I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Obat dan perbekalan kesehatan merupakan komponen yang tak tergantikan
dalam pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat terutama obat esensial
merupakan salah satu hak azasi manusia. Dengan demikian penyediaan obat
esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan lembaga pelayanan
kesehatan baik publik maupun swasta.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2004 memberikan landasan, arah dan
pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan bagi seluruh
penyelenggara kesehatan, baik pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota, maupun masyarakat dan dunia usaha, serta pihak lain yang
terkait.
Kebijakan Obat Nasional (KONAS) 2006 sebagai penjabaran lebih lanjut dari
SKN-2004, dalam pengertian luas dimaksudkan untuk meningkatkan
pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan, agar tercapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Keterjangkauan dan penggunaan obat yang rasional merupakan bagian dari
tujuan yang hendak dicapai. Pemilihan obat yang tepat dengan
mengutamakan penyediaan obat esensial dapat meningkatkan akses serta
kerasionalan penggunaan obat.
3
Semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya
agar memberikan manfaat bagi kesehatan. Bersamaan dengan itu
masyarakat harus dilindungi dari salah penggunaan dan penyalahgunaan
obat.
Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh atas
Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyatakan bahwa pengadaan dan
distribusi obat dan perbekalan kesehatan dalam rangka menjamin
ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh
Menkes RI dapat dilakukan dengan penunjukan langsung.
B. Tujuan.
1. Tujuan Umum.
Tersedianya pedoman teknis sebagai acuan perencanaan dan
pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di pusat, provinsi dan
kabupaten/kota.
2. Tujuan Khusus.
a. Terlaksananya perencanaan kebutuhan dan pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan secara tepat waktu, jenis dan jumlah.
b. Tercapainya penggunaan alokasi dana obat dan perbekalan
kesehatan untuk unit pelayanan kesehatan dasar secara efektif
dan efisien.
4
c. Terjaminnya ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan di unit
pelayanan kesehatan dasar.
C. Ruang Lingkup.
Ruang lingkup pedoman teknis ini meliputi perencanaan dan pengadaan
obat dan perbekalan kesehatan di lingkungan Departemen Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kab/Kota.
D. Definisi
1. Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
termasuk produk biologi
2. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang
diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
3. Instalasi farmasi adalah Unit Pengelola Obat atau Unit Pengelola
Teknis yang mengelola obat dan perbekalan kesehatan di Provinsi
atau Kabupaten/Kota.
4. Buffer Stok Nasional adalah obat dan perbekalan kesehatan
yang disediakan sebagai stok penyangga di tingkat nasional
yang diprioritaskan untuk mengatasi kekosongan obat di unit
pelayanan kesehatan sektor publik, untuk kejadian luar biasa
(KLB), bencana berskala nasional, serta untuk kebutuhan dari
komponen masyarakat untuk memperluas jangkauan dan
pemerataan pelayanan kesehatan.
5
5. Buffer Stok Provinsi adalah obat dan perbekalan kesehatan
yang disediakan sebagai stok penyangga di tingkat provinsi
yang diprioritaskan untuk mengatasi kekosongan obat di unit
pelayanan kesehatan sektor publik, untuk KLB dan bencana
berskala provinsi.
6. Buffer Stok Kabupaten/Kota adalah obat dan perbekalan
kesehatan yang disediakan sebagai stok penyangga di tingkat
kabupaten/kota yang diprioritaskan untuk mengatasi
kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan sektor publik,
untuk KLB dan bencana berskala kabupaten/kota.
7. Sisa Stok adalah jumlah sisa obat yang masih tersedia di unit
pengelola obat pada akhir periode distribusi.
8. Stok Awal Persediaan adalah sisa stok pada akhir bulan
sebelumnya pada periode tertentu.
9. Kekosongan Obat adalah lamanya kekosongan obat dihitung
dalam hari.
10. Pemakaian Rata-Rata adalah jumlah pemakaian obat di unit
pengelola obat dalam periode waktu tertentu dibagi jumlah unit
waktu per-periode. Misalnya pemakaian rata-rata tahun 2007
adalah pemakaian obat dalam satu tahun dibagi 12 bulan.
11. Waktu Tunggu adalah waktu yang dihitung mulai dari permintaan
obat oleh unit pengelola obat sampai dengan penerimaan obat.
Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu fungsi yang
menentukan dalam proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan.
6
Tujuan perencanaan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan
perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan
dasar.
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar
(PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Berbagai sumber anggaran
yang membiayai pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tersebut antara lain :
a. APBN : Program Kesehatan, Program Pelayanan Keluarga Miskin
b. APBD I
c. Dana Alokasi Umum (DAU)/APBD II
d. Sumber-sumber lain.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mutlak diperlukan koordinasi dan
keterpaduan dalam hal perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan,
sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu adalah merupakan suatu
kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana
melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan
masalah obat di setiap kabupaten/kota.
7
Tim Perencanaan Terpadu terdiri dari :
Ketua : Kepala Bidang yang membawahi program
kefarmasian di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Sekretaris : Kepala Unit Pengelola Obat Kabupaten/Kota atau
Kepala Seksi Farmasi yang menangani kefarmasian Dinas
Kesehatan.
Anggota : Terdiri dari unsur-unsur unit terkait:
1) Unsur Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota
2) Unsur Program yang terkait di Dinkes Kab/Kota
3) Unsur lainnya
8
b. Evaluasi dilakukan terhadap ketersediaan anggaran, jumlah
pengadaan dan sisa persediaan di kabupaten/kota.
c. Rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan kabupaten/kota
didasarkan atas hasil estimasi kebutuhan obat untuk unit pelayanan
kesehatan dasar dan program kesehatan untuk tahun berikutnya
yang ditetapkan berdasarkan data yang disampaikan oleh unit
pelayanan kesehatan.
d. Rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan tersebut
dibahas pada rapat tim untuk penyempurnaan perencanaan
kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan.
e. Hasil rapat adalah disepakatinya jenis dan jumlah obat dan
perbekalan kesehatan yang dibutuhkan, serta jumlah kebutuhan
dana untuk tahun anggaran yang akan dilaksanakan, sekaligus
sebagai masukan dalam Rakorbang kabupaten/kota untuk
mendapatkan pemecahan masalah mengenai kebutuhan dana.
f. Pertemuan terakhir dilaksanakan setelah gambaran alokasi dari
berbagai sumber anggaran diketahui.
9
b. Penyusunan Rencana Kerja Operasional dengan jenis kegiatan
dimulai dari persiapan Perencanaan, Pelaksanaan Perencanaan
dan Pengendalian Perencanaan yang dilanjutkan dengan
Penyusunan Rencana Kerja Operasional untuk pengadaan, juga
dimulai dari Persiapan Pengadaan, Pelaksanaan Pengadaan dan
Pengendalian Pengadaan dengan menggunakan (formulir 1), dan
masing-masing kolom diisi :
Kolom 1 : Nomor urut kegiatan.
Kolom 2 : Jenis kegiatan pokok yang akan dilaksanakan.
Kolom 3 : Uraian dari masing-masing kegiatan pokok.
Kolom 4 : Pelaksana/Penanggungjawab kegiatan.
Kolom 5 : Instansi terkait.
Kolom 6 s/d 17: Waktu pelaksanaan masing-masing kegiatan.
c. Melaksanakan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan.
10
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari
duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis
obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka kita
memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang
prevalensinya tinggi.
c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi
yang lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut
mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal.
11
g. Harga terjangkau.
h. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal.
12
Kegiatan yang harus dilakukan :
Pengisian formulir kompilasi pemakaian obat (formulir 3) dengan cara:
Jenis obat : Nama obat disertai kekuatan dan jenis preparatnya.
Contoh : Amoksisillin 500 mg kaplet.
Kolom 1 : Nomor urut unit pelayanan kesehatan dalam daftar
Kolom 2 : Nama unit pelayanan kesehatan yang dilayani oleh
Unit Pengelola Obat Kab/Kota.
Kolom 3 s/d 14 : Data pemakaian obat bersangkutan di masing-
masing unit pelayanan kesehatan (UPK) termasuk
perhitungan untuk menutup kekosongan obat di
tingkat unit pelayanan kesehatan. Data diperoleh
dari kolom pemakaian (7) dari formulir LPLPO yang
dilaporkan oleh unit pelayanan kesehatan.
Kolom 15 : Jumlah kolom (3) sampai dengan kolom (14).
Kolom 16 : Data pemakaian rata-rata obat per-bulan (kolom 15
dibagi dengan 12).
Kolom 17 : Persentase masing-masing kolom (15) terhadap
total kolom (15), dilakukan pada akhir tahun.
Baris lain-lain : Digunakan untuk mencatat pemakaian obat diluar
keperluan distribusi rutin ke masing-masing UPK.
13
Hal ini mencakup pengeluaran obat untuk
memenuhi keperluan kegiatan sosial oleh sektor
lain, misalnya : kejadian luar biasa (KLB), bencana
alam, dll.
a. Metode Konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data
konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat
yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
1). Pengumpulan dan pengolahan data.
2). Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3). Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
4). Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
14
7). Kekosongan obat.
8). Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun.
9). Waktu tunggu.
10). Stok pengaman.
11). Perkembangan pola kunjungan.
15
Rumus :
A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Stok pengaman 10 % – 20 %
A = ( B+C+D) - E
D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E = Sisa stok
b. Metode Morbiditas.
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan
pola penyakit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah
perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman.
16
• 15 s/d 44 tahun.
• ≥ 45 tahun.
3). Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk
seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
4). Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun
untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
5). Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian
obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
6). Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran
yang akan datang
Dewasa :
Satu episode diperlukan 6 (enam) bungkus oralit @ 1 liter.
Jumlah episode 10,800 kasus. Maka jumlah oralit yang
diperlukan = 10.800 x 6 bungkus = 64.800 bungkus @ 1000
ml / 1 liter
17
2). Pengelompokan dan penjumlahan masing-masing obat (hasil
langkah a). Sebagai contoh :
Tetrasiklin kapsul 250 mg digunakan pada berbagai kasus
penyakit. Berdasarkan langkah pada butir a, diperoleh obat untuk
:
Kolera diperlukan = 3.000 kapsul
Disentri diperlukan = 5.000 kapsul
Amubiasis diperlukan = 1.000 kapsul
Infeksi saluran kemih = 2.000 kapsul
Penyakit kulit diperlukan = 500 kapsul
Jumlah Tetrasiklin diperlukan = 11.500 kapsul
a=b+c+d–e-f
18
b = Kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan untuk sisa
periode berjalan (sesuai tahun anggaran yang
bersangkutan).
c = Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang.
d = Perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok
pengaman).
e = Stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember
tahun sebelumnya di unit pengelola obat.
f = Rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Januari
s/d Desember ).
19
Kolom 5 : Stok awal pada 1 Januari (hasil perhitungan
sisa stok per 31 Desember) di semua
sumber
Kolom 6 : Stok awal di seluruh Puskesmas pada 1
Januari (hasil perhitungan sisa stok per 31
Desember)
Kolom 7 : Jumlah kolom 5 + kolom 6
Kolom 8 : Jumlah obat dan perbekalan kesehatan
yang akan masuk ke instalasi farmasi yang
berasal dari sumber anggaran APBD
Kolom 9 : Jumlah obat dan perbekalan kesehatan
yang akan masuk ke instalasi farmasi yang
berasal dari anggaran obat Askes
Kolom 10 : Jumlah obat dan perbekalan kesehatan
yang akan masuk ke Instalasi Farmasi yang
berasal dari anggaran obat Program
Kolom 11 : Jumlah obat dan perbekalan kesehatan
yang akan masuk ke Instalasi Farmasi yang
berasal dari anggaran PKPS
Kolom 12 : Jumlah obat dan perbekalan kesehatan
yang akan masuk ke Instalasi Farmasi yang
berasal dari anggaran lain-lain
Kolom 13 : Jumlah kolom 8 hingga 12
Kolom 14 : Jumlah persediaan obat dan perbekalan
kesehatan Instalasi Farmasi pada periode
yang berjalan yang merupakan
penjumlahan dari kolom 8 sampai dengan
kolom 12
Kolom 15 : Jumlah pemakaian rata-rata masing-masing
obat dan perbekalan kesehatan di seluruh
Instalasi Farmasi setiap bulan
Kolom 16 : Ketersediaan obat = hasil pembagian kolom
14 dengan kolom 15
Kolom 17 : Jumlah total kebutuhan obat dan
perbekalan kesehatan periode akan datang
yang merupakan hasil perkalian kolom 14
20
dengan koefisien tertentu misalnya 18
(Untuk 18 Bulan)
Kolom 18 : Alokasi jumlah obat dan perbekalan
kesehatan yang pengadaannya
menggunakan anggaran APBD
Kolom 19 : Alokasi jumlah obat dan perbekalan
kesehatan yang pengadaannya
menggunakan anggaran Askes
Kolom 20 : Alokasi jumlah obat dan perbekalan
kesehatan yang pengadaannya
menggunakan anggaran Program
Kolom 21 : Alokasi jumlah obat dan perbekalan
kesehatan yang pengadaannya
menggunakan anggaran Buffer stok
Nasional
Kolom 22 : Alokasi jumlah obat dan perbekalan
kesehatan yang pengadaannya
menggunakan anggaran lain-lain
Kolom 23 : Jumlah pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan yang angkanya didapat dari hasil
penambahan kolom 18 sampai dengan
kolom 22
Kolom 24 : Harga obat dan perbekalan kesehatan per
kemasan untuk masing-masing obat dan
perbekalan kesehatan yang datanya diambil
dari Daftar Harga Obat PKD atau Obat
Program Kesehatan tahun berjalan
Kolom 25 : Total harga yang merupakan perkalian
antara kolom 18 dengan 24
Kolom 26 : Total harga yang merupakan perkalian
antara kolom 19 dengan kolom 24
Kolom 27 : Total harga yang merupakan perkalian
antara kolom 20 dengan 24
Kolom 28 : Total harga yang merupakan perkalian
21
antara kolom 21 dengan kolom 24
Kolom 29 : Total harga pengadaan obat yang
merupakan perkalian antara kolom 22
sampai dengan kolom 24
Kolom 30 : Total harga pengadaan obat yang
merupakan penjumlahan kolom 25 sampai
29
Kelompok A :
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
Kelompok B :
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
22
Kelompok C :
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
b. Analisa VEN.
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana
obat yang terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang
didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua
jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan
kedalam tiga kelompok berikut :
Kelompok V :
Adalah kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam kelompok
ini antara lain :
Obat penyelamat (life saving drugs).
Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll).
Obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian
terbesar.
23
Kelompok E :
Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja
pada sumber penyebab penyakit.
Kelompok N :
Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan
biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk
mengatasi keluhan ringan.
24
D. Proses Perencanaan Perbekalan Kesehatan.
Proses perencanaan pengadaan perbekalan kesehatan diawali dengan
kompilasi data yang disampaikan Puskesmas kemudian oleh Instalasi Farmasi
kabupaten/kota diolah menjadi rencana kebutuhan perbekalan kesehatan
dengan menggunakan teknik-teknik perhitungan.
25
• Kemanfaatannya paling banyak diketahui berdasarkan data
ilmiah.
• Kualitas dan stabilitas perbekalan kesehatan setelah
diedarkan yang paling baik.
• Telah terregistrasi.
• Paling mudah diperoleh.
• Harga terjangkau.
26
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Perbekalan Kesehatan.
Perencanaan kebutuhan perbekalan kesehatan perlu dilakukan
perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan perbekalan kesehatan
dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi.
Metode Konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data
konsumsi perbekalan kesehatan tahun sebelumnya. Untuk menghitung
jumlah yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1). Pengumpulan dan pengolahan data.
2). Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3). Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan kesehatan perbekalan
kesehatan.
4). Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan kesehatan dengan
alokasi dana.
Untuk memperoleh data kebutuhan perbekalan kesehatan yang
mendekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian perbekalan
kesehatan 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih.
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode
konsumsi :
1). Daftar perbekalan kesehatan
2). Stok awal
3). Penerimaan
4). Pengeluaran
5). Sisa stok
6). Perbekalan kesehatan hilang/rusak, kadaluarsa
7). Kekosongan perbekalan kesehatan
8). Pemakaian rata-rata/pergerakan perbekalan kesehatan pertahun
27
9). Waktu tunggu
10). Stok pengaman
11). Perkembangan pola kunjungan
28
Rumus
A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
A = ( B+C+D) - E
C = Stok pengaman 10 – 20 %
D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E = Sisa stok
a=b+c+d–e-f
29
d = Perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman)
e = Stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember
tahun sebelumnya di unit pengelola perbekalan kesehatan.
f = Rencana penerimaan perbekalan kesehatan pada periode
berjalan ( Januari s/d Desember )
30
5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Perbekalan Kesehatan.
Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan perbekalan
kesehatan dengan jumlah dana yang tersedia maka informasi yang
didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing
jenis perbekalan kesehatan dan jumlah kemasan, untuk rencana
pengadaan perbekalan kesehatan tahun yang akan datang.
Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan perbekalan kesehatan
adalah dengan cara :
a. Analisa ABC.
Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan perbekalan
kesehatan, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi
pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai
contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan perbekalan
kesehatan dijumpai bahwa sebagian besar dana perbekalan
kesehatan (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item
perbekalan kesehatan yang paling banyak digunakan sedangkan
sisanya sekitar 90% jenis/item perbekalan kesehatan
menggunakan dana sebesar 30%.
Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item perbekalan
kesehatan berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu:
Kelompok A :
Adalah kelompok jenis perbekalan kesehatan yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar
70% dari jumlah dana perbekalan kesehatan keseluruhan.
31
Kelompok B :
Adalah kelompok jenis perbekalan kesehatan yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar
20%.
Kelompok C :
Adalah kelompok jenis perbekalan kesehatan yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar
10% dari jumlah dana perbekalan kesehatan keseluruhan.
32
Penunjukan langsung adalah salah satu metode pengadaan barang/jasa
pemerintah sesuai Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, disamping beberapa
metode pengadaan barang/jasa, yaitu : lelang, pemilihan langsung, maupun
swakelola.
33
A. Kriteria Obat dan Perbekalan Kesehatan.
1. Kriteria Umum.
a. Obat termasuk dalam daftar obat Pelayanan Kesehatan Dasar
(PKD), obat program kesehatan, obat generik yang tercantum
dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku.
b. Obat dan perbekalan kesehatan telah memiliki izin edar atau Nomor
Registrasi dari Departemen Kesehatan RI/Badan POM.
c. Batas kadaluwarsa obat dan perbekalan kesehatan pada saat
diterima oleh panitia penerimaan minimal 24 (dua puluh empat)
bulan.
d. Khusus untuk vaksin dan preparat biologis ketentuan kadaluwarsa
diatur tersendiri.
e. Obat dan perbekalan kesehatan memiliki Sertifikat Analisa dan uji
mutu yang sesuai dengan Nomor Batch masing-masing produk.
f. Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat
CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang dibutuhkan.
34
B. Persyaratan Pemasok.
Pemilihan pemasok adalah penting karena dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas obat dan perbekalan kesehatan. Persyaratan pemasok antara lain :
1. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi ( PBF ) yang masih berlaku.
Pedagang Besar Farmasi terdiri pusat maupun cabang. Izin Pedagang
Besar Farmasi pusat dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan sedangkan
izin untuk Pedagang Besar Farmasi Cabang dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi.
2. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memiliki dukungan dari Industri
Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
bagi masing-masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan.
3. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang
pengadaan obat, misalnya dalam pelaksanaan kerjanya tepat waktu.
4. Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggungjawab Pedagang
Besar Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang
berkaitan dengan profesi kefarmasian.
5. Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa
kontrak.
35
3. Surat Dukungan dari Industri Farmasi untuk obat yang diproduksi dalam
negeri yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Industri
farmasi (asli).
4. Surat Dukungan dari sole agent untuk obat yang tidak diproduksi di dalam
negeri yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari sole agent
tersebut (asli).
5. Surat pernyataan bersedia menyediakan obat dengan masa kadaluarsa
minimal 24 (dua puluh empat) bulan sejak diterima oleh panitia
penerimaan.
6. Surat Keterangan (referensi) pekerjaan dari Instansi Pemerintah/swasta
untuk pengadaan obat.
36
• Nama obat
• Satuan kemasan
• Jumlah obat diadakan
• Obat yang sudah diterima
• Obat yang belum diterima
37
- kemasan dan label
Sirup kering : - warna, bau, penggumpalan
- kemasan dan label
Suppositoria : - warna
- konsistensi
- kemasan dan label
Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu di
Laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan tanggung
jawab pemasok yang menyediakan.
IV. PENUTUP
MENTERI KESEHATAN,
38