Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Karakteristik Gambaran Subyek Penerapan

Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Usia : 21 Tahun
Agama : Islam
Kondisi Pasien Saat Ini : Klien mengatakan nyeri pada perut dan

merasa tidak nyaman. Terdapat luka

post operasi apendiktomi hari ke-0 di

daerah perut kanan bawah kuadaran 4,

dengan skala nyeri 6 dan tampak gelisah

dengan wajah klien tampak menahan

sakit. TD : 120/70 mmHg, RR : 26, N :

102 x/menit, S : 37,4 o C.


Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut
Implementasi : Terapi Murotal

a. Diagnosa Keperawatan

Dari hasil pengkajian di dapatkan data-data dengan masalah nyeri akut

pada pasien dengan Post op. Appendiktomi.

b. Tindakan Keperawatan

1) Kaji tanda-tanda vital

28
29

a) TD : 120/70 mmHg

b) Nadi : 102 x/menit

c) RR : 26 x/menit

d) Suhu : 37,4° C.

2) Kaji skala nyeri

3) Memberikan posisi semifowler dan menganjurkan istirahat yang

cukup

4) Memberikan terapi murotal

5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik

2. Pemaparan Hasil Penerapan

Penerapan study kasus ini dilakukan pada subyek dengan diagnosa

medis Post Operasi Appendiktomi di wilayah Kelurahan Mulyojati,

Kecamatan Metro Barat, Kota Metro yang mengalami nyeri pada luka post

op Appendiktomi.

Tabel 4.1 Karakteristik nyeri sebelum dan sesudah terapi murotal


pada Tn. M di wilayah Kelurahan Mulyojati, Kota Metro
Karakteristik Hari Pertama Hari Kedua Hari Ketiga
Nyeri Pre Post Pre Post Pre Post
Skala Nyeri 6 6 6 4 3 2

Pada tabel di atas dapat di paparkan bahwa intensitas nyeri sebelum

diberikan terapi murotal pada subyek yaitu pada skala 6 dengan kategori

nyeri sedang. Sedangkan setelah dilakukan terapi murotal, intensitas nyeri

pada subyek belum berkurang yaitu pada skala 6, namun optimal pada

penerapan hari ke 3 yaitu pada skala nyeri 2 dengan keluhan nyeri ringan.

Dari uraian tersebut menunjukan adanya penurunan intensitas nyeri pada


29
30

Tn. M setelah dilakukan penerapan terapi murotal dengan penyakit post

operasi Apendiktomi.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Subjek

a. Usia

Usia pasien dalam penerapan ini yaitu (Tn. M) berusia 21 tahun.

Mubarak, Indrawati, & Susanto (2015) mengungkapkan bahwa usia

dan tahap perkembangan seseorang menjadi salah satu variabel

penting yang akan mempengaruhi reaksi nyeri. Nyeri pada individu

lansia lebih tinggi, hal ini di karenakan penyakti akut atau kronis dan

degeneratif yang di derita.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa, usia menjadi faktor utama

terhadap perasaan sensori nyeri, semakin bertambahnya usia

seseorang, maka akan meningkat sensori nyeri yang di rasakan.

b. Jenis kelamin

Pasien dalam penerapan memiliki jenis kelamin laki-laki.

Mubarak (2015) mengungkapkan bahwa beberapa kebudayaan yang

mempengaruhi jenis kelamin, misalnya menganggap bahwa seorang

anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak

perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara

umum antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda jauh dalam

merespon nyeri. Menurut Arifuddin, Salmawati, & Prasetyo (2017)

30
31

dalam penelitianya di bagian rawat inap Rumah Sakit Umum

Anutapura Palu menyatakan bahwa bahwa dari 71 responden dengan

jenis kelamin laki-laki. Terdapat 20 responden (37,0%) yang

menderita apendisitis. Hal ini dikarenakan laki-laki lebih banyak

menghabiskan waktu diluar rumah untuk bekerja dan lebih cenderung

mengonsumsi makanan fast food dibandingkan dengan nasi dan

sebagainya, karena makanan fast food lebih gampang mereka

dapatkan di restauran ataupun di pedagang kaki lima.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa Appendiktomi menyebabkan

terputusnya kontuinitas jaringan yang dapat menyebabkan nyeri.

Sesorang berjenis kelamin laki – laki. Laki – laki cenderung mampu

menahan rasa sakit dibandingkan wanita.

c. Pengalaman nyeri sebelumnya

Subyek dalam penerapan ini belum pernah di rawat di Rumah Sakit

ataupun mengalami penyakit dan pengalaman nyeri sama seperti saat

ini. Menurut Mubarak (2015) individu yang pernah mengalami nyeri

atau menyaksikan penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri

cenderung merasa terancam dengan peristiwa nyeri yang akan terjadi

dibandingkan individu lain yang belum pernah mengalaminya.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa seseorang yang memiliki

pengalaman nyeri, akan sensitif dalam merasakan nyeri apapun yang

terjadi pada tubuhnya, begitu juga dengan orang lain yang telah

menyaksikan sensori nyeri dari orang lain yang pernah di lihat.

31
32

d. Pekerjaan

Pekerjaan adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh manusia

dengan berbagai tujuan. Subyek dalam penerapan ini memilik

pekerjaan sehari-hari sebagai mahasiswa. Kebiasan mahasiswa

cenderung tidak memperhatikan pola makannya. Menurut Indri,

Karim, & Elita (2014) karakterisitik terjadinya appendisitis di Riau

menyatakan bahwa dari 54 responden yang diteliti, responden

terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 39 responden (72,2%),

serta berdasarkan pekerjaan sebagian besar responden adalah

pelajar/mahasiswa yaitu sebanyak 28 responden (51,9%).

Penulis dapat menyimpulkan bahwa Berdasarkan penelitian terkait

data yang paling banyak menderita Appendisitis adalah pelajar ataupun

mahasiswa.

e. Pendidikan

Subyek dalam penerapan ini memiliki pendidikan terakhir SMA.

Menurut Prasetyo et. al., (2017) salah satu faktor yang mempengaruhi

appendiktomi adalah pendidikan, pengetahuan yang kurang terkait

asupan makanan yang salah dapat menyebabkan meningkatnya resiko

terjadinya appendisitis.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa seseorang yang kurang

memperhatikan makan yang di konsumsi, termasuk makanan siap saji

akan menjadi permasalahan berupa meningkatnya resiko terjadinya

Appendisitis.
32
33

2. Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Murottal

Appendiktomi adalah suatu proses pengangkatan usus buntu melalui

proses pembedahan melalui organ perut. Pendekatan pada proses ini

dilakukan dengan laparoskopik ataupun pembedahan terbuka yang dimana

membuat irisan melintang dari titik McBurney (LeMone, 2018).

Irisan melintang pada appendiktomi dapat menyebabkan subyek

merasa nyeri. Menurut Mubarak, Indrawati, & Susanto (2015), nyeri

adalah perasaan tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang

mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.

Secara umum nyeri dapat didefiniskan sebagai perasaan tidak nyaman, baik

ringan maupun sedang.

Cara yang dapat membantu untuk munurunkan nyeri yaitu, menonton

televisi, berbincang-bincang dengan orang lain, mendengarkan musik,

melakukan nafas dalam, melepaskan otot – otot ekstermitas, mengulangi

hal-hal di atas dengan konsentrasi, hingga mencapai keadaan yang tenang

dan rileks, masase pada daerah nyeri, menggosok punggung, kompres

hangat dan dingin (Hidayat & Uliyah, 2014). Salah satu cara yang

diajarkan pada subyek adalah terapi murotall.

Hadi, Wahyuni dan Purwaningsih dalam Zahrofi (2013) menjelaskan

terapi murotal Al Quran adalah terapi bacaan Al Quran yang merupakan

terapi religi dimana seseorang dibacakan ayat-ayat Al Quran selama

33
34

beberapa menit atau jam sehingga memberikan dampak positif bagi tubuh

seseorang.

Terapi murottal dapat menurunkan nyeri dikarenakan terapi murotal

dapat menurunkan ketegangan dan stres, sehingga perubahan energi listrik

dan otot-otot pada organ tubuh, peredaran darah, dan detak jantung

mengalami perubahan (Kartika, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2015) tentang pengaruh

mendengar murottal Al-Qur’an terhadap penurunan intensitas nyeri pasien

pasca operasi Apendisitis,di dapatkan data menunjukan bahwa terjadi

penurunan skala nyeri yang dialami responden dimana sebelum diberikan

terapi murottal sebagian besar responden mengalami nyeri sedang pasca

operasi sebesar 23 responden (76,7 %) dan sesudah melakukan terapi

murottal jumlah responden yang mengalami nyeri sedang menjadi 23

responden (76,7 %). Selain itu responden nyeri ringan hingga sebanyak 4

orang (13,3 %) dan tidak nyeri sebanyak 3 orang (10 %).

Penelitian selanjutnya yang di lakukan oleh Rilla, dkk. (2014), tentang

terapi murottal efektif menurunkan tingkat nyeri dibanding terapi musik

pada pasien pascabedah didapatkan hasil bahwa lebih dari setengah

responden berusia antara 20 hingga 40 tahun (52,8%), laki-laki (55,6%),

berpendidikan Sekolah Dasar (47,2%), dan bekerja sebagai buruh (44,4%).

Terdapat perbedaan penurunan nyeri antara terapi murottal dan terapi

musik. Terapi murottal lebih baik dalam menurunkan tingkat nyeri

dibandingkan dengan terapi musik.


34
35

Setelah dilakukan penerapan terapi murotal pada subjek selama 3 hari,

didapatkan data bahwa karaktersitik nyeri pada subyek penerapan

berkurang menjadi skala 2 dengan nyeri ringan.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa Appendiktomi adalah suatu

proses pengangkatan usus buntu melalui proses pembedahan melalui organ

perut. Sehingga luka dari pembedahan tersebut akan menyebabkan sensori

nyeri yang akan di rasakan oleh penderita. Nyeri di karenakan spasme otot

dan kerusakan jaringan yang akibatkan dari tindakan pembedahan.

Kemudian penatalaksanaan keperawatan dalam hal ini adalah pemberian

terapi murotal. Hal tersebut dapat memberikan efek menurunkan spasme

otot pada pembuluh darah, melancarkan sirkulasi darah dan menstimulasi

pembuluh darah, mengurangi rasa sakit atau nyeri dan peradangan.

C. Keterbatasan Study Kasus

Penerapan karya tulis ilmiah ini sudah sesuai dengan prosedur, namun

masih memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah studi kasus

melibatkan subjek yang tidak sesuai dengan proposal yang di ajukan, di

karenakan pancemi Covid-19 yang belum berakhir, sedangkan ujian dan

proses karya tulis ilmiah harus berjalan, sehingga penerapan di lakukan di

klinik AKPER Dharma Wacana Metro yang seharusnya dilakukan di RSUD

Jenderal Ahmad Yani Kota Metro.

35

Anda mungkin juga menyukai