Anda di halaman 1dari 87

Badan Amil Zakat Nasional







ZAKATNOMICS
SEKTOR PERTAMBANGAN DAN MANUFAKTUR
DI INDONESIA

PUSAT KAJIAN STRATEGIS


BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
2019
Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional

ISBN : 978-602-5708-47-3

Kata Pengantar Ketua BAZNAS


Kata Pengantar Direktur Puskas
Kata Pengantar Penulis

Penyusun:
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional
Departemen Ekonomi Syariah FEB Universitas Airlangga

Penyunting:
Aggota BAZNAS
Direktur Utama BAZNAS
Sekretaris BAZNAS
Direktur Pengumpulan BAZNAS
Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS
Direktur Operasi BAZNAS
Direktur Kepatuhan dan Audit Internal BAZNAS

Penerbit:
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional (PUSKAS BAZNAS)
Jl. Kebon Sirih Raya No. 57, 10340, Jakarta Pusat
Phone Fax +6221 3913777 Mobile +62812-8229-4237
Email: puskas@baznas.go.id ; www.baznas.go.id; www.puskasbaznas.com

Bekerjasama dengan:
Departemen Ekonomi Syariah FEB Universitas Airlangga

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dengan bentuk dan cara
apapun tanpa izin tertulis dari penerbit
P a g e ii | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia
TIM PENYUSUN

Penasihat: Prof. Dr. H. Bambang Sudibyo, MBA, CA


Dr. Zainulbahar Noor, SE, MEc
Prof. Dr. H. Mundzir Suparta, MA
Drs. Masdar Farid Mas’udi
Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail
drh. Emmy Hamidiyah, M.Si
Drs. Irsyadul Halim
Ir. Nana Mintarti, MP
Prof. Dr. H. Muhammadiyah Amin, M.Ag
Drs. Nuryanto. MPA
Drs. Astera Primanto Bhakti, M.Tax
M. Arifin Purwakananta
Drs. H. Jaja Jaelani, MM
Dr. Irfan Syauqi Beik
Wahyu Tantular Tunggul Kuncahyo
Drs. Mochammad Ichwan, Ak, MM, CA
Ketua : Muhammad Hasbi Zaenal, Ph.D
BAZNAS: Dr. Muhammad Choirin
Abdul Aziz Yahya Saoqi, M.Sc
Fahmi Ali Hudaefi, MSH.Fin
Hidayaneu Farchatunnisa, S.E
Ulfah Lathifah, B.Sc
UNAIR : Prof. Dr. Raditya Sukmana, SE., MA.
Imam Wahyudi Indrawan, SEI., M.Ec
Dr. Tika Widiastuti, SE., MSi

P a g e iii | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


KATA PENGANTAR KETUA BAZNAS

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Bismillahirrahmanirrahiim
Konsep ekonomi zakat atau yang dikenal dengan istilah
zakatnomics ialah sebuah upaya yang berkesinambungan untuk
terwujudnya masyarakat adil dan makmur melalui zakat.
Konsep zakatnomics perlu ditopang dengan pilar-pilar
zakatnomics, yakni keyakinan yang ikhlas, revolusi
produktivitas kerja, persaingan ekonomi, dan implementasi
zakat untuk menurunkan angka kemiskinan.
Salah satu kajian zakatnomics yang diterbitkan oleh
Pusat Kajian Strategis BAZNAS ialah zakatnomics sektor
pertambangan dan manufaktur. Tujuan dari penulisan buku ini
ialah untuk menggali potensi ekonomi dari dua sektor
perekonomian, yakni Industri Manufaktur dan Industri
Pertambangan untuk kemudian dilakukan perkiraan potensi
zakat dari dua sektor tersebut.
Oleh sebab itu, Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat
Nasional (Puskas BAZNAS) mempersembahkan buku ini
dengan harapan dapat dijadikan rekomendasi dalam kegiatan
ekonomi zakat khususnya bidang pertambangan dan
manufaktur. Sebagai bentuk pertanggungjawaban bersama,
kami secara terbuka menerima kritik dan saran konstruktif
untuk menyempurnakan kajian ini sesuai dengan kebutuhan
umat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Prof. Dr. H. Bambang Sudibyo, MBA., CA


Ketua BAZNAS

P a g e i | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


KATA PENGANTAR DIREKTUR PUSKAS BAZNAS

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Bismillahirrahmanirrahiim
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena
rahmatnya Pusat Kajian Strategis BAZNAS bekerjasama
dengan Departemen Ekonomi Syariah (DES) Universitas
Airlangga dapat menyelesaikan buku “Zakatnomics Sektor
Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia”.
Pembahasan buku ini diawali dengan statistik
pertambangan dan manufaktur di Indonesia dilanjutkan dengan
estimasi potensi zakat industry pertambangan dan maufaktur,
selanjutnya potensi tersebut dikaitkan dengan upaya
pengentasan kemiskinan. Tentunya dalam penelitian ini masih
ditemukan beberapa keterbatasan, untuk itu kami
mengharapkan masukan dan saran untuk penyempurnaan
kajian.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dr. Muhammad Hasbi Zaenal


Direktur PUSKAS BAZNAS

P a g e ii | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


KATA PENGANTAR TIM PENULIS

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Bismillahirrahmanirrahiim.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, karunia dan hidayah-Nya, di penghujung tahun 2019 ini
Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (PUSKAS
BAZNAS) bekerjasama dengan Departemen Ekonomi Syariah
(DES) Universitas Airlangga dapat menyelesaikan buku
“Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di
Indonesia”.
Buku ini secara umum memaparkan data statistik dan
potensi zakat dari sektor pertambangan dan manufaktur di
Indonesia, baik di tingkat nasional maupun penyebarannya di
tingkat provinsi. Selain itu, estimasi potensi zakat
menggunakan sejumlah metode yang telah digunakan para ahli
disertai skenario pendayagunaan zakat untuk pengentasan
kemiskinan (absolut) dan juga isu-isu sosial lainnya dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).
Buku ini dihadirkan dengan harapan dapat menjadi acuan
dan referensi menyeluruh mengenai potensi zakat dari sektor
pertambangan dan manufaktur serta kontribusinya terhadap
zakatnomics (ekonomi zakat) secara nasional. Kami berharap
bahwa buku ini dapat menjadi amal ibadah dan sumbangsih
nyata bagi perkembangan kontribusi dunia perzakatan
Indonesia, khususnya dalam optimalisasi potensi zakat dari
sektor pertambangan dan manufaktur.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Tim Penulis

P a g e iii | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN ................................................................... iii


KATA PENGANTAR KETUA BAZNAS .................................i
KATA PENGANTAR DIREKTUR PUSKAS BAZNAS ........ ii
KATA PENGANTAR TIM PENULIS ................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ix
DAFTAR SINGKATAN ...........................................................x
KERANGKA BERPIKIR BUKU ............................................xi
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................1
BAB 2 INDUSTRI PERTAMBANGAN ..................................5
3.1. Pendahuluan ..............................................................5
3.2. Definisi ......................................................................5
3.3. Statistik Sektor Pertambangan ...................................6
2.3.1. Kontribusi terhadap PDB ...................................6
2.3.2. Serapan Tenaga Kerja ........................................8
2.3.3. Sektor Pertambangan di daerah .........................9
BAB 3 INDUSTRI MANUFAKTUR ..................................... 12
3.1 Pendahuluan ............................................................ 12
3.2 Definisi .................................................................... 12
3.3 Statistik Sektor Manufaktur ..................................... 14
3.3.1 Kontribusi terhadap PDB ................................. 14
3.3.2 Serapan Tenaga Kerja ...................................... 16

P a g e iv | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


3.3.3 Sektor Manufaktur di daerah ........................... 16
BAB 4 ESTIMASI POTENSI ZAKAT INDUSTRI
PERTAMBANGAN DAN MANUFAKTUR ......................... 19
4.1 Pendahuluan ............................................................ 19
4.2 Dasar Perhitungan Potensi Zakat ............................. 19
4.3 Estimasi Potensi Zakat............................................. 21
4.3.3.1 Potensi Zakat Nilai Tambah Manufaktur ......... 27
4.3.3.2 Potensi Zakat Nilai Produksi Pertambangan .... 31
BAB 5 POTENSI ZAKAT DAN PENGENTASAN
KEMISKINAN ....................................................................... 39
5.1 Pendahuluan ............................................................ 39
5.2 Data Kemiskinan ..................................................... 39
5.3 Estimasi Kebutuhan Dana Penanggulangan
Kemiskinan (DPK) .............................................................. 42
5.4 Potensi Zakat dan Peta Kemiskinan ......................... 43
5.5 Beyond Poverty: Zakat dan Pembangunan
Berkelanjutan ...................................................................... 48
BAB 6 PENUTUP................................................................... 62
6.1 Kesimpulan.............................................................. 62
6.2 Rekomendasi ........................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 64
LAMPIRAN ............................................................................ 66

P a g e v | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


DAFTAR TABEL
Tabel 1. Potensi Zakat Sektor Pertambangan dan Sektor
Manufaktur Indonesia, Berbasis PDB .....................................21
Tabel 2. Potensi Zakat Pertambangan dan Manufaktur, Berbasis
Laba Emiten BEI .....................................................................25
Tabel 3. Potensi Zakat Manufaktur, Berbasis Nilai Tambah ...27
Tabel 4. Nilai Tambah dan Potensi Zakat Sub-Sektor
Manufaktur Non-Migas Indonesia Tahun 2010-2017 (Rp
Trilyun) ...................................................................................28
Tabel 5. Potensi Zakat Pertambangan, Berbasis Nilai Produksi
................................................................................................33
Tabel 6. Nilai Produksi dan Potensi Zakat Komoditas
Pertambangan Indonesia, Tahun 2012-2017 (Rp Trilyun) .......34
Tabel 7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Nominal
dan Potensi Zakat Sektor Pertambangan dan Sektor
Manufaktur, Tahun 2017 .........................................................36
Tabel 8.Keterkaitan antara SDGs dan Maqashid Syariah ........54

P a g e vi | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proporsi Sektor Pertambangan dan Sektor
Manufaktur dalam PDB Indonesia tahun 2017 ..........................7
Gambar 2.Perkembangan PDB Sektor Pertambangan Indonesia
(dalam Triliun Rupiah) ..............................................................7
Gambar 3.Pertumbuhan Tahunan PDB Sektor Pertambangan
(%) ............................................................................................8
Gambar 4.Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertambangan .9
Gambar 5.Sebaran PDRB Sektor Pertambangan di Tingkat
Provinsi ................................................................................... 10
Gambar 6.Kontribusi Sektor Pertambangan pada PDRB di
Tingkat Provinsi ...................................................................... 11
Gambar 7.Proporsi Sektor Pertambangan dan Sektor
Manufaktur dalam PDB Indonesia tahun 2017 ........................ 14
Gambar 8.Perkembangan PDB Sektor Manufaktur Indonesia
(dalam Triliun Rupiah) ............................................................ 15
Gambar 9.Pertumbuhan Tahunan PDB Sektor Manufaktur (%)
................................................................................................ 15
Gambar 10.Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Manufaktur . 16
Gambar 11.Sebaran PDRB Sektor Manufaktur di Tingkat
Provinsi ................................................................................... 17
Gambar 12.Kontribusi Sektor Manufaktur pada PDRB di
Tingkat Provinsi ...................................................................... 18
Gambar 13.Perkembangan PDB dan Potensi Zakat Sektor
Pertambangan .......................................................................... 22
Gambar 14.Perkembangan PDB dan Potensi Zakat Sektor
Manufaktur .............................................................................. 23
Gambar 15.Perkembangan PDB dan Potensi Zakat Gabungan
Sektor Pertambangan & Manufaktur ....................................... 23
Gambar 16. Perkembangan Laba Emiten dan Potensi Zakat
Sektor Pertambangan............................................................... 25
Gambar 17. Perkembangan Laba Emiten dan Potensi Zakat
Sektor Manufaktur .................................................................. 26

P a g e vii | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Gambar 18. Perkembangan Nilai Tambah dan Potensi Zakat
Sektor Manufaktur .................................................................. 27
Gambar 19. Perkembangan Potensi Zakat Pertambangan,
Berbasis Nilai Produksi ........................................................... 33
Gambar 20. Persebaran Potensi Zakat Pertambangan dan
Manufaktur di Tingkat Provinsi Tahun 2017........................... 36
Gambar 21. Persebaran Jumlah Penduduk Miskin di Tingkat
Provinsi per September 2017................................................... 41
Gambar 22. Persebaran Persentase Penduduk Miskin di Tingkat
Provinsi per September 2017................................................... 42
Gambar 23. Jumlah Kebutuhan Dana Penanggulangan
Kemiskinan Absolut di Tingkat Provinsi................................. 43
Gambar 24. Persebaran Posisi Surplus/Defisit Potensi Zakat
bagi Pengentasan Kemiskinan ................................................. 45
Gambar 25. Persebaran Nilai Surplus/Defisit Potensi Zakat bagi
Pengentasan Kemiskinan ......................................................... 45
Gambar 26. Persebaran Rasio PZ per DPK ............................. 47
Gambar 27. Logo-Logo SDGs ................................................ 50
Gambar 28. Agenda SDGs dalam Kerangka Maqashid Syariah
................................................................................................ 53
Gambar 29. Prioritas Pendayagunaan Zakat untuk Program
SDGs ....................................................................................... 55
Gambar 30. Keterkaitan Pengentasan Kemiskinan (SDG 1) dan
Komponen SDG lainnya ......................................................... 56

P a g e viii | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertambangan
dan Sektor Manufaktur di Indonesia, Tahun 2011-2017 (dalam
Rp Triliun) ..............................................................................66
LAMPIRAN 2. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor
Pertambangan dan Sektor Manufaktur di Indonesia, Periode
Februari 2012-Agustus 2017 ...................................................67
LAMPIRAN 3. Persentase Penduduk Miskin dan Penduduk
Muslim di tiap Provinsi, September 2017 ..............................68
LAMPIRAN 4. Profil Kemiskinan di Tingkat Provinsi di
Indonesia, September 2017 .....................................................70

P a g e ix | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


DAFTAR SINGKATAN

BAZNAS Badan Amil et. al. (et alia): dan


Zakat Nasional lainnya
BEI Bursa Efek IMF International
Indonesia Monetary Fund
BGS British PDB Produk
Geological Domestik
Survey Bruto
BOS Bantuan PDRB Produk
Operasional Domestik
Sekolah Regional Bruto
BPJS Badan Pengelola PZ Potensi Zakat
Jaminan Sosial
BPS Badan Pusat SDGs Sustainable
Statistik Development
Goals
DPK Dana TPB Tujuan
Penanggulangan Pembangunan
Kemiskinan Berkelanjutan

P a g e x | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


KERANGKA BERPIKIR BUKU

P a g e xi | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


BAB 1 PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim


terbesar di dunia, yang menurut CIA World Factbook 2019,
mencapai 229 juta jiwa atau sekitar 87,2% dari seluruh
penduduk di Indonesia (Central Intelligence Agency, 2019).
Sebagai sebuah negara dengan mayoritas populasi beragama
Islam, adalah sebuah keniscayaan bahwa praktik-praktik
keagamaan Islam akan hadir di masyarakat. Salah satu yang
terpenting ialah zakat.
Zakat ialah kewajiban yang harus dikeluarkan dari hasil
usaha yang dilakukan seorang Muslim, dari usaha halal yang
dilakukannya sesuai dengan petunjuk syariat Islam. Hal ini
sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan
mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-
Baqarah (2):267)

Zakat juga merupakan salah satu rukun Islam dan


memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk
P a g e 1 | Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia
jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-An’am (6):141
Realisasi pengelolaan zakat rangka menyejahterakan
masyarakat, utamanya kaum fakir miskin, pada satu sisi
bergantung pada potensi zakat dari sektor-sektor penggerak
perekonomian di suatu negara. Salah satu studi yang mengkaji
potensi zakat di Indonesia ialah studi yang dilakukan oleh
Firdaus et. al. (2012) yang melakukan estimasi potensi zakat di
Indonesia melalui survey rumah tangga dan pengkajian atas
laporan keuangan perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) serta simpanan masyarakat di perbankan.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi
zakat yang mencapai Rp 217 triliun atau sekitar 1,7% Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia di tahun 2017.
Akan tetapi, potensi yang besar ini masih belum
sepenuhnya dapat direalisasikan. Pengumpulan Zakat, Infaq,
dan Sedekah (ZIS) secara nasional pada tahun mencapai Rp 6,2
triliun. Proporsi terbesar dari pengumpulan zakat berasal dari
zakat mal penghasilan individu yang mencapai 44,75% dari
total pengumpulan ZIS. Meskipun mengalami peningkatan
sebesar 24% dibandingkan tahun 2016, namun realisasi zakat
baru sekitar 3% dari potensi zakat nasional yang mencapai Rp
217 triliun (Firdaus et al., 2012; Puskas BAZNAS, 2018).
Realisasi pengumpulan zakat belum sepenuhnya
merepresentasikan sektor-sektor yang menggerakkan
perekonomian Indonesia.
Di Indonesia, terdapat dua sektor penting yang
mendukung pembangunan, yakni sektor pertambangan dan
sektor manufaktur. Sektor pertambangan adalah salah satu
sektor penting dalam perekonomian karena menyediakan bahan
baku industri, penyumbang devisa sebagai komoditas ekspor

P a g e 2 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


dan membuka lapangan pekerjaan. Sementara itu, sektor
manufaktur sebagai tulang punggung industrialisasi memegang
peranan penting dalam menyediakan bahan baku bagi aktivitas
produksi maupun barang konsumsi bagi masyarakat. Pada
tahun 2017, dua sektor tersebut secara kolektif berkontribusi
pada PDB Indonesia (nominal) sebesar Rp 3.769,27 triliun atau
sekitar 28% dari total PDB Indonesia yang mencapai Rp
13.587,21 triliun.
Selain kontribusi di tingkat nasional, sejumlah daerah
dengan sektor pertambangan dan manufaktur yang besar juga
berasosiasi dengan kemajuan pembangunan di daerah tersebut.
Hal ini sebagaimana dapat ditemukan pada daerah-daerah kaya
tambang seperti Riau dan Kalimantan Timur, maupun pusat
industri manufaktur yang banyak terdapat di Pulau Jawa.
Namun demikian, di saat yang bersamaan, kemiskinan dan
ketertinggalan juga masih dijumpai pada daerah-daerah yang
didominasi oleh dua sektor tersebut, seperti jumlah penduduk
miskin yang terkonsentrasi di Pulau Jawa, maupun persentase
penduduk miskin yang besar di Papua dan Nusa Tenggara Barat
yang di wilayahnya beroperasi perusahaan-perusahaan tambang
skala global.
Sesuai dengan tujuan zakat untuk mengentaskan
kemiskinan suatu wilayah, maka pengukuran potensi zakat juga
harus didasarkan pada aktivitas ekonomi yang berjalan di
wilayah tersebut. Nilai ekonomi yang besar dari sektor
pertambangan dan manufaktur merupakan indikasi awal adanya
potensi ekonomi yang besar dari dua sektor tersebut. Namun
demikian, perlu adanya kajian untuk dapat melakukan estimasi
potensi zakat secara baik disertai pengarahan pada optimalisasi
pendayagunaan zakat.
Tujuan dari penulisan buku ini ialah untuk menggali
potensi ekonomi dari dua sektor perekonomian, yakni Industri
Manufaktur dan Industri Pertambangan untuk kemudian

P a g e 3 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


dilakukan perkiraan potensi zakat dari dua sektor tersebut.
Selain itu, dipaparkan pula mengenai permasalahan kemiskinan
masyarakat Indonesia dan juga isu pembangunan berkelanjutan
untuk dapat digali alternatif solusi dari zakat, khususnya dari
dua sektor tersebut.

P a g e 4 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


BAB 2 INDUSTRI PERTAMBANGAN

3.1. Pendahuluan
Bab ini berisi pemaparan mengenai sektor
pertambangan di Indonesia, terdiri atas definisi dan cakupan
sektor, nilai ekonominya yang diukur dengan Produk Domestik
Bruto (PDB) di tingkat nasional maupun di tingkat daerah yang
diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan
penyerapan tenaga kerja. Bab ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai peran dari sektor pertambangan di dalam
perekonomian nasional.

3.2. Definisi
Industri Pertambangan, yang secara resmi menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) bernama sektor “Pertambangan dan
Penggalian”, menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KBLI) 2015 memiliki cakupan sebagai berikut:
“Kategori ini mencakup kegiatan ekonomi/lapangan usaha
pengambilan mineral dalam bentuk alami, yaitu padat (batu
bara dan bijih logam), cair (minyak bumi) atau gas (gas
alam). Kegiatan ini dapat dilakukan dengan metode yang
berbeda seperti penambangan dan penggalian di permukaan
tanah atau di bawah tanah, pengoperasian sumur
pertambangan, penambangan di dasar laut dan lain-lain.
Kategori ini juga mencakup kegiatan tambahan untuk
penyiapan barang tambang dan galian mentah untuk
dipasarkan seperti pemecahan, pengasahan, pembersihan,
pengeringan, sortasi, pemurnian bijih logam, pencairan gas
alam dan aglomerasi bahan bakar padat” (Badan Pusat
Statistik, 2015).
Berdasarkan definisi di atas, industri pertambangan
mencakup pengambilan mineral, dengan segala bentuknya,

P a g e 5 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


beserta kegiatan tambahan yang diperlukan untuk pemasaran
mineral tersebut. Dalam klasifikasi BPS, sektor pertambangan
memiliki empat subsektor, yaitu:
A. Pertambangan Minyak Bumi, Gas Alam (Migas)
dan Panas Bumi
B. Pertambangan Batubara dan Lignit
C. Pertambangan Bijih Logam
D. Pertambangan dan Penggalian Lainnya

3.3. Statistik Sektor Pertambangan


2.3.1. Kontribusi terhadap PDB
Pada tahun 2017, BPS mencatat nilai PDB nominal di
Indonesia mencapai Rp 13.587,21 triliun, dengan kontribusi
sektor pertambangan sebesar Rp 1.029,56 triliun atau sekitar
8%. Valuasi di atas disumbangkan oleh subsektor-subsektor
yang dimiliki sektor pertambangan, yakni minyak bumi, gas
alam (migas) dan panas bumi, batubara dan lignit, bijih logam,
dan barang galian lainnya.
Secara umum, sektor pertambangan mengalami
pertumbuhan yang bersifat fluktuatif karena dipengaruhi oleh
pergerakan harga komoditas pertambangan di dunia
internasional. Hal ini tampak dari pergerakan dari subsektor
migas dan panas bumi, batubara dan lignit serta bijih logam
yang pada suatu waktu mencatatkan pertumbuhan yang cukup
tinggi (>6%), namun dalam sesaat dapat turun begitu dalam
bahkan mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif).

P a g e 6 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Pertambangan
8%

Manufaktur
20%

Sektor
Lainnya
72%

Gambar 1. Proporsi Sektor Pertambangan dan Sektor Manufaktur


dalam PDB Indonesia tahun 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

2000

1000

0
2014 2015 2016 2017

Sektor Pertambangan dan Penggalian


Pertambangan Migas dan Panas Bumi
Pertambangan Batubara dan Lignit
Pertambangan Bijih Logam
Pertambangan dan Penggalian Lainnya

Gambar 2.Perkembangan PDB Sektor Pertambangan Indonesia


(dalam Triliun Rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

P a g e 7 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


8
6
4
2
0
-2
-4
-6
-8
-10
-12
2014 2015 2016 2017
Sektor Pertambangan 0,43 -3,42 0,95 0,66
Migas dan Panas Bumi -1,97 0,05 2,09 -3,54
Batubara dan Lignit 1,41 -7,31 -4,14 1,52
Bijih Logam -0,36 -10,74 1,82 6,55
Pertambangan
4,92 1,14 6,36 4,68
Lainnya

Gambar 3.Pertumbuhan Tahunan PDB Sektor Pertambangan (%)


Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

2.3.2. Serapan Tenaga Kerja


Sektor Pertambangan secara nasional menyerap tenaga
kerja yang relatif kecil jika dibandingkan dengan keseluruhan
tenaga kerja nasional, yang menurut Badan Pusat Statistik pada
Agustus 2017 mencapai 1,39 juta pekerja atau hanya sekitar
1,15% dari tenaga kerja di Indonesia yang berjumlah sekitar
121 juta orang. Jumlah tenaga kerja yang diserap sektor
manufaktur cenderung mengalami perlambatan dari tahun ke
tahun sebagaimana ditunjukkan oleh grafik di bawah ini.

P a g e 8 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


2 1,5

1,5
1
1
0,5
0,5

0 0
Fe 2014 Ag 2014 Fe 2015 Ag 2015 Fe 2016 Ag 2016 Fe 2017 Ag 2017

Tenaga Kerja Sektor Pertambangan (Juta Orang)


% Tenaga Kerja (Skala Kanan)

Gambar 4.Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertambangan


Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

2.3.3. Sektor Pertambangan di daerah


Provinsi dengan nilai sektor pertambangan terbesar
didominasi oleh sejumlah provinsi di luar Jawa dengan
kandungan mineral tambang yang tinggi. Provinsi dengan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertambangan
tertinggi pada tahun 2017 ialah Provinsi Kalimantan Timur
dengan nilai PDRB sektor pertambangan mencapai Rp 274,36
triliun, diikuti Riau (Rp 182,69 triliun), Jawa Timur (Rp 93,7
triliun), Sumatera Selatan (Rp 73,25 triliun) dan Papua (Rp
66,48 triliun). Sementara itu, provinsi dengan nominal sektor
pertambangan yang rendah didominasi oleh provinsi di
Indonesia Timur, seperti Gorontalo (Rp 0,4 triliun), DI
Yogyakarta (Rp 0,62 triliun), Sulawesi Barat (Rp 0,9 triliun),
Maluku (Rp 0,91 triliun) dan Nusa Tenggara Timur (Rp 1,18
triliun).

P a g e 9 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Gambar 5.Sebaran PDRB Sektor Pertambangan di Tingkat Provinsi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sementara itu, kontribusi sektor pertambangan pada


PDRB masing-masing daerah bervariasi, berkisar antara 0,24%
(DKI Jakarta) hingga 46,32% (Kalimantan Timur). Setelah
Kalimantan Timur, provinsi dengan kontribusi sektor
pertambangan yang besar di dalam struktur PDRB ialah Papua
(35,19%), Kalimantan Utara (27,37%), Riau (25,92%), dan
Kalimantan Selatan (20,81%).

P a g e 10 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Gambar 6.Kontribusi Sektor Pertambangan pada PDRB di Tingkat
Provinsi

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

P a g e 11 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


BAB 3 INDUSTRI MANUFAKTUR

3.1 Pendahuluan
Bab ini berisi pemaparan mengenai sektor manufaktur
di Indonesia, terdiri atas definisi dan cakupan sektor, nilai
ekonominya yang diukur dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) di tingkat nasional maupun di tingkat daerah yang
diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan
penyerapan tenaga kerja. Bab ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai peran dari sektor pertambangan di dalam
perekonomian nasional.

3.2 Definisi
Industri Manufaktur, yang secara resmi menurut BPS
bernama sektor “Industri Pengolahan” memiliki cakupan
sebagai berikut: “Kategori ini meliputi kegiatan
ekonomi/lapangan usaha di bidang perubahan secara kimia
atau fisik dari bahan, unsur atau komponen menjadi produk
baru. Bahan baku industri pengolahan berasal dari produk
pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan atau
penggalian seperti produk dari kegiatan industri pengolahan
lainnya. Perubahan, pembaharuan atau rekonstruksi yang
pokok dari barang secara umum diperlakukan sebagai industri
pengolahan. Unit industri pengolahan digambarkan sebagai
pabrik, mesin atau peralatan yang khusus digerakkan dengan
mesin dan tangan. Termasuk kategori industri pengolahan di
sini adalah unit yang mengubah bahan menjadi produk baru
dengan menggunakan tangan, kegiatan maklon atau kegiatan
penjualan produk yang dibuat di tempat yang sama di mana
produk tersebut dijual dan unit yang melakukan pengolahan
bahan-bahan dari pihak lain atas dasar kontrak”(Badan Pusat
Statistik, 2015).

P a g e 12 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Berdasarkan definisi di atas, industri manufaktur pada
dasarnya adalah industri yang aktivitasnya mengolah bahan,
baik secara fisik maupun kimiawi, yang berasal dari industri
lain (pertanian, pertambangan ataupun manufaktur lainnya)
sehingga dihasilkan produk baru. Dalam klasifikasi BPS,
terdapat dua subsektor di dalam sektor manufaktur, yaitu:
A. Industri Pengolahan Migas dan Batubara
B. Industri Pengolahan Non-Migas
Industri pengolahan non-migas sendiri masih dapat
dibagi menjadi sejumlah industri sebagai berikut:
A. Industri Makanan dan Minuman
B. Industri Pengolahan Tembakau
C. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
D. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
E. Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan
Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan
Sejenisnya
F. Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan
dan Reproduksi Media Rekaman
G. Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional
H. Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
I. Industri Galian Bukan Logam
J. Industri Logam Dasar
K. Industri Barang Logam; Komputer, Barang
Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik
L. Industri Mesin dan Perlengkapan
M. Industri Alat Angkutan
N. Industri Furnitur
O. Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan
Pemasangan Mesin dan Peralatan

P a g e 13 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


3.3 Statistik Sektor Manufaktur
3.3.1 Kontribusi terhadap PDB
Pada tahun 2017, nilai Produk Domestik Bruto (PDB)
nominal di Indonesia mencapai Rp 13.587,21 triliun, dengan
kontribusi sektor manufaktur sebesar Rp 2.739,71 triliun atau
sekitar 20%. Valuasi di atas disumbangkan oleh subsektor-
subsektor yang dimiliki sektor manufaktur, baik manufaktur
migas maupun non-migas.
Secara umum, sektor manufaktur terus mengalami
pertumbuhan yang positif dalam kurun waktu 2014-2017
namun tampak ada perlambatan dan stagnasi laju pertumbuhan.
Hal ini disebabkan karena sub-sektor manufaktur non-migas
yang tumbuh melambat dari tahun ke tahun dan fluktuasi yang
dialami oleh sub-sektor manufaktur migas dalam beberapa
tahun terakhir.
Pertambanga
n
8%Manufaktur
20%

Sektor
Lainnya
72%

Gambar 7.Proporsi Sektor Pertambangan dan Sektor


Manufaktur dalam PDB Indonesia tahun 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

P a g e 14 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2014 2015 2016 2017

Sektor Manufaktur Migas dan Batubara Non-Migas

Gambar 8.Perkembangan PDB Sektor Manufaktur Indonesia (dalam


Triliun Rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

6
4
2
0
-2
-4
2014 2015 2016 2017
Sektor Manufaktur 4,64 4,33 4,26 4,29
Migas dan Batubara -2,12 -1,13 2,84 -0,25
Non-Migas 5,61 5,05 4,43 4,85

Gambar 9.Pertumbuhan Tahunan PDB Sektor Manufaktur (%)


Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

P a g e 15 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


3.3.2 Serapan Tenaga Kerja
Sektor Manufaktur secara nasional menyerap tenaga
kerja yang cukup besar, yang menurut Badan Pusat Statistik
pada Agustus 2018 mencapai 18,25 juta pekerja atau sekitar
14,72% dari tenaga kerja di Indonesia yang berjumlah sekitar
124 juta orang. Jumlah tenaga kerja yang diserap sektor
manufaktur cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun sebagaimana ditunjukkan oleh grafik di bawah ini.

18 14,5
17 14
16 13,5
15 13
14 12,5
Fe 2014 Ag 2014 Fe 2015 Ag 2015 Fe 2016 Ag 2016 Fe 2017 Ag 2017

Tenaga Kerja Sektor Manufaktur (Juta Orang)


% Tenaga Kerja (Skala Kanan)

Gambar 10.Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Manufaktur


Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.3.3 Sektor Manufaktur di daerah


Provinsi dengan nilai sektor manufaktur terbesar
terkonsentrasi di Pulau Jawa, dengan nominal tertinggi pada
tahun 2017 ialah Provinsi Jawa Barat dengan nilai PDRB sektor
manufaktur mencapai Rp 755,39 triliun, diikuti Jawa Timur (Rp
651,13 triliun), Jawa Tengah (Rp 406,03 triliun), DKI Jakarta
(Rp 317,55 triliun) dan Banten (Rp 179,93 triliun). Sementara
itu, provinsi dengan nominal sektor manufaktur yang rendah
didominasi oleh provinsi di Indonesia Timur, seperti Nusa
Tenggara Timur (Rp 1,15 triliun), Gorontalo (Rp 1,41 triliun),

P a g e 16 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Maluku Utara (Rp 2,08 triliun), Maluku (Rp 2,13 triliun), dan
Bengkulu (Rp 3,74 triliun).

Gambar 11.Sebaran PDRB Sektor Manufaktur di Tingkat Provinsi


Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sementara itu, kontribusi sektor pertambangan pada


PDRB masing-masing daerah bervariasi, berkisar antara 1,26%
(Nusa Tenggara Timur) hingga 42,29% (Jawa Barat). Setelah
Jawa Barat, provinsi dengan kontribusi sektor pertambangan
yang besar di dalam struktur PDRB ialah Kepulauan Riau
(37,07%), Jawa Tengah (34,63%), Riau (25,37%), dan Papua
Barat (23,31%).

P a g e 17 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Gambar 12.Kontribusi Sektor Manufaktur pada PDRB di Tingkat
Provinsi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

P a g e 18 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


BAB 4 ESTIMASI POTENSI ZAKAT INDUSTRI
PERTAMBANGAN DAN MANUFAKTUR

4.1 Pendahuluan
Bab ini akan mengulas tentang perhitungan potensi
zakat dari sektor pertambangan dan sektor manufaktur dengan
sejumlah pendekatan yang telah dilakukan oleh sejumlah studi.
Selain itu, perhitungan potensi zakat dari sektor pertambangan
dan sektor manufaktur juga akan dikaji dari sisi sebarannya di
tingkat provinsi.

4.2 Dasar Perhitungan Potensi Zakat


Sejumlah ahli telah melakukan pengkajian mengenai
metode estimasi potensi zakat dari setiap sektor ekonomi. Studi
pertama dilakukan oleh Shirazi (2006) yang didasarkan pada
klasifikasi zakat menurut kesepakatannya di dalam hukum
syariah, sebagaimana disampaikan oleh Kahf (1989), yakni: i)
memiliki dalil yang eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunnah (Z1);
ii) didasarkan pada ijtihad ulama dan diakui jumhur ulama (Z2);
dan iii) ijtihad yang hanya diakui pada kalangan ulama
Malikiyah (Z3). Secara matematis, nilai harta wajib zakat
menurut metode ini ialah sebagai berikut:

𝑍 = 𝑍1 + 𝑍2 + 𝑍3

dengan:

Z1 : pertanian, peternakan, inventaris pada


perdagangan, logam mulia (emas dan perak) dan
uang tunai

Z2 : tingkat laba bersih manufaktur, sewa bangunan,


dan simpanan bersih dari gaji

P a g e 19 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Z3 : nilai bangunan dan aset tetap lainnya kecuali yang
digunakan untuk keperluan pribadi dan keluarga

Shirazi (2006) kemudian melakukan penyederhanaan


dengan menjadikan Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai
dasar perhitungan zakat. Selain itu, PDB tersebut dikalikan
dengan persentase populasi Muslim di negara tersebut, barulah
kemudian dikalikan 2,5% sebagai nilai potensi zakat. Secara
matematis, perhitungan potensi zakat menurut Shirazi (2006)
adalah sebagai berikut:

𝑃𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 = 𝑃𝐷𝐵 𝑥 % 𝑀𝑢𝑠𝑙𝑖𝑚 𝑥 2.5% … (1)

Metode kedua, dirumuskan oleh Firdaus, et. al. (2012)


yang menjadikan laba perusahaan yang sahamnya tercatat di
pasar modal sebagai dasar perhitungan potensi zakat dengan
perhitungan matematis sebagai berikut:

𝑃𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑒𝑚𝑖𝑡𝑒𝑛 𝑥 2.5% … (2)

Metode di atas memiliki argumentasi, bahwa meskipun


pada saat ini perusahaan yang tercatat di pasar modal tidaklah
sepenuhnya dimiliki oleh Muslim, namun sifat kepemilikan
yang terbuka dan saham yang dapat diperdagangkan
menyebabkan ada kemungkinan bahwa pada masa mendatang,
perusahaan-perusahaan yang tercatat akan sepenuhnya dimiliki
oleh Muslim, sehingga potensi zakatnya perlu diukur.
Metode ketiga, dirumuskan oleh Shaikh (2016). Dalam
hal ini, ada perbedaan antara sektor pertambangan dan sektor
manufaktur. Potensi zakat pertambangan didasarkan pada nilai
moneter dari produksi komoditas tambang, sementara nilai
zakat manufaktur didasarkan pada nilai tambah (value added)
dari sektor manufaktur. Perhitungan secara matematis dari
potensi zakat menurut Shaikh (2016) adalah sebagai berikut:

P a g e 20 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


𝑃𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
= 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑥 2.5% … (3)

𝑃𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 𝑀𝑎𝑛𝑢𝑓𝑎𝑘𝑡𝑢𝑟


= 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑀𝑎𝑛𝑢𝑓𝑎𝑘𝑡𝑢𝑟 𝑥 2.5% … (4)

Metode kedua dan ketiga berbeda dari metode pertama


dari sisi ketiadaan elemen persentase populasi Muslim di dalam
perhitungannya. Oleh karena itu, pada metode pertama,
estimasi potensi zakat dipengaruhi oleh nilai PDB dan juga
persentase Muslim, sehingga potensi zakat suatu wilayah yang
memiliki PDB sektor pertambangan dan manufaktur yang besar
justru menjadi kecil karena persentase Muslim yang kecil.
Sementara itu, potensi zakat dengan metode kedua dan ketiga
hanya bergantung pada kinerja sektor pertambangan dan
manufaktur.

4.3 Estimasi Potensi Zakat


4.3.1 Pendekatan Berbasis PDB
Perkiraan potensi zakat dengan berbasis PDB ialah
didasarkan pada studi yang dilakukan Shirazi (2006), dengan
mengambil fokus pada sektor pertambangan dan sektor
manufaktur. Data-data yang digunakan berasal dari BPS Pusat.
Hasil perhitungan potensi zakat berbasis PDB pada sektor
pertambangan dan manufaktur di Indonesia ditunjukkan oleh
tabel dan gambar-gambar berikut ini:
Tabel 1. Potensi Zakat Sektor Pertambangan dan Sektor Manufaktur
Indonesia, Berbasis PDB
Sektor Sektor
Tahun Gabungan
Pertambangan Manufaktur
Produk Domestik Bruto (Rp Triliun)
2014 1.039,42 2.227,58 3.267
2015 881,69 2.418,89 3.300,58

P a g e 21 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Sektor Sektor
Tahun Gabungan
Pertambangan Manufaktur
2016 890,87 2.545,2 3.436,07
2017 1.029,55 2.739,71 3.769,26
Potensi Zakat (Rp Triliun)
2014 22,65 48,55 71,2
2015 19,22 52,72 71,94
2016 19,42 55,47 74,89
2017 22,44 59,71 82,15
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

1100 24
1050
22
1000
950 20
900
18
850
800 16
2014 2015 2016 2017

PDB Pertambangan (Rp Triliun)


Potensi Zakat Pertambangan (Rp Triliun - Skala Kanan)

Gambar 13.Perkembangan PDB dan Potensi Zakat Sektor


Pertambangan
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

P a g e 22 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


3000 80
2500
60
2000
1500 40
1000
20
500
0 0
2014 2015 2016 2017

PDB Manufaktur (Rp Triliun)


Potensi Zakat Manufaktur (Rp Triliun - Skala Kanan)

Gambar 14.Perkembangan PDB dan Potensi Zakat Sektor


Manufaktur
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

4000 85
3800 80
3600
75
3400
3200 70

3000 65
2014 2015 2016 2017

PDB Pertambangan dan Manufaktur (Rp Triliun)


Jumlah Potensi Zakat (Rp Triliun - Skala Kanan)

Gambar 15.Perkembangan PDB dan Potensi Zakat Gabungan Sektor


Pertambangan & Manufaktur

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

Berdasarkan gambar dan tabel di atas, sektor


pertambangan dan manufaktur masing-masing memiliki potensi

P a g e 23 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


zakat sebesar Rp 22,44 triliun dan Rp 59,71 triliun pada tahun
2017. Potensi zakat pada sektor pertambangan mengalami
fluktuasi sejak tahun 2014. Hal ini tidak terlepas dari fluktuasi
PDB sektor pertambangan sebagai dampak dari pergerakan
harga komoditas pertambangan yang bersifat dinamis setiap
tahun. Sementara itu, potensi zakat sektor manufaktur memiliki
tren kenaikan yang stabil setiap tahunnya, seiring peningkatan
nilai PDB industri manufaktur dari tahun ke tahun. Apabila
digabungkan, PDB dan potensi zakat sektor pertambangan dan
manufaktur terus mengalami peningkatan pesat dari tahun ke
tahun.

4.3.2 Pendekatan Berbasis Laba Emiten Pasar Modal


Perhitungan potensi zakat berbasis pada laba emiten
pada Bursa Efek Indonesia (BEI) didasarkan pada studi yang
dilakukan oleh Firdaus, et al (2012), dengan mengambil fokus
pada sektor pertambangan dan sektor manufaktur. Pada
klasifikasi sektoral di BEI, emiten sektor pertambangan
merupakan sektor tersendiri, sementara emiten sektor
manufaktur tersebar pada tiga sektor menurut BEI, yaitu sektor:
i) Industri Dasar dan Kimia; ii) Aneka Industri; dan iii) Industri
Barang Konsumsi (Manulife Asset Management, 2015).
Data untuk laba bersih emiten didapatkan dari Statistik
SSKI (Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia) yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia secara periodik. Hasil perhitungan potensi
zakat berbasis laba emiten BEI pada sektor pertambangan dan
manufaktur ditunjukkan oleh tabel dan grafik berikut ini:

P a g e 24 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Tabel 2. Potensi Zakat Pertambangan dan Manufaktur, Berbasis
Laba Emiten BEI
Sektor Sektor
Tahun Gabungan
Pertambangan Manufaktur
Laba Bersih Emiten (Rp Miliar)
2012 6.026,05 67.707,15 73.733,20
2013 -2.583,54 72.212,99 69.629,45
2014 3.870,94 69.306,18 73.177,12
2015 1.033,30 60.585,60 61.618,90
2016 12.332,76 80.587,02 92.919,78
2017 33.474,74 85.595,63 119.070,37
Potensi Zakat (Rp Miliar)
2012 150,65 1.692,68 1.843,33
2013 0,00 1.805,32 1.805,32
2014 96,77 1.732,65 1.829,42
2015 25,83 1.514,64 1.540,47
2016 308,32 2.014,68 2.323
2017 836,87 2.139,89 2.976,76
Sumber: Bank Indonesia dan Perhitungan Penulis

40.000,00 1000
30.000,00 800
20.000,00 600
10.000,00 400
0,00 200
-10.000,00 2012 2013 2014 2015 2016 2017 0

Laba Bersih Emiten Pertambangan (Rp Miliar)


Potensi Zakat (Rp Miliar - Skala Kanan)

Gambar 16. Perkembangan Laba Emiten dan Potensi Zakat Sektor


Pertambangan
Sumber: Bank Indonesia dan Perhitungan Penulis

P a g e 25 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


100.000,00 2500
80.000,00 2000
60.000,00 1500
40.000,00 1000
20.000,00 500
0,00 0
2012 2013 2014 2015 2016 2017

Laba Bersih Emiten Manufaktur (Rp Miliar)


Potensi Zakat (Rp Miliar - Skala Kanan)

Gambar 17. Perkembangan Laba Emiten dan Potensi Zakat Sektor


Manufaktur
Sumber: Bank Indonesia dan Perhitungan Penulis

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, potensi zakat dari


emiten BEI pada sektor pertambangan dan sektor manufaktur
pada BEI masing-masing mencapai Rp 836,37 miliar dan Rp
2,14 triliun pada tahun 2017. Selain itu, tampak bahwa potensi
zakat pertambangan dan manufaktur jika dihitung berbasis pada
laba emitan di BEI mengalami fluktuasi. Akan tetapi, fluktuasi
pada sektor pertambangan sangat tinggi, bahkan pada tahun
2013 para emiten mengalami rugi bersih sehingga tidak
memiliki potensi zakat, sangat kontras dibandingkan pada
periode tahun 2016-2017 yang mengalami pertumbuhan yang
signifikan. Sementara itu, pada sektor manufaktur, potensi
zakat dari emiten cenderung stabil dengan penurunan yang
tidak signifikan dan tren kenaikan pada dua tahun terakhir.

4.3.3 Pendekatan Berbasis Nilai Tambah/Nilai Produksi


Perhitungan potensi zakat berbasis nilai tambah atau
nilai produksi didasarkan pada studi yang dilakukan Shaikh

P a g e 26 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


(2016), dengan berfokus pada nilai tambah sektor manufaktur
dan nilai produksi dari komoditas pertambangan.

4.3.3.1 Potensi Zakat Nilai Tambah Manufaktur


Potensi zakat manufaktur berdasarkan pada nilai
tambah (value added) yang datanya dirilis oleh BPS Pusat
secara periodik. Potensi zakat manufaktur berbasis nilai tambah
ditunjukkan pada tabel dan grafik di bawah ini:
Tabel 3. Potensi Zakat Manufaktur, Berbasis Nilai Tambah
Nilai Tambah Manufaktur Potensi Zakat
Tahun
(Triliun Rupiah) (Triliun Rupiah)
2014 1.686,89 42,17
2015 1.862,98 46,57
2016 1.868,91 46,72
2017 1.942,78 48,57
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

1900 46
1800 44
42
1700
40
1600
38
1500 36
1400 34
2014 2015 2016 2017

Nilai Tambah Manufaktur (Rp Triliun)


Potensi Zakat (Rp Triliun - Skala Kanan)

Gambar 18. Perkembangan Nilai Tambah dan Potensi Zakat Sektor


Manufaktur
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

P a g e 27 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Berdasarkan tabel dan gambar di atas, sektor
manufaktur memiliki potensi zakat senilai Rp 45,41 triliun pada
tahun 2017 dengan tren yang terus meningkat dari tahun ke
tahun. Apabila dirinci berdasarkan subsektornya, maka pada
tahun 2018, subsektor industri makanan menjadi subsektor
dengan nilai tambah manufaktur atau NTM (Rp 402,58 triliun)
dan potensi zakat atau PZ (Rp 10,06 triliun) terbesar, disusul
subsektor industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia
(NTM = Rp 229,34 triliun; PZ = 5,73 triliun), subsektor industri
kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer (NTM = Rp 195,34
triliun; PZ = 4,88 triliun), subsektor industri karet, barang dari
karet dan plastik (NTM = Rp 127,64 triliun; PZ = 3,19 triliun),
dan subsektor industri barang galian bukan logam (NTM = Rp
111,52 triliun; PZ = 2,79 triliun).
Terdapat dua catatan di sini. Pertama, perhitungan nilai
tambah subsektor industri manufaktur di atas tidak
memperhitungkan subsektor industri pengolahan migas dan
batubara dikarenakan tidak ada data yang tersedia. Kedua,
subsektor industri pengolahan tembakau tidak dimasukkan
dalam perhitungan potensi zakat karena komoditasnya yang
bersifat syubhat dan mengarah pada haram. Rincian mengenai
nilai tambah dan potensi zakat sektor manufaktur menurut sub-
sektornya dapat dilihat ada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4. Nilai Tambah dan Potensi Zakat Sub-Sektor Manufaktur
Non-Migas Indonesia Tahun 2010-2017 (Rp Trilyun)

Tahun 2014 2015 2016 2017


Industri Makanan 325,03 344,96 366,22 402,58
Industri Minuman 20,85 25,85 25,77 25,06
Industri Tekstil 84,79 85,32 81,81 82,1
Industri Pakaian Jadi 53,37 59,95 55,72 58,66
Industri Kulit, Barang 34,03 59,46 64,32 67,92

P a g e 28 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Tahun 2014 2015 2016 2017
dari Kulit dan Alas
Kaki
Industri Kayu, Gabus
(Tidak Termasuk
22,2 39,25 39,72 39,58
Furnitur) dan Anyaman
dari Bambu, Rotan dsj
Industri Kertas dan
58,88 53,6 52,11 50,82
Barang dari Kertas
Industri Pencetakan dan
Reproduksi Media 11,92 12,86 12,74 13,09
Rekaman
Industri Bahan Kimia
dan Barang dari Bahan 211 216,36 215,84 229,34
Kimia
Industri Farmasi,
Produk Obat Kimia dan 15,43 14,6 15,83 17,11
Obat Tradisional
Industri Karet, Barang
137,06 132,14 120,85 127,64
dari Karet dan Plastik
Industri Barang Galian
78,9 105,61 111,74 111,52
Bukan Logam
Industri Logam Dasar 67,22 77,77 77,87 82,54
Industri Barang Logam,
Bukan Mesin dan 41,43 34,45 34,49 36,71
Peralatannya
Industri Komputer,
Barang Elektronik dan 38,91 62,66 63,67 62,48
Optik
Industri Peralatan
70,89 69,46 64,35 64,04
Listrik
Industri Mesin dan
33,6 48,41 50,12 52,05
Perlengkapan
Industri Kendaraan
Bermotor, Trailer dan 148,58 194,69 194,96 195,34
Semi Trailer

P a g e 29 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Tahun 2014 2015 2016 2017
Industri Alat Angkutan
58,09 48,6 49,04 51,43
Lainnya
Industri Furnitur 21,82 21,19 21,24 21,85
Industri Pengolahan
15,58 21,82 20,36 19,47
Lainnya
Jasa Reparasi dan
Pemasangan Mesin dan 3,17 5,06 4,88 4,77
Peralatan
Total 1.552,75 1.734,07 1.743,65 1.816,1
Potensi Zakat (Rp Triliun)
Tahun 2014 2015 2016 2017
Industri Makanan 8,13 8,62 9,16 10,06
Industri Minuman 0,52 0,65 0,64 0,63
Industri Tekstil 2,12 2,13 2,05 2,05
Industri Pakaian Jadi 1,33 1,5 1,39 1,47
Industri Kulit, Barang
dari Kulit dan Alas 0,85 1,49 1,61 1,7
Kaki
Industri Kayu, Gabus
(Tidak Termasuk
0,56 0,98 0,99 0,99
Furnitur) dan Anyaman
dari Bambu, Rotan dsj
Industri Kertas dan
1,47 1,34 1,3 1,27
Barang dari Kertas
Industri Pencetakan dan
Reproduksi Media 0,3 0,32 0,32 0,33
Rekaman
Industri Bahan Kimia
dan Barang dari Bahan 5,28 5,41 5,4 5,73
Kimia
Industri Farmasi,
Produk Obat Kimia dan 0,39 0,37 0,4 0,43
Obat Tradisional
Industri Karet, Barang 3,43 3,3 3,02 3,19

P a g e 30 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Tahun 2014 2015 2016 2017
dari Karet dan Plastik
Industri Barang Galian
1,97 2,64 2,79 2,79
Bukan Logam
Industri Logam Dasar 1,68 1,94 1,95 2,06
Industri Barang Logam,
Bukan Mesin dan 1,04 0,86 0,86 0,92
Peralatannya
Industri Komputer,
Barang Elektronik dan 0,97 1,57 1,59 1,56
Optik
Industri Peralatan
1,77 1,74 1,61 1,6
Listrik
Industri Mesin dan
0,84 1,21 1,25 1,3
Perlengkapan
Industri Kendaraan
Bermotor, Trailer dan 3,71 4,87 4,87 4,88
Semi Trailer
Industri Alat Angkutan
1,45 1,22 1,23 1,29
Lainnya
Industri Furnitur 0,55 0,53 0,53 0,55
Industri Pengolahan
0,39 0,55 0,51 0,49
Lainnya
Jasa Reparasi dan
Pemasangan Mesin dan 0,08 0,13 0,12 0,12
Peralatan
Total 38,83 43,37 43,59 45,41
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

4.3.3.2 Potensi Zakat Nilai Produksi Pertambangan


Potensi zakat pertambangan berbasis nilai produksi
komoditas tambang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑉 = 𝑄 𝑥 𝑃 𝑥 𝐸 … (5)

P a g e 31 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


dengan:

1. V = Nilai produksi atas komoditas tambang


(valuation)
2. Q = Kuantitas produksi tambang dalam satuan
massa (quantity)
3. P = Harga komoditas tambang di pasar dunia
(price)
4. E = Kurs mata uang dolar Amerika Serikat
terhadap rupiah (exchange rate)

Data kuantitas produksi tambang diperoleh dari data


tahunan produksi komoditas pertambangan yang dirilis oleh
British Geological Survey (BGS). Sementara itu, harga
komoditas tambang dunia diperoleh dari basis data harga
berbagai komoditas di pasar dunia dunia yang dirilis
International Monetary Fund (IMF). Adapun kurs mata uang
dolar Amerika Serikat terhadap rupiah merupakan kurs tahunan
yang diperoleh dari website Investing.com. Sejumlah komoditas
pertambangan yang dimasukkan ke dalam estimasi potensi
zakat mencakup:
1. Emas 7. Aluminium
2. Perak 8. Timbal
3. Nikel 9. Seng
4. Tembaga 10. Batubara
5. Bijih Besi 11. Minyak Bumi
6. Timah 12. Gas Alam
Pemilihan komoditas-komoditas di atas didasarkan
pada ketersediaan data produksi dari BGS dan ketersediaan data
harga komoditas dari IMF. Hasil estimasi dari potensi zakat
komoditas pertambangan ditunjukkan oleh tabel dan gambar di
bawah ini:

P a g e 32 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Tabel 5. Potensi Zakat Pertambangan, Berbasis Nilai Produksi
Total Nilai Produksi Total Potensi Zakat
Pertambangan (Triliun Pertambangan (Triliun
Tahun Rupiah) Rupiah)
2014 1.029,22 25,73
2015 812,19 20,3
2016 812,1 20,3
2017 1.054,13 26,35
Sumber: Perhitungan Penulis dari berbagai sumber

1500 30

1000 20

500 10

0 0
2014 2015 2016 2017

Total Nilai Produksi Pertambangan (Triliun Rupiah)


Total Potensi Zakat Pertambangan (Triliun Rupiah - Skala Kanan)

Gambar 19. Perkembangan Potensi Zakat Pertambangan, Berbasis


Nilai Produksi
Sumber: Perhitungan Penulis dari berbagai sumber

Gambar dan tabel di atas menunjukkan bahwa pada


tahun 2017, potensi zakat dari sektor pertambangan yang
dihitung berdasarkan nilai produksi komoditas tambang
mencapai Rp 26,35 triliun. Namun, sebagaimana pada
pendekatan PDB, potensi zakat dengan pendekatan nilai
produksi juga menunjukkan adanya fluktuasi. Hal ini selain
dipengaruhi oleh tingkat produksi komoditas tambang, juga
tidak terlepas dari dinamika pergerakan harga komoditas di
pasar dunia dan kurs mata dolar Amerika Serikat terhadap

P a g e 33 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


rupiah. Rincian mengenai nilai produksi dan potensi zakat
sektor pertambangan menurut komoditasnya dapat dilihat ada
Tabel 4.6 berikut.
Tabel 6. Nilai Produksi dan Potensi Zakat Komoditas Pertambangan
Indonesia, Tahun 2012-2017 (Rp Trilyun)

Tahun 2014 2015 2016 2017


Emas 34,78 47,42 43,75 54,32
Perak 0,91 1,06 1,38 2,47
Nikel 39,33 21,22 23,22 47,88
Tembaga 32,17 43,96 47,74 52,08
Bijih Besi 7,15 2,96 2,99 0,88
Timah 20,39 15,8 16,03 22,65
Aluminium 6,12 5,9 5,31 5,84
Timbal 0,12 0,14 0,13 0,25
Seng 0,02 0,51 0,24 0,55
Batubara 397,88 375,08 406,4 553,95
Minyak
344,56 201,53 176,16 210,33
Bumi
Gas Alam 145,79 96,61 88,75 102,93
Total 1.029,22 812,19 812,1 1.054,13
Potensi Zakat (Rp Miliar)
Tahun 2014 2015 2016 2017
Emas 869,5 1.185,5 1.093,75 1.358
Perak 22,75 26,5 34,5 61,75
Nikel 983,25 530,5 580,5 1.197
Tembaga 804,25 1099 1193,5 1302
Bijih Besi 178,75 74 74,75 22
Timah 509,75 395 400,75 566,25
Aluminium 153 147,5 132,75 146
Timbal 3 3,5 3,25 6,25
Seng 0,5 12,75 6 13,75

P a g e 34 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Tahun 2014 2015 2016 2017
Batubara 9.947 9.377 10.16 13.848,75
Minyak
8.614 5.038,25 4.404 5.258,25
Bumi
Gas Alam 3.644,75 2.415,25 2.218,75 2.573,25
Total 25.730,5 20.304,75 20.302,5 26.353,25
Sumber: Perhitungan Penulis dari data BGS

4.3.4 Potensi Zakat di Tingkat Provinsi


Perkiraan potensi zakat di tingkat provinsi dihitung
melalui pendekatan berbasis PDB Shirazi (2006), yakni dengan
mengalikan PDRB setiap provinsi pada sektor pertambangan
dan sektor manufaktur dengan persentase populasi Muslim dan
angka 2,5%. Penggunaan metode berbasis PDB untuk
menghitung potensi zakat di tingkat provinsi didasarkan pada
ketersediaan data di BPS tiap provinsi yang secara rutin
mempublikasikan data PDRB.
Dari pendekatan ini, maka didapatkan bahwa pada
tahun 2017, potensi zakat yang besar akan ditemukan pada
provinsi dengan populasi mayoritas Muslim dan memiliki
sektor manufaktur dan pertambangan yang besar. Potensi zakat
terbesar dimiliki Provinsi Jawa Barat dengan potensi zakat dari
sektor pertambangan dan manufaktur yang mencapai Rp 18,94
triliun, diikuti Jawa Timur (Rp 17,95 triliun), Jawa Tengah (Rp
10,55 triliun), Kalimantan Timur (Rp 8,27 triliun) dan Riau (Rp
7,95 triliun). Sementara itu, potensi zakat terendah dari sektor
pertambangan dan manufaktur didominasi oleh provinsi di
Indonesia Timur, seiring dengan nilai ekonomi dari sektor
pertambangan dan manufaktur yang tidak besar ataupun juga
karena persentase populasi Muslim yang rendah, seperti Nusa
Tenggara Timur (sekitar Rp 5,27 miliar), Maluku dan
Gorontalo (masing-masing sekitar Rp 40 miliar), Bali (sekitar

P a g e 35 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Rp 50 miliar), Maluku Utara (sekitar Rp 90 miliar), Sulawesi
Barat (sekitar Rp 100 miliar), dan Sulawesi Utara (sekitar Rp
120 miliar).

Gambar 20. Persebaran Potensi Zakat Pertambangan dan


Manufaktur di Tingkat Provinsi Tahun 2017
Sumber: Perhitungan Penulis dari berbagai sumber
Tabel 7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Nominal dan
Potensi Zakat Sektor Pertambangan dan Sektor Manufaktur, Tahun
2017
PDRB Nominal (Rp Triliun) Potensi Zakat (Rp Miliar)
Provinsi
Pertambangan Manufaktur Jumlah Pertambangan Manufaktur Jumlah

Aceh 6,8 7,53 14,33 0,17 0,18 0,35


Sumatera
Utara 8,87 138,82 147,69 0,15 2,29 2,44
Sumatera
Barat 9,14 20,84 29,98 0,22 0,51 0,73
Riau 182,69 178,83 361,52 4,02 3,93 7,95
Jambi 33,74 19,64 53,38 0,8 0,47 1,27
Sumatera
Selatan 73,25 74,9 148,15 1,77 1,81 3,58

P a g e 36 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


PDRB Nominal (Rp Triliun) Potensi Zakat (Rp Miliar)
Provinsi
Pertambangan Manufaktur Jumlah Pertambangan Manufaktur Jumlah

Bengkulu 2,16 3,74 5,9 0,05 0,09 0,14


Lampung 17,31 58,34 75,65 0,41 1,39 1,8
Kep,
Bangka
Belitung 8,18 14,24 22,42 0,18 0,32 0,5
Kep, Riau 32,07 84,43 116,5 0,64 1,67 2,31
DKI
Jakarta 5,75 317,55 323,3 0,12 6,78 6,9
Jawa Barat 25,48 755,39 780,87 0,62 18,32 18,94
Jawa
Tengah 30,06 406,03 436,09 0,73 9,82 10,55
DI
Yogyakarta 0,62 15,64 16,26 0,01 0,36 0,37
Jawa
Timur 93,7 651,13 744,83 2,26 15,69 17,95
Banten 4,15 179,93 184,08 0,1 4,26 4,36
Bali 2,11 13,01 15,12 0,01 0,04 0,05
Nusa
Tenggara
Barat 24,11 4,92 29,03 0,58 0,12 0,7
Nusa
Tenggara
Timur 1,18 1,15 2,33 0,00267 0,0026 0,00527
Kalimantan
Barat 9,58 28,77 38,35 0,14 0,43 0,57
Kalimantan
Tengah 14,39 21,14 35,53 0,27 0,39 0,66
Kalimantan
Selatan 33,12 22,95 56,07 0,8 0,55 1,35
Kalimantan
Timur 274,36 112,99 387,35 5,86 2,41 8,27
Kalimantan
Utara 21,05 7,68 28,73 0,45 0,16 0,61
Sulawesi
Utara 5,33 10,31 15,64 0,04 0,08 0,12
Sulawesi
Tengah 17,19 4 21,19 0,33 0,08 0,41
Sulawesi 20,56 57,45 78,01 0,46 1,29 1,75

P a g e 37 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


PDRB Nominal (Rp Triliun) Potensi Zakat (Rp Miliar)
Provinsi
Pertambangan Manufaktur Jumlah Pertambangan Manufaktur Jumlah
Selatan
Sulawesi
Tenggara 22,23 6,59 28,82 0,53 0,16 0,69
Gorontalo 0,4 1,41 1,81 0,01 0,03 0,04
Sulawesi
Barat 0,9 3,99 4,89 0,02 0,08 0,1
Maluku 0,91 2,13 3,04 0,01 0,03 0,04
Maluku
Utara 2,96 2,08 5,04 0,05 0,04 0,09
Papua
Barat 12,89 16,74 29,63 0,12 0,16 0,28
Papua 66,48 3,97 70,45 0,26 0,02 0,28
Sumber: Perhitungan Penulis dari data BPS

P a g e 38 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


BAB 5 POTENSI ZAKAT DAN PENGENTASAN
KEMISKINAN

5.1 Pendahuluan
Zakat telah dikenal sebagai instrumen yang berperan
dalam menyejahterakan masyarakat, utamanya mengentaskan
kemiskinan. Bab ini memaparkan data kemiskinan di Indonesia,
secara khusus kemiskinan absolut yang diukur dengan jumlah
populasi yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan
dan juga pemaparan terkait pendayagunaan zakat, baik dari
sektor pertambangan dan sektor manufaktur untuk pengentasan
kemiskinan.

5.2 Data Kemiskinan


Sasaran utama dari pengelolaan zakat ialah pengentasan
kemiskinan. Kemiskinan masih menjadi salah satu
permasalahan mendasar dalam kehidupan masyarakat di
Indonesia. Dalam pandangan para ulama, kemiskinan dapat
membawa dampak buruk dari sisi ketidakberdayaan
masyarakat, utamanya umat Islam untuk memenuhi
kewajibannya, baik yang bersifat religius maupun muamalah,
seperti memberi nafkah, menyediakan pangan, sandang dan
papan, memberi perlengkapan ibadah, hingga menyediakan
pendidikan dan fasilitas kesehatan yang memadai bagi keluarga
dan lainnya (Sadeq, 2006). Oleh karena itu, zakat hadir untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menjauhkannya dari
kemiskinan.
Realita kemiskinan di Indonesia menunjukkan bahwa
jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup besar.
Secara nasional, berdasarkan rilis BPS per September 2017,
terdapat 26,58 juta orang miskin di Indonesia, terdiri atas 10,27
juta jiwa tinggal di daerah perkotaan dan 16,31 juta jiwa tinggal
di daerah perdesaan. Kemiskinan ini merupakan kemiskinan

P a g e 39 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


absolut yang dilihat dari sisi kemampuan penduduk untuk
memenuhi kebutuhannya, diukur dengan garis kemiskinan yang
merupakan batas minimum pengeluaran/pendapatan per bulan
dari penduduk untuk tidak dikatakan miskin.
Di tingkat provinsi, populasi miskin perkotaan paling
banyak ditemui di Pulau Jawa dan Sumatera, dengan provinsi
Jawa Barat memiliki populasi miskin perkotaan terbanyak,
mencapai 2,39 juta jiwa, diikuti Jawa Tengah (1,8 juta jiwa),
Jawa Timur (1,46 juta jiwa), Sumatera Utara (663 ribu jiwa),
dan Banten (417 ribu jiwa).
Sementara di daerah perdesaan, Jawa Timur menjadi
provinsi dengan populasi miskin perdesaan terbanyak,
mencapai 2,95 juta jiwa, diikuti Jawa Tengah (2,38 juta jiwa),
Jawa Barat (1,38 juta jiwa), Nusa Tenggara Timur (1 juta jiwa)
dan Papua (869 ribu jiwa). Apabila daerah perkotaan dan
perdesaan digabungkan, provinsi Jawa Timur menjadi provinsi
dengan jumlah populasi miskin terbanyak, mencapai 4,4 juta
jiwa, diikuti Jawa Tengah (4,2 juta jiwa), Jawa Barat (3,8 juta
jiwa), Sumatera Utara (1,3 juta jiwa), dan Nusa Tenggara
Timur (1,1 juta jiwa).

P a g e 40 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Gambar 21. Persebaran Jumlah Penduduk Miskin di Tingkat Provinsi
per September 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Dari sisi persentase, menurut catatan BPS, kemiskinan


di Indonesia pada September 2017 dijumpai pada 10,12%
penduduk, dengan tingkat populasi miskin sebesar 7,26%
dijumpai di daerah perkotaan dan 13,47% di daerah perdesaan.
Di tingkat provinsi, Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi
dengan persentase populasi miskin perkotaan terbanyak, yakni
sebesar 16,23%, diikuti Bengkulu (15,41%), Sumatera Selatan
(12,36%), DI Yogyakarta (11%) dan Jawa Tengah (10,55%).
Sementara di daerah perdesaan, persentase tinggi kemiskinan
dijumpai wilayah Indonesia Timur, dengan yang tertinggi ialah
provinsi Papua yang mencapai 36,56%, diikuti Papua Barat
(35,12%), Maluku (26,6%), Nusa Tenggara Timur (24,59%)
dan Gorontalo (24,29%). Komposisi provinsi yang mirip juga
dijumpai pada tingkat persentase populasi miskin keseluruhan,
dengan provinsi Papua menjadi yang teratas dengan populasi
miskin mencapai 27,76%, diikuti Papua Barat (23,12%), Nusa

P a g e 41 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Tenggara Timur (21,38%), Maluku (18,29%) dan Gorontalo
(17,14%).

Gambar 22. Persebaran Persentase Penduduk Miskin di Tingkat


Provinsi per September 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

5.3 Estimasi Kebutuhan Dana Penanggulangan Kemiskinan


(DPK)
Jika diasumsikan bahwa penanggulangan kemiskinan
memerlukan jumlah pendanaan senilai angka garis kemiskinan
dikalikan jumlah penduduk miskin, maka Provinsi Jawa Timur
menjadi provinsi dengan jumlah kebutuhan pendanaan
penanggulangan kemiskinan terbesar yang mencapai Rp 18,83
triliun per tahun, disusul Jawa Tengah (Rp 17,05 triliun per
tahun), Jawa Barat (Rp 16,04 triliun per tahun), Sumatera Utara
(Rp 6,73 triliun per tahun) dan Lampung (Rp 5,03 triliun per
tahun). Secara nasional, dibutuhkan pendanaan setidaknya
sebesar Rp 122 triliun per tahun sebagai DPK untuk
membebaskan masyarakat dari jerat kemiskinan.

P a g e 42 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Gambar 23. Jumlah Kebutuhan Dana Penanggulangan Kemiskinan
Absolut di Tingkat Provinsi
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

5.4 Potensi Zakat dan Peta Kemiskinan


Zakat secara normatif adalah instrumen pengentasan
kemiskinan yang dikenalkan syariat Islam. Hal ini dikarenakan
dua golongan pertama yang disebut di dalam Alquran sebagai
mustahik atau penerima zakat ialah golongan fakir dan miskin.
Namun demikian, tiap daerah memiliki potensi zakat dan
tingkat kemiskinan yang berbeda-beda, sehingga kemampuan
zakat untuk mengentaskan kemiskinan akan bergantung pada
kondisi tiap wilayah.
Suatu daerah provinsi dapat mengalami surplus, ketika
Potensi Zakat (PZ) melebihi kebutuhan Dana Penanggulangan
Kemiskinan (DPK). Dan sebaliknya, jika PZ lebih kecil
daripada DPK, maka provinsi tersebut tergolong defisit dalam
penanggulangan kemiskinan berbasis potensi zakat yang ada.

P a g e 43 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Penjelasan di atas secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut:

𝑆𝑢𝑟𝑝𝑙𝑢𝑠 (𝐷𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑡) = 𝑃𝑍 − 𝐷𝑃𝐾

≡ 𝑆𝑢𝑟𝑝𝑙𝑢𝑠 (𝐷𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑡)
= (𝑃𝐷𝑅𝐵 𝑥 %𝑀𝑢𝑠𝑙𝑖𝑚 𝑥 2.5%)
− (𝐺𝐾 𝑥 12 𝑥 𝑛) … (6)

dengan:

PZ ; Potensi Zakat
DPK : Dana Penanggulangan Kemiskinan
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
%Muslim : Persentase Populasi Muslim
GK : Garis Kemiskinan
n : Jumlah Populasi Miskin

Berikut adalah dua gambar yang menunjukkan sebaran


provinsi dengan kondisi surplus dan defisit serta besaran
surplus atau defisit di tiap provinsi.

P a g e 44 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Gambar 24. Persebaran Posisi Surplus/Defisit Potensi Zakat bagi
Pengentasan Kemiskinan
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

Gambar 25. Persebaran Nilai Surplus/Defisit Potensi Zakat bagi


Pengentasan Kemiskinan
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

P a g e 45 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Pada Gambar 6.4 di atas, tampak bahwa mayoritas
provinsi di Indonesia berada dalam posisi defisit. Artinya,
potensi zakatnya tidak mampu untuk menutupi kebutuhan dana
penanggulangan kemiskinan absolut. Namun demikian, terdapat
delapan provinsi dengan posisi surplus, yaitu Riau, Kepulauan
Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Sementara itu, Gambar 6.5 menunjukkan persebaran
surplus dan defisit di tiap provinsi. Provinsi dengan tingkat
defisit tertinggi adalah Jawa Tengah dengan defisit mencapai
Rp 6.5 triliun per tahun, disusul Papua (defisit Rp 4,63 triliun
per tahun), Nusa Tenggara Timur (defisit Rp 4,58 triliun per
tahun), Sumatera Utara (defisit hampir Rp 4,29 triliun per
tahun) dan Aceh (defisit Rp 4,13 triliun per tahun). Adapun
provinsi dengan surplus terbesar ialah Kalimantan Timur
dengan surplus mencapai Rp 6.81 triliun per tahun, disusul Riau
(surplus Rp 5,19 triliun per tahun) dan DKI Jakarta (surplus Rp
4,19 triliun per tahun).
Adapun sebaran rasio PZ terhadap DPK dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.

P a g e 46 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Gambar 26. Persebaran Rasio PZ per DPK
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Perhitungan Penulis

Provinsi dengan posisi surplus akan memiliki rasio PZ


per DPK yang lebih besar dari 100%. Rasio PZ per DPK yang
cukup besar dapat ditemui pada provinsi Kalimantan Timur
(566,44%), Riau (288,04%), Kepulauan Riau (281,71%) dan
DKI Jakarta (252,75%). Hal ini bermakna bahwa empat
provinsi tersebut, potensi zakat yang ada sangat berlebih
bahkan jika seluruh potensi zakat terkumpul dan dibagikan
kepada masyarakat miskin hingga mencapai garis kemiskinan,
masih terdapat surplus yang lebih besar jumlahnya dari DPK
yang dikeluarkan. Adapun provinsi surplus lainnya tidak
memiliki surplus yang lebih besar dari DPK mereka.
Sementara itu, pada provinsi yang memiliki posisi
defisit, rasio PZ per DPK terendah dimiliki provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan rasio hanya sebesar 0,11%, diikuti
Maluku (2,34%) dan Papua (5,7%).
Banyaknya provinsi dengan posisi defisit ini
dikarenakan oleh sejumlah faktor. Pertama, analisis pada studi
ini berfokus pada potensi zakat yang berasal dari sektor

P a g e 47 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


pertambangan dan manufaktur saja. Sektor-sektor lain seperti
pertanian dan jasa tidak dimasukkan dalam analisis.
Kedua, masih berkaitan dengan poin pertama, ada
sejumlah provinsi dengan posisi defisit dikarenakan proporsi
sektor pertambangan dan manufaktur yang kecil dalam struktur
PDRB. Salah satu contohnya adalah Nusa Tenggara Timur
yang memiliki proporsi sektor pertambangan dan manufaktur
yang kecil dibandingkan dengan sektor pertanian sehingga
potensi zakat dari sektor pertambangan dan manufaktur menjadi
rendah.
Ketiga, sejumlah provinsi juga memiliki persentase
populasi Muslim yang kecil, sehingga dalam perhitungan
potensi zakat dengan pendekatan PDB/PDRB, masuknya
komponen persentase populasi Muslim yang kecil akan
menurunkan nilai potensi zakat. Nusa Tenggara Timur adalah
salah satu contoh provinsi dengan kasus seperti ini.

5.5 Beyond Poverty: Zakat dan Pembangunan


Berkelanjutan
Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB) adalah agenda
pembangunan global yang disepakati seluruh negara di dunia
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam forum
United Nations Sustainable Development Summit pada 25-27
September 2015. SDGs merupakan tindak lanjut dari
Konferensi Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Conference) yang diselenggarakan PBB pada Juni
2012 di Rio de Janeiro, Brazil. Konferensi yang juga dikenal
sebagai Rio+20 Conference ini menghasilkan dokumen The
Future We Want, sebuah dokumen yang menegaskan urgensi
adanya agenda pembangunan pasca Millenium Development
Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Millenium (TPM)

P a g e 48 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


yang berakhir pada 2015. Setelahnya, terbentuklah kelompok
kerja untuk perumusan agenda pembangunan global 2030.
Hasil tim kerja ini ialah berupa dokumen berjudul
Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable
Development. Di dalam dokumen tersebutlah dimuat butir-butir
SDGs (Alisjahbana et al., 2018).
SDGs merupakan sebuah tujuan pembangunan global
yang hendak dicapai komunitas internasional pada tahun 2030.
Terdapat lima pilar di dalam SDGs yang disingkat 5P, yaitu
People (masyarakat), Planet (lingkungan hidup), Prosperity
(kesejahteraan), Peace (perdamaian), dan Partnership
(kemitraan) (Alisjahbana et al., 2018). Di dalam SDGs, terdapat
17 tujuan, yang kemudian dirinci menjadi 169 target dan 230
indikator (Noor & Pickup, 2017; United Nations, 2015). Secara
ringkas, 17 tujuan di dalam SDGs adalah sebagai berikut:
(a) SDG 1: No Poverty (tanpa kemiskinan)
(b) SDG 2: Zero Hunger (tanpa kelaparan)
(c) SDG 3: Healthy Life and Well being (Kehidupan
Sehat dan Sejahtera)
(d) SDG 4: Quality Education (Pendidikan
Berkualitas)
(e) SDG 5: Gender Equality (Kesetaraan Gender)
(f) SDG 6: Clean Water and Sanitation (Air dan
Sanitasi Layak)
(g) SDG 7: Affordable and Clean Energy (Energi
Bersih dan Terjangkau)
(h) SDG 8: Decent Work and Economic Growth
(Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi)
(i) SDG 9: Industry, Innovation and Infrastructure
(Industri, Inovasi dan Infrastruktur)
(j) SDG 10: Reduce Inequalities (Berkurangnya
Kesenjangan)

P a g e 49 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


(k) SDG 11: Sustainable Cities and Communities (Kota
dan Permukiman yang Berkelanjutan)
(l) SDG 12: Responsible Consumption and Production
(Konsumsi dan Produksi yang Berkelanjutan)
(m) SDG 13: Climate Action (Penanganan Perubahan
Iklim)
(n) SDG 14: Life below Water (Ekosistem Laut)
(o) SDG 15: Life on Land (Ekosistem Darat)
(p) SDG 16: Peace, Justice and Strong Institutions
(Perdamaian, Keadilan and Kelembagaan yang
Tangguh)
(q) SDG 17: Partnership for the Goals (Kemitraan
untuk Mencapai Tujuan)

Gambar 27. Logo-Logo SDGs

Sumber:https://www.un.org/sustainabledevelopment/news/com
munications-material/

P a g e 50 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Zakat dan SDGs adalah dua hal yang berbeda namun
memiliki keterkaitan satu sama lain. Pada satu sisi, perbedaan
ini dikarenakan zakat yang merupakan kewajiban seorang
Muslim kepada Allah, sehingga sangat kental dengan nilai
religiusitas, sementara SDGs adalah komitmen pembangunan
komunitas internasional yang tidak terikat pada suatu agama
tertentu. Namun demikian, sejumlah isu yang termuat di dalam
SDGs juga merupakan isu yang diperhatikan dalam dunia
perzakatan, seperti kemiskinan, kelaparan, pendidikan,
kesehatan, hingga ketimpangan (Noor & Pickup, 2017; Puskas
BAZNAS, 2017).

Dalam mengaitkan antara zakat dan agenda SDGs,


sejumlah studi melihat bahwa SDGs lebih tepat dimasukkan
dalam kerangka maqashid syariah atau tujuan syariat Islam
yang mencakup penjagaan atas lima elemen dasar dalam
kehidupan manusia yaitu:

1. Perlindungan agama (hifzul din)


2. Perlindungan jiwa (hifzul nafs)
3. Perlindungan akal (hifzul ‘aql)
4. Perlindungan keturunan (hifzul nasl)
5. Perlindungan harta (hifzul mal)
Dalam studi yang dilakukan Noor dan Pickup
(2017), masing-masing SDGs dikelompokkan pada kategori
maqashid syariah yang sesuai dengan rincian sebagai
berikut:
1. Perlindungan agama (hifzul din), mencakup SDG
1 (No Poverty), SDG 2 (Zero Hunger), SDG 3
(Good Health and Well-Being), SDG 6 (Clean
Water and Sanitation), dan SDG 10 (Reduced

P a g e 51 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Inequalities).
2. Perlindungan jiwa (hifzul nafs), mencakup SDG 2
(Zero Hunger), SDG 3 (Good Health and Well-
Being), SDG 5 (Gender Equality), SDG 6 (Clean
Water and Sanitation), SDG 8 (Decent Work and
Economic Growth) dan SDG 11 (Sustainable
Cities and Communities).
3. Perlindungan akal (hifzul ‘aql), mencakup SDG 1
(No Poverty), SDG 2 (Zero Hunger), SDG 3
(Good Health and Well-Being), SDG 4 (Quality
Education), dan SDG 9 (Industry, Innovation and
Infrastructure).
4. mencakup SDG 3 (Good Health and Well-Being),
SDG 5 (Gender Equality), SDG 7 (Affordable and
Clean Energy), SDG 11 (Sustainable Cities and
Communities), SDG 12 (Responsible
Consumption and Production), SDG 13 (Climate
Action), SDG 14 (Life below Water), SDG 15
(Life on Land) dan SDG 16 (Peace, Justice and
Strong Institutions).
5. Perlindungan keturunan (hifzul nasl)
6. Perlindungan harta (hifzul mal), mencakup SDG 1
(No Poverty), SDG 3 (Good Health and Well-
Being), SDG 8 (Decent Work and Economic
Growth), dan SDG 10 (Reduced Inequalities).

P a g e 52 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Gambar 28. Agenda SDGs dalam Kerangka Maqashid Syariah
Sumber: Noor & Pickup (2017)

Sementara itu, pada studi yang dilakukan Puskas


BAZNAS (2017), agenda SDGs bersesuaian dengan konsep
maqashid syariah menurut Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah,
yang melihat bahwa selama suatu hal memiliki kemaslahatan
dan tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka unsur
maqashid syariah telah terpenuhi. Masih menurut studi yang
sama, agenda SDGs juga bersesuaian dengan konsep maqashid
syariah menurut Imam Asy-Syatibi yang membagi kebutuhan
manusia menjadi tiga tingkatan, yaitu daruriyah (kebutuhan
dasar), hajiyah (penunjang), dan tahsiniyah (penyempurnaan).

P a g e 53 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Tabel 8.Keterkaitan antara SDGs dan Maqashid Syariah
No. Maqashid Syariah Tingkat
Nama SDG
SDG yang Dominan Kebutuhan
1 Tanpa Kemiskinan Harta Daruriyah
2 Tanpa Kelaparan Jiwa, Harta Daruriyah
Kehidupan Sehat dan
3 Jiwa, Harta Daruriyah
Sejahtera
4 Pendidikan Berkualitas Intelektual Daruriyah
Harta, Intelektual,
5 Kesetaraan Gender Daruriyah
Jiwa, Keturunan
Air Bersih dan Sanitasi
6 Jiwa, Keturunan Daruriyah
Layak
7 Energi Bersih dan Terjangkau Keturunan Hajiyah
Pekerjaan Layak dan
8 Harta Daruriyah
Pertumbuhan Ekonomi
Industri Inovasi dan
9 Harta Hajiyah
Infrastruktur
10 Berkurangnya Kesenjangan Harta Daruriyah
Kota dan Pemukiman yang Keturunan, Jiwa,
11 Hajiyah
Berkelanjutan Harta
Konsumsi dan Produksi yang
12 Keturunan, Jiwa Hajiyah
Bertanggungjawab
Keturunan,
13 Penanganan PerubahanI klim Hajiyah
Intelektual
Keturunan, Harta,
14 Ekosistem Lautan Hajiyah
Intelektual
15 Ekosistem Daratan Keturunan Hajiyah
Perdamaian Keadilan dan Jiwa, Harta,
16 Daruriyah
Kelembagaan yang Tangguh Keturunan
Kemitraanuntuk Mencapai
17 Harta, Intelektual Hajiyah
Tujuan
Sumber: (Puskas BAZNAS, 2017)

Masih berdasarkan studi yang sama, dilakukan sebuah


survey kepada para ahli di bidang perzakatan untuk melihat
prioritas yang perlu diberikan oleh praktisi/amil zakat dalam

P a g e 54 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


kaitannya penerapan agenda SDGs. Secara ringkas, skala
prioritas realisasi agenda SDGs dengan menggunakan
instrumen zakat menurut para ahli ialah sebagaimana
ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:

Gambar 29. Prioritas Pendayagunaan Zakat untuk Program SDGs


Sumber: Puskas BAZNAS (2017), diolah

Gambar di atas dapat menjadi gambaran bagi prioritas


penyaluran zakat, dengan fokus utama pada isu kemiskinan,
termasuk pengelolaan zakat yang berasal dari sektor
pertambangan dan sektor manufaktur. Meskipun isu kemiskinan
dalam SDGs 1 menjadi isu utama, baik pada agenda SDGs
maupun pengelolaan zakat, pemecahan permasalahan pada
agenda SDGs yang lain dapat mengantarkan pada kemajuan
pada upaya kemiskinan, setidaknya dari dua sudut pandang.
Pertama, kemiskinan ialah isu multidimensional, sehingga
peningkatan pendapatan rumah tangga miskin semata tidaklah
cukup untuk menyelesaikannya. Kedua, pencapaian satu agenda

P a g e 55 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


SDGs memiliki kaitan dengan pencapaian SDGs yang lain.
Sebagai ilustrasi, jika pemenuhan nutrisi, layanan kesehatan
dan pendidikan pada keluarga miskin dapat direalisasikan
melalui zakat, maka kemiskinan dari keluarga tersebut dapat
dihilangkan karena pendapatan yang didapatkan keluarga
tersebut dapat menjadi tabungan yang pada gilirannya dapat
menjadi modal keluarga tersebut untuk berbisnis.

Gambar 30. Keterkaitan Pengentasan Kemiskinan (SDG 1) dan


Komponen SDG lainnya
Sumber: http://unvisualizations.s3-website-us-east-
1.amazonaws.com/sdg-chord-diagram/index.html

P a g e 56 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


BOX 1

Potensi Zakat bagi Pendidikan dan Kesehatan, Studi Kasus: Kalimantan Timur

Kalimantan Timur, provinsi yang dikenal sebagai salah satu produsen tambang dan tempat pengilangan minyak
bumi telah lama dikenal sebagai daerah kaya sumber daya alam. Baru-baru ini, Kalimantan Timur ditetapkan sebagai
ibukota baru Republik Indonesia yang berlokasi di antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai
Kartanegara. Mengingat bahwa alasan pemindahan ibukota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur ialah untuk
menguraikan permasalahan kemiskinan di Jakarta, maka perlu juga dipastikan bahwa ibukota baru nantinya memiliki
potensi yang rendah untuk terjangkit masalah kemiskinan yang parah.

Berdasarkan estimasi potensi zakat sektor pertambangan dan manufaktur seta kebutuhan dana kemiskinan,
Kalimantan Timur memiliki surplus potensi zakat mencapai Rp 6,81 triliun. Selain itu, rasio PZ per DPK di Kalimantan
Timur mencapai 566,44%. Artinya, jika pendapatan seluruh masyarakat miskin telah ditambahkan zakat untuk mencapai
setidaknya garis kemiskinan, maka masih tersisa ruang untuk berbagai program pemberdayaan masyarakat melalui zakat
bahkan mencapai lima kali lipat. Di antara dua sektor yang penting dalam upaya pengentasan kemiskinan ialah
P a g e 57 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia
pendidikan dan kesehatan, sebagai upaya pembentukan sumber daya manusia yang unggul dan dapat bersaing sehingga
dapat keluar dari jerat kemiskinan serta memastikan pembangunan yang berkelanjutan.

Untuk mengestimasi kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai dengan potensi zakat, maka
dibuatlah sejumlah asumsi sebagai berikut:

1. Seluruh masyarakat miskin di Kelimantan Timur telah terpenuhi kebutuhannya, setidaknya hingga mencapai
garis kemiskinan dengan zakat dari potensi yang ada.
2. Kebutuhan kesehatan masyarakat diestimasi melalui besaran iuran BPJS Kesehatan, yang menurut aturan
terkini ialah sebesar: i) Rp 42.000/orang/bulan untuk manfaat perawan kelas III; ii) Rp 110.000/orang/bulan
untuk kelas II; dan iii) Rp 110.000/orang/bulan untuk kelas I.
3. Kebutuhan pendidikan masyarakat diestimasi melalui besaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang
menurut Permendikbud No. 3 tahun 2019 ialah sebesar: i) Rp 800.000/siswa/tahun untuk tingkat SD/MI; ii)
Rp 1.000.000/siswa/tahun untuk tingkat SMP/MTs; iii) Rp 1.400.000/siswa/tahun untuk tingkat SMA/MA;
dan iv) Rp 1.600.000/siswa/tahun untuk tingkat SMK
4. Skenario dasar ialah dana zakat digunakan untuk membiayai BOS 40% siswa dari keluarga dengan
pendapatan terendah untuk tingkat SD dan SMP serta iuran BPJS bagi masyarakat miskin untuk pelayanan
kelas III.
5. Skenario maksimum ialah dana zakat digunakan untuk membiayai BOS seluruh siswa di seluruh tingkat
pendidikan dan iuran BPJS bagi masyarakat miskin untuk pelayanan kelas I.

Ringkasan estimasi skenario dasar dan skenario maksimum pada kasus provinsi Kalimantan Timur ditunjukkan
oleh tabel berikut.

P a g e 58 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Tabel 5.2
Estimasi Skenario Pembiayaan Kesehatan dan Pendidikan melalui Zakat di Kalimantan Timur
BPJS – Kesehatan

Pelayanan Kelas III Kelas II Kelas I


Jumlah orang
218,670 218,670 218,670
miskin
Iuran per kepala
Rp 42,000 Rp 110,000 Rp 160,000
per bulan
Kebutuhan
Rp10,209,680,000 Rp288,644,400,000 Rp 419,846,400,000
Dana Tahunan

BOS – Pendidikan
Tingkat
SD/MI SMP/MTs SMA/MA SMK Total
Pendidikan
Jumlah Siswa 410,246 156,557 74,085 75,345 716,233
Jumlah 40%
164,098 62,623 29,634 30,138 286,493
siswa termiskin
BOS per siswa
Rp 800,000 Rp 1,000,000 Rp1,400,000 Rp 1,600,000
per tahun
Kebutuhan
Rp328,196,800,000 Rp 156,557,000,000 Rp 103,719,000,000 Rp 120,552,000,000 Rp 709,024,800,000
BOS Total
Kebutuhan
BOS 40% Rp131,278,400,000 Rp62,623,000,000 Rp 41,487,600,000 Rp 48,220,800,000 Rp 283,609,800,000
termiskin

P a g e 59 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Total

Skenario BPJS BOS Total Kebutuhan Dana Surplus PZ Sisa PZ

Skenario Dasar Rp 110,209,680,000 Rp 193,901,400,000 Rp 304,111,080,000 Rp 6,810,000,000,000 Rp 6,505,888,920,000


Skenario
Rp 419,846,400,000 Rp 283,609,800,000 Rp 703,456,200,000 Rp 6,810,000,000,000 Rp 6,106,543,800,000
Maksimum
Sumber: Perhitungan Penulis dari berbagai sumber

Pada tabel 6.2 di atas, dengan skenario dasar, diperlukan dana sebesar Rp 110,2 miliar untuk pembiayaan BPJS
kelas III bagi seluruh masyarakat miskin dan Rp 193,9 miliar untuk pembiayaan BOS bagi 40% siswa SD/MI dan
SMP/MTs yang berasal dari keluarga berpendapatan terendah selama satu tahun. Maka dibutuhkan dana sebesar Rp 304,1
miliar untuk menutupi kebutuhan BPJS dan BOS tersebut, namun potensi zakat Kalimantan Timur masih memiliki
surplus sangat besar dengan skenario dasar.

Sementara itu, dengan skenario maksimum, dibutuhkan dana sebesar Rp 419,8 miliar untuk pembiayaan BPJS
kelas I bagi seluruh masyarakat miskin dan Rp 709 miliar untuk pembiayaan BOS seluruh siswa di Kalimantan Timur
mulai dari tingkat SD/MI hingga SMA/MA dan SMK. Maka dibutuhkan Rp 703,5 miliar untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan dan kesehatan tersebut. Meskipun demikian, surplus potensi zakat masih cukup besar, yakni mencapai Rp 6,1
triliun.

Estimasi di atas menunjukkan bahwa potensi zakat Kalimantan Timur sebagai daerah penghasil tambang di
Indonesia cukup besar dan apabila dioptimalkan maka dapat digunakan untuk pengentasan kemiskinan, pembiayaan
pendidikan dan pelayanan kesehatan, yang bahkan masih sangat surplus. Dalam kondisi seperti ini, optimalisasi potensi
zakat dapat mendorong program pemberdayaan yang melingkupi bidang lain di Kalimantan Timur maupun transfer zakat
P a g e 60 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia
ke daerah yang masih defisit. Terlebih dengan posisi baru Kalimantan Timur sebagai ibukota negara, maka optimalisasi
zakat oleh Provinsi Kalimantan Timur dapat menjadi inspirasi sebagai daerah lain serta membantu pemerintah dalam
upaya pengentasan kemiskinan, dan juga isu pembangunan lainnya di wilayah ibukota baru melalui zakat.

P a g e 61 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Sektor Pertambangan dan Manufaktur memegang
peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi dan
ketenagakerjaan di Indonesia, dengan dominasi sektor
pertambangan dapat ditemukan di Pulau Kalimantan, Pulau
Sumatera dan Pulau Papua. Sementara itu, sektor manufaktur
lebih terpusat di Pulau Jawa.
Hasil estimasi potensi zakat sektor pertambangan dan
manufaktur menunjukkan bahwa potensi zakat dari dua sektor
tersebut dengan jumlah besar Pulau Kalimantan, Pulau Jawa
dan Pulau Sumatera. Namun, ketika potensi zakat tersebut
dikurangi dengan estimasi kebutuhan dana penanggulangan
kemiskinan, mayoritas provinsi memiliki posisi defisit antara
potensi zakat pertambangan dan manufaktur dalam memenuhi
kebutuhan dana penanggulangan kemiskinan. Meskipun
demikian, sejumlah provinsi memiliki posisi surplus, yakni
Riau di Pulau Sumatera, Pulau Jawa bagian barat dan mayoritas
Pulau Kalimantan.
Optimalisasi potensi zakat pertambangan dan
manufaktur dapat menjadi solusi penanggulangan kemiskinan
dan juga peningkatan kualitas hidup masyarakat, di antaranya
melalui pembiayaan layanan pendidikan dan kesehatan

6.2 Rekomendasi
Berikut adalah sejumlah rekomendasi yang diberikan
untuk optimalisasi potensi zakat sektor pertambangan dan
sektor manufaktur pada masa mendatang:
1. Perlunya kesadaran di kalangan perusahaan
pertambangan dan manufaktur akan kewajiban
zakatnya

P a g e 62 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


2. Penyaluran zakat pertambangan dan manufaktur
yang diintegrasikan dengan program lembaga-
lembaga amil zakat untuk hasil yang lebih optimal
3. Zakat sebagai stimulus bagi perusahaan
pertambangan dan manufaktur untuk lebih
bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat
4. Integrasi zakat dengan instrumen lain, seperti
wakaf dan keuangan mikro syariah, serta
optimalisasi potensi zakat seluruh sektor untuk
memperkuat upaya pengentasan kemiskinan

P a g e 63 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, A. S., Yusuf, A. A., Anna, Z., Hadisoemarto, P. F.,


Kadarisman, A., Maulana, N., … Megananda. (2018).
Menyongsong SDGs Kesiapan Daerah-Daerah di
Indonesia. Bandung: Unpad Press.

Badan Pusat Statistik. (2015). Klasifikasi Baku Lapangan


Usaha Indonesia 2015.

Central Intelligence Agency. (2019). World Factbook-


Indonesia. Washington, DC. Retrieved from
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-
factbook/geos/id.html

Firdaus, M., Beik, I. S., Irawan, T., & Juanda, B. (2012).


Economic Estimation and Determinations of Zakat
Potential in Indonesia (IRTI Working Paper Series WP#
1433-07).

Manulife Asset Management. (2015). Klasifikasi Sektor Saham


pada IHSG.

Noor, Z., & Pickup, F. (2017). Peran Zakat dalam Mendukung


Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta.

Puskas BAZNAS. (2017). Sebuah Kajian: Zakat on SDGs.


Jakarta: Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS).

Puskas BAZNAS. (2018). Outlook Zakat Indonesia 2019.


Jakarta: Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS).

Shaikh, S. A. (2016). Zakat Collectible in OIC Countries for


Poverty Alleviation : A Primer on Empirical Estimation.
International Journal of Zakat, 1(1), 17–35.
P a g e 64 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia
Shirazi, N. S. (2006). Providing for the Resource Shortfall for
Poverty Elimination through the Institution of Zakat in
Low Income Muslim Countries. IIUM Journal of
Economics and Management, 14(1), 1–27.

United Nations. Transforming Our World: The 2030 Agenda


for Sustainable Development (2015).

P a g e 65 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Produk Domestik Bruto Sektor


Pertambangan dan Sektor Manufaktur di Indonesia,
Tahun 2011-2017 (dalam Rp Triliun)
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sektor
Pertambangan 924,81 1.000,31 1.050,75 1.039,42 881,69 890,87 1.029,55
dan Penggalian
Pertambangan
Minyak, Gas dan 444,07 492,89 520,09 509,78 384,52 364,99 391,45
Panas Bumi
Pertambangan
Batubara dan 253,03 270,52 282,19 259,77 229,97 231,7 323,36
Lignit
Pertambangan
104,28 100,84 98,47 93,62 74,26 73,3 94,32
Bijih Logam
Pertambangan dan
Penggalian 123,44 136,05 150 176,26 192,94 220,88 220,42
Lainnya
Sektor
1.704,25 1.848,15 2.007,43 2.227,58 2.418,89 2.545,2 2.739,71
Manufaktur
Industri
pengolahan Migas 284,1 298,4 314,22 337,2 320,85 286,4 309,37
dan Batubara
Industri
Pengolahan Non 1.420,15 1.549,75 1.693,21 1.890,38 2.098,05 2.258,8 2.430,34
Migas
PDB Indonesia
7.831,73 8.615,7 9.546,13 10.569,71 11.526,33 12.401,73 13.587,21
(Nominal)

P a g e 66 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


LAMPIRAN 2. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertambangan
dan Sektor Manufaktur di Indonesia, Periode Februari 2012-Agustus
2017
Persentase Atas Total Tenaga
Jumlah Tenaga Kerja (Juta Orang)
Kerja (%)
Tahun Bulan Sektor Sektor Seluru Sektor Sektor
Pertambanga Manufaktu h Pertambanga Manufaktu
n r Sektor n r
Februari 1.62 14.39 114.06 1.42 12.62
2012
Agustus 1.6 15.62 112.5 1.42 13.88
Februari 1.56 15 115.93 1.35 12.94
2013
Agustus 1.43 14.96 112.76 1.27 13.27
Februari 1.62 15.39 118.17 1.37 13.02
2014
Agustus 1.44 15.25 114.63 1.26 13.30
Februari 1.42 16.38 120.85 1.18 13.55
2015
Agustus 1.32 15.26 114.82 1.15 13.29
Februari 1.31 15.98 120.65 1.09 13.24
2016
Agustus 1.48 15.54 118.41 1.25 13.12
Februari 1.37 16.57 124.54 1.10 13.30
2017
Agustus 1.39 17.01 121.02 1.15 14.06

P a g e 67 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


LAMPIRAN 3. Persentase Penduduk Miskin dan Penduduk Muslim di
tiap Provinsi, September 2017
Persentase Penduduk Miskin (%) Persentase
Provinsi Penduduk
Perkotaan Perdesaan Gabungan Muslim (%)

Aceh 10,42 18,36 15,92 98,19

Sumatera Utara 8,96 9,62 9,28 66,09

Sumatera Barat 5,11 7,94 6,75 97,42

Riau 6,55 7,99 7,41 87,98

Jambi 10,53 6,66 7,9 95,41

Sumatera Selatan 12,36 13,54 13,1 96,89

Bengkulu 15,41 15,67 15,59 97,29

Lampung 9,13 14,56 13,04 95,48

Kep, Bangka Belitung 3 7,92 5,3 89

Kep, Riau 5,39 10,49 6,13 79,34

DKI Jakarta 3,78 0 3,78 85,36

Jawa Barat 6,76 10,77 7,83 97

Jawa Tengah 10,55 13,92 12,23 96,74

DI Yogyakarta 11 15,86 12,36 91,95

Jawa Timur 7,13 15,58 11,2 96,36

Banten 4,69 7,81 5,59 94,67

Bali 3,46 5,42 4,14 13,37

Nusa Tenggara Barat 16,23 14,06 15,05 96,47

Nusa Tenggara Timur 10,11 24,59 21,38 9,05

Kalimantan Barat 5,25 9,09 7,86 59,22

Kalimantan Tengah 5,01 5,41 5,26 74,31

Kalimantan Selatan 3,59 5,6 4,7 96,67

Kalimantan Timur 4,27 9,74 6,08 85,38

Kalimantan Utara 5,39 9,14 6,96 85,38

Sulawesi Utara 5,03 10,59 7,9 30,9

Sulawesi Tengah 10,39 15,59 14,22 77,72


P a g e 68 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia
Sulawesi Selatan 4,76 12,65 9,48 89,63

Sulawesi Tenggara 7,14 14,74 11,97 95,23

Gorontalo 4,9 24,29 17,14 97,81

Sulawesi Barat 9,5 11,7 11,18 82,66

Maluku 6,58 26,6 18,29 50,61

Maluku Utara 3,7 7,55 6,44 74,28

Papua Barat 5,16 35,12 23,12 38,4

Papua 4,55 36,56 27,76 15,89

Indonesia 7,26 13,47 10,12 87,18

P a g e 69 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


LAMPIRAN 4. Profil Kemiskinan di Tingkat Provinsi di Indonesia,
September 2017
Garis Kemiskinan Jumlah Penduduk Kebutuhan Dana Penanggulangan
(Rp) Miskin (Ribu Orang) Kemiskinan (Rp Miliar)
Provinsi
Perkotaa Perdesaa Perdesaa Perkotaa Perdesaa
Perkotaan Jumlah
n n n n n

Aceh 479872 442869 166,77 663,03 0,96 3,52 393,33


Sumatera
Utara 438894 407157 663,27 663,3 3,49 3,24 583,47
Sumatera
Barat 475365 441415 114,59 245,41 0,65 1,3 169,93

Riau 474626 457368 176,98 319,41 1,01 1,75 240,09

Jambi 465233 366036 118,49 160,11 0,66 0,7 123,64


Sumatera
Selatan 417828 356020 379,72 707,04 1,9 3,02 431,98

Bengkulu 490475 449857 97,15 205,47 0,57 1,11 149,36

Lampung 427072 377049 211,97 871,77 1,09 3,94 442,13


Kep,
Bangka
Belitung 595031 623111 23,04 53,16 0,16 0,4 46,65

Kep, Riau 540062 507795 96,77 31,66 0,63 0,19 70,82


DKI
Jakarta 578247 0 393,13 0 2,73 0 226,25

Jawa Barat 354866 353103 2391,23 1383,18 10,18 5,86 1312,22


Jawa
Tengah 339692 337657 1815,58 2381,92 7,4 9,65 1381,33
DI
Yogyakart
a 413631 352861 298,39 167,94 1,48 0,71 185,04
Jawa
Timur 372585 347997 1455,45 2949,82 6,51 12,32 1627,44

Banten 421137 373039 415,67 284,16 2,1 1,27 295,4

Bali 371118 350826 96,07 80,4 0,43 0,34 65,12


Nusa
Tenggara
Barat 363697 343387 368,55 379,57 1,61 1,56 275,36
Nusa
Tenggara
Timur 409382 329136 119,04 1015,7 0,58 4,01 397,28
Kalimanta
n Barat 401588 394313 83,89 304,92 0,4 1,44 154,64
P a g e 70 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia
Kalimanta
n Tengah 378311 418861 48,34 89,55 0,22 0,45 58,34
Kalimanta
n Selatan 434791 407382 66,21 128,35 0,35 0,63 84,46
Kalimanta
n Timur 564801 554497 102,39 116,28 0,69 0,77 132,42
Kalimanta
n Utara 595802 554548 21,81 26,75 0,16 0,18 30,33
Sulawesi
Utara 331931 340146 59,95 134,9 0,24 0,55 67,72
Sulawesi
Tengah 430728 400639 81,56 341,72 0,42 1,64 174,5
Sulawesi
Selatan 303834 287788 166,5 659,47 0,61 2,28 242,39
Sulawesi
Tenggara 308624 295496 67,96 245,19 0,25 0,87 94,94

Gorontalo 312931 304353 21,23 179,68 0,08 0,66 60,94


Sulawesi
Barat 318376 315137 30,02 119,45 0,11 0,45 49,54

Maluku 461552 443565 47,83 272,59 0,26 1,45 149,11


Maluku
Utara 413797 390914 12,93 65,35 0,06 0,31 34,55
Papua
Barat 523381 499086 19,02 193,83 0,12 1,16 117,2

Papua 508403 446994 41,06 869,36 0,25 4,66 459,8


10408,9
Indonesia 400995 370910 10272,55 16310,44 49,43 72,6 7

P a g e 71 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia


Pusat Kajian Strategis BAZNAS
Jl. Kebon Sirih Raya No. 57, Jakarta Pusat - 10340 Indonesia

Anda mungkin juga menyukai