Anda di halaman 1dari 12

PENALARAN DAN ARGUMENTASI HUKUM

NAMA : ARUN AL RASYID

NIM : D10120241

“PERPANJANGAN MASA JABTAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN INDONESIA”

ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TADULAKO

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang


Maha Esa,  karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini saya mengangkat
permasalahn dengan tema “isu perpanjangan masa jabatan presiden dan
wakil presiden Indonesia”. Makalah ini di buat dalam rangka tugas akhir
mata kuliah penalaran dan argumentasi hukum, juga untuk
memperdalam ilmu dan pengetahuan tentang bagaimana cara
menalarkan dan memberikan argumen yang logis dan kristis pada
masalah-masalah hukum yang tengah terjadi di masyarakan Indonesia.
Saya  menyadari, dalam makalah  ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan
dan pengalaman yang saya  miliki. Oleh karena itu, saya mengharapkan
kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palu, 15 Juni 2022

Penyusun:
Arun Al Rasyid
DAFTAR ISI

Sampul………………………………………………………………………..i

Kata pengantar………………………………………………………………ii

Daftar isi…………………………………………………………………….iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang……………………………………………………..1
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………2
1.3 Tujuan makalah……………………………………………………2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Implikasi terhadap konstitusi………………………….……….3-5
2.2. Bahaya penundaan pemilu………....….…………………….…5-6
2.3. Faktor-faktor…………………………….…...…………………6-7

BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan………………………………………………………..
3.2. Saran……………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Saat ini tengah ramai didiskusikan tentang kemungkinan
perpanjangan masa jabatan Presiden dan wakil presiden Indonesia
dilakukan tiga periode, wacana ini menimbulkan pro dan
kontra.setidaknya terdapat dua opsi perpanjangan masa
jabatan ,diantarnya menjadi 3 periode atau masa jabatan 5 tahun yang
diperpanjang.Hal ini hanya bisa dilakukan melalui perubahan pasal
UUD 1945 alias amandemen. ketentuan masa jabatan Presiden dan
Wakil Presiden diatur dalam Pasal 7 UUD 1945, “Presiden dan Wakil
Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali. Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”
Namun setelah isu perpanjanagan masa jabatan terkuat,banyak
masyarakat dan tokoh-tokoh politik Indonesia yang menganggap hal itu
tidak sesuai dengan prinsip dasar negara berdasarkan Konstitusi
(Konstitusionalisme) dan melenceng dari peraturan undang-undang.serta
secara otomatis isu tersebut menimbulkan pertanyaan akankah ada
terjdinya penundaan pemilu 2024 mendatang ?.
Pemulihan ekonomi dan kepastian realisasi program kerja adalah
faktor utama dari kemunculan isu perpanjangan masa jabtan Presiden
dan wakil presiden menjadi tiga periode,hal itu disebabkan karena tidak
adanya kesinambungan kepemimpinan nasional serta sistem politik yang
tidak menciptakan stabilitas.Diperkirakan, realisasi tersebut akan
memakan waktu lama. Sudah pasti lebih dari sisa satu periode.
1.2 Rumusan masalah
- Bagaimanakah implikasi terhadap konstitusi Indonesia jika masa
jabatan presiden diperpanjang ?
- Apakah penundaan pemilu 2024 sesuai dengan prinsip negara
demokrasi ?

1.3 Tujuan
- Untuk mengetahui bagaimana implikasi terhadap konstitusi Indonesia
jika masa jabatan presiden di perpanjang
- Untuk mengetahui apakah penundaan pemilu 2024 sesuai dengan
prinsip negara demokrasi
- Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan masa
jabatan presiden diperpanjang dan penundaan pemilu 2024
- Sebagai pemenuhan tugas akhir mata kulih penalaran dan argumentasi
hukum
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Implikasi terhadap konstitusi


Wacana penundaan pemilu tersebut amatlah problematik karena
tidak memiliki kepada alas argumentasi konstitusional yang kuat.
Argumen yang diajukan para pengusung melainkan lebih kepada
kepentingan politik praktis dan ekonomi jangka pendek yang sedang
digarap elit penguasa. Wacana tersebut juga membawa potensi imbas
lain, yaitu bertambahnya masa jabatan Presiden serta lembaga lain yang
dipilih melalui Pemilu seperti MPR, DPR, DPD, DPRD, bahkan Kepala
Daerah. Jika terealisasi, usulan ini jelas bentuk pelanggaran terhadap
Konstitusi. Sebab Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan
bahwa Pemilu dilakukan lima tahun sekali dan pada Pasal 7 UUD 1945
mengatur bahwa masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden bersifat
tetap (fix term) yakni lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali untuk
satu kali masa jabatan. Terlebih konstitusi kita tidak membuka ruang
adanya penundaan pelaksanaan Pemilu ataupun perpanjangan masa
jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Penundaan Pemilu tersebut juga
berpotensi mencoreng muka bangsa karena ingkar pada komitmen dalam
bernegara yang tertuang dalam Konstitusi.
Selain itu, penundaan Pemilu juga sama artinya menunda
regenerasi kepemimpinan yang seharusnya terus berjalan demi
menghindari kekuasaan yang terlalu panjang yang berpotensi membuka
praktik korupsi. Perubahan Konstitusi dengan tujuan hanya untuk
menunda Pemilu dan menambah masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden, baik melalui jalur formal ataupun informal, adalah bentuk
pengkhianatan terhadap nilai demokrasi yang ada dalam konstitusi.
Padahal nilai-nilai konstitusionalisme justru bertujuan untuk membatasi
kekuasaan, menjamin hak asasi manusia, dan mengatur struktur
fundamental ketatanegaraan. Oleh karena itu, tidak tepat Konstitusi
diubah hanya untuk menunda pelaksanaan Pemilu. Perpanjangan pemilu
seolah menegaskan bahwa tujuan bernegara adalah demi kekuasaan,
bukan sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
Keadaan darurat tidak serta merta dapat dijadikan alasan untuk
menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden. Perlu dipahami bahwa setiap periode Presiden dan Wakil
Presiden memiliki tantangannya tersendiri dalam merealisasikan
program-programnya, dan tentunya memiliki strategi masing-masing
dalam menjalankan tantangan itu dalam periode waktu yang sudah
ditentukan. Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan menjalankan
masa pemerintahan pada masa darurat kesehatan saat ini, seharusnya
Presiden beserta jajaran dan partai politik sebagai bagian dari fraksi di
DPR mencari jalan keluar yang dapat dilaksanakan pada kurun waktu
dua tahun ke depan sebelum periode berakhir, bukan justru lebih sibuk
mewacanakan perpanjangan waktu periode pemerintahan.
Merespon wacana yang melawan Konstitusi tersebut, Pusat Studi
Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendesak:
1.Presiden dan seluruh partai politik yang menjadi fraksi di DPR untuk
bersikap setia dan bertanggungjawab dalam menjalankan ketentuan-
ketentuan Konstitusi, termasuk menjalankan Pemilu tepat waktu dan
tidak berupaya untuk memperpanjang masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden.
2.Para elit politik dan tokoh masyarakat agar memberikan teladan
kepada publik dan menunjukkan etika bernegara sebagai bagian dari
tanggung jawab jabatan.
3.Presiden, Wakil Presiden, dan DPR sebaiknya fokus pada pekerjaan
rumah yang belum selesai dalam waktu 2 tahun ke depan sebelum
Pemilu dilaksanakan. Adapun pekerjaan rumah yang dimaksud adalah
membawa Indonesia keluar dari darurat kesehatan akibat Covid-19,
mempercepat pemulihan ekonomi, menyelesaikan persoalan perampasan
tanah dan pelanggaran HAM lainya, termasuk meningkatkan kerja
legislasi DPR yang transparan, partisipatif, dan akuntabel.
2.2 Bahaya penundaan pemilu terhadap prisip negara demokrasi
Pemilu Presiden, DPR-RI, dan DPD merupakan pesta demokrasi yang
dirayakan setiap lima tahun sekali secara nasional oleh masyarakat
Indonesia untuk memilih Presiden dan anggota parlemen. Tidak heran,
pesta rakyat tersebut merupakan prosesi sakral yang menentukan masa
depan kehidupan berbangsa dan bernegara selama lima tahun ke depan.
2024 merupakan tahun pesta demokrasi karena pada tahun tersebut
pemilihan presiden, DPR-RI dan DPD akan kembali diselenggarakan.
Namun, akhir-akhir ini pelaksanaan pemilu yang sejatinya dilaksanakan
pada tahun tersebut diragukan setelah munculnya pernyataan para
petinggi negara dan partai untuk menunda pemilu selama 1-2 tahun
Apabila wacana tersebut terus dilaksanakan sebagaiamana yang telah di
jelaskan sebelumnya, dipastikan tindakan tersebut akan melawan
konstitusi negara. Dalam konsep negara hukum demokrasi sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh Prof. Jimly Asshiddiqie dalam buku yang
berjudul Konstitusi Bernegara: Praksis Kenegaraan Bermartabat dan
Demokratis, demokrasi diatur oleh aturan hukum sedangkan hukum itu
sendiri ditentukan melalui tata cara demokratis berdasarkan konstitusi.
Dari pendapat tersebut dapat kita pahami ketika sebuah regulasi ataupun
kebijakan melanggar norma konstitusi maka hal tersebut berlawanan
dengan prinsip negara hukum demokrasi. Artinya, ketika penundaan
pemilu tetap dilaksanakan maka hal tersebut akan menyalahi prinsip
negara hukum demokrasi dan membahayakan cita-cita reformasi untuk
melaksanakan demokrasi seluas-luasnya.
Bisa saja wacana tersebut sesuai dengan kontitusi dengan syarat
merubah terlebih dahulu norma dalam konstitusi terkhusus pasal
mengenai pemilu dan masa jabatan presiden. Namun, hal tersebut justru
memberangus Indonesia sebagai negara demokrasi dan menjadikepada
negara otoriter. Menarik dari pendapat Daniel Zieblatt dan Steven
Levitsky dalam buku How Democracies Die yang menyatakan bahwa
sebuah negara akan menjadi laboratorium otoritarianisme ketika
penguasa sesuka hati menulis dan menggambarkan ulang konstitusi.
Tentu, apabila ide tersebut dipaksakan dengan mengubah norma
konstitusi terlebih dahulu maka patut dipertanyakan Indonesia sebagai
negara yang menjungjung tinggi demokrasi.
Dengan alasan apapun, penundaan pemilu tidak boleh dilaksanakan
karena tindakan tersebut merupakan bentuk perlawanan terhadap
kontitusi dan membahayakan terhadap demokrasi yang dijalankan dalam
bernegara. Sebaiknya, para petinggi negara dan partai daripada pusing
memikirkan untuk menunda pemilu alangkah lebih baiknya untuk fokus
membenahi berbagai sektor yang saat ini mengalami kemunduran dan
mempersiapakan putra terbaik bangsa untuk menjadi kontestan dalam
pemilu tahun 2024 sehingga cita-cita Indonesia maju dapat diwujudkan.
2.3 Faktor dari perpanjangan masa jabatan presiden dan
penundaan pemilu 2024
- Terjadi pembelahan dari 2 kali pemilu,sehingga perlu di adakan
rekonsiliasi atau penyatuan.misalnya seperti pemilihan 2019 silam
banyak pemilih kebingungan ketika harus memilih calon anggota
legislatif lantaran informasinya tenggelam oleh pemilihan capres dan
cawapres,Di luar negeri banyak pemilih yang kehilangan haknya karena
durasi pencoblosan yang terbatas.
- Terhambatnya dana infrastruktur dalam dua tahun terakhir karena
pengalihan anggaran ke COVID-19 dan pembangunan sektor lainnya
harus ditunda akibat relokasi dana APBN.
- Keinginan untuk memperpanjang masa jabatan presiden dan wakilnya
selalu disuarakan oleh elite-elite partai politik. Berbagai elite tersebut
mengklaim bahwa perpanjangan masa jabatan memiliki alasan kuat
yakni momentum perbaikan ekonomi hingga aspirasi masyarakat.
Penundaan pilpres secara konsisten akan lebih intens disuarakan oleh
elite politik dibandingkan dengan masyarakat yang berada di lapangan.
Elite politik selalu berupaya mengklaim bahwa suara mereka merupakan
kehendak masyarakat. Padahal penolakan terhadap suatu wacana juga
sering terjadi antara masyarakat dengan elite itu sendiri.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan bahwa
Pemilu dilakukan lima tahun sekali dan pada Pasal 7 UUD 1945
mengatur bahwa masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden bersifat
tetap (fix term) yakni lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali untuk
satu kali masa jabatan.Perubahan Konstitusi dengan tujuan hanya untuk
menunda Pemilu dan menambah masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden, baik melalui jalur formal ataupun informal, adalah bentuk
pengkhianatan terhadap nilai demokrasi yang ada dalam
konstitusi.Namun, akhir-akhir ini pelaksanaan pemilu yang sejatinya
dilaksanakan pada tahun tersebut diragukan setelah munculnya
pernyataan para petinggi negara dan partai untuk menunda pemilu
selama 1-2 tahun Apabila wacana tersebut terus dilaksanakan
sebagaiamana yang telah di jelaskan sebelumnya, dipastikan tindakan
tersebut akan melawan konstitusi negara dan tidak sesuai dengan prinsip
negara demokrasi yang selama ini telah dijunjung tinggi. Faktor dari
perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu 2024 -
Terjadi pembelahan dari 2 kali pemilu,sehingga perlu di adakan
rekonsiliasi atau penyatuan.misalnya seperti pemilihan 2019 silam
banyak pemilih kebingungan ketika harus memilih calon anggota
legislatif lantaran informasinya tenggelam oleh pemilihan capres dan
cawapres,Di luar negeri banyak pemilih yang kehilangan haknya karena
durasi pencoblosan yang terbatas.
3.2 Saran
Sebaiknya, para petinggi negara dan partai daripada pusing memikirkan
untuk menunda pemilu alangkah lebih baiknya untuk fokus membenahi
berbagai sektor yang saat ini mengalami kemunduran dan
mempersiapakan putra terbaik bangsa untuk menjadi kontestan dalam
pemilu tahun 2024 sehingga cita-cita Indonesia maju dapat diwujudkan.

Anda mungkin juga menyukai