ZAKATNOMICS
SEKTOR PERTAMBANGAN DAN MANUFAKTUR
DI INDONESIA
ISBN : 978-602-5708-47-3
Penyusun:
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional
Departemen Ekonomi Syariah FEB Universitas Airlangga
Penyunting:
Aggota BAZNAS
Direktur Utama BAZNAS
Sekretaris BAZNAS
Direktur Pengumpulan BAZNAS
Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS
Direktur Operasi BAZNAS
Direktur Kepatuhan dan Audit Internal BAZNAS
Penerbit:
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional (PUSKAS BAZNAS)
Jl. Kebon Sirih Raya No. 57, 10340, Jakarta Pusat
Phone Fax +6221 3913777 Mobile +62812-8229-4237
Email: puskas@baznas.go.id ; www.baznas.go.id; www.puskasbaznas.com
Bekerjasama dengan:
Departemen Ekonomi Syariah FEB Universitas Airlangga
Tim Penulis
3.1. Pendahuluan
Bab ini berisi pemaparan mengenai sektor
pertambangan di Indonesia, terdiri atas definisi dan cakupan
sektor, nilai ekonominya yang diukur dengan Produk Domestik
Bruto (PDB) di tingkat nasional maupun di tingkat daerah yang
diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan
penyerapan tenaga kerja. Bab ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai peran dari sektor pertambangan di dalam
perekonomian nasional.
3.2. Definisi
Industri Pertambangan, yang secara resmi menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) bernama sektor “Pertambangan dan
Penggalian”, menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KBLI) 2015 memiliki cakupan sebagai berikut:
“Kategori ini mencakup kegiatan ekonomi/lapangan usaha
pengambilan mineral dalam bentuk alami, yaitu padat (batu
bara dan bijih logam), cair (minyak bumi) atau gas (gas
alam). Kegiatan ini dapat dilakukan dengan metode yang
berbeda seperti penambangan dan penggalian di permukaan
tanah atau di bawah tanah, pengoperasian sumur
pertambangan, penambangan di dasar laut dan lain-lain.
Kategori ini juga mencakup kegiatan tambahan untuk
penyiapan barang tambang dan galian mentah untuk
dipasarkan seperti pemecahan, pengasahan, pembersihan,
pengeringan, sortasi, pemurnian bijih logam, pencairan gas
alam dan aglomerasi bahan bakar padat” (Badan Pusat
Statistik, 2015).
Berdasarkan definisi di atas, industri pertambangan
mencakup pengambilan mineral, dengan segala bentuknya,
Manufaktur
20%
Sektor
Lainnya
72%
2000
1000
0
2014 2015 2016 2017
1,5
1
1
0,5
0,5
0 0
Fe 2014 Ag 2014 Fe 2015 Ag 2015 Fe 2016 Ag 2016 Fe 2017 Ag 2017
3.1 Pendahuluan
Bab ini berisi pemaparan mengenai sektor manufaktur
di Indonesia, terdiri atas definisi dan cakupan sektor, nilai
ekonominya yang diukur dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) di tingkat nasional maupun di tingkat daerah yang
diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan
penyerapan tenaga kerja. Bab ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai peran dari sektor pertambangan di dalam
perekonomian nasional.
3.2 Definisi
Industri Manufaktur, yang secara resmi menurut BPS
bernama sektor “Industri Pengolahan” memiliki cakupan
sebagai berikut: “Kategori ini meliputi kegiatan
ekonomi/lapangan usaha di bidang perubahan secara kimia
atau fisik dari bahan, unsur atau komponen menjadi produk
baru. Bahan baku industri pengolahan berasal dari produk
pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan atau
penggalian seperti produk dari kegiatan industri pengolahan
lainnya. Perubahan, pembaharuan atau rekonstruksi yang
pokok dari barang secara umum diperlakukan sebagai industri
pengolahan. Unit industri pengolahan digambarkan sebagai
pabrik, mesin atau peralatan yang khusus digerakkan dengan
mesin dan tangan. Termasuk kategori industri pengolahan di
sini adalah unit yang mengubah bahan menjadi produk baru
dengan menggunakan tangan, kegiatan maklon atau kegiatan
penjualan produk yang dibuat di tempat yang sama di mana
produk tersebut dijual dan unit yang melakukan pengolahan
bahan-bahan dari pihak lain atas dasar kontrak”(Badan Pusat
Statistik, 2015).
Sektor
Lainnya
72%
6
4
2
0
-2
-4
2014 2015 2016 2017
Sektor Manufaktur 4,64 4,33 4,26 4,29
Migas dan Batubara -2,12 -1,13 2,84 -0,25
Non-Migas 5,61 5,05 4,43 4,85
18 14,5
17 14
16 13,5
15 13
14 12,5
Fe 2014 Ag 2014 Fe 2015 Ag 2015 Fe 2016 Ag 2016 Fe 2017 Ag 2017
4.1 Pendahuluan
Bab ini akan mengulas tentang perhitungan potensi
zakat dari sektor pertambangan dan sektor manufaktur dengan
sejumlah pendekatan yang telah dilakukan oleh sejumlah studi.
Selain itu, perhitungan potensi zakat dari sektor pertambangan
dan sektor manufaktur juga akan dikaji dari sisi sebarannya di
tingkat provinsi.
𝑍 = 𝑍1 + 𝑍2 + 𝑍3
dengan:
1100 24
1050
22
1000
950 20
900
18
850
800 16
2014 2015 2016 2017
4000 85
3800 80
3600
75
3400
3200 70
3000 65
2014 2015 2016 2017
40.000,00 1000
30.000,00 800
20.000,00 600
10.000,00 400
0,00 200
-10.000,00 2012 2013 2014 2015 2016 2017 0
1900 46
1800 44
42
1700
40
1600
38
1500 36
1400 34
2014 2015 2016 2017
𝑉 = 𝑄 𝑥 𝑃 𝑥 𝐸 … (5)
1500 30
1000 20
500 10
0 0
2014 2015 2016 2017
5.1 Pendahuluan
Zakat telah dikenal sebagai instrumen yang berperan
dalam menyejahterakan masyarakat, utamanya mengentaskan
kemiskinan. Bab ini memaparkan data kemiskinan di Indonesia,
secara khusus kemiskinan absolut yang diukur dengan jumlah
populasi yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan
dan juga pemaparan terkait pendayagunaan zakat, baik dari
sektor pertambangan dan sektor manufaktur untuk pengentasan
kemiskinan.
≡ 𝑆𝑢𝑟𝑝𝑙𝑢𝑠 (𝐷𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑡)
= (𝑃𝐷𝑅𝐵 𝑥 %𝑀𝑢𝑠𝑙𝑖𝑚 𝑥 2.5%)
− (𝐺𝐾 𝑥 12 𝑥 𝑛) … (6)
dengan:
PZ ; Potensi Zakat
DPK : Dana Penanggulangan Kemiskinan
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
%Muslim : Persentase Populasi Muslim
GK : Garis Kemiskinan
n : Jumlah Populasi Miskin
Sumber:https://www.un.org/sustainabledevelopment/news/com
munications-material/
Potensi Zakat bagi Pendidikan dan Kesehatan, Studi Kasus: Kalimantan Timur
Kalimantan Timur, provinsi yang dikenal sebagai salah satu produsen tambang dan tempat pengilangan minyak
bumi telah lama dikenal sebagai daerah kaya sumber daya alam. Baru-baru ini, Kalimantan Timur ditetapkan sebagai
ibukota baru Republik Indonesia yang berlokasi di antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai
Kartanegara. Mengingat bahwa alasan pemindahan ibukota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur ialah untuk
menguraikan permasalahan kemiskinan di Jakarta, maka perlu juga dipastikan bahwa ibukota baru nantinya memiliki
potensi yang rendah untuk terjangkit masalah kemiskinan yang parah.
Berdasarkan estimasi potensi zakat sektor pertambangan dan manufaktur seta kebutuhan dana kemiskinan,
Kalimantan Timur memiliki surplus potensi zakat mencapai Rp 6,81 triliun. Selain itu, rasio PZ per DPK di Kalimantan
Timur mencapai 566,44%. Artinya, jika pendapatan seluruh masyarakat miskin telah ditambahkan zakat untuk mencapai
setidaknya garis kemiskinan, maka masih tersisa ruang untuk berbagai program pemberdayaan masyarakat melalui zakat
bahkan mencapai lima kali lipat. Di antara dua sektor yang penting dalam upaya pengentasan kemiskinan ialah
P a g e 57 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia
pendidikan dan kesehatan, sebagai upaya pembentukan sumber daya manusia yang unggul dan dapat bersaing sehingga
dapat keluar dari jerat kemiskinan serta memastikan pembangunan yang berkelanjutan.
Untuk mengestimasi kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai dengan potensi zakat, maka
dibuatlah sejumlah asumsi sebagai berikut:
1. Seluruh masyarakat miskin di Kelimantan Timur telah terpenuhi kebutuhannya, setidaknya hingga mencapai
garis kemiskinan dengan zakat dari potensi yang ada.
2. Kebutuhan kesehatan masyarakat diestimasi melalui besaran iuran BPJS Kesehatan, yang menurut aturan
terkini ialah sebesar: i) Rp 42.000/orang/bulan untuk manfaat perawan kelas III; ii) Rp 110.000/orang/bulan
untuk kelas II; dan iii) Rp 110.000/orang/bulan untuk kelas I.
3. Kebutuhan pendidikan masyarakat diestimasi melalui besaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang
menurut Permendikbud No. 3 tahun 2019 ialah sebesar: i) Rp 800.000/siswa/tahun untuk tingkat SD/MI; ii)
Rp 1.000.000/siswa/tahun untuk tingkat SMP/MTs; iii) Rp 1.400.000/siswa/tahun untuk tingkat SMA/MA;
dan iv) Rp 1.600.000/siswa/tahun untuk tingkat SMK
4. Skenario dasar ialah dana zakat digunakan untuk membiayai BOS 40% siswa dari keluarga dengan
pendapatan terendah untuk tingkat SD dan SMP serta iuran BPJS bagi masyarakat miskin untuk pelayanan
kelas III.
5. Skenario maksimum ialah dana zakat digunakan untuk membiayai BOS seluruh siswa di seluruh tingkat
pendidikan dan iuran BPJS bagi masyarakat miskin untuk pelayanan kelas I.
Ringkasan estimasi skenario dasar dan skenario maksimum pada kasus provinsi Kalimantan Timur ditunjukkan
oleh tabel berikut.
BOS – Pendidikan
Tingkat
SD/MI SMP/MTs SMA/MA SMK Total
Pendidikan
Jumlah Siswa 410,246 156,557 74,085 75,345 716,233
Jumlah 40%
164,098 62,623 29,634 30,138 286,493
siswa termiskin
BOS per siswa
Rp 800,000 Rp 1,000,000 Rp1,400,000 Rp 1,600,000
per tahun
Kebutuhan
Rp328,196,800,000 Rp 156,557,000,000 Rp 103,719,000,000 Rp 120,552,000,000 Rp 709,024,800,000
BOS Total
Kebutuhan
BOS 40% Rp131,278,400,000 Rp62,623,000,000 Rp 41,487,600,000 Rp 48,220,800,000 Rp 283,609,800,000
termiskin
Pada tabel 6.2 di atas, dengan skenario dasar, diperlukan dana sebesar Rp 110,2 miliar untuk pembiayaan BPJS
kelas III bagi seluruh masyarakat miskin dan Rp 193,9 miliar untuk pembiayaan BOS bagi 40% siswa SD/MI dan
SMP/MTs yang berasal dari keluarga berpendapatan terendah selama satu tahun. Maka dibutuhkan dana sebesar Rp 304,1
miliar untuk menutupi kebutuhan BPJS dan BOS tersebut, namun potensi zakat Kalimantan Timur masih memiliki
surplus sangat besar dengan skenario dasar.
Sementara itu, dengan skenario maksimum, dibutuhkan dana sebesar Rp 419,8 miliar untuk pembiayaan BPJS
kelas I bagi seluruh masyarakat miskin dan Rp 709 miliar untuk pembiayaan BOS seluruh siswa di Kalimantan Timur
mulai dari tingkat SD/MI hingga SMA/MA dan SMK. Maka dibutuhkan Rp 703,5 miliar untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan dan kesehatan tersebut. Meskipun demikian, surplus potensi zakat masih cukup besar, yakni mencapai Rp 6,1
triliun.
Estimasi di atas menunjukkan bahwa potensi zakat Kalimantan Timur sebagai daerah penghasil tambang di
Indonesia cukup besar dan apabila dioptimalkan maka dapat digunakan untuk pengentasan kemiskinan, pembiayaan
pendidikan dan pelayanan kesehatan, yang bahkan masih sangat surplus. Dalam kondisi seperti ini, optimalisasi potensi
zakat dapat mendorong program pemberdayaan yang melingkupi bidang lain di Kalimantan Timur maupun transfer zakat
P a g e 60 |Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur di Indonesia
ke daerah yang masih defisit. Terlebih dengan posisi baru Kalimantan Timur sebagai ibukota negara, maka optimalisasi
zakat oleh Provinsi Kalimantan Timur dapat menjadi inspirasi sebagai daerah lain serta membantu pemerintah dalam
upaya pengentasan kemiskinan, dan juga isu pembangunan lainnya di wilayah ibukota baru melalui zakat.
6.1 Kesimpulan
Sektor Pertambangan dan Manufaktur memegang
peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi dan
ketenagakerjaan di Indonesia, dengan dominasi sektor
pertambangan dapat ditemukan di Pulau Kalimantan, Pulau
Sumatera dan Pulau Papua. Sementara itu, sektor manufaktur
lebih terpusat di Pulau Jawa.
Hasil estimasi potensi zakat sektor pertambangan dan
manufaktur menunjukkan bahwa potensi zakat dari dua sektor
tersebut dengan jumlah besar Pulau Kalimantan, Pulau Jawa
dan Pulau Sumatera. Namun, ketika potensi zakat tersebut
dikurangi dengan estimasi kebutuhan dana penanggulangan
kemiskinan, mayoritas provinsi memiliki posisi defisit antara
potensi zakat pertambangan dan manufaktur dalam memenuhi
kebutuhan dana penanggulangan kemiskinan. Meskipun
demikian, sejumlah provinsi memiliki posisi surplus, yakni
Riau di Pulau Sumatera, Pulau Jawa bagian barat dan mayoritas
Pulau Kalimantan.
Optimalisasi potensi zakat pertambangan dan
manufaktur dapat menjadi solusi penanggulangan kemiskinan
dan juga peningkatan kualitas hidup masyarakat, di antaranya
melalui pembiayaan layanan pendidikan dan kesehatan
6.2 Rekomendasi
Berikut adalah sejumlah rekomendasi yang diberikan
untuk optimalisasi potensi zakat sektor pertambangan dan
sektor manufaktur pada masa mendatang:
1. Perlunya kesadaran di kalangan perusahaan
pertambangan dan manufaktur akan kewajiban
zakatnya
Sektor
Pertambangan 924,81 1.000,31 1.050,75 1.039,42 881,69 890,87 1.029,55
dan Penggalian
Pertambangan
Minyak, Gas dan 444,07 492,89 520,09 509,78 384,52 364,99 391,45
Panas Bumi
Pertambangan
Batubara dan 253,03 270,52 282,19 259,77 229,97 231,7 323,36
Lignit
Pertambangan
104,28 100,84 98,47 93,62 74,26 73,3 94,32
Bijih Logam
Pertambangan dan
Penggalian 123,44 136,05 150 176,26 192,94 220,88 220,42
Lainnya
Sektor
1.704,25 1.848,15 2.007,43 2.227,58 2.418,89 2.545,2 2.739,71
Manufaktur
Industri
pengolahan Migas 284,1 298,4 314,22 337,2 320,85 286,4 309,37
dan Batubara
Industri
Pengolahan Non 1.420,15 1.549,75 1.693,21 1.890,38 2.098,05 2.258,8 2.430,34
Migas
PDB Indonesia
7.831,73 8.615,7 9.546,13 10.569,71 11.526,33 12.401,73 13.587,21
(Nominal)