Anda di halaman 1dari 36

Metropolitan deconcentration

Delik Hudalah
Institut Teknologi Bandung
d.hudalah@itb.ac.id
Deconcentration (1)
• (Intra-metropolitan) deconcentration = the process through which a
metropolitan area – still recognizable as a city – evolves into an
urbanized region
• a massive dispersal of population and employment toward the
suburbs
• a decline in the urbanization share of the metropolitan core and a
corresponding rise in share on the part of the suburbs.
• Types of intra-metropolitan deconcentration
• Population deconcentration
• Employment deconcentration
• Business services deconcetration
• Manufacturing deconcentration
Argumen dekonsentrasi perkotaan
• Teori konvensional (neoklasik)
• Teknologi peralatan rumah tangga: pengurangan ketergantungan
terhadap pusat kota
• Teknologi transportasi: penurunan biaya ulang-alik
• Teknologi informasi dan komunikasi: penurunan kebutuhan tatap
muka langsung
• Teori kritis (Marxis, institusional)
• Konflik antar kelas: segregasi sosio-spasial
• Kontrol sosial: segregasi tempat tinggal – tempat kerja
• Akumulasi modal: spatial fix (ekspansi ruang usaha)
• Fragmentasi: otonomi local (pemekaran wilayah)
Deconcentration (2)
• Resulting metropolitan spatial structure
• The centrist perspective
• Agglomeration economies and face-to-face contacts remain key
factors in location decisions
• Firms tend to locate close to one another
• A limited number of suburban centers, “new towns”, “edge cities”,
industrial park
• Polycentric metropolitan structure
• The decentrist perspective
• Automobile technology, the telecommunication revolution, and
globalization have increased individual mobility
• There are no longer any distinct advantages for firms to be located
within close proximity of each other
• A great number of small, scattered population/employment
“pockets”, “edgeless cities”
• Chaotic (sprawling) metropolitan structure
Edge City (Garreau, 1991)
• Edge city: pengumpulan pusat usaha, belanja dan hiburan di
luar pusat kota lama yang sebelumnya berfungsi sebagai
kawasan perumahan atau perdesaan
• Kriteria edge city:
1.Memiliki luasan ruang perkantoran yang setara dengan
standar pusat kota yang baik
2.Memiliki jumlah pertokoan setara shopping mall skala sub-
wilayah kota
3.Jumlah penduduk yang meningkat di pagi hari dan menurun
di malam hari (jumlah pekerjaan lebih banyak daripada
jumlah rumah)
4.Tempat tujuan akhir perjalanan harian (melayani semua
kebutuhan hiburan, perbelanjaan, rekreasi dst)
5.Berumur kurang dari 30 tahun (kota baru)
Edge city
Kota Baru
• “Kota baru”: proyek
perumahan berskala besar (di
atas 500 hektar) yang
dilengkapi dengan berbagai
fasilitas perkotaan
(perbelanjaan, sekolah,
hiburan, rekreasi)
• Kota baru mandiri: kota baru
yang dilengkapi pusat-pusat
pekerjaan (perkantoran,
industri)
Kawasan industri
• Kawasan industri: tempat pengumpulan kegiatan industri
yang dilengkapi infrastruktur dan fasilitas penunjangnya
dan dikelola oleh suatu perusahaan

(Hudalah et al, 2013)


Sprawling city region
 Perkembangan acak, berkepadatan rendah keluar CBD
 Edgeless cities: tempat-tempat pekerjaan baru menyebar di luar
CBD tanpa membentuk konsentrasi/ sub pusat baru
Edgeless City (Lang, 2003)
• Edgeless cities terdiri dari kawasan perkantoran
yang terletak di luar pusat kota yang menyebar
secara acak, tidak teratur, tanpa ujung/ batas
fisik yang jelas.
Edgeless city
• Tampak sebagai bangunan-bangunan yang terisolasi yang
tidak ramah pejalan kaki, sulit dijangkau transportasi
umum, dan bukan kawasan campuran
• Edgeless city biasanya ditemukan di luar kawasan
perkotaan dengan harga lahan yang rendah dan
peraturan zonasi yang longgar
Population deconcentration

14000000

12000000

10000000

8000000 Jakarta
Jiwa

Botabek
6000000

4000000
(Rustiadi 2007)

2000000

0
1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005
Tahun
Manufacturing deconcentration:
land supply
Manufacturing deconcentration:
employment
Employment Growth
Metropolitan zone 1995 2010 Absolute %
CBD (Jakarta) 376,386 321,270 -55,116 -15
Inner-suburbs
1st ring 278,354 256,451 -21,903 -8
2nd ring 323,072 446,199 123,127 38
Outer-suburbs 78,587 203,789 125,202 159
Total (Greater Jakarta) 1,056,399 1,227,709 171,310 16
Manufacturing deconcentration:
urban form
Employment Growth
Spatial form 1995 2010 Absolute %
Planned concentration
(compact) 298,749 496,672 197,923 66
Unplanned
concentration
(sprawling) 375,982 351,633 -24,349 -6
Non-concentration
(chaotic) 381,668 379,404 -2,264 -1
Total (Greater Jakarta) 1,056,399 1,227,709 171,310 16
LQ (specialisation index) 2010
Cikupa-
Industry Cilegon Cikande Balaraja Karawang Cikarang CBD
Wood 7,99 0,00 1,95 0,05 0,57 0,85
Energy 15,30* 0,81 0,52 1,71 0,46 0,74
Chemicals 6,07 0,58 0,66 0,12 1,07 1,13
Metals 3,68 0,73 1,17 0,99 1,21 0,50
Leather 0,02 6,27 2,30 0,10 0,32 0,10
Textile 0,00 1,36 1,68 1,35 0,90 0,55
Paper 0,00 0,00 1,11 2,57 1,46 0,23
Mining 0,56 0,37 1,62 0,61 1,31 0,52
Rubber and Plastics 0,24 0,26 0,94 1,53 1,33 0,72
Machinery 0,77 0,08 0,81 2,12 1,70 0,20
Electronics 0,00 0,12 0,04 3,49 2,01 0,01
Automotive 0,00 0,03 0,40 0,90 1,11 1,60
Foods 2,80 1,22 0,95 0,35 0,67 1,42
Clothing 0,00 0,17 0,76 0,08 0,18 2,63
Publishing 0,00 0,16 0,59 0,00 0,68 2,19
Retail deconcentration
Shopping center: land area

Hectare

> 10

4 – 10

1.5 – 4

0.5 – 1.5

< 1.5
Shopping center: specialization
Peran pemerintah/
perencanaan
• Urban containment
• Compact city
• New urbanism
• Dekonsentrasi planologis
• Pengelolaan kawasan metropolitan
Urban Contaiment
• Urban containment adalah kebijakan tata ruang yang dirancang untuk
• membatasi pengembangan lahan di luar batas kawasan perkotaan yang
telah didefinisikan
• Mendorong infill development and redevelopment di dalam lingkup batas
kawasan perkotaan
• Tujuan Umum:
•Melestarikan barang publik seperti air, udara, dan lainnya
•Meminimalisir eksternalitas negatif pembangunan
•Meminimalisir biaya penyediaan layanan publik
•Memaksimalkan keadilan sosial (pemerataan pembangunan)
Meningkatkan kualitas hidup
• Hal tersebut dapat dicapai dengan cara mengkombinasikan investasi
infrastruktur publik, rencana tata ruang, dan pengembangan dan
penyebaran insentif dan disinsentif untuk mempengaruhi tingkat, waktu,
intensitas, dan lokasi pertumbuhan kota
Compact City
• Compact city dirancang untuk
lebih efisien dalam menggunakan
sumberdaya infrastruktur, energi,
dan mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi, mendorong
penggunaan kendaraan umum,
kendaraan non-polutif dan
berjalan kaki karena dekatnya
jarak antara permukiman dengan
kegiatan lainnya (toko, tempat
kerja, dan lainnya).
• Compact city dikenal juga sebagai
transit-oriented development
(TOD).
Compact City
Karakteristik:
1. Kepadatan permukiman yang tinggi
2. Guna lahan campuran
3. Memiliki batas yang jelas
4. Interaksi sosial dan ekonomi yang tinggi
5. Transportasi multimoda
6. Aksesibilitas yang tinggi
7. Konektivitas jalan yang tinggi (baik untuk pejalan kaki dan sepeda)
8. Rasio ruang terbuka yang rendah
Prasyarat
1. Pengendalian terpusat dalam perencanaan pengembangan lahan
2. Pemerintah memiliki kapasitas keuangan yang cukup untuk
membiayai infrastruktur kota
Rogers, R. G., & Gumuchdjian, P., 1998
New Urbanism

• New Urbanisme adalah gerakan dari arsitek dan perencana yang


mengusulkan strategi berbasiskan desain yang berlandaskan akan
bentuk-bentuk tradisional dari ruang kota untuk mengurangi
pembangunan secara acak di wilayah pinggiran
• Hal-hal yang dipromosikan berorientasi pada suasana yang ramah
lingkungan dan menumbuhkan nilai komunitas, serta prinsip-
prinsip ekologis
• Prinsip ini percaya bahwa permasalahan perkotaan seperti
kemacetan dan polusi dapat diselesaikan dengan mendorong
masyarakat untuk mengendarai sepeda, berjalanan kaki atau
dengan menggunakan kendaraan umum
Dekonsentrasi Planologis
• Dekonsentrasi Planologis ialah
upaya dalam mengembangkan
kota-kota kecil dan menengah
dengan penyebaran
/pembangunan fungsi inti kota
besar ke arah luar dengan
harapan kota-kota tersebut bisa
lebih berkembang dan mandiri
dan tidak selalu bergantung pada
kota inti/kota besar (primate city)
• Misalnya memindahkan fungsi
penting kota ke arah luar kota inti https://4.bp.blogspot.com
seperti membangun kampus,
industri, pusat pelayanan, dll di
daerah luaran kota besar yakni di
kota kecil dan menengah agar
mengurangi beban kota inti atau
kota besar (primate city).
Typology of metropolitan governance
(Institutionalist approaches)

Rational Choice Historical Sociological


Comparison (calculus) (structural) (cultural)
Typical form of Rule, incentive Structure; routine, myth, ritual,
Institution framework; ceremony
procedure
Role of institution Instrumental; to Normative; to Symbolic; to shape
structure actors’ constrain actors’ actors’ identities
preferences interests
Performance efficiency; technical Societal order; social legitimacy;
indicator functionality political stability appropriateness
Institutional Intended, active, Unintended, passive, Socially constructed,
dynamics holistic incremental transformative,
emerging
Institutional practice Bargaining, Power exercise, Communication,
negotiation coercion collaboration, mutual
Hudalah, D., Firman, T., & Woltjer, J. (2014) sharing
Cultural cooperation, institution building, and
Analytical approach Transaction cost Historical analysis; structuration/
metropolitan governance in decentralizing
Indonesia. International Journal of Urban and comparative analysis institutionalization
Regional Research 38 (6), pp. 2217-2234. Metropolitan Voluntary inter- Consolidation, Joint secretariat,
http://dx.doi.org/10.1111/1468-2427.12096 governance local government metropolitan inter-government
cooperation government collaboration
Typology of metropolitan governance
(rational choice approach)

Feiock, RC. (2009) Metropolitan Governance and Institutional Collective


Action. Urban Affairs Review 44: 356-377.
32
Struktur administrasi kawasan
metropolitan
• Tidak terstruktur
• Struktur terpusat (unified structure)
• Struktur bertingkat (tiered structure)

Laquian, A.A. (2005a) Beyond metropolis: the planning and governance of Asia’s mega-urban regions. Woodrow Wilson
Center Press and The Johns Hopkins University Press, Washington, DC.
Tidak terstruktur

• Kewenangan pada para pemerintah


daerah di dalam kawasan
metropolitan
• Keuntungan: “dekat” dengan
masyarakat
• Kerugian: pelayanan perkotaan tidak
efisien
• Contoh: AS
Terpusat (unified structure)

• Kewenangan pada pemerintah wilayah/ kawasan metropolitan


• Keuntungan: pelayanan perkotaan lebih efisien
• Kerugian: “menjauhi” aspirasi masyarakat
• Contoh: Tokyo Metropolitan Government, Cina
• Pertanyaan: bisakah diterapkan di Indonesia?
Berjenjang (Tiered structure)

• Pembagian kewenangan antara


pemerintah daerah dan lembaga
metropolitan
• Keuntungan: optimasi skala
pelayanan vs. aspirasi
• Kerugian: kelembagaan lebih rumit
• Contoh: Dakka (Rajuk), Manila
(MMDA)
Pustaka utama
• Audirac, I., & Fitzgerald, J. (2003). Information technology (IT) and urban
form: An annotated bibliography of the urban deconcentration and economic
restructuring literatures. Journal of Planning Literature, 17(4), 480-511.
• Gottdiener, M. (1983). Understanding metropolitan deconcentration: A clash
of paradigms. Social Science Quarterly, 64(2), 227.
• Hudalah, D., Viantari, D., Firman, T., & Woltjer, J. (2013) Industrial land
development and manufacturing deconcentration in Greater Jakarta. Urban
Geography 34 (7), pp. 950-971.
• Hudalah, D., Firman, T., & Woltjer, J. (2014) Cultural cooperation, institution
building, and metropolitan governance in decentralizing
Indonesia. International Journal of Urban and Regional Research 38 (6), pp.
2217-2234.

Anda mungkin juga menyukai