Anda di halaman 1dari 94

SKRIPSI

CUTI KAMPANYE SEBAGAI HAK PRESIDEN

DALAM SISTEM PEMERINTAHAN

PRESIDENSIAL DI INDONESIA

OKTARINA SARARE

NIM. 1610211620139

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS HUKUM

BANJARMASIN

2020
CUTI KAMPANYE SEBAGAI HAK PRESIDEN
DALAM SISTEM PEMERINTAHAN
PRESIDENSIAL DI INDONESIA

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Fakultas Hukum

Universitas Lambung Mangkurat

Oleh:

OKTARINA SARARE

NIM. 1610211620139

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS HUKUM

BANJARMASIN

2020
CUTI KAMPANYE SEBAGAI HAK PRESIDEN DALAM SISTEM
PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA

OKTARINA SARARE

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mencari tahu apakah dalam sistem
pemerintahan presidensial diperbolehkan presidennya mengambil masa cuti untuk
melakukan kampanye pada saat ia kembali mencalonkan diri dalam pemilihan
umum di periode selanjutnya.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, yaitu penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, atau
penelitian terhadap norma-norma yang berasal dari penelitian kepustakaan yang
bersumber dari 3 (tiga) bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian yang akan dilakukan dalam
penulisan ini bersifat preskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang ditujukan
untuk mendapatkan saran-saran untuk memecahkann masalah-masalah tertentu
guna menemukan jawaban atas permasalahan hukum yang ditemukan dan
mendapatkan solusi dari permasalahan dalam tulisan ini yaitu adanya kekaburan
norma (vague norm) sehingga memberikan kesimpulan serta saran pada akhir
penelitian ini.
Hasil penelitian skripsi ini menjelaskan bahwa: Pertama, Indonesia bersistemkan
presidensialisme sejak tahun 2002. Karena Presiden memiliki kedudukan sebagai
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dalam sistem presidensialisme, maka
beberapa ahli berpendapat seharusnya Presiden dalam negara bersistem ini tidak
boleh cuti pada saat menjabat. Meskipun begitu, cuti Presiden tetap diterapkan di
Indonesia. Diantaranya pada Pemilu tahun 2004, 2009 dan 2019. Cuti Presiden
dalam Pemilu tahun 2004 dan 2009 diwajibkan bagi calon incumbent. Namun pada
pemilu tahun 2019 cuti presiden tidak lagi diwajibkan, melainkan dijadikannya hak
yang dimiliki oleh calon incumbent. Kedua, Putusan MK No. 10/PUU-XVII/2019
menegaskan bahwa calon incumbent memiliki hak berkampanye dan tidak ada
pelarangan untuk mengambil masa cuti kampanye asalkan tetap memperhatikan
tugasnya sebagai Presiden yang tengah menjabat serta tidak menggunakan fasilitas
negara untuk berkampanye. Selain itu dalam tataran empiris, untuk saat ini
Indonesia dirasa belum dapat menghapuskan cuti kampanye calon presiden
incumbent karena kesadaran berpolitik warga negaranya cenderung rendah.
Meskipun cuti kampanye untuk presiden tetap diterapkan padahal Indonesia
bersistemkan presidensial, tidak membuat indonesia melanggar prinsip
presidensialisme karena semua karakteristik dan fitur utama dalam sistem
pemeritnahan presidensial telah dipenuhi oleh Indonesia.
Kata Kunci: Cuti Kampanye Presiden, Sistem Pemerintahan Presidensial,
Pemilihan Umum Presiden.

i
RINGKASAN
CUTI KAMPANYE SEBAGAI HAK PRESIDEN DALAM SISTEM
PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA
(Oktarina Sarare, 2020, 81 halaman)

Sebagian ahli berpendapat bahwa dalam negara bersistemkan pemerintahan


presidensial seharusnya tidak memperbolehkan Presidennya untuk mengambil
masa cuti. Hal ini didasari karena presiden dalam sistem presidensialisme
merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Namun meskipun begitu,
indonesia tetap menerapkan cuti presiden untuk menjalankan kampanye apabila
presiden tersebut mencalonkan diri kembali sebagai calon presiden incumbent.
Pemilu tahun 2004 dan tahun 2009 mewajibkan calon presiden incumbent
mengambil masa cuti dalam jabatannya untuk menjalankan kampanye. Hal ini
ditujukan agar tidak tercampurnya urusan kenegaraan dengan urusan kampanye.
Pada pemilu tahun 20219, tidak lagi ada kewajiban calon Presiden incumbent
mengajukan masa cuti untuk berkampanye. Cuti kampanye yang sebelumnya
merupakan suatu kewajiban, berubah menjadi hak yang dimiliki oleh calon
incumbent. Hal ini dikarenakan calon imcumbent pada hakikatnya memiliki
kewajiban yang lebih mendasar, yaitu tidak melupakan jabatan, tugas, dan
tanggung jawabnya sebagai penyelenggara negara. Selain itu, Putusan MK No.
10/PUU-XVII/2019 menjelaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang
sama dalam keikutsertaannya untuk berpolitik, termasuk presiden sekalipun. Untuk
mengakomodir hak berpolitik presiden (mencalonkan diri dan berkampanye) maka
diberikanlah kebebasan untuk mengambil masa cuti kampanye atau tidak kepada
calon presiden incumbent.
Menurut hasil dari penelitian skripsi ini menjelaskan bahwa:
1. Indonesia menerapkan sistem pemerintahan presidensial sejak tahun 2002
ditandai dengan selesainya amandemen Konstitusi Indonesia yaitu Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena Presiden
memiliki kedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
dalam sistem presidensialisme, maka beberapa ahli berpendapat seharusnya
Presiden dalam negara bersistem presidensialisme tidak boleh cuti pada saat
menjabat. Namun meskipun Indonesia menerapkan sistem pemerintahan
presidensial, cuti Presiden tetap diterapkan. Diantaranya pada Pemilu tahun
2004, Pemilu tahun 2009 dan Pemilu Tahun 2019. Cuti Presiden dalam
Pemilu tahun 2004 dan 2009 diwajibkan bagi calon incumbent. Namun pada
pemilu tahun 2019 cuti presiden tidak lagi diwajibkan, melainkan
dijadikannya hak yang dimiliki oleh calon incumbent.

2. Putusan MK Nomor 10/PUU-XVII/2019 menegaskan bahwa calon


incumbent memiliki hak berkampanye dan tidak ada pelarangan untuk

ii
mengambil masa cuti kampanye asalkan tetap memperhatikan tugasnya
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden yang tengah menjabat dan tidak
menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye. Selain itu dalam tataran
empiris, untuk saat ini Indonesia dirasa belum cukup mampu untuk
menghapuskan cuti kampanye calon presiden incumbent karena warga
negaranya belum memiliki media yang cukup untuk mendapatkan informasi
mengenai calon-calon dalam pemilu, sehingga menyebabkan masih
rendahnya tingkat kesadaran berpolitik warga negara Indonesia. Meskipun
cuti kampanye untuk presiden tetap diterapkan padahal Indonesia
bersistemkan presidensial, tidak membuat indonesia melanggar prinsip
presidensialisme karena semua karakteristik dan fitur utama dalam sistem
pemeritnahan presidensial telah dipenuhi oleh Indonesia.

iii
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas rahmat dan Karunia-Nya jualah
skripsi yang berjudul “CUTI KAMPANYE SEBAGAI HAK PRESIDEN DALAM
SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA” dapat
diselesaikan.
Skripsi ini di buat dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir pada Program
Sarjana Studi Ilmu Hukum Program Kekhususan Hukum Tata Negara Universitas
Lambung Mangkurat.
Tersusun dan selesainya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan partisipasi
banyak pihak. Oleh karena itu perkenankanlah dalam kesempatan kali ini penulis
mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan kepada :
1. Ibu tercinta yang selama ini memberikan semangat kepada penulis dalam
bentuk perhatian, dukungan, doa, serta kasih sayang yang tidak henti-hentinya
mengalir demi kelancaran penulis untuk menyelesaikan study di Fakultas
Hukum ULM, dan semoga selesainya skripsi ini dapat membuat ibu senang,
dan ayah di surga bangga kepada penulis. Kemudian kepada kakak-kakak
penulis, khususnya untuk Suprapti, S.H., M.Kn. yang telah memberikan
dukungan kepada penulis dalam bentuk materil untuk melanjutkan pendidikan
sejak sekolah menengah hingga sekolah tinggi. Serta suami tercinta
Muhammad Azis, S.H. yang bertanggungjawab penuh dalam segala hal
kepada penulis saat menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Abdul Halim Barkatullah, S. Ag., S. H., M. H. sebagai Dekan
Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat beserta seluruh pimpinan,
Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat.
3. Dr. Akhmadi Yusran, S.H., M.H. sebagai Pembimbing pertama dalam
penulisan skripsi ini.
4. Muhammad Ananta Firdaus, S.H., M.H. sebagai Pembimbing kedua dalam
penulisan skripsi ini.

iv
5. Semua dosen yang terlibat dalam segala kompetisi debat yang penulis ikuti,
Dr. Hj. Erlina, S.H., M.H. , Bpk. Mirza Satria Buana, S.H., M.H., Ph.D dan
Bpk. Muhammad Erfa Redhani, S.H., M.H. yang pernah menjadi pembimbing
dalam menyusun bahan dan turut mengiringi tim penulis selama kompetisi
berlangsung. Juga tak lupa seluruh dosen yang memberikan bantuan substansi
melalui diskusi sebelum keberangkatan dalam kompetisi.
6. Semua anggota di Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Pengkajian Penalaran
dan Diskusi Hukum (LP2DH) Fakultas Hukum ULM yang telah menjadi
teman diskusi dan kawan-kawan yang pertama kali memberikan bekal
bagaimana cara berorganisasi sekaligus mengkaji permasalahan hukum
selama berkuliah di Universitas Lambung Mangkurat.
7. Semua anggota di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lambung Mangkurat (BEM FH ULM) Periode 2018-2019 yang telah
memberikan banyak sekali pengalaman pertama di bidang lembaga eksekutif
yang ada di kalangan mahasiswa fakultas. Segala perjuangan untuk
menyuarakan aspirasi mahasiswa sekaligus belajar untuk lebih membuka
pikiran di bidang isu-isu hukum berskala nasional melalui Lembaga Eksekutif
Mahasiswa Hukum Indonesia (LEMHI). Khususnya kepada Yudistira Bayu
Budjang dan Marhamah Hayati selaku Ketua dan Wakil Ketua BEM FH ULM
Periode 2019-2019 yang hingga saat ini tetap menjalin tali silaturahmi dengan
baik.
8. Semua anggota di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lambung Mangkurat (BEM FH ULM) Periode 2019-2020 yang kembali
menjadi kawan dalam lembaga eksekutif tingkat fakultas, yang bersama-sama
berusaha membuat BEM FH ULM lebih bagus lagi. Khususnya Abdannoor
Ramadhan Halidi, Tina Amalia, Venta Justitia, dan Indah Sari sebagai teman
pimpinan organisasi yang selalu bersama-sama dalam memecahkan
permasalahan baik internal maupun eksternal organisasi. Dimana hingga saat
ini tetap akrab sebagai sahabat.

v
9. Semua rekan yang tergabung di Generasi Baru Indonesia (GenBI) Kalimantan
Selatan 2018 baik dari Universitas Lambung Mangkurat maupun dari
Universitas Islam Negeri Antasari, yang telah memberikan pengalaman lebih
luas dalam bersosialisasi dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki,
serta menambah wawasan dalam bidang bank sentral.
10. Seluruh anggota tim kompetisi debat hukum, Wedrin Julianda dan Rifki
Ramadhani sebagai tim debat di Universitas Hasanudin Makasar; Irene
Meuthia Putri dan Aulia Rahmi sebagai tim debat yang diselenggarakan oleh
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) di Universitas Negeri
Semarang; Firdha Nur Aziziyah dan Akhmad Mukhallish A.H sebagai tim
debat yang diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia (MPR RI) di Balikpapan; Yulita dan Luqyana sebagai tim debat
pemilu yang diadakan oleh Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia
(Bawaslu RI) di Jakarta. Serta semua kawan-kawan yang pernah menjadi tim
debat dalam debat internal LP2DH FH ULM, debat internal Fakultas Hukum,
dan debat internal Universitas Lambung Mangkurat. Selain sebagai tim,
rekan-rekan sekalian amat sangat berjasa dalam menambah wawasan penulis
bagaimana cara untuk menggali ilmu dan bertukar pikiran terkait ilmu hukum
secara mendalam.
11. Dan kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi
ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Seluruh pengalaman, pelajaran,
kesibukan, suka dan duka selama berkuliah di Fakultas Hukum ULM menjadi
suatu hal yang amat sangat penulis syukuri. Senantiasa membalas semua
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari dalam skripsi ini terdapat sangat banyak kekurangan
didalamnya, dalam hal gaya penulisan maupun substansi yang masih banyak
celahnya. Maka dari itu, penulis sangat terbuka untuk menerima kritik, saran, dan
masukan yang membangun agar dapat menjadi catatan untuk penulis nantinya dalam
membuat karya tulis lainnya.

vi
Demikian skripsi ini di buat, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pemikiran terhadap bangsa dan negara.

Banjarmasin, 9 Oktober 2020


Penulis,...

Oktarina Sarare....
NIM. 1610211620139

vii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................. i
RINGKASAN ........................................................................................................ii
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR SKEMA ...............................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix

BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................. 1


A. LATAR BELAKANG .................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................14
C.TUJUAN DAN KEGINAAN PENELITIAN ................................................14
D. METODE PENELITIAN ..............................................................................15
E. SISTEMATIKA PENULISAN ......................................................................21

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 22


A. Sistem Pemerintahan yang Diterapkan Indonesia ..................................... 22
B. Konsepsi Demokrasi ...................................................................................... 27
C. Cuti Presiden ................................................................................................. 31
D. Tahapan Pemilu ............................................................................................ 34

BAB III : PEMBAHASAN ........................................................................................... 39


A. Penerapan Cuti Kampanye untuk Presiden di Indonesia Sebagai
Negara Penganut Sistem Pemerintahan Presidensial ......................................... 39
B. Cuti Kampanye yang Ideal dalam Negara Bersistem Pemerintahan
Presidensial.............................................................................................................. 53

BAB IV : PENUTUP ...................................................................................................... 72


A. KESIMPULAN ....................................................................................................... 72
B. SARAN .................................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 75


RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................ 80

viii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perubahan Sistem Pemerintahan di Indonesia dari waktu ke waktu................. 2

2. Pemilihan Umum Presiden Indonesia Tahun 2009......................................... 46

DAFTAR SKEMA

Nomor Halaman

1. Skema Tahapan Pemilihan Umum tahun 2019 Menurut PKPU

Nomor 7 Tahun 2017................................................................................. 36

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Daftar Riwayat Hidup .............................................................................. 79

ix
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem Pemerintahan di Indonesia berkali-kali berubah semenjak

Indonesia mencapai kemerdekaan hingga tahun 2002 ditandai dengan

selesainya amandemen konstitusi terakhir. Sejak tahun 2002 hingga saat

ini dapat dilihat secara komprehensif dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Indonesia menganut sistem

pemerintahan Presidensial.

Konstitusi pertama yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-

Undang Dasar 1945, yang menunjukkan bahwa para perumus

menginginkan Indonesia memiliki sistem pemerintahan khas Indonesia

sendiri yang berbeda dengan sistem pemerintahan di Negara lain.1

Meskipun begitu, beberapa literatur yang terbit pada tahun 90-an dan para

ahli ada yang berpendapat pada awal kemerdekaan sebenarnya Indonesia

1
Fitra Arsil. 2017. Teori Sistem Pemerintahan. Pergeseran Konsep dan Saling
Kontribusi Antar Sistem Pemerintahan di Berbagai Negara. Cetakan Pertama. Depok:
Rajawali Pers, hlm. 189. Dikarenakan pada saat itu pembahasan konstitusi dilakukan
secara cepat, maka masing-masing perumus berusaha untuk membuat interpretasi singkat
mengenai hal-hal yang penting seperti sistem pemerintahan. Soekiman dalam sidang
BPUPKI pertama menyuarakan pendapat bahwa sistem pemerintahan yang akan
diterapkan di Indonesia berbeda dengan sistem pemerintahan yang diterapkan oleh negara
lainnya. Berbeda dengan sistem pemerintahan Presidensial seperti yang ada di negara
Amerika Serikat, Filipina, dan Amerika Selatan serta berbeda pula dengan sistem kabinet
(Parlementer) yang digunakan di inggris dan perancis. Dimana MPR adalah lembaga
tertinggi negara yang mengeluarkan GBHN dan harus dijalankan oleh Presiden.
Sedangkan disaat yang bersamaan, kekuasaan dan tanggung jawab berada di tangan
presiden. Namun meskipun begitu, beberapa literatur yang terbit pada tahun 90-an dan
para ahli ada yang berpendapat pada awal kemerdekaan sebenarnya Indonesia telah
menganur sistem pemerintahan presidensial, hanya saja presidensialisme-nya tidak
semurni yang diberlakukan sejak tahun 2002 hingga saat ini.

1
2

telah menganut sistem pemerintahan presidensial, hanya saja

presidensialisme-nya tidak semurni yang diberlakukan sejak tahun 2002

hingga saat ini. Selanjutnya, dalam konstitusi kedua Indonesia yaitu

Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) Tahun 1949 dinyatakan

bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer karena

keadaan yang terjadi pada saat itu, hal ini dapat dilihat dari aturan

pembentukan kabinetnya.2 Konstitusi ketiga yaitu Undang-Undang Dasar

Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) masih menunjukkan bahwa

Indonesia tetap menganut sistem pemerintahan parlementer.3 Amandemen

keempat konstitusi terjadi pada tahun 1998 hingga tahun 2002,

melahirkan konstitusi yang berlaku hingga saat ini yaitu Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang didalamnya secara

keseluruhan dan tanpa menimbulkan kebingungan, menunjukkan bahwa

Indonesia menerapkan sistem pemerintahan presidensial.

2
Ibid, hlm. 217. Menurut Hamid Attamimi, Konstitusi Republik Indonesia Serikat
(RIS) memuat ketentuan-ketentuan yang menunjukkan bahwa sebenarnya diterapkan
dalam sistem pemerintahan parlementer di dalamnya. Hal ini ditunjukkan pada pasal 118
ayat (2) yang menyatakan “Menteri-menteri bertanggung jawab terhadap segala
kebijaksanaan pemerintah baik secara bersama-sama semuanya ataupun masing-masing
bagi dirinya sendiri”. Hal ini menunjukan yang bertanggung jawab untuk pemerintahan
adalah para menteri, yang jelas hal ini adalah karakteristik sistem pemerintahan
parlementer.

3
Ibid, hlm. 222. Setelah Indonesia memutuskan untuk keluar dari bentuk negara
Serikat menjadi Negara Kesatuan, segera dibentuk Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) yang hanya bersifat sementara, karena UUD 1945 sejak awal dinilai tidak
relevan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan tidak cukup baik untuk membangun
negara hukum yang demokratis. Namun UUDS pun tidak akan menjadi konstitusi
berjangka panjang karena dibuat dalam waktu yang secepatnya untuk menghindari
kekosongan konstitusi saat transisi bentuk negara Indonesia dari Republik Indonesia
Serikat (RIS) ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kepala negara dipegang
oleh Presiden bersama wakilnya, dan kepala pemerintahan dipegang oleh menteri. Lihat
pada pasal 45 ayat (1) dan pasal 83 ayat (1) UUDS.
3

Tabel 1 Perubahan Sistem Pemerintahan di Indonesia dari waktu


ke waktu.
No. Tahun Konstitusi Sistem Pemerintahan
1. Sistem pemerintahan
1945-1949 UUD 1945 sendiri (berbeda dengan
sistem pemerintahan
yang diterapkan di
negara lain)
2. Konstitusi Republik
1949-1950 Indonesia Serikat Parlementer
(RIS) 1949
3. 1950-1999 UUDS 1950 Parlementer

4. 2002 - UUD Negara


sekarang Republik Indonesia Presidensial
Tahun 1945

Dilihat dari sudut pandang sistem pemerintahan, Perubahan

konstitusi keempat yang selesai pada tahun 2002 menunjukkan dianutnya

sistem pemerintahan presidensial di Indonesia. Hal ini terlihat dari

terjadinya pemisahan kekuasaan yang lebih tegas dan jelas di antara

lembaga kekuasaan dalam Negara, terutama pemisahan antara lembaga

eksekutif dan legislatif. 4

Konstitusi yang baru diamandemen tersebut mengamanatkan

adanya pemisahan 3 kekuasaan lembaga Negara di Indonesia. Diantaranya

Eksekutif, Legislatif, dan Yudicial. Pemisahan kekuasaan (serparated

4
Ibid, hlm. 230.
4

power) inilah yang menegaskan bahwa Indonesia merupakan Negara yang

menganut sistem pemerintahan presidensial.

Salah satu fitur utama yang harus ada dalam sistem pemerintahan

presidensial adalah dipilihnya presiden secara langsung oleh rakyat. Hal

ini mulai dilakukan oleh Indonesia setelah amandemen terakhir konstitusi,

tepatnya pada tahun 2004. Untuk pertama kalinya pada tahun 2004

tersebut, Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan untuk

menjadi pemilih dalam pemilihan turut serta untuk menentukan siapa

pemimpin negara sekaligus pemimpin pemerintahan secara langsung

dalam sebuah kontestasi politik yang disebut dengan Pemilihan Umum.

Hiruk pikuk dalam pemilihan umum secara langsung inilah yang

memancing jiwa kempetitif dari pihak-pihak yang mencalonkan diri untuk

menjadi Presiden dan Wakil Presiden di periode yang akan datang. Mereka

harus bersaing untuk mendapatkan perhatian dan mengambil hati warga

agar suara yang diperoleh unggul dibandingkan oposisi.

Sebelum sampai pada hari pemilihan dalam tahapan pemilihan

umum, telah dilakukan terlebih dahulu kegiatan untuk meyakinkan para

pemilih untuk memberikan suaranya kepada salah satu calon yang disebut

dengan kampanye.

Secara garis besar, kampanye berfungsi sebagai informasi agar

masyarakat mengetahui dan memahami suatu pesan yang disampaikan


5

dalam tahapan pemilihan umum. Menurut Drs. Antar Venus, MA, dalam

kegiatan kampanye memiliki fungsi berikut ini: 5

a. Sebagai sarana informasi yang dapat mengubah pola pikir masyarakat


b. Sebagai upaya pelaksana kampanye untuk mencapai tujuan dengan
menggugah kesadara dan pendapat masyarakat terhadap isu tertentu
c. Pengembangan usaha dengan membujuk khalayak untuk membeli
produk yang dipasarkan
d. Untuk membangun citra positif peserta kampanye.

Mengacu pada Undang-undang Pemilihan Umum yang saat ini

berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan

Umum, diatur mengenai regulasi penyelenggaraan kampanye untuk para

calon. Aturan tersebut berlaku pula untuk calon Presiden dan/atau Wakil

Presiden incumbent. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Pemilihan Umum secara tidak langsung menyatakan calon Presiden

incumbent tidak wajib untuk mengambil cuti kerja untuk menggelar

kampanye. Hal ini dipertegas dan dijabarkan secara rinci dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XVII/2019.

Karena salah satu tuntutan reformasi ialah dilakukannya Pemilihan

Presiden secara langsung, maka dinilai sistem presidensialisme lah yang

menjadi gagasan sistem pemerintahan paling pas apabila dilihat dari

dinamika sejarah Indonesia. Berangkat dari hal tersebut, pemilihan umum

Presiden yang secara langsung melibatkan warga negara untuk pertama

kalinya dilakukan pada tahun 2004. Sejak tahun 2004 hingga tulisan ini

5
Maxmanroe. Pengertian Kampanye Secara Umum, Tujuan, Fungsi, dan Jenis-
jenis Kampanye. https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-kampanye.html.
Diakses pada tanggal 10/5/2019.
6

dibuat tahun 2019, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sudah 4

(empat) kali digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Masing-

masingnya selama 5 tahun sekali atau 1 periode bedasarkan ketentuan

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

tepatnya pada Pasal 7. Selama empat kali pelaksanaan Pemilihan Umum

tersebut, tiga kali diantaranya Presiden yang sedang menjabat dalam satu

periode mendaftarkan diri kembali pada Pemilihan Umum bertujuan untuk

mendapatkan kursi jabatan yang sama selama satu periode selanjutnya

yang disebut dengan petahana atau incumbent.

Diantaranya ialah pada Pemilihan Umum tahun 2004, diikuti oleh

Presiden incumbent yaitu Megawati Soekarno Putri namun dimenangkan

oleh calon oposisi yaitu Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden

terpilih dan Jussuf Kalla sebagai pasangan atau Wakilnya. Pemilihan

Umum di tahun 2009, dimenangkan oleh calon incumbent yaitu Susilo

Bambang Yudhoyono sebagai Presiden terpilih dan Boediono sebagai

Wakil Presiden terpilih.6 Selanjutnya pada Pemilihan Umum yang baru

saja dilewati, pada tahun 2019 kembali Presiden incumbent mencalonkan

diri sebagai Calon Presiden Indonesia untuk satu periode lagi ke depan dan

memenangkan pemilihan umum. Ialah Joko Widodo sebagai Presiden

6
Anonim. Wikipedia Indonesia: Pemilihan Presiden Indonesia 2009.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2009. Diaskses pada
tanggal 10/05/2019
7

ditemani oleh Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden yang terpilih.7 Dari 4

kali pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang pernah

diselenggarakan di Indonesia, 2 kali diantaranya dimenangkan oleh calon

incumbent.

Fenomena inilah yang membuat sebuah isu hukum terbentuk. Dua

subjek yang menjadi contoh pada dua kali Pemilihan Umum, sebagai

Presiden yang masih menjabat, dan tentunya masih memiliki tanggung

jawab yang begitu besar dalam memimpin negara dan pemerintahan

hingga masa jabatannya selesai, namun mencalonkan diri kembali pada

Pemilihan Umum untuk masa satu periode selanjutnya. Dan tentu untuk

menjadi pemenang dalam Pemilihan Umum tersebut, calon incumbent

juga tetap melakukan kampanye yang bertujuan untuk mencari dukungan

sebanyak-banyaknya dari para pemilih. Benturan antara tugas jabatan

sebagai Presiden dengan keinginan untuk memenangkan pemilihan umum

yang dilakukan dengan melakukan kampanye menarik untuk dikaji lebih

dalam. Untuk menghindari benturan tersebut, selanjutnya dikenal

kewajiban (tahun 2004 dan 2009) atau hak (tahun 2019) yang diberikan

kepada calon Presiden incumbent yaitu Cuti Presiden untuk menjalankan

kampanye. Cuti untuk melakukan kampanye ini diharapkan dapat menjadi

jalan tengah agar calon presiden petahana tetap bisa melakukan kampanye

7
Anonim. Wikipedia Indonesia: Pemilihan Presiden Indonesia 2019.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2019. Diaskses pada
tanggal 10/05/2019.
8

sebagai peserta Pemilihan Umum dan tetap bisa menjalankan

kewajibannya sebagai presiden.

Cuti kampanye untuk Presiden kembali mencuat menjelang

Pemilihan Umum serentak tahun 2019 lantaran beberapa orang

berpendapat jika calon Presiden incumbent tidak mengambil cuti untuk

masa kampanye, maka akan sulit menilai apakah yang dilakukannya

adalah menjalankan tugas sebagai Presiden atau menjalankan kampanye

sebagai calon Presiden,8 dalam artian lain, penilaian masyarakat terhadap

kegiatan yang dilakukan oleh presiden hanya berdasarkan subjektifitas.

Di tengah perdebatan tersebut, sekelompok mahasiswa dari

Universitas Islam As-Sayfiiyah mengajukan Judicial Review kepada

Mahkamah Konstitusi (MK), terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2017 tentang Pemilihan Umum yang mempersoalkan pelaksanaan

kampanye calon Presiden incumbent. Mereka menganggap calon Presiden

incumbent yang menjadi peserta pada pemilihan umum tahun 2019, harus

diberikan kewajiban untuk mengambil masa cuti pada saat ia menjalankan

kampanye agar ia tetap memiliki hak untuk memberikan informasi

mengenai visi misi dan tujuannya mencalonkan diri kembali, selain hal ini

menjamin hak calon presiden incumbent , juga menjamin hak para pemilih

untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai pasangan calon tanpa

terganggu dengan tugas calon incumbent sebagai Presiden yang sedang

9
Lalu Rahadian. Melihat Aturan Kampanye Bagi Jokowi Pada Pemilu Tahun
2019. Surat Kabar “Kabar 24” 15 Mei 2019.
9

menjabat.9 Para pemohon mengajukan substansi tersebut dikarenakan pada

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tidak diatur mengenai cuti

kampanye presiden untuk melakukan kampanye, sehingga hal ini

dikhawatirkan oleh para pemohon nantinya akan menderogasi hak calon

incumbent dan warga pemilih untuk menyampaikan dan menerima

informasi mengenai salah satu calon yang akan memimpin negara dalam 1

periode ke depan.

Pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2019 Mahkamah Konstitusi

membacakan putusannya di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, dengan

nomor putusan 10/PUU-XVII/2019. Menurut Mahkamah Konstitusi,

sesuai dengan ketentuan yang telah ada pada pasal 299 ayat (1) Undang-

undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Presiden atau

Wakil Presiden yang mencalonkan diri mempunyai hak untuk

melaksanakan kampanye. Dengan rumusan demikian, maka pasal a quo

telah jelas menjamin hak Presiden atau Wakil Presiden untuk

berkampanye jika mencalonkan diri kembali sebagai Presiden atau Wakil

Presiden untuk satu periode yang akan datang. Pasal yang dimohonkan

pula tidak menyebutkan adanya larangan bagi presiden incumbent untuk

mengambil masa cuti, sehingga cuti untuk berkampanye tetap

diperbolehkan meskipun tidak diatur secara langsung dalam Undang-

undang yang sedang diuji. Apakah hak untuk cuti kampanye tersebut akan

9
Andry Novelino. Putusan MK: Presiden tak Perlu Cuti Kampanye. Surat Kabar
“CNN Indonesia”. 12 April 2019.
10

digunakan atau tidak oleh yang terkait, sepenuhnya berada di tangan yang

bersangkutan.10

Namun ketika Presiden mengambil masa cuti kampanye, terlepas

dari berapa lama masa cuti yang diajukannya karena tidak ada batasan

mengenai hal tersebut, yang bertujuan untuk melakukan kampanye agar

dapat memenangkan kontestasi politik dalam pemilihan umum, maka

secara nyata akan terjadi kekosongan kekuasaan jabatan kepala Negara

sekaligus kepala pemerintahan. Hal ini tentu akan berakibat buruk pada

Negara jika seseorang yang biasanya memimpin mengambil cuti untuk

kepentingan politik lainnya.

Muncul pertanyaan berantai apabila presiden mengambil masa

cuti. Pertanyaan pertama menanyakan siapakah yang menggantikan

presiden dalam jabatannya? Menjawab pertanyaan ini, dapat dilihat secara

komperehensif dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 Pasal 8 Ayat (1) yang berbunyi “Jika Presiden mangkat,

berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam

masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa

jabatannya”.11

Pertanyaan kedua kembali muncul menanyakan, bagaimana

jika kejadian dalam Pemilihan Umum tahun 2009 kembali terulang?

Dimana presiden dan wakil presiden sama-sama mencalonkan diri

10
Ibid
11
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 8 Ayat
(1).
11

dalam pemilihan umum sebagai calon Presiden, lantas siapakah yang

akan menggantikannya mengingat wakil presiden pun akan

menjalankan kampanye? Hal ini dijawab oleh ayat (3)nya dalam

konstitusi yang menjelaskan “Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat,

berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam

masa jabatannya secara bersamaanm pelaksanaan tugas kepresidenan

adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri

Pertahanan secara bersama-sama…”

Pertanyaan ketiga dan seterusnya kembali muncul berdasarkan

jawaban dari pertanyaan kedua membahas bagaimana jika diantara 3

menteri yang menggantikan presiden mengalami konflik kewenangan

diantara ketiganya? Mengingat pada tahun 2015, Presiden yang saat itu

menjabat (Joko Widodo) sudah pernah mengeluarkan Inpres Nomor 7

Tahun 2015 tentang pengambilan dan pengendalian kebijakan di tingkat

kementerian dan lembaga pemerintah12, atau dalam tataran politik

Indonesia disebut-sebut sebagai “Inpres anti gaduh” ditujukan untuk para

menteri yang saat itu banyak berselisih pendapat. Perselisihan pendapat

tidak dapat dijamin akan lenyap terlebih saat para menteri diamanahi

untuk menggantikan jabatan presiden.

Lalu bagaimana kekuatan legitimasi ketiga menteri tersebut dalam

menjadi kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan, mengingat

presiden dan wakil presiden adalah jabatan demokratis dimana mereka


12
Instuksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Pengambilan dan
Pengendalian Kebijakan di Tingkat Kementerian dan Lembaga Pemerintah.
12

dipilih secara langsung oleh warga Negara dalam pemilihan umum?

Sedangkan menteri tidak dipilih secara langsung oleh masyarakat.

Selain itu, Jimly Asshiddiqie secara operasional menyebut bahwa

sesungguhnya kekuasaan itu pada pokoknya diakui berasal dari rakyat,

dan karenanya rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah

serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan.13 Hal

ini berlaku untuk jabatan eksekutif yang diperankan oleh satu orang, yaitu

Presiden, dimana presiden serta wakilnya dipilih langsung oleh rakyat,

sedangkan menteri tidak. Presiden beserta wakilnya merupakan jabatan

yang diraih dengan cara demokratis dan politis, sedangkan menteri adalah

jabatan politis yang tidak melibatkan warga negara secara langsung untuk

penunjukkannya.

Pertanyaan selanjutnya muncul, menanyakan bagaimana saat tiga

menteri tersebut menggantikan presiden lalu tiba-tiba muncul keadaan

yang membahayakan di Indonesia, siapakah yang akan menyatakan bahwa

Negara sedang berada dalam keadaan bahaya mengingat hal ini harus

dilakukan oleh Presiden berdasar pasal 12 konstitusi kita? Selanjutnya

apakah pasal 8 UUD 1945 tersebut tidak berlebihan digunakan untuk

presiden dan wakilnya yang pada konsteks ini hanya mengambil masa cuti

untuk kepentingan lainnya seperti berkampanye?

13
Zainal A.M. Husein. 2005. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi,
Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM Prof. Jimly Asshiddiqie. Jakarta: Konstitusi
Pers, hlm. 241
13

Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan bermunculan apabila Presiden

benar-benar mengambil masa cuti. Terlepas dari berapa lama presiden

mengambil masa cuti, pertanyaan-pertanyaan akan selalu muncul jika

di Indonesia sebagai Negara yang menganut sistem pemerintahan

Presidensial namun secara bersamaan juga mengatur mengenai cuti untuk

presidennya.

Mengadopsi dari Negara Amerika Serikat sebagai Negara dengan

sistem pemerintahan presidensial tertua di dunia, mereka tidak mengenal

adanya cuti untuk presiden. Karena sistem pemerintahan Presidensial

mendudukkan Presiden dalam satu jabatan yang amat sangat penting, yaitu

sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Dua fungsi

tersebut dijalankan oleh satu orang yaitu Presiden, sehingga dinilai akan

menggeser prinsip presidensial apabila presidennya diperbolehkan untuk

mengambil waktu cuti, terlebih hanya untuk berkampanye.

Hal ini sangat menarik untuk dibahas. Apakah Indonesia yang

juga sebagai Negara yang berpresidensialisme masih dapat meyakini

bahwa cuti kampanye merupakan hak yang dimiliki oleh presiden? Atau

harus dihapuskan bahkan diharamkan untuk Presiden mengambil masa

cuti mengingat pentingnya jabatan presiden dalam sistem pemerintahan

presidensial? Atau ada jawaban lain sebagai jalan tengah atas pertanyaan

tersebut?

Berdasarkan penjabaran pada latar belakang yang telah dijelaskan

di atas, maka penulis sangat tertarik untuk mengambil karya tulis ilmiah
14

ini dengan judul “CUTI KAMPANYE SEBAGAI HAK PRESIDEN

DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI

INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah

Adapun pokok permasalahan yang perlu untuk mendapatkan kajian

yang lebih serius, adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan cuti kampanye untuk Presiden di Indonesia

sebagai Negara penganut sistem pemerintahan presidensial?

2. Apakah ideal dalam Negara yang menganut sistem pemerintahan

presidensial memberikan hak cuti kampanye kepada Presiden?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan cuti kampanye untuk

Presiden di Indonesia sebagai Negara penganut sistem pemerintahan

presidensial .

2. Untuk mengetahui apakah ideal dalam Negara yang menganut sistem

pemerintahan presidensial memberikan hak cuti kampanye kepada

Presiden.

Sedangkan kegunaan yang diharapkan daripada penelitian ini adalah :

1. Secara Teoritis.
15

Secara teoritik untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya

pengembangan aspek hukum yang berhubungan dengan penerapan aturan

cuti Presiden untuk melakukan kampanye, disamping ia juga harus

menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Presiden yang masih

memiliki masa jabatan. Hal ini semoga dapat dipergunakan untuk

kepentingan akademis terutama bagi mahasiswa, dosen, dan bidang lain

yang berkaitan dengan akademik.

2. Secara Praktis.

Secara praktis memberikan sumbangan pemikiran sekaligus

memperkaya perspektif mengenai pelaksanaan hukum positif dan

bagaimana ius constituendum yang diharapkan untuk kehidupan hukum

yang lebih baik lagi nantinya, khususnya di bidang hukum tata negara.

Serta diharapkan tulisan ini juga memberikan pencerahan untuk orang-

orang yang berhubungan langsung dengan pemilihan umum.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian

hukum normatif, atau juga disebut penelitian kepustakaan. Penelitian

normatif meliputi berbagai macam jenis pengkajian terhadap, yaitu : (a)


16

asas-asas hukum, (b) sistematika hukum, (c) taraf sinkronisasi hukum, (d)

perbandingan hukum, dan (e) sejarah hukum.14

Atau penelitian terhadap norma-norma yang berasal dari penelitian

kepustakaan lain yang bersumber dari beberapa bahan hukum yang terdiri

dari bahan hukum seperti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tersier. Lebih spesifik lagi metode penelitian ini merupakan

penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang

mengacu pada norma hukum yang terdapat pada perundang-undangan dan

putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang

dimasyarakat.15

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan dalam penulisan ini bersifat

preskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk

mendapatkan saran-saran untuk memecahkann masalah-masalah tertentu

guna menemukan jawaban atas permasalahan hukum yang ditemukan

dan mendapatkan solusi dari permasalahan yang penulis teliti sehingga

memberikan kesimpulan serta saran pada akhir penelitian ini.

3. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penulisan

hukum hukum normatif yang menggali adanya kekaburan norma (vague

14
Bahder Johan Nasution. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung : Mandar
Maju, hlm. 86.

Zainuddin Ali. 2010. “Metode Penelitian Hukum”. Jakarta : Sinar Grafika, hlm.
15

105.
17

norm) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan

Umum pada pasal-pasal yang mengatur tentang kampanye, khususnya

kampanye untuk calon petahana dan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 10/PUU-XVII/2019 khususnya yang menyatakan bahwa Presiden

dan/atau Wakil Presiden memiliki hak untuk mengambil masa cuti saat

sedang melakukan kampanye dalam tahapan pemilihan umum apabila ia

kembali mencalonkan diri.

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

pendekatan yuridis normatif yang mengacu pada norma-norma hukum

yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-

putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam

masyarakat.16

Kemudian lebih spesifik penulis juga menggunakan pendekatan

konseptual dalam tulisan ini, yaitu meniliti konsep-konsep hukum

seperti: sumber hukum, fungsi hukum, lembaga hukum, dan lain

sebagainya.17

4. Jenis Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer

16
Ibid,hlm, 105.

17
Bahder Johan Nasution. Op. cit., hlm. 92.
18

Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan

yang mempunyai kekuatan hukum mengikat terdiri dari:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999, sebagaimana telah

diubah dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10

Tahun 2008, sebagaimana telah diubah dengan Undang-

undang Nomor 17 Tahun 2014, sebagaimana yang telah

diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017

tentang Pemilihan Umum;

3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;

4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

6) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata

Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan

Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD), Presiden, dan Wakil Presiden, Permintaan Izin


19

dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, Serta

Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum.

7) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XVII/2019;

8) Putusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018

tentang Kampanye Pemilihan Umum; dan

9) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7

Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal

Penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku

literatur hukum, pendapat pakar hukum, artikel, jurnal ilmiah

dari media cetak maupun media elektronik dan sebagainya.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), Kamus Hukum, Ensiklopedia, dan bahan-

bahan yang di dapat dari Internet.

5. Pengumpulan Bahan Hukum

Metode pengumpulan data dalam tulisan ini menggunakan

metode penelitian kepustakaan yaitu bahan hukum diperoleh melalui

penelitian yang bersumber dari peraturan purundang-undangan yang


20

masih berlaku maupun peraturan perundang-undangan yang sudah

tidak berlaku, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil

penelitian.18

6. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode

penelitian yang bersifat deskriptif analitis, analisis data yang

dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan

data sekunder. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum

positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk

menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan

dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian

penulis.19

Kemudian langkah selanjutnya penulis mencoba menganalisis

bahan-bahan hukum tersebut yang tentu saja hanya pada bagian yang

berkaitan dengan permasalahan yang di bahas. Kemudian langkah terakhir

setelah melakukan analisis maka dimulailah suatu pembahasan terhadap

masalah-masalah yang di angkat yang didasarkan atas analisis dan kajian

terhadap bahan-bahan hukum yang telah diperoleh tersebut guna

menemukan jawaban atas permasalahan hukum yang ditemukan dan

mendapatkan solusi dari permasalahan yang penulis teliti sehingga

memberikan kesimpulan serta saran pada akhir penelitian ini.

18
Ibid, hlm. 107.
19
Ibid.
21

E. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam proses penguraian serta

pembahasan mengenai isi dan materi dalam penyusunan skripsi ini,

maka masing-masing isi dan materinya tersebut dibagi kedalam beberapa

bab, yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Pada Bab I merupakan Pendahuluan, yang pada pokoknya

berisikan mengenai Latar belakang masalah, Perumusan masalah, Tujuan

dan kegunaan penelitian, Metode Penelitian, serta Sistematika penulisan.

Pada Bab II merupakan bab yang berisi landasan teoritis dan

faktual yang berkenaan dengan pokok masalah yaitu : Sistem

Pemerintahan di Indonesia, Konsepsi Demokrasi, Cuti Kampanye untuk

Presiden, dan Tahapan Pemilihan Umum.

Pada Bab III, merupakan bab pembahasan yang pada bab ini

terdapat pembahasan untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam

rumusan masalah.

Pada Bab IV, merupakan bab penutup. Yaitu bab yang berisi

kesimpulan dan saran sekaligus menjadi penutup pada skripsi penulis.


22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Pemerintahan yang Diterapkan Indonesia

Menurut Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Sistem Pemerintahan

ialah gabungan dari dua kata, yaitu “sistem” dan “Pemerintahan”.

Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang

mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun

hubungan fungsionil terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu

menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang

akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan

mempengaruhi keseluruhannya. Sedangkan pemerintahan adalah segala

urusan yang dilakukan oleh negara semata-mata untuk kesejahteraan

rakyatnya dan untuk kepentingan negara.20

Sistem pemerintahan dapat dibagi menurut pembagian

kekuasaannya ke dalam garis yang bersifat horizontal dan vertical.

Secara horizontal, bagan Negara itu dapat dibagi ke dalam fungsi-

fungsi yang didasarkan atas perbedaan sifat pekerjaan dan tugasnya,

sehingga menghajatkan bentuk organisasi yang berbeda-beda.

Sedangkan, pembagian organisasi secara vertical melahirkan garis

20
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. 1976. Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesai. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
hlm. 85.

22
23

hubungan antara pusat dan daerah ataupun Negara bagian yang

menggunakan asas desentralisasi dan dekonsentrasi.21

Jimly Asshiddiqie memberikan batasan rinci tentang sistem

pemerintahan, dengan menyatakan istilah sistem pemerintahan biasanya

dibicarakan dalam hubungannya dengan bentuk dan struktur organisasi

Negara dengan penekanan pembahasan mengenai fungsi-fungsi badan

eksekutif dalam hubungannya dengan badan legislatif. Secara tegas ia

menyatakan bahwa sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian

regeringsdaad yaitu penyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif

dalam hubungannya dengan fungsi legislatif.22

Indonesia mengalami serangkaian perubahan dalam sistem

pemerintahannya. Selama berkali-kali amendemen konstitusi, selama

itu pula sistem pemerintahan di Indonesia berubah-ubah. Amandemen

terakhir yang selesai pada tahun 2002 disebut dengan era reformasi,

melahirkan suatu sistem pemerintahan presidensial dimana lebih

memperhatikan berjalannya sistem check and balances.

Banyak perubahan dalam amandemen keempat yang dilakukan

dari tahun 1999 hingga tahun 2000. Termasuk perubahan dalam sistem

pemerintahan. Saldi Isra dalam bukunya menyebutkan bagian-bagian

dalam perubahan UUD 1945 yang berhubungan dengan perubahan

sistem pemerintahan, yaitu: (1) mengubah proses pemilihan

21
Ibid, hlm. 171.

22
Jimly Asshiddiqie. 2007. Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Reformasi. Jakarta: Buana Ilmu, hlm. 311.
24

presiden/wakil presiden dari pemilihan dengan sistem perwakilan

(mekanisme pemilihan di MPR) menjadi pemilihan langsung; (2)

membatasi periodisasi masa jabatan presiden/wakil presiden; (3)

memperjelas mekanisme permakzulan presiden/wakil presiden; (4)

larangan bagi presiden untuk membubarkan DPR; (5) memperbarui

atau menata ulang eksistensi MPR; dan (6) melembagakan mekanisme

pengujian undang-undang (judicial review).23 Perubahan-perubahan

yang terjadi tersebut melambangkan bahwa UUD 1945 sedang

melakukan purifikasi sistem presidensial untuk menjalankan

pemerintahannya.

Sistem pemerintahan presidensial merupakan sistem yang

memisahkan kekuasaan antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan

legislatif atau sering disebut sistem pemisahan kekuasaan (separated

powers system). Dengan dipisahkan kekuasaannya demikian, maka dua

lembaga tersebut tidak dapat saling menjatuhkan atau tidak lebih tinggi

antara satu dengan lainnya.

Para ahli merumuskan lebih jauh lagi terhadap ciri-ciri sistem

pemerintahan presidensial. Dalam buku Comperative Government

Visualized, Shepard L. Witman dan John J. Wuest menjabarkan ciri

pemerintahan presidensial sebagai berikut:24

23
Saldi Isra. 2010. Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi
Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
hlm. 63

24
Stepherd L. Witman and John J. Wuest. 1963. Comparetive Government
Visualized. New Jersey: Littlefield, Adams & Co, hlm. 7
25

a. It is based upon the separation of powers principle;


b. The executive has no power to dissolve the legislature nor must
he resign when he loses the support of the majority of its
membership;
c. There is no mutual responsibility between the president and his
cabinet the latter is wholly responsible to the chief executive;
d. The executive is chosen by the electorate.

Walaupun secara normatif yang tertulis Indonesia menganut

sistem pemerintahan presidensial, namun masih banyak kelompok

yang berpendapat bahwa jika dilihat dari produk-produk hukum

yang dihasilkan dan representasi yang terdapat dalam lembaga

negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), nampak lembaga

ini masih memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan lembaga-lembaga Negara lainnya. Hal ini dapat dilihat dari

produk-produk hukum yang dilahirkan oleh MPR, dimana produk-

produk hukum tersebut menunjukkan sebuah pengakuan bahwa

lembaga ini tetaplah menjadi pelaksana kedaulatan rayat yang lebih

besar dibandingkan dengan lembaga Negara lainnya. Selain dilihat dari

produk-produk hukumnya, dapat dilihat pula dalam kewenangannya

untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, dan

kedudukan MPR dalam proses pemberhentian presiden juga

menunjukkan bahwa MPR merupakan lembaga yang strategis dan

berbeda kedudukannya dibanding lembaga Negara lainnya. Terkahir

ada kekuasaan MPR dalam memilih presiden dan/atau wakil presiden

ketika terjadi kekosongan jabatan, hal ini juga membuktikan bahwa


26

MPR secara kewenangan memiliki kedudukan yang terkesan lebih

tinggi dibandingkan dengan lembaga Negara yang lainnya.

Pemikiran sekelompok orang inilah yang selanjutnya melahirkan

suatu opini bahwa pada dasarnya Indonesia menganut sistem

pemerintahan Presidensial yang tidak murni, bahkan ada yang

menyebut Indonesia menerapkan sistem pemerintahan campuran antara

Presidensial dengan Parlementer.

Kenyataannya, secara teori Indonesia tidak dapat disebut sebagai

negara yang menganut sistem pemerintahan Semi Presidensial

sebagaimana dipopulerkan oleh Perancis (dual executive system).

Sistem pemerintahan semi presidensial memisahkan kekuasaan

eksekutif dan legislatif, namun disaat yang bersamaan menyatu seperti

dalam sistem parlementer (separated and fused at the same time).25

Presiden dalam sistem ini dipilih secara langsung seperti yang

diterapkan Amerika Serikat dan di satu sisi ada Perdana Menteri yang

bertindak sebagai kepala eksekutif dan pemimpin parlemen.26

Sedangkan di Indonesia secara tertulis maupun secara penerapan tidak

seperti itu.

25
Paul Christopher Manuel dan Anne marie Cammisa. 1999. Check and
Balances: How a Parliamentary System Could Change American Politics. Colorado:
Westview Press, hlm. 17

26
Fitra Arsil, Op. Cit, hlm. 28
27

Meskipun demikian, sudah menjadi cita-cita yang diamatkan oleh

konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 untuk mempertegas dan memurnikan bahwa sistem pemerintahan

Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensial. Hal ini yang

kemudian menjadi dasar dari segala tatanan wewenang dan kebiasaan

dalam menjalankan negara dalam pemerintahan di Indonesia.

Cita-cita tersebut tidak dapat serta merta langsung dicapai dan

berjalan dengan sempurna tanpa melewati pengalaman, evaluasi dan

perbaikan terlebih dahulu. Diperlukan kerjasama dari berbagai pihak,

mulai dari pemerintah beserta jajarannya, semua lembaga Negara, para

pakar yang membidangi ketatanegaraan, dan masyarakat sebagai

elemen paling penting dalam bernegara.

B. Konsepsi Demokrasi

Sistem demokrasi sudah ada sejak abad ke-6 Yunani Kuno. Hingga

sekarang sistem demokrasi tetap menjadi sistem yang dijunjung tinggi

untuk menjamin keadilan di antara penguasa dengan rakyat. Demokrasi

pada dasarnya menghindarkan penguasa dari kesewenang-wenangan,

dilihat dari arti kata demokrasi. Dalam bahasa Yunani, Demos berarti

rakyat, dan kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa.27

Pada permulaan pertumbuhannya, demokrasi telah mencakup

beberapa asas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang
27
Ni’matul Huda, 2015. Ilmu Negara. Cetakan ketujuh. Jakarta: Rajawali Pers.
Hlm. 200.
28

lampau, yaitu gagasan mengenai demokrasi dari kebudayaan Yunani

Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang dihasilkan oleh

aliran reformasi serta perang-perang agama.28

Sejak dulu, sederhananya demokrasi dijalankan dengan cara

pemilihan atau pendapat dari rakyat yang terbanyak, maka keputusan

yang akan diambil akan didasarkan pada mayoritas. Hal ini memiliki

konsep yang hampir sama dengan pemilihan umum. Berangkat dari hal

tersebutlah, pemilihan umum mulai dimaknai sebagai Pesta Demokrasi.

Selain konsep pemilihan, demokrasi juga memiliki cara lain yaitu

kebebasan yang dimiliki rakyat untuk mengemukakan pendapatnya

asalkan tidak bertentangan dengan aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang

ada di wilayah setempat.

Negara Indonesia sendiri menempatkan prinsip demokrasi sebagai

cara untuk berjalannya negara ini, semua ditujukan untuk kesejahteraan

rakyat sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dalam

mata rantai sebagai berikut: Presiden dipilih secara langsung oleh

rakyat, Presiden memberikan kebijakan yang ditujukan untuk kebaikan

rakyat, dan rakyat masih bisa memberikan masukan-masukannya untuk

Presiden dan pemerintahan dalam mengambil kebijakan-kebijakan

28
Ni’matul Huda, Imam Nasef. 2017. Penataan Demokrasi dan Pemilu di
Indonesia Pasca- Reformasi. Cetakan pertama. Jakarta: Kencana. Hlm. 1. Sistem
demokrasi di city state Yunani Kuno abda ke-6 sampai abad ke-3 SM merupakan
demokrasi langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak
untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh
warga negara, dan keputusan didasarkan kepada mayoritas yang menyetujui atau
menolak. Lihat Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. Edisi revisi, cetakan
pertama (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 109.
29

terbaik. Siklus ini dikenal dengan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk

rakyat. Sebagaimana dimaknai oleh Presiden Amerika Serikat yang ke-

16 Abraham Lincoln, dimana sistem pemerintahan dijalankan dari,

oleh dan untuk rakyat.

Demokrasi dapat dipandang sebagai suatu mekanisme dan cita-cita

hidup berkelompok yang ada di dalam UUD 1945 yang disebut dengan

kerakyatan. Keinginan orang-orang (demos) yang berkelompok tersebut

ditentukan oleh pandangan hidup bangsa (weltanschauung), falsafah

hidup bangsa (filosifiche grondslag), dan ideologi bangsa yang

bersangkutan.29

Demokrasi memiliki macam-macam istilah, seperti demokrasi

terpimpin, demokrasi liberal, demokrasi sebebas-bebasnya, demokrasi

konstitusional, demokrasi pancasila, dan lain sebagainya. Namun semua

istilah tersebut memiliki prinsip yang sama, yaitu tetap memberikan

kesempatan kepada rakyat untuk menentukan jalannya negara. Sebesar-

besarnya atau terbatas partisipasi dari rakyat untuk menentukan arah

negara, tergantung kepada persepsi masing-masing wilayah yang

menerapkannya.

29
Muhammad Noorhani Abha. Diktat Kewarganegaraan Fakultas Teknik
Universitas Achmad Yani
30

Demokrasi Indonesia adalah pemerintahan rakyat yang

berdasarkan nilai-nilai falsafah Pancasila atau pemerintah dari, oleh dan

untuk rakyat berdasarkan sila-sila Pancasila. Ini berarti bahwa:30

1. Demokrasi atau pemerintahan rakyat yang digunakan oleh

pemerintah Indonesia adalah sistem pemerintahan rakyat yang

dijiwai dan dituntun oleh nilai-nilai pandangan hidup bangsa

Indonesia (Pancasila).

2. Demokrasi Indonesia pada dasarnya adalah transformasi nilai-

nilai falsafah menjadi suatu bentuk dan sistem pemerintahan

khas Pancasila.

3. Demokrasi Indonesia yang dituntun oleh nilai-nilai Pancasil

adalah konsekuensi dari komitmen pelaksanaan Pancasila dan

UUD 1945 secara murni dan konsekuen di bidang

pemerintahan atau politik.

4. Pelaksanaan demokrasi Indonesia dengan baik mensyaratkan

pemahaman dan penghayatan nilai-nilai falsafah Pancasila.

5. Pelaksanaan demokrasi Indonesia dengan benar adalah

pengamalan Pancasila melalui politik pemerintahan.

30
Ibid
31

C. Cuti Kampanye untuk Presiden

Cuti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Presiden, dan Wakil

Presiden, Permintaan Izin dalam Pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden, Serta Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum.

Pada pasal 1 angka 4, ialah “Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja

berdasarkan izin atau penetapan dari pejabat yang berwenang untuk

melaksanakan kampanye pemilihan umum”.31

Pada pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018

tersebut dijelaskan bahwa jika salah satu pejabat negara dicalonkan

dalam Pemilihan Umum oleh salah satu partai politik untuk menjadi

Presiden atau Wakil Presiden, maka pejabat negara tersebut wajib

untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Namun hal ini tidak berlaku

pada Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD, dan DPRD, melainkan

hanya diwajibkan untuk mengambil masa cuti dalam menjalankan

tugasnya.

Pada pasal 30 Peraturan Pemerintah a quo, dijelaskan bahwa

Presiden atau Wakil Presiden berhak untuk menjalankan kampanye

31
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran
Diri dalam Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) , Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Presiden, dan Wakil
Presiden, Permintaan Izin dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, Serta Cuti
dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum
32

sebagai Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden. Pada ayat (2) pasal

a quo, dijelaskan lebih lanjut bahwa Presiden atau Wakil Presiden yang

melakukan kampanye sebagai calon dalam pemilihan umum harus

menjalankan cuti.

Peraturan Pemerintah ini mewajibkan kepada presiden dan/atau

wakil presiden yang melakukan kampanye sebagai salah satu calon

dalam pemilihan umum untuk mengambil cuti.

Berbeda dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Pemilihan Umum yang tidak mengatur secara eksplisit mengenai cuti

kampanye untuk presiden dan/atau wakil presiden. Hal ini

digamblangkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi nomor 10/PUU-

XVII/2019 bahwa substansi dalam Undang-undang pemilihan umum,

menyatakan bahwa presiden atau wakil presiden tidak harus mengambil

cuti pada masa kampanye dilakukannya, namun cuti tersebut menjadi

hak untuk presiden dan/atau wakil presiden yang kembali mencalonkan

diri dalam pemilihan umum guna menjalankan kampanye tanpa

terganggu oleh tugas jabatan. Hak cuti untuk berkampanye tersebut

dikembalikan kepada orang yang bersangkutan, apakah akan digunakan

atau tidak. Aturan-aturan ini memiliki irama yang berbeda antara satu

dengan yang lainnya.

Seorang pengamat menyatakan bahwa putusan yang dikeluarkan


dan telah dijelaskan oleh Mahkamah Konstitusi sudah tepat. Direktur
Eksekutif Lembaga Emrus Corner Emrus Sihombing menilai putusan
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan presiden tak perlu cuti untuk
melakukan kampanye sudah tepat. "Ini keputusan tepat dan baik bagi
33

bangsa dan negara kita, siapapun presidennya yang terpilih nanti,"


kata Emrus dalam siaran tertulisnya, pada hari Kamis tanggal 15
Maret 2019.32

Jika diteliti lebih lanjut, antara 3 aturan tertulis tersebut,

diantaranya: Peraturan Pemerintah, Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 10/PUU-XVII/2019 sebagai Yurisprudensi, dan Undang-undang

Nomor 7 Tahun 2017 mengenai Pemilihan Umum, tentu yang paling

kuat ialah Putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi, karena

Mahkamah Konstitusi adalah satu-satunya lembaga negara yang

berwenang untuk memberikan interpretasi dari Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, Putusan Mahkamah

Konstitusi memiliki sifat Final and Binding atau mengikat dan tidak

dapat dilakukan upaya hukum lain. Sedangkan Peraturan Pemerintah,

merupakan aturan yang hierarkinya lebih rendah dibandingkan dengan

Undang-undang sesuai amanat dari Undang-undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pasal 7

ayat (1), sehingga aturan presiden harus tunduk pada aturan yang

berada di atasnya, yaitu Undang-Undang.

Mahkamah Konstitusi tidak mengingkari bahwa sebagai

Presiden dan/atau Wakil Presiden yang sedang menjabat tentu memiliki

tugas dan kewajiban yang luar biasa sebagai penyelenggara negara.

32
Friska Riana. 2019 “Tempo.co: Pengamat: Putusan MK Presiden tak
perlu cuti kampanye sudah tepat!”.. https://pilpres.tempo.co/read/1185160/pengamat-
putusan-mk-presiden-tak-perlu-cuti-kampanye-sudah-tepat/full&view=ok. Diakses
pada tanggal 12 Mei 2019.
34

Oleh karenanya, apabila calon incumbent mengambil masa untuk cuti

berkampanye, ia tetap harus memperhatikan keberlangsungan tugas dan

kewajibannya sebagai penyelenggara negara. Hal ini secara eksplisit

dijelaskan oleh Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Pemilihan Umum bahwa untuk berkampanye haram hukumnya

menggunakan fasilitas negara.

Tanggung jawab dan tugas pemimpin negara dan pemerintahan

jauh lebih penting dibandingkan kepentingan segolongan pihak saja

yang ingin calon petahana kembali menduduki jabatan yang sama

selama satu periode ke depan.

D. Tahapan Pemilihan Umum

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum

pasal 1 angka 1, menjelaskan “Pemilihan Umum yang selanjutnya

disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah,

Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945”.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga yang

bertanggung jawab dengan pelaksanaan pemilihan umum yang


35

bersifat nasional, tetap, dan mandiri memiliki kewenangan penuh

untuk mengatur sistematika dan jalannya pemilihan umum. Komisi

Pemilihan Umum memiliki keistimewaan untuk membuat aturan

mengenai hal-hal yang bersinggungan secara langsung dengan

pemilihan umum. Produk hukum yang dihasilkan oleh Komisi

Pemilihan Umum yang memuat aturan mengenai sistematika,

aturan, jalan, dan segala hal yang berkaitan dengan pemilihan

umum disebut dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Hal ini mengacu pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang

menegaskan bahwa Peraturan Komisi Pemilihan Umum mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan

Perundang-Undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan

kewenangan.

Menentukan tahapan-tahapan untuk menyambut hari pesta

demokrasi, Komisi Pemilihan Umum pula yang menentukan apa saja

tahapan-tahapan yang harus dijalani oleh peserta pemilihan sebelum

warga negara yang terdaftar sebagai pemilih menjatuhkan pilihannya

kepada salah satu calon.

Tahapan-tahapan tersebut dituangkan dalam Peraturan Komisi

Pemilihan Umum agar ketentuan tersebut bersifat mengikat dan

memiliki kepastian hukum dengan tertulis pada salah satu aturan yang

berlaku, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan pemilihan umum.


36

Pada pemilihan umum di tahun 2019, tahapan tersebut diakomodir

pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun

2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan

Pemilihan Umum 2019.33

Dalam pasal 3 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum

(PKPU) Nomor 7 Tahun 2017 yang ditanda tangani oleh Ketua Komisi

Pemilihan Umum, Arif Budiman pada tanggal 4 September 2017,

pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden sudah harus didaftarkan

pada tanggal 4 – 10 Agustus 2019.34

Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum tersebut, tahapan

pemilihan umum terdiri atas: 35

a. Sosialisasi;
b. Perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan
pelaksanaan penyelenggaraan Pemilihan umum;
c. Pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih;
d. Pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu;
e. Penetapan Peserta Pemilu;
f. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
g. Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR,
DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota;
h. masa kampanye Pemilu;
i. Masa tenang;
j. Pemungutan dan penghitungan suara;
k. Penetapan hasil Pemilu; dan

33
Muhammad Agus Yozami. Ini tahapan pemilu 2019 yang tertuang dalam
PKPU 2017. Surat Kabar “Hukum online”. 13 Mei 2019

34
Ibid

35
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2017
tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019.
37

l. Pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden serta


anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) , Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
(DPRD Prov), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota (DRPD Kab/Kota).

Skema Tahapan Pemilihan Umum tahun 2019 Menurut PKPU Nomor 7

Tahun 2017

Sosialisasi Penyusunan Penyusunan


aturan pemilu daftar pemilih

Penetapan
jumlah kursi Penetapan Verifikasi
dan daerah peserta pemilu peserta pemilu
pemilihan

Pencalonan Kampanye Masa tenang

Pemungutan
Pengucapan Penetapan hasil dan
ikrar pemilu Penghitungan
suara

Terdapat beberapa tahapan dari pra hari pemilihan umum

hingga pasca hari pemilihan umum. Dimulai sejak dilaksanakannya

sosialisasi dari Komisi Pemilihan Umum, hingga pengucapan

sumpah atau janji jabatan Presiden dan Wakil Presiden serta

anggota Legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Perwakilan Daerah (DPD) , Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi


38

(DPRD Prov), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota

(DRPD Kab/Kota).

Namun, dalam hal Pemilihan umum untuk memilih Presiden

dan Wakil Presiden dilakukan putaran kedua, menurut Peraturan

Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 pada pasal 3 ayat (2),

tahapan Pemilu mencakup: 36

a. Sosialisasi;
b. Pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih;
c. Kampanye;
d. Masa tenang;
e. Pemungutan dan penghitungan suara;
f. Penetapan hasil Pemilu; dan
g. Pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.

“Peraturan Komisi ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,”

bunyi Pasal 5 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun

2017, yang telah diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-

undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Widodo

Ekatjahjana, pada tangal 5 September 2017.

36
Ibid
39

BAB III

PEMBAHASAN

A. Penerapan Cuti Kampanye Untuk Presiden di Indonesia Sebagai

Negara Penganut Sistem Pemerintahan Presidensial

1. Sistem Pemerintahan Presidensial

Prinsip dasar dari sistem Pemerintahan Presidensial ialah sistem

yang memisahkan kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif

sehingga sistem ini dikenal pula dengan nama sistem pemisahan

kekuasaan (separated powers system). Keberadaan dua pemilihan

umum dalam sistem ini menegaskan pemisahan antara kekuasaan

eksekutif dan legislatif. Pemilihan umum anggota parlemen dan

pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden membuat

kedua lembaga ini tidak saling memberikan legitimasi kepada lembaga

lainnya atau saling mandiri (mutual independece).37 Dimana dua

kekuasaan ini tidak dapat saling menjatuhkan satu sama lain.

Sistem pemerintahan ini lahir di Amerika Serikat, yang kemudian

diketahui bahwa Amerika Serikat menjadi contoh negara yang

menerapkan sistem presidensial karena dinilai prinsip presidensial yang

diterapkan di Amerika Serikat adalah yang paling ideal.

37
Fitra Arsil. Op.cit, Hlm. 23.

39
40

Sistem pemerintahan Presidensial dirancang dapat menjamin

terjadinya stabilitas pemerintahan, dimana konstitusi mengatur

tenggat waktu pergantian masa jabatan presiden.

Jimly Asshiddiqie memberikan ciri-ciri yang lebih detail tentang

sistem pemerintahan presidensial, yaitu:38

a. Masa jabatan presiden tertentu, biasanya periode masa jabatan

dibatasi dengan tegas;

b. Presiden dan wakil presiden tidak bertanggungjawab kepada

parlemen melainkan langsung bertanggungjawab kepada

rakyat. Presiden dan wakil presiden hanya dapat

diberhentikan dari jabatannya karena alasan pelanggaran

hukum yang biasanya dibatasi pada kasus-kasus pidana

tertentu;

c. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung

ataupun melalui mekanisme perantara tertentu yang tidak

bersifat perwakilan permanen;

d. Presiden tidak tunduk kepada parlemen, dan parlemen tidak

dapat membubarkan kabinet dan menjatuhkan presiden;

e. Tidak dikenal pembedaan kepala pemerintahan dan kepala

negara;

38
Jimly Asshiddiqie, Pergemulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam
Sejarah: Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara. Jakarta: UI Press. Hlm.
204
41

f. Tanggung jawab pemerintahan berada pada presiden. Oleh

karena itu, presiden pada prinsipnya berwenang membentuk

pemerintahan, menyusun kabinet, mengangkat dan

memberhentikan para menteri. (concentration of governing

power and responsibility upon the president).

Namun ciri diatas mengalami penerapan yang berbeda di beberapa

negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial, termasuk di

Indonesia. Beberapa orang berpendapat bahwa Majelis

Permusyawaratan Rakyat dapat memberhentikan Presiden dan/atau

Wakil Presiden dalam masa jabatannya, hal tersebut dapat dilakukan

hanya menurut Undang-Undang Dasar.39 Selain itu, MPR pun bertugas

untuk melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.40 Hal ini

menunjukkan bahwa MPR terkesan masih memiliki kedudukan yang

paling tinggi dibandingkan dengan lembaga negara lain. Namun bukan

berarti sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan di Indonesia

tercampur dengan sistem pemerintahan lainnya, karena sistem

pemerintahan campuran memiliki karakteristik yang jauh berbeda

dengan yang diterapkan di Indonesia. Sistem Pemerintahan Semi

39
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat
(3).

40
Ibid. Pasal 3 ayat (2).
42

Presidensial menurut Oaul C Manuel dan Anne M Cammisa memiliki

karakter-karakter sebagai berikut:41

1. Powers are both fused and separated;


2. Directly elected president with constitutional powers;
3. Prime minister chosen from majority part in parliament.

Indonesia jelas tidak memiliki karakter diatas, dimana kekusaan

eksekutif - legislatif tetap terpisah dan tidak menyatu dan menteri

ditunjuk oleh presiden tanpa melibatkan parlemen atau partai mayoritas

yang ada di dalam parlemen. Sehingga jelas penerapan sistem

pemerintahan di Indonesia bukan sistem pemerintahan semi

presidensial. Indonesia tetap menganut presidensial, hanya saja

penerapannya berbeda dengan beberapa negara lainnya yang seirama

menerapkan sistem pemerintahan presidensial.

Beberapa perbedaan penerapan antara satu negara dengan negara

lainnya (padahal memiliki sistem pemerintahan yang sama) dipengaruhi

oleh keadaan dan situasi ketatanegaraan di masing-masing negara

tersebut. Sebagai contoh, penerapan sistem pemerintahan presidensial

yang dipopulerkan Amerika Serikat tidak dapat diterapkan oleh

Amerika Latin karena memiliki struktur lembaga yang berbeda, bahkan

sistem pemerintahan presidensial dengan karakter yang sesuai

41
Paul C Manuel dan Anne M Cammisa. Op. Cit. Hlm. 16. Sistem pemerintahan
semi presidensial pertama kali diterapkan oleh Finlandia dan dipopulerkan oleh negara
Prancis pada tahun 1919. Lihat Fitra Arsil “Teori sistem pemerintahan: Pergeseran
konsep dan saling kontribusi antar sistem pemerintahan di berbagai negara” hlm. 27.
Dalam Robert Elgie “Semi-Presidentialism : An Increasingly Common Constitutional
Choice”.
43

(pemisahan kekuasaan dan terpisahnya pemilihan umum) menimbulkan

terjadinya instabilitas politik di Amerika Latin.

Sistem Pemerintahan Presidensial mendudukkan Presiden dalam

suatu jabatan yang amat sangat penting. Termasuk di Indonesia

berdasarkan konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, ialah Presiden Sebagai Kepala Negara sekaligus

Kepala Pemerintahan.

Selain sebagai pusat dari kekuasaan pemerintahan (chief of

executive), presiden juga menjadi pusat dari kekuasaan negara

(head of state). Hal ini adalah syarat mutlak dalam sistem

pemerintahan presidensial. Sebagaimana yang disampaikan oleh

Rett R. Ludwikowsk “The President, as the sole executive, is elected

as head of state and head of government”.42

Sebagaimana yang diketahui presiden pasti merupakan kepala

negara, sama halnya dengan Raja dimana salah satu tugasnya ialah

mewakili negara dalam kegiatan-kegiatan berjenis ceremonial dengan

negara-negara lainnya. Pada presidensialisme, selain sebagai kepala

negara, pada saat bersamaan Presiden bertindak sebagai kepala

pemerintahan. Indonesia, telah menerapkan hal ini, dibuktikan dengan

dasar hukum Presiden juga sebagai kepala pemerintahan di Indonesia

42
Rett R. Ludwikowski. Latin American Hybird Constitutionalism: The United
States Presidentialism in the Civil Law Melting Pot. Boston University International
Law Jurnal. Vol 2:29
44

berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan

pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”43 Presiden memiliki

kewenangan besar yang tidak dimiliki oleh lembaga negara lainnya, ia

dapat membuat kebijakan penting untuk kepentingan negara dan

masyarakat dengan atau tanpa berdiskusi dan meminta pendapat dari

beberapa orang terkait. Namun untuk menghindari kembalinya pada

masa otoritarian, konstitusi serta seluruh perangkat hukum yang terkait

telah mengatur mengenai batasan-batasan kewenangan yang dimiliki

oleh Presiden.

Salah satu tugas Presiden lainnya ialah menyatakan negara dalam

keadaan bahaya, sebagaimana tercantum dalam pasal 12 UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Saat negara dalam keadaan bahaya,

tidak satu orang pun dalam lembaga manapun yang berhak

menyatakannya kecuali Presiden. Kewenangan ini merupakan bagian

dari kekuasaan asli kepala negara. 44

Selain menyatakan negara dalam keadaan bahaya, Presiden juga

memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang (Perppu) apabila dalam keadaan genting

yang memaksa.45 Presiden dapat menilai sendiri apakah negara dalam

43
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 4 ayat
(1)

44
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 12.

45
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22
ayat (1)
45

keadaan kegentingan yang memaksa atau tidak. Sejauh ini tidak ada

parameter kapan keadaan dapat dikatakan genting yang memaksa.

Berdasarkan kewenangan-kewenangan yang dimiliki Presiden

tersebutlah yang menjadi salah satu faktor yang memperkuat

kedudukan presiden dalam sistem pemerintahan presidensial. Presiden

memiliki kekuatan yang diberikan oleh konstitusi, dan kekuatan

tersebut tidak dimiliki oleh lembaga lainnya.

Kekuasaan dalam pemerintahan yang dimiliki oleh presiden

memiliki makna bahwa Presiden berkewajiban untuk melaksanakan

undang-undang. Secara formil, kekuasaan presiden dalam

melaksanakan undang-undang adalah kekuasaan untuk membuat

peraturan pelaksana undang-undang yaitu Peraturan Pemeritah dan

Peraturan Presiden, namun secara materiil kekuasaan melaksanakan

undang-undang adalah untuk mencapai tujuan negara.46

Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menyatakan: “(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. (2)

Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (3)

Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. (4)

Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur

dalam undang-undang.” Yang artinya presiden memiliki kewengan

untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri sebagai

46
Sudirman. Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Kedudukan Presiden dalam Sistem Pemerintahan Presidensial (Telaah Terhadap
Kedudukan Dan Hubungan Presiden Dengan Lembaga Negara Yang Lain Dalam
Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945). Hlm. 10.
46

pembantunya untuk mengemban tugas. Hal ini lah yang membuat

presiden memiliki legitimasi yang begitu kuat untuk mengangkat dan

memberhentikan menteri-menteri.

Kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada presiden oleh

konstitusi sebagaimana telah dijelaskan diatas menunjukkan betapa

pentingnya kedudukan Presiden di sebuah negara yang bersistemkan

Presidensial.

2. Penerapan Cuti Kampanye untuk Presiden Pada Pemilihan

Umum Tahun 2009

Pemilihan Umum secara langsung yang dilakukan untuk memilih

Presiden beserta Wakilnya pertama kali dilakukan setelah amandemen

UUD 1945 yaitu pada tahun 2004. Dengan berpedomankan Undang-

undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden, KPU pada masa itu berhasil menyelenggarakan pilpres

langsung pada pertengahan tahun 2004. Pemilu ini diadakan 2 kali

putaran, dengan putaran pertama menyisihkan 3 pasangan calon

lainnya, yang menyisakan 2 pasangan calon untuk dipilih pada putaran

kedua. Pada akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono dan wakilnya Jusuf

Kalla memenangkan kontestasi politik tahun 2004 sebagai Presiden dan

Wakil Presiden terpilih. 5 tahun menjabat sebagai pucuk pimpinan,

pada tahun 2009 kembali diadakan pemilihan umum untuk presiden dan

wakil presiden.
47

Pada pemilihan umum tahun 2009, Susilo Bambang Yudhoyono

kembali mencalonkan diri sebagai calon presiden, begitu pula wakilnya

yaang tengah menjabat Jusuf Kalla yang juga mencalonkan diri sebagai

calon presiden.

Tabel 1 Pemilihan Umum Presiden Indonesia Tahun 2009

Calon Susilo Bambang Megawati Jusuf Kalla

Yudhoyono Sukarnoputri

Partai Demokrat PDI-P Golkar

Pendamping Boediono Prabowo Wiranto

Subianto

Suara Rakyat 73.874.562 32.548.105 15.081.814

Persentase 60,8% 26,79% 12,41%

Pemilih Terdaftar 176.367.056 jiwa

Kehadiran Pemilih 127.983.655 (72,56%)

Pada pemilihan umum periode ini, cuti kampanye untuk presiden

kembali diberlakukan, sama halnya saat pemilihan umum tahun 2004

yang mewajibkan calon petahana mengajukan masa cuti untuk

berkampanye. Masa kampanye calon presiden tahun 2009 digelar pada

2 juni hingga 4 juli 2009. Selama masa kampanye tersebut, Susilo

Bambang Yudhoyono mengambil cuti setiap hari jumat, hari yang sama
48

sebelumnya juga dipilih oleh wakilnya yang tengah menjabat, Jusuf

Kalla.

Pada masa itu, tidak ada aturan yang mengharuskan keduanya

berbeda hari dalam mengambil masa cuti.47 Sehingga muncul

pertanyaan dari berbagai pihak, apakah tidak terjadi kekosongan

pemerintahan karena Presiden dan Wakilnya yang sedang menjabat

sama-sama mengambil masa cuti pada hari Jumat?

Sejauh berjalannya segala rangkaian pemilihan umum yang berjalan

pada tahun 2009, dimana Presiden dan Wakilnya yang tengah menjabat

secara bersama-sama mencalonkan diri menjadi calon presiden untuk

satu periode yang akan datang, tidak ditemukan kendala atau

permasalahan yang dikhawatirkan oleh segolongan pihak. Tidak

ditemukan permasalahan mengenai negara yang berada dalam keadaan

darurat, tidak ditemukan permasalahan perselisihan antara menteri-

menteri dalam kabinet, tidak ditemukan permasalahan mengenai

tumpang tindih jabatan antara presiden-wakil presiden-menteri-

maupun pihak lainnya pada saat presiden dan wakilnya yang tengah

menjabat bersama-sama mengambil masa cuti di hari jumat.

Tahun 2009, pendapat-pendapat ahli tentang cuti kampanye untuk

presiden tidak terlalu difokuskan, karena semua elemen sedang

bersibuk ria mengikuti rangkaian tahapan pemilihan umum sehingga

47
Diah Harni. 16 maret 2018. SBY, JK, dan Mega Pernah Cuti Kampanye
saat Jadi Capres.
https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/kumparannews/sby-jk-dan-
mega-pernah-cuti-kampanye-saat-jadi-capres. Diakses pada tanggal 27 Mei 2020.
49

kajian mengenai cuti kampanye untuk presiden dalam sistem

pemerintahan presidensial tidak diperdebatkan.

Lain halnya dengan pemilihan umum pada 2 periode selanjutnya

yaitu di tahun 2019. Sebelum berjalannya tahapan pemilihan umum

tahun 2019, sudah banyak pakar-pakar hukum yang berpendapat bahwa

sebenarnya dalam sistem pemerintahan presidensial tidak

diperkenankan presidennya mengambil masa cuti.

3. Penerapan Cuti Kampanye untuk Presiden Pada Pemilihan

Umum Tahun 2019

Sebagaimana yang diketahui bersama, pada pemilihan umum tahun

2019 presiden petahana kembali mencalonkan diri sebagai calon

presiden untuk masa bakti 2019-2024.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak ahli-ahli yang

membidangi ilmu ketatanegaraan yang muncul dengan sederet titel

membanggakan di belakang namanya. Tentu hal ini merupakan suatu

keuntungan karena diharapkan dengan banyaknya bibit-bibit unggul

dalam suatu bidang akan memperbaiki tatanan bidang tersebut secara

nyata. Hal ini pula yang terjadi dalam konteks cuti kampanye untuk

presiden dalam sistem pemerintahan presidensial.


50

Bahkan, pesatnya perkembangan media sosial untuk berbagi

informasi terkini, melahirkan tagar yang menjadi topik hangat yaitu

#TakutKalahGakMauCuti dan #AyoPresidenCuti. 48

Kajian-kajian berkonteks sistem pemerintahan presidensial yang

dihadapkan dengan cuti kampanye untuk presiden diantaranya

diutarakan oleh Dosen Hukum Tata Negara Universitas Trisakti, Ahsin

Thohari; Pengamat Hukum Tata Negara, Faial Ari; Politisi PKB,

Lukman Edi; Sekjen Demokrat, Hinca Panjaitan; Sekretaris Fraksi

Nasdem, Syarf Abdulah Alkadri; sekumpulan mahasiswa Universitas

Islam As-Sayfiyah yang mengajukan judicial review ke Mahkamah

Konstitusi perihal cuti kampanye untuk presiden; Pakar Hukum Tata

Negara, Yusril Ihza Mahendra, Pakar Hukum Tata Negara, Zainal

Arifin Mochtar; dan lainnya.

Banyaknya kajian-kajian yang dilakukan oleh sejumlah orang-orang

yang memahami hal tersebut, menunjukkan bahwa adanya

inkompatibilitas antara penerapan aturan electoral process dengan

sistem pemerintahan presidensial. Padahal pemilihan umum sejatinya

membawa pengaruh pada 3 hal, yakni sistem kepartaian, sistem

48
Aziz Rahardyan. Kabar 24: #TakutKalahGakMauCuti Trending Topic, Apa
Untungnya Presiden Cuti?.
https://kabar24.bisnis.com/read/20190305/15/896309/takutkalahgakmaucuti-trending-topic-
apa-untungnya-presiden-cuti, diakses pada tanggal 20/6/2020.
51

pemerintahan dan sistem keterwakilan. Diantara ketiganya adalah satu

kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.49

Sebanyak 6 orang mahasiswa dari Universitas Islam As-Sayfiyah

mengajukan uji materi pada Pasal 229 ayat (1) dan Pasal 448 ayat (2)

huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan

Umum kepada Mahkamah Konstitusi, 6 orang tersebut diantaranya

ialah: Ahmad Syauqi, Ammar Saifullah, Taufiqurrahman Arief, Khairul

Hadi, Yun Frida Isnaini, dan Zhillan Zhalilan. 50

Setelah melalui serangkaian proses persidangan, pada hari Rabu 13

Maret 2019 Mahkamah Konstitusi membacakan putusan dengan Nomor

10/PUU-XVII/2019, yang menyatakan bahwa presiden petahana tak

perlu cuti kampanye saat mengikuti kontestasi pemilihan presiden,

dengan kata lain mahkamah konstitusi menolak secara keseluruhan

permohonan yang diajukan.51

MK menjelaskan bahwa akan bertentangan dengan semangat

pemilu dan UUD 1945 jika Presiden dan/atau Wakil Presiden petahana

yang hendak mencalonkan diri kembali sebagai Presiden dan Wakil

Presiden tidak diberi hak untuk melaksanakan kampanye. Pasal 299

ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 secara tegas menjamin

49
Agus Riwanto. 2014. Inkompabilitas Asas Pengaturan Sistem Pemilu dengan
Sistem Pemeritnahan Presidensial di Indonesia. Artikel dalam Jurnal Hukum IUS QUIA
IUSTUM. No 4 Vol. 21. Oktober. Hlm. 510.

50
Tendi. 2019. MK Putuskan Presiden petahana tak perlu cuti kampanye.
https://nasional.kontan.co.id/news/mk-putuskan-presiden-petahana-tak-perlu-cuti-
kampanye. Diakses pada tanggal 20/6/2020

51
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 10/PUU-XVII/2019
52

bahwa sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden, hak Presiden

dan/atau Wakil Presiden petahana yang hendak mencalonkan diri

kembali sebagai Presiden dan Wakil Presiden tetap diberi hak untuk

melaksanakan kampanye.52

Berdasarkan aturan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 7

Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan diperkuat dengan penjelasan

yang dijabarkan secara rinci dalam putusan Mahkamah Konstitusi

nomor 10/PUU-XVII/219. Berdasarkan dari hal tersebut, maka dapat

dipahami secara pengaturan bahwa Presiden maupun Wakil Presiden

yang sedang menjabat dan kembali mencalonkan dirinya dalam

pemilihan umum diberikan hak untuk dapat mengambil masa cuti

guna menggelar kampanye.

Berangkat dari pemberian hak cuti untuk berkampanye kepada

calon incumbent, Joko Widodo sebagai calon incumbent mengambil

haknya tersebut untuk cuti selama 3 minggu berturut-turut dimulai dari

Minggu 24 Maret 2019, hingga Sabtu 13 April 2019 untuk menjalankan

kampanye.53

Wakil Presiden yang tengah menjabat pada saat itu yaitu Jusuff

Kalla menerima pelimpahan tugas negara yang bersifat operasional dan

teknis. Dikarenakan wakil presidennya tidak mencalonkan diri kembali

52
Tendi. Op. Cit

53
Ferl Agus Setyawan. 2019. TKN Pastikan Jokowi Ambil Cuti saat Kampanye
Pilpres 2019. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190325132615-32-380420/tkn-
pastikan-jokowi-ambil-cuti-saat-kampanye-pilpres-2019. Diakses pada tanggal 20/6/2020
53

pada pemilihan umum tahun 2019, maka tidak ditemukan permasalahan

dalam pelimpahan tugas selama presiden menjalani masa cutinya untuk

berkampanye.

B. Cuti Kampanye Yang Ideal Dalam Negara Bersistem

Pemerintahan Presidensial

1. Berdasarkan Putusan Makhkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-

XVII/2019

Pada tanggal 17 Januari 2019 Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi menerima permohonan dengan Akta Penerimaan Berkas

Permohonan Nomor 19/PAN.MK/2019. Diterima setelah

diperbaiki pada tanggal 19 Februari 2019, dan dimulai persidangan

oleh Mahkamah Konstitusi setelahnya. Adapun nama-nama

pemohon diantaranya:

• Nama : Ahmad Syauqi

• Nama : Ammar Saifullah

• Nama : Taufiqurrahman Arief

• Nama : Khairul Hadi

• Nama : Yun Frida Isnaini

• Nama : Zhillan Zhalilan

Kesemuanya adalah mahasiswa dari Fakultas Hukum

Universitas Islam As-Sayfiiyah. Didampingi oleh kuasa hukum

Damrang Mamang, SH., M.H Jakarta.; Syarif Fadillah, S.H., M.H.;


54

Habloel Mawadi, S.H., M.H.; Jodi Santoso, S.H., M.H.; Latifah

Fardhiyah, S.H., M.H.; Merlina, S.H., M.H.; Arifuddin, S.H.,

M.H.; Muhammad Fahruddin, S.H., M.H.

Para pemohon mengajukan judicial review atas pasal 299

ayat (1) dan Pasal 448 ayat (2) huruf C Undang-undang Nomor 7

Tahun 2017 tentang Pemilu. Namun pada bahasan ini hanya

membahas mengenai cuti kampanye untuk presiden yang berkaitan

dengan permohonan pada pasal 299 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun

2017, sehingga pasal 448 ayat (2) tidak akan dibahas karena

berkaitan dengan lembaga survei dan jajak pendapat tentang

pemilihan umum. Bunyi dari pasal 299 ayat (1) UU Nomor 7

Tahun 2017, “Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak

melaksanakan kampanye”. Adapun argumentasi yang disampaikan

oleh pemohon adalah:

a. Sebelum berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2017, Undang-

undang yang berlaku adalah UU Nomor 42 Tahun 2008

tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, diatur

pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai calon Presiden

wajib mundur dari jabatannya. Namun dalam pelaksanaan

Pilpres tahun 2019 dengan landasan hukum UU Nomor 7

Tahun 2017 menentukan bahwa dalam pelaksanaan

kampanye presiden dan wakil presiden wajib memperhatikan

keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara. Hal ini


55

menyebabkan kebingungan karena disatu sisi UU pemilu

memberikan hak untuk melaksanakan kampanye (Pasal 299

ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017), namun di sisi yang lain

juga mengharuskan tunduk pada keberlangsungan tugas

penyelenggaraan negara (Pasal 300 dan Pasal 301 UU Nomor

17 Tahun 2017).54 Selain itu tidak diatur mengenai kampanye

di hari libur bagi calon petahana, dan hal ini dikhawatirkan

akan mengurangi bahkan menghilangkan hak yang diberikan

kepada calon petahana dalam berkampanye.

b. Pemohon menganggap pasal yang dimohonkan bertentangan

dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI Tahun

1945 yang menjelaskan bahwa “Negara Republik Indonesia

adalah Negara hukum”, dan negara hukum menjunjung tinggi

Hak Asasi termasuk untuk calon incumbent.

c. Selain itu, pasal 299 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 juga

bertentangan dengan Pasal 22 E Undang-Undang Dasar NRI

Tahun 1945 yang menyatakan “Pemilihan Umum

dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur

dan adil setiap lima tahun sekali”. Frasa “adil” ialah

54
Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XVII/2019 Hlm.
12, poin III. 1. Kampanye Calon Presiden Petahana. Pemohon menganggap
kebingungan terjadi karena calon petahana memiliki hak untuk menjalankan
kampanye namun juga wajib untuk tetap memperhatikan tugas yang ditanggungnya
sebagai Presiden yang tengah menjabat, hal ini disebabkan tidak diaturnya
kewajiban untuk mundur ataupun cuti bagi calon petahana dari jabatan yang sedang
dijalaninya.
56

memberikan kesempatan yang sama untuk berkampanye

kepada masing-masing calon.

d. Bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

Dasar NRI Tahun 1945 yang berbunyi “Segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan

dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya”.

e. Bertentangan dengan Pasal 28F Undang-Undang Dasar NRI

Tahun 1945 “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan

memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis

saluran yang tersedia”. Bahwa hak masyarakat untuk tahu

(right to know) merupakan bagian dari HAM. Tidak adanya

aturan tentang kampanye di hari libur bagi calon petahana

menyebabkan calon petahana tidak dapat menggunakan

haknya untuk menyampaikan visi misi dan program

kampanye karena Undang-undang pemilihan umum tidak

mengatur cuti bagi calon presiden petahana.

Singkatnya, dalam petitum para pemohon menginginkan

agar MK menafsirkan pasal 299 UU Nomor 7 Tahun 2017 menjadi

“Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak menlaksanakan


57

Kampanye di luar hari kerja bagi Calon Presiden atau Wakil

Presiden petahana” agar tidak bertentangan dengan UUD 1945

seperti yang telah dijelaskan di atas.55

Pertimbangan Mahkamah Konstitusi menjelaskan bahwa

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 pada dasarnya tetap

memberikan hak kepada calon petahana untuk berkampanye, bunyi

pasal 299 “Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak

melaksanakan kampanye” sudah sangat jelas tanpa memerlukan

penjelasan lain dari Mahkamah Konstitusi. Persoalan apakah hak

tersebut akan digunakan atau tidak, hal itu sepenuhnya berada di

tangan yang bersangkutan (calon petahana). Hanya saja, karena

kedudukannya sebagai petahana, diberlakukan pembatasan agar

dalam melaksanakan haknya untuk berkampanye ia tidak boleh

menyalahgunakan kedudukannya sebagai petahana. Pembatasan

tersebut baik dalam bentuk kewajiban tugas (Pasal 300 dan 301

Undang-undang Pemilihan Umum), maupun dalam bentuk

larangan penggunaan fasilitas negara (Pasal 304 dan 305 Undang-

undang Pemilihan Umum).56

55
Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XVII/2019 Hlm.
12-15, poin III. 1. Kampanye Calon Presiden Petahana.

56
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XVII/2019. Lihat
pertimbangan Mahkamah pada hlm. 33. Pasal yang dimohonkan dalam Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memiliki korelasi yang
sangat rasional dan saling berkesinambungan, diantaranya pada pasal 299 ayat (1),
Pasal 300, Pasal 301, Pasal 304 dan Pasal 305, sehingga argumentasi pemohon yang
dinilai oleh Mahkamah Konstitusi sebagai argumen yang tidak rasional.
58

Adapun saling keterkaitan antar pasal yang dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 oleh Mahkamah Konstitusi,

penjelasannya sebagai berikut: Pasal 299 memberikan hak kepada

calon presiden untuk menjalankan kampanye, pasal 300 dan pasal

301 mengamanatkan pembatasan terhadap calon petahana untuk

tetap memperhatikan keberlangsungan tugasnya sebagai

penyelenggara negara sehingga tidak mengorbankan tugas calon

petahana sebagai presiden yang tengah menjabat, pasal 304 dan

pasal 305 melarang digunakannya fasilitas negara untuk

berkampanye dan hal ini secara tidak langsung tertuju kepada

calon petahana yang memiliki kesempatan lebih besar untuk

menggunakan fasilitas negara. Sehingga pasal-pasal a quo

memiliki korelasi yang sangat erat kaitannya dan saling

berkesinambungan antara satu dengan yang lain. Dengan adanya

kewajiban dan larangan dalam pasal-pasal tersebut, dengan

sendirinya calon presiden dan/atau calon wakil presiden incumbent

akan dituntut untuk cermat memilih hari atau waktu dalam

melaksanakan kampanye sehingga tidak melanggar kewajiban

dan/atau larangan yang ditentukan dalam Undang-undang. Dengan

begitu, pada dasarnya tidak ada pertentengan antara pasal-pasal

yang dimohonkan dengan pasal-pasal batu uji dalam Undang-

Undang Dasar NRI Tahun 1945, terlebih lagi jika dikaitkan dengan
59

penghormatan hak asasi yang bersangkutan sebagai argumentasi

pemohon.

Berdasarkan pertimbangan hakim Konstitusi tersebut,

argumentasi pemohon mengenai inkonstitusionalitas pada pasal

299 ayat (1) Undang-Undang tentang Pemilihan umum tidak

beralasan hukum. Dengan begitu seluruh permohonan pemohon

ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, yang terdapat dalam Amar

Putusan.

Putusan MK yang mengadili persoalan tersebut disepakati

oleh seluruh hakim dan tidak ada Dissenting Opinion sehingga

putusannya benar-benar bersifat mutlak dan tidak dapat

diperdebatkan.

Tidak dijelaskan sedikitpun dalam putusan tersebut

keterkaitan antara cuti kampanye untuk presiden dengan penerapan

sistem pemerintahan presidensial di Indonesia karena pada

argumentasi pemohon, para pemohon tidak menyinggung

persoalan yuridis akademis semacam itu, pemohon hanya

berargumen dalam hal penerapan cuti presiden untuk lancarnya

kampanye yang diikuti oleh peserta pemilu dengan masyarakat

atau secara sosiologis.


60

2. Konsepsi Penerapan Sistem Pemerintahan Presidensial Pada

Masing-masing Negara

Beberapa orang berpendapat bahwa indonesia menganut

sistem pemerintahan presidensial dilihat dari amanat yang

terkandung dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945,

segolongan yang lain berpendapat bahwa indonesia sebenarnya

menganut sistem pemerintahan semi presidensial dilihat dari cara

penerapan sistem kelembagaan khususnya antara kekuasaan

eksekutif dan kekuasaan legislatif. Tentu dua sistem pemerintahan

tersebut memiliki ciri dan karakteristik yang sangat berbeda.

A. Konsep Sistem Pemerintahan Presidensial

Secara konsepsi, sistem pemerintahan presidensial

merupakan sistem yang memisahkan kekuasaan antara 2

lembaga kekuasaan yaitu eksekutif dan legislatif, sehingga

sistem ini dikenal pula dengan sebutan sistem pemisahan

kekuasaan (separated powers system). Sistem pemerintahan ini

memberikan legitimasi kepada masing-masing kekuasaan

tersebut, sehingga antara eksekutif dengan legislatif tidak dapat

saling menjatuhkan. Hal ini menjadi konsep paling dasar

dalam sistem pemerintahan presidensial.


61

Buku Comparative Government Visualized, Shepard L.

Witman dan John J. Wuest menjelaskan ciri dari sistem

pemerintahan presidensial sebagai berikut:57

a. It is based upon the separation of powers principle;

b. The executive has no power to dissolve the legislature


nor must he resign when he loses the support of the majority of
its membership;

c. There is no mutual responsibility between the


president and his cabinet the latter is wholly responsible to the
chief executive;

d. The executive is chosen by the electorate.

Sedangkan Jimly Asshidiqie memberikan ciri yang lebih

detail:58

a. Masa jabatan Presiden tertentu, biasanya periode masa

jabatan dibatasi dengan tegas;

b. Presiden dan wakil presiden tidak bertanggungjawab

kepada parlemen melainkan langsung bertanggungjawab

kepada rakyat. Presiden dan wakil presiden hanya dapat

57
Shepherd. L. Witman and John J. Wuest, Comparative...., Op.Cit. hlm.
7. Ciri yang disebutkan dalam buku ini diantaranya: a. Didasarkan pada prinsip
pemisahan kekuasaan; b. Eksekutif tidak memiliki kekuatan untuk membubarkan
badan legislatif dan juga tidak harus mengundurkan diri ketika kehilangan
dukungan dari mayoritas keanggotaannya; c. Tidak adanya tanggungjawab
bersama antara presiden dan kabinetnya, yang mana kabinet sepenuhnya
bertanggungjawab keapda kepala pemerintahan; d. Eksekutif dipilih oleh
masyarakat.

58
Jimly Asshiddiqie, Pergumulan..., Op. Cit. Hlm. 204-206
62

diberhentikan dari jabatannya karena alasan pelanggaran

hukum yang biasanya dibatasi pada kasus-kasus pidana

tertentu;

c. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara

langsung ataupun melalui mekanisme perantara tertentu

yang tidak bersifat perwakilan permanen;

d. Presiden tidak tunduk kepada parlemen, presiden tidak

dapat membubarkan parlemen, parlemen tidak dapat

menjatuhkan presiden dan membubarkan kabinet;

e. Tidak dikenal pembedaan kepala pemerintahan dan kepala

negara, hanya satu orang;

f. Tanggungjawab pemerintahan berada pada presiden oleh

karena itu, presidenlah pada prinsipnya yang berwenang

membentuk pemerintahan, meyusun kabinet, mengangkat

dan memberhentikan para menteri (concentration of

geverning power and responsibility upon the president).

Untuk dapat mendukung terselenggaranya pemisahana

kekuasaan sebagai konsep dari sistem presidensial, dibutuhkan

fitur-fitur untuk mendukung prinsip tersebut. Fitur-fitur utama

sistem pemerintahan Presidensial, diantaranya adalah:59

59
Fitra Arsil, Teori...., Op. Cit. Hlm. 69-98.
63

a. Pemilihan Presiden Langsung.

Keberadaan pemilihan presiden secara langsung adalah

impelementasi dari keterpisahan antara eksekutif dan

legislatif, karena legitimasi dari adanya eksekutif

bersumber dari rakyat secara langsung, bukan dari

legislatif seperti dalam sistem parlementer. Artinya kedua

lembaga ini tidak saling terkait dalam hal kemandirian dan

tidak dapat saling mengganggu dalam kekuatan legitimasi.

b. Masa Jabatan Tetap (Fix Term Government) dan

Pemilihan Kembali Presiden (Possibiliti of Re-election).

Diaturnya masa jabatatan secara tegas dalam suatu

peraturan menunjukkan bahwa masa jabatan presiden

tidak ditentukan dan titetapkan oleh legislatif, namun

ditetapkan oleh konstitusi. Hal ini bertujuan untuk

merancang stabilitas pemerintahan yang tidak bergantung

satu sama lain antara eksekutif dan legislatif. Selain

berapa lama masa jabatan dalam satu periode, juga diatur

berapa periode seseorang dapat kembali menjabat sebagai

presiden.

c. Presiden sebagai Pembentuk Kabinet.

Presiden sebagai single executive dapat membentuk suatu

organisasi pendukung yang akan membantunya dalam

menjalankan tugas. Organisasi ini dikenal dengan nama


64

kabinet, council atau kementerian. Di Amaerika Serikat

dijenal dengan nama administration yang terdiri dari para

secretary.60 Nantinya kabinet ini akan menjalankan

tugasnya dalam membantu presiden sesuai dengan

bidangnya masing-masing.

B. Konsep Sistem Pemerintahan Semi Presidensial.

Sistem ini dianggap unik karena memadukan antara

sistem yang berlaku di Amerika Serikat dengan sistem yang

berlaku di Inggris. Dalam sistem ini kekuasaan eksekutif dan

legislatif terpisah seperti dalam sistem pemerintahan

presidensial, namun pada saat yang sama menyatu seperti yang

ada dalam sistem pemerintahan parlementer (separated and

fused at the same time).61

Presiden dalam sistem ini dipilih oleh warga seperti yang

terjadi di Amerika Serikat, dan terdapat perdana menteri yang

bertindak sebagai kepala eksekutif dan pemimpin parlemen


62
seperti yang ada di Inggris. Menurut Jimly Asshiddiqie,

dalam sistem semi presidensial, fungsi kepala negara dipegang

oleh presiden, tetapi fungsi kepala pemerintahan dipegang oleh

60
Tim Bale, European Politics: A Comparative Introduction. (New York:
Palgrave Macmillan, 2005). Hlm. 81.

61
Paul C Manuel. Check and Balances...., Op. Cit. Hlm. 16.

62
Fitra Arsil. Teori..., Hlm. 28
65

perdana menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen.63

Sistem pemerintahan semi presidensial ini pada dasarnya

mencari titik (meeting point) temu antara sistem pemerintahan

presidensial dan sistem pemerintahan parlemen. Fungsi ganda

(dual function) presiden sebagaimana dalam sistem

pemerintahan presidensial tetap dipertahankan. Namun sebagai

kepala pemerintahan, presiden berbagi kekuasaan (power

sharing) dengan perdana menteri yang meimbulkan dual

executive system.64

Paul C Manuel dan Anne M Cammisa menjelaskan

karakter yang ada dalam sistem pemerintahan ini,

diantaranya:65

1. Power are both fused and separated;


2. Directly elected president with constitusional
powers;
3. Prime minister chosen from majority party in
parliament.

Terjadi kontroversi dalam mendefinisikan semi


presidensial ketika membicarakan kekuasaan yang
dimiliki presiden dan perdana menteri sebagai ukuran.
Kekuasaan presiden yang terlihat sangat besar
sementara kekuasaan perdana menteri relatif kecil

63
Jimly Asshiddiqie, Pergumulan..., Op. Cit., Hlm. 64

64
Saldi Isra, Pergeseran..., Op. Cit. hlm. 48.

65
Paul C Manuel dan Anne M Cammisa, Op. Cit., hlm 16. Mereka
memberikan karakteristik: 1. Kekuatan dua kekuasaan menyatu dan terpisah; 2.
Presiden dipilih langsung dengan kekuatan konstitusional; 3. Perdana menteri dipilih
dari partai mayoritas di parlemen.
66

maka cenderung konstitusi negara tersebut dikatakan


menganut sistem presidensial bukan semi
presidensial. Pengaturan yang terdapat dalam
konstitusi Rusia dianggap dapat dijadikan contoh
dalam kategori ini. Sebaliknya jika terdapat presiden
pilihan rakyat namun tampil hanya sebagai kepala
negara simbolik dan perdana menteri yang berperan
sebagai aktor utama dalam pembentukan kebijakan,
maka negara tersebut cenderung disebut bersistem
parlementer. Pengaturan dalam Konstitusi Austria
dapat dijadikan contoh dalam hal ini. Austria dalam
banyak literatur sering digolongkan sebagai engara
parlementer walaupun memiliki presiden yang dipilih
secara langsung.66

Fitur utama dari sistem pemerintahan semi presidensial

adalah:67

1. Eksekutif Ganda (Dual executive)

Dua pimpinan sekaligus dalam satu

pemerintahan dan keduanya memiliki legitimasi

yang berbeda, hal ini merupakan ciri utama dari

sistem pemerintahan semi presidensial. Presiden

memiliki legitimasi dari rakyat melalui pemilihan

umum seperti pada sistem presidensial, sedangkan

perdana menteri mendapatkan legitimasi bergantung

pada parlemen seperti yang ada di

2. Pertanggungjawaban Kepada Satu atau Dua Lembaga

66
Fitra Arsil, Teori Sistem...., Op. Cit. Hlm. 30

67
Ibid, Hlm. 100-106
67

Terdapat dua kategori pertanggungjawaban

kekuasaan eksekutif dalam negara yang menganut

sistem pemerintahan semi presidensial, yaitu:

pertama, pertanggungjawaban kabinet kepada

presiden dan parlemen secara sekaligus (president-

parliamentary), yang kedu perdana menteri dan

kabinet hanya bertanggungjawab kepada parlemen

saja (premier presidential).

Indonesia merupakan negara dengan sistem pemerintahan

presidensial yang dengan tegas diatur secara implisit dalam

konstitusi terbaru yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Hal ini dapat dilihat dengan terpenuhinya

segala fitur utama dalam pemerintahan presidensial.

1. Pemilihan Presiden secara Langsung di Indonesia

dilakukan pertama kali setelah amandemen konstitusi

pada tahun 2004. Hingga saat tulisan ini dibuat, sudah 4

kali pemilihan umum presiden dilakukan, masing-masing

berjangka waktu 1 periode atau 5 tahun.

2. Masa jabatan tetap di Indonesia diatur dalam pasal 7

Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 yang berbunyi

“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama


68

lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam

jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.

3. Presiden sebagai pembentuk kabinet telah dilakukan oleh

Presiden yang baru terpilih di Indonesia setiap

periodenya, meskipun ada beberapa kasus pergantian

menteri untuk posisi yang telah ditetapkan.

Beberapa perbedaan penerapan untuk negara yang menganut

sistem pemerintahan presidensial merupakan hal yang lumrah

ditemui, hal ini pada dasarnya tergantung pada keadaan

ketatanegaraan dan faktor lainnya pada masing-masing negara. Hal

ini pula yang terjadi dengan Indonesia dan negara yang

menerapkan sistem pemerintahan presidensial yang lainnya, seperti

Amerika Serikat. Amerika Serikat sebagai negara yang

menerapkan sistem pemerintahan presidensial pertama di dunia

dan menjadi negara yang paling ideal untuk menjadi kiblat

presidensial, tidak mengenal adanya cuti presiden selama presiden

menjabat.

Amerika Serikat tidak mengenal adanya cuti presiden

bahkan pada saat berkampanye dengan statusnya sebagai calon

incumbent, dengan kata lain calon Presiden incumbent tetap

menjalankan tugasnya sebagai Presiden. Cara untuk mengejar

waktu untuk berkampanye ialah dengan memanfaatkan media


69

sosial secara masif. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sistem

pemilu di Indonesia dengan Amerika Serikat.

Wikipedia The Free Encyclopedia yang terakhir diedit pada


tanggal 22 Juni 2020 menjelaskan bahwa pada pemilihan umum di
Amerika Serikat pada tahun 2012, calon presiden Petahana tetap
menjalankan kampanye dengan memanfaatkan media sosial secara
efektif. “The Obama campaign was highly effective in getting out
the vote, in using technology to identify voters, and in capitalizing
on growing segments of the voting population. "President Obama
won reelection, not by going after independent voters, but by going
after emerging groups in the U.S. population. By race, age and
gender, voters made clear that America is made up of many parts,
and the Obama team captured more of them, and delivered more of
them to the polls”.68

Terdapat perbedaan penerapan mengenai cara calon

incumbent dalam menjalankan kampanye antara Indonesia dan

Amerika Serikat yang sama menerapkan sistem pemerintahan

presidensial. Perbedaan tersebut didasari oleh media yang

digunakan calon untuk berkampanye dan tingkat kesadaran politik

warga negaranya. Warga negara Amerika menggunakan internet,

dan media-media lainnya untuk mencari informasi mengenai

calon-calon dalam pemilihan umum. Sedangkan di Indonesia,

warga negaranya masih banyak yang tidak mengenal internet,

68
Wikipedia The Free Encyclopedia. Pengeditan terakhir pada tanggal 22 Juni
2020.
https://en.wikipedia.org/wiki/Barack_Obama_2012_presidential_campaign#cite_note-
guardian1-7. Diakses pada tanggal 26 Juni 2020.
70

masih ada yang tidak memiliki televisi, maupun media-media

lainnya seperti surat kabar, majalah dan berita-berita mengenai

pemilihan umum. Hal ini pada akhirnya membuat penyelenggara

pemilu dan para calon harus memberikan informasi secara

langsung ke daerah-daerah yang masih belum terjamah oleh

keadaan luar, terlebih hal-hal yang berkaitan dengan politik.

Berdasarkan hal tersebut, Indonesia dirasa belum cukup mampu

untuk menghapuskan cuti kampanye untuk calon incumbent karena

mereka harus memiliki waktu yang cukup untuk memberikan

informasi kepada seluruh warga negara pemilih (termasuk yang

berada di pelosok-pelosok).

Namun dengan perbedaan tersebut tidak lantas dapat

melahirkan sebuah opini bahwa Indonesia pada dasarnya tidak

menganut sistem pemerintahan presidensial karena adanya

perbedaan penerapan dengan Amerika Serikat sebagai negara

kiblatnya presidensial. Terlebih apabila berpendapat bahwa

Indonesia secara formil bersistemkan presidensialisme, namun

secara materil bersistemkan semi presidensialisme. Karakteristik

dan fitur dari dua pemerintahan tersebut sangatlah berbeda, dan apa

yang diterapkan di Indonesia tidak menunjukkan bahwa Indonesia

menerapkan semi presidensial.

Praktik yang dilaksanakan dengan cara yang berbeda oleh

berbagai negara yang bersistem presidensial merupakan hal yang


71

lumrah ditemui. Praktik sistem presidensial di Amerika Serikat

memang menjadi landasan penting dan banyak ditiru di berbagai

negara namun tidak semua kebijakan-kebijakan dalam sistem

presidensial di Amerika Serikat dapat diterapkan oleh negara-

negara bersistemkan presidensial lainnya. Hal ini didasarkan pada

keadaan ketatanegaraan masing-masing negara tersebut.69

Bagian terpenting dalam menilai apakah suatu negara

bersistemkan pemerintahan presidensial ialah dilihat dari fitur-fitur

utama sistem pemerintahan presidensial, apakah telah diterapkan

pada negara tersebut. Justru, perbedaan dalam beberapa kebijakan

pada masing-masing negara dinilai penting agar tidak terjadinya

kekacauan pada ketatanegaraan masing-masing negara, meskipun

menerapkan sistem pemerintahan yang sama. Hal ini juga berlaku

untuk sistem pemerintahan selain presidensial.

69
Fitra Arsil, Teori...., Op. Cit. Hlm. 25
72

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Indonesia menerapkan sistem pemerintahan presidensial sejak tahun

2002 ditandai dengan selesainya amandemen Konstitusi Indonesia

yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Karena Presiden memiliki kedudukan sebagai kepala negara sekaligus

kepala pemerintahan dalam sistem presidensialisme, maka beberapa

ahli berpendapat seharusnya Presiden dalam negara bersistem

presidensialisme tidak boleh cuti pada saat menjabat. Namun

meskipun Indonesia menerapkan sistem pemerintahan presidensial,

cuti kampanye untuk Presiden tetap diterapkan. Diantaranya pada

Pemilu tahun 2004, Pemilu tahun 2009 dan Pemilu Tahun 2019. Cuti

kampanye untuk Presiden dalam Pemilu tahun 2004 dan 2009

diwajibkan bagi calon incumbent. Namun pada pemilu tahun 2019 cuti

kampanye untuk presiden tidak lagi diwajibkan, melainkan

dijadikannya hak yang dimiliki oleh calon incumbent.

2. Putusan MK Nomor 10/PUU-XVII/2019 menegaskan bahwa calon

incumbent memiliki hak berkampanye dan tidak ada pelarangan untuk

mengambil masa cuti kampanye asalkan tetap memperhatikan

tugasnya sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden yang tengah

menjabat dan tidak menggunakan fasilitas negara untuk

berkampanye. Selain itu dalam tataran empiris, untuk saat ini

Indonesia dirasa belum cukup mampu untuk menghapuskan cuti

72
73

kampanye calon presiden incumbent karena warga negaranya belum

memiliki media yang cukup untuk mendapatkan informasi mengenai

calon-calon dalam pemilu, sehingga menyebabkan masih rendahnya

tingkat kesadaran berpolitik warga negara Indonesia. Meskipun cuti

kampanye untuk presiden tetap diterapkan padahal Indonesia

bersistemkan presidensial, tidak membuat indonesia melanggar

prinsip presidensialisme karena semua karakteristik dan fitur utama

dalam sistem pemeritnahan presidensial telah dipenuhi oleh Indonesia.

B. Saran

1. Karena Undang-undang tentang Pemilihan Umum pada dasarnya

selalu berubah setiap kali akan digelarnya kontestasi politik besar-

besaran, maka perlu bagi pembuat Undang-undang Pemilihan Umum

nantinya memberikan rincian secara jelas mengenai cuti kampanye

untuk presiden, sebagai berikut: Tenggat waktu calon incumbent

mengambil masa cuti, dan apabila Presiden bersama Wakil Presiden

kembali mencalonkan diri maka wajib membedakan hari apabila ingin

mengambil masa cuti agar tidak terjadi kekosongan jabatan dan

menghindari democratic dictatorship dengan kuatnya sebuah aturan.

Rekomendasi ini diharapkan dapat menjawab kekhawatiran-

kekhawatiran terjadinya kekosongan jabatan pada saat berjalannya

tahapan kampanye.
74

2. Mengurangi kewenangan calon incumbent untuk memutuskan suatu

kebijakan-kebijakan penting yang berkaitan erat dengan demokrasi

selama masa kampanye dalam Undang-undang Pemilihan Umum,

karena dikhawatirkan akan merugikan calon lain atau menguntungkan

dirinya sendiri. Hal ini nantinya akan diawasi secara langsung atau

tidak langsung oleh masyarakat sebagai bentuk dari partisipasi rakyat.

Rekomendasi ini diharapkan dapat menjawab kekhawatiran terjadinya

penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh incumbent dengan

mengambil kebijakan yang akan menguntungkan dirinya atau

merugikan pihak oposisi.


75

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ali, Zainuddin. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.

Arsil, Fitria. 2017. Teori Sitem Pemerintahan. Pergeseran Konsep dan Saling

Kontribusi Antar Sistem Pemerintahan di Berbagai Negara. Depok :

Rajawali Pers.

Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

Reformasi. Jakarta: Buana Ilmu.

. 1996. Pergumulan Peran Pemerintahn dan Parlemen

dalam Sejarah: Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara.

Jakarta: UI Press.

Bale, Tim. 2005. European Politics: A Comparative Introduction. New York:

Palgrave Macmillan.

Huda, Ni’matul. 2015. Ilmu Negara. Cetakan ketujuh. Jakarta: Rajawali Pers.

Huda, Ni’matul dan Imam Nasef. 2017. Penataan Demokrasi dan Pemilu di

Indonesia Pasca- Reformasi. Cetakan pertama. Jakarta: Kencana.

Husein, Zainal A.M.. 2005. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi,

Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM Prof. Jimly Asshiddiqie.

Jakarta: Konstitusi Pers.

75
76

Isra, Saldi. 2010. Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi

Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada,

Kusnardi dan Ibrahim, Harmaily. 1978. Pengantar Hukum Tata Negara

Indonesai. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Universitas Indonesia.

Manuel, Paul Christopher dan Anne Marie Cammisa. Checks and Balances:

How a Parliamentary System Could Change American Politics.

Colorado: Westview.

Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung :

Mandar Maju.

Witman, Shepherd L, dan John J. Wuest. Comparative Government Visualized.

New Jersey: Littlefield, adams & Co.

Jurnal :

Ludwikowski, Rett R. Latin American Hybird Constitutionalism: The United

States Presidentialism in the Civil Law Melting Pot. Boston University

International Law Jurnal. Vol 2:29

Riwanto, Agus. 2014. Inkompabilitas Asas Pengaturan Sistem Pemilu dengan Sistem

Pemeritnahan Presidensial di Indonesia. Artikel dalam Jurnal Hukum IUS

QUIA IUSTUM. No 4 Vol. 21.


77

Sudirman. Kedudukan Presiden dalam Sistem Pemerintahan Presidensial

(Telaah Terhadap Kedudukan Dan Hubungan Presiden Dengan

Lembaga Negara Yang Lain Dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun

1945). Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden

dan Wakil Presiden.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri

dalam Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Perwakilan Daerah (DPD) , Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),

Presiden, dan Wakil Presiden, Permintaan Izin dalam Pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden, Serta Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye

Pemilihan Umum.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XVII/2019.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019


78

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang

Kampanye Pemilihan Umum.

Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Pengambilan dan

Pengendalian Kebijakan di Tingkat Kementerian dan Lembaga

Pemerintahan.

Surat Kabar :

Lalu Rahadian. Melihat Aturan Kampanye Bagi Jokowi Pada Pemilu Tahun

2019.Surat Kabar “Kabar 24” 15 Mei 2019.

Andry Novelino. Putusan MK: Presiden tak Perlu Cuti Kampanye. Surat

Kabar “CNN Indonesia”. 12 April 2019.

International Network (Internet)

Aziz Rahardyan. Kabar 24: #TakutKalahGakMauCuti Trending Topic, Apa

Untungnya Presiden Cuti?. 2019.

https://kabar24.bisnis.com/read/20190305/15/896309/takutkalahgakmaucuti

-trending-topic-apa-untungnya-presiden-cuti,

Diah Harni. SBY, JK, dan Mega Pernah Cuti Kampanye saat Jadi Capres. 2018.

https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/kumparannews/sby-

jk-dan-mega-pernah-cuti-kampanye-saat-jadi-capres.

Ferl Agus Setyawan. 2019. TKN Pastikan Jokowi Ambil Cuti saat Kampanye

Pilpres 2019. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190325132615-32-

380420/tkn-pastikan-jokowi-ambil-cuti-saat-kampanye-pilpres-2019.

Diakses pada tanggal 20/6/2020


79

Friska Riana. Tempo.co: Pengamat: Putusan MK Presiden tak perlu cuti

kampanye sudah tepat!. 2019.

https://pilpres.tempo.co/read/1185160/pengamat-putusan-mk-presiden-tak-

perlu-cuti-kampanye-sudah-tepat/full&view=ok.

Maxmanroe. Pengertian Kampanye Secara Umum, Tujuan, Fungsi, dan Jenis-

jenis Kampanye. https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-

kampanye.html.

Tendi. MK Putuskan Presiden petahana tak perlu cuti kampanye. 2019.

https://nasional.kontan.co.id/news/mk-putuskan-presiden-petahana-tak-

perlu-cuti-kampanye.

Wikipedia Indonesia: Pemilihan Presiden Indonesia 2009.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2009.

Wikipedia Indonesia: Pemilihan Presiden Indonesia 2019.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2019.

Wikipedia The Free Encyclopedia. Pengeditan terakhir pada tanggal 22 Juni 2020.

Diakses pada tanggal 26 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Barack_Obama_2012_presidential_campaign#

cite_note-guardian1-7
80

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS HUKUM

1. Nama : Oktarina Sarare


2. Nomor Induk Mahasiswa : 1610211620139
3. Tempat dan tanggal lahir : Banjarbaru, 9 Oktober 1998
4. Kabupaten/Kota : Banjarmasin
5. Alamat rumah tetap : Perumahan Erlend Residen, Sungai Lulut
6. Alamat rumah sekarang/kos :-
7. Agama : Islam
8. Jenis/Tahun Masuk SLTA : SMKN 3 Banjarabaru/2013
9. Jenis/Tahun Pendidikan Terakhir : SMKN 3 Banjarbaru/2016
sebelum masuk Universitas
10. Pendaftaran pertama masuk : 2016
di Universitas tgl. Bln. Thn.
11. Judul Skripsi : Cuti Kampanye Sebagai Hak Presiden
dalam Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia
12. Pekerjaan : Mahasiswa
13. Nomor Telp/HP : 083125876611
14. Line : oktasarare_0910
15. Alamat E-Mail : Oktaoktarina.0915@gmail.com

DATA ORANG TUA


16. Nama Ayah : Abdoel Rasyid
17. Pekerjaan :-
18. Nama Ibu : Sarniah
19. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
20. Alamat : Guntung Pinang, RT 12 RW 05 Kelurahan
Kemuning Kecamatan Banjarbaru Selatan, Banjarbaru Kota.

Banjarmasin, 8 Juli 2020


Yang membuat,

Oktarina Sararez
1610211620139

Anda mungkin juga menyukai