Anda di halaman 1dari 4

ASE – Volume 7 Nomor 2, Mei 2011: 1 - 4

KONSTRUKSI SOSIAL DALAM REALITAS SOSIAL

Charles R. Ngangi

ABSTRACT

Social institutions are studied by social constructions include religion, family, marriage, gender,
"sick" psychological etc. From the perspective of social construction, it can be explained that it is imposs-
ible for someone to remove the phenomenon occurs in the community, and a process of internalization
may be able to give an influence to someone.
The ability in determining the weight or lightness of the existence of nature of the characteristics and
phenomena that exist with the externalization process itself will form an objective reality. In this process
one can put himself into the intersubjective world view. Where in the view of a world that can produce a
process is objectivity on a process of meaningful subjective.
Keywords: Social construction, Social reality, Externalization, Objectivity an Internalization

PENDAHULUAN penuh dari pernyataan ini. Sebagai contoh, dimasa


lampau dianggap bahwa bumi adalah pusat jagat
Kontruksi sosial memiliki arti yang luas
raya yang dikelilingi planet-planet. Galileo
dalam ilmu sosial. Hal ini biasanya dihubungkan
berpendapat lain dan menempatkan matahari
pada pengaruh sosial dalam pengalaman hidup in-
sebagai pusat jagat raya dan bumi bersama planet-
dividu. Asumsi dasarnya pada “realitas adalah
planet lain berevolusi mengelilingi matahari.
kontruksi sosial” dari Berger dan Luckmann. Se-
Pendapat ini bertentangan dengan pandangan yang
lanjutnya dikatakan bahwa kontruksi sosial memi-
dianut umum dan karenanya ia dianggap gila dan
liki beberapa kekuatan. Pertama, peran sentral ba-
malah dimasukkan ke dalam penjara. Diperlukan
hasa memberikan mekanisme konkret, dimana bu-
waktu panjang sebelum sistem heliosentris
daya mempengaruhi pikiran dan tingkah laku indi-
diterima umum.
vidu. Kedua, kontruksi sosial dapat mewakili
Kontruksi sosial adalah sebuah pernyataan
kompleksitas dalam satu budaya tunggal, hal ini
keyakinan (a claim) dan juga sebuah sudut
tidak mengasumsikan keseragaman. Ketiga, hal
pandang (a viewpoint) bahwa kandungan dari
ini bersifat konsisten dengan masyarakat dan wak-
kesadaran, dan cara berhubungan dengan orang
tu.
lain itu diajarkan oleh kebudayaan dan
Menurut DeLamater dan Hyde juga bahwa
masyarakat.
konstruksi sosial menyatakan tidak ada kenyataan
Tercakup di dalamnya pandangan bahwa
pokok (essences) yang benar, realitas adalah kon-
semua kuantitas metafisik riil dan abstrak yang
truksi sosial oleh karena itu fenomena seperti ho-
dianggap sebagai suatu kepastian itu dipelajari dari
moseksual adalah kontruksi sosial, hasil dari suatu
orang lain disekitar kita.(Ian Rory, 1997).
budaya, bahasanya, dan juga institusi-institusi.
Pendekatan konstruksi sosial berkembang
Juga konstruksi sosial mengfokuskan bukan pada
pada abad 20. Pendekatan yang kemudian
pasangan seksualitas yang menarik tapi pada va-
berkembang pesat pada tahun 1970an ini banyak
riasi-variasi budaya dalam mempertimbangkan
dipengaruhi oleh ide-ide Foucault, yang kemudian
apakah yang menarik itu.
disebut konstruksionisme sosial, sosio-
Kontruksi sosial merupakan sebuah pandan-
konstruksionisme, atau non-esensialisme.
gan kepada kita bahwa semua nilai, ideologi, dan
Pendekatan konstruksi sosial lahir dari
institusi sosial adalah buatan manusia. Diperlukan
beberapa sumber, seperti interaksionisme sosial,
waktu untuk memahami dan menghargai implikasi
antropologi simbolik, dan para ilmuwan bidang

1
Konstruksi Sosial dalam Realitas Sosial………….……….…….......................................................................(Charles R. Ngangi)

gay lesbian dan feminis. Pendekatan ini lebih pada abad pertengahan eide ini disebut sebagai
menekankan pengaruh budaya dalam memberikan essences. Essences ini tidak berubah dan secara
suatu kerangka bagi pengalaman dan pemaknaan kategori berbeda dari essences yang lain.
seksualitas. Dengan demikian, konstruksi sosial Dalam ilmu sosial saat ini esensialisme men-
secara tegas menyertakan budaya sebagai faktor jadi suatu kategori yang tidak jelas, kita dapat
kunci untuk memahami seksualitas. mempertimbangkan tiga pengertian yang berbeda
Pemahaman individu tentang dunia, tentang esensialisme, esensialisme klasik Plato,
pengetahuan dan diri individu terbentuk dalam esensialisme modern yang dikarakterisasi oleh de-
kondisi sosial historis yang konkrit. Pengetahuan terminasi biologi dan esensialisme kultural. Se-
dan realitas konkrit dihubungkan oleh apa yang muanya secara umum berasumsi bahwa fenomena
disebut Foucault sebagai discourse atau diskursus, khususnya fenomena orientasi seksualitas atau
yakni sejumlah gagasan dan argumen yang gender berada pada individu tertentu dalam bentuk
langsung berkaitan dengan teknik-teknik kontrol hormon, ciri khas pribadi dll. Hal ini sangat jelas
demi kekuasaan (power). Tanpa memandang dari berlawanan dengan pandangan konstruksi sosial
mana kekuasaan tersebut berasal, tetapi (DeLamater dan Hyde, 1998:10-13).
kekuasaanlah yang mendefinisikan pengetahuan, Menyangkut Skema dialektis teoritis kon-
melakukan penilaian apa yang baik dan yang struksi social dijelaskan oleh Berger sebagai beri-
buruk, yang boleh dan tidak boleh, mengatur kut: Eksternalisasi adalah usaha pencurahan diri
perilaku, mendisiplinkan dan mengontrol segala manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan
sesuatu, dan bahkan menghukumnya. Artinya, mental maupun fisik. Sudah merupakan hakikat
subyek manusia sebagai individu, juga dibentuk manusia sendiri, dan merupakan keharusan
dan diatur oleh rejim kekuasaan. Hal ini dapat antropologis, manusia selalu mencurahkan diri ke
menggambarkan bagaimana konstruksi sosial dalam dunia tempat ia berada. Manusia tidak
dapat mempengaruhi perilaku dan orientasi sosial. dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang
Simon dan Gagnon juga menganut pendekatan lepas dari dunia luarnya.
non-esensialisme atau konstruksi sosial. Objektivasi adalah hasil yang telah dicapai
Berger kembali mengetengahkan skema baik mental maupun fisik dari kegiatan
dialektis teoritis mengenai eksternalisasi, eksternalisasi manusia. Hasil itu menghadapi sang
objektivasi dan internalisasi. Berger dan penghasilnya sendiri sebagai suatu faktisitas yang
Luckmann (1990), Mursanto R (1993) dan ada di luar dan berlainan dari manusia yang
Poloma M (1994). Ditegaskannya bahwa menghasilkannya. Lewat proses ini masyarakat
kenyataan bahwa individu merupakan produk dan menjadi suatu realitas sui generis.
sekaligus pencipta pranata sosial. Objektivasi masyarakat meliputi beberapa
unsur misalnya institusi, peranan, identitas.
REALITAS-REALITAS SOSIAL DALAM Keluarga merupakan contoh sebuah institusi yang
KONSTRUKSI SOSIAL secara objektif real “ada di sana” dapat
memaksakan pola-pola tertentu pada individu yang
Perbedaan pendapat antara dua aliran besar,
hidup dalam lingkungannya. Suatu peranan
yaitu Pendekatan Esensialisme dengan Konstruksi
memiliki objektivitas yang serupa. Peranan ini
sosial, sbb: Konsep Esensialisme pertama-tama
memberikan modal bagi tata kelakuan individual.
merupakan hasil karya dari Plato, dia
Seseorang dapat saja tidak menyukai peranan yang
mengemukakan bahwa, sebagai contoh segi tiga,
harus ia mainkan, namun peranan itu mendiktekan
tanpa mempedulikan ukuran dari suatu sisi akan
apa yang mesti dilakukan sesuai dengan deskripsi
tetap berbentuk segi tiga yang tentu berbeda dari
objektifnya. Masyarakat menyediakan identitas
bentuk lingkaran atau persegi panjang. Menurut
bagi individu. Dengan ini seseorang tidak hanya
Plato fenomena dunia yang alamiah adalah suatu
diharapkan memainkan peranya sebagai seorang
refleksi dari angka-angka yang pasti dan tidak
ayah misalnya, tetapi ia harus menjadi seorang
dapat diubah atau disebutnya Eide. Oleh Thomist

2
ASE – Volume 7 Nomor 2, Mei 2011: 1 - 4

ayah benar-benar sebagaimana dituntut oleh akan menginternalisasi penafsirannya terhadap


masyarakat. realitas tersebut. Setiap orang memiliki “versi”
Memahami dunia sosial yang sudah realitas yang dianggapnya sebagai cermin dari
diobjektivasikan dan menghadapinya sebagai dunia objektif. Bertolak dari masalah tersebut
suatu faktivitas di luar kesadaran, belum dapat Berger dan Luckmann menekankan pada
dikatakan sebagai suatu internalisasi. Proses keberadaan realitas sosial berganda. Meskipun
internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali terdapat hubungan simetris antara realitas subjektif
dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian dan objektif, kedua realitas tersebut tidak identik.
sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh Selanjutnya Soetandyo Wignjosoebroto
struktur dunia sosial. Macam-macam unsur dari (2001) menyatakan bahwa “realitas” dalam artinya
dunia yang diobjektivasikan akan ditangkap sebagai ‘sesuatu yang menampak’ sebenarnya
sebagai gejala realitas di luar kesadarannya adalah ‘fakta’, namun dalam maknanya yang
sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. tidak hanya sebagai sesuatu (being) yang disadari,
Melalui internalisasi manusia menjadi hasil diketahui, atau bahkan yang dipahami dan diyakini
masyarakat. (realized) boleh dan ada di dalam alam pemikiran
Dunia pengalaman individual tidak dipisahkan manusia. Maka yang namanya ‘realitas’ itu tak
dari dunia sosial sebagaimana diutarakan oleh mesti berhenti pada konsep realitas sebagai realitas
Berger dan Luckmann (1990:1). Selanjutnya individual, melainkan realitas yang menjadi bagian
dinyatakan bahwa realitas terbentuk secara sosial, dari kesadaran, pengetahuan, dan/atau keyakinan
dan sosiologi ilmu pengetahuan harus menganalisa suatu kelompok sosio-kultural. Yang tersebut
bagaimana proses itu terjadi. Keduanya mengakui akhir inilah yang dalam kepustakaan ilmu-ilmu
adanya realitas objektif, dengan membatasi sosial disebut ‘realitas sosial’, sekalipun yang
realitas sebagai kualitas yang berkaitan dengan dimaksud dan ditunjuk sebagai ‘kelompok sosio-
fenomena yang dianggap berada di luar kemauan kultural’ disini hanya kelompok kecil saja, malah
kita (sebab sesungguhnya fenomena tersebut tidak mungkin hanya terdiri dari dua individu yang
dapat dihindarkan). tengah berintegrasi saja.
Berger menegaskan pula bahwa realitas Penerapan teori Berger ternyata tidak terbatas
kehidupan sehari-hari memiliki dimensi-dimensi bagi analisis masyarakat secara makro serta
subjektif dan objektif. Manusia merupakan pranata sosial yang besar, tetapi juga terhadap
instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang analisis kelompok kecil, misalnya: perkawinan
objektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana antara suami dan istri, perilaku beragama, dan
manusia mempengaruhinya melalui proses individu. Agama sebagai pranata sosial, tunduk
internalisasi (yang mencerminkan realitas pada proses yang juga dialami oleh pranata
subjektif). Melalui proses internalisasi atau lainnya. Dengan kata lain, agama diciptakan oleh
sosialisasi inilah individu menjadi anggota manusia, agama mengembangkan realitas objektif,
masyarakat. dan dalam dunia moderen ini agama terus melanda
Berger dan Luckmann (1990:130) dan dilanda manusia.
menguraikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi Individu akan memilih, menimbang, dan
awal yang dialami individu pada saat kecil, saat kemudian menentukan hal-hal mana yang akan
dikenalkan pada dunia sosial objektif. Individu memuaskan kebutuhannya. Persoalannya adalah
berhadapan dengan orang yang sangat bahwa dalam kehidupan beragama misalnya,
berpengaruh (orang tua atau pengganti orang tua), seringkali seseorang memilih akan berbuat sesuatu
dan bertangung jawab terhadap sosialisasi anak. untuk memenuhi kebutuhan yang sebenarnya telah
Batasan realitas yang berasal dari orang lain yang diciptakan (constructed) sebelumnya. Seseorang
sangat berpengaruh itu dianggap oleh si anak melaksanakan ibadah, karena yakin akan terhindar
sebagai realitas objektif. dari hukuman. Agama membuat suatu rasionalitas
Mengingat bahwa realitas yang ada tidak bahwa setelah manusia meninggal, ia akan
mungkin diserap dengan sempurna, maka si anak diberikan balasan sesuai dengan perilakunya di

3
Konstruksi Sosial dalam Realitas Sosial………….……….…….......................................................................(Charles R. Ngangi)

dunia, jika baik mendapat pahala, jika sebaliknya terjadi hanya dalam ikatan perkawinan yang sah
masuk neraka. Oleh karena itu seseorang harus secara agama dan negara. Tetapi saat ini remaja
melaksanakan ibadah. Kesadaran perlunya ibadah mengadakan seks diluar perkawinan sah, dan
tersebut dikonstruksi dengan ajaran-ajaran hamil di luar nikah. Tapi hal tersebut oleh
Agama. masyarakat sudah dianggap sebagai hal yang
Bagi Berger, kenyataan sosial sehari-hari bukan luar biasa. Hal ini disebabkan karena
merupakan konstruksi sosial buatan masyarakat. sebelum-sebelumnya terdapat kasus yang sama
Dalam perjalanan sejarahnya, dari masa silam ke dan akhirnya orang lain (para remaja) mengikuti
masa kini, ditata dan diterima, untuk melegitimasi akan simbol tersebut yang telah melalui proses
konstruksi sosial yang sudah ada dan memberikan internalisasi dari simbol-simbol yang
makna pada pelbagai bidang pengalaman individu diobjektifikasi. Jadi pada dasarnya setiap manusia
sehari-hari. Ini menjelaskan, bahwa dunia manusia mengkonstruksikan realitas sosial dimana proses
sebenarnya ditandai oleh keterbukaan, dan subjektif menjadi terobjektif dalam kehidupan
perilakunya hanya sedikit saja yang ditentukan sosial.
oleh naluri. Ia dengan sadar membentuk
perilakunya, memaksakan suatu tertib pada DAFTAR PUSTAKA
pengalamannya. Hal ini berlangsung secara terus-
menerus, dengan kesadaran intensionalnya selalu Berger P.L dan Luckmann T. 1990. Tafsir Sosial
terarah dan dipengaruhi oleh objek yang berada Atas Kenyataan. Risalah tentang Sosiologi
diluarnya, hingga relasinya dengan masyarakatnya Pengetahuan. Penerjemah, Hasan Basari.
dan segala pranatanya, bersinggungan secara LP3ES. Jakarta.
dialektis. DeLamater J.D and J.S. Hyde. 1998. Essentialism
Dalam kaitannya dengan konstruksi sosial vs Social Contructionism in the Study of Hu-
seperti yang digunakan, penulis berasumsi bahwa man Sexuality. The Journal os Sex Research
ideologi seseorang terbentuk melalui proses Vol.35, No. 1,1998. Pp. 10-1
konstruksi yang cukup panjang. Tidak hanya Gomes C.A and Barbara V.O Marin. 1996. Gend-
eksternalisasi, namun juga objektivasi dan er, Culture, and Power: Barriers to HIV-
internalisasi. Dalam hal ini peneliti percaya bahwa Prevention Strategies for Women. The Journal
ideologi yang tercermin dalam suatu karya, of Sex Research. Vol. 33, No.4. 1996.
sebagai realitas simbolik, dapat diperoleh melalui
interaksi dengan lingkungan sekitar atau Mursanto Riyo. 1993. Peter Berger Realitas
masyarakat sebagai realitas empirik. Sosial Agama. Dalam Diskursus
Kemasyarakatan dan Kemanusiaan.
Penyunting. Tim Redaksi Driyarkara.
PENUTUP Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Manusia dalam berinteraksi akan membuat Poloma M.M. 1994. Sosiologi Kontemporer.
dan menggunakan simbol-simbol, hal ini oleh Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Berger dan Luckmann diistilahkan externalization. Soetandyo Wignjosoebroto. 2001. Fenomena cq
Pada saat tereksternalisasi, simbol-simbol menjadi Realitas Sosial sebagai Obyek Kajian Ilmu
terobjektifikasi, maksudnya bahwa simbol itu (Sains) Sosial. Dalam Burhan Bungin (ed).
kemudian menjadi perantara manusia untuk Metode Penelitian Kualitatif. Aktualisasi
berinteraksi, simbol mempunyai keberadaanya dan Metodologi ke arah Ragam Varian
suatu makna yang penting yang kemudian menjadi Kontemporer. Divisi Buku Perguruan Tinggi.
independen dari pencipta aslinya. Sebagai PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. H. 18.
ilustrasi, masyararakat Manado sejak dulu, kalau
mendengar atau melihat seorang wanita hamil Suryakusuma Julia. 1991. Konstruksi Sosial Sek-
pastilah sudah berstatus kawin secara sah. Dengan sualitas. Sebuah Pengantar teoritis. Prisma.
kata lain telah terkonstruksi bahwa hubungan seks, No.7. Thn XX. Juli.

Anda mungkin juga menyukai