Anda di halaman 1dari 12

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Oleh : Ade Sudiana, S.Pd., M.Si.

A. Pengantar
Kutipan hari ini: “Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam
tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah
seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru
mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.” (Ki Hajar Dewantara)

Siapa tak kenal Ki Hadjar Dewantara? Kita, terutama yang bergiat di bidang pendidikan,
tentu mengenalnya. Sayangnya, kebanyakan di antara kita, termasuk guru-guru mengenal Ki
Hadjar Dewantara sebatas nama atau slogan yang dikutip di mana-mana: "Tut Wuri Handayani".
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara amat jarang didiskusikan dan dipelajari kembali. Hanya segelintir
guru yang memiliki buku kumpulan tulisan Ki Hadjar Dewantara. Bahkan, di ruang guru atau
perpustakaan sekolah sangat jarang dijumpai buku kumpulan tulisan Ki Hadjar Dewantara. Meski
tiap tanggal 2 Mei kita memperingati Hari Pendidikan Nasional, yang juga hari kelahiran Ki Hadjar
Dewantara. Kita, terutama yang bergiat di bidang pendidikan, tentu mengenalnya. Sayangnya,
kebanyakan, pemikiran Ki Hadjar Dewantara nyaris terkubur dan dilupakan. Praksis pendidikan
kita makin menjauh dari pemikiran, praktik, dan pengajaran yang digagasnya.
Ki Hadjar Dewantara meletakkan dasar-dasar pendidikan yang amat penting. Menurut Ki
Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan tak lain supaya anak jadi manusia merdeka batin, pikiran,
dan tenaganya. Ada tiga sifat dalam kemerdekaan, yakni mampu berdiri sendiri, tidak bergantung
kepada orang lain, dan mampu mengatur diri sendiri. Guru sekarang lebih banyak berbicara
bagaimana mengajar yang baik dengan ukuran pencapaian target kurikulum. Jarang guru
mempertanyakan mengapa dan apa manfaat suatu pelajaran diberikan ke murid. Apalagi
mendiskusikan pemikiran-pemikiran pendidikan. Mereka merasa lebih aman menempatkan diri
sebagai operator, menerima apa yang diperintahkan, termasuk dalam praktik dan pilihan metode
pengajaran. Hasilnya mudah ditebak: proses pembelajaran terjebak pada pedagogik dogmatis,
mencontoh yang terbaik, tetapi tak tahu apa falsafahnya.
Tugas seorang guru Pendidikan memerdekakan, dalam gagasan Ki Hadjar Dewantara,
sangat erat dengan pemahaman bahwa anak membawa kodratnya masing-masing. Tugas pendidik
pada hakikatnya sama dengan petani. Petani menanam padi, ia hanya dapat menuntun tumbuhnya
padi. Ia dapat memperbaiki tanah, memelihara tanaman, memberi rabuk dan air, memusnahkan
hama-penyakit. Tapi, seorang petani tak dapat menjadikan padi tumbuh menjadi jagung. Demikian
pula seorang anak. Kenyataannya, anak-anak kita masih dipaksa belajar yang kadang tak sesuai
kodratnya. Seorang anak yang bakat dan kesenangannya berolahraga, misalnya, dipaksa
mengesampingkan bakat dan kesenangannya itu, demi belajar materi yang akan diujikan dalam
ujian.
Slogan "Tut Wuri Handayani" bukan saja berarti guru berdiri di belakang murid, juga
berlaku dalam proses pembelajaran sehari-hari di kelas. Menurut Ki Hadjar Dewantara, guru
jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, juga mendidik murid agar dapat
mencari sendiri pengetahuan. Pendekatan ini relevan dengan konteks sekarang, di tengah kemajuan
zaman, dengan teknologi informasi memudahkan anak mengakses pengetahuan. Guru sering

1
menganggap dirinya sebagai paling tahu dan memandang anak sebagai tidak tahu. Ibarat bejana
kosong yang harus diisi. Proses pembelajaran sistem ceramah membatasi potensi anak untuk
bertanya, mencari dan mengembangkan pengetahuan sendiri. Pola pendidikan yang selama ini
banyak terjadi, model pendidikan ala bank, yang dikritik Paulo Freire, yaitu guru sebagai subyek
bercerita dan para murid sebagai obyek, dengan patuh mendengarkan. Guru mengajar, murid
belajar. Guru harus seperti seorang tukang ukir, harus mengetahui dalam dan luas hakikat dan
keadaan kayu, kata Ki Hadjar Dewantara, begitu pula seorang guru harus mengetahui pengetahuan
yang diajarkan dan cara bagaimana mendidik. Ia mesti paham cara mendidik anak yang mempunyai
kekurangan dan kelebihan, fisik maupun latar belakang sosial, serta perbedaan-perbedaan lain.
Sekolah diibaratkan tanah tempat bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi
lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi anak dari pengaruh-pengaruh jahat.
Hanya dengan itu karakter anak tumbuh dengan baik, yang tadinya malas menjadi semangat,
jangan kebalikannya.

B. Pemahaman Pembelajaran Brediferensiasi


Sebelum kita memulai pembahasan ini, mari kita lihat pertanyaan-pertanyaan berikut ini
dan cobalah untuk menjawab beberapa dari pertanyaan tersebut, namun tidak perlu ditulis hanya
cukup dimaknai.
1) Bagaimana saya dapat mengelola kelas untuk memenuhi kebutuhan murid secara individu?
2) Apa yang saya ketahui tentang latar belakang murid saya, pembelajaran sebelumnya, dan
perkembangan keterampilan mereka?
3) Apa yang saya ketahui tentang minat murid saya (di sekolah dan di luar), motivator, dan tujuan
mereka?
4) Apa yang saya ketahui tentang profil belajar murid saya? Apa gaya belajar yang disukai oleh
mereka?
5) Bagaimana saya bisa menggunakan informasi tentang minat, kesiapan dan profil belajar murid
saya untuk membantu saya merancang dan melaksanakan pembelajaran secara efektif?
Dengan merujuk kembali ke pertanyaan-pertanyaan di atas, mari kita membaca dan
mempelajari materi berikut ini.

1. Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi


a. Miskonsepsi tentang Pembelajaran Berdiferensiasi
Menurut Tomlinson (2001:45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk
menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap
murid. Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus
mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa
guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang
lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar
dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang
berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran
yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan
pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau
si C dalam waktu yang bersamaan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang

2
bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan
semua permasalahan.
Bayangkanlah kelas yang Anda ajar saat ini.
Ingatlah satu persatu murid di kelas Anda. Bagaimanakah karakteristik setiap anak di kelas
Anda? Tahukah Anda apa kekuatan mereka? Bagaimana gaya belajar mereka? Apa minat mereka?
Siapakah yang memiliki keterampilan menghitung paling baik di kelas Anda? Siapakah yang
sebaliknya? Siapakah yang paling menyukai kegiatan kelompok? Siapakah yang justru selalu
menghindar saat bekerja kelompok? Siapakah yang level membacanya paling tinggi? Siapakah
murid yang masih perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka?
Siapakah yang paling senang menulis? Siapakah yang lebih senang berbicara?
Setiap harinya, tanpa disadari, guru dihadapkan oleh keberagaman yang banyak sekali
bentuknya. Mereka secara terus menerus menghadapi tantangan yang beragam dan kerap kali harus
melakukan dan memutuskan banyak hal dalam satu waktu. Keterampilan ini banyak yang tidak
disadari oleh para guru, karena begitu naturalnya hal ini terjadi di kelas dan betapa terbiasanya
guru menghadapi tantangan ini. Berbagai usaha mereka lakukan yang tentu saja tujuannya adalah
untuk memastikan setiap murid di kelas mereka sukses dalam proses pembelajarannya.
Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?
b. Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense)
yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.
Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
1) Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan
hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
2) Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan
menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut.
Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan
penugasan serta penilaian yang berbeda.
3) Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar
dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan
setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang
prosesnya.
4) Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang
memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun
mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
5) Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan
dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang
masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar
yang ditetapkan.
Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid
dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, kita perlu melakukan
identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat
terhadap kebutuhan belajar murid kita.

3
Selanjutnya, kita akan mempelajari bagaimana kita dapat melakukan pemetaan kebutuhan
belajar murid.
c. Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Murid
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed
Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid,
paling tidak berdasarkan 3 aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
- Kesiapan belajar (readiness) murid
- Minat murid
- Profil belajar murid
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih
baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka
miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau
hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka
untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).
Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut.
1) Kesiapan belajar (readiness) murid
Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”?
Bayangkanlah situasi berikut ini:
Dalam pelajaran IPS, Bu Susi ingin mengajarkan muridnya mendeskripsikan,
menunjukkan, menentukan, membandingkan, mengkaji dan menyajikan hasil telaah Ekonomi
Maritim di Indonesia dan ASEAN dengan penuh rasa ingin tahu, rasa syukur, disiplin, mandiri,
bertanggung jawab dan cinta tanah air serta terampil menyajikan hasil telaah dengan santun,
percaya diri dan kreatif. Ia kemudian melakukan penilaian diagnostik. Ia menemukan bahwa ada
tiga kelompok murid di kelasnya.
Kelompok A adalah murid yang sudah memenuhi prasyarat, memahami, mampu
membandingkan, menganalisis potensi ekonomi maritim dengan kehidupan nyata
dan mampu mengembangkan upaya penguatan ekonomi maritim.
Kelompok B adalah murid yang sudah memenuhi prasyarat, memahami, mampu membandingkan
perbedaan namun belum mampu menganalisis potensi ekonomi maritim dengan
kehidupan nyata dan upaya pengembangan penguatan ekonomi maritim.
Kelompok C adalah murid yang belum memenuhi prasyarat dan atau belum memahami sama
sekali tentang potensi ekonomi maritim dan ekonomi kelautan.
Apa yang dilakukan oleh Bu Susi di atas adalah memetakan kebutuhan belajar berdasarkan
kesiapan belajar.
Pengertian Kesiapan Belajar
Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah
tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona
nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai,
mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.
Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan
bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer
pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan
menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan

4
“tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk
mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda.
Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif yang dapat kita gunakan
untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam materi ini, kita hanya akan membahas 6
perspektif dari beberapa contoh perspektif yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh
Tomlinson (2001: 47).
Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat
digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam materi ini, kita akan mencoba
membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang
disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

a) Bersifat mendasar - Bersifat transformatif


Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, yang mungkin belum dikuasainya,
mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele
untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-
ide tersebut. Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang
bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan
pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai
dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka
perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan
pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat
transformatif.
b) Konkret - Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat
apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak
mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
c) Sederhana - Kompleks
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu
abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada
satu waktu.
d) Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk
mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu
lain murid mungkin siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
e) Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar,
berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin

5
seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa
murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
f) Lambat - Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu
bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu,
murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk
mempelajari topik yang lain.

Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ).
Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid
saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan
melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan
belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan
murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).
2) Minat Murid
Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada
suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.
Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a) membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka
sendiri untuk belajar;
b) mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;
c) menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari
ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
d) meningkatkan motivasi murid untuk belajar.
Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat
situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh
peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa
saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak
menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat
menghibur, menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual. Yang kedua, minat juga dapat
dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan
objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang
memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan
meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara
yang menarik atau menghibur.
Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’
dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan
membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau
menarik minat murid-muridnya dalam belajar.
Pentingnya Mempertimbangkan Minat Murid
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik minat murid diantaranya
adalah dengan:

6
a) menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor,
menciptakan kejutan-kejutan, dsb),
b) menciptakan konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid,
c) mengkomunikasikan nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,
d) menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan
(problem-based learning).
Seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid
tentunya akan berbeda-beda. Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada
topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan"
murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi,
diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid. Hal lain yang perlu disadari oleh guru terkait
dengan pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat dikembangkan.
Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid
yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.
Untuk membantu guru mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada
murid, guru dapat mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan
oleh murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001)

Perlu diingat bahwa daftar pada tabel hanya sebagai contoh. Daftar tersebut tentunya masih
dapat ditambah atau diperluas.

Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat


Berikut ini adalah contoh mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar berdasarkan
minat:
Dalam pelajaran IPS selanjutnya, Bu Susi memberikan tugas tentang mendeskripsikan,
menunjukkan, menentukan, membandingkan, mengkaji dan menyajikan hasil telaah Ekonomi
Maritim di Indonesia dan ASEAN dengan penuh rasa ingin tahu, rasa syukur, disiplin, mandiri,
bertanggung jawab dan cinta tanah air serta terampil menyajikan hasil telaah dengan santun,

7
percaya diri dan kreatif. Dari hasil penilaian diagnostik, Bu Susi menemukan bahwa ada tiga
kelompok murid di kelasnya yang memiliki minat berbeda.
Kelompok A adalah murid yang memiliki minat Visual/audio visual.
Kelompok B adalah murid yang memiliki minat Music.
Kelompok C adalah murid yang minat logika Matematika.
Kelompok D adalah murid yang verbal.
Maka bu Susui memberikan tugas sebagai berikut :
Kelompok A adalah murid yang memiliki minat Visual/audio visual, membuat gambar ragam
ekonomi di Indonesia/ASEAN berupa poster, banner, infografis, peta konsep,
membuat komik tentang ekonomi maritim di Indonesia/ASEAN, membuat video
podcast tentang ekonomi maritim di Indonesia, membuat tur visual potensi ekonomi
maritim dengan google slide/google sites.
Kelompok B adalah murid yang memiliki minat Music, membuat lagu dengan mengganti lirik
pada lagu lama menjadi imbauan untuk membantu pengembangan ekonomi,
membuat lagu tentang usaha menjaga kekayaan maritim di Indonesia/ASEAN.
Kelompok C adalah murid yang minat logika Matematika, membuat urutan waktu dari pagi hari
hingga sore dengan tepat terkait kegiatan yang kamu lakukan untuk
mengembangkan ekonomi maritim di Indonesia/ASEAN, membuat grafik hasil
survey berisi berapa banyak pelabuhan di tiap provinsi atau di tiap negara di
ASEAN.
Kelompok D adalah murid yang verbal, susunlah kata-kata yang berkitan dengan potensi ekonomi
maritim berdasarkan alfabet, membuat puisi tentang indahnya terumbu karang,
membuat puisi tentang ekonomi dll.

Apa yang dilakukan oleh Bu Susi di atas adalah memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat
murid.
3) Profil Belajar/Gaya Belajar Murid
Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar.
Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar
adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien.
Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya
belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil
belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan
metode dan pendekatan mengajar mereka.
Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor, berikut ini adalah beberapa diantaranya:
a) Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat
kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur, dsb.
Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu
bising, terlalu terang, dsb. Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal
- impersonal.
b) Preferensi gaya belajar.
Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat
informasi baru. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:

8
 visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan
diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer );
 auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca
dengan keras, mendengarkan pendapat saat berdiskusi, mendengarkan musik);
 kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan
hands on, dsb).
Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting
bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.
c) Preferensi berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences): visual-spasial, musical,
bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.
Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid dengan berbagai cara. Berikut ini adalah
beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar
murid:
- mengamati perilaku murid-murid mereka;
- mengidentifikasi pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik yang akan
dipelajari;
- melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini,
dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari proses
penilaian tersebut;
- mendiskusikan kebutuhan murid dengan orang tua atau wali murid;
- mengamati murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
- bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;
- membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru
sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;
- berbicara dengan guru murid sebelumnya;
- membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau
keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;
- menggunakan berbagai penilaian penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah
berada dalam level yang sesuai;
- melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;
- mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk
mengetahui efektivitas pembelajaran mereka; dll.

Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar


murid
Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar
Berdasarkan Profil Belajar murid:
Bu Ira ingin mengajarkan muridnya mendeskripsikan, menunjukkan, menentukan,
membandingkan, mengkaji dan menyajikan hasil telaah Ekonomi Maritim di Indonesia dan
ASEAN dengan penuh rasa ingin tahu, rasa syukur, disiplin, mandiri, bertanggung jawab dan cinta
tanah air serta terampil menyajikan hasil telaah dengan santun, percaya diri dan kreatif. Bu Ira telah
melakukan penilaian diagnostik. Ia telah mengetahui bahwa sebagian muridnya adalah pembelajar

9
visual, sebagian lagi adalah pembelajar auditori, dan pembelajar kinestetik, maka dalam
pembelajarannya bu Ira memutuskan untuk melakukan beberapa hal berikut ini:
1) Saat mengajar, bu Ira :
- menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.
- menyediakan video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses oleh murid.
- membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat berbeda untuk
memberikan kesempatan murid bergerak saat mengakses informasi.
2) Saat memberikan tugas, bu Ira memperbolehkan murid-muridnya memilih cara
mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang menyajikan hasil telaah Ekonomi Maritim
di Indonesia dan ASEAN. Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar,
rekaman wawancara maupun performance atau role-play.

C. Refleksi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar
murid. Guru memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap murid mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Dalam
menerapkan pembelajaran berdiferensiasi guru perlu memikirkan tindakan yang masuk akal yang
nantinya akan diambil, karena pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran dengan
memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap murid, maupun pembelajaran yang
membedakan antara murid yang pintar dengan yang kurang pintar.
Ciri-ciri atau kerekteristik pembelajaran berdiferensiasi antara lain; lingkungan belajar
mengundang murid untuk belajar, kurikulum memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan
secara jelas, terdapat penilaian berkelanjutan, guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar
murid, dan manajemen kelas efektif.
Contoh kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi adalah ketika proses
pembelajaran guru menggunakan beragam cara agar murid dapat mengeksploitasi isi kurikulum,
guru juga memberikan beragam kegiatan yang masuk akal sehingga murid dapat mengerti dan
memiliki informasi atau ide, serta guru memberikan beragam pilihan di mana murid dapat
mendemonstrasikan apa yang mereka pelajari.
Contoh kelas yang belum menerapkan pembelajaran berdiferensiasi adalah guru lebih
memaksakan kehendaknya sendiri. Guru tidak memahami minat, dan keinginan murid. Kebutuhan
belajar murid tidak semuanya terenuhi karena ketika proses pembelajaran menggunakan satu cara
yang menurut guru sudah baik, guru tidak memberikan beragam kegiatan dan beragam pilihan.
Untuk dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas, hal yang harus dilakukan
oleh guru antara lain:
1. Melakukan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek, yaitu: kesiapan belajar, minat
belajar, dan profil belajar murid (bisa dilakukan melalui wawancara, observasi, atau survey
menggunakan angket, dll)
2. Merencanakan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan hasil pemetaan (memberikan
berbagai pilihan baik dari strategi, materi, maupun cara belajar)
3. Mengevaluasi dan erefleksi pembelajaran yang sudah berlangsung.
Pemetaan kebutuhan belajar merupakan kunci pokok kita untuk dapat menentukan langkah
selanjutnya. Jika hasil pemetaan kita tidak akurat maka rencana pembelajaran dan tindakan yang

10
kita buat dan lakukan akan menjadi kurang tepat. Untuk memetakan kebutuhan belajar murid kita
juga memerlukan data yang akurat baik dari murid, orang tua/wali, maupun dari lingkungannya.
Terdapat tiga strategi diferensiasi diantaranya;
1. Direfensiasi konten
Konten adalah apa yang kita ajarkan kepada murid. Konten dapat dibedakan sebagai tanggapan
terhadapa kesiapan, minat, dan profil belajar murid maupun kombinasi dari ketiganya. Guru
perlu menyediakan bahan dan alat sesuai dengan kebutuhan belajar murid.
2. Diferensiasi proses
Proses mengacu pada bagaimana murid akan memahami atau memaknai apa yang dipelajari.
Diferensiasi proses dapat dilakukan dengan cara:
- menggunakan kegiatan berjenjang
- meyediakan pertanyaan pemandu atau tantangan yang perlu diselesaikan di sudut-sudut
minat,
- membuat agenda individual untuk murid (daftar tugas, memvariasikan lama waktu yang
murid dapat ambil untuk menyelesaikan tugas,
- mengembangkan kegiatan bervariasi
3. Diferensiasi produk
Produk adalah hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang harus ditunjukkan murid kepada kita
(karangan, pidato, rekaman, diagram) atau sesuatu yang ada wujudnya.
Produk yang diberikan meliputi 2 hal:
- memberikan tantangan dan keragaman atau variasi,
- memberikan murid pilihan bagaimana mereka dapat mengekspresikan pembelajaran yang
diinginkan.
Penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan memberikan dampak bagi sekolah, kelas, dan
terutama kepada murid. Setiap murid memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tidak semua murid
bisa kita beri perlakuan yang sama. Jika kita tidak memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
murid maka hal tersebut dapat menghambat murid untuk bisa maju dan berkembang belajarnya.
Dampak dari kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi antara lain; setiap orang merasa
disambut dengan baik, murid dengan berbagai karakteristik merasa dihargai, merasa aman, ada
harapan bagi pertumbuhan, guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, ada keadilan dalam bentuk
nyata, guru dan murid berkolaborasi, kebutuhan belajar murid terfasilitasi dan terlayani dengan
baik. Dari beberapa dampak tersebut diharapkan akan tercapai hasil belajar yang optimal.
Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi tentunya kita akan mengalami berbagai
tantangan dan hambatan. Guru harus tetap dapat bersikap positif, untuk tetap dapat bersikap positif
meskipun banyak tantangan dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi adalah:
1. Terus belajar dan berbagi pengalaman dengan teman sejawat lainnya yang mempunyai
masalah yang sama dengan kita (membentuk Learning Community)
2. Saling mendukung dan memberi semangat dengan sesama teman sejawat.
3. Menerapkan apa yang sudah kita peroleh dan bisa kita terapkan meskipun belum maksimal.
4. Terus berusaha untuk mengevaluasi dan memperbaiki proses pembelajaran yang sudah
diterapkan
Pembelajaran berdiferensiasi sangat berkaitan dengan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, visi guru penggerak, serta budaya positif. Salah satu
filosofi pendidkan menurut Ki Hajar Dewantara adalah sistem “among”, guru harus dapat
11
menuntun murid untuk berkembang sesuai dengan kodratnya, hal ini sangat sesuai dengan
pembelajaran berdiferensiasi. Salah satu nilai dan peran guru penggerak adalah menciptakan
pembelajaran yang berpihak kepada murid, yaitu pembelajaran yang memerdekakan pemikiran dan
potensi murid. Hal tersebut sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi. Salah satu visi guru
penggerak adalah mewujudkan merdeka belajar dan profil pelajar pancasila, untuk mewujudkan
visi tersebut salah satu caranya adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Budaya
positif juga harus kita bangun agar dapat mendukung pembelajaran berdirensiasi.
Pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran dengan memberikan perlakuan
atau tindakan berbeda bagi setiap murid. Maupun pembelajaran yang membedakan antara murid
yang pintar dengan yang kurang pintar.
Untuk dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas, hal yang harus dilakukan
oleh guru antara lain:
1. Melakukan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek, yaitu: kesiapan belajar, minat
belajar, dan profil belajar murid. Pemetaan bisa dilakukan melalui wawancara, observasi, atau
survey menggunakan angket, dan lain-lain.
2. Merencanakan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan hasil pemetaan (memberikan
berbagai pilihan baik dari strategi, materi, maupun cara belajar).
3. Mengevaluasi dan refleksi pembelajaran yang sudah berlangsung.
Pemetaan kebutuhan belajar merupakan kunci pokok dalam menentukan langkah
selanjutnya. Jika hasil pemetaan tidak akurat maka rencana pembelajaran dan tindakan yang dibuat
dan lakukan akan menjadi kurang tepat. Untuk memetakan kebutuhan belajar murid juga
memerlukan data yang akurat baik dari murid, orangtua/wali, maupun dari lingkungannya.
Manfaat pembelajaran berdiferensiasi
Penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan memberikan dampak bagi sekolah, kelas, dan
terutama kepada murid. Perlu diketahui bahwa setiap murid memiliki karakteristik yang berbeda-
beda. Sehingga tidak semua murid bisa diperlakukan sama. Jika tidak memberikan pelayanan
sesuai dengan kebutuhan murid maka hal tersebut dapat menghambat murid untuk bisa maju dan
berkembang belajarnya.
Dampak dari kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi antara lain:
1. Setiap orang merasa disambut dengan baik
2. Murid dengan berbagai karakteristik merasa dihargai
3. Merasa aman
4. Ada harapan bagi pertumbuhan
5. Guru mengajar untuk mencapai kesuksesan
6. Ada keadilan dalam bentuk nyata
7. Guru dan murid berkolaborasi
8. Kebutuhan belajar murid terfasilitasi dan terlayani dengan baik.

Terimakasih

12

Anda mungkin juga menyukai