Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga


negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan
modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada
semangat kebangsaan atau nasionalisme, yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun
masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat berbeda-beda
agama, ras, etnik, atau golongannya.

Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang
mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mendalami tentang
Negara Kesatuan Republik Indonesia salah satu hal yang penting adalah memahami sistem politik
dan pemerintahan. Karena sistem politik merupakan akar dari pelaksanaan tata pemerintahan
disebuah negara yang selalu berusaha adaptif menjawab perkembangan zaman guna
menyejahterakan masyarakat. Berangkat dari situlah kita sebagai warga negara yang memiliki hak
dan kewajiban untuk tetap menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan diharuskan memahami
sistem politik dan pemerintahan di Indonesia.

Sistem pemerintahan yang diterapkan dalam suatu Negara memiliki perbedaan oleh latar
belakang Negara yang berbeda. Penggunaan sistem pemerintahan dalam suatu Negara terkadang
merupakan suatu proses trial dan juga termasuk didalamnya persaingan untuk mendapatkan
pengaruh kekuasaan, dan faktor kepentingan. Sistem politik dan pemerintahan yang dianut oleh
Indonesia ialah demokrasi. Demokrasi adalah suatu bentuk politik pemerintahan yang
kekuasaannya berasal dari rakyat, baik secara langsung atau perwakilan.1 Hal ini berarti kekuasaan
tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan
dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui pemahaman tersebut

1
Azyumardi Azra. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani. (Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2000). Hal 110.
diharapkan memberikan kesadaran bagi kita agar Indonesia menghindari sistem pemerintahan
otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem politik?
2. Bagaimana sistem politik di Indonesia dan perkembangannya?
3. Bagaimana struktur politik di Indonesia?
4. Apa yang dimaksud dengan infrastruktur dan suprastruktur politik di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan konsep dari sistem politik
2. Untuk mengetahui sistem politik dan perkembangannya di Indonesia
3. Untuk menjelaskan struktur politik di Indonesia
4. Untuk menjelaskan adanya infrastruktur dan suprastruktur politik di Indonesia

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memperkaya wawasan tentang sistem politik yang
ada di Indonesia
2. Manfaat Praktis
Memberikan pengetahuan dan rujukan terkait sistem politik di Indonesia, mulai
dari konsep, perkembangan, struktur, serta bagian-bagian lain yang ada di dalam
sistem politik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Sistem Politik


Beberapa negara di dunia telah mengalami perubahan setelah menempuh perjalanan panjang,
bahkan beberapa di antaranya mengalami perubahan dalam waktu tempuh yang relatif pendek. Hal
ini disebabkan karena negara-negara tersebut menginginkan sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya, sesuai dengan tuntutan kepentingan berbagai pihak. Perubahan itu sendiri bukanlah
suatu ancaman yang berbahaya, bilamana dalam pertimbangannya disikapi dengan memperhatikan
kelebihan dan kekurangan dari sistem politik yang sudah berjalan sebelumnya. Dalam konteks ini
perubahan berarti menciptakan kondisi yang lebih baik. Bisa saja perubahan dapat terjadi lebih
buruk dari yang diinginkan, sebagai contoh yang terjadi di Yugoslavia dan negara-negara Balkan.
Runtuhnya Uni Sovyet membawa bencana politik bagi negara-negara Balkan dengan berbagai
krisis politik yang melanda karena kemampuan sistem politik yang rapuh, sementara tekanan
politik begitu kuat sehingga tidak mampu membendung kuatnya arus tekanan terhadap sistem
politik yang ada. Tekanan terhadap sistem politik akan berjalan terus-menerus, dari suatu periode
kepada periode berikutnya. Indonesia sebagai negara yang menganut sistem politik terbuka akan
banyak mendapat pengaruh dan harus mampu mengikuti irama perubahan.
David Easton adalah salah satu ilmuwan yang telah berupaya membangun ilmu politik yang
sistematis melalui dua tahap. Pertama, melalui tulisan ilmiahnya “The Political System” ia
menyatakan betapa perlunya suatu teori umum dalam ilmu politik.2 Kedua, dalam tulisan ilmiah
lainnya “A Framework for Political Analysis” dan “A System Analysis of Political Life” ia mulai
memperkenalkan konsep serta mencari konsep yang mendukung tulisan sebelumnya, untuk
kemudian mencoba mengaplikasikan ke dalam kegiatan politik yang konkret atau praktis.3 Dalam
hal ini Easton telah menggariskan kerangka berpikir dasar untuk mengkaji sistem politik.
Kerangka pikir Easton bersifat adaptif dan fleksibel, karena itu dapat digunakan oleh aneka

2
David Easton, Empirical Conceptualizations: An Approach to the Analysis of Political System (Boston: Holbrook
Press, 1957).
3
David Easton, The Political System (New York: Alfred A. Knopf, Inc, 1967).
struktur masyarakat maupun politik. Teori Easton tersebut dimungkinkan dapat diaplikasikan
secara improvisasi oleh para penggunanya dalam melakukan penjelasan atas fenomena sistem
politik.
Selanjutnya, David Easton mengajukan suatu definisi tentang sistem politik yang terdiri dari
3 (tiga) unsur sebagai berikut. Pertama, the political system values (by means of politics). Artinya,
sistem politik menetapkan nilai (dengan cara kebijakan). Kedua, its allocation are authoritive.
Artinya, penetapannya bersifat paksaan atau dengan kewenangan. Ketiga, its authoritive
allocations are binding on the society as a whole. Artinya, penetapan yang bersifat paksaan akan
mengikat masyarakat secara keseluruhan.4 Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat
digarisbawahi bahwa sistem politik memiliki beberapa unsur sebagai berikut. Pertama, pola yang
tetap dari hubungan antarmanusia yang dilembagakan dalam bermacam-macam badan politik, baik
berupa suprastruktur politik (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) maupun infrastruktur politik
(partai politik, golongan kepentingan, golongan penekan, alat komunikasi politik, dan tokoh
politik. Kedua, kebijakan yang mencakup pembagian atau pendistribusian barang-barang materiil
dan immateriil untuk menjamin kesejahteraan. Dengan kata lain, membagikan dan
mengalokasikan nilai-nilai negara secara mengikat. Ketiga, penggunaan kekuasaan atau
kewenangan untuk menjalankan paksaan fisik secara legal. Keempat, fungsi integrasi dan adaptasi
terhadap masyarakat, baik yang bersifat ke dalam maupun ke luar.

Terdapat beberapa pengertian mengenai sistem politik menurut para ahli yaitu:

1. Rusadi Kantaprawira : Menurut definisi Rusadi Kantaprawira mengenai pengertian


sistem politik yang mengartikan bahwa sistem politik adalah mekanisme atau cara kerja
seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dengan berhubungan satu sama
lain dan menunjukkan suatu proses yang langgeng.
2. Gabriel Almond : Pengertian sistem politik menurut pendapat Gabriel Almond adalah
sistem interaksi yang ditemui dalam masyarakat merdeka, yang menjalankan fungsi
integrasi dan adaptasi. Fungsi integrasi adalah tugas yang dijalankan oleh sistem politik
dalam mencapai kesatuan dan persatuan masyarakat yang bersangkutan. sedangkan pada
fungsi adaptasi adalah fungsi penyesuaian terhadap lingkungan.

4
Baca: Sukarna, Sistem Politik (Bandung: Alumni, 1977), h. 16-17.
3. Samuel P. Huntington : Menurut definisi Samuel P. Huntington, bahwa pengertian sistem
politik adalah dibedakan dalam beberapa cara pandang dengan memiliki lima komponen
yang berbeda. 5 komponen Samul P. Huntington adalah sebagai berikut:
 Kultur : Kultur adalah nilai-nilai, sikap-sikap, orientasi, mitos, dan kepercayaan
yang relevan terhadap politik dan berpengaruh dalam masyarakat.
 Struktur : Struktur adalah organisasi formal dalam masyarakat yang digunakan
dalam menjalankan berbagai keputusan yang berwenang, misalnya partai politik,
badan perwakilan rakyat, eksekutif, dan birokrasi.
 Kelompok : kelompok adalah bentuk-bentuk sosial dan ekonomi, baik secara
formal dan juga nonformal yang berpartisipasi dalam mengajukan tuntutan-
tuntutan terhadap struktur-struktur politik.
 Kepemimpinan : kepemimpinan adalah individu dalam lembaga-lembaga politik
dan kelompok politik yang menjalankan pengaruh lebih dibandingkan yang
lainnya dalam memberikan tambahan nilai-nilai.
 Kebijakan : kebijakan adalah pola-pola kegiatan pemerintahan yang secara sadar
terbentuk untuk memengaruhi distribusi keuntungan dalam masyarakat.

B. SISTEM POLITIK DI INDONESIA DAN PERKEMBANGANNYA


1. SISTEM POLITIK DI INDONESIA
Indonesia merupakan negara kesatuan berbentuk republik, kedaulatan negara
berada di tangan rakyat dan dijalankan oleh MPR. Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensil dimana presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan. The Founding Fathers atau yang kita sebut sebagai Para Bapak
Bangsa lah yang meletakkan dasar pembentukan negara Indonesia, setelah tercapainya
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka sepakat menyatukan rakyat yang
berasal dari beragam suku bangsa, agama, dan budaya yang tersebar di ribuan pulau besar
dan kecil, dibawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia juga
pernah menjalani sistem pemerintahan federal di bawah Republik Indonesia Serikat (RIS)
selama tujuh bulan (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950), namun kembali ke bentuk
pemerintahan republik. Setelah jatuhnya Orde Baru (1996 – 1997), pemerintahan merespon
desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan yang bersifat sangat sentralis, dengan
menawarkan konsep Otonomi Daerah untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan.5

2. PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK DI INDONESIA

Perkembangan sistem politik di Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangan, yang


menyebabkan perkembangan sistem politik di Indonesia mengalami 3 periode yang saling
menyempurnakan di setiap masanya, yaitu masa orde lama, orde baru dan reformasi.

a. Masa Orde Lama

Pada masa ini awalnya sistem politik dibangun dalam rangka mengisi kekosongan
kekuasaan dalam kehidupan politik negara dan kehidupan masyarakat sebagai
konsekuensi dari negara yang merdeka dari ernguasa penjajahan. Pada orde lama
menimbulkan berbagai masalahmasalah dalam tubuh penyelenggaraan negara
sehingga terjadi 2 kali perubahan tatanan sistem politik dengan istilah sebutan sistem
politik demokrasi liberal parlementer dan sistem politik demokrasi terpimpin yang
menunjukan kekuasaan dominan berada di tangan presiden selaku kepala negara dan
penguasa lembaga eksekutif. Pada tahun 1945 – 1949 sistem politik berjalan denngan
kelembagaan yang tidak lengkap dan tidak berfungsi. Kekuasaan eksekutif dipegang
oleh presiden, kekuasaan legislatif dipegang oleh KNIP (Komite Nasional Indonesia
Pusat)dan kekuasaan yudikati dipegang oleh MA (Mahkamah Agung). Pada masa ini,
terdapat fenomena politik yang diwarnai koalisi partai politik dalam tubuh kabinet yang
pada akhirnya menimbulkan perbedaan ideologi antar partai dan mengakibatkan
kabinet berjalan tidak stabil sehingga kabinet pada saat itu mengalami pergantian
dengan hitungan antara mingguan dan bulanan.

Akhirnya, pada tahun 1950an diberlakukan UUDS 1950 yang merubah


tatanan sistem politik melalui penetapan kelembagaan negara yang baru, yaitu
kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR, eksekutif dipegang oleh perdana mentri
dan kabinet, dan yudikatif oleh MA. Pada tahun 1955 dilakukan pemilu sebagai
sarana legitimasi penguasa negara dan pengisian jabatan-jabatan politik pada

5
http://www.abc.net.au/ra/federasi/tema1/indon_pol_chart.pdf
lembaga legislatif yang diikuti oleh 52 partai, namun ternyata pemilu pada tahun
1955 tersebut tidak dapat menghasilkan partai politik yang mayoritas diparlemen
dan perbedaan ideologi antar partai berimbas pada kestabilan jalannya
pemerintahan. Kabinet dan pemerintahan 1945-1949 juga mengalami kegoncangan
konflik. Pada tahun 1959 sistem demokrasi parlementer diganti dengan sistem
politik demokrasi terpimpin, dimana saat itu presiden memegang seluruh
kekuasaan legislati, eksekutif dam kekuasaan yudikatif yang menyebabkan tidak
adanya pembagian kekuasaan antar lembaga-lembaga negara dan tidak adanya
pemilu.
Hal tersebut menyebabkan banyak kelomok masyarakat yang melakukan
demonstrasi dan kekacauan untuk menginginkan pergantian presiden yang pada
akhir masa demokrasi terpimin juga mengalami keambrukan dan kehancuran dan
proses pergatian presiden tersebut diwarnai dengan peristiwa G30SPKI yang
mengantarkan perubahan sistem pemerintahan pada Orde Baru.
b. Masa Orde Baru
Pada masa ini, sistem politik demokrasi terpimpin telah diganti dengan sebutan
sistem politik demokrasi pancasila. Pada sistem ini, pengisian jabatan politik di
lembaga legislatif menggunakan mekanisme pemilu untuk memilih wakil rakyat
yang akan duduk di lembaga legislatif, dan anggota legislatif memilih presiden.
Pemilu pada masa orde baru menggunakan mekanisme sistem proporsional yang
dikaitkan denga stesel daftar. Sistem demokrasi pancasila ini dapat menstabilkan
pemerintahan melalui berbagai strategi kebijakan, seperti :
a. Strategi fusi partai politik : Strategi fusi partai politik ini dilakukan sekitar
tahun 1973, melalui kebijakan dibuat presiden dengan menyederhanakan 10
partai politik menjadi 3 partai politik.
b. Penerapan asas tunggal Pancasila : Partai politik harus menggunakan 1 asas
tunggal, yaitu Pancasila.
c. Rekayasa politik : Dilakukan melalui politik standar ganda, dimana sebagian
anggota lembaga legislatif dipilih melalui mekanisme pemilihan umum dan
sebagian lagi melalui mekanisme pengangkatan oleh presiden.
Dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut di dalam komposisi lembaga legislatif, banyak
program-program pembangunan dan pemerintahan dapat tewujud dan terlaksana. Namun, tepat
pada usia 30 tahun menyebabkan sistem politik demokrasi Pancasila mengalami kemunduran dan
keruntuhan, yang backgroundnya terjadi perkembangan kondisi masyarakat domestik dan
masyarakat internasional, yang menunjukkan ketidakpuasan dan cenderung mendesak perubahan
aspek kehidupan dengan slogan istilah reformasi. Sekitar tahun 1998, banyak masyarakat yang
ingin menyampaikan aspirasi tentang kebijakan-kebijakan tersebut sehingga timbulnya
keterlibatan militer yang sangat kuat dengan pendekatan keamanan semakin mengelembungkan
tuntutan aspirasi masyarakat tersebut. gerakan demontrasi mahasiswa pun mulai bermunculan di
berbagai daerah yang menuntut untuk pergantian presiden dan tatanan politik orde baru. Pada
tahun 1999 sampai seterusnya merupakan simbol diubahnya sistem demokrasi Pancasila masa orde
baru dengan istilah sistem politik reformasi.6

c. Reformasi

Masa reformasi ditandai dengan kejatuhan presiden orde baru dan geolak demontrasi di
masyarakat yang dimotori mahasiswa. Gejolak demontrasi ini sebagai bentuk respon dari
ketidakpercayaan pada sistem pilitik pada masa orde baru. Setelah presiden mengundurkan diri,
MA mengambil sumpah kepresidenan Bacharudiin Yusuf Habibie, yang sudah dipilih Soeharto
sendiri menjadi wakil presiden sejak bulan Maret dan sudah menjadi mentri dalam kabinet orde
baru secara terus menerus selama dua dekade sebelumnya (Emmerson, 2001). Pemerintahan
presiden Habibie dalam menghadapi tuntutan kearah perubahan ini, tampaknya tak punya pilihan
lain kecuali menempatkan reformasi dalam segala bidang, terutama bidang politik sebagai agenda.
Agenda perubahan bidang politik ini mulai dilakukan dengan meninjau kembali semua pengaturan
bidang perpolitikan yang dibuat oleh pemerintahan orde baru. Dan yang paling mendesak untuk
dilakukan adalah mengganti sejumlah UU Politik, seperti UU tentang sistem pemilihan umum,
UU sistem kepartaian dan UU tentang susunan dan kedudukan MPR/DPR (Gafar,1999)

Pada tahun 1999-2002 terjadi perubahan amandemen sebanyak 4 kali. Amandemen


terhadap UUD 1945 dilakukan sebagai syarat dasar perubahan kerangka bangunan sistem politik
Indonesia yang akan mendorong perubahan lainnya. Amandemen ke IIV UUD 1945 menunjukkan

6
Budi Suryadi,Perkembangan dan Kegagalan Sisiem Politik di Indonesia 2011 hlm 90-93
format sistem politik demokratis, kelembagaan negara di format hanya ke dalam 7 lembaga tinggi
negara, yaitu MPR (DPR+DPD), Presiden, MA, MK, KY, dan BPK. Selain itu pada sistem politik
di masa reformasi menunjukkan kemunculan lembaga-lembaga baru seperti DPD, MK, dan YK
yang tidak ada di masa sistem politik sebelummnya. Kekuasaan-kekuasaan lembaga negara tidak
difokuskan pada satu lembaga tertentu, tetapi dipisah dan dibagi habis dalam lembaga-lembaga
negara yang ada.

Pada masa reformasi kemunculan partai politik ini juga lebih banyak disponsori
oleh kebijakan-kebijakan negara, yang sebagai respon atas suata masyarakat yang menghendaki
penegakkan nilainilai demokratisasi. Pada tahun 1999 terdapat 141 partai yang mendaftar pemilu,
hal ini menjadi bukti bahwa kebebasan berpolitik itu sangat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Namun, tim 11 yang dibentuk oleh pemerintah melakukan seleksi administrasi secara faktual
sehingga jumlah partai politik yang resmi ikut pemilu merosot tajam menjasi 48 partai politik saja.
Pengurangan jumlah partai politik dalam pemilu juga terjadi di tahun 2004 dikarenakan adanya
suara-suara sumbang di masyarakat mengenai partai politik. Dalam kurun waktu kurang lebih 4
tahu sistem politik reformasi berjalan, dengan 4 kali pergantian presiden memperlihatkan kondisi
check and balance yang begitu kuat dari kelembagaan legislatif terhadap kekuasaan eksekutif.7

C. Struktur Politik Di Indonesia

Stuktur politik berasal dari dari dua kata, yaitu struktur dan politik.8 Dimana struktur artinya
badan atau organisasi, sedangkan politik artinya urusan negara.9 Secara etimologis, struktur politik
adalah badan atau organisasi yang berkenaan dengan urusan negara. 10 Menurut buku Sahya
Anggara (2013:43), struktur politik adalah alokasi nilai-nilai yang bersifat otoritatif yang
dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan. Dari definisi-definisi tersebut bisa
disimpulkan bahwa struktur politik merupakan suatu badan yang memiliki sebuah kekuatan dalam

7
Ibid hlm (94-97)

8
Sahya Anggara. Sistem Politik Indonesia. (bandung:Pusaka Setia, 2013), Hal 43
9
Sahya Anggara. Sistem Politik Indonesia, Hal 43
10
Sahya Anggara. Sistem Politik Indonesia, Hal 43
mengatur segala kebijakan atau perencanaan yang akan dilakukan oleh negara. Kemudian menurut
buku Sahya Anggara (2013:44), terdapat dua fungsi dari struktur, yaitu:

1) Fungsi-fungsi sosialisasi politik adalah merupakan fungsi mengantarkan generasi muda


dan anak-anak untuk mendapatkan sosialisasi kehidupan politik dari berbabagi institusi,
seperti keluarga , tempat-tempat ibadah, lingkungan kerja, sekolah, dan sebagainya.
2) Rekrutmen politik melibatkan proses perekrutan pemimpin-pemimpin politik melalui
partai-partai politik. Dalam fungsi ini, komunikasi politik sangat diperlukan karena hal
tersebut meruapakan salah satu cara agar elemen-elemen didalam sistem politik bisa
berjalan dan tidak mengalami hambatan-hambatan tertentu.

Dalam struktur politik yang demokratis, terdapat dua sifat struktur politik, yaitu struktur politik
formal dan struktur politik infomal.11 Strutur politik formal adalah mesin politik yang dengan
absah mengidentifikasi masalah, menentukan dan melaksanakan segala keputusan yang
mempunyai kekuatan mengikat pada seluruh masyarakat.12 Artinya struktur politik formal disini
merupakan struktur yang mengatur berbagai masalah yang ada didalam masyarakat, termasuk
hubungan antara masyarakat. sehingga dikatakan bahwa hubungan ini mempunyai kekuatan yang
saling mengikat diantara masyarakat. Sedangkan stuktur politik informal adalah struktur yang
mampu mempengaruhi cara kerja aparat masyarakat untuk mengemukakan, menyalurkan,
menerjemahkan mengonversikan tuntutan, dukungan, dan masalah tertentu yang berhubungan
dengan kepentingan umum.13 Artinya struktur politik informal disini merupakan sebuah struktur
yang mengatur hubungan di luar masyarakat. Jadi struktur yang dibangun disini untuk
meelaborasikan antara segala sesuatu yang ada dimasyarakat dengan segala sesuatu yang ada
diluar masyarakat. Sehingga diharapkan dengan strutur seperti ini dapat tercipta pembaruan-
pembaruan dari luar untuk dapat dikenalkan dengan masyarakat yang ada.

1. Struktur Politik Formal

Dalam sistem politik, struktur dibedakan atas tiga jenis, yaitu eksekutif, legislatif, dan
yudikatif.14 Dimana hal tersebut merupakan bagian dari trias politika. Namun banyak negara yang

11
Sahya Anggara. Sistem Politik Indonesia, Hal 44
12
Sahya Anggara. Sistem Politik Indonesia, Hal 44
13
Sahya Anggara. Sistem Politik Indonesia, Hal 44-45
14
Sahya Anggara. Sistem Politik Indonesia, Hal 47
belum menggunakan struktur sistem politik yang demikian. Bahkan dalam negara demokrasi
modern, mereka cenderung membagi kekuasaan dibandingkan dengan memisahkan kekuasaan
yang ada. Menurut yang diajarkan Jhon Locke(1632-1704) dan Montesqieu (1689-1755), mereka
membagi kekuasaan dalam tiga klasifikasi, yaitu eksekutif, legislatif, dan federatif.15 Eksekutif
disini ditugaskan sebagai badan yang membuat segala jenis peraturan dan perundang-undangan
yang ada. Legislatif disini ditugaskan sebagai badan yang menjalankan segala jenis peraturan dan
perundang-undangan yang sudah dibuat oleh eksekutif sebelumnya.

Sedangkan federatif disini ditugaskan untuk mengawasi jalannya peraturan atau perundang-
undangan yang sudah di buat oleh eksekutif dan dijalankan oleh legislatif. Sehingga dalam
pelaksanaan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang sudah disepakati sebelumnya oleh
aturan yang dibuat. Namun dalam perjalannya, akhirnya Montesqieu menyempurnakan jenis
kekuasaan tersebut dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.16 Yudikatif disini tetap memililiki
peranan atau tugas yang sama dengan federatif dulunya, yaitu sebagai badan yang mengawasi
jalannya perundanag-undangan atau peraturan yang sudah di buat oleh eksekutif dan dijalankan
oleh legislatif. Akan tetapi, dalam undang-undang dasar 1945, ajaran trias politika ini tidak
disebutkan didalamnya. Namun jika di lihat dalam pembagian kekuasaan di Indonesia, secara tidak
langsung Indonesia menganut sistem kekuasaan dari trias politika.17

1. Pemerintahan dan Birokrasi (Eksekutif)


Menurut Buku Sahya Anggara (2013:48), dalam sistem politik, pemerintahan dan
birokrasi merupakan struktur penting karena menyangkut pembuatan kebijakan dan
implementasi kebijakan. Dalam segala kebijakan yang dibuat, eksekutif juga dibantu
dengan legislatif, selaku yang menjalankan segala jenis kebijakan atau peraturan yang
dibuat oleh eksekutif. Dalam negara, sering terdengar istilah politik eksekutif. Politik
eksekutif ini terdiri dari berbagai tingkatan, dimana tiap tingakan memiliki fungsi dan
peranannya masing-masing, seperti presiden, para kabinet presiden, perdana mentri, dan
sebagainya. Mereka semua merupakan bagian-bagian dari eksekutif. Jika di lihat dari
negara Indonesia. Salah satu contoh adalah perbedaan ketika era reformasi dan orde baru.

15
Sahya Anggara. Sistem Politik Indonesia, Hal 47
16
Sahya Anggara. Sistem Politik Indonesia, Hal 47
17
Sahya Anggara. Sistem Politik Indonesia, Hal 47
Dimana ketika era reformasi, pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan oleh
MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Dimana MPR disini bisa dikatakan sebagai salah
satu pemegang kekuasaan tertinggi yang ada di Indonesia. Bahkan bisa dikatakan alasan
presiden Soeharto bisa menjabat selama kurang lebih 32 tahun, karena anggota-anggota
MPR yang ada merupakan orang-orang yang memiliki hubungan politik yang lebih dengan
presiden Soeharto. Sehingga dalam hal ini masyarakat tidak bisa berbuat banyak dalam
penentuan negara Indonesia. Puncaknya adalah ketika peristiwa reformasi yang akhirnya
menggulingkan pemerintahan presiden Soeharto. Berbeda dengan era orde baru. Dimana
pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara lebih demokratis, yaitu penentuan
berada di tangan rakyat. Bahkan presiden dan wakil presiden juga bisa kapan saja
diberhentikan oleh MPR bila terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
2. Lembaga Legislatif
Ketika era Soeharto, lembaga legislatif ini merupakan salah satu lembaga yang bisa
mengesahkan. Namun ketiak orde baru, lembaga legislatif ini tidak hanya sebagai lembaga
yang mengesahkan, namun juga sekaligus sebagai lemabaga yang bisa mengawasi dari
pembuatan kebijakan yang ada. Perubahan lainnya terletak dari partai politik yang masuk
ke dalam DPR. Dimana ketika era Soeharto hanya terdapat tiga partai politik yang berada
dalam DPR, sedangkan setelah orde baru terdapat kurang lebih lima partai politik yang
turut andil dalam DPR. Namun perubahan tersebut tidak dibarengi oleh kinerja yang
memuaskan. Banyak pengamat yang masih menganggap bahwa kinerja dari DPR kurang
lebih ingin memenuhi kebutuhan pribadinya atau kebutuhan partai yang dibawa
dibandingkan dengan memenuhi kebutuhan rakyat.
3. Lembaga Peradilan (Yudikatif)
Dalam lembaga peradilan, salah satu lembaganya adalah Mahkamah Agung.
Dimana salah satu tugasnya adalah memutuskan perkara berdasarkan undang-undang dasar
1945. Dalam UUD 1945, ada beberapa pasal yang menjelaskan tugas dari Mahkamah
Agung sendiri. Namun pandangan masyarakat terlebih pada undang-udang atau hukum
yang ada di Indonesia, malah sebaliknya dengan tugas yang sudah ada dalam UUD 1945.
Penyelewengan kekuasaan yang terjadi oleh Mahakamah Agung juga tidak sedikit. Banyak
yang beranggapan bahwa putusan-putusan yang nantinya akan dikeluarkan oleh
Mahkamah Agung kurang lebih tergantung dari kepentingan-kepentingan kekuasaan
bukan berdasarkan UUD 1945.
2. Stuktur Politik Informal
1) Partai Politik
Menurut Buku Sahya Anggara (2013:53), partai politik merupakan salah satu ciri
dari politik yang modern, bahkan tidak bisa di pisahkan dengan sistem politik, baik yang
menganut sistem demokrasi ataupun yang sistem otoriter. Dimana partai politik merupakan
sebuah wadah untuk menghimpun berbagai jenis aspirasi-aspirasi yang ada dimasyarakat
untuk nantinya disampaikan kepada negara. Dengan adanya partai politik ini diharapkan,
hubungan antara masyarakat dengan negara menjadi lebih dekat.
Menurut buku Sahya Anggara (2013:54), dalam sistem politik yang demokrasi,
partai politik bisanya melaksanakan empat fungsi, yaitu: Pertama, sarana komunikasi
politik. Partai politik disini harus menjadi jembatan antara negara dan masyarakat. Dimana
segala jenis aspirasi masyarakat harus di himpun dan kemudian disampaikan kepada
negara. Begitu juga dengan segala jenis kebijakan yang dibuat negara, partai politik juga
harus membantu negara dalam menyebarkan kebijakan kepada masyarakat umum. Kedua,
sarana sosialisasi politik. Dalam partai politik, bisanya terdapat tujuan, cita-tita yang sama.
Dimana tujuan utamanya adalah melaksanakan kebijakan-kebijakan partai dalam sistem
politik. Sehingga disini partai politik bertugas untuk mensosialiasikan segala jenis
kebijakan yang sudah disatukan dengan program kerja kepada masyarakat. Agar
masyarakat dapat memilih ataupun mendung partai tersebut. Ketiga, sarana rekrutmen
politik. Dalam mendapatkan kekuasaan penuh, partai politik harus memiliki pemimpin
yang mampu membawa partai politik mendapatkan kekuasaan penuh dalam sistem politik.
Keempat, sarana pengatur konflik. Sebagai partai politik harus bisa menjadi pihak ketiga
ketika terjadinya konflik antara masyarakat dengan negara.
2) Struktur Politik Informal Diluar Partai Politik
Menurut Buku Sahya Anggara (2013:57), struktur-struktur politik informal, seperi
media massa, kelompok berbasis agama, LSM atau NGO, dan asosiasi profesi telah
menunjukkan eksistensinya dalam sistem politik setelah kurang lebih selama 32 tahun
mendapatkan tekanan dari pemerintah. Struktur politik informal ini hadir karena struktur
politik informal lain dalam hal ini partai politik tidak bisa mengawasi segala jenis kebijakan
yang merugikan masyarakat. Sehingga kehadiran struktur politik informal ini sangat
diperlukan ketika partai politik tidak lagi memihak kepada masyarakat.

D. Infrastruktur dan Suprastruktur Politik di Indonesia

Sistem politik pada hakikatnya mengandung makna suatu totalitas unsur yang saling
berkegantungan dalam suatu himpunan yang secara ideal berorientasi pada suatu tujuan (goal).
Secara teoritis sistem politik merupakan sebagai salah satu sub sistem dari sistem yang lebih besar,
yaitu sistem sosial. Dengan begitu, berarti dalam bekerjanya, sistem politik tidak bekerja dalam
situasi yang vakum melainkan dalam situasi yang dinamis berkaitan dengan sub-sistem lainnya
seperti budaya, ekonomi, komunikasi, dan sistem lainnya. Sedangkan secara terminologis, sistem
politik sendiri pada hakikatnya terdiri dari unsur-unsur yang terbagi menjadi dua bagian besar,
yaitu supra struktur dan infra sturktur.

1. Suprastruktur politik yaitu struktur politik pemerintahan sektor pemerintahan, suasana


pemerintahan, sektor politik pemerintahan (political suprastructures, surface structures,
govermental sphere, formal political machines), atau pihak-pihak yang langsung terlibat
dalam penyelengaraan kehidupan Negara. Pihak yang demikian, tercatat terdiri dari
lembaga Eksekutif (Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri), Legislatif (MPR, DPR , serta
DPD), dan Yudikatif (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial),
serta lembaga-lembaga lain seperti kepolisian dan lain sebagainya.
2. Infrastruktur politik berarti struktur politik masyarakat/rakyat, suasana kehidupan politik
masyarakat/rakyat (political infrastructures subsets, socio-political sphere), dengan kata
lain pihak-pihak yang tidak atau tidak langsung terlibat dalam penyelengaraan kehidupan
Negara. lembaga-lembaga seperti ini diantaranya adalah LSM, Parpol, dan Media massa.

Suatu sistem politik pasti mempunyai fungsi bagi sistem politik itu sendiri dan fungsi ini
dijalankan oleh struktur politik itu tadi. Fungsi tersebut terbagi menjadi dua yaitu fungsi in put dan
fungsi out put. Yang termasuk diperankan fungsi in put adalah fungsi-fungsi sebagai berikut: 1)
Sosialisasi dan rekrutmen politik; 2) Artikulasi kepentingan; 3) Agregasi (pengelompokan)
kepentingan; 4) Komunikasi politik. Sementara fungsi out put diperankan oleh fungsi sistem
politik dalam tataran fungsi 5) Pembuatan peraturan; 6) Penerapan peraturan dan 7) pengawasan
peraturan.
Pemeranan fungsi sistem politik tadi, baik pada fungsi in put maupun fungsi out put, secara
fisik itu dilakukan oleh struktur politik yang terdapat dalam suatu sistem politik. Maka pemenuhan
tugas dan tujuan masing-masing berbeda pula. Struktur politik tersebut, dalam sistem politik
dibedakan menjadi dua yaitu infrastruktur politik dan suprastruktur politik.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anggara, Sahya. 2013. Sistem Politik Indonesia (bandung:Pusaka Setia)

Azyumardi Azra. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani. (Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2000)

Budi Suryadi,Perkembangan dan Kegagalan Sisiem Politik di Indonesia. Jurnal Charta


Publika,2011.Vol.,Nomor 2

Easton, David. The Political System, dalam jurnal Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi. Komara, E.
(2015). SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal.

David Easton, Empirical Conceptualizations: An Approach to the Analysis of Political System dalam jurnal
Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi. Komara, E. (2015). SOSIO DIDAKTIKA: Social
Science Education Journal.

Hasyim Ali Imran. Mediasi Stuktur Politik Oleh Surat Kabar. (Jakarta: Badan Litbang SDM
Kementrian Kominfo RI, 2014). Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Vol. 18 No. 1. H
32-34.
Komara, E. (2015). Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi. SOSIO DIDAKTIKA: Social
Science Education Journal, 2(2), 2015, 117-124. doi:10.15408/sd.v2i2.2814.
Miriam Budiardjo Dasar-dasar Ilmu Politik. (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:2006).

http://www.abc.net.au/ra/federasi/tema1/indon_pol_chart.pdf. diunduh pada tanggal 24 Nov


2018 pukul 14:32

Anda mungkin juga menyukai