Anda di halaman 1dari 20

“Strategi Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di

Indonesia”

by: Harmon Chaniago, M.Si.

Perspektif Generic Strategy: “Strategi Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) di Indonesia”

1. Latar Belakang Masalah

Teori pengembangan strategi menggunakan pendekatan resources organisasi yang


tergolong relatif baru dalam disiplin manajemen stratejik. Pendekatan ini dimaksudkan untuk
menjelaskan mengapa suatu perusahaan berbeda dari lainnya? Mengapa suatu perusahaan
memperoleh laba yang lebih besar dari lainnya? Apa yang membuat keunggulan bersaing
(competitive advantage) tetap lestari (sustainable)? Salah satu kekuatan pendekatan resource
organisation tercermin dalam kemampuannya untuk menjelaskan mengapa suatu perusahaan
memiliki keunggulan bersaing dalam bisnis tunggal dan keunggulan perusahaan yang melewati
berbagai bisnis. Salah satu penyebab terjadinya perbedaan tersebut adalah disebabkan
penggunaan strategi yang berbeda pada masing-masing perusahaan.

Tulisan ini akan mengungkap dan menganalisis usaha yang diperlukan dalam
meningkatkan daya saing UKM di Indonesia dari perspektif Generic Strategic. Generic Strategic
merupakan salah satu pendekatan strategi yang dimunculkan oleh Michael Porter, di mana
strategi itu terbagi atas 3, yaitu pada:

 Cost leadership (Keunggulan Biaya)

 Differentiation (Product Unique)

 Focus/Competifines Strategy

Teori ini dikenal dengan istilah Porter’s generic strategy.


Dalam kaitannya dengan UKM di Indonesia, dalam pidato kenegaraan Presiden RI
tanggal 18 Agustus 1999 menyatakan bahwa “99% dari pelaku ekonomi nasional adalah usaha
kecil yang menyerap 88% tenaga kerja”. Pernyataan ini sekaligus merupakan pengakuan
pemerintahakan eksistensi Usaha Kecil dan Menengah di bidang ekonomi dan lapangan kerja.
Selanjutnya dinyatakan “Pengembangan ekonomi rakyat dalam bentuk usaha kecil, menengah
dan koperasi serta perusahaan rumah tangga (home industry) perlu mendapat prioritas”. Sebagai
wujud nyata dari perhatian pemerintah kepada Usaha Kecil dan Menengah diterbitkanlah
berbagai aturan-aturan yang mendorong tumbuh dan berkembangnya Usaha Kecil dan
Menengah, salah satu diantara aturan tersebut adalah UU No. 9/1995 dan Keppres No. 99/1998
tentang Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah.

Meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan untuk mendorong Usaha Kecil
dan Menengah berkembang, namun produktivitasnya tetap rendah. Rachbini (dalam Raharjo,
1994: 114) menyatakan bahwa “Persoalan dilingkungan Usaha Kecil dan Menengah sangat
kompleks tetapi yang harus ditingkatkan adalah produktivitasnya”. Sulitnya Usaha Kecil dan
Menengah meningkatkan produktivitas dan daya saingnya karena “Usaha Kecil dan Menengah
di Indonesia menghadapi hambatan-hambatan yang kompleks” (Rhoethlisberger, 1990).
Hambatan-hambatan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: “manajemen yang
lemah, modal, skill, pemasaran dan teknik produksi yang lemah” (Sagir, 1993: 2).

Berdasarkan hal-hal di atas, maka UKM di Indonesia perlulah meningkatkan daya


saingnya, dengan meningkatnya daya saing mereka diharapkan pada masa yang akan datang
peran UKM dalam perekonomian Indonesia akan semakin besar.

2. Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran strategi yang perlu diambil dalam
meningkatkan daya saing UKM di Indonesia dari perspektif generic strategic. Disamping penulis
juga menginformasikan bagaimana sebuah strategi dibuat dan diimplementasikan..

3. Generic Strategy dan UKM di Indonesia


Pada bagian depan telah dikatakan bahwa kelemahan UKM di Indonesia meliput 5 aspek
antara lain: manajemen yang lemah, modal, skill, pemasaran dan teknik produksi yang lemah”
(Sagir, 1993: 2; Harmon, 1999). Untuk itu agar UKM di Indonesia dapat meningkatkan daya
saingnya diperlukan strategi yang tepat. Mengingat UKM di Indonesia SDM-nya rata-rata masih
lemah, maka bantuan pemilihan stragegi yang tepat buat mereka sangatlah diperlukan.

Ada berbagai strategi yang dapat dipilih untuk meningkatkan daya saing UKM. Mulai
dari strategi Unit Bisnis sampai pada strategi generik.
Strategi pada dasarnya dimaksudkan untuk memenuhi dua keperluan vital, pertama terkait
dengan penempatan posisi relatif terhadap lingkungan luar perusahaan (external positioning)
yang membutuhkan pemahaman terhadap lingkungan di mana perusahaan berada. Kedua, untuk
penyelerasan lingkungan internal perusahaan (internal alignment) yang mencakup semua
kegiatan dan investasi. Dengan strategi, setiap keuntungan unit bisnis dapat dipisahkan ke dalam
dua komponen: tingkat keuntungan rata-rata industri dan pemisahan rata-rata tersebut yang
diterapkan kepada keunggulan (atau kelemahan) dalam persaingan sebagai akibat dari strategi
dalam industri tersebut. Analisa industri secara sistematis dikembangkan oleh Michael Porter,
yang mencakup strategi generik (generic strategies).
Strategi generik dari Michael Porter berasumsi bahwa sebuah perusahaan yang menjalankan tiga
strateginya akan meningkatkan daya saingnya dan akan dapat tetap exist dalam persaingannya.
Strategi generik dapat dibagi atas 3, yaitu:

 Cost leadership (Keunggulan Biaya)

Strategi ini berusaha untuk memenangkan persaingan dengan pendekatakan harga,


dimana dengan harga tertentu akan produk yang dihasilkannya konsumen lebih
tertarik untuk membeli produk tersebut. Biasaya perusahaan secara real melakukan
perang tarif melalui berbagai istilah seperti: potongan harga, potongan tunai,
potongan pembelian, dan lainnya

 Differentiation (Product Unique)

Untuk memenangkan persaingan bisnis, perusahaan berusaha membuat produk yang


unik, dimana produk tersebut sulit ditiru oleh pesaing perusahaan. Bila pesaing telah
banyak memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk sejenis, maka perusahaan
yang bersangkutan melakukan inovasi baru, kemudian diproduksi produk generasi
baru (versi baru) tersebut, akibatnya perusahaan tersebut tetap memimpin produk
yang lebih unik dari yang dihasilkan oleh perusahaan lain. Pada strategi ini agar
produk yang dihasilkan tetap unik, maka diperlukan inovasi-inovasi baru sepanjang
waktu. Untuk menghasilkan inovasi baru sepanjang waktu dibutuhkan tenaga kerja
yang khusus dan spesialis. Ini artinya pemilihan strategi ini akan membutuhkan
tenaga kerja terampil, inovatif dan terdidik. Sudah tentu untuk mendapatkan tenaga
kerja dengan kompetensi demikian akan mengeluarkan biaya yang lebih tinggi.

 Focus/Competifines Strategy

Strategi ini memfokuskan kegiatan pada konsumen dengan segmen tertentu.


Pengincaran konsumen segmen tertentu ini akan lebih memudahkan perusahaan untuk
memenangkan persaingan bisnis. Sebagai contoh: sebuah UKM memproduksi pakaian
wanita yang berusia antara 25-30 th. Pembuatan produksi tersebut untuk membidik
segmen wanita dengan usia 25-30 th adalah usia dimana seorang wanita lagi suka-
sukanya untuk berbelanja pakaian.

Dari uraian di atas, ketiga strategi tersebut bukanlah suatu yang harus terpisah
satu dengan yang lainnya. Ia dapat dijalankan dalam bentuk suatu kesatuan yang utuh
seperti ditunjukkan oleh gambar berikut ini:

Gambar: Mix Generic


Strategic

Penggunaan campuran
strategi generik dapat
dilakukan pada beberapa
perusahaan, namun ini sangat tergantung pada situasi internal dan external yang dihadapi
oleh perusahaan. Ketepatan strategi campuran (lebih condong kemana trategi yang akan
diambil) sangat ditentukan oleh informasi yang tersedia yang berasal dari internal
perusahaan dan externalnya (lingkungan perusahaan).

4. Strategi Apa yang cocok bagi UKM?

Untuk menjawab strategi apa yang cocok sangatlah sulit. Bagi UKM lain strategi
yang cocok adalah cost leader, namun berbeda lagi untuk UKM yang lain meskipun bidang
kegiatan dan ukuran UKM-nya hampir sama.

Penentuan strategi yang cocok hendaklah memperhatikan masalah faktor internal dan
external perusahaan UKM. Pada dasarnya masalah UKM yang berasal dari Internal dan external
serta kaitannya dengan pemilihan UKM strategi generik dapat disajikan dalam bentuk matrik
berikut:

Tabel : Matrik Masalah dan Alternatif Strategi Generik

Masalah Strategi Generik yang dipilih:


UKM Cost Differentiatio Focus Mix
Leader n
Manajemen √
lemah
Modal √
SKILL √
Pemasaran √ √ √
Teknik √ √ √
Produksi

Tabel matrik di atas memberikan infomasi pada kita, bila manajemen UKM lemah, maka
strategi yang diambil adalah focus pada pelanggan tertentu. Hal ini disebabkan dengan focusnya
perusahaan pada segmen konsumen tertentu akan memudahkan pimpinan dalam mengelola
perusahaannya.
Sedangkan bila modal yang menjadi masalah bagi UKM, maka strategi Cost leader dan
diffrentiation tidak mungkin dipilih. Alternatifnya adalah focus pada pelanggan tertentu (segmen
konsumen tertentu). Begitu juga halnya dengan UKM yang memiliki masalah pada SKILL
tenaga kerja. Lebih tepat memilih strategi yang fokus pada segmen konsumen tertentu.

Untuk UKM yang memiliki masalah pemasaran produk, dapatlah dipilih kombinasi
strategi Cost Leader dengan Strategi Diffrentiation, atau strategi campuran diantara keduanya.
Begitu juga dengan UKM yang memiliki kelemahan dalam hal teknik produksi, dapatlah dipilih
strategi dengan mengkombinasikan Cost Leader dengan Focus pada segmen pelanggan tertentu.

Bila diamati lebih jauh, dari kelima masalah UKM di Indonesia prioritas masalah UKM
adalah: Modal dan pemasaran. Dengan demikian hampir dipastikan strategi yang perlu diambil
oleh para pengelola UKM di Indonesia adalah: “Focus pada pelanggan tertentu atau Campuran
antara Cost Leader dengan Diffrentiation”.

5. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penggunaan campuran strategi generik dapat dilakukan pada beberapa perusahaan,


namun ini sangat tergantung pada situasi internal dan external yang dihadapi oleh
perusahaan. Ketepatan strategi campuran (lebih condong kemana trategi yang akan
diambil) sangat ditentukan oleh informasi yang ada.
2. Bagi UKM yang mengalami masalah dengan titik berat pada modal maka strategi yang
tepat untuk dijalankan adalah tetap focus pada segmen pelanggan tertentu. Sedangkan
bagi UKM yang memiliki masalah pada pemasaran, UKM tersebut dapat menerapkan
strategi campuran antara Cost Leader dengan Diffrentiation.

6. Rekomendasi:

Tulisan ini perlu dilengkapi dengan dukungan data lapangan, oleh karena itu kedepan
diperlukan penelitian lanjutan, sehingga konsep yang diajukan dapat menjadi lebih bermakna.

7. DAFTAR PUSTAKA
Conner, J., and Ulrich, D. 1996. Human Resource Role: Creating Value, Not Rhetoric. Human
Resource Planning, 38-49.

Harmon. 1999. Pengaruh Pengembangan Usaha Kecil di Kota Bandug. Thesis. Pasca UNPAD.

Hodgetts, Richard M. 1982. Efective Small Business Management. Academic Press. Florida.

Marbun, B.N. 1996. Manajemen Perusahaan Kecil. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta

McDermott, L. 1996. OK, We Need to Redesign, So Where do we Start, Journal for Quality and
Participation, March, 52-56.

Pickle, Hal B and Abrahamson, Royce L. 1990. Small Business Management. John Wiley.
Canada

Rahardjo, M.D. 1994. Usaha Kecil Dalam Perekonomian Nasional. Dept. Koperasi dan Pembina
Pengusaha Kecil. Jakarta

Toha Miftah. 1997. Pembinaan Organisasi. Proses Diagnosa & Intervensi, Rajawali. Jak arta.

Ulrich, D. 1998. A New Mandate for Human Resorce, Harvard Business Review, January-
February, 124-234

Yeung, A., Brockbank, W., and Ulrich, D. 1994. Lower Cost, Higher Value: Human Resource
Function in Transformation, Human Resource Planning, 17(3): 1-16.

…………, Resource-Based Value Strategy. Htto://maswig.blogspot.com/2005/12/resource-


based-value-strategy.htm. Didownlaod 28 Nop 2007.

http://harmonchaniago.blogspot.co.id/2008/10/strategi-meningkatkan-daya-saing-usaha.html
Konsep Dasar Persaingan Koperasi

Animo masyarakat yang tinggi terhadap produk koperasi menyebabkan koperasi mengalami
pertumbuhan yang pesat saat ini, pertumbuhan ini diikuti dengan persaingan yang kompetitif
antar koperasi.

Untuk dapat unggul dalam persaingan koperasi harus memiliki strategi yang tepat.
Memperbaharui produk, meningkatkan pelayanan dan pengelolaan koperasi yang transparan.
Disamping itu dibutuhkan alat yang dapat membantu yang dapat mengakomodasi kegiatan
administrasi, pelayanan yang cepat dan pembuatan laporan yang cepat dan tepat yang dapat
digunakan oleh pimpinan dalam mengambil keputusan yang tepat mengenai kebijakan dan
strategi koperasi ke depan. Alat bantu yang dimaksud adalah Sistem Informasi Manajemen
Koperasi.

Peranan sebuah koperasi kini bukan lagi hanya dinikmati para anggotanya. Masyarakat luas
tanpa harus menjadi anggota koperasi pun bisa memanfaatkannya. Melihat ketatnya persaingan
antarkoperasi dalam melakukan penawaran berbagai layanan, masyarakat harus jeli dan selektif.

Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha
Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program
KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari
perbankan, juga paket program dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk
memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi
khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM
(Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju.

Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku
bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis pupuk bawang, pelaku bisnis tak profesional. Masalah
tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat.
Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi
dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya
pola pikir yang menciptakan demikian.Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil,
sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN.
Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan
Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel. Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni
organisasi sosial yang berbisnis ataulembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial. Berbagai
istilah apa pun yang melekat, sama saja, semua memberatkan gerakan Koperasi dalam
menjalankan visi dan misi bisnisnya. Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan
pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga ketiganya memiliki
kedudukan dan potensi sejajar.

Padahal, persaingan yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian
embel-embel. Hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka bisa menjadi
pengusaha besar yang tangguh dan profesional. Para pemain ini akan disaring secara alami, mana
yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama
ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak
berjalan optimal.

Memang pertumbuhan Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah
52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan di tahun 2007 ini
terdapah hamper 95.000 Koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah yang demikian besar itu,
kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu signifikan. Koperasi masih
cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai
swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross
domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang
salah. (www.slideshare.net/cetakarikel.php?)

Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan
beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah tumbuh
menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan dengan
perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun kini banyak yang sakit. Omzet
mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki
pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha
yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis
komersial.
Beberapa hal mendasar dalam UU Koperasi No. 12/ 1967 adalah tentang perkataan “kesadaran
berpribadi” (individualita menurut istilah Bapak Koperasi) dan “kesetiakawanan” (kolektivita
menurut istilah Bapak Koperasi), yang merupakan landasan mental bagi para koperasiwan, yang
satu memperkuat yang lain. Namun, landasan mental ini justru dicabut oleh UU Koperasi No.
25/1992. Maka rusaklah koperasi. Jadilah koperasi berwatak homo economicus mengabaikan
moralitas sebagai homo socius yang wajib ber-ukhuwah. Inilah sebabnya koperasi yang bertitik-
tolak pada “saling bekerjasama”, menolak persaingan ala pasar-bebas, yaitu persaingan yang
saling mematikan. Bagi koperasi, persaingan sebatas perlombaan, yang kalah berlomba tetap
dipelihara dan diberdayakan. Doktrin koperasi adalah dengan bekerja sama efisiensi ekonomi
dan efisiensi sosial meningkat. (www1.surya.co.id/v2/?p=2027)

 2.   Persaingan Koperasi di Berbagai Bidang

A. Koperasi  Komoditi Pengganti  Impor

Untuk koperasi-koperasi yang menangani komoditi sebagai pengganti impor atau ditutup dari
persaingan impor jelas hal ini akan merupakan pukulan berat dan akan menurunkan perannya di
dalam percaturan pasar kecuali ada rasionalisasi produksi. Sementara untuk koperasi yang
menghasilkan barang pertanian untuk ekspor seperti minyak sawit, kopi, dan rempah serta
produksi pertanian dan perikanan maupun peternakan lainnya, jelas perdagangan bebas
merupakan peluang emas. Karena berbagai kebebasan tersebut berarti membuka peluang pasar
yang baru. Dengan demikian akan memperluas pasar yang pada gilirannya akan merupakan
peluang untuk peningkatan produksi dan usaha bagi koperasi yang bersangkutan. Dalam konteks
ini koperasi yang menangani produksi pertanian, yang selama ini mendapat kemudahan dan
perlindungan pemerintah melalui proteksi harga dan pasar akan meng*hadapi masa-masa sulit.
Karena itu koperasi produksi harus merubah strategi kegiatannya. Bahkan mungkin harus
mereorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi. Untuk koperasi
produksi di luar pertanian memang cukup sulit untuk dilihat arah pengaruh dari liberalisasi
perdagangan terhadapnya. Karena segala sesuatunya akan sangat tergantung di posisi segmen
mana kegiatan koperasi dibedakan dari para anggotanya. Industri kecil misalnya sebenarnya pada
saat ini relatif berhadapan dengan pasar yang lebih terbuka. Artinya mereka terbiasa dengan
persaingan dengan dunia luar untuk memenuhi pemintaan ekspor maupun berhadapan dengan
barang pengganti yang diimpor. Namun cara-cara koperasi juga dapat dikerjakan oleh
perusahaan bukan koperasi.

B. Koperasi  pada  Perdagangan  Bebas

Secara umum koperasi di dunia akan menikmati manfaat besar dari adanya perdagangan bebas,
karena pada dasarnya perdagangan bebas itu akan selalu membawa pada persaingan yang lebih
baik dan membawa pada tingkat keseimbangan harga yang wajar serta efisien. Peniadaan
hambatan perdagangan akan memperlancar arus perdagangan dan terbukanya pilihan barang dari
seluruh pelosok penjuru dunia secara bebas. Dengan demikian konsumen akan menikmati
kebebasan untuk memenuhi hasrat konsumsinya secara optimal . Meluasnya konsumsi
masyarakat dunia akan mendorong meluas dan meningkatnya usaha koperasi yang bergerak di
bidang konsumsi. Selain itu dengan peniadaan hambatan perdagangan oleh pemerintah melalui
peniadaan non torif barier dan penurunan tarif akan menyerahkan mekanisme seleksi sepenuhnya
kepada masyarakat. Koperasi sebenarnya menjadi wahana masyarakat untuk melindungi diri dari
kemungkinan kerugian yang timbul akibat perdagangan bebas .

Kegiatan koperasi kredit, baik secara teoritis maupun empiris, terbukti mempunyai kemampuan
untuk membangun segmentasi pasar yang kuat sebagai akibat struktur pasar keuangan yang
sangat tidak sempurna, terutama jika menyangkut masalah informasi. Bagi koperasi kredit
keterbukaan perdagangan dan aliran modal yang keluar masuk akan merupakan kehadiran
pesaing baru terhadap pasar keuangan, namun tetap tidak dapat menjangkau para anggota
koperasi. Apabila koperasi kredit mempunyai jaringan yang luas dan menutup usahanya hanya
untuk pelayanan anggota saja, maka segmentasi ini akan sulit untuk ditembus pesaing baru. Bagi
koperasi-koperasi kredit di negara berkembang, adanya globalisasi ekonomi dunia akan
merupakan peluang untuk mengadakan kerjasama dengan koperasi kredit di negara maju dalam
membangun sistem perkreditan melalui koperasi. Koperasi kredit atau simpan pinjam di masa
mendatang akan menjadi pilar kekuatan sekitar koperasi yang perlu diikuti oleh dukungan
lainnya seperti sistem pengawasan dan jaminan.

C. Koperasi dalam Era Otonomi Daerah


Implementasi undang-undang otonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi koperasi
dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi akan
semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan pemerintah daerah dalam bentuk
penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi . Karena azas efisiensi akan mendesak
koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom.
Peranan advokasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepada pemerintah di
daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi
tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fung*si intermediasi semacam
ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang
semula menjadi kewenangan pusat.

Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai
daerah otonomi menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah
otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan
mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan
bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar.

Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk menghadapi berbagai rasionalisasi adalah
keberadaan lembaga jaminan kredit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demikian
kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan
koperasi di daerah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah akan
dapat mendesentralisasi pengembangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan
menumbuhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah.
Dalam jangka menengah koperasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.

Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom,
namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi
seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi selain
peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus
diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengem*bangan
jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan
pendukung untuk kuatnya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong
pengembangan lembaga penjamin kredit di daerah.

D. Koperasi pada Era Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi yang berkepanjangan, secara langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi
struktur dan roda perputaran ekonomi nasional. Dapat dipastikan hampir semua sektor yang
berkaitan dengan kegiatan ekonomi terkena dampaknya, sehingga wajar kalau banyak pengusaha
yang menutup usaha mereka. Namun sebaliknya, usaha kecil dan menengah (UKM) dan koperasi
terbukti mampu untuk bertahan di tengah krisis ekonomi. Prospek masa depan koperasi sebagai
badan usaha yang diharapkan menjadi soko guru perekonomian seperti amanat konstitusi negara
(Pasal 33 UUD 1945) sangat ditentukan oleh mampu tidaknya kemandirian (otonomi)
dilaksanakan untuk menjawab tantangan dan ancaman.

Persaingan yang semakin tajam dalam dunia usaha membuat koperasi yang tidak mandiri
dihadapkan pada situasi sulit untuk berkembang. Sementara itu, untuk menyiapkan koperasi
menjadi mandiri, tidak saja diperlukan aspek ekonomi-sosial, namun lebih jauh dan dalam harus
mengarah pada sisi operasional koperasi itu sendiri. Dengan begitu, jelas bahwa perubahan
mendasar dari sisi manajemen, khususnya antisipasi terhadap perubahan ekonomi global
menuntut juga perubahan pada manajemen koperasi.

Joyoboyo, yang menyebutkan bahwa ada ramalan yang menyebutkan akan terjadi sesuatu yang
mengerikan di negeri ini. Karena itu kedepan, Soebiakto berharap pemerintah lebih serius
melakukan pembinaan dan perlindungan pada usaha koperasi, mikro, kecil dan menengah —
arah pembinaannya harus jelas. Harus ada pendekatan sistem atau kelembagaan. Karena kata
kunci untuk menghadapi globalisasi adalah persaingan, peningkatan daya saing. Usaha kecil dan
mikro harus diarahkan menjadi efisien secara ekonomi.
Di Indonesia keberadaan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah saat ini umumnya tidak
efisien tak punya daya saing. Skala ekonominya kecil-kecil, tak punya jaringan usaha.
Seharusnya menurut Soebiakto, pemerintah mendorong usaha koperasi mikro, kecil dan
menengah membuat jaringan sendiri atau bermitra dengan pengusaha-pengusaha besar. Idealnya
membuat jaringan sendiri dalam bentuk koperasi yang bergerak di bidang input maupun output,
menyediakan bahan baku, permodalan dan memasarkan produk-produk UKM dan mikro.
(www.cakrasoft.com/artikel_ekonomi/?php)

3. Membangun Jaringan Usaha Koperasi untuk Meningkatkan Daya Saing dan


Produktifitas Koperasi

Bagi koperasi, kemandirian adalah bagian dari hakikatnya yang sudah terbawa mulai lahir.
Dengan demikian, kemandirian merupakan sikap mental untuk berani hidup di atas kaki sendiri
tanpa mengandalkan dan tergantung pada orang lain. Kemandirian ini bisa bersifat individual
atau sektoral, akan tetapi cirinya adalah kolektif sebagaimana dinyatakan dalam semboyan “satu
untuk semua dan semua untuk satu”. Kemandirian tidak berarti harus menolak bantuan berupa
fasilitas. Ukurannya adalah bahwa koperasi yang mandiri tetap dapat hidup dan berkembang
meskipun tidak ada bantuan dan fasilitas dari luar. (www.unisosdem.org)

Dasar kemandirian adalah kemampuan koperasi itu sendiri. Oleh sebab itu, untuk dapat mandiri
koperasi harus menyusun kemampuan dan kekuatannya sendiri yang bersumber pada potensi
dari dalam dan kesempatan-kesempatan yang diperoleh dari luar. Ada dua jalur utama yang
dapat dipakai sebagai indikator kemandirian, yaitu kemampuan untuk memupuk modal dengan
kekuatan sendiri dan kemampuan manajemen untuk mengambil keputusan sendiri. Adanya
kerjasama dengan pihak lain dan konsultasi-konsultasi dengan pihak luar tidak mengurangi arti
kemandirian menurut indikator-indikator di atas. Dalam hubungan ini maka pengembangan
organisasi menurut jalur horisontal dan vertikal sangat menentukan kemampuan dan kekuatan
koperasi, karena organisasi bukan hanya sekadar wadah tetapi sebagai modal dasar.

A.  Sektor Koperasi

Dilihat dari sudut organisasi formal, struktur organisasi koperasi disusun atas dua pola yaitu
federasi dan pusat. Dalam praktiknya, selalu dapat terjadi pencampuran antara dua pola tersebut
sebagai pendekatan yang tidak direncanakan secara baku sejak permulaan, tetapi timbul dalam
suatu proses perkembangan kegiatan untuk memecahkan masalah-masalah baru yang muncul.
Kedua pola di atas pada hakikatnya bersumber pada konsep integrasi yang dianut koperasi dalam
membangun organisasinya untuk memperkuat dan mengembangkan sektor koperasi. Sektor
koperasi hanya dapat dibangun dan dikembangkan melalui integrasi berbagai kegiatan ekonomi
anggota dan koperasi-koperasi dengan tujuan untuk melaksanakan berbagai kegiatan ekonomi di
bidang produksi dan jasa guna melayani dan memajukan kepentingan anggota dan masyarakat.
Dengan demikian, integrasi mempunyai kedudukan sentral dan strategis untuk mempertemukan
kepentingan produsen dan konsumen. Oleh sebab itu, konsep integrasi harus didukung oleh
struktur organisasi yang dapat berfungsi secara produktif, efektif, dan efisien.

B.  Jaringan Kerja Koperasi

Apakah arti jaringan koperasi? Ada pendapat bahwa dalam jaringan sektor koperasi harus
tersusun mata rantai kerjasama antar koperasi yang saling terkait, koperasi yang menangani
produksi barang dan jasa dengan koperasi lain yang menangani distribusi, dan lembaga keuangan
koperasi. Kerjasama sektoral ini tidak hanya bersifat lokal, tetapi hendaknya berkembang secara
nasional dan internasional sebagaimana tercantum dalam salah satu prinsip koperasi.

Dasar pemikiran dan konsep kerjasama dalam koperasi adalah menggalang kekuatan dan
kemampuan bersama untuk menghadapi persaingan-persaingan yang merugikan yang timbul dari
konsentrasi-konsentrasi perusahaan kapitalis. Kerjasama antar koperasi harus berkembang secara
wajar sesuai dengan kebutuhan atas pertimbangan praktis, ekonomis, dan efisiensi. Hal ini dapat
dilakukan dengan pendekatan berdasarkan peranan koperasi secara individual dalam upaya
melayani anggota dan masyarakat di sekitarnya dengan baik. Dengan demikian, kerjasama antar
koperasi harus ditafsirkan dan dijabarkan secara operasional melalui pembangunan koperasi
secara bertahap mulai dari tingkat primer melalui cara-cara yang dapat memperkuat kedudukan
dan peranannya untuk melayani anggota. Memperluas daerah kerja untuk memperbesar potensi 
ekonomi  guna memperbesar partisipasi aktif anggota dan memperbesar volume usaha,
dimaksudkan untuk memperkokoh kedudukan koperasi tingkat primer. Oleh sebab itu,
perkembangan koperasi tidak dilihat dari banyaknya organisasi koperasi, tetapi lebih pada
besarnya jumlah anggota yang berpotensi di setiap koperasi.

Kebutuhan manusia semakin meningkat baik jenis maupun jumlahnya, sedangkan kemampuan
koperasi primer untuk memenuhi kebutuhan tersebut pasti ada batasnya. Oleh sebab itu,
kerjasama dengan koperasi-koperasi lain perlu dilakukan. Ini berarti telah dilakukan integrasi
vertikal yaitu usaha untuk menyatukan berbagai kegiatan di bawah satu pola manajemen melalui
organisasi tambahan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi yang tidak mungkin dilakukan
oleh koperasi primer secara sendiri-sendiri. Dalam rangka integrasi vertikal ini, dapat dibentuk
federasi atau koperasi pusat sesuai dengan pertimbangan kepentingan-kepentingan yang
dianggap relevan dengan kebutuhan. Dalam integrasi vertikal, kekuasaan tertinggi berada di
koperasi-koperasi tingkat primer melalui rapat anggota yang menetapkan tujuan bersama dan
menugaskan kepada badan yang dibentuknya (koperasi sekunder) untuk melaksanakan
keputusan-keputusan yang telah dibuat. Pola seperti ini tidak menutup kemungkinan bahwa
organisasi tingkat atas atau badan lain yang dibentuknya memperoleh otonomi luas untuk
membina organisasi-organisasi tingkat bawah yang membentuknya.

Apabila integrasi vertikal tidak bisa mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki gerakan koperasi,
maka jaringan-jaringan antar jenis dapat dijalin dalam rangka memenuhi kebutuhan bersama.

Kerjasama koperasi dapat efektif apabila memenuhi dua persyaratan sebagai berikut:

 terdapat kebutuhan yang sama dan nyata antara koperasi-koperasi yang bekerjasama,
 koperasi-koperasi yang bekerjasama memiliki kekuatan dan kemampuan yang relatif
sama atau seimbang.

C.  Keterkaitan Antar Tingkat

Meskipun integrasi vertikal bertujuan untuk optimalisasi, efisiensi, dan tujuan ekonomis, tetapi
perlu disadari bahwa integrasi vertikal juga bertujuan membangun struktur organisasi yang kuat
dan kokoh sebagai kerangka bangunan sektor koperasi. Dalam rangka mengamankan asas
demokrasi perlu adanya hubungan kerja dan pembagian tugas antar tingkat koperasi yang diatur
mulai dari tingkat bawah, dalam arti bahwa yang cocok, efisien, dan ekonomis untuk
dilaksanakan di tingkat bawah maka sebaiknya dilakukan di tingkat bawah.

sebaliknya jika dipandang lebih cocok, efisien, dan ekonomis untuk dilakukan di tingkat atas
maka sebaiknya dilakukan di tingkat atas. Banyaknya tingkatan dalam pola federasi
menimbulkan peningkatan biaya, mudah terjebak dalam perangkap birokrasi, dengan demikian
daya saing menjadi lemah, sehingga merugikan anggota dan koperasi itu sendiri. Struktur
bertingkat pada konsep integrasi ini pada umumnya kurang berhasil, sehingga sistem dan sektor
koperasi masih memperlihatkan gejala-gejala kelemahan dan kerapuhan.

Hal ini disebabkan kurangnya partisipasi aktif anggota di semua tingkat serta keterkaitan
kelembagaan antara primer, pusat, dan induk. Tetapi ada masalah-masalah yang lebih mendasar
yang mengakibatkan struktur dan sistem koperasi menjadi lemah dan rapuh yaitu:

 kita belum sepenuhnya berhasil membangun koperasi primer yang kuat, kokoh, dan
mandiri sebagai dasar integrasi dari struktur koperasi,
 koperasi-koperasi sekunder seringkali didirikan secara prematur sehingga belum mampu
bertindak sebagai penyambung dan pengungkit kepentingan koperasi primer.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengefektifkan hubungan antar tingkat organisasi
dengan catatan bahwa koperasi-koperasi primer perlu diperkuat secara mental dan fisik, dan
koperasi sekunder harus benar-benar merupakan perpanjangan tangan yang tidak terpisahkan
dari struktur, kegiatan, dan aspirasi koperasi primer, dan mempunyai kemampuan manajerial
yang tangguh.

1.    Daya hidup dan daya saing koperasi-koperasi primer harus ditingkatkan, dan persyaratan-
persyaratan bagi keberhasilan manajemen dipenuhi. Kalau koperasi primer masih lemah dalam
segi-segi tersebut, maka ia akan terlalu bergantung pada koperasi sekundernya, sebaliknya kalau
terlalu kuat cenderung menempuh jalannya sendiri.

2.    Koperasi sekunder harus menjaga supaya simpanan koperasi-koperasi primer di tingkat
sekunder lebih proporsional dan seimbang, demikian pula wakil-wakil koperasi primer yang
duduk dalam manajemen sekunder. Hal ini dilakukan untuk menghindari penguasaan dan
pengendalian koperasi sekunder oleh koperasi primer secara berlebihan karena mempunyai
modal yang besar dan mempunyai banyak wakil di koperasi sekunder.

3.    Perlu dijaga kelancaran komunikasi dan tersedianya fasilitas-fasilitas transpor antara
koperasi primer dengan koperasi sekunder atau cabangnya. Kurang lancarnya hubungan ini akan
menghambat integrasi.
4.    Koperasi sekunder harus dapat memberi manfaat yang nyata bagi koperasi-koperasi primer
sehingga koperasi primer akan mudah mendukungnya. Koperasi sekunder dapat memberikan
manfaat dengan baik apabila integrasi efektif.

5.    Keseimbangan manajerial antar tingkat organisasi harus dijaga. Keseimbangan manajerial
tersebut meliputi: kewajiban, tanggung jawab, dan hak di bidang organisasi, keuangan, dan usaha
atas dasar demokrasi koperasi. Harus dicegah kecenderungan koperasi sekunder untuk
menghimpun kekuasaan yang berlebihan yang dapat menimbulkan perasaan tidak puas di
kalangan koperasi primer.

6.    Hubungan kerja dan penyelesaian masalah antar tingkat organisasi harus tetap didasarkan
pada tatanan hukum yang ada, AD/ART, keputusan rapat anggota dan pengurus, notulen rapat,
kontrak kerja, perjanjian kerja, dan sebagainya yang harus dilaksanakan secara tertib dan
konsisten. (www.indonesianproduct.biz)

4.  Solusi Persaingan Koperasi

Ketua Dekranasda Kota Bogor Hj. Fauziah Diani Budiarto dalam sambutannya ketika membuka
sosialisasi pengembangan teknologi inovasi bagi pengembangan usaha khusus kerajinan yang
ada di Kota Bogor di Ruang Rapat III Balaikota Bogor Kamis (14/2) mengatakan, persaingan itu
hanya bisa diatasi oleh para pelaku usaha dengan meningkatkan kemampuan diri untuk dapat
menangkap setiap peluang pasar yang ada. Dengan kemampuan menangkap setiap peluang pasar
tersebut, maka diharapkan setiap pelaku usaha akan tetap eksis dalam menjalankan usahanya,
ungkapnya. Oleh karena itu, Fauziah mengingatkan, yang sangat penting diperhatikan oleh setiap
Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) dan pengrajin adalah berusaha senantiasa kreatif
dan rajin serta melakukan inovasif. Disamping itu KUKM dan para pengrajin di Kota Bogor
harus bisa memanfaatkan segala potensi yang relatif besar dan potensi itu antara lain, dapat
dilihat dari jumlah pelaku usaha yang sangat banyak dan mampu menunjang kegiatan
kepariwisataan dan berkontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor.
Terlebih lagi jumlah KUKM dan pengrajin di Kota Bogor menujukan kecendrungan yang terus
meningkat hal itu, terliaht munculnya pelaku-pelaku usaha yang baru dibidang perdagangan dan
industri kecil dan pada saat yang sama beberapa produk KUKM dan pengrajin Kota Bogor juga
telah menjadi produk unggulan dan khas Kota Bogor.

Produk-produk tersebut antara lain, yaitu boneka batik, gong, kramik, kerajinan daur ulang
kerajinan kayu, bordil sepatu dan sandal, tas serta berbagai makanan dan jajanan khas Kota
Bogor. Namun, diakuinya, bahwa perkembangan yang baik ini ternyata masih diikuti dengan
beberapa kendala dilapangan dalam mengembangkan KUKM dan pengrajin di Kota Bogor.
Kendala-kendala itu antara lain, terkait Sumber Daya Manusia (SDM), pemasaran, pemodalan,
pengusaan teknologi, keterbatasan bahan baku dan lain-lain. Menghadapi berbagai kendala itu,
kata Fauziah Dekranasda Kota Bogor sebagai lembaga dan wadah pembinaan KUKM dan
pengrajin sangat berkempetingan sekali untuk membantu pengembangan usaha KUKM dan
pengrajin. Sosialisasi pengembangan teknologi inovasi ini, diikuti oleh para pengrajin maupun
Usaha Kecil Menengah (UKM) se-Kota Bogor yang diselenggarakan Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi (Perindagkop) Kota Bogor dengan Dekranasda dan Bagian
Perekonomian Kota Bogor, serta Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta.
(www.kamparkab.co.id)

1. Kesimpulan

Berdasarkan sumber informasi di atas, kelompok kami menyimpulkan bahwa koperasi di


Indonesia semakin meningkat karena didorong oleh animo masyarakat yang tinggi terhadap
koperasi sebagaimana dilansir dari sumber yang kami peroleh dan kami dapatkan. Agar koperasi
dapat unggul, koperasi memiliki persaingan yang diantaranya adalah melalui pembaharuan
produk, peningkatan pelayanan dan pengelolaan koperasi yang transparan. Pemerintahpun
memberikan berbagai paket dengan berbagai macam bantuan demi menunjang kestabilan
persaingan.

Persaingan koperasi juga ada dalam berbagai bidang. Seperti bidang komoditi impor, koperasi
pada perdagangan bebas, pada otonomi daerah dan pada era krisis yang mempengaruhi struktur
ekonomi nasional. Karena hal ini juga, maka koperasi dihadapkan pada situasi sulit berkembang.
Maka harus disiapkan koperasi yang mandiri. Yang biasanya bersemboyan “ 1 untuk semua,
semua untuk 1”. Solusinya untuk tingkat persaingan yang tinggi ini sebagaimana dilansir Ketua
Dekranasda Kota Bogor Hj. Fauziah Diani Budiarto bahwa persaingan bisa dibatasi oleh para
pelaku usaha dengan meningkatkan kemampuan diri untuk dapat menangkap setiap peluang
pasar yang ada.

https://christomario.wordpress.com/2009/11/09/strategi-persaingan-koperasi/

Anda mungkin juga menyukai