Anda di halaman 1dari 5

LECTURER NOTES

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA


SESI PERKULIAHAN : PERTEMUAN SESI 1 (SATU)
TOPIK : 1. KONSEP PENDIDIKAN PANCASILA
2. SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, POLITIK PENDIDIKAN
PANCASILA
3. URGENSI PENDIDIKAN PANCASILA
PENYUSUN : TIM DOSEN MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

1. KONSEP PENDIDIKAN PANCASILA

Indonesia merupakan negara multietnis, ras, suku, bahasa, budaya, dan agama.
Heterogenitas ini terkadang memunculkan disharmoni antarwarga negara. Kita sering
melihat bagaimana kekerasan atas nama agama dan suku muncul di masyarakat Indonesia.
Untuk itu, diperlukan mata kuliah pengembangan karakter yang mampu menjawab
tantangan tersebut, yaitu Pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah yang wajib dipelajari
setiap mahasiswa di Perguruan Tinggi (Basyir, dkk., 2013: 7). Kewajiban mata kuliah Pancasila
di Perguruan Tinggi mengacu kepada Pasal 35 Ayat (5) UU No. 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan yang menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah
Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Selain itu, Pasal 2 UU No. 12
Tahun 2012 juga menyatakan bahwa sistem pendidikan tinggi di Indonesia harus
berdasarkan Pancasila.

Sebagai mata kuliah wajib, Pendidikan Pancasila mengarahkan mahasiswa agar memiliki
pengetahuan dan penghayatan terhadap ideologi bangsa Indonesia. Kita mengetahui bahwa
persoalan ideologi penting bagi kehidupan bangsa di tengah masuknya ideologi asing
(kapitalisme dan komunisme). Untuk memperkuat ideologi bangsa, apapun jurusan atau
program studi pada level diploma dan sarjana harus dibekali pendidikan Pancasila. Nilai
kebaikan yang terkandung dalam Pancasila, diharapkan mampu dijalankan dengan baik
ketika masih menyandang status mahasiswa maupun setelah masuk dalam percaturan
hidup bermasyarakat.

Dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa kandungan nilai dalam Pancasila yang sudah
dijalankan masyarakat Indonesia sejak dulu. Beberapa di antaranya, yaitu percaya kepada
Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana tercermin dalam kehidupan spiritualitas dan keyakinan
pemeluk agama dan penganut aliran kepercayaan di Indonesia. Sikap toleransi
antarpemeluk agama maupun yang berbeda suku. Gotong royong dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Musyawarah dalam setiap kegiatan di
lingkungan untuk mencapai mufakat. Solidaritas antarkelompok masyarakat dalam
menghadapi ancaman terhadap bangsa dan negara.

1
LECTURER NOTES
Istilah pancasila dikenal sejak zaman Majapahit pada abad ke-XIV, dalam buku
Nagarakertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular.
Dalam buku Sutasoma, istilah Pancasila berarti “berbatu sendi yang lima” (dari bahasa
Sansekerta), juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama),
yaitu tidak boleh melakukan kekerasan, tidak boleh mencuri, tidak boleh berjiwa dengki,
tidak boleh berbohong, dan tidak boleh mabuk minuman keras (Darmodiharjo, dkk., 1972:
15). bangsa; kelakuan atau perbuatan yang menurut adab (sopan santun); akhlak; dan moral
(Kaderi, Tanpa Tahun: 8).

Secara terminologi, Pancasila digunakan Soekarno sejak sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945
untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara.Secara etimologis, “Pancasila” berasal
dari bahasa Sansekerta, yang dapat dijabarkan dalam dua kata, yaitu “Panca” yang berarti
lima dan “Sila” yang berarti dasar sehingga Pancasila berarti lima dasar, yaitu lima Dasar
Negara Republik Indonesia. Istilah “sila” dapat berarti aturan yang melatarbelakangi perilaku
seseorang atau

2. SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, DAN POLITIK PENDIDIKAN PANCASILA

Dalam mempelajari Pancasila, kita perlu menemukan kembali dan memahami apa saja
sumber yang melatarbelakanginya sehingga menambah keyakinan kepada ideologi bangsa
ini. Dalam aspek sejarah bangsa, kita perlu mengetahui bagaimana Pancasila lahir melalui
sebuah proses sejarah yang panjang. Bangsa Indonesia pernah mengalami masa kerajaan
hingga masa pergerakan nasional yang selalu berusaha keras mengusir penjajah Jepang dan
Belanda dari Indonesia. Kerajaan besar, seperti Majapahit dan Sriwijaya menginspirasi
lahirnya Pancasila. Sementara, pergerakan nasional, sejak berdirinya organisasi pro
kemerdekaan, lahirnya Budi Utomo 1908, pergerakan Sumpah Pemuda 1928, dan
Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi fase panjang historis yang memotivasi pendiri bangsa
merumuskan Pancasila. Atas dasar persamaan nasib bersama-sama melawan penjajah ini,
negara Indonesia dengan ideologi Pancasila berhasil dirumuskan oleh pendiri bangsa atas
dukungan rakyat Indonesia. Mempelajari sejarah mengenai Pancasila dapat pula dipahami
dari pemikiran pendiri bangsa yang aktif terlibat dalam proses perumusan Pancasila. Para
tokoh ini memiliki pemikiran visioner bahwa Pancasila kelak dapat membuat bangsa
Indonesia semakin kuat dari segi persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu unggul
secara IPTEK sehingga mencapai cita-cita bangsa yang mandiri dan berdaulat.

Dari sumber sosiologis, kita menemukan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang
majemuk, memiliki ratusan suku, adat istiadat, agama dan kepercayaan, serta bahasa yang
tersebar di ribuan pulau yang disatukan oleh Pancasila. Nilai dalam sila-sila adalah hasil
karya besar bangsa Indonesia, yang diangkat dari nilai-nilai kultural bangsa Indonesia
melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara (Kaelan, 2000: 13). Bung Karno

2
LECTURER NOTES
menegaskan nilai-nilai Pancasila digali dari bumi Indonesia. Ada nilai agama yang datang
dari luar, dipadukan dengan sumber kepercayaan lokal sehingga dapat dikatakan bahwa
nilai Pancasila berasal dari kehidupan sosiologis masyarakat Indonesia.

Mengenai sumber yuridis, Pancasila menempati posisi strategis di Indonesia. Indonesia


adalah negara hukum sehingga segala keputusan dalam pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari harus berdasarkan hukum. Konteks ini menempatkan Pancasila ke dalam tiga
hal, Pancasila adalah cita hukum, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, dan
Pancasila adalah sumber hukum tertinggi. Urgensi pendekatan yuridis dalam rangka
menegakkan aturan hukum merupakan kewajiban penting warga negara yang juga
diperlukan kesadaran untuk berbudaya hukum dalam kesehariannya. Kesadaran hukum
mencakup hukum pidana, perdata, dan tata negara yang menekankan pada hak dan
kewajiban warga negara sesuai aturan hukum. Konteks hukum juga menghasilkan
konsekuensi Pancasila sebagai kekuataan hukum yang sah, berlaku, dan mengikat.

Sumber politik pendidikan Pancasila menekankan bahwa kehidupan politik di Indonesia


harus sesuai dengan sila dalam Pancasila. Pancasila sebagai ideologi politik mengandung
nilai yang menuntun bangsa Indonesia menuju tata tertib sosial politik yang ideal. Tingkah
laku dalam politik, fenomena politik, dan sikap dalam politik setiap warga negara harus
sesuai nilai moral yang sesuai dengan nilai Pancasila. Konsep pokok politik, yaitu negara,
kekuasaan, dan kebijakan tidak boleh melanggar sila Pancasila. Untuk itulah, segala aturan
hukum yang berimplikasi kepada dimensi politik dan kebijakan publik yang berkaitan
dengan politik jika berbenturan dengan Pancasila, maka dapat dibatalkan.

3. URGENSI PENDIDIKAN PANCASILA

Jika diamati dengan seksama, problematika bangsa Indonesia sangatlah banyak. Salah
satunya adalah korupsi yang sangat mengganggu kestabilan ekonomi, sosial, dan politik
Indonesia, serta menjadi budaya yang buruk bagi generasi muda. Adanya terorisme,
kekerasan, dan radikalisme juga menjelaskan betapa budaya damai yang menjadi warisan
para pendiri bangsa mulai terkikis pada kepribadian masyarakat Indonesia. Masalah-
masalah tersebut jika dibiarkan akan berbahaya karena mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa. Selain itu, berbagai pelanggaran dalam bidang hukum juga cukup
menjelaskan betapa hukum belum sepenuhnya jadi panglima dan belum tegak di Indonesia.
Sementara, kurangnya kesadaran membayar pajak ikut menegaskan betapa belum
terbudayakannya kesadaran untuk tertib memajukan perekonomian nasional, di mana
salah satu sumber utamanya adalah pajak dari masyarakat.

Dengan berbagai kendala tersebut, Pendidikan Pancasila sangat diperlukan untuk


membangun kesadaran kolektif dan pemahaman masyarakat untuk bergaya hidup

3
LECTURER NOTES
sederhana, mencintai produk Indonesia, menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan,
menanamkan pentingnya etika dalam pergaulan, menanamkan pentingnya Pancasila
sebagai ideologi pemersatu bangsa Indonesia, dan membangun mentalitas masyarakat
Indonesia yang sadar hukum. Hal ini sejalan dengan semangat UU No. 20 Tahun 2003, di
mana Pasal 3 menegaskan tujuan pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan
dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis,
serta bertanggung jawab.

Berdasarkan penjelasan di atas, Pendidikan Pancasila memiliki fungsi preventif dalam


mencegah generasi muda agar tidak terpaparkan berbagai gejala negatif dan dekadensi
moralitas yang menjadi gejala negatif dan buruk di negeri ini. Pendidikan Pancasila,
khususnya di Perguruan Tinggi, memainkan peran untuk memberikan pemahaman
mengenai pentingnya nasionalisme, menanamkan jiwa kebangsaan, kesadaran merespons
persoalan bangsa, dan memberikan kontribusi positif dalam mengimplementasikan nilai
positif dari sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Jika kesadaran itu terbangun,
mahasiswa tidak akan mudah terpengaruh oleh paham asing yang dapat mengancam
eksistensi bangsa Indonesia. Selain itu, tentunya menjawab tantangan global di mana warga
negara Indonesia harus bersiap diri menghadapi pergaulan internasional tanpa melupakan
nilai bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Apapun program studi dan jurusannya, wajib mengajarkan mata kuliah Pancasila sebagai
bentuk tanggung jawab profesionalitasnya sehingga kelak setelah selesai menempuh studi,
keprofesionalannya berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Contoh urgensi pendidikan Pancasila
untuk program studi, misalnya, apapun bidang studinya, akan berkaitan dengan kebijakan
negara yang tentunya berurusan dengan lembaga pemerintah yang ditugaskan menyusun
atau membentuk peraturan perundang-undangan. Para lulusan prodi harus memahami
dasar penyusunan aturan tersebut sehingga kebijakan profesinya tidak melanggar aturan
negara. Bentuk implementasi lainnya, misalnya, lulusan dari program studi perpajakan yang
akan bekerja di bidang perpajakan. Mereka dituntut memiliki kejujuran dan komitmen
sehingga kelak memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan dengan
baik dan benar.

4
LECTURER NOTES

__________________
Sumber Referensi:
Basyir, K., dkk. (2013). Pancasila dan Kewarganegaraan. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Darmodiharjo, D., dkk. (1972). Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Kaderi, A. (Tanpa Tahun). Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Banjarmasin: Antasari Press.
Nurwandani, P., dkk. (2016). Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi.
Surip, N., dkk. (2015). Pancasila dalam makna dan aktualisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Basyir, K., dkk. (2013). Pancasila dan Kewarganegaraan. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Nurwandani, P., dkk. (2016). Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi.
Surip, N., dkk. (2015). Pancasila dalam makna dan aktualisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nurwandani, P., dkk. (2016). Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai