Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH SEJARAH HUKUM

Perkembangan Demokrasi, Hak Asasi Manusia dalam Perkembangan Sistem


Politik Hukum di Indonesia
Dosen Pengajar: Dr.Muhammad Ilyas, S.H., M.H.

KELOMPOK II :
MAHDYS SYAM 003102562022

ERWIN 006402562022

SUDARSONO 007402562022

NUR RAHMA ASJAKSAN 007702562022

ISLAM ISKANDAR 008102562022

ABD. WAHID 008202562022

RINI WAHYUNINGSIH 009002562022

RIZAH SYAHREZA A. AKMAL 009102562022

BURHAN 009402562022

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullah Wabarakatuh..

Puji Sukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wataala atas Pembuatan
Makalah yang berjudul Perkembangan Demokrasi, Hak Asasi Manusia dalam
Perkembangan Sistem Politik Hukum di Indonesia ini dapat kami selesaikan dengan
baik.

Adapun penulisan Makalah ini kami ambil dari berbagai sumber bahan bacaan
yang kami peroleh dari media internet (google), sehingga mungkin penulisan Makalah
ini masih terbatas informasi dan data yang kami berikan. Namun dalam penulisan ini
kami dapat mensyukuri dikarenakan penulisan Makalah ini sedikit tidaknya memberikan
pengetahuan dan informasi mengenai Sejarah Perpolitikan Di Indonesia, utamanya di
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai bersama.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih banyak kepada bapak Pengajar Mata Kuliah
Sejarah Hukum Pada Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum yaitu.
DR.MUHAMMAD ILYAS, SH.MH.Yang mana selama ini memberikan dan menjelaskan
materi Mata Kuliah SEJARAH HUKUM dan juga telah memberikan tugas makalah
kepada kami sebagai bahan ilmu buat kami utamanya dan juga bagi teman – teman
seangkatan 2022.

Terima Kasih juga kami ucapkan buat teman – teman seangkatan 2022 yang
selama ini mengikuti Mata Kuliah SEJARAH HUKUM. Baik diskusi – diskusi yang kami
peroleh selama perkuliahan , sehingga juga merupakan serapan dari sebahagian
penulisan dari Makalah Kami, yakni PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK HUKUM DI
INDONESIA

Wassalam..,
Makassar, 14 Juni 2023

Kelompok II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia saat ini ditandai oleh kedaulatan rakyat termanifestasi dalam
pemilihan parlemen dan presiden setiap lima tahun. Sejak berakhirnya Orde Baru
yang dipimpin presiden Suharto dan mulainya periode Reformasi, setiap pemilu di
Indonesia dianggap bebas dan adil. Namun, Indonesia belum bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme maupun 'politik uang' di mana orang bisa membeli
kekuasaan atau posisi politik. Misalnya, segmen miskin dari masyarakat Indonesia
'didorong' untuk memilih calon presiden tertentu pada hari pemilihan dengan
menerima uang kecil di dekat kotak suara. Strategi seperti ini masih tetap
dilakukan, bahkan digunakan oleh semua pihak politik yang terlibat (dan ini
sebenarnya berarti race-nya lumayan adil maka berbeda dengan pemilu era Orde
Baru).
Dinamika ketatanegaraan Indonesia terus berkembang dari waktu ke
waktu. Begitupun dengan pembentukan hukum yang menyelaraskan diri dengan
perkembangan yang ada. Namun perkembangan tersebut tidak selalu dapat
diartikan sebagai suatu hal positif. Karena sampai saat ini masyarakat masih
mendambakan suatu hukum yang membela kepentingan masyarakat umum dan
memberikan hak secara penuh kepada warga negaranya. Pembentukan hukum
seringkali dijadikan alat politik untuk melanggengkan kekuasaan atau untuk
kepentingan individu semata. Hal ini sudah berlangsung semenjak masa orde
lama hingga sekarang. Dimulai dari zaman orde lama ketika Soekarno berusaha
untuk menjadikan dirinya presiden Indonesia seumur hidup, zaman orde baru yang
membuat Soeharto dapat dipilih menjadi presiden selama 32 tahun, sampai
zaman orde reformasi hingga saat ini yang dalam pembentukan hukumnya
dimanfaatkan untuk kepentingan politik semata.
Dalam membahas politik hukum suatu negara maka akan membahas
sekurang-kurangnya tiga hal yang mempengaruhi dari politik hukum tersebut.
Pertama, kebijakan negara (garis resmi) yang membahas mengenai instrumen
hukum yang diberlakukan maupun yang akan diberlakukan serta yang tidak
diberlakukan dalam rangka pencapaian tujuan negara; Kedua, latar belakang
politik, ekonomi, sosial, budaya (poleksosbud) yang mempengaruhi dari
keberadaan suatu produk hukum; dan yang hal yang terakhir yang dibahas dalam
politik hukum adalah mengenai penegakan hukum dalam hal ini berkaitan
kenyataan penegakan hukum di lapangan. Pembentukan atau pengarahan dari
politik hukum nasional setiap negara yang terbentuk ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu apa yang menjadi cita-cita suatu negara, rakyat atau tergantung pada
kehendak pembentuk hukum, tradisi atau teoritisi latar belakang tradisi dan realita
sosial setiap negara, realita hukum dan pengembangan hukum nasional dan
realita dunia Internasional.
Selama terjadinya transisi politik dari masa orde baru hingga sekarang tidak
dapat dihindarkan bahwa salah satu yang menjadi pokok yang dianggap penting
dalam kehidupan bernegara adalah kebebasan berpendapat. Terutama melihat
dari zaman pascareformasi, masyarakat menuntut lebih mengenai kebebasan
berpendapat dan penegakan Hak Asasi Manusia, penuntutan ini didasarkan pada
pandangan dari masyarakat yang telah menganggap bahwa pada saat orde baru
kedua bidang tersebut yang merupakan bidang yang memiliki banyak kasus yang
belum terselesaikan dan banyak terjadi pada orde baru sehingga meninggalkan
rasa ketidakadilan bagi masyarakat dan sebuah hak bagi seorang warga negara
yang sudah seharusnya untuk ditegakkan. Salah satu hal yang menjadikan proses
ini melalui waktu yang panjang atau lama dikarenakan juga adanya dominasi yang
ada disebuah negara oleh kekuatankekuatan yang bertarung dalam kerangka
umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya.
Sistem hukum yang ada saat ini merupakan satu kesatuan utuh dari
perubahan-perubahan yang terjadi sejak dahulu hingga kini. Tatanan yang
terbentuk menyisakan permasalahan yang harus segera dibenahi. Apabila
dibiarkan terus menerus maka akan semakin banyak masyarakat yang merasakan
kerugian sebagai akibat dari sistem yang terbentuk. Sejatinya hukum berfungsi
sebagai pelindung kepentingan manusia. Dalam menegakkan hukum terdapat tiga
unsur yang harus diperhatikan sebagaimana yang dijabarkan oleh Gustav
Radbruch, yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit), keadilan (gerechtigkeit), dan
kemanfaatan (zweckmassigkeit). Ketiga unsur tersebut harus dapat
dielaborasikan lebih lanjut dalam pembentukan hukum agar tercapainya cita
hukum seperti yang diharapkan. Lebih lanjut, dalam pembentukan sistem hukum
harus dapat berjalan dengan baik. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Lawrance
Friedman, ketiga sub sistem yaitu struktur hukum, substansi hukum, dan budaya
hukum harus berjalan beriringan agar terciptanya sistem hukum yang baik.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami sepakat untuk mebahas dan
mengakaji mtugas sejarah hukum dengan topik sejarah perpolitikan di Indonesia
dengan judul Perkembangan Demokrasi, Hak Asasi Manusia dalam
Perkembangan Sistem Politik Hukum di Indonesia
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan politik di Indonesia saat ini?
2. Bagaimana perkembangan politik hukum Indonesia kaitannya dengan
perkembangan demokrasi dan hak asasi manusa ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan politik Indonesia
2. Untuk mengetahui perkembangan politik hukum Indonesia kaitannya dengan
perkembangan demokrasi dan hak asasi manusia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah perkembangan politik di Indonesia


Awal perkembangan hukum di Indonesia dimulai dari masa Pra-
kemerdekaan ketika Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
merumuskan dasar negara Indonesia. Yang pada saat itu tercetus dan
disebutkan oleh Founding Father bangsa Ir. Soekarno dan dikenal dengan istilah
Pancasila. Pancasila lahir dari nilai-nilai yang selama ini berada dalam jati diri
bangsa (masyarakat) dan kemudian disarikan kedalam 5 sila. Nilai-nilai ini
merupakan semangat, kepribadian, dan merupakan suatu hal yang telah
mendarah daging dikehidupan masyarakat.
Dalam perjalanannya, dinamika politik di Indonesia terus mengalami
pergejolakan. Pada awal pembentukan negara Indonesia, PPKI yang saat itu
diketuai oleh Soekarno menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Badan ini juga yang memilih presiden dan wakil presiden pertama Indonesia
pada saat itu karena lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum terbentuk.
Pada awal kemerdekaan, kekuasaan negara sepenuhnya berada ditangan
presiden dan dibantu oleh Komite Nasional. Soekarno dalam pidatonya sebagai
ketua PPKI menyatakan bahwa UUD 1945 bersifat sementara dan memiliki
harapan ketika suasana negara sudah lebih tentram, MPR dapat membuat UUD
yang lebih lengkap dan sempurna.
Pada tanggal 27 Desember 1949, UUD 1945 mengalami perubahan
menjadi UUD RIS yang berlaku sampai dengan 17 Agustus 1950. Perubahan ini
membawa dampak terhadap bentuk negara yang semula Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) menjadi Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
UUD RIS hanya berlaku dalam rentang waktu satu tahun. Karena sejak 1950-
1959 berlaku Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS). Pada 5 Juli 1959,
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang menyatakan memberlakukan
kembali UUD 1945. Dizaman kepemimpinan Soekarno ini, konstitusi kental
dengan nuansa demokrasi politik dan demokrasi ekonomi yang disebut juga
dengan istilah socio-demokrasi.
Karakter produk hukum yang dihasilkan pada masa demokrasi liberal
(1945- 1959) bersifat responsif/populistik. Contohnya adalah Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1953 yang mengatur tentang pemilihan Umum. Undang-undang
tersebut dapat mengatur secara rinci sistem Pemilu dan pokok-pokok prosesnya,
sehingga tidak memberi ruang yang terlalu luas kepada eksekutif untuk
menafsirkan sendiri dengan peraturan perundang-undangan delegatif. Proses
lahirnya Undang-undang tersebut didorong oleh arus kehendak rakyat dan
dibahas secara fair dalam badan perwakilan rakyat. Adanya partisipasi
masyarakat menjadikan materi muatan undang-undang tersebut juga
mencerminkan keberpihakan kepada rakyat secara keseluruhan.
Setelah berakhirnya sistem politik liberal dan beralih menjadi sistem
demokrasi terpimpin, maka lahirlah konfigurasi politik baru yang lebih bersifat
otoriter. Konfigurasi politik pada era demokrasi terpimpin ditandai dengan adanya
tiga kekuatan politik utama, yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang saling memanfaatkan. Soekarno memerlukan PKI untuk
menghadapi kekuatan Angkatan Darat yang gigih menyainginya, PKI
memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan dari presiden dalam
melawan Angkatan Darat, sedangkan Angkatan Darat membutuhkan Soekarno
untuk mendapatkan legitimasi bagi keterlibatannya di dalam politik. Hal ini
bertentangan dengan konsep negara hukum Indonesia menurut UUD 1945,
bahwa kekuasaan Kepala Negara harus terbatas dan bukan tak terbatas. Artinya
Kepala Negara bukan diktator dan dalam melaksanakan roda pemerintahan
harus berpedoman kepada konstitusi serta ketentuan hukum yang berlaku.
Produk hukum yang dihasilkan pada masa demokrasi terpimpin berkarakter
ortodoks/konservatif.
Soekarno mendapat kecaman terhadap kepemimpinannya yang lebih
memperlihatkan kediktatorannya sebagai presiden dibandingkan sebagai
seorang pemimpin bangsa. Salah satu kebijakannya yang dikecam yaitu
membuat Tap MPR berisi penegasan kepemimpinannya yang tanpa batas masa
jabatan (seumur hidup). Istana menjadi menguat, partai-partai lain selain PKI
menjadi lemah dan bahkan kekuatan militer pun menguat. Selain itu ada aksi
mahasiwa yang menunutut dibubarkannya PKI karena merusak tatanan
demokrasi di Indonesia. Pada kenyataannya PKI yang menjadi andalan dari
Soekarno untuk menjadi mitra kerja ternyata membelot dan justru melakukan
pemberontakan. Setelah masa demokrasi terpimpin, dimulailah era baru didalam
tata pemerintahan Indonesia. Cikal bakal pemerintahan Orde Baru dimulai tahun
1966 dengan adanya Surat Perintah Sebelas Maret, yang kemudian
disalahartikan sebagai surat pemindahan kekuasaan. Soekarno lengser dalam
ketetapan Sidang Istimewa MPRS pada tanggal 7 Maret 1967 dan menandai
berakhirnya kekuasaan orde lama.11 Pada tanggal 27 Maret 1968, Soeharto
diangkat sebagai presiden hal ini berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XLIV/MPRS/1968.
Pada masa awal pemerintahan Soeharto, dirinya menyatakan prinsip
melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yang tercermin dari
beberap kebijakannya. Namun, semua kebijakan demokrasi ekonomi dan politik
tidak sesuai dengan UUD 1945. Politik hukum lama kelamaan menjadi politik
kekuasaan sebagai sebuah alat untuk mempertahankan jabatan yang sudah ada
ditangan. Pemerintahan Orde Baru melaksanakan pemilu sebanyak enam kali
(tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1998). Pemerintahan orde baru
dengan orde lama memiliki kesamaan yaitu menggunakan sistem antara sipil dan
militer. Salah satu contoh kekuasaan Eksekutif yang kuat dan dominan dalam
pemerintahan Indonesia diatur dalam pasal 5 UUD 1945 yang menyatakan
Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian maka Presiden
memegang kekuasaan Eksekutif dan Legislatif sekaligus.
Lebih lanjut, masa pemerintahan Orde Baru, banyak praktik yang dilakukan
untuk mempertahankan kekuasaan yang cenderung otoriter. Beberapa praktik
yang dilakukan oleh Orde Baru, antara lain:
a. Orde Baru mampu mengkonsolidasikan dan membentuk kewenangan
militer (ABRI) dengan kewenangan politik. Pada masa ini dwifungsi ABRI
sangat melekat, yakni fungsi ABRI sebagai penjaga pertahanan dan
keamanan Indonesia serta fungsi ABRI di ranah sosial politik;
b. Pemerintahan mengubah susunan pimpinan partai politik. Para
pemimpin partai politik harus merupakan orang yang telah mendapatkan
restu dari Presiden. Pada masa ini pula, Golkar dijadikan sebagai
kendaraan politik bagi Orde Baru; dan
c. Pemerintah mendesain ideologi Pancasila sehingga menjadi pembenar
bagi rezim otoritarian. Pancasila juga digunakan sebagai asas tunggal
sebagai “simbol pemersatu” dan interpretasinya hanya dapat dilakukan
oleh pemerintah.

Sistem politik yang dilakukan pada masa orde baru dilakukan dengan hati-
hati melalui cara yang formal sehingga tampak konstitusional. Karena pada masa
ini menyediakan peraturannya terlebih dahulu sebelum melakukan suatu
tindakan hukum. Hal ini dilakukan dengan menggunakan kewenangannya yang
sangat besar dan tangan-tangan yang diletakkan di MPR dan DPR. tujuannya
untuk memperkuat otoriterisme dengan TAP MPR dan Undang-Undang.
Walaupun secara konstitusional apa yang dilakukan oleh Soeharto dapat
dianggap benar, namun secara subtansial tidak sejalan dengan nilai-nilai yang
terkandung didalam konstitusi.
Setelah 32 tahun kepemimpinan orde baru, akhirnya pada tanggal 21 Mei
1998, Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
presiden. mundurnya Soeharto tidak terlepas dari demo yang terus
dilangsungkan oleh mahasiswa diseluruh penjuru Indonesia. Demonstrasi yang
dilakukan sebagai imbas dari merosotnya keadaan sosial dan ekonomi pada saat
itu. Selanjutnya pucuk kepemimpinan diambil alih oleh B.J. Habibie yang
sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden. Berbagai tuntutan dilakukan oleh
masyarakat untuk memperbaiki struktur ketatanegaraan selepas masa orde
baru. Tuntutan-tuntutan tersebut diantaranya: a) Amandemen UUD 1945; b)
Penghapusan Dwifungsi ABRI; c) Penegakkan supremasi hukum, penghormatan
Hak Asasi Manusia (HAM), dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN); d) Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dengan daerah;
e) Mewujudkan kebebasan pers; dan f) Mewujudkan kebebasan demokrasi.
Setelah kepemimpinan B.J Habibie, secara berturut-turut presiden Indonesia
sampai saat ini yaitu K.H Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo
Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.
Pada Era Reformasi dilakukan penguatan konstitusi sebagai dasar
pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang ada dibawahnya. Secara
berturut-turut dilakukan amandemen UUD 1945, dimulai tahun 1999, 2000, 2001,
dan 2002. Sebagai bagian dari reformasi konstitusi, MPR RI kedudukannya
bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara. Kini kedudukan yang dimiliki oleh
semua lembaga negara adalah setara dengan menekankan kepada penguatan
sistem checks and balances antar lembaga negara yang ada. Selain itu
dibentuknya beberapa lembaga negara baru yang salah satunya adalah
Mahkamah Konstitusi. Salah satu kewenangan yang diberikan kepada
Mahkamah Konstitusi adalah pengujian UndangUndang terhadap Undang-
Undang Dasar.
Era Reformasi juga digalakkan reformasi birokrasi. Saat ini setiap daerah
diberikan hak untuk mengembangkan sendiri potensi yang dimiliki oleh
daerahnya melalui otonomi daerah. Ini memiliki tujuan untuk peningkatan
kesejahteraan didaerah dan juga untuk memberdayakan masyarakat daerah
secara menyeluruh. Karena selain sumber daya alamnya, Indonesia juga
memiliki sumber daya manusia yang sangat besar jumlahnya. Diharapkan setiap
daerah dapat mengekspolarasi setiap sisi yang ada baik itu dari SDA, SDM,
kebudayaan, adat istiadat, maupun memupuk rasa cinta akan daerahnya dan
tanah air.
B. Perkembangan politik hukum Indonesia kaitannya dengan perkembangan
demokrasi dan hak asasi manusa
1. Perkembangan Politik Hukum mengenai HAM dalam penegakan
Kebebasan Berpendapat di Lingkungan Negara Demokrasi
Politik hukum merupakan suatu legal policy atau garis (kebijakan) resmi
yang berisikan hukum yang ditujukan dalam rangka pembuatan hukum
baru maupun berupa pergantian terhadap hukum yang lama, yang dimana
pembentukan suatu kebijakan yang berisi huku.m tersebut digunakan
dalam rangka mencapai tujuan negara. Hukum yang dibentuk oleh
pemerintah yang berkuasa merupakan suatu legal policy yang akan
diberlakukan atau tidak diberlakukan untuk mencapai tujuan negara, posisi
ini menjadikan hukum sebagai alat menuju tujuan tersebut. Dalam rangka
memperjelas pandangan mengenai hubungan antara politik dengan
hukum, kita dapat melihat dari pandangan John Austin yang menyatakan
“Law is a command of the Lawgiver” (hukum merupakan perintah dari
penguasa), yang dimana suatu hukum dibuat oleh mereka yang memegang
kekuasaan atau kedaulatan tertinggi atau dapat dikatakan bahwa hukum
yang diberlakukan oleh penguasa tersebut memiliki peran untuk menjadi
‘alat’ bagi penguasa untuk mencapai. Penetapan pemberlakuan hukum di
suatu wilayah ditentukan oleh penguasa yang berkuasa dan seseorang
dapat menjadi penguasa atas wilayah itu pun tidak dapat terlepas dari
peran unsur politik didalamnya.
Politik hukum merupakan salah satu bentuk yang digunakan oleh
pemerintahan atau pihak yang berkuasa dalam suatu negara untuk
menentukan hukum yang berlaku untuk mengatur kelakuan atau tindakan
dari warga atau pihak yang yang dikuasai. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa kedua bidang antara hukum dan politik merupakan hal yang erat dan
tak dapat dipisahkan dalam suatu praktek berbangsa negara. Baik hukum
maupun politik merupakan dua elemen penting yang saling bersinggungan
ditambah dengan elemen terakhir yang diperlukan dalam rangka proses
pembentukan sebuah sistem hukum yang ideal yaitu keadilan. Hal ini
menjadikan tiap politik hukum satu negara dengan yang lainnya memiliki
perbedaan dan membuatnya unik. Salah satu keunikan dapat dilihat pada
negara kita sendiri, dimana Negara Republik Indonesia telah terjadi
perubahan-perubahan politik secara bergantian (berdasarkan pada periode
sistem politik) antara konfigurasi politik yang demokratis dan konfigurasi
politik yang otoriter.
Pada saat konfigurasi politik tampil secara demokratis, maka produk-
produk hukum atau peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan
melalui legislatif bersama dengan eksekutif akan melahirkan produk hukum
yang bersifat responsive, sebaliknya ketika konfigurasi politik tampil secara
otoriter, maka produk hukum yang dilahirkan bersifat ortodoks.
Politik merupakan unsur yang dapat ditemui pada setiap elemen
terbentuknya negara, baik wilayah, pemerintahan, pengakuan, bahkan
hingga terbentuknya suatu kumpulan orang yang berada dibawah yurisdiksi
negara tersebut yang lebih dikenal dengan istilah rakyat. Dalam proses
bernegara, tiap-tiap individu pada sebuah negara memiliki hak atas hukum,
baik itu hakhak asasi yang melekat sejak lahir, maupun hak-hak
konstitusional yang di dalamnya termasuk juga hak asasi itu sendiri dan hak
politik, yang pada intinya adalah hak yang dijamin oleh konstitusi bagi
seseorang agar dapat dengan nyaman menjalani kehidupannya sebagai
warga negara.
Politik hukum yang dilakukan disuatu negara merupakan suatu konsep
tentang pembentukan hukum yang diberlakukan maupun akan
diberlakukan dalam ruang lingkup masyarakat, bangsa dan negara dan
diarahkan untuk mewujudkan tujuan bersama. Dalam konsep ini menurut
pandangan Bernard L. Tanya, politik hukum itu lebih mirip suatu etika, yang
dimana dengan adanya politik hukum maka terdapat pula tuntutan terhadap
suatu tujuan dari politik hukum yang dipilih tersebut harus dapat dibenarkan
oleh akal sehat yang dapat diuji, dan cara yang ditetapkan untuk
mencapainya haruslah dapat di tes dengan kriteria moral.
Terdapat beberapa hal yang dapat mengkategorikan masa tersebut
sebagai masa pemerintahan yang otoriter. Baik kalangan intelektual hingga
pers media yang membahas mengenai politik dalam forum ilmiah, dapat
dianggap sebagai perongrong ideologi negara yang membahayakan
stabilitas politik dan tidak sesuai dengan budaya negara dan Pancasila.
Penggunaan perspektif tersebut sesuai dengan pandangan yang diberikan
oleh Jack Donnely, yang beliau sebut dengan pendirian relativisme budaya
radikal yang memberikan penegasan bahwa “budaya adalah satusatunya
sumber kesahihan hak moral atau kekuasaan”. Pada negara-negara di Asia
yang memiliki penguasa yang otoriter, penguasa tersebut selalu
memberikan argumen tersendiri berkaitan dengan konsep HAM dan
kebebasan berpendapat terhadap apa yang telah diterapkan di negaranya.
Pandangan tersebut merupakan suatu pandangan yang sama dengan
para penganut absolutisme budaya yang mendefinisikan HAM yang berada
di kehidupan masyarakat memiliki konsepsi HAM yang berbeda pula.
Oleh karena itu politik perkembangan hukum dianggap harus mencakup
daripada kedua hal pokok yang menjadi tujuan dari Indonesia dalam
kehidupan bernegara, prinsip “de gulden midenweg” digunakan oleh
pemerintah untuk menghindari berbagai perbedaan yang mencolok dan
cara-cara yang ekstrim. Akibatnya kita menolak mencapai keadilan dan
kemakmuran itu melalui cara yang dianggap tepat oleh faham kapitalisme,
komunisme, ataupun cara yang fanatik, religius. Ketiga cara tersebut
merupakan faham yang ekstrim, oleh karena kapitalisme menganggap
manusia perorangan (individu) adalah yang paling penting: komunisme
menganggap masyarakat yan terpenting di atas segala-galanya. sedang
aliran fanatik religius merupakan realitas bahwa manusia hidup di dunis ini,
tempat ia harus bergulat untuk mempertahankan hidupnya (survive). Maka
seharusnya Politik Hukum kita pasti tidak akan dan memang tidak dapat
menggunakan cara-cara kapitalis, komunis, maupun fanatik religious.
Perkembangan pengaruh HAM dalam politik hukum di Indonesia
bertambah besar terutama masa reformasi, perihal HAM pun turut menjadi
salah satu topik tuntutan mahasiswa pada saat reformasi dilakukan,
adapun isi dari tuntutan-tuntutan mahasiswa pada saat reformasi yang
akhirnya terwujud dengan MPPR yang mengeluarkan Panduan dalam
Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal inilah yang
menjadi salah satu cikal bakal yang kuat bagi suatu konstitusi untuk dapat
memberikan suatu perlindungan terhadap suatu perlindungan kepada Hak
Asasi Manusia dalam konstitusi yang ada di Indonesia, dengan
diterbitkannya Panduan yang salah satu isinya memberikan pers yang
merupakan salah satu bagian dari terdapatnya kebebasan berpendapat
dalam suatu negara demokrasi.
2. Penegakan HAM sebagai Politik Pembangunan Hukum mengenai Hak
Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia
Sejarah pembentukan hukum dari masa orde lama sampai dengan orde
reformasi telah menjadi satu kesatuan dalam bentuk sistem hukum nasional
saat ini. Perkembangan ini membentuk suatu dinamika hukum yang memiliki
kelebihan dan juga kekurangan. Kekurangan yang ada haruslah diminimalisir
dengan penyempurnaan pembentukan hukum kedepannya. Agar nantinya
sistem hukum yang ada lebih tertata dan memberikan keadilan serta
kemanfaatan bagi masyarakat. Penyelenggaraan negara dalam negara
hukum diatur oleh suatu aturan hukum sebagai pemegang komando tertinggi.
Sehingga penyelenggaraan negara sesuai dengan prinsip the Rule of Law,
and not of Man.
Hukum tidak dibuat, ditetapkan, dan ditegakkan dengan kekuasaan belaka
(machtstaat). Konsep ini memberikan pengakuan terhadap prinsip supremasi
hukum dan konstitusi. Dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan
kekuasaan yang diatur dalam kontitusi agar adanya jaminan-jaminan hak
asasi manusia, prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang
menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, dan menjamin
keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang
oleh pihak yang berkuasa.
Keberadaan dari berbagai bentuk pemerintahan yang memberikan warna
pada aspek hukum yang berlaku di Indonesia, dimulai dari bentuk
pemerintahan yang menggunakan sistem Demokrasi Parlementer dengan
adanya penekanan terhadap penguatan di bidang parlemen dalam hal ini
untuk memperkuat dari aspirasi suara rakyat dalam hal pembentukan
kebijakan pemerintah. Lalu dilanjutkan dengan adanya perubahan dengan
berlakunya sistem pemerintahan yang berbentuk sistem Demokrasi Liberal
dengan beberapa perubahan antara lain mengembangkan kebebasan dalam
hal mengemukakan pendapat serta berserikat, pembubaran DPR, penguatan
kedudukan DPR dalam kegiatan bernegara, pelarangan ABRI, peradilan yang
bebas dari dan lain sebagainya, Kemudian berlanjut dengan berlakunya
Demokrasi Terpimpin yang pada dasarnya adalah mengurangi dari pemberian
kebebasan kepada masyarakat lalu Demokrasi Pancasila yang menjalankan
pemerintah demokrasi dengan mengacu kepada nilainilai Pancasila dengan
beberapa hal yang dapat dilihat sebagai kegagalan dalam mencerminkan dari
nilai pancasila itu sendiri seperti kegiatan pemilu yang diadakan hanya untuk
memenuhi tuntutan ritual dalam negara demokrasi, terdapatnya larangan
mengkritik pemerintah, hingga pada penegakan HAM dalam negara yang tidak
berjalan dengan semestinya; dan berakhir pada Demokrasi Konstitusi yang
memperbaiki sistem pemerintah dan sistem trias politika yang diberlakukan di
Indonesia.
Disisi lain Indonesia juga menerapkan bentuk negara yaitu negara hukum
yang membutuhkan hukum yang dijadikan sebagai pimpinan dari
pemerintahcnnya. Dalam suatu negara tentu memiliki masa transisinya
masing-masing yang mungkin saja sangat berbeda antara negara satu yang
lainnya, seperti yang sebelumnya dijelaskan mengenai transisi politik yang
memberikan ketidakpastian, suatu dinamika perubahan masyarakat juga
berkonsekuensi pada adanya dinamika perubahan konstitusi.
Dari beberapa bentuk transisi politik yang ada di dunia ini, kita dapat
mengambil salah satu bentuk dari transisi politik yang ada di Indonesia yaitu
bentuk transisi politik yang terjadi pada saat reformasi yang secara besar-
besaran serentak di Indonesia, yang berujung pada runtuhnya pemerintahan
rezim orde baru, yang dimana dinilai oleh banyak pihak sebagai pihak yang
tidak menegakkan dari kebebasan berpendapat yang merupakan salah satu
nilai dari diterapkannya demokrasi di Indonesia. Penegakan terhadap
kebebasan berpendapat tersebut diperkuat setelah terlihat secara jelas bahwa
pasca-reformasi terdapat beberapa hal dalam rezim orde baru yang dapat
mengkategorikan masa tersebut sebagai masa pemerintahan yang otoriter.
Ruang diskusi yang dilakukan oleh kalangan intelektual hingga pers media
yang membahas mengenai politik dalam forum ilmiah, dapat dengan begitu
saja dianggap sebagai perongrong ideologi negara yang akan berdampak
kepada terancamnya stabilitas politik serta tidak sesuai dengan budaya
negara dan Pancasila.
Pada negara-negara di Asia yang memiliki penguasa yang otoriter,
penguasa dari negara otoriter tersebut selalu akan memberikan argumen
tersendiri berkaitan dengan konsep HAM dan kebebasan berpendapat
berkaitan dengan kebijakan yang telah diterapkan di negaranya. Pandangan
tersebut merupakan pandangan yang sama dengan pandangan penganut
absolutisme budaya yang dimana memberikan definisi HAM yang berada
didalam suatu lingkungan kehidupan masyarakat memiliki konsepsi HAM
tersendiri dengan lingkungan kehidupan masyarakat yang lain memiliki
konsepsi HAM yang berbeda.
Adapun terdapat klasifikasi yang dapat digunakan untuk menunjukkan
sebuah pemerintah sebagai pemerintah yang otoriter antara lain sistem politik
yang memungkinkan negara berperan sangat aktif serta mengambil seluruh
inisiatif dalam hal pembuatan kebijakan negara, terdapat dorongan dari pihak
elit kekuasaan yang bersifat pemaksaan dalam persatuan diwilayah
pemerintahan, penyingkiran pihak oposisi yang menentang kebijakan
pemerintah yang dilakukan secara terbuka dalam penentuan kebijakan
negara, Kekuasaan politik yang dikuasai oleh elit yang kekal dan Terdapat
suatu doktrin yang membenarkan konsentrasi kekuasaan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penegakan akan Hak Asasi Manusia memiliki keterkaitan erat dengan
negara demokratis, terutama mengenai penegakan di bidang kebebasan
berpendapat. Hal ini dibuktikan dengan adanya jaminan terhadap kebebasan
berpendapat dan HAM yang menjadi dasar dari kegiatan demokrasi dalam
negara. Oleh karena itu penetapan HAM dan dalam konstitusi dianggap sebagai
hal yang mendukung daripada berjalannya praktek daripada suatu negara
demokrasi dan juga sebagai dasar bagi berlakunya suatu perlindungan HAM
disuatu negara hukum. Perkembangan HAM yang ada didalam suatu negara
berkaitan erat dengan politik yang ada disuatu negara dan diterapkan di negara
tersebut, tentu hal ini berkaitan juga dengan segala sejarah yang telah ada atau
telah dilalui oleh negara tersebut yang dimana biasanya akan tergantung pada
kepentingan pihak yang berkuasa pada waktu itu.
Pada saat ini kriteria terhadap penegakkan suatu HAM dalam negara
bertambah kompleks, terutama akhir-akhir ini yang panas adalah permasalahan
yang berkaitan dengan isu SARA. Begitu gampangnya seseorang tersinggung
dan mengatasnamakan SARA sehingga kebebasan berpendapat tidak lagi dapat
dianggap sebagai kebebasan. Dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat
terhadap perlindungan dalam bidang kebebasan berpendapat, maka pemerintah
dapat kembali untuk merevisi dari lex specialis dari HAM yang sudah ketinggalan
dalam memenuhi kebutuhan dalam kebebasan berpendapat seseorang.
B. SARAN
Dalam kaitannya dengan sejarah perpolitikan di Indonesia, banyak hal yang
terjadi seiring berkembangnya system politik Indonesia. Diharapkan dalam
system politik Indonesia saat ini bisa lebih memahami keinginan dari masyarakat
terkait kebebasan berpendapat dan lebih menjungjung tinggi demokratis dalam
berpolitik.
DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam. (2011). Politik Hukum. Jakarta: PTIK. p.183


Artidjo Alkostar. Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum
Nasional.Yogyakarta: Rajawali. 1986.
Mahfud MD. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
http://eprints.ulm.ac.id/2093/1/PERKEMBANGAN%20DAN%20KEGAGALAN%20SISPO
LINDO.pdf diakses 10 juni 2023
Azis Budianto, Pembangunan Politik Hukum Pasca Reformasi di Indonesia, Lex Librum,
Vol. 3 No. 1, Desember 2016.
Danggur Konradus, “Politik Hukum Berdasarkan Konstitusi”, Masalah-masalah Hukum,
Jilid 45 No. 3, Juli 2016.
Liky Faizal, “Produk Hukum di Indonesia Perspektif Politik Hukum”, Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah, Vol. 9 No. 1, 2017.

Anda mungkin juga menyukai