Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem politik Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sejarah bangsa
Indonesia sejak zaman kerajaan, penjajahan, kemerdekaan sampai masa reformasi
sekarang. Para founding father bangsa telah merumuskan secara seksama sistem
politik yang menjadi acuan dalam pengelolaan negara. Hal ini tentunya dilakukan
dengan melihat kondisi dan situasi bangsa pada saat itu. Sistem politik Indonesia
pada masa reformasi saat ini mengalami perkembangan yang sangat signifikan.
Bermunculan lembaga dan sistem yang baru dalam rangka merespon
permasalahan bangsa yang semakin kompleks.
Sistem politik Indonesia adalah keseluruhan kegiatan (termasuk pendapat,
prinsip, penentuan tujuan, upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan,
skala prioritas, dll) yang terorganisir dalan negara Indonesia untuk mengatur
pemerintahan dan mempertahankan kekuasaan demi kepentingan umum dan
kemaslahatan rakyat. Kemudian untuk mewujudkan semua tujuan sistem politik
di Indonesia membutuhkan suprastruktur dan infrastruktur yang baik. Mereka
adalah lembaga negara (Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, MA,
MK, KY dan lembaga lainnya) sebagai kekuatan utama dan didukung oleh partai
politik, organisasi masyarakat, media komunikasi politik, pers, untuk
menyalurkan aspirasi masyarakat agar kebijakan pemerintah sesuai dengan hati
rakyat.
Dalam arti umum, politik adalah macam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik/negara yang menyangkut proses menentukan dan sekaligus
melaksanakan tujuan-tujuan sistem itu. Istilah politik dalam ketatanegaraan
berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan, ataupun
dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan
masyarakat, bukan tujuan pribadi. Seperti yang disebut oleh Peter Merkl, bahwa
“Politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan
2

sosial yang baik dan berkeadilan (Politics,at its best is a noble quest for a good
order and justice)”.
Menurut Rod hague et al, “Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara
bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan yang bersifat kolektif dan
mengikat melalui usaha usaha untuk mendamaikan perbedaan diantara
anggotanya” Adapun menurt Andrew Heywood “Politik adalah kegiatan suatu
bangsa yang bertujuan membuat, mempertahankan dan mengamandemen
peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak terlepas dari
gejala konflik dan kerjasama”. Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi
antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan
keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal
dalam suatu wilayah tertentu.
Politik apabila disangkutpautkan dengan negara, berarti kita membahas
mengenai hampir semua aspek dalam negara itu sendiri. Contohnya seperti bentuk
pemerintahan, ideologi, hingga kedaulatan dan kekuasaan dari negara tersebut.
Bentuk dan sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu negara memiliki
sejarahnya sendiri tergantung bagaimana negara beserta aspek-aspek di dalamnya
bereaksi terhadap suatu perubahan yang ada baik itu terjadi di dalam negara
tersebut atau dari luar yang membuat negara tersebut harus menyesuaikan diri.
Sepanjang sejarahnya, bentuk-bentuk pemerintahan berkembang. Bentuk
pemerintahan yang dahulu populer seperti misalnya monarki absolut, saat ini
hanya segelintir negara yang masih memiliki bentuk pemerintahan seperti itu.
Kehidupan Politik di Indonesia pada awal kemerdekaan bisa di lihat dari dari dua
sisi, yaitu dari sisi internal dan eksternal. Sisi internal, hal ini terlihat dari sistem
pemerintahan Indonesia yang belum menemukan posisi yang pas, dimana pada di
awal pemerintahan Indonesia, Indonesia menerapkan sistem presidensial (yaitu
seorang presiden yang akan ditunjuk menjadi kepala negara sekaligus sebagai
kepala pemerintahan), tetapi kemudian sistem ini berubah menjadi sistem
parlementer, selain itu masalah lain yang di hadapi oleh sistem pemerintahan
3

adalah adanya perbedaan ideologi yang kemudian menimbulkan persaingan


politik antara kelompok nasionalis, agama, sosialis dan komunis untuk
mendapatkan kursi dalam pemerintahan. Sisi eksternal, masalah yang di hadapi
oleh bangsa Indonesia adalah setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
Jepang tidak sertamerta langsung meninggalkan Indonesia akan tetapi Jepang
masih mempertahankan status quo nya di Indonesia yaitu masa kekosongan
kekuasaan sambil menanti penyerahan wilayah Indonesia ke tangan sekutu, akan
tetapi kedatangan sekutu di Indonesia tidak langsung menyebabkan Indonesia itu
lepas dari pengaruh jepang melainkan menimbulkan masalah yang baru. Karena
kedatangan sekutu ke Indonesia bersama dengan pasukan sipil Hindia Belanda,
selain itu masalah yang di hadapi politik eksternal adalah proses pengakuan
kedaulatan dari pihak Belanda yang sangat sulit di dapatkan oleh Indonesia
sehingga Indonesia harus berusaha keras dengan melakukan diplomasi-diplomasi
untuk mendapatkan kedaulatan yang utuh dari Belanda.
Dalam perspektif sistem, sistem politik dipahami sebagai rangkaian
subsistem dari sistem sosial yang membentuk suatu rangkaian kesatuan kerja
dalam mengolah input dan output. Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan
dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan
(masyarakat/negara). Ada beberapa definisi mengenai sistem politik, diantaranya :
1. Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi dalam
masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.
2. Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari
hubungan – hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan
tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang.
3. Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara
kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang
berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langgeng.
4. Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip
yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk
mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan
kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu
4

sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.
Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat
fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang
menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui
masa kini dan masa).

1.2 Rumusan Masalah


Berkaitan dengan latar belakang tersebut, maka permasalahan makalah
dari makalah ini:
1. Bagaimana sejarah dan apa definisi sistem politik?
2. Bagaimana sejarah perkembangan sistem politik Republik Indonesia?
3. Apa yang dimaksud infrastruktur dan suprastuktur politik di Indonesia?
4. Apa hambatan dan bagaimana peluang dinamika politik kontemporer ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Dapat mengetahui bagaimana sejarah dan definisi sistem politik.
2. Dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan sistem politik
Republik Indonesia.
3. Dapat mengetahui infrastruktur dan suprastruktur politik di Indonesia.
4. Dapat mengetahui apa saja hambatan dan bagaimana peluang dinamika
politik kontemporer.

1.4 Manfaat Penulisan


Melalui penulisan makalah ini diharapkan:
1. Mengembangkan wawasan pembaca tentang dinamika sistem politik
Indonesia.
2. Sebagai bahan referensi untuk pembaca.
5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sistem Politik


2.1.1 Pengertian Sistem Politik
Sistem menurut pamudji (1981:4) merupakan suatu kebulatan atau
keseluruhan yang komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-
hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang
komplek atau utuh. Sistem juga dapat diartikan sebagai kerjasama suatu kelompok
yang saling berkaitan secara utuh, apabila suatu bagian terganggu maka bagian
yang lain akan merasakan kendalanya. Namun, apabila terjadi kerjasama maka
akan tercipta hubungan yang sinergis yang kuat. Pemerintah Indonesia adalah
suatu contoh sistem, anak cabangnya adalah sistem pemerintahan daerah,
kemudian seterusnya sampai sistem pemerintahan desa dan kelurahan.
Sistem politik Indonesia adalah sistem politik yang dianut berdasarkan
nilai budaya Indonesia yang bersifat turun-temurun dan juga bisa diadopsi dari
nilai budaya asing yang positif bagi pembangunan sistem politik Indonesia.

2.1.2 Fungsi Sistem Politik


Fungsi utama sistem politik tidak terlepas dari fungsi input dan output dari
suatu sistem politik itu sendiri. Fungsi Input adalah sebagai suatu yang
menunjukkan berbagai efektifitas yang memungkinkan suatu sistem berjalan.
Pada umumnya input dalam suatu sistem politik dimanifestasikan kedalam sebuah
support and demand. Sedangkan Fungsi output ialah pembuatan pembuatan
perarturandan kebijakan merupakan salah satu fungsi output dalam sistem politik
terdapat hubungan yang saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya.
Menurut Almond keuntungan pendekatan struktur adalah memberikan kepada kita
mungkin menghindari kebingungan yang mungkin timbul antara tujuan-tujuan
struktur yang bersifat formal dengan fungsi-fungsi politik. Selain itu, Sistem
politik mempunyai beberapa fungsi lain, diantaranya:
6

1. Kapabilitas, adalah kemampuan sistem politik dalam menjalankan


fungsinya (eksistensi) di lingkungan yang lebih luas. Kantaprawira, (2006)
mengemukakan bentuk kapabilitas suatu sistem politik berupa:
a. Kapabilitas Regulatif, Kapabilitas regulatif suatu sistem politik
merupakan penyelenggaraan pengawasan terhadap tingkah laku
individu dan kelompok yang ada di dalamnya; bagaimana
penempatan kekuatan yang sah (pemerintah) untuk mengawasi
tingkah laku manusia dan badan-badan lainnya yang berada di
dalamnya, semuanya merupakan ukuran kapabilitas untuk
mengatur atau mengendalikan.
b. Kapabilitas Ekstraktif, SDA dan SDM sering merupakan pokok
pertama bagi kemampuan suatu sistem politik. Berdasarkan
sumber-sumber ini, sudah dapat diduga segala kemungkinan serta
tujuan apa saja yang akan diwujudkan oleh sistem politik. Dari
sudut ini, karena kapabilitas ekstraktif menyangkut soal sumber
daya alam dan tenaga manusia, sistem politik demokrasi liberal,
sistem politik demokrasi terpimpin, dan sistem politik demokrasi
Pancasila tidak banyak berbeda. SDA dan SDM Indonesia boleh
dikatakan belum diolah secara otpimal. Oleh karena masih bersifat
potensial.
c. Kapabilitas Distributif, Kapabilitas ini berkaitan dengan sumber
daya yang ada diolah, hasilnya kemudian didistribusikan kembali
kepada masyarakat. Distribusi barang, jasa, kesempatan, status,
dan bahkan juga kehormatan dapat diberi predikat sebagai prestasi
riil sistem politik. Distribusi ini ditujukan kepada individu maupun
semua kelompok masyarakat, seolah-olah sistem politik itu
pengelola dan merupakan pembagi segala kesempatan, keuntungan
dan manfaat bagi masyarakat.
d. Kapabilitas Responsif, Sifat kemampuan responsif atau daya
tanggap suatu sistem politik ditentukan oleh hubungan antara input
dan output. Bagi para sarjana politik, telaahan tentang daya
7

tanggap ini akan menghasilkan bahan-bahan untuk analisis


deskriptif, analisa yang bersifat menerangkan, dan bahkan analisa
yang bersifat meramalkan. Sistem politik harus selalu tanggap
terhadap setiap tekanan yang timbul dari lingkungan intra-
masyarakat dan ekstra-masyarakat berupa berbagai tuntuan.
e. Kapabilitas Simbolik, Efektifitas mengalirnya simbol dari sistem
politik terhadap lingkungan intra dan ekstra masyarakat
menentukan tingkat kapabilitas simbolik. Faktor kharisma atau
latar belakang sosial elit politik yang bersangkutan dapat
menguntungkan bagi peningkatan kapabilitas simbolik. Misalnya Ir
Soekarno Megawati, dengan keidentikan seorang pemimpin
dengan tipe “panutan” dalam mitos rakyat, misalnya terbukti dapat
menstransfer kepercayaan rakyat itu menjadi kapabilitas benar-
benar riil.
f. Kapabilitas Dalam Negeri dan Internasional, Suatu sistem politik
berinteraksi dengan lingkungan domestik dan lingkungan
internasional. Kapabilitas domestik suatu sistem politik sedikit
banyak juga ada pengaruhnya terhadap kapabilitas internasional.
Yang dimaksud dengan kapabilitas internasional ialah kemampuan
yang memancar dari dalam ke luar. Misalnya kebijakan sistem
politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Israel, juga akan
mempengaruhi sikap politik negara-negara di timur tengah. Oleh
karena itulah pengaruh tuntutan dan dukungan dari luar negeri
terhadap masyarakat dan mesin politik resmi, maka diolahlah
serangkaian respons untuk menghadapinya Politik luar negeri suatu
negara banyak bergantung pada berprosesnya dua variabel, yaitu
kapabilitas dalam negeri dan kapabilitas internasional.

2. Konversi, menggambarkan kegiatan pengolahan input menjadi ouput


mulai dari: penyampaian tuntutan, perangkuman tuntutan menjadi
tindakan pembuatan aturan, pelaksanaan peraturan, menghakimi, dan
8

komunikasi.

3. Adaptif, yaitu menyangkut sosialisasi & rekruitmen yang bertujuan


memantapkan bangunan struktur politik dari sistem politik. Fungsi sistem
politik Pemeliharaan dan penyesuaian (adaptation) adalah menyangkut
sosialiasasi dan rekrutmen yang bertujuan untuk Memantapkan bangunan
struktur politik dari sistem politik (Untari, 2006). Sukarna (1979:28-29)
mengemukakan ada dua fungsi utama yang merupakan ciri esensial (yang
perlu ada) dalam sistem politik, ialah:

a. Perumusan kepentingan rakyat (identification of interest in the


population); dan

b. Pemilihan pemimpin atau pejabat pembuat keputusan (selection of


leaders or Official decision maker).

2.1.3 Demokrasi Sebagai Sistem Politik


Menurut Bingham Powel, Jr., sistem politik demokrasi ditandai :
1. Legitimasi pemerintah didasarkan pada klaim bahwa pemerintah tersebut
mewakili keinginan rakyatnya.
2. Pengaturan yang mengorganisasikan perundingan untuk
memperoleh legitimasi, dilaksanakan melalui pemilu.
3. Sebagian besar orang dewasa dapat mengikuti proses pemilihan.
4. Penduduk memilih secara rahasia dan tanpa dipaksa.
5. Masyarakat dan pemimpin menikmati hak-hak dasar (kebebasan berbicara,
berorganisasi dan pers). Setiap partai politik berusaha untuk memperoleh
dukungan.

2.1.4 Negara, Politik, dan Konsep-Konsep Politik Negara


Politik memiliki akar kata yang bersumber dari bahasa Yunani, yaitu Polis.
Polis sendiri memiliki arti negara-kota (Sukarna, 1944). Melalui perngertian
tersebut, Drs. Sukarna menjelaskan bahwa berbicara mengenai politik adalah
berbicara mengenai negara (Sukarna, 1994). Negara sebagai suatu entitas tentu
memiliki unsur-unsur pembentuk dan mengutip dari buku Drs. Sukarna yang
9

berjudul “Pengantar Ilmu Politik”, unsur-unsur pembentuk negara adalah sebagai


berikut:
1. Wilayah. Negara memiliki wilayah dan batas-batas tertentu yang
ditentukan berdasarkan kesepakatan dari pihak-pihak yang
berkepentingan.
2. Penduduk atau rakyat. Orang-orang yang mendiami suatu wilayah tertentu
akan menjadi penduduk atau rakyat dari suatu negara apabila wilayah yang
dihuninya tersebut sudah menjadi kepemilikan suatu negara. Khususnya
kepada rakyat atau penduduk yang mendiami wilayah tertentu tersebut
secara konstan dan terus bertambah atau tidak berpindah-pindah.
3. Pemerintahan. Kehadiran pemerintah diperlukan untuk mengatur dan
mempertahankan baik rakyat ataupun wilayah yang dimiliki oleh suatu
negara.
4. Kekuasaan. Pemerintahan suatu negara haruslah memiliki kekuasaan dan
kemampuan yang bersifat mengatur. Baik itu mengatur rakyatnya,
wilayahnya, hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya dan juga
memiliki kemampuan untuk mengatur dan menjalankan hubungan dengan
pemerintah negara-negara lain memberikan kita poin kelima, yaitu:
5. Pengakuan. Negara membutuhkan pengakuan dari negara-negara lain atau
dunia internasional. Pengakuan yang diberikan oleh dunia internasional
adalah sebagai bukti bahwa negara tersebut sudah mampu mengurus
negaranya sendiri dan juga mampu untuk menjalin hubungan dengan
negara-negara lain (Sukarna, 1994, hal. 4).

Unsur-unsur tersebut juga serupa dengan yang dituliskan oleh Prof.


Miriam Budiarjo. Hanya saja, Miriam Budiarjo (1998, hal.9) menambahkan
beberapa konsep-konsep pokok dalam pokok dalam politik, yaitu:
1. Negara (state)
2. Kekuasaan (power)
3. Pengambilan keputusan (decision making)
4. Kebijaksanaan (police, beleid)
10

5. Pembagian (distribution), atau alokasi (allocation)


Negara sendiri memiliki tujuan dan fungsi. Fungsi dari negara,
sebagaimana yang dijabarkan oleh Drs. Sukarna (1994), adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan kekuasaan.
2. Mempertahankan dan juga melindungi baik wilayah maupun rakyat dari
negara tersebut.
3. Mewujudkan keamanan dan ketertiban.
4. Mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.
5. Menyelenggarakan hubungan-hubungan antar negara.
6. Meningkatkan dan meninggikan derajat dan martabat.
7. Mencerdaskan dan meningkatkan kualitas rakyat.

Negara memiliki dua tugas yang harus dilakukan, yaitu:


1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni
yang bertentangan satu sama lain,
2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-
golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya.

2.2 Sejarah Perkembangan Sistem Politik Republik Indonesia


2.2.1 Era Perjuangan Kemerdekaan (1945-1949)
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia
melalui pemerintah yang terbentuk pada waktu itu berusaha mengeluarkan
kebijakan- kebijakan politik yang bertujuan untuk menstabilkan kehidupan politik
indonesia di awal kemerdekaan, terutama dalam sistem pemerintah. Meskipun
sistem pemerintahan yang diterapkan masih belum sesuai seperti yang diharapkan
akan tetapi sistem pemerintahan tersebut dapat membawa Indonesia sampai
kepada pengakuan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 desember 1949. Di
sisi lain sistem pemerintahan, pemerintah berusaha untuk melengkapi struktur
pemerintahan yang mana pada awal kemerdekaan indonesia antara legislatif
eksekutif dan yudikatif itu masih belum terbentuk sempurna dan juga lembaga
dan kelengkapan negara yang mana pada waktu itu indonesia juga sedang
11

menghadapi agresi militer belanda I dan II, serta menghadapi ancaman dari dalam
yaitu pemberontakan-pemeberontakan menyebabkan Indonesia harus memiliki
kelengkapan negara yang kuat terutama dalam sistem pertahanan maka oleh sebab
itu dalam perjalanannya lembaga dan alat kelengkapan negara menjadi tugas bagi
pemerintahan yang baru terbentuk.
Dalam sistem pemerintahan Indonesia setelah sidang PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945 Indonesia menerapkan sistem presidensial dimana Ir. Soekarno
diangkat menjadi presiden di dampingi oleh Mohammad Hatta sebagai Wakil
Presiden, akan tetapi sistem ini berubah pada tanggal 16 oktober 1945 keluar
maklumat Wakil Presiden nomor 10 tentang perubahan tugas dari KNIP. KNIP di
bentuk bertugas untuk membantu residen dalam melakukan tugas-tugas nya akan
tetapi setelah keluar maklumat Wapres nomor 10 pada tanggal 16 oktober 1945
maka KNIP berubah fungsi menjadi DPR sementara selain dari pada
melaksanakan tugas-tugasnya untuk membantu presiden. Sejak saat itu maka
Indonesia menerapkan sistem parlementer di Indonesia.
Pada tanggal 11 november 1945 parlementer mengeluarkan maklumat
nomor lima yang mengangkat sultah syahrir menjadi perdana mentri. Pada tanggal
14 november 1945 sekutu mendarat bersama NICA di Indonesia. Kabinet syahrir
yang sudah terbentuk berupaya untuk melakukan diplomasi dengan belanda untuk
mendapatkan pengakuan kedaulatan belanda melalui perundingan linggajati. Pada
tanggal 3 november 1945 keluar lagi maklumat Wakil Presiden nomor 10 tentang
pembentukan partai politik, tujuan dari maklumat ini adalah untuk menghindari
PNI yang sebelumnya menjadi partai tunggal dalam pemerintahan akan tetapi ada
dampak dari keluarnya maklumat Wakil Presiden nomor 10 tanggal 3 November
1945, maka Indonesia menerapkan sistem multipartai di dalam parlemen.
Sistem multipartai ini kemudian menimbulkan masalah baru dimana
timbul persaingan antara partai yang berbeda ideologi atau paham sehingga terjadi
gejolak persaingan politik yang menyebabkan kehidupan politik indonesia
menjadi lebih tidak stabil pada tanggal 21 juli 1947 belanda melancarkan agresi
militernya yang pertama, akibat dari agresi militer yang pertama ini maka kabinet
Syahrir pun jatuh dan digantikan oleh kabinet Amir Syariffudin yang berhaluan
12

komunis. Kabinet Amir Syariffudin pun melaksanakan tugasnya itu dengan


melakukan diplomasi dengan belanda, agresi militer pertama pun diakhiri dengan
dilaksanakannya perjanjian renfill, akan tetapi perjanjian renfill ini ternyata
memberikan keuntungan bagi belanda dan membawa kerugian bagi Indonesia
walaupun belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada daerah-daerah tertentu
saja, akibatnya tumbuk permasalahan baru dan kabinet Amir Syariffudin pun
terjatuh dan digantikan oleh kabinet Hatta yg mulai bertugas pada 29 januari
1948, pada masa kabinet Hatta terjadi lagi agresi militer belanda yang kedua yang
mana belanda berusaha untuk mendapatkan lagi wilayah Indonesia paska
proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada tanggal 19 desember 1948 belanda melancarkan agresi militernya yg
kedua dengan menangkap sejumlah petinggi-petinggi dan menangkap sejumlah
tokoh negara Indonesia, diantaranya adalah Soekarno Hatta, yang kemudian
mereka di asingkan. Kabinet hatta bertahan hingga terlaksananya konperensi meja
bundar dan pengakuan kedaulatan Indonesia pada tnggl 27 desember 1949. Sistem
parlementer ini bertahan hingga keluarnya dekrit presiden 5 Juli 1959.
Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, memperlihatkan besarnya komitmen para pendiri bangsa untuk
mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Mohammad Yamin memasukkan
asas peri kerakyatan dalam usulan dasar negara Indonesia merdeka. Soekarno
memasukkan asas mufakat atau demokrasi dalam usulan tentang dasar negara
Indonesia merdeka yang kemudian diberi nama Pancasila. Keyakinan besar para
pendiri bangsa tersebut timbul karena dipengaruhi latar belakang pendidikan.
Mereka percaya bahwa demokrasi bukan merupakan sesuatu yang hanya
terbatas pada komitmen. Tetapi juga merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan.
Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan (1945-1949) ini, pelaksanaan
demokrasi baru terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi
kemerdekaan. Sedangkan elemen-elemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya
terwujud. Karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Karena
pemerintah harus memusatkan seluruh energinya bersama-sama rakyat untuk
mempertahankan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara, agar negara
13

kesatuan tetap hidup.


Partai-partai politik tumbuh dan berkembang cepat. Fungsi paling utama
partai politik adalah ikut serta memenangkan revolusi kemerdekaan dengan
menanamkan kesadaran untuk bernegara serta semangat anti penjajahan. Karena
keadaan yang tidak mengizinkan, Pemilihan Umum belum dapat dilaksanakan
sekalipun hal itu telah menjadi salah satu agenda politik utama. Tidak banyak
catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode ini.
Tetapi pada periode ini telah diletakkan hal-hal mendasar bagi
perkembangan demokrasi di Indonesia untuk masa selanjutnya, yaitu:
 Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh.
Para pembentuk negara sejak semula punya komitmen besar terhadap
demokrasi. Begitu Indonesia menyatakan kemerdekaan dari pemerintah
kolonial Belanda, semua warga negara yang dianggap dewasa punya hak
politik sama, tanpa diskriminasi ras, agama, suku dan kedaerahan.
 Kedua, kekuasaan Presiden dibatasi.
Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi
diktator, kekuasaannya dibatasi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
yang dibentuk menggantikan parlemen.
 Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden maka dimungkinkan terbentuk
sejumlah partai politik.
Pembentukan sejumlah partai politik ini kemudian menjadi peletak dasar
sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah
kehidupan politik Indonesia.

2.2.2 Era Demokrasi Parlementer (1950-1959)


Era Demokrasi Parlementer merupakan era di mana nghe perjuangan
kemerdekaan Indonesia telah berhasil melalui serangkaian permasalahan eksternal
dan internal yang selama ini menjadi ancaman utama terhadap eksistensi RI. Pada
masa selanjutnya, sistem NKRI dibangun dengan dasar konstitusi Undang-
Undang Dasar Sementara 1950 yang terus disempurna- kan sebagai peralihan dari
Konstitusi RIS yang berlaku pada masa sebelumnya. Sistem pemerintahan pada
14

era ini merupakan pemerintahan parlementer seperti yang telah diinisiasi pada saat
pembentukan parlemen pertama kali di bawah pimpinan Bapak Sutan Syahrir.
Estafet kepemimpinan dari satu parlemen ke parlemen selanjutnya menjadi ciri
khas dari era ini dengan tetap menjadikan Bapak Soekarno dan Mohammad Hatta
sebagai Presiden serta Wakil Presiden. Salah satu pencapaian dalam proses politik
pada masa ini adalah terselenggarakannya Pemilihan Umum Tahun 1955.
Pemilihan Umum Tahun 1955 yang berdasarkan asas multipartai ini memilih
anggota Konstituante secara demokratis. Konstituante inilah yang kemudian
diberikan mandat untuk menyempurnakan UUDS 1950 ke dalam platform UUD
yang sempurna. Walau telah bersidang sejak tahun 1956, namun hingga tahun
1958 Konstituante belum berhasil merumuskan UUD seperti yang telah
diamanatkan. Maka demi mencegah terjadinya instabilitas politik, Presiden
Soekarno mengeluari- kan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang berisi pembubaran
Badan Konstituante, pengembalian dasar konstitusi kepada UUD 1945 dan
pembentukan DPRS (Zona Nesia, 2016). Pada era ini sistem politik Indonesia
telah beranjak menuju kepada arah-arah perilaku atau kegiatan politik yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga negara, khususnya yang berkaitan dengan tugas-
tugas untuk menjalankan kepemerintahan secara konstitusional. Upaya-upaya
tersebut adalah dengan melakukan pemilihan umum pertama serta upaya untuk
menghasilkan UUD baru yang telah disempurnakan. Selain itu, pada era ini masih
terlihat peran yang dominan pada lembaga eksekutif, dikarenakan lambatnya
proses pembangunan lembaga legislatif dan larutnya pembahasan mengenai dasar
konstitusi yang baru. Sistem politik pada era ini berfokus pada upaya-upaya
melakukan rekonsiliasi nasional dan pembangunan bertahap yang diperuntukkan
sebagai landasan sistem politik nasional secara keseluruhan. Pemberlakuan sistem
parlementer memberikan keseimbangan pada tata pemerintahan, selain itu fokus
pokok- pokok perhatian pemerintah relatif bisa tercurahkan kepada dinamika
internal dan aspek-aspek kehidupan masyarakat setelah fase pemulihan kedaulatan
yang terjadi di awal era demokrasi parlementer. selanjutnya Indonesia dihadapi
pada tantangan pembangunan politik dan tata kepemerintahan internal yang masih
menjadi buntut dari kegagalan membentuk UUD yang baru.
15

2.2.3 Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)


Era Demokrasi Terpimpin merupakan era di mana bentuk negara dan
pemerintahan masih bertahan pada sistem kesatuan serta republik namun terjadi
perubahan pada sistem pemerintahan dikembalikan dari sistem parlementer
kepada sistem pemerintahan presidensial di mana Presiden Soekarno tampil
sebagai pemimpin utama dengan dibantu Perdana Menteri dan kabinetnya yang
dinamakan Kabinet Kerja. Kemudian melalui Ketetapan Presiden No. 2 Tahun
1959, dibentuk MPRS dengan lembaga DPR dan utusan-utusan daerah serta
golongan sebagai alat kelengkapannya. Selanjutnya pada Ketetapan Presiden No.
3 Tahun 1959 ditetapkan pendirian DPRS yang diketuai oleh Presiden. Selain itu,
melalui Ketetapan Presiden No. 13 Tahun 1959 turut dibentuk Front Nasional.
Tujuan dari didirikannya Front Nasional adalah untuk menyelesaikan revolusi
nasional, melaksanakan pembangunan semesta nasional dan mengembalikan irian
Barat dalam wilayah RI. Selain itu Presiden Soekarno mencetuskan Manipol
USDEK sebagai Manifesto politik Republik Indonesia (Manipol) pada pidato
kenegaraan tanggal 17 Agustus 1959. Atas usul DPA Manipol dijadikan GBHN
dengan Ketetapan MPRS No. 1 MPRS/1960. Manipol Usdek pada dasarnya
merupakan suatu doktrin politik yang merupakan akronim dari UUD 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan
Kepribadian Indonesia. Selain Manipol USDEK, Presiden Soekarno turut
mencetuskan yang merupakan perpanjangan dari Nasionalis, Agama dan Komunis
(Zona Nesia, 2016). Keseluruhan hal tersebut menjadi ciri khas utama pada era
Demokrasi Terpimpin. Perubahan sistem pemerintahan berasal dari inisiatif
Presiden Soekarno yang memandang bahwa pelaksanaan sistem demokrasi
parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Hal-hal spesifik yang
menjadi konsekuensi dari sistem demokrasi parlementer seperti prosedur
pemungutan suara pada lembaga legislatif dalam menghasilkan para perwakilan
rakyat dianggap tidak berjalan dengan efektif. Lebih lanjut, Presiden Soekarno
memandang sistem multi-partai sebagai salah satu faktor inefektivitas
pengambilan keputusan, karena mesin politik dan masyarakat justru cenderung
terdorong ke arah bentuk yang fragmentaris. Sebagai solusi, Presiden Soekarno
16

memperkenalkan apa yang disebutnya sebagai sistem musyawarah untuk mufakat


(Sukoco, 2012).
Perubahan sistem pemerintahan tersebut diikuti oleh penetapan doktrin-
doktrin politik yang membawa Indonesia ke dalam mengambil peranan penting
dalam menghadapi situasi Perang Dingin yang menjadi latar temporal pada saat
itu. Kiprah penting RI dalam kancah perpolitikan nasional didorong oleh orientasi
politik dan sistem kepemerintahan domestik yang seutuhnya diinisiasi oleh
Presiden Soekarno. Pada era ini terjadi beberapa peristiwa politik yang menjadi
peristiwa besar dan berpengaruh terhadap sistem politik yang berlangsung
diantaranya adalah Operasi Trikora, Konfrontasi Indonesia-Malaysia, dan Tragedi
G30S. Pada era demokrasi terpimpin, kekuasaan Presiden selaku pemimpin
eksekutif dan kepala negara menjadi jauh lebih dominatif. Hal ini dapat dilihat
dari pembentukan berbagai negara serta keputusan-keputusan penting lainnya
yang mempengaruhi sistem politik dan pemerintahan RI. Tidak berhenti pada
aspek kewenangan Presiden yang cenderung dominan, Presiden turut aktif dalam
mencetuskan gagasan-gagasan politik yang diperuntukkan menggalang massa
internal untuk meneruskan perjuangan kemerdekaan yang berdasarkan pada latar
temporal pada masa tersebut terancam oleh skema politik kawasan di mana
Indonesia dikepung oleh kekuatan-kekuatan Imperialisme yang secara tegas
ditolak oleh Presiden Soekarno. Operasi Trikora dan Konfrontasi Indonesia-
Malaysia menjadi contoh operasi militer dan massa dalam skala besar.
Tumbuh suburnya partai-partai politik, didasarkan pada Maklumat
Pemerintah tanggal 3 November 1945. Persaingan antar elit partai politik besar,
telah membawa negara pada instabilitas politik, sehingga mandeknya pemb
ekonomi dan rawannya keamanan. Akibat konflik berkepanjangan pada Badan
Konstituante (merumuskan UUD), mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang selanjutnya melahirkan demokrasi terpimpin.
Sistem politik pada masa demokrasi terpimpin memberikan pandangan
luas terhadap suatu fenomena politik sebagai bagian dari interaksi sosial yang
sangat luas. Biaya operasi militer dan konfrontasi Indonesia-Malaysia serta
beragam proyek pembangunan skala besar lainnya tidak mampu diimbangi
17

dengan produksi ekonomi yang mumpuni. Hal ini turut dipengaruhi oleh sistem
politik yang terlalu memforsir perhatian serta kebijakannya pada persoalan
pembangunan politik dan pertahanan. Pertarungan ideologi pada tingkat domestik
serta percaturan politik pada level regional mengalihkan perhatian pemerintah dari
tugas-tugas pembangunan ekonomi yang terukur. Struktur politik yang tidak
mampu menjalankan konsep pembagian kekuasaan dan bertumpu pada salah satu
instansi saja membuat pemerin- tahan tidak berimbang, upaya-upaya untuk
melakukan penilaian dan penyeimbangan kebijakan-kebijakan pemerintah tidak
dapat berjalan dengan maksimal. Pada akhirnya seperti yang dicontohkan pada
pengertian terakhir mengenai sistem politik pada sub-bab awal, bahwa interaksi
antara aspek politik dan aspek ekonomi akan mempengaruhi satu sama lain.

2.2.4 Era Orde Baru (1966-1998)


Era Orde Baru merupakan tatanan pemerintahan yang berkuasa sejak
tahun 1966 hingga tahun 1998. Pada era ini terjadinya upaya restorasi sistem
kepemerintahan seperti pengembalian sistem instansi eksekutif yang berorientasi
pada kepemimpinan kementerian. Selain restorasi instansi eksekutif negara,
Presiden, Wakil Presiden dan kabinet pemerintahan Orde Baru turut melakukan
penguatan lagi penerapan UUD 1945 secara murni sehingga memulihkan kuasa
instansi legislatif yakni MPR sebagai badan tertinggi dan membatasi kewenangan
Presiden. Orde Baru turut dikenal dengan upayanya dalam menjadikan Pancasila
sebagai jalan hidup berbangsa dan bernegara melalui program penataran Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila kepada masyarakat Indonesia. Dilihat dari
dasar hukum program- program penguatan dasar negara, terdapat beberapa produk
hukum yang dipergunakan sebagai dasar legitimasi dalam menjaga sistem politik.
Pertama Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR
berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, serta tidak memiliki kehendak
untuk mengubahnya. Selanjutnya Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang
Referendum yang antara menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah
UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui sistem
referendum (Zona Nesia, 2016).
18

Era orde baru yang memiliki visi terhadap penguatan terhadap nilai-nilai
konstitusi UUD 1945 serta falsafah negara yakni Pancasila dikenal juga dengan
sebutan era Demokrasi Pancasila. Pada awal pelaksanaannya, pemerintah Orde
Baru menerapkan penyederhanaan sistem kepartaian sehingga sampai pada
tersisanya tiga partai besar dengan Golkar dari kalangan partai dan ABRI dari
kalangan militer yang muncul sebagai kekuatan politik yang dominan (Sukoco,
2012). Pada era ini terlihat kekuatan eksekutif dalam secara langsung menata
sistem kepartaian sebagai basis penguat sistem pemerintahan dengan mencari
perimbangan antara instansi eksekutif dan legislatif. Hal ini terlihat dari
bagaimana kiprah partai Golkar pada Orde Baru.
Orde Baru (1966) melakukan pembenahan institusi politik, karena jumlah
parpol yang banyak, tidak menjamin stabilitas politik. Terjadi penyederhanaan
partai politik : Partai berbasis Islam (NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam)
menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP); Partai berbasis sosialis dan
nasionalis (Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba dan IPKI) menjadi Partai
Demokrasi Indonesia (PDI). Berdasarkan UU No. 3 Tahun 1975, Pemilu 1977 dan
1982 hanya diikuti 3 (tiga) peserta : PPP (ke-Islaman & ideologi Islam); Golkar
(kekaryaan dan keadilan sosial); PDI (demokrasi, kebangsaan/ nasionalisme dan
keadilan).

2.2.5 Era Reformasi (1999-kini)


Berdasarkan UU No. 3/1999, partai-partai politik di Indonesia diberikan
kesempatan hidup kembali mengikuti pemilu multi partai (diikuti 48 parpol).
1. Kelompok kepentingan (interest group), dalam gerak langkahnya akan
sangat tergantung pada sistem kepartaian yang diterapkan dalam suatu
negara. Jenis-jenis kelompok kepentingan dianntaranya :
2. Kelompok Anomik (kelompok spontan dan tidak memiliki nilai/norma),
3. Kelompok Asosiasional (biasanya jarang terorganisir dan kegiatannya
kadang-kadang),
4. Kelompok Institusional (merupakan kelompok pendukung kepentingan
institusional : seperti partai politik, korporasi bisnis, dll.),
19

5. Kelompok Assosiasonal (merupakan kelompok yang terorganisir yang


menyatakan kepentingan dari suatu kelompok dan memiliki prosedur
teratur). Kegiatan kelompok kepentingan di dalam suatu negara, sangat
bergantung kepada sistem politik pemerintah apakah menerapkan sistem
kepartaian tunggal/ dua partai/ lebih.
6. Kelompok penekan (pressure group), merupakan salah satu institusi politik
yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan
kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi bahkan
membentuk kebijakan pemerintah. Contoh institusi Kelompok penekan :
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi sosial keagamaan,
Organisasi Kepemudaan, Organisasi Lingkungan Hidup, Organisasi
pembela Hukum dan HAM, Yayasan atau Badan hukum lainnya.
7. Media komunikasi politik (political communication media), merupakan
salah satu instrumen politik yang dapat berfungsi untuk menyampaikan
informasi dan persuasi mengenai politik. Contoh media komunikasi : surat
kabar, telefon, faximile, internet, televisi, radio, film, dan sebagainya.
8. Tokoh politik (political figure), pengangkatan tokoh-tokoh politik
merupakan proses transformasi seleksi terhadap anggota-anggota
masyarakat dari berbagai subkultur.

2.3 Infrastruktur dan Suprastruktur Politik di Indonesia


2.3.1 Infrastruktur Politik
Infrastruktur politik yaitu suasana kehidupan politik rakyat yang
berhubungan dengan kehidupan lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
kegiatannya dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap kebijakan lembaga-lembaga kenegaraan dalam menjalankan fungsi serta
kekuasaannya masing-masing. Untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan
rakyat dalam penyelanggaraan pemerintahan negara. Berdasarkan teori politik,
infrastruktur politik mencakup :
1. Partai politik (political party), sebagai institusi mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan.
20

Berikut merupakan beberapa fungsi partai politik :


 Komunikasi politik : Penyalur aspirasi rakyat kepada pemerintah.
 Sosialisasi politik : Pengenalan nilai dan norma etika.
 Rekruitmen politik : Merekrut anggota partai politik.
2. Elite Group, Fifredo Pareto mengatakan bahwa yang disebut sebagai
kelompok elite adalah sekelompok kecil individu yang memiliki kualitas
terbaik yang dapat menjangkau pusat kekuasaan sosial politik. Pareto
menjelaskan bahwa setiap elite yang memerintah hanya dapat bertahan
apabila secara kontinuitas mendapat dukungan dari masyarakat kalangan
bawah.
3. Kelompok kepentingan (interest group), dalam gerak langkahnya akan
sangat tergantung pada sistem kepartaian yang diterapkan dalam suatu
negara.
4. Kelompok penekan (pressure group), merupakan salah satu institusi
politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi
dan kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi
bahkan membentuk kebijakan pemerintah. Contoh institusi Kelompok
penekan : Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi sosial
keagamaan, Organisasi Kepemudaan, Organisasi Lingkungan Hidup,
Organisasi pembela Hukum dan HAM, Yayasan atau Badan hukum
lainnya.
2.3.2 Suprastruktur Politik
Suprastruktur politik adalah struktur politik pemerintahan yang berkaitan
dengan lembaga-lembaga negara yang ada, serta hubungan kekuasaan antara
lembaga satu dengan yang lain.

Pada Negara Monarki, pemerintahan dikuasi oleh keluarga bangsawan. Raja/Ratu,


berperan sebagai lambang kebesaran/alat pemersatu. Kabinet dapat dibentuk
berdasarkan pemilu (tergan-tung tingkat pendemokrasiannya). Pada Negara
Republik, elit politik ada yang memegang kekuasaannya secara diktator. Namun
juga banyak yang bersifat demokratis (tergantung Konstitusi/UUD negaranya).
21

Perkembangan ketatanegaraan modern, pada umumnya elit politik


pemerintah dibagi dalam kekuasaan :
1. Eksekutif. Kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden, presiden adalah
pemegang kekuasaan pemerintahan negara. Presiden di bantu oleh wakil
presiden dan menteri-menteri, untuk melaksanakan tugas sehari-hari.
Wewenang, kewajiban, dan hak presiden antara lain :
 Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD;
 Menetapkan peraturan pemerintah;
 Mengangkat memberhentikan menteri-menteri; dll

2. Legislatif. Indonesia menganut sistem bilateral. Di tandai dengan adanya


lembaga perwakilan, yaitu DPR dan DPD. Dengan merujuk asas trias
politika. Kekuasaan legislatif terletak pada MPR dan DPD.

3. Yudikatif (mengadili pelanggaran undang-undang). Pasal 24 UUD 1945


menyebutkan tentang kekuasaan kehakiman dan memiliki tugas masing-
masing. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh :
 Mahkamah Agung (MA)
 Mahkamah Konstitusi (MK)
 Komisi Yudisial (KY)
 Insfektif
Dengan sistem pembagian atau pemisahan kekuasaan, suprastruktur harus
didukung infrastruktur politik (rakyat, partai politik dan ormas), dalam
pemerintahan melalui wakil-wakilnya. Mekanisme pemerintahan (infrastruktur
dan suprastruktur politik) dapat memenuhi fungsinya, manakala sistem politik
mampu :
1. Mempertahankan pola (tata cara, norma-norma dan prosedur-prosedur
yang berlaku).
2. Menyelesaikan ketegangan (menyelesaikan, konflik dan perbedaan
pendapat) yang memuaskan semua pihak.
3. Melakukan perubahan (kemampuan adaptasi dengan perkembangan baik
di dalam maupun luar negeri).
22

4. Mewujudkan tujuan nasional (kristalisasi keinginan masyarakat untuk


mencapai tujuan tersebut).
5. Mengintegrasikan dan menjamin keutuhan seluruh sistem.

2.4 Hambatan dan Peluang Dinamika Politik Kontemporer


2.4.1 Hambatan
a. Pendidikan Politik Masyarakat yang Rendah
b. Pengaruh Feodalisme
c. Faktor Kultural dan Agama
d. Kemajuan Informasi yang Mengarah pada Misleading
e. Moralitas Elit Politik
2.4.2 Peluang
a. Perbaikan Pendidikan Politik,
Saat ini berbagai bentuk pendidikan politik telah muulai dilakukan oleh
berbagai pihak. Jika menyambung kepada pendapat dari Rusadi
Kartaprawira (2006:56), bentuk pendidikan politik dapat diselenggarakan
melalui hal-hal berikut ini:
1. Bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain bentuk
publikasi massa yang biasa membentuk pendapat umum.
2. Siaran radio dan telivisi serta film (audio visual media).
3. Lembaga atau asosiasi dalam masyarakat seperti masjid atau gereja
tempat menyampaikan khotbah, dan juga lembaga pendidikan formal
ataupun informal.

Aspek yang terpenting dalam pendidikan politik adalah agar bentuk


pendidikan politik tersebut mampu untuk memobilisasi simbol-simbol nasional
sehingga pendidikan politik mampu menuju pada arah yang tepat yaitu
meningkatkan daya pikir dan daya tanggap rakyat terhadap masalah politik. Selain
itu, bentuk pendidikan politik yang dipilih harus mampu meningkatkan rasa
keterikatan diri (sense of belonging) yang tinggi terhadap tanah air, bangsa dan
negara.
23

b. Sosialisasi Media tentang Politik,


Peluang lainnya yang saat ini mulai mengemuka diantaranya
adalah menjamurnya berbagai penyiaran konten positif di berbagai media
termasuk internet dan media sosial. Pendidikan politik yang diberikan ini
didukung oleh kementerian Komunikasi dan Informatika. Bentuk upaya
penyiaran konten positif lainnya diantaranya adalah penyediaan 1000
website oleh Kominfo yang dapat pula digunakan oleh komunitas atau
organisasi disamping wirausaha. Hal ini dapat memancing munculnya
berbagai konten positif yang tidak menutup kemungkinan juga
mengandung berbagai pendidikan positif melalui komunitas atau
organisasi yang concern terhadap hal tersebut.
Selain itu, saat ini baik media swasta maupun pemerintah
bekerjasama menyiarkan pendidikan politik kepada masyarakat. Bentuk
penyampaiannya sudah dapat terlihat melalui iklan layanan masyarakat,
berbagai bentuk budaya populer, serta program televisi dimana masyarakat
dapat lebih mudah memahami politik melalui berbagai tayangan.
c. Kolaborasi dan Integrasi Budaya dan Sistem Politik,
Peluang berikutnya yakni mengenal integrasi antara sistem politik
dan hukum positif yang juga dibangun atas integritas budaya, agama dan
situasi kemasyarakatan. Potensi ini sebetulnya dapat menjadi ladang emas
yang dapat dimanfaatkan bagi pemangku kebijakan untuk mengambil
simpati rakyat dalam rangka menciptakan kondusifitas sistem
kemasyarakatan dan situasi sosial masyarakat.
Sistem politik akan bertahan lama apabila didasarkan pada
integrasi budaya. Hal ini secara logis berpengaruh sebab sistem politik
yang dibangun oleh manusia juga merupakan suatu produk budaya yang
tidak lepas dari buah pemikiran dan karsa cipta manusia yang
membuatnya.
d. Perkembangan Demokrasi
Saat ini demokrasi di Indonesia melakukan pemilihan langsung
oleh rakyat. Sejak dalam lingkup nasional hingga ke daerah terkecil,
24

pemilihan langsung oleh rakyat dianggap menjadi suatu perkembangan


bagi kemajuan demokrasi di Indonesia. Baik pemilu presiden maupun
pemilukada kini menjadi suatu pesta politik yang damai dan kondusif, hal
ini menandakan bahwa demokrasi di Indonesia telah dalam tahap
membaik.
Demokrasi yang membaik tersebut akan berdampak pada
peningkatan budaya memilih yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan
kondusifitas yang muncul, masyarakat akan berupaya untuk menyuarkan
aspirasinya melalui dukungan suara yang mereka berikan kepada salah
satu pasangan calon yang berpartisipasi dalam pilkada. Budaya memilih
langsung ini jika ditambah dengan sosialisasi dan pendidikan politik yang
mumpuni akan mampu menekan tingkat golput yang tinggi serta di sisi
lain dapat meminimalisir terjadinya kecurangan dalam proses pemilihan
umum baik presiden maupun kepala daerah.

2.5 Partai Politik Republik Indonesia


Basis sosiologis partai politik adalah idiologi dan kepentingan yang
diarahkan pada usaha memperoleh kekuasaan.Dalam perkembangannya, partai
politik telah berfungsi dan berperan dalam sistem politik demokrasi. Karena itu
fokus bahasan dalam tulisan ini, ialah dinamika atau pasang-surut fungsi dan
peranan partai politik dalam sistem politik demokrasi Indonesia dengan
metode/pendekatan kwalitatif-deskriptif. Bangsa Indonesia, telah akrab dengan
partai-partai politik.Sebelum “Republik Indonesia” terbentuk, partai politik telah
berfungsi dan berperanan sebagai sarana perjuangan yang menggelorakan
nasionalisme untuk kemerdekaan, demikian pula halnya setelah proklamasi
kemerdekaan.Meskipun demikian, pelaksanaan fungsi dan peranan partai politik
mengalami dinamika atau pasang surut sesuai perkembangan sistem politik
Indonesia. Periode Demokrasi Parlementer, partai politik menampilkan fungsi dan
peranan yang kuat. Partai politik dan parlemen (DPR) merupakan kerangka pokok
sistem politik Indonesia. Lain halnya, pada Demokrasi Terpimpin, terjadi
penyederhanaan kepartaian. Kebijakan penyederhanaan kepartaian berlangsung
25

pula dalam sistem Demokrasi Pancasila era orde baru melalui undang-undang
Nomor : 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya yang menyatakan
adanya tiga organisasi kekuatan sosial politik yaitu : Partai Persatuan
Pembangunan sebagai fusi partai-partai politik yang beraliran “Islam, Partai
Demokrasi Indonesia sebagai fusi partai-partai politik beraliran
nasional/demokrasi, dan Golongan Karya. Di sini Golkar tampil sebagai
organisasi kekuatan sosial politik yang paling dominan yang menjadikan peranan
partai politik melemah. Tetapi dalam sistem politik Demokrasi Pancasila era
reformasi; fungsi dan peranan partai politik kembali menguat bahkan sangat
menentukan proses politik dalam sistem politik Indonesia.

2.6 Perkembangan Ekonomi Republik Indonesia


Dinamika penduduk yang digunakan yaitu fertilitas dan infant mortalitas
memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Kondisi di Indonesia mengikuti mazhab kaum pesimis dari Malthusian, yang
menyebutkan bahwa semakin meningkatnya jumlah populasi akan secara terus
menerus membebani kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri. Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka akan membuat
pertumbuhan ekonomi menurun karena jumlah penduduk yang bertambah
menimbulkan masalah seperti perencanaan yang sulit dan pembelanjaan
pemerintah yang meningkat untuk kependudukan.
Selanjutnya, angka kematian bayi memberikan pengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Semakin besar jumlah angka kematian bayi maka
pertumbuhan ekonomi menurun. Hal ini menggambarkan masalah dalam
kesehatan secara keseluruhan baik itu kesehatan ibu hamil, perbaikan gizi,
kesehatan bayi dan pelayanan kesehatan. Angka kematian bayi berkaitan dengan
peningkatan angka harapan hidup di Indonesia. Sebelum melihat pengaruh
dinamika penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi, diuji terlebih dahulu
terhadap jumlah angkatan kerjaHasil penelitian fertilitas memberikan pengaruh
positif terhadap jumlah partisipasi angkatan kerja di Indonesia. Dan infant
mortalitas memberikan pengaruh negatif terhadap angkatan kerja. Tabungan dan
26

belanja pemerintah juga memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan


ekonomi.
Faktor yang paling mempengaruhi dalam dinamika penduduk terhadap
pertumbuhan ekonomi adalah fertilitas. Pertumbuhan penduduk yang merupakan
proksi dari fertilitas menghasilkan penduduk yang terus meningkat setiap
tahunnya. Pengaruh negatif yang dihasilkan oleh fertilitas terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia apabila tidak dikendalikan dengan benar akan menimbulkan
permasalahan bagi perekonomian jangka panjang. Mulai dari pertumbuhan
penduduk yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan output, bertambahnya
penduduk tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia
sehingga nantinya akan menimbulkan masalah sosial dan ekonomi seperti
kelaparan, kriminalitas dan pengangguran. Serta bertambahnya jumlah penduduk
akan membuat jumlah lahan terus berkurang sedangkan kebutuhan terus
meningkat. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat akan banyak memberikan
dampak negatif terhadap perekonomian. Tidak hanya masalah angka kelahiran
yang tinggi, tetapi bagaimana manusia yang dilahirkan menjadi manusia yang
berkualitas dan mampu berdaya saing sehingga memberikan kontribusi untuk
menjadi tenaga kerja yang produktif untuk kemajuan ekonomi. Untuk
menghindari perangkap Malthus yaitu dengan upaya mengurangi kesuburan dan
memilih untuk memiliki jumlah keluarga yang kecil untuk peningkatan investasi
setiap anak yang lahir di masa yang akan datang.
27

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem Politik Indonesia adalah keseluruhan kegiatan (termasuk pendapat,
prinsip, penentuan tujuan, upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan,
skala prioritas, dll) yang terorganisir dalan negara Indonesia untuk mengatur
pemerintahan dan mempertahankan kekuasaan demi kepentingan umum dan
kemaslahatan rakyat.

3.2 Saran
Kita sebagai warga Negara Indonesia harus bangga Negara kita menganut
sistem politik demokrasi pancasila yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Oleh
karena itu mari kita membantu pemerintah untuk menjalankan sistem politik di
Indonesia dengan cara apapun, bisa dengan mengeluarkan pendapat yang
membangun tapi tidak dengan bentuk anarkis.
28

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. 2005. Sejarah Untuk SMA kelas XII Program Ilmu Sosial Dan
Bahasa. Klaten : Cempaka Putih.
Tim Penyusun, MGMP. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Dan Dunia untuk
Kelas XII SMA Program IPS. Malili : Raodah Foto Copy.
Kantaprawira, Rusadi, 2006. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Sinar Baru
Algesindo.
Listyarti, Retno, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA dan MA Kelas
XI, Jakarta: Esis.
Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003
Marudut Simbolon.2008.Partai Politik dan Sistem Politik (suatu Transformasi
Pemikiran dan Teori Analisis Sistem Politik Gabriel Almond dalam
Perspektif Politik Pemerintahan SBY-JK).
Murshadi “Ilmu Tata Negara; untuk SLTA kelas III”, Rhineka Putra, bandung,
1999
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, Balai Pustaka, 2008

Anda mungkin juga menyukai