Anda di halaman 1dari 6

PRESIDEN 3 PERIODE

Kekuasaan itu memang menggiurkan. Begitu bila cara pandangnya hanya duniawi. Sebab
kekuasaan itu identik dengan kekayaan, status, dan kehormatan. Tak heran, orang yang berkuasa
cenderung untuk mempertahankan kekuasaan, meski dengan mengorbankan orang lain sekalipun. Wajar
bila sekarang publik bisa menyaksikan bagaimana para penguasa, dimana pun berusaha mempertahankan
kursi-nya. Hampir jarang ditemui, penguasa-penguasa di alam demokrasi-sekuler ini yang legowo
mundur dari jabatannyadi tengah jalan karena adanya cela yang dibuatnya. Sebaliknya, yang dilakukan
adalah menutup cela itu dengan segala cara. Bahkan kalau bisa berkuasa sampai akhir hayatnya.
Xi jing ping, presiden republic rakyat china, telah dinobatkan sebagai presiden seumur hidup oleh
partai komunis china. Dulu di Indonesia soekarno juga ditetapkan sebagai presiden seumur hidup melalui
ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang pengangkatan pemimpin besar revolusi Indonesia Bung
Karno menjadi presiden republik Indonesia seumur hidup. Sekarang muncul wacana untuk
memperpanjang masa jabatan presiden, dari dua periode menjadi tiga periode. Wacana presiden tiga
periode ini mencuat setelah mantan ketua MPR Amien Rais mengungkapkannya, BAhwa ada maneuver
politik unuk meloloskan rencana itu melalui berbagai cara. Sidang istimewa MPR menjadi jalannya.
Sambil membahas tentang garis-garis besar haluan Negara, Ia menduga akan disisipkan perubahan pasal
dalam UUD 1945 agar masa jabatan presiden ditambah satu periode.
Belum bisa dipastikan, siapa yang sebenarnya melontarkan gagasan ini. Namun, beberapa
kalangan berpendapat, gagasan itu pasti muncul dari orang-orang yang mendapatkan keuntungan dari
perpanjangan masa jabatan tersebut. Bisa jadi sang presiden sendiri, orang-orang di sekelilingnya, dan
oligarki. Karena merekalah yang menikmati kekuasaan selama ini. Ibarat pemain sepak bola, mereka
adalah the winning team. Yang berkuasa sekarang dan yang telah mendapatkan segalanya. Simbiosis
mutualism antara rezim dan para kapitalis. Makanya, mereka berusaha mempertahankan rezim yang ada.
Tak ingin kue kekuasaan yang begitu lezat, tiba-tiba hilang karena pergantian penguasa. Fakta
menunjukkan, berbagai kebijakan negara sangat pro kepada para pengusaha. Berbagai peraturan-
peraturan baru muncul dan memberi kemudahan bagi mereka. Bahkan di masa pandemi pun, rezim
terlihat begitu 'sayang' kepada para pengusaha dengan cara memberikan berbagai insentif, termasuk
perpajakan. Walhasil, bila niat memperpanjang masa jabatan ini berhasil, maka yang mendapatkan
keuntungan adalah rezim yang ada dan para pengusaha. Sementara rakyat, hanya dijadikan sebagai alat
legitimasi belaka. Semua itu terjadi dalam sistem demokrasi, di mana tak ada yang pasti. Hukum dibuat
sendiri. Dan bisa diubah sendiri. Aturan bisa dipermainkan dengan instrumen hukum sehingga semuanya
sah. UUD 1945 bisa diubah sesual kepentingan. Inilah kekuasaan tanpa iman. Sangat berbeda dengan
sistem Islam.
Diam-diam ada wacana untuk memperpanjang masa jabatan presiden. tidak cukup dua kali, tapi
menjadi tiga kali. Sehingga, memungkinkan Presiden Jokowi akan terpilih lagi setelah masa jabatan
kedua berakhir nanti. Mantan Ketua MPR M. Amien Rais menangkap sinyal politik itu. Dalam unggahan
di kanal Youtubenya Amien Rais Official, Sabtu (13/3/21), ia mengungkapkan, ada manuver politik yang
dilakukan pemerintah saat ini untuk mengamankan semua lembaga negara, mulai dari DPR, MPR, DPD,
maupun lembaga negara lain. Manuver itu, kata Amien, salah satunya terlihat dari keinginan pemerintah
menghapus prinsip-prinsip dasar negara yang terkandung dalam Pancasila. Dan menurutnya, keinginan
pemerintah itu juga didukung oleh kekuatan politik dan keuangan yang besar. "Yang lebih penting lagi
yang paling berbahaya adalah ada usaha yang betul-betul luar biasa, skenario, dan back-up po- litik serta
keuangannya itu,"
Semakin menjamin adanya sejumlah pekerja politik. Menurut Ami, langkah pertama pemerintah
adalah meminta persetujuan MPR menggelar sidang istimewa. Sidang tersebut akan menawarkan
presiden dapat kembali terpilih pada periode ketiga. Nah, kalau ini betul-betul keinginan mereka, maka
saya kira kita bisa segera menyebutkan ya innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Dalam pandangannya,
skenario ini tak boleh terjadi. Sebab kekuatan rezim yang menghancurkan kehancuran akan
menghancurkan yang mengarah pada kehancuran negara. Oleh sebab itu, ia mempertanyakan sikap
semua lembaga negara, baik DPR, MPR, maupun lembaga negara lain yang terkait kemungkinan
Presiden kembali terpilih di periode ketiga. "Saya meminta persetujuan saudara sekalian pada anggota
DPR, MPR, DPD, lembaga tinggi negara yang lain, akankah kita biarkan, ploting rezim sekarang? Akan
masuknya pasal yang bisa dipilih ketiga kalinya itu? Ini dugaan saya, bisa keliru. Kalau ke- liru saya
minta maaf, "katanya. Lebih lanjut ia berkata: "Jadi saudara sekalian, it's now or never itu maksud saya.
Bukan hari ini atau bulan depan ya, masih ada waktu ya, bagaimana kita tekan Pak Jokowi."
Sudah Lama Sinyal politik yang diterima oleh Amien Rais bisa jadi benar. Usut punya usut,
wacana presiden tiga periode ini ternyata sudah lama digulirkan. Sempat ini menjadi opini publik pada
akhir 2019, beberapa saat setelah Jokowi diangkat sebagai presiden untuk periode kedua. Wacana itu pun
terus mengalir di tahun 2020. Wacana presiden tiga periode ini digulirkan oleh Partai Nasional Demokrat
(Nasdem). Sekretaris Fraksi Partai Nasdem saat itu Saan Mustopa menegaskan, fraksinya ingin
amendemen UUD 1945 tidak terbatas untuk menghidupkan kembali GBHN. la mengatakan, meski belum
diusulkan secara formal, Fraksi Partai Nasdem membuka wacana penambahan masa jabatan presiden
menjadi tiga periode. "Ada wacana, kenapa tidak kita buka wacana (masa jabatan presiden) satu periode
lagi menjadi tiga periode, apalagi dalam sistem negara yang demokratis kan masyarakat yang sangat
menentukan," katanya saat itu.
Ketua DPR Puan Maharani menyebut wacana masa jabatan presiden sebanyak tiga periode perlu
dikaji. Wacana tersebut nantinya akan dibahas di Komisi yang membidangi pemerintahan. "Ya itu masih
wacana tentu itu harus dikaji kembali secara baik, jangan sampai kita mundur ke belakang. Jadi ini akan
jadi wacana yang akan kita bicarakan di komisi II, gimana UU dan lainnya," kata Puan di Jakarta, Senin
(25/11/2019). Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengungkapkan adanya usulan masa jabatan presiden berubah satu kali
saja atau tiga kali masa jabatan. la memandang, masa jabatan dua kali terlihat saklek (harga mati red).
"Artinya kalau dulu 'dapat dipilih kembali' itu kan maknanya dua kali juga sebelum ini. Tapi kan terus-
terusan, kalau ini kan hanya dapat dipilih satu kali masa jabatan lagi. Kemudian ada yang diusulkan
menjadi tiga kali
Mmasa jabatan," kata Arsul, Kamis (21/11/2019). Saat itu ekonom Rizal Ramli menyebut usulan
itu sebagai usulan dagelan. Melalui akun Twitter pribadinya @RamliRizal, ia menuliskan: "Ini usulan
dagelan. Wong kinerja 2 periode aja payah." Lebih lanjut ia menulis: "Ketimpangan sosial ekonomis luar
biasa, penggangguran tinggi, kohesi nasional merosot. Lha kok nekad mau lagi ? Ngelindur ya ? Kasian
rakyat," cuitnya lagi.
Istana Bersuara Presiden Jokowi pun angkat bicara soal isu masa jabatan presiden tiga periode
ini. "Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode," kata
Jokowi lewat video di Youtube Sekretariat Presiden, Senin (15/3). la beralasan, konstitusi telah
mengamanahkan masa jabatan presiden maksimal 2 periode. "Itu yang harus kita jaga bersama-sama,"
ujarnya. Tak cukup Jokowi, juru bicara Presiden Fadjroel Rachman juga ikut angkat bicara. "Presiden
tegak lurus konstitusi UUD 1945, Masa jabatan presiden dua periode!" tegas Fadjroel, Senin (15/3.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin yang disampaikan Amien Rais
sudah tidak relevan. Apalagi, Presiden Jokowi sudah dengan tegas menolak wacana tiga periode masa
jabatan presiden. la menegaskan bahwa pemerintah sama sekali tidak berpikir untuk mengubah
amandemen UUD 1945. "Jangan mimpi. Udah bilang jangan mimpi. Kemudian jangan memprovokasi
rakyat. Jangan buat gaduh, cari isu yang bisa angkat partai barunya. Masa sih setiap statement bikin
gaduh," katanya.
Melawan Hukum Secara konstitusional, menurut pakar hukum Prof. Suteki, mestinya tidak
mungkin Presiden Jokowi memegang jabatan tiga periode. Sebab, jabatan yang sekarang diemban
didasarkan pada aturan rezim yang membatasi masa jabatan paling lama dua periode sejak Jokowi
menjabat periode pertama tahun 2014. "Dalam prinsip hukum modern oleh Marc Galanter.
Itu tidak boleh berlaku surut atau retroaktif," terangnya. la berpendapat, jika UUD 1945 sekarang
diamandemen maka amandemen itu tidak boleh berlaku untuk masa jabatan presiden sebelum
amandemen, melainkan untuk Pilpres yang akan datang yaitu 2024. Jadi, menurutnya, dari sisi hukum
konstitusi tidak mungkin Jokowi memegang jabatan untuk periode ketiga tahun 2024 dalam jabatan
sama." "Bisa (menjabat lagi) kalau Jokowi menduduki jabatan sebagai wakil presiden, Hal itu terjadi jika
memang kita membaca UUD hanya dari sisi teks, bukan dari sisi moral atau moral reading on
constitution," jelasnya. Secara politik pemerintahan, pakar politik pemerintahan Universitas Gadjah Mada
(UGM), Abdul Gaffar Karim mengungkap, masa jabatan presiden tiga periode merupakan bentuk
pelanggaran terhadap pembatasan kekuasaan. la menjelaskan, di dalam dunia demokrasi modern telah
disepakati bahwa masa jabatan eksekutif maksimal penguasa hanya dua kali saja. Menurutnya, seperti
dikutip idntimes.com pem- batasan ini mengacu pada moral dasar demokrasi, di mana kekuasaan tidak
boleh berada di satu tangan, tetapi harus menyebar seluas mungkin. Selain itu, menurutnya, jika isu
mengenai masa jabatan tiga periode benar-benar dilakukan, maka akan menimbulkan persoalan baru.
Ada risiko besar yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia, di mana semakin lama suatu
kekuasaan maka kemampuan untuk mengumpulkan sumber daya menjadi lebih kuat. Dengan begitu
menjadikan kekuasaan menjadi lebih absolut. Namun, hukum bisa saja tidak berlaku jika ada dalih demi
kepentingan rakyat. Ini seperti yang dikemukakan oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Menurutnya,
aturan boleh dilanggar jika menghambat upaya penyelamatan rakyat. Bahkan jika aturan itu adalah
konstitusi negara sekali pun. Mahfud berkata pandangannya berdasarkan adagium hukum yang pernah
dilontarkan filsuf berkebangsaan Italia, Cicero: 'Salus Populi Suprema Lex Esto' atau keselamatan rakyat
adalah hukum tertinggi. "Keselamatan rakyat hukum tertinggi. Kalau kamu ingin menyelamatkan rakyat
boleh kamu melanggar konstitusi, bahkan itu ekstremnya," kata Mahfud di Markas Kodam V/Brawijaya,
Surabaya, Rabu, (17/3). Meski itu dikemukakannya untuk penanganan Covid-19, bukan tidak mungkin
digunakan untuk kepentingan lainnya?
Tak ada asap kalau tak ada api. Pasti ada pihak-pihak yang diuntungkan adanya perpanjangan
masa jabatan presiden tersebut sehingga wacana ini terus dibangun. Siapa mereka? Publik bisa menduga.
Bisa yang sekarang sedang berkuasa, atau pihak-pihak yang sekarang mendapatkan kue dari kekuasaan.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menduga, isu presiden tiga periode sengaja dihembuskan oleh
orang-orang di lingkar Presiden Jokowi. Tujuannya untuk bisa terus menerus berada dalam kekuasaan.
Dugaan itu dikemukakannya dalam Diskusi Daring Forum Diskusi Salemba 50: 'Merefleksikan Kembali,
Demokrasi Kita di Persimpangan Jalan? Rabu (24/3). "Jadi ada oligarki yang menginginkan supaya terus-
menerus kekuasaannya dipelihara. Jadi itu yang sebenarnya harus kita kritisi," ujar Peneliti Pusat Studi
Hukum dan kebijakan (PSHK) ini.
Masyarakat Menurutnya, tidak boleh hanya melihat sosok Presiden Jokowi di balik
berhembusnya wacana presiden tiga periode. Sebab, ada orang-orang di sekitarnya yang selalu
mengikutinya. "Jadi bukan masalah Pak Jokowi, menurut saya. Tapi apa yang kemudian mengikuti dan
ada di sekitarnya," jelasnya. la melihat isu ini datang tiba-tiba dari segelintir elite politik. "Ini yang harus
kita perhatikan siapa yang membawa-bawa isu ini sebenarnya," ungkapnya. Sementara itu, politikus
Partai Demokrat Andi Mallarangeng dalam video yang diunggahnya di kanal YouTube Andi
Mallarangeng Official, Selasa (23/3) berucap: "Siapa yang mendapat keuntungan dalam isu perpanjangan
masa jabatan presiden tiga periode atau jika benar-benar isu terse- but terlaksana?" Menurutnya, dalam
ilmu politik, ada pertanyaan mendasar terkait dengan wacara tersebut. "Perpanjangan masa jabatan
presiden, siapa yang dapat keuntungan? Who gets what and why?" kata mantan menteri ini.
Cendekiawan Muslim M Ismail Yusanto berpandangan, paling tidak ada dua kelompok yang
mendapat keuntungan di periode kepemimpinan Jokowi ini, yakni oligarki dan kalangan sekuler radikal.
Menurutnya, rezim Jokowi telah memberi karpet merah kepada oligarki pemilik modal melalui terbitnya
berbagai peraturan seperti UU Minerba dan UU Omnibus Cipta Kerja. Ini sangat menguntungkan mereka
dalam kacamata bisnis. Kemudian, lanjutnya, karpet merah juga dibentangkan bagi kalangan sekuler
radikal yang mengidap fobia Islam. Ini tampak dalam putusan pembubaran HTI dan FPI, dan
kriminalisasi sejumlah ulama, khususnya HRS, serta terbitnya berbagai aturan yang sangat mengekang
seperti Perpres RAN PE, SKB 3 Menteri tentang pakaian seragam dan lainnya. "Bila selama ini sudah
sukses memenuhi semua harapan, keinginan bahkan angan-angan dua kelompok ini, mengapa rezim ini
tidak diteruskan saja? Di dunia sepak bola ada jargon don't change the winning team. Supaya kepentingan
oligarki para pemilik modal dan kelompok sekuler radikal bisa terus berjalan, seperti yang selama ini
terjadi, rezim yang sudah memberikan banyak sekali kepada dua kelompok itu, mestilah diteruskan.
Jangan diganti," katanya menegaskan. Pendapat Ismail ini nyambung dengan apa yang pernah
disampaikan oleh ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri.
Lahirnya Omnibus Law UU Cipta Kerja, menurutnya, sangat menguntungkan oligarki sehingga
mereka bisa mengeruk kekayaan alam Indonesia dengan lebih leluasa. Mereka makin mencengkeram
Indonesia. "Ini suatu upaya sistematis totalitas untuk membuat oligarki di Indonesia semakin
mencengkeram. Ini ancaman bagi seluruh bangsa Indonesia, ancaman bagi kemunculan kembali
otoritarianisme," katanya dalam diskusi virtual bertajuk 'Misteri Omnibus Law' pada Kamis (15/10/20). la
menjelaskan, upaya sistematis tersebut dimulai dari pelemahan KPK yang kemudian lahirnya UU Nomor
3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan
Batubara (Minerba). UU Minerba ini substansinya termuat dalam draf Omnibus Law. Karena dianggap
tidak bisa mengejar pengesahan Omnibus Law, lanjutnya, UU Minerba dipercepat proses pengesahannya.
Pasalnya, ada 6 perusahaan batubara terbesar yang masa kontrak karyanya hampir selesai. "Jadi ada
ancaman ini kalau pakai UU yang lama mereka harus serahkan konsesinya ke negara, katanya.
Faisal menambahkan, jika mengikuti UU Minerba yang lama maka pengusaha tidak dapat
mengoperasikan lahan batubara sebanyak seperti sekarang. Di dalam UU Minerba yang lama, operasi
lahan batubara dibatasi hanya 15 ribu hektar. "Kalau sekarang tidak ada batas," ujarnya. Sebagai turunan
Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah res- mi mengesahkan PP No. 25/2021 yang mengatur skema
pemberian royalti nol persen kepada pelaku usaha batu bara yang mau melakukan aktivitas peningkatan
nilai tambah alias hilirisasi. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga tidak memasukkan lagi limbah
batubara sebagai bagian dari limbah bahan berbahaya beracun (B3). Para investor pun sumringah dengan
dihapuskannya hampir semua daftar negatif investasi. Artinya, para pengusaha bisa berinvestasi ke
hampir semua usaha dengan leluasa. Terakhir, yang dibuka adalah investasi miras. Oligarki pun bisa
menikmati kue pandemi. Melalui diterbitkan- nya Perpu No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan
Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang kemudian menjadi UU No- mor 2 Tahun 2020 pengusaha
bisa menikmati pengurangan insentif perpajakan. Obral diskon pajak juga terlihat di dalam Perpu No 1
Tahun 2020, ketentuan tarif pajak 25 persen menjadi 22 persen dimajukan ke tahun 2020. Sedangkan,
tarif 20 persen ditambah diskon 3 persen menjadi 17 persen diberlakukan pada tahun 2022. Bahkan,
Menteri Keuangan baru saja memperpanjang insentif perpajakan bagi wajib pajak yang mengalami
tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Kurang apa lagi? Semua dikasih! Belum tentu ganti rezim
bisa begini. Begitu mungkin logikanya.
Kekuasaan itu enak. Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif iew Ujang Komarudin
Indonesia Political Resuatu saat di Media Center DPR RI. Apalagi presiden. Karena pemegang
kekuasaan, semua kebutuhannya difasilitasi negara. "Saking enaknya, tak ada penguasa yang mau
dikurangi sedikit pun kekuasaannya," ungkapnya. Namun, katanya, kalau kekuasaan itu terlalu lama maka
akan terjadi abuse of power, pe- nyalahgunaan kekuasaan. Dampak buruknya antara lain korupsi
merajalela. "Bangsa ini akan terjerembab dalam korupsi yang berkepanjangan. Power tends to corrupt,
bahwa kekuasaan cenderung korup, absolute power corrupts absolutely, kekuasaan mutlak benar-benar
merusak," tuturnya seperti dikutip liputan.co.id. Hal yang sama dikemukakan Deputi Bappilu DPP Partai
Demokrat, Kamhar Lakumani. la menilai wacana tersebut berbahaya jika terjadi. Sebab, masa jabatan
yang terlalu lama akan membawa pada kekuasaan absolut lantaran kekuasaan itu cenderung korup dan
mutlak benar-benar merusak. la menjelaskan, Indonesia mempunyai pengalaman sejarah yang tidak indah
akibat tidak adanya pembatasan masa jabatan presiden ini. Amandemen pembatasan masa jabatan ini
sebagai respon agar pengalaman Orde Lama (Orla) dan Orde Baru (Orba). Menurut Kamhar, keduanya
terjebak pada jebakan kekuasaan yang ingin terus menerus berkuasa seumur hidup, akhirnya dikoreksi
oleh gerakan mahasiswa. Terlalu mahal biaya sosial, ekonomi, dan politik yang mesti ditang-gung
sebagai akibat.
Sementara itu cendekiawan Muslim M Ismail Yusanto menilai, bila presiden tiga periode ini
terwujud, maka Indonesia makin jauh terjerumus ke dalam cengkeraman korporatokrasi. Yaitu suatu
sistem pemerintahan yang dikendalikan, dikuasai, dijalankan oleh sejumlah korporat/pengu- saha/pemilik
modal. Sebab, mereka bisa menentukan peraturan dengan sendirinya sesuai kepentingannya. Selain itu,
juga akan membuat makin kokohnya rezim sekuler radikal. Padahal saat ini saja, lanjutnya, sulit
dikatakan bahwa rezim Jokowi ini tidak anti Islam. Dua ormas besar 'dibunuh' olehnya, belum termasuk
kriminalisasi para ulama dan tokoh Muslim serta stigmatisasi negatif terhadap aktivis dakwah. la
mengkhawatirkan, jika rezim ini berkuasa lagi kaum Muslim akan makin terpinggirkan, dakwah Islam
kaffah akan kian dikekang, sehingga bisa jadi muncul kemaksiatan di berbagai bidang. Indonesia akan
kian rusak karena makin jauh dari nilai-nilai kebaikan dalam Islam. "Negeri ini akan jauh dari
keberkahan," tandasnya. Ismail juga mengkhawatirkan campur tangan asing, khususnya Cina, bisa lebih
dalam lagi terhadap Indonesia jika rezim ini mendapatkan tambahan masa jabatan. Fakta sekarang
menunjukkan, kepentingan Cina di Indonesia seperti mendapat angin.

Periode Kepemimpinan Islam Dalam Islam, kekuasaan tidak dibatasi periode tertentu. Artinya,
khalifah pemimpin tertinggi umat Islam tidak dipilih untuk melaksanakan kepemimpinannya dalam kurun
tertentu. Yang membatasi masa kekuasaan khalifah adalah pelaksanaan hukum-hukum Islam.
"Maksudnya, jika terbukti kepala negara itu melanggar syariah secara sadar atau sengaja, maka saat itu
juga ia harus turun, meski katakanlah baru menjabat 1 hari," jelas Ismail. la menjelaskan, tugas utama
kepala negara dalam Islam adalah memimpin pelaksaaan syariah secara kaffah agar bisa diwujudkan
rahmah seperti yang dijanjikan Allah. Jika khalifah bisa melaksanakan misi itu dengan sebaik-baiknya
sedemikian sehingga rahmat berupa keamanan, ketentraman, kesejahteraan, keadilan, kemajuan di segala
bidang, kesucian dan segala kebaikan bisa diwujudkan, tak ada alasan untuk mengganti khalifah. Khalifah
diawasi oleh rakyat melalui wakil mereka yang duduk di Majelis Umat dan kelompok dakwah di tengah
masyarakat. Amar makruf nahi munkar menjadi penjaga agar seorang pemimpin tetap mengurus rakyat
sesuai dengan aturan syariah Islam. Bila menyimpang dari syariah, ia layak diberhentikan. Dengan begitu,
pemimpin umat Islam akan senantiasa terus berusaha memberikan yang terbaik kepada rakyat tanpa harus
dikejar-kejar oleh masa jabatan. la juga tidak bisa menyalahgunakan kekuasaannya, misalnya dengan
mengubah peraturan yang ada, karena aturan itu sudah jelas yakni syariah Islam. Dan lebih dari itu,
khalifah diangkat untuk melaksanakan syariah Islam secara kaffah. Ini yang membedakan dengan sistem
mana pun di luar Islam

Anda mungkin juga menyukai