net/publication/377332180
Keperawatan Transkultural
CITATIONS READS
0 149
12 authors, including:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Nuniek Setyo Wardani on 12 January 2024.
ISBN: 978-623-198-011-3
website: www.globaleksekutifteknologi.co.id
email: globaleksekutifteknologi@gmail.com
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................v
DAFTAR TABEL.........................................................................................................vi
BAB 1 KONSEP DASAR KEPERAWATAN TRANSKULTURAL........................1
1.1 Pendahuluan ....................................................................................................1
1.2 Definisi keperawatan Transkultural............................................................1
1.3 Paradigma Transkultural Nursing ...............................................................2
1.3 Prinsip Dasar dalam Transkultural Nursing...............................................4
1.4 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Transkultural Nursing ......................5
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................9
ii
4.6 Evolusi Komunikasi ....................................................................................... 78
4.7 Sejarah Perkembangan Komputer Dalam Keperawatan .......................... 79
4.8 Definisi Teknologi Informasi Keperawatan................................................ 80
4.9 Teknologi dan Informasi dalam Bidang Keperawatan ............................. 81
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 82
iii
8.2 Tujuan Diagnosa Keperawatan .....................................................................133
8.3 Sejarah Diagnosa Keperawatan ....................................................................134
8.4 Kategori Diagnosa Keperawatan ..................................................................137
8.5 Komponen Diagnosa Keperawatan..............................................................141
8.6 Proses Diagnosa: Cara Mendiagnosa ...........................................................143
8.7 Menulis Diagnosa Keperawatan ...................................................................146
8.8 Perencanaan.....................................................................................................153
8.9 Implementasi ..................................................................................................156
8.10 Evaluasi..........................................................................................................159
8.11 Kesimpulan ...................................................................................................160
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................162
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB 1
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
TRANSKULTURAL
Oleh Wibowo Hanafi Ari Susanto
1.1 Pendahuluan
Keperawatan transkultural sangat penting diterapkan
dalam praktek keperawatan mengingat latar belakang budaya
pasien berasal dari multikultural. Budaya merupakan
komponen yang sangat penting dalam membuat suatu
keputusan serta memberikan tindakan keperawatan yang
sesuai kebutuhan pasien serta efektif dan efisien. Kompleksitas
sering kali terbentuk dari latar belakang budaya sekaligus akan
membentuk cara berfikir seseorang dan cara seseorang dalam
menjalani hidupnya. Oleh karena itu, implementasi praktek
keperawatan dengan meempertimbangkan keanekaragaman
budaya merupakan bagian integral dalam praktek keperawatan
(Handayani et al., 2020).
1
Adapun yang dimaksud dengan keperawatan
transkultural adalah bagian dari keilmuan mengenai budaya
dalam proses belajar ataupun praktek keperawatan yang
sangat menghargai perbedaan ataupun persamaan budaya
yang dimiliki pasien dalam memberikan asuhan, memahami
sehat sakit ataupun tindakan serta keutuhan nilai budaya yang
dimiliki setiap individu. Konsep dasar transkultural
dikembangkan berdasarkan nilai ”Caring”. Caring merupakan
bentuk perhatian yang dibutuhkan setiap individu sebagai
mahluk sosial sejak lahir sampai meninggal.
Adapun jika dirincikan konsep dasar yang dianut dalam
transkultural nursing meliputi beberapa inti sebagai berikut:
1. Culture atau budaya merupakan pedoman dalam berfikir
dan mengambil keputusan
2. Nilai budaya merupakan hal atau landasan yang
melatarbelakangi seseorang untuk melakukan suatu
tindakan
3. Perbedaan budaya dapat menjadi acuan dalam
memberikan variasi pendekatan dalam meberikan asuhan
guna menghargai nilai dan kepercayaan yang dianut orang
lain
4. Caring merupakan tindakan dalam memberikan motivasi,
bantuan baik pada individu, keluarga ataupun masyarakat
(Rejeki, 2000).
2
menetapkan dan melakukan serangkaian pilihan hidup.
Setiap manusia memiliki kecendrungan untuk senantiasa
mempertahankan nilai yang dimilikinya
2. Sehat
Sehat merupakan segala bentuk kondisi individu yang
berada dalam kondisi seimbang dan mampu menjalankan
aktivitas sehari-hari dengan baik
3. Lingkungan
Lingkungan merupkan unsur yang akan mempengaruhi
nilai. Lingkungan dapat diartikan sebagai lingkungan fisik,
lingkungan sosial ataupun simbolik
4. Keperawatan
Serangkaian bentuk praktik keperawatan yang diberikan
sesuai dengan latar belakang budaya pasien. Adapun
tujuan utama pemberian asuhan keperawatan adalah
meningkatkan kemandirian pasien serta memberdayakan
pasien beserta keluarga dalam meningkatkan status
kesehatan pasien.
3
1.3 Prinsip Dasar dalam Transkultural Nursing
Adapun prinsip dasar dalam implementasi transkultural
nursing adalah:
1. Mempertahankan nilai budaya yang positif
Jika seorang pasien memiliki budaya yang tidak
bertentangan dengan nilai yang menunjang kesehatan,
misalnya seorang pasien memiliki kebiasaan
mengkonsumsi herbal dan tidak berbahaya, maka
kebiasaan tersebut tetap diperbolehkan.
2. Melakukan negosisasi budaya
Pada tahap ini, perawat berusaha memperkenalkan nilai
budaya yang lebih positif dan menguntungkan bagi pasien.
Misalnya pada ibu hamil yang tidak menyukai bau amis
dari ikan maka protein hewani dapat diganti dengan
sumber protein hewani lainnya
3. Melakkan rekonstruksi budaya
Rekonstruksi dilakukan jika budaya yang dianur klien
bertentangan dan cenderung berbahaya bagi kesehatan
pasien, misalnya jika seorang pasien merupkaan perokok
berat maka sebagai seorang perawat tentu harus dapat
membantu pasien untuk menghindari kebiasaan buruk
tersebut (Rejeki, 2000).
4
1.4 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Transkultural
Nursing
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi berhasil
tidaknya proses transkultural nursing adalah kemajuan
teknologi, nilai agama, tingkat kekerabatan (sosial), falsafah
hidup, life style, peraturan, ekonomi, perkembangan
pendidikan serta dukungan kebijakan diwilayah tersebut (Karo,
Bakhtiar and Tahlil, 2015).
Dengan semakin berkembangnya teknologi, maka
individu dapat dengan cepat memperoleh informasi penting
yang terkait dengan penyakitnya. Seorang ibu yang anaknya
menderita ISPA (infeksi saluran nafas atas) melalui
transkultural nursing akan dengan cepat memperoleh akses
teknologi informasi, media cetak, komunikasi, elektronik serta
teknologi pelayanan kesehatan. Selain itu faktor ekonomi juga
berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam
menjangkau fasilitas dan pelayanan kesehatan (Karo, Bakhtiar
and Tahlil, 2015).
Terkait keyakinan budaya dan life style ada juga
pandangan ibu hamil mengenai makanan yang baik untuk
dikonsumsi ibu hami, sebagaian besar ibu hamil memiliki
persepsi makanan yang baik adalah nasi, lauk pauk dan sayur.
Makanan bergizi sejatinya tidak dilihat dari harga yang dimiliki
oleh setiap jenis makanan namun dilihat dari kandungan dan
nilai gizi dari masing-masing makanan tersebut. adapun
makanan yang sering dihindari ibu hamil sesuai keyakinan
budaya mereka adalah minum es yang dapat meningkatkan
besar janin sehingga cenderung dihindari (Novitasari and
Pratiwi, 2019).
5
Gambar 1.1 konsep transkultural nursing
https://gustinerz.com/mengenal-teori-transkultural-
nursing-leininger/
6
Adapun pemanfaat teori transkultural nursing lainnya
adalah seperti pada kasus overweight pada anak. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan angka sesuai dengan
budaya keluarga mereka, serta dengan metode child health care
model dalam bentuk promosi kesehatan pada semua aspek
perawatan anak dan melakukan pendekatan utuk mengubah
perilaku anak dan orang tua dalam menerapkan gaya hidup
sehat dan memberikan asupan makanan ideal sesuai umur dan
kebutuhan serta mengurangi makanan siap saji (Erika, 2014).
Selain pada kehidupan sehari-hari penggunaan
keperawatan transkultural sering sangat dibutuhkan dalam
pemberian asuhan keperawatan peri operatif. Culture care
sangat dibutuhkan guna mengurangi konflik ditengah isu yang
sensitive mengingat intervensi yang diberikan dan kondisi
pasien pra operatif dan pasca operatif merupakan isu yang
cenderung berat dan sesnsitif. Oleh karena itu perlu
dibutuhkan tingkat kepedulian yang tinggi untuk masing-
masing yang diyakini pasien dan keluarga (Raya et al., 2021).
Dalam kasus lainnya, penggunaan transculture nursing
dibutuhkan pada kasus banyaknya insiden early marriage
dibawah umur yang dapat beresiko terhadap status kesehatan
remaja. Sering ditemukan, angka kematian ibu dan anak sering
kali meningkat karena pernikahan dibawah umur. Semakin
maraknya kasus tersebut, tidak jarang disebabkan karena
adanya pengaruh media masa. Tayangan televisi yang semakin
banyak memperlihatkan tentang anak muda yang dating atau
pacaran, kemudian adanya kekerasan sering kali menjadi role
model bagi anak muda. Edukasi mengenai nilai budaya sangat
dibutuhkan untuk mengatasi kasus ini (Yunitasari et al., 2016).
Pada intinya beberapa hal yang sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan truncultural nursing adalah cultural awareness
(kesadaran terhadap budaya), cultural knowledge
(kemampuan dalam memahami suatu budaya), cultural skill
7
(kemampuan dalam mengasah suatu budaya), cultural encoun
ters (kemapuan dalam berdamai dengan budaya yang
bersimpangan), serta cultural desire (kemampuan seseorang
untuk menjunjung tinggi budayanya). Berbagai hal tersebu t
harus dimiliki oleh seorang perawat ataupetugas kesehatan
sebagai kompetensi budaya (Murdin, 2012).
8
DAFTAR PUSTAKA
9
Sadiq, K., Wahid, A. and Hafifah, I. 2019. Deskripsi Pelaksanaan
Pengkajian Keperawatan Holistik Di Igd Rsud Ulin
Banjarmasin. Dunia Keperawatan, 7(2), p. 82. Available at:
https://doi.org/10.20527/dk.v7i2.4396.
Wahyuni, S. and Pradina, widy sebri. 2019. Analisis Faktor Resiko
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Berbasis Transkultural
Nursing Widy. Society, 2(1), pp. 1–19. Available at:
http://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0-
84865607390&partnerID=tZOtx3y1%0Ahttp://books.google.
com/books?hl=en&lr=&id=2LIMMD9FVXkC&o
i=fnd&pg=PR5&dq=Principles+of+Digital+Image+Pr
ocessing+fundamental+techniques&ots=HjrHeuS_.
Yunitasari, E. et al. 2016. Early Marriage Factor Based on
Transkultural Nursing Theory in Desa Kara Kecamatan Torjun
Sampang. Jurnal NERS, 11(2), p. 164. Available at:
https://doi.org/10.20473/jn.v11i22016.164-169.
10
BAB 2
BUDAYA DAN TUJUAN
KEPERAWATAN TRANSKULTURAL
Oleh Ramadhan Trybahari Sugiharno
12
seseorang telah didefinisikan sebagai langkah pertama yang
penting sebelum pengetahuan budaya. Oleh karena itu, pendidikan
keperawatan harus mencakup nilai-nilai budaya, perilaku,
keragaman dan norma yang akan mendukung kesadaran budaya
siswa. Ini juga harus dilibatkan dalam pengembangan hubungan
interpersonal untuk mendapatkan keterampilan kesadaran budaya
(Tosun et al., 2021).
Industri kesadaran budaya kini telah menjadi fenomena
global dan raksasa komersial, meraup miliaran dolar setiap tahun.
Pelatihan kesadaran budaya adalah hal biasa dan sering
diamanatkan di berbagai sektor. Filosofinya tertanam dalam
rencana strategis dan pernyataan misi organisasi dan cabang
pemerintahan. Departemen sumber daya manusia memastikan
bahwa karyawan mematuhi protokol tersebut. Standar dan
pelatihan kesadaran budaya seringkali merupakan komponen
kurikulum kursus universitas. Sekarang ada beberapa off-shoot
(yaitu, kompetensi budaya, keamanan budaya, kerendahan hati
budaya, kecerdasan budaya) dan turunan yang tumpang tindih
(pelatihan keragaman, pelatihan anti-rasisme, pelatihan agresi
mikro). Beberapa konsep (yaitu, kompetensi budaya) telah
melahirkan disiplin akademis mereka sendiri, dengan pakar, teori,
dan badan sastra mereka sendiri.
Pelatihan dan pendidikan lintas budaya (juga dikenal
sebagai pelatihan kesadaran budaya) biasanya ditawarkan kepada
para profesional, siswa, dan sukarelawan di berbagai industri
untuk tujuan meningkatkan interaksi lintas budaya yang efektif.
Asal-usulnya dapat ditelusuri kembali ke upaya pelatihan
keragaman awal di Amerika Serikat setelah undang-undang hak-
hak sipil pada 1960-an(Shepherd, 2019). Segera setelah itu,
administrator kesehatan masyarakat berusaha untuk mengatasi
mekanisme yang mendasari kesenjangan kesehatan lintas budaya
yang dilaporkan.
13
Gambar 2.2 Kesadaran budaya
(https://buddhazine.com/kesadaran-budaya/)
14
pertemuan intra-budaya. Memegang gagasan yang telah dipahami
sebelumnya tentang perilaku individu berdasarkan latar belakang
budaya mereka juga dapat menyebabkan dokter untuk
memastikan berbagai perilaku (masalah) atau keistimewaan
pribadi sebagai normatif budaya ketika mereka mungkin
mencerminkan psikopatologi asli dan kebutuhan untuk perawatan.
Kedua, fokus pada budaya tidak perlu mengalihkan perhatian dari
pengaruh berpotongan yang berpotensi lebih signifikan pada sikap,
perilaku, dan gaya komunikasi (yaitu, usia, jenis kelamin, kelas,
tingkat pendidikan, kemahiran bahasa, cacat kognitif, tipe
kepribadian, kesehatan psikologis, dll.).
Praktisi mungkin cenderung kurang mendukung atau
memberikan berbagai layanan perawatan kepada pasien dari latar
belakang status sosial ekonomi yang lebih rendah, pasien yang
dianggap memiliki literasi kesehatan yang lebih rendah, pasien
yang sebelumnya tidak mematuhi pengobatan, pasien dengan
cakupan perawatan kesehatan yang tidak memadai, atau pasien
dengan penyakit mental yang serius atau pengguna narkoba.
15
aktivitas hidup sehari-hari yang dilakukan untuk mencegah,
menyembuhkan, memulihkan, dan memelihara penyakit.
Berfokus pada upaya pelayanan kesehatan primer/esensial
sesuai dengan wewenang, tanggung jawab, dan etika profesi
keperawatan. hidup sehat dan produktif.
Keperawatan adalah proses atau rangkaian praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien dalam berbagai
tatanan pelayanan kesehatan, dengan menggunakan proses
keperawatan, pedoman standar keperawatan, landasan etik
dan etiket keperawatan, dalam kerangka wewenang dan
tanggung jawab keperawatan. Asuhan diarahkan pada
kemandirian dan kesejahteraan orang yang membutuhkan
asuh, diberikan sesuai dengan karakteristik ruang lingkup
asuhan dan dikelola secara profesional dalam kerangka
kebutuhan asuhan.
16
Keyakinan dan praktik kesehatan seseorang secara langsung
terkait dengan budayanya. Dalam menentukan intervensi dan
perawatan yang tepat untuk individu atau komunitas, teori
Perawatan Budaya, menargetkan kepercayaan dan praktik budaya.
Teori ini berlanjut dengan keyakinan bahwa perawat perlu
mempertimbangkan bahwa tidak semua budaya serupa, dan ada
variasi dalam setiap budaya. Teori ini secara konsisten berfokus
pada bagaimana individu atau komunitas harus diperlakukan
secara berbeda dan terpisah, dan keunikan pribadi harus selalu
dipertimbangkan. Keyakinan ini berasal dari kepercayaan pribadi
Leininger pada "cara-cara Tuhan yang kreatif dan peduli"
(McFarland and Wehbe-Alamah, 2019).
Keperawatan didasarkan pada pendekatan humanistik dan
holistik yang menyelaraskan kasih sayang, kejujuran, kebaikan,
altruisme dalam pemberian perawatan kesehatan dan melibatkan
mempertimbangkan kebutuhan budaya pasien, kebutuhan akan
akses yang sama ke perawatan kesehatan, rasa hormat terhadap
latar belakang budaya, keyakinan dan kebutuhan keselamatan.
Pendidikan keperawatan transkultural terkait erat dengan
keyakinan bahwa keperawatan harus memberikan perawatan
individual, berkualitas tinggi, dan tepat untuk semua individu
(Farokhzadian et al., 2022).
Perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang
latar belakang budaya dan tradisi yang berbeda agar kompeten
untuk melakukan penilaian pasien holistik. Oleh karena itu,
mahasiswa keperawatan harus mengembangkan kesadaran
budaya, pengetahuan, dan keterampilan melalui kurikulum
keperawatan transkultural sebelum lulus. Model Campinha-Bacote
menjelaskan kompetensi budaya sebagai proses yang harus
dilakukan perawat untuk mengembangkan kapasitas untuk
memberikan perawatan yang efisien dan berkualitas tinggi, yang
mencakup lima komponen. Kesadaran budaya adalah proses di
mana para profesional kesehatan secara sadar mengakui latar
17
belakang budaya mereka sendiri dan membantu mereka
menghindari prasangka terhadap budaya lain. Keterampilan
budaya didefinisikan sebagai kemampuan untuk memperoleh
informasi yang diperlukan dari pasien melalui perilaku yang sesuai
secara budaya dan penilaian fisik. Pengetahuan budaya adalah
komponen lain di mana para profesional kesehatan membuka
pikiran mereka untuk melihat keragaman dalam karakteristik
budaya mengenai penyakit dan keyakinan pasien terhadap
kesehatan. Pertemuan budaya menjelaskan interaksi antara
profesional kesehatan dan anggota budaya yang berbeda.
Komponen terakhir adalah keinginan budaya, yang merupakan
kekuatan untuk berpendidikan, berbakat, kompeten dan sadar
budaya (Trybahari, 2019).
Mahasiswa keperawatan harus menyadari nilai-nilai
budaya, keyakinan, sikap, dan perilaku mereka sendiri dan
memiliki penilaian dan keterampilan komunikasi yang sesuai
untuk berinteraksi dengan individu dari latar belakang budaya
yang berbeda. Namun, sebagian besar, sistem pendidikan
keperawatan tidak menganggap kompetensi budaya sebagai sikap
utama secara umum. Akibatnya, mahasiswa keperawatan dapat
merasa tidak cukup siap untuk memberikan perawatan yang
kompeten secara budaya kepada populasi dengan latar belakang
budaya yang berbeda (Sugiharno, 2022). Beberapa penelitian telah
menemukan bahwa mahasiswa keperawatan menyebutkan
hambatan, seperti menunjukkan kurangnya kepercayaan diri dan
efikasi diri transkultural dan memiliki masalah dengan bahasa yang
berbeda, sambil menilai pasien dari latar belakang budaya yang
berbeda. Mengingat faktor-faktor ini, fasilitator terpenting dari
pengembangan kompetensi budaya adalah pertemuan budaya,
pengetahuan, dan pengalaman.
18
2.5 Hubungan dan Struktur
Hubungan dan struktur antara konsep-konsep dalam
teori perawatan budaya disajikan dalam model matahari terbit
Leininger. (Gambar 2.3) Model ini dipandang sebagai matahari
terbit dan harus digunakan sebagai alat yang tersedia bagi
perawat saat melakukan penilaian budaya. Model ini
menghubungkan konsep Leininger dan membentuk struktur
yang dapat digunakan dalam praktik. Model ini menyediakan
cara sistematis untuk mengidentifikasi keyakinan, nilai, makna,
dan perilaku orang. Dimensi model meliputi faktor teknologi,
agama, filosofis, kekerabatan, sosial, nilai dan jalur kehidupan,
politik, hukum, ekonomi, dan pendidikan. Faktor-faktor ini
mempengaruhi lingkungan dan bahasa, yang mempengaruhi
kesehatan individu secara keseluruhan. Individu yang mungkin
merasa tidak dipahami dapat menolak atau menunda
perawatan atau mungkin menahan informasi penting. Faktor-
faktor dalam model matahari terbit, lingkungan dan bahasa,
mempengaruhi sistem kesehatan secara keseluruhan. Sistem
kesehatan secara keseluruhan terdiri dari sistem kesehatan
rakyat dan profesional. Sistem kesehatan rakyat terdiri dari
kepercayaan tradisional, sedangkan sistem kesehatan
profesional terdiri dari pengetahuan yang kita pelajari seperti
sekolah terorganisir dan praktik berbasis bukti. Kombinasi dari
sistem ini menciptakan profesi keperawatan yang
memungkinkan kita untuk memenuhi kebutuhan budaya,
spiritual, dan fisik setiap individu. Faktor-faktor ini membantu
perawat memahami klien dan mengenali apa yang unik tentang
klien. Model ini membantu setiap perawat menghindari
stereotip individu ke dalam budaya berdasarkan faktor
minimal ras atau etnis (Sousa et al., 2022).
19
Gambar 2.3 Madeleine Leininger’s Sunrise Model
(https://gustinerz.com/mengenal-teori-transcultural-nursing-leininger/)
20
Dimensi terakhir dari model ini membantu perawat
membangun perawatan yang selaras secara budaya melalui
pemanfaatan tiga konsep: pelestarian/pemeliharaan
perawatan budaya, akomodasi/negosiasi perawatan budaya,
atau repatterning/restrukturisasi perawatan budaya.
Pelestarian budaya berarti bahwa perawat mendukung dan
memfasilitasi intervensi budaya. Intervensi budaya dapat
mencakup penggunaan akupunktur atau akupresur untuk
bantuan sebelum menggunakan praktik/intervensi standar.
Akomodasi budaya mengharuskan perawat untuk mendukung
dan memfasilitasi praktik budaya, seperti penguburan plasenta,
selama praktik ini ditemukan tidak berbahaya bagi individu
atau masyarakat sekitar. Repatterning budaya mengharuskan
perawat untuk bekerja satu lawan satu dengan individu atau
komunitas dalam upaya untuk merestrukturisasi, mengubah,
atau memodifikasi praktik budaya mereka. Repatterning
budaya diinstruksikan untuk hanya digunakan ketika praktik
tersebut ditemukan berbahaya bagi individu atau komunitas.
Semua faktor dan konsep ini memandu perawat menuju tujuan
akhir mereka untuk memberikan perawatan yang kompeten
secara budaya. Faktor-faktor dan tujuan-tujuan ini
memungkinkan perawat untuk memenuhi kebutuhan individu
untuk memiliki perawatan berbasis budaya yang holistik dan
komprehensif.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Sugiharno, R.T., Ari Susanto, W.H. and Wospakrik, F. 2022. Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Mahasiswa dalam
Menghadapi Tugas Akhir. Jurnal Keperawatan Silampari,
5(2), pp. 1189–1197. Available at:
https://doi.org/10.31539/jks.v5i2.3760.
Tosun, B. et al. 2021. Addressing the effects of transcultural nursing
education on nursing students’ cultural competence: A
systematic review. Nurse Education in Practice, 55, p. 103171.
Available at:
https://doi.org/10.1016/J.NEPR.2021.103171.
Trybahari, R., Busjra, B. and Azzam, R. 2019. Perbandingan Slow
Deep Breathing dengan Kombinasi Back Massage dan Slow
Deep Breathing terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi’,
Journal of Telenursing (JOTING), 1(1), pp. 106–118. Available
at: https://doi.org/10.31539/joting.v1i1.539.
23
24
BAB 3
HUBUNGAN DAN MODEL
KEPERAWATAN DALAM
KEPERAWATAN TRANSKULTURAL
Oleh Ari Setyawati
3.1 Pendahuluan
Budaya merupakan pandangan dunia ditunjukkan oleh
sekelompok individu yang ditransfer secara sosial. Budaya tersebut
mempengaruhi kepercayaan, nilai, norma, dan perilaku individu
yang tercermin dalam bahasa, makanan, pakaian dan lembaga
sosial. Budaya secara signifikan mempengaruhi aspek kehidupan
manusia, termasuk kesehatan. Tren multikultural muncul karena
adanya globalisasi dan imigrasi massal (Albougami, Pounds and
Alotaibi, 2016). Saat ini resesi disertai dengan pergerakan populasi
secara global menimbulkan tantangan baru bagi penyedia layanan
kesehatan (Pulido-Fuentes et al., 2017). Globalisasi dan
pertumbuhan populasi imigran mengakibatkan perawat harus
mampu merawat pasien dari berbagai budaya untuk dilakukan
perawatan yang tepat dengan mempertimbangkan berbagai
kebutuhan pasien (Vázquez-Sánchez et al., 2021).
Setiap budaya memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Perbedaan tersebut harus dihormati dan individu harus
diperlakukan sebagai makhluk unik. Individu yang berasal dari ras
yang sama dapat berbeda secara budaya. Ras adalah klasifikasi
sosial berdasarkan karakteristik fisik seperti warna kulit. Demikian
juga dengan etnis yang menunjukkan keanggotaan budaya
berdasarkan orang-orang yang memiliki karakteristik budaya yang
25
sama (Albougami, Pounds and Alotaibi, 2016). Keragaman budaya
dapat menghambat perawat dalam penyediaan perawatan yang
memadai dan efektif, khususnya jika perawat kurang pengetahuan
dan ketrampilan dalam pengkajian dan intervensi kesehatan
terhadap budaya yang dimiliki pasien. Sebagai akibatnya, dapat
terjadi hubungan interpersonal yang tidak memadai dan
ketidakseimbangan antara perawatan dengan hasil yang diperoleh
(Alizadeh and Chavan, 2016).
Perawatan yang kompeten secara budaya dapat mengurangi
ketidakseimbangan dan meningkatkan hubungan positif antara
kompetensi budaya perawat dan kepuasan pasien, serta hubungan
positif antara self-efficacy perawat dengan kepatuhan pengobatan
pada pasien (Vázquez-Sánchez et al., 2021). Pengambilan
keputusan dalam perawatan pasien melibatkan banyak
pertimbangan penting termasuk sikap pasien dan bagaimana
mereka bereaksi terhadap pengobatan, oleh karena itu
kemampuan adaptasi perawat sangat penting terutama ketika
munculnya keragaman budaya yang dapat mempengaruhi mutu
pelayanan yang diberikan kepada pasien (Higginbottom et al.,
2011).
Untuk terlaksananya praktik keperawatan yang bersifat
humanis, perawat perlu memahami landasan teori dan praktik
keperawatan berdasarkan budaya. Keberhasilan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan tergantung pada kemampuan
mensintesis konsep antropologi, sosiologi dan biologi dengan
konsep caring, proses keperawatan, dan komunikasi interpersonal
ke dalam konsep keperawatan transkultural (Fawcett, 2005).
26
universal dan berbasis budaya untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kesehatan, membantu klien mengatasi penyakitnya dengan
cara yang cerdas dan tanggap secara budaya (Albougami, Pounds
and Alotaibi, 2016). Konsep dasar keperawatan transkultural
terbagi menjadi dua yaitu kompetensi budaya dan keamanan
budaya (Vázquez-Sánchez et al., 2021) :
1. Kompetensi budaya
Kompetensi budaya adalah kemampuan melakukan tugas
professional secara efektif dalam budaya orang lain dengan
ketrampilan yang membutuhkan pengetahuan, ketrampilan
dan kesadaran akan budaya (Vázquez-Sánchez et al., 2021).
Kompetensi budaya berarti mempertimbangkan semua
faktor budaya yang berperan ketika ada yang terlibat dalam
setiap proses interaktif baik bidang kesehatan atau lainnya,
dimana terdapat hubungan intersubjektivitas dan
refleksivitas dengan melibatkan pertimbangan etik (Pulido-
Fuentes et al., 2017). Kompetensi budaya mengacu pada
seperangkat budaya praktik, perilaku dan kebijakan yang
memungkinkan profesioinal keperawatan memberikan
pelayanan berkualitas tinggi dalam berbagai lintas budaya.
Kompetensi budaya tersebut merupakan syarat penting
dalam keperawatan, yang bertujuan tidak hanya
menfasilitasi perawatan kelompok pasien minoroitas ras
tau etnis saja, tetapi juga bertujuan meningkatkan
pelayanan kesehatan dengan mempertimbangkan
perbedaan usia, jenis kelamin, agama dan status sosial
ekonomi (Albougami, Pounds and Alotaibi, 2016).
Pengembangan kompetensi budaya adalah proses
evolusioner yang memerlukan niat dan usaha dari perawat,
pendidikan yang efektif dan dukungan organisasi.
Keberhasilan dapat berupa pemberdayaan diri,
memberikan keamanan budaya pada pasien, dan
27
meningkatkan kesehatan masyarakat (Sharifi, Adib-
Hajbaghery and Najafi, 2019).
2. Keamanan budaya
Keamanan budaya membutuhkan perawat yang memiliki
pengetahuan diri, dan menyadari dampak potensial dari
budaya perawat terhadap pasien, selanjutnya mengenali
interaksi klinis pada pasien yang berbeda kebudayaan. Oleh
karena itu, penyedia layanan kesehatan harus
mempertanyakan sikap perawat, asumsi, stereotip dan bias
yang dapat mengurangi kualitas pelayanan kesehatan yang
diberikan (Curtis et al., 2019). Professional kesehatan,
terutama perawat harus berusaha memahami dan belajar
tentang budaya yang berbeda-beda. Pemahaman latar
belakang agama dan budaya pasien bermanfaat dalam
memberikan pelayanan kesehatan, sehingga dapat
menyebabkan profesional kesehatan mengevaluasi
keyakinan budaya dan agama mereka sendiri yang
selanjutnya dapat mempengaruhi praktik mereka.
Kesadaran akan budaya ditunjukkan dengan adanya
kesadaran diri individu tentang latar belakang, perbedaan
dan bias budaya diri sendiri. Akulturasi menandakan proses
belajar tentang budaya baru. Perawat harus beradaptasi
dengan budaya yang berbeda dengan melakukan modifikasi
praktik keperawatan (Albougami, Pounds and Alotaibi,
2016).
28
1. Human care and caring
Konsep human care and caring mengacu pada manifestasi
dari masalah dengan cara membimbing, mendukung,
membangun dan menfasilitasi untuk membantu diri sendiri
dan antisipasi terhadap kebutuhan untuk meningkatkan
kesehatan dan menghadapi ketidakmampuan atau
kematian.
2. Budaya
Budaya mengarah pada pola kehidupan, nilai, kepercayaan,
norma, simbol dan praktik individu, kelompok atau institusi
yang belajar, berbagi dan biasanya diwariskan dari satu
generasi ke generasi lainnya.
3. Culture care
Culture care berkaitan dengan kemampuan kognitif untuk
mengetahui nilai kepercayaan dan pola ekspresi yang
digunakan untuk membimbing, mendukung atau
memberikan kesempatan kepada individu, keluarga,
kelompok untuk mempertahankan kesehatan, berkembang
dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan serta
mencapai kematian yang damai.
4. Culture care diversity
Culture care diversity berhubungan dengan keragaman
budaya dan perbedaan kepercayaan dalam merawat, pola,
makna, nilai simbol dan kehidupan manusia.
5. Culture care university
Culture care university mengarah pada kesamaan budaya
berdasarkan makna pelayanan (kebenaran), pola, nilai,
simbol dan jalan hidup yang menggambarkan perawatan
sebagai bentuk kemanusiaan yang universal.
6. Cara pandang
Cara pandang berkaitan dengan cara individu atau
kelompok melihat dan mengetahui dunia dengan nilai,
29
pendirian, gambaran atau perspektif mengenai dunia dan
kehidupan.
7. Dimensi budaya dan struktur sosial
Dimensi budaya dan struktur sosial mengarah pada
dinamika, holistik dan pola yang saling berhubungan dari
struktur kebudayaan termasuk agama, sosial, karakteristik
politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, nilai-nilai budaya,
filosofi, sejarah dan bahasa.
8. Konteks lingkungan
Konteks lingkungan berhubungan dengan totalitas dari
suatu lingkungan (fisik, geografis dan sosiokultural), situasi
atau kegiatan yang berhubungan dengan pengalaman yang
memberikan arti dalam memaknai bertujuan untuk
mengarahkan ekspresi manusia dan diskusi dengan sumber
dengan melihat situasi lingkungan.
9. Ethnohistory
Ethnohistory berkaitan dengan urutan dari suatu fakta,
kegiatan atau pengembangan, perpanjangan waktu seperti
yang diketahui atau dokumentasi mengenai budaya
manusia.
10. Emic
Emic berkaitan dengan sudut pandang local atau pribumi
dan nilai suatu fenomena.
11. Etik
Etik mengarah pada pandangan umum dan nilai mengenai
sebuah fenomena.
12. Kesehatan
Kesehatan berkenaan dengan kesejahteraan atau derajat
kesembuhan yang membentuk suatu kebudayaan, penilaian
dan dilaksanakan pada individu atau kelompok dan
membangun kegiatan sehari-hari.
30
13. Transcultural nursing
Transcultural nursing berkaitan dengan area formal dari
kemanusiaan dan ilmu pengetahuan serta praktik yang
berfokus pada fenomena perawatan budaya secara
menyeluruh (caring) serta kompetensi individu atau
kelompok dalam menjaga atau menumbuhkan kesehatan
(kesejahteraan) yang berkaitan dengan ketidakmampuan,
kematian dan kondisi manusia lain pada budaya yang sama
dan saling menguntungkan.
14. Culture care preservation or maintenance
Culture care preservation or maintenance berkaitan dengan
pendampingan, dukungan, fasilitatif atau pembangun
tindakan professional dan keputusan yang membantu
seseorang dengan budaya tertentu, menjaga dan
mempertahankan makna dari nilai perawatan dan jalan
hidup mencapai kesejahteraan, pulih dari penyakit atau
sepakat dengan kendala dan kematian.
15. Culture care accommodation or negotiation
Culture care accommodation or negotiation berhubungan
dengan dukungan pendampingan, fasilitatif atau
membangun aksi professional dan keputusan yang
membantu manusia menyusun kebudayaan sehingga
mampu menyesuaikan atau bernegosiasi dengan orang lain
untuk sebuah makna atau arti, keuntungan dan outcome
pertahanan kesehatan.
16. Culture care repatterning or restructuring
Culture care repatterning or restructuring mengarah pada
dukungan pendampingan, fasilitatif atau membangun aksi
profeional dan keputusan yang membantu klien untuk
memesan kembali, mengubah atau memodifikasi jalan
hidup yang baru, berbeda dan outcome kesehatan yang
lebih menguntungkan.
31
17. Culturally component nursing care
Culturally component nursing care berkaitan dengan
penggunaan perawatan berdasarkan budaya dan
pengetahuan kesehatan yang sensitive, kreatif, dan
mengandung arti, menyesuaikan dengan kebutuhan
individu atau kelompok yang menguntungkan bagi
kesehatan dan kesejahteraan, ketidakmampuan
menghadapi penyakit atau kematian.
32
mengandalkan pengetahuan, praktik berbasis bukti, dan
penelitian.
Profesi mempertimbangkan kebutuhan fisik, spiritual
dan budaya pasien. Pemahaman menyeluruh tentang
kebutuhan ini menfasilitasi pencapaian klinis yang
diinginkan. Selain itu, model leininger membantu
professional kesehatan untuk menghindari stereotip pada
pasien. Model ini menggunakan tiga konsep untuk mencapai
tujuan tersebut yaitu perawatan budaya pemeliharaan /
pelestarian, negosiasi / akomodasi perawatan budaya, dan
restrukturisasi / pembentukan kembali perawatan budaya.
Pelestarian budaya mengacu pada penyediaan dukungan
perawat untuk praktik budaya seperti menggunakan
akupresur atau akupunktur untuk mengurangi kecemasan
dan nyeri sebelum dilakukan intervensi medis. Negosiasi
budaya merujuk pada dukungan yang diberikan pada
pasien dan anggota keluarganya dalam melakukan kegiatan
budaya yang tidak menimbulkan ancaman terhadap
kesehatan pasien atau individu lain dalam pengaturan
perawatan kesehatan. Restrukturisasi budaya mengacu
pada upaya perawat untuk melakukan perawatan yang
berpusat pada pasien dengan membantu pasien
memodifikasi atau mengubah kegiatan budaya.
Restrukturisasi budaya disarankan hanya jika praktik
budaya dapat membahayakan pasien atau orang lain yang
ada di lingkungan sekitarnya.
2. Transkultural Assesment model ( Giger dan Davidhizar)
Model ini menekankan pentingnya
mempertimbangkan setiap individu yang unik dalam
budayanya. Menurut Giger dan Davidhizar, terdapat enam
dimensi umum budaya meliputi komunikasi, ruang,
organisasi sosial, waktu, kontrol lingkungan, dan variasi
biologis.
33
a. Dimensi pertama adalah komunikasi yaitu proses
holistik dari interaksi manusia dan tingkah laku
menggunakan komunikasi (verbal, non verbal, dan
tertulis), ekspresi, bahasa dan dialek, nada, volume
suara, konteks, emosional, ekspresi wajah, gerak tubuh,
dan bahasa tubuh. Bahasa dapat menjadi penghalang
kesehatan yang berkualitas karena kesalahfahaman dan
kegagalan dalam berkomunikasi
b. Dimensi kedua adalah ruang, merupakan jarak yang
dipertahankankan antara individu yang berinteraksi
berbeda menurut latar belakang budaya individu.
Konsep ruang melibatkan tiga pola perilaku yaitu
keterikatan dengan benda-benda di lingkungan, postur
tubuh, dan pengaturan gerakan
c. Dimensi ketiga adalah organisasi sosial yaitu bagaimana
budaya tertentu mengelompokkan diri sesuai dengan
keluarga, keyakinan dan tugas. Dimensi ini
mengharuskan perawat menyadari bahwa perilaku
pasien dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
orientasi seksual, pengakuan dan penggunaan gelar,
peraturan pengambilan keputusan. Kesadaran akan
dimensi ini akan membantu perawat menghindari
anggapan menghina atau tidak sopan.
d. Dimensi keempat adalah waktu yang mirip dengan
organisasi sosial dalam hal pengaruh. Waktu dibagi
menjadi kelompok berorientasi jam dan berorientasi
sosial. Kelompok berorientasi jam terpaku pada waktu
itu sendiri, dan individu berusaha untuk menepati janji
agar tidak terlihat tidak sopan dan defensif. Sedangkan
waktu berorientasi perilaku kelompok sosial
menekankan disini dan sekarang. Orang seperti itu
memahami waktu sebagai spektrum fleksibel yang
34
ditentukan dengan durasi kegiatan, suatu kegiatan tidak
dimulai sampai acara sebelumnya telah berakhir.
e. Dimensi kelima adalah kontrol lingkungan, yang
berimplikasi pada bagaimana orang memandang faktor
internal dan eksternal masyarakatnya, seperti
keyakinan dan pemahaman tentang bagaimana
terjadinya penyakit, bagaimana penyakit itu harus
diobati, dan bagaimana caranya kesehatan terjaga.
f. Dimensi keenam adalah orientasi biologis. Ras
bervariasi secara biologis karena perbedaan DNA dan
beberapa ras lebih rentan terhadap penyakit tertentu.
35
dan professional kesehatan. Purnell menganggap domain
tersebut penting dalam evaluasi domain sifat dan
karakteristik berbagai suku bangsa. Model ini dapat
digambarkan dengan bingkai yang mewakili masyarakat
secara umum, sedangkan lingkaran luar mencerminkan
komunitas. Lingkaran kedua menandakan keluarga dan
lingkaran terdalam menggambarkan individu.
a. Domain pertama adalah budaya dan warisan meliputi
Negara asal, pengaruh geografis, politik, ekonomi, status
pendidikan, dan profesi
b. Domain kedua adalah pengertian penting yang relevan
dengan komunikasi, seperti bahasa utama dan dialek,
keefektifan dan kenyamanan bahasa, perbedaan
paralinguistik dan komunikasi non verbal
c. Domain ketiga adalah peran keluarga dan organisasi
melibatkan kepala rumah tangga menurut jenis kelamin,
dan umur
d. Domain keempat adalah masalah ketenagakerjaan
termasuk akulturasi, otonomi dan hambatan bahasa
e. Domain kelima meliputi factor ekologi biokultural yang
mencakup perbedaan yang dapat diamati sehubungan
dengan etnis dan ras seperti warna kulit dan variasi fisik
lainnya.
f. Domain keenam adalah perilaku berisiko tinggi seperti
menggunakan tembakau, alkohol dan narkoba.
g. Domain ketujuh adalah nutrisi dan tergantung pada
tempat asal, individu atau kelompok terbiasa dengan
makanan tertentu dan makna menarik dari makanan
yang mereka makan. Konsumsi makanan yang berkaitan
dengan ritual tertentu dan mempengaruhi kesehatan.
Beberapa kelompok etnis menderita keterbatasan dan
kekurangan gizi,
36
h. Domain kedelapan adalah kehamilan. Kehamilan
dipandang berbeda karena terdapat banyak keyakinan
yang menyertai fase kehidupan. Tindakan melahirkan
dan periode post partum melibatkan praktik-praktik
tertentu yang perlu pertimbangan ketika berhubungan
dengan kelompok etno-budaya tertentu
i. Domain kesembilan adalah ritual kematian. Persepsi
tentang kematian berbeda dari satu budaya dengan
budaya lainnya. Hal ini berkaitan dengan bagaimana
menerima kematian, ritual apa yang dilakukan, dan
bagaimana caranya seseorang berperilaku setelah
kematian
j. Domain kesepuluh adalah spiritualitas yang meliputi
praktik keagamaan, penggunaan doa, kekuatan individu,
makna hidup dan bagaimana spiritualitas berhubungan
dengan kesehatan.
k. Domain kesebelas mencerminkan praktik kesehatan.
Domain ini termasuk tanggung jawab untuk kesehatan
dan hambatan yang harus diatasi untuk mencapai hasil
kesehatan yang baik. Praktik kesehatan meliputi praktik
tradisional, praktik keagamaan, penyakit kronis,
pengobatan dan rehabilitasi, praktik kesehatan mental,
peran orang sakit
l. Domain keduabelas adalah perawatan kesehatan
professional melibatkan persepsi dan peran kesehatan
tradisional dan praktik rakyat.
37
konsekuensi yang ditimbulkan oleh faktor-faktor tertentu
tetapi sebagai suatu proses. Kompetensi budaya merupakan
proses dimana perawat mencoba untuk mencapai efisiensi
yang lebih besar dan kemampuan untuk bekerja di
lingkungan yang beragam budaya sambil merawat pasien
sebagai individu, keluarga dan kelompok. Perawat
melakukan proses pengembangan kapasitas untuk
memberikan perawatan yang efisien dan berkualitas tinggi
untuk mencapai kompetensi budaya. Lima komponen dalam
kompetensi budaya antara lain :
a. Melibatkan kesadaran budaya, yaitu sebuah proses
dimana professional kesehatan secara sadar mengakui
latar belakang budaya mereka sendiri, yang membantu
mereka menghindari bias terhadap budaya lain
b. Ketrampilan budaya yaitu kemampuan untuk
memperoleh informasi yang diperlukan dari pasien
melalui perilaku yang sesuai dengan budaya dan
penilaian fisik.
c. Pengetahuan budaya merupakan sebuah proses dimana
professional kesehatan membuka pikiran mereka untuk
memahami variasi dalam budayadan ciri-ciri etnis yang
berkaitan dengan sikap pasien terhadap penyakit
d. Pertemuan budaya dengan cara menghindari stereotip
melalui interaksi antara profesional layanan kesehatan
dan anggota budaya yang berbeda-beda.
e. Hasrat budaya merupakan kekuatan yang mendorong
seseorang untuk menjadi terdidik, terampil, cakap dan
sadar budaya.
38
terkait pendidikan dan praktik keperawatan transkultural. Para
kritikus berpendapat bahwa model ini berfokus secara eksklusif
pada keragaman budaya, bias dan pandangan konvensional serta
ketidakadilan antara perawat dan pasien. Sebaliknya, model ini
diberikan pujian karena caranya yang jelas dan sederhana dalam
mengevaluasi budaya masyarakat (Higginbottom et al., 2011).
Brathwaite membandingkan beberapa model keperawatan
transkultural menggunakan beberapa kriteria meliputi:
kelengkapan, keselarasan logis, kejelasan konseptual, tingkat
abstraksi, utilitas klinis dan perspektif. Model kompetensi budaya
menurut Campinha-Bacote memenuhi kriteria Brathwaite yaitu
menggabungkan lima komponen (kesadaran budaya, ketrampilan
budaya, pengetahuan budaya, pertemuan budaya dan hasrat atau
keinginan budaya) yang membangun satu sama lain dalam
perkembangan yang logis, memberikan hasil untuk intervensi,
deskripsi yang jelas tentang proses dan manfaat klinis secara
langsung dalam mengoptimalkan perencanaan keperawatan.
Beberapa literature menunjukkan bahwa model Campinha-Bacote
paling sering digunakan sebagai kerangka kerja untuk penelitian.
Selain itu, beberapa penulis menunjukkan bahwa model Campinha-
Bacote cocok sebagai kerangka untuk menggabungkan kompetensi
budaya kedalam praktek keperawatan dan memiliki daya tarik
yang lebih karena membantu dalam menangani kompetensi
budaya sehubungan dengan pemberian layanan kesehatan.
Perawat mendapatkan keuntungan dari model Leininger dengan
mempelajari metode sederhana untuk mengeksplorasi budaya
professional. Giger dan Davidhizar mampu meningkatkan
pemahaman pada proses observasi dan refleksi. Disisi lain, model
Purnell berasumsi bahwa kompetensi budaya dan kerangka kerja
melibatkan perspektif yang lebih luas dan berlaku pada semua
lingkungan perawatan kesehatan dan disiplin praktik (Albougami,
Pounds and Alotaibi, 2016).
39
Salminen et al menunjukkan pentingnya mengakui demontrasi
kompetensi. Mereka menawarkan rekomendasi untuk menghadapi
tantangan masa depan yang berkaitan dengan pendidikan
keperawatan. Misalnya, merekomendasikan kompetensi mata
kuliah mahasiswa keperawatan dan praktik perawat dalam
kurikulum dan pendidikan berkelanjutan. Oleh karena itu perlu
memastikan ketentuan pendidikan keperawatan yang bermutu
tinggi dipandu oleh pedoman lokal, nasional dan internasional yang
mengarah pada standar budaya praktik keperawatan untuk
menyebarkan pengetahuan melalui kegiatan lintas budaya dan
mendorong pemahaman tentang keragaman populasi (Salminen et
al., 2010)
Kritik pada teori keperawatan transkultural “Culture Care of
Diversity and Universality” dilakukan menggunakan panduan kritik
teori dari Meleis (Meleis, 2012) yaitu :
40
No Kriteria Unit analisis Kritik
pola perilaku dengan tujuan untuk
mengembangkan badan
pengetahuan dan keilmuan untuk
memberikan praktik asuhan
keperawatan pada budaya yang
spesifik dan universal
Kesederhanaan Teori ini sekilas terlihat
dan sederhana, karena teori tersebut
kompleksitas mendasari dari segi budaya.
Tetapi bila dilihat secara dekat,
teori ini sangat kompleks, karena
banyak konsep yang sifatnya
komprehensif yang ditekankan
sehingga dapat diaplikasikan
secara luas dalam bidang
keperawatan. Teori ini bersifat
luas, sehingga banyak dimasukkan
dalam berbagai kasus yang ada di
rumah sakit ataupun komunitas.
Teori ini bersifat komprehensif
dan holistik yang dapat
memberikan pengetahuan kepada
perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan dengan latar
belakang budaya yang berbeda
Tautology/ Teori ini menekankan
teleology keberhasilan klien
mempertahankan budaya yang
sesuai dengan kesehatan,
mengurangi budaya klien yang
tidak sesuai dengan kesehatan
atau beradaptasi dengan budaya
baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya
yang dimiliki klien. Melalui
evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan
latar belakang budaya klien. Pada
teori ini, penjelasan berulang dari
41
No Kriteria Unit analisis Kritik
ide pokok teori dan konsep tidak
terlalu banyak sehingga tautology
tidak terlalu kuat. Definisi dari
teori dan konsep sangat jelas,
sehingga teologinya juga tidak
terlalu kuat
2 Diagram Visual dan grafik Teori ini selain dijelaskan melalui
presentasi narasi konsep, juga dideskripsikan
melalui diagram tentang
hubungan masing-masing konsep,
sehingga mudah dipahami. Arah
hubungan antar konsep
dideskripsikan dengan jelas. Pada
teori ini diagram dinyatakan
dengan simbol sunrise model atau
matahari terbit
Logical Simbol sunrise pada teori ini
representation menggambarkan tentang suatu
kekuatan untuk memulai pada
puncak dari model dengan
pandangan dunia dan
keistimewaan
mempertimbangkan arah yang
membuka pikiran yang mana
dapat mempengaruhi kesehatan
dan perawatan atau menjadi
dasar penelitian berfokus pada
keperawatan professional dan
sistem perawatan kesehatan
secara umum. Masalah dan
intervensi keperawatan tidak
tampak pada teori ini. Demikian
juga masalah keperawatan tidak
selalu sesuai apa yang menjadi
pandangan klien. Model ini
merupakan suatu alat yang
produktif untuk memberikan
panduan dalam pengkajian dan
perawatan yang sejalan dengan
42
No Kriteria Unit analisis Kritik
kebudayaan serta penelitian
ilmiah
Clarity Teori ini tertuang dalam konsep
diagram, dalam bentuk sederhana
dikemas secara jelas dan mudah
dipahami sangat membantu kita
sebagai pembaca dalam
pemaparan konsep
3 Circle of Geographical Teori cultural care lahir dalam
Contegiousnes origin of theory praktik pada saat Leininger
s and menemukan bahwa banyak staff
geographical yang kurang memahami
spread mengenai faktor-faktor budaya
yang mempengaruhi perilaku
anak-anak dengan latar belakang
budaya berbeda-beda. Leininger
melihat bahwa para perawat tidak
menampilkan asuhan
keperawatan yang adekuat dalam
menolong anak dan dihadapkan
pada berbagai pertanyaan
mengenai perbedaan budaya
diantara anak-anak tersebut dan
hasil terapi yang didapatkan.
Pengetahuan dan pemahaman
tentang ilmu antropologi sangat
diperlukan agar dapat
memberikan asuhan keperawatan
berdasarkan budaya. Pelaksanaan
teori leininger memerlukan
penggabungan dari teori
keperawatan yang lainnya yang
terkait seperti teori self care, teori
adaptasi dan lain-lain.
4 Usefulness Praktik Teori culture care merupakan
keperawatan teori aplikatif untuk digunakan
dalam lahan praktik keperawatan
karena dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan seorang perawat
43
No Kriteria Unit analisis Kritik
perlu memahami norma-norma
dan budaya klien sehingga klien
dapat mempertahankan kualitas
hidupnya sesuai dengan budaya
klien atau dapat dimodifikasi
dengan budaya yang ada.
Perawat dapat menggunakan teori
kultural karena dalam teori ini
perawat dapat memberikan
pelayanan berdasarkan budaya.
a. Direction Dalam memberikan asuhan
keperawatan dari segi pengkajian
dapat diterapkan secara langsung.
Akan tetapi dalam implementasi
tidak bisa diterapkan secara
langsung. Teori ini harus
dikonsepsikan secara khusus pada
populasi misalnya perawatan
budaya pada tunawisma
b. Applicabili Teori ini dapat diaplikasikan
ty sesuai dengan penjelasan
c. Generaliza Teori ini tidak dapat
tion digeneralisasikan untuk setiap
populasi
d. Cost Dalam penerapan teori secara
effectivene langsung tidak membutuhkan
ss biaya karena modal dari
penerapan teori ini adalah
pendekatan budaya yang sesuai.
Akan tetapi untuk penentuan dan
pengembangan pendekatan
budaya ini membutuhkan alokasi
waktu dan biaya
e. Relevance Teori ini memiliki relevansi pada
praktik keperawatan saat ini,
dimana setiap masyarakat
maupun kondisi populasi khusus
(misalnya tunawisma)
44
No Kriteria Unit analisis Kritik
membutuhkan tindakan
keperawatan dengan pendekatan
budaya
Penelitian Teori Leininger bisa digunakan
dalam pendekatan metodologi
pada penelitian etnografi yang
memungkinkan perawat untuk
mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya
setiap individu. Teori ini
memberikan kerangka dan
hipotesis yang sangat bermanfaat
bagi mahasiswa dalam penelitian.
Penelitian tentang teori ini
berpusat dalam penerapan
asuhan keperawatan pada
manusia yang tidak terpisah
dengan budaya.
a. Consistency Aplikasi teori dalam keperawatan
dengan pendekatan etnonursing
memiliki konsistensi yang sama
pada hasil penelitian. Misalnya
pengembangan pendekatan
keperawatan yang sesuai budaya
untuk membentuk keperawatan
b. Testability Teori culture care merupakan
grand theory yang memiliki
keabstrakan tinggi sehingga sulit
untuk dites secara empiris
c. Predictabili Teori ini dapat digunakan untuk
ty memprediksi fenomena yaitu
untuk memprediksi pendekatan
keperawatan yang sesuai pada
masyarakat dengan budaya
tertentu
Pendidikan Teori Leininger mengajarkan
kepada perawat bahwa asuhan
keperawatan dalam konteks
45
No Kriteria Unit analisis Kritik
budaya digambarkan dalam
bentuk sunrise model yang
menjelaskan proses
keperawatan dapat digunakan
oleh perawat sebagai landasan
berpikir dan memberikan
solusi terhadap permasalahan
pasien, dimana pengetahuan
yang dimiliki dihubungkan
dengan pendidikan
keperawatan transkultural
untuk membantu perawat
dalam memahami perbedan
budaya dalam konsep
paradigm keperawatan. Dalam
pendidikan, teori ini sangat
bermanfaat bagi mahasiswa,
jadi mahasiswa dapat
menerapkan asuhan
keperawatan dengan baik.
Teori dan penelitiannya telah
membantu mahasiswa
keperawatan untuk memahami
perbedaan budaya dalam
perawatan, manusia, kesehatan
dan penyakit.
a. Philosophi Teori dan konsep tidak terdapat
cal pernyataan filosofis, semuanya
statement dijelaskan dengan lugas.
b. Objectives Teori ini dapat diaplikasikan
dalam pendidikan
c. Concept Konsep dari teori culture care ini
dapat digunakan dalam
pembentukan poin-poin dalam
penyusunan kurikulum. Setiap
definisi konsep dapat dijadikan
acuan dalam pembelajaran teori
ini
46
No Kriteria Unit analisis Kritik
Pengelolaan Teori ini mempunyai peran dalam
pasien pengelolaan administrasi, tetapi
(administration) dalam pelaksanaannya teori ini
bersifat sangat luas dan belum
bisa berdiri sendiri sehingga perlu
adanya teori lain yang mendukung
pengelolaan administrasi yang
lebih spesifik antara lain struktur
organisasi dan sistem
pengklasifikasian pasien.
a. structure of Struktur perawatannya
care disesuaikan dengan budaya
masing-masing pasien.
b. organization Pada tahun 1974, dibentuk The
of care National Transkultural Society.
Akan tetapi di Indonesia,
kelompok belum menemukan
organisasi dibidang
keperawatan transkultural
c. guideline of Teori yang dikonsepsikan pada
care setiap budaya dan kondisi
spesifik pasien dapat digunakan
sebagai panduan dalam
perawatan pasien dengan
pendekatan budaya.
d. patient of Teori ini, dapat digunakan untuk
classification membantu mengklasifikasikan
sistem pasien berdasarkan budayanya,
agar bisa diberikan pendekatan
keperawatan yang sesuai. Selain
itu, bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan pasien
berdasarkan kondisi khusus,
seperti tunawisma, pada pasien
end of life.
5 Nilai Leininger merupakan ahli
personal dalam bidang antropologi, Nilai
– nilai personal dalam teori ini
47
No Kriteria Unit analisis Kritik
dijabarkan dalam nilai eksplisit
dan nilai implisit.
Nilai eksplisit dalam teori ini
menjelaskan tentang
transkultural nursing sebagai
area inti keperawatan yang
berfokus pada studi
perbandingan dan analisis
berbagai macam budaya
diseluruh dunia yang
mempertimbangkan aspek nilai,
ucapan, sehat sakit dan
kebiasaan sehingga dapat
disimpulkan bahwa tujuan teori
ini adalah menemukan berbagai
macam cara dalam merawat
klien dengan berbagai sudut
pandang dunia (worldview)
dengan tujuan memelihara
kesehatan ataupun menghadapi
kematian dan proses berduka
dengan pendekatan budaya
Nilai implisit, teori ini
menjelaskan konsep
keperawatan yang didasari oleh
pemahaman tentang adanya
perbedaan nilai-nilai budaya
yang melekat dalam
masyarakat. Leininger
berpendapat bahwa amat
penting memperhatikan
keanekaragaman budaya dan
nilai-nilai dalam penerapan
asuhan keperawatan. Apabila
hal-hal tersebut tidak
diperhatikan oleh perawat
maka akan terjadi “cultural
shock” dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan
48
No Kriteria Unit analisis Kritik
perbedaan nilai budaya dan
kepercayaan yang akan
menimbulkan rasa tidak
nyaman terhadapkan asuhan
keperawatan yang dilakukan
oleh perawat yang akan
berakibat pada penurunan
kualitas pelayanan
keperawatan.
6 Kongruensi Complementary Florence Nightingle
dengan nilai- mengembangkan suatu konsep
nilai bahwa perawatan (caring),
professional Leininger mengafirmasi
yang lain pentingnya perawatan (caring)
untuk profesi keperawatan
melalui pengembangan teori
Culture Care ini yang
dilatarbelakangi oleh
keprihatinannya pada
kekurangan perawat dalam
memahami faktor-faktor
budaya yang mempengaruhi
outcome perawatan. Dengan
adanya teori ini, perawat
mampu memahami pentingnya
pertimbangan aspek budaya
dalam memberikan perawatan
pada pasien. Dari pemamaran
tersebut, maka dapat
disimpulkan teori Culture Care
melengkapi dan memperkaya
konsep caring.
Esotericism Teori Culture Care yang
(membatas melingkupi transkultural nursing
ilmu/ telah dikenal oleh banyak orang,
informasi) terutama kalangan perawat. Lebih
dari 50 perawat baik dengan latar
belakang pendidikan doktoral,
magister, maupun sarjana telah
49
No Kriteria Unit analisis Kritik
disiapkan dalam transkultural
nursing dan menggunakan teori
Leininger, yaitu Culture Care
Theory. Pada tahun 1974, muncul
lembaga transkultural nursing
society yang merupakan suatu
wadah sharing informasi. Anggota
dari lembaga tersebut aktif
mempublikasikan ide-ide
mengenai transkultural nursing
yang berfokus pada dimensi
teoritis substantive, penelitian,
dan praktik. Pada tahiun 1989,
terbentuk Journal of Transkultural
Nursing.
Leininger memiliki website resmi
yaitu http://www.madeleine-
leininger.com. Di dalamnya
terdapat overview tentang teori
culture care diversity and
universality dan berbagai
informasi yang dibutuhkan untuk
mempelajari teori tersebut. Dari
berbagai pemaparan tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat exotericism atau
pembatasan ilmu/ informasi
tentang teori yang dikembangkan
oleh Leininger ini. Setiap orang
memiliki kesempatan yang sama
untuk menerapkan maupun
mengakses sumber-sumber teori
tersebut.
Competition Pada pertengahan tahun
1950an, belum terdapat dasar
pengetahuan yang digunakan
untuk menuntun pengambilan
keputusan dan tindakan
perawat dalam memahami
50
No Kriteria Unit analisis Kritik
perilaku berbasis budaya
sebagai suatu cara untuk
menyediakan perawatan
terapeutik. Leininger
mengambil gagasan “culture”
dari antroplogi dan “Care” dari
keperawatan dan
memformulasikan keduan
gagasan dominan tersebut
menjadi “Culture Care”.
Kemudian munculah teori
“cultural care diversity and
universality” dengan konsep
”sunrise model”.
7 Kongruensi Beliefs Teori keperawatan yang
dengan nilai- dikembangkan oleh Leininger
nilai sosial didasarkan atas keyakinan/
kepercayaan bahwa pendekatan
pemberian perawatan yang
didasarkan pada budaya pasien
akan memberikan outcome yang
tepat sasaran. Leininger
memiliki keyakinan bahwa
pasien menginginkan
perawatan yang diberikan
sesuai dengan budaya
kesehariannya. Pasien akan
merespon perawatan yang
diberikan oleh perawat dengan
baik sehingga proses perawatan
dapat berjalan dengan lancar.
Values Model teori yang dikembangkan
oleh Leininger difokuskan/
berbasis pada budaya pasien.
Dalam konsep sunrise model
yang menggambarkan teori
culture care, digambarkan
bahwa dalam memberikan
perawatan pada pasien,
51
No Kriteria Unit analisis Kritik
perawat harus memperhatikan
nilai-nilai pasien, yaitu nilai-
nilai budaya, kepercayaan, dan
gaya hidup serta pandangan
hidup di masyarakatnya.
Customs Model perawatan dari culture
care theory ini selain
didasarkan atas nilai-nilai
budaya pasien, juga disesuaikan
dengan kharakteristik individu,
keluarga, kelompok, maupun
komunitas itu sendiri. Dalam
konsep sunrise model yang
menggambarkan teori culture
care, digambarkan bahwa
dalam memberikan perawatan
pada pasien, perawat harus
memperhatikan faktor agama
dan filosofi masyarakat, faktor
kekeluargaan dan sosial, faktor
ekonomi, faktor tekhnologi,
faktor politik dan legal, dan
faktor pendidikan pasien.
8 Tingkat Value to Teori dan penelitian-penelitian
kepentingan humanity yang dibuat oleh Leininger dan
di lingkup berbagai hasil penelitian di
sosial bidang transkultural nursing
yang mensitasi teori Leininger
telah membantu mahasiswa-
mahasiswa keperawatan dan
perawat-perawat memahami
perbedaan budaya dan
pendekatan perawatan berbasis
budaya pada pasien. Secara
spesifik, teori Leininger ini
sangat bernilai dan bermanfaat
bagi setiap individu yang
dipandang sesuai dengan
karakteristik budaya dan
52
No Kriteria Unit analisis Kritik
geografisnya. Di dalam asumsi-
asumsi utama dalam teori
culture care, nilai-nilai manusia
dipandang sebagai berikut: (1)
setiap budaya manusia memiliki
pengetahuan mengenai
perawatan dan praktik
keperawatan yang umum
(semisal berdasarkan mitos dari
nenek moyangnya) dan
pengetahuan mengenai
perawatan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang berbeda-
beda antar budaya maupun
antar individu; (2) nilai-nilai
perawatan budaya,
kepercayaan, dan praktik
keperawatan dipengaruhi oleh
pandangan masyarakat, bahasa,
filosofi, agama (dan
spiritualitas), pertalian
keluarga, sosial, politik, legal,
edukasi, ekonomi, tekhnologi,
sejarah etnis, dan konteks
lingkungan budaya yang telah
mengakar di dalamnya.
53
perawatan pada masa awal pendidikan, kemudian termotivasi
menjadi keperawatan transkultural. Konsep keperawatan
transkultural merupakan komponen perawatan berdasarkan
pengalaman dan umpan balik positif dari klien. Leininger
mendapatkan culture shock atau gegar budaya saat bekerja di
panti asuhan anak. Saat itu Leininger menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangpahaman akan keragaman budaya
yang apabila berulang dapat menyebabkan perubahan pola
perilaku pada anak. Selain itu dapat menyebabkan kurangnya
memahami tuntutan klien akan perawatan dan kesehatan
(Albougami, Pounds and Alotaibi, 2016).
Model penilaian adalah panduan yang tepat untuk
menyampaikan ketrampilan yang diperlukan untuk perawatan
yang tanggap secara budaya dan kompeten sehubungan dengan
fenomena kesehatan. Model Leininger digunakan untuk menilai
dan memperkuat pengakuan perawat tentang keragaman
budaya. Medeline Leininger mengembangkan Sunrise model
sebagai konsep holistik untuk membantu dalam menemukan
beberapa dimensi yang berkaitan dengan prinsip-prinsip teori
culture care dan digunakan sebagai panduan melakukan proses
pembelajaran keperawatan (Melo, 2013). Pendekatan model
matahari terbit ini digunakan karena tidak setiap individu dari
budaya atau etnis yang sama mempunyai berperilaku dengan
cara yang sama. Kualitas pendidikan keperawatan menurun
karena tidak adanya pelatihan tentang keragaman budaya,
akibatnya terjadi jarak antara perawat dan klien. Masalah
tersebut membentuk paradigma baru dalam asuhan
keperawatan yang mengarahkan pada munculnya keperawatan
transkultural (Albougami, Pounds and Alotaibi, 2016).
54
Gambar 3.1 Sunrise Model
56
DAFTAR PUSTAKA
Albougami, A.S., Pounds, K.G. and Alotaibi, J.S. 2016. Nursing and
Health Care Comparison of Four Cultural Competence Models
in Transkultural Nursing : A Discussion Paper ClinMed’, 2(4),
pp. 1–5.
Aligood, M. 2014. Nursing Theorist and Their Work. 8th Ed. St
Louise: Elsevier Mosby.
Alizadeh, S. and Chavan, M. 2016. Cultural competence dimensions
and outcomes: a sistematic review of the literature’, Health
and Sosial Care in the Community, 24(6), pp. e117–e130.
doi:10.1111/hsc.12293.
Curtis, E. et al. 2019. Why cultural safety rather than cultural
competency is required to achieve health equity: A literature
review and recommended definition’, International Journal
for Equity in Health, 18(1), pp. 1–17. doi:10.1186/s12939-
019-1082-3.
Fawcett, J. 2005. Contemporary Nursing Knowledge: Analysis and
Evaluating of Nursing Model and Theorist. Philadelpia: F.A.
Davis Company.
Higginbottom, G.M.A. et al. 2011. Identification of nursing
assessment models / tools validated in clinical practice for
use with diverse ethno-cultural groups : an integrative review
of the literature. BMC Nursing, 10(1), p. 16.
doi:10.1186/1472-6955-10-16.
Meleis, A.I. 2012. Theoretical Nursing: Development and Progress.
5th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Melo, L.P. De. 2013. The Sunrise Model : a Contribution to the
Teaching of Nursing Consultation in Collective Health. 1(1),
pp. 20–23. doi:10.12691/ajnr-1-1-3.
57
Pulido-Fuentes, M. et al. 2017. Health Competence from a
Transkultural Perspective. Knowing how to Approach
Transkultural Care. Procedia - Sosial and Behavioral Sciences,
237(June 2016), pp. 365–372.
doi:10.1016/j.sbspro.2017.02.022.
Salminen, L. et al. 2010. Future challenges for nursing education - A
European perspective’, Nurse Education Today, 30(3), pp.
233–238. doi:10.1016/j.nedt.2009.11.004.
Sharifi, N., Adib-Hajbaghery, M. and Najafi, M. (2019) ‘Cultural
competence in nursing: A concept analysis’, International
Journal of Nursing Studies, 99.
doi:10.1016/j.ijnurstu.2019.103386.
Tucker, C.M. et al. 2015. A nalytic Patient-Centered , Culturally
SensitifHealth Care. XX(1), pp. 63–77.
doi:10.1177/1559827613498065.
Vázquez-Sánchez, M.Á. et al. 2021. Cultural adaptation and
validation of the Transkultural Self-Efficacy Tool for use with
undergraduate nursing students in Spain. Nurse Education
Today, 107. doi:10.1016/j.nedt.2021.105106.
58
BAB 4
PERKEMBANGAN IPTEK DALAM
APLIKASI KEPERAWATAN
TRANSKULTURAL
Oleh Nuniek Setyo Wardani
4.1 Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) adalah suatu
istilah yang sering didengar dan digunakan. Kata IPTEK sendiri
digunakan untuk menyebut suatu perkembangan baik dalam
bidang ilmu pengetahuan, maupun teknologi. IPTEK berjalan
seiring dengan perkembangan sejarah peradaban manusia,
yang berarti bahwa IPTEK telah ada sejak jutaan tahun yang
lalu, namun dengan istilah yang berbeda.
4.2 Pengertian
1. Pengertian Iptek Secara Umum
Pengertian IPTEK adalah akronim dari ilmu
pengetahuan dan teknologi berdasarkan pengetahuan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan beriringan
dalam membangun sebuah kemajuan perkembangan
global. Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang mempelajari
mengenai alam serta perilaku dunia fisik dengan alam
melalui metode ilmiah. Ilmu pengetahuan sendiri
didefinisikan sebagai proses mengamati,
mengidentifikasi, eksperimen, deskripsi, penyelidikan,
dan penjelasan teoritis mengenai fenomena alam
tersebut.
59
Teknologi adalah kumpulan teknik dan proses
yang digunakan dalam produksi barang atau jasa, serta
pencapaian tujuan seperti penyelidikan ilmiah. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah studi sistematis mengenai struktur dan
perilaku dunia fisik serta alam dan diterapkan dalam
pengetahuan yang bersifat ilmiah untuk mencapai
tujuan praktisnya (merdeka.com).
60
f. Naisbit (2002)
IPTEK adalah mengutip pemahaman tentang
teknologi dari berbagai macam hal berupa obyek
atau benda-benda yang berbeda dari manusia biasa.
g. Miarso (2007)
IPTEK atau teknologi adalah suatu bentuk proses
yang meningkatkan nilai tambah, diamana pada
proses berjalan dapat menggunakan atau
menghasilkan suatu produk tertentu dan tidak
terpisah dari produk lain yang ada.
h. Rogers (1994)
Teknologi adalah desain langkah-langkah penting
dalam meminimalkan keraguan tentang hubungan
sebab akibat dalam mencapai hasil yang diharapkan.
i. Sardar (1987)
Teknologi merupakan sarana untuk memecahkan
masalah mendasar dari peradaban manusia.
j. Poerbahawadja Harahap
Teknologi mengacu pada ilmu yang meneliti sistem
kerja di bidang teknik, serta mengacu pula pada ilmu
yang digunakan di pabrik-pabrik atau industri.
k. Manuel Castells (2004)
IPTEK adalah penerapan pengetahuan ilmiah untuk
pekerjaan tertentu dalam kondisi yang dapat
memungkinkan pengulangan.
l. Toynbee (2004)
IPTEK adalah karakteristik dari keberadaan
kemuliaan manusia, dimana teknologi dapat
mengaktifkan konstituen non materi dari kehidupan
manusia, perasaan, ide-ide, pikiran, intuisi, dan juga
ideal.
61
m. Merriam Webster
IPTEK adalah sebuah aplikasi atau implementasi
ilmu pengetahuan praktis.
62
diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara
fisik dan juga mental.
63
Ada beberapa jenis pengobatan tradisional yang
berkembang di Indonesia, diantaranya adalah :
a. Pengobatan tradisional dengan menggunakan
ramuan obat
b. Pengobatan tradisional dengan menggunakan
spiritual/ kebatinan
c. Pengobatan tradisional dengan menggunakan
peralatan
d. Pengobatan tradisional yang telah mendapat
pengarahan dan pengaturan pemerintah.
64
c. Pengobat Tradisional Pendekatan Agama
Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri atas
pengobat tradisional dengan pendekatan agama
Islam, Kristen, Katolik, Budha, dan Hindu.
d. Pengobat Tradisional Supranatural
Pengobat tradisional supranatural terdiri atas
pengobat tradisional tenaga dalam (prana),
paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan,
dan pengobat tradisional lainnya yang
menggunakan metode sejenis.
65
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
keilmuan. Pelatihan atau kursus pengobat
tradisional diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan,
Puskesmas, organisasi profesi di bidang kesehatan,
asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan
tradisional dan/atau instansi yang berwenang.
66
e. Pastiles
Pastiles adalah sediaan padat obat tradisional
berupa lempengan pipih umumnya berbentuk segi
empat, bahan bakunya berupa campuran serbuk
simplisia, sediaan galenik, atau campuran keduanya.
f. Kapsul
Kapsul adalah sediaan obat tradisional yang
terbungkus cangkang keras atau lunak, bahan
bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau
tanpa bahan tambahan.
g. Tablet
Tablet adalah sediaan obat tradisional padat
kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk
tabung pipih, silindris, atau bentuk lain, kedua
permukaannya rata atau cembung, terbuat dari
sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan.
h. Cairan Obat Dalam
Cairan obat dalam sediaan obat tradisional berupa
larutan emulsi atau suspensi dalam air, bahan
bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan
galenik dan digunakan sebagai obat dalam.
3. Pengobatan Modern
Pengobatan modern adalah cara-cara pengobatan
yang dilakukan berdasarkan penelitian ilmiah dan
berdasarkan pengetahuan dari berbagai aspek.
Pengobatan medis menggunakan beberapa terapan
disiplin ilmu pengetahuan dalam mengobati sebuah
penyakit, cara pemeriksaan dan diagnosa penyakit lebih
akurat dari pengobatan tradisional. Pengobatan modern
cenderung mengabaikan aspek spiritual, social, dan
keyakinan seseorang.
67
Obat modern adalah obat yang digunakan dalam
sistem kedokteran, dapat berbentuk tablet, kaplet,
kapsul, sirup, puyer, salep, suppositoria, inhaler, dan
biasanya sudah dalam bentuk jadi buatan farmasi
dengan kemasan bernomor kode pendaftaran di Depkes
yang dimulai dengan 1-3 huruf diikuti angka-angka
(DTL : Nama Dagang Obat Terbatas Lokal; DKL : Nama
Dagang Obat Keras Lokal; DBL : Nama Dagang Obat
Bebas Luar). Pembelian obat modern di apotek harus
menggunakan resep yang telah diberikan oleh dokter.
Obat modern memiliki jawaban untuk mendeteksi dan
mengobati sejumlah besar dari berbagai kondisi medis,
terutama yang dipicu oleh bakteri, virus, dan jenis lain
dari penyebab infeksi atau penyakit.
Obat-obatan modern yang berasal dari senyawa
isolasi tanaman diantaranya adalah :
a. Digoksin
Digoksin adalah obat yang digunakan dalam
pengobatan gagal jantung kronis dan atrial fibrilosis.
Cara kerja dari digoksin adalah dengan
meningkatkan denyut nadi seseorang. Namun,
digoksin dalam kondisi yang toksik dapat
menyebabkan terjadinya kematian.
b. Ekstrak Belladona
Ekstrak belladona digunakan untuk mengurangi
sekresi alias pengeluaran mukus di saluran
pernapasan saat dilakukan tindakan diagnostic
bronkoskopi.
c. Atropin
Atropin digunakan pada seseorang yang mengalami
henti jantung (cardiac arrest). Selain itu atropine
dapat digunakan untuk pertolongan pertama pada
68
kasus keracunan senyawa organofosfat, dan sebagai
premedikasi sebelum dilakukan proses anestesi.
d. Efedrin dan pseudoefedrin
Efedrin memiliki efek melegakan bronkus sehingga
sering digunakan sebagai terapi pada asma. Efedrin
dan pseudoefedrin memiliki efek vasokonstriksi dan
stimulasi sistem saraf pusat. Pseudoefedrin juga
dapat digunakan sebagai pelega hidung tersumbat
atau dekongestan.
e. Morfin dan kodein
Morfin digunakan sebagai pengurang rasa nyeri
karena kanker atau tindakan setelah operasi.
f. Vinkristin dan vinblastin
Vinkristin dan vinblastin adalah obat yang berperan
penting dalam terapi penyakit kanker atau
kemoterapi. Vikristin digunakan dalam terapi
leukemia dan limfoma, sedangkan vinblastin
digunakan dalam Hodgkin’s Disease, kanker
testikuler advanced, kanker payudara advanced.
Senyawa-senyawa penting dari vinkristin dan
vinblastin memiliki efek menurunkan jumlah sel
darah putih atau leukosit.
g. Kinin
Senyawa kinin digunakan sebagai obat anti malaria.
Senyawa kinin bekerja menghambat perkembangan
plasmodium falciparum. Selain itu, kinin juga
digunakan untuk mengatasi kram kaki pada malam
hari. Namun, penggunaan kinin harus dalam jumlah
yang terbatas karena dapat menyebabkan efek
samping seperti trombositopenia.
69
4.4 Bentuk Pekembangan Iptek Dalam Bidang Kesehatan
Pada abad 20, pengetahuan kesehatan di bidang
kedokteran telah berkembang dengan sangat pesat. Bentuk
dari perkembangan tersebut adalah ditemukannya beberapa
peralatan medis. Wilson Greatbatch, seorang insiyur
berkebangsaan Amerika, pada tahun 1960 telah membuat
sebuah penemuan mengenai alat pacu jantung pertama di
dunia yang dapat ditanamkan dalam tubuh pasien. Sebelumnya
alat pacu jantung juga telah ditemukan oleh Paul Zoll pada
tahun 1952, namun alat ini tidak dapat ditanamkan ke dalam
tubuh manusia dan memiliki ukuran yang besar serta memiliki
aliran listrik yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
kulit yang sangat parah apabila pasien terpapar dengan alat
tersebut.
Di akhir abad 19, para dokter telah menggunakan
peralatan untuk melihat bagian dalam telinga pasien serta
bagian tersembunyi lainnya. Pada tahun 1957, Basil Hirschovitz
membuat peralatan endoskopi modern yang kecil dengan
menggunakan serat optic untuk mencapai bagian yang lebih
dalam dengan nyaman. Pada tahun 1972, Godfrey Hounsfield
berhasil membuat scanner yang menggunakan sinar X dengan
intensitas lemah untuk menghasilkan suatu gambar diagnosa.
Scanner ini dinilai lebih aman daripada gambar sinar x pertama
yang pernah dibuat pada tahun 1895, oleh Wilhelm Conrad
Rontgen.
Perkembangan dunia kedokteran pada abad 20 juga
ditandai dengan penemuan berbagai macam penyakit baru
yang belum dikenal sebelumnya. Diantara penyakit-penyakit
tersebut yang menjadi isu global adalah :
1. AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya
70
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV,
atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang
spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virus yang ada
pada AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV)
yang memperlemah kekebalan tubuh manusia. Orang yang
terpapar virus ini akan lebih rentan terhadap infeksi
oportunistik atau mudah terkena tumor.
HIV ditularkan melalui kontak langsung antara
membran mukosa atau aliran darah dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV (darah, air mani, cairan vagina,
cairan preseminal, dan air susu ibu). Penularan dapat juga
terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, maupun
oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi,
antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui.
Perawatan antiretrovirus diharapkan dapat
mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV,
namun dikarenakan sulitnya beberapa negara mengakses
pengobatan tersebut, sehingga tidak semua penderita HIV
mendapatkannya.
2. ANTRAKS
Penyakit antraks disebut juga dengan radang limpa
atau spleenic fever yang umumnya bersifat sepsis atau fatal.
Penyebab dari penyakit ini adalah Bacillus anthracis yang
berbentuk batang dengan ujung persegi dan tajam,
berpasang-pasangan atau berantai. Sifat dari Basilus ini
adalah aerob, gram positif, tidak motil, berkapsul, tahan
asam dan membentuk spora. Antraks ditularkan kepada
manusia melalui hewan yang telah terjangkit dengan cara
memakan daging hewan yang telah tertular antraks.
Penularan juga dapat terjadi bila seseorang menghirup
spora dari produk hewan yang sakit. Namun, hingga kini
71
belum terdapat laporan mengenai penularan secara
langsung antara manusia dengan manusia.
3. FLU BURUNG
Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus influenza tipe A dan penularannya dilakukan
terlebih dahulu oleh unggas. Virus yang terdapat pada flu
burung adalah Avian Influenza (H5N1) yang memiliki masa
inkubasi 3-5 hari. Virus influenza tipe A memiliki beberapa
subtype yang dicirikan dari adanya Hemaglutinin (H) dan
Neuramidase (N). Kasus flu burung sendiri telah muncul
sejak tahun 1878 di Italia, dimana pada saat itu terjadi
banyak kematian unggas secara mendadak. Pada awalnya
virus influenza yang menyerang unggas tidak berbahaya
dan tidak menyerang spesies lain terutama manusia,
namun pada tahun 1997 ditemukan bahwa virus flu
burung telah menyerang 2 anak laki-laki di Hongkong, dan
menyebar ke seluruh Asia.
Virus flu burung dapat menyebar dengan mudah
dikarenakan adanya migrasi burung liar, dimana virus
berpindah dari tetesan sekresi burung yang terinfeksi
mengenai peternakan unggas komersial dan juga
lingkungan sekitarnya. Resiko menjadai lebih besar apabila
peternakan tersebut berada pada daerah terbuka dan
unggas domestic maupun burung dapat bergabung dengan
lebih mudah dan mencemari sumber makanan/ air minum
dengan tetesan sekresi yang terinfeksi virus flu burung.
Virus yang hidup dalam tubuh unggas yang terinfeksi
dikeluarkan dalam jumlah yang besar lewat sekresi dan
kemudian beterbangan di udara dan dihirup oleh burung/
unggas lain sehingga mereka pun terinfeksi.
72
Pada manusia sendiri, virus disebarkan melalui
sentuhan manusia dengan sekresi unggas yang terinfeksi.
Selain itu, manusia juga dapat tertular penyakit ini apabila
mengkonsumsi daging unggas yang tidak dibersihkan dan
dimasak dengan benar. Virus flu burung dapat hidup pada
suhu dingin, dan kotoran yang terkontaminasi selama 3
bulan. Virus dapat bertahan hidup dalam air selama 4 hari
dengan suhu 22 derajat celcius dan lebih dari 30 hari di
suhu 0 derajat celcius. Gejala umum yang terlihat pada
penderita flu burung adalah demam tinggi, keluhan
pernafasan dan perut. Obat-obatan yang diberikan pada
penderita flu burung adalah penurun panas dan antivirus.
Anti virus yang diberikan diantaranya adalah jenis yang
dapat menghambat replikasi dari neuramidase seperti
Ostamivir (Tamiflu) dan Zanamivir.
4. COVID
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARSCoV-2). SARS-
CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada
setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala
berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Tanda dan
gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas.
Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi
terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal
ginjal, dan bahkan kematian (Kemenkes, 2020).
73
Gejala klinis umum yang terjadi pada pasien Covid 19,
diantaranya adalah demam, batuk kering, dispnea, fatigue,
nyeri otot, dan sakit kepala (Lapostolle dkk, 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Huang dkk
(2020), gejala klinis yang paling sering terjadi pada pasien
Covid 19 yaitu demam (98%), batuk (76%), dan myalgia
atau kelemahan (44%). Gejala lain yang terdapat pada
pasien, namun tidak begitu sering ditemukan yaitu
produksi sputum (28%), sakit kepala 8%, batuk darah 5%,
dan diare 3%, sebanyak 55% dari pasien yang diteliti
mengalami dispnea.
Pada CT Toraks (computerized thoraks) pasien yang
menderita Covid 19 ditemukan adanya opasifikasi ground-
glass dengan atau tanpa gabungan abnormalitas. CT Toraks
mengalami abnormalitas bilateral, distribusi perifer, dan
melibatkan lobus bawah (Gennaro dkk, 2020). Individu
yang terinfeksi namun tanpa gejala dapat menjadi sumber
penularan SARS-CoV-2 dan beberapa diantaranya
mengalami progres yang cepat, bahkan dapat berakhir
pada ARDS dengan case fatality rate tinggi (Meng dkk,
2020).
Penularan umumnya terjadi melalui droplet dan
kontak dengan virus kemudian virus dapat masuk ke dalam
mukosa yang terbuka. Penularan dapat terjadi dari 1
pasien ke sekitar 3 orang di sekitarnya, tetapi
kemungkinan penularan di masa inkubasi menyebabkan
masa kontak pasien ke orang sekitar 9 lebih lama sehingga
risiko jumlah kontak tertular dari 1 pasien mungkin dapat
lebih besar (Handayani, 2020).
Pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien corona
virus disease masih hanya sebatas memberikan obat sesuai
dengan gejalanya. Jika gejalanya panas, maka akan
diberikan obat penurun panas. Sampai saat ini belum
74
ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit ini. salah
satu cara agar terhindar dari virus ini adalah dengan
menjaga daya tahan tubuh agar tetap sehat (Burhan, 2020).
Berikut penemuan beberapa alat kesehatan yang
telah ada sebagai kemajuan teknologi kesehatan :
1. Stetoskop
2. Thermometer
3. Foto rontgen
4. Mikroskop
5. CT Scanner
6. Scanner kanker kulit basis gelombang
elektromagnetik
7. Robot check up kesehatan
8. Aspirin elektrik
9. Plaster anti diabetes
10. Kateter.
75
3. Kolabolator
Perawat sebagai kolabolator adalah perawat bekerja sama
dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam
memberikan pelayanan kepada pasien dan memanfaatkan
alat-alat kesehatan dalam rangka meningkatkan kesehatan
pasien.
76
Manfaat penerapan sistem informasi keperawatan di
lingkungan rumah sakit salah satunya adalah membantu
perawat dalam melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan. Dengan memanfaatkan sistem informasi
keperawatan tersebut perawat dapat menghemat waktu untuk
melakukan pencatatan dibandingkan bila dilakukan pencatatan
secara manual. Di samping itu, data yang tercatat dengan
menggunakan sistem informasi keperawatan akan lebih
terjamin keberadaannya. Resiko data yang dicatat akan hilang
sangat kecil. Berbeda dengan pencatatan yang berdasarkan
paper base, dimana kemungkinan untuk hilangnya data sangat
mungkin untuk terjadi. Selain itu keberadaan sistem informasi
keperawatan juga akan meningkatkan keefektifan dan efisien
kerja dari tenaga keperawatan (Cheryl, 2007).
Hannah (1985), menyebutkan bahwa informatika
keperawatan adalah penggunaan teknologi informasi
sehubungan dengan tiap fungsi yang ada dalam bidang
keperawatan dan dilakukan oleh perawat dalam pelaksanaan
tugas mereka. Hal ini mencakup perawatan klien, administrasi,
pendidikan, dan penelitian. Graves & Corcoran (1989),
mengemukakan informatika keperawatan adalah kombinasi
ilmu komputer, ilmu informasi, dan ilmu keperawatan yang
dirancang untuk membantu manajemen dan pemrosesan data,
informasi, dan pengetahuan keperawatan untuk menunjang
praktek keperawatan dan penyampaian layanan keperawatan.
Gossen (1996), mengungkapkan informatika
keperawatan adalah upaya ilmiah multidisiplin untuk analisis,
formalisasi, dan pemodelan cara perawat mengumpulkan dan
mengelola data, memproses data, menjadi informasi dan
pengetahuan, membuat keputusan, berbasis pengetahuan dan
inferensi bagi perawat klien, serta menggunakan pengetahuan
empirik dan berdasarkan pengalaman ini untuk memperluas
77
wawasan dan meningkatkan kualitas praktek profesional
mereka (kompasiana.com)
2. Printing Area
Printing Area dimulai sejak tahun 1450, dimana
ketika Johann Gutenber menciptakan mesin cetak untuk
pertama kalinya. Sejak saat inilah media cetak dikenal
untuk pertama kalinya.
3. Telecommunication Area
Masa ini dimulai sejak Alexander Graham Bell
menemukan telepon yang memungkinkan agar manusia
dapat melakukan komunikasi jarak jauh. Selain itu, pada
masa ini juga telah ditemukan telegraf dan radio. Era ini
yang menjadi acuan dari perkembangan teknologo
informasi abad ini.
78
4.8 Sejarah Perkembangan Komputer Dalam Keperawatan
Komunikasi adalah hal yang sangat penting bagi institusi
pelayanan perawatan kesehatan. Pelayanan dan manajer
keperawatan harus memasukkan banyak data/ informasi
mengenai pasien mulai dari saat masuk hingga pulang.
Selama ini komputer dibutuhkan untuk mengatur:
1. Makin kompleksnya masalah keuangan
2. Melaporkan permintaan beberapa bagian/ departemen
3. Kebutuhan komunikasi dari tim perawatan kesehatan yang
berbeda
4. Pengetahuan yang relevan untuk perawatan pasien
79
4.9 Definisi Teknologi Informasi Keperawatan
Teknologi adalah pengembangan dan aplikasi dari alat,
mesin, material dan proses yang menolong manusia dalam
menyelesaikan permasalahannya. Informasi adalah hasil
pemrosesan, manipulasi dan pengorganisasian/ penataan dari
sekelompok data yang memiliki nilai pengetahuan (knowledge)
bagi penggunanya. Informatika dalam keperawatan adalah
kombinasi ilmu komputer dan informasi dengan ilmu
keperawatan. Informatika keperawatan adalah bagian dari
informatika perawatan yang lebih besar.
Notebook Handphone
Tablet Komputer
80
4.9 Teknologi dan Informasi dalam Bidang Keperawatan
Perkembangan ilmu keperawatan telah mencakup pada
area sistem teknologi dan informasi. Pemanfaatan sistem
teknologi dan informasi dapat dilaksanakan dalam :
81
DAFTAR PUSTAKA
82
Nina Aina. 2016. Skripsi : Profil Penggunaan Obat Tradisional. Tidak
dipublikasikan. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Pontianak
Ningsih R. 2010. Penerapan Sistem Informasi Keperawatan dalam
Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan di RS. Diakses 01
November 2022 dari
https://id.scribd.com/doc/181210050/Penerapan-Sistem-
Informasi-Keperawatan-Dalam-Kelengkapan-Dokumentasi-
Keperawatan-Di-RS
Nugraha, Jevi. 2022. Pengertian IPTEK Secara Umum. Diakses 02
November 2022 dari
https://m.merdeka.com/jateng/pengertian-iptek-secara
umum-lengkap-beserta-penjelasannya-kln.html?page=2
Prima Medika Hospital. 2017. Perbedaan antara Pengobatan
Tradisional dan Modern. Diakses 03 November 2022 dari
https://www.primamedika.com/id/kegiatan-berita-prima-
medika/perbedaan-antara-pengobatan-tradisional-dan-
modern#:~:text=Pengobatan%20moderen%20merupakan%2
0cara%2Dcara,diagnose%20penyakit%20pun%20lebih%20ak
urat
Sukihananto. 2019. Bahan Ajar : Teknologi Informasi Keperawatan.
Diakses 31 Oktober 2022 dari https://lms-
paralel.esaunggul.ac.id/pluginfile.php?file=%2F206636%2Fmo
d_resource%2Fcontent%2F1%2FKonsep%20TIK%20Esa.pdf
Suprapto. 2019. Bahan Ajar IT Keperawatan. Politeknik Sandi Karsa
Yanto, Arief. dkk . 2017. Modul Ajar : Sistem Informasi Keperawatan.
Universitas Muhammadiyah Semarang
Yovita Diane. 2018. 7 Obat Modern yang Ternyata Berasal dari
Tanaman. Diakses 03 November 2022 dari
https://www.guesehat.com/7-obat-modern-yang-ternyata-
berasal-dari-tanaman
83
84
BAB 5
KEPERAWATAN TRANSKULTURAL
DAN GLOBALISASI DALAM
PELAYANAN KESEHATAN
Oleh Anis Laela Megasari
5.1 Pendahuluan
Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan nilai-nilai
material dan spiritual yang diciptakan dalam proses
perkembangan sosial serta dapat menunjukkan sejauh mana
otoritas dan kendali manusia atas alam dan lingkungan sosial.
Istilah "budaya" sangatlah beragam pandangan atar manusia dapat
berbeda. Hal ini dapat mempengaruhi cara individu dalam
memandang fenomena seperti kesehatan, penyakit, kebahagiaan,
kesedihan dan cara emosi ini dialami. Istilah kesehatan, yang sifat
dan maknanya sangat bervariasi antar budaya yang berbeda
membutuhkan perawatan yang melibatkan pengakuan budaya,
penilaian dan praktik (Sutrisno, 2019).
Profesi keperawatan ketika melakukan proses tindakan
keperawatan sangat erat hubungannya dengan fenomena budaya.
Kebudayaan pasien merupakan asuhan keperawatan holistic yang
juga harus diperhatikan oleh profesi keperawatan. Tujuan
keperawatan holistik adalah untuk memberikan layanan yang
sepenuhnya peduli dan humanistik dengan menghormati nilai-nilai
budaya dan gaya hidup masyarakat (Andrews and Boyle, 1996).
Oleh karena itu, perawat harus memberikan perawatan yang
sesuai kebutuhan dan bersifat terjangkau untuk pasien dalam
kondisi apapun. Perawat yang mampu memahami dan
85
mengidentifikasi praktik budaya maupun hambatan budaya setiap
pasien dapat meningkatkan pemberian layanan yang berkualitas.
Globalisasi juga mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia
termasuk di bidang kesehatan. Global Advances in Health and
Medicine (GAHM) dalam salah satu artikelnya menyatakan bahwa
globalisasi dapat mempengaruhi proses konvergensi, integrasi,
bahkan kolaborasi budaya dalam bidang kesehatan. Kemajuan
teknologi dan informasi mempercepat globalasisasi. Oleh karena
itu, pelayanan kesehatan bukan hanya mengacu pada budaya yang
ada tetapi juga dipengaruhi oleh globalisasi.
86
monisme dan teori-teori Yin-Yang dan lima elemen. Pengobatan ini
bertujuan untuk menyembuhkan segala masalah kesehatan yang
bersumber dari hukum alam yang mengalami perubahan.
Pengobatan Tiongkok memiliki 4 prinsip utama, yaitu(Putri
and Handayani, 2010):
a. Tubuh manusia adalah utuh
Berdasarkan pengobatan Tiongkok, struktur tubuh
merupakan suatu system yang kompleks dan saling
beruhubungan. Masing-masing struktur tubuh merupakan
suatu bagian intergral dan bersifat vital.
b. Manusia benar-benar terhubung dengan alam. Perubahan
sifat selalu tercermin dalam tubuh manusia. Prinsip ini
akan melihat hubungan antara musim, lokasi geografis,
waktu tertentu, serta usia, genetika, dan kondisi tubuh saat
memeriksa masalah kesehatan seseorang
c. Manusia pada dasarnya manusia memiliki kemampuan
untuk penyembuhan secara alami. Tubuh manusia
dicerminkan sebagai mikrokosmos yang mencerminkan
makrokosmos, yaitu alam mempunyai kemampuan
regeneratif, termasuk manusia. Dalam kebanyakan kasus,
tidak pernah benar-benar hilang.
d. Pencegahan merupakan tindakan utama untuk menjaga
kualitas hidup seseorang. Untuk itu, agar kualitas hidup
terjaga maka individu harus mampu mengenali tanda dan
gejala suatu penyakit sedini mungkin.
87
pengobatan Tiongkok namun pengobatan ini terdapat perbedaan,
yakni pengobatan Tiongkok lebih menekankan pengobatan yang
berprinsip pada konsep pengobatan tradisional Aisa Timur, contoh
teori lima elemen dan Yin dan Yang.
Pengobatan Kampo menekan pada metode diagnostik yang
mengacu pada tanda dan gejala pasien. Penentuan terapi juga
berdasarkan pada apa yang dirasakan pasien. Pengobatan kamo
cenderung mengkombinasikan pengobatan Tiongkok dengan
pengobatan baru. Sistem perawatan pada pengobatan Kampo
berpusat pada sistem perawatan individu. Pengobatan kampo juga
menggunakan pendekatan terapeutik holistik, yakni seluruh organ
tubuh manusia dipandang sebagai satu kesatuan. Tujuan
pengobatan Kampo menggunakan pendekatan terapeutik yaitu
untuk menghilangkan gejala dan mengembalikan fungsi organ
tubuh sebagaimana mestinya. Pemberian pengobatan pada
pengobatan Kampo mengacu pada hasil pengkajian gejala pasien,
suhu, pemeriksaan sensasi, kondisi kelemahan, berkeringat, dan
ada tidaknya gejala yang jarang muncul(Sudradjat, 2016).
Pemeriksaan fisik pada pengobatan Kampo terdiri dari
pemeriksaan palpasi abdomen, inspeksi lidah, dan pemeriksaan
frekuensi nadi. Pemeriksaan ini dijadikan sebagai data tambahan
selain jumlah dan distribusi ki (energi vital), ketsu (darah) dan sui
(cairan tubuh). Keluhan subjektif dan gejala yang diamati oleh
dokter dikombinasikan dengan profil gejala individu, diagnosis
Kampo (sho). Pemeriksaan tersebut bertujuan agar dapat memilih
resep yang tepat. Pengobatan Kampo memungkinkan pengobatan
yang berbeda meskipun diagnosanya sama. Hal ini karena setiap
individu dapat memberikan gejala yang berbeda meskipun
penyakitnya sama(Anwar, 2020).
88
5.3.3 Pengobatan Tibet
Pengobatan Tibet sering disebut pengobatan Sowa-Rigpa.
Pengobatan ini berfokus pada pengobatan dengan sistem madis
tradisional melalui pendekatan diagnosis kompleks. Pengobatan
Sowa-Rigpa menggunakan pengkajian dari mengkombinasikan
perilaku dan diet. Pengobatan Tibet menggunakan obat-obatan
memakai bahan alami. Bukan hanya itu pengobatan Sowa-Rigpa ini
menerapkan terapi fisik seperti akupuntur, moksibasi, dll (Ikhsan,
2019). Pengobatan Tibet bersumber dari campuran dari berbagai
pengobatan yang berasal dari tradisi teritama berdasarkan pada
literatur Buddhis India. Hasil asimilasi literatur Buddhis India
menghasilkan suatu prinsip pengobatan pada pengobatan Tibet
yakni, penyakit dapat menimbulkan tiga racun : ketidaktahuan,
keterikatan dan keengganan.
89
perbedaan pengobatan antara Korea Selatan dan Tiongkok yaitu
beberapa jenis ramuan herbal Tiongkok tidak dapat tumbuh di
Korea Selatan.
90
Tujuannya mensekresikan sisa makanan yang tidak dapat dicerna
yang berpotensi menimbulkan penyakit. Proses pembersihan
(panchakarma) dirancang dengan tujuan meminimalisir tanda dan
gejala serta mengembalikan keseimbangan. Beberapa intervensi
yang dilakukan oleh praktisi Ayurveda diantaranya pengendalian
permurnian darah, obat-obatan, pijat, herbal, dan pemberian obat
pencahar.
91
sebagai “delapan jenis pemeriksaan”, di antara delapan,
pemeriksaan saraf sangat penting dalam mengkonfirmasikan
diagnosis.
Pengobatan terdiri dari tiga kategori yang berbeda: Deva
Maruthuvam, (metode spiritual); Maanida Maruthuvam (metode
rasional); dan Asura Maruthuvam (metode bedah). Dalam metode
spiritual, obat-obatan seperti parpam, chenduram, guru, kuligai
yang dibuat dari merkuri, belerang dan pashanam digunakan.
Beberapa obat-obatan yang dibuat berasal dari ramuan churanam,
kudineer, vadagam.
92
5.3 Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan
Teknologi telah mengurangi banyak hambatan komunikasi
termasuk jarak, waktu, dan biaya. Hal ini memberikan kesempatan
yang tepat untuk memulai pengembangan sistem terpadu yang
mempromosikan dan memfasilitasi globalisasi obat-obatan dan
perawatan kesehatan. Revolusi teknologi informasi yang mencakup
komunikasi global, nirkabel, dan seketika dari manusia ke manusia,
manusia ke mesin, dan bahkan mesin untuk mesin, tidak hanya
mendorong perawatan dan pengobatan namun juga merupakan
konvergensi yang sangat penting(Calundu, 2018).
Globalisasi telah mendorong para praktisi medis untuk
mengupayakan integrasi universal, konvergensi konstruktif, dan
kolaborasi beragam yang menjembatani sistem dan tradisi dari
berbagai belahan dunia. Praktisi medis harus berkomitmen untuk
menghormati dan melestarikan kekayaan setiap varietas obat-
obatan, untuk saling melengkapi, dan untuk mempromosikan
hibridisasi yang kreatif dan memperkaya dunia medis. Kesadaran
akan berkembangnya sistem biologi mendorong pendekatan
berpikiran terbuka dan multidisipliner untuk memecahkan
masalah. Penyakit kompleks telah meminta pendekatan integratif
yang kompleks, yang mengarah pada penerimaan baru dari tradisi
luar.
Biomedicine mendorong praktisi medis untuk menerima
praktik medis holistik, berteknologi rendah, dan integratif sebagai
pilihan yang tepat. Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun,
teknologi telah memungkinkan perawatan kesehatan untuk
kembali mengglobalisasi. Dengan penghilangan batas
multinasional dan akses bebas universal terhadap informasi,
konsep perawatan berbasis holistik dan global muncul sebagai
masa depan pengobatan. Saat ini, umumnya disepakati bahwa
siapapun harus banyak belajar dari rekan internasional, karena
setiap orang semua memiliki lebih banyak kesamaan daripada
yang disadari(Mittelman and Hanaway, 2012).
93
Salah satu hal yang mendorong adanya interaksi
pengetahuan dalam bidang kesehatan dan pengobatan adalah
jurnal Global Advances in Health and Medicine (GAHM). Melalui
pengembangan platform komunikasi dan jaringan komunikasi
yang terbuka, interaktif, dan berkembang pesat, GAHM bertujuan
mempercepat dan mewujudkan konvergensi kemajuan kesehatan
dan kedokteran untuk memperbaiki manajemen kesehatan,
pemberian layanan kesehatan, dan hasil pasien. GAHM melihat
berbagai pendekatan berbeda terhadap pengobatan yang tidak
saling eksklusif namun saling melengkapi dan saling
menguatkan(Mills and Bushell, 2022).
94
DAFTAR PUSTAKA
95
96
BAB 6
NUTRISI DALAM PERSPEKTIF
KEPERAWATAN TRANSKULTURAL
Oleh Ari Pebru Nurlaily
6.1 Pendahuluan
Permasalahan kurang gizi dibeberapa negara berkembang
masih menjadi perhatian yang harus ditangani dengan baik. Di
Indonesia, prevalensi gizi buruk secara nasional yaitu 3,9% dan gizi
kurang 14,9%, dan mengalami penurunan pada tahun 2016 yaitu
gizi buruk 3,4% dan gizi kurang 14,4% (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan data Riskesdas Tahun 2018, di Indonesia prevalensi
status gizi balita dengan gizi buruk yaitu 3,9%, dan kurang gizi
13,8%. Artinya prevalensi gizi buruk pada balita bersifat fluktuatif.
Di Jawa Barat prevalensi status gizi balita pada tahun 2018 dengan
gizi buruk yaitu 2,6%, dan gizi kurang 10,6% (Riskesdas, 2018).
Balita (bawah lima tahun) adalah anak yang usianya diatas satu
tahun sampai dengan usia lima tahun. Umur balita adalah tahap
perkembangan buah hati yang masih beresiki tinggi terhadap
beragam penyakit, termasuk didalamnya adalah penyakit
kelebihan kelebihan atau kelebihan nutrisi varian tertentu
(Kemenkes RI, 2015). Perilaku memperhatikan pola makan dapat
mempengaruhi keadaan gizi. Balita membutuhkan zat gizi yang
cukup tinggi karena terjadi di masa pertumbuhan dan
perkembangan dan kegiatan fisik semakin meningkat. Demikian
pula tantangan bagi orangtua makanan yang disuakai anak akan
tetapi masih diragukan gizinya. Oleh sebab itu jumlah, jenis, dan
variasi menu makanan harus diperhatian secara khusus dari orang
97
tua atau pengasuh anak, dalam memberikan makanan yang bergizi
seimbang.
Gizi seimbang dengan memperhatikan isi piringku, sesuai
tahapan perkembangan usia. Dikatakan seimbang Ketika makanan
tersebut terkandung nutrien dalam jumlah dan jenis menyesuaikan
kebutuhan tubuh individu, prinsip perilaku hidup bersih, aktivitas
fisik, keanekaragaman pangan, dan memantau indeks masa tubuh
dengan rutin dalam rangka mengoptimalkan BB normal dan ideal
membantu mencegah masalah gizi (PERMENKES RI, 2014). Status
gizi merupakan salah satu indikator kemajuan program
pembangunan kesehatan. Status gizi yang baik dapat dicapai
apabila balita mengonsumsi makanan dengan kandungan energi
dan zat gizi sesuai kebutuhannya.
Pembahasan serius tentang masalah gizi balita menjadi harus
sangat diperhatikan oleh orangtua dan pemerintah. Di Indonesia
sendiri, terdapat cukup banyak anak yang belum mendapatkan
asupan gizi seimbang. Seperti kita ketahui gizi seimbang ini
berperan penting didalam mengoptimalkan tumbuh kembang
anak. Ketidakoptimalan gizi berkaitan erat dengan kesehatan dan
penyakit, serta dapat meningkatkan resiko penyakit tidak menular
dan penyakit infeksi. Oleh sebab itu, gizi seimbang begitu
diperlukan supaya status gizi balita optimal. Penilaian status gizi
balita melalui 3 indeks, yakni Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U),
Berat Badan Menurut Umur (BB/U), dan Berat Badan Menurut
Tinggi Badan (BB/TB). Ketiga nilai indeks status gizi tersebut
dibandingkan dengan baku pertumbuhan WHO (Kemenkes, 2017).
keanekaragaman budaya bangsa Indonesia terbentang dari Sabang
sampai Merauke begitupun dengan penataan lingkungan sosial
yang berbeda satu dengan lainnya serta latar belakang dari etnis,
dan suku. Hal tersebut memberikan suatu formulasi struktur
budaya yang turut memenuhi pola makanan dan menu makanan
masyarakat.
98
Kumar & Singh, (2013) menyatakan masalah gizi dapat
timbul karena beberapa faktor. Seperti keterbatasan ekonomi,
pekerjaan keluarga, lingkungan yang kurang baik. Banyak sekali
faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita, diantaranya
adalah ekonomi, pemahaman ibu tentang gizi, pemberian ASI
eksklusif, sumber air bersih, pola asuh orangtua, factor budaya
yang ada, dan nutrisi pada masa kehamilan dan berat bayi lahir
rendah (BBLR) (Almushawwir, 2016). Namun disamping faktor-
faktor tersebut, domain perilaku sangat berpengaruh terhadap
masalah dan penerapan gizi seimbang pada anak balita. Seperti
dalam teori Bloom (1908) yang dikutip dalam (Notoatmodjo, 2003)
membagi perilaku manusia dalam tiga kawasan yaitu pengetahuan,
sikap dan tindakan. Selain itu, Makanan itu tidak diperhatikan baik
oleh orang yang mengkonsumsi bahwa faktor budaya sangat
berperan terhadap proses. Hal tersebut merupakan penemuan
para ahli sosiologi dan ahli gizi. Kecenderungan yang dilakukan
oleh suatu budaya terhadap makanan sangat bergantung pada
potensi alam atau faktor pertanian yang berkembang.
Budaya orang tua memberikan dan menyiapkan menu
makanan untuk anaknya serta pola makan terkait jumlah, jenis dan
frekuensi tentunya akan memengaruhi status gizi dan asupan
makan pada anggota keluarga (Akbar & Aidha, 2020).
101
tersebut diantaranya seperti Wanita Usia Subur (WUS) dengan
KEK, yaitu WUS dengan lingkar lengan atas (LILA) kurang dari
23,5 cm, dan Kekurangan Energi Kronik (KEK)., Hasil sebuah
penelitian di Puskesmas Kartasura Sukoharjo ditemukan bumil
yang sebagian besar bersuku Jawa memiliki pantangan yang
seharusnya diperhatikan dan dipatuhi yaitu dilarang makan
daging hewan berdarah panas seperti kambing, larangan tidak
memakan daging hewan yang lahir sungsang, dilarang
memakan durian dan nanas, dilarang makan ikan pemakan
daging seperti ikan kutuk, (Fidyah, Atika, & Lestari, 2014)
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia (2012) menyampaikan faktor yang paling
memengaruhi nutrisi bumil salah satunya adalah faktor
budaya. Peran budaya pada kebutuhan gizi ibu karena terdapat
beberapa kepercayan, seperti larangan makan makanan
tertentu dimana aslinya makanan tersebut adalah memiliki
nilai gizi yang sangat baik dan tentunya diperlukan,
sebgaimana ibu hamil yang mengonsumsi ikan dianggap tabu.
Disamping itu, pengaruh lain asupan gizi berkaitan dengan apa
yang tidak disukai dan disukai, kepercayaan terhadap apa yang
tidak dapat dimakan dan dapat dimakan, dan keyakinan-
keyakinan dalam hal yang berkaitan erat dengan keadaan
kesehatan dan sampai pada kegiatan-kegiatan ritual turun-
menurun sejak usia muda. Oleh sebab itu, kebiasaan makan dan
makanan tidak dapat dipisahkan dari budaya.
Beberapa contoh kebudayaan erat melekat di msayarakat
yang berkaitan dengan nutrisi ibu hamil :
1. Ucapan rasa syukur terhadap makanan
Hasil penelitian Novitasari & Pratiwi Arum (2019)
menyatakan makanan tidak terlepas dari budaya, orang
Jawa mempunyai tata cara/ adat-istiadat yang menjadi
norma kelompok dalam menghasilkan bancakan atau yang
sering diklaim menggunakan tumpeng pada kegiatan
102
selametan untuk memperoleh keberkahan. Perangkaian
tumpeng ini dijelaskan adalah untuk mengikuti dan
menghormati anjuran orang terdahulu dari orang tua dan
nenek moyang sebagai bentuk rasa syukur bukan untuk
hal-hal mistis tapi.
Berikut adalah kategori manfaat dari sumber
makanan bagi ibu hamil diantaranya, sumber zat
pembangun, sumber zat tenaga. Bahan makanan dengan
kandungan karbohidrat merupakan sumber zat tenaga
karena paling murah dan sering dikonsumsi daripada
sumber bahan makanan lainnya tinggi lemak ataupun
protein. Untuk mempertahankan kehidupannya, makhluk
hidup perlu mengkonsumsi karbohidrat atau hidrat arang
untuk mendukung tenaga dalam beraktivitas dan
pertumbuhan (Pujiati; Arneliawati; Rahmalia, 2015).
2. Memasak makanan
Keadaan hamil lebih tentunya akan sangat berhati-
hati dalam memilih dan meramu makanan untuk
dikonsumsi, hasil penelitian didapatkan ibu hamil yang
tidak mengonsumsi makanan-makanan siap saji yang
banyak dijual diluar rumah. Anggapan ibu bahwa
kebersihan dalam pengolahan makanan yang akan
dikonsumsi tidak terjamin sehingga dengan ibu mengolah
makanan mandiri, ibu akan lebih ekstra mencuci bahan
yang akan dimasak tersebut. Jenis sayuran sebaiknya
segera dihabiskan setelah diolah, dan tidak menyimpannya
terlalu lama..
104
Namun, daging kambing aman dikonsumsi ibu hamil
normal tanpa hipertensi dengan porsi yang wajar.
Nanas dan durian mengandung alkohol sehingga
tidak disarankan untuk ibu hamil. Hal ini dipercaya dapat
menyebabkan perasaan panas di area perut dan ibu dapat
mengalami keguguran. Secara kesehatan, pada nanas
terdapat bromelain yaitu zat yang akan melunakkan leher
rahim akibatnya rahim tidak bisa menampung janin yang
semakin lama semakin membesar. Ibu dapat mengalami
keguguran akibat kelemahan leher rahim. Selain itu,
terdapat juga kandunagan alkoho lpada nanas dan durian
(Irmawati, 2018).
Problematika malnutri di Indonesia dimana sampai
dapat merenggut orang yang disayangi dalam keluarga
disebabkan karena 2 faktor, yaitu kemiskinan dan
pengetahuan. Masalah ini tidak dapat dibiarkan begitu saja,
namun membutuhkan penanganan yang tepat dengan
pendekatan budaya yang ada di masyarakat.
Kualitas asupan nutrisi sangat mempengaruhi
kegiatan tubuh sesorang, bahkan pada anak-anak
berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya. Nutrisi
penting yang dibutuhkan adalah kalori dan protein, ketika
mengalami ketidakcukupan mungkin mempengaruhi
konsentrasinya dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Jika
anak sudah tidak fokus dan tidak dapat menerima
pelajaran dengan baik dapat dipastikan akan mendapatkan
prestasi yang tidak diharapkan yakni rendah.
Prestasi rendah akan menyumbangkan angka
pengangguran, karena tidak cukup kompetensi yang tidak
layak dipekerjakan. Sehingga mereka akan bekerja
sekedarnya dan upah yang diterima sekedarnya sehingga
untuk makan saja tidak cukup atau harus benar-benar
menyingkirkan konsumsi nustrisi wajib untuk tubuh
105
tertama anak-anak. Sering mereka dengan lulusan yang
hanya SD, SMP, dan SMA.
Tuntutan perkembangan zaman saat ini setidaknya
harus lulusan sarjana. Kondisi seperti ini mungkin bisa
terjadi di kota maupun di daerah terpencil dan jauh dari
kota. Di daerah tertentu menganut perempuan tidak wajib
pergi sekolah ataupun merantau cukup di rumah memasak
untuk suami, dan mengurus anak. Hal tersebut menjadikan
tingkat pernikahan dini menjadi tinggi. Saat punya anak,
kurang dapat mendidik anaknya dengan baik dan tidak
paham dan tidak tanggap terhadap masalah kesehatan
namun justru mengikuti mitos-mitos yang diturunkan oleh
luluhur mereka.
Beberapa mitos-mitos dimasyarakat yang dianut
diantaranya tidak boleh makan protein hewani dan tidak
boleh makan sayur-sayuran untuk ibu hamil adalah salah
satu contoh. Sedangkan dari segi kesehatan, makanan-
makanan tersebut sangat disarankan untuk
mempersiapkan janin yang sehat. Kurangnya pengetahuan
yang dimiliki ibu hamil justru akan banyak mengikuti
begitu saja mitos itu dan tidak berusaha mencari
kebenaran dan melakukan klarifikasi secara bijak terhadap
jenis makanan apakah aman atau tidak untuk ibu hamil.
Akibanya berat badan ibu hamil tidak ideal bisa kurang
atau justru obesitas.
Masyarakat miskin cenderung akan tinggal di padat
penduduk yang kumuh. Kondisi tersebut hanya tersediia
lahan yang sempit. Dalam menyimpan makanan
memerlukan lahan yang cukup untuk menjaga bahan
supaya tidak mudah rusak dan tidak layak dikonsumsi, bisa
juga dijarah hewan-hewan pambawa kotoran sseperti lalat,
tikus, dan kucing, sehingga dengan lahan yang sempit
106
kelompok masyarakat ini tidak bisa menyimpan bahan
makanan dengan baik.
Bibit penyakit banyak sekali ditemukan pada
lingkungan kumuh. Sanitasi yang tidak baik akan
meengakibatkan seseorang mudah terjangkit penyakit.
Sirkulasi udara pun terganggu karena pemukiman mereka
dekat dengan tempat pembuangan sampah. Sebab miskin,
jika sudah sakit kemungkinan besar mereka tidak mampu
mengakses pelayanan kesehatan. Terjadilah sakit
berkepanjangan dengan self medication yang kurang tepat
justru dapat memperparah kondisi penyakitnya.
Keadaan geografis kelompok masyarakat tertentu
sangatlah berpengaruh terhdap kejadian malnutrisi.
Tempat-tempat dengan resiko banjir, tsunami, gempa atau
banjir adalah wilayah yang danger terjadi bencana alam,
bahkan sampai pada bahan pangan yang bterendam air
bah. Mau tidak mau kelompok masyarakat tersebut makan
makanan seadanya seperti makanan siap saji.
107
Pada perempuan yang sedang dalam masa menyusui,
menstruasi tidak jarang mengalami kekurangan zat besi
atau zat besi yang tidak mencukupi sehingga harus
meningkatkan konsumsi nutrisi yang lebih. Kasus
kekurangan zat besi pada laki-laki dewasa jarang
ditemukan..
Selain faktor alamiah tubuh, rendahnya kada Hb ini
juga dapat disebabkan oleh adanya cacing cacing pita yang
berada didalam tubuh seseorang. Cacing pita ini di bawah
mukosa alat pencernaan akan mengisap darah dari saluran
darah. Sebaiknya kita selalu menerapkan kebersihan
badan, terutama tangan, hand hygiene dapat mengurangi
risiko terkena terpapar cacing ini. Terlebih jika terkadi
kekurangan nutrisi (malnutrisi) akan berdampak tidak
baik pada ibu hamil dan janinnya.
108
nutrisi pada seseorang. KEP sekunder terjadi karena
pengurangan nutrisi, adanya gangguan absorbsi, dan
utilisasi pangan sehingga kebutuhan meningkat karena
kehilangan zat gizi.
Kita dapat mengenali mereka yang kekurangan
protein dan kalori antara lain berat badan yang turun
drastis dan lambat tumbuh dan berkembang. KEP yang
parah dapat mencapai kekurangan vitamin dan mineral
menjadi sindrom klinis.
109
iodium terjadi apabila asupan iodium kurang dari 15
mikrogram/hari. Terdapat dua jenis hormon tiroksi yakni
T3 dan T4. Pada penderita gondok, hormon T4 yang
tersebar di dalam darah menurun, tapi hormon T3 tetap
berada pada kadar normal. Membesarnya kelenjar tiroid
tersebut juga karena kadar thyroid stimulating hormone
(TSH) yang meningkat.
Hiposekresi iodium pada perempuan hamil dapat
menyebabkan kretinisme pada bayi yang dilahirkan. Dua
tipe kretinisme diantaranya, yaitu myxoedematous dan
neurologic. Tipe kretinisme neurologic banyak ditemukan
di wilayah endemis penyakit gondokan. Di wilayah
endemis 1 sampai dengan 10 % ibu melahirkan bayi
dengan neonatal hypothyroidism. Defisit yodium pada saat
hamil dan bayi yang baru saja dilahirkan akan
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang otak bayi.
Banyak sekali akibat yang akan ditimbulkan karena
kurangnya asupan iodium sejak masih janin. Pada
trimester dua akan terjadi perkembangan yang peseat dan
sangat riskan terhadap kekurangan iodium. Rumah siput
serta baalmwlia pada kretinime adalah area yang sering
terdampak yang mengakibatkan terhambatnya
perkembangan mental, tuli, dan ketidakseimbangan tubuh.
4. Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah gangguan
metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah akibat fungsi insulin yang tidak
mencukupi, disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid, dan protein. Insufisiensi insulin dapat
disebabkan oleh sekresi insulin yang terganggu atau tidak
mencukupi dari sel beta Langerhans pankreas, atau dari
kurangnya respons sel tubuh terhadap insulin. Diabetes
110
disebut silent killer karena sering tidak disadari oleh
pasien, dan ketika komplikasi diketahui telah terjadi
(Chalik R, 2016).
Banyak faktor yang menyebabkan diabetes, antara
lain riwayat keluarga diabetes, melahirkan bayi dengan
berat lebih dari 4 kg, kista ovarium, obesitas, tekanan
darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), hiperlipidemia
(kadar HDL rendah dan lemak darah). tingkat). tinggi),
serta faktor lain seperti aktivitas fisik dan diet rendah
serat.
Pada diabetes mellitus tipe 1, gejala yang umum
dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan, cepat merasa Ielah {fatigue) dan gatal-gatal
pada kulit. Pada diabetes mellitus cipe 2 gejala yang
dikeluhkan hampir tidak ada. Penderita diabetes mellitus
tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi sukar sembuh
dari luka, daya penglihatan memburuk dan umumnya
menderita hipertensi dan juga komplikasi pada pembuluh
darah dan saraf.
Kabar baiknya dari penytakit DM adalah telah
ditemukannya oba-obatan terutama insulin yang dapat
membantu menstabilkan gula darah penderita DM
sehingga dapat menekan angka kejadian kematian pada
pasien diabetes melitus, akibatnya penderita memiliki
umur yang lebih panjang. Namun ketika gula darah tak
terkendali akan menyebabkan komplikasi serius seperti
neuropati atau kerusakan saraf, retinopati atau kerusakan
retina, netropati atau kerusakan ginjal, hipertensi, CVA,
pembuluh darah perifer, masalah kardiovaskuler,
hipertensi, penyakit hati dan pencernaan (Soelistijo, 2021).
111
5. Jantung
Menurut WHO Penyakit kardiovaskuler adalah
penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan
pembuluh darah. Ada cukup banyak jenis penyakit jantung,
tapi yang paling umum dan dan sering didengar yaitu
penyakit jantung koroner dan penyakit stroke. Penyebab
penyakit kardiovaskular dapat dibagi menjadi dua
kategori besar, faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi,
termasuk riwayat keluarga, usia, jenis kelamin, dan
obesitas; dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi,
termasuk hipertensi, diabetes, dislipidemia, aktivitas fisik,
diet kesehatan yang buruk (makanan asupan) dan stres
atau depresi.
Pasien dengan penyakit jantung koroner, gagal
jantung dan stroke lebih banyak ditemukan pada
kelompok usia 45-54, 55-64 dan 65-74. Namun, gangguan
ini cukup umum terjadi pada orang berusia 15-24 tahun,
tergantung diagnosis atau gejala yang dialami. Penyakit
jantung dan gagal jantung diperkirakan lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pria, berdasarkan
diagnosa dokter atau diagnosis atau gejala yang diamati.
Bergantung pada diagnosis atau gejala, perkiraan stroke
lebih banyak.
112
sosio-kultural dan spiritual baik dalam keadaan sehat maupun
sakit. Orientasi pendekatan transkultural adalah asuhan
keperawatan dengan latar belakang budaya berupa
kepercayaan, norma, gaya hidup, dan adat istiadat yang
menjadi pedoman mereka berfikir dan bertindak. Dengan
mempertahankan budaya yang dianut masyarakat tanpa
bertentangan dengan kesehatan dan merubah serta mengganti
budaya pasien yang merugikan kesehatan pasien merupakan
strategi apik yang dapat digunakan dalam memberikan asuhan
keperawatan (Meltzer et al., 2011).
Terdapat fokus pengkajian transkultural yang terkait
dengan kehamilan yaitu tentang pantangan dan anjuran
terhadap asupan yang dimakan oleh ibu hamil dan balita. Hal-
hal yang biasanya membuat merasakan bingung dan pusing ibu
hamil dan orang tua balita, adalah banyaknya wejangan dan
larangan. Karena sangat berhati-hatinya dalam menyiapkan
kehamilan yang sehat harus menghindari hal-hal yang tidak
diharapkan, supaya naka-anak tumbuh dan berkembang sehat
dan ceria. Larangan dan aturan dari norma masyarakat menjadi
hal yang wajar.
Untuk mengurangi kecemasan ibu hamil dalam tiap
tahapan kehamilannya dianjurkan rutin melakukan konseling
sesuai jadwal tiap trimester untuk mengetahui kondisi janin
dan meningkatkan pengetahuannya tentang asupan yang baik
dan sehat. Ibu hamil dapat melakukan klarifikasi tentang apa
yang boleh dan dilarang untuk dikonsumsi selama masa
kehamilan. (Timmermans et al., 2011).
113
DAFTAR PUSTAKA
114
Kementerian Kesehatan. Buku SakuvHasil Studi Status Gizi
Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota Tahun 2021, 28 Desember 2021, https://
www.litbang.kemkes.go.id/ buku-saku-hasil-studi-statusgizi-
indonesia-ssgi-tahun-2021/, diakses 5 November 2022
Kumar, N., & Singh, J. P. 2013. Effect of Board Size and Promoter
Ownership on Firm Value : Some Empirical Findings from
India”, Corporate Governance, The International Journal of
Business in Society Vol. 13 (1), 88-98.
Meltzer, H. M., Brantsæter, A. L., Nilsen, R. M., Magnus, P., Alexander,
J., & Haugen, M. 2011. Effect of dietary factors in pregnancy
on risk of pregnancy complications: Results from the
Norwegian mother and child cohort study. American Journal
of Clinical Nutrition, 94(6), 1970–1974.
https://doi.org/10.3945/ajcn.110.001248
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta : Rineka Cipta.
Novitasari, Y & Pratiwi, A. 2019. Keyakinan Makanan dalam
Perspektif Keperawatan Transkultural pada Ibu Hamil. Jurnal
Berita Ilmu Keperawatan. Vol. 12 (1), 2019, 7-14.
PERMENKES RI. (2014). PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NO 41 TAHUN 2014. 1–96.
Prevalensi Stunting Indonesia 2022 Masih di Atas Standar WHO,
37% Pasangan Usia Subur Alami Anemia”, 14 April 2022,
https://paudpedia. kemdikbud.go. id/ber ita/ prevalensi
stunting-indonesia- 2022-masih-diatas-standar-who- 37-
pasangan-usia-subur-alamianemia? id=812&ix=11, diakses 5
November 2022
Pujiati; Arneliawati; Rahmalia, S. 2015. Hubungan Antara Perilaku
Makan Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri. JOM, 2(2).
115
Putri, DMP. Keperawatan Transkultural Pengetahuan dan Praktek
Berdasarkan Budaya. Yogyakarta. Pustaka Baru Press.
Riskesdas. 2018. Laporan Nasional. Jakarta : Lembaga penerbit
badan penelitian dan pengembangan Kesehatan.
Soelistijo, dkk. 2021. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa Di Indonesia. Perkeni.
Timmermans, S., Steegers-Theunissen, R. P. M., Vujkovic, M.,
Bakker, R., Den Breeijen, H., Raat, H, Steegers, E. A. P. 2011.
Major dietary patterns and blood pressure patterns during
pregnancy: The Generation R Study. American Journal of
Obstetrics and Gynecology, 205(4), 337.e1-337.e12.
https://doi.org/10.1016/j.ajog.2011.05.013
Teja, M. 2022. Percepatan Penurunan Prevalensi Stunting 14%.
Jakarta Pusat : Bidang Kesejahteraan Rakyat Info Singkat Vol.
XIV, No. 13/I/Puslit/Juli/2022
Wahyuni, D. 2013. Identifikasi Fungsi Ginjal Dan Upaya
Peningkatan Kesadaran Untuk Pemenuhan Kebutuhan Cairan
Tubuh Pada Sopir- Kondektur Bus Mahasiswa Uns. Jurnal
Pengabdian Sriwijaya, 1(2), 36–42.
Washudi. 2016. Modul Biomedik Dasar. Pusdik SDM Kesehatan.
Yulianti, M. 2022. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan
Penerapan Gizi Seimbang Pada Balita Di Masa Pandemi
Covid-19. Jurnal Ilmu Keperawatan Sebelas April Volume 4,
No. 1, Mei 2022 https://ejournal.unsap.ac.id/index.php/jiksa
116
BAB 7
PROSES KEPERAWATAN
DENGAN MODEL TRANSCULTURAL
IN NURSING
Oleh Wahyu Rima Agustin
117
dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara
kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
118
memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap
individu, menjelaskandasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling
memberikan timbal balik diantara keduanya.
h. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan
bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada
individu, keluarga, kelompok dengan adanya
kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual
maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan
kualitas kehidupan manusia.
i. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan
untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan
individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang
nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan
kondisi kehidupan manusia.
j. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan
kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan
pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu,
keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup,
hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian
dengan damai.
k. Culturtal imposition berkenaan dengan
kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas
budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang
dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari pada
kelompok lain.
119
7.1.3 Paradigma Transcultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan
transcultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai,
konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang
sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep
sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan
keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).
a. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok
yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma yang diyakini
dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan
pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada
setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and
Davidhizar, 1995).
b. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang
dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada
rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas
sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang
samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam
rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle,
1995).
c. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan
fenomena yang mempengaruhi perkembangan,
kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan
budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk
lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik.
120
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau
diciptakan oleh manusia sepertidaerah katulistiwa,
pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah
didaerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena
tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan
sosial adalah keseluruhan struktur social yang
berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau
kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di
dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan
tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan
bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau
kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat
hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
d. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau
rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memandirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan
adalah perlindungan/mempertahankan budaya,
mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/
mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
121
Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada
tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi
terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klienagar dapat memilih
dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka
ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lain.
122
1) Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data
untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise
Model” yaitu :
1) Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu
untuk memilih ataumendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi
sehat sakit, kebiasaanberobat atau mengatasi
masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternatif dan persepsi klien tentang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
2) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and
philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang
mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan
motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas
kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus
dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut,
status pernikahan, cara pandang klien terhadap
penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif
terhadap kesehatan.
123
3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship
and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-
faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur
dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status,
tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value
and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang
dirumuskan dan ditetapkanoleh penganut
budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-
norma budaya adalah suatu kaidah yang
mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji
pada faktor ini adalah :posisi dan jabatan yang
dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaan membersihkan diri.
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku
(political and legal factors) Kebijakan dan
peraturan rumah sakit yang berlaku adalah
segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan
individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu
dikajipada tahap ini adalah : peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan jam
berkunjung, jumlah anggota keluarga yang
boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien
yang dirawat.
124
6) Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit
memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera
sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh
perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber
biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh
keluarga, biaya dari sumber lain misalnya
asuransi, penggantian biaya dari kantor atau
patungan antar anggota keluarga.
7) Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah
pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin
tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti bukti ilmiah yang
rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai
dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah : tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif
mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga
tidak terulang kembali.
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien
sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah,
diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering
ditegakkan dalam asuhan keperawatan transcultural
yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan
125
dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial
berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidak
patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini.
3) Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam
keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan.
Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan
tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya
klien (Gigerand Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman
yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural
(Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan
budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi
budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya
klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan
dengan kesehatan.
1) Cultural care preservation/maintenance
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien
dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi
b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat
berinterkasi dengan klien
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang
dimiliki klien dan perawat
2) Cultural careaccomodation/negotiation
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh
klien
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan
perawatan
126
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan
negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik
3) Cultual care repartening/reconstruction
a) Beri kesempatan pada klien untuk
memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat
dirinya dari budaya kelompok
c) Gunakan pihak ketiga bila perlu
d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke
dalam bahasa kesehatanyang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua
e) Berikan informasi pada klien tentang sistem
pelayanan kesehatan. Perawat dan klien
harus mencoba untuk memahami budaya
masing-masing melalui proses akulturasi,
yaitu proses mengidentifikasi persamaan
danperbedaan budaya yang akhirnya akan
memperkaya budaya budaya mereka.
f) Bila perawat tidak memahami budaya klien
maka akan timbul rasa tidak percaya
sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akan terganggu.
Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan
hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.
4) Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural
dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan
127
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan
budaya baru yang mungkin sangat bertentangan
dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi
dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya klien.
5) Format Pengkajian
A. Pengkajiann
1. Faktor Tekhnologi ( Technological Factors )
a. Persepsi klien tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini :
b. Alasan mencari bantuan kesehatan :
c. Persepsi sehat sakit :
d. Kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan :
2. Faktor Agama dan Falsafah Hidup ( Religious and
Phylosophical Factors )
a. Agama yang dianut :
b. Kebiasaan yang berdampak positif terhadap
kesehatan :
c. Berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal
putus asa :
d. Mempunyai konsep diri yang utuh :
1) Gambaran diri :
2) Ideal diri :
3) Harga diri :
4) Peran diri :
5) Identitas diri :
e. Status pernikahan :
f. Persepsi klien terhadap kesehatan dan cara
beradaptasi terhadap situasinya saat ini:
128
g. Cara pandang klien terhadap penyebab
penyakit :
h. Cara pengobatan dan penularan terhadap
orang lain :
3. Faktor Sosial dan Keterikatan Kekeluargaan
(Khinsip and Social Factors)
a. Nama lengkap :
b. Nama panggilan dalam keluarga :
c. Umur :
d. Tempat dan tanggal lahir :
e. Jenis kelamin :
f. Status :
g. Tipe keluarga :
h. Pengambilan keputusan dalam anggota
keluarga :
i. Hubungan klien dengan kepala keluarga:
j. Kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga :
k. Kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat :
kerja bakti
4. Faktor Nilai – Nilai Budaya dan Gaya Hidup
(Cultural Values and Lifeways )
a. Posisi dan jabatan :
b. Bahasa yang digunakan :
c. Kebiasaan membersihkan diri :
d. Kebiasaan makan :makan sulit dan tidak
teratur:
e. Makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit:
f. Sarana hiburan yang bisa dimanfaatkan dan
persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas
sehari – hari :
5. Faktor Kebijakan dan Peraturan Rumah Sakit
yang Berlaku (Pollitical and Legal Factors )
a. Peraturan dan kebijakan berkenaan dengan
129
jam berkunjung :
b. Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu
:
c. Hak dan kewajiban klien yang harus
dikontrakkan klien oleh rumah sakit:
d. Cara pembayaran untuk klien yang dirawat :
6. Faktor Ekonomi (Economical Factors)
a. Sumber ekonomi yang dimanfaatkan oleh
klien:
b. Tabungan dan patungan antar anggota
keluarga :
c. Pekerjaan klien :
d. Sumber biaya pengobatan :
e. Kebiasaan menabung dan jumlahnya dalam
sebulan :
7. Faktor Pendidikan (Educational Factors) Latar
belakang pendidikan klien, meliputi :
a. Tingkat pendidikan klien :
b. Tingkat pendidikan keluarga :
c. Jenis pendidikan : Sekolah Menengah Pertama
d. Kemampuan klien belajar secara aktif
mandiri tentang pengalaman sakitnya
sehinggatidak terulang kembali :
8. Pemeriksaan fisik (Head to toe)
9. Pemeriksaan penunjang.
130
DAFTAR PUSTAKA
131
132
BAB 8
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TRANSKULTURAL
Oleh Bestfy Anitasari
133
3. Diagnosis keperawatan membantu mengidentifikasi
bagaimana klien atau kelompok merespons proses
kesehatan pada masalah aktual atau potensial yang
terientifikasi dan mengetahui sumber kekuatan klien yang
tersedia yang dapat digunakan untuk mencegah atau
mengatasi masalah.
4. Sebagai media komunikasi untuk kolaborasi antara
profesional keperawatan dan tim perawatan Kesehatan
lainnya.
5. Memberikan dasar evaluasi untuk menentukan apakah
asuhan keperawatan bermanfaat bagi klien
6. Bagi mahasiswa keperawatan, diagnosa keperawatan
adalah alat pengajaran yang efektif untuk membantu
mempertajam keterampilan pemecahan masalah dan
pemikiran kritisnya.
134
peninjauan, penyempurnaan, dan penelitian pada label diagnostik
sehingga dapat muncul label diagnose baru atau modifikasi pada
label diagnose sebelumnya. Ini dilakukan untuk menjawab
kebutuhan keperawatan untuk mendapatkan status
profesionalnya, meningkatnya penggunaan komputer di rumah
sakit untuk dokumentasi akreditasi, dan permintaan bahasa
standar dari perawat menyebabkan perkembangan diagnosis
keperawatan. Perawat dapat mengirimkan usulan diagnosis ke
Komite Peninjauan Diagnostik untuk ditinjau dan selanjutnya
dewan direksi NANDA-I akan memberikan persetujuan akhir untuk
memasukkan diagnosis dimasukkan ke dalam daftar label resmi
atau tidak. Pada tahun 2021, NANDA-I telah menyetujui 267
diagnosis untuk penggunaan, pengujian, dan penyempurnaan klinis
(Warren, 1990; Müller-Staub, 2007).
Diagnosis keperawatan dipandang sebagai pendekatan yang
dapat memberikan "kerangka acuan bagi perawat dapat
menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang diharapkan"
dalam situasi praktik klinis. Diagnosis keperawatan juga
dimaksudkan untuk menentukan batasan unik keperawatan dalam
kaitannya dengan diagnosis medis. Bagi NANDA, standarisasi
bahasa keperawatan melalui diagnosis keperawatan adalah
langkah pertama agar remunerasi bisa didapatkan (George J,
2002).
Pada tahun 1953, Virginia Fry dan R. Louise McManus
memperkenalkan istilah disiplin khusus "diagnosis keperawatan"
untuk menggambarkan langkah yang diperlukan dalam menyusun
rencana asuhan keperawatan. Pada tahun 1972, Undang-Undang
Praktik Perawat Negara Bagian New York mengidentifikasi
diagnosis sebagai bagian dari domain hukum keperawatan
profesional. Undang-undang tersebut adalah pengakuan legislatif
pertama tentang peran independen dan fungsi diagnostik
keperawatan (Müller-Staub, 2007).
135
Pada tahun 1973, perkembangan diagnosis keperawatan
secara resmi dimulai ketika dua anggota fakultas Universitas Saint
Louis, Kristine Gebbie dan Mary Ann Lavin, merasa perlu untuk
mengidentifikasi peran perawat dalam pengaturan rawat jalan.
Konferensi nasional pertama untuk mengidentifikasi diagnosa
keperawatan disponsori oleh Saint Louis University School of
Nursing and Allied Health Profession pada tahun yang sama. Pada
tahun 1973, Standar Praktek Asosiasi Perawat Amerika
memasukkan diagnosis sebagai fungsi keperawatan profesional.
Mendiagnosis kemudian dimasukkan ke dalam komponen proses
keperawatan. Proses keperawatan digunakan untuk membakukan
dan mendefinisikan konsep asuhan keperawatan, dengan harapan
dapat membantu memperoleh status professional (Warren, 1990).
Pada tahun 1980, Pernyataan Kebijakan Sosial American
Nurses Association (ANA) mendefinisikan keperawatan sebagai:
"diagnosis dan pengobatan respons manusia terhadap masalah
kesehatan aktual atau potensial." Pengakuan internasional atas
konferensi dan pengembangan diagnosis keperawatan yaitu pada
Konferensi Kanada Pertama di Toronto (1977) dan Konferensi
Perawat Internasional (1987) di Alberta, Kanada. Pada tahun 1982,
kelompok konferensi menerima nama "Asosiasi Diagnosis
Keperawatan Amerika Utara (NANDA)" untuk mengakui
partisipasi dan kontribusi perawat di Amerika Serikat dan Kanada.
Pada tahun yang sama, NANDA yang baru dibentuk menggunakan
“sembilan pola kesatuan manusia” Sr. Callista Roy sebagai prinsip
pengorganisasian sejak taksonomi pertama yang mencantumkan
diagnosis keperawatan menurut abjad yang dianggap tidak ilmiah.
Pada tahun 1984, NANDA mengganti nama "pola kesatuan manusia
" menjadi "pola respons manusia" berdasarkan karya Marjorie
Gordon. Saat ini, taksonomi tersebut sekarang disebut Taksonomi
II (Warren, 1990).
136
Pada tahun 1990 pada konferensi NANDA ke-9, disetujui
definisi resmi diagnosis keperawatan: “Diagnosis keperawatan
adalah penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan aktual
atau potensial. Diagnosis keperawatan memberikan dasar untuk
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang
menjadi tanggung jawab perawat.
Pada tahun 1997, NANDA mengubah nama jurnal resminya
dari “Diagnosis Keperawatan” menjadi “Diagnosis Keperawatan:
Jurnal Internasional Terminologi dan Klasifikasi Keperawatan.”
Pada tahun 2002, NANDA berganti nama menjadi NANDA
International (NANDA-I) sebagai wujud meluasnya kebutuhan
akan diagnosis keperawatan bukan hanya di Amerika saja. Pada
tahun yang sama, Taksonomi II dirilis berdasarkan versi revisi pola
kesehatan Fungsional Gordon. Pada tahun 2018, NANDA-I telah
menyetujui 244 diagnosis untuk penggunaan, pengujian, dan
penyempurnaan klinis. Pada tahun 2021, ada 267 diagnosis yang
disetujui untuk penggunaan, pengujian, dan penyempurnaan klinis
(Warren, 1990).
4. Diagnosa Sindrom
Diagnosis sindrom adalah penilaian klinis tentang
sekelompok masalah atau diagnosis keperawatan risiko yang
diprediksi muncul karena situasi atau peristiwa tertentu.
Mereka juga ditulis sebagai pernyataan satu bagian yang hanya
membutuhkan label diagnostik.
139
Contoh diagnosis keperawatan sindrom adalah:
a. Sindrom Nyeri Kronis
b. Sindrom Pascatrauma
c. Sindrom Lansia Frail
140
Gambar 8.1. Tipe-tipe diagnosa keperawatan (Vera M, 2022)
2. Etiologi
Etiologi, atau faktor terkait, komponen label diagnosis
keperawatan mengidentifikasi satu atau lebih kemungkinan
penyebab masalah kesehatan, merupakan kondisi yang terlibat
dalam perkembangan masalah, memberikan arahan pada
terapi keperawatan yang diperlukan, dan memungkinkan
perawat untuk mengindividualisasikan masalah tersebut.
perawatan klien. Intervensi keperawatan harus ditujukan pada
faktor etiologi untuk menghilangkan penyebab yang
mendasari diagnosis keperawatan.
3. Faktor risiko
Faktor risiko digunakan sebagai pengganti faktor etiologi
untuk diagnosis keperawatan risiko. Faktor risiko adalah
kekuatan yang menempatkan individu (atau kelompok) pada
peningkatan kerentanan terhadap kondisi yang tidak sehat.
Faktor risiko ditulis mengikuti frasa "sebagaimana dibuktikan
oleh" dalam pernyataan diagnostik.
1. Risiko Jatuh yang dibuktikan dengan usia tua dan
penggunaan alat bantu jalan.
142
2. Risiko Infeksi yang dibuktikan dengan rusaknya
integritas kulit.
4. Mendefinisikan Karakteristik
Karakteristik yang menentukan adalah kumpulan tanda
dan gejala yang menunjukkan adanya label diagnostik tertentu.
Dalam diagnosis keperawatan aktual, karakteristik yang
menentukan adalah tanda dan gejala klien yang teridentifikasi.
Untuk diagnosis keperawatan risiko, tidak ada tanda dan gejala
sehingga faktor yang menyebabkan klien lebih rentan
terhadap masalah membentuk etiologi diagnosis keperawatan
risiko. Mendefinisikan karakteristik ditulis mengikuti frase
"sebagaimana dibuktikan oleh" atau "sebagaimana
dimanifestasikan oleh" dalam pernyataan diagnostik.
143
1. Menganalisis Data
Analisis data melibatkan membandingkan data pasien
dengan standar, mengelompokkan isyarat, dan
mengidentifikasi kesenjangan dan ketidakkonsistenan.
144
Gambar 8.3. Penulisan pernyataan diagnosa keperawatan (Vera M,
2022)
145
8.7 Menulis Diagnosa Keperawatan
Dalam menulis pernyataan diagnostik keperawatan,
gambarkan status kesehatan individu dan faktor-faktor yang
berkontribusi pada status tersebut. Anda tidak perlu menyertakan
semua jenis indikator diagnostik. Penulisan pernyataan diagnostik
bervariasi untuk setiap jenis diagnosis keperawatan (Warren,
1990; Iyer, 1996; Ralph, 2005).
1. Bentuk PES
Cara lain penulisan pernyataan diagnostik keperawatan adalah
dengan menggunakan format PES, yang merupakan singkatan
dari Problem (label diagnostik), Etiologi (faktor terkait), dan
Tanda/Gejala (definisi karakteristik). Pernyataan diagnostik
dapat berupa satu bagian, dua bagian, atau tiga bagian
menggunakan format PES.
a. Pernyataan Diagnosis Keperawatan Satu Bagian
Diagnosis keperawatan promosi kesehatan biasanya
ditulis sebagai pernyataan satu bagian karena faktor
terkait selalu sama: termotivasi untuk mencapai
tingkat kesehatan yang lebih tinggi melalui faktor
terkait dapat digunakan untuk memperbaiki diagnosis
yang dipilih. Diagnosis sindrom juga tidak memiliki
faktor terkait. Contoh pernyataan diagnosis
keperawatan satu bagian meliputi:
1) Kesiapan untuk Meningkatkan ASI
2) Kesiapan untuk Mengatasi Peningkatan
3) Sindrom Trauma Pemerkosaan
146
diagnosis yang mungkin karena tanda dan gejala tidak ada.
Contoh pernyataan diagnosis keperawatan dua bagian
meliputi:
1) Risiko Infeksi yang dibuktikan dengan pertahanan
pejamu yang terganggu
2) Risiko Cedera yang dibuktikan dengan profil darah
abnormal
3) Kemungkinan Isolasi Sosial berhubungan dengan
etiologi yang tidak diketahui
147
Gambar 8.4. Tipe PES (Vera M, 2022)
148
dengan penurunan preload sekunder akibat infark
miokard.
b) Menggunakan "faktor kompleks" ketika ada terlalu
banyak faktor etiologi atau ketika terlalu kompleks
untuk dinyatakan dalam frasa singkat. Misalnya,
Harga Diri Rendah Kronis yang terkait dengan faktor
kompleks.
149
Batasan karakteristiknya ditandai dengan:
a) Tidak dapat berbicara bahasa yang dominan
b) Berbicara atau mengungkapkan dengan susah
payah
c) Kesulitan mengungkapkan pikiran secara verbal
d) Menunjukkan kecemasan ketika mencoba untuk
verbalisasi dalam bahasa dominan
e) Terlalu takut atau malu untuk membina hubungan
social
f) Keraguan dalam berbagi informasi budaya
g) Tampak minder dan tertekan, bahkan saat
berbicara bahasa yang dominan
h) Memberikan tanggapan yang hanya ingin didengar
perawat/petugas kesehatan walaupun tidak sesuai
dengan keyakinannya
i) Mengungkapkan nilai-nilai yang dirasakan dari
praktisi perawatan Kesehatan daripada nilai dan
keyakinan sendiri
j) Kurangnya kesesuaian antara komunikasi
nonverbal dan verbal
k) Respons nonverbal tidak konsisten dengan budaya
dominan
l) Pola mata yang menyimpang, kontak tubuh, dan
bahasa tubuh saat verbalisasi tidak sesuai
m) Mengangguk kepala tanda setuju untuk pertanyaan
sementara mata tidak mencerminkan pemahaman
n) Membutuhkan juru Bahasa
o) Membutuhkan penggunaan juru bahasa untuk
memenuhi kebutuhan dasar
Faktor terkait:
a) Perbedaan bahasa
b) Perbedaan ekspresi budaya
150
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan
disonansi sosiokultural
Definisi: Keadaan di mana seorang individu diamati
memiliki atau secara verbal mengungkapkan konflik
dalam pertukaran sosial dengan anggota budaya dominan
atau dengan anggota kelompok budaya sendiri
Batasan karakteristiknya ditandai dengan:
a) Ketidaknyamanan yang diungkapkan atau diamati
dalam situasi sosial
b) Ketidakmampuan yang diungkapkan atau diamati
untuk menerima atau berkomunikasi atau
memuaskan rasa memiliki, peduli, minat, atau
berbagi sejarah
c) Pilihan pribadi yang diucapkan atau diamati untuk
mempertahankan sistem tradisional
d) Lebih memilih/mencari orang yang memiliki
budaya yang sama
e) Pilihan pribadi untuk mempertahankan cara
budaya atau menjauh darinya
f) Pengurangan verbalisasi sebagai tanggapan yang
sesuai secara budaya terhadap disonansi
g) Menghindari interaksi yang diucapkan atau
diamati dengan budaya yang dominan
h) Komunikasi yang tidak efektif
i) Pola komunikasi nonverbal bertentangan dengan
dominan budaya
j) Selera humor yang halus tidak dirasakan atau
dipahami oleh orang lain
k) Reaksi terhadap lingkungan budaya yang berubah
l) Persepsi lingkungan yang tidak ramah
m) Perselisihan keluarga terkait dengan berbagai
tingkat enkulturasi dalam satu kelompok
151
Faktor terkait:
a) Relokasi atau dislokasi dari kelompok budaya
b) Takut mengungkapkan keyakinan budaya
c) Tingkat enkulturasi
d) Perilaku yang tidak dapat diterima
152
l) Ketidakpercayaan terhadap model medis modern
m) Menolak ketidakpatuhan
n) Penolakan ketidakpatuhan
o) Memberi kesan setuju tetapi tidak mematuhi
p) Ketidakcocokan antara budaya pasien dan
penyedia
q) Penggunaan praktik kesehatan tradisional dan
nontradisional
r) Mengungkapkan ketidakcocokan
s) Penerapan informasi yang tidak tepat
t) Perilaku yang menunjukkan kurangnya
pemahaman tentang pengobatan
u) Penerapan informasi yang tidak tepat
Faktor terkait:
a) Menghargai waktu dengan berbagai tingkat
kepentingan
b) Ketidakpercayaan terhadap model medis yang
dominan
c) Takut akan bahaya
d) Keyakinan yang bertentangan tentang penyebab
penyakit
e) Keyakinan yang bertentangan tentang penyembuhan
penyakit
f) Nilai-nilai kesehatan bertentangan dengan rejimen
professional
g) Penggunaan model medis tradisional
8.8 Perencanaan
Perencanaan adalah langkah ketiga dari proses keperawatan.
Ini memberikan arahan untuk intervensi keperawatan. Ketika
perawat, staf medis pengawas, dan pasien menyetujui diagnosa,
perawat akan merencanakan rangkaian perawatan yang
153
mempertimbangkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
Setiap masalah berkomitmen untuk tujuan yang jelas dan terukur
untuk hasil yang bermanfaat yang diharapkan. Fase perencanaan
adalah di mana tujuan dan hasil dirumuskan yang secara langsung
berdampak pada perawatan pasien berdasarkan pedoman praktik
berbasis bukti (EBP). Sasaran khusus pasien ini dan pencapaian
bantuan semacam itu dalam memastikan hasil yang positif.
Rencana asuhan keperawatan sangat penting dalam fase
penetapan tujuan ini. Rencana perawatan memberikan arahan
untuk perawatan pribadi yang disesuaikan dengan kebutuhan unik
individu. Kondisi keseluruhan dan kondisi komorbid berperan
dalam penyusunan rencana perawatan. Rencana perawatan
meningkatkan komunikasi, dokumentasi, penggantian, dan
kesinambungan perawatan di seluruh kontinum perawatan
Kesehatan (Moyet-Carpenito, 2006; Kozier, 2010; Nursalam, 2011).
1. Jenis perencanaan
Perencanaan dimulai dengan kontak klien pertama dan
dilanjutkan sampai hubungan perawat-klien berakhir, lebih
disukai ketika klien keluar dari fasilitas perawatan
Kesehatan (Moyet-Carpenito, 2006; Budiono, 2016).
a) Perencanaan Awal
Perencanaan awal dilakukan oleh perawat yang
melakukan pengkajian masuk. Biasanya, perawat
yang sama akan menjadi orang yang membuat
rencana perawatan awal yang komprehensif.
b) Perencanaan yang sedang berlangsung
Perencanaan berkelanjutan dilakukan oleh semua
perawat yang bekerja dengan klien. Ketika seorang
perawat memperoleh informasi baru dan
mengevaluasi respons klien terhadap perawatan,
mereka dapat mengindividualisasikan rencana
perawatan awal lebih lanjut.
154
c) Rencana perawatan berkelanjutan juga terjadi pada
awal shift. Perencanaan berkelanjutan
memungkinkan perawat untuk:
1) Menentukan apakah status kesehatan klien telah
berubah
2) Menetapkan prioritas untuk klien selama shift
3) Memutuskan masalah mana yang akan difokuskan
selama shift
4) Berkoordinasi dengan perawat untuk memastikan
bahwa lebih dari satu masalah dapat diatasi pada
setiap kontak klien
d) Perencanaan Pemulangan
Perencanaan pemulangan adalah proses
mengantisipasi dan merencanakan kebutuhan setelah
pemulangan. Untuk memberikan perawatan yang
berkelanjutan, perawat perlu mencapai hal-hal
berikut:
1) Mulailah perencanaan pemulangan untuk semua
klien ketika mereka dirawat di lingkungan
perawatan kesehatan mana pun.
2) Libatkan klien dan keluarga klien atau orang
pendukung dalam proses perencanaan.
3) Berkolaborasi dengan profesional perawatan
kesehatan lainnya sesuai kebutuhan untuk
memastikan bahwa kebutuhan biopsikososial,
budaya, dan spiritual terpenuhi.
155
layanan kesehatan lainnya untuk mencapai hasil
perawatan kesehatan. Tanpa proses perencanaan
asuhan keperawatan, kualitas dan konsistensi asuhan
pasien akan hilang (Moyet-Carpenito, 2006; Nursalam,
2011; Budiono, 2016).
8.9 Implementasi
Fase implementasi proses keperawatan adalah ketika
perawat menerapkan rencana perawatan. Ini melibatkan tindakan
dan pelaksanaan aktual dari intervensi keperawatan yang
digariskan dalam rencana asuhan. Intervensi harus spesifik untuk
setiap pasien dan fokus pada hasil yang dapat dicapai. Tindakan
yang terkait dengan rencana asuhan keperawatan termasuk
memantau pasien untuk tanda-tanda perubahan atau perbaikan,
secara langsung merawat pasien atau melakukan tugas-tugas
kolaborasi medis penting seperti pemberian obat, mendidik dan
membimbing pasien tentang manajemen kesehatan lebih lanjut,
dan merujuk atau menghubungi pasien untuk sebuah tindak lanjut.
Perawat mungkin memerlukan bantuan saat menerapkan
beberapa intervensi keperawatan, seperti ambulasi klien obesitas
yang goyah, mengubah posisi klien, atau saat perawat tidak
terbiasa dengan model peralatan traksi tertentu memerlukan
bantuan saat pertama kali diterapkan. Perawat tidak hanya harus
memiliki dasar pengetahuan yang substansial tentang ilmu
pengetahuan, teori keperawatan, praktik keperawatan, dan
parameter hukum intervensi keperawatan tetapi juga harus
memiliki keterampilan psikomotorik untuk menerapkan prosedur
dengan aman. Perawat perlu menggambarkan, menjelaskan, dan
mengklarifikasi kepada klien intervensi apa yang akan dilakukan,
sensasi apa yang harus diantisipasi, apa yang diharapkan klien
lakukan, dan apa hasil yang diharapkan. Saat mengimplementasi-
kan perawatan, perawat melakukan aktivitas yang mungkin
156
mandiri, bergantung, atau saling bergantung (Moyet- carpenito,
2006).
158
b) Melibatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi
dengan kesepakatan berdasarkan pengetahuan
biomedis, pandangan klien dan standar etik.
8.10 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan
terhadap keberhasilan klien untuk mempertahankan budaya
yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang
159
tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya
baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang
dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Gustafson, 2005; Sutria, 2013).
8.11 Kesimpulan
Signifikansi dari perawatan kesehatan yang sesuai secara
budaya tidak dapat dipahami jika perawat tidak memahami
nilai dari diagnosis keperawatan yang relevan secara budaya.
Berdasarkan sebuah penelitian dengan penerapan taksonomi
Asosiasi Diagnosis Keperawatan Amerika Utara (NANDA)
sebagai alat penilaian yang sesuai secara budaya untuk
digunakan dengan populasi yang beragam. Dalam studi
tersebut, tiga diagnosis keperawatan dianalisis untuk
memvalidasi kesesuaian budaya sampel penelitian. Diagnosa
tersebut adalah gangguan komunikasi verbal, isolasi sosial, dan
ketidakpatuhan dalam situasi budaya yang beragam. Temuan
dari penelitian ini menunjukkan bahwa diagno sis keperawatan
cenderung fokus pada klien daripada penyedia dan karena itu
tidak mengakui keberadaan sudut pandang lain yang relevan
secara budaya, digeneralisasi dan meningkatkan kemungkinan,
ketika diterapkan dalam pengaturan budaya yang beragam,
untuk stereotip dan viktimisasi karena apa yang disebut model
medis non-Barat diyakini "abnormal" dan dengan demikian
memerlukan intervensi yang lebih mendalam; dan melibatkan
fenomena mislabeling, yang pada kenyataannya muncul sebagai
ekspresi disonansi budaya daripada ekspresi faktor politik,
sosial, psikologis, atau ekonomi.
Dalam sebuah penelitian klasik, namun relevan, yang
dilaporkan menunjukkan bahwa diagnosis keperawatan
NANDA "gangguan komunikasi, verbal, terkait dengan
perbedaan budaya" adalah contoh yang sangat baik dari
160
diagnosis berorientasi klien yang tidak mengenali perbedaan
budaya linguistik. Studi ini menyimpulkan bahwa diagnosis
NANDA dari “gangguan komunikasi verbal” berkonotasi bahwa
komunikasi verbal dan kemampuan klien untuk memahami
dan menggunakan bahasa terganggu dalam beberapa hal.
Diagnosis ini tidak mempertimbangkan faktor penyebab yang
menyebabkan gangguan tersebut. Jelas bahwa individu yang
berbicara dalam bahasa yang berbeda dari yang digunakan oleh
penyedia layanan kesehatan atau perawat mungkin sangat
mampu menggunakan dan memahami bahasa tertentu ketika
berinteraksi dengan orang yang fasih dalam bahasa tersebut.
Jika klien dalam situasi ini “terganggu secara verbal”, perawat
juga mengalami gangguan yang sama. Geissler juga
menyimpulkan bahwa diagnosis NANDA "gangguan
komunikasi verbal" tidak cukup mengatasi masalah komunikasi
nonverbal, yang diidentifikasi dalam literatur keperawatan
sebelumnya sebagai faktor penilaian penting (Geissler, 1992).
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan isolasi
sosial dan ketidakpatuhan perlu mendefinisikan
karakteristiknya lebih lanjut untuk digunakan dengan populasi
yang beragam secara budaya. Penggunaan istilah
ketidakpatuhan, menunjukkan bahwa ketidakpatuhan mungkin
lebih tepat karena istilah ini lebih akurat mencerminkan
perilaku yang dihasilkan dari disonansi budaya. Pada saat yang
sama, penggunaan ketidakpatuhan dapat menghilangkan
stigma rasa bersalah yang dialami oleh penerima layanan
kesehatan yang secara tidak tepat diberi label tidak patuh.
161
DAFTAR PUSTAKA
162
Leininger, M. & McFarland. M.R,. 2002. Transcultural Nursing:
Concepts, Theories, Research and Practice, 3rd Ed. Mc-Graw
Hill Companies
Maier-Lorentz, M. M. 2008. Transcultural nursing: Its importance in
nursing practice. Journal of cultural diversity, 15(1), 37-43.
Martin, J, N. 2017. Experiencing Intercultural Communication an
Introduction. New York McGraw-Hill Education.
McFarland, M. R., & Wehbe-Alamah, H. B. 2018. Leininger's
Transcultural Nursing: Concepts, Theories, Research and
Practice. McGraw Hill Education.
Müller-Staub, M., Lavin, M. A., Needham, I., & van Achterberg, T.
2007. Meeting the criteria of a nursing diagnosis
classification: Evaluation of ICNP®, ICF, NANDA and
ZEFP. International journal of nursing studies, 44(5), 702-713.
Moyet-Carpenito L.J. 2006. Nursing diagnosis: Application for clinical
practice. 11th Edition. Lippincott Williams & Wilkins
Murphy SC. 2006. Mapping the literature of transcultural nursing.J
Med Libr Assoc . 94(2 Suppl): 143-51.
Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Edisi 3. Penerbit Salemba Medika.
Potter and Perry. 2011. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process,
and Practice. 5th Edition. Alih bahasa, Yasmin Asih, dkk. EGC.
Ralph, S. S., & Taylor, C. M. 2005. Nursing diagnosis reference
manual. Lippincott Williams & Wilkins.
Sutria, E. 2013. Keperawatan Transkultural. Alauddin University
Press.
Vera M. 2022. Nursing diagnosis guide and list: All you need to
know to master diagnosing. Retrievied from
https://nurseslabs.com/nursing-diagnosis/. Cited on
November 12, 2022
Warren, J. J., & Hoskins, L. M. 1990. The development of NANDA's
nursing diagnosis taxonomy. International Journal of Nursing
Terminologies and Classifications, 1(4), 162-168.
163
164
BAB 9
APLIKASI KONSEP & PRINSIP
KEPERAWATAN TRANSKULTURAL
Oleh Ichlas Tribakti
9.1 Pendahuluan
Untuk imemahami ikeperawatan itranskultural isecara ilebih
ikomprehensif, imaka iperlu idipahami itentang ibagaimana
iaplikasi idari ikonsep iserta iprinsip ikeperawatan itranskultural
iini. iSebelum imembedah ilebih ijauh, imaka isetiap ipraktisi iatau
ipembelajar iilmu ikeperawatan iharus imengingat iprinsip idasar
iini. iPrinsip iitu iadalah isebuah iasumsi idasar ikeperawatan
itranskultural, iyaitu iperilaku icaring. iSecara iliteral, icaring
isendiri iadalah isebuah ikata idalam ibahasa iInggris iyang iberarti
ipeduli. iKemudian ijika idihubungkan idengan ikonsep
ikeperawatan imaka icaring iadalah iesensi iutama idari
ikeperawatan. iCaring ijuga iyang imembedakan ikeperawatan
idengan ikonsep ilainnya, iserta ikonsep icaring iini iseharusnya
ijuga imampu imendominasi, iserta imempersatukan iberbagai
itindakan ikeperawatan iyang idilakukan ioleh iseluruh ipraktisi
idalam ialur iasuhan ikeperawatan.
Caring adalah isebuah itindakan iyang idilakukan ioleh
iseluruh ielemen idalam iasuhan ikeperawatan idalam irangka
imemberikan idukungan ikepada iindividu isecara iutuh.
iSeharusnya, iperilaku icaring iini idiberikan ikepada imanusia
isejak ilahir, ihingga imasa iperkembangan idan ipertumbuhan,
isampai imanusia iitu ipada iakhirnya imeninggal. iPerilaku
icaring iini isecara iumum idikatakan isebagai iberbagai ihal
iyang iberkaitan idengan idukungan idan ibimbingan ikepada
165
imanusia iyang idilakukan isecara iutuh. iDan idalam ikonteks
ikeperawatan itranskultural, ihuman icaring iini iadalah
isebuah ifenomena iuniversal, idimana iekspresi, istruktur idan
ipolanya iamat iberagam idan ibervariasi, itergantung ilatar
isosial-kultur idimana iproses iini idiaplikasikan.
167
iBudaya ijuga iamat iberpengaruh iterhadap imasing-masing
iindividu, ikhususnya iketika imereka iberinteraksi idengan iyang
ilain.
Komunikasi itranskultural iadalah ihal iyang iamat ipenting
idalam iproses iasuhan ikeperawatan. iOleh ikarena iitu iperawat
iharus imengerti itentang isistem ikepercayaan, iserta ibagaimana
ikeyakinan ihidup isehat idari ipandangan iklien. iTren idemografi
ibaru imenunjukkan iadanya ipeningkatan ibudaya idan
ikeragaman ietnik idi isuatu itempat. iPerawat imemiliki ibanyak
iwaktu iuntuk iberinteraksi idengan iklien, ioleh ikarena iitu
iperawat iharus imenyadari ipentingnya ibudaya iyang iberkaitan
idengan ikomunikasi. iKetrampilan iberkomunikasi idalam iproses
itranskultural ikeperawatan, iserta iberbagai ipen ikompetensi
ikeperawatan. iIni isemua idilakukan iagar iperawat idapat
imengakomodir iberbagai iperubahan iyang icepat idalam
imasyarakat iyang iheterogengetahuan iakan ikonsep idan
iprinsipnya, ipasti iakan imenjadi ikebutuhan ipenting iuntuk
imenyediakan
Perawat iharus iselalu ibelajar iuntuk imenilai ibudaya,
iserta ikeragaman ibudaya iyang iada idi imasyarakat. iTermasuk
iberbagai iapresiasi ibudaya iyang iada. iMisalnya isaja
iketrampilan inegoisasi iuntuk imelakukan ikomunikasi isecara
iefektif. iKomunikasi iitu idilakukan idengan ipara iindividu idari
ilatar ibelakang iberbeda. iIni itentu isaja imerupakan ihal iyang
ikompleks, iseperti ipenggunaan ibahasa idaerah idalam
iberkomunikasi. iKetika iberkomunikasi iperawat iharus
imemperhatikan ikeyakinan ibudaya, iserta idan iperilaku idalam
ikomunikasi i( ibaik iverbal imaupun inonverbal).
Komunikasi iantar ibudaya imengacu ipada ikehadiran idua
iatau ilebih iindividu iyang iberbeda ibudaya. iMasing i– imasing
ibudaya ipasti imemiliki iatribut iseperti inilai iorientasi, ikode
ikomunikasi iyang idisukai, iharapan iperan, iserta iberbagai
iaturan iyang idirasakan idalam ihubungan isosial. iJika iada ikode
168
iyang iberbeda idan itidak idipahami ioleh isalah isatu ikomunikan,
imaka iakan iterjadi ikebingungan, iketidaksabaran idan
ikesalahpahaman.
170
iperbedaan-perbedaan iyang iyang iamat inatural idalam
imasyarka, imisalnya isaja iperbedaan iras, iagama iataupun
ikepercayaan.
172
Tentu isaja ipara ipraktisi imedis imodern idalam iinstitusi
iitu itidak imungkin ilangsung isemena-mena imenghilangkan
iberbagai ipengobatan ialternatif itradisional itersebut idari idaftar
ipenyembuhan ipenyakit ipasien. iYang iharus idilakukan ioleh
iperawat idan itenaga imedis iadalah imencoba imengakomodir
iberbagai iperspektif itradisional iitu, idan imemformulasikannya
iagar ipas idengan ikebutuhan ipasien.
Salah isatu ihambatan iyang ikemungkinan ibesar iakan
idihadapi ioleh iperawat iatau ipara itenaga ikesehatan iadalah
iadanya inilai-nilai ietnosentrisme iyang idimiliki ioleh ipasien.
iNilai ietnosentrisme iini iakan imembuat ipara iperawat ikesulitan
imelakukan iberbagai ipengobatan iyang isifatnya iobjektif.
iObjektif idi isini iukurannya itentu iadalah ipengobatan imedis
imodern iitu. iEtnosentrisme iadalah ikeyakinan iseseorang iyang
imerasa ibudayanya isuperior idibandingkan ibudaya iyang ilain.
iIni iadalah isikap ibangga iyang iberlebihan, itanpa imau imelihat
idan imemikirkan ibudaya iyang ilain.
Pada itakaran itertentu, ietnosentrisme iadalah isikap iyang
ibaik, ikarena ibangga ipada ikebudayaan isendiri itentu iadalah
ihal iyang ibaik. iYang imenjadi imasalah iadalah ijika isikap iitu
imenjadi iberlebihan. iSikap iyang iberlebihan iakan imembuat
iperawat imenutup idiri iterhadap iyang ilain. iDalam ikonteks
ikomuniikasi itranskultural idalam iasuhan ikeperawatan iini,
iperawat iharus imampu imenahan idiri, idan isecara ipercaya idiri
imengedepankan ibentuk- ibentuk ikebudayaan ikeperawatan.
174
icepat idan ikeras idan ikesannya iamat ikonfrontatif. iSementara
iuntuk iwarga iketurunan iEropa iakan imenjelaskan isesuatu
idengan inada ilebih ilambat. iTekanan isuara ipun iterkesan itidak
imenantang, iserta ikesannya ilebih irendah idiri. iOrang-orang
iketurunan iAsia iakan iberkata ilebih ilembut idan itidak iterkesan
imenantang iterutama isaat ipercakapan isedang iberlangsung.
iMembicarakan imasalah ipribadi idengan iorang iasing iadalah ihal
iyang itidak iterlalu idisukai ioleh iorang-orang iAmerika
iketurunan iAfrika iatau iketurunan iArab. iSedangkan ibagi iorang
iAsia, imereka iakan isangat isenang idan imenghargai ijika iada
iyang ibertanya itentang ianggota ikeluarga imereka.
Hal ilainnya iyang isering idilakukan ioleh iorang iAmerika
iketurunan iAfrika iadalah, imereka isangat inaratif idan iverbal
iketika isedang imempromosikan iberbagai icara imengatasi
imasalah ikesehatan. iOrang-orang iAfrika iini, ikebanyakn ipercaya
ibahwa idoa ibisa imenjadi isalah isatu icara iuntuk
imenyembuhkan iberbagai ipenyakit. iSementara ibagi iorang-
orang iAsia, iEropa iTengah, iataupun iAmerika iLatin iadalah
iorang-orang iyang iharga idirinya icukup itinggi. iApalagi ijika
iberbicara itentang ikeluarga. iDalam ikonteks ikeperawatan,
iperawat iharus ilebih ipeka idan imembaca isituasi, ilalu iberusaha
itidak imelakukan iberbagai itindakan iatau imengeluarkan
iperkataan-perkatan iverbal iyang iterkesan imenghina, iatau
ikurang isopan ipada ipasien-pasien iberlatar ikultur iitu.
Lalu iapa ilawan idari ikomunikasi iverbal iini? iLawannya
itentu isaja idisebut ikomunikasi inonverbal. iKomunikasi
inonverbal iini iadalah isebuah ipola ikomunikasi iyang ilebih
ibanyak imengutamakan itindakan, idaripada iberbicara. iHal iini
isangat imungkin idilakukan ijika idua iorang iyang iterlibat idalam
isebuah ipembicaraan imemiliki ikebudayaan iatau ibahasa iibu
iyang iberbeda. iKomunikasi inonverbal idapat idilakukan isecara
isengaja iatau ibahkan itidak isenagaja. iManusia irupanya
imemiliki ibanyak ibahasa iketidaksadaran iyang imembantu
175
iuntuk imelakukan ikomunikasi. iKomunikasi inonverbal iini ibisa
idiekspresikan idengan isentuhan, ijarak, iruang, iisyarat itubuh,
iataupun iwaktu. iBerbagai ipesan inonverbal iyang idisampaikan
iitu imungkin imengindikasikan ipersetujuan, istatus, iemosi
iataupun ikekuatan. iPerawat iyang ibertugas idalam isebuah
iproses iasuhan ikeperawatan, iharus imemahami ibahwa idalam
isebuah ikeperawatan itranskultural, ikomunikasi iyang iefektif
iadalah ikomunikasi iyang imempertimbangkan itidak ihanya ikata
iyang idiucapkan itetapi ijuga iberbagai inuansa inonverbal idi
idalamnya.
Dalam ikomunikasi inonverbal, iada isebuah ikosa ibahasa
iyang iamat ipenting. iKosa ibahasa iitu iadalah ibahasa isentuhan.
iBentuk isentuhan idan ibagaimana imengekspresikannya itentu
iamat iberbeda itergantung idengan isiapa iproses ikomunikasi iitu
idilangsungkan, iserta idalam ikonteks ipembicaraan iapa.
iBerbagai ihal iyang iperlu idiperhitungkan isaat imelakukan
ikomunikasi idengan isentuhan iini iadalah ijenis ikelamin, iumur,
ifaktor isosial-ekonomi, iserta ipilihan-pilihan iindividu.
Berbagai iekspresi isentuhan iitu itentu iamat iberbeda,
imisalnya isaja isentuhan iuntuk imengekspresikan iagresi iatau
ipenyerangan idan ikemarahan, imisalnya iadalah idengan icara
imenampar iatau imemukul isecara ilangsung. iSementara iitu
isentuhan idengan imenepuk ibahu idari ibelakang, ipada
ibeberapa ibudaya itertentu ibisa idikatakan isebagai iindikasi
iuntuk isebuah ipersetujuan iatau ipenerimaan. iDan idalam
ibeberapa ibudaya iyang ilain, isentuhan isemacam iitu ibisa
imenjadi itidak ipantas. iKhususnya ipada isejumlah ibudaya iyang
ilatar ibelakang ikeagamannya ikental idengan iIslam. iBagi
isejumlah imasyarakat, imisalnya iorang iMeksiko iatau iorang
iAmerika iasli, imereka ipercaya ibahwa isentuhan iberdampak
ibesar ipada ikesembuhan isejumlah ipenyakit. iDan idi iVietnam,
ipada ibebeberapa iritual imereka, idipercaya ibahwa isentuhan
176
iyang iintens iadalah ihal iyang icukup imencemaskan ikarena
idianggap ibisa imelepaskan ijiwa idari itubuh iseseorang.
5. Jarak
Komunikasi ikeperawatan itranskultural iini ijuga iharus
imemperhitungkan ijarak isaat iharus imengaplikasikan ibentuk
ikomunikasi iini ikepada ipara ipasiennya. iJarak iadalah isalah
isatu ielemen idalam ikomunikasi iyang isangat ipenting, idan
iseringkali itidak iterlalu idiperhitungkan. iJarak iantara ipembicara
iyang isatu idengan ipembicara iyang ilain iamat iberpengaruh
iterhadap isampainya ipesan iyang iingin idisampaikan. iJarak
iyang ijauh, iserta itempat iyang itinggi iamat imempengaruhi
ipesan iyang idisampaikan ike iorang ilain. iJarak itempat iitu
idipengaruhi ioleh ibeberapa ifaktor idiantaranya iadalah ijenis
ikelamin, iatau ikedekatan iantara isi ipenyampai ipesan idengan
iyang imenerima ipesan. iArtinya, irasa ikekeluargaan iserta
ikepercayaan, ibisa imenentukan ijarak iyang inyaman. iHubungan
iatau ikomunikasi iyang ialami iantar isetiap iindividu iakan
idisampaikan imelalui ijarak iatau izona ikomunikasi isebagai
iberikut:
a. Zona iintim i
Masing-masing iindividu iberhadap-hadapan. iJaraknya
ikurang ilebih i18 iinci, idan idalam isituasi ipribadi iyang
iintim. iPada ijarak iini, iindividu idapat imerasakan
ipernapasan iserta ibau itubuh imasing-masing iorang
iyang idiajak ibicara. iKetika ijarak iseperti iini ikita
iaplikasikan ipada iorang-orang iyang itidak iterbiasa
idengan ikeintiman iatau iorang iasing, imaka imereka
ibiasanya iakan imerasakan iancaman. iOrang iitu iakan
imengalami igangguan iemosi idan ibisa ijadi, isecara ifisik
iakan iterganggu i–dalam ikadar itertentu- imisalnya isaja
inafasnya ijadi itidak iteratur, idan isuaranya ijadi iberbisik.
177
b. Zona ipribadi
Jark iyang iterjadi ipada itipe ikomunikasi iini iadalah i18 iinci
ihingga iempat ikaki. iBentuk ikomunikasi iyang ibiasa iterjadi
ipada ijarak iini iadalah iberjabat itangan, iatau iberbicara
itentang ihal-hal ipersonal, inamun itidak iterlalu irahasia. iPara
ipasangan iyang iberada idi iruang ipublik, ibiasanya iakan
imemposisikan idiri imereka ipada ijarak iini. iPada ijarak iini
imasing-masing iorang iakan ibersuara isecara inormal,
imasing-masing iindividu itidak iterlalu ibisa imencium ibau
ibadan imasing-masing, iserta idalam ikondisi iseperti iini
isangat ijarang iterjadi isebuah ipesentuhan ifisik iyang ilebih
iintens.
c. Zona isosial i
Jarak iyang iterbentuk ipada izona iini iadalah isejauh i4 ikaki
iatau i8 ikaki. iPada izona iini iseringkali iterjadi ikomunikasi
iyang ibertujuan iuntuk itransaksi ibisnis, iatau iberbagai ihal
iyang isifatnya ilebih iformal idan itidak ipersonal. iWawancara
iyang idilakukan ioleh ireporter iterhadap inarasumber
imereka ijuga iterjadi ipada ijarak iini.
d. Zona iumum
Jarak iyang iterbentuk idalam izona iini iumumnya iterjadi
idi iatas idelapan ikaki. iPada ijarak iini, iberbagai isituasi
idan ikondisi iyang iumumnya iterjadi iadalah isaat isedang
imengajar iatau isedang imenonton ikonser ipada isebuah
ipanggung ipertunjukkan.
178
iPasien iharus itetap idihargai iruang-ruang iprivasinya. iJika
iperawat iharus iduduk idi iujung ikasur ipasien isaat iproses
ikeperawatan ikarena ipasien itidak inyaman idengan ijarak
iyang iterlalu idekat idengan iperawat, iperawat iharus
imenghormati ihal iini.
7. Kontak imata
Bentuk ikomunikasi iini iadalah ibentuk ikomunikasi iyang
iharus idiperhatikan idengan iseksama. iTerkadang ibanyak iyang
itidak iterlalu imemperhatikan ibentuk iini, ipadahal iini iadalah
ibentuk ikomunikasi iyang ipaling ijujur idari isebuah ibahasa.
iSetiap iorang ipasti imemiliki ipola idan ikontak imata iberbeda-
ibeda. iTiap iperlintasan ibudaya ipasti iberbeda icara
imengekspresikannya. iKontak imata iini imenunjukkan iadanya
iperhatian iyang icukup ibesar ipada ilawan ibicaranya. iAda
ikeinginan iuntuk imengatur, imengubah iatau ikeinginan iuntuk
imembuat ikomunikasi iyang ibaru. iDalam imasyarakat ikita,
ibanyak iorang imalu iuntuuk imelakukan ikontak imata, ikarena
ikontak imata iini iadalah isalah isatu ibentuk ikomunikasi iyang
icukup ipersonal. iBanya iyang imerasa imalu iatau itidak inyaman
179
idalam isituasi ikontak imata iyang icukup iintens. iBagi iorang
iAfrika iAmerika, imelakukan ikontak imata ilangsung iadalah
isebuah ibentuk iancaman iatau itanda idari iadanya iagresi.
iSmentara iitu ibagi ibanyak imasyarakat iketurunan iAsia idi
iAmerika, ikontak imata iadalah ibentuk ipenghormatan iyang
isangat idalam ibagi ilawan ibicaranya.
8. Waktu
Waktu iadalah ielemen iyang isangat ipenting idalam
isebuah iproses ikomunikasi. iKonsep iwaktu iyang itidak isinergis
iantara imasing-masing iorang iyang iberkomunikasi iakan
imenimbulkan ikesalahpahaan idalam ibanyak ipenerimaan ipesan
ikomunikasi. iMisalnya isaja idalam ibahasa iInggris iadalah ikonsep
igrammar, idan ijika iseorang iyang iberkomunikasi idalam ibahasa
iInggris itidak imemahami igrammar, imaka isejumlah ipesan iyang
idisampaikan ijuga itidak iakan itepat. iDalam ikonteks ikesehatan,
imaka iketika imembicarakan ibudaya, imaka ikita iakan
imembicarakan iorientasi imasa idepan. iTermasuk idalam ikonteks
iperencanaan ikesehatan ijangka ipanjang. iHal iini idilakukan itentu
iagar ikita idapat imencegah iberbagai ipenyakit imasa idepan iyang
imungkin imuncul. iBagi iorang iAmerika iketurunan iAfrika, iserta
iorang iAmerika iketurunan iMeksiko, iwaktu iadalah ihal iyang
ifleksibel, iserta isebuah ikejadian itidak iakan idimulai isampai
imereka ibenar-benar ihadir idalam iperistiwa iitu.
180
imenginformasikan iberbagai ihal iyang iberhubungan idengan
ipengobatan imedis ipasien. iWalaupun isudah ibanyak iinstitusi
ikeperawatan ikesehatan iyang imenawarkan ibeberapa itipe
ipelayanan iyang imenyediakan istaff iuntuk ibertemu idengan
iklien iyang iberbeda ibudaya, inamun imempergunakan ijasa
ipenerjemah iyang ilebih iprofesional, idapat imembantu ikita
imengurangi iberbagai ikesalahan ipenerjemahan iuntuk ikasus-
kasus iyang iamat ipenting. i
Kemampuan ikomunikasi iverbal idan inonverbal ibagi
iberagam imasyarakat iadalah ihal iyang iamat ipenting. iIni
idiperlukan iagar imuncul ikepedulian ilintas ibudaya. iPerawat
idapat ilebih isensitif isaat imelihat ikebudayaan. iDan iperawat
ibisa ilebih ijeli imenggabungkan iberbagai ipengetahuan ibudaya
iyang idimiliki ioleh iklien. iYang ijelas, ibudaya idan ibahasa iyang
iberbeda iadalah ibukan ihambatan iyang iberarti iuntuk
imenyediakan iasuhan ikeperawatan iyang iberkualitas. iSemakin
ikita ikita imengerti idan imemahami iberbagai ipola ikomunikasi
idari ibudaya iberbeda, imaka ikomunikasi iyang idisampaikan
iakan ilebih iefektif ijuga.
181
ikesehatan, isehingga ipada ibeberapa ititik idapat
imenghambar iproses iasuhan ikeperawatan. i
c. Tidak iterkontrolnya iperkembangan isistem iinformasi
idan ikomunikasi ipada isetiap ilini iinstitusi ikesehatan
idi imasyarakat. i
d. Masyarakat isulit iuntuk imengikuti iperkembangan
ikomunikasi idan iinformasi ikarena iadanya
iketerbatasan isumber idaya, ibaik iitu isumber idaya
ifinansial iatau isumber idaya imanusia iyang imumpuni.
2. iHambatan iSemantik
Hambatan isemantik iini imaksudnya iadalah ihambatan
idalam ikonteks iberbahasa. iJika imengalami ihambatan iini,
imaka iproses iutama ipenyampaian ipesan iatau iide-ide idari
ikeseluruhan ipesan iakan iterganggu. iSecara idefinitif
isemantik iadalah istudi iatas ipengertian, imakna iatau
iberbagai isimbol iyang idiungkapkan ilewat ibahasa. iSuatu
ipesan iakan itidak isampai isesuai idengan imaksudnya, ijika
iada iberbagai imakna idalam ikebahasaan iyang itidak ijelas.
iWalaupun ialat iatau imedium iuntuk imentransmisikannya
iamat ibaik, ijika iada iketidakjelasan idalam ibahasa, imaka ibisa
ijadi ipesan itidak iakan itersampaikan idengan ibaik. iOleh
ikarena iitu, iseorang ikomunikator iharus imemilih ikata-kata
iyang itepat iserta isesuai idengan ikarakteristik iatau itujuan
idari ikomunikasi iitu. iSeorang ikomunikator ijuga iharus
imelihat idan imempertimnbangkan iadanya ikemungkinan
ipenafsiran iyang iberbeda iterhadap ikata-kata iyang isudah
idisampaikan iitu.
3. iHambatan iManusiawi
a. Adanya imasalah ipersonal iyang idihadapi imasing-
masing ikomunikator iserta ikomunikan.
b. Masalah ipersonal iitu ibisa ikarena iadanya igangguan
iemosi iyang isedang idihadapi ioleh ikomunikator iatau
ikomunikan.
182
c. Masalah ipersonal iitu ibisa ikarena iadanya ihambatan
ifisik iyang idimiliki ioleh isi ikomunikator iatau
ikomunikan, ikhususnya ipada ialat-alat iyang
imemungkinkan iproses ikomunikasi iberjalan idengan
ilancar. iMisal i: isi ikomunikator isedang imengalami
iinfeksi itelinga, isehingga ikualitas ipendengarannya
iberkurang.
183
iatau ikelompok iarisan. iKelompok ijuga idapat idibentuk idengan
irencana iyang imatang idan iterstruktur. iMisal ikelompok istudi
iatau ikelompok ibela inegara. iSelain iitu, ikelomppok ijuga ibisa
iterbentuk ikarena imasing-masing ianggotanya imemiliki
ikemiripan, imisal ikelompok iperempuan ibernama iEndang, iatau
ikelompok iorang ikembar, iatau ikelompok iorang iberambut
ipirang.
184
1. Keanggotaan ipenuh iOrang iitu isenang imenjadi
ianggota ikelompok iitu idan iditerima ibaik ioleh
ianggota iyang ilain. i
2. Keanggotan inon-psikologis iOrang iitu isecara ipribadi
imemiliki iminat ibesar iuntuk iberpartisipasi idalam
ikelompok, inamun idia idiperlakukan isecara idingin
ioleh ianggota ikelompok iyang ilain. i
3. Keanggotan ipemberontak iDia isebenarnya itelah
iditerima ibaik idalam ikelompok, itetapi iia ikemudian
imenentang iaturan idalam ikelompok idan itidak
ibersedia imematuhi iaturan ikelompok
Proses Kelompok I
Pembentukan i
Perubahan i perpecahan
Penyesuaian
185
imenjadi ipengikut. iSetelah ikelompok iitu imapan idan imulai
iterbentuk, imaka imulailah iorang imenjadi ilebih isering
imengenal, iakrab idan iterbuka. iBiasanya ikeakraban iini imalah
imenimbulkan imasalah. iOrang imalah ilebih iberani
imengungkapkan ipendapatnya, idan iketidaksetujuannya.
Adanya iketidaksepakatan iitu imaka iakan imenimbulkan
ikonflik. iKonflik iinilah iyang isangat irentan iterhadap
iperpecahan idiantara ianggota ikelompok. iNamun, iperpecahan
iini ibiasanya ibersifat isementara. iKarena imereka isudah imakin
iakrab imaka ijuga imakin imudah ibagi imereka iuntuk
imelakukan irekonsiliasi. iMereka ilebih imudah imenyesuaikan
idiri idengan isifat, ikehendak, igaya iatau ikepribadian ianggota
iyang ilain. iBerbagai ipertentangan iitu ipun iakhirnya idapat
idiatasi. iInilah iyang idisebut isebagai itahap ipenyesuaian.
Biasanya, ibaru ipada itahap iinilah ikelompok idapat
iberfungsi isecara iefektif. iPara ianggotanya imau ibekerjasama,
iserta isaling imembantu idemi ikepentingan ikelompok. iLalu
imeski iefektivitas isudah itercapai, inamun iproses ipembetukan
ikelompok isepertinya itidak iberhenti isampai idi isini. iAdanya
ianggota iyang ibaru iyang imenghadirkan idinamika iyang
iberbeda, ijuga idapat imenimbulkan iwarna ikonflik iyang
iberbeda.
Penambahan iatau ipergantian iposisi, ipenambahan
ijumlah ianggota ikelompok, iataupun iperubahan ilingkungan
ifisik idari iaktivitas ikelompok iyang ijadi iamat iberbeda, isangat
imungkin ibisa iterjadi. iSetiap iperubahan iini ipasti imemiliki
idampak iyang isangat iberarti iterhadap ikehidupan ikelompok.
iBerbagai iperubahan iitu ipasi imenimbulkan i‘kekacauan’ idalam
ikelompok isehingga iperlu iadanya ipengaturan iatau
ipembentukan ikembali ikelompok iitu. iMisal imerombak iulang
istruktur iorganisasi ikelompok, iprosedur ikerja, iserta iinteraksi
iantar ianggota.
186
Lalu ibagaimana icaranya imengaplikasikan ikomunikasi
itranskultural idalam ikelompok iatau itim iyang iberagam idalam
imasyarakat, iyang iterkadang ibisa iditemui idalam isebuah
iproses iasuhan ikeperawatan:
1. Perawat iharus imemahami iberbagai ikarakter iyang iada
idalam imasyarakat, iutamanya ikarakter iumum idalam
imasyarakat iIndonesia. i
2. Perawat iharus imengetahui idan iakhirnya imemahami
iberasal idari ikarakter imasyarakat iapakah iseorang iklien
iyang isedang iia itangani. i
3. Setelah imemahami ikarakter imasyarakat iyang ispesifik,
iperawat ijuga iharus itahu ipasien iini iberasal idari
ikelompok imasyarakat iseperti iapa, imisalnya isaja isi
iklien iini iberasal idari ianggota ikelompok iminoritas.
iSetelah imemahami ibahwa iklien iberasal idari ianggota
ikelompok iminoritas, imaka iperawat ijuga iharus
imemahami ibahwa isi ipasien imungkin isangat isensitif
idengan ihal-hal, iatau iisu-isu iyang imembicarakan
isesuatu iyang isifatnya idiskriminatif. iOleh ikarena iitu,
isepanjang iberinteraksi idengan ipasien, iperawat
isebaiknya imampu iberkomunikasi isecara isopan, itanpa
imembicarakan iberbagai ihal iyang isifatnya isangat
isensitif ibagi ipasien. i
4. Perawat ijuga iharus imemahami ibagaimana imeredam
ikonflik idalam isebuah ikelompok imasyarakat itertentu.
iSetiap ikelompok imasyarakat ipasti imemiliki
ikebijaksanaan ilokalnya isendiri itentang ibagaimana
imengatasi iberbagai ikonflik iyang iterjadi idalam iruang
ilingkup imereka. iSebagai ibagian idari ipelaksanaan
iasuhan ikeperawatan iyang ikomprehensif, idan idemi
itercapainya ikesembuhan ipasien iyang imenyeluruh,
imaka iperawat iharus imemiliki ipengetahuan iuntuk
187
imenyelesaikan ikonflik idengan ipasien, iatau idiantara
ipasien iyang iberbeda ikelompok. i
5. Selain ipengetahuan imeredam ikonflik, iperawat ijuga
iharus imampu imenyelesaikan ikonflik. iPerawat iharus
imampu imengajak ipasien ibekerja isama ikembali.
iKemampuan iuntuk imelakukan irekonsiliasi isesudah
ikonflik iadalah iketerampilan ikhusus iyang itidak ibanyak
iorang imiliki. iMungkin imudah iuntuk imenghentikan
ikonflik iyang iterjadi idiantara idirinya idengan ipasien,
iatau idiantara ipasien, itetapi iuntuk imengajak ipasien
imau ibersikap ikooperatif ikembali, isetelah iperseteruan
iyang icukup isulit, iadalah ihal iyang itidak imudah. i
6. Selain imampu imengajak ipasien iuntuk ibekerja isama
ikembali, ijika iperawat imampu imengeluarkan ipotensi
iatau ikeahlian ipasien iyang isesungguhnya, imaka ihal iitu
iakan isangat ibaik. iBisa ijadi, ipasien isejatinya iadalah
iseorang ipeneliti ibidang ikesehatan, ilewat
ikemampuannya iitu, ipasien imampu imemberi iberbagai
imasukan iyang ibermanfaat ibagi ikesembuhannya
isendiri, iatau ibagi ipengembangan ikeahlian iperawat
iatau iinstitusi ikesehatan iyang ibersangkutan.
188
DAFTAR PUSTAKA
189
190
BIODATA PENULIS
191
BIODATA PENULIS
192
BIODATA PENULIS
193
BIODATA PENULIS
194
BIODATA PENULIS
195
BIODATA PENULIS
196
BIODATA PENULIS
197
198
199