)
HASIL PRODUKSI SUMATERA UTARADI PASAR EKSPOR
SKRIPSI
2016
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Derajat
Sarjana Pertanian
pertama dari dua bersaudara dari Ayahanda Drs. Ahmad Pohan dan Ibunda
Dra.Raisah Sembiring.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi
ini adalah “Analisis Daya Saing Kakao (Theobroma Cacao L.) Hasil Produksi
Sumatera Utara Di Pasar Ekspor”. Kegunaan dari skripsi ini adalah sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada Program Studi
Ir.Thomson Sebayang, MT dan Ibu Emalisa, SP, M.Si selaku dosen komite
pembimbing skripsi yang telah sabar meluangkan waktu dan pikiran dalam
memberikan arahan, bimbingan, petunjuk, dan juga saran kepada penulis sehingga
kepada Bapak Dr. Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si dan Ibu Ir.Lily Fauzia, M.Si
selaku dosen komite penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji
1) Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr.Ir. Satia Negara Lubis,
selama ini.
Dra.Raisah Sembiring dan juga adik saya Annisa Rizkya Pohan, penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih atas seluruh cinta, motivasi, kasih
sayang dan dukungan, baik secara materi maupun doa yang diberikan kepada
Simanihuruk, Citra Paraditha, Reza Susanto, Shella Agustia Purba dan Raja
Eka Citra Kalisa, serta seluruh teman-teman agribisnis angkatan 2012 yang
7) Teruntuk jodohku, maaf aku tidak menulis namamu karena aku belum
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat
ABSTRAK .................................................................................................. i
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .............................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 6
1.5 Keaslian Penelitian ................................................................ 6
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
devisa negara yang cukup besar. Beberapa komoditi hasil perkebunan yang
menjadi unggulan di Indonesia antara lain: kakao, kelapa sawit, kopi, teh, dan
Saat ini Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia, setelah
Pantai Gading dan Ghana. Meskipun begitu, ditinjau dari segi produktivitas,
kakao. Sedangkan dari kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia
dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara
dengan kakao yang berasal dari Ghana dan kakao Indonesia mempunyai kelebihan
yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan
dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik
1
Universitas Sumatera Utara
Kualitas biji kakao Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan biji kakao terbaik
dunia yang berasal dari Ghana, namun pada umumnya petani kakao Indonesia
tidak melakukan fermentasi pada biji kakao yang baru dipanen. Ketika biji kakao
Hal inilah yang merendahkan citra mutu kakao Indonesia (Wibowo, 2008).
Pada umumnya petani tidak melakukan fermentasi dalam menjual biji kakao.
Alasan utama adalah tidak adanya perbedaan harga antara kakao yang
6 hari dan setiap hari harus diperhatikan kandungan airnya. Menurut petani
berat dibandingkan dengan kakao yang tidak difermentasi selain itu belum adanya
waktu. Namun citra mutu kakao Indonesia yang dikenal rendah serta rendahnya
menurun dengan penurunan rata-rata sebesar 2,5 % per tahun. Begitu juga halnya
dengan nilai ekspor kakao yang berfluktuasi yaitu rata-rata meningkat sebesar 5,4
% per tahun.
Hal yang sama terlihat pada perkembangan luas areal dan produksi kakao
rata sebesar 5 % per tahun dan produksi juga meningkat rata-rata sebesar 0,30 %
per tahun selama periode 2010-2015. Nilai ekspor kakao yang terus meningkat
akan mendorong petani untuk memperluas areal pertanaman kakao agar dapat
Tabel 3. Konsumsi Kakao dalam Bentuk Coklat Instan dan Coklat Bubuk di
Indonesia Tahun 2010-2015
periode tersebut meningkat sebesar 23,5 % per tahun, sedangkan konsumsi coklat
bubuk meningkat 52,0 % per tahun. Lonjakan konsumsi yang sangat besar terjadi
pada tahun 2014, dimana konsumsi coklat instan mencapai 54,6 gram/kapita atau
di seluruh pelosok tanah air dengan sentra utama secara berurutan adalah Sulawesi
utara. Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah penghasil kakao
dunia.
Provinsi Sumatera Utara termasuk salah satu sentra penghasil kakao di Indonesia.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulis tertarik
1. Sebagai bahan masukan serta evaluasi bagi pemerintah dalam penetapan arah
Utara.
agribisnis kakao.
sampai 2015.
Sumatera Utara.
tropis di Amerika Tengah dan di Amerika Selatan bagian utara. Dengan tempat
tumbuhnya di hutan hujan tropis, tanaman kakao telah menjadi bagian dari
Maya dan suku Astek (Aztec). Nama latin tanaman kakao adalah Theobroma
Cacao yang berarti makanan para dewa. Masyarakat suku Indian Maya dan suku
Di Indonesia, tanaman kakao diperkenalkan oleh orang Spanyol pada tahun 1560
1825 hingga 1838 tercatat sebanyak 92 ton. Nilai ekspor tersebut dikabarkan
menurun karena adanya serangan hama pada tanaman kakao. Tahun 1919
Indonesia masih mampu mengekspor sampai 30 ton, tetapi setelah tahun 1928
ternyata ekspor tersebut terhenti. Menurut van Hall, pada tahun 1859 sudah
dihasilkan 11,6 ton kakao. Namun, kemudian tanamannya hilang tanpa ada
8
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan sistem klasifikasi mahluk hidup, adapun tanaman kakao ( Theobroma
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Genus : Theobroma
Spesies : T. cacao
Tanaman kakao memiliki banyak sekali jenisnya, kendati demikian ada 3 jenis
Kakao Criollo
Kakao criollo menghasilkan biji dengan kualitas yang sangat baik. Kakao dari
jenis ini juga dikenal dengan istilah kakao mulia, choiced cocoa, fine flavour
cocoa, atau edel cocoa. Buah kakao criollo biasanya berwarna merah atau hijau
dengan kulit buah yang tipis, berbintil kasar, dan lunak. Biji berbentuk bulat telur,
berukuran besar, dan kotiledon berwarna putih saat basah (Wibowo, 2008).
Kakao Forastero
Kakao forastero menghasilkan biji dengan kualitas sedang. Kakao dari jenis ini
juga dikenal dengan istilah bulk cacao, dan ordinary cocoa. Buah kakao forastero
biasanya berwarna hijau dengan kulit yang lebih tebal. Biji berbentuk gepeng dan
sehingga jenis ini sangat heterogen, kakao trinatario menghasilkan biji yang
termasuk fine flavour cocoa ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna
hijau atau merah dan bentuknya bermacam-macam, biji buahnya juga bermacam-
macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah
(Spillane, 2000).
Indonesia termasuk peringkat ketiga dalam produksi kakao dunia setelah Pantai
Gading dan Ghana hingga saat ini. Kakao diproduksi oleh 50 lebih negara yang
berada di kawasan tropis yang secara geografis dapat dibagi dalam tiga wilayah
Produsen utama kakao di wilayah Afrika adalah Pantai Gading, Ghana, Nigeria
diikuti oleh Papua New Guinea dan Malaysia. Sementara produsen utama kakao
Ghana pada periode Februari 2010. Namun pada periode Maret 2011, Ghana
mengalami penurunan hal ini dikarenakan sebagian besar diekspor ke luar negeri
dan penurunan terhadap impor biji kakao. Sementara untuk konsumsi kakao di
Pasar kakao dunia secara umum dapat dibagi atas dua segmen berdasarkan mutu
biji yaitu segmen pasar untuk biji kakao bermutu tinggi yang dicirikan oleh biji
Beans atau WFCB) dan segmen pasar untuk biji kakao dengan mutu fisik yang
cukup baik tetapi tidak difermentasi (dikategorikan sebagai Fair Average Quality
atau FAQ). Kakao Indonesia yang mampu bersaing pada pasar WFCB hanya
sekitar 2 % dari total ekspor. Penyebab utamanya adalah karena sekitar 80 % dari
ini dicari karena merupakan bahan baku pembuatan coklat. Biji kakao yang telah
setelah kelapa, minyak sawit, dan karet pada subsekor perkebununan. Hal ini
Pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa pada subsektor perkebunan, minyak sawit
menyumbang devisa paling tinggi dilihat dari nilai ekspor yang mencapai
US$17.4649.000.000 diikuti oleh karet juga kopi pada posisi dengan nilai ekspor
turunan kakao seperti cocoa powder, cocoa butter, cocoa cake, cocoa liquor.
Namun demikian, Indonesia masih mengimpor biji kakao karena kebutuhan akan
biji kakao berkualitas baik. Hal ini bukan merupakan indikasi yang bagus bagi
Tabel 7. Ekspor Biji Coklat Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2014
kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 1,1 juta kepala keluarga petani yang
kebanyakan berada di Kawasan Indonesia Timur (KTI). Dengan areal luas lahan
mencapai 1,473,259 Ha pada tahun 2012 dan dengan produktivitas 792,791 ton,
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup
orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur
dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan
atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah. Badan
Beberapa permasalahan yang dihadapi komoditas ini antara lain masih rendahnya
penggunaan benih asalan, belum banyak digunakan benih klonal, masih tingginya
serangan hama PBK (penggerek buah kakao), hingga saat ini belum ditemukan
klon kakao yang tahan terhadap hama PBK, sebagian besar perkebunan berupa
perkebunan rakyat yang dikelola masih dengan cara tradisional dan umur tanaman
kakao sebagian besar sudah tua, di atas 25 tahun jauh di atas usia paling produktif
Masalah yang lainnya yaitu pengelolaan produk kakao masih tradisional dimana
sebagian besar biji kakao produksi nasional tidak difermentasi sehingga mutu
kakao Indonesia dikenal sangat rendah. Akibat mutu rendah, harga biji dan produk
antara suatu tempat dengan tempat lain dan melewati batas-batas negara, bersifat
kejadian dari eksistensi pelaku bisnis, individu dan pemerintah yang ingin
melakukan transaksi jual beli barang atau jasa yang diproduksi di negara lain.
oleh kondisi ketersediaan serta harga barang dan jasa (Purwito 2015).
mempunyai sumber daya alam yang besar. Sehingga dapat menjamin adanya
pasar yang lebih stabil dan berpotensi untuk dapat bersaing dalam pasar
internasional dengan fluktuasi harga yang terkendali dan stabil, terutama dalam
produk yang dihasilkan di dalam negeri, terutama untuk meningkatkan daya saing
pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam peningkatan
menentukan posisi suatu komoditi di pasar. Salah satu indikator daya saing suatu
komoditi ialah pangsa pasar. Disebutkan bahwa jika pangsa pasar suatu komoditi
meningkat, berarti daya saing komoditi itu meningkat. Oleh karena itu analisis
Pendefinisian daya saing juga dikemukakan oleh Organization for Economic Co-
kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa yang berskala
Daya saing yang baik dapat terlihat jika komoditi tersebut memiliki keunggulan
Keunggulan Komparatif
Istilah comparative advantage (keunggulan komparatif), mula-mula dikemukakan
oleh David Ricardo (1917) saat membahas perdagangan antara dua negara. Dalam
teori tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua negara yang saling
barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan komparatif, maka kedua
keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu daerah adalah bahwa komoditi
unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk
nilai tambah riil. Dengan kata lain, keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan
daerah. Suatu daerah yang memiliki hasil pertanian unggul dan dibutuhkan oleh
dinamis, dengan kata lain keunggulan komparatif tidak stabil dan tidak dapat
2. Perubahan harga input seperti pupuk, pestisida, bibit, alat pertanian dan tenaga
kerja.
hasil produksi.
4. Biaya transportasi tergantung atas lokasi penanaman dekat dan jauh sangat
arah sektor yang mengandung keunggulan komparatif. Jadi, apabila sektor yang
memiliki keunggulan komparatif bagi suatu daerah telah diketahui lebih dahulu,
spesialisasi suatu negara dalam memproduksi suatu barang dan jasa. Selain itu,
konsep ini dapat juga dilakukan untuk wilayah yang lebih kecil seperti provinsi.
Dalam model disebutkan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau
dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat
berlangsung. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi dan
lebih besar. Dari komoditi inilah negara tersebut akan mengalami kerugian
Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan alat untuk mengukur
perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama sekali sulit ditemukan di dunia
nyata, dan keunggulan komparatif suatu aktifitas ekonomi dilihat dari sudut
kemampuan untuk memasok barang dan jasa pada waktu, tempat, dan bentuk
(Kuncoro, 2009).
komoditas tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka hal ini berarti bahwa di
negara penghasil komoditas tersebut terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan
suatu wilayah (negara, provinsi, dan lain-lain). Metode ini didasarkan pada suatu
komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Pola pendekatan tidak hanya
komoditi. Pada dasarnya metode ini mengukur kinerja ekspor suatu komoditi
tertentu dengan total ekspor suatu wilayah dibandingkan dengan pangsa komoditi
Serikat, Jepang dan negara-negara yang tergabung dalam pasar bersama Eropa
didasarkan pada rasio impor dan ekspor, dan kedua pada prestasi ekspor relatif.
Dengan alasan bahwa impor lebih peka terhadap tingkat perlindungan tarif, dan
tertentu dengan membandingkan bagian relatif ekspor suatu wilayah dalam ekspor
𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿⁄𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿
𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝒊𝒊𝒊𝒊 =
𝑾𝑾𝑾𝑾⁄𝑾𝑾𝑾𝑾
Dimana:
1. Jika nilai RCA > 1, maka komoditi memiliki keunggulan komparatif diatas
2. Jika nilai RCA < 1, maka komoditi memiliki keunggulan komparatif di bawah
Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan nilai
RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut (Abdullah,
2002):
𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝒕𝒕
𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰 𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹 =
𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝒕𝒕−𝟏𝟏
Nilai indeks RCA berkisar antara nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA sama
dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor komoditi yang
dianalisis di pasar dunia tidak berubah dari tahun sebelumnya. Jika nilai indeks
RCA lebih kecil dari satu berarti terjadi penurunan kinerja ekspor kamoditi.
Sedangkan jika nilai indeks RCA lebih besar dari satu maka kinerja ekspor
kompetitif dan dinamis dalam ekspor suatu negara. Jika pertumbuhannya di atas
rata-rata secara kontinu selama waktu yang panjang, maka produk ini mungkin
spesifik, maka hal ini juga menjadi informasi yang penting dalam kesempatan
Beberapa produk mungkin bukan merupakan bagian yang besar pada ekspor suatu
berkesinambungan dalam waktu yang panjang, maka produk ini dapat menjadi
sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut. Identifikasi produk
juga dilakukan untuk mendapatkan informasi yang penting dalam ekspor dengan
(Tambunan, 2004).
Terdapat empat indikator posisi daya saing dalam analisis ini, antara lain sebagai
1. Posisi Rising Star adalah keadaan dimana terjadi pertumbuhan pangsa pasar
komoditi dan pangsa pasar total negara tersebut dalam perdagangan dunia. Hal
ekspor bernilai positif di pasar dunia. Dengan kata lain, pada periode tersebut
tahunnya. Poisi ini merupakan posisi pasar tertinggi atau dapat dikatakan
sebagai posisi pasar yang paling ideal karena pangsa pasar pada komoditi
karena hal ini berarti kehilangan kesempatan pangsa ekspor di pasar dunia.
komoditi, akan tetapi mengalami penurunan pada pangsa pasar totalnya dalam
tersebut dengan baik Posisi ini juga tidak diinginkan walaupun tidak seperti
4. Posisi Retreat berarti produk tersebut tidak diinginkan lagi di pasar dunia.
Sehingga posisi ini dinamakan retreat, dalam artian komoditi mundur dari
pasar pesaingan. Hal ini dikarenakan pada posisi ini pangsa pasar komoditi
pasar dunia.
pangsa pasar. Komoditi yang diestimasi posisi daya saingnya akan menempati
salah satu dari empat kuadran (Tabel 8), tergantung dari daya tarik pasar dan
dalam matriks EPD akan lebih mudah untuk melihat posisi daya saing komoditi.
Untuk mengetahui posisi daya saing suatu produk seperti pada Tabel 8, dapat
dikonversi dari kuadran yang terdapat pada Gambar 1 dimana posisi daya saing
berikut:
𝑿𝑿 𝑿𝑿
∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � 𝒕𝒕 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 % − ∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � 𝒕𝒕 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 %
𝑾𝑾 𝒕𝒕 𝒕𝒕 𝑾𝑾 𝒕𝒕 𝒕𝒕−𝟏𝟏
𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔 𝒀𝒀 =
𝑻𝑻
Keterangan:
Retreat Falling
Star
posisi daya saing komoditi yang dianalisis dapat diketahui. Hal ini dilakukan
dapat dilihat pada Gambar 1. Apabila kekuatan bisnis (sumbu X) bernilai positif
maka posisi daya saing berada di kuadran sebelah kanan, yakni antara Rising Star
atau Falling Star. Namun apabila bernilai negatif, maka posisi daya saing berada
Pengkonversian yang sama dilakukan pada daya tarik pasar (sumbu Y), sehingga
didapat satu titik untuk menentukan posisi daya saing yaitu titik dimana keduanya,
sumbu X dan sumbu Y, menempati satu kuadran yang sama dari keempat kuadran
tersebut.
suatu produk merupakan produk dengan performa yang dinamis atau tidak serta
kompetitif atau tidak. Selain itu, metode analisis ini dapat mengukur posisi pasar
Provinsi Sumatera Utara. Komoditi basik perkebunan yang paling penting dari
Sumatera Utara saat ini antara lain salah satunya adalah kakao. Provinsi Sumatera
Utara merupakan salah satu provinsi sentra produksi kakao di Indonesia, sehingga
memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan agribisnis kakao untuk tujuan
pasar ekspor. Hal ini dapat mendorong pendapatan petani kakao, serta
Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Milik Pemerintah
menghasilkan produk turunan seperti cocoa powder, cocoa butter, cocoa cake,
cocoa liquor. Sedangkan, sebagian besar lagi kakao akan diekspor karena
dilakukan.
Produksi
Kesimpulan
Keterangan:
= menyatakan alur
cenderung meningkat.
2. Perkembangan volume dan nilai ekspor kakao periode 2006-2015 di Sumatera Utara
cenderung meningkat.
3. Kakao hasil produksi Sumatera Utara memiliki daya saing (komparatif dan
produksi terbesar di Pulau Sumatera sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Luas Areal dan Produksi Kakao Menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2015
Luas/ Produksi
No Provinsi/ Province Area Production
(Ha) (Ton)
1. Aceh 106.211 28.329
2. Sumatera Barat 76.486 31.789
3. Sumatera Utara 150.319 58.740
4. Riau 7.629 3.631
5. Kepulauan Riau 9 1
6. Jambi 2.082 512
7. Sumatera Selatan 10.218 2.837
8. Kep. Bangka Belitung 816 151
9. Bengkulu 13.517 4.672
10. Lampung 63.317 25.507
WILAYAH SUMATERA 430.604 156.170
11. DKI. Jakarta - -
12. Jawa Barat 8.963 2.427
13. Banten 8.207 2.586
14. Jawa Tengah 7.718 2.012
15. D.I. Yogyakarta 5.012 853
16. Jawa Timur 65.432 30.364
WILAYAH JAWA 95.332 38.242
17. Bali 10.803 3.967
18. Nusa Tenggara Barat 7.846 1.166
19. Nusa Tenggara Timur 53.953 11.755
WILAYAH NUSA TENGGARA & BALI 72.602 16.887
20. Kalimantan Barat 11.754 2.032
21. Kalimantan Tengah 929 205
22. Kalimantan Timur 22.455 6.927
WILAYAH KALIMANTAN 35.895 9.237
32
data sekunder yang terdiri dari data runtut waktu (time series) tahunan dari tahun
2006 hingga 2015. Adapun data yang dikumpulkan antara lain data volume
produksi kakao Sumatera Utara, volume dan nilai ekspor kakao Sumatera Utara
dan dunia, serta total keseluruhan nilai ekspor Sumatera Utara dan dunia untuk
terkait, seperti Dinas Perkebunan Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik
Sumatera Utara. Selain itu, data-data pendukung lainnya juga diperoleh melalui
volume dan nilai ekspor kakao hasil produksi Sumatera Utara tahun 2006-2015,
digunakan metode analisis trend linier. Trend linier merupakan garis peramalan
berikut:
Y' = a + bX
Keterangan:
komparatif dan kompetitif) kakao hasil produksi Sumatera Utara di pasar ekspor,
untuk mengukur kinerja ekspor komoditi tertentu dari suatu negara dengan
mengevaluasi peranan ekspor komoditi tersebut dalam ekspor total suatu negara
Namun, pada penelitian ini, kinerja ekspor kakao Sumatera Utara akan diukur
dengan mengevaluasi peranan ekspor kakao dalam ekspor total Sumatera Utara
dengan pangsa kakao dalam perdagangan dunia. Nilai RCA kakao produksi
Sumatera Utara akan dihitung setiap tahun selama periode 2006-2015. Secara
(Abdullah, 2002):
𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿⁄𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿
𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝒊𝒊𝒊𝒊 =
𝑾𝑾𝑾𝑾⁄𝑾𝑾𝑾𝑾
t = 2006,…, 2015
1. Jika nilai RCA > 1, maka Sumatera Utara memiliki keunggulan komparatif
2. Jika nilai RCA < 1, maka Sumatera Utara memiliki keunggulan komparatif di
mengukur posisi pasar suatu negara untuk tujuan pasar tertentu. Metode ini dapat
mengukur dinamis tidaknya suatu produk di pasar. Namun, pada penelitian ini
akan dianalisis posisi daya saing kakao produksi Sumatera Utara periode 2006-
2015 untuk tujuan pasar ekspor. Metode EPD terdiri dari matriks yang
dikonversi dari kuadran yang terdapat dalam dimana posisi daya saing akan
kekuatan bisnis (sumbu X) dan daya tarik pasar (sumbu Y) suatu produk
𝑿𝑿𝒊𝒊𝒊𝒊 𝑿𝑿𝒊𝒊𝒊𝒊
∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 % − ∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 �𝑾𝑾 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 %
𝑾𝑾𝒊𝒊𝒊𝒊 𝒊𝒊𝒊𝒊
𝒕𝒕 𝒕𝒕−𝟏𝟏
𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔 𝑿𝑿 =
𝑻𝑻
berikut:
𝑿𝑿 𝑿𝑿
∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � 𝒕𝒕 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 % − ∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � 𝒕𝒕 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 %
𝑾𝑾 𝒕𝒕 𝒕𝒕 𝑾𝑾 𝒕𝒕 𝒕𝒕−𝟏𝟏
𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔 𝒀𝒀 =
𝑻𝑻
Keterangan:
pasar internasional.
2. Produksi kakao adalah hasil panen tanaman kakao produksi Sumatera Utara
yang dijual ke pasar ekspor berupa biji kakao dalam satuan ton.
3. Volume ekspor adalah besarnya jumlah kakao produksi Sumatera Utara yang
4. Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya ekspor kakao
7. Keunggulan komparatif adalah pengukur daya saing yang dilihat dari pangsa
kompetitif dengan mengukur posisi pasar suatu negara untuk tujuan pasar
tertentu.
komoditas kakao.
Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1°-4° Lintang Utara dan 98°-100° Bujur
Timur. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km². Sumatera Utara
5.456 kelurahan/desa.
Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan
156 pulau di Pantai Barat. Provinsi ini berbatasan dengan daerah perairan dan laut
serta provinsi lain. Batas wilayah Provinsi Sumatera Utara meliputi Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam di sebelah Utara, Provinsi Riau dan Sumatera Barat
sebelah Timur. Letak geografis Provinsi Sumatera Utara berada pada jalur
Malaysia dan Thailand. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km² atau
sekitar 14,95 % dari seluruh luas Sumatera dan 3,69 % dari luas wilayah
Indonesia, sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-Pulau Batu, serta beberapa
pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Hal
inilah yang menjadikan provinsi Sumatera Utara adalah Provinsi yang sangat
Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Sumatera Utara dibagi atas kelompok
wilayah, yaitu Pesisir Timur, Pegunungan Bukit Barisan, Pesisir Barat dan
Kepulauan Nias. Wilayah Sumatera Utara memiliki potensi yang cukup besar dan
38
Universitas Sumatera Utara
luas untuk dikembangkan menjadi areal pertanian dalam menunjang pertumbuhan
industri.
Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara sekaligus yang juga
pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu
Provinsi Sumatera Utara terletak dekat garis khatulistiwa, oleh karena itu Provinsi
ini tergolong ke dalam daerah beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin asat
dan angin Muson. Kelembapan udara rata-rata 78 %-91 % per tahun, Curah hujan
sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim
cukup panas bisa mencapai 30,1oC, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan
yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian
Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran
tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur ditengah-tengah dari Utara
8,64 % dan diatas 40 % seluas 24,28 %, sedangkan luas Wilayah Danau Toba
bagian yaitu bagian Timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah
24.921,99 km2 atau 34,77 % dari luas wilayah Sumatera Utara adalah daerah yang
subur, kelembaban tinggi dengan curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini
memiliki potensi ekonomi yang tinggi sehingga cenderung semakin padat karena
arus migrasi dari wilayah Pantai Barat dan dataran tinggi. Wilayah dataran tinggi
dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69 km2 atau 65,23 % dari luas wilayah
dalam tingkat kesuburan tanah, iklim, topografi dan kontur serta daerah yang
Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan Maret dan
musim penghujan biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan
Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, dan
Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini dan menganut berbagai agama seperti
Kristen, Katolik, Islam, Budha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya.
Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara menurut sensus penduduk pada tahun
2010 berjumlah 13.766.851 jiwa, terdiri dari 49,8 % laki-laki, dan 50,2 %
perempuan. Adapun data jumlah penduduk Sumatera Utara menurut jenis kelamin
yang paling penting di Sumatera Utara saat ini antara lain kakao, kelapa sawit,
Luas lahan kakao di Sumatera Utara pada tahun 2015 adalah 67.392,00 Ha dengan
produksi sebesar 43.610 Ton, dengan sentra penghasil kakao yaitu Kabupaten
Asahan dengan luas lahan 9.356 Ha. Selain itu, luas lahan kebun kelapa sawit
rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2015 sebesar 395.489 Ha dengan produksi
sawit rakyat di Sumatera Utara dengan luas lahan 72.416 Ha. Luas lahan karet
rakyat di Sumatera Utara tahun 2015 adalah sebesar 396.259 Ha. Kabupaten
perkebunan karet rakyat di Sumatera Utara dengan luas lahan tanaman karet pada
tahun 2015 secara berturut yaitu 84.212 Ha, 37.710 Ha, dan 26,701 Ha.
Sedangkan, produksi kopi (Robusta dan Arabika) Sumatera Utara tahun 2015
adalah sebesar 57.643,44 ton dengan luas lahan 79.465,06 Ha. Kabupaten Dairi
dan Simalungun merupakan penghasil kopi dari Sumatera Utara. Bahkan kopi
sidikalang sudah dikenal di Pulau Jawa dan Eropa. Luas lahan dan produksi
tanaman perkebunan rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2015 dapat dilihat pada
Tabel 13.
berfluktuasi dari tahun ketahun namun cenderung menurun. Hal ini diperlihatkan
59000
58000
Produksi(ton)
57000
56000 Linear (Produksi(ton))
55000
54000
2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Tahun
diperoleh, yakni Y = 14.810 – 707,9x (Gambar 3). Persamaan ini memberikan arti
sebesar 707,9 ton setiap tahun, dengan tingkat penurunan sebesar 0,85 % per
tahun.
tingkat produktivitas lahan kakao di Sumatera Utara dalam periode terebut, seperti
45
Universitas Sumatera Utara
Tabel 14. Luas Lahan, Produktivitas, dan Volume Produksi Kakao Sumatera
Utara Periode 2006-2015
Luas Lahan Volume Produksi Produktivitas
Perkem Perkem Produk Perkem
Tahun Produksi
Luas (Ha) bangan bangan tivitas bangan
(ton)
(%) (%) (kg/ha) (%)
2006 77.915,61 61.087,18 860
2007 80.862,17 3,78 61.944,36 1,40 859 -0,12
2008 85.268,18 5,45 60.252,66 -2,73 811 -5,59
2009 90.967,75 6,68 62.565,76 3,84 849 4,69
2010 92.932,53 2,16 59.467,17 -4,95 802 -5,54
2011 83.543,76 -10,10 56.182,51 -5,52 790 -1,50
2012 79.728,54 -4,57 55.682,43 -0,89 798 1,01
2013 79.198,14 -0,67 56.550,84 1,56 821 2,88
2014 79.778,23 0,73 55.732,12 -1,45 845 2,92
2015 81.884,71 2,64 56.339,35 1,09 832 -1,54
Rata-
83.207,96 0,68 58.580,44 -0,85 823 -0,31
Rata
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2015.
0,68 % per tahun. Walaupun, sempat terjadi penurunan luas lahan pada periode
2011 sebesar 10,1 % dengan luas lahan turun menjadi 83.543,76 Ha dari yang
sebesar 0,33 % per tahun. Produktivitas kakao Sumatera Utara selama periode
tersebut adalah rata-rata sebesar 823 kg/Ha. Tingkat produktivitas ini masih
adalah sebbesar 900 kg/Ha atau dibandingkan dengan standar produktivitas kakao
hasil penelitian Balai Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yaitu sebesar 1,5
ton/Ha.
bertambahnya luas lahan kakao Sumatera Utara maka luas lahan yang bertambah
adalah luas lahan kakao belum menghasilkan. Maka dengan demikian, walaupun
masih rendah sebab luas lahan yang bertambah adalah luas lahan kakao belum
menghasilkan.
5.2 Perkembangan Volume Ekspor dan Nilai Ekspor Kakao Hasil Produksi
Sumatera Utara
Perkembangan volume ekspor kakao hasil produksi Sumatera Utara pada periode
Gambar 4 merupakan grafik hasil analisis trend linear dari data perkembangan
volume ekspor kakao hasil produksi Sumatera Utara periode 2006-2015. Adapun
data perkembangan volume ekspor kakao hasil produksi Sumatera Utara dapat
bahwa volume ekspor kakao hasil produksi Sumatera Utara cenderung menurun
rata-rata sebesar 1.350,9 ton setiap tahun dengan tingkat penurunan sebesar 0,61
% per tahun. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa volume ekspor
cukup besar terjadi pada periode 2010 yaitu dari 58.051 ton turun menjadi 40.348
ton pada 2011 atau terjadi penurunan sebesar 30,5 %. Penurunan volume ekspor
kakao hasil produksi Sumatera Utara ini salah satunya dipengaruhi oleh
penurunan volume produksi kakao Sumatera Utara pada periode yang sama.
Selain itu, penurunan volume ekspor kakao yang terjadi sejak tahun 2010 diduga
Bea Keluar (BK) terhadap eskpor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan
Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. yang dimulai pada bulan April 2010. Kebijakan
ini menambah biaya bagi eksportir sehingga memaksa para eksportir untuk
mengurangi ekspor biji kakao secara langsung dan meningkatkan pengolahan biji
Dari informasi di atas dapat disimpulkan bahwa, penurunan volume ekspor kakao
kebijakan Bea Keluar (BK) terhadap ekspor biji kakao per April 2010.
kecenderungan menurun dari waktu ke waktu, nilai ekspor kakao hasil produksi
Gambar 5 merupakan grafik hasil analisis trend linear dari data perkembangan
nilai ekspor kakao hasil produksi Sumatera Utara periode 2006-2015. Adapun
data perkembangan nilai ekspor kakao hasil produksi Sumatera Utara dapat
diperoleh, yakni Y = 97.409 – 537,1x (Gambar 5). Persamaan ini memberikan arti
bahwa nilai ekspor kakao hasil produksi Sumatera Utara cenderung meningkat
rata-rata sebesar US$ 537.000 setiap tahun dengan tingkat pertumbuhan sebesar
4,28 % per tahun. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan nilai ekspor
meningkat, diterima.
Secara teoritis, nilai ekspor merupakan hasil perkalian antara volume ekspor
kakao dengan harga kakao. Sehingga ketika volume eskpor kakao menurun,
peningkatan nilai ekspor ini bukan disebabkan oleh meningkatnya volume ekspor
melainkan karena harga kakao meningkat pada periode tersebut. Hal ini sejalan
dengan kenyataan bahwa harga produsen kakao hasil produksi Sumatera Utara
Harga (Rp/100Kg)
Bulan
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jan 1.100.000 1.400.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.800.000 1.500.000 1.757.500 1.800.000 2.700.000
Feb 1.100.000 1.675.000 1.500.000 1.700.000 1.700.000 1.800.000 1.600.000 1.700.000 2.100.000 2.800.000
Mar 1.100.000 1.675.000 1.300.000 1.850.000 2.300.000 1.800.000 1.650.000 1.750.000 2.067.500 2.700.000
Apr 1.100.000 1.500.000 1.825.000 1.900.000 2.300.000 1.800.000 1.700.000 1.775.000 2.200.000 2.350.000
May 1.100.000 1.500.000 1.825.000 1.900.000 2.200.000 1.825.000 1.700.000 1.550.000 2.200.000 2.400.000
Jun 1.100.000 1.500.000 1.700.000 1.950.000 2.200.000 1.875.000 1.700.000 1.550.000 2.400.000 2.400.000
Jul 1.000.000 1.700.000 1.700.000 1.900.000 2.200.000 1.925.000 1.700.000 1.550.000 2.275.000 2.500.000
Aug 1.000.000 1.650.000 1.700.000 1.900.000 2.000.000 1.875.000 1.675.000 1.550.000 2.275.000 2.400.000
Sep 1.000.000 1.650.000 1.725.000 2.100.000 1.825.000 1.900.000 1.650.000 1.550.000 2.625.000 2.400.000
Oct 1.000.000 1.500.000 1.725.000 2.150.000 1.825.000 1.975.000 1.625.000 1.800.000 2.825.000 2.825.000
Nov 1.000.000 1.450.000 1.725.000 1.650.000 1.825.000 1.975.000 1.750.000 1.800.000 2.925.000 2.825.000
Dec 1.100.000 1.450.000 1.700.000 1.750.000 1.700.000 1.750.000 1.750.000 1.800.000 2.700.000 2.825.000
Rata-Rata 1.058.333 1.554.167 1.660.417 1.854.167 1.964.583 1.858.333 1.666.667 1.677.708 2.366.042 2.593.750
Perkembangan (%) 32 6 10 6 -6 -12 1 29 9
Rata-Rata Perkembangan 2006-2015 (%) 8
Sumber: BPS, Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian di Sumatera Utara, 2016.
per tahun, meskipun pada tahun 2011 dan 2012 harga kakao mengalami
penurunan. Pada tahun 2011 penurunan harga produsen kakao terjadi sebesar 6 %
produsen kakao Sumatera Utara akan mempengaruhi harga jual kakao yang akan
diperdagangkan ke pasar ekspor. Dengan kata lain, semakin tinggi harga produsen
kakao, maka semakin tinggi nilai ekspor kakao hasil produksi Sumatera Utara di
pasar ekspor.
Peningkatan nilai ekspor kakao hasil produksi Sumatera Utara periode 2006-2015
tidak luput dipengaruhi oleh kurs dollar terhadap rupiah. Hal ini dikarenakan
dalam bentuk dollar yang nilainya semakin tinggi seiring dengan melemahnya
rupiah. Semakin meningkat kurs dollar terhadap rupiah, maka semakin meningkat
Pada penelitian ini diperlihatkan bahwa nilai ekspor kakao hasil produksi
harga jual kakao Sumatera Utara meningkat, sebab kakao yang yang di ekspor
akan dijual dalam dollar. Maka semakin kuat dollar terhadap rupiah, semakin
tinggi pula harga kakao yang secara tidak langung membuat nilai ekspor kakao
Kondisi kurs dollar paling kuat terhadap rupiah terjadi pada periode Oktober 2015
yaitu sebesar Rp.14.764. Sedangkan kurs dollar paling lemah terhadap rupiah
Dari informasi di atas dapat disimpulkan bahwa, adanya peningkatan nilai ekspor
kakao di Sumatera Utara pada periode 2006-2015 tidak dipengaruhi oleh volume
cenderung menurun, namun nilai ekspor kakao pada periode yang sama cenderung
(BK) terhadap ekspor biji kakao per April 2010. Sedangkan peningkatan nilai
Pasar ekspor merupakan suatu pasar dilakukannya transaksi antara pelaku ekspor
dan pelaku impor, baik antar individu suatu negara dengan individu negara lain,
individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
negara lain. Hal ini menyebabkan adanya persaingan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Daya saing merupakan salah satu kriteria yang
Salah satu indikator daya saing suatu komoditi ialah pangsa pasar. Disebutkan
bahwa jika pangsa pasar suatu komoditi meningkat, berarti daya saing komoditi
itu meningkat. Oleh karena itu, penelitian menganalisis daya saing kakao hasil
pendekatan pangsa pasar dan pertumbuhan pasar yang dihitung berdasarkan nilai
ekspor. Tabel 19 memperlihatkan nilai ekspor kakao dan nilai ekspor total dari
Tabel 19. Nilai Ekspor Kakao dan Nilai Ekspor Total dari Sumatera Utara,
Indonesia dan Dunia Tahun 2006-2015.
komparatif dan keunggulan kompetitif di dalamnya. Maka dari itu, pada penelitian
ini digunakan metode analisis Comparative Adventage (RCA) dan Export Product
RCA merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan
komparatif kakao hasil produksi Sumatera Utara. Nilai RCA yang lebih besar dari
memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata (dunia) atau berdaya saing yang
Pada penelitian ini, nilai RCA kakao produksi Sumatera Utara akan dihitung
setiap tahun selama periode 2006-2015. Nilai RCA didapat dengan cara
melakukan perbandingan antara nilai ekspor kakao kakao Sumatera Utara tahun
ke t dengan nilai ekspor total Sumatera Utara tahun ke t, kemudian dibagi dengan
perbandingan nilai ekspor kakao dunia tahun ke t dengan nilai ekspor total dunia
𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿⁄𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿
𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝒊𝒊𝒊𝒊 =
𝑾𝑾𝑾𝑾⁄𝑾𝑾𝑾𝑾
Keterangan:
t = 2006,…, 2015
Tabel 20. Hasil Estimasi Nilai RCA Kakao Hasil Produksi Sumatera Utara di
Pasar Ekspor Tahun 2006-2015
Sumatera Utara memiliki nilai RCA lebih besar dari satu dengan nilai rata-rata
sebesar 25,97. Hal ini menunjukkan bahwa pangsa pasar ekspor kakao Sumatera
Utara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor kakao di tingkat dunia. Maka
komparatif, yang artinya kakao hasil produksi Sumatera Utara berdaya saing kuat
Nilai RCA teringgi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 35,08. Sedangkan,
pertumbuhan nilai RCA yang besar terjadi pada tahun 2013, yaitu sebesar 32,19
% dari 15,86 menjadi 20,97. Penurunan nilai RCA paling besar terjadi terjadi pada
tahun 2011 sebesar 39,65 % dari 32,60 menjadi 19,67. Nilai RCA kakao hasil
Keunggulan komparatif kakao hasil produksi Sumatera Utara di pasar ekspor ini
Dengan kata lain, secara nasional kakao hasil produksi Sumatera Utara juga
𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿⁄𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿
𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝒊𝒊𝒊𝒊 =
𝑾𝑾𝑾𝑾⁄𝑾𝑾𝑾𝑾
Keterangan:
Tabel 21. Hasil Estimasi Nilai RCA Kakao Hasil Produksi Sumatera Utara di
di Tingkat Nasional Tahun 2006-2015
Sumatera Utara memiliki nilai RCA lebih besar dari satu dengan nilai rata-ratam
sebesar 4,44. Hal ini menunjukkan bahwa pangsa pasar ekspor kakao Sumatera
Utara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor kakao Indonesia. Maka, dapat
artinya kakao hasil produksi Sumatera Utara berdaya saing kuat di itngkat
nasional.
kompetitif kakao hasil produksi Sumatera Utara. Metode ini juga dapat memiliki
seluruh dunia, dengan melihat posisi pangsa pasar yang dimiliki oleh komoditi
tersebut. Dalam penelitian ini, metode ini digunakan untuk mengukur keunggulan
mengetahui posisi daya saing dengan menggunakan metode ini dapat diketahui
dari hasil konversi kuadran posisi daya saing dari perhitungan kekuatan bisnis
(sumbu X) dan daya tarik pasar (sumbu Y) yang secara matematis dirumuskan
𝑿𝑿𝒊𝒊𝒊𝒊 𝑿𝑿𝒊𝒊𝒊𝒊
∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 % − ∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 �𝑾𝑾 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 %
𝑾𝑾𝒊𝒊𝒊𝒊 𝒊𝒊𝒊𝒊
𝒕𝒕 𝒕𝒕−𝟏𝟏
𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔 𝑿𝑿 =
𝑻𝑻
𝑿𝑿 𝑿𝑿
∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � 𝒕𝒕 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 % − ∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � 𝒕𝒕 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 %
𝑾𝑾 𝒕𝒕 𝒕𝒕 𝑾𝑾 𝒕𝒕 𝒕𝒕−𝟏𝟏
𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔 𝒀𝒀 =
𝑻𝑻
Tabel 22. Hasil Estimasi Analisis EPD Kakao Hasil Produksi Sumatera
Utara di Pasar Ekspor Periode 2006-2015
Sumatera Utara di pasar ekspor periode 2006-2015. Hasil estimasi ini kemudian
dikonversikan kedalam kuadran posisi daya saing EPD, sehingga diketahui posisi
daya saing kakao hasil produksi Sumatera Utara pada periode 2006-2015, seperti
0,15 2010
2008
0,1 2007
2011
0,05
2006-2015 2015
0
2014
-0,4 -0,3 -0,2 -0,1 0 0,1 0,2 0,3 0,4
-0,05
rumus EPD ke bagan posisi daya saing sehingga diketahui posisi daya saing kakao
hasil produksi Sumatera Utara di pasar ekspor. Hasil estimasi kakao hasil
kali pergeseran. Pada periode 2009, 2012, dan 2014 posisi daya saing kakao
Sumatera Utara berada terletak pada kuadran Retreat. Sedangkan, pada periode
2011 posisi daya saing kakao Sumatera Utara berada terletak pada kuadran Lost
Opportunity. Namun, secara umum, posisi daya saing terletak pada kuadran
Rising Star. Posisi daya saing Rising Star mengindikasikan bahwa kakao hasil
pasar dunia. Posisi tersebut disebabkan oleh pangsa kakao selama periode 2006-
2015 cenderung mengalami peningkatan. Dengan kata lain, pada periode tersebut
permintaan dunia untuk komoditas kakao hasil produksi Sumatera Utara secara
pertumbuhan pangsa pasar ekspor total Sumatera Utara yang meningkat rata-rata
produk yang memiliki daya saing atau kompetitif di pasar dunia. Posisi Rising
Star merupakan posisi yang paling baik karena pada posisi ini Sumatera Utara
ekspor yang penting bagi Sumatera Utara, sehingga Sumatera Utara dapat
Kakao hasil produksi Sumatera Utara di pasar eskpor memiliki pangsa pasar
dengan nilai terbesar berada pada tahun 2008 dengan persentasi 2,03 % dalam
perdagangan kakao dunia, diikuti dengan pangsa pasar total ekspor Sumatera
Utara sebesar 0,05 % dalam perdagangan dunia. Sedangkan, pangsa pasar kakao
dengan nilai terkecil berada pada tahun 2012 dengan persentasi 0,90 % dalam
perdagangan kakao dunia, diikuti dengan pangsa pasar total ekspor Sumatera
kakao dunia terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,33 %, diikuti dengan
peningkatan pangsa pasar total ekspor Sumatera Utara sebesar 0,11 % dan
penurunan pangsa kakao terbesar terjadi pada 2011 yaitu sebesar 0,35 % namun,
diikuti peningkatan pangsa pasar total ekspor Sumatera Utara sebesar 0,08 %.
Keunggulan kompetitif kakao hasil produksi Sumatera Utara di pasar ekspor ini
secara nasional kakao juga berdaya saing kuat. Adapun untuk mengetahui posisi
daya saing dengan menggunakan metode ini dapat diketahui dari hasil konversi
kuadran posisi daya saing dari perhitungan kekuatan bisnis (sumbu X) dan daya
(Abdullah, 2002):
𝑿𝑿𝒊𝒊𝒊𝒊 𝑿𝑿𝒊𝒊𝒊𝒊
∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 % − ∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 �𝑾𝑾 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 %
𝑾𝑾𝒊𝒊𝒊𝒊 𝒊𝒊𝒊𝒊
𝒕𝒕 𝒕𝒕−𝟏𝟏
𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔 𝑿𝑿 =
𝑻𝑻
berikut:
𝑿𝑿 𝑿𝑿
∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � 𝒕𝒕 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 % − ∑𝒏𝒏𝒕𝒕=𝟏𝟏 � 𝒕𝒕 � × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 %
𝑾𝑾 𝒕𝒕 𝒕𝒕 𝑾𝑾 𝒕𝒕 𝒕𝒕−𝟏𝟏
𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔 𝒀𝒀 =
𝑻𝑻
Keterangan:
Tabel 23. Hasil Estimasi Analisis EPD Kakao Hasil Produksi Sumatera
Utara di Tingkat Nasional Periode 2006-2015
Sumatera Utara di pasar ekspor periode 2006-2015. Hasil estimasi ini kemudian
daya saing kakao hasil produksi Sumatera Utara pada periode 2006-2015, seperti
rumus EPD ke bagan posisi daya saing sehingga diketahui posisi daya saing kakao
hasil produksi Sumatera Utara di tingkat nasional. Hasil estimasi kakao hasil
kali pergeseran. Pada periode 2009 dan 2013 posisi daya saing kakao Sumatera
Utara berada terletak pada kuadran Retreat. Sedangkan, pada periode 2012 posisi
daya saing kakao Sumatera Utara berada terletak pada kuadran Falling Star.
Namun, secara keseluruhan hasil estimasi kakao hasil produksi Sumatera Utara
selama periode 2006-2015 menunjukkan posisi daya saing terletak pada kuadran
Rising Star. Posisi daya saing Rising Star mengindikasikan bahwa pangsa kakao
diikuti dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor total Sumatera Utara yang
Kakao hasil produksi Sumatera Utara di tingkat nasional memiliki pangsa pasar
dengan nilai terbesar berada pada tahun 2015 dengan persentasi 0,08 % dalam
perdagangan kakao nasional, diikuti dengan pangsa pasar total ekspor Sumatera
kakao dengan nilai terkecil berada pada tahun 2006 dengan persentasi 0,09 %
dalam perdagangan kakao dunia, diikuti dengan pangsa pasar total ekspor
dalam perdagangan kakao nasional terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 1,44 %,
diikuti dengan peningkatan pangsa pasar total ekspor Sumatera Utara sebesar
0,01% dan penurunan pangsa kakao terbesar terjadi pada 2013 yaitu sebesar
0,18%, diikuti penurunan pangsa pasar total ekspor Sumatera Utara sebesar
0,04%.
Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD) didapat hasil bahwa kakao
hasil produksi Sumatera Utara memiliki daya saing (komparatif dan kompetitif) di
pasar ekspor. Hal ini berdasarkan hasil analisis dengan metode RCA menunjukkan
nilai RCA>1, yang berarti bahwa kakao hasil produksi Sumatera Utara di pasar
Sumatera Utara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor kakao di tingkat
kakao di pasar ekspor berada pada posisi Rising Star, yang mengindikasikan
Hal ini sesuai dengan penelitian Haryono (2011) mengenai analisis daya saing
Indonesia berdaya saing di pasar internasional. Hal ini berdasarkan hasil analisis
6.1 Kesimpulan
cenderung menurun rata-rata sebesar 1.350,9 ton setiap tahun, namun nilai
3. Kakao hasil produksi Sumatera Utara memiliki daya saing (komparatif dan
6.2 Saran
kakao secara utuh yang dapat dilakukan melalui para penyuluh pertanian.
3. Bagi peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian lanjut, dapat meneliti
68
ICCO. 2016. ICCO Monthly Averages of Daily Prices. London. diakses 19 Juli
2016 dari <http://www.icco.org/statistics/cocoa-prices/monthly
averages.html?currency=usd&startmonth=01&startyear=2005&endmonth=
12&endyear=2012&show=Tabel&option=com_statistics&view=statistics&I
temid=114&mode=custom&type=1>.
Kementerian Pertanian. 2015. Outlook Komoditi Kakao. Jakarta: Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian
Kuncoro, M. 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi 3. Jakarta:
Agromedia.
Martin et.al. 1991. Ekonomi Internasional. Terjemahan. Jakarta: Erl Wibowo.
Lampiran 1. Volume Ekspor dan Nilai Ekspor Kakao Sumatera Utara Tahun 2006-
2015
Volume Ekpor Perkembangan Nilai Ekspor Perkembangan
Tahun
(ton) (%) (000 US$) (%)
2006 46.145 57.500
2007 51.990 12,67 82.918 44,21
2008 52.859 1,67 119.043 43,57
2009 55.453 4,91 140.375 17,92
2010 58.051 4,69 163.908 16,76
2011 40.348 -30,50 123.828 -24,45
2012 37.777 -6,37 91.988 -25,71
2013 36.180 -4,23 87.124 -5,29
2014 42.816 18,34 93.587 7,42
2015 45.654 0,15 97.364 9,30
Rata-Rata 46.142 -0,61 114.652 4,28
Sumber: BPS, Buletin Perdagangan Internasional, 2016
Lampiran 2. Volume Ekspor dan Nilai Ekspor Total Sumatera Utara Tahun 2006-
2015
Perkembang Perkembang
Volume Ekpor Nilai Ekspor (000
an an
(ton) US$)
Tahun (%) (%)
2006 8.704.824 5.523.901
2007 7.841.873 -0,10 7.082.899 0,28
2008 8.520.892 0,09 9.261.977 0,31
2009 8.058.927 -0,05 6.460.117 -0,30
2010 7.992.103 -0,01 9.147.778 0,42
2011 8.161.003 0,02 11.883.268 0,30
2012 8.695.942 0,07 10.393.936 -0,13
2013 9.275.859 0,07 9.598.008 -0,08
2014 9.087.526 -0,02 9.361.110 -0,02
2015 9.263.584 0,02 9.573.634 0,02
Rata-
8.631.980 0,02 9.459.979 0,06
Rata
Sumber: BPS, Buletin Perdagangan Internasional, 2016
Harga (Rp/100Kg)
Bulan
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jan 1.100.000 1.400.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.800.000 1.500.000 1.757.500 1.800.000 2.700.000
Feb 1.100.000 1.675.000 1.500.000 1.700.000 1.700.000 1.800.000 1.600.000 1.700.000 2.100.000 2.800.000
Mar 1.100.000 1.675.000 1.300.000 1.850.000 2.300.000 1.800.000 1.650.000 1.750.000 2.067.500 2.700.000
Apr 1.100.000 1.500.000 1.825.000 1.900.000 2.300.000 1.800.000 1.700.000 1.775.000 2.200.000 2.350.000
May 1.100.000 1.500.000 1.825.000 1.900.000 2.200.000 1.825.000 1.700.000 1.550.000 2.200.000 2.400.000
Jun 1.100.000 1.500.000 1.700.000 1.950.000 2.200.000 1.875.000 1.700.000 1.550.000 2.400.000 2.400.000
Jul 1.000.000 1.700.000 1.700.000 1.900.000 2.200.000 1.925.000 1.700.000 1.550.000 2.275.000 2.500.000
Aug 1.000.000 1.650.000 1.700.000 1.900.000 2.000.000 1.875.000 1.675.000 1.550.000 2.275.000 2.400.000
Sep 1.000.000 1.650.000 1.725.000 2.100.000 1.825.000 1.900.000 1.650.000 1.550.000 2.625.000 2.400.000
Oct 1.000.000 1.500.000 1.725.000 2.150.000 1.825.000 1.975.000 1.625.000 1.800.000 2.825.000 2.825.000
Nov 1.000.000 1.450.000 1.725.000 1.650.000 1.825.000 1.975.000 1.750.000 1.800.000 2.925.000 2.825.000
Dec 1.100.000 1.450.000 1.700.000 1.750.000 1.700.000 1.750.000 1.750.000 1.800.000 2.700.000 2.825.000
Rata-Rata 1.058.333 1.554.167 1.660.417 1.854.167 1.964.583 1.858.333 1.666.667 1.677.708 2.366.042 2.593.750
Perkembangan (%) 32 6 10 6 -6 -12 1 29 9
Rata-Rata Perkembangan 2006-2015 (%) 8
Sumber: BPS, Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian di Sumatera Utara, 2016.
Harga (USD/100Kg)
Bulan
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jan 112,11 155,80 158,43 133,93 159,57 200,00 165,38 182,50 148,03 216,57
Feb 117,90 184,59 162,60 149,73 181,33 199,67 178,17 174,90 173,08 219,47
Mar 118,71 182,68 143,66 153,40 248,51 204,31 181,82 180,88 178,36 207,96
Apr 121,68 164,47 195,94 163,38 253,72 207,25 186,04 182,50 195,19 180,84
May 124,82 164,15 195,12 177,39 244,17 213,15 184,88 159,42 190,86 184,54
Jun 118,04 169,80 181,76 191,85 238,77 219,45 178,35 158,24 205,59 181,72
Jul 107,54 188,01 185,14 187,86 238,77 225,41 181,14 156,16 191,10 187,42
Aug 110,14 176,96 186,22 191,55 223,96 221,66 177,46 150,79 193,57 177,71
Sep 109,97 174,27 186,75 207,53 202,46 222,69 173,14 139,09 224,15 170,38
Oct 108,61 164,46 181,35 223,38 204,48 224,94 169,71 158,49 232,34 191,34
Nov 110,06 159,50 156,19 172,88 204,48 222,08 182,01 161,74 242,60 204,89
Dec 120,65 153,94 132,30 185,30 188,47 194,64 182,39 153,00 219,67 204,28
Rata-Rata 115,02 169,89 172,12 178,18 215,73 212,94 178,37 163,14 199,54 193,93
Perkembangan (%) 47,70 1,32 3,52 21,07 -1,29 -16,23 -8,54 22,31 -2,81
Perkembangan 2006-2015 (%) 7,45
Keterangan:
RCA ij = keunggulan komparatif (daya saing) Sumatera Utara tahun ke-t
X ij = nilai ekspor kakao Sumatera Utara tahun ke-t
X is = nilai ekspor total Sumatera Utara tahun-t
Wj = nilai ekspor kakao di dunia tahun ke-t
Ws = nilai ekspor total produk dunia tahun ke-t
t = 2006,…, 2015
Lampiran 11. Hasil Estimasi Nilai RCA Kakao Hasil Produksi Sumatera Utara di
Tingkat Nasional Tahun 2006-2015
Lampiran 12. Hasil Estimasi Analisis EPD Kakao Hasil Produksi Sumatera Utara
di Pasar Ekspor Periode 2006-2015
(Xij/Wij)×100% (Xt/Wt)×100%
Tahun X Y EPD
2006 0,01310 0,00046
2007 0,01739 0,00051 0,33 0,11 Rising Star
2008 0,02034 0,00058 0,17 0,13 Rising Star
2009 0,01695 0,00052 -0,17 -0,10 Retreat
2010 0,01980 0,00061 0,17 0,16 Rising Star
2011 0,01294 0,00066 -0,35 0,08 Lost Opportunity
2012 0,00906 0,00057 -0,30 -0,13 Retreat
2013 0,01077 0,00051 0,19 -0,10 Falling Star
2014 0,00949 0,00050 -0,12 -0,02 Retreat
2015 0,01137 0,00051 0,20 0,02 Rising Star
Rata-Rata 0,01 0,02 Rising Star
Keterangan:
X ij = nilai ekspor kakao Sumatera Utara
X t = nilai ekspor total Sumatera Utara
W ij = nilai ekspor kakao dunia
W t = nilai ekspor total dunia
Keterangan:
Xij = nilai ekspor kakao Sumatera Utara
Xt = nilai ekspor total Sumatera Utara
Wij = nilai ekspor kakao Indonesia
Wt = nilai ekspor total Indonesia