KELAYAKAN
MATA KULIAH STUDI KELAYAKAN BISNIS
DISUSUN OLEH :
Kevin Yosia (210111)
Dipa Fattaah (210111)
Yosafat Kharisma M. Gani (210111222)
Alvito Dian Putra (210111)
Chandra Adi Pratama (210111)
Farrel Rifki Rafasya (210111)
Muhammad Lutfi Agam (210111232)
Payback Period (Periode Payback) adalah suatu metode yang digunakan untuk
menghitung lama periode yang diperlukan untuk mengembalikan uang yang telah
diinvestasikan dari aliran kas masuk (Proceeds) taunan yang dihasilkan oleh proyek
investasi tersebut. Apabila proceeds setiap tahunnya jumlahnya sama maka Payback
Period (PP) dari suatu investasi dapat dihitung dengan cara membagi jumlah investasi
(outlays) dengan proceeds tahunan. Berikut adalah rumus/cara dalam menghitung
Payback Periods :
Jika dalam menghitung payback periods yang mempunayi nilai proceeds yang tidak sama
pada setiap tahunnya maka harus dihitung akumulasi proceeds-nya terlebih dahulu
sehingga diperoleh akumulasi kas masuk (nol).
Kelebihan :
Kekurangan :
Kelebihan
Kekurangan
Apabila proceeds suatu investasi tidak sama besarnya dari tahun ke tahun maka, seperti
halnya dalam NPV untuk menghitung dengan metode Profitability Index (PI), harus
menghitung Present Value dari proceeds setiap tahunnya terlebih dahulu untuk
dijumlahkan sehingga diperoleh jumlah Present Value dari keseluruhan proceeds yang
diharapkan dari investasi. Kriteria kelayakan penerimaan investasi menggunakan metode
Profitability Index (PI) adalah suatu investasi yang diusulkan dinyatakan layak jika
Profitability Index (PI) lebih besar dari satu. Sebaliknya, jika Profitability Index (PI)
suatu investasi lebih kecil dari satu maka investasi terebut dinyatakan tidak layak.
Apabila terdapat beberapa alternatif investasi maka alternatif investasi terbaik ditentukan
dengan cara memilih alternatif investasi yang mempunyai Profitability Index (PI) yang
paling besar.
Keterangan:
r = Tingkat bunga yang akan menjadikan PV dan proceeds sama dengan p.v. dari capital
outlays
At = Cash Flow untuk periode t
n = Periode terakhir dimana cash flow diharapkan
Jika initial cash flow terjadi pada waktu 0 maka persamaanya dapat dinyatakan sebagai
berikut.
Selanjutnya, dengan mengadakan interpolasi dari 2 tingkat bunga yang dipilih secara
coba-coba r-nya dapat dihitung seperti cara tersebut diatas. Dengan rumus Internal Rate
of Return (IRR) seperti tersebut diatas maka langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
menghitung nilai IRR adalah sebagai berikut.
1) Menghitung present value dari proceeds suatu investasi dengan menggunakan tingkat
bunga yang dipilih secara apriori
2) Membandingkan hasil perhitungan present value dari proceeds dengan jumlah present
value dari investasi atau outlays.
3) Jika present value dari proceeds lebih tinggi dibandingkan jumlah present value dari
investasi atau outlays maka tingkat bunga yang lebih tinggi harus digunakan. Sebaliknya,
jika present value dari proceeds lebih kecil dari present value dari outlay-nya maka
tingkat bunga yang lebih rendah harus digunakan.
4) Ulangi langkah ketiga hingga menemukan tingkat bunga yang dapat menjadikan
present value dari proceeds sama besarnya dengan present value dari outlays-nya.
5) Pada tingkat bunga yang dapat menjadikan present value dari proceeds sama besanya
dengan present value dari outlay-nya, Net Present Value dari usul investasi tersebut
adalah Rp 0 (nol) atau mendekati nol. Besarnya tingkat buga tersebut menggambarkan
besarnya Internal Rate of Return (IRR) dari usul investasi tersebut.
Untuk menghitung Internal Rate of Return (IRR) dimana proceeds suatu investasi tidak
sama besarnya dari tahun ke tahun maka dua tingkat bunga yang berbeda dipilih,
kemudian dilakukan interpolasi untuk menentukan tingkat bunga yang mendekati rate
yang sebenarnya, atau secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut dengan asumsi
menggunakan dua tingkat bunga yang berbeda:
Rumus Interpolasi:
Keterangan:
r = Internal Rate of Return (IRR) yang dicari
P1 = Tingkat bunga pertama
P2 = Tingkat bunga kedua
C1 = Net Present Value ke-1
C2 = Net Present Value ke-2
Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh2 yang akan
terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah
1. Menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi
atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat.
2. Analisis kelayakan suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya didasarkan pada
proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yg akan terjadi di waktu
yang akan datang
3. Analisis pasca kriteria investasi yang digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi
dengan kondisi ekonomi dan hasil analisa bisnis jika terjadi perubahan atau
ketidaktepatan dalam perhitungan biaya atau manfaat.
Variabel biaya dan harga jual produk dalam analisis finansial diasumsikan tetap untuk
setiap tahunnya, walaupun di kenyataan kedua variabel ini kerap berubah sejalan
pertambahan waktu. Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat sejauh mana kenaikan
biaya atau penurunan harga yang terjadi, karena hal tersebut dapat mengakibatkan
perubahan dalam kriteria investasi, yaitu memiliki prospek yang baik untuk dilaksanakan.
Switching value ini merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari
perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau
perubahan komponen outflow (peningkatan harga input/peningkatan biaya produksi)
yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Oleh karena itu perubahan
jangan melebihi nilai tersebut. Bila melebihi maka bisnis menjadi tidak layak untuk
dijalankan. Perhitungan ini mengacu kepada berapa besar perubahan terjadi sampai
dengan NPV sama dengan nol (NPV=0).
Perbedaan mendasar antara analisis sensitivitas yang biasa dilakukan dengan analisis
switching value ini adalah pada analisis sensitivitas besarnya perubahan sudah diketahui
secara empirik (misal: kenaikan harga bahan baku 4%) untuk selanjutnya dihitung
dampaknya terhadap hasil kelayakan.
Sedangkan pada switching value justru perubahan tersebut yang dicari (misal: berapa
perubahan maksimum dari kenaikan harga bahan baku yang masih dapat ditoleransi agar
bisnis masih tetap layak).
Hal ini menunjukkan bahwa harga bahan baku tidak boleh naik melebihi nilai pengganti
tersebut. Bila melebihi nilai pengganti tersebut, maka bisnis tidak layak atau NPV < 0.
Analisis switching value dapat dilakukan dengan menghitung secara coba-coba
perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat perubahan di dalam komponen inflow
atau outflow.
Perubahan biaya adalah meningkat atau menurunnya biaya produksi pada tiap tingkat
produksi dan selama tiap kurun waktu tertentu, khususnya jika ada keperluan untuk
melakukan produksi yang lebih banyak ataupun lebih sedikit.
Apabila pada pembuatan unit tambahan tersebut dibutuhkan adanya perekrutan satu
ataupun dua pekerja, dan meningkatkan biaya bahan baku, maka akan bisa dipastikan
akan ada perubahan dalam biaya produksi secara menyeluruh.
Perubahan harga output merupakan biaya yang berubah dengan perubahan kuantitas
output yang dihasilkan. Biaya ini secara langsung dipengaruhi oleh fluktuasi tingkat
aktivitas perusahaan. Biaya ini bervariasi dengan variasi volume, yaitu ketika ada
peningkatan dalam produksi, biaya variabel ini juga akan meningkat secara proporsional
dengan persentase yang sama, jadi ketika tidak ada produksi maka tidak akan ada biaya
ini .
Contohnya adalah :
Ketika biaya variabel adalah Rp. 600 per unit dan output yang dihasilkan pada kuartal
pertama, kedua dan ketiga adalah 5000, 6000 dan 4000 unit.
Dari kasus diatas, bisa diperhatikan bahwa tingkat output berubah di semua periode
produksi sehingga biaya variabel juga akan berubah, tetapi hanya dalam jumlah total,
tidak dalam harga satuan.
Jadi biaya variabel pada masing-masing kuartal adalah :
Kuartal pertama 5000 x 600 = Rp. 3.000.000,
Kuartal kedua akan menjadi 6000 x 600 = Rp. 3.600.000
Kuartal ketiga adalah 4000 x 600 = Rp. 2.400.000.
Laporan perubahan modal atau ekuitas adalah bentuk laporan keuangan perusahaan jasa
yang secara khusus menyajikan informasi tentang segala perubahan yang terjadi pada
modal/ekuitas dalam satu periode akuntansi. Komponen yang terdapat pada laporan
perubahan modal antara lain, modal awal, laba-rugi bersih, setoran/penarikan, dan modal
akhir.
Dalam hal ini, modal atau ekuitas dapat bertambah jika laba lebih besar dari pengambilan
pribadi (prive). Sebaliknya, modal akan berkurang jika laba lebih kecil dari prive dan rugi
ditambah dengan prive.