Anda di halaman 1dari 251

BOOK CHAPTER

SISTEM STUDENT CENTER LEARNING


DAN TEACHER CENTER LEARNING
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual
yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
SISTEM STUDENT CENTER LEARNING
DAN TEACHER CENTER LEARNING
Suvriadi Panggabean, S.Pd., M.Si
Dr. Srie Faizah Lisnasari, M.Si
Dr. Ika Puspitasari, M.Pd.I
Listari Basuki M.P.d.I
Ahmad Fuadi, M.Pd.I
Dr. Hamdan Firmansyah, MMPd, MH
Dr. Atik Badi’ah, S.Pd, S.Kp, M.Kes
Zaifatur Ridha, M.Pd.I
Azwar Anwar, S.Pd., M.Pd
Mayun E. Nggaba, S.Pd., M.Pd.
Faatihatul Ghaybiyyah, M.Psi.
Ns. Rully Annisa, S.Kep., M.Kep
Zakaria, M.Pd.
Dr. Shokhibul Arifin, M.Pd.I
Imaniar Purbasari, S.Pd., M.Pd.

Editor:
Ns. Arif Munandar, S. Kep., M. Kep

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
SISTEM STUDENT CENTER LEARNING
DAN TEACHER CENTER LEARNING
Suvriadi Panggabean, S.Pd., M.Si
Dr. Srie Faizah Lisnasari, M.Si
Dr. Ika Puspitasari, M.Pd.I
Listari Basuki M.P.d.I
Ahmad Fuadi, M.Pd.I
Dr. Hamdan Firmansyah, MMPd, MH
Dr. Atik Badi’ah, S.Pd, S.Kp, M.Kes
Zaifatur Ridha, M.Pd.I
Azwar Anwar, S.Pd., M.Pd
Mayun E. Nggaba, S.Pd., M.Pd.
Faatihatul Ghaybiyyah, M.Psi.
Ns. Rully Annisa, S.Kep., M.Kep
Zakaria, M.Pd.
Dr. Shokhibul Arifin, M.Pd.I
Imaniar Purbasari, S.Pd., M.Pd.

Editor :
Ns. Arif Munandar, S. Kep., M. Kep
Tata Letak :
Mega Restiana Zendrato
Desain Cover :
Rintho R. Rerung
Ukuran :
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman :
vi, 239
ISBN :
978-623-362-257-8
Terbit Pada :
Desember 2021

Hak Cipta 2021 @ Media Sains Indonesia dan Penulis

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang keras menerjemahkan,


memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena


atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga buku
kolaborasi dalam bentuk book chapter dapat
dipublikasikan dan dapat sampai dihadapan pembaca.
Book cahpter ini disusun oleh sejumlah akademisi dan
praktisi sesuai dengan kepakarannya masing-masing.
Buku ini diharapkan dapat hadir memberi kontribusi
positif dalam ilmu pengetahuan khususnya terkait dengan
Sistem Student Center Learning dan Teacher Center
Learning.

Sistematika buku Sistem Student Center Learning dan


Teacher Center Learning ini mengacu pada pendekatan
konsep teoritis dan contoh penerapan. Oleh karena itu
diharapkan book chapter ini dapat menjawab tantangan
dan persoalan dalam sistem pengajaran baik Sistem
Student Center Learning dan Teacher Center Learning di
perguruan tinggi dan sejenis lainnya.

Kami menyadari bahwa tulisan ini jauh dari


kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan,
sejatinya kesempurnaan itu hanya milik Yang Kuasa. Oleh
sebab itu, kami tentu menerima masukan dan saran dari
pembaca demi penyempurnaan lebih lanjut.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih yang tak


terhingga kepada semua pihak yang telah mendukung
dalam proses penyusunan dan penerbitan buku ini,
secara khusus kepada Penerbit Media Sains Indonesia
sebagai insiator book chapter ini. Semoga buku ini dapat
bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Bandung, 13 November 2021

Editor.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................ii
1 KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING ................................1
Konsep Student Center Learning (SCL) ....................2
Konsep Teacher Center Learning (TCL) ....................5
Teacher Center Learning (TCL) vs Student Center
Learning (SCL) ........................................................6
2 KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING
DAN TEACHER CENTER LEARNING ......................13
Pendahuluan ........................................................13
Student Center Learning (SCL) ...............................15
Karakteristik Student Center Learning ...................16
Teacher Center Learning ........................................18
Karakteristik Teacher Center Learning...................19
Penutup ................................................................22
3 MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING .............................25
Model Pembelajaran ..............................................25
Model Student Center Learning ..............................28
Model Pembelajaran Teacher Center Learning .......39
4 METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING .............................47
Metode Student Center Learning ............................47
Metode TCL (Teacher Centered Learning) ...............48
Metode Pembelajaran yang Dapat Digunakan
Melalui Pendekatan SCL .......................................50

ii
Implementasi Metode SCL (Student Center Learning )
dan TCL (Teacher Center Learning) Pada Mata
Pelajaran Agama Islam..........................................54
5 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN STUDENT CENTER
LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING .....59
Pendahuluan ........................................................59
Kelebihan dan Kekurangan Student Center
Learning ................................................................61
Kelebihan dan Kekurangan Teacher Center
Learning ................................................................66
Kesimpulan...........................................................68
6 STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR STUDENT
CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER
LEARNING .............................................................73
Hasil Belajar .........................................................73
Strategi Pembelajaran ...........................................76
Student Center Learning (SCL) ...............................78
Teacher Center Learning (TCL) ...............................80
Strategi Penilaian Hasil Belajar Student Center
Learning dan Teacher Center Learning...................83
7 PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS STUDENT
CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER
LEARNING (TCL)....................................................93
Student Center Learning (SCL) ...............................93
Teacher Center Learning (TCL) ...............................97
Model Pembelajaran Dalam Student Center Learning
(SCL) .....................................................................98
8 PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING ........................... 107
Pendahuluan ......................................................107

iii
Penerapan Teacher Centered Learning (TCL) .......109
Penerapan Student Center Learning (SCL) ...........112
9 LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER
LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING ..121
Langkah-Langkah Student Center Learning .........121
Langkah-Langkah Teacher Center Learning .........129
10 TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING
DAN TEACHER CENTER LEARNING ...................139
Pendahuluan ......................................................139
Pembelajaran dan Pengajaran yang Berpusat pada
Siswa; Definisi dan Karakteristiknya ..................142
Pengajaran SCL ..................................................144
Pendidikan Konstruktivis dan Pembelajaran yang
Lebih Dalam .......................................................146
Model Pembelajaran dengan Pendekatan SCL .....146
11 TANTANGAN METODE STUDENT CENTER
LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING ..157
Sekilas tentang Metode Student Centered
Learning .............................................................. 157
Penerapan Metode Student Center Learning ........159
Tantangan Metode Student Center Learning ........161
Sekilas tentang Metode Teacher Centered
Learning .............................................................. 162
Penerapan Metode Teacher Centered Learning ....163
Tantangan Metode Teacher Centered Learning ....165
12 SISTEM INOVASI MANAJEMEN STUDENT CENTER
LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING .......171
Pendahuluan ......................................................171
Pentingnya Manajemen Inovasi Pembelajaran .....173

iv
Strategi Menuju Inovasi Pembelajaran ................175
Prosedur Inovasi Manajemen Dalam
Pembelajaran ......................................................181
13 KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN STUDENT
CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER
LEARNING ........................................................... 187
Konsep SCL (Student Centered Learning).............187
Proses Pembelajaran Student Centered Learning .194
Konsep Teacher Centered Learning ......................196
Proses Pembelajaran Teacher Centered Learning .200
14 MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN STUDENT
CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED
LEARNING ........................................................... 205
Student Centered Learning (Pembelajaran yang
Berpusat Pada Siswa) .........................................205
Teacher Centered Learning (Pembelajaran yang
Berpusat Pada Guru) ..........................................214
15 PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI
WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA
...........................................................................223
Budaya ............................................................... 223
Budaya Visual ....................................................225
Website Edukasi Berbasis Budaya ......................227
Pelaksanaan Pembelajaran Budaya Berbasis
Project .................................................................230
Kemandirian Belajar ...........................................234

v
vi
1
KONSEP STUDENT CENTER
LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING

Suvriadi Panggabean, S.Pd., M.Si


Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

P embelajaran adalah proses interaksi peserta didik


dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar (Huriah dan Kom, 2018). Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat
terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan
sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu
peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan
metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berintekrasi langsung mengemukakan pendapatnya.
Proses belajar mengajar yang dilakukan juga adalah satu
arah, dimana guru yang lebih aktif dalam mengajar
daripada peserta didiknya. Peserta didik hanya
mendengarkan penjelasan yang guru sampaikan dengan
ceramah. Model pembelajaran tersebut dianggap kurang
mengeksplorasi wawasan dan pengetahuan siswa.
Kegiatan pembelajaran sejatinya adalah suatu lingkaran
yang saling support antara ”pendekatan pembelajaran,
1
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

strategi pembelajaran, metode pembelajaran”, model


pembelajaran, teknik pembelajaran dan taktik
pembelajaran (Panggabean dkk, 2021). Hal hal tersebut
saling support untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Kegiatan pembelajaran dapat mencapai
suatu keberhasilan apabila menggunakan strategi
pembelajaran yang tepat (Panggabean dkk, 2021).
Perubahan paradigma dalam proses yang tadinya
berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student centered) diharapkan dapat
mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam
membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Dalam
proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka
siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk
membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka
akan memperoleh pemahaman yang mendalam dan pada
akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa.
Pada bab ini akan kita bahas konsep student center
learning dan konsep teacher center learning, sehingga
membuka cakrawala berpikir kita, untuk semakin
mengembangan pembelajaran yang terbaik untuk peserta
didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
Konsep Student Center Learning (SCL)
Pembelajaran merupakan proses pengembangan
kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir mahasiswa, serta dapat
meningkatkan dan mengkontruksi pengetahuan baru
sebagai upaya meningkatkan penguasaan dan
pengembangan yang baik terhadap materi perkulihan
(Kurdi, 2009).
Pengertian student centered Learning (SCL) adalah proses
proses pembelajaran yang tadinya berfokus pada guru
(teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat
pada siswa (learner centered) diharapkan dapat

2
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam


membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui
proses pembelajaran yang keterlibatan siswa secara aktif,
berarti guru tidak lagi mengambil hak seorang peserta
didik untuk belajar.
Proses pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta
didik, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas
untuk dapat membangun sendiri pengetahuannya
sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang
mendalam yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu
kualitas siswa. Melalui penerapan pembelajaran yang
berpusat pada siswa, maka siswa diharapkan dapat
berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk
memiliki daya kritis, mampu menganalisa dan dapat
memecahkan masalahnya sendiri (Karsen, 2008).
Model student centered learning (SCL) menjadikan peran
pengajar sebagai fasilitator, dalam hal ini pengajar
mampu untuk memberikan fasilitasi dalam proses
pembelajaran yang menjadikan pengajar sebagai mitra
atau pendamping bagi siswa dalam proses
pembelajarannya, artinya pengajar mampu untuk
membantu siswa menciptakan rasa nyaman dalam proses
pembelajaran, sehingga siswa memiliki keberanian untuk
menggungkapkan atau mendiskusikan perasaan dan
keyakinannya.
Pada akhirnya proses belajar-mangajar dapat
berlangsung sesuai harapan, dengan kata lain pengajar
mambantu siswa untuk meningkatkan atau
mengembangkan keterampilan akademik. Selain hal
tersebut, pengajar mampu untuk memberikan
pengarahan bagi siswa dan apabila perlu ikut membantu
siswa dalam mengembangkan materi belajar.
Karakteristik utama dari kurikulum berbasis kompetensi
adalah dengan adanya penerapan pendekatan SCL, model

3
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

pembelajaran SCL lebih berfokus pada siswa bukan lagi


pada pengajar. Pendekatan pembelajaran SCL diharapkan
setiap pribadi dapat lebih bebas dalam mengembangkan
kemampuan dan pengetahuannya, tidak bergantung
kepada pengajar melainkan kepada dirinya sendiri,
sehingga siswa/peserta didik menjadi pribadi yang
mandiri dan mampu untuk bersaing dalam meraih
kesuksesan (Karsen, 2008).
SCL atau pembelajaran yang berfokus pada peserta didik
merupakan model pembelajaran yang menempatkan
peserta didik sebagai pusat dari proses belajar mengajar.
Model pembelajaran ini berbeda dari model pembelajaran
teacher centered learning yang menekankan pada transfer
pengetahuan dari guru ke murid yang relatif bersikap
pasif.
Menerapkan model pembelajaran student centered
learning (SCL), maka peserta didik diharapkan mampu
menjadi peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses
belajarnya, yang bertanggungjawab dan memiliki inisiatif
untuk mengenali kebutuhan belajarnya, mampu untuk
menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat
menjawab pertanyaannya dan memiliki kemampuan
untuk dapat membangun serta mempresentasikan
pengetahuannya berdasarkan kebutuhannya dengan
sumber-sumber belajar, dalam batas-batas tertentu
peserta didik dapat memilih sendiri apa yang akan
dipelajarinya (Rahardjo & Pongtuluran dalam Panen,
1999).
Pembelajaran dengan model student centered learning
(SCL) lebih berfokus pada kebutuhan, kemampuan, minat
dan gaya pembelajaran dari siswa dengan pengajar
sebagai fasilitator pembelajaran, yang mana dalam
penerapan pembelajaran dengan model SCL menjadikan
setiap siswa untuk lebih aktif dan mampu untuk

4
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

bertanggungjawab terhadap proses pembelajarannya


sendiri.
Model SCL memberikan autonomi, pengelolaan pilihan
materi dan pendekatan pembelajaran yang lebih baik bagi
siswa, sehingga karakteristik utama dari SCL adalah
input dari siswa, diantaranya dengan materi, cara dan
waktu pembelajaran (Karsen, 2008).
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
student centered learning (SCL) adalah model
pembelajaran yang berfokus pada siswa/peserta didik
sehingga peran pengajar hanya sebagai fasilitator dalam
proses belajar. Model pembelajaran student centered
learning (SCL), menjadikan siswa mampu untuk menjadi
peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses
belajarnya, yang bertanggungjawab dan memiliki inisiatif
untuk mengenali kebutuhan belajarnya, yang
menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat
menjawab pertanyaannya dan memiliki kemampuan
untuk dapat membangun serta mempresentasikan
pengetahuannya berdasarkan kebutuhannya dengan
sumber-sumber belajar tanpa harus tergantung dengan
orang lain.
Konsep Teacher Center Learning (TCL)
Menurut Smith dalam Sanjaya yang dikutip ulang oleh
Parwati bahwa Teacher Centered Learning (TCL) adalah
suatu pendekatan belajar yang berdasar pada pandangan
bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan dan
keterampilan. Selanjutnya Parwati menegaskan Cara
pandang ini memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
1. Memakai pendekatan berpusat pada guru, yakni
gurulah yang harus menjadi pusat dalam
pembelajaran.

5
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

2. Siswa ditempatkan sebagai objek belajar. Siswa


dianggap sebagai organisme yang pasif, sebagai
penerima informasi yang diberikan guru.
3. Kegiatan pembelajaran terjadi pada tempat dan waktu
tertentu. Siswa hanya belajar manakala ada kelas
yang telah didesain sedemikian rupa sebagai tempat
belajar.
Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi
pelajaran. Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur
dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran
yang disampaikan guru (Parwati, 2014). Di Indonesia
sistem pembelajaran pada hampir semua sekolah masih
bersifat satu arah, karena yang ingin dicapai adalah
bagaimana guru bisa mengajar dengan baik sehingga yang
terjadi adalah hanya transfer pengetahuan (Kurdi, 2009).
Kurdi (2009) juga mengatakan bahwa: “modifikasi model
pembelajaran TCL telah banyak dilakukan, antara lain
mengkombinasikan lecturing (ceramah) dengan Tanya
jawab dan pemberian tugas namun hasil yang dihasilkan
masih dianggap belum optimal”.
Dampak dari sistem pembelajaran TCL adalah guru
kurang mengembangkan bahan pembelajaran dan
cenderung seadanya (monoton). Guru mulai tampak
tergerak untuk mengembangkan bahan pembelajaran
dengan banyak membaca jurnal atau download artikel
hasil-hasil penelitian terbaru dari internet, jika siswanya
mempunyai kreativitas tinggi, banyak bertanya, atau
sering mengajak diskusi (Ramdhani, 2014).
Teacher Center Learning (TCL) vs Student Center
Learning (SCL)
Learner-centered fokus terhadap interaksi (murid-guru
dan murid-murid). Tidak hanya mendengarkan, murid
lebih aktif menyelesaikan project, presentasi, dan kerja

6
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

kelompok. Guru fokus untuk memfasilitasi pemikiran


kritis dan penyelidikan lebih lanjut, dari pada hanya
mengkomunikasikan fakta. Guru memberikan
kesempatan murid untuk merancang proses
pembelajaran nya sendiri, dari apa tujuan yang ingin
mereka raih, hingga menilai diri sendiri.
Dua pendekatan ini memiliki pro dan kontranya masing-
masing, lalu pendekatan mana yang lebih baik? Tentunya
semua memiliki preferensi nya masing-masing, dan ketika
kita mengajar dengan pendekatan yang kita suka
tentunya pembelajaran akan lebih efektif. Karena kita
percaya pendekatan ini yang benar, maka kita lebih
bersungguh-sungguh melakukannya di bandingkan
memaksakan sesuatu yang tidak nyaman.
Peran guru dalam pembelajaran berpusat pada siswa
adalah sebagai fasilitator yang dalam hal ini, guru
memfasilitasi proses pembelajaran di kelas. Fasilitator
adalah orang yang memberikan fasilitasi sehingga guru
hanya memfasilitasi siswanya dalam proses kegiatan
belajar mengajar. Pembelajaran yang inovatif dengan
metode yang berpusat pada siswa memiliki keragaman
model/metode pembelajaran yang menuntut partisipasi
aktif dari siswa.
Pembelajaran student centered learning (SCL) adalah
model pembelajaran yang berfokus pada siswa sehingga
peran pengajar hanya sebagai fasilitator dalam proses
belajar. Model pembelajaran student centered learning
(SCL), menjadikan siswa mampu untuk menjadi peserta
didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya,
yang bertanggung jawab dan memiliki inisiatif untuk
mengenali kebutuhan belajarnya, yang menemukan
sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab
pertanyaannya.

7
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Berikut adalah gambar 1, tentang konsep umsum


perbedaan Teacher Center Learning (TCL) vs Student
Center Learning (SCL):

Gambar 1. Perbedaan Teacher Center Vs Student Center


Sumber: https://ludenara.org/teacher-centered-vs-learner-
centered/
Teacher Center Learning adalah proses belajar mengajar
yang berpusat pada guru atau dosen. Sistem
pembelajaran Teacher Center Learning (TCL), yang
ternyata membuat mahasiswa pasif karena hanya
mendengarkan kuliah sehingga kreativitas mereka kurang
terpupuk atau bahkan cenderung tidak kreatif. Pada
sistem pembelajaran model TCL, dosen lebih banyak
melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk
ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah atau
mendengarkan ceramah, mahasiswa sebatas memahami
sambil membuat catatan, bagi yang merasa
memerlukannya.

8
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Pengertian Student Centered Learning (SCL) adalah proses


pembelajaran yang berpusat pada siswa. yang diharapkan
dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam
membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui
proses pembelajaran yang keterlibatan siswa secara aktif,
berarti guru tidak lagi mengambil hak seorang peserta
didik untuk belajar. Pada sistem pembelajaran model SCL
ini bisa dilakukan dengan metode diskusi. Karena dalam
metode diskusi siswa dituntut untuk aktif dalam belajar.
Gambaran lain tentang perbedaan antara traditional
teaching (Teaching Centre Learning) dan Student-Centered
Learning adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Teacher Center Learning vs Studen Center Learning
(Muliarta, 2018).
NO Teaching Center Student Center Learning (SCL)
Learning (TCL)
1 Transformasi Mahasiswa aktif
pengetahuan dari mengembangkan pengetahuan
dosen ke Mahasiswa. dan keterampilan yang
dipelajari
2 Mahasiswa menerima Mahasiswa secara aktif terlibat
pengetahuan secara dalam mengelola pengetahuan.
pasif.
3 Lebih menekankan Tidaj terfokus hanya pada
pada penguasaan penguasaan materi, tetapi juga
materi. mengembangkan sikap belajar
(life long learning)
4 Single Media. Multimedia.
5 Fungsi dosen pemberi Fungsi dosen sebagai
informasi utama dan motivator, fasilitator dan
evaluator. evaluator.
6 Proses pembelajaran Proses pembelajaran dan
dan penilaian penilaian dilakukan
dilakukan terpisah. berkesinambungan dan
terintegrasi.
7 Menekankan pada Penekanan pada proses
jawaban yang benar pengembangan pengetahuan.
saja Kesalahan dapat digunakan
sebagai sumber belajar.

9
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

8 Sesuai dengan Sesuai dengan pengembangan


pengembangan ilmu ilmu dengan pendekatan
dalam satu disiplin interdisipliner.
saja.
9 Iklim belajar Iklim yang dikembangkan
individual dan bersifat kolaboratif, suportif
kompetitif. dan kooperatif.
10 Hanya mahasiswa Mahasiswa dan dosen belajar
yang dianggap bersama dalam
melakukan proses mengembangkan pengetahuan
pembelajaran. dan keterampilan.
11 Perkuliahan Mahasiswa melakukan
merupakan bagian pembelajaran dengan berbagai
terbesar dalam proses model pembelajaran SCL
pembelajaran.
12 Penekanan pada Penekanan pada pencapaian
tuntasnya materi kompetensi mahasiswa.
pembelajaran.
13 Penekanan pada Penekanan pada bagaimana
bagaimana cara dosen cara mahasiswa melakukan
melakukan pembelajaran.
pengajaran.
14 Cenderung Penekanan pada pengusaan
penekanan pada Hard Skill dan Soft Skill.
penguasaan Hard-
Skill Mahasiswa.

10
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Huriah, T., Kep, M., & Kom, S. K. (2018). Metode student
center Learning: Aplikasi pada pendidikan
Keperawatan. Kencana.
Karsen. 2008. “Karakteristik Pembelajaran Student
Centered Learning”. Tersedia pada
http://www.psychologymania.com/2013/01/karakte
ristik-pembelajaran-student.html. (diakses pada
tanggal 28 Desember 2016)
Kurdi, Fauziah Nuraini, Penerapan Student Centered
Learning dari Teacher Centered Learning mata Ajar
Ilmu Kesehatan pada Program Studi Penjaskes,
(Forum Kependidikan volume 28 No. 2 Maret 2009),
hlm. 109
Muliarta, I Ketut. 2018. “Menerjemahkan Perubahan Dari
TCL (Teacher Center Learning) Ke SCL (Student Center
Learning)”. Cetta Jurnal Ilmu Pendidikan. 1(2), 80-81.
Panggabean, S., Widyastuti, A., Damayanti, W. K.,
Nurtanto, M., Subakti, H., Chamidah, D., ... & Cecep,
H. (2021). Konsep dan Strategi Pembelajaran. Yayasan
Kita Menulis.
Parwati, A. Rani. Pergeseran peran guru dari
pembelajaran tradisional ke pembelajaran modern,
http://ariraniparwati.blogspot.com/2013/03/perges
eran-peran-guru-dari-pembelajaran. html, diakses 3
Januari 2014.
Ramdhani, M. Alif. 2014. Perbandingan Strategi
Pembelajaran Teacher Centered Learning Dengan
Student Centered Learning Terhadap Hasil Belajar
Pada Mata Pelajaran Tarikh Siswa Kelas Viii Smp
Muhammadiyah 4 Surakarta. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sudjana S., D, Metode dan Teknik Pembelajaran
Partisipatif, (Bandung: Production, 2005)

11
KONSEP STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Suvriadi Panggabean
Dilahirkan di Nias, Silimawali, 18 April 1988 dari
Ibu dan Ayah yang berprofesi sebagai Guru SD.
Pendidikan SD, SMP dan SMA ditempuh di Sarulla,
Kecamatan Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara.
Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dari
Prodi S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan
(UNIMED), memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dari Prodi S2
Matematika Universitas Sumatera Utara (USU) dan saat ini
sedang melanjutkan studi S3 di Prodi Pendidikan Dasar
Konsentrasi Matematika Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Penulis adalah dosen di Prodi Pendidikan Matematika, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara (UMSU) dengan jabatan fungsional Lektor.
Penulis saat ini tergabung sebagai anggota bidang
jurnal/publikasi di Himpunan Matematika Indonesia (The
Indonesian Mathematical Society) IndoMS Aceh-Sumut,
tergabung juga dalam Organisasi Perkumpulan Dosen
Perguruan Tinggi Nusantara (PDPTN) dan Indonesia Approach
Education (IA Education). Sebagai dosen, penulis aktif
melaksanakan tridharma perguruan tinggi sesuai dengan
bidang kepakaran yang dimilikinya, yaitu teknologi pendidikan
dalam bidang pendidikan matematika. Ayah dari 2 anak ini,
selain aktif sebagai dosen, juga bertugas sebagai Asesor Badan
Akreditasi Nasional Sekolah Madrasah (BAN SM) Provinsi
Sumatera Utara lintas jenjang SD/MI, SLB, SMP/MTs, SMA/MA
dan SMK semenjak Mei 2019 sampai sekarang.
Email Penulis: suvriadipanggabean@umsu.ac.id

12
2
KARAKTERISTIK STUDENT
CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING

Dr. Srie Faizah Lisnasari, M.Si


Universitas Quality

Pendahuluan
Pembelajaran merupakan suatu aktivitas berupa interaksi
antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar di
dalam lingkungan belajar tertentu. Sedangkan belajar
merupakan proses perubahan pada aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik yang bersifat permanen sebagai akibat
dari pengalaman dan perubahan jangka panjang sebagai
hasil dari pengalaman. Proses belajar akan terlihat dari
perubahan tingkah laku dari beberapa aspek tersebut.
Sangat banyak defenisi belajar yang berasal dari berbagai
teori yang berkembang seperti teori kognitivisme,
behaviorisme dan kontruktivisme, hal inilah yang
mendasari perbedaan penerapan pada proses belajar
mengajar. Kesemua teori tersebut masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dapat
dipilih menyesuaikan dengan kondisi lapangan.
Dalam teori belajar semua komponen yang
mempengaruhinya menjadi bagian penting yang harus
menjadi pusat perhatian. Komponen tersebut antara lain,
komponen siswa/mahasiswa, guru/dosen, kurikulum,

13
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

bahan ajar, metode, media, tujuan dan lain sebagainya.


Tidak ada satu komponen menjadi bagian yang lebih
penting dari lainnya, semuanya menjadi bagian penting.
Komponen sumber daya manusia, baik siswa/manusia
dan guru/dosen menjadi bagian prioritas yang menjadi
fokus utama di dalam memahami teori belajar, sehingga
jika pelaksanaannya tepat, maka tujuan belajar dapat
tercapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Di dalam perkembangan proses belajar, metode
pembelajaran yang banyak dikembangkan sekarang ini
adalah metode pembelajaran orang dewasa (andragogy)
yang menjadikan siswa/mahasiswanya menjadi pusat
belajar (Student Centre Learning) di dalam proses belajar.
Dalam rangka mengaktifkan siswa/mahasiswa dan
menjadikannya sebagai pusat kegiatan belajar, maka
guru/dosen sudah selayaknya memikirkan cara atau
metode yang dapat mengaktifkan siswa/mahasiswa di
dalam belajar. Siswa/mahasiswa harus dapat diaktifkan
serta menjadikan mereka berproses sendiri, menjadi
kreatif. Hal ini akan berdampak kepada tercapainya
tujuan belajar serta hasil belajar yang lebih baik. Bukan
sekedar mencapai tujuan dan hasil belajar seperti yang
ditetapkan di awal, bahkan dapat melampaui.
Berbeda dengan metode belajar yang berpusat pada
guru/dosen, yang menjadikan guru/dosen sebagai pusat
kegiatan belajar (Teacher Centre Learning). Dalam metode
ini, proses belajar yang berlangsung bersifat satu arah
saja dari guru/dosen ke mahasiswa. Siswa/ mahasiswa
lebih bnayak mendengarkan materi yang disampaikan
guru/dosen ketika belajar berlangsung. Biasanya
kegiatan ini dilakukan di dalam ruang kelas belajar di
zaman dulu ketika belum terjadi perubahan revolusioner.
Guru/dosen pun tidak perlu mencari banyak
cara/metode dalam mengajar, cukup metode ceramah,

14
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

penugasan dan jenis metode mengajar lain yang bersifat


pengajaran searah.
Student Center Learning (SCL)
Dalam metode belajar berpusat pada siswa (Student
Centre Learning), diharapkan ketiga aspek yang akan
dikembangkan dalam belajar yaitu aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik dapat berkembang secara optimal.
Dalam teori Taksonomi, Bloom memaparkan bahwa ketiga
domain ini telah mencakup kompetensi hard skills
maupun soft skills.
Metode belajar berpusat pada siswa (Student Centre
Learning), merupakan metode pembelajaran yang sesuai
dengan tuntutan pembelajaran abad ke-21. Selain itu juga
dijelaskan pembelajaran harus bersifat kolaboratif,
kontekstual dan terintegrasi dengan masyarakat. Peran
guru sungguh sangat penting dalam menwujudkan masa
depan anak bangsa yang lebih baik. Metode belajar ini
juga dapat meningkatkan keterlibatan serta dapat
memotivasi siswamembudayakan kreativitas dan inovasi
dalam belajar, menggunakan sarana belajar yang tepat,
mendesain aktivitas yang relevan dengan dunia nyata,
memberdayakan metakognisi.
Metode belajar berpusat pada siswa (Student Centre
Learning), juga merupakan metode belajar yang
memfasilitasi berbagai gaya belajar siswa. Terdapat 3 gaya
belajar siswa/mahasiswa yakni: visual, auditorial dan
kinestetik/somatic. Dengan memanfaatkan semua alat
indera, maka akan terjadi proses belajar yang baik, sebab
terdapat keterlibatan antara emosi, seluruh tubuh, semua
indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi.
Dengan demikian siswa/mahasiswa sebenarnya sedang
berkonsentrasi dan berlatih menggunakannya, melalui
kegiatan bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi,

15
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

menemukan, mencipta, mengkontruksi, memecahkan


masalah dan menerapkannya.
Karakteristik Student Center Learning
Karakteristik metode belajar berpusat pada siswa (Student
Centre Learning) dapat diamati dari ciri-ciri sebagai
berikut: 1. Mahasiswa secara aktif mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan yang sedang dipelajarinya.
Tidak terlihat batasan pengembangan yang terjadi pada
siri siswa/mahasiswa, tergantung dari bagaimana proses
belajar itu terjadi di dalam dirinya. Semakin baik proses
belajar itu terjadi, maka semakin banyak perkembangan
dari sisi pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya; 2. Mahasiswa secara aktif terlibat di dalam
mengelola pengetahuan. Cara/stimulus belajar yang
bervariasi yang diberikan guru/dosen kepada
siswa/mahasiswa dalam belajar, akan mampu
merangsang pemerolehan pengetahuan mereka tanpa
terbatas, sesuatu yang berbeda jika guru yang
membatasinya seperti di dalam proses belajar berpusat
pada guru; 3. Tidak hanya pada penguasaan materi tetapi
juga dalam mengembangkan karakter mahasiswa (belajar
sepanjang hayat). Dengan diperolehnya cara mengelola
pengetahuan dan keterampilan dalam belajar,
siswa/mahasiswa akan dapat lebih suistanable (bertahan)
dalam menghadapi hidupnya ke masa depan; 4.
Memanfaatkan banyak media dalam belajar. Dalam
metode belajar SCl, guru/dosen akan menggunakandan
mengarahkan siswa/mahasiswa untuk menggunakan
berbagai media di dalam proses belajar. Media-media
tersebut akan memudahkan pemerolehan baru bagi
siswa/mahasiswa sebab menjadi alat bantu di dalam
proses belajar, untuk penambahan pengetahuan,
perubahan sikap dan pembentukan keterampilan baru
sebagai hasil dari proses belajar; 5. Guru/dosen berfungsi
sebagai fasilitator dan evaluasi dilakukan secara bersama

16
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

dengan siswa/mahasiswa. Peran guru sebagai fasilitator


lebih kepada memfasilitasi siswa/mahasiswa di dalam
proses belajar mereka. Berperan seperti layaknya polisi,
mengatur proses belajar sehingga berjalan dalam koridor
yang ditentukan dalam perencanaan pengajaran secara
alamiah dan dengan sendirinya. Ciri khas lainnya, ketika
proses belajar selesai, guru/dosen akan melakukan
refleksi/evaluasi pembelajaran Bersama dengan
siswa/mahasiswa mereka. Dengan demikian,
siswa/mahasiswa akan dapat mengukur tingkat
pencapaian mereka dari proses belaajr tersebut. Cara-
cara ini sesungguhnya adalah mengintegrasikan proses
pembelajaran dan penilaian secara terintegrasi.
Maknanya proses belajar dapat terukur saat setelah
selesai; 6. Fokus pada proses pengembangan aspek
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang akan
diperoleh. Di dalam metode SCL, ketiga aspek akan
dikembangkan secara Bersama-sama. Hal ini
dimungkinkan dengan adanya kegiatan yang
membebaskan siswa/mahasiswa berkembang sesuai
dengan arah yang dikehendakinya, sepanjang apa yang
dilakukannya masih dalam koridor proses belajar; 7. Baik
digunakan dalam pengembangan ilmu dengan
pendekatan interdisipliner. Metode SCl sangan efektif dan
efisien jika digunakan pada berbagai bidang ilmu dengan
pendekatan interdisiplin. Hal ini dapat dijelaskan sebab
konteks interdisiplin saja sudah membutuhkan variasi
dalam pemerolehan pengetahuan, sikap dan
keterampilan, ditambah lagi jika diterapkan dalam
pengembangan berbagai ilmu. Karakteristik siswa
menjadi dapat difasilitasi dan diakomodir dengan
pendekatan ini.; 8. Iklim belajar yang diciptakan lebih
kolaboratif, suportif dan kooperatif. Hal ini sesuai dengan
tuntutan keterampilan yang harus dimiliki
siswa/mahasiswa pada abad ke-21 yaitu: keterampilan
berpikir kritis, memecahkan masalah, metakognisi,

17
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

keterampilan berkomunikasi, berkolaborasi, inovasi dan


kreasi, literasi informasi dan berbagai keterampilan
lainnya.; 9. Siswa/Mahasiswa dan guru/dosen mengalami
proses belajar bersama. Dengan tidak terbatasnya ruang
pikir dan gerak serta metode dan media siswa/mahasiswa
dalam belajar, sebenarnya kegiatan belajar akan dapat
menjadi sarana belajar bersama antara siswa/mahasiswa
dan guru/dosen mereka. Hal ini dimungkinkan dari
perolehan sesuatu yang baru yang ditemukan, baik dari
aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan; 10. Suasana
kelas ramai. Keriuhan selama proses belajar merupakan
ciri belajar dengan metode ini dan tak terhindarkan. Hal
ini terjadi karena metode yang digunakan menyebabkan
terjadinya interaksi antar siswa/mahasiwa dalam belajar
sementara si guru/dosen menjadi fasilitator terhadap
kegiatan mereka tersebut. Semua tahap dalam proses
belajar cara ini diakomodasi oleh guru, dengan tujuan
agak terjadi proses belajar secara efektif.
Teacher Center Learning
Metode pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher
Learning Centre) merupakan metode belajar satu arah,
dari guru/dosen kepada siswa/guru saja. Guru/dosen
dianggap sebagai sosok yang lebih mengetahui segalanya
sehingga layak untuk memberikan informasi secara
sepihak kepada siswa/mahasiswanya dan akan
mengevaluasi penguasaan materi/bahan tersebut di akhir
proses belajar. Pikiran mahasiswa tertuju/terbatas hanya
pada bahan/materi yang diberikan guru tersebut, dan
menganggap jika ingin sukses di dalam mata
pelajaran/mata kuliah dari guru jenis ini, maka cukup
hanya dengan menghafal mati semua bahan/materi
ajarnya. Perkembangan kognitif (pengetahuan) siswa
terbatas pada bahan/materi yang disampaikan guru saja,
padahal perkembangan sikap dan keterampilan
siswa/mahasiswa juga menjadi bagian penting dilakukan

18
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

sebagai upaya dalam menyiapkan diri mereka mehadapi


tantangan hidup kini dan nanti yang tingkat kesulitannya
akan lebih tinggi.
Karakteristik Teacher Center Learning
Berbeda dengan karakter metode belajar berpusat pada
siswa (Student Centre Learning), maka karakter metode
belajar berpusat pada guru (Teacher Centre Learning (TCL)
dapat diamati dari ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Pengetahuan ditransfer dari guru/dosen ke
siswa/mahasiswa. Transfer pengetahuan secara sepihak
memberikan dampak kepada keterbatasan dalam isi dan
kedalaman materi. Jika guru/dosen memberikan
informasi/materi/bahan ajar dalam jumlah tertentu,
maka akan itu saja nantinya yang akan menjadi milik
atau pengetahuan siswa/mahasiswa. Bahkan menurut
pakar ilmu komunikasi, informasi yang diberikan melalui
cara ceramah atau sepihak, maka kemampuan pendengar
(audiens) dalam menangkap informasi hanya 10% saja.
Bayangkan apa yang akan terjadi, dalam kurun waktu
berkepanjangan bahwa transfer pengetahuan semakin
hari akan semakin minim yang diterima
siswa/mahasiswa/peserta didik. Cara-cara ini
sebenarnya juga diperlukan, manakala guru/dosen
memberikan instruksi kerja atau sedang membuka
kegiatan. Cara ini justru menjadi lebih efektif karena
langsung mengarahkan kepada tujuan belajar yang akan
dicapai; 2. Mahasiswa menerima pengetahuan secara
pasif. Memberikan informasi secara sepihak, membuat
posisi/peran pemberi informasi seperti guru/dosen
menjadi aktif sedangkan siswa/mahasiswa berperan
secara pasif. Hal inilah sebenarnya yang perlu dihindari
sebab keluasan ilmu pengetahuan tidak akan diperoleh
jika hanya disampaikan secara sepihak, namun jika
semuanya dapat memberikan kontribusi pemikiran, maka
pengetahuan yang sedang dibahas menjadi semakin

19
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

berkembang; 3. Lebih mementingkan pada penguasaan


materi/bahan. Biasanya guru/dosen akan melakukan
test atau evaluasi di akhir pembelajaran berdasarkan
semata pada bahan/materi yang sudah diberikannya,
sebab jika guru/dosen memberikan soal di luar
bahan/materi yang sudah diberikannya, maka
siswa/mahasiswa kemungkinan tidak akan mampu
menjawab soal tes/evaluasi tersebut. Biasanya soal yang
diberikan berupa soal tertutup, tanpa memerlukan
pengembangan pemikiran dari siswa/mahasiswa.
Akhirnya untuk mencapai penguasaan yang baik,
siswa/mahasiswa cenderung akan menghafal mati materi
dari guru mereka. Padahal untuk menghadapi tantangan
hidup di masa kini dan masa depan, siswa/mahasiswa
tidak akan mampu beradaptasi jika hanya bermodalkan
hafalan saja, namun lebih kepada bagaimana mereka
mampu menyikapi perubahan yang ada; 4. Memanfaatkan
media tunggal. Dalam TCL, guru/dosen cenderung
menggunakan media tunggal, sebab dengan media
tunggal ini saja sudah dianggap representative di dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Biasanya media
tunggal yang digunakan hanya slide atau power point atau
bahkan hanya bermodalkan whiteboard dan spidol serta
satu buku sebagai pegangan dalam belajar. Padahal
untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pemahaman
siswa diperlukan stimulus dari banyak media, terutama
terhadap media yang dapat mengaktifkan banyak indera
pada manusia. Dengan cara ini, ingatan terhadap
pengetahuan akan dapat bertahan lebih lama, dan sikap
serta keterampilan yang diperoleh dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari; 5. Guru/dosen sebagai pemberi
informasi utama dan evaluator. Hal ini sudah dipaparkan
dalam pembahasan sebelumnya, bahwa guru/dosen
menjadi actor utamanya di dalam proses belajar, sehingga
segala keterbatasan yang dimilikinya justru menjadi
kelemahan di dalam metode pembelajaran ini. Jika

20
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

keadaan ini dibalik, dan menjadikan banyak


siswa/mahasiswa semua menjadi informan utama dan
mengevaluasi bersama kegiatan mereka, maka dapat
dibayangkan proses mencari informasi yang dilakukan
siswa/mahasiswa tersebut sekaligus pada saat berbagi
informasi di dalam proses belajar maka akan diperoleh
banyak sekali informasi utama; 6. Proses pembelajaran
dan penilaian dilakukan secara terpisah. Pada metode
TCL proses belajar dan menilai merupakan dua hal yang
sangat jelas waktu pelaksanaannya (kaku). Padahal
selama proses belajar berlangsung, sesungguhnya dapat
langsung dievaluasi keberhasilan/penguasaan siswa
dalam memahami bahan/materi ajar. Hal yang terakhir
ini dapat menjadikan siswa lebih nyaman, tanpa
memandang evaluasi menjadi sesuatu yang menakutkan.
Peran evaluasi, lebih kepada mengukur penguasaan
sampai dimana, dan akan segera memperbaikinya jika
masih ditemukan kekurangan; 7. Menekankan pada
jawaban yang benar saja. Pada metode TCL, guru/dosen
hanya menilai terhadap jawaban benar saja dari
siswa/mahasiswa, dan siswa/mahasiswa tidak diberi
peluang untuk berargumentasi terhadap jawabannya
seandainya berbeda dengan kunci jawaban yang sudah
disiapkan guru/dosen; 8. Sesuai untuk mengembangkan
ilmu dalam satu disiplin ilmu saja. Dengan metode TCL,
agak sulit diharapkan terjadinya kolaborasi dan
kontribusi pengetahuan antar siswa, dan lebih cenderung
tepat digunakan untuk satu disiplin ilmu saja yang
pendekatannya sudah tertentu fase-fasenya; 9. Iklim
belajar lebih individualis dan kompetitif. TCL membuat
sikap siswa menjadi lebih cenderung individualis dan
kompetitif karena ukurannya hanya evaluasi akhir yang
diberikan guru. Padahal dalam belajar yang terpenting
pertama adalah prosesnya, dimana siswa dapat berproses
secara optimal sehingga hasil atau tujuan belajar minimal
dapat diperoleh, dan bonusnya tujuan belajar lebih atau

21
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

terlampaui juga dapat sekaligus diperoleh; 10. Hanya


mahasiswa yang dianggap perlu belajar. Dalam metode
TCL, guru dianggap tahu segalanya, sebab dia yang
memberikan informasi/materi secara sepihak. Guru
cenderung tertutup dan tidak menerima masukan atau
saran dari siswa/mahasiswa/peserta didiknya, karena
hal ini akan dipandang sebagai ketik mampuan guru.
Padahal faktanya dengan perkembangan zaman sekarang
ini, siswa/mahasiswa justru mampu mendapatkan
informasi jauh melampaui apa yang dimiliki
guru/dosennya. Tinggal masalahnya sekarang adalah,
bagaimana guru/dosen dapat memfasilitasi senuanya
menjadi sebuah kekayaan informasi dan dimanfaatkan
secara bersama-sama antara guru/dosen dengan
siswa/mahasiswa.
Penutup
Metode belajar SCL dan TCL, masing-masing memiliki
kelebihan dan kelemahan. Sebagai guru/dosen/pengajar
perlu bijaksana didalam menggunakan metode yang tepat
dalam proses belajar mereka. Dengan melihat kepada
tujuan belajar mata pelajaran/mata kuliah tersebut, serta
tuntutan perkembangan zaman, sudah selayaknya
guru/dosen cerdas di dalam mengelola pembelajaran
mereka. Bukankah guru/dosen sesungguhnya dalam
mengajar adalah sedang menyiapkan generasi tangguh
yang siap bekerja dan berkarya di masa yang akan
datang? Mereka merupakan generasi penerus bangsa,
sehingga pendidikan yang disiapkan bagi mereka adalah
pendidikan yang membekali untuk mampu menghadapi
persoalan masa kini dan yang akan datang.

22
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Crawford, A & Mathews, S (2021). Strategi Belajar
Mengajar Praktis Untuk Kelas Berpikir, Bandung:
Penerbit Nuansa Cendikia
Dimyati & Mudjiono (2009). Belajar dan Pembelajaran,
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Halimah, Leli (2020). Pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran di Era Globalisasi, Bandung: Penerbit
PT Refika Aditama
Huriah, Titin (2018). Metode Student Centre Learning,
Jakarta: Prenadamedia Grup
Karwono & Irfan, A (2020). Strategi Pembelajaran dalam
Profesi Keguruan, Jakarta: Penerbit Rajagrafindo
Persada
Kosasih (2021). Pengembangan Bahan Ajar, Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara
Muhammad, Najamuddin (2019). Multitasking Teachers,
Yogyakarta: Araska
Supriatna, N & Maulidah, N (2020). Pedagogi Kreatif.
Menumbuhkan Krestifitas dalam Pembelajaran
Sejarah dan IPS, Bandung: Penerbit Remaja
Rosdakarya
Stewart, D. & Simmons, M. (2010). The Business
Playground: Where Creativity and Commerce Collide.
Berkeley, AS: New Riders Press.
Rerung, R. R., Fauzan, M., & Hermawan, H. (2020).
Website Quality Measurement of Higher Education
Services Institution Region IV Using Webqual 4.0
Method. International Journal of Advances in Data and
Information Systems, 1(2), 89-102.

23
KARAKTERISTIK STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Srie Faizah Lisnasari,
dilahirkan di Padang Sidempuan, Tapanuli
Selatan, Sumatera Utara pada tanggal 25
Februari 1967.
Menamatkan pendidikan S1 di Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Medan tahun 1991, S2 di
Program Pasca Sarjana (PPS) di Universitas Sumatera Utara
(USU) tahun 2005 dan S3 di PPS Universitas Negeri Jakarta
(UNJ) tahun 2011. Penulis merupakan anak ke enam dari
sepuluh bersaudara, anak dari alm. H. Arfan Marwazie, BA dan
almh Hj. Syarifah Harahap. Sehari-hari bekerja sebagai Dosen
Aparat Sipil Negara (ASN) di Lembaga Layanan Dikti (LLDIKTI)
Wilayah I dpk di Universitas Quality. Pekerjaan tambahan
sebagai Ketua Lembaga Penjaminan Mutu Internal (LPMI) di
Universitas Quality sejak tahun 2019 sampai sekarang. Penulis
telah menulis beberapa buku, fiksi dan non fiksi dan sampai
sekarang masih aktif pada blok Gurusiana dengan laman:
https://sriefaizahlisnasari.gurusiana.id/ dan Facebook dengan
akun Srie Faizah Lisnasari Lubis.
Email penulis: faizahsrie2502@gmail.com.

24
3
MODEL STUDENT CENTER
LEARNING DAN TEACHER
CENTER LEARNING

Dr. Ika Puspitasari, M.Pd.I


Universitas Muhammadiyah Surabaya

Model Pembelajaran
Konteks pendidikan di era modern mengajar tidak hanya
menyampaikan materi pelajaran, melainkan sebagai
proses mengatur lingkungan supaya peserta didik belajar.
Mengajar sering diistilahkan dengan pembelajaran. Dalam
konteks pembelajaran pendidik perlu memberdayakan
semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi
yang diharapkan. Salah satu bagian yang terpenting
dalam kerangka pembelajaran yaitu model pembelajaran.
Dalam model pembelajaran terdapat strategi yang
menjelaskan kegiatan, alat, atau teknik yang digunakan
peserta didik dalam prosesnya. Dalam strategi
pembelajaran terdapat metode yang menjelaskan
langkah-langkah untuk mencapai suatu tujuan
pembelajaran. Fungsi level ini adalah untuk menjelaskan
hubungan lingkungan belajar.
Menurut Sagala, model dapat dipahami sebagai suatu
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan suatu kegiatan (Sagala, 2010). Model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

25
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang


sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu
dan berfungsi sebagai pedoman dalam perencanaan
pembelajaran bagi para pendidik dalam melaksanakan
aktivitas pembelajaran.
Joyce dan Weil mendefinisikan model pembelajaran
sebagai suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan
pembelajaran dan untuk menentukan perangkat-
perangkat pembelajaran (Weil, 2009). Senada dengan
pendapat Suprihatiningrum (Suprihatiningrum, 2013)
yang menjelaskan model pembelajaran merupakan
kerangka konseptual yang melukiskan mekanisme
pembelajaran yang sistematis untuk mengelola
pengalaman belajar peserta didik supaya tujuan belajar
yang diinginkan tercapai.
Menurut Trianto, model pembelajaran adalah rencana
atau pola yang digunakan sebagai panduan untuk
mencapai pembelajaran di kelas atau pembelajaran
selama sesi instruksional (Trianto, 2015). Sedangkan
menurut imas dan Berlin, model pembelajaran
merupakan prosedur sistematis untuk
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran, tetapi dapat juga diartikan sebagai
pendekatan kegiatan pembelajaran (Berlin, 2015).
Model pembelajaran harus sesuai dengan kondisi
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Karena model
pembelajaran yang baik akan sesuai dengan tujuan
pembelajaran dan menguji keefektifan pembelajaran.
Selain itu penggunaan model pembelajaran harus sesuai
dengan materi pelajaran agar dapat menciptakan
lingkungan belajar yang menjadikan peserta didik belajar.
Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian

26
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

kompetensi peserta didik dengan pendekatan, metode,


dan teknik pembelajaran tertentu.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan
pembelajaran yang akan digunakan, meliputi tujuan
pembelajaran, tahapan kegiatan pembelajaran,
lingkungan belajar dan pengelolaan pembelajaran.
Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus. Ciri-
ciri tersebut ialah (Trianto, 2011):
1. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta
atau pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana
peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan
dicapai).
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model
tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran itu dapat tercapai.
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual
yang menggambarkan proses sistematis untuk
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagai
pedoman bagi perancang dan pendidik dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Untuk mencapai
pembelajaran yang selaras dengan tujuan pembelajaran,
terdapat berbagai komponen pembelajaran yang akan
menentukan keberhasilan pembelajaran itu sendiri,
termasuk model pembelajaran. Selain itu model
pembelajaran tidak bisa dipakai dalam semua situasi.
Model pembelajaran disusun dengan asumsi dan kondisi
yang dikaitkan dengan hasil yang ingin dicapai.

27
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Model Student Center Learning


Model pembelajaran berpijak dari pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Teori
yang melandasi model Student Centered Learning (SCL)
adalah teori konstruktivistik. Model Student Centered
Learning (SCL) adalah proses pembelajaran yang
melibatkan partisipasi langsung dari peserta didik,
pendidik berperan sebagai fasilitator, sehingga peserta
didik dapat secara langsung merasakan apa yang
dipelajarinya. Dengan adanya pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik (Student Center Learning),
peserta didik tidak hanya dapat memahami isi pelajaran,
tetapi peserta didik juga dapat menemukan inovasi
dengan menemukan potensi yang terdapat dalam dirinya.
Menurut Oemar Hamalik, menjelaskan bahwa
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (Student
Center Learning) adalah proses belajar mengajar yang
didasarkan pada kebutuhan dan minat peserta didik,
termasuk menyediakan sistem pembelajaran yang sesuai
dengan gaya belajar dan dalam kehidupan peserta didik,
pendidik dan lembaga pendidikan tidak memainkan peran
sentral, tetapi memainkan peran fasilitator. Setiap peserta
didik memiliki gaya belajar dan gaya hidup atau latar
belakang yang berbeda, yang mempengaruhi minat, bakat
dan kemampuan peserta didik juga, sehingga untuk
menerapkan sistem yang berpusat pada peserta didik
(Student Center Learning), pendidik perlu mengetahui
karakteristik setiap peserta didik (Hamalik, 2004).
Student Center Learning merupakan model pembelajaran
yang menempatkan peran peserta didik sebagai subjek
pembelajaran. Model pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik untuk belajar lebih aktif, mandiri, dan
menerapkan serta memahami materi pembelajaran sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Model Student
Center Learning masih dapat diterapkan secara optimal

28
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

jika pendidik menerapkan setidaknya tiga poin utama,


yaitu berpikir seperti pembelajar, artinya sebagai seorang
pendidik harus siap untuk terus belajar dan berinovasi.
Kemudian memanfaatkan berbagai sumber untuk
diterapkan dalam proses pembelajaran dan terakhir
menerapkan pembelajaran bermakna ketika menerapkan
model Student Center Learning.
Model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(Student Center Learning) meliputi:
1. Model Pembelajaran Cooperative Learning
Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif
adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan paham konstruktivisme. Istilah
cooperative sering dimaknai dengan acting together
with a common purpose (tindakan bersama dengan
tujuan bersama). Model pembelajaran kooperatif
muncul dari konsep bahwa peserta didik akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit
jika saling berdiskusi dengan temannya. Sesuai
dengan pendapat Huda, pembelajaran kooperatif
mengacu pada model pembelajaran dimana peserta
didik bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil
dan saling mendukung dalam belajar (Huda, 2015).
Selain penjelasan di atas, menurut Rusman (2018),
model pembelajaran kooperatif adalah suatu bentuk
pembelajaran di mana peserta didik membentuk
kelompok kecil untuk berkolaborasi dan bekerja sama
dalam struktur kelompok yang heterogen.
Pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang mengutamakan kerja sama di
antara peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Dengan pembelajaran kooperatif diharapkan saling
menciptakan interaksi sehingga tercipta masyarakat

29
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

belajar (learning community). Model pembelajaran


kooperatif secara umum dapat diartikan sebagai
suatu proses pembelajaran yang didesain untuk
membantu peserta didik agar dapat berinteraksi dan
bekerja sama secara kolektif melalui tugas-tugas
terstruktur untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan
belajar di mana kelompok bekerja sama untuk
membangun konsep, memecahkan masalah dan
mengajukan pertanyaan atau inkuiri. Kelompok
kohesif (kompak-partisipatif), setiap anggota
kelompok terdiri dari 4-5 orang, peserta didik
heterogen (kemampuan, gender, dan karakter), ada
kontrol dan dan fasilitas dari pendidik, serta meminta
tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau
presentasi.
Sintaks atau langkah-langkah penerapan model
pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Sintaks atau Langkah-Langkah Model
Pembelajaran Kooperatif

No Fase Kegiatan
1. Present goals and set Menjelaskan tujuan
(Menyampaikan pembelajaran dan
tujuan dan mempersiapkan peserta
mempersiapkan didik untuk belajar
peserta didik).
2. Present information Mempresentasikan
(Menyajikan informasi kepada peserta
informasi) didik secara verbal
3. Organize students Memberikan penjelasan
into learning kepada peserta didik
teams (Mengorganisir tentang tata cara
siswa ke dalam tim- pembentukan tim belajar
tim belajar) dan membantu kelompok
melakukan transisi yang
efisien.

30
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

4. Assist team work and Membantu tim-tim belajar


study (Membantu selama peserta didik
kerja tim dan belajar) mengerjakan tugasnya
5. Test on the materials Menguji pengetahuan
(Mengevaluasi) peserta didik mengenai
berbagai materi
pembelajaran atau
kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil
kerjanya
6. Provide recognition Mempersiapkan cara
(Memberikan untuk mengakui usaha
pengakuan atau dan prestasi individu
penghargaan) maupun kelompok
Sumber: (Suprijono, 2015)

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Model pembelajaran problem based learning (PBL)
adalah pembelajaran yang difokuskan pada peserta
didik dengan memberikan permasalahan dunia nyata
pada awal pembelajaran. Menurut Rusman (2018),
model pembelajaran problem based learning (PBL)
adalah pembelajaran yang menggunakan masalah
nyata (autentik) yang tidak terstruktur dan bersifat
terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk
mengembangkan keterampilan menyelesaikan
masalah dan berpikir kritis serta membangun
pengetahuan baru.
Model pembelajaran problem based learning (PBL)
merupakan suatu model pembelajaran yang
melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga
peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan memiliki
keterampilan untuk menyelesaikan masalah.
Sintaks atau langkah-langkah model pembelajaran
problem based learning (PBL), diawali dengan aktivitas
peserta didik untuk menyelesaikan masalah nyata

31
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

yang ditentukan atau disepakati. Proses penyelesaian


masalah berimplikasi pada terbentuknya
keterampilan peserta didik dalam menyelesaikan
masalah dan berpikir kritis. Tahapan atau sintaks
pembelajaran problem based learning (PBL) sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Sintaks atau langkah-langkah problem based
learning (PBL)
Tahap Aktivitas Pendidik dan Peserta
Didik
Tahap 1 Pendidik menjelaskan tujuan
Mengorientasikan pembelajaran dan sarana atau
peserta didik terhadap logistik yang dibutuhkan. Pendidik
masalah memotivasi peserta didik untuk
terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah nyata yang dipilih atau
ditentukan.
Tahap 2 Pendidik membantu peserta didik
Mengorganisasi mendefinisikan dan mengorganisasi
peserta didik untuk tugas belajar yang berhubungan
belajar dengan masalah yang sudah
diorientasikan pada tahap
sebelumnya.
Tahap 3 Pendidik mendorong peserta didik
Membimbing untuk mengumpulkan informasi yang
penyelidikan individual sesuai dan melaksanakan
maupun kelompok eksperimen untuk mendapatkan
kejelasan yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah.
Tahap 4 Pendidik membantu peserta didik
Mengembangkan dan untuk berbagi tugas dan
menyajikan hasil karya merencanakan atau menyiapkan
karya yang sesuai sebagai hasil
pemecahan masalah dalam bentuk
laporan, video, atau model.
Tahap 5 Pendidik membantu peserta didik
Menganalisis dan untuk melakukan refleksi atau
mengevaluasi proses evaluasi terhadap proses pemecahan
pemecahan masalah masalah yang dilakukan.

Sumber: (Fathurrahman, 2015)

32
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

3. Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)


Pembelajaran berbasis proyek merupakan model
pembelajaran yang melibatkan suatu proyek dalam
proses pembelajaran. Proyek yang dikerjakan oleh
peserta didik dapat berupa proyek perseorangan atau
kelompok dan dilaksanakan dalam jangka waktu
tertentu secara kolaboratif, menghasilkan sebuah
produk, yang hasilnya kemudian akan ditampilkan
dan dipresentasikan. Model pembelajaran project
based learning (PjBL) adalah model pembelajaran yang
dibangun di atas kegiatan pembelajaran dan tugas
nyata yang memberikan tantangan bagi peserta didik
yang terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk
dipecahkan secara kelompok (Goodman, 2010).
Pembelajaran berbasis proyek merupakan model
pembelajaran yang menggunakan proyek atau
kegiatan sebagai sarana pembelajaran untuk
mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada
aktivitas peserta didik untuk memecahkan masalah
dengan menerapkan keterampilan meneliti,
menganalisis, membuat, hingga mempresentasikan
produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata.
Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran berbasis
proyek sebagai berikut:
Tabel 3.3 Sintaks atau Langkah-langkah Model
Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

No Fase Kegiatan
1. Penentuan Peserta didik menentukan tema
proyek atau topik proyek berdasarkan
tugas proyek yang diberikan oleh
pendidik
2. Perancangan Peserta didik merancang
langkah- langkah-langkah kegiatan
langkah penyelesaian proyek dari awal

33
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

penyelesaian sampai akhir beserta


proyek pengelolaannya
3. Penyusunan Peserta didik di bawah
jadwal pendampingan pendidik
pelaksanaan melakukan penjadwalan semua
proyek kegiatan yang telah
dirancangnya
4. Penyelesaian Langkah pengimplementasian
proyek dengan rancangan proyek yang telah
fasilitas dan dibuat
monitoring
pendidik
5. Penyusunan Hasil proyek dalam bentuk
laporan dan produk, baik berupa produk
presentasi atau karya tulis, karya seni, atau
publikasi hasil karya teknologi atau prakarya
proyek dipresentasikan dan
dipublikasikan kepada peserta
didik yang lain dan pendidik atau
masyarakat dalam bentuk
pameran produk pembelajaran
6. Evaluasi proses Pendidik dan peserta didik pada
dan hasil proyek akhir proses pembelajaran
melakukan refleksi terhadap
aktivitas dan hasil tugas proyek
Sumber: (Fathurrahman, 2015)

4. Model Pembelajaran Contextual Learning (CTL)


Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) merupakan konsep belajar yang membantu
pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata pendidik dan mendorong
peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan nyata.
CTL adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan

34
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh


komponen utama pembelajaran afektif, yaitu
konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang
sebenarnya (Nurhadi, 2002).
Pembelajaran kontekstual adalah pendekatan
pembelajaran yang menghubungkan materi yang
dipelajari dengan kehidupan nyata peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari, bertujuan untuk
menemukan makna materi dalam kehidupannya
(Komalasari, 2017).
Sintaks atau langkah-langkah model pembelajaran
Contextual Learning (CTL) sebagai berikut:
Tabel 3.4 Sintaks atau Langkah-Langkah Model
Pembelajaran CTL
No. Fase Kegiatan
1. Invitasi Peserta didik didorong agar mengemukakan
pengetahuan awalnya tentang konsep yang
dibahas
2. Eksplorasi Peserta didik diberi kesempatan untuk
menyelidiki dan menemukan konsep
melalui pengumpulan, pengorganisasian,
dan penginterpretasian data dalam sebuah
kegiatan yang telah dirancang guru.
3. Penjelasan Peserta didik memberi penjelasan-
dan Solusi penjelasan solusi yang didasarkan pada
data hasil observasi ditambah dengan
penguatan pendidik
4. Pengambilan Peserta didik dapat membuat keputusan,
Tindakan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan, berbagai informasi dan
gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan,
mengajukan saran baik secara individu
maupun kelompok yang berhubungan
dengan pemecahan masalah.

Sumber: (Sa'ud, 2014)

35
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

5. Model Pembelajaran Discovery Learning


Discovery learning merupakan model pembelajaran
yang membimbing peserta didik untuk menemukan
pengetahuan yang mampu mereka sampaikan saat
mereka belajar. Discovery learning merupakan model
pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik, dimana
proses pembelajaran dirancang untuk
memungkinkan peserta didik memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui dan
sebelumnya tidak diberikan, tetapi peserta didik
menemukan sendiri (Daryanto & Karim, 2017).
Discovery learning adalah model pembelajaran yang
membantu peserta didik mengalami dan menemukan
pengetahuan mereka secara murni, memberikan
pengalaman yang mengubah perilaku untuk
memaksimalkan potensi mereka. Sintak atau
langkah-langkah model pembelajaran discovery
learning sebagai berikut:
Tabel 3.5 Sintaks atau Langkah-Langkah Model
Pembelajaran Discovery Learning
No. Fase Kegiatan
1. Stimulation Proses belajar mengajar dengan
(Stimulus) mengajukan, pertanyaan,
membuat rekomendasi untuk
membaca buku, dan
melakukan kegiatan belajar
lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah.
2. Problem Mengidentifikasi sebanyak
statement mungkin agenda-agenda
(identifikasi masalah yang relevan dengan
masalah) bahan pelajaran, kemudian
salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara
atas pertanyaan masalah).
3. Data collection Mengumpulkan informasi
(pengumpulan sebanyak-banyaknya yang
data)

36
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

relevan untuk membuktikan


benar atau tidaaknya hipotesis.
4. Data processing Mengolah data dan informasi
(Pengolahan yang telah diperoleh para
data) peserta didik melalui
wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan.
5. Verification Melakukan pemeriksaan secara
(Pembuktian) cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis
yang ditetapkan tadi,
dihubungkan dengan hasil data
processing.
6. Generalization Dengan memperhatikan hasil
(generalisasi) validasi dapat dijadikan prinsip
umum dan menarik
kesimpulan yang berlaku
untuk semua kejadian atau
masalah.
Sumber: (Syah, 2017)

6. Model Pembelajaran Blended Learning


Blended learning adalah kombinasi antara belajar
secara online dan belajar secara tatap muka. Mason
dan Rennie (2006), mendefinisikan blended learning
adalah gabungan antara pembelajaran tatap muka
dengan pembelajaran e-learning. Vaughan (2010),
menyatakan blended learning adalah sebuah desain
pendekatan yang koheren yang mengintegrasikan
pembelajaran secara tatap muka dan secara online
untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.
Model pembelajaran blended learning merupakan
pembelajaran yang menggabungkan antara
pembelajaran online dan tatap muka. Menurut
pendapat Moskal et al., (2013), blended learning
merupakan model pembelajaran perpaduan antara
pembelajaran tatap muka di kelas dengan
pembelajaran berbasis IPTEK. Sintaks atau langkah-

37
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

langkah blended learning di ikhtisarkan sebagai


berikut:
Tabel 3.6
Sintaks atau Langkah-Langkah Blended Learning
Fase Kegiatan Pembelajaran
Fase 1 a. Pendidik menjelaskan kompetensi dan
Seeking of tujuan belajar sebelum dilakukannya
information proses pembelajaran agar terdapat
kesiapan dari peserta didik untuk
mengeksplor materi yang akan dihadapi
terkait melalui pembelajaran online
maupun pembelajaran tatap muka.
Karenanya, dapat dilakukan atau
dibentuk secara kelompok atau individu.
b. Pendidik dapat membantu, mengawasi,
dan memfasilitasi kegiatan peserta didik
dalam proses pembelajaran agar segala
informasi yang didapat tetap valid dan
tidak melenceng dari topik
pembelajaran.
Fase 2 a. Diskusi kelompok tetap dibimbing oleh
Acquisition pendidik guna menginvetarisasi
of informasi, menginterpretasi dan
information mengelaborasi berbagai konsep
pemahaman materi yang sedang
disampaikan.
b. Dari hasil interpretasi informasi atau
pengetahuan dari berbagai sumber yang
tersedia pendidik dapat menyusun
gagasan atau ide yang telah dipikirkan
oleh mahasiswa.
c. Pembelajaran tatap muka (face to face)
maupun menggunakan fasilitas TIK
(online), secara kelompok maupun
personal difasilitasi dan didorong oleh
pendidik guna membicarakan hasil dari
interpretasi dan elaborasi.
d. Pendidik tetap mengerjakan berbagai
soal individu maupun kelompok melalui
scaffolding dari pendidik.
e. Peserta didik ditugaskan oleh pendidik
untuk mengelaborasi penguasaan

38
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

materi melalui berbagai persoalan


terbuka (open-rich problem).
Fase 3 a. Bersama-sama peserta didik menarik
Synthesis kesimpulan materi yang dibelajarkan,
of dan pendidik menjustifikasi hasil
knowledge eksplorasi dan akuisi materi secara
akademik
b. Mensintesis pengetahuan dalam
struktur kognitifnya oleh peserta didik
dibantu oleh pendidik.
c. Mengkontruksi atau merekontruksi
materi melalui proses akomodasi dan
asimilasi bertolak dari hasil analisis,
diskusi dan perumusan kesimpulan
terhadap materi yang dibelajarkan oleh
peserta didik didampingi oleh pendidik.
Sumber: (Grant, 2001)

Model Pembelajaran Teacher Center Learning


Model pembelajaran yang mempunyai landasan teoritis
teori belajar sosial, teori belajar behavioral, dan teori
pemrosesan informasi. Model-model pembelajaran dengan
pendekatan berpusat pada pendidik. Model pembelajaran
difokuskan pada tatap muka antara pendidik dengan
peserta didik dengan cara mempresentasikan,
menerangkan, dan lain sebagainya.
Model pembelajaran yang berpusat pada Teacher Center
Learning sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Direct Instruction atau pembelajaran langsung
merupakan model pembelajaran yang berisi langkah
spesifik yang dapat membimbing peserta didik saat
mempelajari materi procedural. Menurut Trianto
(2011), Model pembelajaran langsung dirancang
untuk meningkatkan proses pendidikan dan
pembelajaran peserta didik sehubungan dengan
pengetahuan deklaratif dan dikonfigurasi dengan
benar untuk mendukung prosedur, yang diajarkan

39
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

dengan langkah demi langkah dan pola-pola aktivitas


yang bertahap. Sintaks atau langkah-langkah model
pembelajaran langsung (Direct Instruction) sebagai
berikut:
Tabel 3.7 Sintaks atau Langkah-Langkah Model
Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

Fase Kegiatan
Fase 1 Pendidik menjelaskan tujuan
Menyampaikan tujuan pembelajaran, informasi latar
dan mempersiapkan belakang pelajaran,
peserta didik pentingnya pelajaran, dan
mempersiapkan peserta didik
untuk belajar.
Fase 2 Pendidik mendemonstrasikan
Mendemonstrasikan keterampilan dengan benar,
pengetahuan dan atau menyajikan informasi
keterampilan tahap demi tahap.
Fase 3 Pendidik merencanakan dan
Membimbing pelatihan memberi bimbingan
pelatihan.
Fase 4 Pendidik mengecek tugas
Mengecek pemahaman yang diberikan dan
dan memberikan umpan memberikan umpan balik.
balik
Fase 5 Pendidik mempersiapkan
Memberikan kesempatan melakukan
kesempatan untuk pelatihan lanjutan, dengan
pelatihan lanjutan dan perhatian khusus pada
penerapan penerapan kepada situasi
lebih kompleks dan
kehidupan sehari-hari.
Sumber: (Nur & Kardi, 2000)

2. Model pembelajaran konsep (Concept attainment)


Model pembelajaran konsep adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan data untuk
mengajarkan suatu konsep kepada peserta didik,
dimana seorang pendidik memulai mengajar dengan
menyajikan data atau contoh, kemudian pendidik

40
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

meminta peserta didik untuk menghasilkan


pengamatan data atau contoh.
Model concept attainment merupakan proses
pencarian dan mencantumkan atribut yang dapat
digunakan untuk membedakan antara contoh yang
sesuai dan yang salah (Huda, 2017). Menurut Uno
(2017), Model embelajaran konsep adalah model
Pembelajaran untuk membantu peserta didik
memahami konsep pelajaran. Pemahaman peserta
didik tentang konsep pembelajaran akan
memungkinkan peserta didik untuk lebih memahami
konsep pelajaran yang lebih tinggi. Perolehan konsep
pada peserta didik sangat membantu untuk
mengkategorikan bahan pelajaran dan dapat
menemukan hal-hal baru yang dapat mereka
kembangkan dalam kehidupan sehari-hari.
Langkah-langkah model pembelajaran concept
attainment sebagai berikut:
Tabel 3.8 Tahapan model pembelajaran concept attainment

No Tahap Kegiatan
1. Tahap 1. Pendidik menyajikan contoh-
Pertama: contoh yang diberikan label.
Penyajian 2. Peserta didik membandingkan
Data dan sifat atau ciri dalam contoh positif
Identifikasi dan contoh negatif dan
Konsep menjelaskan definisi menurut
sifat atau ciri yang paling
mendasar.
2. Tahap 1. Peserta didik mengidentifikasi
Kedua: contoh tambahan yang tidak
Pengujian diberi label.
Pencapaian 2. Pendidik menguji hipotesis,
Konsep menamai konsep, dan
menyatakan kembali definisi dan
sifat yang mendasar.
3. Peserta didik membuat contoh-
contoh.

41
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

3. Tahap 1. Peserta didik mendeskripsikan


Ketiga: pemikiran-pemikiran.
Analisis 2. Peserta didik mendiskusikan
Strategi- peran sifat dan hipotesis.
Strategi 3. Peserta didik mendiskusikan
Berpikir jenis dan ragam hipotesis.
Sumber: (Joyce, Weil, & Calhoun, 2009)

42
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Berlin, K. I. (2015). Ragam pengembangan model
pembelajaran untuk peningkatan profesionalitas guru.
Jogjakarta: Kata Pena.
Daryanto, & Karim. (2017). Pembelajaran Abad 21.
Yogyakarta: Gava Media.
Fathurrahman, M. (2015). Model-model pembelajaran
Inovatif. Jogjakarta: AR-Ruzz Media.
Goodman, B. a. (2010). Project-Based Learning.
Educational Psychology.
Grant, R. (2001). Teaching and learning with information
and communication technology: Succes through a
whole school approach. National Education Computing
Conference, 25-27.
Hamalik, O. (2004). Proses belajar mengajar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Hamdayama, J. (2016). Metodologi pengajaran. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Huda, M. (2015). Cooperative learning: Metode, teknik,
struktur, dan model penerapan . Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Huda, M. (2017). Model-model pengajaran dan
pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2009). Models of
teaching (Model-model pengajaran). Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Komalasari, K. (2017). Pembelajaran kontekstual: Konsep
dan aplikasi. Bandung: Refika Aditama.
Mason, R., & Rennie, F. (2006). E-learning: The key
concepts. New York: Routledge.
Moskal, P., Dziuban, C., & Hartman, J. (2013). Internet
and higher education blended learning: A dangerous
idea? The Internet and Higher Education, 15-23.
Nur, M., & Kardi, S. (2000). Pengajaran Langsung.
Surabaya: Unesa University Press.

43
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Nurhadi. (2002). Pembelajaran kontekstual (Contextual


Teaching and learning/CTL) dan penerapannya dalam
KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Rusman. (2018). Model-model pembelajaran
mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Sagala, S. (2010). Supervisi pembelajaran dalam profesi
pendidikan: Membantu mengatasi kesulitan guru
memberikan layanan belajar yang bermutu. Bandung:
Alfabeta.
Sa'ud. (2014). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suprihatiningrum, J. (2013). Strategi Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Suprijono, A. (2015). Cooperative Learning: Teori dan
aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syah. (2017). Psikologi pendidikan dengan pendekatan
baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Trianto. (2011). Model-model pembelajaran inovatif
berorientasi konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Trianto. (2015). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Uno, H. (2017). Model pembelajaran menciptakan proses
belajar mengajar yang kreatif dan efektif. Jakarta:
Bumi Aksara.
Vaughan. (2010). Blended learning in higher education.
San Fransisco: A Wiley Imprint.
Weil, B. J. (2009). Models of Teaching. Boston: Allyn and
Bacon.

44
MODEL STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Dr. Ika Puspitasari, M.Pd.I
Lahir di Tulungagung 03 April 1991. Telah
menyelesaikan studi S1 program studi Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah di STAIN Tulungagung,
untuk studi S2 program studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah di UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang. Kemudian melanjutkan S3 program studi
Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Surabaya. Saat ini
adalah dosen tetap program studi Pendidikan Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surabaya. Minat kajian metode
pembelajaran dan teknologi pendidikan. Menulis artikel dan
karya ilmiah pada jurnal nasional dan internasional. Saat ini
aktif dalam organisasi keilmuan (IPTPI, PPPAII, Asosiasi Dosen
PAI LPTK PTM).

45
46
4
METODE STUDENT CENTER
LEARNING DAN TEACHER
CENTER LEARNING

Listari Basuki M.P.d.I


STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah) Batu Bara

Metode Student Center Learning


Aktifitas pembelajaran yang berlangsung saat ini masih
menggunakan model pembelajaran konvensional dimana
posisi sentral dalam proses pembelajaran dikendalikan
atau masih dipegang oleh guru. Guru berperan sebagai
subjek pembawa nilai dan norma budaya menduduki
posisi sentral dalam aktifitas pendidikan tersebut.
(Bernadib Dalam Murtiningsih, 2004)
Padahal model dan pola seperti itu tidak lagi relevan
dengan kondisi kehidupan saat ini. Perkembangan
teknologi dan aktiiftas kehidupan yang sangat kompetitif
saat ini merupakan gambaran bahwa pendidikan
terhadap anak manusia harus mampu melampui
perkembangan yang ada saat ini. Jika tidak maka
pendidikan tidak mampu menjadi solusi bagi
permasalahan dan hambatan manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia. Selain bergegas untuk merubah pola
seorang guru penting memahami dan menerapkan salah
satu dari sekian banyak metode yang dapat merubah pola
klasik menjadi yang lebih canggih. Pola klasik diatas lebih

47
METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

dikenal dengan istilah pendekatan pembelajaran metode


Teacher Centered Learning dimana guru sebagai seorang
ahli ynag bertugas memberikan atau menyampian ilmu
pengetahuan kepada muridnya.(Chrosby dalam O’Neil
dan McMahon, 2005)
Metode student center learning misalnya dapat dijadikan
alternatif metode pembelajaran yang sangat efektif
digunakan saat ini terlebih di era new normal yang
melazimkan segala aktifitas berlangsung tanpa tatap
muka langsung. SCL (Student Center Learning) dikenal
sebagai pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada siswa. Peran guru pada metode
pembelajaran ini lebih maksimal dan kompleks yaitu
sebagai pengajar, motivator, fasilitator dan inovator juga.
Namun pendekatan pembelajaran SCL (Student Center
Learning) lebih cenderung menempatkan guru sebagai
pemberi solusi bagi permasalahan dan kesulitan pada
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Konteks ini sesuai dengan yang di paparkan oleh
Depdiknas bahwa belajar yang aktif merupakan
pembelajaran ynag mengaktifkan seluruh aspek fisik,
mental maupun intelektual dan emosional agar peserta
didik mendapatkan hasil belajar yang kompleks yaitu
kognitif, psikomotor dan apektif. (Natawijaya dalam
Depdiknas (2005). Selain meningkatkan keaktifan peserta
didik pendekatan pembelajaran ini juga memungkinkan
peserta didik ini memiliki sumber belajar yang lebih luas
lagi. Sumber belajar tidak saja berasal dari guru saja
tetapi bisa didapat dari internet, teman sebaya, koran,
masyarakat lingkungan sekitar, maupun orang tua.
Metode TCL (Teacher Centered Learning)
TCL atau (Teacher Center Learning) merupakan model
pembelajaran yang lebih mengedepankan fungsi dosen,
atau guru sebagai sumber belajar ynag dominan.

48
METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Pendekatan pembelajaran dengan TCL ini sulit memacu


motivasi peserta didik untuk dapat menggali atau aktif
dalam mendapatkan pengetahuan belajar. TCL (Teacher
Centered learning) merupakan metode pembelajaran yang
berpusat pada mendengarkan materi yang diberikan dna
disajikan oleh dosen tau guru. Sehingga pembelajaran
hanya menggunakan metode ceramah yang akan
menumbuhkan kebosanan dna sikap pasif pada peserta
didik.
TCL (Teacher Centered Learning) akan sulit memotivasi
peserta didik mencapai aspek kelulusan seperti aspek
sikap, pengetahuan, ketrampilan umum dan ketrampilan
khusus. Model TCL ini hanya menekankan pada
ketercapaian ketuntasan tanpa mengedepankan aspek
lain pada peserta didik. Oleh sebab itu model
pembelajaran ini sangat klasik dna semangkin
ditinggalkan oleh beberapa pendidik yang lebih moderen.
Namun sebenarnya kedua model atau metode
pembelajaran SCL (Student Centered Learning) dapat
dikolaborasikan atau dipadukan dengan metode TCL
(Teacher Centered Learning). Walaupun guru atau
pendidik harus mempersiapkannya terlebih dahulu
penggabungan metode ini dapat menjadikan
pembelajaran sempurna. Dimana perilaku bebas peserta
didik dalam menggali pengetahuan dan kreatifitas namun
tetap dikunci oleh batas-batas perilaku yang akan
diperankan pada penggunaan TCL (Teacher Centered
Learning).
Mengapa demikian? Karena pada hakikatnya dalam
konsep pendidikan Islam pendidikan tidak saja
dikembangkan pada aspek kognitif maupun psikomotorik
namun apektif ynag harus diaktualisasikan dalam
kehidupan nyata. Sehingga peserta didik tidka saja
tangguh dalam aspek pengetahuan kognitifnya namun
cakap dalam bersikap dan mengambil tindakan disituasi

49
METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

tertentu. Oleh sebab itu metode SCL (Student Centered


Learning) dan TCL (Teacher Centered Learning) ini bisa
digunakan bersamaan dengan menggunakan planning
dna perencanaan pembelajaran terlebih dahulu.
Menuurt Shuell dalam David A. Jacobsen, paul E. & Donald
Kauchak memberikan pendapat tentang TCL (Teacher
Centered Learning) adalah sebuah pengajaran ynag fokus
pada guru ynag mencakup pada fungsi guru dalam
memberikan dan menyajikan materi dengan cara eklpisit.
Pendapat lain berkaitan dengan TCL (Teacher Centered
Learning) menyatakan bahwa pengajaran dipegang penuh
oleh dosen atau guru mulai dari mempersiapkan,
menyajikan dan mengevaluasi materi. Tiga peran ini
dilakukan oleh seorang guru sebagai guru Perencana
pengajaran, Penyampai informasi dan Evaluator. Dan
seluruh pembelajaran dilakukan dnegan menggunakan
metode ceramah sebagai metode utama. (Sanjaya, H. Wina
2011)
Metode Pembelajaran yang Dapat Digunakan Melalui
Pendekatan SCL
Adapun beberapa metode yang dapat digunakan atau
diaplikasikan kedalam pendekatan SCL (Student Center
Learning) adalah sebagai berikut : Small Group Discussion,
Role Play & Simulation, Case Study, Discovery Learning,
Case Study, Discovery Learning, Self Directed Learning,
Collaborative Learning, Contextual Intruction, Projeck
Based Learning, Problem Based learning da Inquiry
1. Small Group Discussion
Metode ini merupakan metode pembelajaran dengan
memngelompokkan siswa dan peserta didik menjadi
kelompok-kelompok kecil yang masing-maisng
kelompok didampingi oleh tutor. Kelompok tersebut
diberikan tugas untuk melakukan diskusi kecil untuk

50
METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah


diberikan dalam waktu yang sudah ditentukan.
Metode yang dapat diterapkan pada pembelajaran ini
adalah metode ceramah dan metode diskusi.
2. Role-Play & Simulation
Metode pembelajaran yang langsung menyajikan dan
menampilkan model yang menggambarkan situasi
yang sama atau mendekati mirip dengan situasi
dengan sesuangguhnya ke dalam kelas. Dalam
pembelajaran seperti ini untuk guru dapat
menggunakan metode ceramah sebagai pembuka lalu
dan dapat menggunakan metode tanya jawab pada
akhir pelajaran untuk tujuan reinforcement.
3. Case Study
Metode pembelajaran dengan cara mempresentasikan
suatu informasi yang detail tentang sebuah materi.
Atau mempersentasikan informasi berkaitan sebuah
case atau maslah tertentu. Case study ini cenderung
menggunakan metode diskusi, tanya jawab dan
metode ceramah digunakan guru pada saat
explanation materi di akhir diskusi.
4. Discovery Learning
Metode discovery model pembelajaran dengan cara
menggali pengetahuan melalui informasi yang telah
disediakan. Penyediaan informasi juga dapat
disediakan atau disiapkan oleh maupun siswa.
Sehingga siswa belajar mandiri menemukan
pengetahuan. Discovery learning ini merupakan
model yang orientasinya kepada siswa dalam
menemukan pengetahuanya oleh sebab itu guru bisa
menggunakan metode proyek individu maupun
kelompok.

51
METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

5. Self Directed Learning


Metode berikutnya adalah Self Directed Learning
dimana proses pembelajaran terjadi dan berlanjung
atas inisiasi atau inisiatif dari individu siswa itu
sendiri. Pembelajaran ini biasanya terjadi apabila
motivasi yang diberikan guru langsung teraktualisasi
pada diri siswa.
6. Cooperative Learning
Untuk metode cooperative learning ini pembelajaran
berbasis kelompok yang telah dipersiapkan atau
dirancang lebih dulu oleh guru dalam rangka untuk
menyelsaikan sebuah masalah, kasus atau tugas
tertentu. Metode diskusi, dan metode proyek sangat
cocok untuk jenis pembelajaran cooperative learning
ini.
7. Collaborative Learning
Metode berikutnya collaborative learning
pembelajaran dengan memfokuskan kerjasama antar
siswa yang dibentuk dalam kelompok. Dalam hal ini
peserta didik di asah untuk bisa bekerja dalam tim.
Untuk melancarkan tujuan pembelajaran ini guru
dapat menggunakan metode diskusi kelompok.
8. Contextual Intruction
Untuk metode contextual Intruction ini pembelajaran
mengaitkan isi materi ajar dengan kondisi atau situasi
nyata dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus
memotivasi siswa untuk dapat membuat keterkaitan
atau keterhubungan antara pengetahuan dan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
9. Project Based Learning
Puncak dari pembelajaran student center learning ini
peserta didik menghasilkan sebuah produk. Namun

52
METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

untuk mencapai hasil ini metode ini diterapkan


dengan sangat sistematis dimana peserta didik benar-
benar terlibat dalam sebuah pengetahuan atau
ketrampilan melalui proses penggalian ( inquiry) ynag
terstruktur dan sangat hati-hati.
10. Problem Based Learning and Inquiry
Metode terakhir ini adalah proses pembelajaran yang
berlangsung dengan warna memnafaatkan problem
atau masalah dan siswa yang akan melakukan
pencarian dna penggalian informasi dalam
menyelesaikan masalah tersebut.
Tabel 1. Perbedaan Antara SCL dengan TCL
No SCL (Student Center Learning) TCL (Teacher Center
Learning)
1 Pengetahuan ditransfer atau Siswa aktif belajar
diberikan dari guru kepada mengembangkan potensi
siswa pengetahuan dan
ketrampilan
2 Siswa cenderung pasif karena Siswa aktif mengelola
hanya menerima materi atau dan terlibat dalam
pelajaran dari guru mendapatkan
pengetahuan
3 Berorientasi atau Tidak saja hanya fokus
memfokuskan pada pada penguasaan materi
penguasaan materi namun mengembangkan
karakter siswa (life long
learning)
4 Hanya memanfaatkan media Memanfatkan banyak
tunggal media ( (multimedia)
5 Guru hanya memiliki tugas Guru memiliki fungsi
dan fungsi sebagai pemberi sebagai fasilitator dan
informasi utama, lalu menjadi evaluator dilakukan
evaluator bersama sama siswa
6 Menekankan pada jawaban Menekankan pada
yang benar saja pengembangan
pengetahuan, sehingga
kesalahan siswa dapat
dijadikan sumber
pengetahuan baru.
7 Persaingan sangat kompetitif Iklim belajar sangat
dan iklim belajar sangat suportive, kolaborative
individualis dan kooperative

53
METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

8 Hanya fokus pada ketuntasan Menekankan pada


belajar atau materi pencapaian kompetensi
dan bukan pada
ketuntasan materi
9 Penekanan hanya pada Ditekankan pembelajaran
bagaimana cara guru memberi siswa dapat
pengajaran atau pembelajaran. menggunakan berbagai
pengetahuan atau
pelajaran (interdispliner)

Perbedaan yang sangat signifikan diatas menunjukkan


bahwa pembelajaran dengan cara SCL (Student Centered
Learning) lebih efektif dan lebih memberikan kesan yang
menyenangkan bagi peserta didik. Sedangkan metode TCL
(Teaching Centered Learning) cenderung membosankan
dan faktor dominasi guru sangat terlihat. Namun kedua
metode ini dapat digunakan bersamaan atau
pengkolaborasian yang baik. Dengan tidak
mengedepankan metode apapun kedua metode ini tetap
bisa digunakan apabila dikolaborasikan dengan baik.
Namun harus menggunakan perencanaan matang karena
tidak ada satupun metode yang tepat untuk mata
pembelajaran tertentu dan waktu tertentu. Namun
metode pembelajaran akan lebih efektif apabila
penggunaanya telah melalui proses perencanaan terlebih
dahulu.
Implementasi Metode SCL (Student Center Learning )
dan TCL (Teacher Center Learning) Pada Mata
Pelajaran Agama Islam
Metode pembelajaran adalah salah satu cara atau teknik
dalam membelajarkan materi kepada peserta didik. Oleh
sebab itu dalam penggunaan seorang pendidik atau guru
harus sungguh-sungguh membuat perencanaan yang
maksimal sebelum menerapkannya. Karena tidak ada
satu metodepun yang cocok atau yang tepat untuk semua
mata pelajaran. Artinya keberhasilan seorang guru
menggunakan metode mengajar sifatnya kondisional,
dimana keberhasilan proses pembelajaran ditopang dari

54
METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

ketepatan perencanaan metode pembelajaran. Begitu juga


dengan metode SCL dan TCL digunakan harus melalui
proses perencanaan yang baik dan maksimal. Sehingga
metode SCL dan TCL berjalan sesuai Rancangan
Pembelajaran yang sudah ditetapkan. Karena mustahil
keberhasilan pembelajaran tanpa perencanaan
pembelajaran yang baik.
Sebagaimana ynag telah diketahui bahwa SCL (student
Center Learning) merupakan metode pembelajaran yang
mengedepankan siswa sebagai objek pembelajaran.
Pembelajaran terjadi dengan peran serta siswa, oleh sebab
itu persiapaan untuk melaksanakan proses ini harus
maksimal. Jika tidak akan terjadi kesalahan pada tahap
pelaksanaan pembelajaran.
Perencaan berfungsi meminimalisir munculnya kesalahan
pada proses pembelajaran. SCL yang cenderung pada
aktifitas siswa tentunya tingkat keributan yang
disebabkan dari aktifitas siswa bisa sangat mengganggu
apabila tidak dicontrol dengan baik. Pada situasi ini lah
metode TCL ( Teacher Center Learning) berperan. Dengan
demikian perbaduan metoe SCL dan TCL merupakan
kombinasi yang sangat seimbang dalam proses
pembelajaran apabila dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang baik.
Selain itu sangat penting juga mengingat bahwa pada
mata pelajaran agama Islam merupakan pembelajaran
nilai-nilai religiusitas oleh sebab sebab itu apapun metode
pembelajarannya seorang guru harus tetap merancang
pembelajarannya berorientasi pada nilai religius. Misalnya
pada saat diskusi tetap mengedepankan adab menjauhi
perdebatan dan ejekkan. Namun lebih mengedepankan
permusyawaratan dan menghargai hak-hak orang lain.

55
METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Depdiknas. (2003) Pendekatan Kontekstual (Contextual
teaching and learning), Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Murtiningsih, Siti. ( 2004) Pendidikan Alat Perlawanan,
Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire, Yogyakarta;
Resist Book
O’Neil, G n McMahon, T. (2005) Student Centered Learning:
What doest it mean for student and lecture, diambil
tanggal 28 September 2021 dari http;
//aishe.org/readings/2005-9/oneill-mcmahon
Tues_19th_Oct_SCL.html
Sanjaya, H. Wina (2011). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencan hal 97)
Jacobsen, David A., Paul, Eggen & Donald, K. (2009).
Methods For Teaching:
Metode-metode Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa
TK-SMA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

56
METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Listari Basuki
Penulis mulai tertarik terhadap ilmu pendidikan
agama Islam pada tahun 2005 silam. Sehingga
penulis memutuskan untuk menempuh
pendidikan di Fakultas Agama Islam Panca Budi
dan melanjutkan Pascasarjana di UIN SU pada
tahun 2012. Penulis memiliki keahlian dalam ilmu
pendidikan. Sehingga peneliti aktif menulis dalam bidang
kepakaran yang digeluti penulis.
Dan untuk mewujudkan karir sebagai dosen profesional,
penulis pun aktif sebagai peneliti dibidang kepakarannya
tersebut. Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai oleh
internal perguruan tinggi dan juga Kemenristek DIKTI. Selain
peneliti, penulis juga aktif menulis buku dengan harapan dapat
memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara yang
sangat tercinta ini. Pendidikan terus mengalami kemajuan oleh
sebab itu penulis berkeyakinan akan memajukan pendidikan
agama Islam dengan keilmuan lainnya. Atas dedikasinya ini
penulis pernah mendapat penghargaan sebagai dosen terbaik
pada tahun 2013. Metode pembelajaran merupakan salah satu
teknik dan solusi bagi pendidikan untuk meningkatkan
pemahaman peserta didik dalam memhami materi ajar. Oelh
sebab itu kemampuan dan keahlian guru dalam menggunakan
metode pembelajaran adalah faktor utama terjadinya proses
pembelajaran yang menyenangkan dan memberikan
pengalaman yang menyenangkan bagi peserta didik. Terlebih
saat ini dunia teknologi mengiringi kehidupan dan aktifitas
manusia, yang menyebabkan perubahan pola pikir yang lebih
cenderung instant dan akurat. Metode SCL ini dapat dijadikan
alternatif pendidik saat ini dalam menjalani aktifis baru era new
normal.
Email Penulis: alhanif2529@gmail.com

57
58
5
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING

Ahmad Fuadi, M.Pd.I


STAI Jam’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura
Kab. Langkat – Sumatera Utara

Pendahuluan
Pendidikan merupakan aspek penting dalam terwujudnya
masyarakat yang sejahtera, dan berperan dalam
menunjang kehidupan masyarakat. Saat ini dimana ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang dengan
pesat, pendidikan mengambil peran signifikan, tetapi
masih terdapat kelambanan dalam penyesuaian terhadap
perkembangan tersebut. Penyesuaian yang dimaksud
terdapat dalam berbagai aspek, salah satunya yaitu dalam
sistem atau metode pembelajaran yang terdapat di setiap
lembaga pendidikan (lembaga pendidikan formal). Metode
pembelajaran secara garis besar terbagi menjadi dua
macam, pertama yaitu pembelajaran yang berpusat pada
guru (Teacher Centered Learning) atau disebut dengan
TCL. Metode TCL merupakan pembelajaran yang
sepenuhnya dikendalikan oleh guru pelajaran. Kedua
adalah pembelajaran yang berpusat pada murid (Student
Centered Learning) atau disebut dengan SCL. Metode SCL
merupakan metode yang berusaha meng-explore
kemampuan siswa untuk aktif mencari, menggali, dan

59
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

merumuskan materi pelajaran. Kedua metode tersebut


memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. TCL
secara teori memiliki kelebihan yaitu materi dapat
disampaikan oleh guru secara gamblang dan mendetail
sesuai dengan kemampuan guru, kondisi kelas tenang
karena dipegang penuh oleh guru. Namun kekurangan
dari TCL adalah siswa sering merasa bosan dan ilmu yang
didapat tidak berkembang, sehingga seolah-olah menjadi
ilmu “turun-temurun”. Sedangkan untuk SCL secara teori
memiliki kelebihan yaitu siswa dapat aktif menggali ilmu,
bereksplorasi, dan merumuskan materi yang didapat.
Namun kekurangan SCL adalah siswa menjadi sangat
aktif, sehingga kelas menjadi gaduh dan menuntut guru
lebih ekstra mengendalikan kondisi kelas.(Paul Eggen,
2008: 116)
Metode pendidikan di lembaga pendidikan perlu
diselaraskan dengan perkembangan serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sistem pembelajaran pada
hampir semua lembaga pendidikan di Indonesia masih
bersifat satu arah, yaitu pemberian materi oleh guru yang
ternyata membuat siswa/peserta didik pasif karena hanya
mendengarkan materi yang disampaikan sehingga
kreativitas mereka kurang terpupuk atau bahkan
cenderung tidak kreatif.
Pola pembelajaran guru/pendidik aktif dengan siswa pasif
ini mempunyai efektivitas pembelajaran rendah. Dalam
konteks TCL, spoon-feeding untuk para siswa tidak lagi
sesuai karena membuat proses pembelajaran lamban dan
siswa tidak memiliki peluang untuk memilih menu yang
sesuai. Kelambanan proses pembelajaran yang terjadi di
dalam paradigma TCL akan menyebabkan peserta didik
selalu tertinggal di belakang, tidak dapat segera
menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman.1 Siswa
merupakan sekelompok manusia yang beranjak dewasa,
yang bukan hanya memiliki perubahan dari segi fisik

60
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

namun juga dari segi psikologis. Pola pikir dari siswa yang
mulai kritis, membuatnya tidak sekedar memikirkan
keinginan semata tapi mereka memikirkan tentang apa
yang dibutuhkan. Dengan metode pembelajaran yang
bersifat satu arah membuat siswa memiliki ruang gerak
yang terbatas dalam memilih apa yang ingin dipelajari dan
ditelusurinya. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan
dalam model pembelajaran yang selama ini dilakukan.
Usaha meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan
dapat dilakukan dengan kegiatan belajar-mengajar yang
baik. (Richard L. (Arend, 2008 : 224-225)
Paradigma baru dan perubahan global dunia akhir-akhir
ini membuat pelaksanaan pembelajaran di perguruan
tinggi harus dilakukan dengan pendekatan baru yaitu
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered). Perubahan pendekatan dalam pembelajaran
dari TCL menjadi SCL adalah perubahan paradigma, yaitu
perubahan dalam cara memandang beberapa hal dalam
pembelajaran, yakni pengetahuan, belajar, dan
pembelajaran.3 Secara operasional, di dalam SCL para
siswa memiliki keleluasaan untuk mengembangkan
segenap potensinya (cipta, rasa dan karsa),
mengeksplorasi bidang/ilmu yang diminatinya,
membangun pengetahuan serta kemudian mencapai
kompetensinya melalui proses pembelajaran aktif,
interaktif, kolaboratif, kooperatif, kontekstual dan
mandiri. (Arend, 2008 : 226)
Oleh sebab itu dalam tulisan bab ini akan dibahas dan
dijelaskan secara detail mengenai kelebihan dan
kekurangannya dari kedua metode ini.
Kelebihan dan Kekurangan Student Center Learning
1. Kelebihan Pembelajaran Student Center

61
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Dalam pembelajaran Student Center ini memiliki


beberapa kelebihan atau keunggulan antara lain :
a. Mengefektifkan Proses Pembelajaran
Dengan pembelajaran yang berpusat kepada
peserta didik, mereka akan bertanggungjawab
pada dirinya sendiri dalam mencapai tujuan
pembelajarannya. Sehingga mereka akan lebih
cepat dalam menerima dan memahami sesuatu
dengan proaktif dalam belajar.
b. Memperkuat Daya Ingatan Siswa
Ketika siswa dituntut untuk aktif dalam proses
belajarnya, dalam artian tidak lagi hanya terpusat
pada guru, mereka akan lebih kuat daya
ingatannya. Karena mereka mendapatkan ilmu
secara langsung untuk dipraktekkan, dalam arti
tidak hanya sekedar mendengarkan dari satu
sumber.
c. Mengikis Rasa Bosan Siswa
Rasa bosan akan timbul ketika mahasiswa tidak
dianggap ada di dalam kelas. Mereka hanya
dijadikan objek pendengar yang setia dari
ceramah guru. Akibatnya siswa akan merasa
bosan dan akan juga mempengaruhi
keinginannya untuk terus giat dalam menggali
ilmu.
d. Tumbuhnya suasana demokratis dalam
pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan
diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di
antara siswa. Dengan adanya dialog dan diskusi,
siswa dapat bertukar pikiran antara siswa satu
dengan siswa yang lain sehingga mereka akan
saling belajar-membelajarkan. Dengan demikian

62
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

kemampuan siswa akan semakin terasah.


(Suryani, 2012: 135)
Zaenal Mustakim (2017: 181-182) Memaparkan
bahwa model student center learning sangat
dianjurkan untuk diterapkan pada saat ini, karena
memiliki banyak kelebihan diantaranya adalah:
a. Siswa atau peserta didik akan dapat merasakan
bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri
karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas
untuk berpartisipasi. Sehingga peserta didik
memiliki keleluasaan untuk menggali potensinya
dalam belajar serta memiliki kenyamanan dalam
belajar tanpa adanya rasa takut untuk
mengekspresikan potensi yang dimiliki.
b. Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan adanya
pendekatan SCL siswa dituntut untuk aktif
sehingga motivasi siswa untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran semakin kuat. Jika tidak, siswa
akan mengalami ketertinggalan dibandingkan
siswa lainnya.
c. Tumbuhnya suasana demokratis dalam
pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan
diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di
antara siswa. Dengan adanya dialog dan diskusi,
siswa dapat bertukar pikiran antara siswa satu
dengan siswa yang lain sehingga mereka akan
saling belajar-membelajarkan. Dengan demikian
kemampuan siswa akan semakin terasah.
d. Dapat menambah wawasan pikiran dan
pengetahuan bagi pendidik karena sesuatu yang
dialami dan disampaikan siswa mungkin belum
diketahui sebelumnya oleh pendidik. Dengan

63
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

adanya kebebasan berpendapat dari siswa, maka


pengetahuan siswa juga akan menambah
wawasan pikiran dan pengetahuan bagi guru atau
pendidik yang mungkin belum diketahui oleh
guru itu sendiri.
e. Mengaktifkan siswa. Siswa dituntut untuk aktif
dalam kegiatan pembelajaran menggunakan
pendekatan SCL.
f. Mendorong siswa menguasai pengetahuan.
Dengan adanya tuntutan siswa untuk aktif dalam
kegiatan pembelajaran, maka akan mendorong
siswa menguasai pengetahuan terlebih dahulu
yang kemudian akan didiskusikan dengan siswa
lainnya.
g. Mengenalkan hubungan antara pengetahuan dan
dunia nyata. Dengan adanya pendekatan SCL,
maka siswa akan mengetahui hubungan antara
pengetahuan yang diajarkan oleh guru dengan
kehidupan nyata.
h. Mendorong pembelajaran secara aktif dan berpikir
kritis. Dengan adanya diskusi antara siswa maka
pembelajaran akan semakin aktif dan siswa
dituntut untuk berpikir kritis untuk menyatakan
pendapatnya dalam diskusi tersebut.
i. Mengenalkan berbagai macam gaya belajar.
Dengan pendekatan SCL, akan terdapat banyak
gaya belajar, misalnya diskusi, kuis, dan lain-lain.
j. Memperhatikan kebutuhan dan latar belakang
pembelajar. Dengan adanya pendekatan SCL,
kebutuhan siswa untuk belajar akan semakin
terpenuhi. Selain itu, pendidik juga akan
memperhatikan latar belakang siswa apakah
siswa tersebut cepat tanggap atau tidak. Latar

64
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

belakang siswa yang berbeda hendaknya memiliki


penanganan yang berbeda. Mereka yang kurang
tanggap diberikan pemahaman yang lebih agar
mereka bisa menyesuaikan dengan siswa lainnya
dan pembelajaran semakin efektif.
k. Memberi kesempatan pengembangan berbagai
strategi assessment. Sehingga strategi penilaian
tidak hanya dari soal tertulis, tetapi juga
didasarkan pada keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
2. Kekurangan Pembelajaran Student Center
Selain memiliki kelebihan, Pembelajaran student
center juga memiliki kekurangan antara lain:
a. Sulit diimplementasikan pada kelas besar.
Pendekatan student center learning sulit
diimplementasikan pada kelas besar karena kelas
tersebut akan terjadi kegaduhan sehingga guru
mengalami kesulitan untuk mmengendalikan
kelas tersebut.
b. Memerlukan waktu lebih banyak. Dengan adanya
pendekatan student center learning waktu yang
dibutuhkan lebih banyak dibandingkan dengan
pendekatan teacher center. Hal ini dikarenakan
adanya keaktifan masing-masing siswa dalam
menyampaikan pendapatnya.
c. Tidak efektif untuk semua jenis kurikulum.
d. Tidak cocok untuk siswa yang tidak terbiasa aktif,
mandiri, dan demokratis. Siswa yang tidak
terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis akan
mengalami kesulitan dalam menggunakan
pendekatan student center learning ini. (Ihsana El
Khuluqo, 2017 : 166)

65
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Zaenal Mustakim (2017: 183) juga memaparkan


bahwa Student Center Learning juga memiliki
kekurangan antara lain:
a. Sulit diimplementasikan pada kelas besar.
Pendekatan SCL sulit diimplementasikan pada
kelas besar karena kelas tersebut akan terjadi
kegaduhan sehingga guru mengalami kesulitan
untuk mmengendalikan kelas tersebut.
b. Memerlukan waktu lebih banyak. Dengan adanya
pendekatan SCL waktu yang dibutuhkan lebih
banyak dibandingkan dengan pendekatan TCL.
Hal ini dikarenakan adanya keaktifan masing-
masing siswa dalam menyampaikan pendapatnya.
c. Tidak efektif untuk semua jenis kurikulum.
d. Tidak cocok untuk siswa yang tidak terbiasa aktif,
mandiri, dan demokratis. Siswa yang tidak
terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis akan
mengalami kesulitan dalam menggunakan
pendekatan SCL ini.
Kelebihan dan Kekurangan Teacher Center Learning
1. Kelebihan Pembelajaran Teacher Center
Pembelajaran teacher center (Teacher Center Learning)
memiliki beberapa kelebihan diantaranya:
a. Informasi dapat diberikan kepada sejumlah siswa
dalam waktu yang singkat
b. Pengajar mengendalikan organisasi, materi, dan
waktu sepenuhnya.
c. Menyediakan forum bagi pakar untuk
menguatarakan pengalamannya

66
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

d. Apabila pelajaran diberikan dengan baik maka


dapat menimbulkan inspirasi dan stimulasi bagi
para siswa
e. Pada umumnya memungkinkan untuk
menggunakan metode assessment secara cepat
dan mudah. (Suryani, 2012: 137)
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2016: 153)
Pembelajaran yang berpusat atau dominan pada guru
memiliki kelebihan yang harus di ketahui baik oleh
pendidiknya sendiri atau peserta didik yaitu :
a. Guru mudah menguasai kelas
b. Mudah mengorganisasikan tempat duduk/ kelas
c. Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar
d. Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya
e. Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik
f. Membantu siswa mendapatkan informasi yang
sulit di akses dengan cara lain
g. Membantu siswa mengintegrasikan informasi dari
berbagai sumber
2. Kekurangan Pembelajaran Teacher Center
Pembelajaran teacher center (teacher center learning)
juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya:
a. Pengajar mengendalikan pengetahuan
sepenuhnya.
b. Terjadi komunikasi satu arah
c. Tidak kondusif untuk terjadinya critical thinking
d. Mendorong terjadinya pembelajaran secara pasif

67
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

e. Untuk sebagian besar mahasiswa bukan


merupakan cara pembelajaran yang optimal.
(Suryani, 2012: 138)
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2016:154) juga
bahwa pembelajaran Teacher Center juga memiliki
kekurangan yang harus di ketahui baik oleh
pendidiknya sendiri atau peserta didik yaitu :
a. Mudah menjadi verbalisme
b. Mematikan kreativisme peserta didik
c. Menyebabkan siswa menjadi pasif
d. Guru sulit untuk menyimpulkan bahwa siswa
mengerti dan tertarik apa yang disampaikan
e. Bila guru kurang memiliki kemampuan bertutur
yang baik maka hal ini akan membosankan
f. Tidak secara efektif menarik dan
mempertahankan perhatian siswa
g. Tidak memungkinkan guru memeriksa persepsi
dan perkembangan pemahaman siswa
h. Memberikan beban berat pada kemampuan
memori kerja siswa yang terbatas.
Kesimpulan
Pembelajaran Teacher Center adalah pembelajaran yang
berpusat atau yang dominan berperan di kelas adalah
guru. Pada tahap ini guru menggunakan strategi-strategi
yang berbeda untuk membantu menjadikan siswa
mencapai tujuan-tujuan yang telah diidentifikasi
sebelumnya pada tahap perencanaan. Pembelajarn
berpusat pada guru ini menjadikan pendidik mudah
menguasai kelas, pendidik mudah mempersiapkan dan
melaksanakannya dan juga mudah menerangkan
pelajaran dengan baik. Sedangkan pembelajaran Student

68
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Center adalah pembelajaran yang lebih berpusat pada


siswa yang mana pada pembelajaran ini menjadikan siswa
mampu untuk menjadi peserta didik yang aktif dan
mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggungjawab
dan dan memiliki inisiatif untuk mengenali kebutuhan
belajarnya, yang menemukan sumber-sumber informasi
untuk dapat menjawab pertanyaannya.
Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. TCL secara teori memiliki
kelebihan yaitu materi dapat disampaikan oleh guru
secara gamblang dan mendetail sesuai dengan
kemampuan guru, kondisi kelas tenang karena dipegang
penuh oleh guru. Namun kekurangan dari TCL adalah
siswa sering merasa bosan dan ilmu yang didapat tidak
berkembang, sehingga seolah-olah menjadi ilmu “turun-
temurun”. Sedangkan untuk SCL secara teori memiliki
kelebihan yaitu siswa dapat aktif menggali ilmu,
bereksplorasi, dan merumuskan materi yang didapat.
Namun kekurangan SCL adalah siswa menjadi sangat
aktif, sehingga kelas menjadi gaduh dan menuntut guru
lebih ekstra mengendalikan kondisi kelas

69
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Arend, Richard L. 2008. Learning To Teach. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Bahri Djamarah, Syaiful. 2016. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Eggen, Paul. 2012. Strategi Dan Model Pembelajaran.
Jakarta: PT. Media Cipta Belajar.
El Khuluqo, Ihsana. 2017. Belajar Dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mustakim, Zaenal. 2017. Strategi Dan Metode
Pembelajaran. Yogyakarta: Gama Media Merdeka.
Suryani, Nunuk. dan Agung, Leo. 2012. Strategi Belajar
Mengajar. Yogyakarta: CV. Cipta Persada

70
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Ahmad Fuadi, M.Pd.I
Penulis lahir di Desa Pulau Banyak Kec. Tanjung
Pura Kab. Langkat, Sumatera Utara tanggal 31 Mei
1989. Adapun Pendidikan yang ditempuh penulis
sebagai berikut: Jenjang S1 Sarjana Pendidikan
Agama Islam ditempuh di IAIN Sumatera Utara
lulus pada tahun 2011, kemudian melanjut kejenjang S2
Pascasarjana IAIN Sumatera Utara Jurusan Pendidikan Islam
lulus tahun 2014. Tahun 2018 penulis kembali melanjutkan
studinya pada Program Doktor S3 di UIN Sumatera Utara dan
sekarang sedang dalam tahap penyelesaian disertasi. Adapun
karier dalam bidang pendidikan yang pernah dilalui penulis
yaitu sebagai berikut: Tahun 2010 s.d 2017 sebagai
tenagapendidik (Guru) di MA TarbiyahWaladiyah Kec. Tanjung
Pura. Kemudian pada tahun 2015 s.d 2017 aktif mengajar
sebagai dosen di IAIN Cot Kala Langsa, Aceh. Dan dari tahun
2014 s.d sekarang penulis bekerja sebagai Dosen Tetap di STAI
Jam’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura Kab. Langkat, Prov.
Sumatera Utara. Selain mengajar penulis juga aktif dalam
menulis buku maupun jurnal antara lain: Buku Kolaborasi
Financial Pendidikan pada tahun 2018, Buku Kolaborasi
Metodologi Penelitian Kualitatif pada tahun 2018, Buku
Pengantar Ilmu Pendidikan pada tahun 2021, Buku Ilmu
Pendidikan Islam tahun 2021, Buku Kolaborasi Perkembangan
Peserta didik tahun 2021, Buku Pengantar Pendidikan tahun
2021, Jurnal Intiqod UMSU terindex Sinta 3, Jurnal JUPIIS
UNIMED terindex Sinta 3. Jurnal Obesesi Univ. Pahlawan
terindex Sinta 2.

71
72
6
STRATEGI PENILAIAN
HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING

Dr. Hamdan Firmansyah, MMPd, MH


Lembaga Pendidikan dan Dakwah Pesantren Cendekia

Hasil Belajar
Belajar merupakan proses perubahan perilaku berkat
pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah
perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan
meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan
belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman
belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai
proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam
cakupan tanggung jawab guru (Asrori, 2013). Mardianto
(2012) memberikan penjelesaan tentang pengertian
belajar:
1. Belajar adalah suatu usaha, yang berarti perbuatan
yang dilakukan secara sungguh-sungguh, sistematis,
dengan mendayagunakan semua potensi yang
dimiliki, baik fisik maupun mental

73
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

2. Belajar bertujuan untuk mengadakan perubahan di


dalam diri antara lain perubahan tingkah laku
diharapkan ke arah positif dan ke depan.
3. Belajar juga bertujuan untuk mengadakan perubahan
sikap, dari sikap negatif menjadi positif, dari sikap
tidak hormat menjadi hormat dan lain sebagainya.
4. Belajar juga bertujuan mengadakan perubahan
kebiasaan dari kebiasaan buruk, menjadi kebiasaan
baik. Kebiasaan buruk yang dirubah tersebut untuk
menjadi bekal hidup seseorang agar ia dapat
membedakan mana yang dianggap baik di tengah-
tengah masyarakat untuk dihindari dan mana pula
yang harus dipelihara.
5. Belajar bertujuan mengadakan perubahan
pengetahuan tentang berbagai bidang ilmu, misalnya
tidak tahu membaca menjadi tahu membaca, tidak
dapat menulis jadi dapat menulis. Tidak dapat
berhitung menjadi tahu berhitung dan lain
sebagainya.
6. Belajar dapat mengadakan perubahan dalam hal
keterampilan, misalnya keterampilan bidang olah
raga, bidang kesenian, bidang teknik dan sebagainya.
Hilgard (2013) mengemukakan bahwa hasil belajar
merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah
proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan
perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman,
sikap dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Bloom menyatakan secara garis besar
hasil belajar dapat dibagi menjadi tiga yakni ranah
kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku secara menyeluruh yang
dilakukan dengan menganti, menirukan, mencoba,
mendengarkan, mengikuti petunjuk dan pengarahan yang

74
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

terdiri atas unsur kognitif, efektif, dan psikomotor untuk


mencapai tujuan pembelajaran (Putra, 2014). Sedangkan
menurut Purwanto (2011), hasil belajar adalah hasil yang
dicapai dari proses pembelajaran sesuai dengan tujuan
pendidikan, hasil belajar diukur mengetahui pencapaian
tujuan pendidikan sehingga hasil belajar harus sesuai
dengan tujuan pendidikan. Hamalik (2004) mengatakan
hasil belajar adalah apabila seseorang telah belajar akan
terjadi perubahan tingkah laku pada seseorang tersebut,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti.
Dimyati dan moedjiono menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu
sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Maksudnya
adalah ketika siswa melakukan kegiatan belajar, siswa
akan mengalami suatu perubahan mental yang lebih baik
dibandingkan pada saat mereka belum belajar (Putra,
2014). Adapun Yamin (2007), berpendapat bahwa hasil
belajar dapat diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan, sikap dan keterampilan perubahan yang
baik dibandingkan sebelumnya, misalnya dari tidak bisa
menjadi bisa dan tidak santun menjadi santun. Hasil
belajar yang dilakukan seorang guru dapat mengetahui
berhasil atau tidaknya anak didik dalam proses belajar
mengajar. Ketidak Keberhasilan proses belajar mengajar
disebabkan antara lain: 1) Kemampuan anak didik
rendah. 2) Kualitas materi pelajaran tidak sesuai dengan
tingkat usia anak. 3) Jumlah bahan pelajaran terlalu
banyak sehingga tidak sesuai dengan waktu yang
diberikan. 4) Komponen proses belajar mengajar yang
kurang sesuai dengan tujuan (Djamarah, 2013).

75
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Strategi Pembelajaran
Pendidikan pada era modern saat ini dituntut dengan
suatu hal yang baru. Hal ini disebabkan karena dalam
proses pembelajaran di sekolah secara khusus berbeda-
beda, bergantung dari materi, media, dan metode yang
digunakan. Pembelajaran yang konvensional cenderung
membuat siswa merasa jenuh mengikuti proses
pembelajaran di kelas. Melihat kondisi tersebut, maka
diperlukan suatu pembelajaran yang menarik perhatian
siswa dalam menyajikan suatu pembelajaran yang
inovatif, maka diperlukan suatu media dan model yang
sesuai dengan materi atau topik yang sedang dibahas.
Untuk itu, guru sebagai ujung tombak yang mengarahkan
siswa dalam mencapai tujuan Pendidikan (Salay, 2018).
William & Burton (1994) mengatakan bahwa teacher is the
guide of learning activities, teaching for purpose of aiding
the pupil to learn. Artinya, guru sebagai pemandu
pembelajaran aktif, guru harus mengarahkan siswa untuk
belajar. Karena itu, dalam memilih strategi pembelajaran
guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa,
bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada
agar strategi pembelajaran dapat di terapkan secara
efektif. Gagne, dkk (1979), menambahkan bahwa
instruction is means employed by teacher, designer of
materials, curriculum specialist and promote whose
purpose is to development and organizing top plan promote
learning. Artinya: pengajaran yang dilakukan guru sebagai
perancang material merupakan orang yang mengerti
kurikulum dan mempunyai tujuan ke arah
pengembangan rencana untuk memajukan pembelajaran.
Joyce menyatakan bahwa setiap strategi pembelajaran
dapat mengarahkan kita ke dalam mendesain
pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian
rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Hal ini

76
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Enggen dan


Kaucak bahwa strategi pembelajaran memberikan
kerangka dan arah bagi guru dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar (Trianto, 2010). Strategi
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam
pengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perangcang pembelajaran dan para pengajar
dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Strategi
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan
digunakan termasuk di dalamnya tujuan -tujuan
pembelajaran, tahapan-tahapan dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan mengelolah
kelas. Melalui strategi pembelajaran guru dapat
membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide-ide,
keterampilan, cara berpikir dan mengekspresikan ide
(Veronika, 2016).
Strategi pembelajaran merupakan salah satu penyebab
yang dapat mempengaruhi keaktifan belajar siswa.
Sebaiknya strategi dipilih dan dirancang sesuai dengan
materi ajar dan keadaan kelas sehingga dapat
mengaktifkan siswa dalam belajar. Strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakaan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien (Sanjaya, 2011).
Agar dapat merancang serta melaksanakan strategi
pembelajaran yang efektif perlu memperhatikan unsur-
unsur strategi dasar atau tahapan langkah sebagai
berikut: 1) Menetapkan spesifikasi dari kualifikasi
perubahan perilaku, tujuan selalu dijadikan acuan dasar
dalam merancang dan melaksanakan setiap kegiatan
pembelajaran. 2) Memilih pendekatan pembelajar, suatu
cara pandang dalam menyampaikan yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah

77
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

ditetapkan. 3) Memilih dan menetapkan metode, teknik,


dan prosedur pembelajaran (Asrori, 2013).
Pembelajaran merupakan sebuah hal yang teramat
penting dalam kehidupan manusia. Pembelajaran
memiliki fungsi utama sebagai penurunan nilai dan
norma dari orang tua kepada anak juga sebagai penyalur
atau transfer ilmu dan informasi dari tenaga pendidik
kepada para peserta didik. Pada hakikatnya pembelajaran
ini dapat kita artikan sebagai sebuah kegiatan belajar
mengajar yang melibatkan berbagai komponen yang
terkait seperti tenaga pendidik, peserta didik dan juga
komponen lainnya. Jika kita melihat kenyataan saat ini
pembelajaran ini telah mengalami perkembangan dan
telah sedemikian bervariasi di masyarakat (Veronika,
2016).
Student Center Learning (SCL)
1. Pengertian Student Center Learning (SCL)
Student Center Learning adalah pembelajaran yang
berpusat pada siswa di mana siswa lebih sering
berperan aktif dalam pembelajaran (Arends, 2008).
Menurut Pongtuluar (2000) Student Center Learning
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses
belajar. Pendekatan pembelajaran ini berbeda dari
pendekatan teacher center learning yang menekankan
pada transfer pengetahuan dari guru ke murid yang
relatif bersikap pasif. Sedangkan menurut Priyatmojo
(2010) Student Center Learning merupakan
pendekatan pembelajaran yang menempatkan peserta
didik di pusat kegiatan pembelajaran. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Student Center Learning adalah
pembelajaran yang menempatkan siswa pada pusat
kegiatan pembelajaran di mana siswa berperan aktif
mengembangkan kemampuannya untuk berfikir

78
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

kreatif dan inovatif. Karena penekanan pada siswa


sebagai pembelajar aktif maka teori pembelajarannya
disebut dengan teori pembelajaran konstruktivis
(Slavin,2009).
Pongtuluar (2000) student center learning
menekankan pada minat, kebutuhan dan
kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang
menggali motivasi intrinsik untuk membangun
masyarakat yang suka dan selalu belajar. Pendekatan
pembelajaran ini sekaligus dapat mengembangkan
kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan
masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa
percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan
dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan
bekerja dalam tim, keahlian teknis, serta wawasan
global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap
perubahan dan perkembangan.
2. Strategi Pembelajaran Student Center Learning (SCL)
Pengajaran yang berpusatkan pada siswa
menggambarkan strategi-strategi pengajaran di mana
guru lebih memfasilitasi dari pada mengajar langsung.
Dalam strategi pengajaran yang berpusatkan pada
siswa ini, guru secara sadar menempatkan perhatian
yang lebih banyak pada keterlibatan, inisiatif, dan
interaksi sosial siswa (Jaconsen 2009). Strategi yang
dikemukakan oleh Santrock (2010) dalam
pembelajaran student center learning ialah sebagai
berikut:
a. Pertanyaan Esensial; Pertanyaan esensial adalah
pertanyaan yang merefleksikan inti dari
kurikulum, hal yang paling penting dieksploritasi
dan dipelajari oleh murid (Jacobs, 1997).
Misalnya, dalam suatu pelajaran pertanyaan
esensial adalah: “Apa arti dari terbang?” Murid

79
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

mengesplorisasi pertanyaan dengan memeriksa


hewan-hewan mulai dari burung, tawon, ikan dan
pesawat ulang-alink bahkan sampai gagasan
bahwa waktu itu “terbang” dan ide juga bisa
“terbang”. Pertanyaan awal ini kemudian diikuti
dengan pertanyaan lain seperti “Bagaimana dan
mengapa makhluk itu terbang di alam?”
“Bagaimana penerbangan mempengauhi
manusia?”, “Bagaimanakah masa depan
penerbangan?”
b. Pembelajaran penemuan; Pembelajaran
penemuan (discovery learning) adalah
pembelajaran dimana murid menyusun
pemahaman sendiri. Pembelajaran penemuan
berbeda dengan pendekatan instruksi langsung,
dimana guru menjelaskan secara langsung
informasi kepada murid. Dalam pembelajaran
penemuan, murid harus mencari tahu sendiri.
Pembelajaran penemuan ini berhubungan dengan
ide Piaget, yang pernah mengatakan bahwa setiap
kali anda memberi tahu murid, maka murid tidak
belajar. Guru memfasilitasi pembelajaran
penemuan ini dengan member aktifitas yang
merangsang murid untuk mencari tahu.
Teacher Center Learning (TCL)
1. Pengertian Teacher Center Learning (TCL)
Teacher Center Learning adalah pembelajaran yang
berpusatkan pada guru dimana gurulah yang
menentukan tujuan pengajaran dan menjaga agar
lingkungan belajar di kelas terarah dan cukup
terstruktur (Arends 2008). Menurut Colburn, Teacher
Center Learning merupakan proses belajar yang
mengacu pada pembelajaran yang berpusat pada
instruksi pendidik, instruksi langsung dari pendidik

80
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

kepada peserta didik (Ramdhani 2012). Menurut


Wiggins & McTighe, ketika guru akan merencanakan
pengajaran yang berpusat pada guru (teacher center)
maka perlu mengidentifikasi standar-standar dan
panduan kurikulum negara atau distrik, merancang
sasaran-sasaran tertentu untuk pelajarannya, dan
membangun aktifitas-aktifitas pembelajaran untuk
membantu siswa memenuhi sasaran-sasaran
tersebut (Jacobsen, 2009).
Dari pendukung yang memakai pendekatan Teacher
Center Learning menyatakan bahwa pendekatan ini
adalah cara yang terbaik untuk mengajarkan keahlian
dasar yang membutuhkan ketrampilan yang
terstuktur secara jelas (seperti yang dibutuhkan
untuk pelajaran bahasa, matematika, sains, dan
membaca). Jadi dalam mengajarkan keahlian-
keahlian dasar ini, pendekatan Teacher Center
Learning memungkinkan bisa diajarkan secara
eksplisit (Santrock 2008). Dari pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa pendekatan teacher center
learning adalah suatu kegiatan pembelajaran dimana
seorang guru cenderung lebih aktif memberikan
materi pelajaran sedangkan siswanya pasif karena
hanya mendengarkan materi yang diberikan sehingga
kreativitas mereka kurang terpupuk atau bahkan
cenderung tidak kreatif. Namun Teacher Center
Learning adalah cara yang terbaik untuk mengajarkan
keahlian dasar yang membutuhkan ketrampilan yang
terstruktur dan jelas.
2. Strategi Pembelajaran Teacher Center Learning (TCL)
Strategi pembelajaran adalah siasat atau kiat dalam
belajar yang dilakukan oleh siswa dan mengajar (yang
direncanakan oleh guru) agar pelaksanaan proses
pembelajaran pada saat itu dapat berjalan dengan

81
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

lancar dan tujuannya dapat tercapai secara optimal.


Pengajaran berpusat pada guru mencakup strategi-
strategi pengajaran di mana peran guru adalah
menghadirkan pengetahuan untuk dipelajari dan
mengarahkan proses pembelajaran siswa dengan cara
yang lebih ekspisit (Jacobsen, 2009) Menurut
Santrock (2010) banyak strategi Teacher Center
Learning yang digunakan yaitu:
a. Mengorientasikan; Sebelum menyajikan dan
menjelaskan materi baru, susunlah kerangka
pelajaran dan orientasikan murid ke materi baru
tersebut (Joyce & Well 1996).
b. Advance organizer; Aktifitas dan teknik
pengajaran dengan membuat kerangka pelajaran
dan mengorientasikan murid pada materi sebelum
materi itu diajarkan.
c. Pengajaran, penjelasan, dan demontrasi;
Pengajaran dengan paparan/ ceramah,
penjelasan dan demontrasi adalah aktifitas yang
biasa dilakukan guru dalam pendekatan intruksi
langsung.
d. Pertanyaan dan diskusi; Dalam menggunakan
strategi ini adalah penting untuk merespons
setiap kebutuhan pembelajaran murid sembari
menjaga minat dan perhatian kelompok.
Tantangan strategi ini adalah mengajak murid
memberi konstribusi sambil mempertahankan
fokus pada pelajaran.
e. Mastery learning (pembelajaran penguasaan
materi); Pembelajaran satu konsep atau topik
secara menyeluruh sebelum pindah ke topik yang
lebih sulit. Pembelajaran penguasaan materi ini
yang baik harus mengikuti prosedur sebagai

82
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

berikut yaitu: menyebutkan tugas atau pelajaran,


rancanglah prosedur instruksional dengan
melakukan umpan balik korektif ke murid jika
mereka gagal mengusai materi pada level yang
diterima, beri tes pada akhir unit pelajaran untuk
mengevaluasi apakah murid sudah menguasai
materi pada level yang diterima.
f. Seatwork (tugas dibngku kelas); adalah menyuruh
semua murid atau sebagian besar murid untuk
belajar sendiri-sendiri di bangku mereka.
g. Pekerjaan rumah; Guru dan orang tua dapat
mengguankan pekerjaan rumah untuk membantu
anak berlatih menentukan suatu tujuan dan
kegiatan untuk mencapai tujuan itu.
Strategi Penilaian Hasil Belajar Student Center
Learning dan Teacher Center Learning
Metode belajar dalam dunia pengajaran diartikan sebagai
rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan
urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan dan
strategi tertentu. Pendekatan student center lebih banyak
melibatkan peserta didik untuk terlibat dalam
memecahkan masalah (problem solving), sedang teacher
center lebih banyak melibatkan guru dalam memberikan
bimbingan. Salah satu prinsip menjamin terjadinya
peristiwa belajar, menurut Merill adalah when learnes
engaged in solving real-world problem. yakni ketika
pembelajar terlibat dalam memecahkan masalah-masalah
dunia nyata (Reiser & Demsey, 2007). Perbandingan
model pengajaran student center learning dengan teacher
center leraning, antara lain yaitu (Arends 2008):
Tabel 6.1 Perbandingan model pengajaran SCL dengan TCL
(Chayati, 2014)
Fitur Model Student Model Teacher Center
Center Learning Learning

83
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Landasan Teori Kognitif dan Teori belajar Sosial,


Teoritis Konstruktivis Behavioral, dan
Pemrosesan Informasi
Peran Guru Guru membangun Guru merancang
berbagai kondisi pengajaran-pengajaran
untuk bahan yang dimaksudakan
penyelidikan untuk memenuhi
siswa; melibatkan standard dan tujuan
siswa dalam yang telah ditetapkan
perencanaan; sebelumnya;
mendorong dan menggunakan prsedur-
menerima ide-ide prosedur yang
siswa; dan mendukung perolehan
memberi otonomi pengetahuan dan
dan pilihan kepada ketrampilan yang telah
siswa ditetapkan.
Peran Siswa Siswa lebih sering Siswa sering berperan
berperan aktif; pasif, mendengarkan
berinteraksi keterangan guru, atau
dengan sesama membeca,
siswa dan mempraktekan
berpartisi pasif ketrampilan yang
diberbagai ditetapkan oleh guru
kegiatan
investigasi dan
mengatasi
masalah
Tugas Keseimbangan Sangat didominasi oleh
Perencanaan antara input guru guru; terkait erat dengan
dan siswa; terkait standard dan tujuan
secara fleksibel kurikulum yang telah
dengan standard ditetapkan sebelumnya
dan tujuan
kurikulum
Lingkungan Stuktur longgar; Sebagian besar
Belajar ditandai oleh distruktualisasikan
proses-proses yang dengan ketat. Ini bukan
demokratis, berarti otoritarian
pilihan dan
otonomi untuk
berfikir dan
menyelidiki
Prosedur Menyandarkan diri Menyandarkan diri pada
Asesmen pada prosedur dan prosedur dan proses
proses asesmen kertas dan pensil dan

84
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

autentik dan selected-response yang


asesmen lebih tradisional
performance

Teacher center learning adalah model konvensional, di


mana pada model ini guru atau pendidik sebagai seorang
ahli menyampaikan ilmu pemgetahuan kepada peserta
didik. Model pembelajaran seperti ini ternyata membuat
peserta didik pasif karena hanya mendengarkan saat
proses pembelajaran berlangsung sehingga kreativitas
peserta didik kurang terpupuk atau bahkan cenderung
tidak kreatif. Pada model teacher center learning, pendidik
lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar
dengan bentuk ceramah (lecturing), sedangkan peserta
didik pada saat proses pembelajaran berlangsung hanya
mendengarkan ceramah, hanya sebatas memahami
sambil membuat catatan, bagi yang merasa
memerlukannya (Salay, 2018).
Berbeda dengan student center learning merupakan model
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam model
student center learning, guru harus mampu
melaksanakan perannya dengan baik yaitu tidak hanya
sebgai pegajar, tetapi juga sebagai motivator, fasilitator,
dan innovator. Guru tidak hanya dituntut untuk mengajar
saja di depan kelas melainkan juga berperan membantu
peserta didik untuk memecahkan masalah saat peserta
didik mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran.
Natawijaya (2005) menyebutkan bahwa belajar aktif
adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan
keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan
emosional guna memperoleh hasil belajar berupa
perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Modifikasi model pembelajaran teacher center learning
telah banyak dilakukan, antara lain mengkombinasikan

85
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

lecturing dengan tanya jawab dan pemberian tugas namun


hasil yang dihasilkan masih diaggap belum optimal. Pola
pembelajaan pendidik aktif dengan peserta didik pasif ini
mempunyai efektivitas pembelajaran rendah, paling tidak
bisa dilihat pada dua hal yakni pendidik sering hanya
mengejar target waktu untuk menghabiskan materi
pembelajaran dan pada saat-saat mendekati ujian,
dimana aktivitas peserta dididik berburu catatan serta
aktivitas belajar mereka mengalami kenaikan yang sangat
signifikan, namun turun kembali secara signifikan pula
setelah ujian selesai (Salay, 2018).
Pada model pembelajaran student center learning peserta
didik diuntut aktif mengerjakan tugas dan
mendiskusikannya dengan guru/pendidik sebagai
fasilitator. Dengan aktifnya siswa/peserta didik, maka
kreativitas peserta didik akan terpupuk. Kondisi tersebut
akan mendorong pendidik untuk selalu mengembangkan
dan menyesuaikan materi pembelajaran dengan
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Pada model pembelajaran student center learning, peserta
dididk didorong untuk memiliki motivasi dalam diri
sendiri, kemudian berupaya keras untuk mencapai
kompetensi yang diinginkan. Dengan demikian
guru/pendidik bukan lagi sebagai sumber belajar utama,
melainkan sebagai mitra pembelajaran.

86
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Arends, R. 2008. Learning to Teach. Buku Satu. New York:
McGraw Hill Higher Education
__________ (2008) Learning to Teach. Buku Dua. New York:
McGraw Hill Higher Education
Asrori, Mohammad (2013) Pengertian, Tujuan dan Ruang
Lingkup Strategi Pembelajaran. Madrasah Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Dasar. Vol 5, No 2
Chayati, Barkah (2014) Studi Komparatif Prestasi
Belajar Qur’an Hadis Melalui Pendekatan Teacher
Centered Learning Dengan Student Centered Learning
di Madrasah Aliyah Negeri Purwokerto 2 Semester
Genap Tahun Pelajaran 2013/2014. Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Djamarah, Syaiful Bahri, dkk (2013) Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Gagne, R.M, dkk (1979) Principlesor Instruction Design.
New York: Hall Renehart and Winston
Hamalik, Oemar (2004) Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
BumiAksara
Hilgard (2013) Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Jacobsen, David A, at all (2009) Methods for Teaching.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mardianto (2012) Psikologi Pendidikan. Medan: Perdana
Publishing
Natawijaya, Rochman (2005) Aktivitas Belajar. Jakarta:
Depdiknas
Pongtuluran, Aris. (2000). Student Centered Learning: The
Urgency and Possibilities. Surabaya: Universitas Petra
Priyatmojo, Achmadi dkk (2010) Buku Panduan
Pelaksanaan Student Centered Learning (SCL) dan
Student Teacher Aesthethic Role-Sharing (STAR).
Yogyakarta: Pusat Pengembangan Pendidikan
Universitas Gadjah Mada

87
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Purwanto (2011) Evaluasi Hasil Belajar.Yogyakarta:


Pustaka Pelajar
Putra, Eddy Permana (2014) Pengaruh Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Media
Grafis Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas IV SD
di Gugus 4 Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng
Tahun Pelajaran 2013/2014. Journal Mimbar PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD. Vol
2. No.1
Reiser, R.A & Dempsey, J.V (2007) Trends and Issues in
Instructional Design and Technology (2nd ed). Upper
Saddle River: Pearson Merril Prentice-Hall, Inc
Salay, Rahila (2018) Perbedaan Motivasi Belajar Siswa
Yang Mendapatkan Teacher Centered Learning (TCL)
Dengan Student Centered Learning (SCL). Retrieved
file:///C:/Users/HP/Downloads/PERBEDAAN%20M
OTIVASI%20BELAJAR%20SISWA%20YANG%20MEN
DAPATKAN%20TCL%20DAB%20SCL%20-%20
RAHILA.pdf
Sanjaya, Wina (2011) Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana
Santrock, J.W (2010) Psikologi Pendidikan. Edisi Kedua.
Terjemahan: Tri Wibowo B.S. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Sjukur, Sulihin B. (2012) Pengaruh Blended Learning
Terhadap Motivasi Belajardan Hasil Belajar Siswa
Tingkat SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi. Vol 2, No 3
Slavin, robert E (2009) Cooperative Learning (Teori, Riset,
Praktik). Bandung: Nusa Media
Trianto (2010) Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-
Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasi Pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Prenada Media Group

88
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Veronika, Magdalena Linda (2016) Penerapan Strategi


Pembelajaran Improve Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah di Kelas XI
IPS 1 Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Sanggau. IKIP
PGRI Pontianak
Williem & Burton (1994) The Guadance of Learning
Activity. New York: Appleton Century Caffs Inc
Yamin, Martinis (2007) Profesionalisasi Guru &
Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press

89
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Dr. Hamdan Firmansyah, SHI, SH, MMPd, MH
Lahir di Sukabumi tanggal 02 Agustus 1981 dari
pasangan Ibu Suaebah seorang pendidik dan
Bapak Fajar Hidayat seorang jurnalis. Penulis
menikahi wanita yang lahir dari pasangan Ibu Emi
Ratnawati dan Bapak Mardjuki bernama Putri
Ema Swandayani, S.Kep dan Alhamdulillah baru
dikaruniai lima orang anak: Hizqil Hilqiya, Yusya Alyasa,
Asmatuha Fariha Yaumia, Muhammad Arasya Muntaha dan
Muhammad Irsyad Rasyid. Sekarang penulis bersama keluarga
merintis Lembaga Pendidikan dan Dakwah Pesantren Cendekia
di Kota Sukabumi.
Pendidikan yang ditempuh adalah Madrasah Ibtidaiyah (1993),
Madrasah Diniyah Awwaliyah (1994), Taman Pendidikan Al-
Quran (1995), Sekolah Menengah Pertama (1996) di kota
Sukabumi, Pada pertengahan tahun 1996 Masuk Pondok
Modern Gontor kemudian ditempatkan di Kulliyatu-l-Mu’alimin
Al-Islamiyah Pondok Modern Arrisalah (1999/2000) di
Ponorogo, penulis melanjutkan ke Institut Studi Islam
Darussalam Pondok Modern Gontor Jurusan Manajemen
Lembaga Keuangan Islam tamat tahun 2004, Institut Agama
Islam Riyadlotul Mujahidin Pondok Pesantren Wali Songo
Ponorogo Jurusan Mu’amalat (Hukum Ekonomi Syariah) tamat
tahun 2004 dan Program Akta IV Tarbiyah Jurusan Pendidikan
Agama Islam di tempat yang sama. Pada tahun 2005-2006
mendapat beasiswa dari Zakariyya Islamic University Lenasia
South Africa untuk Program Studi Islam. Pada tahun 2006,
penulis melanjutkan studi di Program Pascasarjana Magister
Manajemen Pendidikan Sekolah Tinggi Manajemen IMNI
Jakarta hingga selesai tahun 2007. Kemudian melanjutkan
studi pada Program Pascasarjana Magister Hukum Ekonomi
Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
dengan berhasil meraih predikat Cum Laude. Dan saat ini telah
menyelesaikan Program Pascasarjana Doktor Hukum Islam
Konsentrasi Hukum Ekonomi Syariah di almamater yang sama
yaitu Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
dengan meraih predikat Cum Laude. Pengalaman Penulis selain
aktif sebagai peneliti sekaligus penulis baik berupa buku
maupun berupa jurnal nasional dan internasioanl juga sebagai
nara sumber pada seminar dan loka karya, tutor pada pelatihan
dan sebagai tenaga edukatif dimulai sejak tahun 1998 sampai
sekarang yaitu menjadi Guru TPA, RA/TK, MI/SD, MTs/SMP,

90
STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

MA/SMA, KMI, dan Dosen perguruan tinggi dari Program


Diploma, Sarjana hingga Pascasarjana. Penulis pernah
mendapat kehormatan menjadi Guru Agama Masyarakat
Indonesia atas permintaan Kedutaan Besar Republik Indonesia
dan Guru Agama Masyarakat Malaysia atas permintaan
Suruhanjaya Tinggi Malaysia di Republik Afrika Selatan.
Email Penulis: abihilqi@gmail.com

91
92
7
PROSES PEMBELAJARAN
BERBASIS STUDENT CENTER
LEARNING (SCL) DAN TEACHER
CENTER LEARNING (TCL)

Dr. Atik Badi’ah, S.Pd, S.Kp, M.Kes


Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta

Student Center Learning (SCL)


Proses pembelajaran yang selama ini
dilaksanakan di berbagai Perguruan Tinggi yaitu
menggunakan model pembelajaran konvensional (faculty
teaching) atau yang dikenal dengan Teacher Center
Learning (TCL) seperti model kuliah tutorial dengan
penjelasan dari dosen menyampaikan materi
pembelajaran menggunakan Power point. Dalam proses
belajar mengajar dosen atau pengajar dituntut untuk
memasukkan nilai-nilai etika, norma, moral, budi pekerti
luhur, kreatifitas, kemandirian dan kepemimpinan yang
sulit dilakukan dalam sistim pembelajaran yang
konvensional, dengan keterampilan dan kompetensi soft
skill sangat membantu mahasiswa dalam menjalani masa
kuliah dan mencari pekerjaan setelah lulus dari bangku
kuliah sehingga akan berhasil dalam mencari pekerjaan.
Sistim pembelajaran konvensional dirasa sangat kurang
dalam memberikan materi perkuliahan karena dosen
dituntut harus intensif menyesuaikan materi yang ada di

93
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dengan


perkembangan teknologi dan informatika yang semakin
maju dengan pesat. Permasalahan tersebut sangat
memicu untuk merubah konsep pembelajaran
konvensional (faculty teaching) atau yang dikenal
dengan Teacher Center Learning (TCL) menjadi
pembelajaran Student-Centered Learning (SCL) yang
sangat bagus dan tepat untuk diterapkan dan
diimplementasikan dalam proses pembelajaran di
Perguruan Tinggi baik Negeri maupun swasta.
Student-Centered Learning (SCL) merupakan strategi
pembelajaran yang mengutamakan mahasiswa sebagai
peserta didik (subyek) aktif dan mandiri dalam proses
pembelajaran dengan kondisi psikologis mahasiswa
sebagai adult learner, bertanggungjawab sepenuhnya
atas proses pembelajaran serta mampu belajar beyond the
classroom. Alumni diharapkan memiliki karakteristik life
long learning yang menguasai hard skills, soft skills dan
life skills yang saling mendukung dalam proses
pembelajaran. Dosen atau pengajar beralih fungsi dari
pengajar menjadi mitra dalam proses pembelajaran atau
sebagai fasilitator (from mentor in the center to guide on
the side).
Komponen pembelajaran Student-Centered Learning
(SCL) meliputi input, proses, output, outcome,
dan impact. Input terdiri dari mahasiswa, kurikulum dan
fasilitas sarana prasarana yang ada (dosen, ruang kuliah,
ruang praktik laboratorium, perpustakaan dan dana atau
anggaran). Proses pembelajaran Student-
Centered Learning (SCL) melibatkan mahasiswa, dosen
atau pengajar, staf pendukung (Administrasi Akademik,
Administrasi Umum), kurikulum, fasilitas dan peluang.
Output dapat diukur dari Indeks Prestasi Komulatif (IPK)
mahasiswa lulusan, presentase jumlah lulusan, lama
studi dan waktu tunggu untuk memperoleh pekerjaan.

94
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

Outcome dapat diukur dengan kriteria kompetensi lulusan


yang harus dikuasai dan dilaksanakan oleh lulusan,
kriteria ini dilihat pada tujuan pembelajaran dari masing-
masing program studi termasuk dari Visi dan Misi dari
Program Studi. Impact dapat diukur, dilihat atau digali
dari masyarakat (komunitas), stake holders (pengguna
lulusan), maupun alumni setelah lulusan bekerja
sesuai dengan bidangnya. Komponen pembelajaran
Student-Centered Learning (SCL) output, outcome dan
impact dapat digunakan untuk perbaikan mutu dam
penjaminan mutu prodi di Perguruan Tinggi khususnya
untuk perbaikan mahasiswa baru, kurikulum, fasilitas
(sarana dan prasarana) serta proses pembelajaran yang
dilakukan di Perguruan Tinggi.
Proses pembelajaran harus mengacu pada Visi dan Misi
program studi dan tujuan pendidikan. Implementasi
proses pembelajaran dengan mengembangkan inovasi
pendidikan harus mempertimbangkan tantangan yang
selalu muncul sebagai akibat dari upaya pencapaian
tujuan pendidikan. Pendidikan mempunyai tujuan sosial
dan bukan hanya pencapaian 3 domain (Knowledge,
Afektif dan Psikomotor) dan kemampuan tertentu dari
masing-masing mahasiswa.
Strategi inovasi dalam proses pembelajaran secara
integral meliputi pendekatan student-centered learning
(SCL), problem-based learning (PBL), integrated curriculum,
community oriented, elective program dan systematic
(SPICES). Dari 6 elemen maka student-centered learning
(SCL), integrated curriculum dan elective program
merupakan elemen-elemen yang sangat penting dalam
proses pembelajaran di Perguruan Tinggi. Pelaksanaan
proses pembelajaran memerlukan keterlibatan,
koordinasi dan kolaborasi dari semua pihak
yang terkait di dalam proses pembelajaran. Interaksi
dalam proses pembelajaran dapat terjadi antara lain

95
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

antara mahasiswa dengan materi pembelajaran, antara


mahasiswa dengan aktivitas pembelajaran, antara
mahasiswa dengan dosen/ fasilitator/instruktur dan
antar mahasiswa. Proses pembelajaran interaktif
mengutamakan setiap mahasiswa harus mengerjakan
materi sesuai dengan Rancangan Pembelajaran Semester
(RPS) dan sesuai dengan topik atau materi yang sedang
dipelajari dalam proses pembelajaran. Interaksi dengan
content berarti terjadi proses aktif dari mahasiswa dan
mengkombinasikan content tadi dengan pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimilikinya (prior
knowledge/experience). Pengetahuan dasar dari
mahasiswa tentang interaksi maka proses pembelajaran
merupakan suatu aktivitas social di dalam Perguruan
Tinggi. Proses pembelajaran terjadi interaksi sosial di
antara kelompok mahasiswa dengan menggunakan
berbagai metode pembelajaran dan media atau alat yang
menggunakan teknologi canggih yang sekarang ini sudah
beredar di dunia maya dan perkuliahan dengan kampus
merdeka. Interaksi sosial antar mahasiswa dapat bersifat
bebas dari batas waktu dan tempat dengan menggunakan
media yang sesuai dengan Tehnologi canggih (Zoom atau
G-Meet).
Pembelajaran secara kontekstual merupakan salah satu
karakteristik dalam proses pembelajaran Student-
Centered Learning (SCL). Hal-hal penting yang perlu
dipahami sehubungan dengan pembelajaran kontekstual
adalah kaidah pembelajaran yang menggabungkan isi
kandungan (content) dengan pengalaman harian masing-
masing mahasiswa sebagai individu, masyarakat dan
lingkungan keluarga. Kaidah ini menyediakan
pembelajaran secara konkrit yang melibatkan aktivitas
hands-on dan minds-on. Teori pembelajaran kontekstual,
maka pembelajaran hanya akan terjadi apabila
mahasiswa dapat memproses pengetahuan baru dengan

96
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

cara yang bermakna. Teori ini mendorong


dosesn/fasilitator/instruktur untuk memilih atau
mewujudkan proses pembelajaran yang mencakup
berbagai pengalaman dalam konteks sosial, budaya, fisik
atau psikologi untuk memperoleh hasil proses
pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran secara
kontekstual dapat membina rasa percaya diri dari
mahasisa karena dapat memahami hubungan antara teori
dan praktik. Pembelajaran secara kontekstual juga
membina pendekatan kerja kelompok dari mahasiswa
untuk menyelesaikan suatu masalah atau problema yang
sedang dihadapi. Contoh kelompok mahasiswa
mengangkat kasus yang terjadi di lingkungan masyarakat
atau keluarga sesuai dengan topik atau materi dalam
rancangan pembelajaran. Institusi pendidikan atau
Perguruan Tinggi dapat memainkan peranan sebagai
penghubung antara akademik dan lingkungan komunitas
atau lingkungan keluarga. Pendekatan kontekstual,
pembelajaran perlu melalui proses motivasi, pemahaman,
aplikasi serta penilaian dan feedback atau umpan balik
Kecakapan praktik/melakukan sesuatu (hands-on) dan
berpikir (minds-on) merupakan asas pendekatan
kontekstual. Penilaian (ujian) di dalam pembelajaran
secara kontekstual tidak harus dilakukan secara tertulis.
Dosen/fasilitator/Instruktur boleh menggunakan
penilaian secara lisan dan observasi. Contoh aktivitas
adalah penilaian atau quiz di dalam kelompok mahasiwa,
diskusi kelompok. Perubahan sikap dan perilaku dari
mahasiswa yang dapat diobservasi juga bisa digunakan
sebagai petunjuk bahwa mahasiswa telah menghayati isi
dari materi atau topik pembelajaran.
Teacher Center Learning (TCL)
Proses pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL),
dosen atau pengajar lebih banyak melakukan kegiatan
belajar-mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing). Pada

97
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah,


mahasiswa mendengarkan, menyimak dan memahami
sambil membuat catatan bagi mahasiswa yang merasa
memerlukan materi tersebut. Dosen atau pengajar
menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil proses
pembelajaran dan dosen atau pengajar merupakan satu-
satunya sumber ilmu. Proses pembelajaran Teacher
Centered Learning (TCL) ini memberikan informasi satu
arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana dosen
bisa mengajar dengan metode pembelajaran yang baik dan
yang disampaikan adalah materi pengetahuan kepada
mahasisa sesuai dengan rancangan pembelajaran
semester (RPS).
Proses pembelajaran Teacher Centered Learning
(TCL) dimana proses pembelajaran lebih berpusat pada
dosen atau pengajar dan akan membuat dosen atau
pengajar semakin cerdas tetapi mahasiswa hanya
memiliki pengalaman mendengar paparan materi yang
disampaikan oleh dosen atau pengajar saja. Out put yang
dihasilkan oleh proses pembelajaran Teacher Centered
Learning (TCL) tidak lebih hanya menghasilkan
mahasiswa yang kurang mampu mengapresiasi ilmu
pengetahuan, takut mengungkapkan pendapat, tidak
berani mencoba yang akhirnya cenderung menjadi proses
pembelajaran yang pasif dan miskin kreativitas dari
mahasiswa. Proses pembelajran Teacher Centered
Learning (TCL ini membuat siswa menjadi pasif dalam
proses pembelajaran.
Model Pembelajaran Dalam Student Center Learning
(SCL)
Model Pembelajaran Student Center Learning (SCL)
memiliki potensi untuk mendorong mahasiswa belajar
lebih aktif, mandiri sesuai dengan irama belajarnya

98
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

masing-masing, sesuai dengan tingkat perkembangan


dari mahasiswa.
Model Pembelajaran Dalam Student Center Learning (SCL)
adalah sebagai berikut:
1. Small Group Discussion (SGD)
Small Group Discussion (SGD) merupakan metode
diskusi dalam proses pembelajaran yang melibatkan
antara kelompok mahasiswa dan dosen atau pengajar
untuk menganalisa, menggali atau mendiskusikan
topik atau permasalahan tertentu. Dengan metode
Small Group Discussion (SGD) ini dosen atau pengajar
harus : (1) membuat rancangan bahan diskusi dan
aturan diskusi. (2) Menjadi moderator dan sekaligus
merangkum pada setiap akhir sesi diskusi.
Sedangkan mahasiswa harus : (1) membentuk
kelompok (5 -10) mahasiswa, (2) memilih bahan
diskusi, (3) mempresentasikan materi pembelajaran
dan mendiskusikan dengan kelompok.
2. Role Play and Simulation
Role Play and Simulation merupakan metode yang
berbentuk interaksi antara dua atau lebih mahasiswa
tentang suatu topik atau kegiatan dengan
menampilkan simbol-simbol atau peralatan yang
menggantikan proses, kejadian atau sistem yang
sebenarnya. Jadi dengan model ini mahasiswa
mempelajari sesuatu (sistem) dengan menggunakan
model. Dengan metode ini pengajar harus : (1)
merancang situasi atau kegiatan yang mirip dengan
sesungguhnya, bisa berupa bermain peran, model dan
komputer (2) Membahas kinerja mahasiswa.
Sedangkan mahasiswa harus : (1) mempelajari dan
menjalankan suatu peran yang ditugaskan, (2)
memperaktikan atau mencoba berbagai model yang

99
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

telah disiapkan (contoh praktik laboratorium melatih


nafas dalam kepada pasien, memandikan bayi,
melakukan imunisasi dll).
3. Discovery Learning
Discovery Learning merupakan metode yang
berbentuk pemberian tugas belajar atau penelitian
kepada mahasiswa dengan tujuan supaya mahasiswa
dapat mencari sendiri jawabannya tanpa bantuan
dosen atau pengajar. Dengan metode ini pengajar
harus : (1) menyediakan data atau metode untuk
menelusuri pengetahuan yang akan dipelajari
mahasiswa, (2) memeriksa dan memberikan ulasan
terhadap hasil belajar mahasiswa. Sedangkan
mahasiswa harus : (1) mencari, mengumpulkan dan
menyusun informasi yang ada untuk mendiskripsikan
suatu pengetahuan yang baru, (2) Mempresentasikan
secara verbal dan non verbal dari tugas yang diberikan
oleh dosen atau pengajar..
4. Self Directed Learning
Self Directed Learning merupakan metode yang
berbentuk pemberian tugas belajar kepada
mahasiswa, seperti tugas membaca dan membuat
ringkasan materi yang telah disampaikan oleh dosen
atau pengajar. Contoh Materi dosen tentang Anatomi
Fisiologi Pernapasan, Kardiovaskuler,
Muskuloskeletal dll. Dengan metode ini pengajar
harus : (1) memotivasi dan memfasilitasi mahasiswa,
(2) memberikan arahan, bimbingan dan umpan balik
kemajuan belajar mahasiswa. Sedangkan mahasiswa
harus : (1) merencanakan kegiatan belajar,
melaksanakan dan menilai pengalaman belajar
sendiri, (2) inisiatif belajar dari mahasiswa itu sendiri.
5. Cooperative Learning

100
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

Cooperative Learning merupakan pembelajaran


kooperatif manusia sebagai makhluk sosial yang
penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai
tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian
tugas dan rasa sepenanggungan. Mahasiswa belajar
berkelompok secara kooperatif, mahasiswa dilatih dan
dibiasakan untuk saling berbagi (sharing)
pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, tugas dan
tanggung jawab. Mahasiswa saling membantu satu
sama lain dan berlatih beinteraksi dan berkomunikasi
serta bersosialisasi hidup bermasyarakat dan belajar
menyadari kekurangan dan kelebihan dari masing-
masing mahasiswa. Model pembelajaran kooperatif
adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu
mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan
atau inkuiri. Kelompok mahasiswa agar kohesif
(kompak-partisipatif), maka tiap anggota kelompok
mahasiswa terdiri dari 4 - 5 orang, mahasiswa yang
heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada
kontrol dan fasilitasi dan meminta tanggung jawab
hasil kelompok berupa laporan atau presentasi dari
masing-masing kelompok mahasiswa. Dengan metode
ini pengajar harus : (1) merancang dan memonitor
proses belajar mengajar mahasiswa, (2) menyiapkan
kasus atau masalah untuk diselesaikan mahasiswa
secara berkelompok. Kasus bisa diambilkan secara
Fiktif atau nyata yang ada di lapangan. Sedangkan
mahasiswa harus :(1) membahas dan menyimpulkan
masalah atau tugas yang diberikan secara
berkelompok (2) melakukan koordinasi dalam
kelompok mahasiswa.
6. Contextual Learning (CL)
Contextual Learning (CL) merupakan proses
pembelajaran yang dimulai dengan penyajian atau

101
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang


terkait dengan dunia nyata kehidupan mahasiswa
(daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat
dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar
muncul, dunia pikiran mahasiswa menjadi konkrit
dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan
menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual
adalah aktivitas mahasiswa, mahasiswa melakukan
dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat,
dan pengembangan kemampuan sosialisasi. Ada
tujuh indikator pembelajarn kontekstual sehingga
bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu : (1)
modeling (pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-
petunjuk, rambu-rambu, contoh), (2) questioning
(eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), (3)
learning community (seluruh mahasiswa partisipatif
dalam belajar kelompok atau individual, minds-on,
hands-on, mencoba, mengerjakan), (4) inquiry
(identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur,
generalisasi, menemukan), (5) constructivism
(membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis), (6) reflection (review,
rangkuman, tindak lanjut), (7) authentic assessment
(penilaian selama proses dan sesudah proses
pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas
mahasiswa, penilaian seobjektif-objektifnya dari
berbagai aspek dengan berbagai cara). Dengan metode
ini pengajar harus : (1) menyusun tugas untuk studi
mahasiswa terjun di lapangan, (2) menjelaskan bahan
kajian yang bersifat teori dan mengkaitkan dengan
situasi nyata atau kerja profesional. Sedangkan
mahasiswa harus : (1) melakukan studi lapapangan
atau terjun di dunia nyata untuk mempelajari

102
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

kesesuaian teori (2) membahas konsep atau teori yang


berkaitan dengan situasi nyata.

7. Problem Based Learning (PBL)


Problem Based Learning (PBL) merupakan
pembelajaran ini melatih dan mengembangkan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan
aktual mahasiswa, untuk merangsang kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus
dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka,
negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan
menyenangkan agar mahasiswa dapat berpikir
optimal dan kreatif. Indikator model pembelajaran ini
adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi,
induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi,
konjektur, sintesis, generalisasi dan inkuiri. Dengan
metode ini dosen atau pengajar harus : (1)
merangsang tugas belajar mahasiswa dengan
berbagai alternatif metode penyelesaian masalah (2)
sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan
mahasiswa harus : (1) belajar dengan menggali atau
mencari informasi (inquiry), serta memanfaatkan
informasi tersebut untuk memecahkan masalah
faktual yang sedang dihadapi, (2) menganalisis
strategi pemecahan masalah.
8. Collaborative Learning (CbL)
Collaborative Learning (CbL) merupakan metode
pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa untuk
mencari dan menemukan jawaban sebanyak
mungkin, saling berinteraksi antar mahasiswa untuk
menggali semua kemungkinan yang ada. Dengan
metode ini pengajar harus : (1) merancang tugas yang

103
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

bersifat open ended, (2) sebagai fasilitator dan


motivator. Sedangkan mahasiswa harus : (1) membuat
rancangan proses dan bentuk penilaian berdasarkan
konsensus kelompok sendiri (2) bekerja sama dengan
anggota kelompoknya dalam mengerjakan tugas.
9. Project Based Learning (PjBL)
Project Based Learning (PjBL) merupakan metode
pembelajaran dengan memberikan tugas-tugas
project yang harus diselesaikan oleh mahasiswa
dengan mencari sumber pustaka sendiri. Dengan
metode ini pengajar harus : (1) merumuskan tugas
dan melakukan proses pembimbingan dan asesmen,
(2) sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan
mahasiswa harus : (1) mengerjakan tugas (berupa
proyek) yang telah dirancang secara sistematis (2)
menunjukkan kinerja dan mempertanggungjawabkan
hasil kerja di forum diskusi.

Daftar Pustaka
Hadi, R. (2007). Dari Teacher Centered Learning ke
Student Centered Learning: Perubahan Metode
Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Insania. 2007;
12:408-19.
Harsono. (2004), Kearifan dalam transformasi
pembelajaran: dari teacher-centered ke student-
centered learning, Makalah Seminar Implementasi
nilai kearifan dalam proses pembelajaran
berorientasi student-centered learning UGM.
Harsono. (2008). Student-Centered Learning di perguruan
tinggi. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi
Kesehatan Indonesia. 2008; 3:1-7.
Materi Pelatihan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(2008), Model Pembelajaran, DIKTI.

104
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS
STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTER LEARNING (TCL)

Teaching Excellent in Adult Literacy. (2010). Student


Centered Learning. Sacramento: American Institutes
for Research

Profil Penulis
Dr. Atik Badi’ah, S.Pd, S.Kp, M.Kes
Lahir di Trenggalek, 30 Desember 1965. Bekerja
sebagai dosen/Lektor Kepala di Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Yogyakarta mulai 1988 s.d sekarang. Lulus
Akademi Perawat Dep Kes Yogyakarta 1987, Lulus
IKIP PGRI Wates Bimbingan Konseling tahun 1994,
Lulus S 1 Keperawatan PSIK FK UNPAD Bandung tahun 1997,
Lulus S2 Kesehatan Ibu Anak FK UGM tahun 2002 dan Lulus
S3 Promosi Kesehatan Pasca Sarjana UNS Surakarta tahun
2018. Pernah menjadi dosen berprestasi Poltekkes tingkat
Nasional tahun 2006. Mendapat penghargaan dari Presiden dan
Menteri Kesehatan. Menjadi penguji eksternal Disertasi S3
Promosi Kesehatan UNS. Menjadi Asesor Beban Kinerja Dosen
(BKD). Menjadi Reviewer Internal Jurnal Caring Jurusan
Keperawatan Poltekkes Yogyakarta, menjadi Reviewer Eksternal
Jurnal Internasional Health Notion, Jurnal Nasional Forikes
Poltekkes Surabaya, Jurnal Nasional Surya Medika Stikes
Surya Global Yogyakarta, Jurnal Nasional Health Sciences and
Pharmacy Journal Stikes Surya Global Yogyakarta dan Jurnal
Nasional MIKKI Stikes Wira Husada Yogyakarta. Menjadi
Reviewer Penelitian Eksternal Nasional dan Reviewer internal
Penelitian dan reviewer internal pengabdian masyarakat tingkat
Poltekkes Yogyakarta. Menjadi pembicara tingkat lokal dan
nasional. Menjadi Afiliasi Reasearch Seameo Recfon. Melakukan
berbagai penelitian tingkat Poltekkes, Nasional dan
Internasional (Seameo Recfon) dan telah dipublikasikan dalam
jurnal Internasional terindeks Scopus, jurnal nasional OJS dan
Terakreditasi. Sudah menerbitkan beberapa buku keperawatan.
Email : atik.cahyo@yahoo.com

105
106
8
PENERAPAN STUDENT CENTER
LEARNING DAN TEACHER
CENTER LEARNING

Zaifatur Ridha, M.Pd.I


STAI Jam’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura Langkat

Pendahuluan
Dalam kegiatan pembelajaran sudah tidak cukup lagi
hanya transfer of knowledge. Melibatkan lebih dalam
mahasiswa / siswa dalam pembelajaran dengan tujuan
memberikan pengalaman pemaknaan pengetahuan
(learning to constructing knowledge) , belajar berbuat
(learning to do), belajar besikap (learning to be), dan
belajar dalam keberagaman tim (learning to life together).
Guru tidak hanya fokus pada materi yang diajarkan,
tetapi juga sangat memperhatikan tingkatan kompetensi
yang dicapai. Pembelajaran yang berfokus pada
pencapaian kompetensi tersebut dengan melibatkan
mahasiswa/siswa secara mendalam disebut dengan
Student Centered Learning (SCL). Karena itulah dalam
pembelajaran harus mampu memfasilitasi
mahasiswa/siswa mencapai kompetensi dengan
menerapkan metode yang tepat. Guru dituntut kreatif,
telaten, dan mampu memotivasi. Dalam kegiatan
pembelajaran sudah tidak cukup lagi hanya transfer of
knowledge; dosenatau guru dalam satu semester lebih
banyak mengajar dibandingkan mahasiswa/siswa
107
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

beraktivitas belajar. Sehingga mengesankan pembelajaran


terfokus pada kebutuhan mengajar dosen (Teacher
Centered Learning-TCL). Pembelajaran yang berfokus
pada pencapaian kompetensi mahasiswa/siswa dengan
melibatkan mahasiswa/siswa secara mendalam, inilah
yang kemudian sering disebut dengan student centered
learning (SCL). Bahwa tugas dosen/guru dalam SCL
tidak hanya dituntut berkemampuan mengajar saja,
namun juga mempunyai kemampuan menfasilitasi
kebutuhan/kesulitan belajar mahasiswa/siswa,
memotivasi mahasiswa/siswa, menjadi inspirator utama,
dan sekaligus menjadi evaluator yang jujur, terbuka, dan
berkeadilan.
Strategi pembelajaran secara garis besar terbagi menjadi
dua macam, pertama yaitu pembelajaran yang berpusat
pada guru (Teacher Centered Learning) atau disebut
dengan TCL. Strategi TCL merupakan pembelajaran yang
sepenuhnya dikendalikan oleh guru pelajaran. Kedua
adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student
Centered Learning) atau disebut dengan SCL. Strategi SCL
merupakan strategi yang berusaha meng-explore
kemampuan siswa untuk aktif mencari, menggali, dan
merumuskan materi pelajaran. Kedua strategi tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. TCL
secara teori memiliki kelebihan yaitu materi dapat
disampaikan oleh guru secara gamblang dan mendetail
sesuai dengan kemampuan guru, kondisi kelas tenang
karena dipegang penuh oleh guru. Namun kekurangan
dari TCL adalah siswa sering merasa bosan dan ilmu yang
didapat tidak berkembang, sehingga seolah-olah menjadi
ilmu “turun-temurun”. Sedangkan untuk SCL secara teori
memiliki kelebihan yaitu siswa dapat aktif menggali ilmu,
bereksplorasi, dan merumuskan materi yang didapat.
Namun kekurangan SCL adalah siswa menjadi sangat
aktif, sehingga kelas menjadi gaduh dan menuntut guru

108
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

lebih ekstra mengendalikan kondisi kelas. seadanya


(monoton). Guru mulai tampak tergerak untuk
mengembangkan bahan pembelajaran dengan banyak
membaca jurnal atau download artikel hasil-hasil
penelitian terbaru dari internet, jika siswanya mempunyai
kreativitas tinggi, banyak bertanya, atau sering mengajak
diskusi.
Penerapan Teacher Centered Learning (TCL)
Pendidikan memiliki dua arti, yaitu pendidikan yang
diartikan secara luas dimaknai bahwa pendidikan adalah
bagian dari kehidupan itu sendiri dan berlangsung se-
panjang hayat. Sedangkan pendidikan da- lam arti sempit
dimaknai sebagai penga- jaran yang diselenggarakan di
sekolah (Soyomukti, 2010: 27). Proses pendidikan yang
terjadi di sekolah pada umumnya masih mengguna- kan
model pembelajaran konvensional yaitu guru memegang
posisi sentral se- bagai sumber belajar yang memberikan
pengetahuan dan ketrampilan pada siswa. Guru sebagai
subjek pembawa nilai dan norma budaya menduduki
posisi sentral dalam proses pendidikan (Bernadib dalam
Murtiningsih, 2004:3). Di Indonesia sistem pembelajaran
masih bersifat satu arah, yaitu pemberian materi oleh
guru/dosen yang dikenal dengan teacher center ( Fauziah
Nuroini : 2009:109).
Dalam penerapannya pendekatan pembelajaran pada
guru dimana menempatkan siswa sebagai objek dalam
belajar dan biasanya menggunakan klasikal, sedangkan
guru sebagai sumber belajar .
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru
memiliki ciri bahwa manajemen dan pengelolaan
pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru. Peran
siswa pada pendekatan ini hanya melakukan aktivitas
sesuai dengan petunjuk guru. Siswa hampir tidak
memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai

109
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

dengan minat dan keinginannya (Rusman: 204: 2004).


Teacher Centered Teaching (TCL) adalah suatu pendekatan
belajar yang berdasar pada pandangan bahwa mengajar
adalah menanamkan pengetahuan dan keterampilan.
Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi
pelajaran. Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur
dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran
yang disampaikan guru.
Student Centered Learning yang mengutamakan keaktifan
siswa tidak bisa diterapkan ke dalam semua materi
pembelajaran terutama pada saat materi pembelajaran
rumus dasar matematika atau fisika. Pada saat materi
rumus dasar matematika dan fisika guru harus
menerangkan terlebih dahulu, maka disinilah diterapkan
Teacher Center Learning (TCL). Berbeda dengan materi
yang tidak ada rumus dasar, siswa-siswa bisa aktif untuk
mencari sendiri jawaban suatu permasalahan terkait
pembelajaran.
Di Indonesia sistem pembelajaran pada hampir semua
sekolah masih bersifat satu arah, karena yang ingin
dicapai adalah bagaimana guru bisa mengajar dengan
baik sehingga yang terjadi adalah hanya transfer
pengetahuan. (Kurdi, Fauziah Nuraini: 2009 : 109)
Dalam penerapannya TCL dapat di modifikasi, modifikasi
pembelajaran TCL telah banyak dilakukan, antara lain
mengkombinasikan lecturing (ceramah) dengan Tanya
jawab dan pemberian tugas namun hasil yang dihasilkan
masih dianggap belum optimal. Dampak dari sistem
pembelajaran TCL adalah guru kurang mengembangkan
bahan pembelajaran dan cenderung masih kurang
optimal.
Di Indonesia model pembelajaran yang digunakan
bersifat konvensional, yang menjadikan siswa sebagai
objek bu- kan subjek. Model pembelajaran ini meng-

110
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

anggap semua siswa sama, padahal setiap individu


memiliki kemampuan berbeda- beda. Sistem pendidikan
yang ada pada umumnya membatasi setiap gerak ruang
siswa. Siswa menerima semua ilmu pem- berian guru,
karena guru merupakan sum- ber pengetahuan (Murwani,
2006). Model pembelajaran seperti ini dalam dunia pen-
didikan dikenal dengan istilah seragami- sasi, tanpa
memperdulikan potensi serta kebutuhan setiap siswa
berbeda. Pende- katan pembelajaran yang konvensional
dimana guru sebagai seorang yang ahli menyampaikan
ilmu pengetahuan kepada siswa nya seperti ini biasa
disebut dengan Techer Centered Learning (Chrosby dalam
O'Neil dan McMahon, 2005) Dalam perkembangannya
pendekatan Teacher Centered Learning (TCL) tidak lagi
sesuai dengan yang terjadi pada kehidupan nyata. TCL
merupakan pendekatan yang dinilai memandang semua
siswa sama. Untuk beberapa kondisi kegiatan TCL
memang sudah cukup baik, akan tetapi ketika
berhadapan dengan kondisi siswa yang memiliki beragam
karakter yang berbeda-beda maka paradigma ini sudah
tidak bijak diterapkan lagi. Proses pembelajaran yang
terjadi seharusnya menggunakan pendekatan
konstruksivisme, dimana proses belajar menekankan
bahwa siswa dalam proses pembelajaran harus bersikap
aktif membangun penge- tahuan secara individu, bukan
hanya menerima begitu saja pengetahuan yang
didapatkan (Anggriamurti, 2009). Pengetahuan yang ada
dalam diri manusia merupakan konstruksi (bentukan)
dari diri kita sendiri, dibentuk ketika individu melakukan
interaksi dengan lingkungannya. Teori pembelajaran
konstruksivisme didukung oleh Piaget yang melalui teori
perkembangan kognitif yang berpendapat bahwa
pengetahuan tidak boleh diperoleh secara pasif akan
tetapi harus secara aktif melalui tindakan (Trianto,
2009:29).

111
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Penerapan Student Center Learning (SCL)


Dunia saat ini sedang menghadapi perubahan industri ke-
4 atau yang dikenal dengan industri 4.0. Proses belajar
yang awalnya hanya berfokus kepada seorang
dosen/guru, saat ini mulai mengalami pergeseran dengan
lebih mendorong mahasiswa untuk tidak hanya belajar
tentang keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
tetapi juga untuk mengidentifikasi sumber tentang
keterampilan dan pengetahuan yang digunakan (Hussin
AA: 2018:92).
Berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pembelajaran
yang dilakukan di Pendidikan Tinggi harus
diselenggarakan dengan prinsip berpusat kepada
mahasiswa (Student Centered Learning). Student Centered
Learning (SCL) merupakan model belajar yang lebih
memfokuskan kepada mahasiswa sehingga memiliki
kesempatan untuk dapat membangun sendiri
pengetahuan yang telah dimiliki dan mendapatkan
pemahaman lebih mendalam (Faridi A dkk: 2016: 231-
240).
Hal ini berdampak pada mahasiswa dalam proses
pembelajaran lebih sering menggunakan metode diskusi
dan dosen berperan sebagai fasilitator
Pendekatan pendidikan SCL (Stu- dent Centered Learning)
muncul sebagai alternative pendekatan pendidikan untuk
menjawab permasalahan ketidaksesuaian pendekatan
TCL. SCL merupakan pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Dalam pendekatan pembelajaran
SCL, guru harus mampu melaksanakan perannya dengan
baik yaitu tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga
sebagai motivator, fasilitator, dan inovator. Guru tidak
hanya dituntut untuk mengajar saja di depan kelas
melainkan juga berperan membantu siswa untuk

112
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

memecahkan masalah saat siswa mengalami kesulitan


dalam proses pembelajaran. Natawijaya dalam Depdiknas
(2005:31) menyebutkan bahwa belajar aktif adalah suatu
sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan
siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna
memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek
kog- nitif, afektif dan psikomotor.
Pada sistem pembelajaran Student Center Learning, siswa
dituntut aktif mengerjakan tugas dan mendiskusikan
dengan guru sebagai fasilitator. Dengan aktifnya siswa,
maka kreatifitas siswa akan terpupuk.
(Fauziah:2009:231-240).
Secara luas, Student Centered Learning didasarkan pada
konstruktivisme sebagai teori pembelajaran yang
dibangun pada gagasan bahwa mahasiswa harus
membangun dan merekonstruksi pengetahuan untuk
belajar secara efektif ketika dengan belajar menjadi paling
efektif sebagai bagian dari suatu kegiatan dan mahasiswa
mengalami konstruk produk yang bermakna.
SCL memungkinkan mahasiswa memiliki kesempatan
untuk mengontrol proses belajar yang dijalani karena
dalam SCL siswa harus bertanggung jawab dengan
terlibat aktif dalam proses pembelajaran daripada sekadar
secara pasif menerima informasi dari sebuah
pembelajaran. Mahasiswa/ siswa yang memiliki persepsi
positif terhadap SCL memiliki peluang lebih besar untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi yang dimiliki dan
juga keterampilan untuk bekerja sama dalam tim. Peran
aktif siswa selama proses pembelajaran merupakan ciri
yang terdapat pada SCL. SCL mengharapkan siswa bisa
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki secara
mendalam dengan berdiskusi dalam kelompok. Partisipasi
aktif siswa dalam diskusi kelompok dapat mempermudah
dan mempercepat tercapainya tujuan pembelajaran
dengan cara mengklarifikasi ide atau pendapat.

113
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Metode Student Centered Learning juga serupa untuk


pembelajaran transformatif yang memiliki beberapa jenis
cara pembelajaran yang dapat dilakukan secara
bergantian sesuai dengan materi atau kondisi namun
tetap berpusat pada mahasiswa. Selain itu metode ini
juga menekankan pada proses perubahan kualitatif dalam
proses pembelajaran sebagai proses yang berkelanjutan
dari transformasi yang berfokus pada peningkatan dan
pemberdayaan mahasiswa untuk mengembangkan
kemampuan kritis mereka.
Student Centered Learning (SCL) dapat dikatakan juga
sebagai tempat mahasiswa belajar dalam kelompok dan
secara individu untuk mengeksplorasi masalah, menjadi
pihak yang aktif dalam proses pembelajaran berlangsung
dan tidak hanya menjadi penerima pengetahuan yang
pasif (Harmon SW, 1996). Student Center merupakan
salah satu pendekatan dalam pembelajaran. Pendekatan
ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk memiliki
kesempatan dan fasilitas menggali sendiri ilmu
pengetahuan sehingga akan dapat pengetahuan yang
mendalam (deep learning) dan mampu meningkatkan
kualitas siswa (Reza Rindy: 2014: 251).
Dalam pendekatan yang berpusat pada siswa
pembelajaran bersifat tidak langsung dan siswa belajar
dengan cara mencari dan menemukan sendiri melalui
pengalaman langsung secara kontekstual, yaitu dengan
cara mengelsploarasi pengalaman kerja (Rusman:
2004:382).
Menurut Harsono, Student Center merupakan
pendekatan dalam pembelajaran yang memfasilitasi
pembelajar untuk terlibat dalam proses Experiential
Learning (pengalaman belajar) (Fauziah: 2009: 110)
Penerapan metode pembelajaran yang dikemas secara
atraktif mampu meningkatkan gairah belajar mahasiswa.

114
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Tidak hanya itu, mahasiswa juga mampu meraih hasil


yang optimal serta kompetensi yang ditetapkan
pembelajaran dapat tercapai. Contoh Penerapannya :
Active learning adalah salah satu strategi pembelajaran
yang berbasis pada siswa (Student Centered Learning).
Strategi pembelajaran active learning merupakan
pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa dan
menerapkan prinsip learning by doing. Rasa ingin tahu
siswa pada hal yang belum diketahui mendorong
keterlibatannya secara aktif dalam proses pembelajaran
(Pannen, 2001: 42). Hal ini berarti bahwa sistem
pembelajaran menempatkan siswa sebagai subyek
pembelajaran yang aktif. Siswa bukan objek pembelajaran
yang dijejali dengan informasi, tetapi siswa adalah subyek
yang memiliki potensi. Sehingga proses pembelajaran
harus diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi
yang dimiliki siswa. Contoh Penerapan SCL jika
menngunakan metode Active learning.
Active Learning diterapkan dalam proses pembelajaran di
kelas dengan berbagai alternative. Alternative
pembelajaran yang di aplikasikan dalam kelas
menyesuaikan materi serta kemampuan guru. Hal ini
dilakukan untuk menghindari rasa bosan siswa-siswa
dengan strategi pembelajaran yang monoton. Alternative
pembelajaran yang diaplikasikan.
Pertama, pembentukan kelompok. Guru membagi siswa
menjadi beberapa kelompok, pembentukan kelompok bisa
guru yang menentukan atau siswa sendiri yang
menentukan. Kelompok yang sudah terbentuk akan diberi
petunjuk atau kisi- kisi untuk memecahkan masalah
kemudian menemukan jawaban terkait proses
pembelajaran.
Kedua, pemberian tugas. Guru memberikan kisi-kisi
materi dan pertanyaan (tugas) kepada siswa sesuai materi
pembelajaran. Tugas ini bisa didiskusikan dengan

115
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

kelompok atau mencari sumber untuk mencari jawaban.


Hasil akhir dari tugas bisa dalam bentuk presentasi,
bermain peran, mindmap, paper ataupun peta (gambar)
sesuai dengan materi serta tugas pembelajaran.
Ketiga, eksplorasi. Siswa bersama kelompoknya
melakukan diskusi, wawancara pada narasumber,
mencari materi tugas melalui internet untuk
menyelesaikan tugas, dan siswa melakukan praktikum
untuk menemukan sendiri jawaban dari suatu
permasalahan.
Keempat, presentasi. Presentasi dilaksanakan untuk
menyampaikan hasil temuan jawaban atau kesimpulan
suatu materi pembelajaran, salah satu anggota kelompok
maju menjelaskan jawabannya.
Keberhasilan strategi pembelajaran active learning ini
didukung penuh dengan media serta sumber belajar yang
cukup memadai. Masing-masing kelas di misal dengan
disediakan LCD, laptop, serta jaringan wifi yang
menjangkau tiap kelas. Buku-buku yang relevan dengan
materi pembelajaran banyak tersedia di perpustakaan.
Saat proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Student Centered Learning (SCL) tidak dapat
dipungkiri menemui hambatan-hambatan dalam
pelaksanaannya. Hambatan tersebut timbul baik dari
dalam (faktor internal) ataupun dari luar (faktor
eksternal).
Hambatan yang timbul dari dalam yaitu beberapa siswa
yang masih pasif. Siswa pasif ini akibat dari rasa malu
atau kurang percaya diri untuk mengemukakan
pendapatnya. Siswa yang masih pasif dalam proses
pembelajaran juga memiliki rasa ingin tahu yang kecil,
sehingga tidak ada semangat untuk mencari tahu
jawaban suatu permasalahan. Selain masih ada beberapa
siswa yang pasif proses pembelajaran berbasis Student

116
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Centered Learning yang mengutamakan keaktifan siswa


tidak bisa diterapkan ke dalam semua materi
pembelajaran terutama pada saat materi pembelajaran
rumus dasar matematika atau fisika. Pada saat materi
rumus dasar matematika dan fisika guru harus
menerangkan terlebih dahulu. Berbeda dengan materi
yang tidak ada rumus dasar, siswa -siswa bisa aktif
untuk mencari sendiri jawaban suatu permasalahan
terkait pembelajaran.
Hambatan dalam proses pembelajaran berbasis Student
Centered Learning tidak hanya timbul dari dalam,
hambatan dari luar juga timbul dalam proses
pembelajaran. Masyarakat terbiasa akan pembelajaran
yang konvensional atau klasikal dimana guru adalah
pusat pembelajaran dengan metode pembelajaran
ceramah. Beberapa wali siswa kurang paham tentang
pembelajaran yang diterapkan, karena berbeda dengan
pembelajaran yang ada di sekolah lain. Sehingga muncul
komplain dari beberapa wali siswa yang menilai proses
pembelajaran yang diterapkan terlalu santai.

117
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Depdiknas. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning), Jakarta: Ditjen Dikdasmen
Faridi A, Bahri S, dan Nurmasitah S. The problems of
applying student (2016) centered syllabus of english in
vocational high schools in kendal regency. English
Language Teaching.;9 (8):231–240.
Fauziah Nuraini, (2009) Penerapan Student Center
Learning Dari Teacher Learning Mata Pelajaran
Kesehatan Pada Program Studi Penjas, Vol 28 Nomor
2, Hlm. 109.
Fauziah Nuraini, (2009) Penerapan Student Center
Learning Dari Teacher Learning Mata Pelajaran
Kesehatan Pada Program Studi Penjas, Vol 28 Nomor
2, Hlm. 109.
Hussin AA. Education 4.0 made simple: ideas for teaching.
International Journal of Education and Literacy
Studies. 2018;6(3):92.
Konstruktivisme Dalam Pembelajaran, Jakarta: PAU-PPAI
Universitas Terbuka
Murtiningsih, Siti. (2004). Pendidikan Alat Perlawanan,
Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire, Yogyakarta:
Resist Book
Pannen, Paulina dkk. (2001).
Reza Rindy, (2014) “Proses Pembelajaran Berbasis
Student Center Learning (Student Diskriptip di
sekolah Menengah Pertamma Islam Baitul ‘Izzah,
Nganjuk)”, Biokultur, Vol III/No.1/Januari – Juni,
Hal, 251
Rusman, (2004) Model- Model Pembelajaran
mengembangkan Profesional Guru, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada) h.381
Sugiyo, Warlan dkk. (2009). "Efektivitas Metode Student
Centered Learning

118
PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Zaifatur Ridha, M.Pd.I.
Lahir di Tanjung Pura pada 10 Agustus 1988. Ia
alumnus Pascasarjana IAIN Sumatera Utara
jurusan Pendidikan Islam. Kini ia mengabdi
sebagai dosen tetap sertifikasi bidang ilmu
Psikologi di STAI Jam’iyah Mahmudiyah Tanjung
Pura.nSelain mengajar, dia aktif di beberapa
organisasi IGI (Ikatan Guru Indonesia), Adpertisi (Aliansi Dosen
Perguruan Tinggi Swasta Indonesia) dan PPMPI (Persatuan
Program Manajemen Pendidikan Islam) karena pernah menjabat
selaku Ka.Prodi MPI STAI Jam’iyah Mahmudiyah. Selain itu,
dia sedang getol belajar menulis dan pengurus Jurnal Iqtirohaat
serta sebagai Wakil Ketua III bidang kemahasiswaan di STAI
Jam’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura. Beberapa tulisannya juga
pernah dimuat pada jurnal ilmiah berjudul Pengaruh
penggunaan Media Interaktif dan Gaya Belajar Terhadap Hasil
Belajar PAI terbit Jurnal Iqtirahaat, Vol 1 No.1 - Juli 2017 hlm
1-10, STAI Jam'iyah ISSN: 2597-9965, Harmonisasi Tri Pusat
Pendidikan Mempengaruhi Sikap Agama Pada Remaja di Jurnal
Wahana Inovasi, Vol 7 No. 2-Juli2018 Jurnal Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat UISU ISSN: 2089-8592, Konsep SDIT (
Sekolah Dasar Islam Terpadu ) Al-Ansyar Tanjung Pura dalam
Menanamkan Pendidikan Nilai Holistik Jurnal Iqtirahaat, Vol 4
No.1 - Januari 2019 hlm 115-128, STAI Jam'iyah ISSN: 2597-
9965. The Relationship between Psychological Capital and
Accessible Resources to Support the Organization Power’s
Sustainabillity in School Administrations at the Islamic Formal
School Education Institute (Islamic Elementary School and
Islamic Junior High School) yang terbit di “Budapest
International Research and Critics Institute Juornal (BIRCI-
Journal). Buku ISBN 978-623-217-894-6 berjudul “Merajut
Kepribadian dengan Psikologi Agama” merupakan karya
pertamanya. Ia bisa dihubungi di zaifaturridha09@gmail.com.

119
120
9
LANGKAH – LANGKAH STUDENT
CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING

Azwar Anwar, S.Pd., M.Pd


Universitas Borneo Tarakan

Langkah-Langkah Student Center Learning


Dalam pelaksanaan Student Centered Learning harus
memiliki langkah-langkah agar proses pembelajaran yang
dilakukan berjalan sesuai dengan konsep awal yang telah
dibangun. Sebagaimana kita ketahui bahwa SCL
merupakan pembelajaran yang berpusat kepada siswa,
maka guru ditugaskan hanya untuk mendampingi siswa
dalam belajar. Guru perannya tidak hanya mengajar
tetapi juga sebagai fasilitator, motivator, dan inovator
harus mempunyai kemampuan yang baik dalam
melakukan pembelajaran dengan Student Centered
Learning (Antika, 2014). Pembelajaran dengan SCL ini
sebenarnya sudah tertuang dalam kurikulum 2013 yang
disebut dengan pendekatan saintifik. Ada 5 tahapan
dalam pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menalar(mengasosiasi), dan
mengomunikasikan (Permendikbud, 2013). Kelima
tahapan tersebut (5M) merupakan pembelajaran yang
menitik beratkan kepada siswa dalam belajar mengajar
yang mana ini sangat beririsan dengan pembelajaran SCL.

121
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Berikut langkah pembelajaran dengan menggunakan


pendekatan saintifik (Permendikbud, 2014) yaitu:
1. Mengamati
Siswa mengamati, menyimak, melihat suatu topik
atau permasalahan yang ada baik berupa gambar,
teks atau video
2. Menanya
Siswa membuat dan mengajukan pertanyaan dari
topik atau permasalahan yang telah diamati,
berdiskusi atau tanya jawab untuk mendapatkan
informasi.
3. Mengumpulkan informasi atau mencoba
Siswa mencoba, mengeksplorasi, berdiskusi,
mendemonstrasikan, mengumpulkan informasi selain
buku teks, mengumpulkan data dari informan melalui
wawancara atau angket.
4. Menalar
Mengolah dan mengidentifikasi informasi yang telah
diperoleh, menganalisis data, menghubungkan
informasi yang terkait dalam suatu pola
5. Mengkomunikasikan
Menyampaikan hasil secara lisan ataupun tertulis,
menulis laporan dan disajikan dalam bentuk diagram,
bagan, atau grafik.
Dengan menggunakan pembelajaran pendekatan saintifik
dapat mengarahkan siswa secara aktif dalam belajar,
karena mereka fokus terhadap apa dan bagaimana
menggunakan pemikiran dan mengekplorasikan ide yang
ada. Tentunya guru sebagai fasilitator juga mempunyai
peranan yang penting dan mendukung pembelajaran
sehingga berjalan dengan baik. Karaktersitik dari

122
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

pendekatan saintifik dapat di kombinasikan dengan


berbagai model-model pembelajaran seperti pembelajaran
berbasis masalah (PBL), pembelajaran berbasis proyek
(PjBL), dan pendekatan komunikatif. Dari semua model
tersebut merupakan bagian atau termasuk dalam
pembelajaran yang berpusat pada siswa (Budiyanto,
2016). Satriaman, Pujani and Sarini (2018) menyatakan
bahwa SCL dapat dilakukan dengan presentasi di dalam
kelas, berdiskusi dengan teman, melakukan pembelajaran
kelompok (kooperatif), bekerja melaksanakan proyek. Hal
ini juga sejalan dengan Jacobs, Renandya and Power
(2016) bahwa sebagai makhluk sosial kita perlu
berinteraksi dengan orang lain, begitu juga dalam
pembelajaran dengan bekerja sama dapat meningkatkan
pemikiran ke tingkat yang lebih tinggi, keterlibatan siswa
yang lebih banyak, dan hasil tes yang lebih baik. Oleh
karena itu interaksi-interaksi antar siswa dapat dilakukan
dengan interaksi berpasangan (peer teaching),
pembelajaran kolaboratif, dan pembelajaran kooperatif.
Selain dari itu, contoh yang dapat dilakukan dalam
melaksanakan pembelajaran dengan student centere
learning adalah grup berpasangan, grup discussion,
presentasi di kelas, dan membuat mind maps di dalam
kelas (O’Neill & McMahon, 2005).
Dari beberapa pendapat di atas pembelajaran dengan SCL
didominasi pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif
yaitu pembelajaran dengan mengutamakan tim atau
berkelompok dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Namun, model-model pembelajaran juga dapat
dilaksanakan secara individu dengan melihat beberapa
pertimbangan dari guru, siswa maupuan kondisi kelas.
Berikut ini beberapa model pembelajaran dengan
karakterstik SCL yaitu Problem Based Learning (PBL),
Project Based Learning (PjBL), dan Pembelajaran Inkuiri.

123
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

1. Problem Based Learning (PBL)


Filipenko dan Naslund (2016)menyatakan bahwa
Problem Based Learning (PBL) bertujuan untuk
mengidentifikasi isu-isu yang ada, mengintegrasikan
pengetahuan dari berbagai ilmu, dan untuk
mengembangkan pengetahuan berbasis masalah.
Dengan PBL siswa dapat berpikir kritis, mencari,
mengembangkan pengetahuan dan berkomunikasi
dalam memecahkan masalah yang akan diselesaikan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar diikutkan
dalam tutorial kelompok kecil sebagai fasilitator di
mana mereka memiliki kesempatan untuk bekerja
sama untuk menganalisis masalah rutin yang
dihadapi dalam pembelajaran. Langkah-langkah
model prolem based learning yaitu Amin (2021)
a. Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah
Tahapan ini peserta didik fokus terhadap masalah
yang diamati dan mengindentifikasi poin penting
dari masalah tersebut
b. Mengorganisasikan peserta didik dalam belajar
Tahapan ini guru mendorong siswa untuk
bertanya mengenai masalah yang diamati
c. Menganalisis dan mendiskusikan masalah
Tahapan ini peserta didik mengumpulkan
informasi terkait dengan masalah dan melakukan
penelitian terhadap masalah secara kelompok
sehingga ditemukan solusi dari masalah tersebut
d. Mempresentasikan solusi dan hasil diskusi
Tahapan ini peserta didik mampu menyampaikan
solusi dan hasil dari temuan dari percobaan yang
telah dilakukan.

124
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

e. Menganalisa dan mengevaluasi proses


penyelesaian masalah.
Setelah melaksanakan diskusi, guru memberikan
tanggapan terhadap hasil temuan siswa, serta
membantu peserta didik melakukan refleksi,
konfirmasi, dan evaluasi atas kinerja peserta
didik.
2. Project Based Learning (PjBL)
Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
adalah model pembelajaran yang memberikan
pengalaman dan kesempatan kepada peserta didik
dalam belajar kelompok yang dirancang oleh guru
dalam kerja proyek (Mulyadi, 2015). Lubis, Jalinus,
Abdullah, & Yulastri, (2021) menyatakan bahwa ada 5
langkah dalam Project Based Learning (PjBL) yaitu:
a. Menentukan tema dan rencana proyek
Guru mengarahkan peserta didik untuk
merancang proyek berdasarkan ide-ide atau
identifikasi awal dari suatu permasalahan
b. Mengumpulkan informasi untuk proyek
Peserta didik mengumpulkan berbagai sumber
materi, informasi atau sumber daya yang
dibutuhkan dan mendukung pengerjaan proyek
c. Melaksanakan tugas proyek
Peserta didik melakukan atau melaksanakan
kegiatan proyek yang telah dirancang dan
didukung oleh informasi yang telah diperoleh
dengan bimbingan dari guru
d. Monitoring kemajuan proyek
Guru melakukan monitoring terhadap kinerja
peserta didik dalam menyelesaikan proyek dan

125
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

membimbing peserta didik setiap proses yang


mereka lakukan.
e. Presentasi laporan hasil proyek
Peserta didik melaporkan hasil kinerja proyek
yang telah diperoleh sesuai dengan rancangan
awal. Guru memberikan tanggapan terhadap
kinerja proyek peserta didik serta memfasilitasi
peserta didik yang lain untuk memberikan
tanggapan atau pertanyaan. Setelah presentasi
selesai, guru melakukan refleksi dan evaluasi dari
setiap proyek yang telah dikerjakan oleh peserta
didik.
3. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam menemukan pengetahuan
atau pemahaman untuk menyelidiki dengan
melakukan pengamatan, mengajukan pertanyaan,
merencanakan penyelidikan, mengumpulkan data
atau informasi dan melakukan penyelidikan,
menganalisi data, membuat kesimpulan dan
mengkomunikasikan hasil penyelidikan
(Nurdyansyah & Fahyuni, 2016). Langkah-langkah
pada pembelajaran inkuiri sebagai berikut
a. Orientasi
Tahapan orientasi merupakan tindakan guru
untuk membuat suasana pembelajaran yang
efektif dan kondusif dengan cara menyampaikan
topik, tujuan dan capaian hasil belajar siswa,
menyampaikan kegiatan apa saja yang akan
dilakukan siswa dan tahapan-tahapan pada
inkuiri, menjelaskan topik utama dalam belajar
dengan memberikan motivasi kepada siswa dalam
belajar

126
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

b. Merumuskan masalah
Tahapan merumuskan masalah dilakukan siswa
untuk mengembangkan proses berpikir siswa dan
mendorong siswa untuk menemukan jawaban
yang sesuai dengan apa yang dirumuskan.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban atau dugaan
sementara dari rumusan masalah. Namun
hipotesis ini belum dikatakan benar sampai
dilakukan analisis dan kesimpulan. Guru dapat
mengajak siswa untuk membuat dugaan
sementara dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang dapat membantu menemukan
dugaan sementara dari masalah yang akan dikaji.
d. Mengumpulkan Data
Tahapan mengumpulkan data yaitu suatu
kegiatan menjaring atau menyajikan informasi
yang akan digunakan untuk menemukan jawaban
dari hipotesis. Dalam mengumpulkan data perlu
adanya motivasi, ketekunan, dan kemampuan
berpikir sehingga informasi sudah cukup baik dan
dianggap memenuhi kriteria dalam pengujian
hipotesis nantinya.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis merupakan tahapan dalam
menentukan jawaban berdasarkan data-data
yang telah dikumpulkan dan dianalisis. Pengujian
hipotesis membuat siswa dapat berpikir secara
rasional dan argumentasi yang disampaikan
harus didukung dengan data yang akurat dan
dipertanggungjawabkan

127
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

f. Merumuskan Kesimpulan
Tahapan terkahir yaitu merumuskan kesimpulan,
ialah menyampaikan hasil temuan berdasarkan
pengujian hipotesis. Guru perlu melampirkan
data-data yang relevan sehingga siswa
mengetahui bahwa kesimpulan yang dibuat
akurat.
Pada beberapa model pembelajaran di atas terlihat bahwa
siswa lebih banyak melakukan aktivitas belajar dengan
langkah-langkah terurut yang membuat mereka lebih
fokus dan terarah dalam memahami pelajaran yang
disajikan. Namun saat ini masih banyak guru yang belum
menerapkan pembelajaran dengan SCL karena motivasi
dan minat belajar masih rendah yang berdampak pada
kurang aktifnya siswa di kelas. Hal ini yang harus
diperbaiki dan dikembangkan oleh guru sehingga
pembelajaran SCL dapat berjalan dengan baik. Teaching
Excellence in Adult Literacy TEAL Center Staff (2010)
menyatakan bahwa perlu adanya perubahan peran dan
tanggung jawab di kelas pada pembelajaran SCL baik dari
peserta didik, guru, strategi dan metode yang digunakan.
Dari peserta didik misalnya 1) membuat keputusan
tentang apa dan bagaimana mereka akan mempelajari
suatu materi, 2) membangun pengetahuan dan
keterampilan baru yang mereka miliki, 3) memahami dan
mendorong untuk melakukan penilaian diri, 4) memantau
pembelajaran mereka untuk mengembangkan strategi
dalam belajar, 5) bekerja sama dengan peserta didik yang
lain, dan menghasilkan karya dari pembelajaran.
Sementara dari guru perubahan yang dapat dilakukan
yaitu 1) mengenali dan mengakomodasi pembelajaran
yang berbeda dan disesuaikan dengan keadaan siswa, 2)
memberikan arahan yang tidak telalu dominan, 3)
berdiskusi dan menghormati sudut pandang dari setiap
guru/pengajar, 4) mendorong dan memfasilitasi

128
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

pengambilan keputusan bersama peserta didik, 5)


membantu siswa mengatasi kesulitan dengan bertanya
untuk membantu mereka sampai menemukan solusinya.
Sedangkan pada strategi dan metode yaitu 1) kelola waktu
dengan cara yang fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan
pelajar, 2) sertakan kegiatan pembelajaran yang secara
pribadi relevan dengan peserta didik, 3) berikan siswa
tanggung jawab dalam proses pembelajaran, 4)
memberikan pertanyaan dan tugas yang merangsang
pemikiran peserta didik di luar hafalan, 5) membantu
pelajar memperbaiki pemahaman mereka dengan
menggunakan kemampuan berpikir kritis, 6) mendukung
peserta didik dalam mengembangkan dan menggunakan
strategi yang efektif dalam mengerjakan tugas, 7) sertakan
peer learning dan peer teaching sebagai bagian dari
metode pembelajaran.
Langkah-Langkah Teacher Center Learning
Teacher centered learning (TCL) merupakan suatu proses
pembelajaran yang dilaksanakan dalam suatu kelas
dimana guru sebagai pusat pembelajaran. Pada TCL ini
siswa cenderung pasif dan hanya fokus mendengarkan
apa yang disampaikan oleh guru. Hal ini senada dengan
Harto (2012), pada TCL guru yang sebagai pusat
pembelajaran dengan menyampaikan bahan/materi
belajar sehingga ini hanya membuat guru yang semakin
cerdas dan siswa hanya mendengar penjelasan dari guru.
Pembelajaran dengan TCL yang membuat siswa pasif akan
menghasilkan siswa tidak berani mengemukakan
pendapat, kurang dalam mengimplementasikan ilmu dan
pengetahuannya, takut mencoba hal-hal baru dan
membuat mereka kurang kreativitas.
Metode pembelajaran yang berpusat pada guru telah
menjadi metode dominan yang digunakan oleh beberapa
sekolah. Metode yang mengasumsikan bahwa agar siswa
dapat belajar secara efektif, serta mereka harus terus

129
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

menerus diarahkan oleh guru. Sehingga pandangan ini


menyatakan bahwa tujuan utama sekolah adalah untuk
mengajarkan kepada siswa dengan berbagai materi yang
telah ditentukan sebelumnya yang sebagian besar
terdapat dalam buku teks. Semakin banyak materi yang
diketahui siswa semakin membuat mereka terdidik.
Dengan metode ini, guru bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa semua siswa memperoleh
pengetahuan dasar tanpa memandang kemampuan siswa
yang berbeda-beda. Pembelajaran dengan TCL juga
mengorientasikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru
kepada siswa dengan harapan tinggi terhadap tugas
tersebut. Oleh karenya, pembelajaran SCL sangat
mengoptimalkan penggunaan waktu dalam
pengerjaannya (Hunaepi et al., 2014).
Harapan dengan pembelajaran yang berpusat pada guru
sukses membantu siswa dalam belajar tentang ilmu
pengetahuan, informasi, dan keterampilan pada saat
melaksanakan pendidikan di sekolah. Namun, hal ini
terkadang tidak seluruhnya berjalan dengan efektif dan
membuat siswa merasa bosan karena guru yang menjadi
pusat perhatian. Bukti lain menunjukkan bahwa dengan
TCL sangat sulit untuk dilakukan secara terus menerus
tanpa adanya metode atau model lain yang digunakan di
ruang kelas serta perlu adanya pertimbangan lain karena
adanya keragaman dalam kompetensi dan bakat siswa
(Nair, 2014).
Pada pembelajaran TCL yang paling sering digunakan
adalah dengan metode pembelajaran langsung (direct
instruction) dan metode ceramah.
1. Direct Instruction (Pembelajaran Langsung)
Hunaepi, Samsuri dan Afrilyana (2014), pembelajaran
langsung adalah pembelajaran yang dilaksanakan
secara langsung dimana guru mentransfer

130
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

pengetahuan, keterampilan, dan informasi kepada


siswa, serta pembelajaran yang orientasinya pada
tujuan dan dirancang oleh guru. Menurut Joyce, Weil,
dan Calhoun (2009), langkah-langkah dalam
pembelajaran langsung yaitu
a. Tahap orientasi
Tahap orientasi merupakan tahapan awal dimana
kerangka pembelajaran dimulai. Sebelum
pemberian materi, guru terlebih dahulu
menyampaikan harapan, tugas-tugas yang ada
pada pembelajaran, dan mengarahkan siswa
untuk bertanggung jawab. Selanjutnya ketika
akan memulai materi guru menyampaikan tujuan
dan maksud dari pelajaran, kemudian guru
menggambarkan materi secara garis besar dan
kaitannya dengan pengetahuan yang sudah
pernah dipelajari sebelumnya, serta guru
mengarahkan prosedur-prosedur dalam
pembelajaran yang caranya berbeda antara
pelajaran yang lain dan mengingatkan siswa
untuk bertanggung jawab atas aktivitas yang
mereka lakukan.
b. Tahap presentasi
Tahap presentasi merupakan tahap dimana guru
akan menjelaskan konsep-konsep, skill atau
keterampilan baru dengan memberikan
pemeraagaan dan contohnya. Jika materinya
adalah konsep baru, maka guru perlu
mendemonstrasikan karakteristik, aturan-aturan,
serta memberikan contoh baru. Jika materinya
adalah skill baru, maka guru menyampaikan
langkah-langkah yang representatif dan
menyajikan contoh pada setiap langkah. Pada
tahap ini juga dapat membantu siswa ketika guru

131
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

mampu menyampaikan informasi atau materi


baru dengan lisan maupun visual. Langkah akhir
pada tahap presentasi adalah memastikan dan
menguji pemahaman siswa sebelum lanjut ke
tahap berikutnya.
c. Tahap praktik yang terstruktur
Tahap praktik yang terstruktu ini dimana guru
mulai menuntun siswa dengan berbagai contoh-
contoh serta langkah-langkah dalam
penyelesaiannya. Hal ini dapat dilakukan oleh
siswa secara individu ataupun berkelompok dan
kesediannya dalam menuliskan jawaban. Dalam
tahap ini guru juga memberikan pertanyaan
kepada siswa dan siswa merespon serta
mengoreksi atas kesalahan siswa dan
memberikan penguatan terhadap respon siswa
yang benar
d. Tahap praktik dengan bimbingan guru
Tahap praktik dengan bimbingan guru,
memberikan kesempatan kepada siswa atas
kemauannya untuk melakukan praktik. Ketika
siswa melakukan kerja praktik, guru mengamati
dan siap untuk memberikan bantuan atas kerja
siswa sehingga dapat mengembangkan
kemampuan dalam menampilkan tugasnya.
Tahapan ini juga disebut semi-independen karena
guru tidak secara penuh mendampingi siswa,
namun mengontrol kinerja siswa, memberikan
respon jika dibutuhkan.
e. Tahap praktik mandiri
Tahap praktik mandiri merupakan tahapan
terakhir pada pembelajaran langsung di mana
siswa mengerjakan praktik secara mandiri baik di

132
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

kelas atau di rumah. Selain itu guru menunda


respon dari siswa dan akan memberikan respon
balik ketika di akhir praktik. Pada praktik mandiri
dapat dilakukan tidak hanya dalam satu waktu,
tetapi bisa beberapa kali dalam periode yang lama.
2. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode yang paling
umum digunakan oleh guru dalam mentransfer ilmu
kepada siswa. Guru yang lebih aktif, sedangkan siswa
hanya mendengar dan terlihat pasif. Oleh karena itu,
guru harus sebisa mungkin menggunakan
keterampilan serta kemampuan dalam menjelaskan
dengan kalimat-kalimat menarika, sopan, dan jelas
sehingga siswa dengan mudah menyerap materi yang
disampaikan. Berikut langkah-langkah dalam metode
ceramah menurut Devi (2010) dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 9.1. Langkah-Langkah Metode Ceramah

No. Langkah Jenis Kegiatan


1. Menciptakan suasana belajar di
kelas
1 Persiapan
2. Mempersiapkan sistematika dan
bahan ceramah
Pendahuluan
1. Menyiapkan dan mengarahkan
siswa untuk mengikuti kegiatan
belajar mengajar di kelas
2. Memberikan memotivasi dan
menyampaikan tujuan
pembelajran
2 Pelaksanaan 3. Melakukan apersepsi
4. Menjelaskan sistematika
pembelajaran dari bahan materi
yang dipelajari

Kegiatan inti
1. Penyajian materi, guru
menjelaskan materi

133
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

2. Melakukan tanya jawab kepada


siswa untuk memperjelas materi
yang belum mereka dipahami

Penutup
Siswa menyusun rangkuman dan
menyimpulkan hasil dari proses
pembelajaran

Melakukan proses penilaian dengan


tes lisan, tulisan atau dengan tugas
untuk mengukur kemampuan siswa
3 Evaluasi
terhadap pemahaman siswa
mengenai materi yang telah
dipelajari
Sementara menurut Istiani, Dewi K. and Sulasmono
(2013) yang menyatakan beberapa langkah-langkah
dalam metode ceramah sebagaiamana berikut:
a. Persiapan
Pada tahap ini guru melakukan menata bahan
ajar yang akan dipelajari, menyusun urutan
penyajian materi, sehingga dalam
pelaksanaannya berjalan sesuai harapan dan
mudah dipahami baik oleh guru maupun dari
siswa.
b. Awal
Pada tahap ini guru memotivasi dan memberikan
perhatian kepada siswa dengan sopan, antusias
yang dapat mendorong rasa ingin tahu dan
merangsang siswa untuk berpikir secara dalam
mengenai materi yang akan disajikan
c. Pelaksanaan
Pada tahap ini merupakan inti dari metode
ceramah yaitu guru menyampaikan materi atau
bahan ajar kepada siswa

134
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

d. Akhir
Pada tahap ini menyusun rangkuman atau
kesimpulan dari materi yang telah disajikan oleh
guru maupun siswa.

135
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Amin, K. (2021). Penerapan Model Problem Based
Learning Untuk Meningkatkan Pembelajaran IPS
Tentang Kegiatan Ekonomi Pada Siswa Kelas 4. Kalam
Cendekia: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 9(1), 193–198.
Antika, R. R. (2014). Proses Pembelajaran Berbasis
Student Centered Learning. Jurnal BioKultur, 3(1),
251–263.
Budiyanto, M. A. K. (2016). Sintaks 45 Metode
Pembelajaran dalam Student Centered Learning (SCL).
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press
Devi, P. K. (2010). Metode-Metode dalam Pembelajaran IPA.
Bandung: Pusat Pengembanag dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (PPPPTK IPA).
Filipenko, M., & Naslund, J. (2016). Problem- Based
Learning in Teacher Education. New York: Springer
Harto, K (2012). Active Learning dalam Pembelajaran
Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka Felich
Hunaepi, Samsuri, T., & Afrilyana, M. (2014). Model
Pembelajaran Langsung: Teori dan Praktik. Mataram:
Duta Pustaka Ilmu.
Istiani, N., Dewi K., H. D., & Sulasmono, B. S. (2013).
Perbedaan Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dan Metode
Ceramah Terhadap Hasil Belajar Pkn Pada Siswa
Kelas XI IPS SMA Negeri I Pabelan Kecamatan Pabelan
Kab. Semarang Semester Ganjil Tahun Ajaran
2012/2013. Satya Widya, 29(1), 53–57.
Jacobs, G. M., Renandya, W. A., & Power, M. (2016).
Simple , Powerful Strategies for Student Centered
Learning. New York: Springer
Lubis, A. L., Jalinus, N., Abdullah, R., Asmar Yulastri, A.
(2021). Cooperative-Project Based Learning di SMK
Ibnu Sina Batam. Pasuruan: Qiara Media

136
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Mulyadi, E. (2015). Penerapan Model Project Based


Learning untuk Meningkatan Kinerja dan Prestasi
Belajar Fisika Siswa SMK. Jurnal Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan, 22(4), 385-395.
Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 81
A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Depdiknas
Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor
103 A Tahun 2014 tentang Implementasi Kurikulum
2013. Jakarta: Depdiknas
Nair, P. (2014). Blueprint for Tomorrow: Redesigning
Schools for Student-Centered Learning. In Technology.
Cambridge: Harvard Education Press.
Nurdyansyah, & Fahyuni, E. F. (2016). Inovasi Model
Pembelajaran Sesuai Kurikulum 2013. Malang:
Nizmania Learning Center.
O’Neill, G., & McMahon, T. (2005). Student – Centred
Learning : What for Students and Lecturers ? Does It
Mean. Emerging Issues in the Practice of University
Learning and Teaching, 30–39.
Satriaman, K. T., Pujani, N. M., & Sarini, P. (2018).
Implementasi Pendekatan Student Centered Learning
dalam Pembelajaran IPA dan Relevansinya dengan
Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Singaraja.
Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Sains Indonesia
(JPPSI), 1(1), 12-22.
TEAL Center staff. (2010). Student-Centered Learning.
TEAL (Teaching Excellence in Adult Literacy), 6.

137
LANGKAH – LANGKAH STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Azwar Anwar. Penulis menamatkan Pendidikan
di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 026 Samarinda
pada tahun 2005, kemudian melanjutkan
Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 10 Samarinda lulus pada tahun 2008, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3
Samarinda lulus pada tahun 2011. Penulis
kemudian melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi dan
berhasil menyelesaikan studi S1 di program studi Pendidikan
Matematika Universitas Mulawarman Samarinda pada tahun
2015. Tiga tahun kemudian, penulis menyelesaikan studi S2 di
program studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri
Yogyakarta, tepatnya pada tahun 2018.
Setelah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi, penulis
mengajar sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di
Kalimantan Utara, yaitu Universitas Borneo Tarakan pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan masih aktif hingga
sekarang. Selain aktif mengajar, penulis juga menerbitkan
beberapa artikel di jurnal ilmiah nasional terakreditasi maupun
tidak terakreditasi, serta mengikuti seminar nasional maupun
internasional, webinar, workshop, dan pelatihan. Penulisan
Book Chapter merupakan karya pertama keikusertaan dalam
penulisan. Di dalam karya pertama ini mungkin masih ada
kekurangan, dan ke depan penulis akan terus belajar serta
mengembangkan potensi dalam menghasilkan karya-karya
lainnya.
Email Penulis: azwaranwar@borneo.ac.id

138
10
TEORI TENTANG STUDENT
CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING

Mayun E. Nggaba, S.Pd., M.Pd.


Universitas Kristen Wira Wacana Sumba

Pendahuluan
Praktik pembelajaran yang berpusat pada guru dapat
menjadi perangkap bagi siswa seperti yang disampaikan
oleh Thamraksa (2003, hlm. 62–63):
“Students are not trained to exercise their analytical,
critical, and reflective thinking. Much worse, this education
system does not prompt students to become independent
learners who recognize that knowledge is constructed in
many ways, see the value of learning, realize that learning
is a life-long process, and understand that there’s no one
else but themselves be responsible for their own learning.”
Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa
pembelajaran yang konvensional atau yang terjadi selama
ini merupakan pembelajaran yang kurang efektif karena
memori kerja dan konsentrasi kerja kita yang terbatas.
Oleh karena itu, banyak hal yang telah dilakukan para
ahli dalam melakukan perubahan terhadap pembelajaran
yang lebih dalam dan aktif.

139
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Ahli saraf dan ilmuwan kognitif berpendapat bahwa agar


siswa menggunakan otak mereka secara efektif, mereka
harus terlibat dalam bentuk pembelajaran yang aktif
secara kognitif, karena orang benar-benar membangun
pikiran mereka sendiri sepanjang hidup dengan secara
aktif menggunakan otak mereka untuk mengatur dan
menghubungkan bagian-bagian informasi yang terisolasi
(Hinton et al. 2012). Dua puluh tahun penemuan ilmu
saraf dan biologi evolusioner tentang bagaimana otak
belajar telah mengajarkan kita bahwa "orang yang
melakukan pekerjaan melakukan pembelajaran" (Doyle
2008, hlm. 63). Pembelajaran dan pengajaran yang
berpusat pada siswa (SCL) berarti pengajaran yang selaras
dengan cara otak belajar–siswa hanya membangun
jaringan saraf baru ketika otak mereka secara aktif
memperhatikan informasi baru, berlatih, membaca,
menulis, berpikir, berbicara, berkolaborasi atau berefleksi
dan sebagainya. seterusnya. Penelitian empiris
menyatakan bahwa prestasi akademik siswa meningkat
ketika pembelajaran mereka disesuaikan, interaktif, dan
berpusat pada siswa daripada standar, pasif. SCL yang
terstruktur dan diimplementasikan dengan benar dapat
meningkatkan motivasi untuk belajar, retensi
pengetahuan dan kinerja akademik yang lebih besar,
pemahaman yang lebih dalam, sikap yang lebih positif
terhadap mata pelajaran yang diajarkan dan
pembelajaran secara umum, peningkatan pengalaman
belajar siswa dan ketekunan dalam program.
Keberpusatan pada siswa tidak hanya berfokus pada
individu dan proses pembelajaran mereka tetapi pada
keseluruhan konteks pembelajaran dan isu-isu konten,
budaya, komunitas dan praktik instruksional (misalnya,
kegiatan, tugas). Dengan demikian berbagai metode
pembelajaran dapat mengarah pada pembelajaran yang
berpusat pada siswa (SCL) karena bukan jumlah
"melakukan" (misalnya, diskusi, kerja kelompok)
140
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

melainkan kualitas proses konstruksi pengetahuan siswa


yang penting. Pembelajaran yang bermakna dan lebih
dalam terjadi ketika siswa berusaha untuk memahami
"materi yang akan dipelajari" kurikuler dengan memilih
informasi yang relevan, mengaturnya ke dalam struktur
yang koheren dan mengintegrasikannya dengan
pengetahuan sebelumnya.
Dalam pendidikan, SCL telah dibangun sejak beberapa
abad yang lalu dan sebagian besar terkait dengan
pekerjaan para pendidik abad ke-20 yang terkemuka.
Frank Hayward, John Dewey, Carl Rogers, Lev Vygotsky,
Jean Piaget, Jerome Bruner, Paulo Freire, Malcolm
Knowles, Maria Montessori, dan Friedrich Froe bel, di
antara banyak lainnya, telah memberikan kontribusi
besar pada percakapan yang memajukan pemahaman
kita tentang pembelajaran dan bagaimana terbaik untuk
memaksimalkan potensi manusia melalui pendidikan.
Mulai tahun 1950-an dan 1960-an, teori pembelajaran
progresif, humanis, kritis dan konstruktivis menantang
paradigma transmisi atau behavioris, dengan alasan
bahwa pembelajaran yang bermakna mengharuskan
peserta didik untuk secara aktif (bersama) membangun
daripada menerima pengetahuan (revolusi kognitif).
Pendekatan "guru ahli" yang berakar pada psikologi
behaviorisme dan dicirikan oleh penggunaan metode
tradisional pengajaran yang dominan (misalnya, kuliah
formal, seminar dan ujian) ditemukan untuk
mempromosikan tingkat pemahaman pada "permukaan"
daripada pemahaman yang"dalam", dengan siswa sering
tampil untuk mendapatkan nilai bagus di mata pelajaran.
Pendekatan SCL membutuhkan baik perubahan pola pikir
dan perilaku pada bagian dari guru dan siswa yang harus
memberlakukan SCL di kelas masing-masing.
Dibandingkan dengan pendekatan yang berpusat pada
guru yang berfokus pada instruktur sebagai satu-satunya

141
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

otoritas dan ahli, atau pendekatan yang berpusat pada


konten yang berfokus pada pengetahuan disiplin yang
diajarkan, struktur dan metodenya menghasilkan
pengetahuan, pendekatan yang berpusat pada siswa jauh
lebih berfokus pada kebutuhan belajar, kemampuan,
minat, aspirasi, dan latar belakang budaya siswa. Dengan
kata lain, SCL "mengacu pada pedagogi yang berfokus
pada pelajar dan apa yang dipelajari, bukan pada guru
dan apa yang diajarkan".
Pembelajaran dan Pengajaran yang Berpusat pada
Siswa; Definisi dan Karakteristiknya
Istilah "berpusat pada siswa" (atau "berpusat pada
pembelajaran") banyak digunakan dalam literatur
pendidikan di seluruh dunia. Dengan demikian,
"keberpusatan pada siswa" dikaitkan dengan berbagai
metode pengajaran dan program akademik dan bahkan
universitas yang bertujuan untuk mendorong
pembelajaran yang lebih dalam. Selanjutnya, istilah
"berpusat pada siswa" biasanya digunakan sebagai bagian
dari frase yang berbeda: pembelajaran yang berpusat pada
siswa – instruksi yang berpusat pada siswa – lingkungan
belajar yang berpusat pada siswa. Bagian ini menguraikan
apa yang dimaksud dengan istilah dalam setiap kasus.
SCL memiliki tanggung jawab dan aktivitas siswa di
jantungnya, berbeda dengan penekanan kuat pada
kontrol guru dan cakupan konten akademik yang
ditemukan di banyak pengajaran didaktik konvensional.
Gibbs (1992) menyatakan bahwa SCL "memberi siswa
otonomi yang lebih besar dan kontrol atas pilihan materi
pelajaran, metode pembelajaran dan kecepatan belajar" -
siswa tidak hanya terlibat dalam keputusan mengenai apa
yang harus dipelajari tetapi juga bagaimana dan mengapa.
Menurut McCombs dan Miller, pembelajaran lebih
ditingkatkan “dalam konteks di mana peserta didik
memiliki hubungan yang mendukung, memiliki rasa

142
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

kepemilikan dan kontrol atas proses pembelajaran, dan


dapat belajar dengan dan dari satu sama lain dalam
lingkungan belajar yang aman dan saling percaya.”
SCL sering dikritik sebagai konsep kabur yang mengacu
pada bermacam-macam konsep dan ide yang tidak jelas.
Sementara definisi istilah ini masih berkembang, para
peneliti berpendapat bahwa SCL mengandung prinsip inti
tertentu - terlepas dari disiplin atau kontennya. Lea dkk.
merangkum literatur tentang SCL untuk memasukkan
prinsip-prinsip berikut:
“reliance upon active rather than passive learning, an
emphasis on deep learning and understanding, increased
responsibility and accountability on the part of the student,
an increased sense of autonomy in the learner, an
interdependence between teacher and learner . . ., mutual
respect within the learner-teacher relationship, and a
reflexive approach to the learning and teaching process on
the part of both teacher and learner.”
Intinya, SCL tercermin dalam 14 Learner-Centered
Psychological Principles tentang peserta didik dan proses
pembelajaran yang dihasilkan dari American Psychological
Association (APA) Special Presidential Task Force on
Psychology in Education (McCombs & Whisler 1997).
Prinsip-prinsip psikologis menekankan sifat aktif dan
reflektif dari pembelajaran dan pembelajar dan
mencirikan pembelajaran sebagai fenomena manusia
seutuhnya. Dikategorikan ke dalam empat domain yang
divalidasi penelitian berikut, prinsip-prinsip tersebut
merupakan kerangka kerja untuk merancang praktik
yang berpusat pada peserta didik di semua tingkat
sekolah, yang dikembangkan untuk berkontribusi pada
reformasi pendidikan dan upaya mendesain ulang
sekolah: (1) faktor kognitif dan metakognitif, (2) faktor
motivasi dan afektif, (3) faktor perkembangan dan sosial,
dan (4) faktor perbedaan individu. Siswa tidak hanya

143
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

dianggap sebagai wadah kosong atau pasif atau papan


tulis kosong, melainkan mereka datang ke kelas dengan
akumulasi pengalaman - praktik budaya, minat,
pengetahuan sebelumnya, keterampilan,
kesalahpahaman, harapan, minat, dan sikap yang harus
diperhitungkan. Penelitian telah berulang kali
menunjukkan bahwa kecerdasan dan pengetahuan
sebelumnya (dan dengan demikian pencapaian
sebelumnya) adalah prediktor utama pembelajaran saat
ini dan pencapaian akademik (misalnya, Hattie 2009,
2012; Schneider & Preckel 2017).
Secara keseluruhan, SCL adalah tentang membuat siswa
berpikir, berbicara, dan melakukan di mana mereka
diposisikan sebagai peserta yang aktif secara kognitif yang
berhak atas pengetahuan disiplin. Dengan demikian,
kurikulum menyediakan akses ke basis pengetahuan
akademis yang berkembang secara historis dan struktur
epistem yang melekat (dibandingkan dengan pengetahuan
sosiokultural sehari-hari). Siswa menjadi tahu dan
mengerti pengetahuan akademisnya mengembangkan
sarana intelektual bagi mereka untuk membangun dan
memodifikasi pengetahuan itu, dan untuk menciptakan
pengetahuan baru (McPhail 2018).
Pengajaran SCL
Menempatkan pembelajaran dan pembelajar di pusat
proses pendidikan, Maryellen Weimer mengusulkan
untuk mulai berpikir secara berbeda tentang peran guru,
menyarankan bahwa – untuk menjadi lebih berpusat pada
siswa atau pembelajaran – instruksi perlu diubah dalam
lima bidang utama:
1. Keseimbangan kekuasaan: mengalihkan kekuasaan
kelas dari guru ke siswa (keputusan bersama);

144
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

2. Fungsi konten: sarana untuk membangun


pengetahuan, keterampilan belajar dan kesadaran diri
peserta didik;
3. Peran guru: guru sebagai fasilitator dan kontributor
yang berfokus pada pembelajaran siswa;
4. Tanggung jawab untuk belajar: mengalihkan
tanggung jawab untuk belajar dari guru ke siswa;
5. Tujuan dan proses evaluasi: mempromosikan
pembelajaran melalui penilaian yang efektif dan
umpan balik yang konstruktif
Praktik pembelajaran pengalaman yang berpusat pada
siswa paling efektif ketika mereka mempertimbangkan
empat proposisi berikut, yang disampaikan oleh para
sarjana dasar pembelajaran pengalaman dan disusun
oleh Passarelli dan Kolb (2012). Mendidik adalah:
1. Hubungan: mengajar di atas segalanya adalah
hubungan manusiawi yang mendalam dengan siswa
yang merasa diakui, dihargai, dan diberdayakan oleh
guru;
2. Holistik: mendidik melibatkan manusia seutuhnya:
perasaan, pemikiran, tujuan, keterampilan sosial, dan
intuisi siswa. Ini termasuk pengetahuan kognitif
tetapi juga pengembangan kematangan sosial dan
emosional untuk memberdayakan siswa menjadi
pembelajar sepanjang hayat;
3. Berorientasi pada pembelajaran: penekanan yang
berlebihan pada kinerja dan hasil belajar sering kali
menghasilkan hafalan dan "mengajar untuk ujian."
Namun, proses pembelajaranlah yang harus menjadi
fokus utama;
4. Berpusat pada peserta didik: proses pendidikan diatur
di sekitar pengalaman peserta didik. Ini memerlukan
pertemuan mereka "di mana mereka berada" dalam

145
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

pemahaman mereka dan membangun kepercayaan


diri dan kompetensi mereka agar mereka menjadi
pembelajar mandiri dan mandiri.
Pendidikan Konstruktivis dan Pembelajaran yang
Lebih Dalam
Pendidikan konstruktivis mengasumsikan bahwa
pengetahuan atau makna dibangun, bukan ditemukan,
oleh pikiran manusia (Richardson 2003). Siswa
dikandung sebagai pembelajar aktif membangun makna
dengan berinteraksi dengan objek, berbicara,
mendengarkan, menulis, membaca dan merenungkan isi,
proses, ide, isu dan sebagainya. Mereka adalah "pembuat"
daripada "penonton," dengan pengetahuan yang datang
untuk melayani organisasi individu dari dunia
pengalaman (Von Glaserfeld 1995). Konstruktivis
menyarankan bahwa belajar tidak hanya tergantung pada
proses kognitif individu tetapi juga pada interaksi sosial,
wacana dan partisipasi dalam komunitas, yang mengarah
ke pemahaman kontemporer tentang kognisi yang
didistribusikan dan pembelajaran pada dasarnya "sosial"
dan "dikontekstualisasikan." Dalam diskusi saat ini, tiga
perspektif berbeda tentang kognisi dan pembelajaran
dapat dibedakan dalam konstruktivisme pendidikan:
kognitif (atau individu), sosial (atau budaya) dan situasi
(atau kontekstual). SCLT berakar pada semuanya.
Model Pembelajaran dengan Pendekatan SCL
Beberapa model pembelajaran dengan pendekatan SCL:
1. Role-Play & Simulation
Lestari dan Yudhanegara (2015), role playing adalah
model pembelajaran yang melibatkan kolaborasi siswa
dalam proses pelaksanaannya. Langkah-langkah
pembelajarannya sebagai berikut.

146
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

a. Guru menyiapkan skenario yang akan


ditampilkan
b. Sebelum pembelajaran berlangsung, guru
menunjuk siswa untuk mempelajari skenario
c. Guru membentuk kelompok siswa yang terdiri
atas 5 siswa
d. Gru memberikan penjelasan terkait kompetensi
yang ingin dicapai
e. Peserta didik yang sudah ditunjuk memeragakan
skenario yang sudah dipelajari di kelompoknya
masing-masing
f. Setiap siswa mengamti scenario yang diperagakan
g. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa
diberikan lembar kerja untuk membahas
penampilan masing-masing kelompok
h. Setiap kelompok menyampaikan kesimpulannya
i. Guru menyimpulkan secara umum, lalu
melakukan evaluasi dan penutup
2. Discovery Learning
Lestari dan Yudhanegara (2015), Discovery Learning
adalah model pembelajaran yang membuat siswa
dapat menemukan konsep dan prinsip melalui proses
mentalnya sendiri. Model pembelajaran ini didasari
oleh Teori Bruner. Tahapan model Discovery Learning
adalah sebagai berikut.
Tabel 10.1 Tahapan model Discovery Learning

Fase Deskripsi
Data Collection Kegiatan mengumpulkan data/
informasi
Data Processing Kegiatan pengolahan data
/informasi

147
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Verification Kegiatan verifikasi data


Generalitation Kegiatan membuat kesimpulan
sendiri berdasarkan kegiatan
yang tekah dilakukan

3. Cooperative Learning (CL)


Cooperative Learning merupakan suatu model
pembelajaran di mana dalam kelompok kecil yang
terdiri dari 4-5 siswa heterogen belajar secara
kolaboratif (Slavin, 2009). Pengembangan
keterampilan sosial, prestasi akademis, toleransi, dan
penerimaan keanekaragaman individu merupakan
tujuan dari pembelajaran ini. Task structure, goal
structure, dan reward structure merupakan
karakteristik utama dari model pembelajaran ini.
Teori belajar Vygotsky melandari model pembelajaran
ini.
Secara umum, tahapan pembelajaran kooperatif ini
adalah sebagai berikut.
Tabel 10.2 Tahapan Pembelajaran Kooperatif

Fase Deskripsi
Grouping Pengelompokan siswa di mana setiap
kelompok terdiri atas siswa yang
heterogen, baik dari segi kemampuan, ras,
agaman, dan lain-lain
Interaction Adanya interaksi siswa, bai kantar
anggota kelompok maupun dengan
kelompok lain
Presentation Presentasi hasil kerja kelompok dan
berdiskusi dengan kelompok lain
Reward Adanya penghargaan dari guru kepada
siswa/kelompok yang unggul dalam
belajar dan memotivasi siswa/kelompok
lain agar dapat mencapai prestasi
akademik sesuai dengan yang diharapkan

148
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

4. Project Based Learning (PjBL)


Project Based Learning merupakan pembelajaran
berbasis proyek, di mana pembelajarannya berpusat
pada proses, masalah, dan unit pembelajaran
bermakna dengan memadukan konsep sejumlah
komponen, baik itu pengetahuan, disiplin ilmu,
maupun pengalaman lapangan. Model pembelajaran
ini dilakukan secara kolaboratif oleh siswa yang
heterogen sehingga pengembangan keterampilan
dapat berlangsung.
Tiga tahapan model pembelajaan ini:
Tabel 10.3 Tahapan Project Based Learning
Fase Deskripsi
Perencanaan Pad fase ini, siswa melakukan
Proyek identifikasi masalah nyata, menemukan
alternatif dan merumuskan strategi
penyelesaian masalah, serta melakukan
perencanaan.
Pelaksanaan Pada fase ini, siswa dibimbing dalam
Proyek penyelesaian tugas, melakukan
pengujian produk, dan presentasi
antarkelompok
Evaluasi Pada tahap ini, penilaian proses dan
Proyek produk dilakukan diantaranya,
kemajuan belajar proyek, proses actual
dari penyelesaian masalah, kemajuan
kerja tim dan individual, buku catatan
dan catatan penelitian, kontrak belajar,
penggunaan komputer, dan refleksi.
Penilaian produk diantaranya hasil kerja
dan presentasi, tugas-tugas nontulis,
dan laporan proyek
Sumber: Lestari dan Yudhanegara (2015)

5. Problem Based Learning (PBL)


Duch (1995), PBL merupakan suatu model
pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar
dan bagaimana belajar, serta bekerja secara

149
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan


nyata. Problem Based Learning atau Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBL) dikembangkan dalam
pendidikan kedokteran pada pertengahan 1950-an
dan sejak saat itu telah disempurnakan dan
diterapkan di lebih dari enam puluh sekolah
kedokteran. Aplikasi pendekatan PBL yang paling luas
adalah dalam dua tahun pertama kurikulum ilmu
kedokteran di mana ia menggantikan pendekatan
berbasis kuliah tradisional untuk anatomi,
farmakologi, fisiologi, dll. Model ini telah diadopsi di
semakin banyak bidang lain termasuk Bisnis Sekolah
(Milter & Stinson, 1994), Sekolah Pendidikan
(Bridges & Hallinger, 1992; Duffy, 1994); Arsitektur,
Hukum, Teknik, Pekerjaan Sosial (Boud & Feletti
1991); dan SMA (Barrows & Myers, 1993).
Schmidt berpendapat bahwa PBL memungkinkan
siswa memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan
mereka sebelumnya, membawa konteks dunia nyata
di kelas, dan memperkuat pengetahuan melalui kerja
kelompok yang mandiri dan kooperatif. Karakteristik
PBL dapat diringkas sebagai berikut:
a. Masalah kompleks yang tidak terstruktur yang
sering diambil dari dunia nyata memberikan titik
fokus dan bertindak sebagai rangsangan untuk
kursus, kurikulum atau program.
b. Pembelajaran berpusat pada siswa.
c. Instruktur berperan sebagai supervisor, sebagai
pelatih atau fasilitator.
d. Pembelajaran diwujudkan dalam kelompok-
kelompok kecil siswa yang menganalisis,
mempelajari, berdiskusi, dan mengusulkan solusi
untuk (mungkin) masalah terbuka.

150
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

e. Penilaian pelajar ditingkatkan dengan penilaian


diri dan rekan
Berikut adalah tahapan dalam model Problem Based
Learning.
a. Tujuan belajar
Hal ini dimaksudkan untuk mensimulasikan, dan
karenanya melibatkan pelajar dalam, perilaku
pemecahan masalah yang diharapkan akan
dilakukan oleh siswa. Tidak ada yang
disederhanakan atau ditentukan sebelumnya
untuk pelajar. Fasilitator mengambil peran utama
dalam memodelkan pemikiran metakognitif yang
terkait dengan proses pemecahan masalah. Dalam
konteks lingkungan magang kognitif ini ada
tujuan yang terkait dengan pembelajaran mandiri,
pengetahuan konten, dan pemecahan masalah.
Agar berhasil, siswa harus mengembangkan
keterampilan belajar mandiri yang dibutuhkan.
Mereka harus mampu mengembangkan strategi
untuk mengidentifikasi masalah pembelajaran
dan menemukan, mengevaluasi, dan belajar dari
sumber daya yang relevan dengan masalah itu.
Seluruh proses pemecahan masalah dirancang
untuk membantu siswa dalam mengembangkan
model pemecahan masalah hipotetis-deduktif,
yang berpusat di sekitar pembuatan hipotesis dan
evaluasi. Akhirnya, ada tujuan pembelajaran
konten khusus yang terkait dengan setiap
masalah. Karena siswa memiliki tanggung jawab
atas masalah tersebut, tidak ada jaminan bahwa
semua tujuan area konten akan terwujud dalam
masalah yang diberikan. Namun, setiap tujuan
konten yang diberikan terjadi dalam beberapa
masalah dan karenanya jika tidak muncul dalam

151
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

satu masalah, hampir pasti akan muncul di salah


satu masalah lainnya.
b. Pembangkitan Masalah
Ada dua kekuatan penuntun dalam
mengembangkan masalah. Pertama, masalah
harus mengangkat konsep dan prinsip yang
relevan dengan domain konten. Dengan demikian,
prosesnya dimulai dengan terlebih dahulu
mengidentifikasi konsep atau prinsip utama yang
harus dipelajari siswa. Kedua, masalah harus
"nyata".
c. Presentasi Masalah
Ada dua isu penting yang terlibat dalam
menyajikan masalah. Pertama, jika siswa ingin
terlibat dalam pemecahan masalah yang otentik,
maka mereka harus memiliki masalah tersebut.
Peserta didik harus memahami masalah sebagai
masalah nyata dan satu, yang memiliki relevansi
pribadi. Tentu saja, yang juga penting, adalah
kenyataan bahwa pelajar memiliki kepemilikan
atas masalah -- mereka tidak hanya mencoba
mencari tahu apa yang kita inginkan.
d. Peran Fasilitator
Dalam diskusinya tentang proses tutorial Barrows
menyatakan:
“Kemampuan tutor untuk menggunakan
keterampilan mengajar fasilitasi selama proses
pembelajaran kelompok kecil adalah penentu
utama kualitas dan keberhasilan metode
pendidikan apa pun yang ditujukan untuk 1)
mengembangkan keterampilan berpikir atau
penalaran siswa (pemecahan masalah,
metakognisi, berpikir kritis) saat mereka belajar,

152
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

dan 2) membantu mereka menjadi mandiri,


pembelajar mandiri (belajar untuk belajar,
manajemen pembelajaran). Bimbingan belajar
adalah keterampilan mengajar yang penting bagi
pembelajaran berbasis masalah dan
mandiri."(1992, hlm. 12)
Pada Tabel 10.4, beberapa kriteria untuk
membedakan pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada guru dan yang berpusat pada siswa.
Tabel 10.4 Perbedaan Pendekatan Pembelajaran yang
Berpusat pada Guru dan yang Berpusat pada Siswa

Feature Teacher Student Centered


Centered Learning
Learning
Target Ditentukan Partisipatif dan
pembelajaran guru kooperatif
Transfer Instructor to Kooperatif, interaktif,
Direction learner multiperspektif, fleksibel
Transfer Mode Teacher Offering exchange,
sharing of resources,
elaboration of themes,
interaction, forum,
moderation,
presentations
Instructor’s Expert Facilitator, coach, mentor,
role mediator, resourceful
person
Tasks Constructed Authentic, real problems,
situative
Assessment, Exam Multifaceted taking into
account various
contributions; including
self-assessment and/or
peer assessment, often
done online
Sumber: Hoidn, S. & Klemencic, Manja. (2021)

153
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Doyle T. (2008) Helping Students Learn in a Learner-
Centered Environment: A Guide to Facilitating
Learning in Higher Education. Stylus Publishing,
Sterling, VA
Dutch, J. B. (1995). Problem Based Learning in Physics:
The Power of Student Teaching Student. [Online]
Hinton C., Fischer K.W. & Glennon C. (2012) Mind, Brain,
and Education. The Students at the Center Series.
Jobs for the Future, Boston, MA.
Hoidn, S. & Klemencic, Manja. (2021). The Roudledge
International Handbook of Student – Learning and
Teaching in Higher Education. London: Roudledge.
Lestari, K. E. & Yudhanegara, M. R. (2015). Penelitian
Pendidikan Matematika. Bandung: Refika ADITAMA.
Slavin, R. E. (2009). Cooperative Learning Teori, Riset, dan
Praktik. (Terjemahan). Bandung: Penerbit Nusa
Media.
Savery, J. R. & Duffy, T.M. (1995) Problem based learning:
An instructional model and its constructivist
framework. Educational Technology 35(5), 31–38.
Thamraksa C. (2003) Student-centered learning:
Demystifying the myth. SLLT 12. Retrieved from
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=
10.1.1.499.66&rep=rep1&type=pdfon
TREE – Teaching and Research in Engineering in Europe
Special Interest Group B5 "Problem based and project
oriented learning" SIG Leader: Selahattin Kuru, Isik
University. [Online]. Tersedia:
https://lirias.kuleuven.be/retrieve/181076

154
TEORI TENTANG STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Mayun E. Nggaba
Ketertarikan penulis terhadap ilmu pendidikan
dan Matematika dimulai pada tahun 2010 saat
penulis melanjutkan pendidikan di S1 Pendidikan
Matematika Universitas Nusa Cendana. Penulis
menyelesaikan studi S1 pada tahun 2015 dan
kemudian melanjutkan studi S2 di Prodi
Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia
dengan beasiswa LPDP. Penulis menyelesaikan studi S2 pada
tahun 2018. Sejak tahun 2019, penulis menjadi dosen di
Pogram Studi Pendidikan Matematika Universitas Kristen Wira
Wacana Sumba. Penulis memiliki ketertarikan di bidang
Matematika dan Pendidikan Matematika dan untuk
mewujudkan karir sebagai dosen profesional, penulis aktif
melakukan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat (PkM) di bidang yang ditekuninya. Penelitian yang
dilakukan terkait dengan kemampuan berpikir matematis
siswa, proses pembelajaran, dan media pembelajaran.
Sedangkan PkM yang dilakukan terkait dengan pelatihan
tentang model atau metode pembelajaran pada guru-guru,
pembuatan modul, dan sebagainya. Hasil penelitian dan PkM
dipublikasikan pada jurnal terakreditasi. Penelitian dan PkM
yang telah dilakukan didanai oleh internal perguruan tinggi dan
hibah yang diperoleh dari Kemenristek DIKTI.
Email Penulis: mayun@unkriswina.ac.id

155
156
11
TANTANGAN METODE STUDENT
CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING

Faatihatul Ghaybiyyah, M.Psi.


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sekilas tentang Metode Student Centered Learning


Perguruan tinggi menjadi bagian terbentuknya motivasi
pada diri mahasiswa. Motivasi inilah yang nantinya
mempengaruhi tingkah laku seorang mahasiswa saat
mengikuti proses belajar. Mahasiswa yang memiliki
motivasi dapat terlihat bersemangat dan terarah,
sedangkan mahasiswa yang tidak memiliki motivasi
terlihat tidak bergairah dalam menjalani rutinitas belajar
(Ramadhani, 2017). Hal ini sejalan dengan paradigma
pembelajaran seharusnya lebih interaktif dan atraktif,
fokusnya tidak lagi hanya pada apa yang dipelajari tetapi
juga pada bagaimana pengetahuan diperoleh (Afifi & Sigit,
2007). Keberhasilan belajar peserta didik dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal, yaitu
kondisi dalam proses belajar yang berasal dari dalam diri
sendiri, sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Faktor
internal terdiri dari kecerdasan, bakat (aptitude),
keterampilan (kecakapan), minat, motivasi, kondisi fisik,
dan mental. Sementara faktor eksternal adalah kondisi di
luar individu peserta didik yang mempengaruhi
belajarnya. Di antaranya adalah lingkungan sekolah,
157
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

keluarga dan masyarakat (keadaan sosio-ekonomis, sosio


kultural, dan keadaan masyarakat) (Mujahida & Rus’an,
2019).
Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan siswa
adalah metode, model ataupun pendekatan pembelajaran.
Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajr tertentu, dan berfungsi sebagai
pedoman agi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran (Winataputra, 2001). Kali ini,
penulis akan membahas mengenai metode Student
Centered Learning (SCL). Student Centered Learning (SCL)
merupakan pendekatan pembelajaran yang
memberdayakan peserta didik menjadi pusat perhatian
selama proses pembelajaran berlangsung (Heni, Sarmidin,
& Zulhaini, 2019). pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik (student centered). Menurut Harsono (2008),
Student Centered Learning SCL merupakan strategi
pembelajaran yang menempatkan mahasiswa sebagai
subyek/peserta didik yang aktif dan mandiri, dengan
kondisi psikologik sebagai adult learner, bertanggung
jawab sepenuhnya atas pembelajarannya, serta mampu
belajar beyond the classroom.
Strategi pembelajaran SCL berarti mahasiswa harus
didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka
sendiri kemudian berupaya keras mencapai kompetensi
yang diinginkan (Ardian & Sudji, 2015). Metode
pembelajaran dengan student centered menjadikan
peserta didik aktif dan mandiri dalam proses belajarnya,
mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi
untuk dapat menjawab pertanyaannya dan memiiki
kemampuan dalam membangun serta mempresentasikan
pengetahuannya berdasarkan kebutuhannya

158
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

berdasarkan dengan sumber-sumber belajar, dalam


batas-batas tertentu peserta didik mampu untuk memilih
sendiri apa yang akan dipelajarinya (Pongtuluran &
Rahardjo, 1999). Menurut Rogers (1983), SCL (Student
Centered Learning) merupakan hasil dari transisis
perpidahan kekuatan dalam proses pembelajaran, dari
kekuatan dosen sebagai pakar menjadi kekuatan
mahasiswa sebagai pembelajar. Pendekatan yang
berpusat pada peserta didik (student centered), peran guru
adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau
prinsip bagi diri mereka sendiri (Mujahida & Rus’an,
2019). Mujahida & Rus’an (2019) menambahkan, untuk
merujuk pada upaya pembelajaran menuju pembentukan
karakter siswa yang kreatif, interaktif, inovatif, dan
inspiratif dalam proses pembelajaran di kelas, maka
dipelukan implementasi pendekatan student centered.
Penerapan Metode Student Center Learning
Student Centered Learning memiliki potensi untuk
mendorong mahasiswa belajar lebih aktif, mandiri, sesuai
dengan irama belajarnya masing-masing, sesuai dengan
perkembangan usia peserta didik, irama belajar
mahasiswa tersebut perlu dipandu agar terus dinamis dan
mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi (Muliarta,
2018). Ramadhani (2017) mengemukakan bahwa Student
Centered Learning (SCL) adalah salah satu metode
pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa.
Pendekatan ini cukup efektif karena memberikan ruang
kebebasan dan kesempatan kepada peserta didik untuk
menggali sendiri ilmu pengetahuannya dengan banyak
sumber referensi yang dapat ia akses sehingga nantinya
mahasiswa akan mendapat pengetahuan yang jauh lebih
mendalam (deep learning) dan mampu meningkatkan
kualitas mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh
Ardian & Sudji (2015).menunjukkan bahwa mahasiswa
yang memiliki kemampuan spasial tinggi dan diajar

159
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

dengan strategi pembelajaran SCL (Student Centered


Learning) ternyata memiliki kreativitas lebih tinggi
dibanding yang menggunakan strategi pembelajaran
langsung. Penggunaan SCL (Student Centered Learning)
dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan
partisipasi aktif mahasiswa dengan cara dosen meminta
mahasiswa untuk menilai pekerjaan yang dilakukan oleh
mahasiswa yang lain. Selain untuk memberikan nilai yang
digunakan mahasiswa sebagai acuan hasil pembelajaran,
proses evaluasi juga berdampak pada kemampuan
mahasiswa untuk dapat menghasilkan kriteria untuk
mengukur sejauh mana pekerjaan yang dialukan oleh
mahasiswa lain (Ilhami, Retno, & Alfid, 2019).
Dengan metode Student Centered Learning mahasiswa
berperan aktif dari awal, berpikir kritis tentang materi
pelajaran, merangsang diskusi dan debat, mendorong
timbulnya pertanyaan-pertanyaan bahkan membuat
mahasiswa saling mengajar satu sama lain (Muqarramah
2016). Model pembelajaran Student Centered Learning
(SCL), menjadikan siswa mampu untuk menjadi peserta
didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya,
yang bertanggung jawab dan memiliki inisiatif untuk
mengenali kebutuhan belajarnya, yang menemukan
sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab
pertanyaannya (Muliarta, 2018).
Andriyani (2018) memaparkan bahwa model
pembelajaran SCL (Student Centered Learning) bisa
diterapkan dalam pembelajaran Kimia Bahan Alam
karena menuntut mahasiswa untuk lebih aktif mencari
sumber lain yang relevan dan bisa menjelaskan materi
yang telah dipelajari melalui presentasi dan diskusi kelas.
Mahasiswa dengan program SCL dituntut untuk lebih
aktif dalam proses belajar dikelas seperti mencari
literature, memahami materi secara mandiri untuk dibuat
presentasi dan diskusi yang terus menerus. Hal ini

160
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

dikarenakan peran dosen hanya sebagai fasilitator yang


memberikan arahan saat ada informasi yang kurang tepat
(Ramadhani, 2017). Penilaian hasil belajar di dalam SCL
meliputi formative assessment (untuk memberi umpan
balik kepada mahasiswa tentang pembelajarannya) dan
summative assessment dengan menggunakan criterion-
referenced assessment (Harsono, 2008).
Tantangan Metode Student Center Learning
Tabel 1.1. Perbedaan Peran Mahasiswa antara Teacher
Centered Learning dengan Student Centered Learning
(Jogiyanto, 2009).
Teacher Centered Student Centered Learning
Learning
Mahasiswa belajar Mahasiswa mempunyai otonomi
untuk memenuhi dan kontrol yang lebih besar untuk
sasaran yang sudah pilihan subyek permasalahannya.
ditentukan oleh dosen
Mahasiswa menerima Mahasiswa mempelajari
pengetahuan yang pengetahuan sendiri yang
ditransfer oleh dosen di diperoleh dari luar kelas dan
dalam kelas. menggunakannya untuk diskusi di
kelas.
Mahasiswa diberi Mahasiswa diberi motivasi belajar
motivasi belajar lewat lewat tantangan mencari
nilai ujian. pengetahuan dan diskusi yang
menarik di kelas.
Mahasiswa belajar Mahasiswa lebih banyak belajar
secara individual. secara group.
Nilai mahasiswa Nilai mahasiswa tidak hanya dinilai
biasanya hanya dinilai oleh dosen tetapi juga oleh
oleh dosen. anggota-anggota groupnya.
Pembelajaran dengan metode Student Centered Learning
mengharuskan siswa untuk belajar secara mandiri,
sehingga setiap peserta didik mempunyai output yang
tidak sama. Contoh sederhananya saja, ketika siswa
diminta untuk membuat mind mapping. Siswa A dengan
kreativitasnya menggunakan aplikasi untuk mengerjakan
tugas tersebut. Sedangkan siswa B menggunakan
kreativitasnya secara manual untuk menyelesaikan tugas
161
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

tersebut. Dari sini, akan terlihat sangat jelas bagaimana


output dari kedua siswa ini. Keduanya sama-sama kreatif,
namun mempunyai solusi yang berbeda dari tugas yang
diberikan. Tantangan selanjutnya yakni pemahaman dari
setiap siswa. Ketika diberikan satu materi yang sama,
siswa yang mempunyai pemahaman lebih tinggi dari siswa
yang lain akan lebih mudah untuk menyerap ilmu yang
ada. Berbeda halnya dengan siswa yang mempunyai
pemahaman kurang baik, materi yang seharusnya bisa
diserap secara singkat, akan membutuhkan waktu yang
relatif lama untuk sekedar memahami dengan baik.
Perbedaan ini tentu akan menimbulkan dampak pada
kecepatan pemahaman materi pada setiap siswa.
Tantangan terakhir yakni ketahanan psikologis siswa.
Bukan resiliensi, ketahanan psikologis yang dimaksud di
sini adalah academic grit. Menurut Clark & Malecky
(2019), academic grit adalah karakteristik individu atau
keterampilan yang mencakup tekad, ketahanan, dan
fokus dalam mengejar tujuan jangka panjang yang
menantang dalam bidang pendidikan. Di sinilah
pentingnya setiap peserta didik mempunyai ketahanan
psikologis yang kuat dalam pembelajaran. Jika tidak,
mereka akan cenderung mudah menyerah dan putus asa
jika menemukan sesuatu yang menantang ataupun suatu
masalah yang tidak mudah untuk diselesaikan.
Sekilas tentang Metode Teacher Centered Learning
Keberhasilan pada abad ke-21 akan tergantung terutama
pada sejauh mana kita mengembangkan keterampilan-
keterampilan yang tepat untuk menguasai kekuatan,
kecepatan, kompleksitas, dan ketidakpastian, yang saling
berhubungan satu sama lain. Semuanya tergantung pada
diri kita. Kecepatan dunia berubah menuntut dan
mensyaratkan kemampuan belajar yang lebih cepat.
Kompleksitas dunia yang terus meningkat juga menuntut
kemampuan yang sesuai untuk menganalisis setiap

162
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

situasi secara logis dan memecahkan masalah secara


kreatif (Rose dan Nicholl, 2002). Di Indonesia sistem
pembelajaran pada hampir semua program studi
perguruan tinggi masih bersifat satu arah, yaitu
pemberian materi oleh dosen yang dikenal dengan model
Teacher Centered Learning (TCL), yang ternyata membuat
mahasiswa pasif karena hanya mendengarkan kuliah
sehingga kreativitas mereka kurang terpupuk atau
bahkan cenderung tidak kreatif (Kurdi, 2009).
Kelambanan proses pembelajaran yang terjadi di dalam
paradigma TCL akan menyebabkan peserta didik selalu
tertinggal di belakang, tidak dapat segera menyesuaikan
diri dengan kemajuan zaman (Harsono, 2008).TCL
(Teacher Centered Learning) adalah metode pembelajaran
yang bersifat satu arah selama proses belajar, yaitu model
pembelajaran dengan lebih banyak mendengarkan materi
oleh dosen yang ada di dalam kelas. Pada model
pembelajaran TCL ini, seorang pengajar lebih banyak
menjelaskan ilmu pengetahuan dari sudut pandangnya
melalui bentuk ceramah (lecturing), sedangkan mahasiswa
lebih banyak diam, mendengarkan atau merekam materi
dengan membuat catatan di kelas (Ramadhani, 2017).
Penerapan Metode Teacher Centered Learning
Peran guru dalam pembelajaran berpusat pada siswa
adalah sebagai fasilitator yang dalam hal ini, guru
memfasilitasi proses pembelajaran di kelas. Fasilitator
adalah orang yang memberikan fasilitasi sehingga guru
hanya memfasilitasi siswanya dalam proses kegiatan
belajar mengajar (Muliarta, 2018). Konsep pendidikan
tidak dapat direduksi hanya dengan cara ujian karena hal
tersebut hanya mengukur transfer pengetahuan, akan
tetapi mencangkup pembentukan keterampilan (skill) dan
sikap dasar (basic attitude), seperti kekritisan, kreativitas
dan keterbukaan terhadap inovasi dan aneka penemuan
(Mutmainah, 2008). Pada pendidikan yang lebih tinggi

163
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

TCL (Teacher Centered Learning) kurang cocok digunakan


karena belajar bukan hanya menghafal dan menambah
pengetahuan saja, namun harus meningkatkan
keterampilan seperti: cara berkomunikasi yang baik,
kemampuan analisis dan sintesis, sampai memciptakan
satu hal yang baru (Wilkin, 2014). Pada model TCL, dosen
lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar
dengan bentuk ceramah (lecturing), sedangkan mahasiswa
pada saat kuliah atau mendengarkan ceramah hanya
sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang
merasa memerlukannya. Dosen menjadi pusat peran
dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan
menjadi satu-satunya sumber ilmu (Kurdi, 2009).
Strategi pembelajaran langsung memiliki keterbatasan
yaitu pembelajaran berpusat pada dosen sehingga sangat
bergantung pada gaya komunikasi dosen. Jika materi
yang disampaikan bersifat kompleks, rinci atau abstrak,
pengajaran pembelajaran langsung mungkin tidak dapat
memberikan mahasiswa kesempatan yang cukup untuk
memproses dan memahami informasi yang disampaikan
(Ardian & Sudji, 2015). Mahasiswa dengan metode TCL
(Teacher Centered Learning) memiliki kesempatan
mendengar penjelasan atau ceramah Dosen lebih banyak
sehingga mahasiswa cenderung menunggu materi dan
kurang inisiasi untuk belajar mandiri (Ramadhani, 2017).
Pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL) yang
diterapkan di kelas ternyata membuat kreativitas
mahasiswa kurang terpupuk, kurang kreatif, dan tidak
dapat segera menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman
(Hadi, 2007; Harsono, 2008; Kurdi 2009). Dalam
perkuliahan dengan model TCL (Teacher Centered
Learning) dosen menjadi sumber utama pembelajaran,
sehingga terjadi beberapa miskonsepsi tentang dosen
diantaranya, dosen sumber pengetahuan utama Dosen
mengetahui segalanya Dosen diharapkan menjadi

164
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

pengunyah buah apel, mahasiswa tinggal menelannya


(Afifi & Sigit, 2007).
Tantangan Metode Teacher Centered Learning
Tabel 1.2. Perbedaan Peran Dosen antara Teacher Centered
Learning dengan Student Centered Learning (Jogiyanto, 2009).
Teacher Centered Learning Student Centered Learning
Dosen mentransfer Dosen mentransfer
pengetahuan kepada pengalaman dan
mahasiswa di kelas. kearifannya (wisdom)
kepada mahasiswa di kelas.
Dosen lebih aktif mengajar Dosen lebih pasif dengan
memberikan materi kuliah membiarkan mahasiswa
dan mahasiswa pasif yang lebih aktif.
mendengarkannya.
Dosen lebih memonopoli Dosen lebih banyak
kelas. Jika ada diskusi di mendengarkan dan
kelas, ibarat permainan mengarahkan diskusi. Jika
sepakbola, dosen lebih ibaratnya pemain
berperan sebagai pemainnya sepakbola, dosen lebih
bukan sebagai wasit atau banyak mengawasi dari
pelatih di luar lapangan. luar lapangan. Dosen lebih
banyak berfungsi sebagai
fasilitator
Tantangan utama pada teacher centered learning adalah
peserta didik merasa bosan dengan ceramah yang
disampaikan oleh gurunya. Kebosanan ini mengakibatkan
tingginya tingkat kemalasan untuk belajar. Siswa yang
hanya mendengarkan materi yang disampaikan guru juga
cenderung menjadi pribadi yang kurang aktif. Ibaratnya
mereka hanya disuapi tanpa diberikan kesempatan untuk
makan sendiri. Mereka hanya didikte tanpa bisa
mengekspresikan kreativitasnya untuk mengembangkan
seluruh potensi yang ada pada dirinya. Akibatnya, peserta
didik cenderung monoton dan menjadi kurang kreatif.
Selain membuat siswa bosan, metode ini juga cenderung
membatasi kreativitas siswa. Siswa yang seharusnya bisa
mengolah, mengotak atik, bahkan memahami materi
sesuai dengan kreativitasnya sendiri, malah cenderung

165
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

kurang maksimal. Hal ini menjadi tantangan besar


mengingat sumber daya manusia kita sejatinya
mempunyai keunggulan yang luar biasa. Hanya saja,
seringkali batasan itu membuat siswa menjadi kurang
maksimal dalam belajar. Generasi sekarang ini akan lebih
baik jika diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
mengembangkan potensinya dengan sempurna.
Monoton, tantangan terakhir yang cukup berpengaruh
dalam metode pembelajaran yang berpusat pada guru ini.
Karena berfokus pada apa yang disampaikan pendidik
kepada peserta didik, materi yang disampaikan akan
cenderung monoton dan kurang menarik. Di sinilah peran
guru yang harus bisa menunjukkan kreativitasnya secara
maksimal agar siswa tidak bosan dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran. Kreativitas guru dalam
menggunakan media pembelajaran menjadi salah satu
faktor penentu keberhasilan siswa dalam menerima
materi yang disampaikan. Semakin kreatif guru
menggunakan media pembelajaran, siswa akan lebih
mudah menerima bahkan memahami materi yang
disampaikan oleh guru.

166
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Afifi, S. & Sigit T. (2007). Student Centered Learning
Dalam Pembelajaran Mata Kuliah "Metodologi
Penelitian Komunikasi". Jurnal Pembelajaran, 1(1). 16-
38.
Andriyani, L. (2018). Penggunaan Model Pembelajaran
Student Centered Learning (SCL) Pada Mata Kuliah
Kimia Bahan Alam. Jurnal Konseling dan Pendidikan,
6(1). 46-48.
Ardian, A. & Sudji M. (2015). Pengaruh Strategi
Pembelajaran Student-Centered Learning Dan
Kemampuan Spasial Terhadap Kreativitas Mahasiswa.
Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, 22(4). 454-
466.
Clark, K. N., & Malecki, C. K. (2019). Academic Grit Scale:
Psychometric properties and associations with
achievement and life satisfaction. Journal of school
psychology, 72, 49-66.
Hadi, R. (2007). Dari Teacher- Teacher - Centered Learning
ke Student- Student - Centereded Learning. Jurnal
Pemikiran Alternatif Pendidikan, 12(3). 1-8.
Harsono. (2008). Student-Centered Learning di Perguruan
Tinggi. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi
Kesehatan Indonesia, 3(1). 4-8.
Heni, A. N., Sarmidin, & Zulhaini. (2019). Pengaruh
Pendekatan Pembelajaran Student Centered Learning
Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Al-
Qur’an Hadits Kelas Xi Di Ma Bahrul Ulum Kecamatan
Singingi Kabupaten Kuantan Singingi. JOM FTK
UNIKS, 1 (1). 143-155.
Ilhami, R. C., Retno P., & Alfid T. A. (2019). Penerapan
Model Pembelajaran Student Centered Learning (SCL)
di Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Dunia
Keperawatan, 7(3). 106-117.
Jogiyanto. 2009. Filosofi, Pendekatan, dan Penerapan
Pembelajaran Metode Kasus Untuk Dosen dan
Mahasiswa. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.

167
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Kurdi, F.N. (2009). Penerapan Student-Centered Learning


Dari Teacher-Centered Learning Mata Ajar Ilmu
Kesehatan Pada Program Studi Penjaskes. Forum
Kependidikan, 28(2). 108-113.
Mujahida & Rus’an. (2019). Analisis Perbandingan
Teacher Centered Dan Learner Centered. Scolae:
Journal of Pedagogy, 2(2). 323-331.
Muliarta, I. K. (2018). Menerjemahkan Perubahan Dari
TCL (Teacher Center Learning) Ke SCL (Student Center
Learning). Cetta: Jurnal Ilmu Pendidikan, 1(2). 76-86.
Muqarramah. (2016). Pendekatan Student Centered
Learning; Design Pembelajaran Aqidah Akhlak. Jurnal
Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan), 5(2). 23-43.
Mutmainah, Siti. 2008. Pengaruh Penerapan Metoda
Pembelajaran Kooperatiif Berbasis Kasus yang
Berpusat pada Mahasiswa Terhadap Efektivitas
Pembelajaran Akuntansi Keperilakuan”. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, 11. 264-285.
Pongtuluran, A. & Rahardjo, A.I. (1999). Student-Centered
Learning: The Urgency and Possibilities. Seminar
Sehari: Innovative Approaches in Higher Education,
Universitas Kristen Petra, Surabaya, 28 Agustus.
1999.
Ramadhani, H. S. (2017). Efektivitas Metode Pembelajaran
SCL (Student Centered Learning) dan TCL (Teacher
Centered Learning) pada Motivasi Instrinsik &
Ekstrinsik Mahasiswa Psikologi Untag Surabaya
Angkatan Tahun 2014 – 2015. Persona: Jurnal
Psikologi Indonesia, 6(2). 66-74.
Rogers, C. (1983). As a teacher, can I be myself? In Freedom
to learn for the 80s. Ohio: Charles E. Merrill Publishing
Company.
Rose, C. & Nicholl. M. J. (2002). Accelerated Learning For
The 21st Century. Bandung: Penerbit Nuansa.

168
TANTANGAN METODE STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Wilkin, C.L. (2014). Enhancing the AIS curriculum:


Integration of a research-Ied, problem-based task.
Journal of Accounting Education, 32, 185-199.
Winataputra, U. S. (2001). Model-model Pembelajaran
Inovatif. Universitas Terbuka: Jakarta.

Profil Penulis
Faatihatul Ghaybiyyah
Haniffa Iffa lahir di Tulungagung, 18 Mei 1994
dengan nama asli Faatihatul Ghaybiyyah. Saat
ini menjadi Dosen Psikologi Prodi Bimbingan
dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Iffa merupakan alumni program sarjana Psikologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang dan alumni Program Magister
Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, Iffa
juga menjadi editor di kampusdesa.or.id, Ketua Divisi Human
Resourse and Development (HRD) di Dunia Akademisi, pernah
menjadi mentor di Education Scaffolding Indonesia (Eduffold.id)
dan juga pernah menjadi Brand Ambassador Tunas Bertumbuh.
Motto hidup Haniffa, “Mimpi adalah sebuah keyakinan kepada
Tuhanmu, jika kamu mempunyai keyakinan yang baik kepada
Tuhanmu, maka kamu akan bertemu dengan mimpimu.”
Email Penulis: haniffa.aulia@gmail.com

169
170
12
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING &
TEACHER CENTER LEARNING

Ns. Rully Annisa, S.Kep., M.Kep


Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Pendahuluan
Seiring berkembangnya teknologi dan informasi, maka
dosen semakin dituntut untuk meningkatkan kompetensi
dan profesionalisme dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya, terutama dalam salah satu bidang tridharma
yaitu bidang pengajaran atau pendidikan. Mengajar
sebagai salah satu tugas pokok dosen, tidak hanya
sebagai proses transfer knowledge dari dosen ke
mahasiswa, tetapi juga merupakan proses pembelajaran
yang memerlukan kreativitas dan inovasi dari dosen
untuk menstimulus minat belajar, memperdalam
pemahaman serta meningkatkan prestasi mahasiswa
terutama dalam bidang akademik. Dalam pelaksanaan
pembelajaran pasti menggunakan suatu metode
pembelajaran yang dinilai efektif untuk meningkatkan
knowledge.
Salah satu metode pembelajaran yang sebelumnya kita
kenal dengan istilah Teacher Center Learning merupakan
metode pengajaran konvensional menempatkan dosen
sebagai sentral dalam proses pembelajaran dan

171
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan dan


mahasiswa sebagai peserta didik dianggap sebagai objek
yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari
dosen. Salah satu metode yang sering dipergunakan
adalah metode ceramah. Dosen mempunyai peran untuk
menyampaikan materi kuliah tanpa adanya umpan balik
dari mahasiswa seperti penceramah. Proses pembelajaran
juga menjadi lamban sehingga mahasiswa sangat
tertinggal dalam mengikuti perkembangan zaman. Metode
ini bisa bagus bila penggunaanya betul-betul disiapkan
dengan baik, didukung oleh alat dan media, serta
memperhatikan batas-batas kemungkinan
penggunaannya. Salah satu pertimbangan seringnya
dipergunakan metode ceramah ini adalah adanya persepsi
dari dosen dan juga mahasiswa bahwa tanpa adanya
ceramah dari dosen maka tidak ada kegiatan belajar
mengajar.
Proses pembelajaran meliputi input, proses, output,
outcome, dan impact. Input terdiri dari mahasiswa,
kurikulum, dan fasilitas (dosen, gedung, laboratorium,
perpustakaan, dana). Dan proses pembelajaran sering
melibatkan mahasiswa, dosen, staf pendukung,
kurikulum, fasilitas, dan peluang. Output dapat diukur
dari IPK, proporsi lulusan, lama studi, dan waktu tunggu
untuk memperoleh pekerjaan. Outcome dicirikan oleh
kriteria kompetensi lulusan yang harus dikuasai dan
dilaksanakan oleh mahasiswa. Impact dapat diukur,
dilihat, atau digali dari komunitas, stake holders, maupun
alumni. Impact dapat digunakan sebagai dasar perbaikan
mutu mahasiswa baru, kurikulum, fasilitas, serta proses
pembelajaran itu sendiri. Proses pembelajaran harus
mengacu pada tujuan pendidikan dan implementasi
inovasi pendidikan juga harus mempertimbangkan
tantangan (bukan hambatan) yang selalu muncul sebagai
akibat dari upaya pencapaian tujuan pendidikan. Strategi

172
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

pembelajaran inovatif menjadi salah satu solusi alternatif


dalam peningkatan prestasi akademik mahasiswa.
Beberapa strategi pembelajaran inovatif menggunakan
pendekatan student centered learning. Pendekatan ini
memusatkan proses pembelajaran pada mahasiswa dan
menempatkan dosen sebagai fasilitator dan sekaligus
sebagai pendamping dalam proses pembelajaran.
Pentingnya Manajemen Inovasi Pembelajaran
Inovasi pembelajaran benar-benar sangat penting dan
diperlukan untuk saat ini dan masa yang akan datang,
karena inovasi pembelajaran dilakukan untuk kemajuan
pendidikan dan sekaligus kemajuan bangsa Indonesia.
Banyak alasan yang menuntut perlunya inovasi
pembelajaran dilakukan. Pertama, proses dan hasil
pembelajaran saat ini di kampus belum sepenuhnya
memuaskan. Masih tersedia ruang yang sangat luas bagi
siapa saja untuk berkreasi dalam rangka melakukan
inovasi pembelajaran di kampus.
Kedua, inovasi pembelajaran merupakan investasi untuk
jangka panjang. Pengelolaan pendidikan sangat
mempengaruhi dan menentukan kemajuan suatu bangsa.
Bagian penting dalam pendidikan adalah kegiatan belajar
setiap warga negara dan pelaksanaan pembelajaran di
kampus. Pelaksanaan pembelajaran dikampus, secara
tidak sadar akan berdampak pada kesempatan warga
bangsa ini untuk belajar. Mengingat dampaknya untuk
jangka panjang, perihal inovasi belajar dan pembelajaran
dapat dianggap sebagai investasi jangka panjang yang
perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Ketiga, tanpa inovasi pembelajaran maka proses dan hasil
pembelajaran akan tetap di level yang sama, sementara
negara tetangga terus berinovasi lebih cepat. Artinya,
tanpa inovasi tersebut, kinerja bangsa ini di bidang
pendidikan akan semakin tertinggal. Bila kinerja bidang

173
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

pendidikan tertinggal, maka kinerja bidang-bidang


lainnya juga tertinggal. Dengan demikian tentu tidak
diharapkan terjadi di negara yang serba ada ini. Keempat,
inovasi pembelajaran yang dilakukan secara sistematis
dan terus-menerus akan memiliki multiplayer effect bagi
bidang-bidang lainnya. Efek yang demikian itulah yang
semestinya terus disadari oleh semua pihak dan terutama
oleh guru, dosen, siswa, dan mahasiswa untuk terus
berbenah, mengingat efeknya yang begitu luas. Proses dan
hasil belajar yang berkualitas, utamanya karena inovasi
belajar dan pembelajaran, akan mempengaruhi kualitas
sumber daya manusia secara keseluruhan. Lebih lanjut,
sumber daya manusia yang berkualitas akan berdampak
pada kinerja bangsa, kesejahteraan warga bangsa, dan
eksistensi bangsa Indonesia dalam kancah percaturan
Indonesia di dunia.
Dalam Kurikulum Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI), mahasiswa dituntut memiliki
kemampuan yang memenuhi kriteria antara lain: (1)
Dalam aspek Sikap, (2) Bidang kemampuan kerja, (3)
Pengetahuan, dan (4) Manajerial dan Tanggung Jawab.
Oleh karena itu, dunia pendidikan dituntut harus mampu
berevolusi dalam menghadapi era industri 4.0. dengan
melakukan perubahan dalam sistem pembelajaran dan
penilaian di perguruan tinggi melalui sebuah pendekatan
kurikulum menggunakan metode SCL (Student Centered
Learning) dimana Input metode pembelajarannya berpusat
kepada mahasiswa dengan harapan dapat menghasilkan
output untuk meningkatkan mutu mahasiswa dan
memperoleh lulusan terbaik serta memperoleh lapangan
pekerjaan sesuai dibidangnya. SCL (Student Centered
Learning) merupakan model pembelajaran yang
memposisikan peserta didik/ mahasiswa sebagai inti dari
proses belajar. Model pembelajaran SCL (Student Centered
Learning) ini sangat berbeda dengan model pembelajaran

174
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

TCL (Teacher Centered Learning) dimana model TCL


(Teacher Centered Learning) ini lebih ke penekanan dalam
hal transfer ilmu pengetahuan dari pendidik/dosen ke
peserta didik/mahasiswa yang cenderung bersikap pasif.
Strategi Menuju Inovasi Pembelajaran
Pembelajaran mengandung makna proses belajar dan
mengajar. Belajar menurut teori behavioristik diartikan
sebagai proses perubahan tingkah laku yang disebabkan
karena interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan
mengajar merupakan kemampuan mengkondisikan
situasi yang dapat dijadikan proses 6 belajar mahasiswa.
Secara luas, pembelajaran adalah upaya secara sistematis
yang dilakukan pengajar (dosen) untuk mewujudkan
proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien
yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi. Sedangkan strategi pembelajaran adalah cara-
cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang
pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran
sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan
memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya
tujuan pembelajaran dapat dicapai di akhir kegiatan
belajar.
Pendekatan student centered learning merupakan
pendekatan pembelajaran yang menempatkan mahasiswa
sebagai peserta didik yang aktif dan mandiri, dengan
kondisi psikologik sebagai adult learner, bertanggung
jawab sepenuhnya atas pembelajarannya, serta mampu
belajar beyond the classroom. Sedangkan dosen beralih
peran menjadi fasilitator, termasuk sebagai mitra
pembelajaran, dan tidak lagi menjadi sumber
pengetahuan utama. Beberapa strategi pembelajaran
dengan pendekatan ini adalah small group discussion,
roleplay and simulation, discovery learning, cooperative
learning, contextual learning, problem based learning,

175
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

collaborative learning, Fleksibelitas kurikulum secara


transdisipliner yang mempunyai manfaat tidak hanya
digunakan untuk menghadapi masalah-masalah
kompleks semata, tetapi juga untuk melihat adanya
problem baru yang muncul akibat dari analisis yang
mendalam dari proses interdisiplin, selanjutnya
pembelajaran yang beritegrasi dengan Massive Open
Online Course (MOOCs), Massive Open Online Course
(MOOCs) adalah sistem pembelajaran berupa kursus
online secara besar-besaran dan terbuka dengan tujuan
untuk memungkinkan partisipasi tak terbatas dan dapat
diakses melalui web. Selain menyediakan materi kursus
tradisional seperti video, pembacaan dan pembahasan
masalah, Massive Open Online Course (MOOC) juga
menyediakan forum pengguna interaktif yang membantu
dalam membangun komunitas untuk mahasiswa, dosen,
dan asisten pengajar. Massive Open Online Course (MOOC)
merupakan perkembangan terbaru dalam hal pendidikan
jarak jauh (e-Learning), dan melibatkan dari berbagai
Negara.
Menurut Dede Rosyada (2015) mengatakan bahwa para
mahasiswa difasilitasi melakukan eksplorasi bahan-
bahan ajar dan mendiskusikan berbagai informasi yang
didapat, sedangkan para dosen aktif mendampingi
mereka selama proses tersebut, termasuk mendorong
mereka melakukan proses pencarian, diskusi, dan
penyimpulan atas hasil diskusi mereka. Tuntutan dosen
untuk tetap memegang peranan aktif dalam proses belajar
mahasiswa menjadi penegasan bahwa dalam SCL (Student
Centered Learning) dosen harus lebih aktif membaca dan
belajar bersama para mahasiswa mereka, sehingga
terciptanya hubungan antara dosen dan mahasiswa
sebagai hubungan antara senior learner dengan junior
learner. Untuk dapat menerapkan model SCL (Student
Centered Learning) tersebut mahasiswa dituntut agar

176
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

menjadi mahasiswa yang aktif dan mandiri dalam proses


belajarnya serta bertanggung jawab dan berinisiatif dalam
mengenali kebutuhan belajarnya, mampu menggali
sumber-sumber informasi untuk menemukan jawaban
dari yang dibutuhkannya dengan membangun dan
mempresentasikan pengetahuannya dengan demikian
mahasiswa dapat memilih sendiri sub tema apa akan
dipelajarinya/digali sesuai dengan materi dari tiap-tiap
mata kuliah yang diberikan oleh masing-masing dosen.
Oleh karena itu, strategi, metode dan desain pembelajaran
diupayakan dapat mengikuti perkembangan zaman. Hal
ini akan mempermudah dalam penyampaian materi
pembelajaran atas dukungan fasilitas media teknologi.
Karena saat ini adalah era dimana teknologi menjadi
central informasi. Oleh karenanya, dosen diharapkan
mampu menggunakan aplikasi pada alat komunikasi
maupun berbagai sosial media yang ada saat ini.
Strategi, metode dan desain pembelajaran diupayakan
dapat mengikuti perkembangan zaman sehingga dunia
pendidikan dituntut harus mampu berevolusi dalam
menghadapi era industri 4.0 dengan melakukan
perubahan dalam sistem pembelajaran dan penilaian di
perguruan tinggi melalui sebuah pendekatan kurikulum
menggunakan metode SCL (Student Centered Learning)
dimana input metode pembelajarannya berpusat kepada
mahasiswa dengan harapan dapat menghasilkan output
untuk meningkatkan mutu mahasiswa dan memperoleh
lulusan terbaik serta memperoleh lapangan pekerjaan
sesuai bidangnya. Dalam proses pembelajaran SCL,
diperlukan adanya suatu perangkat bantu pembelajaran
berbasis teknologi informasi yang saat ini jumlahnya
cukup banyak. Penggunaan sarana pendukung
pembelajaran berbasiskan teknologi informasi atau digital
dalam proses pembelajaran, antara lain :

177
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

1. PC, Notebook, Tablet, Smartphone, gadget wajib


dimiliki setiap mahasiswa agar dapat mengakses
internet sebagai referensi tak terbatas dalam
mengakses bahan ajar yang dimiliki dosen yang
disimpan dalam suatu virtual class, sehingga
mahasiswa hanya mendownload materimateri ajar
tersebut dengan memanfaatkan jaringan komputer
yang dimiliki oleh perguruan tinggi tersebut.
Kemudian gadget juga harus dapat mengakses
sumber belajar perguruan tinggi melalui digital
Library perguruan tinggi tersebut.
2. Smart Board atau papan pintar yaitu perangkat bantu
belajar yang berbentuk proyektor sama halnya dengan
multimedia proyektor pada umumnya, hanya saja
memiliki fasilitas seperti komputer, dan interaktif
seperti tablet PC. Smarthboard sangat menunjang
proses pembelajaran interaktif, membantu dosen
dalam proses mengajar, serta memiliki kemampuan
dalam menyediakan referensi materi ajar berbasis
animasi.
3. Jaringan Komputer dan Internet merupakan fasilitas
pendukung yang wajib ada di setiap perguruan tinggi
agar mahasiswa dapat memperoleh sumber daya
pembelajaran darimana saja, terutama dalam
lingkungan kampusnya, serta menjadikannya sebagai
referensi yang semakin lengkap.
4. E-learning atau pembelajaran elektronik. E-learning
merupakan salah satu model pembelajaran yang
kehadirannya dapat ditandai sejak adanya teknologi
informasi dalam dunia pendidikan Konsep E-learning
yaitu belajar dimana saja dan kapan saja. E-learning
hanyalah sebuah sistem dan tidak dapat berfungsi
tanpa adanya content atau isi dari materi
pembelajaran, Materi pembelajaran yang berkembang

178
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

pada E-learning saat ini adalah materi ajar berbasis


teks, audio, video, animasi, dan lain-lain. Keragaman
jenis materi bahan ajar tersebut sangatlah membantu
mahasiswa dalam peningkatan pemahamannya serta
mampu menambah wawasan.
5. Digital Library atau media pustaka berbentuk digital
ini akan sangat memudahkan mahasiswa dalam
mengakses informasi materi pembelajaran baik di
pustaka kampusnya maupun di kampus lain yang
memiliki kerjasama digital library antar perguruan
tinggi.
6. Video Conference merupakan perangkat teknologi
informasi yang memungkinkan antara dosen dan
mahasiswa untuk dapat berkomunikasi dan
melakukan proses pembelajaran dimana saja dengan
saling bertatap muka dua arah (point to point) ataupun
kepada banyak mahasiswa sekaligus, bahkan pada
tempat yang berbeda beda pula, dan dapat diakses
melalui suatu website atau melalui smartphone
gadget.
Diantara sarana pendukung pembelajaran berbasiskan
teknologi informasi atau digital di atas maka saat ini E-
learning mulai mengambil perhatian banyak pihak, baik
dari kalangan akademisi, profesional, perusahaan
maupun industri. Di institusi pendidikan tinggi, E-
learning telah membuka pemahaman baru dalam hal
proses belajar mengajar. Dalam era industri E-learning
dinilai mampu membantu proses meningkatkan
kompetensi mahasiswa. Hal ini akan mempermudah
dalam penyampaian materi pembelajaran atas dukungan
fasilitas media teknologi.
Bentuk contoh E-learning dalam setiap pertemuan online,
bagi dosen diwajibkan memahami persyaratan
perkuliahan online, seperti: Menyusun kontrak

179
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

pembelajaran, Mengupload video, Mengupload modul,


Mengupload link, Mengupload forum atau chat,
Mengupload kuis, Mengupload tugas dan Mengoreksi
tugas. Sedangkan contoh materi pembelajaran yang
berkembang pada e-learning saat ini bagi mahasiswa
yaitu: Membuka video pembelajaran, Download modul
pembelajaran, Membuka Link Pembelajaran, Mengikuti
forum/chatting, Mengerjakan kuis, Mengerjakan tugas.
Dalam proses pembelajaran SCL (Student Centered
Learning) dimana penerapan pembelajaran yang berpusat
pada mahasiswa terlihat dalam langkah-langkah
pembelajaran. Pada tahap perencanaan pembelajaran,
dosen menggunakan Satuan Acara Pengajaran (SAP) yang
telah dikembangkan oleh perguruan tinggi masing-masing
sebagai pedoman dalam penyusunan SAP. Kemudian
dosen menyusun SAP secara bersama pada masing-
masing mata kuliah di perguruan tinggi masing-masing
yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perguruan
tinggi tersebut. Sehingga akan terdapat perbedaan
komponen yang unik dalam penyusunan SAP di masing-
masing perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan saat
ini melalui Reorientasi kurikulum yang mulai
dikembangkan untuk menghadapi era industri 4.0.
Penilaian hasil belajar mahasiswa juga dapat dilakukan
dengan cara tes formatif dan tes sumatif. Penilaian
menggunakan tes formatif yaitu penilaian secara formal
maupun non formal yang dilakukan pada individu
maupun kelompok di akhir materi untuk mengukur
penguasaan dan dalam kemajuan pembelajaran.
Sedangkan penilaian menggunakan tes sumatif yaitu
penilaian secara formal yang dilaksanakan dalam waktu
yang telah ditentukan dan sifatnya berkala Penilaian tes
sumatif dilakukan dalam skala kelas ataupun tingkatan
untuk dapat mengukur kemajuan atau pencapaian dalam
skala perguruan tinggi. Penilaian SCL (Student Centered

180
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

Learning) berfokus pada keaktifan mahasiswa dalam


proses pembelajaran Mahasiswa dituntut untuk dapat
memperoleh ilmu pengetahuan dari berbagai sumber
secara mandiri, berfikir kritis dalam menghadapi setiap
permasalahan ataupun pertanyaan dengan mengkaji
informasi yang diperoleh, serta dapat berkomunikasi
dengan orang lain dalam memecahkan setiap
permasalahan ataupun pertanyaan tersebut. Dosen selain
sebagai fasilitator juga berfungsi sebagai mitra untuk
terus memandu mahasiswa dengan membentuk suatu
kelompok belajar.
Prosedur Inovasi Manajemen Dalam Pembelajaran
Inovasi dalam pembelajaran merupakan program
perubahan dalam pelaksanaan pembelajaran, dalam hal
ini perubahan metode pembelajaran dari metode TCL
(Teacher Center Learning) ke SCL (Student Center
Learning). Semua tindak inovasi dilaksanakan melalui
serangkaian program yang dilaksanakan secara
prosedural.
Tahapan prosedural program inovasi, antara lain tahap
permulaan (initiation stage) dan tahap implementasi.
1. Tahap Permulaan (initiation stage)
Inovasi harus disadari keberadaannya oleh semua
pihak, sehingga satu dengan lainnya terjadi
kesinambungan dan kesamaan pemahaman sebagai
dasar untuk saling memberikan dukungan positif
terhadap program inovasi. Dan juga harus memiliki
persepsi tentang potensi yang ditandai dengan adanya
pengamatan yang menunjukkan ada kemampuan
dosen/perguruan tinggi dalam menerapkan inovasi,
adanya komitmen atau kemauan untuk menerapkan
inovasi tersebut serta siap menghadapi kemungkinan
timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.

181
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

Selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan


setelah adanya evaluasi dan ditindak lanjuti dengan
tahap implementasi.
2. Tahap Implementasi (implementation stage)
Tahap implementasi (implementation stage) dilakukan
melalui 2 tahap, antara lain yang pertama perguruan
tinggi/dosen mencoba menerapkan inovasi dengan
menggunakan metode SCL (Student Center Learning)
pada salah satu mata kuliah yang diajarnya dan yang
kedua melakukan pembinaan penerapan inovasi atau
pelatihan berbagai strategi pembelajaran dengan
pendekatan small group discussion, roleplay and
simulation, discovery learning, cooperative learning,
contextual learning, problem based learning, dan
collaborative learning.

182
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Davies, 1. K. (1981) Instructional technique. McGraw-Hill.
Harsono, D. (2008) Student-centered learning di
perguruan tinggi", Jurnal Pendidikan Kedokteran dan
Profesi Kesehatan Indonesia, 3(1), pp. 4-8
Harto, K. (2018) 'Tantangan dosen PTKI di era industri
4.0', Jurnal Tatsqif UIN Mataram, 16(1), 1-15.
Available dd at:
journal.uinmataram.ac.id/index.php/tatsqif/article/
download/159/83/.
Harun, H. (2019) KESIAPAN PENDIDIKAN TINGGI DALAM
MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DALAM
PERSPEKTIF KELEMBAGAAN', Prosiding, 4(1).
Kemristekdikti 2018. Pengembangan Iptek dan
Pendidikan Tinggi di Era Nomor 40. Revolusi Industri
04/SP/HM/BKKP/1/2018 STARAN Retrieved PERS
from
https://www.ristekdikti.go.id/siaranpers/pengemba
ngan-iptek dan-pendidikan-tinggi-di-era-
revolusiindustri-4-Q/ diakses tanggal 6 Februari
2019.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil
Belajar Mahasiswa
Maemunah, M. (2018) KEBIJAKAN PENDIDIKAN PADA
ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0', in prosiding Seminar
Nasional Lembaga Penelitian dan Pendidikan (1.17
Mandala.
Man, T. (2019) Tantangan Pendidikan Menghadapi Era
Revolusi Industri 4.0', JIES UIN Sunan Ampel
Surabaya, 3(2), pp. 36-42

183
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

Mintasih, D. (2018) MENGEMBANGKAN LITERASI


INFORMASI MELALUI BELAJAR BERBASIS
KEHIDUPAN TERINTEGRASI 103 PBL UNTUK
MENYIAPKAN CALON PENDIDIK DALAM
MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0',
ELEMENTARY: Islamic Teacher Journal, 6(2), pp. 271
290,
Reigeluth, C. M. (2011) Desain Instruksional Teori dan
Model-Model (Alih Bahasa: Ary Nilandari)', Bandung:
Alfabeta. Rialita, N. (2018) 'Era Revolusi Industri 4.0'.
Pembelajaran 17 Harus Lebih Inovatif.
Rudito, P. and Sinaga, M. F. N. (2017) Digital Mastery,
Membangun Kepemimpinan Digital Untuk
Memenangkan Era Disrupsi. Gramedia Pustaka
Utama.
Titih H. (2018). Metode Student Center Learning, Aplikasi
pada pendidikan keperawatan, Jakarta:
Prenadamedia Group.
Tulim, A. (2019) Penguatan Pendidikan Karakter
Perspektif Manajemen Dalam Era Millenial Industri
4.0', in Prosiding Seminar Nasional Era Industri (SNET
4.0, pp. 77-84
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi Undang-Undang No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen.
Wahyuni, D. and Abdillah, D. (2019) 'Analisa
Pembelajaran Dan Penilaian Teknologi Pendidikan, Di
Perguruan Tinggi Dengan Metode Student Centered
Learning Berbasis Teknologi Informasi', in l'prosiding
Seminar Nasional Era Industri (SNED 4.0, pp. 136-
141
Wijaya, C. A. (2018) Sistem Monitoring dan Evaluasi
Pengelolaan Program Studi di Institusi Pendidikan
Tinggi", 1(1), pp. 13-24

184
SISTEM INOVASI MANAJEMEN
STUDENT CENTER LEARNING & TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Ns. Rully Annisa, S.Kep.,M.Kep
Ketertarikan penulis terhadap ilmu keperawatan
dimulai pada tahun 2003 silam. Hal tersebut
membuat penulis memilih untuk masuk ke
perguruan tinggi pendidikan vokasi di prodi D3
Keperawatan dengan memilih Jurusan ilmu
keperawatan berhasil lulus pada tahun 2006. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan ke alih jenjang S1 di prodi ILMU
KEPERAWATAN Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan
lulus pada tahun 2014 setelah itu dilanjutkan ke pendidikan
profesi ners (Ns.) di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Dan pada akhirnya penulis menyelesaikan studi S2 di prodi
ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA.
Penulis memiliki kepakaran dibidang Nursing Education, Public
Health dan Basic Nursing. Dan untuk mewujudkan karir
sebagai dosen profesional, penulis pun aktif sebagai peneliti
dibidang kepakarannya tersebut. Beberapa penelitian yang
telah dilakukan didanai oleh internal perguruan tinggi dan juga
Penelitian Dosen pemula (PDP) dari Kemenristek DIKTI. Selain
peneliti, penulis juga aktif menulis buku dengan harapan dapat
memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara yang
sangat tercinta ini. Atas dedikasi dan kerja keras dalam menulis
buku,
Email Penulis: rullyannisa20@gmail.com

185
186
13
KONSEP DAN PROSES
PEMBELAJARAN STUDENT
CENTER LEARNING DAN
TEACHER CENTER LEARNING

Zakaria, M.Pd.
STAI Binamadani Tangerang, Banten

Konsep SCL (Student Centered Learning)


1. Definisi SCL (Student Centered Learning)
Pembelajaran pada abad 21 ini mendorong kepada
keterampilan berpikir kreatif (creative thinking),
berpikir kritis dan pemecahan masalah (criticial
thinking and problem solving), berkomunikasi
(communication), dan berkolaborasi (collaboration)
atau yang dikenal dengan 4C. Keterampilan-
keterampilan tersebut harus dimiliki peserta didik
agar dapat menghadapi berbagai tuntutan dan
tantangan global, yang dimana pada abad ini
kemajuan teknologi dan informasi berkembang
sangat pesat. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah model
pembelajaran yang mampu melibatkan secara aktif
peran peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.
Sebab kegiatan belajar yang paling baik adalah
pelibatan peserta didik agar materi yang diberikan
dipelajari secara aktif. Attard (2010) dan tim dari

187
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Education International (EI) dan European


Students’Union mengungkap bahwa proses
pembelajaran terbaik ialah yang melibatkan peserta
didik dalam mempelajari materi secara efektif dan
pendidik memfasilitasi mereka dalam belajar. Capaian
hasil belajar yang dideskripsikan oleh Attard dapat
dilihat dari diagram berikut ini.

Diagram diatas menjelaskan bahwa proses belajar


dengan menggunakan model passive learning seperti
ceramah hanya menghasilkan 5%, mnembaca 10%
dan Audio-Visual sebesar 20%, bahkan melalui model
demonstrasi yaitu sebesar 30% dan ini merupakan
pencapaian hasil belajar tertinggi jika menggunakan
model passive learning. Namun porsentase lebih tinggi
dicapai model belajar aktif melalui diskusi, praktik
dan mengajar orang lain yang mencatat pencapaian
tertinggi 90% dan paling rendah yaitu 50%.
Pengajaran dengan metode active learning tersebut
dilakukan dengan menjelaskan informasi
pengetahuan melalui peer group dengan bertanya,
berdialog bahkan saling berdebat. Dengan demikian,
pembelajaran dengan model Student Centered
Learning (SCL) sangat disarankan pada saat ini agar

188
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang


maksimal.
Student Centered Learning (SCL) merupakan metode
pembelajaran yang menempatkan peran peserta didik
sebagai subyek dalam kegiatan belajar. Pergeseran
paradigma pembelajaran dari konvesional menuju
interaktif dan komunikatif diperlukan dalam
pendidikan masa kini. Kedepannya pembelajaran
berpusat pada siswa dengan fokus pada capain yang
diharapkan yaitu menghasilkan lulusan yang kreatif,
kritis, inovatif serta mandiri. Hal ini sejalan dengan
pandangan Rahadian (2016) yang menyatakan bahwa
kegiatan pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik merupakan suatu cara pandang dalam upaya
meningkatkan fokus tujuan penyelenggaraan
kegiatan pengajaran dan pembelajaran.
Student Centered Learning (SCL) sering disebut
sebagai Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL) (Overby,
2011). SCL telah dikembangkan diawal tahun 1905
oleh Hayward kemudian tahun 1956 melalui
penelitian Dewey. (O’Neill dan McMahon, 2005).
Berikut ini beberapa pengertian SCL dari berbagai
pendapat ahli, diantaranya:
a. Rogers (1983) yang dikutip dalam Trinova (2013),
SCL merupakan hasil dari transisi perpindahan
kekuatan dalam proses pembelajaran, dari
kekuatan pendidik sebagai pakar mejadi
kekuatan peserta didik sebagai pembelajar.
Perubahan ini terjadi setelah banyak harapan
untuk memodifikasi atmosfer pembelajaran yang
menyebabkan siswa menjadi pasif, bosan dan
resisten.
b. Oemar Hamalik (2004) menjabarkan tentang
Student Centered Learning, yaitu kegiatan

189
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

poembelajaran yang mengacu kepada kebutuhan


dan minat peserta didik dengan menyediakan
system belajar yang sesuai. Melalui gaya belajar
dan kegiatan peserta didik, pendidik dan lembaga
pendidikan tidak lagi berperan sebgai pusat,
namun sebagai fasilitator.
c. Sementara itu Hesson (2007) menjelaskan ahwa
model SCL adalah pengajaran integrative berpikir,
berdasarkan model kreativitas yang ada dan
sintesis. Dalam model ini, siswa ditempatkan di
jantung proses pembelajaran yang lebih besar,
termasuk instruktur, praktisi dan masyarakat.
d. Zmuda (2009) mengatakan bahwa SCL
merupakan konsep penerapan kurikulum baru
abad 21 yang menggunakan teknologi dan
kemampuan siswa sendiri untuk mencapai
standar yang lebih tinggi disbanding gaya
pembelajaran tradisionalpat terlibat dalam proses
pembelajaran.
e. Saputro (2018) mengelaborasi bahwa dalam SCL
siswa memiliki kebebasan untuk
mengembangkan seluruh potensinya (kreativitas,
perasaan, dan karsa), mendalami
bidang/pengetahuan yang diminati secara
bertanggung jawab, membangun pengetahuan
dan kemudian mencapai kompetensi mereka
melalui pembelajaran aktif, interaktif, kolaboratif
proses. kooperatif, kontekstual dan mandiri
Dari berbagai definisi tersebut dapat dipahami bahwa
Student Centered Learning (SCL) adalah sebuah model
pembelajaran menepatkan peran peserta didik
sebagai pusat dalam kegiatan belajar dengan pendidik
sebagai fasilitator agar mencapai hasil belajar yang
maksimal.

190
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

2. Macam-macam model pembelajaran SCL (Student


Centered Learning)
Ada beberapa model pembelajaran Student Centered
Learning (SCL), diantaranya:
a. Small Group Discussion (SGD)
Menurut Ismail (2008) Small Group Discussion
ialah proses pembelajaran dengan melakukan
diskusi kelompok kecil tujuannya agar peserta
didik memiliki ketrampilan memecahkan masalah
terkait materi pokok dan persoalan yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Hardiansyah (2014) mengatakan
bahwa model pembelajaran small group discussion
merupakan rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok–kelompok
kecil antara 4 sampai 6 orang untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang akan dicapai dengan
cara dimana setiap anggota kelompok siswa
mendapat satu permasalahan tentang suatu
materi bahasan untuk dibahas dan dipecahkan
bersama (Hardiansyah, 2014).
Jadi model small group discussion merupakan
model pembelajaran yang berorientasi pada
kefektifan belajar siswa melalui diskusi kelompok
kecil.
b. Role Playing
Role Playing atau bermain peran adalah suatu
metode penguasaan bahan-bahan pelajaran
melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan siswa. Pengembanga imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda
mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan

191
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

lebih dari satu orang, hal itu bergantung pada


apa yang diperankan. (Komalasari, 2013).
Menurut Djamarah (2010) model role playing
(bermain peran) dapat dikatakan sama dengan
sosiodrama, yang pada dasarnya
mendramatisasikan tingkah laku dalam
hubungannya dengan masalah sosial. Pada
hakikatnya bermain peran merupakan model
pembelajaran yang menghadirkan peran-peran
dalam dunia nyata kedalam pertunjukan didalam
kelas. Maka dapat disimpulkan bahwa role playing
atau bermain peran merupakan model
pembelajaran yang menugaskan peserta didik
untuk memerankan suatu tokoh atau peristiwa
yang terdapat dalam materi pembelajaran yang
dirancang oleh guru/dosen.
c. Discovery Learning
Menurut Effendi (2012) Discovery Learning
merupakan proses pembelajaran yang melibatkan
peserta didik dalam memecahkan masalah guna
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan menurut
Illahi (2012) mengatakan bahwa model
pembelajaran Discovery Learning adalah suatu
metode yang memberi peluang peserta didik
terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran,
sehingga mampu menggunakan proses mentalnya
untuk menemukan sebuah konsep atau teori yang
dipelajarinya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran Discovery Learning
mengarahkan dan membimbing peserta didik

192
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

untuk menemukan sendiri jawaban dari


permasalahan yang diberikan.
d. Self-Directed Learning
Self-Directed Learning merupakan model
pembelajaran yang mendorong inisiatif peserta
didik dalam mendiagnosa kebutuhan belajarnya,
merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi
sumber-sumber belajar, memilih dan menerapkan
strategi belajarnya, serta mengevaluasi hasil
capaian belajarnya.
e. Cooperative Learning
Cooperative Learning merupakan model
pembelajaran yang lahir akibat adanya kerjasama
kelompok dalam belajar. Brent (2007)
mengatakan Pembelajaran kooperatif adalah
pendekatan kerja kelompok yang meminimalkan
terjadinya hal-hal situasi yang tidak
menyenangkan dan memaksimalkan
pembelajaran dan kepuasan yang dihasilkan dari
kinerja tinggi kelompok.
f. Collaborative Learning
Sama halnya dengan Cooperative Learning,
pembelajaran model Collaborative Learning
melibatkan sekelompok peserta didik
menyelesaikan masalah dalam proyek
pembelajaran. Sastramihardja (2007) mengatakan
bahwa Collaborative learning (CL) adalah
pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk
mengajar dan belajar yang melibatkan
sekelompok siswa yang bekerjasama untuk
menyelesaikan masalah, melengkapi tugas atau
menghasilkan produk. CL didasarkan pada ide
bahwa belajar adalah aksi sosial alamiah dengan

193
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

para partisipan yang berdiskusi satu sama lain,


melalui diskusi inilah proses belajar berlangsung.
Proses Pembelajaran Student Centered Learning
Proses pembelajaran Student Centered Learning (SCL)
dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 1. Proses pembelajaran Student Centered Learning (SCL)
berada di bawah tabel
No Model Proses Kegiatan Kemampuan yang
Pembelajaran Pembelajaran dicapai Peserta Didik
SCL
1 Small Group • Membentuk • Meningkatkan
Discussion kelompok (5-10) kemampuan
(SGD) orang, komunikasi dan
• Memberi soal studi tanggung jawab
kasus (yang peserta didik
dipersiapkan oleh tentang apa yang
guru/dosen) sesuai mereka pelajari.
dengan Capaian • Kerjasama
Pembelajaran (CP) • Saling menghargai
& Kemampuan
Akhir Yang
Direncanakan.
• Menginstruksikan
setiap kelompok
untuk
mendiskusikan
jawaban soal
tersebut.
• Memastikan setiap
anggota untuk
berperan aktif
dalam diskusi.
• Mempresentasikan
paper dan
mendiskusikannya
di kelas
• Klarifikasi atau
penyimpulan
guru/dosen.
2 Role Play • Memperkenalkan • Kemampuan
peserta didik pada kerjasama
permasalahan yang • Komunikatif
mereka sadarai
guna membangun

194
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

imajinasi atau • Mampu


disiapkan oleh menginterpretasikan
guru atau dosen. suatu kejadian
• Memilih pemain
atau partisipan
• Menata panggung
atau ruang kelas
• Memainkan peran
• Diskusi dan
evaluasi
• Berbagi
pengalaman dan
kesimpulan
3 Discovery Stimulasi, • Menguatkan
Learning identifikasi masalah, pengertian, ingatan
pengumpulan data, dan transfer
pengolahan data, • Meningkatkan
verifikasi dan kemampuan
generalisasi berpikir kritis
4 Self-Directed • Perencanaan • Peserta didik
Learning (planning), berpikir mandiri
Peserta didik • Peserta didik
merencanakan mampu
aktivitas pada mengembangkan
tempat dan waktu pengetahuan dan
dimana mereka keahlian mereka
merasa nyaman • Menumbuhkan
untuk belajar tanggung jawab
• Monitoring, peserta
didik mengamati
dan mengobservasi
pembelajaran
mereka.
• Evaluasi, peserta
didik mengevaluasi
pelajaran dan
pengetahuan yang
dimiliki kemudian
guru memberikan
umpan balik serta
mengkolaborasikan
pengetahuan
peserta didikyang
satu dengan yang
lainnya untuk
mencapai suatu
pemahaman yang
benar.

195
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

5 Cooperative • Tahapan • Membantu peserta


Learning pembinaan didik memahami
keakraban konsep konsep sulit
• Tahapan • Penerimaan
identifikasi terhadap perbedaan
kebutuhan, individu
sumber, dan • Pengembangan
kemungkinan keterampilan social
hambatan
• Tahap perumusan
tujuan belajar
• Tahap
penyusunan
program kegiatan
belajar
• Tahap pelaksanaan
kegiatan
pembelajaran.
(Nata, 2014)
6 Collaborative • Menyampaikan • Peserta didik belajar
Learning tujuan dan bermusyawarah
memotivasi • Belajar menghargai
mahasiswa. pendapat orang lain
• Menyajikan • Dapat
informasi mengembangkan
• Mengorganisasikan cara berpikir kritis
mahasiswa ke dan rasional
dalam kelompok- • Dapat memupuk
kelompok belajar rasa kerja sama
• Membimbing • Adanya persaingan
kelompok belajar yang sehat dalam
• Evaluasi (Haqqi, belajar. (Barkley
2017). dalam Morgi
Dayana, 2015).

Konsep Teacher Centered Learning


1. Definisi Teacher Centered Learning
Teacher Centered Learning merupakan model
pembelajaran yang terpusat pada pendidik. Dalam
memberi materi pelajaran, pendidik lebih bersifat aktif
sedangkan peserta didik cenderung pasif. Namun
model ini sangat dibutuhkan dan cara terbaik dalam
mengajarkan keahlian dasar seperti pelajaran
membaca dan berhitung. Emaliana (2017)

196
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

menyatakan dalam pembelajaran yang berpusat pada


guru, guru bermain peranan penting dalam proses
belajar. Guru adalah penyedia informasi atau
evaluator untuk memantausiswa untuk mendapatkan
jawaban yang benar, namun siswadipandang sebagai
pembelajar yang pasif menerima informasi.
Menurut Djamaludin dan Wardana (2019) teacher
center adalah proses pembelajaran yang berpuasat
pada guru artinya guru sangat menentukan proses
pembelajaran karena guru menjadi satu-satunya
sumber ilmu. Jadi model pembelajran ini membuat
siswa menjadi pasif dalam proses pembelajaran.
Sedangkan Wina Sanjaya (2011) mengatakan Teacher
Centered Learning merupakan proses pengajaran yang
berorientasi pada guru. Dalam kegiatan belajar
mengajar, guru memegang peran yang sangat penting.
Sehubungan dengan proses pembelajaran yang
berpusat pada guru, maka minimal ada tiga peran
utama yang harus dilakukan guru, yaitu guru sebagai
perencana, sebagai penyampai informasi, dan guru
sebagai evaluator.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan
bahawa Teacher Centered Learning merupakan model
pembelajaran yang berpusat kepada pendidik, dimana
informasi-informasi pengetahuan secara aktif
diberikan oleh pendidik sedangkan peserta didik
bersifat pasif menerima informasi-informasi tersebut.
Berbeda dengan Student Centered Learning (SCL) yang
lebih menekan peran peserta didik untuk terlibat
langsung dalam proses pembelajaran, dimana
pendidik sebagai fasilitator, dalam Teacher Centered
Learning, pembelajaran berpusat pada pendidik guna
menjaga lingkungan belajar lebih terukur dan
terstruktur. Perbedaan antara model Teacher

197
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Centered Learning dan Student Centered Learning


seperti yang dijelaskan oleh Amir (2016) dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Perbedaan Teacher Centered Learning dan Student
Centered Learning ikuti aturan sesuai format

3. Macam-macam model pembelajaran Teacher Centered


Learning
Menurut Dewi, dkk (2021) ada beberapa model
pembelajaran Teacher Centered Learning yaitu
Instruksi Langsung (Direct Instruction), Metode Kuliah
atau Ceramah dan Pengajaran Konsep (Concept
Attaintment)
a. Instruksi Langsung (Direct Instruction)
Direct instruction merupakan pendekatan
pembelajaran di mana guru memberikan

198
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

pelajaran dalam susunan dan langkah-langkah


sederhana, serta berurutan. (Zahriani, 2014).
Dalam kegiatan belajar guru berperan sebagai
model dan membimbing peserta didik dalam
menguasai pengetahuan terutama dalam
pemahaman konsep dan keterampilan.
b. Metode Kuliah atau Ceramah
Metode ceramah merupakan salah satu metode
yang masih dan sering digunakan oleh pendidik.
Menurut Pratiwi (2019) Metode ceramah adalah
cara penyampaian materi pembelajaran dengan
mengutamakan interaksi antara guru dan siswa.
Dimana seorang guru menyamapaikan materi
pembelajarannya melalui proses penerangan dan
penuturan secara lisan kepada siswanya.
c. Pengajaran Konsep (Concept Attaintment)
Pengajaran Konsep (Concept Attaintment) adalah
salah satu alternatif model pembelajaran dalah
hal pemahaman konsep peserta didik. Menurut
Supardan (2015), model pembelajaran Concept
Attainment merupakan model pembelajaran
proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang
dapat digunakan untuk membedakan contoh-
contoh yang tepat dengan contoh-contoh yang
tidak tepat dari berbagai kategori.

199
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Proses Pembelajaran Teacher Centered Learning


Proses pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL)
dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 3. Proses pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL)
No Model Proses Kemampuan yang
Pembelajaran Kegiatan dicapai Peserta Didik
TCL Pembelajaran
1 Instruksi • Orientasi • Kelas tertib
Langsung • Presentasi • Siswa tenang
(Direct • Praktik yang • Manajemen waktu
Instruction) terstruktur yang maksimal
• Praktik dan
dibawah
bimbingan
• Praktik
Mandiri
(Joyce &
Weil, 2003)
2 Metode Kuliah • Tahap • Alat yang digunakan
atau Ceramah Persiapan sederhana
• Tahap • Suasana belajar
Pelaksanaan tenang
(pembukaan, • Manajemen waktu
penyajian) lebih baik
(Sanjaya,
2016)
3 Pengajaran • Penyajian • Peserta didik
Konsep data dan mempunyai
(Concept Identifikasi parameter dalam
Attaintment) Obyek pencapaian tujuan
• Menguji pembelajaran
Pencapaian • Menghasilkan
Konsep pemahaman materi
• Analisis yang lebih
Strategi mendalam
Belajar
(Lefudin,
2017)

200
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Daftar Pustaka
Ahdar, A., & Wardana, W. (2019). Belajar dan
Pembelajaran: 4 Pilar Peningkatan Kompetensi
Pedagogis.
Amir, M. T. (2016). Inovasi pendidikan melalui problem
based learning. Prenada Media.
Armiati, S., & Sastramihardja, H. S. (2007). Collaborative
Learning Framework. In Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi (SNATI).
Attard, Angela, et all. (20100. Student Centred Learning,
Toolkit for students Staffs, and Higher Education
Institution. Education International and the European
Student Union, Brussel, Belgia
Dayana, Morgi. (2015). Pengaruh Aktivitas Pembelajaran
Dengan Metode
Collaborative Learning Terhadap Perkembangan
Sosial Emosional Anak.
Lampung: Jurnal Penelitian Universitas.
Dewi, Y. A. S., Munawaroh, D. A., Hayati, R. M., & Arifin,
Z. (2021, August). Metode Teacher Centered Learning
(TCL). In Seminar Nasional Teknologi
Pembelajaran (Vol. 1, No. 1, pp. 760-769).
Djamarah, S. Bahri dan Zain Aswan. (2010). Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Effendi, L. A. (2012). Pembelajaran matematika dengan
metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan
kemampuan representasi dan pemecahan masalah
matematis siswa SMP. Jurnal Penelitian
Pendidikan, 13(2), 1-10.
Emaliana, I. (2017). Teacher-centered or student-centered
learning approach to promote learning?. Jurnal Sosial
Humaniora (JSH), 10(2), 59-70.
Felder, R. M., & Brent, R. (2007). Cooperative
learning. Active learning: Models from the analytical
sciences, 970, 34-53.

201
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Hamalik, Oemar. (2004). Proses Belajar Mengajar.


Jakarta: Bumi Aksara.
Haqqi, A. (2017). COLLABORATIVE LEARNING.
Baitul'Ulum: Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi.
Hardiansyah, H., Genjik, B., & Syahrudin, H. (2014).
Penggunaan Model Pembelajaran Small Group
Discussion Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS
Terpadu di MTS. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa, 3(8).
Illahi, M. T. (2012). Pembelajaran Discovery Strategy dan
Mental Vocational Skill.
Jogjakarta: Diva Press
Joyce, B.,& Weil, M. (2003). Models of Teaching(Fifth
Edit). New Delhi: Prentice Hall of India.
Kokom, K. (2013). Pembelajaran kontekstual konsep dan
aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama.
Lefudin, M. P.(2017). Belajar dan Pembelajaran. (Kedua,
Ed.). Yogyakarta.
Nata, D. H. A. (2014). Perspektif Islam tentang strategi
pembelajaran. Kencana.
O’Neill, G., & McMahon, T. (2005). Student-centred
learning: What does it mean for students and
lecturers.
Overby, K. (2011). Student-centered learning. Essai, 9(1),
32.
Pratiwi, R. A. (2019). PENERAPAN METODE CERAMAH
DAN DISKUSI SELAMA
PEMBELAJARANONLINE. Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra IndonesiaFakultas Keguruan dan
Ilmu PendidikanUniversitas Riau.
Rahadian, D. (2016). Pergeseran Paradigma Pembelajaran
pada Pendidikan Tinggi. Jurnal Petik, 2(1), 1-7.
Sanjaya, Wina. (2016). Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana

202
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Sanjaya, Wina. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi


Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Saputro, S. D. (2018). The application of student centered
learning through lesson study on quality and learning
results. ISLLAC: Journal of Intensive Studies on
Language, Literature, Art, and Culture, 2(2), 84-91.
SM, I. (2008). Strategi Pembelajaran Ilmu Agama Islam
Berbasis PAIKEM. Jakarta: Rasail Media Group.
Supardan Dadang. (2015). Pembelajaran Presfekstif Dan
Kurikulum Pelaksanaan Concept Attainmnet.
Bandung: Bumi Aksara.
Trinova. (2013). Pembelajaran Berbasis Student Centered
Learning pada Materi PAI. Jurnal Al-Ta’lim, Jilid 1, No.
4. Hlm. 324-335
Zahriani, Z. (2014). Kontektualisasi direct instruction
dalam pembelajaran sains. Lantanida Journal, 2(1),
95-106.
Zmuda, A. (2009, November). Leap of faith: Take the
plunge into a 21st-century conception of learning.
School Library Monthly, 26(3), 16-18. Retrieved from
ERIC database. (EJ860981)

203
KONSEP DAN PROSES PEMBELAJARAN
STUDENT CENTER LEARNING DAN TEACHER CENTER LEARNING

Profil Penulis
Zakaria
Lahir di Kota Tangerang, 25 Mei 1985 dari pasangan
H. Somad (alm) dan Ayanih (almh). Meraih gelar S1
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009, S2 Unindra
Jakarta pada tahun 2015 dan sedang menempuh
pendidikan pada Program Doktor (S3) Pendidikan Dasar di
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Bandung. Saat ini aktif sebagai dosen tetap pada Program Studi
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) STAI Binamadani
Tangerang, Banten.
Karya Ilmiah berupa buku yang terpublikasi yaitu Pendidikan
Berbasis Kearifan Etnik (2020) serta buku berjudul Pendidikan
Karakter: Pemikiran Para Tokoh (2021).
Menulis diberbagai Jurnal Nasional Terakreditasi diantaranya
pada jurnal;
1. AULADUNA: Jurnal Pendidikan Dasar Islam Vol 8, No 1
(2021) berjudul PENANAMAN KARAKTER GEMAR
MEMBACA MELALUI ONE DAY ONE DONGENG PADA MASA
PANDEMI COVID-19
2. JIPA: Jurnal Ilmu Pendidikan Ahlussunnah Vol 4 No 1
(2021) berjudul RAGAM BAHASA COPYWRITING BISNIS
ONLINE INSTAGRAM (KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)
3. IJoASER (International Journal on Advanced Science,
Education, and Religion) Vol 4 No 1 (2021) berjudul
Literature Based Model as an Effort to Build Pedagogic
Literacy Ability of Students Elementary School
Selain itu, penulis juga mengikuti kegiatan ilmiah seperti
Proceedings of the 4th International Conference on Language,
Literature, Culture, and Education (ICOLLITE 2020) dengan karya
ilmiah yang terpublikasi berjudul An Analysis of Symbolic
Meanings in Palang Pintu Tradition of the Betawi Wedding
Ceremony dan Learning from Home: Revitalization of Masatua to
Improve Students’ Literacy in Elementary School yang terbit di
Atlantis Press pada tahun 2020. Bersama dengan Yayah
Fazriah, S.Pd., kini penulis telah dikarunia dua anak yaitu
Mauladiya Ihsana Faeyza dan Rafaeyza Hizam Alfaruq.
Email Penulis: zakariazack823@gmail.com atau zakaria@stai-
binamadani.ac.id

204
14
MANFAAT, FUNGSI DAN
KERUGIAN STUDENT CENTERED
LEARNING DAN TEACHER
CENTERED LEARNING

Dr. Shokhibul Arifin, M.Pd.I


Universitas Muhammadiyah Surabaya

Student Centered Learning (Pembelajaran yang


Berpusat Pada Siswa)
Konsep Student Centered Learning atau pembelajaran
yang berpusat pada siswa adalah menjadikan kelas dan
siswa untuk aktif. Guru dianggap sebagai “guide on the
side”, yaitu membantu dan membimbing siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran. pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student centered learning)
diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara
aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan
perilaku. Melalui proses pembelajaran dengan
keterlibatan siswa ini berarti guru tidak mengambil hak
anak untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya.
Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa,
maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitasi untuk
membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka
akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep
learning), dan pada akhirnya dapat meningkatkan

205
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

kualitas peserta didik. Istilah student centered learning


(SCL) merupakan suatu model pembelajaran dalam dunia
pendidikan dan pengajaran dimana di dalamnya siswa
memiliki tanggung jawab beberapa aktivitas penting
seperti perencanaan, pembelajaran, interaksi antara guru
dan siswa, penelitian dan evaluasi terhadap pembelajaran
yang telah dikerjakan. Struktur pembelajaran ini
mengarah pada harga diri yang lebih tinggi, keterampilan
komunikasi yang lebih baik. Penggunaan istilah
"pembelajaran yang berpusat pada siswa" mengacu pada
pola pikir pendidikan atau metode instruksional yang
mengakui perbedaan individu pada peserta didik. Dalam
pengertian ini, pembelajaran yang berpusat pada siswa
menekankan pada minat, kemampuan, dan gaya belajar
setiap siswa, menempatkan guru sebagai fasilitator
pembelajaran untuk individu daripada untuk kelas secara
keseluruhan.
1. Manfaat Student Centered Learning
Pembelajaran yang berpusat pada siswa
menimbulkan perubahan signifikan dari pendekatan
pengajaran tradisional menuju pendekatan
pembelajara baru. Student Centered Learning berfokus
pada keterlibatan guru dalam menciptakan
lingkungan belajar yang unggul bagi semua orang
yang terlibat. Pembelajaran yang berpusat pada siswa
akan berdampak pada proses pembelajaran secara
positif, hal tersebut tentu harus menghasilkan hasil
nyata dalam pembelajaran. Melaksanakan model SCL
berarti guru perlu membantu siswa untuk
menentukan tujuan yang dicapai, mendorong siswa
untuk dapat menilai hasil belajar mereke sendiri,
memfasilitasi siswa dalam bekerjasama pada sebuah
kelompok, memastikan agar mereka mengetahui
bagaimana memanfaatkan semua sumber belajar
yang tersedia.

206
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

Impelementasi dalam SCL, lingkungan belajar yang


berpusat pada siswa dirancang untuk memberikan
siswa kesempatan mengambil peran yang lebih aktif
dalam pembelajaran mereka dengan memberikan
tanggung jawab pengorganisasian, menganalisis, dan
mensintesis konten dari guru ke siswa (Means, 1994).
Lingkungan ini memungkinkan siswa untuk
menyelesaikan masalah yang kompleks menggunakan
berbagai sumber daya, mengembangkan strategi
mereka sendiri dalam mengatasi masalah tersebut,
menyajikan dan menegosiasikan solusi untuk
masalah ini secara kolaboratif (Hannafin et al., 1997).
Student Centered Learning (SCL) membuat
pemahaman siswa lebih spesifik dan lebih dalam
mengenai bidang studi yang ditekuni dengan
menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran.
Student Centered Learning (SCL) memiliki manfaat
bagi guru maupun siswa. Siswa mengembangkan
pembelajaran dan keterampilan lain dan memperoleh
pengetahuan yang berarti yang akan membantu
mereka dalam menjalani kehidupan. Hubungan
antara hak dan kewajiban dipelajari. Siswa
menemukan bahwa belajar adalah sesuatu yang
menyenangkan dan menarik. Beberapa siswa telah
menulis dalam evaluasi kelas mereka bahwa siswa
belajar lebih banyak karena mereka terlibat dalam
kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Siswa
lebih perhatian dan mau berpartisipasi di kelas.
Keluhan tentang ke-tidakrelevan-an dalam
pembelajaran dan ketidakadilan berkurang.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran yang berpusat pada siswa efektif untuk
setiap anggota kelas, karena memperhitungkan
kebutuhan belajar mereka yang beragam dan sangat
meningkatkan retensi mereka baik pengetahuan

207
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

maupun keterampilan (Brush & Saye, 2000; Goodman


et al., 2018; Burnett, 2001; Li et al., 2013).
Pembelajaran yang berpusat pada siswa menekankan
bahwa pembelajaran membutuhkan keterlibatan aktif
siswa, sehingga berhasil melibatkan siswa dalam
pembelajaran. Siswa memperoleh kepercayaan diri
saat mereka mengambil tanggung jawab baru.
Pembelajaran yang berpusat pada siswa
memungkinkan siswa untuk mengembangkan
keterampilan kerja yang diperlukan. Ini mendorong
inovasi dan kreativitas melalui pembelajaran yang
mendalam dan mengharuskan siswa untuk berpikir
tentang pembelajaran mereka, dan tentang isu-isu
dan masalah. Siswa belajar untuk bertanggung jawab
atas pembelajaran dan tindakannya sendiri. Siswa
belajar tentang hal-hal dan suka bekerja dengan
orang lain, membangun tim, mengembangkan
keterampilan dan bagaimana menjadi mandiri (Rao,
2020).
Pada student centered learning siswa mengembangkan
keterampilan berpikir. Pemecahan masalah
mengajarkan siswa untuk mempertimbangkan
berbagai perspektif pada situasi atau fenomena
tertentu, Ini mengembangkan fleksibilitas dalam
keterampilan berpikir dan penalaran, karena siswa
membandingkan dan membedakan berbagai
kemungkinan untuk menarik kesimpulan mereka.
Siswa memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman
mereka sebelumnya saat mereka mencoba untuk
memecahkan masalah. Dengan demikian, siswa
terus-menerus mengintegrasikan pengetahuan baru
ke dalam pengetahuan yang ada, sehingga
memberikan konteks dan menciptakan "ruang
penyimpanan" sumber daya pribadi yang akan
tersedia untuk kebutuhan pemecahan masalah di

208
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

masa depan. Siswa juga belajar membuat hubungan


dan asosiasi dengan menghubungkan materi
pelajaran dengan pengalaman hidup mereka sendiri.
Siswa belajar untuk mendukung kesimpulan mereka
dengan bukti dan argumen logis. Siswa belajar
mensintesis beberapa sumber informasi dan referensi
untuk menarik kesimpulan dan kemudian
mengevaluasi kesimpulan tersebut.
Manfaat lain yang diperoleh apabila guru menerapkan
model Student Centered Learning adalah:
Konten dan Materi pendidikan sesuai dengan minat
siswa. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
adalah proses belajar mengajar berdasarkan
kebutuhan dan minat peserta didik. Model
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
dirancang untuk menyediakan system belajar yang
fleksibel sesuai dengan kehidupan dan gaya belajar
siswa. Lembaga Pendidikan dan guru tidak berperan
sebagai sentral melainkan hanya sebagai penunjang
(Hamalik, 2004)
Kemajuan dalam kemampuan siswa untuk berpikir
dan bekerja secara mandiri.
Dengan bimbingan guru, siswa bisa memilih apa yang
ingin mereka pelajari dan bagaimana mereka ingin
mempelajarinya, memberi mereka kendali lebih besar
terhadap kehidupan mereka. Ini dapat
menghilangkan kesulitan, membantu siswa yang
frustrasi menjadi lebih kooperatif, dan menunjukkan
kepada semua anak bahwa belajar tidak harus
membosankan.
Mengembangkan komunikasi dan keterampilan
sosial. Siswa harus belajar bagaimana
mengartikulasikan dengan jelas ide-ide mereka serta

209
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

berkolaborasi dalam tugas secara efektif dengan


berbagi beban proyek kelompok. Oleh karena itu siswa
harus bertukar ide dan harus belajar untuk
"bernegosiasi" dengan orang lain dan untuk
mengevaluasi kontribusi mereka dengan cara yang
dapat diterima secara sosial.
Mendorong metode penilaian alternatif. Penilaian
tradisional didasarkan pada tes tulis dimana siswa
menunjukkan atau mereproduksi pengetahuan dalam
bentuk tanggapan singkat dan pilihan ganda, yang
sering menginspirasi sedikit keterlibatan pribadi.
Penilaian konstruktivis melibatkan inisiatif siswa dan
investasi pribadi melalui jurnal, laporan penelitian,
model fisik, dan representasi artistik. Melibatkan
naluri kreatif mengembangkan kemampuan siswa
untuk mengekspresikan pengetahuan melalui
berbagai cara. Siswa juga lebih mungkin untuk
mempertahankan dan mentransfer pengetahuan baru
ke kehidupan nyata.
2. Fungsi Student Centered Learning
SCL adalah model pembelajaran yang memfasilitasi
para peserta didik untuk berperan aktif dalam proses
pembelajaran. Keaktifan ini dilakukan dengan
memfasilitasi peserta didik untuk secara aktif mencari
sumber belajar, membaca beberapa buku teks,
membaca buku dalam perangkat digital, mencari
bahan dari sumber-sumber online, dan, termasuk
mendiskusikan informasi yang didapat. Selain belajar
dengan banyak sumber, proses ini memungkinkan
peserta didik belajar dengan senang hati dan
menikmati setiap prosesnya, baik di dalam maupun di
luar kelas (Rosyada, 2015).
Proses student centered learning menurut Redolfo
akan terjadi ketika pendidik dan peserta didik sama-

210
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

sama aktif belajar. Dalam hal ini, para peserta didik


difasilitasi melakukan eksplorasi bahan ajar dan
mendiskusikan beberapa informasi yang diperoleh,
sedangkan para pendidik aktif mendampingi mereka
selama proses tersebut, termasuk mendorong mereka
melakukan proses pencarian, diskusi, dan
penyimpulan atas hasil diskusi mereka (Redolfo,
2001).
Sebagai kerangka konsptual, model pembelajaran
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran
merupakan kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar dalam
mencapai tujuan belajar. Adapun model student
centered learning memiliki beberapa fungsi, antara
lain:
a. Membantu guru menciptakan perubahan perilaku
peserta didik yang diinginkan,
b. Membantu guru dalam menentukan cara dan
sarana untuk menciptakan lingkungan yang
sesuai untuk melaksanakan pembelajaran,
c. Membantu menciptakan interaksi antara guru
dan peserta didik yang diinginkan selama proses
pembelajaran berlangsung,
d. Membantu guru dalam mengkonstruk kurikulum,
silabus, atau konten dalam suatu mata pelajaran,
e. Membantu guru dalam memilih materi
pembelajaran yang tepat untuk mengajar yang
disiapkan dalam kurikulum,
f. Membantu guru dalam merancang kegiatan
pendidikan atau pembelajaran yang sesuai,

211
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

g. Memberikan bahan prosedur untuk


mengembangkan materi dan sumber belajar yang
menarik dan efektif,
h. Merangsang pengembangan inovasi pendidikan
atau pembelajaran baru, dan membantu
mengkomunikasikan informasi tentang teori
mengajar,
i. Membantu membangun hubungan antara belajar
dan mengajar secara empiris (Indrawati, 2013).
3. Kerugian/Kekurangan Student Centered Learning
Kekurangan student centered learning adalah bahwa
ada siswa yang tidak berhubungan dengan baik
dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa
meskipun guru telah memberikan yang terbaik. Hal
ini paling sering terjadi di tingkat yang lebih rendah
namun dapat terjadi di kelas tingkat atas. Namun,
karena ada banyak gaya mengajar yang berbeda
ditemui di tingkat Pendidikan tinggi, peserta didik ini
memiliki kesempatan untuk belajar dengan cara
alternatif di banyak kelas lain. Kelemahan lainnya
adalah siswa harus bekerja dalam tim. Mereka
mengeluh tentang berada di tim. Tetapi paling sering
keluhan disertai dengan pengakuan bahwa mereka
memahami bahwa mereka sedang mempersiapkan
'dunia nyata'. Mereka menghargai pengalaman dunia
nyata bahkan ketika mereka tidak menyukainya.
Dalam student centered learning siswa merasa sulit
untuk bekerja dalam tim karena mereka memiliki
keterampilan tim yang kurang.
Desain pembelajaran student centered learning
menganggap kekuatan dan minat anak saat ini
sebagai hal yang final namun pembelajaran dan
pencapaiannya terus berubah. Ini mengabaikan

212
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

tujuan sosial kritis pendidikan yang harus diperoleh


semua siswa. Desain pembelajaran student centered
learning menggunakan banyaki waktu, mahal dalam
bahan dan tenaga. Ini terlalu bergantung pada
kepribadian, inisiatif, dan kecerdasan guru untuk
dapat membantu siswa memilih kegiatan yang paling
signifikan untuk dipelajari (Rao, 2020). Beberapa
kekurangan dalam Student centered Learning, yaitu:
a. Memerlukan waktu yang lebih lama bagi siswa
sehingga sulit untuk mencapai target kurikulum.
b. Membutuhkan waktu yang lama bagi guru
sehingga guru pada umumnya tidak mau
menggunakan pembelajaran kooperatif.
c. Diperlukan keterampilan khusus guru agar tidak
semua guru dapat melakukan atau menggunakan
pembelajaran kooperatif.
d. Sifat tuntutan siswa yang spesifik, seperti sifat
suka bekerja sama.
e. guru tidak dapat memberikan banyak materi
karena hanya sebagai fasilitator
f. Student centered learning memerlukan kondisi
ruangan yang tenang, sedangkan strategi SCL
relatif ramai dan gaduh karena diskusi.
g. Student centered learning memerlukan ruangan
khusus yang terpisah dengan kelompok lain.
h. Student centered learning memerlukan banyak
banyak media untuk menggali informasi dari luar
seperti internet.

213
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

Teacher Centered Learning (Pembelajaran yang


Berpusat Pada Guru)
Teacher Centered learning (TCL) adalah pembelajaran yang
berpusat pada guru yang mana guru yang menentukan
tujuan pembelajaran dan menjaga agar lingkungan
belajar di kelas bisa teratur dan terstruktu (Arends, 2008).
Model pembelajaran teacher centered learning atau
berpusat pada guru adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang tujuannya menyampaikan ilmu
pengetahuan oleh guru kepada peserta didik dengan guru
melakukan ceramah dan siswa selaku peserta didik
mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan oleh
guru.
Harden dan Crosby dalam artikel yang dikutip oleh
Harden & Crosby, (2000) menyatakan bahwa Teacher
centered learning (TCL) adalah sebuah paradigma atau
pendekatan dalam pembelajaran yang mana guru selaku
orang yang mengetahui di bidangnya (expert)
memfokuskan diri untuk memberikan (transfer) ilmu
pengetahuan yang ia miliki kepada murid-muridnya
selaku orang awam (novice).
Saat akan merencanakan pembelajaran teacher centered
maka guru perlu mengidentifikasi standar – standar dan
panduan kurikulum di wilayah tersebut, merancang
tujuan pembelajaran tertentu untuk pelajarannya, dan
membangun aktifitas – aktifitas pembelajaran untuk
membantu siswa memenuhi tujuan pembelajaran
tersebut (Jacobsen et al., 2009).
1. Manfaat Teacher Centered Learning
Pendekatan yang berpusat pada guru mengandalkan
teori behavioristik yang didasarkan pada gagasan
bahwa perubahan perilaku disebabkan oleh
rangsangan eksternal (Skinner, 2011). Menurut teori,

214
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

siswa pasif dan merespon rangsangan lingkungan. Di


ruang kelas yang berpusat pada guru, guru
bertanggung jawab atas pembelajaran, Oleh karena
itu, guru mentransmisikan pengetahuan kepada
siswa. Sebagai guru memegang otoritas tertinggi.
Isinya diputuskan dan tugas-tugas pembelajaran
disusun oleh guru. Instruksi disampaikan melalui
ceramah dan pemberian umpan balik dan jawaban
yang benar banyak digunakan. Guru adalah sumber
informasi utama dan buku teks adalah pusat kegiatan
(Serin, 2018).
Perlu dicatat bahwa tujuan utama di dalam kelas
adalah untuk memberdayakan pembelajaran. Dalam
hal ini, agar guru dapat mempertahankan kontrol atas
siswa, mereka perlu memastikan bahwa mereka
memungkinkan siswa untuk berpartisipasi secara
aktif di kelas. Jika guru memiliki pengetahuan dalam
konten yang mereka sajikan dan menerapkan strategi
motivasi saat mengajar, siswa mempertahankan
perhatian mereka, terlibat secara aktif di kelas dan
menjadi sukses secara akademis. Untuk alasan itu,
beberapa peneliti mendukung penggunaan
pendekatan yang berpusat pada guru karena
memungkinkan pengajaran siswa dalam langkah-
langkah singkat (Espenshade & Radford dalam Serin,
2018).
Teacher centered lebih menekankan guru yang
berperan aktif, murid menjadi pendengar yang baik,
metode ini membuat murid lebih paham dengan
materi. Manfaat lain dalam teacher centered learning
yaitu:
a. Fokus akademik, prioritas tertinggi pada
penugasan dan penyelesaian tugas akademik.
Aktifitas dan penggunaan media/perangkat non-

215
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

akademik tidak terlalu ditekankan. Kelas tetap


tertib, Siswa tenang, dan guru memegang kendali
penuh atas ruang kelas dan kegiatannya.
b. Kontrol dan arahan guru, diberikan saat guru
memilih dan mengarahkan tugas pembelajaran,
menegaskan inti selama memberikan instruksi
dan meminimalisir jumlah percakapan siswa yang
tidak berorientasi akademik, maka tidak perlu
khawatir siswa akan melewatkan topik penting
c. Teacher centered learning dirancang untuk
membantu siswa untuk mempelajari abstraksi
dan mengembangkan keterampilan –
keterampilan seperti: pengenalan dan review,
pengembangan pemahaman, praktik terbimbing,
dan praktik mandiri.
d. Sejumlah besar informasi dapat diberikan dalam
waktu singkat
e. Informasi dapat diberikan ke sejumlah besar
siswa
f. Pengajar mengendalikan sepenuhnya organisasi,
bahan ajar, dan irama pembelajaran
g. Merupakan mimbar utama bagi pengajar
h. Bila pembelajaran diberikan dengan baik,
menimbulkan inspirasi dan stimulasi bagi siswa
i. Metode penilaian cepat dan mudah.
2. Kerugian/Kekurangan Teacher Centered Learning
Di dalam paradigma ini, guru merancang sebuah
kurikulum yang dimaksudkan untuk mengantarkan
siswa-siswanya ke jenjang pengetahuan yang lebih
baik. Namun sayangnya ketika sang guru
bersemangat untuk mengejar standar kurikulum yang

216
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

ia terapkan, para siswa justru menjadi korban karena


ketidakmampuan atau ketidaksiapan dalam
mengikuti standar tersebut. Guru yang berada dalam
lingkungan TCL lebih memfokuskan dirinya dan
siswa-siswanya untuk memahami materi-materi yang
sudah ditetapkan di dalam kurikulum ketimbang
memperhatikan proses pembelajaran yang dialami
oleh siswa-siswanya sendiri. Untuk beberapa kondisi
kegiatan belajar mengajar, TCL sebenarnya sudah
cukup baik. Namun ketika harus berhadapan dengan
kondisi siswa-siswa yang berbeda-beda karakternya,
maka paradigma ini sudah tidak bijak lagi untuk tetap
diterapkan karena cenderung untuk
menyamaratakan kegiatan pembelajaran (Brown,
2003).
Model Teacher Centered Learning (TCL), dimana pada
model ini guru atau pendidik sebagai seorang ahli
menyampaikan ilmu pemgetahuan kepada peserta
didik. Model pembelajaran seperti ini ternyata
membuat peserta didik pasif karena hanya
mendengarkan saat proses pembelajaran berlangsung
sehingga kreativitas peserta didik kurang terpupuk
atau bahkan cenderung tidak kreatif. Pada model TCL,
pendidik lebih banyak melakukan kegiatan belajar-
mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing),
sedangkan peserta didik pada saat proses
pembelajaran berlangsung hanya mendengarkan
ceramah, hanya sebatas memahami sambil membuat
catatan, bagi yang merasa memerlukannya (Salay,
2019).
Selain yang telah disebutkan di atas, beberapa
kelemahan sebagai berikut ini:
a. Teacher centered learning cenderung searah dan
terpusat pada guru, sehingga guru sering

217
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

kesulitan mengetahui sejauh mana peserta didik


memahami informasi yang telah disampaikan
b. Materi yang dapat dikuasai oleh akan terbatas
pada apa yang dikuasai oleh guru.
c. apabila guru tidak memiliki kemampuan bertutur
dengan baik, maka pelajaran akan membosankan
bagi siswa. Secara fisik ada di dalam kelas, akan
tetapi secara mental siswa tidak mengikuti
pelajaran.
d. Ketika siswa bekerja sendiri, mereka tidak belajar
untuk berkolaborasi dengan siswa lain, dan
keterampilan komunikasi mereka mungkin
terganggu.
e. Instruksi yang berpusat pada guru tidak
memungkinkan siswa untuk mengekspresikan
diri, mengajukan pertanyaan, dan mengarahkan
pembelajaran mereka sendiri (Dewi et al., 2021).

218
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

Daftar Pustaka
Arends, R. (2008). Learning to Teach. McGraw-Hill
Companies,Incorporated.
Brown, K. L. (2003). From Teacher-Centered to Learner-
Centered Curriculum: Improving Learning in Diverse
Classrooms. Education 3-13, 124, 49.
Brush, T., & Saye, J. (2000). Implementation and
evaluation of a student-centered learning unit: A case
study. Educational Technology Research and
Development, 48(3), 79–100.
Burnett, K. (2001). Interaction and Student Retention,
Success and Satisfaction in Web-Based Learning.
Dewi, Y. A. S., Munawaroh, D. A., & Hayati, R. M. (2021).
Metode Teacher Centered Learning (TCL). Seminar
Nasional Teknologi Pembelajaran, 1(1), 760–769.
Goodman, B. E., Barker, M. K., & Cooke, J. E. (2018). Best
practices in active and student-centered learning in
physiology classes. Advances in Physiology Education,
42(3), 417–423.
Hamalik, O. (2004). Proses Belajar Mengajar. Bumi
Aksara.
Hannafin, M. J., Hill, J. R., & Land, S. M. (1997). Student-
centered learning and interactive multimedia: Status,
issues, and implication. Contemporary Education,
68(2), 94.
Harden, R., & Crosby, J. R. (2000). The good teacher is
more than a lecturer-the twelve roles of the teacher.
AMEE Med Educ Guide, 20.
Indrawati. (2013). Perencanaan Pembelajaran Fisika:
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IMPLEMENTASINYA
DALAM PEMBELAJARAN FISIKA. Universitas Jember.
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102
34

219
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

Jacobsen, D., Eggan, P., Kauchak, D. P., Anam, K., &


Fawaid, A. (2009). Methods for Teaching : metode-
metode pengajaran meningkatkan belajar siswa TK-
SMA.
Li, Y. W., Mai, N., & Tse-Kian, N. (2013). Using Mayer’s
Design Principles in Online Learning Modules:
Implementation in a Student Centered Learning
Environment. 2013 International Conference on
Informatics and Creative Multimedia, 304–309.
Means, B. (1994). Introduction: Using technology to
advance educational goals. Technology and Education
Reform: The Reality behind the Promise, 1–21.
Rao, N. K. (2020). ADVANTAGES AND DISADVANTAGES
OF STUDENT CENTERED LEARNING. 8, 6–8.
Redolfo, P. A. (2001). A Elements of Student Centred
Learning. Loyola Schools Loyola Antenoe de Manila
University: Office of Reseacrh and Publication.
Rosyada, D. (2015). Student Centered Learning. UIN
Jakarta.
http://dederosyada.lec.uinjkt.ac.id/reviews/studentc
enteredlearning
Salay, R. (2019). Perbedaan Motivasi Belajar Siswa yang
Mendapatkan Teacher Centered Learning (TCL) Dengan
Student Centered Learning (SCL).
https://doi.org/10.31227/osf.io/ybeux
Serin, H. (2018). A Comparison of Teacher-Centered and
Student-Centered Approaches in Educational
Settings. International Journal of Social Sciences &
Educational Studies, 5(1), 164–167.
https://doi.org/10.23918/ijsses.v5i1p164
Skinner, B. F. (2011). About Behaviorism. Knopf
Doubleday Publishing Group.

220
MANFAAT, FUNGSI DAN KERUGIAN
STUDENT CENTERED LEARNING DAN TEACHER CENTERED LEARNING

Profil Penulis
Shokhibul Arifin lahir di Brebes pada tanggal 19
September 1987. Pada tahun tahun 2007
melanjutkan pendidikan S1 di Jurusan Pendidikan
Bahasa Arab Universitas Muhammadiyah Sidoarjo,
Tahun 2011 di Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati
Cirebon Program Studi Pendidikan Agama Islam,
selesai pada tahun 2013. Sejak tahun 2016,
melanjutkan pendidikan di S3 Teknologi Pembelajaran
Universitas Negeri Malang. Pekerjaan sebagai dosen di Program
Studi Pendidikan Pendidikan Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Surabaya sejak tahun 2015. Pernah menjadi
Sekretaris Program Studi Pendidikan Agama Islam tahun 2017-
2021. Minat kajian pada model dan strategi pemblejaran,
Pendidikan Islam dan teknologi pembelajaran. Menulis artikel
dan karya ilmiah pada jurnal nasional dan internasional. Saat
ini aktif dalam organisasi keilmuan (IPTPI, PPPAII, Asosiasi
Dosen PAI LPTK PTM).

221
222
15
PEMBELAJARAN BERBASIS
PROJEK MELALUI WEBSITE
EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA

Imaniar Purbasari, S.Pd., M.Pd.


PGSD Universitas Muria Kudus

Budaya
Budaya dalam konteks antropologi diartikan sebagai
sebuah way of life atau common way of life yang berlaku
pada komunitas masyarakat (Puspowardoyo, n.d.).
Budaya dianggap sebagai sebuah konvensi yang
disepakati oleh komunitas dalam bertindak, berperilaku,
dan berpandangan. Proses budaya dalam masyarakat
menurut (Hendriawan & Astuti, 2017; Keguruan et al.,
2020) terdiri dari budaya terdiri sebagai suatu ide, suatu
aktifitas sosial dan benda-benda hasil karya manusia.
Dimana wujud ide dapat berupa kemampuan untuk
menampakkan adanya kesadaran suatu budaya dalam
komunitas, kemampuan mengekplorasi kesadaran
memaknai budaya sebagai identitas komunitas,
merepresentasikan dalam realita wujud apresiasi budaya.
Sedangkan wujud keikutsertaan sosial dapat berupa
kemampuan menghargai budaya yang berlaku dan

223
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

memecahkan masalah sosial dalam aktivitas budaya yang


kian melonggar oleh pengaruh zaman. Keikutsertaan
dalam berbagai aktivitas budaya memperhatikan nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat. Budaya yang
disusun secara komprehensif oleh masyarakat mengatur
sejumlah ranah sosial dan menjadi pedoman suatu
masyarakat. Ranah sosial yang terbentuk cenderung
diwariskan atau dialih-turunkan dari generasi satu ke
generasi berikutnya. Aturan yang berlaku dalam
masyarakat membentuk pola perilaku sosial konkret.
Secara psikologis aturan yang membentuk perilaku sosial
membuat orang saling berinteraksi, berkomunikasi, saling
belajar, memenuhi kebutuhan material dan emosional
dalam setiap aktivitas budaya (Marzali, 2014). Akibat
psikologi yang terbentuk maka ada upaya untuk membuat
budaya tetap eksis. Proses interaksi antar generasi maka
budaya dapat bertahan jika budaya ditransmisikan
dengan baik dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Proses transmisi budaya yang selalu dinamis
mengakibatkan sejumlah pergeseran budaya yang dijaki
pada beberapa sebab, antara lain: (1) cenderung
dikroscekkan dengan bidang material, teknologi, dan
struktur sosial, (2) sering dilihat dari ranah ideal, spiritual
dan nonmaterial, (3) budaya bersifat bebas, (4) dianggap
sebagai zona netral. Oleh karena itu, permasalahan
budaya yang berkembang merupakan upaya untuk
menjawab dialektika setiap tantangan yang dihadapkan
pada masyarakat yang dinamis dalam norma yang telah
mapan oleh suatu masyarakat.
Pemahaman nilai budaya pada suatu masyarakat dapat
dilakukan dalam beberapa tahapan, antara lain: proses
enkulturasi budaya, internalisasi nilai budaya dan
sosialisasi budaya dalam masyarakat. Proses enkulturasi
budaya meliputi suatau proses bagi seseorang baik secara
sadar maupun tidak sadar untuk mempelajari semua

224
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

kebudayaan yang berlaku dimasyarakat. Proses


internalisasi nilai budaya dapat diartikan sebagai upaya
mengimplementasikan nilai budaya yang memiliki
manfaat sebagai pengembangan, filter dan perbaikan
budaya dalam masyarakat (Hendriawan & Astuti, 2017;
Marzali, 2014). Proses sosialisasi budaya dapat diartikan
sebagai proses untuk menyesuaikan diri dengan norma
dan perkembangan yang berlaku dalam komunitas sosial
(Prayogi & Danial, 2016). Proses enkulturasi budaya,
internalisasi nilai budaya dan sosialisasi budaya dapat
dilakukan dengan mengadaptasi peran budaya visual
yang ada di masyarakat untuk membantu pola pewarisan
budaya pada generasi masa kini.
Budaya Visual
Budaya visual secara etimologi dapat diartikan sebagai
wujud budaya yang memiliki sifat nilai dan sifat fisik yang
dapat direspon oleh indera visual manusia dan dapat
dipaham oleh pemikiran manusia sehingga mampu
memberikan apresiasi dalam berkehidupan sosial.
Pemanfaatan indera visual mengakibatkan budaya visual
ini sering diidentikkan dengna isu-isu mutakhir seiring
dengan berkembangnya budaya digital(Saputra, 2021).
Budaya visual memerlukan pendekatan inter dan multi
disiplin karena obyek visual terkait dan saling mengait
dengan fenomena sosial di masyarakat. Cara membaca
visual melingkupi berbagai wujud fenomena inderawi
yang nampak seperti budaya digital, arsitektur, visualisasi
televise, grafitim tulisan pada t-shirt, dan sebagainya.
Pengaruh budaya barat maka gaya visual menjadi wajah
dunia dimana ketika manusia mengkreasikan ide yang
mengeksplorasi kenyamanan, keindahan, intelektualitas
sebuah karya maka secara tidak langsung budaya visual
ini dengan mudah diamini oleh masyarakat dunia.
Ekspresi fisik yang memberi kesan inderawi terhadap

225
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

fenomena sosial dengan mudah ditangkap dalam budaya


visual dalm konteks kehidupan modern. Konteks budaya
visual merupakan suatu aktivitas dan karya budaya yang
memiliki wujud sehingga mengikuti pola perkembangan
peradaban masyarakat(Rio, 2017). Perubahan pola
pemaknaan budaya yang dominan pada fisik oleh
masyarakat ini membuat komunitas sosial mudah
terpana oleh budaya baru yang dikemas dengan visual
yang lebih modern.
Dominasi budaya asing menyebabkan gejolak dalam
budaya lokal, dimana pola adaptasi antar keduanya
memiliki rentang yang jauh. Pola modernitas masyarakat
mulai meninggalkan budaya tradisional menuju ke
kehidupan pragmatis. Pergeseran nilai inilah yang
mengakibatkan terputusnya enkulturasi budaya atau
pewarisan budaya dari generasi ke generasi. Perilaku
masyarakat dan gaya hidup pragmatis secara sinergis dari
waktu ke waktu mengikuti dominasi perkembangan,
sehingga perlu pola pembentukan budaya yang seimbang
untuk mempertahankan jati diri masyarakat. Supaya
pemaknaan nilai budaya itu tidak terkaburkan maka
perlu penggalian kembali, penciptaan bahkan pelestarian
budaya melalui pemberdayaan masyarakat. Potensi
masyarakat dalam memandang budaya visual maka perlu
disusun dokumen visual sebagai rekaman berharga. Nilai-
nilai budaya dalam komunitas-komunitas perlu
dieksplorasi dan disusun menjadi dokumen visual yang
membatasi cara pandang yang terlalu luas pada
kehidupan modern. Proses pembatasan modernitas dapat
dilakukan melalui pendidikan, orentasi sikap sosial, pola
berpikir dan karakter gaya hidup yang mendasari
eksistensi budaya bangsa(Kurniawan, 2009; Laksono, M.
Hum., 2015).
Agar eksistensi budaya dapat dipandang dari sudut
pandang obyektif maka beberapa aspek yang dapat

226
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

dipertimbangkan, antara lain: (1) sudut pandang


fungsional, dimana obyek visual yang diciptakan memiliki
peran komunikasi untuk mentransfer nilai dan peran
sosial dalam suatu produk visual, (2) sudut pandang
berdasar nilai, bentuk fisik wujud visual agar memiliki
nilai lebih maka diperlukan sistem nilai agar produk
budaya memberikan makna terhadap kehidupan sosial
masyarakat, (3) sudut pandang berdasar makna, produk
budaya yang terbaca secara visual oleh komunitas
masyarakat mampu memberikan makna secara holistic
dari tiap keunikan budaya(Setiawan, 2020).
Obyek visual dapat dibingkai dengan sudut pandang
interdisipliner dan multidisipliner. Dengan kata lain
pemaknaan obyek visual dapat dikaji melalui konteks,
waktu, perkembangan masyarakat, perkembangan
teknologi dan peranan nilai estetik untuk memaknai
budaya. Pemaknaan obyek visual membentuk kesadaran
masyarakat terhadap misi ideologis, memberi kontribusi
terhadap dinamika sosial, inovasi, kreasi. Peran
pendidikan menjadi penting sebagai penghantar
pemaknaan budaya visual bagi generasi penerus.
Website Edukasi Berbasis Budaya
Budaya visual melalui ranah pendidikan dapat
ditunjukkan dengan menciptakan pembelajaran yang
mengaktifkan obyek visual dalam membentuk kesadaran
masyarakat. Perkembangan teknologi informasi dalam
ranah pendidikan mengupayakan konsep belajar dan
strategi belajar dalam pembelajaran mengaktifkan budaya
visual. Visualisasi media dan materi ajar dapat diakses
dengan mengoptimalkan kemampuan visual siswa.
Penggunaan website dalam pembelajaran yang
menggabungkan berbagai unsur animasi, video, audio,
grafik memperdalam pemahaman anak dalam menyusun
struktur belajar mandiri.

227
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

Pembelajaran yang menggunakan model interaktif


berbasis internet dan Learning Manajemen System (LMS)
berkombinasi dengan platfom perangkat teknologi ini
beragam dan bersifat proprietary software maupun open
source dengan diterapkan bentuk e-learning. Penerapan
program tersebut telah berfungsi aktif dalam
pembelajaran dari berbagai multidisiplin dengan
mempertimbangkan kurikulum yang
memadai(Darmawan, 2014; Syed et al., 2017).
Implementasi pembelajaran interaktif dapat digunakan
untuk komunitas belajar secara aktif dan sadar dalam
digitalisasi ruang maupun waktu. Konteks pembelajaran
secara on-line memberikan manfaat kepada peserta didik
melakukan rutinitas proses belajar mengajar secara
efektif dan efesien.
Adapun tahapan pengembangan website dalam
membudayakan kecapakan visual antara lain :
1. Website planning yaitu perencanaan penelitian dalam
mencari informasi dari peserta didik melalui observasi
terhadap proses pembelajaran, analisis karakteristik
peserta didik dan observasi lingkungan belajar peserta
didik. Data diperoleh bahwa peran keluarga dan
masyarakat kini mulai melonggar akibat kehidupan
pragmatis. Sekolah sebagai agen pendidikan formal
lebih cenderung mengajar komponen kognitif. Oleh
karena itu, proses transfer budaya perlu dirancang
sesuai perkembangan masyarakat modern dengan
sentuhan pendidikan formal yang menyeimbangkan
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Website analysis, untuk mencari informasi mengenai
kebutuhan perserta didik dalam memahami konsep,
bersikap, dan berketrampilan sesuai dengan budaya
masyarakat. Selain itu analisis dilakukan untuk
mengetahui kebutuhan dan kemampuan peserta

228
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

didik dalam penggunaan website, serta data apa yang


dibutuhkan dan hasil apa yang diinginkan dalam
belajar peserta didik melalui website.
Tabel 1. Website Analisis

Admin Website
User check login Support
Upload Sejarah Budaya Detail Sejarah Budaya
Upload Materi Ajar Detail Materi Ajar
Upload Media Belajar Detail Media Belajar
Upload Ruang Belajar Detail Ruang Belajar dan
dan Ruang Diskusi Ruang Diskusi
Pengelolaan Data Data User
Data User Content
3. Website design and development

Bagan 1. Website Design and Development

4. Website Testing, pengembangan media pembelajaran


website dengan penerapan sistem belajar digital

229
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

untuk menggunakan pendidikan sebagai transfer


informasi nilai budaya dalam pendidikan.

Gambar 1. Website development

Budaya visual berbasis website untuk mengenalkan,


mendidik perilaku berbudaya dan memiliki
keterampilan budaya. Beberapa fungsi rancangan
website yang dikelola oleh sekolah dalam mentransfer
informasi budaya yang diwariskan nenek moyang
melalui adaptasi teknologi di era modern. Sekolah
menjadi jembatan belajar terstruktur agar generasi
muda dapat mengembangkan, melestarikan dan
membentuk budaya inovatif melalui pendidikan.
Sistem belajar yang tidak monoton dan memaksa
diwujudkan dalam website pembelajaran agar anak
memiliki akses yang lebih mudah dan lebih nyaman
dalam mempelajari budaya.
Pelaksanaan Pembelajaran Budaya Berbasis Project
Pembelajaran menggunakan website untuk melatih
budaya visual anak dapat diimplementasikan melalui
pembelajaran berbasis project. Pembelajaran berbasis
project diupayakan untuk memberikan arah sikap sosial
dan keterampilan sosial agar terciptakan belajar
bermakna yang tidak hanya sekedar mengembangkan
kemampuan kognitif anak. Hakikat pembelajaran
berbasis project dikembangkan oleh beberapa ahli
pendidikan, antara lain:

230
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

1. John Dewey (1859-1952), pendidikan adalah proses


kehidupan itu sendiri, bukan penyiapan untuk
kehidupan masa depan. Anak bebas menentukan
pilihannya terhadap pekerjaan, merancang dan
mengontrolnya. Pembelajaran dengan proyek
ditentukan oleh anak, kesulitan yang dihadapi
mendorong anak untuk mencari pemecahan masalah.
Pembelajaran mementingkan kerja kelompok,
kerjasama, diskusi, kompleksitas atau multidisiplin
keilmuan yang dimiliki, sportifitas dan peluang
kompetitif.
2. William H. Kilpatrick (1871-1965), membagi metode
proyek menjadi :
a. Proyek konstruksi atau kreatif, tujuannya
merealisasikan gagasan dalam bentuk riil
b. Proyek apresiasi, tujuannya untuk menikmati
pengalaman estetis
c. Proyek masalah, tujuannya memecahkan
kesulitan intelektual
d. Proyek latihan dan belajar khusus, tujuannya
memperoleh peningkatan keterampilan dan
pengetahuan
Pembelajaran proyek dilakukan dengan perancangan,
inkuiry, pemecahan masalah, penyimpulan, dan
penyampaian temuan dalam proses memahami
pengetahuan(Herlambang & Hidayat, 2016; Nisa,
2021; Subekti & Hariyanto, 2020).
Pembelajaran project dipilih sebagai langkah
pembelajaran dengan memanfaatkan website
dipertimbangkan karena pendekatan pembelajaran
project memberikan tantangan dan tugas yang berupa
aktivitas nyata dalam proses belajar. Pembelajaran
project dapat dikerjakan secara berkelompok untuk

231
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

mengatasi tantangan belajar sesuai dengan


lingkungan sosial mereka. Kolaborasi antara tiap
anak dalam memotret budaya yang tidak ideal antara
lingkungan yang dihadapi dengan pengetahuan yang
dimiliki maka akan mengakibatkan kebutuhan untuk
berdiskusi dan bertanggung jawab terhadap
permasalahan yang ditemukan tersebut(Panjaitan,
2019; Sakaria & Nojeng, 2018). Proses diskusi dalam
kerja kelompok membentuk proses investigasi, proses
membuat keputusan dan memberi kesempatan anak
untuk berpikir tersttuktur.
Pembelajaran project menggunakan suatu masalah
untuk mengumpulkan data dan mengintegrasikan
pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dimiliki
untuk beraktivitas secara nyata. Project melalui
website ini berfungsi membangun, membina,
memperbaiki potensi memberdayakan kemampuan
pemecahan masalah tingkat tinggi(Nisa, 2021;
Rahmadani et al., 2017). Pembelajaran berbasis
project ini berpusat pada proses, focus pada suatu
permasalahan dan pembelajaran bermakna pada
konsep belajar yang mengatasi problematikan
pembelajaran.
Implementasi pembelajaran berbasis project
menggunakan website edukasi budaya cenderung
dirancang agar anak beraktivitas melalui metode
inkuiry, pemecahan masalah, komunikasikan temuan
informasi. Adapun langkah pembelajaran yang dapat
diterapkan pada anak dalam pelaksanaan
pembelajaran project, antara lain : (1) pembentukan
kelompok belajar, (2) penyajian permasalahan dalam
website edukasi budaya, (3) penugasan dan diskusi
pemecahan masalah dengan aktivitas untuk
menghasilkan produk budaya sesuai dengan instruksi
yang telah dipaparkan dalam website budaya, (4)

232
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

praktik pembelajaran di lingkungan budaya, (5)


apresiasi keterampilan budaya yang dihasilkan siswa,
(6) perilaku sosial terhadap keberlanjutan budaya, (7)
mengkomunikasikan pemecahan masalah budaya
sebagai bentuk kesadaran pelestarian budaya.
Pembelajaran berbasis project dengan langkah
tersebut diharapkan mampu meningkatkan motivasi
belajar anak melalui kepekaan visual, problematika di
lingkungan dan merasa dilibatkan dalam pemecahan
masalah budaya. Pemecahan masalah melalui project
meningkatkan kemampuan anak dalam memegang
peranan penting dalam satu komunitas belajar dan
komunitas sosial dalam menyampaikan ide,
menghargai ide, dan membuat keputusan dalam
pemecahan masalah. Partisipasi anak dalam
berkolaborasi dalam satu tim mengakibatkan anak
mampu mengembangkan keterampilan sosial dan
keterampilan beromunikasi dan mengelola ide dalam
pemecahan masalah(Herlambang & Hidayat, 2016;
Subekti & Hariyanto, 2020). Pengalaman praktik
pembelajaran membutuhkan eksplorasi informasi
dalam menyelesaikan masalah secara kompleks,
sehingga hasil analisis yang dihasilkan manjawab
permasalahan dengan hati-hati namun tepat. Iklim
diskusi, kolaborasi, kerjasama, belajar yang
menyenangkan mengakibatkan proses pembelajaran
berlangsung penuh makna dan melekat dalam nilai-
nilai sosial yang terwujud dalam sikap maupun
kompetensi anak.
Pembelajaran berbasis project bada permasalahan
budaya dalam hal ini merupakan pola pembelajaran
memanfaatkan website sebagai budaya visual untuk
mengatasi melemahnya budaya komunitas
masyarakat akibat modernitas. Website
menyuguhkan berbagai kebutuhan belajar anak

233
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

dengan cara mengeksplorasi berbagai sumber data


mengenai budaya pada suatu komunitas masyarakat.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui
pembelajaran berbasis project untuk mengetahui
sikap sosial dan keterampilan berbudaya anak. Oleh
karena itu, pembelajaran berbasis project merupakan
metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
membentuk kemandirian belajar anak.
Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar dapat diartikan bahwa belajar
didasarkan berbadasarkan kemampuan yang dimiliki.
Kemampuan yang dimiliki akan dioptimalkan dalam kerja
keras anak dalam memcahkan masalah pembelajaran.
Adapun indikator kemandirian belajar yang dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan anak antara
lain: (1) inisiatif belajar, (2) kemampuan mendiagnosa
kebutuhan belajar tiap anak, (3) menetapkan tujuan
belajar, (4) mengelola pembelajaran, (5) mengatasi
kesulitan sebagai tantangan, (6) memanfaatkan berbagai
sumber belajar untuk memperluasan wawasan
pemecahan masalah, (7) menerapkan strategi belajar yang
aktif, (8) mengevaluasi proses belajar dalam diskusi, (9)
memiliki konsep diri dalam pemecahan masalah(Hidayati
et al., 2017; Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, 2014;
Mulyadi & Syahid, 2020).
Pada indikator inisiatif belajar menggunakan website
edukasi budaya dicapai melalui kegiatan eksplorasi
sumber belajar, media pembelajaran, dan praktik
pembelajaran yang digunakan oleh anak kapanpun dan
dimanapun. Belajar dengan menguatkan inisiatif belajar
anak juga didukung dengan strategi belajar berbasis
project dimana anak secara berkelompok memecahkan
permasalahan sosial budaya yang ditawarkan dalam
website edukasi budaya. Kemampuan mendiagnosis

234
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

kebutuhan belajar anak dilakukan dengan proses


menuangkan ide, menyelaraskan ide dengan berbagai
pendapat dan diskusi komprehensif terhadap pemecahan
masalah budaya(Al Aslamiyah et al., 2019; Rijal &
Bachtiar, 2015). Kebutuhan belajar ini menunjukkan
kemandirian dalam ruang gerak belajar untuk baik dalam
tataran kognitif maupun sikap dalam memcahkan
masalah budaya.
Secara tidak langsung belajar melalui project dan website
edukasi budaya mendidik anak untuk mengetahui tujuan
belajar, dikarenakan anak mengalami secara langsung
dan mendapatkan arah pembelajaran untuk
menyimpulkan informasi sesuai dengan pengalaman
belajar(Larasati et al., 2020; Liliyafi, 2018). Tujuan belajar
dapat dimaknai dengan pencapaian berbagai aktivitas
hingga penyimpulan pengentasan permasalahan sosial
budaya. Proses pemecahan masalah dapat dikelola sesuai
dengan kreativitas, ide, kemampuan penyesuaian
aktivitas, dan hasil yang diperoleh.
Proses belajar melalui project memungkinkan anak
mengatasi kesulitan sebagai tantangan belajar.
Tantangan belajar dalam pemecahan masalah antara lain
teridentifikasi dalam aktivitas mendiskusikan pemecahan
masalah, kreativitas pemecahan masalah, dan produk
budaya yang dihasilkan dalam proses belajar. Pemecahan
masalah sosial dengan memanfaatkan berbagai sumber
belajar, dilakukan dengan menggunakan berbagai
alternatif pemecahan masalah untuk mendapatkan data
pemecahan masalah yang paling efektif. Tiap kelompok
belajar diharapkan memiliki pendirian dalam pemecahan
masalah sehingga konsep pemecahan masalah sesuai
dengan tujuan belajar yaitu pembentukan sikap sosial
budaya dan keterampilan berbudaya.

235
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

Daftar Pustaka
Al Aslamiyah, T., Setyosari, P., & Praherdhiono, H. (2019).
Blended Learning Dan Kemandirian Belajar
Mahasiswa Teknologi Pendidikan. Jurnal Kajian
Teknologi Pendidikan, 2(2), 109–114.
https://doi.org/10.17977/um038v2i22019p109
Darmawan, A. (2014). Pemilihan Sistem Learning
Management System (LMS) Metode AHP
Menggunakan Criterium Decision Plus 3.0. Faktor
Exacta, 7(3), 260–270.
Hendriawan, N., & Astuti, Y. S. (2017). Proses Enkulturasi
Sebagai Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill
Education) Pada Masyarakat Kampung Naga Desa
Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya.
Jurnal Siliwangi Seri Pendidikan, 3(1), 167–172.
http://jurnal.unsil.ac.id/index.php/jspendidikan/art
icle/view/186
Herlambang, A. D., & Hidayat, W. N. (2016). Edmodo
Untuk Meningkatkan Kualitas Perencanaan Proyek
Dan Efektivitas Pembelajaran Di Lingkungan
Pembelajaran Yang Bersifat Asinkron. Jurnal
Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer, 3(3), 180.
https://doi.org/10.25126/jtiik.201633193
Hidayati, U. F., Claramita, M., & Prabandari, Y. S. (2017).
Aplikasi Teori Belajar Berkaitan dengan Kemandirian
Belajar Mahasiswa. Jurnal Keperawatan Indonesia,
20(1), 9–16. https://doi.org/10.7454/jki.v20i1.322
Keguruan, P. F., Pendidikan, I., Muria, U., & Email, K.
(2020). PENGRAJIN ANYAMAN BAMBU DESA JEPANG
KUDUS Imaniar Purbasari , dan Nur Fajrie Info Artikel
Abstrak.
Kurniawan, I. (2009). Desain Dan Perubahan Budaya
Masyarakat. Visualita, 1(1), 30.
https://doi.org/10.33375/vslt.v1i1.1090

236
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

Laksono, M. Hum., P. D. K. (2015). Bahasa Ciacia Dan


Aksara Kontemporernya. Jurnal Budaya Nusantara,
2(1), 49–57. https://doi.org/10.36456/
b.nusantara.vol2.no1.a700
Larasati, I., Joharman, J., & Salimi, M. (2020). Hubungan
Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar Matematika
Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Buluspesantren.
EduBasic Journal: Jurnal Pendidikan Dasar, 2(2), 125–
135. https://doi.org/10.17509/ebj.v2i2.26999
Liliyafi, O. dan D. S. (2018). Joyful Learning Journal.
Unnes.Ac.Id, 7(3), 29–38.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jlj/article
/view/23230
Marzali, A. (2014). Memajukan Kebudayaan Nasional
Indonesia. 26(3).
Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, A. (2014). 済無No
Title No Title No Title. Paper Knowledge . Toward a
Media History of Documents, 1–10.
Mulyadi, M., & Syahid, A. (2020). Faktor Pembentuk dari
Kemandirian Belajar Siswa. Al-Liqo: Jurnal Pendidikan
Islam, 5(02), 197–214.
https://doi.org/10.46963/alliqo.v5i02.246
Nisa, A. R. K. (2021). Efektivitas Model Pembelajaran
Berbasis Proyek dalam PJJ Terhadap Pemhaman
Materi. Alinea: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan
Pengajaran, 10(1), 61.
https://doi.org/10.35194/alinea.v10i1.1186
Panjaitan, S. (2019). Efektifitas Model Pembelajaran
Berbasis Proyek Terhadap Mahasiswa Prodi
Pendidikan Matematika FKIP Universitas HKBP
Nommensen Medan. Sepren, 1(01), 48–62.
https://doi.org/10.36655/sepren.v1i01.88
Prayogi, R., & Danial, E. (2016). Pergeseran Nilai-Nilai
Budaya Pada Suku Bonai Sebagai Civic Culture Di
Kecamatan Bonai Darussalam Kabupaten Rokan
Hulu Provinsi Riau. Humanika, 23(1).
https://doi.org/10.14710/humanika.v23i1.11764

237
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

Puspowardoyo. (n.d.). 3839-7241-1-SM.pdf.


Rahmadani, R., Jaenudin, R., & Barlian, I. (2017). Analisis
Kecakapan Hidup Siswa pada Pembelajaran Ekonomi
Kreatif Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek di SMA
Negeri 15 Palembang. Titian Ilmu: Jurnal Ilmiah Multi
Sciences, 9(2), 72–78.
https://doi.org/10.30599/jti.v9i2.97
Rijal, S., & Bachtiar, S. (2015). Hubungan antara Sikap,
Kemandirian Belajar, dan Gaya Belajar dengan Hasil
Belajar Kognitif Siswa. Jurnal Bioedukatika, 3(2), 15.
https://doi.org/10.26555/bioedukatika.v3i2.4149
Rio, A. O. (2017). Kajian Budaya Visual Dalam Ilmu
Komunikasi: Posisi Dan Metode Penelitian. Sociae
Polites, 195–206.
https://doi.org/10.33541/sp.v1i1.471
Sakaria, S., & Nojeng, A. (2018). Bahan Ajar Menulis Opini
Dan Esai Dengan Pembelajaran Berbasis Proyek.
RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan
Pengajarannya, 11(1), 68.
https://doi.org/10.26858/retorika.v11i1.4965
Saputra, S. J. (2021). Kekuatan Visual dalam
Mendisiplinkan Khalayak di Masa Pandemi Covid-19.
Jurnal Kajian Jurnalisme, 4(2), 120.
https://doi.org/10.24198/jkj.v4i2.27811
Setiawan, F. (2020). Budaya Visual Dalam Tradisi Siklus
Kehidupan Masyarakat Jawa Di Tulungagung. Ars:
Jurnal Seni Rupa Dan Desain, 23(1), 1–12.
https://doi.org/10.24821/ars.v23i1.3560
Subekti, I., & Hariyanto, H. (2020). Efektivitas
Pembelajaran Berbasis Proyek Produk Vlog Pada Mata
Kuliah Pendidikan Pancasila. Jurnal Edukasi: Kajian
Ilmu Pendidikan, 5(2), 11–24.
https://doi.org/10.51836/je.v5i2.3

238
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK MELALUI WEBSITE EDUKASI BUDAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

Syed, T. A., Palade, V., Iqbal, R., & Nair, S. S. K. (2017). A


personalized learning recommendation system
architecture for learning management system. IC3K
2017 - Proceedings of the 9th International Joint
Conference on Knowledge Discovery, Knowledge
Engineering and Knowledge Management, 1(Kdir),
275–282.
https://doi.org/10.5220/0006513202750282

Profil Penulis
Imaniar Purbasari, dosen PGSD FKIP
Universitas Muria Kudus. Lahir di Kudus, 19
Desember 1988. Riwayat pendidikan: S1
Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret
Surakarta (2010), dan S2 Pendidikan Sejarah
Universitas Sebelas Maret Surakarta (2012).
Riwayat pekerjaan: Program Studi Teknologi
Pendidikan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
(2010-2012), Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI
Pacitan (2012), Program Studi PGSD FKIP Universitas Muria
Kudus (2012-sekarang). Beberapa pengalaman yang dimiliki:
Penelitian dan Pengabdian Kemendikbudristek pada kajian
sosial dan budaya (2013-2021), Buku Aplikasi IPS, Sosio
Cultural Makanan Tradisional Kudus, Desa Wisata Mainan
Anak Tradisional, Manajemen Industri Mainan Anak
Tradisional, Pendidikan Kolaboratif. Selain itu penulis telah
menghasilkan beberapa hak cipta di bidang desain produk
mainan anak, dan desain produk industri kreatif berbasis
budaya lokal. Email Penulis : imaniar.purbasari@umk.ac.id

239

Anda mungkin juga menyukai