Anda di halaman 1dari 13

JUSTITIA JURNAL HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

PENGARUH KOALISI PARTAI POLITIK TERHADAP


PELAKSANAAN SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA
Lidya Christina Wardhani
Fakultas Hukum Universitas Muria Kudus
Jl. Lkr.Utara, Gondangmanis, Kec.Bae, Kab.Kudus, Jawa Tengah 59327
e-mail: lidya.christina@umk.ac.id

Abstrak
Pasca pemilihan umum (pemilu) Presiden dan Wakil Presiden, para elite politik yang
tergabung di berbagai partai politik mulai mengutarakan keinginan mereka terkait kontrak
politik baru. Tidak hanya partai politik koalisi pendukung calon yang menang, tetapi juga
partai politik oposisi pendukung Presiden lawan. Dengan adanya koalisi dalam partai politik
ini, justru dikhawatirkan dapat melemahkan hak prerogatif yang seharusnya mutlak hanya
dimiliki oleh Presiden, salah satunya dalam hal pengisian kabinet menteri. Sistem presidensial
yang dianut oleh Indonesia pun juga terancam terganggu dengan adanya intervensi
kepentingan dari partai politik, terutama bagi hak prerogatif Presiden, sehingga sistem
Presidensial tidak dapat berjalan optimal, efektif dan efisien.

.
Kata Kunci: Koalisi; Partai Politik; Koalisi Partai Politik; Sistem Presidensial di Indonesia

A. Pendahuluan
Undang Dasar 1945 (UUD 1945),
Indonesia secara umum sistem
Indonesia mampu mempertegas sistem
pemerintahannya menganut sistem
presidensial sebagai dasar penyelenggaraan
presidensial, seperti yang telah dijelaskan
negara. 2
secara jelas dan sistematis dalam penjelasan
Akan tetapi, sistem presidensial yang
Undang-Undang Dasar 1945.1 Sistem
dianut di Indonesia tersebut juga diterapkan
pemerintahan Presidensial telah dianut oleh
ke dalam konstruksi sistem politik yang
negara Indonesia sejak orde lama sampai
multipartai. Sebagai negara yang majemuk,
orde reformasi. Walaupun berdasarkan
sistem multipartai merupakan konteks
historis Indonesia pernah gagal
politik yang harus diterima dan sulit untuk
menerapkan sistem parlementer, tetapi
dihindari. Namun, sistem presidensial ini
setelah dilakukan amandemen Undang-
secara teoritis jika bersatu dengan sistem

1 2
Titik Triwulan Tutik, 2011, Konstruksi Hukum Mahmuzar, 2010, Sistem Pemerintahan Indonesia
Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD Menurut UUD 1945 Sebelum dan Sesudah
1945, Jakarta: Kencana, hlm. 158 Amandemen, Bandung: Nusa Media, hlm. 132
256
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

multipartai akan rentan timbul masalah, hubungannya dengan sistem sosial politik
sebab besarnya intervensi dan pengaruh di memiliki banyak fungsi salah satunya
dalam sistem multipartai justru akan adalah pada saat partai politik berfungsi
membuat sistem presidensial menjadi sebagai sarana dalam bersosialisasi politik,
semakin lemah dan tidak stabil. berkomunikasi politik, rekruitmen politik
Sistem multipartai dianut di dan penyampaian aspirasi masyarakat.
Indonesia karena Indonesia memiliki Hanya saja, apa yang menjadi aspirasi
keanekaragaman yang terdiri dari suku, masyarakat yang disalurkan melalui partai
agama, ras, dan adat istiadat. Indonesia politik ini dalam membuat Undang-Undang
adalah bangsa yang kuat, golongan- maupun peraturan seringkali berbeda
golongan masyarakatnya lebih cenderung dengan praktek dan hasilnya.
suka untuk menyalurkan ikatan-ikatan Saat ini partai politik sudah banyak
terbatas (primodial) dalam satu wadah saja. bermunculan semenjak era reformasi yang
Sistem multipartai yang ada di Indonesia dibentuk atas dasar persamaan kehendak
ditandai dengan diikutinya pelaksanaan melalui pemilihan umum, dan otomatis
pemilihan umum untuk memilih kepala kader-kader yang berada dalam masing-
negara atau pemilihan wakil rakyat oleh masing partai politik juga berasal dari
banyak partai politik sebagai pengusung berbagai macam kepentingan serta latar
calon yang diajukan. Banyaknya partai belakang yang berbeda-beda. Jika dikaitkan
politik yang ada pada pemilihan umum antara sistem presidensial dengan sistem
menjadikan beberapa partai politik harus multipartai yang ada, maka hal tersebut
melakukan koalisi atau gabungan yang kemudian menjadi sebuah realitas politik
terdiri dari partai politik besar dan partai yang sangat menarik untuk dikaji, misalnya
politik baru. dalam pelaksanaan pemilihan Presiden dan
Partai politik adalah suatu organisasi Wakil Presiden secara langsung yang
politik yang terdiri dari beberapa anggota seharusnya dapat menjadi perwujudan yang
yang memiliki tujuan untuk mencapai tegas dari sistem presidensial yang
kekuasaan politik, dan sebagai lembaga sesungguhnya, tetapi justru masih tidak
politik, partai politik bukanlah sebagai dapat terlepas dari pengaruh partai politik,
sesuatu yang telah muncul dengan terutama partai-partai politik koalisi.
sendirinya. 3 Partai politik dalam

3
Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu
Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm.56.
257
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Koalisi yang terjadi justru sebetulnya presidensial yang dianut di negara


mengarah kepada keinginan tertentu Indonesia.
terutama untuk dapat menduduki jabatan
pemerintahan, misalnya dalam hal B. Metode Penelitian
pembagian jabatan menteri, maupun Metode yang digunakan dalam
jabatan lain, padahal menteri-menteri yang tulisan ini yaitu menggunakan metode
mengisi kabinet kerja Presiden/Wakil penelitian yuridis normatif, yaitu dengan
Presiden seharusnya berasal dari kalangan melihat kaidah atau norma hukum serta
yang berkompeten di bidangnya dan harus bahan pustaka yang ada berupa bahan
sesuai dengan hak prerogatif Presiden hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
selaku kepala negara sekaligus kepala bahan hukum tersier, yang selanjutnya
pemerintahan, bukan berasal dari intervensi bahan-bahan hukum tersebut disusun
atau permintaan khusus dari partai-partai secara sistematis, serta dikaji kemudian
koalisi pendukung yang menginginkan ditarik suatu kesimpulan dengan masalah
jabatan di pemerintahan. Meskipun yang sedang diteliti. 4
demikian, tetap sulit untuk melepaskan Teknik pengumpulan data yang
pengaruh partai politik dan legislatif dalam digunakan adalah melalui penelitian
ranah eksekutif, sehingga sistem kepustakaan atau Literature Research,
presidensial yang seharusnya dapat teknik pengumpulan data ini dilakukan
sepenuhnya terlaksana sulit terwujud dengan cara mempelajari, mengidentifikasi
dengan optimal dan maksimal. serta menganalisis bahan hukum primer dan
Berdasarkan latar belakang tersebut, bahan sekunder. Dalam penulisan ini,
yang menjadi rumusan permasalahan dalam analisis data yang digunakan yaitu metode
tulisan ini yaitu bagaimanakah sebenarnya deskriptif yaitu menganalisa data yang
pelaksanaan koalisi partai politik di dalam diperoleh dari studi kepustakaan dengan
pelaksanaan pemilihan umum sehingga cara menjelaskan obyek penelitian yang
begitu pentingnya keharusan bagi partai diperoleh dari penelitian berdasarkan
politik untuk saling bergabung satu sama metode kualitatif, sehingga dapat
lain, dan selain itu, seperti apakah konsep memperoleh gambaran jelas tentang
yang tepat dan ideal terkait koalisi partai pengaruh koalisi partai politik dalam sistem
politik agar sesuai dengan sistem presidensial.

4
Soerjono Soekamto, 2008, Pengantar Penelitian
Hukum, Jakarta: UI Press, hlm.51-52.
258
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

C. Pembahasan politik yang memperoleh hasil suara kurang


Koalisi Partai Politik Dalam Pelaksanaan dari yang diharapkan, harus melakukan
Pemilihan Umum koalisi dengan partai politik besar yang
Partai politik memiliki arti sebagai memiliki hasil suara lebih unggul.
kelompok yang terorganisir dengan Banyaknya jumlah partai politik yang ada,
anggota yang memiliki nilai, orientasi, dan akan membuat dukungan kepada
juga cita-cita yang sama dan memiliki pemerintah semakin memunculkan
tujuan memperoleh kekuasaan dan kelompok-kelompok yang memiliki
kedudukan dalam politik untuk kepentingan berbeda, maka dari itu
menjalankan program-programnya.5 Partai diperlukan sebuah koalisi yang besar agar
politik selain memiliki tujuan untuk risiko terpilihnya Presiden dengan
berkuasa juga sebagai karakteristik yang dukungan minoritas di parlemen semakin
menjadi ciri khas sebuah partai politik.6 berkurang.8
Pengertian partai politik dalam arti luas Pada tahun 2019 ini, untuk pertama
ialah sebuah koalisi yang terdiri dari orang- kalinya pemilihan umum (pemilu)
orang yang berusaha menguasai dilaksanakan secara serentak, tidak hanya
pemerintahan dengan cara-cara yang sah. pemilu Presiden/Wakil Presiden saja tapi
Sedangkan yang dimaksud dengan koalisi juga pemilu legislatif. Hasil dari pemilu pun
yaitu sekelompok individu yang memilik telah diketahui bersama dan telah
itujuan yang sama sehingga sepakat untuk ditetapkan juga siapa Presiden/Wakil
saling bekerjasama demi mencapai tujuan Presiden yang terpilih, begitu pula dengan
bersama. 7 anggota-anggota legislatif. Dari hasil
Dari sekian banyak partai politik tersebut, koalisi partai politik mulai saling
yang maju di pemilu, tidak seluruhnya melakukan komunikasi politik dengan
memperoleh suara yang besar, tapi justru Presiden/Wakil Presiden terpilih, bahkan
ada beberapa partai politik besar yang tidak hanya dari koalisi pendukung
mengalami kemerosotan dari hasil pemilu Presiden/Wakil Presiden terpilih saja, tetapi
sebelumnya. Maka dari itu, partai-partai juga dari kubu lawan mulai ada yang

5 7
Miriam Budiardjo, Op.Cit, hlm.406. Richard S. Katz dan William Crotty,
6 2014,Handbook Partai Politik, Bandung: Nusa
Firmanzah, 2011,Mengelola Partai Politik:
Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Media, hlm. 4
8
Demokrasi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Denny Indrayana, 2008, Negara Antara Ada dan
Indonesia, hlm. 68. Tiada: Reformasi Hukum Ketatanegaraan, Jakarta:
Kompas, hlm.180
259
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

mendekati koalisi partai politik yang karena dalam sistem parlementer terjadi
berhasil memenangkan calon yang peleburan antara kedudukan eksekutif dan
diusungnya. legislatif, sehingga untuk dapat
Indonesia menempatkan keberadaan memperoleh dukungan, maka pemerintah
koalisi ini sebagai bagian dari kekuatan pada negara yang menganut sistem
penunjang pada sebuah partai politik. parlementer harus mendapat dukungan
Kekuatan yang dimiliki oleh sebuah partai mayoritas dari kekuatan partai politik di
politik yang tergabung dalam suatu koalisi parlemen.
dapat berpengaruh besar dalam perebutan Persoalan yang selalu muncul,
kekuasaan di kegiatan pemilu baik itu Indonesia memang membutuhkan adanya
pemilu Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, koalisi sebagai pendukung jalannya
maupun Bupati/Walikota. Koalisi partai pemerintahan, walaupun sesungguhnya
politik di Indonesia bukanlah suatu hal koalisi yang dilakukan sebenarnya
yang baru terjadi, sehingga bergabungnya memiliki kepentingan tersendiri dari
beberapa partai politik ini didasarkan pada masing-masing partai politik. Menjadi
kepentingan bersama demi menuju suatu dilema ketika seorang Presiden yang
kekuasaan yang diharapkan. Kedudukan maju dalam pemilihan umum diwajibkan
parlemen juga berpengaruh terhadap untuk diusung oleh partai politik atau
kekuatan suatu koalisi partai politik, gabungan partai politik dan tidak dapat
terutama pada saat pemilu Presiden/Wakil dilakukan secara independen seperti
Presiden, karena koalisi yang ada tidak pemilihan Gubernur, Walikota, atau Bupati.
hanya di eksekutif tetapi juga memperkuat Maka dari itu, timbul semacam balas budi
ranah legislatif. dari para partai koalisi terhadap pasangan
Terdapat perbedaan pemikiran yang Presiden/Wakil Presiden terpilih yaitu
selama ini berkembang di masyarakat dengan meminta jatah jabatan di dalam
terkait pemahaman antara koalisi dan kabinet kerja yang dibentuk oleh Presiden
oposisi. Jika dilihat secara paradigma, di guna membantu kinerjanya menjalankan
dalam negara yang menganut sistem tugas negara. Tentu saja ini semacam
presidensial sebenarnya kurang tepat jika menghambat hak prerogatif Presiden.
menempatkan keberadaan koalisi dan Kewajiban bagi Presiden/wakil
oposisi di dalamnya. Seharusnya, koalisi Presiden untuk diusung oleh koalisi partai
dan oposisi lebih tepat jika tumbuh dan politik berdasarkan aturan yang dituangkan
berkembang di dalam sistem parlementer, di dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor
260
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

42 Tahun 2008 yang telah diperbaharui eksekutif di dalam menjalankan


dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 pemerintahan secara optimal.
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Saat ini yang terjadi bahwa koalisi
Presiden dan Wakil Presiden, menetapkan partai politik cenderung bersifat instan,
suatu syarat bahwa pasangan calon yang yang berarti bahwa koalisi yang dilakukan
maju dalam pemilihan umum harus diusung lebih mementingkan pada kepentingan
oleh partai politik atau gabungan partai politik jangka pendek dan belum
politik yang mendapat kursi paling sedikit berdasarkan pada program politik yang
20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi disepakati bersama untuk jangka waktu
yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat tertentu dan bersifat permanen. Dalam
(DPR) atau mendapat 25% (dua puluh lima masa transisi politik, hubungan antara
persen) dari total suara yang sah secara sistem pemerintahan yang Secara teori ada
nasional dalam pemilihan umum legislatif keterkaitan yang erat antara upaya penataan
sebelum pelaksanaan pemilihan umum sistem politik yang demokratis dengan
Presiden/Wakil Presiden.9 sistem pemerintahan yang stabil, kuat dan
Atas dasar aturan dari pasal tersebut, efektif dengan penataan sistem politik yang
koalisi menjadi satu-satunya pilihan bagi demokratis merupakan sesuatu yang sangat
partai-partai politik untuk dapat penting, dan harus diupayakan agar tidak
mengajukan usulan terkait siapa pasangan muncul komplikasi diantara hubungan
calon Presiden/Wakil Presiden yang akan keduanya terhadap sistem presidensial yang
diajukan untuk bertarung di dalam dianut di Indonesia.
pemilihan umum. Selain berdasarkan Jika mayoritas parpol di DPR
aturan Undang-Undang Pemilihan Umum, menjadi satu kesatuan dengan pemerintah,
pelaksanaan koalisi partai politik juga bukan tidak mungkin jika kekuatan partai
terjadi akibat dari sistem kepartaian dan politik yang ada di parlemen jadi
sistem pemilihan umum yang diterapkan di dikendalikan oleh Presiden selaku
Indonesia. Dalam sistem parlementer, eksekutif. Pemerintah yang bersatu dengan
koalisi ini biasa terjadi walaupun di dalam partai politik tentu dapat menimbulkan
praktiknya, justru dengan adanya koalisi beberapa implikasi. Dalam hal pengisian
partai politik ini malah mengganggu kabinet misalnya, pemerintahan cenderung
mengutamakan kepentingan partai politik

9 Dalam Membentuk Pemerintahan Yang Efektif,


I Gede D.E.Adi Atma Dewantara & I Dewa Gde
Rudy, 2016, Implikasi hukum Koalisi Partai Politik OJS Universitas Udayana Denpasar.
261
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

dan unsr balas budi terhadap partai politik supremacy of parliament karena dianggap
pendukung pemerintah daripada memilih tidak memiliki kapasitas sebagai lembaga
berdasarkan faktor profesionalisme. Selain pemegang kekuasaan negara.10 Dalam
itu, pengawasan terhadap pemerintah juga sistem presidensial, Presiden selaku
tidak lagi menjadi objektif, sebab partai eksekutif memiliki kedudukan yang
politik yang ada mayoritas adalah seimbang antara legislatif maupun dengan
pendukung dari pemerintah, sehingga yudikatif, sebab ketiganya saling berkaitan
pemerintah sangat ketergantungan terhadap secara horizontal sehingga satu sama lain
keberadaan partai politik, termasuk dalam tidak dapat saling menjatuhkan, kecuali ada
hal pengisian anggota lembaga-lembaga alasan tertentu yang telah diatur oleh
negara maupun independen yang harus UUD.11
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
Berikut ini adalah ciri-ciri dari negara
dari DPR yang berisikan orang-orang dari
yang menganut sistem presidensial : 12
partai politik, karena untuk mengambil
keputusan di parlemen yang menentukan
a. Presiden sebagai kepala negara sekaligus
adalah suara mayoritas dari partai politik.
sebagai kepala pemerintahan;
b. Presiden tidak dipilih oleh badan
Konsep Koalisi Partai Politik Dalam Sistem
perwakilan tetapi oleh dewan pemilih;
Presidensial di Indonesia
c. Presiden bukan merupakan bagian dari
Konstitusi negara Indonesia telah
lembaga legislatif;
menegaskan bahwa Indonesia adalah
d. Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh
negara yang menganut sistem Presidensial
badan legislatif, kecuali melalui dakwaan
(Pasal 4 UUD 1945). Apalagi semenjak
namun biasanya jarang terjadi;
konstitusi diamandemen yang semakin
e. Presiden tidak dapat membubarkan
menegaskan sistem presidensial yang
legislatif dan kemudian memerintahkan
dianut, hal tersebut ditandai dengan sistem
pemilu baru;
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
secara langsung. Sistem presidensial
memiliki karakter yang tidak memiliki

10 11
Jimly Asshidiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, 2010, Hukum
Tata Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Bhuana Lembaga Kepresidenan Indonesia, Bandung:
Ilmu Populer, hlm.315. Alumni, hlm. 41.
12
Ni’matul Huda, 2011, Ilmu Negara, Jakarta:
Rajawali Pers, hlm. 254-255.
262
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

f. Presiden dan lembaga legislatif dipilih bahwa seorang Presiden tidak dapat
untuk suatu jangka waktu jabatan yang dijatuhkan oleh parlemen, kecuali jika
pasti. seorang Presiden terbukti telah melakukan
pelanggaran terhadap konstitusi atau
Secara konstitusi, sistem presidensial
melakukan tindak pidana yang melanggar
dianut di Negara Indonesia, berarti segala
aturan hukum. Sehingga, semestinya hak
kendali atas jalannya pemerintahan negara
prerogatif yang dimiliki oleh Presiden dapat
serta tanggung jawab yang ada menjadi
menjadi dasar untuk membentuk kabinet
milik Presiden atau eksekutif, tanpa ada
tanpa perlu memikirkan keinginan partai-
campur tangan dari pihak lain. Terdapat
partai politik yang saling berkoalisi dan
beberapa Pasal dalam Undang-Undang
juga ingin untuk ikut campur dalam
Dasar 1945 (UUD 1945) yang menjelaskan
menjalankan pemerintahan.
bahwa Indonesia menganut sistem
Pada sistem presidensial, idealnya
presidensial, bahkan juga tercantum di
yaitu eksekutif bertugas menjalankan
batang tubuh dan penjelasan UUD 1945.
pemerintahan, sedangkan legislatif
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyatakan
bertugas mengawasi jalannya pemerintahan
bahwa : “Presiden Republik Indonesia
melalui sistem kepartaian yang kuat dan
memegang kekuasaan pemerintah menurut
solid. Namun pada kenyataannya
Undang-Undang Dasar.”, di dalam Pasal
pemerintah cenderung mengikuti pola
17 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : “Presiden
pelaksanaan pada sistem parlementer.
dibantu menteri-menteri negara.”, dan di
Penerapan kolaborasi antara sistem
dalam Pasal 17 ayat (2) UUD 1945 :
multipartai dan sistem pemilihan umum
“Menteri-Menteri itu diangkat dan
proportional representation justru
diberhentikan oleh Presiden.”
menyebabkan sulitnya mendapat suara
mayoritas di legislatif dan di majority
Dalam sistem pemerintahan
government. Penerapan pola hubungan
presidensial yang dianut di Indonesia,
eksekutif dan legislatif yang dipraktikkan di
sebenarnya koalisi partai politik tak
Indonesia pada kenyataannya justru tidak
diperlukan oleh Presiden, karena Indonesia
menggambarkan sistem presidensial yang
tidak menganut sistem parlementer yang
sesungguhnya. Presiden memang
memang memerlukan adanya koalisi dari
membutuhkan dukungan mayoritas dari
partai-partai politik, selain itu juga bahwa
partai politik yang ada di parlemen, dan hal
dalam sistem presidensial dinyatakan

263
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

tersebut guna menyeimbangkan jalannya sudah pasti berasal dari partai politik yang
pemerintahan. berbeda-beda, dan pasti juga memiliki
Terdapat beberapa faktor yang kepentingan politik partai yang berbeda-
mendorong hal tersebut terjadi yaitu oleh beda pula. Kepentingan politik yang
tiga hal: Pertama, komposisi kepartaian di berbeda-beda inilah yang pada akhirnya
parlemen terfragmentasi dengan sistem menyebabkan sering timbul bentrok
multipartai sehingga menyebabkan jumlah kepentingan dan ketegangan antar lembaga,
suara tidak tersebar secara merata pada sehingga Presiden selaku eksekutif tidak
masing-masing fraksi di parlemen; Kedua, memperoleh dukungan yang maksimal
karena ideologi kepartaian yang tidak dalam parlemen dikarenakan banyaknya
dibangun dengan kuat, sehingga kemudian perbedaan pendapat dan kepentingan
dimanfaatkan oleh para parpol untuk politik satu sama lain.
berkoalisi merawat isu-isu pemerintahan Atas dasar situasi semacam itu,
(coalition by issue); Ketiga, budaya berbagai kalangan pun meragukan bahwa
kepartaian yang masih bersifat oligarki, kelangsungan pemerintahan dalam sistem
membuat para partai politik kemudian presidensial yang multipartai akan berjalan
selalu dikendalikan oleh segelintir elit secara stabil dan maksimal. Sistem
partai atau ketua umum partai, terkait dalam multipartai yang ada di negara Indonesia,
hal penentuan pandangan serta kepentingan juga dapat menimbulkan perbedaan suara
politik masing-masing partai.13 mayoritas di lembaga legislatif dengan
Dalam perkembangannya, sistem partai politik pendukung dari
presidensial yang bersatu dengan sistem Presiden/Wakil Presiden. Tetapi, dengan
multipartai justru menimbulkan banyak keberadaan partai politik yang bermacam-
masalah. Masalah yang kerap muncul macam justru dijadikan oleh
selain yang telah disebutkan di atas, yaitu Presiden/Wakil Presiden yang maju di
karena para anggota legislatif juga dipilih pemilihan umum untuk memperoleh
oleh rakyat dan sistem presidensial yang dukungan di lembaga legislatif. Dalam
bersatu dengan sistem multipartai dapat praktiknya, pelaksanaan koalisi adalah
menyebabkan hubungan yang tidak salah satu cara yang dilakukan oleh
harmonis, terutama antara eksekutif dan Pemerintah untuk mendapatkan dukungan
legislatif. Anggota legislatif yang terpilih minoritas (minority government).14

13
Idul Rishan, Opini Kita “Koalisi dan Oposisi”, 14
Beverly Evangelista, Eksistensi Koalisi Dalam
Kedaulatan Rakyat 9 Juli 2019. Sistem pemerintahan Presidensiil di Indonesia
264
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Sistem presidensial memiliki Tawaran yang diberikan untuk memperkuat


hubungan yang relatif konsisten dengan sistem presidensial agar mampu
sistem kepartaian. Sistem multipartai menjalankan pemerintahan dengan baik
terutama yang bersifat terfragmentasi, adalah dengan menyederhanakan jumlah
menumbulkan sebab terjadinya implikasi partai politik. Jumlah partai politik yang
deadlock dan immobilism bagi sistem lebih sederhana (efektif) akan
presidensial yang murni. Hal tersebut mempersedikit jumlah veto dan biaya
terjadi alasannya adalah bahwa Presiden transaksi politik. Perdebatan yang terjadi
akan mengalami kesulitan untuk diharapkan menjadi lebih fokus dan
memperoleh dukungan yang stabil dari berkualitas. Publik juga akan mudah
legislatif sehingga upaya mewujudkan diinformasikan baik tentang keberadaan
kebijakan-kebijkan terkait jalannya konstelasi partai politik maupun pilihan
pemerintahan negara juga akan mengalami kebijakan bila jumlah kekuatan politik lebih
kesulitan dan hambatan. Sedangkan pada sederhana.15
saat yang sama, koalisi partai politik yang Saat ini, partai-partai politik yang
mengusung Presiden/Wakil Presiden agar berkoalisi cenderung masuk ke dalam
dapat memenangkan pemilu tidak dapat kategori koalisi yang besar, karena di dalam
terus dipertahankan untuk menjadi koalisi pembentukannya hampir semua partai
pemerintahan, sebab tidak ada mekanisme politik diikutsertakan ke dalam koalisi. Hal
yang dapat mengikatnya. tersebut menyebabkan terdapat jumlah
Selain itu, bahwa komitmen anggota partai politik yang jumlahnya melebihi dari
parlemen terhadap kesepakatan yang dibuat batas yang dibutuhkan untuk memperoleh
pimpinan partai politik jarang bisa dukungan mayoritas dari parlemen.
dipertahankan, dengan kata lain, dukungan Namun, bentuk koalisi yang melebihi batas
penuh yang selama ini dilakukan oleh para seperti itu justru akan penuh dengan
partai politik yang berkoalisi terhadap kepentingan politik dan tawar-menawar
Presiden/Wakil Presiden yang diusungnya untuk mendapatkan posisi tertentu di
menjadi tidak memiliki kepastian. pemerintahan. Koalisi yang tepat dan ideal
Perubahan dukungan dari pimpinan partai ialah koalisi yang dibentuk hanya untuk
politik juga ditentukan oleh perubahan mencapai dukungan mayoritas tanpa
kontekstual dari konstelasi politik yang ada. mengikutsertakan partai-partai politik yang

Menurut UUD 1945, Jurnal IUS Vol II Nomor 5 15


ditjenpp.kemenkumham.go.id [akses pada 24
Agustus 2014 Agustus 2019]
265
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

tidak dibutuhkan demi mencapai dukungan check and balances dalam sistem
mayoritas dari parlemen. Sehingga, untuk presidensial.
memperoleh kekuatan politik yang optimal,
menyederhanakan jumlah partai politik D. Penutup
merupakan cara yang dapat dilakukan agar Kesimpulan
pemerintahan dapat berjalan dengan baik Berdasarkan penjelasan di atas,
dan kuat. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Maka dari itu, untuk menuju sistem multipartai yang terjadi pada sistem
pemerintahan yang kuat, efektif dan stabil presidensial di Indonesia merupakan bagian
hingga saat ini belum dapat terwujud secara dari proses demokratisasi pasca masa orde
nyata di Indonesia, sehingga untuk baru. Koalisi partai politik sebenarnya
menciptkan pemerintahan yang kuat, bukan merupakan hal yang sesungguhnya
efektif, dan stabil diperlukan pula terjadi di negara yang menganut sistem
dukungan dari sistem kepartaian yang presidensial seperti di Indonesia, tetapi
sederhana. Sistem kepartaian yang karena untuk dapat maju dalam pemilihan
sederhana akan dapat menekan umum, seorang Presiden/wakil Presiden
pengambilan keputusan yang terlalu harus diusung oleh partai politik atau
berlarut-larut akibat banyaknya jumlah gabungan parati politik seperti aturan di
partai politik yang ada. Fakta yang saat ini dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, yaitu
terjadi adalah tidak adanya koalisi partai untuk mencalonkan Presiden dan Wakil
politik besar yang permanen, sehingga Presiden harus diusulkan dari partai
setiap pengambilan keputusan oleh politikatau gabungan partai politik,
pemerintah hampir selalu mendapat sehingga mau tidak mau partai yang tidak
hambatan dari parlemen. Oleh karena itu, melampaui ambang batas harus membentuk
yang perlu dilakukan adalah koalisi agar dapat lolos menjadi peserta
mengupayakan agar dapat terbentuk koalisi dalam pemilu. Namun yang terjadi yaitu
partai politik yang permanen, sehingga koalisi partai politik yang dibangun
tidak hanya mendukung pemerintahan cenderung didasarkan pada kepentingan
tetapi juga mendukung koalisi partai politik politik demi memperoleh posisi penting di
yang telah dibentuk ke dalam bentuk yang kabinet pemerintahan, bukan murni karena
lain. Hal ini perlu untuk dilakukan sebagai persamaan visi misi dan tujuan demi
upaya agar bisa tetap sejalan dengan prinsip kepentingan rakyat. Sehingga hal tersebut
berdampak pada terganggunya hak
266
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

prerogatif Presiden dalam pemerintahan Denny Indrayana, (2008), Negara Antara


Presidensial, akibat desakan dan keinginan Ada dan Tiada: Reformasi Hukum
politik dari para partai politik pendukung. Ketatanegaraan, Jakarta: Kompas

Firmanzah, (2011), Mengelola Partai


Saran
Politik: Komunikasi dan
Untuk mencegah terjadinya
Positioning Ideologi Politik di Era
koalisi yang tidak optimal sehingga dapat
Demokrasi, Jakarta: Yayasan
mengganggu sistem presidensial di
Pustaka Obor Indonesia
Indonesia, maka setidaknya ada hal yang
harus dilakukan, yaitu dengan menaikkan
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, (2010),
ambang batas kursi di parlemen
Hukum Lembaga Kepresidenan
(parliamentary threshold) dan
Indonesia, Bandung: Alumni
menyederhanakan jumlah partai politik
yang ada. Dengan terciptanya sistem Jimly Asshidiqie, (2007), Pokok-Pokok
kepartaian yang lebih sederhana, maka Hukum Tata Negara Pasca
akan mendorong koalisi partai politik yang Reformasi, Jakarta: Bhuana Ilmu
lebih disiplin dan teratur, selain itu juga Populer
untuk memperkuat demokrasi. Selain itu Mahmuzar, (2010), Sistem Pemerintahan
pemerintahan juga perlu didukung Indonesia Menurut UUD 1945
kepemimpinan Presiden yang kuat. Dengan Sebelum dan Sesudah
konstruksi sistem presidensial yang seperti Amandemen, Bandung: Nusa
ini, diharapkan Presiden dapat lebih Media
maksimal dalam memenuhi keinginan dan
Miriam Budiardjo, (2008), Dasar-Dasar
mensejahterakan rakyat daripada harus
Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia
mengikuti intervensi dari partai politik,
Pustaka Utama
supaya nuansa demokrasi akan lebih
dirasakan dan lebih bermanfaat bagi rakyat.
Ni’matul Huda, (2011), Ilmu Negara,
Jakarta: Rajawali Pers
E. Daftar Pustaka

Richard S. Katz dan William Crotty,


Buku
(2014), Handbook Partai Politik,
Bandung: Nusa Media

267
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Soerjono Soekamto, (2008), Pengantar


Penelitian Hukum, Jakarta: UI
Press

Titik Triwulan Tutik, (2011), Konstruksi


Hukum Tata Negara Indonesia
Pasca Amandemen UUD 1945,
Jakata: Kencana

Jurnal
Beverly Evangelista, (2014), Eksistensi
Koalisi Dalam Sistem
pemerintahan Presidensiil di
Indonesia Menurut UUD 1945,
Jurnal IUS Vol II Nomor 5
Agustus 2014
I Gede D.E.Adi Atma Dewantara & I Dewa
Gde Rudy, (2016), Implikasi
hukum Koalisi Partai Politik
Dalam Membentuk Pemerintahan
Yang Efektif, OJS Universitas
Udayana Denpasar

Surat Kabar
Idul Rishan, Opini Kita “Koalisi dan
Oposisi”, Kedaulatan Rakyat 9
Juli 2019

Web
ditjenpp.kemenkumham.go.id [Akses pada
24 Agustus 2019]

..

268
Volume 3, No.2 Oktober 2019
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 256-268

Anda mungkin juga menyukai