Anda di halaman 1dari 390

BAB 1

PENDIDIKAN PANCASILA (PANCASILA EDUCATION)

A. Pentingnya Pendidikan Pancasila (He Importance


Of Pancasila Education)
Generasi penerus melalui Pendidikan Pancasila
diharapkan akan mampu mengantisipasi hari depan yang
senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks
dinamika budaya, bangsa, negara, dalam hubungan
internasional serta memiliki wawasan kesadaran bernegara
untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan
perilaku yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua
itu diperlakukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan utama Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan
wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang
cinta tanah air, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional
dalam diri warga negara Republik Indonesia. Selain itu
bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia
yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh,
cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional,
bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan
rohani.
Pengembangan nilai, sikap, dan kepribadian diperlukan
pembekalan kepada peserta didik di Indonesia yang
diantaranya dilakukan melalui Pendidikan Pancasila,

1
Pendidikan Agama, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar,
dan Ilmu Alamiah Dasar (sebagai aplikasi nilai dalam
kehidupan) yang disebut kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam komponen
kurikulum perguruan tinggi. Hak dan kewajiban warga negara,
terutama kesadaran bela negaraakan terwujud dalam sikap
dan perilakunya bila ia dapat merasakan bahwa konsepsi
demokrasi dan hak asasi manusia sungguh– sungguh
merupakan sesuatu yang paling sesuai dengan kehidupannya
sehari–hari.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang
berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh
rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai
dengan perilaku yang :
1.  Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta menghayati nilai–nilai falsafah bangsa
2.   Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
3. Rasional, dinamis, dan sadar akanhak dan kewajiban
sebagai warga negara.
4.  Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela
negara.
5.  Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni
untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu

2
“memahami, menganalisa, dan menjawab masalah–masalah
yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya
secara konsisten dan berkesinambungan dengan cita–cita dan
tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan
UUD 1945 “. Dalam perjuangan non fisik, harus tetap
memegang teguh nilai–nilai ini disemua aspek kehidupan,
khususnya untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan,
kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme;
menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas sumber daya
manusia agar memiliki daya saing; memelihara serta menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa; dan berpikir obyektif rasional
serta mandiri.
Mata kuliah Pendidikan Pancasila diberikan karena
adanya kesadaran akan perlunya pendidikan yang
berkesinambungan mulai dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi. Diharapkan, dengan pemahaman yang
semakin mendalam akan nilai-nilai Pancasila, generasi muda
dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Pancasila juga diberikan karena fakta
kemerosotan penghayatan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, baik individual maupun kolektif sebagai
bangsa. Dengan kata lain, mata kuliah ini dihidupkan karena
adanya kesenjangan antara kata/pengetahuan dan
perbuatan/tingkah laku.
Kemerosotan penghayatan nilai-nilai Pancasila dapat
disaksikan di semua bidang kehidupan, dari semua kelas

3
sosial, dan di hampir semua profesi. Fakta paling jelas adalah
korupsi yang dilakukan di semua lini, mulai dari pejabat
pemerintah maupun institusi pemerintah dan swasta. Catatan
Kementerian Dalam Negeri RI menyebutkan bahwa dalam
kurun waktu tahun 2005-2013 ada 277 gubernur, walikota,
dan bupati yang terlibat korupsi, dan 3.000 anggota DPRD
terjerat hukum. Dalam kurun waktu yang sama terdapat 137
anggota DPRD provinsi dan 1.050 anggota DPRD
kabupaten/kota terlibat korupsi (Suara Pembaruan, 9
Desember 2013).
Kasus terbaru yang “mengguncang” seluruh kehidupan
bangsa adalah tertangkap tangannya Ketua Mahkamah
Konstitusi, Akil Mochtar karena dugaan terlibat suap,
merupakan fakta betapa nilai Pancasila hanya menjadi hiasan
bibir kala pejabat mengucapkan sumpah jabatan.
Selain kasus korupsi, patut disebutkan beberapa gejala
yang mencerminkan kemerosotan penghayatan nilai-nilai
Pancasila, seperti kerusuhan dan sengketa berlatarbelakang
SARA, kekerasan dalam rumah tangga, kesenjangan
ekonomi, ketakmampuan golongan rendah untuk masuk
jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi, berbagai
macam dan tingkat kriminalitas, diskriminasi perempuan, dan
UU dan peraturan daerah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila, sekedar menyebut beberapa contoh.
Sistem ekonomi Indonesia yang dalam Pancasila dan
UUD 1945 dikenal sebagai demokrasi ekonomi berlandaskan

4
gotong royong, pada praktiknya lebih condong ke sistem
ekonomi liberal yang makin memarginalkan kelas bawah.
Kesenjangan ekonomi tampak dengan jelas karena dalam
sistem liberal seperti ini hanya orang-orang kaya yang tambah
kaya, sebaliknya orang miskin makin terpuruk. Kekayaan
tanah tumpah darah Indonesia yang sebetulnya dikelola untuk
kesejahteraan rakyat dikuasai oleh pihak asing dan konco-
konconya orang-orang kaya.
Pendidikan Pancasila diberikan karena kesadaran akan
semakin derasnya arus ideology asing, khususnya kapitalisme
dan neoliberalisme, yang berkat sayap raksasa globalisasi
menggempur seluruh pelosok Indonesia tanpa henti.
Materialisme, hedonism, konsumtivisme, serta gaya hidup
yang dibentuknya telah dan sedang menerjang sudut-sudut
terpencil Indonesia. Nilai-nilai asing yang sangat digandrungi
remaja dan kaum muda itu dikhawatirkan akan semakin
melunturkan nilai-nilai Pancasila. Sebab itu dirasakan
pendidikan Pancasila sebagai suatu keharusan.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk memberikan
pemahaman benar akan Pancasila. Tidak disadari, sering
Pancasila yang diajarkan akan Pancasila yang tidak benar,
yang merupakan bentuk tersamar dari ideology yang justru
bertentangan dengan Pancasila. Oleh sebab itu Pancasila
yang diajarkan dalam Pendidikan Pancasila adalah Pancasila
yang dapat dipertanggungjawabkan secara juridis-
konstitusional dan obyektif-ilmiah. Secara yuridis-

5
konstitusional Pancasila adalah dasar Negara yang
merupakan dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan
Negara. Secara obyektif-ilmiah Pancasila adalah paham
filsafat yang dapat diuraikan dan diterima secara rasional.
UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang diejawantahkan dalam PP No.19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan kurikulum
tingkat Satuan Perguruan Tinggi wajib memuat mata kuliah
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa
Indonesia serta bahasa Inggris. Pendidikan kewarganegaraan
memuat pendidikan Pancasila sebagai landasan pengenalan
mahasiswa terhadap ideologi negara.
Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) kemudian, dalam
SK No.43/DIKTI/Kep/2006 memutuskan tentang rambu-rmbu
Pelaksanan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi, termasuk di dalamnya
Pendidikan Pancasila.
Pertanyaannya: Pancasila yang mana? Pertanyaan ini
masuk akal karena Indonesia pernah memiliki tiga UUD, yaini
UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950 yang
memuat Pancasila pada pembukaannya. Agar tidak terjadi
kesalahpahaman, dikelurkan Instruksi Presiden (Inpres) No.12
Tahun 1968.
Inpres ini menyatakan bahwa Pancasila yang resmi
adalah Pancasila yang tata urutan sila-silanya terdapat pada
alinea 4 Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi:

6
1.  Ketuhanan Yang Maha Esa
2.   Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.   Persatuan Indonesia
4.  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
5.   Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

B. Tujuan Pendidikan Pancasila (The Purpose of


Pancasila Education)
Tujuan pendidikan pancasila dapat dilacak
keterkaitannya dengan tujuan nasional dan tujuan pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan pancasila adalah agar subjek
didik memiliki moral yang sesuai dengan nilai pancasila
moralitas itu mampu itu terwujud dalam kehidupan sehari-hari
(UU No.2 Tahun 1989). Perilaku moral adalah perilaki
keimanan dan ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa
dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai agama, perilau
kemanusian yang adil dan beradap, perilaku yang mendukung
persatuan bangsa indonesia.
Adapun tujuan pendidikan pancasila diperguruan tinggi
adalah agar mahasiswa:
1.   Dapat memahami dan mampu melaksanakan jika
pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sebagai
warganegara indonesia.
2.   Menguasai pengatahuan tentang beragam masalah
dasar berkehidupan bermasrakat, berbangsa dan

7
bernegara yang hendak diatasi dengan penerapan
pemikiran yang berlandasan pancasila dan UUD 1945.
3.   Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-
nilai dan norma pancasila, sehingga mampu menanggapi
perubahan yang terjadi dalam rangka keterpaduan iptek
dan pembangunan.
4.    Membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses
berpikir, memecahkan masalah dan mengambil
keputusan dengan menerapkan strategi heuristik
terhadap nilai-nilai pancasila.
Menggali sumber Historis, Sosiologis, Politis
Pendidikan Pancasila
a. Landasan Historis
Landasan historis adalah landasan-landasan fakta
sejarah yang dijadikan dasar bagi pengembangan pendidikan
pancasila, baik menyangkut formulasi tujuan, pengembangan
materinya, rancangan modal pembelajaranya, dan
evaluasinya. Formasi pendidikan pancasila tentu saja tidak
hanya memiliki prespektif waktu kebelakang yang berisi
alasan-alasan historis perlunya perilaku tertentu bagi generasi
muda. Pada dasarnya, tujuan pendidikan pancasila
memformulasikan apa yang penting dari masa lampau,
masalah yang dihadapi pada sekarang, dan cita-cita tentang
kehidupan ideal dimasa lampau.

b. Landasan Sosiologis

8
Sosiologi adalah ilmu tentang kehidupan antarmanusia.
Didalamnya mengkaji, antara lain latar belakang, susunan dan
pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok
masyarakat, disamping juga mengkaji masalah-masalah
sosial, perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat.
Melalui pendekatan sosiologis ini pula, Anda
diharapkan dapat mengkaji struktur sosial, proses sosial,
termasuk perubahan-perubahan sosial, dan masalah-masalah
sosial yang patut disikapi secara arif dengan menggunakan
standar nilai-nilai yang mengacu kepada nilai-nilai Pancasila.
Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa Indonesia
mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara pada suatu asas kultural yang
dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri.
Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila bukan hanya hasil
konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil karya besar
bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses
refleksi filosofis para pendiri negara (Kaelan, 2000: 13).
Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila
digali dari bumi pertiwi Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai
Pancasila berasal dari kehidupan sosiologis masyarakat
Indonesia. Pernyataan ini tidak diragukan lagi karena
dikemukakan oleh Bung Karno sebagai penggali Pancasila,
meskipun beliau dengan rendah hati membantah apabila

9
disebut sebagai pencipta Pancasila, sebagaimana
dikemukakan Beliau dalam paparan sebagai berikut:
Makna penting lainnya dari pernyataan Bung Karno
tersebut adalah Pancasila sebagai dasar negara merupakan
pemberian atau ilham dari Tuhan Yang Maha
Kuasa. Apabila dikaitkan dengan teori kausalitas dari
Notonegoro bahwa Pancasila merupakan penyebab lahirnya
(kemerdekaan) bangsa Indonesia, maka kemerdekaan
berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan
dengan makna Alinea III Pembukaan UUD 1945. Sebagai
makhluk Tuhan, sebaiknya segala pemberian Tuhan,
termasuk kemerdekaan Bangsa Indonesia ini wajib untuk
disyukuri. Salah satu bentuk wujud konkret mensyukuri nikmat
karunia kemerdekaan adalah dengan memberikan kontribusi
pemikiran terhadap pembaharuan dalam masyarakat. Bentuk
lain mensyukuri kemerdekaan adalah dengan memberikan
kontribusi konkret bagi pembangunan negara melalui
kewajiban membayar pajak, karena dengan dana pajak itulah
pembangunan dapat dilangsungkan secara optimal.
Landasan keberlakuan sosiologis merujuk kepada
penerimaan warga masyarakat sebagai sesuatu yang
dibutuhkan secara ideology, poltik, ekonomi, social budaya.
Pertahanan dan keamanan ( ipoleksosbudhankam ). Dengan
penyelenggaraan pendidikan pancasila sesuai dengan
kebutuhan manusia ( human needs ). Maka pendidikan
pancasila akan berjalan efektif.

10
Sejalan dengan Landasan keberlakuan sosiologis
Pancasila diharapkan kita dapat berpartisipasi dalam
meningkatkan fungsi-fungsi lembaga pengendalian sosial
(agent of social control) yang mengacu kepada nilai-nilai
Pancasila.

c. Politisi Pendidikan Pancasila


Salah satu sumber pengayaan materi pendidikan
Pancasila adalah berasal dari fenomena kehidupan politik
bangsa Indonesia. Tujuannya agar Anda mampu
mendiagnosa dan mampu memformulasikan saran-saran
tentang upaya atau
usaha mewujudkan kehidupan politik yang ideal sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Bukankah Pancasila dalam
tataran tertentu merupakan ideology politik, yaitu mengandung
nilai-nilai yang menjadi kaidah penuntun dalam mewujudkan
tata tertib sosial politik yang ideal.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Budiardjo
(1998:32) sebagai berikut: “Ideologi politik adalah himpunan
nilai-nilai, idée, norma-norma, kepercayaan dan keyakinan,
suatu “Weltanschauung”, yang dimiliki seseorang atau
sekelompok oran, atas dasar mana dia menentukan sikapnya
terhadap kejadian dan problema politik yang dihadapinya dan
yang menentukan tingkah laku politiknya.”
Melalui pendekatan politik diharapkan mampu
menafsirkan fenomena politik dalam rangka menemukan

11
pedoman yang bersifat moral yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila untuk mewujudkan kehidupan politik yang sehat.
Pada gilirannya, Anda akan mampu memberikan kontribusi
konstruktif dalam menciptakan struktur politik yang stabil dan
dinamis.
Secara spesifik, fokus kajian melalui pendekatan politik
tersebut, yaitu menemukan nilai-nilai ideal yang menjadi
kaidah penuntun atau pedoman dalam mengkaji konsep-
konsep pokok dalam politik yang meliputi Negara (state),
kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision
making), kebijakan (policy), dan pembagian (distribution)
sumber daya negara, baik di
pusat maupun di daerah. Melalui kajian tersebut, Anda
diharapkan lebih termotivasi berpartisipasi memberikan
masukan konstruktif, baik kepada infrastruktur politik maupun
suprastruktur politik.

C. Penjelasan Umum Pancasila (General Explanation of


Pancasila)
Indonesia, terhampar dari Sabang hingga Marauke.
Seperti yang diketahui bersama, Indonesia sebagai negara
kepulauan terbentuk dari keberagaman suku, adat-istiadat,
dan bahasa. Dengan kondisi sosial budaya Indonesia yang
begitu heterogen, pandangan hidup atau ideologi sebagai
sebuah dasar negara menjadi praktis sangat dibutuhkan.
Indonesia membutuhkan sebuah ideologi netral yang bisa

12
memayungi dan merangkul semua budaya dari berbagai
lapisan masyrakat.
Secara harfiah, menurut kamus umum bahasa Indonesia
ideologi adalah sebuah sistem kepercayaan yang
menerangkan, membenarkan suatu tatanan yang ada/yang
dicita-citakan dan memberikan strategi berupa prosedur,
rancangan, instruksi, serta program untuk mencapainya. Di
pihak yang sama, Shawn T. &Sunshine H. (2005)
membenarkan bahwa ideologi adalah sebuah sistem
pandangan umum tentang sesuatu hal.
Penulis menyimpulkan bahwa jelas sekali ideologi
adalah sebuah pandangan berupa tujuan yang ingin diacapai
oleh sebuah kelompok tertentu yang memiliki kesamaan.
Sebuah ideologi sebagai pemersatu bangsa yang ada di
Indonesia tidak lain adalah Pancasila, sebuah sistem yang
dari awal di cetuskan telah menjadi sebuah dasar dari
berbagai aspek kehidupan bangsa. Pancasila yang terjabar
secara konstitusional telah menjadi asas normatif-filosofis-
ideologis-konstitusional bangsa, yang menjadi dasar dari cita
budaya dan moral politik nasional (Dwirini, A. 2011).
Lebih dari 66 tahun yang lalu, sejarah Pancasila pada
awal-mulanya dibentuk. Diawali ketika pada tanggal 29 April
1945, kaisar Jepang sedang memperingati hari lahirnya.
Penjajah jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan
terhadap bangsa Indonesia. Janji ini diberikan dikarenakan
Jepang yang sedang terdesak oleh tentara sekutu. Untuk

13
mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia,
bangsa indonesia boleh memperjuangkan kemerdekaannya.
Untuk mengawalinya, jepang membentuk sebuah badan yang
bertujuan untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Jepang
memilih ketua (kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat yang
kemudian mengusulkan agenda sidang membahas tentang
dasar negara. Pada tanggal 1 Juni, Ir. Soekarno pertama kali
mengusulkan istilah Pancasila sebagai dasar negara dan
disahkannya Pancasila pada tanggal 18 Agustus 1945
merupakan terobosan gemilang mengenai dasar negara oleh
para founding fathers pada masa itu.
Sejalan dengan berjalannya sebuah negara Indonesia,
ideologi Pancasila yang terbentuk mengalami ujian dan
dinamika dari sebuah sistem politik. Dimulai dengan sistem
demokrasi liberal yang dianut pada masa setelah indonesia
merdeka, pembentukan indonesia serikat, sistem liberal pada
UUDS 1945, dan peristiwa G 30 S PKI.
Menurut Prof. Dr. B.J. Habibie yang seperti dikutip
dalam Metro TV news.com bahwa sejak jaman demokrasi
parlementer, terpimpin, orde baru dan demokrasi multipartai
pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang
menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa
Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di
satu titik terminal sejarah.

14
Dengan sejarah perjuangan pancasila dari awal
dibentuknya seperti disebutkan di atas, pancasila
membuktikan diri sebagai cara pandang dan metode ampuh
bagi seluruh bangsa Indonesia untuk membendung trend
negatif perusak asas berkehidupan bangsa. Tantangan yang
dahulu dihadapi oleh Pancasila sebagai dasar negara, jenis
dan bentuknya sekarang dipastikan akan semakin kompleks
dikarenakan efek globalisasi. Globalisasi menurut Ahmad, M.
(2006) adalah perkembangan di segala jenis kehidupan
dimana batasanbatasan antar negara menjadi pudar
dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK). Berkembangnya arus informasi menjadi sebuah ciri
spesifik dari terminologi globalisasi. Setiap warga negara akan
semakin mudah dan bebas untuk mengakses berbagai jenis
informasi dari berbagai belahan dunia manapun dalam waktu
yang sangat singkat.
Dengan perkembangan Informasi yang begitu cepat,
tantangan yang diterima oleh ideologi pada saat ini juga
menjadi sangat luas dan beragam. Sebagai contoh,
beragamnya banyak agama di Indonesia yang terkadang
menjadi alasan pemicu konflik horizontal antar umat
beragama, ekonomi yang mulai berpindah dari sistim
kekeluargaan (contoh: pasar tradisional) menjadi sistem
kapitalisme dimana keuntungan merupakan tujuan utama,
paham komunisme, liberalisme, terorisme, chauvinisme, dsb.
Masih banyak lagi hal dalam kehidupan warga negara

15
indonesia yang dipengaruhi oleh informasi yang begitu mudah
dan cepat tersebut, tanpa bisa di sebutkan satu-persatu.
Masalah-masalah yang disebutkan diatas bertentangan
dengan semua nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai
dasar negara.
Lalu sebenarnya apa fungsi Pancasila sebagai dasar
negara? Peran pancasila yang pertama pada dasarnya adalah
Pancasila digunakan sebagai penyaring informasi yang
beragam. Bahwa kita memiliki budaya dan pedoman yang
harus tetap dijaga sebagai sebuah identitas bahwa kita adalah
bangsa indonesia. Jika sebuah warga negara tertutup,
pastinya warga negara tersebut akan tertinggal jauh oleh
perkembangan informasi yang begitu cepat. Pancasila
menjaga nilai-nilai normatif-filosofis-ideologis bangsa
Indonesia agar tetap sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terjadi pada era globalisasi
sekarang ini.
Pancasila seharusnya juga menjadi batasan
pandangan yang seharusnya dimiliki oleh setiap warga
negara. Banyak kalangan yang lupa akan budaya dan bahasa
daerah dikarenakan pengaruh globalisasi yang sangat hebat,
sehingga mengikis ide tentang jati diri bangsa sebagai bangsa
Indonesia. Batasan pandangan yang sesuai menurut
Pancasila seharusnya menjadi garis bawah bahwa kita
seharusnya boleh mengikuti perkembangan zaman, akan
tetapi ada beberapa batasan-batasan nilai yang harus

16
dijunjung, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Akan tetapi, fungsi-fungsi tersebut sekarang ini sudah mulai
dilupakan oleh kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini
dikarenakan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan
situasi kehidupan bangsa Indonesia di semua level wilayah.
Prof. Dr. B.J. Habibie menuturkan bahwa lenyapnya
Pancasila dari kehidupan terkait beberapa hal. Pertama,
situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah
baik di tingkat domestik, regional maupun global. Perubahan
tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang
dialami bangsa Indonesia termasuk dalam corak perilaku
kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Kedua,
alasan selanjutnya mengapa Pancasila sudah mulai dilupakan
adalah terjadinya euforia reformasi sebagai akibat traumatik
masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa
lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Trauma atas gerakan
G30S/PKI yang selanjutnya di lakukan rezim orde baru yaitu
menjadikan Pancasila sebagai alat untuk mempropaganda
masyarakat, juga menjadi salah satu alasan mengapa
pancasila sudah mulai dilupakan.
Lalu bagaimana cara menghadapi tantangan sudah
mulai memudarnya rasa memiliki warga negara dari setiap
nilai-nilai pancasila? hal ini dapat dilakukan dengan
menyadarkan kembali, reaktualisasi nilai-nilai tersebut dalam
konteks peri kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia, tetap
berpegang teguh pada nilai-nilai pancasila, dan penanaman

17
kembali ide tentang Pancasila sebagai dasar negara sejak
dini. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah akan tetapi
sudah merupakan tanggung jawab kita bersama, membantu
mengatasi Pancasila dalam menghadapi tantangannya di era
global sekarang ini.
BAB 2 PANCASILA DALAM KONTEKS PERJUANGAN
BANGSA (DISCUSSION IN THE CONTEXT OF NATION
STRUGGLE)

A.Sejarah Pancasila pada Masa Kerajaan (History of


Pancasila in the Kingdom)
Kerajaan Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400M,
dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang
batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa
raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman ketrurunan
dari Kudungga. Raja Mulawarman menurut prasasti tersebut
mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada para
Brahmana, dan para Brahmana membangun yupa itu sebagai
tanda terimakasih raja yang dermawan (Bambang Sumadio,
dkk.,1977 : 33-32). Masyarakat kutai yang membuka zaman
sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai
sosial politik dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri,
serta sedekah kepada para Brahmana.
Dalam zaman kuno (400-1500) terdapat dua kerajaan
yang berhasil mencapai integrasi dengan wilayah yang

18
meliputi hampir separoh Indonesia dan seluruh wilayah
Indonesia sekarang yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan
Majapahit yang berpusat di Jawa.

Kerajaan Sriwijaya
Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya negara
kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek
moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaaan Indonesia
terbentuk melalui tiga tahap yaitu : pertama, zaman Sriwijaya
di bawah wangsa Syailendra (600-1400), yang bercirikan
kedatuan. Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit
(1293-1525) yang bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut
merupakan negara kebangsaan Indonesia lama. Kemudian
ketiga, kebangsaan modern yaitu negara bangsa Indonesia
merdeka (sekarang negara proklamasi 17 agustus 1945)
(sekretariat negara RI 1995 :11).
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra
yaitu kerajaan Wijaya, di bawah kekuasaaan bangsa
Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedudukan Bukit di
kaki bukit Sguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 caka
atau 683 M., dalam bahasa melayu kuno huruf Pallawa.
Kerajaan itu adalah kerajaan Maritim yang mengandalkan
kekuatan lautnya, kunci-kunci lalu-lintas laut di sebelah barat
dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian selat Malaka

19
(775). Pada zaman itu kerjaan Sriwijaya merupakan kerajaan
besar yang cukup disegani di kawasan asia selatan.
Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan pedagang
pengrajin dan pegawai raja yang disebut Tuhan An
Vatakvurah sebagai pengawas dan pengumpul semacam
koperasi sehingga rakat mudah untuk memasarkan
dagangannya (Keneth R. Hall, 1976 : 75-77). Demikian pula
dalam sistem pemerintahaannya terdapat pegawai pengurus
pajak, harta benda, kerajaan, rokhaniawan yang menjadi
pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-
patung suci sehingga pada saat itu kerajaan dalam
menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan
nilai Ketuhanan (Suwarno, 1993, 19).
Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan
mendirikan suatu universitas agama Budha, yang sangat
terkenal di negara lain di Asia. Banyak musyafir dari negara
lain misalnya dari Cina belajar terlebih dahulu di universitas
tersebut terutama tentang agam Budha dan bahasa
Sansekerta sebelum melanjutkan studinya ke India. Malahan
banyak guru-guru besar tamu dari India yang mengajar di
Sriwijaya misalnya Dharmakitri. Cita-cita tentang
kesejahteraan bersama dalam suatu negara adalah tercemin
pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat
vanua criwijaya dhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita negara
yang adil dan makmur) (Sulaiman, tanpa tahun : 53).

20
Zaman Kerajaan-kerajaan Sebelum Majapahit
            Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai
suatu kerajaan yang memancangkan nilai-nilai nasionalisme,
telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa
Timur secara silih berganti. Kerajaan Kalingga pada abad ke
VII, Sanjaya pada abad ke VIII yang ikut membantu
membangun candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah
wihara untuk pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah
bersama dengan dinasti Syailendra (abad ke VII dan IX).
Refleksi puncak dari Jawa Tengah dalam periode-periode
kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi
Borobudur (candi agama Budha pada abad ke IX), dan candi
Prambanan (candi agama Hindhu pada abad ke X).
Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa
Timur muncullah kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke IX),
Darmawangsa (abad ke X) demikian juga kerajaan Airlanga
pada abad ke XI. Raja Airlangga membuat bangunan
keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi
dalam beragama. Agama yang diakui oleh kerajaan adalah
agama Budha , agama Wisnu dan agama Syiwa yang hidup
berdampingan secara damai (Toyyibin, 1997 : 26). Menurut
prasasti Kelagen, Raja Airlangga teelah mengadakan
hubungan dagang dan bekerja sama dengan Benggala, Chola
dan Champa hal ini menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan.
Demikian pula Airlangga mengalami penggemblengan lahir
dan batin di hutan dan tahun 1019 para pengikutnya, rakyat

21
dan para Brahmana bermusyawarah dan memutuskan untuk
memohon Airlangga bersedia menjadi raja, meneruskan
tradisi istana, sebagai nilai-nilai sila keempat. Demikian pula
menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga
memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi
kesejahteraan rakyat yang merupakan nilai-nilai sila kelima
(Toyyibin, 1997 : 28-29).
Di wilayah Kediri Jawa Timur berdiri pula kerajaan
Singasari (pada abad ke XIII), yang kemudian sangat erat
hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.

Kerjan Majapahit
Pada tahun 1923 berdirilah kerajaan Majapahit yang
mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan raja
Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang di bantu
oleh Laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk
menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa
jayanya itu membentang dari semenanjung Melayu (Malaysia
sekarang) sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara.
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup
berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan. Empu
Prapanca menulis Negarakertagama. Dalam kitab tersebut
telah telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu tantular
mengarang buku Sutasoma, dan didalam buku itulah kita
jumpai seloka persatuan nasional, yaitu “Bhineka Tunggal
Ika”, yang bunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana

22
Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda , namun satu
jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki tuhan yang
berbeda.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gaja
Mada dalam sidang ratu dan menteri-menteri di paseban
keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita
mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut :
“Saya baru akan berhentui berpuasa makan pelapa, jikalau
seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara,
jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali,
Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan” (Yamin,
1960 : 60).
Dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat
semacam penasehat seperti Rakryan I Hino , I Sirikan, dan I
Halu yang bertugas memberikan nasehat kepada raja, hal ini
sebagai nilai-nilai musyawarah mufakat yang dilakukan oleh
sistem pemerintahan kerajaan Majapahit.

Zaman Penjajahan
            Pada abat ini sejarah mencatat bahwa Belanda
berusaha dengan keras untuk memperkuat dan
mengitensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia. Melihat
hal tersebut maka munculah perlawanan yang masih bersifat
kedaerahaan. Seperti di Maluku (1817), Imam Bonjol (1821-
1837), Pangeran Diponegoro dan masih banyak lainnya.

23
            Dorongan akan cinta tanah air menimbulkan
semangat untuk melawan penindasan belanda, namun sekali
lagi karena tidak adanya kesatuan dan persatuan di antara
mereka dalam melawan penjajah, maka perlawanan terebut
senantiasa kandas dan menimbulkan banyak korban.
            Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad
XVI maka berkembanglah agama islam dengan pesatnya di
Indonesia. Bersama dengan itu berkembang pulalah kerajaan-
kerajaan islam seperti kerajan Demak, dan mulailah
berdatangan orang-orang Eropa di nusantara. Mereka itu
antara lain orang Portugis yang kemudian diikuti oleh orang-
orang Spanyol yang ingin mencari pusat tanaman rempah-
rempah.
    Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada
awalnya berdagang adalah orang-orang portugis. Pada akhir
abad ke XVI bangsa Belanda datang pula ke Indonesia
dengan menempuh jalan yang penuh kesulitan. Utuk
menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri, kemudian
mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama
V.O.C, yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah
‘kompeni’.
     Praktek-praktek VOC mulai kelihatan dengan paksaan-
paksaan sehingga rakyat mulai mengadakan perlawanan.
Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645)
berupaya mengadakan perlawanan dan menyerang ke
Batavia pada tahun 1628 dan tahun 1929, walaupun tidak

24
berhasil meruntuhkan namun Gubernur Jendral J.P Coen
tewas dalam serangan Sultan Agung yang kedua itu.
        Di Makasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital
berhasil juga dikuasai kompeni tahun 1667 dan timbullah
perlawanan dari rakyat Makasar di bawah Hasanudin.
Menyusul pula wilayah Banten (Sultan Ageng Tirtoyoso) dapat
ditundukkan pula oleh kompeni pada tahun 1684. Perlawanan
Trunojoyo, Untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke
XVII nampaknya tidak mampu meruntuhkan kekuasa.
Demikian kompeni pada saat itu. Demikian pula ajakan Ibnu
Iskandar pimpinan Armada dari Minangkabau untuk
mengadakan perlawanan bersama terhadap kompeni juga
tidak mendapat sambutan yang hangat. perlawanan bangsa
Indonesia terhadap penjajahan yang terpencar-pencar dan
tidak memiliki koordinasi tersebut banyak mengalami
kegagalan sehingga banyak menimbulkan korban bagi anka-
anak bangsa.

Kebangkitan Nasional
        Atas kesadaran bangsa Indonesia maka berdirilah Budi
Utomo dipelopori Dr. Wahidin Sudirihusodo pada tanggal 20
Mei 1908. Gerakan ini merupahan awal gerakan kemerdekaan
dan kekuatan sendiri. Lalu mulailah berunculan Indische Partij
dan sebagainya.
        Dalam masalah ini munculah PNI (1927) yang dipelopori
oleh Soekarno. Mulailah perjuangan bangsa Indonesia menitik

25
beratkan pada kesatuan nasional dengan tujuan yang jelas
yaitu Indonesia merdeka. Kemudian pada tanggal 28 Oktober
1928 lahirlah Sumpah Pemuda sebagai penggerak
kebangkitan nasional.
        Pada masa ini banyak berdiri gerakan-gerakan nasional
untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan
akan kemerdekaan dan kekuataannya sendiri. Diantaranya
adalah Budi Utomo yang dipelopori oleh Dr. Wahidin Sudiro
Husodo pada 20 Mei 1908, kemudian Sarekat Dagang Islam
(SDI) tahun 1909 serta Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun
1927 yang didirikan oleh Soekarno, Cipto Mangunkusumo,
Sartono serta tokoh lainnya.
        Sejak saat itu perjuangan nasional Indonesia mempunyai
tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Perjuangan
nasional diteruskan dengan adanya gerakan Sumpah Pemuda
pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan satu bahasa,
satu bangsa serta satu tanah air yaitu Indonesia Raya.

Zaman Penjajahan Jepang


        Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka
hanyalah suatu kebohongan belaka dan tidak pernah menjadi
kenyataan sampai akhir penjajahan Belanda tanggal 10 Maret
1940. Kemudian Jepang masuk ke Indonesia dengan
propaganda “Jepang memimpin Asia. Jepang saudara tua
bangsa Indonesia”.

26
        Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan
ulang tahun Kaisar Jepang, penjajah Jepang akan
memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Janji ini
diberikan karena Jepang terdesak oleh tentara Sekutu.
Bangsa Indonesia diperbolehkan memperjuangkan
kemerdekaannya, dan untuk mendapatkan simpati dan
dukungan bangsa Indonesia maka Jepang menganjurkan
untuk membentuk suatu badan yang bertugas menyelidiki
usaha-usaha persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau
Dokuritsu Zyumbi Tiosakai. Pada hari itu juga diumumkan
sebagai Ketua (Kaicoo) Dr. KRT. Radjiman Widyodiningrat
yang kemudian mengusulkan bahwa agenda pada sidang
BPUPKI adalah membahas tentang dasar negara.
Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan
ulang tahun kaisar jepang, memberikan hadiah ulang tahun
kepada bangsa indonesia yaitu kemerdekaan tanpa syarat
setelah panghancuran Nagasaki dan Hirosima oleh sekutu.
Untuk mendapatkan simpati dan dukungan terbentuklah suatu
badan BPUPKI.

B. Perumusan Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan


Indonesia (Formulation of Pancasila and the
Proclamation of Indonesian Independence)
Sidang BPUPKI Pertama

27
           Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar
negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang
dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yaitu :
a)   Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945)
        Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945 Muh. Yamin
mengusulkan calon rumusan dasar negara sebagai berikut :
I.   Peri kebangsaan
II.  Peri kemanusian
III. Peri Ketuhanan
IV. Peri kerakyatan (permusyawaratan, perwakilan,
kebijaksanaan)
V.   Kesejahteraan rakyat (keadilan sosial).
        Selain usulan tersebut pada akhir pidatonya Muh. Yamin
menyerahkan naskah sebagai lampiran yaitu suatu rancangan
usulan sementara berisi rumusan Undang Undang Dasar RI
b)       Prof. Dr. Supomo (31 Mei 1945)
        Dalam pidatonya Prof. Dr. Supomo mengemukakan teori-
teori negara sebagai berikut:
1.   Teori negara prseorangan(individualis)
2.   Paham negara kelas(class theory)
3.  Paham negara integralistik.
         Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat
negara Indonesia Soepomo mengusulkan hal-hal mengenai:
kesatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin,
musyawarah, keadilan rakyat.

28
c) Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
         Dalam hal ini Ir. Soekarno menyampaikan dasar negara
yang terdiri atas lima prinsip yang rumusanya yaitu:
 1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
 2. Internasionalisme (peri kemanusiaan)
 3. Kesejahteraan sosial 4. Ketuhanan yang Maha Esa.
Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah
sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa
Indonesia.
Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut:
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan,
internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan,
lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya
namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa
- namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan
diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia,
kekal dan abadi.

Sidang BPUPKI Kedua (10-16 Juli 1945)


        Penyusunan pancasila oleh panitia sembilan, serta
pemakaian istilah “hukum dasar” diganti dengan undang-
undang dasar karena hal ini merupakan hukum retulis atas
saran prof. Soepomo. Serta membahas bentuk negara yang
setuju adalah pro republik. Keputusan-keputusan lain adalah
membentuk panitia kecil. Perancang undang-undang dasar di
ketuai oleh Soekarno, panitia ekonomi dan keuangan di ketuai

29
oleh Moh. Hatta dan pembea tahan air di ketuai oleh Abikusno
Tjokrosoejono.
        Dalam sidang ini dibentuk panitia kecil yang terdiri dari 9
orang dan popular disebut dengan “panitia sembilan” yang
anggotanya adalah sebagai berikut:
1.      Ir. Soekarno
2.      Wachid Hasyim
3.      Mr. Muh. Yamin
4.      Mr. Maramis
5.      Drs. Moh. Hatta
6.      Mr. Soebarjo
7.      Kyai Abdul Kahar Muzakir
8.      Abikoesmo Tjokrosoejoso
9.      Haji Agus Salim
        Panitia sembilan ini mengadakan pertemuan secara
sempurna dan mencapai suatu hasil baik yaitu suatu
persetujuan antara golongan islam dengan golongan
kebangsaan. Adapun naskah preambule yang disusun oleh
panitia sembilan tersebut pada bagian terakhir adalah sebagai
berikut :
“…………maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu
dalam suatu hukum dasar negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-
pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan

30
beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan sreta dengan mewujudkan suatu keadilan sosisal
bagi seluruh rakyat Indonesia”
        Dalam sidang BPUPKI kedua ini pemakaian istilah
hukum dasar diganti dengan istilah undang-undang dasar.
Keputusan penting dalam rapat ini adalah tentang bentuk
negara republik dan luas wilayah negara baru. tujuan anggota
badan penyelidik adalah menghendaki Indonesia raya yang
sesungguhnya yang mempersatukan semua kepulauan
Indonesia.
        Susunan Undang Undang Dasar yang diusulkan terdiri
atas tiga bagian yaitu :
a)  Pernyataan Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan
dimuka dunia atas Penjajahan Belanda
b) Pembukaan yang didalamnya terkandung dasar negara
Pancasila
c) Pasal-pasal Undang Undang Dasar.

Proklamasi Kemerdekaan dan Sidang PPKI


         Pada pertengahan bulan agustus 1945 akan dibentuk
PPKI. Untuk keperluan itu Ir. Soekarno dan Drs. Muh. Hatta
dan Dr. Radjiman diberangkatkan ke Saigon atas pangilan
jendral besar Terauchi. Pada tanggal 9 agustus 1945 Jendral
Terauchi memberikan kepada mereka 3 cap, yaitu :

31
1.  Soekarno diangkat sebagai ketua PPKI,  Muh. Hatta
sebagai wakil dan Radjiman sebagai anggota
2. Panitia persiapan boleh mulai bekerja pada tanggal 9
agustus 1945
3.  Cepat atau tidaknya pekerjaan panitia di serahkan
seperlunya pada panitia.
         Sekembaliannya dari saigon 14 agustus 1945, Ir.
Soekarno mengumumkan dimuka umum bahwa bangsa
Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga (secepat
mungkin) dan kemerdekaan bangsa Iindonesia ini bukan
merupakan hadiah dari Jepang melainkan dari hasil
perjuangan sendiri. Setelah Jepang menyerah pada sekutu,
maka kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh para
pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk
mempersiapkan Proklamasi tersebut maka pada tengah
malam, Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda di
Oranye Nassau Boulevard (sekarang Jl. Imam Bonjol No.1).
    Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hatta
mengadakan pertemuan pada larut malam dengan Mr.
Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M. Diah,
Sayuti Melik, Dr. Buntaran, Mr. Iwakusuma Sumantri dan
beberapa anggota PPKI untuk merumuskan redaksi naskah
Proklamasi. Pada pertemuan tersebut akhirnya konsep
Soekarno lah yang diterima dan diketik oleh Sayuti Melik.
         Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di
Pegangsaan timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jumat Legi, jam

32
10 pagi Waktu Indonesia Barat (Jam 11.30 waktu jepang),
Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan
naskah Proklamasi dengan khidmad dan diawali dengan
pidato, sebagai berikut :
                                             P R O K L A M A S I
         Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan
Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yeng mengenai pemindahan
kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara
seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, 17 Agustus 1945
Atas Nama Bangsa Indonesia
Soekarno Hatta
         Sehari setelah Proklamasi keesokan harinya pada
tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang
pertama.
1.  Sidang Pertama (18 Agustus 1945)
Sidang pertama PPKI dihadiri 27 orang dan
menghasilkan keputusan-keputusan sebagai berikut :
Mengesahkan Undang-Undang dasar 1945 yang
meliputi :
- Setelah melakukan beberapa perubahan pada piagam
Jakarta yang kemudian berfungsi sebagai pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945.
- Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah
diterima dari badan penyilidik pada tanggal 17 juli 1945,
setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan

33
dengan perubahan piagam Jakarta, kemudian berfungsi
sebagai undang-undang dasar 1945.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama.
Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat
sebagai badan Musyawarah darurat.
a.)   Proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945
           Pebedaan terjadi antara golongan muda dan
dolongan muda tentang kapan pelaksanaan
proklamasi. Oleh karena iti perbedaan memuncak dan
menyebabkan soekarno hatta ke rengas dengklok
agar tidak mendapat pengaruh jepang. Kemudian
oada pagi hari tanggal 17 agustus 1945 di jalan
penggasan timur 56 jakarta, bung karno di damopingi
oleh bung hatta membacakan teks proklamasi.
b.)   Sidang PPKI
(1.)  Sidang pertama (18 agustus 1945)
Dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan berikut :
-   Mengesahkan UUD 1945 meliputi :
1.  Setelah melakukan perubahan piagam jakarta yang
kemudian berfungsi sebagai pembukaan UUD 1945
2.   Menetapkan rancangan hukum dasar yang telah diterima
dari badan penyelidik pada tanggal 17 juli 1945,
mengalami perubahan karena berkaitan dengan
perubahan piagam jakarta dan kemudian berfungsi
sebagai UUD 1945.

34
- Memilih presiden dan wakil presiden yang pertama
menetapkan berdirinya komite nasional indonesia pusat
sebagai badan musawarah darurat.
(2.)  Sidang kedua (19 agustus 1945)
Menentukan ketetapan sebagai berikut :
-  Tentang daerah propinsi : jawa barat, jawa tengah, jawa
timur, sumatra, borneo, sulawesi, maluku dan sunda kecil.
-    Untuk sementara waktu kedudukan kooti dan sebagainya
di teruskan seperti sekarang.
-   Untuk sementara waktu kedudukan dan gemeente
diteruskan seperti sekarang dan di bentuknya 12
departemen kementrian.
(3.)  Sidang ketiga (20 agustus 1945)
         Melakukan pembahasan terhadap agenda tentang
“badan penolong korban perang” yang terdiri dari 8 pasal
tersebut yaitu pasal 2 dibentuklah suatu badan yang
disebut “Badan Keamanan Rakyat” BKR.
(4.)  Sidang keempat (22 agustus 1945)
         Membahas agenda tentang komite nasional Partai
Nasional Indonesia yang berkedudukan di Indonesia.

Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan


        Secara ilmiah masa Proklamasi kemerdekaan dapat
mengandung pengertian sebagai berikut :
a)  Dari sudut hukum ( secara yuridis) proklamasi merupakan
saat tidak berlakunya tertib hukum kolonial.

35
b)  Secara politis ideologis proklamasi mengandung arti
bahwa bangsa Indonesia terbebas dari penjajahan bangsa
asing melalui kedaulatan untuk menentukan nasib sendiri
dalam suatu negara Proklamasi Republik Indonesia.
        Setelah prokamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
ternyata bangsa Indonesia masih menghadapi kekuatan
sekutu yang berupaya menanamkan kembali kekuasaan
Belanda di Indonesia, yaitu pemaksaan untuk mengakui
pemerintahan Nica ( Netherland Indies Civil Administration).
Selain itu Belanda juga secara licik mempropagandakan
kepada dunia luar bahwa negara Proklamasi RI. Hadiah pasis
Jepang.
  Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia
Internasional, maka pemerintah RI mengelurkan tiga buah
maklumat :
1)  Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945
yang menghentikan kekuasaan luar biasa dari Presiden
sebelum masa waktunya (seharusnya berlaku selama
enam bulan). Kemudian maklumat tersebut memberikan
kekuasaan tersebut kepada MPR dan DPR yang semula
dipegan oleh Presiden kepada KNIP.
2)  Maklumat pemerintah tanggal 03 Nopember 1945, tantang
pembentukan partai politik yang sebanyak–banyaknya
oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan pada
saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multi
partai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia

36
barat menilai bahwa negara Proklamasi sebagai negara
Demokratis
3)   Maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang
intinya maklumat ini mengubah sistem kabinet Presidental
menjadi kabinet parlementer berdasarkan asas demokrasi
liberal.

Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)


                   Sebagai hasil dari konprensi meja bundar (KMB)
maka ditanda tangani suatu persetujuan (mantel
resolusi) Oleh ratu belanda Yuliana dan wakil
pemerintah RI di Kota Den Hag pada tanggal 27
Desember 1949, maka berlaku pulalah secara
otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya
dengan konstitusi RIS, antara lain :
a) Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (fderalis)
yaitu 16 Negara pasal (1 dan 2)
b) Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan
asas demokrasi liberal dimana mentri-mentri bertanggung
jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap
parlemen (pasal 118 ayat 2)
c) Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa
dan semangat maupun isi pembukaan UUD 1945,
proklamasi kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang
terinci.

37
d) Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah
memiliki kedaulatan, oleh karena itu persetujuan 27
Desember 1949 tersebut bukannya penyerahan kedaulatan
melainkan “pemulihan kedaulatan” atau “pengakuan
kedaulatan”

Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun


1950
      Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan
Indonesia adalah sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap
konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945 taitu negara persatuan dan
kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa
pemerintah negara.......” yang melindungi segenap bangsa
Indoneia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia .....” yang
berdasarkan kepada UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah
gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk
membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan
Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun
pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya
berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
                    Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS
tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu :
1.     Negara Bagian RI Proklamasi
2.     Negara Indonesia Timur (NIT)
3.     Negara Sumatera Timur (NST)

38
              Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan
negaraRI tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara
bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi
Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950.
                    Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak
untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD
1945, namun kenyataannya masih berorientasi
kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi Liberal
sehingga isi maupun jiwanya merupakan
penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih
bergantinya kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8
tahun. Hal ini berakibat tidak mempunyai Pemerintah yang
menyusun program serta tidak mampu menyalurkan
dinamika Masyarakat ke arah pembangunan, bahkan
menimbulkan pertentangan - pertentangan, gangguan -
gangguan keamanan serta penyelewengan -
penyelewengan dalam masyarakat.
b. Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950,
tidak berhasil mendekati perumusan otentik Pembukaan
UUD 1945, yang dikenal sebagai Declaration of
Independence bangsa Indonesia. Demikian pula
perumusan Pancasila dasar negara juga terjadi
penyimpangan. Namun bagaimanapun juga RIS yang

39
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik
Indonesia Serikat.

C. Pancasila sebagai Sumber Norma (Pancasila as the


Source of Norms)
Penuangan Pancasila ke dalam norma itu pun
bergantung pada fungsi Pancasila itu akan dilihat sebagai
apa; apakah akan dilihat Pancasila sebagai dasar negara atau
selain sebagai dasar negara. Pancasila itu kan mempunyai
kedudukan dan fungsi sebagai dasar negara dan selain
sebagai dasar negara.1
Pancasila sebagai dasar negara melahirkan hukum-
hukum yang tersusun secara hierarkis sebagai peraturan
perundang-undangan mulai UUD, Tap MPR, UU/perppu, PP,
perpres, perda provinsi, hingga perda kabupaten/kota.
Adapun Pancasila selain sebagai dasar negara,
menjadi sumber pedoman perilaku yang tidak berbentuk
hukum, tetapi berupa norma-norma lain yakni norma-norma
agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Norma-
norma yang bukan hukum atau belum menjadi hukum itu pada
umumnya disebut moral dan etika.
Perbedaan pokok antara norma hukum dan nonhukum
terletak pada cara pemberlakuannya. Kalau hukum adalah
norma atau pedoman tingkah lalu yang ditetapkan secara

1
https://nasional.sindonews.com/read/1256421/19/pancasila-sumber-
norma-1510329015, diakses tgl. 13 April 2019

40
resmi keberlakuannya oleh lembaga yang berwenang,
sedangkan norma-norma selain hukum adalah pedoman
tingkah laku yang keberlakuannya tidak atau belum ditetapkan
oleh negara tetapi secara umum ditaati.
Dalam hubungan gradual antara norma hukum dan
norma-norma nonhukum tersebut maka norma hukum
penegakannya bisa dipaksakan melalui sanksi heteronom,
yakni dilakukan oleh kekuatan negara. Sementara norma-
norma lain yang bukan hukum, penegakannya hanya berdasar
pada kesadaran pribadi dengan sanksi otonom yakni sanksi
yang datang dari hati nurani masing-masing pelaku, misalnya
rasa berdosa, rasa malu, rasa takut terkena karma.
Dengan demikian, hukum-hukum agama tidak bisa
dipaksakan keberlakuannya oleh negara sebelum norma
agama tersebut disahkan keberlakuannya menjadi hukum.
Fatwa agama atau kewajiban dan larangan agama yang
disebut fikih, misalnya, tidak bisa ditegakkan oleh aparat
penegak hukum negara. Orang Islam yang tidak membayar
zakat, misalnya, tidak bisa dihukum dan dipaksa oleh negara
untuk memenuhinya, tetapi orang yang tidak membayar pajak
bisa dipaksa oleh negara untuk memenuhinya dengan
ancaman hukuman.
Meskipun begitu harus diingat, norma-norma yang
bukan hukum yakni moral dan etika itu tetaplah penting,
bahkan bisa dikatakan lebih penting daripada hukum, karena
ia menjadi sumber hukum materiil atau bahan pembuatan

41
hukum. Sumber hukum materiil seperti ajaran agama,
kesusilaan, dan kesopanan memang belum tentu menjadi
hukum itu sendiri. Norma-norma itu baru menjadi norma
hukum jika sudah disahkan keberlakuannya oleh negara,
selebihnya hanya menjadi nilai etik dan moral.
Ada kesimpulan penting dari uraian di atas, yakni
hukum nasional kita yang disahkan keberlakuannya oleh
negara merupakan produk eklektisasi (pencampuran) dari
berbagai sumber hukum materiil yang ditetapkan
keberlakuannya oleh negara. Hukum yang merupakan produk
eklektisasi dari sumber materiil seperti dari agama-agama,
budaya, dan sebagainya itulah yang menjadi hukum nasional
sebagai hukum bersama.
Masalah yang sedang menjangkiti bangsa kita
belakangan ini adalah sering kalinya terjadi pelanggaran
hukum dan pelanggaran etika dan moral, namun pelakunya
tampak tidak merasa bersalah. Hukum sering kali dilepaskan
dari sukmanya, yakni moral dan etika yang merupakan
pedoman nilai-nilai dari norma-norma yang belum menjadi
hukum itu sendiri.
Dalam realitas kehidupan kita, banyak orang melanggar
moral dan etika tetapi merasa atau tidak mau mengakui
kesalahannya hanya karena norma yang dilanggarnya belum
menjadi hukum. Banyak juga orang yang secara moral, etik,
dan public common sense telah melakukan korupsi, tetapi
karena kasusnya secara hukum tidak atau belum diputus oleh

42
pengadilan maka mereka merasa dan mengaku tidak bersalah
dengan muka badak.
Itu terjadi karena hukum dilepaskan dari sukmanya
sehingga hukum dan etika serta moral diperlakukan sebagai
hal berdiri sendiri-sendiri. Banyak tokoh kita yang sebenarnya
sudah cacat moral, tetapi tetap bergeming bahwa dirinya tidak
bersalah karena belum ada putusan pengadilan atau karena
yang dilanggarnya belum disahkan sebagai hukum.
Itulah sebabnya pada tahun 2001, MPR mengeluarkan
dua Ketetapan MPR yang masih berlaku sampai sekarang,
yakni Ketetapan MPR No VI/MPR/2001 tentang Etika
Kehidupan Berbangsa dan Ketetapan MPR No VIII/MPR/2001
tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Menurut Tap MPR No VI/MPR/2001, pejabat publik
yang bersalah secara etik dan moral sehingga mendapat
sorotan negatif dari publik harus bersedia mengundurkan diri
jabatannya tanpa harus menunggu vonis pengadilan.
Dan menurut Tap MPR No VIII/MPR/2001, pegawai
negeri sipil yang terlibat dalam kasus hukum bisa dikenakan
tindakan administratif atau dijatuhi sanksi disiplin sebelum
kasusnya diputus oleh pengadilan. Namun, kedua Tap MPR
yang masih sah berlaku ini tidak pernah dilirik.

43
BAB 3 PROSES PERUMUSAN PANCASILA
(PANCASILA FORMULATION PROCESS)

Pancasila sebagaimana dalam masa pembentukannya


mengalami macam macam rumusan yang berbeda,berikut
diantaranya.
A. Rumusan I : Mr. Moh. Yamin (Formulation I: Mr. Moh.
Yamin)
Pada sesi pertama persidangan PUPKI yang
dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota
BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai
bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara
Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei
1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar
negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato
maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.

Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam
presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar
negara yaitu
1.      Peri Kebangsaan
2.      Peri Kemanusiaan
3.      Peri ke-Tuhanan
4.      Peri Kerakyatan
5.      Kesejahteraan Rakyat

44
Rumusan Tertulis
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan
usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan
tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin
berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya
dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu [2]:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2.  Kebangsaan Persatuan Indonesia
3.   Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4.  Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
5.   Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

B.  Rumusan II: IR Soekarno (Formulation II: IR Soekarno)


Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga
menyampaikan usul dasar negara, di antaranya adalah Ir
Sukarno. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang
kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila.Namun
masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju mengenai
pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu diganti bunyinya menjadi
Ketuhanan Yg Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak
hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara
yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-
lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah
“Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada

45
rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad
Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu
rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila,
dan Ekasila.

Rumusan Pancasila
1.   Kebangsaan Indonesia
2.   Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3.   Mufakat,-atau demokrasi
4.   Kesejahteraan sosial
5.   Ketuhanan

Rumusan Trisila
1.   Sosio-nasionalisme
2.   Sosio-demokratis
3.   ke-Tuhanan

Rumusan Ekasila
1.   Gotong-Royong

C. Rumusan III: Piagam Jakarta (Formulation III: Jakarta


Charter)
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah
dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama
yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2
Juni – 9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk

46
sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan
menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk.
Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan
pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal.
Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil
berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia
Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai
hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama
anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang
menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan
Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler di
mana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di
bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang
dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah
dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen
ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh
Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara
terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan
pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of
independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama
sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".

Rumusan Kalimat

47
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.”
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan
dasar negara pada Piagam Jakarta dimaksudkan untuk
memperjelas persetujuan kedua golongan dalam PUPKI
sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan
anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat tersebut
menjadi sub-sub anak kalimat.
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,
[A] dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar[:]
[A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan[;]
serta
[B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.”

Rumusan Dengan Penomoran (Utuh)

48
1.  Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya
2.  Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3.  Persatuan Indonesia
4.  Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
5.  Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia

Rumusan Populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut
Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat adalah:
1.  Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.   Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
5.  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

D. Rumusan IV: BPUPKI (Formulation IV: BPUPKI)


Pada sesi kedua persidangan PUPKI yang berlangsung
pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara
resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945.
Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut

49
dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda
yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3
yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal
dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang
diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya
sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu
dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat
terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang
BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang
dikenal oleh masyarakat luas

Rumusan Kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”

Rumusan Dengan Penomoran (Utuh)


1.  Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya
2.  Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3.  Persatuan Indonesia

50
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
5. Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
E. Rumusan V: PPKI (Formulation V: PPKI)
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan
diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang
diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari
kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI
Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera
diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil
dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa
Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), di antaranya . .
Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan
dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi
bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang
baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta
dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula,
wakil golongan Islam, di antaranya Teuku Moh Hasan, Mr.
Kasman Singodimedjo, dan Ki agus Hadikusumo, keberatan
dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi
mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan
“Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan
Yang Maha Esa” demi keutuhan Indonesia.

51
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul
penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam
rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan
untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus
Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam
paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini
merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai
oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya
dikenal dengan UUD 1945.

Rumusan Kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan Dengan Penomoran (Utuh)


1.  ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.  Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.  Persatuan Indonesia
4.  Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
5.  Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

52
F. Rumusan VI: Konstitusi RIS (Formulation VI: RIS
Constitution)
Pendudukan wilayah Indonesia oleh NIC menjadikan
wilayah Republik Indonesi semakin kecil dan terdesak.
Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat
di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk
negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial Belanda
dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya
menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang
disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi
RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah
Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan
seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS
rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah
(pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14
Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan
kenegaraan yang tergabung dalam RIS.

Rumusan Kalimat
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan
sosial.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)

53
1.   ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.   Perikemanusiaan,
3.   Kebangsaan,
4.   Kerakyatan
5.   dan keadilan social

G. Rumusan VII: UUD Sementara (Formulation VII:


Provisional Constitution)
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh
jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian
RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian
RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian
yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT [13], dan NST[14].
Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI
Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST,
menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan
perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara.
Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS
No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara
Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar
Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang
disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara
kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari
Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.

Rumusan Kalimat

54
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan
sosial, …”

Rumusan Dengan Penomoran (Utuh)


1.      ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.      Perikemanusiaan,
3.      Kebangsaan,
4.      Kerakyatan
5.      dan keadilan sosial

H. Rumusan VIII: UUD 1945 (Formulation VIII: 1945


Constitution)
Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD
yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15
Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara.
Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu,
Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala
Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya
kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945
menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD
Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka
rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD
kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang
pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan

55
kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai
produk ketetapannya, di antaranya:
1. Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya
Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila
sebagai Dasar Negara, dan
2.   Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

Rumusan Kalimat
“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”

Rumusan Dengan Penomoran (Utuh)


1.  Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.  Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.  Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan

56
5.  Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

I. Rumusan IX: Versi Berbeda (Formulation IX: Different


Version)
Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD
1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit
berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata
Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan
1.   Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.   Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.   Persatuan Indonesia
4.  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
5.   Keadilan sosial.

I.  Rumusan X: Versi Populer (Formulation X: Popular


Version
Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah
rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh
masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang
dikenal secara umum dan diajarkan secara luas di dunia

57
pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada
dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya
saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan
mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat terakhir.
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap
MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Rumusan
1.  Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.  Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.  Persatuan Indonesia
4.  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Pancasila Yang Sah


Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai Dasar Negara.
Selain fungsi pokok Pancasila sebagai Dasar Negara ada
fungsi yang lainnya yaitu:
Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945, berhasil
menyusun suatu naskah yang kemudian disebut Piagam
Jakarta. Yang di dalamnya tercantum rumusan Dasar Negara
sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

58
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari beberapa rumusan yang diusulkan itu, mana
menurut Anda yang paling sesuai dengan kepribadian Bangsa
Indonesia? Hasil kerja panitia Sembilan itu belum dapat
pengesahan dari BPUPKI, karena mereka belum mewakili
seluruh golongan masyarakat Indonesia dan rumusan dasar
negara yang dihasilkan itu masih dianggap belum terumuskan
secara jelas. Untuk memantapkan hasil kerja BPUPKI dan
sejalan dengan perkembangan sejarah, maka dibentuklah
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945, yang kedudukannya
sama dengan badan perwakilan rakyat dan anggotanya
ditambah dari wakil-wakil daerah dan golongan yang segera
ditugaskan untuk menyusun alat-alat kelengkapan negara
yang diperlukan. Dalam sidangnya PPKI menghasilkan:
• Menetapkan dan mengesahkan UUD RI.
• Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs.Moch
Hatta sebagai wakil Presiden.
• Sebelum dibentuk MPR dan DPR Presiden dibantu oleh
suatu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk
sementara waktu.

59
• Dalam pengesahan tersebut terdapat rumusan Pancasila
sebagai Dasar Negara yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 berikut sistematikanya, sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar
negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah:
· Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) -
tanggal 22 Juni 1945.
· Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar -
tanggal 18 gustus 1945
· Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik
Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
· Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang
Dasar Sementara - tanggal 15 gustus 1950
· Rumusan Kelima: Rumusan Kedua yang dijiwai oleh
Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)

60
BAB 4 FUNGSI DAN PERAN PANCASILA SEBAGAI
SISTEM FILSAFAT (FUNCTIONS AND ROLE OF
PANCASILA AS A PHILOSOPHY SYSTEM)

A.Pengertian pancasila sebagai sistem filsafat


(Understanding Pancasila as a philosophical system)
Secara etimologis, kata filsafat berasal dari bahasa
yunani phielin dan shopia yang berarti cinta kebijaksanaan
atau ilmu pengetahuan. Dalam kamus bahasa Indonesia
karangan WJS Poerwadarmito merumuskan bahwa filsafat
adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai sebab-sebab, asas hukum dan sebagainya dari
pada segala yang ada dalam alam semesta ataupun
mengenal kebenaran dan arti adanya sesuatu
Cabang-cabang Filsafat Yang Utama adalah :
1.   Metafisika, membahas tentang yang bereksistensi di balik
fisis, meliputi bidang ontologis, kosmologi dan antropologi
2. Epistimologi, berkaitan dengan persoalan hakikat
pengetahuan
3.   Metodologi, berkaitan dengan persoalan hakekat metode
dalam ilmu pengetahuan
4.   Etika, berkaiatan dengan moralitas, tingkah laku manusia.
5.  Estetika, betrkaitan dengan persoalan hakekat keindahan
Pancasila sebagai Sistem filsafat mengandung
pandangan nilai pemikiran yang saling berhubungan dan
merupakan kesatuan yang utuh. Filsafat pancasila dapat

61
didefinisikan secara ringkasan sebagai refleksi kritis dan
rasional tentang pancasila sebagai dasar Negara dan
kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan
pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila
merupakan perenunganjiwa yang dituangkan dalam suatu
system dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila.
Dengan demikian, jiwa keagamaan, jiwa kebangsaan, jiwa
kerakyatan, dan jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial
ada dalam sila pancasila

B. Ciri-ciri pancasila sebagai sistem filsafat


(Characteristics of Pancasila as a philosophical
system)
Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1.   Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang
bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan
utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah
maka itu bukan Pancasila.
2.   Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan
utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
· Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2, 3, 4 dan
5.
· Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari
dan menjiwai sila 3, 4 dan 5.

62
· Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari
dan menjiwai sila 4, 5.
· Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, 3, dan
mendasari dan menjiwai sila 5.
· Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, 4.

C.  Landasan pancasila sebagai sistem filsafat (The


foundation of Pancasila as a philosophical system)
Pancasila sebagai sistem filsafat didasari 3 landasan,
antara lain:
1.  Landasan Ontologi menurut aristoteles adalah ilmu yang
menyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada keberadaan
atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika.
Secara ontologis, penyelidikan pancasila sebagai filsafat
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat
dasar dari sila-sila pancasila. Bidang ontologi menyelidiki
tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan)
manusia, benda, alam semesta (kosmologi).
2. Landasan Epistemologis adalah cabang filsafat yang
menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas
ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber
pengetahuan proses dan syarat terjadinya pengetahuan,
batas dan validitas ilmu pengetahuan. Pancasila sebagai
sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem
pengetahuan. ini berarti pancasila telah menjadi suatu
relief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh

63
karena itu, pancasila harus memiliki unsur rasionalitas
terutama dalam kedudukannya sebagai sistem
pengetahuan. Dasar epistemologis pancasila pada
hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologisnya. Maka, dasar epistemoogis pancasila sangat
berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat
manusia.
3.  Landasan Aksiologis, istilah Aksiologis berasal dari kata
Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang
artinya pikiran, ilmu dan teori. Aksiologis adalah teroi nilai,
yaitu sesuatu yang diinginkan disukai atau yang baik.
Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan
kedudukan metafisika suatu nilai. Secara aksiologis,
bangsa Indonesia merupakan pendukung nailai-nilai
Pancasila, yaitu bangsa yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuaan, yang berkerakyatan
dan berkeadilan sosial.

D.   Fungsi pancasila sebagai sistem filsafat bagi NKRI


(The function of the Pancasila as a philosophical
system for the NKRI)
a.    Pancasila sebagai dasar Negara
Pancasila dipergunakan sebagai dasar Negara
untuk mengatur pemerintahan dan penyelenggaraan
Negara. Pancasila sebagai dasar Negara dinyatakan
dalam pembukaan Undang-undang dasar 1945 Alinea

64
IVdan merupakan landasan konstitusional. Dalam hal
ini pancasila sebagai sumber hukun dasar nasional,
dan semua Perundang-undangan harus bersumber
pada Pancasila.
b.    Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia
Dalam hal ini, pancasila diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari dan semua tingkah laku dan
tindak perbuatan manusia Indonesia harus dijiwai dan
merupakan pancaran dari semua sila pancasila.
c.     Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
Dalam hal ini, pancasila sebagai penggerak atau
dinamika serta pembimbing kearah tujuan untuk
mewujudkan masyarakat pancasila. Pancasila dalam
hal ini dijelasakan dalam teori von savigny bahwa
setiap bangsa mempunyai jiwanya masing-masing yang
disebut volksgeist (jiwa rakyat atau jiwa bangsa).
d.    Pancasila sebagai perjanjian luhur
Dikatakan sebagai perjanjian luhur karena
pancasila ini disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia
dari seluruh Indonesia.
e.   Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Hal ini, berarti pancasila berfungsi dan berperan
dalam menujukkan adanya kepribadian bangsa
Indonesia yang dapat dibedakan dengan bangsa lain,

65
yaitu sikap mental , tingkah laku dan amal perbuatan
bangsa Indonesia.

f.   Pancasila sebagai moral pembangunan


Hal ini mengandung maksud nilai-nilai luhur
pancasila (norma-norma yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945) di jadikan tolak ukur dalam
melaksanakan pembangunan nasional, baik dalam,
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan, maupun dalam evaluasi.

E.  Pelaksanaan pancasila dalam kehidupan


bermasyarakat (Implementation of Pancasila in
community life)
Masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sering menghadapi permasalahan
yang datang dari kelompok ataupun dirinya sendiri. Hal itu
disebabkan adanya perbedaan kepentingan antar manusia.
Demikian pula dengan warga Negara Indonesia sering
menghadapi masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Oleh karena itu, bangsa Indonesia
memerlukan sarana yang tepat untuk mempersatukan
perbedaan tersebut sehingga permasalahan dapat dihadapi
bersama. Sarana yang sesuai dengan jiwa, kepribadian, dan
ideology bangsa adalah Pancasila. Agar Pancasila dapat

66
benar-benar menjadai ideology bangsa dan dasar Negara,
perlu adanya kebetulan tekad untuk mempertahankan
Pancasila.
Peran serta warga Negara Indonesia dalam upaya
mempertahankan Pancasila dapat dilakukan dengan
mewujudkan di dalam hidup sehari-hari. Jika Pancasila tidak
dapat merasakan wujudnya dalam kehidupan nyata dan kita
tidak dapat merasakan wujudnya dalam kehidupan sehari-hari
maka lambat laun pengertian Pancasila akan luntur.
Selanjutnya, Pancasila hanya akan menjadi dokumen
kenegaraan yang tertulis dalam buku-buku sejarah indonesia.
Berikut ini beberapa contoh pelaksanaan atau pengamalan
Pancasila dalam kehidupan masyarakat :
1.  Mencintai dan membina persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan
kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan
suku, bangsa, ras, agama, kepercayaaan, kedudukan
social dan sebagainya.
3. Menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
4. Bersiakp kritis dan mampu mengenbangkan potensi diri.
5. Saling menghormati atar pemeluk keyakinan
6. Memiliki sikap gotong-royong dalam bermasyarakat.

67
BAB 5 FUNGSI DAN PERAN PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI NEGARA (PANCASILA'S FUNCTIONS AND
ROLE AS STATE IDEOLOGY)

A. Arti Ideologi (Meaning of Ideology)


a) Ideologi
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata
ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir
abad ke-18 untuk mendefinisikan “sains tentang ide“. Ideologi
dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara
memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung),
secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan
beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok
ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh
anggota masyarakat. Tujuan utama dibalik ideologi adalah
untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran
normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak
hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada
masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti
politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti
sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem
berpikir yang eksplisit.(definisi ideologi Marxisme).
Ideologi berasal dari bahasa Yunani dan merupakan
gabungan dari dua kata yaitu edios yang artinya gagasan atau
konsep dan logos yang berarti ilmu. Pengertian ideologi
secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan

68
dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti
luas, ideologi adalah pedoman normative yang dipakai oleh
seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nila dasar dan
keyakinan yang dijunjung tinggi.
Jadi   Ideologi mempunyai arti pengetahuan tentang
gagasan-gagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of
ideas atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam
pengertian sehari-hari menurut Kaelan ‘idea’ disamakan
artinya dengan cita-cita. Dalam perkembangannya terdapat
pengertian Ideologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
Istilah Ideologi pertama kali dikemukakan oleh Destutt de
Tracy seorang Perancis pada tahun 1796. Menurut Tracy
ideologi yaitu ‘science of ideas’, suatu program yang
diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam
masyarakat Perancis.
Ada beberapa istilah ideologi menurut beberapa para
ahli yaitu:
a. Destut De Traacy : Istilah ideologi pertama kali
dikemukakan oleh destut de Tracy tahun 1796 yang berarti
suatu program yang diharapkan dapat membawa suatu
perubahan institusional dalam masyarakat Perancis.
b. Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup
yang dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan
atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial
ekonomi.

69
c. Gunawan Setiardjo mengemukakan bahwa ideologi
adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan
seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita
hidup.
d. Ramlan Surbakti mengemukakan ada dua pengertian
Ideologi yaitu :
1. Ideologi secara fungsiona
Ideologi secara fungsional diartikan seperangkat
gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang
masyarakat dan negara yang dianggap paling baik.
Ideologi secara fungsional ini digolongkan menjadi dua
tipe, yaitu Ideologi yang doktriner dan Ideologi yang
pragmatis. Ideologi yang doktriner bilamana ajaran-ajaran
yang terkandung di dalam Ideologi itu dirumuskan secara
sistematis, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh
aparat partai atau aparat pemerintah. Sebagai contohnya
adalah komunisme. Sedangkan Ideologi yang pragmatis,
apabila ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi
tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci,
namun dirumuskan secara umum hanya prinsip-
prinsipnya, dan Ideologi itu disosialisasikan secara
fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan,
system ekonomi, kehidupan agama dan  sistem politik.
Pelaksanaan Ideologi yang pragmatis  tidak diawasi oleh
aparat partai atau aparat pemerintah melainkan dengan

70
pengaturan pelembagaan (internalization), contohnya
individualisme atau liberalisme.

2. Ideologi secara struktural


Ideologi secara struktural diartikan sebagai sistem
pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas
setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh
penguasa. Dengan demikian secara umum dapat ditarik
kesimpulan bahwa Ideologi adalah kumpulan gagasan-
gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh
dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang
kehidupan manusia. Notonegoro sebagaimana dikutip oleh
Kaelan mengemukakan, bahwa Ideologi negara dalam arti
cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi
suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa
yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas
kerokhanian yang antara lain memiliki ciri:
1)  Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup
kebangsaan dan kenegaraan;
2) Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan
dunia, pedoman hidup, pegangan hidup yang
dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan
kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan
dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau
masyarakat  yang sekaligus membentuk orang atau

71
masyarakat itu menuju cita-citanya. Ideologi merupakan
sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi
merupakan suatu pilihan yang jelas membawa komitmen
(keterikatan) untuk  mewujudkannya. Semakin mendalam
kesadaran ideologis seseorang, maka akan semakin tinggi
pula komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen itu
tercermin dalam sikap seseorang yang meyakini ideologinya
sebagai  ketentuan yang mengikat, yang harus ditaati dalam
kehidupannya, baik dalam kehidupan pribadi ataupun
masyarakat. Ideologi berintikan seperangkat nilai yang bersifat
menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh
seseorang atau suatu masyarakat sebagai wawasan atau
pandangan hidup mereka. Melalui rangkaian nilai itu mereka
mengetahui bagaimana cara yang paling baik, yaitu secara
moral atau normatif dianggap benar dan adil, dalam bersikap
dan bertingkah laku untuk memelihara, mempertahankan,
membangun kehidupan duniawi bersama dengan berbagai
dimensinya. Pengertian yang demikian itu juga dapat
dikembangkan untuk masyarakat yang lebih luas, yaitu
masyarakat bangsa.
Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
idiologi memiliki arti Kumpulan konsep bersistem yang
dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah
dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara berpikir seseorang
atau suatu golangan; Paham, Teori dan Tujuan yang
merupakan satu program sosial politik;

72
b)  Definisi Ideologi
Definisi memang penting. Itu sebabnya Ibnu Sina
pernah berkomentar:
“Tanpa definisi, kita tidak akan pernah bisa sampai pada
konsep”
Karena itu menurut beliau, sama pentingnya dengan
silogisme (baca : logika berfikir yang benar) bagi setiap
proposisi (dalil atau pernyataan) yang kita buat.
Mabda’ secara etimologis adalah mashdar mimi dari
kata bada’ayabdau bad’an wa mabda’an yang berarti
permulaan. Secara terminologis berarti pemikiran mendasar
yang dibangun diatas pemikiran-pemikiran (cabang )[dalam
Al-Mausu’ah al-Falsafiyah, entry al-Mabda’]. Al-
Mabda’(ideologi) : pemikiran mendasar (fikrah raisiyah) dan
patokan asasi (al-qaidah al-asasiyah) tingkah laku. Dari segi
logika al-mabda’ adalah pemahaman mendasar dan asas
setiap peraturan [lihat catatan tepi kitab Ususun Nahdhah ar-
Rasyidah, hal 36]
Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi lain
tentang ideologi: Gunawan Setiardjo : Ideologi adalah
kumpulan ide atau gagasan atau aqidah ‘aqliyyah (akidah
yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-
aturan dalam kehidupan.
Destutt de Tracy: : Ideologi adalah studi terhadap ide –
ide/pemikiran tertentu. 2 april 2004 Descartes : Ideologi
adalah inti dari semua pemikiran manusia. 5 mei 2004

73
Machiavelli: : Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan
yang dimiliki oleh penguasa. 1 Agustus 2006 Thomas H:
Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan
pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. 23
oktober 2004 Francis Bacon:Ideologi adalah sintesa pemikiran
mendasar dari suatu konsep hidup. 5 januari 2007.
Karl Marx: Ideologi merupakan alat untuk mencapai
kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. 1
mei 2005 Napoleon: Ideologi keseluruhan pemikiran politik
dari rival–rivalnya. 22 desember 2003 Muhammad Ismail:
Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna
Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali
tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran
yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi
jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau
kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan
dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan
setelahnya? 24 april 2007.
Dr. Hafidh Shaleh: Ideologi adalah sebuah pemikiran
yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah
aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem
kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai
metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide
dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta
metode menyebarkannya ke seluruh dunia. 12 november
2008

74
Taqiyuddin An-Nabhani: Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah
yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah
pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia,
dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah
kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada
sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau
Mabda’ adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai
alam semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian
yaitu, fikrah dan thariqah. 17 juli 2005.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
Ideologi(mabda’) adalah pemikiran yang mencakup konsepsi
mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk
merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode
menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari
pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk
menyebarkannya.
Sehingga dalam Konteks definisi ideologi inilah tanpa
memandang sumber dari konsepsi Ideologi, maka Islam
adalah agama yang mempunyai kualifikasi sebagai Ideologi
dengan padanan dari arti kata Mabda’ dalam konteks bahasa
arab.
Apabila kita telusuri seluruh dunia ini, maka yang kita
dapati hanya ada tiga ideologi (mabda’). Yaitu Kapitalisme,
Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Untuk saat ini
dua mabda pertama, masing-masing diemban oleh satu atau
beberapa negara. Sedangkan mabda yang ketiga yaitu Islam,

75
saat ini tidak diemban oleh satu negarapun, melainkan
diemban oleh individu-individu dalam masyarakat. Sekalipun
demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru dunia.
Sumber konsepsi ideologi kapitalisme dan Sosialisme
berasal dari buatan akal manusia, sedangkan Islam berasal
dari wahyu Allah SWT (hukum syara’).
Ibnu Sina mengemukakan masalah tentang ideologi
dalam Kitab-nya “Najat”, dia berkata: “Nabi dan penjelas
hukum Tuhan serta ideologi jauh lebih dibutuhkan bagi
kesinambungan ras manusia, dan bagi pencapaian manusia
akan kesempurnaan eksistensi manusiawinya, ketimbang
tumbuhnya alis mata, lekuk tapak kakinya, atau hal-hal lain
seperti itu, yang paling banter bermanfaat bagi
kesinambungan ras manusia, namun tidak perlu sekali.”

c) Fungsi Ideologi
Setelah mengetahui pengertian ideologi, kita juga harus
mengetahui fungsi dari ideologi tersebut. Soerjanto
Poespowardojo mengemukakan fungsi ideologi sebagai
berikut:
1. Struktur kognitif, yakni keseluruhan pengetahuan yang
dapat merupakan landasan untuk memahami kejadian
dalam keadaan alam sekitarnya.
2. Orientasi dasar, dengan membuka wawasan yang
memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam
kehidupan masyarakat.

76
3. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan
bagi seseorang.
4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan
identitasnya.
5. Kemampuan yang mampu menyemangati dan
mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan
mencapai tujuan.
6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk
memahami, menghayati, serta mempolakan tingkah
lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma
yang terkandung didalamnya.

B. Pengertian Asal Mula Pancasila (Understanding the


Origin of Pancasila)
  Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa
dan Negara indonesia, bukan terbentuk secara mendadak
serta bukan hanya diciptakan oleh seorang sebagai mana
yang terjadi pada ideology ideologi lain di dunia. Namun
terbentuknya pancasila melalui proses yang cukup panjang
dalam sejarah bangsa Indonesia.
Oleh karena itu agar kita memiliki pengetahuan yang
lengkap tentang proses terjadinya pancasila , maka secara
ilmiah harus ditinjau berdasrkan proses kausalitas. Maka
secara kausalitas asal mula pancasila dibagikan atas dua
macam yaitu : asal mula yang langsung dan asal mula yang

77
tidak langsung. Adapun pengertian asal mula tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Pengertian Asal Mula Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideology bangsa
dan negara Indonesia bukan terbentuk secara mendadak,
namun melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah
bangsa Indonesia. Secara kausalitas Pancasila sebelum
disyahkan menjadi dasar filsafat negara dan berasal dari
bangsa Indonesia sendiri, yang berupa adapt istiadat, religius
dan kebudayaan. Kemudian para pendiri negara secara
musyawarah, anatara lain sidang BPUPKI pertama, Piagam
Jakarta. Kemudian BPUPKI kedua, setelah kemerdekaan
sebelum sidang PPKI sebagai dasar filsafat negara RI. Asal
mula Pancasila dibedakan menjadi 2 macam, yaitu asal mula
yang langsung dan tidak langsung.
1) Asal Mula Langsung
Asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai
dasar filsafat negara, yaitu asal mula yang sesudah dan
menjelang Proklamasi kemerdekaan. Rincian asal mula
langsung Pancasila menurut notonagoro, yaitu :
a. Asal Mula Bahan (Kausa Materialis)
Nilai-nilai yang merupakan unsur-unsur Pancasila digali
dari Bangsa Indonesia yang berupa adat-istiadat, religius.
Dengan demikian pada bangsa Indonesia sendiri yang
terdapat dalam kepribadiandan pandangan hidup.
b. Asal Mula Bentuk (Kausa Formalis)

78
Bentuk Pancasila dirumuskan dalam Pembukaan UUD
1945. Asal mulanya adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta
serta anggota BPUPKI.

c. Asal Mula Karya (Kausa Efisien)


Asal mula dengan menjadikan Pancasila dari calon dasar
negara menjadi dasar negara yang sah.
d. Asal Mula Tujuan (Kausa Finalis)
Tujuannya : untuk dijadikan sebagai dasar negara. Para
anggota BPUPKI dan Soekarno – Hatta yang menentukan
tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh
PPKI.
2) Asal Mula Tidak Langsung
Adalah asal mula yang terdapat pada kepribadian serta
dalam pandangan sehari-hari bangsa Indonesia perincian asal
mula tidak langsung :
1. Unsur-unsur Pancasila tersebut sebelum secara
langsung dirumuskan menjadi dasar filsafat negara.
Nilai-nilainya yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan.
2. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup
masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara.
Nilai-nilainya yaitu adat istiadat, kebudayaan dan
religius. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman
memecahkan problema.

79
3. Asal mula tidak langsung Pancasila pada hakikatnya
bangsa Indonesia sendiri (Kausa Materealis).
b) Filsafat Pancasila
1. Pengertian Filsafat
Bangsa Indonesia mengenal kata filsafat dari bahasa
Arab falsafah. Secara Etimologis kata filsafat berasal dari
bahasa yunani Philosophia dan philoso-Phos. Philos/Philein
(shabat/cinta) dan Sophia/sophos (pengetahuan yang
bijaksana / hikmah-kebijaksanaan.) Bertens, 2006. Menurut
Burhanudin Salam (1983), filsafat adalah sistem kebenaran
tentang segala sesuatu yang dipersoalkan sebagai hasil dari
pada berfikir secara radikal, sistematis, dan universal.
2. Landasan Filsafat Pancasila
Kekokohan suatu bangsa tergantung dari keyakinan
bangsa tersebut terhadap nilai-nilai luhur bangsanya. Bagi
bangsa Indonesia nilai-nilai luhur tersebut terkristalisasi dan
terakumulasi dalam filsafat Pancasila yang merupakan karya
Bapak Bangsa (Founding Fathers) yang tak ternilai. Filsafat
Pancasila merupakan renungan jiwa yang dalam,
berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
luas yang harmonis sebagai satu kesatuan yang bulat dan
utuh.
1) Landasan Etimologis
Secara etimologis Pancasila berasal dari bahasa
Sansakerta yang ditulis dalam huruf Dewa Nagari . Makna dari
Pancasila ada 2(dua). Pertama panca artinya lima dan Syila

80
(huruf I pendek) artinya baru sendi, Jadi Pancasyila berarti
berbatu sendi yang bersendi lima. Kedua Panca artinya lima
Syiila (huruf I panjang) artinya perbuatan yang senonoh/
normatif Pancasyiila berarti lima perbuatan yang
senonoh/normatif, perilaku yang sesuai dengan norma
kesusilaan. (Saidus Syahar 1975)
2) Landasan historis
Secara historis Pancasila dikenal secara tertulis oleh
bangsa Indonesia sejak abad ke XIV pada zaman Majapahit
yang tertulis pada 2 (dua) buku yaitu Sutasoma dan Nagara
Kertagama. Buku Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular
tercantum dalam Panca Syiila Krama yang merupakan 5
(lima) pedoman yaitu :
· Tidak boleh melakukan kekerasan
· Tidak boleh mencuri
· Tidak boleh dengki
· Tidak boleh berbohong
· Tidak bolehmabuk
Buku Negara Kertagama ditulis oleh Mpu Prapanca
tercantum pada sarga 53 bait 2 (dua) sebagai berikut : Yatnag
gegwani Pancasyiila kertasangkara bhiseka karma. Selama
berabad-abad bangsa Indonesia tidak mendengar lagi kata
Pancasila, baru pada tanggal 1 Juni 1945 pada rapat Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) I, yang berlangsung mulai 29 Mei – 1 Juni 1945

81
kata Pancasila digemakan kembali oleh Bung Karno untuk
memenuhi permintaan ketua BPUPKI dr. Rajiman
Wedyodiningrat dasar Negara Indonesia merdeka. Pancasila
yang disampaikan Bung Karno sebagai Berikut:
· Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme,
· Internasionalisme atau Perikemanusiaan,
· Mufakat atau Demokrasi,
· Kesejahteraan Sosial, dan
· Ketuhanan yang Berkebudayaan.
Pancasila menurut Bung Karno dapat diperas menjadi
TRISILA, yaitu: Sila Pertama dan kedua menjadi Sosio
Nasionalisme. Sila ke tiga dan keempat menjadi Sosio
Demokrasi dan Ketuhanan. Trisila masih bisa diperas menjadi
EKASILA yaitu GOTONG ROYONG (Wedyodiningrat, 1947)
Pancasila rumusan Bung Karnodikaji anggota panitia
lainnya dan dirumuskan kembali pada tanggal 22 Juni 1945
yang dikenal sebagai PIAGAM JAKARTA, oleh Muhammad
Yamin disebut JAKARTA CHARTER.
Sila-sila Pancasila dalam Piagam Jakarta:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syare’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Perikemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / perwakilan.

82
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Piagam Jakarta ini dirumuskan dan ditanda tangani
oleh 9 orang yaitu :
1. Ir. Soekarno (Bung Karno)
2. Drs. Mohamad Hatta (Bung Hatta)
3. Mr. A.A Maramis
4. Abikoesno tjokrosoejoso
5. Abdoel Kahar Moezakir
6. H. Agoes Salim
7. Mr. Achmad Soebarjo
8. Wachid Hasyim
9. Mr. Mohamad Yamin. (Ismaun, 1978; Kansil, 1968)
Pada waktu diundangkan UUD’45 tanggal 18 Agustus
1945 rumusan Pancasila Berbeda dengan yang tercantum
pada Piagam Jakarta. Rumusan tersebut menjadi berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perumus Pancasila sebagaimana tercantum dalam
pembukaan UUD’45 menurut Prof. Dr. Sri Soemantri S.H.
LLM. Dalam ceramahnya pada Pelatihan Nasional Dosen
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan
Pancasila di Yogyakarta (2002) adalah :

83
1. Drs. Mohammad Hatta
2. Abikoesno Tjokrosoejoso
3. Kasman Singomedjo
4. Wahid Hasjim
5. Mr. Mochamad Hasan
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pada
bulan Desember 1949 NKRI menjadi Republik Indonesia
Serikat (RIS), sebagai hasil dari persetujuan pemerintah
Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda yang dikenal
dengan Konperensi Meja Bundar (KMB), RIS terdiri atas 16
negara bagian. Usia RIS berakhir pada bulan Mei 1950 NKRI
terbentuk kembali.
Mulai tahun 1950 sampai tahun 1959 Indonesia
menggunakan Undang-Undang dasar Sementara Th. 1950
(UUDS ’50) dimana sifat pemerintahannya Parlementer dan
menganut demokrasi Liberal.
Perubahan pemerintahan maupun bentuk Negara. Sifat
Konsistensi mempertahankan Pancasila sebagai Dasar
Negara. Sifat kesadaran dari bangsa Indonesia akan
pentingya Pancasila sebagai norma dasar/fundamental
norm/grund norm bagi kokohnya NKRI.
3) Landasan Yuridis
Secara yudridis butir-butir Pancasila tercantum pada
pembukaan UUD’45 alinea ke IV, yang diejawantahkan dalam
pasal-pasal UUD’45. Dalam TAP MPR RI No. XVIII/MPR/’98
dikukuhkan Pancasila sebagai dasar Negara harus konsisten

84
dalam kehidupan bernegara. Dalam TAP MPR RI No.
IV/MPR/’99 diamanatkan agar visi bangsa Indonesia tetap
berlandaskan pada Pancasila.

4) Landasan Kultural
Pancasila yang bersumber dari nilai agama dan nilai
budaya bangsa Indonesia tercermin dari keyakinan akan
Kemahakuasaan Tuhan YME dan kehidupan budaya berbagai
suku bangsa Indonesia yang saat kini masih terpelihara,
seperti : Tiap upacara selalu memohon perlindungan Tuhan
YME, gotong royong , asas Musyawarah mufakat.
Pada masyarakat Padang dalam perilaku kehidupan
bermasyarakat erat terkait dengan nilai agama yang tercermin
pada konsep: “ Adat basandi syara dan syara basandi
kitabbullah.” Yang berarti hokum adat bersendikan syara dan
syara bersendikan Al-Quran.
Pada masyarakat Sunda kegiatan kehidupan sudah
seyogyanya berpedoman pada tiga aspek yang tidak
terpisahkan yaitu:
Elmu tungtut, dunya siar, ibadah tetep lakonan (carilah ilmu,
carilah rizki/ harta dan tetaplah beribadah pada Tuhan YME).
Dalam azas musyawarah mufakat/ demokrasi terungkap pada
nilai tetap dikemukan dengan cara yang santun tanpa orang
kehilangan kehormatan dirinya (Win-win solution). Hal ini
tercermin dari prinsip sebagai berikut.

85
Hade ku omong goreng ku omong (baik atau buruk
katakanlah). Namun harus Caina herang laukna beunang
(airnya bersih ikannya tertangkap/win-win solution)

C. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional (Pancasila as a


National Ideology)
a) Pancasila Ideologi Nasional
Kita semua mengetahuI bahwa pancasila merupakan
pedoman hidup rakyat Indonesia. Tapi, tidak sedikit dari kita
mengetahui darimanakah ide Pancasila itu muncul di
permukaan bumi indonesia. Lalu apa arti dari Pancasila
sebagai ideologi nasional?
Kumpulan nilai-nilai dari kehidupan lingkungan sendiri
dan yang diyakini kebenarannya kemudian digunakan untuk
mengatur masyarakat, inilah yang disebut dengan ideologi.
Seperti yang dikatakan oleh Jorge Larrain bahwa ideology as
a set of beliefs yang berarti setiap individu atau kelompok
masyarakat memiliki suatu sIstem kepercayaan mengenai
sesuatu yang dipandang bernilai dan yang menjadi kekuatan
motivasional bagi perilaku individu atau kelompok. Nilai-nilai
itu dipandang sebagai cita-cita dan menjadi landasan bagi
cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak seseorang
atau suatu bangsa dalam memecahkan setiap persoalan yang
dihadapinya.

86
Begitu pula dengan pancasila sebagai ideologi nasional
yang artinya Pancasila merupakan kumpulan atau
seperangkat nilai yang diyakini kebenaranya oleh pemerintah
dan rakyat Indonesia dan digunakan oleh bangsa Indonesia
untuk menata/mengatur masyarakat Indonesia atau berwujud
Ideologi yang dianut oleh negara (pemerintah dan rakyat)
indonesia secara keseluruhan, bukan milik perseorangan atau
golongan tertentu atau masyarakat tertentu saja, namun milik
bangsa Indonesia secara keseluruhan.

b) Klasifikasi Pancasila Sebagai Ideologi Nasional


Pancasila sebagai ideologi nasional dapat
diklasifikasikan melalui :
1. Dilihat dari kandungan muatan suatu ideologi, setiap
ideologi mengandung di dalamnya sistem nilai yang
diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Nilai-
nilai itu akan merupakan cita-cita yang memberi arah
terhadap perjuangan bangsa dan negara.
2. Sistem nilai kepercayaan itu tumbuh dan dibentuk oleh
interaksinya dengan berbagai pandangan dan aliran
yang berlingkup mondial dan menjadi kesepakatan
bersama dari suatu bangsa.
3. Sistem nilai itu teruji melalui perkembangan sejarah
secara terus-menerus dan menumbuhkan konsensus
dasar yang tercermin dalam kesepakatan para pendiri
negara (the fouding father).

87
4. Sistem nilai itu memiliki elemen psikologis yang tumbuh
dan dibentuk melalui pengalaman bersama dalam
suatu perjalanan sejarah bersama, sehingga memberi
kekuatan motivasional untuk tunduk pada cita-cita
bersama.
5. Sistem nilai itu telah memperoleh kekuatan
konstitusional sebagai dasar negara dan sekaligus
menjadi cita-cita luhur bangsa dan negara.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pancasila ideologi
nasional dipahami dalam perspektif kebudayaan bangsa dan
bukan dalam perpektif kekuasaan, sehingga bukan sebagai
alat kekuasaan.

c) Dimensi Pancasila Sebagai Ideologi Nasional


Selaku Ideologi Nasional, Pancasila Memiliki Beberapa
Dimensi :
1. Dimensi Idealitas
Dimensi Idealitas artinya ideologi Pancasila
mengandung harapan-harapan dan cita-cita di berbagai
bidang kehidupan yang ingin dicapai masyarakat.
2. Dimensi Realitas
Dimensi Realitas artinya nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat penganutnya, yang menjadi
milik mereka bersama dan yang tak asing bagi mereka.
3. Dimensi normalitas

88
Dimensi normalitas artinya Pancasila
mengandung nilai-nilai yang bersifat mengikat
masyarakatnya yang berupa norma-norma atauran-
aturan yang harus dipatuhi atau ditaati yang sifatnya
positif.
4. Dimensi Fleksilibelitas
Dimensi Fleksilibelitas artinya ideologi Pancasila
itu mengikuti perkembangan jaman, dapat berinteraksi
dengan perkembangan jaman, dapat mengikuti
perkembangan ilmu dan teknologi, bersifat terbuka dan
demokratis.

d)  Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi


Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di
dalamnya merupakan nilai-nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
Nilai-nilai ini yang merupakan nilai dasar bagi
kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan
kemasyarakatan. Nilai-nilai Pancasila tergolong nilai
kerokhanian yang didalamnya terkandung nilai-nilai
lainnya secara lengkap dan harmonis, baik nilai
material, nilai vital, nilai kebenaran (kenyataan), nilai
estetis, nilai etis maupun nilai religius. Nilai-nilai
Pancasila sebagai ideologi bersifat objektif dan
subjektif, artinya hakikat nilai-nilai Pancasila adalah
bersifat universal (berlaku dimanapun), sehingga

89
dimungkinkan dapat diterapkan pada negara lain. Jadi
kalau ada suatu negara lain menggunakan prinsip
falsafah, bahwa negara berKetuhanan,
berKemanusiaan, berPersatuan, berKerakyatan, dan
berKeadilan, maka Negara tersebut pada hakikatnya
menggunakan dasar filsafat dari nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif, maksudnya
adalah:
1)   Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri
memiliki makna yang terdalam menunjukkan
adanya sifat-sifat yang umum universal dan
abstrak karena merupakan suatu nilai;
2)   Inti dari nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang
masa dalam kehidupan bangsa Indonesia baik
dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan
maupun dalam kehidupan keagamaan;
3)    Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang
mendasar, sehingga merupakan sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia.
Sedangkan nilai-nilai Pancasila bersifat subjektif,
terkandung maksud bahwa keberadaan nilai-nilai
Pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa
Indonesia sendiri. Hal ini dapat dijelaskan, karena:

90
1)   Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia,
sehingga bangsa Indonesia sebagai penyebab
adanya nilai-nilai tersebut;
2)   Nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup
bangsa Indonesia, sehingga merupakan jati diri
bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai atas
kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;
3)  Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung nilai-
nilai kerokhanian, yaitu nilai kebenaran, keadilan,
kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai
religius yang sesuai dengan hati nurani bangsa
Indonesia dikarenakan bersumber pada
kepribadian bangsa. Oleh karena nilai-nilai
Pancasila yang bersifat objektif dan subjektif
tersebut, maka nilai-nilai Pancasila bagi bangsa
Indonesia menjadi landasan, menjadi dasar serta
semangat bagi segala tindakan atau perbuatan
dalam kehidupan bermasyarakat maupun
kehidupan bernegara. Nilai-nilai Pancasila 
sebagai sumber nilai bagi manusia Indonesia
dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara, maksudnya sumber acuan dalam
bertingkah laku dan bertindak dalam menentukan
dan menyusun tata aturan hidup berbangsa dan

91
bernegara.Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-
nilai yang digali, tumbuh dan berkembang dari
budaya bangsa Indonesia yang telah berakar dari
keyakinan hidup bangsa Indonesia. Dengan
demikian nilai-nilai Pancasila menjadi ideology
yang tidak diciptakan oleh negara melainkan digali
dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya
masyarakat Indonesia sendiri. Sebagai nilai-nilai
yang digali dari kekayaan rohani, moral dan
budaya masyarakat Indonesia sendiri, maka nilai-
nilai Pancasila akan selalu berkembang mengikuti
perkembangan masyarakat Indonesia.Sebagai
ideologi yang tidak diciptakan oleh negara,
menjadikan Pancasila sebagai ideologi juga
merupakan sumber nilai, sehingga Pancasila
merupakan asas kerokhanian bagi tertib hukum
Indonesia, dan meliputi suasana kebatinan
(Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang
Dasar 1945 serta mewujudkan cita-cita hukum
bagi hukum dasar negara.Pancasila sebagai
sumber nilai mengharuskan Undang-Undang
Dasar mengandung isi yang mewajibkan
4)   Pemerintah, penyelenggara negara termasuk
pengurus partai dan golongan fungsional untuk
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur
dan memegang cita-cita moral rakyat yang luhur.

92
93
BAB 6 FUNGSI DAN PERAN PANCASILA SEBAGAI
PANDANGAN HIDUP BANGSA (FUNCTIONS AND ROLE
OF PANCASILA AS A NATIONAL VIEW OF THE
NATION)

A. Hakikat Pancasila Sebagai pandangan hidup


bangsa Indonesia (The Nature of Pancasila As the view
of the Indonesian nation)
Setiap bangsa di dunia yang ingin berdiri kokoh dan
mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin
dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan
pandangan hidup inilah suatu bangsa akan memandang
persoalan yang dihadapinya sehingga dapat memecahkannya
secara tepat. Tanpa memiliki pandangan hidup, suatu  bangsa
akan merasa terombang – ambing dalam menghadapi
persoalan yang timbul, baik persoalan masyarakatnya sendiri
maupun persoalan dunia.
Pancasila sebagai pandangan hidup sering juga
disebut way of life, pegangan hidup, pedoman hidup,
pandangan dunia atau petunjuk hidup. Walaupun ada banyak
istilah mengenai pengertian pandangan hidup tetapi pada
dasarnya memiliki makna yang sama. Lebih lanjut Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dipergunakan sebagai
petunjuk dalam kehidupan sehari – hari masyarakat Indonesia
baik dari segi sikap maupun prilaku haruslah selalu dijiwai
oleh nilai – nilai luhur pancasila.

94
Hal ini sangat penting karena dengan menerapkan nilai
– nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari – hari maka
tata kehidupan yang harmonis diantara masyarakat Indonesia
dapat terwujud. Untuk dapat mewujudkan semua itu maka
masyarakat Indonesia tidak bisa hidup sendiri, mereka harus
tetap mengadakan hubungan dengan masyarakat lain.
Dengan begitu masing – masing pandangan hidup dapat
beradaftasi artinya pandangan hidup perorangan / individu
dapat beradaptasi dengan pandangan hidup kelompok karena
pada dasarnya pancasila mengakui adanya kehidupan
individu maupun kehidupan kelompok.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
sebenarnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai budaya
milik bangsa Indonesia sendiri yang diyakini kebaikan dan
kebenarannya. Pancasila digali dari budaya bangsa sendiri
yang sudah ada, tumbuh, dan berkembang berabad-abad
lamanya. Oleh karna itu, Pancasila adalah khas milik bangsa
Indonesia sejak keberadaannya sebagai sebuah bangsa.
Pancasila merangkum nilai-nilai yang sama yang terkandung
dalam adat-istiadat, kebudayaan, dan agama-agama yang
ada di Indonesia. Dengan demikian, Pancasila sebagai
pandangan hidup mencerminkan jiwa dan kepribadian bangsa
Indonesia.
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila juga
berperan sebagai pedoman dan penuntun dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian,

95
ia menjadi sebuah ukuran/kriteria umum yang diterima dan
berlaku untuk semua pihak Secara sederhana, ideologi
dipahami sebagai gagasan-gagasan dan nilai-nilai yang
tersusun secara sistematis yang diyakini kebenarannya oleh
suatu masyarakat dan diwujudkan di dalam kehidupan nyata.
Nilai-nilai yang tercermin di dalam pandangan hidup
ditempatkan secara sistematis kedalam seluruh aspek
kehidupan yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial,
budaya dan pertahanan keamanan didalam upaya
mewujudkan cita-citanya. Jadi, dengan kata lain ideologi berisi
pandangan hidup suatu bangsa yang menyentuh segala segi
kehidupan bangsa. Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh
dan mengetahui dengan jelas kearah mana tujuan yang ingin
dicapainya sangat membutuhkan pandangan hidup. Dengan
pandangan hidup yang jelas, suatu bangsa akan memiliki
pegangan dan pedoman bagaimana mereka memecahkan
masalah-masalah politik, ekonomi, sosial dan budaya yang
timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan
berpedoman pada pandangan hidup sebagai ideologi, sebuah
bangsa akan membangun diri dan negerinya.
Pandangan hidup yang dijadikan ideologi bangsa
mengandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-
citakan oleh sebuah bangsa dan pikiran-pikiran terdalam serta
gagasan-gagasan sebuah bangsa mengenai wujud kehidupan
yang dianggap baik. Pandangan hidup sebuah bangsa adalah
perwujudan nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu yang

96
diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad bagi bangsa
itu.

B.    Upaya Menjaga Nilai – nilai Luhur Pancasila (Efforts


to Maintain the Noble Values of Pancasila)
Nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila
merupakan suatu cerminan dari kehidupan masyarakat
Indonesia (nenek moyang kita) dan secara tetap telah menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bangsa
Indonesia. Untuk itu kita sebagai generasi penerus bangsa
harus mampu menjaga nilai – nilai tersebut. Untuk dapat hal
tersebut maka perlu adanya berbagai upaya yang didukung
oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Ideologi secara praktis diartikan sebagai system dasar
seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-
sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan oleh
Negara maka ideologi diartikan sebagai kesatuan gagasan-
gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap
menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai
individu, social, maupun dalam kehidupan bernegara.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan Pancasila sebagai ideologi Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia.
a. Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara,
termasuk menghayati ideologi pancasila sebagai

97
pandangan hidup bangsa, tujuan dan cita-cita bersama
bangsa Indonesia untuk mencapai kesejahteraan bersama
dan mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dari
berbagai ancaman.
b. Memahami ideologi pancasila sebagai milik bersama
bangsa Indonesia dan sebagai alat pemersatu bangsa dari
perbedaan-perbedaan yang ada.
c. Menanamkan kecintaan terhadap tanah air dengan
berperan secara aktif dalam pembangunan bangsa dan
negara.
d.   Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap
undang-undang yang berlaku.
e.   Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar
dapat menangkal pengaruh-pengaruh asing yang tidak
sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa.
Dengan beberapa upaya tersebut akan mampu
meningkatkan kemampuan untuk menggalang dan
memelihara persatuan dan kesatuan nasional, serat
kemampuan menangkal interfensi nilai-nilai yang tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa dan ideologi asing yang datang
dari luar.

C. Tujuan Pancasila sebagai ideologi Pandangan Hidup


Bangsa Indonesia (Purpose of Pancasila as the
ideology of the Indonesian Nation's Life View)

98
Dengan Pancasila sebagai ideologi Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia memiliki tujuan yang sangat penting guna
dipakai sebagai dasar cita-cita bersama dari Pandangan
Hidup Bangsa Indonesia yang dibangun dari kemantapan
ideologi dengan begitu dapat menangkal berbagai ancaman,
tantangan, hambatan, dan ganguan seperti penetrasi ideologi
asing dan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa.
Dengan begitu, memungkinkan berjalannya pembangunan
nasional yang bertujuan kesejahteraan rakyat dan kelngsunga
hidup bangsa.
Pendukung Pancasila sebagai ideologi Pandangan
Hidup Bangsa Indonesia juga ditujukan untuk mengatasi
segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik
dar luar atau dalam negeri yang secara langsung atau tidak
membahayakan kelangsungan kehidupan Pancasila sebagai
landasan negara.

D. Hal-hal yang Menjadi Faktor Penghambat  Pancasila


sebagai ideologi Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
(Matters That Become the Factors Inhibiting Pancasila
as the ideology of the Indonesian Nationview)
Ancaman terhadap kedaulatan Negara bisa menjadi
hambatan dalam peningkatan Pendukung Pancasila sebagai
ideologi Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Seperti
timbulnya jaringan terorisme internasional di dalam negeri
yang menyebarkan ajaran-ajaran yang kurang sesuai dengan

99
kepribadian bangsa. Aksi radikalisme yang berlatar belakang
primordial etnis, ras dan agama serta ideologi di luar
Pancasila, baik berdiri sendiri maupun memiliki keterkaitan
dengan kekuatan-kekuatan di luar negeri. Dampak negatif
Globalisasi juga akan menjadi hambatan bagi ketahanan
nasional Indonesia. 
BAB 7 MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU SERTA
REFORMASI (THE OLD ORDER AND NEW ORDERS AND
REFORM)

A. Masa Orde Lama (Old Order Period)


Pada masa orde lama yaitu pada masa kepemimpinan
presiden Soekarno, Pancasila mengalami ideologisasi,
dimana Pancasila berusaha untuk dibangun, dijadikan sebagai
keyakinan, dan kepribadian bangsa Indonesia. Ideologi
Pancasila yang berangkat dari mitologi atau mitos yang
disampaikan oleh Presiden Soekarno, belum jelas dapat
mengantarkan bangsa Indonesia ke arah kesejahteraan.
Tetapi Soekarno tetap berani membawa konsep Pancasila ini
untuk dijadikan ideologi bangsa Indonesia.
Pada masa ini, Pancasila dipahami berdasarkan
paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi
oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya yang berada di
dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah menjadi
masyarakat merdeka. Masa ini merupakan masa pencarian
bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem

100
kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang
berbeda-beda pada masa orde lama.

Periode 1945-1950
Pada periode ini, dasar negara yang digunakan adalah
Pancasila dan UUD 1945 dengan sistem pemerintahan
presidensil, namun dalam prakteknya sistem ini tidak dapat
terwujudkan setelah penjajahan dapat diusir. Persatuan rakyat
Indonesia mulai mendapatkan tantangan, dan muncul upaya-
upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar Negara
dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di
Madiun pada tahun 1948 dan oleh DI/TII yang ingin
mendirikan Negara dengan berlandaskan Agama Islam.

Periode 1950-1959
Pada periode ini, Pancasila diterapkan sebagai ideologi
liberal yang pada kenyatannya tidak dapat menjamin stabilitas
pemerintahan. Walaupun dasar Negara tetap Pancasila, tetapi
rumusan sila ke-empat tidak berjiwakan musyawarah mufakat,
melainkan suara terbanyak. Dalam bidang politik, demokrasi
berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang
dianggap paling demokratis.

Periode 1959-1965
Pada periode ini, bangsa Indonesia menerapkan sistem
demokrasi terpimpin. Akan tetapi, demokrasi pada periode ini

101
justru tidak berada dan memihak pada kekuasaan rakyat
(walaupun yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila)
melainkan kepemimpinan berada pada kekuasaan pribadi
presiden Soekarno (melaksanakan pemahaman Pancasila
dengan paradigma USDEK; UUD 1945, sosialisme ala
Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan
kepribadian nasional). Sehingga terjadi berbagai
penyimpangan penfsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi
yang berakibat pada ke-otoriteran presiden Soekarno yang
menjadi presiden seumur hidup dan membuat politik
konfrontasi, serta menggabungkan nasionali, agama, dan
komunis, yang ternyata tidak cocok dengan kehidupan Negara
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan kemerosotan moral
sebagain masyarakat yang sudah tidak mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan
Pancasila dengan ideologi lain serta terjadi masalah-masalah
yang memprihatinkan, seperti kudeta PKI dan kondisi ekonomi
yang semakin merosot.

B. Masa Orde Baru (New Order Period)


Pada masa orde baru, pemerintah ingin melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
sebagai kritik terhadap orde lama yang menyimpang dari
Pancasila melalui program P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa.

102
Orde baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai
dasar dan ideologi negara sekaligus berhasil mengatasi
paham komunis di Indonesia. Akan, tetapi tidak sebanding
dengan implementasi dan aplikasinya yang buruk. Beberapa
tahun kemudian, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
ternyata sudah tidak sesuai dengan jiwa dan nilai-nilai dari
Pancasila (Pancasila ditafsirkan sesuai dengan kepentingan
penguasa pemerintahan dan tertutup bagi tafsiran lain).
Pancasila yang dijadikan indoktrinasi (melalui
pengajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui
pembekalan atau seminar; asa tunggal, dimana presiden
Soeharto memperbolehkan rakyat untuk membentuk
organisasi-organisasi dengan syarat berasaskan Pancasila;
stabilisasi dengan kekuatan militer, dengan melarang adanya
kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintah karena
dianggap menyebabkan ketidakstabilan di dalam negara) 
oleh presiden Soeharto untuk melanggengkan kekuasaanya.
Selama pemerintahannya, presiden Soeharto melakukan
beberapa penyelewengan dalam penerapan Pancasila, yaitu
diterapkannya demokrasi sentralistik (demokrasi yang terpusat
pada pemerintah). Selain itu, presiden juga memegang
kendali terhadap lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif
(peraturan yang dibuat harus sesuai dengan persetujuannya) ;
melemahkan aspek-aspek demokrasi terutama pers karena
dinilai membahayakan kekuasaanya (dengan membentuk
Departemen Penerangan atau lembaga sensor secara besar-

103
besaran yang bertujuan agar setiap berita yang dimuat di
media tidak menjatuhkan pemerintahan). Praktek korupsi,
kolusi, dan nepotisme merajalela di kalangan para pejabat
pada masa ini, sehingga Indonesia juga mengalami krisis
moneter yang disebabkan oleh ketidakstabilan keuangan
negara dan banyaknya hutang kepada pihak negara asing.
Hal ini mengakibatkan tidak berjalannya demokratisasi dan
pelanggaran HAM (dilakukan oleh aparat pemerintah atau
negara) yang mulai terjadi dimana-mana.

C. Pancasila pada Era Reformasi (Pancasila in the


Reformation Era)
Reformasi yang belum berlangsung dengan baik
(Pancasila yang belum difungsikan secara maksimal
sebagaimana mestinya) dan banyaknya masyarakat yang
belum memahami makna Pancasila sesungguhnya membuat
eksistensi Pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi
politik yang substansinya belum mampu diwujudkan secara
riil.
            Pada era reformasi, Pancasila bertindak sebagai re-
interpretasi (Pancasila harus selalu di-interpretasikan kembali
sesuai dengan perkembangan zaman, dan harus relevan dan
kontekstual serta harus sinkron atau sesuai dengan kenyataan
pada zaman saat itu.)  Berbagai perubahan pun dilakukan
untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara di bawah ideologi Pancasila. Namun, faktanya

104
masih banyak masalah sosial-ekonomi yang belum terjawab.
Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasi
dipertanyakan karena tidak jauh berbeda dengan Pancasila
pada masa orde lama dan orde baru.
            Perdebatan mengenai relevan atau tidaknya Pancasila
dijadikan sebagai ideologi masih kerap terjadi saat ini. Seakan
Pancasila tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan
menuntun masyarakat. Pancasila yang telah banyak
diselewengkan, dianggap sebagai bagian dari pengalaman
buruk di masa lalu dan bahkan ikut disalahkan dan menjadi
penyebab kehancuran.
       Tantangan-tantangan pada masa reformasi dalam
mempertahankan ideologi Pancasila adalah KKN yang
merupakan masalah-masalah yang sangat besar dan sulit
untuk dituntaskan.Pada masa ini, korupsi sudah merajalela.
Selain KKN, globalisasi menjadi racun bagi bangsa Indonesia
(semakin lama Ideologi Pancasila akan tergeruts oleh ideologi
liberal dan kapitalis).

105
BAB 8 PANCASILA DALAM KONTEKS
KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA (PANCASILA
IN THE CONTEXT OF STATE OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA)

A. Pengertian (Definiton)
       Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan suatu
asas kerohanian dalam ilmu kenegaraan. Pancasila
merupakan sumber nilai dan norma dalam setiap aspek 
penyelenggaraan negara maka dari itu semua peraturan
perundang-undangan serta penjabarannya berdasarkan nilai-
nilai pancasila.
Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, yang
berdasarkan atas hukum, oleh karena itu segala aspek dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu
sistem peraturan perundang-undangan. Pancasila dalam
kontek ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian
kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan
kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang
undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar
1945 dalam kontek ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang
sangat penting merupakan staasfundamentalnom dan berada
pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah
konstitusi negara Republik Indonesia saat ini.

106
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar
negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak
tanggal 27 Desember 1945, di Indonesia berlaku Konstitusi
RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku
UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali
memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara
aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945
mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang merubah
susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia.
Dalam pembahasan, akan dibahas lebih lanjut
mengenai Undang - Undang Dasar 1945, lembaga-lembaga
Negara dan hubungannya. Dengan mempelajari proses di
atas maka kita sebagai mahasiswa akan lebih memahami
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yang realisasinya
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia.
Mahasiswa juga diharapkan untuk memiliki kemampuan untuk
memahami isi pembukaan UUD 1945, pembukaan sebagai “
staasfundamentalnorm “ , memahami hubungan UUD 1945
dengan Pancasila dan pasal – pasal UUD 1945 serta
mahasiswa memiliki pengetahuan tentang reformasi hukum
tata negara maka mahasiswa diharapkan mempelajari latar
belakang amandemen serta proses amandemen.
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu
asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan yang popular

107
disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce gronstag).
Dalam kedudukan ini, Pancasila merupakan sumber nilai dan
sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan tata
kehidupan negara, termasuk dalam sumber tertib hukum di
Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai,
norma dan kaidah baik moral maupun hukum di Indonesia.
Oleh karenanya, Pancasila merupakan sumber hukum negara
baik yang tertulis maupun yang tak tertulis atau konvensi.
Yang dimaksud dengan undang-undang dasar dalam
UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang bersifat mengikat
bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, dan
warga negara Indonesia di mana pun mereka berada, serta
setiap penduduk yang ada di wilayah Republik Indonesia.
Sebagai hukum, UUD 1945 berisi norma, aturan, atau
ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
Undang-undang dasar merupakan hukum dasar yang
menjadi sumber hukum. Setiap produk hukum seperti undang-
undang, peraturan, atau keputusan pemerintah. bahkan setiap
kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan dan bersumber
pada peraturan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami
perubahan yang mendasar, hal ini adanya perubahan
terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan
(amandemen) dimaksud sampai empat kali, yang dimulai

108
pada tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal,
amandemen kedua pada tanggal 10 November 2001 sejumlah
10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus
2002 sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan
Aturan Tambahan 2 pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal
pada Undang-Undang Dasar 1945 adalah berjumlah 37 pasal,
akan tetapi setelah diamandemen jumlah pasalnya melebihi
37 pasal, yaitu menjadi 39 pasal. Hal ini terjadi karena ada
pasal-pasal yang diamandemen ulang seperti pasal 6A ayat 4
dan pasal 23 C.
1.      Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD
1945
Demokrasi Indonesia merupakan sistem pemerintahan
dari rakyat, dalam arti rakyat  sebagai asal mula kekuasaan
negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam  pemerintahan
untuk mewujudkan suatu cita –citanya.
Demokrasi di Indonesia sebagaimana tertuang dalam
UUD 1945 mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak
juga mengakui perbedaan serta keanekaragaman mengingat
Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika”. Secara filosofi bahwa
Demokrasi Indonesia mendasar pada rakyat.
Secara umun sistem pemerintahan yang demokratis
mengandung unsur-unsur penting yaitu:
a)  Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan
politik.
b)  Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara

109
c)  Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui
dan dipakai oleh warga negara.
d)  Suatu sistem perwakilan
e)  Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Dengan unsur-unsur di atas maka demokrasi
mengandung ciri yang merupakan petokan bahwa warga
negara dalam hal tertentu pembuatan keputusan-keputusan
polotik, baik secara langsung maupun tidak langsung adanya
keterlibtan atau partisipasi.
Oleh karena itu di dalam kehidupan kenegaraaan yang
menganut sistem demokrasi, selalu menemukan adanya
supra struktur dan infra struktur politik sebagai pendukung
tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep
Montesquiue maka supra struktur politik meliputi lembaga
legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif.
Di Indonesia di bawah sistem UUD 1945 lembaga-
lembaga negara atau alat-alat perlengkapan negara adalah:
a)  Majelis Permusyawaratan Rakyat
b)  Dewan Perwakilan Rakyat
c) Presiden
d)  Mahkamah Agung
e)  Badan Pemeriksa Keuangan
Alat perlengkapan di atas juga dinyatakan sebagai supra
struktur politik. Adapun infra struktur politik suatu negara terdiri
lima komponen sebagai berikut:
a)      Partai Politik

110
b)      Golongan Kepentingan (Interest Group)
c)      Golongan Penekan (Preassure Group)
d)     Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e)      Tokoh-tokoh Politik
2.      Pembagian Kekuasaan
Bahwa kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat, dan
dilakukan menurut Undang-Undang Dasar sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai
berikut:
a)  Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden
(Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b)  Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan
DPR dan DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22C
UUD 1945)
c) Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah
Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d) Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan
kepada Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) (pasal 20A ayat 1)
e)  Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan
Konsulatatif, sebelum UUD diamandemen kekuasaan
tersebut dipegang oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil


Amandemen

111
Sebelum adanya amandemen terhadap UUD 1945,
dikenal dengan Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan
Negara, namun tujuh kunci pokok tersebut mengalami suatu
perubahan. Oleh karena itu, sebagai studi komparatif sistem
pemerintahan negara menurut UUD 1945 mengalami
perubahan.
a)  Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum
(Rechstaat)
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat),
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat),
mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya
pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lainnya dalam
melaksanakan tindakan apapun.
b)      Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum
dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).
Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara
pengendalian pemerintahan dibatsai oleh ketentuan-ketentuan
konstitusi dan juga oleh ketentuan-ketentuan hukum lain
merupakan produk konstitusional.
c)  Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang
tertinggi disamping MPR dan DPR
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002,
Presiden penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping
MPR dan DPR, karena Preside dipilih langsung oleh
rakyat. UUD 1945 pasal 6A ayat 1, jadi menurut UUD 1945

112
ini Presiden tidak lagi merupakan madataris MPR,
melainkan dipilih oleh rakyat.

Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR.


d) Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri tidak
bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam
melaksanakan tugas dibantu oleh menteri-menteri negara,
pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen)
e)  Kekuasaan Kepala Negara tak terbatas, meskipun Kepala
Negara tidak bertanggungjawab kepada DPR, ia bukan
“diktaor” artinya kekuasaan tidak terbatas. Di sini Presiden
sudah tidak lagi merupakan mandataris MPR, namun
demikian ia tidak membubarkan DPR atau MPR.
f)  Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum
berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri-ciri suatu negara hukum adalah:
a. Pengakuan adan perlindungan hak-gak asasi yang
mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Perlindungan yang bebas dari suatu pengaruh
kekuasaan atau kekyuatan lain dan tidak memihak
c.  Jaminan kepastian hukum
g)  Kekuasaan Pemerintah Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden
Republik Indeonesia memegang kekuasaan pemerintahan

113
menurut UUD 19445, Presiden dibantu oleh seorang Wakil
Presiden pasal 4 ayat 2) dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negaa berdasarkan
UUD 1945 hasil aandemen 2002, bahwa Presiden dipilih
langsung oleh rakyat secara legitimasi. Presiden
kedududukannya kuat, di sini kekuasaan Presiden tidak
lagi berada di bawah MPR selaku mandataris. Akan tetapi
jika Presiden dalam melaksanakan tugasnya menyimpang
dari konstitsi, maka MPR melakukan Impeachment, pasal
3 ayat 3 UUD 1945 dan dipertegas oleh pasal 7A. Proses
Impeachment agar bersifat adil dan obyektif harus
diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi(pasal 7B ayat 4
dan 5), dan jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa
Presiden dan Wakil Presiden melanggar hukum, maka
MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung ¾
dari anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir (pasal
7B ayat 7)
h)  Pemerintah Baerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik
Indonesia atas daerah-daerah propinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan Undang-Undang. Pasal  18 ayat 2 mengatur
otonomi pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan
bahwa pemerintshsn daerah propinsi, kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau

114
pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah tangga
sendiri.
i)   Pemilihan Umum
Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara
eksplisit mengatur tentang Pemilihan Umum dilakukan
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap 5 tahun sekali (pasal 22E ayat 1). Untuk memilih
anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden (pasal
22E ayat 2)
j)    Wilayah Negara
Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002
memuat ketentuan bahwa, Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang bercirir
nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-
haknya ditetapkan dengan Undang-Undang.
k)   Hak Asasi Manusia menurut UUD 1945
Hak asasi manusia tidaklah mendadak sebagaimana kita
lihat dalam “Universal Declaration of Human Right” pada
tanggal 10 Desember 1948 yang ditanda-tangani oleh PBB.
Hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan
dengan filosofis manusia yang melatarbelakanginya.
Bangsa Indonesia di dalam hak asasi manusia lebih
dahulu sudah memiliki aturan hukumnya seperti dalam
Pembukaan UUD 1945 alenia 1 dinyatakan bahwa :
“kemerdekaan adalah hak segala bangsa.” Sebagai contoh di
dalam UUD 1945 pasal 28A menyatakan : “Setiap orang

115
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.”
Pasal 28A sampai dengan pasal 28J mengatur tentang
hak asasi manusia di dalam UUD 1945.

Sistem Ketatanegaraan RI Berdasarkan Pancasila Dan


UUD 1945
Sistem Konstitusi (hukum dasar) republik Indonesia,
selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD
1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu
diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraa
terdapat juga pada berbagai peaturan ketatanegaraan lainnya
seperti dalam TAP MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD
1945 adalah konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan
bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan (dalam teori) mengenai konvensi
dari AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana
seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan
“discretionary powers”
Directionary Powers adalah kekuasaan untuk bertindak
atau tidak bertindak yang semata-mat didasarkan
kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan
itu sendiri.

116
Hal di atas yang mula-mula mengemukakan adalah
Dicey di kalangan sarjana di Inggris, pendapat tersebut dapat
diterima, lebih lanjut beliau memerinci konvensi
ketatanegaraan merupakan hal-hal sebagai berikut:
a) Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan
(konstitusi) yang tumbuh, diikuti dan ditaai dalam praktek
penyelenggaraan negara.
b) Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat
dipaksakan oleh (melalui) pengadilan.
c)   Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika,
akhlak atau politik dalam penyelenggaraan negara.
d) Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai
bagaimana seharusnya discretionary powers dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari
organisasi negara, di sini meuncul pertanyaan yaitu : “apakah
negara itu?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam
“Teori Kekelompokan” yang dikemukakan oleh Prof. Mr. R.
Kranenburg adalah sebagai berikut:
“Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organissasi
kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang
disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan
kepentingan mereka bersama”.
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan
sistem pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut
pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu: Monarki dan
Republik, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan

117
hak waris atau keturunan maka bentuk negara disebut
Monarki dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika
kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan,
bentuk negaranya disebut Republik dan kepala negaranya
adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam
Pembukaan dan Batang Tubuh dapat diketahui pada  pasal 1
ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian
dalam menggunakan istilah bentuk negara (alinea ke-4), “......
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang
berkedaulan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa,...... dan seterusnya. Negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik.”
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui
kebiasaan ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu
pengertian Konstitusi, Konstitusimengandung dua hal yaitu :
Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut
konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum
melelui ilmu hukum yang membedakan dalam arti material
adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi
hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal dari
bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum
berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah Undang-
Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan
lain-lain.

118
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan
adalah hukum yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan
negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan
mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan.
Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui merupakan
salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2
kelompok yaitu: Pembukaan, Batng Tubuh yang memuat
pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan
peralihan dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi,
Pancasila merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari tata
urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No.
III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan.
TAP MPR NO TAP MPR NO
XX/MPRS/1966 III/MPR/2000
Tata urutannya sebagai Tata urutannya sebagai
berikut: berikut:
1.  UUD 1945 1.  UUD 1945
2.  TAP MPR 2.  TAP MPR RI
3. Undang-Undang / 3.  Undang-Undang
Peraturan Pemerintah 4. Peraturan
Pengganti Undang- Pemerintah
Undang Pengganti Undang-
4.  Peraturan Pemerintah Undang (Perpu)

119
5.  Keputusan Presiden 5.  Peraturan Pemerintah
6.  Peraturan 6.  Keputusan Presiden
Pelaksanaan lainnya 7.  Peraturan Daerah
seperti:
- Peraturan Menteri
- Instruksi Menteri

Sifat Undang-Undang Dasar 1945, singakt namun


supel, namun harus ingat kepada dinamika kehidupan
masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-
pokoknya saja, berisi instruksi kepada penyelenggaraan
negara dan pimpinan pemerintah untuk:
· Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
· Mewujudkan kesejahteraan sosial
b.  Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum
yang lebih rendah yakni Undang-Undang, yang lebih cara
membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c.   Yang penting adalah semangat para penyelenggara
negara dan pemerintah dalam praktek pelaksanaan
d.   Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel
seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945, secara
kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan
untuk menjelaskan ungkapan “Pancasila merupakan
ideologi terbuka” serta membuatnya operasional.

120
e.  Dapat kini ungkapan “Pancasila merupakan ideologi
terbuka” dioperasikan setelah ideologi Pancasila dirinci
dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang mengandung nilai-
nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok di dalam
UUD 1945 yang ada kaitannya dengan pokok-pokok
pokiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai
instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan
aturan pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi dari Undang-Undang Dasar merupakan suatu
alat untuk menguji peraturan perundang-undangan di
bawahnya apakah bertentangan dengan UUD di samping juga
merupakan sebagai fungsi pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari
motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia
yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang
ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun
dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan hikmat
dalam alinea 4 itu, setiap alinea mengandung arti dan makna
yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung
bangsa-bangsa beradab, kemudian di dalam pembukaan
tersebut dirumuskan menjadi alinea 4.
Alinea pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

121
1.  Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa
Indonesia membela kemerdekaan melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk
tetap berdiri dibarisan yang paling depan untuk menentang
dan menghapus penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa
penjajahan tidak sesuai dengan perkemanusiaan dan
perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4.   Menegaskan kepada bangsa / pemerintah Indonesia untuk
senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan
dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi : “Dan perjuangan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke
depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”, makna yang
terkandung di sini adalah:
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa
itu bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan
pergerakkan bangsa Indonesia.
2.  Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada
tingkat yang menentukan, sehingga momentum tersebut
harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
3.  Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi
masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia
yang bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang

122
tidak lain adalah merupakan cita –cita bangsa Indonesia
( cita –cita nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi : “Atas berkat Rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya “.
Maknanya adalah:
1.  Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita
adalah berkat ridho Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa
Indonesia terhadap suatu kehidupan di dunia dan akhirat.
3.  Penguuhan dari proklamasi kemerdekaan
Alinea ke-empat berbunyi : “Kemudian daripada itu
untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian
abadi, keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang–Undang
Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.

123
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung :
1.   Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu:
· Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia
· Memajukan kesejahteraan umum
· Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
· Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial
2.  Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3.  Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti
dalam sila–sila yang terkandung di dalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan
bahwa sungguh tepat apa yang telah dirumuskan di dalam
Pembukaan UUD 1945 yaitu: Pancasila merupakan landasan
ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material
dan spiritual di dalam Negara Republik Indonesia yang
bersatu dan demokratif.
Sebelmu menjelaskan mengenai sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur
ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur
ketatanegaraan di sini adalah terjemahan dari istilah Inggris
“The Structure of Government”. Pada umunya struktur

124
ketatanegaraan suatu negara meliputi dua suasana, yaitu:
supra struktur politik dan infra struktur politik. Yang dimaksud
supra struktur politik dan infra struktur di sini adalah segala
sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat-alat
perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan
dengannya. Hal-hal yang termasuk dalam supra struktur politik
ini adalah : mengenai kedudukannya, kekuasaan dan
wewenagnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan
antara alat-alat perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra
struktur politik meliputi lima macam komponen, yaitu :
komponen Partai Politik, komponen golongan kepentingan,
komponen alat komunikasi politik, komponen golongan
penekan, komponen tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia
sebelum amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai
pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh
berpendapat, UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan.
Upaya pelestarian ditempuh dengan cara antara lain tidak 
memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya
tersebut diatur sebagai berikut:
MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah
UUD 1945 seperti tercantum dalam TAP MPR No.
I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut “Majelis
berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 tidak
berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan serta akan
melaksanakan secara murni dan konsekuen.”

125
Diperkenalkannya “referendum” dalam sistem
ketatanegaraan RI. Kehendak MPR untuk mengubah UUD
1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah referendum
sebelum kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD.
Referendum secara formal mengatur tentang tata cara
perubahan UUD 1945 secara nyata. Lembaga ini justru
bertujuan untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD
1945, hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran TAP MPR
No. IV/MPR/1983 yang berbunyi “Bahwa dalam rangka
makinmenumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan
keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah
anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal
37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD
1945.”
Kata “melestarikan” dan “mempertahankan” UUD 1945
secara formal adalah dengan tidak mengubah kaidah-kaidah
yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD
1945 seperti yang terdapat di dalam penjelasan adalah
sebagai berikut:
“Memang sifat auran itu mengikat, oleh karena itu
makin “supel” (elastic) sifatnya aturan itu makin baik.
Jadi kita harus menjaga supaya siatem UUD jangan
sampai ketinggalan jaman.”
Dari uraian di atas dapat diketahui adanya dua prinsip
yang berbeda yaitu : yang pertama, berkeinginan
mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua,

126
menyatakan UUD jangan sampai ketinggalan jaman, yang
artinya adanya “perubahan”, mengikuti perkembangan jaman.
Dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atas
kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah
satu diantaranya bentuk ketentuan yang mengatur cara
melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Konvensi
merupakan keadaan sesungguhnya untuk melaksanakan
UUD 1945. Untuk melestarikan atau mempertahankan UUD
1945 yaitu agar UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis
dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan-alasan di atas, kehadiran konvensi dalm
sistem ketatanegaraan RI, didorong pula oleh:
1.  Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada
di setiap negara.
2. Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan
rakyat. Konvensi merupakan salah satu sarana untuk
menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Di dalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di
Indonesia, pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat dilihat
pada bagan lampiran tersendiri, dan setelah UUD 1945
dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal
19 Oktober 1999, kedua pada tanggal 18 Agustus 2000,
ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat pada
tanggal 10 Agustus 2002, dari amandemen UUD 1945 tampak
terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI yang
selanjutnya di dalam struktur setelah amandemen adanya

127
lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur
ke dalam UUD 1945 yang diamandemen pasal 7B ayat 1-5
yang intinya adalah menyangkut jabatan Presiden dan Wakil
Presiden. Apabila Presiden dan Wakil Presiden melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
seperti melakukan korupsi, penyuapan, dan lainlain harus
diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk
diperiksa, diadili dan diputuskan seadil-adilnya. Dalam hal ini,
DPR mengajukan masalahnya ke Mahkamah Konstitusi
selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah-
langkah selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM
menurut UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia
tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar 1945
sebagaimana pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa “Yang
menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-
Undang sebagai warga negara”, sedangkan ayat 2
menyebutkan bahwa “Syarat-syarat mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, masalah
hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit. Ada
yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan ke
dalam ide tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya
antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan

128
dalam UUD dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk ke
dalam pasal-pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang
dimaksud kewajiban asasi adalah setiap pribadi untuk berbuat
agar eksistensi negara atau masyarakat dapat dipertahankan,
sebaliknya negara memiliki kemampuan menjamin hak asasi
warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan
hak yang melekat pada diri manusia itu sejak lahir, terlihat dari
uraian di atas mengenai hubungan antar warga negara
masing-masing memiliki hak dan kewajiban.

129
Memahami Dinamika Pelaksanaan UUD 1945
Setelah ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945,
dalam pelaksanaannya, Undang-Undang Dasar 1945
mengalami masa berlaku dalam dua kurun waktu yaitu:
1.  Kurun waktu pertama sejak tanggal 18 Agustus 1945
sampai dengan tanggal 27 Desember 1949.
2.  Kurun waktu kedua sejak tanggal 5 Juli 1959 (Dekrit
Presiden) sampai sekarang dan ini terbagi lagi menjadi
ketiga masa yaitu : Orde Lama, Orde Baru dan msa
Reformasi.
Sedangkan antara akhir tahun 1949 samapu dengan
tahun 1959 berlaku konstitusi RIS dan UUDS 1950. Dalam
kurun waktu pertama tersebut sistem pemerintahan negara

130
menurut UUD 1945 belum dapat berjalan sebagaimana
mestinya, karena pada masa tersebut seluruh potensi bangsa
dan negara sedang tercurahkan kepada upaya untuk
memebela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dimana kondisi pemerintah sedang diwarnai gejolak
politik dan keamanan. Gejolak tersebut diantaranya terjadi
pemberontakan dimana-mana, dan terjadi agresi Belanda
kedua.
Pada pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu di atas
mengenai kelembagaan negara seperti yang ditentukan dalam
UUD 1945 belum dapat dibentuk sebagaimana mestinya,
sehingga sistem pemerintahannya belum dapat dilaksanakan
dengan baik. Dalam kurun waktu ini sempat diangkat anggota
Dewan Pertimbangan Agung sementara MPR dan DPR belum
dapat dibentuk sesuai dengan ketentuan pasal IV aturan
peralihan, sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk segala
kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan
Komite Nasional. Berdasarkan ketentuan tersebut Presiden
mempunyai kekuasaan yang sangat besar.
Penyimpangan konstitusional yang sangat prinsipil
yang terjadi dalam kurun waktu ini adalah perubahan Sistem
Kabinet Presidensial menjadi kabinet Parlementer. Atau usul
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP)
tanggal 11 November 1945 kemudian disetujui Presiden
diumumkan maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945
isinya mengenai sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet

131
Parlementer. Sejak saat ini kekuasaan pemerintahan
dipegang oleh Perdana Menteri sebagai pemimpin kabinet.
Perdana Menteri dan para menteri baik secara bersama-sama
atau sendiri-sendiri bertanggung-jawab kepada BPKNIP yang
berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan
demikian maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945
jelas merupakan penyimpangan dari ketentuan UUD 1945.
Penyimpangan ini sangat mempengaruhi stabilitas politik
maupun pemerintahan. Dalam kondisi seperti ini kemudian
berdiri Negara RIS, dimana Negara Indonesia merupakan
bagian dari Negara RIS tersebut. Secara de facto Negara RI
memiliki kekuasaan hanya sebagian pulau Jawa dan
Sumatera, pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Negara federal RIS tidak bertahan lama, mulai tanggal
17 Agustus 1950 susunan negara federal RIS berubah
menjadi susunan Negara Kesatuan RI. Tetapi menggunakan
Undang-Undang Dasar yang lain yaitu menggunakan UUD
Sementara 1950. Menurut UUDS, sistem pemerintahan yang
dianut adalah parlementer bukan sistem pemerintahan
presidensial. Pertanggungjawaban para menteri itu juga
kepada parlemen yaitu DPR. Kedudukan Presiden tidak dapat
diganggu gugat. Landasan pemikiran sistem pemerintahan itu
didasarkan kepada demokrasi liberal yang dianut oleh negara-
negara barat sedangkan sistem presidensial berpijak pada
landasan demokrasi pancasila yang berintikan kerakyatan dan
Presiden yang bertanggungjawab kepada MPR.

132
UUD 1945 merupakan hukum dasar terpilih yang
bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga
masyarakat dan setiap warga negara Indonesia, sehinggga
semua produk hukum seperti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, serta kebijakan Pemerintah harus selalu
berdasarkan dan bersumber kepada norma, aturan dan
ketentuan yang diberlakukan oleh UUD 1945 di samping
hukum dasar yang tertulis terdapat juga hukum dasar yang tak
tertulis, yaitu aturan-aturan yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan negara yang disebut konvensi,
dimana dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan
dengan UUD 1945.
Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959,
yang disebabkan oleh tidak terjaminnya stabilitas politik,
keamanan maupun ekonomi, Konstituante (hasil Pemilu 1955)
yang mempunyai tugas untuk membuat UUD pengganti UUDS
1950 gagal menyusun dan menetapkan Undang-Undang
Dasar. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengandung beberapa
diktum yang sangat penting, yaitu:
a.  Menetapkan pembubaran konstituante
b.  Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi
c.  Pmebentukan MPRS yang terdiri atas anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat ditambah utusan-utusan dari
daerah-daerah dan golongan serta DPA sementara segera
diselenggarakan sidang.

133
Masa antara tahun 1959 sampai 1965 (Orde Lama)
lembaga-lembaga negara belum dibentuk seperti yang
ditentukan oleh UUD 1945. Lembaga-lembaga tersebut di atas
sifatnya masih sementara dan fungsinya juga belum sesuai
dengan UUD 1945, misalnya:
Presiden telah mengeluarkan produk-produk legislatif
yang mestinya berbentuk Undang-Undang (dengan
persetujuan DPR) dalam bentuk penetapan Presiden tanpa
persetujuan DPR.
MPRS melalui ketetapan MPR No. II/MPRS/1963
mengangkat Presiden Soekarno seumur hidup disini
bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan masa
jabatan Presiden 5 tahun dan sesudahnya dipilih kembali.
Hak budjet DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak
mengajukan RUU APBN untuk mendapatkan persetujuan
DPR. Bahkan pada tahun 1960, karena DPR tidak menyetujui
RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, maka Presiden lalu
membubarkan DPR.
Kekuasaan peradilan menjadi tidak bebas campur
tangan pemerintah hal ini terlihat dalam Undang-Undang No.
19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman dimana pasal 19 menyatakan bahwa Presiden
dapat turun atau campur tangan dalam soal-soal peradilan.
Beberapa akibat kasus penyimpangan UUD 1945
tersebut membawa buruknya keadaan politik dan keamanan
serta kemerosotan dibidang ekonomi. Keadaan demikian

134
mencapai puncaknya pada pemberontakan G-30-S PKI yang
gagal pada tahun 1965.
Kurun waktu Orde Baru tahun 1966 sampai 1998 yang
mempunyai tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Karena telah terbukti bahwa
pemberontakan G-30-S yang didalangi oleh PKI maka rakyat
menghendaki dan menuntut PKI dibubarkan. Namun pada
waktu itu pimpinan negara tidak mau memenuhi tuntutan
rakyat sehingga timbul situasi konflik antara rakyat satu pihak
dan Presiden di lain pihak. Keadaan dibidang politik, ekonomi,
dan keamanan semakin tidak terkendali.
Oleh karena itu, rakyat dengan dipelopori oleh
pemuda/mahasiswa menyampaikan tuntutannya yaitu Tri
Tuntutan Rakyat (TRITURA) yaitu:
1.      Bubarkan PKI
2.      Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI
3.      Turnkan harga-harga/perbaikan ekonomi
Gerakan TRITURA semakin meningkat sehingga
Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966
kepada Letnan Jendral TNI Soeharto, dengan lahirnya
SUPERSEMAR oleh rakyat dianggap sebagai lahirnya Orde
Baru.
Dengan berlandaskan pada Surat Perintah 11 Maret
1966, pengemban SUPERSEMAR pada tanggal 12 Maret
1966 membubarkan PKI dan ormas-ormasnya. Dalam masa
ini telah dapat berhasil melaksanakan Undang-Undang Dasar

135
1945 dalam hal pembentukan lembaga-lembaga negara dan
lain-lain, namun perkembangan lebih lanjut Orde Baru di
dalam melaksanakan kekuasaan negara/pemerintah, sejalan
dengan proses yang dihadapi ternyata terjadi penyimpangan-
penyimpangan yang terlihat kepada pelaksanaan kekuasaan
pemerintah mengarah otoriter. Dari pemerintah otoriter ini
muncul terjadinya konflik horisontal maupun vertikal yang
diakhiri oleh lengsernya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei
1998, kemudian beralih kepada pemerintah reformasi.
UUD 1945 pada masa era globalisasi yang ditandai
oleh reformasi berawal dari ketetapan MPR RI No.
IV/MPR/1999 tentang GHBN kemudian disusul oleh TAP MPR
yang lain. Dari segi pengembangan hukum terlihat pada TAP
MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan
peraturan perundangan.
Sejak adanya amandemen UUD 1945 yang pertama,
tersirat materi muatan konstitusi hanya diatur dalam UUD
1945 kemudian amandemen tersebut sampai perubahan
keempat, secara lengkap proses amandemen pasal-pasal
dimaksud dapat diperhatikan pada lampiran. Di dalam era
reformasi ini, Pancasila tetap dipertahankan sebagai Dasar
Negara dan Pancasila sebagai ideologi nasional ayng
merupakan cita-cita dari tujuan negara. Di dalam
pengembangan lebih lanjut bahwa Pancasila sebagai
paradigma yaitu merupakan pola pikir atau kerangka berpikir,
di sini menunjukkan bahwa pembukaan UUD 1945 memiliki

136
peranan penting yang menjadi satu kesatuan bersama UUD
1945. Menyangkut amandemen UUD 1945 dimaksud
diantaranya adalah untuk menghadapi perkembangan yang
begitu cepat terjadi di dunia ini.

B. UUD dan Konstitusi serta Fungsinya (Constitution and


Constitution and their functions)
Dalam ketatanegaraan, istilah UUD sering digunakan
pula dengan istilah konstitusi dalam pengertian yang berbeda
atau untuk saling menggantikan. Secara harfiah, istilah
konstitusi dari bahasa Perancis “konstituer” yang berarti
membentuk , dan diartikan sebagai “pembentuk suatu
negara”. Sedangkan Indonesia menggunakan istilah UUD
yang disejajarkan dengan istilah Grondwet dari belanda yang
mempunyai pengertian suatu undang-undang yang menjadi
dasar (Grond) dari segala hukum dalam suatu negara.
Istilah konstitusi dan UUD di Indonesia sering
disejajarkan, namun istilah konstitusi dimaknai dalam arti yang
luas (materiil) yang lebih luas dari UUD. Konstitusi yang
dimaksudkan adalah hukum dasar, baik yang tertulis (UUD)
maupun yang tidk tertulis (convensi). Dengan demikian
konstitusi memuat peraturan pokok yang fundamental
mengenai sendi-sendi yang pertama dan utama dalam
menegakan bangun yang disebut “negara”.
UUD 1945 merupakan hukum tertinggi, norma dasar
dan norma sumber dari semua hukum yang belaku dalam

137
negara di Indonesia, ia berisikan pola dasar dalam
berkehidupan di Indonesia. Negara dengan segala fungsi dan
tujuannya berusaha untuk dapat mewujudkannya dengan
berbagai cara, oleh karena itu sebagai pengintegrasian dari
kekuatan politik,  negara mempunyai bermacam-macam sifat,
seperti memaksa, memonopoli, dan mencakup semuanya.
Dengan sifat memaksa, negara dapat menggunakan
kekerasan fisik secara sah untuk ditaatinya semua keputusan.
Walaupun alasannya untuk mewujudkan tujuan bersama, sifat
memaksa yang dimiliki oleh negara dapat disalahgunakan
ataupun melampaui batas yang mungkin dapat
menyengsarakan rakyatnya. Untuk mencegah adanya
kemungkinan tersebut, konstitusi atau UUD disusun dan
ditetapkan.

C. Undang-Undang Dasar 1945 (The 1945 Constitution)


Naskah UUD 1945 sebelum mengalami amandemen
terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan.
Naskah tersebut secara resmi dimuat dalam Berita Republik
Indonesia Tahun II No. 7 yang terbit tanggal 15 Februari 1946.
UUD 1945 ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945. Antara Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya
merupakan satu kebulatan yang utuh, dimana antara satu
bagian dengan bagian yang lain tidak dapat dipisahkan.
Memahami pasal II Aturan Peralihan tersebut, maka
secara yuridis jelas bahwa “Penjelasan” sudah tidak berlaku

138
lagi, dan tidak bisa menjadi bagian dari pengertian UUD 1945.
UUD 1945 adalah hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum,
maka UUD 1945 adalah mengikat pemerintah, lembaga
negara dan lembaga masyarakat, juga mengikat setiap warga
negara Indonesia dimana saja dan setiap penduduk yang
berada di wilayah Indonesia. T dilaksanakan dan ditaati. UUD
bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar yang semua
tindakan dan perbuatan pemerintahan dapat
dipertanggungjawabkan pada ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Dalam kedudukan demikian, UUD dalam kerangka tata urutan
atau tata tingkat norma hukum yang berlaku, merupakan
hukum yang menempati kedudukan tinggi. Dalam hubungan
ini, UUD juga berfungsi sebagai alat kontrol atau alat
mengecek norma hukum yang lebih rendah.
UUD merupakan hukum dasar tertulis yang bukan satu-
satunya hukum dasar, disampingnya masih ada hukum dasar
yang tidak tertulis. UUD bersifat singkat, sifat singkatnya itu
dikarenakan :
1. UUD itu sudah cukup, apabila telah memuat aturan-aturan
pokok saja, hanya memuat garis-gars besar sebagai
instruksi kepada pemerintah dan lain-lain penyelenggara
negara untuk melakukan tugasnya.
2. UUD yang singkat itu menguntungkan bagi negara seperti
Indonesia yang masih harus berkembang, harus hidup
secara dinamis, dan masih akan terus mengalami
perubahan.

139
Semangat para penyelenggara negara dalm
menyelenggarakan UUD 1945 sangat penting, oleh karena itu
setiap penyelenggara negara, selain mengetahui teks UUD
1945, juga harus menghayati semangat UUD 1945. Dengan
semangat penyelenggara yang baik, pelaksanaan dari aturan-
aturan pokok yang tertera dalam UUD 1945 akan baik dan
sesuai dengan maksud ketentuannya.

D. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Opening of


the 1945 Constitution)
1. Makna pembukaan UUD 1945 bagi Perjuangan Bangsa
Indonesia
Apabila UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi
dari hukum yang berlaku di Indonesia, maka Pembukaan UUD
1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi
perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang merupakan
sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakan
baik dalam lingkungan nasional, maupun dalam hubungan
pergaulan bangsa-bangsa di Dunia.

2. Makna Alenia-Alenia Pembukaan UUD 1945


“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan” merupakan bunyi alenia
pertama pembukaan UUD 1945  yang menunjukan keteguhan

140
dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi
masalah  “kemerdekaan lawan penjajahan”. Alenia ini
mengungkapkan suatu dalil obyektif, karena dalam alinea
pertama terdapat letak moral luhur dari pernyataan Indonesia.
Alenia ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif, yaitu
aspirasi bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari
perjuangan. Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan,
karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan. Hal ini berarti setiap hal atau sifat yang
bertentangan atau bertentangan dengan pernyataan diatas
juga harus secara sadar ditentang oleh Bangsa Indonesia.
“Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepda saat yang berbahagia dengan selamat
sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka,
bersatu, berdaulat adil dan makmur” merupakan bunyi alenia
ke dua yang menunjukan kebangsaan dan penghargaan kita
atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini. Alenia ini juga
menunjukan adanya ketetapan dan ketajaman penilaian :
1. Perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pada
tingkat yang menentukan
2.  Momentum yng telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan
untuk menyatakan kemerdekaan.
3.  Kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir
tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara

141
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan
makmur.
“Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan
dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya” merupakan bunyi dari alenia ke tiga yang
menjadi motivasi riil dan materiil Bangsa Indonesia untuk
menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi
keyakinan/kepercayaannya, menjadi motivasi spiritualnya,
karena menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah
SWT, serta menunjukan ketaqwaan tehadap Tuhan Yang
Maha Esa serta merupakam suatu pengukuhan dari
Proklamasi Kemerdekaan.
“kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban Dunia
yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang dasar Negara
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada: ketuhanan Yang maha dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia” merupakan bunyi dari alenia ke empat yang

142
merumuskan dengan padat sekali tujuan  dari prinsip-prinsip
dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah
menyatakan dirinya merdeka.
Dengan rumusan yang panjang dan padat, alenia
keempat Pembukaan Undang-Undang dasar sekaligus
menegaskan :
1. Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus
menjadi tujuannya, yaitu seperti yang tertuang dalam
alenia ke empat tersebut.
2. Negara Indonesia berbentuk Republik dan
berkedaulatan Rakyat.
3. Negara Indonesia mempunyai dasar filsafah Pancasila.

3. Pokok-Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945


Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau
hubungan langsung dengan UUD 1945 itu sendiri, bahwa
Pembukaan UUD 1945 itu mengandung pokok-pokok pikiran
yang diciptakan dan dijelmakan dalam UUD, yaitu dalam
pasal-pasalnya.
Ada 4 pokok pikiran yang sifat dan maknanya sangat
dalam, yaitu :
1. Pokok pikiran pertama menunjukan pokok pikiran
persatuan, dengan pengertian yang lazim, penyelenggara
negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan
kepentingan negara diatas kepentingan golongan maupun
perorangan.

143
2. Pokok pikiran yang kedua adalah kesadaran bahwa
manusia Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama
untuk menciptakan keadilan sosial bangsa.
3.  Pokok pikiran yang ketiga menyatakan bahwa kedaulatan
berad ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa UUD
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita
moral Rakyat yang luhur.

4. Hubungan antara Pembukaan dengan Pasal-pasal UUD


1945
Isi UUD 1945 dapat dibagi menjadi dua bagian yang
memiliki kedudukan berbeda, yaitu :
1.  Pembukaan UUD yag terdiri dari empat alinea, dimana
alinea terakhir memuat Dasar nagara Pancasila.
2.  Pasal-pasal UUD 1945 yang terdiri dari 20 bab, 73 pasal, 3
pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pasal-
pasal UUD 1945, dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai
berikut :
a. Ditinjau dari isi pengertian yang terkandung di dalam
Pembukaan UUD 1945

144
1. Dari alinea pertama, kedua, dan ketiga berisi rangkaian
peristiwa dan keadaan yang mendahului terbentuknya
negara yang merupakan rumusan dasar-dasar
pemikiran yang mendorong tersusunnya kemerdekaan.
Pernyataan tersebut tidak mempunyai hubungan
organis dengan Batang Tubuh UUD 1945.
2. Dari alenia keempat merupakan pernyataan yang
dilaksanakan setelah negara Indonesia terwujud.
Pernyataan tersebut mempunyai hubungan kausal
dan organis dengn Pasal-pasal UUD 1945 yang
mencakup beberapa aspek :
· UUD itu ditentukan akan ada
· Apa yang diatur oleh UUD adalah tentang
pembentukan pemerintahan negara yang
memenuhi berbagai persyaratan
· Negara Indonesia berbentuk Republik
yang berkedaulatan rakyat
Ditetapkannya dasar kerokhanian (Filsafat
Negara Pancasila)
b. Ditinjau dari pokok-pokok yang terkandung didalam
Pembukaan UUD 1945
Pokok-pokok pikiran yang terkandung didalam
Pembukaan UUD 1945 disebutkan sebagai berikut :
1.  Negara mengatasi segala paham golongan dan paham
perseorangan, dalam “Pembukaan” itu mengehendaki
persatuan segenap bangsa Indonesia seluruhnya.

145
2.  Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat.
3. Negara berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan
dan permusyawaratan perwakilan.
4. Negara berdasarkan atas  Ketuhanan Yang Maha Esa,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum
yang menguasai hukum dasar negara, UUD menciptakan
pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya. Itulah
hubungan antara Pembukaan dengan Pasal-pasal UUD 1945.

c.  Ditinjau dari hakekat dan kedudukan Pembukaan UUD


1945
Pembukaan mempunyai kedudukan sebagai Pokok
kaidah Fundamental negara Republik Indonesia, dengan
demikian Pembukaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi
daripada Pasal-pasal UUD 1945.

5. Hubungan antara Pancasila dengan Pembukaan UUD


1945
Pancasila mempunyai fungsi dan kedudukan yang
sangat penting dalam kehidupan bernegara dan merupakan
unsur penentu berlakunya tertib hukum Indonesia. Dengan
demikian Pancasila merupakan inti dari Pembukaan UUD
1945, itu terbukti pada alinea keempat yang menunjukan
bahwa pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia

146
yang berkedaulatan rakyat, yang bentuk dan wujudnya
tertuang dalam UUD. Pembukaan maupun pancasila tidak
bisa dirubah maupun diganti oleh siapapun, karena merubah
ataupun mengganti berarti membubarkan negara Proklamasi
17 Agustus 1945 karena Pancasila merupakan fundamental
terbentuknya bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai substansi esensial daripada
Pembukaan UUD 1945 adalah sumber dari segala sumber
hukum republik Indonesia. Hal terpenting yang bagi bangsa
Indonesia adalah mewujudkan cita-citanya sesuai dengan
Pancasila, artinya cara dan hasilnya tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Sedangkan cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam
Pembukaan UUD 1945 oleh karena itu Pancasila dan
Pembukaan yang memilki hubungan erat harus dilaksanakan
secara serasi, seimbang, dan selaras.

6. Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan


Proklamasi 17 Agustus 1945
Apabila kita hubungkan antara isi pengertian
Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945
maka keduanya memiliki hubungan azasi yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Pembukaan UUD 1945, terutama
pada alinea ketiga memuat pernyataan-pernyataan
kemerdekaan dan aline keempat memuat memuat tindakan
yang harus dilaksanakan setelah adanya negara.

147
Dengan demikian dapat ditentukan letak dan sifat
hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi
17 Agustus 1945 sebagai berikut :
1.  Keduanya merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat
dipisah-pisahkan.
2.  Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI merupakan realisasi dari
alinea/bagian kedua Proklamasi 17 Agustua 1945.
3. Pembukaan UUD pada hakekatnya merupakan pernyataan
kemerdekaan secara terperinci dengan memuat pokok-
pokok pikiran adanya cita-cita luhur yang menjadi
semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan
Indonesia.
Hal ini berarti antara Pembukaan UUD 1945 dan
Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan satu kesatuan yang
bulat, karena apa yang terkandung didalam Pembukaan UUD
1945 merupakan amanat keramat dari Proklamasi 17 Agustus
1945.

E.Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 (State


Institutions according to the 1945 Constitution)
Secara garis besar gambaran tentang sistem
pemerintahan negara yang dianut oleh UUD 1945 yang telah
diamandemen adalah sebagai berikut :
1. Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut UUD (pasal 1 ayat 2). Dalam UUD 1945 yang

148
telah diamandemen , MPR tidak mempunyai kewenangan
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, tetapi hanya
sebatas melantik (pasal 3 ayat 3 dan pasal 8 ayat 3).
Dengan demikian hanya dengan GBHN, UUD 1945 tidak
lagi mengenal istilah GBHN sebagai produk MPR.
Kewenangan terbesar MPR adalah menetapkan dan
mengubah UUD (pasal 3 ayat 1) selain mengenai
Pembukaan UUD dan bentuk Kesatuan Negara Republik
Indonesia (pasal 37 ayat 5).
2.  Sistem Konstitusional
Sistem konstitusional dalam UUD 1945 tercermin
dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD (pasal 1 ayat 2).
b. MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD
(pasal 3 ayat 3).
c.  Presiden RI memegang kekuasaan pemerintah
menurut UUD (pasal 4 ayat 1).
d.  Presiden dan/atau Wakil Presiden sebelum memangku
jabatannya bersumpah atau               berjanji
memegang teguh UUD (pasal 9 ayat 1).
e.  Hak-hak DPR ditentukan oleh UUD (pasal 20A).
f.    Setiap UU yang berlaku tidak boleh bertentangan
dengan UUD 9pasal 24C ayat                  1).

149
g.  Kewenangan lembaga negara ditentukan oleh UUD
(pasal 24C ayat 1).
h.  Putusan dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau
Wakil Presiden oleh  Mahkamah Konstitusi menurut
UUD (pasal 24C ayat 2).
3.   Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
4.  Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintah
menurut UUD (pasal 4 ayat 1). Namun   dalam
kewajibannya Presiden dibantu oleh Wakil Presiden.
5.  Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang
tertinggi. Presiden memegang tanggungjawab atas
jalannya pemerintahan menurut UUD, dan Presiden diberi
kewenangan untuk membentuk suatu dewan pertimbangan
yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan
kepada Preisden.
6.  Menteri negara ialah pembantu Presiden (pasal 17 ayat 1),
oleh karena itu kedudukan menteri sangat tergantung pada
Presiden (pasal 17 ayat 2)
7.  Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Presiden
selaku kepala negara mempunyai kekuasan yang sangat
luas, meskipun tidak bersifat mutlak. Kekuasaan kepala
negara yang tidak tak terbatas itu adalah dimana kontrol
DPR atas berbagai kewenangan presiden sangatlah
dominan.
8.  Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik
(pasal 1 ayat 1 dan pasal 18 ayat 1). NKRI dibagi atas

150
daerah-daerah provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintah daerah.

F. Kelembagaan Negara menurut UUD 1945


1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Keanggotaan MPR terdiri atas anggota DPR yang
dipilih melalui pemilu, dengan suara terbanyak dan sedikitnya
MPR bersidang sekali daalam lima tahun di ibukota
negara.Kewenangan MPR adalah mengubah dan menetapkan
UUD (pasal 3)
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) lahir seiring
dengan berdirinya negara Indonesia sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat. Sebagaimana kita ketahui bersama
bahwa pada tanggal 29 Agustus 1945 sesaat setelah
proklamasi kemerdekaan, dibentuk Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP). Sesuai ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945, KNIP bertugas membantu
Presiden dalam menjalankan kekuasaan negara, sebelum
terbentuknya lembaga-lembaga negara, sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Dasar.
Dalam perkembangan sejarahnya, pada pertengahan
Oktober 1945, KNIP kemudian berubah menjadi semacam
parlemen, tempat Perdana Menteri dan anggota kabinet

151
bertanggung jawab. Hal ini, sejalan dengan perubahan sistem
pemerintahan dari sistem Presidensial ke sistem Parlementer.
Sejarah mencatat, bahwa KNIP adalah cikal bakal (embrio)
dari badan perwakilan di Indonesia, yang oleh Undang-
Undang Dasar 1945 diwujudkan ke dalam Dewan Perwakilan
Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) merupakan
lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan
sebagai lembaga negara. Dahulunya MPR merupakan
lembaga tertinggi negara. Kedudukannya lebih tinggi
dibandingkan dengan presiden dan juga DPR. Akan tetapi
saat reformasi bergulir MPR berubah kedudukannya menjadi
lembaga tinggi negara yang kedudukannya sama dengan
presiden dan juga DPR dn lembaga tinggi negara lainnya.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 2 )
MPR memiliki fungsi antara lain :
a.  Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah
dan menetapkan UndangUndang Dasar.
b. Majelis Permus yawaratan Rakyat melantik Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
c. Majelis Permus yawaratan Rakyat hanya dap at
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya menurut UndangUndang Dasar.
( UUD 1945 pasal 3 ayat 1- 3 )
Tugas dan wewenang MPR antara lain :

152
a.  Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b.  Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan
umum.
c. Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran
hukum.
d.   Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden
apabilaPresiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya.
e.  Memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan
oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil.
f. Memilih presiden dan wakil presiden jika keduanya
berhalangan bersamaan.
( UUD 1945 pasal 7B dan UU No. 27 Tahun 2009 pasal 4 )

Keanggotaan MPR :
a.   Pemilihan
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) terdiri
atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan
umum.

153
( UUD 1945 pasal 2 ayat 1 dan UU No. 27 Tahun 2009
Pasal 2)
b.    Syarat Keanggotaan
Syarat menjadi anggota MPR antara lain :
1)   Warga negara Indonesia yang tealh berumur 21 tahu atau
lebih.
2)   Bertaqwa kepada tuhan yang maha esa.
3)  Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa
Indonesia.
4)  Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah
Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah 
Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau
bentuk lain yang sederajat.
5)  Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang -
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
6)  Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
7)  Sehat jasmani dan rohani
8)   Bersedia bekerja penuh waktu.
9)  Mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota
Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik
negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan

154
lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara,
yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang
tidak dapat ditarik kembali.
10) Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat
negara lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara,
dan badan usaha milik daerah, serta badan lain yang
anggarannya bersumber dari keuangan negara.
( UU No. 10 tahun 2008 pasal 12 )

c.  Pemberhentian
Pemberhentian anggota MPR ini dilakukan apabila terajdi
pergantian anggota DPR dan anggota DPD. Pemberhentian
MPR ini diresmikan dengan keputusan presiden.
( UU No. 27 tahun 2009 Pasal 65 ).
d.    Masa Jabatan
Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun dan
berakhir pada saat anggota MPR yang baru terpilih
mengucapkan janji. Dan anggota MPR diresmikan oleh
keputusan presiden.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 6 ).
e.   Hak dan kewajiban Anggota
1)   Hak anggota MPR antara lain :
a)  Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

155
b)  Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan
keputusan.
c)    Memilih dan dipilih
d)    Membela diri.
e)     Imunitas.
f)      Protokoler.
g)  Keuangan dan administratif.
            ( UU No. 27 Tahun 2009 pasal 9 )
2)    Kewajiban anggota MPR antara lain :
a)  Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b)  Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati
peraturan perundangundangan.
c)  Mempertahankan dan memelihara kerukunan
nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
d)  Mendahulukan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
e)  Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan
wakil daerah.
               ( UU No. 27 tahun 2009 pasal 10 )
f.   Pimpnan MPR
1).   Tugas dan kewenangan pimpinan Lembaga
a)   Memimpin sidang MPR dan menyimpulkan hasil
sidang untuk diambil keputusan.

156
b)    Menyusun dan membagi kerja antara wakil dan
pimpinan MPR.
c)     Menjadi juru bicara MPR
d)    Melaksanakn keputusan MPR
e) Mengkoordinasikan anggota MPR untuk
memasyarakatkan UUD 1945
f)     Mewakili MPR pada persidangan.
g)    Menetapkan arah dan kebijakan MPR.
h)   Menyampaikan laporan kinerja MPR pada sidang
paripurna pada kahir jabatan.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 15 )
2).   Pemilihan Pimpinan MPR
     Pimpinan MPR terdiri dari 1 orang ketua yang
berasal dari DPR dan 4 orang wakil ketua yang terdiri
dari 2 orang wakil ketua yang berasal dari DPR dan 2
orang wakil ketua yang berasal DPD. Dan pimpinan
MPR dipilih secara musyawarah mufakat dan
ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.
     Apabila musyawarah mufakat pada sidang
paripurna DPR belum tercapai maka sidang pertama
MPR dipimpin oleh seorang pimpinan MPR sementara.
Ketua MPR sementara yang dimaksudkan adalah
ketua DPR dan wakil sementaranya adalah ketua
DPD. Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan
MPR.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 14 )

157
3)    Pemberhentian
Ada beberapa sebab pimpinan MPR diberhentikan dari
jabatannya anatar lain karena :
a)    Meninggal dunia
b)    Mengundurkan diri
c)     Diberhentikan.
Apabila seorang pimpinan diberhentikan ini
dikarenakan oleh :
a)   Diberhentikan sebagai anggota DPR dan DPD.
b)   Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan tetap sebagai pimpinan MPR.
        Apabila pimpinan MPR diberhentikan dari jabatannya
maka pimpinan MPR akan diganti oleh anggota DPR atau
DPD  paling lambat 30 hari sejak pimpinan ditetapkan
berhenti. Dan pergantian tersebut diresmikan melalui
keputusan MPR dalam sidang paripurna MPR.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 16 ayat 1-4 )
4)    Masa Jabatan Pimpinan MPR
Masa jabatan pimpinan MPR tidak jauh berbeda dengan
masa jabatan anggota MPR yaitu selama lima tahun dan
berakhir setelah pimpinan yang baru terpilih mengucapkanjanji
atau sumpah.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 6 )

Persidangan dan Keputusan MPR

158
         MPR bersidang sedikitnya satu kali dalam lima tahun di
ibu kota negara. Persidangan ini dilaksanakan untuk
melaksanakan tugas dan wewenang anggota MPR. Dan
pengaturan secara lanjut dijelaskan pada peraturan MPR
tentang tata tertib.
Sidang MPR mengambil keputusan apabila :
a)  Diahdiri 2/3 dari anggota MPR dan disetujui 50%ditambah
1 dari anggota yang hadir dalam hal mengubah UUD
1945.
b)  Dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari anggota MPR dan
disetujui 2/3 dari dari anggota yang hadir dalam hal
pemutusan usul DPR tentang pemberhentian presiden
dan Wapres.
c)   Dihadiri oleh 50% tambah 1 dari anggota MPR dan
disetujui oleh 50% tambah 1 dari anggota yang hadir
untuk persidengan selain a dan b.
            Dalam pengambilan keputusan tersebut lebih dulu
dilakukan musyawarah mufakat dan apabila musyawarah
mufakat tidak berhasil maka akan dilakukan voting . dan
akan dilakukan voting ulang apabila voting 1 tidak
berhasil.
 ( UU No. 27 tahun 2009 pasal 60 61 , 62 dan 63 )

Dasar Hukum MPR


            Lembaga MPR ini berdiri berdasakan UUD 1945 pasal
2 ayat 1,2,dan 3. Pasal 3 ayat 1,2 dan 3.pasal 7B ayat 1,5,6

159
dan 7. Dan juga UU No. 27 tahun 2009 khususnya bab II
pasal 2 sampai pasal 66 dan UU No.10 tahun 2008.

2. Presiden dan Wakil Presiden


Presiden memegang kekuasaan pemerintah menurut
UUD, dan dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh
seorang Wakil Presiden. Presiden berhak mengajukan RUU,
dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan
UU (pasal 5). Presiden memegang masa jabatan selama lima
tahun. Syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden
adalah :
1.  WNI sejak kelahirannya
2.  Tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena
kehendaknya sendiri.
3. Tidak pernah menghianati negara
4. Mampu secaraa jasmani dan rohani untuk melakukan
keajibannya
5.  Syarat-syarat lainnya akan diatur dengan UU (pasal
6Syarat-syarat lainnya akan diatur dengan UU (pasal 6).
Kewenangan lain dari presiden selaku kepala negara
adalah dimilikinya hal prerogatif, antara lain :
· Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, AU (pasal 10)
· Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain dengan persetujuan DPR, terutama
yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi
negara (pasal 11)

160
· Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat dan akibatnya
ditetapkan dengan UU (pasal 12).
· Mengangkut dan menerima duta dan konsul dengan
memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 13).
· Presiden memberikan grasi dengan pertimbangan MA,
dan memberikan amnesti dan abolisi dengan
pertimbangan DPR (pasal 14).
· Presiden memberi gelar, tanda jasa, tanda kehormatan,
dan lain-lain menurut UU (pasal 15).
Presiden  dan  Wakil Presiden  Indonesia  (secara
bersama-sama disebut  lembaga kepresidenan Indonesia)
memiliki sejarah yang hampir sama tuanya dengan sejarah
Indonesia. Dikatakan hampir sama sebab pada
saat proklamasi 17 gustus 1945, bangsa Indonesia belum
memiliki pemerintahan.Barulah sehari kemudian, 18
gustus 1945, Indonesia memiliki konstitu-si yang menjadi
dasar untuk mengatur pemerintahan (UUD 1945)dan lembaga
kepresidenan yang memimpin seluruh bangsa. Dari titik inilah
perjalanan lembaga kepresidenan yang bersejarah dimulai.
Sejarah perjalanan lembaga kepresidenan Indonesia
memiliki keunikan tersendiri, sebagaimana tiap-tiap bangsa
memiliki ciri khas pada sejarah pemimpin mereka masing-
masing. Perjalanan sejarah yang dilalui lembaga
kepresidenan diwarnai setidaknya tiga atau bahkan empat
konstitusi. Peraturan di bawah konstitusi hanya mengatur
sebagian kecil dan itupun letaknya tersebar dalam berbagai

161
jenis maupun tingkatan peraturan. Ini berbeda dengan
lembaga legislatif dan lembaga yudikatif yang
memiliki undang-undang mengenai susunan dan kedudukan
lembaga itu sendiri. Lain daripada itu masalah tokoh dan
periodisasi juga memerlukan pencermatan lebih lanjut.
Oleh sebab lembaga kepresidenan sebagian besar
diatur dalam konstitusi, maka pembahasan sejarah lembaga
ini akan difokuskan menurut pengaturan dalam konstitusi dan
akan dibagi menurut masa berlakunya masing-masing
konstitusi. Pembagian inipun tidak sepenuhnya lepas dari
kesulitan di setidaknya dua kurun waktu. Pertama, periode
antara tahun1949–1950 ketika ada dua konstitusi yang
berlaku secara bersamaan. Kedua, antara 1999–2002 ketika
konstitusi mengalami pembongkaran ulang. Selain itu, karena
dinamika yang masih terus berlangsung, maka pembahasan
artikel hanya akan dibatasi sampai tahun 2008 atau setidak-
tidaknya pertengahan 2009.
  Presiden adalah  kepala negara  sekaligus 
kepala pemerintahan.Sebagai kepala
negara,Presiden adalah simbol resmi negara
Indonesia di dunia.Sebagai kepala
pemerintahan,Presiden dibantu oleh wakil
presiden dan menteri-menteri dalam kabinet,meme
gang kekuasaan eksekutif  untuk melaksanakan
tugas- tugas pemerintah sehari-hari.Presiden (dan
Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan

162
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan
yang sama untuk satu kali masa jabatan. Presiden
di Indonesia digaji sekitar 60 juta per bulan.

Sejarah Ke Presidenan di Indonesia


Periode 18 gustus 1945 – 15 gustus 1950 adalah
periode berlakunya konstitusi yang disahkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945, yang kelak kemudian disebut
sebagai UUD 1945. Periode ini dibagi lagi menjadi dua masa
yaitu, pertama, antara 18 gustus 1945 – 27
Desember 1949 saat negara Indonesia berdiri sendiri, dan
kedua antara 27 Desember 1949 – 15 gustus 1950 saat
negara Indonesia bergabung sebagai negara bagian dari
negara federasi Republik Indonesia Serikat.Menurut UUD
1945, lembaga kepresidenan, yang bersifat personal, terdiri
atas seorang presiden dan seorang wakil presiden. Lembaga
ini dipilih oleh MPR dengan syarat tertentu dan memiliki masa
jabatan selama 5 tahun. Sebelum menjalankan tugasnya
lembaga ini bersumpah di hadapan MPR atau DPR.
Menurut UUD 1945:
1)    Presiden memegang kekuasaan pemerintahan
2)    Presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden
3)   Wakil presiden menggantikan presiden jika presiden
mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya
4)    Presiden menetapkan peraturan pemerintah

163
5)    Presiden dibantu oleh menteri
6)    Presiden dapat meminta pertimbangan kepada DP
7)   Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Tentara
Nasional Indonesia
8)    Presiden menyatakan perang dan membuat perdamaian
serta perjanjian dengan negara lain atas persetujuan
DPR
9)      Presiden menyatakan keadaan bahaya
10) Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik
11) Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
12) Presiden memberi gelar dan tanda kehormatan
13) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-
undang dengan persetujuan DPR
14) Presiden berhak memveto RUU dari DPR
15) Presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang dalam keadaan mendesak.
Pada 18 gustus 1945, untuk pertama kalinya, presiden
dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Dalam masa peralihan ini
kekuasaan presiden sangat besar karena seluruh kekuasaan
MPR, DPR, dan DPA, sebelum lembaga itu terbentuk,
dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP). Namun tugas berat juga dibebankan
kepada presiden untuk mengatur dan menyelenggarakan
segala hal yang ditetapkan UUD 1945.Hanya beberapa bulan
pemerintahan, KNIP yang menjadi pembantu presiden dalam
menjalankan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA meminta

164
kekuasaan yang lebih. Hal itu kemudian direspon oleh
lembaga kepresidenan dengan memberikan kekuasaan untuk
menetapkan haluan negara dan membentuk UU
melalui Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang dikeluarkan
pada 16 Oktober 1945. Kurang dari sebulan, kekuasaan
presiden berkurang dengan terbentuknya Kabinet Syahrir
I yang tidak lagi bertanggung jawab kepadanya melainkan
kepada Badan Pekerja KNIP.
Pada tahun-tahun berikutnya ketika keadaan darurat, 29
Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947,
presiden mengambil alih kekuasaan lagi. Begitu pula
antara 29 Januari 1948 – 27 Desember 1949 kabinet kembali
bersifat presidensial  (bertanggung jawab kepada presiden).
Saat pemerintahan, termasuk di dalamnya lembaga
kepresidenan, di Yogyakarta lumpuh dan tidak dapat
menjalankan tugasnya saat gresi Militer elanda II. Walau
ditawan musuh, nampaknya lembaga ini tidak bubar.
Sementara pada saat yang sama, atas dasar mandat
darurat yang diberikan sesaat sebelum kejatuhan Yogyakarta,
suatu Pemerintahan Darurat Republik Indonesia(PDRI) yang
didirikan di pedalaman Sumatera (22 Desember 1948 – 13 Juli
1949) mendapat legitimasi yang sah. Kondisi inilah yang
menimbulkan pemerintahan dan juga lembaga kepresidenan
ganda. Sebab pemerintahan darurat itupun memiliki pimpinan
pemerintahan (atau lembaga kepresidenan) dengan sebutan
Ketua Pemerintahan Darurat. Hal inilah yang sering

165
menimbulkan kontroversi dan polemik berkepanjangan
mengenai status pemerintah darurat dan status ketua
pemerintah darurat.
      Bagi sebagian pihak, PDRI dan juga Ketua
Pemerintahan Darurat adalah penerima tongkat estafet
pemerintahan dan kepemimpinan nasional saat pemerintahan
di ibukota tertawan musuh. Oleh karena itu kedudukannya
tidak bisa diabaikan. Apalagi pada 13 Juli 1949, Ketua
Pemerintah Darurat Syafruddin Prawiranegara secara resmi
menyerahkan kembali mandat kepada Wakil
Presiden Mohammad Hatta yang pulang dari tawanan musuh.
Namun bagi pihak lain, tidak mundurnya presiden dan wakil
presiden secara resmi menunjukkan tongkat estafet
pemerintahan dan kepemmpinan nasional tetap dipegang
oleh Soekarno dan Mohammad Hatta yang tertawan.

Wewenang, Kewajiban, Dan Hak Presiden


 Antara lain:
· Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
· Memegang kekuasaan yang tertinggi atas ngkatan
Darat, ngkatan Laut, dan ngkatan Udara
· Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan
pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU
bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.

166
· Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
· Menetapkan Peraturan Pemerintah
· Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
· Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain dengan persetujuan DPR
· Membuat perjanjian internasional lainnya dengan
persetujuan DPR
· Menyatakan keadaan bahaya.
· Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta,
Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
· Menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan DPR.
· Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah gung
· Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR
· Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya
yang diatur dengan UU
· Meresmikan anggota adan Pemeriksa Keuangan yang
dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
· Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan
oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR

167
· Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan
Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung
· Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial
dengan persetujuan DPR.

Syarat-syarat untuk menjadi seorang presiden  dan wakil


presiden.
Sebagai berikut :
1)  Warga Negara Indonesia
2)  Telah  berusia 40 tahun
3)  Bukan orang yang sedang dicabut haknya untuk dipilih
dalam pemilihan umum
4)   Bertakwa kepada tuhan yang maha esa
5) Setia kepada cita –cita proklamasi 17 agustus 1945,
pancasila, dan UUD 1945
6) Memiliki visi kenegarawanan yang berdasar pada
komitmen yang kuat terhadap persatuan dan kesatuan
bangsa
7)     Bersedia menjalankan haluan Negara menurut garis-
garis besar yang telah ditetapkan oleh majelis dan
putusan-putusan Majelis.
8)     Berwibawa,Jujur,Cakap,Adil
9)      Dukungan dari rakyat yang tercermin dalam MPR
10)  Tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak
langsung dalam kegiatan yang menghianati Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

168
Pancasila dan UUD 1945, seperti G30S/PKI atau
organisasi terlarang lainnya.
11)  Tidak sedang menjalankan hukumn pidana berdasarkan
keputusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi
karena tindak pidana yang diancam pidana sekurang-
kurangnya 5 tahun.
12)  Tidak terganggu jiwa atau ingatannya.(Dalam pasal 1
ayat 2 di jelaskan bahwa calon presiden dan wakil
presiden selain memenuhi persyaratan diatas  juga harus
melaporkan daftar seluruh kekayaannya.)

169
Sumpah dan Janji Presiden
1)      Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
"Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik
Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa."
2)     Janji Presiden (Wakil Presiden) :
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan
memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wekuasaan untuk akil Presiden Republik Indonesia)
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
Dalam system pemerintahan kabinet parlementer,
umumnya presiden hanya sebagai kepala Negara, sedangkan
dalam cabinet presidensial disamping sebagai kepala Negara
juga sebagai kepala eksekutif.Presiden adalah kepala
kekuasaan eksekutif dalam Negara. Untuk menjalankan
undang-undang, presiden mempunyai kekuasaan untuk
menetapkan peraturan pemerintah. Presiden adalah
penyelenggara pemerintah yang tertinggi. Dalam menjalankan
pemerintah Negara, kekuasaan dan tanggung jawab ada

170
ditangan presiden.Dalam hal pemilihan, presiden dan wakil
presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat. Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta
pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah
suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh
persen suara disetiap provinsi di Indopnesia, dilantiikn menjadi
presiden dan wakil presiden. Jika dalam pemilu tidak ada
pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, dua
pasangan calon yang memperoleh suara tebanyak pertama
dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara
langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat
terbanyak  dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.

3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal
29 Agustus 1945 (12 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia) di Gedung Kesenian, Pasar Baru Jakarta.
Tanggal peresmian KNIP (29 Agustus 1945) dijadikan sebagai
TANGGAL dan HARI LAHIR DPR RI. Dalam Sidang KNIP
yang pertama telah menyusun pimpinan sebagai berikut:
Ketua Mr. Kasman Singodimedjo Wakil Ketua I Mr. Sutardjo

171
Kartohadikusumo Wakil Ketua II Mr. J. Latuharhary Wakil
Ketua III Adam Malik.

Kedudukan DPR
Kedudukan DPR adalah sebagai lembaga negara. Akan
tetapi banyak buu yang menyebutkan bahwasannya DPR
memiliki kedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang
setara dengan MA,MPR, dan lain-lain. ( UU No. 27 tahun 2009
pasal 68 )

Fungsi DPR
Sebagai suatu lembaga tinggi negara DPR memiliki
fungsi. Fungsi DPR antara lain :
1. Fungsi legislasi.
Yang dimaksud dengan fungsi legeslasi adalah DPR
sebagai lembaga tinggi negara memiliki fungsi sebagai
lembaga yang memiliki kekuasaan membentuk undang –
undang.
2.  Fungsi anggaran
Yang dimaksud dengan fungsi anggaran adalah DPR
sebagai lembaga tinggi negara memiliki fungsi sebagai
lembaga yang memiliki kekuasaan untuk membahas dan
memberikan persetujuan atau tidak memberikan
persetujuan terhadapan rancangan undang – undang
tentang APBN yang diajukan oleh presiden.

172
3.   Fungsi pengawasan.
Ya ng dimaksud dengan fungsi pengawasan adalah DPR
sebagai lembaga tinggi negara memiliki fungsi sebagai
lembaga yang memiliki kekuasaan pengawasan atas
pelaksanaan undang – undang dan APBN. Fungsi –
fungsi ini dilaksanakan sebagai kerangka representasi
rakyat terhadap pemerintah. (UUD 1945 pasal 20A ayat
(1) dan UU.No. 27 tahun 2009 pasal 69 ayat (1-2) dan
pasal 70 ayat (1-3))
Tugas dan wewenang anggota DPR antara lain:
a. Membentuk undang – undang yang dibahas bersama
presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.
b. Membahas dan memberikan persetujuan terhadap
peraturan pemerintah penganti undang – undang yang
diajukan oleh presiden untuk dijadikan undang – undang.
c. Menerima rancangan undang – undang yang diajukan oleh
DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
d. Membahas rancangan undang – undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembetntukkan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan

173
keuangan daerah dan pusat bersama Presiden dan DPD
sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan
Presiden.
e. Membahas rancangan undang – undang yang diajukan
oleh presiden atau DPR tentang yang tercantum diatas
dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil
persetujuan bersama antara presiden dan DPR.
f.  Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang
– undang tentang APBN dan rancangan undang – undang
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
g. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang –
undang dan APBN.
h. Membahas dan menindak lanjuti hasil pengawasan yang
disampaikan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang –
undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama.
i.  Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional
lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar
bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara dan/atau mengharuskan perubahan atau
pembentukan undang – undang.

174
j.  Memberikan pertimbangan kepada presiden tentang
pemberian amnesti dan abolisi.
k. Memberikan pertimbangan presiden terhadap
pengangkatan duta besar dan penerimaan penempatan
duta besar dari negara lain.
l.      Memilih anggota BPK dengan melihat pertimbangan
DPD.
m.  Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang
disampaikan oleh BPK.
n. Memberikan persetujuan kepada presiden atas
pengangkatan dan pemberhentian anggota komisi
yudisial.
o. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang
diusulkan oleh komisi yudisial untuk ditetapkan oleh
presiden sebagai hakim agung.
p.    Memilih 3 orang hakim konstitusi dan mengajukan kepada
presiden untuk diresmikan dengan  keputusan presiden.
q.  Memberikan persetujuan terhadap pemindah tanganan
aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang – undangan dan
terhadap perjanjian yang berkaitan luas dan mendasar
bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara.
r.     Menyerap, menghimpun, menampung dan menindak
lanjuti aspirasi masyarakat.

175
( UUD 1945 pasal 5 (1), 11,13,14,20,21,22 dan UU.No.27
tahun 2009 pasal 71 ).
Keanggotaan DPR dipilih oleh pemilu dengan suara
terbanyak. DPR memiliki fungsi legislatif, anggaran, dan
pengawasan, untuk itu DPR diberikan hak-hak interpelasi,
angket, menyatakan pendapat, mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul dan  pendapat serta imunitas (pasal 20).

4.Dewan Perwakila Daerah (DPD)


DPD adalah sebuah lembaga perwakilan seperti halnya
DPR yang mewakili masyarakat pada wilayah tertentu.
Seluruh anggota MPR yang sekarang adalah hasil Pemilu.
DPD merupakan alternatif baru bagi bentuk “utusan daerah” di
MPR, yang lebih merepresentasi-kan kepentingan daerah.
Bila pada MPR sistem yang lama anggota utusan daerah
merupakan hasil pemilihan eksklusif anggota DPRD Provinsi,
maka anggota DPD dipilih melalui Pemilu melalui sistem
distrik berwakil banyak. Dalam sisitem ini, masyarakat
langsung memilih nama kandidat, yang memang disyaratkan
untuk independen (bukan pengurus Partai Politik).
Sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa
keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta
meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah
dalam kehidupan nasional; serta untuk memperkuat Negara
Kesatuan Republik Indonesia, maka dalam rangka
pembaharuan konstitusi, MPR RI membentuk sebuah

176
lembaga perwakilan baru, yakni Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD RI). Pembentukan DPD RI ini
dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada
bulan November 2001.
Sejak perubahan itu, maka sistem perwakilan dan
parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral
menjadi sistem bikameral. Perubahan tersebut tidak terjadi
seketika, tetapi melalui tahap pembahasan yang cukup
panjang baik di masyarakat maupun di MPR RI, khususnya di
Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan di MPR RI selain
memperhatikan tuntutan politik dan pandangan-pandangan
yang berkembang bersama reformasi, juga melibatkan
pembahasan yang bersifat akademis, dengan mempelajari
sistem pemerintahan yang berlaku di negara-negara lain
khususnya di negara yang menganut paham demokrasi.
Dalam proses pembahasan tersebut, berkembang kuat
pandangan tentang perlu adanya lembaga yang dapat
mewakili kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk
menjaga keseimbangan antar daerah dan antara pusat
dengan daerah,  secara adil dan serasi. Gagasan dasar
pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih
mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi
peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses
pengambilan keputusan politik untuk  hal-hal terutama yang
berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan

177
tersebut berangkat dari indikasi yang nyata  bahwa
pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada masa
lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa
ketidakadilan, dan diantaranya juga memberi indikasi
ancaman keutuhan wilayah negara dan persatuan nasional.
Keberadaan unsur Utusan Daerah dalam keanggotaan MPR
RI selama ini (sebelum dilakukan perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai untuk
menjawab tantangan-tantangan tersebut.
Adanya reformasi yang digulirkan tahun 1998 yang
dipelopori oleh mahasiswa telah berhasil merubah UUD 1945
untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai
ketatanegaraan yang lebih menjamin kedaulatan rakyat dan
perkembangan demokrasi modern. Salah satu perubahan
yang cukup signifikan adalah dibentuknya Lembaga Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Dibentuknya
DPD RI itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan daerah-
daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh
daerah-daerah. Juga untuk meningkatkan agregasi dan
akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam
perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan
daerah-daerah. Disamping itu untuk mendorong percepatan
demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah-daerah
secara serasi dan seimbang untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Sementara dasar pertimbangan teoritis dibentuknya

178
DPD antara lain adalah untuk membangun mekanisme kontrol
dan keseimbangan (check and balances) antar cabang
kekuasaan negara dan antar lembaga legislatif sendiri.
Namun, dalam perjalanannya, sangat dirasakan bahwa
fungsi dan wewenang sebagaimana tercantum dalam pasal 22
D UUD 1945 setelah amandemen sulit mewujudkan maksud
dan tujuan pembentukan DPD RI. Demikian juga sulit bagi
anggota DPD RI untuk mempertanggungjawabkan secara
moral dan politik kepada pemilih dan daerah pemilihannya.
Pasal 22 D tersebut juga tidak dapat mencerminkan prinsip
checks and balances antara dua lembaga perwakilan
(legislatif). Padahal, DPD RI sebagai lembaga negara memiliki
legitimasi yang sangat kuat karena anggotanya dipilih secara
langsung oleh rakyat. Sebagai lembaga negara, tentunya DPD
RI harus memiliki kedudukan yang sama dengan lembaga
negara lainnya, yang membedakannya adalah fungsi dan
tugasnya. Karena mengalami keterbatasan itu, wajarlah apa
yang dilakukan DPD RI untuk penguatan peran dan
kewenangannya.

Peran Lembaga Perwakilan DPD


Kedudukan Lembaga DPD
Pasal 22D UUD 1945 sangat melemahkan peran DPD
dalam bidang legislasi karena hanya memberikan wewenang
sangat terbatas. Dalam pasal 40 diatur bahwa DPD

179
merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan
sebagai lembaga Negara.
Fungsi Lembaga DPD
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang
berkedudukan sebagai lembaga Negara dan mempunyai
fungsi: Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan
memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang
legislasi tertentu, Pengawasan atas pelaksanaan undang-
undang tertentu (UU No.22 Tahun 2003 Pasal 41).

Visi dan Misi DPD


Konsensus politik bangsa Indonesia melalui reformasi
1998 telah menghasilkan perubahan struktur ketatanegaraan
Indonesia yang dituangkan dalam konstitusi. Perubahan
tersebut antara lain menghadirkan Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga perwakilan
selain Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI)
Lembaga DPD RI dibentuk melalui Perubahan Ketiga
UUD 1945 tahun 2001 dalam rangka penguatan kelembagaan
dari semula hanya setingkat Fraksi Utusan Daerah di MPR RI
untuk mengatasi masalah hubungan pusat-daerah dan
memperkuat ikatan daerah-daerah dalam NKRI serta
membangun mekanisme check and balances antar cabang
kekuasaan negara dan dalam cabang kekuasaan legislatif itu
sendiri.

180
Berdasarkan hal tersebut maka visi DPD RI adalah
sebagai berikut :
Menjadikan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
sebagai lembaga perwakilan yang mampu secara optimal dan
akuntabel memperjuangkan aspirasi daerah untuk
mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan
negara kesatuan Republik Indonesia
Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI 
disepakati sebagai berikut:
1. Memperkuat kewenangan DPD RI melalui amandemen
UUD 1945;
2. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi legislasi,
pengawasan dan penganggaran sesuai kewenangan yang
ditetapkan oleh UUD 1945 dan Undang-Undang;
3. Memperkuat kapasitas pelaksanaan fungsi representasi
yang mencakup penampungan dan penindaklanjutan
aspirasi daerah dan pengaduan masyarakat serta
peningkatan pemahaman masyarakat tentang
kelembagaan DPD RI dalam rangka akuntabilitas publik;
4. Meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan lembaga-
lembaga negara/pemerintah dan non pemerintah di dalam
negeri dan lembaga perwakilan negara-negara sahabat
termasuk masyarakat parlemen internasional;
5. Meningkatkan kinerja dan kapasitas kelembagaan baik
yang menyangkut tampilan perorangan para anggota DPD

181
RI maupun pelaksanaan fungsi kesekretariatan jenderal
termasuk tunjangan fungsional/keahlian.

Tugas dan Wewenang Lembaga DPD


(UUD 1945 Pasal 22D dan UU No.22 Tahun 2003
Pasal 42,43 dan 45)
(1)   Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelelolaan sumber daya
alam dan suimber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
(2)   Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan dengan otonomi
daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta
memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat atas rancangan undang-undang anggaraan
pendapatan dan belanja negara dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan , dan agama.

182
(3)    Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan
pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan
agama serta menyampaikan hasil pengawasan itu
kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
(4)     Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan
dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya
diatur dalam undang-undang.
Berbagai hal tentang tugas dan wewenang DPD
ini kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No 22 Tahun
2003 Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 46, Pasal 47
yakni sebagai berikut:
Pasal 42:
(1)   DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah.

183
(2) DPD mengusulkan rancangan undang-undang
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) kepada DPR
dan DPR mengundang DPD untuk membahas sesuai
tata tertib DPR.
(3)  Pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum DPR
membahas rancangan undang-undang dimaksud pada
ayat (1) dengan pemerintah.
Pasal 43:
(1)  DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan
daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang diajukan
baik oleh DPR maupun oleh pemerintah.
(2)  DPD diundang oleh DPR untuk melakukan pembahasan
rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bersama dengan pemerintah pada awal
Pembicaraan Tingkat I sesuai peraturan tata tertib DPR.
(3)    Pembicaraan Tingkat I sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan bersama antara DPR, DPD, dan
pemerintah dalam hal penyampaian pandangan dan
pendapat DPD atas rancangan undang-undang, serta
tanggapan atas pandangan dan pendapat dari masing-
masing lembaga.

184
(4)   Pandangan, pendapat, dan tanggapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dijadikan sebagai bahan
masukan untuk pembahasan lebih lanjut antara DPR dan
pemerintah.

Pasal 44:
(1) DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas
rancangan undang-undang APBN dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dalam bentuk tertulis sebelum memasuki
tahapan pembahasan antara DPR dan pemerintah.
(3)  Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi bahan bagi DPR dalam melakukan pembahasan
dengan pemerintah.
Pasal 45:
(1)   DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
(2)  Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara tertulis sebelum pemilihan anggota
BPK.

Pasal 46:
(1)  DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah,

185
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
(2)   Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pengawasan atas pelaksanaan undang-
undang.
(3)   Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pasa ayat (1)
disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan
untuk ditindaklanjuti.

Pasal 47:
DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari
BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbagan bagi DPR
tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
APBN.
Atau tugas dan kewenangan DPD antara lain :
1.   DPD dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah
2.     DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah
3.    DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.

Keanggotaan Lembaga DPD


     1) Pemilihan

186
Pemilu anggota DPD merupakan satu fenomena
baru dalam dunia politik Indonesia. Tetapi, tidak seperti
pemilu yang lain, pemilu DPD tidak melibatkan partai
politik, baik sebagai institusi. Untuk dapat menjadi calon
anggota DPD, peserta pemilu dari perseorangan harus
memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:
(1)  Provinsi yang berkependudukan sampai dengan
1.000.000 (satu juta) orang harus didukung
sekurang-kurangnya oleh 1.000 (seribu) orang
pemilu.
(2)  Provinsi yang berpenduduk lebih dari 5.000.000
(lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh
juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya
oleh 3.000 (tiga ribu) orang pemilih.
(UU No.12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum
angoota DPR, DPD, DPRD, Pasal II)
Syarat Keanggotaan :
(1)    Berdomisili di provinsi yang bersangkutan
sekurang-kurangnya tiga tahun secara berturut-
turut yang dihitung sampai dengan tanggal
pengajuan calon atau berdomisili selama
sepuluh tahun sejak berusia 17 tahun di provinsi
yang bersangkutan.
(2)    Tidak menjadi pengurus partai politik sekurang-
kurangnya empat tahun yang dihitung sampai
dengan tanggal pengajuan calon.

187
(Ketentuan pasal 63 UU No.12 Tahun 2003)

2) Pemberhentian
Anggota dewan perwakilan daerah dapat
diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan
tata caranya diatur dalam undang-undang.
3) Masa Jabatan
Masa jabatan Anggota DPD adalah lima tahun dan
berakhir bersamaan pada saat Anggota DPD yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
DPD juga memiliki hak, yaitu:
a)    Menyampaikan usul dan pendapat
b)    Memilih dan dipilih
c)    Membela diri
d)    Imunitas
e)   Protokoler dan
Adapun kewajibannya, yaitu:
a)   Mengamalkan Pancasila
b) Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati
segala peraturan perundang-undangan.
c) Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan

188
d)  Mempertahankan dan memelihara kerukunan
nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik
Indonesia.
e)    Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan
rakyat
f)   Menyerap, menghimpun, menampung dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah.
g)  Mendahulukan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
h)   Memberikan pertanggungjawaban secara moral
dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya.
i)    Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD,
dan
j)   Menjaga etika dan norma adat daerah yang
diwakilinya.

Permasalahan yang Dihadapi DPD


Dalam sistem ketatanegaraan di negara-negara
demokrasi modern yang berdasarkan konstitusi, lazimnya
memberikan peran, fungsi, dan kewenangan yang memadai
pada lembaga-lembaga perwakilan sebagai wujud kedaulatan
rakyat, yang diwujudkan dalam mekanisme saling mengawasi
dan mengimbangi (check and balances). Fungsi legislatif yang
dimiliki DPD masih terbatas yaitu mengajukan dan membahas
rancangan undang-undang tertentu saja dan itupun tidak ikut

189
dalam pengambilan keputusan. Demikian juga dalam fungsi
penganggaran, dan fungsi pengawasan.
Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) yang sudah diamandemen, dinyatakan dalam
pasal 22 D bahwa DPD memiliki fungsi bidang legeslasi,
pengawasan, dan pertimbangan, yaitu:
(1)   Dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-
undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
(2)   Ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan
kepada DPR atas rancangan undang-undang
pendapatan dan belanja negara dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama.
(3)     Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,

190
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil
pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan
pertimbangan untuk ditidak lanjuti.
Namun, bukan berarti dengan adanya keterbatasannya
selama ini DPD tidak berbuat apa-apa. Banyak hal yang telah
dilakukan oleh DPD sebagaimana diamanatkan oleh
konstitusi. Salah satu contoh adalah telah banyak mengajukan
rencana undang-undang (RUU). Namun tidak memperoleh
respon yang memadai dari DPR dan hanya dimasukkan ke
dalam daftar tunggu di program legislasi nasionl (Prolegnas).
Hal ini menimbulkan kesan seoleh-olah RUU yang diusulkan
oleh DPD RI itu disamakan dengan RUU yang diajukan oleh
masyarakat di luar lembaga negara, misalnya Lembaga
Swadaya Masyarakat yang terkadang juga berkualitas.
Apa yang disebutkan dalam pasal 22D UUD 1945 di
atas menunjukkan bahwa fungsi dan kewenangan DPD
sangat terbatas jika dikaitkan bahwa DPD adalah sebagai
lembaga perwakilan yang ditetapkan oleh UUD 1945. Hal itu
merupakan kendala yang dihadapi DPD. Kendala itu secara
ringkas bisa disebutkan antara lain: kewenangannya di bidang
legislasi hanya sebatas mengusulkan dan membahas tetapi
tidak ikut dalam pengambilan keputusan; dalam bidang
pengawasan hanya sebatas memberikan masukan kepada

191
DPR sebagai bahan pertimbangan; tidak ada ketentuan yang
mengatur hak DPD untuk meminta keterangan dari pejabat
negara, pejabat pemerintah dan lainnya seperti yang diberikan
kepada DPR.  Padahal anggota DPD berkewajiban menyerap,
menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat dan daerah. Sementara harapan kepada DPD
besar sekali karena diharapkan dapat menjadi solusi atas
praktik sentralisme pada masa lalu yang dialami oleh
masyarakat di daerah dengan adanya ketimpangan dan
ketidakadilan. Bahkan, pernah timbul gejolak di daerah yang
dikenal dengan pemberontakan daerah yang mengarah pada
indikasi ancaman terhadap keutuhan wilayah negara dan
persatuan nasional. Pada hal keberadaan DPD juga
dimaksudkan untuk memperkuat integrasi nasional dan
mengembangkan demokrasi khususnya yang berkaitan
dengan daerah.

Upaya yang Ditempuh DPD dalam Menyelesaikan Masalah


Upaya Penguatan Kapasitas Kelembagaan DPD RI
Di samping DPD RI ta’at konstitusi dengan
melaksanakan tugas sesuai amanat yang sudah ada dalam
konstitusi, secara berlanjut berjuang agar memiliki peran,
fungsi dan kewenangan yang lebih kuat sebagai lembaga
parlemen dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat
dan daerah serta dalam rangka penguatan demokrasi di
Indonesia. Untuk itu DPD telah berupaya mengusulkan

192
perubahan UUD khususnya pasal 22 D. Ini artinya diperlukan
mengamandemen lagi UUD 1945. Hal ini dimungkinkan
sebagaimana ketentuan pasal 37 ayat 1 UUD 1945. Usul itu
tersebut dilandasi pertimbangan: Bahwa DPD RI memiliki
legitimasi yang kuat karena dipilih secara langsung oleh
rakyat, karena itu seharusnya memiliki kewenangan formal
yang tinggi. Usul pemberian kewenangan yang memadai itu
karena DPD sebagai lembaga negara kedudukannya sama
dengan lembaga negara lainnya. Dengan kewenangan yang
sangat terbatas, mustahil bagi DPD untuk memenuhi harapan
masyarakat dan daerah serta mewujudkan maksud dan tujuan
pembentukan DPD RI. Penerapan prinsip check ang balances
antar lembaga legislatif harus diwujudkan. Namun, usul
perubahan konstitusi tersebut belum berhasil.
Upaya lain yang telah membuahkan hasil antara lain
adalah dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor: 27
Tahun 2009 tentang MPR RI, DPR RI, DPD RI dan DPRD.
Dalam UU itu antara lain telah membuka ruang peran DPD RI
untuk ikut membahas RUU tertentu dalam pembahasan
tingkat I meskipun tidak ikut dalam pengambilan keputusan;
adanya kantor di setiap ibukota provinsi untuk memperkuat
otonomi daerah dan penguatan sistem negara kesatuan
dengan prinsip desentralisasi; dan adanya “hak bertanya.”
walaupun tidak sama dengan hak ”mengajukan pertanyaaan”
anggota DPR. Meskipun sudah ada kemajuan, namun

193
perkembangan itu masih dirasakan tidak memberikan peran
dan kewenangan kepada DPD RI secara optimal.
Dalam rangka penguatan kapasitas DPD RI yang
memadai dan lebih mantap, diperlukan penyempurnaan
tatanan negara yang lebih menjamin kedaulatan rakyat dan
prinsip chek and balances antar lembaga negara. Dalam
kekuasaan legislatif, perlu ditata kembali prinsip kesetaraan,
saling mengontrol dan mengimbagi antara DPR RI dengan
DPD RI. Tujuan ke arah tersebut akan berujung perlunya
melakukan perubahan UUD 1945 secara komprehensif, dan
dalam konteks DPD RI perlu penyempurnaan pasal 22 D.

Eksistensi DPD RI Kedepan


Dalam kondisi keterbatasannya, DPD telah
memberikan penguatan kehidupan demokrasi, khususnya
yang berkaitan dengan daerah dengan menyerap aspirasi dan
kepentingan daerah, serta memperjuangkan kepentingan
masyarakat dan daerah kepada Pemerintah atau di tingkat
nasional. Hal ini juga akan mendekatkan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, dan antara masyarakat dengan
pemerintah. Pada kelanjutannya akan dapat memupuk dan
memperkuat perasaan akan manfaat pemerintah serta
memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional. Bahwa DPD
RI juga menunjukkan perkuatan demokrasi dapat dilihat dari
beberapa segi, antara lain: Sistem pemilihan anggota DPD
dilakukan secara langsung oleh rakyat sebagai pemilik

194
kedaulatan. Selain itu, DPD sebagai perwakilan daerah
menunjukkan akomodasi dan representasi wilayah artinya ada
penyebaran perwakilan dari seluruh wilayah/provinsi di
Indonesia.
Penguatan DPD RI tidak perlu dikaitkan dengan bentuk
federalisme dengan sistem perwakilan bikameral. Memang
benar bahwa banyak negara yang menganut federalisme
menggunakan sistem perwakilan bikameral, tetapi juga
banyak negara yang berbentuk negara kesatuan menganut
sistem perwakilan bikameral. Penelitian yang dilakukan oleh
IDEA hasilnya menunjukkan bahwa dari 54 negara demokratis
yang diteliti terdapat 22 negara yang menganut sistem
perwakilan unikameral, sedangkan sebanyak 32 negara
memilih sistem bikameral. Banyak juga negara dengan bentuk
negara kesatuan memilih sistem bikameral di samping juga
ada yang memilih unikameral. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa semua negara demokratis yang memiliki
wilayah luas memiliki dua majelis (bikameral) kecuali
Muzambique.
Dalam konteks Indonesia, yang memiliki wilayah sangat
luas, terdiri dari ribuan pulau dengan tingkat heteroginitas
tinggi, penduduknya banyak (empat besar di dunia), kiranya
tidak salah jika Indonesia memilih sistem bikameral. Eksistensi
DPD RI yang kuat ke depan harus dipertahankan, dan pilihan
sistem perwakilan bikameral tidak perlu dikhawatirkan akan
menuju federalisme. Tentu saja harus secara berlanjut

195
dilakukan sosialisasi aturaan sistem ketatanegaraan yang
disepakati dan menjaga dan memperkokoh jati di bangsa yaitu
Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal
Ika.
Anggota DPD juga dipilih oleh pemilu dengan suara
terbanyak dari setiap provinsi. DPD bersidang paling
sedikitnya sekali dalam setahun. DPD berhak mengajukan
RUU kepada DPR dan ikut membahasnya sesuai dengan
bidangnya.

5.Komisi Pemilihan Umum (KPU)


Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga negara yang
menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia, yakni
meliputi Pemilihan Umum Anggota DPR/DPD/DPRD,
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Komisi Pemilihan Umum tidak dapat disejajarkan
kedudukannya dengan lembaga -lembaga negara yang lain
yang kewenangannya ditentukan dan diberikan oleh UUD
1945.
Jadi Dapat disimpulkan Bahwa komisi pemilihan umum
adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan
umum di Indonesia yang bersifat nasional, tetap dan mandiri
(independen).

Tugas Dan Kewenangan KPU

196
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden
Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi
Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa
untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai
tugas kewenangan sebagai berikut :
1. Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan
Pemilihan Umum;
2. Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai
Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
3. Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang
selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan
kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat
sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya
disebut TPS;
4. Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan
DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
5. MENETAPKAN keseluruhan hasil Pemilihan Umum di
semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan
DPRD II;
6. Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan
serta data hasil Pemilihan Umum;
7. Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun
1999 terdapat tambahan huruf:

197
1. Tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan
Umum.
Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor
3 Tahun 1999 tersebut juga ditambahkan, bahwa selain
tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam
Pasal 10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah
Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem
Pemilihan Umum.
KPU biasa ditugaskan dalam rangka Pemilu agar
terselenggara sesuai asas (luberjurdil).

6.  Bank Sentral
Semua negara yang ada didunia ini memiliki Bank
sentral atau setidaknya ada salah satu bank atau lembaga
yang bertindak dan menjalankan fungsi bank sentral. Bank
sentral memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengaturan
ekonomi dan moneter yang dalam kegiatannya dapat
bertindak sebagai agen pemerintah. Bank sentral bertugas
untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerintah dalam bidang
ekonomi dan moneter, karena bank ini juga merupakan bagian
dari pemerintah dan lembaga keuangan negara yang memiliki
wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah,
merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter,
mengontrol kelancaran sistem pembayaran, dan pengawasan
perbankan.

198
Bank Indonesia yang merupakan bank sentral di
Indonesia tidak sama dengan bank-bank umum lainnya yang
ada. Bank central ini bertujuan untuk menginvestasikan
asetnya dalam memaksimalkan profit, tetapi bank central juga
tidak mencari keuntungan dan kegiatan bank dikelola oleh
pemerintah. Selain bertugas untuk melaksanakan fungsi
pemerintah dalam bidang ekonomi dan moneter, bank central
juga memiliki banyak hal lain yang perlu diketahui.
Menurut Bambang Murdadi (2013) menyatakan bahwa
Independensi Bank Sentral sangat diperlukan sebagai
persyaratan terciptanya pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, namun dalam realitanya sejak disandang tahun
1999 indenpensinya terkurangi melalui pengurangan
kewewenangannya.
Menurut Ferdinando Emanuel Gudipung (2013)
menyatakan bahwa Bank Indonesia sebagai induk dari
lembaga perbankan yang ada di Indonesia adalah melalui
prinsip Lender Of The Resort yang merupakan kewenangan
Bank Indonesia.
Menurut M. Umar Maya Putra (2015) menyatakan
bahwa efektifitas kebijakan moneter dalam perekonomian
nasional untuk kebijakan stabilitasasi ekonomi yang ditempuh
selama ini mampu menjaga stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan serta mendukung proses penyesuaian
ekonomi kearah yang lebih seimbang. Bank Indonesia akan
memperkuat bauran kebijakan moneter dan mikroprudensial

199
untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan
serta mendukung penguatan struktur perekonomian domestik.
Bank sentral adalah lembaga keuangan perbankan
yang berbentuk badan hukum. Bank sentral memiliki beberapa
persamaan dengan bank umum lainnya, antara lain:
1. Melakukan fungsi Intermediasi, memberikan kredit kepada
bank-bank komersial, khususnya melalui fasilitas diskonto.
2.  Mengumpulkan dana, dana yang dikumpulkan bank sentral
ada yang bersifat wajib dipenuhi, contohnya Giro Wajib
Minimum (GWM), dan dana yang dikumpulkan melalui
mekanisme pasar, misalnya perjualan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI)
3.  Asetnya didominasi oleh aset finansial.
4.  Mempunyai hakmonopoli untuk mengedarkan uang kertas
dan logam, kegiatan ini hanya boleh dilakukan oleh bank
sentral.
5.  Berkedudukan di ibu kota negara (Jakarta)

Perbedaan bank sentral dan bank lainnya


Bank sentral memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda
dengan sebuah bank. Bank sebagai salah satu bentuk
lambaga keuangan yang pada umumnya mempunyai 2 peran.
Pertama, abnk fungsinya sebagai institusi penampung dana
yang menerima deposito, membayar untuk dan atas nama
deposan dan menyediakan fasilitas penukaran mata uang
asing. Kedua, bank juga berperan sebagai perusahaan yang

200
berorientasi profit dengan menyediakan produk-produk
liabilities dan memberi pinjaman kepada nasabah.
Sema bank memiliki 2 peran tersebut. Namun, bank
sentral tidak hanya memiliki peran-peran yang sama dengan
bank-bank lainnya. Bank sentral juga memiliki perbedaan
dengan bank lainnya, perbedaan tersebut antara lain:
Item Bank Sentral Bank Lainnya
Fungsi dan -   Menetapkan - Lembaga
Tugas dan melak- intermediasi
sanakan
kebijakan mo-
neter
- Mengatur dan
menjaga
kelancaran
system pem-
bayaran.
- Mengatur dan
menga- wasi
bank
Dasar Didirikan Didirikan
Hukum berdasarkan Un- berdasarkan akte
dang-undang Notaris
Izin Operasi Berdasarkan Izin Bank
Undang-Undang Indonesia
Bentuk Lembaga Negara Perseroan
Hukum terbatas, Perusa-

201
haan daerah,
Koperasi.
Modal Kekayaaan negara Setoran dari para
yang dipisahkan pemodal
(perseorangan
ataupun badan)
Tujuan Mencapai Mencari
kestabilan nilai tukar Keuangan
(Inflasi)
Sumber -  Pengelolaan -  Suku bunga
penghasilan cadangan de- kredit
visa - Fee
- Denda perbankan - Suku bunga SBI
-  Fee sistem
pembayaran

Sumber : Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang


perbankan sebagaimana diubah terkahir dengan
Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Undang-
Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-
Undang No. 3 tahun 2004.

Disamping perbedaan diatas, ada beberapa perbedaan


yang paling menonjal antara Bank Sentral dengan baik
Lainnya, antara lain:

202
Bank Sentra; Bank Umum
1. Lembaga yang tidak 1.  Merupakan badan usaha
mencari keuntungan yang mencari untung.
2. Kegiatan bank dikelola 2. Umumnya secara
oleh pemerintah kuantitas dimiliki dan
3. Bertindak sebagai dikelola oleh pihak
pengawas dan pembina swasta
bank 3. Diawasi dan dibina oleh
4. Dapat secara langsung bank sentral
mempengaruhi kegiatan 4. Kegiatan operasinya
usaha bank dipengaruhi oleh bank
5. Mengeluarkan uang kertas sentral
dan uang logam 5.  Hanya dapat
6.  Tidak memiliki saingan menciptakan uang giral
7. Bertindak sebagai Lender 6. Melakukan persaingan
of The Last Resort bagi antar bank
perbankan 7. Harus memiliki rekening
8. Tidak melayani jasa pada bank sentral
perbankan bagi individu 8. Melayani baik pribadi
dan perusahaan non- maupun perusahaan
Lembaga Keuangan (masyarakat) secara
umum

203
Fungsi dan Tugas Bank Sentral
Tujuan tunggal yang dimiliki oleh bank sentral (BI)
adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang
tercermin dari laju inflasi dan perkembangan nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing. Instrumen yang digunakan untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut bisa
disebut dengan tugas dari bank Indonesia sebagai Bank
Sentral yaitu :
1. Menetapkan dan Melaksanakan kebijakan Moneter
Kebijakan moneter terkait dengan jumlah uang yang
beredar. Beberapa hal yang termasuk kedalam kebijakan
moneter adalah:
a. Operasi pasar terbuka, dilakukan dengan penjualan
Sertifikat Bank Indonesia dan Intervensi.
b.  Penetapan cadangan wajib umum, untuk melaksankan
kebijakan ini bank menurunkan tingkat giro wajib
minimum jika BI menginginkan penambahan jumlah
uang beredar dan meningkatkan tingkat giro wajib
minimum ketika kondisi mengharuskan penurunan
jumlah uang yang beredar.
c. Pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia
menerapkan sistem diversifikasi berdasarkan jenis
valuta asing ataupun berdasarkan jenis investasi surat

204
berharga. Cadangan devisi sendiri adalah posisi bersih
aktiva luar negeri pemerintah dan bank-bank devisa
yang harus dipelihara untuk kepentingan Internasional.

2.  Mengatur dan menjaga sistem pembayaran


Tugas ke-2 dari Bank Indonesia ini tersurat dalam
UU No.23 Tahun 1999, dalam sistem pembayaran, Bank
Indonesia mempunyai hak oktroi atau hak tunggal untuk
mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan
memusnahkan uang dari peredaran. Sementara itu untuk
layanan pembayaran dana antar nasabah dilakukan
melalui transfer elektronik, sistem kliring, dan Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
3.  Mengatur dan mengawasi bank
Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia,
Bank Indonesia menetapkan peraturan yang harus dipatuhi
oleh perbankan, memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank,
melaksanakan pengawasan atas bank serta mengenakan
sanksi terhadap bank-bank yang melanggar peraturan
perbankan. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh Bank
Indonesia dalam hal ini, antara lain:
a. Menetapkan ketentuan dan regulasi perbankan yang
memuat prinsip kehati-hatian.
b.  Memberikan dan mencabut izin usaha bank.

205
c. Memberikan izin pembukaan, penutupan, dan
pemindahan kantor bank.
d. Memberikan izin atas kepemilikan dan kepengurusan
bank.
e. Memberikan izin kepada bank untuk melaksanakan
kegiatan tertentu.
f. Mewajibkan bank untuk meyampaikan laporan,
keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara
yang ditetapkan BI.

Bank Indonesia sebagai Bank Sentral


DiIndonesia keberadaan suatu Bank Sentral diakui
oleh UUD 1945 yaitu pasal 23 (4) yang menetapkan bahwa
negara memiliki suatu Bank Sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggungjawab dan
independensinya diatur dengan undang-undang. Sebagai
suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia
mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan
melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang tersebut. Pihak luar tidak
dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia,
dan Bank Indonesia berhak menolak atau mengabaikan
intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun.
Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang
independen, sehingga kedudukannya tidak sejajar dengan
Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu kedudukan BI tidak

206
sama dengan departemen, karena kedudukannya berada
diluar pemerintahan. Ada satu status dan kedudukan Bank
Indonesia, yaitu:

a.  Sebagai Badan Hukum


Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum
publik maupun bada hukum perdata ditetapkan dengan
Undang-undang. Sebagai hukan publik BI berwenang
menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan
pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat masyarakat
luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan
hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak atas nama
sendiri didalam ataupun diluar pengadilan.

Peran Bank Sentral dalam menstabilkan keuangan negara


Bank Indonesia merupakan bank sentral yang
bertugas untuk mengatur dan menstabilkan sistem keuangn
yang ada dinegara. Apabila Bank Indonesia berhasil stabilitas
moneter namun tidak diikuti dengan keberhasilan dalam
menstabilkan sistem keuangannya, maka kestabilan tersebut
tidak memiliki banyak arti dalam perekonomian.
Kebijakan meoneter sangatlah memiliki peran besar
terhadap sistem keuangan begitupun juga sebaliknya,
stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari
efektivitas kebijakan moneter. Apabila terjadi ketidakstabilan
dalam sistem keuangan maka kebijakan moneter tidak dapat

207
berjalan sesuai yang diharapkan. Inilah yang menjadi latar
belakang mengapa stabilitas keuangan menjadi tanggung
jawab Bank Indonesia. Sebagai bank sentral, BI memiliki 5
peran utama dalam menjaga kestabilan sistem keuangan,
antar lain:
1. Bertugas menjaga kestabilan moneter melalui instrumen
suku bunga dalam pasar terbuka.
2. Memiliki peran penting dalam memproduksi kinerja
keuangan yang sehat, khususnya pada bagian perbankan.
3. Memiliki hak dan wewenang untuk mengatur serta
menjaga sistem pembayaran
4. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank
Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang
dapat dinilai mengancam stabilitas keuangan.
5.  Bank indonesia berfungsi sebagai jaringan pengaman
sistem keuangan negera melalui fungsi bank sentral
sebagai Lender Of The Last Resort (Peran tradisional
dalam mengelola krisis guna menghindari ketidakstabilan
keuangan)
Negara memiliki satu bank sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan
independensinya diatur dengan UU (pasal 23D).

7. Badan Pengawas Keuangan (BPK)


BPK RI telah memiliki Rencana Strategis (Renstra)
2011 – 2015 yang telah dijabarkan ke dalam suatu dokumen

208
Rencana Implementasi RENSTRA. Untuk dapat memonitor
pencapaian RENSTRA BPK RI tersebut, telah dikembangkan
suatu Sistem Manajemen Kinerja (SIMAK) BPK RI dan telah
mulai diimplementasikan pada tahun 2008. SIMAK BPK RI
merupakan suatu aplikasi intranet berbasis web yang
bertujuan untuk mewujudkan BPK RI menjadi suatu organisasi
yang fokus terhadap strategi (strategic focused organization).
SIMAK BPK RI digunakan sebagai instrumen untuk
memonitor, mengukur, menilai kinerja seluruh satuan kerja
(Eselon I dan II) di lungkungan BPK RI dengan menggunakan
pendekatan balanced scorecard. Implementasi SIMAK BPK RI
diharapkan dapat mewujudkan perubahan di lingkungan BPK
RI melalui: “New BPK: Leading by Example”.[1]
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden
RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945.
Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan
UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan
berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945. Meskipun Badan
Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan
Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan
Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali
menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD
Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya
masih tetap menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi
Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan

209
MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No.
1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan
untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan,
sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk
mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963,
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195
Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang
(PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan Gaya Baru. Untuk mengganti PERPU tersebut,
dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain
menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar
Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian
tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara.
Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing
sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan
No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada
posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara.
Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan
akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No.
5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa
Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari
MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang
memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa

210
eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan
dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain
menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan
sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan
negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai
lembaga yang independen dan profesional. Untuk lebih
memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK
RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum
amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23
ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945
dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A)
dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan
seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara,
yaitu;
· UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
· UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
· UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Tugas dan Kewenangan


a. Tugas BPK
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan

211
Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan
lain yang mengelola keuangan negara.[3] 
b. Kewenangan BPK
Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:[4]
1. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan
melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan
metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan
laporan pemeriksaan;
2. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib
diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan
Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan
lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan
negara;
3. Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang
dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan
kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan
negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-
perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran,
pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan negara;
4. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi
mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang wajib disampaikan kepada BPK;

212
5. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara
setelah konsultasi dengan Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara;
6. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara;
7. Menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa
di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;
8. Membina jabatan fungsional Pemeriksa;
9. Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi
Pemerintahan; dan
10. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem
pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah
Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah. 

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara


Standar Pemeriksaan merupakan patokan bagi para
pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksaannya. Seiring
dengan perkembangan teori pemeriksaan, dinamika
masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan
akuntabilitas, serta kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang
bernilai tambah menuntut BPK menyempurnakan standar
audit pemerintahan (SAP) 1995. SAP 1995 dirasa tidak dapat
memenuhi tuntutan dinamika masa kini. Terlebih lagi sejak

213
adanya reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan maka
untuk memenuhi amanat Pasal 5 Undang-undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan, BPK harus menyusun standar
pemeriksaan yang dapat menampung hal tersebut. Di awal
tahun 2007 ini, BPK telah berhasil menyelesaikan penyusunan
standar pemeriksaan yang diberi nama 'Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara' atau disingkat dengan 'SPKN'.
SPKN ini ditetapkan dengan peraturan BPK Nomor 01
Tahun 2007 sebagaimana amanat UU yang ada. Dengan
demikian, sejak ditetapkannya Peraturan BPK ini dan
dimuatnya dalam Lembaran Negara, SPKN ini akan mengikat
BPK maupun pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan
keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Inilah tonggak
sejarah dimulainya reformasi terhadap pemeriksaan yang
dilakukan BPK setelah 60 tahun pelaksanaan tugas
konstitusionalnya. Dengan demikian, diharapkan hasil
pemeriksaan BPK dapat lebih berkualitas yaitu memberikan
nilai tambah yang positif bagi pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara. Selanjutnya akan berdampak pada
peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia
seluruhnya.
Penyusunan SPKN ini telah melalui proses
sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang maupun

214
dalam kelaziman penyusunan standar profesi. Hal ini tidaklah
mudah, oleh karenanya, SPKN ini akan selalu dipantau
perkembangannya dan akan selalu dimutakhirkan agar selalu
sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat.
Hal yang terpenting dari sebuah proses penyusunan
SPKN bukanlah terletak pada kualitas SPKN-nya melainkan
terletak pada kesuksesan dalam penerapannya. Oleh
karenanya segala kegiatan yang dapat memungkinkan
terlaksananya SPKN ini secara benar dan konsekuen harus
dilakukan. Inilah tugas kita bersama.

Monitoring dan Evaluasi Pencapaian Rencana Strategis


Untuk mengukur keberhasilan Renstra Tahun 2011-
2015, BPK mengaplikasikan Sistem Manajemen Kinerja
(SIMAK) berbasis Balance Scorecard (BSC) yang dapat
secara online memonitor, mengevaluasi, dan mengukur
capaian kinerja BPK secara keseluruhan (BPK-Wide).
Monitoring atas pengukuran kinerja tersebut didukung oleh
pemantauan atas realisasi kegiatan dan output melalui
mekanisme laporan bulanan dengan memperhatikan
kesesuaian terhadap Rencana Kegiatan Pemeriksaan
(RKP)/Rencana Kegiatan Setjen dan Penunjang (RKSP).
Untuk mendukung pemantauan pelaksanaan kegiatan
Inisiatif Strategis (IS) telah digunakan aplikasi Sistem
Manajemen Inisiatif Strategis (SIMANIS). Hasil Pemantauan
terhadap perkembangan pelaksanaan dan penyelesaian IS

215
beserta kegiatan-kegiatan yang tercantum di dalamnya
dilakukan secara triwulanan dan dituangkan dalam Laporan
Monitoring IS. Pemantauan tersebut bertujuan untuk:
1. memetakan perkembangan pelaksanaan dan
pencapaian seluruh IS dalam rangka pelaksanaan
evaluasi pelaksanaan Renstra BPK 2011-2015;
2. menyediakan informasi terkait perkembangan
pelaksanaan dan penyelesaian IS kepada pimpinan
BPK, seluruh satker pengelola IS, dan seluruh
pelaksana dan pegawai BPK, termasuk informasi
mengenai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
IS sehingga dapat diidentifikasikan tindakan perbaikan
yang dapat dilakukan dan informasi mengenai best
practice pengelolaan IS yang dapat di-share kepada
pengelola IS yang lain; dan
3. meningkatkan motivasi dan peran serta seluruh pihak
yang terlibat dalam pengelolaan IS sehingga seluruh
kegiatan IS dapat dilaksanakan dengan efektif dan
tepat waktu.
Monitoring dan Evaluasi atas pencapaian Renstra
meliputi anggaran, output, indikator kinerja utama, dan inisiatif
strategis tersebut secara komprehensif dituangkan ke dalam
Laporan Triwulanan Kegiatan Pelaksana BPK yang
disampaikan kepada Pimpinan BPK.2

2
http://www.siskayulianti.go.id/tentangBPKRI

216
Belum maksimalnya hasil pemeriksaan yang dilakukan
BPK
“Mantan Auditor Akui BPK Memiliki Kelemahan”. Komisi
XI DPR melanjutkan proses fit and proper test (uji kepatutan
dan kelayakan) calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Senin (27/2). Maju sebagai calon kali ini adalah Ivone
Carolina Nalley. Mantan auditor BPK ini menyatakan, peran
anggota BPK belum maksimal dalam melakukan audit. Hal ini
menyebabkan kualitas temuan pemeriksaan belum bermakna
dalam upaya penyelamatan keuangan negara.
Ivone mengatakan, banyak analisa BPK yang masih
keliru dalam melakukan pemeriksaan. Hal itu bisa dilihat dari
hasil pemeriksaan yang dilakukan lembaga itu belum
maksimal. Bahkan, dia menilai audit standar kinerja auditor
BPK masih kalah dengan yang dimiliki Badan Pengawas
Keuangan Pembangunan (BPKP). Dia menyarankan bagian
penelitian dan pengembangan (litbang) atau pusat pendidikan
dan pelatihan (pusdiklat) BPK bisa berperan dengan
memberikan pendidikan melalui materi yang lebih jelas agar
mendukung pekerjaan auditor. Selain itu, Ivone berpendapat
seharusnya BPK memiliki tanggung jawab terhadap
banyaknya temuan audit yang tidak ditindaklanjuti. Dalam hal
ini, BPK mesti mengadakan sebuah mekanisme koreksi
internal. “Temuan audit BPK banyak yang disampaikan ke
DPR tiap enam bulan, tapi banyak yang tidak ditindaklanjuti,”

217
Ivone juga menyinggung masalah suap yang terkadang
menggoda auditor BPK dalam melakukan tugasnya.
Menurutnya, sekecil apa pun pemberian dari pihak yang
diperiksa tidak patut diterima oleh auditor. Dia khawatir hal itu
bisa mengganggu independensi BPK itu sendiri. Sekadar
ingatan, pada 22 Juni tahun 2010, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menahan dua auditor BPK, yaitu Suharto dan
Enang Hernawan. Mereka diduga melanggar pasal 12 huruf a
dan atau pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 UU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Pada 8 november 2010, majelis hakim Pengadilan
Tipikor Jakarta memvonis keduanya dengan hukuman empat
tahun penjara. Selain hukuman penjara, kedua terdakwa juga
wajib membayar denda Rp200 juta. Bila tidak membayar,
maka hukuman diganti dengan tiga bulan kurungan. Hukuman
dijatuhkan karena kedua terdakwa dinilai terbukti menerima
suap dari Pemerintah Kota Bekasi. Dalam uji kepatutan
sebelumnya, Auditor Utama KN II BPK, Syafri Adnan
Baharuddin, membuka kelemahan lembaganya. Dia mengakui
pemeriksaan kinerja yang dilakukan BPK saat ini masih
memiliki beberapa kelemahan dari aspek perencanaan
strategis maupun pelaksanaan. “Pada akhirnya berdampak
pada kualitas hasil pemeriksaan kinerja yang belum sesuai
dengan standar pemeriksaan kinerja maupun harapan serta
kebutuhan para pemilik kepentingan,”

218
Sementara itu, mantan Kepala Badan Pengatur Hilir
Migas (BPH Migas), Tubagus Haryono, mendadak
mengundurkan diri dari bursa calon anggota BPK. Wakil Ketua
Komisi XI Harry Azhar Azis menjelaskan, pengunduran diri
tersebut dikarenakan yang bersangkutan belum dua tahun
meninggalkan posisinya sebagai kuasa pengguna anggaran.
Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 13 butir j Undang-
Undang tentang BPK, yakni anggota BPK minimal telah dua
tahun meninggalkan posisinya dari lingkungan pengelola
keuangan negara. “Karena Pak Tubagus mengundurkan diri,
maka calon yang diuji Komisi XI tinggal 34 orang,” kata Harry.
Sebelumnya, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch
(IAW), Iskandar Sitorus, mengatakan dari 35 orang calon
anggota BPK, beberapa diantaranya masih aktif menjabat di
lingkungan lembaga keuangan negara. Menurutnya,
rekomendasi DPD itu melanggar Pasal 13 butir j UU BPK. Dia
meminta Komisi XI berhati-hati mencermatinya agar DPR
tidak terjebak pada perbuatan melawan hukum di kemudian
hari.
Sementara itu, anggota Komisi XI Nurdin Tampbolon
mengingatkan agar rekan-rekannya memilih calon yang
benar-benar memiliki integritas dan independen. Hal ini
penting untuk menjaga profesionalitas, moral, dan etika dalam
melaksanakan tugasnya ke depan. “Para calon harus
3
terhindar dari kepentingan apa pun,”
3
http://www.wikipedia.com/lembaga/negara/indonesia

219
BPK diadakan untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab tentang pengelolaan keuangan yang bebas
dan mandiri. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan
kepada DPR, DPD, dan DPRD untuk ditindklanjuti (pasal
23E).

8.Mahkamah Agung (MA)


Ketentuan yang menunjuk kearah badan Kehakiman
yang tertinggi adalah pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar
1945.Eksistensi Mahkamah Agung ditetapkan setelah
diundangkannya Undang-Undang No. 7 tahun 1947 tentang
susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan
Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret
1947.Undang-Undang No. 7 tahun 1947 kemudian diganti
dengan Undang-Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam pasal
50 ayat 1 menyebutkan Mahkamah Agung Indonesia ialah
pengadilan tertinggi. Undang-Undng No. 14 tahun 1970
tentang "Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman"
tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat
(2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan
Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan
pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang
berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi
keempat lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri
dari:

220
1.      Peradilan Umum;
2.      Pemdilan Agama;
3.      Peradilan Militer;
4.      Peadilan Tata Usaha Negara.
Pembentukan Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya
memang diperlukan karena bangsa kita telah melakukan
perubahan-perubahan yang mendasar atas dasar undang-
undang dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama
sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu
telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam system
ketenegaraan, yaitu antara lain dengan adanya system prinsip
“Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance” sebagai
pengganti system supremasi parlemen yang berlaku
sebelumnya.
Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu
diadakan mekanisme untuk memutuskan sengketa
kewenangan yang mungkin terjadi antara lembaga-lembaga
yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat
sederajat, yang kewenanganya ditentukan dalam Undang-
Undang Dasar. Maka dari itu MA di bentuk agar (the supreme
law of the land ) benar-benar dijalankan atau ditegakan dalam
penyelenggaran kehidupan kenegaraan sesuai dengan
prinsip-prinsip negara Hukum modern, dimana Hukumlah
yang menjadi factor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika
kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa.

221
Mahkamah agung adalah lembaga tertinggi dalam
system ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang
kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah
Konstitusi. Mahkamah agung membawahi badan peradilan
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha Negara.
Saat ini lembaga Mahkamah Agung berdasarkan pada
UU. No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman UU ini
juga telah mencabut dan membatalkan berlakunya UU No. 4
tahun 2004. Undang-undang ini di susun karena UU No.4
Tahun 2004 secara substansi dinilai kurang mengakomodir
masalah kekuasaan kehakiman yang cakupannya cukup luas,
selain itu juga karena adanya judicial review ke Mahkamah
Konstitusi atas pasal 34 UU No.4 Tahun 2004, karena setelah
pasal dalam undang-undang yang di-review tersebut diputus
bertentangan dengan UUD, maka saat itu juga pasal dalam
undang-undang tersebut tidak berlaku, sehingga untuk
mengisi kekosongan aturan/hukum, maka perlu segera
melakukan perubahan pada undang-undang dimaksud.

Kedudukan Mahkamah Agung (MA)


Mahkamah Agung merupakan pengadilan tinggi negara
sebagaimana yang tercantum dalam Ketetapam Majelis
Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor
III/MPR/1978 dan merupakan Lembaga Peradilan tertinggi

222
dari semua lembaga peradilan yang dalam melaksanakan
tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-
pengaruh lainnya. Mahkamah Agung membawai 4 badan
peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan
Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Sejak
Amandemen Ke-3 UUD 1945 kedudukan Mahkamah Agung
tidak lagi menjadi satu-satunya puncak kekuasaan kehakiman,
dengan berdirinya Mahkamah Konstitusi pada tahun 2003
puncak kekuasaan kehakiman menjadi 2, Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi, namun tidak seperti Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi tidak membawahi suatu badan
peradilan. MA adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
sebagai Lembaga Tinggi Negara yang merupakan Pengadilan
Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, dimana
dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh
pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Mahkamah Agung
berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. (UU.
No.14 Tahun 1985 pasal 1,2,3)

Wewenang dan Fungsi Mahkamah Agung


Menurut Undang-undang Dasar 1945, wewenang
Mahkamah Agung adalah:
a.  Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang
diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua
lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung, kecuali undang-undang menentukan lain;

223
b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang terhadap undang-undang; dan
c.  Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

Sedangkan Fungsi Mahkamah Agung menurut UUD


1945 ada 5, yaitu:
a.  Fungsi Peradilan
Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah
Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina
keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan
kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum
dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan
secara adil, tepat dan benar.
Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi,
Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan
pada tingkat pertama dan terakhir.
1. Semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28,
29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No.
14 Tahun 1985)
2.  Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal
asing dan muatannya oleh kapal perang
3. Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku
(Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung
No 14 Tahun 1985)

224
Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji
materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil
peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal
apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya)
bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi
(Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14
Tahun 1985).

b.   Fungsi Pengawasan


Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi
terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan
dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-
pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar
dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana,
cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim
dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan
Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Nomor 14 Tahun 1970).
Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
1. Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para
Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam
menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal
menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan
2. Setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta
keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan

225
teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan
petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan
Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung
Nomor 14 Tahun 1985).
3.  Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang
menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang
Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

c.    Fungsi Mengatur
Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal
yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan
apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam
Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai
pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum
yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan
(Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79
Undang-undang No.14 Tahun 1985).
Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara
sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum
acara yang sudah diatur Undang-undang.

d. Fungsi Nasehat
Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau
pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada
Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang
Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung

226
memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara
dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35
Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).
Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar
Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung
diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan
kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga
rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan
pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini
belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
pelaksanaannya.
Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari
dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga
peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25
Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-
undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

e.  Fungsi Administratif


Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara)
sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang
No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan
finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen
yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-

227
undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah
kekuasaan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta
tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja
Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman).

Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Agung


1.    Pengangkatan Hakim Agung
Terdapat beberapa perbedaan antara pengangkatan
Hakim Agung sebelum reformasi, dan setelah reformas,
dengan amandemen UUD 1945.Pada masa Orde Lama
proses pengangkatan (rekrutmen) Hakim Agung melibatkan
ketiga lembaga tinggi negara yaitu eksekutif (Presiden) dan
Menteri Kehakiman, yudikatif (MA) dan legislatif (DPR). Aturan
ini khusus ditetapkan bagi pemilihan Hakim Agung,
sedangkan dalam pemilihan hakim biasa hanya melibatkan
pihak yudikatif dan eksekutif. Dalam Pasal 4-11 Ayat (2) KRIS
ditetapkan bahwa Ketua, Wakil Ketua dan hakim Mahkamah
Agung diangkat oleh Presiden atas anjuran DPR dari
sekurang-kurangnya 2 (dua) calon bagi tiap-tiap
pengangkatan. Pengangkatan (pemilihan) Hakim Agung pada
masa Orde Lama meski melibatkan lembaga negara lainnya

228
yakni DPR, namun keputusan akhir tetaplah berada di tangan
eksekutif (Presiden).
Salah satu penyimpangan dan politisasi dalam
pemilihan Hakim Agung yang sekaligus memperlihatkan
begitu berkuasanya eksekutif (Kepala Negara) saat itu adalah
dengan diangkat dan ditetapkannya Ketua MA sebagai
penasehat hukum Presiden dengan pangkat Menteri
berdasarkan Per. Pres. 4/1962, LN 38). Meskipun Ketua MA
pada saat itu berkilah bahwa ia tidak akan menjadi pejabat
eksekutif dan menjadi alat dari pemerintah, Namun secara
birokrasi MA telah kehilangan kebebasannya dan
kemandiriannya dan sangat dimungkinkan pengaruh dari
eksekutif.
Pada masa Orde baru, proses rekrutmen hakim agung
diawali dengan diadakanya forum yang melibatkan Mahkamah
Agung dan pemerintah yang biasanya dikenal dengan sebutan
Forum Mahkamah Angung dan Departemen (MahDep).
MahDep merupakan forum yang digunakan sebagai ajang
konsultasi antara Mahkamah Agung dab Depatrtemen dalam
membicarakan daftar kandidat hakim agung yang akan
diajukan ke Mahkamah Agung da Pemerintah ke Dewan
Perwakilan Rakyat. Biasanya Mahkamah Angung berinisiatif
memberikan nama-nama calon hakim agung ke Departemen
terlebih dahulu.
Ketua Mahkamah Agung biasanya melakukan
konsultasi dengan pimpinan Mahkamah Agung sebelum

229
mengajukan proposal nama ke Departemen. Namun dalam
praktiknya Ketua Mahkamah Agung seringkali memegang
kontrol yang dominan dalam menentukan nama-nama calon
yang dimasukkan dalam proposal.
Selanjutnya, nama-nama calon dipresentasikan dalam
MahDep. Pada saat presentasi, biasanya Departemen
mengusulkan beberapa perubahan, misalya dengan
memasukkan nama-nama dari militer maupun kejaksaan.
Setelah usulan nama-nama kandidat hakim agung dibahas,
kemudian nama-nama tersebut diserahkan ke Dewan
Perwakilan Rakyat yang kemudian diangkat sebagai hakim
agung oleh presiden.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran
MahDep dalam rekruitmen hakim agung jauh lebih signifikan
apabila dibandingkan dengan peran Dewan Perwakilan
Rakyat. Hal ini terkait denga lemahnya posisi Dewan
Perwakilan Rakyat. Dibandingkan dengan kekuasaan
pemerintah (eksekutif).
Setelah tahun 1998, terjadi reformasi, kata “reformasi”
tiba-tiba menjadi hangat dibicarakan. “Reformasi ekonomi”,
“reformasi struktural”, dan “reformasi politik” menjadi bahan
diskursus berbagai kalangan, baik kalangan pemerintah,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), kampus, hingga rakyat
jelata. Pada intinya, semua pihak mendambakan reformasi
yang segera agar dapat keluar dari himpitan krisis ekonomi
pada saat itu[3] dan diantaranya reformasi dalam bidang

230
hukum. Menurut Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia,
bentuk-bentuk reformasi hukum dikelompokkan menjadi 7
(tujuh), yaitu[4] :
1.  Kajian dan forum ilmiah;
2.  Perancangan peraturan;
3.  Implementasi peraturan;
4.  Pelatihan hukum
5.  Advokasi dan kesadaran masyarakat;
6.  Lembaga hukum; dan
7.  Penyusunan rencana.
Reformasi hukum tersebut salah satunya dituangkan
dalam bentuk amandemen UUD Republik Indonesia 1945.
Setelah Amandemen, mekanisme rekruitmen Hakim Agung
berbeda dari hakim biasa. Calon hakim agung diseleksi oleh
Komisi Yudisial dan diajukan untuk mendapatkan persetujuan
DPR sebagaimana mestinya. Menurut ketentuan Pasal 24A
ayat (3) UUD 1945,yang berbunyi :
“Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada
Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan
persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim
Agung oleh Presiden”
Keberadaan Komisi Yudisial menjadi penting dalam
upaya pembaruan penradilan, termasuk di dalamnya menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim. Keberadaan Komisi Yudisial ini di masa yang
akan datang diharapkan dapat menjadi salah satu mitra kerja

231
Mahkamah Agung untuk terus melakukan upaya-upaya dalam
rangka pembaruan badan peradilan.
Komisi Yudisial bertindak sebagai pengusul, sedangkan
DPR sebagai pemberi persetujuan atau penolakan, dan
selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dari
ketentuan tersebut jelas bahwa Dewan Perwakilan Rakyat
tidak ditentukan harus mengadakan ‘fit and proper test’ dan
pemilihan hakim agung sebanyak sepertiga dari jumlah yang
dicalonkan oleh Komisi Yudusial. Pasal 24A ayat (1) UUD
1945 hanya menyatakan bahwa calon Hakim Agung diajukan
oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan
selanjutnya ditetapkan menjadi Hakim Agung dengan
Keputusan Presiden. Hak untuk menyetujui atau menolak
inilah yang disebut sebagai hak konfirmasi (the right to
confirm) yang dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka
pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap pengangkatan dan
pemberhentian pejabat publik yang dipandang tidak boleh
dibiarkan ditentukan sendiri secara sepihak oleh Presiden.
Karena itu, fungsi pengawasan oleh DPR itu dilakukan tidak
saja menyangkut pelaksanaan kebijakan klegislatif berupa
tindakan implementasi UU, penjabaran pengaturan UU dalam
peraturan pelaksanaan yang lebih operasional, dan dalam
bentuk pengawasan terhadap pengangkatan dan
pemberhentian pejabat publik tertentu yang tidak boleh
dibiarkan ditentukan sendiri secara sewenang-wenang oleh
Presiden.

232
Dengan demikian, calon yang diajukan oleh Komisi
Yudisial cukup sebanyak yang diperlukan, yang apabila tidak
mendapat persetujuan, barulah diajukan lagi alternatif calon
penggantinya. Artinya, mekanisme yang ditempuh untuk
pengusulan ini sama dengan yang berlaku terhadap calon
Kepala POLRI dan calon Panglima TNI yang diajukan oleh
Presiden untuk mendapatkan persetujuan atau penolakan dari
DPR. Setelah DPR menyatakan persetujuannya, barulah
calon Hakim Agung itu diajukan oleh Komisi Yudisial untuk
ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan dilantik di Istana
dengan disaksikan oleh Presiden. Dengan demikian,
pengangkatan Hakim Agung melibatkan semua fungsi
kekuasaan yang terpisah, yaitu Komisi Yudisial sebagai
lembaga administratif, DPR sebagai cabang kekuasaan
legislative, dan Presiden sebagai cabang kekuasaan
eksekutif.
Profesi secara umum dapat diartikan sebagai pekerjaan
yang berwujud karya pelayanan yang dijalankan dengan
penguasaan dan penerapan pengetahuan di bidangkeilmuan
tertentu, yang pengembangannya dihayati sebagai suatu
panggilan hidup, dan pelaksanaannya terikat pada nilai-nilai
etika tertentu yang dilandasi semangat pengabdian terhadap
sesama manusia, demi kepentingan umum, serta berakar
pada penghormatan dan upaya untuk menjunjung tinggi
martabat manusia.

233
Definisi profesi secara singkat adalah sebuah sebutan
untuk jabatan pekerjaan, di mana orang yang menyandangnya
dianggap mempunyai keahlian khusus yang diperoleh melalui
training dan pengalaman kerja.[5] Terminologi profesi paralel
dengan profesionalitas yang dicirikan dengan tiga karakter
penting. Pertama, keterkaitan profesi tersebut dengan disiplin
ilmu yang dipelajarinya dan karenanya bersifat khusus.
Kedua, mempunyai kemampuan merealisasikan teori-teori
ilmunya dalam ranah praktis dengan baik. Ketiga, mempunyai
banyak pengalaman kerja.
Adanya keterlibatan DPR dalam proses pengangkatan
Hakim Agung tersebut juga berkaitan dengan kepentingan
untuk menjamin adanya akuntabilitas (public accountability)
dalam pengangkatan, dan juga dalam pemberhentian Hakim
Agung. Bagaimanapun juga, pengakuan akan penting dan
sentralnya prinsip independensi peradilan (the independence
of judiciary) sebagai Negara Hukum modern harus lah
diimbangi dengan penerapan prinsip akuntabilitas publik1.
Karena itu, fungsi partisipasi publik dipandang penting, dan
hal itu terkait dengan fungsi di DPR, bukan di KY sebagai
lembaga teknis yang bersifat administratif.
Cara perekrutan hakim Mahkamah Agung dapat
disebut multi-voters model karena melibatkan banyak pihak.
UUD 1945 menegaskan peran Komisi Yudisial sebagai panitia
tetap seleksi MA yang hasil akhirnya ditentukan oleh pilihan
Komisi III DPR. Presiden hanya menerbitkan keputusan

234
pengangkatan hakim agung. KY mengimbangi Presiden dan
DPR meski anggota KY diangkat oleh presiden dengan
persetujuan DPR.
Sebagai lembaga teknis administrasi, KY harus dijamin
independen dari campur tangan politik dari pemerintah
ataupun dari lembaga politik kekuasaan legislative. Bahkan
sebaiknya, KY juga diamankan dari keterlibatannya dengan
pengaruh-pengaruh politik lembaga swadaya masyarakat.
Dengan demikian, Komisi Yudisial benar-benar dapat
bertindak sebagai lembaga antara yang kritis dan objektif,
semata-mata untuk mencapai kehormatan, kepercayaan dan
martabat hakim dan lembaga peradilan. Karena dalam Pasal
24B ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa “Komisi Yudisial
bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim”.

2.      Pemberhentian Hakim Agung


Hakim Agung juga dapat diberhentikan di tengah
jabatannya. Komisi Yudisial berwenang untuk mengevaluasi
dan menilai setiap hakim agung. Dalam hal terjadi
pelanggaran kode etika, maka terhadap hakim agung yang
bersangkutan dikenakan sanksi etika sebagaimana mestinya.
Dalam hal hakim agung melakukan pelanggaran yang berat,
baik pelanggaran etika maupun pelanggaran hukum, yang

235
menyebabkannya terancam sanksi pemberhentian, maka usul
pemberhentian itu diajukan oleh Komisi Yudisial untuk
mendapatkann persetujuan atau penolakan dari DPR
sebagaimana mestinya. Apabila DPR menyetujui usul
pemberhentian itu barulah usul itu diajukan kepada Presiden
untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Apabila DPR
menyatakan menolak usul pemberhentian tersebut, maka
sanksi pemberhentian yang diusulkan oleh Komisi Yudisial
tidak dapat dilaksanakan, dan Komisi Yudisial wajib
mengadakan penyesuaian terhadap keputusannya
menyangkut Hakim Agung yang bersangkutan dengan sebaik-
baiknya.
Maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur
kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah agar warga
masyarakat di luar struktur resmi lembaga parlemen dapat
dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja dan
kemungkinan pemberhentian hakim. Semua ini dimaksudkan
untuk menjaga dan menegakkan kehormatan serta keluhuran
martabat dan perilaku hakim.
Jika usul pemberhentian Hakim Agung itu mendapat
persetujuan DPR, maka Komisi Yudisial segera mengajukan
usul itu kepada Presiden untuk ditetapkan secara administratif
dengan Keputusan Presiden. Untuk mengsi kekosongan itu,
Komisi Yudisial segera mengajukan usul calon pengganti
kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan sebelum
diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai Hakim

236
Agung sebagaimana mestinya. Untuk menghadapi
kemungkinan kekosongan jabatan semacam ini, sebaiknya,
Komisi Yudisial telah memiliki daftar bakal calon Hakim Agung
yang dicadangkan dari proses seleksi yang sudah dilakukan
sebelumnya. Dengan demikian, kekosongan dalam jabatan
Hakim Agung dapat dicegah dengan sebaik-baiknya di masa
mendatang.
Hakim dilarang untuk merangkap jabatan. Yang
dimaksud dengan “merangkap jabatan” antara lain:
a. Wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu
perkara yang diperiksa olehnya;
b.  Pengusaha; dan
c.  Advokat.
Dalam hal Hakim yang merangkap sebagai pengusaha
antara lain Hakim yang merangkap sebagai direktur
perusahaan, menjadi pemegang saham perseroan atau
mengadakan usaha perdagangan lain.
Di dalam pasal 23 ayat (1) UUKY ditegaskan mengenai usul
penjatuhan sanksi yang dapat diberikan Komisi Yudisial
kepada hakim sesuai dengan tingkat
pelanggarannya, yaitu:
a. Teguran tertulis;
b.    Pemberhentian sementara; atau
c.    Pemberhentian.
Manakala hakim akan diperiksa Komisi Yudisial, maka
pasal 22 ayat (4) menegaskan: “Badan peradilan dan hakim

237
wajib memberikan keterangan atau data yang diminta Komisi
Yudisial dalam rangka pengawasan terhadap perilaku hakim
dalam jangka waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak
tanggal permintaan Komisi Yudisial diterima.
Yang dimaksud dengan hakim dalam ketentuan ini
termasuk hakim pelapor, hakim terlapor, atau hakim lain yang
terkait. Sedangkan yang dimaksud dengan keterangan itu
dapat diberikan secara lisan dan/atau tertulis” (penjelasan
pasal 22 ayat 4).
Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi
kewajiban tersebut, Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan penetapan berupa paksaan
kepada badan peradilan atau hakim untuk memberikan
keterangan atau data yang diminta (Pasal 22 ayat 5).
Apabila badan peradilan atau hakim telah diberikan
peringatan atau paksaan tetapi tetap tidak melaksanakan
kewajibannya, maka pimpinan badan peradilan atau hakim
yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan perundangundangan dibidang kepegawaian (pasal
22 ayat 6). Semua keterangan dan data ini bersifat rahasia
(pasal 22 ayat 7). Sedangkan mengenai ketentuan tata cara
pelaksanaan tugas sebagai mana dimaksud pada pasal 22
ayat (1) di atur oleh Komisi Yudisial.
Usul pemberhentian sanksi teguran tertulis ini disertai
alasan kesalahannya, bersifat mengikat, disampaikan Komisi
Yudisial kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau

238
Mahkamah Konstitusi (pasal 23 ayat 2). Sedangkan usul
penjatuhan sanksi pemberhentian sementara dan
pemberhentian ini diserahkan Komisi Yudisial kepada
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi (pasal 23
ayat 3). Untuk hakim yang dijatuhkan sanksi pemberhentian
sementara dan pemberhentian diberi kesempatan
secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis
Kehormatan Hakim (pasal 23 ayat 4). Dalam hal pembelaan
ditolak, usul pemberhentian hakim diajukan oleh Mahkamah
Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi kepada presiden paling
lambat 14 hari sejak pembelaan ditolak oleh Majelis
Kehormatan (pasal 23 ayat 5).
Keputusan Presiden mengenai pemberhentian hakim,
ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 hari sejak
presiden menerima usul Mahkamah Agung (pasal 23 ayat )
Secara universal, kewenangan pengawasan Komisi Yudisial
tidak menjangkau Hakim Agung pada Mahkamah Agung,
karena Komisi Yudisial adalah merupakan mitra dari
Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan terhadap
para hakim pada badan peradilan di semua lingkungan
peradilan yang ada dibawah Mahkamah Agung;
Adapun usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim menurut
Pasal 21 jo Pasal 23 ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh
Komisi Yudisial yang diserahkan kepada Mahkamah Agung
dan kepada Hakim yang akan dijatuhi sanksi pemberhentian
diberi kesempatan untuk membela diri dihadapan Majelis

239
Kehormatan Hakim. Di samping itu khusus mengenai usul
pemberhentian terhadap Hakim Agung dilakukan oleh Ketua
Mahkamah Agung dan kepada Hakim Agung yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri lebih
dahulu dihadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung
sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 5
Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Secara universal, kewenangan pengawasan Komisi
Yudisial tidak menjangkau Hakim Agung pada Mahkamah
Agung, karena Komisi Yudisial adalah merupakan mitra dari
Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan terhadap
para hakim pada badan peradilan di semua lingkungan
peradilan yang ada dibawah Mahkamah Agung; Pasal 32
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah
Agung yang berbunyi sebagai berikut :
1.  Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi
terhadap penyelenggaraan peradilan di semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan
kehakiman;
2.  Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan
pada Hakim di semua lingkungan peradilan dalam
menjalankan tugasnya;
Adapun usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim
menurut Pasal 21 jo Pasal 23 ayat (3) dan ayat (4) dilakukan
oleh Komisi Yudisial yang diserahkan kepada Mahkamah
Agung dan kepada Hakim yang akan dijatuhi sanksi

240
pemberhentian diberi kesempatan untuk membela diri
dihadapan Majelis Kehormatan Hakim. Di samping itu khusus
mengenai usul pemberhentian terhadap Hakim Agung
dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan kepada Hakim
Agung yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela
diri lebih dahulu dihadapan Majelis Kehormatan Mahkamah
Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung juga diharapkan meningkatkan
pengawasan terutama dengan cara lebih membuka diri dalam
merespons kritik, harapan, dan saran dari berbagai pihak.
Prinsip kebebasan hakim oleh hakim sendiri harus dimaknai
sebagai adanya kewajiban untuk mewujudkan peradilan yang
bebas (fair trial) yang merupakan prasyarat bagi tegaknya rule
of law. Oleh karena itu, dalam prinsip kebebasan hakim
tersebut terkandung kewajiban bagi hakim untuk
membebaskan dirinya dari bujuk rayu, tekanan, paksaan,
ancaman, atau rasa takut akan adanya tindakan balasan
karena kepentingan politik atau ekonomi tertentu dari
pemerintah atau kekuatan politik yang berkuasa, kelompok
atau golongan tertentu, dengan imbalan atau janji imbalan
berupa keuntungan jabatan, keuntungan ekonomi, atau
bentuk lainnya, serta tidak menyalah gunakan prinsip
kebebasan hakim sebagai perisai untuk berlindung dari
pengawasan;

241
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan, dan dilakukan oleh sebuah
MA dan badan peradilan yang berada dibawahnya.

9.Komisi Yudisial
Kedudukan Komisi Yudisial dalam ketatanegaraan
Indonesia. Dasar hukum dibentuknya komisi yudisial adalah
pasal 24 b Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dengan rumusan sebagai berikut :
(1) Komisi yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakan kehormatan,keluhuran martabat, serta
perilaku hakim.
(2) Anggota komisi yudisial harus mempunyai pengetahuan
dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
presiden dengan persetujuan DPR.
(4) Susunan,kedudukan,dan keanggotaan komisi yudisial
diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan ketentuan pasal 24B ayat (4) UUD 1945,
maka dikeluarkanlah UU NO.22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial. Menurut ketentuan pasal 1 ditegaskan bahwa komisi
yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud

242
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lebih lanjut,dalam pasal 2 ditegaskan, bahwa Komisi Yudisial
merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam
pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau
pengaruh kekuasaan lainnya.
Dari penegasan diatas dapat diketahui bahwa
kedudukan komisi yudisial dalam struktur ketatanegaraan
indonesia adalah termasuk ke dalam lembaga negara
setingkat presiden dan bukan lembaga pemerintahan yang
bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat
independen yang dalam istilah lain disebut lembaga negara
mandiri(state auxiliary institution) . Sebenarnya ide perlu
adanya suatu komisi khusus untuk menjalankan fungsi-fungsi
tetrtentu yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman
bukanlah hal yang baru. Dalam pembahasan RUU tentang
ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sekitar
tahun 1968, setempat diusulkan pembentukan lembaga yang
diberi nama Majelis Pertimbangan Penelitiaan Hakim. Majelis
ini berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil
keputusan terakhir mengenai saran-saran atau usul-usul yang
berkenaan dengan perangkat, promosi, kepindahan,
pemberhentian, dan tindakan atau hukumanjabatan para
hakim, yang diajukan oleh Mahkamah Agung maupun Mentri
Kehakiman.
Kedudukan Komisi Yudisial sebagai Lembaga Yudikatif.
Sebagai lembaga yang bebas dari pengaruh

243
kekuasaan,lembaga yudikatif dimungkinkan untuk
melaksanakan proses pengadilan yang jujur, objektif, tidak
memihak, dan adil. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara lembaga yudikatif merupakan sandaran harapan
dan kepercayaan terakhir bagi warga negara untuk
memperoleh keadilan. Keistimewaan yudikatif dibanding
dengan legislatif dan eksekutif adalah pada substansi sifat
produk lembaga. Produk legislatif, yang berupa Undang-
Undang,dan produk eksekutif,yang berupa kebijakan atau
aturan pemerintah, didasarkan pada “demi kepentingan
rakyat” atau “demi kepentingan umum”. Sementara yudikatif
mendasarkan putusannya(putusan hukum) pada “demi
keadilan berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa”.Karena
sifatnya yang demikian hakim acapkali diidentikan sebagai
“kepanjangan tangan Tuhan di dunia”. Dengan predikat itu
mengandung makna bahwa, penyalahgunaan fungsi dan
kewenangan yang dilakukan hakim adalah pengingkaran atas
fungsi dan misi sucinya “perpanjangan Tuhan”. Beranjak dari
kenyataan yang ada bahwa masih banyak hakim yang salah
dalam mengambil keputusan,Maka dari itu diperlukan suatu
lembaga negara yang dapat mengawasi kinerja hakim, yaitu
Komisi Yudisial yang bertujuan Menjaga dan Menegakkan
Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim dan
Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan,
karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang
benar-benar independen.

244
Dengan adanya lembaga seperti Komisi Yudisial
mewujudkan harapan warga negara serta kepercayaan
terakhir untuk memperoleh keadilan (landing of the last
resort). Menurut Jimly asshiddiqie, maksud dibentuknya
Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan Kehakiman
Indonesia adalah agar warga masyarakat diluar struktur resmi
lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses
pengangkatan, penilaian kinerja, dan kemungkinan
pemberhentian hakim.
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya Komisi
Yudisial sebagai badan LANDING OF THE LAST RESORT
untuk menjadi kepercayaan terakhir serta mewujudkan
harapan warga negaranya dalam mencapai suatu keadilan
sangat terbatas,hal ini didasarkan oleh UU no 22 tahun 2004
Tentang Komisi Yudisial dalam pasal 13 dan pasal 21
bunyinya sebagai berikut: PASAL 13 Komisi Yudisial
mempunyai wewenang: a. mengusulkan pengangkatan Hakim
Agung kepada DPR; dan b. menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. PASAL 21
Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial bertugas
mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada
pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.
Dengan demikian karena adanya amanat dari UU 22
tahun 2004 inilah Komisi Yudisial sebagai LANDING OF THE
LAST RESORT dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

245
sangat terbatas, menurut penulis sendiri seharusnya Komisi
Yudisial diberikan suatu kewenangan yang lebih luas dalam
hal memantau kinerja Hakim agar hakim sebagai badan
indepent dan impartial judiciary benar-benar terjaga
kualitasnya, dan dapat mendorong adanya suatu
pembangunan dalam sistem peradilan yang bebas dan bersih
dari mafia hukum.
Peranan Komisi Yudisial Dalam Membangun Peradilan Yang
Bersih.
Salah satu wujud terbentuknya Komisi Yudisial adalah
untuk membangun suatu sistem peradilan yang bersih, tentu
hal ini ada kaitannya dengan kode etik dan kode etik profesi
hakim dimana kode etik dan kode etik profesi hakim
merupakan suatu acuan hakim dalam setiap kali menjalankan
tugas dalam mengambil putusan.Komisi Yudisial dalam hal
menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan laporan
dan temuan dari masyarakat indonesia.Hal ini diatur dalam
UU 2 tahun 2005 tentang tata cara pengawasan hakim.
Adapun Komisi Yudisial dalam menerapkan sanksi diatur
dalam pasal 14 yang bebrbunyi sebagai berikut:
(1) Komisi Yudisial dalam rapat pleno berwenang menilai
jenis dan kualitas pelanggaran terhadap kehormatan,
keluhuran martabat serta perilaku hakim, dengan
memperhatikan Kode Etik Hakim, dan menentukan jenis
sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan;

246
(2) Jenis sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa : a. Teguran tertulis;
b. Pemberhentian sementara;
c. Pemberhentian. Dengan adanya sanksi seperti ini maka
akan terlihat sangat jelas bahwa Komisi Yudisial sangat
berpengaruh dalam membangun suatu sistem peradilan
yang bersih.Agar nantinya hakim dalam mengambil
putusan sesuai dengan apa yang ada dalam irah-irah
atau kepala putusan yaitu “Demi keadilan berdasarkan
Tuhan Yang Maha Esa”.
Tugas, Wewenang Dan Tujuan Komisi Yudisial
Komisi Yudisial memiliki wewenang yang telah ditentukan oleh
undang-undang. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 13
UU Nomor 22 2004 yaitu: Komisi Yudisial berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Tugas Komisi Yudisial
1. Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. Menetapkan calon Hakim Agung; dan
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
2. Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran
Martabat Serta Perilaku Hakim

247
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang
perilaku hakim.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran
perilaku hakim, dan
c. Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi
yang disampaikan kepada Mahkamah Agung dan
tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Tujuan Komisi Yudisial:
a. Agar dapat melakukan monitoring secara intensif
terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan
melibatkan unsur-unsur masyarakat.
b. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan
kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim agung
maupun monitoring perilaku hakim.
c. Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga
peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh
lembaga yang benar-benar independen.
d. Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah
dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian
kekuasaan kehakiman.
e. Kode Etik Komisi Yudisial
Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Anggota Komisi
Yudisial adalah norma-norma yang bersumber dari nilai-
nilai agama, moral dan nilai yang terkandung dalam
sumpah jabatan Anggota Komisi Yudisial yang harus

248
dilaksanakan oleh Anggota Komisi Yudisial dalam
menjalani kehidupan pribadinya serta dalam menjalankan
tugas sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2004 tentang Komisi Yudisial.
Kode Etik KY terdapat pada Peraturan Komisi Yudisial
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 tentang kode etik
dan pedoman tingkah laku anggota komisi yudisial yaitu:
a. Kepribadian
Bahwa setiap anggota Komisi Yudisial harus memiliki sifat
arif dan bijaksana serta selalu mempertahankan sikap
mental independen dalam menjalankan tugas
sebagaimana diatur dalam undang-undang, Menjadi
panutan dan teladan, baik dalam menjalankan tugas
Komisi Yudisial maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Menjaga suasana yang harmonis, bersikap dinamis dan
objektif, saling menghargai, semangat kebersamaan, serta
saling menghormati dalam menjalankan tugas Anggota.
Komisi Yudisial serta Mengutamakan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Ketentuan tersebut terdapat pada pasal 4 Peraturan
Komisi Yudisial Nomor 5 Tahun 2005.
b. Tanggung jawab
Dalam menjalankan tugasnya Anggota Komisi Yudisial
bertanggung jawab atas hasil pelaksanaan tugasnya baik

249
secara pribadi maupun lembaga.Selalu mempertahankan
integritas, obyektifitas, profesionalitas dan harus bebas
dari benturan kepentingan baik pribadi atau
kelompok.Wajib menjaga rahasia yang dipercayakan
kepadanya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Konflik kepentingan
Apabila ada kepentingan pribadi yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang dibahas dalam suatu rapat,
maka sebelum mengemukakan pendapatnya, Anggota
Komisi Yudisial terkait harus mengatakan hal tersebut di
hadapan seluruh peserta rapat. Anggota Komisi Yudisial
mempunyai hak suara pada setiap pengambilan keputusan
kecuali apabila rapat Komisi Yudisial memutuskan lain,
karena yang bersangkutan mempunyai konflik kepentngan
dalam permasalahan yang sedang dibahas. Anggota
Komisi Yudisial yang sedang terlibat perkara di pengadilan,
dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengauhi
jalannya peradilan dan anggota Komisi Yudisial harus
mengundurkan diri apabila memeriksa subyek
pemeriksaan yang ada hubungan kekerabatan atau
hubungan keluarga dengan anggota yang bersangkutan.
Peran KY Dalam Mewujudkan Hakim Yang
Berwibawa
Peran Komisi yudisial (KY) dalam mewujudkan hakim yang
berwibawa tidak lepas dari tugas dan wewenang KY

250
diantara yaitu: dimulai dari melakukan pendaftaran calon
Hakim Agung sampai dengan mengajukan calon Hakim
Agung ke DPR
Berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 22 2004, Komisi
Yudisial menyelenggarakan seleksi secara terbuka dalam
jangka waktu paling lama 20 hari terhadap kualitas dan
kepribadian calon Hakim Agung yang telah memenuhi
persyaratan administrasi berdasarkan standar yang telah
ditetapkan dan Komisi Yudisial mewajibkan calon Hakim
Agung menyusun karya ilmiah dengan topik yang telah
ditentukan. Dalam jangka waktu paling lambat 15 hari
terhitung sejak seleksi berakhir, Komisi Yudisial menetapkan
dan mengajukan 3 (tiga) orang nama calon Hakim Agung
kepada DPR untuk setiap 1 lowongan Hakim Agung, dengan
tembusan disampaikan kepada Presiden.
Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mempunyai
tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam
rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat
serta menjaga perilaku hakim, Komisi Yudisial bertugas
mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada
pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan pasal 22 UU No. 22 2004 Dalam melaksanakan
pengawasan sebagaimana maksud diatas, Komisi Yudisial:
menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim;
a. Meminta laporan secara berkala kepada badan

251
b. Peradilan berkaitan dengan perilaku hakim;
c. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran
perilaku hakim;
d. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang
diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan
e. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa
rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung
dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya
disampaikan kepada Presiden dan DPR. Alasan
Dibentuknya Komisi Yudisial di Republik Indonesia
Alasan utama bagi terwujudnya (raison d’atre).
Komisi Yudisial di dalam suatu negara hukum, adalah:
Komisi Yudisial dibentuk agar dapat melakukan monitoring
yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan
melibatkan unsur-unsur masyaraka dalam spectrum yang
seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal,
Komisi Yudisial menjadi perantara (mediator) atau
penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power)
dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang tujuan
utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan
kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga khususnya
kekuasaan pemerintah.
Dengan adanya Komisi Yuidisial, tingkat efisiensi dan
efektivitas kekuasaan kehakiman (judicial power) akan
semakin tinggi dalam banyak hal, baik yang menyangkut

252
rekruitmen dan monitoring hakim agung maupun pengelolaan
keuangan kekuasaan kehakiman.
Terjaganya konsistensi putusan lembaga peradilan,
karena setiap putusan memperoleh penilaian dan
pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus (Komisi
Yudisial), dan
Dengan adanya Komisi Yudisial, kemandirian kekuasaan
kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena
politisasi terhadap perekrutan hakim agung dapat
diminimalisasi dengan adanya Komisi Yudisial yang bukan
merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak
mempunyai kepentingan politik.
Di Indonesia ini diadopsi dengan membentuk Komisi
Yudisial. Hanya saja, selain dua alasan umum bagi negara
hukum di atas, juga terdapat alasan-alasan khusus dalam
pembentukan Komisi Yudisial di Indonesia. Alasan utama
yang mendorong timbulnya pemikiran mengenai pentingnya
keberadaan KY adalah kegagalan sistem yang ada untuk
menciptakan pengadilan yang lebih baik. Kehadiran KY
merupakan ikhtiar dari bangsa ini untuk mengawal proses
reformasi peradilan agar berjalan sesuai tuntutan reformasi
yaitu bebas dari KKN. Namun, kenyataannya, institusi
pengadilan belum tersentuh agenda reformasi. Hal ini terlihat
dari hasil survey integritas sektor publik yang dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2008 pengadilan
merupakan institusi yang paling rawan suap. Praktek suap

253
mengakibatkan institusi penegakkan hukum ini terjerembab
dalam kubangan mafia peradilan.
Alasan kedua, pasca penyatuan satu atap kekuasaan
kehakiman di bawah MA, ada kekhawatiran akan melahirkan
monopoli kekuasaan kehakiman. Potensi abuse of power
sangat besar apabila tidak ada lembaga yang melakukan
pengawasan terhadap jalannya kekuasaan kehakiman
tersebut. Kecenderungan tidak transparannya pengawasan
internal sangat kentara, seperti tidak diumumkannya nama-
nama hakim yang mendapat sanksi dari MA ke publik. Selain
itu, masih kentalnya esprit de corps sesama hakim membuat
tidak objektif dan transparan hasil pengawasan internal yang
dilakukan oleh MA.
Komisi yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluruhan martabat  serta perilaku hakim.

10.Mahkamah Konstitusi
Ada empat kewenangan dan satu kewajiban
Mahkamah Konstitusi yang telah ditentukan dalam UUD 1945
perubahan ketiga Pasal 24C ayat (1) yaitu: 4

4
Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum,
Cetakan I, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 111

254
1. Menguji (judicial review) undang-undang terhadap
UUD.
Kewenangan terakhir dan yang justru yang paling
penting dari keempat kewenangan ditambah satu kewajiban
(atau dapat pula disebut kelima kewenangan) yang dimiliki
oleh Mahkamah Konstitusi menurut UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah kewenangan menguji
konstitusionalitas undang-undang. Tanpa harus mengecilkan
arti pentingnya kewenangan lain dan apalagi tidak cukup
ruang untuk membahasnya dalam makalah singkat ini, maka
dari kelima kewenangan tersebut, yang dapat dikatakan paling
banyak mendapat sorotan di dunia ilmu pengetahuan adalah
pengujian atas konstitusionalitas UU.
Pengujian atas Undang-Undang dilakukan dengan tolok
ukur Undang-Undang Dasar. Pengujian dapat dilakukan
secara materiel atau formil. Pengujian materiel menyangkut
pengujian atas materi UU, sehingga yang dipersoalkan harus
jelas bagian mana dari UU yang bersangkutan bertentangan
dengan ketentuan mana dari UUD. Yang diuji dapat terdiri
hanya 1 bab, 1 pasal, 1 kaimat ataupun 1 kata dalam UU yang
bersangkutan. Sedangkan pengujian formil adalah pengujian
mengenai proses pembentukan UU tersebut menjadi UU
apakah telah mengikuti prosedur yang berlaku atau tidak.
Sejarah pengujian (judicial review) dapat dikatakan
dimulai sejak kasus Marbury versus Madison ketika
Mahkamah Agung Amerika Serikat dipimpin oleh John

255
Marshall pada tahun 1803. Sejak itu, ide pengujian UU
menjadi populer dan secara luas didiskusikan dimana-mana.
Ide ini juga mempengaruhi sehingga ‘the fouding fathers’
Indonesia dalam Sidang BPUPKI tanggal 15 Juli 1945
mendikusikannya secara mendalam. Adalah Muhammad
Yamin yang pertama sekali mengusulkan agar MA diberi
kewenangan untuk membanding undang-undang. Akan tetapi,
ide ini ditolak oleh Soepomo karena dinilai tidak sesuai
dengan paradigma yang telah disepekati dalam rangka
penyusunan UUD 1945, yaitu bahwa UUD Indonesia itu
menganut sistem supremasi MPR dan tidak menganut ajaran
‘trias politica’ Montesquieu, sehingga tidak memungkinkan ide
pengujian UU dapat diadopsikan ke dalam UUD 1945.
Namun, sekarang, setelah UUD 1945 mengalami
perubahan 4 kali, paradigma pemikiran yang terkandung di
dalamnya jelas sudah berubah secara mendasar. Sekarang,
UUD 1945 tidak lagi mengenal prinsip supremasi parlemen
seperti sebelumnya. Jika sebelumnya MPR dianggap sebagai
pelaku kedaulatan rakyat sepenuhnya dan sebagai
penjelmaan seluruh rakyat yang mempunyai kedudukan
tertinggi dan dengan kekuasaan yang tidak terbatas, maka
sekarang setelah Perubahan Keempat UUD 1945 MPR itu
bukan lagi lembaga satu-satunya sebagai pelaku kedaulatan
rakyat.
Karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat, maka di samping MPR, DPR dan DPD

256
sebagai pelaku kedaulatan rakyat di bidang legislatif, kita
harus pula memahami kedudukan Presiden dan Wakil
Presiden juga sebagai pelaku kedaulatan rakyat di bidang
eksekutif dengan mendapatkan mandat langsung dari rakyat
melalui pemilihan umum. Di samping itu, karena sejak
Perubahan Pertama sampai Keempat, telah terjadi proses
pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan Presiden ke
tangan DPR, maka mau tidak mau kita harus memahami
bahwa UUD 1945 sekarang menganut prinsip pemisahan
kekuasaan yang tegas antara cabang-cabang kekuasaan
legislatif, eksekutif, dan judiktif dengan mengandaikan adanya
hubungan ‘checks and balances’ antara satu sama lain. Oleh
karena itu, semua argumen yang dipakai oleh Soepomo untuk
menolak ide pengujian undang-undang seperti tergambar di
atas, dewasa ini, telah mengalami perubahan, sehingga fungsi
pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari dari
penerapannya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia di
bawah UUD 1945.

2. Memutuskan pembubaran partai politik.


Kebebeasan Partai politik dan berpartai adalah cermin
kebebasan berserikat yang dijamin dalam Pasal 28 jo Pasal
28E ayat (3) UUD 1945. Oleh karena itu, setiap orang, sesuai
ketentuan Undang-Undang bebas mendirikan dan ikut serta
dalam kegiatan partai politik. Karena itu, pembubaran partai
politik bukan oleh anggota partai politik yang bersangkutan

257
merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi
atau inkonstitusional. Untuk menjamin perlindungan terhadap
prinsip kebebasan berserikat itulah maka disediakan
mekanisme bahwa pembubaran suatu partai politik haruslah
ditempuh melalui prosedur peradilan konstitusi. Yang diberi
hak “standing” untuk menjadi pemohon dalam perkara
pembubaran partai politik adalah Pemerintah, bukan orang per
orang atau kelompok orang. Yang berwenang memutuskan
benar tidaknya dalil-dalil yang dijadikan alasan tuntutan
pembubaran partai politik itu adalah Mahkamah Konstitusi.
Dengan demikian, prinsip kemerdekaan berserikat yang
dijamin dalam UUD tidak dilanggar oleh para penguasa politik
yang pada pokoknya juga adalah orang-orang partai politik
lain yang kebetulan memenangkan pemilihan umum. Dengan
mekanisme ini, dapat pula dihindarkan timbulnya gejala
dimana penguasa politik yang memenangkan pemilihan umum
memberangus partai politik yang kalah pemilihan umum dalam
rangka persaingan yang tidak sehat menjelang pemilihan
umum tahap berikutnya.

3. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan


umum.
Berdasarkan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, pemilihan
umum bertujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden,
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Preisden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan

258
Rakyat Daerah. Peserta Pemilihan Umum itu ada tiga, yaitu
pertama, pasangan calon presiden/wakil presiden, kedua,
partai politik peserta pemilihan umum anggota DPR dan
DPRD, dan ketiga, (perorangan calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan penyelenggara
pemilihan umum adalah Komisi Pemilihan Umum yang
diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum
(PANWASLU). Apabila timbul perselisihan pendapat antara
peserta pemilihan umum dengan penyelenggara pemilihan
umum, dan perselisihan itu tidak dapat diselesaikan sendiri
oleh para pihak, maka hal itu dapat diselesaikan melalui
proses peradilan di Mahkamah Konstitusi.
Yang menjadi persoalan yang diselesaikan di
Mahkamah Konstitusi adalah soal perselisihan perhitungan
perolehan suara pemilihan umum yang telah dtetapkan dan
diumumkan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum,
dan selisih perolehan suara dimaksud berpengaruh terhadap
kursi yang diperebutkan. Jika terbukti bahwa selisih peroleh
suara tersebut tidak berpengaruh terhadap peroleh kursi yang
diperebutkan, maka perkara yang dimohonkan akan
dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
Jika selisih yang dimaksud memang berpengaruh, dan bukti-
bukti yang diajukan kuat dan beralasan, maka permohonan
dikabulkan dan perolehan suara yang benar ditetapkan oleh
Mahkamah Konstitusi sehingga perolehan kursi yang
diperebutkan akan jatuh ke tangan pemohon yang

259
permohonannya dikabulkan. Sebaliknya, jika permohonan
tidak beralasan atau dalil-dalil yang diajukan tidak terbukti,
maka permohonan pemohon akan ditolak. Ketentuan-
ketentuan ini berlaku baik untuk pemilihan anggota DPR,
DPD, DPRD, maupun untuk pasangan capres/cawapres. 5

4. Pemberhentian presiden dan wakil presiden


Perkara penuntutan pertanggungjawaban presiden atau
wakil presiden dalam istilah resmi UUD 1945 dinyatakan
sebagai kewajiban Mahkamah Konstitusi untuk memutus
pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya. Atau perbuatan tercela atau pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan Wakil Pesiden.
Dalam hal ini, harus diingat bahwa Mahkamah
Konstitusi bukanlah lembaga yang memberhentikan Presiden
atau Wakil Presiden. Yang memberhentikan dan kemudian
memilih penggantinya adalah Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Mahkamah Konstitusi hanya memutuskan apakah
pendapat DPR yang berisi tuduhan (a) bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden telah melanggar hukum, (b) bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah tidak lagi memenuhi
5
Jimly Asshiddiqie , Kedudukan Mahkamah Konstitusi,
http://www.jimly.com/makalah/namafile/23/KEDUDUKN_MK.doc diakses 03
Januari 2014.

260
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, terbukti
benar secara konstitusional atau tidak. Jika terbukti,
Mahkamah Konstitusi akan menyatakan bahwa pendapat
DPR tersebut adalah benar dan terbukti, sehingga atas dasar
itu, DPR dapat melanjutkan langkahnya untuk mengajukan
usul pemberhentian atas Presiden dan/atau Wakil Presiden
tersebut kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sejauh menyangkut pembuktian hukum atas unsur
kesalahan karena melakukan pelanggaran hukum atau
kenyataan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam
UUD 1945, maka putusan Mahkamah Konstitusi itu bersifat
final dan mengikat. DPR dan MPR tidak berwenang
mengubah putusan final MK dan terikat pula untuk
menghormati dan mengakui keabsahan putusan MK tersebut.
Namun, kewenangan untuk meneruskan tuntutan
pemberhentian ke MPR tetap ada di tangan DPR, dan
kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden yang bersangkutan tetap berada di tangan MPR.
Inilah yang banyak dipersoalkan orang karena ada saja
kemungkinan bahwa MPR ataupun MPR tidak meneruskan
proses pemberhentian itu sebagaimana mestinya, mengingat
baik DPR maupun MPR merupakan forum politik yang dapat
bersifat dinamis. Akan tetapi, sejauh menyangkut putusan MK,
kedudukannya sangat jelas bahwa putusan MK itu secara
hukum bersifat final dan mengikat dalam konteks kewenangan

261
MK itu sendiri, yaitu memutus pendapat DPR sebagai
pendapat yang mempunyai dasar konstitusional atau tidak,
dan berkenaan dengan pembuktian kesalahan Presiden/Wakil
Presiden sebagai pihak termohon, yaitu benar-tidaknya yang
bersangkutan terbukti bersalah dan bertanggungjawab.
MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
tingkat terakhir yang putusannya bersifat final untuk mengkaji
UU terhadap UUD, dan lain-lain.

262
BAB 9 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN
DALAM BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN
BERNEGARA

A.Pengertian Paradigma (Understanding Paradigm)


Paradigma berasal Menurut KBBI, paradigma berarti
seperangkat unsur bahasa yang sebgian bersifat konstan
(tetap) dan yang sebagian berubah-ubah, juga bisa diartikan
gagasan sistem pemikiran. Paradigma juga dapat diartikan
sebagai sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, metode
metode, prinsip-prinsip atau cara memecahkan masalah yang
di anut oleh masyarakat pada masa tertentu dan sumber asa
serta arah dari tujuan suatu perkembangan, perubahan serta
proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang
pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan. Inti sari
pengertian paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan
asumsi-asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber
nilai), sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum,
metode, srta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehigga
sangat menentukan sifat, ciri atau karakter ilmu pengetahuan
itu sendiri. Jadi, dapat disingkat bahwa paradigma artinya
kerangka berpikir atau model dalam ilmu pengetahuan.

263
B. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
(Pancasila as a Development Paradigm)
Pembangunan dalam bahasa Inggrisnya development
dapat diartikan pertumbuhan, perluasan/ekspansi yang
bertalian dengan keadaan yang harus digali dan yang harus
dibangun agar dicapai kemajuan dimasa yang akan datang.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat
berbangsa dan bernegara bangsa indonesia melaksanakan
pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis
dalam meningkatkan harkat dan martabatnya.
Pembangunan tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi
juga bersifat kualitatif, artinya tidak hanya mencakup bidang
materiil namun juga mencakup bidang spritual. Jadi, yang
dibangun adalah manusia seutuhnya.
Kata pembangunan mengandung pemahaman akan
adanya penalaran dan pandangan yang logis, dinamis, dan
optimis, sehingga di dalam pembangunan terjadi proses
perubahan yang terus menerus menuju kemajuan dan
perbaikan ke arah tujuan yang di cita-citakan.
Pembangunan atau perubahan yang diinginkan oleh
bagsa indonesia adalah perubahan atau pembangunan yang
mengarah keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara
kemajuan lahir dan batin, jasmani dan rohani, dunia dan
akhirat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembangunan adalah
kegiatan dan usaha terencana manusia yang terus menerus

264
dan berkesinambungan untuk mewujudkan hidup yang lebih
baik, dan harapan hari ini lebih baik dari kemarin, dan besok
harus lebih baik dari hari ini.
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai
paradigma pembangunan nasional mengandung suatu
konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan
nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-
sila pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan berarti
kegiatan atau usaha terencana manusia dan bangsa
Indonesia yang terus-menerus dan berkesinambungan untuk
mewujudkan kehidupan yang lebih baik berdasarkan kerangka
berpikir manusia sebagai dasar negara dan pandangan hidup
bangsa.
Pembangunan berasal dari kerangka berpikir Pancasila
bertujuan mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tertulis di
dalam alenia 4 Pembukaan UUD 1945, yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Oleh karena itu, paradigma pembangunan harus
berdasarkan pancasila sehingga terwujud masyarakat yang
adil dan makmur serta maju, tetapi tetap berkpribadian
Indonesia.

265
1. Dalam melaksanakan pembangunan berdasarkan
paradigma Pancasila tentu membutuhkan modal. Modal
pembangunan bangsa Indonesia tertuang kedalam
delapan modal dasar pembangunan, yaitu:
Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia.
2. Kedudukan geografis yang terletak pada posisi silang
dunia.
3. Sumber kekayaan alam yang berlimpah (SDA).
4. Jumlah penduduk yang sangat besar (SDM).
5. Modal rohanih dan mental.
6. TNI atau Polri.
7. Modal budaya bangsa yang berkembang sepanjang
sejarah
8. Potensi efektif bangsa.
Modal dasar pembangunan tersebut bagi bangsa
Indonesia memungkinkan tercapainya hasil pembangunan
yang hebat dan bermutu tinggi, seperti yang dicita-citakan
oleh bangsa Indonesia.

C. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Iptek


(Pancasila as a Science and Technology Development
Paradigm)
Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan
peningkatan harkat dan martabatnya maka manusia
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada hakikatnya

266
merupakan suatu hasil kreatifitas rohani manusia. Unsur jiwa
(rohani) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak.
Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungan
dengan intelektualitas, rasa bidang estetis, dan kehendak
dalam bidang moraal (etika).
Atas dasar kreatifitaas akalnya manusia
mengembangkan iptek dalam rangka untuk mengolah
kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan yang Maha Esa.
Oleh kareena itu tujuan yang essensial dari iptek adalah demi
kesejahteraan umat manusia, sehingga Iptek pada hakikatnya
tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Dalam masalah ini
Pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai bagi
pengembangan Iptek demi kesejahteraan hidup manusia.
Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya mausia harus
didasarkan pada moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan
yang sistematis haruslah menjadi sistem etika dalam
pengembangan Iptek.
Sila Ketuhanan yang Maha Esa,
mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta,
perimbangan antara rasional dan irrasional, antara akal rasa
dan kehendak. Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan
tetapi juga dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya
apakah merugikan manusia dan sekitarnya. Pengolahan

267
diimbangi dengan melestarikan. Sil ini menempatkan manusia
di alam semesta bukan sebagai pusatnya melainkan sebagai
bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya (T. Jacob,
1986) .
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan
dasar-dasar moralitas bahwa manuia dalam mengembangkan
Iptek haruslah bersifat beadab. Iptek adalah sebagai hasil
budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu
pengembangan Iptek harus didasarkan pada hakikiat tujuan
demi kesejahteraan umat manusia. Iptek bukan untuk
kesombongan, kecongkakan dan keserakahan umat manusia
namun harus di abdikan demi peningkatan harkat dan
martabat manusia.
Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan
universalia dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-
sila yang lain. Pengembangan Iptek diarahkan demii
kesejahteraan umat manusia termasuk di dalamnya
kesejahteraan bangsa Indonesia. Pengembangan Iptek
hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme,
kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian
dari umat manusia di dunia.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksaan dalam permusyawaratan / perwakilan, mendasari
pengembangan Iptek secara demokratis. Artinya setiap ilmuan
haruslah memiliki kebebassan untuk mengembangkan Iptek.
Selain itu dalam pengembangan Iptek setiap ilmuan juga

268
harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain
dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk
dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan
teori lainnya.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengkomplementasikan pengembangan Iptek haruslah
menjaga keseimbangan keadilan dalam hubungannya
dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia
dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa
dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya (T.
Jacob, 1986).
Kesimpulannya bahwa pada hakikatnya sila-sila
Pancasila harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta
basis moralitas bagi pengembangan Iptek.

D. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan


POLEKSOSBUD HANKAM (Pancasila as the
POLEKSOSBUD HANKAM Development Paradigm)
Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu
realisasi praksis untuk mencapai tujuan seluruh warga harus
mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subjek
pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Hakikat manusia
adalah 'Monopluralis' artinya meliputi berbagai unsur yaitu
rohani-jasmani, individu-makhluk sosial, serta manusia
sebagai pribadi-makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena
itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi

269
pengembangan POLEKSOSBUD HANKAM. Hal inilah yang
sering diungkapkan dalam pelaksanaan pembangunan
hakikatnya membangun manusia secara lengkap, secara utuh
meliputi seluruh unsur hakikat manusia monopluralis, atau
dengan lain perkataan membangun martabat manusia.
a. Pancasila sebagai Paradigma Pegembangan Bidang
Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus
mendasarkan pada dasar ontologis manusia, ini didasarkan
pasa kenyataan objektif bahwa manusia sebagai subjek
negara. Oleh karena itu kehidupan politik dalam negara harus
benar-benar untuk merealisasikan tujuan demi harkat dan
martabat manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada:
1) Tuntutan hak dasar kemanusiaan.
Sebagai perwujudan hak atas martabat kemanusian
sehingga sistem politik negara harus mampu menciptakan
sistem yang menjamin atas hak-hak tersebut. Dalam istilah
ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia.
2) Kekuasaan yang bersumber dari rakyat, sebagai
penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-
makhluk social.
Kekuasaan negara harus mendasarkan pada asal mula
dari rakyat untuk rakyat. Maka rakyat merupakan asal mula
kekuasaan negara. Oleh karena itu, kekuasaan negara harus

270
berdasarkan kekuasaan rakyat bukan kekuasaan
perseorangan atau kelompok.

a. Dasar-dasar moralitas politik negara yang tertuang


dalam sila-sila Pancasila.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urutan yang
sistematis. Dalam politik negara harus mendasarkan pada
kerakyatan (sila IV), adapun pengembangan dan aktualisasi
politik berturut-turut moral Ketuhanan (sila I), moral
kemanusiaan (sila II), moral persatuan, yaitu ikatan moralitas
sebagai suatu bangsa (sila III), serta demi tercapainnya
keadilan dalam hidup bersama (sila V).
Oleh karena itu dalam politik negara termasuk para elit
politik dan penyelenggara negara untuk memegang budi
pekerti kemanusiaan serta memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.
Pengembangan politik negara terutama dalam proses
reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas
sebagaimana tertuang dalam sila-sila Pancasila, sehingga
praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara dengan
memfitnah, memprovokasi, menghasut rakyat yang tidak
berdosa untuk dapat segera diakhir.

b. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi


Dalam dunia ilmu ekonomi boleh dikatakan jarang
ditemukan pakar ekonomi yang mendasarkan pemikiran

271
pengembangan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan
dan Ketuhanan. Sehingga lazimnya pengembangan ekonomi
mengarah pada persaingan bebas, dan akhirnya yang kuatlah
yang menang. Hal ini sebagai implikasi dari perkembangan
ilmu ekonomi pada akhir abad ke-18 menumbuhkan ekonomi
kapitalis. Atas dasar kenyataan objektif inilah maka di Eropa
pada awal abad ke-19 muncullah pemikiran sebagai reaksi
atas perkembangan ekonomi tersebut yaitu sosialisme
komunisme yang memperjuangkan nasib kaum proletar yang
ditindas oleh kaum kapitalis. Oleh karena itu kiranya menjadi
sangat penting bahkan mendesak untuk dikembangkan sistem
ekonomi yang mendasarkan pada moralitas humanistik,
ekonomi yang berkemanusiaan.
Atas dasar kenyataan tersebut maka Mubyarto
kemudian mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu
ekonomi yang humanistik yang mendasarkan pada tujuan
demi kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan
ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan
demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa.
Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas
kekeluargaan seluruh bangsa.
Pengembangan ekonomi tidak bisa dpisahkan dengan
nilai-nilai moral kemanusiaan (Mubyarto, 1999). Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi itu sendiri
adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia
menjadi lebih sejahtera. Oleh karena itu ekonomi harus

272
mendasarkan pada kemanusiaan yaitu demi kesejahteraan
kemanusiaan, ekonomi untuk kesejahteraan manusia
sehingga kita harus menghindarkan diri dari pengembangan
ekonomi yang hanya mendasarkan pada persaingan bebas,
monopoli dan lainnya yang menimbulkan penderitaan pada
manusia, menimbulkan penindasan atas manusia satu dengan
lain.

c. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial


Budaya 
Dalam proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan
gejolak masyarakat yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan
yang beradab. Tidak mengherankan jika di berbagai wilayah
Indonesia saat ini terjadi berbagai macam gejolak yang sangat
memprihatinkan antara lain amuk massa yag cenderung
anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan
lainnya yang muaranya adalah pada masalah politik.
Perbenturan kepentingan politik demi kekuasaan
sehingga masyarakat sebagai elemen infrastruktur politik yang
melakukan aksi sebagai akibat akumulasi persoalan-
persoalan politik. Anehnya suatu aksi yang tidak beradab,
tidak manusiawi, dam tidak human tersebut senantiasa
mendapat afirmasi politis dari kalangan elit sebagai tokohnya.
Demikian pula meningkatnya fanatisme etnis di berbagai
daerah mengakibatkan lumpuhnya keberadaban masyarakat.
Ini menjadi tugas yang maha berat bagi bangsa Indonesia

273
pada pasca reformasi dewasa ini untuk mengembangkan
aspek sosial budaya dengan berdasarkan nilai-nilai Pancasila,
yang secara lebih terinci berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan,
nilai Ketuhanan, serta nilai keberadaban.

Dalam prinsip etika Pancasila mendasarkan pada nilai


yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang berbudaya. Terdapat rumusan dalam sila kedua
Pancasila yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Dalam
rangka pengembangan sosial budaya, Pancasila merupakan
sumber normatif bagi peningkatan humanisasi dalam bidang
sosial budaya. Sebagai kerangka kesadaran Pancasila dapat
merupakan dorongan untuk (1) universalisasi, yaitu
melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan struktur, dan (2)
transendentalisasi, yaitu meningkatnya derajat kemerdekaan,
manusia, dan kebebasan spiritual (Koentowijoyo, 1986).
Dengan demikian maka proses humanisasi universal akan
dehumanisasi serta aktualisasi nilai hanya demi kepentingan
kelompok sosial tertentu sehingga menciptakan sistem sosial
budaya yang beradab.

d. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam


Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu
masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga negara
maka diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik
dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam

274
rangka melindungi hak-hak warganya. Oleh karena itu negara
bertujuan melindungi segenap wilayah negara dan
bangsanya. Atas dasar demikian maka keamanan merupakan
syarat mutlak tercapainya kesejahteraan warga negara.
Adapun demi tegaknya integritas seluruh masyarakat
mengara diperlukan suatu pertahan negara. Untuk itu
diperlukan aparat keamanan negara dan aparat penegak
hukum Negara.
Oleh karena Pancasila sebagai dasar dan
mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan
monopluralis maka pertahan dan keamanan negara harus
dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia
sebagai pendukung pokok negara. Dasar-dasar kemanusiaan
yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan
keamanan negara. Dengan demikian pertahan dan keamanan
negara harus mendasarkan pada tujuan demi terjaminnya
harkat dan martabat manusia, terutama secara rinci
terjaminnya hak-hak asasi manusia. Pertahan dan keamanan
bukanlah untuk kekuasaan sebab kalau demikian sudah dapat
dipastikan akan melanggar hak asasi manusia.
Demikian pula pertahan dan keamanan negara
bukanlah hanya untuk sekelompok warga ataupun kelompok
politik tertentu, sehingga berakibat negara menjadi totaliter
dan otoriter. Oleh karena itu pertahan dan keamanan negara
harus dikembangkan berdasarkan berdasarkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Pertahanan dan keamanan

275
negara harus mendasarkan pada tujuan demi tercapainya
kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa (sila I dan II). Pertahanan dan keamanan negara
haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga
dalam seluruh warga sebagai warga negara (sila III).
Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak-hak
dasar, persamaan derajat, serta kebebasan kemanusiaan (sila
IV), dan akhirnya pertahanan dan keamanan haruslah
diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam hidup
bermasyarakat (terwujudnya suatu keadilan sosial) agar
benar-benar negara meletakkan pada fungsi yang sebenarnya
sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara
yang berdasarkan atas kekuasaan.

e. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan


Kehidupan Beragama
Pada proses reformasi dewasa ini di beberapa wilayah
negara Indonesia terjadi konflik sosial yang bersumber pada
masalah SARA, terutama bersumber pada masalah agama.
Hal ini menunjukkan kemunduran bangsa Indonesia ke arah
kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan dan
menunjukkan betapa semakin melemahnya toleransi
kehidupan beragama yang berdasarkan kemanusiaan yang
adil dan beradab.
Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang
fundamental bagi umat bangsa Indonesia untuk hidup secara

276
damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia
tercinta ini. Manusia adalah sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa, oleh karena itu manusia wajib untuk beribadah
kepada Tuhan yang Maha Esa dalam wilayah negara di mana
mereka hidup. Namun demikian Tuhan menghendaki untuk
hidup saling menghormati, karena Tuhan menciptakan umat
manusia dari laki-laki dan perempuan ini yang kemudian
berbangsa-bangsa, bergolong-golong, berkelompok-kelompok
baik sosial, politik, budaya, maupun etnis tidak lain untuk
saling hidup damai yang berkemanusiaan.
Negara mengaskan dalam Pokok Pikiran Ke IV bahwa
"Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, atas
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab". Hal ini berarti
bahwa kehidupan dalam negara mendasarkan pada nilai-nilai
ketuhanan. Setiap agama memiliki dasar-dasar ajaran sesuai
dengan keyakinan masing-masing maka dalam pergaulan
hidup negara kehidupan beragama hubungan antarpemeluk
agama didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan yang beradab
hal ini berdasarkan pada nilai bahwa semua pemeluk agama
adalah sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Oleh karena itu kehidupan beragama dalam negara
Indonesia dewasa ini harus dikembangkan ke arah terciptanya
kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling menghargai
berdasarkan nilai kemanusiaan yang beradab.

277
E. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi (Pancasila as
a Reform Paradigm)
Bangsa indonesia ingin mengadakan suatu perubahan,
yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara
demi terwujudnya masyarakat madani yang
sejahtera,bermartabat, menghargai hak asasi manusia,dan
masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta
masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat
tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan dan banyak
menelan banyak korban jiwa dari anak - anak bangsa sebagai
rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan
perdamaian ketentraman serta kesejahteraan. Tragedi yang
sangat memilukan itu antara lain peristiwa Amuk Masa di
Jakarta, Tangerang, Solo, Jawa Timur, Kalimantan, serta
daerah-daerah lainnya. Bahkan tragedi pembersihan etnis ala
Rezim Serbia di Balkan terjadi di berbagai daerah antara lain
di Dili, Kupang, Ambon, Kalimantan Barat, serta beberapa
daerah lainnya.
Rakyat benar-benar menjerit bahkan banyak yang
kondisi kehidupan sehari-harinya sangat memprihatinkan
karena kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-
hari.
Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan
negara dalam suatu sistem negara di bawah nilai-nilai

278
pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa
dan negara Indonesia.
Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah
mengembalikan tatanan kenegaraan ke arah sumber nilai
yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa
indonesia. Oleh karena itu proses reformasi walaupun dalam
lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan
sumber nilai yang jelas yang merupakan arah, tujuan,serta
cita - cita yaitu nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila.
Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan,
dan Keadilan adalah ada secara objektif dan melekat pada
bangsa Indonesia yang merupakan pandangan dalam
kehidupan bangsa sehari-hari. Oleh karena itu bilamana
bangsa indonesia meletakkan sumber nilai, dasar filosofi serta
sumber norma kepada nilai - nilai tersebut bukan lah suatu
keputusan yang bersifat politis saja melainkan suatu
keharusan yang bersumber dari kenyataan hidup pada
bangsa indonesia sendiri sehingga dengan lain perkataan
bersumber pada kenyataan objektif pada bangsa indonesia
sendiri.
Reformasi dengan melakukan perubahan dalam
berbagai bidang yang sering diteriakan dengan jargon
reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan terhadap
sumbernya itu sendiri. Reformasi itu harus memili tujuan,
dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa

279
indonesia Nilai-nilai pancasila itulah yang merupakan
paradigma Reformasi Total tersebut.

Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini
bangsa indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak
krisis ekonomi Asia terutama Asia tenggara sehingga
menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah.

Terlebih lagi merajalelanya praktel Korupsi, Kolusi dan


Nepotisme pada hampir seluruh instansi serta lembaga
pemerintahan.
Sistem politik dikembangkan ke arai sistem Birokratik
Otoritarian dan suatu sistem Korporatik (Nasikum, 1998: 5).
Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan
partisipasi di dalam pembuatan keputusan - keputusan
nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan
penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik
cendikiawan dan kelompok wiraswastawan oligopilstik dan
bekerjasama dengan masyarakat bisnis internasional.
Keadaan yang demikian membawa ekonomi rakyat menjadi
tidak tersentuh dan semakin parah.
Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan
hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah berbagai
gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa,
cendikiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik

280
yang menurut adanya 'Reformasi' di segala bidang politik,
ekonomi, dan hukum.
Awal keberhasilan gerakan Reformasi tersebut ditandai
dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei
1998, yang kemudian disusul dengan dilantik nya Wakil
Presiden Prof.Dr.B.J. Habibie menggantikan kedudukan
Presiden. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan
pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat
indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh,
terutama pengubahan 5 paket UU.
Dengan demikian reformasi harus diikuti juga dengan
reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi
pada berbagai instansi pemerintahan. Yang lebih mendasar
lagi reformasi dilakukan pada kelembagaan tertinggi dan
tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang
dengan sendirinya harus dilakukan melalui pemilu secepatnya
dan diawali dengan pengubahan:
1. UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR, dan
DPRD (UU No.16/1969 jis. UU No. 5/1975 dan UU No.
2/1985).
2. UU tentang Partai Politik dan Golongan Karya (UU No.
3/1975, jo.UU No.3/1985).
3. UU tentang Pemilihan Umum (UU no. 16/1969 jis UU
No. 4/1975, UU No. 2/1980, dan UU No. 1/1985).
Reformasi terhadap UU Politik tersebut di atas harus
benar-benar dapat mewujudkan iklim politik yang demokratis

281
sesuai dengan kehendak Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa
kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (Mardjono, 1998 : 57).
a.    Gerakan Reformasi dan Gerakan Ideologi Pancasila.
Makna serta pengertian “Reformasi” saat dewasa ini
banyak disalahartikan sehingga gerakan masyarakat yang
melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan
reformasi juga tidak sesuai dengan pengertian reformasi itu
sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat
dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan
kegiatan yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu
sendiri, misalnya pemaksaan kehendak dengan menduduki
kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri maupun swata,
memaksa untuk mengganti pejabat dalam suatu instansi,
melakukan pengrusakan bahkan yang paling memprihatinkan
adalah melakukan pengarahan massa dengan merusak dan
membakar toko-toko, pusat-pusat kegiatan ekonomi, kantor
instansi pemerintah, fasilitas umum, kantor pos, kantor bank
disertai dengan penjarahan dan penganiayaan. Oleh karena
itu makna reformasi itu harus benar-benar diletakkan dalam
pengertian yang sebenarnya sehingga agenda proses
reformasi itu benar-benar sesuai tujuannya.
Makna ‘Reformasi’ secara etimologis berasal dari kata
‘reformation’ dengan akar kata ‘reform’ yang artinya “make or
become better by removing or putting right what is bad or
wrong”(Oxford Advanced Learner’s Diftionary Current English,

282
1980, dalam Wibisono, 1998 : 1). Secara harfiah reformasi
memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata
ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk
dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan
nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda, 1998).
Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki
kondisi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya
suatu penyimpangan-penyimpangan. Misalnya pada
masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi
nepotisme, kolusi, dan korupsi yang tidak sesuai
dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu
cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam
hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
Indonesia. Jadi, reformasi pada prinsipnya suatu
gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai-nilai
sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa
Indonesia. Tanpa landasan ideologi yang jelas maka
gerakan reformasi akan mengarah kepada anarkisme,
disintergrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada suatu
kehancuran bangsa dan negara Indonesia,
sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan
Yugoslavia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan
berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu

283
(dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan
suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu
tatanan struktural yang ada karena adanya suatu
penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan
pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa
kedaulatan adalah di tangan rakyat sebagaimana
terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi harus
mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah
sistem negara hukum dalam arti yangsebenarnya
sebagaimana yang terkandung dalam penjelasan UUD
1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi
manusia, peradilan yang bebas dari penguasa, serta
legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi
sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang
jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu
perubahan ke arah transparansi dalam setiap
kebijaaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena
hal itu sebagai manifestasi bahwa rakyatlah sebagai
asal mula kekuasaan negara dan untuk rakyatlah
segala aspek kegiatan Negara.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi
serta keadaan yang lebih baik. Perubahan yang
dilakukan dalam reforamsi harus mengarah pada suatu
kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala
aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial,

284
budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan kata
lain, reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan
harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan
etika sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha
Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa
 
b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Pancasila sebagai dasar filasafat negara Indonesia,
sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam perjalanan
sejarah, nampaknya tidak diletakkan dalam kedudukan dan
fungsi sebenarnya. Pada masa orde lama pelaksanaan dalam
negara secara jelas menyimpang bahkan bertentangan
misalnya, Manipol Usdek dan Nasakom yang bertentangan
dengan Pancasila. Presiden seumur hidup serta praktek-
praktek kekuasaan diktator.
Masa Orba Pancasila digunakan sebagai alat legitimasi
politik oleh penguasa sehingga kedudukan Pancasila sebagai
sumber nilai dikaburkan dengan praktek kebijaksanaan
pelaksana penguasa negara. Misalnya setiap kebijaksanaan
penguasa negara senantiasa berlindung di balik ideologi
Pancasila, sehingga setiap tindakan dan kebijaksanaan
penguasa negara senatiasa dilegitimasi oleh ideologi
Pancasila.Sehingga konsekuensinya setiap warga negara
yang tidak mendukung kebijaksanaan tersebut dianggap
bertentangan dengan Pancasila. Asas kekeluargaan

285
sebagaiman terkandung dalam nilai Pancasila disalahgunakan
menjadi praktek nepotisme, sehingga merajalela kolusi dan
korupsi.
Oleh karena itulah maka gerakan reformasi harus tetap
diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai
landasan cita-cita dan ideologi, (Hamengkubuwono X, 1998 :
8) sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka
suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi,
anarkisme,brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran
bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam
perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Adapun secara rinci sebagai berikut:
1. Reformasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang
berarti bahwa suatu gerakan ke arah perubahan harus
mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik bagi
kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan. Karena
hakikatnya manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha
Esa adalah bersifat dinamis, sehingga selalu
melakukan suatu perubahan ke arah suatu kehidupan
yang lebih baik. Maka reformasi harus berlandaskan
moral religius dan hasil reformasi harus meningkatkan
kehidupan keagamaan. Oleh karena itu reformasi yang

286
dijiwai nilai-nilai religius tidak membenarkan
pengrusakan, penganiayaan, merugikan orang lain
serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya.
2. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berarati bahwa reformasi harus
dilakukan dengan dasar-dasar nilai-nilai martabat
manusia yang beradab. Oleh karena itu reformasi harus
dilandasi oleh moral kemanuasiaan yang luhur, yang
menghargai nilai-nilai kemanusiaan, menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan bahkan reformasi menargetkan
ke arah penataan kembali suatu kehidupan negara
yang menghargai harkat dan martabat manusia, yang
secara kongkrit menghargai hak-hak asasi manusia.
Reformasi menentang segala praktek eksploitasi,
penindasan oleh manusia terhadap manusia lain, oleh
golongan satu terhadap golongan lain, bahkan oleh
penguasa terhadap rakyatnya. Untuk bangsa yang
majemuk seperti bangsa Indonesia maka semangat
reformasi yang berdasar kemanusiaan menentang
praktek-praktek yang mengarah pada diskriminasi dan
dominasi sosial, baik alasan perbedaan suku, ras, asal-
usul maupun agama. Reformasi yang dijiwai nilai-nilai
kemanusiaan tidak membenarkan perilaku yang biadap
seperti membakar, menganiaya, menjarah,
memperkosa, dan bentuk-bentuk kebrutalan lainnya
yang mengarah pada praktek anrkisme. Sekaligus

287
reformasi yang berkemanusiaan harus memberantas
sampai tuntas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang
telah sedemikian mengakar pada kehidupan
kenegaraan pemerintah Orba (lihat Hamengkubuwono
X, 1998 : 8).
3. Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai
persatuan sehingga reformasi harus menjamin tetap
tegaknya negara dan bangsa Indonesia. Reformasi
harus menghindarkan diri dari praktek-praktek yang
mengarah pada disintegrasi bangsa, upaya sparatisme
baik atas dasar kedaerahan, suku maupun agama.
Reformasi memiliki makna menata kembali kehidupan
bangsa dalam bernegara, sehingga reformasi justru
harus mengarah pada lebih kuatnya persatuan dan
kesatuan bangsa. Demikian juga reformasi harus
senantiasa dijiwai asas kebersamaan sebagai suatu
bangsa Indonesia.
4. Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas
kerakyatan sebab justru permasalahan dasar gerakan
reformasi adalah pada prinsip kerakyatan. Penataan
kembali secara menyeluruh dalam segala aspek
pelaksanaan pemerintahan negara harus meletakkan
kerakyatan sebagai paradigmanya. Rakyat adalah
sebagai asal mula kekuasaan negara dan sekaligus
sebagai tujuan kekuasaan negara, dalam pengertian
inilah maka reformasi harus mengembalikan pada

288
tatanan pemerintahan negara yang benar-benar
bersifat demokratis, artinya rakyatlah sebagai
pemegang kekuasaan negara. Maka semangat
reformasi menentang segala bentuk penyimpangan
demokratis seperti kediktatoran baik secara langsung
maupun tidak langsung, feodalisme maupun
totaliterianisme. Asas kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan menghendaki
terwujudnya masyarakat demokratis. Kecenderungan
munculnya diktator mayoritas melalui aksi massa,
harus diarahkan pada asas kebersamaan hidup rakyat
agar tidak mengarah pada anarkisme. Oleh karena itu
penataan kembali mekanisme demokrasi seperti
pemilihan anggota DPR, MPR, pelaksanaan Pemilu
beserta perangkat perundang-undangan-nya pada
hakikatnya untuk mengembalikan tatanan negara pada
asas demokrasi yang bersumber pada kerakyatan
sebagaimana terkandung dalam sila keempat
Pancasila.
5. Visi dasar reformasi harus jelas, yaitu demi terwujudnya
Keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia.
Gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan
penataan kembali dalam berbagai bidang kehidupan
negara harus memiliki tujuan yang jelas, yaitu
terwujudnya tujuan bersama sebagaimana negara
hukum yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

289
Indonesia”. Oleh karena itu hendaklah disadari bahwa
gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan
penataan kembali, pada hakikatnya bukan hanya
bertujuan demi perubahan itu sendiri, namun
perubahan dan penataan demi kehidupan bersama
yang berkeadilan. Perlindungan terhadap hak asasi,
peradilan yang benar-benar bebas dari kekuasaan,
serta legalitas dalam arti hukum harus benar-benar
dapat terwujudkan. Sehingga rakyat benar-benar
menikmati hak serta kewajibannya berdasarkan prinsip-
prinsip keadilan sosial. Oleh karena itu reformasi
hukum baik yang menyangkut materi hukum terutama
aparat pelaksana dan penegak hukum adalah
merupakan target reformasi yang mendesak untuk
terciptanya suatu keadilan dalam kehidupan rakyat.
Dalam persfektif Pancasila gerakan reformasi sebagai
suatu upaya untuk menata ulang dengan melakukan
perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan
keterbukaan Pancasila dalam kebijaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Sebagai suatu ideologi yang
bersifat terbuka dan dinamis Pancasila harus mampu
mengantisipasi perkembangan zaman terutama
perkembangan dinamika aspirasi rakyat.
Nilai-nilai Pancasila adalah ada pada filsafat hidup
bangsa Indonesia, dan sebagai bangsa maka akan senantiasa
memiliki perkembangan aspirasi sesuai dengan tuntunan

290
zaman. Oleh karena itu Pancasila sebagai sumber nilai
memiiiki sifat ‘reformatif’ artinya memiliki aspek pelaksanaan
yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika
aspirasi rakyat, dalam mengantisipasi perkembangan zaman,
yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat, akan
tetapi nilai-nilai esensialnya bersifat tetap yaitu Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum


Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan
rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu
keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan
kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-
perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Agenda
yang lebih kongkrit yang diperjuangkan oleh para reformis
yang paling mendesak adalah reformasi bidang hukum. Hal ini
berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa
21 Mei 1998 saat rutuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu
subsistem yang mengalami kerusakan parah selama orde
baru adalah bidang hukun. Produk hukum baik materi maupun
penegakannya dirasakn semakin menjauh dari nilai-nilai
kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan. Subsistem hukum
nampaknya tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan

291
masyarakat dan yang berlaku hanya bersifat imperative bagi
penyelenggara pemerintahan.
Oleh karena kerusakan atas subsistem hukum yang
sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya politik,
ekonomi dan bidang lainnya maka banga Indonesia ingin
melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang
mengalami kerusakan tersebut. Namun demikian hendaklah
dipahami bahwa dalam melakukan reformasi tidak mungki
dilakukan secara spekulatif saja melainkan harus memiliki
dasar, landasan serta sumber nilai yang jelas, dan dalam
masalah ini nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang
merupakan dasar cita-cita reformasi.

Pancasila sebagai Nilai Perubahan Hukum


Dalam Negara terdapat suatu dasar fundamental atau
pokok kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang
dalam ilmu hukum tata Negara disebut
staatsfundamentalnorm. Dalam Negara Indonesia
staatsfundamentalnorm tersebu intinya tidak lain adalah
Pancasila. Maka pancasila merupakan cita-cita hukum,
kerangka berfikir, sumbe nilai serta sumber arah penyusunan
dan perubahan hukum positif di Indonesia. Dalam pengertian
inilah maka pancasila berfungsi sebagai paradigm hukum
terutama dalam kaitannya dengan berbagaimacam upaya
perubahan hukum, atau pancasila harus meupakan paradigm
dalam suatu pembaharuan hukum. Materi-materi dalam suatu

292
produk hukum atau perubahan hukum dapat senantiasa
berubah dan diubah sesuai dengan perkembangan zaman,
perkembangan Iptek serta perkembangan aspirasi masyarakat
namun sumber nilai ( yaitu nilai-nilai pancasila ) harus
senantiasa tetap. Hal ini mengingat kenyataan bahwa hukum
itu tidak berada pada suatu yang vacuum.
Oleh karena itu agar hukum berfungsi sebagai
pelayanan kebutuhan masyarakat maka hukum harus
senantiasa diperbaharui agar aktual atau sesuai dengan
keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dan
dalam pembaharuan hukum yang terus-menerus tersebut
pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber
norma atau sumber nilai-nilainya.
Sebagai paradigma dalam pembaharuan tatanan
hukum pancasila itu dapat dipandang sebagai cita-cita hukum
yang berkedudukan sebagai staatsfundamentalnorm dalam
Negara Indonesia. Sebagai cita-cita hukum pancasla dapat
memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan
fungsi regulatifnya pancasila menentukan dasar suatu tata
hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri
sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh pancasila maka
ukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu
sendiri. Demikian juga dengan fungsi regulatifnya pancasila
menentukan apakah suatu hukum positif itu sebagai produk
yang adil ataukah tidak adil. Sebagai staatsfundamentalnorm
pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber

293
penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD
1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum
disebut sebagai sumber dari segla peraturan perundang-
undangan di Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, yaitu:
1. Sumber formal hokum, sumber hukum ditinjau dari
bentuk dan tata cara penyusunan permen, perda.
2. Sumber material hokum, suatu sumber hukum yang
menentukan materi atau isi suatu hokum.
Pancasila yang di dalamnya terkandung nilai religius,
nilai hukum kodrat, nilai hukum moral pada hakikatnya
merupakan suatu sumber material hukum positif di Indonesia.
Dengan demikian pancasila menentukan isi dan bentuk
peraturan perundang-undangan Indonesi yang tersusun
secara hierarkhis.
Dalam susunan yang hierarkhis ini pancasila menjamin
keserasian atau tiadanya kontradiksi antara berbagai
peraturan perundang-undangan baik secara vertikal maupun
horisontal. Ini mengandung konsekuensi jikalau terjadi
ketidakserasian atau pertentangan suatu norma hukum
dangan norma hukum lainnya yang secara hierarkhis lebih
tinggi apalagi dengan pancasila sebagai sumbernya.
Selain sumber nilai yang terkandung dalam pancasila
reformasi dan pembaharuan hukum juga hrus berumber pada
kenyataan empiris yang ada dalam wujud aspirasi-aspirasi
yang dikehendakinya. Menurut Johan Galtung suatu prubahan

294
serta pengembangan secara ilmiyah harus
mempertimbangkan tiga unsur:
1. Nilai
2. Teori (noma)
3. Fakta atau realitas empiris.
Oleh karena itu dalam reformasi hukum dewasa ini
selain pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum
yang merupakan sumber norma dan sumber nilai, terdapat
sumber pokok yang justru tidak kalah pentingnya yaitu
kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat. Oleh karena
masyarakat bersifat dinamis baik menyangkut aspirasinya,
kemajuan peradaban serta, kemajuan iptek maka perubahan
dan pembaharuan hukum harus mampu mengakomodasinya
dalam norma-norma hukum dengan sendirinya.
Selama hal tersebut tidak bertentangan dengan nilai-
nilai hakiki yan terkandung dalam sila-sila pacasila. Dengan
demikian maka upaya untuk reformasi hukum atau benar-
benar mampu mngantarkan manusia ketingkat harkat dan
martabat yang lebih tinggi sbagai makhluk yang berbudaya
dan beradap.

Dasar Yuridis Reformasi Hukum


Dalam reformsi hukum dewasa ini bermunculan
bermunculan bebrbagai pendapat yang pada taraf tertentu
nampak hanya luapan emosional dan meninggalkan aspek
konsepsional. Jikalau halnya demikian maka kita kembali

295
menjdi bangsa yang tidak beradab,bangsa yang tidak
berbudaya masyakat yang tanpa hukum yang menurut hobbes
disebut ‘’homo homini lupus’’ manusia akan menjadi serigala
dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba oleh karena itu
reformasi hukum harus konsepsional dan konstitusional,
sehingga reformasi hukum memiliki landasn dan tujuan yang
jelas.
Dalam upaya reformasi hukum dewasa ini telah
banyak dilontarkan Berbagai macam pendapat tentang aspek
apa saja yang dapat dilakukan dalam perubahan hukum di
indonesia, bahkan telah banyak usulan untuk perlunya
amendemen atau kalau perlu perubahan secara terhadap
pasal-pasal UUD 1945. Namun hendaklah dipahami secara
objektif bahwa bila mana terjadi suatu amandemen atau
bahkan perubahan terhadap seluruh pasal UUD 1945, maka
hal itu tidak akan menyangkut perubahan terhadap
pembukaan UUD 1945, karena berkedudukan sebagai pokok
kaidah negara yang funda mental, merupakan sumber hukum
positif, memuat pancasila sebagai dasar filsafat negara serta
terlekat pada kelangsungan hidup negara proklamasi 17
Agustus 1945. Oleh karena itu perubahan terhadap
pembukaan UUD 1945 adalah suatu revolusi dan sama
halnya dengan menghilangkan eksistensi bangsa dan negara
bangsa Indonesia.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undang
yang telah dihasilkan dalam reformasi ukum antara lain,

296
undang-undang politik tahun 1999, yaitu UU. No.2 tahun 1999
tentang partai politik, UU.No.3 tahun 1999 tentang pemilihan
umum, dan UU. No.4 tahun 1999 tentang susunan dan
kedudukan MPR, DPR dan DPRD :undang-undang pokok
pers sehingga menghasilkan pers yang bebas dan demokrasi;
undang-undang otonomi daerah, yaitu meliputi UU.No.22
tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, UU. No 25 tahun
1999 tentang perimbangan keungan antara pemerintah pusat
dan daerah, dan UU No. 28 tahun 1999 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.

Pada tingkatan ketetapan MPR telah dilakukan


reformasi hukum pada bulan november 1998 yang
menghasilkan berbagai ketetapan antara lain tap No. VIII/1998
tentang pencabutan referendum, karena menghanbat
demokrasi, Tap No. IX /MPR/1998 tentang GBHN yang tidak
mungkin dilaksanakan karena krisis ekonomi serta politik, Tap
No X/MPR/1998 tentang negara yang bebas dari KKN,Tap
No. XIII/MPR/1998 tentang masa jabatan presiden,Tap No.
XIV/MPR/1998 tentang pemilihan umum tahun 1999, Tap No.
XV/MPR1998 tentang otonomi daerah dan perimbangan
keungan pusat dan daerah, Tap No. XVI/MPR/1998 tentqng
demokrasi ekonomi ,Tap. No. XVII/MPR/1998 tentang hak
asasi peraturan perundang-undangan lainnya.

297
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi pelaksanaan
Hukum
Dalam suatu negara betapapun baiknya suatu
paraturan peraturan perundang-undangan namun tidak
disertai dengan jaminan pelaksanaan hukum yang baik
niscaya reformasi hukum akan menjadi sia-sia
belaka.integritas dan moralitas para aparat penegak hukum
dengan sendirinya harus memiliki landasan nilai-nilai serta
norma yang bersumber landasan filosofis negara , dan bagi
bangsa indonesia adalah dasar filsafat negara pancasila.

Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus


didasarkan pada suatu nilai sebagai operanasionalnya.
Negara pada hakikatnya secara formal (sebagai negara
hukum foemal) harus melindungi hak-hak warganya terutama
hak kodratsebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia
dari tuhan yang maha esa ( sila I dan II ). Oleh karena itu
pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia adalah sebagai
pengingkaran terhadap dasar felosofis negara , misalnya
pembungkaman demokrasi , penculikan pembatasan
berpendafat,berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya
dengan tanggung jawab atas kepentingan bersama.Negara
adalah dari, oleh dan untuk rakyat.Rakyat adalah asal mula
kekuasaan negara. Maka dalam pelaksanaan hukum harus
mengembalikan negara pada supremasi hukum yang

298
didasarkan atas kekuasaan yang berada pada rakyat
bukannya pada kekuasaan perseorangan atau kelompok.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus
benar-benar dapat mewujutkan negara demokratis dengan
suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus
mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila
V), dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan
wajib bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat,
jabatan ,golongan,etinsitas, maupun agama. Jaminan atas
terwujudnya kedilan bagi setiap warga negaradalam hidup
bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur
keadilan baik keadilan distributif, keadilan komonikatif, serta
keadilan legal.konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum
aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adlah
sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih
dari praktek KKN.

Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik


Landasan aksiologi(sumber nilai) bagi system poli tik
Indonesia adalah sebagai mana terkandung dalam deklarasi
bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 Alenia IV yang
berbunyi “……… maka di susunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu kedalam suatu Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan yang maha Esa, Kemanusian

299
yang adil dan beradap, Persatuaan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Jikalau dikaitkan dengan makna alenia ll tentang cita-
cita Negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas,
bersatu,berdaulat,adil) dan (makmur) kemakmuran, dasar
politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan
bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila lll),
demokrasi (sila lV), berkeadilan dan berkemakmuran (sila V)
serta Negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan dan
kemanusiaan.

Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif terjabarkan


dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu pasal 1 ayat (2)
menyatakan:
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”
Pasal 2 ayat (2) menyatakan:
“Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan
utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-
golongan, menurut aturan yang ditetepkan dengan
undang-undang.
Pasal 5 ayat (1) menyatakan:

300
“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-
undang dengan persetujuan Dewan Perwakiulan
Rakyat.”
Pasal 6 ayat (2) menyatakan:
“Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak.”
Rangkaian keempat pasal tersebut terkesan sangat
unik, karena berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Majelis
Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga tertinggi
Negara untuk menjalankan kedaulatan rakyat, serta
berdasarkan Pasal 6 ayat (2) berkuasa memilih presiden.
Akan tetapi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) susunan dan
kedudukannya justru di atur dengan undang-undang yang
ditetapkan oleh Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat.
Hal ini dipahami berdasarkan semangat dari UUD 1945 yang
merupakan esensi pasal-pasal itu.
· Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi
dalam Negara.
· Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
· Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dank arena nya harus tunduk
dan bertanggung jawab.
· Produk hokum apapun yang dihasilkan oleh Presiden,
baik sendiri maupun bersama-sama lembaga lain.

301
302
BAB 10 GLOBALISASI DAN PERMASALAHAN SOSIAL
KAITANNYA DENGAN IMPLEMENTASI PANCASILA
(GLOBALIZATION AND SOCIAL PROBLEMS
ASSOCIATION WITH PANCASILA IMPLEMENTATION)

A. Globalisasi (Globalization)
Merambahnya budaya asing ke Indonesia melalui
media massa (elektronik, cetak) serta media dunia maya
(internet) sangat mempengaruhi perkembangan budaya
Indonesia. Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang
wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi
dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun
kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara
(sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses
dipengaruhi dan mempengaruhi. Pada hakekatnya bangsa
Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena
adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan
oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam
proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya
soal ekonomi namun juga terkait dengan masalah atau isu
makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di
dalamnya masih tetap berarti. Masyarakat Indonesia
merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal,
seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah
geografisnya.

303
Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat
beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus
tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada
generasi selanjutnya. Budaya lokal Indonesia sangat
membanggakan karena memiliki keanekaragaman yang
sangat bervariasi serta memiliki keunikan tersendiri. Seiring
berkembangnya zaman, menimbulkan perubahan pola hidup
masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih
memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis
dibandingkan dengan budaya lokal. Banyak faktor yang
menyebabkan budaya lokal dilupakan dimasam sekarang ini,
misalnya masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke
suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan
budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa.
Namun pada kenyataannya budaya asing mulai
mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan. Faktor
lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal. Budaya
lokal adalah identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa,
budaya lokal harus terus dijaga keaslian maupun
kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara lain.
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan budaya
asing masuk asalkan sesuai dengan kepribadian negara
karena suatu negara juga membutuhkan input-input dari
negara lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan
di negaranya.

304
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari
kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad
Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses
menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari
setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah
Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali
sekedar definisi kerja (working definition), sehingga
bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang
memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses
sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh
bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,
mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-
eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis,
ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai
sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa,
sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau
curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak
lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir.
Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan
mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin
tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab,
globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap
perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-
bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte

305
merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah
Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang
dimaksudkan orang dengan globalisasi:
1. Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai
meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini
masing-masing negara tetap mempertahankan
identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin
tergantung satu sama lain.
2. Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan
semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya
hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun
migrasi.
3. Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan
sebagai semakin tersebarnya hal material maupun
imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas
dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
4. Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu
bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya
pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
5. Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas:
Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas.
Pada empat definisi pertama, masing-masing negara
masih mempertahankan status ontologinya. Pada
pengertian yang kelima, dunia global memiliki status
ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara

306
Ciri-ciri Globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin
berkembangnya fenomena globalisasi di dunia
1. Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu.
Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam,
televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa
komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara
melalui pergerakan massa semacam turisme
memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya
yang berbeda.
2. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara
yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat
dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan
pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi
organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
3. Peningkatan interaksi kultural melalui
perkembangan media massa (terutama televisi, film,
musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional).
saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan
dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi
beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion,
literatur, dan makanan.
4. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada
bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi
regional dan lain-lain.

307
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa
transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah
kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu.
Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar
bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah
dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai
dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama,
perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin
terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan
globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.
Globalisasi budaya antara nya sub-kebudayaan Punk,
adalah contoh sebuah kebudayaan yang berkembang secara
global.Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang
ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang
dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh
warga masyarakat terhadap berbagai hal.
Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan
aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat
dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting
artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat
dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang
bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan
penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan
subsistem dari kebudayaan.

308
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-
nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi
budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama.
Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri
dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai
tempat di dunia ini (Lucian W. Pye, 1966).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara
intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya
teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan
kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa.
Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih
mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya
perkembangan globalisasi kebudayaan.
 
Dampak Negatife dan Positif dari Globalisasi
Seperti yang kita tahu bahwa globalisasi adalah proses
komplek yang digerakan oleh berbagai pengaruh sehingga
mengubah kehidupan sehari-hari terutama dinegara
berkembang, dan pada saat yang sama ia menciptakan
system- system dan kekuatan trans nasional baru.
Globalisasi juga menimbulkan berbagai dampak yang
merupakan permasalahan global. Dampak dari globalisasi
tersebut itu adalah:
1.  Dampak jangka pendek, yaitu;

309
a. Dampak negatif globalisasi yang terlihat/
terdetek; yaitu dampak buruk yang dapat dihindari
sebelum itu terjadi.
b. Dampak positif globalisasi yang terlihat/ terdetek;
yaitu dampak positif/baik yang dapat diperkirakan
sebelum itu terjadi.
c. 2. Dampak jangka panjang, yaitu;
a. Dampak negatif globalisasi yang tidak terlihat/
tidak terdetek; dampak buruk yang tidak diperkirakan
dan tidak dapat dihindari sebelumnya. Dampak tersebut
baru disadari setelah efek buruknya terjadi.
b. Dampak positif globalisasi yang tidak terlihat/
tidak terdetek; dampak positif/baik yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya. Dampak tersebut baru
disadari setelah menguntungkan peradaban.
Oleh sebab itu sudah sepatutnya penjelasan mengenai
masalah globalisasi harus ditekankan, karena perbedaan
pendapat mengenai dampak globalisasi sudah sering terjadi di
masyarakat kita dewasa ini.
Dampak positif globalisasi antara lain:
a. Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
b. Mudah melakukan komunikasi
c. Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi)
d. Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
e. Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
f. Mudah memenuhi kebutuhan

310
Dampak negatif globalisasi antara lain:
a. Informasi yang tidak tersaring
b. Perilaku konsumtif
c. Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
d. Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang
buruk
e. Mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan
kebiasaan atau kebudayaan suatu Negara.

311
.  Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebudayaan Nasional
(Effects of Globalization on National Culture)
Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang
ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang
dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh
warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai
maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek
kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam
pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya
apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat
dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang
bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan
penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan
subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-
nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi
budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama.
Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri
dari perjalanan para penjelajah Eropa arat ke berbagai tempat
di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara
intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya
teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan
kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa.
Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa

312
lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin
cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan :
a. Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
b. Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism),
dan kemudahan akses suatu individu terhadap
kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
c. Berkembangnya turisme dan pariwisata.
d. Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke
negara lain.
e. Berkembangnya mode yang berskala global, seperti
pakaian, film dan lain lain.
f. Bertambah banyaknya event-event berskala global,
seperti Piala Dunia FIF.
g. Persaingan bebas dalam bidang ekonomi
h. Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui
perkembangan media massa.

Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebudayaan Indonesia


Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat
yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi
pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa
lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan
bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-

313
bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.
Kewarganegaraan.2005)
Menurut pendapat Krsna (Pengaruh Globalisasi
Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara
Berkembang.internet.public jurnal.september 2005). Sebagai
proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam
interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang
makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam
interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi
berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan
keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi
adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini,
perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala
informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat
tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi
tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh
bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh
tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh
negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan
seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan
lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme
terhadap bangsa.
Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai
nasionalisme

314
1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan
secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan
adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan
djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan
mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif
tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara
menjadi meningkat
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar
internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan
meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut
akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang
menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola
berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin
dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk
meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya
memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa
nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai
nasionalisme
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia
bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan
kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan
berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi
liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa
nasionalisme bangsa akan hilang

315
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta
terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk
luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.)
membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta
terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala
berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap
bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa
akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya
hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh
masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam
antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan
bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat
menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin
yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan
ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan
adanya individualisme maka orang tidak akan peduli
dengan kehidupan bangsa.
Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara
langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi
secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme
terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab
globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara
global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi

316
aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara
kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila
dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi
akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis
sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional
bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di


Kalangan Generasi Muda
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam
masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi
terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi
tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan
kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan
dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-
hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang
berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat.
Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang
memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak
kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak
sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut
mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka
jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya.
Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa

317
dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan
kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang
memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh
siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi
santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara
semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna.
Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang
ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak
semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan
hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu
handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak
ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan
handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah
lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak
ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi
menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka
bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng
motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang
menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan
anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai
nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta
terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap

318
masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa
depan bangsa.

C. Strategi atau cara untuk mengantisipasi pengaruh


buruk dari Globalisasi (Strategies or ways to anticipate
the adverse effects of globalization)
Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh
negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya.
Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi
pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif
globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :
1.  Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh,
misal semangat mencintai produk dalam negeri.
2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila
dengan sebaik- baiknya.
3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan
sebaik- baiknya.
4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan
menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan
seadil- adilnya.
5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik,
ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
Kemajuan peradaban dan derap langkah
pembangunan merupakan dua hal yang umumnya berjalan
secara beriringan. Melalui berbagai aktifitas pembangunan itu

319
manusia meningkatkan kualitas kehidupan, mengkonstruksi
tata-nilai kehidupan dan akhirnya membentuk sebuah
peradaban. Di era abad 21 sekarang ini, perkembangan derap
peradaban manusia itu telah mencapai suatu kondisi yang
dicirikan dengan adanya interaksi yang semakin intensif antar
umat manusia, yang secara umum era seperti ini sering kita
sebut sebagai “era globalisasi”.
Kondisi keterhubungan (interconnectedness)
antarmanusia itu memberikan berbagai pengaruh dalam
pembangunan peradaban era global. Harus diakui bahwa
dibalik berbagai pengaruh itu terdapat kemajuan-kemajuan
yang telah diperoleh, namun di sisi lain era globalisasi ini
menghadirkan berbagai tantangan/ permasalahan, yang
hampir seluruh permasalahan itu adalah hasil dari intensitas
interaksi antarmanusia di berbagai belahan bumi yang terus
meningkat.
Pada era Globalisasi sekarang ini terjadi banyak
peningkatan kualitas di segala bidang, menurut data dari
WHO (World Health Organization), usia harapan hidup rata-
rata umat manusia di dunia, yang di tahun 1955 adalah 48
tahun telah meningkat menjadi 62 tahun di tahun 2000. Selain
itu, umat manusia pada era Globalisasi ini juga semakin
terdidik yang ditunjukkan oleh data dari UNESCO yaitu jika di
tahun 1970 masih ada 37% dari penduduk dunia yang buta
huruf, jumlah itu sudah menurun menjadi hanya sekitar 18%
penduduk dunia yang buta huruf di tahun 2004. Umat manusia

320
saat ini juga dapat menikmati tatanan dunia yang relatif lebih
damai dan secara geopolitis juga lebih stabil dibandingkan
dengan beberapa era sebelumnya.
Dari perspektif kesejahteraan, juga dapat dikatakan
bahwa kesejahteraan manusia sekarang relatif lebih baik.
Data dari UNDP (United Nation Development Program)
menyatakan bahwa di tahun 2006 lalu pertumbuhan
perekonomian dunia mencapai 5,4% dan pendapatan bruto
dunia mencapai US$ 66 Trilyun jika dihitung berdasarkan
skala PPP (Purchasing Power Parity). Dengan tingkat
pertumbuhan penduduk sebesar 1,1% di tahun itu, maka
UNDP menyatakan bahwa pendapatan per kapita dunia naik
rata-rata sebesar 4,3%. Dengan capaian seperti itu, maka
umat manusia boleh optimis bahwa di tahun 2015, jumlah
orang miskin di seluruh dunia dapat dikurangi sampai
separuhnya, atau dengan kata lain agenda pembangunan
milenium atau Millenium Development Goals (MDG) dapat
diharapkan untuk tercapai sasarannya tepat waktu. Oleh
karena itu, tampaknya peradaban dunia pada era globalisasi
ini sudah berjalan sesuai dengan track atau jalur yang
diharapkan untuk mencapai tujuan-tujuan luhur yang
diinginkan secara kolektif oleh seluruh umat manusia.
Meskipun demikian umat manusia di era globalisasi
sekarang ini juga menghadapi berbagai tantangan
permasalahan peradaban yang tidak sedikit dan bahkan
berpotensi untuk mengancam jalannya pembangunan

321
berskala global untuk tercapainya kemaslahatan umat
manusia. Meskipun pendapatan dunia itu meningkat, namun
harus diakui bahwa kesenjangan antara kelompok manusia
dengan kesejahteraan yang tinggi dengan kelompok manusia
dengan kesejahteraan rendah semakin lebar. Data dari UNDP
memaparkan bahwa di tahun 2006, sebanyak 2% dari orang-
orang terkaya di dunia menguasai 50% sumber daya di
seluruh dunia dan analisa dari majalah Fortune 500 edisi akhir
tahun 2006 pernah menyatakan bahwa penghasilan bersih
dari 225 orang terkaya di dunia hampir sama dengan
pendapatan nasional dari 40% negara miskin dan negara
berkembang yang ada di seluruh dunia.
Pada intinya secara umum permasalahan globalisasi
memiliki dua sifat yaitu:
Unsur interrelasi yang sangat kuat, artinya
permasalahan globalisasi itu, sangat berpautan erat antara
satu negara dengan beberapa negara lain. Meskipun
masalah- masalah itu pada mulanya dijumpai hanya di satu
atau beberapa negara akan tetapi lambat laun akan terjadi di
seluruh negara di berbagai belahan bumi. Apalagi dengan
kemajuan teknologi transportasi dan teknologi telekomunikasi
dan informasi yang telah menyebabkan interaksi antar
manusia baik secara nyata maupun maya semakin meningkat,
maka penyebaran dari permasalahan globalisasi itu
diperkirakan akan semakin cepat.

322
Keterjangkauan berskala global (global coverage),
artinya permasalahan globalisasi itu, dapat menyebar ke
seluruh dunia, dan memberikan dampak yang juga berskala
dunia/global. Harus diakui bahwa kemajuan teknologi
informasi, telekomunikasi, dan transportasi berperan besar
untuk mendiseminasikan permasalahan globalisasi itu ke
berbagai belahan bumi.
Dengan adanya dua sifat itu, maka dapat dikatakan
bahwa gejala keterhubungan (interconnectedness) antara
berbagai masalah globalisasi dengan hubungan antar bangsa
telah semakin meningkat, dan hal itu sebenarnya adalah
sebuah konsekuensi logis dari globalisasi yang memang pada
akhirnya akan membawa manusia untuk menjadi semakin
mudah dan semakin sering berinteraksi. Namun di pihak lain,
sifat jangkauan global dan dampak masalah globalnya juga
harus diwaspadai.
Dalam dunia yang semakin mengglobal dan
diperkirakan akan terus mengglobal di abad-abad berikutnya,
maka berbagai masalah yang diawali pada suatu lokasi di
belahan bumi tertentu dapat memberikan dampaknya ke
seluruh planet bumi dan bahkan bagi seluruh umat manusia.
Oleh karena itu, maka budaya peradaban di era globalisasi
sekarang ini harus diarahkan pada suatu asas komplementasi
(complementary thinking) atau pola pikir untuk saling
melengkapi.

323
Asas komplementasi itu pada hakekatnya sejalan
dengan kompleksitas permasalahan di era global, yang
menunjukkan semakin meningkatnya pertautan antara satu
kepentingan dengan kepentingan lain yang, mau tidak mau,
telah mendorong umat manusia untuk semakin saling
bergantung atau interdependen satu sama lain.
Pada dasarnya ada tiga prinsip penting yang harus
dijadikan acuan dalam pengembangan asas komplementer,
yaitu:
1.  Prinsip Keseimbangan (Equality)
Yang dimaksud dengan prinsip keseimbangan adalah
bahwa masing-masing pihak yang terlibat dalam asas
komplementer harus bersedia untuk berbagi kepentingan
(interest) yang dimilikinya dengan kepentingan pihak lain.
Berbagi kepentingan di sini didasari oleh pemahaman bahwa
tantangan di era globalisasi bersifat sangat kompleks, saling
berpautan dan masing-masing bangsa di belahan bumi ini
memiliki kapasitasnya masing-masing yang khas, yang unik
dan memiliki kontribusi yang setara dalam porsinya masing-
masing, untuk memberikan solusi yang bersifat komprehensif
dan berskala global.
2.  Prinsip jangka panjang (eternity)
Yang dimaksud dengan prinsip jangka panjang adalah
bahwa asas komplementer untuk menghadapi tantangan
peradaban yang berskala global itu, harus dilaksanakan
dengan komitmen untuk terus menindaklanjutinya dalam skala

324
jangka panjang. Hal itu karena kondisi keterpautan dan
kondisi saling bergantung antar umat manusia justru akan
semakin meningkat di masa datang. Masalah globalisasi
adalah masalah yang penyelesaiannya membutuhkan
komitmen jangka panjang dari seluruh bangsa di dunia. Tanpa
adanya komitmen jangka panjang, maka bentuk solusi apapun
yang diberikan tidak akan efektif.

3. Prinsip pembelajaran-kolektif (collective learning)


Yang dimaksud dengan pembelajaran kolektif bukanlah
memisahkan diri/ menghindari dari pengaruh asing (barat).
Akan tetapi Prinsip pembelajaran-kolektif adalah adanya
semangat dan mentalitas dari segenap bangsa untuk
menjadikan kondisi saling melengkapi itu sebagai sebuah
forum pembelajaran. Hal ini didasari oleh prinsip, bahwasanya
negara atau bangsa mana pun di dunia memiliki fiturnya
masing-masing yang semuanya diperlukan untuk memberikan
solusi yang tepat dari berbagai tantangan masa depan. Tentu
saja pembelajaran kolektif ini hanya dimungkinkan jika
masing-masing negara/bangsa mau berbagi kepentingan
antara satu dengan lainnya.
Dengan adanya pembelajaran kolektif ini, maka kondisi
saling ketergantungan itu justru akan menjadi insentif bagi
masing-masing negara/bangsa di dunia untuk
mengembangkan kapasitasnya masing-masing khususnya
dalam mengatasi tantangan di era globalisasi. Jadi seperti

325
yang dipaparkan pada pembahasan “Masalah globalisasi”
diatas, yaitu tidak perlu bersolusi pada patokan “cara
mengatasi masalah globalisasi” karena itu hanya
menimbulkan keterbatasan pembelajaran. Jika pembelajaran
terbatas maka mana mungkin kita dapat kolektif terhadap
Globalitas yang terjadi.
Ketiga prinsip tersebut harus ada pada asas
komplementasi. Karena tanpa adanya ketiga prinsip itu, maka
asas komplementasi tidak akan memberikan banyak manfaat,
justru yang terjadi adalah, asas itu hanya akan dimanfaatkan
oleh negara/bangsa tertentu untuk mengatur dan
mengendalikan bangsa/negara lain. Sehingga bukan solusi
yang akan dihasilkan, namun justru berpotensi menghadirkan
masalah baru yaitu neo-kolonialisme. Ada pun bentuk
perwujudan dari asas komplementasi adalah sebuah
rangkaian pola tindak yang mendorong adanya berbagai
aktifitas kerjasama, kemitraan (partnerships) dan hal-hal
sejenis, yang sangat diperlukan untuk menghadapi
permasalahan-permasalahan yang akan terjadi di era
globalisasi itu seiring dengan semangat bahwa tantangan
global harus diatasi dengan aktifitas global.
Oleh karena itu jangan takut menghadapi
globalisasi(dampak negatif yang terlihat),sebab rasa takut dan
was-was akan secara otomatis membuat kita menghindar dari
salah satu efek global(mungkin yang menurut kita negatif),
maka yang terjadi adalah keterbelakangan kita di dalam era

326
global yang sudah maju sehingga menyebabkan masalah
yang lebih berat lagi.

Peranan Asas Komplementasi


Peran asas komplementasi dalam pengembangan
peradaban era globalisasi itu nantinya adalah untuk
memfasilitasi terlaksananya proses inovasi terbuka (open
innovation), yaitu sebuah proses inovasi yang hanya
dimungkinkan melalui suatu kerjasama yang intensif antara
berbagai pihak yang berbeda. Melalui inovasi terbuka itu
diharapkan dapat diperoleh berbagai alternatif solusi yang
terbaik untuk mengantisipasi sejumlah tantangan di era ini.
Ada tiga fitur penting dari inovasi terbuka, yaitu:
a.       Transparansi (transparency)
Inovasi terbuka dihasilkan melalui kerjasama yang
intensif antara beberapa pihak (termasuk juga beberapa
negara, dalam menghadapi isu global). Dengan demikian,
maka proses dari inovasi itu menjadi lebih transparan karena
masing-masing pihak yang terlibat didalamnya memiliki akses
yang setara dalam setiap langkah dalam proses inovasi itu.
Sebagai misal, sebuah proses inovasi terbuka untuk
memproduksi vaksin anti virus H5N1 yang menyebabkan
penyakit flu burung akan menjadikan adanya kesetaraan
antara negara-negara yang telah maju dalam bidang
teknologinya dengan negara-negara lain yang belum maju,

327
akan tetapi sanggup menyediakan bahan baku berupa sampel
virus tersebut. Sehingga produk vaksin yang dihasilkan akan
memberikan manfaat yang lebih setara sesuai dengan agenda
yang disepakati bersama.
b.      Menyeluruh (comprehensiveness)
Proses inovasi terbuka menuntut adanya peninjauan
dari berbagai aspek dalam setiap langkah untuk memproduksi
inovasi. Atau kata lain, dalam proses inovasi terbuka, tidak
saja aspek ekonomi dan finansial yang diperhitungkan, akan
tetapi juga aspek sosial dan lingkungan hidup. Hal itu karena
inovasi terbuka merupakan aktifitas yang dilakukan secara
kolektif, dengan para peserta yang umumnya memiliki kondisi
yang beragam. Sebagai misal untuk merancang sebuah
inovasi terbuka guna mengatasi efek gas rumah kaca yang
menghasilkan pemanasan global maka ketika negara-negara
maju dengan teknologinya yang lebih ramah lingkungan
bekerjasama dengan negara-negara berkembang dengan
teknologi yang lebih terbelakang, namun memiliki potensi
perlindungan lingkungan yang lebih baik, misalnya areal hutan
yang luas dan cadangan air bersih yang lebih banyak, maka
kedua belah pihak, baik negara maju maupun negara
berkembang, mau tidak mau, harus mengedepankan berbagai
aspek dan tidak mungkin kalau hanya mengedepankan aspek
keuntungan ekonomi semata.

c.       Kesesuaian (adaptability)

328
Karena inovasi terbuka itu prosesnya dilakukan secara
bersama-sama dengan mengikutsertakan kepentingan
berbagai pihak, maka tentunya hasil dari proses inovasi itu
akan lebih cocok dan lebih sesuai untuk diterapkan oleh para
pesertanya. Terkadang terjadi kasus, dimana inovasi yang
dihasilkan hanya cocok untuk peserta tertentu akan tetapi
kurang tepat untuk diterapkan bagi peserta lainnya. Sebagai
misal, untuk masalah ketersediaan energi, solusi dengan
menawarkan alternatif sumber energi terbarukan, misalnya,
sumber energi angin, gelombang laut atau sinar matahari
tentunya sangat bergantung pada kondisi fisis dari negara-
negara tertentu saja.
Dalam tatanan dunia global sekarang ini hal yang
paling perlu untuk diperhitungkan adalah menjadikan proses
inovasi terbuka itu sebagai arena pembelajaran, sehingga
dapat diperoleh manfaat sebanyak mungkin. Tanpa adanya
pembelajaran maka suatu bangsa hanya akan memperoleh
manfaat yang terbatas dari proses inovasi terbuka atau
bahkan globalisasi itu sendiri.
Termasuk juga dalam kawasan globalisasi
kebudayaan, globalisasi kebudayaan memang merupakan
universalisme kebudayaan, namun universalisme yang
tertuang dalam globalisasi tetap mempunyai sebuah system
yang mengatur dan mengarahkannya, sehingga globalitas
kebudayaan tersebut tidak menimbulkan pertentangan dari
teory relativisme dari kaum radikal yang menganggap sesuatu

329
yang baru muncul pada era globalisasi akan benar-benar
mengubah dunia secara radikal dan menghancurkan
kebudayaan-kebudayaan lokal.
Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut
diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang
dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.
Remaja adalah aset bangsa. Di dalam lingkungan
sekolah kita rasa pendidikan Pancasila masih sangat kurang.
Pendidikan moral juga sangat penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan remaja menjadi seorang dewasa yang
akan lepas ke dunia yang lebih keras. Indonesia perlu
membentuk para remaja yang berkualitas, yang cinta pada
tanah airnya sendiri dalam segala aspek kehidupan.
Pemerintah tidak memberikan sosialisasi yang nyata kepada
para guru dan tenaga didik lainya tentang pentingnya
Pancasila dan budi pekerti yang sesuai dengan bangsa ini.
Meskipun Pancasila sudah ada di dalam kurikulum namun
pada proses belajar mengajarnya masih kurang efektif. 
Hal inilah yang membuat rasa prihatin muncul di
beberapa pihak, salah satunya KNPI seperti yang dikatakan
oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional
Pemuda Indonesia (KNPI) yaitu Taufan Eko Nugroho
Rotorasiko meminta pemerintah mengembalikan pelajaran
Pancasila dan budi pekerti. “Kami ingin terutama Mendikbud
mengembalikan pelajaran budi pekerti dan Pancasila agar

330
pemuda Indonesia ke depan terisi semangat yang baik”.
Selain itu pengawasan dan kepedulian terhadap generasi
muda merupakan salah satu cara yang dapat kita lakukan
sebagai sesama rakyat Indonesia. Kerja sama antara
orangtua dan pemerintah juga penting dalam mengawasi
anaknya untuk tidak bergaul secara bebas dan ikut
mengontrol akan perkembangan teknologi yang sangat pesat
agar terhindar dari penyimpangan Pancasila. Pemuda harus
terus disirami dengan pengarahan tentang nilai-nilai Pancasila
dan budaya bangsa Indosesia yang masih mengaut budaya
timur.

BAB 11 SIMBOL PANCASILA (PANCASILA SYMBOLS)

Agar lebih memahami apa arti lambang pancasila


tersebut, artikel ini akan mencoba membahas masing-masing
sila pada pancasila tersebut.

A. Arti Simbol Pancasila, Sila ke 1 (Meaning of the


Symbol of Pancasila, Precept 1)

331
Bintang, Lambang Sila ke 1
Bunyi Sila ke 1 Pancasila adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa. Simbol pancasila sila pertama ini digambarkan
sebagai Bintang yang memiliki lima sudut.
Gambar bintang pada simbol Pancasila sila pertama
memiliki arti sebagai sebuah cahaya, yaitu cahaya rohani
yang dipancarkan oleh Tuhan kepada umat
manusia. Lambang Pancasila berbentuk Bintang ini juga
diartikan sebagai suatu cahaya yang menerangi Dasar Negara
yang lima (Pembukaan UUD tahun 1945 alinea 4), Sifat
Negara yang lima (Pembukaan UUD tahun 1945 alinea 2),
dan tujuan Negara yang lima (Pembukaan UUD tahun 1945
alinea 4).
Warna hitam pada latar belakang Bintang tersebut
melambangkan warna alam. Warna latar belakang tersebut
juga dapat dimaknai bahwa berkat rahmat Allah merupakan
sumber segala yang ada di dunia ini.

332
B. Makna Simbol Pancasila, Sila ke 2 (The Meaning of the
Symbol of Pancasila, Precept 2)

Mata Rantai, Lambang Sila ke 2


Bunyi Sila ke 2 Pancasila adalah Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab. Simbol Pancasila sila kedua ini
digambarkan dengan mata rantai emas berbentuk lingkaran
dan persegi yang saling berkaitan hingga membentuk suatu
lingkaran.
Mata rantai berbentuk segi empat merupakan lambang
laki-laki, sedangkan mata rantai berbentuk bulat
melambangkan perempuan. Mata rantai yang saling berkaitan
pada simbol tersebut melambangkan hubungan setiap
manusia, dimana laki-laki dan perempuan saling
membutuhkan dan harus bersatu agar dapat menjadi kuat
seperti rantai.
Dengan kata lain, makna lambang Pancasila ini adalah
hubungan antar individu di masyarakat Indonesia (baik laki-
laki maupun perempuan) yang dilakukan secara adil dan

333
beradab sehingga hubungan masyarakat secara keseluruhan
menjadi lebih kuat.

C. Arti Lambang Pancasila, Sila ke 3 (Meaning of the


Symbol of Pancasila, 3rd Precept)

Pohon Beringin, Lambang Sila ke 3


Bunyi Sila ke 3 Pancasila adalah Persatuan
Indonesia. Simbol Pancasila sila ke 3 ini digambarkan
dengan Pohon Beringin yang memiliki akar dan sulur.
Lambang Pohon Beringin di sini memiliki makna bahwa
Pancasila merupakan tempat berteduh/ berlindung bagi
seluruh rakyat Indonesia agar merasa aman dan nyaman
meskipun terdapat banyak perbedaan antar suku bangsa.
Sulur dan akar pada gambar Pohon Beringin tersebut adalah
lembang dari keberagaman suku bangsa di Indonesia.
Dengan kata lain, arti simbol Pancasila sila ke 3 adalah

334
keanekaragaman suku bangsa di Indonesia yang bersatu dan
berlindung di bawah Pancasila.

D. Arti Lambang Pancasila, Sila ke 4 (The Meaning of the


Symbol of Pancasila, 4th Precept)

Kepala Banteng, Lambang Sila ke 4


Bunyi Sila ke 4 Pancasila adalah Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan. Sila ke 4 ini dilambangkan
dengan gambar Kepala Banteng.
Banteng dikenal sebagai mahluk yang berjiwa sosial
dan suka berkumpul dengan sesamanya sehingga kelompok
Banteng menjadi semakin kuat dan dapat terhindar dari
terkaman hewan pemangsa.
Simbol Kepala Banteng pada sila ke 4 Pancasila
memiliki makna bahwa rakyat Indonesia merupakan mahluk
sosial yang suka berkumpul dan bermusyawarah untuk
bermufakat dan mengambil suatu keputusan. Dengan kata

335
lain, segala keputusan yang diambil adalah hasil musyawaran
dan mufakat bersama.

E. Arti Lambang Pancasila, Sila ke 5 (The Meaning of the


Pancasila Symbol, 5th Precept)

Padi dan Kapas, Lambang Sila ke 5


Bunyi Sila ke 5 Pancasila adalah Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Sila ke 5 ini dilambangkan
dengan gambar Padi dan Kapas.
Simbol Padi dan Kapas pada sila ke 5 melambangkan
kebutuhan dasar semua manusia untuk hidup, yaitu
kebutuhan akan pangan dan sandang.
Kebutuhan pangan dan sandang rakyat yang terpenuhi
dengan baik merupakan syarat utama agar suatu negara
dapat mencapai kemakmuran. Hal inilah yang menjadi cita-
cita pada sila ke 5 Pancasila tersebut.

336
337
BAB 12 PANCASILA SEBAGAI PILAR KEBANGSAAN
(PANCASILA AS A PILAR OF NATIONALITY)

A. Makna Pilar (The Meaning Of The Pillar)


Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan. Pilar
memiliki peran yang sangat sentral dan menentukan, karena
bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh akan berakibat robohnya
bangunan yang disangganya. Pilar atau tiang penyangga
suatu bangunan harus memenuhi syarat, yakni disamping
kokoh dan kuat, juga harus sesuai dengan bangunan yang
disangganya.
Demikian pula halnya dengan pilar atau tiang penyangga
suatu negara-bangsa, harus sesuai dengan kondisi negara-
bangsa yang disangganya, bangunan negara-bangsa,
membutuhkan pilar yang merupakan tiang penyangga yang
kokoh agar rakyat akan merasa nyaman, aman, tenteram,
sejahtera dan terhindar dari segala macam gangguan dan
bencana. Kita menyadari bahwa negara-bangsa Indonesia
adalah negara yang besar, wilayahnya cukup luas seluas
daratan Eropah yang terdiri atas berpuluh negara,
membentang dari barat ke timur dari Sabang sampai
Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas sampai
pulau Rote, meliputi ribuan kilometer
Pilar bagi suatu negara-bangsa berupa sistem keyakinan
atau belief system, atau philosophische grondslag, yang berisi
konsep, prinsip dan nilai yang dianut oleh rakyat negara-

338
bangsa yang bersangkutan yang diyakini memiliki kekuatan
untuk dipergunakan sebagai landasan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pilar yang berupa belief system suatu negara-bangsa
harus menjamin kokoh berdirinya negara-bangsa, menjamin
terwujudnya ketertiban, keamanan, dan kenyamanan, serta
mampumengantar terwujudnya kesejahteraan dan keadilan
yang menjadi dambaan warga bangsa. Empat pilar tersebut
adalah, kebangsaan yang meliputi Pancasila, UUD 45, NKRI
dan Bhineka Tunggal Ika.
Adapun alasan disebut empat pilar, yaitu:
1.  Karena empat pilar tersebut melambangkan aspek-aspek
penting tercapainya kesatuan dan persatuan baik pada
masa penjajahan, mempertahankan kemerdekaan hingga
saat ini.
2. Karena empat pilar tersebut merupakan harga mati
kehidupan berbangsa bernegara, yang menjadikan dan
menyadarkan kita bahwa kita adalah warga Negara
Republik Indonesia.

B.   Pilar Pancasila (Pancasila Pillar)


Pilar pertama bagi tegak kokoh berdirinya negara-
bangsa Indonesia adalah Pancasila. Pancasila diangkat
sebagai pilar bangsa Indonesia karena pancasila dinilai
memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia
yang pluralistik dan cukup luas dan besar ini. Perlu dasar

339
pemikiran yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan
sehingga dapat diterima oleh seluruh warga bangsa, mengapa
bangsa Indonesia menetapkan  Pancasila sebagai pilar
kehidupan  berbangsa dan bernegara.
Berikut alasan pancasila diangkat sebagai pilar bangsa
indonesia, yaitu:
1. Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi
negara-bangsa Indonesia yang pluralistik dan cukup luas
dan besar ini.
2. Pancasila mampu mengakomodasi keanekaragaman yang
terdapat dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia.
3. Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara memiliki konsep, prinsip dan
nilai yang merupakan kristalisasi dari belief system yang
terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga
memberikan jaminan kokoh kuatnya Pancasila sebagai
pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi
lima nilai dasar yang fundamental Hubungan antara sila – sila
dalam pancasila,yaitu:
1. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung
konsep dasar yang terdapat pada segala agama dan
keyakinan yang dipeluk atau dianut oleh rakyat Indonesia,
merupakan common denominator dari berbagai agama,
sehingga dapat diterima semua agama dan keyakinan.

340
2. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab,
merupakan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan
martabatnya, tidak hanya setara, tetapi juga secara adil
dan beradab.
3.  Sila ketiga , menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, namun
dalam implementasinya dilaksanakan dengan bersendi
pada hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau
perwakilan
4. Sila keempat,kerakyatan yang dipimpin oleh
permusyawaratan dan keadilan yaitu untuk menjunjung
tinggi persatuan indonesia.
5.  Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia,
yaitu kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
bukan untuk kesejahteraan perorangan atau golongan.
Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-
nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara benar - benar
harus diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Negara Indonesia adalah negara hukum, yang bermakna
bahwa hukum harus dijunjung tinggi dan ditegakkan. Setiap
kegiatan dalam negara harus berdasar pada hukum, dan
setiap warga negara harus tunduk dan taat pada hukum.

341
Suatu negara yang tidak mampu menegakkan hukum
akan mengundang terjadinya situasi yang disebut anarkhis.
Sebagai akibat warga negara berbuat dan bertindak bebas
sesuka hati, tanpa kendali, dengan berdalih menerapkan hak
asasi, sehingga yang terjadi adalah kekacauan demi
kekacauan.
Agar dalam penegakan hukum ini tidak dituduh sebagai
tindak sewenang-wenang, sesuka hati penguasa, melanggar
hak asasi manusia, diperlukan landasan yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dapat diterima oleh rakyat.
Landasan tersebut berupa cita hukum atau rechtsidee yang
merupakan dasar filsafati yang menjadi kesepakatan rakyat
Indonesia. Pancasila sebagai cita hukum dalam dasar negara,
yang dijadikan acuan dalam menyusun segala peraturan
perundang-undangan. Pancasila merupakan common
denominator bangsa. Pancasila dipandang cocok dan mampu
dijadikan landasan yang kokoh untuk berkiprahnya bangsa
Indonesia dalam menegakkan hukum, dalam menjamin
terwujudnya keadilan.

C.   Pilar Undang – Undang Dasar (Pillar of the


Constitution)
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam
rangka memahami dan mendalami UUD 1945, diperlukan
memahami lebih dahulu makna undang-undang dasar bagi

342
kehidupan berbangsa dan bernegara dan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Tanpa memahami
prinsip yang terkandung dalam Pembukaan tersebut tidak
mungkin mengadakan evaluasi terhadap pasal-pasal yang
terdapat dalam batang tubuhnya dan barbagai undang-
undang yang menjadi derivatnya.

Makna Undang-Undang Dasar


Beberapa pihak membedakan antara pengertian
konstitusi dan undang-undang dasar. Dalam kepustakaan
Belanda, di antaranya yang disampaikan oleh L.J. van
Apeldoorn, bahwa konstitusi berisi seluruh peraturan-
peraturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
yang berisi prinsip-prinsiup dan norma-norma hukum yang
mendasari kehidupan kenegaraan, sedang undang-undang
dasar hanya memuat bagian yang tertulis saja.
Konstitusi berasal dari istilah Latin constituere, yang
artinya menetapkan atau menentukan. Dalam suatu konstitusi
terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dasar dan
kewajiban warga negara suatu negara, perlindungan
warganegara dari tindak sewenang-wenang sesama
warganegara maupun dari penguasa. Konstitusi juga
menentukan tatahubungan dan tatakerja lembaga yang
terdapat dalam negara, sehingga terjalin suatu sistem kerja
yang efisien, efektif dan produktif, sesuai dengan tujuan dan
wawasan yang dianutnya.

343
Istilah undang-undang dasar sangat mungkin terjemahan
dari grondwet (bahasa Belanda), yang berasal dari kata grond
yang bermakna dasar dan wet yang berarti hukum, sehingga
grondwet bermakna hukum dasar. Atau mungkin juga dari
istilah Grundgesetz yang terdiri dari kata Grund yang
bermakna dasar dan Gesetz yang bermakna hukum.
Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya
sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-Undang Dasar
ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya
Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang
tidak tertulis, ialah atura-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun
tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar suatu negara ialah bagian dari
hukum dasar negara itu. dan hukumlah yang mengatur agar
kehidupan masyarakat menjadi tertib, tenteram dan damai.-
Terbentuknya Negara Kesatuan merupakan cita-cita para
pendiri bangsa.

Makna Pembukaan suatu Undang-Undang Dasar


Salah satu bagian yang penting dalam Konstitusi atau
Undang-Undang Dasar adalah Pembukaannya, yang biasa
disebut juga dengan istilah Preambule atau Mukaddimah.
Dalam Pembukaan suatu UUD atau Konstitusi terkandung
prinsip atau pandangan filsafat yang menjadi dasar

344
perumusan pasal-pasal Batang Tubuh Konstitusi, yang
dijadikan pegangan dalam hidup bernegara.
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan
UUD:

1.  Sumber Kekuasaan


Sumber kekuasaan untuk mengatur kehidupan
kenegaraan dan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan
Rakyat. Terdapat dua sumber kekuasaan yang diametral.
Perlu adanya suatu pola sistem penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang bersumber dari dua sumber kekuasaan
tersebut. Perlu pemikiran baru bagaimana meng-integrasikan
dua sumber kekuasaan tersebut sehingga tidak terjadi
kontroversi.

2.   Hak Asasi Manusia


Dalam Pembukaan UUD 1945, pernyataan mengenai
hak asasi manusia tidak terumuskan secara eksplisit. Namun
bila kita cermati dengan seksama akan nampak bahwa dalam
Pembukaan UUD 1945 memuat begitu banyak frase yang
berisi muatan hak asasi manusia. Dari frase-frase yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, dan beberapa pasal
dalam UUD 1945 telah memuat ketentuan mengenai hak
asasi manusia. Tidak benar bila UUD 1945 yang asli tidak
mengakomodasi hak asasi manusia dalam kehidupan

345
berbangsa dan bernegara, apalagi setelah diadakan
perubahan UUD.

3.  Sistem Demokrasi


Sistem pemerintahan bagi bangsa Indonesia terdapat
dalam dalam alinea ke-empat  yang menyatakan:” maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan srosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.” Frase ini menggambarkan
sistem pemerintahan demokrasi.

4.  Faham Kebersamaan, Kegotong-royongan


Hal ini dapat ditemukan dalam frase sebagai berikut:
· Misi Negara di antaranya  adalah “melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia,” bukan untuk melindungi masing-masing
individu. Namun dengan rumusan tersebut tidak berarti
bahwa kepentingan individu diabaikan.
· Yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara
Indonesia adalah ;”suatu keadilan sosial bagi seluruh

346
rakyat Indnesia.” Sekali lagi dalam rumusan tersebut
tidak tersirat dan tersurat kepentingan pribadi yang
ditonjolkan, tetapi keseluruhan rakyat Indonesia.
Selaras atau harmoni menggambarkan suatu situasi
yang tertib, teratur, damai, tenteram dan sejahtera bahagia.
Apa yang dikerjakan tiada lain adalah semata-mata demi
kemaslahatan ummat manusia dan alam semesta. Situasi
semacam ini yang akan mengantar manusia dalam situasi
kenikmatan duniawi dan ukhrowi.

D.    Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pillar of


the Unitary State of the Republic of Indonesia)
Sebelum kita bahas mengenai Negara Kesatuan
Republik Indonesia ada baiknya bila kita fahami lebih dahulu
berbagai bentuk Negara yang ada di dunia, apa kelebihan dan
kekurangannya, untuk selanjutnya kita fahami mengapa para
founding fathers negara ini memilih negara kesatuan.
Berikut penjelasan mengenai bentuk-bentuk Negara tersebut.
1.    Konfederasi
Menurut pendapat L. Oppenheim dalam bukunya Edward
M. Sait menjelaskan bawa : ” Konfederasi terdiri dari beberapa
negara yang berdaulat penuh yang untuk mempertahankan
kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas perjanjian
internasional yang diakui dengan menyelenggarakan
beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai

347
kekuasaan tertentu terhadap Negara anggota konfederasi,
tetapi tidak terhadap warganegara negara-negara itu”.
Contoh konfederasi adalah Negara Amerika Serikat 
yang terdiri atas 13 negara bekas koloni jajahan Inggris.
selama 8 tahun yang  berakhir pada tahun 1789, karena
dipandang merupakan bentuk negara yang kurang kokoh,
karena tidak jelas bentuk kepala negaranya.
2.   Negara Federal
Ada berbagai pendapat mengenai negara federal, karena
negara federal yang satu berbeda dengan negara yang lain
dalam menerapkan division of power. Menurut pendapat K.C.
Wheare dalam bukunya Federal Government, dijelaskan
bahwa prinsip federal ialah bahwa kekuasaan dibagi
sedemikian rupa sehingga pemerintah federal dan pemerintah
negara bagian dalam bidang-bidang tertentu adalah bebas
satu sama lain. Misalnya dalam soal hubungan luar negeri dan
soal mencetak uang, pemerintah federal sama sekali bebas
dari campur tangan dari pemerintah negara bagian,
sedangkan dalam soal kebudayaan, kesehatan dan
sebagainya, pemerintah negara bagian biasanya bebas
dengan tidak ada campur tangan dari pemerintah federal.
 
3.  Negara Kesatuan
Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk
negara di mana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan
dalam satu badan legislatif nasional atau pusat. Kekuasaan

348
terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah
daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk
menyerahkan sebagian  sepenuhnya terletak pada pemerin-
tah pusat. Dengan demikian maka kedaulatannya tidak
terbagi.
Marilah kita mencoba menelaah, sejauh mana
Pembukaan UUD 1945 memberikan akomodasi terhadap
bentuk negara tertentu, federasi atau kesatuan.
· Pada alinea kedua disebutkan :” . . .  dengan selamat
sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kata
atau istilah bersatu tidak dapat dimaknai bahwa
kedaulatan negara terpusat atau terdistribusi pada
pemerintah pusat dan  negara bagian, sehingga tidak
dapat dijadikan landasan untuk menentukan apakah
Negara Republik Indonesia berbentuk federal atau
kesatuan.
· Mungkin salah satu landasan argument bagi bentuk
negara adalah rumusan sila ketiga yakni “persatuan
Indonesia.” Landasan inipun dipandang tidak kuat
sebagai argument ditentukannya bentuk negara
kesatuan. Untuk itu perlu dicarikan landasan pemikiran
mengapa bangsa Indonesia menentukan bentuk
Negara Kesatuan, bahkan telah dinyatakan oleh
berbagai pihak sebagai ketentuan final.

349
· Bentuk Negara Kesatuan adalah ketentuan yang
diambil oleh para founding fathers pada tahun 1945
berdasarkan berbagai pertimbangan dan hasil
pembahasan yang cukup mendalam. Namun dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia pernah juga
menerapkan bentuk negara federal sebagai akibat atau
konsekuensi hasil konferensi meja bundar di Negeri
Belanda pada  tahun 1949. Namun penerapan
pemerintah federal ini hanya berlangsung sekitar 7
bulan untuk kemudian kembali menjadi bentuk Negara
kesatuan.
· Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk
kesatuan sampai dewasa ini, meskipun wacana
mengenai negara federal masih sering timbul pada
permukaan, utamanya setelah Negara-bangsa
Indonesia memasuki era reformasi. Namun nampaknya
telah disepakati oleh segala pihak bahwa bentuk
negara kesatuan merupakan pilihan final bangsa.

E.  Pilar Bhinneka Tunggal Ika


- Penemuan dan Landasan Hukum Bhinneka
Tunggal Ika
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama
kali oleh mPuTantular, pujangga agung kerajaan Majapahit
yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di
abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat

350
dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna
ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa “ yang artinya
“Berbeda beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang
mendua.”
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali
semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh mPu
Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai
semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan
Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan
Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus
1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang
terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda
Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi
satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang
kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan
resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum
dalam pasal 36A UUD 1945.
Sasanti yang merupakan karya mPu Tantular, yang
diharapkan dijadikan acuan bagi rakyat Majapahit dalam
berdharma, oleh bangsa Indonesia setelah menyatakan
kemerdekaannya, dijadikan semboyan dan pegangan bangsa
dalam membawa diri dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat
dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka
Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar untuk

351
selanjutnya difahami bagaimana cara untuk
mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.
Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari Hari
Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan Dasar Negara
Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang terdapat
dalam Lambang Negara Indonesia.  Menurut pasal 1
Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 disebutkan bahwa :
Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya
lurus ke sebelah kanannya
2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai
pada leher Garuda, dan
3. Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram
oleh Garuda. Di atas pita tertulis dengan huruf Latin
sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang
berbunyi : BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Adapun makna Lambang Negara tersebut adalah sebagaki
berikut :
-   Burung Garuda disamping menggambarkan tenaga
pembangunan yang kokoh dan kuat, juga melambangkan
tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia yang
digambarkan oleh bulu-bulu yang terdapat pada Burung
Garuda tersebut. Jumlah bulu sayap sebanyak 17 di tiap
sayapnya melambangkan tanggal 17,  jumlah bulu pada
ekor sebanyak 8 melambangkan bulan 8, jumlah bulu
dibawah perisai sebanyak 19, sedang jumlah bulu pada

352
leher sebanyak 45. Dengan demikian jumlah bulu-bulu
burung garuda tersebut melambangkan tanggal hari
kemerdekaan bangsa Indonesia, yakni 17 Agustus 1945.
- Perisai yang tergantung di leher garuda menggambarkan
Negara Indonesia yang terletak di garis khalustiwa, 
dilambangkan dengan garis hitam horizontal yang
membagi perisai, sedang  lima segmen menggambarkan
sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa
dilambangkan dengan bintang bersudut lima yang terletak
di tengah perisai yang menggambarkan sinar ilahi. Rantai
yang merupakan rangkaian yang tidak terputus dari
bulatan dan persegi menggambarkan kemanusiaan yang
adil dan beradab, yang sekaligus melambangkan
monodualistik manusia Indonesia. Kebangsaan
dilambangkan oleh pohon beringin, sebagai tempat
berlindung; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawa-rakatan/perwakilan
dilambangkan dengan banteng yang menggambarkan
kekuatan dan kedaulatan rakyat. Sedang Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia dengan  kapas dan padi
yang menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran.
- Penerapan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara harus berdasar pada Pancasila
yang telah ditetapkan oleh bangsa Indonesia menjadi
dasar negaranya. Dengan demikian maka penerapan
Bhinneka Tunggal Ika harus dijiwai oleh konsep

353
religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan
sosialitas. Hanya dengan ini maka Bhinneka Tunggal Ika
akan teraktualisasi dengan sepertinya.

Konsep dasar Bhinneka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan
multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu
kesatuan.. Pluralitas adalah sifat atau kualitas yang
menggam-barkan keanekaragaman; suatu pengakuan bahwa
alam semesta tercipta dalam keaneka ragaman.
Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang
mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi
agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan
daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan
dihargai serta  didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat
mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang
kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong
menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan
yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk
selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar
biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala
tantangan dan persoalan bangsa.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka
Tunggal Ika mendukung nilai inklusif, terbuka, ko-eksistensi
damai dan kebersamaan, kesetaraan, tidak merasa yang

354
paling benar, toleransi, dan musyawarah disertai dengan
penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda.

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka


Tunggal Ika
Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal
Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang
perlu untuk memahami secara mendalam prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka
ragaman tidak terjadi pembentukan konsep baru dari
keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada
unsur-unsur atau komponen bangsa.
2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan
eksklusif; hal ini bermakna bahwa dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya
yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat
dan martabat pihak lain.
3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya
menunjukkan perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika
dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling
hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun.
Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini
dapat dipersatukan.

355
4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen,
yang bermakna perbedaan yang terjadi dalam
keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi
dicari titik temu,  dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal
ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non
sektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun.

Implementasi Bhineka Tunggal Ika


Prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika ini
diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, yaitu dengan:

1.  Perilaku inklusif.


Sikap inklusif yaitu memandang bahwa dirinya, baik itu
sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya
hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat
yang lebih luas.
2.  Mengakomodasi sifat pluralistik
Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari
keragaman agama yang dipeluk oleh masyarakat, aneka adat
budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan
bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang
tiada jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau
yang lain. Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana
cara mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara

356
tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat toleran,
saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing
pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara
tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi
menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama,
merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia.
3.  Tidak mencari menangnya sendiri
Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak
beranggapan bahwa pendapatnya sendiri yang paling benar,
dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur
dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika.

4.  Musyawarah untuk mencapai mufakat


Dalam rangka membentuk kesatuan dalam
keanekaragaman diterapkan pendekatan “musyawa-rah untuk
mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus
dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator,
yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan
bersama.

5.  Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban


Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa
kasih sayang. Eksistensi kita di dunia adalah untuk
memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh

357
tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan
pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya
mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak
mungkin terwujud.

F.  Peran Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan


Bernegara Dalam Penanganan Konflik Sosial
Masyarakat harus mampu di didik dan diyakinkan secara
berkesinambungan agar mampu menyadari tanpa melalui
paksaan, bahwa tindakan kekerasan, konflik bersenjata,
kerusuhan dan perpecahan, tidak akan menguntungkan
siapapun.
Harapan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur dapat
terwujud apabila dibarengi dengan pemahaman dan
implementasi terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam
“empat pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara. “Empat
pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi
landasan dalam membangun bangsa Indonesia saat ini dan
masa yang akan datang adalah Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal
Ika Empat hal mendasar tersebut adalah nilai-nilai dasar yang
ada dalam sila-sila Pancasila yang tercantum dalam
pembukaan Undang Undang Dasar Tahun 1945.
Empat hal fundamental itu pulalah yang mampu
mempersatukan bangsa Indonesia dalam menghadapi

358
berbagai tantangan dan dinamika kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan demikian, upaya menumbuhkan
kesadaran, pemahaman, dan implementasi dalam
melaksanakan nilai-nilai “empat pilar” kehidupan berbangsa
dan bernegara tersebut bukanlah tanggung jawab satu pihak
saja, melainkan tanggung jawab kita bersama.Tugas
memasyarakatkan “empat pilar” kehidupan berbangsa dan
bernegara bukan pula hal yang sederhana, akan tetapi
membutuhkan dukungan dan teladan dari berbagai
komponen bangsa terutama para penyelenggara negara. Oleh
karenanya, berbagai wacana baik dari unsur pemerintahan
maupun organisas politik dan kemasyarakatan, mulai
mengungkap bahwa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara terdapat kesepakatan yang disebut sebagai
“empat pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB 13 BUTIR-BUTIR PANCASILA (CHAPTER 13
PANCASILA POINTS)

A. Ketuhanan Yang Maha Esa (Godhead the One)


1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan
ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.

359
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat
beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan
pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

B. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (Fair and


civilized humanity)
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak
dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-
bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.

360
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama
manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa
dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena
terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai
bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati
dan bekerjasama dengan bangsa lain.

C. Persatuan Indonesia (The Unity Of Indonesia)


1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan
negara dan bangsa apabila diperlukan
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan
bangsa.

361
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan
dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar
Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa.

D. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah


Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
(Population Led by Wisdom Wisdom in Consultation /
Representation)
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat,
setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada
orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi
oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap
keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.

362
6. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab
menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan
sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil
yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.

E. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Social


Justice For All The People Of Indonesia)
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
2.    Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3.    Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

363
4.    Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar
dapat berdiri sendiri.
6.    Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha
yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7.   Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang
bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8.  Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan
dengan atau merugikan kepentingan umum.
9.    Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang
bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan
bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Apabila Bangsa Indonesia benar-benar mengamalkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, tentunya
degradasi moral dan kebiadaban masyarakat kita dapat
diminimalisir. Kenyataannya setelah era reformasi, para
reformator alergi dengan semua produk yang berbau orde
baru termasuk P4 ( Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila)  sehingga terkesan meninggalkannya begitu saja.
Belum lagi saat ini jati diri Indonesia mulai goyah ketika
sekelompok pihak mulai mementingkan dirinya sendiri untuk
kembali menjadikan negara ini sebagai negara berideologi
agama tertentu.

364
365
BAB 14 PENGALAMAN PANCASILA (PANCASILA
EXPERIENCE)

A. Lahir dan Tumbuh-Kembang Pedoman


Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Birth and
Growth Guidelines for Living and Practicing Pancasila)
Kelahiran dan tumbuh kembang P-4 didorong oleh situasi
kehidupan negara yang terjadi pada pertengahan tahun 1965.
Orde Baru menilai bahwa terjadinya tragedi nasional, G-30-
S/PKI pada tahun 1965, adalah karena bangsa Indonesia
tidak melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 secara murni dan konsekuen. Setelah bangsa Indonesia
mampu mengatasi akibat dari gejolak yang ditimbulkan oleh
gerakan G-30-S/PKI, serta telah mampu untuk menetapkan
program pembangunnya, dirasa perlu untuk membenahi
karakter bangsa dengan mengembangkan sikap dan perilaku
warganegara sesuai dengan amanat yang tertuang dalam
Undang-Undang Dasarnya. Maka Majelis Permusyawaratan
Rakyat, dalam Sidang Umumnya, pada tanggal 22 Maret 1978
menetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila. Dengan demikian pelaksanaan P-4 merupakan
kehendak rakyat yang ditetapkan oleh MPR RI sebagai
penjelmaan rakyat, yang wajib dipatuhi.
Apabila kita cermati bahwa penataran P-4 lebih dititik
beratkan pada pembinaan moral bangsa yang esensinya
adalah pengendalian diri. Seorang warganegara diharapkan

366
mampu mengendalikan diri dalam segala aspek kehidupan,
diperlukan toleransi yang tinggi, dan tidak mementingkan diri
sendiri. Hanya dengan jalan ini maka kebersamaan akan
terwujud dalam masyarakat yang pluralistik.Dalam rangka
mengantisipasi gerakan globalisasi yang melanda dunia dan
dalam mempersiapkan diri memasuki millennium ke-3, serta
menghadapi tinggal landas pembangunan, penataran P-4
perlu ditingkatkan. Terbitlah Instruksi Presiden No 2 tahun
1994 tentang Peningkatan Pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila disingkat P2-P4.
Intinya adalah bagaimana Pancasila sebagai ideologi terbuka
mampu mengantisipasi tantangan zaman, dan bagaimana
usaha untuk meningkatkan kesadaran warganegara akan hak
dan kewajibannya sebagai pribadi, makhluk Tuhan Yang
Maha Esa, sebagai warga masyarakat, dan sebagai warga
bangsa serta warga dunia.

B. Evaluasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan P4


(Evaluation of Implementation of Penitentiary P4
Pemasyarakatan P-4 merupakan kehendak rakyat yang
disalurkan lewat MPR-RI dengan Ketetapan MPR RI
No.II/MPR/1978. Segala pelaksanaannya selalu berdasar
pada peraturan perundang-undangan yang sah, sehingga
apapun pelaksanaan P-4 adalah bersifat konstitusional.
Dilihat dari segi tujuan yang hendak dicapai oleh
pemasyarakatan P-4, yakni terwujudnya kesadaran

367
masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai warganegara
dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, memang belum
sepenuhnya tercapai. Namun setiap warganegara mulai kenal
Pancasila, Undang-Undang Dasar negaranya, serta program
pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah, sehingga
langkah awal pendidikan politik normatif dalam batas-batas
tertentu telah tercapai. Apalagi kalau dilihat dari sisi kuantitatif
target audience yang telah mengikuti pemasyarakatan P-4
dapat dikatakan telah tercapai. Memang kalau dilihat secara
kualitatif masih jauh dari kualitas yang diharapkan. Kita sadar
bahwa pembinaan sikap dan perilaku membutuhkan waktu
yang panjang. Dapat kita simpulkan bahwa penyelenggaraan
pemasyarakatan P-4 memenuhi paradigma yang diharapkan
dalam proses disiminasi suatu gagasan.
Sebagai akibat bahwa pemasyarakatan P-4 adalah
penjabaran dari suatu Ketetapan MPR RI, maka
penyelenggaraan pemasyarakatan P-4 menerapkan
pendekatan yang bersifat sentralistis, dan dari atas ke bawah
(top-down approach), sehingga banyak pihak yang mengkritik
sebagai indoktrinasi, kurang demokratis. Persiapan
penyediaan penatar yang terlalu cepat dan sangat pendek,
mengakibatkan pula kurang profesionalnya para penatar P-4,
sehingga sering terjadi penatar yang over-acting, menutupi
kelemahan dirinya. Keadaan semacam ini yang menyebabkan
pemasyarakatan P-4 menjadi kurang
berhasil.Penyelenggaraan pemasyarakatan P4 kemudian

368
dikaitkan dengan pemerintahan yang kurang bersih, kurang
transparan, terjadi banyak penyimpangan, bahkan sementara
pihak menuduh terjadinya KKN adalah karena P-4. Kami
sendiri mengalami kebingungan bagaimana seorang mampu
mengadakan korelasi antara pelaksanaan P-4 dan terjadinya
KKN. Sepanjang yang saya ketahui sampai kini belum ada
studi yang mengadakan analisis hubungan atau pengaruh P-4
terhadap KKN.

C. Implementasi Pancasila pada Era Reformasi.


(Implementation of Pancasila in the Reformation Era)
Kritik terhadap gerakan penataran P-4 ini lebih
mencuat, setelah terjadinya korupsi di berbagai instansi
pemerintahan, sehingga berbagai pihak beranggapan bahwa
penataran P-4 tidak dapat membendung terjadinya korupsi,
sehingga waktu bergulir gerakan reformasi penataran P-4
dipandang kurang menguntungkan dan dicabut dengan
Ketetapan MPR-RI No. XVIII/MPR/1998. Namun TAP MPR ini
mengandung anomali, di satu sisi penataran P-4 dicabut,
tetapi di sisi lain Pancasila sebagai dasar negara harus
dilaksanakan secara konsisten. Dengan dicabutnya penataran
P-4, maka lembaga yang mengurusnya, yakni BP-7
dibubarkan pula. Namun dengan Keputusan Presiden No. 85
tahun 1999 dibentuk lagi suatu badan pengganti BP-7 yang
bernama Badan Pengembangan Kehidupan Bernegara, yang
sampai dewasa ini tidak beroperasi.

369
Selama era reformasi diterbitkan berbagai Ketetapan
MPR-RI. Sekurang-kurangnya terdapat lima Ketetapan MPR-
RI semasa era reformasi yang berisi ketentuan mengenai
implementasi Pancasila. Dari Ketetapan MPR-RI tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Hak asasi manusia yang diterapkan di Indonesia tidak
dibenarkan bertentangan dengan Pancasila.
2. Pandangan dan sikap bangsa Indonesia mengenai hak
asasi manusia berdasar pada Pancasila.
3. Pancasila harus dilaksanakan secara konsisten dalam
kehidupan bernegara.
4. Tujuan nasional dalam pembangunan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila.
5.  GBHN disusun atas dasar landasan idiil Pancasila.
6. Salah satu misi bangsa Indonesia dalam menghadapi
masa depannya adalah: Pengamalan Pancasila secara
konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
7. Pancasila sebagai landasan untuk mempersatukan
bangsa.
8.  Menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka.
9.  Pancasila sebagai acuan dasar untuk berfikir, bersikap dan
bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Namun kenyataan menunjukkan bahwa ketentuan yang
terdapat dalam berbagai Ketetapan MPR-RI tersebut tidak ada
tindak lanjutnya, bahkan Keputusan Presiden No.85 tahun

370
1999, tentang pendirian Badan Pengembangan Kehidupan
Bernegara sebagai pengganti BP-7 tidak ada
realisasinya.Reformasi yang memiliki agenda untuk
menegakkan demokrasi, hak asasi dan hukum tidak memiliki
panduan atau pedoman implementasinya, sehingga
demokrasi berubah sekedar sebagai topeng atau kudung
feodalisme gaya baru. Bahkan ada yang berpendapat bahwa
demokrasi sekedar sebagai legitimasi kebebasan dan
penuntutan hak asasi manusia yang mengantar pada
perbuatan yang anarkis, serta legitimasi aktifitas politik
dengan gaya dominasi mayoritas dan tirani minoritas.
Prihatin melihat kejadian tersebut, beberapa lembaga
swasta mencoba untuk mencari solusi bagaimana
merealisasikan TAP MPR RI No.XVIII/MPR/1998, sehingga
Pancasila seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 dapat diimplementasikan dengan konsisten dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu lembaga
swasta tersebut adalah Lembaga Pengkajian dan
Pengembangan Kehidupan Bernegara disingkat LPPKB.
Setelah melalui berbagai seminar, semiloka, lokakarya, yang
diikuti dengan diskusi secara mendalam oleh para ahli yang
kompeten, akhirnya dihasilkan suatu pemikiran yang
diwujudkan dalam bentuk buku yang berjudul: "Pedoman
Umum Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bernegara."
Ada perbedaan antara P-4 dan Pedoman Umum dimaksud.
Pendekatan P-4 adalah sentralistis dan top-down approach,

371
sedang Pedoman Umum lebih bersifat bottom-up approach,
dan penyelenggaraannya diserahkan pada masyarakat.
Masyarakat dan Pemerintah Daerah diharapkan untuk
berperan aktif atas dasar kesadaran untuk
mengimplementasikannya.Ditinjau dari segi substansi ada
sedikit perbedaan. Bila P4 lebih menitik beratkan pada
pembetukan moral dalam bersikap dan bertingkah laku dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka
Pedoman Umum lebih menitik beratkan pada pengembangan
kompetensi warganegara dalam hidup berbangsa dan
bernegara. Diutamakan bagaimana demokrasi diterapkan
dalam frame of reference Pancasila, bagaimana hak asasi
manusia diterapkan sesuai dengan nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila, bagaimana kehidupan politik
yang bernuansa Pancasila dan sebagainya. Dengan demikian
Pedoman Umum memberikan petunjuk secara nyata
bagaimana kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan
keamanan ditata berdasar pada Pancasila. Memang baik P-4
maupun Pedoman Umum sumbernya sama, yakni Pancasila
dan Pembukaan UUD 1945, dan keduanya berusaha untuk
mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan yang
nyata.

D.  Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila


(Guidelines for Understanding and Practicing
Pancasila)

372
Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai
dasar negara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia serta merupakan
kepribadian dan pandangan hidup bangsa kita, yang telah
dapat mengatasi percobaan dan ujian sejarah, sehingga kita
meyakini sedalam-dalamnya akan keampuhan dan
kesaktiannya. Guna melestarikan keampuhan dan kesaktian
Pancasila itu perlu diusahakan secara nyata dan terus-
menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia,
setiap penyelenggara negara, serta setiap lembaga
kenegaraan dan kemasyarakatan, baik di pusat maupun
daerah. Dan lebih dari itu, kita yakin bahwa Pancasila itulah
yang dapat memberi kekuatan hidup kepada bangsa
Indonesia serta membimbing kita semua dalam mengejar
kehidupan lahir batin yang makin baik di dalam masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur. Untuk itu Pancasila harus
kita amalkan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara.Pancasila
menempatkan manusia dalam keluhuran harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila
harus manusiawi, artinya merupakan pedoman yang memang
mungkin dilaksanakan oleh manusia biasa. Agar Pancasila
dapat diamalkan secara manusiawi, maka pedoman
pengamalannya juga harusa bertolak dari kodrat manusia,

373
khususnya dari arti dan kedudukan manusia dengan manusia
lainnya. "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila"
dinamakan "Ekaprasetia Pancakarsa". Ekaprasetia
Pancakarsa berasal dari bahasa Sansekerta. Secara harfiah
"eka" berarti satu /tunggal, "prasetia" berarti janji/tekad,
"panca" berarti lima dan "karsa" berarti kehendak yang kuat.
Dengan demikian "Ekaprasetia Pancakarsa" berarti tekad
yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak dalam
kelima Sila Pancasila. Dikatakan tekad yang tunggal karena
tekad itu sangat kuat dan tidak tergoyahkan lagi.

374
BAB 15 PANCASILA DAN IDEOLOGI LAINNYA
(PANCASILA AND OTHER IDEOLOGY IDEOLOGIES)

A.Pengertian Ideologi (Definition of ideology)


Ideologi berasal dari kata “idea” yang berarti gagasan,
dan “logos”yang berarti ilmu.Kata “idea” berasal dari bahasa
Yunani yaitu eidos yang berarti bentuk.Maka secara harfiah,
ideologi berarti ilmu tentang pengertian-pengertian
dasar.Dalam pegertian sehari-hari kata idea disamakan
artinya dengan cita-cita yang di maksud cita-cita disini adalah
cita-cita yang bersifat tetap yang harus di capai, sehingga cita-
cita yang bersifat tetap sekaligus merupakan suatu dasar dan
pandangan hidup.6
Menurut definisi Alfian ideologi adalah suatu
pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam
tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral
di anggap benar dan adil, mengatur tingkah laku bersama
dalam berbagai segi kehidupan.
Menurut pendapat C.C.Rode yang menyatakan bahwa
ideologi merupakan sekumpulan yang secara logis berkaitan
dan mengidentifikasikan nila-nilai yang memberi keabsahan
bagi institusi dan pelakunya.
Menurut Ali Syariati ideologi sebagai keyakinan-
keyakinan dan gagasan-gagasan yang di taati oleh suatu

6
Kaelan,Membahas pendidikan kewaranegaraan(Yogyakarta:Gajahmada
University Press,2014),152.

375
keompok, suatu kelas sosial, suatu bangsa, atau suatu ras
tertenu.
Dari hasil pendapat para ahli mengenai pngertian
ideologi yang di simpulkan bahwa ideologi adalah kumpulan
suatu gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang
menyeluruh dan sistematis yang menyangkut berbagai bidang
kehidupan manusia.
Bila mana di telusuri secara historis istilah ideologi
pertama kali yang di pakai dan dikemukakan oleh seorang
prancis yang bernama Destutt de Tracy pada tahun
1976.Seperti halnya Leibniz, de Tracy mempunyai cita-cita
untuk membangun sistem pengetahuan. Sperti halnya filsafat,
ideologi memiliki pengertian  yang berbeda-beda hal itu
diantara lain disebutkan oleh dasar filsafat apa yang dianut
karena sesungguhnya ideologi itu besumber kepada suatu
filsafat tertentu.
 
B.Macam-Macam Ideologi (Types of Ideology)
Dalam panggung politik dunia terdapat berbagai
macam ideologi namun yang sangat besar peranannya
dewasa ini adalah ideologi liberalisme,komunisme, dan
pancasila. Dalam masalah inilah bangsa indonesia
menghadapi berbagai benturan kepentingan ideologis yang
saling tarik menarik sehingga agar bangsa indonesia memliki
visi yang jelas bagi masa depan bangsa maka harus
membangun petahanan ideologi yang berbasis pada falsafat

376
bangsa sendiri yaitu ideologi Pancasila yang bersifat
demokratis nasionalistis,religiusitas,humanistis,dan keadilan
sosial.
Pada masa reformasi yang sekaligus era global tarik-menarik
kepentigan ideologi akan sangat mempengaruhi postur
ketahanan nasioanal dalam bidang ideologi bangsa Indonesia,
terutama banyak kalangan aktifis politik yang justru menjadi
budak ideologi asing, sehingga berbagai aktifias ini akan
bepengaruh bahkan sering melakukan tekanan terhadap
ketahanan ideologi bangsa indonesia.
 
a. Ideologi Liberalisme
Pada akhir abad ke-18, di eropa terutama di Inggris
terjadilah satu revolusi dalam bidang ilmu
pengetahuan.Kemudian berkembang kearah revolusi
teknologi industri perubahan tersebut membawa perubahan
orientasi kehidupan masyarakat baik dalam bidang sosial,
ekonomi maupun politik. Paham liberalisme berkembang dari
akar-akar rasionalisme yaitu paham  yang mendasarkan pada
rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi, materialisme yang
meletakkan materi sebagai nilai tertinggi, empirisme yang
mendasarkan pada kebenaran fakta empiris, serta
individualisme yang meletakkan nilai dan kebebasan arti
individu sebagai nilai tertinggi  dalam segala aspek kehidupan
masyarakat dan Negara.7
7
ibid

377
Liberlisme atau liberal adalah sebuah ideologi,
pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada
pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang
utama.Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu
masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir
bagi para individu. Liberalisme menghendaki adanya,
pertukaran  gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang
mendukung usaha pribadi yang relatif bebas dan suatu sistem
pemerintahan yang transparan dan menolak adanya
pembatasan terhadap pemilikan  individu. Negara penganut
yaitu: Amerika serikat, Argentina, Yunani, Rusia, Zimbawe,
Australia, Jerman , Spanyol, Swedia dll.
Ciri-ciri idelogi antara lain sebagai berikut:
1. Bidang ideology : menerapkan paham sekuler
2. Bidang politik : dikenal adanya partai oposisi
3. Bidang ekonomi : sistem ekonomi kapitalis,
perekonomian diserahkan oleh perorangan.
4. Bidang sosial budaya : anggota masyarakat cenderung
individualis
 
b. Ideologi Komunis
            Berbagai macam konsep dan paham sosialisme di
dunia ini sebenarnya hanya komunismelah sebagai suatu
paham yang paling jelas dan lengkap.Paham ini adalah
sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat
kapitalis yang merupakan produk masyarakat liberal.

378
Berkembangya paham individualisme liberalisme di barat
berakibat munculnya masyarakat kapitalis menurut paham
komunisme, mengakibatkan penderitaan  rakyat. Komunisme
muncul sebenarnya sebagai reaksi atas penindasan rakyat
kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung oleh pemerintah. 8
Ideologi komunis adalah suatu paham yang
mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi
dan golongan, paham komunis juga menyatakan semua hal
dan sesuatu yang ada disuatu Negara dikuasai secara mutlak
oleh Negara tersebut penganut faham ini berasal dari Manifest
der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich
Engels, sebuah manifes politik yang pertama kali diterbitkan
pada 21 februari1848 teori mengenai komunis sebuah analisis
pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini)
dan ekonomi kesejahteraan yang kemudiaan pernah menjadi
salah satu gerakan yang paling berpegarh dalam dunia politik.
Negara yang masih menganut adalah Tiongkok, Vietnam,
Korea utara, Kuba dan  Laos.
Idiologi komunisme pada hakikatnya bercorak
partikuular yaitu suatu idiologi yang hanya membela dan di
peruntukkan suatu golongan tertentu, yaitu golongan proletar
(mahendra,1999).Dalam kaitannya dengan sifat dan lingkup
pengembangannya idiologi komunisme bersifat
kosmopolitesme yaitu mengembangkan hegemonia ke seluruh

8
Ibid

379
dunia.Marx menyerukan kepada kaum buruh diseluruh dunia
untuk bersatu memerangi kaum kapitalis dan agama. 9
Sebagai suatu idiologi komunisme mencanakan suatu
cita-cita yang bersifat utopis yaitu suatu masyarakat tanpa
kelas, masyarakat yang sama rata dan sama rasa.
Masyarakat tanpa kelas dilukiskan suatu masyarakat yang
dapat memberikan suasana hidup yang aman tanpa hak milik
pribadi, tanpa pertentangan, sarana dan alat  produksi tidak
berdsarkan atas hak milik pribadi melainkan komunal. Namun
demikian perjalanan sejarah menunjukkan bahwa dalam
kenyataannya cita-cita tersebut tidaak kunjung datang karena
munculnya kontradisi inter yaitu ternyata muncullah kelas-
kelas baru dalam tubuh pemerintahan komunis yaitu kaum
kamrat dan kaum elit partai komunis yang memiliki kekuasaan
mutlak.
Ciri-ciri :
1. Bidang politik : bersfat tertutup
2. Bidang ekonomi :sistem ekonomi yang diterapkan
adalah sistem ekonomi etatisme.
3. Bidang sosial budaya : tidak percaya adanya Tuhan
masyakarat hanya mengenal satu kelas sosial.
 
C.Ideologi Pancasila (Pancasila Ideology)

9
KarsadI, Membahas Upaya Membangun Moral Dan Karakter
Bangsa(Bandung:Paradigma,2014),61.

380
            Pancasila pada hakikatya merupakan suatu
kesepakatan filsofis dan kesepakatan politis dari segenap
elemen bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara.Dapat
juga di istilahkan bahwa pancasila pada hakikatnya
merupakan suatu kontrak ssosial seluruh elemen bangsa
Indonesia dalam mendirikan Negara.Kaum safinalis  atau
tujuan pokok dirumuskannya pancasila adalah sebagai dasar
filsafat Negara, sehingga konsekuensinya seluruh aspek
dalam penyelenggaraan negara berdasarkan sistem nilai yang
terkandung dalam pancasila.10
Proses terjadinya pancasila berbeda dengan ideologi-
ideologi besar lainya seperti liberalisme, komunisme, 
sosialisme dan lain sebagainya. Pancasila digali dan di
kembangakan oleh para pendiri Negara dengan melalui
pengamatan, pembahasan dan konsensus yang cermat  nilai-
nlai pancasila yang bersumber dari budaya yang memiliki oleh
bangsa Indonesia sendiri disublimasikan menjadi suatu prinsip
hidup kebangsaan dan kenegaraan bagi bangsa Indonesia.
Berdasarkan proses kausalitas perumusan  dan pembahasan
pancasila  tersebut maka sumber materi yang merupakan niai-
nlai kultural dan religius, pada hakikatnya dari bangsa
indonesia sendiri. Dengan demikian perkataan bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan kausamaterialis bagi
pancasila.Oleh karena itu, terdapat kesesuaian secara

10
Ibid

381
korespodensi antara bangsa indonesisa dengan pancasila
sebagai suatu sistem nilai.
Berdasarkan proses kausalitas sebagai Ideologi
pancasila adalah suatu ajaran yang tersusun sistematis dan
diyakini kebenarannya, karena didasarkan atas nilai-nilai
pancasila.
Ciri-ciri:
1. Bidang politik       : Berdasarkan
demokrasi pancasila
2. Bidang ekonomi : Sistem ekonomi yang bertujuan
mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat.
3. Bidang sosial budaya  : pola kehidupan sosial adalah
kekeluargaan dan kegotong royongan.
 
D.Perbedaan Ideologi Pancasila Dengan Yang Lain
(Difference between the ideology of Pancasila and others)
Ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat sifat
kodrat manusia sebagai makhuk individu dan makhluk
sosial.Oleh karena itu dalam ideologi Pancasila mengakui atas
kebebasan atas hak-hak masyarakat.Selain itu bahwa
manusia menurut Pancasila mempunyai kodrat sebagai
makhluk pribadi dan sebagai mahluk Tuhan Yang Maha
Esa.Sehingga nilai-nilai ketuhanan senantasa mnjiwai
kehidupan manusia dalam hidup Negara dan
masyarakat.Dengan demikian ideologi Pancasila mempunyai

382
perbedaan-perbedaan dengan ideologi lainnya. Berikut ini
akan disampaikan perbedaan-perbedaanya dari berbagai
aspek antara lain sebagai berikut:
· Politik Hukum
Pancasila :Demokrasi Pancasila, Hukum untuk
menjunjung tinggi keadilan dan keberadaan individu dan
masyarakat.
Komunisme:Demokrasi rakyat, berkuasa mutlak satu
parpol, hukum untuk melanggengkan komunis.
Liberalisme:Demokrasi Liberal, Hukum untuk melindungi
individu,dalam politik mementingkan individu.

· Ekonomi
Pancasila :Peran Negara ada untuk tidak terjadi
monopoli dan lain-lain yang merugikan rakyat.
Komunisme:Peran Negara dominan, demi kolektivitas berarti
demi Negara, monopoli Negara.
Liberalisme:Peran Negara kecil, swasta mendominasi,
kapitalisme, monopolisme, persaingan bebas.

· Agama
Pancasila : Bebas memilih agama, Agama harus
menjiwai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Komunisme : Agama harus dijauhkan dari masyarakat,
atheis.

383
Liberalisme : Agama urusan pribadi, bebas
beragamaM(memilih agama/atheis).

Pandangan Terhadap Individu Dan Masyarakat


Pancasila:Individu diakui keberadaanya, hubungan
individu dan masyarakat dilandasi 3s ( selaras, serasi, dan
seimbang).
Komunisme:Individu tidak penting- masyarakat tidak penting,
kolektivitas yang dibentuk Negara lebih penting.
Liberalisme:Individu lebih penting dariada masyarakat,
masyarakat diabdikan bagi individu
 
Ciri Khas
Pancasila : Demokrasi Pancasila, bebas memilih
agama.
Komunisme : Atheisme, dogmatis, otoriter, ingkar HAM.
Liberalisme : Penghargaan atas HAM, demokrasi, Negara
hokum, menolak dogmatis.
Ideologi suatu bangsa merupakan seperangkat nilai-
nilai dasar dan gagasan-gagasan serta pemikiran yang
bersumber dari budaya suatu bangsa dan tersusun secara
sistematis dan menyeluruh  yang diyakini kebenarannya oleh
suatu bangsa dapat membawa suatu bangsa yang
bersangkutan mencapai dan mewujudkan cita-cita dan  tujuan
nasionalnya. Dengan demikian,setiap bangsa dan Negara di

384
dunia memiliki ideologi yang berbeda-beda sesuai dengan
nilai-nilai dasar dan kebudayaan yang dianut oleh masing-
masing. Oleh sebab itu, wajar saja jika masing-masing Negara
mempunyai ideologi-ideologi yang berbeda sesuai dengan
falsafah yang  dianutnya. Dalam menyikapi suatu perbedaan
tersebut, kita terlebih dahulu harus memahami konsep
mengenai ideologi secara utuh dan menyeluruh mengenai
istilah ideologi itu sendiri.Selain itu, pemahaman mengenai
istilah ideologi juga diharapkan dapat memberikan gambaran
yang komprehensif mengenai konseptualisi ideologi-ideologi
yang dianut oleh setiap bangsa.
Dalam menyikapi perbedaan-perbedaan mengenai
konsep ideologi kita harus memahami unsur-unsur ideologi
diantaranya:
1. Unsur keyakinan. Bahwasanya setiap ideoogi itu selalu
memuat konsep-konsep dasar yang menggambarkan
seperangkat keyakinan yang diorientasikan kepada
tingkah laku para pendukungnya untuk mencapai suatu
tujuan yang di cita-citakan.
2. Unsur mitos. Bahwasanya setiap ideologi selalu
memitoskan suatu ajaran dari seseorang atau suatu
badan sebagai kesatuan, yang secara fundamental
mengajarkan suatu cara bagaimana satu hal yang ideal
itu pasti akan dapat dicapai.
3. Unsur loyalitas. Setiap ideologi selalu menuntut adanya
loyalitas serta keterlibatan optimal para pendukungya.

385
Untuk mendapatkan derajat penerimaan optimal, dalam
ideologi terkadung juga adanya sub unsur yaitu rasional
penghayatan,dan susila.11
Dengan demikian, dengan adanya ketiga unsur
tersebut kita mampu menyikapi perbedaan-perbedaan ideologi
dalam masing-masing bangsa. Sehingga muncullah sikap
toleransi ,empati, saling menghargai, dan saling memahami
satu sama lain. Cara pikir seperti inilah akan membawa kita
pada sikap dan tindakan untuk tidak memperuncing
perbedaan tetapi mencari nlai-nilai universal yang dapat
mempersatukan.

11
Ibid

386
DAFTAR PUSTAKA (BIBLIOGRAPHY)

Antoni, Condra. 2014. Filsafat Pancasila Sebagai Basis


Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Dan Spirit
Kewirausahaan. Politeknik Negeri Batam. Batam.

Asshiddiqie, Jimly, Kedudukan Mahkamah Konstitusi,


http://www.jimly.com/makalah/namafile/23/KEDUDUK
N_MK.doc diakses 03 Januari 2014.

Ahmad Kosasih Djahiri, Pancasila sebagai ideologi bangsa,


(Jakarta: Prenada Media,2018)

C.S.T. Kansil, Cristine S.T. Kansil, Pancasila dan undang-


undang dasar 1945, (Jakarta: Pt Pradnya Paramita,
2015)

Darmodjo, Hendro dan Yeni K. 2014. Ilmu Alamiah Dasar.


Jakarta:Universitas terbuka.

Dikti, Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, 2013

Djumhur, Sejarah Pendidikan,  Bandung : Ilmu, 2016

E. Soemaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-norma bagi


Penegak Hukum, Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2015.

Emanuel Gudipung, Ferdinando. 2013. Implementasi


Kewenangan Bank Indonesia Dalam Kepailitan
Lembaga Perbankan. Jurnal Hukum. Universitas Atma
Jaya Yogyakarta.

Fadhlil al-Djamali, Menerobos Krisis Pendidikan Islam, Jakarta


: Golden Press, 2014

387
http://elfatsani.blogspot.com/2008/12/masalah-globalisasi.
html yang merasa ter-eksploitasi kebudayaan
timurnya. (diakses pada tanggal: 27 November 2013)

http://kadri-blog.blogspot.com/2011/01/globalisasi-
budaya.html. (diakses pada tanggal: 27 November
2017)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?
page=web.ProfilMK&id=1 diakses 03 Januari 2014.

Juliardi, Budi, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan


Tinggi, Jakarta: Rajawali Press, 2014.

Kaelan dan Achmad Zubaidi. 2017. Pendidikan


Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi
Berdasarkan SK Dirjen DIKTI n0.43/DIKTI/KEP/2006.
Yogyakarta: Paradigma.

_______.(2014). Pendidikan Pancasila. Edisi Reformasi 2004.


Yogyakarta: Pradigma.

________, Membahas Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:


Gajahmada University Press, 2016.

Karsadi.Membahas Upaya Membangun Moral Dan Karakter


Bangsa. Bandung:Paradigma,2014

Komaruddin Hidayat, Azyumardi Azra, Pancasila Demokrasi,


HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: Kencana,
2015.

Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, Peta Reformasi


Hukum di Indonesia 1999-2001: Transisi di Bawah
Bayang-bayang Negara, Jakarta: Komisi Hukum
Nasional Republik Indonesia, 2002.

Malik, Fadjar, H.A. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam,


Jakarat : Alfa Grafitama, 2016

388
Moelim, Abdurrahman,  Islam Transformatif, Jakarta : Pustaka
Firdaus, 2017

Mulyana, Dadang dan Elan.(2013). Pendidikan Pancasila di


Era Reformasi. Bandung: Media Sarana Promosindo

Murdadi, Bambang. 2013. Indenpendsi Bank Indonesia Di


Persimpangan Jalan. Jurnal Universitas
Muhammadiyah Semarang. Vol. 9, No.1.

Nasikun.(2015). Pancasila dalam Prespektif reformasi: Kontek


ekonomi pembangunan serta pelaksanaan Hukum di
Indonesia. Yogyakarta:Pusat studi Pancasila UGM.

Oetojo Oesman, Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa,


Surabaya: Karya Anda, 2013.

Salm B, Filsafat Pancasilaisme, Jakarta: Rineka Cipta, 2016.

Satya Arinanto, “Reformasi Hukum, Demokrasi, dan Hak-hak


Asasi Manusia”, Hukum dan Pembangunan, Nomor
1-3, Tahun XXVIII, Januari-Juni 2016.

Singarek, http://birokrasikomplek.blogspot.com/2011/06/tugas-
dan-fungsi-mahkamah-konstitusi.html diakses 03
Januari 2014.

Soesmadi, Hartati, Pemikiran tentang Filsafat Pancasila,


Cetakan ke-2, 2015

Srijanto Djarot, Waspodo Eling, Mulyadi. 2014Tata Negara


Sekolah Menngah Umum. Surakarta: PT. Pabelan.

Subandi Al Marsudi, Pancasila dan UUD '45 dalam Paradigma


Reformasi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013.

389
Sutono, Agus. 2015. Meneguhkan Pancasila Sebagai Filsafat
Pendidikan Nasional. Jurnal Ilmiah CIVIS. Vol. V,
No.1.
Syahrial Syarbaini, Pendidikan pancasila, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2017)

Syahuri, Taufiqurrohman, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek


Hukum, Cetakan I, Jakarta: Kencana, 2016.

Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014

Tim Lembaga Analisis Informasi, Kontroversi Supersemar


dalam Transisi Kekuasaan Soekarno-Soeharto,
Yogyakarta: Media Pressindo, 2017.

Umar Maya Putra, M. 2015. Peran dan Kebijakan Moneter


Terhadap Perekonomian Sumatera Utara. Jurnal Wira
Ekonomi Mikroskill. Vol. 5.

Yadiman, 2018 Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan,


Lekkaspers Bandung. Edisi Revisi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945.

UU no 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

UU no 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung

390

Anda mungkin juga menyukai