BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dengan demikian dibutuhkan sumber daya kesehatan yang memadai, dan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan bahwa sumber daya
kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan
serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Penyediaan dan pengelolaan perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan termasuk
obat esensial adalah bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan dasar, serta secara tidak langsung dapat mendukung pelayanan kesehatan sekunder dan tersier
dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak, perbaikan status gizi masyarakat,
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, terutama yang dilakukan untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, daerah perbatasan
dan kepulauan.
Obat merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan Akses
kepada obat esensial adalah hak masyarakat dan merupakan kewajiban pemerintah untuk
menyediakannya. Dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pada pasal 36 dan 37
menyebutkan bahwa Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan
kesehatan,terutama obat esensial. Dengan demikian pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar
kebutuhan dasar masyarakat akan perbekalan kesehatan terpenuhi.
Penerapan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah membawa pengaruh terhadap bentuk organisasi kesehatan di
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sebelum penerapan Otonomi Daerah seluruh Kabupaten/kota mempunyai
organisasi pengelolaan obat yang disebut Gudang Farmasi Kabupaten. Untuk lebih meningkatkan
keberadaan gudang farmasi Kabupaten/Kota dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik,
di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III/2006 tentang
Kebijakan Obat Nasional disebutkan bahwa keberadaan Gudang Farmasi dirubah namanya menjadi
Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK).
Kebijakan pengelolaan obat publik dan dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dipusatkan
pada unit Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang lebih dikenal dengan nama “one gate policy drug
supply management” atau lebih dikenal dengan Kebijakan Pengelolaan Obat Satu Pintu. Adapun fungsi
yang harus dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan
pelaporan dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit kerja terkait. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 51 tahun 2009 disebutkan bahwa instalasi farmasi merupakan salah satu sarana dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, pencatatan pelaporan dan evaluasi dan yang harus dilaksanakan oleh tenaga yang diberi
kewenangan untuk itu. Tenaga dimaksud menurut Perpres Nomor 51 tahun 2009 yaitu apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian meliputi Sarjana Farmasi,Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Gudang Farmasi Kabupaten Ende dibentuk sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota dan Perda No. 78 tahun 2010 tentang pembentukan UPTD Gudang Farmasi Kabupaten
Ende, dengan tugas pokok dan fungsi dalam penerimaan, penyimpanan, distribusi dan pencatatan
pelaporan obat dan perbekalan kesehatan.
Merujuk pada Kebijakan Obat Nasional dan kebijakan one gate policy drug supply management
yang merupakan kebijakan Kementerian Kesehatan, dipandang perlu untuk meningkatkan tugas, pokok
dan fungsi Gudang Farmasi yang sebelumnya hanya meliputi penyimpanan, pendistribusian, pencatatan
pelaporan menjadi Instalasi Farmasi yang meliputi perencanaan, penyimpanan, pendistribusian,
pencatatan pelaporan dan evaluasi obat dan perbekalan kesehatan. Sebelumnya perencanaan obat
dilakukan oleh seksi Farmasi Bidang Sumber Daya Kesehatan. Koordinasi yang lemah antara seksi
farmasi dan GFK dan adanya overlapping tupoksi berpengaruh terhadap ketersediaan obat yang dapat
menyebabkan terjadinya kekosongan obat, dan obat kadaluarsa.
B. TUJUAN
Umum :
Memberikan kajian mengenai pembentukan UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Dinas Kesehatan Kab.
Ende
Khusus :
1. Memberikan kajian mengenai uraian tugas pokok dan fungsi UPTD Instalasi Farmasi Kab. Ende
2. Memberikan kajian mengenai SOP (Standar Operasional Prosedur) UPTD Instalasi Farmasi Kab.
Ende
3. Memberikan deskripsi mengenai struktur organisasi dan ruang lingkup pelayanan UPTD
Instalasi Farmasi Kab. Ende
4. Memberikan kajian mengenai manajemen sumber daya manusia, pembiayaan dan sarana
prasarana penunjang pada UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten
5. Memberikan kajian mengenai analisis beban kerja dab Rasio Belanja Pegawai pada UPTD
Instalasi Farmasi Kabupaten Ende
BAB II
KRITERIA PEMBENTUKAN UPTD INSTALASI FARMASI KABUPATEN ENDE
Instalasi farmasi merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan yang mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas Dinas Kesehatan di bidang perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyipamanan, pendistribusian serta pencatatan pelaporan obat dan perbekalan kesehatan yang
diperlukan dalam pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang menjadi tanggung jawab Dinas
Kesehatan Kab. Ende. Berikut kedudukan tugas pokok dan fungsi UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten
Ende
A. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Ende
1. Kedudukan
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah Gudang Farmasi dipimpin oleh seorang kepala yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ende.
2. Tugas Pokok
Melaksanakan pengelolaan Obat, BMHP (Bahan Medis Habis Pakai), Vaksin, Reagen, dan
perbekalan kesehatan yang meliputi : Perencanaan, Penerimaan, Penyimpanan,
Pendistribusian, Pencatatan Pelaporan dan Evaluasi yang diperlukan berdasarkan tugas dan
fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Ende.
3. Fungsi
Fungsi UPTD Instalasi Farmasi Dinas kesehatan Kabupaten Ende dijabarkan sebagai berikut :
a. Menyusun rencana teknis Operasional di bidang pengelolaan Obat, Reagen, Vaksin,
dan Perbekalan kesehatan; yang meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pencatatan pelaporan dan evaluasi obat, Reagen, Vaksin dan
perbekalan kesehatan
b. Melaksanakan Kebijakan Teknis Operasional di bidang pengelolaan Obat, Reagen,
vaksin dan Perbekalan Kesehatan; meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pencatatan pelaporan dan evaluasi obat, Reagen, Vaksin dan
perbekalan kesehatan
c. Pelaksanaan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan pelaporan dan
evaluasi obat, Reagen, Vaksin dan perbekalan kesehatan
d. Pelaksanaan pengamatan mutu dan khasiat Obat, Reagen,Vaksin,dan Perbekalan
Kesehatan secara umum baik yang ada dalam persediaan maupun yang telah
didistribusikan;
e. Pemantauan ,Pembinaan,dan Evaluasi pelaksanaan program Pengelolaan
Obat,Reagen,Vaksin,dan Perbekalan Kesehatan;
f. Melakukan penanganan terhadap obat kdalursa dan rusak
g. Melaksanakan Kegiatan Ketatausahaan dan Rumah Tangga UPTD yang meliputi
urusan umum, perlengkapan, Keuangan, kepegawaian,dan pelaporan;
h. Melaksanakan Tugas Lain yang diberikan Oleh Kepala Dinas Sesuai Tugas dan
Fungsinya;
F. Data Kepegawaian :
H. ANGGARAN
Anggaran yang disediakan untuk pelaksanaan kegiatan operasional GFK bersumber dari
DPA Dinas Kesehatan Kab. Ende yang dipertanggungjawabkan secara mandiri oleh UPT
Instalasi Farmasi Kabupaten Ende. Berikut besaran anggaran UPTD Instalasi Farmasi dari tahun
2015 – tahun 2017 yang berasal dari dana DAK (Dana Alokasi Khusus) maupun bersumebr dari
DAU (Dana Alokasi Umum)
BAB III
ANALISIS BEBAN KERJA
(terlampir)
BAB IV
ANALISIS BELANJA PEGAWAI
(terlampir)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan :
B. Saran :
Penambahan tenaga teknis/ tenaga fungsional dengan adanya penambahan tugas
pokok dan fungsi