Kita mengetahui bahwa produksi gula dari tebu (sugar cane) merupakan salah satu sektor penting ekonomi suatu negara
karena bila dikelola dengan baik maka akan menjadi sistem yang efisien dan kompetitif. Produk yang dapat dihasilkan dari
produksi gula antara lain adalah :
Dari salah satu produk yang dihasilkan tadi adalah kogenerasi, yaitu pembangkitan dua bentuk energi yang berbeda secara
bersama-sama dari satu sumber energi utama.
Di pabrik gula, energi yang dibangkitkan adalah energi panas dalam bentuk steamuntuk pemanas dalam proses sedangkan
energi listrik untuk menggerakkan peralatan proses berasal dari bagasse (ampas tebu) sebagai sumber energi utama.
Pembangkitan energi panas (uap) dan energi listrik di Pabrik Gula dilakukan dengan Ketel (Boiler), namun
kebanyakan Boiler yang digunakan adalah Boiler konvensional yang masih boros energi atau belum dapat mengoptimalkan
potensi energi yang dikandung dalam ampas tebu sebagai bahan bakar terbarukan (renewable), disamping sistem distribusi
dan penggunaan energi yang masih perlu dioptimalkan juga.
Penerapan sistem kogenerasi yang optimal dapat meningkatkan produktifitas listrik di pabrik gula dari 20 kWh/tc (ton cane)
menjadi 70 – 120 kWh/tc. Oleh karena itu terdapat potensi 50 – 100 kWh/tc listrik yang dapat di suplai ke jaringan listrik negara
(PLN).
Nah, yang menjadi PR kita adalah bagimana mengoptimalisasi sistem kogenerasi di pabrik gula Indonesia. Hal utama yang kita
telaah adalah boiler dari kebanyakan pabrik gula, karena hal itu adalah nyawa utama dari sistem kogenerasi ini berjalan.
Kebanyakan saat ini sistem kogenerasi di pabrik gula di Indonesia masih menggunakan boiler tekanan rendah – menengah
dengan bahan bakar bagasse(ampas tebu).Dengan sistem yang ada saat ini yang bisa dikatakan boros energi, tidak
memungkinkan untuk mendapatkan kelebihan energi yang cukup untuk dijual.
Dengan meng-upgrade sistem yang ada di pabrik gula saat ini, seperti mengganti boiler dengan boiler tekanan tinggi yang
efisien dan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan steam pemanas dalam proses maka pabrik gula dapat menghasilkan
kelebihan listrik yang cukup untuk dijual kejaringan listrik negara (PLN).
SistemKogenerasi di PabrikGula
Salah satu cara untuk mengoptimalkan sistem kogenerasi yang ada saat ini di Pabrik Gula adalah mengganti sistem Boiler-
CEST (Condensing-Extraction Steam Turbine) dengan sistem yang lebih efisien yaitu Boiler–GSTIG (Gassifier/Steam Injected
Gas Turbine).
Grafik Perkiraan Produksi Uap (Steam) dan Listrik dalam Sistem Kogenerasi di PabrikGula
dengan Bahan Bakar AmpasTebu selama Musim Giling.
Tahapan Optimalisasi Sistem Kogenerasi di Pabrik Gula
Setiap pabrik gula memiliki karakteristik masing-masing. Konfigurasi yang optimal di satu pabrik belum tentu dapat serta merta
di implementasikan di pabrik lain dengan hasil optimal bahkan bisa sebaliknya, untuk itu diperlukan tahapan-tahapans bb:
Tidak tergantung pada pasokan listrik dari luar (PLN), sehingga pabrik gula seharusnya dapat dibangun dilokasi kebun, dengan
demikian juga dapat menghemat biaya transportasi tebu.
Sistem kogenerasi yang efisien adalah sistem yang sustainable. Dengan membangkitkan listrik sendiri maka terhindar dari
gangguan naik-turunnya tegangan listrik.
Pembangkit listrik dengan bahan bakar ampas tebu adalah ramah lingkungan, karena ampas tebu menghasilkan sedikit fly
ash dan tidak mengandung belerang.
Biaya perawatan relatif lebih rendah dibandingkan pembangkit berbahan bakar fosil.
Sistem kogenerasi di pabrik gula 100% menggunakan sumber energi terbarukan. Menghemat SDA tak terbarukan.
Dengan penerapan sistem kogenerasi dan menjual listrik maka semua ampas dapat segera dimanfaatkan sehingga tidak
memerlukan tempat penyimpanan ampas yang besar.
Kelebihan listrik dari pabrik gula idealnya cocok untuk mengaliri listrik masyarakat di pedalaman kebun, serta untuk mencukupi
listrik untuk pompa irigasi dan kegiatan produktif lain yang membutuhkan listrik.
Sehingga sebenarnya dapat disimpulkan bahwa potensi kogenerasi di pabrik gula untuk menghasilkan listrik dari ampas tebu
yang merupakan sumber daya alam terbarukan sangat besar.Penggantian sistem Boiler-CESTdengan sistem Boiler-GSTIG
untuk mengoptimalkan sistem kogenerasi di Pabrik Gula sangat memungkinkan untuk dapat dilakukan. Karena konfigurasi
peralatan tiap pabrik gula di satu tempat dengan tempat yang lain berbeda-beda maka perhitungan ekonomisnya juga akan
berbeda disesuaikan dengan hasil audit kapasitas peralatan, neraca massa dan neraca energinya. Secara teoritis penggantian
sistem pembangkit ini akan menguntungkan bila dilihat dari energi yang dapat dihemat maupun dijual (ekspor) dalam bentuk
energi listrik kejaringan listrik negara (PLN) dengan sistem yang lebih efisien ini. Dari “Grafik Perkiraan Produksi Uap (Steam)
dan Listrik dalam Sistem Kogenerasi di Pabrik Gula dengan Bahan Bakar Ampas Tebu selama Musim Giling” dapat dilihat
bahwa terdapat kenaikan jumlah listrik yang dapat dibangkitkan pada produksi uap per ton tebu yang sama dari 27 MW untuk
sistem Boiler-CEST menjadi 53 MW untuk sistem Boiler-GSTIG atau kenaikan hampir 100% atau hampir 2 kali lipat.
Referensi :
Ogden, Joan M., Simone Hochgreb, and Michael Hylton. “Steam economy and cogeneration in cane sugar factories.”
International Sugar Journal 92.1099 (1990): 131-143.
Saptyaji Hernowo. “Cogeneration Di Industri Gula.” LPP Yogyakarta 2010