Anda di halaman 1dari 221

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/373660452

Biostatistika Epidemiologi

Book · September 2023

CITATIONS READS

0 677

1 author:

I Made Dwi Mertha Adnyana


Airlangga University
46 PUBLICATIONS 147 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by I Made Dwi Mertha Adnyana on 05 September 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


COVER
BUNGA RAMPAI

BIOSTATISTIKA EPIDEMIOLOGI
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual
yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BIOSTATISTIKA EPIDEMIOLOGI
Aysanti Yuliana Paulus
Sulaeman
Ayu Citra Mayasari
Juwita Desri Ayu
Nia Musniati
Mega Puspa Sari
Dian Furqani Hamdan
Ahmad Farid
Jannes Bastian Selly
Nuke Amalia
Ulfa Aulia
I Made Dwi Mertha Adnyana

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
BIOSTATISTIKA EPIDEMIOLOGI

Aysanti Yuliana Paulus


Sulaeman
Ayu Citra Mayasari
Juwita Desri Ayu
Nia Musniati
Mega Puspa Sari
Dian Furqani Hamdan
Ahmad Farid
Jannes Bastian Selly
Nuke Amalia
Ulfa Aulia
I Made Dwi Mertha Adnyana
Editor:
Hairil Akbar

Tata Letak:
Risma Birrang
Desain Cover:
Nathanael
Ukuran:
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman:
vi, 208
ISBN:
978-623-195-490-9
Terbit Pada:
Agustus 2023

Hak Cipta 2023 @ Media Sains Indonesia dan Penulis

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan,


memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
buku kolaborasi dalam bentuk buku dapat dipublikasikan
dan dapat sampai di hadapan pembaca. Buku ini disusun
oleh sejumlah dosen dan praktisi sesuai dengan
kepakarannya masing-masing. Buku ini diharapkan
dapat hadir dan memberi kontribusi positif dalam ilmu
pengetahuan khususnya terkait dengan “Biostatistika
Epidemiologi”, buku ini memberikan nuansa berbeda
yang saling menyempurnakan dari setiap
pembahasannya, bukan hanya dari segi konsep yang
tertuang dengan detail, melainkan contoh yang sesuai dan
mudah dipahami terkait Biostatistika Epidemiologi.
Sistematika buku ini dengan judul “Biostatistika
Epidemiologi”, mengacu pada konsep dan pembahasan
hal yang terkait. Buku ini terdiri atas 12 bab yang
dijelaskan secara rinci dalam pembahasan antara lain
mengenai Konsep Dasar Statistika Epidemiologi; Konsep
Dasar Desain Penelitian Eksperimental; Konsep Dasar
Desain Penelitian Observasional; Cross Sectional; Case
Control; Kohort; Model untuk Prevalensi; Model untuk
Insidensi; Model Regresi Logistik; Model Regresi Poisson;
Model Survival; serta Meta Analisis.
Buku ini memberikan nuansa yang berbeda dengan buku
lainnya, karena membahas berbagai Biostatistika
Epidemiologi sesuai dengan update keilmuan. Akhirnya
kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang telah mendukung dalam proses
penyusunan dan penerbitan buku ini, secara khusus
kepada Penerbit Media Sains Indonesia sebagai inisiator
buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................... ii
1 KONSEP DASAR STATISTIKA EPIDEMIOLOGI ........1
Pengertian Statistik dan Statistika ..........................1
Biostatistika dan Epidemiologi ................................2
Peranan Statistika Epidemiologi .............................3
Jenis-Jenis Statistika .............................................6
Data........................................................................8
Jenis-Jenis Data .....................................................9
Skala Pengukuran ................................................12
Ukuran Pemusatan Data ......................................14
Ukuran Letak Data ...............................................16
Ukuran Penyebaran Data......................................18
Ukuran Frekuensi dalam Epidemiologi .................20
2 KONSEP DASAR DESAIN PENELITIAN
EKSPERIMENTAL .................................................25
Paradigma Positivistik ...........................................25
Validitas Internal ..................................................26
Definisi Penelitian Eksperimen .............................27
Karakteristik Penelitian Eksperimen .....................28
Ciri-ciri Penelitian Eksperimen .............................28
Jenis-Jenis Penelitian Eksperimental ...................29
Rancangan Pra-Eksperimental
(Pre-Experimental Design) ......................................30
Rancangan Eksperimental Murni
(True Experimental Design) ....................................31

ii
Rancangan Eksperimen Semu
(Quasi Experimental Design) ..................................34
3 KONSEP DASAR DESAIN PENELITIAN
OBSERVASIONAL .................................................39
Pendahuluan ........................................................39
Penelitian Observasional .......................................40
Pengertian Penelitian Observasional .....................40
Pendekatan Penelitian Observasional....................44
Tahapan atau Proses Observasi ............................48
4 CROSS SECTIONAL ...............................................53
Pendahuluan ........................................................53
Kelebihan dan Kekurangan Penelitian
Cross-Sectional ......................................................53
Karakteristik Utama Rancangan Penelitian
Cross-Sectional ......................................................54
Statistika Epidemiologi: Cross-Sectional ................55
Uji Perbedaan Antara Kelompok ...........................58
Uji Korelasi ........................................................... 59
Analisis Regresi.....................................................61
Uji Chi-Square ......................................................65
Interval Kepercayaan ............................................66
Uji Signifikansi .....................................................68
5 CASE CONTROL ....................................................75
Konsep Case Control .............................................75
Konsep Kasus dan Kontrol ....................................76
Hipotesis dan Langkah-Langkah Studi
Case Control.......................................................... 77

iii
Uji Chi Square Desain Case Control
dengan SPSS ........................................................78
Penyajian Data Uji Chi Square Desain
Case Control.......................................................... 85
6 KOHORT ............................................................... 89
Definisi ................................................................. 89
Kegunaan Studi Kohort.........................................91
Ciri-Ciri Studi Kohort............................................91
Macam-Macam Studi Kohort.................................92
Langkah-Langkah Penelitian Kohort .....................96
Kelebihan dan Kelemahan ....................................99
Contoh Studi Kasus Kohort ................................ 101
7 MODEL UNTUK PREVALENSI ............................. 107
Prevalensi Penyakit ............................................. 107
Analisis Univariat ............................................... 109
Model Regresi Logistik ........................................ 112
Variabel Prediktor ............................................... 114
Prevalensi dalam Penelitian
Eksperimen Kesehatan ....................................... 116
8 MODEL UNTUK INSIDENSI ................................ 121
Pendahuluan ...................................................... 121
Konsep Insidensi................................................. 122
Pengertian Insidensi ........................................... 123
Model Insidensi ................................................... 124
Cumulative Insidence .......................................... 127
Tingkat Insidensi (Incidence Rate) ....................... 130
9 MODEL REGRESI LOGISTIK............................... 135
Pendahuluan ...................................................... 135

iv
Konsep Dasar Regresi Logistik ............................ 136
Fungsi dan Persamaan Regresi Logistik .............. 139
Analisis Regresi Logistik Binomial....................... 141
Uji Hipotesis Parsial ............................................ 143
Analisis Regresi Logistik Multinomial .................. 144
Interpretasi Koefisien Parameter dari
Variabel Multinomial........................................... 147
Analisis Regresi Logistik Ordinal ......................... 147
Kelebihan dan Kekurangan Regresi Logistik .......149
10 MODEL REGRESI POISSON ............................... 153
Distribusi Poisson ............................................... 153
Parameter Model Regresi Poisson ........................ 155
Asumsi Regresi Poisson ...................................... 155
Model Regresi Poisson ......................................... 156
Aplikasi Analisis Regresi Poisson dalam
Bidang Kesehatan ............................................... 158
Langkah Analisis dengan Menggunakan SPSS ....159
11 MODEL SURVIVAL ............................................. 169
Definisi Analisis Survival .................................... 169
Jenis-Jenis Penyensoran .................................... 170
Waktu Survival ................................................... 172
Data Survival dan Variabel Random Survival ......172
Fungsi-Fungsi Variabel Random Survival X ........175
Kaplan-Meier ...................................................... 177
Regresi Cox Proportional Hazard.......................... 178
Model Regresi Cox Proportional Hazard ............... 179

v
12 META ANALISIS .................................................. 185
Pengantar Meta Analisis ..................................... 185
Manfaat Meta Analisis dalam
Pengembangan Ilmu Pengetahuan ...................... 186
Hirarki Penelitian Berbasis Bukti ........................ 188
Perbedaan Studi Literatur Tradisional dengan
Meta Analisis ...................................................... 190
Prinsip dalam melakukan Studi Meta Analisis ....192
Tahapan Melakukan Studi Meta Analisis ............ 193
Keuntungan Studi Meta-Analisis ........................ 203
Kerugian Studi Meta-analisis .............................. 204
Penutup .............................................................. 205

vi
1
KONSEP DASAR STATISTIKA
EPIDEMIOLOGI

Aysanti Yuliana Paulus, S.KM., M. Kes (Epid).


Universitas Citra Bangsa

Pada beberapa tahun terakhir, kemajuan teknologi di


bidang kesehatan telah menghasilkan jumlah data yang
lebih besar dan lebih kompleks. Oleh karena itu, penting
bagi kita untuk mempelajari prinsip dan konsep dasar
statistika guna menghadapi tantangan ini dan salah
satunya adalah konsep dasar statistika epidemiologi.

Pengertian Statistik dan Statistika


Statistik dan statistika adalah dua istilah yang sering
digunakan secara bergantian, tetapi ada perbedaan
mendasar antara keduanya. Istilah "statistik" merujuk
pada kumpulan data, baik berupa angka maupun bukan
angka, yang disajikan dalam bentuk tabel, diagram,
grafik, dan sejenisnya. Istilah ini awalnya berasal dari
bahasa Italia “Statista” yang berarti pejabat negara
(Budiarto, 2012). Selain itu, istilah statistic dalam Bahasa
Latin "status", dan dalam bahasa Inggris diserap menjadi
"state" yang berarti Negara. Pada awalnya, istilah statistik
diartikan sebagai informasi atau keterangan-keterangan
yang dibutuhkan dan memiliki kegunaan bagi Negara,
seperti data penduduk berdasarkan jenis kelamin, umur,
jenis pekerjaan, penarikan pajak, wajib militer dan
sebagainya (Budiarto, 2012; Nuryadi et al., 2017).

1
Di sisi lain, istilah "statistika" merujuk pada ilmu yang
mempelajari proses pengumpulan, pengolahan,
penyajian, analisis, dan interpretasi data statistik.
Statistika mencakup metode dan teknik untuk
mengumpulkan data, menganalisis data tersebut, dan
menghasilkan informasi yang bermanfaat dalam
pengambilan keputusan yang efektif. Dengan kata lain,
statistika merupakan ilmu yang digunakan untuk
mengumpulkan dan memproses data statistik menjadi
informasi yang berguna. Jadi, secara ringkas, statistik
adalah kumpulan data, sedangkan statistika adalah ilmu
yang mempelajari cara mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, dan menginterpretasi data statistik.
Keduanya saling terkait dan saling melengkapi dalam
konteks penggunaan data untuk tujuan pengambilan
keputusan.
Dari konsep statistika di atas maka statistika kesehatan
adalah cabang statistika yang diterapkan dalam konteks
kesehatan atau ilmu yang mempelajari cara
megumpulkan data atau informasi yang berkaitan dengan
masalah kesehatan. Hal ini melibatkan pengumpulan,
pengolahan dan analisis data kesehatan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang aspek
kesehatan (Budiarto, 2012).

Biostatistika dan Epidemiologi


Kita telah membahas pengertian statistika secara umum,
pada bagian ini kita akan tentang biostatistika dan
epidemiologi. Biostatistika adalah statistika yang
diterapkan pada ilmu hayati, kedokteran dan
epidemiologi. Dengan kata lain, statitika epidemiolgi
disebut juga dengan biostatistika. Armitage and Colton
(1998) mendefinisikan Biostatistika lebih sempit lagi,
yaitu metode statistika dalam kedokteran dan ilmu
kesehatan, atau dikenal juga sebagai medical statistics.

2
Sedangkan ilmu statistika dalam bidang biologi,
lingkungan dan pertanian sering disebut biometrika
(biometrics). sedangkan definisi Epidemiologi menurut
(Last, 1995) adalah: The study of distribution and
determinants of health-related states or events in specified
population, and the application of this study to control of
health problems atau studi tentang distribusi, frekuensi
dan faktor-faktor determinan dari kejadian suatu penyakit
pada populasi tertentu, dan penerapannya dalam
pengendalian masalah kesehatan (Gordis, 2009;
Danardono, 2006).
Dengan demikian maka Statistika Epidemiologi dapat
didefinisikan sebagai suatu ilmu atau studi tentang cara
mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan
menginterpretasikan data yang berkaitan dengan
distribusi, frekuensi dan faktor-faktor determinan suatu
penyakit atau masalah kesehatan pada populasi tertentu
dengan tujuan untuk mengendalikan penyakit atau
masalah kesehatan tersebut.

Peranan Statistika Epidemiologi


Berdasarkan definisi di atas, dapat dilihat bahwa peran
statistika dalam epidemiologi sangat penting yaitu:
1. Distribusi atau penyebaran masalah kesehatan
epidemiologi menurut keadaan waktu, orang dan
tempat bertujuan untuk menghitung jumlah kasus
suatu kejadian penyakit yang dijabarkan dalam
keadaan-keadaan tersebut. Selain itu juga dapat
membandingkan laju kasus dalam kurun waktu dan
tempat tertentu pada berbagai kelompok populasi
(Paulus, 2023). Misalnya, Jumlah kasus malaria yang
dilaporkan periode tahun 2010-2018 di Kabupaten
Purbalingga sebanyak 2.038 kasus, dan tingkat
endemisitas setiap tahunnya semakin baik. (Sukendar
et al., 2021)

3
2. Frekuensi atau besarnya masalah kesehatan. Dalam
epidemiologi frekuensi menyatakan besarnya masalah
kesehatan yang terdapat pada sekelompok populasi.
Besarnya masalah dalam statstika yaitu berupa rasio,
proporsi, dan angka (insiden dan prevalensi (Sari et
al., 2021).
3. Determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhi
suatu masalah kesehatan atau penyakit. Dengan
mempelajari statistika epidemiologi kita dapat
mempelajari dan menganalisis hubungan atau
pengaruh dari timbulnya penyakit atau masalah
kesehatan tersebut, dapat membuktikan suatu
hipotesa dan menarik kesimpulan dari hipotesa
tersebut (Sholihah, 2022). Misalnya, dengan uji
statistic kita dapat mengetahui adanya faktor
kekerasan dalam rumha tangga memiliki pengaruh
yang bermakna terhadap kejadian infeksi menular
seksual pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,04
< 0,05, OR = 4,4 (Paulus, 2018).
4. Mengidentifikasi etiologi atau penyebab penyakit,
meramalkan kejadian suatu penyakit serta
mengetahui luasnya sebaran penyakit pada
masyarakat, mempelajari sejarah alamiah dan
prognosis dari suatu penyakit pada masyarakat, dan
mengevaluasi langkah-langkah pencegahan dan
terapi yang ada dan yang baru serta cara pemberian
perawatan kesehatan yang tepat hal ini dapat
mengendalikan distribusi penyakit dan masalah
kesehatan populasi (Paulus, 2023).
5. Statistika sebagai bahan perencanaan. Dengan
adanya metode statistik yaitu dari proses
pengumpulan data, pengolahan, dan analisis serta
interpretasi data yang tepat dan terpercaya dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
yang tepat dalam pengendalian penyakit dan atau

4
masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2011). Misalnya
dengan mengumpulkan data kejadian COVID-19 pada
suatu populasi tertentu dan mengidentifikasi faktor-
faktor penyebabnya maka diperoleh informasi yang
lengkap dari populasi tersebut, sehingga Ketika dibuat
upaya pencegahan dan pengendalian sesuai dengan
keadaan dari populasi tersebut. Dengan statistika
epidemiologi kita juga dapat mengetahui transmisi
suatu penyakit dari satu orang ke orang yang lainnya
atau dari reservoir ke manusia. Dengan
mengidentifikasi dan mengetahui etiologi penyakit
tersebut maka dapat dikembangkan program
pencegahan yang tepat (Gordis, 2009; Paulus, 2023).
6. Statistika sebagai bahan monitoring dan evaluasi.
Dengan data dan informasi terkait epidemiologi
statistic dapat berperan sebagai bahan monitoring
yaitu dapat memonitor seluruh kekuatan dan
kelemahan dari segala kebijakan atau program
pencegahan dan pengendalian yang telah dilakukan.
Apakah berjalan dengan baik, berhasil atau tidak
(Notoatmodjo, 2011).
Secara umum manfaat dan peranan statistika
epidemiologi adalah membantu para epidemiolog atau
petugas kesehatan lainnya untuk mengidentifikasi faktor
risiko, mengukur dampak kebijakan kesehatan, dan
merencanakan intervensi yang tepat untuk
mengendalikan penyakit atau masalah kesehatan
tersebut. dengan menggunakan metode statistika yang
tepat, epidemiolog dan petugas kesehatan lainnya dapat
mengambil keputusan berdasarkan bukti yang kuat
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara
efektif.

5
Jenis-Jenis Statistika
1. Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif digunakan untuk
menggambarkan dan meringkas data secara numerik
atau grafis. Tujuan dari statistika deskriptif adalah
untuk memberikan pemahaman yang komprehensif
tentang karakteristik data yang diamati saja, tidak
memikirkan mengenai implikasi atau kesimpulan
yang mewakili populasi (Notoatmodjo, 2011). Metode-
metode dalam statistika deskriptif termasuk
menghitung ukuran pemusatan data seperti mean,
median, dan modus, serta menghitung ukuran
penyebaran data seperti ragam, deviasi standar, dan
rentang. Penyajian data pada Statistika deskriptif
biasanya dengan membuat tabulasi penyajian dalam
bentuk grafik, diagram, atau dengan menyajikan
karakteristik-karakteristik dari ukuran pemusatan
dan ukuran penyebaran. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh informasi yang lebih menarik, berguna
dan lebih mudah dipahami (Hidayati et al., 2019).
2. Statistika Inferensial
Statistika inferensial digunakan untuk membuat
kesimpulan atau generalisasi tentang populasi
berdasarkan sampel data. Dalam statistika
inferensial, kita menggunakan teknik pengambilan
sampel dan mengaplikasikan konsep probabilitas
untuk membuat estimasi, melakukan pengujian
hipotesis, dan mengambil keputusan berdasarkan
data dari sampel untuk menggeneralisir terhadap
populasi. Contoh metode dalam statistika inferensial
termasuk uji hipotesis, analisis regresi atau korelasi,
dan estimasi interval (Selly, 2022).

6
Pada statistik inferensial dibedakan berdasarkan
metode yang digunakan menjadi statistika parametris
dan statistika non-parametris.
a. Statistika parametris adalah metode statistik yang
digunakan untuk menguji parameter populasi
melalui data sampel (Sugiyono, 2017). Statistik
parametris berhubungan dengan asumsi tertentu
tentang distribusi data, seperti asumsi bahwa
data terdistribusi secara normal. Metode
parametris sering digunakan ketika data
memenuhi asumsi tersebut. Jika analisis
menggunakan metode parametris maka syaratnya
adalah data harus berdistribusi normal, dan jenis
skala pengukuran data adalah interval dan ratio
(Nuryadi et al., 2017; Paulus, 2022). Contoh
metode parametris adalah uji t, analisis variansi
(ANOVA), dan regresi linear (Dahlan, 2015).
b. Statistika non-parametris juga dikenal sebagai
metode statistika yang tidak memerlukan asumsi
tertentu tentang distribusi data. Dengan kata lain
jika data tidak berdistribusi normal, atau jumlah
sampel sedikit dan jenis skala pengukuran
datanya adalah nominal atau ordinal maka dapat
menggunakan metode non-parametris (Nuryadi et
al., 2017; Paulus, 2022). Jadi, pada statistik non-
parametris tidak menguji parameter populasi,
tetapi menguji distribusi (Sugiyono, 2017). Contoh
metode nonparametris termasuk uji Wilcoxon, uji
Kruskal-Wallis, dan uji chi-square. Pemilihan
antara statistika parametris dan nonparametris
tergantung pada sifat data yang diamati, asumsi
yang dapat dipenuhi, dan tujuan analisis yang
ingin dicapai (Dahlan, 2015).

7
Data
Data menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
keterangan yang benar dan nyata, yang dapat dijadikan
dasar kajian untuk melakukan analisis dan menarik
kesimpulan. Istilah "data" berasal dari kata "datum" yang
merupakan bentuk jamak yang berarti keterangan atau
informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan.
Sedangkan data adalah segala keterangan atau informasi
yang dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan
atau kondisi (Sunyoto, 2016). Data dapat berupa simbol
seperti angka, huruf, atau gambar yang mencerminkan
nilai suatu variabel tertentu sesuai dengan kondisi yang
ditemui di lapangan. Untuk dapat memberikan
kebermanfaatan dalam analisis statistik dan penarikan
kesimpulan yang akurat, data perlu memenuhi beberapa
kriteria. Berikut adalah beberapa kriteria atau syarat data
yang baik menurut Sunyoto, 2016; Riyanto, 2019 dalam
Selly, 2022 yaitu:
1. Obyektif: Data harus sesuai dengan fakta atau
keadaan yang sebenarnya. Data harus didasarkan
pada observasi atau pengukuran yang obyektif dan
tidak dipengaruhi oleh pendapat pribadi atau bias
2. Representatif: Data harus mewakili populasi atau
kelompok yang lebih besar. Dalam pengambilan
sampel, penting untuk memastikan bahwa sampel
yang diambil secara acak atau yang mewakili
karakteristik penting dari populasi secara
proporsional
3. Up to date: Data yang digunakan untuk mengukur
fenomena tertentu harus merupakan data terbaru
yang tersedia. Data yang telah usang mungkin tidak
lagi mencerminkan kondisi terkini atau tren yang
sedang berlangsung.

8
4. Relevan dengan masalah yang akan dipecahkan:
Pengumpulan data harus relevan dengan masalah
yang akan diselesaikan atau pertanyaan penelitian
yang diajukan. Data yang dikumpulkan harus
memiliki hubungan langsung dengan masalah yang
sedang diteliti untuk memberikan informasi yang
bermanfaat.
Dengan memperhatikan kriteria-kriteria ini, penggunaan
data yang baik dapat memastikan bahwa analisis statistik
yang dilakukan berdasarkan fakta yang objektif, mewakili
populasi yang lebih besar, terkini, dan relevan dengan
masalah yang ingin dipecahkan.

Jenis-Jenis Data
1. Berdasarkan Sifat Data
a. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah jenis data yang
berhubungan dengan deskripsi, interpretasi, ciri-
ciri atau karakteristik tertentu (Sunyoto, 2016).
Data kualitatif tidak diukur dengan angka atau
bukan dalam bentuk angka, tetapi lebih berkaitan
dengan karakteristik, pendapat, persepsi, atau
pengalaman subjek yang diamati. Misalnya, data
pelayanan tenaga kesehatan terhadap pasien
dikatakan sangat baik, baik, cukup dan kurang,
persepsi seseorang yang positif dan negatif, dan
lain sebagainya. Data kualitatif seringkali berupa
teks, wawancara, transkrip percakapan, catatan
lapangan, observasi partisipatif, atau dokumen
tertulis. Dengan data kualitatif, peneliti dapat
menjelajahi persepsi, sikap, motivasi, dan
pengalaman individu atau kelompok untuk
mendapatkan wawasan yang lebih komprehensif
dan mendalam tentang fenomena yang diteliti.

9
b. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah jenis data yang diukur
atau dihitung dan dalam bentuk angka. Data
kuantitatif berhubungan dengan kuantitas,
ukuran, bilangan atau angka atau jumlah dari
suatu variabel atau fenomena yang diamati.
Misalnya, jumlah kejadian suatu penyakit, berat
badan, dan sebagainya. Data kuantitatif dapat
dianalisis menggunakan metode statistik dan
digunakan untuk mengukur hubungan, membuat
prediksi, atau membuat generalisasi tentang
populasi yang lebih luas. Data kuantitatif
memungkinkan analisis statistik yang lebih
mendalam seperti perhitungan rata-rata, deviasi
standar, korelasi, regresi, uji hipotesis, dan lain
sebagainya.
Berdasarkan nilainya, data kuantitatif dapat
dibedakan lagi menjadi dua yaitu data diskrit dan
data kontinu:
1) Data Diskrit, adalah data yang diperoleh dari
hasil menghitung, dan satuannya selalu bulat
dalam bilangan asli, tidak berbentuk pecahan.
Misalnya jumlah pasien penderita COVID-19,
jumlah alat-alat laboratorium, jumlah rumah
sakit dan lain sebagainya.
2) Data Kontinu, adalah data yang diperoleh dari
hasil mengukur dan satuannya dapat berupa
bilangan bulat dan atau pecahan. Misalnya
data laju pertumbuhan penduduk, berat
badan, laju kenaikan suatu penyakit, dan lain
sebagainya.

10
2. Berdasarkan Cara Memperoleh Data
a. Data Primer, adalah data yang diambil atau
dikumpulkan langsung dari sumbernya. Data
primer dalam studi epidemiologi dikumpulkan
melalui studi observasional atau eksperimental.
Misalnya data mengenai keracunan makanan,
dimana pengukurannya langsung dilakukan pada
pasien yang keracunan dan makanan yang
dimakan, data mengenail Riwayat penyakit
seseorang, perilaku berisiko, tes darah lengkap,
dan lain sebagainya.
b. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari
pihak lain, tanpa melakukan pengukuran atau
pengambilan data langsung pada obyek yang
diteliti. Misalnya data mengenai jumlah penyakit
malaria selama tahun 2022 di Kota Kupang, maka
data dapat diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Kupang, data rekam medik dari rumah sakit, dan
lain sebagainya.
3. Berdasarkan Waktu Pengumpulan
a. Data Berkala (time series)
Data Berkala (time-series) adalah data yang
terkumpul secara berulang dari waktu ke waktu
untuk menggambarkan perubahan atau pola
suatu variabel dalam jangka waktu tertentu.
Misalnya kejadian malaria dari tahun 2010 hingga
tahun 2020.
b. Data Waktu Tertentu (Cross section)
Data Cross-Section adalah data yang dikumpulkan
pada waktu titik tertentu untuk menggambarkan
keadaan atau karakteristik pada waktu tersebut.
Misalnya data jumlah kunjungan pasien sebelum,
saat dan setelah masa pandemic COVID-19.

11
Skala Pengukuran
Skala pengukuran adalah metode yang digunakan untuk
mengukur atau menilai variabel dalam penelitian atau
analisis statistic. Skala pengukuran menentukan jenis
data yang akan dihasilkan dari suatu perhitungan atau
pengukuran dan mempengaruhi jenis analisis statistic
yang akan digunakan. Terdapat empat skala pengukuran
variabel yaitu nominal, ordinal, interval dan ratio. Skala
data nominal dan ordinal dikelompokkan dalam skala
kategorik, sedangkan skala interval dan ratio
dikelompokkan dalam skala numerik (Barimbing, 2022).
Untuk lebih jelas berikut adalah penjelasannya masing-
masing.
1. Nominal
Skala Nominal merupakan skala yang paling
sederhana karena disusun nenurut jenis atau
kategorinya. Ciri Utamanya adalah hanya sekedar
membedakan dan data bersifat setara. Pada skala
nominal angka yang tertera hanya sebagai symbol,
tidak dapat dilakukan operasi matematika. Sebagai
contoh, jenis kelamin yaitu terbagi dalam kategori
laki-laki dan perempuan yang mana sifatnya setara
tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang
lain. Analisis statistic yang cocok diantaranya:
binomium test, chi-square test, fisher, chonchran Q, dan
Contigency Coeficient (Riduwan, 2015; Sugiyono,
2017; Barimbing, 2022).
2. Ordinal
Skala Ordinal merupakan skala yang memiliki ciri
utama adanya tingkatan, rangking atau peringkat dan
diurutkan dari yang tertinggi ke terendah atau
sebaliknya. Skala ordinal juga termasuk dalam skala
kategorik dimana ada penggelompokkan data
menurut tingkatannya dan angka hanya sebagai

12
symbol. Contohnya, tingkat Pendidikan (SD, SMP,
SMA, PT), tingkat keparahan suatu penyakit
(Stadium), tingkat stress (ringan, sedang, berat), dan
lain sebagainya. Analisis statistik yang dapat
digunakan yaitu: Sign Test, Wilcoxon, Kolmogorov-
Smirnov, Mann-Whitney, Friedman, Spearman Rank
Correlation Coefficient, Kendall Rank Correlation
Coefficient. (Riduwan, 2015; Sugiyono, 2017;
Barimbing, 2022).
3. Interval
Skala interval merupakan skala yang memiliki ciri
utama adanya jarak dan bobot yang sama antara satu
data dengan data lainnya. Selain itu juga memiliki ciri
adanya perbedaan, adanya tingkatan, dapat
dilakukan operasi matematika. Contohnya,
pengukuran suhu badan pada penderita DBD
terdapat hasil 38,50C, 39,50C, 40,5%. Dari hasil
tersebut terlihat bahwa ada perbedaan suhu dari
masing-masing pasien dimana bedanya 10C (Budiarto,
2012; Barimbing, 2022). Analisis statistik yang cocok:
t-test, Anova (One Way Anova dan Two Way – Anova),
Pearson Product Moment, Partial Correlation, Multiple
Correlation, Regresion Test, Multiple Regresion Test
(Riduwan, 2015).
4. Rasio
Skala rasio merupakan skala pengukuran dengan
tingkatan paling tinggi karena memiliki semua ciri
yaitu adanya perbedaan, adanya tingkatan, memiliki
jarak yang sama, adanya kelipatan, dapat dilakukan
operasi matematikan dan memiliki nol mutlak. Nilai
nol mutlak berarti benar-benar tidak ada nilai.
Sebagai contoh, umur pasien yang diperoleh data
berumur 25 tahun dan 50 tahun. Hal ini berarti
bahwa usia 30 tahun dua kali lipat dari 15 tahun

13
dengan perbandingan 1:2 (Budiarto, 2012). Analisis
statistik yang cocok hampir sama dengan skala
interval karena sama-sama skala numerik dan
menggunakan metode statistik parametris (Riduwan,
2015).

Ukuran Pemusatan Data


Ukuran pemusatan data adalah ukuran statistic yang
menggambarkan titik tengah dari atau pusat segugus dari
suatu data yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai
yang terbesar atau sebaliknya. Terdapat tiga ukuran
pemusatan data yaitu mean, median, dan modus.
1. Mean
Mean atau nilai rata-rata yaitu jumlah semua hasil
pengamatan dibagi dengan banyaknya pengamatan.
Terdapat rata-rata populasi (µ) dan rata-rata sampel (𝑥𝑥̅ ).
Rumus Mean Data Tunggal:
∑𝑁𝑁
𝑖𝑖=1 𝑥𝑥𝑖𝑖 ∑𝑛𝑛
𝑖𝑖=1 𝑥𝑥𝑖𝑖
µ= 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑥𝑥̅ = (1.1)
𝑁𝑁 𝑛𝑛

keterangan:
𝜇𝜇 = rata-rata populasi
𝑁𝑁 = ukuran populasi 𝑛𝑛 = ukuran sampel
𝑥𝑥̅ = rata-rata hitung sampel 𝑥𝑥𝑥𝑥 = data ke-i 𝑥𝑥𝑖𝑖 = data ke-i
Rumus Mean data berkelompok:
∑ 𝑓𝑓𝑖𝑖 .𝑥𝑥𝑖𝑖
𝑥𝑥̅ = (1.2)
𝑛𝑛

Keterangan:
𝑥𝑥̅ = rata-rata sampel
n = ukuran sampel
𝑓𝑓𝑖𝑖 = frekuensi kelas ke-i
𝑥𝑥𝑖𝑖 = nilai tengah kelas ke-i

14
2. Median
Median atau nilai tengah yaitu data yang tepat berada
di tengah keseluruhan data setelah diurutkan dari
yang terkecil sampai terbesar (array data). Jika
jumlah data ganjil, median adalah nilai yang tepat
berada di tengah data. Jika jumlah data genap,
median adalah rata-rata dari dua nilai tengah.
Rumus median data tunggal:
𝑛𝑛+1
𝑀𝑀𝑀𝑀 = (1.3)
2

Rumus median data kelompok:


𝑛𝑛
− 𝑓𝑓𝑘𝑘
𝑀𝑀𝑀𝑀 = 𝐵𝐵𝐵𝐵 + 2
. 𝑖𝑖 (1.4)
𝑓𝑓𝑓𝑓

Keterangan:
Md = Median
BB = batas bawah kelas yang mengandung
median
n = banyaknya data observasi
fk = frekuensi kumulatif di atas kelas median
fm = frekuensi kelas median
i = interval kelas
3. Modus
Modus yaitu data yang sering muncul atau data
dengan jumlah frekuensi terbanyak. Modus dalam
sebuah data tidak selalu ada (non modal) karena
semua data memiliki frekuensi yang sama. Modus
terdiri dari satu modus (uni modal), dua modus
(bimodal), dan lebih dari dua modus (multi modal).
Rumus modus data kelompok:
𝑑𝑑1
𝑀𝑀𝑀𝑀 = 𝐵𝐵𝐵𝐵 + . 𝑖𝑖 (1.5)
(𝑑𝑑1+𝑑𝑑2)

15
Keterangan:
BB = batas bawah kelas yang memuat modus
d1= selisih frekuensi kelas yang memuat modus
dengan frekuensi sebelumnya
d2= selisih frekuensi kelas yang memuat modus
dengan frekuensi setelahnya
fk = frekuensi kumulatif di atas kelas modus
i = interval kelas

Ukuran Letak Data


1. Kuartil
Kuartil merupakan tiga titik pemotongan yang
membagi data menjadi empat bagian sama besar yaitu
kuartil pertama (Q1) mencakup 25% dari total data,
kuartil kedua (Q2) sama dengan median mencakup
50% dari total data dan kuartil ketiga (Q3) mencakup
75% dari total data. Langkah pertama yang dilakukan
adalah menentukan letak kuartil ke-i dengan
persamaan:
𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑄𝑄𝑄𝑄 = 𝑥𝑥 𝑖𝑖 (𝑛𝑛+1) (1.6)
4

Keterangan:
n = banyaknya data
Qi = kuartil ke-i (1,2 dan 3)
Rumus kuartil data kelompok:
1
𝑛𝑛−𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹
𝑄𝑄𝑄𝑄 = 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 + �4 𝑓𝑓𝑓𝑓
� . 𝑝𝑝 (1.7)

Keterangan:
Qi = kuartil ke-i (1,2, dan 3)
Tbi = Tepi bawah kelas kuartil ke-i

16
n = banyaknya data
Fksi = frekuensi kumulatif sebelum kelas kuartil ke-i
fi = frekuensi kelas kuartil ke-i
p = panjang kelas (lebar interval kelas)
2. Desil
Desil merupakan sembilan titik pemotongan yang
membagi data menjadi 10 bagian sama besar yaitu D1
sampai dengan D10 yang masing mencakup 10% dari
total data desil. Langkah pertama yang dilakukan
adalah menentukan letak desil ke-i dengan
persamaan:
𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑥𝑥 𝑖𝑖 (𝑛𝑛+1) (1.8)
4

n = banyaknya data
Di = Desil ke-i (1, 2, 3, …, 9)
Rumus desil data kelompok:
1
𝑛𝑛−𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹
𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 + �4 𝑓𝑓𝑓𝑓
� . 𝑝𝑝 (1.9)

Di = Desil ke-i (1, 2, 3, …, 9)


Tbi = Tepi bawah kelas desil ke-i
n = banyaknya data
Fksi = frekuensi kumulatif sebelum kelas desil ke-i
fi = frekuensi kelas desil ke-i
p = panjang kelas (lebar interval kelas)
3. Persentil
Persentil merupakan sembilan puluh sembilan titik
pemotongan yang membagi data menjadi 100 bagian
sama besar yaitu P1 sampai dengan P100 yang masing
mencakup 1% dari total data persentil. Langkah

17
pertama yang dilakukan adalah menentukan letak
persentil ke-i dengan persamaan:
𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝑥𝑥 𝑖𝑖 (𝑛𝑛+1) (1.10)
4

n = banyaknya data
Pi = Persentil ke-i (1, 2, 3, …, 99)
Rumus persentil data kelompok:
1
𝑛𝑛−𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹
𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 + �4 𝑓𝑓𝑓𝑓
� . 𝑝𝑝 (1.11)

Pi = persentil ke-i (1, 2, 3, …, 99)


Tbi = Tepi bawah kelas desil ke-i
n = banyaknya data
Fksi = frekuensi kumulatif sebelum kelas persentil ke-i
fi = frekuensi kelas persentil ke-i
p = panjang kelas (lebar interval kelas)

Ukuran Penyebaran Data


1. Jangkauan
Jangkauan atau rentang suatu data merupakan
selisih antara data terbesar dengan data terkecil, atau
secara matematis dituliskan:
𝑅𝑅 = 𝑥𝑥𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 − 𝑥𝑥𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 (1.12)
Persamaan (1.12) dapat digunakan untuk mengetahui
jangkauan data numerik, sedangkan untuk data
kategorik, nilai 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 merupakan nilai tengah kelas
tertinggi, sedangkan 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 adalah nilai tengah kelas
terendah

18
2. Simpangan Rata-Rata
Simpangan rata-rata merupakan adalah ukuran yang
menyatakan seberapa besar penyebaran tiap nilai
data terhadap nilai rata-ratanya (mean).
persamaan data tunggal:
1 𝑛𝑛
𝑆𝑆𝑆𝑆 = ∑ |𝑥𝑥 − 𝑥𝑥̅ | (1.13)
𝑛𝑛 𝑖𝑖=1 𝑖𝑖

Keterangan
𝑆𝑆𝑆𝑆 = simpangan rata-rata
𝑛𝑛 = ukuran data (total frekuensi)
𝑥𝑥𝑥𝑥 = data ke-i dari data x1, x2, x3, …, xn
𝑥𝑥̅ = rataan hitung
Persamaan Data Kelompok:
∑𝑛𝑛
𝑖𝑖=1 𝑓𝑓𝑖𝑖 |𝑥𝑥𝑖𝑖 −𝑥𝑥̅ |
𝑆𝑆𝑆𝑆 = ∑𝑛𝑛
(1.14)
𝑖𝑖=1 𝑓𝑓𝑖𝑖

𝑆𝑆𝑆𝑆 = simpangan rata-rata


𝑥𝑥𝑥𝑥 = nilai tengah kelas ke-i
𝑛𝑛 = banyaknya data
𝑓𝑓𝑓𝑓 = frekuensi kelas ke-i
𝑥𝑥̅ = rata-rat hiting
∑𝑛𝑛 𝑖𝑖=1 𝑓𝑓𝑓𝑓 = total frekuensi
3. Simpangan baku (standar deviasi)
Persamaan data tunggal:
Untuk sampel (n < 30)

∑𝑛𝑛
𝑖𝑖=1(𝑥𝑥𝑖𝑖 − 𝑥𝑥̅ )
𝑆𝑆𝑆𝑆 = � 𝑛𝑛−1
(1.15)

Untuk populasi (n ≥ 30)

∑𝑛𝑛
𝑖𝑖=1(𝑥𝑥𝑖𝑖 − µ)
𝜎𝜎 = � 𝑛𝑛
(1.16)

19
Persamaan Data Kelompok:
Untuk sampel (n < 30)

∑𝑛𝑛
𝑖𝑖=1 𝑓𝑓𝑖𝑖 (𝑥𝑥𝑖𝑖 − 𝑥𝑥̅ )
2
𝑆𝑆𝑆𝑆 = � 𝑛𝑛−1
(1.17)

Untuk populasi (n ≥ 30)

∑𝑛𝑛
𝑖𝑖=1 𝑓𝑓𝑖𝑖 (𝑥𝑥𝑖𝑖 − µ)
𝜎𝜎 = � 𝑛𝑛
(1.18)

4. Variasi
Variasi merupakan nilai rata-rata dari jumlah kuadrat
simpangan tiap data dengan rumus:
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 = 𝑆𝑆𝑆𝑆2 (1.19)
5. Koefisien Variasi
Koefisien variasi merupakan bentuk persentase dari
rata-rata atau perbandingan antara simpangan baku
terhadap rata-rata yang dinyatakan dalam persen
dengan rumus:
𝑆𝑆𝑆𝑆
𝐾𝐾𝐾𝐾 = 𝑥𝑥 100% (1.20)
𝑥𝑥̅

Keterangan:
KV = koefisien variasi
𝑥𝑥̅ = rata-rata hitung
SD = Standar deviasi

Ukuran Frekuensi dalam Epidemiologi


1. Rasio
Rasio adalah perbandingan suatu peristiwa (event)
sebagai numerator (a) dan peristiwa lainnya yang
berhubungan sebagai denominator (b).
𝑎𝑎
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = (1.21)
𝑏𝑏

20
2. Proporsi
Proporsi adalah bagian dari suatu peristiwa atau
ukuran yang membandingkan suatu peristiwa sebagai
numerator (a) dan peristiwa lainnya sebagai
denominator yang mengandung peristiwa numerator
(a+b) dikali dengan konstanta (100).
𝑎𝑎
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝑥𝑥𝑥𝑥 (1.22)
(𝑎𝑎+𝑏𝑏)

3. Rate
Rate adalah suatu ukuran frekuensi kejadian pada
populasi tertentu selama periode waktu tertentu. Rate
sangat berguna untuk membandingkan frekuensi
penyakit di lokasi, waktu atau antar kelompok orang
yang berbeda dengan ukuran populasi yang berbeda.
Beberapa ahli epidemiologi menyatakan bahwa rate
menggambarkan seberapa cepat penyakit terjadi
dalam suatu populasi.
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 =
𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑤𝑤𝑤𝑤𝑤𝑤𝑤𝑤𝑤𝑤 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
𝑥𝑥 𝑘𝑘 (1.23)

K = 100, 1000, 10.000, 100.000 dapat dipilih salah


satu sesuai kebutuhan untuk menghindari
pecahan.

21
Daftar Pustaka
Barimbing, M. A. (2022). Uji Statistik pada Analisis
Deskriptif, Asosiasi, dan Komparatif. In Metodologi
Penelitan Kuantitatif dan Kualitatif. Media Sains
Indonesia.
Budiarto, E. (2012). Biostatistika untuk Kedokteran dan
Kesehatan Masyarakat. EGC.
Dahlan, S. (2015). Statistik Untuk Kedokteran dan
Kesehatan. Epidemiologi Indonesia.
Danardono. (2006). Biostatistika dan Epidemiologi. 9.
Gordis, L. (2009). Epidemology (2nd ed.). W.B. Saunders
Company.
Hidayati, T., Handayani, I., & Ikasari, I. H. (2019).
Statistika Dasar. CV Pena Persada.
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan
Seni. Rineka Cipta.
Nuryadi, Astuti, T. D., Utami, E. S., & Budiantara, M.
(2017). Buku Ajar Dasar-dasar Statistik Penelitian.
Paulus, A. Y. (2018). Faktor Pejamu Dan Lingkungan
Sosial Budaya Mempengaruhi Kejadian Infeksi
Menular Seksual (IMS) Pada Ibu Rumah Tangga.
CHMK Health Journal, 53(9), 1689–1699.
Paulus, A. Y. (2019). Pengaruh Faktor Ibu Dan Budaya
Kerja Berat Saat Hamil Terhadap Kejadian BBLR Di
Kota Kupang. Chmk Midwifery Scientific Journal, 2(1),
16–21.
Paulus, A. Y. (2022). Penyajian Data, Analisis Data, dan
Interpretasi Data. In Metodologi Penelitan Kuantitatif
dan Kualitatif2 (p. 161). Media Sains Indonesia.
Paulus, A. Y. (2023). Konsep Dasar Epidemiologi. In
Epidemiologi Dasar. Media Sains Indonesia.
Riduwan. (2015). Dasar-Dasar Statistika. Alfabeta.
Sari, M. H., Ashriady, R., Mubarak, Purnawinadi, I. G.,
Razak, R., Budiastuti, A., & Widi Hidayati. (2021).
Dasar-Dasar Epidemiologi. Yayasan Kita Menulis.

22
Selly, J. B. (2022). Dasar-Dasar Statistika. In Metodologi
Penelitan Kuantitatif dan Kualitatif2. Media Sains
Indonesia.
Sholihah, N. A. (2022). Dasar-Dasar Epidemiologi. CV
Harva Creative.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta.
Sukendar, G. E., Rejeki, D. S. S., & Anandari, D. (2021).
Studi Endemisitas dan Epidemiologi Deskriptif
Malaria di Kabupaten Purbalingga Tahun 2010-2019.
Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 5(1), 27–34.
https://doi.org/10.7454/epidkes.v5i1.4625
Sunyoto, D. (2016). Statistik Kesehatan. Nuha Medika.

23
Profil Penulis
Aysanti Yuliana Paulus, S.KM., M. Kes (Epid).
Lahir 28 Januari 1988 adalah Dosen Tetap pada
Program Studi DIII Kebidanan dan Wakil Dekan
Bidang Akademik Fakultas Kesehatan Universitas
Citra Bangsa Kupang. Menikah dengan Aloysius
Joakim Fernandez, S.Si, M.Si dikarunia seorang
anak Maria Margaretha Amoureiza Reinha
Fernandez. Penulis menempuh pendidikan S1 Kesehatan
Masyarakat Peminatan Epidemiologi dan Biostatistika di
Universitas Nusa Cendana Kupang (2006-2010) dan S2
Kesehatan Masyarakat (Epidemiologi) di Universitas Diponegoro
(2013-2015). Tahun 2018 terpilih menjadi peserta short course
yang diselenggarakan Australia Awards Indonesia (AAI) tentang
Malaria Prevention and Treatment for Infants, Children, and
Pregnant Women di The University of Melbourne-Australia
Sebagai Dosen Penulis aktif dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan
penunjang lainnya untuk meningkatkan profesionalitas dan
kepakaran khususnya di bidang Kesehatan Masyarakat. Mata
Kuliah yang diampu diantaranya Biostatistik, Statistik dan
Probabilitas, Metodologi Penelitian, Farmakoepidemiologi,
Manajemen Integrasi Malaria dan Revolusi KIA. Beberapa
penelitian yang dilakukan didanai oleh internal perguruan
tinggi dan eksternal oleh Kemenristek Dikti dan hasilya
dipublikasikan baik secara lokal, nasional maupun
internasional. Selain itu, Penulis juga aktif dalam menulis dan
menghasilkan beberapa bahan ajar, buku referensi dan
beberapa book chapter nasional yang memiliki HKI dan buku ini
merupakan buku ke-9 yang dihasilkan oleh penulis, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Email Penulis: aysantiyp@gmail.com

24
2
KONSEP DASAR DESAIN
PENELITIAN EKSPERIMENTAL

Sulaeman, S.Si, MT.


Poltekkes Bandung

Paradigma Positivistik
Penelitian eksperimen yang mendasarkan pada paradigma
positivistik pada awalnya memang banyak diterapkan
pada penelitian ilmu-ilmu keras (hard-science), seperti
biologi dan fisika, yang kemudian diadopsi untuk
diterapkan pada bidang-bidang lain, termasuk bidang
sosial, kesehatan dan pendidikan. Metode penelitian
eksperimen biasanya digunakan dalam penelitian yang
yang dilakukan di laboratorium. Namun, bukan berarti
bahwa pendekatan ini tidak dapat digunakan dalam
penelitian sosial, termasuk penelitian kesehatan.
Semua penelitian dengan menggunakan paradigma
positivistik, akan menghadapi dua pertanyaan utama,
yaitu: (1) apakah hasil penelitian ini dapat dipercaya?; dan
(2) apakah kita dapat menggeneralisasikan hasil
penelitian ini kepada populasi yang kondisinya dianggap
sama dengan sampel yang kita teliti ? Permasalahan
nomor (1) berkaitan dengan validitas internal suatu hasil
penelitian, sedangkan pertanyaan nomor (2) menyangkut
validitas eksternal suatu hasil penelitian.

25
Validitas Internal
Penelitian eksperimen lebih menekankan pada
pemenuhan validitas internal, yaitu dengan cara
mengendalikan pengaruh faktor-faktor di luar variabel
yang dieksperimenkan yang dapat mempengaruhi hasil.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. History, yaitu kejadian-kejadian yang terjadi antara
waktu pengukuran pertama (pretest) dan kedua (post-
test), selain variabel-variabel yang terlibat dalam
perlakuan (treatment).
2. Maturation (kematangan), yaitu: proses perubahan
(kematangan) di dalam diri subyek yang terjadi selama
berlangsungnya eksperimen (misal: makin sehat,
makin lelah/jenuh dsb). Untuk mengatasi hal ini
maka durasi eksperimen jangan terlalu lama. 3.
Testing Effect (efek pengukuran), yaitu efek yang
terjadi pada pengukuran pertama (pretest) yang
berpengaruh terhadap hasil pengukuran kedua (post-
test). Cara mengatasinya adalah dengan tidak
memberikan pre-test.
3. Instrumentation (Instrumen yang digunakan), yaitu
efek yang ditimbulkan akibat perbedaan cara
pengukuran, pengamat, sehingga dapat menimbulkan
perubahan hasil pengukuran.
4. Selection (Pemilihan), yaitu adanya bias di dalam
memilih subyek untuk kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
5. Statistical regression (Regresi statistik), yaitu bahwa
kelompok yang dipilih berdasarkan skor yang ekstrim
cenderung akan merubah rerata populasi.
6. Mortality (Kehilangan), terjadinya pengurangan
jumlah subyek, baik pada kelompok eksperimen
maupun kelompok pembanding.

26
Definisi Penelitian Eksperimen
Menurut Sugiyono (2012:107) metode penelitian
eksperimen diartikan sebagai metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali.
Menurut Emmory dalam Jaedun (2011:5), penelitian
eksperimen merupakan bentuk khusus investigasi yang
digunakan untuk menentukan variabel-variabel apa saja
dan bagaimana bentuk hubungan antara satu dengan
yang lainnya.
Menurut konsep klasik, eksperimen merupakan
penelitian untuk menentukan pengaruh variabel
perlakuan (independent variable) terhadap variabel
dampak (dependent variable).
Definisi lain menyatakan bahwa penelitian eksperimen
adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel yang
data-datanya belum ada sehingga perlu dilakukan proses
manipulasi melalui pemberian treatment/perlakuan
tertentu terhadap subjek penelitian yang kemudian
diamati/diukur dampaknya (data yang akan datang).
Penelitian eksperimen juga merupakan penelitian yang
dilakukan secara sengaja oleh peneliti dengan cara
memberikan treatment/perlakuan tertentu terhadap
subjek penelitian guna membangkitkan sesuatu
kejadian/keadaan yang akan diteliti bagaimana
akibatnya.
Penelitian eksperimen merupakan penelitian kausal
(sebab akibat) yang pembuktiannya diperoleh melalui
komparasi/perbandingan antara : a. Kelompok
eksperimen (yang diberi perlakuan) dengan kelompok
kontrol (yang tidak diberikan perlakuan); atau b. Kondisi
subjek sebelum diberikan perlakuan dengan sesudah
diberi perlakuan.

27
Penggunaan metode penelitian eksperimen pada penelitian
sosial akan dihadapkan pada permasalahan yang
menyangkut subyek penelitian. Dalam hal ini, penggunaan
metode eksperimen ini akan menjadi sangat rumit mengingat
obyek yang diteliti menyangkut interaksi manusia dengan
lingkungan, atau interaksi antar manusia itu sendiri.

Karakteristik Penelitian Eksperimen


Karakteristik penelitian eksperimen yaitu:
1. Merupakan metode penelitian yang dianggap paling
dapat menguji hipotesis hubungan sebab-akibat, atau
paling dapat memenuhi validitas internal.
2. Merupakan rancangan penelitian yang memberikan
pengujian hipotesis yang paling ketat dibanding jenis
penelitian yang lain.
3. Merupakan penelitian yang digunakan untuk mencari
pengaruh perlakuan tertentu terhadap dampaknya
dalam kondisi yang terkendalikan.

Ciri-ciri Penelitian Eksperimen


1. Satu atau lebih variabel bebas dimanipulasi
(kondisinya dibuat berbeda, misal: dengan perlakuan
dan tanpa perlakuan.
2. Semua variabel lainnya, kecuali variabel perlakuan
(variabel bebas), dikendalikan (dipertahankan tetap).
3. Pengaruh manipulasi variabel bebas (pemberian
perlakuan) terhadap variabel terikat diamati, dengan
asumsi karena diberi perlakuan yang berbeda maka
akan berdampak yang berbeda pula.
4. Adanya komparasi, sehingga perlu penyamaan antara
kelompok yang akan dikenai perlakuan dengan
kelompok yang tidak dikenai perlakuan (dua
kelompok yang akan dibandingkan tersebut harus
komparabel)

28
5. Adanya Replikasi, Randomisasi dan Kontrol. Replikasi
adalah banyaknya unit eksperimen yang mendapat
perlakuan yang sama pada kondisi tertentu.
Randomisasi berasal dari kata random (acak) adalah
keadaan dimana setiap setiap unit eksperimen
mempunyai kesempatan yang sama untuk
mendapatkan perlakuan.Sedang control adalah
pembanding yang berfungsi untuk meningkatkan
kuatnya uji.

Jenis-Jenis Penelitian Eksperimental


Ada dua macam penelitian eksperimental, yaitu
eksperimental murni dan eksperimental semu. Penelitian
eksperimental murni adalah penelitian yang
memungkinkan peneliti mengendalikan hampir semua
variabel luar, sehingga perubahan yang terjadi pada efek
hampir sepenuhnya karena pengaruh perlakuan (variabel
eksperimental). Sementara penelitian eksperimental kuasi
adalah bila peneliti tidak mungkin mengontrol semua
variabel luar, sehingga perubahan yang terjadi pada efek
tidak sepenuhnya oleh pengaruh perlakuan.
Sementara itu menurut Weiss dkk (1971), terdapat 2 jenis
penelitian eksperimental, yaitu;
1. Penelitian eksperimental fungsional dimana variabel
bebasnya dapat dimanipulasi dengan sempurna oleh
peneliti; yang dapat dianalogikan dengan
eksperimental murni.
2. Penelitian eksperimental faktorial, dimana variabel
bebasnya tidak dapat dimanipulasi dengan sempurna
oleh peneliti; dianalogikan sebagai penelitian
eksperimental kuasi.

29
Menurut Campbell dan Stanley (1966), terdapat 3 jenis
penelitian eksperimental, yaitu:
1. Pre-eksperimental
2. Eksperimental Murni
3. Eksperimental Kuasi.

Rancangan Pra-Eksperimental (Pre-Experimental


Design)
Pada rancangan penelitian ini banyak variabel luar dan
sumber invaliditas yang tidak terkendali, sehingga baik
validitas internal maupun eksternal tidak dapat dipenuhi,
dan masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh
terhadap terbentuknya variabel dependen.
Ade 3 bentuk rancangan pra-eksperimental, yaitu:
1. One Group Post Test Design (One Shot Case Study)
Dalam desain penelitian ini terdapat suatu kelompok
diberi perlakuan dan selanjutnya diobservasi hasilnya
(perlakuan adalah sebagai variabel independen dan
hasil atau outcome adalah sebagai variabel dependen).
Dalam eksperimen ini subjek disajikan dengan
beberapa jenis perlakuan lalu diukur hasilnya
Rancangan ini adalah rancangan yang paling
sederhana, hanya melihat hasil perlakuan pada suatu
kelompok obyek tanpa ada kelompok pembanding dan
kelompok control. Pada rancangan ini tidak ada
proses randomisasi.
X O2
X= Perlakuan
O= Observasi
Studi ini cenderung bersifat deskriptif. Kesimpulan
yang didapat biasanya berbunyi:
“ dari ... kasus ...% berhasil dan ...% gagal”.

30
2. One Group Pre-Post Test Design
Kalau pada desain “a” tidak ada pretest, maka pada
desain ini terdapat pretest sebelum diberi perlakuan.
Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui
lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan
keadaan sebelum diberi perlakuan Rancangan ini
hanya menggunakan satu kelompok subyek serta
melakukan pengukuran sebelum dan sesudah
pemberian perlakuan pada subyek. Perbedaan kedua
hasil pengukuran tersebut dianggap sebagai efek
perlakuan.
O1 X O2
X= Perlakuan
O= Observasi
3. Intact Group Comparison/ Static Group Comparison
Pada desain ini terdapat satu kelompok yang
digunakan untuk penelitian, tetapi dibagi dua yaitu;
setengah kelompok untuk eksperimen (yang diberi
perlakuan) dan setengah untuk kelompok kontrol
(yang tidak diberi perlakuan).
Kelompok eksperimen X O2
Kelompok kontrol O2
X= Perlakuan
O= Observasi

Rancangan Eksperimental Murni (True Experimental


Design)
Di dalam true experimental design (eksperimen sejati)
peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang
mempengaruhi jalannya eksperimen. Dengan demikian
validitas internal (kualitas pelaksanaan rancangan
penelitian) dapat menjadi tinggi. Ciri utama dari true

31
experimental adalah sampel yang digunakan untuk
eksperimen maupun sebagai kelompok kontrol diambil
secara random (acak) dari populasi tertentu. Jadi cirinya
adalah adanya kelompok kontrol dan sampel yang dipilih
secara random. Desain true experimental terbagi atas:
1. Rancangan Eksperimen Sederhana (Posttest Only
Control Group Design)
Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-
masing dipilih secara random (R). Kelompok pertama
diberi perlakuan (X) dan kelompok lain. Subyek
penelitian dibagi secara random kedalam kelompok
perlakuan yaitu yang diberi perlakuan (X) dan
kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan (-).
Kemudian variabel outcomenya diobservasi setelah
periode waktu yang ditentukan. Perbedaan hasil
observasi antara kedua kelompok (Kontrol dengan
Perlakuan) menunjukkan efek perlakuan.
R (Kel. Eksperimen) X O2
R (Kel. Kontrol) O2
X= Perlakuan
O= Observasi
R= Randomisasi
2. Rancangan Eksperimen Ulang (Pretest-Posttest Control
Group Design)
Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih
secara acak/random, kemudian diberi pretest untuk
mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Subyek
penelitian dibagi secara random kedalam kelompok
perlakuan (X) dan kelompok kontrol yang tidak diberi
perlakuan (- ). Pengukuran atau observasi dilakukan
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.

32
R (Kel. Eksperimen) O1 X O2
R (Kel. Kontrol) O1 O2
X= Perlakuan
O= Observasi
R= Randomisasi
3. Rancangan Eksperimen Solomon (Solomon Four Group
Design)
Dalam desain ini, dimana salah satu dari empat
kelompok dipilih secara random. Dua kelompok diberi
pratest dan dua kelompok tidak. Kemudian satu dari
kelompok pratest dan satu dari kelompok nonpratest
diberi perlakuan eksperimen, setelah itu keempat
kelompok ini diberi posttest Subyek penelitian dibagi
secara random kedalam empat kelompok perlakuan
(X) dan kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan
(- ). Pada kelompok pertama dan kedua dilakukan
pengukuran atau observasi diawal dan setelah
diberikan perlakuan. Kelompok ketiga dan keempat
tidak diobservasi di awal tetapi observasi pada akhir
saja.

R (Kel. Eksperimen) O1 X O2
R (Kel. Kontrol) O1 O2
R (Kel. Kontrol) X O2
R (Kel. Kontrol) O2
X= Perlakuan
O= Observasi
R= Randomisasi

33
Rancangan Eksperimen Semu (Quasi Experimental
Design)
Bentuk desain eksperimen ini merupakan pengembangan
dari true experimental design, yang sulit dilaksanakan.
Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak
dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-
variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen. Walaupun demikian, desain ini lebih baik
dari pre-experimental design. Quasi Experimental Design
digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan
kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian.
Dalam suatu kegiatan administrasi atau manajemen
misalnya, sering tidak mungkin menggunakan sebagian para
karyawannya untuk eksperimen dan sebagian tidak.
Sebagian menggunakan prosedur kerja baru yang lain tidak.
Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan dalam
menentukan kelompok kontrol dalam penelitian, maka
dikembangkan desain Quasi Experimental. Desain
eksperimen model ini diantarnya sebagai berikut:
Eksperimen kuasi merupakan alternatif jika pembagian
subyek penelitian secara random tidak mungkin, tidak etis
atau tidak praktis untuk dilakukan. Jenis rancangan
eksperimen kuasi :
1. Rancangan eksperimen ulang non-random (Non-
randommized Pretest-postest Control Group Design)
Desain ini sebenarnya sama dengan static group
design, tidak dilakukan randomisasi. Karena itu tetap
memiliki kelompok kontrol untuk mengontrol
maturation, namun kedua kelompok penelitian tidak
setara dalam hal proactive history. Static group atau
nonequivalent group ataupun nomandomized group
memiliki arti yang sama, yaitu tidak dilakukannya
randomisasi untuk membentuk KE dan KK. Oleh
karena itu, desain penelitian ini juga termasuk dalam
jenis penelitian eksperimental-kuasi.

34
Yang perlu diperhatikan, pretest dan posttest harus
merupakan tes yang sama agar hasilnya dapat
diperbandingkan. Pretest menginformasikan
kemampuan awal (initial position) para subjek
sebelum dilakukan penelitian, atau dengan kata lain
adalah proactive history mereka.

(Kel. Eksperimen) O1 X O2
(Kel. Kontrol) O2
X= Perlakuan
O= Observasi
Dibandingkan static group design, desain ini memiliki
keunggulan karena dapat diketahui kemampuan awal
setiap subjek sebelum dilakukan penelitian, sehingga
kesimpulan yang diambil mengenai pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat lebih meyakinkan
dibandingkan static group design. Namun demikian,
karena tidak dilakukan randomisasi sehingga kedua
kelompok menjadi tidak setara, maka kesimpulan
yang dihasilkan tidak begitu kuat. Karena itu
kelemahan desain ini sama dengan static group
design.
2. Rancangan Eksperimen Seri (Time Series Design)
Dalam desain ini kelompok yang digunakan untuk
penelitian tidak dapat dipilih secara random. Sebelum
diberi perlakuan, kelompok diberi pretest sampai
empat kali dengan maksud untuk mengetahui
kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum
diberi perlakuan. Bila hasil pretest selama empat kali
ternyata nilainya berbeda-beda, berarti kelompok
tersebut keadaannya labil, tidak menentu, dan tidak
konsisten. Setelah kestabilan keadaan kelompok
dapat diketahui dengan jelas, maka baru diberi
treatment/perlakuan. Desain penelitian ini hanya

35
menggunakan satu kelompok saja, sehingga tidak
memerlukan kelompok kontrol. Pengukuran atau
observasi terhadap variabel outcome dilakukan
beberapa kali sebelum dan sesudah perlakuan.
Subyek penelitian pada rancangan ini sekaligus
berfungsi sebagai subyek perlakuan dan sebagai
kontrol.
O1 O2 O3 X O4 O5 O6
X= Perlakuan
O= Observasi
3. Rancangan Eksperimen Seri Ganda (Multiple Time
Series Design)
Rancangan ini merupakan pengembangan dari
rancangan eksperimen seri dan rancangan
eksperimen ulang non-random. Desain ini melibatkan
pengamatan yang berurutan selama intervensi
terprogram dan menilai karakteristik dari proses
perubahan. Rancangan ini unggul karena melayani
beberapa fungsi simultan. Pertama, deskriptif. Fungsi
deskriptif dari deret waktu sangat penting ketika
intervensi meluas dalam jangka waktu yang cukup
lama. Deret waktu adalah satu-satunya desain untuk
memberikan catatan fluktuasi yang berkelanjutan
dalam variabel eksperimental selama keseluruhan
periode penelitian.
(Kel. Eksperimen) O1 O2 O3 X O4 O5 O6
(Kel. Kontrol) O1 O2 O3 O4 O5 O6

36
Daftar Pustaka
Basuki. B, 2000 Aplikasi Metode Kasus Kontrol, Bagian
Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedoteran
Universitas Indonesia,
Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan. Bandung :
PT.Revika Aditama
Budiman. C,1996 Pengantar Prinsip dan Metoda
Epidemiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Cook, T.D. & Campbell, D.T. (1979). Quasi-
Experimentation: Design and analysis issues for field
settings. Chicago: Rand Mcnally College Publishing
Company.
Didik B, Prayoga. 2005. Metodologi Penelitian. Surabaya :
Unit PPM Poltekkes Kemenkes
Durri Andriyani. 2016. Metode Penelitian. Universitas
Terbuka
Gordis, L.,1996. Epidemiology. W.B. Saunders Company.
US
John M. Gottman, Richard M. Mcfall, and Jean T Barnett,
1969. Design and analysis of research using time
series, Psychological Bulletin 1969, Vol. 72, No. 4,
299-306
Kramer, Michael S, 1988. Clinical Epidemiology and
Biostatistics : A primer for Clinical Investigators and
Decision-Makers. Springer-Verlag, Germany
Murti B. 1997. Prinsip dan metode Riset Epidemiologi.
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Restu Arti Setia, 2014 Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (Nht)
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Pada Mata Pelajaran Kearsipan Universitas
Pendidikan Indonesia
Watik,P. 2000. Dasar - Dasar Metodologi Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.

37
Profil Penulis
Sulaeman, S.Si, MT.
Penulis di lahirkan di Bandung pada tanggal 3
Juni 1965
Alumni Sekolah Menengah Analis Kesehatan
Depkes Bandung tahun 1985, pernah bekerja di
Laboratorium Rumah Sakit Umum PMI di Bogor.
Kemudian melanjurkan studi di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Padjadjaran Bandung Jurusan Biologi dan Magister Teknik
Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Hingga saat ini
bertindak sebagai Dosen Tetap Poltekkes Kemenkes Bandung.
Penulis merupakan pengajar Metode Penelitian Kesehatan,
Metode Statistika, Manajemen Limbah, Parasitologi, dan Sistem
Informasi Laboratorium di Jurusan Teknologi Laboratorium
Medik (TLM) (dulu Analis Kesehatan) Poltekkes Kemenkes
Bandung. Disamping hobby otak-atik eksperiman, penulis juga
memiliki hobby fotografi, terutama bidang landscape. Penulis
banyak berkecimpung dalam penelitian-penelitian bidang
laboratorium melalui serangkaian eksperimen. Beberapa
penelitian yang sudah dilakukan meliputi eksperimen
laboratotrium dalam hal uji fitokimia untuk menekan
pertumbuhan mikroorganisme serta penembangan bahan lokal
alami untuk pengendalian vektor penyakit bersumber serangga.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai oleh internal
perguruan tinggi dan juga Kementerian Kesehatan RI.
Email Penulis: sulaemante@gmail.com

38
3
KONSEP DASAR DESAIN
PENELITIAN OBSERVASIONAL

Ayu Citra Mayasari, S.Pd., M.Kes


STIKES Hang Tuah Surabaya

Pendahuluan
Desain penelitian adalah sebuah rancangan yang menuntun
peneliti untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan
penelitian. Pengertian umum desain penelitian mencakup
berbagai hal seperti identifikasi masalah, perumusan
hipotesis, pengoperasian hipotesis, metode pengumpulan
data, analisis data, serta penulisan dan penyebarluasan
hasil penelitian. Pengertian khusus desain penelitian
mengacu pada jenis penelitian yang digunakan untuk
mencapai tujuan penelitian Desain penelitian memiliki
peranan sebagai alat untuk mengontrol berbagai variabel
yang berpengaruh atau berperan dalam suatu penelitian
(Sastroasmoro S & lsmael S, 2018).
Peneliti perlu menentukan desain yang tepat sebelum
memulai penelitian sesuai dengan ketertarikan peneliti
terhadap suatu masalah. Desain penelitian terbagi menjadi
penelitian eksperimental dan penelitian observasional.
Penelitian observasional terbagi menjadi penelitian deskriptif
dan penelitian analitik. Penelitian deskriptif hanya
menyajikan pengukuran tanpa melakukan analisis data.
Penelitian analitik menjelaskan tentang hubungan antar
variabel dengan menganalisis data (Rosenbaum P., 2022).

39
Desain penelitian memiliki tahapan yang perlu
diperhatikan dalam melakukannya. Tahapan ini
bertujuan agar penelitian dapat mendapatkan hasil yang
valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Peneliti berperan
dalam membagikan hasil penelitian dan memperhatikan
tata cara penulisan yang baik. Desain penelitian memiliki
panduan penulisan tertentu. Peneliti dapat mengikuti
panduan penulisan agar dapat menulis manuskrip secara
terstruktur dan memudahkan pembaca untuk dapat
mengerti topik yang dibahas (Ramji S, 2022).
Sari kepustakaan ini bertujuan untuk membahas tahapan
dan penulisan penelitian observasional.

Penelitian Observasional
Penelitian observasional merupakan penelitian yang tidak
memberi perlakuan terhadap subjeknya. Penelitian ini
hanya mengamati hubungan antara faktor risiko alamiah
dengan penyakit. Peneliti mengevaluasi karakteristik,
perilaku, dan paparan pada subjek dengan penyakit,
kondisi, atau komplikasi tertentu. Penelitian
observasional disebut juga sebagai studi epidemiologi
yang melaporkan karakteristik populasi penelitian
(Sastroasmoro S & lsmael S, 2018).
Penelitian observasional menggambarkan manifestasi
perkembangan penyakit. Penelitian ini tidak dapat
menentukan sebab dan akibat dari suatu penyakit atau
kondisi. Temuan dari penelitian ini tidak dapat disajikan
menggunakan Bahasa kausal. Penelitian ini
menggunakan istilah asosiasi sebagai penggantinya,
seperti efek atau hubungan antara variabel pada
pelaporan penelitian (Rezigalla AA, 2020).

Pengertian Penelitian Observasional


Observasi adalah proses sitematis dalam merekam pola
perilaku manusia, objek dan kejadian-kejadian tanpa

40
menggunakan pertanyaan atau berkomunikasi dengan
subjek. Proses tersebut mengubah fakta menjadi data.
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan yang
memperhatikan fenomena secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
Pada penelitian observasional, peneliti tidak melakukan
perlakuan/intervensi apapun terhadap variabel
penelitian. Dengan perkataan lain, data yang didapat
murni berupa data yang sudah ada sebelumnya maupun
data kemudian yang dihasilkan tanpa campur tangan
peneliti.
Tujuan Observasi
Kegiatan observasi tentu memiliki tujuan tertentu yang
ingin dicapai. Adapun tujuan observasi adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menggambarkan suatu objek dan segala yang
berhubungan dengan objek penelitian melalui
pengamatan dengan menggunakan panca indera.
2. Untuk mendapatkan suatu kesimpulan mengenai
objek yang diamati, dimana kesimpulan tersebut
disusun dalam sebuah laporan yang relevan dan
bermanfaat bagi bahan pembelajaran.
3. Untuk mendapatkan suatu data atau informasi yang
dapat dibagikan kepada pihak lain dalam bentuk
karya ilmiah atau nonilmiah.
Manfaat Observasi
Mengacu pada pengertian dan tujuan observasi yang telah
disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa manfaat
observasi yang bisa didapatkan. Adapun beberapa
manfaat observasi adalah sebagai berikut:

41
1. Suatu hasil observasi dapat dikonfirmasi dengan hasil
penelitian.
2. Deskripsi dalam observasi dapat menjelaskan atau
memperkirakan mengenai dunia nyata.
3. Memungkinkan orang lain untuk menafsirkan hasil
penemuan dan bagaimana akan diinterpretasikan.
4. Observasi dapat menjelaskan mengenai suatu
peristiwa dan dapat diuji kualitasnya, serta
menimbulkan spekulasi tentang peristiwa tersebut
dalam aturan nyata.
5. Observasi dapat menjelaskan mengenai suatu
peristiwa dan dapat diuji kualitasnya, serta
menimbulkan spekulasi tentang peristiwa tersebut
dalam aturan nyata.
6. Observasi dapat mencatat indikasi yang terkadang
tidak nyata berlangsungnya.
7. Proses observasi dapat mencatat keadaan yang tidak
dapat direplikasikan dalam suatu eksperimen.
8. Suatu peristiwa dapat dicatat secara kronologis
sehingga berurutan.
9. Suatu observasi dapat dikombinasikan dengan
menggunakan sistem lainnya.
Kelebihan pengumpulan data dengan menggunakan
teknik observasi ini, antara lain:
1. Menunjukan situasi yang aktual.
2. Memiliki tingkat objektivitas yang tinggi apabila
pengamat bersikap netral terhadap objek
pengamatan.
3. Proses pengamatan dilakukan dengan berpedoman
dengan pedoman pengamatan.

42
Adapun kelemahan dalam menggunakan metode
observasi, diantaranya:
1. Membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan
pengamatan, disini kurang efesien dari segi waktu.
2. Akan menjadi tidak nyaman terhadap objek yang
menjadi pengamatan. Karena diamati gerak-gerik dan
diamati pekerjaannya.
3. Tidak semua informasi didapat dengan cara
pengamatan (Latifah, 2019).

Gambar 3.1 Piramida tingkat kepercayaan penelitian


Dikutip dari (Ingraham HJ et al., 2022)
Penelitian deskriptif dan analitik merupakan bagian dari
penelitian observasional. Laporan kasus dan serial kasus
merupakan bagian dari penelitian deskriptif. Penelitian
analitik terbagi menjadi penelitian potong lintang atau
cross sectional, penelitian kasus kontrol, dan penelitian
kohort. Penelitian observasional dalam hierarki tingkat
kepercayaan penelitian berada di posisi bawah hingga
tengah. Penelitian meta analisis dan tinjauan sistematis
berada di posisi tertinggi dalam hierarki tingkat
kepercayaan penelitian (Thiese MS, 2014).

43
Pendekatan Penelitian Observasional
Berdasarkan pada ada tidaknya analisis hubungan antar
variabel, penelitian yang bersifat observasional ini
dibedakan menjadi penelitian deskriptif dan penelitian
analitik.
1. Penelitian Observasional Deskriptif
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
bertujuan hanya untuk menggambarkan
(mendeskripsi) fenomena yang ditemukan, baik itu
berupa faktor risiko, maupun suatu efek atau hasil.
Data tersebut disajikan apa adanya tanpa suatu
analisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut
dapat terjadi. Dengan demikian penelitian yang
bersifat tidak perlu ada hipotesis. Statistik yang dapat
digunakan pada penelitian deskriptif adalah nilai
rerata (mean, median, modus) dengan standar
deviasinya, rentang maksimal dan minimal, dan
proporsi (presentase). Contoh penelitian yang bersifat
observasional deskriptif adalah sebagai berikut:
a. Survei (survey), merupakan suatu kegiatan
penelitian yang mana pengumpulan data
dilakukan pada suatu populasi (whole sample) di
wilayah tertentu pada waktu tertentu. Contohnya:
survei morbiditas suatu penyakit, survei rumah
tangga, survei pendapat umum.
b. Studi/laporan kasus (penelaahan kasus/case
study), merupakan suatu bentuk dokumentasi
yang berharga dari suatu penelitian terhadap
fenomena baru yang bersifat tunggal. Nilai
penelitian dari studi kasus ini dianggap rendah,
karena tidak adanya faktor pembanding (kontrol),
sehingga kita dapat menilai adanya suatu
hubungan sebab-akibat. Walaupun demikian,
studi kasus seringkali menjadi dasar dari

44
penelitian lanjutan yang menghasilkan penemuan
baru. Contohnya: studi kasus efek samping obat,
studi kasus prosedur tertentu dalam
pembedahan, studi kasus keracunan makanan.
c. Studi perbandingan (comparative study),
merupakan penelitian yang membandingkan
persamaan dan perbedaan fenomena-fenomena
yang ada, untuk kemudian mencari faktor-faktor
dan kondisi apa saja yang menyebabkan
fenomena tersebut terjadi. Contohnya: studi
perbandingan beberapa kasus anemia.
d. Studi prediksi (prediction study), merupakan
suatu penelitian yang digunakan untuk
memperkirakan (memprediksi/meramalkan)
kemungkinan munculnya suatu fenomena
berdasarkan fenomena lain yang sudah ada.
Contohnya: perkiraan kemungkinan terjadinya
wabah demam berdarah berdasarkan hasil
pemeriksaan sarang nyamuk.
e. Stude korelasi (correlation study), merupakan
suatu penelitian yang digunakan untuk melihat
hubungan antara suatu fenomena dengan
fenomena lainnya. Uji statistik yang digunakan
adalah uji korelasi atau koefisien korelasi.
Contohnya: ingin melihat hubungan antara
mendengarkan musik klasik dengan tingkat
kecerdasan seorang anak.
f. Studi evaluasi (evaluation study), merupakan
suatu penelitian yang digunakan untuk melihat
suatu fenomena yang sudah terjadi dan masih
berlangsung. Contohnya: evaluasi mengenai
program ASI eksklusif.

45
2. Penelitian Observasional Analitik
Pada penelitian jenis observasional analitik ini,
peneliti mencoba untuk mencari hubungan antar
variabel, yaitu dengan melakukan suatu analisis
terhadap data yang dikumpulkan. Oleh sebab itu,
pada penelitian analitik perlu dibuat suatu hipotesis
penelitian.
Desain penelitian observasional analitik secara umum
dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Penelitian Potong-Silang/Studi Prevalensi (Cross
Sectional Study)
Dalam penelitian jenis ini, peneliti melakukan
observasi atau pengukuran variabel pada suatu
saat. Hal ini berarti bahwa setiap subjek
penelitian hanya diobservasi satu kali saja dan
pengukuran variabel subjek juga dilakukan pada
saat itu pula, sehingga pada studi potong-silang
tidak diperlukan suatu pemeriksaan/pengukuran
ulangan. Jadi pada studi ini, variabel bebas
(faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) dinilai
secara simultan pada saat yang bersamaan.
b. Penelitian Kasus-Kontrol (Case-Control Study)
Pada studi kasus-kontrol, pengamatan/
observasi/pengukuran yang dilakukan pada
variabel bebas dan variabel tergantung tidak
dilakukan pada saat yang sama. Pada penelitian
ini, peneliti pertama-tama melakukan
pengukuran variabel tergantung (efek/penyakit),
kemudian secara retrospektif baru mencari
variabel bebasnya (faktor risiko). Jadi, studi ini
dapat dianggap sebagai studi longitudinal, sebab
subjek (kasus) diobservasi tidak pada satu saat
saja, melainkan diikuti sampai periode tertentu.

46
Sebagai kontrol, dipilih subjek yang berasal dari
populasi yang memiliki karakteristik sama seperti
kelompok kasus namun tidak memilki variabel
tergantung (efek). Pemilihan kelompok kontrol ini
dapat dilakukan dengan cara serasi (matching)
maupun tanpa matching.
Seperti pada studi potong-silang, hasil
pengukuran pada studi kasus-kontrol biasanya
juga disusun dalam tabel 2 × 2. Pada studi ini
peneliti dapat mencari hubungan sebab-akibat
antara efek dengan faktor risiko secara tidak
langsung, yaitu melalui penghitungan risiko relatif
yang dinyatakan sebagai rasio oods (odds
ratio=OR). Odds Ratio (OR) ialah perbandingan
antara peluang terjadinya sesuatu dengan
peluang untuk tidak terjadinya sesuatu.
c. Penelitian Kohort (Cohort Study)
Berbeda dengan studi kasus-kontrol, maka pada
studi kohort penelitian dimulai dengan
melakukan identifikasi faktor risiko (kausa)
terlebih dahulu, kemudian subjek diikuti secara
prospektif selama periode tertentu untuk mencari
ada/tidaknya efek (penyakit) yang ditimbulkan
oleh faktor risiko tersebut. Jadi studi kohort
merupakan studi longitudinal yang bersifat
prospektif. Pada studi ini subjek penelitian dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang
diteliti terdiri dari subjek yang terpajan dan
kelompok kontrol terdiri dari subjek yang tidak
terpajan. Hasil pengamatan juga disusun dalam
tabel 2 × 2, untuk kemudian ditentukan insiden
terjadinya efek pada kedua kelompok dan
dihitung risiko relatif atau risik insiden (RR).

47
Pada studi kohort juga diperlukan adanya suatu
hipotesis penelitian. Risiko Relatif (RR) ialah
perbandingan antara insiden efek pada kelompok
dengan faktor risiko dengan insiden efek pada
kelompok tanpa faktor risiko.
Terdapat beberapa jenis studi kohort, antara lain:
1) Studi kohort prospektif dengan kelompok
pembanding internal, kedua kelompok belum
terkena pajanan pada awal penelitian.
2) Studi kohort prospektif dengan kelompok
pembanding eksternal (studi kohort ganda),
kelompok kasus sudah terkena pajanan,
walaupun belum ada efek pada awal
penelitian.
3) Studi kohort retrospektif, kelompok penelitian
sudah mengalami efek, kemudian ditelusuri,
jadi sebenarnya sama dengan studi kohort
namun data diambil secara retrospektif
karena telah terjadi pada masa lalu.
4) Nested case control study, terdapatnya suatu
bentuk studi kasus-kontrol yang bersarang
(nested) di dalam rancangan penelitian yang
bersifat khort, namun data diambil dari studi
kohort (Rezigalla AA, 2020).

Tahapan atau Proses Observasi


1. Pemilihan (selection) menunjukkan bahwa
pengamatan ilmiah mengedit dan memfokuskan
pengamatannya secara sengaja atau tidak sengaja.
Pemilihan mempengaruhi apa yang diamati, apa yang
dicatat, dan apa yang disimpulkan. Peneliti dapat
menentukan pilihannya atas sejumlah gejala alam,
sosial, atau kemanusiaan yang dianggap dapat
memberikan informasi sesuai dengan kebutuhannya.
48
Tentu dalam hal ini peneliti melakukan pemilihan
subjek amatan, dengan melibatkan semua atau
sebagian kemampuan indrawiah.
2. Pengubahan (provocation), berarti observasi yang
dilakukan bersifat aktif, tidak hanya dilakukan secara
pasif. Peneliti boleh mengubah perilaku atau suasana
tanpa mengganggu kewajaran, kealamiahan
(naturalness). Mengubah perilaku berarti dengan
kesengajaan mengundang respon tertentu, misalnya
mengubah perilaku orang lain dengan menggunakan
pengaruh teladan atau keteladanan seseorang pada
kondisi tertentu.
3. Pencatatan (recording), upaya merekam kejadian-
kejadian menggunakan catatan lapangan, sistem
kategori, dan metode-metode lain. Setiap kejadian
hendaknya memerlukan pencatatan. Mengamati
tanpa diimbangi dengan pencatatan mengakibatkan
pengamat lupa terhadap apa yang diamatinya.
Kemampuan pengamat lebih lemah dari yang
seharusnya diingat, dan kemampuan ingatan
berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena ada
kemungkinan seseorang lebih tertarik pada fenomena
tertentu, dan justru lebih gampang mengingatnya,
daripada harus mengingat-ingat fenomena yang akan
diteliti dan harus diingatnya. Sebaliknya, subjek
amatan justru lebih mudah berubah apabila
mengetahui bahwa dia sedang diamati dan dicatat
tingkah lakunya (berbeda pada benda atau hewan).
4. Pengkodean (encoding) berarti proses
menyederhanakan catatan-catatan melalui metode
reduksi data. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
menghitung frekuensi bermacam-macam perilaku.
Rangkaian perilaku dan suasana yang ada,
menunjukkan bahwa observasi melakukan
serangkaian pengukuran yang berlainan pada

49
perilaku dan suasana. Selain itu, dapat dilakukan
untuk menyederhanakan pengamatan yang
berlangsung secara cepat, menggunakan kata kunci
(key words), yang nantinya disempurnakan menjadi
kalimat berita secara utuh, setelah pengamatan
berlangsung.
5. In situ, berarti pengamatan kejadian dalam situasi
alamiah (naturalistic), meskipun tanpa menggunakan
manipulasi eksperimental, misalnya pengamatan
perilaku mahasiswa di kelas. Pengamatan in situ
merupakan proses mengamati hal apa saja yang
riil/nyata, berdasarkan pengalaman riil di tempat
kejadian berlangsung. Observasi yang dimaksudkan
di sini diartikan sebagai seluruh kegiatan atau
aktivitas ilmiah empiris, diawali dengan kegiatan
mengamati gejala atau realitas bersifat empiris.
6. Observasi untuk tujuan empiris yaitu deskripsi,
melahirkan teori dan hipotesis (penelitian kualitatif),
atau menguji teori dan hipotesis (penelitian
kuantitatif). Fungsi observasi antara lain deskripsi,
berarti observasi digunakan untuk menjelaskan,
memberikan, dan merinci gejala yang terjadi, seperti
seorang laboran menjelaskan prosedur kerja atom
hidrogen, atau ahli komunikasi menjelaskan secara
rinci prosedur kerja di stasiun televisi. Mengisi data,
memiliki maksud bahwa observasi yang dilakukan
berfungsi melengkapi informasi ilmiah atas gejala
sosial yang diteliti melalui teknik-teknik penelitian.
Memberikan data yang dapat digeneralisasikan,
maksudnya adalah setiap kegiatan penelitian,
sehingga mengakibatkan respon atau reaksi dari
subjek amatan. Dari gejala yang ada, peneliti dapat
mengambil kesimpulan umum dari gejala tersebut
(Jasaputra et al., 2008).

50
Daftar Pustaka
Ingraham HJ, Bowers DK, Luisa A, Lorenzo D, Gramates
PH, & Kaplan AD. (2022). Basic and clinical science
course: update in general medicine . American
Academy of Ophtalmology.
Jasaputra, Krisanti, D., & Santosa, S. (2008). Metodologi
Penelitian Biomedis. (2nd ed.). Danamartha Sejahtera
Utama.
Latifah. (2019). Metode Pengumpulan Data. In Metode
Penelitian (pp. 13–17). Universitas Bina Sarana
Informatika.
Ramji S. (2022). Study Design: Observational Studies.
Indian Pediatr, 59(8), 493.
Rezigalla AA. (2020). Observational study designs:
synopsis for selecting an appropriate study design. .
(1st ed., Vol. 12).
Rosenbaum P. (2022). Springer series in statistics design of
observational studies (2nd ed.). Springer.
Sastroasmoro S, & lsmael S. (2018). Dasar-dasar
metodologi penelitian klinis (4th ed.). Sagung Seto.
Thiese MS. (2014). Observational and interventional study
design types; an overview. Biochem Med, 24(2), 199–
210.

51
Profil Penulis
Ayu Citra Mayasari, S.Pd., M.Kes
Penulis dilahirkan di Kota Lumajang, Jawa Timur
pada bulan Januari 1987. Merupakan anak
pertama dari Bpk. Imam Budiyanto & Ibu Astutik.
Penulis seorang Istri dari Nurman Solichan juga
Ibu dari 3 Anak yaitu Alif Alkhalifi Putra Solichan,
Berly Arsyfa Putri Solichan dan Ceisya Hanani Putri Solichan.
Pendidikan terkahir Penulis S2 di Universitas Airlangga,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Kesmas
Peminatan Biostatistik lulus tahun 2011. Penulis bekerja
sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Surabaya tepatnya di Prodi S1 Keperawatan. Sehari-harinya
mengajar dan juga sebagai dosen pengampu mata kuliah
Epidemiologi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Biostatistik,
Statistik Lanjut, Dasar Statsitik dan Metodologi penelitian
kesehatan. Selain itu penulis juga aktif dalam bidang olahraga
Taekwondo dan menulis jurnal nasional maupun internasional
serta aktif menulis buku ajar dan book chapter.
Email Penulis: ayucitramayasari@gmail.com

52
4
CROSS SECTIONAL

Juwita Desri Ayu, S.Tr.Keb., M.Keb.


Universitas Aisyah Pringsewu

Pendahuluan
Penelitian Cross-sectional adalah salah satu jenis
penelitian observasional atau non-eksperimental yang
bertujuan untuk mengumpulkan data dari berbagai
variabel pada suatu saat tertentu untuk menggambarkan
karakteristik populasi pada titik waktu tersebut. Dengan
menggabungkan efisiensi dalam pengumpulan data dan
kemampuan untuk memberikan gambaran yang luas
tentang suatu populasi pada saat tertentu, penelitian
Cross-sectional merupakan alat yang bermanfaat dan
sering digunakan dalam berbagai bidang penelitian seperti
bidang kedokteran, epidemiologi, sosiologi, psikologi, dan
bidang ilmu sosial lainnya. Namun, penting untuk diingat
bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan atau
kelemahan dan tidak cocok untuk semua jenis pertanyaan
penelitian, terutama yang berkaitan dengan hubungan
sebab-akibat atau perubahan seiring waktu.

Kelebihan dan Kekurangan Penelitian Cross-Sectional


1. Kelebihan
Efisiensi dan biaya rendah; Pengumpulan data cepat;
Memberikan gambaran tentang karakteristik atau
prevalensi; Identifikasi korelasi awal; Penerapan

53
diberbagai bidang ilmu; Analisis deskriptif sederhana
(seperti rata-rata, persentil, dan frekuensi, sehingga
lebih mudah diinterpretasikan); Perbandingan antar-
grup (membantu dalam memahami perbedaan
karakteristik atau perilaku antara kelompok-
kelompok tersebut); Data awal untuk penelitian
longitudinal; Identifikasi masalah kesehatan;
Pandangan awal untuk penelitian lebih lanjut.
2. Kekurangan
Tidak bisa menyimpulkan kausalitas (hubungan
sebab-akibat); Tidak bisa mengamati perubahan
seiring waktu; Keterbatasan dalam mendalami detail;
potensi bias seleksi (jika sampel tidak mewakili
populasi secara keseluruhan dengan baik);
Sensitivitas waktu (hasil dapat berbeda jika data
dikumpulkan pada periode waktu yang berbeda,
terutama jika fenomena yang diteliti berfluktuasi
seiring waktu); Terbatasnya variabel yang diamati;
Sulit untuk menilai prevalensi jangka panjang;
Terbatasnya kausalitas reverse (hubungan antara
variabel tidak jelas dan mungkin sebenarnya berjalan
ke arah sebaliknya); Tidak cocok untuk perubahan
pendekatan intervensi; Pentingnya validitas internal
(ketepatan penelitian dalam mengukur hubungan
yang diinginkan karena tidak ada pengendalian
eksperimental untuk menguji sebab-akibat).

Karakteristik Utama Rancangan Penelitian Cross-


Sectional
1. Tujuan Utama: mendapatkan gambaran atau
menggambarkan karakteristik populasi atau
kelompok tertentu pada waktu tertentu. Misalnya,
digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara
variabel tanpa mengidentifikasi sebab-akibat.

54
2. Waktu Penelitian: pengumpulan data dilakukan
secara horizontal pada satu waktu, bukan dalam
rentang waktu yang panjang.
3. Pengumpulan Data: dengan menggunakan berbagai
metode, seperti: survei, wawancara, atau pengamatan
langsung. Responden penelitian memberikan
tanggapan terhadap pertanyaan atau item yang telah
ditetapkan.
4. Analisis Data: data yang dikumpulkan dianalisis
untuk mengidentifikasi pola atau hubungan antara
variable (korelasi atau asosiasi).
5. Representasi Populasi: mencakup sampel yang
mewakili populasi yang lebih luas. Dengan demikian,
data yang diperoleh diharapkan dapat
digeneralisasikan untuk membuat kesimpulan
tentang populasi tersebut.

Statistika Epidemiologi: Cross-Sectional


Berikut adalah beberapa konsep dan teknik statistika
yang umum digunakan dalam analisis data Cross-
sectional:
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan
karakteristik sampel dan distribusi variabel yang
diamati. Statistik ini meliputi mean (rata-rata),
median (nilai tengah), modus (nilai yang paling sering
muncul), kuartil, dan sebagainya. Selain itu, dapat
digunakan juga ukuran penyebaran seperti rentang
(range), simpangan baku (standard deviation), atau
kisaran interkuartil (interquartile range) dan
sebagainya. Misalnya, statistik deskriptif dapat
digunakan untuk menghitung rata-rata tingkat
kecemasan atau distribusi usia dalam sampel.

55
2. Diagram dan Grafik
Diagram dan grafik adalah alat visual yang penting
dalam statistika epidemiologi. Diagram batang (bar
chart), diagram lingkaran (pie chart), histogram,
diagram kotak (box plot) dan diagram sebar (scatter
plot) adalah beberapa contoh yang sering digunakan
untuk memvisualisasikan data cross-sectional.
3. Prevalensi
Statistik epidemiologi cross-sectional sangat berfokus
pada prevalensi suatu kondisi atau masalah
kesehatan dalam populasi pada satu titik waktu
tertentu. Prevalensi adalah proporsi individu yang
menderita suatu kondisi tertentu dalam populasi
tertentu pada saat itu. Menghitung prevalensi dalam
penelitian cross-sectional adalah salah satu langkah
penting untuk mendapatkan gambaran tentang
seberapa banyak individu dalam populasi yang
menderita suatu penyakit atau masalah kesehatan
tertentu pada satu titik waktu tertentu. Prevalensi
menggambarkan jumlah kasus yang ada dalam
populasi pada saat penelitian dilakukan dan biasanya
dihitung dalam bentuk persentase. Berikut adalah
pengenalan tentang cara menghitung prevalensi
dalam penelitian cross-sectional:
a. Langkah 1 - Definisikan Populasi yang Diperiksa:
tentukan populasi yang akan diteliti. Ini adalah
kelompok orang atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu yang relevan dengan
penelitian. Misalnya, jika peneliti ingin
menghitung prevalensi diabetes di antara
penduduk usia di atas 18 tahun di suatu wilayah,
maka populasi yang diperiksa adalah penduduk
usia di atas 18 tahun di wilayah tersebut.

56
b. Langkah 2 - Kumpulkan Data: lakukan survei atau
pengumpulan data untuk mengidentifikasi jumlah
kasus penyakit atau masalah kesehatan yang ada
dalam populasi yang diteliti. Data dapat diperoleh
melalui berbagai cara, seperti kuesioner,
wawancara, pemeriksaan medis, atau catatan
kesehatan.
c. Langkah 3 - Hitung Jumlah Kasus: jumlahkan
semua kasus penyakit atau masalah kesehatan
yang ada dalam populasi yang diteliti. Misalnya,
jika dalam populasi 500 orang terdapat 50 orang
dengan diabetes, maka jumlah kasus adalah 50.
d. Langkah 4 - Hitung Prevalensi: untuk menghitung
prevalensi, bagi jumlah kasus (jumlah individu
yang menderita penyakit) dengan jumlah total
populasi dan kalikan dengan 100 untuk
mendapatkan persentasenya. Rumusnya adalah
sebagai berikut:
Prevalensi = (Jumlah Kasus / Jumlah Total
Populasi) × 100
Misalnya, jika jumlah kasus diabetes adalah 50 dan
jumlah total populasi adalah 500, maka prevalensi
diabetes dalam populasi tersebut adalah:
Prevalensi = (50 / 500) × 100 = 10%
Dengan demikian, prevalensi diabetes di populasi
tersebut adalah 10%.
e. Langkah 5 - Interpretasi Hasil: hasil prevalensi
yang telah dihitung akan memberikan informasi
tentang seberapa umum penyakit atau masalah
kesehatan tersebut dalam populasi pada saat
penelitian dilakukan. Semakin tinggi
prevalensinya, semakin banyak kasus penyakit
dalam populasi.

57
Penting untuk diingat bahwa prevalensi hanya
memberikan gambaran pada satu titik waktu tertentu dan
tidak memberikan informasi tentang insiden (jumlah
kasus baru dalam periode waktu tertentu) atau hubungan
sebab-akibat.

Uji Perbedaan Antara Kelompok


Statistik inferensial dapat digunakan untuk menguji
perbedaan antara kelompok-kelompok tertentu dalam
penelitian Cross-sectional. Uji perbedaan antar-kelompok
adalah jenis analisis statistik yang digunakan untuk
membandingkan dua atau lebih kelompok atau kategori
dalam suatu penelitian, terutama dalam penelitian cross-
sectional. Contoh penelitian cross-sectional adalah survei
penduduk yang mengumpulkan data dari berbagai kelompok
usia atau pendapatan. Penggunaan uji perbedaan antar-
kelompok dalam penelitian cross-sectional bertujuan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok-kelompok yang dibandingkan terkait dengan
variabel yang diukur. Beberapa contoh variabel yang bisa
diukur adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, atau
faktor risiko tertentu terkait kesehatan.
Ada beberapa uji statistik yang biasa digunakan untuk
melakukan perbandingan antar-kelompok dalam
penelitian cross-sectional. Beberapa di antaranya adalah:
1. Uji t-Student (Independent t-test): digunakan untuk
membandingkan dua kelompok independen terkait
dengan variabel kontinu. Misalnya, membandingkan
rata-rata tingkat pendapatan antara dua kelompok
pekerjaan yang berbeda.
2. Uji ANOVA (Analysis of Variance): digunakan untuk
membandingkan lebih dari dua kelompok independen
terkait dengan variabel kontinu. ANOVA dapat
menunjukkan apakah ada perbedaan signifikan
antara setidaknya dua kelompok.

58
3. Uji Chi-Square: digunakan untuk membandingkan
distribusi frekuensi atau proporsi antara dua atau
lebih kelompok yang berhubungan dengan variabel
kategorikal. Misalnya, membandingkan proporsi
merokok antara dua kelompok usia.
4. Uji Mann-Whitney: digunakan untuk membandingkan
dua kelompok independen terkait dengan variabel
ordinal atau non-parametrik. Uji ini digunakan ketika
data tidak berdistribusi normal.
5. Uji Kruskal-Wallis: digunakan untuk membandingkan
lebih dari dua kelompok independen terkait dengan
variabel ordinal atau non-parametrik. Sama seperti
Mann-Whitney, uji ini juga digunakan ketika data
tidak berdistribusi normal.
Pemilihan uji statistik yang tepat tergantung pada jenis
data yang diukur dan jumlah kelompok yang
dibandingkan. Penting untuk memastikan bahwa data
memenuhi asumsi uji statistik yang digunakan, seperti
normalitas dan homogenitas varians, terutama jika uji
parametrik akan digunakan.

Uji Korelasi
Uji korelasi digunakan untuk mengukur hubungan antara
dua atau lebih variabel dalam penelitian Cross-sectional.
Korelasi Pearson atau korelasi Spearman biasanya
digunakan untuk mengukur hubungan linier atau non-
linier antara variabel.
1. Korelasi Pearson: mengukur hubungan linier antara
dua variabel. Metode ini mengasumsikan bahwa
variabel-variabel tersebut terdistribusi secara normal.
Korelasi Pearson menghasilkan koefisien korelasi (r)
yang berada dalam rentang -1 hingga +1, dengan
interpretasi sebagai berikut:

59
a. Jika nilai r mendekati +1, maka terdapat
hubungan linier positif yang kuat antara kedua
variabel tersebut. Artinya, jika salah satu variabel
naik, kemungkinan besar variabel lainnya juga
naik.
b. Jika nilai r mendekati -1, maka terdapat
hubungan linier negatif yang kuat antara kedua
variabel tersebut. Artinya, jika salah satu variabel
naik, kemungkinan besar variabel lainnya akan
turun.
c. Jika nilai r mendekati 0, maka tidak ada
hubungan linier antara kedua variabel tersebut.
2. Korelasi Spearman: juga dikenal sebagai korelasi rang
atau korelasi peringkat. Metode ini tidak
mensyaratkan asumsi bahwa data harus terdistribusi
normal dan lebih sesuai untuk data ordinal atau data
yang tidak berdistribusi normal. Korelasi Spearman
menggantikan data asli dengan peringkat dari masing-
masing variabel dan kemudian menghitung korelasi di
antara peringkat-peringkat tersebut. Koefisien
korelasi Spearman (ρ) juga memiliki rentang -1 hingga
+1 dengan interpretasi yang mirip dengan Korelasi
Pearson.
Kedua metode korelasi ini berguna untuk mengidentifikasi
apakah ada hubungan antara dua variabel dan seberapa
kuat atau lemah hubungan tersebut. Namun, penting
untuk diingat bahwa korelasi tidak menyiratkan
hubungan sebab-akibat antara variabel. Sebagai contoh,
jika dua variabel memiliki korelasi tinggi, itu tidak berarti
bahwa salah satu variabel menyebabkan perubahan pada
variabel lainnya.

60
Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk memodelkan hubungan
antara variabel independen (prediktor) dengan variabel
dependen (outcome) dalam penelitian Cross-sectional.
Regresi linier dan regresi logistik adalah contoh dari
analisis regresi yang sering digunakan.
1. Regresi Linear: merupakan teknik statistik yang
memodelkan hubungan linier antara variabel
independen (variabel prediktor) dan variabel dependen
(variabel respons). Dalam konteks regresi linear,
peneliti mencoba menemukan garis lurus (linear)
terbaik yang dapat menggambarkan hubungan antara
variabel-variabel tersebut. Dalam penelitian cross-
sectional, peneliti dapat menggunakan regresi linear
untuk mengidentifikasi dan mengukur hubungan antara
variabel-variabel tertentu dalam satu waktu. Misalnya,
peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara
pendapatan (variabel independen) dan tingkat
kebahagiaan (variabel dependen) pada kelompok orang
yang berbeda. Dalam regresi linear, model matematika
yang digunakan biasanya memiliki bentuk seperti ini:
Y = β0 + β1X + ε
Y = variabel dependen (tingkat kebahagiaan dalam
contoh ini).
X = adalah variabel independen (pendapatan dalam
contoh ini).
β0 (koefisien intercept) dan β1 (koefisien slope) =
koefisien regresi yang perlu diestimasi dari data.
ε (error term) = kesalahan atau deviasi antara nilai
prediksi dari model dan nilai sebenarnya dari variabel
dependen. Dalam regresi linear, kita mengasumsikan
bahwa kesalahan ini memiliki distribusi normal
dengan mean 0.

61
Estimasi Koefisien:
Tujuan utama dalam regresi linear adalah untuk
memperkirakan nilai koefisien (β0 dan β1) yang
terbaik sehingga garis regresi dapat secara optimal
mewakili hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Estimasi ini dilakukan dengan
menggunakan metode seperti metode kuadrat terkecil
(ordinary least squares) untuk mencari garis regresi
terbaik.
Interpretasi Hasil:
Setelah melakukan analisis regresi linear pada data
cross-sectional, peneliti dapat menginterpretasikan
hasilnya untuk memahami seberapa kuat hubungan
antara variabel-variabel tersebut. Misalnya, jika
koefisien β1 (koefisien untuk variabel pendapatan)
positif dan signifikan secara statistik, maka dapat
dikatakan bahwa ada hubungan positif antara
pendapatan dan tingkat kebahagiaan pada kelompok
orang tersebut.
Ingatlah bahwa regresi linear pada penelitian cross-
sectional hanya memberikan informasi tentang
hubungan pada satu titik waktu tertentu dan tidak
dapat menyimpulkan tentang sebab-akibat antara
variabel-variabel tersebut. Untuk memahami sebab-
akibat, diperlukan desain penelitian yang lebih
kompleks, seperti penelitian longitudinal atau
eksperimen.
2. Regresi Logistik: merupakan metode statistik yang
digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu
atau lebih variabel independen (prediktor) dengan
variabel dependen yang bersifat kategorikal atau biner
(respons), di mana responsnya adalah "berhasil" atau
"gagal", "ya" atau "tidak", atau kategori lain dengan
dua kemungkinan hasil. Pada penelitian cross-

62
sectional, data dikumpulkan pada satu titik waktu
tertentu dari berbagai subjek atau unit analisis yang
berbeda. Regresi logistik dapat digunakan dalam
penelitian cross-sectional untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan atau
probabilitas terjadinya suatu peristiwa atau kejadian.
Berikut adalah penjelasan tentang regresi logistik
pada penelitian cross-sectional:
a. Variabel Dependennya: pada regresi logistik dalam
penelitian cross-sectional, variabel dependen
(respons) adalah variabel yang bersifat kategorikal
atau biner. Contohnya, variabel ini bisa berisi
"berhasil" atau "gagal," "ya" atau "tidak," "sakit"
atau "sehat," atau kategori lain yang hanya
memiliki dua kemungkinan hasil.
b. Variabel Independennya: variabel-variabel yang
berfungsi untuk memprediksi atau menjelaskan
kemungkinan terjadinya peristiwa dalam variabel
dependen. Variabel ini bisa berupa kategori atau
skala kontinu. Contoh variabel independen adalah
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status
pekerjaan, atau variabel lain yang relevan dalam
konteks penelitian.
c. Model Regresi Logistik: mencoba memodelkan
hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen dengan menggunakan fungsi
logit, yang mengubah kemungkinan dalam skala
0 hingga 1 menjadi skala logit, yang mencakup
seluruh bilangan real. Bentuk umum model
regresi logistik adalah sebagai berikut:
logit(p) = β0 + β1X1 + β2X2 + ... + βnXn
di mana:

63
logit(p) = logaritma dari odds ratio, yaitu log (p /
(1 - p)), dengan p adalah probabilitas dari variabel
dependen berada dalam satu kategori tertentu.
β0, β1, β2, ..., βn = koefisien regresi yang perlu
diestimasi dari data.
X1, X2, ..., Xn = nilai-nilai variabel independen
yang terkait.
Estimasi Koefisien:
Tujuan utama dalam regresi logistik adalah untuk
memperkirakan nilai koefisien (β0, β1, β2, ..., βn)
yang terbaik sehingga model logistik dapat secara
optimal memprediksi kemungkinan terjadinya
peristiwa pada variabel dependen berdasarkan
variabel independen yang ada. Estimasi koefisien
ini dilakukan dengan menggunakan metode
maksimum likelihood.
Interpretasi Hasil:
Hasil dari regresi logistik dapat diinterpretasikan
dalam hal "odds ratio" atau rasio peluang.
Misalnya, jika koefisien β1 pada variabel
independen X1 adalah positif dan signifikan
secara statistik, maka kita dapat menyimpulkan
bahwa jika X1 meningkat, maka odds ratio
kejadian variabel dependen meningkat, yang
mengindikasikan peningkatan kemungkinan
kejadian peristiwa tersebut.
Regresi logistik pada penelitian cross-sectional
berguna untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian atau peristiwa
tertentu pada suatu populasi pada satu titik
waktu tertentu. Namun, seperti regresi linear pada
penelitian cross-sectional, regresi logistik juga
tidak dapat menyimpulkan tentang hubungan

64
sebab-akibat antara variabel-variabel tersebut.
Untuk memahami sebab-akibat, desain penelitian
yang lebih canggih seperti penelitian longitudinal
atau eksperimen mungkin diperlukan.

Uji Chi-Square
Uji Chi-square adalah uji statistik yang digunakan untuk
memeriksa hubungan antara dua variabel kategorikal. Ini
sering digunakan dalam analisis data yang melibatkan
tabel kontingensi untuk menguji asosiasi atau korelasi
antara variabel. Uji Chi-Square (χ²) adalah metode
statistik yang digunakan untuk menguji hubungan antara
dua variabel kategorikal (nominal atau ordinal) dalam
penelitian cross-sectional. Uji Chi-Square sangat berguna
untuk mengeksplorasi apakah ada hubungan atau
asosiasi yang signifikan antara variabel-variabel
kategorikal dalam populasi yang lebih besar. Dalam
penelitian cross-sectional, data dikumpulkan pada satu
titik waktu tertentu dari berbagai subjek atau unit analisis
yang berbeda. Misalnya, peneliti mungkin ingin menguji
apakah ada hubungan antara jenis kelamin (laki-laki atau
perempuan) dengan preferensi pemilihan produk (produk
A, B, atau C).
1. Hipotesis Penelitian: Hipotesis nol (H0) dalam uji Chi-
Square menyatakan bahwa tidak ada hubungan atau
asosiasi antara kedua variabel, sedangkan hipotesis
alternatif (H1) menyatakan bahwa ada hubungan atau
asosiasi antara kedua variabel.
2. Perhitungan Statistik Chi-Square: dihitung dengan
membandingkan distribusi frekuensi yang diamati
dalam tabel kontingensi dengan distribusi frekuensi
yang diharapkan jika tidak ada hubungan antara
variabel-variabel tersebut. Secara matematis, rumus
untuk statistik Chi-Square adalah:

65
χ² = Σ [(O - E)² / E]
di mana:
χ² = statistik Chi-Square.
O = frekuensi observasi yang diamati dalam tabel
kontingensi.
E = frekuensi yang diharapkan, dihitung dengan
asumsi tidak ada hubungan antara variabel-variabel
tersebut.
3. Penentuan Derajat Kebebasan (df): derajat kebebasan
adalah jumlah sel yang dapat bervariasi dalam tabel
kontingensi tanpa mengubah distribusi margin yang
diamati. Secara matematis, rumusnya adalah:
df = (jumlah baris - 1) x (jumlah kolom - 1)
4. Penentuan Tingkat Signifikansi: sebelum melakukan
uji Chi-Square, peneliti harus menentukan tingkat
signifikansi (α), yaitu ambang batas di mana peneliti
akan menolak hipotesis nol. Tingkat signifikansi yang
umum digunakan adalah 0,05 (5%) atau 0,01 (1%).
5. Interpretasi Hasil: Chi-Square akan menghasilkan
nilai χ² yang kemudian dapat dibandingkan dengan
nilai kritis dari distribusi Chi-Square untuk df dan
tingkat signifikansi yang telah peneliti tentukan
sebelumnya. Jika nilai χ² lebih besar dari nilai kritis,
maka peneliti akan menolak hipotesis nol dan
menyimpulkan bahwa ada hubungan atau asosiasi
yang signifikan antara variabel-variabel.

Interval Kepercayaan
Dalam penelitian cross-sectional, interval kepercayaan
digunakan untuk memberikan perkiraan rentang di mana
nilai parameter populasi diharapkan berada dengan
tingkat keyakinan tertentu. Pada dasarnya, ketika peneliti

66
melakukan penelitian cross-sectional, peneliti
mengumpulkan data dari sampel yang merupakan subset
dari populasi yang lebih besar. Peneliti mungkin tertarik
untuk mengestimasi nilai parameter tertentu dalam
populasi berdasarkan data sampel peneliti. Namun,
karena peneliti hanya memiliki data sampel, tidak ada
jaminan bahwa perkiraan peneliti akan persis sama
dengan nilai parameter sebenarnya di populasi. Inilah
saat interval kepercayaan menjadi berguna. Interval
kepercayaan memberikan rentang di mana nilai
parameter diharapkan berada, dengan mengambil ke
dalamnya tingkat keyakinan tertentu. Misalnya, interval
kepercayaan 95% berarti bahwa jika peneliti melakukan
eksperimen berulang kali dan membangun interval
kepercayaan dari setiap percobaan, sekitar 95% dari
interval tersebut akan mengandung nilai parameter
populasi yang sebenarnya. Proses untuk menghitung
interval kepercayaan melibatkan menggunakan statistik
deskriptif dari data sampel peneliti, seperti mean, standar
deviasi, atau proporsi, dan distribusi sampling yang
sesuai. Berikut adalah langkah-langkah umum untuk
menghitung interval kepercayaan dalam penelitian cross-
sectional:
1. Tentukan Parameter yang Ingin Diestimasi:
mengidentifikasi parameter yang ingin peneliti
estimasi dalam populasi. Misalnya, peneliti mungkin
ingin mengestimasi rata-rata usia, proporsi suatu
karakteristik, atau koefisien dalam regresi.
2. Pilih Tingkat Kepercayaan: peneliti perlu memilih
tingkat kepercayaan yang sesuai untuk interval
kepercayaan peneliti. Tingkat kepercayaan yang
umum digunakan adalah 90%, 95%, dan 99%.
Tingkat kepercayaan 95% adalah yang paling umum,
yang berarti peneliti ingin memperkirakan parameter
dengan tingkat keyakinan 95%.

67
3. Hitung Estimasi dari Data Sampel: gunakan data
sampel peneliti untuk menghitung estimasi
parameter. Misalnya, jika peneliti ingin mengestimasi
rata-rata usia dari populasi, peneliti dapat
menghitung rata-rata usia dari data sampel peneliti.
4. Tentukan Standar Error: standar error ukuran
variabilitas atau ketidakpastian dari estimasi
parameter peneliti. Semakin besar standar error,
semakin lebar interval kepercayaan yang dihasilkan.
5. Hitung Interval Kepercayaan: dengan menggunakan
standar error dan distribusi sampling yang sesuai
(biasanya distribusi t), peneliti dapat menghitung
interval kepercayaan dengan mengambil estimasi
parameter ditambah dan dikurangi dengan jumlah yang
sesuai berdasarkan tingkat kepercayaan yang dipilih.
6. Interpretasi Hasil: interval kepercayaan peneliti dapat
diinterpretasikan sebagai "Kita percaya dengan
tingkat kepercayaan tertentu bahwa nilai parameter
sebenarnya terletak di dalam interval ini." Misalnya,
jika peneliti memiliki interval kepercayaan 95% untuk
rata-rata usia (25, 35), maka peneliti dapat
menyatakan dengan tingkat kepercayaan 95% bahwa
rata-rata usia populasi sebenarnya kemungkinan
berada di antara 25 dan 35 tahun.

Uji Signifikansi
Dalam penelitian cross-sectional, uji signifikansi
digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan atau
hubungan yang signifikan antara variabel independen
(prediktor) dan variabel dependen (respons). Tujuan dari
uji signifikansi adalah untuk mengidentifikasi apakah
hubungan antara variabel-variabel tersebut adalah hasil
dari kebetulan atau apakah ada hubungan yang nyata di
populasi yang lebih besar. Berikut adalah langkah-
langkah umum dalam melakukan uji signifikansi:

68
1. Tentukan Hipotesis Penelitian: Hipotesis nol (H0)
menyatakan bahwa tidak ada hubungan atau
perbedaan yang signifikan antara variabel, sedangkan
hipotesis alternatif (H1) menyatakan bahwa ada
hubungan atau perbedaan yang signifikan antara
variabel.
2. Pilih Metode Uji Statistik: Beberapa contoh metode uji
statistik yang umum digunakan dalam penelitian
cross-sectional adalah uji t (untuk membandingkan
rata-rata antara dua kelompok), uji ANOVA (untuk
membandingkan rata-rata antara tiga kelompok atau
lebih), uji chi-square (untuk membandingkan
distribusi kategorikal), dan uji regresi (untuk
mengukur hubungan antara variabel-variabel).
3. Tentukan Tingkat Signifikansi: tingkat signifikansi
adalah ambang batas di mana peneliti akan menolak
hipotesis nol. Tingkat signifikansi yang umum
digunakan adalah 0,05 (5%) atau 0,01 (1%). Tingkat
signifikansi 0,05 berarti peneliti akan menolak
hipotesis nol jika ada kemungkinan kurang dari 5%
bahwa hasil peneliti adalah hasil dari kebetulan.
4. Hitung Statistik Uji: dengan menggunakan metode uji
statistik yang telah dipilih, peneliti perlu menghitung
nilai statistik uji berdasarkan data yang peneliti
miliki.
5. Tentukan Daerah Kritis: daerah kritis adalah rentang
nilai statistik uji di mana peneliti akan menolak
hipotesis nol. Rentang ini ditentukan berdasarkan
tingkat signifikansi yang telah peneliti pilih
sebelumnya.
6. Ambil Keputusan: berdasarkan hasil perhitungan
statistik uji dan daerah kritis, peneliti dapat
mengambil keputusan apakah peneliti akan menolak
atau gagal menolak hipotesis nol. Jika nilai statistik

69
uji berada di dalam daerah kritis, peneliti akan
menolak hipotesis nol dan menyimpulkan bahwa ada
hubungan atau perbedaan yang signifikan antara
variabel-variabel. Jika nilai statistik uji berada di luar
daerah kritis, peneliti gagal menolak hipotesis nol dan
tidak ada cukup bukti untuk menyatakan adanya
hubungan atau perbedaan yang signifikan.

70
Daftar Pustaka
Cahyono, T. (2018). Statistika terapan dan indikator
kesehatan. Yogyakarta: Deepublish.
Creswell, J. W. (2014). Research design: Qualitative,
quantitative, and mixed methods approaches.
Singapore: Sage Publication.
Creswell, J. W. (2019). Research design pendekatan
kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Jakarta: Yayasan
Mitra Netra.
FK UI. (2016). Clinical Epidemiology and Evidence-Based
Medicine 2016-2017: Instructional Design Book.
Jakarta: Medical Education Unit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Gahayu, S. A. (2015). Metodologi penelitian kesehatan
masyarakat. Yogyakarta:: Deepublish.
Helmie, J., Kurniawati, N., Halimah., & Ginanjar A. A.
(2017). Research methodology for ELT. Cianjur:
UNSUR Press.
Imron TA., M. (2014). Metodologi penelitian bidang
kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.
Lapau, B., & Birwin, A. (2017). Prinsip & metode
epidemiologi. Jakarta: Kencana.
Lolombulan, J. H. (2020). Analisis data statistika bagi
peneliti kedokteran dan kesehatan. Yogyakarta: Andi.
Murti, B. (2016). Prinsip dan metode riset epidemiologi.
Surakarta: Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Najmah. (2017). Statistika Kesehatan: Aplikasi Stata dan
SPSS. Jakarta: Salemba Empat.
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi penelitian kesehatan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Omega, D. R. (2017). Statistika untuk ilmu kesehatan:
Teori dan aplikasi (SPSS) solusi praktis mengerjakan
skripsi, tesis, dan disertasi. Yogyakarta: Wahana
Resolusi.

71
Pinzon, R., & Edi, D. W. R. (2018). Metodologi penelitian
kesehatan. Yogyakarta: Sumber Aksara.
Purnomo, W., & Bramantoro, T. (2018). Pengantar
metodologi penelitian bidang kesehatan. Surabaya:
Airlangga University Press.
Robert H, F. (2019). Epidemiologi 101. Yogyakarta: Andi.
Sudaryana, B. (2018). Statistika. Yogyakarta: Deepublish.
Swarjana, I. K. (2016). Statistik Kesehatan. Yogyakarta:
Andi.
Trisliatanto, D. A. (2020). Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Andi.
Wahyudin. (2017). Statistika Dasar. Makassar: LPP
Unismuh.
Wardani, D. W. S. R. (2015). Buku ajar rancangan
penelitian epidemiologi. Lampung: Anugrah Utama
Raharja.
Wibowo, A. (2018). Metodologi penelitian praktis bidang
kesehatan. Depok: Rajawali Pers.
Yuliana, H. (2016). Statistika Dasar. Yogyakarta: K-Media.

72
Profil Penulis
Juwita Desri Ayu, S.Tr.Keb., M.Keb.
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada 20 Desember
1996. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar
dan menengah di Kota Lampung, penulis
memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan
(Amd.Keb.), serta Sarjana Terapan Kebidanan
(S.Tr.Keb.) dari Program Studi D III dan D IV Kebidanan,
Fakultas Kesehatan - Universitas Aisyah Pringsewu (UAP),
Lampung pada tahun 2017 dan tahun 2018. Selanjutnya,
penulis memperoleh gelar Magister Kebidanan (M.Keb.) dari
Program Studi Magister Kebidanan, Fakultas Kedokteran -
Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung pada tahun 2021.
Saat ini penulis bekerja sebagai dosen dengan tugas tambahan
sebagai Gugus Penjaminan Mutu (GPM) di Program Studi DIII
Kebidanan, Fakultas Kesehatan - Universitas Aisyah Pringsewu
(UAP), Lampung. Selain sebagai pengajar, penulis juga aktif
melakukan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, mengikuti pelatihan dan workshop, konferensi
pemuda (tingkat nasional dan internasional), serta menulis
beberapa buku. Semoga kajian ilmu pengetahuan serta
pengalaman yang disampaikan oleh penulis melalui buku ini
dapat bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya, serta
dapat mewadahi minat para pembaca dan menghadirkan
kemaslahatan yang berdampak positif bagi masyarakat secara
umum, serta dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
informasi bagi tenaga kesehatan, para cendekiawan yang
sedang menempuh pendidikan dibidang kesehatan secara
khusus.
Email Penulis: jdesriayu@gmail.com

73
74
5
CASE CONTROL

Nia Musniati, S.K.M., M.K.M.


Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Konsep Case Control


Case control merupakan penelitian analitik dengan
pendekatan retrospektif dimana penyakit dinilai saat ini
lalu faktor risiko dinilai ke belakang (masa lalu) (Akbar,
2018). Penelitian case control merupakan penelitian
epidemiologi analitik observasional yang menelaah
hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan)
tertentu dengan faktor risiko tertentu (Sastroasmoro &
Ismael, 2016).

Gambar 5.1 Alur Case Control


(Sumber: Akbar, 2018)

75
Kelebihan studi case control yaitu relatif murah jika
dibandingkan dengan studi analitik lainnya, tepat untuk
outcome dengan periode laten yang panjang, adanya
pengendalian faktor resiko, dan tidak memerlukan waktu
lama (Akbar, 2018). Pengendalian faktor resiko dapat
dilakukan dengan matching. Matching digunakan untuk
menyamakan karakteristik antara kasus dan kontrol
(Irma et al., 2023). Kelebihan lainnya desain case control
yaitu hasil diperoleh dengan cepat, relatif murah,
memerlukan subjek penelitian yang lebih sedikit dan
memungkinkan untuk mengindentifikasi berbagai faktor
risiko sekaligus dalam satu penelitian (Sastroasmoro &
Ismael, 2016). Pada studi case control, kelompok kasus
yaitu kelompok yang menderita efek atau penyakit dan
kelompok kontrol yaitu mereka yang tidak menderita
penyakit atau efek tersebut (Sastroasmoro & Ismael,
2016).

Konsep Kasus dan Kontrol


1. Kasus
Kelompok kasus yaitu kelompok yang menderita efek
atau penyakit.
Contoh:
a. balita yang berusia 12-59 bulan yang menderita
pneumonia dan tercatat berobat di Puskesmas
(Musniati & Sartika, 2019)
b. anak usia 5-12 tahun yang menderita asma
bronkial (Hamdan & Musniati, 2020).
c. remaja putri yang merokok (Musniati, Mardhiati,
Mamdy, & Hamdan, 2021).
2. Kontrol
Kelompok Kontrol yaitu kelompok yang tidak
menderita penyakit atau efek.

76
Contoh:
a. balita yang berusia 12-59 bulan yang tidak
menderita pneumonia dan tercatat berobat di
Puskesmas (Musniati & Sartika, 2019)
b. anak usia 5-12 tahun yang tidak menderita asma
bronkial (Hamdan & Musniati, 2020).
c. remaja putri yang tidak merokok (Musniati et al.,
2021).

Hipotesis dan Langkah-Langkah Studi Case Control


1. Hipotesis Statistik
a. Hipotesis Nol (H0)
Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian pneumonia pada balita di klinik
MTBS di Puskemas
b. Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada hubungan antara faktor kebiasaan merokok
anggota keluarga dengan kejadian pneumonia
pada balita di Puskesmas.
2. Langkah-langkah studi case control
a. Membuat pertanyaan penelitian dan hipotesis
penelitian
b. Identifikasi variabel penelitian
c. Memilih subjek kasus dan subjek kontrol
d. Menghitung besar sampel
e. Pengumpulan data
f. Pengolahan dan Analisis data

77
Uji Chi Square Desain Case Control dengan SPSS
Uji chi square adalah uji proporsi. Nama lain uji tersebut
adalah uji khi kuadrat dengan simbok X2 (Sunyoto, 2012).
Uji chi square digunakan untuk melihat antara frekuensi
yang diamati (observed) dengan frekuensi yang
diharapkan (expected). Rumus uji chi square adalah :

=
Keterangan :
𝑥𝑥 2 : Chi Square
Σ : Jumlah
O : Nilai hasil pengamatan (observed)
E : Nilai yang diharapkan (expected)
Proses pengambilan keputusan dilakukan dengan
menghitung nilai batas bawah menggunakan Confidence
Interval (CI) 95%. Nilai P−value. Hasil uji Chi Square dapat
dilihat pada kolom signifikan hasil output olah data. Jika
kolom signifikan menunjukkan P−value > 0,05 maka hasil
uji Chi Square memiliki arti tidak ada hubungan
bermakna. Sedangkan jika kolom signifikan
menunjukkan P−value < 0,05 maka hasil uji Chi Square
memiliki arti ada hubungan bermakna.
Pada study case control¸ estimasi risiko relatif dinyatakan
dengan OR. Untuk menghitung OR secara sederhana
dapat menggunakan tabel 2x2 sebagai berikut:
Tabel 5.1
Tabel Silang Hasil Pengamatan Studi Case Control
Kasus Kontrol Jumlah
Faktor risiko (+) a b a+b
Faktor risiko (-) c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d

78
Keterangan :
a = Kasus yang mengalami pajanan
b = Kontrol yang mengalami pajanan
c = Kasus yang tidak mengalami pajanan
d = Kontrol yang tidak mengalami pajanan
Dari tabel tersebut maka Odds Rasio (OR) dapat di
hitung dengan rumus sebagai berikut:

OR = = =

Keterangan :
OR = odds rasio
a/b = rasio antara banyaknya kasus yang terpapar dan
kasus yang tidak terpapar
c/d = rasio antara banyaknya kontrol yang terpapar dan
kontrol yang tidak terpapar
Untuk mengetahui derajat suatu hubungan diperoleh
dengan ukuran asosiasi odds rasio (OR) dengan
membandingkan odds pada kelompok terpapar dengan
odds pada kelompok tidak terpapar.
Nilai OR=1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan
faktor risiko
Nilai OR > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti
merupakan faktor risiko
Nilai OR < 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti
merupakan faktor protektif (Sastroasmoro & Ismael,
2016).
Adapun langkah-langkah uji chi square desain case
control dengan SPSS adalah sebagai berikut:

79
1. Klik analyze
2. Pilih descriptive statistics
3. Pilih crosstabs

Gambar 5.2 Langkah 1-3


4. Masukkan variabel independen yaitu kebiasaan
merokok ke kotak row
5. Masukkan variabel dependen yaitu pneumonia balita
ke kotak column

80
Gambar 5.3 Langkah 4-5
6. Klik statistics

Gambar 5.4 Langkah 6

81
7. Pilih Chi-Square
8. Pilih risk
9. Klik continue

Gambar 5.5 Langkah 7-9


10. Klik cells

Gambar 5.6 Langkah 10

82
11. Pilih column
12. Klik continue

Gambar 5.7 Langkah 11-12


13. Klik OK

Gambar 5.8 Langkah 13

83
Jika langkah analisis data sudah selesai maka
output akan tampil sebagai berikut:

Gambar 5.9. Output

84
Penyajian Data Uji Chi Square Desain Case Control
Tabel 5.2
Distribusi Kasus Dan Kontrol Berdasarkan
Faktor Perilaku dengan
Kejadian Pneumonia Balita Di Puskesmas
Pneumonia balita
Variabel faktor Tidak
Pneumonia P−value OR
perilaku pneumonia
95% CI
n % n %
Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga
Merokok 52 86,7 56 46,7 7,429
Tidak merokok 0,000 (3,251-
8 13,3 64 53,3
16,972)

(sumber: Musniati & Sartika, 2019)

Tabel diatas menunjukkan Responden yang memiliki


kebiasaan merokok anggota keluarga yang merokok lebih
banyak pada kelompok pneumonia (86,7%) daripada yang
tidak pneumonia (46,7%). Sedangkan responden yang
memiliki kebiasaan merokok anggota keluarga yang tidak
merokok lebih banyak pada kelompok tidak pneumonia
(53,3%) daripada pneumonia (13,3%). Hasil uji Chi Square
menunjukkan ada hubungan bermakna antara kebiasaan
merokok anggota keluarga dengan kejadian pneumonia
balita (P−value 0,000). Hasil perhitungan OR
menunjukkan Responden yang memiliki kebiasaan
merokok anggota keluarga yang merokok berisiko 7,429
kali untuk mengalami kejadian pneumonia dibandingkan
kebiasaan merokok anggota keluarga yang tidak merokok
(95% CI 3,251-16,972).

85
Daftar Pustaka
Akbar, H. (2018). Pengantar Epidemiologi. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Hamdan, & Musniati, N. (2020). Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Asma Bronkial Pada
Anak Usia 5-12 TAHUN. Journal of Public Health
Innovation, 1(1), 26–36.
https://doi.org/https://doi.org/10.34305/jphi.v1i1.
206
Irma, Saptaputra, S. K., Tutu, C. C. T., Rahayu, D.,
Magdalena, H., Sumaningrum, N. D., … Paulus, A. Y.
(2023). Penyakit akibat kerja dan surveilans (H. Akbar,
ed.). Aceh: Yayasan penerbit Muhammad Zaini.
Musniati, N., Mardhiati, R., Mamdy, Z., & Hamdan, H.
(2021). Determinan Perilaku Merokok Pada Remaja
Putri. Journal of Public Health Innovation, 2(1), 13–21.
https://doi.org/10.34305/jphi.v2i1.353
Musniati, N., & Sartika, R. A. D. (2019). The existence of
livestock as a dominant risk factor of pneumonia
among Indonesian children aged 12-59 months.
International Journal of Agriculture Extension and
Social Development, 2(1), 7–10. Retrieved from
https://www.extensionjournal.com/article/view/16/
1-1-10
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2016). Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-5. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Sunyoto, D. (2012). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.

86
Profil Penulis
Nia Musniati, S.K.M., M.K.M.
Penulis lahir tanggal 19 Februari 1994 di Paguh
Dalam, Kab. Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Anak ke 4 dari Bapak Muslim dan Ibu Mardiana.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 11 Nan
Sabaris tahun 2006, SLTPN 3 Nan Sabaris tahun
2009 dan SMAN 1 Nan Sabaris tahun 2012, Kab.
Padang Pariaman. Penulis menyelesaikan studi S1 jurusan
Kesehatan Masyarakat pada tahun 2016 di Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA dan tak berselang lama
melanjutkan studi S2 jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat di
sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
HAMKA dan selesai pada tahun 2018. Berprofesi sebagai Dosen
Program Studi Kesehatan Masyarakat peminatan Statistik
Kesehatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA serta menjadi editor pada
jurnal Penelitian ARKESMAS dan Jurnal Pengabdian
masyarakat ARDIMAS Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA. Sekarang
berstatus Menikah dengan Bapak Hamdan S.K.M., M.K.M.
(dosen Kesmas STIKKU), telah dikaruniai anak pertama
bernama Ahmad Kamil Al-Fatih dan anak kedua bernama Hani
Humaira Khadijah. Temukan buku ajar penulis di google book
dengan judul modul pembelajaran & aplikasi GIS dan video
pembelajaran statistik kesehatan (pengolahan data dengan
SPSS, Epidata, dan GIS) di youtube channel
https://www.youtube.com/@niamusniati1383. Selain itu penulis
juga aktif dalam menulis jurnal nasional maupun internasional
serta aktif menulis buku ajar dan book chapter.
Email Penulis: niamusniati@uhamka.ac.id;
niamusniati1@gmail.com

87
88
6
KOHORT

Ns. Mega Puspa Sari, S. Kep., M.K.M.


Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA

Definisi
Studi kohort adalah penelitian untuk mengemukakan
sebab akibat dengan cara mengikuti proses perjalanan
penyakit/masalah Kesehatan pada kelompok yang
memiliki factor risiko selama satu periode waktu tertetntu
sehingga diketahui kelompok yang mengalami
efek/masalah Kesehatan (Sinaga & Limbong, 2019). Studi
kohort merupakan rancangan studi yang bertujuan untuk
mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit.
Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan proporsi
kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar
berdasarkan kejadian penyakit. Studi kohort adalah studi
observasional yang mempelajari hubungan antara
paparan dan penyakit dengan memilih dua atau lebih
kelompok studi berdasarkan status paparan kemudian
diikuti (di- follow up) hingga periode tertentu sehingga
dapat diidentifikasi dan dihitung besarnya kejadian
penyakit (Neutens et al., 1997).

89
Gambar 6.1. Skema Studi Epidemiologi
Studi kohort adalah suatu penelitian yang digunakan
untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor risiko
dengan efek melalui pendekatan longitudinal ke depan
atau prospektif. Artinya faktor risiko yang akan dipelajari
diidentifikasi dahulu, kemudian diikuti ke depan secara
prospektif timbulnya efek, yaitu penyakit atau salah satu
indikator status kesehatan (Notoatmodjo, 2002). Studi
kohort dimulai dengan mengamati status pajanan
(terpajan vs tidak terpajan) kemudian mengikuti /
mengamati selama waktu tertentu untuk melihat apakah
kelompok yang terpajan mengalami sakit atau tidak, dan
kelompok tidak terpajan mengalami sakit atau tidak.

Gambar 6.2. Skema Studi Kohort

90
Studi kohort mengandalkan waktu, dan mengikuti
perjalanan keterpaparan tersebut. Subjek – subjek yang
dipilih yang mempunyai karakteristik atau pengalaman
sama, dan terdapat dua kelompok, kelompok yang terpapar
dan kelompok yang tidak terpapar (Wibowo, 2014).
Kesimpulan hasil penelitian diketahui dengan
membandingkan subyek yang mempunyai efek positif
(sakit) antara kelompok subyek dengan faktor risiko
positif dan faktor risiko negative (kelompok kontrol). Lama
waktu follow up tergantung pada jenis penyakitnya.
Dalam hal ini berdasarkan contoh: status paparan (jajan
dan cuci tangan atau jajan dan tidak cuci tangan),
kemudian diamati dari paparan – paparan mana yang
menyebabkan penyakit Thypoid dan mana yang tidak
menyebakan penyakit Thypoid.

Kegunaan Studi Kohort


Studi kohort berguna untuk memberikan informasi yang
paling akurat tentang penyebab/factor risiko penyakit.
Data yang diperoleh pada studi kohort ialah insiden
(kasus baru) penyakit.

Ciri-Ciri Studi Kohort


Studi kohort memiliki ciri – ciri sebagai berikut,
(Greenberg et al., 2012):
1. Pemilihan subyek berdasarkan status paparannya,
dan kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan
kejadian penyakit atau masalah kesehatan.
2. Saat mengidentifikasi status paparan, semua subjek
harus bebas dari penyakit yang diteliti (free disease),
dilakukan penghitungan incidence rate atau insiden
kumulatif.
3. Peneliti hanya mengamati status pajanan secara alami
(observasional).

91
Macam-Macam Studi Kohort
Ada dua tipe studi kohort berdasarkan waktunya yaitu
studi kohort prospektif dan studi kohort retrospektif (Prof.
Dr. Ristya Widi Endah Yani, drg., 2019). Selain itu,
beberapa literatur meyebutkan modifikasi lain dari studi
kasus-kontrol di dalam studi kohort yang dikenal sebagai
case-cohort study dan nested case-control study
(Sastroasmoro & Ismael, 2014).
1. Studi Kohort Prospektif
Adalah suatu penelitian yang meneliti suatu kasus
dengan melihat faktor penyebab terlebih dahulu
(faktor risiko), baru kemudian melihat akibat dari
suatu kasus dalam jangka waktu tertentu. Penelitian
kohort prospektif ini bersifat melihat ke depan
(forward looking). Partisipan dikelompokkan menjadi
pajanan yang telah terjadi sebelumnya atau pajanan
terbaru dan diikuti beberapa waktu kedepan. Dalam
studi ini outcome / efek/akibat belum terjadi.
Contoh pajanan yang telah terjadi sebelumnya:

Gambar 6.3. Pajanan yang terjadi sebelumnya


Contoh pajanan terbaru:

Gambar 6.4. Pajanan terbaru

92
Bentuk studi kohort prospektif ada dua macam yaitu,
kohort prospektif dengan pembanding internal,
dimana kelompok yang terpapar dan yang tidak
terpapar (pembanding atau kontrol) berasal dari satu
populasi yang sama, dan kohort prospektif dengan
pembanding eksternal dimana kelompok terpapar dan
kelompok control tidak berasal dari satu populasi
yang sama (Moh. Guntur Nangi, SKM. et al., 2019).
Pada studi kohort prospektif dengan pembanding
internal, kelompok terpapar dan kelompok tidak
terpapar diikuti ke depan sampai batas waktu penelitian,
dengan harapan dari masing – masing kelompok akan
muncul dua jenis subkelompok yakni kelompok
mengalami akibat/efek dan tidak mengalami akibat.
Hasil pengamatan tersebut peneliti dapat menghitung
insidensi kejadian masing – masing kelompok yakni
terpapar dan tidak terpapar dan kemudian dapat
dihitung angka risiko relative hasil pengamatan.
Studi kohort dengan pembanding eksternal populasi
kohort berasal dari dua populasi yang berbeda,
dengan satu populasi mengalami keterpaparan (ada
factor risiko) dan populasi lainnya tanpa factor risiko.
Harus memeperhatikan sifat kedua populasi awal
yaitu sifat-sifat diluar keterpaparan ataw factor risiko
yang diteliti. Dari hasil pengamatan kedua populasi
memberikan nilai rate insidensi populasi yang
terpapar dan rate insidensi populasi yang tidak
terpapar.
2. Studi Kohort Retrospektif
Adalah suatu penelitian kohort yang berusaha melihat
ke belakang (backward looking), artinya pengumpulan
data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi,
baru kemudian efek tersebut ditelusuri penyebabnya
yang mempengaruhi efek atau akibat tersebut.

93
Studi kohort retrospektif baik pajanan maupun
outcome/efek sudah terjadi ketika penilaian dimulai.
Contoh kohort retrospektif:

Gambar 6.5. Kohort retrospektif


Pada dasarnya kohort retrospektif sama dengan studi
kohort prospektif, bedanya pada studi kohort
retrospektif factor risiko dan efek telah terjadi pada
masa lalu. Factor risiko yang terjadi pada masa lalu
pada umumnya berasal dari lingkungan, dan
penelitian dihitung sejak subyek terpajan dengan
factor risiko tersebut. Bentuk penelitian ini hanya
dapat dilakukan apabila data mengenai factor risiko
dan efek tercatat lengkap pada catatan medik rumah
sakit atau sumber lain. Biasanya data dicatat dan
dikumpulkan untuk tujuan lain, jadi merupakan data
sekunder. Analisis dapat pula dilakukan dengan
memasukkan unsur waktu dengan analisis subyek-
bulan, subyek tahun dan sebagainya.
Missal: Rekam medis di suatu rumah bersalain
tercatat 400 bayi yang lahir normal cukup bulan. Saat
follow– up rutin diperoleh sejumlah 180 bayi
melakukan kontrol teratur setiap bulan sampai
berusia 1 tahun. Pada data medik follow-up tercatat
lengkap, termasuk aspek tumbuh kembang, dan
apakah bayi minum air susu ibu eksklusif atau tidak.
Dari rekam medis yang lengkap dapat dibuat
penelitian dengan kohort retrospektif untuk
memperoleh hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan berat badan bayi pada usia 1 tahun.

94
3. Studi Case – Cohort dan Nested Case – Control
Dalam metodologi penelitian dikenal desain hybrid,
yakni desain yang menggabungkan dua atau lebih
desain dasar. Dua jenis desain hybrid yang popular
adalah case – cohort dan nested case – control.
Keduanya menggabungkan studi kohort dan studi
kasus- kontrol, dan pada dasarnya merupakan studi
kasus-kontrol yang dilakukan dalam studi kohort.
Data yang digunakan ialah data yang diperoleh dari
studi kohort. Saat merancang studi kohort sudah
diduga terdapatnya variable tertentu sebagai factor
risiko timbulnya penyakit atau efek, namun karena
biaya pemeriksaan terhadap factor risiko mahal, maka
pemeriksaannya ditunda sampai kohort selesai.
Setelah penelitian kohort selesai maka diperoleh data
subyek dengan efek yang positif berasal dari kelompok
terpajan dan kelompok control. Subyek dengan efek
positif dijadikan kasus dalam studi case-cohort. Pada
case-cohort pemilihan control dilakukan secara random
terhadap kelompok awal kohort (Sebagian di antaranya
mengalami efek). Dengan demikian terdapat 2 kelompok
subyek, yakni subyek kelompok kasus dan sebagaian
kelompok control (subyek dari kohort awal).
Desain nested case-control study dapat dianggap
varian studi case-cohort, bedanya pada pemilihan
subyek untuk control. Desain digunakan saat
diketahuinya efek. Subyek yang mengalami efek dicari
pasangannya (match) satu atau lebih dari sisa kohort
yang tidak mengalami efek dan yang masih berada
dalam pengamatan. Jadi mereka yang loss to follow-up
tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi control.
Seperti pada studi case-kohort, factor risiko pada studi
nested case-control hanya diperiksa pada kelompok
kasus dan control. Kelebihan kedua desain hybrid ini
adalah :
95
a. Jauh lebih efisien karena pengukuran factor risiko
hanya dilakukan pada subyek yang mengalami
efek dan control yang dipilih, jadi tidak semua
subyek pada kohort diperiksa.
b. Subyek yang mengalami efek (kasus) berasal dari
populasi yang sama dengan kohort secara
keseluruhan.
c. Dapat digunakan untuk meneliti beberapa
penyakit sekaligus, berbeda dengan studi kasus
control konvensional yang hanya dapat meneliti
satu jenis penyakit.

Langkah-Langkah Penelitian Kohort


Langkah-langkah studi kohort antara lain sebagai berikut
(Dr. Hasmi, SKM, 2016).
1. Merumuskan Pertanyaan Penelitian
Misalnya ingin menentukan apakah kebiasaan
merokok pada Ibu hamil merupakan faktor kejadian
BBLR, maka
Pertanyaan penelitian: Apakah kebiasaan merokok
pada Ibu hamil merupakan faktor risiko kejadian
BBLR
Hipotesis penelitian: Bahwa kebiasaan merokok pada
ibu hamil merupakan factor risiko kejadiaan BBLR.
2. Menetapkan Kohort
Tersedianya kelompok subyek tanpa efek tertentu
sejak awal penelitian, subyek yang dipilih dari
populasi yang memenuhi kriteria pemilihan (eligibility
criteria) yang terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi.

96
3. Menetapkan Kontrol
Pada studi kohort pemilihan control pada umumnya
tidak diperlukan teknik matching dengan kelompok
terpajan terutama apabila subyek yang diteliti cukup
besar atau bila proporsi subyek dengan faktor risiko
positif lebih besar. Namun, dalam beberapa hal
tertentu teknik matching perlu dilakukan, misalnya
peneliti ingin mengetahui besarnya pengaruh paparan
secara lebih akurat (Boru Haloho & Legiran, 2023).
4. Mengidentifikasi Variabel Penelitian
Pada studi kohort, factor risiko dapat bersifat internal
yang menyebabkan predisposisi timbulnya penyakit
ataupun efek tertentu, namun juga dapat berupa
factor risiko eksternal. Penyakit atau efek yang terjadi
selalu merupakan variable dependent. Variable yang
tidak diteliti juga harus diidentifikasi, mungkin
merupakan variable perancu sehingga harus
diperhatikan untuk disingkirkan atau dianalisis.
5. Mengamati Timbulnya Efek
Missal studi kohort prospektif membutuhkan waktu
yang lama dalam pengamatan, seperti jenis penyakit
kanker paru pada perokok membutuhkan waktu
beberapa tahun dan puluhan tahun.
Sebaliknya hubungan antara merokok pada ibu hamil
dengan kejadian melahirkan bayi kecil untuk masa
kehamilan hanya membutuhkan lama pengamatan
lebih kurang 9 bulan. Pengukuran paparan dilakukan
pada waktu mulai ikut penelitian melalui metode
wawancara, kuisioner, dan catatan yang ada.

97
Pengamatan timbulnya efek dapat dilakukan dengan
2 cara yaitu pengamatan tunggal dan pengamatan
berkala. Pengamatan tunggal hanya dilakukan sekali
saja yaitu pada akhir masa penelitian. Sedangkan,
pengamatan berkala tiap subyek diamati secara
periodic menurut interval waktu terttentu, termasuk
pengamatan pada akhir penelitian.
6. Menganalisis Hasil
Studi kohort besarnya efek/dampak yang diperoleh
menggambarkan insiden kejadian pada tiap kelompok.
Perbandingan insiden penyakit antara kelompok dengan
faktor risiko dengan kelompok tanpa risiko disebut
relative atau rasio resiko. Interpretasi nilai RR dengan
interval kepercayaannya sama dengan pada studi
prevalens dan studi kasus control.
Tabel 6.1. Analisis Dasar Studi Kohort
Efek
Ya Tidak Jumlah
Ya A b a+b
Faktor Tidak C d c+d
Risiko Jumlah a+c b+d a+b+c+d

Subyek dengan faktor risiko yang mengalami efek


dimasukkan ke dalam sel a, subyek dengan faktor
risiko yang tidak mengalami efek ke dalam sel b,
subyek tanpa faktor risiko yang mengalami efek dalam
sel c, dan subyek tanpa faktor risiko yang tidak
mengalami efek dalam sel d. Risiko relatif (RR)
dihitung dengan formula RR = a/(a+b) : c/(c+d).
Interpretasi hasil:
a. Bila nilai RR =1 berarti variable yang diduga
merupakan factor risiko, tidak ada pengaruhnya
untuk terjadinya efek (netral). Misalnya
pemakaian kontrasepsi oral merupakan risiko
untuk terjadinya penyakit jantung bawaan. Bila
nilai RR=1 berarti kontrasepsi oral bukan
98
merupakan factor risiko terjadinya penyakit
jantung bawaan.
b. Bila nilai RR > 1 berarti variabel tersebut
merupakan faktor risiko untuk timbulnya
penyakit terttentu. Misalnya RR pemakaian KB
suntik pada Ibu menyusui terhadap kurang gizi
pada anak = 2, hal ini menunjukkan bahwa KB
suntik merupakan factor risiko untuk terjadinya
defesiensi gizi pada bayi.
c. Apabila nilai RR < 1, berarti factor yang diteliti
tersebut justru mengurangi kejadian penyakit,
dengan perkataan lain variable yang diteliti
tersebut merupakan factor protektif. Misalnya RR
pemberian ASI untuk terjadinya diare pada bayi
adalah 0,5 berarti ASI justru merupakan factor
pencegah terjadinya diare.
d. Interpretasi RR tersebut di atas tetap harus
memperhatikan nilai lower dan upper pada
confidence 95% jika lower dan uppernya <1 maka
tetap tidak bermakna.

Kelebihan dan Kelemahan


Tujuan dari masing – masing studi epidemiologi yaitu
menghasilkan informasi yang valid dan tepat tentang
hubungan anatara pajanan dan suatu penyakit. Studi
tersebut memiliki kelebihan dan kelamahan masing-
masing. Berikut kelebihan dan kelamahan dari studi
kohort, sebagai berikut (Murti, 2003):
Kelebihan
1. Temporalitas jelas karena penelitian dimulai dengan
menentukan pajanan terlebih dahulu (sebab) lalu
mengikuti dalam waktu tertentu untuk mengamati
outcome/efek/akibatnya.

99
2. Dapat menghitung laju insidensi
3. Cocok untuk meneliti paparan/ pajanan yang langka
(misalnya factor lingkungan). Jika meneliti paparan
langka menggunakan studi kasus control
kemungkinan tidak akan diperoleh subyek yang
terpapar dalam jumlah yang cukup untuk dianalisis.
4. Memungkinkan mempelajari sejumlah efek/outcome
secara serentak dari sebuah paparan. Missal kita
ingin mengidentifikasi kohort berdasarkan status
pemakaian oral kontrasepsi maka kita akan
mendapatkan sejumlah efek dari oral kontrasepsi
sekaligus seperti infark miokard, kanker payudara,
kanker ovarium, dan melanoma maligna.
5. Kemungkinan terjadi bias dalam menseleksi subyek
dan menentukan status paparan adalah kecil, sebab
penyakit yang diteliti belum terjadi sebaliknya pada
studi kohort retrospektif ada kemungkunan bias yang
menyerupai studi control, sebab pajanan dan efek
terjadi saat penelitian memulai penelitiannya.
Kelemahan
1. Lebih mahal dan membutuhkan waktu yang lebih
lama karena harus mengikuti selama periode waktu
tertentu.
2. Membutuhkan ketersediaan data sekunder yang
lengkap.
3. Tidak efisien dan tidak praktis untuk mempelajari
penyakit yang langka, kecuali jika ukuran sampel
sangat besar atau prevalensi penyakit pada kelompok
terpapar cukup tinggi.
4. Setelah penyelidikan dimulai dapat terjadi bahwa
individu yang diteliti menolak untuk ikut terus dalam
penelitian, menghilang, meninggal karena penyakit
lain dan sebagainya karena harus diikuti dalam

100
rentang waktu tertentu, akan berdampak pada
validitas hasil penelitian.
5. Karena factor penelitian sudah ditentukan terlebih
dahulu pada awal penelitian, maka tidak cocok untuk
merumuskan hipotesis tentang factor – factor etiologi
lainnya. Missal ingin mengamati efek dari merokok
terhadap kanker paru, maka kita hanya dapat
mengamati pajanan merokok selama periode
pengamatan, tidak bisa mengamati factor lain yang
dapat menyebabkan kanker paru.

Contoh Studi Kasus Kohort


Penelitian ingin membuktikan adanya hubungan antara
cancer (Ca) paru efek dengan merokok (risiko) dengan
menggunakan pendekatan atau rancangan prospektif.
Adapun tahapannya sebagai berikut:
1. Tahap pertama: peneliti mengidentifikasi factor efek
(variable dependent) dan risiko (variable independent)
serta variable – variable pengendali (variable kontrol).
Missal dalam hal ini Ca Paru (variable dependent),
status merokok (variable independent), dan variable
pengendali (umur, pekerjaan, dan sebagainya).
2. Tahap kedua: menetapkan subyek penelitian yaitu
populasi dan sampel penelitian. Misalnya yang
menjadi populasi adalah semua pria di wilayah
tertentu, dengan umur antara 40 sampai dengan 50
tahun, baik yang merokok maupun yang tidak
merokok.
3. Tahap ketiga: mengidentifikasi subyek yang merokok
(risiko positif) dari populasi tersebut, dan juga
mengidentifikasi subyek yang tidak merokok (risiko
negatif) sejumlah yang kurang lebih dengan kelompok
merokok.

101
4. Tahap keempat: mengobservasi perkembangan efek
pada kelompok orang – orang yang merokok (risiko
positif) dan kelompok orang – orang yang tidak
merokok (kontrol) sampai pada waktu tertentu,
misalnya 10 tahun ke depan, untuk mengetahui
adanya perkembangan atau terjadinya Ca paru.
5. Tahap kelima: mengolah dan menganalisis data.
Analisis dilakukan dengan membandingkan proporsi
orang – orang yang menderita Ca paru dengan
proporsi orang – orang yang tidak menderita Ca paru,
diantaranya kelompok perokok dan kelompok tidak
merokok.
Pembahasan di atas studi kohort berupaya mencari factor
risiko, yakni apakah suatu factor tertentu berhubungan
dengan kejadian efek. Seperti telah dijelaskan, desain
tersebut baik factor risiko maupun efek harus berupa
variable nominal dikotom. Namun, studi kohort tidak
hanya dipakai untuk mengidentifikasi factor risiko saja,
studi kohort dapat dipakai untuk mencari hubungan
antara variable bebas berskala nominal dengan efek yang
berskala ordinal atau numerik. Desain ini analisis tidak
dilakukan dengan menghitung risiko relative, tetapi
dengan uji hipotesis yang sesuai. Bagian ini dapat
merupakan desain terpisah, namun dapat pula hasil
tambahan studi kohort (Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Contoh: Diketahui apakah pajanan debu semen
berhubungan dengan kejadian bronchitis. Para pelamar di
sebuah perusahaan semen diamati, sebagaian mereka
bekerja di kantor dan sebagaian di pabrik. Pelamar
diamati selama periode tertentu dan ditentukan berapa
pekerja di kantor dan di pabrik yang menderita bronchitis.
Data ini dapat dihitung risiko relative pajanan debu semen
terhadap terjadinya bronchitis. Namun, peneliti dapat
menambahkan pertanyaan penelitian “apakah terdapat
perubahan fungsi paru pada pekerja tersebut”. Fungsi

102
paru dinyatakan dalam skala numerik, misalnya FEV1
dalam satuam ml/detik. Analisisnya dapat menggunakan
uji t untuk kelompok independent. Esatimasi besar
sampel pada desain ini sama dengan pada uji klinis.
Penelitian kohort baik prospektif maupun retrospektif
dapat dimanfaatkan untuk melihat beberapa factor risiko
sekaligus terhadap terjadinya efek. Hal ini serupa dengan
studi cross sectional, termasuk jenis analisis yang paling
sering digunakan yaitu analisis regresi multiple atau
model regresi logistik.

103
Daftar Pustaka
Boru Haloho, A., & Legiran. (2023). Mengenal Lebih Dekat
Penelitian Kohort: Manfaat Penelitian Kohort pada
Bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif. Majalah
Anestesia & Critical Care, 41(1), 51–57.
https://doi.org/10.55497/majanestcricar.v41i1.266
Dr. Hasmi, SKM, M. K. (2016). Metodologi Penelitian
Epidemiologi (Rev.). CV. Trans Info Media.
Greenberg, S. R., Daniels, R. S., Flanders, D. W., & Eley,
W. J. (2012). Medical Epidemiology 4th ed. In Medical
Epidemiology.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.asp
x?bookid=337&sectionid=39810357
Moh. Guntur Nangi, SKM., M. K., Fitri Yanti, SKM., M. K.,
& Sari Arie Lestari., S.Kep., Ns., M. K. (2019). Dasar
Epidemiologi. Deepublish (Grup Penerbitan CV Budi
Utama).
Murti, B. (2003). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi.
Gadjah Mada University Press.
Neutens, J, J., & Rubinson, L. (1997). ResearchTechniques
the Health Sciences (2nd ed). Allyn and Bacon A
Viacom Company.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan
(Rev.). PT Asdi Mahasatya.
Prof. Dr. Ristya Widi Endah Yani, drg., M. K. (2019). RISET
EPIDEMIOLOGI BIDANG KESEHATAN Digital
Repository Universitas Jember. In Efektifitas
Penyuluhan Gizi pada Kelompok 1000 HPK dalam
Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Kesadaran Gizi
(Vol. 3, Issue 3).
https://repository.unej.ac.id/xmlui/bitstream/handl
e/123456789/108571/FKG_RISTYA_BUKU
TEKS_RISET
EPIDEMIOLOGI_removed.pdf?sequence=1
Sastroasmoro, P. D. dr. S., & Ismael, P. dr. S. (2014).
Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis (edisi ke-5).
Sagung Seto.

104
Sinaga, M., & Limbong, D. (2019). Dasar Epidemiologi.
Deepublish (Grup Penerbitan CV Budi Utama).
Wibowo, A. (2014). Metodologi Penelitian Praktis Bidang
Kesehatan (1st ed.). Rajawali Pers.

105
Profil Penulis
Ns. Mega Puspa Sari, S. Kep., M.K.M.
Penulis lahir tanggal 26 Desember 1988 di
Jakarta, Prov. DKI Jakarta. Anak pertama dari
Bapak Jusmeri dan Ibu Rina Anda Mesra (Almh).
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Cipulir
07 Pagi tahun 2001, SLTPN 48 Jakarta tahun
2004 dan Man 2 Bandarlampung tahun 2007. Penulis
menyelesaikan studi S1 jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah pada tahun 2011 dan melanjutkan
Program Profesi Ners 2011 sampai 2012 di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah. Tahun 2016 penulis melanjutkan studi S2
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia sampai
2018. Pengalaman bekerja sebagai perawat pelaksanan di RSUD
Kota Tangerang Selatan dari Februari 2013 hingga 2016. Saat
ini penulis berprofesi sebagai Dosen Program Studi Kesehatan
Masyarakat peminatan Statistik Kesehatan, Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
Status menikah dengan Bapak Khalid Akbar S.H. (Advokat Peci
Merah), telah dikaruniai anak pertama bernama Muhammad
Harun Abdurahman dan saat ini sedang hamil anak kedua.
Buku chapter ini buku pertama bagi penulis, dengan harapan
dapat meberikan manfaat bagi pembaca khususnya bagi
penulis.
Email Penulis: ns.megapuspasari@uhamka.ac.id;
megapuspa2612@gmail.com.

106
7
MODEL UNTUK PREVALENSI

Dian Furqani Hamdan, S.KM., M.Kes


Universitas Mega Buana Palopo

Prevalensi Penyakit
Prevalensi penyakit mengacu pada proporsi individu
dalam populasi yang menderita kondisi atau penyakit
tertentu pada titik awal waktu atau periode tertentu.
Dalam konteks model prevalensi, penting untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dan
memperkirakan prevalensi yang sebenarnya. Dalam
epidemiologi prevalensi merupakan ukuran penting dalam
memahami kondisi dalam populasi sehingga dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan terkait perawatan
kesehatan, alokasi sumber daya dan upaya pencegahan
penyakit dapat ditangani secara baik dan menyeluruh.
Prevalensi titik (Point Prevalence) merupakan proporsi
individu yang menderita penyakit atau kondisi tertentu
dengan rumus jumlah individu yang menderita penyakit
pada titik waktu tertentu dengan total individu dalam
populasi titik waktu tersebut. Contohnya Pada tanggal 31
Mei 2023 jumlah penderita penyakit TB kelurahan
Rampoang adalah 150 orang sedangkan jumlah populasi
pada tanggal 31 Mei 2023 adalah sebanyak 1000 orang.
Maka hasil prevalensi titik yang diperoleh (150/1000 =
0.15) atau 15 %, hal ini menujukkan bahwa pada tanggal
31 Mei 2023 ada 15% dari populasi kelurahan rampoang
yang menderita TB.

107
Prevalensi periode (Period Prevalence) merupakan proporsi
individu yang menderita penyakit atau kondisi tertentu
selama waktu tertentu digunakan untuk menggambarkan
sejauh mana penyakit atau kondisi tersebut ada dalam
populasi selama periode waktu yang lebih panjang
dihitung dengan membagi jumlah yang menderita
penyakit selama periode waktu tertentu dengan jumlah
total individu dalam populasi pada periode waktu
tersebut.
Contohnya di Indonesia terdapat hasil survey prevalensi
Stunting pada anak pada tahun 2018 sebesar 30,8%
dalam kategori ini anak laki-laki memiliki prevalensi lebih
tinggi dari pada anak perempuan. Selain itu terdapat 16
provinsi dengan prevalensi Stunting tertinggi yaitu: Papua
(48.3%), Maluku Utara (44.4%), Maluku (43.1%), Nusa
Tenggara Timur (40.1%), Papua Barat (38.4%), Sulawesi
Barat (37.8%), Sulawesi Tenggara (37.6%), Aceh (36.7%),
Nusa Tenggara Barat (36.2%), Bali (35.1%), Kalimantan
Timur (34.6%), Sulawesi selatan (34.3%), Gorontalo
(33.9%), Jambi (32.8%), Sulawesi Tengah (32.6%) dan
Kalimantan Selatan (32.1%). Data tersebut menunjukkan
bahwa kasus Stunting masih menjadi masalah serius
terutama di daerah dengan prevalensi tertinggi oleh
karena itu perlu dilakukan program intervensi gizi yang
terintegrasi untuk menanggulangi masalah kesehatan
masyarakat ini terutamanya bagi generasi muda harus
tumbuh dengan optimal sehingga dapat menunjang
pembangunan bangsa dan Negara.
Hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan data
prevalensi waktu yang akurat adalah surveilans/
pencacatan pelaporan di Puskesmas, Rumah Sakit Dan
Klinik Kesehatan dimana banyaknya individu/ kelompok
yang terdiagnosis kondisi tertentu seperti contoh kasus
Stunting pada anak diatas dengan rumus prevalensi yaitu

108
jumlah kasus pada periode waktu tertentu dibagi dengan
jumlah penduduk yang ada pada periode waktu tersebut.
Prevalensi epidemiologi adalah suatu metode untuk
mengukur dan menganalisis seberapa sering suatu
kondisi muncul dalam populasi yang dapat banyak
keguanaan dalam bidang kesehatan masyarakat
diantaranya:
1. Menentukan kebijakan kesehatan dimana data
prevalensi penyakit dapat dijadikan acuan untuk
membuat intervensi yang terfokus dan efektif.
2. Data prevalensi penyakit dapat dijadikan monitoring
dan evaluasi program intervensi yang telah dilakukan
untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat.
3. Data prevalensi penyakit dapat digunakan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang
menyebabkan munculnya suatu penyakit atau
kondisi tertentu pada suatu periode waktu tertentu.
Hal ini dapat membantu pemerintah dalam
pengendalian serta pencegahan penyakit.
4. Perencanaan dan pemenuhan kebutuhan kesehatan
pada suatu populasi didasarkan oleh data prevanlensi
epidemiologi pada masyarakat yang terpapar penyakit
tertentu.

Analisis Univariat
Analisis data menggunakan univariat adalah analisis
statistik yang melibatkan variable tunggal. Dalam analisis
univariat hanya satu variable yang di ukur dan dianalisis
untuk memberikan ringkasan statistik tentang suatu
variabel dan mengidentifikasi pola dan tren dalam data
tersebut. Ada beberapa statistik deskriptif yang dapat
dihitung dalam analisis univariat yaitu:

109
1. Ukuran senteral yang mencangkup Mean (rata-rata),
median (Nilai Tengah), dan Modus (Nilai yang paling
sering muncul)
2. Ukuran dispersi mencangkup standar deviasi, rentang
dan kuartil
3. Distribusi frekuensi membantu memngidentifikasi
pola atau kecenderungan data seperti tabel frekuensi,
histogram, dan grafik garis.
4. Uji hipotesis dalam analisis data univariat dapat
memberikan informasi apakah nilai statistik yang
ditemukan signifikan atau tidak signifikan.
Dalam dunia kesehatan analisis univariat dapat
digunakan untuk memeriksa faktor-faktor risiko tertentu
yang berkaitan sperti riwayat kesehatan, pola makan,
aktifitas fisik, dan faktor lingkungan. Dimana hasil dari
analisis ini dapat membantu dalam prencanaan program
intervensi untuk memecahkan masalah kesehatan
masyarakat, Namun menghitung nilai mean dapat
dianalisis menggunakan aplikasi data seperti SPSS, Meta
Analisis.
Contohnya peneliti ingin menghitung niali mean untuk
data tinggi badan anak pada kelompok 2-3 tahun, dari 20
orang anak yang di lakukan pengukuran tinggi badannya
ada 11 orang berjenis kelamin laki-laki dengan data
masing-masing tinggi badan sebagai berikut 80, 85, 84,
82, 81, 83, 80, 82, 86, 87, 80. Serta ada 9 orang
perempuang yng data tinggi badannya masing-masing
sebagai berikut 78,80,77,79,78,79,75,76,77. Untuk
menghitung Mean tinggi badan anak maka peneliti
menjumlahkan data tinggi badan anak dan membaginya
dengan jumlah total data yang ada. Maka di peroleh hasil
jumlah data : 80 + 78 + 85 + 84 + 80 + 82 + 77 + 81 + 79
+ 83 + 78 + 80 + 82 + 86 + 79 + 75 + 87 + 76 + 80 + 77
=1629 jumlah responden 20 orang. Maka mean: 1629/20

110
=81,45 cm. Selanjutnya dari nilai mean (rata-rata) tinggi
badan anak tersebut dapat di kaitkan dengan standar
WHO terkait kasus Stunting.
Prevalensi yang digunakan untuk menunjukkan seberapa
besar determinan yang mempengaruhi penyakit tidak
menular (PTM) yang umumnya dikaitkan dengan pola
hidup yang tidak sehat, pola makan yang tidak seimbang.
Hasil pengukuran dapat diakses melalui Riset kesehatan
dasar atau (Riskesdas). Berikut ini beberapa contoh PTM
dan pengukuran prevalensinya:
1. Prevalensi diabetes : diukur dengan menghitung
jumlah orang yang didiagnosis menderita diabetes
dalam periode waktu tertentu. Misalnya prevalensi
diabetes pada penduduk Indonesia tahun 2022
2. Prevalensi hipertensi : diukur dengan menghitung
jumlah orang yang didiagnosis hipertensi dalam
periode waktu tertentu, berdasarkan usia dan riwayat
alamiah penyakitnya.
3. Prevalensi obesitas: diukur dengan menghitung
jumlah orang yang memiliki Indeks massa tubuh (IMT)
diatas nilai ambang batas dalam suatu populasi pada
periode waktu tertentu. Misalnya prevalensi obesitas
remaja usia 13-15 tahun di tahun 2022.
4. Prevalensi PTM pada periode waktu tertentu penting
untuk pengambilan kebijakan dalam upaya
pencegahan dan penanganan kasus PTM guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Berdasarkan data prevalensi obesitas dari tahun ke tahun
sekarang ini populasi overweight dan obese. Hal ini
menimbulkan konsekuensi yang signifikan terhadap
kesehatan karena akan meningkatkan resiko diabetes,
penyakit jantung koroner, dan beberapa jenis kanker

111
tertentu. Karena perkembangannya yang demikian
pesatnya maka diprediksi di masa mendatang orang obese
akan sangat banyak jumlahnya. Beberapa negara seperti
di Kanada telah membuat suatu komite program yang
ditugaskan untuk memantau dan melaporkan rata-rata
pertumbuhan obesitas selanjutnya hingga tahun 2050
dan memprediksi konsekuensinya terhadap kesehatan,
biaya pemeliharaan kesehatan, dan harapan hidup.
Kekhawatiran dari pemerintah Kanada tersebut adalah
estimasi obesitas hingga tahun 2050 mencapai 60% laki-
laki dan 50% untuk perempuan dan sekitar 25% dari anak
dibawah 16 tahun akan obesesitas. Sekarang ini
diseluruh negara di dunia telah menentukan target dan
kebijakan untuk membendung pertumbuhan obesitas
yang kian cepat. Dalam konteks ini, diet dan nutrisionis
adalah posisi kunci yang berkontribusi dalam
menanggulangi masalah obesitas.

Model Regresi Logistik


Regresi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan
antara dua variable atau lebih juga menunjukkan arah
hubungan antar variable, oleh karena itu data-data
dikelompokkan untuk mengukur jenis variable bebas dan
terikatnya (Independet/Dependent) yang disimbolkan
dengan X dan Y.
Regresi linear sederhana bertujuan untuk mempelajari
hubungan antar variable yang mana variable dependent
dipengaruhi hanya satu variable independent yaitu Y =
a+bX. Sedangakan analisis regeresi logistic digunakan
untuk melihat faktor risiko tertentu dengan satu atau
lebih variable X (independent) dimana tahapan utamanya
sebagai berikut:
1. Model pembentukan : dalam tahap ini dihitung data
variable X yang muncul dan mempengaruhi hasil
(variable dependent biner)

112
2. Model pengujian: dalam tahap ini model regresi logistic
diuji dengan data baru yang digunakan untuk menguji
akurasi data dan melakukan prediksi dimana variable X
dapat berupa kategori atau numeric. Dimana salah satu
dari tujuan utama regersi logistic yaitu menghasilkan
koefesien regresi yang terlibat dalam model.
Regresi logistic sangat penting dalam analisis risiko dan
kebijakan public untuk memprediksi peristiwa tertentu
berdasakan karakteristik dalam berbagai masalah kesehatan
masyarakat, dan bidang ilmu lain yang mempengaruhi
secara tidak langsung. Contohnya pada penelitian kesehatan
mental untuk melihat risiko depresi pada pasien yang masuk
di rumah sakit jiwa. Misalnya sebuah rumah sakit ingin
melihat faktor-faktor yang mempengaruhi risiko pasien yang
mengalami depresi dapat menggunakan data pasien seperti
usia pada waktu masuk, jenis kelamin, status perkawinan,
riwayat keluarga, jenis pengobatan yang diberikan. Serta
skor tes psikologis analisis variable independent yang
digunakan dalam analisis regresi logistic.
Dalam regresi logistic variable dependent pada kasus
kesehatan mental diatas adalah nilai biner (kategorikal)
dimana 0 untuk tidak mengalami depresi, 1 bila
mengalami depresi. Kemudian setiap model regersi logistic
tiap variable independent dibentuk dengan mengevaluasi
hubungan dari data pasien. Setelah model terbentuk
rumah sakit kemudian dapat menggunakan model ini
untuk memperediksi risiko pasien untuk
mengembangkan deperesi berat selama mereka berada di
rumah sakit jiwa. Rumah sakit dapat memberikan
intevensi atau pengobatan yang tepat sejak awal untuk
pasien yang berisiko tinggi mengalami depresi. Sehingga
dapat disimpulkan analisis risiko gangguan kecemasan
atau gangguan lainnya pada populasi tertentu dan dapat
membantu memberikan intervensi atau pengobatan yang
tepat sejak dini.

113
Variabel Prediktor
Varibel prediktor merupakan variabel yang digunakan
untuk memprediksi atau menjelaskan perubahan pada
variabel respon. Dalam konteks statistika, varibel
prediktor juga dikenal dengan sebutan independent
variable atau explanatory variable.
Contohnya dapat kita lihat dalam sebuah penelitian
tentang pengaruh usia terhadap tekanan darah
seseorang. Pada kasus ini, usia menjadi variabel prediktor
dan tekanan darah menjadi variabel respon. Berikut
adalah contoh data dari beberapa responden:
Responden Usia (tahun) Tekanan Darah (mmHg)
1 25 120/80
2 35 130/85
3 45 140/90

Dari tabel di atas, kita bisa mengidentifikasi bahwa usia


adalah variabel yang mempengaruhi tekanan darah
seseorang. Semakin tua usia seseorang, maka
kemungkinannya untuk memiliki tekanan darah tinggi
akan semakin besar.
Pada kasus stunting, variabel prediktor adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya kondisi stunting
pada anak. Stunting sendiri merupakan kondisi gagal
tumbuh dalam waktu lama dan kronis pada anak akibat
kekurangan gizi kronis atau infeksi berulang.
Beberapa contoh variabel prediktor pada kasus stunting
antara lain:
1. Status ekonomi keluarga: Anak-anak dari keluarga
dengan status ekonomi rendah cenderung memiliki
risiko lebih tinggi mengalami stunting karena
kurangnya akses terhadap makanan bergizi dan
fasilitas sanitasi yang baik.

114
2. Pendidikan ibu: Ibu yang tidak berpendidikan atau
hanya memiliki pendidikan rendah cenderung tidak
mengetahui pentingnya memberikan nutrisi yang
cukup bagi anak mereka sehingga meningkatkan
risiko terjadinya stunting.
3. Ketersediaan air bersih: Akses air bersih dan sanitasi
yang buruk dapat menyebabkan infeksi usus pada
anak sehingga mengganggu proses penyerapan nutrisi
di dalam tubuh dan meningkatkan risiko terjadinya
stunting.
4. Pola asuh: Pola asuh seperti frekuensi pemberian
makanan, jenis makanan serta pola tidur juga dapat
menjadi faktor penyebab terjadinya stunting.
Variabel confounding atau bias pencampur adalah variabel
yang memiliki hubungan dengan variabel prediktor dan juga
variabel respon sehingga dapat memengaruhi hasil analisis.
Variabel ini seringkali tidak terdeteksi pada awal penelitian
dan jika tidak diperhitungkan, dapat menyebabkan
kesimpulan yang salah mengenai hubungan antara variabel
prediktor dan respons.
Untuk kasus stunting, contoh dari variabel confounding:
1. Jenis kelamin: Secara alami, laki-laki cenderung lebih
tinggi daripada perempuan dalam hal pertumbuhan
fisik selama masa kanak-kanak. Oleh karena itu, jika
studi hanya melibatkan anak laki-laki saja misalnya
maka akan ada kemungkinan bahwa faktor-faktor
lain seperti pola makan atau akses ke sumber daya
yang berbeda di antara populasi anak-anak
perempuan telah mempengaruhi hasil akhir.
2. Umur ibu saat hamil: Ibu dengan usia yang lebih tua
pada saat melahirkan mungkin cenderung
memberikan nutrisi yang kurang bagi bayinya
dibanding ibu dengan usia lebih muda.

115
3. Kondisi kesehatan ibu selama kehamilan: Jika
seorang wanita hamil mengalami penyakit tertentu
seperti diabetes gestasional atau hipertensi kronis
maka ia akan memiliki risiko lebih besar untuk
memiliki bayi stunted.
4. Pendidikan ayah: Pendapatan ayah merupakan faktor
penting dalam menjamin pemenuhan gizi keluarga
secara umum oleh karena itu pendidikan ayah juga
dapat menjadi faktor confounding.
Ketika melakukan analisis hubungan antara variabel
prediktor dan respons, penting untuk mempertimbangkan
kemungkinan adanya variabel confounding tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
mengendalikan atau menyesuaikan (adjust) faktor
confounding dalam model statistik yang digunakan.
Dengan begitu, hasil analisis akan lebih akurat dan dapat
memberikan kesimpulan yang benar terkait hubungan
antara variabel prediktor dan respon stunting pada anak.

Prevalensi dalam Penelitian Eksperimen Kesehatan


Prevalensi adalah persentase individu dalam populasi
yang memiliki kondisi tertentu pada suatu waktu. Dalam
penelitian eksperimen, prevalensi dapat digunakan
sebagai salah satu indikator untuk mengukur
keberhasilan intervensi atau pengobatan.
Dalam desain penelitian eksperimen, prevalensi dapat
dihitung sebelum dan sesudah melakukan intervensi atau
pengobatan. Sebagai contoh, jika sebuah studi ingin
menilai efektivitas program pencegahan stunting pada
anak-anak usia 0-2 tahun di daerah tertentu, maka
prevalensi awal stunting harus dihitung sebelum program
dimulai.

116
Setelah program berjalan selama beberapa waktu
misalnya 1 tahun kemudian, prevalensi stunting juga
perlu dihitung kembali untuk melihat apakah ada
perbedaan signifikan antara kedua hasil tersebut setelah
dilakukan intervensi.
Prevalensi juga bisa menjadi acuan bagi para ilmuwan saat
merencanakan jumlah sampel yang dibutuhkan dalam
penelitiannya. Semakin tinggi prevalence dari penyakit atau
gejala yang dituju semakin banyak subjek (sampel) yang
diperlukan agar hasil akhir dari studi lebih valid dan reliable.
Hal yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi
kesuksesan suatu tindakan medis maupun non-medis
karena masih banyak faktor lain seperti kepatuhan pasien
terhadap pengobatan dan faktor lingkungan serta genetika
yang mempengaruhi timbulnya masalah kesehatan.
Dalam penelitian eksperimen, prevalensi penyakit dapat
menjadi faktor yang penting dalam menentukan desain
penelitian dan juga interpretasi hasilnya. Prevalensi
merupakan ukuran jumlah kasus suatu kondisi pada
populasi tertentu dalam suatu periode waktu tertentu.
Jika prevalensi suatu penyakit tinggi, maka itu bisa
berarti bahwa lebih banyak subjek di dalam sampel yang
terkena kondisi tersebut dan hal ini bisa memudahkan
pengumpulan data. Namun demikian, jika prevalensi
rendah, maka diperlukan sampel yang lebih besar untuk
mendapatkan cukup banyak subjek dengan kondisi
tersebut agar hasil penelitiannya valid.
Selain itu, prevalensi juga dapat digunakan sebagai acuan
untuk mengukur efektivitas intervensi atau tindakan
medis dalam studi eksperimental. Jika sebuah program
pencegahan atau pengobatan berhasil menurunkan
prevalensi penyakit secara signifikan setelah dilakukan
intervensi dibandingkan sebelumnya maka hal ini akan
membuktikan efektivitas dari program tersebut.

117
Namun perlu dicatat bahwa hanya dengan melihat
perubahan nilai prevalence saja tidak cukup untuk
menilai keberhasilan suatu tindakan medis maupun non-
medis karena masih ada faktor-faktor lain seperti tingkat
kepatuhan pasien terhadap pengobatan serta faktor
lingkungan dan genetik yang turut mempengaruhi
timbulnya masalah kesehatan.Oleh karena itu para
ilmuwan harus mempertimbangkan berbagai aspek
termasuk prevalensi saat merancang desain penelitiannya
agar hasil akhir dari studinya memiliki validitas dan
reliabilitas yang baik.

118
Daftar Pustaka
Exploring predictors of frequent emergency department
utilization among patients with sickle cell disease" oleh
Jonassaint et al. (2016)
Hindle, Linda and Kendrick, David. Advancing Dietetics
and Clinical Nutrition: Obesity. 2010. Elsevier
Publisher.
Hosmer Jr, D. W., Lemeshow, S., & Sturdivant, R. X.
(2013). Applied logistic regression (Vol. 398). John
Wiley & Sons.
Jung RT. Obesity as disease. Bri. Med. Bull.
1997;53(20):307-321. Factors associated with
stunting among children under 5 years old in Nepal: a
multilevel analysis" oleh Paudel et al. (2020).
King, G., & Zeng, L. (2001). Logistic regression in rare
events data. Political analysis, 9(2), 137-163.
Predictors of academic achievement and retention among
college students with disabilities" oleh Carter et al.
(2017).
Predicting the likelihood of hospital readmission using
machine learning algorithms” oleh Kansagara et al.
(2018).
Satria, N. A., & Purwandari, A. E. D. (2020). Pemodelan
Statistik Covid19 Di Indonesia: Analisa Perbandingan
Model. In Seminar Nasional Official Statistics (Vol.
2020, No. 1, pp. 152-159).
Solana, A. (2022, November). Analisis Spasial Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Prevalensi
Ketidakcukupan Konsumsi Pangan di Indonesia
Tahun 2020. In Seminar Nasional Official Statistics
(Vol. 2022, No. 1, pp. 1229-1238).

119
Profil Penulis
Dian Furqani Hamdan, S.KM., M.Kes
Penulis lahir di Kota Palopo pada tanggal 10
desember 1991. Kemudian merampungkan
pendidikan TK sampai SMA di kota Palopo.
Selanjutnya pada tahun 2009 melanjutkan
pendidikan S1 dibidang kesehatan masyarakat
peminatan Epidemiologi dan Biostatistik di STIK
Tamalatea Makassar tahun lulus 2013. Setelah
itu melajutkan program magister kesehatan masyarakat di
Universitas Hasanuddin tahun 2014 dengan peminatan yang
sama yaitu Epidemiologi selesai pada tahun 2016 dengan judul
penelitian Kualiatas Antenatal Care di Kabupaten Jeneponto.
Sebagai seorang dosen di Universitas Mega Buana Palopo,
penulis juga melaksanakan tri darma perguruan tinggi yaitu
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
yang berfokus pada tema kesehatan mental remaja dikaitkan
dengan Literasi. Serta aktif dalam kegiatan Kampus merdeka
merdeka belajar yang diselenggarakan oleh Kemendikbud.
Email Penulis: dianfurqanihamdan@gmail.com

120
8
MODEL UNTUK INSIDENSI

Ahmad Farid, SKM., M.K.M


Universitas Muhammadiyah Kudus

Pendahuluan
Biostatistika merupakan statistika yang diterapkan pada
ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat. Dijelaskan
juga Biostatistika adalah metode statistika dalam
kesehatan masyarakat yang disebut medical
statistics(Danardono, 2006). Seseorang mahasiswa
kesehatan masyarakat mempunyai tuntutan untuk
menjadi konsultan dalam bidang Biostatistika. Oleh
karena itu, materi yang diberikan dalam biostatistik dan
epidemilogi cukup luas dan beragam yang bisa diterapkan
dalam berbagai metodologi penelitian kesehatan, tidak
hanya berupa metode saja namun juga model untuk
insidensi terkait biostatistik dan epidemiologi dalam
bidang kesehatan. Materi ini diharapkan akan membuka
wawasan lanjut mahasiswa atau peneliti kesehatan
karena banyak pengembangan teori statistika yang
berawal dari permasalahan dalam bidang Biostatistika
dan Epidemiologi. Selain itu melalui materi ini mahasiswa
diharapkan untuk mulai berpikir dan bertindak bukan
hanya sebagai statistisi saja, tapi juga sebagai orang yang
mempelajari bidang lain dan dengan sudut pandang yang
berbeda dari seorang ahli kesehatan masyarakat.

121
Konsep Insidensi
WHO menjelaskan beberapa karakteristik kesehatan yang
perlu diketahui oleh ahli kesehatan masyarakat yaitu satu
kesatuan sehat jasmani dan rohani tanpa melibatkan
unsur eksternal. Sehat berkaitan dengan lingkungan
internal atau eksternal, sehat spritual, sehat mental. Serta
sehat sebagai hidup kreatif dan produktif. Definisi yang
lebih praktis yang banyak digunakan oleh epidemiolog
adalah ”ada” atau ”tidak ada” penyakit 1 Ukuran paling
dasar yang sering digunakan untuk melihat besarnya
permasalahan adalah banyaknya kejadian atau frekuensi
kejadian (sakit, meninggal, dsb.). Namun ukuran ini
sangat bergantung pada besar populasi dan lama periode
pengamatan. Ukuran yang tidak bergantung pada besar
populasi dan lama periode pengamatan yang banyak
digunakan adalah prevalensi (prevalence) dan insidensi
(incidence).
Insidensi dijelaskan sebagai banyaknya subyek yang
mengalam kejadian baru atau mendapatkan penyakit
baru dalam suatu interval waktu tertentu. Jenis ukuran
insidensi yang sering dipakai adalah Insidensi Kumulatif
(IK) dan tingkat insidensi (incidence rate).
Rumus IK = d N0 (3.2)
Keterangan:
d: banyaknya subyek yang mengalami kejadian tertentu
atau menderita penyakit tertentu dalam suatu interval
waktu tertentu
N0: banyaknya subyek yang belum mengalami kejadian
tertentu atau menderita penyakit tertentu pada awal
interval waktu tersebut.

122
Jenis insidensi yang lain berdasarkan pada pengertian
tingkat (rate), yaitu banyaknya perubahan kuantitatif
yang terjadi terkait dengan waktu. Insidensi (Incidence
rate) dirumuskan sebagai: I = d NT (3.3)
d: banyaknya subyek yang mengalami kejadian tertentu
atau menderita penyakit tertentu dalam suatu interval
waktu tertentu
NT: Total waktu subyek yang belum mengalami kejadian
tertentu atau menderita penyakit tertentu dalam interval
waktu tersebut (sering juga disebut sebagai person-time or
risk-time) Istilah lain yang sering digunakan untuk
insidensi adalah person-time incidence rate, instantaneous
incidence rate, force of morbidity, incidencedensity,
hazard).

Pengertian Insidensi
Secara umum insiden atau insidensi dalam epidemiologi
adalah jumlah kasus baru (baru terdiagnosis) dari satu
penyakit. Selanjutnya, insiden dilaporkan sebagai kasus
baru dalam satu periode waktu tertentu, misalnya per
bulan atau per tahun. Insiden sering disalahartikan
dengan prevalensi. Prevalensi atau tingkat penyebaran
adalah jumlah kasus hidup dalam satu periode waktu
tertentu. Prevalensi memungkinkan kita untuk
menentukan kemungkinan seseorang menderita penyakit.
Insiden melihat kepada kasus baru sedangkan prevalensi
menilai kasus yang sudah ada. Insiden Rate atau IR yaitu
Jumlah Kasus baru pada periode waktu tertentu dibagi
populasi yang berisiko pada waktu yang sama x
konstanta. Incidence pada periode singkat dan terbatas
(epidemi) disebut : Attack Rate (dalam persen).

123
Model Insidensi
Model untuk insidensi kumulatif pada prinsipnya sama
seperti prevalensi, yaitu berdasarkan pada model
Bernoulli (ISMAH, 2018). Di sini akan dibahas model
untuk insidensi, khususnya incidence rate (8.1). Pada
bagian sebelumnya, prevalensi dapat dipandang sebagai
eksperimen Bernoulli, dengan sukses adalah kejadian
yang menjadi perhatian, seperti sakit dan lainnya. Model
ini dapat dikembangkan untuk insidensi. Dalam
insidensi, khususnya incidence rate (8.1), seorang individu
diamati dalam suatu periode waktu tertentu. yang dapat
dibagi dalam beberapa interval. Misalnya, seseorang yang
diamati selama 3 tahun dapat dibagi menjadi 3 satu tahun
interval waktu pengamatan.

Gambar 8.1 Fungsi likelihood untuk data biner SSGSGGGSGG


dengan π = 0,1 dan π = 0,5

124
Gambar 8.2 Maksimum Likelihood untuk data biner
SSGSGGGSGG adalah pada π = 0,4

Gambar 8.3 Insidensi sebagai satu urutan beberapa model


probabilitas biner, dengan sukses M (mati) dan gagal H (hidup)
Pada Gambar 8.3 seseorang diamati sampai M (meninggal)
yang juga merupakan titik akhir (end-point) pengamatan,
selama 3 tahun. Apabila dalam 3 tahun tersebut
probabilitas meninggal sama, misalnya π, maka model
yang dapat digunakan adalah Bernoulli seperti yang telah
dibahas di muka. Namun apabila dalam setiap interval
waktu probabilitas meninggal berbeda, misalnya π1, π2,
π3 seperti terlihat pada Gambar, maka probabilitas M

125
untuk tiap akhir interval akan berbeda dan merupakan
probabilitas bersyarat. Sebagai contoh pada Gambar 3.6
diketahui nilai π1, π2, π3. Probabilitas meninggal pada
akhir tahun pertama adalah 0,3. Probabilitas meninggal
pada akhir tahun kedua merupakan probabilitas
bersyarat, karena untuk meninggal pada akhir tahun
kedua individu ini harus hidup pada akhir tahun pertama,
sehingga probabilitasnya adalah 0,7 × 0,2 = 0,14.
Demikian pula untuk probabilitas meninggal pada akhir
tahun ketiga, 0,7 × 0,8 × 0,1= 0,056. Selanjutnya, untuk
interval yang semakin sempit, probabilitas kondisional
(untuk M) menjadi semakin kecil pula, dan konvergen ke
hazard rate (force of mortality).

Likelihood untuk λ dapat diturunkan dari likelihood


binomial dengan menganggap bahwa probabilitas sukses
adalah λh dengan h kecil,

Gambar 8.4 Contoh satu urutan beberapa model


probabilitas biner dan penghitungan probabilitas
bersyarat) dengan D adalah banyaknya kejadian, Y adalah
total waktu observasi. Log-likelihood untuk λ

126
Persamaan (8.4) dan (8.5) adalah fungsi likelihood dan log-
likelihood untuk distribusi Poisson. Dapat dengan mudah
ditunjukkan bahwa penduga untuk λ adalah λˆ = D/Y .
Contoh:
Misalkan ada 7 observasi dengan total waktu observasi
500 orang-tahun (personyears). Log-likelihood untuk λ.

Nilai maksimum untuk fungsi Log-likelihood ini diperoleh


pada λ = 0,014 (Gambar 8.5)

Cumulative Insidence
Adalah suatu probabilitas dari seorang yang tidak sakit
untuk menjadi sakit selama periode waktu tertentu,
dengan syarat orang tersebut tidak mati oleh karena
penyebab lain. Risiko ini biasanya digunakan untuk
mengukur serangan penyakit yang pertama pada orang
sehat tersebut. Misalnya : Insidens penyakit diebetes
mengukur risiko serangan penyakit diabetes pertama
pada orang yang belum pernah menderita penyakit
diabetes. Rumus Cumulative Insidence yaitu:

Keterangan: dalam hal ini baik pembilang maupun


penyebut yang digunakan dalam perhitungan ini adalah
individu yang tidak sakit pada permulaan periode
pengamatan, sehingga mempunyai risiko untuk
terserang. Kelompok individu yang berisiko terserang ini
disebut population at risk atau populasi yang berisiko.

127
Ciri khas dari Cumulative Insidence (Veronika et al., 2019)
yaitu berbentuk proporsi dimana dalam studi epidemiologi
proporsi digunakan untuk membandingkan suatu
peristiwa (event) dengan jumlah penduduk yang mungkin
terkena peristiwa tersebut (population at risk). Proporsi
merupakan suatu pecahan (fraksi) dimana numerator
(pembilang) adalah bagian dari denominator (penyebut).
Atau dengan perkataan lain, proporsi merupakan
perbandingan sebagian terhadap keseluruhan. Proporsi
merupakan salah satu bentuk dari rasio. Proporsi
digunakan untuk melihat komposisi suatu variabel dalam
populasinya. Proporsi dapat dalam bentuk desimal,
pecahan atau persentase (%). Ciri proporsi adalah tidak
mempunyai satuan (dimensi), karena satuan dari
pembilang dan penyebutnya sama, sehingga saling
meniadakan dan nilainya antara 0 sampai 1(Sukesi &
Astuti, 2020).
Rumus Menghitung Proporsi:

Keterangan:
a: jumlah orang atau peristiwa denga karakter khusus
b: total keseluruhan orang atau peristiwa seperti yang ada
pada pembilang
Contoh Proporsi
Kasus I
Menggambarkan proporsi dari Lansia yang hasil test
positive TBC (jumlah kasus) dari keseluruhan Lansia
(populasi berisiko). Lansia yang hasil test positif
merupakan numerator (pembilang) dan keseluruhan
Lansia merupakan denominator (penyebut).

128
Diketahui:
Total keseluruhan Lansia=250
Jumlah Lansia yang diperiksa yang hasilnya positif=100
Dijawab:

Penjelasan:
Proporsi merupakan sebagian dari keseluruhan -> 100
merupakan bagian dari 250. Baik persentase, pecahan
maupun desimal merupakan bentuk dari proporsi. Bisa
dipakai salah satu saja. Nilai 0,4 berada diantara 0 s.d 1.
Numerator dan denominator memiliki dimensi yang sama
yaitu orang sehingga dianggap tidak memiliki dimensi.
Kasus II
Sebagai contoh, pada studi Wisconsin Epidemiologic Study
of Diabetic Retinopathy, 610 pasien dengan Diabetes
Mellitus (DM) dalam terapi insulin dan 652 pasien DM
tanpa insulin tanpa adanya edema makula diamati selama
empat tahun. Dalam perkembangannya, 50 kasus edema
makula terjadi pada pasien DM dengan insulin dan 34
kasus pada DM tanpa insulin. Sehingga, insiden
kumulatif yang ada 50/610 pada 4 pasien DM dengan
insulin berkisar 0.082 atau 8.2% dan 34/652 pada DM
tanpa insulin berkisar 0.052 atau 5.2%.7 Pengukuran dari
insiden dapat diinterpretasikan sebagai suatu
kemungkinan (probability) atau risiko suatu individu
dapat terkena suatu penyakit pada periode waktu
tertentu.

129
Kasus III
Proporsi yang mahasiswa pararel semester 1 yang berusia
<25 tahun dari keseluruhan jumlah mahasiswa pararel
semester 1
1. menghitung proporsi laki-laki yang menderita
diabetes (jumlah kasus) Denominator = 3340 yaitu
jumlah keseluruhan laki-laki (di dalamnya terdapat
189 yang mengalami diabetes dan 3.151 laki-laki yang
tidak diabetes=populasi berisiko)

2. Catatan: numerator dan denominator memiliki


dimensi yang sama yaitu sama-sama laki-laki.
3. jika 5 orang positif sakit dan 95 orang negatif,
berapakah proporsi orang yang sakit?

4. Dari 7.999 perempuan berusia 16-45 tahun, terdapat


2.496 yang menggunakan metode kontrasepsi
modern. Proporsi yang menggunakan kontrasepsi
modern yaitu:

Tingkat Insidensi (Incidence Rate)


Insiden kumulatif akan mengamati seluruh populasi
berisiko (population at risk) sejak awal periode penelitian
pada periode waktu yang ditentukan (Prasetyowati, 2015).
Dalam perkembangannya ada beberapa peserta akan
memasuki studi beberapa tahun setelah studi dimulai dan
beberapa peserta lain akan hilang (lost follow up/drop out)
selama masa studi, sehingga penilaian tidak akan
seragam untuk semua peserta. Diperlukan keseragaman

130
dengan mencari rata-rata waktu (time at risk) setiap orang
yang diamati dalam studi dan risiko menjadi sebuah
kasus. Berikut contoh studi kasus baru HIV yang
diobservasi selama periode waktu 5 tahun yaitu:

Keterangan:
Tanda panah (->) : populasi beresiko
Warna hitam : tidak dalam studi
Warna biru muda : HIV
Total waktu rata-rata (person years at risk) = 32.0
Kasus baru selama follow up = 3
Rumus IR
Incidence Rate = Jumlah kasus baru pada suatu period
waktu dibagi Jumlah waktu (person-time at risk) selama
periode tersebut.
Seperti insiden kumulatif, pembilang incidence rate adalah
jumlah kasus baru dalam populasi. Namun, penyebutnya
sekarang adalah jumlah waktu rata-rata setiap individu
yang berisiko. Dalam contoh hipotesis di atas, tingkat
incidence rate adalah:

131
Sangat penting untuk menentukan periode waktu yang
digunakan apakah angka tersebut mewakili jumlah kasus
orang/hari, orang/bulan atau orang/tahun. Sehingga
dapat dituliskan 9,4 kasus baru per 100 orang/tahun,
atau 94 kasus per 1.000 orang/tahun. Jika data yang
diperoleh tidak memungkinkan dalam penentuan waktu
rata-rata orang/tahun, maka dapat digunakan titik
tengah (mid-point) periode waktu studi yang dikalikan
dengan jumlah lamanya observasi.
Contoh Kasus IR
Diketahui:
Kematian akibat kanker pada populasi A, tahun 2004 –
2008 adalah 150
Populasi A pada pertengahan 2006 adalah 22.554
Ditanya IR?
Dijawab:
Perkiraan total waktu orang/tahun (person-years at risk)
5 (tahun) x 22.554 = 112.770 orang/tahun
Rata-rata angka kematian akibat kanker, 2004-2008
150/112.770 orang/tahun = 0,0013 kematian per tahun
= 1.3 kematian per 100 orang/tahun.

132
Daftar Pustaka
Danardono. (2006). Biostatistika dan Epidemiologi. 9.
ISMAH, Z. (2018). Dasar Epidemiologi. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Prasetyowati, I. (2015). Kepadatan Penduduk Dan
Insidens Rate Demam Berdarah Dengue (Dbd)
Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur (Population
Density and Incidence Rate of Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) in Bondowoso Distric, East Java). The
Indonesia Journal of Health Science, 5(2), 1–12.
Sukesi, T. W., & Astuti, C. T. (2020). Hubungan Angka
Bebas Jentik (Abj) Dengan Insidence Rate Demam
Berdarah Dengue (Dbd) Di Tingkat Kabupaten Sleman
Tahun 2013-2017. Jurnal Kesehatan Dan Pengelolaan
Lingkungan, 1(2), 57–63.
https://doi.org/10.12928/jkpl.v1i2.4159
Veronika, E., Ayu, I. M., & Epid, S. K. M. M. (2019). Dasar-
Dasar Epidemiologi. 1–17.

133
Profil Penulis
Ahmad Farid, SKM., M.K.M
Lahir di Wonosobo, 10 Januari 1990. Saat ini aktif
bekerja menjadi dosen di Universitas
Muhammadiyah Kudus dan melakukan praktik
mandiri dalam bidang kedokteran TCM
akupunktur dan pengobatan tradisional. Penulis
menganyam pendidikan dari D3 Keperawatan Universitas Sains
alQuran (UNSIQ), Wonosobo kemudian melanjutkan di S1
Kesehatan Masyarakat dan S2 Kesehatan Masyarakat pada
Universitas Indonesia Maju, Jakarta yang dulunya adalah
STIKes Indonesia Maju (STIKIM). Selanjutnya mengenyam
pendidikan S3 kesehatan masyarakat Universitas Diponegoro
(UNDIP), Semarang. Penulis juga mengenyam pendidikan di
Program sarjana S1 Kedokteran (Chinese Medicine) di
Universitas Jiangxi (JXUTCM), China dan S1 Pengobatan
Tradisional STAB Nalanda, Jakarta. Berbagai prestasi telah
didapatkanya dari lulus sebagai trainer Microsoft teams produk
dari Microsoft office 365 dan sudah menulis beberapa buku
terkait kesehatan masyarakat dan pengobatan tradisional.
Penulis juga merupakan mahasiswa penerima beasiswa dari
LPDP untuk program S3nya dan penerima beasiswa selama
mengenyam pendidikan di Universitas Jiangxi. Sampai saat ini
penulis masih aktif dalam menulis buku, sebagai dosen dan
penelitian terkait kesehatan masyarakat, administrasi rumah
sakit dan pengobatan tradisional.
Email Penulis: sinshefarid@gmail.com

134
9
MODEL REGRESI LOGISTIK

Jannes Bastian Selly, M.Si., M.Kes.


Universitas Nusa Cendana

Pendahuluan
Dalam mencari hubungan antara dua variabel dalam
sebuah penelitian, dapat digunakan analisis regresi.
Terdapat dua jenis analisis regresi yaitu regresi linear dan
regresi non-linear yang lebih dikenal dengan istilah regresi
logistik. Meskipun memiliki fungsi yang sama, regresi
linear dan regresi logistik memiliki perbedaan yang
fundamental. Analisis regresi linear digunakan jika
variabel dependen (variabel terikat) skala pengukurannya
dalam bentuk numerik scale atau rasio. Sedangkan,
apabila variabel dependen memiliki skala pengukuran
dalam bentuk kategorik, maka digunakan regresi logistik.
Penggunaan regresi logistik bertujuan untuk
mengestimasi variabel dependen berdasarkan variabel
independen (Riyanto, 2017). Sebagai contoh seorang
peneliti ingin menentukan probabilitas kejadian penyakit
pada seorang pekerja yang selalu terpapar radiasi selama
bekerja. Variabel bebas yang ditinjau dalam penelitian ini
adalah jenis kelamin (x1), masa kerja (x2), dan dosis
paparan radiasi yang diterima (x3). Karena data pada
variabel bebas merupakan campuran antara data kontinu
dan kategorik, maka untuk analisis digunakan regresi
logistik. Pada bab ini akan diuraikan secara lengkap
mengenai model analisis regresi logistik.

135
Konsep Dasar Regresi Logistik
Model analisis regresi merupakan jenis analisis data
dalam statistika yang bertujuan untuk menghitung
probabilitas (peluang) kejadian sebuah fenomena yang
diakibatkan oleh faktor-faktor resiko tertentu. Fenomena
yang akan diprediksi dijadikan sebagai variabel terikat
(dependen), sedangkan faktor-faktor resiko merupakan
variabel bebasnya (independen). Ada dua jenis regresi
analisis regresi yaitu analisis regresi linear dan regresi
non-linear atau dikenal sebagai regresi logistik.
Analisis regresi merupakan pendekatan matematis yang
menghasilkan model estimasi atau pendugaan atau
prediksi yang dikenal dengan Ordinary Least Square
(OLS). Namun analisis OLS ini hanya dapat dilakukan jika
asumsi Gauss-Markov terpenuhi. terpenuhi atau tidaknya
asumsi Gauss-Markov inilah yang kemudian
membedakan analisis regresi linear dan regresi logistik.
Terdapat 10 asumsi Gauss-Markov, untuk menghasilkan
model regresi yang baik untuk mengestimasi sebaran
data, dengan nilai error yang terkecil.
Pada kasus tertentu, asumsi Gauss-Markov ini tidak
terpenuhi. Misalnya dalam sebuah penelitian, variabel
dependennya merupakan data nominal, sedangkan
variabel independennya merupakan data interval atau
rasio. Apabila analisis regresi yang dipakai adalah regresi
linear, maka akan terjadi pelanggaran asumsi Gauss-
Markov, yaitu nilai error dari model regresi tidak
terdistribusi normal, dan tidak homogen (Ghozali, 2013;
Vittinghoff, Glidden, Shiboski, & McCulloch, 2005).
Dengan demikian, apabila asumsi Gauss-Markov tidak
terpenuhi, maka model regresi linear tidak digunakan,
melainkan model regresi logistik.

136
Analisis regresi logistik tidak mensyaratkan asumsi
Gauss-Markov terpenuhi. Beberapa ketentuan dalam
regresi logistik adalah (Ghozali, 2013):
1. Tidak diperlukan adanya hubungan linear antar
variabel dalam penelitian
2. Variabel independen tidak perlu memenuhi asumsi
multivariat normal.
3. Tidak perlu memenuhi asumsi homokedastisitas
4. Skala data dalam variabel independen, tidak perlu
dalam bentuk interval atau rasio
5. Skala data dalam variabel dependen harus berupa
data kategorik dikotom
6. Pada variabel independen, setiap kelompok variabel
tidak harus memiliki varian yang sama
7. Kategori dalam variabel independen harus bersifat
eksklusif atau terpisah satu dengan yang lain
8. Diperlukan sampel dalam jumlah besar, minimal 50
sampel untuk sebuah variabel independen, sebagai
prediktor
9. Seleksi hubungan pada regresi logistik menggunakan
pendekatan non linear untuk mengestimasi
probabilitas atau OR (odd ratio).
Terdapat tiga model regresi logistik yaitu model regresi
logistik biner (binary logistic regression), model regresi
logistik multinomial (multinomial logistic regression), dan
model regresi logistik ordinal (ordinal logistic regression)
(Kuntoro, 2014; Vittinghoff et al., 2005).
Model analisis regresi logistik biner digunakan ketika
skala data pada variabel dependen (y) merupakan data
nominal atau biner, sedangkan variabel independen dapat
dalam bentuk nominal, ordinal, interval, maupun rasio.

137
Sebagai contoh, pada variabel dependen adalah jumlah sel
darah putih (normal/tidak normal). Sedangkan pada
variabel independen (x1) adalah jenis kelamin (L/P),
merupakan data nominal, variabel (x2) masa kerja (<5
tahun; 5-10 tahun; >10 tahun), merupakan data ordinal,
dan variabel (x3) dosis paparan radiasi, q mSv (q
merupakan nilai tertentu antara 0 sampai tak hingga
dalam satuan mili sievert), merupakan data rasio.
Untuk model regresi logistik multinomial digunakan jika
skala data pada variabel dependen merupakan data
kategorik nominal lebih dari dua variasi kejadian,
misalnya, variabel golongan darah (O, A, B, dan AB).
Sedangkan untuk variabel independen memiliki skala
data nominal, ordinal, interval ataupun rasio. Sedangkan
pada model regresi logistik ordinal, variabel dependen
memiliki skala data data ordinal, misalnya tingkat
pendidikan (tidak mengenyam pendidikan, mengenyam
pendidikan dasar, mengenyam pendidikan menengah,
dan mengenyam pendidikan tinggi). Sedangkan untuk
variabel independen dapat merupakan skala nominal,
ordinal, interval atau rasio.
Beberapa manfaat dari analisis regresi logistik adalah
(Kuntoro, 2014):
1. Untuk mengestimasi atau memprediksi sebaran
variabel dependen berdasarkan variabel independen.
2. Untuk menentukan nilai persentase variasi yang
terjadi pada variabel dependen yang dapat dijelaskan
oleh variabel independen. Jika pada analisis regresi
linear, digunakan nilai koefisien determinansi atau R2,
maka pada analisis regresi logistik digunakan nilai
pseudo R2.
3. Untuk mengurutkan kepentingan relatif dari variabel
dependenmenggunakan uji statistik Wald pada
masing-masing koefisien.

138
4. Untuk melakukan kajian efek interaksi,
menggunakan log likelihood ratio, LL(b0) – LL(b0, bia).
5. Untuk memahami dampak variabel kontrol kovariat
menggunakan log likelihood ratio.
Dalam melakukan penaksiran parameter regresi pada
model analisis regresi logistik, menggunakan metode
penaksiran kemungkinan maksimum. Variabel dependen
pada regresi logistik ditransformasikan dalam bentuk
variabel log natura (ln) atau dikenal dengan variabel logit,
dari rasio kemungkinan (odds). Peluang pada variabel
dependen dapat berupa “terjadi” (Y=1) atau “tidak terjadi”
(Y=0) untuk model regresi logistik biner, atau peluang
variabel dependen pada kategori 1 (Y=1), kategori 2 (Y=2),
atau kategori 3 (Y=3) untuk model regresi logistik
multinominal. Sedangkan pada regresi logistik ordinal
peluang pada variabel dependen dapat berupa peringkat 1
(Y=1), peringkat 2 (Y=2), peringkat 3 (Y=3), atau peringkat
4 (Y=4). Dengan kata lain model analisis regresi logistik
menghitung perubahan log odds dari variabel dependen
(Kuntoro, 2014).
Model regresi logistik menjelaskan nilai yang diharapkan
dari variabel dependen (Y) yang disimbolkan dengan E(Y)
(expected value of y). sedangkan untuk probabilitas
kejadian yang timbul diberi simbol Pr(Y=n) dengan n
merupakan bilangan yang mewakili kejadian. Sebagai
contoh Pr(Y=0) adalah nilai untuk probabilitas kejadian 0
terjadi (pada model regresi logistik biner), Pr(Y=1) adalah
nilai untuk probabilitas kejadian 1 terjadi, dan seterusnya
(Kuntoro, 2014; Thomas & Manz, 2017).

Fungsi dan Persamaan Regresi Logistik


Analisis data untuk mencari hubungan antar variabel
dalam regresi logistik menggunakan persamaan
matematika. Pola hubungan ini, yang kemudian akan

139
digunakan untuk melakukan estimasi terhadap nilai dari
suatu variabel berdasarkan perubahan yang dilakukan
pada variabel lain. Pada regresi logistik, digunakan fungsi
logistik atau dikenal dengan fungsi logit yang bertujuan
untuk memetakan variabel dependen (y) sebagai fungsi
sigmoid dari variabel independen (x). Fungsi logit dan plot
pada pada regresi logistik ditunjukan melalui persamaan
(9.1) dan Gambar 9.1
1
𝑓𝑓(𝑥𝑥) = (9.1)
1 + 𝑒𝑒 −𝑥𝑥

Gambar 9.1 kurva sigmoid 1/(1+e-x). Sumber: (Weisstein, n.d.)


f(x) merupakan fungsi yang menunjukkan probabilitas
suatu fenomena berdasarkan faktor resiko yang ditinjau.
Pada persamaan (9.1) nilai x merupakan indeks dari
varabel independen. Nilai x bervariasi antara nilai negatif
(-) hingga positif (+).
Model persamaan aljabar yang biasanya digunakan dalam
analisis OLS adalah sebagai berikut 𝑌𝑌 = 𝐵𝐵0 + 𝐵𝐵1 𝑋𝑋 + 𝑒𝑒.
konstanta e merupakan error varians. Pada regresi
logistik, model persamaan yang digunakan tidak sama
dengan analisis OLS. Persamaan regresi logistik
ditunjukkan dalam persamaan (9.2) (Kuntoro, 2015)
𝑝𝑝̂
ln � � = 𝐵𝐵0 + 𝐵𝐵1 𝑋𝑋 (9.2)
1 − 𝑝𝑝̂

140
Pada persamaan (9.2), ln merupakan logaritma natural, 𝑝𝑝̂
adalah probabilitas logistik, dan 𝐵𝐵0 + 𝐵𝐵1 𝑋𝑋 merupakan
persamaan yang dikenal dalam analisis OLS. Nilai
probabilitas dalam persamaan regresi logistik dihitung
menggunakan persamaan (9.3) berikut (Kuntoro, 2015)
exp(𝐵𝐵0 + 𝐵𝐵1 𝑋𝑋) 𝑒𝑒 exp(𝐵𝐵0 +𝐵𝐵1 𝑋𝑋)
𝑝𝑝̂ = = (9.3)
1 + exp(𝐵𝐵0 + 𝐵𝐵1 𝑋𝑋) 1 + 𝑒𝑒 exp(𝐵𝐵0 +𝐵𝐵1 𝑋𝑋)

Analisis Regresi Logistik Binomial


1. Konsep dasar
Analisis regresi logistik biner merupakan suatu
pendekatan statistik yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antara variabel dependen (Y),
atau dikenal sebagai variabel respon yang memiliki
skala data kategorik dikotom, dengan dua atau lebih
variabel perdiktornya yaitu variabel independen (X)
(Harlan, 2018; Kuntoro, 2014). Variabel respon dalam
regresi logistik biner memiliki dua kategori yang
bernilai 0 dan 1, nilai nol menyatakan tidak adanya
karakteristik yang ditinjau dalam model, sedangkan
nilai 1 adalah sebaliknya yaitu terdapat karakteristik
yang ditinjau dalam model, sehingga mengikuti
distribusi Bernoulli sebagai berikut (Agresti, 1990).
𝑦𝑦𝑦𝑦
𝑓𝑓(𝑦𝑦𝑖𝑖 ) = 𝜋𝜋𝑖𝑖 (1 − 𝜋𝜋𝑖𝑖 )1−𝑦𝑦𝑦𝑦 (9.4)
dengan:
𝜋𝜋𝑖𝑖 adalah peluang kejadian ke-I, dan
𝑦𝑦𝑖𝑖 adalah peubah acak ke-I yang terdiri dari 0 dan 1
Dengan demikian, bentuk persamaan regresi logistik
biner adalah sebagai berikut
exp(𝛽𝛽0 + 𝛽𝛽1 𝑥𝑥)
𝜋𝜋(𝑥𝑥) = (9.5)
1 + exp(𝛽𝛽0 + 𝛽𝛽1 𝑥𝑥)

141
Untuk menyederhanakan estimasi parameter regresi
maka 𝜋𝜋(𝑥𝑥) pada persamaan (9.5) ditransformasikan
dalam bentuk logit (Tampil, Komalig, & Langi, 2015),
yaitu
𝜋𝜋(𝑥𝑥)
𝑔𝑔(𝑥𝑥) = ln � � = 𝛽𝛽0 + 𝛽𝛽1 𝑥𝑥 (9.6)
1 − 𝜋𝜋(𝑥𝑥)
2. Pendugaan parameter
Dalam melakukan pendugaan atau estimasi
parameter yang belum diketahui, digunakan metode
MLE (maximum likelihood estimation). Metode MLE
akan menyajikan nilai estimasi 𝛽𝛽 sehingga mencapai
fungsi likelihood yang maksimum (Sepang, Komalig, &
Hatidja, 2012). Persamaan (9.7) menyajikan secara
sistematis fungsi likelihood untuk model regresi
logistik biner (Hosmer & Lemeshow, 2000).
n
𝑙𝑙(𝛽𝛽) = Πi=1 π(xi )yi [1 − π(xi )]1−yi (9.7)
dengan:
yi adalah pengamatan pada variabel ke-i, dan
π(xi ) adalah peluang untuk variabel predictor ke-i
dalam memudahkan perhitungan, dilakukan
pendekatan log likelihood menjadi persamaan (9.8)
(Hosmer & Lemeshow, 2000)
n
𝑙𝑙(𝛽𝛽) = Σi=1 {yi ln[π(xi )] + (1 − yi ) ln[1 − π(xi )]} (9.8)
Dalam memperoleh nilai estimasi koefisien regresi
logistik �𝛽𝛽̂ � maka langkah pertama adalah
menurunkan 𝑙𝑙(𝛽𝛽) terhadap 𝛽𝛽, kemudian disamakan
dengan nol.
3. Uji model regresi logistik
Uji model merupakan langkah yang wajib dilakukan
untuk memastikan kontribusi variabel prediktor atau
variabel independen, terhadap variabel respon atau

142
variabel dependen, secara simultan. Uji ini dikenal
dengan uji model chi square, dengan hipotesis sebagai
berikut (Sepang et al., 2012):
𝐻𝐻0 : 𝛽𝛽1 = 𝛽𝛽2 = ⋯ = 𝛽𝛽𝑖𝑖 = 0
𝐻𝐻1 : paling sedikit, terdapat 1 parameter dengan nilai
𝛽𝛽 ≠ 0
Sehingga, persamaan untuk likelihood ratio test
menjadi
n n1 n n0
� n1 � � n0 �
𝐺𝐺 = −2 ln � yi
� (9.9)
n
Πi=1 π �i )1−yi
�i (1 − π

dengan:
n1 adalah banyaknya observasi dengan kategori 1
n0 adalah banyaknya observasi dengan kategori 0
Keputusan atas uji chi square di atas diperoleh dengan
membandingkan nilai χ2 tabel, dengan derajat
kebebasan (db) yang nilainya sama dengan jumlah
variabel predictor dikurangi 1. Hipotesis nol (Ho)
ditolak jika nilai G > χ2 (db,α) atau jika p-value < α
(Tampil et al., 2015).

Uji Hipotesis Parsial


Uji hipotesis parsial bertujuan untuk memastikan
pengaruh setiap 𝛽𝛽𝑖𝑖 dalam model regresi yang didapat.
Hasil uji hipotesis parsial akan menjadi penentu apakah
variabel predictor tersebut benar-benar memiliki
hubungan atau pengaruh terhadap variabel respon,
sehingga dimasukan dalam model. Jika nilai hasil uji
tidak memenuhi, maka variabel prediktor tidak
dimasukan dalam model (Agresti, 1990). Hipotesisnya
menjadi 𝐻𝐻0 : 𝛽𝛽𝑖𝑖 = 0 dan 𝐻𝐻1 : 𝛽𝛽𝑖𝑖 ≠ 0. Dengan menggunakan uji
Wald dihasilkan.

143
βi
𝑊𝑊 = (9.10)
SE(βi )
dan
SE(βi ) = ��σ2 �β�i �� (9.11)

Hipotesis nol (H0) ditolak jika nilai 𝑊𝑊 > 𝑍𝑍𝛼𝛼⁄2 atau 𝑝𝑝 −


𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 < 𝛼𝛼.
Interpretasi koefisien parameter dari variabel dikotomi
Interpretasi dari analisis regresi logistik biner yang
dilakukan, adalah berdasarkan nilai odds ratio (𝜓𝜓). Apabila
𝜓𝜓 = 1, maka diinterpretasikan bahwa tidak terdapat
hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Apabila 𝜓𝜓 < 1, diinterpretasikan bahwa antara
kedua variabel memiliki hubungan yang negatif terhadap
perubahan kategori dari nilai x. sebaliknya, apabilai 𝜓𝜓 > 1,
maka terdapat hubungan yang positif terhadap perubahan
kategori dari nilai x (Tampil et al., 2015).
Nilai odds ratio dapat dihitung menggunakan persamaan
(9.12) (Hosmer & Lemeshow, 2000)
π(1)
�[1 − π(1)] eβ0+β1
𝜓𝜓 = = β = eβ1 (9.12)
π(0) e 0
�[1 − π(0)]

Analisis Regresi Logistik Multinomial


1. Konsep dasar dan model
Regresi logistik multinomial merupakan metode
analisis yang digunakan untuk mencari hubungan
antara variabel dependen dengan variabel independen
jika skala data pada variabel dependen merupakan
data kategorik nominal lebih dari dua variasi kejadian,
sedangkan variabel independen berupa data nominal,
ordinal, interval ataupun rasio (Kuntoro, 2014). Model
regresi logistik multinomial dijabarkan dalam
persamaan (9.13) (Hosmer & Lemeshow, 2000)

144
exp(𝛽𝛽0 + 𝛽𝛽1 𝑥𝑥1 + 𝛽𝛽2 𝑥𝑥2 + ⋯ + 𝛽𝛽𝑖𝑖 𝑥𝑥𝑖𝑖 )
𝜋𝜋(𝑥𝑥) = (9.13)
1 + exp(𝛽𝛽0 + 𝛽𝛽1 𝑥𝑥1 + 𝛽𝛽2 𝑥𝑥2 + ⋯ + 𝛽𝛽𝑖𝑖 𝑥𝑥𝑖𝑖 )
2. Pendugaan parameter
Sama seperti pada model regresi logistik biner, pada
model regresi logistik multinomial, persamaannya
dikembangkan menjadi persamaan (9.14) (Zahroh &
Zain, 2018).
n
𝑙𝑙(𝛽𝛽) = Πi=1 π1i y1i π2i y2i π3i y3i [1 − π1i − π2i − π3i ]1−y1i—y2i—y3i (9.14)

Dengan demikian persamaan logaritma likelihood


dengan fungsi linear, juga dikembangkan menjadi
𝐿𝐿(𝛽𝛽) = 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙[𝑙𝑙(𝛽𝛽)]
n
𝐿𝐿(𝛽𝛽) = Σi=1 {y1i xi β1 + y2i xi β2 + y3i xi β3 + ln[1 − π1i − π2i − π3i ]} (9.15)

3. Pengujian serentak
Pengujian serentak bertujuan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen dalam model regresi
secara simultan. Hipotesis yang digunakan adalah
𝐻𝐻0 : 𝛽𝛽1 = 𝛽𝛽2 = ⋯ = 𝛽𝛽𝑖𝑖 = 0, sedangkan 𝐻𝐻1 : minimal
terdapat satu 𝛽𝛽𝑖𝑖 ≠ 0.
Statistik uji yang digunakan adalah (Zahroh & Zain,
2018)
n n1 n n2 n n3
� 1� � 2� � 3�
𝐺𝐺 = −2 ln � n n y n n � (9.16)
Πi=1 π1 (x) 1i π2 (x)y2i π3 (x)y3i

Hipotesis nol (H0) ditolak apabila nilai 𝐺𝐺 > χ2 (db,α)


dengan db merupakan derajat kebebasan yang
menunjukkan banyaknya variabel predictor
(independen)
Pengujian Parsial
Statistik uji untuk pengujian parsial dalam analisis
regresi logistik multinomial adalah

2
βi 2
𝑊𝑊 = (9.17)
SE�βi 2 �

145
Hipotesis nol (H0) ditolak jika nilai 𝑊𝑊 > 𝑍𝑍𝛼𝛼⁄2 atau 𝑝𝑝 −
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 < 𝛼𝛼
4. Kesesuaian model
Setelah mendapatkan model regresi, model tersebut
perlu diuji kesesuaiannya menggunakan statistik uji
goodness of fit yang dijabarkan dalam persamaan (9.18)
𝑔𝑔
(0𝑘𝑘 − 𝑛𝑛𝑘𝑘 𝜋𝜋�𝑘𝑘 )2
∁�= � (9.18)
𝑛𝑛𝑘𝑘 𝜋𝜋�𝑘𝑘 (1 − 𝜋𝜋�𝑘𝑘 )
𝑘𝑘=1

Hipotesis yang akan dibuktikan dalam uji ini adalah


𝐻𝐻0 : tidak terdapat perbedaan antara hasil pengamatan
dengan kemungkinan hasil prediksi, sedangkan 𝐻𝐻1 :
terdapat perbedaan antara hasil pengamatan dengan
kemungkinan hasil prediksi model (model tidak
sesuai). Hipotesis nol (H0) ditolak jika nilai ∁�> 𝜒𝜒 2 𝑑𝑑𝑑𝑑,𝛼𝛼

5. Pengukuran akurasi klasifikasi


Akurasi klasifikasi dihitung menggunakan nilai G-
mean dan AUC. Pada regresi logeistik multinomial,
dengan kategori data lebih dari dua, digunakan rumus
expanding G-mean seperti yang dijabarkan dalam
persamaan (9.19) (Hosmer & Lemeshow, 2000)
𝑎𝑎 1/𝑎𝑎

𝐺𝐺 − 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = �� 𝑅𝑅𝑖𝑖 �
𝑖𝑖=1
𝑎𝑎
1 (9.19)
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = � 𝑅𝑅𝑖𝑖
𝑐𝑐
𝑖𝑖=1
𝑛𝑛𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑅𝑅𝑖𝑖 = 𝑐𝑐 ; 𝑖𝑖 = 1,2, … , 𝑎𝑎
∑𝑙𝑙=1 𝑛𝑛𝑖𝑖𝑖𝑖
dengan:
𝑛𝑛𝑖𝑖𝑖𝑖 merupakan jumlah prediksi 𝜋𝜋�𝑖𝑖 yang tepat
diklasifikasikan ke πi
𝑛𝑛𝑖𝑖𝑖𝑖 merupakan jumlah prediksi 𝜋𝜋�𝑖𝑖 yang salah
diklasifikasikan ke πi

146
Interpretasi Koefisien Parameter dari Variabel
Multinomial
Interpetasi dalam regresi logistik multinomial sama
dengan pada regresi logistik biner yaitu menggunakan
nilai odds ratio dengan persamaan
π1 (1)
�π (1)
0
𝜓𝜓1 =
π1 (0)
�π (0)
0 (9.20)
π2 (1)
�π (1)
0
𝜓𝜓1 =
π2 (0)
�π (0)
0

Apabila 𝜓𝜓 = 1, maka diinterpretasikan bahwa tidak


terdapat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen. Apabila 𝜓𝜓 < 1, diinterpretasikan
bahwa antara kedua variabel memiliki hubungan yang
negatif terhadap perubahan kategori. sebaliknya, apabilai
𝜓𝜓 > 1, maka terdapat hubungan yang positif terhadap
perubahan kategori (Zahroh & Zain, 2018).

Analisis Regresi Logistik Ordinal


1. Konsep dasar
Model regresi logistik ordinal, berbeda dengan dua
model regresi sebelumnya yaitu regresi logistik biner
dan binomial. Pada regresi logistik ordinal variabel
dependen memiliki skala data data ordinal, sedangkan
variabel independennya dapat merupakan skala
nominal, ordinal, interval atau rasio (Kuntoro, 2014).
Model kumulatif untuk regresi logistik ordinal
dijabarkan dalam persamaan (9.21) (Darnah, 2011)
𝑝𝑝

𝑃𝑃(𝑌𝑌 ≤ 𝑗𝑗|𝑋𝑋) = 𝜃𝜃𝑗𝑗 + � 𝛽𝛽𝑘𝑘 𝑥𝑥𝑘𝑘 (9.21)


𝑘𝑘=1

147
2. Pendugaan parameter
Pada dasarnya untuk pendugaan parameter, dalam
regresi logistik ordinal, sama dengan biner dan
multinomial yaitu menggunakan metode maksimum
likelihood. Pada regresi logistik ordinal persamaan
𝜕𝜕𝜕𝜕(𝛽𝛽)
𝜕𝜕𝛽𝛽𝑘𝑘
= 0 digunakan untuk pendugaan parameter 𝛽𝛽𝑘𝑘 .
𝜕𝜕𝜕𝜕(𝛽𝛽)
Sedangkan 𝜕𝜕𝜃𝜃𝑗𝑗
= 0, digunakan untuk estimasi
intersep 𝜃𝜃𝑗𝑗 .
𝜕𝜕𝜕𝜕(𝛽𝛽) 𝜕𝜕𝜕𝜕(𝛽𝛽)
Hasil dari 𝜕𝜕𝛽𝛽𝑘𝑘
= 0 dan 𝜕𝜕𝜃𝜃𝑗𝑗
= 0 adalah fungsi non
linear, sehingga memerlukan metode iterasi untuk
mendapatkan nilai estimasinya. Metode iterasi yang
digunakan adalah iterative weighted least square
(WLS) yaitu algoritma Newton-Raphson (Darnah,
2011)
3. Pengujian parameter secara serentak dan parsial
Pengujian secara simultan menggunakan persamaan
(9.22)
n n1 n n0
� n1 � � n0 �
𝐺𝐺 = −2 ln � yi
� (9.22)
n
Πi=1 �(xi ) (1 − π
π �(xi ))1−yi

Sedangkan pengujian secara parsial menggunakan


persamaan (9.23)
β�i
𝑊𝑊 = (9.23)
��β�i �
SE
Untuk memperoleh keputusan penerimaan atau
penolakan terhadap hipotesis, nilai statistik uji Wald
akan dibandingkan dengan nilai Z (distribusi normal
baku). Hipotesis nol (H0) ditolak apabila ||W|>Zα/2
(Darnah, 2011)

148
Kelebihan dan Kekurangan Regresi Logistik
Kelebihan dan kekurangan model regresi logistik
diuraiakan sebagai berikut (Riyanto, 2017):
1. Kelebihan
a. Pada bidang kesehatan, khususnya bidang
epidemiologi, model regresi ini sangat cocok
digunakan
b. Desain penelitian kohort dapat dijelaskan
menggunakan model regresi logistik. Secara
khusus untuk memprediksi risiko penyakit akibat
paparan tertentu
c. Menentukan asumsi-asumsi yang lebih sedikit
dibanding regresi linear
d. Dapat dijadikan sebagai model prediksi dan faktor
resiko terhadap suatu penyakit
e. Dapat mengetahui pengaruh beberapa variabel
predictor terhadap variabel respon
2. Kekurangan
a. Data awal yang berupa interval atau rasio, harus
disederhanakan menjadi kategorik
b. Estimasi yang diperoleh dari analisis regresi
logistik tidak seakurat estimasi dari analisis
regresi linear
c. Faktor resiko tidak dapat diprediksi
menggunakan model regresi logistik, jika desain
penelitian dalam bentuk cross sectional dan case
control.

149
Daftar Pustaka
Agresti, A. (1990). Categorical Data Analysis. New York,
USA: John Wiley & Sons, Inc.
Darnah. (2011). Regresi Logistik Ordinal untuk
Menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Sexual Remaja. Jurnal Eksponensial, 2(1).
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan
Program IBM SPSS 21. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Harlan, J. (2018). Analisis Regresi Logistik. Jakarta,
Indonesia: Universitas Gunadarma.
Hosmer, D. W., & Lemeshow, S. (2000). Applied Logistic
Regression (2nd Editio). Canada: John Wiley & Sons,
Inc.
Kuntoro, H. (2014). Teori dan Aplikasi Analisis Multivariat
Lanjut. Sidoarjo, Jawa Timur: Zifatama Publisher.
Kuntoro, H. (2015). Teori dan Aplikasi Analisis Data
Kategorikal. Sidoarjo, Jawa Timur: Zifatama
Publisher.
Riyanto, A. (2017). Penerapan Analisis Multivariat dalam
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta, Indonesia: Nuha
Medika.
Sepang, F., Komalig, H., & Hatidja, D. (2012). Penerapan
Regresi Logistik untuk Menentukan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Alat Kontrasepsi
di Kecamatan Modayang Barat. Jurnal MIPA Unsrat,
1(1), 1–5.
Tampil, Y. A., Komalig, H., & Langi, Y. (2015). Analisis
Regresi Logistik Untuk Menentukan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Indeks Prestasi Kumulatif ( IPK )
Mahasiswa FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado
Logistic Regression Analysis To Determine Factors
Affecting The Grade Point Average ( GPA ) Of FM. JdC,
6(2), 56–62.

150
Thomas, E., & Manz, D. (2017). Research Methods for
Cyber Security. Cambridge, USA: Syngress, Elsevier.
Vittinghoff, E., Glidden, D., Shiboski, S., & McCulloch, C.
(2005). Regression Methods in Biostatistics. New York,
USA: Springer Science+Business Media, Inc.
Weisstein, E. W. (n.d.). Sigmoid Function. Retrieved from
https://mathworld.wolfram.com/SigmoidFunction.ht
ml
Zahroh, Z. Z., & Zain, I. (2018). Analisis Regresi Logistik
Multinomial Pada Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Sumber Air Bersih Rumah Tangga di Jawa Timur, 7(2).

151
Profil Penulis
Jannes Bastian Selly, M.Si., M.Kes.
Penulis dilahirkan di Kota Kupang, Provinsi NTT,
pada tanggal 04 Juni 1992. Penulis
menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas
Nusa Cendana, pada Program Studi Pendidikan
Fisika, tahun 2013. Pada Tahun 2015, penulis
menyelesaikan pendidikan magister di
Universitas Brawijaya, pada Program Studi Ilmu Fisika, dengan
bidang peminatan Fisika Medis dan Biofisika. Pada tahun 2019,
penulis menyelesaikan pendidikan magister yang kedua di
Universitas Nusa Cendana pada Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat, dengan bidang peminatan Kesehatan lingkungan
dan Kesehatan Kerja. Penulis menjadi dosen tetap pada STIKes
Citra Husada Mandiri Kupang, tahun 2016 hingga 2019, dan
Universitas Citra Bangsa, sejak 2019 sampai 2022. Saat ini
penulis merupakan dosen tetap pada program studi Pendidikan
Fisika, Universitas Nusa Cendana. Ketertarikan penulis di
bidang statistik dimulai sejak menempuh pendidikan tinggi
tahun 2009. Hampir seluruh penelitian yang penulis lakukan
merupakan penelitian eksperimen dimana analisis data
penelitian menggunakan bermacam-macam uji statistik, seperti
analisis regresi linear, logistik, maupun kanonik. Selain itu,
penulis juga selalu dipercayakan untuk mengampu mata kuliah
statistika, biostatistika, dan metodologi penelitian. Buku ini
merupakan proyek book chapter keempat yang penulis ikuti.
Dua diantaranya telah terbit pada tahun 2021 dan 2022,
masing-masing yaitu Metodologi Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif, serta Kesehatan Lingkungan dan Keselamatan
Kesehatan Kerja.
Email Penulis: jannes.bastian.selly@staf.undana.ac.id

152
10
MODEL REGRESI POISSON

Nuke Amalia, S.KM., M.Kes.


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya

Variabel respon (dependen) dari Poisson sering dijumpai


pada kasus epidemiologi, seperti insiden penyakit, cedera,
atau kematian dengan variabel prediktor (independen)
berupa numerik seperti usia atau waktu pemaparan.
Selama variabel respon merupakan hasil perhitungan,
jika teori distribusi normal tidak memiliki hasil yang
memadai, maka distribusi Poisson dapat digunakan
(Nugraha, 2014).

Distribusi Poisson
Percobaan yang menghasilkan nilai numerik dari variabel
respon dan jumlah dari hasil yang terjadi selama interval
waktu atau wilayah tertentu disebut dengan percobaan
Poisson. Misalnya jumlah panggilan telepon yang diterima
oleh kantor, jumlah hari sekolah yang tutup karena
banjir, jumlah pertandingan yang ditunda selama musim
hujan, atau jumlah kesalahan pengetikan per halaman.
Ciri-ciri dari percobaan Poisson adalah (Walpole, et al.,
2011) :
1. Banyaknya hasil yang terjadi dalam selang waktu atau
daerah tertentu, tidak dipengaruhi pada angka yang
terjadi dalam interval waktu atau wilayah lain yang
terpisah.

153
2. Peluang bahwa satu hasil akan terjadi selama interval
waktu yang sangat singkat atau di wilayah kecil,
sebanding dengan panjang interval waktu atau
ukuran wilayah dan tidak bergantung pada jumlah
hasil yang terjadi di luar interval waktu atau wilayah.
3. Peluang bahwa lebih dari satu hasil akan terjadi
dalam selang waktu atau wilayah yang singkat, dapat
diabaikan.
Jumlah hasil yang terjadi selama percobaan Poisson
disebut dengan variabel acak Poisson dan distribusi
probabilitasnya disebut dengan distribusi Poisson.
Distribusi poisson menyatakan kemungkinan sejumlah
peristiwa yang terjadi pada periode waktu tertentu.
Distribusi poisson cocok digunakan pada kejadian dalam
interval waktu atau daerah tertentu yang bernilai
numerik. Kejadian tersebut cenderung kepada kejadian
yang jarang terjadi (kematian, kegagalan, kematian,
keberadaan, dan lain-lain) dengan formula (Rodriguez,
2007):
𝑒𝑒 −𝜇𝜇 𝜇𝜇 𝑦𝑦
Pr(𝑌𝑌 = 𝑦𝑦|𝜇𝜇) = (𝑦𝑦 = 0, 1, 2, … )
𝑦𝑦!
dimana e = 2,71828 dan nilai y! adalah hasil perkalian
seluruh bilangan positif (y = 0, 1, 2, …). Distribusi Poisson
ditentukan dengan parameter tunggal 𝜇𝜇 yang merupakan
rata-rata dari kejadian langka per unit paparan. Paparan
dapat berupa waktu, ruang, jarak luas, volume atau
ukuran populasi yang menyatakan dalam periode waktu
tertentu. Maka dari itu periode waktu tersebut
disimbolkan dengan symbol t. Parameter 𝜇𝜇 dapat
diinterpretasikan sebagai risiko terjadinya kejadian
selama periode t. Maka probabilitas kejadian y
dirumuskan :
𝑒𝑒 −𝜇𝜇𝜇𝜇 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑦𝑦
Pr(𝑌𝑌 = 𝑦𝑦|𝜇𝜇, 𝑡𝑡) = (𝑦𝑦 = 0, 1, 2, … )
𝑦𝑦!

154
untuk 𝜇𝜇 > 0. Distribusi Poisson memiliki sifat bahwa rata-
rata sama dengan varians yang dapat dinyatakan
𝐸𝐸(𝑌𝑌) = 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣(𝑌𝑌) = 𝜇𝜇
Karena rata-rata sama dengan varians, maka setiap faktor
akan mempengaruhi satu faktor lainnya, sehingga asumsi
homoskedastisitas yang biasanya terdapat pada regresi
tidak seuai untuk data Poisson (Rodriguez, 2007).

Parameter Model Regresi Poisson


Salah satu metode penaksiran parameter suatu model
yang diketahui distribusinya adalah maximum likelihood
estimator (MLE). Estimasi model Poisson didasarkan pada
parameter log-likelihood dari distribusi Poisson, yang
bertujuan untuk menemukan nilai parameter yang
membuat data menjadi paling mungkin. Dalam bentuk
eksponensial dapat ditulis sebagai berikut (Rodriguez,
2007).
𝐿𝐿(𝜇𝜇𝑖𝑖 ; 𝑦𝑦𝑖𝑖 ) = ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1{𝑦𝑦𝑖𝑖 ln(𝜇𝜇𝑖𝑖 ) − 𝜇𝜇𝑖𝑖 − ln (𝑦𝑦𝑖𝑖 !)}.
Dimana 𝜇𝜇𝑖𝑖 digambarkan untuk menuliskan hitungan yang
diprediksi. Ketika estimasi melakukan algoritma full
maximum likelihood, 𝜇𝜇𝑖𝑖 dinyatakan dalam prediktor linier,
𝑥𝑥 ′ β.
𝜇𝜇𝑖𝑖 = exp (𝑥𝑥𝑖𝑖 β)
Fungsi dari Poisson log-likelihood digambarkan
𝑛𝑛

𝐿𝐿(𝛽𝛽𝑖𝑖 ; 𝑦𝑦𝑖𝑖 ) = �{𝑦𝑦𝑖𝑖 (𝑥𝑥𝑖𝑖 β) − exp (𝑥𝑥𝑖𝑖 β) − ln (𝑦𝑦𝑖𝑖 !)}


𝑖𝑖=1

Asumsi Regresi Poisson


Asumsi dari regresi Poisson yang pertama adalah variabel
respon harus berupa data diskrit atau data numerik.
Variabel prediktornya bisa berupa data diskrit, kategori,
kontinyu atau bila terdapat lebih dari satu prediktor dapat

155
bermacam-macam. Asumsi lain dari regresi Poisson yang
harus dipenuhi adalah equidispersi, artinya nilai dari rata-
rata dan varians dari variabel respon adalah sama.
Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi atau yang
disebut dengan overdispersi atau underdispersi, maka
analisis regresi Poisson tidak akurat untuk digunakan,
sehingga dapat berakibat model yang dihasilkan tidak
sesuai atau tidak valid. Solusi yang tepat untuk
penyelesaian overdispersi atau underdispersi adalah
dengan analisis regresi Poisson tergeneralisasi yang
merupakan pengembangan dari regresi Poisson (Sellers &
Premeaux, 2020).
Asumsi lain yang umum diuji pada analisis regresi adalah
tidak adanya multikolinieritas. Deteksi multikolinieritas
dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factors (VIF).
Nilai VIF yang menunjukkan lebih dari 10, menunjukkan
variabel prediktor berkorelasi dengan variabel prediktor
yang lain. Sehingga nilai VIF harus menunjukkan nilai
kurang dari 10 agar tidak terjadi multikolinieritas.

Model Regresi Poisson


Pada bidang kesehatan, fenomena-fenomena kejadian
yang jarang terjadi seperti kematian, penyakit yang sedikit
ditemukan, dan lain-lain. Beberapa contoh penerapan
dari regresi Poisson pada bidang kesehatan adalah studi
tentang bagaimana jumlah koloni bakteri terkait dengan
kondisi lingkungan, statistik vital tentang kematian bayi,
atau kejadian kanker (NCSS, 2023).
Analisis regresi adalah metode analisis statistik yang
sering digunakan dalam menyatakan hubungan antara
variabel prediktor dengan variabel responnya. Pada
umumnya, model regresi berdasarkan asumsi distribusi
secara normal. Namun, pada regresi Poisson variabel
respon mengikuti asumsi distribusi Poisson. Nilai dari
variabel respon merupakan jumlah dari pengamatan yang

156
merupakan bilangan bulat bukan negatif (0, 1, 2, …).
Jumlah tersebut adalah bilangan numerik pada kasus
yang jarang terjadi. Jadi, dapat dikatakan bahwa regresi
Poisson adalah metode analisis regresi yang bertujuan
untuk menganalisis data dengan variabel responnya
berupa data diskrit atau count data (Myers, 1990).
Penggunaan distribusi Poisson menjadi dasar dalam
penggunaan regresi Poisson. Model regresi digunakan
untuk memodelkan suatu kejadian, begitupun dengan
regresi poisson. Tingkat kejadian Poisson 𝜇𝜇 ditentukan
oleh sekumpulan variabel prediktornya. Model Poisson
mengasumsikan bahwa rata-rata dan varians adalah
sama. Model regresi Poisson menyatakan rata-rata dari
distribusi diskrit sebagai fungsi dari variabel
prediktornya.
𝑘𝑘
𝜇𝜇𝑖𝑖 = 𝑒𝑒 𝛽𝛽0 +∑𝑗𝑗=1 𝛽𝛽𝑗𝑗𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖
Apabila variabel prediktor lebih dari satu, maka dapat
dituliskan sebagai berikut.
𝜇𝜇𝑖𝑖 = 𝑒𝑒 𝛽𝛽0 +𝛽𝛽1 𝑋𝑋1 +𝛽𝛽2 𝑋𝑋2 +⋯+𝛽𝛽𝑘𝑘 𝑋𝑋𝑘𝑘
Perhatikan bahwa 𝑋𝑋1 = 1 dan 𝛽𝛽1 adalah intercept. Koefisien
regresi 𝛽𝛽1 , 𝛽𝛽2 , … , 𝛽𝛽𝑘𝑘 adalah parameter yang tidak diketahui
dari sekumpulan data. Taksirannya adalah 𝑏𝑏1 , 𝑏𝑏2 , … , 𝑏𝑏𝑘𝑘 .
Parameter model regresi Poisson yang telah dihasilkan
dari estimasi parameter belum tentu memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap model. Oleh karena itu,
dilakukan pengujian terhadap parameter model regresi
Poisson dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut.
𝐻𝐻0 ∶ 𝛽𝛽1 = 0 (Tidak ada pengaruh variabel ke-i terhadap
variabel respon)
𝐻𝐻1 ∶ 𝛽𝛽1 ≠ 0 (Ada pengaruh variabel ke-i terhadap variabel
respon)

157
Menentukan kesimpulan dari hipotesis tersebut adalah
dengan melihat 𝐻𝐻0 . Apabila p-value < 𝛼𝛼 (tingkat
signifikansi) maka 𝐻𝐻0 ditolak.

Aplikasi Analisis Regresi Poisson dalam Bidang


Kesehatan
Penerapan regresi Poisson dalam bidang epidemiologi
banyak ditemukan pada kasus penyakit-penyakit.
Analisisnya dapat menggunakan berbagai macam aplikasi
komputer seperti SPSS, Stata, R, dan lain-lain. Berikut ini
akan diberikan contoh penerapan regresi Poisson tentang
penyakit TB dengan menggunakan aplikasi komputer
SPSS.
Sebuah penelitian ingin mengetahui faktor yang
mempengaruhi penyakit TB di sebuah rumah sakit.
Sampel pada penelitian ini adalah responden yang
menderita TB dengan BTA+. Variabel respon yang
digunakan adalah jumlah BTA+ yang ada di dalam tubuh
responden. Faktor yang diduga mempengaruhi kejadian
TB (variabel prediktor) adalah:
1. Umur, dalam satuan tahun. Dalam hal ini variabel
berupa data kontinyu (rasio)
2. Status merokok (data kategori), dengan kategori 1
(tidak merokok), 2 (perokok ringan), 3 (perokok
sedang), dan 4 (perokok berat)
3. Kepadatan hunian, dalam satuan m2/orang (data
kontinyu)
4. Status gizi (data kategoi), dengan kategori 1 (status
gizi buruk) dan 2 (status gizi baik)

158
Tabel 10.1. Data Hasil Penelitian
Jumlah Kepadatan Status
Responden Umur Status Merokok
BTA Hunian Gizi
1 10 32 Tidak merokok 1,50 Buruk
2 15 46 Perokok ringan 1,55 Buruk
3 11 54 Tidak merokok 1,60 Buruk
4 19 52 Perokok berat 1,55 Buruk
5 17 50 Perokok berat 1,60 Buruk
6 10 49 Perokok sedang 1,55 Baik
7 18 56 Perokok sedang 1,60 Buruk
8 9 60 Perokok ringan 2,30 Baik
9 25 58 Perokok ringan 1,65 Buruk
10 16 45 Tidak merokok 1,65 Baik
11 14 30 Perokok berat 2,20 Baik
12 16 53 Perokok sedang 1,66 Baik
13 18 38 Perokok sedang 1,70 Buruk
14 5 37 Perokok ringan 1,76 Baik
15 8 42 Perokok ringan 1,67 Buruk
16 5 44 Tidak merokok 1,80 Buruk
17 13 51 Perokok ringan 1,82 Buruk
18 12 52 Perokok ringan 1,85 Buruk
19 10 37 Perokok ringan 1,90 Baik
20 6 37 Perokok sedang 1,50 Baik
21 13 36 Perokok sedang 1,43 Baik
22 17 43 Perokok ringan 1,95 Buruk
23 15 38 Perokok ringan 2,04 Buruk
24 10 39 Tidak merokok 1,32 Baik
25 9 40 Tidak merokok 1,15 Baik
26 20 53 Perokok berat 1,80 Baik
27 11 36 Perokok ringan 1,85 Baik
28 23 57 Perokok berat 1,54 Buruk
29 8 55 Perokok ringan 1,34 Baik
30 3 42 Perokok ringan 1,36 Baik
31 8 43 Perokok berat 1,70 Buruk
32 16 49 Tidak merokok 1,77 Baik
33 17 39 Tidak merokok 1,65 Baik
34 18 33 Perokok ringan 1,68 Buruk
35 14 43 Perokok ringan 1,90 Baik

Data di atas diasumsikan sudah memenuhi equidispersi.

Langkah Analisis dengan Menggunakan SPSS


1. Langkah pertama adalah memasukkan data pada
tabel di atas ke dalam SPSS. Di bawah ini adalah
contoh tampilan setelah memasukkan data ke SPSS.

159
Gambar 10.1 Tampilan Input Data SPSS
2. Melakukan uji distribusi Poisson pada variabel
responnya. Langkah untuk menganalisis distribusi
Poisson, sama seperti menganalisis distibusi normal.
Nonparametric Tests > Legacy Dialogs > 1 Sample K-
S…, maka akan muncul box seperti di bawah ini.

Gambar 10.2 Uji Distribusi Poisson

160
Pastikan Test Distribution yang dicentang adalah
Poisson.
3. Menentukan hipotesis dan hasil dari distribusi
Poisson
H0 : Data berdistribusi poisson
H1 : Data tidak berdistribusi poisson

Gambar 10.3 Hasil Uji Distribusi Poisson


Hasil menunjukkan bahwa P-value adalah 0,601 > α =
0,05 yang artinya H0 diterima. Sehingga
kesimpulannya adalah data berdistribusi Poisson.
4. Mendeteksi multikolinieritas
Langkah uji multikolinieritas pada SPSS sama seperti
uji multikolinieritas pada regresi liner berganda.
Pendeteksian multikolinieritas dari data di atas
adalah sebagai berikut.
Tabel 10.2. Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Independen Tolerance VIF
Umur 0,940 1,063
Merokok 0,950 1,053
Kepadatan_hunian 0,985 1,016
Status_gizi 0,954 1,048
Sumber : Data Primer (Amalia, 2023)

161
Multikolinieritas dapat dideteksi dengan
menggunakan nilai variance inflation factor (VIF). Jika
nlai VIF<10 maka tidak terjadi multikolinieritas dalam
model regresi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
tidak terjadi multikolinieritas, maka asumsi ini
terpenuhi.
5. Analisis Regresi Poisson
Langkah dalam regresi Poisson adalah klik Analyze >
Generalized Linear Models > Generalized Linear
Models…, maka akan muncul seperti di bawah ini.
Pada Type of Model, pilih Poisson loglinear. Pada tab
Response, masukkan variabel respon yaitu jumlah
kasus BTA+.

Gambar 10.4 Analisis Regresi Poisson


Selanjutnya pada gambar 10.5, pada tab Predictors
dimasukkan semua variabel prediktor yang ingin
diteliti. Untuk variabel dengan skala data kontinyu,
maka dimasukkan pada kolom Factors. Sedangkan
apabila variabel prediktor dengan sakala data
kategori, maka dimasukkan di kolom Covariates. Pada
tab Model, masukkan semua variabel ke dalam model.
Jika suda selesai semua, pilih OK.

162
Gambar 10.5 Analisis Regresi Poisson
6. Interpretasi hasil analisis regresi Poisson
Case Processing Summary pada gambar 10.7
menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah
35.

Gambar 10.7 Deskripsi Responden


Categorical Variable Information pada gambar 10.8
menunjukkan bahwa responden yang memiliki
riwayat tidak merokok sebanyak 8 orang, perokok
ringan sebanyak 15 orang, perokok sedang sebanyak
6 orang, dan perokok berat sebanyak 6 orang. Total
responden yang memiliki gizi buruk sebanyak 17
orang, sedangkan total responden yang memiliki gizi
baik sebesar 18 orang.

163
Gambar 10.8 Informasi Variabel Kategori
Menentukan hipotesis tentang kesesuaian model pada
Omnibus Test.

Gambar 10.9 Tes Omnibus


H0 : Model fit dengan intercept saja
H1 : Model lebih baik dengan menambahkan variabel
prediktor
Tabel Omnibus Test menunjukkan bahwa p-value =
0,04 < 𝛼𝛼 = 0,05 yang artinya H0 ditolak. Maka
kesimpulan yang dihasilkan adalah model lebih baik
dengan menambahkan variabel prediktor, yaitu umur,
status merokok, kepadatan hunian, dan status gizi.

164
Pada gambar 10.10 Tests of Model Effects untuk
melihat bagaimana pengaruhnya variabel prediktor
terhadap variabel respon secara serentak. Uji serentak
menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh
terhadap jumlah pasien TB dengan BTA+ adalah
status gizi dan umur.

Gambar 10.10

Gambar 10.11 Hasil Regresi Poisson


Gambar 10.11 Parameter Estimates menunjukkan
pengaruh variabel prediktor (pada masing-masing
kategori) terhadap variabel respon. Variabel respon
yang signifikan (p-value < 𝛼𝛼 = 0,05) adalah merokok=2
(perokok ringan), status_gizi=1 (gizi baik), dan umur.

165
Nilai Exp(B) adalah nilai untuk melihat odd ratio (OR)
dari masing-masing variabel prediktor. Hasil OR dari
tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
a. Perokok ringan lebih protektif 0,754 kali daripada
perokok ringan.
b. Responden yang memiliki status gizi buruk
beresiko meningkatkan jumlah BTA+ pada
penderita TB 1,229 kali daripada yang memiliki
status gizi baik.
c. Setiap penambahan 1 tahun umur responden,
dapat meningkatkan jumlah BTA+ pada penderita
TB sebesar 1,012.
7. Menentukan persamaan regresi Poisson.
Dari analisis yang dihasilkan pada output SPSS, maka
model persamaan regresi Poisson yang didapat
adalah:
𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩+ = 𝒆𝒆𝟏𝟏,𝟔𝟔−𝟎𝟎,𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐(𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎=𝟐𝟐)+𝟎𝟎,𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐(𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔 𝒈𝒈𝒈𝒈𝒈𝒈𝒈𝒈=𝟏𝟏)+𝟎𝟎,𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎(𝒖𝒖𝒖𝒖𝒖𝒖𝒖𝒖)

Dari empat variabel prediktor yang dianalisis pada


model regresi Poisson, terdapat tiga variabel prediktor
yang berpengaruh (signifikan terhadap model), yaitu
status merokok, status gizi, dan umur.

166
Daftar Pustaka
Danardono, 2015. Analisis Data Longitudinal. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Myers, R. H., 1990. Classical and Modern Regression with
Aplication, Second Edition. Boston: PWSKENT
Publishing Company.
NCSS, 2023. NCSS Statistical Software. [Online]
Available at:
https://www.ncss.com/software/ncss/ncss-
documentation/
Nugraha, J., 2014. Pengantar Analisis Data Kategorik:
Metode dan Aplikasi menggunakan Program R.
Yogyakarta: Deepublish.
Rodriguez, G., 2007. Lecture Notes on Generalized Linear
Models. [Online]
Available at: https://grodri.github.io/glms/notes/
[Accessed 20 July 2023].
Sellers, K. F. & Premeaux, B., 2020. Conway–Maxwell–
Poisson regression models for dispersed count data.
WIREs Computational Statistics, 13(6).
Walpole, R. E., Myers, R. H., Myers, S. L. & Ye, K., 2011.
Probability & Statistics for Engineers & Scientists.
Bostom: Pearson Education.

167
Profil Penulis
Nuke Amalia, S.KM., M.Kes.
Penulis lahir di Kota Kediri Provinsi Jawa Timur
pada tanggal 6 Agustus 1994. Setelah lulus SMA
dari Kediri, pada tahun 2012 penulis melanjutkan
pendidikan ke Perguruan Tinggi dan berhasil
menyelesaikan studi S1 di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga pada tahun 2016. Kemudian
penulis menyelesaikan studi S2 di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga pada tahun 2019. Pada saat
menempuh pendidikan Perguruan Tinggi (baik pada saat S1 dan
S2), penulis tertarik dengan bidang peminatan Biostatistika dan
Kependudukan. Saat kuliah S2, penulis pernah menjadi salah
satu Tim Analisis Lanjut Survei Kinerja Akuntabilitas Program
KKBPK yang diadakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur 2 tahun
berturut-turut (2019 – 2020). Sehingga penulis juga pernah
menulis beberapa jurnal artikel tentang kependudukan. Pada
tahun 2020, penulis menerima hibah penelitian dari BKKBN
dan hasil publikasi telah terbit pada jurnal Internasional. Saat
ini penulis aktif menjadi dosen di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hang Tuah Surabaya Program Studi D-IV
Manajemen Informasi Kesehatan. Sehari-hari penulis bekerja
sebagai dosen pengampu mata kuliah Matematika Diskrit,
Biostatistika, Komunikasi Efektif, Statistika Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan. Penulis juga pernah
memberikan pelatihan tentang Analisis Data Multivariat yang
diadakan oleh Jago Preventif.
Email Penulis: nukeamalia4@gmail.com

168
11
MODEL SURVIVAL

Ulfa Aulia, S.KM., M.Kes


Universitas Negeri Gorontalo

Definisi Analisis Survival


Analisis survival atau analisis uji hidup adalah teknik
statistik yang digunakan untuk menganalisis data yang
bertujuan untuk mengetahui hasil dari variabel yang
mempengaruhi suatu awal kejadian sampai akhir
kejadian, yaitu waktu sampai memperoleh kejadian yang
dicatat dalam hari, minggu, bulan, atau tahun. Pada
analisis survival terkadang terjadi data tersensor
(censored data), yaitu ada informasi mengenai waktu
ketahanan individu tetapi tidak diketahui secara pasti
berapa lama waktu ketahanannya (Briliant and
Kurniawan 2019). Analisis survival merupakan alat
statistik dengan tujuan utamanya adalah menganalisis
data yang selalu positif dalam skala pengukuran dengan
jarak interval data awal dan akhir (Elise T.Lee & John
Wenyu Wang, 2003).
Analisis survival umumnya digunakan dalam bidang
medis, namun analisis ini juga cocok digunakan dalam
bidang lainnya. Contohnya ialah pada bidang teknik
dalam mengamati masa pakai perangkat elektronik,
komponen maupun sistem, pada bidang kriminologi
dalam mengamati waktu penahanan, pada bidang
sosiologi dalam mengamati lama pernikahan, pada bidang
marketing dalam mengamati waktu seseorang
169
berlangganan koran atau majalah, pada bidang asuransi
dalam mengamati waktu penanganan sebuah klaim dan
pada bidang lainnya yang memiliki resiko (Aulia 2018).
Pemodelan survival adalah pemodelan yang berkenan
dengan data kelangsungan hidup. Data kelangsungan
hidup merupakan data yang berkaitan dengan suatu
peristiwa seperti orang sehat berkembang menjadi sakit
dengan timbulnya suatu penyakit, respon terhadap
pengobatan, kekambuhan, atau kematian. Dari konsep
data kelangsungan hidup, dikenal konsep waktu
kelangsungan hidup (survival time) adalah waktu hingga
timbulnya suatu peristiwa. Sebagai contoh, orang sehat
dalam kurun waktu 10 tahun terkena kanker colon;
seorang perempuan dengan kanker mulut rahim stadium
1 setelah dilakukan operasi, setelah dua tahun dievaluasi
dengan pemeriksaan histopatologi dinyatakan bersih dari
sel kanker; seorang dengan penyakit autoimun sesudah
diberikan pengobatan definitive dinyatakan sembuh,
sesudah enam bulan penyakitnya timbul lagi; seseorang
dinyatakan menderita kanker pancreas dengan
metastasis ketulang belakang, sesudah 3 bulan meninggal
dunia (Kuntoro 2017).

Jenis-Jenis Penyensoran
Penyensoran merupakan suatu langkah yang harus
dilakukan agar mengatasi ketidaklengkapan suatu data
pengamatan. Dalam analisis survival terdapat 3 tipe
penyensoran yaitu (Hari, Komalig, and Langi 2018):
1. Sensor Kanan (Right Censoring)
Sensor yang terjadi dikarenakan objek pengamatan
belum mengalami kejadian hingga akhir periode
pengamatan, sedangkan waktu awal dari objek
pengamatan dapat diamati secara penuh. Misalkan
suatu individu diamati selama empat tahun dari awal

170
pengamatan, kemudian pada tahun ketiga individu
tersebut pindah ke negara lain dan tidak dapat
diamati lagi (lost to follow up). Individu ini memiliki
waktu survival dalam penelitian setidaknya dua
tahun, sehingga waktu pengamatan individu tersebut
dikatakan tersensor kanan.
2. Sensor Kiri (Left Censoring)
Sensor yang terjadi dikarenakan waktu awal dari
subjek pengamatan tidak dapat teramati pada awal
pengamatan, sementara kegagalan dapat diamati
secara penuh sebelum penelitian berakhir. Sebagai
contoh, peneliti mengamati pasien penyakit kanker,
peneliti dapat mencatat kejadian tepatnya seseorang
tersebut positif kanker di tes pertamanya, namun
peneliti tidak memiliki catatan tentang waktu
tepatnya seseorang tersebut mulai berpenyakit
kanker, dengan demikian pasien kanker tersebut
tersensor kiri yaitu ketika mengalami kejadian
pertama dengan hasil positif kanker.
3. Sensor Interval (Interval Censoring)
Sensor interval adalah sensor yang waktu survivalnya
berada dalam suatu selang tertentu, Sebagai contoh
jika catatan medis menunjukkan bahwa pada usia 45
tahun pasien kanker dalam contoh di atas kondisinya
sehat dan belum berpenyakit kanker, kemudian
pasien melakukan tes pertama saat berumur 50
tahun dan terdiagnosis terkena penyakit kanker,
dengan demikian usia saat didiagnosis positif kanker
adalah antara 45 dan 50 tahun.
Adapun tujuan melakukan analisis survival adalah (Erni
Yulia Sari 2016):
1. Mengestimasi/memperkirakan dan menginterpretasi-
kan fungsi survival atau hazard dari data survival.

171
2. Membandingkan fungsi survival dan fungsi hazard
pada dua atau lebih kelompok.
3. Menilai hubungan variabel-variabel explanatory
dengan survival waktu ketahanan.
Massa hidup dalam analisis survival mengikuti distribusi
peluang tertentu. Fungsi distribusi tersebut dapat
dijelaskan dalam tiga fungsi yaitu fungsi kepekatan
peluang, fungsi survival, fungsi, dan hazard.

Waktu Survival
Pada analisis Survival biasanya variabel waktu disebut
juga sebagai waktu Survival karena mengindikasikan
bahwa seorang individu telah bertahan (survived) selama
periode pengamatan. Waktu Survival adalah waktu yang
diperoleh dari suatu pengamatan terhadap objek yang
dicatat dari awal sampai terjadinya event. Ada tiga faktor
yang harus diperhatikan dalam menentukan waktu
Survival yakni (Moh Khuailid Yusuf 2018):
1. Waktu awal (time origin/starting point) suatu
kejadian,
2. Event dari keseluruhan kejadian harus jelas, dan
3. Skala pengukuran sebagai bagian dari waktu harus
jelas

Data Survival dan Variabel Random Survival


Model survival merupakan distribusi probabilitas untuk
jenis variabel random yang khusus atau dinamakan
variabel random antar kejadian (Time-to-event). Data
survival merupakan realisasi dari variabel random T ≥ 0
atau lama durasi dari origin (awal) sampai suatu event
(kejadian) muncul. Contoh dari data survival dapat berupa
data mortalitas dimana eventnya adalah kematian dengan
origin saat lahit, data morbiditas dengan eventnya adalah

172
kelahiran pada data sensus penduduk, dapat juga data
kecelakaan pada perusahaan asuransi umum (Novika et al.
2022).
Komponen yang diidentifikasi dengan jelas terkait event
yang menjadi perhatian yaitu:
1. Definisi event atau peristiwa yang menjadi perhatian;
2. Titik asal origin yang digunakan untuk mengukur
lama waktu sampai suatu event terjadi;
3. Unit pengukuran yang digunakan;

Gambar 11.1 Representasi Data Survival


(Sumber: Novika, Fanny et al. 2022)
Data survival sering direpresentasikan seperti pada
gambar 11.1 dengan bulatan hitam menunjukkan
terjadinya suatu event, misalnya mortalitas. Panjang garis
adalah variabel random survival, yang nilainya selalu non-
negatif. Untuk data yang tidak lengkap, misalnya data
tersensor, panjang garis direpresentasikan tanpa bulatan.
Untuk menunjukkan suatu event sering juga digunakan
tanda panah sebagai ganti bulatan.
Data survival mempunyai beberapa karakteristik yang
harus dipenuhi, antara lain:
1. Data survival selalu non-negatif;
2. Distribusi variabel random atau datanya biasanya
tidak simetrik;
3. Data survival biasanya tidak lengkap, baik data
tersensor dan data terpotong.

173
Dalam permasalahan aktual, khususnya model survival,
usia menjadi salah satu komponen penting. Sehingga data
survival dalam model mortalitas dibedakan menjadi usia
saat meninggal (age-at-failure) dan lama waktu sampai
meninggal (time-to-failure).

Gambar 11.2 Usia saat meninggal (age-at-failure)


(Sumber: Novika, Fanny et al. 2022)
Usia saat meninggal dapat digambarkan seperti gambar
11.2. Yang mana X adalah usia saat meninggal dan T
adalah panjang atau lama waktu sampai meninggal. Baik
X maupun T keduanya adalah non-negatif. Untuk origin
yang dimulai dari lahir dapat dilihat bahwa X=x dan T=x.

Gambar 11.3. Lama waktu sampai meninggal (time-to- failure)


(Sumber: Novika, Fanny et al. 2022)
Pada gambar 11.3. Menyebutkan apabila individu yang
diamati diketahui sudah berumur x atau sering
dinotasikan sebagai (x). event yang menjadi perhatian
adalah variabel random lama waktu sampai meninggal
untuk seseorang yang berusia x yang kemudian ditulis 𝑇𝑇𝑥𝑥
dan dalam hal ini nila X = x + 𝑇𝑇𝑥𝑥 .
Dalam menentukan waktu survival T, terdapat tiga elemen
yang perlu diperhatikan yaitu (Erni Yulia Sari 2016):
1. Time origin or starting point (titik awal) adalah waktu
dimulainya suatu penelitian.

174
2. Ending event of interest (kejadian akhir) adalah
kejadian yang menjadi inti dari penelitian.
3. Measurement scale for the passage of time (skala
pengukuran waktu yang jelas). Skala diukur dalam
hari, minggu atau tahun.

Fungsi-Fungsi Variabel Random Survival X


1. Fungsi distribusi survival X
Fungsi distribusi survival yang sering disebut fungsi
survival adalah probabilitas usia kematian individu
lebih besar dari X atau probabilitas suatu individu
yang ada pada usia 0 akan hidup sampai usia X.
fungsi survival di lambangkan dengan s(X) untuk
variabel random X sedangkan pada notasi aktuaria
dituliskan sebagai xP0.
Fungsi survival mempunyai karakteristik yaitu: 0 ≤ (X)
≤ 1 untuk semua X, s(X) merupakan fungsi non-
increasing yang di paparkan pada gambar 4. S(X)
merupakan fungsi right-continuous.
Fungsi survival 1

Gambar 11.4. s(X) merupakan fungsi non-increasing


(Sumber: Novika, Fanny et al. 2022)

175
2. Fungsi distribusi kumulatif X
Fungsi distribusi kumulatif adalah probabilitas usia
kematian individu sebelum suatu nilai X tertentu yang
diketahui pernah ada pada usia 0. Fungsi distribusi
kumulatif dilambangkan dengan 𝐹𝐹𝑥𝑥 (𝑥𝑥) untuk variabel
random X. Fungsi distribusi kumulatif juga
mempunyai beberapa karakteristik yaitu: 0 ≤ 𝐹𝐹𝑥𝑥 (𝑥𝑥) ≤ 1
untuk semua X, 𝐹𝐹𝑥𝑥 (𝑥𝑥) merupakan fungsi non-
decreasing yang dipaparkan pada gambar 5.

Gambar 11.5. ≤ 𝐹𝐹𝑥𝑥 (𝑥𝑥) merupakan fungsi non-decreasing


(Sumber: Novika, Fanny et al. 2022)
3. Fungsi densitas X
Untuk distribusi kontinu, fungsi densitas disimbolkan
dengan 𝑓𝑓𝑥𝑥 (𝑥𝑥) adalah turunan pertama dari 𝐹𝐹𝑥𝑥 (𝑥𝑥) dan
s(X). Berdasarkan definisi probabilitas kontinu fungsi
distribusi kumulatif dan fungsi survival adalah
probabilitas untuk X dalam suatu interval.
Fungsi densitas untuk X kontinu bukanlah
probabilitas melainkan tingkat sesaat (instantaneous
rate) pada suatu nilai X. Fungsi densitas merupakan
densitas yang tidak bersyarat (unconditional density)
untuk usia kematian X. Pengertian tidak bersyarat
akan lebih jelas apabila dibandingkan dengan fungsi
hazard.

176
4. Fungsi hazard X
Kondisional pada survival saat usia X, tingkat sesaat
pada saat X dinamakan sebagai fungsi hazard dimana
dinotasikan dengan µ(X). Fungsi hazard atau force of
mortality dapat diinterpretasikan sebagai risiko atau
potensi untuk memperoleh event yang berupa
mortalitas.

Kaplan-Meier
Metode Kaplan–Meier atau yang memiliki sebutan
product-limit diperkenalkan pertama kali oleh Kaplan dan
Meier pada tahun 1958. Metode Kaplan–Meier adalah
modifikasi dari fungsi tahan hidup yang digunakan untuk
menangani masalah data tak lengkap. Metode Kaplan-
Meier dapat digunakan untuk menangani data tersensor
dengan perhitungan yang relatif sederhana, serta dapat
digunakan pada data sampel kecil. Metode ini
memberikan estimasi peluang tahan hidup yang sangat
bermanfaat. Metode Kaplan-Meier memberikan
representasi grafis tentang distribusi tahan hidup
(Muhajir and Palupi 2018).
Pada metode Kaplan-Meier asumsi sebaran data adalah
diskret. Kaplan-Meier merupakan metode yang digunakan
untuk membandingkan waktu survival dari dua kelompok
kovariat. Keuntungan dari metode ini adalah karena
termasuk metode non-parametrik yang tidak memerlukan
pengetahuan sebaran tertentu (Mukrimaa et al. 2016).
Metode Kaplan Meier memiliki kelebihan dengan metode
life table (pengelompokan waktu) yaitu mampu
memberikan proporsi ketahanan hidup yang pasti sebab
menggunakan waktu ketahanan hidup secara tepat
bukan berdasarkan kelas interval. Selain itu metode
Kaplan Meier dapat memunculkan kurva estimasi
ketahanan serta mencatat median waktu ketahanan.

177
Metode ini ialah komputasi statistik untuk menghitung
peluang survival. Metode Kaplan Meier didasarkan pada
waktu kelangsungan hidup individu dan mengasumsikan
bahwa data sensor adalah independen berdasarkan waktu
kelangsungan hidup (alasan observasi yang disensor tidak
berhubungan dengan penyebab failure time) (Firsawan,
Debataraja, and Rizki 2022).

Regresi Cox Proportional Hazard


Regresi cox proportional hazard pertama kali
diperkenalkan oleh ilmuwan asal Inggris, yaitu David Cox.
Asumsi pada regresi ini yaitu proportional hazard atau
fungsi hazard dari individu yang berbeda adalah
proportional dari fungsi hazard dua individu yang berbeda
konstan. Persamaan regresi Cox merupakan model
berdistibusi semiparametrik karena dalam persamaan Cox
tidak perlu memerlukan informasi mengenai distribusi
khsusus yang mendasari waktu survival dan untuk
mengestimasi parameter regresi Cox tanpa harus
menentukan fungsi hazard baseline. Regresi Cox secara
umum lebih sering digunakan pada bidang kesehatan,
namun semakin berkembangnya waktu regresi Cox dapat
diterapkan pada bidang-bidang lain. Secara umum (Moh
Khuailid Yusuf 2018).
Salah satu metode regresi survival yang sering digunakan
adalah regresi cox proportional hazard dimana formulanya
memungkinkan untuk interpretasi pengaruh dari masing-
masing variabel prediktor (Aulia 2018). Regresi Cox
Proportional Hazard adalah model dalam analisis
ketahanan hidup yang digunakan untuk mengetahui
besarnya hubungan antara satu atau lebih variael
independen dan dependennya. Model ini tidak
memerlukan informasi tentang distribusi yang mendasari,
tetapi fungsi kegagalan dari individu yang berbeda
diasumsikan proporsional (Rinni, Wuryandari, and
Rusgiyono 2014).

178
Tujuan dari metode regresi Cox adalah untuk mengetahui
hubungan antara waktu survival dengan variabel-variabel
yang diduga mempengaruhi waktu survival. Seperti pada
regresi linear biasa, regresi Cox memiliki variabel terikat
(variabel dependent) yaitu waktu survival dan variabel
bebas (variabel independent) yaitu variabel yang diduga
mempengaruhi waktu survival. Regresi Cox dikenal juga
dengan istilah regresi Cox Proportional hazard merupakan
asumsi terpenting yang dipenuhi dalam regresi Cox yang
berarti seiring berjalannya waktu tingkat kematian (event)
adalah konstan (Dewi, Dwidayati, and Dan Agoestanto
2019).

Model Regresi Cox Proportional Hazard


Salah satu model regresi yang sering digunakan adalah
regresi Cox Proportional Hazard. Bentuk model Cox
Proportional Hazard adalah :
𝑚𝑚

ℎ(𝑡𝑡, 𝑋𝑋) = ℎ0 (𝑡𝑡)𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � 𝛽𝛽𝑦𝑦 𝑋𝑋𝑦𝑦 , 𝑋𝑋 = (𝑋𝑋1 , 𝑋𝑋2 , … … … . . , 𝑋𝑋𝑚𝑚


𝑦𝑦−1

Model ini menyatakan hazard rate dari satu individu pada


waktu t dengan diketahui covariate X. Fungsi baseline
hazard adalah hazard rate saat 𝑋𝑋 = 0. ℎ0 (𝑡𝑡) merupakan
fungsi yang tidak diketahui karena distribusi dari survival
time (T) tidak diketahui. Fungsi ini hanya bergantung
waktu t dan tidak mengandung X. Kuantitas ini hanya
bergantung pada X yang di sebut time independent
covariate. Hal ini dikarenakan X tidak bergantung pada
waktu. Jika X bergantung pada waktu, maka X disebut
Time Independent Covariate yaitu variabel yang nilainya
tidak akan berubah sepanjang waktu.
Sifat dari model Cox Proportional Hazard adalah
meskipun kita tidak mengetahui bentuk ℎ0 (𝑡𝑡), akan tetapi
kita tetap dapat menaksir koefisien regresi (β). Dalam
menaksir β untuk mengetahui efek dari covariate-nya.

179
Besarnya efek ini dapat dihitung tanpa menaksir fungsi
baseline hazard. Jadi, dengan asumsi yang terbatas, kita
dapat mengetahui informasi penting yang diperoleh dari
data survival melalui nilai hazard ratio dan survival
experience (Astutik and Tresnawan 2013).

180
Daftar Pustaka
Astutik, Yayuk Setyaning, and Dian Tresnawan. 2013.
“Implementasi Cox Proportional Hazard Model
Parametrik Pada Analisis Survival.” Jurnal UJMC 3(1):
29–38.
Aulia, Ulfa. 2018. “Pemodelan Faktor Yang Mempengaruhi
Kelangsungan Hidup Penderita Kanker Payudara
Yang Mendapatkan Kemoterapi Dan Penderita Kanker
Payudara Yang Mendapatkan Kemoterapi Serta
Radioterapi Dengan Menggunakan Pendekatan MARS
Pada Data Mixture Survival.” Universitas Airlangga.
Briliant, Erzylia Herlin, and M Hasan Sidiq Kurniawan.
2019. “Perbandingan Regresi Linier Berganda Dan
Regresi Buckley- James Pada Analisis Survival Data
Tersensor Kanan.” Proceedings of The 1st STEEEM
2019 1(1): 1–19.
Dewi, A Y Dwidayati, and N K Dan Agoestanto. 2019.
“Analisis Survival Model Regresi Cox Dengan Metode
MLE Untuk Penderita Diabetes Mellitus.” UNNES
Journal of Mathematics 9(1): 31–40.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujm.
Elise T.Lee & John Wenyu Wang. 2003. Statsitical Methods
for Survival Data Analysis. New Jersey: John Wily &
Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Erni Yulia Sari. 2016. “Survivaal Analysis With Multivariate
Adaptive Regression Spline (MARS) Approach For
Resampling Data.” Universitas Lampung.
Firsawan, Insan, Naomi Nessyana Debataraja, and Setyo
Wira Rizki. 2022. “Analisis Survival Pada Data
Tersensor Tipe I Dengan Metode Kaplan Meier.”
Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster)
11(1): 19–26.
Hari, Noivia Cyta, Hanny Komalig, and Yohanes Langi.
2018. “Analisis Survival Dalam Menentukan Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Lama Studi Mahasiswa
Matematika Di Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Sam Ratulangi Manado.” d’CARTESIAN
7(2): 84.

181
Kuntoro. 2017. Analisis Kelangsungan Hidup. Surabaya:
Airlangga University Press.
Moh Khuailid Yusuf. 2018. Program Studi Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Islam Indonesia “Analisis Survival Lama
Waktu Sembuh Dengan Perawatan Standar Pada
Pasien Rawat Inap Penyakit Tifus Dengan
Menggunakan Metode Regresi Cox Proportional
Hazard.”
http://www.tfd.org.tw/opencms/english/about/back
ground.html%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.cirp.20
16.06.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.powtec.20
16.12.055%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ijfatigue.20
19.02.006%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.matlet.2019
.04.024%0A.
Muhajir, Muhammad, and Yayi Diyah Palupi. 2018.
“Survival Analysis of Child Patient Diarrhea Using
Kaplan Meier Method and Rank Log Test.” EKSAKTA:
Journal of Sciences and Data Analysis 18: 74–84.
Mukrimaa, Syifa S. et al. 2016. “Penggunaan Metode
Kaplan-Meier Dan Life Table Analisis Survival Untuk
Data Tersensor.” Jurnal Penelitian Pendidikan Guru
Sekolah Dasar 6(August): 128.
Novika, Fanny et al. 2022. Pengantar Matematika
Aktuaria. Jakarta Selatan: PT. Scifintech Andrew
Wijaya.
Rinni, Bellina Ayu, Triastuti Wuryandari, and Agus
Rusgiyono. 2014. “Pemodelan Laju Kesembuhan
Pasien Rawat Inap Typhus Abdominalis (Demam
Tifoid) Menggunakan Model Regresi Kegagalan
Proporsional Dari Cox (Studi Kasus Di RSUD Kota
Semarang) Bellina.” Jurnal Gaussian 3(1): 31–40.

182
Profil Penulis
Ulfa Aulia, S.KM., M.Kes
Penulis bernama lengkap Ulfa Aulia, S.KM.,M.Kes
lahir di Palu, 8 Maret 1993. Merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh
pendidikan SD hingga SMA di Kota Palu. Penulis
menempuh pendidikan S1 Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan
Masyarakat peminatan epidemiologi di Universitas Tadulako
pada tahun 2015, kemudian melanjutkan pendidikan S2
peminatan biostatistik di Universitas Airlangga dan selesai pada
tahun 2018.
Penulis memuai karir sebagai dosen sejak tahun 2018 hingga
2021 di Universitas Tadulako dan di tahun yang sama penulis
diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil 2021 sebagai dosen
di Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Penulis memiiki
kepakaran di bidang Biostatistik. Penulis juga aktif menulis
jurnal dan buku terutama buku-buku yang berkaitan dengan
bidang ilmu penulis.
Email Penulis: auliaulfa8393@ung.ac.id

183
184
12
META ANALISIS

I Made Dwi Mertha Adnyana., S.Si., M.Ked.Trop.,


CMIE., FRSPH
Universitas Airlangga

Pengantar Meta Analisis


Meta-analisis adalah teknik statistik yang digunakan
dalam penelitian yang secara sistematis untuk
mensintesis dan menggabungkan temuan dari berbagai
studi independen. Ini melampaui analisis studi tunggal
dan memberikan gambaran yang komprehensif dari bukti
yang tersedia pada pertanyaan penelitian tertentu. Meta-
analisis umumnya digunakan di berbagai bidang
epidemiologi termasuk kedokteran, psikologi, dan lainnya
yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan statistik
dan ketepatan hasil yang mengarah ke kesimpulan yang
lebih kuat (Akobeng, 2005; Hansen et al., 2022). Meta-
analisis adalah desain studi epidemiologi yang bertujuan
mengkaji secara sistematis (systematic review) dan
menggabungkan hasil-hasil estimasi secara kuantitatif
(meta-analisis) dari sejumlah penelitian sebelumnya yang
menjawab masalah penelitian yang sama dan dapat
digabungkan satu dengan yang lainnya. Selain itu, meta-
analisis dapat berfungsi sebagai sumber dasar untuk
pengembangan kebijakan bagi stakeholder terkait
terutama dalam bidang epidemiologi dalam
mengidentifikasi determinan yang berkaitan dengan
permasalahan suatu penyakit. Dengan demikian, sangat

185
penting bagi peneliti untuk memahami prosedur dalam
melakukan meta-analisis. Pada bab ini akan dibahas
secara ringkas dan jelas terkait studi meta analisis,
keuntungan dan kelemahan meta analisis, tahapan –
tahapan melakukan studi meta analisis serta evaluasi
hasil yang diperoleh.

Manfaat Meta Analisis dalam Pengembangan Ilmu


Pengetahuan
Meta-analisis menjadi pendekatan yang komprehensif
untuk mensintesis atau menggabungkan temuan studi
tunggal dan independen secara sistematis, menggunakan
metode statistik untuk menghitung efek keseluruhan.
Hasil meta analisis banyak diterapkan dan digunakan
pada bidang epidemiologi untuk mengkonfirmasi besar
kecilnya risiko paparan suatu penyakit terhadap
kesehatan manusia. Tiga manfaat utama dari
melaksanakan meta analisis yakni (a) Untuk
meningkatkan presisi; (b) Untuk menjawab pertanyaan
yang tidak diajukan oleh studi individu; dan (c) Untuk
menyelesaikan kontroversi yang muncul dari studi yang
tampaknya saling bertentangan atau untuk menghasilkan
hipotesis baru (Ahn & Kang, 2018). Selain itu, manfaat
meta-analisis dalam perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang epidemiologi antara lain.
1. Peningkatan Kekuatan Statistik. meta-analisis
meningkatkan ukuran sampel dan, kekuatan statistik
untuk mendeteksi efek kecil dari studi individu.
2. Generalisasi. Meta-analisis memungkinkan untuk
menarik kesimpulan yang lebih umum dengan
mensintesis bukti dari beragam populasi, pengaturan,
dan desain studi, meningkatkan validitas eksternal
temuan.

186
3. Penyelesaian Ketidakkonsistenan. Sejumlah studi
individu menghasilkan hasil yang bertentangan
karena fluktuasi acak atau karakteristik sampel
tertentu. Meta-analisis dapat mengidentifikasi dan
mengatasi ketidakkonsistenan tersebut dengan
memberikan perkiraan keseluruhan ukuran efek.
4. Identifikasi Moderator. Meta-analisis dapat
mengeksplorasi moderator potensial yang dapat
memengaruhi hubungan antar variabel, membantu
menyempurnakan teori dan menginformasikan
penelitian di masa mendatang.
5. Deteksi Hasil yang Langka. Dalam studi dengan
hasil yang jarang, meta-analisis dapat
menggabungkan data dari beberapa studi untuk
meningkatkan kekuatan statistik dan mendapatkan
estimasi ukuran efek yang lebih andal.
6. Efisiensi Biaya dan Waktu. meta-analisis lebih hemat
waktu dan biaya daripada melakukan penelitian primer
karena memanfaatkan data dan studi yang ada.
7. Pengambilan Keputusan yang di informasikan.
Temuan meta-analitik dapat menginformasikan
pembuat kebijakan, praktisi, dan pemangku
kepentingan dengan memberikan panduan berbasis
bukti untuk pengambilan keputusan dan intervensi.
8. Sensitivitas yang meningkat untuk mendeteksi
efek. Meta-analisis dapat mengidentifikasi efek yang
konsisten di seluruh studi bahkan jika beberapa studi
individu mungkin tidak mendeteksinya.
9. Eksplorasi bias potensial. Meta-analisis
memungkinkan penilaian bias publikasi dan bentuk
bias lain yang mungkin muncul dalam literatur.
Peneliti dapat lebih memahami dampak potensial dari
bias pada kesimpulan secara keseluruhan.

187
Hirarki Penelitian Berbasis Bukti
Dalam hierarki bukti dalam penelitian, meta-analisis
dianggap sebagai salah satu tingkat bukti tertinggi. Ini
adalah metode penelitian yang kuat dan ketat yang
melibatkan tinjauan sistematis dan menggabungkan hasil
dari beberapa studi individu pada topik tertentu untuk
sampai pada kesimpulan yang lebih kuat dan dapat
diandalkan. Meta-analisis sering dianggap berada di
puncak piramida penelitian karena kemampuannya
untuk memberikan penilaian pertanyaan penelitian yang
lebih komprehensif dan signifikan secara statistik
dibandingkan dengan studi individual. Piramida
penelitian adalah representasi visual dari berbagai tingkat
bukti, dengan kualitas bukti tertinggi di atas dan yang
terlemah di bawah. Tingkat bukti dari terendah hingga
tertinggi, dan bukti yang khas dalam piramida penelitian
diuraikan dan disajikan pada Gambar 12.1.

Gambar 12.1 Hirarki Penelitian Berdasarkan Bukti Ilmiah


(Israel & Richter, 2011)
Berdasarkan Gambar 12.1 berikut merupakan uraian
hirarki penelitian berdasarkan bukti ilmiah dari akurasi
lemah hingga kuat.

188
1. Expert opinion, editorials, letters, letter to editor,
dan viev point: ciri khas dari riset ini yakni pendapat
non-sistematis dan pengalaman pribadi namun
memiliki kekurangan metodologi penelitian dan data
empiris yang ketat.
2. Case reports and case series. ciri khas dari riset ini
yakni laporan terperinci dari kasus individual atau
sekelompok kecil kasus namun tidak dapat di
generalisasi.
3. Cross-sectional studies. Studi ini memeriksa potret
populasi pada titik waktu tertentu. Membantu
mengidentifikasi asosiasi tetapi tidak dapat
membangun kausalitas karena sifat pengamatan
singkat.
4. Case-control studies. Ciri riset ini membandingkan
individu dengan hasil tertentu (kasus) dengan yang
tidak memiliki hasil (kontrol) untuk mengidentifikasi
faktor risiko potensial. Namun, belum dapat
menetapkan kausalitas secara definitif.
5. Cohort studies: Ciri riset ini sekelompok individu
dengan paparan atau karakteristik tertentu diikuti
dari waktu ke waktu untuk mengamati perkembangan
hasil. Sementara studi kohort dapat memberikan
bukti yang lebih kuat untuk hubungan sebab akibat,
mereka masih rentan terhadap bias dan faktor
perancu.
6. Randomized controlled trials (RCT). RCT dianggap
sebagai standar emas untuk mengevaluasi efektivitas
intervensi. Peserta secara acak ditugaskan ke
kelompok yang berbeda (eksperimen dan kontrol)
untuk membandingkan hasilnya. Randomisasi
membantu mengurangi bias dan menegakkan
kausalitas.

189
7. Systematic review. Ini adalah tinjauan komprehensif
yang meringkas temuan dari berbagai studi tentang
topik tertentu. Tinjauan sistematis menggunakan
metodologi yang ketat dan transparan untuk
mengidentifikasi, memilih, dan menilai secara kritis
studi yang relevan. Mereka memberikan penilaian
bukti yang lebih objektif dan menyeluruh
dibandingkan dengan studi individu.
8. Meta-analysis. Di bagian atas piramida penelitian
adalah meta-analisis, yang merupakan jenis tinjauan
sistematis yang melangkah lebih jauh. Tidak hanya
meringkas hasil studi individu, meta-analisis secara
statistik menggabungkan data dari studi lain untuk
menghitung ukuran efek keseluruhan. Pendekatan ini
meningkatkan kekuatan statistik, ketepatan temuan,
kesimpulan yang lebih akurat.

Perbedaan Studi Literatur Tradisional dengan Meta


Analisis
Terdapat perbedaan mendasar antara Systematic
Literature Review (SLR), Narrative Review (NR), Literature
Review (LR) dan meta-analisis yakni dalam hal
pengumpulan informasi/ literatur, tata cara sintesis serta
luas sempitnya domain penelitian. Pada tabel 12.1 dapat
dilihat ringkasan terkait perbedaan berdasarkan lima
pertanyaan kunci (Apa, Mengapa, Kapan, Dimana, dan
Bagaimana).
Tabel 12.1 Perbedaan Studi Literatur Tradisional dengan
Meta Analisis
Perbedaan Studi Literatur Meta Analisis
Tradisional
Apa Suatu proses kualitatif Metode kuantitatif yang
untuk menyusun, mengintegrasikan hasil
menyusun, dan menilai studi empiris untuk
literatur yang ada dalam memberikan ringkasan
suatu domain penelitian.

190
agregat temuan dalam
domain penelitian.
Mengapa Memberikan gambaran Untuk mencapai
yang komprehensif kesimpulan yang tepat dan
tentang apa yang akurat secara statistik
diketahui dan tentang kekuatan dan arah
mengusulkan arah hubungan antara variabel
untuk penelitian masa dan peran moderator dalam
depan berdasarkan apa domain penelitian.
yang tidak diketahui
dalam domain penelitian
tersebut.
Kapan Topik penelitian Topik penelitian cukup
berkembang untuk matang sehingga
memungkinkan peneliti memungkinkan seorang
memberikan pandangan peneliti untuk memberikan
terkini tentang apa yang gambaran menyeluruh
diketahui dan tentang hubungan dan
menentukan arah masa peran moderator dalam
depan dari domain suatu domain penelitian.
penelitian.
Di mana Sertakan semua jenis Sertakan studi yang
studi yang relevan dari dipublikasikan dan tidak
jurnal berkualitas tinggi dipublikasikan yang secara
melalui seleksi subyektif empiris memeriksa
dan interpretasi data hubungan kepentingan
untuk mensintesis melalui prosedur statistik
temuan studi yang objektif dan ketat
sebelumnya secara untuk mensintesis temuan
sistematis. studi sebelumnya dan
menguji hipotesis yang
belum dipelajari dalam
penelitian sebelumnya.
Bagaimana Melalui proses studi Melalui proses meta-
literatur tradisional analisis meliputi
yakni pendefinisikan pendefinisian pertanyaan
pertanyaan penelitian penelitian, pengumpulan
yang ingin dicapai, data, penyiapan data,
pengumpulan data, analisis data, serta
persiapan data, analisis pelaporan dan pendekatan
data, dan pelaporan meta-analisis, yaitu model
serta menggunakan utama dan analisis
pendekatan studi moderator.
literatur tradisional,
yaitu review berbasis
domain, review berbasis
teori, dan review
berbasis metode.

Diadopsi dari: (Paul & Barari, 2022)

191
Prinsip dalam melakukan Studi Meta Analisis
Metode yang umum digunakan untuk melakukan meta-
analisis harus mengikuti prinsip-prinsip dasar berikut
diantaranya (Israel & Richter, 2011; Wu et al., 2022).
1. Meta-analisis biasanya merupakan proses dua tahap.
Pada tahap pertama, statistik ringkasan dihitung
untuk setiap studi, untuk menggambarkan efek
intervensi yang diamati dengan cara yang sama untuk
setiap studi seperti statistik rangkuman dapat berupa
rasio risiko (data dikotomis), atau perbedaan rata-rata
(data kontinu).
2. Pada tahap kedua, estimasi efek intervensi ringkasan
(gabungan) dihitung sebagai rata-rata tertimbang dari
efek intervensi yang diperkirakan dalam studi
individu. Rata-rata tertimbang didefinisikan sebagai

Yi adalah efek intervensi yang diperkirakan dalam


studi ith, Wi adalah bobot yang diberikan pada studi ith,
dan penjumlahannya adalah seluruh studi.
Perhatikan bahwa jika semua bobot sama maka rata-
rata tertimbang sama dengan rata-rata efek
intervensi. Semakin besar bobot yang diberikan pada
studi ke-i, semakin besar kontribusinya terhadap
rata-rata tertimbang.
3. Kombinasi estimasi efek intervensi lintas studi dapat
secara opsional menggabungkan asumsi bahwa studi
tidak semuanya memperkirakan efek intervensi yang
sama, tetapi memperkirakan efek intervensi yang
mengikuti distribusi lintas studi. Ini adalah dasar dari
meta-analisis efek acak. Sebagai alternatif, jika
diasumsikan bahwa setiap studi memperkirakan
jumlah yang persis sama, maka dilakukan meta-
analisis efek tetap.

192
4. Kesalahan standar dari efek intervensi ringkasan
dapat digunakan untuk menurunkan interval
kepercayaan, yang mengkomunikasikan presisi (atau
ketidakpastian) estimasi ringkasan; dan untuk
menurunkan nilai P, yang mengomunikasikan
kekuatan bukti terhadap hipotesis nol tanpa efek
intervensi.
5. Selain menghasilkan kuantifikasi ringkasan dari efek
intervensi, semua metode meta-analisis dapat
menggabungkan penilaian apakah variasi di antara
hasil studi terpisah kompatibel dengan variasi acak,
atau apakah itu cukup besar untuk menunjukkan
inkonsistensi efek intervensi lintas studi.
6. Masalah data yang hilang adalah salah satu dari
banyak pertimbangan praktis yang harus dipikirkan
saat melakukan meta-analisis. Secara khusus,
penulis tinjauan harus mempertimbangkan implikasi
data hasil yang hilang dari masing-masing peserta
(karena mangkir atau dikeluarkan dari analisis).

Tahapan Melakukan Studi Meta Analisis


Ada perdebatan tentang praktik terbaik untuk melakukan
penelitian meta-analisis, terdapat setidaknya lima
tahapan umum yang dilalui dalam melakukan studi meta
analisis yang mencakup merumuskan pertanyaan
penelitian, melaksanakan tinjauan sistematis, ekstraksi
data, studi standarisasi dan pembobotan dan perkiraan
akhir efek. Tahapan melakukan studi meta analisis
diuraikan sebagai berikut (Tawfik et al., 2019).
1. Merumuskan Pertanyaan Penelitian: Langkah
pertama dalam meta-analisis adalah mendefinisikan
pertanyaan atau tujuan penelitian dengan jelas.
Kualitas keluaran dari studi meta analisis bergantung
pada kualitas pertanyaan penelitian. Pertanyaan

193
penelitian yang berharga, penting untuk dikaji dan
didasarkan atas fakta dan data memungkinkan
seorang peneliti untuk menyelesaikan hasil yang
kontradiktif tentang hubungan antara konsep, arah
hubungan, dan variabel yang memoderasi/menjadi
predisposisi hubungan tersebut. Pertanyaan penelitian
meta analisis harus cukup luas sehingga peneliti dapat
menemukan studi kuantitatif yang cukup.
2. Pencarian Literatur: Tahap selanjutnya melibatkan
melakukan pencarian literatur menyeluruh dan
sistematis untuk mengidentifikasi semua studi yang
relevan yang telah dilakukan pada pertanyaan
penelitian yang dipilih. Dalam pencarian literatur
peneliti dapat menggunakan pedoman PICOS yang
terdiri dari “P”, population, patient, problem, “I”
intervention, “C” comparison, “O” outcome dan “S”
Study design. Kemudian peneliti menetapkan kriteria
inklusi dan eksklusi dalam pemilihan artikel misalnya
“tahun publikasi, fokus bahasan, bahasa, reputasi
artikel atau yang lainnya”. Terakhir, peneliti perlu
menetapkan kata kunci dalam pencarian literatur.
Dalam penelusuran terdapat sintaks yang digunakan
yakni boolean operator, truncation, nesting, wild card,
maupun exact search. Operator boole atau populer
dengan sebutan boolean operator (AND, OR, dan
NOT) digunakan dalam menelusuri informasi. “AND”,
operator ini akan memberikan hasil penelusuran
berupa informasi yang mengandung kedua kata kunci
yang dimaksudkan. “OR” operator ini akan
menghasilkan informasi yang mengandung salah satu
kata kunci atau kedua kata kunci. “NOT”,
penggunaan operator ini memberikan hasil
penelusuran berupa informasi yang tidak
mengandung kata kunci yang tertulis dibelakang
operator tersebut.

194
Gambar 12.2 Ilustrasi sintaks “AND, OR, NOT”
dalam pencarian literatur
Selain itu, Truncation merupakan penggunakan
tanda bintang “(*)” pada kata kunci, Wildcard yaitu
jenis truncation tetapi berada di tengah kata
menggunakan operator?, Nesting yakni
menggunakan operator “+”, “–“, dan (….) atau
kombinasi dari boolean operator, Exact search atau
disebut phrase search digunakan untuk mencari
informasi yang mengandung kata kunci berupa frase
dengan menggunakan operator “….”. Misal kita akan
mencari informasi tentang infeksi virus dengue makan
ditulis “infeksi virus dengue”.
3. Pemilihan Studi: Pada tahap ini, peneliti menilai
kelayakan dan relevansi studi yang diidentifikasi
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditentukan. Studi yang memenuhi kriteria
dimasukkan dalam meta-analisis. Pemilihan studi
dalam penelitian didasarkan atas kriteria inklusi dan
ekslusi yang telah ditetapkan. Untuk melakukan studi
meta analisis, harus berpedoman pada Preferred
Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-
Analyses (PRISMA) untuk pemilihan, pelaporan
bukti analisis serta pemilihan studi. Literatur yang
diikutsertakan untuk dianalisis dan dikeluarkan
harus dilakukan secara sistematis disertai dengan
alasan lugas, logis dan terarah (Adnyana et al., 2023).

195
4. Ekstraksi Data: Ekstraksi data melibatkan
pengumpulan informasi yang relevan secara
sistematis dari setiap studi yang dipilih, seperti
ukuran sampel, ukuran efek, desain studi, dan
karakteristik studi lainnya. Pada langkah ini, peneliti
mengkodekan karakteristik yang berbeda dan yang
sama dari studi individu untuk digunakan dalam
analisis data. Secara khusus, meta-analisis harus
melakukan koderisasi mencakup: (1) hubungan
berpasangan (s) yang telah dipelajari dalam setiap
studi individu; (2) karakteristik dari studi sebelumnya
yang dapat memoderasi hubungan dalam kerangka
meta-analitis; dan, (3) karakteristik untuk mengontrol
kerangka kerja konseptual. Pengkodean data
melibatkan pengembangan manual untuk
meminimalkan subjektivitas dan meningkatkan
keandalan proses pengkodean. Ekstraksi data
difokuskan pada data apa yang akan dipelajari dari
hasil penelitian terdahulu dan disesuaikan dengan
tujuan penelitian dan permasalahan (Allen, 2020).
5. Melakukan Tinjauan Sistematis
Systematic review (SR) secara khusus dirancang
untuk menjawab pertanyaan penelitian dan
dilakukan untuk mengidentifikasi semua studi yang
dianggap relevan dan berkualitas cukup baik untuk
menjamin inklusi. Beberapa meta-analisis hanya
mempertimbangkan percobaan kontrol acak dalam
pencarian bukti kualitas tertinggi. Jenis studi
'eksperimental' dan 'kuasi-eksperimental' lainnya
dapat dimasukkan jika memenuhi kriteria
inklusi/eksklusi yang telah ditentukan.
6. Perhitungan Ukuran Efek: Meta-analisis bergantung
pada ukuran efek, yang mengukur besarnya
hubungan antar variabel dalam setiap penelitian.
Bergantung pada sifat data dan jenis penelitian,

196
ukuran efek dapat dibakukan perbedaan rata-rata,
koefisien korelasi, odds rasio, rasio risiko, dan lain
sebagainya. Terdapat berbagai ukuran yang
digunakan untuk mengevaluasi hasil dari meta
analisis yang diuraikan sebagai berikut.
a. Metode Fixed-effect, versi yang sangat umum
dan sederhana dari prosedur meta-analisis
biasanya disebut sebagai metode invers-varians.
Metode invers-varians dinamakan demikian
karena bobot yang diberikan pada setiap
penelitian dipilih sebagai kebalikan dari varians
estimasi efek. Meta-analisis Fixed-effect
menghitung rerata tertimbang sebagai:

Yi adalah efek intervensi yang diperkirakan dalam


studi ke-i, SEi adalah kesalahan standar dari
estimasi tersebut, dan penjumlahan di semua studi.
Sehingga, data dasar yang diperlukan untuk analisis
adalah perkiraan efek intervensi dan kesalahan
standarnya dari setiap studi. Meta-analisis Fixed-
effect valid dengan asumsi semua perkiraan efek
memperkirakan efek intervensi dasar yang sama,
yang disebut sebagai asumsi “fixed-effect”, asumsi
“common-effect”, atau asumsi “equal-effects”.
Namun, hasil meta-analisis dapat diinterpretasikan
tanpa membuat asumsi secara mandiri.

b. Random-effects, variasi pada metode invers-


varians adalah untuk memasukkan asumsi bahwa
studi yang berbeda memperkirakan efek intervensi
yang berbeda, namun saling terkait. Ini
menghasilkan meta-analisis efek acak, dan versi
paling sederhana dikenal sebagai metode
DerSimonian dan Laird (DerSimonian dan Laird
1986).

197
c. Meta-analisis invers-varians
Sebagian besar program meta-analisis melakukan
meta-analisis invers-varians. Biasanya pengguna
menyediakan data ringkasan dari setiap kelompok
intervensi dari setiap studi, seperti tabel 2×2
ketika hasilnya bersifat dikotomis, atau rata-rata,
standar deviasi dan ukuran sampel untuk setiap
kelompok ketika hasilnya berkelanjutan. Ini
menghindari kebutuhan penulis untuk
menghitung perkiraan efek, dan memungkinkan
penggunaan metode yang ditargetkan secara
khusus pada tipe data yang berbeda. Ketika data
tersedia dengan mudah sebagai ringkasan
statistik dari setiap kelompok intervensi, metode
invers-varians dapat diimplementasikan secara
langsung.
d. Meta-analisis hasil dikotomis, ada empat
metode meta-analisis yang banyak digunakan
untuk hasil dikotomis, tiga metode efek tetap
(Mantel-Haenszel, Peto, dan varian invers) dan
satu metode efek acak (varian invers DerSimonian
dan Laird). Metode Peto hanya dapat
menggabungkan odds rasio, sedangkan tiga
metode lainnya dapat menggabungkan odds rasio,
rasio risiko atau perbedaan risiko. Efek intervensi
dapat dinyatakan sebagai efek relatif atau absolut.
Rasio risiko (relative risk) dan odds rasio adalah
ukuran relatif, sedangkan perbedaan risiko dan
jumlah yang diperlukan untuk merawat hasil
tambahan yang bermanfaat adalah ukuran
absolut.
e. Metode Mantel-Haenszel, ketika data jarang,
baik dalam hal risiko kejadian rendah atau
ukuran studi kecil, estimasi kesalahan standar

198
dari estimasi efek yang digunakan dalam metode
invers-varians mungkin buruk. Metode Mantel-
Haenszel adalah metode meta-analisis efek tetap
menggunakan skema pembobotan berbeda yang
bergantung pada ukuran efek mana (misalnya
rasio risiko, odds rasio, perbedaan risiko) yang
digunakan.
f. Metode rasio odds Peto, Metode Peto hanya
dapat digunakan untuk menggabungkan odds
ratio (Yusuf et al 1985). Ini menggunakan
pendekatan varians terbalik, tetapi menggunakan
metode perkiraan untuk memperkirakan rasio
odds log, dan menggunakan bobot yang berbeda.
Cara alternatif untuk melihat metode Peto adalah
sebagai penjumlahan dari statistik 'O – E'. Di sini,
“O” adalah jumlah kejadian yang diamati dan “E”
adalah jumlah kejadian yang diharapkan dalam
kelompok intervensi eksperimental dari setiap
studi di bawah hipotesis nol tanpa efek intervensi.
Perkiraan yang digunakan dalam perhitungan
odds rasio log bekerja dengan baik ketika efek
intervensi kecil (rasio odds mendekati 1). Selain
itu, metode Peto dapat digunakan untuk
menggabungkan studi dengan data dikotomis
dengan studi yang menggunakan analisis waktu-
ke-kejadian di mana tes log-rank telah digunakan.
7. Analisis Data: Setelah mendapatkan ukuran efek dari
studi individual, data dianalisis secara statistik untuk
menggabungkan hasilnya. Teknik yang umum
digunakan termasuk model efek tetap dan model
efek acak. Pemilihan ini didasarkan pada asumsi
tentang populasi dari mana studi berasal, model
utama dianalisis untuk menentukan signifikansi dan
kekuatan hubungan dalam meta-analitis, ukuran efek
yang dikoreksi dan digabungkan serta analisis

199
univariat untuk menilai hubungan berpasangan
dalam model. Selain itu, untuk menjelaskan
heterogenitas hubungan antar variabel, perlu
melakukan analisis moderator dengan menggunakan
analisis subkelompok atau meta-regresi.
8. Menilai Heterogenitas: Heterogenitas mengacu pada
variabilitas ukuran efek di seluruh studi yang
disertakan. Evaluasi heterogenitas menggunakan uji
statistik dan mengeksplorasi potensi sumber variasi
untuk memahami perbedaan hasil studi. Uji Chi 2 (χ2,
atau chi-kuadrat) yang terdapat dalam forest plot
digunakan untuk menilai heterogenitas. Nilai P
rendah (χ2 statistik relatif terhadap derajat
kebebasannya) memberikan bukti heterogenitas efek
intervensi (variasi estimasi efek di luar kebetulan).
Penulis harus menyadari bahwa ada banyak
ketidakpastian dalam pengukuran seperti I 2 dan
Tau2 ketika hanya ada sedikit studi. Dengan
demikian, penggunaan ambang sederhana untuk
mendiagnosa heterogenitas
harus dihindari. Perhitungan statistik yang berguna
untuk mengukur ketidakkonsistenan dijelaskan
dalam persamaan. Persamaan
ini, Q adalah statistik Chi dan df adalah derajat
2

kebebasannya. I2 menjelaskan persentase variabilitas


estimasi efek yang disebabkan oleh heterogenitas
daripada kesalahan pengambilan sampel. Panduan
kasar untuk interpretasi dalam konteks meta-analisis
uji coba acak sebagai berikut:
a. 0% hingga 40%: mungkin tidak penting;
b. 30% hingga 60%: dapat mewakili heterogenitas
sedang*;
c. 50% hingga 90%: dapat mewakili heterogenitas
yang substansial*;

200
d. 75% hingga 100%: heterogenitas yang cukup
besar*.
*Pentingnya nilai pengamatan I 2 bergantung pada (1)
besarnya dan arah efek, dan (2) kekuatan bukti
heterogenitas (seperti nilai P dari uji Chi2, atau
Confidence Interval untuk I 2 : ketidakpastian nilai I 2
sangat besar ketika jumlah studi kecil).
9. Penilaian Bias Publikasi: Bias publikasi mengacu
pada kecenderungan studi dengan hasil yang
signifikan atau positif untuk lebih mungkin
dipublikasikan, yang mengarah ke perkiraan ukuran
efek yang terlalu tinggi. Teknik plot corong
digunakan untuk menilai dan mengatasi bias
publikasi jika ada.

Gambar 12.3. Contoh Plot Corong dalam


penilaian bias publikasi
Pada penilaian bias publikasi terdapat beberapa cara
untuk menilai diantaranya menggunakan metrik
tradisional yakni laci file N prosedur di mana peneliti
menunjukkan berapa banyak studi efek nol yang
perlu ada untuk mengubah hubungan yang signifikan
dalam meta-analisis menjadi tidak signifikan. Teknik
kedua adalah “Orwin fail-safe N procedure”, yang
menunjukkan berapa banyak ukuran efek yang hilang
yang diperlukan untuk membawa ukuran efek ke nilai
bukan nol. Metode ini termasuk menghapus ukuran
efek ekstrem untuk mengurangi varians. Kemudian

201
tambahkan studi yang dihapus untuk mengoreksi
varian dari ukuran efek yang disesuaikan
10. Interpretasi Hasil: Langkah terakhir melibatkan
interpretasi hasil meta-analisis dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti gabungan yang
disertakan. Pada tahap ini dilakukan pemilihan dan
penerapan model yang sesuai untuk membandingkan
Ukuran Efek di berbagai studi. Model yang paling
umum digunakan yakni model Fixed Effects dan
Random Effects. Model Fixed Effects didasarkan
pada “asumsi bahwa setiap penelitian
mengevaluasi efek pengobatan umum”. Ini berarti
semua studi akan memperkirakan ukuran efek yang
sama jika tidak untuk tingkat variabilitas sampel yang
berbeda di berbagai studi. Sebaliknya, model Random
Effects “mengasumsikan bahwa efek pengobatan
sebenarnya dalam studi individu mungkin berbeda
satu sama lain” dan upaya untuk mengizinkan
sumber tambahan variasi antarstudi ini dalam
ukuran efek. Sumber variabilitas yang terakhir untuk
dinilai yakni menguji 'heterogenitas'. Estimasi akhir
dari meta-analisis seringkali dilaporkan secara grafis
dalam bentuk “Forest Plot”.

Gambar 12.4
Hasil Forest plot, peta milik (Thach et al., 2021).

202
Dalam forest plot hipotetis yang ditunjukkan untuk
setiap studi, garis horizontal menunjukkan Ukuran
Efek Standar perkiraan (kotak persegi panjang di
tengah setiap baris) dan 95% CI untuk rasio risiko
yang digunakan. Untuk setiap studi, obat X
mengurangi risiko kematian (rasio risiko < 1,0).
Namun, studi pertama lebih besar dari dua lainnya
(ukuran kotak mewakili bobot relatif yang dihitung
dengan meta-analisis). Mungkin karena ini, perkiraan
untuk dua studi yang lebih kecil tidak signifikan
secara statistik (garis yang berasal dari kotak
termasuk nilai 1). Ketika ketiga studi digabungkan
dalam meta-analisis seperti yang diwakili oleh boxes,
kami mendapatkan perkiraan efek obat yang lebih
tepat di mana boxes mewakili perkiraan rasio risiko
gabungan dan batas CI 95%.

Keuntungan Studi Meta-Analisis


1. Peningkatan kekuatan statistik, meta-analisis
menggabungkan data dari berbagai studi, yang
menghasilkan ukuran sampel yang lebih besar dan
peningkatan kekuatan statistik. Ini memungkinkan
para peneliti untuk mendeteksi efek yang lebih kecil
yang mungkin terlewatkan dalam studi individu.
2. Generalisasi yang ditingkatkan, dengan
mengumpulkan data dari berbagai studi, meta-
analisis dapat memberikan kesimpulan yang lebih
kuat dan andal. Ini sangat berguna ketika studi
individu memiliki ukuran sampel yang kecil atau
dilakukan pada populasi yang beragam.
3. Penyelesaian hasil yang bertentangan, beberapa
studi individu mungkin menghasilkan temuan yang
kontradiktif atau tidak meyakinkan. Meta-analisis dapat
membantu mengidentifikasi pola lintas studi dan
menentukan apakah ada efek yang konsisten atau tidak.

203
4. Tinjauan komprehensif, meta-analisis memberikan
ringkasan komprehensif tentang penelitian yang ada
pada topik tertentu, membantu peneliti dan pembuat
kebijakan membuat keputusan berdasarkan
informasi dan memprioritaskan arah penelitian di
masa depan.
5. Eksplorasi sumber variasi, peneliti dapat
menggunakan meta-analisis untuk mengeksplorasi
sumber heterogenitas (perbedaan) lintas studi. Ini
dapat mengarah pada pemahaman yang lebih baik
tentang mengapa studi yang berbeda menghasilkan
hasil yang berbeda dan dapat membantu
mengidentifikasi variabel moderator potensial.

Kerugian Studi Meta-analisis


1. Bias publikasi, Meta-analisis rentan terhadap bias
publikasi, karena studi dengan hasil yang signifikan
atau positif lebih mungkin untuk dipublikasikan,
sedangkan studi dengan hasil nol atau negatif
mungkin tetap tidak dipublikasikan. Bias ini dapat
menyebabkan perkiraan ukuran efek yang
sebenarnya terlalu tinggi.
2. Variabilitas dalam kualitas studi, Meta-analisis
bergantung pada literatur yang tersedia, yang
mungkin mencakup studi dengan kualitas yang
bervariasi. Menggabungkan studi dengan metodologi
dan desain yang berbeda dapat memperkenalkan
sumber bias dan memengaruhi keandalan hasil
keseluruhan.
3. Heterogenitas studi, Studi yang termasuk dalam meta-
analisis mungkin berbeda dalam hal karakteristik
peserta, intervensi, atau ukuran hasil. Heterogenitas ini
dapat menyulitkan untuk menarik kesimpulan yang
bermakna atau menggeneralisasi temuan

204
4. Pelaporan yang tidak lengkap atau tidak
memadai, mengakibatkan adanya kekurangan
informasi yang cukup dalam artikel publikasi,
sehingga sulit bagi meta-analisis untuk secara akurat
mengekstraksi data atau menilai kualitas penelitian.
5. Risiko kesalahan dan asumsi, Meta-analisis
bergantung pada data yang diambil dari laporan yang
dipublikasikan, dan kesalahan dapat terjadi selama
ekstraksi atau analisis data. Selain itu, beberapa
asumsi yang dibuat dalam proses meta-analitik
(dengan asumsi ukuran efek umum) mungkin tidak
berlaku untuk semua kasus.
6. Memakan waktu dan sumber daya intensif,
Melakukan meta-analisis menyeluruh dan ketat
membutuhkan banyak waktu, keahlian, dan sumber
daya. Ini melibatkan pencarian studi yang relevan,
mengekstraksi data, menilai kualitas, dan
menganalisis data, yang dapat menjadi tantangan dan
intensif sumber daya.

Penutup
Meta-analisis adalah analisis statistika yang dipergunakan
untuk mengkonfirmasi kembali hasil penelitian terdahulu
dengan cara digabungkan satu dengan yang lainnya guna
memperoleh informasi baru. PRISMA memandu seluruh
proses meta-analisis Tahapan meta analisis mencakup
merumuskan pertanyaan penelitian, pencarian literatur,
pemilihan studi, ekstraksi data, melakukan tinjauan
sistematis, perhitungan ukuran efek, analisis data, menilai
heterogenitas, penilaian bias publikasi, dan interpretasi
hasil. Hasil meta analisis dapat digunakan sebagai acuan
dalam menegakkan efek risiko pada bidang epidemiologi dan
kedokteran berbasis data empiris. Berbagai paket perangkat
lunak tersedia untuk melakukan meta-analisis termasuk
program komersial seperti (CMA, Review Manager, dan
STATA) dan perangkat lunak sumber terbuka (R Studio).

205
Daftar Pustaka
Adnyana, I. M. D. M., Utomo, B., Dewanti, L., Fauziyah,
S., Eljatin, D. S. et al. (2023). Effects of Exposure to
Incense Smoke Associated with Impaired Lung
Function and Respiratory Disease: A Systematic
Review. National Journal of Community Medicine, 14(5),
284–293.
https://doi.org/10.55489/njcm.140520232875
Ahn, E., & Kang, H. (2018). Introduction to systematic
review and meta-analysis. Korean Journal of
Anesthesiology, 71(2), 103–112.
https://doi.org/10.4097/kjae.2018.71.2.103
Akobeng, A. K. (2005). Understanding systematic reviews and
meta-analysis. Archives of Disease in Childhood, 90(8),
845–848. https://doi.org/10.1136/adc.2004.058230
Allen, M. (2020). Understanding the Practice, Application,
and Limitations of Meta-Analysis. American Behavioral
Scientist, 64(1), 74–96.
https://doi.org/10.1177/0002764219859619
Hansen, C., Steinmetz, H., & Block, J. (2022). How to
conduct a meta-analysis in eight steps: a practical
guide. Management Review Quarterly, 72(1), 1–19.
https://doi.org/10.1007/s11301-021-00247-4
Israel, H., & Richter, R. R. (2011). A Guide to
Understanding Meta-analysis. Journal of Orthopaedic
& Sports Physical Therapy, 41(7), 496–504.
https://doi.org/10.2519/jospt.2011.3333
Paul, J., & Barari, M. (2022). Meta‐analysis and traditional
systematic literature reviews—What, why, when,
where, and how? Psychology & Marketing, 39(6), 1099–
1115. https://doi.org/10.1002/mar.21657
Tawfik, G. M., Dila, K. A. S., Mohamed, M. Y. F., Tam, D.
N. H., Kien, N. D., Ahmed, A. M., & Huy, N. T. (2019).
A step by step guide for conducting a systematic review
and meta-analysis with simulation data. Tropical
Medicine and Health, 47(1), 46.
https://doi.org/10.1186/s41182-019-0165-6

206
Thach, T. Q., Eisa, H. G., Hmeda, A. Ben, Faraj, H., Thuan,
T. M., et al (2021). Predictive markers for the early
prognosis of dengue severity: A systematic review and
meta-analysis. PLOS Neglected Tropical Diseases,
15(10), e0009808.
https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0009808
Wu, Q., Dong, S., Li, X., Yi, B., Hu, H., Guo, Z., & Lu, J.
(2022). Effects of COVID-19 Non-Pharmacological
Interventions on Dengue Infection: A Systematic
Review and Meta-Analysis. Frontiers in Cellular and
Infection Microbiology, 12, 892508.
https://doi.org/10.3389/fcimb.2022.892508

207
Profil Penulis

I Made Dwi Mertha Adnyana., S.Si.,


M.Ked.Trop., CMIE., FRSPH
Dilahirkan di Negara 30 Juli 1998. Menyelesaikan
studi di Program Strata 1 Biologi dengan Predikat
Cumlaude dan sebagai lulusan Terbaik pada
tahun 2021. Penulis menyelesaikan studi strata 2
di Program Studi Magister Ilmu Kedokteran
Tropis, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga dengan
minat studi Epidemiologi Kedokteran Tropis pada tahun 2023.
Penulis memperoleh sertifikasi internasional dari Microsoft
(Certified Microsoft Innovatif Educator) pada tahun 2021. Aktif
berkontribusi dalam riset bidang epidemiologi penyakit tropis,
penyakit tular vektor, eco-epidemiology, bioecology dan
Neglected Tropical Disease. Prestasi utama yang pernah diraih
yakni penghargaan 23 di tingkat internasional dan 49
penghargaan di tingkat Nasional dalam bidang karya tulis
ilmiah, poster dan essay ilmiah. Aktif melaksanakan riset dan
publikasi pada jurnal Internasional Bereputasi terindeks
Scopus (ID 57725073100/ Web of Science (ID AAC-8778-2022)
dan jurnal nasional terindeks SINTA. Telah menghasilkan
beberapa book chapter dan sebagai editor, reviewer buku dan
jurnal terakreditasi SINTA dan internasional bereputasi
terindeks Scopus Q1-Q4 dan WOS. Telah menyelesaikan
menyelesaikan Short Course di London School of Hygiene &
Tropical Medicine (United Kingdom) – 2021 dan Taipei Medical
University (2022). Saat ini aktif sebagai Fellowship Royal Society
for Public Health (FRSPH) UK. Aktif sebagai narasumber dalam
acara seminar, workshop, dan sejenisnya.
Email Penulis : dwikmertha13@gmail.com
i.made.dwi.mertha-2021@fk.unair.ac.id.

208
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai