HUKUM KONSTITUSI
DISUSUN OLEH:
1. NAMA : HENDRA
NPM : 202101374
2. NAMA : PUTRI HANNA FAHIRA
NPM : 202101235
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ini [Wacana Masa
Jabatan Presiden 3 (Tiga) Periode Bertentangan Dengan Konstitusi] tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas [Letkol Inf.
Pur. Sugino., SE., MH.] pada [Hukum Konstitusi]. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang [Wacana Masa Jabatan Presiden 3 (Tiga)
Periode Bertentangan Dengan Konstitusi] bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada [Letkol Inf. Pur. Sugino., SE., MH.],
selaku [Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Konstitusi] yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
[Serang, 25 Juli
2021]
HENDRA
NPM. 202101374
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
E. Pendapat Pakar Hukum dan Pakar Politik mengenai Wacana Masa Jabatan
Presiden 3 (Tiga) Periode Bertentangan Dengan Konstitusi …………………... 6
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………. 10
B. Saran ……………………………………………………………………………... 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu pembatasan kekuasaan negara yaitu pembatasan terhadap masa jabatan
Presiden dan Wakil Presiden. Pada mulanya, ketentuan masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden diatur dalam Pasal 7 UUD 1945, namun pengaturan tersebut tidak diikuti oleh
pengaturan batasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia. Sehingga
pada praktiknya menimbulkan kondisi Presiden yang sama dipilih kembali secara terus
menerus, tanpa mengindahkan sistem pembatasan kekuasaan sebagai suatu prinsip dasar
negara berdasarkan Konstitusi (Konstitusionalisme).
1. Contohnya adalah terpilihnya Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto lebih dari dua
kali masa jabatan berturut-turut.
2. Kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden yang terus menerus ini selain
menghambat regenerasi kepemimpinan juga berpotensi untuk disalahgunakan.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945
atau dapat dikatakan bahwa UUD 1945 dilaksanakan secara murni dan konsekuen, tetapi
Presiden Soeharto memanfaatkan kelemahan- kelemahan yang terdapat dalam UUD 1945
untuk melanggengkan kekuasaannya. Bahkan ketika itu, terdapat produk hukum berupa
Ketetapan MPR No. I/ MPR/1978 tentang Peraturan Tata Tertib MPR, yang berisi
kebulatan tekad anggota MPR untuk mempertahankan Konstitusi dan tidak berkehendak
mengadakan perubahan terhadap UUD 1945.
Selama Pemilihan Presiden pada masa pemerintahan Soeharto selalu muncul calon
tunggal sehingga Presiden Soeharto terpilih secara terus menerus. Harun Alrasyid,
berpendapat bahwa telah timbul tradisi calon tunggal dalam praktik pemilihan Presiden di
Indonesia. Harun Alrasyid mengatakan, “karena pada pemilihan Presiden Republik
Indonesia pada 18 Agustus 1945 dan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat pada
16 Desember 1949 juga terdapat calon tunggal, yaitu Soekarno, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia telah timbul “tradisi calon
1
tunggal” dalam soal pemilihan Presiden”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa dalam
lima kali pemilihan Presiden selama masa peralihan, Majelis Permusyawaratan Rakyat
terus menerus memilih Soeharto, yang merupakan calon tunggal sampai akhir masa
jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998, Hal tersebut terjadi karena kurang eksplisitnya
pengaturan masa jabatan Presidendalam Pasal 7 UUD 1945 sebelum perubahan.
Ketentuan Pasal 7 UUD 1945 sebelum perubahan menyebutkan bahwa Presiden dan
Wakil Presiden dipilih untuk masa jabatan lima Tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali merupakan ketentuan yang dapat ditafsirkan memberikan peluang kepada
Presiden untuk terus menduduki jabatannya karena tidak ada pengaturan batasan masa
jabatan yang jelas. Selama praktik penyelenggaraan negara baik pada masa pemerintahan
Soekarno maupun Soeharto digunakan sebagai dasar hukum untuk memperluas dan
mempertahankan kekuasaannya. Dengan demikian dalam UUD 1945 sebelum perubahan
belum sepenuhnya menerapkan paham Konstitusionalisme karena tiadanya pembatasan
masa jabatan Presiden yang berkaitan erat dengan kekuasaan Presiden.
Mengacu pada ius constitutum dalam Konstitusi Indonesia, maka dapat diketahui bahwa
Konstitusionalitas batasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia telah
diatur dalam Pasal 7 UUD NRI 1945.
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana Pendapat Pakar Hukum dan Pakar Politik mengenai Wacana Masa Jabatan
Presiden 3 (Tiga) Periode Bertentangan Dengan Konstitusi?
C. Tujuan penelitian
2. Dapat Mengetahui Pendapat Dan Sikap Dari Masyarakat Mengenai Wacana Masa
Jabatan Presiden 3 (Tiga) Periode Bertentangan Dengan Konstitusi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstitusi
Pengertian Konstitusi adalah seperangkat aturan yang mengatur dan membentuk organ-
organ pemerintahan termasuk wewenang yang dimilikinya, serta dasar-dasar negara.
Konstitusi berfungsi dalam mempertahankan stabilitas dan keberlangsungan struktur
politik dan hukum serta prinsip dasar yang menjadi pedoman serta diformulasikan dalam
bentuk tertulis.
Semantara dalam bahasa latin konstitusi adalah constitutio, di Belanda digunakan disebut
constitutie, di Jerman digunakan istilah verfassung. Semua istilah dalam berbagai bahasa
tersebut diterjemahkan sebagai "hukum atau prinsip", yang lazim digunakan untuk
menggambarkan seluruh sistem ketatanegaraan suatu negara kumpulan-kumpulan
berbagai peraturan yang membentuk dan mengatur atau mengarahkan pemerintahan.
Semua istilah dalam berbagai bahasa tersebut diterjemahkan sebagai "hukum atau
prinsip", yang lazim digunakan untuk menggambarkan seluruh sistem ketatanegaraan
suatu negara kumpulan-kumpulan berbagai peraturan yang membentuk dan mengatur
atau mengarahkan pemerintahan.
Jokpro 2024 mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) maju ketiga kalinya pada
Pilpres 2024. Namun keinginan relawan pendukung Jokowi-Prabowo Subianto itu tak
memungkinkan. Kenapa? Sebab, ada aturan yang mengganjal. Presiden dan wakil
presiden hanya diperbolehkan menjabat dua periode. Tak lebih. Hal itu tertuang dalam
Pasal 7 UUD 1945 pasca-amandemen yang mengatur tentang masa jabatan Presiden dan
Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia. Berikut bunyinya: Presiden dan Wakil
Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali
dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Bukan Hal Baru Wacana tiga periode memang bukanlah hal baru. Sebelumnya, wacana
itu beberapa kali bergulir di ranah publik. Usulan pertama kali bergulir bersamaan dengan
wacana amandemen UUD 1945 pada 2019. Kala itu ada anggota DPR yang disebut
mengusulkan perubahan masa jabatan presiden.
5
Wacana pun merebak dan menjadi polemik. Wacana baru berhenti setelah Jokowi angkat
bicara dan menegaskan menolak usulan jabatan tiga periode. Setahun berlalu, wacana
jabatan tiga periode kembali mencuat. Kali ini wacana itu datang dari tudingan yang
dilontarkan Amien Rais. Lagi-lagi, Jokowi dengan tegas menolak usulan tiga periode.
"Saya tegaskan, saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga
periode," kata Jokowi lewat video di YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/3/2021).
Masa Jabatan Sebelum Amandemen Kendati demikian, bukan mustahil presiden dan
wakil presiden bisa menjabat tiga periode. Hal itu bisa terjadi asal amandemen UUD
1945 kembali dilakukan. Apalagi, sebelum diamandemen, masa jabatan pimpinan negara
dimungkinkan untuk seumur hidup.
Dalam versi awal Pasal 7 UUD 1945, masa jabatan presiden adalah 5 tahun. Namun, kala
itu, sempat dikeluarkan Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang pengangkatan
presiden seumur hidup. Ketetapan itu disahkan dalam Sidang Umum Kedua Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 15-22 Mei 1963 di Bandung.
Setelah Orde Lama berakhir dan berganti rezim Orde Baru, aturan mengenai masa jabatan
presiden pun kembali ke Pasal 7 UUD 1945. Namun, meskipun masa jabatan dibatasi
selama 5 tahun, pasal tersebut tak mengatur mengenai batasan berapa periode seseorang
bisa menjabat sebagai presiden.
E. Pendapat Pakar Hukum Dan Pakar Politik Tentang Wacana Masa Jabatan
Presiden 3 (Tiga) Periode Bertentangan Dengan Konstitusi
1. Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr
Johanes Tuba Helan mengatakan, wacana mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga
periode tidak perlu ditanggapi secara serius oleh para pemangku kepentingan, karena
merupakan hal yang tidak rasional.
"Memang hak orang menyampaikan pendapat terkait wacana ini, tetapi tidak perlu
ditanggapi serius para pemangku kepentingan karena kita semua dari level masyarakat
sampai ke para pejabat atau elite politik tunduk pada aturan konstitusi," kata Johanes
Tuba Helan, di Kupang, Kamis (25/3/2021), terkait wacana mengubah masa jabatan
presiden dari dua periode menjadi tiga periode.
6
Dikatakan, konstitusi negara sudah mengatur dengan jelas bahwa presiden dan wakil
presiden menjabat selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu
kali masa jabatan berikutnya.Artinya, seorang presiden atau wakil presiden hanya boleh
menjabat paling banyak 2x5 tahun. Aturan konstitusi ini, kata dia, sudah tepat dalam
sebuah negara demokrasi, karena kekuasaan yang tidak dibatasi selalu memiliki
kecenderungan untuk korup. Untuk itu, katanya lagi, konstitusi Indonesia telah
membatasi kekuasaan itu, sehingga tidak perlu ada gagasan untuk menambah masa
jabatan kepala negara, apalagi sampai dipolemikkan berbagai pihak.
Dosen Fakultas Hukum Undana itu mengatakan, perubahan masa jabatan kepala negara
bisa terjadi melalui amendemen UUD 1945, namun tidak bisa mengamendemen
konstitusi hanya secara khusus mengganti masa jabatan kepala negara.
"Usia amendemen konstitusi kita baru 19 tahun, lalu mau diamendemen lagi tentu itu
tidak bagus, tidak memberikan kepastian hukum," katanya pula.
Lebih lanjut, Johanes mengatakan jika wacana ini digulirkan pihak tertentu dengan alasan
kinerja kepala negara saat ini dinilai bagus, maka tidak tepat menjadi dasar untuk
mengubah konstitusi.
"Kalau kinerja Presiden Joko Widodo saat ini dinilai bagus, maka harus menjabat lagi,
lalu bagaimana jika ada presiden-presiden selanjutnya korup, apakah konstitusi akan
diamendemen lagi," kata dia lagi.
Konsitusi, ujarnya, mengatur hal-hal prinsip atau pokok yang perubahannya tidak boleh
dilakukan secara cepat. Karena itu, Johanes meminta para pemangku kepentingan untuk
tidak menanggapi serius wacana seperti ini, karena hanya menyita waktu dan tenaga yang
semestinya difokuskan untuk hal-hal lain yang lebih mendesak bagi kemajuan bangsa dan
negara.
2. Wacana masa jabatan presiden 3 periode sempat muncul baru-baru ini. Pakar Politik
Pemerintahan UGM, Dr. Abdul Gaffar Karim, menyebutkan masa jabatan presiden 3
periode merupakan bentuk pelanggaran terhadap pembatasan kekuasaan. “Hal pertama
yang dilanggar adalah pembatasan kekuasaan,” terangnya Selasa (16/3).
Ia menjelaskan dalam dunia demokrasi moderen telah disepakati jika penguasa eksekutif
7
hanya boleh dipilih maksimal dua kali saja. Adanya pembatasan tersebut mengacu pada
moral dasar demokrasi bahwa kekuasaan tidak boleh berada di satu tangan, tetapi harus
menyebar seluas mungkin. Oleh sebab itu, dalam pengelolaan negara dibuat mekanisme
sirkulasi rutin. Misalnya, melalui pemilihan kepala negara dan kepala daerah secara
berkala. “Pembatasan ini kesepakatan saja, tetapi jadi pijakan agar kekuasaan tidak
memusat,” jelasnya, Selasa (16/3).
Ia menyampaikan ada dua jenis pembatasan kekuasaan yakni pembatasan legal dan
pembatasan etik. Pembatasan legal dilakukan dengan aturan resmi seperti regulasi dan
konstitusi yakni dengan pemilihan kepala negara dan kepala daerah maksimal dua kali.
Sementara itu, pembatasan etik merupakan bentuk pembatasan yang tidak tertulis dalam
hukum. Kendati demikian, pembatasan tersebut harus menjadi kesepakatan bersama.
Sebagai contoh, penguasa aktif diharapkan tidak mendorong keluarga dekat untuk
meneruskan kekuasaannya. Meski hal itu tidak dilarang/dibatasi secara hukum, tapi ada
batasan secara etika politik. “Pembatasan ini dalam rangka mencegah terjadinya
pemusatan kekuasaan yang ditabukan dalam demokrasi dan disepakati dalam demokrasi
moderen,” papar dosen FISIPOL UGM ini.8
Apabila masa jabatan persiden 3 periode benar-benar diwujudkan, Abdul Gaffar Karim
menyebutkan akan menimbulkan persoalan baru. Ada risiko besar yang akan dihadapi
oleh bangsa Indonesia. Sebab, semakin lama suatu kekuasaan maka kemampuan untuk
mengumpulkan sumber daya menjadi lebih kuat. Dengan begitu, menjadikan kekuasan
menjadi lebih absolut.
Kondisi ini menjadi pantangan yang dihindari. Mencegah adanya orang atau kekuatan
politik yang di tangannya dengan sumber daya yang berlebihan.
“Yang dikhawatirkan dari tiga periode ini bisa munculkan orang dengan resources yang
menumpuk,” imbuhnya.
“Kalau dipilih 3 periode dengan UUD yang berlaku itu tidak memungkinkan, kecuali
mengubah pasal 7 UUD,” terangnya.
Untuk mengubah UUD dikatakan Andy bukanlah hal yang tidak memungkinkan.
Amendemen UUD bisa terjadi lewat konvensi ketatanegaraan. Namun begitu, melihat
peta politik saat ini sulit untuk melakukan konvensi ketatanegaran untuk mengubah UUD.
“Bukanya tidak mungkin untuk melakukan perubahan UUD, tetapi tidak mudah dengan
peta politik saat ini,” terangnya.
“Semangat perubahan untuk membatasi yang dulu bisa dipilih berkali-kali, dengan pasal
7 yang baru ini sudah tidak mungkin karena sudah dikunci oleh pasal 7 ini,” tegasnya.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jokpro 2024 mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) maju ketiga kalinya
pada Pilpres 2024. Namun keinginan relawan pendukung Jokowi-Prabowo
Subianto itu tak memungkinkan. Kenapa? Sebab, ada aturan yang mengganjal.
Presiden dan wakil presiden hanya diperbolehkan menjabat dua periode. Tak
lebih. Hal itu tertuang dalam Pasal 7 UUD 1945 pasca-amandemen yang
mengatur tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) Republik
Indonesia. Berikut bunyinya: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan
selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
konstitusi negara sudah mengatur dengan jelas bahwa presiden dan wakil
presiden menjabat selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk
satu kali masa jabatan berikutnya.Artinya, seorang presiden atau wakil presiden
hanya boleh menjabat paling banyak 2x5 tahun. Aturan konstitusi ini, kata dia,
sudah tepat dalam sebuah negara demokrasi, karena kekuasaan yang tidak
dibatasi selalu memiliki kecenderungan untuk korup. Untuk itu, katanya lagi,
konstitusi Indonesia telah membatasi kekuasaan itu, sehingga tidak perlu ada
gagasan untuk menambah masa jabatan kepala negara, apalagi sampai
dipolemikkan berbagai pihak.
B. Saran
Harus teliti dalam menerima informasi dan harus dipelajari serta mengamati
karna suatu informasi kalo belum tau harus cari tau dulu dan pelajari dari sumber
– sumbernya.
10
Daftar Pustaka
https://www.ugm.ac.id/id/berita/20881-jabatan-presiden-3-periode-langgar-pembatasan-
kekuasaan
https://m.bisnis.com/amp/read/20210326/15/1372760/pakar-hukum-sebut-wacana-
presiden-3-periode-tak-perlu-ditanggapi-serius
https://news.detik.com/berita/d-5599428/jokowi-didorong-3-periode-ini-aturannya
11