Disusun Oleh :
NIM : 2162201018
Jurusan : Akuntansi
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ”Pasal 7, 7A dan 7B UUD 1945”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum dan Etika Bisnis di Universitas Muhammadiyah
Tangerang. Dalam penulisan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga
dapat selesai tepat waktu. Penulis menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan
pemahaman dalam membuat makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempuranaan
makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun
kepada pembaca umumnya. Setidaknya untuk sekedar membuka cakrawala berpikir kita
tentang pengetahuan Hukum dan Ekonomi Bisnis. Penulis juga berharap makalah ini
bermanfaat dan memberikan kesan positif terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN..........................................................................3
2.1 Bahas dan bandingkan ketentuan pasal 7 ini dengan
aturan sebelum amandemen...............................................................3
2.2 Mengapa Presiden dan atau Wakil presiden dapat diberhentikan
dan bagaimana proses pemberhentiannya…......................................5
2.3 Bandingkan dengan cara pemberhentian Presiden sebelum
Diamandemen………………………………………………………11
BAB III: PENUTUP..................................................................................12
3.1 Kesimpulan..................................................................................12
3.2 Saran............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................14
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden (WaPres) Republik Indonesia diatur
dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Tercatat, ada perubahan masa jabatan
sebelum dan setelah amandemen.
Dalam perjalanannya, aturan masa jabatan Presiden dan Wapres mengalami beberapa
perubahan. Pada aturan awal, masa jabatan dibatasi selama 5 tahun pada setiap periode dan
dapat dipilih kembali.
Pada tahun 1963, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengeluarkan
ketetapan Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia
Bung Karno Menjadi Presiden Seumur Hidup. Ini menjadi aturan dalam sejarah
kepemimpinan masa Orde Lama.
Dalam ketetapan tersebut, tertulis bahwa pribadi Bung Karno memenuhi syarat-syarat sebagai
presiden baik ditinjau dari segi revolusi, konstitusi 1945, maupun agama Islam. MPRS menilai, Bung
Karno merupakan perwujudan perpaduan pimpinan revolusi dan pimpinan negara. Selain itu, Bung
Karno disebut sebagai pemersatu dari seluruh kekuatan rakyat revolusioner.
Setelah masa Orde Lama berakhir, aturan masa jabatan Presiden dan WaPres kembali
pada amanat pasal 7 UUD 1945. Namun, pasal tersebut tidak membatasi berapa lama
presiden bisa menjabat. Presiden bisa menjabat lebih dari dua periode.
Berikut bunyi pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen dikutip dari situs resmi DPR RI:
"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali."
Pasal tersebut menjadi salah satu penyebab kekuasaan Soeharto langgeng sampai 32
tahun. Begitu masuk masa Reformasi, terjadi perombakan beberapa aturan.
Pada tahun 1999, MPR melakukan perubahan terhadap pasal 7 UUD 1945. Sejak
masa Reformasi hingga saat ini, pemerintah telah melakukan empat kali amandemen terhadap
UUD 1945.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas beberapa
rumusan masalah, yaitu:
1. Bahas dan bandingkan ketentuan pasal 7 ini dengan aturan sebelum diamandemen.
2. Mengapa Presiden dan atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dan bagaimana proses
pemberhentiannya?
3. Bandingkan dengan cara pemberhentian Presiden sebelum diamandemen.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bahas dan bandingkan ketentuan pasal 7 ini dengan aturan sebelum amandemen
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah konstitusi Negara Indonesia yang
disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Sebelum diamandemen : “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya
selama masa lima tahun dan sebelumnya dapat dipilih kembali”.
Setelah diamandemen : “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan
selama lima tahun dan sebelumnya dapat dipiih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
untuk satu kali masa jabatan”.
Pasal 7A :
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”.
Pasal 7B :
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu
mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat.
3
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya
dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya
terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk
meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden
diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
4
2.2 Mengapa Presiden dan atau Wakil presiden dapat diberhentikan
dan bagaimana proses pemberhentiannya
5
dasar dukungan sekurangkurangnya 2/3 jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang
hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggotan Dewan Perwakilan Rakyat) bahwa “Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hokum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidanaya berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden”.
Kendati hal tersebut kemudian menjadi pertentangan sistem penegakan hukum pidana
di sisi lain dan penegakan hukum konstitusi di sisi lainnya. Hal tersebut dapat terlihat apabila
Presiden dan/atau Wakil Presiden kemudian diadili pada saat yang bersamaan oleh dua (2)
badan peradilan yaitu Peradilan Pidana seperti Peradilan TindakPidana Korupsi untuk
memerika, memutus, dan mengadili dugaan tindak pidana korupsi maupun dalam ranah
Peradilan Konstitusi yaitu Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, memutus, mengadili
dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden atas tindakan
melakukan perbuatan pidana dan/atau tidak memenuhi lagi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden.
Dampak Proses Hukum Terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden . Kedua, kata
“Pemakzulan” merupakan kata yang sering didengar di kalangan akademisi akan tetapi
awam bagi kalangan masyarakat luas. Menurut Hamdan Zoelva ditegaskan bahwa pada saat
terjadi perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada tahun 1999-2002 (empat kali perubahan)
6
sebagian kalangan mengusulkan penggunaan kata “Pemakzulan” dalam Pasal 7A dan 7B.
Akan tetapi hal tersebut ditolak dengan alasan istilah tersebut belum familiar dipergunakan
baik di dalam wacana akademik maupun sebagai istilah hukum pada umumnya.6 Hal tersebut
dapat juga berdampak (inkonsistensi penggunaan bahasa hukum perundang-undangan) pada
perlunya perubahan ketentuan-ketentuan yang terkait penggunaan kata “Berhenti” seperti
Bab II Majelis Permusyawaratan Rakyat Pasal 3 ayat (3), Bab III Kekuasaan Pemerintahan
Negara Pasal 7A, 7B, Pasal 8 ayat (1) dan ayat (3), Bab V Kementerian Negara Pasal 17 ayat
(2), Bab VII Dewan Perwakilan Derah Pasal 22B ayat, Bab VIIA Dewan Perwakilan Daerah
Pasal 22D ayat (4), Bab IX Kekuasaan Kehakiman Pasal 24B ayat (3), Pasal 24C ayat (6).
Ketiga, kata “Impeachment” yang dijelaskan oleh Martin Basiang dalam Law
Dictionary menegaskan “Impeachment” berasal dari bahasa Inggris dengan kata dasar
“Impeach” yang berarti mendakwah atau menuduh (accuse of crime) dan dalam Bahasa
Belanda disebut dengan aanklagen, beschuldigen. 8 Kemudian kata, “Impeachment” berarti
tuduhan, dakwaan yang dilakukan parlemen kepada pejabat publik atau kepala negara karena
melakukan perbuatan pidana atau melanggar konstitusi (beschuldigin atau aanklacht dalam
Bahasa Belanda).
7
Majelis Permusyawaratan Rakyat (Senat-U.S, dan House of Lords-U.K) setelah mendapatkan
putusan dari badan peradilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus dugaan
atau dakwaan tersebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (Senat-U.S, dan House of Lords-
U.K) melakukan pemberhentian atau pemecatan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden
dengan terlebih dahulu Majelis Permusyawaratan Rakyat (Senat-U.S, dan House of Lords-
U.K) mempersilahkan Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk menyampaikan penjelasan
dihadapan majelis (an extraordinary legislative checks and balances principles).
8
Maka tidaklah mungkin apabila dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak
terbukti DPR tetap mengusulkan kepada MPR untuk melakukan rapat Paripurna dengan
agenda “Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden”.
9
1. Penghianatan terhadap negara (lihat Konstitusi Amerika Serikat, Article I Section 2 (5),
Section 3 (6) dan (7), Article II Section 2, Section 3 Section 4 (...) Treason, Bribery, or other
high Crimes and Misdemeanors;);
2. Korupsi (lihat);
3. Penyuapan;
5. Perbuatan tercela.
Serta terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Berdasarkan perbandingan konstitusi yang dilakukan, terdapat setidaktidaknya alasan
Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Setidaktidaknya berdasarkan penjelasan
sebelumnya, terdapat dua (2) dasar hukum dalam mekanisme Pemakzulan/Impeachment di
Republik Indonesia, yaitu pertama terbukti melakukan pelanggaran hukum (berupa
penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, dan
perbuatan tercela), kedua terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden (atau dapat disebut dengan incompetent. Setidak-tidaknya terdapat enam (6)
alasan Majelis Permusyawaratan Rakyat melakukan Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden. Kemudian proses perkara “Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden” lebih
lanjut diatur dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4316 sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 8
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226 vide.
10
2.3 Bandingkan dengan cara pemberhentian Presiden sebelum Diamandemen
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
absolut, maka diberikan batasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden untuk
menghindari pemerintah yang otoriter dan absolut, sehingga Presiden yang menjabat
tidak akan dapat menduduki jabatan yang sama setelah dua periode menjabat. Selain
itu dengan adanya pengaturan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia
juga akan menciptakan Check and Balance antar lembaga-lembaga Negara di
Indonesia yang artinya kekuasaan Presiden menjadi tidak dominan lagi, karena jika
seseorang berada dalam jabatan yang sama dalam waktu yang panjang ia
berkecenderungan untuk menyalahgunakan jabatannya baik fasilitas, financial
maupun yangpengaruh ia miliki sebagai seorang pemimpin.
3.2 Saran
1. Dengan selesainya makalah ini, inshaAllah makin jelas kegunaan pembatasan masa
Presiden dalam Undang-Undang Dasar 1945 sesudah amandemen ke 1 yang mana
urgensinya adalah untuk membentuk sistem pemerintahan demokrasi yang baik tanpa
ada otoriterisme kepemimpinan di Indonesia. Penulis berharap dengan adanya
pembatasan masa jabatan Presiden di Innesia ke depan dapat mewujudkan tatanan
pemerintahan yang kuat sehingga tercapai cita-cita Negara yaitu mempersatukan
bangsa dan Negara dalam kepemimpinan yang jauh lebih baik.
2. Diharapkan dengan adanya batasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden di
Indonesia dapat mencegah keotoriteran dan jugakekuasaan tanpa batas dari Presiden
sehingga adanya Check and Balance dalam lembaga-lembaga Negara.
3. Diharapkan kepada setiap warga Negara Indonesia untuk memahami dan mengetahui
pentingnya pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia
karena berkaca pada sejarah dengan tidak adanya pembatasan masa jabatan Presiden
dan Wakil Presiden ini terjadinya pemerintahan yang otoriter dan tidak adanya Check
and Balance antar lembaga Negara.
13
Daftar Pustaka
https://tirto.id/bunyi-isi-pasal-7-uud-1945-tentang-masa-jabatan-presiden-wapres-gbih
https://tirto.id/isi-perubahan-pasal-7-uud-1945-sebelum-dan-sesudah-amandemen-f8et
https://media.neliti.com/media/publications/53499-ID-pemberhentian-presiden-danatau-wakil-
pre.pdf
14