Anda di halaman 1dari 7

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by E-Journal UPN "Veteran" Jatim (Universitas Pembangunan Nasional)

OPTIMASI PEMANFAATAN ENERGI AMPAS DI PABRIK GULA


(BAGASSE ENERGY OPTIMATION AT SUGAR CANE PLANT)

Muhammad Saechu
PUSAT PENELITIAN PERKEBUNAN GULA INDONESIA
Jln. Pahlawan 25 Pasuruan 67126; Telp. (0343) 421086 (Hunting System)
Fax: (0343) 421178; E-mail: isri@telkom.net

Abstract
Availibility of world fossil energi will continue scarce and progressively costly. The situation will
affect to sugar production cost, specially at SF which still insuffiency of bagasse and burn oil. Insuffiency
of bagasse in SF righteously can overcome because sugar cane have enough bagasse content for boiler
fuel, with balance installation, efficient equipments, amount and quality of sugar cane milled which is
adequate, hence in SF can be obtained excess of bagasse or energy which is useful for raw material of
industry.

Key words : Energy crisis, sugar factory (SF), cane bagasse, steam generation, steam use, energy
efficiency.
Abstrak
Ketersediaan energi fosil dunia akan terus semakin langka dan mahal. Keadaan tersebut akan
berdampak terhadap biaya produksi gula, khususnya pada PG yang masih kekurangan ampas dan
membakar minyak. Kekurangan ampas di PG selayaknya dapat diatasi karena tebu memiliki kadar ampas
yang cukup untuk bahan bakar ketel, dengan instalasi yang seimbang, peralatan yang efisien, jumlah dan
kualitas tebu giling yang memadahi, maka di PG dapat diperoleh kelebihan ampas atau energi yang
bermanfaat sebagai bahan baku industri.

Kata kunci : Krisis energi, pabrik gula (PG), ampas tebu, pembangkitan uap, pemakaian uap, efisiensi
energi.

PENDAHULUAN – langkah tersebut diatas tentunya kurang


Ketersediaan energi fosil dunia akan bijaksana.
terus semakin langka dan mahal. Keadaan Ampas tebu merupakan sumber energi
tersebut akan berdampak khususnya bagi pabrik yang terbarukan dan tersedia cukup besar
gula (PG) yang masih kekurangan ampas dan (Hugot. 1986; Paturao. 1989). Untuk PG yang
membakar minyak residu sebagai bahan bakar efisien, yaitu dengan instalasi yang seimbang,
suplesi untuk ketel. Untuk menghindari menggunakan peralatan yang efisien, dengan
pemakaian minyak residu, belakangan banyak kapasitas dan kualitas tebu giling yang
PG telah berupaya menggunakan bahan bakar memadahi. Kebutuhan energi untuk produksi
alternatif seperti; kayu, daduk dan sekam. gula kristal dapat dipenuhi dengan sebagian
Bahkan untuk menekan biaya produksi di ampas dari gilingan akhir dan diperoleh
beberapa PG telah di coba menggunakan kelebihan ampas yang dapat dijual sebagai bahan
batubara, namun hasilnya nampak bahwa tidak baku industri kertas, jamur, kompos atau dijual
serta merta ketel yang ada dapat digunakan dalam bentuk tenaga listrik. Pemanfaatan energi
batubara secara efisien. Pembakaran batubara di PG dapat berlangsung efisien karena melalui
pada ketel pembakaran ampas dapat sistem pembangkitan ganda atau yang populer
menimbulkan over heating dalam dapur, proses disebut dengan sistem cogeneration. Dimana uap
pembakaran sulit di kontrol, sebagian abu yang diproduksi dari ketel pembakaran ampas
menggumpal dalam dapur dan sulit untuk pertama digunakan untuk turbin penggerak
pembersihan dan hingga 40 % batubara tidak generator listrik atau penggerak gilingan, yang
terbakar atau terbakar di bawah grate dan secara simultan dihasilkan uap bekas untuk
merusak rangka bakar. Untuk mengatasi proses pemanasan nira, penguapan nira pada
permasalahan kekurangan energi di PG, langkah evaporator dan kristalisasi pada vacuum pan.
Bersamaan dengan penerapan sistem bleeding di

Jurnal Teknik Kimia Vol.4, No.1, September 2009 274


evaporator, dan digunakan uap nira untuk proses sistem elektrifikasi untuk penggerak seluruh
pemanasan dan kristalisasi, maka PG dapat peralatan, kelebihan ampas tersebut dapat
memperoleh lebihan ampas hingga 29 %. mencapai hingga 60 %, sehingga dapat memberi
Digunakan cogeneration tekanan tinggi dengan peluang PG untuk
turbin uap tipe kondensasi ekstraksi ganda dan
menjual tenaga listrik sepanjang tahun keluar gilingan akhir lebih kecil dari 50 % dan
dengan melewati jaringan listrik negara (Kong, at kadar gula (pol) 2,5 %. Menurut rumus
al. 1999; Miguel. 1994; Reviere. 1989). Pritzelwitz (Hugot, 1986); NCV = 4250 – 48w –
Suplesi bahan bakar termasuk 10 pol kkal/kg, maka tiap kilogram ampas
pemakaian listrik PLN di beberapa PG yang dengan kadar air 50 % dan pol 2,5 % memiliki
tidak efisien dapat menyebabkan biaya produksi nilai bakar rendah ampas (net calorific value =
gula bertambah hingga mencapai 10 % dan NCV) 1825 kkal. Dari rumus tersebut diatas,
bahkan lebih (Kurniawan dkk. 2006). Ciri – ciri dengan meningkatnya kadar air nilai bakar ampas
dari PG yang kurang efisien tersebut dapat akan menurun. Pada Tabel I ditunjukkan
ditandai mempunyai produksi uap per kg ampas pengaruh ampas yang semakin basah terhadap
rendah mencapai sekitar 1,8 kg (normalnya > 2,2 penurunan kalori. Pada PG kapasitas 5500 TCD
kg) dan konsumsi uap per tebu tinggi mencapai dengan waktu giling 160 hari, dari kadar air
hingga > 60 % (normalnya < 50 %). Potensi ampas 51 % naik 54 % akan terjadi penurunan
energi yang ada di PG dapat diwujudkan apabila kalori setara minyak IDO hingga 3.960 t. senilai
dilakukan optimasi terhadap jumlah dan kualitas Rp. 23,76 milyard.
ampas di gilingan, produksi uap di stasiun ketel Tabel I. Pengaruh kadar air ampas terhadap
dan penggunaan uap dalam pabrik. penurunan kalori.
JUMLAH AMPAS Kadar air 51 52 53 54
Di PG ampas sebagai sumber energi ampas, %
tersedia sebagai keluaran dari stasiun gilingan. Kalori 1777 1729 1681 1633
Ampas dari gilingan ampas,
akhir melalui elevator dan distributor conveyor kkal/kg
dibawa menuju stasiun ketel, dengan pengaturan Penurunan kalori 10,560 21,120 31,680
sebagian ampas akan diumpankan ke dalam ampas,
dapur dan sisanya menuju gudang. Jumlah ampas kkal/160 hr. gil.
dipengaruhi oleh kadar sabut yang terkait dengan 9
varitas, karena tinggi rendahnya kadar sabut (x 10 )
adalah bawaan genetik varitas. Tebu redemen Penurunan kalori 1.320 2.640 3.960
tinggi cenderung mempunyai kadar sabut rendah. ampas
Disamping kadar sabut juga dipengaruhi oleh setara minyak
umur tebu, tebu muda umumnya memiliki kadar IDO, t
sabut rendah dan sebaliknya tebu semakin masak Penurunan kalori 7,920 15,840 23,760
memiliki kadar sabut tebu yang lebih tinggi. Dari ampas
hasil audit energi di beberapa PG diperoleh kadar setara harga IDO,
sabut tebu di giling berkisar antara 11 sd. 16 % Rp. milyard
atau dengan kadar ampas tebu antara 27 sd. 38 %
. Pada awal giling kebanyakan kadar sabut tebu Keterangan : Diasumsikan kandungan
masih rendah sekitar 11 %, sehingga PG pol ampas 2,5 %; Kandungan ampas tebu
cenderung kekurangan ampas. Hal tersebut perlu
dihindari dengan penataan varitas masak awal 25 %; Kalor minyak IDO 8000 kkal/kg;
dan berkadar sabut tinggi, khususnya pada lahan Harga minyak IDO Rp. 6 juta/ton.
HGU (hak guna usaha) dan lahan sewa, karena Untuk optimasi kualitas ampas
pada lahan yang di kelola petani langsung tidak dapat ditempuh dengan menurunkan
mudah dilakukan. kadar air ampas melalui penerapan
KUALITAS AMPAS
Yang dimaksudkan disini adalah, teknologi pengeringan, yaitu dengan
sebagai bahan bakar ketel bahwa semakin tinggi memanfaatkan energi panas dari gas
kualitas ampas berarti semakin tinggi kalorinya. buang cerobong ketel yang masih
Kualitas ampas dipengaruhi oleh kadar air o
ampas, dengan meningkatkan supervisi memiliki suhu hingga diatas 225 C.
digilingan dapat diharapkan kadar air ampas Dengan penurunan kadar air ampas dari

Jurnal Teknik Kimia Vol.4, No.1, September 2009 275


o
50 % menjadi 40 % maka nilai bakar per cerbong ≤ 200 – 260 C, suhu gas cerobong
kg ampas akan dapat meningkat hingga dicapai tergantung pada sistem perpipaan
2305 kkal, atau nilai bakar per kg ampas (evaporator) dengan unit penukar panas (heat
relatif akan meningkat hingga 6 %. exchanger) yang digunakan pada ketel (Lamb,
1977, 1982; Magaziner, 1989).
Sehingga untuk bahan bakar ketel di PG Desain ketel PG.
akan dapat meningkatkan produksi uap Karakteristik desain ketel pembakaran ampas
hingga 10 %. Penerapan teknologi dengan tipe dapur yang digunakan di PG dapat
pengeringan ampas tersebut telah banyak dikelompokkan seperti pada Tabel II.
diandalkan oleh banyak PG di luar
Keterangan : Ketel jenis (4) pada tekanan 45
negeri (Maranhao. 1980; Miller. 1977; 2 o
kg/cm dan suhu 450 C sedang dibangun di PG
Abilio. and Faul. 1987).
Krebet Baru II dan
Kualitas ampas sebagai bahan di PG Rejoagung. (HE = heat exchanger).
bakar juga dipengaruhi oleh tingkat
kelembutan dan kandungan tanah atau Ketel jenis (1) adalah peninggalan Belanda yang
pasir dalam ampas (Lamb, 1977 & bekerja dengan tarikan alam, dimana udara bakar
dan gas hasil pembakaran mengalir dan menuju
1980). Stasiun pembangkit uap akan
cerobong karana perbedaan tekanan dengan
dapat bekerja secara optimal apabila udara luar. Ketel ini sesuai untuk ampas kasar
ampas yang dibakar memiliki dan dibeberapa PG kapasitas dibawah 2000 TCD
kelembutan yang sesuai dengan sistem dengan penggerak mesin uap masih banyak
pembakaran dari ketel yang digunakan. digunakan. Tahun 1970an ketel ini mulai banyak
Ketel jenis lama dengan dapur Step Grate, Ward, ditinggalkan karena efisiensi dan rate
2
Hourse Shoe dan Dutch Oven lebih sesuai untuk penguapannya rendah sekitar 16 kg/m LP.j,
ampas kasar yang dihasilkan gilingan dengan diperlukan banyak unit dan operator serta
Crusher, sedangkan jenis ketel Spreader Stoker kerugian akibat pengembunan dalam perpipaan
lebih sesuai untuk ampas halus yang dihasilkan tinggi. Dengan tarikan alam dan ampas halus
gilingan dengan Unigrator atau shreader membuat udara bakar sulit menebus lapisan
(Magaziner. 1989). Ampas dengan ampas karena porositasnya yang rendah.
kadar abu kurang dari 2,5 % dapat dikatagorikan Sehingga bara api yang terjadi diatas grate kecil,
sebagai ampas yang berkualitas baik sebagai akibatnya efisiensi atau produksi uap per kg
bahan bakar. Kehadiran tanah atau pasir dalam ampas menurun hingga 1,5 kg, kualitas uap
ampas akan meningkatkan kadar abu, rendah dan rate penguapan menurun hingga
2
menurunkan efisiensi ketel dan menimbulkan dibawah 10 kg/m LP.j. Kondisi tersebut sangat
kesulitan seperti rate pembakaran menurun serta mengganggu bagi PG yang menggunakan
timbulnya abrasi pada perpipaan dan blower penggerak mesin uap yang mana mempunyai
IDFan. komsumsi uap hingga diatas 26 kg/kW.
PRODUKSI UAP Ketel jenis (2) ini ada di PG sejak tahun 1960an
Selain dari kualitas ampas, kinerja ketel dan sesuai untuk ampas kasar namun bekerjanya
juga tergantung pada desain ketel, kondisidi dengan tarikan paksa, dimana udara dan gas hasil
peralatan pendukung lengkap dengan peralatan pembakaran mengalir dan menuju cerobong
kontrol dan operasionalnya. Sesuai jenis ketel dengan bantuan blower, sehingga penyerahan
yang ada, kinerja ketel dapat dikatakan optimal panas pada sistem perpipaan berlangsung lebih
apabila efisiensi dan produksi uap per kg ampas optimum. Pada ketel ini, tarikan dapur diatur
dibakar tinggi, dengan nilai sebagaimana melalui bukaan dumper blower FDFan dan
ditunjukkan pada Tabel II. Sebagai tolok ukur IDFan dan mempunyai rate penguapan hingga 30
proses pembakaran ampas pada ketel 2
berlangsung sempurna apabila; ampas dan udara kg/m LP.j. Untuk pembakaran ampas halus
bakar dapat terdistribusi merata diatas rangka diperlukan tarikan dapur tinggi, yang berakibat
bakar (grate), tarikan dapur terkendali antara – 6
sd. – 12 mmAq, dan dari hasil analisa gas
cerobong diperoleh kandungan gas CO ≥ 12 – 14
2
%, CO ≤ 1 %, O ≤ 5 % dan suhu gas buang
2

Jurnal Teknik Kimia Vol.4, No.1, September 2009 276


Tabel II. Karakteristik desain ketel pembakaran ampas di PG.

Suhu gas Efisiensi Produksi Tekanan uap, Suhu uap,


2 o
Ketel + Dapur Cerobong, ketel, Uap/ ampas, (kg/cm ) ( C)
o
( C) (%) (kg/kg)
(1). Pipa api + Step grate 260 65 1,9 8 – 17,5 170 – 225
(2). Pipa air + Ward, 250 75 2,0 10 – 17,5 275 – 325
Horse
shoe, Dutch-Oven
(3). Pipa air (+ 1 HE) + 220 82 2,2 17,5 – 30 325 – 450
Spreader stoker dengan
dumping, pine hole grate
(4). Pipa air (+ 2 HE) + 170 85 2,0 45 – 70 450 - 500
spreader stocker dengan
traveling, dumping grate

pembakaran berlangsung dengan exces air dan


emisi dicerobong tinggi. Suhu gas buang
o pemanas udara bakar dan air pengisi ketel pada
cerobong meningkat hingga 300 C, efisiensi 2
tekanan hingga 70 kg/cm . Ketel ini sangat sesuai
atau produksi uap per kg ampas turun hingga 1,7
2 dengan era efisiensi energi dewasa ini, di
kg, rate penguapan turun hingga 26 kg/m LP.j Indonesia ketel ini sedang dibangun di 2 PG,
dan kualitas uap tidak stabil sehingga 2
yaitu pada tekanan tekanan 48 kg/cm dan suhu
mengganggu kinerja turbin penggerak. o
Ketel jenis (3) ini bekerja dengan tarikan paksa 450 C. Dalam sistem cogeneration,
dan sesuai untuk ampas halus. Tahun 1980an digunakannya ketel ini dengan turbin uap double
ketel tersebut mulai banyak dipasang di PG baru exstraction condensing turbine yang mempunyai
dan di PG rehabilitasi, yang mempunyai rate konsumsi uap rendah, di PG dapat dihasilkan
2 ampas lebih hingga diatas 40 % atau tenaga
penguapan antara 30 – 37 kg/m LP.j.
listrik yang dapat dijual ke industri lain. Dengan
Menggunakan dapur tipe spreader stoker dengan
dapur spreader stoker dan travelling grate, selain
dumping grate atau travelling grate, pada ketel
dengan ampas ketel dapat beroperasi dengan
tersebut produksi dan kualitas uap dihasilkan
bahan bakar lain seperti batubara, kayu tatal atau
tidak terganggu oleh adanya proses pembuangan
daduk. Sehingga hal tersebut dapat memberi
abu dapur. Dan ketel ini lebih efisien pada
peluang bagi PG untuk berfungsi ganda, yaitu
tekanan lebih tinggi dan dilengkapi dengan alat-
sebagai unit penghasil gula dan pembangkit
alat kontrol otomatis, untuk memudahkan
listrik sepanjang tahun, seperti berkembang di
operasionalnya digunakan sistem draft balance
PG luar negeri (Kassiap, 2000; Miguel, 1994;
untuk tarikan dapur dan three element control
Paturao, 1989; Reviere, 1998).
untuk permukaan air dalam ketel. Dari hasil
Kondisi operasional.
penelitian, menurunnya kinerja ketel ini
kebanyakan karena kurangnya pemeliharaan, Pengoperasian ketel yang kurang optimal akan
yaitu bagasse feeder tidak berfungsi selayaknya dapat mengakibatkan suplesi uap dalam pabrik
sehingga ampas tidak terdistribusi merata terganggu, beban ketel tidak stabil dan proses
(menumpuk) diatas grate dan banyak udara luar produksi terganggu. Dari uji kinerja ketel yang
masuk dapur karena dinding ketel banyak yang dilakukan di beberapa PG, karena kondisi
retak. Hal tersebut menyebabkan proses operasional ketel yang kurang optimal diperoleh
pembakaran berlangsung dengan exces air dan hasil efisiensi dan produksi uap per kg ampas
emisi dicerobong tinggi. Suhu gas buang dibakar turun seperti terlihat pada Tabel III.
o Pada Tabel III, kinerja ketel jenis (1)
cerobong meningkat hingga 300 C, sehingga
menurun akibat dari ampas halus, kinerja ketel
efisiensi atau produksi uap per kg ampas turun
jenis (2) dan (3) menurun akibat dari ampas halus
hingga 1,8 kg dan kualitas uap tidak stabil yang
yang jatuh tertumpuk di ruang bakar bagian
mengganggu kinerja turbin-turbin penggerak.
depan atau tidak terdistribusi merata diatas grate
Ketel jenis (4) ini sama dengan ketel jenis (3),
dan banyak udara luar masuk dapur karena
yang bekerja lebih efisien dengan menggunakan

Jurnal Teknik Kimia Vol.4, No.1, September 2009 277


bocoran pada dinding ketel. Dalam era efisiensi dilakukan pada ketel FCB 30 t/j di PG Candi
energi dewasa ini, ketel jenis (1) ini selayaknya Baru tahun 2006, melalui pemasangan air heater
sudah ditinggalkan dan digunakan ketel Jenis (3) suhu gas buang cerobong turun dari sekitar 330
o o
atau (4). Untuk memperbaiki efisiensi ketel jenis C menjadi 230 C dan efisiensi ketel naik 12
(2) masih memungkinkan dengan merubah dapur poin dari 70 % menjadi 82 % (Saechu, 2005a;
menjadi spreader stoker, dan memasang 2005b).
ecconomizer atau air heater. Seperti yang
Tabel III. Hasil uji kinerja ketel di beberapa PG.
Tarikan dapur, CO gas Suhu gas Efisiensi ketel, Produksi. uap per kg
2 o
Ketel + Dapur mmAq buang, % buang, C % ampas, kg

(1) Pipa api + - 4 9 265 54,3 1,66


Step grate
(2) Pipa air + - 20 10,2 320 65 1,75
Duth oven,
Ward, Horse
shoe
(3) Pipa air (+ 1 - 30 12 310 70,8 1,90
HE) +
Spreader stoker
dengan
dumping, pine
hole grate

Keragaan ketel diatas dapat merugikan bagi PG, dan terbuang. Jika BFWPump pada ketel tidak
yaitu ketika kadar air ampas meningkat dan air bermasalah maka selayaknya suhu APK dapat
pengisi ketel menurun maka produksi uap per kg dinaikkan, sehingga proses penguapan pada ketel
ampas akan menurun. Dari hasil audit energi di juga berlangsung lebih cepat. Naiknya suhu APK
o
sebuah PG kapasitas 5500 TCD, dimana dengan 10 C pada ketel 120 t/j dalam 160 hari giling
kadar air ampas gilingan akhir hingga 54 % telah secara tidak langsung dapat dihemat energi setara
menyebabkan kekurangan ampas dan dibakar IDO hingga 576 t. senilai Rp. 3,456 milyard.
minyak IDO hingga lebih 20 t/hr. Pada Tabel 3 Penggunaan Uap
ditunjukkan pengaruh ampas yang semakin basah Uap yang digunakan di PG dapat di
terhadap penurunan kalori. Pada PG kapasitas bedakan atau di bagi dalam dua katagori yaitu,
5500 TCD dengan waktu giling 160 hari, dari uap baru (UBA) dan uap bekas (UBE). UBA
kadar air ampas 51 % naik 54 % akan terjadi adalah uap yang keluar dari ketel pada tekanan
penurunan kalori setara minyak IDO hingga sesuai desain operasi ketel dan UBE adalah uap
3.960 t. senilai Rp. 25,344 milyard. bekas yang keluar dari mesin atau turbin
Pada PG yang efisien, kebutuhan air penggerak turboalternator, gilingan, peralatan di
pengisi ketel (APK) dapat dipenuhi dari air stasiun ketel dengan tekanan uap hingga 1
kondensat murni yang berasal dari uap bekas, 2
dari stasiun penguapan dengan suhu sekitar 95 kg/cm .
o Penggunaan UBA.
C. Sebelum digunakan sebagai APK umumnya Kecuali untuk turbin penggerak gilingan
untuk ketel yang baik sudah dilengkapi dengan dan turboalternator, penggunaan UBA akan
deaerator, dengan menggunakan uap bekas menjadi kurang optimal apabila di PG masih
deaerator tersebut selain berfungsi untuk banyak peralatan yang digerakkan langsung oleh
melepaskan gas – gas terlarut yang dapat mesim uap atau turbin, yaitu seperti untuk
penyebabkan korosi pada perpipaan ketel, secara penggerak air injeksi, pompa vakum serta
simultan adalah untuk meningkatkan suhu APK kompresor di stasiun proses, penggerask pompa
o
hingga diatas 105 C, proses pelepasan oksigin air pengisi ketel (BFWPump), blower udara
atau gas terlarut dalam air akan berlangsung bakar (FDFan) serta blower gas cerobong
optimal pada suhu didih. Dari bebrapa PG (IDFan) di stasiun ketel. Sebaliknya penggunaan
o
ditemui suhu air masuk ketel dibawah 95 C, UBA akan menjadi optimal apabila untuk
sedangkan uap dalam pabrik cukup melimpah penggerak peralatan dalam PG menuju ke sistem

Jurnal Teknik Kimia Vol.4, No.1, September 2009 278


elektrifikasi dengan menggunakan elektromotor. pressure antara 26 – 13,5 kg/kW, untuk turbin
Pada prinsipnya penggunaan UBA dapat tipe multy stage dan AC antara 15 – 9,5 kg/kWh.
berlangsung optimal dalam sistem cogeneration, Dan pada jenis mesin (4) dengan tekanan tinggi
dan akan semakin efektif apabila digunakan ketel memiliki konsumsi uap yang sangat rendah
dan turbin yang bertekanan semakin tinggi (≥ 45 hingga antara 4,2 – 7,5 kg/kWh. Konsumsi uap
2
kg/cm ). mencapai 4,2 kg/kWh ketika sistem condensing
2
Dalam perkembangan sistem bekerja penuh pada tekanan vakum 0,05 kg/cm
cogeneration di PG, untuk optimasi penggunaan dan 7,5 kg/kWh ketika sebagian uap di ekstraksi
2
UBA pada mesin atau turbin dapat dilihat pada pada tekanan 17,5 kg/cm untuk kebutuhan turbin
Tabel IV. Pada tabel IV, jenis mesin (1) – (3) tipe back pressure penggerak gilingan (Paturao,
memiliki konsumsi uap yang semakin rendah, 1989; Reviere, 1998).
untuk mesin uap torak dan turbin tipe back
Tabel IV. Optimasi penggunaan UBA pada mesin turbin di PG.
Jenis Mesin Uap baru Uap bekas Konsumsi uap, kg/kWh
(kondensat*)

Tekanan, Suhu, Suhu, Tekanan,


2 o o 2
kg/cm C C kg/cm
(1) Mesin uap torak 8 170 130 0,6 26
(2) Turbin uap, tipe 15–17,5 250 – 170 0,8 13,5–20
Back pressure 15–17,5 325 135 0,6 10,5–15
- Single stage 17,5 250 – 95*–135 0,3–0,8 9,5–10,5
- Multy stage 30–70 325 40*–325 0.05–17,5 4,2–7,5
(3) Turbin uap, tipe 325
Atmospheric 450–500
Condenser (AC)
(4) Turbin uap, tipe
Double
Extraction
Condensing
Turbine (DECT)
minimal (Hansjoachim, et al. 1999). Berbagai
Keterangan : (4) Belum ada di PG Indonesia. pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan
Penggunaan UBE. bleeding total pada susunan quadraple effect
Dalam proses produksi gula, peralatan evaporator mampu menurunkan kebutuhan UBE
utama yang menggunakan UBE adalah pemanas dari sekitar 56 % tebu menjadi sekitar 50 % tebu.
pendahuluan (juice heater), bejana penguapan Sedangkan penggunaan bleeding total pada
(evaporator) dan pan masak (vacuum pan). Pada susunan quintuple effect evaporator mampu
umumnya UBE yang digunakan memiliki menurunkan kebutuhan UBE menjadi sekitar 45
2 % tebu. Bahkan penggunaan bleeding total pada
tekanan antara 0,5 sd. 1 kg/cm , pada suhu antara
o o susunan sextuple effect evaporator mampu
125 C sd. 155 C. menurunkan kebutuhan UBE menjadi sekitar 30
Untuk optimasi penggunaan UBE ini % tebu (Kong, et al. 1999; Lora, et al. 2000;
dapat ditempuh dengan penerapan sistem Kurniawan dkk. 2008).
bleeding uap nira di stasiun evaporator (multy FAKTOR LAIN
effect evaporator), dengan luas pemanas pada Untuk optimasi pemanfaatan energi
masing-masing badan yang memadahi, vacuum ampas di PG juga tidak terlepas dari faktor
di condensor yang baik, maka uap nira yang kehilangan panas akibat radiasi, kondensasi,
dihasilkan dari masing-masing badan akan dapat kebocoran pada pipa distribusi uap dan bejana
digunakan sebagai sumber pemanas untuk juice proses karena, isolasi, pengerakan, korosi dan
heater dan vacuum pan. Pada kondisi tersebut flends yang kurang sempurna. Dari pengalaman,
kebutuhan UBE di PG hanya diperuntukkan pada kerugian panas akibat dari hal-hal tersebut diatas
eveporator badan I, dan disertai penataan sistem dapat mencapai 5 % dan pada kondisi terburuk
cogenerator yang efisien, maka konsumsi uap dapat mencapai hingga 12 % dari produksi uap.
persen tebu akan dapat diturunkan sampai Melalui penanganan yang optimal kehilangan

Jurnal Teknik Kimia Vol.4, No.1, September 2009 279


tersebut dapat ditekan hingga kondisi normal 1 Hansjoachim, Wunsch and Pedro, Avram
%, keadaan tersebut antara lain dapat ditandai Walganoff, (1999), “Technology
oleh dinginnya udara dalam pabrik sehingga para transfer between beet and cane sugar
operator dapat bekerja dengan nyaman dan tidak industries”, Possibilities for energy
gerah. savings including cogeneration, Proc.
rd
Jam berhenti giling dapat penyebabkan of XXIII ISSCT congress, New
pemanfaatan energi di PG kurang optimal. Delhi, India,
Dengan pola jam berhenti terjadwal yang dapat Kong Win Chang, K.T.K.F. at all, (1999),
dimanfaatkan untuk program perawatan “Optimising steam utilization at a
terjadwal, maka jam berhenti giling di PG dapat typical sugar factory”, Possibilities
ditekan kurang dari 5 % (Purnomo dan Sugiarto. for energy savings including
2006). Jam berhenti giling tersebut dapat rd
disebabkan oleh faktor dalam pabrik karena cogeneration, Proc. of XXIII ISSCT
kerusakan peralatan atau gangguan proses, dan congress, New Delhi, India, 270 –
faktor luar pabrik karena transportasi dan tenaga 279.
tebang sehingga pasok tebu terganggu. Kassiap, D, 2000, “Progress in Bagasse energy
KESIMPULAN Development in Mauritius and Short
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan Term Prospects”, Sugar Y Azucar,
bahwa kekurangan ampas di PG selayaknya tidak Vol. 95, No. 7.
terjadi, dan hal tersebut dapat diatasi melalui Kurniawan, Y,. M. Saechu, Mirzawan dan
optimasi ampas, produksi dan konsumsi uap, Nahdodin, 2006, “Potensi energi
instalasi dan kelancaran giling. Tebu mempunyai pabrik gula di tengah krisis energi”,
kadar ampas cukup besar dimana sebagian dapat Seminar IKAGI, Yogya, 13 hal.
digunakan untuk memenuhi total kebutuhan Kurniawan, Y. M. Saechu, dan B.E. Santoso.
bahan bakar di ketel, dengan instalasi yang 2008. “Optimalisasi energi di pabrik
seimbang, peralatan yang efisien, jumlah dan gula”, Seminar sehari, Peran
kuaslitas tebu giling yang memadahi, maka di PG teknologi dalam mendukung industri
dapat diperoleh kelebihan ampas atau energi gula yang tangguh dan berdaya
yang bermanfaat sebagai bahan baku industri. saing, P3GI, 28 Agustus, 17 hal.
Lamb, B.W; Bilger, R.W, 1977, “Combustion of
DAFTAR PUSTAKA bagasse”, Sugar Tech. Reviews 4 : 12
Abilio, A and F. Faul, 1987, “Bagasse drying”, Lamb, B. W, 1980, “Investigation in to
Sugar Journal, Vol. 89, No. 1060 : foundamentals of bagasse combustion
th
68-71. in step grate furnace”, Proc. of XVII
Hugot, E. 1986, “Handbook of Cane Sugar ISSCT congress, 3 : 1931-1962.
Engineering”, (3rd ed), Elsevier, New
York, 1165 p.
Lora, E. S, F.P. Arrieta, R. Carrasco, LAN. Paturao, J, 1989, “Energy Saving in Sugar Cane
Nogueira, 2000, “Clean production : Industry”, Hand out at sugar
Efficiency and Environment”, Int. manufacture training in MSRI,
Sugar Journal, 102. Mauritius, 10 p
Miguel, R, 1994, “The Evolution of Power Purnomo, S dan Y. Sugiarto, 2006, ”Pengelolaan
Cogeneration in Guatemala”, Sugar Y energi di PG Gunung Madu
Azucar, No. 3, Vol. 89, 19 p. Plantations”, Seminar IKAGI, Yogya.
Magaziner, N, 1989, “Boiler plant as an integral Reviere, M.P, 1989, “Power Co-generation in
part of a cane sugar factory”, Hand Reunion Island”, hand out at sugar
out in ISSCT Energy Workshop. manufacture training in MSRI,
Berlin. 37 p. Mauritius, 8 p.
Maranhao, LEC, 1980, “Individual bagasse Saechu. M, 2005a, ”Tindakan yang perlu
th
drying system”, Proc. of XVII ISSCT dilakukan untuk meningkatkan
congress, 3 : 2000-2011. kinerja ketel dan efisiensi pemakaian
Miller, C.F, 1977, “Economic study of bagasse energi di PG Candi Baru”, Lap. teknis
dehydration”, Proc. ASSCT, 148 intern P3GI, 10 hal.

Jurnal Teknik Kimia Vol.4, No.1, September 2009 280

Anda mungkin juga menyukai