Pertemuan 4 - Deky Ardiyasri (GCS, Bidai, TIK, WBE)
Pertemuan 4 - Deky Ardiyasri (GCS, Bidai, TIK, WBE)
Penilaian GCS atau Glasgow Coma Scale adalah penilaian fungsi neurologik yang
memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan untuk
pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik pasien.
Tujuan Pemeriksaan
Penilaian GCS dilakukan untuk melakukan pengkajian neurologik yang lebih dalam
dengan mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.
Penilaian
Cara melakukan penilaian GCS adalah dengan mengevaluasi respon motorik pasien,
verbal dan respon membuka mata, lalu masing-masing respon diberikan sebuah angka
sebagai berikut:
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M
normal, penulisannya EX-V5-M6.
Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya
E4-VX-M6. Bila tetraparese sedang E dan V normal,
penulisannya E4-V5-MX.
GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5
tahun.
1. Kompos Mentis
Keadaan seseorang sadar penuh dan dapat menjawab pertanyaan tentang diri
dan lingkungannya.
2. Apatis
Keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan segan berhubungan dengan
orang lain di lingkungannya.
3. Somnolen
Keadaan seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung tertidur, masih
dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban
secara verbal, namun mudah tertidur kembali.
4. Stupor/Sopor
Berdasarkan hukum Monroe-Kellie, hasil pemeriksaan CT-scan yang sesuai dengan kriteria
diffuse injury I dan II digolongkan sebagai pasien cedera kepala tanpa TTIK (Tekanan Tinggi
Intrakranial) sedangkan hasil pemeriksaan CT-scan yang sesuai dengan kriteria diffuse injury
III dan IV digolongkan sebagai pasien cedera kepala dengan TTIK.
Tujuan Pembidaian
a. Untuk mencegah gerakan (imobilisasi) fragmen patah tulang atau sendi yang
mengalami dislokasi.
b. Untuk meminimalisasi/mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang
yang patah (mengurangi/mencegah cedera pada pembuluh darah, jaringan saraf
perifer dan pada jaringan patah tulang tersebut)
c. Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak yang timbul.
Komplikasi
Komplikasi pembidaian biasanya timbul bila kita tidak melakukan pembidaian secara
benar, di antaranya:
a. Bila bidai terlalu longgar bisa menimbulkan kerusakan pada saraf perifer,
pembuluh darah, atau jaringan sekitarnya akibat pergerakan ujung-ujung
fragmen patah tulang.
b. Menghambat aliran darah bila terlalu ketat bisa menyebabkan iskemia jaringan
c. Kerusakan kulit
Penekanan pada kulit dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada kulit
sehingga sebelum dilakukan pembidaian kulit harus benar-benar dalam keadaan
bersih. Pasir dan kotoran dapat menjadi titik tekanan pada kulit.
Contoh:
Teknik pemasangan bidai pada pasien Fraktur Tibia Fibula dengan melewati dua sendi
(pergelangan kaki; sendi distal dan lutut; sendi proksimal)
Triage adalah memilah kondisi pasien berdasarkan pada tingkat kegawatdaruratannya yang
diprioritaskan berdasarkan ada tidaknya gangguan pada A (Airway), B (Breathing), C
(Circulation), Disability (D), environtment (E) (Permenkes RI No. 47 tahun 2018).
Sistem triage adalah struktur dasar dimana semua pasien yang datang dikategorikan ke
dalam kelompok tertentu dengan menggunakan standar skala penilaian urgensi atau
struktur
Urgensi: Urgensi ditentukan berdasarkan kondisi klinis pasien dan digunakan untuk
menentukan kecepatan intervensi yang diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal.
Tingkat urgensi adalah tingkat keparahan atau kompleksitas suatu penyakit atau cedera.
Sebagai contoh, pasien mungkin akan diprioritaskan ke peringkat urgensi yang lebih rendah
karena mereka dinilai cukup aman bagi mereka untuk menunggu memperoleh pemeriksaan
emergensi, walaupun mereka mungkin memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk kondisi
mereka atau mempunyai kondisi morbiditas yang signifikan dan resiko kematian
Tujuan Triage
2. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau drajat kegawatan
a. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
lanjutan
Prinsip Triage
1. “Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sependek mungkin),
2. The Right Patient, to The Right Place at The Right Time
3. Melakukan yang terbaik untuk jumlah terbanyak”
Permenkes RI No. 47 tahun 2018 menjelaskan Dalam prinsip triase diberlakukan sistem
prioritas, prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien
berdasarkan :
1. Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit.
2. Dapat mati dalam hitungan jam.
3. Trauma ringan.
4. Sudah meninggal.
Prioritas Triage
Proses mengkategorikan pasien berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya dan penyebab
ancaman hidup apakah masuk ke kategori merah, kuning, hijau atau hitam.
Penilaian ini dilakukan berdasarkan A (Airway), B (Breathing), C (Circulation), Disability
(D), environtment (E)
1. Warna MERAH merupakan prioritas pertama (area resusitasi). Mengancam jiwa atau
fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan segera, yang mempunyai kesempatan hidup
yang besar jika ditolong segera.
2. Warna KUNING. Merupakan prioritas kedua (area tindakan). Potensial mengancam
nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
memerlukan tindakan definitif dan tidak ada ancaman jiwa segera
Metode Triage
1. Metode START
Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna
prioritas.Bisanya digunakan saat rumah sakit melayani korban dalam jumlah banyak
Referensi
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi.Jakarta : EGC
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 47 tahun 2018. Tentang Pelayanan
Kegawatdaruratan
Departement of Healt and Ageing of Autralian Government. 2007. Emergency Triage
Education Kit, Triage Workbook. Canberra City.