Petunjuk Umum:
1. Tulis nomor ujian, nama peserta dan data lain pada Lembar Jawaban.
2. Jumlah soal sebanyak 4 butir soal esai.
3. Periksa dan bacalah soal-soal sebelum anda menjawabnya.
4. Tidak diijinkan memberikan maupun menanyakan jawaban kepada siswa lain.
5. Siswa mengumpulkan jawaban ke Google Class Room
Saksikanlah video pementasan teater untuk mengerjakan soal nomor 1 dan nomor 2.
Karya teater yang mengandung sifat-sifat Sebuah karya yang merupakan curahan perasaan
kekinian. Mengandung unsur-unsur baru yang si pengarang yang biasanya kita kenal sebagai
berkaitan dengan perkembangan zaman. seorang sutradara kalau dalam perfilman. Teater
modern ini sering kita temui dalam kehidupan
sehari-hari.(bisa cerita tradisional dibuat modern)
Dialognya sebagian dari naskah, sebagian Kebanyakan dari dialognya sesuai dengan naskah,
improvisasi. Ada beberapa bagian dialog yang namun tetap boleh berimprovisasi. Bagian
harus disesuaikan naskah tetapi ada setengah improvisasi hanya Sebagian kecil dari naskah.
bagian yang improvisasi
Berisi nilai atau pesan dari sutradara yang ingin Berisi kritik sosial yang ada diera sekarang.
disampaikan pada penonton tertargetnya. Apakah Menghadirkan bentuk protes sekaligus
itu nilai sosial budaya, moral, pendidikan, menunjukkan kepedulian terhadap isu sosial,
religius, humanis, dan ekonomi.
b. Menurut anda, pementasan tersebut termasuk ke dalam jenis pementasan teater kontemporer
atau teater modern? Tuliskan alasan dan pembuktiannya secara konkret. (10 poin)
Dalam video pementasan teater tersebut, Teater tersebut termasuk ke dalam contoh Teater
kontemporer. Dalam pertunjukkan rearer ini. Antara karakterisasi tokoh dan peristiwa yang dialaminya,
berbaur dengan komposisi-komposisi artistik yang dibangun dari kebersamaan pemain. Sutradara
dalam teater ini manggunakan gaya pementasan yang sesuai dengan ciri khasnya dan tidak mengikuti
aturan baku teater modern yang mengutamakan isi atau bentuk. Dalam pementasan teater ini gaya
seniman yang ditonjolkan adalah gaya Representasional (Realisme) Gaya ini berusaha menampilkan
kehidupan secara nyata di atas pentas sehingga apa yang disaksikan oleh penonton seolah-olah
bukanlah sebuah pentas teater tetapi potongan cerita kehidupan yang sesungguhnya. Para pemain
beraksi seolah-olah tidak ada penonton yang menyaksikan. Mereka hanya saling berkomunikasi antar
pemain sesuai dengan kehidupan nyata. Tata artistik diusahakan benar-benar menyerupai situasi
sesungguhnya di mana lakon itu berlangsung. Gaya realisme sangat mempesona karena berbeda sekali
dengan gaya presentasional. Para penonton tak jarang ikut hanyut dalam laku cerita sehingga mereka
merasakan bahwa apa yang terjadi di atas pentas adalah kejadian sesungguhnya. Selain itu, Pentas juga
dilakukan di panggung tertutup sehingga penonton dan pemain memiliki jarak dan tidak ada interaksi.
Teater tersebut juga berisi nilai atau pesan dari sutradara yang ingin disampaikan pada penonton
tertargetnya dan tidak ada kritik sosial yang ingin disampaikannya.
2. Sebuah pertunjukkan teater yang bagus, di dalamnya terdapat faktor-faktor penting yang
mendukung keberlangsungannya. Faktor-faktor tersebut biasa di kenal dengan unsur
intrinsik dan ekstrinsik.
a. Tuliskan unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam sebuah pementasan teater. (10 poin)
Unsur Intrinsik
A. Tema
Ide pokok dari sebuah drama yang hendak dipentaskan. Tema ini sendiri bisa disampaikan secara lugas
melalui pementasan drama yang ditampilkan ataupun secara kias melalui perumpamaan-perumpamaan
yang ditampilkan di dalam suatu pementasan drama.
B. Alur
Unsur drama yang berisi rangkaian peristiwa yang hendak ditampilkan dalam suatu drama. Seperti alur
cerita pada prosa umumnya, alur cerita pada drama juga mempunyai beberapa tahapan, yaitu:
Eksposisi, merupakan tahapan awal drama yang berisi pengenalan tokoh dan latar sebuah drama.
Konflik, merupakan tahap munculnya masalah dalam cerita. Konflik biasanya muncul dari
pertentangan antar tokoh, atau si tokoh utama mengalami masalah yang tidak diduga. Dengan
adanya tahap ini, pembaca atau penonton akan mengetahui konflik apa yang akan dialami tokoh
selama cerita berlangsung.
Komplikasi, pada tahap ini tokoh terlibat persoalan yang lebih serius, baik dengan tokoh yang
telah berkonflik sebelumnya, atau dengan orang lain, sehingga konflik semakin menajam.
Masing-masing tokoh makin memperlihatkan keinginan atau tujuan yang hendak dicapai.
Klimaks, merupakan tahapan alur drama yang berisi puncak dari konflik telah dimunculkan di
tahapan-tahapan sebelumnya. Selain itu, tahapan ini juga berisi pemecahan konflik yang
memuncak tersebut secara perlahan
Resolusi, penyelesaian konflik yang mulai muncul di tahap evaluasi kemudian dikembangkan di
dalam tahapan ini
Konklusi, konflik mulai menajam dan permasalahan mulai lebih serius dan kompleks. Pada tahap
ini tokoh terlibat persersoalan yang lebih serius, baik dengan tokoh yang telah berkonfik
sebelumnya, atau dengan orang lain, sehingga konflik semakin menajam. Masing-masing tokoh
makin memperlihatkan keinginan atau tujuan yang hendak dicapai.. (Akhir dari sebuah cerita /
Kesimpulan)
C. Penokohan
Unsur drama yang berisi penggambaran sifat atau watak beberapa tokoh yang ada di dalam sebuah
drama. Watak atau karakter sebuah tokoh dapat digambarkan lewat tindakan tokoh, ucapan tokoh,
pikiran dan perasaan tokoh, atau bisa juga bisa digambarkan lewat penampilan sang tokoh.
D. Latar
Keadaan yang ada di dalam suatu drama. Latar dalam drama sendiri terdiri dari latar tempat, latar waktu,
dan juga latar suasana. Selain itu, latar sosial seperti hubungan tokoh dengan sekitarnya juga termasuk
ke dalam latar dalam sebuah drama.
E. Amanat
Unsur yang berisi pesan yang hendak disampaikan di dalam sebuah drama yang ditampilkan. Pesan
yang biasanya disampaikan lewat drama bisa berupa pesan dari nilai-nilai agama, sosial, budaya, atau
bisa juga berupa kritik atas fenomena sosial dan politik yang tengah marak terjadi.
Unsur Ekstrinsik
Unsur ini merupakan unsur yang ada di luar drama yang memengaruhi terbentuknya sebuah drama. Seperi
halnya unsur intrinsik,unsur ekstrinsik pun terbagi lagi ke dalam beberapa unsur, yaitu:
A. Unsur Sosial Budaya
Nilai yang berkaitan dengan norma yang ada dalam masyarakat. Nilai sosial budaya ini berhubungan
dengan nilai peradaban kita sebagai manusia. Karena budaya mempunyai pikiran, akal budi, adat
istiadat, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah, dan sesuatu mengenai kebudayaan
yang sudah berkembang, maju, maka nilai-nilainya pun berkembang sesuai dengan masalah yang terjadi
pada manusia.
B. Unsur Moral
Nilai yang berkaitan dengan akhlak/budi pekerti/baik atau buruk tingkah laku.
C. Unsur Religius
Nilai yang berkaitan dengan tuntutan beragama atau suatu ajaran agama.
D. Unsur Ekonomi
Nilai yang berkaitan dengan status sosial, tingkat perekonomian.
E. Unsur Pendidikan
Nilai yang berkaitan dengan intelektual manusia, baik dalam pemecahan masalah maupun wawasan atau
pengetahuan tentang sesuatu.
b. Berdasarkan video yang tersedia, sebutkan unsur intrinsik dan ekstrinsiknya! Sertakan dengan
pembuktiannya (15 poin)
Unsur Intrinsik
Konflik : Mulai muncul konflik yang ada diantara tokoh. krisis identitas seorang anak laki-laki
yang kehilangan silsilah, asal muasal, dan jatidirinya akibat ketidakutuhan sebuah keluarga.
Anak yang tumbuh tanpa suara, kecuali suara pertengkaran kedua orangtuanya.
Klimaks : Puncak Konflik , Anak kehilangan figur seorang Bapak. Ia kehilangan pegangan,
tanpa tahu seperti apa sosok Bapak seharusnya. Siapakah Bapak? Mengapa, Bapak?
Resolusi : Konflik mereda. Sejak perceraian itu, mereka saling berjauhan. Ibu terus menanti,
sedangkan Bapak pergi dan enggan kembali. Anak itu begitu merindukan rumah, namun
rumah seperti tak merindukannya.
Konklusi : Kesimpulan. Kesendirian adalah kehilangan. Masa lalu abadi dalam dirinya.
Penokohan
o Abi ML – Lelaki : Menyendiri. Karena kehilangan arah akibat pertengkaran kedua orang
tuanya
Kiasatina – Ibu : Pemarah dan pendendam tidak mampu menyelesaikan konflik dengan kepala dingin.
o Endry "O" – Bapak : Pemarah dan Pendendam tidak mampu menyelesaikan konflik dengan
kepala dingin.
o Shasa Besoes – Perempuan. Menyendiri. Karena kehilangan arah akibat pertengkaran kedua
orang tuanya
o Rana Besoes, Delly Emilda, Ayun Amr, Firly Andini - Koor Perempuan. Baik hati karena
mendukung tokoh lelaki.
o Jalu, Apit, Ojil FA, RakaS, Digul, Abuck - Koor Lelaki. Baik hati karena mendukung tokoh
lelaki. Joko, Bintang, Uje, & Abu – Anak Baik hati karena mendukung tokoh lelaki.
Latar
Tempat : Panggung untuk pertunjukan dimaksudkan berbentuk arena. Panggung prosenium
dijadikan tempat duduk penonton. Dibagian belakang panggung arena ada sebuah bentuk box besar
yang dibungkus kain putih. Di atasnya seorang pemain memegang payung, duduk bersila. Yang
lain bergelantungan. Di bagian langit-langit panggung ada sebuah tangga bambu. Di lantai panggung
arena, beberapa pemain wanita, berkostum sama dengan kostum bernuansa warna merah, berpayung
merah, membentuk formasi simetris dan seimbang. Hal menonjol dari pertunjukan teater ini, adegan
demi adegan mengalir dinamis dalam berbagai komposisi-komposisi panggung yang menarik untuk
ditonton.
Amanat
Janganlah bersedih akibat ketidaksempurnaan dalam keluargamu. Tetap semangat dalam menjalani
hari walaupun itu terasa berat
Unsur Ektrinsik
o Nilai Sosial Budaya : Membantu orang lain. Dari beberapa tokoh yang membantu mendukung
dan menenangkan tokoh lelaki
o Nilai Moral : Menghormati orang tua. Walaupun bertengkar tokoh lelaki tetap menghormati
orang tua
o Nilai Religius : Berdoa kepada Tuhan. Tokoh lelaki berserah kepada Tuhan walau terjadi
pertengkaran hebat diantara kedua orang tuanya
o Nilai Ekonomi : Tidak ada karena tidak ada pembelian yang ada
Piknik
Cerpen Agus Noor
Para pelancong mengunjungi kota kami untuk menyaksikan kepedihan. Mereka datang
untuk menonton kota kami yang hancur. Kemunculan para pelancong itu membuat kesibukan
tersendiri di kota kami. Biasanya kami duduk-duduk di gerbang kota menandangi para pelancong
yang selalu muncul berombongan mengendarai kuda, keledai, unta, atau permadani terbang dan
juga kuda sembrani. Mereka datang dari segala penjuru dunia. Dari negeri-negeri jauh yang
gemerlapan.
Di bawah langit senja yang kemerahan kedatangan mereka selalu terlihat bagaikan siluet
iring- iringan kafilah melintasi gurun perbatasan, membawa bermacam perbekalan
piknik. Berkarung- karung gandum yang diangkut gerobak pedati, daging asap yang
digantungkan di punuk unta terlihat bergoyang-goyang, roti kering yang disimpan dalam kaleng,
botol-botol cuka dan saus, biskuit dan telor asin, rendang dalam rantang—juga berdus-dus mi
instan yang kadang mereka bagikan pada kami.
Penampilan para pelancong yang selalu riang membuat kami sedikit merasa terhibur.
Kami menduga, para pelancong itu sepertinya telah bosan dengan hidup mereka yang sudah
terlampau bahagia. Hidup yang selalu dipenuhi kebahagiaan ternyata bisa membosankan juga.
Mungkin para pelancong itu tak tahu lagi bagaimana caranya menikmati hidup yang nyaman
tenteram tanpa kecemasan di tempat asal mereka. Karena itulah mereka ramai-ramai piknik
ke kota kami: menyaksikan bagaimana perlahan-lahan kota kami menjadi debu. Kami
menyukai cara mereka tertawa, saat mereka begitu gembira membangun tenda-tenda dan
mengeluarkan perbekalan, lalu berfoto ramai-ramai di antara reruntuhan puing-puing kota kami.
Kami seperti menyaksikan rombongan sirkus yang datang untuk menghibur kami.
Kadang mereka mengajak kami berfoto. Dan kami harus tampak menyedihkan dalam
foto-foto mereka. Karena memang untuk itulah mereka mengajak kami berfoto bersama.
Mereka tak suka bila kami terlihat tak menderita. Mereka menyukai wajah kami yang keruh
dengan kesedihan. Mata kami yang murung dan sayu. Sementara mereka sembari berdiri dengan
latar belakang puing-puing reruntuhan kota— berpose penuh gaya tersenyum saling peluk atau
merentangkan tangan lebar-lebar. Mereka segera mencetak foto-foto itu, dan mengirimkannya
dengan merpati- merpati pos ke alamat kerabat mereka yang belum sempat mengunjungi kota
kami.
Belakangan kami pun tahu, kalau foto-foto itu kemudian dibuat kartu pos dan
diperjualbelikan hingga ke negeri-negeri dongeng terjauh yang ada di balik pelangi. Pada
kartu pos yang dikirimkannya itu, para pelancong yang sudah mengunjungi kota kami selalu
menuliskan kalimat-kalimat penuh ketakjuban yang menyatakan betapa terpesonanya mereka
saat menyaksikan kota kami perlahan-lahan runtuh dan lenyap. Mereka begitu gembira
ketika melihat tanah yang tiba-tiba bergetar. Bagai ada naga menggeliat di ceruk bumi—atau
seperti ketika kau merasakan kereta bawah tanah melintas menggemuruh di bawah kakimu.
Betapa menggetarkan melihat pohon- pohon bertumbangan dan rumah-rumah rubuh menjadi
abu. Membuat hidup para pelancong yang selalu bahagia itu menjadi lengkap, karena bisa
menyaksikan segala sesuatu sirna begitu saja.
Bagi para pelancong itu, kota kami adalah kota paling menakjubkan yang pernah mereka
saksikan. Mereka telah berkelana ke sudut-sudut dunia, menyaksikan beragam keajaiban di tiap
kota. Mereka telah menyaksikan menara-menara gantung yang dibuat dari balok-balok es abadi,
candi-candi megah yang disusun serupa tiara; menyaksikan seekor ayam emas bertengger di atas
katedral tua sebuah kota yang selalu berkokok setiap pagi. Mereka juga telah melihat kota
dengan kanal-kanal yang dialiri cahaya kebiru-biruan. Kepada kami para pelancong itu juga
bercerita perihal kota kuno yang berdiri di atas danau bening, dengan rumah-rumah yang
beranda- berandanya saling bertumpukan, dan jalan-jalannya yang menyusur dinding-dinding
menghadap air, hingga menyerupai kota yang dibangun di atas cermin; kota dengan jalan layang
menyerupai jejalin benang laba-laba; sebuah kota yang menyerupai benteng di ujung sebuah
teluk, dengan jendela-jendela dan pintu-pintu yang selalu tertutup menyerupai gelapanggur dan
hanya bisa dilihat ketika senja kala. Bahkan mereka bersumpah telah mendatangi kota yang
hanya bisa ditemui dalam imajinasi seorang penyair. Tapi kota kami, menurut mereka, adalah
kota paling ajaib yang pernah mereka kunjungi.
Para pelancong menyukai kota kami karena kota kami dibangun untuk menanti keruntuhan.
Banyak kota dibangun dengan gagasan untuk sebuah keabadian, tetapi tidak dengan kota kami.
Kota kami berdiri di atas lempengan bumi yang selalu bergeser. Kau bisa membayangkan
gerumbul awan yang selalu bergerak dan bertabrakan, seperti itulah tanah di mana kota kami
berdiri. Membuat semua bangunan di kota kami jadi terlihat selalu berubah letaknya. Barisan
pepohonan seakan berjalan pelan. Lorong-lorong, jalanan, dan sungai selalu meliuk-liuk. Dan
ketika sewaktu-waktu tanah terguncang, bangunan dan pepohonan di kota kami saling
bertubrukan, rubuh dan runtuh menjadi debu serupa istana pasir yang sering kau buat di pinggir
pantai ketika kau berlibur menikmati laut.
Rupanya itulah pemandangan paling menakjubkan yang membuat para pelancong itu
terpesona. Para pelancong itu segera menghambur berlarian menuju bagian kota kami
yang runtuh, begitu mendengar kabar ada bagian kota kami yang tergoncang porak- poranda.
Dengan handycam mereka merekam detik-detik keruntuhan itu. Mereka terpesona mendengar
jerit ketakutan orang- orang yang berlarian menyelamatkan diri, gemeretak tembok-
tembok retak, suara menggemuruh yang merayap dalam tanah. Itulah detik-detik paling
menakjubkan bagi para pelancong yang berkunjung ke kota kami; seolah semua itu atraksi paling
spektakuler yang beruntung bisa mereka saksikan dalam hidup mereka yang terlampau bahagia.
Lalu mereka memotret mayat- mayat yang tertimbun balok-balok dan batu bata. Mengais
reruntuhan untuk menemukan barang- barang berharga yang bisa mereka simpan sebagai
kenangan.
Saat malam tiba, dan bintang- bintang terasa lebih jauh di langit hitam, para pelancong itu
bergerombol berdiang di seputar api unggun sembari berbagi cerita. Memetik kecapi dan
bernyanyi. Atau rebahan di dalam tenda sembari memainkan harmonika. Dari kejauhan kami
menyaksikan mereka, merasa sedikit terhibur dan tak terlalu merasa kesepian. Bagaimanapun
kami mesti berterima kasih karena para pelancong itu mau berkunjung ke kota kami. Mereka
membuat kami semakin mencintai kota kami. Membuat kami tak hendak pergi mengungsi dari
kota kami. Karena bila para pelancong itu menganggap kota kami adalah kota yang penuh
keajaiban, kenapa kami mesti menganggap apa yang terjadi di kota kami ini sebagai malapetaka
atau bencana?
Seperti yang sering dikatakan para pelancong itu pada kami, setiap kota memang memiliki
jiwa. Itulah yang membuat setiap kota tumbuh dengan keunikannya sendiri- sendiri.
Membuat setiap kota memiliki kisahnya sendiri-sendiri. Keajaiban tersendiri. Setiap kota terdiri
dari gedung- gedung, sungai-sungai, kabut dan cahaya serta jiwa para penghuninya; yang
mencintai dan mau menerima kota itu menjadi bagian dirinya. Kami sering mendengar kota-kota
yang lenyap dari peradaban, runtuh tertimbun waktu. Semua itu terjadi bukan karena semata-
mata seluruh bangunan kota itu hancur, tetapi lebih karena kota itu tak lagi hidup dalam jiwa
penghuninya. Kami tak ingin kota kami lenyap, meski sebagian demi sebagian dari kota kami
perlahan- lahan runtuh menjadi debu. Karena itulah kami selalu membangun kembali bagian-
bagian kota kami yang runtuh. Kami mendirikan kembali rumah-rumah, jembatan, sekolah,
tower dan menara, rumah sakit-rumah sakit, menanam kembali pohon- pohon, hingga di bekas
reruntuhan itu
kembali berdiri bagian kota kami yang hancur. Kota kami bagaikan selalu muncul kembali dari
reruntuhan, seperti burung phoenix yang hidup kembali dari tumpukan abu tubuhnya.
Kesibukan kami membangun kembali bagian kota yang runtuh menjadi tontonan juga
bagi para pelancong itu. Sembari menaiki pedati, para pelancong itu berkeliling kota
menyaksikan kami yang tengah sibuk menata reruntuhan. Mereka tersenyum dan melambai ke
arah kami, seakan dengan begitu mereka telah menunjukkan simpati pada kami. Sesekali para
pelancong itu berhenti, membagikan sekerat biskuit, sepotong dendeng, sebotol minuman, atau
sesendok madu, kemudian kembali pergi untuk melihat-lihat bagian lain kota kami yang masih
bergerak bertabrakan dan hancur. Kemudian para pelancong itu pergi dengan bermacam cerita
ajaib yang akan mereka kisahkan pada kebarat dan kenalan mereka yang belum sempat
mengunjungi kota kami. Mereka akan bercerita bagaimana sebuah kota perlahan- lahan hancur
dan tumbuh kembali. Sebuah kota yang akan mengingatkanmu pada yang rapuh, sementara, dan
fana. Sebuah kota yang membuat para pelancong berdatangan ingin menyaksikannya.
Bila kau merencanakan liburan akhir pekan dan kau sudah bosan piknik ke kota-kota
besar dunia yang megah dan gemerlap—ada baiknya kau berkunjung ke kota kami.
Jangan lupa membawa kamera untuk mengabadikan penderitaan kami. Mungkin itu bisa
membuatmu sedikit terhibur dan gembira. Berwisatalah ke kota kami. Jangan khawatir, kami
pasti akan menyambut kedatanganmu dengan kalungan bunga-air mata…
Sinopsis Piknik
Cerpen : Agus Noor
Para pelancong mengunjungi kota kami untuk menyaksikan kepedihan. Mereka datang untuk
menonton kota kami yang hancur. Kemunculan para pelancong itu membuat kesibukan tersendiri di
kota kami. Biasanya kami duduk-duduk di gerbang kota menandangi para pelancong yang selalu
muncul berombongan mengendarai kuda, keledai, unta, atau permadani terbang dan juga kuda
sembrani. Mereka datang dari segala penjuru dunia. Dari negeri-negeri jauh yang gemerlapan.
Di bawah langit senja yang kemerahan kedatangan mereka selalu terlihat bagaikan siluet iring-
iringan kafilah melintasi gurun perbatasan, membawa bermacam perbekalan piknik. Berkarung-
karung gandum yang diangkut gerobak pedati, daging asap yang digantungkan di punuk unta terlihat
bergoyang-goyang, roti kering yang disimpan dalam kaleng, botol-botol cuka dan saus, biskuit dan
telor asin, rendang dalam rantang—juga berdus-dus mi instan yang kadang mereka bagikan pada
kami.
Membuat hidup para pelancong yang selalu bahagia itu menjadi lengkap, karena bisa
menyaksikan segala sesuatu sirna begitu saja. Bagi para pelancong itu, kota kami adalah kota paling
menakjubkan yang pernah mereka saksikan. Mereka telah berkelana ke sudut-sudut dunia,
menyaksikan beragam keajaiban di tiap kota. Mereka telah menyaksikan menara-menara gantung
yang dibuat dari balok-balok es abadi, candi-candi megah yang disusun serupa tiara; menyaksikan
seekor ayam emas bertengger di atas katedral tua sebuah kota yang selalu berkokok setiap pagi.
Karena bila para pelancong itu menganggap kota kami adalah kota yang penuh keajaiban, kenapa
kami mesti menganggap apa yang terjadi di kota kami ini sebagai malapetaka atau bencana?
Seperti yang sering dikatakan para pelancong itu pada kami, setiap kota memang memiliki
jiwa. Itulah yang membuat setiap kota tumbuh dengan keunikannya sendiri- sendiri. Membuat setiap
kota memiliki kisahnya sendiri-sendiri. Setiap kota memiliki keajaiban tersendiri. Setiap kota terdiri
dari gedung- gedung, sungai-sungai, kabut dan cahaya serta jiwa para penghuninya; yang mencintai
dan mau menerima kota itu menjadi bagian dirinya. Kami sering mendengar kota-kota yang lenyap
dari peradaban, runtuh tertimbun waktu.
4. Berdasarkan sinopsis yang telah kalian buat tersebut, silahkan aplikasikan ke dalam
sebuah naskah teater dengan mengacu ke beberapa ketentuan dibawah ini : (25 poin)
o Terdiri dari 3 babak
o Minimal 5 halaman
o Sertakan petunjuk laku didalamnya
o Font Calibri, 12
o Spacing 1,5
o Dicantumkan nomor halamannya
Piknik
BABAK 1
Para pelancong mengunjungi kota kami untuk menyaksikan kepedihan. Mereka datang untuk
menonton kota kami yang hancur. Kemunculan para pelancong itu membuat kesibukan
tersendiri di kota kami.
Becca : Gais akhirnya kita sampai nih di tempat tujuan kita. (menarik penat bernafas lega)
Nindy : Iya nih bec. Akhirnya kita sampai setelah menempuh perjalanan lama.
Faiz : Ini tempat apa sih sebenernya. Kok kotanya hancur? (melihat sekeliling)
Audrey : Iya nih tempat apaan ya? Kok bisa-bisanya si Clava mengajak kita kesini.
Clava : Jadi gais ini tempat bekas bekas bencana gempa bumi. Baru kemarin beberapa hari yang
lalu.
Becca : Kita mau ngapain kesini? Kita mau bantu mereka? Gapunya duit gue.
Clava : Hahaha… gue juga gamau bantu kok. Gua ajak kalian kesini biar kita buat foto-foto. Bikin
tiktok. Bikin boomerang. Soalnya tempatnya aesthetic gitu. Nih liat deh. (memperlihatkan
ponselnya yang berisi video tiktok)
Hamdzah : Heh gaboleh gitu. Masa kita seneng-seneng di atas penderitaan orang. Nanti kita
kena karma loh.
Faiz : Iya gabaik tau. Bukannya kita bantu. Malah kita asyik foto-foto.
Clava : Biarin aja lah lumayan nih buat followers gua nambah. (masih menunjukkan ponselnya)
Hamdzah : Yaudah kita ikut. Tapi kalo kenapa-napa ga tanggung jawab ya.
Faiz : Yaudah kalian duluan gih. Gua nyusul mau ke toilet dulu.
Hamdzah : Iya jadi kaya ada kesan human interest gitu kalo difoto. Ayo sini ada yang mau difoto?
(mengeluarkan kamera dan mengabadikan setiap momennya)
Becca : Aku mau difoto dong ama Faiz. Tapi si Faiz kemana ya? Lama banget ke toiletnya.
BABAK 2
Di bawah langit senja yang kemerahan kedatangan mereka selalu terlihat bagaikan siluet iring- iringan
kafilah melintasi gurun perbatasan, membawa bermacam perbekalan piknik. Berkarung- karung gandum
yang diangkut gerobak pedati, daging asap yang digantungkan di punuk unta terlihat bergoyang-goyang,
roti kering yang disimpan dalam kaleng, botol-botol cuka dan saus, biskuit dan telor asin, rendang dalam
rantang—juga berdus-dus mi instan yang kadang mereka bagikan pada kami.
Becca : Masih pada asyik foto-foto aja nih udah mau malem nih makan yuk.
Faiz : Sembari Nindy menyiapkan makan untuk kita. Hamdzah dan Audrey bantuin gue bikin tenda yuk.
Clava : Oke
Becca : Cuci tangan dulu gais. Kan kita harus menerapkan 3M di masa pandemi ini.
Faiz : Makanannya enak nih buatan siapa? (menyantap makanan yang terlihat lezat)
Becca : Yeh
Clava : Iya nih. Kalo kita simpen sampe besok gimana? Masih tahan ga ya?
Hamdzah : Yaudah mending kita kasih aja ke mereka. Sepertinya mereka butuh.
Becca : Ih gamau ah
Faiz : Gabole gitu kamu bec. Kita harus murah hati ke semua orang. Harus baik.
Becca : Tapi kan.
Clava : Yaudahlah kita bagiin ke mereka aja daripada ga kemakan mubazir juga kan.
Nindy : Ini Pak ada sebagian rezeki dari kami. (sembari memberikan beberapa mie instan)
Faiz : Teman-teman gimana kalo kita berpencar aja biar cepet membagikannya. Becca kamu ama aku
mau?
Babak 3
Ketika membagikan makanan ke penduduk. Hal itu membuat hidup para pelancong yang selalu bahagia
itu menjadi lengkap, karena bisa menyaksikan segala sesuatu sirna begitu saja. Bagi para pelancong itu,
kota kami adalah kota paling menakjubkan yang pernah mereka saksikan. Mereka telah berkelana ke
sudut-sudut dunia, menyaksikan beragam keajaiban di tiap kota. Mereka telah menyaksikan menara-
menara gantung yang dibuat dari balok-balok es abadi, candi-candi megah yang disusun serupa tiara;
menyaksikan seekor ayam emas bertengger di atas katedral tua sebuah kota yang selalu berkokok setiap
pagi. Karena bila para pelancong itu menganggap kota kami adalah kota yang penuh keajaiban, kenapa
kami mesti menganggap apa yang terjadi di kota kami ini sebagai malapetaka atau bencana?
Hamdzah : Ibu mohon izin. Boleh tidak jika kami mengabadikan moment dengan ibu. (mengeluarkan
kamera)
Ibu Mariska : Kamu kenapa mau untuk berlibur kesini? Padahal ini kan tempat gempa dan masih belum
aman.
Nindy : Gapapa Bu, kami diajak oleh teman kami. Sekalian kami ingin menolong.
Hamdzah : Menurut kami, kota-kota indah,megah, itu tidak cukup untuk kebahagiaan kami. Dengan
kami memberi Sebagian yang kami miliki. Itu membuat kami Bahagia.
Ibu Mariska : Sungguh mulia hatimu, Nak. Ibu doakan yang terbaik buat kalian.
Ibu Mariska : Iya sama-sama. Kalian hati-hati di jalan ya kalo mau pulang.
Seperti yang sering dikatakan para pelancong itu pada kami, setiap kota memang memiliki jiwa.
Itulah yang membuat setiap kota tumbuh dengan keunikannya sendiri- sendiri. Membuat setiap kota
memiliki kisahnya sendiri-sendiri. Setiap kota memiliki keajaiban tersendiri. Setiap kota terdiri dari
gedung- gedung, sungai-sungai, kabut dan cahaya serta jiwa para penghuninya; yang mencintai dan
mau menerima kota itu menjadi bagian dirinya. Kami sering mendengar kota-kota yang lenyap dari
peradaban, runtuh tertimbun waktu