Anda di halaman 1dari 7

POTENSI TERJADINYA ANOMALI HUKUM OLEH BADAN LEGISLASI

DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI DI SISTEM PRESIDENSIAL

Disusun oleh :
Amiratul Meilah Rofifah (220710101024)

Dosen Pengampu :
Antikowati, S.H., M.H.
Fenny Tria Yunita, S.H., M.H.

Mata Kuliah :
Hukum Tata Negara kelas C

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI JEMBER
2023
I. PENDAHULUAN

Seperti yang tertuang dalam sejarah, sejak 17 Agustus 1945 Indonesia telah resmi
menggunanakan sistem pemerintahan presidensial. Namun, yang menarik disini adalah
pengalaman bangsa Indonesia sejak tahun 1945 menunjukkan bahwa UUD 1945-konstitusi
republik yang baru saja dicanangkan, meskipun bernada presidensial tidak pernah benar-
benar dipraktikkan dengan baik sebelum pada akhirnya digantikan oleh konstitusi
sementara tahun 1950 yang berbentuk demokrasi parlementer. Akan tetapi, walaupun
begitu Indonesia sampai saat ini masih menganut sistem pemerintahan presidensial dengan
pemisahan kekuasaan, yakni Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Hal ini berdasarkan asas
check and balances. Ketentuan ini dicantumkan dalam UUD tetapi sampai saat ini masih
diperlukan yang namanya penyempurnaan, terutama ketentuan-ketentuan yang membatasi
kekuasaan.1

Sistem pemerintahan presidensial merupakan sistem pemerintahan di mana cabang


eksekutif tidak bertanggung jawab kepada legislatif. Pemegang kekuasaan eksekutif tidak
dapat digulingkan oleh atau melalui legislatif meskipun kebijakan yang diterapkan tidak
disetujui atau bahkan ditentang oleh pemegang kekuasaan legislatif. Dengan demikian,
kekuasaan eksekutif terpisah dari kekuasaan legislatif.2

Dalam sistem pemerintahan presidensial stabilitas eksekutif lebih terjamin karena


didasarkan pada masa jabatan presiden (fix and term) dan tidak dapat dijatuhkan dengan
mosi tidak percaya.3 Sistem presidensial juga dinilai dan dipandang lebih demokratis
karena kepala negara nya dipilih langsung leh rakyat, bukan dipilih langsung oleh dewan

1
CNN Indonesia. Sistem Pemerintahan Indonesia dari Masa ke Masa, Sejak 1945-Sekarang.
(https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230314162413-569-924944/sistem-pemerintahan-indonesia-dari-
masa-ke-masa-sejak-1945-sekarang, Diakses pada tanggal 22 April 2023 pukul 15.20)
2
Ellydar Chaidir. 2008. Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Pasca Perubahan Undang-Undang
Dasar 1945. Yogyakarta: Total Media. Hlm. 29
3
Arend Lijphart. 1995. Sistem Pemerintahan Parlementer Dan Presidensial, terj: Ibrahim, dkk.. Jakarta:
Grafindo Persada. Hlm. 52
atau parlemen.4 Serta, terdapat pemisahan kekuasaan yang lebih tegas dalam sistem
presidensial, dimana terdapat perlindungan kebebasan individu atas tirani pemerintah.

Dalam sistem pemerintahan presidensial juga memiliki beberapa kekurangan, salah


satunya harus direpotkan oleh legtimasi demokratis ganda (dual democratic legitimacy).
Hal ini yang dapat menuntun kepada kebuntuan dan frustasi politik. Sistem ini dapat
menyebabkan ketidakstabilan yang besar jika presiden kehilangan dukungan, karena
pimpinan eksekutif dalam sistem presidensial dipilih untuk masa jabatan tertentu dan
biasanya memegang masa jabatan tersebut kecuali jika terjadi krisis konstitusional.

Terkadang sistem ini menciptakan situasi dimana selama bertahun-tahun pemerintahan


dipimpin oleh seorang presiden yang tidak memiliki kekuatan politik nyata dan tidak
mampu memimpin secara efektif. sebaliknya, dalam sistem parlementer, perdana menteri
harus mengundurkan diri jika dukungan jatuh secara signifikan, hal ini dapat menghindari
suatu kondisi yang tidak stabil.

II. PEMBAHASAN

Masyarakat telah tunduk pada hukum selama ribuan tahun, namun pembentukan
lembaga yang didedikasikan untuk legislasi merupakan fenomena yang relatif baru. Dalam
sistem pemerintahan presidensial tugas utama dari lembaga legislatif, salah satunya adalah
pembentukan hukum. Hukum-hukum ini yang kemudian membuat batasan baru, hak baru,
program baru, aturan pajak baru, dan dapat mencabut atau mengubah hukum yang ada.
Legislasi atau hukum dibuat oleh badan legislasi dan badan Legislasi dibentuk oleh DPR.
Hal ini merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Konteks legislasi dalam
sistem ketatanegaraan NKRI menjadi menarik ketika UUD 1945 telah di amandemen
sebanyak empat kali. Kondisi ini dinilai berdampak langsung pada proses pengelolaan

4
Arend Lijphart. 1995. Op. Cit. Hlm. 15
kekuasaan yang dilakukan oleh alat-alat negara, khususnya di bidang legislasi, yakni badan
legislatif dan eksekutif.

Dalam negara kesejahteraan saat ini, peran pemerintah dalam mewujudkan


kepentingan umum sangat luas, sehingga kemungkinan terjadinya pelanggaran kepentingan
umum oleh aparatur negara sangat tinggi. Meskipun sebagai konsekuensi logis dari diskresi
pemerintah, hak inisiatif, pendelegasian, dan kontrol diberikan dalam undang-undang,
bukan berarti pemerintah dapat bertindak sewenang-wenang. Pemerintah tidak boleh
mengambil tindakan yang bersifat detournement de pouvoir dan onrechtmatige
overheidsdaad. karena setiap tindakan pemerintah yang merugikan warganya dapat
ditentang di hadapan hakim atau di pengadilan tata usaha negara atau di pengadilan biasa.5

Pada setiap tahapan legislasi di Indonesia, terdapat potensi anomaly hukum yang
besar pada isi suatu peraturan. Anomali hukum yang signifikan ini berkaitan dengan
perbedaan kepentingan stakeholder terhadap regulasi yang sedang dikembangkan, baik
yang pro maupun kontra. Namun, dengan ketelitian, penalaran, dan pendekatan diskusi
yang baik dan koheren, anomali hukum ini akan dapat dihindari dan dikembalikan ke arti
atau maksud yang sebenarnya.6

Potensi terjadinya anomali hukum di Indonesia oleh badan legislasi dalam


pelaksanaan legislasi di sistem presidensial salah satu nya disebabkan oleh kombinasi
presidensial dengan multipartai. Kabinet yang ada di Indonesia dari era perjuangan
kemerdekaan hingga era demokrasi terpimpin menunjukkan ketidakstabilan pemerintah
yang disebabkan adanya krisis politik. Krisis politik semacam itu disebabkan oleh tren
multi-partai yang merupakan gejala sentrifugal. Fenomena ini disebabkan adanya partai-
partai yang dibubarkan, adanya polarisasi dan sistem partai yang tertutup. Penyebab
awalnya adalah dari keluarnya Surat Edaran No.X tahun 1945. Yang menjadi
permasalahannya adalah sistem multipartai ini diterapkan pada masyarakat Indonesia yang

5
Dody Nur Andriyan. 2016. Hukum Tata Negara dan Sistem Politik. Yogyakarta: Deepublish. Hlm. 46
6
Yuliandri. 2009. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik. Jakarta: Pt. Raja
Grafindo Persada. Hlm. 29
sangat majemuk dan terbagi menjadi kutub jauh dan dekat, serta tidak dapat
dikompromikan. Terutama sifat partisan dengan orientasi sektarian, regional, etnis dan
agama. Oleh karena itu, sulit bagi Indonesia untuk menciptakan koalisi yang efektif dan
efisien antara partai-partai di dalam pemerintahan dan DPR.7

Dalam proses pembuatan undang-undang tentu saja tidak selalu mulus dan sesuai
dengan kebutuhan, serta aspirasi yang diinginkan oleh masyarakat. Terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan dalam proses legislasi seolah-olah sudah menjadi hal yang
lumrah atau merupakan rahasia umum, adanya kepentingan individu atau kolektif menjadi
faktor kuat terjadinya penyalahgunaan kekuasaan tersebut. Secara administratif,
penyalahgunaan kekuasaan merupakan tindakan yang bertentangan atau menguntungkan
salah satu pihak. Contoh kasusnya adalah penyalahgunaan dana APBN. Dari perspektif
hukum administrasi, penyalahgunaan kekuasaan merupakan parameter yang membatasi
gerak kewenangan aparatur negara. (Manao, 2018).8

Faktor lain yang mendukung potensi penyalahgunaan kekuasaan badan legislasi


adalah permainan politik yang pada akhirnya hanya bersifat visual.9 Banyak sekali kita
jumpai rekrutmen partai politik yang tidak memenuhi syarat. Contohnya pada pemilu
legislatif beberapa tahun yang lalu, di mana orang-orang yang bukan intelektual politik atau
seseorang yang ahli dan berpengalaman malah dicalonkan sebagai kandidat hanya karena
mereka memiliki citra dan popularitas, kebanyakan dari mereka adalah selebritas yang
mungkin tidak memahami tugas dan wewenangnya. Pembuat undang-undang haruslah
seseorang yang memahami tugasnya dengan baik, jadi harus belajar terlebih dahulu bukan
dipilih kemudian baru belajar.10

7
Dody Nur Andriyan. 2016. Hukum Tata Negara dan Sistem Politik. Yogyakarta: Deepublish. Hlm. 137
8
Kompasiana. Penyalahgunaan Wewenang dalam Proses Legislasi di Indonesia (Studi Kasus Omnibus Law
dan Penyimpangan Dana APBN dalam Proses Legislasi).
(https://www.kompasiana.com/acimipol_fisip6317/63a36ecd4addee2ee9727a34/penyalahgunaan-wewenang-
dalam-proses-legislasi-di-indonesia-studi-kasus-omnibus-law-dan-penyimpangan-dana-apbn-dalam-proses-
legislasi, Diakses pada tanggal 22 April 2023 pukul 19.17)
9
Ibid.
10
Ibid.
III. KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas penulis berkesimpulan bahwa potensi terjadinya


anomali hukum di Indonesia oleh badan legislasi dalam pelaksanaan legislasi di sistem
presidensial cukup besar, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang sudah dijabarkan
dibagian pembahasan. Yang bisa dijadikan patokan untuk menentukan anomali hukum
yang dilakukan badan legislasi dalam pelaksanaan legislasi adalah hukum administrasi,
yakni UUAP, isinya menejelaskan tentang apabila pejabat atau pejabat menjalankan
kekuasaan diskresinya tanpa melalui tata cara dan tujuan pekerjaan yang semestinya maka
termasuk dalam ruang lingkup yang diatur dalam hukum Negara Republik Indonesia.
Nomor 30 Tahun 2014 Pasal 17-19 tentang Pengelolaan Negara.

IV. REKOMENDASI

Sejak awal proses perencanaan, DPR sebagai badan legislatif dituntut agar undang-
undang yang diundangkan dapat memenuhi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia. Proses
penyusunan undang-undang tidaklah singkat, bahkan membutuhkan waktu yang lama.
Untuk membentuk undang-undang, ada 5 langkah, yakni memproyeksikan, merancang,
membahas, mengesahkan, dan mengumumkan.

Ada dua aspek yang harus diperhatikan untuk mencapai legislasi yang berkualitas,
yaitu aspek proses dan aspek substantif. Prolegnas adalah alat perencanaan paling awal
dalam program untuk pembangunan undang-undang yang terencana, terpadu, dan
sistematis. Apakah Indonesia sudah tepat menggunakan sistem presidensial ? menurut
penulis cukup tepat, akan tetapi system presidensial ini memang lebih luas cakupan nya,
jadi harus dilakukan yang namanya penataan ulang lembaga kepresidenan. Problematika
kombinasi presidensial dengan sistem multipartai sebenarnya adalah masalah yang dapat
diselesaikan melalui sistem peradilan.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyan, Dody Nur. 2016. Hukum Tata Negara dan Sistem Politik. Yogyakarta:
Deepublish

Chaidir, Ellydar. 2008. Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Pasca Perubahan
Undang-Undang Dasar 1945. Yogyakarta: Total Media.

Lijphart, Arend. 1995. Sistem Pemerintahan Parlementer Dan Presidensial, terj: Ibrahim,
dkk.. Jakarta: Grafindo Persada.

Yuliandri. 2009. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik.


Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada.

CNN Indonesia. Sistem Pemerintahan Indonesia dari Masa ke Masa, Sejak 1945-Sekarang.
(https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230314162413-569-924944/sistem-
pemerintahan-indonesia-dari-masa-ke-masa-sejak-1945-sekarang, Diakses pada
tanggal 22 April 2023 pukul 15.20)

Kompasiana. Penyalahgunaan Wewenang dalam Proses Legislasi di Indonesia (Studi Kasus


Omnibus Law dan Penyimpangan Dana APBN dalam Proses Legislasi).
(https://www.kompasiana.com/acimipol_fisip6317/63a36ecd4addee2ee9727a34/pen
yalahgunaan-wewenang-dalam-proses-legislasi-di-indonesia-studi-kasus-omnibus-
law-dan-penyimpangan-dana-apbn-dalam-proses-legislasi, Diakses pada tanggal 22
April 2023 pukul 19.17)

Anda mungkin juga menyukai