Anda di halaman 1dari 4

Warisan Islam dalam Kesehatan Mental

Stigma-stigma tentang kesehatan mental yang sering kita temuin itu kayak:

1. Udah keluarga aja yang tau, jangan cerita ke siapapun (termasuk psikolog/psikiater atau orang-
orang yang sebenernya kita butuh buat cerita sama mereka)
2. Orang-orang bakal ngomongin masalah kita, sebenernya sih ngomongin ya ngomongin, tapi
peduli apa mereka? Omongan itu bakal mereda.
3. Itu bukan dari sisi keluarga saya
4. Rasa malu
5. Dosa nya gak bakal diampunin
6. Kita tuh orang kuat
7. Iman lemah

Banyak muslim yang ngga nemuin orang-orang yang peduli sama kesehatan mental dari pelayanan
publik ataupun privat, karena budaya atau kepercayaan tertentu. Kayak kepercayaan yang salah sama
pelayanan mereka, takut sama perlakuannya, takut rasis atau di diskriminasi, barier bahasa, perbedaan
komunikasi, atau isu budaya dan agama.

Muslim yang dikenal ada nilai-nilai Islam yang kuat kayak kurang mau nemuin layanan konseling karena
nyatanya mereka mau perhatian dari sudut pandang yang islami. Mereka juga takut-takut percaya kalo
profesional kesehatan mental mungkin ga respek sama nilai-nilai islami mereka.

Stigma-stigma kesehatan mental

#1 : Penyakit mental mempengaruhi orang-orang dengan IQ rendah

Balasan : Elyn Saks, Professor of Law, Psychology, and Psychiatry and the Behavioral Sciences. Dia hidup
dengan Skizofrenia dan telah menulis pengalamannya dengan penyakitnya dan mendapat penghargaan
kemenangan atas penjualan terbaik otobiografinya. The Center Cannot Hold.

Isaac Newton juga di duga oleh para sejarawan memiliki gangguang Bipolar dan Depresi.

#2 : Gangguan psikiatri tidak benar-benar sakit medis seperti penyakit hati dan diabetes. Orang-orang
yang mempunyai penyakit mental hanya “gila.”

Balasan : Kelainan otak, kayak penyakit hati dan diabetes, secara sah emang penyakit medis. Riset
nunjukkin adanya penyebab genetik dan biologis pada kelainan psikiatri, dan mereka bisa diperlakukan
secara efektif.

#3 : Penyakit mental adalah hasil dari lemahnya iman dan karena itulah bantuan kesehatan mental
profesional gak berguna.

Balasan : Penyakit mental itu multi-faktor: kita nggak bisa ngasih ketepatan satu penyebab dari
penyakit-penyakit itu. Setiap orang unik dan dipengaruhi berbagai macam faktor. Faktor-faktor
penyebab gangguan mental adalah : faktor biologis, genetik, lingkungan, dan spiritual.

#4 : Penyakit mental utamanya gara-gara mata nakal (‘ain) dan jin, dan pengobatannya harus di ruqyah
dan Qur’an.
Balasan : Penyebab-penyebab ini masuk akal. Tapi gimanapun juga, itu gak bisa disalahin buat semua
penyakit mental.

Di ensiklopedi medisnya, Sustenance of the Body and Soul, sarjana muslim abad 9, Abu Zaid al-Bakhi
menjelaskan bahwa orang-orang yang menderita obsesi, meskipun itu karena setan, tetap harus nemuin
terapis buat bantu mereka menaklukkan pengaruh setan.

Banyak muslim melaporkan bahwa mereka dapet keuntungan dari rukyah dan qur’an. Menggunakan
pengobatan-pengobatan ini ngga bertentangan sama perawatan medis secara bersamaan.

#5 : Kalo kamu punya gangguan mental, kamu bisa mengusirnya/menghilangkannya.

Balasan : Penyakit mental yang serius ngga bisa di usir/diilangin. Menolak masalah ngga akan bikin itu
pergi. Beraniin buat nemuin bantuan profesional.

Rasulullah saw. bersabda : “Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan
obatnya.” Bukhari 7.582

Usamah berkata “Ya Rasulullah! Haruskah kita menemui pengobatan medis untuk penyakit kita?” Dia
membalas: “Ya, kamu harus menemui pengobatan medis, karena Allah, yang Agung, tidak membiarkan
penyakit ada tanpa menyediakan obatnya, kecuali untuk satu penyakit, usia tua.”

#6 : Obat psikiatri punya banyak efek dan bisa menyebabkan adiksi.

Balasan : Semua alat medis punya efek meskipun obat bebas biasa. Yang paling penting itu gimana dan
kenapa kamu milih medis dan siapa yang mengatur dan memonitornya.

Beberapa penyakit mental dikarenakan ketidakseimbangan atau kekurangan otak secara kimiawi atau
hormon dan butuh untuk diobati dengan medis. Tidak semua medis itu adiktif. Tapi semua alat medis
untuk penyakit mental harus diawasi oleh psikiater.

#7 : Konseling itu tidak berguna

Balasan : Kamu harus nyaman sama konselor biar mampu membagi emosi dan perasaan pribadi
dengannya. Kalo kamu nggak nyaman, cari yang lain.

Kamu harus percaya sama konselor buat dapet keuntungan dari dia. Menemukan konselor yang tepat
membutuhkan waktu dan proses konseling nya sendiri pun butuh waktu.

#8 : Psikologi itu konstruksi Barat, bukan dari tradisi kita!

Balasan : Rumah sakit psikiater di dunia Muslim

Pangkalan psikiater pertama di dunia dibangun pada abad ke-8 di Baghdad, Iraq sebagai bagian dari
sistem rumah sakit Islami dan secepatnya menjadi fitur andalan di rumah sakit paling Islami dari waktu
itu. Rumah sakit Islami punya tekanan yang sangat kuat dalam kepentingan lingkungan psikiater (mandi,
mencuci baju, aktivitas, dsb untuk pasiennya) dan memasukkan pengobatan baru kayak terapi musik
dan pijit untuk tambahan penyembuhan medis dan terapi ngobrol harian mengunjungi dokter. Semua
layanan ini dibiayai penuh sama pemerintah Islam untuk semua penduduk yang berpenyakit mental
selama penyakit mereka ada (bahkan kalo seumur hidup!). Pendanaan ini berasal dari kewajiban
membayar zakat.
Pengaruh Spiritual dalam Penyakit Mental
1. Dalam islam, seperti agama-agam lain, berbagai praktik tersedia sebagai mekanism utama
untuk melawan tekanan dan kesulitan sehari-hari, untuk meredakan kecemasan dan
keadaan negatif mental lainnya. Terutama diantaranya dalam Islam adalah wudhu, sholat,
membaca Qur’an, dzikir, memohon atau doa, beristighfar, dan shaum. Seperti dinyatakan
dalam
2. al-Qur’an surah al Baqarah ayat 153 : “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah
pertolongan dengan kesabaran dan sholat. Sungguh, Allah bersama orang-orang yang
sabar.”
3. Al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 28 : “Orang-orang yang beriman dan yang hatinya tenang
dalam mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”

Dalam buku Sustenance of the Body and Soul

1. Ditulis dalam bahasa Arab non-teknis, untuk memfasilitasi kegunaannya bagi orang awam.
2. Dibagi dalam dua bagian: Masalih al-Abdan: Pemeliharaan kesehatan fisik dan Masalih al-Anfus :
Kesehatan mental
3. Mengklasifikasikan gangguan mental dalam empat kategori utama: marah (al-ghadab), sedih
dan depresi (al-jaza’), takut dan fobia (al-faza’), dan gangguan obsesi (wasawes al-sadr)

Obsesi menurut Al-Bakhi

1. Gangguan pikiran ilusi dengan kemampuan melakukan tugas yang beda-beda.


2. Asyik dengan pikiran ketakutan.
3. Mencoba menolak untuk berpikir, dengan fokus ke hal-hal lain tapi ilang konsentrasi.
4. Gejala fisik yang terkait sama obsesi ga mirip sama gejala penyakit fisik yang keliatan; kurang
berefek parah ke tubuh, tapi mengganggu individu dan nyusahin.
5. Orang-orang yang punya gangguan obsesi : umumnya orangnya pesimis, biasanya berekspetasi
hal-hal yang buruk terjadi sama mereka, cenderung milih pilihan yang kompleks, dan terus
menerus ngerasa berat sama diri sendiri, cenderung memilih alternatif yang susah.

Obsesi menurut DSM-V

1. Pikiran berulang dan terus menerus yang mengalami gangguan yang tidak diingankan, bisa
menyebabkan kecemasan dan gangguan yang ditandai.
2. Percobaan individu untuk menolak atau menekan beberapa pikiran, desakan, ataupun
gambaran.
3. Kompulsi: kebiasaan/aksi mental yang berulang yang dirasakan individu seperti di dorong untuk
dilakukan sebagai respon terhadap obsesi
4. Spesifikasi: sering punya keyakinan yang ga berfungsi, keyakinan bisa mengandung:
kecenderungan terlalu mengira-ngira ancaman, perfeksionis, intoleransi terhadap
ketidakpastian, dan terlalu mementingkan pikiran.

Pengaruh Spiritual terhadap Penyakit Mental

Husain (1998) diskusiin tentang spiritual, psikologis, fisik, dan peran moral ibadah ritual Islami.
Konsentrasi pikiran selama beribadah mengalihkan pikiran dari merasakan sakit.
Beberapa studi empiris dari agama yang berbeda telah membuktikan bahwa orang yang taat religius dan
berkomitmen pada tradisi mereka, tidak termasuk ekstremis, cenderung menikmati fisik dan kesehatan
mental yang lebih baik. (Koenig, 1997)

Hasil terbanyak dari studi yang konsisten menunjukkan hubungan yang baik antara keterlibatan religius
dengan status kesehatan. (Levin & Chatters, 1998)

Bantuan Profesional vs Non-Profesional

Apakah nasihat dari keluarga dan sahabat itu penting?

Ya, emang betul. Gimanapun, kita harus inget bahwa keluarga dan teman bukan ahli dan mungkin ga
sengaja ngasih kita nasihat yang ga bagus.

Ke siapa kamu bakal pergi pertama kali kalo kamu butuh bantuan untuk kesehatan mental atau masalah
psikologis kamu?

Kapan seharusnya kita menemui bantuan profesional?

Kalo kamu mengalami gejala yang kamu ga bisa jelasin, dan mempengaruhi mood kamu, dan kamu ga
bisa ngelepasnya kayak : terlalu khawatir, sedih, gila/marah, bingung, kecewa, mikir kalo kamu ngeliat
atau denger sesuatu dan ga yakin kalo itu beneran ada, trus ga tidur lebih dari tiga hari, mutusin bahwa
kamu keluar dari ke-normal-an kamu (finansial, hubungan, dll), bertanya-tanya tentang kegunaan hidup
kamu, dll.

Ada gejala yang mengganggu keseharian kamu: kerja, sekolah, interaksi sama keluarga, dan lain-lain.

Pernah punya pikiran untuk bunuh diri,

segera! Jangan nunggu dokter. TELEPON Rumah Sakit atau Puskesmas.

Keluarga, Temen dan Imam: kamu sering jadi perespon pertama, tolong pake peringatan dan nasihati
bahwa kamu menyayangi mereka baik-baik!

Anda mungkin juga menyukai