal ini pengusaha kreatif
dapat berpartisipasi pada acara workshop kewirausahawan dan pelatihan yang dilakukan oleh
departemen perindustrian dan sebagainya.
b. Strategi Diversifikasi (ST)
Pengembangan strategi diversifikasi juga dilakukan dengan menciptakan keunggulan
produk melalui proses spesialisasi. Agar produksi tidak terganggu para pengusaha harus
mengatur supplier yang menyediakan bahan baku, dalam hal ini pengusaha harus memiliki relasi
dan kerja sama yang baik dengan supplier.
c. . Strategi Stabilitas (WO)
Dalam hal ini pengusaha kreatif harus berusaha mengurangi atau menghapus kelemahan
yang mereka miliki.. Langkah penting yang harus dilakukan pengusaha adalah mencari relasi
yang baik dengan bank. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mencoba mengikuti program
perbankan yang berhubungan dengan pengembangan unit usaha mikro (UMKM) atau usaha
kreatif. Langkah tersebut merupakan awal bagi pengusaha untuk menciptakan hubungan baik
antara pengusaha dan bank.
Pengusaha kreatif juga harus menggunakan media pemasaran sebagai alat promosi atau
menciptakan kesan positif dalam diri konsumen terhadap produk, hal tersebut penting untuk
menciptakan peningkatan market share mengingat pasar konsumen yang masih sangat luas yang
didasarkan pada segmen yang berbeda. Pengusaha juga harus memperbaiki akeses menuju lokasi
usaha, seperti jalan, ketersediaan transportasi dan sarana komunikasi. Selain itu pengusaha
kreatif harus memiliki laporan keuangan yang dapat dijadikan sebagai alat evaluasi terjadinya
peningkatan atau penurunan kinerja usaha.
Strategi yang harus dilakukan meliputi mengikuti program perbankan didalam upaya
peningkatan usaha kreatif, dana yang diperoleh dari bank tentu sangat berguna untuk
meningkakan kualitas produk dan menghambat pesaing yang berasal dari daerah lain untuk
mengusai pasar konsumen di Pariaman. Selain itu pengusaha kreatif juga harus mencari supplier
yang relatif murah dan memiliki ketersediaan bahan baku yang optimal, mengingat ketersediaan
bahan baku sangat penting untuk mengimbangi permintaan pasar yang semakin meningkat.
Bahan baku yang harus disediaka adalah bahan baku utama atau pun bahan baku penolong.
DAFTAR REFERENSI
Robert S. Kaplan & David P. Norton, (2000), Balanced Scorcard, Menerapkan Strategi Menjadi
Aksi, Jakarta: Erlangga;
Sekaran Umar.2000, Research Methods For Business, John Willey & Sons, Inc, New York
ABSTRACT
The purpose of this research is identifying the influence of perception, price and
service quality to patients’ satisfaction at inpatients unit of Semen Padang Hospital (SPH) in
Padang. The research involved respondent of 100 people as data sample by using purposive
sampling method. The type of the data is primary which was done by spreading
questionnaire. This research used multiple linear regression method in analyzing the data. By
using statistics T-test ,the hypothesis testing proved that independent variable gave influences
to dependent variable partially. The result of the research showed that perception, price and
service quality generate positive effects to patients’ satisfaction at inpatient unit of Semen
Padang Hospital (SPH) in Padang.
Perusahaan jasa rumah sakit adalah salah satu bidang jasa yang tidak terpisahkan dari
pengelolaan kegiatan pemasaran, tujuan utama diterapkannya pendekatan pemasaran jasa
pada rumah sakit adalah untuk memuaskan pasiennya.
Semen Padang Hospital (SPH) adalah sebuah rumah sakit yang berstandar
international yang terletak di kota Padang. Rumah sakit ini merupakan milik dari PT Semen
Padang dan mulai beroperasi sejak Januari 2013 yang di tandai oleh peresmian (grand
opening) oleh ketua DPD RI bapak Irman Gusman pada tanggal 18 Maret 2013. Semen
Padang Hospital (SPH) merupakan rumah sakit international pertama di Sumatera Barat yang
dibangun untuk mengurangi animo masyarakat Indonesia berobat ke luar negeri, seperti ke
Malaysia dan Singapura. Semen Padang Hospital (SPH) mulai beroperasi di gedung yang
baru, di kawasan Pisang, Kecamatan Pauh, Kota Padang.
Semen Padang Hospital (SPH) merupakan rumah sakit swasta terbaik yang ada di
kota Padang, Semen Padang Hospital (SPH) memiliki visi untuk menjadi rumah sakit swasta
terbaik di Sumatera dan bertaraf International. Sementara misinya adalah memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi pelanggan dengan tenaga medis yang
berkompeten yang didukung peralatan dan teknologi kedokteran yang handal. Semen Padang
Hospital (SPH) memiliki motto We Serve Beyond Expectation dengan meaning: Serving By
Heart For a Better Healthier Life.
Berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari rumah sakit Semen Padang Hospital
maka akan diperlihat pada tabel di bawah berikut ini :
Daftar Jumlah pasien Rawat Inap Semen Padang Hospital 2014
Jumlah Persentase
No Bulan
Pasien (%)
1 Januari 88 ( 4,09 )
2 Februari 72 ( 3,34 )
3 Maret 97 ( 4,50 )
4 April 141 ( 6,55 )
5 Mei 152 ( 7,06 )
6 Juni 175 ( 8,12 )
7 Juli 165 ( 7,66 )
8 Agustus 218 ( 10,12 )
9 September 272 ( 12,63 )
10 Oktober 271 ( 12,58 )
11 November 254 ( 11,79 )
12 Desember 249 ( 11,56 )
Total 2154 100(%)
Sumber : SPH Padang
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada pada bulan Januari sampai
Desember jumlah pasien SPH semakin meningkat. Mengambarkan bahwa rumah sakit semen
padang hospital menjadi pilihan, walaupun rumah sakit tersebut tergolong baru dipadang.
Selanjutnya, data jumlah perawat rumah sakit( SPH ) :
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah dokter sebanyak 70, perawat
sebanyak 98 dan karywan sebanyak 261 orang, dari keseluruhan jumlah dokter, perawat dan
karyawan yang dimiliki oleh Semen padang Hospital. Hal ini dapat menggambarkan bahwa
adanya indikasi pemberian pelayanan yang maksimal demi terciptanya kepuasan pasien pada
unit rawat inap Semen Padang Hospital (SPH). Selanjutnya data fasilitas yang ada di SPH.
Jenis Dan Fasilitas Kamar Pada Semen Padang Hospital (SPH)
No Jenis kamar Harga Fasilitas Kamar
AC,1 bed, 1 Kamar Mandi dengan air panas dan
VVIP Rp dingin, Bedside cabinet, Refrigerator, Overbed
1 ( Diamond 1.500.000 table, Lemari pakian, Dispenser, Meja, Sofa
Room) /hari bed,Tv 42 inch, Bed penunggu, telpon, Ruang
keluarga, 1 Set meja makan.
Persepsi
Pengertian Persepsi
Menurut Kotler (2008), psikologis persepsi adalah proses yang dilalui orang dalam
memilih, mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi guna membentuk gambaran
yang berarti mengenai dunia. Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak.
Menurut Sciffman dan Kanuk (2007) persepsi adalah proses yang dilakukan individu
untuk memilih, mengatur dan menafsirkan stimulasi kedalam gambar yang berarti dan masuk
akal mengenal dunia. Salah satu cara untuk mengetahui persepsi adalah dengan cara
menganalisis konsumen terhadap produk.
Pengukuran Persepsi
Adapun indikator-indikator dalam pengukuranpersepsi menurut Sumawarman (2004)
adalah:
1. Persepsi produk
2. Persepsi merek
3. Persepsi harga
4. Persepsi kualitas produk.
Harga
Pengertian Harga
Menurut Swastha dan Sukotjo (2000) harga adalah sejuimlah uang (ditambah
beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi
dari produk dan pelayanan.
Menurut Tjiptono (2008) harga adalah sejumlah uang atau satuan aspek lain yang
mengandung utilitas atau kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapat kan suatu jasa.
Sutisna (2003) Harga adalah sejumlah uang sebagai alat tukar untuk memperoleh
produk atau jasa atau dapat juga dikatakan penentuan nilai suatu produk di benak konsumen.
Tujuan Penetapan Harga
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam penetapan harga seperti
yang dikemukakan olehKotller dan Keller (2007)Yaitu :
1. Bertahan Hidup.
2. Maksimalisasi Laba Jangka Pendek.
3. Memaksimalkan Pendapatan Jangka Pendek.
4. Pertumbuhan Penjualan Secara Maksimum.
5. Unggulan Dalam Kualitas Produk.
6. Menyaring Pasar Secara Maksimum.
7. Tujuan Penetapan Harga Lain-lain.
Kualitas Pelayanan
Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2008).
Menurut Kotler (2007) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan
oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun.
Menurut Lupiyoadi (2008) kualitas jasa dapat didefenisikan sebagai seberapa jauh
perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima.
Pengukuran Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan dapat dibagi menjadi lima dimensi (Tjiptono, Chandra dan
Adriana, 2008), sebagai berikut :
1. Berwujud (tangible)
2. Keandalan (reliability)
3. Ketanggapan (responsiveness)
4. Jaminan dan kepastian (assurance)
5. Empati (empathy)
Hipotesis Penelitian :
H1: Persepsi berpengaruh positif terhadap kepuasan pasien pada unit rawat inap SPH di
Kota Padang.
H2: Harga berpengaruh positif terhadap kepuasan pasien pada unit rawat inap SPH di Kota
Padang.
H3: Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen pada unit rawat
inap SPH di Kota Padang.
METODOLOGI PENELITIAN
Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah unit rawat inap Semen
Padang Hospital (SPH) di Kota Padang.
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pada unit rawat inap Semen
Padang Hospital (SPH) di kota Padang yang jumlahnya tidak diketahui.
Sampel
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang pernah dirawat pada
unit rawat inap Semen Padang Hospital (SPH), karena jumlah populasi ini tidak diketahui
maka, untuk menentukan ukuran sampel dari populasi digunakan pendekatan Sekaran (2006),
yaitu jumlah variabel x 20, jadi dalam penelitian ini jumlah responden minimal sebesar 80
responden.
Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini teknik yang akan digunakan dalam pengambilan sampel adalah
purposive sampling (Sugiyono, 2003). Dimana purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk melakukan pengumpulan data maka penulis melakukan pengambilan data
secara langsung dengan metode lapangan (field reseach) yaitu berupa penyeberan kuesioner
pada pasien pada unit rawat inap Semen Padang Hospital (SPH) di kota Padang.
Analisis Inferensial
Uji Validitas
Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa
yang seharusnya diukur.Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas
maka fakor tersebut merupakan construct yang kuat (Sugiyono, 2003).
Uji Reliabilitas
Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Menurut
Nunnaly (1978) dalam Ghozali (2005) suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel, jika
nilai cronbach Alpha > 0.70.
Analisis Deskriptif
Analisa ini bermaksud untuk menggambarkan karakteristik masing-masing variabel
penelitian. Analisa ini tidak menghubung-hubungkan satu variabel dengan variabel lainnya
dan tidak membandingkan satu variabel dengan variabel lain.
Untuk mendapatkan rata-rata skor masing-masing idikator pertanyaan – pertanyaan
yang terdapat dalam kuesioner dipakai rumus berikut :
Uji Multikolinearitas
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel indenpenden. Jika terjadi korelasi yang kuat, maka dapat dikatakan
telah terjadi masalah multikolinearitas dalam model regresi. Ghozali (2005) menyatakan
pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah
a.Mempunyai nilai VIF (Variance Influence Faktor) lebih besar dari 10.
b.Mempunyai angka tolerance lebih kecil dari 0,10.
Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini dilakukan untuk memprediksi regresi yang digunakan cocok atau tidak.
Pada uji ini mengunakan metode glejser step, suatu model dinyatakan tidak terjadi
heteroskedastisitas apabila nilai signifikannya > 0.05.
Analisis Regresi Liniear Berganda
Untuk menguji hipotesis adanya pengaruh yang signifikan antara pengaruh persepsi,
harga dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien pada unit rawat inap Semen Padang
Hospital (SPH) di kota Padang maka digunakan alat uji statistik yaitu regresi linear berganda.
Umar (2000) menyatakan regresi linier berganda dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = a + b1 X1, + b2 X2 + b3 X3 + e
Uji Hipotesis
Uji F-Statistik
Untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh antara beberapa variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel terikat.(Sugiyono, 2003).
R2 /K
F
(1 P 2 ) /( n k )
Dengan α = 5 (%) bila signifikan <a maka Ha diterima yang berarti bahwa semua
variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen atau
sebaliknya.
Uji T- tes Statistik
Untuk membuktikan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara
parsial atau individu. Secara umum (Gujarati, 2000) merumuskan uji t- statistik kedalam
persamaan berikut :
b
t
Sb
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2005).Nilai R2 yang semakin
mendekati 1, berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas
Berdasarkan 4 item penyataan yang di ajukan untuk mengukur variabel Persepsi,
maka akan di lakukan uji validitas, apabila terdapat variabel yang tidak valid atau nilai
corrected item total correlationnya lebih <0,30 maka penyataan tersebut di anggap tidak valid
dan juga tidak akan digunakan pada uji instrumen lainny, hal ini dapat dilihat pada tabel
dibawah berikut ini :
Hasil Uji Validitas Persepsi
Corrected
Item Nilai
No item total Ket
Pernyataan kritis
correlation
1 Pernyataan 1 0.564 0.30 Valid
2 Pernyataan 2 0.569 0.30 Valid
3 Pernyataan 3 0.548 0.30 Valid
4 Pernyataan 4 0.392 0.30 Valid
Sumber :Data Olahan SPSS
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari ke 4 item pernyataan untuk mengukur
variabel Persepsi seluruh Pernyataan adalah valid karena setiap item memiliki nilai koefisien
korelasi besar dari 0,30 dan tidak ada satupun item yang mengalami tidak valid. Untuk itu
semua item Pernyataan yang digunakan untuk mengukur Persepsi dapat terus digunakan
untuk analisis selanjutnya.
Dari Tabel diatas terlihat bahwa nilai tolerance untuk semua variabel jauh diatas 0,10,
seperti nilai tolerance variabel Persepsi(0,988), variabel Harga (0,990) dan varabel kualitas
pelayanan (0,990). Demikian juga dengan nilai VIF, tidak satupun variabel bebas yang
memiliki nilai VIF lebih besar dari 10, seperti nilai VIF variabel Persepsi(1.012), Harga
(1.010) dan harga (1.010).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinieritas
atau antara sesama variabel bebas dalam penelitian ini tidak saling mempengaruhi satu sama
lain. Dengan demikian tahapan pengolahan data berikutnya dapat dilanjutkan.
Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Pendeteksian ada tidaknya heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan menggunakan metode
Glejser Test, yaitu dengan cara meregresikan nilai absolute residual terhadap variabel
independent.Hasil pengujian heteroskedastisitas data melalui alat bantu SPSS dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Uji Heteroskedastisitas
Nilai
No Variabel Signifi Keterangan
kan
Tidak Terjadi
1 Persepsi(X1) 0.280
Heteroskedastisitas
Tidak Terjadi
2 Harga (X2) 0.763
Heteroskedastisitas
Kualitas Tidak Terjadi
3 0.627
Pelayanan (X3) Heteroskedastisitas
Sumber :Data Olahan SPSS
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas di atas antara variabel bebas (Persepsi,
Harga dan Kualitas pelayanan) di lihat dari nilai signifikannya pada variabel Persepsibesar
0.280, variabel Harga sebesar 0.763 , dan variabel kualitas pelayanan sebesar 0.627. menurut
kriterianya jika nilai signifikannya > 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah
heteroskedastisitas.
Analisis Regresi Linier berganda
Ringkasan Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel Konstanta dan Koefisien
Sig Ket
Terikat Variabel Bebas Regresi
Konstanta (a) 1.191 0.021 -
Persepsi(X1) 0.850 0.000 H1 Diterima
Harga (X2) 0.649 0.000 H2 Diterima
Kepuasan
Kualitas
pasien (Y) 0.787 0.000 H3 Diterima
Pelayanan (X3)
F 25.667 0.000 -
R Square 0.428 -
Sumber :Data Olahan SPSS
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda yang disajikan pada tabel diatas
dapat dikemukakan persamaan regresi linier berganda dibawah berikut ini :
Y = 1.191 + 0.850X1+ 0,649X2+ 0,787X3
Besaran koefisien regresi variabel Persepsidiatas bermakna jika variabel persepsi
mengalami kenaikan maka kepuasan pasienakan mengalami peningkatan. Koefisien bernilai
positif artinya terjadi hubungan positif antara Persepsidengan kepuasan pasien, semakin baik
Persepsimaka semakin baik juga kepuasan pasien.
Besaran koefisien regresi variabel harga diatas bermakna jika variabel Harga nilainya
mengalami kenaikan maka kepuasan pasienakan mengalami kenaikan. Koefisien bernilai
positif artinya terjadi hubungan positif antara Harga dengan kepuasan pasien, semakin baik
Harga maka semakin baik juga kepuasan pasien.
Besaran koefisien regresi variabel kualitas pelayanan diatas bermakna jika variabel
kualitas pelayanan mengalami kenaikan maka kepuasan pasienakan mengalami peningkatan.
Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara kualitas pelayanan dengan
kepuasan pasien, semakin baik kualitas pelayanan maka semakin baik juga kepuasan pasien.
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Dari hasil olahan data uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.18 dapat
diketahui bahwa dari pengujian koefisien determinasi (R Square) terlihat nilai koefisen
determinasi adalah sebesar 0.428 atau sama dengan 42,8% Hasil tersebut memperlihatkan
bahwa dari kepuasan pasiendari rawat inap semen padang hospital (sph) yang dapat
dijelaskan oleh persepsi, Harga dan kualitas pelayanan 42,8% sedangkan sisanya 57.2 %
dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Uji Kelayakan Model (Uji F Statistik)
Dari hasil olahan data dapat diketahui hasil uji kelayakan model pada tabel 4.18
terlihat bahwa nilai untuk uji kelayakan model dalam penelitian ini menghasilkan tingkat
signifikansi 0,000 karena probabilitas signifikansi jauh lebih kecil dari 0,05, maka dapat
dikatakan bahwa Persepsi, Harga dan Kualitas Pelayanan layak untuk digunakan sebagai
variabel independen dalam penelitian ini.
Uji Hipotesis (Uji t-Statistik)
Untuk melakukan pengujian hipotesis secara parsial (Uji-t). Dalam pengujian
hipotesis, diasumsikan bahwa tingkat signifikan hipotesis alternatif yang diterima adalah
kurang dari 0,05. Untuk melakukan uji hipotesis scara parsial, dapat dilihat dari ringkasan
hasil analisis regresi yang disajikan pada tabel 4.18, dengan melihat tabel tersebut, maka akan
diketahui pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel terikat sebagai berikut:
Berdasarkan pengujian hipotesis pertama terlihat bahwa variabel Persepsimemiliki
nilai signifikansi sebesar 0,000 tahapan pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat
kesalahan sebesar 5% (0,05), dengan demikian terlihat bahwa nilai signifikansi 0,000 lebih
kecil dari alpha 0,05, maka keputusannya adalah H1 diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Persepsi berpengaruh terhadap kepuasan pasien pada rawat inap Semen Padang Hospital.
Selanjutnya pada pengujian hipotesis yang kedua didapatkan hasil bahwa harga
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 tahapan pengujian dilakukan dengan menggunakan
tingkat kesalahan sebesar 5% (0,05), dengan demikian terlihat bahwa nilai signifikansi 0,000
lebih kecil dari alpha 0,05, maka keputusannya adalah H2 diterima. Jadi dapat disimpulkan
bahwa Harga berpengaruh terhadap kepuasan pasienkepuasan pasien pada rawat inap Semen
Padang Hospital.
Dan yang terakhirpengujian hipotesis ketigadiketahui bahwa kualitas pelayanan
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 tahapan pengujian dilakukan dengan menggunakan
tingkat kesalahan sebesar 5% (0,05), dengan demikian terlihat bahwa nilai signifikansi 0,002
lebih kecil dari alpha 0,05, maka keputusannya adalah H3 diterima. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan kepuasan pasien pada rawat inap
Semen Padang Hospital.
KESIMPULAN
Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disampaikan beberapa
kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Variabel persepsi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien pada rawat inap
Semen Padang Hospital. Karena hasil analisis data dengan analisis linear berganda
diketahui bahwa nilai signifikansinya sebesar 0,000 karena nilai signifikannya lebih
kecil dari alpha sebesar 0,05. Berdasarkan uji analisis deskriptif dapat diketahui bahwa
total rata-rata variabel Persepsiadalah 3,82 dengan TCR sebesar 76,4 %, Hal ini
bermakna bahwa Persepsi pasien rawat inap terhadap semen padang hospital termasuk
kedalam kategori cukup baik.
2. Variabel Harga berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien pada rawat inap
Semen Padang Hospital. Karena hasil analisis data dengan analisis linear berganda
diketahui bahwa nilai sigfikannya sebesar 0,000 karena nilai signifikannya lebih kecil
dari alpha sebesar 0,005. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dapat diketahui bahwa
total rata-rata variabel harga adalah 3,65 dengan TCR sebesar 72,95%. Hal ini berarti
bahwa variabel Harga termasuk dalam kategori cukup, karena nilai rata-rata dan TCR
sebesar 36,5 dan 72,95%.
3. Variabel kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien pada
rawat inap Semen Padang Hospital, karena nilai signifikannya sebesar 0,000 karena
nilai signifikannya lebih kecil dari alpha sebesar 0,005 . berdasarkan hasil analisis
deskriptif bahwa total rata-rata variabel kualitas pelayanan memiliki nilia rata-rata 3,88
dan TCR sebesar 77,51 % hal ini berarti bahwa variabel kualitas pelayanan termasuk
dalm kategori cukup baik.
Hasil perhitungan koefisien determinasi diperoleh R2(R square)sebesar 0.428, hal ini
berarti variabel kepuasan pasien dipengaruhi sebesar 42,8 % oleh persepsi, harga, dan
kualitas pelayanan. Jadi, persepsi, harga, dan kualitas pelayanan dapat menjelaskan sebesar
42,8 % terhadap kepuasan pasien, sedangkan sisanya 47,2% dijelaskan oleh variabel bebas
lain yang tidak masuk kedalam model penelitian.
Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa penelitian yang telah berhasil dilaksanakan ini masih
memiliki beberapa kekurangan yang disebabkan adanya keterbatasan yang peneliti miliki
selama pembuatan skripsi ini. Keterbatasan tersebut meliputi:
1. Penelitian ini hanya menganilisis Persepsi, Harga dan kualitas pelayanan dan masih
adanya variabel lain diluar model penelitian yang mempengaruhi terbentuknya kepuasan
pasienyang tidak digunakan dalam penelitian ini seperti promosi, tempat, sikap, proses,
dan lain-lain.
DAFTAR PUSATAKA
Ghozali imam 2005. Analisis Multivarate dengan program SPSS. Semarang : Badan Pnerbit
Universitas Diponegoro.
Kotler, Philip dan Keller, Kevine. Lane.2008. Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Edisi 13.
Erlangga: Jakarta.
Lupiyoadi, Rambat dan Hamdani, A. 2008. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.
Schiffman,Leon G. And Kanuk, Laslie Lazar, 2007.Perilaku Konsumen. Jakarta. PT. Indeks .
Simamora, Henry. 2003 .Manajemen Pemasaran Internasional. Jilid I, Salemba Empat:
Jakarta.
Sugiyono, 2003, Statistik Untuk Penelitian (cetakan kelima). Bandung : CV. Alfabetha.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business, Edisi Keempat. Penerbit: Salemba
Empat, Jakarta.
Sutisna, 2003, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, Penerbit Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Tjiptono, Fandy.2008. Strategi Bisnis Pemasaran. Andi. Yogyakarta.
Zeithaml, Valeric A, and Mary Jo Bitner (2000). Service Marketing : Integrating Customer
Focus Across The Firm. Singapore McGraw- Hill
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB),
RETRIBUSI DAERAH DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA PADANG DAN
BUKITTINGGI TAHUN 2008-2013
Rizky Amelia1, Yunilma1, Dandes Rifa1
1
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta
E-mail: rizky_amelia04@ymail.com
Abstract
This study aimed to examine the effect of regional gross domestic product, regional
retribution, and total population on regional revenue the city of Padang and Bukittinggi in
2008-2013. The type of data in this study is secondary data that had been available in
DPKAD and BPS of Padang and Bukittinggi. This data is time series from 2008-2013.
Sample is taken using a random sampling method. The method of analysis in this study using
multiple regression.
The results of testing the hypothesis found that regional gross domestic product and regional
retribution have effect on regional revenue. In other hand total population have no effect on
regional revenue.
Key words: regional revenue, regional gross domestic product, regional retribution, total
population
Rudi Zulfikar
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Univ Sultan Ageng Tirtayasa
ABSTRACT
This study aims to analyze and provide empirical evidence of the effect of CEO
turnover to earnings management in family ownership as a moderating variable on
manufacturing companies in Indonesia.The hypothesis (1) CEO turnover is positively
related on earnings management. (2) Family ownership improve the relation of CEO
turnover on earnings management.
This study uses data manufacturing companies listed on the Indonesian Stock
Exchange during 2010-2013, with the criteria published financial statements as of
December 31 during 2010-2013, the financial statements are measured by currency of
rupiah. Samples were obtained by purposive sampling. Data were analyzed by multiple
regression analysis.
The results showed that (1) CEO turnover significant positively related on earnings
management, so the first hypothesis is accepted. (2) Family ownership signifantly improve
the relation of CEO Turnover on earnings management, so the second hypothesis is
accepted.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pergantian Chief Executive Officer
yang selanjutnya disingkat CEO terhadap manajemen laba dengan kepemilikan keluarga
sebagai variabel moderasi pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Menurut Scott (2003)
manajemen laba adalah pilihan yang dilakukan manajer terhadap kebijakan-kebijakan
akuntansi dengan tujuan tertentu.
Beberapa kasus yang diindikasikan melakukan praktek manajemen laba antara lain
Enron Corporation, WorldCom dan Tyco. Di Jepang yaitu Olympus pada tahun 2011 juga
melakukan kasus manipulasi data keuangan ( Finance.detik.com, 2011). Tahun 2012
Zynga Inc merupakan p melakukan skandal laporan keuangan, perusahaan tersebut
melaporkan proyeksi rugi bersih pada kuartal III sebesar US$90 juta hingga US$105 juta,
namun perusahaan ini hanya mencatat kerugian kurang dari US$ 2 juta hingga US$5 juta
(www.indonesiafinancetoday.com).
Kasus di Indonesia yang diindikasikan melakukan praktek manajemen laba saat
pergantian CEO terjadi pada PT Ades Alfindo. Kasus PT Ades Alfindo terungkap pada
2004 ketika manajemen baru PT Ades menemukan inkonsistensi pencatatan atas penjualan
periode 2001-2004. Sebelumnya, pada Juni 2004 terjadi perubahan manajemen di PT Ades
dengan masuknya Water Partners Bottling Co. (perusahaan patungan The Coca Cola
Company dan Nestle SA) dengan kepemilikan saham sebesar 65,07%. Pemilik baru inilah
yang berhasil menemukan adanya inkonsistensi pencatatan dalam laporan keuangan
periode 2001-2004 yang dilakukan oleh manajemen lama. Inkonsistensi pencatatan terjadi
antara 2001 dan kuartal kedua 2004. Hasil penelusuran menunjukkan, untuk setiap kuartal,
angka penjualan lebih tinggi antara 0,6-3,9 juta galon dibandingkan angka produksi. Hal
ini tentu tidak logis karena tidak mungkin orang menjual lebih banyak dari yang
diproduksi. Manajemen Ades baru melaporkan angka penjualan riil pada 2001
diperkirakan lebih rendah Rp 13 miliar dari yang dilaporkan. Pada 2002, perbedaannya
mencapai Rp 45 miliar, sedangkan untuk 2003 sebesar Rp 55 miliar. Untuk enam bulan
pertama 2004, selisihnya kira-kira hampir Rp 2 miliar. Kesalahan tersebut luput dari
pengamatan publik karena PT Ades tidak melakukan volume penjualan dalam laporan
keuangan yang telah diaudit. Akibatnya, laporan keuangan yang disajikan PT Ades pada
2001 dan 2004 lebih tinggi dari yang seharusnya dilaporkan (overstated) (Dedhi, Yeni dan
Liza, 2011:54).
Dari beberapa kasus tersebut dapat ditemukan fakta bahwa pergantian CEO
memberikan peluang melakukan pebedaan pelaporan keuangan yang dilakukan oleh
perusahaan. Scott (2000) berpendapat bahwa CEO yang akan kehilangan pekerjaannya
akan berusaha untuk memperlihatkan kinerja yang baik dengan meningkatkan laba
perusahaan, demikian pula yang akan dilakukan oleh CEO yang baru menjabat. CEO yang
baru menjabat akan melakukan income decreasing, bahkan big bath pada tahun pertama ia
menjabat.
Pendapat tersebut dibuktikan oleh Latif, Strickland dan Yang (2011); Andersson dan
Lilja (2013); Hazarika, Karpoff dan Nahata (2011) dan Choi, Kwak dan Choe (2009).
Latif, et al. (2011) menemukan hasil bahwa pergantian CEO berpengaruh positif terhadap
manajemen laba di tahun pertama dia menjabat. Penelitian oleh Choi, et al. (2009) pada
perusahaan di Korea selama periode 2001-2008 menemukan hasil bahwa pergantian CEO
berpengaruh positif terhadap manajemen laba dengan metode meminimalisasi laba
perusahaan. Andersson dan Lilja (2013) dalam penelitiannya menunjukkan hasil yang
signifikan bahwa manajemen laba terjadi pada saat tahun pergantian CEO, tapi tidak pada
tahun berikutnya. Hasil penelitian Hazarika, et al. (2011) menunjukkan bahwa pergantian
CEO berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian di Indonesia dibuktikan oleh Wirawan dan Novialy (2009) menunjukkan
hasil bahwa adanya pergantian CEO berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen
laba dengan menurunkan laba pada saat tahun pertama CEO baru menjabat. Senada
dengan penelitian Wirawan dan Novialy, hasil penelitian oleh Aldiasih dan Kusuma
(2010) juga membuktikan bahwa pergantian CEO non rutin berpengaruh positif terhadap
manajemen laba dengan metode menurunkan laba perusahaan pada tahun pergantian.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Rahayu (2008) menemukan bahwa pergantian
CEO memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan
manufaktur periode 2003-2005, hal ini disebabkan karena peusahaan berada dalam
keadaan yang stabil dan tidak dalam keadaan rugi.
Sementara itu, Claessens, Djankov and Lang (2000) membuktikan bahwa lebih dari
dua pertiga perusahaan-perusahaan di Asia termasuk Indonesia terkonsentrasi dan
dikendalikan oleh keluarga, sehingga pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian
sangat tipis. Hal ini dapat menyebabkan pemilik keluarga lebih mengejar kepentingannya
atas biaya pemegang saham minoritas, kreditur dan stakeholders lainnya. Pemilik keluarga
memiliki kekuatan yang signifikan untuk menekan hak pemegang saham minoritas,
kreditor dan stakeholder lainnya (Shleifer dan Vishny, 1997; Woo dan Chong, 2004).
Konsentrasi kepemilikan dapat menyebabkan problem asimetri informasi antara pemilik
mayoritas dengan pemegang saham minoritas, debtholders dan stakeholders lainnya. Hal
tersebut dapat mendorong pemilik saham mayoritas untuk mengesampingkan
kesejahteraan pemegang saham minoritas, debtholders dan stakeholders lainnya. Sehingga
dapat mempengaruhi keputusan-keputusan manajemen yang lebih menguntungkan pemilik
mayoritas (Fama dan Jensen, 1983; Morck et al.. 1988; Shleifer dan Vishny, 1997).
Kepemilikan keluarga yang memegang jabatan direksi atau komisaris, hal ini dapat
menekan hak-hak pihak lainnya tersebut (Zahra, 2004). Dengan demikian, kepemilikan
keluarga dapat mempengaruhi kebijakan pelaporan keuangan perusahaan melalui
kedudukannya sebagai anggota manajemen dan melalui persetujuannya dalam RUPS.
Oleh karena itu dapat diprediksi bahwa informasi laba yang disajikan kepada publik
berpeluang lebih memihak pada kepentingan pemilik keluarga dan mengabaikan
kepentingan stakeholders lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka judul dalam Penelitian ini adalah “Pergantian
CEO, Manajemen Laba dan Kepemilikan Keluarga (Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek IndonesiaTahun 2010-2013)”.
Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat pengaruh pergantian CEO terhadap manajemen laba?
2. Apakah terdapat pengaruh pergantian CEO terhadap manajemen laba yang
dimoderasi oleh kepemilikan keluarga?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memberikan bukti empiris pengaruh pergantian CEO terhadap manajemen laba.
2. Memberikan bukti empiris pengaruh pergantian CEO terhadap manajemen laba
yang dimoderasi oleh kepemilikan keluarga.
II. Tinjauan Pustaka
Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori ini menjelaskan hubungan antara principal (pemilik dan pemegang saham)
dengan agent (manajemen). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency
relationship sebagai kontrak yang ditetapkan antara principal yang menggunakan jasa
agent untuk menjalankan kegiatan usaha dan bekerja untuk kepentingan principal,
termasuk di dalamnya pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari prinsipal pada
agent. Keberadaan kontrak antara principal dan agent yang disertai pendelegasian
wewenang ini, memunculkan kemungkinan agent mengambil keputusan-keputusan bisnis
yang menguntungkan dirinya sendiri (opportunistic behavior).
Salno dan Baridwan (2000) menyatakan bahwa penjelasan tentang konsep
manajemen laba tidak terlepas dari teori keagenan (agency theory). Teori keagenan
(agency theory) mengemukakan jika antar pihak principal (pemilik) dan agent (manajer)
memiliki kepentingan yang berbeda, muncul konflik yang dinamakan konflik keagenan
(agency conflict) (Richardson, 1998). Teori keagenan menjelaskan bahwa hubungan antara
agen dan prinsipal akan mendatangkan masalah karena tujuan agen dan prinsipal saling
bertentangan. Perbedaan tujuan ini yang menyebabkan agen cenderung untuk
memaksimalkan utilitas mereka. Salah satu cara yang dapat dilakukan agen untuk
memaksimalkan keuntungannya dengan melakukan earnings management (Basuseno,
2010).
Beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat dua potensial agency problem yang
berkaitan dengan kepemilikan. Pertama, agency problem antara manajemen dan pemegang
saham (Jensen dan Meckling, 1976). Kedua, agency problem antara pemegang saham
mayoritas dan minoritas (Shleifer dan Vishny, 1996). Masalah keagenan yang kedua
tersebut dapat ditemukan pada perusahaan kepemilikan keluarga, dimana pada perusahaan
keluarga terdapat pemegang saham mayoritas dan minoritas.
Manajemen Laba
Jadi manajemen laba adalah upaya manajemen dalam proses pelaporan keuangan
perusahaan melalui pemilihan kebijakan-kebijakan akuntansi (accounting policies) untuk
mengatur jumlah laba yang dilaporkan dengan tujuan untuk membentuk kesan mengenai
kinerja perusahaan untuk menaikkan nilai perusahan serta untuk mempengaruhi hasil
kontrak yang didasarkan pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan untuk memperoleh
keuntungan bagi privat manajemen.
Chief Executive Officer (CEO)
Menurut UU RI No. 40 Th. 2007 tentang Perseroan Terbatas, Direksi adalah Organ
Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili
Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar. Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat,
dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Direksi
Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih. Perseroan yang kegiatan
usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan
yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka
wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
Namun, kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham). Segala sesuatu yang berhubungan dengan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan,
termasuk perubahan dalam kepengurusan perusahaan harus diputuskan melalui RUPS.
RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun Dewan
Komisaris (UU RI No. 40 Th. 2007 tentang Perseroan Terbatas).
Pergantian CEO
Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Menurut
Schipper (1989) manajemen laba adalah intervensi dalam proses pelaporan keuangan
eksternal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan keuntungan pribadi. Pengukuran
manajemen laba menggunakan Discretionary Accrual (DAC). Perhitungan discretionary
accruals menggunakan model yang dikembangkan oleh Kothari et al., (2005) yaitu
Performance-Matched Discretionary Accruals. Model Kothari (2005) dianggap sebagai
model yang paling tepat karena memiliki kekuatan penjelas yang lebih baik. Dalam
penelitian Cespa et al. (2008) menyatakan bahwa model tersebut dapat meningkatkan
kekuatan penjelas sampai dengan 50% dari rata-rata 39% sehingga dapat mengurangi
kesalahan pengukuran dalam manajemen laba. Hal itu disebakan karena ukuran kinerja
perusahaan melalui ROA digunakan untuk mengontrol non discretionary accruals dalam
model pendeteksian manajemen laba. ROA dianggap memilki hubungan yang secara
sistematis diharapkan bukan nol terhadap akrual.
Nilai discretionary accruals merupakan nilai residual (ε) yang terdapat pada
persamaan di atas. Jadi untuk menghitung nilai discretionary accrual dilakukan beberapa
tahap perhitungan sebagai berikut:
1. Menghitung total akrual dengan persamaan :
Total Accrual (TAC) = laba bersih setelah pajak (net income) – arus kas operasi
(cash flow from operating)
2. Menghitung nilai akrual dengan persamaan :
∆ ∆
= + + + +
Keterangan:
= total accrual perusahaan i pada periode t
= total aset perusahaan i pada akhir tahun t – 1
∆ = perubahan penjualan perusahaan i pada periode t-1 ke t.
∆ = perubahan piutang perusahaan i pada periode t-1 ke t.
= gross property, plant, and equipment perusahaan i pada periode t
= return of asset perusahaan i pada pada periode t
3. Menghitung nilai non-discretionary accruals (NDA) dengan persamaan:
∆ ∆
NDAit = + + +
Keterangan:
NDAit = non-discretionary accruals perusahaan i pada tahun t.
= fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan total
akrual.
4. Menghitung nilai discretionary accruals:
Nilai akrual diskresioner (DAC) merupakan selisih antara total accrual dengan fitted
value dari total accrual, DACit = (TACit) - NDAit.
Sulistyanto (2008) menyatakan bahwa DAC dapat bernilai nol, positif, atau negatif.
Nilai nol menunjukkan bahwa manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba
(income-smoothing), nilai positif menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan pola
penaikan laba (income-increasing), dan nilai negatif menunjukkan adanya manajemen laba
dengan pola penurunan laba (income-decreasing).
Variabel Moderasi
Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah kepemilikan keluarga.Menurut La
Porta et al. (1998), kepemilikan keluarga didefinisikan sebagai ke pemilikan dari individu
dan kepemilikan dari perusahaan tertutup (di atas 5%), yang bukan perusahaan publik,
negara, ataupun institusi keuangan.
∑
FAMOWN = ∑
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya
perusahaan dengan cara log total aset (Nasution dan Setiawan, 2007).
LEV =
Intensitas Aktiva
Intensitas aktiva didefinisikan sebagai penggunaan aktiva tidak lancar atas seluruh
aktiva yang digunakan perusahaan. Semakin kecil intensitas aktiva, semakin besar
penggunan aktiva lancar dan semakin besar kecenderungan manajemen melakukan
manajemen laba. Intensitas aktiva diproksikan dengan proporsi aktiva tidak lancar atas
total aktiva perusahaan, sebagai berikut:
ASSET =
Model Persamaan:
Satatistik Deskriptif
Descriptive Statistics
Statistik deskriptif pada tabel diatas menunjukan bahwa tingkat manajemen laba
(ADAC) di Indonesia memiliki nilai rata-rata 0,1099 dari poin maksimal manajemen laba
yang diteliti yaitu 0.59 poin. Ini berarti tingkat manajemen laba di Indonesia masih tidak
terlalu tinggi karena rata-rata memperoleh skor kurang dari setengah poin maksimal
penelitian. Tingkat manajemen laba terendah sebesar 0.00.
Variabel pergantian CEO (CEOTURN) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,4225 yang
menunjukkan bahwa tingkat pergantian CEO pada periode penelitian tidak terlalu sering
terjadi, sedangkan nilai tertinggi sebesar 1 dan nilai terendah sebesar 0. Variabel
kepemilikan keluarga (FAMOWN) memiliki nilai rata-rata sebesar 51% yang
menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur di Indonesia rata-rata dimiliki oleh pemilik
mayoritas keluarga, sedangkan nilai tertinggi sebesar 99% dan nilai terendah sebesar 0%.
Variabel kontrol ukuran perusahaan (SIZE) menunjukkan rata-rata sebesar 6,0539,
sedangkan nilai tertinggi sebesar 8,33 dan nilai terendah sebesar 4,02. Variabel leverage
(LEV) menunjukkan rata-rata sebesar 0,5246, sedangkan nilai tertinggi sebesar 3,21 dan
nilai terendah sebesar 0,04. Variabel intensitas aktiva (ASSET) menunjukkan rata-rata
sebesar 0,4407, sedangkan nilai tertinggi sebesar 0,98 dan nilai terendah sebesar 0,05.
Hasil Analisis
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.10, maka persamaan hasil penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pengujian Hipotesis
a. H1: Teradapat Pengaruh Positif Pergantian CEO Terhadap Manajemen Laba
Hipotesis 1 penelitian ini menyatakan bahwa pergantian CEO berpengaruh positif
signifikan terhadap manajemen laba. Dari hasil regresi yang disajikan pada tabel 4.10.,
dimana variabel pergantian CEO (CEOTURN) memiliki koefisien regresi 0,089 dengan
tingkat signifikan sebesar 0,004 lebih kecil dari α = 0,05 dan t hitung > t tabel (2,869 >
1,6502. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pergantian CEO berpengaruh positif signifikan
terhadap manajemen laba atau dengan kata lain hipotesis penelitian diterima. Hal ini
berarti bahwa pada saat terjadinya pergantian CEO, CEO yang baru menjabat melakukan
manajemen laba untuk memperlihatkan kinerja yang baik dan sebagai imbalannya akan
memperoleh bonus sesuai dengan kontrak.
b. H2: Kepemilikan Keluarga dapat meningkatkan Pengaruh Pergantian CEO
terhadap Manajemen Laba.
Manajer dalam perusahaan dengan tingkat kepemilikan saham yang tinggi akan
mengalami banyak konflik yang berhubungan dengan kepentingan pribadi atau
kepentingan perusahaan. Pada kepemilikan terkonsentrasi dengan pengendali adalah
keluarga, biasanya pemilik keluarga juga menempati posisi penting baik sebagai dewan
komisaris maupun anggota manajemen (Zahra, 2004). Pada posisi demikian, pemilik
keluarga akan lebih mudah mengakses informasi tentang perusahaan, sementara pihak
lainnya tidak. Dalam kepemilikan terkonsentrasi pada keluarga, terdapat asimetri
informasi antara pemilik keluarga dengan pemegang saham minoritas, debtholders dan
stakeholders lainnya.
Pemilik keluarga juga dapat mempengaruhi kebijakan pelaporan keuangan
perusahaan melalui kedudukannya sebagai anggota manajemen dan melalui
persetujuannya dalam RUPS. Dengan demikian adanya konsentrasi kepemilikan keluarga
yang tinggi dalam perusahaan menyebabkan pemegang saham mayoritas keluarga dapat
mempengaruhi maupun menekan pihak manajemen dalam kebijakan maupun pelaporan
laba perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartika
(2009).
Sehubungan dengan banyaknya model manajemen laba yang telah ada, pengujian
dengan model manajemen laba yang lain telah dicoba dalam penelitian ini. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan model Performance-Matched Discretionary Accruals
yang dikembangkan oleh Kothari (2005) dan Model Jones (1991). Hasil perhitungan
(dalam lampiran) menunjukkan bahwa pemilihan model yang dikembangkan oleh Kothari
(2005) dalam menghitung manajemen laba lebih tepat dipakai dalam penelitian ini, karena
memiliki nilai F hitung yang lebih besar dibanding dengan menggunakan model Jones
(1991), yang berarti bahwa model penelitian yang menggunakan pengukuran manajemen
laba model Kothari lebih baik daripada menggunan pengukuran manajemen laba model
Jones dalam penelitian ini.
V. Kesimpulan dan Saran
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka simpulannya
yaitu :
1. Pergantian CEO berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur di Indonesia.
2. Kepemilikan keluarga secara signifikan memperkuat hubungan pergantian CEO
terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
3. Pemilihan model Kothari dalam menghitung manajemen laba lebih tepat dipakai
dalam penelitian ini, karena memiliki nilai F hitung yang lebih besar dibanding
dengan menggunakan model Jones.
Keterbatasan
1. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan hanyalah perusahaan manufaktur saja,
sehingga perusahaan yang dijadikan sampel tidak dapat mewakili keseluruhan
perusahaan yang ada di Indonesia.
2. Periode pengamatan terbatas hanya empat tahun, yaitu hanya tahun 2010, 2011, 2012
dan 2013. Sehingga mungkin tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya
mengenai praktik manajemen laba.
Saran
1. Penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah sampel perusahaan dari jenis industri
lainnya tidak hanya manufaktur, hal ini dapat dilakukan agar dapat diketahui jenis
industri apa yang paling besar melakukan manajemen laba.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya memperluas periode pengamatan agar dapat lebih
menggambarkan praktik manajemen laba di Indonesia.
3. Masih rendahnya Adjusted R2 dari model yang diuji dalam penelitian ini menunjukan
bahwa variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini mungkin mempunyai
pengaruh yang lebih besar terhadap praktik manajemen laba di Indonesia. Sehingga
penelitian selanjutnya diharapkan menambah atau mempertimbangkan untuk
menggunakan variabel lainnya, diluar variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
4. Penelitan selanjutnya sebaiknya juga menggunakan model-model lain dalam
mendeteksi manajemen laba, seperti model conditional revenue dengan pengukuran
discretionary revenue.
DAFTAR PUSTAKA
Adiasih, P., Kusuma, W. 2010. “Manajemen Laba pada Saat Pergantian CEO (Dirut) Di
Indonesia”. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Ali, A., Chen, T.Y., Radhakrishnan, S. 2007.“Corporate Disclosures by family firms”.
Journal of Accounting abd Economics 44, 238.286
Andersson, F dan Lilja, V. 2013. “Earnings Management in Times of CEO Turnover”.
Thesis. Upsala University
Andersson, R. C., Mansi, S.A., and Reeb, D. M. 2003. “Founding Family Ownership and
The Agency Cost of Debt”. Journal of Financial Economics, 68, 263-285.
Arifin, S. 2002. “Firms Characteristics Affecting the Level of Voluntary Disclosure of
Indonesia Companies listed on Jakarta Stock Exchange”.PhD Thesis. University
Sain Malaysia.
Basuseno, Karno. 2010. “Ownership Structure dan Earnings Management padaEmerging
markets:Kasus di Indonesia”. Skripsi. UniversitasDiponegoro.
Bengtsson, Kristian, Class Bergstrom, dan Max Nilsson. 2006. “Earnings Management
and CEO Turnovers”. Working Paper, School of Economics, Sweden.
Bergstresser, Daniel dan Thomas Philippon.2006.“CEO Incentives and Earnings
Management”. Journal of Financial Economics 80 (3), 511-529.
Bisnis.news.viva.co.id
Wirawan dan Novialy. 2009. “Indikasi Manajemen Laba Oleh Chief Executive Officer
(CEO) Baru Pada Perusahaan-Perusahaan Yang Terdaftar Di Pasar Modal
Indonesia”. Univeresitas Udayana.
Zahra, S.A., Hayton, J.C. dan Salvato, C. 2004. “Entrepreneurship in Family vs Non-
Family Firms: A Reseource-Based Analysis of the Effect of Organization Culture”.
Entrepreneurship Theory snd Practice. 28 (4). 363-381
Zuhroh, Diana. 1996.“Faktor-Faktor yang BerpengaruhpadaTindakan PerataanLabapada
Perusahaan Go Publik di Indonesia”. Pogram Pascasarjana Universitas
GajahMada,Tesis.
www.idx.co.id
www.okezone.com
www.bapepam.go.id
Pengaruh Kualitas Informasi Terhadap
Penerimaan Pajak Sistem E-Fillng
Oleh :
Sentot Rianda1
Arie Frinola Minovia2
ABSTRACT
Attitude toward e-filling has been an issue in Indonesia due to low technology acceptance
among the tax payers. Therefore, many studies have been done and reveal inconclusive
result. In addition, there is a lack of study utilizing information quality that affect on attitude
toward tax e-filling. Thus, this study aimed to investigate the effect of information quality on
attitude toward tax e-filling among tax payer in Padang, West Sumatra, Indonesia.
specifically, this study test the role of perceived usefulllness (PU) and Perceived ease of use
(PEOU) as mediating variabel between information quality and attitude. By using primary
data and convenience sample technique, we arrrived with 94 quesioners to be analysed.SEM-
PLS with WarpPLS 3.0 program is used to analyse the data. The result show that PU and
PEOU do not play a mediating role between information quality and attitude toward tax e-
filling. this study has a practical and theoritical implications and discuss them in detail.
1
Korespondensi: sentot.rianda311@gmail.com
2
ariefrinolaminovia@yahoo.com
1. Pendahuluan
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk kemakmuran rakyat (Pajak
Pajak merupakan salah satu kontribusi terbesar untuk pembangunan negara, sehingga
dapat dikelola seefektif dan seefisien mungkin, terlebih di negaradengan tingkat kepatuhan
relatif rendah seperti di Indonesia.Terkait keputusan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tentang
Application Service Provider (ASP) berdasarkan PER-47/PJ/2008 yang mana telah diubah ke
(E-filing) melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), serta peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2014 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Orang Pribadi yang menggunakan formulir 1770S atau 1770SS secara e-filing
Menurut Direktorat Jenderal Pajak e-filing merupakan suatu cara penyampaian SPT (Masa
dan Tahunan)atau pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan yang dilakukan secara online
yang real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Applicaton Service Provider (ASP).
Wiyono (2008) dalam Laihad (2013) menyatakan bahwa e-filing sangat berperan dalam
adalah sebuah layanan pengiriman atau penyampaian SPT secara elektronik baik untuk orang
pribadi maupun badan (perusahaan, organisasi) ke DJP melalui ASP (Application Service
Provider atau Penyedia Jasa Aplikasi) dengan memanfaatkan jalur komunikasi internet secara
online dan real time, sehingga WP tidak perlu lagi melakukan pencetakan semua formulir
Adapun tujuan dari pelayanan e-filing ini menurut Novarina (2005) dalam Sugihanti (2011)
bahwa wajib pajak diberikan kemudahan penyampaian SPT melalui internet yang mana wajib
pajak (WP) orang pribadi dengan lebih mudah melaporkan SPT nya baik dari rumah atau
tempat wajib pajak bekerja sedangkan untuk wajib pajak badan dapat melaporkan SPT nya
langsung dari kantor lokasi tempat bekerja atau tempat usahanya. E-filing penting karena
sistim e-filing ini mempermudah WP orang pribadi maupun badan dalam hal penyampaian
SPT nya, yang mana WP dapat melaporkan SPT nya dimana saja, kapan saja dengan lebih
mudah, karena adanya bantuan sistem e-filing melalui jalur komunikasi internet serta lebih
Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa, dimana hal ini juga
dari sikap yaitu kesadaran, perasaan dan perilaku. Sikape-filing bisa dikatakan suatu
pernyataan orang atau wajib pajakterhadap tata cara penyampaian SPT nya, dimana dapat
dilakukan kapan saja dan dimana saja melalui situs pajak, serta penggunaan sisteme-filing ini
(SPT) secara elektronik atau e-filing. Dimana dengan menggunakan e-filing wajib pajak
orang pribadi maupun badan akan lebih mudah dalam penyampaian SPT nya. Tapi dalam
kenyataannya sistem e-filing ini belum terlalu diminati masyarakat, karena masyarakat masih
merasa sulit dalam penggunaan e-filing secara online, karena banyak anggapan dari
masyarakat bahwa penyampaian SPT melalui e-filing secara online masih banyak belum
paham, belum terbiasa dan juga belum yakin, karena sebagian besar wajib pajak belum
Berdasarkan data yang diperoleh dari KPP Pratama Padang sampai tahun 2014 terdapat
229.125 wajib pajak orang pribadi. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 8000 WP orang
pribadi yang menggunakan fasilitas e-filing. Agar tingkat pengguna e-filing semakin
Perceived Usefulness (PU) atau persepsi kegunaan mempunyai pengertian sejauh mana
kinerjanya. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa persepsi kegunaan merupakan suatu
kepercayaan tentang proses pengambilan keputusan. Dimana jika seseorang merasa percaya
bahwa sistem berguna maka dia akan menggunakannya. Sebaliknya jika seseorang merasa
kurang percaya bahwa sistem informasi kurang berguna maka dia tidak akan
penggunaan suatu teknologi tertentu akan meningkatkan kinerja dari individu. Persepsi
seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha. Menurut Tjini
dan Baridwan (2010) persepsi kemudahan penggunaan (Perceived Ease Of Use) merupakan
kepercayaan seseorang dimana dalam penggunaan suatu teknologi dapat dengan mudah
penggunaan (Perceived Ease Of Use) merupakan tingkat dimana individu percaya bahwa
menggunakan sistem tertentu akan bebas dari kesalahan. Penelitian ini adalah replikasi dari
penelitian Chang, I-Chiu et al (2005). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
terdapat pada tempat penelitian, dimana penelitian sebelumnya berada di Taiwan sedangkan
penelitian yang sekarang di lakukan di Indonesia dan juga pada tahun penelitian. Adapun
motivasi saya dalam melakukan penelitian tentang e-filing ini karena penelitian tentang e-
filing ini belum terlalu banyak di lakukan di Indonesia dan motivasi lainnya karena
penggunaan atas sistem e-filing ini masih belum mencapai target yang di tetapkan Direktorat
Berdasarkan penjabaran di atas maka kedepannya permasalahan yang diangkat lebih lanjut
“Pengaruh Kualitas Informasi terhadap Sikap atas PenggunaanE-filing PPh 21, Perceived
Usefulness (PU) dan Perceived Ease Of Use (PEOU) sebagai Variabel Intervening”.
Sikap didefinisikan dalam hal preferensi individu dan kepentingan melalui perasaan /
(2005).Sikap e-filing bisa dikatakan suatu pernyataan orang atau wajib pajak terhadap tata
cara penyampaian SPT nya, dimana dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja melalui situs
pajak, serta penggunaan sistem e-filing ini akan memberi kemudahan bagi WP dalam hal
Theory of reasoned action (TRA) adalah suatu teori yang berhubungan dengan sikap
dan perilaku individu dalam melaksanakan kegiatan.Theory of reasoned action atau teori
tindakan beralasan adalah teori yang menjelaskan bahwa minat dari seseorang untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku merupakan penentu langsung dari tindakan
atau perilaku. Seseorang akan memanfaatkan atau menggunakan sistem informasi dengan
alasan bahwa sistem tersebut akan menghasilkan manfaat bagi dirinya (Dewi, 2009 dalam
Sugihanti, 2011).
persyaratan dan harapan semua orang yang membutuhkan informasi tersebut untuk
melakukan proses mereka. Kualitas informasi bersifat multidimensi dan berbagai variasi
Kualitas informasi ini sendiri berfokus pada informasi yang akan dihasilkan oleh
sistem informasi. Kualitas informasi juga berarti menentukan kesuksesan desain dari suatu
website dimana jika desain ini mudah dipahami dan dimengerti oleh pengguna, makasistem
informasi tersebut dapat dikatakan sukses (Ratih, 2009 dalam Kirana, 2010).
Sikape-filing bisa dikatakan suatu pernyataan orang atau wajib pajak terhadap tata cara
penyampaian SPT nya, dimana dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja melalui situs
pajak, serta penggunaan sisteme-filing ini akan memberi kemudahan bagi WP dalam hal
Menurut Direktorat Jenderal Pajak e-filing merupakan suatu cara penyampaian SPT (Masa
dan Tahunan) atau pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan yang dilakukan secara online
yang real time melalui penyedia jasa aplikasi atau Applicaton Service Provider (ASP).
Tjini dan Baridwan (2010) menyatakan bahwa persepsi kegunaan (Perceived Usefulness)
merupakan sesuatu yang menyatakan individu percaya bahwa penggunaan suatu teknologi
Adapun dalam penelitian yang dilakukan Sun dan Zhang (2003) dalam Laihad (2013) telah
mengkonfirmasikan juga bahwa kegunaan sebagai faktor yang paling penting yang
PerceivedUsefulness (PU).
Pengaruh Perceived Usefulness (PU) terhadap Sikap atas Penggunaan E-filing PPh21
Wiyono (2008) dalam Salim (2014) menjelaskan bahwa persepsi kegunaan merupakan
persepsi terhadap kemanfaatan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatu
Dapat dikatakan bahwa Perceived Usefulness (PU) terhadap sikap atas penggunaan e-filing
ini memiliki pengaruh signifikan positif terhadap minat sebagaimana dalam penelitian
wiyono (2008) dalam Salim (2014) yang mana Perceived Usefulness juga memiliki hubungan
terhadap sikap karena kegunaan memiliki keterkaitan antara sikap wajib pajak dalam hal
Kualitas informasi ini sendiri berfokus pada informasi yang akan dihasilkan oleh sistem
informasi. Kualitas informasi menentukan kesuksesan desain dari suatu website dimana jika
desain ini mudah dipahami dan dimengerti oleh pengguna, maka sistem informasi tersebut
Sikap merupakan suatu respon terhadap seseorang, objek dan peristiwa dimana sikap ini
berpengaruh dalam hal penggunaan informasi yang telah diperoleh dan juga dapat di katakan
bahwa kualitas informasi terhadap sikap atas penggunaan e-filing ini memiliki pengaruh
Tjini dan Baridwan (2010) menyatakan bahwa persepsi kegunaan (Perceived Usefulness)
merupakan sesuatu yang menyatakan individu percaya bahwa penggunaan suatu teknologi
Studi yang dilakukan Wiyono (2008) dalam Desmayanti (2012) terhadap para Wajib Pajak
yang telah mencoba atau menggunakan e-filing di Indonesia menunjukkan hasil bahwa
kegunaan.
Disini dapat dikatakan bahwa kualitas informasi terhadap perceived ease of use memiliki
hubungan yang erat satu sama lain karena dengan informasi yang berkualitas maka persepsi
wajib pajak mengenai persepsi kemudahan penggunaan akan lebih baik serta memudahkan
Pengaruh Perceived Ease Of Use (PEOU) terhadap Sikap atas Penggunaan E-filing PPh
21
Menurut Wang, et al. (2003) dalam Desmayanti (2012) mengenai determinan user acceptance
dari internet banking pada bank komersial di Taiwan, menghasilkan bahwa perceived ease of
Perceived Ease of Use (PEOU) memiliki hubungan terhadap sikap penggunaan e-filing
dimana sikap (Attitude) mempunyai pengaruh terhadap wajib pajak (WP) dalam hal
kemudahan penggunaan sistim e-filing yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam
Pengaruh Kualitas Informasi terhadap Sikap atas Penggunaan E-filing PPh 21 melalui
informasi. Kualitas informasi juga berarti menentukan kesuksesan desain dari suatu website
dimana jika desain ini mudah dipahami dan dimengerti oleh pengguna, maka sistem
informasi tersebut dapat dikatakan sukses (Ratih, 2009 dalam Kirana, 2010).
Menurut Arief Wibowo (2006) dalam Irmadhani dan Nugroho (2012) bahwa persepsi
kemudahan penggunaan atau perceived ease of use (PEOU) sebagai suatu ukuran dimana
seseorang percaya bahwa teknologi tersebut dapat dengan mudah dipahami dan digunakan.
Adapun hubungan Kualitas Informasi terhadap sikap atas penggunaan e-filing PPh 21 melalui
Perceived Ease Of Use ini bahwa melalui informasi yang baik serta berkualitas maka sikap
pengguna e-filing ini akan merespon dengan baik terhadap penggunaan e-filing yang mudah
dalam penggunaannya.
H7 : Kualitas Informasi berpengaruh terhadap Sikap atas Penggunaan E-filing PPh21 melalui
3. Metoda Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP
Pratama Padang. Jumlah populasi yang terdaftar di KPP Pratama Padang sebanyak 229.125
Adapun metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bebas sesuai kehendak peneliti. Metode ini diangkat untuk mempermudah riset yang akan
dilakukan oleh peneliti karena peneliti bisa memilih sampel yang paling cepat dan mudah.
Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalahStructural Equation
Hipotesis pertama bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas informasi terhadap sikap atas
informasi tidak berpengaruh terhadap sikap atas penggunaan e-filing pph 21. Dari proses
pengolahan data dengan WarpPls 3.0 didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,25 dengan nilai
p=0,12 (di atas 0,05) maka H0diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kualitas informasi tidak berpengaruh atau tidakterbukti signifikan terhadap sikap atas
informasi tidak berpengaruh terhadapperceived usefulness (PU). Dari proses pengolahan data
dengan WarpPls 3.0 didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,23 dengan nilai p=0,05 maka
H0diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas informasi
tidak berpengaruh atau tidak terbukti signifikan terhadapperceived usefulness (PU) di Kota
Padang. Hipotesis ketiga bertujuan untuk menguji pengaruh perceived usefulness (PU)
terhadap sikap atas penggunaan e-filing PPh 21.Berdasarkanhasil hipotesis3 dapat dilihat
bahwa perceived usefulness (PU) berpengaruh atau signifikan terhadap sikap atas
penggunaan e-filing PPh 21. Dari proses pengolahan data dengan WarpPls 3.0 didapatkan
nilai signifikansi sebesar 0,42 dengan nilai p<0,01 maka H0ditolak dan Ha diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa perceived usefulness (PU) berpengaruh atau signifikan
Hipotesis empat bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas informasi terhadap sikap
hipotesis4 dapat dilihat bahwa kualitas informasi tidak berpengaruh atau tidak terbukti
signifikan terhadap sikap atas penggunaan e-filing PPh 21 melalui perceived usefulness (PU).
Dari proses pengolahan data dengan WarpPls 3.0 didapatkan nilai koofisien model tanpa
intervening sebesar 0,25 dengan nilai p=0,12 sedangkan koofisien model dengan intervening
nilainya sebesar 0,12 dengan nilai p=0,28 dari perbandingan itu terlihat model 1 dan model
2 sama-sama tidak signifikan tetapi koofisien menurun dari 0,25 menjadi 0,12 sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengaruh kualitas informasi terhadap sikap atas penggunaan e-filing PPh
21 melalui perceived usefulness (PU) merupakan bentuk mediasi penuh (full mediation).
perceived ease of use (PEOU). Berdasarkanhasil hipotesis5 dapat dilihat bahwa kualitas
informasi berpengaruh atau signifikan terhadap perceived ease of use (PEOU). Dari proses
pengolahan data dengan WarpPls 3.0 didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,50 dengan nilai
p<0,01 maka H0ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas
Hipotesis enam bertujuan untuk menguji pengaruh perceived ease of use (PEOU)
terhadap sikap atas penggunaan e-filing PPh 21. Berdasarkanhasil hipotesis6 dapat dilihat
bahwa perceived ease of use (PEOU) berpengaruh atau signifikan terhadap sikap atas
penggunaan e-filing PPh 21. Dari proses pengolahan data dengan WarpPls 3.0 didapatkan
nilai signifikansi sebesar 0,21 dengan nilai p<0,02 maka H0ditolak dan Ha diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa perceived ease of use (PEOU) berpengaruh atau
Hipotesis tujuh bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas informasi terhadap sikap
hipotesis7 dapat dilihat bahwa kualitas informasi tidak berpengaruh atau tidak terbukti
signifikan terhadap sikap atas penggunaan e-filing PPh 21 melalui perceived ease of use
(PEOU). Dari proses pengolahan data dengan WarpPls 3.0 didapatkan nilai koofisien model
tanpa intervening sebesar 0,25 dengan nilai p=0,12 sedangkan koofisien model dengan
intervening nilainya sebesar 0,26 dengan nilai p=0,07 dari perbandingan itu terlihat model 1
dan model 2 sama-sama tidak signifikan tetapi koofisien menurun dari 0,12 menjadi 0,07
sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh kualitas informasi terhadap sikap atas
penggunaan e-filing PPh 21 melalui perceived ease of use (PEOU) merupakan bentuk
5.1. Kesimpulan
sikap atas penggunaan e-filing PPh 21, perceived usefulness (PU) dan perceived ease of use
berpengaruh siginifikan terhadap sikap atas penggunaan e-filing PPh 21 di kota Padang, hasil
pengujian hipotesis kedua ditemukan bahwa kualitas informasi tidak berpengaruh sifnifikan
terhadap perceived usefulness (PU), hasil pengujian hipotesis ketiga ditemukan bahwa
perceived usefulness (PU) berpengaruh signifikan terhadap sikap atas penggunaan e-filing
PPh 21 di kota Padang, hasil pengujian hipotesis keempat ditemukan bahwa kualitas
informasi terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap atas penggunaane-filing PPh
21 melalui perceived usefulness (PU). Namun perceived usefulness (PU) hanya sebagai
bentuk mediasi penuh (full mediation), hasil pengujian hipotesis kelima ditemukan bahwa
kualitas informasi berpengaruh signifikan terhadap perceived ease of use (PEOU), hasil
signifikan terhadap sikap atas penggunaan e-filing PPh 21 di kota Padang, dan hasil
pengujian hipotesis ketujuh ditemukan bahwa kualitas informasi terbukti tidak berpengaruh
signifikan terhadap sikap atas penggunaan e-filing PPh 21 melalui perceived ease of use
(PEOU). Namun perceived ease of use (PEOU) hanya sebagai bentuk mediasi penuh (full
mediation).
berikutnya dapat mengatasi keterbatasan dari penelitian ini agar dapat memberikan hasil yang
1. Peneliti hanya menggunakan sampel wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP
2. Peneliti hanya mengambil populasi di kota Padang sehingga tidak mewakili semua
filing PPh 21 yang belum digunakan pada penelitian ini seperti variabel kerumitan
5.3. Saran
Saran dari penelitian ini untuk peneliti selanjutnya adalah sebagai berikut:
Disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk menambah sampel wajibpajak sehingga
mewakili untuk semua wajib pajak, disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk memperluas
sampel sehingga bisa mewakili, dan disarankan untuk peneliti selanjutya untuk tetap
menggunakan variabel kualitas informasi, karena masih sedikitnya peneliti sebelumnya yang
meneliti variabel ini untuk memprediksi sikap atas penggunaan e-filing PPh 21 dengan
variabel perceived usefulness (PU) dan perceived ease of use (PEOU) sebagai variabel
intervening.
Daftar Pustaka
Afriyadi, A.D, 2014. Masyarakat Belum Terbiasa Setor Pajak Lewat E-Filling, Liputan6.com
Diakses 3 Maret 2015
Amijaya, G.G, 2010. Pengaruh Persepsi Teknologi Informasi, Kemudahan, Resiko, Dan Fitur
Layanan terhadap Minat Ulang Nasabah Bank dalam menggunakan Internet Banking,
Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Chang,I-Chiu et.al ,2005.AnEmpirical Study On The Impact Of Quality Antecedents On Tax
Payers Acceptance Of Internet Tax-Filing System, Department Of Information
Management, National Chung Cheng University, Taiwan.
Desmayanti, Esydan Zulaikha, 2012.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan
Fasilitas E-Filing Oleh Wajib Pajak Sebagai Sarana Penyampaian SPT Masa Secara
Online dan Realtime (Kajian Empiris di Wilayah Kota Semarang , Diponegoro
Journal Of Accounting, Vol 1, No.1.
Irmadhani., Nugroho, 2012.Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi Kemudahan
Penggunaan dan Computer Self Efficacy, Terhadap Penggunaan Online Banking Pada
Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, Skripsi, Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Kirana, G.G, 2010.Analisis Perilaku Penerimaan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E-
Filing, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Laihad, Risal C.Y, 2013.Pengaruh Perilaku Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E-Filing
Wajib Pajak di Kota Manado, Jurnal EMBA. Vol 1, No.3.
Salim, Emil, 2014, Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Fasilitas E-Filing Oleh
Wajib Pajak Sebagai Sarana Penyampaian SPT Masa Secara Online dan Realtime,
Skripsi, Universitas Bung Hatta, Padang
Sugihanti, W.T, 2011, Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Minat Perilaku Wajib
Pajak Untuk Menggunakan E-Filing ( Studi Empiris Pada Wajib Pajak Badan Kota
Semarang ) Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Tjini, S.S.A dan Baridwan, Z, 2010, Pengaruh Kepercayaan, Persepsi Kegunaan, Persepsi
Kemudahan, dan Persepsi Kenyamanan terhadap Minat Penggunaan Sistem Internet
Banking, Skripsi, Universitas Brawijaya. Malang.
PENGARUH LINGKUNGAN PENGENDALIAN DALAM
SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP)
TERHADAP KINERJA PEGAWAI
Siska Yulia Defitri
Staf Pengajar di Univ. Mahaputra Muhammad Yamin Solok
Fakultas Ekonomi
ABSTRAK
The component of controlling environment has a role as foundation that has dominant
impact to the success of the internal controlling system. The controlling environment
influences the other elements in internal controlling system such as risk valuation, controlling
events, communication and information system, and observation. The development of internal
controlling system elements are based on though that internal controlling system is influenced
by human resources and contributed along the events/ activities. The controlling environment
focus on conducive and positive attitude by all of government management institution and
official, therefore, the internal controlling system can be optimum to be applied.
The purpose of this research is to analyze the influence of Government Internal
Controlling System to the employee’s performance. The sample of this research was the
employees of Inspektorat Kota Solok that consists of 40 people. The data was analyzed by
using classic assumption test, simple linear regression, hypothesis test (t-test) and
determination coefficient test. Based on the data analysis, it can be concluded that there was
influence of controlling environment to the employee performance about 44.6% (significant
influence) and 55.4% was influenced by other factors such as risk valuation, controlling
events, communication and information system, and observation.
Keywords : Controlling Environment, Performance, Internal Controlling System
I. PENDAHULUAN
Dalam upaya penyempurnaan Sistem Pengelolaan Keuangan Negara (SPKN), dan
sebagai tindak lanjut Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP). Sistem Pengendalian Intern ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem
Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dan dipengaruhi oleh sumber daya
manusia, serta harus dapat memberikan keyakinan yang memadai. Hal ini baru dapat
dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas
keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian, maka
penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan
secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif.
Disamping itu, sistem pengendalian internal mempunyai arti yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan kebijakan
yang telah ditetapkan. Pengendalian internal yang melekat pada fungsi manajerial
ditujukan untuk memastikan dan menjamin bahwa visi, misi, tujuan, sasaran, program
serta kegiatan dapat terlaksana dan mencapai hasil dengan baik. Dalam implementasinya
pengendalian internal pada hakekatnya adalah segala upaya yang dilakukan dalam suatu
organisasi untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar tujuan organisasi dapat dicapai
secara efektif, efisien dan ekonomis, segala sumber daya dimanfaatkan dan dilindungi,
data dan informasi serta laporan dapat dipercaya dan disajikan secara wajar, serta
ditaatinya segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu beberapa kebijakan yang terkait dengan upaya optimalisasi pengelolaan
keuangan negara secara transparan dan akuntabel tersebut, terkait dengan sistem
pengendalian intern antara lain adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dimana dalam Pasal 58 Ayat (1) dijelaskan bahwa ”dalam
rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh”. Selanjutnya dalam
Pasal 33 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, menyebutkan bahwa ”untuk meningkatkan
keandalan laporan keuangan dan kinerja, setiap entitas pelaporan dan akuntansi wajib
menyelenggarakan sistem pengendalian intern sesuai dengan peraturan perundang-
undangan terkait”.
Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tersebut antara lain mengatur mengenai: (1)
ketentuan umum; (2) unsur sistem pengendalian intern; dan (3) penguatan efektivitas
penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah. Di dalam wacana pengawasan
intern yang berkembang dewasa ini, pengendalian intern telah ditempatkan pada fokus
perhatian pengawasan intern. Hal tersebut tampak dari definisi pengawasan intern sebagai
suatu kegiatan pengujian yang obyektif dalam rangka peningkatan kinerja organisasi dan
pemberian rekomendasi yang independen untuk meningkatkan efektivitas
operasionalisasi organisasi dengan cara meningkatkan efektivitas manajemen risiko,
pengendalian, dan proses governance.
Jadi pengembangan dan pengujian atas keandalan pengendalian intern merupakan
bagian tugas yang seharusnya menjadi prioritas bagi para pengawas intern. Bahkan
setelah dikembangkan konsep struktur pengendalian intern oleh apa yang dikenal sebagai
Commission of Sponsoring Organization on treadway (COSO), kepedulian besar
pengawas intern terhadap keandalan pengendalian intern merupakan penanda dari
pergeseran paradigma pengawas intern dari yang bercitra sebagai ”watchdog” menjadi
yang bercitra pembantu manajemen untuk mencapai kinerja yang bermutu (quality
assurance). Berdasarkan konsep COSO, sistem pengendalian intern melingkup beberapa
komponen yang saling terkait sebagai berikut: (a) lingkungan pengendalian (control
environment); (b) penilaian/penaksiran risiko (risk assesment); (c) aktivitas pengendalian
(control activities); (d) informasi dan komunikasi (information and communication) ;
serta (e) monitoring.
Komponen lingkungan pengendalian berperan sebagai fondasi yang memiliki
dampak yang sangat kuat (dominan) terhadap struktur kegiatan operasi, penetapan tujuan
dan penilaian risiko. Lingkungan pengendalian juga mempengaruhi kegiatan
pengendalian, sistem informasi dan komunikasi, dan kegiatan monitoring. Pengembangan
unsur-unsur SPIP dilandasi pemikiran, bahwa sistem pengendalian intern dipengaruhi
oleh sumber daya manusia dan melekat sepanjang kegiatan. Lingkungan pengendalian
memfokuskan perhatian pada penciptaan perilaku positif dan kondusif oleh seluruh
pimpinan instansi pemerintah dan pegawai sehingga sistem pengendalian intern dapat
diterapkan secara optimal dan bermutu.
Lingkungan pengendalian akan efektif bila suatu lingkungan dengan orang-orang
yang berkompeten memahami tanggung jawabnya, batasan kewenangannya, memiliki
pengetahuan yang memadai, memiliki kesadaran yang penuh dan komitmen untuk
melakukan apa yang benar dan seharusnya serta berkomitmen mematuhi kebijakan dan
prosedur organisasi berikut standar etika dan perilaku. Sebaliknya lingkungan
pengendalian yang buruk memberikan kontribusi yang signifikan didalam kegagalan
efektifitas unsur sistem pengendalian intern lainnya.
Secara umum Penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan
informasi yang relevan dengan permasalahan, sehingga data dan informasi tersebut dapat
dijadikan bahan dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Secara khusus penelitian
bertujuan untuk mengetahui pengaruh Lingkungan Pengendalian dalam Sistim
Pengendalian Intern Pemerintah terhadap kinerja pegawai Inspektorat Kota Solok.
II. KERANGKA TEORITIS
A. Latar Belakang SPIP.
Selain melaksanakan amanat pasal 58 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 2004
Tentang Perbendaharaan Negara, terbitnya SPIP merupakan upaya penyesuaian dengan
perkembangan terbaru konsepsi pengendalian intern dari Hard control menuju Soft
control. Selain itu, SPIP juga diharapkan akan meningkatkan efektifitas pengendalian
dalam membantu mencapai tujuan dengan mengenali resiko yang dihadapi pencapaian
tujuan.
Dalam pelaksanaan kegiatan, instansi pemerintah juga dihadapkan pada ketidak
pastian dalam menjalankan kegiatannya yang akan berpengaruh pada efisiensi proses
kegiatan tersebut serta efektifitas hasilnya. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu
sistem pengendalian intern. Pengendalian intern diperlukan untuk meyakinkan bahwa
sebahagian besar ketidakpastian baik dalam pengelolaan keuangan maupun kegiatan yang
telah diperhitungkan pengaruhnya pada pencapaian hasil akhir kegiatan. Selain itu
terbitnya SPIP juga didorong oleh terjadinya reformasi dibidang keuangan negara yang
membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel
dan transparan. Berubahnya sistem pengelolaan keuangan negara tidak hanya dalam
penerapan penganggaran namun juga dalam sistem pencatatan, pertanggungjawaban dan
pengawasan atas akuntabilitas keuangan negara.
Perubahan tersebut antara lain dibidang penganggaran keuangan negara, Line
Based Budgeting digantikan oleh Performance Based Budgeting yaitu pengangaran yang
didasarkan pada kinerja dan berorientasi pada outcome dibidang pertanggungjawaban,
pencatatan dan pelaporan, keuangan negara tidak lagi dicatat secara single entry namun
diubah berdasarkan kaidah standar akuntansi keuangan yang menerapkan pencatatan
secara double entry dan disajikan dalam bentuk laporan keuangan yang lengkap yaitu
neraca, realisasi anggaran, arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi dalam pertanggungjawaban
pengelolaan dana organisasi/ instansi pemerintah dituntut untuk menerapkan suatu sistem
pengendalian intern yang efektif dan efisien. Diperolehnya keyakinan yang memadai
bahwa dana yang dipercayakan untuk dikelola oleh pemerintah tersebut dikelola dengan
baik, diwujudkan dengan peningkatan dalam :
a) Efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program-program pemerintah,
b) Penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan/ program
yang lebih tepat waktu kepada shareholders dan stakeholders.
c) Ketaatan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,
diwujudkan dengan semakin berkurangnya penyimpangan yang terjadi dalam
pengunaan anggaran belanja Negara.
Y=a+bX
e. Koefisien Determinasi (R2).
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh
perubahan variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan oleh variabel bebas (X). Jika R 2
semakin besar, maka persentase perubahan variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan
oleh variabel bebas (X) semakin tinggi.
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
V. KESIMPULAN
Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam instansi pemerintah yang dapat
membangun kesadaran semua personil akan kepentingannya, pengendalian dalam
organisasi dalam menjalankan aktivitas yang menjadi tanggungjawabnya sehingga
meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan organisasi secara intern. Dari pembahasan
hasil penelitian yang penulis dapatkan ternyata konsisten dan mempunyai kesamaan
hasil dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan atau positif antara lingkungan pengendalian terhadap kinerja pegawai.
Sumber daya manusia sebagai faktor penentu dari keberhasilan lingkungan
pengendalian agar terus meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya dengan
mengikuti pelatihan dan pendidikan secara berkelanjutan. Peran Aparat Pengawas
Internal Pemerintah (APIP) yang melekat di Inspektorat Kota Solok juga harus mampu
berfungsi sebagai Early Warning (peringatan dini) dan sebagai lembaga konsultasi yang
mampu memberikan pembinaan dan bukan hanya mencari kesalahan sehingga posisi
Inspektorat Kota Solok dimata Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya adalah
sebagai teman bukan musuh
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Azhari, Andy. 2009. Pengaruh Efektifitas Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Instansi
Pemerintah di Kabubapaten Sumbawa
Firdaus, Halimi. 2009. Pengaruh Pengendalian Intern Terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip
Good Governance studi kasus pada SKPD Pemkab Kotawaringin Barat
Ghozali. Imam. 2000. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Lili, Rahman Zainul. 2011. Pengaruh Kemampuan Aparatur dan Pengendalian Intern
Terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Studi Pada SKPD Kab/Kota se Wilayah
Priangan)
Mahsun, Mohamad. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja. Bandung : Refika Aditama
Pemerintahan Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Nomor 1 Tentang Perbendaharaan
Negara.
_________________. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah
Priyatno,Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS Untuk Analisis Data dan Statistik: Yogyakarta:
Media Kom
Sekarmaji, Kemal Razali. 2011. Pengaruh Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Berbasis
Good Governance (Studi Pada Pemko Sukabumi)
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung: ALFABETA
Wilopo. 2006. Analisis Faktor - Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kecendrungan Kecurangan Akuntansi: Studi Pada Perusahaan Publik dan Badan
Usaha Milik Negara di Indonesia. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi IX
Padang. 23-26 Agustus 2006
Wibowo. 2008. Manajemen Kinerja. Edisi 3. Jakarta: Rajawali Pers
Yulianti, Meda. 2010. Pengaruh Peranan Audit Internal Terhadap Keandalan Laporan
Keuangan dengan Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern sebagai Variabel
Intervening (Studi Pada Pemprov Bantern Serta 6 Kab/Kota se Prov. Banten)
.
DAMPAK PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PANTAI PADANG
BAGI KEHIDUPAN USAHA PEDAGANG KECIL
OLEH
SYAFRIZAL CHAN
syafrizalchan@yahoo.com
DOSEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BUNG HATTA
ABSTRAK
Dari kajian yang dilakukan ditemukan bahwa pengembangan kawasan wisata Pantai Padang
telah memberikan dampak yang positif bagi usaha pedagang kecil makanan dan minuman, aneka
mainan anak-anak, dan jasa penyewaan sepeda. Dari penelitian juga ditemukan terdapat perbedaan
yang berarti dalam kehidupan usaha pedagang kecil sebelum tahun 2012 dengan sesudah tahun
2014. Perbedaan tersebut terlihat nyata antara lain dalam hal penjualan/total revenue, penyediaan
lapangan kerja/woker job, serta perolehan keuntungan/profit. Namun pada sisi lain pera pedagang
masih tetap diselimuti rasa kekuatiran tentang kelangsungan usaha yang mereka lakukan,
mengingat bangunan tempat usaha yang mereka gunakan masih bersifat sementara dan tidak
memiliki izin usaha resmi, sehingga sewaktu-waktu kuatir akan digusur. Disamping itu para
pedagang juga menyatakan pelatihan dan bimbingan yang diberikan pemerintah daerah terhadap
mereka masih sangat minim, baik aspek produksi, pemasaran, sumbedaya manusia, keuangan dan
pembukuan. Mereka berharap pemerintah daerah dapat lebih meningkatkan kepedulian kepada
mereka melalui program-program pelatihan, pendidikan, studi banding disamping menyediakan
tempat usaha permanen yang aman dan nyaman untuk berdagang.Pemerintah kota hendaknya
jangan hanya melakukan pembangunan fisik kawasan semata, akan tetapi makin banyak pula
melakukan pemberdayaan bagi pedagang guna mendukung pengembangan kawasan wisata ini
dimasa datang.
Kata kunci :
Pembangunan, Pariwisata, Penjualan, Lapangan Kerja, dan Keuntungan
I. LATAR BELAKANG
II. PERMASALAHAN
Segaimana dikemukakan sebelumnya bahwa pembangunan yang dilaksanakan
harus membawa dampak bagi perbaikan kehidupan masyarakat. Masyarakat berhak untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari waktu kewaktu. Dengan demikian maka
mereka akan melihat dan merasakan adanya pemerintahan yang bekerja memperbaiki
kehidupannya. Sehubungan dengan pengembangan kawasan wisata Pantai Padang,
terutama masyarakat yang berada dan berusaha pada kawasan ini harus merasakan dampak
dari pengembangan dan pembenahan yang dilakukan. Masyarakat yang terus berada dan
braktivitas dikawasan ini adalah para pedagang kecil yang jumlahnya cukup banyak.
Karena itu ada tiga pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana dampak pengembangan kawasan wisata Pantai Padang bagi penyediaan
lapangan kerja bagi pedagang kecil
2. Bagaimana dampak pengembangan kawasan wisata Pantai Padang bagi
peningkatan penjualan (omzet) bagi pedagang kecil
3. Bagaimana dampak pengembangan kawasan wisata Pantai Padang bagi
peningkatan perolehan kuntungan usaha ( profit ) bagi pedagang kecil
Ketiga pertanyaan ini akan dijawab melalui survei dan pengumpulan data lapangan
yang dilakukan terhadap pedagang kecil yang berjualan pada kawasan Pantai Padang ini.
III.METODE PENELITIAN
Jenis
No. Usaha Jumlah Persentase
1 Pedagang Makanan dan Minuman 80 66,67
2 Pedagang Mainan Anak 32 26,67
3 Jasa Sewa Sepeda dan Mobil Hias 8 06,67
Total 120 100,00
IV.TINJAUAN TEORITIS
Kehidupan dan perkembangan dunia usaha sangat ditentukan oleh berbagai aspek,
baik aspek makro maupun aspek mikro. Aspek makro yaitu terkait dengan sistuasi
ekonomi agregat seperti pertumbuhan ekonomi, investasi, daya beli masyarakat, inflasi,
lapangan kerja, nilai tukar, dan pendapatan perkapita masyarakat, dan lainnya. Sedangkan
dari aspek mikro yaitu yang berkaitan dengan aspek internal usaha dan bagaimana
tatakelola yang dilakukan. Hasil dari pada keberhasilan usaha dapat dilihat dengan
menggunakan berbagai macam indikator, seperti penjualan (sales), efisiensi (cost),
produktivitas (productivity), penyerapan tenaga kerja (employment opportunity), perolehan
keuntungan (profit), hutang (solvabilatas), kecukupan modal (likuiditas), dan berbagai
macam indikator lainnya. Namun untuk melakukansurvei terhadap pedagang kecil, kajian
harus disesuaikan dengan ketersediaan data, sensitivitas pertanyaan yang berkaitan dengan
informasi keuangan. Tetapi kajian juga dapat disederhanakan dengan melakukan
pertanyaan dan pengumpulan informasi yang bersifat agregate dan tidak menyangkut
dengan nominal uang, misalnya perkembangan penjualan (omzet), jumlah tenaga kerja
yang digunakan, dan perkembangan perolehan keuntungan.
Beberapa pertanyaan tersebut penting diajukan untuk dapat melihat sejauh mana
dampak dari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagaimana yang dijelaskan
dalam teori ekonomi pembangunanbahwa pembangunan pada dasarnya harus dapat
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik yang tercermin dari
kenaikan pendapatannya, kenaikan konsumsi perkapita, peningkatan kesehatan,
peningkatan harapan hidup(Mudradjad, 2010). Beberapa indikator pembangunan dimaksud
dapat pula dioperasionalkan dalam kontek mikro bisnis atau dunia usaha. Perkembangan
dunia usaha sangat ditentukan oleh kenaikan transkasi yang terjadi sebagai akibat dari
naiknya permintaan. Kenaikan permintaan akan meningkatkan penjualan usaha,
peningkatan produksi, peningkatan keuntungan, kenaikan jumlah tenaga kerja yang
digunakan, dan lain-lainya. Dalam kajian ini kehidupan dunia usaha dilihat dari aspek
penyerapan tenaga kerja, penjualan, dan perolehan keuntungan usaha (Kotler and Keller
2006). Dengan demikian maka fungsi kehidupan dunia usaha dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Tabel 4.1.1
Hasil Penelitian Penyerapan Tenaga Kerja Oleh Pedagang Kecil
Dikawasan Wisata Pantai Padang
Dari hasil penelitian yang dilakukan sebagaimana disajikan pada tabel 4.1.1 terlihat
bahwa secara kuantitatif jumlah serapan tenaga kerja oleh pedagang kecil setelah
pengembangan kawasan wisata Pantai Padang naik sebesar 18,33 % atau naik dari 300
orang menjadi 355 orang tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas usaha
pedagang kecil dengan pengembangan kawasan ini makin meningkat sehingga mereka
membutuhkan tambahan tenaga kerja. Tambahan tenaga kerja yang dibutuhkan ini dilihat
dari tingkat pendidikannya ternyata sangat bervariasi. Peningkatan tenaga kerja yang
tertinggi yaitu untuk tingkat akademi, sarjana, dan SMA, sedangkan untuk tingkat
pendidikan SD dan SMP terlihat terjadi penurunan. Kenaikan tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi ini karena dalam penelitian ini para pemilik usaha
didefinisikan juga termasuk tenaga kerja. Sebab untuk pedagang kecil pemilik sekaligus
juga sebagai pekerja, belum ada pemisahan pekerjaan yang spesifik antara pemilik dengan
pekerja sebagaimana halnya usaha besar. Namun disini terdapat informasi bahwa ternyata
para pedagang kecil yang melakukan usaha pada lokasi ini sudah mulai banyak dimasuki
oleh tenaga-tenaga yang berpendidikan. Hal ini tentu suatu hal positif untuk pengembangan
kawasan wisata Pantai Padang dimasa yang akan datang. Mereka ini tentu lebih terbuka,
punya prospektif kedepan dan juga relatif mudah diajak untuk berdialog guna
pengembangan kawasan. Disamping itu yang lebih menarik lagi bahwa pengembangan
kawasan wisata Pantai Padang telah berdampak bagi penyediaan lapangan kerja dan untuk
tahun 2014 telah mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 355 orang. Dengan demikian
pertanyaan-pertanyaan yang menyatakan bagaimana dampak dari pelaksanaan program
pemerintah bagi kehidupan masyarakat terjawab berdasarkan realitas ini dapat
meningkatkan penyediaan lapangan kerja.
Namun dalam penelitian juga ditemukan bahwa proporsi tenaga kerja yang bekerja
pada usaha pedagang kecil ini masih didominasi oleh yang berpendidikan SMA dan SMP
yaitu lebih dari 60 % ( SMA 45,07 % dan SMP 18,31 %.Berdasarkan kajian ini maka jelas
semakin banyak program pembangunan pemerintah yang dilaksanakan di Kota Padang
akan berdampak positif bagi perbaikan kehidupan masyarakat melalui penyediaan lapangan
kerja. Mereka yang mempunyai lapangan pekerjaan akan memperoleh pendapatan tiap
bulan sebagai sumber pembiayaan keluarganya. Angka kriminalitas diyakini juga akan
dapat ditekan, disamping masalah-masalah sosial lainnya. Untuk itu pemerintah daerah
hendaknya terus meningkatkan belanja pembangunan publik, sehingga masyarakat akan
makin banyak menikmatinya, dan kehidupannya semakin baik.
Dari tabel terlihat bahwa setelah pengembangan kawasan wisata Pantai Padang
sebanyak 95 orang pedagang atau 79,17 % menyatakan bahwa penjualannya meningkat
dibandingkan sebelum penataan. Menurut mereka peningkatan penjualan ini terjadi karena
semakin banyaknya pengunjung yang datang untuk berekreasi pada sore hari, hari jum,at
sore, sabtu, dan apalagi hari minggu. Kenaikan penjualan yang sangat siginifikan terjadi
ketika memasuki musim libur sekolah, banyak anak sekolah yang datang, baik dari Padang
dan kota-kota lainnya di Sumatera Barat, bahkan dari luar ibu kota propinsi seperti Pekan
Baru, Jambi, dan Medan.
Dilihat berdasarkan kelompok usaha, pedagang yang paling tinggi kenaikan
penjualannya adalah pedagang makanan dan minuman. Para pedagang menjual beraneka
ragam makanan khas Padang, seperti Sate, Soto, Nasi Goreng, dan aneka minuman kaleng,
serta jus aneka buah-buahan. Disamping itu sebagai arena permainan baru bagi pengunjung
adalah sepeda santai yang dapat digunakan untuk mengelilingi kawasan pantai Padang.
Sepeda ini disewakan dengan cukup murah, hanya antara Rp 5.000 sampai dengan Rp
10.000 untuk setiap jam. Untuk malam hari juga sekarang sudah disediakan mobil kias
dengan lampu kelap-kelip yang sangat banyak diminati oleh para pengunjung, terutama
pada malam hari.
Dari kajian yang dilakukan ini dapat disimpulkan bahwa para pedagang merasa
senang dengan penataan kawasan wisata Pantai Padang karena semakin banyak
pengunjung yang datang dan mereka juga kebagian reski. Para pedagang kecil berharap,
agar pemerintah bersama dengan aparat penegak hukum, seperti kepolisian, satpol PP, dan
polisi pariwisata terus menjaga keamanan dan kenyamanan para pengunjung. Masalah
yang sering muncul adalah adanya para preman yang sering memalak para pengunjung,
meminta uang parkir secara berlebihan, bahkan juga sering terjadi tindak kriminal
pencurian dengan mencongkel kendaran yang parkir ketika pemilik mobil sedang berada
dibibir pantai, ketika mandi atau jalan-jalan dipinggir laut.
Tabel 4.3.1
Hasil Penelitian Perolehan Keuntungan Usaha Pedagang
di Kawasan Wisata Pantai Padang
Jenis
No. Usaha Jumlah Naik % Tetap % Turun %
Pedagang Makanan
1 dan Minuman 80 70 87.50 5 6.25 5 6.25
Pedagang Mainan
2 Anak 32 27 84.38 3 9.38 2 6.25
Jasa Sewa Sepeda
3 dan Mobil Hias 8 5 62.50 3 37.50 0 0.00
120 102 85.00 11 9.17 7 5.83
Dari tabel terlihat sebanyak 85,00 % dari para pedagang kecil yang berjualan di
kawasan wisata Pantai Padang menyatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh
meningkat setelah penataan kawasan Pantai Padang oleh pemerintah daerah. Hanya
sebanyak 9,17 % dan 5,83 % yang menyatakan keutungan yang mereka peroleh tetap dan
turun. Dari penelusuran lebih lanjut bagi yang menyatakan keuntungannya turun,
ditemukan, sebenarnya mereka tidak melakukan usaha dagang secara rutin tiap hari,
disamping usaha yang lakukannya terlihat juga terkesan kurang diurus, pada hal mereka
harus bersaing dengan ratusan pedagang lainnya yang berjualan tiap hari. Dari hasil
penelitian ditemukan bahwa yang mengalami keuntungan didominasi oleh para pedagang
kecil yang berjualan makanan dan minuman, serta mainan anak-anak. Menurut mereka
setiap pengunjung yang datang kekawasan wisata Pantai Padang bisa dipastikan akan
berbelanja makanan dan minuman, tidak mungkin mereka akan duduk saja, mereka pasti
akan lapar atau haus karena rata-rata pengunjung akan menghabiskan waktu antara 2- 3
jam bersantai dikawasan wisata ini.
Dilihat dari keberhasilan perolehan keuntungan ini maka wajar menurut mereka
banyak para pedagang yang ingin mendapatkan tempat berjualan dikawasan ini. Mereka
berharap pemerintah dimasa datang melakukan penataan dan pembatasan jumlah pedagang
pada kawasan wisata ini. Jika tidak, apalagi pera pedagang yang berpindah-pindah akan
sulit ditertibkan dan biasanya mereka juga kurang memperhatikan kebersihan tempat
berjualan. Jika demikian maka kawasan wisata Pantai Padang akan kotor, karena sampah
berserakan dimana-mana sebagai banyaknya pedagang keliling yang tidak menetap.
Disamping itu mereka juga berharap agar pemerintah sering mengadakan berbagai acara
dikawasan wisata ini, sebab setiap ada acara, penjualan dan keuntungan yang mereka
peroleh akan meningkat. Mereka juga menyatakan tidak keberatan dengan adanya retribusi
yang dipungut oleh pemerintah daerah asalkan usanya juga terus maju dan mendapat
tempat yang aman dan nyaman.
KESIMPULAN
1. Pengembangan kawasan wisata Pantai Padang merupakan program pemerintah
daerah dalam menata dan memperbaiki objek-objek wisata yang ada dikota Padang.
Pemerintah Kota Padang menganggarkan tiap tahun untuk penataan kawasan wisata
ini agar terlihat semakin menarik, makin tertib, makin banyak pengunjungnya dan
masyarakat kota Padang memperoleh dampak positifnya.
2. Penyerapan tenaga kerja pada usaha pedagang kecil pada kawasan Pantai Padang
makin meningkat setelah dilakukannya penataan. Tenaga kerja yang terbanyak
bekerja pada kawasan ini terutama mempunyai tingkat pendidikan SMP dan SMA
3. Penjualan para pedagang makin meningkat setelah penataan dan pengembangan
kawasan wisata Pantai Padang. Kenaikan penjulan terutama dinikmati oleh para
pedagang makanan dan minuman, serta para pedagang aneka mainan anak-anak.
4. Perolehan keuntungan dari pedagang kecil yang berusaha pada kawasan Pantai
Padang juga mengalami peningkatan yang cukup berarti setelah pengembangan
kawasan wisata Pantai Padang, teruatma bagi pedagang makanan dan minuman
serta pedagang mainan anak-anak.
5. Masalah yang dirasakan masih menjadi kekuatiran para pedagang adalah kepastian
tempat berusaha, mereka kuatir akan digusur oleh pemerintah Kota. Disamping itu
mereka juga masih mengeluhkan masalah keamanan dan tindakan kriminal yang
masih sering terjadi.
6. Para pedagang berharap pemerintah menyediakan tempat usaha yang menetap bagi
mereka, sehingga mereka merasa aman dan nyaman dalam melakukan kegiatan
usaha. Mereka bersedia untuk membayar retribusi dan membayar sewa tempat
asalkan wajr untuk usaha pedagang kecil.
PUSTAKA
2. Longenecker, Justin; Carlos More; and William Petty, 2000, Small Business
Management , An Entrepreneurial Empasis, 11 th Ed, Thomson Learning,
Singapore
3. Pietra Sarosa, 2003,. Kiat Praktis Membuka Usaha: Langkah Awal Menjadi
Entrepreneur Sukses, Alex Media Komputindo Gramedia, Jakarta
4. Kotler, Philip and Keller, Kevin Lane, 2009, Marketing Management, 21 edition,
Pearson Education International, Prentice Hall, Singapore,
ANALISISIS PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS),
RETURN ON EQUITY (ROE), DEBT TO EQUITY RATIO
(DER) TERHADAP HARGA SAHAM PADA
PERUSAHAAN TRANSPORTATION
SERVICES YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
(BEI) TAHUN 2010-2013
Oleh:
Syamsudin dan Dwi Wulandari
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAKSI
iii
1
PENDAHULUAN
Pasar modal pada hakekatnya adalah pasar yang tidak berbeda jauh dengan
pasar tradisional, dimana ada pedagang, pembeli, dan juga ada tawar menawar
harga. Pasar modal dapat juga diartikan sebagai sebuah wahana yang
mampu menjadi alternaif pendanaan bagi perusahaan Indonesia dan dapat juga
saham adalah yang paling populer di masyarakat. Akhir – akhir ini media cetak
dan elektronika secara rutin mengulas hal ini, mulai dari pergerakan harga hingga
isu – isu yang beredar. Pergerakan harga saham dari waktu ke waktu akan
tercermin melalui indeks harga saham yang merupakan ringkasan dari dampak
simultan dan kompleks atas berbagai faktor yang berpengaruh. Pada saat ini
indeks harga saham dijadikan sebagai barometer kesehatan ekonomi suatu negara
dan sebagai landasan analisis statistik atas kondisi pasar terakhir (Aronaga, 2001).
Dalam pasar modal yang efisien semua sekuritas diperjual belikan pada
harga pasar. Harga pasar saham adalah harga yang ditentukan oleh investor
melalui pertemuan permintaan dan penawaran. Pertemuan ini dapat terjadi karena
para investor sepakat terhadap harga suatu saham. Menurut Sartono (2001)
informasi yang lebih akurat mengenai perusahaan yang tidak diketahui oleh pihak
luar (investor). Hal ini akan mengakibatkan suatu asimetri informasi antara pihak-
informasi saja. Hal tersebut akan terlihat jika manajemen tidak secara penuh
menyampaikan semua informasi yang diperoleh tentang semua hal yang dapat
tersebut sebagai suatu sinyal terhadap suatu kejadian yang akan mempengaruhi
1. Apakah Earning per Share (EPS) berpengaruh terhadap harga saham pada
(BEI) ?
(BEI) ?
3. Apakah Debt to Equity ratio (DER) berpengaruh terhadap harga saham pada
(BEI) ?
3
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pasar Modal
memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham (capital gain) dari saham
2. Harga Saham
terbatas yang telah listed di bursa efek, dimana saham tersebut telah beredar
yang dibentuk dari interaksi antara para penjual da pembeli saham yang
saham penutupan (closing price) yaitu harga yang diminta oleh penjual atau
3. Saham
perusahaan. Saham adalah salah satu sumber dana yang diperoleh perusahaan
4. Analisis Saham
2002):
a. Analisis Teknikal
transaksi pada masa yang lalu. Harga saham ditentukan oleh kekuatan pasar
b. Analisis Fundamental
METODE PENELITIAN
pemikiran tentang sebab akibat, reduksi kepada variable, hipotesis dan pernyataan
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan
beberapa data sekunder, data tersebut dalam kategori data time series yang
diambil dalam periode tahun 2010 sampai dengan 2013. Sedangkan pemilihan
sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Purpose Sampling dengan tujuan
HASIL PENELITIAN
Dari hasil uji statistik desriptif dapat diketahui bahwa jumlah data yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 44 data, yang berasal dari 11 perusahaan
dan periode 4 tahun yakni dari tahun 2010 sampai 2013. Hasil statistik deskriptif
tersebut juga menunjukkan besarnya nilai rata-rata dan standar deviasi masing-
masing variabel.
DER atau nilai rasio hutang terhadap ekuitas memiliki nilai rata-rata
sebesar -0.8408 atau 84,08 % dengan standar deviasi sebesar 2.23324. Artinya
ini adalah sebesar 4.9159 atau 491,59% dengan standar deviasi 4.18605. Ini
berarti bahwa rata-rata nilai pengembalian atas modal sendiri yang dimiliki
Sedangkan untuk nilai rata-rata EPSnya adalah sebesar -5.9663 dengan standar
deviasi 4.05653.
Dari hasil uji t, tampak bahwa semua variabel independen dalam penelitian
ini yang terdiri dari variabel EPS, ROE, dan DER berpengaruh terhadap harga
saham. Hal ini juga ditunjukkan oleh hasil pengujian secara simultan (Uji-F),
dimana dalam uji ini nilai probabilitas signifikan kurang dari 0,05 atau 5% yaitu
2
Nilai koefisien determinasi (R ) pada penelitian ini adalah sebesar 0,490,
artinya bahwa besarnya pengaruh variabel EPS, ROE, dan DER terhadap harga
saham adalah sebesar 49% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Rendahnya
model.
Harga Saham secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis regresi
yang telah dilakukan sebelumnya yaitu nilai signifikan pada Uji-t sebesar 0,000
(lebih kecil dari 0,05). Sedangkan arah hubungan EPS dengan harga saham adalah
7
negatif atau berlawanan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
mempengaruhi Harga Saham secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
signifikansi pada Uji-t sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Dan hal ini sesuai
terhadap Harga Saham. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil analisis yang
menunjukkan bahwa nilai koefisien model regresi yang dimiliki oleh variabel
DER bernilai negatif (-0,141) dan nilai signifikansinya kurang dari 0,05 yaitu
sebesar 0,042. Dan hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
PENUTUP
1. Simpulan
secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis regresi yang telah
dilakukan sebelumnya yaitu nilai signifikan pada Uji-t sebesar 0,000 (lebih
kecil dari 0,05). Sedangkan arah hubungan EPS dengan harga saham adalah
negatif atau berlawanan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
nilai signifikansi pada Uji-t sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Dan hal ini
negatif dan signifikan terhadap Harga Saham. Hal tersebut dapat dibuktikan
regresi yang dimiliki oleh variabel DER bernilai negatif (-0,141) dan nilai
signifikansinya kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,042. Dan hasil penelitian
ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtiningsih (2013)
d. EPS dan DER memiliki pengaruh negatif terhadap harga saham, artinya
semakin tinggi EPS dan DER maka harga saham perusahaan akan
2. Saran
penelitian, periode waktu, serta variabel yang lainnya, agar didapatkan hasil
lain yang belum diteliti oleh peneliti sebelumnya, agar didapatkan hasil
yang akan digunakan agar dapat diketahui apakah data yang digunakan
Abdullah Al Masum , ―Dividend Policy and Its Impact on Stock Price – A Study
on Commercial Banks Listed in Dhak Stock Exchange‖, Journal
Global Disclosure of Economics and Business, Volume 3, No 1
(2014).
Anastasya, Njo dan Yanny Widiastuty Gunawan, Imelda Wijiyanti, 2003, ―
Analisis Factor Fundamental Dan Risiko Sistematika Terhadap Harga
Saham Property Di BEJ‖, Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol. 5 No. 2, 123-
132, Univesitas Kristen Petra.
Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to.
Indonesian Capital Market). Jakarta: Mediasoft Indonesia.
Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti, (2001), Pengantar Pasar Modal, Edisi Revisi,
Rineka Cipta, Jakarta.
Junjie Wang, Gang Fu, & Chao Luo, ―Accounting Information and Stock Price
Reaction of Listed Companies — Empirical Evidence from 60 Listed
Companies in Shanghai Stock Exchange‖, Journal of Business &
Management Volume 2, Issue 2 (2013), 11-21
Mugiasih, D.M, ― Pengaruh ROA, EPS, PER dan DER Terhadap Penetapam
Harga Saham Setelah IPO‖ . Jurnal. Purworejo: Universitas Muhammadiyah
Purworerjo.
Noor, Asmirin, dan Tri Setya Rini, 2005, ―Pengaruh Likuiditas Solvabilitas ROI
dan EPS Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Food and Baverage Yang
Listing Di Bursa Efek Indonesia‖. Jurnal Media Mahardika, Vol 3 No 2, Hal
50-65.
11
Nurfadilah, M. 2011. ―Analisis Pengaruh EPS, DER, dan ROE terhadap Harga
Saham PT Unilever Indonesia Tbk.,‖ Jurnal Manajemen dan Akuntansi, 12
(1), pp. 45-50.
Stella. 2009. ―Pengaruh PER, DER, ROA, dan PBV terhadap Harga Pasar
Saham,‖ Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 11 (2), pp. 97-106.
www.idx.co.id
www.wikipedia.org
www.spope07.wordpress.com
www.repository.usu.ac.id
The Effect of Corporate Governance on Tax Avoidance: The Empirical
Link in Manufacturing Firms
1
Syeldila Sandy.,
Niki Lukviarman,
1
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas
syeldilasandy@gmail.com
ABSTRACT
There has been a proliferation of research published over the past a decade on tax
avoidance. However, what stands out in the previous tax avoidance literatures are the
multiplicity of views regarding the determinants of tax avoidance and the nature of the
relationship between these variables and tax avoidance. The purpose of the study was to
investigate the effect of corporate governance on tax avoidance. The secondary data for the
study were collected from manufacturing companies that listed in Indonesian Stock Exchange
in the period of 2011-2013 by using purposive sampling technique. In order to test
hypotheses, the study performed multiple regression analysis. The results indicated that
proportion of independent commissioner, audit quality, and audit committee had a negative
and significant affect on tax avoidance, while institutional ownership was not consider as a
determinant of tax avoidance in Indonesian manufacturing firms
PENDAHULUAN
Penerimaan sektor pajak memainkan pajak perusahaan (Dyreng dkk, 2008).
peran penting dalam pembiayaan belanja Motif perusahaan pada praktek ini adalah
negara. Mayoritas pembiayaan belanja upaya memperbesar keuntungan yang
Indonesia di biayai dari penerimaan pajak. diharapkan oleh pemegang saham, dan
Berdasarkan data skunder tahun 2011- pelaksanaannya dilakukan oleh manajer
2013 ditemukan rata-rata kontribusi (Desai & Dharmapala, 2006).
penerimaan pajak terhadap APBN adalah Praktek penghindaran pajak membuka
69,38%, kontribusi penerimaan non-pajak peluang bagi manajer untuk bersikap
adalah 30,38%, hibah sebesar 0,24% oportunis untuk tujuan keuntungan jangka
(www.fiskal.depkeu.go.id). pendek yang kemungkinan besar akan
Fakta yang ditemukan selama Tahun merugikan pemegang saham dalam jangka
2011-2013 memperlihatkan bahwa peran panjang (Minnick & Noga, 2010).
penting pajak tidak berbanding lurus Corporate Governance (CG) berperan
dengan realisasi penerimaan pajak. penting dalam mengendalikan akibat dari
Realisasi penerimaan pajak tidak pernah permasalah agensi dalam praktek
mencapai target yang ditetapkan dan penghindaran pajak (Desai & Dharmapala,
bahkan mengalami penurunan secara terus 2006; Armstrong dkk., 2013).
menerus. Kondisi ini merupakan indikasi Lukviarman (2006) menjelaskan CG
tingginya praktik penghindaran pajak (tax adalah mekanisme untuk melakukan
avoidance) oleh wajib pajak. sesuatu yang benar dengan cara yang
Tax avoidance merupakan segala benar (doing the right things right).
sesuatu yang dilakukan perusahaan yang Selanjutnya Williamson (1985) dalam
berakibat pada pengurangan terhadap Lukviarman (2006) berpendapat bahwa
manusia itu bersifat oportunistik, yaitu antara CG dan tax avoidance masih belum
kecendrungan untuk memanfaatkan konklusif. Beberapa peneliti terdahulu
kesempatan dengan tujuan memperoleh menemukan variabel CG tidak
keuntungan dari suatu posisi atau keadaan berpengaruh terhadap tax avoidance
tertentu, namun dengan merugikan pihak (Khaoula, 2013; Rego & Wilson, 2012;
lainnya. Manipulasi data keuangan untuk Sabli & Noor, 2012; Kurniasih & Sari,
kepentingan tertentu merupakan 2013; Maharani & Suardana, 2014; Dewi
tindakanyang tidak benar. & Jati, 2014; Prakosa, 2014), sementara
Penelitian menganai tax avoidance para peneliti lain menemukan bahwa CG
telah menjadi perhatian para peneliti dalam memiliki dampak yang negatif dan
satu dekade terakhir (e.g., Desai & signifikan terhadap tax avoidance
Dharmapala, 2006; Minnick & Noga, (Amstrong dkk, 2013; Desai &
2010; James & Igbeng, 2014; Fernandes Dharmapala, 2006; Minnick & Noga,
et.al, 2013; Armstrong dkk, 2013; 2010; James & Igbeng, 2014; Darmawan
Khaoula, 2013; Rego & Wilson, 2012; & Sukartha, 2014; Fernandes dkk, 2013).
Sabli & Noor, 2012). Namun literatur Hal yang menarik untuk dipahami
terdahulu menunjukkan pandangan yang bahwa kebanyakan penelitian empiris
berbeda-beda terkait faktor determinan tax tentang hubungan antara CG dan tax
avoidance. Ketidak konsistenan tersebut avoidance di dominasi pada negara-negara
cenderung disebabkan oleh masih maju (Desai & Dharmapala, 2006;
lemahnya konsep dan pengukuran tax Minnick & Noga, 2010; James & Igbeng,
avoidance serta tidak relevannya dalam 2014; Fernandes dkk, 2013; Armstrong
praktek (Desai & Dharmapala, 2006). Oleh dkk, 2013; Khaoula, 2013; Rego &
karena itu, dibutuhkan suatu model yang Wilson, 2012; Sabli & Noor, 2012),
parsimoni sehingga dapat dipahami dan sementara di negara berkembang
diimplementasikan oleh praktisi secara khususnya Indonesia masih sangat
sederhana. terbatas. Dengan demikian tujuan
Disisi lain, CG telah teridentifikasi penelitian ini adalah untuk menguji secara
sebagai variabel penting yang menjelaskan empiris pengaruh CG terhadap tax
variasi tax avoidance (James & Igbeng, avoidance pada perusahaan manufatur di
2014; Armstrong dkk, 2013). Namun hasil Indonesia.
penelitian empiris menunjukkan hubungan
KAJIAN LITERATUR
Tax Avoidance
Tax avoidance merupakan segala beban pajak dengan memanfaatkan
bentuk kegiatan yang memberikan efek berbagai kelemahan (loophole) ketentuan
terhadap kewajiban pajak, baik kegiatan perpajakan suatu negara sehingga ahli
diperbolehkan oleh pajak atau kegiatan pajak menyatakan legal karena tidak
khusus untuk mengurangi pajak. Biasanya melanggar peraturan perpajakan. Dengan
tax avoidance dilakukan dengan demikian dapat disimpulkan tax avoidance
memanfaatkan kelemahan-kelemahan adalah tindakan legal atau boleh dilakukan
hukum pajak yang terkesan tidak oleh wajib pajak dengan memanfaatkan
melanggar hukum perpajakan (Dyreng kelemahan dari Undang-Undang yang
dkk, 2008). Menurut Shafer dkk (2010) tax berlaku untuk mengurangi beban pajak
avoidance adalah suatu skema transaksi perusahaan.
yang ditujukan untuk meminimalkan
Corporate Governance
Menurut Forum for Corporate benar dengan cara-cara yang benar.
Governance in Indonesia (FCGI, 2004), sehingga tidak ada pihak yang merasa
corporate governance adalah seperangkat dirugikan.
kaidah yang memberikan panduan Prinsip CG di Indonesia dengan
hubungan antara pemegang saham, KepMen BUMN No. Kep-16/M-
pengurus, pihak kreditur, pemerintah MBU/2012 tentang penerapan praktik
karyawan serta para pemegang good corporate governance pada BUMN
kepentingan intern dan ekstern lainnya pada Bab II pasal 3 meliputi lima prinsip
sehubungan dengan hak-hak dan yaitu: (1) Transparency, (2) Accountability
kewajiban mereka, atau dengan kata lain (3) Responsibility, (4) Independency, dan
sistem yang mengarahkan dan (5) Fairness.
mengendalikan perusahaan. Menurut Kehadiran CG yang baik bagi suatu
World Bank dalam Wardani (2008), Good perusahaan akan menunjang aktivitas
Corporate Governance di defenisikan operasional, selain itu mekanisme
sebagai The blend of law, regulation and pelaksanaan CG suatu perusahaan harus
appropriate voluntary private sector menjadi perhatian utama perusahaan demi
practices, Which enable a corporation to kelancaran kegiatan dalam perusahaan.
attact financial and human capital, Mekanisme CG yang baik memiliki
perform efficiently and thereby prepetuale keterkaitan dengan kemakmuran
it self by generating long term economic perusahaan dan para pemegang saham,
value for its shareholders and society of sehingga penerapannya diharapkan
the whole”. memberikan kontribusi positif bagi
Lukviarman (2006) mendefinisikan perusahaan secara keseluruhan.
CG adalah mekanisme untuk melakukan Dalam penelitian empiris, para peneliti
sesuatu yang benar, secara benar (doing terdahulu melakukan pengukuran CG
the right things right). CG memberikan dengan cara yang berbeda. Dalam
penekanan pada the right things sebelum penelitian ini penulis menggunakan 4
dikerjakan secara benar. Berdasarkan (empat) variabel yaitu Kepemilikan
pendapat diatas maka dapat disimpulkan Institusional, Proporsi Komisaris
bahwa implementasi CG harus Independen, Kualitas Audit, dan Komite
menekankan pada melakukan sesuatu yang Audit.
Kepemilikan Institutional
Kepemilikan Institusional adalah menguji keandalan informasi. (2) Memiliki
kepemilikan saham yang dimiliki oleh motivasi yang kuat untuk melaksanakan
institusi seperti asuransi, bank, perusahaan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang
investasi dan kepemilikan institusi lain terjadi di dalam perusahaan.
(Tarjo, 2008). Kepemilikan saham Kepemilikan Institusional dapat diukur
instiusional adalah prosentase saham yang dengan cara jumlah kepemilikan saham
dimiliki institusi dan kepemilikan oleh investor institusi terhadap total
blockholder, yaitu kepemilikan individu jumlah saham yang beredar (Khurana &
atau atas nama perorangan diatas lima Moser, 2009; Annisa dkk, 2012). Investor
persen (5%) tetapi tidak termasuk dalam institusi yang dimaksud adalah perusahaan
golongan kepemilikan insider atau lain yang memiliki saham pada korporasi
manajerial. Terdapat beberapa kelebihan tertentu dimana indikatornya adalah
Kepemilikan institusional antara lain: (1) persentase saham yang dimiliki investor
Memiliki profesionalisme dalam institusi tersebut dibandingkan dengan
menganalisis informasi sehingga dapat jumlah saham korporasi yang beredar.
Proporsi Komisaris Independen
Komisaris adalah organ perseroan yang tidak berperan sebagai pengendali
yang bertugas mengawasi secara umum dengan ketentuan jumlah Komisaris
dan atau khusus sesuai dengan anggaran Independen sekurang-kurangnya tiga
dasar dan memberi nasehat pada direksi puluh persen (30%) dari seluruh anggota
(UU PT No 40 Tahun 2007). Komisaris komisaris, disamping hal itu Komisaris
Independen didefinisikan sebagai seorang Independen memahami undang-undang
yang tidak terafiliasi dalam segala hal dan peraturan tentang pasar modal serta
dengan pemegang saham pengendali, tidak diusulkan oleh pemegang saham yang
memiliki hubungan afiliasi dengan direksi bukan merupakan pemegang saham
atau komisaris serta tidak menjabat pengendali dalam Rapat Umum Pemegang
sebagai direktur pada suatu perusahaan Saham. Pengukuran variabel proporsi
yang terkait dengan perusahaan pemilik Komisaris Independen dapat dilakukan
menurut peraturan yang dikelurkan oleh dengan cara perbandingan jumlah
BEI (Pohan, 2008). Jumlah Komisaris komisaris independen dengan jumlah
Independen proporsional dengan jumlah Dewan Komisaris (Siallagan &
saham yang dimiliki oleh pemegang saham Machfoedz, 2006; Mayangsari, 2003).
Kualitas Audit
Dalam penerapan CG, Kualitas Audit dunia, dan perusahaan private besar
dengan pengungkapkan yang akurat lainnya. Laporan keuangan yang diaudit
(transparansi) menjadi salah satu elemen oleh auditor KAP The Big Four dipercaya
yang penting. Menurut Sartori (2010), lebih berkualitas sehingga menampilkan
transparansi terhadap pemegang saham nilai perusahaan yang sebenarnya, oleh
dapat dicapai dengan melaporkan hal-hal karena itu diduga perusahaan yang diaudit
terkait perpajakan pada pasar modal dan oleh KAP The Big Four
pertemuan para pemegang saham, (PriceWaterhouseCooper-PWC, Deloitte
alasannya adalah adanya asumsi bahwa Touche Tohmatsu, KPMG, Ernst &
implikasi dari perilaku pajak yang agresif, Young-E&Y) memiliki tingkat kecurangan
pemegang saham tidak ingin perusahaan yang lebih rendah dibandingkan dengan
mereka mengambil posisi agresif dalam perusahaan yang diaudit oleh KAP non
hal pajak dan akan mencegah tindakan The Big Four. Sebab Auditor yang
tersebut jika mereka tahu sebelumnya. memiliki kemampuan dan kualitas yang
Laporan keuangan memiliki peranan tinggi akan mempertahankan reputasinya
yang penting dan merupakan dasar dengan memberikan Kualitas Audit yang
pengambilan keputusan bagi investor. tinggi pula.
Oleh karena itu kualitas laporan keuangan Kualitas Audit dapat diukur dengan
perusahaan dapat dilihat dari apakah menggunakan proksi ukuran Kantor
perusahaan tersebut menggunakan Kantor Akuntan Publik (KAP), apakah KAP
Akuntan Publik (KAP) Big Four dalam tersebut masuk dalam KAP The Big Four
mengaudit laporan keuangannya atau atau tidak (Sutiana & Setyowati, 2014).
tidak. KAP The Big Four adalah Variabel ini diukur dengan variable
oligopoly industry akuntansi dan jasa dummy, angka dua untuk perusahaan yang
professional karena mereka menguasai diaudit dengan KAP Big Four angka satu
sebagian besar pasar, yaitu perusahaan go untuk perusahaan yang diaudit dengan
public (terdaftar di pasar modal) di seluruh KAP non Big Four.
Komite Audit
Komite Audit memiliki peran penting diangkat dan diberhentikan serta
sebagai salah satu organ perusahaan yang bertanggung jawab kepada Dewan
mutlak harus ada dalam penerapan good Komisaris. Komite audit yang
corporate governance (GCG). Menurut beranggotakan sedikit, cenderung dapat
Daniri (2006) sejak direkomendasikan bertindak lebih efisien, namun juga
GCG di Bursa Efek Indonesia Tahun 2000, memililki kelemahan, yakni minimnya
Komite Audit telah menjadi komponen ragam pengalaman anggota, sehingga
umum dalam struktur CG perusahaan anggota Komite Audit seharusnya
publik. Pada umumnya, komite ini memiliki pemahaman memadai tentang
berfungsi sebagai pengawas proses pembuatan laporan keuangan dan prinsip-
pembuatan laporan keuangan dan prinsip pengawasan internal. Kualifikasi
pengawasan internal, karena BEI terpenting dari anggota Komite Audit
mengharuskan semua emiten untuk terletak pada common sense, kecerdasan
membentuk dan memiliki komite audit dan suatu pandangan yang independen.
yang diketuai oleh Komisaris Independen. Tujuan pembentukan Komite Audit adalah
Natawidnyana (2008) menjelaskan (1) Memastikan laporan keuangan yang
Komite Audit adalah sekumpulan orang dikeluarkan tidak menyesatkan dan sesuai
yang dipilih dari anggota Dewan dengan praktik akuntansi yang berlaku
Komisaris yang bertanggung jawab untuk umum. (2) Memastikan bahwa kontrol
mengawasi proses pelaporan keuangan dan internalnya memadai. (3) Tindaklanjut
pengungkapan (disclosure). Pohan (2008) terhadap dugaan adanya penyimpangan
dalam penelitiannya memaparkan bahwa yang material dibidang keuangan dan
Dewan Komisaris wajib membentuk implikasi hukumnya. (4)
Komite Audit yang beranggotakan Merekomendasikan seleksi auditor
sekurang-kurangnya tiga orang anggota, eksternal.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Kepemilikan Institutional dan Tax Argumentasi di atas didukung oleh
Avoidance penelitian Khurana dan Moser (2009) yang
Perusahaan yang kepemilikan manemukan besar atau kecilnya
sahamnya lebih besar dimiliki oleh konsentrasi Kepemilikan Institusional akan
institusi perusahaan lain maupun mempengaruhi kebijakan penghindaran
pemerintah, maka kinerja dari manajemen pajak oleh perusahaan, dimana apabila
perusahaan untuk dapat memperoleh laba semakin besarnya konsentrasi kepemilikan
sesuai dengan yang diinginkan akan saham jangka pendek (short-term
cenderung di awasi oleh investor institusi Shareholder) institusional, maka akan
tersebut. Hal tersebut mendorong meningkatkan penghindaran pajak, tetapi
manajemen untuk dapat meminimalkan apabila semakin besar konsentrasi
nilai pajak yang terutang oleh perusahaan. kepemilikan saham jangka panjang (long-
Penelitian yang dilakukan oleh Shafer dan term shareholder) maka akan semakin
Simmons (2006) menemukan bahwa mengurangi tindakan kebijakan
Kepemilikan Institusional memainkan penghindaran pajak.
peran penting dalam memantau,
mendisiplinkan dan mempengaruhi H1 : Kepemilikan Institutional
manajer dalam manajemen pajak. berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap tax avoidance
Proporsi Komisaris Independen dan Auditor yang memiliki kemampuan
Tax Avoidance dan kualitas kerja yang tinggi akan
Dari perspektif teori agensi, anggota mempertahankan reputasinya dengan
Dewan Komisaris yang berasal dari luar memberikan kualitas audit yang tinggi
perusahaan (Komisaris Independen) pula. Perusahaan yang memilih
berperan untuk mengawasi jalannya peran menggunakan jasa auditor yang
eksekutif yang lain (Solomon, 2007). berkualitas dapat menjamin informasi
Apabila tidak ada pengawasan dari keuangan yang dilaporkan kepada
Komisaris Independen, maka akan investor. Konsekuensinya investor akan
semakin besar kemungkinan eksekutif lebih percaya atas informasi tersebut
yang lain dapat memanipulasi posisi (Tuanakotta, 2007) dan tentunya akan
mereka dengan mendapatkan kontrol yang dapat mencegah perilaku penghindaran
penuh atas remunerasi mereka sendiri dan pajak.
mengamankan jabatan mereka (Solomon, Perusahaan yang diaudit oleh Kantor
2007), sehingga dapat merugikan Akuntan Publik (KAP) The Big Four
pemegang saham. Sebaliknya, semakin biasanya menghasilkan kualitas audit yang
besar Proporsi Komisaris Independen, semakin baik, dan akan semakin sulit
maka akan dapat meningkatkan kinerja melakukan kebijakan penghindaran pajak.
dan kekayaan pemegang saham (Minnick Dengan demikian, apabila semakin
dan Noga, 2010). Sedangkan dari berkualitas audit suatu perusahaan, maka
perspektif stakeholder, keberadaan perusahaan tersebut cenderung tidak
Komisaris Independen dalam perusahaan melakukan manipulasi laba untuk
merupakan strategi stakeholder untuk ikut kepentingan perpajakan (Chai & Liu,
memberi pengaruh dan mengawasi 2010). Secara empiris, para peneliti
perusahaan sehingga memberi keuntungan terdahulu telah membuktikan bahwa
bagi stakeholder. Kualitas Audit memiliki pengaruh yang
Beberapa penelitian terdahulu negatif dan signifikan terhadap tax
menemukan bahwa Proporsi Komisaris avoidance (Annisa & Kurniasih, 2012;
Independen berpengaruh negatif dan Maharani & Suardana, 2014; Dewi & Jati,
signifikan terhadap tax avoidance 2014).
(Timothy, 2010; Lanis & Richardson, H3 : Kualitas Audit berpengaruh
2011; Setiana & Setyowati, 2014; negatif dan signifikan terhadap
Maharani & Suardana, 2014; Prakosa, tax avoidance
2014).
H2 : Proporsi Komisaris Independen Pengaruh Komite Audit terhadap Tax
berpengaruh negatif dan Avoidance
signifikan terhadap tax avoidance Komite Audit adalah orang atau
sekelompok orang sekurang kurangnya
Kualitas Audit dan Tax Avoidance tiga orang yang independen di dalam
Dalam implementasi CG, Kualitas perusahaan yang dipilih juga secara
Audit dengan pengungkapkan yang independen yang mempunyai kapabilitas
transparan (transparancy) menjadi salah dan kompetensi dalam bidang akuntansi
satu elemen yang penting. Transparansi dan keuangan, komite audit bertanggung
terhadap pemegang saham dapat dicapai jawab kepada dewan komisaris (Pohan,
dengan melaporkan hal-hal terkait 2008).
perpajakan pada pasar modal dan Komite Audit berfungsi memberikan
pertemuan para pemegang saham. pandangan mengenai masalah-masalah
Peningkatan transparansi dalam hal pajak yang berhubungan dengan kebijakan
kepada pemegang saham semakin dituntut keuangan, akuntansi dan pengendalian
oleh otoritas publik (Sartori, 2010). internal perusahaan (Mayangsari, 2003).
Sementara BEI mensyaratkan paling Secara empiris, para peneliti terdahulu
sedikit komite audit harus tiga orang. Jadi telah membuktikan bahwa Komite Audit
jika kurang dari tiga orang maka tidak memiliki pengaruh yang bermakna
sesuai dengan peraturan BEI. Dengan terhadap pengindaran pajak atau tax
demikian, apabila jumlah komite audit avoidance (Maharani & Suardana, 2014;
dalam suatu perusahaan tidak sesuai Dewi & Jati, 2014; Annisa & Kurniasih,
dengan peraturan BEI maka akan 2012).
meningkatkan tindakan manajemen dalam H4 : Komite Audit berpengaruh negatif
melakukan minimalisasi laba untuk dan signifikan terhadap tax
kepentingan penghindaran pajak (tax avoidance
avoidance).
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah (2) Laporan keuangan tahunan disajikan
perusahaan manufaktur yang terdaftar di menggunakan mata uang Rupiah.
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode Penggunaan satuan mata uang selain
2011-2013. Teknik penarikan sampel Rupiah, meskipun dapat dikonversi, dapat
(sampling teqnique) yang digunakan menimbulkan perbedaan akibat kurs yang
adalah purposive sampling yaitu metode terus berubah. (3) Perusahaan manufaktur
penarikan sampel berdasarkan kriteria yang tidak mengalami rugi periode 2011-
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti 2013. (4) Perusahaan yang memiliki data
(Sekaran & Bougie, 2010). Adapun mengenai Kepemilikan Institusional,
kriteria yang ditetapkan sebagai berikut: Komisaris Independen, Komite Audit, dan
(1) Perusahaan memuat dan informasi KAP yang mengaudit
mempublikasikan laporan keuangan yang perusahaan.
berakhir 31 Desember periode 2011-2013.
Keterangan:
logTA = log Tax Avoidance
a = Konstanta
b1-4 = Koefesien regresi
KI = Kepemilikan Institutional
PKI = Proporsi Komisaris Independen
KualAudit = Kualitas Audit
KomAudit = Komite Audit
Standardized
Residual
N 150
Normal Parameters a,b Mean .0000000
Std. Deviation .98307830
Most Extreme Absolute .070
Differences Positive .059
Negative -.070
Kolmogorov-Smirnov Z .853
Asymp. Sig. (2-tailed) .460
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat sudah benar atau tidak. Untuk menentukan
bahwa nilai Asymp Sig adalah 0,460. Nilai apakah fungsi persamaan regresi yang
signifikan terlebut lebih besar dari 0,05, digunakan berbentuk liner dapat dilihat
sehingga dapat disimpulkan bahwa dari nilai signifikan. Hasil uji linearitas
residual terdistribusi secara normal. adalah sebagai berikut
Uji linearitas digunakan untuk melihat
apakah spesifikasi model yang digunakan
Tabel 3. Hasil Uji Linearitas
No Arah Hubungan Cut-Off Signifikan Keterangan
1 KI terhadap TA 0,05 0,002 Linear
2 PKI terhadap TA 0,05 0,000 Linear
3 KualAudit terhadap TA 0,05 0,000 Linear
4 KomAudit terhadap TA 0,05 0,000 Linear
Sumber: Data yang diolah, 2015
Dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa Uji multikolinearitas bertujuan untuk
semua variabel CG (KI, PKI, Kualitas menguji apakah model regresi ditemukan
Audit, dan Komite Audit) memiliki adanya korelasi yang kuat antar variabel
hubungan linear dengan tax avoidance. bebas. Model regresi yang baik seharusnya
Hal ini dapat dibuktikan dimana semua tidak terjadi korelasi yang kuat antara
nilai signifikan lebih kecil dari 0,05. variabel bebas. Hasil uji multikolinearitas
dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel
No Tolerance Cut-Off VIF Cut-Off Keterangan
Bebas
1 KI 0,911 0,10 1,098 10 Bebas Multikol
2 PKI 0,892 0,10 1,122 10 Bebas Multikol
3 KualAudit 0,841 0,10 1,189 10 Bebas Multikol
4 KomAudit 0,851 0,10 1,175 10 Bebas Multikol
Sumber: Data yang diolah, 2015
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak terdapat korelasi yang kuat antar
semua variabel bebas yaitu KI, PKI, sesama variabel bebas.
KualAudit, dan KomAudit memiliki nilai Uji autokorelasi bertujuan untuk
tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai mengetahui ada atau tidak ada korelasi
VIF lebih kecil dari 10, sehingga dapat antar data berdasarkan urutan waktu.
diartikan bahwa semua variabel bebas Metode yang digunakan adalah Durbin
dalam penelitian ini dinyatakan bebas dari Watson (DW). Hasil uji autokorelasi dapat
multikolinearitas. Hal ini berarti bahwa dilihat sebagai berikut.
PEMBAHASAN
Hasil analisis deskriptif menemukan Kepemilikan Intitutional. Dengan kata lain
bahwa rata-rata tingkat penghindaran tinggi atau rendahnya persentase saham
pajak yang dilakukan oleh perusahaan yang dimiliki institusi dibandingkan
sampel terpilih adalah 27,98% dimana dengan jumlah saham yang diterbitkan
tingkat penghindaran pajak terendah atau saham beredar tidak akan
adalah 4,12% dan tertinggi adalah 91,07%. memberikan dampak yang berarti terhadap
Rata-rata saham yang dimiliki oleh perilaku penghindaran pajak. Temuan
institusi adalah 66,81% dari jumlah saham penelitian ini sejalan dengan hasil
yang beredar atau diterbitkan dimana peneltian terdahulu (Maharani &
kepemilikan saham institusi minimum Suardana, 2014; Dewi & Jati, 2014;
37,11% dan maksimum 96,16%. Annisa & Kurniasih, 2012) dimana
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis variabel Kepemilikan Institusional tidak
pertama (H1) diperoleh koefisien regresi berpengaruh signifikan terhadap tax
variabel Kepemilikan Institutional (X1) avoidance.
sebesar -0,220 dan signifikan 0,052. Nilai Rata-rata jumlah komisaris independen
signifikan tersebut lebih besar dari 0,05. pada perusahaan sampel terpilih adalah
Dengan demikian dapat disimpulkan 38,08% dari jumlah keseluruhan dewan
bahwa variabel Kepemilikan Institutional komisaris. Walaupun demikian, masih
(X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap ditemukan pada perusahaan sampel
tax avoidance (Y). Temuan penelitian ini terpilih yang melanggar ketentuan yang
bermakna bahwa tinggi atau rendahnya ditetapkan oleh BEI yaitu jumlah
variasi penghindaran pajak (tax avoidance) komisaris independen sekurang-kurangnya
tidak ditentukan oleh variabel tiga puluh persen (30%) dari seluruh
anggota komisaris. Hal ini terbukti dengan Temuan penelitian ini bermakna bahwa
diperolehnya skor minimal 0,2500 pada tinggi atau rendahnya variasi penghindaran
variabel Proporsi Komisaris Independen pajak (tax avoidance) ditentukan oleh
(X2). Berdasarkan hasil pengujian Kualitas Audit. Dengan kata lain, apabila
hipotesis kedua (H2) diperoleh koefisien semakin banyak perusahaan sampel
regresi variabel Proporsi Komisaris terpilih diaudit oleh Kantor Akuntan
Independen (X2) sebesar -0,598 dan Publik (KAP) The Big Four maka akan
signifikan 0,000 dimana nilai signifikan semakin rendah tax avoidance. Namun
tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan sebaliknya, apabila semakin sedikit
demikian dapat disimpulkan bahwa perusahaan sampel terpilih diaudit oleh
variabel Proporsi Komisaris Independen Kantor Akuntan Publik (KAP) The Big
(X2) berpengaruh negatif dan signifikan Four maka akan semakin tinggi tax
terhadap tax avoidance (Y). Temuan avoidance. Temuan penelitian ini
penelitian ini bermakna bahwa tinggi atau mendukung hasil peneltian terdahulu
rendahnya variasi penghindaran pajak (tax (Annisa & Kurniasih, 2012; Maharani &
avoidance) ditentukan oleh variasi variabel Suardana, 2014; Dewi & Jati, 2014)
Proporsi Komisaris Independen. Dengan dimana penelitian terdahulu tersebut
kata lain, apabila semakin besar Proporsi membuktikan secara empiris bahwa
Komisaris Independen maka akan semakin variabel Kualitas Audit berpengaruh
rendah tax avoidance. Namun sebaliknya, negatif dan signifikan terhadap tax
apabila semakin kecil Proporsi Komisaris avoidance.
Independen maka akan semakin tinggi tax Skor rata-rata variabel Komite Audit
avoidance. Temuan penelitian ini sejalan (X4) sebesar 3,13 dimana dari 150 data
dengan hasil peneltian terdahulu (Timothy, obeservasi masih ditemukan sebanyak
2010; Lanis & Richardson, 2011; Setiana 4,7% data observasi yang belum
& Setyowati, 2014; Maharani & Suardana, memenuhi Peraturan Bank Indonesia No.
2014; Prakosa, 2014) dimana para peneliti 8/14/PBI/2006 tentang pelaksanaan good
terdahulu tersebut menemukan bahwa corporate govenance yaitu jumlah anggota
variabel Proporsi Komisaris Independen Komite Audit minimal 3 orang.
berpengaruh negatif dan signifikan Selanjutnya hasil analisis deskriptif
terhadap penghindaran pajak. menemukan sebanyak 81,3% memiliki
Skor rata-rata variabel Kualitas Audit jumlah anggota Komite Audit sebanyak 3
(X3) ditemukan sebesar 1,49 dimana dari orang, 10% memiliki jumlah anggota
150 data yang diamati terdapat sebanyak Komite Audit 4 orang, dan 4% memiliki
77 data observasi (51,3%) diaudit oleh jumlah anggota Komite Audit 5 orang.
Kantor Akuntan Publik (KAP) The Big Temuan ini memberikan makna bahwa
Four yaitu Price Waterhouse Cooper- sebanyak 95,3% data observasi telah
PWC, Deloitte Touche Tohmatsu, KPMG, memiliki jumlah anggota Komite Audit 3
Ernst & Young-E&Y, dan sebanyak 73 orang atau lebih. Berdasarkan hasil
data observasi (48,7%) diaudit oleh Non- pengujian hipotesis keempat (H4)
Kantor Akuntan Publik (KAP) The Big diperoleh koefisien regresi variabel
Four. Berdasarkan hasil pengujian Komite Audit (X4) sebesar -0,132 dan
hipotesis ketiga (H3) diperoleh koefisien signifikan 0,000 dimana nilai signifikan
regresi variabel Kualitas Audit (X3) tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan
sebesar -0,086 dan signifikan 0,000 demikian dapat disimpulkan bahwa
dimana nilai signifikan tersebut lebih kecil variabel Komite Audit (X4) berpengaruh
dari 0,05. Dengan demikian dapat negatif dan signifikan terhadap tax
disimpulkan bahwa variabel Kualitas avoidance (Y). Temuan penelitian ini
Audit (X3) berpengaruh negatif dan bermakna bahwa tinggi atau rendahnya
signifikan terhadap tax avoidance (Y). variasi penghindaran pajak (tax avoidance)
ditentukan oleh Komite Audit. Dengan mendukung hasil peneltian terdahulu
kata lain, apabila semakin banyak jumlah (Maharani & Suardana, 2014; Dewi & Jati,
anggota Komite Audit maka akan semakin 2014; Annisa & Kurniasih, 2012) dimana
rendah tax avoidance. Namun sebaliknya, para peneliti terdahulu tersebut
apabila semakin sedikit jumlah anggota membuktikan secara empiris bahwa
Komite Audit maka akan semakin tinggi variabel Komite Audit berpengaruh negatif
tax avoidance. Temuan penelitian ini dan signifikan terhadap tax avoidance.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah berpengaruh negatif dan signifikan
dilakukan sebelumnya, maka dapat penulis terhadap tax avoidance, (3) Kualitas Audit
sampaikan beberapa kesimpulan dari berpengaruh negatif dan signifikan
penelitian sebagai berikut (1) Kepemilikan terhadap tax avoidance, dan (4) Komite
Institutional (KI) tidak berpengaruh audit berpengaruh negatif dan signifikan
signifikan terhadap tax avoidance, (2) terhadap tax avoidance.
Proporsi Komisaris Independen
Annisa, N.A., dan Kurniasih, Lulus. 2012. 136. Diakses tanggal 11 Januari 2015,
Pengaruh Corporate Governance dari http://ssrn.com/abstract=2252682
terhadap Tax Avoaidance Jurnal Chai, H, dan Liu, Q. 2010. Competition
Akuntansi & Auditing Volume 8/No. 2. and Corporate Tax Avoidance:
Armstrong, C.S., J.L. Blouin, A.D. Evidence from Chinese Industrial
Jagolinzer, dan D.F. Larcker. 2013. Firms. www.ssrn.com
Corporate Governance, Incentives, and Daniri, Mas Achmad. 2006. Good
Tax Avoidance. Rock Center for Corporate Governance: “Konsep dan
Corporate Governance Stanford Penerapannya Dalam Konteks
University, Working Paper Series No.
Indonesia”, Edisi Kedua. Jakarta: PT Governance, Ukuran Perushaan, dan
Ray Indonesia. Kompensasi Rugi Fiskal terhadap Tax
Darmawan, I Gede H., dan Sukartha, I Avoidance Buletin Studi Ekonomi, Vol.
Made. 2014. Pengaruh Penerapan 18, No. 1
Corporate Governance, Leverage, Lanis, R., dan G. Richardson. 2011. The
ROA dan Ukuran Oerusahaan pada effect of board of director composition
Penghindaran Pajak. E-Jurnal on corporate tax aggressiveness.
Akuntansi Vol 9 No 1. Journal of Accounting & Public Policy
Desai, M.A., dan Dharmapala. D. 2006. 30. pp. 50-70.
Corporate Tax Avoidance and High Lukviarman, Niki, 2006. Etika Bisnis
Powered Incentives. Journal of Tidak Berjalan di Indonesia: Ada apa
Financial Economics 79 (2006) h. 145- dalam Corporate Governance?, Jurnal
179. Siasat Bisnis, 2004, Volume 9, No 2,
Dewi, Ni Nyoman. K., dan Jati, I Ketut. Hal 139 – 156
2014. Pengaruh Karakteristik Maharani, I Gusti A,C., Suardana, K.A.
Eksekutif, Karakteristik Perusahaan, 2014. Pengaruh Corporate
dan Dimensi Tata Kelola Perushaan Governance, Profitabilitas, dan
yang Baik pada Tax Avoidance di Karakteristik Eksekutif pada Tax
Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Evoidance. E-Jurnal Akuntansi Vol 9
Akuntansi Vol 6 No 2. No 2
Dyreng, S., Hanlon, M., dan Maydew, E. Mayangsari, Sekar. 2003. Analisis
L. 2008. "Long-Run Corporate Tax Pengaruh Independensi, Kualitas
Avoidance". The Accounting Review Audit, serta Mekanisme Corporate
Vol.83, 61-82. Governance terhadap Integritas
Fernandes, V.L., Martinez, A.L., dan Laporan Keuangan. Simposium
Nossa, V. 2013. The Influence of the Nasional Akuntansi VI. Surabaya.
Best Corporate Governance Practices Minnick, K. dan T. Noga. 2010. Do
on the Allocation of Value Added to corporate governance characteristics
Taxes. A Brazilian Case influence tax management?. Journal of
Contabilidade, Gestão e Governança. Corporate Finance 16 (2010), h. 703-
Brasília, Vol 16. No. 3. 718
James, O.K., dan Igbeng, E.I. 2014. Natawidnyana.2008. International
Corporate Governance, Shareholders Financial Reporting Standards (IFRS):
Wealth Maximization and Tax a Brief Description.
Avoidance. Research Journal of http://natawidnyana.wordpress.com/20
Finance and Accounting Vol 5 No 2. 08/10/28. Diakses pada Januari 2015
Khoala, A. 2013. Does Corporate Pohan, Hotman Tohir, 2008. Pengaruh
Governance affect tax planning? Good Corporate Governance, Rasio
Evidence from American companies. Tobin Q, Perata Laba terhadap
International Journal of Advanced Penghindaran Pajak pada Perusahaan
Research (2013), Volume 1, Issue 10 Publik. Fakultas Ekonomi Universitas
Khurana, I.K., dan Moser, W.J. 2009. Trisakti, Jakarta.
Institutional Ownership and Tax Prakosa, Kesit. B. 2014. Pengaruh
Aggressiveness.www.ssrn.com. Profitabilitas, Kepemilikan Keluarga
Kurniasih, T., dan Sari, Maria. M.R. 2013. dan Corporate Governance Terhadap
Pengaruh ROA, Leverage, Corporate Penghindaran Pajak Di Indonesia. SNA
17 Mataram, Lombok Universitas Machiavellianism and Tax Avoidance:
Mataram 24-27 Sept 2014 A Study of Hong Kong Tax
Rego, S.O. dan R. Wilson. 2008. Executive Professionals. Working Paper No.5.
Compensation, Tax Reporting Siallagan, Hamonangan dan Mas. Ud.
Aggressiveness, and Future Firm Machfoedz. 2006. Mekanisme
Performance. http://areas.kenan- Corporate Governance, Kualitas Laba
flagler.unc.edu/Accounting/TaxCenter/ dan Nilai Perusahaan. Artikel
taxsym09/Documents/Rego%20and%2 Simposium Nasional Akuntansi (SNA)
0Wilson%202008.pdf. Diakses tanggal IX, Padang.
10 Januari 2015. Solomon, J. 2007. Corporate Governance
Sabli, N. dan R.M. Noor. 2012. Tax and Accountability. 2 ed. The Atrium,
Planning and Corporate Governance. West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd.
The 3rd International Conference on Tarjo. 2008. Pengaruh Konsentrasi
Business and Economic Research (3rd Kepemilikan Institusional dan
ICBER Leverage terhadap Manajemen Laba,
2012)Proceeding.http://www.internati Nilai Pemegang Saham serta Cost of
onalconference.com.my/proceeding/ic Equity Capital. Simposium Nasioanal
ber2012. Diakses tanggal 10 Januari Akuntansi XI. Pontianak
2015.
Timothy, Y. C. K. 2010. Effects of
Sartori, Nicola. 2010. Effect of Strategic Corporate Governance on Tax
Tax Behavior on Corporate Avoidance. Hong Kong Baptist
Governance.www.ssrn.com University. www.lib-
Sekaran, Uma dan Bougie, Roger. 2010. sca.hkbu.edu.hk/trsimage/hp/07014341
Research Methods for Business. A Skill .pdf. Diakses tanggal 9 Januari 2015.
Building Approach. Fifth Edition. A Tuanakotta, Theodorus M, 2007. Setengah
John Wiley and Sons, Ltd, Publication. Abad Profesi Akuntansi. Badan
Setiana, Djuni., dan Setyowati, Widhy. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
2014. Pengaruh Corporate Wardani, Diah Kusuma. 2008. Pengaruh
Governance, Kompensasi Rugi Fiskal, Corporate Governance Terhadap
ROA, Leverage dan Ukuran Kinerja Perusahaan di Indonesia.
Perusahaan terhadap Tax Avoidance. Skripsi yang Tidak Dipubliksi.
Journal Accounting and Banking Vol 3 Universitas Islam Indonesia
No 2. Yogyakarta.
Shafer, William, dan R. Simmons. 2006.
Social Responsibility,
PENGARUH PEOPLE, PROCESS DAN PHYSICAL EVIDENCE
TERHADAP KEPUTUSAN MELAKUKAN JASA KREDIT
DI PERUSAHAAN LEASING FIF GROUP
ASTRA CABANG PADANG
Abstract
The research is purposed to know the influences of people, process and physical
evidence to decisionto do credit service at the company of leasing FIF Astra Group in
Padang. This research is using purposive sampling technique the amount of samples used are
180 respondent. The kind of data which used is primer data through the questionnare. The
data analysis method wich usedis multiple regression analysis, the hypotesis testing is using
statistic testing T-test to prove the influences of people, process and physical evidenceto
decision to do credit service at FIF Astra Group in Padang. The suggestion of the
reasearcheris to keep improving the work of the people and employes because based on
descriptive research is still found the employeeswho are not keeping promisesto the
customers, it has big influences to the customers decision to do credit service moreover the
researcher also suggest the company to increase the process system of crediting and
appearance because in this research, the process and physical evidence of the FIF Astra
Group company is categorized well enough.
1
Setiap konsumen pasti memiliki cara tersendiri dalam memilih produk maupun jasa
yang akan dikonsumsinya. Menurut Kotler dan Keller (2009), keputusan pembelian
seseorang merupakan hasil dari suatu proses yang terdiri dari lima tahapan yaitu pengenalan
Keputusan kredit menurut IBI dan LSPP (2013) kredit merupakan salah satu bisnis
utama bank yang memiliki resiko yang tinggi, namun di sisi lain memberikan pendapatan
dari sistem kredit itu sendiri. Oleh karena itu kredit harus di laksanakan oleh pejabat atau
Tabel Data Perkembangan Nasabah Kredit Sepeda Motor Merek Honda Pada Perusahaan
Leasing diKota PadangTahun 2009-2013
TAHUN
PT. FIF GROUP ASTRA CABANG PT. OTO SUMMIT FINANCE PT. ADHIRA FINANCE
PADANG PADANG PADANG
Sumber: PT. FIF Group Astra Cabang Padang, PT. Oto Summit Finance Padang danPT.Adhira Finance
Padang
Dari tabel diatas, perkembangan jumlah konsumen yang berkredit sepeda motor
Honda di perusahaan FIF Group Astra Cabang Padang tahun 2009 sampai 2012 terus
menanjak naik, tidak hanya berhenti disitu kenaikan jumlah nasabah yang melakukan kredit
sepeda motor Honda di perusahaan FIF Group Astra Cabang Padang terus naik pada tahun
2013. Dilihat dari perusahaan kredit lainnya seperti perusahaan Adhira Finance dan Oto
Summit Finance, perkembangan keputusan nasabah untuk berkredit sepeda motor Honda
2
tidak terlihat stabil dan lebih banyak terlihat terjadi penurunan nasabah untuk melakukan
untuk mengkonsumsi sepeda motor Honda tersebut, namun perusahaan FIF Group Astra
Cabang padang ini tetap mengalami kenaikan jumlah nasabah yang melakukan kredit
sepeda motor Honda. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti penyebab dari kenaikan
motor Honda yang menjadi salah satu produk handal dari perusahaan Astra. Maka dari
itulah perusahaan Astra menyediakan khusus kredit yang memang hanya menyediakan
kredit sepeda motor bermerek Honda, karena perusahaan merasa dengan adanya leasing ini
sangat membantu untuk menaikkan keputusan pembelian sepeda motor merek Honda.
People, Process dan Physical evidence adalah faktor- faktor yang kuat dalam
keputusan pembelian jasa. Bauran pemasaran produk jasa lebih luas dibandingkan dengan
bauran pemasaran produk, karena aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan jasa tersebut
memiliki dua element ganda yaitu mengadakan jasa dan menjual jasa. Tertariknya peneliti
dalam meneliti people, proces dan physical evidence karena pada perusahaan yang bergerak
dibidang kredit konsumtif salah satunya menyediakan kredit khusus produk sepeda motor
bermerek Honda, tiga variabel ini salah satu penentu keberhasilan perusahaan jasa dalam
Melihat dari penelitian terdahulu people, process dan physical evidence tidak selalu
menjadi hal yang dominan yang mempengaruhi konsumen dalam keputusan mengkonsumsi
jasa dari sebuah perusahaan. Dilihat dari penelitian Firmansyah dan Zaadah
(2013)mendapatkan hasil penelitian bahwa people, proces dan physical evidence sangat
berpengaruh signifikan, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Sefnedi (2013)
3
people, process dan physical evidence tidak begitu mempunyai pengaruh besar dalam
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
Melakukan Jasa Kredit di Perusahaan Leasing FIF Group Astra Cabang Padang”.
Perumusan Masalah
konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli,
dilakukan seseorang.Kelima peran tersebut meliputi (Kotler dan Keller, 2011) yaitu:
a. Pemrakarsa (Initiator)
4
Orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan atau kebutuhan yang belum
terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu barang dan jasa.
keputusan pembelian.
d. Pembeli (buyer)
e. Pemakai (user)
Orang yang mengkonsumsi atau yang menggunakan barang dan jasa yang telah
dibeli.
2. Penjelasan Kredit
Keputusan kredit menurut IBI dan LSPP (2013) kredit merupakan salah salah
satu bisnis utama bank yang memiliki resiko yang tinggi, namun di sisi lain memberikan
pendapatan dari sistem kredit itu sendiri. Oleh karena itu kredit harus di laksanakan oleh
pejabat atau pegawai kredit yang memahami dan mengerti mengenai dasar-dasar
perkreditan. Kata kredit berasal dari kata credere (Yunani) atau creditor (Latin) yang
Di dalam kontrak yang telah di setujui di kedua belah pihak yang melakukann
kredit dengan leasing,pastinya telah memenuhi persyaratan yang sudah diatur oleh
perusahaan tersebut, yang pastinya harus di lengkapi oleh konsumen yang akan
melakukan kredit. Salah satu syarat yang harus di lengkapi adalah pendapatan dan juga
5
kepemilikan rumah. Apabila permintaan kredit konsumen di tolak dinamakan dengan
data reject karena konsumen tersebut tidak memenuhi persyaratan yang telah diatur oleh
barang dan jasa perusahaan pada saat mereka membutuhkanya. Menurut Lupiyoadi
(2013) bauran pemasaran produk barang mencakup 4P yaitu produk, harga, lokasi dan
promosi. Sementara itu untuk produk jasa, keempat faktor tersebut di rasa kurang
mencukupi. Para ahli pemasaran menamabahkan tiga unsur lagi, yaitu orang atau sumber
daya manusia, proses dan layanan pelanggan. Ketiga hal ini terkait dengan sifat jasa
dimana tahapan operasi hingga konsumsi merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat di
barang dan jasa perusahaan pada saat mereka membutuhkanya. Menurut Lupiyoadi
(2013) bauran pemasaran produk barang mencakup 4P yaitu produk, harga, lokasi dan
promosi. Sementara itu untuk produk jasa, keempat faktor tersebut di rasa kurang
mencukupi. Para ahli pemasaran menamabahkan tiga unsur lagi, yaitu orang atau sumber
daya manusia, proses dan layanan pelanggan. Ketiga hal ini terkait dengan sifat jasa
dimana tahapan operasi hingga konsumsi merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat di
People
Dalam hubunganya dengan pemasaran jasa, maka “orang” yang berfungsi sebgai
penyedia jasa sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Keputusan dalam “orang”
ini berarti berhubungan dengan seleksi, pelatihan motivasi, dan sumber daya manusia. Maka
dari itulah pegawai harus diberikan pelatihan agar mereka bisa memenuhi ekspetasi dari
6
perusahaan dan difungsikan sebagai alat penyadar bagi mereka dalam melakukan
pekerjaannya. Bila bagian ini sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan maka
Menurut Tjiptono (2014) bahwa sebagian besar jasa, orang adalah bagian vital yang
mempengaruhi bauran pemasaran. Orang atau karyawan yang dapat melayani konsumen,
berpenamapilan rapi pastinya akan membuat persepsi konsumen baik terhadap perusahaan
yang melakukan jasa. People(karyawan) menurut Payne (2009) people is all human actors
who pay in service delivery and thus and influence the buyer’s perception; namely the
firm’s personel, the customer and other customers in the service environment” konsep
tersebut dimaknai bahwa people (orang) semua pelaku yang memainkan peranan dalam
Hasil penelitian yang dilakukan Arsyad (2010) tentang Analisis Pengaruh marketing
mix Dalam Keputusan Mahasiswa Memilih Akpindo Jakarta. Variabel People berpengaruh
Hasil peneltian yang dilakukan oleh Putra (2012) tentang Pengaruh Bauran Pemasaran
Variabel People berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian kartu
Process
Di dalam suatu perusahaan yang melakukan pemasaran jasa, process sangat menjadi
kunci keberhasilan. apabila perusahaan tersebut bisa menjalankan proses dengan efektif dan
efesien, pasti akan membuat perusahaan tersebut bisa mencapai keinginan yang maksimal
7
untuk mencapai target yang telah ditentukan. Process merupakan prosedur aktual,
mekanisme, dan aliran aktivitas dimana jasa diselenggarakan. Salah satu penarik kuat
terhadap konsumen ataupun nasabah terhadap perusahaan yang bergerak dalam bidang
pemasaran jasa adalah kelancaran proses yang menjadikan konsumen tersebut nyaman dan
keinginan dari konsumen bisa dipenuhi sesuai dengan apa yang diharapkanya.
Proses menurut (Bungin, 2010), proses dapat dilihat dari dua aspek utama yaitu:
b. Dimensi Kualitas Jasa leasing yaitu proses atau mekanisme kualitas jasa/ leasing.
Menurut Putra (2012) Process dapat di ukur dengan beberapa cara, diantaranya:
a. Kecepatan layanan
b. Kemudahan layanan
c. Kemudahan pembayaran
e. Pelayanan keluhan
Hasil penelitian yang dilakukan Indayati (2009) tentang Pengaruh Faktor bauran
Hasil penelitian yang dilakukan Sefnedi (2013) tentang Analisis Service Marketing Mix
Dan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pemilihan Jasa Pendidikan Program Pasca Sarjana.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukotjo dan Sumanto tentang Analisa
Marketing Mix 7P (Product, Price, Promotion, Place, Partisipant, Process dan Physical
8
Variabel process berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk klinik
Physical evidence
Physical evidence merupakan lingkungan fisik dimana jasa disampaikan, dan terjadi
interaksi antara penyedia jasa dan konsumen. Bukti fisik suatu hal yang secara nyata turut
jasa yang ditawarkan. Unsur-unsur yang termasuk dalam bukti fisik antara lain lingkungan
fisik, dalam hal ini bangunan fisik, peralatan, perlengkapan, logo, warna dan barang-barang
lainnya yang disatukan dengan service yang diberikan. Selain itu perusaahan wajib
memberikan layanan dan lokasi dimana perusahaan bisa berinteraksi dengan konsumen
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2008) bukti fisik atau physical evidence merupakan
lingkungan fisik tempat jasa di ciptakan dan langsung berinteraksi dengan konsumen.
potensial tidak bisa memiliki suatu jasa sebelum mengkonsumsinya. Ini menyebabkan
Menurut Putra (2012) Physical evidence dapat diukur dengan beberapa indikator:
b. Kenyaman kantor
c. Seragam Karyawan
Hasil peneltian yang dilakukan oleh Patulak (2011) tentang Analisis Faktor-Faktor
yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Mahasiswa (Decision Making) Memilih jurusan Ilmu
9
Komputer Fakultas Mipa Universitas Mulawarman Dengan Menggunakan Software Spss.
mahasiswa (decision making) memilih jurusan ilmu komputer fakultas mipa universitas
Mulawarman.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah dan Zaadah (2013) tentang Aplikasi
People, Process dan Physical evidencedi PT. Bank Syariah Singosari. Variabel Physical
evidence berpengaruh positif dan signifikan terhadap daya tarik nasabah pada PT. Bank
Syariah Singosari.
Melakukan Jasa Kredit di Perusahaan Leasing FIF Group Astra Cabang Padang.
Metode Penelitian
Populasi
Menurut Sugiyono (2013) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Yang menjadi populasinya
adalah nasabah yang melakukan jasa kredit sepeda motor merek Honda di perusahaan leasing
FIF Group Astra Cabang Padang.
Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakterisitik yang mewakili populasi
tersebut (Sugiyono, 2010). Pemilihan sampel dalam penelitian ini yaitu nasabah kredit
perusahaan leasing FIF Group Astra Cabang Padang.
Jumlah populasi pada leasing FIF Group Astra Cabang Padang diketahui, oleh karena
itu penentuan jumlah sampel sesuai rumus Slovin(Sanusi, 2013) dalam menentukan ukuran
sampel penelitian, Slovin memasukkan unsur kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditoleransi. Nilai toleransi ini dinyatakan dalam
persentase, misalnya 5%. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
n=
dimana :
n = Ukuran Sampel
10
N = Ukuran Populasi
sampel : n= n= ,
= ,
= 179,31
Dengan demikian sampel yang dibutuhkan adalah 179,31 nasabah, tetapi dibulatkan
menjadi 180 nasabah.
Teknik Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Purposive Samplingyaitu
sampel dipilih dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Dimana purposive sampling
adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini yang
menjadi sampel dari populasi diatas berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Nasabah tersebut melakukan jasa kredit sepeda motor Honda di perusahaan FIF Group
Cabang Padang
2. Nasabah yang berkredit dalam jangka 1 sampei 3 tahun
3. Berumur 25 tahun keatas (sudah nemiliki penghasilan sendiri)
4. Pegawai negeri, pegawai swasta, pegawai BUMN, TNI dan Polri
Hasil Penelitian dan Pembahasan
digunakan adalah 0,05 berarti nilai signifikan lebih kecil dari alpha 0,05. Berdasarkan
melakukan jasa kredit di perusahan leasing FIF Group Astra Cabang Padang. People atau
karyawan adalah unsur yang selalu bersentuhan ataupun berkaitan erat dengan nasabah
ataupun konsumen di setiap perusahaan, dengan itulah FIF Group Astra Cabang Padang
sangat teliti dalam setiap penerimaan karyawan dan selalu melakukan pembinaan dan
pembekalan pada karyawan tersebut agar selalu berkualitas. Di sisi lain perusahaan ini
memberikan waktu refreshing maupun bonus yang mana harapan perusahaan agar
11
karyawan nya tersebut termotivasi dalam bekerja dan menghilangkan rasa jenuh dalam
Berdasarkan hasil uji hipotesis kedua ditemukan nilai signifikan untuk process
diperoleh sebesar 0,000 sedangkan dalam pengujian tingkat kesalahan yang digunakan
adalah 0,05 berarti nilai signifikan lebih kecil dari alpha 0,05. Berdasarkan analisis di atas
kredit di perusahan leasing FIF Group Astra Cabang Padang. Setiap tahun FIF Group
Astra Cabang Padang selalu memperbaiki tata cara process dan juga mempermudah sistem
dari process melakukan kredit agar nasabah yang bertransaksi merasa dimudahkan dan
nasabah pun tidak merasakan di rugikan dalam hal waktu. Salah satu bantuan process
yang buat oleh perusahaan adalah setiap nasabah yang akan melalukan transaksi akan
diberikan petunjuk melalui telephone dan apabila syarat dari process tersebut sudah di
lengkapi oleh nasabah, perusahaan juga membantu dengan cara menjemput persyaratan
Berdasarkan hasil uji hipotesis ketiga ditemukan nilai signifikan untuk physical
digunakan adalah 0,05 berarti nilai signifikan lebih kecil dari alpha 0,05. Berdasarkan
keputusan melakukan jasa kredit perusahan leasing FIF Group Astra Cabang Padang.
Kalau dilihat dari bukti fisik yang dimiliki oleh FIF Group Astra Cabang Padang memang
baru dilakukan perombakan dengan desain yang baru dan lebih menarik baik secara
bentuk kerangka kantor maupun interior di dalamnya. Di lain hal, pakaian karyawan pun
dilakukan inovasi dengan desain yang lebih cerah dan elegant dengan harapan seluruh
nasabah tertarik akan tampilan karyawan yang rapi tersebut dalam setiap melakukan
12
Kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran
Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan
dapat di ajukan beberapa kesimpulan penting yang merupakan inti dari penelitianini, yaitu :
1. Hasil pengujian hipotesis pertama ditemukan bahwa people berpengaruh signifikan
terhadap keputusan melakukan jasa kredit di perusahaan leasing FIF Group Astra Cabang
Padang.
2. Hasil pengujian hipotesis kedua ditemukan bahwa processberpengaruh signifikan terhadap
keputusan melakukan jasa kredit di perusahaan leasing FIF Group Astra Cabang Padang..
3. Hasil pengujian hipotesis ketiga ditemukan bahwa physical evidence berpengaruh
signifikan terhadap keputusan melakukan jasa kredit di perusahaan leasing FIF Group
Astra Cabang Padang
Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa penelitian yang telah berhasil dilaksanakan ini masih
memiliki beberapa kekurangan yang disebabkan adanya keterbatasan yang peneliti miliki
selama pembuatan skripsi ini. Keterbatasan tersebut meliputi:
1. Jumlah sampel yang digunakan masih sedikit sehingga secara empiris belum
menggambarkan populasi yang sesungguhnya.
2. Masih kurangnya jumlah variabel yang belum digunakan pada penelitian ini seperti
kualitas produk, harga, promosi dan lokasi, kualitas pelayanan, faktor psikologis dan
keluarga.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh di atas, untuk dapat meningkatkan keputusan
pembelian nasabah,maka disarankan sebagai berikut:
1. Peneliti dimasa mendatang disarankan untuk menambahkan responden yang akan
digunakan, dan menambahkan beberapa variabel lagi seperti kualitas produk, harga,
promosi, kualitas pelayanan dan lokasi faktor psikologis dan keluarga yang pastinya
akan lebih menambah pengaruh keputusan pembelian jasa, saran ini sangat penting
dilakukan untuk terus berusaha meningkatkan akurasi hasil penelitian yang akan
diperoleh dimasa datang.
2. Diharapkan bagi manajemen ataupun pimpinan terkait perusahaan untuk memperhatikan
factor people misalnya ketepatan. Dari hasil penelitan yang di deskripsikan, ketepatan
karyawan menjajikan sesuatu terhadap nasabah mendapatkan rata-tata yang paling
rendah dibandingkan dengan pernyataan yang lainnya yaitu sebesar 3,53 atau 70,6%.
13
Karena ketepatan janji dari karyawan dalam melakukan proses berkredit sangat
mempengaruhi nasabah untuk berkredit di perusahaan FIF Group Astra Cabang Padang.
3. Perusahaan FIF Group Astra Cabang Padang diharapkan agar selalu memberikan
kemudahan-kemudahan terhadap nasabah yang sedang melakukan process berkredit,
agar nasabah merasa puas dan tidak di rumitkan oleh hal-hal yang tidak penting. Dari
hasil penelitan yang dideskripsikan, proses berkredit di FIF Group Astra Cabang Padang
mudah mendapatkan rata-rata yang paling rendah dibandingkan dengan pernyataan yang
lainnya yaitu sebesar 3,85 atau 77%. Proses berkredit yang diberi kemudahan untuk
nasabah juga hal sangat penting dalam mempengaruhi keputusan melakukan jasa kredit.
4. Dari segi lain perusahaan FIF Group Astra Cabang Padang harus memperhatikan dan
peka akan physical evidence ataupun tampilan fisik. Dari hasil penelitan yang di
deskripsikan, ruangan dilakukannya transaksi berkredit di FIF group Astra Cabang
Padang nyaman mendapatkan rata – rata yang paling rendah dibandingkan dengan
pernyataan yang lainnya yaitu sebesar 3,76 atau 75,2%. Kenyaman kantor sangat
memepengaruhi keputusan pembelian jasa, disebabkan karena dengan adanya kenyaman
tersebut nasabah yang bertransaksi akan bisa merasa betah dan juga keseriusan dalam
memahami proses berkredit.
Daftar Pustaka
Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian. Edisi 2. Rineka Cipta : Jakarta.
Buchory, A.HerrydanSalasinDjaslim.(2010).ManajemenPemasaran (Teori, aplikasidan
Tanya Jawab).Edisi I, Bandung Linda Karya.
Ghozali, Imam. 2006. Metodologi Peneltian. Salemba Empat : Jakarta.
Hurriyati,Ratih, (2005), BauranPemasarandanLoyalitaskonsumen, Bandung Alfabeta.
Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane.(2011). Manjemen Pemasaran. Jilid1. Jakarta : PT.
Erlangga.
LSPP IBI, (2013)."Memahami Bisnis Bank". Jakarta: Plaza Bapindo.
Lupiyoadi, Rambat. (2013). "Manajemen Pemasaran Jasa Berbasis Kompetensi Edisi
3".Jakarta: Salemba Empat.
Lupiyoadi, RambatdanHamdani, A. (2008).Manajemen Pemasaran Jasa.Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
Nitisusastro, Mulyadi. ((013). "Perilaku Konsumen Dalam Perspektif
Kewirausahaan ".Bandung: Alfabeta CV.
Payne, Adrian. (2009). The Essence of Service Marketing.Diterjemahkan olehFandy
Ciptono. Yogyakarta. Penerbit Andi.
Priyatno, Duwi. (2010). Paham Analisis Statistik Data Dengan SPSS.Yogyakarta:MediaKom.
14
Putra Ade, Okta Hafrizal. (2012). Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Taman Siswa Padang 121 Pengaruh bauran pemasaran jasa terhadap Keputusan
pembelian kartu perdana prabayar XI di kota Padang. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Volume 3, Nomor 1, ISSN : 20865031.
Sanusi, Anwar. 2013. Metodologi Penelitian Bisnis. Salemba Empat
Sekaran, U. (2007). Metode Penelitian Untuk Bisnis. Edisi 4 Buku 2. Salemba Empat :
Jakarta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono.(2010). Metode Penelitian Bisnis.Alfabeta : Bandung.
Suliyanto.(2011). Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasidengan SPSS Ekonomi.
Andi Publiser.
Sunyoto, Danang. (2013). "Teori, Kuisioner Analisis Data Untuk Pemasaran dan Perilaku
Konsumen ".Yogyakarta: GrahaIlmu.
Tjiptono, Fandi. (2014). "Pemasaran Jasa-Prinsip, Penerapan, dan Penelitian 11
Yogyakarta: CV Andi Offset.
15
IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
DI INDONESIA
(The Identification of the factors of poverty in Indonesia)
Tria Desi Anggraini, Erni Febrina Harahap1. Helmawati2
Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Bung Hatta
tria.desianggraini@yahoo.co.id erni fh@yahoo.co.id helmapadang@yahoo.co.id
ABSTRACT
1
kemiskinan yaitu faktor internal dan jumlah penduduk yang lulus
eksternal. Faktor internal salah pendidikan SMP, SMA, dan diploma
satunya yaitu kepemilikan aset memiliki pengaruh besar dan
tempat tinggal. Menurut Verner signifikan terhadap penurunan
(2006) kemiskinan merupakan rumah jumlah penduduk miskin. Ini
tangga yang kurang berpendidikan. mencerminkan bahwa pembangunan
Tanpa intervensi untuk modal manusia (human capital)
meningkatkan peluang dan aset melalui pendidikan merupakan
mereka, akibatnya penderitaan determinan penting untuk
mereka cenderung memburuk. Hal menurunkan jumlah penduduk
tersebut seharusnya menjadi motivasi miskin. Park 2002 (dalam penelitian
agar tetap melaksanakan upaya Siregar dan Dwi, 2008) menemukan
mencerdaskan bangsa (Suryawati, hubungan yang sangat kuat antara
2005). Pendidikan dipandang sebagai tingkat kemiskinan dan tingkat
investasi yang hasilnya dapat pengangguran. Ketika tingkat
diperoleh beberapa tahun kemudian pengangguran naik, maka tingkat
dalam bentuk pertambahan hasil kemiskinan juga naik dan ketika
kerja yang berpengaruh terhadap tingkat pengangguran menurun maka
tingkat produktifitas (Amalia, 2012). tingkat kemiskinan juga ikut turun.
Menurut Daryono (dalam Edy, 2009) Upah minimum adalah usaha untuk
pendidikan diharapkan dapat mengangkat derajat penduduk
menghasilkan sumber daya manusia berpendapatan rendah, terutama
yang bermutu. Apabila tidak pekerja miskin. Semakin meningkat
mencerminkan mutu yang baik, tingkat upah minimum akan
sumber daya manusia yang tidak meningkatkan pendapatan
bermutu akan mengakibatkan proses masyarakat sehingga kesejahteraan
terjadinya pengangguran. juga meningkat dan sehingga
Hermanto Siregar dan Dwi terbebas dari kemiskinan (Kaufman
Wahyuniarti (2008), didalam 2000 dalam Achmad
penelitiannya menemukan bahwa Khabhibi,2010:49
pendidikan yang diukur dengan
2
KAJIAN PUSTAKA pengangguran di suatu negara sangat
Menurut para ahli antara lain buruk, kekacauan politik dan sosial
Andre Bayo Ala (dalam Arsyad, selalu berlaku dan menimbulkan efek
2004) kemiskinan memiliki banyak buruk terhadap kesejahteraan
aspek, karena kebutuhan manusia masyarakat dan prospek
bermacam-macam. Kemiskinan pembangunan ekonomi dalam jangka
adalah suatu situasi dimana panjang (Sadono Sukirno, 2004).
pendapatan tahunan individu di suatu Kebijakan upah minimum
kawasan tidak dapat memenuhi menghasilkan efek positif dalam
standar pengeluaran minimum yang mengurangi kesenjangan upah yang
dibutuhkan individu untuk dapat terjadi di pasar tenaga kerja
hidup layak di kawasan tersebut (Waisgrais, 2003).
(Siregar dan Dwi, 2008). Pendidikan METODE PENELITIAN
membantu menurunkan kemiskinan Ruang Lingkup Penelitian
melalui efeknya pada produktivitas Penelitian ini dilakukan untuk
tenaga kerja dan melalui jalur mengukur variabel-variabel yang
manfaat sosial, maka pendidikan mempengaruhi kemiskinan di
merupakan sebuah tujuan Indonesia. Variabel yang digunakan
pembangunan yang penting bagi dalam penelitian ini adalah
bangsa (World Bank, 2005). Pendidikan, Pengangguran dan
Menurut N. Gregory Mankiw Tingkat upah minimum provinsi dari
(2006), Pengangguran adalah orang tahun 2008-2013. Jenis dan sumber
yang tidak mempunyai pekerjaan, data yang digunakan dalam
sedang mencari pekerjaan, atau penelitian ini adalah data sekunder
sedang mempersiapkan suatu usaha yang diperoleh dari Badan Pusat
baru. Sedangkan tingkat Statistik (BPS) yang meliputi data
pengangguran adalah perbandingan Pendidikan, Pengangguran dan
antara jumlah pengangguran dan Tingkat upah minimum provinsi.
jumlah angkatan kerja dalam kurun Data penelitian ini merupakan data
waktu tertentu yang dinyatakan time series dan cross section yang
dalam bentu persentase. Apabila
3
menggunakan data panel (Panel Dalam penelitian ini panel
Pooled Data). data mengalami gejala uji asumsi
Analisis Regresi Data Panel klasik untuk mengatasi uji asumsi
LYit = β0 + β1LX1it + β2LX2it + klasik adalah dengan cara melakukan
β3LX3it + uit transformasi metode Panel Least
Square (PLS) menjadi metode
dimana: estimasi Generalize Least Square
(GLS).
LYit = Kemiskinan
HASIL DAN PEMBAHASAN
LX1i = Pendidikan wilayah ke-i Regresi Data Panel
tahun ke-t
Hasil regresi data panel atau
LX2it = Pengangguran wilayah ke-i pooled data di atas menunjukkan
tahun ke-t bahwa semua koefisien variabel X1
X2 dan X3 signifikan pada 0,05 dan
LX3it = Tingkat Upah wilayah ke-i
tanda koefisien X1 dan X2
tahun ke-t
berpengaruh positif terhadap tingkat
β0 = koefisien konstanta kemiskinan di Indonesia, tetapi X3
berpengaruh negatif terhadap tingkat
β1 = koefisien regresi pendidikan
kemiskinan di Indonesia. Nilai R2
β2 = koefisien regresi sebesar 0.646176, namun terdapat
pengangguran masalah yaitu rendahnya nilai Durbin
Watson ( DW) yang akan mungkin
β3 = koefisien regresi tingkat upah
mengindikasikan adanya gejala
u = disturbance terms asumsi klasik.
4
Hasil Regresi panel least square
Dependent Variable: LKemiskinan
Method: Panel Least Squares
Date: 04/27/15 Time: 17:12
Sample: 2008 2013
Periods included: 6
Cross-sections included: 33
Total panel (balanced) observations: 198
Pada tabel dibawah ini hasil masalah tentu saja bisa jadi model
regresi data panel model FEM untuk FEM untuk individu yang mungkin
individu menunjukan bahwa hanya mengindikasikan adanya
variabel X3 yang signifikan pada α = multikolinearitas pada data karena
0,05. Memang nilai R2 cukup tinggi hanya satu variabel independent yang
sebesar 0,954. Nilai Durbin-Watson signifikan. Adanya multikolinearitas
sebesar 2,369 yang berarti melebihi pada data diasumsikan karena masih
2. Model FEM untuk individu ada kesalahan spesifikasi model.
tergolong baik, namun terdapat
5
Hasil Regresi Fexed Effects Model
Dependent Variable: LKemiskinan
Method: Panel Least Squares
Date: 04/27/15 Time: 17:12
Sample: 2008 2013
Periods included: 6
Cross-sections included: 33
Total panel (balanced) observations: 198
Effects Specification
6
Hasil Regresi Random Effects Model
Dependent Variable: LKemiskinan
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 04/27/15 Time: 17:10
Sample: 2008 2013
Periods included: 6
Cross-sections included: 33
Total panel (balanced) observations: 198
Swamy and Arora estimator of component variances
Effects Specification
S.D. Rho
Weighted Statistics
Unweighted Statistics
Pemilihan Model
7
Hasil Estimasi Regresi Data Panel Model Uji-Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Hausman Test
8
Hasil Estimasi Regresi Data Panel Model Uji-Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Effects Specification
9
Hasil Regresi Data Panel Model FEM dengan Metode Generalize Least
Square
Dependent Variable: LKemiskinan
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 04/27/15 Time: 17:35
Sample: 2008 2013
Periods included: 6
Cross-sections included: 33
Total panel (balanced) observations: 198
Linear estimation after one-step weighting matrix
Weighted Statistics
Unweighted Statistics
10
uji statistik, Pendidikan (X1) Tingkat Upah Minimum
mempunyai nilai probability < Provinsi berpengaruh negatif
alpha yaitu 0,0000 < 0,05. terhadap Tingkat Kemiskinan di
Keputusannya H0 ditolak dan Ha Indonesia yang artinya setiap
diterima, artinya Pendidikan terjadinya penurunan 10 persen,
berpengaruh signifikan terhadap maka Tingkat Kemiskinan di
Tingkat Kemiskinan di Indonesia akan meningkat 0,640
Indonesia. persen. Hal tersebut sesuai
3. Koefisien regresi dari dengan teori yang ada.
Pengangguran (X2) adalah Berdasarkan hasil uji statistic t,
sebesar 0.387476. Dari hasil Upah Minimum Provinsi (X3)
tersebut didapatkan Tingkat mempunyai nilai probability <
Pengangguran berpengaruh alpha yaitu 0,0000 < 0,05.
positif terhadap Tingkat Keputusannya H0 ditolak dan Ha
Kemiskinan di Indonesia yang diterima, artinya Tingkat Upah
artinya setiap peningkatan 10 Minimum Provinsi berpengaruh
persen, maka Tingkat sigifikan terhadap Tingkat
Kemiskinan di Indonesia akan Kemiskinan di Indonesia. Dalam
naik sebesar 3,874 persen. penelitian ini adanya hubungan
Berdasarkan hasil uji statistic t, yang negatif antara Tingkat
Pengangguran (X2) mempunyai Upah Minimum Provinsi
nilai probability < alpha yaitu terhadap Tingkat Kemiskinan di
0,0000 < 0,05. Keputusannya H0 Indonesia.
ditolak dan Ha diterima, artinya Koefisien Determinasi (R2)
Pengangguran berpengaruh Berdasarkan hasil analisi
signifikan terhadap Tingkat data, terlihat bahwa koefisien
kemiskinan di Indonesia. determinasi yang dihasilkan sebesar
4. Koefisien regresi dari Tingkat 0.885213. Hasil tersebut menunjukan
Upah Minimum Provinsi (X3) bahwa variabel Pendidikan (X1),
adalah sebesar –0.640152. Dari Pengangguran (X2) dan Tingkat
hasil tersebut didapatkan bahwa Upah minimum Provinsi(X3)
11
memberikan kontribusi dalam di Indonesia (Y). Hal ini berarti
mempengaruhi Tingkat Kemiskinan tingkat pendidikan di Indonesia
di Indonesia (Y) sebesar 88,52 belum menjamin dapat
persen sedangkan sisanya sebesar mengurangi tingkat kemiskinan
11,48 persen dipengaruhi oleh di Indonesia. Dalam penelitian
varibel lain diluar model dalam ini peneliti hanya mengambil
penelitian ini. pendidikan perguruan tinggi
Uji signifikan Simultan ( Uji saja.
Statistik F) 2. Variabel Pengangguran (X2)
Berdasarkan hasil pengujian berpengaruh positif dan sigifikan
terlihat nilai probability sebesar terhadap tingkat kemiskinan di
0,0000 dengan tingkat kesalahan Indonesia (Y). Hal ini sesuai
sebesar 0,05. Dari hasil yang dengan teori yang ada, semakin
diperoleh menunjukan bahwa nilai tinggi tingkat pengangguran
probability yang dihasilkan sebesar maka semakin tingkat
0,0000 < 0,05 maka keputusannya H0 kemiskinan di Indonesia.
ditolak dan Ha diterima sehingga 3. Variabel Tingkat Upah
dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Minimum Provinsi (X3)
( X1), Pengangguran (X2) dan berpengaruh negatif dan
Tingkat Upah Minimum Provinsi signifikan terhadap tingkat
(X3) berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia (Y).
tingkat Kemiskinan di Indonesia (Y). Hal ini sesuai dengan teori yang
KESIMPULAN DAN SARAN ada, semakin tinggi tingkat upah
Kesimpulan maka semakin rendah tingkat
Berdasarkan analisis dengan kemiskinan di Indonesia.
pembahasan hasil pengujian 4. Model regresi yang digunakan
hipotesis maka terdapat beberapa dalam penelitian ini adalah
kesimpulan pada penelitian ini : model regresi data panel dan
1. Variabel Pendidikan (X1) bebas dari asumsi klasik.
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kemiskinan
12
Saran diharapkan pemerintah untuk
Berdasarkan hasil penelitian dapat menentukan upah minimum
yang telah dianalisis dan hasil dengan mempertimbangkan
kesimpulan maka perlu kebutuhan hidup minimum
ditindaklanjuti dengan beberapa pekerja sehingga kemiskinan di
saran sebagai berikut : Indonesia akan berkurang.
1. Diharapkan bagi peneliti 4. Model yang dikembangkan dalam
selanjutnya agar lebih penelitian ini masih terbatas
dispesifikasikan lagi variabel karena hanya melihat pengaruh
independennya seperti Tingkat variabel Pendidikan,
Pendidikan mulai dari SD sampai Pengangguran dan Tingkat Upah
Perguruan Tinggi agar kita dapat Minimum Provinsi terhadap
mengetahui lebih jelas pengaruh Tingkat Kemiskinan di Indonesia.
Tingkat Pendidikan terhadap Oleh karenanya diperlukan studi
Tingkat Kemiskinan di Indonesia. lanjutan yang lebih mendalam
2. Dengan diketahuinya pengaruh dengan data dan metode yang
pengangguran terhadap lebih lengkap serta dapat
kemiskinan di Indonesia yang menambah variabel lain, seperti
positif dan signifikan maka pertumbuhan ekonomi, jumlah
diharapkan bagi pemerintah untuk penduduk, dan investasi sehingga
dapat menciptakan lapangan dapat melengkapi hasil penelitian
pekerjaan atau meningkatkan yang telah ada dan hasilnya dapat
kesempatan kerja sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan
mengurangi tingkat pengangguran pertimbangan berbagai pihak yang
dan dapat melepaskan diri dari berkaitan dengan pembangunan
belenggu kemiskinan di ekonomi dalam hal penekanan
Indonesia. tingkat kemiskinan di Indonesia.
3. Dengan diketahui pengaruh REFERENSI
Amalia, Fitri. 2012. Pengaruh
tingkat upah minimum provinsi
Pendidikan, Pengangguran
terhadap kemiskinan di Indonesia dan Inflasi Terhadap Tingkat
Kemiskinan di Kawasan
yang negatif dan signifikan maka
Timur Indonesia ( KTI )
13
Periode 2001-2010. Simanjuntak, J Payaman. 1985.
Econosains, 10 (2). Pengantar Ekonomi Sumber
Daya Manusia. Fakultas
Arsyard, Lincolin. 2004. Ekonomi Ekonomi Universitas
Pembangunan. Edisi Indonesia; Jakarta
Keempat. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Siregar, Hermanto dan Dwi
Ekonomi YKPN. Wahyuniarti. 2008. Dampak
Pertumbuhan Ekonomi
Badan Pusat Statistik. Sumatera Terhadap Penurunan Jumlah
Barat dalam Angka ( 2008- Penduduk Miskin.
2013), BPS Sumatera Barat,
Padang. Sukirno, Sadono. (2004). Makro
Ekonomi. Edisi
Edy, Irwan Christanto. 2009. Ketiga. Jakarta: PT. Raja
Analisis Pengaruh Grafindo Persada.
Pendidikan Sumber Daya
Alam ( SDM ) Terhadap Suryawati, Chriswardani. 2005.
Pengangguran di Memakai Kemiskinan Secara
PropinsiDati I Propinsi Jawa Multidimensional. JMPK,
Tengah. Jurnal Ekonomi 8(3).
Bisnis dan Perbankan, 17 (4).
Waisgrais, Sebastian. 2003. Wage
Jhingan, M. L. Ekonomi Inequality and the Labour
Pembangunan dan Market in Argentina: Labour
Perencanaan, Rajawali Pers, Institutions,Supply and
Jakarta, 2004. Demand in the Periode 1980-
1999. Discssion Paper,
Khabhibi Achmad, 2010. Analisis DP/146/2003. International
Faktor-Faktor yang Institute For Labour Studies.
Mempengaruhi Tingkat
Kemiskinan. Surakarta: USM. Widodo, Tri. 2006. Perencanaan
Pembangunan : Aplikasi
Mankiw, N. Gregory. 2006. Komputer (Era Otonomi
Pengantar Ekonomi Makro. Daerah). Yogyakarta:
Edisi Ketiga. Jakarta. UPPSTIM YKPN.
Salemba Empat.
Www. WorldBank.com
14
Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Komitmen
Organisasi dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Mediasi
(Studi pada: Kantor Camat Kota Sungai Penuh)
The research’s aim was to test mediation effect of job satisfaction on the relationship
between organizational culture, leadership and organizational commitment. The
number of usable samples in this study was 108 employees who were currently
working for Sub-District Office of Sungai Penuh City. In order to collect the data,
this study used questionnaire while technique of anlysis was performaed multiple,
single, and hierarchical regression analyses to test the hyphoteses development. The
results of study displayed that first, organizational culture positively and significantly
effected either job satisfaction as well as organizational commitment. Second,
leadership was found to have positive and significant effect on job satisfaction but no
significant effect on organizational commitment. Third, job satisfaction effected
possitively and significantly on organizational commitment. Last, job satisfaction
mediated the relationship between oranizational culture and oranizational
commitment, however it did not have mediatin effect on the relationship between
leadership and organizational commitment.
PENDAHULUAN
Konsekuensi Undang-Undang No. pegawai dalam bekerja adalah Kota
32 tahun 2004 tentang otonomi daerah Sungai Penuh dimana dalam
telah memberikan dampak terhadap melaksanakan aktifitasnya didukung
reformasi dalam Pemerintah Daerah. oleh 8 (delapan) Kecamatan yaitu
Dengan demikian setiap Pemerintahan Sungai Penuh, Pesisir Bukit,
Daerah dituntut agar memiliki aparatur Hamparan Rawang, Koto Baru, Sungai
atau pegawai yang berkomitmen tinggi Bungkal, Pondok Tinggi, Tanah
dalam upaya melaksanakan kegiatan kampung, dan Kumun Debai.
pemerintahan. Salah satu daerah yang Sopiah (2008) menyatakan bahwa
menyadari pentingnya komitmen komitmen organisasional merupakan
tingkat keyakinan karyawan untuk Penelitian tentang kinerja pegawai
menerima tujuan organisasi sehingga telah banyak dilakukan oleh para
berkeinginan untuk tetap tinggal dan peneliti terdahulu. Berpedoman kepada
menjadi bagian dari organisasi hasil kajian penelitian terdahulu, dapat
tersebut. Pegawai atau aparatur penulis kemukakan bahwa komitmen
pemerintah yang memiliki komitmen organisasi dipengaruhi oleh kepuasan
organisasi yang tinggi senantiasa kerja (Shah dkk 2012; Hasan, 2012;
menunjukkan perilaku positif seperti Renny & Sanjoyo, 2011; Churiyah,
selalu berusaha menjalankan tugas- 2007; Puspitawati & Riana, 2014).
tugas dan mengikuti segala bentuk Sementara, kepuasan kerja dipengaruhi
aktifitas yang dilaksanakan di dalam oleh budaya organisasi (Brahmasari &
organisasi (Hasibuan, 2007). Suprayetno, 2008; Saeidipour dkk,
Fenomena yang berkaitan dengan 2013; Sabri dkk, 2011; Koesmona,
komitmen organisasi pada Kantor 2005) dan kepemimpinan (Satyawati
Camat di Lingkungan Kota Sungai & Suartana, 2014; Raharjo & Nafisah,
Penuh menunjukkan bahwa komitmen 2006; Ruvendi, 2005; Brahmasari &
organisasi pada pegawai Kantor Camat Suprayetno, 2008). Dari uraian
di Lingkungan Kota Sungai Penuh tersebut, maka jelaslah bahwa variabel
masih rendah yang dapat dilihat dari kepuasan kerja terletak antara budaya
masih banyaknya pegawai yang pulang organisasi, kepemimpinan dan
sebelum jam kerja, terlambat datang komitmen organisasi, atau kepuasan
(masuk kantor), dan tidak masuk kerja sebegai variabel mediasi
kantor dengan tanpa keterangan (intervening).
(absen).
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini Kota Sungai Penuh yang berjumlah
adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 108 orang. Dalam penelitian
pada Kantor Camat di Lingkungan ini, penulis tidak menggunakan sampel
tapi menjadikan seluruh anggota orang, dan memungkinkan bagi
populasi sebagai responden penelitian penulis untuk menjangkau seluruh
dengan alasan jumlah populasinya anggota populasi dan menjadikan
tidak terlalu besar yaitu hanya 108 sebagai responden penelitian.
Temuan Penelitian
Dalam melakukan analisis, hal reliabilitas. Hasil uji instrumen
pertama yang dilaksanakan adalam penelitian dapat diringkas sebagai
melakukan uji instrument penelitian berikut.
yang terdiri dari uji validitas dan uji
Tabel 1. Hasil Uji Instrumen Penelitian
Jumlah Tidak Cronbach’s
Variabel Valid Keterangan
item Valid Alpha
Komitmen Organisasi 24 3 21 0,956 Reliabel
(Y)
Kepuasan Kerja (I) 20 - 18 0,727 Reliabel
Budaya Organisasi (X1) 42 6 36 0,750 Reliabel
Kepemimpinan (X2) 6 - 6 0,820 Reliabel
Sumber: Data Primer yang diolah
Deskripsi Variabel
Analisis ini berguna untuk yang ditunjukkan oleh skor rata-rata
menguraikan temuan penelitian dan Tingkat Capaian Responden
tentang kondisi variabel yang diteliti (TCR).
Tabel 2. Deskripsi Variabel Penelitian
Skor Rata- TCR
Variabel Kategori Hasil
Rata (%)
Komitmen Organisasi (Y) 3,18 63,60 Rendah
Kepuasan Kerja (I) 3,98 79,60 Cukup Puas
Budaya Organisasi (X1) 4,02 80,40 Baik
Kepemimpinan (X2) 4,03 80,40 Baik
Sumber: Data Primer yang diolah
Uji Hipotesis
Hasil analisis tentang pengaruh organisasi berpengaruh signifikan
budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap kepuasan kerja pegawai pada
terhadap komitmen organisasi dapat Kantor Camat Kota Sungai Penuh,
dijelaskan dimana variabel budaya sehingga H3 diterima. Kepemimpinan
organisasi (X1) memiliki koefisien (X2) memiliki koefisien regresi sebesar
regresi sebesar 0,957 dan signifikan 0,238 dan signifikan 0,013 atau lebih
0,000 atau lebih kecil dari 0,05. kecil dari 0,05. Dengan demikian
Dengan demikian dapat disimpulkan dapat disimpulkan bahwa variabel
bahwa budaya organisasi berpengaruh kepemimpinan berpengaruh signifikan
signifikan terhadap komitmen terhadap kepuasan kerja pegawai pada
organisasi pada Kantor Camat Kota Kantor Camat Kota Sungai Penuh,
Sungai Penuh, sehingga H1 diterima, sehingga H4 diterima.
sedangkan variabel kepemimpinan Hasil analisis tentang pengaruh
(X2) memiliki koefisien regresi sebesar kepuasan kerja terhadap komitmen
0,037 dan signifikan 0,742 atau lebih organisasi dapat dijelaskan dimana
besar dari 0,05. Dengan demikian variabel kepuasan kerja (I) memiliki
dapat disimpulkan bahwa variabel koefisien regresi sebesar 0,790 dan dan
kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan 0,000 atau lebih kecil dari
signifikan terhadap komitmen 0,05. Dengan demikian dapat
organisasi pada Kantor Camat Kota disimpulkan bahwa kepuasan kerja
Sungai Penuh, sehingga H2 ditolak. berpengaruh signifikan terhadap
Hasil analisis tentang pengaruh komitmen organisasi pada Kantor
budaya organisasi dan kepemimpinan Camat Kota Sungai Penuh, sehingga
terhadap kepuasan kerja dapat H5 diterima.
dijelaskan dimana budaya organisasi Untuk mengetahui peranan
(X1) memiliki koefisien regresi sebesar kepuasan kerja sebagai variabel
0,341 dan signifikan 0,000 atau lebih mediasi pada pengaruh budaya
kecil dari 0,05. Dengan demikian organisasi dan kepemimpinan terhadap
dapat disimpulkan bahwa budaya kepuasan kerja digunakan regresi
bertingkat. Oleh karena variabel telah memenuhi persyaratan yaitu
kepemimpinan tidak berpengaruh bidaya organisasi (X1) berpengaruh
signifikan terhadap komitmen signifikan terhadap kpuasan kerja (I)
organisasi, sehingga pengujian dan juga terhadap komitmn organisasi
hipotesis ketujuh (H7) tidak bisa (Y). Hasil analisa regresi bertingkat
dilakukan, dengan demikian maka adalah sebagai berikut.
Hipotesis H7 ditolak. Smentara
Hipotesis H6 dapat dilakukan kerena
Tabel 3. Pengaruh Kepuasan Kerja sebagai Variabel Mediasi
Model 1 Model 2 Keputusan
Kontansta, Variabel
Bebas dan Mediasi Koefisien Sig. Koefisien Sig
Regresi Regresi
Konstanta 0,166 0,050 0,156 0,000 -
Budaya Organisasi 0,956 0,000 0,834 0,000 Full Mediator
(X1)
Kepuasan Kerja (I) - - 0,368 0,001 H6 diterima
Sumber: Data Primer yang diolah
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kepemimpinan tidak memiliki kepuasan kerja pegawai pada
pengaruh yang berarti terhadap Kantor Camat Kota Sungai Penuh.
variabel komitmen organisasi 4. Kepuasan kerja memiliki pengaruh
pegawai pada Kantor Camat Kota yang berarti terhadap variasi
Sungai Penuh. komitmen organisasi pegawai pada
2. Budaya organisasi memiliki Kantor Camat Kota Sungai Penuh.
pengaruh yang berarti terhadap 5. Kepuasan kerja terbukti sebagai
variabel kepuasan kerja pegawai variabel mediasi parsial dan
pada Kantor Camat Kota Sungai memiliki peran penting dalam
Penuh. meningkatkan pengaruh budaya
3. Kepemimpinan memiliki pengaruh organisasi terhadap komitmen
yang berarti terhadap variabel organisasi pegawai pada Kantor
Camat Kota Sungai Penuh.
6. Kepuasan kerja terbukti bukan kepemimpinan terhadap komitmen
sebagai variabel mediasi dan tidak organisasi pegawai pada Kantor
memiliki peran penting dalam Camat Kota Sungai Penuh.
meningkatkan pengaruh
Implikasi
Implikasi dari penelitian ini yang tersebut akan dapat meningkatkan
dapat disampaikan kepada para Camat komitmen organisasi pegawai.
di Kantor Camat Kota Sungai Penuh Upaya yang dapat dilakukan dalam
dimana hasil penelitian ini menemukan rangka meningkatkan kepuasan kerja
bahwa komitmen organisasi pegawai pegawai sebagaimana yang diuraikan
pada Kantor Camat Kota Sungai diatas adalah dengan cara
Penuh tergolong rendah. Oleh karena memperhatikan dan bahkan
itu, dalam upaya meningkatkan meningkatkan aspek pendapatan,
komitmen organisasi pegawai dimasa melaksanakan program promosi
yang akan datang, maka para Camat di jabatan secara adil dan terbuka,
lingkungan Kantor Camat Kota Sungai menjalin rasa persaudaraan antara
Penuh hendaknya mampu sesama pegawai, atasan hendaknya
meningkatkan kepuasan kerja pegawai. memberikan memberikan dukungan
Hal ini disebabkan karena hasil dan mau mendengarkan keluhan
penelitian ini telah membuktikan bawahan, dan menghidari rasa jenug
bahwa kepuasan kerja merupakan pegawai dalam melaksanakan
variabel penting dalam menjelaskan pekerjaan yang terlalu monoton.
variasi komitmen organisasi pada Upaya lain yang dapat dilakukan
Kantor Camat Kota Sungai Penuh. dalam rangka meningkatkan kepuasan
Artinya apabila para Camat kerja pada diri pegawai Kantor Camat
dilingkungan Kantor Camat Kota Kota Sungai Penuh adalah dengan
Sungai Penuh mampu meningkatkan memperbaiki atau memperhatikan
kepuasan kerja pegawai maka hal aspek budaya organisasi karena hasil
penelitian ini telah membuktikan
bahwa variabel budaya organisasi pegawai, menghindari jarak antara
merupakan variabel penting dalam atasan dan bawahan, mengarahkan
menjelaskan variasi kepuasan kerja pegawai agar saling terbuka dan
pegawai pada Kantor Camat Kota membantu dalam menghadapi
Sungai Penuh. pekerjaan, membuat keputusan
Perbaikan budaya organisasi pada berdasarkan data dan fakta,
Kantor Camat Kota Sungai Penuh menghindari rasa curiga satu sama
sebagaimana yang dimaksudkan diatas lain, dan membuat fakta integritas
dapat dilakukan dengan cara yang ditanda tangani oleh setiap
meningkatkan profesionalisme kerja pegawai.
Keterbatasan
Penelitian ini hanya dilaksanakan budaya organisasi, kepemimpinan,
pada pegawai Kantor Camat Kota kepuasan kerja, dan komitmen
Sungai Penuh, sehingga hasil organisasi. Sehingga variabel-variabel
penelitian ini belum dapat berlaku lain yang dapat mempengaruhi
sama pada kantor Camat Daerah kepuasan kerja dan komitmen
lainnya, dan ruang lingkup penelitian organisasi tidak termasuk kedalam
ini hanya terbatas pada variabel ruang lingkup penelitian ini.
REFERENSI
)
Variyetmi Wira1), Gustati2
Politeknik Negeri Padang
Kampus Politeknik Negeri Padang Limau Manis Padang 25163
variyetmi@yahoo.co.id
gustati1602@yahoo.com
Abstrac
The district based KJKS BMT is a priority program of the local government of city of Padang. The purpose of
the program is to empowered micro businesses which then led to poverty reduction. This research aiming on
describes the management implementation in district KJKS BMT in Padang. The method of the research is
using jurisdiction normative approach towards the implementation of KJKS BMT in Padang. The research result
shown that the cooperation being established due to the enrolled program of local government in regards of
poverty reduction. The empowerment of KJKS BMT being held by Dinas Koperasi dan UMKM kota Padang (a
unit under local government of city of Padang, which supervise cooperation and micro to middle businesses).
Besides, the operational also being guided by the secretariat of KJKS BMT Padang. There are 104 KJKS BMT
in all districts of city of Padang. Local government of Padang city also actively developed KJKS BMT by
appointing two officers (manager and book keeper), also composing suburban facilitator as controller of district
KJKS BMT. Officers will report to management and local government of city of Padang. The management of
KJKS BMT is consisting of three parties, which are, members meeting, supervisors, and officers. Members
meeting is the highest authority of a KJKS BMT. The supervisors are head of the district and local people.
Abstrak
KJKS BMT Kelurahan merupakan program prioritas pemerintah Kota Padang. Tujuannya adalah untuk
memberdayakan usaha mikro berbasis kelurahan sehingga dapat menanggulani kemiskinan. Penelitian ini
bertujuan untuk mendiskripsikan gambaran pelaksanaan manajemen koperasi yang dilakukan di KJKS BMT
Kelurahan yang ada di kota Padang. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif terhadap
pelaksanaan KJKS BMT Kelurahan di kota Padang. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pembentukan
koperasi lahir karena adanya program pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan. Pemberdayaan KJKS
BMT Kelurahan dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Padang. Pengelolaan operasionalnya dibantu
oleh Sekretariat KJKS BMT Kota Padang. Jumlah KJKS BMT Kelurahan adalah 104 KJKS BMT Kelurahan.
Pemerintah kota Padang berperan aktif mengembangkan KJKS BMT Kelurahan. Peran yang dilakukan adalah
menempatkan dua orang pengelola (manajer dan pembukuan) dan membentuk fasilitator kecamatan sebagai
pendamping KJKS BMT kelurahan. Pengelola bertanggungjawab kepada pengurus dan pemerintah kota Padang.
Manajemen koperasi dilaksanakan oleh 3 pihak yaitu rapat anggota, pengawas dan pengurus. Rapat anggota
merupakan kekuasaan tertinggi dalam KJKS. Anggota pengawas merupakan Lurah dan tokoh masyarakat
setempat.
Keyword: manajemen koperasi, Koperasi Jasa keuangan Syariah, struktur organisasi, pengelola
PENDAHULUAN
Kota Padang merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di
Sumatera Barat yaitu berjumlah 101.170 jiwa (19.845 KK) pada tahun 2012 (Kota Padang,
2012). Sehingga pemerintah kota Padang sangat fokus untuk menganggulangi ini. Adanya
kebijakan Pemerintah RI yang dituangkan dalam Keputusan Bersama 3 Menteri dan
1
Gubernur BI tahun 2009 tentang Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
berbadan hukum, yang menyatakan bahwa Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang belum
berbadan hukum yang dibentuk atas inisiatif Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau
masyarakat yang mengelola dana-dana masyarakat harus ditransformasi menjadi Lembaga
Keuangan Mikro berbadan hukum dalam bentuk (salah satunya) Bank Perkreditan Rakyat
(BPR), BUMD/BUMK, atau Koperasi.
Program Kredit Mikro Kelurahan (KMK) merupakan program penanggulangan
kemiskinan yang pelaksanaannya dilakukan oleh kelompok-kelompok kerja (Pokja) yang
dibentuk masyarakat melalui musyawarah dengan mengalokasikan dana sebesar Rp 300 juta
per kelurahan. Dana tersebut merupakan dana sharing antara APBD Propinsi Sumatera Barat
dan APBD Kota Padang.
Menindaklanjuti ini, maka pemerintah kota Padang melakukan peleburan program
KMK dengan koperasi. Maka berdasarkan Perwako No. 15 Tahun 2010, penyaluran Kredit
Mikro Kelurahan (KMK) yang dikelola Pokja ditrasformasikan kepada Koperasi Jasa
Keuangan Syariah Baitul Maal Wat Tamwil (KJKS BMT) Kelurahan yang berbadan hukum.
Hal ini mengakibatkan setiap kelurahan di Kota Padang memiliki satu KJKS BMT program.
Sehingga kota Padang memiliki 104 KJKS BMT program.
Menurut UU nomor 25 tahun 1992, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan. Hal ini memperlihatkan bahwa koperasi tumbuh karena adanya gerakan dari
ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Sedangkan koperasi jasa keuangan
syariah merupakan kegiatan koperasi dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan yang
berdasarkan pola syariah.
Adapun prinsip dari koperasi adalah :
1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa
usaha masing-masing anggota;
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
5. Kemandirian
Pengembangan KJKS BMTyang berlandaskan syariah tumbuh dengan pesat. Hal ini
didukung oleh budaya masyarakatyang berlandaskan prinsip syariah (Adat basandi Syara’,
syara’ basandi kitabullah, artinya kebiasaan masyarakat Sumatera Barat di dasarkan pada
syariah (Islam) sedangkan syariah berdasarkan pada Kitab Allah (Alquran)).Tidak hanya
KJKS BMT Program, lembaga keuangan dalam bentuk BMT juga terus berkembang dalam
masyarakat.
Pengelolaan KJKS BMT tetap mengacu pada UU nomor 25 tahun 1992, Keputusan
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan MenengahNomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang
Petunjuk Pelaksanaan UsahaKoperasi Jasa Keuangan Syariah. Pelaksanaan Usaha KJKS
diperkuat dengan Peraturan Menteri Negara RIno. 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tanggal 5
Oktober 2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen KoperasiJasa Keuangan
Syariah dan Unit Jasa KeuanganSyariah Koperasi.
Untuk mempertegas pengelolaan Koperasi, Deputi bidang pengembangan sumber daya
manusiaKementerian koperasi dan usaha kecil dan menengahRepublik indonesia tahun
Tahun 2010, menerbitkan buku saku perkoperasian dengan judul“Manajemen Koperasi” yang
dapat dijadikan pedoman dalam mengelola koperasi. Sesuai dengan Keputusan Menteri
Koperasi dan Usaha Kecil dan MenengahNomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004, Bab V pasal 14
menyatakan bahwa pengelolaan KJKS dilakukan oleh Pengurus yang bertanggungjawab
2
kepada Rapat Anggota. Dalam menjalankan kegiatannya, pengurus boleh menunjuk
pengelola sesuai kebutuhan dari KJKS dan diputuskan dalam rapat anggota.
Pelaksanaan KJKS BMT program yang ada di Kota Padang diatur dalam Peraturan
Walikota Padang Nomor 13 tahun 2014 tentang Penanggulangan Kemiskinan melalui
pengembangan KJKS BMT Kelurahan. Di dalam peraturan walikota tersebut, salah satu
diantaranya memuat pengelolaan KJKS. Pengelolaan KJKS dilakukan oleh pengurus dan
dibantu oleh pengelola yang disebut dengan manajer dan pembukuan. Penetapan manajer dan
pembukuan berdasarkan pada rapat anggota. Namun pemilihan orangnya dilakukan oleh
pemerintah kota Padang dan setujui oleh pengurus KJKS dalam Rapat Anggota.
Dalam pelaksanaan kegiatan koperasi, KJKS BMT juga melibatkan pendamping
kecamatan. Pendamping kecamatan berfungsi sebagai supervisor KJKS BMT kelurahan di
tingkat kecamatan atau beberapa kecamatan.
Adanya keterlibatan manajer dan pembukuan dalam pengelolaan koperasi yang
ditetapkan oleh pengurus, merupakan hal mendasar yang menyebabkan penulis tertarik untuk
meneliti lebih dalam tentang bagaimana manajemen KJKS BMT yang ada di kota Padang.
TELAAH LITERATUR
1.Pengertian Koperasi Jasa Keuangan Syariah
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) merupakan koperasi yang kegiatan usahanya
bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).
Sedangkan Baitul Maal wat Tamwil(BMT) merupakansistem intermediasi keuangan di
tingkat mikro yang didalamnya terdapat Baitul Maal dan Baitul Tamwil yang dalam
operasionalnya dijalankan dengan menerapkan prinsip-prinsip syari‘ah.
Dalam Dari pengertian KJKS-BMT diatas diatas terdapat enam unsur yaitu :
1. Sistem Intermediasi keuangan
Intermediasi atau disebut perantara, dimana KJKS-BMT adalah berfungsi sebagai
perantara atau penghubung antara orang yang mempunyai surplus dana (dana berlebih)
orang yang defisit dana (membutuhkan dana) dan sebagai perantara maka KJKS-BMT
mempunyai tiga fungsi yaitu menghimpun dana dalam bentuk tabungan dan simpanan,
mengadministrasikan dana dan menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan dan
piutang, dari proses inilah kemudian KJKS-BMT menerima dan membagikan bagi hasil
dari dan untuk anggotanya atau pihak lain yang menyimpan atau menabung di KJKS-
BMT.
2. Tingkat Mikro
Tingkat mikro memiliki pengertian bahwa KJKS-BMT harus beroperasi pada tingkat
mikro ini artinya yang menjadi nasabah untuk pembiayaan KJKS-BMT adalah mereka
yang membutuhkan pembiayaan di bawah kecil yang pada kenyataannya tidak bisa di
jangkau oleh system perbankan, maka dalam konteks ini KJKS-BMT harus
mengutamakan kelompok usaha yang layak tapi tidak bankable maka ketika KJKS-BMT
beroperasi diwilayah ini menjadi mutlak perlunya proses pendampingan yang dilakukan
oleh KJKS-BMT untuk anggotanya, jadi kalau dilihat dari sistem operasinya maka
KJKS-BMT tidak dapat disamakan dengan system bank (perbankan) tetapi lebih
menyerupai ventura dimana fungsi pendampingan dan pembinaan terhadap nasabahnya
menjadi hal yang mutlak untuk dilaksanakan oleh KJKS-BMT.
3. Berbadan Hukum Koperasi
KJKS-BMT dalam operasinya menggunakan badan hukum koperasi, oleh
karenanya dalam maka KJKS-BMT harus menjalankan prinsip-prinsip koperasi dan
segala peraturan yang mengatur tentang perkoperasian.
4. Baitul Tamwil
3
Baitut Tamwil (Bait = Rumah, at-Tamwil = Pengembangan Harta) melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas
ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung
dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Pada sisi ini BMT merupakan
institusi bisnis yang harus menjalankan usahanya demi mencapai keuntungan, dan harus
menggunakan manajenen yang profesional.
Ciri-ciri operasional Baitut Tamwil :
1) Visi dan misi pengelolaan dana adalah menggunakan prinsip-prinsip ekonomi.
2) Profitoriented (Berorientasi pada Keuntungan)
3) Dijalankan sesuai dengan prinsip Islam
4) Memiliki fungsi sebagai mediator antara pemilik kelebihan dana dan pihak yang
memerlukan dana.
5. Baitul Maal
Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menggalang Titipan dana Zakat, Infaq dan
Shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Pada sisi ini BMT merupakan institusi sosial jadi BMT memerankan dirinya untuk
membantu kesulitan anggotanya yang mempunyai masalah sosial dan harus mampu
meningkatkan kualitas anggotanya dan keluar dari masalah sosial yang dihadapinya
dengan mengoptimalkan dana zakat, infaq, shadaqah, wakaf (ziswaf), Iuran
Kesetiakawanan Sosial, Sumbangan/Hibah dan lainnya.
Dana-dana sosial yang berhasil dihimpun disalurkan kepada pihak yang berhak
menerimanya dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Visi dan misi pengelolaan dana adalah sosial.
2) Non-profit (nirlaba).
3) Memiliki fungsi sebagai mediator antara pemberi dana sosial / zakat (Muzakki) dan
penerima dana sosial / zakat (Mustahik).
4) Tidak diperbolehkan mengambil profit apapun dalam operasionalnya.
5) Biaya operasi mengambil hak sebagai Amilin maksimal sebesar 12,5 % dari dana
zakat yang diterima.
6. Prinsip Syari’ah
JKS-BMT dalam segala aspek operasional harus tunduk dan tidak boleh keluar dari
tatanan syari‘ah. Sehingga setiap KJKS-BMT wajib memiliki dewan pengawas syari‘ah
yang berfungsi sebagai pengawas dan pengendali operasi KJKS-BMT agar tidak keluar
dan melakukan penyimpangan dari konsep syari‘ah.
Adapun prinsip-prinsip Syariah menurut Karim (2004: 97-112) adalah:
1) PrinsipTitipanatauSimpanan (Al-Wadiah), Al-Wadiah dapat diartikan sebagai
titipan murni dari satu pihak kepihaklain, baik individu mau pun badan hukum,
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja pada si penitip jika ia
menghendaki.
2) PrinsipBagi Hasil, terdiri dari:
a. Al-Musyarakah, merupakan transaksi yang dilandasi keinginan bekerjasama
untuk meningkatkan asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua
modal disatukan dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama
sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan
kebijakansuatu usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b. Mudharabah, merupakan bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak
dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Dalam mudharabah, modal
hanya berasal dari dua pihak atau lebih.
3) Prinsip Jual Beli, terdiri dari :
4
a. Al-Murabahah, yaitu kontrak jual beli dimana BMT sebagai
penjualdannasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli BMT
ditambahkeuntungan. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah
akad,sedangkan pembayaran dapat dilakukan secara cicilan maupun
sekaligus.
b. Ba’ As Salam, yaitu kontrak jual beli dimana nasabah sebagai
penjual,sementara BMT sebagai pembeli, pembayaran secara tunai oleh
bank. Dalamtransaksi ini kuantitas, harga, dan waktu penyerahan barang
harus ditentukansecara pasti.
4) Prinsip Sewa (Ijarah), Akad pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang dalam
waktu tertentu denganpembayaran sewa (ijarah), tanpa pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri.
5) Prinsip Jasa, terdiri dari:
a. Qard Al-Hasanmerupakan pinjaman dana BMT kepada pihak yang layak
untuk mendapatkannya, dan BMT sama sekali diilarang untuk menerima
manfaatapapun.
b. Al-Wakalah merupakan akad perwakilan antara dua pihak.
Umumnyadigunakan untuk penerbitan L/C (Letter of Credit), akan tetapi
juga dapatdigunakan untuk mentransfer dana nasabah ke pihak lain.
c. Al-Kafalah merupakan akad untuk penjaminan. Akad ni digunakan
untukpenerbitan garansi ataupun sebagai jaminan pembayaran lebih dahulu.
d. Al-Hawalah merupakan akad pemindahan utang piutang. Akad ini
dapatdigunakan dalam penyelesaian utang impor. Pengalihan utang harus
dilakukanatas dasar kerelaan dari pihak yang terkait.
Jadi itulah unsur-unsur yang terdapat dalam BMT sebagai sebuah sistem, unsur-unsur
tersebut juga bisa berupakan prinsip dan kriteria pembeda antara sistem BMT dengan sistem
dan lembaga keuangan lainnya, artinya sebuah sistem kalau tidak menjalankan unsur-unsur
diatas meskipun namanya BMT tidak dapat dikatakan sebagai BMT, tetapi meskipun
namanya bukan BMT akan tetapi dalam praktek operasionalnya menjalankan unsur-unsur
diatas itulah BMT.
2. Pengelolaan KJKS BMT
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) sebagai lembaga keuangan yang dapat
membantu masyarakat mikro dalam meningkatkan pendapatan dan mengembangkan usaha,
harusmenjaga kredibilitas atau kepercayaan dari anggota pada khususnya danatau masyarakat
luas pada umumnya. Namun demikian untuk melaksanakanperannya sebagai lembaga
keuangan, KJKS BMT masihdihadapkan pada berbagai kendala yang disebabkan oleh belum
adanya kesamaan sistem dan prosedur dalam operasionalmanajemen kelembagaan,
manajemen usaha dan manajemen keuangan dan belum adanya standar sistem dan prosedur
dalam operasional manajemen kelembagaan, manajemen usaha dan manajemen keuangan.
Sehingga perlu KJKS perlu memiliki Pedoman Standar Operasional Manajemen Usaha Jasa
KeuanganSyariah. Sehingga KJKS memiliki acuan dalam pengelolaan KJKS yang dapat
ditangani secara profesional.
Standar operasional manajemen KJKS diatur dalam peraturan menteri negara koperasi
dan UMKM No 35.2/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional
Manajemen Koperasi Jasa KeuanganSyariah dan Unit Jasa KeuanganSyariah Koperasi.
Standar Operasional manajemen KJKS terdiri dari 3 jenis, yaitu:
1. Standar Operasional Manajemen Kelembagaan KJKS dan UJKS Koperasi.
2. Standar Operasional Manajemen Usaha KJKS dan UJKS Koperasi.
3. Standar Operasional Manajemen Keuangan KJKS dan UJKS Koperasi
5
Dalam pelaksanaan operasionalnya, KJKS memiliki landasan kerjasebagai berikut:
1. KJKS dan UJKS Koperasi menyelenggarakan kegiatan usahanya berdasarkan nilai-nilai,
norma dan prinsip Koperasi sehingga dapatdengan jelas menunjukkan perilaku koperasi.
2. KJKS dan UJKS Koperasi menyelenggarakan kegiatan usahanyaberdasarkan prinsip
syariah dan fatwa Dewan Syariah Nasional.
3. KJKS dan UJKS Koperasi adalah alat dari rumah tangga anggotauntuk mandiri dalam
mengatasi masalah kekurangan modal (bagianggota pengusaha) atau kekurangan
likuiditas (bagi anggota rumah tangga) sehingga berlaku asas self help.
4. Maju mundurnya KJKS dan UJKS Koperasi menjadi tanggung jawab seluruh anggota
sehingga berlaku asas self responsibility.
5. Anggota pada KJKS dan UJKS Koperasi berada dalam satu kesatuan sistem kerja
Koperasi, diatur menurut norma-norma yang terdapat didalam AD dan ART KJKS atau
Koperasi yang menyelenggarakanUJKS.
6. KJKS dan UJKS Koperasi wajib dapat memberikan manfaat yang lebihbesar kepada
anggotanya jika dibandingkan dengan manfaat yangdiberikan oleh lembaga keuangan
lainnya.
7. KJKS dan UJKS Koperasi berfungsi sebagai lembaga intermediasidalam hal ini KJKS
dan UJKS Koperasi bertugas untuk melaksanakanpenghimpunan dana dari anggota,
calon anggota, koperasi lain danatau anggotanya serta pembiayaan kepada pihak-pihak
tersebut.
6
6. Pembagian sisa hasil usaha dan pengabungan, peleburan, pembagian dan
pembubaran koperasi
Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus sebagai pengguna jasa (identitas ganda
anggota koperasi), merupakan ciri universal dari badan usaha koperasi, bila pemilik badan
usaha dan pengguna jasa tidak identik, maka badan usaha tersebut bukanlah koperasi.
Identitas anggota koperasi yang unik inilah yang membangun kekuatan pokok dari koperasi,
jadi yang disatukan ke dalam koperasi sebenarnya adalah kepentingan atau tujuan ekonomi
yang sama dari sekelompok individu. Karena itu lebih tepat apabila koperai disebut sebagai
kumpulan dari kepentingan ekonomi yang sama dari sekelompok orang-orang atau
kelompokan badan hukum koperasi.
Pengurus merupakan wakil dari Anggota yang dipilih dalam Rapat Anggota yang dari
dan oleh Anggota untuk menjalankan/mewakili Anggota dalam menjalankan perusahaan
koperasi. Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan
usahanya kepada Rapat Anggota. Sebagia pihak yang dipercaya oleh Rapat Anggota untuk
menjalankan roda organisasi dan bisnis, maka Pengurus wajib melaksanakan harapan
danamanah yang diterima dari Anggota dalam Rapat Anggota. Pengurus harus mampu
menjabarkan kehendak Anggota dalam program kerja yang lebih teknis.
Pengurus memperoleh wewenang dan kekuasaan dari Rapat Anggota dan
melaksanakan seluruh keputusan Rapat , Anggota tersebut guna memberikan manfaat kepada
Anggota koperasi. Atas dasar itulah Pengurus merumuskan berbagai kebijaksanaan yang
harus dilakukan pengelola dan menjalankan tugas-tugasnya seperti: diungkapkan pada
Undang-Undang RI Nomor 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian Pasal 30 sebagai berikut:
1. Mengelola koperasi dan usahanya; sebagai pihak yang dipercaya oleh Rapat
Anggota untuk mengelola organisasi dan usaha koperasi, Pengurus Koperasi harus
berusaha menjalankan semua kebijakan dan rencana kerja yang telah disepakati
oleh Rapat Anggota
2. Mengajukan Rancangan Program Kerja serta Rencana Pendapatan dan Belanja
Koperasi (RAPBK); sebagai pengelola usaha Koperasi, Pengurus Koperasi harus
memiliki wawasan bisnis yang cukup.
3. Menyelenggarakan Rapat Anggota; sebagai pengelola organisasi koperasi,
Pengurus Koperasi antara. Lain harus mampu menyelenggarakan, Rapat Anggota
Koperasi dengan sebaik-baiknya
4. Mengajukan Laporan Keuangan dan pertanggungjawaban Pelaksanaan Tugas;
sebagai pengelola organisasi dan usaha koperasi memiliki kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan kepengurusannya kepada Rapat Anggota
5. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
6. Memelihara daftar buku anggota. Salah satu ukuran organisasi yang sehat adalah
terselenggaranya administrasi organisasi yang teratur dan sistematis.
Selain Pengurus juga memiliki juga lain dalam memberikan pelayanan kepada Anggota
Koperasi dan masyarakat; mendelegasikan tugas kepada Manajer; meningkatkan pengetahuan
perangkat pelaksanaan dan Anggota; meningkat penyuluhan dan pendidikan kepada Anggota;
mencatat mulai dari sampai dengan berakhirnya masa ke Pengurusan Pengawasan dan
Pengurus; dan mencatat masuk dan keluarnya Anggota.
Wewenang pengurus ialah:
1. Mewakili koperasi di dalam dan luar;
2. Memutuskan penerimanan dan penolakan Anggota baru serta pemberhentian
Anggota sesuai ketentuan dalam Anggaran Dasar;
3. Dapat bekerjasama dengan Pengurus lainnya sebagi sebuah tim (kompak), dan
menyokong keputusan-keputusan yang diambil dengan suara terbanyak;
7
4. Tidak memberi keistimewahan khusus bagi dirinya sendiri, saudara-saudaranya atau
kawan-kawannya;
5. Tidak membocorkan rahasia organisasi,
6. Mempunyai wawasan yang luas serta mempunyai fikiran maju untuk
mengembangkan ide baru yang dapat membawa keberhasilan koperasi serta berani
mencoba;
7. Mempunyai tekad yang bulat untuk mengabdi dan mengembangkan koperasi dan
lain sebagainya.
Salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh Pengurus koperasi dalam mengelola
koperasi adalah menyelengarakan Rapat Pengurus secara rutin. Hal-hal yang penting untuk
dibicarakan adalah:
1. Membicarakan berbagai kebijakan yang berhubungan dengan pelaksanaan
keputusan Rapat Anggota, sehingga berbagai keputusan tersebut dapat
ditindaklanjuti dengan cara, sebaik-baiknya;
2. Membicarakan pembagian tugas antara sesama anggota Pengurus, sehingga setiap
anggota Pengurus mengetahui batas-batas wewenang dan tanggung jawabnya
masing-masing. Dengan demikian akan tercipta suatu tata kerja pengurus yang baik
dan serasi
3. Menetapkan pekerjaan yang perlu dilakukan, oleh pegawai dan koperasi lainya. Jika
usaha koperasi mengalami peningkatan maka tidak tertutup bagi koperasi untuk
memiliki organisasi perusahaan yang cukup besar dengan jumlah pegawai yang
tidak sedikit jumlahnya. Dalam hal ini, pembagian pekerjaan secara jelas tidak
hanya pada tingkat Pengurus, tetapi harus dilakukan hingga ke tingkat pegawai
yang paling rendah;
4. Menerima petunjuk dan bimbingan dari pejabat instansi terkait.
8
d. Dewan Pengawas Manajemen
Dewan Pengawas Manajemen merupakan representasi anggota terutama berkaitan
dengan operasional kinerja pengurus. Masa kerja pengawas manajemen sama dengan
masa kerja pengurus yang dipilih dan di sah kan dalam rapat anggota tahunan.
e. Pengelola
Pengelola merupakan satuan kerja yang dibentuk oleh pengurus yang mewakili
pengurus dalam menjalankan operasional kegiatan BMT.Pengelola bertanggung
jawab kepada pengurus dan jika diminta dapat memberikan penjelasan dalam
musyawarah anggota.Satuan kerja pengelola dipimpin oleh seorang manajer yang
ditunjuk oleh pengurus dan ditetapkan dalam rapat anggota tahunan.Namun demikian
pengurus dapat mengusulkan musyawarah bersama pengawas untuk mengganti
manajer jika ternyata manajer telah melanggar aturan yang ditetapkan.Satuan kerja
pengelola dapat terdiri minimal: manajer, pembukuan, marketing dan kasir. Dalam
tahap awal tentunya permodalan BMT masih sangat terbatas, fungsi pemasaran dapat
dirangkap oleh manajer, sehingga strukturnya hanya terdiri dari manajer, kasir dan
pembukuan (Alma dan Priansa, 2009).
METODE PENELITIAN
1. JenisPenelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi literartur dengan pendekatan yuridis normatif,
dengan cara mengkaji dan menginterprestasikan bahan-bahan kepustakaan sehingga
diperoleh gambaran mengenai fungsi pengawsa dalam koperasi sebagai bagdan usaha yang
berbadan hukum. Pendekatan ini digunakan untuk melihat pelaksanaan manajemen koperasi
yang diterapkan di KJKS BMT di Kota Padang.Jumlah populasi KJKS BMT di kota Padang
berdasarkan data akhir 2013 adalah 104 KJKS.
3. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, dengan cara
membandingkan peraturan yang terkait dengan pengelolaan KJKS yang termaktub dalam
Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan MenengahNomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan UsahaKoperasi Jasa Keuangan
Syariah dan Peraturan Menteri Negara RIno. 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tanggal 5 Oktober
2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen KoperasiJasa Keuangan Syariah dan
Unit Jasa KeuanganSyariah Koperasi dengan Peraturan pelaksanaan KJKS yang dikeluarkan
oleh walikota Padang.
9
Merujuk pada peraturan Gubernur Sumatera Barat nomor 11 tahun 2010, tentang
Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro di Sumatera Barat, maka pemrintah
mengharapkan agar kelembagaan LKM dapat berbadan Hukum. Salah satu pilihannya adalah
dalam bentuk koperasi. Tujuannya adalah agar dana masyarakat yang ditujukan untuk
membangun ekonomi masyarakat dapat diwujudkan dengan berlandaskan hukum yang kuat.
Pemerintah Kota Padang dalam hal ini memutuskan bentuk pengelolaan lembaga
keuangan mikro dalam bentuk hukum koperasi dengan pola Baitul Maal Wat Tamwil yang
kemudian dikenal dengan KJKS BMT (Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal Wat
Tamwil). Untuk memperkuat pelaksanakan KJKS BMT maka pemerintah kota Padang
menerbitkan peraturan walikota nomor 13 tahun 2014 tentang Penganggulangan Kemiskinan
melalui Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal Wat Tamwil (KJKS
BMT). Besarnya harapan pemerintah Kota Padang terhadap berhasilnya program ini, maka
pemerintah kota menempatkan dua orang tenaga pengelola yang terlatih dalam pengelolaan
lembaga keuangan khususnya koperasi yang biaya gajinya dibayarkan oleh APBD kota
Padang.
Pembentukan KJKS BMT di kota Padang merujuk pada UU nomor 25 tahun 1992,
Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan MenengahNomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan UsahaKoperasi Jasa Keuangan
Syariah. Pelaksanaan Usaha KJKS diperkuat dengan Peraturan Menteri Negara RIno.
35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tanggal 5 Oktober 2007 tentang Pedoman Standar Operasional
Manajemen KoperasiJasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa KeuanganSyariah Koperasi serta
peraturan walikota Padang nomor 13 tahun 2014.
Pembentukan KJKS BMT dilakukan di setiap kelurahan selanjutnya disebut sebagai
KJKS BMT Kelurahan. Dalam pendiriannya diawali dengan pembentukan tim penggagas
sebanyak 3-5 orang yang betugas untuk mencari anggota pendiri paling kurang 20 (dua
puluh) orang. kemudian tim penggagas bersama 20 (dua puluh) orang calon
menyelenggarakan rapat pra pendirian KJKS BMT, dengan agenda sebagai berikut:
1. Menyusun draf Anggaran dasar
2. Menyusun rencana perhimpunan modal KJKS BMT Kelurahan
3. Menyusun rencana rapat pendirian KJKS BMT kelurahan
Draft dan rencana kerja tersebut kemudian disetujui oleh lurah dalam rapat kelurahan,
sekaligus menetapkan pengawas dan pengurus KJKS BMT dan menunjuk anggota pengurus
untuk menghadap notaris dan menandatangani akta pendirian KJKS BMT Kelurahan.
Persyaratan pendirian KJKS BMT sesuai dengan Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha
Kecil dan MenengahNomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
UsahaKoperasi Jasa Keuangan Syariah. Pelaksanaan Usaha KJKS.
Dalam mengatur jalannya kegiatan KJKS BMT, pemerintah kota padang menetapkan
struktur organisasi menjadi tiga tingkat. Tingkat pertama adalah tingkat Kota, terdiri dari
Pembina dan wakil, Ketua Pengarah dan anggota, Penanggungjawab dan wakil, pendamping,
dewan syariah. Tingkat dua adalah tingkat kecamatan terdiri dari penanggungjawab
kecamatan dan wakil. Dan tingkat ketiga adalah tingkat kelurahan terdiri dari
penanggungjwab kelurahan dan wakil.
Bentuk struktur organisasi pada prinsipnya akan sama untuk masing KJKS BMT
kelurahan. Sebagai contoh, telihat struktur organisasi KJKS BMT Koto Lua berikut:
10
Sumber: KJKS BMT Koto Lua Kecamatan Pauh, 2015
Berikut adalah tugas masing-masing dalam struktur organisasi sesuai dengan peraturan
walikota nomor 13 tahun 2014.
a. Walikota dan Wakil adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan koperasi jasa keuangan syariah. Wali kota dan
wakil mengkoordinir seluruh organisasi KJKS BMT Kelurahan dan meminta
pertanggungjawaban operasional KJKS BMT Kelurahan melalui Pendamping KJKS
BMT Kelurahan.
b. Pembina mempunyai tugas melakukan pembinaan secara umum tentang KJKS BMT.
c. Pusat Koperasi syariah merupakan KJKS BMT sekunder yang didirikan oleh jaringan
KJKS BMT Kelurahan sebagai lembaga induk dari KJKS BMT Kelurahan.
d. Dewan Pengawas Syariah merupakan dewan yang terdiri dari para ahli dalam bidang
syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada KJKS
BMT Kelurahan, dibentuk dan diangkat oleh Walikota Padang.
e. Tim Koordinasi PINBUK merupakan badan yang mengawasi BMT sebagai badan
hukum koperasi.
f. Pendamping Koperasi merupakan unit operasional yang menganalisis kondisi
perkembangan KJKS BMT Kelurahan dan memberikan rekomendasi kepada
pemerintah daerah.
g. Rapat Anggota Tahunan
Rapat anggota tahunan merupakan lembaga tertinggi KJKS BMT yang wajib dihadiri
oleh semua anggota.Pelaksanaan rapat tahunan diatur dalam Anggaran dasar atau
Anggaran Rumah Tangga diselenggarakan minimal satu kali dalam setahun sebagai
pertanggungjawaban pengurus kepada anggota dan menelaah rencana kerja ditahun
mendatang untuk meningkatkan kemajuan usaha koperasi.
h. Pengawas
11
Pengawas bertugas memberikan masukan kepada pengurus untuk kemajuan KJKS
BMT meskipun diminta atu tidak dan sebagai wakil dari anggota dalam melaksanakan
hasil keputusan musyawarah tahunan. Hasil dari pengawasan nantinya akan
dipertanggungjawabkan kepada anggota pada tahun berikutnya.
i. Pengurus
Pengurus merupakan anggota yang bertanggung jawab penuh atas pelakssanaan
program pencapaian tujuan KJKS BMT. Selain itu pengurus juga bertanggung jawab
melaksanakan keputusan rapat anggota, mengajukan rancangan rencana kerja, dan
anggaran pendapatan/belanja KJKS BMT, menyelenggarakan rapat anggota,
mempertanggungjawabkan laporan keuangan serta memantau dan mensurvei
pelaksanaan kegiatan BMT.
j. Pengelola
Pengelola merupakan tenaga profesional yang melaksanakan program kegiatan
operasional yang menjadi tanggung jawab pengurus. Adapun orang yang dapat dipilih
menjadi pengelola KJKS BMT adalah sebagai berikut:
1) Memiliki sifat jujur, aktif, trampil, berdedikasi terhadap BMT, proaktif, sabar,
dan istiqomah
2) Mempunyai potensi untuk berprakarsa, belajar dan terampil mengoperasikan
program kerja untuk mencapai tujuan BMT.
3) Memiliki wawasan keagamaan dan pergaulan sosial yang memadai untuk
mampu mengaplikasikan konsep sistem syari’ah dalam mengoperasionalkan
BMT dan perkembangan SDM anggota BMT.
Pengelola terikat dengan kontrak kerja dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada
pengurus.Dengan tujuan tersebut pengelola berhak mendapat imbalan dan bonus
sesuai dengan kemampuan dan perkembangan BMT.
12
h. Memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran KJKS BMT
Kelurahan
i. Menetapkan keputusan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
3. Pengurus
Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota (UU Koperasi no 25 tahun 1992
pasal 29). Pengurus dipilih dari orang perseorang naik dari anggota maupun non anggota
dengan syarata sebagai berikut:
1. Mampu melaksanakan perbuatan hukum
2. Memiliki kemampuan mengelola usaha KJKS BMT kelurahan
13
3. Tidak pernah menjadi pengawas atau pengurus suatu KJKS BMT Kelurahan atau
komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah
4. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi,
keuangan negara dan atau lainnya dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatan
Dalam menjalan kegiatan KJKS BMT kelurahan, pengurus dibantu oleh dua orang
pengelola yang telah diseleksi oleh perintah kota Padang. Sehingga dalam rapat anggota dua
orang nama pengelola disetujui oleh pengurus dan pengawas beserta anggota koperasi.
Adapun tugas dari pengurus adalah:
1. Mengelola KJKS BMT kelurahan berdasarkan anggaran dasar
2. Mendorong dan memajukan usaha anggota
3. Menyususn rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja
KJKS BMT Kelurahan untuk diajukan kepada rapat anggota
4. Menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk
diajukan kepada rapat anggota
5. Menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi KJKS BMT kelurahan
untuk diajukan kepada rapat anggota
6. Menyelenggaran pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib
7. Memelihara buku daftar anggota, buku daftar pengwasa, buku daftar pengurus,
buku daftar pemegang sertifikat modal KJKS BMT kelurahan dan risalah rapat
anggota
8. Melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan dan kemajuan KJKS BMT
kelurahan sesuai dengan tanggungjawabnya dan keputusan rapat anggota.
Kegiatan KJKS BMT yang utama adalah kegiatan pembiayaan. Dalam kegiatan
pembiayaan dibentuk komite pembiayaan yang terdiri dari fasilitator kecamatan, pengelola,
pengurus dan lurah. Ke empat pihak ini, mewakili pembina, pengurus dan pengawas.
Pelaksanaan pembiayaan ini sering menimbulkan komunikasi kurang baik antar pihak
manajemen (pengurus dan pengelola). Pengelola yang merupakan hasil seleksi dari
pemerintah kota (manajer dan pembukuan) secara struktut koperasi bertanggungjawab
kepada pengurus. namun disisi lain juga harus bertanggungjawab kepada pemerintah kota
Padang. Karena gaji manajer dan pembukuan ditanggung oleh pemerintah kota dan
dianggarkan dalam APBD.
14
komunikasi yang baik tetap terjaga antar tiga pihak manajemen ini, sehingga kesalahpahaman
antar pihak tidak terjadi dalam KJKS BMT kelurahan.
DAFTAR PUSTAKA
15
1
ABSTRACT
Solok City Regional Regulation No. 3 of 2007 on the Market, aiming to provide
guidance,regulation,structuring,control and supervision in order to empower small
traders, medium, cooperatives and traditional markets to be resilient,
advanced,independent and can improve well-being. The law is set before the enactment
of Law No. 12 of 2011 on the Establishment oflegislation, and until now has not been
implemented properly, because it does notinvolvethe publicin the preparation, andlack
of socialization. The problems are: 1) How Implementation Regulation No. 3 of 2007?
2) What are the obstacles for Solok Government in implementing the Regulation on the
Management of the Market? 3) What are the efforts made by the Government of Solok
in Structuring Market? The method used in this research is a sociological juridical
approach using secondary data and primary data through interviews, observation and
document study. Market Research Location in Solok City.The Results of the study were
1) Implementing Regulation has not done well, the obstacles are a) The regulation has
not been properly socialized, b) The Market Size is not proportional to the number of
traders, limited human resources managers and traders Market c) The Worse drainage
system. 3) Efforts have been made: a) Establishment of institutional, b) Management of
Pasar Raya, c)Provision of support for market management.
______________________________________________________________________
A. Pendahuluan
Dalam rangka pengelolaan pasar, pedagang kecil, menengah, koperasi
Pemerintah Daerah Kota Solok telah serta pasar tradisional agar berdaya
mengeluarkan Peraturan Daerah saing, maju dan mandiri serta dapat
Nomor 3 Tahun 2007 tentang meningkatkan kesejahteraan.
Pengelolaan Pasar, selanjutnya disebut Setelah 8 tahun diundangkan,
Perda Pengelolaan Pasar, dengan berdasarkan hasil pengamatan
tujuan melakukan pembinaan, dilapangan, tujuan Perda tersebut tidak
penataan, pengaturan, penertiban dan sesuai dengan kondisi yang ada,
pengawasan, guna memberdayakan sehingga Pasar Raya Solok belum
2
ABSTRACT
The financial reports of local governments should be optimally utilized by the users
in the process of planning, budgeting and decision-making. But in fact, the financial reports
are only used as an accountability tool.
This study aims to identify and analyze the influence of educational level,
educational background, knowledge of accounting and the correspondence between the
information presented and the information needed by the users on the use of the local
government financial reports of Bukittinggi. The users studied are the head of SKPD, the
legislators and the auditors of BPK. The research data were collected through questionnaires
and were analyzed by using the multiple linear regressions.
The hypothesis results show that the level of education and the educational
background of the users do not have a significant effect on the utilization of local government
financial reports. While the users’ accounting knowledge and the compatibility between the
information presented in the financial reports and the information the users need have a
significant effect on the utilization of the financial reports.
Keywords: the utilization of the financial reports, the level of education, the educational
background, the knowledge of accounting, the suitability of the information.
1. PENDAHULUAN
Salah satu bentuk pertanggungjawaban dari pemerintah daerah dalam mengelola
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah laporan keuangan. Laporan keuangan
diterbitkan untuk memberikan informasi yang bermanfaat sehingga digunakan sebagai dasar
saja, padahal laporan keuangan pemerintah daerah harus digunakan sebagai media
perencanaan, manajerial dan pengawasan (Hapsari, 2008). Kenyataan ini ternyata tidak hanya
terjadi di Indonesia saja, terbukti dari penelitian Paulsson pada tahun 2006 di Swedia yang
mendapatkan hasil bahwa di Swedia para politisi dan manajer senior pemerintahan tidak
1
pemerintahnya. Ini adalah fenomena yang menarik, bahwa pemanfaatan laporan keuangan
Pemanfaatan laporan keuangan didasarkan pada asumsi jika informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan tersebut telah sesuai dengan kebutuhan mereka (Fontanella, 2010),
terhadap aturan, kinerja, perencanaan dan penganggaran serta informasi naratif dalam
kondisi ekonomi kurang diperlukan. Dalam hal ini aturan pelaporan keuangan pemerintah
belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pemanfaatan laporan keuangan juga
bahwa dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas, yang didukung dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering
Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) tahun 2010 terdapat beberapa kelompok
utama pengguna laporan keuangan pemerintah, namun tidak terbatas pada: (1) masyarakat;
(2) wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; (3) pihak yang memberi atau
berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman; dan (4) pemerintah.
daerah ada empat faktor yang mempengaruhi hal tersebut, diantaranya tingkat pendidikan
dimiliki pengguna dan kesesuaian informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan.
Berbeda dengan Fontanella (2010), penelitian ini dilakukan pada anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wakil rakyat, auditor BPK RI yang pernah
mengaudit laporan pemerintah daerah terkait selaku lembaga pemeriksa, dan pihak internal
pemerintah atau pembuat laporan keuangan daerah yaitu kepala Satuan Kerja Pemerintah
2
Daerah (SKPD). Perubahan atas peraturan pemerintah terkait Standar Akuntansi
Pemerintahan juga menjadi pembeda dari penelitian terdahulu, yaitu berlakunya PP No. 71
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
pemerintah daerah, (2) pengaruh latar belakang pendidikan pengguna terhadap pemanfaatan
pengguna terhadap pemanfaatan laporan keuangan pemerintah daerah, dan (4) pengaruh
kesesuaian informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan dengan informasi yang
Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara menyebutkan bahwa bentuk dan
isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN atau APBD disusun dan disajikan sesuai
Ada tujuh jenis laporan keuangan pemerintah yang dipersyaratkan di dalam PP No. 71
Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yaitu: (1) Laporan Realisasi
Anggaran, (2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL), (3)
Neraca, (4) Laporan Operasional, (5) Laporan Arus Kas, (6) Laporan Perubahan Ekuitas, dan
semua kelompok pengguna (Nordiawan dan Ayuningtyas, 2011). Kelompok pengguna utama
3
tahun 2010 yang meliputi: masyarakat; para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga
pemeriksa; pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman;
dan pemerintah.
Sumber daya manusia yang baik dan kompeten sangat diperlukan dalam penyusunan
dan pemanfaatan laporan keuangan. Tingkat pendidikan dan latar belakang pendidikan
sebagai bagian dari kapasitas SDM merupakan salah satu elemen kunci dalam penyediaan dan
Penelitian yang dilakukan oleh Fontanella (2010), tidak ditemukan pengaruh yang
daerah. Sekalipun tingkat pendidikan pengguna sudah mencapai strata paling tinggi tidak
menjadi jaminan pemanfaatan laporan keuangan juga akan lebih optimal. Begitu pun latar
keuangan pemerintah daerah. Karena dari responden yang diteliti tidak satupun yang berlatar
belakang ilmu akuntansi. Pertimbangan disiplin ilmu tampaknya juga belum menjadi prioritas
bagi kepala daerah dalam memilih kepala SKPD. Hal ini dapat dilihat dengan tidak linearnya
bidang ilmu kepala SKPD dengan unit yang dipimpin. Berbeda dengan Fontanella (2010),
Martiningsih (2008) menemukan bahwa tingkat pendidikan dan latar belakang pendidikan
keuangan pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, jika sumber daya yang memiliki
tingkat pendidikan yang memadai dan mempunyai latar belakang ilmu akuntansi maka
pemanfaatan informasi akuntansi yang tersedia akan menjadi lebih optimal. Hipotesis yang
laporan keuangan auditan BPK. Paulsson (2006) yang meneliti di negara Swedia mengatakan
bahwa pemanfaatan laporan keuangan belum optimal dan pemanfataan informasi tersebut
sangat bergantung pada ukuran organisasi dan situasi keuangan organisasi tersebut. Selain itu
Penelitian yang dilakukan Fontanella (2010) juga menemukan bahwa responden yang
memiliki pengetahuan akuntansi yang baik telah memanfaatkan informasi yang ada di dalam
laporan keuangan pemerintah untuk pengambilan keputusan. Sementara itu responden dengan
tingkat pengetahuan akuntansi yang kurang memadai cenderung untuk tidak memanfaatkan
laporan keuangan yang ada, bahkan kadangkala tidak tahu akan informasi yang ada dan tersaji
yang dimiliki oleh pengguna laporan keuangan sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan
laporan keuangan. Oleh sebab itu, berkaitan dengan faktor pengetahuan akuntansi, hipotesis
5
2.2.3. Faktor Kesesuaian Informasi Yang Disajikan Di Dalam Laporan Keuangan
Dengan Informasi Yang Dibutuhkan Pengguna
Menurut Fontanella (2010) dalam perspektif pengguna, informasi yang akan
dimanfaatkan adalah informasi yang mereka butuhkan, dengan kata lain jika informasi yang
tersaji tidak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan maka informasi tersebut tidak akan
mengandung kebermanfaatan. Hal ini berarti bahwa semakin sesuai informasi yang
dibutuhkan pengguna dengan informasi yang tersaji di dalam laporan keuangan maka akan
semakin baik pemanfaatan laporan keuangan pemerintah daerah yang dilakukan oleh
Sejalan dengan itu Yuliari (2006) dalam Fontanella (2010) menemukan bahwa laporan
audit yang dikeluarkan BPK belum memenuhi kebutuhan para stakeholder. Stakeholder yang
pemerintah daerah dan swasta, LSM, pendidik, pegawai pemerintah, partai politik serta
anggota legislatif. Penelitian Martiningsih (2008) tentang analisis kebutuhan masyarakat atas
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa kesesuaian informasi yang disajikan
terhadap pemanfaatan laporan keuangan. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis penelitian ini
yaitu:
H4: Kesesuaian informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan dengan informasi yang
dibutuhkan pengguna berpengaruh positif terhadap pemanfaatan laporan keuangan
pemerintah daerah.
6
3. METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada
di lingkungan Kota Bukittinggi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bukittinggi dan
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Barat. Sampel
yang dipakai dalam penelitian ini adalah 29 orang Kepala SKPD yang ada di Kota
Bukittinggi, 25 orang anggota DPRD Kota Bukittinggi Periode 2009-2014 dan 10 orang dari
65 orang auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Barat yang pernah memeriksa
laporan keuangan Kota Bukittinggi. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data
(1) Tingkat pendidikan: SMA diberi poin 1 (satu), Diploma III diberi poin 2 (dua), S1/D4
diberi poin 3 (tiga), S2 diberi poin 4 (empat) dan S3 diberi poin 5 (lima)
(2) Latar belakang pendidikan: Akuntansi diberi poin 4 (empat), Manajemen diberi poin 3
(tiga), Ekonomi diberi poin 2 (dua) dan lainnya diberi poin 1 (satu). Pengelompokan ini
(3) Pengetahuan akuntansi, Pertanyaan tentang pengetahuan akuntansi ini terdiri dari 18 item
masing-masing laporan keuangan dan komponen (elemen) yang ada di dalam laporan
keuangan pemerintah daerah. Setiap item pertanyaan dalam kuisioner ini diukur secara
dummy yang menyediakan 2 alternatif pilihan jawaban yaitu Benar dan Salah. Setiap
jawaban yang benar diberi poin 1 (satu) dan jika jawaban salah diberi poin 0 (nol). Item
pertanyaan ini juga digunakan dalam penelitian Dona (2006) dalam Fontanella (2010).
(4) Kesesuaian antara informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan dengan informasi
yang dibutuhkan pengguna. Variabel ini diukur dengan menggunakan kuisioner dari
7
penelitian Fontanella (2010), yang sebelumnya juga digunakan oleh Martiningsih
pengambilan keputusan. Kuisioner untuk variabel dependen ini menggunakan kuesioner yang
dipakai oleh Fontanella (2010) yang juga pernah digunakan oleh peneliti sebelumnya Selvie
(2009), Drebin (1986) dan Sudjana (2001). Kuesioner ini terdiri dari 10 item pertanyaan.
Untuk melakukan pengujian kualitas data, dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas.
Sedangkan untuk pengujian asumsi klasik dilakukan uji normalitas dan uji
Bukittinggi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bukittinggi periode tahun 2009-
2014 dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Sumatera Baratyang
pernah memeriksa laporan keuangan pemerintah daerah Kota Bukittinggi. Sebaran responden
Tabel 1
Daftar Sebaran Responden
No Responden Jumlah Persentase
1 Kepala SKPD 29 45,31%
2 Anggota DPRD 25 39,06%
3 Auditor BPK 10 15,63%
64 100%
Semua kuisioner yang dibagikan (64 eksemplar) dapat dikumpulkan, tetapi satu
eksemplar kuisioner tidak dapat diolah karena pengisian yang tidak lengkap. Jadi data yang
8
diolah pada penelitian ini berjumlah 63 responden. Data yang diperoleh diolah dengan
program SPSS versi 22. Berikut distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat
pendidikan :
Tabel 2
Tingkat Pendidikan Responden
Frequency Percent
Valid SMA 6 9,5
Diploma III 2 3,2
S1/Diploma IV 36 57,1
S2 19 30,2
Total 63 100,0
Sedangkan distribusi frekuensi responden berdasarkan latar belakang pendidikan dapat dilihat
Tabel 3
Latar Belakang Pendidikan Responden
Frequency Percent
Valid Lainnya 42 66,7
Ekonomi 6 9,5
Manajemen 7 11,1
Akuntansi 8 12,7
Total 63 100,0
Tabel 4
Descriptive Statistics
Kisaran Kisaran Std.
No Variabel N Mean
Teoritis Aktual Deviation
Pengetahuan 63 - - 16,03
2,521
1 Akuntansi
2 Kebutuhan Informasi 63 10-40 30-40 34,35 2,990
3 Pemanfaatan Laporan 63 11-44 26-41 36,48 3,089
Jika dilihat dari sisi pengetahuan akuntansi pemerintahan secara rata-rata tingkat
capaian responden mencapai 16,03. Dalam hal kesesuaian antara informasi yang disajikan di
dalam laporan keuangan pemerintah daerah dengan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
9
tingkat capaiannya rata-rata adalah 34,35. Untuk variabel dependen pemanfaatan laporan
akuntansi juga tidak diuji karena merupakan variabel dengan data nominal, sedangkan untuk
variabel kebutuhan informasi dan pemanfaatan laporan keuangan dilakukan uji validitas.
Berdasarkan hasil pengujian validitas untuk variabel yang digunakan dalam penelitian
ini dapat disimpulkan hasil seperti terlihat pada tabel 5 di bawah ini:
Tabel 5
Hasil Pengujian Validitas
Variabel Nilai Factor Keterangan
KMO Loading
Kebutuhan 0,765 0,513 – 0,882 Valid
Informasi
Pemanfaatan 0,663 0,535 – 0,753 Valid
Laporan
Dari tabel 5 di atas terlihat bahwa variabel kebutuhan informasi dan pemanfaatan
laporan keuangan memiliki nilai KMO > 0,5 dan nilai factor loading yang juga besar dari 0,4
yang membuktikan bahwa setiap item pertanyaan kuisioner pada penelitian ini valid.
Sama halnya dengan uji validitas, pengujian reliabilitas juga dilakukan untuk variabel
kebutuhan informasi dan variabel pemanfaatan laporan keuangan. Hasil pengujian reliabilitas
Tabel 6
Hasil Pengujian Reliabilitas
Variabel Cronbach Keterangan
Alpha
Kebutuhan Informasi 0,805 Reliabel
Pemanfaatan Laporan 0,702 Reliabel
10
Berdasarkan tabel 6 di atas diketahui bahwa variabel independen kebutuhan informasi
nilai Cronbach Alpha yang diperoleh adalah 0,805 > 0,7 yang memenuhi standar reliabilitas.
Selanjutnya untuk variabel dependen pemanfaatan laporan keuangan memiliki nilai Cronbach
Alpha 0,702 > 0,7 yang juga memenuhi standar reliabilitas. Dapat disimpulkan bahwa
variabel-variabel pada penelitian ini memiliki tingkat kehandalan yang tinggi sehingga layak
Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan melalui analisis statistik dengan
menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test sebagai alat ujinya. Jika hasil
Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai signifikan diatas 0,05 maka data terdistribusi secara
0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal (Ghozali, 2013). Besarnya nilai
Kolmogorov-Smirnov yang diperoleh dari uji normalitas ini adalah 0,200 pada asymp sig (2-
Tabel 7
Hasil Pengujian NormalitasData
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 63
a,b
Normal Parameters Mean .0000000
Std.
1.81708351
Deviation
Most Extreme Absolute .083
Differences
Positive .067
Negative -.083
Test Statistic .083
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
11
4.2.2. Uji Multikolinearitas
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah multikolonearitas adalah
dengan melihat VIF dan nilai tolerance. Jika nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance
diatas 0,10 maka dapat disimpulkan tidak terdapat gejala multikolinearitas dan begitu pula
Tabel 8
Hasil Pengujian Multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF Keterangan
Tingkat Pendidikan 0,976 1,024 Tidak terjadi multikolinearitas
Latar Belakang 0,844 1,185 Tidak terjadi multikolinearitas
Pengetahuan Akuntansi 0,951 1,052 Tidak terjadi multikolinearitas
Kebutuhan Informasi 0,853 1,172 Tidak terjadi multikolinearitas
Dari tabel 8 di atas menunjukkan bahwa nilai VIF berada pada range 1,024 - 1,185 dan
nilai tolerance berada pada range 0,844 – 0,976.Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
Tabel 9
Hasil Pengujian Koefesien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .809a .654 .630 1.879
Hasil pengujian pada table 9 di atas menunjukkan bahwa nilai adjusted R2 sebesar 0,63.
Hal ini berarti variabilitas variabel dependen (pemanfaatan laporan keuangan pemerintah
daerah) dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen (tingkat pendidikan, latar
12
sedangkan sisanya 37% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model
regresi.
4.3.2. Uji F
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan untuk uji F-statistik diperoleh
Tabel 10
Hasil Pengujian F-Statistik
ANOVAa
Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regression 387.003 4 96.751 27.412 .000b
Residual 204.711 58 3.530
Total 591.714 62
Dari hasil perhitungan regresi, diperoleh nilai F sebesar 27,412 dan signifikan pada
0,000. Hasil perhitungan ini menunjukkan tingkat signifikan yang lebih kecil daripada α
(0,05). Hal ini berarti bahwa variabel independen tingkat pendidikan, latar belakang
4.3.3. Uji t
Hasil dari pengujian hipotesis terlihat pada tabel 11 berikut:
Tabel 11
Hasil Pengujian Hipotesis
Variabel B T Sig Keterangan
(constant) 15,108 4,758
Tingkat Pendidikan H1 Ditolak
0,138 0,484 0,630
Latar Belakang 0,229 0,970 0,336 H2 Ditolak
Pengetahuan Akuntansi 0,895 9,223 0,000 H3 Diterima
Kebutuhan Informasi 0,181 2,090 0,041 H4 Diterima
13
4.3.4. Uji Hipotesis 1
terhadap pemanfaatan laporan keuangan pemerintah daerah. Tetapi dari hasil pengujian
hipotesis ditemukan nilai sig (0,630) > α (0,05) dengan nilai koefisien regresi 0,138 (tabel
11), sehingga variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan secara statistik
tingkat pendidikan seorang kepala SKPD atau anggota DPRD atau auditor BPK-RI sudah
mencapai strata paling tinggi (maksimum) tidak menjadi jaminan pemanfaatan laporan
Hasil penelitian ini berbeda dengan temuan Martiningsih (2008) yang menyatakan
pemerintahan pengguna, tapi konsisten dengan hasil penelitian Fontanella (2010). Hal ini
antara lain disebabkan karena perbedaan kelompok pengguna yang menjadi sampel penelitian
dimana Martiningsih (2008) meneliti masyarakat sebagai salah satu elemen pengguna
positif terhadap pemanfaatan laporan keuangan pemerintah daerah. Hipotesis ini sama halnya
dengan hipotesis pertama juga tidak terbukti. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian secara
statistik dimana nilai sig (0,336) > α (0,05) dengan nilai koefisien regresi 0,229 (tabel 11).
Hasil pengujian hipotesis ini sebenarnya dapat terbaca dari komposisi latar belakang
14
pendidikan kepala SKPD, anggota DPRD dan auditor BPK-RI di Kota Bukittinggi. Dari total
63 orang responden yang ada hanya 8 orang yang berlatar pendidikan akuntansi. Dengan hasil
pengujian ini dapat disimpulkan bahwa latar belakang pendidikan pengguna tidak
daerah.
Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian Fontanella (2010) yang meneliti pada
kepala SKPD Kab. Agam yang mendapatkan data bahwa tidak ada responden yang memiliki
latar belakang ilmu akuntansi. Namun demikian temuan ini berbeda dengan hasil penelitian
provinsi (Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D I Yogyakarta, Kalimantan Barat,
Bali, Nusa Tenggara Barat, Makulu, dan Maluku Utara) yang membuktikan bahwa latar
Semakin baik tingkat pengetahuan akuntansi maka akan semakin tinggi pemanfaatan
terhadap laporan keuangan pemerintah. Hal ini yang peneliti ajukan sebagai hipotesis yang
ketiga. Berbeda dengan dua hipotesis sebelumnya, hasil pengujian statistik terhadap hipotesis
ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan akuntansi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pemanfaatan laporan keuangan pemerintah daerah. Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa
untuk hipotesis 3 ini nilai signifikan (0,000) < α (0,05) dengan nilai koefisien regresi 0,895.
Dengan kata lain hipotesis yang ketiga ini terbukti. Responden yang memiliki pengetahuan
akuntansi yang baik walaupun latar belakang mereka bukan akuntansi, telah memanfaatkan
Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian Paulsson (2006) yang menemukan bahwa
15
pengetahuan akuntansi pemakai laporan. Hapsari (2008) yang menjelaskan bahwa lemahnya
teori dan praktik akuntansi pemerintah serta rendahnya pemahaman SDM pemerintah
terhadap akuntansi pemerintahan dan Fontanella (2010) yang menemukan bahwa responden
yang memiliki pengetahuan akuntansi yang lebih baik walaupun latar belakang pendidikannya
bukan akuntansi telah memanfaatkan informasi yang ada di dalam laporan keuangan
dengan tingkat pengetahuan yang kurang memadai tidak memanfaatkan laporan keuangan.
laporan keuangan dengan informasi yang dibutuhkan pengguna berpengaruh positif terhadap
pemanfaatan laporan keuangan pemerintah daerah. Sama halnya dengan hipotesis yang
ketiga, hipotesis keempat juga terbukti. Hasil ini ditunjukkan dari pengujian statistik bahwa
nilai signifikan (0,041) < α (0,05) dengan nilai koefisien regresi 0,181. Hal ini berarti bahwa
semakin sesuai informasi yang dibutuhkan pengguna dengan informasi yang tersaji di dalam
laporan keuangan maka akan semakin baik pemanfaatan laporan keuangan pemerintah daerah
Temuan ini sama dengan hasil penelitian Martiningsih (2008) yang menyatakan bahwa
pengguna laporan keuangan pemerintah dan Fontanella (2010) yang membuktikan bahwa
pengguna akan memanfaatkan laporan keuangan jika informasi akuntansi yang tersaji di
dalam laporan tersebut dapat mereka pahami dan sesuai dengan kebutuhan mereka dalam
16
5. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
5.1. Kesimpulan
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan laporan laporan keuangan
pemerintah daerah. Sedangkan dua variabel lainnya yaitu tingkat pendidikan dan latar
belakang pendidikan tidak signifikan secara statistik terhadap pemanfaatan laporan keuangan
pemerintah daerah.
5.2 Implikasi
1. Dalam hal perencanaan, penganggaran dan pengambilan keputusan sebaiknya pemerintah
daerah khususnya kepala SKPD dan anggota DPRD dapat mengoptimalkan semua
2. Peluang untuk penelitian berikutnya dapat dikembangkan dengan cara: (1) menggunakan
pemanfaatan laporan keuangan menjadi lebih kuat, (2) menambahkan variabel lain yang
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, dkk.2012. Pengaruh Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi
Informasi Terhadap Keterandalan Pelaporan Keuangan Pada Pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara.Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing. Magister Akuntansi Fakultas
Ekonomi UNSRAT. Vol 3-Nomor 2. ISSN: 2088-8899
Fontanella, Amy. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengguna Dalam
Memanfaatkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Tesis, Universitas Andalas,
Padang.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul dan Syam Kusufi, Muhammad, 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi
Keuangan Daerah. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
17
Halim, Abdul dan Syam Kusufi, Muhammad, 2013. Akuntansi Sektor Publik: Dari Anggaran
Hingga Laporan Keuangan, Dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah. Edisi 4.
Jakarta: Salemba Empat.
Hapsari, Andhisa Setya. 2008. Tinjauan Kebermanfaatan Laporan Keuangan Auditan BPK.
http://www.scribd.com/doc/23489015/Tinjauan-Kebermanfaatan-Laporan-
Keuangan-Auditan-Bpk, akses tanggal 19 Maret 2014.
Hendra, dkk. 2012. Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Kegiatan Pengendalian Terhadap Nilai Informasi Pelaporan
Keuangan SKPD Pada Provinsi Aceh. Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas
Syiah Kuala. ISSN 2302-0164.
Karzila, Isti. 2013. Akuntansi Prilaku. http://estikarzila30.blogspot.com /2013/03/akuntansi-
prilaku.html, akses tanggal 29 Desember 2014.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Martiningsih, Rr Sri Pancawati. 2008. Studi Kebutuhan Informasi Pengguna Laporan
Keuangan Pemerintah. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mataram,
Mataram.
Nordiawan, Deddi & Ayuningtyas Hertianti. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2. Jakarta:
Salemba Empat.
Paulsson, Gert. 2006. Accrual Accounting In The Public Sector: Experiences From The
Central Government In Sweden. Financial Accountability & Management.
Republik Indonesia.Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
_______. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
_______. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sekaran, Uma. 2011. Research Methods For Business: Metodologi Penelitian untuk Bisnis.
Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Suartana, I Wayan. 2010. Akuntansi Keperilakuan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
18
PENGARUH BAURAN PEMASARAN PERGURUAN TINGGI
TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS MAHASISWA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
Zeshasina Rosha
Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta
ABSTRACT
This research aimed to find the impact of marketing mix variables foward
students’ satisfaction and loyaltyat Bung Hatta University.
The population of this research was the students who entered on sixth semester
which was registered at academic year 2013/2014, 1.556 in number. The sample size
was 318 students who were selected by using The amount of sampling was 318 students
which was taken by using proportional claster random sampling technique. The data
were analyzed by using partial test (t-test) to see the impact of each independent variable
on the dependent variable.And the intervening variable has been tested by Casual Step
method.
Based on the hypotheses testing it could be concluded that (1) marketing mix had a
significant impact on student loyalty; (2) marketing mix had a significant impact on
student satisfaction; (3) student satisfaction did not had a significant impact onstudent
loyalty; (4) while student satisfaction did not acts as an intervening variable between
marketing mix and student loyalty, so, satisfaction not mediate the impact marketing mix
on loyalty
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bauran pemasaran terhadap
kepuasan dan loyalitas mahasiswa Universitas Bung Hatta.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan metode deskriptif
kuantitatif. Populasi penelitian adalah mahasiswa semester VI Universitas Bung Hatta
yang aktif kuliah pada tahun akademik 2013/2014 sebanyak 1.556 orang. Sampel
penelitian berjumlah 318 orang yang diambil dengan teknik propotionate claster random
sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji parsial (uji-t) untuk
mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian
keberadaan variabel intervening (pemediasi) dilakukan dengan metode Causal Step.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa(1) Bauran pemasaran berpengaruh
signifikan terhadap loyalitasmahasiswa Universitas Bung Hatta, (2) Bauran pemasaran
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa Universitas Bung Hatta, (3)
Kepuasan mahasiswa tidak berpengaruh signifikan terhadap loyalitas mahasiswa
Universitas Bung Hatta, dan (4) Kepuasan mahasiswa tidak berperan sebagai variabel
intervening antara bauran pemasaran dan loyalitas mahasiswa Universitas Bung Hatta,
dengan demikian kepuasan tidak memediasi pengaruh bauran pemasaran terhadap
loyalitas.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruhbauran pemasaran terhadap loyalitasmahasiswa Universitas
Bung Hatta?
2. Bagaimana pengaruhbauran pemasaran terhadap kepuasanmahasiswa
Universitas Bung Hatta?
3. Bagaimana pengaruhkepuasan terhadap loyalitas mahasiswa Universitas Bung
Hatta?
4. Apakah kepuasan mahasiswa berperan sebagai variabel intervening antara
bauran pemasaran dan loyalitas mahasiswa Universitas Bung Hatta?
KERANGKA TEORI
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996: 204).
Pendidikan merupakan landasan untuk membentuk, mempersiapkan, membina,
dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang sangat menentukan dalam
keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang, serta menumbuhkan persatuan dan
kesatuan bangsa dengan peradaban masyarakat yang tinggi. Pendidikan tidak hanya
berperan secara nasional tetapi juga dalam globalisasi dunia. Kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan Perguruan Tinggi pada dasarnya merupakan suatu proses pembelajaran
mahasiswa secara berkesinambungan, yang bermuara pada tujuan untuk menghasilkan
output yang bermutu. Dengan demikian, lulusan dari PT itu akan mampu beradaptasi
dengan lingkungan dimana alumni tersebut bertugas. Sehubungan dengan hal itu, peranan
manajemen pendidikan di setiap jenjang pendidikan tidak diragukan lagi
keberadaannya.Manajemen yang profesional akan mengantarkan lembaga/satuan
penyelenggara pendidikan itu untuk merealisasikan tujuan idealnya.
Kehidupan PT yang ideal merupakan keseluruhan sistem pendidikan yang berlaku
di dalamnya berfungsi secara efektif, dimana seluruh civitas akademika berada dalam
suasana kondusif yang diciptakan oleh proses aktivitas yang terarah, dedikasi yang tinggi
dari para personel, suasana belajar mengajar yang dinamis dan kondusif, dengan
menggunakan sarana dan prasarana kampus secara efektif dalam mencapai tujuan
institusi.
Kotler & Armstrong (2008: 6) mendefinisikan “pemasaran sebagai proses sosial
dan manajerial di mana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan
dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain”. Jasa sering
dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa mempunyai banyak arti, mulai
dari pelayanan pribadi (personal service) sampai jasa sebagai suatu produk. Kotler &
Armstrong (2008: 266) menyatakan bahwa “jasa adalah bentuk produk yang terdiri dari
aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, dan pada dasarnya tak
berwujud (intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan akan sesuatu”. Dengan
demikian, pemasaran jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh satu
pihak kepada pihak yang lain dan merupakan barang tidak berwujud (intangible) serta
tidak berakibat pada kepemilikan akan sesuatu.
Kebanyakan para penyedia jasa melakukan pengukuran terhadap kepuasan
pelanggan dan memberikan perhatian pada hasil pengukuran tersebut.Loyalitas
pelanggan sangat terkait dengan kelangsungan perusahaan dan terhadap kuatnya
pertumbuhan perusahaan di masa datang.
Menurut Griffin (2002: 4), loyalty is defined as non random purchase expressed
over time by some decision making unit. Dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu
pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian
secara terus menerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih (dalam
Riduwan 2013: 36)
Hanning-Thurau, Langer and Hansen (2001) mengembangkan pemahaman bahwa
loyalitas mahasiswa ditentukan berdasarkan pada kualilas hubungan, baik ketika
mahasiswa masih aklif mengikuti kuliah maupun setelah wisuda.Loyalilas mahasiswa
semasa aktif kuliah dapat berupa integrasi mahasiswa ke dalam sistem di universitas,
kualitas pengajaran, komitmen emosional kepada institusi dan komitmen
eksternal.Kualilas pengajaran secara positif dapat ditingkatkan dengan keikutsertaan aklif
mahasiswa dalam proses penyampaian jasa. Hal ini bisa dilakukan, misalnya dengan
memberi kesempatan terlibat dalam diskusi dosen dan bersama-sama mengcmbangkan
atmosfir kelas untuk merangsang pengajaran, mendorong mahasiswa untuk berperan
dalam aktivitas penelitian dengan secara aktif membantu dalam merancang dan
mengumpulkan data penelitian. Setelah wisuda, mahasiswa masih bisa melanjutkan
dukungan kepada institusi perguruan tingginya.misalnya berupa (a) donasi finansial, (b)
promosi secara lisan kepada calon mahasiswa. mahasiswa sekarang dan alumni. (c)
menawarkan atau penempatan pekerjaan, dan (d) mengunjungi ceramah kuliah umum.
Persaingan yang semakin ketat, dimana semakin banyak perusahaan yang terlibat
langsung dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap
perusahaan harus menempatkan orientasi mereka pada kepuasan konsumen sebagai fokus
utama.Kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah dengan memberikan nilai
dan kepuasan kepada konsumen melalui penyampaian produk dan jasa berkualitas
dengan harga bersaing.
Pengertiankepuasan (satisfaction) secara umum adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan
produk atau hasil terhadap ekspektasi mereka. (Kotler & Keller, 2009: 139). Jika kinerja
gagal memenuhi ekspektasi maka pelanggan tidak puas/kecewa, jika kinerja sesuai
dengan ekspektasi maka pelanggan akan puas dan jika kinerja melebihi ekspektasi maka
pelanggan akan sangat puas/senang.
Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1998), lima dimensi pengukuran
kualitas jasa dalam model SERVQUAL meliputi (1) tangibles; (2) reliability; (3)
responsiveness ; (4) assurance; (5) empathy (Tjiptono dkk: 257).
Kotler dan Amstrong (2008: 62) menyatakan “bauran pemasaran adalah
kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk
menghasilkan respons yang diinginkannya di pasar sasaran”. Zeithaml dan Bitner (2000:
18) dan Marshall & Jhonston (2010: 13) mengemukakan konsep bauran pemasaran
tradisional (traditional marketing mix) terdiri dari: product, price, place,
promotion.Dalam pemasaran jasa penggunaan 4P kurang memadai, perlu bauran
pemasaran yang diperluas (expanded marketing mix for service) dengan penambahan
unsur non-tradisional marketing mix, yaitu people, physical evidence dan process,
sehingga menjadi tujuh unsur (7P).
Bauran pemasaran jasa pendidikan adalah elemen-elemen organisasi pendidikan
yang dapat dikontrol oleh organisasi dalam melakukan komunikasi dengan peserta didik
dan akan dipakai untuk memuaskan peserta didik (Hurriyati, 2009: 154).
METODE PENELITIAN
Pendekatan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang dilakukan di kampus
Universitas Bung Hatta dengan mengumpulkan data mengenai faktor-faktor yang terkait
dengan variabel penelitian.Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, yaitu untuk
mengetahui pengaruh variabel bauran pemasaran yang terdiri dari: produk, harga,
promosi, lokasi, sumber daya manusia, proses, dan bukti fisikterhadap keputusan
mahasiswa memilih Universitas Bung Hatta. Menurut Sekaran (2006: 158) “Studi
deskriptif (descriptive study) dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk
menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi”.
Sekaran (2006: 121) menyatakan bahwa “populasi (population) mengacu pada
keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi”.
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa semester VI Universitas Bung Hatta yang aktif
kuliah pada semester genap tahun akademik 2013/2014, yang berjumlah 1.556 orang.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih (Sekaran, 2006: 123).Untuk
menentukan jumlah minimal sampel yang dibutuhkan, digunakan Rumus Slovin(Sanusi,
2011: 101). Berdasarkan rumus Slovin, dengan populasi (N) sebanyak orang1.556 dan
taraf kesalahan (e) sebesar 5%, maka jumlah sampel adalah 318orang.
Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah metode propotionate claster
random sampling. Dengan cara ini, populasi dibagi terlebih dahulu menjadi kelompok-
kelompok (Istijanto, 2005: 119). Rincian jumlah sampel yang terlihat pada tabel 1.
Tabel 1
Populasi dan Sampel Penelitian
No Fakultas Populasi (orang) Sampel (orang)
1 Ekonomi 315 64
2 Hukum 170 35
3 Keguruan dan Ilmu Pendidikan 739 151
4 Ilmu Budaya 47 10
5 Teknik Sipil dan Perencanaan 143 29
6 Perikanan dan Ilmu Kelautan 53 11
7 Teknologi Industri 89 18
Total 1.556 318
Sumber: Universitas Bung Hatta (2014)
Dalam melakukan penelitian ini, pengumpulan data primer dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan (questionnaire) yang diberikan langsung kepada
mahasiswa yang menjadi responden. Angket menggunakan skala likert dengan rentang
nilai 1–5, yaitu 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Ragu-ragu, 4 = Setuju,
dan 5 = Sangat Setuju. Pengumpulan data skunder dilakukan melalui analisis isi terhadap
dokumen seperti jurnal dan peraturan yang ada di Universitas Bung Hatta, serta
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian.
Sebelum menganalisis data, terlebih dahulu dilakukan ujivaliditas, uji reliabilitas,
serta uji asumsi klasik yang terdiri dari uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji
normalitas data, dan uji linearitas (Sugiyono (2009: 178); Hamid, 1998 dalam Pratisto,
2005; Ghozali (2001: 57); Ghozali (2001: 69); Santoso (2013:188); Ghozali, 2008).
Analisis regresi sederhana adalah suatu tehnik statistik yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan persamaan linear
sebagai berikut :
Y= a + bX
Dimana:
Y = Loyalitas mahasiswa
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
X = Bauran pemasaran
Tahap pertama
Dilakukan pengujian pengaruh X (bauran pemasaran) terhadap Y (loyalitas) dan
pengaruh tersebut harus signifikan. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada tabel 2
berikut ini:
Tabel 2
Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Bauran Pemasaran
Terhadap Loyalitas
Variabel Konstanta dan Koefisien Sig
terikat Variabel Bebas regresi
Loyalitas Constant 3,821 0,000
pelanggan Bauran 0,081 0,000
Pemasaran
F 223,656 0,000
T 14,955 0,000
2
R 0,414
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 3,388 ,585 5,789 ,000
BauranPemsrn ,071 ,009 ,558 7,642 ,000
Kepuasan Mhs ,013 ,009 ,105 1,441 ,151
a. Dependent Variable: Loyalitas
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Bauran pemasaran berpengaruh signifikan terhadap loyalitasmahasiswa Universitas
Bung Hatta.
2. Bauran pemasaran berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa
Universitas Bung Hatta.
3. Kepuasan mahasiswa tidak berpengaruh signifikan terhadap loyalitas mahasiswa
Universitas Bung Hatta.
4. Kepuasan mahasiswa tidak berperan sebagai variabel intervening antara bauran
pemasaran dan loyalitas mahasiswa Universitas Bung Hatta.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, R.M., and Kenny, D.A. 1986. The moderator-mediator variable distinction in
social psychological Research: conceptual, strategic and statistical considerations.
Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182
Departemen Pendidikan dan kebudayaan. 1996. Kamus Besar bahasa Indonesia. Balai
Pustaka.
Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Ghozali, I. 2008. Desain Penelitian Eksperimental. Program Doktor Ilmu Ekonomi.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Hurriyati Ratih. 2009. “Menciptakan Superior Customer Value Perguruan Tinggi Negeri
Melalui Peningkatan Kinerja Bauran Pemasaran Jasa Pendidikan”. Dalam Buchari
Alma dan Ratih Hurriyati (Editor). 2009. Manajemen Corporate dan Strategi
Pemasaran Jasa Pendidikan: Fokus Pada Mutu dan Layanan Prima. Bandung.
Alvabeta.
Istijanto. 2005. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta. Gramedia.
Kotler, Philip dan Amstrong, Gery 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran Jilid I Edisi XII.
Diterjemahkan oleh Bob Sabran. Jakarta: Erlangga.
______. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran Jilid II Edisi XII. Diterjemahkan oleh Bob
Sabran. Jakarta. Erlangga.
Kotler, Philip & Keller, Kevin Lane. 2009. Manajemen Pemasaran Jilid I Edisi Ke-13.
Diterjemahkan oleh Bob Sabran. Jakarta. Erlangga.
Lupiyoadi, Rambat dan Hamdani, A. 2009. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta.
Salemba Empat.
Pratisto, Arif. 2005. Aplikasi SPSS 10,05 dalam Statistik dan Rancangan Percobaan.
Bandung. Alfabeta.
Riduwan. 2013. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung. Alfabeta.
Sanusi, Anwar. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Santoso, Singgih. 2013. Menguasai SPSS 21 di Era Informasi. Jakarta: Alex
MediaKomputindo
Sekaran, Uma. 2006. Metode Penelitian untuk Bisnis Buku 1 Edisi Ke-4. Diterjemahkan
oleh Kwan Men Yen. Jakarta. Salemba Empat.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta.
Tjiptono Fandy dkk. 2004. Marketing Scales.Yogyakarta.Andi.