Anda di halaman 1dari 13

MASALAH BERBICARA DIDEPAN UMUM

KURANGNYA RASA PERCAYA DIRI ATAU GROGI


KETIKA BERBICARA DIDEPAN UMUM

DI SUSUN OLEH :
NAMA : IKA PUSPITA
NIM : 2110301036
PRODI: PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI TIDAR
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin Nya lah kami dapat
menyelesaikan observasi ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan
seluruh umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman. Dengan terselesaikanya
observasi ini yang berjudul masalah berbicara didepan umum , kami mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu demi terselesaikanya observasi ini. Besar harapan kami,
observasi ini dapat memberikan kontribusi bagi terselenggaranya pendidikan yang berkualitas
serta mendorong mahasiswa untuk menjadi generasi berprestasi. Kami menyadari dalam
penyusunan observasi ini masih banyak kekurangan, maka dari itu dengan kerendahan hati, kami
mengharap kritik dan saran dari semua pihak untuk/memperbaiki observasi ini sehingga menjadi
lebih baik. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.

Wassalamualaikum Wr.Wb
DAFTAR ISI
Halaman Judul
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Analisis Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Hasil Permasalahan
F. Penyelesaian Masalah
BAB II
A. Simpulan dan saran
B. Daftar pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah


Perasaan cemas atau grogi saat mulai berbicara di depan umum adalah hal yang seringkali
dialami oleh kebanyakan orang. Bahkan seseorang yang telah berpengalaman berbicara di depan
umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.
Menurut Osborne (2004) perasaan cemas ini muncul karena takut secara fisik terhadap
pendengar, yaitu takut ditertawakan orang, takut bahwa dirinya akan menjadi tontonan orang,
takut bahwa apa yang akan dikemukakan mungkin tidak pantas untuk dikemukakan, dan rasa
takut bahwa mungkin dirinya akan membosankan. Menurut Santoso (1998) kecemasan berbicara
di depan umum bersifat subjektif, biasanya ditandai dengan gejala fisik dan gejala psikologis.
Termasuk dalam gejala fisik yaitu tangan berkeringat, jantung berdetak lebih cepat, dan kaki
gemetaran. Kemudian, yang termasuk gejala psikologis adalah takut akan melakukan kesalahan,
tingkah laku yang tidak tenang dan tidak dapat berkonsentrasi dengan baik.
Penelitian Zimbardo pada Universitas Stanford di California, AS (Rakhmat, 2006) menyatakan
kecemasan membuat individu merasa rendah diri, meremehkan diri sendiri, menganggap dirinya
tidak menarik dan menganggap dirinya tidak menyenangkan untuk orang lain. Individu yang
cenderung mengalami kecemasan ditandai dengan ketegangan otot dan adanya tingkat
kewaspadaan yang sangat tinggi.
Kemudian, individu tersebut akan menolak untuk bersosialisasi dengan orang lain, keadaan
individu akan membaik ketika ketegangannya berkurang. Individu yang pemalu dan cemas
secara sosial cenderung untuk menarik diri dan tidak efektif dalam interaksi sosial, ini
dimungkinkan karena individu tersebut mempersepsi akan adanya reaksi negatif. Kecemasan
merupakan suatu kekurangan dalam hubungan sosial, karena individu yang gugup (nervous) dan
terhambat mungkin menjadi kurang efektif secara sosial, misalnya ketika individu mengalami
nervous, individu tersebut mungkin menunjukkan indikasi-indikasi seperti gemetar, gelisah,
menghindari orang lain, tidak lancar berbicara dan kesulitan konsentrasi (Dayakisi & Hudaniah,
2003).
Hasil survey awal kepada mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi negeri mengenai tidak
percaya diri berbicara di depan umum diketahui respon terbanyak yaitu memberikan jawaban “
sering mengalami masalah tidak percaya diri ketika berbicara didepan umum”.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum adalah pola berpikir.
Menurut Opt & Loffredo (2000) individu yang menggunakan pola pikir positif mempunyai
kecemasan yang lebih rendah daripada individu yang berpola pikir negatif. Individu dengan pola
pikir yang positif akan melihat segala hal dari sisi positif, suka bekerja keras dan dapat
mengendalikan emosinya ketika 4berbicara di depan umum. Individu dengan pola pikir negatif
lebih menggunakan perasaaanya, lebih mudah stress dan mengekspresikan kecemasan karena
selalu fokus pada pendapatnya sendiri. Hal tersebut didukung hasil survey peneliti yang
menunjukkan bahwa berpikir positif merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kecemasan berbicara di depan umum, hal ini terungkap dalam pernyataan sebagai berikut: Saya
cemas berbicara di depan orang banyak.

B. Identifikasi Masalah
Setiap orang bisa berbicara, tetapi tidak setiap orang dapat berbicara dengan baik dan
komunikatif di depan umum. Berbicara adalah cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain
untuk menyampaikan sesuatu yang diinginkan. Komunikasi adalah cara manusia berinteraksi
dengan manusia lain. Berkomunikasi dengan orang lain merupakan situasi yang hampir terjadi di
seluruh proses kehidupan. Komunikasi menentukan kualitas kehidupan manusia, dan memiliki
kemampuan berkomunikasi yang efektif sangatlah diperlukan, untuk menyampaikan ide,
gagasan dan pengetahuan kepada masyarakat (Wahyuni 2015). Rakhmat (2008) mengungkapkan
bahwa tidak ada individu yang mampu hidup normal tanpa adanya proses komunikasi atau
berbicara dengan orang lain. Dunia pendidikan erat kaitannya dengan komunikasi, komunikasi
menyentuh segala aspek kehidupan manusia (Kasih 2012). Wiryanto (dalam Kasih, 2012)
mengemukakan bahwa komunikasi bisa terjadi pada situasi formal maupun informal, situasi
formal seperti kuliah, presentasi tugas di kelas, sedangkan situasi informal seperti berdiskusi
dengan teman, berbincang dan belajar kelompok. Kemampuan berbicara di depan umum
memerlukan seni dan keterampilan tinggi untuk menjadikan pembicaraan tersebut menjadi
efektif dan memperoleh perhatian pendengar (Muslimin K, Maswan, Laila 2013). 2 Mahasiswa
dituntut untuk memiliki kemampuan berbicara di depan umum, selain keahlian mengungkapkan
pikirannya secara tertulis. Kemampuan mengungkapkan pikiran secara lisan memerlukan
kemampuan penguasaan bahasa yang baik agar mudah dimengerti oleh orang lain dan
membutuhkan pembawaan diri yang tepat. Kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum
lebih banyak menggunakan metode diskusi kelompok dan presentasi (Wahyuni 2014).
Kemampuan berbicara di depan umum sangat diperlukan oleh mahasiswa untuk
mengekspresikan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaannya. Selain itu, dengan
adanya kemampuan berbicara di depan umum tersebut, mahasiswa mampu untuk
mempublikasikan informasi dalam situasi tatap muka (Devito dalam Ririn, Asmidir, Marjohan
dkk 2013). Mahasiswa yang aktif, kritis dan kreatif dapat menunjang pemahaman dan
penguasaan materi perkuliahan, sehingga tujuan dari proses belajar dapat tercapai (Ririn,
Asmidir, Marjohan dkk 2013). Mahasiswa dituntut untuk terampil berbicara tidak hanya dalam
kegiatan yang berkaitan dengan perkuliahan, tetapi mereka juga dituntut untuk mampu berbicara
di depan umum sebagai bekal dalam kehidupan bermasyarakat (Muslimin, 2013). Berbicara di
depan umum melibatkan interaksi sosial dan umpan balik agar informasi yang disampaikan dapat
diterima dengan baik (Shi, Brinthaupt, McCree, 2014). Selain itu, kemampuan berbicara di
depan umum sangat dibutuhkan untuk semua profesi, terutama untuk meningkatkan karier.
Ketidakmampuan untuk berbicara di depan umum bukan hanya memalukan, tetapi dapat
menghambat promosi tentang diri dan menghancurkan kesempatan mahasiswa untuk
menunjukkan keahliannya (Rogers, 2018). 3 Akan tetapi, mahasiswa seringkali merasa cemas
untuk mengungkapkan pikirannya secara lisan, baik pada saat diskusi kelompok, saat
mengajukan pertanyaan pada dosen, ataupun ketika harus berbicara di depan kelas saat
mempresentasikan tugas. Kondisi tersebut ditandai dengan ketakutan dalam menunjukkan
performansi maupun situasi interaksionalnya dengan orang lain. Kondisi tersebut berdampak
terhadap kualitas kehidupan individu, mempengaruhi fungsi sosial dan relasi dengan
komunitasnya (Wahyuni, 2014). Berbicara di depan umum, apalagi dihadapan audiens yang
dianggap sebagai orang-orang penting, bagi sebagian orang merupakan perkara mudah, namun
tidak bagi yang lain. Sebagian orang merasa tersiksa dan kehabisan kata-kata jika diminta untuk
melakukan hal tersebut (Bukhori, 2016). Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan
kecemasan berbicara di depan umum. Kecemasan berbicara di depan umum merupakan suatu
perasaan tidak nyaman dan tidak menyenangkan sehingga menimbulkan rasa takut untuk
berbicara, pidato, atau sekedar menyampaikan pendapat di muka umum secara personal maupun
kelompok, akibatnya pesan tidak tersampaikan secara sempurna (Kholisin 2014). Rogers (2004)
menyebutkan ada tiga aspek kecemasan berbicara di depan umum, yaitu: (1) aspek fisik berupa
jantung berdebar-debar, suara yang bergetar, kaki gemetar, kejang perut, dan sulit untuk
bernafas. (2) aspek mental memiliki gejala seperti mengulang kata atau kalimat, hilang ingatan
secara tiba-tiba, dan melupakan hal-hal yang sangat penting. (3) aspek emosional yaitu adanya
rasa tidak 4 mampu, rasa takut yang biasa muncul sebelum individu tampil, dan adanya rasa
hilang kendali. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk (dalam Muslimin, 2013)
pada mahasiswa Akta IV Universitas Islam Negeri (UIN) Malang diperoleh data 45,56%
mahasiswa mengalami kecemasan tinggi, 35,27% mahasiswa mengalami kecemasan sedang, dan
20,23% mahasiswa mengalami kecemasan rendah dalam hal berbicara di depan umum. Hasil
penelitian Suwandi (dalam Muslimin, 2013) di Fakultas Teologi Sanata Dharma, 32,8%
mahasiswa mengalami kecemasan sedang, 48,3% mahasiswa mengalami kecemasan tinggi, dan
12,1% mahasiswa mengalami kecemasan sangat tinggi dalam situasi berbicara di depan umum.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 8 orang mahasiswa, diperoleh
data sebanyak 6 dari 8 orang mahasiswa menunjukkan gejalagejala kecemasan berbicara di
depan umum. Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa keenam subjek mengalami
gejala kecemasan berbicara di depan umum yaitu tegang, panik, khawatir, menghindar, tidak
tenang, gugup, dan keringat dingin ketika berhadapan dengan banyak orang. Hal tersebut sejalan
dengan aspek-aspek kecemasan berbicara di depan umum antara lain pada aspek fisik, dimana 2
orang subjek merasa bahwa dirinya selalu menggerak-gerakkan kakinya (tidak tenang) pada saat
berbicara di depan umum, 2 subjek mengalami jantung berdebar kencang pada saat
mempresentasikan tugas, dan 2 subjek lainnya mengalami tangan bergetar ketika membaca teks
dalam buku atau kertas pada saat 5 berbicara di depan kelas. Pada aspek mental, 4 subjek
melupakan informasi apa yang penting yang seharusnya subjek sampaikan ketika berbicara di
depan umum, sehingga subjek tidak mengetahui apa yang harus subjek sampaikan, selain itu 2
subjek lainnya mengulang-ulang kata yang telah diucapkan. Pada aspek emosional, keenam
subjek menjelaskan bahwa subjek mengalami kepanikan, ketakutan dan kekhawatiran pada saat
presentasi di depan kelas atau ketika harus berbicara di depan umum, kemudian keenam subjek
merasa malu apabila pendapatnya tidak diterima, selain itu keenam subjek merasa takut apabila
berbicara di depan kelas akan ditertawakan. Seharusnya mahasiswa memiliki tingkat kecemasan
berbicara di depan umum yang rendah, karena mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan
berbicara di depan umum, selain keahlian mengungkapkan pikirannya secara tertulis (Wahyuni,
2014). Selain itu, mahasiswa dituntut untuk berani mengungkapkan pendapat dalam forum
formal maupun informal. Bandura (dalam Wahyuni 2015) mengemukakan bahwa individu yang
mengalami kecemasan menunjukkan ketakutan dan perilaku menghindar yang sering
mengganggu performansi dalam kehidupan mereka, begitu pula dalam situasi akademik.
Dampaknya adalah ketika mahasiswa telah selesai berbicara dan melakukan kesalahan, mereka
akan merasa malu dan takut karena adanya kekhawatiran terjadinya penilaian sosial yang negatif
terhadap mereka dan disebabkan kerena adanya ketakutan akan gagal (Prakoso, 2014). 6
Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kecemasan berbicara di depan umum
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Kepercayaan diri, merupakan suatu sikap atau
keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu
cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan tanggung
jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan
prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri (Lauster dalam Syam &
Amri, 2017). (2) Berpikir positif, merupakan kondisi dimana seseorang akan memandang segala
persoalan yang ada dengan sudut pandang yang positif, (Peale dalam Prakoso, 2014). (3)
Kestabilan emosi, merupakan keadaan dimana seseorang mampu mengendalikan suasana hatinya
dalam kondisi apapun, (Semiun dalam Sugiarto, 2017). (4) Self efficacy, merupakan suatu
keyakinan individu bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu dalam situasi tertentu
dengan berhasil (Bandura dalam Wahyuni, 2015). (5) Keterampilan komunikasi, merupakan
kemampuan seorang komunikator dalam memberi informasi yang didapat kepada komunikan
secara efektif agar informasi yang disampaikan dapat dipahami oleh pihak komunikan (Permasih
dalam Ririn dkk, 2013). Selain itu, Burgoon dkk (dalam Astrid, 2010), meyebutkan faktor yang
menyebabkan kecemasan berbicara di depan umum yaitu: (1) Pengalaman Individu, merupakan
kurangnya pengalaman atau adanya pengalaman yang tidak menyenangkan yang dirasakaan
individu. (2) Citra diri individu, merupakan keyakinan atau kepercayaan diri seseorang sangat
berpengaruh terhadap kecemasannya berbicara di depan umum. (3) Perspektif negatif, Individu
merasa 7 dirinya tidak mampu untuk melakukan sesuatu hal sehingga menimbulkan perasaan
cemas dalam dirinya. Faktor yang dipilih dalam penelitian ini adalah faktor kepercayaan diri dan
faktor berpikir positif. Kepercayaan diri dipilih sebagai faktor yang mempengaruhi kecemasan
berbicara di depan umum karena seseorang yang memiliki kepercayaan diri tinggi akan memiliki
keberanian untuk mengeluarkan pendapat di depan umum, serta memiliki kemampuan untuk
mengendalikan emosi ketika sedang dalam tekanan tertentu, seperti malu, takut berbicara di
depan teman-teman atau orangorang yang akrab (Raja, 2017). Selain itu individu juga mampu
menguasai dirinya dalam bertindak serta yakin pada kemampuan yang dimiliki untuk
mewujudkan suatu tujuan atau target dalam hidupnya, sehingga dengan keyakinan tersebut
individu mampu menampilkan yang terbaik pada saat berbicara di depan umum (Bukhori, 2016).
Kepercayaan diri menurut Hambly (dalam Bukhori, 2016) adalah perasaan dan anggapan yang
penuh keyakinan bahwa dirinya memiliki kemampuan dengan keadaan dirinya yang baik,
sehingga seseorang akan mampu tampil dan bertindak penuh keyakinan. Menurut Lauster (2008)
ada empat aspek kepercayaan diri seseorang, yaitu: (1) percaya pada kemampuan sendiri yaitu
suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan
dengan kemampuan individu; (2) bertindak mandiri dalam mengambil keputusan yaitu dapat
bertindak dalam mengambil keputusan terhadap diri yang dilakukan secara mandiri; (3) memiliki
rasa positif terhadap diri sendiri yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri; (4)
berani mengungkapkan pendapat yaitu adanya sikap 8 untuk mampu mengutarakan sesuatu
dalam diri untuk diungkapkan kepada orang lain. Seseorang yang merasa rendah diri akan
mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan gagasannya pada orang lain, dan menghindar
untuk berbicara di depan umum, karena takut orang lain menyalahkannya, Rakhmat (dalam
Wahyuni, 2014). Siska dkk (dalam Bukhori, 2016) menyatakan bahwa penyebab kecemasan
berbicara di muka umum adalah pikiran-pikiran negatif bahwa dirinya tidak mampu, tidak akan
berhasil, dan akan dinilai negatif oleh orang lain. Sejalan dengan pendapat tersebut, Rakhmat
(dalam Wahyuni, 2014) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kepercayan diri yang
rendah akan mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pendapatnya ataupun berbicara di
depan umum karena adanya rasa takut disalahkan oleh orang lain ketika berbicara atau
mengungkapkan pendapatnya di hadapan umum. Menurut Wahyuni (2014) kecemasan dalam
interaksi sosial lebih sering dikarenakan adanya pikiran-pikiran negatif dalam diri individu.
Individu merasa orang lain tidak dapat menerima dirinya karena perbedaan-perbedaan yang
dimilikinya, seperti perbedaan status sosial, status ekonomi dan tingkat pendidikan. Kepercayaan
diri mahasiswa diasumsikan dapat mempengaruhi tingkat kecemasan mahasiswa ketika berbicara
di depan umum. Bukhori (2016) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan diri
yang baik akan yakin pada kemampuan yang ada dalam dirinya, memiliki kontrol diri yang baik,
memiliki penilaian yang baik terhadap tindakan yang dilakukannya, dan berani mengungkapkan
pendapatnya tanpa adanya rasa takut orang lain akan menyalahkannya. Sejalan 9 dengan hal
tersebut, Wahyuni (2014) menyatakan bahwa mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri yang
baik dapat meminimalisir kecemasan yang ada dalam dirinya saat mengadakan sebuah
presentasi, dan mahasiswa tersebut dapat menyikapi sebuah proses presentasi dengan respon
yang positif. Mahasiswa tidak akan menganggap presentasi sebagai sebuah ancaman yang harus
di hindari, tetapi mahasiswa dapat menyikapi hal tersebut sebagai sebuah proses belajar dan
tantangan. Kedua variabel tersebut diasumsikan memiliki hubungan negatif. Semakin percaya
diri seseorang dalam menghadapi tantangan maka semakin rendah kecemasan berbicara di depan
umum (Wahyuni, 2014). Faktor selanjutnya yang dipilih dalam penelitian ini yaitu berpikir
positif. Menurut Opt & Loffredo (dalam Prakoso, 2014) individu yang menggunakan pola pikir
positif mempunyai kecemasan yang lebih rendah daripada individu yang berpola pikir negatif,
karena dengan berpikir positif mampu membebaskan diri dari rasa cemas, menghilangkan
berbagai perasaan negatif seperti takut salah atau ditertawakan, malu, merasa tidak bisa
(Prakoso, 2014). Menurut Albrecht (dalam Anggraini dkk, 2017) berpikir positif adalah
kemampuan untuk menilai sesuatu dari sisi positif, sehingga berpikir positif akan meningkat jika
terjadi pembentukan kemampuan atau kebiasaan untuk menilai segala sesuatu dari sisi positif.
Menurut Albrecht (2009) ada empat aspek berpikir positif, yaitu: (1) pernyataan yang tidak
menilai (non judgment talking) merupakan pernyataan yang lebih menggambarkan keadaan
daripada menilai keadaan; (2) harapan yang positif (positive expectation) merupakan
kemampuan untuk memusatkan perhatian dengan menggunakan katakata yang mengandung
harapan; (3) penyesuaian diri yang realistis (realistic 10 adaptation) merupakan kemampuan
untuk mengakui kenyataan dan segera berusaha menyesuaikan diri; (4) afirmasi diri (self
affirmative) merupakan kemampuan untuk melihat pikiran secara lebih positif. Oktavia (dalam
Kholisin, 2014) menjelaskan bahwa kecemasan berbicara di depan umum dipengaruhi oleh
kondisi psikis seseorang termasuk di dalamnya adalah berpikir negatif (negative thinking).
Mahasiswa yang berpikir negatif maka akan mengalami kecemasan berbicara di depan umum.
Hal senada diungkapkan Swann, Schneider, dan McClarty (dalam Kholisin, 2014) bahwa
pandangan positif terhadap diri seseorang akan mengurangi kecemasan seseorang. Menurut
Rakhmat (dalam Kholisin, 2014) dengan berpikir positif (positive thinking), maka mahasiswa
mampu menilai dan menghargai dirinya, orang lain, dan lingkungannya. Berpikir positif
merupakan perwujudan dari konsep diri dan merupakan hal yang penting dalam mengurangi
kecemasan seseorang (Kholisin, 2014). Hal ini diasumsikan bahwa berpikir positif dan
kecemasan berbicara di depan umum saling memiliki hubungan negatif. Semakin seseorang
berpola pikir positif maka semakin rendah kecemasan dalam berbicara di depan umum, Siska
dkk (dalam Bukhori, 2016). Hakim (dalam Bukhori, 2016) menjelaskan bahwa orang yang
memiliki kepercayaan diri yang tinggi cenderung mampu menghadapi dan mengevaluasi
permasalahan yang dihadapi dengan lebih positif, tenang dalam menghadapi segala sesuatu,
tabah, sabar, dan tegar, sehingga mampu beradaptasi dan berkomunikasi dalam berbagai macam
situasi serta memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya sendiri dan masa depannya.
Menurut Mardatillah (dalam Syam & Amri, 11 2017) seseorang yang memiliki kepercayaan diri
dan berpikir positif yang tinggi akan mampu untuk mengatasi rasa cemas yang ada dalam dirinya
serta mampu mengembangkan kemampuan berbicara di depan umum yang baik. Mahasiswa
yang memiliki kepercayaan diri dan mampu berpikir positif akan mampu menilai dengan baik
tentang apa yang akan dilakukan (Bukhori, 2016). Mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri
yang baik akan selalu beranggapan positif dan percaya pada kemampuan diri sendiri (Syam &
Amri, 2017). Sejalan dengan hal tersebut, Opt dkk (dalam Prakoso, 2014) menyatakan bahwa
individu yang percaya diri dan berpikir positif memiliki kecemasan yang lebih rendah daripada
individu yang tidak percaya diri dan berpikir negatif. Individu yang percaya diri dan mampu
berpikir positif akan melihat segala hal dari sisi positif, suka bekerja keras, dan dapat
mengendalikan emosinya ketika berbicara di depan umum, sedangkan individu yang memiliki
tidak percaya diri dan berpikir negatif lebih menggunakan perasaanya seperti takut akan
ditertawakan, serta lebih mudah cemas karena takut pendapatnya disalahkan ketika berbicara di
depan umum. Dari penjelasan tersebut diasumsikan bahwa semakin tinggi kepercayaan diri dan
berpikir positif seseorang, maka semakin rendah kecemasan dalam berbicara di depan umum
(Bukhori, 2016). Berdasarkan uraian yang telah disebutkan oleh peneliti di atas, maka
permasalahan yang akan diteliti adalah apakah ada hubungan antara kepercayaan diri dengan
kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa? Apakah ada hubungan antara berpikir
positif dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa? Apakah ada hubungan
antara kepercayaan diri dan berpikir positif dengan kecemasan berbicara di depan umum pada
mahasiswa? 12 B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui
hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa.
b. Untuk mengetahui hubungan antara berpikir positif dengan kecemasan berbicara di depan
umum pada mahasiswa. c. Untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dan berpikir
positif dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa. 2. Manfaat Penelitian a.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah dan tambahan
referensi dalam psikologi klinis mengenai hubungan antara kepercayaan diri dan berpikir positif
dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa. b. Manfaat Praktis Jika hipotesis
terbukti maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan membantu
mahasiswa dalam memahami permasalahan yang terkait dengan kecemasan berbicara di depan
umum yang dapat diatasi dengan meningkatkan kepercayaan diri dan berpikir positif

C. Analisis Masalah
Akar masalah dari observasi yang telah kami lakukan adalah munculnya pemikiran negative
yang dialami oleh seseorang yang ingin berbicara didepan umum, menyebabkan masalah tidak
percaya diri timbul. Masalah tidak percaya diri ini juga bisa muncul karena beberapa hal
diantaranya:
1. Berpikiran negative
2. Kurangnya penguasaan materi yang akan disampaikan
3. Kurangnya persiapan sebelum berbicara didepan umum
4. Tumbulnya rasa malu akan penampilannya
5. Tidak percaya pada dirinya sendiri
Penyebab ketidak percayaan diri diatas adalah salahsatu penyebab gagalnya kita dalam berbicara
didepan umum.
D. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah tersebut maka dapat dibuat rumusan maslah : apakah ada
hubungan antara berpikir positif dengan kecemasan berbicara didepan umum?

E. Hasil dan Pembahasan


Tujuan dari penyeselaian masalah berbicara didepan umum dari observasi yang kami lakukan
adalah untuk megatasi atau menghilangkan masalah berbicara didepan umum khususnya rasa
percaya diri yang kurang, karene rasa percaya diri menurut kami adalah salah satu kunci untuk
kesuksesan berbicara didepan umum.
Menurut Rini dalam Gufron (2012:35-37) orang yang mempunyai kepercayaan diri tinggi akan mampu
bergaul secara fleksibel, mempunyai toleransi yang cukup baik, bersikap positif, dan tidak mudah
terpengaruh orang lain dalam bertindak serta mampu menentuan langkah- langkah pasti dalam
kehidupannya. Individu yang mempunyai kepercayaan diri tinggi akan terlihat lebih tenang, tidak
memiliki rasa takut, dan mampu memperlihatkan kepercayaan dirinya setiap saat. Menurut Lauster
(1992), orang yang memiliki kepecayaan diri yang positif adalah yang disebutkan di bawah ini:

a. Keyakinan kemampuan diri Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya.
Ia mampu secara sungguh- sungguh akan apa yang dilakukannya.
b. Optimis Optimis adalah ssikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam
menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.

c. Objektif Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang
semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

d. Bertanggung jawab Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu
yang telah menjadi konsekuensinya.

e. Rasional dan realistis Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu masalah, sesuatu hal, dan
suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan
kenyataan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat di tari kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah sifat yang dimiliki
seseorang yang memiliki aspek- aspek keyakinan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional, dan
realistis.

Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Individu Menurut M. Nur Ghufron & Rini Risnawita
(2012:37-38) Kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut ini adalah faktor- faktor
tersebut:

a. Konsep diri Menurut Anthony (1992) terbentuknya kepercayaan diri pada diri seseorang diawali
dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulannya 19 dalam suatu kelompok. Hasil
interaksi yang terjadi akan menghasilkan konsep diri.

b. Harga diri Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif pula. Harga diri adalah
penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Tingkat harga diri seseorang akan mempengaruhi tingkat
kepecayaan diri seseorang.

c. Pengalaman Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri. Sebaliknya pengalaman
juga dapat menjadi faktor menurunnya percaya diri seseorang.

Dari teori peneliti menyimpulkan bahwa kepercayaan diri mahasiswa diasumsikan dapat mempengaruhi
tingkat kecemasan mereka di dalam berbicara di depan umum. Mahasiswa dengan memiliki
kepercayaan diri yang memadai akan dapat meminimalisir kecemasan yang terjadi pada diri mereka saat
mengadakan sebuah presentasi, dan mahasiswa tersebut dapat menyikapi sebuah proses presentasi
dengan respon yang positif. Mahasiswa tidak akan menganggap presentasi sebagai sebuah ancaman
yang harus di hindari, tetapi mahasiswa dapat menyikapi hal tersebut sebagai sebuah proses belajar dan
tantangan. Hal ini juga diasumsikan memiliki hubungan dengan kecemasan berbicara di depan umum.
Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan kepercayaan diri
terhadap kecemasan berbicara di depan umum yang di duga memiliki hubungan negatif antara kedua
variabel tersebut.

F. Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah dari masalah berbicara didepan umum khususnya tidak percaya diri
diantaranya adalah :
a. Sering berintraksi secara langsung dengan orang banyak
b. Sering berlatih berbicara didepan umum
c. Sering bersosialisasi dengan dunia luar
d. Melakukan evaluasi diri setiap selesai berbicara didepan umum
e. Mengurangi rasa tidak percaya diri yang dimiliki

BAB II

A. Simpulan dan saran

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan :
1. Sejumlah 78% mahasiswa memiliki tingkat kepercayaan diri dalam kategori baik, dengan rata-
rata skor keseluruhan 119,7368 yang termasuk dalam kategori baik yang artinya mereka sering
percaya pada kemampuan diri sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki
rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat.
2. Sejumlah 72% mahasiswa memiliki tingkat kecemasan berbicara dalam kategori tinggi,
dengan rata- rata skor keseluruhan 106,5865 yang termasuk dalam kategori tinggi yang artinya
sering merasa jantung berdetak cepat, suara yang gemetar, kaki gemetar, berkeringat, sering
mengulang kata/ kalimat, sulit untuk mengingat/ melupakan hal penting, munculnya rasa tidak
mampu, munculnya rasa takut, munculnya rasa kehilangan kendali, dan tidak tahu apa yang
dilakukan selanjutnya.
Dari observasi yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa masalah berbicara didepan
umum yang sering dialami adalah kurangnya percaya diri.
Dengan diadakanya observasi makalah berbicara ini besar harapan kami agar pembaca
dapat memahami isi dari observasi yang telah kami buat, dan kami juga mengharapkan
saran yang membangun demi perbaikan pelaksanaan observasi selanjutnya.

B. Daftar pustaka

https://www.scribd.com/document/434445831/Aktivitas-Berbicara-Di-Depan-Umum

https://www.google.com/search?
q=makalah+masalah+berbicara+didepan+umum+tidak+percaya+diri&oq=makalah+masa
lah+berbicara+didepan+umum+tidak+percaya+diri&aqs=chrome..69i57j33i22i29i30.226
421j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8

Anda mungkin juga menyukai