Anda di halaman 1dari 297

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/371855506

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM ORGANISASI

Book · June 2023

CITATIONS READS

0 1,730

1 author:

Ansori Batanghari Jambi


https://iainbatanghari.ac.id:2096
16 PUBLICATIONS 13 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ansori Batanghari Jambi on 26 June 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BOOK CHAPTER

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


DALAM ORGANISASI
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual
yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
DALAM ORGANISASI
Dr. Fitri Rezeki., M.Pd.
Dr. Muhammad Yusup, S.Pd.I. M.Pd
Dr. Haslinah, M.Kes
Endah Andriani Pratiwi, M. Psi, Psikolog
Dr. Afriza, S.Ag., M.Pd.
Dr. Ansori, S.Pd.I., M.Pd.I
Sumarni S., SE., M.Si
Dr. Hj. Nurjaya, S.E., M.Si
Aditya Wardhana, S.E., M.Si., M.M
Dr. Indira Basalamah, S.E., M.Si
Nadya Puspita Adriana, S.Psi., M.Psi
Dr. Jeffrit Kalprianus Ismail, M.Pd.K
Mastiur Napitupulu, SKM, M.Kes
Irianti, S.Pd., M.M.
Dr. Hj. Nuraini Rasyid, S.E., M.M.

Editor:
Harini Fajar Ningrum, M.M.

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.penerbit.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
DALAM ORGANISASI

Dr. Fitri Rezeki., M.Pd.


Dr. Muhammad Yusup, S.Pd.I. M.Pd
Dr. Haslinah, M.Kes
Endah Andriani Pratiwi, M. Psi, Psikolog
Dr. Afriza, S.Ag., M.Pd.
Dr. Ansori, S.Pd.I., M.Pd.I
Sumarni S., SE., M.Si
Dr. Hj. Nurjaya, S.E., M.Si
Aditya Wardhana, S.E., M.Si., M.M
Dr. Indira Basalamah, S.E., M.Si
Nadya Puspita Adriana, S.Psi., M.Psi
Dr. Jeffrit Kalprianus Ismail, M.Pd.K
Mastiur Napitupulu, SKM, M.Kes
Irianti, S.Pd., M.M.
Dr. Hj. Nuraini Rasyid, S.E., M.M.

Editor :
Harini Fajar Ningrum, M.M.
Tata Letak :
Mega Restiana Zendrato
Desain Cover :
Rintho R. Rerung
Ukuran :
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman :
vi, 284
ISBN :
978-623-362-292-9
Terbit Pada :
Desember 2021
Hak Cipta 2021 @ Media Sains Indonesia dan Penulis

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang keras menerjemahkan,


memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.penerbit.medsan.co.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, karena atas limpahan


ramah dan karunia-Nya, sehingga buku ini selesai
disusun dan berhasil diterbitkan. Kehadiran Buku
Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi ini
disusun oleh para akademisi dan praktisi dalam bentuk
buku kolaborasi. Walaupun masih jauh dari
kesempurnaan, tetapi kami mengharapkan buku ini
dapat menjadi referensi atau bahan bacaan dalam
menambah khasanah keilmuan khususnya mengenai
ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia.

Sistematika penulisan buku ini diuraikan dalam lima


belas bab yang memuat tentang Mengenal MSDM, Konsep
Dasar Organisasi, Seleksi dan Penentuan Calon Pegawai,
Analisa Jabatan, Pelatihan dan Pengembangan
Sumberdaya Manusia, Kepuasan Kerja, Penilaian Prestasi
Kerja, Sistem Kompensasi, Motivasi Kerja, Komunikasi,
Kepemimpinan, Pemberdayaan SDM, Manajemen K3,
Sistem PHK, dan bab terakhir yaitu mengenai Manajemen
Hubungan Industrial.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh


pihak yang telah memberikan kontribusi dalam seluruh
rangkaian penyusunan sampai penerbitan buku ini.
Secara khusus, terima kasih kepada Media Sains
Indonesia sebagai inisiator book chapter ini. Buku ini
tentunya masih banyak kekurangan dan keterbatasan,
saran dari pembaca sekalian sangat berarti demi
perbaikan karya selanjutnya. Akhir kata, semoga buku ini
bermanfaat bagi para pembaca.

Desember, 2021

Editor.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................ii
1 MENGENAL MSDM .................................................1
Pendahuluan ..........................................................1
Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) ...................................................................2
Peranan dan Fungsi Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM) ....................................................3
Komponen Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) ...................................................................7
Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) ...................................................................8
Fungsi Sumber Daya Manusia (MSDM).................10
Penutup ................................................................11
2 KONSEP DASAR ORGANISASI ..............................15
Pengertian Organisasi ...........................................15
Unsur Pembentuk Organisasi ...............................20
Manajemen dalam Organisasi ...............................25
Kepemimpinan dalam Organisasi..........................25
Komunikasi dalam Organisasi ..............................30
Administrasi dalam Sebuah Organisasi ................35
Pengambilan Keputusan dalam Organisasi ...........36
3 SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI .....41
Seleksi Kerja .........................................................41
Penempatan ..........................................................53

ii
4 ANALISA JABATAN ...............................................63
Latar Belakang Analisa Jabatan ...........................63
Tujuan Analisa Jabatan ........................................66
Job Description ......................................................68
Job Spesification ...................................................70
Metode Analisa Jabatan ........................................72
5 PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA
MANUSIA ..............................................................79
Pengertian Pelatihan dan Pengembangan..............79
Persamaan dan Perbedaan Pelatihan dan
Pengembangan .....................................................82
Tujuan dan Manfaat Pelatihan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia .........................................83
Tahapan Pelatihan dan Pengembangan ................85
Teknik-Teknik Pelatihan dan Pengembangan ........95
Syarat-Syarat Pelatih dalam Pengembangan .........96
Kendala- Kendala Pelatihan dan Pengembangan...97
6 KEPUASAN KERJA .............................................101
Pengantar ........................................................... 101
Konsep Dasar dan Definisi Kepuasan Kerja ........102
Teori Kepuasan Kerja ..........................................103
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Kerja ...................................................................108
Pengukuran Kepuasan Kerja .............................. 113
7 PENILAIAN PRESTASI KERJA ............................. 121
Pengantar ........................................................... 121
Teori Penilaian Prestasi Kerja.............................. 123
Tujuan dan Prinsip Penilaian Prestasi Kerja .......125

iii
Ruang Lingkup Penilaian Prestasi Kerja..............128
Penilaian Kinerja pada Pekerjaan Berbasis
Internet ............................................................... 129
Dilema Penilaian Prestasi Kerja Work From Home
(WFH) di masa Pandemi ......................................135
8 SISTEM KOMPENSASI ........................................145
Pengertian Kompensasi .......................................145
Tujuan Kompensasi ............................................147
Peran Bagian Personalia .....................................149
Sistem Imbalan yang Efektif ............................... 151
Komponen Kompensasi .......................................152
Tantangan Kompensasi.......................................154
Proses Kompensasi .............................................156
Strategi Kompensasi ...........................................157
9 MOTIVASI KERJA ...............................................163
Pengertian Motivasi.............................................163
Pentingnya Motivasi Kerja Karyawan Bagi
Organisasi .......................................................... 164
Teori-Teori Motivasi ............................................165
10 KOMUNIKASI ......................................................179
Pendahuluan ......................................................179
Pengertian Komunikasi .......................................180
Komunikasi Organisasi .......................................183
Fungsi Komunikasi .............................................184
Arah Aliran Informasi .........................................185
Komunikasi Informal ..........................................188
Komunikasi Efektif .............................................189
Hambatan dalam Komunikasi............................. 190

iv
11 KEPEMIMPINAN .................................................195
Definisi Kepemimpinan .......................................195
Gaya Kepemimpinan ...........................................196
Teori Kepemimpinan ...........................................199
Etika Kepemimpinan ..........................................205
Fungsi Kepemimpinan dalam Organisasi ............207
12 PEMBERDAYAAN SDM .......................................211
Apa itu Pemberdayaan SDM? .............................. 211
Tujuan Pemberdayaan SDM................................ 219
Contoh Strategi Pemberdayaan SDM ..................226
13 MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA (K3) ......................................................... 233
Pengertian .......................................................... 233
Penerapan K3 .....................................................235
Karakteristik Individu .........................................238
Perilaku Tidak Aman ..........................................241
Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman ........................243
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Tidak
Aman ..................................................................246
Hubungan Karakteristik Dengan Perilaku Tidak
Aman ..................................................................248
14 SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
PADA MASA PANDEMI COVID19 ........................253
Pengantar ........................................................... 253
Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ....255
Alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ..........256
Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ......261
15 MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL ............269

v
Pengertian Hubungan Industrial ......................... 271
Aspek Hubungan Industrial ................................ 273
Teori Hubungan Industrial..................................274
Pendekatan Hubungan Industrial .......................276
Isu Dalam Hubungan Industrial ......................... 279

vi
1
MENGENAL MSDM

Dr. Fitri Rezeki., M.Pd.


Universitas Pelita Bangsa

Pendahuluan
Manusia merupakan elemen terpenting dalam sebuah
organisasi. Hal ini menjadikan manusia sebagai aset
terpenting pula dalam mencapai tujuan sebuah
organisasi. Berbicara tentang organisasi tentu tidak akan
terlepas dari konsep sumber daya manusia (SDM).
Organisasi memiliki berbagai macam sumber daya
sebagai ‘input’ untuk diubah menjadi ‘output’ berupa
produk barang dan jasa. Sumber daya tersebut
meliputi modal atau uang, teknologi untuk menunjang
proses produksi, metode atau strategi yang digunakan
untuk beroperasi, manusia dan sebagainya. Di antara
berbagai macam sumber daya tersebut, manusia atau
sumber daya manusia (SDM) merupakan elemen yang
paling penting dikarenakan manusia adalah penggerak
sekaligus pelaksana dari semua sumber daya yang ada.
Tanpa ada manusia, semua akan sia-sia. Sumber daya
manusia dalam organisasi merupakan Human Capital
yang memiliki modal intelektual yang memiliki
kemampuan memberikan ide-ide cemerlang dalam
pengembangan organisasi. Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM) adalah alat untuk merencanakan,
mengelola dan mengendalikan sumber daya manusia
(SDM).

1
MENGENAL MSDM

Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)


Menurut para ahli Manajemen Sumber Daya Manusia
adalah sebagai berikut:
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut
(Follett, 2017) adalah suatu seni untuk mencapai tujuan-
tujuan organisasi melalui pengaturan orang lain untuk
melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan, atau
dengan kata lain tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan
itu sendiri.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut
(Flippo, 2007) adalah perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan
pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber
daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu,
organisasi dan masyarakat.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut
(Fisher, 2019), Human Resources Management (HRM)
involves all management devisions and practices tha
directly affect or influence the people, or human resources
who work for the organization. Dari penjelasan tersebut,
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) melibatkan
semua keputusan dan praktek manajemen yang
berdampak langsung atau berpengaruh ke semua orang,
atau sumber data manusia yang bekerja bagi organisasi.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut
(Handoko, 2014), manajemen sumber daya manusia
adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan,
dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai
baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut
(Hasibuan, 2017) manajemen sumber daya manusia
adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan

2
MENGENAL MSDM

peranan tenaga kerja agar aktif dan efisien membantu


terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan
masyarakat.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut
(Mangkunegara, 2013) adalah suatu pengelolaan dan
pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu.
Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan
secara maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai
tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai.
Berdasarkan beberapa pendapat menurut para ahli
diatas, dapat disimpulkan manajemen sumber daya
manusia merupakan suatu pengelolaan sumber daya
manusia dalam suatu perusahaan secara efektif dan
efisien agar dapat membantu terwujudnya tujuan dari
perusahaan.
Peranan dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM)
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) memiliki
peranan penting dalam sebuah organisasi, baik itu
organisasi pemerintahan, industri, pendidikan, dan
sebagainya. Apabila sumber daya manusia dalam
organisasi dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, maka
organisasi tersebut akan mampu menjalankan roda
organisasi secara maksimal. Dengan kata lain,
manajemen sumber daya manusia (MSDM) sangat
berperan dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi
sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya untuk
menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul
dalam sebuah organisasi, diperlukan
kemampuan SDM yang dapat diandalkan, memiliki
wawasan, kreatifitas, pengetahuan, dan memiliki visi yang
sama dengan perusahaan atau organisasi tersebut.

3
MENGENAL MSDM

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)


meliputi:
1. Fungsi Manajerial
a. Perencanaan
Perencanaan (human resource planning) adalah
merencanakan tenaga kerja secara efektif dan
efesien agar sesuai dengan kebutuhan
perusahaan dalam membantu terwujudnya suatu
tujuan. Perencanaan dilakukan dengan
menetapkan program kepegawaian.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian (organizing) adalah kegiatan
untuk mengorganisasi semua karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja,
delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi
dalam bagan organisasi (organization chart).
c. Pengarahan
Pengarahan (directing) adalah kegiatan yang
mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja
sama dengan efektif serta efesien dalam
membantu tercapainya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat.
d. Pengendalian
Pengendalian (Controlling) adalah kegiatan
mengendalikan semua karyawan agar menaati
peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja
sesuai dengan yang telah direncanakan. Apabila
terdapat penyimpangan atau kesalahan maka
diadakan tindakan perbaikan dan
penyempurnaan perencanaan.

4
MENGENAL MSDM

2. Fungsi Operasional

a. Pengadaan
Pengadaan (procurement) adalah proses
penarikan, seleksi, perjanjian kerja, penempatan,
orientasi, induksi untuk mendapatkan karyawan
yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Pengadaan yang baik akan membantu
terwujudnya tujuan perusahaan.
b. Pengembangan
Pengembangan (development) adalah proses
peningkatan keterampilan teknis, teoritis
konseptual, dan moral karyawan melalui
pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan
pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa
depan.

5
MENGENAL MSDM

c. Kompensasi
Kompensasi (compensation) adalah pemberian
balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung
(indirect), uang dan barang kepada karyawan
sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada
perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan
layak. Adil artinya sesuai dengan prestasi
kerjanya, layak artinya dapat memenuhi
kebutuhan primernya serta berpedoman pada
batas upah minimum pemerintah dan
berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
d. Pengintegrasian
Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan
untuk mempersatukan kepentingan perusahaan
dan kebutuhan karyawan, agar terciptanya kerja
sama yang serasi dan saling menguntungkan.
Perusahan memperoleh laba, karyawan dapat
memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya.
Pengintegrasian merupakan hal yang paling
penting dan sulit dalam Manajemen Sumber Daya
Manusia, karena mempersatukan dua
kepentingan yang bertolak belakang.
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan
untuk memelihara atau meningkatkan kondisi
fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka
tetap mau bekerja sama sampai pensiun.
Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan
program kesejahteraan yang berdasarkan
kebutuhan sebagai karyawan serta berpedoman
kepada internal dan eksternal perusahaan.

6
MENGENAL MSDM

f. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi dari manajemen
sumber daya manusia yang terpenting dan kunci
terwujudnya tujuan karena tanpa adanya
kedisiplinan yang baik sulit terwujudnya tujuan
yang maksimal.
g. Pemberhentian
Pemberhentian (separation) adalah putusnya
hubungan kerja seseorang dari suatu
perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh
keinginan karyawan, keinginan perusahaan,
kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab
lainnya.
Komponen Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
1. Pengusaha
Pengusaha adalah setiap orang yang
menginvestasikan modalnya untuk memperoleh
pendapatan dan besarnya pendapatan tersebut tidak
menentu tergantung pada laba yang dicapai
perusahaan tersebut.
2. Karyawan
Karyawan adalah seorang penjual jasa (baik pikiran
maupun tenaganya) untuk mengerjakan pekerjaan
yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi
yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu
(sesuai perjanjian).
Karyawan juga merupakan kekayaan utama dalam
organisasi, tanpa keikutsertaan mereka, aktifitas
organisasi tidak akan terjadi.

7
MENGENAL MSDM

3. Pemimpin
Pemimpin adalah seorang yang menggunakan
wewenang serta kepemimpinannya untuk
mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas
pekerjaan orang tersebut untuk mencapai suatu
tujuan.
Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM)
Ruang lingkup manajemen sumber daya manusia adalah
proses yang secara bertahap dilakukan dalam upaya
mencapai perubahan yang diinginkan. Adapun ruang
lingkup MSDM meliputi:
1. Human Resources Planning
Berkaitan dengan perencanaan sumber daya manusia
yang dibutuhkan dalam suatu organisasi ataupun
perusahaan. Biasanya perusahaan mengidentifikasi
posisi yang kosong dalam suatu pekerjaan, serta
melihat apakah ada kelebihan staf atau justru
kekurangan tenaga kerja di beberapa jabatan.
2. Job Analysis
Suatu cara untuk menganalisis dan menjelaskan
secara rinci mengenai beban kerja atau job
description dalam suatu organisasi maupun
perusahaan.
3. Recruitment and Selection
Setelah berhasil melakukan job analysis, kemudian
perusahaan membuka lowongan kerja
untuk melakukan proses rekrutmen karyawan baru.
Setelah banyak menerima lamaran kerja, maka akan
dilakukan proses seleksi. Tentunya karyawan yang
akan diterima merupakan karyawan yang berhasil
lolos di berbagai tahap seleksi.

8
MENGENAL MSDM

4. Orientation and Induction


Setelah calon karyawan terpilih melalui proses seleksi,
maka akan dilakukan program induksi dan orientasi.
Karyawan akan diberikan informasi mengenai latar
belakang perusahaan. Lalu dijelaskan tentang
bagaimana etika kerja, dan pengenalan dengan
karyawan lainnya.
5. Training and Development
Setiap karyawan akan menjalani program pelatihan
sebagai arahan agar dapat bekerja maksimal
nantinya. Program ini juga dilakukan oleh beberapa
staf yang sudah berpengalaman. Karena bagi
karyawan lama pun perlu untuk mengingat kembali
materi pelatihan MSDM yang sudah pernah diberikan
sebelumnya, serta bisa menyesuaikan
dengan keterampilan sukses milenial,
juga keterampilan digital milenial terkini.
6. Performance Appraisal
Biasanya setelah karyawan sudah bekerja sekitar
1 tahun, maka akan dilakukan penilaian kinerja oleh
bagian SDM. Berdasar hasil penilaian ini, nantinya
akan diputuskan insentif yang didapat, kenaikan gaji,
atau promosi jabatan selanjutnya.
7. Compensation Planning and Remuneration
Tugas dari departemen SDM lainnya adalah
menetapkan aturan mengenai kompensasi dan
tunjangan untuk para karyawan.
8. Motivation, Welfare, Health, and Safety
Departemen SDM diharapkan mampu memberikan
motivasi kepada seluruh karyawan, agar dapat
bekerja dengan baik, dalam suasana kerja kondusif.
Selain motivasi, jaminan kesehatan dan keselamatan

9
MENGENAL MSDM

juga merupakan hal yang sangat penting dalam


perusahaan atau organisasi.
9. Industrial Relations
Tetap menjaga hubungan baik antara
karyawan, leader, manajer, dan semua yang terlibat
dalam perusahaan atau organisasi sangatlah penting.
Hal ini akan berpengaruh pada kelancaran pekerjaan.
Fungsi Sumber Daya Manusia (MSDM)
Keberadaan MSDM dalam organisasi ataupun
perusahaan sangatlah penting. Karena menyangkut
kelangsungan perusahaan agar dapat terus
berkembang. Selain itu, fungsi MSDM juga untuk
mengembangkan efektivitas sumber daya manusia yang
sudah ada. Tujuannya tentu saja agar terjaga kualitas
tenaga kerjanya, serta menciptakan lingkungan kerja
yang nyaman bagi seluruh karyawan. Berikut beberapa
fungsi MSDM dalam organisasi maupun perusahaan,
yaitu:
1. Mengatur keanggotaan, ini berkaitan dengan
membentuk perencanaan mengenai seleksi tenaga
kerja sesuai kebutuhan perusahaan.
2. Evaluasi performa, manajemen SDM memiliki tugas
untuk mengevaluasi kinerja karyawan, dan
memastikan telah melaksanakan tugas serta
tanggung jawab yang sesuai standar operasional
prosedur (SOP) perusahaan.
3. Kompensasi, manajemen sumber daya
manusia bertanggung jawab memberikan kompensasi
terkait kinerja pegawai. Kompensasi yang dimaksud
adalah gaji beserta komponen lain, seperti insentif
dan bonus.
4. Pelatihan dan pengembangan manajemen SDM, yaitu
memiliki tugas untuk merencanakan serta membuat

10
MENGENAL MSDM

program baru untuk calon karyawan maupun tenaga


kerja yang lama.
5. Relasi, manajemen sumber daya manusia dan tenaga
kerja juga merupakan makhluk sosial, sehingga harus
membangun relasi yang baik agar tidak menimbulkan
permasalahan dalam pekerjaan.
6. Kesehatan dan keamanan, MSDM memiliki tanggung
jawab untuk memperhatikan kesehatan dan
keamanan karyawan selama bekerja di perusahaan.
7. Pengintegrasian penting untuk menyelaraskan
kebutuhan karyawan dengan kepentingan
perusahaan, agar kegiatan operasional berjalan
dengan baik.
8. Pemeliharaan, fungsi manajemen sumber daya
manusia, yaitu untuk terus menjaga fisik, mental
serta loyalitas karyawan agar kinerja perusahaan
maksimal.
9. Pemutusan, MSDM memiliki fungsi untuk
memutuskan kontrak kerja terhadap karyawan yang
memiliki permasalahan atau sebab lainnya.
Betty Bender, seorang penulis dan pemerhati pengelolaan
sumber daya manusia, pernah mengatakan bahwa ketika
seorang karyawan berangkat untuk bekerja, tidak
seharusnya mereka meninggalkan hatinya di rumah.
Steve Wynn juga mengungkapkan bahwa manajemen
SDM itu bukanlah sebuah pekerjaan, melainkan mesin
penggerak sebuah bisnis.
Penutup
Mengelola 1 (satu) Sumber Daya Manusia (SDM) lebih
sulit dibandingkan mengelola 1000 (seribu) hewan atau
mahluk lainnya. Mengelola Sumber Daya Manusia (SDM)
menjadi hal yang teramat penting pada era sekarang ini,
mengingat Sumber Daya Manusia (SDM)menjadi sentral

11
MENGENAL MSDM

dalam pencapaian tujuan organisasi. Baik pelaku bisnis


kecil maupun besar, manajemen sumber daya manusia
(MSDM) itu penting dalam mencapai kesuksesan.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan
sebuah ilmu dan pengetahuan yang mengajarkan tentang
bagaimana caranya mengolah dan mengelola Sumber
Daya Manusia (SDM) baik pada sebuah organisasi publik
maupun bisnis. Fungsi MSDM bagi organisasi sangatlah
penting karena akan mempengaruhi keberhasilan
perusahaan atau organisasi. Namun, untuk menjalankan
fungsi MSDM dengan benar, maka perlu pengelola
manajemen sumber daya manusia yang mumpuni.
Dengan adanya manajemen SDM, karyawan merasa lebih
diperhatikan dan merasa aman dalam menjalankan
tugasnya. Banyak program dan peraturan yang dibuat
demi mencapai peningkatan kualitas kerja, contohnya
seperti cuti tahunan, kompensasi bulanan, dan
kesempatan untuk meraih insentif.
Manajemen SDM yang baik akan menumbuhkan
kecintaan karyawan terhadap bisnis yang dijalankan,
para karyawan memahami nilai perusahaan sehingga
mampu menjaga citra perusahaan.
Manajemen SDM memastikan para karyawan bekerja
dengan senang hati dan tidak menganggap pekerjaannya
sebagai sebuah tekanan. Empati harus dibangun dalam
melakukan manajemen SDM sehingga karyawan yang
memiliki masalah akan merasa dimengerti sebagai
seorang individu. Peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan juga harus senantiasa ditinjau demi menjaga
citra dan kesuksesan perusahaan. Kalau ingin
membangun sebuah bisnis, bangunlah orang-orangnya.

12
MENGENAL MSDM

Daftar Pustaka
David, G. (2018). Human Resource Management And Industrial
Relation. Journal Of Management Studies, 24-32.

et.al, F. (2019). Theories of Cognitive Aging and Work.

Fisher. (2019). Theories of Cognitive Aging and Work.

Flippo, E. B. (2007). Personnel management.

Follett, M. P. (2017). Control in Organizational Life. Academy of


Management, 736-745.

Handoko, T. H. (2014). Manajemen Personalia dan Sumber Daya


Manusia. Yogyakarta: BPFE.

Hasibuan, M. S. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:


PT. BumiAksara.

Mangkunegara, A. P. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia.


Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

13
MENGENAL MSDM

Profil Penulis
Dr. Fitri Rezeki, M.Pd
Dilahirkan di kabupaten Tuban Jawa Timur pada
tanggal 05 Februari 1983 dari pasangan Ony
Sarmany dan Soekinem Ashari. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis saat ini sudah memiliki 2 putri dari
pasangan Ade Rizky Oktavian. Penulis menyelesaikan studi S1
dan S2 di Universitas Negeri Semarang dan S3 di Universitas
Negeri Jakarta. Beberapa Riwayat pekerjaan yang pernah
digeluti di antaranya: Guru di SMA Negri 4 Semarang; MTs
Ma’Arif Wonosobo (2005-2006), Sanggar Kegiatan Belajar Kota
Semarang (2006-2013), SMA St Yakobus Kelapa Gading Jakarta
(2014-2015), Dosen di STIE AKA Semarang (2017) dan sejak
tahun 2019 menjadi dosen tetap di Universitas pelita Bangsa.
Selain berkiprah sebagai pengajar, peneliti dan juga pernah
aktif menjadi anggota tim pelaksana program pengembangan
kompetensi pedagogik guru, yang merupakan salah satu
program dalam Corporate Social Responsibility dari PT. Astra
International di bidang Pendidikan (2015-2017). Beberapa
karya ilmiah yang merupakan hasi-hasil penelitian yang dibuat
oleh penulis telah dimuat dalam jurnal nasional dan
internasional. Di samping kegiatan dalam bidang pendidikan
dan menjadi dosen, penulis juga sebagai pelaku bisnis yang
dimiliki di beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Jawa
Tengah.
Email Penulis: pipit.fitrir@gmail.com

14
2
KONSEP DASAR ORGANISASI

Dr. Muhammad Yusup, S.Pd.I. M.Pd


Institut Agama Islam Nusantara Batanghari

Pengertian Organisasi
Ada banyak aspek teori organisasi yang dapat
diungkapkan dalam kaitannya dengan organisasi.
Meskipun ahli sosial sepakat bahwa manusia pada
awalnya adalah makhluk individu yang bebas, mandiri,
dan tidak mau didominasi oleh orang lain, manusia
mengetahui keterbatasannya dan membutuhkan bantuan
orang lain, sehingga mereka memulai dengan kelompok
kecil dan membentuk sebuah kelompok. Hal ini ahli
meyakini bahwa dalam suatu kelompok atau masyarakat
memiliki arti yang sama dengan dalam suatu organisasi.
Istilah organisasi memiliki dua pengertian umum. Yang
pertama, mengacu pada institusi (institusi) dan yang
kedua mengacu pada proses organisasi, sebagai salah
satu fungsi manajemen. Secara konseptual, ada dua
batasan yang harus dikemukakan, yaitu istilah
mengorganisir sebagai kata benda dan mengorganisir
(organize) sebagai kata kerja, yang mengacu pada
rangkaian kegiatan yang harus dilakukan secara
sistematik.
Kata “organisasi” berarti lembaga, organisasi dapat pula
diartikan sebagai suatu perkumpulan atau perhimpunan
yang terdiri dari dua orang atau lebih punya komitmen

15
KONSEP DASAR ORGANISASI

bersama dan ikatan formal mencapai tujuan organisasi,


dan di dalam perhimpunannya terdapat hubungan antar
anggota dan kelompok dan antara pemimpin dan angota
yang dipimpin atau bawahan (Beach and Reinhartz, 2004;
Bush and Middlewood, 2005). Sedangkan istilah
organisasi berasal dari kata organism yang berarti
membuat suatu struktur dengan bagian-bagian yang
terintegrasi. sehingga mereka memiliki hubungan timbal
balik. Jika demikian, berarti istilah organisasi yang
didefinisikan di atas sebenarnya merupakan hasil dari
organisasi.
Menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian, organisasi adalah
suatu bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih
yang bekerja sama dan secara resmi dihubungkan
bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
dan dalam pergaulan ini terdapat seseorang atau
sekelompok orang yang disebut kelas bawah. Bahwa
dalam pengertian umum, organisasi adalah wadah bagi
sekelompok orang yang bekerja sama secara logis dan
sistematis, yang dibimbing atau dikendalikan untuk
mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sumber
daya yang dimilikinya.
Organisasi adalah institusi atau wadah tempat orang
berinteraksi dan bekerjasama sebagai suatu unit
terkoordinasi terdiri setidaknya dua orang atau lebih yang
berfungsi mencapai satu sasaran atau serangkaian
sasaran. Organisasi dalam arti dinamis adalah suatu
proses penetapan dan pembagian kerja yang akan
dilakukan, pembatasan dan tugas dan kewajiban, otoritas
dan tanggung jawab, dan penetapan hubungan diantara
elemen organisasi. Jadi, organisasi dalam arti dinamis
lebih cenderung disebut organisasi sebagai suatu wadah.
Karena dalam organisasi terdapat sekumpulan orang atau
kelompok memiliki tujuan tertentu dan berupaya untuk
mewujudkan tujuannya tersebut melalui kerjasama.

16
KONSEP DASAR ORGANISASI

Melalui organisasi memungkinkan masyarakat meraih


hasil atau mengejar tujuan yang sebelumnya tidak bisa
tercapai oleh individu-individu secara sendiri-sendiri
(Candra Wijaya & Rifa’i, 2016).
Definisi organisasi yang dikemukakan oleh pakar
diutarakan secara berbeda-beda tergantung dari sudut
pandang pakar. Tapi poin memiliki kesamaan. Oleh
karena itu, untuk memperkaya gagasan dan informasi
tentang nilai organisasi, berikut ini akan dikemukakan
definisi organisasi dari beberapa ahli:
1. Organisasi menurut James D. Mooney (1974) adalah
setiap bentuk kerja sama manusia untuk mencapai
tujuan bersama.
2. Organisasi menurut Ralp Currier Davis (1951) adalah
suatu kelompok orang-orang yang sedang bekerja ke
arah tujuan bersama di bawah satu kepemimpinan).
3. Organisasi menurut Robert V. Presthus (1958) suatu
sistem susunan hubungan-hubungan antar pribadi.
4. Organisasi menurut Michael J. Jucius (1962) adalah
suatu kelompok orang yang bekerja dalam hubungan
yang saling bergantung ke arah tujuan atau tujuan-
tujuan bersama.
5. Organisasi menurut Robbins (1984) adalah kesatuan
sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan
sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan,
yang bekerja atas dasar yang relatif terus-menerus
untuk mencapai tujuan bersama atau tujuan
kelompok.
6. Organisasi menurut Herbert A. Simon (1958) adalah
suatu rencana mengenai usaha kerjasama yang mana
setiap peserta mempunyai peranan yang diakui untuk
dijalankan dan kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas
untuk dilaksanakan.

17
KONSEP DASAR ORGANISASI

7. Organisasi menurut Daniel E. Griffiths (1959) adalah


orang – orang yang melaksanakan fungsi-fungsi yang
berbeda tetapi saling berhubungan dan
dikoordinasikan agar supaya sebuah tugas atau lebih
dapat diselesaikan.
8. Organisasi menurut Harleigh Trecker (1950) adalah
Perbuatan atau proses menghimpun atau mengatur
kelompok-kelompok yang saling berhubungan dari
institusi menjadi satu kesatuan yang bekerja) (Candra
Wijaya & Rifa’i, 2016)
Organisasi adalah sekumpulan atau sekelompok orang
(lebih dari dua orang) yang mempunyai maksud yang
sama untuk mencapai tujuannya. Kesamaan yang ketiga
adalah organisasi perlu mengembangkan suatu struktur
agar anggota dapat melaksanakan pekerjaan dengan
mudah dan baik. Struktur organisasi sebagai gambaran
dari hubungan-hubungan wewenang dan tanggungjawab
yang dapat dipergunakan sebagai alat penyalur tugas,
informasi, resources, dan perintah-perintah (Dr. H.
Masram, SE., MM. & Dr. Hj. Mu’ah, SE., 2015).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka penulis
dapat memahami bahwa organisasi adalah suatu sistem
kerja sama dengan sekelompok orang untuk mencapai
tujuan tertentu. Sistem ini terdiri dari tiga elemen yang
saling berhubungan: orang (sekelompok orang),
kerjasama dan tujuan. Ketika upaya menjadi semakin
kompleks untuk mencapai tujuan ini secara efektif, para
pemangku kepentingan harus dibuat untuk lebih bekerja
sama. Namun, masih ada organisasi dengan pekerja
terampil yang masih mengalami kegagalan. Hal ini
disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk kekurangan
bahan baku, produktivitas individu yang buruk, kualitas
produksi yang rendah, pendapatan yang kurang
maksimal, dan iklim yang tidak stabil. Seperti yang
disampaikan oleh Badu dkk di bawah ini.

18
KONSEP DASAR ORGANISASI

Organisasi terdiri dari individu - individu dan kelompok-


kelompok. Keefektifan “organisasi adalah lebih banyak
dari jumlah keefektifan individu dan kelompok; lewat
pengaruh sinergi (kerja sama), organisasi mampu
mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatnya
daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya. Faktor
penyebabnya: lingkungan, teknologi, strategi, struktur,
proses dan budaya”(Badu, Q & Djafri, 2017).
Secara sederhana berikut ini disampaikan struktur
organisasi dimana struktur tersebut merupakan
perwujudan yang menentukan hubungan diantara fungsi-
fungsi dalam suatu organisasi serta wewenang dan
tanggung jawab setiap anggita organisasi yang
menjalankan masing-masing tugasnya (Accounting
Media, 2013).

Bagan 1 : Struktur dalam sebuah Organisasi


(Accounting Media, 2013)

Seperti yang akan kita lihat, ini membutuhkan perspektif


evolusioner. Saya percaya bahwa budaya organisasi
dimulai dengan pemimpin yang memaksakan nilai dan
asumsi mereka pada tim. Jika kelompok berhasil dan
asumsi diterima begitu saja, maka kita memiliki budaya
yang akan menentukan anggota generasi berikutnya
dapat diterima atau tidak. Budaya sekarang
mendefinisikan kepemimpinan. Tetapi ketika kelompok

19
KONSEP DASAR ORGANISASI

berjuang untuk beradaptasi, ketika lingkungan kelompok


berubah ke titik di mana beberapa asumsi kelompok tidak
lagi berlaku, kepemimpinan ikut bermain. Kepemimpinan
saat ini adalah kemampuan untuk melampaui budaya
menciptakan pemimpin dan memulai pengembangan
proses perubahan yang lebih adaptif. Kemampuan untuk
mengenali keterbatasan budaya sendiri dan
mengembangkan budaya sendiri secara tepat merupakan
tantangan utama dan sentral bagi kepemimpinan. Jika
para pemimpin ingin menghadapi tantangan ini, mereka
harus terlebih dahulu memahami dinamika budaya.
Dengan demikian, perjalanan kami dimulai dengan fokus
pada definisi, kasus ilustratif dan dorongan untuk refleksi
pada institusi budaya (Stephen P.Robbins & A.Judge,
2017).
Unsur Pembentuk Organisasi
1. Terdiri dari sekelompok orang
Beberapa ahli sepakat mengatakan bahwa pembentuk
organisasi terdiri dari sekelompok orang yang berarti
terdiri dari dua orang atau lebih. Sebagai unsur
pembentuk organisasi tidak terlepas dari input
sumber daya manusia yang unggul yang mampu
memberikan manfaat yang luar biasa terhadap
kemajuan dan pengembangan organisasi. Jika
organisasi di kelola oleh orang – orang yang benar dan
tepat akan memudahkan pencapaian visi dan misi
organisasi yang diharapkan. Sekelompok orang ini
minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara.
Sebab unsur organisasi ini mengedepankan unsur
musyawarah dalam penyelesaian masalah.
Dalam sebuah organisasi perencanaan sumber daya
manusia akan dapat dilakukan dengan baik dan
benar jika perencananya mengetahui apa dan
bagaimana sumber daya manusia itu. Sumber daya

20
KONSEP DASAR ORGANISASI

manusia atau manpower disingkat SDM merupakan


kemampuan yang dimiliki setiap manusia. SDM
terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia.
Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan
oleh daya pikir dan daya fisiknya. SDM/manusia
menjadi unsur pertama dan utama dalam setiap
aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang
andal/canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti
apa-apa (Marnis & Priyono, 2008).
2. Memiliki tujuan yang jelas
Organisasi yang baik akan berjalan dengan baik pula
bila memiliki tujuan dan arah organisasi yang jelas.
Dalam ilmu manajemen pentingnya perencanaan
dalam sebuah organisasi sangat penting untuk
memberikan motivasi dalam pencapaian visi dan misi
sebuah organisasi. Sumbangan setiap individu
terhadap pencapaian tujuan organisasi juga menjadi
tidak jelas. Implikaksinya adalah timbulnya keragu-
raguan dalam memanfaatkan hasil penilaian tersebut
untuk penempatan, promosi, penerapan sanksi atau
pemberian motivasi kepada para pegawai termasuk
pemberian pendidikan dan pelatihan, serta melalukan
pembenahan dan pengembangan organisasi dan
pegawai (Lian, 2017).
Secara umum tujuan dari sebuah organisasi dalam
rangka mencapai atau memenuhi keinginan atau
aspirasi bersama setiap anggota organisasi,
memperoleh kepentingan dan pendapatan bersama,
mengatasi keterbatasan kemandirian dan
kemampuan pribadi untuk mencapai tujuan bersama,
menerima pengakuan dan penghargaan dari anggota,
memperoleh pengalaman dan berinteraksi dengan
anggota lain, mendapatkan hasil dalam waktu yang
tepat. Secara umum sasaran dari tujuan organisasi
adalah mencapai tingkat pertumbuhan,

21
KONSEP DASAR ORGANISASI

perkembangan, keuntungan dan keberlangsungan


dari organisasi itu sendiri. Kesamaan yang kedua
adalah bahwa organisasi mempunyai kumpulan
orangorang, satu orang yang berusaha mencapai
tujuan secara sendiri tidak dapat dikatakan sebagai
organisasi (Dr. H. Masram, SE., MM. & Dr. Hj. Mu’ah,
SE., 2015).
3. Adanya kerjasama dalam team
Organisasi bukan milik perorangan atau individu
akan tetapi sebuah organisasi adalah milik bersama
yang dibentuk berdasarkan tujuan dan harapan
bersama dengan harapan sebuah organisasi dapat
memberikan manfaat bersama. Oleh karena itu tidak
dapat dipungkiri bahwa kerjasama dalam sebuah tim
atau yang lebih dikenal dengan tem work merupakan
sesuatu yang sangat penting. Kerjasama bukan
berarti bekerja bersama – sama akan tetapi makna
kerjama dalam sebuah organisasi adalah bekerja
bersama sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
masing – masing. Sebagai salah satu contoh seorang
ketua bertugas memberikan motivasi dan
mengkoordinir seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
anggota yang berada dibawah pimpinannya.
Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin adalah mampu memberikan
motivasi kepada anggotanya agara mampu
bekerjasama dengan baik dalam rangka pencapaian
visi, misi, dan tujuan organisasi. Kerjasama
konstruktif merupakan kemampuan untuk
membangun hubungan dengan orang lain secara
terbuka, ramah, dan sopan, menunjukkan minat yang
tulus pada orang lain, menjadikan kerjasama sebagai
prioritas. Jika anda memiliki praktik sumber daya
yang fokus pada usaha dan keterampilan,
pengembangan keterampilan individu, mendorong

22
KONSEP DASAR ORGANISASI

adanya kerjasama, dan sinergi dalam tim, maka


seluruh sistem fungsi dan kinerja akan menjadi lebih
baik (Amirul Mukminin, Akhmad Habibi, Lantip Diat
Prasojo, 2019).
4. Memiliki peraturan dan undang – undang yang jelas
Kedisiplinan dalam sebuah organisasi salah satunya
dengan mengedepankan asas disiplin dan ketaatan
dalam rangka membangun komitmen yang kuat bagi
seluruh anggota demi tercapainya visi dan misi yang
sudah bersama – sama ditetapkan. Setiap sistem
organisasi memiliki budaya yang dapat berupa:
norma, nilai-nilai, asumsi, kode etik, peraturan, dan
sebagainya. Budaya organisasi mengatur pola
perilaku subsistem dalam mencapai tujuan sistem
(Mohamad Muspawi, 2014).
Siapa pun yang bekerja dalam suatu organisasi harus
berkomitmen untuk bekerja, karena jika anggota
tidak berkomitmen untuk bekerja, tujuan atau
organisasi tidak akan tercapai. Namun terkadang
suatu organisasi kurang memperhatikan komitmen
yang ada pada anggotanya, sehingga berdampak pada
penurunan kinerja anggota atau menurunkan
loyalitas anggota dalam sebuah organisasi. Mengenai
loyalitas, juga mempunyai kaitan dengan tingkat
kematangan karyawan. Disatu sisi kematangan
karyawan tidak mungkin serempak, karena masing-
masing orang memiliki latar belakang yang berbeda-
beda. Latar belakang karyawan dari sisi keluarga
adalah dipengaruhi oleh pola asuh dan lingkungan
keluarga, status gizi, pendidikan. Selain itu,dari sisi
usiapun ada dampaknya terhadap keputusan
kaitannya dengan loyalitas (Dr. Hardani Widhhiastuti,
MM., 2012).

23
KONSEP DASAR ORGANISASI

Komitmen pada setiap karyawan sangat penting


karena dengan adanya komitmen, seorang anggota
dapat menjadi lebih bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya dibandingkan dengan anggota yang
tidak memiliki komitmen. Seringkali anggota yang
berkomitmen akan bekerja dengan optimis sehingga
dapat mencurahkan seluruh perhatian, pikiran,
tenaga dan waktunya untuk bekerja, sehingga apa
yang dilakukan sesuai dengan harapan perusahaan.
5. Punya tempat/sekretariat
Sekretariat atau tempat dalam hal ini merupakan
tempat berkumpulnya anggota dalam merencenakan,
mengelola dan mengevaluasi kegiatan dalam
organisasi. Ukuran sekretariat ini menyesuaikan
dengan kebutuhan yang ada. Sekretariat yang
dijadikan tempat berkumpulnya anggota dalam
organisasi memiliki beberapa kriteria ideal antara
lain: Nyaman, aman, sesuai dengan kebutuhan,
dilengkapi dengan fasilitas pendukung yang
dibutuhkan, memiliki
6. Memiliki modal (Uang, SDA atau SDM)
Istilah modal biasanya dikaitkan dengan uang atau
sesuatu yang dapat dinilai dengan uang seperti
peralatan dan mesin-mesin yang berfungsi untuk
proses produksi sebuah organisasi bisnis. Harapan
pemilik dengan adanya modal tersebut adalah agar di
masa mendatang mampu menghasilkan keuntungan.
Jika modal tersebut dibawa ke dalam koteks sosial
atau istilahnya menjadi modal sosial maka hal
tersebut mengarah pada sesuatu yang abstrak namun
pengaruhnya menjadi nyata dalam kehidupan sosial
maupun organisasi. Modal tersebut muncul akibat
adanya interaksi sosial dalam sebuah lingkungan
sosial seperti kelompok, organisasi atau masyarakat

24
KONSEP DASAR ORGANISASI

(Ninik Supriyati, n.d.). Dalam sebuah organisasi


sangatlah penting untuk memberikan penganggaran
dana terkait pelaksanaan kegiatan yang sudah
terprogram dan sudah direncanakan di awal.
Manajemen dalam Organisasi
Dalam konteks organisasi, untuk melakukan suatu
pekerjaan manusia memerlukan kerjasama dengan orang
lain dan dukungan sumberdaya non manusia seperti
uang, sarana prasarana maupun material lainnya.
Semakin kompleks suatu pekerjaan, semakin menuntut
pemberdayaan sumberdaya manusia dan non manusia
agar pekerjaan itu dapat dicapai secara efektif dan efesien
(Suhadi Winoto, 2020).
Dalam perspektif lebih luas, manajemen adalah suatu
proses pengaturan dan pemanfaatan sumber daya yang
dimiliki organisasi melalui kerjasama para anggota untuk
mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien.
Berarti manajemen merupakan perilaku anggota dalam
suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Dengan kata
lain, organisasi adalah wadah bagi operasionalisasi
manajemen. Karena itu di dalamnya ada sejumlah unsur
pokok yang membentuk kegiatan manajemen, yaitu:
unsur manusia (men), barang-barang (materials), mesin
(machines), metode (methods), uang (money) dan pasar
atau (market). Keenam unsur ini memiliki fungsi masing-
masing dan saling berinteraksi atau mempengaruhi dalam
mencapai tujuan organisasi terutama proses pencapaian
tujuan secara efektif dan efesien (Candra Wijaya &
Rifa’i, 2016).
Kepemimpinan dalam Organisasi
Kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam sebuah organisasi mengingat
kepemimpinan dinilai sebagai salah satu unsur pokok
dalam menjalankan roda organisasi agar terarah sesuai

25
KONSEP DASAR ORGANISASI

dengan visi dan misi yang sudah ditetapkan dalam sebuah


organisasi. Terlepas tujuan organisasi yang bersifat
internal dan eksternal tentu memerlukan sitem
manajemen yang akuntabel dan profesional salah satunya
dengan mengedepankan prinsip kepemimpinan yang
efektif dan efisien dalam sebuah organisasi.
Pada hakekatnya setiap manusia adalah pemimpin, paling
tidak dia adalah pemimpin itu sendiri. Hati adalah
lokomotif dalam tubuh manusia karena segala sesuatu
yang dilakukan manusia didasarkan pada tuntunan dan
kehendak kesadaran (Muhammad Yusup, 2018b).
Seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki
keterampilan atau karakteristik untuk memimpin orang
lain. Kepemimpinan adalah tindakan mempengaruhi
orang-orang untuk secara sukarela mengusahakan
tujuan bersama, yaitu kepemimpinan adalah serangkaian
kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi dan
memimpin orang lain untuk mencapai tujuan.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk
melakukan sesuatu berdasarkan tujuan bersama.
Beberapa pendapat ahli yang mencoba mendefinisikan
mengenai konsep kepemimpinan antara lain George R.
Terry (1972:458) mendefinisikan kepemimpinan sebagai
aktivitas mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan
mencapai tujuan organisasi. Hemhiel dan Coons (1957:7)
Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang
memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu
tujuan yang akan dicapai bersama (shared goal).
Wahjosumidjo (1987:11) Kepemimpinan pada hakikatnya
adalah suatu yang melekat pada diri seorang pemimpin
yang berupa sifat-sifat tertentu seperti: kepribadian
(personality), kemampuan (ability) dan kesanggupan
(capability). Kepemimpinan juga sebagai rangkaian
kegiatan (activity) pemimpin yang tidak dapat dipisahkan

26
KONSEP DASAR ORGANISASI

dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku


pemimpin itu sendiri. Kepemimpinan adalah proses antar
hubungan atau interaksi antara pemimpin, pengikut, dan
situasi.
Kepemimpinan mencakup proses mempengaruhi untuk
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku
pengikut untuk mencapainya, mempengaruhi untuk
meningkatkan tim dan budaya organisasi. Secara umum
dalam menjalankan suatu organisasi, seorang pemimpin
harus memenuhi berbagai kriteria, antara lain:
memelihara pengetahuan/kebenaran; posisi kuat
(Istiqamah); memiliki keterampilan dan kemampuan
(Ability); tidak ada ambisi untuk kekuasaan; pemenuhan
prinsip (prosedur); bertindak dan bertindak adil,
termasuk menentukan bahwa sesuatu tunduk pada
hukum yang berlaku; hidup sederhana; karakter mulia;
kepercayaan diri; dan tidak munafik untuk mengetahui
dan menjalankan kewajiban; mengenali dan
mengembangkan pengendalian diri (kepribadian); menjadi
contoh yang baik (teladan); terbuka (transparan);
Keterampilan komunikasi (komunikasi); terlatih (proses
pembelajaran); menjunjung tinggi rasa tanggung jawab
anggota terhadap organisasi; dosa penuh (tanggung jawab
penuh); dan menggunakan organisasi dengan
kemampuan terbaiknya. Teladan perilaku ummat, siapa
saja bisa belajar dari keteladanan yang dilihat oleh
Rasulullah Muhammad SAW, karena dia tidak hanya
keinginan yang kuat untuk penciptaan, dia juga didorong
oleh Allah SWT.

‫س ْولُهٗ َوصدق ه‬
َُ‫َّٰللا‬ ُ ‫اَّٰللاَُور‬
‫اَهذاَماَوعدن ه‬ ٰ ‫ابَقالُ ْو‬ َۙ ‫َاْلحْ ز‬ ْ ‫وَل َّماَرا‬
ْ ‫َال ُمؤْ ِمنُ ْون‬
‫اَوت ْس ِل ْي ًمَا‬ ٓ َّ ‫س ْولُهٗ َۖوماَزاد ُه ْمَا‬
َّ ً‫ِْلَاِيْمان‬ ُ ‫وَر‬
Artinya: Dan ketika orang-orang mukmin melihat
golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata,
“Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.”

27
KONSEP DASAR ORGANISASI

Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian


itu menambah keimanan dan keislaman mereka
(QS. Al Ahzab:22)
Syarat utama dalam hidup bernegara dan bermasyarakat
adalah adanya pemimpin dan keharusan taat kepada
pemimpin serta aturan yang dibuat oleh pemimpin (Amin
& Siregar, 2015). Di sini keberadaan manajer dan
pimpinan pada semua organisasi bertanggung jawab bagi
organisasi tersebut untuk memastikan bahwa
sumberdaya dapat digunakan secara bijak untuk
mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi. Dalam
konteks ini organisasi adalah bentuk budaya masyarakat,
karena itu diarahkan kepada sasaran tertentu melalui
kerjasama yang terstruktur, teratur dan terencana.
Sebagai salah satu model budaya masyarakat bermakna
ada kerjasama sejumlah orang (dua orang atau lebih)
dengan berorientasi sasaran dan dirancang untuk
mencapai hasil kerja atau kinerja, keuntungan,
perubahan, kualitas, pengembangan, kesejahteraan,
kepuasan kerja, dan kemajuan organisasi (Syafaruddin,
2015).
Dalam sebuah organisasi, sangat jarang ditemukan orang
yang bekerja sendirian. Kerja tim lebih ditekankan dalam
organisasi, yang memberikan perspektif tentang
efektivitas kelompok di samping efektivitas individu.
“Efektifitas tim adalah total kontribusi oleh semua
anggota.” Misalnya, ilmuwan yang mengerjakan proyek
individu yang berbeda memiliki efek kumulatif dari
masing-masing individu. Namun, ada kemungkinan
bahwa efek individu lebih besar daripada kontribusi total
individu setiap orang secara keseluruhan.
Dengan kata lain seorang manajer harus mempunyai
sifat-sifat kepemimpinan yang mumpuni,karena
kepemimpinan merupakan keseluruhan tindakan guna
mempengaruhi serta menggiatkan orang, dalam usaha

28
KONSEP DASAR ORGANISASI

bersama untuk mencapai tujuan, atau dengan definisi


yang lebih lengkap dapat dikatakan bahwa kepemimpinan
adalah proses pemberian jalan yang mudah (fasilitas)
daripada pekerjaan orang lain yang terorganisir dalam
organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Muhammad Yusup, 2018a). Beberapa kriteria
kualitas kepemimpinan manajer yang baik antara lain,
memiliki komitmen organisasional yang kuat, visionary,
disiplin diri yang tinggi, tidak melakukan kesalahan yang
sama, antusias, berwawasan luas, kemampuan
komunikasi yang tinggi, manajemen waktu, mampu
menangani setiap tekanan, mampu sebagai pendidik atau
guru bagi bawahannya, empati, berpikir positif, memiliki
dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap melayani
(Chaniago, 2017).
Allah SWT telah menjelaskan dalam Al Qur’an bahwa:

ِ ‫وَجع ۡلن‬
َ ‫اَم ۡن ُه ۡمَا ِٕٮ َّمةًَيَّهۡ د ُۡونَ ِبامۡ ِرناَل َّماَصب ُر ۡوَاََوَكانُ ۡواَ ِب ٰا ٰيتِناَي ُۡوقِنُ ۡو‬
‫ن‬
Artinya: Dan Kami jadikan di antara mereka itu
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini
ayat-ayat Kami (QS. As Sajdh:24).
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan di
antara Bani Israil, orang-orang yang mengikuti petunjuk-
Nya untuk menjadi pemimpin umat. Beberapa dari
mereka diangkat menjadi nabi dan rasul yang
memberikan kepemimpinan yang nyata kepada umatnya,
dan beberapa dari mereka diangkat menjadi penguasa
bagi umatnya di jalan yang lurus. Itu diberikan karena
mereka adalah orang-orang yang beriman dan sabar
dalam menjalankan hukum Allah. Mereka juga dengan
sabar menerima tantangan apa pun yang menghadang,
dan mereka memercayai bimbingan Tuhan.

29
KONSEP DASAR ORGANISASI

Berdasarkan ayat di atas dapat penulis pahami bahwa


pemimpin memiliki tugas yang sangat mulia dalam
sebuah organisasi, memberikan pelayanan dan menuntun
anggota dalam organisasi untuk mencapai visi dan misi
bersama. Tidak berarti pemimpin yang otoriter akan tetapi
tetap mengedepankan rasa saling menghargai sesama
anggota dalam sebuah organisasi.
Komunikasi dalam Organisasi
Menjadi hal yang sangat penting dalam sebuah organisasi
ketika kerjasama dilakukan dalam rangka mencapai
tujuan yang telah diharapkan. Akan tetapi tentu
didukung dengan komunikasi yang baik dilakukan antar
sesama anggota dalam sebuah organisasi. Komunikasi
harus dijalin baik antar sesama anggota maupun dengan
pimpinan organisasi.
Dalam organisasi terdapat serangkaian aktivitas dengan
melibatkan sejumlah sumberdaya, baik berupa manusia
maupun bukan manusia. Agar proses tersebut dapat
mengarah kepada pencapaian tujuan, diperlukan proses
administrasi dan manajemen. Dalam pengertian sempit,
sebuah organisasi memerlukan aktivitas surat-menyurat,
pencatatan, penyajian data dalam bentuk simbolsimbol,
baik sebagai alat komunikasi maupun sebagai sarana
kearsipan atau sebagai sarana perekam data (A Yunus
dan Wahyudin, 2020).
5 Fungsi komunikasi dalam suatu organisasi sebagai
berikut:
1. Fungsi utama komunikasi adalah menyampaikan
informasi kepada seluruh anggota organisasi.
Anda dapat mengomunikasikan informasi pekerjaan
dan deskripsi pekerjaan yang penting kepada semua
anggota tim sehingga mereka mendapatkan informasi
yang tepat dan bekerja sesuai petunjuk. Apalagi di

30
KONSEP DASAR ORGANISASI

masa pandemi seperti ini, dimana sebagian besar


organisasi harus bekerja dari rumah, komunikasi
menjadi salah satu hal penting yang harus dilakukan
untuk menghindari masalah komunikasi antar
anggota organisasi.
2. Meningkatkan Kinerja
Komunikasi organisasi juga dapat meningkatkan
kinerja individu anggota. Anda bisa menjalin
komunikasi yang konstruktif seperti memberikan
kata-kata penyemangat kepada anggota atau bahkan
sekadar membicarakan kehidupan sehari-hari dan
berita yang baru saja muncul di TV untuk mencairkan
suasana. Hasilnya, anggota organisasi dapat bekerja
dengan nyaman dan tidak takut bertanya jika
mengalami kesulitan.
3. Brainstorming ide
Tentu saja, dalam brainstorming, komunikasi sangat
penting untuk mencapai hasil terbaik. Dengan
komunikasi, setiap anggota dapat saling menjual
pendapat, sekaligus memberikan pendapat
4. Pembagian kerja
Untuk menentukan pekerjaan setiap anggota
organisasi, tentunya harus ada komunikasi dalam
organisasi ini. Dalam pembagian kerja tentunya harus
ada penjelasan yang deskriptif dan harus diberikan
petunjuk-petunjuk agar pembagian kerja antar
anggota organisasi menjadi lebih jelas.
5. Mengatasi Konflik
Dalam suatu organisasi pasti ada konflik, baik antar
anggotanya, maupun antara anggotanya dengan
manajemennya. Dengan komunikasi, konflik dalam
organisasi dapat diselesaikan melalui keterbukaan
dan resolusi. Selain itu, komunikasi dapat

31
KONSEP DASAR ORGANISASI

menciptakan solusi agar konflik tersebut tidak


terulang kembali di kemudian hari.
Tantangan atau kesulitan yang dihadapi oleh manajemen
sumber daya manusia harus dapat dikelola dengan baik
dan efektif. Dengan banyaknya keragaman sumber daya
manusia saat ini, maka manajemen sumber daya manusia
harus dapat menciptakan komunikasi yang efektif,
mengembangkan dan memberikan pelatihan kepada
karyawan, dapat menciptakan lingkungan kerja yang
nyaman dan efisien, dan juga menyediakan umpan balik
pada kinerja karyawan yang berdasarkan pada hasil yang
telah dibuat (Bukit et al., 2017).
Keterampilan dalam berkomunikasi tentu harus dilatih
dan sering dilakukan oleh penggiat organisasi, dimana
beberapa kompetensi dalam komunikasi terdiri atas
sebagai berikut:
1. Berbicara secara efektif, yaitu sebagai kemampuan
berbicara secara jelas dan bisa mengekspresikan diri
dengan baik dalam kelompok dan dalam pembicaraan
langsung dengan orang lain.
2. Mengembangkan komunikasi terbuka, merupakan
kompetensi dalam bentuk menciptakan atmosfer
informasi yang berkualitas di antara dirinya dengan
orang lain; mengungkapkan secara ekspresif ide?ide
ataupun opini - opininya.
3. Mendengarkan orang lain, adalah usaha untuk
memahami komentar maupun pertanyaan orang lain
secara aktif.
4. Menyampaikan presentasi, berupa kemampuan
mempersiapkan dan menyampaikan prsentasi secara
jelas dan lancar, membawa diri dengan baik di
hadapan kelompok.

32
KONSEP DASAR ORGANISASI

5. Menyiapkan Komunikasi tertulis, adalah kemampuan


menyampaikan informasi secara jelas dan efektif
melalui dokumen formal maupun informal; dapat
membuat ringkasan maupunm engedit karyatulis
secara konstruktif (Suhariadi, 2013).
Kemampuan seorang manajer untuk memotivasi akan
mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi akan
menentukan efektifitas manajer. Manajer yang dapat
melihat motivasi sebagai suatu system akan mampu
meramalkan perilaku dari bawahannya. Motivasi seperti
yang telah disebutkan diatas, akan mempengaruhi,
mengarahkan dan berkomunikasi dengan bawahannya,
yang selanjutnya akan menentukan efektifitas manajer.
Ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi
seseorang, yaitu kemampuan individu dan pemahaman
tentang perilaku untuk mencapai prestasi yang maksimal
disebut prestasi peranan (Nasir, 2019).
Untuk memahami implikasi dari nilai-nilai ini dan untuk
menunjukkan bagaimana bentuk komunikasi terbuka
dengan perilaku terbuka, seseorang harus mencari
asumsi yang mendasarinya dan tempat yang menjadi
dasar organisasi ini. Kelompok pendiri, berdasarkan latar
belakang teknik mereka, sangat individualistis dan
pragmatis dalam orientasinya. Mereka mengembangkan
sistem pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
yang bertumpu pada lima asumsi yang saling terkait
dapat dilihat seperti bagan berikut ini:

33
KONSEP DASAR ORGANISASI

Bagan 1 : DEC’s Cultural Paradigm


(Stephen P.Robbins & A.Judge, 2017)

Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan sebagai


berikut:
1. Individu pada akhirnya adalah sumber ide dan ruh
kewirausahaan.
2. Individu mampu mengambil tanggung jawab dan
melakukan hal yang benar.
3. Tidak ada individu yang cukup pintar untuk
mengevaluasi ide dirinya sendiri, maka dari itu harus
memperoleh dukungan dan dorongan dari orang lain
sehingga dapat dikatakan bahwa "kebenaran" tidak
dapat ditemukan tanpa perdebatan; bahwa tidak ada
cara sewenang-wenang untuk mencari tahu apa itu
benar kecuali seseorang memberikan setiap ide ke
dalam forum perdebatan di antara individu yang kuat
dan cerdas; oleh karena itu, seseorang harus
membuat orang lain setuju sebelum mengambil
tindakan.)

34
KONSEP DASAR ORGANISASI

4. Asumsi sentral: pekerjaan dasar dalam sebuah


organisasi adalah inovasi teknologi dan setiap
pekerjaan seperti itu harus selalu menyenangkan"
5. Kami adalah satu keluarga yang anggotanya akan
saling menjaga antara satu dan lainnya (menyiratkan
bahwa tidak peduli seberapa banyak pembuat
kerusuhan satu dalam proses pengambilan
keputusan, satu dihargai dalam keluarga dan tidak
bisa diabaikan) (Stephen P.Robbins & A.Judge, 2017).
Administrasi dalam Sebuah Organisasi
Organisasi adalah struktur antar hubungan pribadi yang
berdasar atas dasar wewenang formal dan kebiasaan
dalam suatu sistem administrasi (Muhammad Yusup,
2017). Tata kelola dalam organisasi benar-benar memiliki
peran kunci dalam berjalannya organisasi, bahkan
sebagai parameter untuk menilai kemajuan organisasi.
Jika tata kelola dapat berfungsi dengan baik, maka suatu
organisasi akan mengalami peningkatan kualitas. Di sisi
lain, jika tata kelola gagal, organisasi akan mengalami
krisis identitas yang perlu segera diatasi. Melihat
pemerintahan sebagai proses global yang melibatkan
semua pihak untuk mencapai tujuan bersama. Dengan
kata lain, pemerintahan adalah proses menggabungkan
semua kekuatan untuk mencapai tujuan bersama.
Banyak organisasi sekolah yang sukses saat ini karena
tahun yang lalu memiliki kurikulum yang tepat, layanan
administrasi yang tepat, dan lulusan yang tepat pada
waktu yang tepat. Di sini, munculnya sekolah unggulan
plus sekolah terpadu dan sekolah terpadu merupakan
hasil dari rencana strategis pendidikan (Syafaruddin,
2015). Kebijakan atau keputusan strategis yang telah
direncanakan secara strategis oleh lembaga atau
pimpinan organisasi dan pemangku kepentingan untuk
alokasi sumber daya organisasi (sumber daya manusia

35
KONSEP DASAR ORGANISASI

dan staf), dana, sarana/prasarana, kebutuhan penelitian


organisasi, masyarakat) di masa depan yang lebih mudah
diakses fasilitas atau organisasi.
Pengambilan Keputusan dalam Organisasi
Mengelola sumber daya manusia dalam organisasi bukan
hal yang mudah karena melibatkan berbagai elemen
dalam sebuah organisasi, yaitu dosen, karyawan,
pimpinan, maupun sistem itu sendiri. Perpaduan antara
keempat hal tersebut diharapkan mampu memunculkan
lingkungan kerja yang kondusif sehingga baik karyawan
maupun pimpinan dapat melaksanakan pekerjaannya
secara maksimal. Bagi karyawan, lingkungan kerja yang
kondusif tersebut diharapkan mampu menciptakan
kepuasan kerja (Ansori, 2017). Artinya pengelolaan
sumber daya manusia bukanlah hal yang gampang akan
tetapi memerlukan keterampilan tertentu dalam
pengelolaannya.
Dalam struktur organisasi terdiri dari tiga tingkatan
struktur mulai dari manajemen utama, dari tingkat
menengah sampai tingkat paling bawah atau sering
disebut karyawan. Tiga tingkat pekerjaan mencakup tiga
bentuk, di mana kepemimpinan atau manajemen utama
adalah pekerjaan politik (politik), untuk tingkat menengah
akan berpartisipasi dalam peran politik dan satu bagian
teknis, sedangkan bawahan/pegawai lebih condong ke
pekerjaan teknis yang tidak memerlukan kebutuhan
strategis (wulandari & Afriansyah, 2019). Dengan kata
lain bahwa struktur dalam sebuah organisasi memiliki
tingkatan untuk memudahkan proses manajerial siapa
melakukan apa dengan dikoordinir oleh pemimpin
organisasi tersebut.
Kebijakan dan pengambilan keputusan adalah dua faktor
yang sangat erat hubungannya dan tidak dapat
dipisahkan. Kebijakan adalah sesuatu yang lebih teoritis,

36
KONSEP DASAR ORGANISASI

sedangkan pengambilan keputusan lebih praktis.


Tindakan pengambilan keputusan yang tidak
berdasarkan teori dapat mengurangi ilmu tentang suatu
keputusan, sedangkan kebijakan yang tidak disertai
dengan pengambilan keputusan yang sulit akan
terbentuk (Sabri, 2013). Seringkali kita mendengar istilah
kebijakan dan istilah pengambilan keputusan, dalam
sebuah organisasi istilah tersebut bukanlah hal yang
asing akan tetapi acapkali disamakan persepsi dan
asumsinya bagi pendengar dan pelaku organisasi itu
sendiri.
Keputusan seorang manager dalam mengambil keputusan
dapat ditingkatkan jika manager tersebut mampu
memahami dan mengetahui berbagai teori dan praktek
pembuatan keputusan. Dengan pemahaman dan
pengetahuan manager tentang teori dan praktek
pengambilan keputusan akan dapat meningkatkan
kualitas keputusan yang dibuat yang berdampak pada
efisiensi kerja manager (wulandari & Afriansyah, 2019).

37
KONSEP DASAR ORGANISASI

Daftar Pustaka
A Yunus dan Wahyudin. (2020). Teori Organisasi (1st ed.).
Accounting Media. (2013). Model - Model Struktur
Organisasi. http://www.skripsi.id/2013/06/model-
model-struktur-organisasi.html
Amin, S., & Siregar, F. M. (2015). Pemimpin Dan
Kepemimpinan Dalam Al-Qur’an. In Tanzil : Jurnal
Studi Al-Qur’an (Vol. 1, Issue 1).
https://doi.org/10.20871/tjsq.v1i1.78
Amirul Mukminin, Akhmad Habibi, Lantip Diat Prasojo, L.
Y. (2019). Manajemen Sumber Daya Manusia dalam
Pendidikan. In UNY Press.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132254846/peneli
tian/BUKU MSDM LANTIP.pdf
Ansori. (2017). Dosen Berprestasi Sebuah Telaah
Kepuasaan Kerja. Hanggar Kreator.
Badu, Q, S., & Djafri, N. (2017). Kepemimpinan & perilaku
organisasi. cetakan kesembilan.
Bukit, B., Malusa, T., & Rahmat, A. (2017). Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Teori, Dimensi Pengukuran,.
file:///C:/Users/Smile/Downloads/manajemen
sumber daya manusia ( PDFDrive.com ).pdf
Candra Wijaya, D., & Rifa’i, M. (2016). Dasar Dasar
Manajemen Mengoptimalkan Pengelolaan Organisasi
Secara Efektif dan Efesien. In Perdana.
http://repository.uinsu.ac.id/2836/
Chaniago, A. (2017). Pemimpin dan kepemimpinan.
Pemimpin Dan Kepemimpinan, 10(9), 16.
Dr. H. Masram, SE., MM., M. P., & Dr. Hj. Mu’ah, SE., M.
(2015). Manajemen Sumber Daya Manusia dan
Implementasi dalam Organisasi.
http://www.stiekhad.ac.id/wp-
content/uploads/2018/02/BUKU-MSDM.pdf
Dr. Hardani Widhhiastuti, MM., P. (2012). Membangun
Loyalitas Sumber Daya Manusia. In Semarang
University Press (Vol. 53, Issue 9).

38
KONSEP DASAR ORGANISASI

Lian, B. (2017). Kepemimpinan Dan Kualitas Kinerja


Pegawai.
Marnis & Priyono. (2008). Manajemen Sumber Daya
Manusia In Manajemen Sumber Daya Manusia. In
Edisi Revisi Jakarta: Bumi Aksara.
Mohamad Muspawi. (2014). Manajemen Konflik ( Upaya
Penyelesaian Konflik Dalam Organisasi meyranti h
tialo. 41–46.
Muhammad Yusup. (2017). Manajemen Konflik dan Stres
(Zulqarnain (ed.); 1st ed.). Wade Group.
Muhammad Yusup. (2018a). Lingkungan , Budaya , Dan
Perilaku ( Studi di SMAN Titian Teras Abdurrahman
Sayoeti Jambi ). Nur El-Islam, 5(2), 54–78.
Muhammad Yusup. (2018b). Tanggung Jawab dan
Otoritas Kepemimpinan Pendidikan Dalam Islam.
Idarah (Jurnal Pendidikan Dan Kependidikan), 2(1),
62–79. https://doi.org/10.47766/idarah.v2i1.266
Nasir. (2019). Manajemen Sumber Daya Manusia
Pengadaan dan Retensi SDM di Perguruan Tinggi
Swasta. In Journal of Chemical Information and
Modeling (Vol. 53, Issue 9).
Ninik Supriyati. (n.d.). Peran Modal Sosial Dalam
Organisasi. http://bdksurabaya-
kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/Peran
Modal Sosial Dalam Organisasi.pdf
Sabri, A. (2013). Kebijakan Dan Pengambilan Keputusan
Dalam Lembaga Pendidikan Islam. Al-Ta Lim Journal,
20(2), 373–379. https://doi.org/10.15548/jt.v20i2.34
Stephen P.Robbins, & A.Judge, T. (2017). Organizational
Behavior, Seventeenth Edition, Global Edition. In
Pearson Education Limited.
Suhadi Winoto. (2020). Dasar - dasar manajemen
Pendidikan (2nd ed.). Bildung.
Suhariadi. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam Pendekatan teoritis dan Praktis. Airlangga
University Press.

39
KONSEP DASAR ORGANISASI

Syafaruddin. (2015). Manajemen Organisasi Pendidikan:


Perspektif Sains dan Islam. In E-book.
Wulandari, uta, & Afriansyah, H. (2019). Teknik
Pengambilan Keputusan.
https://doi.org/10.31227/osf.io/akhqu

Profil Penulis
Dr. Muhammad Yusup, S.Pd.I. M.Pd
Lahir di Desa Kaliwader Kecamatan Bener
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada
tanggal 15 Pebruari 1986. Putra kedua dari
Bapak Kodim dan Ibu Samsuliyah dari tiga
bersaudara. Suami dari Ibu Indrayani, S.Pd.I.
Ayah dari dua orang putri bernama Suci
Washilatul Hurroh dan Arsyila Farhana Maulida.
Memperoleh Gelar Doktor bidang Manajemen Pendidikan Islam
pada Universitas Islam Negeri STS Jambi pada tahun 2019,
Gelar Magister Pendidikan (M.Pd) dari Institut Agama Islam
Negeri Sultan Taha Saifuddin Jambi pada tahun 2015, Sarjana
pada STIT Muara Bulian diperoleh pada tahun 2010, Diploma II
Ahli Madya (A.Ma) diperoleh pada tahun 2006 di STIT Muara
Bulian, ijazah SMA di SMA Negeri 3 Batanghari pada tahun
2003, Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2000 di SLTPN 1
Pauh Kabupaten Sarolangun dan memperoleh ijazah SD pada
tahun 1997 di SDN 238/VI Desa Semaran Kecamatan Pauh
Kabupaten Sarolangun.
Aktif sebagai dosen tetap Institut Agama Islam Nusantara
Batanghari pada Prodi Manajemen Pendidikan Islam. Selain
sebagai penulis buku aktif diberbagai bidang kajian ilmu saah
satunya sebagai Reviuwer Jurnal Al Islah Bengkalis dan aktif
menulis artikel pada jurnal – jurnal ilmiah lainnya. Selain itu
aktif juga sebagai narasumber diberbagai bidang kajian
pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga baik didalam
maupun diluar Provinsi Jambi.
Email Penulis : yusup9253@gmail.com
Kontak : 0852 6642 8512

40
3
SELEKSI DAN PENENTUAN
CALON PEGAWAI

Dr. Haslinah, M.Kes


Universitas Aufa Royhan Kota Padangsidimpuan

Seleksi Kerja
1. Pengertian
Seleksi adalah kegiatan atau usaha pertama yang di
lakukan dalam menajemen sumber daya manusia
(SDM) untuk memperoleh karyawan yang qualified
dan kompeten yang dilakukan setelah proses Seleksi
dilaksanakan. Hal ini berarti telah terkumpul
sejumlah pelamar yang memenuhi syarat untuk
keagus suyetno dan mudian dipilih mana yang dapat
ditetepkan sebagai karyawan dalam suatu
perusahaan. proses pemilihan ini yang dinamakan
seleksi (Hasibuan, 1994).
Seleksi merupakan serangkaian langkah kegiatan
yang dilaksanakan untuk memutuskan apakah
seseorang pelamar diterima atau ditolak, dalam suatu
instansi tertentu setelah menjalani serangkaian tes
yang dilaksanakan (Sulistiyani, 2003). Seleksi juga
disebut sebagai suatu kegiatan pemilihan dan
.penentuan pelamar yang diterima atau ditolak untuk
menjadi karyawan perusahaan itu (Regina, Rusli, &
Candradewini, 2020).

41
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

Menurut Agus Sunyoto proses seleksi adalah usaha


menjaring dari mereka yang di anggap nantinya bisa
menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang
ditawarkan, mereka dianggap dapat Memperlihatkan
Unjuk Kerja yang diharapkan oleh para pemimpin
suatu organisasi (Ardana, Mujiati, & Utama, 2012)
Menurut Mathis Jackson seleksi kerja adalah proses
pemilihan orang-orang yang memiliki kualifikasi yang
dibutuhkan untuk mengisi lowongan pekerjaan dalam
sebuah organisasi (Budiyanto, 2013).
Menurut Melayu S.P Hasibuan seleksi merupakan
serangkain langkah tertentu untuk memilih calon-
calon pegawai untuk menjadi karyawan perusahaan.
seleksi ini didasarkan kepada spesifikasi tertentu dari
setiap perusahaan yang Bersangkutan (Hasibuan,
1994)
Sahril Buchori menerangkan bahwa seleksi
merupakan proses pemilihan individu –individu yang
memiliki kualifikasi yang relefan untuk mengisi posisi
dalam suatu organisasi. tanpa para tenaga kerja yang
memenuhi persaratan sebuah organisasi Berada
dalam posisi yang lebih buruk untuk berhasil. seleksi
lebih dari sekedar pemilihan orang-orang Terbaik dari
yang tersedia (Sari, Muhtadi, & Mansur, 2020)
2. Teori Tentang Seleksi Kerja
Menurut Dunnette teori seleksi terdiri dari tiga hal
yaitu :
a. Proses variabel Adalah sperangkat peraturan,
prosedur, keputusan- keputusan yang dianggap
sebagian dari rekrutmen organisasi. Variabel ini
dibagi menjadi tiga yaitu: Recruiter, Recruitmen
source, Administratife polices and prosedur,
recruiter merupakan karekteristik-karakteristik

42
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

pelamar suatu organisasi sedangkangkan


rekruitmen source adalah etode yang lebih disukai
oleh organisasi dalam melakukan rekruitmen.
Pertimbangan yang digunakan dalam memilih
suatu metode adalah hasil yang didapatkan
dengan beberapa metode yang berbeda-beda dari
yang sebelumnya. sedangkan administrative
policies and produces, adalah suatu organisasi
menekankan pada tinjauan realistic. Independent
variabel adalah seperangkat peraturan, prosedur,
keputusan-keputusan yang dianggap sebagian
bagian reqruitmen organisasi (Wijono, 2010).
b. Karakteristik-karakteristik pelamar suatu
organisasi. Faktor dari reqruitmen adalah terdiri
dari demografi, tingkah laku pelamar, kesan
pelamar, dan keputusan-keputusan yang dibuat
oleh seorang pelamar. Reqruitmen source adalah
metode yang lebih disukai oleh organisasi dalam
melakukan rekruitmen. Pertimbangan dalam
memilih suatu metode adalah hasil yang
didapatkan dengan beberapa metode yang
berbeda-beda dari yang sebelumnya(Indriyo,
2014).
c. Karakteristik rekruter dan tingkah lakunya sangat
mempengaruhi seseorang dalam memilih suatu
pekerjaan. Seorang rekruter yang bersahabat,
menyenangkan, mampu memberi informasi lebih
disenangi oleh seorang pelamar kerja. Menurut
riset, seorang pelamar lebih terpengaruh oleh sifat
rekruter daripada karakteristik pekerjaan.
Setelah menentukan metode rekrutmen, maka metode
tersebut harus didukung dengan metode seleksi yang
tepat. Dalam metode seleksi, perusahaan dapat
memfokuskan pada tes kemampuan dan potensi

43
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

3. Aspek-Aspek Seleksi Kerja


Implikasi utama pada Bimbingan adalah penerapan
dalam berbagai jenis populasi. bentuk-bentuk
tradisional dari Bimbingan vokasional pada umumnya
dilaksanakan disekolah. Akhir-Akhir ini program-
program Bimbingan Dan konseling karir makin
diarahkan kepada spetrum total dari populasi,
termasuk murid-murid sekolah dasar, pensiun,
wanita, kelompok-kelompok minoritas, dan orang-
orang cacat (Schuler & Jackson, 1997).
Dalam hal itu, individu-individu secara berangsur-
angsur menuntut agar pekerjaan memberikan
dorongan untuk berprestasi dan identitas kepadanya.
beberapa orang mencari jalan-jalan lain untuk sampai
kepada tujuan ini melalui gaya-gaya hidup yang
bersifat mengurangi aktifitas- aktifitas yang
Ditunjukkan untuk mengejar pendapatan yang
banyak kearah posisi yang relatif kurang berarti. ada
juga yang berpaling kepada waktu-waktu yang luang
dan kesenangan untuk memenuhi hal-hal yang
kurang dalam pekerjaan (Wijono, 2010).
Tidak semua pekerjaan memiliki potensi yang
menantang dan mendorong, dan dalam berbagai
situasi, pengaturan kembali lingkungan kerja sangat
dibutuhkan. tetapi pilihan dan perencanaan yang
lebih baik, akan membantu orang-orang menemukan
Jenis pekerjaan yang memungkinkan nya
memainkannya peranan-peranan yang lebih disukai
dalam hidupnya.
Ada pula yang kemampuannya yang kurang sesuai
dengan persaratan yang diperlukan dalam
jabatannnya tersebut. hal tersebut bisa terjadi karena
seseorang menduduki bukan karena kemampuannya
(Wangi, 2019). Bisa jadi karyawan tersebut mendapat

44
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

jabatan Karena dekat dengan bos Atau juga Karena


pihak (Human requitmend devolopment) HRD terlalu
terburu-buru merekrut karyawan. Oleh karena itu,
karyawan baru ini perlu menambah skil dan
kemampuan mereka (Schuler & Jackson, 1997).
Setelah dilaksanakannya rekrutmen makadalam
menajemen sumber daya manusia maka tahap
selanjutnya adalah seleksi dan penempatan. Melihat
kenyataan dilapangan banyak organisasi yang kurang
memperhatikan proses rekrutmen dan pelaksanaan
seleksi yang kurang matang maka mengakibatkan
fungsi seleksi yang kurang kredibel.
Karyawan merupakan sumber daya manusia yang
diharapkan produktifdan karyawan yang produktif
dan bukti paling baik adalah bukti yang paling baik
suatu proses seleksi berhasil efektif maka perlunya
memperhatikan prosedur-prosedur, langkah-langkah,
maupun syarat-sarat seleksi dan penempatan
(Mangkunegara, 2005).
Pertama adalah mengambil keputusan pekerjaan yang
tepat guna membutuhkan bantuan konseling yang
trampil dan sensitif. Kedua, karena “pekerjaan
seumur hidup” bukan sebuah realitas, Keterampilan
mengambil keputusan seumur hidup lebih kondusif
untuk tantangan yang terus menerus untuk
mengambil pilihan hidup yang tepat guna. Ketiga
adalah membutuhkan karyawan terus menerus yang
fleksibel dan bisa bertanggung jawab dan mengelola
perkembangan dirinya (Huselid, Jackson, &
Schuler, 1997).
4. Tujuan Seleksi Kerja
Tujuan pelaksanaan seleksi setiap perusahaan
umumnya sama yaitu mendapatkan karyawan yang
sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan

45
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

(Fajarianto, Iqbal, & Cahya, 2017). Hasibuan


Menjelaskan seleksi karyawan bertujuan untuk
mendapatkan hal-hal berikut :
1. Karyawan yang qualified dan potensial
2. Karwan yang jujur dan disiplin
3. Karyawan yang cakap dengan penempatan yang
tepat
4. Karwan yang terampil dan bersemangat dalam
bekerja
5. Karyawan yang memenuhi persaratan undang-
undang perburuhan
6. Karyawan yang dapat bekerja secara vertical
maupun horizontal.
7. Karyawan yang sistematis dan kreatif
8. Karyawan yang inovatif dan bertanggung jawab
sepenuhnya.
9. Karyawan yang loyal dan berdidikasi tinggi.
10. Mengurangi tingkat absensi dan turn over
karyawan
Melihat pendapat hasibuan tentang tujuan seleksi
perusahaansecara umum, peneliti mempunyai
pendapat tersendiri bahwa tujuan seleksi adalah
relative yang sesuai dengan harapan perusahaan.
Dalam plaksanaan seleksi merancang system dan
prosedur yang berbeda-beda.
5. Penempatan seleksi Kerja
Setelah Melalui tahap seleksi, tahap selanjutnya yaitu
penempatan. Pada tahap ini seseorang karyawan baru
akan ditempatkan sesuai kemampuan yang dimiliki
atau sesuai dengan kesepakatan pada proses seleksi.
Namun jika setelah proses seleksi telah ditempuh dan

46
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

lamaran seeorang diterima akhirnya seseorang


memperoleh status pegawai dan ditempatkan pada
posisi tertentu untuk melaksanakan tugas dan
pekerjaan tertentu pula. Dan teori menajemen sumber
daya manusia menekankan bahwa penempatan tidak
hanya berlaku bagi pegawai baru saja, akan berlaku
pula untuk pegawai lama yang mengalami alih tugas
dan mutasi (Rivai, 2013).
1. Promosi
Yaitu apabila seseorang pegawai dipindahkan dari
suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang tanggung
jawabnya lebih besar, tingkatnya dalam hirarki
jabatan yang lebih tinggi dan penghasilannya
lebih besar
2. Ahli tugas
Yaitu enggan menempatkan seseorang pada tugas
baru dengan tanggung jawab, yang penghasilan
relative sama dengan statusnya.
3. Demosi
Dimana seseorang dengan berbagai pertimbangan
mengalami penurunanpangkat atau jabatan dan
penghasilan serta tanggung jawab yang semakin
mengecil.
Seleksi adalah metode dan prosedur yang dipakai oleh
bagian personalia/perusahaan. Waktu untuk memilih
orang untuk mengisi lowongan pekerjaan, dalam
seleksi dan penempatan sangat ditentukan syarat-
syarat penting yang dapat dijadikan efektifitas funsi
seleksi penempatan.syarat yang dimaksud adalah
informai analisa jabatan , rencana-rencana sumber
daya manusia dan keberhasilan fungsi rekrutmen
(Rivai, 2013).

47
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

Dalam proses seleksi adalah penempatan kualifikasi


bagi suatu jabatan melalui analisa jabatan. Yang
berkaitan dengan metode-metode tertentu untuk
mengukur kualifikasi- kualifikaasi dari pelamar
pekerjaan, dalam hal ini sembilan metode yaitu,
pertama tinjauan data biografis, kedua tes-tes bakat,
ketiga tes-tes kemampuan, keempat ujian-ujian
penampilan, kelima referensi-referensi, keenam
evaluasi kerja, ketujuh wawancara-wawancara,
kedelapan pusat-pusat penilaian, sembilan suatu
masa percobaan.
Dalam seleksi penerimaan pegawai baru juga harus
melalui langkah yang sedikitnya ada delapan pula
yaitu, penerimaan awal, ujian, wawancara, penilaian
referensi, evaluasi medis, wawancara oleh menejer,
pengambilan keputusan,dan pengenalan pekerjaan
dan selanjutnya penempatan, yang tidak hanya
berlaku bagi karyawan baru, namun juga karyawan
atau pegawai lama(Rivai, 2013).
4. Seleksi karyawan baru
Seleksi karyawan baru adalah salah satu bagian yang
sangat penting dalam keseluruhan proses manajemen
sumber daya manusia. Dikatakan demikian karena
didalam sebuah organisasi terdapat sekelompok
karyawan yang dapat memenuhi tuntutan organisasi
atau tidak sangat tergantung pada cernat tidaknya
proses seleksi itu dilakukan. Jadi seleksi merupakan
tahap-tahap khusus yang digunakan untuk
memutuskan pelamar mana yang akan diterima
(Sastrohadiwiryo, 2005).
Menurut Henry Simamora seleksi adalah proses
pemeliharaan dari sekelompok pelamar, orang-orang
yang diperlukan untuk memenuhi kriteria seleksi

48
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

yang tersedia berdasarkan kondisi yang ada pada saat


ini dilakukan perusahaan (Simamora, 2004).
5. Penempatan Kerja
Menurut Sastrohadiwiryo Penempatan tenaga kerja
adalah proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada
tenaga kerja yang lulus seleksi untuk dilaksanakan
sesuai ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta
mampu mempertanggung jawabkan segala risiko dan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas
dan pekerjaan, wewenang, serta tanggung
jawabnya.Dalam hal ini penempatan karyawan, ada
beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu:
Pendidikan, dalam hal ini sangat mendukung dalam
memangku suatu jabatan yang diberikan, dan
diperlukan demi kelancaran tugas–tugas dan
tanggung jawab yang dibebankan(Sastrohadiwiryo,
2005).
Kesehatan untuk menjamin kesehatan fisik dan
mental sehingga dalam menempatkan karyawan pada
suatu bidang pekerjaan, dapat disesuaikan dengan
kondisi kesehatannya. Pengalaman kerja ini sangat
dibutuhkan perusahaan untuk penguasaan pekerjaan
dan biasanya pengalaman kerja memberikan
kecenderungan yang bersangkutan memiliki keahlian
dan ketrampilan yang relatife tinggi. Selain
memperhatikan persyaratan yang diatas, agar upaya
penempatan karyawan sesuai denngan yang
diharapkan, maka harus didasarkan pada deskripsi
jabatan yang telah ditentukan serta berpendoman
kepada prinsip “penempatan” orang – orang yang
tepat pada tempat yang tepat, dan penempatan orang
yang tepat pada jabatan yang tepat(Hartanto et al.,
2020).

49
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

Prinsip penempatan ini harus dilaksanakan secara


konsekuen supaya seseorang pekerjaan sesuai sesuai
dengan spesialisasinya atau keahliannya masing–
masing. Dengan penempatan yang sesuai dan tepat
ini maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja
akan mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas
serta prakasa karyawan akan berkembang.
Sastrohadiwiryo enempatan yang sesuai dan tepat
merupakan motivasi yang menimbulkan antusias dan
semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam
mengerjakan pekerjaan itu. Jadi penempatan kerja
yang optimal pada karyawan(Schuler & Jackson,
1997).
6. Prestasi Kerja
Prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau
performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang
untuk menggambarkan pada “prestasi” yaitu kata
“achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal
dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka
dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi
“pencapaian” atau “apa yang dicapai”. Menurut
Justine mengemukakan Sumber Daya Manusia
(Pegawai) berprestasi yaitu Pegawai yang dapat
menyesuaikan diri dalam budaya organisasi atau
perusahaan, yaitu sebagai berikut : Pegawai yang
memiliki ketrampilan dapat pengetahuan yang
memadai bagi pencapaian tujuan organisasi atau
perusahaan. Pegawai yang mempunyai keinginan
untuk bekerja denngan hasil setinggi
mungkin.Munculnya produktifitas tinggi dan
rendahnya jumlah pegawai yang meninggalkan
perusahaan.
Rendahnnya tingkat absen dan tingginnya tingkat
kepuasan kerja. Selalu menghargai sistem yang sudah
diterapkan oleh perusahaan. Mengutamakan

50
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

kepentingan perusahaan dalam menjalankan


misinya, dengan tujuan tercapainya visi yang
diharapkan oleh perusahaan(Azhari & Wicaksono,
2017).
7. Tahapan Seleksi Kerja
Proses seleksi adalah langkah-langkah yang dilalui
oleh pelamar dari mengajukan lamaran sampai
akhirnya memperoleh keputusan ditolak atau
diterima sebagai karyawan baru(Zulkarnain,
Poernomo, & Wahjuni, 2013).Proses ini berbeda
antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya,
tapi pada umumnya minimal meliputi: evaluasi
persyaratan (administrastif), tes, wawancara, dan
ujian fisik (Simamora, 2004).

Sumber: Henry Simamora,


Manajemen Sumber Daya Manusia, 2004

8. Kendala-kendala dalam seleksi


Pelaksanaan seleksi selalu ada kendala-kendala
walaupun telah direncanakan secara cermat karena
yang akan diseleksi adalah manusia yang mempunyai
fikiran dinamika dan harga diri. Seleksi pelamar jauh

51
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

lebih sulit daripada memilih mesin-mesin yang akan


dipergunakan (Budiyanto, 2013).
Kendala-kendala itu antara lain:
a. Tolok ukur
Kendala tolok ukur adalah kesulitan untuk
menentukan standar tolok ukur yang akan
dipergunakan mengukur kualifikasi-kualifikasi
seleksi secara obyektif. Misalnya mengukur
kejujuran, kesetiaan, prakarsa dan lain
sebagainya dari pelamar mengalami kesulitan.
Bobot nilai yang diberikan sering didasarkan pada
pertimbangan yang subyektif saja.
b. Penyeleksi
Kendala penyeleksi adalah kesulitan
mendapatkan penyeleksi yang benar-benar
qualified, jujur dan obyektif penilaiannya.
Penyeleksi sering memberikan nilai atas
pertimbangan peranannya bukan atas fisis
pikirannya.
c. Pelamar
Kendala pelamar adalah kesulitan untuk
mendapatkan jawaban yang jujur dari pelamar.
Mereka selalu berusaha memberikan jawaban
mengenai hal-hal yang baik-baik saja tentang
dirinya sedangkan yang hal-hal yang kurang baik
disembunyikan. Hal ini terjadi karena pelamar
adalah manusia yang mempunyai pikiran,
kepintaran dan kelihaian untuk mengelabuhi
penyeleksi.
Untuk mengurangi kendala-kendala ini perlu
dilakukan kebijaksanaan seleksi secara
bertingkat karena semakin banyak tingkatan

52
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

seleksi yang dilakukan maka semakin cermat dan


teliti penerimaan karyawan(Hasibuan, 1994).
Penempatan
Penempatan merupakan tahap selanjutnya setelah proses
seleksi di lakukan. Tahap penempatan ini dilakukan
dengan harapan agar perusahaan mampu mendapatkan
jumlah dan kualitas kerja yang baik dari seorang
karyawan. Berikut ini merupakan beberapa paparan
mengenai definisi penempatan menurut beberapa
sumber.
“Penempatan seseorang ke posisi pekerjaan yang
tepat”(Raymond, Brown, & Weber, 2010). Yang terpenting,
penempatan sumber daya manusia harus dilihat sebagai
proses pencocokan. Jika seorang karyawan cocok dengan
pekerjaan akan mempengaruhi jumlah dan kualitas kerja
karyawan. Pencocokan ini juga mempengaruhi biaya
pelatihan dan operasi secara langsung. Individu-
individu yang tidak mampu menghasilkan kuantitas dan
kualitas kerja yang diharapkan, dapat menimbulkan
kerugian uang dan waktu dalam jumlah yang sangat
besar bagi perusahaan.
Penempatan adalah penugasan seorang pekerja pada
suatu jabatan atau unit kerja di lingkungan suatu
organisasi/perusahaan”.(Arifudin, 2020) Perusahaan
melakukan proses penempatan ini dengan tujuan
pengisian jabatan yang kosong, agar tugas pokok pada
jabatan yang kosong tersebut dapat dilaksanakan. Untuk
itu melalui kegiatan sebelumnya harus diperoleh pekerja
yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan jabatan
yang akan menjadi tanggung jawabnya atau dengan kata
lain, calon yang ditempatkan itu harus memiliki
kompetensi yang diperlukan untuk dapat melaksanakan
pekerjaan dalam suatu jabatan secara efektif dan efisien.

53
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

Definisi–definisi di atas mengenai penempatan


menegaskan bahwa penempatan tidak hanya sekedar
menempatkan saja, melainkan harus juga mencocokkan
dan membandingkan kualifikasi yang dimiliki pegawai
dengan kebutuhan dan persyaratan dari suatu jabatan
atau pekerjaan, sehingga the right man on the right job
tercapai(Simamora, 2004).
1. Ruang Lingkup Penempatan Pegawai
Penempatan karyawan berarti mengalokasikan para
karyawan pada posisi kerja tertentu, hal ini terjadi
khusus pada karyawan baru.”(Huselid et al., 1997)
Kepada karyawan lama yang telah menduduki jabatan
atau pekerjaan termasuk sasaran fungsi penempatan
karyawan dalam arti mempertahankan pada posisinya
atau memindahkan pada posisi yang lain.
Penempatan dalam kaitan ini meliputi promosi,
transfer, dan demosi(Cardoso, 1995).
Penempatan tenaga kerja adalah suatu proses
pembagian tugas dan pekerjaan kepada tenaga kerja
yang lulus seleksi untuk dilaksanakan sesuai dengan
ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu
mempertanggungjawabkan segala resiko dan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas
dan pekerjaan, wewenang serta tanggung
jawabnya(Raymond et al., 2010).
Kedua pengertian di atas menunjukkan bahwa
penempatan pegawai dilakukan setelah pegawai
bersangkutan lulus seleksi. Hal tersebut tidak saja
berlaku untuk pegawai baru saja tetapi juga bagu
penempatan pegawai lama, baik promosi maupun alih
tugas dan demosi.

54
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

2. Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam


Penempatan Pegawai
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
penempatan adalah ketrampilan, kemampuan,
preferensi, dan kepribadian karyawan(Shofa,
2013).Melakukan penempatan pegawai hendaklah
mempertimbangkan faktor- faktor berikut:
a. Pendidikan, yaitu pendidikan minimum yang
disyaratkan yaitu menyangkut:
1) Pendidikan yang seharusnya, artinya
pendidikan yang harus dijalankan.
2) Pendidikan alternatif, yaitu pendidikan lain
apabila terpaksa, dengan tambahan latihan
tertentu dapat mengisi syarat pendidikan
yang seharusnya.
b. Pengetahuan kerja, yaitu pengetahuan yang harus
dimiliki oleh seorang tenaga kerja agar dapat
melakukan kerja dengan wajar. Pengalaman kerja
ini sebelum ditempatkan dan yang harus
diperoleh pada waktu ia bekerja dalam pekerjaan
tersebut.
c. Keterampilan kerja, yaitu kecakapan/keahlian
untuk melakukan suatu pekerjaan yang hanya
diperoleh dalam ptaktek. Keterampilan kerja ini
dapat dikelompokan tiga kategori:
1) Keterampilan mental, seperti menganalisa
data, membuat keputusan, menghitung,
menghafal, dan lain-lain.
2) Keterampilan fisik, seperti memutar roda,
mencangkul, menggergaji, dan lain-lain.

55
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

3) Keterampilan sosial, seperti memperngaruhi


orang lain, berpidato, menawarkan barang,
dan lain-lain.
d. Pengalaman kerja, yaitu pengalaman seseorang
tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan tertentu.
Pengalaman pekerjaan ini dinyatakan dalam:
1) Pekerjaan yang harus dilakukan.
2) Lamanya melakukan pekerjaan itu.
Ada pula beberapa pendapat yang mengemukakan
mengenai faktor- faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam menempatkan pegawai. Faktor- faktor lain yang
perlu dipertimbangkan dalam menempatkan pegawai
ialah:
a. Faktor Prestasi Akademis
Prestasi akademis yang dimaksud di sini adalah
prestasi akademis yang telah dicapai oleh pegawai
selama mengikuti jenjang pendidikan pada masa
sekolah dasar sampai pendidikan yerakhir,
dipadukan dengan prestasi akademis yang
diperoleh berdasarkan hasil seleksi yang telah
dilakukan terhadap pegawai yang bersangkutan,
sehingga dapat diharapkan memperoleh masukan
dalam menempatkan pegawai yang tepat pada
posisi yang tepat pula.
b. Faktor Pengalaman
Faktor pengalaman perlu mendapat pertimbangan
karena ada kecenderungan, makin lama bekerja,
makin banyak pengalaman yang dimiliki dan
sebaliknya makin singkat masa kerja, makin
sedikit pengalaman yang diperoleh.
c. Faktor Kesehatan Fisik dan Mental

56
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

Faktor ini juga tidak kalah penting dengan faktor-


faktor di atas, karena bila diabaikan dapat
merugikan lembaga. Oleh sebab itu sebelum
pegawai yang bersangkutan diterima menjadi
pegawai diadakan test/uji kesehatan oleh dokter
yang ditunjuk, walaupun test kesehatan tersebut
tidak selamanya menjamin bahwa yang
bersangkutan benar-benar sehat jasmani dan
rohani.
d. Faktor Status Perkawinan
Status perkawinan juga perlu dipertimbangkan
mengingat banyak hal merugikan perusahaan bila
tidak ikut dipertimbangkan, terutama bagi
pegawai wanita sebaiknya ditempatkan pada
lokasi atau kantor cabang dimana suaminya
bertugas.
e. Faktor Usia
Dalam rangka menempatkan pegawai, faktor usia
pada diri pegawai yang lulus dalam seleksi, perlu
mendapatkan pertimbangan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan rendahnya
produktivitas kerja yang dihasilkan oleh pegawai
yang bersangkutan
Penempatan adalah proses penugasan atau
pengisian jabatan ataupenugasan kembali
pegawai pada tugas atau jabatan baru atau
jabatan yang berbeda. Penugasan ini dapat
berupa penugasan pertama untuk pegawai baru
direkrut, tetapi dapat juga melalui promosi,
pengaalihan, dan penurunan jabatan atau
bahkan pemutusan hubungan kerja(Shofa, 2013).
Sedangkan karyawan adalah kekayaan atau set
utama dari setiap perusahaan. Penempatan
karyawan adalah kegiatan yang dilakukan oleh

57
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

manajer untuk menmpatkan seorang karyawan


pada pekerjaan dan jabatan yang ada pada
organisasi.
Peran karyawan sangat menentukan berhasil
tidaknya perusahaan mencapai sasarannya.
Perusahaan harus selalu berusaha untuk
memperoleh dan menempatkan karyawan yang
berkualitas pada setiap jabatan dan pekerjaan supaya
pelaksanaan seleksi yang baik, karyawan berdaya
guna serta berhasil guna(Putra, 2015).
Dengan pelaksanaan seleksi yang baik, karyawan
yang diterima atau ditempatkan akan lebih
berkualitas sehingga pembinaan, pengembangan, dan
pengaturan karyawan menjadi lebih baik. Seleksi
untuk setiap penerimaan karyawan baru harus
dilakukan secara cermat, jujur, dan objektif supaya
diperoleh karyawan yang berkualitas dan
penempatannya tepat(Jackson & Mathis, 2009)

58
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

Daftar Pustaka
Ardana, I. K., Mujiati, N. I., & Utama, I. (2012). Manajemen
sumber daya manusia.
Arifudin, O. (2020). Analisis Budaya Organisasi Dan
Komitmen Organisasi Karyawan Bank Swasta
Nasional Di Kota Bandung. Jurnal Ilmiah MEA
(Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi), 4(2), 73–87.
Azhari, R., & Wicaksono, A. H. (2017). Manajemen
Pembinaan Karir Sumber Daya Manusia dalam
Pendidikan Islam. At-Ta’dib, 12(2), 71.
Budiyanto, E. (2013). Sistem Informasi Manajemen
Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Cardoso, G. (1995). Faustino. Manajemen Sumber Daya
Manusia, Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Fajarianto, O., Iqbal, M., & Cahya, J. T. (2017). Sistem
penunjang keputusan seleksi penerimaan karyawan
dengan metode weighted product. Jurnal Sisfotek
Global, 7(1).
Hartanto, C. F. B., Hanum, Z., Idris, I., Ramaditya, M.,
Siregar, R. T., Syamsuri, A. R., … Arafah, W. (2020).
MANAJEMEN. sihsawit.
Hasibuan, M. S. P. (1994). Manajemen Sumber Daya
Manusia, Dasar Dan Kunci Keberhasilan, Cetakan
Keenam, CV. Haji Masagung, Jakarta.
Huselid, M. A., Jackson, S. E., & Schuler, R. S. (1997).
Technical and strategic human resources
management effectiveness as determinants of firm
performance. Academy of Management Journal, 40(1),
171–188.
Indriyo, G. (2014). Manajemen Pemasaran. Yogyakarta:
IKAPI.
Jackson, J. H., & Mathis, R. L. (2009). Manajemen Sumber
Daya Manusia. 10. Jakarta: Salemba Empat.
Mangkunegara, A. A. A. P. (2005). Evaluasi kinerja SDM.
Tiga Serangkai.

59
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

Putra, D. P. (2015). Proses rekrutmen, seleksi, dan


penempatan tenaga kerja baru di PT. Jasa Raharja
Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.
Raymond, C. M., Brown, G., & Weber, D. (2010). The
measurement of place attachment: Personal,
community, and environmental connections. Journal
of Environmental Psychology, 30(4), 422–434.
Regina, R., Rusli, B., & Candradewini, C. (2020).
Koordinasi Pengembangan Program Kampung
Keluarga Berencana di Kabupaten Bangka Barat.
JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik),
65–85.
Rivai, V. (2013). Islamic Risk Management for Islamic Bank.
Gramedia Pustaka Utama.
Sari, L., Muhtadi, R., & Mansur, M. (2020). ANALISIS
MANAJEMEN SUMBER DAYA INSANI PADA BANK
PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH. Ar-Ribhu: Jurnal
Manajemen Dan Keuangan Syariah, 1(2), 158–172.
Sastrohadiwiryo, B. S. (2005). Manajemen sumber daya
manusia. Badan Penerbit Grasindo Gramedia Jakarta.
Schuler, R. S., & Jackson, S. E. (1997). Manajemen
Sumber Daya Manusia, Menghadapi Abad Ke-21 Jilid
1.
Shofa, A. T. (2013). Analisis sistem rekrutmen, seleksi dan
training tenaga kerja dalam upaya meningkatkan
kinerja karyawan: Study kasus di PT. Bank Negara
Indonesia Syariah (Persero) Tbk Kantor Cabang
Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Simamora, H. (2004). Manajemen sumber daya manusia.
Sulistiyani, A. T. (2003). Manajemen Sumber Daya
Manusia: Konsep. Teori Dan Pengembangan Dalam
Konteks Organisasi Publik.

60
SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI

Wangi, w. D. W. I. (2019). Analisis pelaksanaan seleksi


dan penempatan dalam meningkatkan kinerja
karyawan di pt. Citifin multi finance syariah bandar
lampung. Uin Raden Intan Lampung.
Wijono, S. (2010). Psikologi industri & organisasi. Kencana.
Zulkarnain, D., Poernomo, D., & Wahjuni, S. (2013).
Pemeliharaan Sumberdaya Manusia pada Perusahaan
Jasa Angkutan Taksi: Studi Kasus pada Jember Taksi
(Human Resource Maintenance in Taxi Transportation
Service: A Case Study at Jember Taksi). Sumber, 1, 5.

Profil Penulis
Dr. Haslinah, M.Kes
Penulis berhasil menyelesaikan studi S1 pada
prodi Kesehatan Masyarakat STIK Tamalatea
Tahun 2000, Pada tahun 2008, penulis
menyelesaikan studi S2 Departement
Administrasi dan kebijakan Kesehatan Fakultas
Kesehatan Masyarakat di Universitas Hasanuddin
dan Pada tahu 2019 penulis menyelesaikan studi
S3 Fakultas Kesehatan Masyarakat program Doktoral
Universitas Hasanuddin.
Penulis mengajar mata kuliah Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan di Universitas Aufa Royhan Kota padangsidempuang.
Dan untuk mendukung efektivitas perkuliahan, maka penulis
ikut serta dalam penyusunan buku ini. Selain itu, penulis pun
aktif dalam penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai oleh
Kemenristek DIKTI dan LPDP. Penulis juga aktif dalam kegiatan
ilmiah prosiding, publikasi jurnal nasional terakreditasi dan
internasional. Buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi mahasiswa dan pendidik.
Email Penulis: haslinahahmad75@gmail.com

61
62
4
ANALISA JABATAN

Endah Andriani Pratiwi, M. Psi, Psikolog


Fak. Psikologi Universitas Jendral Achmad Yani

Latar Belakang Analisa Jabatan


Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi sesuatu yang
sangat penting dan patut untuk diperhatikan dan dikelola
dengan baik, hal ini karena SDM menjadi motor
pergerakkan dari suatu organisasi. SDM sendiri
merupakan bidang managemen yang membahas dan
mempelajari mengenai bagaimana hubungan antara
manusia dan peranannya di dalam suatu organiasi. Demi
tercapainya tujuan organisasi maka perlu adanya
pembahasan mengenai SDM yang efektif dan
memperhatikan berbagai aspek mengenai manusia yang
ada di dalamnya. Adanya manajemen yang baik akan
memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan. Unsur-
unsur manajemen terdiri dari 6 (enam) M yaitu: man,
money, method, machines, materials, dan market. Dalam
hal ini managemen adalah melakukan pengelolaan
terhadap ke 6 (enam) unsur tersebut diatas. Yang menjadi
tujuan pengelolaan adalah agar semua unsur 6 (enam) M
itu lebih berdaya guna dan berhasil dalam mewujudkan
tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Semua unsur 6 (enam) M dikelola agar memberikan
manfaat yang optimal, dapat terkoordinasi dan
terintegrasi dengan baik untuk menunjang terwujudnya
tujuan perusahaan (Sugijono, 2016).

63
ANALISA JABATAN

Dalam perkembangan organisasi yang semakin pesat


maka tidak dapat dielakkan lagi bahwa organisasi akan
menghadapi berbagai permasalahan SDM yang semakin
kompleks dan penuh tantangan. Dengan demikian maka
diperlukan diperlukan adanya suatu sistem pengelolaan
yang menangani SDM atau disebut dengan Management
Sumber Daya Manusia (MSDM). Dalam hal ini MSDM
akan melaksanakan berbagai kegiatan yang memang
bertujuan untuk dapat mendukung tercapainya tujuan
organisasi. Salah satu langkah yang dilakukan di dalam
proses MSDM adalah yang disebut dengan Analisa
Jabatan. Analisa jabatan merupakan hal yang perlu
dilakukan oleh perusahaan sebagai dasar dalam
penentuan strategi SDM yang tepat dalam menghadapi
persaingan (Yunanik, 2013)
Terdapat beberapa pendapat para ahli terkait dengan
Analisa jabatan. Berikut beberapa pendapat yang
disampaikan oleh beberapa tokoh terkait Analisa jabatan.
1. Job analysis can be defined as obtaining information
about jobs involve the following steps: collecting and
recording job information, checking the job information
for accuracy, writing job description based on the
information, using the information to determine what
skill, abilities, and knowledge are required on the job,
updating the information from time to time. (Cynthia D.
Fisher, 1996:136) dalam Sugijono (2016)
2. Job analysis is a key element in human resource
management program, results in two essential
documents: job description summarize the duties,
responsibilities, working conditions, and activities of
particular job, and job specification outline employee
qualifications such as education level, job-related
experience, knowledge, skill, or abilities that are
required to perform a given job. (Michael D. Crino,
1993:137) dalam Sugijono (2016)

64
ANALISA JABATAN

3. Bahwa Analisa jabatan adalah proses, metode, dan


teknik untuk memperoleh data jabatan yang diolah
menjadi informasi jabatan dan disajikan untuk
kepentingan program kepegawaian serta memberikan
umpan balik bagi organisasi dan tatalaksana,
pengawasan dan akuntabilitas, suatu proses yang
digunakan untuk menentukan dan menggambarkan
isi pekerjaan, sehingga gambaran yang jelas mengenai
pekerjaan itu dapat disampaikan kepada pihak yang
memerlukan informasiuntuk tujuan manajemen.
(Menpan & RB melalui Kepmenpan Nomor:
kep/61/M.PAN/2004 Kepmenpan & RB Nomor 33
Tahun 2011)
4. Analisis jabatan sebagai suatu bentuk pengembangan
uraian terperinci dari tugas-tugas yang harus
dilakukan dalam suatu jabatan, penentuan hubungan
dari satu jabatan dengan jabatan lain yang ada, dan
penentuan tentang pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan
karyawan untuk melakukan pekerjaan secara efisien
dan efektif (Stephen Robbin, 1993)
5. Secara teoritis analisis Jabatan merupakan prosedur
untuk menetapkan tugas dan tuntutan keterampilan
dari suatu jabatan/ pekerjaan (Job Description) dan
orang seperti apa yang akan melaksanakan pekerjaan
(Dessler, 1997)
6. Analisis jabatan adalah proses penentuan aktivitas
kerja dan persyaratan, dan deskripsi pekerjaan
adalah hasil tertulis dari analisis pekerjaan (Aamodt,
Dari berbagai pendapat yang disampaikan oleh para
tokoh, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Analisa
jabatan adalah suatu upaya pengelolaan sumber daya
manusia yang menghasilkan suatu informasi penting di
dalam SDM yang terkait dengan job description, job

65
ANALISA JABATAN

specification yang mana memiliki peranan di dalam


menunjang pengelolaan SDM dalam suatu organisasi
untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Tujuan Analisa Jabatan
Adanya analisa jabatan tidak serta merta hanya sebagai
sistem yang ada di dalam organisasi, namun adanya
tujuan penting di dalam analisa jabatan. Adapun yang
menjadi tujuan analisa jabatan adalah :
1. Menjelaskan mengenai bagaimana spesifikasi
karyawan yang dibutuhkan untuk menduduki suatu
jabatan di dalam proses managemen di suatu
organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2. Menentukan mengenai pelatihan yang dibutuhkan
oleh organisasi sebagai upaya menyiapkan SDM agar
mampu melaksanakan tugas dengan baik dan
mendukung arah pencapaian organisasi yang didasari
dari kebutuhan spesifik SDM di dalam menduduki
suatu jabatan tertentu.
3. Mendapatkan informasi yang akurat terkait dengan
Job Description yang terdapat pada setiap jabatan-
jabatan yang ada di dalam suatu organisasi, dimana
dari data mengenai job description ini akan
mendukung pelaksanaan proses managemen
selanjutnya
4. Dapat menjadi bahan masukan di dalam
mempertimbangkan upaya pemberian reward dan
juga penggajian setiap pegawai ataupun karyawan
yang ada di dalamnya agar sesuai dengan beban tugas
yang dilakukannya selama ini
5. Menjadi bahan di dalam melakukan proses
pembuatan penilaian kerja, dimana penilaian kerja di
dasarkan pada aktifitas pekerjaan yang dilakukannya
selama ini

66
ANALISA JABATAN

6. Dapat memberikan gambaran mengenai ruang


lingkup suatu jabatan di dalam organisasi sehingga
dapat menjadi bahan masukan dan juga
pertimbangan di dalam proses managemen secara
keseluruhan dan juga di dalam menetapkan kebijakan
yang berlaku di dalam suatu organisasi
Analisa jabatan merupakan suatu aktivitas penting yang
sering dipandang sebagai “building block” dari semua hal
yang dilakukan oleh personil. Sudah menjadi fakta bahwa
hampir semua program HRM membutuhkan sejumlah
informasi tertentu yang bisa dikumpulkan melalui analisa
jabatan.
Analisa jabatan biasanya dilakukan oleh :
1. Manajer lini
2. Profesional di bidang HR
3. Job Analysts (personnel analysts)
4. Perusahaan (konsultan) yang menyediakan layanan
analisa jabatan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan
melakukan kegiatan analisa jabatan
1. Memberikan semua fakta penting yang ada
hubungannya dengan jabatan
2. Memberikan fakta-fakta yang diperlukan untuk
bermacam-macam tujuan
3. Harus sering ditinjau kembali dan apabila perlu
diperbaiki
4. Dapat menunjukkan tugas-tugas mana yang paling
penting diantara beberapa tugas dalam tiap jabatan
5. Memberikan informasi yang tepat, lengkap dan dapat
dipercaya

67
ANALISA JABATAN

Job Description
Deskripsi jabatan dijelaskan mengenai suatu jabatan dan
posisi jabatan tersebut dalam suatu organisasi. Elemen-
elemen deskripsi jabatan antara lain: nama jabatan,
prosedur dan aktivitas jabatan, kondisi kerja dan
lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan kondisi pekerjaan
(Cascio, 1998).
Menurut W.F. Cascio (dalam Sahlan Asnawi, 1999) hasil
analisis jabatan bagi organisasi perusahaan memiliki
kegunaan atau manfaat bagi perancangan dan
pengembangan organisasi, administrasi personalia,
memberikan rumusan perencanaan kebutuhan personil,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif, yang sering
disebut sebagai informasi dan pedoman bagi kegiatan
evaluasi jabatan, rekrutmen, seleksi, penempatan dan
pemindahan, pendidikan dan pelatihan, pengukuran
kinerja, perencanaan karier, gaji atau penghasilan,
hubungan kerja antara karyawan, kesehatan dan
keselamatan kerja, dan pengembangan cara kerja,
perancangan jabatan, perancangan rekayasa (engineering
design), untuk kegiatan tambahan tetapi strategis.
Diharapkan tuntutan tugas yang harus dilakukan tidak
hanya berdasarkan pada apa yang dilaporkan karyawan
sebagai tugas mereka, melainkan pada pengetahuan
penyelia tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh
jabatan ini, jadi analisis jabatan dapat mengidentifikasi
suatu tugas yang hilang untuk diperhatikan.
Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu hasil analisis
pekerjaan yang paling berguna adalah penjelasan
pekerjaan. Deskripsi pekerjaan adalah ringkasan
pekerjaan yang relatif singkat dan panjangnya sekitar dua
sampai lima halaman. Tetapi agar deskripsi pekerjaan
bernilai, deskripsi pekerjaan harus cukup detail sehingga
keputusan tentang kegiatan seperti seleksi dan pelatihan
dapat dituliskan. Meskipun psikolog Industri dan

68
ANALISA JABATAN

Organisasi percaya bahwa deskripsi pekerjaan harus rinci


dan membutuhkan waktu yang lama, banyak profesional
dalam organisasi menolak upaya tersebut. Para
profesional ini khawatir bahwa dengan menuliskan setiap
aktivitas suatu jabatan maka akan membatasi
kemampuan mereka untuk mengarahkan karyawan
dalam melakukan tugas yang tidak tercantum dalam
deskripsi pekerjaan.
Namun demikian sebenarnya dari informasi terkait
dengan Job Description, kita dapat melakukan perbaikan,
dimana :
1. Tugas selalu bisa ditambahkan ke deskripsi
pekerjaan, dapat dan harus diperbarui secara teratur.
2. Ditambahkan tugas tambahan yang bisa dilakukan
Deskripsi pekerjaan dapat ditulis dalam banyak cara,
namun Deskripsi pekerjaan harus berisi delapan bagian
berikut: judul pekerjaan, ringkasan singkat, aktivitas
kerja, alat dan peralatan yang digunakan, konteks kerja,
standar kinerja, informasi kompensasi, dan persyaratan
pribadi. (Aamondt, 2010)
Adapun isi pokok suatu deskripsi jabatan dan pekerjaan
adalah sebagai berikut.
1. Identitas Jabatan
2. Ringkasan jabatan atau pekerjaan
3. Rincian tugas yang dilaksanakan
4. Pengawasan yang diberikan dan diterima
5. Hubungan dengan jabatan atau jenis pekerjaan
lainnya
6. Bahan, alat, dan mesin yang dipergunakan
7. Kondisi lingkungan kerja

69
ANALISA JABATAN

8. Penjelasan istilah-istilah yang tidak lazim


9. Komentar tambahan untuk melengkapi penjelasan di
atas
Job Spesification
Spesifikasi jabatan merupakan prasyarat bagi seseorang
untuk menduduki jabatan tersebut. Spesifikasi ini bisa
juga meliputi aspek pendidikan, pengalaman kerja,
keahlian penunjang, syarat kesehatan fisik, seperti
panjang jangkauan lengan, tidak buta warna, aspek
psikologis seperti taraf kecerdasan, pengendalian emosi,
kemampuan relasi sosial, tanggung jawab, dan
kepemimpinan dan sebagainya. Tentunya semakin
kompleks jabatan tersebut maka spesifikasi yang
ditetapkan akan semakin banyak.
Informasi persyaratan jabatan (job specification) mengenai
kualifikasi umum dan khusus yang harus dimiliki seorang
karyawan. Kualifikasi umum menyangkut pendidikan
minimum yang disyaratkan, pengetahuan yang harus
dimiliki, kemampuan dan keahlian yang dimiliki dan
diperoleh baik dari praktik maupun latihan kerja yang
mencakup keahlian mental, fisik, sosial, dan pengalaman
kerja yang berhubungan dengan pekerjaan tertentu.
Kualifikasi khusus menyangkut bakat yang dimiliki,
kepribadian, kemampuan pengendalian diri, minat kerja,
kesehatan fisik dan mental, jenis kelamin yang serasi
untuk menyelesaikan tugas. Spesifikasi jabatan
dijelaskan mengenai kompetensi, karakteristik personal,
yang dianggap perlu dimiliki untuk mengerjakan suatu
pekerjaan.
Spesifikasi jabatan adalah daftar-daftar pengetahuan,
keterampilan, bakat, dan karakteristik-karakteristik
lainnya (KSAOs) dimana individu harus memilikinya
untuk dapat melakukan pekerjaannya.

70
ANALISA JABATAN

KSAOs
1. Knowlegde
“refers to factual or procedural that is necessary for
successfully performing a task”.
2. Skills
“is an individual’s level of proficiency at performing a
particular task”.
3. Abilities
“refers to a more general enduring capability that an
individual possesses”.
4. Other characteristics
Might be personality traits such as one’s achievement
motivation or persistence.
Dengan demikian, jelaslah bahwa titik berat suatu
spesifikasi pekerjaan adalah pada syarat-syarat yang
dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat melaksanakan
tugas dan kewajibannya sesuai dengan beban dan
tanggung jawab jabatan tersebut.
Umumnya suatu spesifikasi pekerjaan mengandung hal-
hal sebagai berikut :
1. Identifikasi jabatan
a. Nama
b. Kode
c. Bagian
2. Persyaratan jabatan
a. Pendidikan
b. Tingkat kecerdasan minimum yang diperlukan
c. Pengalaman yang dipelukan

71
ANALISA JABATAN

d. Pengetahuan dan keterampilan


e. Persyaratan fisik
f. Status perkawinan
g. Jenis kelamin
h. Usia
i. Kewarganegaraan
j. Kualifikasi emosi
k. Kemampuan-kemapuan khusus lainnya.
Metode Analisa Jabatan
Dalam melaksanakan kegiatan Analisa Jabatan, terdapat
beberapa cara yang dapat dilakukan oleh job analyst
untuk memperoleh berbagai data yang akurat terkait
dengan jabatan yang akan di Analisa. Metode
pengumpulan data yang dilakukan diharapkan tidak
dilakukan secara tunggal, namun perlu menggunakan
berbagai metode sehingga dapat memperoleh data yang
lebih lengkap dan juga akurat tentunya. Oleh karena itu
perlu kiranya disampaikan mengenai metode-metode yang
dapat digunakan di dalam Analisa jabatan.
Berikut adalah metode yang dapat digunakan dalam
melakukan analisis jabatan, yaitu :
1. Metode observasi
Observasi dilakukan oleh seorang analis jabatan
terhadap aktifitas kerja yang dilakukan oleh
pemegang jabatan yang sedang di Analisa. Yang
diobservasi dalam kegiatan Analisa jabatan adalah
seperti memperhatikan apa saja yang dikerjakan,
bagaimana cara mengerjakan tugas-tugasnya, apa
saja yang dihadapi dan bagaimana menghadapi
tantangan di dalam pekerjaan tersebut. Sebelumnya
seorang analis jabatan perlu mempunyai bekal

72
ANALISA JABATAN

terlebih dahulu mengenai teknik observasi, hal ini


agar analis jabatan memperoleh data yang akurat dan
juga objektif. Adapun kelebihan dalam melakukan
metode observasi adalah analis jabatan dapat
menggali informasi pekerjaan secara actual dan dapat
menghimpun informasi dalam jangka waktu singkat.
Namun demikian ada juga yang menjadi kelemahan
metode observasi yaitu bahwa observasi tidak dapat
digunakan untuk pekerjaan yang memerlukan
pelatihan yang intensif, serta tidak mungkin observasi
digunakan untuk menganalisis pekerjaan yang
berbahaya. Oleh karena itu sangat disarankan bahwa
seorang analis jabatan tidak menggunakan metode
tunggal di dalam melakukan upaya pengumpulan
datanya tersebut.
2. Metode interview
Selain metode observasi, dalam melakukan analisa
jabatan bisa dilakukan juga dengan menggunakan
metode wawancara ataupun interview. Wawancara
yang dilakukan adalah terkait dengan aktifitas
pekerjaan yang dilakukan serta ruang lingkup yang
terkait dengan pekerjaan yang memang akan
dianalisa. Ketika melakukan wawancara, tidak bisa
dihindari adanya kemungkinan kesalahpahaman
ataupun kesalahpengertian antara penganalisis
jabatan dengan mereka yang diwawancarai. Untuk
memulai wawancara perlu dibuat terlebih dahulu
panduan wawancara untuk memandu pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan terkait dengan aspek-
aspek yang akan ditanyakan di dalam proses Analisa
jabatan. Seorang analis jabatan juga dapat
memanfaatkan job description yang sudah ada
sebelumnya untuk mengklarifikasi kesesuaian job
description yang sudah ada. Bisa jadi job description

73
ANALISA JABATAN

yang ada belum mencakup seluruh aktifitas dan hal-


hal yang terkait dengan Analisa jabatan.
Kelebihan wawancara
a. Dapat menghimpun informasi pekerjaan secara
lebih lengkap
b. Dapat mengungkapkan informasi pekerjaan yang
yang lebih sering muncul atau dominan dan
informasi pekerjaan yang jarang muncul
c. Bisa melakukan klarifikasi kepada pemilik
jabatan yang sedang dianalisa
Kelemahan wawacara
a. Pemilik jabatan yang diwawancara curiga dan
tidak memberikan jawaban yang sebenarnya
b. Pertanyaan yang diajukan kurang jelas dan bisa
disalahtafsirkan.
Terdapat kondisi yang harus diperhatikan di dalam
melaksanakan wawancara di dalam analisa jabatan,
yaitu pastikan ybs paham bahwa yang diwawancara
adalah pekerjaannya bukan penilaian hasil kerja dan
pastikan ybs tahu bahwa job deskription yang
dituliskan telah sesuai dengan yang dikerjakan dan
akan disetujui dulu pihak atasan.
3. Metode Kuesioner
Upaya mencari informasi dapat dilakukan juga
dengan mengajukan pertanyaan melalui kuesioner
mengenai jabatan (Job questionnaires) dan dikirimkan
pada para pekerja yang bersangkutan.
Kelebihan dari kuesioner
a. Mudah mengerjakan karena respoden hanya
memilih jawaban.

74
ANALISA JABATAN

b. Pertanyaan kuesioner dapat dibuat sesuai


kebutuhan.
c. Menghemat pengunaan waktu dan tenaga.
d. Informasi yang diproleh merupakan data
kuantitatif.
Kelemahannya dari kuesioner
a. Bisa terjadi kekeliruan menafsirkan maksud
pertanyaan.
b. Tidak sepenuhnya menangkap informasi yang
sebenarnya terjadi di lapangan
Sikap yang perlu diperhatikan oleh penganalisis jabatan
atau pekerjaan adalah sebagai berikut :
1. Dengan sikap empatik memperkenalkan diri dan
menjelaskan maksudnya. Untuk mengurangi
kemungkinan salah pengertian dari karyawan atau
pejabat yang sedang dianalisis jabatan atau
pekerjaannya, maka pengalaisis jabatan atau
pekerjaan harus menjelaskan tujuan, fungsi, dan
kewenangannya dan manfaat yang diperoleh dari
analisis jabatan pekerjaan tersebut.
2. Menunjukan perhatian yang besar terhadap
pekerjaan karyawan atau jabatan yang bersangkutan
untuk memperoleh informasi yang diperlukan.
3. Tidak berskap seakan-akan menggurui karyawan
atau pejabat yang bersangkutan. Hal ini akan
menimbulkan psychological-friction. Mereka akan
tersinggung dan kemungkinan besar akan menutupi
informasi yang sebenarnya sehingga dapat
mengurangi kuantitas dan kualitas informasi yang
diperoleh

75
ANALISA JABATAN

4. Mengumpulan selengkap-lengkapnya informasi


tentang tujuan program, seperti :
a. Data tentang kualifikasi dan spesifikasi
karyawan/jabatan tertentu
b. Data training atau metode training, dan
sebagainya
5. Memeriksa kembali informasi yang sudah diperoleh
dengan fakta yang ada di lapangan
6. Mengadakan pendekatan yang sopan dan dapat
dimengerti oleh karyawan/pejabat yang bersangkutan
sesuai tingkat pengetahuan dan pendidikannya.

76
ANALISA JABATAN

Daftar Pustaka
Aamondt, Michael G. (2010). Industrial/ Organizational
Psychology: An Applied Approach. Sixth Edition.
Belmont; Wadsworth Cengage Learning
Armstrong, Michael & Taylor, Stephen. (2014). Human
Resource Management Practice. 13th edition. United
Kingdom: Ashford Colour Press, Ltd
th
Dessler, G. (2008). “Human Resource management”, 11
edition, Pearson Prentice Hall
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: KEP/61/II. PAN/2004, 2004, Pedoman
Pelaksanaan Analisis Jabatan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara, Jakarta
Noe, R.A. Hollenbeck, J.R., Gerhart, B., Wright, P.M.
(2004). Human Resource Managemen 5th edition.
USA: McGraw Hill.
Riggio, R. E. (2003). Introduction to Industrial and
Organizational Psychology 4thEdition, Prentice Hall.,
New Jersey
Sugijono. (2016). Analisis Jabatan Dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jurnal Orbith. Vol 12 No. 1
Maret
Yunanik. (2013). Implementasi Analisis Jabatan Dalam
Ranka Menyiapkan Organisasi Akamigas Menuju
‘STEM AKAMIGAS” (Studi Pada Akademi Minyak dan
Gas Bumi, Cepu, Jawa Tengah). Jurnal Bisnis
STRATEGI. Vol. 22 No. 2 Des. 2013

77
ANALISA JABATAN

Profil Penulis
Endah Andriani Pratiwi, M. Psi, Psikolog
Ketertarikan penulis terhadap Psikologi Personel
dimulai pada tahun 1998 silam. Berawal dari
penulis memilih untuk masuk ke FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
(UNISBA) dan berhasil lulus pada tahun 2003.
Setahun kemudian penulis melanjutkan
pendidikan ke MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI dengan
MAJORING PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI di
UNIVERSITAS PADJADJARAN (UNPAD) dan lulus pada tahun
2008. Saat ini penulis sedang menempuh Pendidikan
PROGRAM DOKTORAL di FAKULTAS PSIKOLOGI dengan
mengambil kajian PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI di
UNIVERSITAS PADJADJARAN (UNPAD).
Penulis memiliki kepakaran dibidang Psikologi Industri dan
Organisasi, Psikologi Personel, Analisa Jabatan Rekrutment dan
Seleksi serta Assessment Center dan Konseling. Untuk
mewujudkan karir sebagai dosen profesional, penulis pun aktif
sebagai peneliti dibidang Psikologi Industri dan Organisasi serta
kepakarannya yang lain. Tulisannya telah terbit di jurnal
nasional maupun internasional. Selain peneliti, penulis juga
aktif melakukan pengabdian masyarakat, dimana program
pengembangannya seperti terkait dengan kesiapan karir dan
menghadapi dunia kerja bagi mahasiswa, personal development
bagi siswa, kajian psikologi di dalam menghadapi masa
pandemic dan juga bencana serta kegiatan konseling bagi
masyarakat. Dalam mengembangkan diri dan mengaplikasikan
ilmunya sebagai psikolog, maka penulis juga aktif sebagai
praktisi di berbagai instansi pemerintahan, BUMN dan swasta.
Disamping itu penulis juga aktif menulis buku bersama dengan
rekan-rekan sesama penulis dengan harapan dapat
mengembangkan kemampuan para generasi muda dan
mendukung Indonesia menjadi bangsa yang besar. Adapun
bookchapter yang telah ditulisnya adalah seperti Kontribusi
Psikologi di Masa Pandemi Covid-19, Sumbangsih Psikologi
Industri bagi UMKM dan Kewirausahaan, Dunia Kerja Kekinian,
MSDM Kunci Organisasi, Smart Military University Membangun
Negri, dan buku-buku lainnya yang sedang dalam proses
penerbitan.
Email Penulis: endah.andriani@lecture.unjani.ac.id

78
5
PELATIHAN DAN
PENGEMBANGAN
SUMBERDAYA MANUSIA

Dr. Afriza, S.Ag., M.Pd.


Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Pengertian Pelatihan dan Pengembangan


Pelatihan dan pengembangan merupakan dua kata yang
selalu muncul dalam organisasi, lembaga, dan instansi
pendidikan. Hal itu bisa menunjukkan bila pelatihan dan
pengembangan berperan begitu penting bagi seorang
tenaga kerja supaya bisa menjalankan tugas serta
fungsinya dengan maksimal. Demikian pula pada instansi
pendidikan, pelatihan dan pengembangan selalu
dijalankan dalam rangka menaikkan kinerja tenaga
pendidik dan kependidikan yang dipandang kurang cakap
dalam melaksanakan tugasnya. Dari satu sisi, potensi
para praktisi pendidikan mungkin telah sesuai syarat
administrasi, namun belum secara faktual. Hal inilah
yang melatarbelakangi lembaga pendidikan memfasilitasi
para praktisi pendidikan agar menghasilkan kinerja yang
baik. (Anoraga, 2000)
Pelatihan (training) adalah sebuah proses pembelajaran
yang mengikutsertakan perolehan keterampilan, konsep,
peraturan, maupun sikap dalam menaikkan performance
tenaga kerja. (Sinamora, 2006)

79
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

Pelatihan merupakan setiap upaya dalam membenahi


kinerja pekerja dalam sebuah pekerjaan yang tengah jadi
tanggung jawabnya. Menurutnya, istilah pelatihan kerap
dipadankan terhadap pengembangan, namun perbedaan
keduanya adalah, kalau pelatihan berkaitan langsung
terhadap kinerja dalam pekerjaan saat ini, sementara
pengembangan memiliki ruang lingkup yang sangat luas
daripada pelatihan. (Faustinc, 2003). Intinya, pelatihan
sangat terfokus terhadap kenaikkan kemampuan serta
keterampilan SDM organisasi yang berhubungan pada
fungsi yang merupakan tanggung jawab individu terkait
sekarang (current job oriented) dan target pelatihan yaitu
meningkatkan performance individu pada suatu posisi
maupun fungsi sekarang.
Maka pelatihan dapat diartikan sebagai upaya sistematis
serta terencana dalam rangka merubah maupun
mengembangkan wawasan, keahlian maupun sikap yang
relevan terhadap kebutuhan organisasi.
Menurut Hasibuan (dalam Priyono dan Marnis), bahwa
pelatihan merupakan sebuah tahap pembelajaran jangka
pendek untuk pegawai operasional agar mendapatkan
keahlian teknis operasional dengan sistematis.
Selanjutnya Notoatmodjo menyatakan bila pelatihan
merupakan komponen dari sebuah proses pengembangan
yang bertujuan dalam menaikkan kemampuan maupun
keterampilan khusus seseorang sekelompok orang.
(Marnis, 2008)
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa pada pelatihan
dibentuk suatu lingkungan dimana pegawainya
mendapatkan maupun mempelajari sikap, kemampuan,
keterampilan, wawasan serta tindakan yang spesifik yang
berhubungan pada posisi yang diembannya.

80
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

Sedangkan pengembangan dari pernyataannya Andrew F.


Sikula dalam Kadarisman adalah “Development, related to
personnel and personnel issues, is a long-term educational
process with a systematic and organized procedure in
which managerial personnel learn conceptual and
theoretical knowledge for general purposes.”
Pengembangan yang berlandaskan dari persoalan staf
serta personil merupakan sebuah proses pendidikan
jangka panjang yang memakai sebuah prosedur yang
sistematis serta terorganisir di mana personal manajerial
belajar pengetahuan konseptual serta teoritis dalam
tujuan umum. (Kadarisman, 2012) Selanjutnya,
pengembangan adalah upaya dalam menaikkan
kemampuan teknis, teoritis, konseptual , serta moral
pegawai berdasarkan dari kepentingan pekerjaan/ posisi
lewat pendidikan serta latihan. (SP.Hasibuan, 2012)
Pada teori manajemen personalia, pengembangan
(development) merupakan fungsi operasional kedua yang
harus dijalankan dengan terstruktur serta
kontinyu.Program pengembangan seharusnya
direncanakan dengan teliti serta berpedoman pada
metode- metode ilmiah dirancang dengan teliti serta
berpedoman dari metode-metode ilmiah dan mengacu
terhadap keahlian yang diperlukan sebuah organisasi
pendidikan, agar para praktisi pendidikan dapat
melaksanakan tugasnya secara efektif serta efisien, baik
berdasarkan mutu ataupun kuantiti sehingga daya saing
organisasi pendidikan semakin besar.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka pelatihan
merupakan seluruh program yang dilaksanakan dalam
rangka membenahi kemampuan individu, atau kelompok
untuk menjalankan pekerjaan menurut tingkat posisi
pada organisasi maupun perusahaan. Sementara
pengembangan merupakan upaya yang dijalankan
dengan formal serta berkesinambungan dalam rangka

81
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

meningkatkan serta menambahkan kemampuan seorang


karyawan.
Istilah pelatihan serta pengembangan mengarah kepada
susunan total serta program di dalam serta luar pekerjaan
pegawai yang digunakan perusahaan dalam
mengembangkan keahlian serta wawasan, terutama
dalam kinerja pekerjaan serta promosi karir. Pelatihan
umumnya lebih difokuskan terhadap pengembangan
keterampilan bekerja yang bisa dipakai secara segera.
(Mangkuprawira, 2003)
Persamaan dan Perbedaan Pelatihan dan
Pengembangan
Pelatihan dan pengembangan memiliki persamaan berikut
ini:
1. Diselenggarakan menurut prosedur sistematis serta
terorganisir.
2. Sangat penting bagi pekerja yang baru diterima
perusahaan sebab pendidikan serta pengalaman kerja
sebelumnya yang sudah dipunyai pekerja itu kurang
cocok terhadap kebutuhan perusahaan.
3. Sangat penting bagi pekerja lama yang hendak
mendapat promosi maupun dipindahkan ke posisi
baru yang memerlukan wawasan serta keahlian
terhadap posisi barunya.
Sementara perbedaan pelatihan dan pengembangan yaitu:
1. Pelatihan bertujuan meningkatkan kemampuan
individu untuk kebutuhan posisi sekarang, sementara
tujuan dari pengembangan yaitu memaksimalkan
kemampuan untuk kepentingan posisi mendatang,
2. Sasaran hasil pelatihan adalah meningkatnya
performance jangka pendek, sedangkan

82
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

pengembangan kenaikan performance jangka


panjang.
3. Orientasi pelatihan keperluan jabatan saat ini,
sedangkan pengembangan keperluan pergantian yang
terprogram dan tidak direncanakan.
4. Efek pelatihan pada karir relatif sedikit, sedangkan
efek pengembangan terhadap karir relatif besar.
5. Periode waktu pelatihan relatif pendek, sedangkan
jangka waktu pengembangan relatif lama.
6. Peserta pelatihan biasanya tenaga non manajerial,
sedangkan peserta pengembangan pekerja manajerial.
7. Materi pelatihan berhubungan pada keteramplan
teknis, sedangkan materi pengembangan
berhubungan pada wawasan konseptual serta
teoretis.
Tujuan dan Manfaat Pelatihan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia
Tujuan dijalankannya pelatihan serta pengembangan
kerja adalah dalam memberi bekal, dan supaya
kompetensi kerja kemampuan, produktivitas serta
kesejahteraan dapat meningkat dan berkembang.
Tujuan-tujuan tersebut dapat dirinci berikut ini:
(Sinamora, 2006)
1. Membenahi kekurangan keterampilan performance
pegawai yang kurang memuaskan. Meskipun
pelatihan tidak bisa mengatasi seluruh pekerjaan
performance yang efektif, namun setidaknya program
pelatihan dan pengembangan akan berkontribusi
dalam menekan persoalan tersebut.
2. Memutakhirkan keterampilan pegawai sesuai pada
kemajuan teknologi dan pengetahuan. Dengan

83
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

pelatihan, pegawai bisa mengaplikasikan teknologi


baru dengan efektif dan terintegrasi dalam organisasi.
3. Membantu pegawai baru supaya kompeten dengan
pekerjaannya. Terkadang karyawan baru tidak
memiliki keterampilan serta kemampuan yang
diperlukan sebagai “job comotent” yakni meraih output
serta standar mutu yang diinginkan.
4. Menolong mengatasi persoalan operasional akibat
langkanya sumberdaya finansial serta teknologis
manusia, serta kelimpahan persoalan financial,
manusia serta teknologi.
5. Menyiapkan pegawai dalam promosi secara
berkesinambungan sehingga organisasi memiliki
karyawan yang berkualitas.
6. Mengorientasikan karyawan pada organisasi agar
bekerja dengan benar.
7. Mencukupi kebutuhan perkembangan pribadi melalui
penyediaan kegiatan-kegiatan yang menciptakan
efektifitas organisasional yang makin besar.

Berbagai manfaat nyata yang dapat diambil dari program


pelatihan dan pengembangan antara lain:
1. Dapat menaikkan kualitas serta kuantitas
produktivitas.
2. Dapat menurunkan waktu belajar yang dibutuhkan
pegawai dalam meraih standar kinerja yang dapat
diterima.
3. Dapat membangun sikap, loyalitas, dan kerja sama
yang makin memberi keuntungan
4. Dapat mencukupi kebutuhan perencanaan SDM

84
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

5. Dapat menurunkan frekuensi serta biaya kecelakaan


kerja.
6. Dapat menolong pegawai untuk menaikkan serta
mengembangkan kepribadian mereka. (Sinamora,
2006)
Manfaat-manfaat tersebut dapat menunjang seseorang
dan organisasi. Program pelatihan yang efektif dapat
membantu penyusunan karir serta kerap dipandang
menjadi penyembuh penyakit organisasional. Bila
produktivitas tenaga kerja berkurang maka jalan
keluarnya yaitu melaksanakan pelatihan secara benar,
meskipun hanya berpotensi untuk memperbaiki kondisi
tertentu.
Tahapan Pelatihan dan Pengembangan
Untuk menghindari agar tidak terjadi pemberian sebuah
pelatihan yang kurang tepat sasaran dan berdampak pada
pemakaian waktu serta materi yang percuma, maka harus
diadakan sebuah analisis kebutuhan pelatihan. Analisis
kebutuhan pelatihan bermanfaat menjadi dasar untuk
keseluruhan usaha pelatihan.

Secara mendalam analisis kebutuhan pelatihan adalah


langkah sistematis dalam menghimpun informasi
terhadap persoalan kinerja pada Instansi serta dalam
memeriksa kekurangan kinerja (performance deficiencies).
Setidaknya, terdapat tiga tahapan pokok pada pelatihan
serta pengembangan. yaitu:
1. Analisis kebutuhan pelatihan
Jenis kebutuhan pelatihan ada tiga antara lain:
a. General treatment need, merupakan penilaian
kebutuhan pelatihan untuk seluruh karyawan
dalam sebuah klasifikasi pekerjaan dengan tidak

85
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

memperhatikan data tentang performance dari


seorang karyawan tertentu.
b. Oversable performance discrepancies, yaitu model
penilaian kebutuhan pelatihan berdasarkan hasil
pengamatan pada bermacam-macam
permasalahan, interview, daftar pertanyaan, serta
evaluasi ataupun penilaian kinerja, serta melalui
cara meminta pekerja agar mengawasi hasil
pekerjaannya sendiri.
c. Future human resources needs, yakni tipe
kebutuhan pelatihan ini tidak berhubungan pada
ketidakcocokan kinerja, namun lebih
berhubungan pada SDM di waktu mendatang.
(Gomes, 2003)
Ada beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap
kebutuhan pelatihan serta pengembangan SDM,
yaitu:
a. Faktor Internal
Merupakan faktor yang asalnya dari dalam, baik
dari sebuah organisasi maupun diri pribadinya
sendiri. Akan tetapi untuk hal ini berfokus
terhadap organisasi.
1) Misi dan Tujuan Organisasi
Setiap organisasi mempunyai misi serta
tujuan yang hendak diraih, dalam meraih
tujuan tersebut dibutuhkan perencanaan
yang baik dan penerapan perencanaan itu
dengan tepat. Penyelenggaraan aktivitas atau
program sebagai upaya dalam meraih tujuan
dibutuhkan kemampuan pekerja (SDM), serta
itu hanya dapat diraih melalui pengembangan
SDM yang terdapat dalam organisasinya.
2) Strategi Pencapaian Tujuan

86
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

Misi dan tujuan dari sebuah organisasi


kemungkinan mempunyai kemiripan
terhadap organisasi yang lainnya, akan tetapi
strategi dalam meraih misi serta tujuan itu
tidak sama. Sehingga tiap organisasi memiliki
strategi khusus.
3) Dukungan manajemen puncak
Tenaga kerja yang ahli memerlukan tempat
kerja, baik pada sebuah unit kerja yang
berkaitan dengan ketenagakerjaan yang baik
ataupun tempat kerja pada arti fisik.
Disamping itu dibutuhkan alat kerja serta
modal kerja dalam menjalankan
operasionalnya. Sebab tenaga kerja yang
terampil, bukan sekedar harus mempunyai
kemampuan teknis namun juga dilengkapi
dengan sebuah aset pelatihan. Supaya
berbagai program pelatihan serta
pengembangan sukses, diperlukan dukungan
kepemimpinan dari atas, serta cara terefektif
dalam meraih keberhasilan yaitu dengan cara
eksekutif harus berperan aktif pelatihan dan
pengembangan berbagai sumber daya yang
diperlukan.
4) Komitmen para spesialis dan generalis
Selain manajemen puncak, semua manajer,
apakah spesialis maupun generalis, wajib
memiliki komitmen serta terlihat pada proses
pelatihan dan perkembangan.
5) Sifat dan Jenis Kegiatan
Bagi sebuah organisasi, jenis dan sifat
kegiatan yang dilaksanakan sangat
mempengaruhi pengembangan SDM. Sebuah

87
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

organisasi yang mayoritas menjalankan


aktivitas teknis, kemudian pola
pengembangan SDM tidak sama dengan
organisasi yang sifatnya ilmiah misalnya.
Pastinya strategi serta program
pengembangan SDM tidak sama dengan
organisasi yang aktivitasnya rutin bersama
organisasi yang aktivitasnya membutuhkan
inovasi serta kreatif.
6) Persiapan teknis yang digunakan
Jenis Teknologi yang dipakai, materi yang
diperlukan, metode yang dipakai,
kemampuan instruktur pelatihan, sarana
maupun berbagai prinsip pembelajaran,
peserta pelatihan, evaluasi pelatihan.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang asalnya dari
luar organisasi.
1) Kebijaksanaan Pemerintah
Seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik yang
diterbitkan dengan UU, aturan pemerintah,
SK Menteri ataupun Pejabat pemerintah, serta
sejenisnya adalah arahan yang wajib
dipertimbangkan oleh sebuah organisasi.
Seluruh kebijakan itu pastinya bisa memiliki
pengaruh terhadap pengembangan SDM pada
organisasi itu.
2) Sosio-budaya Masyarakat
Sebuah organisasi tidak dapat mengabaikan
faktor sosial masyarakat. Hal itu bisa
dimengerti sebab sebuah organisasi apapun
itu dibentuk demi kepentingan seluruh
masyarakat yang berlatar belakang sosial

88
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

budaya yang tidak sama. Sehingga faktor ini


sangat dipertimbangkan oleh organisasi
dalam pengembangan SDM.
3) Perkembangan IPTEK
Perkembangan IPTEK di luar organisasi
sekarang ini sudah sangat pesat. Sudah
pastinya sebuah organisasi wajib
menyesuaikan dengan arus itu. Sehingga
organisasi wajib bisa dalam menentukan
teknologi yang sesuai bagi organisasinya.
Maka kemampuan pegawai organisasi wajib
disesuaikan dengan keadaan itu.
2. Mendesain program pelatihan
Untuk mendesain pelatihan dan pengembangan SDM,
terdapat dua hal yang wajib diperhatikan, antara lain:
a. Metode pelatihan.
Metode peIatihan yang cocok tergantung pada
tujuan yang diharapkan. Tujuan maupun target
pelatihan yang tidak sama bisa berdampak pada
penggunaan metode yang tidak sama juga.
b. Prinsip umum bagi metode pelatihan
Metode apapun yang digunakan dalam pelatihan
dan pengembangan, maka metode itu harus
berdasarkan prinsip di bawah ini:
1) Menyemangati seluruh peserta pelatihan.
2) Menampilkan keterampilan-keterampilan.
3) Konsisten terhadap isi pelatihan.
4) Peserta memiliki partisipasi aktif.
5) Memberi peluang dalam meningkatkan
keahlian.

89
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

6) Memberi feedback.
7) Mendukung hasil dari pelatihan ke pekerjaan.
8) Dari sisi biaya harus efektif.
Terdapat berbagai metode yang bisa dipakai pada
penyelenggaraan program pelatihan serta
pengembangan terdiri dari: (1) On the job, (2) Vestibule,
(3) Apprenticeship, serta (4) Classroom methods
(Priyono, 2008)
On the job, ataupun pelatihan dalam jabatan,
merupakan metode pelatihan dimana para pesertanya
dilatih secara langsung di tempat kerjanya. Targetnya
yaitu supaya kemampuan peserta pelatihan dalam
melaksanakan tugas yang diberikan dapat meningkat.
Dalam hal ini pelatihnya dapat mengambil dari pelatih
profesional, atasan langsung ataupun rekan kerja
yang lebih senior serta sudah mempunyai banyak
sekali pengalaman.
Ada empat tahapan dalam on the job yang terdiri dari:
(1) peserta pelatihan mendapatkan informasi
mengenai pekerjaan yang merupakan tanggung
jawabnya serta hasil yang dikehendaki, ke semuanya
dihubungkan pada relevansi pelatihan dengan
meningkatkan kemampuan pesertanya tersebut, (2)
pelatih mempraktikkan cara yang baik dalam
melakukan sebuah pekerjaan tertentu supaya dapat
dicontoh oleh peserta pelatihan, (3) peserta pelatihan
diharuskan mempraktikkan secara mandiri apa yang
sudah dipraktikkan oleh pelatih, (4) karyawan
memperlihatkan performa bekerja berdasarkan cara
yang sudah dipelajari secara mandiri.
Vestibule, adalah metode pelatihan dalam menambah
keahlian khususnya yang bersifat teknikal, di tempat
pekerjaan, namun tanpa mengganggu aktivitas

90
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

organisasi yang sudah rutin dilakukan. Sehingga


organisasi harus menyiapkan tempat dan fasilitas
khusus dalam menjalankan latihan, jadi tidak
mengganggu.
Sebagai contoh dengan menyiapkan sebuah hotel,
supaya pelatihannya tidak mengganggu operasional
hotel, maka disiapkan sebuah ruang khusus yang
dimanfaatkan untuk berlatih misalnya menata kamar
tidur (mengganti sprei, sarung bantal, perlengkapan
kamar mandi, dan lain sebagainya), juga bagaimana
proses penerimaan tamu, di restoran dan lain
sebagainya.
Apprenticeship (magang), umumnya digunakan dalam
pekerjaan yang memerlukan keterampilan yang
sangat khusus. Program ini umumnya memadukan on
the job training dengan pengalaman. Sistem magang
ini terbagi menjadi empat jenis aktivitas antara lain:
(1) seorang karyawan belajar dari karyawan lainnya
yang lebih memiliki pengalaman, (2) coaching terkait
dengan seorang pemimpin mengajarkan berbagai
teknik kerja yang benar kepada para karyawan dan
cara-cara yang sudah disampaikan tersebut diikuti
oleh para karyawan yang sedang mengikuti pelatihan,
(3) karyawan yang dilatih dijadikan asisten, (4)
menugaskan salah satu karyawan untuk masuk
dalam kepanitiaan, dengan begitu karyawan akan
semakin banyak mendapatkan pengalaman.
Classroom Method, model ini disusun berbentuk
pembelajaran di dalam kelas yang memakai metode
ceramah dan diskusi. Kegiatan pembelajaran
biasanya berlangsung satu arah dimana instruktur
aktif menyampaikan informasi maupun pengetahuan
pada peserta. Keberhasilan penerapan metode ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu
faktor peserta, bahan belajar, instruktur. Jika dalam

91
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

suatu ruangan semakin banyak pesertanya umumnya


tidak akan dapat berjalan dengan efektif (satu kelas
diisi 50 peserta). Begitupun dengan bahan belajar,
jika instrukturnya tidak menyiapkan bahan belajar
akan mengakibatkan pesertanya mengalami
hambatan dalam mengikuti proses pelatihan.
Instruktur pun juga tidak kalah penting, untuk model
kuliah dibutuhkan seorang instruktur yang benar-
benar bisa menguasai kelas dalam beragam
keterampilannya. (Priyono, Manajemen Sumber Daya
Manusia, 2008)
3. Evaluasi efektifitas program.
Agar pelatihan dan pengembangan yang dilaksanakan
efektif, maka pelatihan wajib menjadi sebuah jalan
keluar yang cocok untuk permasalahan organisasi,
yaitu bila pelatihan itu bertujuan dalam membenahi
kelemahan keahlian. Karena itu, karyawan harus
meningkatkan usaha belajarnya dan menyadari
pentingnya mendapatkan sebuah informasi baru
ataupun mempelajari berbagai keterampilan baru
yang didapatkan.
Tahapan ini bertujuan dalam mengevaluasi apakah
pelatihan itu efektif dalam meraih target yang sudah
ditentukan. Hal itu membutuhkan identifikasi serta
pengembangan kriteria khusus.
a. Tipe-tipe efektifitas program pelatihan.
Program pelatihan dapat dievaluasi menurut
informasi yang dapat diperoleh dalam lima
jenjang:
1) Reactions; (tingkat kesenangan peserta
pelatihan)
Reaksi ini didesain agar mengetahui pendapat
dari para pesertanya tentang program

92
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

pelatihan, terutama terkait terhadap alasan


utama mengikuti pelatihan dan
pengembangan seperti: sampai dimana para
peserta merasakan puas terhadap program
sehingga dapat dilakukan berbagai
pembenahan dari program pelatihan, dalam
menjamin supaya peserta yang lain memiliki
sikap represif dalam menjalani program
pelatihan.
2) Learning;(sejauh mana peserta mempelajari
fakta, prinsip, dan pendekatan yang ada di
dalam pelatihan)
Informasi yang hendak didapatkan melalui
tipe evaluasi ini yaitu mengetahui sejauh
mana peserta memahami konsep,
pengetahuan, keterampilan yang dijelaskan
ketika pelatihan.
3) Behaviors;(sejauh mana perilaku kerja para
pekerja berubah akibat pelatihan)
Tujuannya adalah untuk membandingkan
tingkah laku dari para peserta, sebelum serta
setelah pelatihan, sehingga bisa diketahui
kadar pengaruh pelatihan pada perubahan
penampilan mereka. Tahap ini penting sebab
target dari pelatihan yaitu dalam merubah
tingkah laku maupun kinerja peserta
pelatihan sesudah mengikuti pelatihan
4) Organizational result;(apakah peningkatan
produktivitas maupun pengurangan biaya
sudah diraih)
Pengumpulan informasi dalam tingkat ini
bertujuan untuk menguji pengaruh pelatihan

93
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

pada kelompok kerja maupun organisasi


dengan keseluruhan.
5) Cost effectivity; (apakah itu adalah metode
yang termurah serta mengatasi persoalan)
Evaluasi ini bertujuan agar mengetahui
besarnya biaya program pelatihan, serta
apakah jumlah biaya dalam pelatihan itu
tergolong kecil maupun besar jika berbanding
dengan biaya yang muncul dari persoalan
yang terjadi dalam organisasi.
b. Model-model penilaian efektivitas pelatihan.
Proses evaluasi dapat memicu karyawan dalam
menaikkan produktivitasnya. Agar mengetahui
pengaruh dari pelatihan tersebut dengan
menyeluruh pada hasil maupun kinerja seseorang
maupun suatu kelompok khusus, biasanya ada
dua opsi model penilaian yakni:
1) Uncontrolled model.
Model pertama umumnya tidak menggunakan
kelompok pembanding untuk menjalankan
penilaian pengaruh dari pelatihan pada hasil
maupun kinerjanya.
2) Controlled model.
Sementara model ini yaitu model yang untuk
menjalankan evaluasi terkait dengan
keefektivitasan program pelatihan memakai
sistem pembanding yakni membandingkan
hasil dari individu maupun kelompok yang
tidak ikut pelatihan. (Dessler, 2003)

94
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

Teknik-Teknik Pelatihan dan Pengembangan


Pelatihan dan pengembangan disusun dalam menaikkan
prestasi kerja, menurunkan absensi serta rotasi, dan
membenahi kepuasan kerja. Terdapat dua jenis program
pelatihan serta pengembangan manajemen. (Decenzo,
1999)
1. Metode praktis
2. Teknik-teknik presentasi informasi serta metode-
metode simulasi
Setiap kategori pelatihan dan pengembangan di atas,
mempunyai target sikap, konsep maupun wawasan serta
keahlian utama yang tidak sama. Tidak ada satu teknik
yang selalu unggul, namun bergantung terhadap seberapa
jauh sebuah teknik sesuai faktor-faktor sebagai berikut:
1. Keefektifan biaya.
2. Isi program yang diinginkan
3. Kelayakan fasilitas-fasilitas
4. Prioritas serta kemampuan peserta
5. Prioritas serta kemampuan instruktur atau pelatih
6. Prinsip-prinsip belajar
Di antara teknik yang sangat sering dipakai yaitu metode
on the job, di mana aryawan dilatih mengenai pekerjaan
baru terhadap penilaian langsung seorang pelatih yang
memiliki pengalaman (umumnya pegawai lain). Di antara
teknik tersebut di antaranya :
1. Rotasi posisi
2. Latihan instruksi pekerjaan
3. Magang
4. Coaching
5. Penugasan sementara

95
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

Sedangkan pada teknik off the job, peserta latihan


memperoleh representasi sebuah aspek organisasi dan
diminta dalam meresponnya misalnya pada kondisi
sesungguhnya dan bertujuan salam menyampaikan
bermacam-macam sikap, konsep maupun keahlian pada
peserta. Di antara metode yang dapat dipakai yaitu:
1. Metode studi kasus
2. Kuliah
3. Studi sendiri
4. Program komputer
5. Konferensi
6. Presentasi
Syarat-Syarat Pelatih dalam Pengembangan
Seorang pelatih maupun instruktur baiknya mempunyai
persyaratan khusus untuk menjalankan pengembangan
pada pegawai, antara lain:
1. Teaching Skills, seorang instruktur wajib memiiliki
kecakapan dalam mengajarkan maupun mendidik,
membimbing, menyampaikan petunjuk, serta
mentransfer pengetahuan kepada peserta
pengembangan. Ia wajib bisa memotivasi,
membimbing serta mengembangkan supaya peserta
bisa dalam bekerja mandiri dan bisa membangkitkan
kepercayaan dalam dirinya
2. skills, seorang instruktur wajib memiliki kecakapan
komunikasi baik lisan, ataupun tulisan dengan
efektif, intonasinya jelas, tulisannya baik, serta
perkataannya gampang dimengerti peserta
pengembangan
3. Personality autholity, seorang instruktur wajib
mempunyai kewibawaan pada peserta
pengembangan. Ia wajib memiliki tingkah laku yang

96
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

baik, sifat, serta kepribadiannya disukai, kemampuan


serta kecakapannya diakui
4. Social skills, seorang instruktur wajib memiliki
kemahiran pada bidang sosial supaya terjamin
kepercayaan serta loyalitas dari para peserta
pengembangan. Ia senang membantu, obyektif, serta
bahagia bila anak didiknya maju dan bisa
mengapresiasi opini orang lain
5. Technical competent, seorang instruktur wajib
memiliki kemampuan teknis, kecakapan teoritis, serta
tangkas untuk pengambilan sebuah keputussan
6. Stabilitas emosi, seorang instruktur dilarang memiliki
prasangka yang buruk pada anak didiknya, dilarang
cepat marah, memiliki sifat keterbukaan, tidak
pendendam, dan dalam pemberian dilakukan secara
objektif.
Kendala-Kendala Pelatihan dan Pengembangan
Hambatan pengembangan yang diselenggarakan pasti ada
serta kita wajib berupaya memperbaiki pengaruh seluruh
hambatan itu. Kendala pengembangan berhubungan
pada peserta, pelatih maupun instruktur, sarana
pengembangan, kurikulum, serta biaya pengembangan.
Peserta pengembangan dan pelatihan memiliki latar
belakang yang berbeda, maupun heterogen, misalnya
pendidikan dasarnya, pengalaman kerjanya, serta
umurnya. Hal itu pasti menyusahkan serta menghalangi
kelancaran penyelenggaraan pelatihan dan
pengembangan sebab daya tangkap, asumsi, serta daya
nalar karyawan pada materi yang diberikan tidak sama.
Pelatih ataupun instruktur yang terampil serta cakap
dalam mentransferkan pengetahuannya kepada peserta
serta pendidikan susah diperoleh. Dampaknya target yang
dikehendaki tidak bisa diraih. Misalnya, terdapat pelatih

97
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

yang terampil serta pandai namun tidak bisa mengajar


serta melakukan komunikasi dengan efektif atau teaching
skill–nya kurang efektif, namun cuma pandai dan terampil
bagi dirinya sendiri
Sarana pengembangan serta infrastruktur yang
diperlukan dalam pelatihan dan pengembngan begitu
sedikit serta kurang baik. contohnya buku-buku maupun
peralatan serta mesin-mesin, yang hendak dipakai dalam
praktek kurang maupun tidak tersedia. Hal itu bisa
menyusahkan serta menghalangi lancarnya
pengembangan dan pelatihan.

98
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

Daftar Pustaka
Anoraga, P. (2000). Manajemen Bisnis. Jakarta: PT.Asdi
Mahasatya.
Decenzo. (1999). Human resources Management. Newyork.
Dessler. (2003). Human Resources Management. Newyork:
Pretince-Hall.
Faustinc, G. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Gomes. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Kadarisman. (2012). Manajemen Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Rajawali pers.
Mangkuprawira. (2003). Manajemen sumber Daya
Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Marnis, P. d. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Zifatama Publisher.
Priyono. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Zifatama Publisher.
Sinamora. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: STIE YKPN.
SP.Hasibuan, M. (2012). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Syafaruddin, A. (2000). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: BPFE.

99
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

Profil Penulis
Dr. Afriza S.Ag M.Pd lahir di desa Tg. Berulak
Airtiris Kec. Kampar Kab. Kampar Riau. Beliau
menamatkan SDN 14 Tg. Berulak pada tahun
1982, lalu melanjutkan pendidikan ke SMPN
Santul dan tamat pada tahun 1985. Pada tahun
1985 melanjutkan pendidikan ke Pondok
Pesantren Wali Songo Ngabar Jawa Timur
selama 1 tahun dan pada tahun 1989 menamatkan pendidikan
di PPMTI Tg. Berulak. Tahun 1990 melanjutkan studi s1 di
Jurusan Pendidikan Bahsa Arab Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Susqa Pekanbaru. Pada tahun 1997, dikirim ke
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengikuti Program
Pembibitan Dosen se- Indonesia selama 6 bulan. Pada tahun
1997 akhir mulai bertugas sebagai dosen di Fakultas Dakwah
IAIN Raden Intan Lampung Pada tahun 2000, beliau dinikahi
oleh Serma Irwansyah dan memiliki 2 orang anak, yaitu Afrian
Hidayat dan Azizah Agustiani Putri. `Pada tahun 2008,
menamatkan S2 di Jurusan Teknologi Pendidikan Kosentrasi
Manajemen Pendidikan di Universitas Lampung. Tahun 2019
menamatkan studi s3 di Universitas Negeri Jakarta. Dan pada
tahun 2011, sampai sekarang menjadi dosen tetap di Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan dan s2 Manajemen Pendidikan Islam
UIN Suska Riau. Saat ini aktif sebagai narasumber pelatihan
dan pengembangan sumber daya manusia.

100
6
KEPUASAN KERJA

Dr. Ansori, S.Pd.I., M.Pd.I


Institut Agama Islam Nusantara Batanghari-Jambi

Pengantar
Kepuasan kerja adalah salah satu kajian yang sangat
menarik khusunya dalam mengelola sumber daya
manusia (MSDM), pengelolaan SDM disatu sisi bukan hal
yang mudah, karena MSDM melibatkan berbagai elemen
dalam sebuah organisasi, namu juga tidak sulit jika
semua unsur/elemen dalam organisasi tersebut dapat
bekerjasama dengan baik, perpaduan antara orang-orang
yang berada dalam sebuah organisasi itulah yang mampu
memunculkan lingkungan kerja yang kondusif sehingga
dapat melaksanakan pekerjaannya secara maksimal
dalam mencapai tujuan organisasi. Kepuasan adalah
salahsatu faktor penentu bagi seseorang, dimanapun
mereka bekerja, baik dilembaga pendidikan, perusahaan,
perkantoran, perbankkan, dan lain-lain.
Pembahasan tentang kepuasan kerja (Job Satisfaction)
memang tidak ada habis-habisnya untuk dibicarakan,
karena kepuasan kerja ini tidak hanya dalam bidang
pendidikan, namun jika berbicara tentang kepuasan
kerja, maka semua akan terkait dengan semua bidang
pekerjaan, kepuasan kerja ini menyangkut perasaan
seseorang dalam bekerja. Secara umum hasil penelitian
mengatakan bawah seseorang yang merasakan kepuasan

101
KEPUASAN KERJA

dalam bekerja, maka orang tersebut akan bertahan dalam


pekerjaannya, dan sebaliknya jika seseorang tersebut
tidak mendapatkan kepuasan, maka dia akan berusaha
mencari pekerjaan lain.
Paparan di atas terkait dengan apa yang dikatakan
Sondang P Siagian dalam Ansori, bahwa pembahasan
kepuasan kerja harus didahului dengan penegasan bahwa
kepuasan kerja bukanlah suatu masalah topik yang
sederhana, baik secara konseptual maupun analitis. ,
karena "kepuasan" memiliki arti yang berbeda. Namun,
masih relevan untuk mengatakan bahwa kepuasan kerja
adalah pandangan seseorang, baik positif maupun negatif,
tentang pekerjaannya. (Ansori, 2017, p. 26).
Pada tulisan ini akan membahas tentang: 1) Konsep dasar
dan definisi kepuasan kerja; 2) teori kepuasan kerja; 3)
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja; dan 4)
pengukuran kepuasan kerja.
Konsep Dasar dan Definisi Kepuasan Kerja
Pada prinsipnya kepuasan kerja merupakan hal yang
bersifat individual karena masing-masing individu akan
memiliki sudut pandang kepuasan yang berbedabeda
sesuai dengan sifatsifat yang berlaku dalam diri setiap
individu. Semakin banyak sudut pandang dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka
semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.
Kepuasan kerja dapat didefenisikan sebagai suatu
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang, yang
merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi
memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan
tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki
perasaanperasaan yang negatif tentang pekerjaan
tersebut. Ketika individu membicarakan sikap karyawan,
yang dimaksudkan adalah kepuasan kerja. Faktanya,

102
KEPUASAN KERJA

keduanya sering digunakan secara terbalik. (S. P. Robbins


& Judge, 2014, p. 35)
Roberts & Chapman bagian dalam Barry M. Staw
menuangkan bahwa secara terpisah kegembiraan
pekerjaan dikaitkan dengan kenaikan asas stabilitas
emosi (Staw, 2006, p. 26). Pendapat lain yang lebih
spesifik dikemukakan oleh Fred Luthans bahwa,
kepuasan kerja adalah hasil dari pemahaman karyawan
mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan
hal yang dinilai penting. (Fred Luthans, 2006b, p. 243)
Muhammad Yusup dkk, mendefenisikan kepuasan kerja
adalah pernyataan tercapainya suatu harapan yang
menimbulkan perasaan senang terhadap pekerjaan.
(Yusup, 2017, p. 54).
Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat pahami
bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif,
hasil dari persepsi, dan pernyataan tercapainya tentang
pekerjaan seseorang, yang merupakan hasil dari sebuah
evaluasi karakteristiknya.
Teori Kepuasan Kerja
Robert Kreitner dan Angelo Kinicki dalam Ansori, dkk
bahwa… “motivasi kerja individu berhubungan dengan
kepuasan kerja. Menurutnya kepuasan kerja adalah
respon bersifat mempengaruhi terhadap berbagai segi
pekerjaan seseorang. Orang yang terlihat puas dengan
satu orientasi pekerjaannya dan tidak puas dengan satu
atau lebih aspeknya. Karena terdapat hubungan dinamis
antara motivasi dengan kepuasan kerja, maka perlu
dipahami penyebab kepuasan kerja dan konsekuensi dari
kepuasan kerja”. (Ansori, 2020, p. 56)
Tingkat kepuasan kerja dapat saja diperoleh dari imbalan
yang diterima baik materi maupun bentuk hasil kerja
lainnya. Kepuasan kerja sebenarnya merupakan suatu

103
KEPUASAN KERJA

keadaan yang sulit dideskripsikankan meski dalam


bentuk yang sederhana sekalipun. Namun beberapa
ilmuwan telah mencoba untuk memaknai apa yang
dimaksud dengan kepuasan kerja. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ricki W. Griffin, secara umum,
kepuasan kerja adalah kadar kenikmatan yang diterima
orang dari melakukan pekerjaan mereka. Apabila orang
menikmati pekerjaannya mereka akan puas, namun
apabila orang tidak menikmati pekerjaan mereka, mereka
merasa kurang puas. Dengan demikian, karyawan yang
puas cendrung mempunyai semangat kerja (morale)
keseluruhan sikap karyawan terhadap lingkungan kerja
mereka yang tinggi. Semangat kerja merupakan gambaran
sejauhmana mereka merasa bahwa kebutuhan mereka
terpenuhi oleh pekerjaan mereka. (Griffin, 2006, p. 246)
Porter dalam Laurie J. Mullins mendefenisikan kepuasan
kerja adalah sebagai hasil persepsi individu terhadap
kesesuaian intrinsic reward dan extrinsic reward. (Laurie
J. Mullins, 2010, p. 139), selanjutnya masih menurut
Poter dalam Usman, kepuasan kerja f8ffdisimulasikan
dalam model berikut ini:

Gambar 6.1. The Porter and Lawler Satisfaction Model.


(Usman, 2011, p. 267)
Intrinsic reward berasal dari dalam diri sendiri,
sedangkan extrinsic reward bersumber dari penghasilan,
kondisi kerja dan supervisi. Menurut Porter intrinsic
reward tersebut tidak berhubungan langsung dengan
104
KEPUASAN KERJA

kinerja karena sangat tergantung pada karakteristik


pekerjaan yang menjadi tugas individu. Hasil persepsi ini
menjadi reward value yang memberi pengaruh terhadap
usaha (effort) individu dalam mewujudkan kinerjanya.
Sharma dan Chandra menyatakan bahwa kepuasan kerja
dapat ditelaah melalui teori need fulfilment, teori equity,
teori discrepancy, teori motivasi two factor, dan teori social
reference group. Kelima macam teori tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Teori need fulfilment
Teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja diukur
melalui penghargaan yang diterima pegawai atau
tingkat kebutuhan yang terpuaskan. Pegawai akan
puas jika mereka mendapatkan sesuatu yang
dibutuhkannya. Semakin besar kebutuhan pegawai
yang terpenuhi semakin puas pegawai tersebut atau
sebaiiknya. Ada kaitan langsung yang positif antara
kepuasan kerja dan kepuasan aktual terhadap
kebutuhan yang diharapkan.
2. Teori equity
Prinsipnya teori ini mengemukakan bahwa orang
akan merasa puas sepanjang mereka merasa ada
keadilan (equity), perasaan equity dan inequity
diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan
orang lain yang sekelas, sekantor, maupun di wadah
lain. Teori ini mengidentifikasi equity dalam tiga
bagian yakni:
a. Input, adalah sesuatu yang berharga dirasakan
oleh pegawai sebagai masukan untuk menunjang
pekerjaannya seperti pendidikan, pelatihan, alat
kerja, dan Iain-lain.
b. Out comes, adalah segala sesuatu yang berharga
dirasakan pegawai sebagai dari hasil

105
KEPUASAN KERJA

pekerjaannya seperti gaji, status, pengakuan atas


prestasi, dan lain-lain.
c. Comparisons person, adalah perbandingan antara
input dan out comes yang diperolehnya. Menurut
teori ini puas atau tidak puasnya pegawai
merupakan hasil dari perbandingan input-output
dirinya dan input-output pegawai lain
(comparisons person). Jika perbandingan tersebut
adil maka pegawai puas demikian sebalikrnya.
3. Teori discrepancy
Teori ini menyatakan untuk mengukur kepuasan
kerja seseorang dilakukan dorongan menghitung
selisih antara apa yang diharapkan dari pekerjaan
dengan kenyataan yang dirasakan. Kepuasan kerja
tergantung pada discrepancy antara expectation,
needs, atau values dengan apa yang menurut
perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau
dicapai melalui pekerjaan. Sikap pegawai terhadap
pekerjaannya tergantung ketidaksesuaian yang
dirasakan.
4. Teori motives; two factor
Menurut teori ini terdapat dua faktor pengukur
kepuasan dan ketidak puasan pegawai yakni:
a. Faktor maintenance atau dissatisfaction factors,
adalah faktor- faktor pemeliharaan yang
berhubungan dengan hakekat manusia yang ingin
memperoleh ketentraman badaniah meliputi gaji,
kualitas supervisi, kebijakan organisasi, kualitas
hubungan interpersonal diantara rekan kerja,
dengan atasan dan bawahan, keamanan bekerja,
status, dan kondisi kerja.
b. Faktor motivator atau satisfaction factors
menyangkut kebutuhan prsikologis pegawai.

106
KEPUASAN KERJA

Faktor ini berhubungan dengan penghargaan


terhadap pribadi pegawai yang secara langsung
berkaitan dengan pekerjaan seperti prestasi,
pengakuan, pekerjaan itu sendiri.
5. Teori social reference-group
Teori ini hampir menyerupai teori need fulfilment,
namun perbedaanya adalah bahwa dalam teori ini,
harapan, keinginan, serta kepentingan adalah milik
individu dalam kelompok dan bukan sebagai individu
yang independen. Menurut teori ini, jika pekerjaan
sesuai dengan kepentingan, harapan, dan tuntutan
individu dalam kelompok, maka seseorang akan
merasa puas terhadap pekerjaannya, dan sebaliknya.
Pada kenyataannya individu tidak selamanya
mengikuti apa yang diputuskan kelompok,
adakalanya bersikap independen. (Sharma R.A. and
Chandra S.S, 2004, p. 315)
Menurut Chery L. Rusting dalam Fred Luthans, ada lima
dimensi pekerjaan telah diidentifikasi untuk
mempresentasikan karaktersitik pekerjaan, di mana
karyawan memiliki respon apektif. Kelima dimensi
tersebut adalah: pertama, pekerjaan itu sendiri. Dalam
hal ini dimana pekerjaan memberikan tugas yang
menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan
untuk menerima tanggung jawab. Kedua, sejumlah upah
yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang
sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan
orang lain dalam organisasi. Ketiga, kesempatan promosi.
Kesempatan untuk maju dalam organisasi. Keempat,
pengawasan. Kemampuan penyelia untuk memberikan
bantuan teknis dan dukungan perilaku. Kelima, rekan
kerja. Tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknis
dan mendukung secara sosial”. (Fred Luthans, 2006b, p.
243).

107
KEPUASAN KERJA

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja merupakan salah satu variabel yang
cukup dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, berikut
ini akan dipaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja.
Kenneth dan Gary mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
cara seseorang pekerja merasakan pekerjaannya.
Kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-sikap
terhadap pekerjaannya yang didasarkan atas aspek-aspek
pekerjaannya bermacam-macam. Menurutnya, terdapat
ratusan karakteristik pekerjaan yang dipertimbangkan
seorang pekerja, namun sekelompok karakteristik
pekerjaan cendrung secara bersama-sama dievaluasi
dengan cara yang sama. Sekelompok karakteristik
tersebut, yang pada umumnya ditemukan dalam analisis
statistik dari beberapa daftar pertanyaan sikap, meliputi:
gaji/upah, kondisi kerja, pengawasan, teman kerja, isi
pekerjaan, jaminan kerja, serta kesempatan promosi.
Sesungguhnya seorang pekerja beranggapan memiliki
sebagian sikap terhadap setiap aspek tersebut disamping
gabungan sikap terhadapnya sebagai keseluruhan.
(Wexley, Kenneth. N dan Yuki, 2005, p. 129)
Secara teoretis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja menurut Rivai dan Sagala dalam I Gede
Putu Wijaya adalah :
1. Gaya kepemimpinan,
2. Produktivitas kerja,
3. Perilaku,
4. Locus of control (cara pandang seseorang terhadap
suatu peristiwa apakah dia merasa dapat atau tidak
dapat mengendalikan sikap dan perilaku yang terjadi
padanya),

108
KEPUASAN KERJA

5. Pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja.


(i gede putu kawiana, 2020, p. 262)
Faktor-faktor di atas memang sudah sangat penting
diperhatikan disebuah organisasi, dan organisasi yang
berkeinginan untuk maju tentu tidak akan mengabaikan
hal tersebut.
Selanjutnya Herzberg's dengan teori dua faktornya
menyatakan bahwa: pada umumnya kepuasan kerja yang
tinggi tidak diakibatkan oleh hilangnya faktor-faktor
penyebab ketidakpuasan dalam bekerja tetapi karena
faktor-faktor tertentu yang diklasifikasikan sebagai
motivator atau faktor pemuas. Hezberg juga
menyimpulkan; pertama, ada serangkaian kondisi
ekstrinsik, keadaan pekerjaan, yang menyebabkan
ketidakpuasan di kalangan pekerja jika kondisi itu tidak
ada. Kondisi tersebut adalah factor-faktor yang membuat
orang tidak puas yang disebut hygiene faktors. Faktor-
faktor tersebut adalah: upah, jaminan pekerjaan, kondisi
kerja, status, dan hubungan antar rekan kerja. Kedua,
serangkaian kondisi intrinsik, yang terkait dengan
pekerjaan, yang apabila ada dalam pekerjaan tersebut
akan menimbulkan motivasi yang kuat yang
menghasilkan prestasi yang baik. Jika kondisi tersebut
tidak ada, maka tidak akan timbul rasa ketidakpuasan
yang berlebihan. Faktor-faktor pemuas atau motivator
yaitu: pengakuan, prestasi, tanggung jawab, kemajuan,
Peluang berkembang, dan pekerjaan itu sendiri. hygiene
faktor untuk memenuhi dorongan biologis dan kebutuhan
dasar lainnya. Jika kebutuhan tersebut terpenuhi,
mereka tidak akan kecewa tetapi belumlah sampai pada
taraf kepuasan. Karakteristik dari pekerjaan yang
memuaskan, memiliki relevansi dengan kebutuhan yang
mempunyai urutan lebih tinggi dengan perkembangan
psikologis seorang karyawan, yang mencakup pekerjaan
yang menarik, pekerjaan yang penuh tantangan,

109
KEPUASAN KERJA

kesempatan berprestasi, penghargaan, dan kesempatan


promosi. Cara kerja teori ini digambarkan pada gambar
berikut.

Gambar 6.2. Herzberg's Two-Factor Theory. (Ricard L. Daft,


2008, pp. 230–231)
Menurut Ansori dkk, bahwa kepuasan kerja adalah
pencapaian bentuk atau bentuk harapan yang mengarah
pada perasaan senang terhadap pekerjaannya. Dengan
indikator jenis pekerjaan, pengawasan/pembinaan,
kesempatan untuk bergerak maju, bekerja kondisi,
mendukung pekerjaan, dan gaji yang diterima. (Ansori,
2016, p. 83).
Motivasi dan kepuasan juga merupakan dua variable yang
saling mempengaruhi, sebagaimana yang dikatakan oleh
Sudarwan Danim, motivasi kerja adalah prakondisi bagi
individu untuk berperilaku di dalam pekerjaan yang dia
tekuni. Motivasi yang tinggi cenderung menghasilkan
prestasi yang tinggi dan motivasi yang rendah cendrung
menghasilkan prestasi yang rendah, demikian juga dalam
penghargaan. Efek dari penghargaan itu dapat berupa

110
KEPUASAN KERJA

kepuasan atau ketidakpuasan akan memberikan umpan


balik terhadap motivasi bekerja berikutnya. Hal ini dapat
dilihat dalam model berikut ini.

Gambar 6.3. Keterkaitan antara motivasi, insentif, dan


kepuasan/ ketidakpuasan. (Danim, 2004, p. 13)

N. M. Ashkanasy dan C. S. Daus dalam Stephen P.


Robbins dan Timothy A. Judge, mengemukakan “teori
(theory) peristiwa, (events) afektif (affective) atau disingkat
dengan AET. Menurutnya teori peristiwa afektif adalah
sebuah model yang menyatakan bahwa peristiwa-
peristiwa ditempat kerja menyebabkan reaksi-reaksi
emosional dibagian karyawan, yang kemudian
mempengaruhi sikap dan perilaku ditempat kerja. Hal ini
digambarkannya dalam model berikut ini,

Gambar 6.4. Teori Peristiwa afektif (AET)


Teori AET di atas memberikan menawarkan dua pesan
penting. Pertama, emosi-emosi menyediakan wawasan
yang berharga untuk memahami perilaku karyawan.
Model tersebut mendemonstrasikan bagaimana
percekcokan dan kegembiraan ditempat kerja

111
KEPUASAN KERJA

mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Kedua,


karyawan dan manajer seharusnya tidak mengabaikan
emosi dan peristiwa yang menyebabkannya, bahkan
ketika hal tersebut tampaknya sepele, karena hal tersebut
berakumulasi. (S. P. dan J. T. A. Robbins, 2007, p. 334)
Beberapa penelitian juga menemukan bahwa terdapat
pengaruh antara kepuasan kerja dengan kinerja, dari 300
studi memperlihatkan dukungan tersebut dan dijelaskan
bahwa ketika kepuasan dan produktivitas organisasi
secara keseluruhan meningkat, cenderung kinerja
karyawan akan meningkat pula sehingga organisasi
menjadi efektif. (S. P. dan J. T. A. Robbins, 2007, p. 113)
Suatu kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada
kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja
individu sendiri dipengaruhi oleh kepuasan kerja.
Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu
terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil
penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara
keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya.
(Rahadi, 2010, p. 80)
Kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau
sikap seseoarang atau karyawan terhadap pekerjaannya
dan hubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan,
kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan
sosial ditempat kerja dan lain sebagainya. (Priyono &
Darma, 2016, p. 174)
Berdasarkan paparan teori di atas dapat dipahami bahwa
kepuasan kerja bersifat multi dimensional, artinya banyak
faktor yang harus dipertimbangkan dalam memenuhi
tingkat kepuasan kerja. Pengaruh dari beberapa aspek-
aspek yang tersebut di atas menggambarkan bagaimana
faktor-faktor eksternal mampu mempengaruhi kepuasan
kerja seseorang.

112
KEPUASAN KERJA

Pengukuran Kepuasan Kerja


Pengukuran kepuasan kerja pada dasarnya sangat
berkaitan dengan aspek-aspek yang memberikan
pengaruh terhadap kepuasan kerja.
Roberts & Chapman dalam Barry M. Staw, Specifically,
work satisfaction is associated with increases in measures
of emotional stability. (Staw, 2006, p. 26) (secara khusus,
kepuasan kerja dikaitkan dengan peningkatan ukuran
kestabilan emosi). Pendapat lain yang lebih spesifik
dikemukakan oleh Fred Luthans bahwa, kepuasan kerja
adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa
baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai
penting. (Fred Luthans, 2006a, p. 243)
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur
kepuasan kerja seorang karyawan adalah: isi pekerjaan,
penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai
control terhadap pekerjaan, supervisi, organisasi dan
manajemen, kesempatan untuk maju, gaji dan
keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti
adanya insentif, rekan kerja, dan kondisi pekerjaan.
Selain itu menurut Job Descriptive Index (JDI), faktor-
faktor penyebab kepuasan kerja adalah:
1. Bekerja pada tempat yang tepat
2. Pembayaran yang sesuai
3. Organisasi dan manajemen
4. Supervisi pada pekerjaan yang tepat
5. Orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat. (i gede
putu kawiana, 2017, p. 263)

113
KEPUASAN KERJA

Dimensi Pengukuran Kepuasan Kerja menurut Robbins


dalam I Gede Putu Kawinan. (I Gede Putu Kawiana,
2017, p. 263)
1) Keharmonisan dalam
berinteraksi dengan
atasan
1. Hubungan 2) Komunikasi dua arah
kerja 3) Kerjasama antar
karyawan
4) Keterbukaan dan
transparansi
5) Menyelesaikan tugas
Variavel 6) Kepuasan dalam
Kepuasan menyelesaikan tugas
2. Tantangan
Kerja 7) Tanggung jawab
kerja
8) Disiplin
9) Keterampilan mengambil
keputusan
10) Perlindungan dari
pemerintah
3. Perlindungan 11) Perlindungan dari
kerja perjanjian kerja
12) Perlindungan dari
asuransi

Lebih lanjut menurut Robbins dalam Kaswana untuk


mengukur kepuasan kerja dapat ditentukan dari empat
faktor berikut ini:
1. Pekerjaan yang menantang secara mental
2. Imbalan yang adil dan promosi
3. Kondisi kerja yang mendukung
4. Rekan kerja yang mendukung. (Robbins dalam
Kaswan, 2012, p. 288)
Menurut Kotler dalam Ruslan, kepuasan adalah perasaan
senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari
perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan
dan yang diharapkan. Pada dasarnya pengertian
kepuasan mencakup perbedaan antara tingkat
kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kepuasan adalah fungsi

114
KEPUASAN KERJA

dari perceived performance dan expectation yang


dinyatakan secara simbolik sebagai berikut:

S = f (E, P)

S = satisfaction (kepuasan)
E = expectation (harapan)
P = product perceived performance. (Ruslan, 2008,
pp. 47–48)
Jika barang dan jasa yang dibeli cocok dengan apa yang
diharapkan konsumen, maka akan terdapat kepuasan
dan sebaliknya jika barang dan jasa tidak cocok dengan
apa yang diharapkan konsumen, maka akan tidak puas.
Islam memberikan prinsip yang sangat mudah namun
tegas salahsatu contoh dalam hadits Nabi Muhammad
SAW yang memerintahkan agar memberikan upah
sebelum keringat si pekerja kering.

ُ ‫َقالَر‬:‫ضيَ هللاَُع ْن ُهماَقال‬


َ:‫س ْولَُ هللاَِصلىَهللاَعليهَوسلم‬ ِ ‫عمرَر‬
ُ َ‫ع ِنَاب ِْن‬
ُ ‫ا ُ ْع‬
َّ ‫ط ْواَاْْل ِجيْرَاجْ رهَُقبْلَا ْنَي َِّج‬
)‫ َ(رواهَُاِبْنُ َماجه‬.ُ‫فَعرقُه‬

Artinya: Dari Ibnu Umar semoga Allah meridhai daripada


keduanya, dia berkata. Rasulullah SAW pernah bersabda
“berikan kepada pekerja upahnya sebelum keringatnya
kering.” (HR. Ibnu Majah). (Alhafizh Ibnu Hajar Al
Asqalani, 2011, p. 375)
Pada hadits yang lain juga berbicara tentang pentingnya
menentukan besarnya upah yang akan diberikan kepada
para pekerja,
َ‫َم ِنَاسْتأْجر‬:‫ضيَهللاَُع ْنهَُا َّنَالنَّبِ ِىَصلىَهللاَعليهَوسلمَقال‬ ْ ‫وع ْنَابِىَس ِع ْيد‬
ِ ‫ٍَال ُخد ِْرىَر‬
ْ ‫قَوفِ ْيهَِا ْنقِطاعٌَووصله‬
ِ ‫َُالبيْهقِىَمِ ْنَط ِر ْي‬
َ‫قَاِ ِبى‬ َّ ‫َرواهَُع ْبد‬.ُ‫ا ِجيْرا ًَف ْليُس ِل ْمَلهَُا ُ ْجرته‬
ِ ‫َُالر َّزا‬
َ.‫حِ نِيْفة‬

115
KEPUASAN KERJA

َArtinya: Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu


bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa mempekerjakan seorang pekerja hendaknya
ia menentukan upahnya.” Riwayat Abdul Razzaq dalam
hadits munqathi’. Hadits maushul menurut Baihaqi dari
jalan Abu Hanifah. (Alhafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, 2011,
p. 375)
Maksud dua hadits di atas adalah bersegera menunaikan
hak si pekerja setelah selesainya pekerjaan, begitu juga
bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian gaji
setiap bulan. Al Munawi berkata, “diharamkan menunda
pemberian gaji padahal mampu menunaikannya tepat
waktu. Yang dimaksud memberikan gaji sebelum keringat
si pekerja kering adalah ungkapan untuk menunjukkan
diperintahkannya memberikan gaji setelah pekerjaan itu
selesai ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak
kering atau keringatnya telah kering”. (Imam Abdurrouf
Al-Munawi, 1972, p. 718)

116
KEPUASAN KERJA

Daftar Pustaka
Alhafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. (2011). Bulughul Maram,
terjemahan Achmad Sururi. Bintang Usaha Jaya.
Ansori. (2016). Job Satisfaction: Analysis Motivation and
Organizational Climate (Studies at The College of
Islamic Religious Kopertais Region XIII Jambi). IOSR
Journal of Research & Method in Education (IOSR-
JRME), Volume 6(Issue 6 Ver. II), 81–89.
www.iosrjournals.org
Ansori. (2017). DOSEN BERPRESTASI Sebuah Telaah
Kepuasan Kerja. Hanggar Kreator.
Ansori, D. (2020). Psikologi Organisasi (Zulqarnain (ed.);
Pertama). Wade Group.
Danim, S. (2004). Motivasi Kepemimpinan dan Efektifitas
Kelompok. Rineka Cipta.
Fred Luthans. (2006a). Perilaku Organisasi (ke-10). ANDI.
Fred Luthans. (2006b). Perilaku Organisasi Edisi ke-10.
ANDI.
Griffin, R. W. et. a. (2006). Bisnis (Jilid 8 Ji). Erlangga.
http//:www.erlangga.co.id
I Gede Putu Kawiana. (2017). Manajemen Sumber Daya
Manusia “MSDM” Perusahaan. UNHI Press.
I Gede Putu Kawiana. (2020). Manajemen Sumber Daya
Manusia “MSDM” Perusahaan. UNHI Press.
Imam Abdurrouf Al-Munawi. (1972). Faidhul Qodir Syarah
Al-Jami’ Ash-Shoghir, Jilid 1. Darul Ma’rifah.
Laurie J. Mullins. (2010). Management & Organisational
Behaviour (Ninth edit). Prentice Hall.
http://www.mim.ac.mw/books/Management &
Organisational Behaviour, 9th edition.pdf

117
KEPUASAN KERJA

Priyono, P., & Darma, U. B. (2016). Buku manajemen


sumber daya manusia (2). Surabaya: Penerbit
Zifatama.
Rahadi, D. R. (2010). Manajemen Kinerja Sumber Daya
Manusia Malang. Tunggal Mandiri Publishing.
Ricard L. Daft. (2008). The Leadership Experience Fourth
Edition. Thomson South Western.
Robbins dalam Kaswan. (2012). Manajemen Sumber Daya
Manusia Untuk Keunggulan Bersaing Organisasi.
Graha Ilmu.
Robbins, S. P. dan J. T. A. (2007). Perilaku Organisasi
(Organizational Behavior). Salemba Empat.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2014). Essential of
Organizational Behavior 12th edition.
Ruslan. (2008). Studi tentang Kinerja Dosen Berdasarkan
Kepuasan Mahasiswa dan Pengaruhnya terhadap
Perilaku Pascakuliah di FMIPA Universitas Negeri.
Makasar. Disertasi. PPs Universitas Negeri Jakarta,
2008.
Sharma R.A. and Chandra S.S. (2004). Advanced
Industrial Psychology (1st editio). Atlantic Publishers
and Distributors Pvt Ltd.
Staw, B. M. (2006). Reseach In Organizational Behavior An
Annual Series Of Analytical Essays And Critical
Reviews. Elsevier Jai.
Usman, H. (2011). Manajemen teori, praktik dan riset
pendidikan. penerbit Bumi aksara. edisi 3. Jakarta.
Wexley, Kenneth. N dan Yuki, G. A. (2005). Perilaku
Organisasi dan Psikologi Personalia. PT. Rineka Cipta.

118
KEPUASAN KERJA

Yusup, M. (2017). PRODUKTIVITAS KERJA


(Pengembangan Potensi Dosen) (M. P. Istikomah (ed.)).
Wade Group Jln. Pos Barat Km. 1 Melikan Ngimput
Purwosari Babadan Ponorogo Jawa Timur Indonesia
63491.

Profil Penulis
Dr. Ansori, S.Pd.I., M.Pd.I
Kelahiran Dusun Olak, 05 Mei 1981, merupakan
anak pertama dari lima bersaudara, penulis
merupakan suku melayu Jambi berkebangsaan
Indonesia dan beragama Islam. Penulis tinggal di
Desa Olak Kecamatan Muara Bulian Kabupaten
Batanghari Provinsi Jambi. Penulis
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 185/1 Desa
Olak Tahun 1994 dan kemudian melanjutkan pendidikan
tingkat SLTP (Pondok Pesantren Zulhijjah dan Darussyafi’iyah
2001) dan SLTA (Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Nurul
Jadid 2003). kemudian melanjutkan kuliah Program Diploma
Dua Guru Agama 2003. Program Sarjana Strata Satu (S.1) Prodi
Pendidikan Agama Islam dan selesai pada tahun 2008 kedunya
pada STIT Muara Bulian, selanjutnya pada tahun 2009
melanjutkan kejenjang Magister Strata Dua (S.2) Prodi
Manajemen Pendidikan Islam (MPI) selesai tahun 2011 pada
IAIN STS Jambi. Program doktoral S3 pada UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi 2013 dan lulus pada tahun 2017.
Penulis juga aktif menulis buku, jurnal, menjadi nara sumber,
dll dengan harapan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dan kontribusi positif bagi semua orang/masyarakat.
Email Penulis: ansori1183@gmail.com

119
120
7
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Sumarni S., SE., M.Si


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Wira Bhakti Makassar

Pengantar
Perusahaan memiliki beragam bentuk disiplin dan bentuk
disiplin yang dikerjakan setiap karyawan, dan
keterampilan serta pengetahuan yang diperoleh karyawan
sangat cocok untuk memajukan perusahaan.
Berdasarkan tingkat dedikasi dan loyalitas yang tinggi
dari staf untuk menyelesaikan pekerjaan, keterampilan
dan keahlian yang tersedia, upaya akan lebih
membuahkan hasil. Dari sini, perusahaan mulai
mengapresiasi jerih payah dan usahanya dengan menilai
prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja (performace
appraisal) merupakan salah satu rangkaian fungsi
sumber daya manusia artinya bahwa sumber daya
manusia memiliki peranan penting untuk mewujudkan
tujuan perusahaan. Tujuan utama perusahaan atau
organisasi adalah untuk mencari keuntungan. Olehnya
itu diperlukan karyawan-karyawan yang mempunyai
pretasi kerja yang tinggi. Untuk mengetahui karyawan
memiliki pretasi kerja yang baik atau buruk diperlukan
penilaian prestasi. Penilaian tersebut bisa dijadikan
sebagai dasar dalam pengambilan keputusan khususnya
terkait dengan tenaga kerja. Dengan karyawan yang
berprestasi akan menjadikan pengelolaan perusahaan
menjadi lebih efektif dan efisien. Mereka tidak bekerja

121
PENILAIAN PRESTASI KERJA

hanya semata-mata untuk mendapatkan gaji yang tinggi,


atau hanya untuk promosi, tetapi mereka bekerja juga
untuk mencapai tujuan organisasi (Blessing White, 2011).
Secara keseluruhan untuk melayani kepentingan
sebagian besar karyawan dan organisasi, kebijakan
penilaian kinerja karyawan harus terus ditegakkan
dengan mengabaikan kepentingan sempit beberapa
individu. Untuk itu penilaian prestasi kerja sangat penting
dalam menilai seberapa baik seorang karyawan telah
melakukan pekerjaannya. Evaluasi kinerja merupakan
umpan balik kepada karyawan itu sendiri. Evaluasi
kinerja adalah proses formal untuk meninjau dan
mengevaluasi kinerja seseorang secara teratur. Proses
evaluasi kinerja bertujuan untuk memahami kemampuan
seseorang dalam menjalankan tugasnya. Tujuan ini
memerlukan suatu proses, yaitu suatu rangkaian
kegiatan yang saling terkait. Kegiatan ini terdiri dari
mengidentifikasi, mengamati, mengukur, dan
mengembangkan pekerjaan orang-orang dalam suatu
organisasi.
Penilaian prestasi mencakup beberapa hal yang
ditentukan oleh perusahaan, dan setiap perusahaan
memiliki kriteria dan kriteria khusus untuk mengevaluasi
produktivitas individu. Skor kinerja tidak berbeda secara
signifikan antar perusahaan (Kasmir, 2017: 179).
Penilaian kinerja penting tidak hanya bagi perusahaan,
tetapi juga bagi karyawan itu sendiri. Di pihak
perusahaan, skor kinerja karyawan secara keseluruhan
mungkin tercermin dalam jumlah keuntungan yang
diperoleh perusahaan selama periode waktu tertentu,
tetapi bagi karyawan, itu digunakan untuk mengukur
kinerja pekerjaan dan untuk menentukan jumlah. dari
kompensasi yang diterima. Atau, menentukan sanksi
yang dijatuhkan atas ketidakpatuhan terhadap tujuan
yang telah ditetapkan.

122
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Penilaian kinerja biasanya dilakukan pihak manajemen


perusahaan untuk satu atau beberapa periode tertentu.
Artinya satu semester atau 1 tahun. Kinerja per periode
tersebut kemudian direkap untuk beberapa periode yang
tujuannya untuk melihat persentase nilai prestasi
karyawan (Kasmir, 2017:181). Saat ini perusahaan
dituntut untuk terus berinovasi dalam melakukan
penilaian kinerja, membangun mekanisme penilaian yang
ilmiah dan rasional dengan meninggalkan kelemahan dari
manajemen kinerja tradisional dengan mengembanglan
system manajemen penilaian kinerja yang lebih baik
dengan bantuan teknologi informasi. Dengan
menggabungkan penilaian kinerja dengan manajemen
sumber daya manusia dapat merangsang antusiasme
karyawan dalam meningkatkan efisiensi kerja.
Teori Penilaian Prestasi Kerja
Teori penilaian diusulkan (Arnold, 1960) dan
dikembangkan (Lazarus, 1966) untuk menjelaskan
bagaimana emosi yang berbeda dapat muncul dari
peristiwa yang sama, pada individu yang berbeda dan
pada kesempatan yang berbeda. Proses penilaian
melakukannya dengan menggunakan informasi dari
peristiwa dalam konteksnya, perhatian individu, sejarah,
dan kepekaan lainnya. Teori penilaian menetapkan peran
sentral untuk komponen ini, menunjukkan bahwa
penilaian memicu dan membedakan episode emosional
melalui perubahan sinkronis dalam komponen lain
(Moors, Agnes, et al, 2013). Penilaian menentukan
intensitas dan kualitas kecenderungan tindakan, respons
fisiologis, perilaku, dan perasaan. Penilaian adalah
penggunaan metode yang berbeda dan alat penilaian yang
berbeda untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana kemampuan individu (set of ability) dicapai
(Ricardianto, Prasadja. 2018:70). Penilaian berupa
jawaban dari pertanyaan tentang sebaik atau seburuk apa

123
PENILAIAN PRESTASI KERJA

hasil pekerjaan seorang. Hasil penilaian berupa


pernyataan naratif dalam bentuk kata-kata (nilai
kualitatif) dan berupa angka (nilai kuantitatif).
Penilaian adalah suatu kegiatan yang menentukan nilai
suatu objek, baik buruknya, efektif tidaknya, berhasil
atau tidaknya, dan lain-lain, menurut kriteria dan tolok
ukur yang telah ditentukan. Penilaian digunakan dalam
konteks yang lebih sempit daripada penilaian dan
biasanya dilakukan secara internal. Dari penilaian ini,
karyawan dapat membuat keputusan tentang program
yang akan diterapkan, tantangan yang dihadapi karyawan
pada perusahaan, dan saran yang dibutuhkan untuk
meningkatkan produktivitas karyawan. Sedangkan
penilaian kerja adalah penentuan secara periodic
efektifitas operasional suatu organisasi dengan personal
dan organisasi berdasarkan sasaran, standard dan
kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Evaluasi prestasi
kerja merupakan “hasil kerja karyawan dalam lingkup
tanggung jawabnya” Rivai (2004:309).
Evaluasi prestasi kerja adalah “proses kegiatan yang
dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan
pekerjaan atau unjuk kerja (performance appraisal)
seorang karyawan” Gauzali (2005: 461). Berdasarkan
beberapa definisi di atas, kami menyimpulkan bahwa
penilaian prestasi kerja (Performance appraisal) karyawan
adalah proses yang digunakan organisasi atau
perusahaan dalam menilai atau mengevaluasi pekerjaan
karyawan untuk mengoptimalkan pekerjaan yang dapat
dilakukan.
Mathis dan Jackson (2006:382) menyatakan bahwa
penilaian kinerja karyawan adalah proses menilai
seberapa baik seorang karyawan melakukan pekerjaan
mereka terhadap seperangkat kriteria dan
mengkomunikasikan informasi tersebut kepada
karyawan. Dalam hal ini, evaluasi kinerja efektif ketika (1)

124
PENILAIAN PRESTASI KERJA

keberadaan serangkaian kriteria dan (2) informasi dan


komunikasi (umpan balik) terlibat. Pernyataan ini juga
didukung oleh Gary Dessler. Dessler (2013: 310)
mengklaim bahwa “Effective appraisal also requires that
the supervisor set performance standards. And it requires
that the employee receives the training, feedback, and
incentives required to eliminate performance deficiencies”.
Pendapat Gary Dessler lebih lanjut menekankan bahwa
evaluasi kinerja karyawan yang efektif memerlukan
kriteria dan umpan balik yang ditetapkan untuk
mencegah penurunan kinerja karyawan. Proses umpan
balik bukan merupakan ajang untuk menghakimi
karyawan ataupun sebaliknya, namun umpan balik ini
dilakukan untuk upaya perbaikan kinerja dengan
ketentuan bahwa proses tersebut harus didasarkan pada
kesamaan sikap dan tindakan dalam upaya memperbaiki
kinerja yang menjadi tanggungjawab antara atasan dan
bawahan. Perbaikan tersebut dilakukan secara bersama-
sama secara terbuka, jujur, dan adil
Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang mencakup
seluruh komponen karyawan, manajer, eksekutif,
sasaran, strategi, dan sasaran perusahaan, serta
dukungan organisasional yang dilakukan secara umpan
balik (Suparyadi, H. 2015:307). Efektivitas sistem ini
sangat dipengaruhi oleh peran masing-masing subsistem.
Artinya jika salah satu subsistem tidak optimal dapat
mengacaukan atau menghambat pencapaian tujuan
suatu organisasi.
Tujuan dan Prinsip Penilaian Prestasi Kerja
Persiapan sebelum melakukan penilaian terhadap
seorang pegawai, evaluator harus mempersiapkan segala
sesuatu yang berhubungan dengan penilaian pegawai
tersebut. Oleh karena itu, evaluasi perlu memiliki
gambaran yang akurat tentang kinerja setiap karyawan.

125
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Dalam teori penetapan tujuan bahwa 'Perhatian dan


tindakan dimobilisasi menuju tujuan tertentu dan orang
mengembangkan strategi yang relevan untuk mencapai
tujuan'. Penilaian kinerja penting karena memotivasi
karyawan untuk memobilisasi semangat mereka dalam
bekerja dan menciptakan nilai dan keunggulan kompetitif
yang lebih besar bagi perusahaan. Dalam teori
manajemen bakat, ada hubungan penting antara kinerja
dan potensi. Kinerja menyediakan cara untuk
mengevaluasi kinerja dan menemukan masalah
karyawan. Fungsi SDM dapat membuat rencana pelatihan
yang terarah untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan komprehensif setiap
karyawan. Peningkatan potensi pribadi juga dapat
membawa peningkatan daya saing perusahaan. Tujuan
akhir dari manajemen kinerja adalah untuk
mengkoordinasikan dan mengimplementasikan tujuan
strategis perusahaan. Tujuan dan sasaran strategis suatu
perusahaan dapat tercermin dalam penilaian kinerja
untuk mengalokasikan sumber daya organisasi. Prinsip
penilaian kinerja menurut Lu, H., Zhao, P., & Liu, S.
(2021) adalah sebagai berikut :
1. Transparansi (Transparency)
Penilaian kinerja adalah semacam perilaku penilaian
untuk kinerja profesional karyawan. Untuk
memastikan kepuasan penilaian kinerja dan
memberikan peran penuh pada peran insentif
penilaian kinerja, penilaian kinerja perlu dibuat
transparan, dan membuat karyawan memahami
penilaian kinerja dengan membuka konten sistem
penilaian kinerja yang relevan di dalamnya.
perusahaan, sehingga dapat menghilangkan
ketidakpuasan karyawan dengan penilaian kinerja.

126
PENILAIAN PRESTASI KERJA

2. Reliabel (Reliability)
Efektivitas penilaian kinerja terutama tergantung
pada apakah hasil penilaian kinerja itu benar dan
dapat diandalkan. Oleh karena itu, penilaian kinerja
harus dapat diandalkan untuk memastikan bahwa
informasi penilaian yang dikumpulkan selama
penilaian kinerja konsisten dengan situasi nyata dan
meningkatkan kredibilitas penilaian kinerja.
3. Komprehensif (Comprehensive)
Dalam lingkungan persaingan pasar yang ketat,
kinerja karyawan tidak lagi terbatas pada indikator
keuangan dan indikator jangka pendek, tetapi secara
bertahap dikembangkan dan diperluas, dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam hal ini,
untuk mencerminkan tingkat kinerja karyawan secara
akurat dan andal, perlu mengikuti prinsip
kelengkapan dan mencakup semua aspek tingkat
kinerja dengan indikator evaluasi kinerja. Idealnya
penilaian seorang karyawan adalah perilaku kerja
seorang karyawan, baik berupa berbagai aktivitas fisik
maupun non fisik, pada saat melakukan pekerjaan
agar karyawan tersebut dapat mencapai suatu hasil
tertentu dengan maksimal. Berikut model Penilaian
Kinerja Karyawan
Model Penilaian Kinerja Karyawan (Suparyadi, H.
2015:308)

127
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Penentuan strategi organisasi Anda sebanyak mungkin


memberi Anda arahan khusus untuk menggunakan
semua sumber daya organisasi Anda. Definisi strategi
perusahaan didasarkan pada beberapa kondisi
lingkungan strategis, antara lain kondisi ekonomi, politik,
sosial, budaya, teknis, dan persaingan. Menentukan
strategi organisasi sebanyak mungkin memberikan
arahan khusus untuk menggunakan semua sumber daya
organisasi. Definisi strategi organisasi didasarkan pada
beberapa kondisi lingkungan strategis seperti kondisi
ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, dan
persaingan.
Ruang Lingkup Penilaian Prestasi Kerja
Ruang lingkup penilaian prestasi kerja mencakup 5W + 1
H yaitu what, why, where, when, who dan how. Hasibuan
(2011:88). What (Apa) yang dinilai? Perilaku dan prestasi
kerja yang dinilai sejauh mana loyalitas, kejujuran,
kerjasama, kepemimpinan, pekerjaan karyawan saat ini,
potensi yang dihasilkan di masa mendatang. Whay
(kenapa) mereka dinilai (1). Untuk mengetahui tingkat
kepuasan karyawan dengan mengakui pekerjaan mereka.
(2). Untuk membantu pengembangan kapasitas karyawan

128
PENILAIAN PRESTASI KERJA

(3). Untuk menjaga potensi kerja (4). Untuk mengukur


tingkat prestasi kerja tiap karyawan (4). Untuk mengukur
kapabilitas dan kecakapan karyawan (5). Untuk
mengukur keunggulan dan prestasi kerja tiap karyawan
(6). Untuk data base karyawan. Where (dimana)? Penilaian
dilakukan berdasarkan on the job performance dilakukan
secara formal dan penilaian dilakukan di luar pekerjaan
mereka atau of the job performance baik secara informal
maupun secara formal sekalipun untuk menetapkan
program yang tepat. When (Kapan)? Penilaian dapat
dilakukan secara berkala dan formal serta penilaian dapat
dilakukan secara informal dengan penilaian yang secara
terus-menerus. Who (siapa)? Semua tenaga kerja akan
dinilai oleh perusahaan dengan ketentuan mereka
melakukan pekerjaan pada perusahaan tersebut. Siapa
yang menilai? Pemberi nilai adalah tim yang dibentuk oleh
perusahaan, atasan langsung dari karyawan tersebut,
atasan dan atas langsung. How (bagaimana) menilainya?
Metode penilaian yang digunakan beragam disesuaikan
dengan problem apa yang dihadapai oleh Appraiser
(penilai) dalam melakukan penilaiannya.
Penilaian Kinerja pada Pekerjaan Berbasis Internet
Variability Manajemen kinerja tidak hanya untuk
penilaian dan penghargaan, tetapi berfungsi sebagai
bagian dari gambaran keseluruhan misi, tujuan, dan
strategi perusahaan. Namun di era Internet, pasar
perubahan dengan cepat dan berbagai peristiwa yang
muncul sering terjadi, perusahaan perlu menyesuaikan
strategi mereka dan menggunakan alat penilaian untuk
memantau karyawan mereka untuk menghadapi
perubahan secara online lebih sering daripada
sebelumnya.
Supervision. Pengawasan data kerja pribadi adalah premis
untuk memastikan efisiensi kerja berbasis Internet karena
ini adalah ujian untuk efisiensi karyawan sambil

129
PENILAIAN PRESTASI KERJA

mengatasi kelelahan pribadi dan pekerjaan


keluarga. Misalnya, dalam hal rapat tim dan kerja
kolaboratif, tidak adanya satu bagian akan
mempengaruhi keseluruhan alur kerja.
Customization. Indikator penilaian yang disesuaikan
harus ditetapkan untuk karyawan di departemen dan
posisi yang berbeda pada waktunya untuk mencerminkan
persyaratan yang berbeda sesuai dengan tujuan strategis
perusahaan.
Feedback. Kerja berbasis internet belum banyak
digunakan dan umpan balik yang tepat waktu
harus diperhitungkan untuk meningkatkan rasionalitas
indikator penilaian
Beberapa metode penilaian kinerja yang dapat digunakan
baik dalam gaya kerja tradisional maupun kerja berbasis
Internet, Metode penilaian kinerja tersebut menurut Lu,
H., Zhao, P., & Liu, S. (2021) adalah sebagai berikut
1. Key Performance Indicators (KPI)
Ini menyempurnakan elemen kunci keberhasilan
strategi perusahaan dan mengubahnya menjadi
sistem indikator yang dapat diukur atau
perilaku. Seperti yang telah kami sebutkan di atas,
KPI harus spesifik, berorientasi pada strategi dan
disesuaikan dengan umpan balik, terutama untuk
pekerjaan berbasis Internet.
2. Balanced Score Card
Dibutuhkan strategi perusahaan sebagai pusat dan
mengevaluasi kinerja karyawan dari perspektif
keuangan, proses internal, pembelajaran dan
pengembangan, dan strategi pelanggan. Strategi-
strategi tersebut sangat penting bagi perusahaan yang
menghadapi lingkungan yang berubah dengan cepat,

130
PENILAIAN PRESTASI KERJA

dan pekerjaan berbasis Internet adalah pilihan umum


mereka
3. 360 Degree Performance Appraisal.
Dimensi penilaian diversifikasi seperti sesama
karyawan, atasan dan bawahan; itu umumnya
berlaku untuk penilaian personel di atas tingkat
menengah. Kerja berbasis internet selalu banyak
digunakan di perusahaan dengan budaya santai dan
kolaboratif, di mana semua pihak yang terlibat
cenderung lebih lugas dan jujur
dalam penilaian kinerja 360 derajat.
Keuntungan dan kerugian dari tiga metode ditunjukkan
pada Tabel berikut :

Metode Kelebihan Kekurangan

Key a. Tujuan penilaian a. Lebih sulit untuk


Performance jelas dan objektif. menentukan
Indicators b. Hal ini kondusif indicator
(KPI) untuk realisasi kuantitatif.
tujuan strategis b. Tidak berlaku
perusahaan, untuk semua posisi
kesepakatan
kepentingan
perusahaan dan
individu

Balanced a. System indikatornya a. Sulit untuk


Score Card relative komprehensif, membangun system
meliputi indicator indicator dan
keuangan dan non mengalokasikan
keuangan. bobot
b. Mencapai b. Biaya
keseimbangan jangka implementasinya
pendek dan jangka tinggi dan beberapa
panjang serta indicator sulit untuk
keseimbangan diterapkan
internal dan
eksternal.

131
PENILAIAN PRESTASI KERJA

360 Degree a. Relative komprehensif a. Penilaian informal


Performance dan objektif mempengaruhi
Appraisal. b. Hal kondusif untuk keadilan
mempromosikan b. Metode ini bukan
komunikasi antar merupakan evaluasi
perusanaan dan kinerja yang lengkap
karyawan

Sumber : Lu, H., Zhao, P., & Liu, S. (2021)

Berdasarkan analisis di atas, metode penilaian kinerja


yang cocok untuk pekerjaan berbasis internet adalah
sebagai berikut.
1. Menetapkan target penilaian kinerja
variabel. Perusahaan harus memperkuat perumusan
rencana pengembangan strategis dengan tujuan
strategis jangka pendek dan jangka panjang,
mengimplementasikan rencana tersebut,
meningkatkan keandalannya dan membuat perincian
terperinci. Kemudian tetapkan target penilaian
kinerja mengikuti pengembangan dan penyesuaian
perencanaan strategis, pastikan karyawan memiliki
pemahaman yang jelas tentang hubungan antara
tujuan dan isi pekerjaan mereka dengan
tujuan strategis jangka panjang dan jangka pendek
perusahaan.
2. Menggunakan alat Internet untuk mengelola data
kinerja dan mengawasi proses kinerja. Perusahaan
dapat menggunakan alat Internet khusus, seperti
perangkat lunak profesional, untuk membuat rencana
manajemen kinerja pada tingkat data, kemudian
mendapatkan beban kerja terperinci dan target
peningkatan kinerja yang harus diselesaikan oleh
setiap karyawan dalam kondisi mereka. Pada setiap
akhir periode (seperti akhir kuartal, akhir tahun, dll.),
perusahaan dapat meringkas dan mengolah data
kinerja karyawan, membuat penilaian kinerja menjadi

132
PENILAIAN PRESTASI KERJA

sederhana dan jelas. Perusahaan juga dapat


mengawasi data kerja pribadi secara real time seperti
tingkat kehadiran, catatan waktu kerja terus
menerus, manajemen waktu panggilan, dll.
3. Menyiapkan sistem indikator pembeda kuantitatif dan
kualitatif untuk berbagai jenis karyawan. Balanced
Score card dan metode evaluasi kinerja 360 derajat
digunakan sebagai alat berpikir yang kuat untuk
mengembangkan indikator kinerja utama
(KPI). Perusahaan dapat menggunakan teknologi
informasi untuk secara sistematis memasukkan
tujuannya, kinerja karyawan saat ini
dan status kerja, kemudian mengatur indikator
penilaian yang disesuaikan untuk karyawan di
berbagai departemen dan posisi. Misalnya, untuk
personel R&D, tingkat kontribusi bisnis baru dan
tingkat kesalahan bisnis dapat ditentukan digunakan
untuk evaluasi; sedangkan untuk pengembang pasar,
kepuasan pelanggan, tingkat retensi pelanggan dan
tingkat pertumbuhan pelanggan dapat digunakan
untuk evaluasi.
4. Umpan balik tepat waktu dari sistem indikator
penilaian kinerja kerja berbasis internet. Penilaian
kinerja adalah suatu kegiatan dimana manajer dan
yang dikelola berpartisipasi secara bersama-
sama. Tanggung jawab tidak hanya terletak pada
manajer, tetapi juga pada karyawan. Sistem formal
dan informal keduanya bekerja dalam proses
manajemen kinerja. Oleh karena itu, sistem penilaian
kinerja berbasis internet harus ditingkatkan melalui
umpan balik yang berkelanjutan, memperkuat
komunikasi dengan karyawan tentang hasil evaluasi
kinerja, menemukan dan memecahkan masalah tepat
waktu. Karyawan perlu didorong untuk mengevaluasi
penyelesaian indikator kinerja dalam satu tahap dan

133
PENILAIAN PRESTASI KERJA

mencoba mengemukakan bagaimana merumuskan


dan memperbaiki indikator pada tahap berikutnya.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan, supervisor,
karyawan, manajer, dll juga dievaluasi. Evaluasi
didasarkan pada prestasi kerja dengan fokus penilaian
adalah seberapa baik karyawan dan manajer telah
melakukan pekerjaan mereka. Apakah karyawan
melakukan pekerjaannya? Apakah karyawan bekerja
seperti yang diharapkan oleh organisasi? Evaluasi kinerja
adalah proses formal untuk secara teratur meninjau dan
menilai kemampuan karyawan untuk melakukan
pekerjaan. Proses evaluasi bertujuan untuk memahami
kemampuan seseorang dalam melakukan suatu
pekerjaan. Tujuan penilaian prestasi kerja secara
administrative dapat dijadikan sebagai acuan dalam
membuat keputusan yang terkait dengan kondisi
pekerjaan karawan, baik itu dalam bentuk promosi pada
jenjang karir, penghargaan, kompensasi maupun
pemberhentian. Selain itu digunakan untuk
meningkatkan keterampilan kerja atau training termasuk
dalam hal pemberian konseling (Gomes, 2001).
Tujuan ini diperlukan suatu proses, rangkaian proses
yang mengidentifikasi, mengamati, mengukur, dan
mengembangkan pekerjaan seseorang dalam suatu
organisasi. (Panggabean, 2020). Tahap identifikasi
merupakan tahap awal dari proses mengidentifikasi
unsur-unsur yang diamati. Kegiatan ini diawali dengan
melakukan analisis tempat kerja untuk mengidentifikasi
item-item yang dievaluasi dan membuat skala evaluasi.
Bagi evaluator, identifikasi berarti supervisor harus
mampu menentukan faktor-faktor yang dievaluasi. Tentu
saja, ini tentang pekerjaan. Selama pengukuran, ahli
menilai tingkat kinerja karyawan berdasarkan
pengamatan yang dilakukan selama fase pengamatan.
Selain itu, proses evaluasi kinerja belum lengkap dengan

134
PENILAIAN PRESTASI KERJA

penetapan nilai, namun perlu pengembangan lebih lanjut.


Artinya penilai tidak hanya dapat mengevaluasi dan
memberikan nilai, tetapi juga memberi masukan jika
ternyata terdapat perbedaan antara harapan manajemen
dan kinerja karyawan.
Dilema Penilaian Prestasi Kerja Work From Home
(WFH) di masa Pandemi
Penilaian prestasi kerja masih sangat dibutuhkan di
setiap perusahaan atau organisasi. Penelitian mengenai
system manajemen penilaian kinerja karyawan berbasis
arsitektur CS yang dilakukan oleh Lin, P. (2021).
Menyatakan bahwa Performance Appraisal Management
System Based on CS Architecture memainkan peran
penting dalam meningkatkan manajemen penilaian
kinerja karyawanan dan rasionallitas standar prestasi.
Riego de Dios, E. E., & Lapuz, A. M. E. (2020) yang
melakukan penelitian di Central Luzon, Filipina
menemukan bahwa terdapat hubungan positif rendah
hingga sedang antara gaya manajemen, penilaian kinerja
dan pengembangan karyawan saat ini.
Penilaian prestasi pada perusahan dituntut untuk
merancang strategi yang tepat dalam meningkatkan
produktivitasnya. Namun bagaimana dengan
pemberlakuan Work From Home (WFH), di masa Pandemi
yang melanda dunia, tentu penilaian kinerja akan berbeda
dengan pemberlakuan penilaian saat Work From Office
(WFO). Bekerja dari rumah (WFH) mendominasi
kehidupan kita di masa Pandemi yang melanda
dunia. Namun tren bekerja dari rumah bukanlah hal
baru. Pada tahun 2014 Bloom menerbitkan sebuah
studi tentang perusahaan Transportasi Cina, Ctrip, yang
melihat manfaat dari kebijakan WFH-nya. Hasil
percobaan yang dilaporkan tentang karyawan yang
bekerja dari rumah (WFH) di Ctrip, agen perjalanan Cina
yang terdaftar di NASDAQ dengan 16.000 karyawan.

135
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Karyawan call center yang secara sukarela mengikuti


WFH ditugaskan secara acak di rumah atau di kantor
selama sembilan bulan. Bekerja dari rumah
meningkatkan kinerja saya sebesar 13%. Dari jumlah
tersebut, 9 shift meningkatkan jumlah menit per shift
(mengurangi istirahat dan cuti sakit) dan meningkatkan
jumlah panggilan per menit sebanyak 4 (dikombinasikan
dengan lingkungan kerja yang lebih tenang dan nyaman).
Keberhasilan eksperimen, Ctrip akhirnya membawa opsi
WFH ke seluruh perusahaan, memberikan karyawan
pilihan untuk bekerja dari rumah atau di kantor.
Menariknya, lebih dari setengahnya telah beralih,
sehingga keuntungan WFH hampir dua kali lipat menjadi
22%. Mengadopsi teknik manajemen modern seperti WFH
akan mendapat manfaat dari pembelajaran dan efek
seleksi (Bloom et al. 2014). Ketika pandemi virus corona
telah memaksa jutaan pekerja untuk mendirikan kantor
di rumah, dalam penelitian beliau mereka menyarankan
kepada ribuan perusahaan dan menganalisis empat
survei besar yang mencakup bekerja dari rumah (Bloom,
N. 2020). Pekerja rumahan di tahun 2020 menyumbang
lebih dari dua pertiga kegiatan ekonomi. Meskipun
pandemi telah menerpa perekonomian ke titik di mana
kita mungkin tidak akan melihat tren kembali hingga
2022 (Baker et al. 2020), segalanya akan jauh lebih buruk
tanpa kemampuan untuk bekerja dari rumah. Kerja jarak
jauh telah memungkinkan karyawan untuk menjaga jarak
sosial dalam perjuangan kami melawan COVID-19. Jadi,
bekerja dari rumah tidak hanya penting secara ekonomi,
tetapi juga senjata penting dalam memerangi pandemic.

136
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Tiga saran untuk siapa pun yang menyusun kebijakan


WFH yang ditawarkan oleh Bloom, N. 2020 yaitu :
1. Bekerja dari rumah hanya separuh waktu
Bekerja penuh waktu di rumah bisa menjadi masalah
karena tiga alasan. Sulit untuk menjadi kreatif di
kejauhan, sulit untuk terinspirasi dan termotivasi di
rumah, dan loyalitas karyawan tegang tanpa interaksi
sosial. Eksperimen dilakukan di Ctrip China, di mana
250 karyawan bekerja dari rumah empat hari
seminggu, dalam waktu sembilan bulan diisolasi dari
keramaian. Dalam tiga bulan pertama, para karyawan
senang dan sehat. Namun, ketika eksperimen itu
berfungsi penuh, dua pertiga staf meminta untuk
kembali bekerja. Mereka membutuhkan teman untuk
bergaul. Artinya, setelah bekerja dari rumah selama
beberapa bulan, karyawan cenderung ingin kembali
ke kantor. Bahkan jika saat ini sedang dalam fase
WFH penuh karena pandemi. Situasi menjadi dilema,
dan apa pun bisa menjadi sulit baik bagi karyawan
maupun perusahaan, dan beberapa perusahaan
menentang praktik itu. Oleh karena itu, saran terbaik
adalah bekerja dari rumah 1-3 hari seminggu.
Mengingat bahwa stres perjalanan dapat dikurangi,
karyawan dapat menggunakan hari-hari kantor
mereka untuk rapat dan kolaborasi agar hari-hari
mereka di rumah lebih tenang dan lebih fleksibel.
2. Bekerja dari rumah harus opsional.
Terdapat berbagai opsi yang tersedia sehubungan
dengan permintaan karyawan untuk WFH pasca
COVID. Memilih jumlah hari per minggu, sebuah
survei terhadap 2.500 pekerja Amerika lebih suka
bekerja di rumah selama beberapa hari. Responden
ingin bekerja dari rumah dua hari seminggu sebesar
20%, karyawan tidak ingin bekerja dari rumah dan

137
PENILAIAN PRESTASI KERJA

25%, sisanya 55% ingin menggabungkan waktu kerja


dan waktu pribadi. Sejalan dengan eksperimen di
Cina, yang menemukan bahwa karyawan mengubah
keinginan mereka untuk bekerja dari rumah dari
waktu ke waktu. Karyawan mencoba WFH dan
menemukan bahwa mereka merasa kesepian setelah
beberapa bulan dan memutuskan untuk kembali ke
kantor. Oleh karena itu, saran sederhananya adalah
membiarkan karyawan membuat pilihan dalam batas-
batas mereka. Karyawan tidak boleh dipaksa untuk
bekerja penuh waktu di rumah, dan tidak boleh
dipaksa untuk bekerja penuh waktu di kantor.
Pilihannya sangat penting yakni biarkan karyawan
memilih. Namun, ada dua pengecualian jika karyawan
baru dimungkinkan untuk masuk kantor selama satu
atau dua tahun, dan karyawan yang berkinerja buruk
harus dievaluasi kinerjanya.
3. Bekerja dari rumah adalah hak istimewa, bukan hak
Pandemi COVID telah menantang dan mengubah
hubungan seseorang dengan pekerjaan dan berapa
banyak dari kita yang melakukan pekerjaan
kita. Tidak ada jalan untuk kembali, dan itu berarti
pembuat kebijakan dan pemimpin bisnis perlu
merencanakan dan mempersiapkan agar pekerja dan
perusahaan tidak dikesampingkan oleh masalah yang
sebenarnya dapat dihindari. Dengan pendekatan yang
bijaksana terhadap dunia pascapandemi, bekerja dari
rumah bisa menjadi perubahan yang baik
Berikut beberapa tawaran penilian prestasi dimasa
pandemic yang memungkinkan karyawan untuk bekerja
dari rumah (Work From Home).
1. Rumuskan kembali tujuan penilaian kinerja
karyawan dengan mendiskusikan dengan atasan dan

138
PENILAIAN PRESTASI KERJA

kolega tujuan jangka pendek dan jangka panjang


perusahaan.
2. Cek kembali metrik penilaian sesuaikan dengan target
baru yang dirumuskan.
3. Sistem Rating sedapat mungkin tidak digunakan tapi
bisa diganti dengan penilaian secara naratif dengan
memberikan ulasan serta gambaran secara spesifik
tentang apa yang dilakukan karyawan dengan baik
dan dibagian mana mereka bisa memperbaiki diri.
4. Meminta karyawan untuk melakukan evaluasi
performance. Karyawan diminta untuk melakukan
self assessment dengan cara tersebut karyawan dapat
diberikan kesempatan bagi atasan untuk belajar
memberi motivasi yang tepat bagi karyawan.
5. Kumpulkan berbagai perspektif. Untuk mendapatkan
tinjauan comprehensive maka atasan dapat secara
aktif meminta feedback dan prespektif rekan kerja
karyawan dalam membantu penilaian kerja karyawan.
6. Gunakan Pendekatan Empati. Ini berguna untuk
mengidentifikasi situasi karyawan. Disaat pandemic
tidak semua karyawan berada pada situasi yang sama
dan kadangkala situasi tersebut mempengaruhi
kinerja mereka. Sehingga pimpinan dituntut untuk
mencari tahu apa yang mereka alami ketika
kinerjanya tidak maksimal, berikan saran berupa
solusi yang tepat untuk memperbaiki diri.
7. Berikan Pengakuan bagi karyawan yang berkinerja
baik, terlibat dan berkomitmen serta menawarkan
support bagi sesama karyawan. Penghargaan yang
diberikan memberikan ketenangan pikiran dimasa
pandemi.

139
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Agar WFH berhasil, penting untuk memiliki sistem


penilaian kinerja yang efektif. Jika perusahaan dapat
mengevaluasi karyawan berdasarkan output, maka apa
yang mereka capai ketika mereka dapat dengan mudah
bekerja dari rumah? Jawabannya jika mereka bekerja
dengan efektif dan produktif, namun jika tidak,
peringatkan mereka, dan jika mereka terus berkinerja
buruk, panggil mereka kembali ke kantor (Bloom, N.
2020). Disini diperlukan komunikasi yang timbal balik
dimana keterampilan komunikasi yang efektif diperlukan
untuk sukses di dunia bisnis (O’Rourke, J. S.
(2019). Kesuksesan dalam melakukan komunikasi
menjadi salah satu bagian dalam penilaian kinerja
individu.

140
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Daftar Pustaka
Arnold, M. B. (1960). Emotion and personality. New York,
NY: Columbia University Press.
Blessing White. 2011. Employee engagement report, New
Jersey: Author
Bloom, N., Liang, J., Roberts, J., & Ying, Z. J. (2015). Does
working from home work? Evidence from a Chinese
experiment. The Quarterly Journal of
Economics, 130(1), 165-218.
Bloom, N. (2020). How working from home works
out. Stanford Institute for Economic Policy Research, 1-
8.
Dessler, Gary. 2013. Human Resource Management, 13th
Edition. London: Pearson Prentice Hall Inc.
Gomes. 2001. Manajemen sumber daya manusia.
Yogyakarta: Andi offset
Gouzali Saydam. 2005. Manajemen Sumber Daya
Manusia: Suatu Pendekatan Mikro. Jakarta:
Djambaran
Hasibuan, Malayu S.P, 2011. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT Bumi Askara.
Kasmir. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori
dan Praktik) Edisi Pertama. Depok: Rajawali Pers.
Lazarus, R. S. (1966). Psychological stress and the coping
process. New
York, NY: McGraw-Hill.Lin, P. (2021). Research on
Enterprise Employee Performance Appraisal
Management System Based on CS
Architecture. Security and Communication Networks.
Lu, H., Zhao, P., & Liu, S. (2021, February). Research on
Performance Appraisal Method in Internet-based
Working. In Journal of Physics: Conference Series (Vol.
1815, No. 1, p. 012003). IOP Publishing.

141
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Mathis, Robert L. dan John H. Jackson. 2006. Manajemen


Sumber Daya Manusia, Alih Bahasa. Jakarta:
Salemba Empat.
Moors, A., Ellsworth, P. C., Scherer, K. R., & Frijda, N. H.
(2013). Appraisal theories of emotion: State of the art
and future development. Emotion Review, 5(2), 119-
124.
O’Rourke, J. S. (2019). Management communication: A
case analysis approach. Routledge.
Panggabean. 2020. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Republik Indonesia. 2019. Peraturan Pemereintan Nomor
30 Tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil.
Jakarta: Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi.
Ricardianto, Prasadja (2018) Human Capital Management.
Bogor: In Media
Riego de Dios, E. E., & Lapuz, A. M. E. (2020). The
Relationship between Management Style, Performance
Appraisal, and Employee Development of Selected
Personnel from an Academic Institution. Online
Submission, 6(7), 1-6.
Rivai, Veithzal, Dr., Prof., MBA., 2004. Manajemen
Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Jakarta:
PT Raja Gafindo Persada.

142
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Profil Penulis
Sumarni S., SE., M.Si
Ketertarikan penulis terhadap ilmu Manajemen
dimulai pada tahun 2007 silam. Hal tersebut
membuat penulis memilih untuk masuk ke
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dengan memilih
Jurusan Manajemen Keuangan dan Perbankan
dan berhasil menyelesaikan studi S1 di prodi Manajemen STIEM
Bongaya pada tahun 2002. Dua tahun kemudian setelah
bergabung pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Wira Bhakti pada
tahun 2005 sebagai dosen tetap, penulis ditugaskan untuk
melanjutkan kuliah ke jenjang strata dua (S2) pada tahun 2008
di Universitas Hasanuddin Makassar selesai pada tahun 2010.
Saat ini penulis dalam proses penyelesaian studi pada jenjang
Doktoral (S3) di Universitas Brawijaya Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Jurusan Manajemen. Beberapa penelitian tentang
Manajemen Sumber Daya Manusia telah dilakukan dan
diterbitkan pada jurnal nasional dan jurnal international
bereputasi salah satunya yang diterbitan di International
Journal of Innovation Creativity and change yang berjudul The
effect of human resource management: Strategy and culture,
toward performance though innovation. Volume 14, Issue 1,
2020.
Email Penulis: sumarnisarong@wirabhaktimakassar.ac.id

143
144
8
SISTEM KOMPENSASI

Dr. Hj. Nurjaya, S.E., M.Si


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tri Dharma Nusantara

Pengertian Kompensasi
Kompensasi merupakan fungsi manajemen personalia
yang sangat kompleks dan tidak kalah pentingnya dengan
fungsi lainnya. Kompensasi mencerminkan upaya
organisasi dalam mempertahankan sumber daya manusia
yang berkompetensi tinggi. Kompensasi dalam bentuk
penggajian dan balas jasa lainnya selalu merupakan
komponen-komponen beban yang paling besar dan
penting dalam organisasi, sehingga dibutuhkan sistem
kompensasi yang tepat dan handal. Sistem kompensasi ini
membantu dalam memberi penguatan terhadap nilai-nilai
kunci organisasi dalam rangka pencapaian tujuannya.
Makna kompensasi memiliki sudut pandang yang berbeda
antara pekerja atau karyawan dengan pihak pengusaha.
Kompensasi bagi pengusaha merupakan bagian dari biaya
produksi, sehingga dalam mencapai keuntungan yang
optimal, penggunaan biaya yang harus dilakukan secara
efisien dan pihak pengusaha cenderung menekan
kompensasi seminimal mungkin. Kompensasi dari sisi
pekerja atau karyawan, dipandang sebagai hak yang
merupakan sumber pendapatan utama, oleh karena itu
jumlahnya harus dapat memenuhi kebutuhan untuk
dirinya dan keluarganya, serta adanya jaminan yang pasti
dalam penerimaannya. Sebagaimana pendapat Sutrisno

145
SISTEM KOMPENSASI

(2013) yang mengemukakan bahwa kompensasi adalah


semua jenis penghargaan yang berupa uang atau bukan
uang yang diberikan kepada karyawan secara layak dan
adil atas jasa mereka dalam mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Handoko (2014), kompensasi adalah segala
sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa
untuk kerja mereka. Senada hal tersebut, Rivai dalam
Nurjaya (2020) menyatakan kompensasi merupakan
sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti
kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Kompensasi
adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang
langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan
sebagai imbalan jasa yang diberikan (Hasibuan, 2014).
Kasmir (2019) mengemukakan kompensasi merupakan
balas jasa yang diberikan perusahaan kepada
karyawannya, baik yang bersifat keuangan maupun non
keuangan. Artinya perusahaan akan memberikan balas
jasa kepada seluruh karyawan yang terlibat didalamnya.
Balas jasa yang diberikan merupakan kewajiban
perusahaan atas jerih payah yang diberikan kepada
perusahaan selama bekerja. Sebaliknya bagi karyawan,
kompensasi adalah hak karyawan atas beban dan
tanggung jawab yang diberikan kepada perusahaan. Jadi
kompensasi bagi perusahaan adalah sebagai kewajiban
yang wajib diberikan, sedangkan bagi karyawan adalah
hak yang harus diterima.
Kemudian kompensasi dapat diberikan ada yang bersifat
tetap dan bersifat tidak tetap. Tetap artinya kompensasi
akan dibayar kepada karyawan, seperti gaji, dan
tunjangan secara bulanan. Sedangkan tidak tetap adalah
kompensasi diberikan tergantung dari prestasi kerjanya
atau dengan pertimbangan tertentu.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

146
SISTEM KOMPENSASI

kompensasi adalah segala bentuk pendapatan atau


penghargaan yang diberikan perusahaan kepada
karyawannya baik yang bersifat keuangan maupun non
keuangan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka
terhadap perusahaan.
Tujuan Kompensasi
Sistem kompensasi atau pemberian kompensasi yang adil
dan layak merupakan kunci solusi dalam permasalahan
kesesuaian antara perilaku individu karyawan dengan
dengan kebutuhan perusahaan, sehingga kepentingan
perusahaan dan karyawan berjalan secara seiring. Tujuan
dari pemberian kompensasi yaitu terjalin ikatan kerja
sama formal, kepuasan kerja terpenuhi, pengadaan
karyawan menjadi efektif, motivasi kerja mudah
dilaksanakan, stabilitas karyawan lebih terjamin, disiplin
karyawan semakin baik dan pengaruh serikat buruh dan
pemerintah dapat dihindarkan (Hasibuan, 2014).
Demikian pula halnya pemberian kompensasi bagi
karyawan mempunyai tujuan sebagaimana menurut
Singodimedjo (Sutrisno, 2013) yaitu, menjamin sumber
nafkah karyawan beserta keluarganya, meningkatkan
prestasi kerja, meningkatkan harga diri para karyawan,
mempererat hubungan kerja antar karyawan, mencegah
karyawan meninggalkan perusahaan, meningkatkan
disiplin kerja, efisiensi tenaga kerja karyawan yang
potensial, perusahaan dapat bersaing dengan tenaga kerja
di pasar, mempermudah perusahaan mencapai tujuan,
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dan perusahaan dapat memberikan teknologi
baru. Sementara Handoko (2014) mengemukakan bahwa
tujuan administrasi kompensasi yaitu: memperoleh
personalia yang qualified, mempertahankan karyawan
yang ada sekarang, menjamin keadilan, menghargai
perilaku yang diinginkan, mengendalikan biaya-biaya,
dan memenuhi peraturan-peraturan legal.

147
SISTEM KOMPENSASI

Menurut Notoatmojo (Sutrisno, 2013), beberapa tujuan


kompensasi yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Menghargai prestasi kerja
Dengan pemberian kompensasi yang memadai adalah
suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja
para karyawan. Selanjutnya akan mendorong
perilaku-perilaku atau kinerja karyawan sesuai
dengan yang diinginkan oleh perusahaan, misalnya
prodiktivitas tinggi.
2. Menjamin keadilan
Dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan
menjamin adanya keadilan di antara karyawan dalam
organisasi. Masing-masing karyawan akan
memperoleh kompensasi yang sesuai dengan tugas,
fungsi, jabatan, dan prestasi kerja.
3. Mempertahankan karyawan
Dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan
akan survival bekerja pada organisasi itu. Hal ini
berarti mencegah keluarnya karyawan dari organisasi
itu mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan.
4. Memperoleh karyawan yang bermutu
Dengan sistem kompensasi yang baik akan menarik
lebih banyak calon karyawan dan akan lebih banyak
pula peluang untuk memilih karyawan yang terbaik.
5. Pengendalian biaya
Dengan sistem pemberian kompensasi yang baik,
akan mengurangi seringnya melakukan rekrutmen,
sebagai akibat semakin seringnya karyawan keluar
mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan di
tempat lain. Hal ini berarti penghematan biaya untuk
rekrutmen dan seleksi calon karyawan baru.

148
SISTEM KOMPENSASI

6. Memenuhi peraturan-peraturan
Sistem kompensasi yang baik merupakan tuntutan
dari pemerintah. Suau perusahaan yang baik dituntut
adanya sistem administrasi kompensasi yang baik
pula.
Perusahaan yang berhasil memberikan kompensasi yang
layak dan tepat, tentunya akan dapat berkembang dan
menghasilkan produk yang dibutuhkan masyarakat.
Karena dengan adanya pemberian kompensasi, maka
kehidupan dan status karyawan akan lebih terjamin di
tengah-tengah masyarakat. Hal ini akan menciptakan
rasa bahagia pada diri keryawan. Dengan demikian
perusahaan berhasil mencapai salah satu tujuan dari
pemberian kompensasi.
Peran Bagian Personalia
Bagian personalia bertanggung jawab penuh untuk
mengembangkan sistem imbalan bagi suatu organisasi
yang diterapkan secara seragam di seluruh jajarannya.
Dalam mencapai sasarannya yang didasarkan pada
perinsip keadilan, kewajaran dan kesetaraan, maka perlu
diperhatikan bahwa sistem kompensasi harus merupakan
instrument yang ampuh untuk berbagai kepentingan,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Siagiang (2010)
sebagai berikut:
1. Sistem imbalan harus mempunyai daya tarik bagi
tenaga kerja yang berkualitas tinggi untuk bergabung
dengan organisasi. Artinya, karena setiap organisasi
bersaing dengan organisasi lainnya di pasaran kerja,
kompensasi yang ditawarkan seyogianya sedemikian
rupa sehingga menarik bagi para pencari lapangan
pekerjaan yang memiliki kemampuan, keterampilan,
dan pengetahuan tinggi. Bahkan apabila yang ingin
direkrut adalah mereka yang sudah bekerja di
organisasi lain, kompensasi tersebut haruslah

149
SISTEM KOMPENSASI

sedemikian rupa sehingga melebihi jumlah yang


diterimanya sekarang.
2. Sistem imbalan harus merupakan daya tarik kuat
untuk mempertahankan tenaga kerja yang sudah
berkarya dalam organisasi. Meskipun benar bahwa
kompensasi bukan satu-satunya faktor pengikat bagi
para pegawai untuk tetap tinggal dalam suatu
organisasi, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
apabila jumlah imbalan yang diperolehnya lebih
rendah dari imbalan yang diterima oleh rekan-
rekannya yang melakukan tugas sejenis di organisasi
lain, godaan untuk berhenti dapat menjadi lebih kuat,
apalagi kalau karyawan yang bersangkutan memiliki
pengetahuan atau keterampilan tertentu yang mudah
dijualnya. Berarti suatu kompensasi harus
memperhitungkan berbagai sistem kompensasi yang
berlaku di organisasi-organisasi lainnya.
3. Sistem imbalan yang mengadung prinsip keadilan
yaitu bahwa secara internal para karyawan yang
melaksanakan tugas sejenis mendapat imbalan yang
sama pula. Untuk kepentingan pengembangan dan
penerapan sistem imbalan, tentu ada faktor-faktor
lain yang harus dipertimbangkan, seperti masa kerja,
jumlah tanggungan, dan sebagainya, yang dapat
berakibat pada perbedaan penghasilan para pegawai
meskipun melaksanakan pekerjaan yang sejenis.
4. Menghargai perilaku positif. Idealnya sistem
kompensasi harus pula mencerminkan penghargaan
organisasi terhadap perilaku positif para pegawai yang
mencakup berbagai hal seperti prestasi kerja yang
tinggi, pengalaman, kesetiaan, kesediaan memikul
tanggung jawab yang lebih besar, kejujuran,
ketekunan dan berbagai perilaku positif lainnya.
Kesukaran dalam peraktek bisa timbul karena tidak
mudah menerjemahkan perilaku tersebut dalam

150
SISTEM KOMPENSASI

bentuk “nilai uang” untuk diberikan kepada para


pegawai.
5. Pengendalian Pembiayaan. Secara umum diketahui
bahwa salah satu komponen biaya yang jumlahnya
tidak kecil dalam menjalankan organisasi adalah
belanja pegawai. Oleh karena itu sistem imbalan
harus mampu berfungsi sebagai alat pengendali biaya
dikaitkan dengan produktivitas kerja organisasi
secara keseluruhan. Artinya dengan tetap berpegang
teguh pada keadilan, kewajaran, dan kemampuan
organisasi sistem kompensasi harus dapat menjamin
bahwa upah dan gaji yang dibayarkan kepada pegawai
tidaklah sedemikian tingginya sehingga merupakan
beban yang terlalu berat untuk dipikul oleh
organisasi, tetapi juga tidak sedemikian rendahnya
sehingga berdampak negatif terhadap perilaku para
pegawai dalam organisasi.
6. Kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan.
Di negara manapun pemerintah selalu menjamin agar
tenaga kerja mendapat perlakuan yang baik dari
organisasi tempat mereka berkarya.
7. Terciptanya adminstrasi pengupahan dan penggajian
yang berdaya guna dan berhasil guna. Artinya sistem
kompensasi itu harus dibuat sedemikian rupa
sehingga mudah diterapkan dalam praktek. Hal ini
sangat penting karena baik buruknya suatu sisitem,
termasuk sistem kompensasi, terlihat pada
pelaksanaannya (Siagiang, 2010).
Sistem Imbalan yang Efektif
Rancangan pengembangan sistem imbalan atau sistem
kompensasi merupakan suatu proses analisis yang
panjang untuk menentukan sistem imbalan yang akan
diterapkan dalam perusahaan tersebut dan diharapkan
menjadi sistem imbalan yang seadil-adilnya bagi semua

151
SISTEM KOMPENSASI

pihak. Siagiang (2010) mengemukakan bahwa dalam


upaya mengembangkan sistem imbalan atau sistem
kompensasi, para spesialis bidang manajemen sumber
daya manusia perlu melakukan empat hal, yaitu:
1. Melakukan analisis pekerjaan. Artinya perlu disusun
deskripsi jabatan, uraian pekerjaan dan standar
pekerjaan yang terdapat dalam suatu organisasi.
2. Melakukan penilaian pekerjaan dikaitkan dengan
keadilan internal. Dalam melakukan penilaian
pekerjaan diusahakan tersusunnya urutan peringkat
pekerjaan, penetuan nilai untuk setiap pekerjaan,
susunan perbandingan dengan pekerjaan lain dalam
organisasi dan pemberian point untuk setiap
pekerjaan.
3. Melakukan survei berbagai sistem imbalan yang
berlaku untu memperoleh bahan yang berkaitan
dengan keadaan eksternal. Organisasi yang disurvai
dapat berupa instansi pemerintah yang secara
fungsional berwenang mengurus ketenagakerjaan,
kamar dagang dan industri, organisasi profesi, serikat
pekerja, organisasi-organisasi pemakai tenaga kerja
lain dan perusahaan konsultan, terutama yang
menghususkan diri dalam menajamen sumber daya
manusia.
4. Menentukan “harga” setiap pekerjaan yang
dihubungkan dengan harga pekerjaan sejenis di
tempat lain. Dalam mengambil langkah ini dilakukan
perbandingan antara nilai berbagai pekerjaan dalam
organisasi dengan nilai yang berlaku di pasaran kerja.
Komponen Kompensasi
Merancang sistem kompensasi tentunya didasarkan
dengan berbagai komponen. Menurut Irianto dalam
(Rahmat 2016) komponen utama dalam sistem

152
SISTEM KOMPENSASI

kompensasi yang digunakan suatu organisasi umumnya,


adalah sebagai berikut:
1. Base pay
Gaji pokok (base pay) merupakan basis komponen gaji
yang diperoleh bagi kebanyakan pekerja dan
umumnya diberikan dengan menggunakan standar
waktu misalnya per jam, per minggu, per bulan
bahkan per tahun.
2. Performance pay
Kompensasi berdasarkan kinerja (performance pay)
merupakan komponen sistem kompensasi berkaitan
penghargaan berupa uang, menggunakan
pengukuran standar kinerja individual, kelompok dan
organisasional.
3. Indirect pay
Indirect pay atau disebut benefit merupakan
komponen di dalamnya berbentuk bukan uang
namun layanan (services) yang secara langsung dapat
memuaskan beragam kebutuhan individual seperti
kelangsungan dan keamanan pendapatan misalnya
program pensiun, perlindungan kesehatan dan
lainnya.
Rivai dan Sagala (2011) mengemukakan bahwa ada empat
komponen-komponen kompensasi, yaitu:
1. Gaji. Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang
diterima karyawan sebagai konsekuensi dari
kedudukannya sebagai seorang karyawan yang
memberikan sumbangan tenaga dan pikiran dalam
mencapai tujuan perusahaan. Gaji dapat dikatakan
sebagai bayaran tetap diterima seseorang dari
keanggotaannya dalam perusahaan. Gaji umumnya
berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan atau
tahunan yang umumnya diterapkan pada kelompok

153
SISTEM KOMPENSASI

karyawan manajemen, staf profesional dan staf


klerikal (pekerja kerah putih).
2. Upah: Upah merupakan imbalan finansial langsung
yang dibayarkan kepada karyawan berdasarkan jam
kerja, jumlah barang dihasilkan atau pelayanan yang
diberikan. Besarnya upah tergantung pada output
yang dihasilkan.
3. Insentif: Insentif merupakan imbalan langsung yang
dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya
melebihi standar yang ditentukan. Insentif
merupakan bentuk lain dari upah langsung di luar
upah dan gaji yang merupakan kompensasi tetap dan
biasanya disebut kompensasi berdasarkan kinerja
(pay for performance plan). Insentif merupakan
tambahan kompensasi di luar gaji dan upah yang
diberikan oleh organisasi. Insentif disesuaikan
berdasarkan produktivitas, penjualan dan
keuntungan atau upaya efisiensi.
4. Kompensasi tidak langsung (fringe benefit): Fringe
benefit merupakan kompensasi tambahan yang
diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan
terhadap semua karyawan sebagai upaya
meningkatkan kesejahteraan misalnya program
asuransi, tunjangan, uang pensiun, program liburan
dan tunjangan lainnya berhubungan dengan
kepegawaian (Rivai dan Sagala, 2011).
Tantangan Kompensasi
Dalam menetapkan sistem kompensasi atau pemberian
kompensasi, akan diperhadapkan dengan berbagai
tantangan yang menjadi perhatian khusus bagi
perusahaan. Handoko (2014) mengemukakan bahwa
penentuan besaran kompensasi dipengaruhi oleh
beberapa tantangan, diantaranya:

154
SISTEM KOMPENSASI

1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja: Jenis


pekerjaan tertentu harus dibayar lebih tinggi daripada
yang ditunjukkan nilai relatifnya karena desakan
kondisi pasar misalnya kelangkaan tenaga akuntan
sehingga perusahaan harus memberikan tunjangan di
samping kompensasi dasar untuk memperolehnya.
2. Serikat karyawan: Lemah ataupun kuatnya serikat
karyawan mencerminkan kemampuannya untuk
menggunakan kekuatan pengaruh mereka pada
penentuan tingkat kompensasi.
3. Produktivitas: Perusahaan harus memperoleh laba
untuk menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh
sehingga mampu membayar karyawannya melebihi
kontribusi mereka melalui produktivitas. Manajemen
perlu mendorong para karyawan untuk selalu
meningkatkan produktivitasnya.
4. Kesediaan untuk membayar: Perusahaan sebenarnya
ingin membayar kompensasi secara adil dan layak.
Perusahaan juga menyadari bahwa karyawan
seharusnya melakukan pekerjaan sesuai dengan
upah yang mereka terima.
5. Kemampuan untuk membayar: Realisasi pemberian
kompensasi dalam jangka panjang tergantung pada
kemampuan membayar dari perusahaan.
Kemampuan membayar tergantung pada pendapatan
dan laba serta produktivitas karyawan.
6. Berbagai kebijaksanaan pengupahan dan penggajian:
Perusahaan umumnya mempunyai kebijakan yang
mempengaruhi pengupahan dan penggajian, contoh:
kebijakan kenaikan upah yang sama besarnya.
7. Kendala-kendala pemerintah: Tekanan eksternal dari
pemerintah dengan segala peraturannya
mempengaruhi penetapan kompensasi perusahaan.

155
SISTEM KOMPENSASI

Peraturan upah minimum, upah kerja lembur dan


pembatasan umur tenaga kerja merupakan kendala-
kendala kebijakan kompensasi berasal dari
pemerintah.
Proses Kompensasi
Proses kompensasi dimaksudkan adalah suatu jaringan
berbagai sub proses yang komplek untuk memberikan
balas jasa kepada karyawan bagi pelaksana pekerjaan dan
untuk memotivasi mereka agar mencapai tingkat prestasi
kerja yang diinginkan (Handoko, 2014). Lebih lanjut
Handoko menyatakan bahwa pembayaran upah dalam
organisasi ditentukan oleh aliran kegiatan yang
mencakup analisis pekerjaan, deskripsi pekerjaan,
evaluasi pekerjaan, survai gaji dan upah, analisis masalah
organisasional yang relevan, penentuan harga pekerjaan
(harus melebihi peraturan upah minimum), penetapan
peraturan administrasi pengupahan dan akhirnya
pembayaran upah kepada para karyawan. Adapun aliran
kegiatan-kegiatan ini dapat dilihat pada gambar berikut
ini:

Sumber: Handoko, 2014


Gambar 8.1. Proses pemberian kompensasi
Proses kegiatan perundingan kolektif tidak tampak dalam
gambar tersebut akan tetapi perusahaan yang telah
membentuk serikat karyawan dapat memainkan peranan

156
SISTEM KOMPENSASI

dalam penentuan harga tenaga kerja. Adapun


perundingan kolektif mencakup bidang kegiatan evaluasi
pekerjaan, berbagai macam masalah keorganisasian,
struktur upah, aturan-aturan administrasi dan penilaian
prestasi kerja karyawan. Perjanjian kerja juga mempunyai
pengaruh tidak langsung tetapi penting dalam proses
penentuan upah pada perusahaan yang belum memiliki
serikat karyawan.
Strategi Kompensasi
Strategi kompensasi dimaksudkan agar sistem
kompensasi yang digunakan dapat mencapai tingkat
efektivitas tinggi. Adapun langkah strategis dalam
menciptakan sistem kompensasi yang efektif sebagaimana
yang diungkapakn oleh Long, Irianto, dalam Rahmat
(2016) adalah sebagai berikut:
1. Langkah pertama: Memahami konteks organisasional
meliputi organisasi secara esensial dan para
pekerjanya (understand your organization and your
people). Sistem penghargaan merupakan satu bagian
dari sistem organisasional secara keseluruhan. Setiap
bagian dari sistem tersebut harus memiliki
kesesuaian dan mendukung bagian lainnya di dalam
suatu organisasi.
2. Langkah kedua: Merumuskan understanding your
compensation option. Langkah ini menuju efektivitas
sistem kompensasi dimaksudkan untuk mencari
bentuk paling tepat digunakan dan untuk menimbang
untung-ruginya serta akibat yang harus ditanggung
organisasi atas berbagai pilihan bentuk kompensasi
yang ada. Organisasi harus memahami ketiga
komponen kompensasi yaitu: base pay, performance
pay dan indirect pay.
3. Langkah ketiga: Membuat formulate your reward and
compensation strategy sehingga memungkinkan bagi

157
SISTEM KOMPENSASI

organisasi dapat mengidentifikasi jenis perilaku yang


dibutuhkan oleh organisasi kemudian dilakukan
identifikasi terhadap kombinasi sistem penghargaan
yang paling tepat.
4. Langkah keempat: Membuat rincian sistem
kompensasi yang ditetapkan setelah strategi
kompensasi dirumuskan. Organisasi harus benar-
benar memahami tentang makna evaluasi pekerjaan,
evaluasi pasar dan evaluasi individu.
5. Langkah kelima: Sistem kompensasi perlu
diimplementasikan, dikelola sedemikian rupa,
dievaluasi dan adaptasi sistem yang telah ditentukan.
Isu utama meliputi: prosedur untuk implementasi
sistem, mengkomunikasikan, mengatasi masalah-
masalah yang muncul akibat sistem yang digunakan
serta kepentingan penganggaran dan pengendalian
biaya dalam suatu sistem kompensasi.
Kelima langkah strategi kompensasi mencapai sistem
yang efektif tersebut digambarkan sebagai berikut:

Sumber: Long, Irianto dalam Rahmat, 2016.


Gambar 8.2.
Langkah strategi mencapai sistem kompensasi yang efektif

158
SISTEM KOMPENSASI

Sistem kompensasi yang sudah diimplementasikan


dibutuhkan evaluasi secara terus-menerus untuk
mengetahui apakah sudah mencapai tujuan dan sasaran
diharapkan atau belum dan apakah terlaksana secara
efektif atau sebaliknya. Jika hasil evaluasi terdapat
sejumlah data yang menunjukkan penyimpangan maka
hasil evaluasi tersebut memberi rekomendasi
penyesuaian sistem.

159
SISTEM KOMPENSASI

Daftar Pustaka
Handoko (2014). Manajemen Personalia & Sumber Daya
Manusia. BPFE. Yogyakarta.
Hasibuan. H.M.S.P. 2014. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Irianto, Y. 2001. Tema-Tema pokok Manajemen Sumber
Daya Manusia. Penerbit Insan Cendekia. Surabaya.
Kasmir, 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori
Dan Praktik). RajaGrafmdo Persada. Jakarta.
Rahmat. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT.
Umitoha Ukhuwah Grafika. Makassar.
Rivai. H V. 2009. Islamic Human Capital: Dari Teori ke
Praktek Manajemen Sumber Daya Islami.
Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Rivai. H V. dan Sagala, E,J, 2011. Manajemen Sumber
Daya Manusia Untuk Perusahaan: Dari Teori ke
Praktek. Edisi Kedua. Rajawali Pers, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2009. Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Rineka Cipta. Jakarta.
Nurjaya, 2020. Buku Ajar Manajemen Sumber Daya
Manusia. Katanos Multi Karya. Makassar.
Siagiang, Sondang P, 2010. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta, Bumi Aksara.
Singodimedjo, Markum. 2000. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Surabaya: SMMAS.
Sutrisno, Edy. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Kencana Pernada Media Group. Jakarta.

160
SISTEM KOMPENSASI

Profil Penulis
Dr. Hj. Nurjaya, S.E., M.Si
Penulis adalah putri pertama dari H. Abd Gani
(almarhum) dan Hj. Aisyah (almarhumah).
Menyelesaikan Sarjana Ekonomi Jurusan
Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas
Hasanuddin (UNHAS) Makassar, Magister
Manajemen Pendidikan Islam dari Universitas
Islam Makassar (UIM), kemudian Magister
Manajemen dari Universitas 45 Makassar (sekarang menjadi
Universitas Bosowa, Unibos), dan Doktor Pendidikan Ekonomi
dari Universitas Negeri Makassar (UNM) tahun 2020.
Saat ini Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Tri
Dharma Nusantara Makassar. Sebelumnya penulis bekerja di
Kopkar PT. Telkom Siporennu Makassar sebagai Asisten
Manager Keuangan. Selain itu pernah mengabdi sebagai dosen
di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare Fakultas
Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD).
Email Penulis: nurjaya.gani@gmail.com

161
162
9
MOTIVASI KERJA

Aditya Wardhana, S.E., M.Si., M.M.


Universitas Telkom

Pengertian Motivasi
Pengertian motivasi kerja dari berbagai pakar dapat
dinyatakan sebagai konsep yang menguraikan tentang
dorongan biologis, emosional, sosial, dan kognitif yang
berasal dari dalam diri individu karyawan yang menjadi
alasan atau hasrat individu tersebut memiliki nilai, sikap,
dan kegairahan kerja yang ditunjukkan dalam perilaku
terbaiknya untuk bersedia bekerja sama secara efektif
guna mencapai kebutuhan dirinya, komitmen
organisasional, dan tujuan organisasi dan (Wadhana, et
al, 2021; Malthis dan Jackson, 2019; Robbins dan
Coulter, 2019; Wardhana, 2014; Umar, 2013; Gibson,
Ivancevich, dan Konopaske, 2011; Rivai dan Sagala, 2010;
Hasibuan, 2009)
Motivasi kerja karyawan yang rendah ditunjukkan dengan
perilakunya yang bekerja lebih lambat sehingga target
pekerjaan tidak tercapai, menghabiskan lebih banyak
waktunya dengan berselancar daring (online), tidak fokus
pada pekerjaan mereka, mengganggu bahkan membuat
konflik dengan karyawan lainnya, melemparkan tanggung
jawab kepada karyawan lainnya, dan lain sebagainya.
Sedangkan seorang karyawan yang memiliki motivasi
yang tinggi akan selalu antusias, bersemangat kerja, dan

163
MOTIVASI KERJA

bangga dengan pekerjaan mereka, menyelesaikan


pekerjaan dengan cepat sehingga target organisasi dapat
tercapai, melakukan pekerjaan dengan baik, bertanggung
jawab penuh atas pekerjaannya, membantu rekan
kerjanya dalam bekerja sama secara tim yang solid,
memiliki integritas dan loyalitas yang tinggi terhadap
kemajuan organisasi.
Pentingnya Motivasi Kerja Karyawan Bagi Organisasi
Motivasi karyawan adalah kunci keberhasilan organisasi.
Dampak motivasi kerja karyawan yang buruk bagi
organisasi ditunjukkan dengan penurunan kinerja
organisasi, pencapaian target organisasi yang lebih
rendah, meningkatnya turn over atau keluarnya karyawan
dari organisasi, dan kemungkinan perusahaan akan gagal
mencapai tujuannya. Oleh karena itu, organisasi harus
mampu memelihara motivasi kerja karyawannya dengan
baik dan pimpinan harus terus-menerus memonitor
motivasi kerja karyawan agar tetap tinggi.
Manfaat motivasi kerja karyawan bagi organisasi yaitu:
1. Tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
2. Lebih banyak inovasi yang dihasilkan.
3. Tingkat absensi yang lebih rendah.
4. Tingkat pergantian (turn over) karyawan yang lebih
rendah.
5. Reputasi perusahaan menjadi hebat dan rekrutmen
yang lebih kuat.
Perusahaan dapat meningkatkan motivasi karyawan
dengan cara sebagai berikut:
1. Memimpin dengan visi perusahaan yang jelas
2. Pastikan semua karyawan mengerti alasan mereka
bekerja dan apa yang harus mereka capai.

164
MOTIVASI KERJA

3. Tetapkan target yang jelas yang ingin dicapai oleh


karyawan perusahaan.
4. Pemimpin dan perusahaan harus mampu mengenali
kontribusi pekerjaan hebat dari setiap karyawannya
5. Berikan beberapa elemen fleksibilitas di tempat kerja
6. Ciptakan lingkungan kerja yang ramah
7. Tawarkan manfaat yang mengesankan seperti
tunjangan karyawan
8. Mendorong kerja tim melalui kolaborasi antar tim
dengan keahlian berbeda yang menciptakan hasil
yang lebih inovatif.
9. Buat jalur karier karyawan dan jelaskan apa yang
perlu mereka lakukan untuk mencapainya.
Teori-Teori Motivasi
Berbagai teori motivasi yang dikemukakan oleh Abraham
Maslow pada tahun 1943 dengan Needs Hierarchy Theory,
Frederick Herzberg pada tahun 1959 dengan Two-Factor
Theory, Douglas McGregor pada tahun 1960 dengan
Theory X and Theory Y, Victor Vroom pada tahun 1964
dengan Teori Harapan (Expectancy Theory), J. Stacey
Adams pada tahun 1965 dengan Teori Keadilan (Equity
Theory), Alderfer pada tahun 1972 dengan ERG Theory,
Edward Deci and Richard Ryan pada tahun 1975 dengan
Teori Penentuan Diri Sendiri (Self-Determination Theory),
Edwin Locke pada 1990 dengan Teori Penetapan Tujuan
(Goal-Setting Theory), David McClelland pada tahun 1973
dengan (McClelland’s Human Motivation Theory), Teori
Penguatan (reinforcement theory dikemukakan oleh
Edward Thorndike (1906) dengan instrumental
conditioning, Ivan Pavlov (1926) dengan classical
conditioning, Allport (1924) dengan functional autonomy,
Hull (1943) dengan principles of behavior, Skinner (1953)
dengan operant conditioning dan lain sebagainya.

165
MOTIVASI KERJA

Gopalan, Abu Bakar, Zulkifli. (2020), Robbins, Coulter,


Cenzo (2019), Makushkin (2019), Uwais, Gabriel, Paul
(2018), Ncube dan Zondo (2018), Goyal (2015), Wouters,
Bakker, J van Wijk, Croiset, Kusurkar (2014), Froiland,
Oros, Smith, Hirchert (2012), Gibson, Ivancevich,
Konopaske, Robert (2011), Lunenburg (2011), Stoner,
Freeman, Gilbert, dan Daniel (2005), Riyono (2005),
Spector (2000), Ryan dan Deci (2000) menguraikan
sebagai berikut:
1. Teori Hirarki Kebutuhan Malow (Maslow's Needs
Hierarchy Theory). Teori Maslow dalam hirarki
kebutuhan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 9.1. Maslow's Needs Hierarchy Theory


Sumber: Disarikan dari Berbagai Sumber, 2021
Maslow's Needs Hierarchy Theory ini memiliki lima
kebutuhan yaitu:
a. Kebutuhan dasar fisiologis (physiological needs)
yang mendorong setiap individu untuk melakukan
pekerjaan guna memperoleh balas jasa untuk
memenuhi kebutuhan dasar fisiologisnya seperti
kebutuhan udara, air, makanan, minuman,
tempat tinggal, tidur, pakaian dan reproduksi.
b. Kebutuhan rasa aman (safety needs), setelah
kebutuhan fisiologis terpenuhi, meningkat pada

166
MOTIVASI KERJA

perlunya pemenuhan kebutuhan rasa aman


seperti rasa aman pribadi, rasa aman di
pekerjakan, rasa aman sumber daya, kesehatan,
dan perumahan.
c. Kebutuhan sosial (social needs), setelah
kebutuhan rasa aman terpenuhi, meningkat pada
perlunya pemenuhan kebutuhan sosial seperti
pertemanan, keintiman, keluarga, dan menjalin
hubungan.
d. Kebutuhan penghargaan (esteem needs), setelah
kebutuhan sosial terpenuhi, meningkat pada
perlunya pemenuhan kebutuhan penghargaan
seperti penghormatan, pengakuan atas harga diri,
status, pengakuan, kekuatan, dan kebebasan.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization
needs), setelah kebutuhan pengakuan terpenuhi,
meningkat pada perlunya pemenuhan kebutuhan
aktualisasi diri seperti pencapaian cita-cita diri.
2. Teori dua faktor dari Herzberg (Herzberg's Two-Factor
Theory atau Motivator-Hygiene Theory) menyatakan
bahwa yaitu faktor moivator (satisfiers) dan faktor
hygiene (dissatisfiers) merupakan dua hal yang
terpisah di tempat kerja yaitu:
a. Faktor Motivator disebut sebagai pemuas
(satisfiers) yang terlibat dalam melakukan
pekerjaan yang memotivasi karyawan untuk
memiliki kinerja yang unggul. Faktor-faktor ini
merupakan faktor intrinsik untuk bekerja.
Motivator melambangkan kebutuhan psikologis
yang dirasakan sebagai manfaat tambahan yang
menghasilkan kepuasan positif misalnya
pekerjaan yang menantang, pengakuan atas
prestasi kerja karyawan, tanggung jawab atas
pekerjaan, hasrat pencapaian target pekerjaan,

167
MOTIVASI KERJA

kesempatan untuk mengembangkan kompetensi


diri, promosi jabatan, keberartian dari pekerjaan
itu sendiri bagi karyawan.
b. Faktor Hygiene disebut sebagai dissatisfiers
merupakan faktor-faktor yang ketersediaanya
diperlukan untuk menghindari ketidakpuasan
karyawan. Faktor-faktor ini merupakan faktor
ekstrinsik untuk bekerja. Faktor higiene
menggambarkan kebutuhan fisiologis yang
diinginkan dan diharapkan dapat dipenuhi oleh
individu misalnya status karyawan tetap, jaminan
keamanan kerja, gaji yang kompetetiif dalam
industri yang sama, tunjangan tambahan seperti
kesehatan dan pendidikan serta rekreasi,
kebijakan perusahaan yang adil dan jelas serta
fleksibel, kondisi lingkungan kerja fisik yang
nyaman dan lengkap, hubungan industrial yang
kondusif, supervisi atasan yang baik, dan lain
sebagainya. Faktor higiene yang tidak memotivasi
jika ada, namun jika tidak ada akan
mengakibatkan demotivasi.

Gambar 9.2. Herzberg's Two-Factor Theory


Sumber: Disarikan Dari Berbagai Sumber, 2021
3. Teori X dan Teori Y (Theory X and Theory Y) bertumpu
pada asumsi bahwa manajemen diperlukan untuk
mengoordinasikan semua aspek dari proses
penyampaian nilai agar karyawan menjadi produktif.

168
MOTIVASI KERJA

Pimpinan dituntut untuk mampu memotivasi


karyawan melalui berbagai jenis penghargaan,
ketidaksetaraan, dan kreativitas untuk masalah
organisasi. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa
beberapa karyawan malas atau tidak termotivasi oleh
pekerjaan karena mereka tidak menyukai pekerjaan,
tidak antusias, menghindari tanggung jawab, egois,
acuh tak acuh terhadap tujuan organisasi, dan lebih
suka diarahkan.
a. Karyawan dengan tipe X ini menuntut pimpinan
menerapkan gaya kepemimpinan yang otokratis
atau directing secara proaktif dalam mengelola
karyawan dengan memotivasi karyawannya
melalui arahan khusus, mengawasi dengan ketat,
dan mengambil berbagai tindakan untuk
memotivasi baik dengan penghargaan/hadiah
maupun hukuman yang sesuai dengan kinerja
karyawannya.
b. Karyawan dengan tipe Y menyukai pekerjaan,
memiliki motivasi diri, dapat berkreasi, mencari
tanggung jawab, dan dapat mengarahkan diri
sendiri. Dengan demikian, ancaman hukuman
jauh kurang efektif dalam memotivasi karyawan.
Jenis karyawan ini umumnya merespon lebih baik
terhadap penghargaan yang mengarah pada self-
esteem dan self-actualzation sebagaimana dalam
teori kebutuhan Maslow. Pimpinan dapat
menggunakan gaya kepemimpinan partisipatif.

169
MOTIVASI KERJA

Gambar 9.3. Theory X and Theory Y


Sumber: Disarikan Dari Berbagai Sumber, 2021
4. Teori ERG Alderfer (Alderfer's ERG Theory) merupakan
perluasan dari teori Maslow. Teori ini
mengelompokkan kebutuhan inti menjadi tiga yaitu:
a. Keberadaan (existence) melalui pemenuhan
kebutuhan dasar dan keamanan mereka
terpenuhi.
b. Keterkaitan (relatedness) melalui jalinan relasi
yang baik antar rekan kerja dan atasan serta
mendapatkan penghargaan atas prestasi
kerjanya.
c. Pertumbuhan (growth) melalui pengembangan
potensi karyawan untuk bekerja lebih baik
dengan pemberian penghargaan dan pengakuan
atas kinerjanya, maka akan memotivasi karyawan
berkinerja tinggi.

170
MOTIVASI KERJA

Gambar 9.4. Alderfer's ERG Theory


Sumber: Disarikan Dari Berbagai Sumber, 2021
5. Teori Penentuan Diri Sendiri (Self-Determination
Theory) merumuskan tiga kebutuhan yaitu
relatedness, competency, dan autonomy yang
mendorong kesejahteraan, pertumbuhan yang
optimal, memotivasi karyawan, bekerja lebih
produktif, dan konsekuensi yang positif lainnya
apabila terpenuhi.
a. Autonomy: karyawan perlu merasa
mengendalikan perilaku dan tujuan mereka
sendiri.
b. Competency: karyawan perlu menguasai tugas
dan mempelajari berbagai keterampilan.
c. relatedness: karyawan perlu mengalami rasa
memiliki perusahaan dan berhubungan dengan
karyawan lainnya.

171
MOTIVASI KERJA

Gambar 9.5. Self-Determination Theory


Sumber: Disarikan Dari Berbagai Sumber, 2021
6. Teori Penetapan Tujuan (Goal-Setting Theory)
memfokuskan pada bagaimana menetepakan tujuan
dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu tujuan.
a. Clarity: penetapan tujuan harus sepesifik
b. Challenge: tujuan harus menantang untuk
dicapai
c. Commitment: tujuan harus dapat diterima
d. Feedback: harus tersedia guna mengevaluasi
pencapaian tujuan
e. Task Complexity: tujuan dapat dicapai secara
efektif apabila digunakan untuk mengevaluasi
kinerja, diberikan tenggat waktu, berorientasi
pada proses pembelajaran dibandingkan
pencapaian tujuan, dan penentuan tujuan
kelompok sama pentingnya dengan penetapan
tujuan individu.

172
MOTIVASI KERJA

Gambar 9.6. Goal-Setting Theory


Sumber: Disarikan Dari Berbagai Sumber, 2021
7. Teori Harapan (Victor Vroom’s Expectancy Theory)
mengemukakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh
Expectancy, Instrumentality dan Valence dengan
persamaan sebagai berikut: M = E x I x V dimana M
(Motivation) menggambarkan karyawan akan
termotivasi oleh kondisi kerja. E (Expectancy)
menggambarkan persepsi karywan berkaitan dengan
usaha yang dilakukan karyawan dalam mencapai
kinerja yang lebih baik. I (Instrumentality)
menggambarkan persepsi karyawan berkaitan dengan
penghargaan maupun hukum yang akan diterima
atas kinerjanya. V (Valence) menggambarkan besaran
yang diterima dari penghargaan maupun hukuman
atas kinerjanya.

173
MOTIVASI KERJA

Gambar 9.7. Victor Vroom’s Expectancy Theory


Sumber: Disarikan Dari Berbagai Sumber, 2021
8. Teori Motivasi Manusia dari McClelland menyatakan
tiga bentuk kebutuhan yang dapat memotivasi
karyawan, yaitu: kebutuhan untuk berprestasi (need
of achievement atau nAch, kebutuhan untuk berkuasa
(need of power atau nPow, dan kebutuhan untuk
berafiliasi (need of affiliation atau nAff.

Gambar 9.8. MCClelland Theory of Motivation


Sumber: Disarikan Dari Berbagai Sumber, 2021
9. Teori Keadilan (equity theory) menyatakan bahwa
karyawan akan termotivasi apabila mendapat
perlakuan adil antara kontribusi karyawan terhadap
organisasi (inputs) dibandingkan dengan segala
sesuatu yang karyawan terima dari perusahaan
dimana karyawan bekerja (outcomes).

174
MOTIVASI KERJA

Gambar 9.9. Equity Theory


Sumber: Disarikan Dari Berbagai Sumber, 2021
10. Teori Penguatan (reinforcement theory) dengan teknik
modifikasi perilaku menjelaskan adanya keterkaitan
antara perilaku karyawan dengan konsekuensi dari
perilaku karyawan tersebut. Pemimpin menggunakan
reinforcement theory dalam melakukan modifikasi
motivasi karyawannya atau dalam membentuk
perilaku karyawannya yang meliputi: positive
reinforcement, (negative reinforcement, punishment,
dan extinction (Wardhana, 2014).

Gambar 9.10. Victor Vroom’s Expectancy Theory


Sumber: Disarikan Dari Berbagai Sumber, 2021

175
MOTIVASI KERJA

Daftar Pustaka
Froiland, John Mark., Oros, Emily., Smith, Liana.,
Hirchert, Tyrell. (2012). Intrinsic Motivation to Learn:
The Nexus between Psychological Health and
Academic Success. Contemporary School Psychology,
2012, 16 (1), 91-100
Gibson, James., Ivancevich, John., Konopaske, Robert.
(2011). Organizations: Behavior, Structure, Processes.
New York: Pearson
Gopalan, Valarmathie., Abu Bakar, Juliana Aida., Zulkifli,
Abdul Nasir. (2020). A Review of Motivation Theories,
Models, and Instruments in Learning Environment.
Journal of Critical Reviews, 7(6), 554-559
Goyal, Parvesh Kumar. (2015). Motivation: Concept,
Theories and Practical Implications. CASIRJ, 6(8), 71-
78
Hasibuan, Malayu S.P. (2013). Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan. Bandung, PT. Bumi Aksa
Lunenburg, Fred C. (2011). Expectancy Theory of
Motivation: Motivating by Altering Expectations.
International Journal of Management, Business, and
Adminsitrastion, 15(1), 1-6
Makushkin, Sergey A. (2019). Company’s Personnel
Motivation. Revista, 40(40), 23-39
Ncube, Thandukwazi R., Zondo, Robert W.D. (2018).
Influence of Self-Motivation and Intrinsic Motivational
Factors for Small and Medium Business Growth: A
South African Case Study. South African Journal of
Economic and Management Sciences, 23(9), 31-37
Rivai, Veithzal dan Sagala, Ella Jauvani. (2010).
Manajemen Sumber Daya. Manusia untuk Perusahaan
dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT Raja. Grafindo
Ryan, Richard M., Deci, Edward L. (2000). Intrinsic and
Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New
Directions. Contemporary Educational Psychology,
25(1), 54-67

176
MOTIVASI KERJA

Riyono, Bagus. (2005). The Unifying Theory of Motivation.


Buletin Psikologi, 13(1), 55-64
Robbins, Stephen., Coulter, Mary., Cenzo, D.D. (2019).
Fundamentals of Management. New York: Pearson.
Spector, P. E. (2000). Industrial & Organizational
Psychology (2nd ed.). New York: John Wiley & Sons
Stoner, James A.F; Freeman, R. Edward; Gilbert JR,
Daniel. R (2005). Manajemen, Jilid I, PT Bhuana Ilmu
Populer
Uwais, Mohammed., Gabriel, Okpe, Paul, Oleabhiele E.
(2018). The Effect of Motivation on Workers Output.
IOSR Journal of Humanities and Social Science (IOSR-
JHSS), 23(9), 31-37
Wouters, Anouk., Bakker, Anneke H., J van Wijk, Inge.,
Croiset, Gerda, Kusurkar, Rashmi A. (2014). A
Qualitative Analysis of Statements on Motivation of
Applicants for Medical School. BMC Medical Education,
14(200), 1-11
Wardhana, Aditya. (2014). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Bandung: Karya Manunggal Lithomas
Wardhana, Aditya, et al. (2021). Perilaku Organisasi.
Bandung: Media Sains Indonesia

177
MOTIVASI KERJA

Profil Penulis
Aditya Wardhana, S.E., M.Si., M.M.
Penulis merupakan dosen tetap Universitas
Telkom. Penulis menyelesaikan studi Sarjana
Ekonomi (SE) di prodi Manajemen Universitas
Padjadjaran pada tahun 1997. Kemudian,
penulis menyelesaikan studi Magister Sains (MSi)
di prodi Manajemen Universitas Padjadjaran tahun 2003 dan
Magister Manajemen (MM) di prodi Manajemen Universitas
Pasundan tahun 2012. Saat ini penulis sedang melanjutkan
studi Doktor Ilmu Manajemen di Prodi Manajemen Universitas
Pasundan.
Penulis memiliki kepakaran di bidang manajemen sumber daya
manusia, manajemen pemasaran, dan manajemen strategik.
Penulis memiliki pengalaman praktisi pemasaran di Citibank
dan Human Resource Development, ISO Auditor, General Affairs,
dan Logistic di PT Perusahaan Gas Negara Tbk serta sebagai
konsultan di beberapa BUMN seperti Surveyor Indonesia, Badan
Klasifikasi Kapal Indonesia, Pertamina, BNI 46, PTPN VIII,
Biofarma, serta pada Kementerian Koordinator Perekonomian RI
dan Kementerian Perhubungan. Sebagai dosen tetap di
Universitas Telkom, penulis juga aktif melakukan berbagai
penelitian terindeks Scopus dan Sinta dan menulis lebih dari 75
buku dalam bidang manajemen sumber daya manusia,
pemasaran, keuangan, penganggaran, strategik, audit,
pendidikan, teknologi informasi, sistem informasi manajemen,
model bisnis, hukum bisnis, perilaku konsumen, perilaku
organisasi, bisnis internasional, metode penelitian, etika bisnis,
dan bisnis ekspor impor. Penulis memiliki Sertifikasi Penulis
Buku Non-Fiksi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP) RI.
Email Penulis: adityawardhana@telkomuniversity.ac.id

178
10
KOMUNIKASI

Dr. Indira Basalamah, S.E., M.Si


STIE Wira Bhakti Makassar

Pendahuluan
Komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, karena sebagai mahluk sosial dalam
melakukan berbagai aktivitas dan interaksi memerlukan
komunikasi. Sebagai suatu proses penyampaian dan
penerimaan informasi, komunikasi menjadi salah satu
sumber daya untuk menjaga, memelihara, dan
mengembangkan organisasi secara dinamis sesuai
dengan tujuannya. Selain itu, komunikasi merupakan
aktivitas penyampaian informasi berupa pesan, ide, dan
gagasan dari satu pihak ke pihak lainnya dilakukan
secara verbal dan non verbal sehingga memudahkan
kedua belah pihak untuk saling mengerti. Pengertian
menjadi dasar agar interaksi dalam komunikasi dapat
berjalan baik, sehingga bersifat komunikatif.
Riset menunjukkan bahwa 75% dari waktu beraktifitas
seseorang digunakan untuk berkomunikasi melalui
berbicara, mendengarkan, menulis, dan membaca.
Aktivitas ini dapat menunjang pencapaian kinerja baik
individu maupun kelompok jika memahami dan
melakukan proses komunikasi secara baik dan tentunya
di dukung oleh kemampuan dan kertampilan dalam
berkomunikasi. Komunikasi dapat berbentuk

179
KOMUNIKASI

Interpersonal communications (komunikasi antar pribadi)


yaitu komunikasi yang terjadi berupa interaksi antara dua
orang atau lebih diwaktu yang sama dan terdapat pesan
yang disampaikan. Organization communication
(komunikasi organisasi) yakni komunikasi yang terjadi
pada seluruh unit dan level dalam tingkatan organisasi,
yang dihubungkan secara sistematis dan hirarki antara
yang satu dengan yang lainnya.
Memasuki era digitalisasi yang mengharuskan
komunikasi melakukan transformasi secara menyeluruh
meliputi proses, media, hingga hambatan-hambatan yang
dihadapi, maka individu atau kelompok dalam organisasi
harus menjaga interaksi yang baik antar anggotanya.
Interaksi yang ditunjukkan dalam proses hubungan
antara dua orang atau lebih sebagai pemberi informasi
dan penerima informasi. Proses penyampaian informasi
dapat berguna untuk menghindari perselisihan secara
vertikal maupun horizontal, pengambilan keputusan
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, dan dapat
meningkatkan produktivitas kerja.
Pengertian Komunikasi
Secara etimologis istilah komunikasi berasal dari bahasa
Latin communis yang berarti sama makna, artinya
komunikasi terjadi dari adanya keterlibatan orang-orang
yang mempunyai kesamaan makna tentang sesuatu hal
yang dikomunikasikan. Secara terminologi, komunikasi
berarti proses penyampaian informasi berupa pesan dari
seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku secara langsung atau tidak
langsung.
Teori-teori komunikasi terus berkembang sejak masa
Yunani kuno hingga era digitalisasi. Transformasi teori
komunikasi beralih dari pemusatan personal yang
menyampaikan informasi ke proses interaksi dua arah

180
KOMUNIKASI

yang melibatkan pengirim, penerima, distorsi, dan umpan


balik. Pola komunikasi yang terbentuk meliputi empat
aspek yaitu Source, message, receiver dan effect juga
mengalami perubahan antara lain : sumber yang hanya
menekan pada isi pesan berubah ke penerima pesan dan
kemampuannya memaknai pesan tersebut; cara
penyampaiannya bersifat ineraktif dan transaksional,
lebih terfokus pada interpretasi, hubungan, dan
pengiriman informasi, dan konteks komunikasi terjadi
pada tingkatan individu, hubungan, keluarga, kelompok,
organisasi, masyarakat, dan media. Teori komunikasi
terus berevolusi menyentuh peran media dan
perkembangan teknologi untuk mencapai kepentingan
dan tujuan yang ditetapkan.
Teori komunikasi di abad ke-21 menyebutkan istilah
“informasi” dan “teknologi” mengkonversi istilah “pesan”
dan “media”. Teori komunikasi yang berfokus pada
teknologi akan terus beradaptasi dengan perubahan
secara cepat, sehingga memungkinkan bagi komunikan
dapat mengambil keputusan tentang waktu dan tempat
dimana komunikasi terjadi. Perubahan ini juga cukup
konsisten terhadap media yang dipilih dan menjadi
keputusan komunikan untuk berkomunikasi, apakah
menggunakan visual atau non visual. Namun, sepanjang
teori komunikasi berevolusi akan tetap berakar pada
paradigma bahwa komunikasi terjadi jika ada sumber
yang saling berintekasi memberi informasi kepada
penerima dan akan berdampak pada penerimaan makna
melalui interpretasinya.
David dan Newstrom (1995) mendefenisikan komunikasi
sebagai pemindahan informasi dan pemahaman dari
seseorang kepada orang lain. Flippo (1996)
mengemukakan komunikasi merupakan proses
pemindahan informasi, pengertian, dan pemahaman dari
seseorang, suatu tempat, atau sesuatu kepada sesuatu,

181
KOMUNIKASI

tempat, atau orang lain). Stephen P. Robbins (2006)


menjelaskan komunikasi harus mencakup perpindahan
dan pemahaman makna. Perpindahan makna
berlangsung baik jika personal saling mengetahui dan
mengenali kemampuan dan kecakapan mengutarakan
pendapat secara baik, terstruktur, dan tepat waktu.
Selanjutnya, kesediaan mereka untuk mendengarkan
secara baik isi pesan, sehingga masing-masing dapat
meninterpretasikan isi dari pesan tersebut.
Harold Lasswell dalam Mulyana (2016) mengatakan “Cara
yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah
dengan menjawab pertanyaan who says what in which
channel to whom with what effect”. Artinya siapa yang
mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa,
dengan pengaruh yang bagaimana dari kominikasi. Keith
Davis dalam Mangkunegara (2004) menjelaskan proses
komunikasi secara sederhana melalui tujuh tahapan 1)
sumber komunikasi, 2) pengkodean (encode), 3) Transmit
pesan, 4) receive, 5) decoding, 6) penerima, 7) umpan
balik. Model proses komunikasi tersebut dapat
diperlihatkan pada gambar 10.1 dibawah ini.

Gambar 10.1
Model Proses Komunikasi
Gambar 10.1 diatas memberi penjelasan bahwa tahapan
komunikasi diawali dari pengembangan ide dari pemberi
pesan (sender) yang akan mengirimkan pesannya kepada
penerima pesan (receiver). Pesan akan dikirim
menggunakan kata-kata, simbol, yang diolah ke dalam

182
KOMUNIKASI

bentuk yang dimaksudkan oleh sender. Tahap transmit


merupakan tahap pengiriman pesan yang menggunakan
metode dan saluran komunikasi yang dapat diterima
receiver. Penerima pesan harus memiliki indra yang peka
sehingga pesan yang diterima tidak terjadi penyimpangan.
Tahap decode merupakan tahap pesan yang diterima dan
dapat dimengerti secara jelas oleh receiver. Tahap akhir
proses komunikasi yaitu tahap dimana receiver
menggunakan pesan yang diterimanya. Komunikasi yang
efektif tercapai jika elemen penting dalam proses
penyampaian pesan dapat diterima dengan baik,
dipahami maknanya, disetujui dan diinterperatsikan
sesuai dengan tujuan yang di maksud, serta adanya
umpan balik (feedback) terhadap pesan yang diterima.
Komunikasi Organisasi
Komunikasi dalam keberhasilan organisasi sangat
berhubungan, memperbaiki komunikasi organisasi
berarti memperbaiki organisasi karena komunikasi
adalah satu dari unsur-unsur organisasi. Komunikasi
organisasi lebih daripada apa yang dilakukan individu
didalamnya, karena setiap aktivitasnya membutuhkan
komunikasi. Pace dan Faules (2015) mendefenisikan
komunisasi organisasi sebagai pertunjukan dan
penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang
merupakan bagian dari suatu orrganisasi tertentu. Suatu
organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam
hubungan-hubungan hirarkis antara satu dengan yang
lain dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Intinya
adalah komunikasi sebagai suatu alat yang
memungkinkan individu beradaptasi dengan
lingkungannya. Komunikasi organisasi jika dipandang
secara subjektif akan berfokus pada proses penciptaan
makna atas interaksi yang terjadi dalam organisasi, yang
lebih mencerminkan intrapretasi tentang perilaku
pengorganisasian.

183
KOMUNIKASI

Katz dan Khan dalam Cangara (2020) berpendapat bahwa


komunikasi organisasi adalah sebuah pengiriman dan
atau pertukaran informasi dalam suatu organisasi,
sehingga dapat membentuk arus informasi. Wiryanto
(2004) menjelaskan adanya komunikasi organisasi
memunculkan jaringan informasi secara formal maupun
informal dalam organisasi tersebut. Komunikasi formal
merupakan komunikasi yang dirancang dan disetujui
sebagai suatu pola terstruktur yang sifatnya berorientasi
kepentingan organisasi secara horizontal dan vertikal,
berisi tentang pemberian tugas, pertukaran ide, sharing
knowlwdge, dan pertanggungjawaban. Sedangkan
komunikasi informal diwujudkan utuk kepentingan
individu dalam organisasi sebagai penyeimbang hak-hak
dalam berorganisasi. Sifatnya tidak terstruktur dan
merupakan salah satu alat dalam memperat tali
persaudaraan dalam organisasi.
Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses
penyampaian informasi secara sistematis antar orang-
orang di dalam organisasi dan juga kepada stakeholder
serta lembaga-lembaga di luar organisasi yang memiliki
keterikatan dengan organisasi. Komunikasi organisasi
dikatakan sebagai suatu proses karena dapat membentuk
suatu pola interaksi antara anggota organisasi dengan
pihak internal dan eksternal. Proses ini akan terus
beradaptasi sesuai dengan perubahan teknologi dan
proses komunikasi akan menghasilkan pengembangan
strategi, perencanaa, membuat keputusan demi
kepentingan organisasi.
Fungsi Komunikasi
Pada hakekatnya tujuan komunikasi adalah
menyampaikan informasi kepada orang lain sehingga
dapat mempengaruhi dan mengubah sikap untuk
bertindak. Komunikasi yang terjadi dalam lingkup
organisasi tidak lain bertujuan untuk memudahkan dan

184
KOMUNIKASI

melancarkan pelaksanaan setiap pekerjaan yang harus


diselesaikan. Beberapa tujuan komunikasi dalam
organisasi sebagai berikut:
1. Sebagai sarana penyampaian informasi tentang
aktualisasi fungsi-fungsi manajemen ke seluruh level
pada setiap departemen. Para manajer harus mampu
mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, program,
anggaran, sumber daya yang dimiliki dan akan
digunakan hingga evaluasi ke level bawah.
2. Memahami makna atau arti pesan. Komunikasi
bertujuan untuk memastikan pesan utama secara
jelas dari komunikator agar dapat dimengerti oleh
komunikan (pihak menerima pesan).
3. Dengan beriteraksi dan berkomunikasi, maka setiap
orang dapat saling mengenal dan memahami.
4. Dapat meyakinkan komunikan terhadap pesan
berupa ide atau gagasan agar dapat diterima.
5. Membuat kinerja organisasi lebih baik melalui
pemberian kata-kata motivasi kepada pegawai secara
langsung.
6. Sebagai solusi atas konflik yang terjadi baik secara
individu, kelompok atau organisasi.
Komunikasi yang baik sangat penting bagi efektivitas
organisasi dalam mencapai kinerja, karena dapat
membangun alur informasi serta pemahaman tentang
tugas-tugas dan tanggungjawab setiap individu dalam
organisasi.
Arah Aliran Informasi
Organisasi yang didalamnya terdapat orang-orang yang
bekerja dengan saling ketergantungan melakukan
komunikasi sebagai sarana untuk menjelaskan proses
pencapain tujuan secara efisien dan efektif. Dalam

185
KOMUNIKASI

komunikasi organisasi ada beberapa arah aliran


informasi, diantaranya :
1. Komunikasi ke Bawah dalam organisasi
menunjukkan aliran informasi bersumber dari
jabatan level tinggi mengarah kepada otoritas level
manajerialdan staff. Ada lima jenis informasi topdown
atau downward menurut Katz dan Khan dalam Pace
dan Faules (2015) : 1). Informasi mengenai bagaimana
melakukan pekerjaan, 2) informasi tentang isi
pekerjaan, metode, dan media untuk melakukan
pekerjaan, 3) informasi tentang kebijakan dan strategi
pengelolaan organisasi, 4) informasi mengenai kinerja
pegawai, dan 5) informasi untuk mengembangkan
sense of mission atau rasa memiliki tugas. Informasi
yang dimiliki harus bernilai dan disebarkan secara
hirarki ke seluruh elemen tingkatan dalam organisasi.
Para manajer dapat menggunakan pilihan metode
berkomunikasi melalui surat elektronik, telekonfrensi
faksimil, dsb. Media di era digital memberikan efek
kemudahan bagi setiap individu dalam organisasi
untuk mengakses komunikasi tanpa batas, yang
tentunya lebih efektif dari segi biaya dan waktu yang
diperlukan.
2. Komunikasi ke Atas atau Upward menunjukkan arah
informasi bersifat bootom up yang bersumber dari level
bawah ke level yang lebih tinggi. Isi dari informasi
yang diberikan berupa pertanggungjawaban
pekerjaan ke setiap supervisor atau manajer sebagai
dasar pengambilan keputusan. Komunikasi ke atas
juga membantu pegawai mengatasi masalah
pekerjaan dan menimbulkan rasa empowerment
terhadap organisasi. Apa yang harus mereka
sampaikan kepada atasannya?. Mereka
menyampaikan prestasi, kemajuan, dan rencana-
rencana kedepan. Selain berinteraksi menjelaskan

186
KOMUNIKASI

persoalan dan mencari solusi, para bawahan atau


pegawai ini memberikan ide-ide, saran untuk
perbaikan unit kerjanya. Mereka juga dapat
mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan
tentang pekerjaan, rekan kerja dan organisasi.
Semuanya disadari dapat mempererat hubungan dan
keterlibatan secara pribadi terhadap organisasi.
Namun dalam komunikasi ini biasanya terjadi
hambatan bagi pegawai baru yang masih segan untuk
berargumen kepada atasannya, sehingga seringkali
mereka masih menyembunyikan pemikirannya.
Disinilah peran manajer untuk mendekatkan diri dan
merangkul mereka agar terjalin rasa keterlibatan dan
kebersamaan, sehingga penyampaian informasi dapat
dilakukan dengan mudah dan tidak ada rasa
canggung.
3. Komunikasi Horisontal berupa penyampaian
informasi diantara rekan sejawat dalam unit kerja
yang sama. Biasanya sering terjadi dalam rapat
komisi kerja, brefiing, interaksi pribadi, selama waktu
istirahat, obrolan via handphone, memo, dan
acatatan. Penyampaian informasi bertujuan untuk
saling mengkoordinasi tugas, saling berbagi informasi
tentang rencana kegiatan hingga evaluasinya, jika
terjadi konflik maka komunikasi sebagai media
penyelesainnya. Organisasi yang dinamis akan terus
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
yang terjadi, dan perubahan itu harus
dikomunukasikan agar memperoleh pemahaman
bersama. Untuk merangkul perbedaan pendapat
menjadi suatu pemahaman sering menimbulkan
ketidaksepakatan, maka komunikasi horisontal
menjadi sarana untuk memediasi perbedaan,
berunding dan mendamaikan konflik. Melalui
komunikasi horisontal pembinaan hubungan antar
pegawai yang menghasilkan dukungan emosional dan
187
KOMUNIKASI

psikologis dapat terwujud. Seringkali terjadi


hambatan dalam komunikasi ini karena
kecemburuan, ketiadaan kepercayaan diantara rekan
kerja, adanya sikap mencari perhatian ke atasan, dan
persaingan.
4. Komunikasi Diagonal atau komunikasi lintas
departemen merupakan aliran komunikasi yang
terjadi diantara orang-orang yang tidak berada pada
level yang sama dan tidak memiliki hubungan secara
hirarki organisasi. Hal ini perlu dilakukan karena
pekerjaan akan efektif jika ada pemikiran ide, saran,
maupun dukungan dari pegawai lain. Namun,
pegawai yang ingin berkomunikasi diagonal harus
memperoleh izin langsung dari atasannya dan
hasilnya harus di sampaikan kembali kepada
atasannya. Tentunya dengan komunikasi ini
penyebaran informasi akan lebih akurat di
departemen yang berbeda dan dapat membantu
menyelesaikan pekerjaan secara efektif. Contohnya,
Human Capital Departement (HCD) perusahaan X
dalam merekrut pegawai marketing harus
berkoordinasi dengan departemen pemasaran dan
departemen keuangan menyangkut anggaran yang
dikeluarkan untuk proses perekrutan.
Komunikasi Informal
Bila pegawai saling berkomunikasi menyampaikan pesan
secara spontan, langsung, tanpa mengindahkan posisi
atau levelnya, sifatnya lebih pribadi, dan tidak mengenal
adanya arus aliran informasi, maka inilah yang dikenal
dengan komunikasi informal. Komunikasi informal
sifatnya lebih luwes dan tidak bergantung pada struktur
organisasi, dan tidak terstandarisasi dengan konteks,
format dan standar tertentu. Karena informasi informal ini
muncul dari interaksi antara orang-orang, maka alur

188
KOMUNIKASI

informasi ini tidak terikat sehingga dapat memberikan


dampak negatif maupun positif.
Selintingan merupakan salah satu informasi yang
dianggap penting dalam organisasi. Beberapa ciri-ciri
selintingan menurut Robbins (2006) yaitu 1) selintingan
bersifat independen terhadap manajemen, 2) kebanyakan
orang berpikir untuk lebih percaya selintingan
dibandingkan komunikasi foemal; 3) sebagian besar
selintingan digunakan untuk melayani kepentingan
sendiri dari orang-orang di dalamnya. Selintingan berupa
gosip, rumor atau menerima informasi yang dianggap
SPAM atau HOAX merupakan sisi negatif dari komunikasi
informal yang bisa mengganggu hubungan kerjasama
antar pegawai. Selintingan ditujukan bagi para manajerial
tentang isu-isu yang perlu dianalisis dan memprediksi
kondisi yang terjadi, sehingga menjadi informasi yang
akurat bagi pegawai.
Komunikasi informal berfungsi sebagai salah satu media
pengikat hubungan sosial, karena seseorang dapat
mempengaruhi orang lain dan memecah kejenuhan
karena adanya komunikasi yang terkesan kaku.
Seringkali komunikasi informal digunakan sebagai
intermezzo untuk mengatasi kebosanan komunikasi
formal. Perlunya komunikasi informal tetap terpelihara di
dalam organisasi agar hubungan antar pegawai lebih erat,
namun perlu di perhatikan waktu dan tempat
penggunaannya, sehingga tidak terjadi misscomunication.
Komunikasi Efektif
Komunikasi yang baik dapat terwujud jika ditunjang oleh
faktor-faktor yang sangat penting yaitu: 1) kata-kata yang
digunakan; 2) intonasi; dan 3) bahasa tubuh. Sebanyak
7% seseorang berkomunikasi menggunakan rangkaian
kata-kata dan secara bersamaan menunjukkan intonasi
sebesar 38% yang menunjang informasi yang

189
KOMUNIKASI

disampaikan, dan 55% ditunjukkan melalui bahasa


tubuh. Sehingga untuk mencapai komunikasi yang efektif
harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Memahami gaya komunikasi dan cara berkomunikasi
sehingga bisa memetakan karakter komunikan.
2. Lakukan percakapan secara face to face atau tatap
muka dan gunakan bahasa yang mudah dan
sederhana. Era digitalisasi memberi pilihan
berkomunikasi secara langsung maupun virtual,
sehingga lebih efektif jika seseorang menyampaikan
sesuatu secara langsung, jelas, dan akurat, agar
terhindar dari sesalahpahaman.
3. Jadilah pendengar yang aktif dan memahami
informasi yang disampaikan. Agar tidak menjadi pasif,
kedua pihak harus mampu mengimprovisasi
penyampaian pesan secara verbal dan non verbal,
seperti mengangguk, menggeleng, tersenyum, melipat
tangan, dan sebagainya.
4. Memilih saluran komunikasi yang tepat sesuai isi
pesan yang akan disampaikan dengan menggunakan
media berbasis teknologi.
5. Pesan yang sampaikan harus jelas sehingga tidak
menimbulkan multi interpretasi. Gunakanlah istilah-
istilah yang dipahami oleh penerima pesan agar
tujuan komunikasi dapat tercapai.
Komunikasi yang efektif dapat berjalan dengan baik jika
tercapai tingkat pemahaman dan pengertian mengenai
apa yang disampaikan serta mampu mempengaruhi sikap
dan perilaku individu tersebut.
Hambatan dalam Komunikasi
Seringkali terjadi kesalahpahaman atau misscominication
antar invidu maupun dalam organisasi. Berbagai
hambatan dapat menggangu atau memperlambat

190
KOMUNIKASI

komunikasi yang efektif. Ada beberapa hambatan dalam


berkomunikasi, yaitu:
1. Hambatan Fisik (Phisical Barries) yaitu hambatan
yang berasal dari luar individu yang berkomunikasi.
Biasanya dalam bentuk konkrit, berwujud, tampak
dan berasal dari lingkungan. Contohnya riuh orang
berbicara, suara hujan, lalu lintas bising dan polusi
udara.
2. Hambatan Fisiologis (Physiological Barries) yaitu
hambatan yang berasal dari fisik individu yang
berkomunikasi, karena adanya masalah dalam diri
individu tersebut. Misalnya seseorang yang sedang
sakit, kurangnya kemampuan berbicara, dan
terganggunya indra pendengaran.
3. Hambatan Sosiologis (Sociological Barries) merupakan
hambatan yang berasal dari situasi sosial individu
yang berkomunikasi dan berlangsung pada konteks
situasional. Ada dua situasi sosiologis yang
menyangkut dalam kehidupan manusia yakni 1)
situasi Gemeinshaft yaitu pergaulan hidup yang
bersifat pribadi, statis, dan tidak rasional seperti
kehidupan berumah tangga, persahabatan, dan
sebagainya; 2) situasi Gessellschaft yaitu kehidupan
yang bersifat umum dan rasional. Hal ini ditemui
dalam kehidupan di kantor atau berorganisasi.
4. Hambatan Mekanis (Mechanical Barries) berasal dari
hal-hal teknis dalam berkomunikasi seperti gangguan
alat komunikasi, misalnya sinyal buruk pada saat
menelpon atau pada saat daring, hasil print yang
tidak jelas, microfon yang eror, dan speaker yang
mendengung.
5. Hambatan Psikologis (Psychological Barries) yaitu
hambatan yang berasal dari kondisi psikologis
individu dalam berkomunikasi yang berkaitan dengan

191
KOMUNIKASI

emosinya. Contohnya ketika sedang marah, sedih,


berprasangka maka akan akan menggangu proses
komunikasi.
6. Hambatan Semantik (Semantic Barries) artinya
hambatan yang berasal dari adanya perbedaan makna
pada kata yang sama. Hambatan ini muncul karena
beberapa faktor antaralain: 1) adanya perbedaan
bahasa; 2) adanya perbedaan persepsi; 3)
menggunakan istilah yang kekinian; 4)
ketidakmampuan menggunakan kata-kata atau
istilah.

192
KOMUNIKASI

Daftar Pustaka
Cangara, Hafied. (2020). Pengantar Ilmu Komunikasi.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Dance, Frank, E.X. (1970). The Concept of
Communication. Journal of Communication 20. 201-
210.
Davis, Keith & Newstrom, Jhon. W. (1995). Perilaku dalam
Organisasi. Jakarta. Erlangga.
Flippo, Edwin.P (1996). Manajemen Personalia. Jakarta.
Erlangga
Hardjana. Andre. (2019). Komunikasi Organisasi. Strategi
Interaksi da Kepemimpinan. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada
Mangkunegara, Anwar P. (2004). Manajemen Sumber
Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Mulyana, Deddy. (2016). Ilmu Komunikasi. Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya
Littlejhon, Stephen W. (1999). Theories of Human
Communication. Sixth Edition. Wadsworth Publishing
Company. Albuquerqe. New Mexico.
Pace, R. Wayne dan Don F. Faules. (2015). Komunikasi
Organisasi Starategi Menimngkatkan Kinerja
Perusahaan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Ruliana, Poppy dan Puji Lestari. (2019). Teori Komunikasi.
Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.
Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku Organisasi. Edisi
Kesepuluh Kelompok GRAMEDIA.
Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.

193
KOMUNIKASI

Profil Penulis
Dr. Indira Basalamah, S.E., M.Si
Ketertarikan terhadap bidang studi Manajemen
Sumber Daya Manusia menjadikan motivasi bagi
penulis untuk mempertahakan lineritas
keilmuan untuk mendalami bidang studi
tersebut. Setelah menyelesaikan pendidikan S1
pada Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia tahun
1998, penulis menjadi asisten dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Wira Bhakti. Tahun 2005 merupakan awal berkarir
menjadi dosen Kopertis Wilayah IX Sulawesi yang ditugaskan
pada STIE Wira Bhakti hingga saat ini. Penulis melanjutkan
studi S2 pada Pascasarjana Universitas Hasanuddin program
studi Manajemen dan Keuangan, dengan fokus penelitian pada
Kepemimpinan PT. (Persero) Angkasa Pura I Bandara
Internasional Hasanuddin. Untuk meningkatkan kemampuan
profesi penulis melanjutkan pendidikan Doktoral Manajemen
pada Universitas Muslim Indonesia tahun 2015 dengan fokus
penelitian tentang Engagement pada Perbankan Syariah di Kota
Makassar. Memasuki masa pandemi Covid-19 beberapa
fenomena yang dapat diangkat menjadi penelitian, terutama
tentang metode pembelajaran bagi dosen dan mahasiswa.
Mendatang masih banyak fenomena-fenomena yang menjadi
ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian terutama
tentang penyesuaian sumber daya manusia di era new normal
dalam peningkatan kinerja pegawai dan perusahaan secara
umumnya.

194
11
KEPEMIMPINAN

Nadya Puspita Adriana, S.Psi., M.Psi


Universitas Kusuma Husada Surakarta

Definisi Kepemimpinan
Salah satu unsur utama organisasi adalah bahwa
organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang
berstruktur, di dalamnya berisi wewenang, tanggung
jawab, dan pembagian kerja untuk menjalankan sesuatu
fungsi tertentu. Kepemimpinan yang efektif harus
memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua
pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa
Kepemimpinan atau bimbingan, hubungan antara tujuan
perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi
renggah (lemah).
Ada beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan
oleh para ahli, yaitu:
1. Stephen P. Robbins (2003) mengatakan,
kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya
tujuan.
2. Ricky W. Griffin (2003) mengatakan, pemimpin adalah
individu yang mampu mempengaruhi perilaku orang
lain tanpa harus mengandalkan kekerasan, pemimpin
adalah individu yang dapat diterima oleh orang lain
yang dianggap sebagi pemimpin.

195
KEPEMIMPINAN

3. Richard L. Draft (2003) mengatakan, kepemimpinan


(leadership) adalah kemampuan mempengaruhi orang
yang mengarah kepada pencapaian tujuan.
Dari definisi diatas kita dapat simpulkan kepemimpinan
merupakan kemampuan individu dalam mempengaruhi
suatu kelompok yang tanpa harus menggunakan
kekerasan namun gagasannya dapat diterima oleh
kelompoknya untuk mencapai tercapainya tujuan.
Kepemimpinan dikatakan efektif jika dapat memberikan
pengarahan terhadap usaha semua pekerja dalam
mencapai tujuan komunitas atau organisasi. Apabila
tidak ada kepemimpinan maka sama dengan tidak ada
bimbingan, dengan begitu hubungan antara tujuan
perseorangan dan tujuan organisasi mungkin dapat
menjadi renggang.
Kepemimpinan merupakan sumber pengaruh tercapainya
sebuah visi misi atau serangkaian tujuan yang telah
ditetapkan. Namun tidak semua pemimpin adalah
pimpinan, maksudnya adalah seorang manajer bukan
berarti mereka dapat memimpin dengan efektif, atau
dapat menjadi pemimpin yang baik. Karena menjadi
seorang pemimpin tidak membutuhkan dia memiliki
jabatan apa, jabatan hanya diartikan sebagai
kepemimpinan formal. Namun banyak mereka yang
menjadi anggota organisasi yang malahan memiliki jiwa
kepemimpinan atau dikatakan kepemimpinan nor formal.
Intinya seseorang dikatakan memiliki jiwa kepemimpinan
dikarenakan memiliki pengaruh dan dapat mempengaruhi
anggotanya untuk mencapai tujuan sesuai dengan visi
misi organisasi.
Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk
mempengaruhi bawahannya. Secara relatif ada tiga

196
KEPEMIMPINAN

macam gaya kepemimpinan, yaitu gaya otokratis, gaya


demokratis atau partisipatif dan laissez-faire.
1. Otokratis (Authoritarian)
a. Kebijaksanaan ditentukan dan dilakukan oleh
pemimpin
b. Tugas dan kerja bersama setiap anggota di dekte
oleh pemimpin
c. Atasan mendikte teknik dan langkah setiap
waktu, itu menyebabkan langkah yang akan
datang tidak pasti
d. Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi
kelompok aktif kecuali bila menunjukkan
keahliannya, selain itu pemimpin menjadi pribadi
dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja
setiap anggota.
2. Demokratis (democratic)
a. Adanya kebebasan para pekerja untuk memilih
dengan siapa mereka bekerja dan bagaimana cara
mereka menentukan pembagian tugas dalam
kelompok.
b. Dalam memilih keputusan didiskusikan oleh
kelompok dengan dibantu dan didorong oleh
bantuan pemimpin
c. Tugas pemimpin hanya untuk memberikan saran
dua atau lebih alternative prosedur yang dapat
dipilih,kegiatan, langkah-langkah, dan petunjuk
teknis didiskusikan sepenuhnya oleh kelompok.
d. Pemimpin sangat obyektif atau fact-minded dalam
pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi
anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat
tanpa melakukan banyak pekerjaan.

197
KEPEMIMPINAN

3. Kebebasan (laissez-faire)
a. Pemimpin sama sekali tidak menentukan tugas
dan sama sekali tidak berpartisipasi.
b. Pemimipin memberikan kebebasan penuh untuk
menentukan keputusan kelompok atau individu
c. Pemimpin terkadang memberikan komentar
spontan terhadap kegiatan anggota atau
pemimpin tidak dimaksudkan menilai atau
mengatur suatu kejadian
d. Pemimpin menyediakan bahan yang bermacam-
macam yang membuat orang selalu siap bila dia
akan memberikan informasi pada saat ada yang
bertanya tentang hal tersebut, dan tidak menjadi
bagian dalam diskusi.
Gaya kepemimpinan menurut Blake dan Mounton adalah:
1. Missionary : adalah pemimpin yang memiliki tipe
memberikan perhatiannya terhadap produksi atau
kinerja lebih rendah dan memberikan perhatian lebih
besar pada pekerja manusia.
2. Autocart : adalah pemimpin yang memiliki tipe
memberikan perhatiannya terhadap produksi lebih
tinggi namun perhatiannya lebih rendah kepada
pekerja manusia
3. Deserter : adalah pemimpin yang memiliki tipe
memberikan perhatian rendah kepada produksi
ataupun kepada pekerja manusia
4. Executive : adalah pemimpin yang memiliki tipe
memberikan perhatian yang besar bagi pekerja
manusia maupun produksinya.
5. Compromiser : adalah pemimpin yang memiliki tipe
memberikan perhatian sewajarnya (atau sedang-

198
KEPEMIMPINAN

sedang saja) pada pekerja manusia maupun pada


produksi.
Teori Kepemimpinan
Beberapa Teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh
Hellriegel dan Slocum:
1. Teori Sifat
Ada 5 Besar faktor kepribadian dalam teori sifat yang
biasa disebut dengan Faktor Kepribadian Lima Besar,
faktor ini terdiri dari keramahan, kehati-hatian,
keterbukaan, sikap ekstrover, dan neurotisisme.
Tabel 11.1. Faktor Kepribadian Lima Besar
Keramahan Kecenderungan untuk menerima,
patuh, percaya dan mendukung
Kehati-hatian Kecenderungan untuk bersikap
hati-hati, terorganisasi,
terkontrol, dapat diandalkan, dan
tekun
Keterbukaan Kecenderungan untuk mencari
informasi, kreatif, peka, dan ingin
tahu
Sikap ekstrover Kecenderungan untuk bisa
bersosialisasi dan tegas serta
memiliki energi positif
Neurotisisme Kecenderungan untuk tertekan,
khawatir, tidak percaya diri, tak
berdaya, dan tidak simpatik.

Fungsi dari teori sifat adalah organisasi akan dapat


bekerja dengan lebih baik, apabila jika seseorang
memiliki posisi manajerial dan memiliki sifat
kepemimpinan tertentu. Selain itu juga dapat
digunakan sebagai pemahaman pribadi dan
pengembangan kepribadian. Manajer dapat
menganilisis kelemahan dan kekuatan
perseorangannya dengan menganalisis sifat mereka
sendiri. Penilaian sifat dapat membantu manajer
dalam memberikan keputusan apakah orang tersebut
layak dipromosikan atau mendapatkan pindah posisi

199
KEPEMIMPINAN

dalam perusahaan tentu saja hal itu berdasarkan


karakter sifat yang dimiliki orang masing-masing
orang. Penilaian sifat sebenarnya memberikan
individu gambaran yang lebih jelas tentang
bagaimana mereka menjadi pemimpin atau siapakah
mereka sebagai pemimpin. Misalnya dalam mereka
tidak memiliki sifat yang diperlukan dalam bidang
mereka saat itu, seorang pemimpin dapat mencoba
untuk membuat perubahan dalam hal yang mereka
ingin lakukan dengan tujuan akan dapat
meningkatkan dampak potensial sifat mereka.
Kesimpulannya adalah teori dengan pendekatan sifat
menawarkan sesuatu yang baik, yaitu semisal ada
seorang pemimpin yang memiliki lima besar
kepribadian ini tentunya memiliki keunggulan
tersendiri dalam hal kepemimpinan, hal ini tentu saja
memberikan isyarat untuk kita bahwa seorang
pemimpin haruslan memiliki sifat utam (lima besar
kepribadian) yang sama.
2. Teori Perilaku Kepemimpinan (Behavioral theories of
leadership)
Penelitian yang dilakukan di Ohio State University ada
dua dimensi dalam teori perilaku kepemimpinan,
yaitu struktur awal (imitating structure) dan tenggang
rasa (consideration).
Tabel 11.2.
Dua Dimensi Dalam Teori Perilaku Kepemimpinan
Struktur awal (imitating Yaitu dimana seorang pemimpin
structure) akan menyusun usaha dan
menetapkan perannya serta
peran anak buahnya dalam
mencapai tujuan. Cakupan
perilakunya adalah seeprti
menagtur pekerjaan, hubungan-
hubungan kerja, dan tujuan
Tenggang rasa Yaitu seorang pemimpin akan
(consideration) memiliki hubungan pekerjaan

200
KEPEMIMPINAN

yang biasanya ditandai oleh rasa


hormat terhadap ide baik dari
pemimpin maupun anggota,
adanya saling percaya, dan
adanya rasa hormat pada
perasaan serta emosi
anggotanya.

Adapun survey lain yang dilakukan oleh Research


Center University of Michigan dihasilkan adanya dua
dimensi perilaku kepemimpinan yaitu orientasi
produksi (production oriented) dan orientasi pegawai
(employee oriented). Penjelasannya adalah jika
seorang pemimpin memiliki orientasi produksi
biasanya menekankan aspek-aspek tugas atau
pekerjaan, namun apabila seorang pemimpin memiliki
orientasi pegawai biasanya menekankan hubungan
antar personalnya. Hasil survey ini menghasilkan
simpulan bahwa pemimpin yang memiliki orientasi
pegawai, perilaku mereka akan memiliki pengaruh
produktifitas yang lebih tinggi dan kepuasan kerja
yang lebih baik.
3. Teori Kemungkinan
a. Teori Situasional (Situational Leadership Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Hersey dan
Blanchard (1969) yang mendasarkan pada teori
dengan gaya manajemen 3D yang dikemukakan
oleh Reddin (1967). Teori situasional adalah teori
yang memiliki fokus pada kepemimpinan pada
situasi di sekitar pemimpin. Teori ini memiliki
prinsip jenis kepemimpinan dipengaruhi oleh
situasi, artinya jika situasinya berbeda maka
kepemimpinannya juga berbeda. Dengan kata
lain, seseorang harus dapat menyesuaikan gaya
dari situasi yang berbeda atau mampu
beradaptasi untuk menjadi pemimpin yang baik.

201
KEPEMIMPINAN

Pada teori ini penenkananya adalah pemberian


perintah dan pemberian dukungan, hal itu
didasarkan untuk menentukan apa yang
diperlukan dalam situasi tertentu dan seorang
pemimpin memiliki tugas untuk mengevaluasi
karyawannya dan menilai seberapa mampu dan
cakap serta komitmen mereka untuk
melaksanakan tugas yang diberikan. Berdasarkan
asumsi bahwa keterampilan dan motivasi
karyawan itu berbeda-beda antara satu dengan
yang lain, jadi teori ini menyatakan bahwa
seorang pemimpin seharusnya dapat mengubah
tingkatan sesuai dengan situasinya artinya
pemimpin harus dapat mengubah tingkatan
dimana mereka memberikan perintah agar sesuai
dengan kebutuhan pengikutnya yang juga
berubah-ubah.
Asumsinya adalah seorang pemimpin harus
memberikan pengarahan secara jelas dan spesifik
kepada pengikutnya atau anggotanya apabila
anggotanya tidak mampu dan tidak bersedia;
pemimpin harus dapat menampilkan orientasi
tugas yang tinggi untuk mengimbangi kurangnya
kemampuan anggotanya serta orientasi yang
tinggi untuk membuat anggotanya menuruti
keinginan pemimpinnya apabila anggota tidak
mampu namun bersedia melaksanakan tugas;
pemimpin harus menggunakan gaya yang lebih
supportif (support system) dan partisispatif
apabila anggotanya memiliki kemampuan namun
tidak bersedia melakukan tugasnya; pemimpin
tidak perlu melakukan hal apapun apabila
anggotanya mampu dan bersedia melakukan
tugasnya.

202
KEPEMIMPINAN

b. Teori Pertukaran Pemimpin – Anggota (Leader-


Member Exchange Theory)
Teori ini mendefinisikan kepemimpinan sebagai
proses yang pusatnya terletak pada interaksi
pemimpin dan pengikut. Teori ini memiliki asumsi
bahwa seorang pemimpin memperlakukan
anggotanya dalam cara yang kolektif sebagai
sebuah kelompok dengan menggunakan gaya
kepemimpinan yang rata-rata atau biasa-biasa
saja.

L
Hubungan dua pihak

S
Gambar 11.1. Teori Pertukaran Pemimpin – Anggota

Pemimpin (L) membentuk hubungan kerja dengan


anggota per individu (S). Pertukaran (baik isi dan
proses) antara pemimpin serta pengikut
mendefinisikan adanya keterkaikatan atau
hubungan antara mereka.
Fungsi teori ini ada dua, yaitu: Mendeskripsikan
kepemimpinan dan Merekomendasikan
kepemimpinan. Konsepnya adalah adanya
hubungan kedua belah pihak yang dibentuk oleh
pemimpin dengan anggotanya.
c. Teori Jalan Tujuan (Path – Goal Theory)
Teori ini menyatakan pemimpin bertugas untuk
membantu anggotanya dalam mencapai tujuan

203
KEPEMIMPINAN

dan memberikan petunjuk ataupun dukungan


yang diperlukan untuk agar tujuan tersebut
sejalan dengan tujuan kelompok ataupun
organisasi.
Ada empat tipe atau gaya perilaku pemimpin, yaitu:
a. Kepemimpinan parsipatif, yaitu pemimpin
mempertimbangkan dan menggunakan saran dari
anggotanya namun keputusan masih ditangan
pemimpin.
b. Kepemimpinan berorientasi prestasi, yaitu
pemimpin memberikan tantangan kepada
anggotanya dengan tujuan merangsang untuk
mencapai tujuan dan melaksanakan tugas sesuai
dengan organisasi
c. Kepemimpinan suportif, yaitu pemimpin bersifat
terbuka, fleksible, humble, dan dekat dengan
bawahan.
d. Kepemimpinan direktif, yaitu pemimpin
memberikan perintah untuk anggotanya dan
anggotanya tahu dengan jelas apa yang
diharapkan dan apa yang harus dilakukan oleh
anggotanya, namun anggota tidak berpartisipasi
aktif dalam kegiatan itu, biasanya pemimpin
disini bersifat otokratis.
4. Model Fiedler
Model ini adalah model pertama yang dikemukakan
oleh Fred Fiedler. Model ini menyatakan kinerja
kelompok yang baik bergantung kesesuaian gaya
pemimpin dan sejauh mana situasi tersebut
memberikan kendali kepada pemimpin tersebut.
Fiedler menganggap bahwa hal yang mendasari
keberhasilan kepemimpinan adalah gaya
kepemimpinan dasar seorang individu, seorang

204
KEPEMIMPINAN

pemimpin mutlak harus mengetahui situasinya,


dan kecocokan pemimpin dan situasi.
Ada tiga dimensi factor-faktor situasional yang
menjadi kunci penentu yang baik dalam
kepemimpinan, yaitu:
a. Hubungan pemimpin dengan anggota, seperti
tingkat kepatuhan, rasa hormat, kepercayaan
anggota dengan pemimpin dan sebaliknya.
b. Kekuatan posisi, seperti tingkat pengaruh yang
dimiliki pemimpin atas variable kuasa seperti
perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi
dan kenaikan gaji
c. Struktur tugas, seperti sejauh mana penentuan
pekerjaan di proseduralkan dengan kata lain
terstruktur atau tidak terstruktur.
Etika Kepemimpinan
Etika tentu saja ada kaitannya dengan apa yang
dilakukan oleh pemimpin dan siapa yang melakukan hal
tersebut. Tentu saja hal itu terkait dengan karakter
perilaku pemimpin, integritas pemimpin yang artinya
dalam memberikan atau membuat keputusan seorang
pemimpin harus memiliki etika baik secara eksplisit
maupun implisit. Intinya adalah etika adalah pusat
karena sifat dari pemberian pengaruh, kebutuhan untuk
melibatkan anggota, serta dampak yang dimiliki
pemimpin dalam organisasi.
Adapaun prinsip kepemimpinan yang beretika atau etis
adalah:
1. Pemimpin harus menghargai oranglain, adalah
pemimpin yang menghargai dirinya sendiri. Dengan
menghargai dirinya sendiri tentunya akan lebih
mudah untuk menghargai anggotanya. Biasanya
mereka melakukan pendekatan dengan memahami

205
KEPEMIMPINAN

harga diri mereka tanpa syarat dan menghargai


perbedaan individu anggotanya. Hal itu termasuk
memberikan penghargaan tentang ide yang diberikan
anggotanya, pengakuan atas prestasi orang lain atau
anggotanya, serta mengintegrasi tujuan dan nilai
organisasi.
2. Pemimpin harus melayani orang lain, seorang
pemimpin harus dapat melayani anggotanya, dengan
kata lain mengayomi anggotanya. Hal ini bisa
dilakukan dengan cara ketika ada anggota yang
membutuhkan bantuan pemimpin harus sigap dan
tanpa pamrih.
3. Pemimpin harus objektif, pemimpin harus memiliki
keadilan dan kesetaraan, hal itu seperti pemimpin
memberikan peluang yang sama untuk anggotanya,
memberikan apa yang dibutuhkan individu sesuai
kebutuhannya, memberikan keadilan sesuai dengan
hak anggotanya, menilai berdasarkan upaya dari
individu tersebut, menilai kontribusi yang telah
dilakukan anggotanya pada masyarakat, dan menilai
berdasarkan keahlian ataupun kinerja anggotanya.
4. Pemimpin memiliki kejujuran, yang artinya harus
memberitakan kebenaran sesuai yang terjadi di
organisasi ataupun kenyataan. Terkadang seorang
pemimpin berusaha menutupi kesalahan yang terjadi
di organisasi namun sebagai pemimpin yang baik
harus mencontohkan dengan cara secara terbuka
kepada anggotanya apa saja yang terjadi di organisasi
dan secara trasnparan, baik dari penilaian maupun
manajemen.
5. Pemimpin yang membangun komunitas, seorang
pemimpin harus dapat membawa kelompoknya dalam
mencapai tujuan. Tentunya setiap anggotanya harus
terlibat aktif dan memberikan perhatian sepenuhnya

206
KEPEMIMPINAN

pada tugas yang diberikan sesuai dengan kepentingan


komunitas dan budaya agar dapat mencapai tujuan
bersama. Pemimpin harus menunjukkan bahwa
peduli pada orang lain dan tidak mengabaikan
kepentingan orang lain.
Fungsi Kepemimpinan dalam Organisasi
Fungsi kepemimpinan dalam organisasi ada:
1. Menciptakan visi, perbedaan utama pemimpin dengan
manajer adalah pemimpin memiliki visi atau tujuan
kedepan untuk organisasi.
2. Mengembangkan budaya organisasi
3. Menciptakan sinergi
4. Memberdayakan anggota organisasi, seoranng
pemimpin harus memiliki kemampuan untuk
melakukan suatu Tindakan yang tujuannya untuk
pengembangan organisasi dan sumberdaya
organisasi.
5. Menciptakan perubahan, perubahan dianggap
sebagai pengubah perilaku, struktur, prosedur, dan
tujuan ataupun hasil dari tugas organisasi yang harus
sesuai dengan visi misi yang lebih baik.
6. Memotivasi anggota
7. Mewakili sistem sosial, pemimpin bertindak sebagai
mascot ataupun symbol dari organisasi yang
dibawanya.

207
KEPEMIMPINAN

Daftar Pustaka
Anand, S., Hu, J., Lide, R.C., & Vidyarthi, P.R. (2011).
Leader-member Exchange Recent Research Findings
and Prospects for the Future. Dalam A. Bryman, D.
Collinson, K. Grint, G. Jakson, B. Uhl-Bien (Ed), “The
SAGE Handbook of leadership. London: Sage
Buchari, A. (2009). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta
Daft, L., Richard. (2003). Manajemen Edisi Kelimia.
Jakarta: Erlangga
Fahmi, I. (2018). Perilaku Organisasi Teori, Aplikasi dan
Kasus. Bandung: Alfabeta
Griffin, W., Ricky. (2003). Manajemen.. Jakarta: Erlangga
Handoko, H. (2002). Manajemen Edisi Kedua. Yogyakarta:
BPFE
Keith, R. McFarland. (2009). The Breakthrough Company;
Bagaimana Perusahaan Biasa Menjadi Pelaku Bisnis
Luar Biasa. Jakarta: Serambi
Northouse, G. Peter. (2017). Kepemimpinan. Jakarta:
Indeks
Prof, Dr. Mulyadi, D. (2018). Perilaku Organisasi dan
Kepemimpinan Pelayanan Konsep dan Aplikasi
Administrasi, Manajemen, dan Organisasi Modern.
Bandung: Alfabeta
Ricky, W. Griffin. (2003). Manajemen Jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Robbins, P. Stephen. (2003). Perilaku Organisasi. Jakarta:
Indeks

208
KEPEMIMPINAN

Profil Penulis
Nadya Puspita Adriana, S.Psi., M.Psi. Tertarik
di bidang Psikologi khususnya klinis.
Ketertarikan di bidang psikologi klinis
berkembang ketika mulai bekerja sebagai dosen
dan mulai tertarik di bidang keluarga
perkawinan dan remaja.
Tahun 2010 Mengambil kuliah Jurusan S-1
Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan lulus pada
tahun 2014. Pada tahun 2015 melanjutkan studi S-2 Magister
Psikologi di Universitas Muhammadiyah Surakarta dan lulus
tahun 2019.
Setelah lulus pada bulan juni 2019 bekerja sebagai dosen lepas
di Stikes Kusuma Husada Surakarta, dan pada tahun 2020
bekerja sebagai Dosen di Universitas Kusuma Husada
Surakarta. Di tahun yang sama bekerja sebagai Freelance di CV.
Smart Solindo Consultama yang bergerak di bidang Konsultan
Agen untuk proses Assesment, Recrutmen dan Selection, serta
Psychotest. Lalu di tahun 2021 dikontrak sampai tahun 2024
sebagai Konsultan Keluarga dan Perkawinan di Paroki Santo
Aloysious Surakarta.
Di tahun 2021 penulis juga aktif menjadi Volunteer di
Komunitas Psikologi yaitu komunitas “Tabu” yang bergerak di
bidang Psikologi dan Seksualitas, menjadi bagian dari divisi
People Development, Engagement, & Organization Branding
Staff.
Email Penulis : nadyadriana91@gmail.com

209
210
12
PEMBERDAYAAN SDM

Dr. Jeffrit Kalprianus Ismail, M.Pd.K


STAK Arastamar Grimenawa Jayapura

Apa itu Pemberdayaan SDM?


Keberadaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam suatu
organisasi seyogianya adalah penggerak terciptanya
kreativitas dan inovasi yang nantinya akan meningkatkan
reputasi dan profit bagi organisasi dalam kurun waktu
yang panjang. Sebagaimana yang diungkapkan Rivai
(2009:54) bahwa suatu organisasi yang berkeinginan
umur panjang dan sustainable, seharusnya menempatkan
Sumber Daya Manusia yang handal sebagai human
capital. Upaya pembinaan Sumber Daya Manusia dalam
organisasi harus mendapat prioritas untuk menunjang
dan meningkatkan kinerja, serta dapat mengembangkan
budaya korporasi yang mendukung penerapan inovasi
dan fleksibilitas.
Pada hakikatnya Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
adalah cara bagi suatu organisasi, institusi atau
perusahaan dalam mempersiapkan tenaga kerjanya
untuk dapat lebih berpikir kritis, bisa mengambil
keputusan, dan dapat bekerja lebih baik lagi pada periode
yang sedang berlangsung maupun periode yang akan
datang.
Dalam memahami apa itu pemberdayaan Sumber Daya
Manusia, Yamoah (2014) mengungkapkan bahwa

211
PEMBERDAYAAN SDM

pemberdayaan tenaga kerja (sumber daya manusia)


terutama sangat berkaitan dengan aspek kepercayaan,
motivasi, pengambilan keputusan dan melewati sekat-
sekat antara manajemen dan tenaga kerja. Pemberdayaan
sebaiknya memungkinkan tenaga kerja dapat
berpartisipasi dalam pengambilan suatu keputusan, guna
membantu mereka keluar dari kemandegan cara berpikir
(stagnant mindsets) dalam mengambil risiko dan mencoba
sesuatu yang baru.
Dengan cara ini, diharapkan para tenaga kerja dalam
suatu organisasi dapat bekerja lebih mandiri dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya secara maksimal tanpa
perlu adanya pengawasan yang penuh. Selain itu, tenaga
kerja juga akan semakin merasa diberikan suatu
kepercayaan yang penuh dalam mengambil alih tugas-
tugas kecil maupun besar. Sehingga mereka dapat bebas
untuk berkreatif, berinovasi dengan memberikan ide dan
pendapatnya, serta mengambil keputusan - keputusan
yang tepat.
Pada Prinsipnya upaya pemberdayaan Sumber Daya
Manusia adalah menyediakan sarana bagi tenaga kerja
agar mampu membuat keputusan penting dan
memastikan bahwa keputusan yang mereka ambil adalah
cara yang tepat dalam memajukan suatu organisasi di
mana mereka bekerja dan mengabdikan dirinya. Jika
prinsip utama ini diterapkan dengan sangat baik akan
meningkatkan produktivitas kerja yang tinggi dan
berkualitas serta proses kerja karyawan yang lebih baik
lagi.
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia adalah bagaimana
terwujudnya SDM yang memiliki atau mempunyai
kemampuan (competency) kapasitas yang kondusif,
adanya wewenang (authority) yang dipercayai dan jelas
serta memiliki tanggung jawab (responsibility) yang

212
PEMBERDAYAAN SDM

akuntabel dalam rangka pelaksanaan misi suatu


organisasi.
Memperhatikan berbagai deskripsi diatas memberikan
gambaran bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) dalam
organisasi sangat strategis dan menentukan. Dengan
demikian keberhasilan suatu organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkannya justru ditentukan oleh
faktor sumber daya manusianya itu sendiri. Apabila
sumber daya manusia selaku tenaga kerja, pegawai atau
karyawan yang tidak atau belum memberi “Daya” maka
tidak dapat dikatagorikan sebagai sumber daya manusia
dalam suatu organisasi. Terkait dengan kegunaannya,
maka kompenen-komponen atau aspek – aspek penting
yang perlu mendapat perhatian serius dalam upaya
pemberdayaan Sumber Daya Manusia sebagai berikut:
1. Kemampuan (competency) kerja pekerja, pegawai atau
karyawan dalam suatu organisasi
meliputi: pengetahuan (knowlede), keterampilan
(skill) dan sikap atau perilaku (attitude). Kompetensi
kerja didefinisikan oleh Clark (2007: 297) sebagai
berikut. "Competency is a knowledge or know how for
doing an effective job." Kompetensi adalah ilmu
pengetahuan atau pengetahuan bagaimana
mengerjakan suatu pekerjaan secara efektif.
Selanjutnya Mathis dan Jackson (2001: 241)
menjelaskan bahwa, "Competency is a base
characteristic that correlation of individual or team
performance achievement." Kompetensi kerja adalah
karateristik dasar yang dapat dihubungkan dengan
pencapaian kinerja individu atau tim. Hal ini
ditegaskan oleh Mangkunegara (2005: 113) bahwa:
"Kompetensi kerja adalah faktor mendasar yang dimi-
liki oleh seseorang dengan kemampuan lebih,
sehingga membuatnya berbeda dengan orang lain
yang hanya mempunyai kemampuan rata-rata saja.

213
PEMBERDAYAAN SDM

Menurut Mangkunegara dimensi kompetensi


menyangkut tiga hal yaitu knowledge (pengetahuan),
skill (keahlian), dan aptitude (kepintaran).
Mathis dan Jackson (2001: 241) mengelompokan
dimensi kompetensi kerja terdiri atas pengetauan
(knowledge), keterampilan (skill), dan kemampuan
(abities). Selanjutnya model konseptual kompetensi
kerja dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 12.1. Model Konseptual Kompetensi Kerja


Sumber: Mathis & Jackson (2001)
Kompetensi kerja yang terlihat dan tersembunyi,
mengambarkan bahwa ada kompetensi kerja yang
terlihat dan tersembunyi. Pengetahuan, lebih terlihat
dapat dikenal oleh banyak organisasi atau
perusahaan dalam mencocokkan seseorang terhadap
suatu pekerjaan. Keterampilan, walaupun sebagian
dapat terlihat seperti keterampilan dalam membuat
lembar pekerjaan keuangan sebagian lain seperti
keterampilan negosiasi dapat kurang teridentifikasi.
Akan tetapi, kompetensi kerja tersembunyi berupa
kecakapan, yang mungkin lebih berharga dalam
meningkatkan kinerja pegawai. Sebagai contoh,
kompetensi kerja untu membuat konsep hubungan
strategis dan untuk mengatasi konflik interpersonal,
lebih sulit diidentifikasi, dan dinilai.

214
PEMBERDAYAAN SDM

Kemudian Suryana (2006: 88) menjelaskan lebih


detail bahwa kemampuan atau kompetensi yang
semestinya dimiliki oleh seorang tenaga kerja tersebut
secara nyata tercermin pada kemampuan dan
kemauan dalam memulai suatu usaha (start up),
kemampuan dalam mengerjakan sesuatu yang baru
(creative), kemauan dan kemampuan dalam mencari
peluang (opportunity), keberanian dan kemampuan
dalam menanggung risiko (risk bearing), dan
kemapuan untuk mengembangkan ide dan meramu
sumber daya.
Dimensi - dimensi kompetensi dapat dijelaskan
sebagai berikut: Pertama, pengetahuan (knowledge),
yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya
seorang tenaga kerja atau pegawai mengetahui cara
melakukan identifkasi belajar, dan bagaimana
melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan
kebutuhan yang ada dalam organisasi atau
perusahaan. Kedua, keterampilan (skill), yaitu
sesuatu yang dimiliki oleh seseorang atau individu
untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepadanya sebagai tenaga kerja, pegawai
atau karyawan. Misalnya, standar periaku para
tenaga kerja, pegawai atau karyawan dalam memilih
metode kerja yang dianggap lebih efektif dan efisien.
Ketiga, sikap (attitude) yaitu perasaan (senang-tidak
senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu
rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi
terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan
upah atau gaji.
Secara praktisnya sumber daya manusia seorang
pekerja yang berkompetensi, mempunyai
pengetahuan dasar tentang organisasi, pengetahuan
tentang pengaruh dan perubahan manajemen serta

215
PEMBERDAYAAN SDM

pengetahuan tentang keahlian sumber daya manusia


yang spesifik.
2. Kewenangan yang jelas dalam organisasi, artinya
seseorang pekerja, pegawai atau karyawan yang
ditetapkan atau yang diserahi tugas oleh organisasi
atau perusahaan, harus jelas kewenangan yang
diberikan kepadanya. Karena seseorang yang tidak
jelas kewenangannya akan menimbulkan keragu-
raguan dalam setiap melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya. Apabila demikian adanya maka
pekerja, pegawai atau karyawan (SDM) tersebut
kurang berdaya atau efektif didalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
3. Tanggung jawab yang jelas dalam organisasi, artinya
seseorang pekerja atau pegawai melakukan tugas
atau wewenangnya, senantiasa diikuti dengan
tanggung jawab yang jelas dari organisasi. Karena
dengan demikian pekerja atau pegawai tersebut
senantiasa dituntut bertindak menampilkan yang
terbaik dalam arti secara efektif dan efisien.
4. Kepercayaan terhadap pekerja atau pegawai dalam
organisasi, artinya bahwa seseorang pekerja atau
pegawai yang ditugasi atau diserahkan
wewenang dengan pertimbangan yang matang dari
berbagai aspek-aspek yang pada hakekatnya dapat
disimpulkan bahwa yang bersangkutan telah
dipercayakan atau diberi kepercayaan sepenuhnya
untuk mengembang tugas, wewenang dimaksud
dalam suatu organisasi.
5. Motivasi kerja, merupakan semua kekuatan yang ada
dalam diri seseorang yang memberi daya, memberi ara
dan memelihara tingkah laku. Dalam proses
kehidupan sehari-hari, motivasi diartikan sebagai
keseluruhan proses pemberian dorongan atau

216
PEMBERDAYAAN SDM

rangsangan kepada para pekerja atau


karyawan (pegawai) sehingga mereka bersedia
bekerja dengan rela tanpa dipaksa. Dengan demikian
bahwa pemberian motivasi merupakan hal yang
sangat penting terhadap sumber daya manusia, agar
mereka tetap dan mau melaksanakan pekerjaan misi
organisasi sesuai dengan kemampuan yang mereka
miliki dengan iklas dan sepenuh hati.
Dalam padangan yang lebih sistematis, Robbins
(2008:213) mengemukaan bahwa pengertian motivasi
kerja meliputi upaya (effort), tujuan organisasi
(organizational goals), dan kebutuan (needs). Unsur
"upaya” merupakan ukuran intensitas. Upaya yang
diarahkan tersebut haruslah konsisten dengan tujuan
oganisasi. Adapun needs adalah keadaan internal
yang menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak
menarik. Motivasi sebagai proses yang menjelaskan
intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk men-
capai suatu tujuan.
Motivasi sebagaimana dijelaskan oleh Robbins
(2008:213) adalah kemauan dalam menggunakan
usaha tingkat tinggi guna mencapai tujuan or-
ganisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha
untuk memenuhi beberapa kebutuhan individu.
Dalam definisi ini ada tiga elemen penting, yaitu:
usaha, tujuan dan kebutuhan. Elemen usaha
merupakan pengkuran intensitas. Usaha yang
diarakan menuju dan konsisten dengan tujuan
organisasi merpakan jenis usaha yang seharusnya
dicari, dan motivasi merupakan proses pemenuhan
kebutuhan.
Kekuatan motivasi adalah valensi dan harapan.
Dalam Teori pengharapan berargumentasi bahwa
motivasi kerja ditentukan oleh keyakinan individu
yang berhubungan dengan, hubungan usaha - kinerja

217
PEMBERDAYAAN SDM

(expectancy-pengharapan), hubungan kerja-hasil


(instrumental-perantara), dan persepsi pentingnya
berbagai hasil pekerjaan (valence-valensi).
Proses motivasi diri biasanya dimulai dengan belum
terpenuhinya kebutuhan. Sebagai contoh, pada saat
seorang pekerja merasa bahwa dirinya digaji terlalu
rendah, maka dia mengharapkan kebutuhan akan
gaji yang lebih besar. Sebagai reaksinya, seorang
pekerja akan mempertimbangkan berbagai alternatif
pemenuhan kebutuhan dimaksud, misalnya dengan
bekerja lebih keras agar gajinya dinaikkan atau
mencari pekerjaan yang baru. Agar perilaku seorang
pekerja sesuai dengan tujuan oganisasi, maka perlu
adanya perpaduan antara motivasi akan pemenuhan
kebutuhan mereka sendiri dan permintaan oganisasi
(Griffin, 2004: 38).
Proses lahirnya motivasi dapat digambarkan sebagai
berikut:

Gambar 12.2.
The Motivational Process: A General Model
Sumber: Ivancevich, Konopaska, dan Matteson
(2002:150)

6. Kepemimpinan (leadership) sebagai kegiatan


mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja
sama untuk mencapai tujuan organisasi, bukan

218
PEMBERDAYAAN SDM

tujuan kelompok atau tujuan personal. Menurut


Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2002: 428)
kepemimpinan sebagai, "Process of influenching others
to facilitate the attainment of organizationally relevant
goals, "yaitu proses mempengaruhi orang lain untuk
mendukung pencapaian tujuan organisasi yang rele-
van. Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan,
proses atau fungsi pada umumnya untuk
mempengarhi orang-orang agar berbuat sesuatu
dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Unsur penting dalam kepemimpinan organisasi
adalah bagaimana upaya pemimpin mempengaruhi
dan memberdayakan para pekerja, pegawai atau
karyawan untuk melakukan apa yang harus
dikerjakannya guna memberikan hasil yang terbaik
demi tercapainya tujuan bersama pada organisasi
dimaksud.
Tujuan Pemberdayaan SDM
Program atau strategi pemberdayaan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang ada dalam suatu organisasi
mempunyai beberapa tujuan utama, antara lain:
1. Menciptakan dan Meningkatkan Kinerja yang Baik
Program atau strategi pemberdayaan sumber daya
manusia dilakukan dengan tujuan untuk
menciptakan dan meningkatkan kinerja pekerja,
pegawai atau karyawan yang baik dan sesuai dengan
harapan organisasi. Upaya pemberdayaan ini
diharapkan dapat mencapai keefektifan dalam
bekerja.
Program ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap
perubahan lingkungan organisasi yang unggul dan
pesat dalam persaingan yang semakin globalisasi
apalagi di era digital saat ini. Dalam meningkatkan

219
PEMBERDAYAAN SDM

kontribusi para pekerja, pegawai atau karyawan


kepada organisasi, maka organisasi perlu
menerapkan program pemberdayaan sumber daya
manusianya. Beberapa peneliti terdahulu diantaranya
Isrorina (2009) dan Pratiwi (2012), menyatakan bahwa
pemberdayaan akan mendatangkan manfaat dan
keuntungan bagi organisasi atau pemeberdayaan
SDM dapat meningkatkan kinerja pegawai.
Pemberdayaan dipandang mampu menumbuhkan
dan meningkatkan kreativitas para pegawai.
Sedangkan kreativitas sendiri merupakan landasan
bagi tumbuh berkembangnya inovasi.
Sistem pengelolaan pemberdayaan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang tepat merupakan kunci
keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya.
Oleh karena itu, agar tujuan dan sasaran organisasi
dapat dicapai, perlu adanya perhatian yang lebih dari
organisasi terhadap upaya-upaya dalam
meningkatkan kinerja yang baik. Pentingnya kinerja
dalam melaksanakan program organisasi semakin
dirasakan.
Pada hakikatnya kinerja merupakan hasil kerja yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan standard dan kriteria yang ditetapkan
untuk pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan salah
satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri
pekerja atas tugas yang diberikan. Kinerja merupakan
suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus
memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan.
Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan
atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan
kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja
f = (A x M x O). Artinya kinerja merupakan fungsi dari
kemampuan, motivasi, dan kesempatan.

220
PEMBERDAYAAN SDM

Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-


faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan.
Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja
yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari
tiadanya rintangan-rintangan yang mengendalikan
pekerja, pegawai atau karyawan tersebut. Meskipun
seseorang individu mungkin bersedia dan mampu,
bias saja ada rintangan yang menjadi penghambat.
Ivancevich, Denelly, dan Gibson (1998) mengatakan
bahwa kinerja merupakan serangkaian kegiatan
manajemen yang memberikan gambaran sejauh mana
hasil yang sudah dicapai dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya dalam bentuk akuntabilitas
publik baik berupa keberhasilan maupun kekurangan
yang terjadi. Kinerja merupakan job performance,
adanya semangat kerja di mana di dalamnya
termasuk beberapa nilai keberhasilan baik bagi
organisasi maupun individu.
2. Meningkatkan Produktivitas Kerja
Pekerja, pegawai atau karyawan akan dilatih agar
mereka bisa bekerja lebih mandiri dalam melakukan
tugasnya. Dengan begitu, produktivitas kerja mereka
akan terbentuk secara bertahap. Memberi pelatihan
kepada pegawai menurut Rivai dan Sagala (2011),
adalah suatu proses yang sistematis mengubah
tingkah laku pekerja, pegawai atau karyawan dalam
mencapai tujuan organisasi, yang berkaitan dengan
keahlian dan kemampuan pekerja, pegawai atau
karyawan tersebut untuk melaksanakan
pekerjaannya. Setiap pelatihan memiliki orientasi saat
ini dan membantu pekerja, pegawai atau karyawan
untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu
agar berhasil dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya dalam organisasi tersebut.

221
PEMBERDAYAAN SDM

Sedangkan menurut Sonny Sumarsono (2009), upaya


organisasi memberikan pemberdayaan meningkatkan
produktivitas kerja melalui program pendidikan dan
pelatihan sebagai salah satu faktor yang penting
dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Pendidikan dan latihan tidak hanya menambah
pengetahuan, tetapi juga meningkatkan keterampilan
bekerja sehingga meningkatkan produktivitas kerja
pada organisasi.
Pelatihan berbeda dengan konsep pendidikan,
meskipun sering dikemukakan menjadi satu kesatuan
menjadi “Pendidikan dan Pelatihan atau DIKLAT”.
Sesungguhnya, kedua konsep tersebut terdapat
perbedaan yang signifikan, meskipun disadari bahwa
secara umum ada persamaan, yakni sama-sama
mengembangkan kualitas SDM (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003). Misalnya, bahwa pendidikan dan
pelatihan dimaknai sebagai upaya untuk
mengembangkan SDM, terutama untuk
pengembangan kemampuan intelektual dan
kepribadian manusia. Penggunaan konsep
pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau
organisasi biasanya disatukan menjadi “Diklat” atau
pendidikan dan pelatihan. Pendidikan di dalam suatu
organisasi adalah proses transformasi pengetahuan
dari seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain,
aspek yang dominan dalam pendidikan adalah
pengembangan pengetahuan dan kemampuan
konseptor, sedangkan pelatihan adalah suatu proses
pengembangan keterampilan tertentu. Misalnya,
pegawai mengoperasikan program tertentu dalam
komputer.
Sesungguhnya, program pemberdayaan melalui
pelatihan atau pendidikan adalah tanggung jawab
bersama antara pekerja, pegawai dengan organisasi.

222
PEMBERDAYAAN SDM

Pekerja, pegawai berkewajiban merancang dan


mengikuti pelatihan guna mengembangkan
kemampuannya sehingga terbuka lebar karier yang
akan lebih baik baginya ke depan. Sebaliknya,
organisasi juga sangat berkepentingan
menyelenggarakan pelatihan bagi pekerja atau
pegawainya, agar mereka bisa bekerja secara
profesional, tetap bersemangat, dan berdedikasi tinggi
sehingga terus mengoptimalisasi kinerja pekerja atau
pegawai. Kinerja pekerja atau pegawai yang tinggi,
akan meningkatkan kinerja kelompok atau bagian,
sedangkan kinerja bagian yang baik tentu saja akan
meningkatkan kinerja organisasi itu sendiri.
Dalam meningkatan produktivitas kerja pekerja,
menurut Susilo (2009: 5), ada beberapa cara yang
dapat dilakukan, sebagai berikut:
Pertama, Tuliskan rencana kerja. Sebaiknya tuliskan
di kertas atau white board yang muda terlihat. Bukan
di alat elektronik seperti handphone. Dan dalam setiap
daftar rencana kerja, tentukan prioritas kerja. Buat
prioritas dari yang paling penting sampai yang kurang
penting.
Kedua, Tuliskan aktivitas yang harus dihindari. Selain
memiliki daftar pekerjaan yang harus dilakukan,
tuliskan juga aktivitas tidak produtif yang harus
dihindari. Misalkan nonton televisi tanpa kenal
waktu.
Ketiga, Lakukan pemanasan. Sebagian orang kadang
memerlukan pemanasan sebelum bekerja. Misalnya,
dengan minum kopi atau teh terlebih dahulu. Bila
termasuk orang yang memerlukan pemanasan
sebelum beraktivitas, lakukan saja.
Keempat, Fokus pada apa yag dikerjakan. Sulit kalau
melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan.

223
PEMBERDAYAAN SDM

Sebab fokus akan terbagi. Mulai dari tugas prioritas.


Pusatkan perhatian dan konsentrasi untuk
mengerjakan pekerjaan tersebut sebaik-baiknya.
Jangan berpindah ke pekerjaan lain sebelum selesai.
Kelima, Tetapkan batas waktu. Ini akan mendorong
untuk mengerjakan setiap pekerjaan dengan cepat.
Keenam, Tandai pekerjaan yang selesai. Setiap daftar
pekerjaan yang sudah selesai, tandailah. Boleh
dengan memberi centang atau mencoretnya. Ini akan
memacu untuk segera menyelesaikan pekerjaan-
pekerjaan berikutnya.
Ketujuh, Ambil istirahat. Tentukan waktu untuk
beristirahat. Misalkan setiap dua jam sekali kita
mengambil istirahat 15 menit. Ini bisa digunakan
untuk meregangkan otot atau meminum the hangat.
Kedelapan, Belajar membaca cepat. Tingkatkan terus
kecepatan membaca.
Kesembilan, Mengetik lebih cepat Maksimalkan
kesepuluh jari dan hafalkan shortcut khusus yang
akan membantu mengetik lebih cepat.
Kesepuluh, Patuhi peraturan. Rencana-rencana kerja
yang sudah dibuat tadi bukan hanya untuk dipajang.
Patuhi dan lakukanlah dengan sebaik-baikya.
2. Meningkatkan Loyalitas Pekerja
Adanya kegiatan pemberdayaan dan pengembangan
menandakan bahwa organisasi atau perusahaan
peduli kepada para pekerja atau karyawannya.
Dengan cara ini diharapkan pekerja atau karyawan
memiliki pandangan yang baik terhadap organisasi
atau perusahaan tersebut sehingga dapat
meningkatkan loyalitas mereka. Loyalitas selalu
identik dengan ketekunan. Seorang pekerja atau
karyawan yang tekun selalu berkeinginan untuk terus

224
PEMBERDAYAAN SDM

maju dan tidak pernah bosan untuk terus belajar dan


mempelajari hal-hal baru dalam kehidupan.
Keingintauan yang tinggi, selalu berusaha berubah,
selalu ingin maju, selalu ingin memenangkan
kompetisi, dan selau ingin menjadi nomor satu,
merupakan ciri orang yang mempunyai ketekunan
tinggi.
3. Memberdayakan SDM yang Sudah Ada
Organisasi dalam upaya pemberdayaan dan
pengembangan SDM harus dilakukan secara baik
akan menambahkan keterampilan pekerja atau
karyawan. Sehingga jika suatu saat organisasi atau
perusahaan memerlukan kualifikasi baru yang harus
dipenuhi, mereka bisa memberdayakan SDM yang
sudah ada tanpa harus merekrut pekerja atau
karyawan baru lagi.
4. Menciptakan Budaya Organisasi yang Positif
Dengan adanya peningkatan skill pada pekerja atau
karyawan akan membuat mereka dapat
menyelesaikan tugas secara cepat dan tepat bahkan
produktif. Selain itu, hal ini juga akan memungkinkan
pekerja atau karyawan dalam organisasi atau
perusahaan untuk saling membantu atau mengajari
satu sama lainnya sehingga membentuk lingkungan
kerja yang positif dan suportif.
Berkaitan dengan budaya dalam oganisasi, budaya
sebagai suatu asumsi dasar dalam pembentukan
karakter individu baik dalam beradaptasi ke luar
maupun berintegrasi ke dalam oganisasi lebih luas.
Budaya yang kuat akan mendukung terciptanya
suatu prestasi yang positif bagi pekerja dalam suatu
organisasi. Budaya yang kuat akan sangat ditaati oleh
anggota organisasi yang partisipatif dan
mendukungnya.

225
PEMBERDAYAAN SDM

Sebagai contoh seorang Pemimpin organisasi yang


mempunyai jiwa pembelajar akan menunjukkan
dirinya sebagai seorang “Perpetual Learn” yang secara
kontinyu tanpa kenal lelah mampu menjadi
pembelajar seumur hidupnya, guna bisa membangun
budaya pembelajar bagi yang dipimpinnya. Pemimpin
Pembelajar adalah Pemimpin yang knowing, being dan
doing. Ia tahu apa yang harus dipikirkan karena
memiliki pengetahuan yang luas, ia memiliki perilaku
yang berkarakter dan mewujudkan dalam karya yang
nyata sebagai bentuk aktualisasi dirinya. Dengan
karakter budaya kepemimpinan organisasi yang kuat
akan menghantar anggota-anggota suatu organisasi
memiliki budaya berorganisasi yang positif dalam
meningkatkan kapasitas diri mereka sebagai upaya
pemberdayaan dan pengembangan karier mereka.
Contoh Strategi Pemberdayaan SDM
Dalam upaya pemberdayaan Sumber Daya Manusia
(SDM), maka perlu suatu organisasi melakukan langkah-
langkah strategisnya. Pada bagian ini strategi
pemberdayaan Sumber Daya Manusia mempunyai
beberapa contoh yang dapat diterapkan pada suatu
organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini penulis hanya
memberikan beberapa contoh sebagai berikut:
1. Organisasi Memberikan Hadiah Kepada Karyawan
Berprestasi
Salah satu cara untuk memberdayakan SDM dalam
suatu organisasi atau perusahaan adalah dengan
memberikan apresiasi atau hadiah kepada karyawan
yang berprestasi baik. Contoh strategi ini sudah
dilakukan oleh perusahaan seperti Disney.
Disney memastikan bahwa mereka sangat berterima
kasih kepada para karyawan atas kinerja yang telah
dilakukan dan selalu mendengarkan setiap saran

226
PEMBERDAYAAN SDM

yang karyawan mereka lontarkan. Untuk memberikan


apresiasi dan rasa terima kasihnya, Disney
memberikan hadiah kepada karyawan dengan
prestasi kerja yang baik.
Dengan strategi ini para karyawan merasa
Perusahaan Disney sangat memperhatikan mereka
dalam setiap detailnya sehingga mereka juga lebih
meningkatkan kinerja dan produktivitasnya.
2. Organisasi Mengembangkan Kreativitas Karyawan
Mengerjakan tugas-tugas utama menjadi kewajiban
para karyawan. Namun tanpa adanya kreativitas,
karyawan bisa saja merasa jenuh dan skill yang
mereka miliki tidak berkembang.
Dengan melakukan pemberdayaan dan
pengembangan kreativitas, karyawan bisa
menemukan ide-ide baru yang bisa diterapkan dalam
pekerjaan. Selain itu, kreativitas ini juga dapat
dimanfaatkan perusahaan untuk berinovasi dalam
pekerjaan yang baru.
Strategi dengan cara mengembangkan kreativitas ini
juga telah dilakukan oleh berbagai perusahaan yang
maju seperti perusahaan Google. Para petinggi di
perusahaan Google membebaskan para insinyur
mereka untuk menghabiskan 20% dari minggu
kerjanya untuk mengerjakan proyek-proyek yang
mereka yang mereka sukai.
Menurut Google, cara ini dianggap bagus untuk
mengeksplorasi ide-ide mereka untuk membawa
layanan dan produk baru ke perusahaan. Apa yang
dilakukan oleh Google, bisa menjadi model bagi setiap
organisasi yang ingin memberdayakan atau
mengembangkan kreativitas pekerja, pegawai atau
karyawannya.

227
PEMBERDAYAAN SDM

3. Organisasi Memberikan Mentor Kepada Karyawan


Pemberian mentor atau pendamping kepada pekerja,
pegawai atau karyawan dirasa dapat meningkatkan
kinerja pekerja, pegawai atau karyawan dalam hal
menyelesaikan pekerjaannya secara lebih baik.
Dengan memberikan pendamping atau mentor,
pekerja, pegawai atau karyawan bisa dengan leluasa
melakukan diskusi terkait penyelesaian kerja atau
beberapa hal yang mereka ingin ketahui.
Seorang pendamping atau mentor tentunya adalah
mereka yang dapat berpikir secara kritis, mengambil
keputusan secara cepat, serta memiliki keahlian yang
lebih atau selalu berpikir kreatif, inovatif dan
produktif.
4. Organisasi Meluangkan Waktu untuk Mengadakan
Feedback Karyawan
Feedback atau umpan balik merupakan respon yang
diberikan pekerja, pegawai atau karyawan terhadap
kinerja manajemen organisasi atau perusahaan
sebagai penyedia tempat kerja.
Dengan meluangkan waktu untuk melakukan
feedback, organisasi atau perusahaan tersebut dapat
menjadi tahu tentang hal-hal apa saja yang
diinginkan atau tidak disukai pekerja, pegawai atau
karyawan. Melalui strategi ini dapat dilakukan untuk
memperbaiki kesalahan atau kekurangan organisasi
atau perusahaan sehingga proses pemberdayaan
Sumber Daya manusia (SDM) dapat dilaksanakan
lebih baik lagi kedepannya.

228
PEMBERDAYAAN SDM

Daftar Pustaka
Clark, Jhon M. (2007). Human Resource Management.
International Edition. Boston: The McGraw-Hill
Companies. Inc.
Griffin, Ricky. (2004). Mangement. Edisi 2. Penerjemah
Gina Gania. Jakarta: Erlangga.
Ivancevich, John M., Robert Konopaske, Michael T.
Matteson. (2002). Organizational Behavior and
Management. seventh Edition. Houston: McGraw Hill.
Isrorina, Widhy Setyowati. (2009). Pengaruh
Pemberdayaan Pegawai dan Karakteristik Pekerjaan
Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Mediasi Iklim
Organisasi Pada Sekretariat Daerah Kabupaten
Pekalongan.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2005). Sumber Daya
Manusia Perusahan. Bandung: Remaja Rosdaara.
Mathis, Carrel dan Jackson. (2001). Human Resource
Management, Global Strategy for Managing a Diverse
Work Force. Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall
Pratiwi Putri. (2012). Pengaruh Budaya Organisasi dan
Pemberdayaan terhadap Komitmen Organisasional
dalam Meningkatkan Kinerja.
Rivai Veithzal. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia
untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik, RajaGrafindo
Persada, Jakarta
Rivai, Veithzal; Ella Jauvani Sagala. (2011). Manajemen
Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: Dari Teori
ke Praktik. Jakarta: Rajawali Press.
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. (2008).
Organizatonal Behavior. 12thEd. New Jersey: Pearson
Educatoninc.

229
PEMBERDAYAAN SDM

Sumarsono, Sonny. (2009). Teori dan Kebijakan Publik


Ekonomi Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Suryana. (2006). Kewirusahaan, Pedoman Praktis, Kiat
dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat.
Susilo. (2009). Analisis Pengaruh Kepemimpinan,
Kepuasan Kerja Terhadap Motivasi Kerja Serta
Dampak Terhadap Disiplin Kerja Pegawai Pada
Kantor Bappeda Kab. Pati "Hasil Penelitian”.
Semarang: Undip.
Yamoah, Emmanuel Erastus. (2014). The Link between
Human Resource Capacity Building and Job
Performanc, International Journal of Human Resource
Studies, Vol. 4, No. 3.

230
PEMBERDAYAAN SDM

Profil Penulis
Dr. Jeffrit Kalprianus Ismail, M.Pd.K
Lahir di Kupang NTT, tepatnya kampong Oli’o 03
Desember 1978. Tamat S1 Teologi (2003) & S2
PAK (2008) di STT Injili Arastamar (SETIA)
Jakarta. Tahun 2014 – 2016 studi lanjut S3
Teologi di STT SETIA Jakarta, lalu 2016 mutasi
ke STT Ekumene Jakarta dan tamat S3 Teologi
Konsentrasi Biblika 2018.
Tahun 2003 - 2014 ditugaskan sebagai Surveyor PATMOS
Jakarta dalam pelayanan sosial Kristen di berbagai pedesaan
dan pedalaman Indonesia. Periode 2012 – 2014 ditugaskan
sebagai Kaprodi S1 PAK di STT Arastamar Wamena, Periode
2014-2018 sebagai Direktur Pascasarjana STT Arastamar
Wamena. Bulan Juli 2013 – Januari 2014 bersama tim
Arastamar NTT merintis dan menjabat sebagai Ketua Pelaksana
Tugas STAK Arastamar Soe (STAKAS). Pada tahun 2014
bersama tim Arastamar Papua merintis STAK Arastamar
Grimenawa Jayapura dan menetap melayani sebagai Pimpinan
hingga sekarang. Tahun 2015 mengakusisi dan memimpin
persekolahan SMTK Firdaus Jayapura hingga sekarang. Periode
2017 – 2022 bertugas sebagai Ketua Koordinator Wilayah Papua
& Papua Barat Perkumpulan Dosen dan Perguruan Tinggi
Keagamaan Kristen Indonesia (PDPTKI).
Email Penulis: jeffritkalprianusismail@gmail.com

231
232
13
MANAJEMEN KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA (K3)

Mastiur Napitupulu, SKM, M.Kes


Universitas Aufa Royhan - Kota Padangsidimpuan

Pengertian
1. Manajemen
Manajemen adalah suatu seni atau prinsip yang
berkaitan dengan pengorganisasian yang mana
didalamnya terdapat unsur manejemen yaitu
menyusun perencanaan, pengorganisasian,
pengendalian atau pengawasan. Manajemen
merupakan proses yang tersusun secara sistematis
dalam pengorganisasian sehingga dapat dilakukan
pengendalian dan pengawasan untuk mencapai
tujuan organisasi tersebut. Dalam kurun waktu
aktivitas kehidupan manusia akan mengalokasikan
waktu sehari yaitu 24 jam untuk kebutuhan bekerja,
bersantai dan lain sebagainya, didalam pengaturan
waktu tersebut manusia perlu menerapkan ilmu
manajemen(Sedarmayanti, 2020). Ilmu manajemen
merupakan suatu bidang keilmuan yang penting di
kehidupan manusia, seluruh aktivitas yang dilakukan
manusia dengan efektif dan efisien dipengaruhi dari
penerapan ilmu manajemen(herlangga, 2021).

233
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

Tujuan manajemen, (a). Manajemen dapat


menentukan suatu strategi yang efektif serta efisien
untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan
organisasi.; (b). Melakukan evaluasi evaluasi kerja
dan mengkaji ulang akan situasi yang akan terjadi
yang bertujuan untuk melakukan penyesuaian
strategi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
terjadi diluar strategi awal.;(c). Mengatur dan menjaga
kesehatan emosi (personal), keuangan dan semua
sektor yang termasuk pada unsur manajemen
organisasi tersebut untuk bisa mencapai profit yang
maksimal.;(d). Mengevaluasi dan meninjau kembali
dengan analisis swot, yaitu kekuatan (strength),
kelemahan (weakness), peluang (opportunities)
maupun ancaman (threats) (Khoiriyah, 2020)
Dalam melaksanan proses kegiatan manajemen
terdapat unsur yang saling melengkapi dan dalam
pelaksanaannya harus diposisikan. Unsur
manajemen yaitu :
a. Manusia, pada unsur sumber daya manusia
mempunyai kegiatan membuat rencana dan
tujuan yang ingin dicapai.
b. Uang, menjadi unsur penting menjadi perantara
utama dalam berjalannya operasional organisasi
c. Material, menjadi penting dimana kualitas bisnis
dipengaruhi oleh kualitas material yang dipilih.
d. Mesin, dengan adanya mesin atau teknologi,
pekerjaan yang dilakukan sumber daya manusia
akan lebih mudah dan hasil yang efektif.
e. Metode, penting sebab mempengaruhi kinerja
dalam sebuah manajemen, dimana metode yang
dibuat berdasarkan target, fasilitas, waktu, uang

234
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

dan kegiatan bisnis akan memperlancar


berjalannya proses manajemen.
f. Pasar, unsur ini terbilang krusial karena sebuah
bisnis akan dipengaruhi kualiatas hasil yang laku
di pasaran.
2. Kesehatan
Kesehatan merupakan sesuatu yang penting bagi
semua manusia, karena terganggunya kesehatan
seseorang akan mempengaruhi dalam melaksanakan
aktivitas hidupnya baik aktivitas rohani dan jasmani.
Undang-undang kesehatan no. 23 tahun 1992
memberikan batasan defenisi kesehatan adalah
keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang produktif secara sosial
dan ekonomi. Sedangkan batasan kesehatan menurut
organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu kesehatan
merupakan keadaan sempurna baik fisik, mental,
maupun sosial dan terlepas dari penyakit dan
kecacatan(Azuma, Tarwaka, Erg, & Suwadji, 2014).
Sehat diwujudkan dengan berbagai upaya, salah satu
bentuknya adalah pelayanan kesehatan, adalah
setiap upaya yang diselenggarakan secara tersendiri
ataupun bersama-sama dalam suatu organisasi
dengan tujuan meningkatkan dan memelihara
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat(Azuma et al., 2014).
Penerapan K3
1. Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja juga dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan kepada tenaga kerja, yang
menyangkut aspek keselamatan, kesehatan,
pemeliharaan moral kerja, perlakuan sesuai martabat

235
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

manusia dan moral agama. Hal tersebut dimaksudkan


agar para tenaga kerja secara aman dapat melakukan
pekerjaannya guna meningkatkan hasil kerja dan
produktivitas kerja. Dengan demikian, para tenaga
kerja harus memperoleh jaminan perlindungan
keselamatan dan kesehatannya di dalam setiap
pelaksaan pekerjaannya sehari(Maharja, 2015)
Sedangkan syarat dalam keselamatan dan kesehatan
kerja dalam peraturan perundangan No. 1 tahun 1970
Pasal 3 sebagai berikut:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan
kebakaran
c. Memberi kesempatan atau jalan penyelamatan
diri pada waktu kebakaran atau kejadian -
kejadian lain yang membahayakan
d. Memberi pertolongan pada kecelakaan
e. Memberi alat pelindung diri pada para pekerja
f. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau
menyebar luasnya suhu, kelembapan, debu,
kotoran, asap, uap, gas, aliran udara, cuaca, sinar
radiasi, kebisingan dan getaran.
g. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit
akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan,
infeksi dan penularan
h. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
i. Menyelenggarakan suhu dan kelembapan udara
yang baik
j. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
k. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
l. Menerapkan ergonomi di tempat kerja

236
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

m. Mengamankan dan mengamankan pengangkutan


orang dan barang
n. Mengamankan dan memelihara segala jenis
bangunan
o. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan
bongkar muat, perlakuan dan penyimpananan
barang
p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan
pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi
2. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja (Occupational Health) sebagai suatu
aspek atau unsur kesehatan yang erat berkaitan
dengan lingkungan kerja dan pekerjaan yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
(Tarwaka, 2014). Menurut Lidya dalam Sayuti (2013)
pengertian kesehatan kerja adalah hal yang
menyangkut kemungkinan ancaman terhadap
kesehatan seseorang yang bekerja pada sesuatu
tempat atau perusahaan selama waktu kerja yang
normal. Sedangkan menurut Santoso dalam Sayuti
(2013) pengertian kesehatan kerja adalah kesehatan
jasmani dan rohani(Sayuti, Santoso, & Putra, 2020).
3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Secara filosofi K3 didefinisikan sebagai upaya dan
pemikiran untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani diri
manusia pada umumnya dari tenaga kerja pada
khususnya beserta hasil karyanya dalam rangka
menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Secara keilmuan K3 didefinisikan sebagai ilmu dan

237
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

penerapannya secara teknis dan teknologis untuk


melakukan pencegahan terhadap munculnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap
pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan dari sudut ilmu
hukum, K3 didefinisikan sebagai salah satu upaya
perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain
memasuki tempat kerja senantiasa dalam keadaan
yang sehat dan selamatn serta sumber-sumber proses
produkasi dapat dijalankan secara aman, efisien dan
produktif(HERLANGGA, 2021)
Karakteristik Individu
Menurut ILO (1998) dalam Triwibowo dan Puspihandani
(2013), mengemukakan bahwa kecelakaan akibat kerja
pada dasarnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu:
1. Faktor manusia: umur, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja
2. Faktor pekerjaannya: giliran kerja (shift), jenis (unit)
pekerjaan
3. Faktor lingkungan di tempat kerja: lingkungan fisik,
lingkungan kimia, dan lingkungan biologi
Menurut Winarsunu (2008), beberapa karakteristik
personal (pribadi) yang berperan dalam kecelakaan kerja
yang telah diteliti oleh pakar psikologi antara lain :
kemampuan kognitif, kesehatan, kelelahan, pengalaman
kerja, karakteristik kepribadian(Winarsunu, 2008).
Adapun karakteristik pekerja pada penelitian ini meliputi:
1. Umur
Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap
kejadian kecelakaan akibat kerja. Golongan umur tua
mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk
mengalami kecelakan akibat kerja dibandingkan
dengan golongan umur muda karena umur muda
mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi.

238
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

Namun umur muda pun sering pula mengalami kasus


kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin karena
kecerobohan dan sikap suka tergesa-gesa. Dari hasil
penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa
pekerja muda usia lebih banyak mengalami
kecelakaan dibanding dengan pekerja yang lebih tua.
Pekerja muda usia biasanya kurang berpengalaman
dalam pekerjaanya. Banyak alasan mengapa tenaga
kerja golongan umur muda mempunyai
kecenderungan untuk menderita kecelakaan akibat
kerja lebih tinggi dibandingkan dengan golongan umur
yang lenih tua. Beberapa faktor yang mempengaruhi
tingginya kejadian kecelakaan akibat kerja pada
golongan umur muda
Antara lain karena kurang perhatian, kurang disiplin,
cenderung menuruti kata hati, ceroboh, dan tergesa-
gesa (Khoiriyah, 2020). Menurut Suma’mur (2009),
kinerja yang semakin menurun dengan meningkatnya
usia hal ini dikarenakan keterampilan-keterampilan
fisik seperti kecepatan, kelenturan, kekuatan, dan
koordinasi akan menurun dengan bertambahnya
umur. (Suma’mur, n.d.).
2. Tingkat pendidikan
Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir
seseorang dalam menghadapi pekerjaan yang
dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga
akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap
pelatihan yang diberikan dalam rangka melaksanakan
pekerjaan dan keselamatan kerja. Hubungan tingkat
pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa
pekerja dengan tingkat pendidikan rendah, seperti
Sekolah Dasar atau bahkan tidak pernah bersekolah
akan bekerja di lapangan yang mengandalkan fisik.
Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan
kerja karena beban fisik yang berat dapat

239
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu


faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan
akibat kerja. Pendidikan adalah pendidikan formal
yang diperoleh di sekolah dan ini sangat berpengaruh
terhadap perilaku pekerja. Namun disamping
pendidikan formal, pendidikan non formal seperti
penyuluhan dan pelatihan juga dapat berpengaruh
terhadap pekerja dalam pekerjaannya(Khoiriyah,
2020).
3. Masa kerja
Menurut Suma’mur (2009), masa kerja adalah jangka
waktu orang sudah bekerja dari pertama mulai masuk
hingga sekarang masih bekerja. Masa kerja dapat
diartikan sebagai sepenggal waktu yang cukup lama
dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam satu
wilayah tempat usaha sampai batas waktu
tertentu(Suma’mur, n.d.).
Menurut Triwibowo dan Puspihandani (2013), masa
kerja merupakan keseluruhan pelajaran yang dipetik
oleh seseorang dari peristiwa yang dilalui dalam
perjalanan hidupnya. Semakin lama tenaga kerja
bekerja, semakin banyak pengalaman yang dimiliki
tenaga kerja yang bersangkutan. Sebaliknya semakin
singkat masa kerja, maka semakin sedikit pengalaman
yang diperoleh. Pengalaman bekerja banyak
memberikan keahlian dan keterampilan kerja,
sebaliknya terbatasnya pengalaman kerja
mengakibatkan keahlian dan keterampilan yang
dimiliki makin rendah. Tenaga kerja baru biasanya
belum mengetahui secara mendalam seluk-beluk
pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka
sering mementingkan dahulu selesainya sejumlah
pekerjaan tertentu yang diberikan kepada mereka,
sehingga keselamatan tidak cukup mendapatkan
perhatian.

240
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

Perilaku Tidak Aman


1. Pengertian Perilaku Tidak Aman
Perilaku tidak aman menurut Silalahi (1995) dalam
Winarsunu (2008) identik dengan istilah perbuatan
berbahaya yang merupakan terjemahan dari unsafe
action. Menurut McCormick (1992) dalam Winarsunu
(2008) Perihal yang menjadi penyebab dasar bagi
terjadinya kecelakaan kerja adalah perilaku
berbahaya yang berupa kesalahan - kesalahan yang di
buat oleh manusia atau human error.
2. Teori Perilaku Tidak Aman
Dalam buku “Accident Prevention”, Heinrich (1950)
dalam Tarwaka (2016) mengemukakan suatu teori
sebab akibat terjadinya kecelakaan yang selanjutnya
dikenal dengan “teori domino”. Dari teori tersebut
digambarkan bahwa timbulnya suatu kecelakaan
atau cidera di sebabkan oleh 5 (lima) faktor penyebab
yang secara berurutan dan berdiri sejajar antara
faktor satu dengan yang lainnya. Kelima faktor
tersebut adalah:
a. Domino Lingkungan Sosial dan Kebiasaan
Perilaku.
b. Domino Penyebab Dasar dari Kesalahan atau
Kecerobohan.
c. Domino Tindakan dan Kondisi Tidak Aman.
d. Domino Kecelakaan
e. Domino Kerugian.
Menurut Triwibowo dan Puspihandani (2013)
kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai
faktor penyebab, berikut teori-teori mengenai
terjadinya suatu kecelakaan:

241
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

a. Pure Change Theory (Teori Kebetulan Murni)


Teori yang menyimpulkan bahwa kecelakaan
kerja terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak
ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwa,
karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan
saja.
b. Human Factor Theory (Teori Faktor Manusia)
Menekankan bahwa pada akhirnya seluruh
kecelakaan kerja tidak langsung disebabkan
karena kesalahan manusia.
c. Accident Prone Theory (Teori Kecenderungan
Kecelakaan)
Teori ini berpendapat bahwa pada pekerja tertentu
lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-
sifat pribadinya yang memang cenderung untuk
mengalami kecelakaan kerja.
d. Teori “Thoughts And Feeling” tim kerja dari
organisasi kesehatan dunia atau WHO dalam
Notoatmodjo (2010), menganalisis bahwa yang
menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu
adalah karena alasan kelompok. Pemikiran dan
perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam
bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,
kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang
terhadap objek (dalam hal ini adalah objek
kesehatan). Disimpulkan bahwa perilaku
kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan
oleh pemikiran dan perasaan seseorang, adanya
orang lain yang dijadikan referensi dan sumber-
sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat
mendukung perilaku dan kebudayaan
masyarakat (Azuma et al., 2014).

242
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

e. Teori ABC oleh Sulzer dkk dalam Notoatmodjo


(2010), mengungkapkan bahwa perilaku
merupakan suatu proses dan sekaligus hasil
interaksi antara: antacedent, behavior,
concequence.
1) Antacedent adalah suatu pemicu (trigger) yang
menyebabkan seseorang berperilaku, yakni
kejadian-kejadian di lingkungan kita.
Antacendent ini dapat berupa alamiah (hujan,
angin, cuaca, dan sebagainya), dan buatan
manusia atau “man made” (interaksi dan
komunikasi dengan orang lain).
2) Behavior merupakan reaksi atau tindakan
terhadap adanya “antacendent” atau pemicu
tersebut yang berasal dari lingkungan.
3) Concequences adalah kejadian selanjutnya
yang mengikuti perilaku atau tindakan
tersebut (konsekuensi). Bentuk konsekuensi:
Positif (menerima), berarti akan mengulang
perilaku tersebut; dan Negatif (menolak),
berarti akan tidak mengulang perilaku
tersebut (berhenti).
Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman
Menurut Heinrich (1959) dalam Winarsunu (2008),
mendaftar 9 macam perilaku berbahaya yang kategorinya
masih bersifat umum, oleh karena itu masih dapat
dikelompokkan ke dalam perilaku-perilaku berbahaya
yang lebih khusus dalam hal ini bisa berupa kelompok
terjadinya kecelakaan kerja yaitu :
1. Beroperasi tanpa otoritas, kegagalan untuk
mengamankan atau memperingatkan.
2. Beroprasi atau bekerja pada kecepatan yang tidak
aman.

243
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

3. Membuat peralatan keamanan tidak berfungsi.


4. Menggunakan peralatan tidak aman, tangan bukan
peralatan, atau peralatan tidak aman.
5. Pemuatan, Penempatan, Pencampuran,
Penggabungan tidak aman, dll.
6. Mengambil posisi dan postur yang tidak aman.
7. Bekerja pada peralatan bergerak atau berbahaya.
8. Mengalihkan perhatian, menggoda,
menyalahgunakan, mengejutkan, dll.
9. Kegagalan menggunakan pakaian atau alat pelindung
diri.
Menurut Kavianian (1990) dalam Winarsunu (2008),
perilaku berbahaya dijabarkan sebagai indikator
kesalahan-kesalahan akibat dari kegagalan manusia
sebagai berikut :
1. Tindakan tanpa kualifikasi dan otoritas. Hal yang
penting adalah bahwa semua peralatan harus
dioperasikan oleh seseorang yang mempunyai
kewenangan dan mengenal dengan baik bahaya dan
prosedur pengoperasiannya.
2. Kurang atau tidak menggunakan perlengkapan
pelindung diri. Ada banyak kesempatan pekerja tidak
mempunyai atau menggunakan peralatan pelindung
diri untuk suatu performansi tugas tertentu.
3. Kegagalan dalam menyelamatkan peralatan.
4. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya. Seiring
pekerja ingin mencoba mengakhiri pekerjaannya
terlalu cepat, mungkin menjalankan mesin pada
kecepatan yang membahayakan. Pekerja mungkin
juga mengambil jalan pintas yang dapat menyebabkan

244
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

kecelakaan kerja. Manajemen harus menjamin bahwa


tindakan semacam ini tidak benar.
5. Kegagalan dalam peringatan. Jika peralatan memiliki
otomatis untuk hidup dan mati, atau jika bergerak
tanda peringatan yang akurat harus diberikan. Juga
lantai atau permukaan kerja yang membahayakan
harus diberi tanda.
6. Menghindari atau memindahkan peralatan
keselamatan kerja. Banyak peralatan kerja yang
disertai yang disertai perlengkapan keselamatan kerja
seperti kunci, sekering dan sebagainya. Seseorang
cenderung memindahkan atau menghindari
perlengkapan semacam ini dengan alasan
kenyamanan dalam bekeja.
7. Menggunakan peralatan yang tidak layak. Peralatan
sering menjadi rusak karena lamanya pemakaian.
8. Menggunakan peralatan tertentu untuk tujuan lain
yang menyimpang.
9. Bekerja di tempat yang berbahaya tanpa perlindungan
dan peringatan yang tepat.
10. Memperbaiki peralatan secara salah, misalnya pada
peralatan mesin yang hidup yang bisa membahayakan
keselamatan.
11. Bekerja dengan kasar. Aktivitas ini sangat
membahayakan dan tidak di ijinkan oleh perusahaan
baik pada saat maupun tidak sedang bekerja.
12. Menggunakan pakaian yang tidak aman ketika
bekerja.
13. Mengambil posisi bekerja yang tidak selamat.
Misalnya mengangkat secara salah, meraih ketinggian
yang membutukan pengurasan

245
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Tidak Aman
1. Faktor Internal
a. Pengetahuan
Menurut s Notoatmodjo (2012), pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah
seseorang melakukan proses pengindraan
terhadap objek yang diamatinya. Menurut Reber
(2010) dalam makna kolektifnya, pengetahuan
adalah kumpulan informasi yang dimiliki oleh
seseorang atau kelompok atau budaya tertentu.
Sedangkan secara umum pengetahuan menurut
Reber (2010) adalah komponen- komponen mental
yang dihasilkan dari semua proses apapun, entah
lahir dari bawaan atau dicapai lewat pengalaman.
b. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan
suatu kecenderungan untuk mengadakan
tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu
cara yang menyatakan adanya tanda untuk
menyenangi atau tidak menyenangi obyek
tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku
manusia. Menurut Notoatmodjo (2012), sikap
adalah reaksi atau respon yang masih tetutup dari
seseorang terhadap stimulus atau obyek. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
sosial(Winarsunu, 2008).
c. Kelelahan
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan
tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih

246
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.


Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada
susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivasi
(bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat
parasimpatis) (Sulistiyani, 2003)
Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang
berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya
bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan
kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan
diklarifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot
dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah
merupakan tremor pada otot / perasaaan nyeri pada
otot. Sedang kelelahan umum biasanya ditandai
dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan
lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab
mental, status kesehatan dan keadaan gizi
Graandjean (1993) dalam Tarwaka (2015).
2. Faktor Eksternal
a. Peraturan Keselamatan
Peraturan merupakan dokumen tertulis yang
mendokumentasikan standar, norma, dan
kebijakan untuk perilku yang diharapkan (Geller,
2001). Menurut Notoatmodjo (2003) menyebutkan
salah satu strategi perubahan perilaku adalah
dengan menggunakan kekuatan dan kekuasaan
misalnya peraturan-peraturan dan perundang-
undangan yang harus dipatuhi oleh anggota
masyarakat. Cara ini menghasilkan perubahan
perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan
tersebut belum tentu akan berlangsung lama
karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau
belum didasari oleh kesadaran sendiri(Wijono,
2010).

247
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

b. Ketersediaan APD
Menurut Teori Green (1980), perilaku dapat
dibentuk oleh 3 faktor, salahsatunya adalah
faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan
fasilitas dan sarana kesehatan. Ketersediaan APD
dalam hal ini merupakan salah satu bentuk dari
faktor pendukung perilaku, dimana suatu
perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu
tindakan jika terdapat fasilitas yang mendukung
terbentuknya perilaku tersebut (Notoatmodjo,
2003).
c. Peran Pengawas
Menurut J.M Black (1971) dalam Utommi (2007)
menyatakan supervisi adalah suatu pekerjaan
yang berarti mengarahkan yaitu memberi tugas,
menyediakan intruksi, pelatihan dan nasihat
kepada individu juga termasuk mendengarkan
dan memecahkan masalah yang berhubungan
dengan pekerjaan serta menaggapi keluhan.
Tujuan dari supervisi yaitu memotivasi pekerja
bekerja secara benar dan memastikan pekerja
tahu bagaimana melakukan pekerjaannya
(Utommi, 2007).
Hubungan Karakteristik Dengan Perilaku Tidak Aman
Ada keyakinan yang cukup populer dalam pembahasan
kecelakaan dan keselamatan kerja, yaitu bahwa orang
cenderung mendapatkan kecelakaan karena faktor
kepribadiannya(Zulkarnain, Poernomo, & Wahjuni, 2013).
Meskipun Penelitian tidak secara konsisten mendukung
pernyataan tersebut, tetapi ada sejumlah bukti bahwa
orang-orang yang memiliki angka kecelakaan kerja tinggi
memiliki banyak kesamaan dalam karakteristik
kepribadiannya. Dimana ditemukan, bahwa para
pengemudi yang mengalami kecelakaan di jalan raya

248
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

memiliki kesamaan karakteristik kepribadian antara lain


sangat ambisius dan pendendam, dan pada saat yang
bersamaan ia adalah penakut dan fatalistik. Mc Guire
dalam Schultz (1990) dalam Winarsunu (2008).
Penelitian lain juga menemukan bahwa orang yang
mengalami kecelakaan berulang (accident repeaters)
memiliki emosi yang tidak stabil, menentang kekuasaan,
kecemasan tinggi, tidak bersahabat dengan orang lain,
dan memiliki sejarah pekerjaan yang tidak menentu Shaw
& Sichel dalam Schultz (1990) dalam Winarsunu (2008).
Penelitian terhadap 416 pekerja air traffic controllers
ditemukan bahwa pekerja dengan kepribadian A
mengalami luka 3,5 kali lebih tinggi dari pada yang tipe
B Niemcryk at.all. dalam Schultz (1990) dalam Winarsunu
(2008).

249
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

Daftar Pustaka
Azuma, F., Tarwaka, Pgd. S., Erg, M., & Suwadji, M. K.
(2014). Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap
Kelelahan Mata Pada Karyawan Bagian Produksi
Pelintingan Manual Di PT. Djitoe Indonesia Tobako.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Herlangga, t. (2021). Analisis kualitas keselamatan dan
kesehatan kerja (k3) pada penanganan kargo
maskapai nam air oleh pt. Avia sejahtera iskandar (asi)
di bandar udara iskandar pangkalan bun kalimantan
tengah. Sttkd sekolah tinggi teknologi kedirgantaraan
yogyakarta.
Khoiriyah, E. L. (2020). Hubungan Karakteristik Pekerja
Dan Safety Climate Dengan Safety Behavior Pada
Pekerja Unit Packing Plant Pt. Semen Indonesia
(Persero) Tbk Di Banyuwangi. UNIVERSITAS
AIRLANGGA.
Maharja, R. (2015). Analisis tingkat kelelahan kerja
berdasarkan beban kerja fisik perawat di instalasi
rawat inap rsu haji surabaya. The Indonesian Journal
of Occupational Safety and Health, 4(1), 93–102.
Sayuti, A., Santoso, B., & Putra, I. N. N. A. (2020).
PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN: STUDI PADA
STURUKTUR KEPEMILIKAN DAN TIPE INDUSTRI.
Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen,
Bisnis Dan Akuntansi, 8(2).
Sedarmayanti, S. (2020). Membangun sistem Manajemen
Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju
Good Governance. Jurnal Wacana Kinerja: Kajian
Praktis-Akademis Kinerja Dan Administrasi Pelayanan
Publik, 7(2), 1–16.
Sulistiyani, A. T. (2003). Manajemen Sumber Daya
Manusia: Konsep. Teori Dan Pengembangan Dalam
Konteks Organisasi Publik.
Suma’mur, P. (n.d.). K., 2009. Higiene Perusahaan Dan
Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Sagung Seto.

250
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

Wijono, S. (2010). Psikologi industri & organisasi. Kencana.


Winarsunu, T. (2008). Psikologi keselamatan kerja.
UMMPress.
Zulkarnain, D., Poernomo, D., & Wahjuni, S. (2013).
Pemeliharaan Sumberdaya Manusia pada Perusahaan
Jasa Angkutan Taksi: Studi Kasus pada Jember Taksi
(Human Resource Maintenance in Taxi Transportation
Service: A Case Study at Jember Taksi). Sumber, 1, 5.

Profil Penulis
Mastiur Napitupulu, SKM, M.Kes
Penulis memulai perkuliahan di bidang
kesehatan, pada tahun 1998 menjadi alumni di
fakultas non gelar kesehatan universitas darma
agung, bekerja selama 4 tahun meneruskan S1
kesehatan masyarakat di Universitas Sumatera
Utara. Kuliah nyambi bekerja di rumah sakit sampai
menyelesaikan sarjana kesehatan masyarakt jurusan
Administrasi kebijakan kesehatan pada tahun 2001. Penulis
berhenti bekerja di rumah sakit dan melanjutkan bekerja
sebagai dosen. Keluarnya peraturan kemenristek dikti
bahwasanya standart minimal pendidikan seorang dosen
adalah satu tingkat di atas mahasiswa didikan, diberlakukan
tahun 2014, penulis melanjutkan kuliah pasca sarjana di
kesehatan masyarakat jurusan administrasi rumah sakit di
universitas sumatera utara tahun 2010 dan menjadi alumni di
tahun 2012. Sampai saat ini bekerja sebagai dosen di istitusi
bidang kesehatan. Penulis memiliki kepakaran di bidang
kesehatan, sebagai seorang dosen penulis berkewajiban
memenuhi tri darma perguruan tinggi yaitu mengajar, meneliti
dan pengabdian masyarakat. Penulis juga melakukan
kewajiban tambahan seperti menulis modul, bahan ajar, buku
serta mengikuti event ataupun pertemuan-pertemuan yang
berdampak pengkayaan ilmu dan pemenuhan KUM fungsional
seorang dosen dengan harapan ikut berdampak, berkontribusi
positif bagi bangsa dan negara yang tercinta ini
Email Penulis: mastiurn@gmail.com

251
252
14
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN
KERJA (PHK) PADA MASA
PANDEMI COVID19

Irianti, S.Pd., M.M.


STIE Wira Bhakti Makassar

Pengantar
Pandemi Covid-19 melanda dunia, dan Indonesia
termasuk di dalamnya. Indonesia berjuang melawan
Covid-19 dengan memodifikasi kebijakan karantina
wilayah (lockdown) menjadi pembatasan sosial berskala
besar (PSBB) yang bersifat lokal sesuai tingkat keparahan
di wilayah provinsi, kabupaten, atau kota. Selama masa
pandemi ini, perekonomian dunia dan Indonesia
mengalami pelambatan. Pemerintah dan lembaga kajian
strategis memprediksi Indonesia tumbuh rendah atau
bahkan negatif di tahun 2020.
Virus Covid-19 menimbulkan dampak di seluruh negara
di dunia hampir semua aspek kehidupan mengalami
perubahan termasuk dunia perekonomian semakin
lemah, bidang kesehatan, hubungan sosial semakin
menurun yang menyebabkan kurangnya interaksi,
Kondisi demikian menyebabkan aktivitas manusia
terbatas hanya di rumah yang menyebabkan
lumpuhnya perekonomian bangsa.

253
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

Indonesia menjadi salah satu negara yang terjangkit


Covid-19. Hal ini tentu memberikan dampak yang dapat
merugikan negara maupun masyarakat. Oleh karenanya,
pemerintah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) dengan tujuan agar dapat
memutus penyebaran virus Covid-19. Banyak perubahan
kehidupan terjadi pada masa pandemi covid-19. Anak-
anak yang biasa keluar untuk sekolah harus belajar di
rumah. Pekerja di kantor maupun di pabrik dan lapangan
kerja lainnya harus istirahat dan bekerja dari rumah.
Waktu terus berjalan, pandemi covid-19 terus pula
tertahan, bahkan terus menerjang, dunia usaha secara
perlahan mulai tumbang banyak pekerja yang
dirumahkan bahkan diberhentikan (PHK) yang dilakukan
oleh beberapa perusahaan kepada para pekerja dengan
alasan force majeure atau mengalami kerugian di berbagai
bidang usaha. Pada gilirannya dampak yang dirasakan
masyarakat dengan hadirnya Covid-19 yaitu maraknya
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai salah satu
dampak dari pandemi covid-19 sebagaimana data
yang dipublikasikan dalam Tempo dalam Muslim
menunjukkan jumlah pekerja yang di PHK telah mencapai
3,05 juta. Masih menurut sumber yang sama,
Bappenas sebelumnya memperkirakan pengangguran
tahun 2020 mencapai 4,2 juta. Sementara menurut survei
Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk berpendapatan
rendah dan pekerja di sektor informal adalah kelompok
yang paling terdampak dari Covid-19.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) naik signifikan selama
9 bulan terakhir. Pada masa pandemi Covid-19 umumnya
pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan
force majeure (keadaan memaksa) dan efisiensi.

254
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Dalam kamus Istilah Hukum (2018) dijelaskan arti
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
buruh dan pengusaha.
Menurut Noor Arifin dalam buku Manajemen Sumberdaya
Manusia: Teori dan Kasus (2019), PHK sering dimaknai
sebagai pemecetan sepihak yang dilakukan perusahaan.
Namun, sebenarnya untuk dikatakan sebagai pemecatan
sepihak harus melihat terlebih dahulu alasan perusahaan
melakukan PHK, serta hal-hal yang berkaitan dengan
pemutusan hubungan kerja.
PHK merupakan singkatan dari Pemutusan Hubungan
Kerja. Umumnya PHK dilakukan karena perusahaan atau
organisasi mengalami kerugian dalam jumlah besar.
Kondisi yang tidak menguntungkan bagi perusahaan
terkadang memaksa mereka untuk melakukan PHK
kepada karyawannya. Bagi sebagian pekerja, PHK menjadi
salah satu ketakutan dan kecemasan terbesar. Pengertian
PHK Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, yang dimaksud pemutusan hubungan
kerja adalah pengakhiran hubungan kerja dikarenakan
suatu hal tertentu yang menyebabkan berakhirnya hak
serta kewajiban antara pekerja atau buruh dan
pengusaha.
Pemutusan Hubungan Kerja adalah fungsi operatif
terakhir manajemen sumber daya manusia bila setelah
diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak
dapat dihindari, bila jalan perundingan tidak berhasil
mendekatkan kedua pihak antara karyawan dan
pengusaha. Istilah pemberhentian sinonim dengan
separation, pemisahan, atau pemutusan hubungan kerja

255
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

(PHK) karyawan dari suatu organisasi perusahaan


swasta.
Fungsi pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja
harus mendapat perhatian yang serius dari manajer
perusahaan, karena telah diatur oleh Undang-
undang dan memberika resiko bagi perusahaan
maupun untuk karyawan yang bersangkutan.
Perusahaan yang melakukan pemberhentian akan
mengalami kerugian karena karyawan yang dilepas
membawa biaya penarikan, seleksi, pengembangan,
dan proses produksi berhenti.
Perusahaan dapat melakukan PHK sebagai dampak
pandemi Covid-19 dengan alasan efisiensi sebagaimana
diatur Pasal 164 ayat (3) UU No.13 Tahun 2003. Bedanya,
kompensasi pesangon yang diberikan perusahaan
untuk PHK dengan alasan merugi atau force majeure
yakni 1 kali ketentuan. Sedangkan, kompensasi pesangon
PHK alasan efisiensi yakni 2 kali ketentuan.
Alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak di berbagai
bidang, termasuk bidang ketenagakerjaan. Banyak
pekerja yang terdampak Covid-19, antara lain pemutusan
hubungan kerja (PHK) dan risiko tertular di tempat kerja.
Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK menjadi momok
yang mengerikan untuk setiap pegawai dimasa dimasa
pandemi covid 19. Jika terkena PHK, otomatis pemasukan
menjadi berkurang bahkan hilang, tidak jarang,
perekonomian karyawan korban PHK menjadi berantakan
karena hilangnya pemasukan.
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 telah menjamin Hak tiap-tiap
warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan, selain jaminan tersebut, negara juga
harus memberikan pelindungan bagi pekerja.

256
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

Pelindungan hukum bagi pekerja yang mengalami PHK


diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor (No.) 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, Surat Edaran (SE) Menteri
Ketenagakerjaan Nomor. M/3/HK.04/III/2020 dan
Nomor. M/8/HK.04/V/2020.
Pemerintah berupaya mengagendakan kebijakan Normal
Baru agar dampak ekonomi akibat pandemi tidak sampai
menimbulkan krisis yang berkepanjangan. Kebijakan ini
berhubungan dengan perencanaan pembangunan dimana
Pemerintah sudah menetapkan program, target, dan
major projects di Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Pemerintah
perlu melakukan penelaahan kembali terhadap rencana
jangka menengah mengingat pada tahun 2020 semua
program dilakukan pengalihan fokus untuk penanganan
Covid-19. Pemerintah mempunyai 3 alternatif dalam
perencanaan jangka menengah, apakah tetap dengan
rencana semula, melakukan revisi moderat, atau
mengganti dengan rencana yang baru dengan
mendasarkan asumsi yang sudah diperbaharui dengan
datangnya pandemi Covid-19 dan dampak ekonomi yang
mengiringinya.
Meski bukan peristiwa yang menyenangkan, namun
langkah PHK terkadang harus diambil sebagai salahsatu
cara menyelamatkan perusahaan. Selain alasan ini ada
beberapa hal lain yang umumnya melatar belakangi
keputusan tersebut, beberapa alasan perusahaan
melakukan PHK antara lain;
1. Mengurangi Biaya
Alasan perusahaan melakukan PHK terhadap
karyawan yang paling umum adalah karena PHK
mmenjadi cara perusahaan mengurangi pengeluaran.
Hal ini dilakukan bila perusahaan tidak memiliki
cukup profit untuk menutupi segala pengeluaran.

257
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

2. Relokasi Perusahaan
Pemindahan operasional perusahaan ke Negara atau
area lain juga terkadang menjadi alasan perusahaan
harus merumahkan karyawan. Salah satu alasannya
harus memindahkan karyawan, perusahaan lebih
memilih untuk mencari karyaan baru ditempat yang
baru.
3. Efisiensi Karyawan
Perusahaan melakukan PHK ketika merasa perlu
menghilangkan bebrapa posisi yang dianggap
berlebihan demi operasional perusahaan yang lebih
efisien. Berlebihan disini dapat dipahami bahwa ada
beberapa posisi dengan fungsi dan peran yang
memiliki kemiripan dengan posisi tertentu. Efisiensi
karyawan juga dilakukan jika perusahaan mengalami
perubahan arah atau manajemen sehingga perlu
melakukan penataan ulang dalam menentukan
berbagai peran diperusahaan.
4. Kemajuan Teknologi
Perang kemajuan teknologi telah menggantikan
banyak peran karyawan dengan keberadaan robot
atau mesin-mesin digital lainnya. Sebagai
perumpamaan bahwa 1 robot mungkin dapat
menggantikan 2 sampai 3 tugas karyawan sekaligus
dan itu dapat menekan budget perusahaan.
5. Perusahaan dibeli atau melakukan penggabungan
Alasan perusahaan melakukan PHK jika sebuah
perusahaan dibeli oleh perusahaan lainnya atau
memutuskan untuk bergabung dengan perusahaan
lainnya. Perubahan ini dapat mengarah pada
perubahan pucuk pimpinan perusahaan dan arah
perusahaan. Hal tersebut dapat mempengaruhi

258
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

perubahan manajemen hingga pengurangan


karyawan.
Alasan perusahaan dapat melakukan PHK menurut
Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 ketenagakerjaan
seperti;
1. Karyawan melakukan kesalahan berat
Dalam pasal 158 UU Ketenagakerjaan disebutkan
bahwa perusahaan bias melakukan PHK jika terbukti
melakukan kesalahan berat seperti:
a. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian
dilingkungan kerja
b. Melakukan penipuan, pencurian, atau
penggelapan barang dan/atau uang perusahaan
c. Mabuk, meminum minuman keras, memakai
dan/atau mengedarkan narkotika dan zat adiktif
lain di lingkungan kerja
d. Member keterangan palsu atau dipalsukan
sehingga merugikan perusahaan
e. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan
f. Membongkar atau membocorkan rahasia
perusahaan yang seharusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan Negara
g. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau
mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di
lingkungan kerja
h. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau
membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik
perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi
perusahaan

259
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

i. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan


perusahaan yang diancam pidana penjara 5 tahun
atau lebih. Pemutusan hubungan kerja yang
dilakukan atas alasan ini wajib disertai bukti yang
kuat
2. Karyawan melanggar perjanjian kerja
Dalam UU ketenagakerjaan adalah bila karyawan
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang
telah diatur dalam perjanjian kerja
3. Karyawan mengundurkan diri
PHK dapat dilakukan bila karyawan ingin
mengundurkan diri atas kemauan sendiri
4. Karyawan meninggal dunia
Pemutusan hubungan kerja juga otomatis terjadi bila
karyawan meninggal dunia. uang pesangon nantinya
akan diberikan pada ahli waris.
5. Karyawan memasuki usia pensiun
Perusahaan juga dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap karyawan karena alasan
karyawan telah memasuki usia pensiun.
6. Karyawan mangkir
Perusahaan juga dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja pada karyawan bila terbukti telah
mangkir selama lima hari kerja atau lebih berturut-
turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi
dengan bukti yang sah, dan telah mendapat teguran
dari perusahaan sebanyak dua kali.
7. Perubahan status perusahaan
Alasan perusahaan dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja pada karyawan adalah bila
perusahaan mengalami perubahan status,

260
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

penggabungan, peleburan atau perubahan


kepemilikan perusahaan.
8. Perusahaan tutup
Undang-undang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa
perusahaan dapat melakukan PHK terhadap
karyawan bila perusahaan tersebut tutup karena
alasan kerugian terus menerus selama dua tahun,
keadaan memaksa (Force majeur) atau karena alas an
efisiensi.
9. Perusahaan bangkrut
Alasan lain perusahaan dapat melakukan PHK
terhadap karyawan yang dijelaskan dalam Undang-
Undang adalah bila perusahaan pailit.
Itulah beberapa hal yang bisa menjadi alasan perusahaan
melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap
karyawan. Tidak ada yang mau terkena PHK, namun bila
memang situasi ini tidak dapat terhindari pastikan hak-
hak karyawan sebelumnya sudah dipenuhi oleh
perusahaan.
Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU
13/2003) menyebutkan PHK adalah pemutusan
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.
Situsasi pandemi tersebut berakibat adanya pemutusan
hubungan kerja yang dilakukan oleh
perusahaan. Hubungan antara pengusaha dan pekerja
akan terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal
1 nomor 14 dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan.

261
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

Suatu perjanjian kerja yang harus dilaksanakan secara


tertulis, berisi:
1. Jenis pekerjaan;
2. Jangka waktu berlakunya perjanjian;
3. Besaran upah bulanan;
4. Durasi waktu istirahat.
Perjanjian kerja ini berakhir jika terjadi pemutusan
hubungan kerja (selanjutnya disebut PHK). Dalam
menjalani PHK, para pihak pengusaha dan pekerja/buruh
harus benar-benar mengetahui hal-hal yang berkaitan
dengan PHK, khususnya bagi pekerja/ buruh, sehingga
mereka bisa mendapatkan haknya setelah PHK. Dalam
pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU
13/2003) menyebutkan PHK adalah pemutusan
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.
Pasal 61 (1) UU 13/2003 menyebutkan bahwa Perjanjian
kerja berakhir apabila:
1. Pekerja meninggal dunia;
2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
3. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan
atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap; atau
4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang
dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang
dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

262
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

Pemutusan hubungan kerja dibagi menjadi 4 (empat)


kelompok, yaitu :
1. Pemutusan hubungan kerja oleh hukum, terjadi
tanpa perlu tindakan, terjadi dengan sendirinya
misalnya karena untuk berakhir atau karena
kematian yang pekerja;
2. Pemutusan hubungan kerja dengan para pekerja,
terjadi karena keinginan para pekerja dengan
prosedur tertentu;
3. Pemutusan hubungan kerja dengan para pengusaha,
terjadi karena keinginan para pengusaha
dengan alasan, persyaratan dan prosedur
tertentu;
4. Pemutusan hubungan kerja berdasarkan putusan
pengadilan, terjadi karena alasan-alasan tertentu
yang mendesak dan penting, seperti peralihan
kepemilikan, pengalihan harta atau kepailitan.
Pada bab XII pasal 152 UU ketenagakerjaan disebutkan
bahwa permohonan pemutusan hubungan kerja dapat
dilakukan dengan cara melakukan permohonan tertulis
yang disertai dengan alasan dan dasar kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial menerima
dan memberikan penetapan terhadap permohonan
tersebut.
Pengusaha/majikan tidak dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja dengan alasan:
1. Pekerja yang sakit menurut keterangan dokter selama
tidak lebih dari 12 bulan secara terus-menerus,
2. Pekerja sedang memenuhi kewajiban terhadap
negara.
3. Pekerja menjalankan ibadah sesuai agamanya.

263
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

4. Pekerja menikah
5. Pekerja perempuan yang hamil, melahirkan,
menggugurkan kandungan atau menyusui bayi.
6. Pekerja mempunyai ikatan perkawinan atau pertalian
darah dengan pekerja lain di dalam satu perusahaan
kecuali disebutlkan dalam peraturan perusahaan.
7. Pekerja melakukan kegiatan yang terkait dengan
serikat buruh di luar jam kerja .
8. Perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna
kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau satsu
perkawinan.
9. Pekerja sakit atau cacat tetap akibat dari kecelakaan
kerja.
Jika pemutusan hubungan kerja dilakukan dengan
alasan-alasan di atas maka pengusaha wajib
memperkerjakan kembali karena batal demi hukum.
Sedangkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada saat
pandemi, dilakukan tanpa kesalahan dari pekerjanya
sendiri atau dapat disebut dengan PHK yang dilakukan
sewaktu-waktu, namun karena SK 12/2020 sendiri maka
PHK pada saat terjadinya pandemi diperbolehkan, dengan
ketentuan perusahaan harus membayar uang Pesangon 2
(dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2),
sebagaimana diatur dalam pasal 164 UU 13/2003.
1. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan
kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan
tutup yang disebabkan perusahaan mengalami
kerugian terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau
keadaan force majeure, dengan ketentuan pekerja/
buruh berhak atas uang pesangon dari 1 (satu) kali
ketentuan pasal 156 ayat (2) dari yang perubahan hak
sesuai dengan ketentuan pasal 156 ayat (4).

264
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

2. Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud ke


dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan yang 2 (dua)
laporan keuangan terakhir tahun diaudit
oleh seorang akuntan publik.
3. Pengusaha dapat melakkeselamatan kerja, dsb. dan
ukan pemutusan hubungan kerja pekerja / buruh
karena perusahaan tutup bukan karena hilangnya 2
(dua) tahun berturut-turut bukan
karena kekuatan majeure, tetapi perusahaan
melakukan yang efisiensi, dengan ayat (2),
yang hadiah uang dari para tenaga kerja dari 1 (satu)
kali dalam ketentuan pasal 156 ayat (3) dan
perubahan hak sesuai dengan pasal 156 ayat (4).
Dalam kondisi PHK karena situasi pandemi
dapat diklasifikasikan alasan perusahaan melakukan
efisiensi, karena, di masa pandemi, pendapatan
perusahaan juga menurun, yang juga akan berimbas pada
upah pekerja. Sesuai dengan dasar yang tepat, PHK yang
telah memenuhi hak-hak fundamental, yang mana
pengaturan pesangon bagi pekerja di PHK sudah diatur
dalam pasal 164 ayat (3) UU 13/2003.

265
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

Daftar Pustaka
Suparyadi. (2015). Cara Manajemen Sumber Daya
Manusia – Menciptakan Keuanggulan Bersaing
Berbasis Kompetensi SDM.Ed.1. Yogyakarta: CV. Andi
Offset
Eko Indra Heri. S. (2020). Paradigma Baru Pengelolaan
SDM Dalam Organisasi. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
FauziyahKuncoro AW. (2017). Praktek Pemutusan
Hubungan Kerja Berdasar Undang-undang
Ketenagakerjaan No.13 Than 2003 di PT. Delta Merlin
Dunia Tekstil Karanganyar. Tesis Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Kasmir. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori
dan Praktik). Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Mulyadi. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia,
Bogor: In Media.
Muslim Moh B. (2020). PHK Pada Masa Pandemi. Jurnal
Manajemen Bisnis. Vol.23 (3), 357-359. Institut Bisnis
Nusantara
Rohendra Fathammubina dan Rani Apriani (2018)
Perlindungan Hukum Terhadap Pemutusan
Hubungan Kerja Sepihak Bagi Pekerja. Jurnal Ilmu
Hukum De’Jure: Kajian Ilmu Hukum Vol.3 (1) 111-
117. FH. Univ. Singaperbangsa, Karawang
Sendjun H. Manulang, (2017) Pokok-Pokok Hukum
Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta: Rhineka
Cipta.
Tim Beranda Yusticia. (2018) Kamus Istilah Hukum
Superlengkap. Jakarta:C-Klik Media
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2003, tentang Ketenagakerjaan.

266
SISTEM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA MASA PANDEMI COVID19

Profil Penulis
Irianti, S.Pd., M.M.
Penulis adalah alumni S1 dari Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Makassar sekarang
UNM pada Program Studi Administrasi
Pendidikan lulus Tahun 1994, penulis
melanjutkan studi Program Pascasarjana
Magister Manajemen pada Universitas Patria
Arhta Makassar dan menyelesaian studi pada tahun 2002,
penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang Doktoral
dan saat ini sementara menempuh pendidikan pada Program
Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG)
Surabaya.
Penulis adalah Dosen Tetap Yayasan pada STIE Wira Bhakti
Makassar, untuk mewujudkan karir sebagai dosen professional,
penulis aktif sebagai peneliti dibidang Ekonomi dan
Manajemen. Selain itu sejak tahun 2007 penulis juga aktif
sebagai ketua Yayasan pada lembaga sosial kemasyarakatan
sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat.
Email Penulis: irianti.gow@gmail.com

267
268
15
MANAJEMEN
HUBUNGAN INDUSTRIAL

Dr. Hj. Nuraini Rasyid, S.E., M.M.


STIE Wira Bakti Makassar

S ebuah organisasi memiliki berbagai sumber daya yang


saling berkaitan, banyaknya aspek dalam sebuah
organisasi yang saling berkaitan dalam hal pencapaian
tujuan yang efektif dikenal dengan hubungan industrial
(industrial relations). Namun, pada kenyataannya setiap
aspek belum tentu memiliki hubungan yang sebagaimana
mestinya, sehingga akan mungkin terjadi perselisihan
yang akan berdampak pada kerugian salah satu pihak.
Negara menginginkan pembangunan ekonomi melalui
investasi sektor publik dan swasta serta produktivitas
pekerja yang lebih tinggi. Pihak pemerintah biasanya
melakukan beberapa fungsi pemberi kerja seperti manajer
ekonomi, penengah dalam perselisihan perdagangan dan
penyedia kerangka hukum untuk hubungan industrial
serta menyangkut kesejahteraan dan taraf hidup sebagian
besar masyarakat. Sementara pengusaha di sektor swasta
tertarik untuk memproduksi barang atau menawarkan
jasa dengan haga yang lebih kompetitif dan ingin
memaksimalkan keuntungan melalui produktivits tinggi
dan biaya yang lebih rendah, sementara karyawan ingin
menikmati upah yang layak, kondisi kerja yang lebih baik
termasuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Kebutuhan yang berbeda dari ketiganya menciptakan

269
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

ketegangan, dilema, serta konflik dalam hubungan


industrial. Dampaknya, para pekerja membentuk
kelompok serikat pekerja, pengusaha membentuk asosiasi
sendiri dan negara menyediakan institusi untuk mengatur
hubungan tersebut.
Saat ini dunia sedang dilanda pandemik yakni
tersebarnya corona virus disease (Covid-19) yang
berdampak ke semua aspek kehidupan, salah satunya
adalah aspek ketenagakerjaan. Di masa pandemi covid-19
pemerintah pusat dan daerah membuat aturan atau
regulasi sebagai upaya pencegahan penyebaran virus,
yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang
berdampak sebagian sektor usaha tidak dapat beroperasi
selama pembatasan tersebut masih berlangsung, dan
pemberlakukan Work From Home (WFH) membuat segala
aktivitas perusahaan menjadi terkendala apabila sarana
dan prasarana untuk menunjang jalannya produksi
berada di perusahaan. Hal lain yang dirasakan bagi para
pelaku hubungan industrial adalah ketidakpastian
hukum, dilihat bahwa banyak perusahaan maupun
tenaga kerja yang merasakan dampak negatif dari
pandemi covid-19 ini, dari pihak perusahaan seperti pada
beberapa sektor jasa harus mengalami penurunan
pendapatan secara signifikan dan bahkan sampai tidak
ada pendapatan dari penjualan. Sedangkan bagi tenaga
kerja, mengkhawatirkan status hubungan kerja dengan
perusahaan yang akan berpotensi menjadi alasan untuk
melakukan pemutusan hubungan kerja atau pemotongan
upah. Sejatinya dalam hubungan industrial diharapkan
terbentuk hubungan yang harmonis yang
menguntungkan setiap pihak.
Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep manjemen
hubungan industrial, pendekatan teori dalam hubungan
industrial, dan isu-isu yang terjadi dalam sektor industri

270
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

yang berkaitan dengan hubungan pekerja, pengusaha


(pemberi kerja), dan negara/pemerintah.
Pengertian Hubungan Industrial
Istilah hubungan industrial digunakan untuk
menyatakan sifat hubungan antara pemberi kerja dan
pekerja dalam suatu organisasi industri (Saha & Agarwal,
2020). Deery, Ploughman, dan Walsh (2005)
mengemukakan bahwa dalam arti luas hubungan
industrial merupakan sikap, perilaku dan interaksi
individu di tempat kerja. Hal tersebut berkaitan dengan
bagaimana organisasi, kelompok, individu dan lembaga
membuat keputusan yang membentuk hubungan kerja
antara manajemen dan tenaga kerja. Joseph (2004)
menyatakan bahwa hubungan industrial merupakan
tentang ‘keterhubungan’, hubungan yang muncul setiap
kali seseorang menandatangani kontrak dengan
pengusaha/pemberi kerja. Hubungan industrial
mencakup 3 aktor, yaitu pengusaha (pemberi kerja),
pekerja, dan negara/pemerintah (Poole, 1986).
Hubungan Industrial termuat dalam UU Ketenagakerjaan
No 13 Tahun 2003 Pasal 1 No 16 yang didefinisikan
sebagai “Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara
para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa
yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.” Di Indonesia
hubungan industrial memiliki hubungan dengan
Pancasila, artinya hubungan antara para pelaku dalam
produksi barang dan jasa yakni pekerja, pengusaha, dan
pemerintah didasarkan pada nilai-nilai yang merupakan
manifestasi dari Pancasila dan UUD 1945 (Samuel, 2020).
Batubara (Chadijah, Wijaya, & Soemanto, 2019)
mengemukakan bahwa hubungan industrial dimulai
dengan hubungan kerja yang lebih bersifat individual

271
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

antara pengusaha dan pekerja. Pengaturan hak dan


kewajiban pekerja telah diatur dengan perjanjian kerja.
Perjanjian kerja tersebut dibuat dan disahkan pada saat
penerimaan pekerja, antara lain memuat ketentuan-
ketentuan yang berkaitan dengan waktu, masa
percobaan, jabatan, gaji, fasilitas yang diberikan,
tanggung jawab, deskripsi tugas, dan penempatan kerja
Hubungan industrial tidak hanya interaksi antara pekerja
dan pemberi kerja, melainkan hal yang lebih kompleks
mencakup koordinasi, perencanaan, pengawasan untuk
mewujudkan hubungan timbal balik yang harmonis.
Sama halnya yang dikemukakan Richardson (Saha &
Agarwal, 2020) bahwa hubungan industrial merupakan
seni, seni hidup bersama untuk tujuan memproduksi
sesuatu. Hubungan industrial didefinisikan secara sangat
luas, baik dari segi hubungan kerja vertical antara
‘pekerja-pengusaha’ di dalam perusahaan, dan hubungan
horizontal yakni dalam perusahaan maupun lintas
perusahaan (Kaufman, 1993). Edwards (Dzimbiri, 2008)
juga mengemukakan bahwa hubungan industrial
merupakan hubungan antara pemberi kerja dan
karyawan dalam pekerjaan yang dibayar, di mana
karyawan dihargai, dimotivasi, dilatih, dan didisiplinkan,
bersama dengan pengaruh dari lembaga utama yang
telibat, yaitu manajemen, serikat pekerja, dan
pemerintah/negara. Hubungan industrial lebih dari
sekadar bidang manajemen organisasi, dan harus dilihat
tidak hanya dalam kerangka peraturan kerja perusahaan
yang sederhana tetapi dalam konteks sosial, politik, dan
ekonomi yang lebih luas. Hubungan industrial tidak
terlepas dari lingkungan politik dan ekonomi (Rahayu &
Sumarto, 2003).
Tujuan utama dari hubungan industrial adalah produksi
barang dan jasa yang efisien serta pada saat yang sama
kondisi kerja memadai, kepentingan pengusaha,

272
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

karyawan dan masyarakat secara keseluruhan dapat


dicapai dengan negosiasi. Selain itu, pembentukan
mekanisme komunikasi, konsultasi, dan kerja sama
untuk menyelesaikan masalah tempat kerja di tingkat
perusahaan dan industri dengan melalui proses bipartit
atau tripartit dan consensus terkait kebijakan
ketenagakerjaan di tingkat nasional. Tujuan lainnya
adalah terbentuknya hubungan yang stabil dan harmonis
antara pengusaha, karyawan, dan organisasi serta antara
pemerintah (Deb, 2009). Oleh karena itu, manajemen
dalama hubungan industrial sangat penting menurut
Salamon (Klerck, 2019) pentingnya manajemen hubungan
industrial terletak pada hubungannya dengan pendekatan
manajerial yang strategis, terintegrasi, dan khusus. Hal
tersebut berkaitan erat dengan kepentingan manajerial
dan memiliki nuansa unitaris yang kuat dalam
pendekatannya terhadap pekerja sebagai kolektif.
Manajemen hubungan industrial adalah seperangkat
kebijakan yang disusun untuk memaksimalkan,
komitmen karyawan, integrasi organisasi, kualitas kerja,
dan fleksibilitas dalam bekerja.
Aspek Hubungan Industrial
Terdapat dua aspek penting dari hubungan industrial
dalam masyarakat industri modern saat ini, yakni
Kerjasama dan konflik (Sinha, Sinha, & Shekhar, 2009).
1. Kerjasama
Kerjasama produksi industri modern didasarkan pada
Kerjasama antara tenaga kerja dan modal. Tenaga
kerja berarti pekerja yang mengelola pabrik
pertambangan, dan perusahaan atau jasa industri
lainnya, sedangkan modal adalah pemilik perusahaan
bisnis yang memasok modal dan pengambil
keputusan final. Sristava (2018) mengemukakan
bahwa baik kelompok pekerja dan manajemen dapat

273
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

mengembangkan orientasi dan persepsi yang berbeda


terkait minat mereka, mereka juga mengembangkan
citra negatif terhadap satu sama lain secara umum.
2. Konflik
Konflik sama dengan Kerjasama, melekat dalam
hubungan industrial yang dibangun saat ini. Konflik
ditandai dengan perselisihan yang mengakibatkan
pemogokan kerja dan penutupan yang serung terjadi
akhir-akhir ini. Konflik industrial antara
pekerja/buruh dan kapitalis adalah salah satu
manifestasi konflik yang merajalela dalam masyarakat
kapitalis saat ini. Berkumpulnya kaum buruh yang
dimotivasi oleh desakan untuk memperoleh upah
setinggi mungkin dan para pemilik modal yang
dimotivasi oleh maksimalisasi keuntungan adalah
penyebab dasar konflik industrial saat ini (Sinha,
Sinha, & Shekhar, 2017). Tenaga kerja dan
modal/pengusaha mengklaim rasionalitas atas
masing-masing tuntutan mereka di mana hal tersebut
menjadi konflk yang sampai saat ini masih sering
terjadi.
Teori Hubungan Industrial
1. Teori Konvergensi
Teori ini berpendapat bahwa hanya terdapat satu
hubungan industrial yang ideal di dunia (Bamber &
Pochet, 2010). Hal tersebut menyebabkan setiap
negara akan berusaha mencapai tingkat ekenomi
yang cenderung sama, dan oleh karena itu akan
terpapar oleh teknologi serta tekanan pasar yang
sama. Hal tersebut berdampak pada standar pekerja,
di mana setiap negara ingin mendapatkan pekerja
yang disiplin, dedikasi yang tinggi, dan memiliki
keterampilan. Dampak lebih lanjut terjadi pada

274
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

negara yang cenderung berusaha mendapatkan


investor asing dengan membangun infrasturktur.
2. Teori Divergensi
Teori ini berpadangan sebaliknya, bahwa setiap
negara mesti memiliki sistem dan tata nilai hubungan
industrial yang berbeda. Hal tersebut karena adanya
perbedaan penduduk di setiap negara. Selain itu,
setiap individu dalam hubungan industrial dinilai
akan membangun hubungan yang unik dalam sistem
(Bamber & Pochet, 2010).
3. Teori Konsensus
Teori Konsensus memandang hubungan industrial
sebagai proses mengubah konflik menjadi regulasi
(Deb, 2009). Kemampuan karyawan untuk
menjalankan beberapa kekuatan penyeimbang yang
memberikan dampak pada setiap pengambilan
keputusan manajemen atas hubungan kerja. Proses
pembuatan aturan dan interpretasi merupakan salh
satu prosedur administrasi dan proses pengambilan
keputusan manajemen. Hubungan industrial dengan
demikian melibatkan semua aspek pengaturan kerja,
pembuatan dan pelaksanaan aturan, yang mengatur
hubungan kerja baik secara formal atau informal,
terstruktur atau tidak terstruktur. Teori ini berfokus
pada generasi, ekspresi, dan resolusi konflik.
4. Teori Proses Kerja
Inti dari teori proses kerja terletak pada kenyataan
bahwa hubungan sosial yang dilakukan karyawan
untuk menghasilkan hal-hal yang berguna menjadi
proses kerja kapitalis (Deb, 2009). Ketika kapasitas
untuk bekerja digunakan sebagai alat untuk
menghasilkan nilai dan oleh karena hal tersebut

275
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

karakteristik unik tenaga kerja adalah sebagai


komoditas.
Pendekatan Hubungan Industrial
Berbagai pendekatan telah muncul untuk mengelola
hubungan industrial. Setiap pendekatan bersifat parsial,
berasal dari berbagai macam perspektif atau sudut
pandang tertentu dan berfokus pada suatu aspek tertentu
dari subjek. Setiap perspektif tidak lebih baik dari
perspektif lain, namun jika dikombinasikan dapat
membantu untuk lebih memahami sifat hubungan kerja
yang beragam, kompleks, dan dinamis. Setiap perspektif
melibatkan kombinasi dari asumsi dan keyakinan (nilai
dan keyakinan sosio-politik atau etika implisit (Deb,
2009). Di bawah ini terdapat 3 pendekatan yang dapat
mengemukakan konsep hubungan industrial, yaitu:
1. Perspektif Pluralis
Pendekatan pluralis memandang konflik sebagai
sesuatu yang tidak terelakkan karena keterlibatan
berbagai pemangku kepentingan dan organisasi
dalam menentukan aturan ketenagakerjaan.
Pemangku kepentingan memiliki basis otoritas
mereka sendiri, dan setiap kali terdapat sumber
otoritas yang terpisah, ada risiko konflik. Hubungan
industrial dipandang sebagai hubungan yang terapan
dan pragmatis serta menekankan pada masalah
procedural dan institusional, menuju relevansi
kebijakan dan pemecahan masalah. Inti dari
pendekatan ini terletak pada pengakuan perbedaan
kepentingan antara karyawan, pengusaha, dan
pemerintah, maka dari itu konflik tidak dapat
dihindari.
Pendekatan ini memiliki focus pada pengaturan
hubungan kerja, pendekatan ini memandang
masyarakat sebagai ‘post-capitalist’ di mana ukuran

276
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

otoritas dan kekuasaan yang relatif luas terdapat


dalam masyarakat dengan pemisahan kepemilikikan
dari manajemen, artinya organisasi terdiri dari
individu-individu yang bergabung menjadi kelompok
dengan masing-masing kepentingan, tujuan, dan
kepemimpinannya sendiri. Pandangan ini
berpandangan bahwa organisasi adalah multi-
struktural dan kompetitif dalam hal pengelompokka,
kepemimpinan, otoritas, dan loyalitas, hal tersebut
yang menimbulkan ketegangan dan persaingan yang
harus dikelola untuk kepentingan organisasi.
2. Perspektif Unitaris
Pendekatan ini didasarkan pada pandangan bahwa
terdapat identitas kepentingan antara pemberi kerja
dan karyawan. Setiap konflik yang mungkin terjadi
kemudian dilihat sebagai akibat dari kesalahpahaman
atau penyimpangan. Hak prerogative manajemen
yaitu hak untuk mengelola dan membuat keputusan
dianggap sah, rasional dan dapat diterima dan setiap
penentangan terhadap hal tersebut baik formal
maupun informal, internal atau eksternal dianggap
tidak rasional. Pendekatan ini mendasari pemikiran
manajerial yang diterima begitu saja tentang setiap
orang dalam organisasi yang memiliki tujuan
bersama, dan mendukung tradisi ‘hubungan
manusia’.
Singh dan Kumar (2011) mengemukakan bahwa inti
dari pendekatan tersebut adalah bahwa setiap
organisasi kerja merupakan satu kesatuan yang utuh
dan harmonis, yang berusaha untuk mencapai tujuan
bersama. Organisasi yang berpandangan ini
berpendapat bahwa tidak ada konflik kepentingan
antara mereka yang memasok modal keuangan
dengan mereka yang menyumbangkan tenaga dan
keterampilan mereka.

277
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

3. Perspektif Sistem
Pendekatan sistem menitikberatkan pada kaidah-
kaidah hubungan industrial dan determinannya.
Karyawan, pengusaha, pemerintah, konteks
lingkungan teknologi, kekuatan pasar, dan kekuatan
relative serta status pihak semua berinteraksi dalam
sebuah sistem hubungan industrial untuk
membangun jaringan aturan yang menghubungkan
termpat kerjam aturan menjadi output dari sistem.
Pendekatan sisitemik ini merupakan upaya untuk
menerapkan fungsionalisme structural parsonian
dengan konsep sistem hubungan industrial.
Pandangan ini tidak hanya mengidentifikasi aktor
atau individu dalam peran yang bekerja dalam
konteks untuk mengembangkan seperangkat aturan,
tetapi juga melihat semua terintegrasi (menjadi
sebuah sistem) melalui ideologi umum yang diterima
secara luas. Pandangan sistem tidak terlalu
mencerminkan sifat sebenarnya dari masyarakat yang
lebih luas, menekankan terhadap peran daripada
individu, dan ide ideologi bersama tampak mengacu
pada hubungan industrial sebagai tatanan stabil
alami. Idris (2018) mengemukakan bahwa perspektif
sistem melihat masalah hubungan industrial tidak
dari bawah ke atas (individu ke sistem), melainkan
dari sistem ke individu. Perspektif sistem
berpandangan bahwa masalah dalam hubungan
industrial berasal dari sistem atau struktur
hubungan, bukan dari motif-motif pribadi.

278
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Isu Dalam Hubungan Industrial


Hubungan antara pengusaha dan karyawannya
sebelumnya bersifat informal, pribadi dan intim, tetapi
dengan pertumbuhan perusahaan dan adanya gabungan
saham, masing-masing mempekerjakan ribuan pekerja
membuat hubungannya tidak lagi intim dan informal.
Institusi formal telah terbentuk mengatur hubungan
tersebut. Faktor-faktor seperti intervensi negara,
pertumbuhan serikat pekerja dan federasi, asosiasi
pengusaha, pertumbuhan ilmu manajemen personalia,
psikologi industri dan organisasi semuanya cenderung
mempengaruhi jalannya hubungan antara pengusaha dan
karyawan (Sinha, Sinha, & Shekhar, 2009). Hubungan
tersebut telah berubah menjadi hubungan kepentingan
publik, yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan. Serikat pekerja dan federasi serrta
perusahaan bisnis secara terpisah memimpin agregat
kekuasaan.
Perjuangan antara dua elemen hubungan industrial
untuk berbagi hasil kerja dan modal bersama, bukanlah
persoalan yang dapat dilihat dengan tenang melainkan
sebuah permasalahan yang berdampak ke tatanan
ekonomi. Akibatnya, masalah-masalah hubungan
industrial seperti pemogokan, pemutusan hubungan kerja
(PHK), perekrutan dan pemecatan, promosi dan transfer,
pembayaran upah, bonus, dan tunjangan pada dasarnya
menjadi akut dan menuntut pemahaman dan solusi yang
konstruktif. Studi mengenai hubungan industrial
semakin menekankan pada mobilitas tenaga kerja dan
modal, yang menempatkan tantangan pada bentuk
regulasi berdasarkan undang-undang dan insititusi
nasional (Cooper & Townsend, 2017).
Di Asia hubungan industrial telah mengalami banyak
perubahan karena berbagai alasan, seperti tatanan
ekonomi global yang baru, demoratisasi politik,

279
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

perubahan komposisi industri dan angkatan kerja,


restrukturisasi ekonomi dan keuangan yang dihasilkan.
Tatanan baru tersebut ditandai dengan meningkatnya
persaingan internasional, fleksibilitas tenaga kerja, dan
konflik kepentingan diantara aktor hubungan industrial
(Kim, 2006). Hubungan industrial cukul multidimensi
karena dipengaruhi oleh seperangkat faktor kelembagaan,
ekonomi dan teknologi yang kompleks (Ikechukwu,
Onyekachi, & Anchori, 2019). Hubungan industrial
berubah mengikuti perkembangan zaman, umumnya
sejalan dengan harapan karyawan, serikat pekerja,
asosiasi pengusaha, dan kondisi ekonomi serta sosial
lainnya.
Di Indonesia sendiri isu hangat yang terjadi adalah terkait
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dampak dari pandemi
covid-19, sebagian dari pekerja “dirumahkan”,
pemotongan upah, dan pemutusan kontrak kerja sebelum
berakhirnya kontrak. Menurut data yang diperoleh
Databoks yang berasal dari Kementerian Tenaga Kerja
yang diterbitkan pada November 2020 menunjukkan
bahwa sektor pekerjaan yang diidentifikasi banyak
melakukan PHK pada masa pandemi covid-19 adalah
lebih pada bidang industri jasa (Databoks, 2020),
akibatnya terjadi demonstrasi oleh serikat pekerja.
Selain itu isu lainnya adalah sengketa hak. Hak adalah
kepentingan yang dilindungi undang-undang, hak tidak
terlepas dari kewajiban. Perselisihan tentang hak tidak
hanya berbicara tentang pelaksaan hak tersebut, tetapi
juga tentang perbedaan penafsiran terhadap ketentuan
atau norma hukum dan dari masalah kewajiban (Samuel,
2020). Undang-undang No 2 Tahun 2004 pasal 1 ayat 2
menyatakan bahwa “perselisihan yang timbul karena
tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan
pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja,

280
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”


Namun banyak pihak yang meragukan kemampuan
pengadilan umum dalam menyelesaikan perkara
perselisihan hubungan industrial (Rahayu & Sumarto,
2003).

281
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Daftar Pustaka
Bamber, G. J., & Pochet, P. (2010). Debate about
Convergence and Divergence. In R. Blanpain (Eds.),
Regulating employement relations, work, and labour
laws (pp. 2-10). United States: Wolters Kluwer
Chadijah, D. I., Wijaya, M., & Soemanto, R. B. (2019).
Industrial relations between ojek online drivers with
PT. Gojek Indonesia branch of Surakarta. Islamic
World and Politics, 3(2), 620-634. DOI.
10.18196//jiwp.3236
Cooper, R., & Townsend, K. (2017). Industrial relations
now: where are we? Where to next?. Journal of
Industrial Relations, 0(0). 1-5. DOI. 10.1177/
0022185616678376.
Deb, T. (2009). Managing human resources & industrial
relations. 1st Ed. New Delhi: Excel Books.
Deery, S., Ploughman, D., & Walsh, M. B. (2001).
Industrial relations: a contemporary analysis.
Australia: UWA Bussiness School.
Dzimbiri, L. B. (2008). Industrial relations in a developing
society. Gottingen: Cuvillier Verlag Gottingen.
Idris, F. (2018). Dinamika hubungan industrial. Edisi 1.
Yogayakarta: Deepublish.
Ikechukwu, N. P., Onyekachi, A. G., & Achori, T. D. (2019).
Social challenges of industrial relations: a study of
federal polytechnic oil and gas, bonny, rivers state,
Nigeria. International Journal of Engineering and
Management Research, 9(1), 82-88. DOI.
10.31033/ijemr.9.3.11.
Joseph, P. J. (2004). Industrial relations: towards a theory
of negotiated connectedness. California: Sage
Publications Inc.
Kaufman, B. E. (1993). The origins & evolution of the field
of industrial relations in the United States. London:
Cornell University Press.

282
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Kementerian Ketenagakerjaan. (2020). 10 jenis pekerjaan


yang paling banyak kena PHK imbas covid-19.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/
11/26/10 -jenis-pekerjaan-yang-paling-banyak-kena-
phk-imbas-covid-19. Diakses pada 25 November
2021.
Kim, D. O. (2006). Industrial Relations in Asia: Old
Regimes and New Orders. M. J. Morley, P. Gunnigle, &
D. G. Collings (Eds.), Global Industrial Relations (pp.
146-177). New York: Routledge.
Klerck, G. (2019). Industrial Relations and Human
Resource Management. In D. G. Collungs, G. T. Wood,
& L. T. Szamosi (Eds.), Human Resource Management:
A Critical Approach (pp. 311-334). New York:
Routledge.
Poole, M. (1986). Industrial relations: origins and pattern
of national diversity. 1st Ed. London: Routledge &
Kegan Paul.
Rahayu, S. K., & Sumarto, S. (2003). The practice of
industrial relations in Indonesia. Jakarta: Proceeding
SMERU Research.
Saha, K. S., & Agarwal, A. (2020). Industrial relations &
labour laws. 1st Ed. New Delhi: SBPD Publication.
Samuel, G. (2020). How industrial dispute problems are
resolved in Indonesia? A book review penyelesaian
sengketa hubungan industrial. Indonesian Journal of
Advocacy and Legal Service, 2(1), 111-116. DOI.
10.1529/ijals.v2i1.34819.
Singh, P. N., Kumar, N. (2011). Employee relations
management. 1st Ed. India: Dorling Kindersley.
Sinha, P.R.N., Sinha I. B., & Shekhar, S. P. (2009).
Industrial relations, trade unions, and labour
legislation. 4th Ed. India: Pearson Education.
Sinha, P.R.N., Sinha I. B., & Shekhar, S. P. (2017).
Industrial relations, trade unions, and labour
legislation. 3th Ed. India: Pearson Education.

283
MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Srivastava, A. B. (2018). Personnel management and


industrial relationship. 1st Ed. New Delhi: Educreation
Publishing.
Undang-undang No 2 Tahun 2004 Penyelasaian
Perselisihan Hubungan Industrial. 14 Januari 2005.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 4356. Jakarta.
UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan.
25 Maret 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39. Jakarta.

Profil Penulis
Dr. Hj. Nuraini Rasyid, S.E., M.M.
Penulis merupakan Dosen aktif di salah satu
perguruan tinggi swasta sejak tahun 2003 dengan
keahlian di bidang Manajemen. Penulis
menyelesaikan strata 1 di Universitas Muslim
Indonesia dengan mengambil jurusan Teknik dan
Manajemen Industri pada tahun 1989 dan berhasil
lulus pada tahun 1995. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan magister di Universitas Muslim
Indonesia jurusan Manajemen Sumber Daya Manusia dan
berhasil lulus tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan
Doktor di Universitas yang sama dengan mengambil jurusan
Manajemen Sumber Daya Manusia. Penulis saat ini selain aktif
menjadi dosen, penulis pun aktif sebagai peneliti. Penulis juga
aktif menulis buku dengan tujuan berkontribusi untuk Bangsa
dan Negara serta berkontribusi dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan terkhusus di bidang ilmu manajemen. Penulis
berharap setiap tulisan yang dibuat dapat memberi dampak
positif terhadap masyarakat terkhusus untuk para pemegang
peranan dalam hubungan industrial.
Email Penulis: hjnurainir@gmail.com

284
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai