Anda di halaman 1dari 12

WACANA PRESIDEN 3 (TIGA) PERIODE DARI SUDUT PANDANG HUKUM DAN

TATANAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Dosen Pengampu : Ridho Pakina, H.H., M.Hum

Disusun Oleh :

NAMA : ARDANA RACHA FIRMANSYAH


KELAS/SEMESTER : B1/2
NPM :211003742018493

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Rasa syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karunianya
saya dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat pada waktu.
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang “Wacana Presiden 3 (Tiga) Periode Dari Sudut
Pandang Hukum Dan Tatanan Demokrasi Di Indonesia”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan


dari dosen pengampu mata kuliah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan
tambahan wawasan bagi saya sebagai penulis dan bagi para pembaca.

Saya selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ridho
Pakina, H.H., M.Hum selaku dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Tidak lupa bagi
pihak-pihak lain yang telah mendukung penulisan makalah ini saya juga mengucapkan terima
kasih.

Terakhir, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari
itu saya membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan saya, agar
kedepannya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca, dan bagi saya khususnya sebagai penulis.

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Isu tiga periode untuk jabatan presiden merebak ke tengah masyarakat dan menghasilkan
perbincangan politik (political discourse). Dalam sistem presidensialisme, topik
mengenai jabatan presiden telah menjadi pusat perhatian warga negara prapemilihan
umum dan menjadi pusat evaluasi bagi masyarakat karena aspek figuritas menjadi tolok
ukur partisipasi publik (Dassonneville, 2014; Wasisto, 2020). Substansi dari isu tiga
periode jabatan presiden adalah mempromosikan bahwa pada 2024, Presiden Joko
Widodo diperbolehkan kembali turut serta dalam kontestasi pemilu. Meskipun isu ini
ditolak oleh Presiden Joko Widodo dan perwakilan dari Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP), Jok-Pro 2024, sebuah kelompok yang mendukung pasangan Joko
Widodo dan Prabowo menampilkan isu ini ke tengah masyarakat sehingga menjadi
perbincangan politik (https://republika.co.id, 24 Juni 2021). Sebaliknya, Sekretariat
Jokowi Sudahlah (SJS) justru menilai pemerintahan Joko Widodo telah gagal dalam
menjalankan misi pembangunan, sehingga tidak perlu ditambah masa jabatannya
(https//:harianterbit.com, 24 Juni 2021). Dua kelompok ini kemudian mengisi
perbincangan publik mengenai evaluasi kinerja presiden dan kontroversinya untuk
menambah masa jabatan presiden.
B. Rumusan Masalah
1. Asal mula jabatan presiden 3 periode
2. Alasan Penolakan Wacana Presiden 3 Periode
3. Analisis Sosiologis terhadap Dampak yang Dapat Ditimbulkan Jika Wacana Masa
Jabatan Presiden 3 Periode Terwujud
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan mengenai asal mula jabatan presiden 3 periode
2. Menjelaskan mengenai alasan penolakan wacana presiden 3 periode
3. Menjelaskan mengenai analisis sosiologis terhadap dampak yang dapat
ditimbulkan jika wacana masa jabatan presiden 3 periode terwujud
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal Mula Jabatan Presiden 3 Periode


Polemik wacana jabatan Presiden Indonesia ditambah menjadi tiga periode menuai pro
dan kontra. Isu itu pun kini ramai diperbincangkan masyarakat. Ternyata, ide
penambahan periode jabatan Presiden Indonesia muncul pertama kali dari Partai Nasional
Demokrat (Nasdem).
Wakil Ketua MPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani membeberkan
tidak mau menjawab urgensi MPR menambah masa jabatan kepala negara menjadi tiga
periode. Sehingga semua pihak untuk menanyakannya ke Partai Nasdem yang
mengusulkannya.
“Tentu ini harus ditanyakan kepada yang melayangkan ini kan bukan saya yang
melayangkan. Ini ada yang menyampaikan seperti ini, kalau tidak salah mulai dari
anggota DPR dari Fraksi Nasdem,” ujar Arsul, Jumat (28/11).
Arsul mengatakan untuk penambahan jabatan kepala negara sampai saat ini masih hanya
sebatas wacana. Pasalnya sampai saat ini MPR masih terus melakukan audiensi dengan
masyarakat terkait amandemen. “Di dalam jadwal MPR sendiri di tahun 2020 bahkan
2021 menampung berbagai aspirasi masyarakat,” katanya.
Sementara pada hari yang sama diutarakan, Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
mengusulkan ide tujuh tahun masa kepresidenan tapi dibatasi hanya satu periode. Ketua
DPP PSI, Tsamara Amany Alatas mengatakan jika jabatan kepala negara hanya tujuh
tahun dan hanya satu periode. Maka Presiden Indonesia akan fokus kepada jabatannya.
“Jika hanya satu periode, setiap presiden akan bekerja semaksimal mungkin, fokus
bekerja buat rakyat dan tak memikirkan pemilu berikutnya,” kata Tsamara.
Menurut Tsamara, masa jabatan satu periode akan membuat presiden terlepas dari
tekanan politik jangka pendek, lebih fokus untuk melahirkan kebijakan terbaik. Politik
akan terbebas dari pragmatisme.
Tsamara mengatakan, masa kepemimpinan perlu diperpanjang sampai tujuh tahun agar
setiap presiden punya waktu cukup untuk mewujudkan program-program kerjanya.
“Selanjutnya, satu periode ini akan menghilangkan konsep petahana dalam pemilihan
presiden. Maka tak ada lagi kecurigaan bahwa petahana memanfaatkan kedudukannya
untuk kembali menang pemilu,” ungkapnya.
Kemudian pada Selasa (26/11), Sekretaris Fraksi Nasdem, Saan Mustofa mengatakan,
pihaknya tengah mengkaji amandemen menyeluruh UUD 45. Salah satunya adalah
wacana penambahan masa jabatan presiden.
Sehingga, sampai saat ini Nasdem masih mengkaji mengenai penambahan masa jabatan
tiga perioden yang sebelumnya ramai diperbincangkan.
“Jadi kita mewacanakan itu ke publik dan kita sedang menyerap, sikap publik seperti apa
soal GBHN, soal MPR, soal masa jabatan presiden. Bahkan terkait juga soal bagaimana
sikap publik terkait dengan pemilu yang 2019 kemarin itu yang antara pileg dan pilpres
disatukan,” tutur Saan Mustopa.
Nasdem melihat penambahan masa jabatan presiden bukan soal jumlah. Tetapi
bagaimana masa jabatan ini dihubungkan dengan proses pembangunan. “Jadi misalnya
gini kalau kita punya seorang presiden yang baik, yang hebat, ternyata misalnya
programnya belum selesai, tiba-tiba masa jabatannya habis, kan sayang. Ketika berganti
akan ganti kebijakan, kesinambungannya kan terhenti,” jelasnya.
Ketua Nasdem Jabar itu mengatakan, karena alasan tersebut muncul wacana untuk
menambah masa jabatan presiden satu periode lagi. “Makanya ada wacana kenapa kita
enggak buka wacana satu periode lagi menjadi tiga periode,” ucap Saan.
Sementara saat ini ada dua partai politik yang menolak penambahan masa jabatan
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, itu adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

B. Alasan Penolakan Wacana Presiden 3 Periode


Munculnya wacana mengenai masa jabatan presiden 3 periode merupakan hal yang
memprihatinkan. Sebab, masih banyak wacana strategis yang bisa dibahas di ruang
publik dalam rangka menyempurnakan sistem ketatanegaraan.
"Karena pembatasan masa jabatan 2 periode ini merupakan spirit munculnya gerakan
reformasi 1998. Setidaknya ada 3 alasan mengapa jabatan presiden dibatasi paling
banyak 2 periode," kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom,
Minggu (24/11/2019).
Pertama, bangsa Indonesia pernah merasakan traumatik saat UUD 1945 asli. Di Pasal 7
tidak diatur secara jelas mengenai masa jabatan presiden.
"Dalam praktiknya, ketidakjelasan pengaturan masa jabatan tersebut telah mengantarkan
bangsa Indonesia bukan menjadi negara demokrasi melainkan mengalami periode
Otoritarianisme yang ditandai masa jabatan presiden tidak terbatas dengan praktik
koruptif dan kolutif yang menyertainya. Untungnya kemudian gerakan reformasi 1998
berhasil menumbangkan pemerintahan otoriter tersebut," papar Bayu.
Agenda awal gerakan reformasi adalah membentuk Ketetapan MPR Nomor
XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia yang kemudian pembatasan masa jabatan tersebut lebih diperkuat di perubahan
pertama UUD 1945, yaitu di Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan
selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
untuk satu kali masa jabatan.
"Dengan demikian, ide masa jabatan presiden 3 periode jelas bertentangan dengan spirit
yang melahirkan gerakan reformasi dan pihak yang melontarkan ide tersebut adalah
pihak yang ingin memutarbalikkan agenda reformasi," cetus Direktur Pusat Kajian
Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember itu.
Kedua, salah satu ciri negara demokrasi adalah adanya sirkulasi kepemimpinan yang
terjaga. Yaitu bukan hanya pemilu melainkan aturan hukum harus membatasi jabatan
publik tertentu tidak diisi orang yang sama dalam waktu yang terlalu lama.
Baca juga:
Wakil Ketua MPR: Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode dari Pihak Luar
Hukum harus memastikan bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam pemerintahan. Pembatasan masa jabatan presiden 2 periode tersebut
adalah bagian dari menjaga negara Indonesia sebagai negara demokrasi dimana
pembatasan yang demikian tersebut diterima dalam praktik HAM secara universal dan
bukan dianggap sebagai pembatasan HAM," Bayu memaparkan.
Ketiga, ciri sistem pemerintahan presidensial secara umum adalah jabatan kepala negara
dan kepala pemerintahan dipegang oleh Presiden. Kemudian Presiden dipilih langsung
oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu yang bersifat tetap. Selain itu, Presiden tidak
bertanggung jawab kepada parlemen dan sebaliknya Presiden tidak dapat membubarkan
parlemen, dan presiden memimpin secara langsung pemerintahan yang dibentuknya.
"Mengenai berapa periode masa jabatan presiden maka praktik negara yang menganut
sistem presidensial adalah mayoritas mengatur paling banyak 2 periode," Bayu
menegaskan.
Dalil masa jabatan presiden 3 periode diperlukan dalam rangka memastikan
kesinambungan pembangunan sebenarnya bisa dicarikan solusi lain. Yaitu dengan cara
melakukan reformulasi perencanaan pembangunan nasional yang ada saat ini.
"Refomulasi ini dilakukan dengan membuat haluan pembangunan nasional yang berlaku
untuk jangka panjang yang dibungkus dengan produk hukum kuat sehingga tiap ganti
presiden maka Presiden baru dalam menyusun program pembangunan berdasarkan janji
kampanyenya tidak menyimpang dari haluan pembangunan nasional yang telah
disepakati bersama oleh segenap komponen bangsa tersebut," pungkas Bayu.

C. Analisis Sosiologis terhadap Dampak yang Dapat Ditimbulkan Jika Wacana Masa
Jabatan Presiden 3 Periode Terwujud
Wacana ini menimbulkan berbagai reaksi dari seluruh masyarakat di Indonesia,
juga termasuk dari pakar hukum dan para elite politik. Hal ini disebabkan karena wacana
terkait kepala negara yang posisi dan kedudukannya sangat penting dalam
penyelenggaraan negara. Munculnya wacana ini pun tentu tidak dapat dilepaskan dari
asal mula isu tersebut dapat mencuat. Pendapat yang dapat disorot mengenai wacana ini
adalah dari seorang Ahli Hukum Tata Negara dan sekaligus seorang pengajar di Sekolah
Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera yang bernama Bivitri Susanti. Beliau
menyebutkan bahwa masa jabatan Presiden 3 periode, atau masa jabatan yang terlalu
lama dapat menimbulkan risiko terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Selanjutnya
menurut Bivtiri, saat ini pemerintah dan masyarakat sebaiknya sama-sama lebih
memperkuat fondasi konstitusi dan demokrasi. Hal ini disebabkan karena indeks
demokrasi Indonesia yang mengalami kemunduran sehingga harus jadi pengingat
mengenai keadaan demokrasi di Tanah Air.10 Dengan pendapatnya itu, dapat dilihat
bahwa Bivtiri melihat wacana ini sebagai sesuatu yang dapat berdampak negatif bila
benar-benar dilaksanakan. Selain itu, oleh beberapa pihak wacana tersebut dipercaya
muncul karena adanya pihak yang ingin menjatuhkan dan menjerumuskan Presiden yang
sekarang ini sedang memimpin, yaitu Presiden Jokowi. Wacana ini pun dapat dikatakan
muncul juga karena adanya pihak yang ingin mengambil perhatian dan fokus seluruh
masyarakat Indonesia dengan isu politik, sehingga memiliki kesan untuk menggiring
opini masyarakat Indonesia. Berdasarkan pendapat lain yang sudah dipaparkan
sebelumnya, jika wacana ini benar-benar terwujud dapat menimbulkan terjadinya
penyelewengan kekuasaan, di mana hal serupa pernah terjadi pada rezim Orde Baru, atau
pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang telah memimpin tiga puluh dua tahun
lamanya. Masa jabatan yang sangat panjang pun dapat memicu terjadinya KKN (korupsi,
kolusi, dan nepotisme). Selanjutnya, seperti yang disampaikan Ketua MPR RI, regenerasi
kepemimpinan nasional akan terhambat karena hanya mengacu pada satu sosok saja
untuk waktu yang lama. Masa jabatan Presiden hanya dibatasi hingga 2 periode juga
untuk sekaligus memastikan regenerasi kepemimpinan nasional bisa terlaksana dengan
baik. Dengan itu, tongkat estafet kepemimpinan akan dapat berjalan secara
berkesinambungan dan tidak hanya berhenti di satu orang saja 11 Dengan adanya
pemimpin baru yang bermunculan sesuai periodenya, Indonesia juga akan berkembang
sesuai dengan arah pimpinan kepala negara tersebut.
Menurut pendapat Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Syaikhu,
munculnya wacana penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode membuat
demokrasi negara menjadi semakin mundur ke belakang. Selain itu, pembatasan masa
jabatan Presiden untuk maksimal 2 periode juga dibutuhkan untuk memastikan kaderisasi
kepemimpinan nasional berjalan dengan baik. Bagi Syaikhu, masyarakat Indonesia harus
diberikan pilihan calon-calon pemimpin (kepala negara) baru yang akan memimpin
Indonesia di masa depan. Bersama partainya, Syaikhu meyakini bahwa Indonesia
memiliki banyak calon pemimpin dan tokoh yang akseptabilitas dan mempunyai
kapasitas dan kredibilitas untuk memimpin bangsa ini ke depannya.12 Berdasarkan
pandangan-pandangan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan
pihak lebih banyak merasakan dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari wacana itu
jika benar-benar terwujud nantinya. Langkah yang sebaiknya diambil, menurut Direktur
Pusat Kajian Politik (Puskapol) Fisip Universitas Indonesia, Aditya Perdana, adalah
komitmen regenerasi dalam kepemimpinan nasional. Regenerasi ini menjadi salah satu
dasar mengapa pembatasan kekuasaan penting untuk terus ditekankan. Selain itu,
kesepakatan politik dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945 memang hanya mengatur 2
kali masa jabatan. Sehingga menurut Aditya, komitmen kesepakatan dalam membatasi
masa jabatan itulah yang harus dijaga oleh semua pihak.13 Pendapat dari Aditya ini
kembali mempertegas pendapat-pendapat sebelumnya mengenai dampak negatif jika
wacana ini benar-benar terwujud.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah
wacana mengenai masa jabatan Presiden 3 periode banyak ditolak oleh berbagai pihak,
baik itu dari pakar hukum ataupun para elite politik negara. Meskipun ada beberapa
pendapat yang menyatakan persetujuan, namun itu tetap dikembalikan kepada rakyat.
Selain itu, masa jabatan Presiden telah diatur secara jelas di pada Pasal 7 Undang-Undang
Dasar NRI Tahun 1945, di mana Presiden dan Wakil Presiden hanya boleh menjabat
maksimal 2 kali masa jabatan. Wacana menambah masa jabatan menjadi 3 periode dapat
dikatakan sebagai penyelewengan terhadap konstitusi yang telah ada dan disepakati serta
dipatuhi bersama oleh seluruh masyarakat. Menilik dari apa yang telah terjadi pasa masa
lampau, masa kepemimpinan yang terlalu lama juga cenderung menimbulkan dampak
negatif bagi negara dengan adanya kemungkinan demokrasi yang semakin mundur,
penyelewengan kekuasaan, dan timbulnya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
B. Saran
Dengan makalah ini penulis berharap mudah-mudahan dapat memberikan pengetahuan
bagi pembaca tentang “Wacana Presiden 3 (Tiga) Periode Dari Sudut Pandang Hukum
Dan Tatanan Demokrasi Di Indonesia”. Saya menyadari bahwa masih banyaknya
kekurangan dalam penulisan makalah ini, Saya menyarankan kepada pembaca untuk
dapat mempelajari dan memahami serta terus menggali berbagai bahan bacaan sebagai
upaya peningkatan pengetahuan mengenai materi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Anjani, Najwa Kamila. “ANALISIS YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TERHADAP


WACANA PRESIDEN 3 PERIODE”
http://krdfhundip.com/wp-content/uploads/2021/12/ANALISIS-YURIDIS-DAN-
SOSIOLOGIS-TERHADAP-WACANA.pdf
Pos, Jawa. (2022). “Asal Mula Wacana Presiden 3 Periode”
https://www.jawapos.com/nasional/politik/28/11/2019/asal-mula-polemik-
jabatan-presiden-3-periode/
Kiswondari. (2021). “3 Alasan Mendasar Mengapa Jabatan Presiden 3 Periode Harus
Ditolak” https://nasional.sindonews.com/read/368426/12/3-alasan-mendasar-
mengapa-jabatan-presiden-3-periode-harus-ditolak-1616047432
Wasisto. Aryo. (2021). “ISU JABATAN PRESIDEN TIGA PERIODE DAN
EVALUASI KINERJA EKSEKUTIF”
https://www.researchgate.net/publication/353404158_ISU_JABATAN_PRESIDE
N_TIGA_PERIODE_DAN_EVALUASI_KINERJA_EKSEKUTIF

Anda mungkin juga menyukai