LANA PUSPITASARI
LANA PUSPITASARI
SKRIPSI
Salah satu jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang bernilai ekonomi
tinggi adalah produk turunan dari buah rotan jernang. Jernang adalah resin yang
berasal dari buah rotan jernang. Jernang memiliki manfaat antara lain sebagai
bahan pewarna alami pada industri batik dan porselen, sebagai campuran obat-
obatan seperti obat luka, pendarahan dan diare, serta digunakan sebagai dupa dan
kemenyan. Penelitian mengenai jernang masih sangat sedikit, sedangkan
potensinya cukup besar dan masih dapat dikembangkan. Perbaikan teknik
pemanenan dan pengolahan untuk mendapatkan mutu jernang yang maksimal
masih perlu diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis potensi jernang
di Kabupaten Sarolangun, Jambi, menguraikan teknik pemanenan buah yang
dilakukan masyarakat serta menganalisis rendemen dan mutu jernang yang
dihasilkan dari pengolahan cara masyarakat dan cara perebusan.
Pusat produksi jernang di Kabupaten Sarolangun adalah di Hutan Alam
(HA) Blok Bukit Bahar Tajau Pecah dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Desa
Lamban Sigatal. Potensi jernang di kedua tempat tersebut berturut-turut sebesar
96,51 ton/th dan 130,16 ton/th, sehingga total potensi jernang di Kabupaten
Sarolangun sebesar 226,66 ton/th. Teknik pemanenan buah rotan jernang yang
dilakukan masyarakat adalah dengan memperhatikan ciri kemasakan buah rotan
jernang yaitu berwarna merah kecokelatan. Buah yang baik dipanen adalah buah
yang tua namun belum terlalu masak. Buah masak memerlukan waktu 11-13
bulan. Resin akan terbentuk optimal pada saat umur buah 9 bulan. Petani
memanen buah rotan jernang dengan menggunakan galah dan alat pengait, jika
rotan terlalu tinggi maka petani memanjat pohon inangnya.
Rendemen jernang yang dihasilkan dari cara masyarakat sebesar 7,26%,
sedangkan dari cara perebusan baik 1, 2 dan 3 jam berturut-turut sebesar 3,27%,
3,24% dan 3,10%. Analisis sifat fisiko-kimia jernang dengan cara masyarakat
menghasilkan kadar resin 63,30%, kadar air 3,48%, kadar kotoran 32,16%, kadar
abu 1,83%, titik leleh 96,00°C dan warna merah tua, sedangkan jernang hasil
perebusan 1, 2 dan 3 jam berturut-turut untuk kadar resin 81,83%, 81,21% dan
80,91%, kadar air 3,64%, 3,34% dan 3,48%, kadar kotoran 11,57%, 11,63% dan
12,03%, kadar abu 1,12%, 1,52% dan 1,59%, titik leleh 82,00°C, 83,00°C dan
83,33°C dan secara keseluruhan warna yang dihasilkan adalah merah tua.
Berdasarkan SNI jernang (2010), jernang yang dihasilkan dari cara masyarakat
bermutu A, sedangkan dari cara perebusan bermutu super.
Kata kunci: Buah rotan jernang (Daemonorops draco (Willd.) Blume, potensi,
teknik pemanenan, sifat fisiko-kimia, mutu jernang.
SUMMARY
Key words: Rattan jernang fruits (Daemonorops draco (Willd.) Blume), potential,
harvesting techniques, physico-chemical properties, quality dragon’s
blood.
PERNYATAAN
Lana Puspitasari
NIM E14061399
Judul Skripsi : Pemanenan dan Pengolahan Buah Rotan Jernang
(Daemonorops Draco (Willd.) Blume) dalam Upaya
Peningkatan Produksi serta Mutu Jernang
Nama : Lana Puspitasari
NIM : E14061399
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS Ir. Rita Kartika Sari, M.Si
NIP. 19631221 198803 1 001 NIP. 19681124 199512 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai tugas
akhir yang berjudul “Pemanenan dan Pengolahan Buah Rotan Jernang
(Daemonorops Draco (Willd.) Blume) dalam Upaya Peningkatan Produksi serta
Mutu Jernang” dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah
satu persyaratan kelulusan program mayor minor Strata Satu di Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Hutan Tanaman
Rakyat (HTR) Desa Lamban Sigatal, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun,
Jambi dan Laboratorium Kimia Kayu Hasil Hutan pada bulan Juni sampai dengan
Agustus 2010. Jernang memiliki manfaat yang cukup banyak yaitu pewarna alami
bagi industri porselen, batik, bahan campuran obat-obatan, pembuatan dupa dan
kemenyan. Penelitian mengenai jernang masih sangat sedikit, sedangkan
potensinya cukup besar dan masih dapat dikembangkan. Perbaikan teknik
pemanenan dan pengolahan untuk mendapatkan mutu jernang yang maksimal
masih perlu diteliti. Untuk itu, pemanenan dan pengolahan buah rotan jernang
perlu diperhatikan lebih lanjut. Sejauh ini, proses menghasilkan jernang yang
dilakukan masyarakat masih sederhana yaitu dengan cara penumbukan sehingga
perlu dicari alternatif cara yang tepat guna yaitu melalui perebusan dalam air.
Cara perebusan menghasilkan jernang bermutu super sedangkan cara masyarakat
menghasilkan jernang bermutu A.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan yang dimiliki. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
No Halaman
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
(2003), cara pengolahan buah yang menggunakan alkohol atau metanol mampu
menghasilkan jernang dari sumber buah yang sama akan meningkat sekitar 4
sampai dengan 5 kali cara masyarakat. Bahkan bila ekstraksi hanya dilakukan
terhadap daging buah saja, rendemen yang diperoleh mencapai 31,5% dengan
pelarut metanol dan 29% dengan pelarut alkohol. Meskipun cara ekstraksi jernang
dengan alkohol menghasilkan rendemen yang tinggi namun investasi alat, biaya
operasional yang akan dikeluarkan jauh lebih besar dan sulit diterapkan oleh
masyarakat setempat, sehingga perlu dicari alternatif teknologi pengolahan yang
tepat guna.
Menurut Sumarna (2004), cara lain adalah cara basah yaitu dengan
merendam buah dalam air selama 1 sampai dengan 2 hari pada suhu kamar
(sekitar 25±3°C), selanjutnya dengan cara mengaduk-aduk buah di dalam bejana
maka jernang akan mengendap di dasar bejana. Jernang tersebut dipisahkan dari
air dan siap untuk dijemur hingga diperoleh jernang dalam keadaan kering. Cara
basah pernah dikerjakan oleh masyarakat namun cara ini memerlukan waktu yang
lama, sehingga tidak digunakan. Oleh karena itu data pengujian mutu belum
ditemukan walaupun menurut masyarakat hasil yang diperoleh akan lebih banyak
dibandingkan penumbukan.
Menurut Coppen (1995) dalam Winarni et al. (2005), titik cair resin jernang
sekitar 120°C, sehingga alternatif pengolahan yang dapat diterapkan adalah proses
perebusan dalam air. Proses perebusan diduga akan mencairkan jernang yang
berada di bagian daging dan kulit buah, sehingga jernang lebih mudah diekstraksi.
Jernang yang berada dipermukaan air diambil dan kemudian akan mengering.
Oleh karena itu dibandingkan dengan cara masyarakat, proses perebusan
diharapkan dapat menurunkan kadar kotoran jernang yang dihasilkan. Penelusuran
pustaka belum menemukan pengaruh cara perebusan ini terhadap rendemen dan
mutu.
Penelitian mengenai jernang masih sangat sedikit, sedangkan potensinya
cukup besar dan masih dapat dikembangkan. Perbaikan teknik pemanenan dan
pengolahan untuk mendapatkan mutu jernang yang maksimal masih perlu diteliti.
Untuk itu, penelitian dilakukan dengan membandingkan cara masyarakat dan
direbus dalam air.
3
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Menganalisis potensi rotan penghasil jernang di Kabupaten Sarolangun,
Jambi.
b. Menguraikan teknik pemanenan buah rotan jernang yang dilakukan
masyarakat desa.
c. Menganalisis rendemen dan mutu jernang yang dihasilkan dari pengolahan
cara masyarakat dan cara perebusan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Rotan
Semua jenis bahan berkayu yang dipakai sehari-hari adalah produk dari
tanaman yang termasuk subdivisi Gymnospermae dan Angiospermae. Dari
subdivisi gymnospermae yang banyak menghasilkan kayu berasal dari kelas
Coniferales (kayu konifer/softwood), sedangkan dari sub-divisi Angiospermae
terbagi menjadi dua kelas, yaitu Monocotyledoneae dan Dicotyledoneae. Dari
kelas dicotyledon dihasilkan kayu daun lebar (hardwood). Adapun rotan berasal
dari subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Arecales, family
palmae (Arecaceae) (Uhl dan Dransfield 1987 dalam Rachman dan Jasni 2008).
Rotan tergolong tumbuhan hutan dari anggota kelompok tumbuhan Palmae
(Arecaceae) yang memanjat (liana). Indonesia sebagai negara tropis memiliki
potensi sumberdaya rotan tertinggi. Sebanyak 516 jenis rotan yang sudah tercatat
dan diketahui diseluruh Asia Tenggara dan sebanyak ± 306 jenis telah
teridentifikasi dan menyebar di Indonesia. Rotan telah dipungut, dipakai, diolah
dan diperdagangkan oleh penduduk Indonesia yang tinggal disekitar hutan untuk
memenuhi permintaan rotan lokal dan internasional (Januminro 2000). Hingga
5
saat ini rotan dikenal hanya bentuk produk berupa batang dengan ragam jenis dan
sebagian besar memiliki peruntukan sebagai bahan baku industri tikar, berbagai
jenis barang kerajinan serta perlengkapan rumah tangga dan berbagai produk
mebeler (furnitur). Produk komoditas rotan yang akhir-akhir ini menjadi perhatian
dunia adalah produk turunan dari buah rotan jernang yang dapat menghasilkan
produk berupa resin. Produk resin yang sejak masa penjajahan Belanda telah
diketahui adalah resin jernang yang lebih dikenal dengan nama “darah naga“ dan
dalam perdagangan internasional dikenal sebagai “dragon’s blood “ (Arifin 2007).
2.2.1 Rotan penghasil jernang
Jernang merupakan hasil ekstraksi buah beberapa jenis rotan dari kelompok
Daemonorops. Jernang adalah suatu padatan yang mengkilat, bening atau kusam,
rapuh, meleleh bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan mengeluarkan asap
(Sumadiwangsa 2000 dalam Winarni et al. 2005). Diakui bahwa potensi resin
jernang tergolong semakin menurun disebabkan oleh pola produksi yang tidak
lestari. Masyarakat Suku Kubu di Sumatera dan Suku Dayak di Kalimantan telah
lama memanfaatkan resin jernang sebagai bahan pewarna pakaian. Namun, karena
tidak disertai upaya penanaman kembali, serta pemanenan yang dilakukan dengan
cara memotong batang sehingga dapat mengakibatkan kelestarian produksi tidak
terjamin. Saat ini, masyarakat sudah mulai kesulitan memperoleh jernang di hutan
alam (Arifin 2007).
Dragon’s blood merupakan resin yang dihasilkan dari genus Daemonorops
yang terdapat pada daging dan permukaan kulit buah rotan jernang dewasa.
Berikut beberapa jenis Daemonorops penghasil jernang (Purwanto et al. 2005):
a. D. acehensis Rustiami
Merupakan jenis endemik di Aceh Utara. Tergolong jenis rotan
berukuran kecil, batang bisa mencapai 5 m, diameter batang tanpa pelepah 10
mm, diameter batang dengan pelepah 25 mm, panjang ruas batang mencapai 50
mm. Buahnya bulat berukuran 2,2x1,8 cm2 dan kulit buahnya menghasilkan
jernang berwarna merah kecokelatan.
b. D. brachystacliys Furt.
Penyebaran jenis ini meliputi daerah Kelantan, Kedah, Perak, Selangor,
Sumatera Utara dan Jambi. Diameter batang tanpa pelepah 4 cm, diameter
6
f. D. dransfieldii Rustiami
Daerah penyebarannya meliputi daerah Sumatera Barat dan Batang
Palupuh Bukit Tinggi. Jenis ini dikategorikan sebagai rotan berbatang kecil
dengan panjang dapat mencapai 6 m. Diameter 25 mm dengan pelepah daun
dan 15 mm tanpa pelepah daun. Buahnya berukuran 2,5x1 cm2 dan kulit
buahnya menghasilkan jernang berwarna merah kecokelatan. Buahnya dapat
dimakan dan rasanya agak manis serta batangnya dapat digunakan sebagai tali.
g. D. maculata J. Dransf.
Jenis ini merupakan endemik di Kalimantan dan Brunei. Jenis ini
tumbuh soliter dan batang bisa mencapai 5 m. Diameter 20 mm dengan
pelepah daun dan 12 mm tanpa pelepah daun. Buah menghasilkan jernang
berwarna merah tua dan merupakan jenis rotan penghasil jernang cukup
banyak.
h. D. micracantha (Griff.) Becc.
Penyebarannya meliputi wilayah Semenanjung Malaysia, Serawak,
Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Jenis ini tumbuh memanjat, soliter
dan banyak ditemukan di hutan dataran rendah dekat Sungai atau dekat
kawasan tergenang pada ketinggian 0 sampai dengan 500 mdpl. Panjang
batang bisa mencapai 20 m, diameter 11 sampai dengan 20 mm dengan
pelepah daun dan 6 sampai dengan 11 mm tanpa pelepah daun. Buah
berukuran 1,5x1,5 cm2. Jernang yang dihasilkan memiliki mutu terbaik dengan
warna merah tua yang mengkilap. Selain sebagai rotan penghasil jernang,
batangnya mempunyai mutu cukup baik dan digunakan untuk bahan kerajinan
rumah tangga seperti tikar, kursi dan tali.
i. D. rubra Blume
Daerah penyebarannya di Sumatera dan Jawa. Jenis ini tumbuh
merumpun dengan ketinggian mencapai 10 m. Diameter 40 mm dengan
pelepah daun dan 15 mm tanpa pelepah daun. Buahnya berukuran 2x2 cm2.
Buah menghasilkan jernang cukup banyak.
j. D. siberutensis Rustiami
Masyarakat Palembang menyebutnya sebagai rotan bugkus, Suku Kubu
menyebutnya rotan kelemunting. Jenis ini termasuk rotan kecil dan tumbuh
8
b. Batang rotan
Batang rotan jenis Daemonorops draco (Willd.) Blume bisa mencapai 15
m. Jenis ini tumbuh berumpun (Kalima 1991). Pada beberapa jenis tampak
adanya tonjolan dan lekukan pada sisi yang berlawanan sepanjang ruas.
Tonjolan dan lekukan ini tampak lebih jelas pada buku yang berasal dari jejak
daun yaitu ikatan pembuluh yang menuju ke daun (Rachman dan Jasni 2008).
c. Daun
Menurut Kalima (1991), pangkal tandan daun berlutut jelas, sepanjang
tandan daun terdapat duri-duri panjang tersusun mengelompok, makin ke ujung
dahan duri berukuran pendek. Kedudukan sirip daun berselang-seling. Panjang
sirip daun mencapai 44 cm, lebar 2,5 cm dan jumlah sirip daun mencapai 50
9
pasang. Jarak pangkal tandan sampai sirip daun pertama 55 cm dan panjang
daun sampai 3 m.
d. Bunga
Bunga rotan terbungkus oleh seludang. Jika seludang terbuka, maka
bunga jantan siap membuahi, sedangkan bunga betina mulai masak pada hari
ke-13 sampai hari ke-27 setelah seludangnya pecah. Ukuran bunga rotan relatif
kecil, hanya beberapa jenis saja yang ukurannya mencapai 1 cm atau lebih.
Warna bunga rotan bervariasi yaitu kecokelatan, kehijauan, atau krem. Masa
berbunga sampai buah masak selama 7 sampai 13 bulan. Berdasarkan
pengalaman, buah rotan akan masak berkisar bulan Agustus (Januminro 2000).
Daging buah
Biji
Bila dilarutkan dalam alkohol akan diperoleh 9% residu yang terdiri dari serat dan
pasir. Mutu rendah menghasilkan 20% residu.
Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu jernang
Persyaratan
No Jenis uji Satuan
Mutu super Mutu A Mutu B
1 Kadar resin (b/b) % Min. 80 Min.60 Min.25
2 Kadar air (b/b) % Maks.6 Maks.8 Maks.10
3 Kadar kotoran (b/b) % Maks.14 Maks.39 Maks.50
4 Kadar abu (b/b) % Maks.4 Maks.8 Maks.20
5 Titik leleh °C Min.80 Min.80 -
6 Warna - Merah tua Merah muda Merah pudar
Sumber : SNI jernang (2010)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Data penelitian
Penetapan rendemen
Penetapan rendemen
dan sifat fisiko-kimia
dan Sifat fisiko-kimia
jernang
jernang
Upaya peningkatan
produksi dan mutu
jernang
b) Sampel buah rotan jernang dibungkus dengan aluminium foil dan dibawa
ke Bogor untuk ditimbang, yang digunakan untuk perhitungan kadar air.
Kadar air dapat dihitung dengan cara sebagai berikut (ASTM D2016-74
1981):
Berat basah buah - Berat kering tanur buah
KA = x 100%
Berat kering tanur buah
c) Buah yang telah terkumpul diangin-anginkan.
d) Buah rotan jernang ditumbuk agar memperoleh serbuk.
e) Serbuk jernang dimasukkan ke dalam plastik.
c.2 Cara perebusan
Cara alternatif yang diteliti adalah dengan cara perebusan yaitu:
a) Buah rotan jernang yang dibawa ke Bogor dilakukan perhitungan kadar
air seperti cara masyarakat di atas.
b) Menimbang buah rotan jernang sebanyak 400 g.
c) Buah rotan jernang dipisahkan antara biji dengan kulit dan daging, yang
digunakan dalam penelitian adalah kulit dan daging buahnya.
d) Kulit dan daging buah rotan jernang tersebut dimasukkan ke dalam gelas
piala dan kemudian dibatasi dengan saringan kawat nyamuk setelah itu
isi dengan air sekitar dua kali dari ketinggian buah rotan jernang
kemudian direbus hingga mendidih dengan waktu yang telah ditetapkan.
e) Jernang akan keluar dan berada di lapisan atas rebusan. Bagian jernang
dipisahkan selama proses perebusan, kemudian dikeringkan dengan
menggunakan oven ± 105°C.
Rancangan percobaan untuk cara perebusan adalah:
A. Perlakuan 1: cara masyarakat
B. Perlakuan 2: direbus selama 1 jam
C. Perlakuan 3: direbus selama 2 jam
D. Perlakuan 4: direbus selama 3 jam
Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan 4 perlakuan sehingga
terdapat 12 unit percobaan. Masing-masing percobaan menggunakan buah rotan
jernang sebanyak 400 g. Dari percobaan tersebut diperoleh rendemen yang akan
digunakan dalam pengujian mutu. Jernang yang dibutuhkan untuk pengujian
sebanyak ± 6 g per perlakuan.
17
Berat basah
Æ BKT (Berat Kering Tanur) = x 100%
1+ KA
Output
Rendemen (R) = x 100% (Waluyo 2008)
Input (BKT)
d. Kadar abu
Kadar abu ditentukan dengan mengukur zat mineral bahan organik
dalam jernang yang tidak habis terbakar setelah pemanasan 800°C sampai
1000°C. Kadar abu dapat ditentukan dengan cara kerja sebagai berikut:
a) Memanaskan oven tanur pada suhu kurang lebih 800 sampai 1000°C.
b) Cawan petri yang disimpan dalam desikator dari hasil pengukuran kadar
air, digunakan untuk pengukuran kadar abu.
c) Memasukkan cawan tersebut ke dalam tanur selama ± 8 jam.
d) Oven dibuka setelah ± 12 jam, kemudian mengambil cawan dan
dimasukkan ke dalam desikator.
e) Menimbang berat cawan berisi abu.
W2 ‐ W1
Kadar abu (%) = x 100
W
Keterangan : W adalah berat jernang (g)
W1 adalah berat cawan (g)
W2 adalah berat cawan + abu (g)
e. Titik leleh
Titik leleh diukur dengan menggunakan alat melting point. Jernang
yang dibuat serbuk halus dilelehkan pada suhu rendah. Titik leleh dapat
ditentukan dengan cara kerja sebagai berikut:
a) Memasukkan serbuk jernang ke dalam pipa kapiler hingga padat dan
dorong serbuk jernang hingga berada pada posisi ditengah pipa kapiler
b) Melting point dipanaskan pada suhu awal 40ºC.
c) Pipa kapiler yang berisi jernang diletakkan pada melting point.
d) Lalu mengamati terus sampai jernang dalam pipa kapiler meleleh
seluruhnya, kemudian mencatat suhu tersebut.
f. Penentuan warna
Warna ditentukan dengan pengamatan secara visual setelah jernang
dilarutkan dengan etanol dan dituangkan ke atas kertas putih. Warna dapat
ditentukan dengan cara kerja sebagai berikut:
a) Menimbang ± 1 g jernang yang telah dihaluskan.
20
BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.2 Aksesibilitas
Bedasarkan Bursa Transmigrasi (2010), akses menuju Desa Lamban Sigatal
adalah sebagai berikut:
a) Dari Ibu Kota Provinsi (Jambi) ke Ibukota Kabupaten (Sarolangun) dengan
jarak 179 km2 melalui jalan darat, ditempuh selama 4 jam dengan mobil.
b) Dari Ibukota Kabupaten (Sarolangun) ke Kecamatan (Pauh) dengan jarak 25
km2 melalui jalan darat, ditempuh selama 1 jam dengan mobil.
c) Dari Kecamatan (Pauh) ke Lokasi (Lamban Sigatal) dengan jarak 38 km2
melalui jalan darat waktu tempuh 1,5 jam dengan mobil/motor.
24
4.4 Penduduk
Desa Lamban Sigatal memiliki penduduk sebanyak 843 jiwa terdiri dari
laki-laki sebanyak 435 jiwa dan perempuan sebanyak 408 jiwa. Jumlah Kepala
Keluarga (KK) sebanyak 180 KK atau rata-rata setiap keluarga beranggotakan 4
sampai dengan 5 jiwa. Sebagian keluarga memiliki pekerjaan sampingan sebagai
pencari jernang (Gita Buana 2009).
25
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
satu tahun yaitu panen raya dan panen sela sehingga dapat menghasilkan 1,08
kg/ha/th.
Menurut masyarakat, pencarian jernang di Kabupaten Sarolangun terdapat di
dua tempat yaitu Kecamatan Air Hitam dan Pauh. Potensi jernang di Hutan Alam
blok Bukit Bahar Tajau Pecah sebesar 96,51 ton/ha dan di HTR Lamban Sigatal
sebesar 130,16 ton/ha. Total potensi jernang di Kabupaten Sarolangun dapat
dihitung sebesar 226,66 ton/ha (Tabel 4). Jernang dijual dengan harga Rp
400.000/kg sampai dengan Rp 700.000/kg.
Tabel 4 Potensi jernang di Kabupaten Sarolangun
Jenis Luas Jernang Potensi
No Kecamatan Lokasi
hutan (ha) (kg/ha/th) (kg/th) (ton/th)
1. Air Hitam Hutan blok Bukit Hutan 89.357,87 1,08 96.506,50 96,51
Bahar tajau pecah Alam
226.662,70 226,66
Sumber: Disbunhut (2009)dan Gita Buana (2008)
dari Desa Lamban Sigatal sudah mulai kesulitan dalam mencari buah rotan
jernang, karena rotan jernang yang berada disekitar desa sudah sulit diperoleh.
Petani berlomba-lomba mencari buah rotan jernang ke kawasan hutan blok Bukit
Bahar Tajau Pecah karena jernang dianggap bernilai jual yang tinggi. Pencarian
buah rotan jernang dilakukan secara berkelompok dan mengolahnya langsung di
dalam hutan. Petani hanya membawa pulang biji dan serbuk jernang yang
diperoleh dari proses penumbukan.
Apabila dilihat dari daur dan masa produksi, rotan jernang mulai berbuah
pada umur empat tahun. Tandan buah akan keluar dari pangkal ruas bagian atas
setelah itu tandan buah akan keluar terdiri dari sejumlah calon buah dalam jumlah
yang dipengaruhi oleh umur pohon. Masa proses pembuahan hingga buah dalam
satuan tandan akan masak memerlukan waktu antara 11 sampai 13 bulan. Secara
umum antara satu sampai dua bulan sebelum buah masak, potensi resin yang
terbentuk sangat optimal. Waktu panen jernang dalam satu tahun adalah dua kali
yaitu pada bulan April dan September (Winarni et al. 2005).
Berdasarkan hasil wawancara masyarakat, jernang tumbuh merambat ke
atas apabila menemukan pohon inang sedangkan akan merambat ke kanan kiri
bila tidak menemukan pohon inang. Pohon inang pada umumnya jenis gaharu,
ulin, karet dan sungkai. Teknik pemanenan buah dilakukan dengan
memperhatikan kondisi optimal terbentuknya resin pada kulit buah. Tahapan
pemanenan buah rotan jernang dijelaskan pada Gambar 4.
`
Pemetikan buah Buah rotan jernang Penumbukan buah
rotan jernang yang dianginkan rotan jernang
Kadar air yang dihasilkan dari cara masyarakat dan cara perebusan tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Waktu perebusan 1, 2 dan 3 jam tidak
menunjukkan kecenderungan makin meningkat atau menurun. Namun, secara
keseluruhan kadar air yang diperoleh dari hasil penelitian ini lebih rendah
dibandingkan kadar air jernang hasil penelitian Waluyo (2008) dengan cara
masyarakat yaitu melalui penumbukan buah rotan jernang yaitu sebesar 4,4%.
Berdasarkan standar SNI jernang (2010), kadar air maksimal untuk mutu super
adalah 6% (Tabel 2). Kadar air kedua perlakuan termasuk mutu super. Rendahnya
Kadar air menunjukkan bahan jernang tersebut dapat disimpan dalam jangka
waktu lama.
2. Kadar resin
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cara masyarakat dan
cara perebusan (1, 2 dan 3 jam) mempengaruhi secara nyata kadar resin jernang
35
yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis ragam yang
menunjukkan F hit (317,409) > F tabel (4,76) yang berarti H1 diterima yaitu
perlakuan cara masyarakat dan perebusan mempengaruhi secara nyata kadar resin
jernang sehingga H0 ditolak.
Tabel 10 Analisis ragam kadar resin jernang
Sumber ragam db KT JK F hitung F (5%)
Perlakuan 3 731,58 243,86 317,41*) 4,76
Galat 6 4,61 0,77
Total 11 736,88
Keterangan: *) = nyata pada taraf α 5%
3. Kadar kotoran
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cara masyarakat dan
cara perebusan (1, 2 dan 3 jam) mempengaruhi secara nyata kadar kotoran jernang
yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis ragam yang
menunjukkan F hit (532,54) > F tabel (4,76) yang berarti H1 diterima yaitu
perlakuan cara masyarakat dan perebusan mempengaruhi secara nyata kadar
kotoran jernang sehingga H0 ditolak.
Tabel 12 Analisis ragam kadar kotoran jernang
Sumber ragam Db KT JK F hitung F (5%)
Perlakuan 3 938,17 312,72 532,54 *) 4,76
Galat 6 3,52 0,59
Total 11 942,55
Keterangan : *) = nyata pada taraf α 5%
Meskipun secara statistika, kadar abu jernang yang diekstrak dengan cara
masyarakat tidak berbeda nyata dengan cara perebusan, namun kadar abu jernang
yang dihasilkan dengan cara masyarakat lebih tinggi. Hal ini diduga karena cara
38
5. Titik leleh
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cara masyarakat dan
cara perebusan (1, 2 dan 3 jam) mempengaruhi secara nyata titik leleh jernang
yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis ragam yang
menunjukkan F hit (20,06) > F tabel (4,76) yang berarti H1 diterima yaitu
perlakuan cara masyarakat dan perebusan mempengaruhi secara nyata titik leleh
jernang sehingga H1 ditolak.
Tabel 16 Analisis ragam titik leleh jernang
Sumber ragam Db KT JK F hitung F (5%)
Perlakuan 3 396,25 132,08 20,06 *) 4,76
Galat 6 39,50 6,58
Total 11 452,92
Keterangan: *) = nyata pada taraf α 5%
6. Penentuan warna
Penentuan warna ditentukan dengan cara meletakkan serbuk jernang yang
telah dilarutkan dengan etanol di atas kertas putih. Secara visual warna jernang
tidak ada perbedaan antara hasil cara perebusan dan cara masyarakat, seluruhnya
menunjukkan warna merah tua. Kedua perlakuan tidak mempengaruhi
pembentukan warna dari jernang tersebut. Berdasarkan SNI jernang (2010),
jernang yang berwarna mereah tua termasuk ke dalam mutu super, sehingga
jernang dari kedua perlakuan tersebut termasuk mutu super. Merah tua adalah
warna yang paling baik, sedangkan warna yang pudar menurunkan mutu jernang.
Dengan demikian jernang merupakan bahan yang cocok untuk dijadikan pewarna
alami, karena perbedaan perlakuan tidak menunjukkan perbedaan warna yang
dihasilkan.
Menurut Winarni et al. (2005), jernang dengan mutu yang baik harus jernih
dan bila ditumbuk akan memperoleh bubuk berwarna merah tembaga yang larut
dalam spirtus dengan warna yang terang. Menurut Risna (2006), resin dari
Daemonorops draco (Willd.) Blume dikenal sebagai sumber vernis untuk
40
mewarnai biola, selain digunakan untuk pewarna digunakan pula untuk obat
seperti obat luka dan bahan campuran cairan antiseptik (obat merah). Dibawah ini
merupakan data rekapitulasi pengujian mutu jernang.
Tabel 18 Rekapitulasi rata-rata pengujian mutu sifat fisiko-kimia jernang
Persyaratan Perebusan
No Jenis uji Mutu Mutu Mutu Masyarakat
1 jam 2 jam 3 jam
super A B
1 Kadar Min 80 Min 60 Min 25 63,30(A) 81,83 (MS) 81,21 (MS) 80,91(MS)
resin (%)
2 Kadar air Maks 6 Maks 8 Maks 10 3,48 (MS) 3,64 (MS) 3,34 (MS) 3,48 (MS)
(%)
3 Kadar Maks.14 Maks 39 Maks 50 32,16 (A) 11,57 (MS) 11,63(MS) 12,03(MS)
kotoran
(%)
4 Kadar Maks 4 Maks 8 Maks 20 1,83(MS) 1,12 (MS) 1,52 (MS) 1,59 (MS)
abu (%)
5 Titik Min 80 Min 80 - 96,00 (MS) 82,00 (MS) 83,00 (MS) 83,33 (MS)
leleh
(°C)
6 Warna Merah tua Merah Merah Merah tua Merah tua Merah tua Merah tua
muda pudar (MS) (MS) (MS) (MS)
Sumber: SNI jernang 2010
6.1 Kesimpulan
a. Potensi jernang di Kabupaten Sarolangun terdapat di dua kecamatan yaitu
di Kecamatan Air Hitam dan Pauh. Potensi di Kecamatan Air Hitam
(Hutan alam) sebesar 1,08 kg/ha/th dan di Desa Lamban Sigatal (HTR)
sebesar 180 kg/ha/th. Total potensi jernang di Kabupaten Sarolangun
sebesar 226,66 ton/tahun.
b. Pemanenan buah rotan jernang dilakukan dengan menggunakan galah dan
alat pengait. Buah rotan jernang yang baik dipanen adalah buah yang tua
tetapi belum terlalu masak dengan ciri berwarna cokelat kemerahan.
c. Rendemen jernang hasil masyarakat (7,26%) lebih besar dibandingkan cara
perebusan 1, 2 dan 3 jam (3,27%, 3,24% dan 3,10%). Berdasarkan SNI
jernang (2010), pengujian sifat fisiko-kimia jernang hasil cara masyarakat
termasuk mutu A sedangkan cara perebusan termasuk mutu super.
6.2 Saran
a. Diperlukan modifikasi alat pemanenan agar buah rotan jernang yang
dipanen tidak jatuh ke tanah karena dapat mengurangi produksi jernang
yang akan diperoleh.
b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memodifikasi cara perebusan
agar dapat meningkatkan rendemen.
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing and Material. 1981. Methods of test for
moisture content of wood. Philadelphia: ASTM D2016-74. (ASTM Part 22)
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1995. Jambi Dalam angka. Jambi: Badan Pusat
Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jambi Dalam Angka. Jambi: Badan Pusat
Statistik.
Gita Buana. 2008. Peta Usulan Kawasan Kelola Jernang. Sarolangun. Jambi:
Lembaga Swadaya Masyarakat. 1 lembar.
Gita Buana. 2009. Laporan Kegiatan PRA Lamban Sigatal. Dokumen Yayasan
Gita Buana. Jambi: Lembaga Swadaya Masyarakat.
Risna RA. 2006. Dragon’s blood (Daemonorops draco) Tumbuhan Obat Yang
Menjanjikan Dari Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Warta Kebun Raya
6(1):45-49.
Suwardi SE, Zulnely, Yusnita E. 2003. Peningkatan Efisiensi dan Teknik Isolasi
Jernang. Laporan Hasil Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan. hlm 1-12.
Waluyo TK. 2008. Teknik Ekstraksi Tradisional dan Analisis Sifat-Sifat Jernang
Asal Jambi (Tradisional Extraction Technique and Analysis Of Properties
Of Jambi Dragon’s Blood). Jurnal Penelitian Hasil Hutan 26(1): 30-40.
a b c
d e f
g h i
Keterangan:
a : Buah rotan jernang
b : Galah dan alat pengait
c : Keranjang buah dan alat
penumbuk
d : Cara perebusan
e : Air rebusan dan jernang
f : Pengukuran kadar resin
g : Pengukuran kadar kotoran
h : Pengukuran titik leleh
i :Pengukuran kadar abu
j : Serbuk jernang
j k k : Pengujian Warna jernang
46
ULANGAN
Homogeneous Subsets
Rendemen
Duncan
Subset
ULANGAN N
1
3 4 4,0675
2 4 4,1175
1 4 4,4725
Sig. ,388
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,356.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b Alpha = ,05.
50
Lampiran 10 Analisis ragam dan hasil uji Duncan terhadap kadar resin
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
Perlakuan A 3
B 3
C 3
D 3
ULANGAN 1 4
2 4
3 4
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar resin
Type III
Source Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 732,271(a) 5 146,454 190,626 ,000
Intercept 70800,386 1 70800,386 92154,338 ,000
PERLAKUAN 731,577 3 243,859 317,409 ,000
ULANGAN ,694 2 ,347 ,452 ,656
Error 4,610 6 ,768
Total 71537,267 12
Corrected Total 736,881 11
a R Squared = ,994 (Adjusted R Squared = ,989)
Lampiran 11 Analisis ragam dan hasil uji Duncan terhadap kadar air
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
Perlakuan A 3
B 3
C 3
D 3
ULANGAN 1 4
2 4
3 4
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: kadar air
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,442(a) 5 ,088 ,533 ,747
Intercept 145,771 1 145,771 879,622 ,000
PERLAKUAN ,134 3 ,045 ,270 ,845
ULANGAN ,308 2 ,154 ,928 ,445
Error ,994 6 ,166
Total 147,207 12
Corrected Total 1,436 11
a R Squared = ,308 (Adjusted R Squared = -,269)
Post Hoc Tests
PERLAKUAN
Homogeneous Subsets
Kadar air
Duncan
Subset
PERLAKUAN N
1
C 3 3,3390
A 3 3,4800
D 3 3,4843
B 3 3,6380
Sig. ,421
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,166.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
b Alpha = ,05.
ULANGAN
Homogeneous Subsets
Kadar air
Duncan
Subset
ULANGAN N
1
3 4 3,2590
1 4 3,5928
2 4 3,6043
Sig. ,290
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,166.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b Alpha = ,05.
52
Lampiran 12 Analisis ragam dan hasil uji Duncan terhadap kadar kotoran
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
PERLAKUAN A 3
B 3
C 3
D 3
ULANGAN 1 4
2 4
3 4
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar kotoran
Type III Sum of
Source Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 939,023(a) 5 187,805 319,814 ,000
Intercept 3406,396 1 3406,396 5800,781 ,000
PERLAKUAN 938,171 3 312,724 532,540 ,000
ULANGAN ,852 2 ,426 ,725 ,522
Error 3,523 6 ,587
Total 4348,942 12
Corrected Total 942,546 11
a R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,993)
Post Hoc Tests
PERLAKUAN
Homogeneous Subsets
Kadar kotoran
Duncan
Subset
PERLAKUAN N
1 2
B 3 11,5667
C 3 11,6333
D 3 12,0333
A 3 32,1600
Sig. ,497 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,587.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
b Alpha = ,05.
ULANGAN
Homogeneous Subsets
Kadar kotoran
Duncan
ULANGAN N Subset
1
2 4 16,6225
3 4 16,7000
1 4 17,2225
Sig. ,325
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,587.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b Alpha = ,05.
53
Lampiran 13 Analisis ragam dan hasil uji Duncan terhadap kadar abu
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
Perlakuan A 3
B 3
C 3
D 3
ULANGAN 1 4
2 4
3 4
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar abu
Type III Sum of Mean
Source Df F Sig.
Squares Square
Corrected Model ,839(a) 5 ,168 1,944 ,221
Intercept 27,540 1 27,540 319,053 ,000
PERLAKUAN ,797 3 ,266 3,076 ,112
ULANGAN ,042 2 ,021 ,245 ,791
Error ,518 6 ,086
Total 28,896 12
Corrected Total 1,357 11
a R Squared = ,618 (Adjusted R Squared = ,300)
Post Hoc Tests
PERLAKUAN
Homogeneous Subsets
Kadar abu
Duncan
PERLAKUAN N Subset
1 2
B 3 1,1150
C 3 1,5203 1,5203
D 3 1,5943 1,5943
A 3 1,8300
Sig. ,102 ,258
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,086.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
b Alpha = ,05.
ULANGAN
Homogeneous Subsets
Kadar abu
Duncan
Subset
ULANGAN N
1
1 4 1,4450
2 4 1,5098
3 4 1,5900
Sig. ,524
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,086.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b Alpha = ,05.
54
Lampiran 14 Analisis ragam dan hasil uji Duncan terhadap titik leleh
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
PERLAKUAN A 3
B 3
C 3
D 3
ULANGAN 1 4
2 4
3 4
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Titik leleh
Type III Sum of
Source Df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 413,417(a) 5 82,683 12,559 ,004
Intercept 88924,083 1 88924,083 13507,456 ,000
PERLAKUAN 396,250 3 132,083 20,063 ,002
ULANGAN 17,167 2 8,583 1,304 ,339
Error 39,500 6 6,583
Total 89377,000 12
Corrected Total 452,917 11
a R Squared = ,913 (Adjusted R Squared = ,840)
Post Hoc Tests
PERLAKUAN
Homogeneous Subsets
Titik leleh
Duncan
PERLAKUAN N Subset
1 2
B 3 82,0000
C 3 83,0000
D 3 83,3333
A 3 96,0000
Sig. ,560 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 6,583.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
b Alpha = ,05.
ULANGAN
Homogeneous Subsets
Titik leleh
Duncan
ULANGAN N Subset
1
1 4 85,0000
2 4 85,5000
3 4 87,7500
Sig. ,193
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 6,583.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b Alpha = ,05.