Anda di halaman 1dari 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Tabel 4.1 Hasil

Jurnal 1 Jurnal 2
Judul Jurnal The Effect of Foot Massage on Pain Intensity and Pengaruh kombinasi kompres dingin dan relaksasi
Anxiety in Patients Having Undergone a Tibial Shaft nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri
Fracture Surgery: A Randomized Clinical Trial. fraktur di wilayah kabupaten provinsi Sumatera
Selatan
Penulis Nilofar Pasyar. PhD, Masoume Rambod. PhD, dan Mujahidin, Repiska Palasa, dan Sanita Rahmana
Fateme Rezaee Kahkhaee. MS. Nur Utami.

Metode Penelitian Randomized clinical trial with a pre-post design quasy eksperimen one grup pre test dan post test
design,
Sample Penelitian Penliti menggunakan teknik accidental sampling. Peneliti menggunakan teknik random sampling.
Sampel dalam penelitian sebanyak 66 pasien dan Sampel dalam penelitian ini keseluruhan 30 orang
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 33 pasien sebagai penderita fraktur yang terdapat di wilayah
kelompok intervensi dan 33 pasien sebagai kelompok kabupaten provinsi Sumatera Selatan.
control.
Instrumen Penelitian 1. Studi Paralel 1. observasi
2. Menggunakan skala numeric untuk mengukur 2. Menggunakan alat ukur skala numeric untuk
intensitas nyeri. menegtahui pengukuran intensitas nyeri, dan
3. Menggunakan STAI untuk mengukur tingkat dicatat pada fomulir pemeriksaan.
kecemasan. 3. Uji statistik
4. uji statistic
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pijat kaki, 1. Intensitas nyeri sebelum diberikan kombinasi
sebagai metode yang layak dan dapat diterima, kompres dingin dan relaksasi nafas dalam. Dari
mengurangi rasa nyeri dan kecemasan pada pasien 30 sampel yang perpartisipasi diketahui
setelah operasi fraktur batang tibialis. sebanyak 2 orang sampel (6,7%) dengan sekala
nyeri 3 (intensitas nyeri sedang), 1 orang
sampel (3,3%) dengan sekala nyeri 4, 1 orang
sampel (3,3%) dengan sekala nyeri 5, 9 orang
sampel (30%) dengan sekala nyeri 6 (intensitas
nyeri sedang) dan sebanyak 12 orang sampel
(40%) dengan sekala nyeri 7, 3 orang sampel
(10%) dengan sekala nyeri 8, dan 2 orang
sampel (6,7%) dengan sekala nyeri 9 (intensitas
nyeri berat).
2. Intensitas nyeri setelah diberikan kompres
dingin dan relaksasi nafas dalam. Dari 30
sampel yang berpartisipasi diketahi sebanyak 5
orang sampel (16,7%) dengan sekala nyeri 2, 9
orang sampel (30%) dengan sekala nyeri
3(intensitas nyeri ringan), 6 orang sampel
(20%) dengan sekala nyeri 4, 7 rang sampel
(23,3%) dengan sekala nyeri 5, 2 orang sampel
(6,7%) dengan sekala nyeri 6 ( intensitas nyeri
sedang) dan 1 orang sampel (3,3%) dengan
sekala nyeri 7 (intensitas nyeri berat).
3. Hasil uji Wilcoxone menunjukan nilai
significancy 000 < 0.05. Terdapat pengaruh
pemberian kombinasi kompres dingin dengan
relaksasi nafas dalam terhadap penurunan
intensitas nyeri fraktur.
B. PEMBAHASAN

Fraktur bisa terjadi di bagian tubuh kita dimanapun itu, salah satunya
adalah fraktur tibia. Fraktur tibia adalah terputusnya hubungan tulang tibia
yang disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai kaki.
(Sjamjuhidajat,2010).

Seseorang yang mengalami fraktur biasasanya merasakan rasa nyeri


yang diakibatkan oleh adanya fraktur atau adanya tindakan pembedahan.
Biasanya pasien yang mengalami fraktur akan merasaskaan rasa nyeri dari
sekala nyeri ringan hingga nyeri berat. Nyeri adalah suatu pengalaman
sensorik yang tidak menyenagkan yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan
ataupun berpotensi merusak jaringan. Nyeri merupakan hak yang bersifat
subjektifdan personal, sehingga masing-masing individu akan memberikan
respon yang berbeda terhadap rasa nyeri berdasarkan pengalaman
sebelumnya (Sjamjuhidajat,2010).

Secara umum tatalaksana nyeri dapat diklasifikasikan menjadi dua, yang


pertama terapi nyeri secara farmakologis yaitu dengan menggunakan obat-
obat farmakologi dari golongan analgesik, dan yang kedua terapi nyeri
secara non farmakologis seperti dengan menggunakan tehnik distraksi,
relaksasi, terapi musik dan bimbingan imajinasi, (Smeltzer,2013).Upaya
yang bisa dilakukan untuk menurunkan intensitas nyeri tidak hanya
dilakukan dengan menggunakan bantuan obat pereda rasa nyeri. Menurut
beberapa penelitian terapi non farmakologi yang dapat menurukan
intensitas nyeri sebagai berikut:
1. Pengaruh Kombinasi Kompres Dingin Dan Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Fraktur Di Wilayah
Kabupaten Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2017.
Berdasarakan hasil penelitian pengaruh kombinasi kompres dingin dan
relaksasi nafas dalam terhadap penurun intensitas nyeri cukup berpengaruh
terhadap penurunan nyeri pada fraktur pada ekstermitas bawah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan hasil Intensitas nyeri
sebelum diberikan kombinasi kompres dingin dan relaksasi nafas dalam.
Dari 30 sampel yang perpartisipasi diketahui sebanyak 2 orang sampel
(6,7%) dengan sekala nyeri 3 (intensitas nyeri sedang), 1 orang sampel
(3,3%) dengan sekala nyeri 4, 1 orang sampel (3,3%) dengan sekala nyeri
5, 9 orang sampel (30%) dengan sekala nyeri 6 (intensitas nyeri sedang)
dan sebanyak 12 orang sampel (40%) dengan sekala nyeri 7, 3 orang
sampel (10%) dengan sekala nyeri 8, dan 2 orang sampel (6,7%) dengan
sekala nyeri 9 (intensitas nyeri berat).
Intensitas nyeri setelah diberikan kompres dingin dan relaksasi nafas
dalam. Dari 30 sampel yang berpartisipasi diketahi sebanyak 5 orang
sampel (16,7%) dengan sekala nyeri 2, 9 orang sampel (30%) dengan
sekala nyeri 3(intensitas nyeri ringan), 6 orang sampel (20%) dengan
sekala nyeri 4, 7 rang sampel (23,3%) dengan sekala nyeri 5, 2 orang
sampel (6,7%) dengan sekala nyeri 6 ( intensitas nyeri sedang) dan 1 orang
sampel (3,3%) dengan sekala nyeri 7 (intensitas nyeri berat). Hasil uji
Wilcoxone menunjukan nilai significancy 000 < 0.05. Terdapat pengaruh
pemberian kombinasi kompres dingin dengan relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan intensitas nyeri fraktur. Sehingga dari beberapa
sampel penelitian mengalami penuruan pada intensitas nyeri setelah diberi
kombinasi kompres dingin dan relaksasi nafas dalam.

Penelitian ini selaras dengan penelitian terbaru dengan judul jurnal


“Terapi Non Famakologi Dalam Penaganan Diagnosis Nyeri Akut Pada
Fraktur : Systematic Review” yang ditulis oleh Risna, dkk(2019). Dalam
penelitian ini dijelaskan bebragai macam penanganan nyeri akut antara
lainya kompres dingin dan relaksasi nafas dalam. Dengan hasil penelitian
sebagai berikut sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam didapatkan
skala nyeri 2-6 sedangkan setelah di berikan relaksasi nafas dalam
didapatkan skala nyeri 1-5. Hasil uji statistic didpatkan p-value: 0,001
maka disimpulkan ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadapt
penurunan nyeri pada pasien fraktur. Hasil yang didapatkan tidak ada
perbedaan skla nyeri pada kedua kelompok, sebelum diberikan intervensi
didapatkan skala nyeri berada pada skala 4-5 setelah diberikan intervensi
pemberian kompres dengan Cold Pack memberikan efek penurunan nyeri
lebih banyak yaitu 2-3 poin sedangkan teknik relaksasi nafas dalam effek
penuruna nyeri sebesar 1 poin.

Dalam penelitian lain yang berjudul “Perbandingan pemberian


Kompres dingn dan hangat terhadap nyeri pada pasien fraktur ekstermitas
tertutup di instalasi gawat daruat RS Bhayangkara Tk III Manado” yang
diteliti oleh Olvin dkk pada tahun 2019, juga disebutkan bahwa terapi non
farmakologi kompres dingin efektif dalam mengurangi intensitas nyeri.
Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa sebelum diberikan
kompres dingin didapati sebnayak 9 responden nyeri sedang dan 13
ressponden nyeri berat. Setelah diberikan kompres dingin didapatkan 6
responden nyeri ringan dan 14 nyeri sedang dan dikatakan efektif dalam
menurukan intensitas nyeri.

Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas


dalam Terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur” yang diteliti oleh
Lela Aini dan Reza Reskita pada tahun 2018 mengatakan hasil
penelitianya bahwa nilai rata rata intensitas nyeri pada pasien fraktur
sebelum diberi teknik relaksasi nafas dalam dari 30 responden mengalami
nyeri sekala 4 dengan standar deviasi 1,074 mengalami penurunan nyeri
setelah diberi teknik relaksasi nafas dalam dari 30 responden mengalami
penurunan dari sekala 4 menjadi 3 dengan deviasi 1,218. Berdasarkan uji
statistic menunjukan nilai significancy 000 < 0.05.

Pada penelitian yang berjudul “Efektifitas penggunaan cold pack


dibandingkan relaksasi nafas dalam untuk mengatasi nyeri pasca Open
Reduc Fixation (ORIF)” yang diteliti oleh Agung Kristianto dan Fitri
Arofiati pada tahun 2016 menyatakan 15 responden sebelum diberi
intervensi nyeri yang dialami responden di level 4-5 dengan pengukuran
skala nyeri VAS. Setelah diberi intervensi cold pack dan relaksasi nafas
dalam mengalami penurunan skala nyeri 2-3 poin.

Menurut Asmadi (2009), Teknik relaksasi dapat menurukan


ketegangan fisiologis salah satunya karena nyeri atau kondisi penyakit.
Terdapat banyak jenis dari teknik relaksasi yaitu, relaksasi nafas dalam,
relaksasi progresif, napas ritmik dan relaksasi autogenik. Nafas dalam
untuk relaksai mudah dipelajari dan berkontribusi dalam menurukan atau
meredakan nyeri dengan mengurangi tekanan otot dan ansietas.

Menurut Bagasworo (2016), Aplikasi Kompres dingin adalah


mengurangi aliran darah kesuatu bagian dan mengurangi pendarahan serta
edema. Diperkirakan bahwa terapi kompres dingin menimbulkan efek
analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga implus
nyeri yang mencapai ke otak lebih sedikit.

Relaksasi nafas dalam dapat memeberikan perubahan yang dirasakan


oleh tubuh secara fisiologis yang bersifat emosional serta sensorik.
Relaksasi nafas dalam mrrupakan salah satu terapi nonfarmakologi yang
memberikan efek relaksasi yang dapat menurukan sekala nyeri dengan
marangsang susunan saraf pusat yaitu otak dan sumsum tulang belakang
guna memproduksi pengeluaran hormone edorphine yang membantu
menurukan skala nyeri. Relaksasi nafas dalam dapat dilakukan selama 15
menit. Sedangkan kompres dingin merupakan salah satu tindakan
keperawatan dan banyak digunakan untuk menurukan nyeri. Sensasi
dingin yang dirasakan memberikan efek fisiologis yang dapat menurukan
respon inflamasi, menurukan aliran darah, mampu menurukan edema dan
mengurangi rasa nyeri local. Secara fisiologis, 10 sampai 15 menit setelah
diberikan kompres dingin terjadi vasokontraksi dan efek relaks otot polos
yang dapat timbul akibat stimulasi system saraf otonom serta mampu
menstimulasi pengeluaran hormone endorphine. (Risna,2019)
Sehingga dari beberapa penelitian lain menyatakan bahwa kompres
hangat dan relaksasi nafas dalam efektif sebagai penurun intensitas nyeri
karena dapat menstimulasi hormone endorphine guna menghilangkan rasa
sakit dan rasa tidak nyaman, terbukti dengan hasil penelitian diatas yang
menunjukan perbedaan nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi.
2. The Effect of Foot Massage on Pain Intensity and Anxiety in Patients
Having Undergone a Tibial Shaft Fracture Surgery: A Randomized
Clinical Trial
Berdasarkan hasil penelitian tentang The effect of foot massage on
pain intensity and anxiety in Patients Having Undergone a Tibial Shaft
Fracture Surgery: A Randomized Clinical Trial. Dari hasil penelitian
tersebut mendapatkan hasil sebagai berikut bahwa pijatan kaki mengurangi
intensitas nyeri dan kecemasan pada pasien setelah operasi fraktur batang
tibialis. Dengan pijatan dangkal pada kaki, tangan, dan bahu yang sehat
setelah dapat mengurangi nyeri. Terapi pijat sebagai intervensi yang layak
dan dapat diterima setelah operasi mengurangi rasa sakit dan kecemasan
pada pasien yang menjalani fraktur batang tibialis. Hasil dari penelitian ini
intensitas nyeri sebelum dan sesudah pemeberian terapi pijat mengalami
penurunan. intensitas rata-rata sebelum terapi 5,72 menjadi 4,72 setelah
diberikan terapi selama 2 jam. Oleh karena itu, menggunakan intervensi
ini disarankan dalam praktik klinis, terutama dalam pengaturan ortopedi.
Tata cara pemijatan sebelum dipijat, pasien diminta dalam posisi yang
nyaman dan tidak dibatasi di tempat tidur dan dibantu untuk beradadalam
posisi terlentang. Intervensi dilakukan sebagai pijatan kaki dibagian tumit
selama 10-15 menit, kaki dipijat menggunakan minyak apa saja yang
merilekskan. Prosedur ini bisa diulang selam 5-10 kali.
Penelitian ini selaras dengan penelitian yang berjudul “Efektifitas
Massase Terapi Cedera Olahraga Terhadap Nyeri Tumit dan Nyeri Otot
Tibialis Pada Atlet Futsal SMA Negeri 1 Ciamis” yang ditulis oleh Roni
dkk pada tahun 2019. Berdasarkan hasil uji hipotesis diatas, diketahui
bahwa nilai rata-rata sebesar 4.80 dengan peningkatan terendah sebesar
4.23 dan peningkatan tertinggi sebesar 5.36 pada 95% rentang
kepercayaan. Nilai sig. sebesar 0.00 (sig. < 0.05), sehingga H0 ditolak dan
H1 diterima. Berdasarkan pengolahan uji hipotesis tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat efektifitas yang signifikan masase terapi
cedera olahraga terhadap nyeri tumit. Berdasarkan hasil uji hipotesis
diatas, diketahui bahwa nilai rata-rata sebesar 5.20 dengan peningkatan
terendah sebesar 4.49 dan peningkatan tertinggi sebesar 5.90 pada 95%
rentang kepercayaan. Nilai sig. sebesar 0.00 (sig. < 0.05), sehingga H0
ditolak dan H1 diterima.Berdasarkan pengolahan uji hipotesis tersebut
dapat disimpulkan bahwa terdapat efektifitas yang signifikan masase terapi
cedera olahraga terhadap nyeri otot tibialis.
Dalam penelitian lain yang berjudul “Pengaruh terapi latihan dan
massage terhadap kasus close Fraktur Humeri dextra 1/3 distal dengan
pemasangan skin traction” yang diteliti oleh Suci Amanati, Kuswardani,
Rose Ash sidiqi M. pada tahun 2017 dengan hasil menunjukan nilai sig =
0,000 (<0,05), terapi latihan dan massage dapat mengurangi nyeri pada
penderita Fraktur.
Menurut Fatmawati (2013), bahwa terapi massage dapat menurukan
nyeri. Karena efek massage terhadap jaringan dapat bersifat mekanis.
Dengan teknik menekan dan mendorong secara bergantian menyebabakan
terjadinya pengosongan dan pengisian pembuluh darah vena dan limpa,
sehingga membantu memperlancar sirkulasi, membantu pembuangan sisa-
sisa hasil metabolism menyebabkan terbebasnya suatu zat sejenis
histamine yang membuat nyeri menurun. Adanya massage membantu
menurunkan ketenganan otot dan dapat meningkatkan LSG akibat
kontraktur.
Masase merupakan teknik manipulasi jaringan lunak pada tubuh untuk
mengurangi stress dan kelelahan dan memperbaiki sirkulasi. Penanganan
pada pasien pasca operasi fraktur, salah satunya adalah penenaganan rasa
nyeri, dengan cara farmakologis ataupun non farmakologis. foot hand
massage merupakan salah satu tindakan relaksasi untuk mengurangi nyeri
serta pendidikan kesehatan yang adekuat dengan metode konseling yang
dapat mendukung mobilisasi dini untuk mempercepat kesembuhan dan
mengurangi hari rawat pasien (Damansyah,2017).
Menurut Smeltzer (2013), prosedur menurukan nyeri ada dua yaitu
dengan farmakologis dan non farmakologis. Secara faarmakologis
menggunakan pemeberian analgesik. Sedangkan secara non farmakologis
dapat dilakukan dengan cara relaksasi, teknik pernapasan,
pergerakan/perubahan posisi, massage, akupresur, terapi panas/dingin,
musik.
Terapi massage memiliki tujuan untuk mengurangi ketengangan otot,
mengurangi cedera otot dan memperlancar sirkulasi, sehingga terapi ini
merupakan terapi non farmakologis yang cukup efektif untuk mengurangi
intensitas nyeri terbukti dengan hasil penelitian diatas yang menunjukan
perbedaan nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi.
Dari hasil penbahasan dua jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa kedua terapi
non farmakologi kombinasi kompres dingin dengan relaksasi nafas dalam dan
terapi pijat kaki efektif dalam menurukan intensitas nyeri, dilihat dari hasil
penelitian-penelitian yang dilakukan. Hanya saja untuk terapi pijat kaki kurang
efekif jika dilakukan sendiri lebih baik dilakukan oleh fisoterapi agar tidak
menambah cidera jika terjadi keslahan dalam pemijatan. Untuk terapi kombinasi
kompres dingin dengan nafas dalam dapat dilakukan secara mandiri dan tidak
memiliki efek yang berbahaya. Namun kedua terapi non farmakologi ini efektif
dalam penurunan intensitas nyeri dari skala ringan hingga skala berat.

Anda mungkin juga menyukai