Anda di halaman 1dari 1090

TRAINING OF TRAINER

BIDANG K3

____________________________________________________________ Daftar Isi :

A Kelembagaan dan SMK3


1. Permenaker Nomor 02 Tahun 1992
Tentang : Tata Cara Petunjukan, Kewajiban, dan Wewenang Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
2. Kep-DIRJEN No. 69 Tahun 2015
Tentang : Pedoman Pembinaan Calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Umum
3. PP. 50 Tahun 2012 tentang SMK3
4. Permenaker Nomor 26 Tahun 2014
Tentang : Penyelanggaraan Penilaian Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
B K3 Konstruksi Bangunan
1. Kep-DIRJEN No. 20 Tahun 2004
Tentang : Sertifikasi Kompetensi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bidang
Konstruksi Bangunan
2. Kep-DIRJEN No. 74 Tahun 2013
Tentang : Lisensi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bidang Supervisi Perancah
C K3 Listrik
1. Permenaker Nomor 12 Tahun 2015
Tentang : Keselamatan dan Kesehatann Kerja Listrik di Tempat Kerja
2. Permenaker Nomor 33 Tahun 2015
Tentang : Perubahan atas Peraturan enteri Ketenagakerjaan Nomor 12 Tahun 2015
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kerja
3. Kep-DIRJEN No. 47 Tahun 2015
Tentang : Pembinaan Calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Bidang
Listrik
4. Kep-DIRJEN No. 48 Tahun 2015
Tentang : Pembinaan Teknisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Listrik
D K3 Elevator dan Eskalator

Permenaker No. 06 Tahun 2017


Tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator

E K3 Penanggulangan Kebakaran
1. Permenaker No. 04 Tahun 1980
Tentang : Syarat – Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan
2. Permenaker No. 02 Tahun 1983
Tentang : Instalasi Alarm Kebakaran Automatik
3. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 11 Tahun 1997
Tentang : Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
4. Kepmen No. 186 Tahun 1999
Tentang : Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
F K3 Mekanik, Uap dan Bejana Tekan
1. Undang – Undang Uap Tahun 1930
2. Permenaker Nomor 37 Tahun 2016
Tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
3. Permenaker Nomor 38 Tahun 2016
Tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Tenaga dan Produksi
4. Permenaker Nomor 08 Tahun 2020
Tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut

G K3 Lingkungan Kerja Bahan Berbahaya


1. Kepmenaker Nomor 187 Tahun 1999
Tentang : Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja
2. Kep-DIRJEN Nomor 113 Tahun 2006
Tentang : Pedoman dan Pembinaan Teknis Petugas K3 Ruang Terbatas (Confined
Spaces)
3. S.E-DIRJEN Nomor 01 Tahun 2011
Tentang : Penunjuk Teknis Pelaksanaan Pembinaan Terhadap Ahli, Teknisi dan
Petugas Lingkungan Kerja dan Bahan Berbahaya
4. Permenaker Nomor 09 Tahun 2016
Tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan Pada Ketinggian
5. Permenaker Nomor 05 Tahun 2018
Tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
H K3 Kesehatan Kerja
1. Permenaker Nomor 03 Tahun 1982
Tentang : Pelayanan Kesehatan Kerja
2. Kep-DIRJEN No. 53 Tahun 2009
Tentang : Pedoman Pelatihan dan Pemberian Lisensi Petugas Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan di Tempat Kerja

Jakarta, 16 September 2021

ALPK3 Indonesia
KELEMBAGAAN DAN SMK3

1. Permenaker Nomor 02 Tahun 1992


Tentang : Tata Cara Petunjukan, Kewajiban, dan Wewenang Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2. Kep-DIRJEN No. 69 Tahun 2015


Tentang : Pedoman Pembinaan Calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) Umum

3. PP. 50 Tahun 2012 tentang SMK3

4. Permenaker Nomor 26 Tahun 2014


Tentang : Penyelanggaraan Penilaian Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
K3 KONSTRUKSI BANGUNAN

1. Kep-DIRJEN No. 20 Tahun 2004


Tentang : Sertifikasi Kompetensi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bidang
Konstruksi Bangunan

2. Kep-DIRJEN No. 74 Tahun 2013


Tentang : Lisensi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bidang Supervisi
Perancah
K3 LISTRIK

1. Permenaker Nomor 12 Tahun 2015


Tentang : Keselamatan dan Kesehatann Kerja Listrik di Tempat Kerja

2. Permenaker Nomor 33 Tahun 2015


Tentang : Perubahan atas Peraturan enteri Ketenagakerjaan Nomor 12 Tahun 2015
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kerja

3. Kep-DIRJEN No. 47 Tahun 2015


Tentang : Pembinaan Calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Bidang
Listrik

4. Kep-DIRJEN No. 48 Tahun 2015


Tentang : Pembinaan Teknisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Listrik
K3 ELEVATOR DAN ESKALATOR

Permenaker No. 06 Tahun 2017


Tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator
K3 PENANGGULANGAN KEBAKARAN

1. Permenaker No. 04 Tahun 1980


Tentang : Syarat – Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan

2. Permenaker No. 02 Tahun 1983


Tentang : Instalasi Alarm Kebakaran Automatik

3. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 11 Tahun 1997


Tentang : Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran

4. Kepmen No. 186 Tahun 1999


Tentang : Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930
(STOOM ORDONANTIE 1930)
(Stb. No.225 TAHUN 1930)

Mengubah Peraturan Uap No. 342 tahun 1924


Menimbang bahwa dianggap perlu untuk menindjau kembali Peraturan Uap
jang ditetapkan berdasarkan Ordonansi tanggal 4 Pebruari tahun 1924 (Stb.
No. 42 tahun 1924), sebagaimana diubah dengan Ordonansi tanggal 24 Maret
1924 (Stb. No. 129), tanggal 19 Maret tahun 1925 (Stb. No. 121) dan tanggal 11
Mei tahun 1927 (Stb. No. 257)

PASAL I

Dengan mentjabut Peraturan-peraturan uap jang ditetapkan berdasarkan


Ordonansi tanggal 4 Pebruari tahun 1924 (Stb. No. 42) menetapkan sebagai
berikut :

I. ATURAN UMUM

Pasal 1

(1) Jang dimaksud dengan pesawat uap dalam Undang-undang ini ialah suatu
ketel uap dan setiap pesawat lainnja jang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah secara langsung atau tidak langsung dihubungkan dengan
suatu ketel uap dan diperuntukkan guna bekerdja dibawah tekanan jang
lebih tinggi dari tekanan udara biasa.
(2) Ketel uap ialah suatu pesawat jang dibangun untuk menghasilkan uap jang
dipergunakan di luar pesawat tersebut.

Pasal 2

Jang dimaksud dengan perlengkapan suatu pesawat uap dalam Undang-


undang ini ialah semua pesawat jang ditudjukan untuk mendjamin pemakaian
pesawat uap itu dengan aman.

Pasal 3

Jang dimaksud dengan pemakai suatu pesawat uap dalam Undang-undang ini
ialah :

a. dalam hal pemakaian khusus untuk keperluan rumah tangga, kepala


keluarga atau pengurus suatu bangunan di mana pesawat tersebut dipakai,
b. dalam semua hal lainnja, kepala atau pengurus usaha, perusahaan atau
bangunan di mana pesawat itu dipakai.

Pasal 4

Dalam Undang-undang ini jang dimaksud dengan pesawat uap jang tetap ialah
semua pesawat uap jang ditantjapkan di lantai/dinding dan dengan pesawat
uap jang dapat dipindah-pindahkan ialah semua pesawat uap jang tidak
ditantjapkan di lantai dinding.
II. PEMERIKSAAN RENTJANA GAMBAR PESAWAT UAP

Pasal 5

(1) Barang siapa merentjanakan suatu pesawat uap guna dipakai di “Hindia
Belanda”, mengadjukan permohonan pengesahan rentjana gambar pesawat
uap tersebut kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan
Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja.

(2) Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan:

a. surat-surat manakah jang harus dilampirkan pada permohonan


pengesahan tersebut diatas,
b. berapa biaja jang harus dibajar kepada Negara untuk itu dan
c. oleh pedjabat manakah pengesahan itu dapat ditjabut.

III. IZIN UNTUK MENDJALANKAN PESAWAT UAP

Pasal 6

(1) Dilarang mendjalankan suatu pesawat uap tanpa memiliki surat izin untuk
itu jang diberikan oleh Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan
Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja.
(2) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditundjuk pesawat uap, terhadap
mana tidak berlaku ajat jang lalu.
Pasal 7
(1) Surat izin diberikan, apabila pemeriksaan dan pertjobaan pesawat, juga
pemeriksaan terhadap perlengkapannja jang dilakukan oleh Negara
menundjukkan hasil jang memenuhi sjarat-sjarat dalam dan berdasarkan
peraturan perundangan termasuk pasal 8.
(2) Untuk Pesawat Uap jang ditempatkan di kapal berasal dari luar Indonesia
dan jang telah diperiksa dan ditjoba di Negeri Belanda, pertjobaan seperti
termaksud pada ajat (1) pasal ini tidak diharuskan, asalkan pesawat itu
tetap berada di kapal jang sama dimana pesawat itu ditempatkan sewaktu
pemeriksaan dilakukan di Negeri Belanda, dan pada surat permohonan
dilampirkan bukti jang diberikan oleh Menteri Perburuhan, Perdagangan
dan Perindustrian Belanda jang menjatakan bahwa pemeriksaan dan
pertjobaan telah dilakukan dengan hasil jang memuaskan.
Pasal 8
Dengan Peraturan Perundangan ditetapkan :
a. Keterangan apakah jang harus dimuat dalam surat permohonan untuk
mendapatkan surat izin dan apakah jang harus dilampirkan; Juga tentang
keterangan dan sjarat-sjarat jang harus dinjatakan dalam surat izin
tersebut.
b. sjarat apakah jang harus dipenuhi oleh pesawat uap dan perlengkapannja
termasuk dalam pasal 6;
c. cara pemeriksaan dan pertjobaan serta aturan jang harus diindahkan.
d. dalam hal manakah Direktur Pembinaan Norma-Norma Keselamatan
Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dapat memberi
pembebasan seluruhnja, sebagian atau dengan bersjarat atau ketentuan
dalam peraturan pemerintah tersebut.
Pasal 9

Untuk pemeriksaan dan pertjobaan pesawat uap jang pertama kali, dilakukan
oleh Negara, juga untuk memperoleh surat izin baru dalam hal surat izin
aslinja hilang, dikenakan biaja jang djumlahnja ditetapkan dalam peraturan
pemerintah.

Pasal 10

Pemohon izin guna pemakaian pesawat uap harus menjediakan baik


pekerdjaan maupun alat mesin jang diperlukan untuk pertjobaan bagi pegawai
atau ahli jang mentjoba pesawat tersebut.

Pasal 11

(1) Akibat jang merugikan dari suatu pertjobaan dipikul oleh siapa jang
memohonnja, kecuali djika pertjobaan itu tidak dilakukan sebagaimana
mestinja.

(2) Dalam hal jang terakhir kerugian diganti oleh Negara.

Pasal 12

(1) Djika menurut Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja,


Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerdja pemakaian pesawat,
mengingat sjarat tentang keamanan tidak dapat diperkenankan, ia menolak
pemberian izin dan memberitahukannja disertai dengan alasannja kepada
pemohon.

(2) Pemohon dalam waktu empat belas hari setelah menerima pemberitahuan
tersebut, dapat mengadjukan keberatannja kepada suatu dewan jang terdiri
dari Direktur Djenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerdja sebagai
Ketua dan dua orang Insinjur ahli mesin jang ditundjuk oleh Menteri
Tenaga Kerdja dan Transmigrasi setiap tahun sekali, sebagai anggota.

(3) Kecuali djika keberatan itu terang tidak mempunjai dasar, dewan
memerintahkan agar pesawat diperiksa kembali oleh pegawai atau ahli lain
dan djika perlu ditjoba.

(4) Djika pemeriksaan kembali menundjukkan bahwa keberatan jang diajukan


oleh jang berkepentingan adalah tidak beralasan, dewan memberitahukan
kepada jang berkepentingan bahwa penolakan dibenarkan.

IV. PENGAWASAN TERHADAP PESAWAT UAP

Pasal 13

(1) Semua pesawat uap jang dipakai beserta perlengkapannja berada di bawah
pengawasan terus menerus oleh Negara. Pengawasan ini didjalankan oleh
pegawai-pegawai dari Kantor Daerah dan Resort dalam wilajah di mana
pesawat uap itu berada menurut aturan jang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
(2) Di mana berdasarkan aturan itu untuk pemeriksaan dan pertjobaan
pesawat uap ditundjuk ahli lain dari pada pegawai jang bersangkutan dari
Pengawasan Keselamatan Kerdja, maka ahli ini mempunjai wewenang jang
sama seperti pegawai tersebut dan terhadap ahli itu berlaku juga segala
sesuatu jang ditetapkan dalam Undang-undang ini jang berkenaan dengan
tindakan tersebut bagi pegawai itu.

Pasal 14

(1) Pegawai dan ahli tersebut pada pasal 13 setiap waktu berhak memasuki
tempat di mana pesawat uap dan perlengkapannja berada.

(2) Djika ia ditolak untuk memasuki, ia memasukinja djika perlu dengan


bantuan polisi.

(3) Djika pesawat atau perlengkapannja hanja dapat dicapai melalui suatu
rumah, maka pegawai tidak akan memasuki rumah tersebut bertentangan
dengan kemauan penghuni, selain dengan menundjukkan suatu surat
perintah khusus dari Bupati/ Kepala Daerah jang bersangkutan.

(4) Perihal memasuki ini dibuatnja suatu berita acara; suatu salinannja
dikirimkan kepada penghuni rumah dalam waktu dua kali dua puluh empat
jam.

Pasal 15

Pemakai pesawat uap dan mereka jang melajaninja, wadjib memberi kepada
pegawai dan ahli termaksud pada pasal 13 semua keterangan jang diinginkan
mengenai hal dan kejadian jang berkenaan dengan didjalankannja Undang-
undang ini.

Pasal 16

(1) Tiap pesawat uap diperiksa dan djika perlu ditjoba lagi oleh Direktorat
Pengawasan Keselamatan Kerdja setiap kali demikian dianggap perlu oleh
Direktorat tersebut ataupun atas permohonan pemakai.

(2) Untuk pemeriksaan dan pertjobaan termaksud pada ajat jang lalu, pemakai
harus membajar kepada Negara sedjumlah uang jang ditentukan dalam
Peraturan Pemerintah.

(3) Dengan menjimpang dari ketentuan pada pasal 3, semata-mata untuk


pelaksanaan ajat jang lalu, sebagai pemakai pesawat uap ditetapkan
seorang jang atas namanja surat idzin dikeluarkan, selama ia tidak
mengadjukan surat permohonan tertulis guna menarik kembali surat izin
tersebut kepada Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerdja.

Pasal 17

Pemakai pesawat uap jang menjediakan bagi orang jang ditugaskan


mengadakan pemeriksaan dan pertjobaan, baik pekerdja maupun alat mesin
jang diperlukan untuk pemeriksaan dan pertjobaan tersebut.
Pasal 18

Djika pemakai pesawat uap bertentangan dengan pendapat pegawai pengawas


jang bersangkutan jang diberitahukan kepadanja, berpendapat bahwa tidak
ada tjukup alasan baik untuk dalam jangka waktu biasa jang ditetapkan
dalam peraturan pemerintah diadakan pertjobaan atau pemeriksaan jang akan
menentukan supaja pesawat uap tidak dapat dipakai lagi, maupun untuk atas
perintah pegawai menjiapkannja dalam keadaan untuk diperiksa atau ditjoba,
maka dalam waktu tiga hari setelah pemberitahuan tersebut ia menjampaikan
secara tertulis keberatannja kepada pegawai itu. Jang terakhir ini
memutuskan apakah penundaan dapat diberikan. Djika demikian ini dapat
disesuaikan dengan sjarat keamanan, maka olehnja sedapat-dapatnja akan
dituruti keinginan pemakai.

Pasal 19

(1) Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan:


a. kewadjiban-kewadjiban jang harus dipenuhi:
I. Oleh pemakai:
1. dalam hal pesawat uap dipindahkan tempatnja.
2. djika keadaan pesawat uap dan perlengkapannja tidak memenuhi
uraian dan sjarat-sjarat jang tertjantum dalam surat izinnja.
3. djika penundjukkan pemegang surat izin tidak benar lagi.
4. dalam hal adanja kerusakan pada pesawat dan perlengkapannja.
5. dalam hal ada perbaikan pada pesawat beserta perlengkapannja.
6. tentang hal pemeliharaan dan pelajanan pesawat uap dan
perlengkapannja.
7. tentang hal pengaturan ruangan di mana ketel-ketel kapal uap
ditempatkan.
II. Oleh pemakai dan oleh orang jang melajaninja, selama pesawat
dipakai, baik djika pesawat uap dan perlengkapannja dalam keadaan
bekerdja maupun tidak mengenai amannja bekerdja pesawat uap
beserta perlengkapannja
b. Apakah jang harus dilakukan oleh pemakai pesawat uap agar
memungkinkan pengawasan jang mudah dan tidak berbahaja, dan hal-
hal apakah jang dapat diperintahkan oleh para pegawai dan ahli seperti
termaksud dalam pasal 13
c. Dalam hal manakah surat izin dapat ditjabut

(2) Demikian juga dalam peraturan pemerintah, seperti termaksud pada ajat (1)
pasal ini, ditentukan hal-hal, di mana Direktur Pembinaan Norma-norma
Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dapat
memberi pembebasan seluruh atau bersjarat atas ketentuan-ketentuan
dalam peraturan pemerintah tersebut.

Pasal 20

(1) Pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan terhadap pesawat uap,


berwenang memerintahkan dilakukannja usaha jang dipandang perlu guna
mendjamin keamanan pesawat dan ditaatinja ketentuan-ketentuan dalam
undang-undang ini.
(2) Djika ternjata baginja bahwa orang jang bertugas melajani pesawat tidak
memiliki kemampuan jang diperlukan untuk itu, ia dapat memerintahkan
agar orang tersebut dibebaskan dari pelajanan pesawat itu.

(3) Dalam hal termaksud pada ajat pertama dan kedua pasal ini, ditetapkan
suatu jangka waktu dalam waktu mana pemakaian harus melaksanakan
perintah tersebut.

(4) Djika pemakai menganggap dirinja diberatkan oleh perintah jang demikian
itu, dalam waktu empat belas hari setelah perintah itu diberikan kepadanja,
ia dapat mengadjukan keberatannja kepada Direktur Pembinaan Norma-
norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja jang
memberi keputusan mengenai itu. Djika pemakai juga tidak dapat
menjetujui keputusan ini, dalam waktu sepuluh hari setelah menerima
pemberitahuan keputusan tersebut, ia dapat mengadjukan keberatan
dengan suatu surat permintaan jang bermeterai kepada dewan termaksud
pada pasal 12 jang kemudian mengambil keputusan terakhir dan
menetapkan jangka waktu lagi dalam waktu mana keputusan itu harus
sudah dipenuhi.

(5) Segera setelah dipenuhinja perintah jang diberikan itu, pemakai


memberitahukannja kepada Direktur Pembinaan Norma-norma
Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dengan
perantaraan pegawai pengawas jang bersangkutan.

Pasal 21

(1) Djika pada pemeriksaan atau pertjobaan ternjata bahwa pesawat tidak lagi
memenuhi sjarat jang diperlukan untuk keamanan dalam pemakaian,
pegawai jang bersangkutan melarang pemakaian selanjutnja.

(2) Larangan demikian itu ia beritahukan kepada Bupati/Kepala Daerah jang


bersangkutan jang bertanggung jawab atas pelaksanaannja, dan kepada
Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerdja.

(3) Pemakai dapat mengadjukan keberatannja kepada dewan termaksud pada


pasal 12 dalam waktu jang ditetapkan disini, kecuali dalam hal keberatan
tersebut terang tidak mempunjai dasar, dewan hanja mengambil keputusan
terakhir, setelah pesawat diperiksa kembali atau djika perlu ditjoba oleh
seorang pegawai atau ahli lain.

(4) Djika larangan tidak dapat diubah lagi karena dibenarkan dalam tingkat
banding atau karena lewatnja jangka waktu jang ditetapkan, Direktur
Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerdja mentjabut surat izin jang dikeluarkan untuk pesawat itu.

Pasal 22

(1) Djika pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan mendapatkan


bahwa suatu pesawat uap bekerdja tanpa adanja izin jang diperlukan itu, ia
melarang pemakaian selanjutnja. Terhadap larangan ini berlaku ketentuan
termaksud pada pasal 21 ajat (2).
(2) Pesawat uap tidak boleh dipakai lagi, kecuali setelah berdasarkan suatu
permohonan, ternjata dari suatu pemeriksaan dan pertjobaan sesuai
dengan pasal 7 dan 8 bahwa terhadap pemakaian ini tidak ada keberatan.

V. PERLEDAKAN

Pasal 23

(1) Tentang meledaknja suatu pesawat uap, pemakai segera memberitahukan


kepada Bupati/Kepala Daerah. Ia mendjaga agar pada tibanja
Bupati/Kepala Daerah ini di tempat ketjelakaan, semua berada dalam
keadaan tidak berubah, kecuali djika demikian itu dapat menimbulkan
bahaja.

(2) Tentang meledaknja suatu pesawat uap jang termaksud perlengkapan


suatu kapal uap atau alat pengangkutan di darat, pemberitahuan
dilakukan kepada Bupati/Kepala Daerah di tempat kapal itu berlabuh atau
pelabuhan jang pertama dimasuki atau di mana alat pengangkutan itu
berada.

(3) Bupati/Kepala Daerah segera setelah ia menerima pemberitahuan mengenai


perlengkapan tersebut, mengambil tindakan seperlunja untuk mendjaga
agar segala sesuatu di tempat ketjelakaan tetap tidak berubah sampai
pemeriksaan termaksud di bawah ini dimulai sekedar demikian itu tidak
akan menimbulkan bahaja. Ia memberitahukan kejadian tersebut baik
langsung maupun dengan perantaraan Gubernur/Kepala Daerah kepada
pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan atas pesawat uap jang
secepatnja harus mengadakan pemeriksaan di tempat.

Pasal 24

(1) Pemeriksaan ditempat terutama bertudjuan menetapkan apakah


perledakan itu adalah akibat :
1. kelalaian atau keteledoran ataupun karena tidak memperhatikan aturan
mengenai pemakaian pesawat uap oleh pihak pemakai atau dalam hal ia
dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan segala sesuatunja untuk
mendjaga dilaksanakannja aturan itu, oleh pihak orang jang diberi tugas
melajani pesawat itu;
2. Tindakan sengaja oleh pihak ketiga;

(2) Mengenai pemeriksaan ini oleh pegawai jang ditugaskan melakukan


pemeriksaan, atas sumpah jabatannja dibuat suatu berita acara lipat dua
jang sedapat-dapatnja memuat suatu keterangan jang djelas dan tegas
mengenai sebab ketjelakaan tersebut. Sebuah berita acara djika ada dugaan
bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana secepatnja diajukan kepada
pegawai jang berkewadjiban melakukan penuntutan dan jang lainnja
kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerdja jang segera setelah menerima surat
tersebut, mentjabut surat izin jang telah dikeluarkan untuk pesawat jang
meledak itu.

(3) Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene


Perusahaan dan Kesehatan Kerdja mengirimkan salinan berita acara
kepada pemakai jang bersangkutan.
VI. WEWENANG MELAKUKAN PENGUSUTAN BERKENAAN
DENGAN PELAKSANAAN ATURAN DALAM
UNDANG-UNDANG INI.

Pasal 25

Selain pegawai jang berkewadjiban melakukan pengusutan kejahatan dan


pelanggaran pada umumnja, juga pegawai tersebut pada pasal 13 berwenang
dan wadjib mengadakan pengusutan pelanggaran dalam Undang-undang ini
dan terhadap aturan jang diadakan untuk melaksanakan Undang-undang ini.

VII. ATURAN PIDANA

Pasal 26

Pemakai pesawat uap dipidana dengan kurungan selama-lamanja tiga bulan


atau denda sebanjak-banjaknja tujuh ribu lima ratus rupiah;
a. djika pesawat tersebut didjalankan sebelum izin jang disjaratkan untuk itu
diperoleh atau sesudah izin itu ditjabut ataupun pemakaian selanjutnja,
berdasarkan ajat pertama pasal 21 atau ajat pertama pasal 22, dilarang;

b. djika ia tidak mendjaga dengan sepenuhnja atas bekerdjanja alat


keamanan seperti jang diuraikan dalam surat izin jang diberikan;
c. djika ia membiarkan alat keamanan itu diubah diluar pengetahuan
pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan atau berdjalannja
baik dan tepat alat tersebut dirintangi;
d. djika ia tidak mendjaga dengan sepenuhnja agar pendjagaan khusus untuk
mendjalankannja diindahkan;
e. djika ia setelah terjadinja suatu perledakan, tidak segera
memberitahukannja kepada Bupati/Kepala Daerah.

Pasal 27

Dipidana dengan kurungan selama-lamanja satu bulan atau denda sebanjak-


banjaknja empat ribu lima ratus rupiah, barang siapa jang bertugas melajani
suatu pesawat uap tidak berada di tempat pada waktu pesawat itu
dipergunakan.

Pasal 28

Tindakan pidana dalam Undang-undang ini dianggap sebagai pelanggaran.

VIII. PENGECUALIAN DAN ATURAN PERALIHAN

Pasal 29

Undang-undang ini tidak berlaku terhadap pesawat uap jang dipakai di kapal
Angkatan Laut Republik Indonesia, Perhubungan Laut dan Dinas
Pemberantasan Penjelundupan Candu di laut serta selain pengecualian jang
ditentukan dengan peraturan pemerintah, juga tidak berlaku terhadap pesawat
uap jang dipakai di perhubungan dan kepolisian milik Pemerintah Daerah.
Pasal 30

Ketjuali jang ditetapkan pada pasal 23 dan 24, Undang-undang ini juga tidak
berlaku terhadap pesawat uap :
a. jang dipakai di kapal dan perahu jang tidak diperlengkapi dengan bukti
kewarganegaraan Indonesia yang sah atau sebagai gantinja suatu surat
idzin, djika pemakai membuktikan bahwa telah dipenuhinja peraturan
mengenai uap jang berlaku di Negara jang benderanja ia pakai ataupun
kapal itu tidak memperlihatkan surat izin mengangkut penumpang atau
surat mengenai kemampuan (fertificaat van deugdelijkheid) jang memuat
tjatatan mengenai pengangkutan penumpang dari negaranja sendiri jang
masih berlaku dan diakui oleh Indonesia, kecuali djika pemiliknja
menjatakan keinginannja untuk menempatkan pesawat uap itu dibawah
pengawasan Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerdja.
b. Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dapat menetapkan apakah dan dalam
hal manakah mengenai kapal jang diklasifikasikan dapat dipandang tjukup
dengan pengawasan oleh Biro klasifikasi jang bersangkutan.
c. jang dapat diangkut dan milik seorang pemilik jang bertempat tinggal di
luar Indonesia, djika pemakai membuktikan, bahwa telah dipenuhi
peraturan mengenai uap jang berlaku di Negara di mana pemilik bertempat
tinggal dan bahwa pesawat itu dipakai di Indonesia kurang dari enam
bulan berturut-turut.

Pasal 31

Pemakai pesawat uap jang pada waktu berlakunja Undang-undang ini memiliki
surat izin, tetap berhak untuk memakai pesawat uapnja itu berdasarkan surat
tersebut dan dengan sjarat jang tertjantum dalam surat izin itu.
Hak untuk memakai surat izin ini berakhir pada pembaharuan suatu bagian
dari pesawat uap atau perlengkapannja dengan tidak menjesuaikannja dengan
ketentuan jang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 32

Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Uap tahun 1930

PASAL II

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal jang ditetapkan oleh Gubernur
Djenderal.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan


Undang-undang ini dengan penempatan dalam Staatsblad Hindia Belanda.

Diundangkan di Cipanas

Pada tanggal 30 Juni 1930

Sekretaris Umum
SALINAN
MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 37 TAHUN 2016

TENTANG

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2)


huruf a dan huruf b dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan
huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, perlu mengatur keselamatan dan
kesehatan kerja bejana tekanan dan tangki timbun;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan kebijakan
Pemerintah, perkembangan peraturan perundang-
undangan, perkembangan teknologi, dan pemenuhan
syarat keselamatan dan kesehatan kerja bejana
tekanan dan tangki timbun, perlu dilakukan
penyempurnaan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor PER.Ol/MEN/1982 tentang
Bejana Tekanan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Keija (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1918);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4279);
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang
Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning
Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi
ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan
Dalam Industri dan Perdagangan) (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309);
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5309);
Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan;
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang
Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun
2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden Serta
Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di
Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 411);
-3-

9. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun


2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1753);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BEJANA

TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Bejana Tekanan adalah bejana selain Pesawat Uap
yang di dalamnya terdapat tekanan dan dipakai untuk
menampung gas, udara, campuran gas, atau
campuran udara baik dikempa menjadi cair dalam
keadaan larut maupun beku.
2. Tangki Timbun adalah bejana selain bejana tekanan
yang menyimpan atau menimbun cairan bahan
berbahaya atau cairan lainnya, di dalamnya terdapat
gaya tekan yang ditimbulkan oleh berat cairan yang
disimpan atau ditimbun dengan volume tertentu.
3. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana
Tenaga Kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
Tenaga Kerja untuk keperluan suatu usaha dan di
mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan Tenaga
Kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
5. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.

5. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas


memimpin langsung sesuatu Tempat Kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
7. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan peke:jaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
8. Alat Pengaman adalah alat perlengkapan yang
dipasang secara permanen pada bejana tekanan atau
tangki timbun agar aman digunakan.
9. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Pesawat Uap
dan Bejana Tekanan yang selanjutnya disebut
Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis adalah Pengawas
Ketenagakerjaan yang memiliki keahlian di bidang K3
Pesawat Uap dan Bejana Tekanan yang ditunjuk oleh
Menteri untuk melakukan pengujian norma
ketenagakerjaan sesuai peraturan perundang-
undangan.
10. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pesawat
Uap dan Bejana Tekanan yang selanjutnya disebut
Ahli K3 Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan
adalah tenaga teknis yang berkeahlian khusus dari
luar instansi yang membidangi ketenagakerjaan yang
ditunjuk oleh Menteri untuk mengawasi ditaatinya
-5-

peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di


bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan.
11, Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang
membidangi pembinaan pengawasan ketenagakeijaan.
12. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2

(1) Pengurus dan/atau Pengusaha wajib menerapkan


syarat-syarat K3 Bejana Tekanan atau Tangki Timbun.
(2) Syarat-syarat K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau standar yang berlaku.

Pasal 3

Pelaksanaan syarat-syarat K3 Bejana Tekanan atau Tangki


Timbun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan:
a. melindungi K3 Tenaga Kerja dan orang lain yang
berada di Tempat Kerja dari potensi bahaya Bejana
Tekanan atau Tangki Timbun;
b. menjamin dan memastikan Bejana Tekanan atau
Tangki Timbun yang aman untuk mencegah teijadinya
peledakan, kebocoran, dan kebakaran; dan
c. menciptakan Tempat Kerja yang aman dan sehat
untuk meningkatkan produktivitas.

BAB II

RUANG LINGKUP

Pasal 4

Pelaksanaan syarat-syarat K3 Bejana Tekanan atau Tangki


Timbun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi
kegiatan perencanaan, pembuatan, pemasangan,
pengisian, pengangkutan, pemakaian, pemeliharaan,
perbaikan, modifikasi, penyimpanan, dan pemeriksaan
serta pengujian.
Pasal 5

(1) Bejana Tekanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4


meliputi:
a. bejana penyimpanan gas, campuran gas;
b. bejana penyimpanan bahan bakar gas yang
digunakan sebagai bahan bakar untuk
kendaraan;
c. bejana transport yang digunakan untuk
penyimpanan atau pengangkutan;
d. bejana proses; dan
e. pesawat pendingin.
(2) Bejana Tekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tekanan lebih dari 1 kg/cm^ {satu
kilogram per sentimeter persegi) dan volume lebih dari
2,25 (dua koma dua puluh lima) liter.

Pasal 6

(1) Tangki Timbun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4


meliputi:
a. tangki penimbun cairan bahan mudah terbakar;
b. tangki penimbun cairan bahan berbahaya; dan
c. tangki penimbun cairan selain huruf a dan huruf

(2) Tangki Timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a memiliki volume paling sedikit 200 (dua ratus)
liter.

(3) Tangki Timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf c memiliki volume paling sedikit 450 (empat
ratus lima puluh) liter dan/atau temperatur lebih dari
99 °C (sembilan puluh sembilan derajat celcius).
- 7 -

BAB III

SYARAT-SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 7

(1) Syarat-syarat K3 perencanaan Bejana Tekanan dan


Tangki Timbun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
meliputi:
a. pembuatan gambar konstruksi/instalasi dan cara
kerjanya;
b. perhitungan kekuatan konstruksi;
c. pemilihan dan penentuan bahan pada bagian
utama harus memiliki tanda hasil pengujian
dan/atau sertifikat bahan yang diterbitkan oleh
lembaga yang berwenang;
d. menyediakan lembar data keselamatan asetilen
dan aseton, khusus pembuatan bejana
penyimpanan asetilen dan aseton; dan
e. pembuatan gambar konstruksi alat perlindungan
dan cara kerjanya.
(2) Pembuatan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 selain
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), juga meliputi:
a. pembuatan spesifikasi prosedur pengelasan WPS
(Welding Procedure Spesification) dan pencatatan
prosedur kualifikasi PQR [Procedure Qualification
Record) bila dilaksanakan dengan pengelasan;
b. pembuatan harus sesuai dengan gambar rencana;
c. perencanaan jumlah Bejana Tekanan atau Tangki
Timbun yang akan dibuat;
d. penomoran seri pembuatan; dein
e. rencana jenis zat pengisi.
(3) Pemasangan, perbaikan dan modifikasi Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 meliputi:
a. pembuatan gambar rencana pemasangan,
perbaikan atau modifikasi;
b. pembuatan rencana gambar fondasi, landasan,
rangka kaki;
c. pembuatan prosedur kerja aman pemasangan,
perbaikan dan modifikasi;
d. pelaksanaan pemasangan, perbaikan, dan
modifikasi harus sesuai dengan gambar rencana;
dan

e. pembuatan spesifikasi prosedur pengelasan WPS


(Welding Procedure Spesiflcation) dan pencatatan
prosedur kualifikasi PQR (Procedure Qualification
Record) bila dilaksanakan dengan pengelasan.
(4) Pemakaian Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus
dilakukan pemeriksaan dan pengujian sebelum
digunakan serta dilakukan pemeliharaan secara
berkala.

(5) WPS (Welding Procedure Spesiflcation) dan pencatatan


prosedur kualifikasi PQR (Procedure Qualification
Record) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dan ayat (3) huruf e dilakukan evaluasi penilaian oleh
Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis.

Bagian Kedua
Bejana Tekanan

Pasal 8

Bahan dan konstruksi Bejana Tekanan harus cukup kuat.

Pasal 9

(1) Setiap Bejana Tekanan diberikan tanda pengenal


meliputi:
a. nama pemilik;
b. nama dan nomor urut pabrik pembuat;
c. nama gas atau bahan yang diisikan beserta
simbol kimia;
d. berat kosong tanpa keran dan tutup;
e. tekanan pengisian (Po) yang diijinkan kg/cm^;
f. berat maksimum dari isinya untuk bejana berisi
gas yang dikempa menjadi cair;
g. volume air untuk bejana berisi gas yang dikempa;
h. nama bahan pengisi porous mass khusus untuk
bejana penyimpanan gas yang berisi iarutan
asetilen; dan
i. bulan dan tahun pengujian hidrostatik pertama
dan berikutnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d tidak berlaku pada Bejana Tekanan berukuran
besar.

(3) Bejana penyimpan gas asetilen yang dilarutkan dalam


aseton, tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g diganti dengan berat tarra yaitu berat
total dari berat kosong ditambah tingkap, ditambah
porous mass, dan ditambah banyaknya aseton yang
diperbolehkan.
(4) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) harus jelas, mudah dilihat, dibaca, tidak
dapat dihapus, tidak mudah dilepas, dan dicap pada
bagian kepala yang tebal dari pelat dinding Bejana
Tekanan.

(5) Dalam hal pengecapan sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) tidak dimungkinkan maka dapat dicantumkan
pada plat nama tersendiri pada bagian Bejana
Tekanan.

(6) Pengecapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


tidak boleh dilakukan pada Bejana Tekanan yang
mempunyai tebal pelat dinding kurang dari 4 mm
(empat milimeter).
- 10 -

Pasal 10

(1) Pengurus dan/atau Pengusaha yang mempunyai


bejana penjdmpanan gas atau bejana transport harus
mempunyai daftar atau register yang memuat:
a. nomor seri pabrik pembuat;
b. riwayat nomor urut, nama pembuat, nama
penjual, dan nama pemilik bejana penyimpanan
gas;

c. nama gas yang diisikan;


d. volume air dalam liter; dan
e. tanggal, tekanan, dan hasil pengujian hidrostatis.

Pasal 11

Tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan


daftar atau register sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
dilarang dilakukan perubahan.

Pasal 12

(1) Bahan Bejana Tekanan yang dibuat dari baja karbon


harus mempunyai kuat tarik tidak kurang 35 kg/mm^
(tiga puluh lima kilogram per milimeter persegi) dan
tidak lebih dari 55 kg/mm^ (lima puluh enam kilogram
per mill meter persegi).
(2) Dalam hal bahan Bejana Tekanan mempunyai kuat
tarik lebih dari 56 kg/mm^ (lima puluh enam kilogram
per mili meter persegi) maka perkalian kuat tarik
dengan angka regang hingga putus harus
menghasilkan nilai paling sedikit 1200 (seribu dua
ratus) kecuali Bejana Tekanan tersebut tidak
mempunyai sambungan kuat tarik paling tinggi 75
kg/mm^ (tujuh puluh lima kilogram per mili meter
persegi).
(2) Angka regang hingga putus untuk baja karbon pada
batang coba dp 5 (lima) paling sedikit tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
-11 -

(3) Dalam hal tebal bahan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) kurang dari 8 mm {delapan milimeter), angka
regang hingga putus boleh kurang dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Batang coba untuk percobaan kekuatan tarik dari
pelat bahan bejana harus diambil dari bagian
memanjang.
(5) Bejana Tekanan yang dibuat selain bahan baja karbon
harus memiliki tanda hasil pengujian atau sertifikat
bahan dari lembaga yang berwenang.

Pasal 13

(1) Bejana penyimpanan gas yang dipergunakan untuk


asetilen terlarut dalam aseton harus seluruhnya diisi
dengan bahan yang mengandung porous mass yang
merata.

(2) Bahan porous mass tidak boleh terbuat dari bahan


yang apabila bersenyawa dengan asetilen yang
dilarutkan dalam aseton merusak bejana
penyimpanan gas.
(3) Bahan porous mass harus tidak melesak atau mengecil
dan tidak menimbulkan kantong-kantong karena
sentuhan atau temperatur sampai 50 {lima puluh
derajat celcius).
(4) Bejana Tekanan yang tidak mempunyai sambungan
dan dibuat dari baja leleh harus rata dan bebas cacat.
(5) Khusus Bejana Tekanan yang diproses dan ditarik dari
balok baja/ingot yang panas tidak boleh mempunyai
rongga udara di dalamnya atau membentuk
cembungan atau cekungan.
(5) Bejana Tekanan tanpa sambungan yang dalam
pembuatannya mengalami cacat dilarang diperbaiki
dengan cara pengelasan.
- 12 -

Pasal 14

(1) Bejana penyimpanan gas, campuran gas, dan/atau


bejana transport harus dilengkapi dengan katup
penutup.
(2) Bejana penyimpanan gas, campuran gas, dan/atau
bejana transport yang dipasang secara paralel dapat
menggunakan satu katup penutup.
(3) Ulir penghubung pada bejana penyimpanan gas,
campuran gas, dan/atau bejana transport dengan pipa
pengisi yang dipergunakan untuk gas yang mudah
terbakar harus ke kiri sedangkan untuk gas lainnya
harus mempunyai ulir kanan, kecuaii untuk bejana
penyimpanan gas asetilen dan bejana penyimpanan
gas untuk bahan bakar gas harus mempunyai ulir
kanan.

(4) Katup penutup untuk bejana penyimpanan gas


asetilen atau amoniak harus seluruhnya dari baja,
sedangkan katup penutup bejana penyimpanan gas
gas lainnya harus seluruhnya dari logam yang
berbahan dasar tembaga atau logam Iain selain baja
yang cukup baik.
(5) Konstruksi mur paking dari batang katup penutup
harus mempunyai pengaman apabila batang katup
diputar, kecuaii apabila mur paking dapat dibuka
maka batang katup tidak boleh terlepas dan gas dalam
bejana penyimpanan gas tidak dapat keluar.
(6) Katup penutup pada bejana penyimpanan gas yang
berisi asetilen terlarut dalam aseton harus aman agar
tidak terjadi kebocoran gas pada setiap kedudukan
katup.

Pasal 15

(1) Katup penutup pada bejana penyimpanan gas,


campuran gas, dan/atau bejana transport harus diberi
pelindung katup yang aman dan kuat.
- 13 -

(2) Pelindung katup harus memberikan mang bebas


antara dinding bagian dalam dengan bagian-bagian
katup penutup paling sedikit 3 mm (tiga milimeter).
(3) Pelindung katup diberi lubang dengan garis tengah
paling sedikit 6,5 mm (enam koma lima milimeter) dan
apabila diberi dua lubang atau lebih maka garis
tengsihnya paling sedikit 5 mm (lima milimeter) serta
tutup pelindung harus selalu terpasang.
(4) Lubang pengeluaran gas dari katup penutup harus
dilengkapi dengan mur-mur penutup atau sumbat
penutup berulir.

Pasal 16

(1) Bejana Tekanan berisi gas atau gas campuran yang


dapat menimbulkan tekanan melebihi dari yang
diperbolehkan, harus diberi tingkap pengaman atau
alat pengaman sejenis yang dapat bekerja dengan
baik.

(2) Bejana Tekanan yang berisi gas atau gas campuran


yang dikempa menjadi cair melarut atau menjadi
padat dan gas yang dipanasi sampai melebihi 50 °C
(lima puluh derajat celcius), termasuk juga bagian dari
pesawat pendingin yang dipanasi harus diberi tingkap
pengaman, kecuali apabila telah terdapat pelat
pengaman.

(3) Tingkap pengaman tersebut harus bekerja apabila


terjadi tekanan lebih besar dari tekanan kerja yang
diperbolehkan.
(4) Bejana Tekanan yang berisi gas atau campuran dalam
keadaan cair terlarut atau padat akan dipakai sesuai
dengan tekanan pengisian yang diperbolehkan harus
lebih rendah dari tekanan desain.

(5) Dalam hal sifat gas atau keadaan lain yang bersifat
khusus menyebabkan tingkap pengaman tidak dapat
dipergunakan, maka bejana yang bersangkutan harus
diberi pelat pengaman yang dapat pecah apabila
- 14 -

tekanan meningkat sampai dengan 5/4 (lima per


empat) kali yang diperbolehkan.
(6) Alat-alat pengaman yang dihubungkan dengan pipa
pembuang yang tidak dapat tertutup harus disalurkan
langsung dengan pipa pembuang di atas atap
bangunan.
(7) Pipa pembuang sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
harus lebih tinggi 1 m (satu meter) dari atap dan
ujungnya harus dilengkungkan ke bawah.

Pasal 17

(1) Bejana Tekanan yang berisi gas atau gas campuran


yang dipadatkan menjadi gas cair yang tidak
dilengkapi dengan alat pengaman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(4) harus dilengkapi dengan alat untuk menentukan
berat gas atau gas campuran.
(2) Bejana Tekanan yang berisi gas dalam keadaan beku
harus dilengkapi dengan alat yang dapat menunjukan
berat gas dalam kilogram dengan nilai tidak melebihi
hasil bagi volume Bejana Tekanan dalam satuan liter
dengan nilai volume jenis (V) Tabel yang tercantum
dalam Lampiran dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3} Bagian baw^ah dari Bejana Tekanan yang berisi gas
yang dipadatkan harus diberi alat pembuang gas yang
baik.

Pasal 18

(1) Bejana penyimpanan gas dan bejana transport harus


diberi alat anti guling.
(2) Alat anti guling sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh terhubung dengan tutup pelindung.
- 15 -

Pasal 19

(1) Regulator penurun tekanan pada bejana penyimpanan


gas untuk zat asam atau oksigen harus dipasang
secara vertikal.

(2) Regulator penurun tekanan bejana penyimpanan gas


untuk zat air harus dipasang secara vertikal sehingga
pada waktu regulator dibuka tidak terjadi semburan
gas.

(3) Petunjuk tekanan dari regulator penurun tekanan


harus terpasang, mudah dibaca, dan terhindar dari
benturan.

(4) Untuk gas yang mudah beroksidasi, pemakaian katup


penutup maupun regulator penurun tekanan harus
dibuat aman dan kuat untuk menghindari terjadinya
kejutan tekanan dalam regulator penurun tekanan.
(5) Semua alat perlengkapan termasuk regulator penurun
tekanan dari bejana penjdmpanan gas untuk zat asam
atau oksigen dan gas lain yang mudah beroksidasi
dilarang menggunakan gemuk dan bahan-bahan
pelumas yang mengandung minyak dan paking yang
mudah terbakar.

Pasal 20

(1) Untuk bejana penyimpanan gas, campuran gas, dan


bejana transport berisi gas atau campuran gas, yang
dipadat menjadi cair atau terlarut harus sesuai
dengan persyaratan tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

(2) Dalam hal terdapat gas atau campuran yang tidak


tercantum dalam Tabel Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini,
nilai dari PI, PO, V, dan n ditetapkan oleh Menteri.
(3) Tekanan PO tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan Peraturan
Menteri ini berlaku untuk temperatur 15 (lima
belas derajat celcius).
- 16 -

(4) Dalam hal temperatur selain 15 °C (lima belas derajat


celcius), PO harus diperhitungkan setiap perbedaan
1 OC (satu derajat celcius) di atas atau di bawah
temperatur 15 (lima belas derajat celcius), tekanan
P harus ditambah atau dikurangi dengan 0,4 kg/cm^
(nol koma empat kilogram per sentimeter persegi)
untuk asetilen terlarut, 0,43 kg/cm^ (nol koma empat
puluh tiga kilogram per sentimeter persegi) untuk gas
minyak, dan 0,52 kg/cm^ (nol koma lima puluh dua
kilogram per sentimeter persegi) untuk gas lainnya.
(5) Bejana penyimpanan gas atau bejana transport yang
berisi butan, isobutan, propan yang dikempa menjadi
padat dan menjadi cair atau campuran, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. pengangkutan gas digolongkan menurut tekanan
pemadatannya;
b. tidak boleh diisi selain dengan gas butan,
isobutan, dan propan dengan tekanan lebih dari
2/3 (dua per tiga) tekanan PI huruf a pada
temperatur 50 °C (lima puluh derajat celcius); dan
c. volume gas yang diisikan tidak boleh melebihi 0,8
(nol koma delapan) kali volume bejana.

Pasal 21

(1) Bejana penyimpanan gas harus diberi warna sesuai


kode warna RAL 840-HR.

(2) Pemberian warna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diaplikasikan pada bagian bahu bejana penyimpanan
gas, sedangkan pada bagian badan bejana
penyimpanan gas boleh diberikan warna lain, namun
tidak boleh menggunakan warna yang bisa
menimbulkan kerancuan dengan warna pada bagian
bahu bejana penyimpanan gas.
(3) Warna bejana penyimpanan gas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
- 17 -

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak


berlaku pada tabung Alat Pemadam Api Ringan
(APAR).

Pasal 22

(1) Bejana Tekanan, kompresor yang memadat gas ke


dalam bejana dan pesawat pendingin hams dilengkapi
dengan petunjuk tekanan yang dapat ditempatkan
pada kompresor atau mesin pendingin selama masih
berhubungan secara langsung.
(2) Petunjuk tekanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit harus dapat menunjukan 1,5 (satu
koma lima) kali tekanan desain.
(3) Petunjuk tekanan harus dipasang pada tempat yang
mudah dilihat.

(4) Petunjuk tekanan harus diberi tanda strip merah pada


tekanan kerja tertinggi yang diperbolehkan.
(5) Petunjuk tekanan harus dilengkapi dengan sebuah
keran cabang tiga yang mempunyai flensa dengan
garis tengah 40 mm (empat puluh milimeter) dan tebal
5 mm (lima milimeter).

Bagian Ketiga
Tangki Timbun

Pasal 23

Bahan, konstruksi, dan alat perlengkapan Tangki Timbun


harus cukup kuat.

Pasal 24

Tangki Timbun yang berisi cairan yang mudah terbakar


harus dilengkapi:
a. plat nama;
b. pipa pengaman;
c. indikator volume atau berat;
d. pengukur temperatur;
e. katup pengisian dan pengeluaran;
f. lubang lalu orang/lubang pemeriksaan;
- 18 -

g. alat penyalur petir dan pembumian;


h. sarana pemadam kebakaran yang sesuai; dan
i. perlengkapan lainnya untuk pemeriksaan dan
pemeliharaan.

Pasal 25

Tangki Timbun yang berisi cairan bahan berbahaya pada


temperatur tertentu terjadi reaksi kimia berubah menjadi
gas beracun atau teijadi reaksi kimia dan terjadi kenaikan
temperatur berubah menjadi gas beracun, harus
dilengkapi:
a. plat nama;
b. alat pendingin tangki;
c. gas scrubber,
d. tirai air;
e. sistem alarm;
f. katup pengaman;
g. indikator volume atau berat;
h. indikator suhu;
i. alat petunjuk tekanan gas beracun;
j. alat penyalur petir/pembumian; dan
k. alat perlengkapan lainnya untuk pemeriksaan dan
pemeliharaan.

Pasal 25

Tangki Timbun yang berisi cairan selain sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 harus dilengkapi:
a. plat nama;
b. pipa pengaman;
c. indikator volume atau berat;

d. pengukur temperatur;
e. katup pengisian dan pengeluaran;
f. lubang lalu orang/lubang pemeriksaan;
g. alat penyalur petir dan pembumian; dan
h. perlengkapan lainnya untuk pemeriksaan dan
pemeliharaan.
- 19 -

Pasal 27

Lokasi tempat Tangki Timbun sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 26 harus dipasang
tanda bahaya kebakaran, larangan merokok, larangan
membawa korek api, alat-alat api lainnya, dan larangan
membawa peralatan yang dapat menimbulkan peledakan
atau kebakaran.

Pasal 28

(1) Lokasi tempat Tangki Timbun harus dipasang pagar


pengaman dengan jarak paling sedikit 25 m (dua
puluh lima meter) dihitung dari dinding Tangki
Timbun dan tanda larangan masuk bagi yang tidak
berkepentingan.
(2) Tinggi pagar pengaman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling rendah 2 m (dua meter).

BAB IV

PENGISIAN

Pasal 29

(1) Pengisian Bejana Tekanan dan Tangki Timbun harus


dilakukan tahapan sebagai berikut:
a. pembersihan dan pengecekan;
b. pengeringan; dan
c. pengisian.
(2) Khusus pengisian bejana penyimpanan gas dan bejana
transport untuk gas yang dikempa menjadi cair, selain
melalui tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
juga dilakukan:
a. penimbangan; dan
b. pengisian ulang.
(3) Penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a harus dilakukan timbangan kontrol.
(4) Timbangan kontrol sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus diperiksa oleh Pengurus paling sedikit 1
(satu) bulan sekali.
- 20 -

Pasal 30

Pembersihan dan pengecekan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a dilakukan untuk
memastikan tidak boleh ada:

a. karatan atau retak-retak;


b. sisa gas;
c. sisa tekanan;
d. kotoran bahan yang mudah terbakar; dan
e. aseton yang diisikan kedalam bejana penyimpanan gas
yang melebihi 42 % (empat puluh dua persen) dari
porous mass.

Pasal 31

(1) Pembersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30


untuk bejana penyimpan gas zat asam atau oksigen,
nitrogen, zat air dapat dilakukan dengan cara:
a. tingkap dilepas, bejana penyimpanan gas dibalik
dan dipukuli dengan palu kayu agar karat dan
kotoran lainnyajatuh keluar;
b. bejana penyimpanan gas disandarkan dengan
posisi kepala di bawah dengan sudut 20 (dua
puluh) derajat, dimasukan pipa uap yang hampir
sampai dasar bejana penyimpanan gas, disemprot
dengan uap selama 2 (dua) jam, setiap setengah
jam diputar 90 (sembilan puluh) derajat;
c. bejana penyimpanan gas didirikan dengan posisi
kepala di bawah selama 2 (dua) jam sehingga air
dapat mengalir keluar; dan
d. bejana penyimpanan gas didirikan kembali
dengan posisi kepala di atas dan melalui pipa
yang hampir sampai dasar disemprot dengan
angin kering selama 20 (dua puluh) menit.
(2) Pembersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
untuk bejana penyimpanan gas yang beroksidasi
dilakukan dengan cara:
a. bejana penyimpanan gas yang sudah dikeringkan
diisi dengan bahan cair berupa totual, benzol,
- 21 -

atau bensin paling sedikit 1 liter dan ditutup


rapat kemudian diputarbalikan selama 15 menit
dengan penempatan tengah-tengah bejana
penyimpanan gas di atas balok;
b. bahan cair sebagaimana dimaksud pada huruf a
dituangkan dalam bejana penyimpanan gas gelas
yang jernih, didiamkan sampai semua kotoran
turun, kemudian bahan cair diuji dan apabila
ternyata masih kotor maka hams diulangi dengan
memasukan bahan cair lagi sampai bahan cair
pembilas bersih dan tidak berwarna; dan
c. bejana penyimpanan gas disemprot dengan uap
kering selama 1 (satu) jam kemudian dikeringkan
dengan angin.
(3) Selain cara pembersihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan dengan cara lain
sesuai buku petunjuk dari pabrik pembuat atau
standar.

Pasal 32

Pengeringan bejana penyimpanan gas sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b dilakukan
dengan menggunakan angin bertekanan atau nitrogen yang
bebas dari kandungan minyak.

Pasal 33

Bejana Tekanan yang sudah dibersihkan tidak boleh diisi


dengan zat lain yang berbeda dengan zat semula.

Pasal 34

Bejana Tekanan atau Tangki Timbun yang dibubuhi tanda


tidak memenuhi syarat K3 dilarang diisi atau digunakan.

Pasal 35

Bejana Tekanan yang diisi dengan gas atau campuran gas


dalam keadaan cair atau terlarut tidak boleh melebihi berat

yang dinyatakan dengan kilogram dari gas atau campuran


gas dihitung dari hasil bagi angka yang menunjukan
- 22 -

volume Bejana Tekanan dalam liter dan nilai volume jenis


(V) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 36

(1) Gas bempa butan, isobutan, propan, dan


campurannya serta gas bumi yang tidak berbau
sebelum diisikan ke dalam Bejana Tekanan melalui
pemadatan harus dicampur dengan bau-bauan yang
sesuai, sehingga apabila 1% (satu persen) dari gas
tersebut berada di udara bebas segera dapat
diketahui.

(2) Untuk carbon monooxyd, dan zat cair dari gas carbon
monooj^d, yang tidak berbau, sebelum diisikan
kedalam Bejana Tekanan melalui pemadatan harus
dicampur dengan bau-bauan yang sesuai sehingga
apabila 1% (satu persen) dari gas tersebut berada di
udara bebas segera dapat diketahui.

Pasal 37

(1) Dalam pengisian ulang bejana penyimpanan gas


asetilen dissous atau asetilen terlarut dalam aseton,
harus mempunyai berat tarra:
a. untuk isi 40 (empat puluh) liter tidak boleh
berkurang 1 kg (satu kilogram) atau lebih; dan
b. untuk isi 5 (lima) liter tidak boleh berkurang 0,2
kg (nol koma dua kilogram) atau lebih.
(2) Apabila berat tarra sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berkurang, pengisian ulang ditangguhkan,
sesudahnya ditambah aseton atau bila perlu ditambah
porous mass.

Pasal 38

(1) Pengisian Bejana Tekanan untuk gas yang mudah


terbakar dapat dilakukan menggunakan kompressor
atau pompa dengan tekanan kerja pengisian paling
banyak 1,3 (satu koma tiga) kali tekanan kerja.
- 23 -

(2) Apabila tekanan dalam pipa pengisi kurang dari 0,5


(nol koma lima) atmosfer maka motor penggerak atau
pompa harus berhenti secara otomatis.

Pasal 39

(1) Pengisian bejana penyimpan gas berupa zat asam atau


oksigen melalui pemadatan yang pembuatannya
secara elektrolisis hanya boleh mengandung 2 % (dua
persen) isi zat air dan untuk zat air hanya boleh 1 %
(satu persen) isi zat asam tercampur.
(2) Tingkat kemumian zat asam atau oksigen atau zat
asam dan zat air yang diisikan melalui pemadatan
secara bersama ke dalam beberapa bejana
penyimpanan gas, dicek dengan cara mengambil
sampel salah satu bejana penyimpanan gas tersebut.

Pasal 40

(1) Pemindahan Bejana Tekanan isi maupun kosong tidak


boleh dilempar atau dijatuhkan.
(2) Pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menggunakan alat bantu.

Pasal 41

Bejana Tekanan dilarang dipergunakan sebagai rol


pengangkut atau sebagai alat lainnya.

Pasal 42

(1) Bangunan tempat penyimpanan bejana penyimpanan


gas dan bejana transport dengan jumlah yang besar
harus terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar
dan lantai harus terbuat dari bahan yang tidak
menimbulkan percikan api.
(2) Bangunan tempat penyimpanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus mempunyai ventilasi
yang cukup dan harus mempunyai pintu keluar atau
pintu penyelamatan.
- 24 -

Pasal 43

(1) Bejana Tekanan yang tidak digunakan dilarang


ditempatkan dalam satu ruangan yang terdapat
Bejana Tekanan sedang digunakan.
(2) Bejana Tekanan dilarang ditempatkan atau disimpan
dekat tangga, gang, di depan lubang angin, alat
pengangkat, atau benda bergerak yang dapat
menyentuh atau menimpa.
(3) Bejana Tekanan yang berisi bahan yang tidak mudah
terbakar disimpan terpisah dari Bejana Tekanan berisi
bahan yang mudah terbakar.
(4) Bejana Tekanan dalam keadaan berisi harus
dilindungi dari sumber panas dan penyebab karat.

Pasal 44

Bejana Tekanan yang berisi media dengan berat jenis


melebihi berat jenis udara, dilarang disimpan dalam
ruangan bawah tanah yang tidak mempunyai ventilasi.

Pasal 45

(1) Bejana penyimpanan gas dan bejana transport yang


berisi gas yang berbeda-beda harus disimpan secara
terpisah.
(2) Bejana penyimpanan gas dan bejana transport yang
telah berisi ditempatkan di tempat terbuka harus
dilindungi dari panas matahari dan hujan.

Pasal 46

(1) Pengosongan Bejana Tekanan yang berisi gas


beroksidasi dan mudah terbakar harus dilakukan

dengan menyisakan tekanan untuk mencegah


masuknya kotoran.
(2) Pengisian kembali Bejana Tekanan untuk zat asam
atau oksigen dan gas beroksidasi dilarang memakai
peralatan pemadat dan perlengkapan bejana yang
mengandung pelumas dan minyak.
- 25 -

(3) Untuk mengisi dan mengosongkan kembali Bejana


Tekanan untuk gas cair tidak boleh dipercepat dengan
pemanasan langsung dengan api terbuka atau nyala
gas, tetapi dapat menggunakan pemanasan dengan
kain basah atau udara panas atau menggunakan alat
pemanas listrik yang khusus dibuat untuk keperluan
tersebut, temperatur kontak bahan dipanaskan tidak
boleh melebihi 40 (empat puluh derajat celcius).
(4) Pada pengisian kembali Bejana Tekanan berisi asetilen
yang terlarut dalam aseton, bidang penghubung dari
tingkat penurun tekanan hams dilapisi secara
sempurna.

Pasal 47

(1) Bejana penyimpanan gas atau bejana transport untuk


gas cair selama diisi harus ditimbang untuk
menetapkan adanya kemungkinan pengisian yang
berlebihan.

(2) Setelah pengisian sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) selesai, dilakukan penimbangan.
(3) Penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat {2}
harus dilakukan dengan timbangan kontrol dan tidak
diperbolehkan adanya sambungan pengisi atau
penyaluran yang melekat pada bejana tersebut yang
dapat mengurangi penimbangan.
(4) Timbangan kontrol sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diperiksa dan dikalibrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 48

(1) Bejana penyimpanan gas atau bejana transport yang


berisi gas yang mudah terbakar atau berbahaya bagi
kesehatan dalam keadaan terkempa menjadi cair atau
terlarut, apabila tidak dihubungkan dengan pipa
pengisi atau pipa lain yang sejenis harus diletakan
dalam posisi berdiri sehingga zat cairnya tidak dapat
keluar.
- 26 -

(2) Bejana penyimpanan gas atau bejana transport untuk


gas yang dikempa atau terlarut yang dilengkapi pipa
untuk pengambilan gas atau zat cair harus dilengkapi
tanda penunjuk arah aliran gas yang benar.
(3) Keran bejana penyimpanan gas yang berisi asetilen
terlarut dalam aseton harus mempunyai tingkap
penutup keran.
(4) Kunci pembuka dan penutup tingkap penutup keran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus selalu
tergantung pada bejananya.

BAB V

PENGANGKUTAN

Pasal 49

(1) Bejana Tekanan dilarang diangkat dengan


menggunakan magnet pengangkat sling yang membelit
pada Bejana Tekanan.
(2) Alat angkut Bejana Tekanan harus dilengkapi dengan
peralatan yang dapat mencegah timbulnya gerakan
atau geseran yang membahayakan.
(3) Pengangkutan Bejana Tekanan tidak boleh melebihi
ukuran dan kapasitas kendaraan serta harus
dilindungi dari panas matahari.

Pasal 50

(1) Kendaraan pengangkut Bejana Tekanan dalam


keadaan berisi harus selalu disertai petugas.
(2) Kendaraan pengangkut Bejana Tekanan berisi gas
beracun, iritan, korosif atau mudah terbakar, harus
disertai petugas yang mengerti mengenai cara bongkar
muat yang aman.

(3) Bejana Tekanan kosong hanya boleh diangkut dalam


keadaan keran tertutup.

Pasal 51

Kendaraan yang diperuntukkan mengangkut Bejana


Tekanan dilarang mengangkut penumpang.
- 27 -

BAB VI

PEMASANGAN DAN PERBAIKAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 52

Bejana Tekanan dan Tangki Timbun yang dipasang pada


alat transportasi harus mempunyai konstruksi yang kuat
dan aman.

Pasal 53

(1) Perbaikan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun harus


dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana
ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan dan/atau standar yang berlaku.
(2) Pekerjaan perbaikan Tangki Timbun harus dilakukan
sesuai dengan prosedur K3 pekerjaan di ruang
terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Kedua
Bejana Tekanan

Pasal 54

(1) Pemasangan Bejana Tekanan baik vertikal maupun


horisontal harus di atas kerangka penumpu yang
kuat.

(2) Lokasi pemasangan Bejana Tekanan harus memiliki


ruang bebas untuk perawatan, pemeriksaan dan
pengujian.
(3) Lantai di sekitar lokasi pemasangan harus rata,
bersih, dan tidak licin.
(4) Khusus Bejana Tekanan berisi gas atau campuran gas
berbahaya dan tekanan melebihi atmosfer harus
dilengkapi dengan pagar pengaman dan dibuatkan
tanda larangan masuk kecuali bagi yang berwenang.
-28-

Bagian Ketiga
Tangki Timbun

Pasal 55

(1) Ruangan tempat pemasangan Tangki Timbun di


bawah permukaan tanah lebih dari 50 cm (lima puluh
sentimeter) harus:
a. mempuyai dinding dan perlengkapan yang
terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar;

b. mempunyai lantai dasar yang kuat menahan


beban Tangki Timbun pada saat berisi penuh.
(2) Dinding dan lantai dasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus mampu menahan rembesan apabila
terjadi tumpahan atau kebocoran Tangki Timbun.

Pasal 56

(1) Pemasangan Tangki Timbun di atas lantai yang


mempunyai fondasi yang konstruksinya kuat
menahan beban Tangki Timbun pada saat terisi
penuh.
(2) Lantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mampu menahan resapan cairan Tangki Timbun.

Pasal 57

(1) Pemasangan Tangki Timbun dengan menggunakan


kaki terbuat dari rangka baja, konstruksinya harus
kuat dan aman.

(2) Kaki rangka baja sebagaimana dimaksud ayat (1)


harus dipasang di atas fondasi dengan konstruksi
kuat menahan beban Tangki Timbun pada saat terisi
penuh.

Pasal 58

(1) Tangki Timbun atau kelompok Tangki Timbun


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai
dengan Pasal 26 harus dikelilingi oleh tanggul atau
tembok tanah atau tembok yang terbuat dari batu.
- 29 -

(2) Tanggul atau tembok sebagaimana dimaksud ayat (1)


harus mampu menahan dan menampung isi cairan
dalam Tangki Timbun sebagai berikut:
a. sebesar 80 % {delapan puluh persen) dari jumlah
isi tangki untuk pemasangan 1 (satu) Tangki
Timbun;
b. sebesar 60 % (enam puluh persen) dari jumlah isi
tangki untuk pemasangan 2 (dua) sampai dengan
4 (empat) Tangki Timbun; dan
c. sebesar 50 % (lima puluh persen) dari jumlah isi
tangki untuk pemasangan lebih dari 4 (empat)
Tangki Timbun.

BAB vir

PERSONIL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 59

(1) Pengangkutan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun


dilakukan oleh operator K3.
(2) Pemasangan, pemeliharaan, perbaikan, modifikasi dan
pengisian Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
dilakukan oleh teknisi K3 bidang Bejana Tekanan dan
Tangki Timbun.
(3) Pekerjaan pengelasan pada pembuatan,
pemasangan, pemeliharaan, perbaikan atau modifikasi
Bejana Tekanan dan Tangki Timbun dilakukan oleh
juru las.
(4) Operator K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
teknisi K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
juru las sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 30 -

Bagian Kedua
Teknisi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun

Pasal 60

Teknisi K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2)


harus memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan minimal SMK jurusan teknik/SMA
jurusan IPA atau memiliki pengalaman paling sedikit 3
(tiga) tahun di bidang Bejana Tekanan;
b. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
c. umur paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun; dan
d. memiliki Lisensi K3.

Bagian Ketiga
Tata Cara Memperoleh Lisensi K3

Pasal 61

(1) Untuk memperoleh Lisensi K3 Teknisi Bejana


Tekanan dan Tangki Timbun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 huruf d, Pengusaha atau Pengurus
mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur
Jenderal dengan melampirkan:
a. copy ijazah terakhir;
b. surat keterangan pengalaman kerja membantu
teknisi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
yang diterbitkan oleh perusahaan;
c. surat keterangan sehat dari dokter;
d. copy Kartu Tanda Penduduk;
e. copy sertifikat kompetensi; dan
f. pas photo berwarna 2 x 3 (2 lembar) dan 4x6
(2 lembar).
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pemeriksaan dokumen oleh Tim.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinyatakan lengkap, Direktur Jenderal
menerbitkan lisensi K3.
-31 -

Pasal 62

(1) Lisensi K3 berlaku untuk jangka waktu 5 (lima)


tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu
yang sama.

(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diajukan oleh Pengusaha atau
Pengurus kepada Direktur Jenderal dengan
melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1) dan lisensi K3 asli.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
masa berakhirnya lisensi K3.

Pasal 63

Lisensi K3 hanya berlaku selama teknisi Bejana Tekanan


dan Tangki Timbun yang bersangkutan bekerja di
perusahaan yang mengajukan permohonan.

Pasal 64

Dalam hal sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 61 ayat (1) huruf e belum dapat
dilaksanakan, dapat menggunakan surat keterangan
telah mengikuti pembinaan K3 yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal.

Bagian Keempat
Kewenangan Teknisi

Pasal 65

Teknisi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun berwenang


melakukan:

a. pemasangan, perbaikan, atau perawatan Bejana


Tekanan dan Tangki Timbun; dan
b. pemeriksaan, penyetelan, dan mengevaluasi
keadaan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun.
- 32 -

Bagian Kelima
Kewajiban Teknisi

Pasal 66

Teknisi berkewajiban untuk:


a. melaporkan kepada atasan langsung, kondisi Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun yang menjadi tanggung
jawabnya jika tidak aman atau tidak layak pakai;
b. bertanggung jawab atas hasil pemasangan,
pemeliharaan, perbaikan, dan/atau pemeriksaan
peralatan/komponen Bejana Tekanan dan Tangki
Timbun;
c. mematuhi peraturan perundang-undangan dan
melakukan tindakan pengamanan yang telah
ditetapkan; dan
d. membantu Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis
dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian
Bejana Tekanan dan Tangki Timbun.

Bagian Keenam
Pencabutan Lisensi K3

Pasal 67

Lisensi K3 dapat dicabut apabila teknisi Bejana Tekanan


dan Tangki Timbun yang bersangkutan terbukti:
a. melakukan tugas tidak sesuai dengan jenis dan
kualifikasi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun;
b. melakukan kesalahan, atau kelalaian, atau
kecerobohan sehingga menimbulkan keadaan
berbahaya atau kecelakaan kerja; dan
c. tidak meiaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66.
- 33 -

BAB VIII

PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Pasal 68

(1) Setiap kegiatan perencanaan, pembuatan,


pemasangan, pengisian, pengangkutan, pemakaian,
pemeliharaan, perbaikan, modifikasi, dan
penyimpanan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
harus dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian.
(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2).

Pasal 69

(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68


merupakan kegiatan mengamati, menganalisis,
membandingkan, menghitung dan mengukur Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun untuk memastikan
terpenuhinya ketentuan peraturan perundang-
undangan dan/atau standar yang berlaku.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
merupakan kegiatan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan semua tindakan
pengetesan kemampuan operasi, bahan, dan
konstruksi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun untuk
memastikan terpenuhinya ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau standar yang berlaku.

Pasal 70

Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 68, meliputi:
a. pertama;

b. berkala;

c. khusus; dan
d. ulang.
- 34 -

Pasal 71

(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a
dilakukan pada:
a. perencanaan;

b. pembuatan;
c. saat sebelum digunakan atau belum pernah
dilakukan pemeriksaan dein/atau pengujian; atau
d. pemasangan, perubahan atau modifikasi.
(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama pada
perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi pemeriksaan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).

Pasal 72

(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama pada


pembuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
ayat (1) huruf b meliputi pemeriksaan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(2) Untuk Tangki Timbun selain dilakukan pemeriksaan
dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian alat
pembumian, penyalur petir, dan sarana
penanggulangan kebakaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pembuatan bejana penyimpanan gas {tabung LPG)
harus dilakukan pengujian sifat mekanik dan uji
pecah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
atau Standar Internasional.

(4) Pembuatan bejana penyimpanan gas dan bejana


transport selain tabung LPG, per 200 unit diambil 2
(dua) unit untuk dilakukan pengujian sifat mekanik
dan uji pecah.
(5) Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) salah satu unit tidak memenuhi syarat,
diambil 1 (satu) unit lagi untuk dilakukan pengujian.
- 35 -

(6) Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud


pada ayat (4) kedua unit tidak memenuhi syarat,
diambil 2 (dua) unit lagi untuk dilakukan pengujian.
(7) Untuk bejana penyimpanan gas asetilen yang terlarut
dalam aseton selain dilakukan pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) juga diambil 1 (satu) unit
untuk dilakukan pemeriksaan dan pengujian porous
mass.

(8) Apabila pengujian porous mass sebagaimana


dimaksud pada ayat (7) tidak memenuhi syarat, dapat
diambil 1 (satu) unit lagi untuk dilakukan pengujian
porous mass.

(9) Jika hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat


(4), ayat (5), ayat (6), ayat (7) dan ayat (8) tidak
memenuhi syarat, maka pembuatan terhadap 200
(dua ratus) unit bejana penyimpanan dianggap tidak
memenuhi syarat.
(10) Pelaksanaan pengujian sifat mekanik, sifat kimia, dan
porous mass dapat dilakukan di lembaga uji yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(11) Untuk Tangki Timbun dilakukan pengetesan
kebocoran dengan pengisian air secara penuh
didiamkan selama 2 x 24 jam.
(12) Jika terjadi kebocoran atau perubahan bentuk pada
Tangki Timbun, kaki rangka baja, fondasi, dan lantai
maka hams dilakukan perbaikan sebelum digunakan.

Pasal 73

(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama pada saat


sebelum digunakan atau belum pernah dilakukan
pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf c meliputi:
a. gambar konstruksi/instalasi;
b. sertifikat bahan dan keterangan lain;
c. catatan data pembuatan (manufacturing data
record)-,
- 36 -

d. cara kerja Bejana Tekanan untuk bejana proses;


e. bagian luar dan bagian dalam, Bejana Tekanan;
f. ukuran/dimensi teknis;
g. pengujian tidak merusak; dan
h. percobaan padat {hidrostatic test).
(2) Percobaan padat {hidrostatic test) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf h, tekanan uji 1,5 kali
dari tekanan kerja yang diperbolehkan atau tekanan
desain atau tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

(3) Dalam pelaksanaan percobaan padat (hidrostatic test),


Bejana Tekanan tidak boleh berkeringat, atau bocor,
atau tidak boleh terjadi perubahan bentuk menetap
yang menyebabkan volume bejana melebihi 0,2 % (noi
koma dua persen) dari volume semula.

Pasal 74

(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama pada


pemasangan, perubahan atau modifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf d meliputi
pemeriksaan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3).
(2) Selain pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), harus dilakukan pemeriksaaan dan/atau
pengujian:
a. bagian luar dan bagian dalam Bejana Tekanan;
b. ukuran/dimensi teknis;
c. pengujian tidak merusak; dan
d. percobaan padat [hidrostatic tesf).
(3) Percobaan padat [hidrostatic test) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d, tekanan uji 1,5 (satu
koma lima) kali dari tekanan kerja yang diperbolehkan
atau tekanan desain atau tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
- 37 -

(4) Dalam pelaksanaan percobaan padat (hidrostatic test),


Bejana Tekanan tidak boleh berkeringat, atau bocor,
atau tidak boleh terjadi perubahan bentuk menetap
yang menyebabkan isi bejana melebihi 0,2 % (nol
koma dua persen) dari isi semula.

Pasal 75

(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian berkala


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b
dilakukan sesuai dengan Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian berkala
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. gambar konstruksi/instalasi;
b. sertifikat bahan dan keterangan lain;
c. catatan data pembuatan [manufacturing data
record];
d. cara keija Bejana Tekanan untuk bejana proses;
e. bagian luar dan bagian dalam Bejana Tekanan;
f. bagian luar untuk Tangki Timbun;
g. ukuran/dimensi teknis; dan
h. pengujian tidak merusak.

(3) Untuk Tangki Timbun selain dilakukan pemeriksaan


dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian alat
pembumian, penyalur petir, dan sarana
penanggulangan kebakaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Apabila hasil pemeriksaan bejana sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi persyaratan
K3 maka harus dilakukan percobaan padat (hidrostatic
test).
(5) Percobaan padat (hidrostatic test) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
74 ayat (3) dan ayat (4).
-38-

(6) Untuk Bejana Tekanan dengan volume sampai dengan


60 (enam puluh) liter harus dilakukan penimbangan
dengan hasil penimbangan tidak boleh lebih besar
atau lebih kecil 5 % (lima persen) dari berat semula.
(7) Untuk bejana penyimpanan gas asetilen yang terlarut
dalam aseton, pengujian berkala dilakukan sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat
(7).
(8) Pemeriksaan secara berkala untuk Tangki Timbun
dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun dan pengujian
dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun.

Pasal 76

(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian khusus


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf c
merupakan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian
yang dilakukan setelah terjadinya kecelakaan kerja,
kebakaran, atau peledakan.
(2) Pemeriksaan dan/atau khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 77

(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian ulang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 70 huruf d dilakukan apabila
hasil pemeriksaan sebelumnya terdapat keraguan.
(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian ulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagaimana
pemeriksaan dan/atau pengujian dalam Pasal 73 ayat
(1), Pasal 74 ayat (2) dan Pasal 75 kecuali pada
percobaan padat (hidrostatic test).

Pasal 78

(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 70 huruf a, huruf b, dan huruf
d menggunakan contoh formulir tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
- 39 -

(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 70 huruf c mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 79

Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 70 dilakukan oleh:

a. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis; atau


b. Ahli K3 Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan.

Pasal 80

(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian yang dilakukan


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 huruf a dilaksanakan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.


(2) Ahli K3 bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf b harus
ditunjuk oleh Menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk dapat ditunjuk sebagai Ahli K3 bidang Pesawat
Uap dan Bejana Tekan harus memiliki kompetensi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan,

Pasal 81

(1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80


ayat (3) meliputi:
a. pengetahuan teknik;
b. keterampilan teknik; dan
c. perilaku.
(2) Pengetahuan teknik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a mencakup:
a. memahami peraturan perundang-undangan di
bidang pesawat uap dan Bejana Tekanan;
b. mengetahui jenis-jenis pesawat uap dan
perlengkapannya;
c. mengetahui jenis-jenis Bejana Tekanan dan
perlengkapannya;
- 40 -

d. mengetahui cara menghitung kekuatan


konstruksi pesawat uap dan Bejana Tekanan;
e. mengetahui pipa penyalur;
f. mengetahui jenis dan sifat bahan;
g. mengetahui teknik pengelasan dan pengujian
tidak merusak (Non Destructive Test);
h. mengetahui jenis dan pengolahan air pengisi
ketel;
i. mengetahui proses pembuatan, pemasangan, dan
perbaikan / modifikasi;
j. mengetahui cara pemeriksaan dan/atau
pengujian pesawat uap dan pipa penyalur;
k. mengetahui cara pemeriksaan dan/atau
pengujian Bejana Tekanan;
1. mengetahui K3 nuklir;
m. mengetahui jenis korosi dan pencegahannya;
n. mengetahui kelistrikan dan alat kontrol
otomatis;dan
0. mengetahui jenis fondasi dan kerangka dudukan.
(3) Keterampilan teknik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b mencakup:
a. memeriksa dan menganalisis jenis-jenis pesawat
uap dan perlengkapannya;
b. memeriksa dan menganalisis jenis-jenis Bejana
Tekanan dan perlengkapannya;
c. mampu menghitung kekuatan konstruksi
pesawat uap dan Bejana tekanan;
d. memeriksa dan menganalisis pipa penyalur;
e. memeriksa dan menganalisis kekuatan bahan;
f. memeriksa dan menganalisis pengelasan dan
pengujian tidak merusak (Non Destructive Test);
g. memeriksa dan menganalisis air pengisi ketel
uap;

h. memeriksa dan menganalisis pembuatan,


pemasangan dan perbaikan/modifikasi;
1. memeriksa dan menguji pesawat uap dan pipa
penyalur;
- 41 -

j. memeriksa dan menguji Bejana Tekanan;


k. memeriksa dan menganalisis korosi dan
pencegahannya;
1. memeriksa dan menganalisis kelistrikan dan alat
kontrol otomatis;
m. memeriksa dan menganalisis fondasi dan
kerangka dudukan; dan
n. mampu membuat laporan dan analisa hasil
pemeriksaan dan pengujian pesawat uap dan
Bejana Tekanan.
(4) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diubah sesuai dengan perkembangan teknik dan
teknologi.
(5) Perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi sikap jujur, hati-hati, teliti, koordinatif,
profesional, tegas, bertanggung jawab, patuh, dan
disiplin.

Pasal 82

Pengurus dan/atau Pengusaha memfasilitasi dalam


pelaksanaan pemeriksaan dan/atau pengujian Bejana
Tekanan atau Tangki Timbun berupa penyediaan alat-alat
bantu.

Pasal 83

(1) Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 70 hams dilaporkan ke
pimpinan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan.
(2) Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dituangkan dalam Surat
Keterangan yang diterbitkan oleh unit kerja
pengawasan ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilengkapi dengan alasan teknis pada lembar
tersendiri.
- 42 -

(4) Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dibuat dalam 3 (tiga) rangkap dengan rincian:
a. lembar pertama, untuk pemilik;
b. lembar kedua, untuk unit pengawasan
ketenagakeijaan setempat; dan
c. lembar ketiga, untuk unit pengawasan
ketenagakeijaan pusat.
(5} Unit kerja pengawasan ketenagakeijaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan surat
keterangan kepada unit pengawasan ketenagakerjaan
di pusat setiap 1 (satu) bulan sekali.

Pasal 84

(1) Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


83 ayat (2) meliputi Surat Keterangan Memenuhi
Persyaratan K3 atau Surat Keterangan Tidak
Memenuhi Persyaratan K3 tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

(2) Bejana Tekanan dan Tangki Timbun yang


mendapatkan Surat Keterangan Memenuhi
Persyaratan K3 diberikan Tanda Memenuhi Syarat K3
pada setiap Bejana Tekanan dan Tangki Timbun.
(3) Tanda memenuhi syarat K3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa stiker yang dibubuhi stempel
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 85

Bejana Tekanan dan Tangki Timbun yang tidak memenuhi


syarat K3 dibongkar atau dipotong dengan menggunakan
prosedur kerja yang aman.
-43-

BAB IX

PENGAWASAN

Pasal 86

Pengawasan pelaksanaan K3 Bejana Tekanan dan Tangki


Timbun di Tempat Kerja dilaksanakan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BABX

SANKSI

Pasal 87

Pengusaha dan/atau Pengurus yang tidak memenuhi


ketentuan dalam Peraturan Meteri ini dikenakan sanksi

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970


tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 88

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku maka:

a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Nomor PER. Ol/MEN/1982 tentang Bejana Tekanan;
b. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
No.SE.06/MEN/1990 tentang Pewarnaan Botol
Baja/Tabung Gas Bertekanan; dan
c. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan Nomor KEP/75/PPK/XII/2013
tentang Petunjuk Teknis Pembinaan Calon Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pesawat
Uap dan Bejana Tekan, Pesawat Angkat-Angkut, dan
Pesawat Tenaga dan Produksi, khusus yang mengatur
Calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang
Pesawat Uap dan Bejana Tekan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
- 44 -

Pasal 89

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2016

MENTERI KETENAGAKERJAAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2016

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1988

SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA

tIRO HUKUM,

[, SH
NIP. 19600324 198903 1 001
LAMPIRAN

PEP^TURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 37 TAHUN 2016

TENTANG

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN '

DAFTAR LAMPIRAN

ANGKA REGANG

BEJANA TEKANAN BERISI GAS ASAM MAUPUN GAS.

PEWARNAAN BEJANA PENYIMPANAN GAS

FORMULIR la SURAT KETERANGAN HASIL PEMERIKSAAN DAN

PENGUJIAN BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN

OLEH AHLI K3 BIDANG PESAWAT UAP DAN BEJANA

TEKANAN YANG MEMENUHI PERSYARATAN

FORMULIR lb SURAT KETERANGAN HASIL PEMERIKSAAN DAN

PENGUJIAN BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN

OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS

PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKANAN YANG

MEMENUHI PERSYARATAN

FORMULIR Ic SURAT KETERANGAN HASIL PEMERIKSAAN DAN

PENGUJIAN BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN

OLEH AHLI K3 BIDANG PESAWAT UAP DAN BEJANA

TEKANAN YANG TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN

FORMULIR Id SURAT KETERANGAN HASIL PEMERIKSAAN DAN

PENGUJIAN BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN

OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS

PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKANAN YANG TIDAK

MEMENUHI PERSYARATAN

FORMULIR 2 FORMULIR HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

BEJANA TEKANAN

FORMULIR 3a FORMULIR HASIL PEMERIKSAAN BULANAN TANGKI

TIMBUN

FORMULIR 3b : FORMULIR HASIL PEMERIKSAAN PERTAMA/BERKALA


TANGKI TIMBUN
-2-

FORMAT 4a CONTOH STIKER MEMENUHI PERSYARATAN K3

FORMAT 4b CONTOH STIKER TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN K3

MENTERI KETENAGAKERJAAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA

^RO HUKUM,

"NIPrt9600324 198903 1 001


Tabel 1
Angka Regang

Kekuatan Tarik (kg/mm2) Regang Dalarn (%)

Keterangan ;

Bilamana kekuatan tarik lebih dari 56 kg/mm2, maka angka ini dikalikan dengan angka
regang hingga putus dalam prosentase, hams menghasilkan serendah-rendahnya 1200
Tabel 2
Bejana Tekanan Berisi Gas Asam Maupun Gas

Nama Gas Keadaan gas PI PO V n

Acetylene (acetyleen gas Dilarutkan dalam


karbid) Aseton
Ethylamine Aethylamine Cairan 10 1,70 5

Ethane Aethaan Cairan 95 3,30^


Ethylene, Aethyleen (etema) Cairan 225 3,50

Ethylene oxide Aetheleen Cairan To 1,30 5


oxid
Ammonia Ammonia Dilarutkan dalam 30 1.86^
air
Ammoniak dalam air dengan Dilarutkan dalam 1,25~^
30-40 % berat ammoniak air
Ammoniak dan air dengan Dilarutkan dalam 1,30 5
40-50 % berat ammoniak air
Boorflouride Dilarutkan dalam -
5
air
10 Methyl Bromida Broomethyl Dikempa 0,70 5

11 Chlorine Chloor (chlorida) Cairan 0,80 2

12 Ethyl Chlorida Chloor aethyl Cairan


1,25 5
13 Chlorine Carbonice Chloor Cairan 0,80 2
kooloxide
14 Chlorine methyl Chloor Cairan 1,25 5
methyl (methyl
chlorida)
15 Chlirine Hydrogen chloor Cairan
waterstof
(Hydrogenchlorida)
16 Gas-gas mulia Dikempa 5

17 Freon Cairan 0,89


(dichloordiflourmethaan),
18 Gas campuran (gas minyak Dikempa
dengan 30% acetylene (max)
19 Carbondioxide Kooloxyde Dikempa
dioksid arang
20 Carbonic acid, (Carbon Dikempa
monoxide).
Koozuur (koolmonoxyde)
asam arang

21 Asam Arang (cairan) Cairan


22 Coal gas, illluminating gas, Dikempa
gas lampu
iimcnsH
Campuran (mixture) ;
1. udara dengan gas mulia Dikempa
2. nitrogen dengan gas mulia Dikempa
3. Oksigen dengan argon Dikempa

I viCMl vi In i $J9iS9 n

26 Methvlamine Cairan 1.70 5


27 Methylether Cairan 10 1 1,65 5
Methylaether
28 Oil gas (Olie gas) Dikempa 200 1 125
Gas minyak
29 Oil gas (Olie gas) Cairan 2,50 5
Gas minyak
30 Propylene gas minyak Cairan 2,25 5
Propyleen
31 Nitrogen Dikempa 225 I 150
Nitrogen, stik-stof
zat lemas
32 Oksidul zatt lemas Cairan 250 1,50 5
(Nitrogen monoxide)
33 Tetraoksid zat lemas Cairan 22 0,80 2
(Nitrogen tetraoxid)
34 Tgas (aethyleenoxyde) Cairan 11 1,26 5
dengan koolzuur
35 Vinylchloride Cairan 11 1,26 5

36 Vinylmethy aethen Cairan 10 5

37 Gas air (water gas) Dikempa 225 150 5


38 Zat air, hidrogen Dikempa 225 5
(Hydrogen). Water stof
39 Asam belerang muda Dikempa 12 - 0,80 2
Sulfula dioxide
Swaveligzuur
40 Zat air belerang. Dikempa 1,45 2
(hydrogen sulfide)
swarth waterstof
41 Zat asam (Oxygen) Dikempa 225 1 1501
Zuurstof

Keterangan:
PI : tekanan
tek percobaan dengan air dalam satuan kg/cm2 tekanan melebihi.
PO : tekanan kerja yang diperbolehkan dalam kg/cm^ tekanan melebihi.
tek
V : volume
voli yang diperlukan dalam botol dalam satuan dm^ untuk setiap kg, gas
melarut atau yang dipadatkan.
jangka waktu pengujian yang paling lama dedam tahun.
Tabel 3
Pewarnaan Bejana Penyimpanan Gas

Prinsip Pewarnaan (Color Coding) Bejana Penyimpanan Gas


Prinsip pewarnaan (color coding) bejana penyimpanan gas harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar yang berlaku.
Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, bahwa:
1. Warna bejana penyimpanan gas berhubungan dengan sifat kimia dan/atau fisika
dan gas-gasnya yang hendak ditonjolkan potensi bahaya.
2. Bejana penyimpanan gas yang mengandung lebih dari satu potensi bahaya yang
akan ditonjolkan, ditandai dengan gabungan warna dasar.
3. Bejana penyimpanan gas walaupun di udara mengandung potensi bahaya yang
bersifat fatal, ditandai dengan warna dasar menyolok.
Selain perwanaan Bejana penyimpanan gas sebagaimana tersebut di atas, masih dapat
ditambahkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Jenis-jenis wama dasar diusahakan seminimal mungkin, agar orang awam dapat
dengan mudah mengenal dan mengingat potensi bahaya dari bejana penyimpan gas
tersebut.

2. Gas-gas yang berbeda jenisnya tetapi mempunyai kesamaan potensi bahaya yang
hendak ditonjolkan, diberi warna dasar yang sama, namun dibedakan dengan
penandaan khusus di tempat tertentu pada badan atau leher. Penandaan tersebut
dapat berbentuk tulisan nama gas yang dxsablonkan secara menyolok sepanjang
badan Bejana penjdmpanan gas atau berupa labeling tanda peringatan khusus
yang ditempelkan pada bagian leher.
3. Gas-gas yang jenisnya beraneka ragam dapat dikelompokkan menurut sifat dan
potensi bahayanya menjadi:
a. klasifikasi berdasarkan potensi bahaya yang dimiliki gas tersebut, antara lain
mencekik, mengoksidasi, mudah terbakar, beracun dan atau korosif
b. klasifikasi gas-gas spesifik, antara lain asetilen, oxygen, nitrous oxide.
c. klasifikasi gas-gas inert untuk pemakaian jenis industri dan medis, antara lain
argon, nitrogen, carbon dioxide, helium.
d. klasifikasi gas-gas campuran untuk jenis medis atau yang dipergunakan untuk
pernafasan, antara lain udara atau udara sintetik, helium/oxygen,
oxygen/carbon dioxide, oxygen/nitrogen, oxygen/nitrous oxide, nitric
oxide/nitrogen N0<1000 ppm (V/V),
e. klasifikasi gas-gas industri dan gas campuran, antara lain Udara atau udara
sintetik {O2 ^ 23.5 %), Ammonia, Chlorine, Hydrogen, Krypton, Methane,
Argon/Carbon dioxide, Nitrogen / carbon dioxide.
-7-

II. Pewamaan dan Pelabelan Bejana Penyimpanan Gas


1. Pewamaan Bejana Penyimpanan Gas
1.1. Klasifikasi weima berdasarkan potensi bahaya yang dimiliki:
JENIS GAS WARNA PADA BAHU BEJANA

Inert (Mencekik) Bright green RAL

A
6018

Oxidising (Pengoksidasi) Light blue RAL

Flammable (Mudah
A 5012

Red RAL 3000

Terbakar)

Toxic and/or Corrossive


A Yellow RAL 1018

(Beracun dan/atau
korosif)

1.2. Klasifikasi gas-gas spesiiik :


JENIS GAS WARNA PADA BAHU BEJANA

Acetylene C2H2 Maroon colour 541 in


BS 381C

Oxygen O2
A (3) or RAL 3007, Black
Red.
(Body & shoulder)
02 White RAL 9010

Nitrous Oxide N2O Blue RAL 5010

A
-8-

1.3. Klasifikasi gas-gas inert untuk pemakaian jenis industri dan medis
JENIS GAS WARNA PADA BAHU BEJANA

Argon Ar Dark green RAL 6001

Nitrogen Na Black RAL 9005

Carbon dioxide CO2 Grey RAL 7037

Helium He Brown RAL 8008

1.4. Klasifikasi gas-gas campuran untuk jenis medis atau yang dipergunakan
untuk pemafasan
JENIS GAS WARNA PADA BAHU BEJANA

Udara atau White RAL 9010


udara sintetik Black RAL 9005
O2 ^ 20 % tapi
^ 23.5 %

Helium He / O2 White RAL 9010


Brown RAL 8008
oxygen

Oxygen / O2 / CO2 White RAL 9010


carbon Grey RAL 7037
dioxide

Oxygen / O2 / Na Bright green RAL 6018


nitrogen
O2 < 20 %

Oxygen / O2 / N2 Light blue RAL 5012


nitrogen
O2 > 23.5 %
-9-

Oxygen / 02 / N20 White RAL 9010


nitrous Blue RAL 5010
Oxide

Nitric Oxide / NO / N Turkish blue RAL 5018


Nitrogen

A
NO <1000 ppm
(V/V)

1.5. Klasifikasi gas-gas industxi dan gas campuran


JENIS GAS WARNA PADA BAKU BEJANA

Udara atau Bright green RAL 6018


udara sintetik
O2 ^ 23.5 %

Ammonia NH3 YeUow RAL 1018

Chlorine CI2 YeUow RAL 1018

Hydrogen H2 Red RAL 3000

Krypton Kr Bright green RAL 6018

Methane CH4 Red RAL 3000

Argon / carbon Ar / CO2 Bright green RAL 6018


Dioxide
- 10-

Nitrogen / N2 / CO2 Bright green RAL 6018


carbon
dioxide

2. Pelabelan Bejana Penyimpanan Gas


Seluruh bejana penyimpanan gas wajib diberi label untuk menunjukan isi gas di
dalamnya, dan keterangan lain yang mendukung, dikarenakan label adalah yang
utama untuk keperluan identifikasi isi gas di dalam botol baja/tabung gas
bertekanan tersebut. Pewamaan tabung hanya sebagai penanda. Untuk keperluan
medis, pelabelan mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Peraturan Kementerian
Kesehatan.

Gambar 1. Contoh Label Botol Baja / Tabung Gas Bertekanan

Bentuk dan ukuran label dapat disesuaikan dengan dimensi dari bejana
pen5dmpanan gas itu sendiri, untuk ditampilkan pada bagian bahu bejana
penjdmpanan gas. Informasi berikut diperlukan dalam label:
a. Pictogram, yang menampilkan potensi bahaya utama dan potensi bahaya
teimbahannya. Pictogram disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. Nomor UN;
c. Nama gas dan sifat gas;
d. Nama gas huruf besar;
e. Keterangan potensi bahaya;
f. Keterangan dimensi dan tekanan tabung;
g. Standard yang dipakai;
h. Nama perusahaan pembuat tabung;
i. Alamat perusahaan pembuat tabung;
j. Informasi tambahan perusahaan pembuat tabung;
-11 -

Pengecatan Bejana Penyimpanan Gas


1. Jenis Cat

Cat yang diraaksud adalah cat produksi pabrik yang telah diakui oleh Instansi
Pemerintah yang berwenang dan mempunyai sifat-sifat berikut:
a. Cat tersebut harus mempunyai daya lekat terhadap baja yang cukup baik guna
meUndungi permukaan bejana dengan sempuma dari pengaruh udara.
b. Cat tersebut hams mempunyai kekerasan dan elastisitet, agar daya lentumya
baik, sehingga cukup tahan pukul atau tekanan dari luar.
c. Cat tersebut harus tidak mudah terbakar dan tahan air.

d. Cat hams dibuat agar tidak mudah bembah dan luntur.


e. Cat hams dibuat tahan terhadap cuaca udara yang bembah-ubah sehingga
tidak ada penuaan atau pembahan.
2. Pengecatan
Pada dasamya pelaksanaan coating dan finishing hams dilakukan dengan memakai
cat yang telah disesuaikan dengan kelompok/jenis gas yang diisikan berdasarkan
sumber bahaya serta kondisi dari botol atau tabung gas bertekanan yang akan
digunakan. Jika lapisan telah dilakukan dengan anti karat, cat harus dikeringkan
sesuai dengan sifat-sifatnya.
3. Pengecatan Ulang
Pengecatan ulang botol baja atau tabung gas bertekanan hams diadakan apabila:
a. Warnanya sudah bembah, luntur dan sudah tidak menunjukkan lagi identitas
wama yang selumhnya.
b. Warna cat yang seharusnya sudah hilang, atau tertutup sehingga identitas
wama tersebut dari 50% luasan permukaan badan botol baja.
c. Dilakukan pengujian/pengetesan bejana penyimpanan gas {hydrostatic test).
- 12 -

Formulir la

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA


DISNAKER PROVINSI :
ALAMAT :

SURAT KETERANGAN
BEJANA TEKANAN / TANGKI TIMBUN *)
Nomor :

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian yang telah dilakukan oleh Ahli K3
Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan pada tanggal s/d
terhadap perencanaan/ pembuatan/ pemasangan/ pemakaian/ perbaikan/ modifikasi *)
bejana tekanan / tangki timbun*), diterangkan bahwa:

A. DATA UMUM
1. Nama
2. Jabatan
3. Perusahaan
4. Alamat
5. Lokasi Objek

B.DATATEKNIS
1. Jenis

2. Bentuk/Type ;
3. Gambar Konstmksi : No : tanggal
4. Nama/Perusahaan Perencana :
5. Pabrik/Perusahaan Pembuat ;
6. Perusahaan Pemasang ;
7. Tempat dan Tahun Pembuatan :
8. Tempat dan Tahun Pemasangan:
9. Tekanan Desain :
Kg/cm2
10.Tekanan Kerja Yang Diijinkan :
Kg/cm2
11.Kapasitas : Kg
12.Volume : Liter
13. Nomor Seri Pabrik (MSN) :
14.Jumlah : Buah
15. Media yang akan diisikan :
16.Digunakan untuk :
17.Alat pengaman dan perlengkapan lainnya :
Jenis Jumlah Ukuran Letak

C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Hasil pemeriksaan dan pengujian terhadap bejana tekanan/tangki timbun*) secara


rinci sebagaimana terlampir.
D.EVALUASI (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

MEMENUHI

PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya agar dapat digunakan
sebagaimana mestinya dan berlaku sepanjang Bejana Tekanan/Tangki Timbun')
tidak dilakukan perubahan teknis dan/atau sampai dilakukan pemeriksaan dan
pengujian selanjutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Disetujui : Diperiksa kembali :


Pimpinan Unit Kerja Pengawas Yang Memeriksa Ahli K3
Pengawasan Ketenagakerjaan Bidang Pesawat Uap dan
Ketenagakerjaan Spesialis Pesawat Uap Bejana Tekanan
dan Bejana Tekanan

NO. REG.

Keterangan;
Lembar surat keterangan:
a. Lembar pertama, untuk pemilik;
b. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat;
c. Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat.
- 14-

Formulir lb

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA


DISNAKER PROVINSI
ALAMAT :

SURAT KETERANGAN
BEJANA TEKANAN/TANGKI TIMBUN *)
Nomor :

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian yang telah dilakukan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis Pesawat Uap dan Bejana Tekanan pada tanggal s/d
terhadap perencanaan / pembuatan / pemasangan / pemakaian /
perbaikan / modifikasi *) Isejana tekanan / tangki timbun*), diterangkan bahwa:

A. DATAUMUM

1. Nama

2. Jabatan

3. Perusahaan

4. Alamat

5. Lokasi

B.DATATEKNIS:
1. Jenis
2. Bentuk/Tjrpe :
3. Gambar Konstruksi : No : tanggal:.
4. Nama/Perusahaan Perencana :
5. Pabrik/Perusahaan Pembuat :
6. Perusahaan Pemasang :
7. Terapat dan Tahun Pembuatan :
8. Tempat dan Tahun Pemasangan:
9. Tekanan Desain :
Kg/cm2
10.Tekanan Kerja Yang Diijinkan ;
Kg/cm2
11.Kapasitas :
12.Volume : Liter

13. Nomor Seri Pabrik (MSN) :


14.J'umlah : Buah

15.Mediayang akan diisikan :


16.Digunakan untuk :
17.Alat pengaman dan perlengkapan lainnya :
Jenis Jumlah Ukuran Letak

C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


- 15 -

Hasil pemeriksaan dan pengujian terhadap Bejana Tekanan/Tangki Timbun^


secara rinci sebagaimana terlampir.

D.EVALUASI (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

MEMENUHI

PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya agar dapat digunakan
sebagaimana mestinya dan berlaku sepanjang Bejana Tekanan/Tangki Timbun*)
tidak dilakukan perubahan teknis dan/atau sampai dilakukan pemeriksaan dan
pengujian selanjutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Disetujui :
Pimpinan Unit Kerja Pengawas
Pengawasan Ketenagakerjaan Spesialis
Ketenagakerjaan Pesawat Uap dan Bejana
Tekanan

Keterangan:
Lembar surat keterangan:
Lembar pertama, untuk pemilik;
- Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat;
Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat.
- 16 -

Formulir Ic

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA


DISNAKER PROVINSI :
ALAMAT :

SURAT KETERANGAN
BEJANA TEKANAN / TANGKI TIMBUN *)
Nomor:

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian yang telah dilakukan oleh Ahli K3
Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan pada tanggal s/d
terhadap perencanaan / pembuatan/ pemasangan/ pemakaian/ perbaikan/ modifikasi *)
bejana tekanan/tangki timbun*), diterangkan bahwa:

A. DATAUMUM

1. Nama

2. Jabatan

3. Perusahaan

4. Alamat

5. Lokasi

B. DATA TEKNIS
1. Jenis

2. Bentuk/Type :
3. Gambar Konstruksi : No : , tanggal:.
4. Nama/Perusahaan Perencana :
5. Pabrik/Perusahaan Pembuat :
6. Perusahaan Pemasang
7. Tempat dan Tahun Pembuatan :
8. Tempat dan Tahun Pemasangan:
9. Tekanan Desain :
Kg/cm2
10.Tekanan Kerja yang Diijinkan :
Kg/cm2
11. Kapasitas : Kg
12.Volume ; Liter
13.Nomor Seri Pabrik (MSN) :
14.Jumlah : Buah
15.Media yang akan diisikan :
16.Digunakan untuk :
17.Alat pengaman dan perlengkapan lainnya :
Jenis Jumlah Ukuran Letak

C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


- 17 -

Hasil pemeriksaan dan pengujian terhadap bejana tekanan/tangki timbun*) secara


rinci sebagaimana terlampir.

D.EVALUASI (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

TIDAK MEMENUHI

PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya dan dilarang


menggunakan/mengoperasikan Bejana Tekanan/Tangki Timbun*) tersebut sebelum
dilakukan perbaikan/penyesuaian penggunaan/perhitungan kembali/ *) dan
dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian ulang serta memenuhi persyaratan K3.

Disetujui : Diperiksa kembali :


Pimpinan Unit Kerja Pengawas Yang Memeriksa Ahli K3
Pengawasan Ketenagakerj aan Bidang Pesawat Uap dan
Ketenagakerjaan Spesiaiis Pesawat Uap Bejana Tekanan
dan Bejana Tekanan

NO. REG.

Keterangan:
Lembar surat keterangan;
- Lembar pertama, untuk pemilik;
Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat;
- Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat.
- 18 -

Forraulir Id

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA


DISNAKER PROVINSI :
ALAMAT :

SURAT KETERANGAN
BEJANA TEKANAN / TANGKI TIMBUN *)
Nomor :

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian yang telah dilakukan oleh Ahli K3
Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan pada tanggal s/d
terhadap perencanaan/pembuatan/pemasangan/pemakaian/perbaikan/raodifikasi *)
bejana tekanan/tangki timbun*), diterangkan bahwa:

A. DATA UMUM

1. Nama

2. Jabatan

3. Perusahaan

4. Alamat

5. Lokasi

B. DATA TEKNIS
1. Jenis

2. Bentuk/Type :
3. Gambar Konstruksi ; No : , tanggal
4. Nama/Perusahaan Perencana :
5. Pabrik/Perusahaan Pembuat :
6. Perusahaan Pemasang :
7. Tempat dan Tahun Pembuatan :
8. Tempat dan Tahun Pemasangan:
9. Tekanan Desain :
Kg/cm2
10.Tekanan Kerja Yang Diijinkan :
Kg/cm2
11.Kapasitas : Kg
12.Volume : Liter
13.Nomor Seri Pabrik (MSN) :
14.Jumlah : Buah
15.Media yang akan diisikan :
16.Digunakan untuk :
17.AIat pengaman dan perlengkapan lainnya :
Jenis Jumlah Ukuran
- 19 -

C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


Hasil pemeriksaan dan pengujian terhadap bejana tekanan/tangki timbun*) secara
rinci sebagaimana terlampir.

D.EVALUASI (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

TIDAK MEMENUHI

PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya dan dilarang


menggunakan/mengoperasikan Bejana Tekanan/Tangki Timbun*) tersebut sebelum
dilakukan perbaikan/penyesuaian penggunaan/perhitungan kembali/ *) dan
dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian ulang serta memenuhi persyaratan K3

Disetujui:
Pimpinan Unit Kerja Pengawas
Pengawasan Ketenagakerjaan Spesialis
Ketenagakerjaan Pesawat Uap dan Bejana
Tekanan

Keterangan:
Lembar surat keterangan:
Lembar pertama, untuk pemilik;
- Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat;
Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat.
- 20 -

Formulir 2

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA


DISNAKER PROVINSI :
ALAMAT :

FORMULIR PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


BEJANA BERTEKANAN
Nomor:

I. DATAUMUM

1. Pemilik

2. A amat

3. Pemakai

4. Lokasi Unit

5. Nama Operator
6. JenisBejana
7. Pabrik Pembuat

8. Merk / Type
9. Tahun Pembuatan

10. No. Serie/No. Unit

11. Tekanan Kerja Maks. Yang


Diperbolehkan
12. Kapasitas
13. Media yang digunakan
14. Temperatur kerja
15. Standar yang dipakai
16. Digunakan untuk
17. Tanggal Pemeriksaan dan
Pengujian
18. Lokasi Pemeriksaan dan

Pengujian

11. DATA TEKNIK

Jumlah Roundshell

Cara penyambungan

Shell / Badan Material/bahan

Diameter dalam (ID)

Ketebalan (t)
- 21 -

Panjang Badan

Jenis

Penguat Jumlah

Ukuran/Dimensi
Jenis/bentuk

Lengkungan {R)

Lekukan (r)
Depan/Atas Kemiringan
Diameter

Ketebalan

Material/Bahan
Tutup/Head
Jenis/bentuk

Lengkungan (R)

Lekukan (r)
Belakang/
Kemiringan
Bawah
Diameter

Ketebalan

Material / Bahan

Jenis/bentuk

Diameter Ketebalan Panjang Jumlah


Pipa-pipa/
Dimensi
Channel
Material

Cara pemasangan

Diameter

Ketebalan
Instalasi pipa
Jenis katup

Jumlah

III. PEMERIKSAAN

a). Visual

Kondisi
Bagian-Bagian Memenuhi
Keterangan
Tidak
svarat

Komponen Bejana terdiri atas:

a. Shell/badan

b. Head/tutup ujung

c. Jacket/selubung

d. Pipa-pipa / channel

e. Nozzle/nosel
Kondisi
Bagian-Bagian Memenuhi
Tidak
svarat

Kelengkapan bejana:

a. Pedoman tekanan

b. Pengukur temperature

c. Pelat nama

d. Keran pembuang/drain

e. Keran ventilasi

1. Katup pengaman/sa/ety
valve

g. Katup pelampung

h. Katup vacuum

1. Filter

1. Steam Trap

Support

Instalasi pipa

a. Katup-katup

b. Support

Keterangan : Pemeriksaan visual dilakukan terhadap kondisi sambungan keretakan,


korosi, dan perubahan bentuk.

b). Dimensi

No. Komponen Ukuran / Dimensi

Shell badan

a. Ketidak bulatan

1. b. Ketebalan

c. Diameter

d. Panjang

Head/tutup ujung

2. a. Diameter

b. Ketebalan

Pipa-pipa/channel

a. Diameter

b. Ketebalan

c. Panjang

Instalasi pipa

a. Diameter
- 23 -

b. Ketebalan

c. Panjang
KETERANGAN ; Pemeriksaan dimensi untuk ketebalan diambil berdasarkan
ketebalan tertipis dari hasil pengukuran spot secara random.

PEGAWAI PENGAWAS / AHLl K3


SPESIALIS PESAWAT UAP 85 BEJANA TEKAN

NIP/NO REG
IV. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK

IV. 1. Shell/Badan
Jenis NDT

Cacat
Bagian yang NDT Lokasi
Tidak Keterangan
Ada

GAMBAR:

PEGAWAI PENGAWAS / AHLI K3 PELAKSANA


SPESIALIS PESAWAT UAP 85 BEJANA TEKAN

NIP/NO. REG
IV.2. Head/Tutup Ujung
Jenis NDT;

Cacat
Bagian yang NDT Lokasi Tidak Keterangan
Ada

GAMBAR:

PEGAWAI PENGAWAS / AHLI K3 PELAKSANA


SPESIALIS PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN
IV.3. Pipa-pipa/Chatmel
Jenis NDT

Cacat
Bagian yang NDT Lxjkasi Keterangan
Ada

GAMBAR:

PEGAWAI PENGAWAS / AHLI K3 PELAKSANA


SPESIALIS PESAWAT UAP 8s BEJANA TEKAN

NIP/NO REG
IV.4. Nozzle/Nosel
Jenis NDT

Cacat
Bagian yang NDT Lokasi
Tidak Keterangan
Ada

GAMBAR:

PEGAWAI PENGAWAS / AHLI K3 PELAKSANA


SPESIALIS PESAWAT UAP 85 BEJANA TEKAN

NIP/REG
IV.5. Instalasi Pipa
Jenis NDT

Cacat
Bagian yang NDT Lokasi
TidiOc Keterangan
Ada

GAMBAR:

PEGAWAI PENGAWAS / AHLI K3 PELAKSANA


SPESIALIS PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN

NIP/NO REG
V. PENGUJIAN HIDROSTATIS

Data Pengujian Simbol Keterangan

Tekanan Desain
Kg/Cm2

Tekanan Keija
Kg/Cm2

Tekanan Uji
Ke/Cm2

Temperatur ambien

Waktu penahanan

a. Tekanan Desain/Keija Menit

b. Tekanan Uji Menit

Kenaikan Temperatur

DP/WP

CATATAN
Selama dan setelah pengujian telah diperiksa bagian-bagian utama Bejana Tekanan:
Terjadi/Tidak Terjadi Kebocoran;
Terjadi/Tidak Terjadi Perubahan Bentuk.

PEGAWAI PENGAWAS/AHLI K3
SPESIALIS PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN

NIP/NO. REG
VI. KESIMPULAN

VII. SARAN

PEGAWAI PENGAWAS/AHL! K3
SPESIALIS PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN

NIP/NO. REG
- 31 -

Formulir 3a

Formulir Pemeriksaan Bulanan Tangki Timbun

LOKASI TANGKI :

KONDISI TIDAK TINDAK LANJUT

1. Ada tanda kebocoran di permukaan tangki

2. Kondisi tangki rusak, berkarat atau buruk

3. Baut, kelingan atau sambungan rusak

Penopang tangki rusak atau melengkung

5. Pondasi tangki terkikis

6. Pengukur ketinggian atau alarm rusak

7. Ventilasi terhalang / terhambat

8. Segel katup atau paking ada kebocoran

9. Jalur pemipaan terhalang atau rusak

10. Jalur pipa bawah tanah mencuat

11. Area bongkar rauat rusak

12. Sambungan tidak ditutup/diberi flensa


mati
13. Secondary containment rusak

14. Katup drainase tanggul terbuka

15. Pagar, gerbang atau penerangan rusak

16. Kotak peralatan penanganan tumpahan


tidak lengka

Catatan:

Pemenksa
Formulir 3b

Formulir Pemeriksaan dan Pengujian Tangki Timbun

Data Umum
Nama Fasilitas ; Kode Noraor Fasilitas

Lokasi Tangki Timbun: Kota :

Kode Pos : Telepon :

Nama dan Alamat Pemilik : Kota

Kode Pos : Telepon:

Nomor Seri Tangki Timbun : Tanggal Pemasangan

Tanggal Pemeriksaan dan Pengujian

Jenis: • External • Ultrasonic • Internal


Tujuan ; • Pertama • Berkala • Lainnya (sebutkan)

Jenis dan Tanggal • External • Ultrasonic • Internal


Pemeriksaan dan Pengujian
sebelumnya
tanggal _ t^gal — tanggal

Spesifikasi Tangki Timbun:

brik Pembuat:
Pabrik Pembuat: ]Media (isi) Tangki Timbun : Berat jenis :

:uran / Dimensi :
Ukuran ]Kapasitas : Maks
Tinggi Maksimal Pengisian

Adaa proses pemanasan? OYaDTidak


D Ya • Tidak Suhu
' Keija Maksimal ("C) :

Konstruksi Tangki Timbun:

• Bare Steel • Double-bottom Proteksi Katodik


• Coated Steel • Double-wall n Galvanik
• Internally lined bottom • Approved internal • Impressed current
secondary containment Tanggal
Pemasangan
• Synthetic liner beneath tank •g Concrete secondary Secondary containment
I containment lainnya

• Welded bottom • Riveted bottom


Ketebalan awal

• Welded shell • Riveted shell Jumlah


Courses,

Ketebalan Course Awal: 1..


e

Pondasi At grade Concrete pad Concrete ringwall


Stone ringwall Oiled sands/soils Lainnya

Atap (Roof) Terbuka (Open) • Tetap (Fixed) Kerucut (Cone)


Internal floating • External floating Kubah (Dome)
Payung (Umbrella) • Lainnya
- 33 -

Pendeteksi Kebocoran

Diluar Tangki • Groundwater Monitoring Cable Systems


Vapor Monitoring Visual/Interstitial
•_ Tracer Technologies Lainnya
Didalam Tangki g Interstitial monitoring - jelaskan

Bidang Tanggul g Synthetic Liner Beton • Lainnya

Pemeriksaan dan Pengujian Bagian Bawah (Bottom) Tangki Timbun

Metode Pengujian Tidak Merusak (NDT) Las-Iasan


Visual •
Ultrasonic (Spot) •
Ultrasonic (Scan) •
Liquid Penetrant •
Penetrating Oil
Magnetic Particle •
Radiography •
Mag Flux Scan •
Vacuum Box •
Tracer Gas •
Holiday •
Lainnya (sebutkan ) •

Pemeriksaan dan Pengujian Binding Badan (Shell) Tangki Timbun


Metode Pengujian Tidak Merusak (NDT) Las-lasan
Visual •
Ultrasonic (Spot) •
Ultrasonic (Scan) •
Liquid Penetrant •
Penetrating Oil
Magnetic Particle []
Radiography •
Mag Flux Scan •
Vacuum Box •
Tracer Gas •
Holiday •
Lainnya (sebutkan ) •

Pemeriksaan dan Pengujian Atap (Roof) Tangki Timbun

Metode Pengujian Tidak Merusak (NDT) Las-lasan


Visual
Ultrasonic (Spot)
Ultrasonic (Scan)
Liquid Penetrant
Penetrating Oil
Magnetic Particle
Radiography
Mag Flux Scan
Vacuum Box

Tracer Gas

Holiday
Lainnya (sebutkan
- 34 -

Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Bagian Bawah Tangki Timbun

Bagian Luar Bagian Dalam


Ketebalan Nominal • •
Ketebalan Minimal • •
Laju Korosi Maksimal • g

Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Dinding Badan (Shell) Tangki Timbun

Bagian Luar Bagian Dalam


Ketebalan Nominal • •
Ketebalan Minimal • q
Laju Korosi Maksimal • q

Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Atap/RoofTangki Timbun

Tetap (Fixed) Floating


Ketebalan Nominal
Ketebalan Minimal
Laju Korosi Maksimal

Kebocoran?

Bagian Bawah Tangki? • Ya Dinding Badan Tangki? • Ya


• Tidak • Tidak

Settlement Tangki Timbun masih dalam batas aman?


Bottom • Ya • Tidak
Differential • Ya • Tidak
Edge • Ya • Tidak
Bulges/Ridges • Ya n Tidak

RINGKASAN PERBAIKAN : (penjelasan, tanggal selesai, dan tanggal pengujian setelah perbaikan)
Pondasi:

Bagian Bawah :,

Badan (SheE] :.

Atap (Roof);_

Perlengkapan Pengaman

Apakah diperlukan Pengujian Pemadatan (Hydrostatic test)?: d YaQ Tidak Tanggal Pengujian:

JADWAL PEMERIKSAAN : (perhitungan-perhitungan (supporting calculation) harus tersedia apabila


diperluksm)
Bagian luar (ultrasonic): Laju korosi diketahui?: nYaQ Tidak
(Tahun) #1; #2: #3: #4: #5:

Bagian luar (visual): (Tahun) #1: #2: #3: #4; #5:

Bagian dalam : (Tahun),

TANDATANGAN:

Petugas / Tanggal
-35-

Format 4a
Contoh Stiker Meraenuhi Persyarataji K3

KEMENTERIAN KETENAGAKERJA/UK R.I


WSNAKER PROVINSI

MEMENUHIPERSVARATAN K3

NAMA PERUSAHAAN
NAMA BEJANA TEKANAN/TANGKI TIMBUN
TIPE/NO. SERI
KAPASITAS/VOLUME
LOKASIBEJANA TEKANAN/TANGKI TIMBUN
-36-

Format 4b
Contoh Stiker Tidak Memenuhi Persyaratan K3

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I


DISNAKER PROVINSI

TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN K3

Dilarany ••
di(akukcin ,'i

NAMA PERUSAHAAN

NAMA BEJANA TEKANAN/TANGKITIMBUN :


TIPE/NO. SERI
KAPASITAS/VOLUME
LOKASI BEJANA TEKANAN/TANGKt TIMBUN :

Pengawas S[ic PLIBT tatiggal


Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Keija (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1918);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang
Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour
Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No.
81 mengenai Pengawasan Ketenagakeijaan Dalam
Industri dan Perdagangan) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 91, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309);
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5309);
Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2000 tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan;
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang
Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8
Tahun 2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Pembentukan Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden serta Pembentukan Rancangan
Peraturan Menteri di Kementerian Ketenagakerjaan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
411);
-3-

9. Peraturan Menteri Ketenagakeijaan Nomor 33 Tahun


2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakeijaan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1753):

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT

TENAGA DAN PRODUKSI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Keselamatan dan Kesehatan Keija yang selanjutnya
disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan Tenaga
Kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
2. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Pesawat
Tenaga dan Produksi yang selanjutnya disebut
Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis adalah Pengawas
Ketenagakerjaan yang memiliki keahlian di bidang K3
Pesawat Tenaga Dan Produksi yang ditunjuk oleh
Menteri untuk melakukan pengujian norma
ketenagakerjaan sesuai peraturan perundang-
undangan.
3. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pesawat
Tenaga dan Produksi yang selanjutnya disebut Ahli K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi adalah tenaga
teknis yang berkeahlian khusus dari luar instansi
yang membidangi ketenagakeijaan yang ditunjuk oleh
Menteri untuk mengawasi ditaatinya peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan di bidang
Pesawat Tenaga Dan Produksi.
Pengums adalah orang yang mempunyai tugas
memimpin langsung sesuatu Tempat Kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu Perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
Perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.

Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu


melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana
Tenaga Kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
Tenaga Kerja untuk keperluan suatu usaha dan di
mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
Pesawat Tenaga dan Produksi adalah pesawat atau
alat yang tetap atau berpindah-pindah yang dipakai
atau dipasang untuk membangkitkan atau
memindahkan daya atau tenaga, mengolah, membuat
bahan, barang, produk teknis, dan komponen alat
produksi yang dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.

Alat Pengaman adalah alat perlengkapan yang


dipasang permanen pada Pesawat Tenaga dan
Produksi guna menjamin pemakaian pesawat tersebut
dapat bekerja dengan aman.
-2-

TABEL A : DIAMETER POROS MINIMUM DAN TEBAL RODA GERINDA PADA KECEPATAN OPERASI SAMPAI DENGAN 35 M/DETIK

Diameter Tebal gerinda (mm)


Roda 6,4 9,5 12,7 15,8 19,0 25,4 31,7 38,1 40,5 50,8 57,2 63,5 70,0 76,2 82,6 88,9 102 114 127
(mm) Diameter Poros (mm)

50 3,2 4,8 4,8 6,4 6,4 9,5


75 6,4 6,4 9,5 9,5 9,5 12,7
100 7,9 9,5 9,5 9,5 9,5 12,7
125 9,5 9,5 12,7 12,7 12,7 12,7
150 12,7 12,7 12,7 12,7 12,7 12,7 15,8 15,8 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4 25,4
175 12,7 12,7 12,7 12,7 15,8 15,8 15,8 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4
200 15,8 15,8 15,8 15,8 15,8 15,8 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4 31,7 31,7 31,7
230 15,8 15,8 15,8 15,8 19,0 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7
255 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4 25,4 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 38,1 38,1
305 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 38,1 38,1 38,1
355 22,2 22,2 22,2 22,2 25,4 25,4 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1
405 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 44,5 44,5 44,5 44,5
460 31,7 31,7 31,7 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 44,5 44,5 44,5 47,6 47,6
510 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 44,5 44,5 44,5 47,6 47,6 47,6 47,6
610 38,1 38,1 38,1 44,5 44,5 44,5 44,5 44,5 44,5 50,8 50,8 50,8 50,8 50,8
660 38,1 38,1 44,5 44,5 44,5 44,5 50,8 50,8 50,8 50,8 57,2 57,2 57,2
760 44,5 44,5 50,8 50,8 50,8 50,8 50,8 57,2 57,2 63,5 63,5 63,5
915 50,8 57,2 57,2 57,2 63,5 63,5 63,5 70,0 70,0 76,2 76,2

Catatan : Untuk kecepatan melebihi 7000 feet/menit dan roda gerinda yang berat ukuran porosnya yang tercantum pada tabel 2 tidak dapat
digunakan. Dalam hal ini ukuran porosnya sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain perencanaan mesin, jenis bantalan, kualitas
bahan dan pabrik pembuatnya.
-3-

TABEL B : DIAMETER POROS MINIMUM DAN TEBAL RODA GERINDA PADA KECEPATAN OPERASI 7.000 FEET/MENIT

Diameter Tebal Gerinda (mm)


Roda 1/4 3/8 1/2 5/8 3/4 1 5/4 3/2 7/4 2 9/4 5/2 11/4 3 13/4 7/2 4 9/2 5
(mm) Diameter Poros (mm)

2 1/8 3/16 3/16 1/4 1/4 3/8


3 1/4 1/4 3/8 3/8 3/8 1/2
4 5/16 3/8 3/8 3/8 3/8 1/2
5 3/8 3/8 1/2 1/2 1/2 1/2
6 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 5/8 5/8 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 1 1 1
7 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 5/8 5/8 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 1 1 1 1 1 1
8 5/8 5/8 5/8 5/8 5/8 5/8 5/8 3/4 3/4 1 1 1 1 1 1 1 5/4 5/4 3/4
9 5/8 5/8 5/8 5/8 5/8 3/4 3/4 3/4 1 1 1 1 1 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4
10 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 1 1 1 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 3/2 3/2
12 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 1 1 1 1 1 1 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 3/2 3/2 3/2
14 7/8 7/8 7/8 7/8 1 1 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2
16 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 7/4 7/4 7/4 7/4
18 5/4 5/4 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 7/4 7/4 7/4 15/8 15/8
20 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 7/4 7/4 7/4 15/8 15/8 15/8 15/8
24 3/2 3/2 3/2 7/4 7/4 7/4 7/4 7/4 7/4 2 2 2 2 2
26 3/2 3/2 7/4 7/4 7/4 7/4 2 2 2 2 9/4 9/4 9/4
30 7/4 7/4 2 2 2 2 2 9/4 9/4 5/2 5/2 5/2
36 2 9/4 9/4 9/4 9/4 5/2 5/2 11/4 11/4 3 3

CATATAN : Untuk kecepatan melebihi 7.000 feet/menit dan roda-roda gerinda yang berat ukuran porosnya yang tercantum pada tabel 2 tidak dapat digunakan.
Dalam hal ini ukuran porosnya sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain perencanaan mesin, jenis bantalan, kualitas bahan dan pabrik
pembuatnya
-4-

TABEL C : KECEPATAN ROTASI RODA GERINDA YANG DIPERBOLEHKAN

Kualifikasi BENTUK RODA GERINDA BAHAN PENGIKAT VITRIFEED DAN SILICA BAHAN PENGIKAT ORGANIK
KEC. KEC. KEC.
KEC. RENDAH KEC. SEDANG KEC. TINGGI
RENDAH SEDANG TINGGI
(M/DET) (M/DET) (M/DET)
(M/DET) (M/DET) (M/DET)
1 Bentuk I : roda-roda rata
Bentuk 4 : roda-roda runcing
28 30 33 33 40 48
Bentuk 12 : roda-roda bercela
Bentuk 13 : roda-roda gancu
2 Bentuk 5 dan 7 roda recressed 28 30 33 33 40 48
3 Bentuk 2 : roda-roda silinderis 23 28 30 30 40 48
4 Bentuk 11 : roda-roda mangkok 23 28 30 30 40 48
5 Bentuk 6 : roda-roda mangkok
23 25 28 30 38 45
cekung
6 Roda-roda potong berdiameter
- - - - - 38 – 70
lebih besar dari 400 mm
7 Roda potong berdiameter lebih
- - - - - 50 – 80
kecil dari 400 mm
8 Roda penggerindaan dalam 28 – 40 30 – 50 33 – 60 - - 48 – 60
9 Roda intan : 1. Roda potong
a. Pengikat dari logam dengan poros dari baja 70
b. Pengikat dari logam dengan poros dari baja campuran 38
c. Pengikat dari resin dengan poros resin atau baja campuran
38
2. Untuk semua tipe ......... 33
-5-

TABEL D : KECEPATAN TES YANG DIPERBOLEHKAN UNTUK RODA GERINDA

KECEPATAN OPERASI FAKTOR TEST


KLASIFIKASI
PEREPHERAL (M/DET) MINIMUM

- Roda-roda potong
Sampai dengan 80 m/det 1,2

- Bahan pengikat dari karet


resionid dan selak, kecuali roda
Sampai dengan 25 m/det 1,25 s.d. 1,5
potong

- Bahan pengikat dari vitrifeed dan


silikat untuk penggerindaan
Sampai dengan 25 m/det 1,25 s.d. 1,5
basah

- Bahan pengikat dari vitrifeed


untuk penggerindaan kering Sampai dengan 33 m/det 1,5 s.d. 1,75
6

TABEL E : JUMLAH DAN KUALIFIKASI OPERATOR PESAWAT TENAGA DAN


PRODUKSI

Jenis dan Kapasitas Jumlah dan Kualifikasi Operator


NO
Pesawat Tenaga dan Produksi Kelas II Kelas I

1. Penggerak Mula
a s.d. 214,47 HP 1 orang -
> 214,47 HP 1 orang 1 orang
b Kincir Angin Non kelas 1 orang

2. Tanur (Furnace)

a s.d. 50 ton 1 orang -


> 50 ton 1 orang 1 orang
b Kiln, Oven, Reheating Furnace Non kelas 1 orang

3. Mesin Perkakas dan Produksi

Mesin Perkakas dan Produksi


a Konvensional 1 orang

Mesin Perkakas dan Produksi


b 1 orang
(CNC)
SALINAN

MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 8 TAHUN 2020

TENTANG

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai keselamatan dan


kesehatan kerja pesawat angkat dan pesawat angkut
sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja telah diatur
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-
05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut,
dan Peraturan Menteri Tenaga Keija dan Transmigrasi
Nomor Per-09/MEN/VII/2010 tentang Operator dan
Petugas Pesawat Angkat dan Angkut;
b. bahwa Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-
05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut,
dan Peraturan Menteri Tenaga Keija dan Transmigrasi
Nomor Per-09/MEN/VII/2010 tentang Operator dan
Petugas Pesawat Angkat dan Angkut sudah tidak
sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan
pemenuhan syarat keselamatan dan kesehatan kerja
pesawat aingkat dan pesawat angkut sehingga perlu
diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
tentang Keselamatan dan Kesehatan Keija Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut;

Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang
Pernyataan Berlakunya Undeing-Undang Pengawasan
Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2918);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan keija (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5309);
Peraturan P^esiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang
Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 19);
Peraturan Menteri Ketenagakeijaan Nomor 8 Tahun
2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden serta
Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di
Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 411);
8. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik Indonesia
Tgihun 2015 Nomor 622) sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2015 tentang


Organisasi dan Tata Keija Kementerian
Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 870);

MEMUTUSKAN;

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT
ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disebut K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
2. Pesawat Angkat adalah pesawat atau peralatan yang
dibuat, dan di pasang untuk mengangkat,
menurnankan, mengatur posisi dan/atau menahan
benda kerja dan/atau muatan.
3. Pesawat Angkut adalah p>esawat atau peralatan yang
dibuat dan dikonstruksi untuk memindahkan benda

atau muatan, atau orang secara horisontal, vertikal,


diagonal, dengan menggunakan kemudi baik di dalam
atau di luar pesawatnya, ataupun tidak menggunakan
kemudi dan bergerak di atas landasan, permukaan
maupun rel atau secara terus menerus dengan
menggunakan bantuan ban, atau rantai atau rol.
Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya
disebut Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai
negeri sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam
jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut adalah Pengawas
Ketenagakerjaan yang mempunyai keahlian khusus di
bidang K3 Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut yang
berwenang untuk melakukan kegiatan pembinaan,
pemeriksaan, dan pengujian bidang Pesawat Angkat
dan Pesawat Angkut serta pengawasan dan
pengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut yang selanjutnya disebut
Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
adalah tenaga teknis yang berkeahlian khusus dari
luar instansi yang membidangi ketenagakerjaan yang
ditunjuk oleh Menteri untuk melakukan pemeriksaan
dan pengujian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas
memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya; atau
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.

9. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu


melakukan pekeijaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
10. Tempat Keija adalah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana
Tenaga Kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
Tenaga Keija untuk keperluan suatu usaha dan di
mana terdapat sumber bahaya.
11. Mat Bantu Angkat dan Angkut adalah alat yang
berfungsi untuk mengikat benda kerja atau muatan ke
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut pada proses
pengangkatan, pengangkutan, pemindahan, dan
penurunan benda keija atau muatan.
12. Alat Pengaman adalah alat perlengkapan yang
dipasang permanen pada Pesawat Angkat dan/atau
Pesawat Angkut guna menjamin pemakaian pesawat
tersebut dapat bekerja dengan aman.
13. Alat Pelindungan adalah alat perlengkapan yang
dipasang pada Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
yang berfungsi untuk melindungi Tenaga Kerja
terhadap kecelakaan yang ditimbulkan.
14. Alat Pelindung Diri yang selanjutnya disingkat APD
adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi
sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di
Tempat Keija.
15. Teknisi adalah Tenaga Keija yang bertugas melakukan
pemasangan, pemeliharaan, perbaikan dan/atau
pemeriksaan peralatan atau komponen Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut.
16. Operator adalah Tenaga Kerja yang mempunyai
kemampuan dan memiliki keterampilan khusus dalam
pengoperasian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.
17. Juru Ikat {rigger) adalah Tenaga Kerja yang
mempunyai kemampuan dan memiliki keterampilan
khusus dalam melakukan pengikatan muatan/barang
dan pengaturan pengoperasiein peralatan angkat.
18. Lisensi Keselamatan dan Kesehatan Keija yang
selanjutnya disebut Lisensi K3 adalah kartu tanda
kewenangan untuk melaksanakan tugas sebagai
Teknisi, Operator, atau Juru Ikat {rigger) bidang
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.
19. Standar Kompetensi Keija Nasional Indonesia yang
selanjutnya disingkat SKKNI adalah rumusan
kemampuan kerja yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta
sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas
dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
20. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang
membidangi pengawasan ketenagakerjaan dan K3.
21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2

(1) Pengurus dan/atau Pengusaha wajib menerapkan


syarat K3 Pesawat Angkat, Pesawat Angkut, dan Alat
Bantu Angkat dan Angkut.
(2) Syarat K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Menteri ini dan/atau standar di bidang Pesawat
Angkat, Pesawat Angkut, dan Alat Bantu Angkat dan
Angkut.
(3) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. standar nasional Indonesia; dan/atau
b. standar internasionai.

Pasal 3

Pelaksanaan syarat K3 Pesawat Angkat, Pesawat Angkut,


dan Alat Bantu Angkat dan Angkut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 bertujuan:
a. melindungi K3 Tenaga Keija dan orang lain yang
berada di Tempat Keija dari potensi bahaya Pesawat
Angkat, Pesawat Angkut, dan Alat Bantu Angkat dan
Angkut;
b. menjamin dan memastikan keamanan dan
keselamatan Pesawat Angkat, Pesawat Angkut, dan
Alat Bantu Angkat dan Angkut; dan
c. menciptakan Tempat Kerja yang aman dan sehat
untuk meningkatkan produktivitas.

Pasal 4

Peraturan Menteri ini mengatur mengenai syarat-syarat K3


dalam;

a. perencanaan, pembuatan, pemasangan dan/atau


perakitan, pemakaian atau pengoperasian,
pemeliharaan dan perawatan, perbaikan, perubahan
atau modifikasi, serta pemeriksaan dan pengujian
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut; dan
b. perencanaan, pembuatan, pemakaian, pemeliharaan
dan perawatan, serta pemeriksaan dan pengujian Alat
Bantu Angkat dan Angkut.
- 8 -

BAB II

SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PESAWAT ANGKAT, PESAWAT ANGKUT, DAN ALAT BANTU


ANGKAT DAN ANGKUT

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Perencanaan dan pembuatan Pesawat Angkat dan


Pesawat Angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a meliputi:
a. pembuatan gambar rencana konstruksi/instalasi
dan cara kcrja;
b. pembuatan spesifikasi prosedur pengelasan
{welding procedure specification) dan pencatatan
prosedur kualifikasi (procedure qualification
record) jika terdapat bagian utama yang menerima
beban yang dilakukan pengelasan;
c. perhitungan kekuatan konstruksi; dan
d. pemilihan dan penentuan bahan bagian utama
yang menerima beban dan perlengkapan yang
sesuai dengan persyaratan dan spesifikasi teknis
yang ditentukan.
(2) Pemasangan dan/atau perakitan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
a. pembuatan gambar konstruksi pondasi;
b. perhitungan kekuatan konstruksi pondasi; dan
c. penggunaan bagian utama yang menerima beban
dan perlengkapan harus sesuai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d.
(3) Pemakaian atau pengoperasian Pesawat Angkat,
Pesawat Angkut, dan Alat Bantu Angkat dan Angkut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
a. pemeriksaan dan pengujian;
b. penyediaan prosedur pemakaian/pengoperasian;
c. pemakaian atau pengoperasian sesuai dengan
jenis dan kapasitas.
(4) Pemeliharaan dan perawatan Pesawat Angkat, Pesawat
Angkut, dan Alat Bantu Angkat dan Angkut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus:
a. sesuai prosedur pemeliharaan dan perawatan;
b. dilakukan secara berkala;
c. sesuai dengan buku manual yang diterbitkan oleh
pabrik pembuat dan/atau standar yang berlaku;
dan

d. dapat memastikan bagian utama yang menerima


beban dan perlengkapan berfungsi secara aman.
(5) Perbaikan, perubahan atau modifikasi Pesawat Angkat
dan Pesawat Angkut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a meliputi:
a. pembuatan gambar rencana perbaikan,
perubahan atau modifikasi;
b. perhitungan kekuatan konstruksi; dan
c. pemilihan dan penentuan bahan bagian utama
yang menerima beban dan perlengkapan yang
sesuai dengan persyaratan dan spesifikasi teknis
yang ditentukan.

Bagian Kedua
Bahan

Pasal 6

Bahan dari Pesawat Angkat, Pesawat Angkut, dan Alat


Bantu Angkat dan Angkut harus memenuhi syarat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan/atau standar teknis.

Pasal 7

(1) Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 pada


bagian utama yang menerima beban harus:
a. kuat;
b. tidak cacat; dan
- 10 -

c. memiliki tanda hasil pengujian dan/atau


sertifikat bahan yang diterbitkan lembaga yang
berwenang.
(2) Bagian utama yang menerima beban sebagaimana
diraaksud pada ayat (1) antara lain tali kawat baja,
rantai, batang penopang (girder), kait (hook), garpu
[fork), dan bak (bucket^.

Bagiain Ketiga
Komponen Utama

Pasal 8

(1) Komponen utama Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut


meliputi:
a. rangka utama;
b. instalasi listrik;
c. sistem hidraulik dan/atau sistem pneumatik;
d. motor penggerak;
e. transmisi; dan
f. kelabang (crau'/er) dan/atau roda.
{2} Komponen uteima sebagaimana diraaksud pada ayat
(1) huruf a, huruf c, dan huruf f harus mempunyai
konstruksi yang kuat sesuai dengan fungsi dan
kapasitas.
(3) Instalasi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan standar di bidang
kelistrikan.

Pasal 9

(1) Sistem hidraulik dan/atau sistem pneumatik


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c
harus memenuhi syarat:
a. tidak terdapat kebocoran;
b. terawat;
c. mempunyai faktor keamanan paling rendah:
1. 12 (dua belas) untuk besi tuang;
-11 -

2. 8 (delapan) untuk baja tuang; atau


3. 5 (lima) untuk baja konstruksi atau baja
tempa.

(2) Minyak hidraulik pada sistem hidraulik harus


mempunyai viskositas sesuai dengan standar yang
berlaku.

(3) Tangki pneumatik pada sistem pneumatik harus


memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan standar yang
berlaku.

Pasal 10

(1) Motor penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal


8 ayat (1) huruf d hams ditempatkan pada posisi atau
tempat yang mudah dijangkau untuk pemeriksaan
dan perawatan.
(2) Motor penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas;

a. motor bakar; atau


b. motor listrik.

(3) Motor bakar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf a harus:

a. dilakukan pengendalian pada gas buang;


b. diberikan isolasi pada knalpot;
c. dilengkapi dudukan mesin (engine mounting) yang
dapat meredam getaran; dan
d. dilengkapi dengan alat penunjuk atau indikator
sesuai dengan jenis, tipe dan model yang mudah
dilihat, dibaca, dan memenuhi syarat.
(4) Motor listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan standar di bidang
kelistrikan.

Pasal 11

(1} Motor listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10


ayat (2) huruf b yang menggunakan sumber tenaga
- 12 -

baterai harus dilengkapi dengan penghenti otomatis


bila muatan melebihi beban keija aman.
(2) Motor listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang dioperasikan pada saat pengisian ulang daya
listrik.

(3) Baterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:


a. dilakukan pengisian ulang daya listrik pada
ruangan khusus;
b. memiliki indikator pasokan daya; dan
c. memiliki tanda peringatan jika pasokan daya
dalam keadaan kritis.

Pasal 12

(1) Transmisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat


(1) huruf e terdiri atas 3 (tiga) jenis yaitu:
a. transmisi roda gigi dengan roda gigi;
b. transmisi sabuk dengan puli; dan
c. transmisi rantai dengan roda gigi.
(2) Transmisi roda gigi dengan roda gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a harus:
a. mempunyai faktor keamanan paling rendah 5
(lima) untuk roda gigi;
b. dilengkapi peralatan untuk mencegah roda gigi
atau roda penggerak bergeser dari posisinya;
c. diberi pelumas dan dilengkapi indikator pelumas;

d. dilengkapi dengan tutup pengaman.


(3) Transmisi sabuk dengan puli sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b harus dilengkapi dengan:
a. alat pengatur tegangan sabuk; dan
b. tutup pengaman.
(4) Transmisi rantai dengan roda gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c harus:
a. diberi pelumas padat {grease); dan
b. dilengkapi tutup pengaman.
- 13 -

Pasal 13

(1) Kelabang [crawler) sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 8 ayat (1) huruf f hams dibuat dari bahan baja
untuk bagian roda penggerak {sprocket^, roda
pembawa (idle roller) dengan faktor keamanan paling
sedikit 6 (enam).
(2) Kelabang (crawler) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang digunakan jika:
a. pemasangan rantai penggerak tapak (shoe track)
tidak sesuai prosedur pemasangan; dan
b. terdapat tapak (shoe track) yang terlepas atau
tidak terpasang, bengkok, miring, dan tidak
berputar sempuma pada alumya.
(3) Tapak (shoe track) pada kelabang (crawler) hams:
a. mampu menahan Pesawat Angkat atau Pesawat
Angkut beserta muatannya;
b. terpasang dengan kuat; dan
c. mempunyai ketegangan rantai penggerak yang
diatur dengan tensioner untuk mencegah keluar
dari dudukan.

Pasal 14

(1) Roda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)


humf f yang dirancang untuk ban tanpa diisi gas (ban
mati) atau diisi gas (ban hidup) hams:
a. memiliki baut yang terpasang dengan kuat di
selumh lubang baut pada velg; dan
b. memasang roda pada poros roda, dengan
menggunakan mur dan baut yang terpasang kuat
dengan kekencangan yang sama di selumh
lubang baut.
(2) Roda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
digunakan jika kondisi roda aus, getas, retak,
berlubang pada permukaan ban, memiliki pembahan
dimensi baik roda maupun ban, serta ban yang
kedaluarsa.
- 14 -

(3) Roda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)


huruf f yang terbuat dari baja paduan atau baja tuang
harus:

a. mempunyai faktor keamanan paling sedikit 6


(enam) untuk baja paduan;
b. mempunyai faktor keamanan paling sedikit 8
(delapan) untuk baja tuang; dan
c. dilakukan pemasangan dengan menggunakan
pasak antara roda dan poros roda dan dilengkapi
dengan pin pengunci.
(4} Roda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilarang
digunakan jika kondisi roda aus, retak, dan memiliki
perubahan dimensi roda.

Pasal 15

(1} Baut pengikat yang digunakan pada seluruh


komponen utama harus:
a. mempunyai kelebihan ulir yang cukup untuk
pengencang; dan
b. dilengkapi mur, gelang pegas atau pengunci (spi)
yang efektif.
(2) Baut pengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilengkapi dengan kontra mur jika diperlukan.

Bagian Keempat
Perlengkapan

Pasal 16

Perlengkapan Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut paling


sedikit terdiri atas:

a. pelat nama yang memuat data Pesawat Angkat dan


Pesawat Angkut;
b. keterangan kapasitas beban maksimum yang
diizinkan;
c. alat atau tombol penghenti darurat [emergency stop);
d. Alat Pengaman; dan
e. Alat Perlindungan.
- 15-

Pasal 17

(1) Pelat nama yang memuat data Pesawat Angkat dan


Pesawat Angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 huruf a paling sedikit memuat:
a. nama pabrik pembuat;
b. tahun pembuatan;
c. model;
d. nomor seri; dan
e. kapasitas.
(2) Keterangan kapasitas beban maksimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 huruf b harus ditulis pada
bagian yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas.
(3) Alat atau tombol penghenti darurat [emergency stop)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c harus
mudah dilihat, dijangkau, dan berwarna merah.
(4) Alat Pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
huruf d:

a. harus dapat memastikan pengamanan terhadap


Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut;
b. tidak dapat terlepas secara tidak sengaja, jika
terlepas maka Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut tidak boleh dioperasikan;
c. mampu bekeija secara otomatis jika Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut bekerja melebihi
batas yang diizinkan; dan
d. mampu membatasi gaya gerak dan benturan
dalam kondisi berbahaya.
(5) Alat Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 huruf e pada semua bagian yang bergerak dan
berbahaya:
a. harus dapat memastikan perlindungan terhadap
Tenaga Kerja dan orang lain yang berada di
Pesawat Angkat, Pesawat Angkut dan sekitarnya;
b. harus dipasang pada semua bagian yang bergerak
dan berbahaya;
- 16 -

c. dapat mencegah pendekatan terhadap bagian


atau daerah yang berbahaya selama beroperasi;

d. tidak menghambat proses pengangkatan,


penurunan, pengaturan posisi dan/atau
pemindahan muatan/barang dan/atau orang.
(5) Alat Pengaman dan Alat Perlindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilarang
dipindahkan atau diubah pada saat beroperasi.

Pasal 18

(1) Alat Bantu Angkat dan Angkut harus dilengkapi


dengan label nama.
(2) Label nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat:
a. nama pabrik pembuat/merk; dan
b. kapasitas beban maksimum.

Bagian Kelima
Pengoperasian

Pasal 19

(1) Pengoperasian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut


harus:

a. dilengkapi dengan tanda peringatan operasi yang


efektif;
b. dilengkapi dengan lampu penerangan yang efektif
jika dioperasikan pada malam hari di luar
ruangan; dan
c. disediakan pencahayaan yang cukup jika
dioperasikan di dalam ruangan.
(2) Pandangan Operator baik di dalam kabin maupun di
ruang kendali tidak boleh terhalang dan harus dapat
memandang luas ke sekeliling lintasan atau gerakan
operasi.
(3) Alat pengendali pengoperasian baik yang konvensional
maupun yang dikontrol menggunakan program
- 17-

komputer hams dibuat dan dipasang secara aman dan


mudah dijangkau oleh Operator.

Pasal 20

Dalam mengoperasikan Pesawat Angkat dan Pesawat


Angkut dilarang:
a. mengangkat dan mengangkut melebihi bebein
maksimum yang diizinkan;
b. melakukan gerakan secara tiba-tiba yang dapat
menimbulkan beban kejut baik dalam keadaan
bermuatan atau tidak; dan
c. membawa atau mengangkut penumpang melebihi
jumlah kursi yang tersedia.

BAB III

PESAWAT ANGKAT

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 21

Pesawat Angkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4


huruf a meliputi:
a. dongkrak, terdiri atas dongkrak hidraulik, dongkrak
pneumatik, dongkrak post lift, dongkrak truck/car lift,
lier, dan peralatan lain yang sejenis;
b. keran angkat, terdiri atas overhead crane, overhead
travelling crane, hoist crane, chain block, monorail
crane, wall crane/jib crane, stacker crane, gantry crane,
semi gantry crane, launcher gantry crane, roller gantry
crane, rail mounted gantry crane, rubber tire gantry
crane, ship unloader crane, gantry luffing crane,
container crane, portal crane, ship crane, barge crane,
derrick ship crane, dredging crane, ponton crane,
floating crane, floating derricks crane, floating ship
crane, cargo crane, crawler crane, mobile crane,
lokomotif crane dan/atau railway crane, truck crane,
- 18 -

tractor crane, side boom crane/crab crane, derrick


crane, tower crane, pedestal crane, hidraulik drilling rig,
pilling crane/mesin pancang dan peralatan lain yang
scjenis;
c. alat angkat pengatur posisi benda kerja, terdiri atas
rotator, robotik, takel dan peralatan lain yang sejenis;
dan

d. personal platform, terdiri atas passenger hoist, gondola


dan peralatan lain ;^ng sejenis.

Pasal 22

(1) Pemasangan Pesawat Angkat di atas pondasi atau


pada dinding bangunan harus kuat menahan beban
dan memenuhi syarat kontruksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan
standar yang berlaku.
(2) Konstruksi pondasi dan dinding sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) jika menyatu dengan pondasi
bangunan harus sudah direncanakan kekuatannya
pada saat pembuatan.

Bagian Kedua
Dongkrak

Pasal 23

Dongkrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a


selain memiliki komponen utama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, juga memiliki silinder angkat, lengan yang
merupakan arm dan motor penggerak dongkrak.

Pasal 24

(1) Silinder angkat harus:


a. dibuat dari bahan logam.
b. dibuat dengan faktor keamanan paling rendah:
1. 12 (dua belas) untuk besi tuang;
2. 8 (delapan) untuk baja tuang; atau
3. 5 (lima) untuk baja.
- 19 -

c. ditempatkan pada pondasi secara kuat dan


kokoh; dan
d. dilengkapi dengan alat yang dapat
mengembalikan tuas kontrolnya secara otomatis
ke posisi netral, jika tuas pada tali kontrol lepas.
(2) Lengan yang merupakan arm pada dongkrak hams
dilengkapi dengan alat tumpuan benda kerja [saddle]
dan pengunci arm.
(3) Motor penggerak dongkrak harus:
a. ditempatkan pada posisi terlindungi dari cairan;
dan

b. dilengkapi dengan pengunci dan diberi


pelumasan.

Pasal 25

(1) Lier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a


harus dilengkapi dengan peralatan pengaman untuk
mencegah agar tidak terjadi benturan antara lier
dengan benda kerja.
(2) Lier yang digerakkan dengan tenaga tangan, berat tuas
tidak boleh lebih dari 10 kg (sepuluh kilogram).

Pasal 26

(1) Pada saat proses pengangkatan, Operator atau orang


lain di Tempat Keija dilarang berada di bawah
dongkrak.
(2) Pekeijaan yang dilakukan di bawah dongkrak harus
menggunakan pengunci atau alat penyangga
(jackstand).

Bagian Ketiga
Keran Angkat

Pasal 27

Keran angkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf


b selain memiliki komponen utama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, juga memiliki kolom atau pilar atau menara,
- 20 -

batang penyangga (girder), lengan yang mcrupakan boom,


tromol gulung (drum), puli, tali kawat baja, tali serat,
rantai, dan kait (hook).

Pasai 28

Kolom atau pilar atau menara keran angkat hams


dikonstruksi kuat, sesuai dengan jenis dan kapasitas
keran angkat serta memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan dan standar yang berlaku.

Pasal 29

(1) Batang penyangga [girder) yang menerima beban kerja


maksimum pada bagian tengeihnya, tidak boleh
mengalami defleksi melebihi:
a. 1/888 (satu per delapan ratus delapan puluh
delapan) dikali panjang span untuk jenis tunggal;
dan

b. 1/600 (satu per enam ratus) dikali panjang span


untuk jenis ganda.
(2) Batang penyangga [girder) harus memiliki alat
pencegah benturan yang berfungsi secara otomatis
pada saat dioperasikan.

Pasal 30

(1) Lengan yang merupakan boom harus:


a. dilengkapi dengan indikator pembaca sudut
kemiringan untuk beban maksimum yang mudah
terlihat dan terbaca oleh Operator kecuali untuk
keran menara [tower crane);
b. memiliki sistem penghenti yang berfungsi secara
otomatis jika sudut kemiringan mencapai batas
maksimal; dan
c. digunakan sesuai dengan buku petunjiok pabrik
pembuat.
(2) Alat pencegah teijadinya benturan antara boom
dengan muatan/barang yang diangkat harus dapat
berfungsi secara otomatis pada saat dioperasikan.
- 21 -

Pasal 31

(1) Tromol gulung [drum) memiliki ukuran garis tengah


paling sedikit 18 (delapan belas) kali diameter tali
kawat baja dan/atau 300 (tiga ratus) kali diameter tali
kawat baja yang terbesar.
(2} Tromol gulung {drum) harus dilengkapi dengan flensa
pada setiap ujungnya, paling sedikit memproyeksikan
2,5 (dua koma lima) kali garis tengah tali kawat baja
dan/atau 62,5 mm (enam puluh dua koma lima
milimeter) diukur dari lilitan tali kawat baja terluair.
(3) Ujung tali kawat baja pada tromol gulung (drum)
harus dipasang dengan kuat pada bagian dalam
tromol gulung [drum) dan paling sedikit harus dibelit
2 (dua) kali secara pcnuh pada tromol gulung {drum)
saat kait {hook) berada pada posisi yang paling rendah.

Pasal 32

(1) Puii harus terbuat dari logam yang tahan terhadap


beban kejut atau bahan lain yang mempunyai
kekuatan yang sama.
(2) Puli memiliki ukuran garis tengah paling sedikit 18
(delapan belas) kali diameter tedi kawat baja yang
digunakan.
(3) Poros puli harus dilakukan pelumasan secara teratur.
(4) Bentuk dan ukuran alur puli harus sesuai dengan
jenis dan ukuran tali kawat baja.

Pasal 33

(1) Tali kawat baja harus:


a. mempunyai faktor keamanan paling sedikit 5
(lima) kali beban maksimum;
b. diberi pelumas yang tidak mengandung asam
atau alkali; dan
c. diperiksa pada waktu pemasangan pertama,
setiap kali sebelum dioperasikan, dan satu kali
dalam seminggu.
- 22 -

(2) Pengurangan ukuran diameter tali kawat baja tidak


boleh melebihi 5% (lima persen) dari diameter semula.
(3) Tali kawat baja dilarang:
a. memiliki sambungan, disimpul, atau dibelit;
b. digunakan jika tertekuk, kusut, beijumbai, atau
terkelupas;
c. digunakan jika terdapat aus atau karat
(deformasi) sesuai dengan ketentuan sebagai
berikut:

1. 12% (dua belas persen) untuk tali kawat baja


konstruksi pilinan 6x7 (enam kali tujuh)
pada panjang 50 cm (lima puluh sentimeter);
2. untuk tali kawat baja khusus:
a) 12% (dua belas persen) untuk tali kawat
baja seal pada panjang 50 cm (lima
puluh sentimeter); dan
b) 15% (lima belas persen) untuk tali
kawat baja lilitan potongan segi tiga
pada panjang 50 cm (lima puluh
sentimeter).
d. digunakan jika mengalami kawat putus untuk tali
kawat baja yang konstruksi pilinannya lebih
besar atau sama dengan 6x19 (enam kali
sembilan belas) dengan ketentuan:
1. lebih besar atau sama dengan 4 (empat)
kawat dalam 1 (satu) strand dan/atau lebih
besar sama dengan 12 (dua belas) kawat
yang terdistribusi dalam beberapa strand
untuk Pesawat Angkat jenis keran angkat
tetap; dan
2. lebih besar atau sama dengan 3 (tiga) kawat
dalam 1 (satu) strand dan/atau lebih besar
sama dengan 6 (enam) kawat yang
terdistribusi dalam beberapa strand untuk
Pesawat Angkat jenis keran angkat
berpindah.
- 23 -

Pasal 34

(1) Tali serat untuk perlengkapan pengangkat harus


dibuat dari serat alam atau sintetis sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan
standar yang berlaku.
(2) Tali serat harus digulung pada tromol gulung (drum)
yang tidak mempunyai permukaan tajam dan
mempunyai alur paling sedikit sebesar diameter tali.

Pasal 35

(1) Tali serat sebelum digunakan dan selama dalam


pemakaian harus diperiksa.
(2) Tali serat dilarang digunakan apabila mengalami
kikisan serat yang putus, terkelupas, beijumbai,
perubahan ukuran panjang atau penampang tali,
kerusakan pada serat, perubahan warna, dan
kerusakan lainnya.

Pasal 36

(1) Rantai yang digunakan untuk pengangkatan harus:


a. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan atau standar yang berlaku;
b. mempunyai faktor keamanan paling sedikit 4
(empat) kali beban maksimum;
c. digantijika:
1. salah satu mata rantai mengalami
perubahan panjang lebih dari 5% (lima
persen) dari ukuran panjang mata rantai
semula;
2. pengausan mata rantai satu sama lainnya
melebihi 10% (sepuluh persen) dari diameter
rantai semula.

(2) Rantai pada blok rantai pengangkat (chain block)


harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. dibuat dari besi tempa atau baja tempa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan standar yang berlaku;
- 24 -

b. memiliki faktor keamanan paling sedikit 5 (lima);


dan

c. jenis dan ukuran rantai yang digunakan hams


sesuai dengan sproket.
(3) Rantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinormalisir secara berkala untuk mengembalikan
struktur logam/metal pada kondisi semula setiap:
a. 6 (enam) bulan untuk rantai berdiameter tidak
lebih dari 2,5 mm (dua koma lima milimeter);
b. 6 (enam) bulan untuk rantai yang digunakan
untuk mengangkut logam cair; dan
c. 12 (dua belas) bulan untuk rantai selain yang
dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(4) Rantai dilarang:
a. dipukul walaupun untuk maksud meluruskan
atau memasang pada tempatnya;
b. disilang, dipelintir, dikusutkan, untuk dibuat
simpul;
c. ditarik bila terhimpit beban;
d. dijatuhkan dari suatu ketinggian;
e. diberi beban kejutan; dan
f. digunakan untuk mengikat muatan/barang.
(5) Rantai yang rusak dapat digunakan kembali setelah
dilakukan perbaikan oleh orang yang memiliki
kompetensi di bidang perbaikan rantai.

Pasal 37

(1) Kait (hoofc) harus:


a. dibuat dari baja yang dipanaskan dan dipadatkan
atau dari bahan lain yang mempunyai kekuatan
yang sama;

b. dilengkapi dengan kunci pengaman; dan


c. direncanakan dengan faktor keamanan paling
rendah 5 (lima).
(2) Kait [hook] tidak dapat digunakan apabila terdapat:
a. pengurangan dimensi melebihi 10% (sepuluh
persen) dari dimensi awal; atau
- 25 -

b. perubahan bukaan mulut kait melebihi 5% (lima


persen) dari dimensi awal.

Pasal 38

(1) Kait elektromagnetik (electromagnetic hook) harus:


a. mempunyai rangkaian listrik magnet dalam
keadaan baik dan tahanan isolasi diperiksa
secara teratur; dan
b. mempunyai sakelar alat kontrol magnet dan
dilengkapi pengaman untuk mencegah tersentuh
secara tidak sengaja ke posisi arus listrik putus
iofj).
(2) Ketentuan mengenai penggunaan kait elektromagnetik
[electromagnetic hook] dalam pengoperasian keran
angkat sebagai berikut:
a. saat mengangkat, puli dan bobot imbang kabel
magnetnya tidak boleh mengendur;
b. tidak boleh dibiarkan menggantung di udara jika
sedang tidak digunakan dan harus diturunkan ke
tanah atau ke tempat yang telah disediakan; dan
c. harus dilepas jika keran angkat akan digunakan
untuk operasi lain yang tidak menggunakan
magnet.

Pasal 39

(1) Keran angkat yang menggunakan roda dan beroperasi


di atas landasan harus memiliki outrigger untuk
menjaga kestabilan yang kuat, rata, stabil dan
memenuhi standar.

(2) Landasan sebagai tumpuan harus kuat, rata, stabil


dan memenuhi standar.

Pasal 40

(1) Rumah motor listrik (sfaforj pada keran angkat harus


terbuat dari baja tuang dengan faktor keamanan
paling rendah 8 (delapan) dan poros motor listrik
- 26 -

harus terbuat dari baja paduan dengan faktor


keamanan paling rendah 5 (lima).
(2) Keran angkat dengan penggerak motor listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi:
a. rem otomatis yang mampu menahan muatan
pada tromol gulung (drum) tali kawat baja, jika
muatan dihentikan;
b. sistem yang dapat mengembalikan secara
otomatis tuas atau tombol pengoperasian pada
posisi netral, jika tuas atau tombol tersebut
dilepaskan;
c. alat pembatas otomatis yang dapat menghentikan
tenaga tarik beban, jika muatan/barang melewati
batas tertinggi yang diizinkan dan melebihi beban
kerja yang diizinkan;
d. rem yang secara efektif dapat mengerem paling
rendah 1,25 (satu koma dua lima) beban kerja
maksimum yang diizinkan; dan
e. alat otomatis yang dapat memberi tanda
peringatan yang jelas selama pengoperasian.

Pasal 41

(1) Keran angkat yang menggunakan alat pengendali


remote control!pendant tersebut harus:
a. dilengkapi dengan peralatan pengatur gerakan
kabel; dan
b. memiliki penanda arah yang jelas, sesuai geraikan
muatan/ barang.
(2) Keran angkat yang dioperasikan dengan sistem
pengendali dari ruang kontrol, sistem pengendali
harus dilengkapi monitor yang memberikan informasi
pengoperasian.

Pasal 42

(1) Kabin Operator yang digunakan pada keran angkat


harus:
- 27 -

a. dirancang untuk memudahkan pandangan


Operator pada daerah pengoperasian;
b. memiliki jendela pada semua sisinya yang dapat
dibuka ke atas dan ke bawah serta pintu yang
dapat dibuka ke arah ke luar; dan
c. dilengkapi dengan atap pelindung dan sabuk
pengaman.

(2) Ruang kontrol yang digunakan pada keran angkat


harus:

a. berada pada posisi yang dapat melihat keran


angkat;
b. memiliki dinding bagian depan dari bahan yang
transparan; dan
c. memiliki ventilasi dan penerangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan atau
standar yang berlaku.
(3) Kabin Operator dan ruang kontrol sebagaimana
dimaksud pada ayat (1} dan ayat (2), harus dilengkapi
alat pemadam api ringan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan atau standar yang
berlaku.

(4) Kabin Operator dan ruang kontrol sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilarang
dimasuki oleh orang yang tidak berwenang.

Pasal 43

Keran angkat jenis rantai pengangkat {chain block) harus


dilengkapi dengan:
a. alat yang dapat mengatur gerakan;
b. alat yang dapat menahan muatan/barang pada saat
muatan/barang digantung; dan
c. tanda naik dan turun.

Pasal 44

(1) Keran angkat berpindah harus dilengkapi dengan


akses keluar masuk berupa tangga tetap dari lantai
sampai kabin Operator.
- 28 -

(2) Keran angkat berpindah yang mempunyai batang


penyangga (girder) ganda harus dilengkapi jalan
penyeberangan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. paling sedikit 45 cm (empat puluh lima
sentimeter) lebarnya di sepanjang kedua sisi
jcmbatan;
b. pada kedua ujung jembatan dapat mempunyai
lebar paling sedikit 38 cm (tiga puluh delapan
sentimeter); dan
c. sepanjang sisi jalan kaki yang terbuka harus
diberi pagar pengamein dan pengaman pinggir
(toeboard).

Pasal 45

Keran lokomotif [locomotif crane) harus:


a. dilengkapi dengan penyambung otomatis pada kedua
ujung kereta angkutnya dan dapat dilepas dari setiap
ujung sisinya;
b. mempunyai ruang kemudi tersendiri dan/atau
menyatu dengan kabin, dilengkapi tangga yang
memiliki pegangan tangan;
c. memihki jarak antara meja putar dengan permukaan
kereta angkut (gerbong) sebagai dudukan paling
sedikit 35 cm (tiga puluh lima sentimeter); dan
d. dihubungtanahkan {grounding] untuk keran lokomotif
(locomotif crane) tenaga listrik.

Pasal 46

(1) Keran dinding (wall crane/jib crane) yang dipasang


menggunakan pelat pasak pondasi tiang, harus
ditempatkan dan dikaitkan pada pondasi secara kuat.
(2) Dalam hal keran dinding (wall crane/jib crane]
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digerakan
dengan pengengkol oleh tenaga manusia, pengengkol
harus dilengkapi:
- 29 -

a. pasak pengunci dan ulir pengunci untuk


menahan muatan yang digantung jika tuas
pengengkol dilepas; dan
b. rem untuk menahan turunnya muatan.

Pasal 47

(1) Keran menara (tower crane) harus dilengkapi dengan:


a. daftar atau alat sejenisnya yang dapat
menunjukan perbandingan keseimbangan antara
posisi berat muatan dan posisi bobot imbangnya;
b. instalasi penyalur petir yang pembumiannya
harus disatukan dengan pembumian keran
menara (tower crane); dan
c. penerangan yang cukup di sepanjang lengan
{boom) jika dioperasikan pada malam hari.
(2) Bobot imbang pada keran menara (tower crane) harus
terpasang pada posisi vertikal dan mempunyai
keterangan berat.

Pasal 48

Untuk mencegah benturan dan/atau memudahkan pekeija


dalam melakukan pekerjaan, pemasangan keran angkat
dalam ruangan harus memiliki ruang bebas yang cukup
antara titik tertinggi keran angkat tersebut dengan
konstruksi bagian atas bangunan dan antara bagian-
bagian keran angkat dengan tembok, pilar, atau bangunan
tetap lainnya.

Pasal 49

(1) Pengoperasian keran angkat harus menggunakan


sandi isyarat yang seragam dan mudah dimengerti
atau menggunakan alat komunikasi lainnya, jika
dalam pengangkatan atau penurunan muatan/barang
terdapat rintangan atau halangan yang menutupi
pandangan Operator.
(2) Dalam mengoperasikan keran angkat, Operator harus:
-30-

a. bekerja berdasarkan isyarat dari Juru Ikat


(rigger);
b. menghentikan operasi keran angkat pada kondisi
darurat;
c. segera membunyikan tanda peringatan dan
mcnurunkan muatannya untuk mengatur
kembali, jika suatu muatan saat diangkat tidak
beijalan sebagaimana mestinya;
d. menghindari pengangkatan muatan melalui atau
melintasi orang;
e. menaikan muatan secara vertikal untuk

menghindari ayunan pada waktu diangkat;


f. melarang orang lain berada pada muatan atau
sling keran angkat sewaktu beroperasi; dan
g. menghentikan operasi keran angkat jika
kecepatan angin melebihi 38 Km/jam (tiga puluh
delapan kilometer per jam).

Pasal 50

(1) Juru Ikat {rigger) dalam pengangkatan muatan/barang


harus terlihat oleh Operator.
(2) Juru Ikat (rigger) sebelum memberikan isyarat untuk
menaikan muatan, harus yakin bahwa:
a. semua Alat Bantu Angkat dan Angkut atau
perlengkapan lainnya telah terpasang
sebagaimana mestinya pada muatan yang
diangkat; dan
b. muatan telah dibuat seimbang.

Pasal 51

(1) Operator harus memberi peringatan agar Tenaga Kerja


pindah ke tempat yang aman dalam hal pemindahan
muatan berbahaya atau pengangkatan dengan magnet
melalui lokasi keija.
(2) Pelaksanaan pemindahan muatan berbahaya atau
pengangkatan dengan magnet harus dihentikan jika
- 31 -

Tenaga Kerja belum dapat meninggalkan pekeijaannya


di area yang berbahaya.
(3) Muatan berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa logam cair dan bahan berbahaya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 52

Dalam hal sedang dilakukan perbaikan atau daerah operasi


keran angkat digunakan untuk aktivitas kerja, dilarang
menggantung muatan pada keran angkat dan/atau daerah
operasi keran angkat.

Pasal 53

Jika keran angkat beroperasi tanpa muatan:


a. Juru Ikat (riggeT) harus mengaitkan sling pada kait
(hook^ secara kuat sebelum bergerak; dan
b. Operator harus menaikkan kait (hook) secukupnya
agar tidak menyentuh orang dan benda yang berada
pada daerah tersebut.

Pasal 54

Lintasan operasi keran angkat yang bermuatan harus


diberi niang bebas dengan lebar paling sedikit 90 cm
(sembilan puluh sentimeter) di kiri dan kanan sepanjang
lintasannya.

Bagian Keempat
Alat Angkat Pengatur Posisi Benda Kerja

Pasal 55

Alat angkat pengatur posisi benda keija sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 21 huruf c selain memiliki

komponen utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,


juga memiliki pondasi, tiang (mast), lengan yang
merupakan arm, dan pencengkram {grapple).
-32-

Pasal 56

(1) Pondasi alat angkat pengatur posisi benda kerja harus


kuat, rata, stabil, dan memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan atau
standar yang berlaku.
(2) Tiang (mast), lengan yang merupakan arm harus
terbuat dari baja dengan faktor keamanan:
a. 8 (delapan) untuk baja tuang; atau
b. 5 (lima) untuk baja paduan.
(3) Pencengkram {Grapple) harus sesuai dengan bentuk,
ukuran, dan jenis benda kerja.

Bagian Kelima
Personal Platform

Pasal 57

(1) Personal platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal


21 huruf d memiliki komponen utama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Personal platform terdiri atas passenger hoist dan
gondola.

Pasal 58
(1) Passenger hoist selain memiliki komponen utama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) juga
memiliki batang bergerigi/berulir, roda gigi {gear), dan
sangkar {basket).
(2) Gondola selain memiliki komponen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) juga memiliki rel,
tiang, lengan yang merupakan arm atau boom, tromol
gulung (drum), motor listrik, dan sangkar {basket).

Pasal 59

(1) Batang bergerigi/berulir dan roda gigi {gear) passenger


hoist hams:

a. terbuat dari baja tuang dengan faktor keamanan


5 (lima); dan
- 33 -

b. dipasang pada pondasi dan dinding bangunan


secara kuat dan kokoh.

(2) Sangkar (basket) passenger hoist harus:


a. terbuat dari bahan yang kuat;
b. memiliki alat pencegah benturan di bagian atas
dan bawah sangkar [basket)-, dan
c. memiliki sistem otomatis untuk memutus aliran
listrik ketika pintu dibuka.
(3) Lantai keija sangkar {basket) passenger hoist:
a. harus terbuat dari bahan anti slip dan tahan
korosif; dan
b. dilarang digunakan apabila mengalami defleksi
melebihi 3 mm {tiga milimeter).

Pasal 60

Passenger hoist harus dilengkapi dengan:


a. alat pengendali gerakan;
b. alat pencegah beban lebih; dan
c. penerangan paling sedikit 50 (lima puluh) lux.

Pasal 61

(1) Rel, tiang, lengan yang merupakan arm atau boom


gondola harus terbuat dari baja dengan faktor
keamanan 5 (lima).
(2) Motor listrik gondola harus:
a. dipasang dengan kuat;
b. dilakukan pembumian/pentanahan (grounding);

c. mempunyai besamya tegangan listrik yang


digunakan tidak melebihi 10% (sepuluh persen)
dari tegangan jala-jala.
(3) Sangkar (basket] gondola harus:
a. terbuat dari baja dengan faktor keamanan 5
(lima) dan/atau bahan lain dengan kekuatan
yang sama;

b. mempunyai konstruksi yang kuat dan aman;


- 34 -

c. dilengkapi alat pencegah benturan berupa roller


dan lapisan bahan lunak sepanjang bumper
sangkar [basket); dan
d. dilengkapi dengan pengaman pinggir (toeboard\.
(4) Tali kawat baja penggantung harus:
a. terbuat dari baja yang mempunyai faktor
keamanan paling sedikit 8 (delapan);
b. memiliki inti tali kawat baja jenis IWRC
[Independent Wire Rope Core);
c. tahan terhadap korosi;
d. fleksibel dan mampu menahan momen puntir;
e. diperiksa pada waktu pemasangan pertama,
setiap hari sebelum dioperasikan, dan 1 (satu)
kali dalam seminggu; dan
f. dipasang penggantung menggunakan klem.

Pasal 62

Gondola harus dilengkapi dengan:


a. alat pengendali yang berada di dalam sangkar;
b. pembaca arah dan kecepatan angin; dan
c. tali pengaman [life line) yang terikat pada struktur
bangunan.

Pasal 63

(1) Pemasangan gondola temporer harus:


a. sesuai dengan penggunaan
penggunaan yang
yang telah
telah
ditentukan;
b. pada penunjang [support) di lantai teratas {roof
top) atau mengunakan bobot imbang dan tiang
(mast) diperkuat dengan tali penguat [pendant)
yang dikaitkan pada angkur yang terpasang di
struktur bangunan; dan
c. mempunyai jarak yang cukup antara dinding
teratas dengan tiang gondola (mast) untuk
menghindari sentuhan.
(2) Pemasangan gondola permanen harus:
-35-

a. sesuai dengan penggunaan yang telah


ditentukan;
b. di atas rel lintasan gondola secara kuat dan
dilengkapi dengan pengunci, rel lintasan harus
dipasang secara kuat pada support di lantai roof
top;

c. mempunyai jarak yang cukup antara dinding


teratas dengan tiang gondola {mast) untuk
menghindari sentuhan; dan
d. diberi ruang bebas antara dinding dengan jarak
paling sedikit 90 cm (sembilan puluh sentimeter)
dari sisi luar sangkar {basket) kecuali sisi yang
menghadap bangunan.
(3) Gondola temporer untuk tipe tertentu yang memiliki
roda atau dapat diberi roda, pemasangan dapat
dilakukan sesuai dengan ketentuein sebagaimana
dimaksud pada ayat (2} huruf b.

Pasal 64

Pemasangan sangkar {basket) gondola harus:


a. diikat secara kuat pada tali kawat baja penarik dengan
klem pengikat;
b. mempunyai klem dengan kuat tank paling sedikit 1,5
(satu koma lima) kali tali kawat baja penarik; dan
c. mempunyai klem pengikat dengan faktor keamanan
paling sedikit 5 (lima).

Pasal 65

Pengoperasian gondola harus:


a. tidak melebihi beban maksimum yang diizinkan;
b. dioperasikan oleh Operator gondola yang dilengkapi
dengan body harness dan dipassing atau diikat pada
life line gondola;
c. dinaikkan atau diturunkan secara perlahan, tidak
menimbulkan beban kejut;
d. bebas dari rintangan/hambatan pada tali baja
penggantungnya; dan
- 36 -

e. dioperasikan tidak mengalami kemiringan sangkar


(basfcef}melebihi 15° (lima belas derajat).

Pasal 66

Setiap orang dilarang:


a. mengubah dan/atau memodifikasi gondola tanpa
melaporkan terlebih dahulu kepada unit kerja
pengawasan ketenagakerjaan;
b. menggantungkan sangkar (basket) gondola pada arm
yang belum terpasang dengan sempuma;
c. mengoperasikan gondola, apabila kecepatan angin
melebihi 32 km/jam (tiga puluh dua kilometer per
jam); dan/atau
d. menggunakan gondola, apabila kerangka lantai kerja
sangkar [basket^ gondola mengalami defleksi melebihi
1/60 (satu f>er enam puluh) dari panjang kerangka
lantai keija sangkar (basket) gondola.

BAB IV

PESAWAT ANGKUT

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 67

Pesawat Angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4


huruf a meliputi:
a. alat berat terdiri atas forklift, lifttruck, reach stackers,
telehandler, hand lift/hand pallet, excavator, excavator
grapple, backhoe, loader, dozer, traktor, grader,
concrete paver, asphalt paver, asphalt sprayer, aspalt
finisher, compactor roller/vibrator roller, dan peralatan
lain yang sejenis;
b. kereta terdiri atas kereta gantung, komidi putar, roller
coaster, kereta ayun, lokomotif beserta rangkaiannya,
dan peralatan lain yang sejenis;
- 37 -

c. personal basket terdiri atas manlifi/boomlift, scissor


lift, hydraulic stairs dan peralatan lain yang sejenis;
d. truk terdiri atas tractor, truk pengangkut bahan
berbahaya, dump truck, cargo truck lift, trailer, side
loader truck, module transporter, axle transport, car
towing, dan peralatan lain yang sejenis; dan
e. robotik dan konveyor terdiri atas Automated Guided
Vehicle, sabuk berjalan, ban berjalan, rantai berjalan
dan peralatan lain yang sejenis.

Pasal 68

Landasan sebagai tumpuan atau lintasan untuk Pesawat


Angkut harus memiliki konstruksi pondasi yang kuat
menahan beban, rata, stabil, dan memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku.

Pasal 69

Penempatan Pesawat Angkut pada area keija harus:


a. dalam kondisi stabil dan seimbang untuk menghindari
terguling, teijungkal, teijungkit, dan terperosok; dan
b. memiliki ruang gerak yang cukup dan bebas dari
rintangan agar tidak membahayakan orang di
sekitamya.

Pasal 70

Pesawat Angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67


selain memiliki komponen utama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1} juga memiliki komponen utama
berupa alat pengendali, kabin Operator atau ruang
pengoperasian atau ruang kontrol, dan lengan yang
merupakan arm dan boom.

Pasal 71

(1) Alat pengendali yang meliputi tuas, setir, dan tombol


harus:

a. dibuat seragam dalam fungsi, gerak, dan


wamanya; dan
- 38 -

b. didesain ergonomis dan aman bagi Operator.


(2) Alat pengendali dengan sistem komputerisasi harus
dilengkapi monitor yang memberikan informasi
pengoperasian.
{3} Alat pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus:

a. mudah dioperasikan dan dipahami oleh Operator;


dan

b. dilengkapi dengan simbol atau tanda yang


memiliki keterangan pengoperasian.

Pasal 72

(1) Kabin Operator harus:


a. dirancang untuk memudahkan pandangan
Operator pada daerah pengoperasian;
b. dilengkapi dengan atap pelindung yang dapat
melindungi Operator dari perubahan cuaca dan
kemungkinan tertimpa suatu benda; dan
c. dilengkapi sabuk pengaman yang mampu
menahan tekanan kejut.
(2) Ruang pengoperasian yang menyatu dengan Pesawat
Angkut harus:
a. mempunyai tempat atau panel untuk
penempatan alat pengendali pengoperasian;
b. dilengkapi Alat Pelindungan; dan
c. memberikan kenyamanan dan kemudahan
aktivitas atau gerak Operator.
(3) Ruang kontrol harus:
a. berada di dekat Pesawat Angkut untuk
memudahkan pemantauan operasi kecuali untuk
lokomotif dan konveyor; dan
b. memiliki ventilasi dan penerangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan atau
standar yang berlaku.
(4) Kabin Operator, ruang pengoperasian, atau ruang
kontrol harus dilengkapi:
-39-

a. tanda peringatan larangan masuk bagi orang


yang tidak berwenang; dan
b. alat pemadam api ringan sesuai dengan
ketentuan peraturan pcrundang-undangan atau
standar yang berlaku.

Pasal 73

Lengan yang merupakan arm dan boom harus:


a. digunakan sesuai dengan buku petunjuk pabrik
pembuat;
b. memiliki sistem penghenti yang berfungsi secara
otomatis jika sudut kemiringan mencapai batas
maksimal; dan
c. memiliki alat pencegah teijadinya benturan yang
berfungsi secara otomatis.

Pasal 74

(1) Pengoperasian Pesawat Angkut pada saat pemuatan,


pemindahan, dan pembongkaran harus dijamin tidak
terjadi muatan tumpah.
(2) Lokasi pengoperasian Pesawat Angkut yang
membahayakan harus dilengkapi dengan tanda
peringatan larangan masuk bagi orang yang tidak
berkepentingan.
(3) Pengoperasian untuk Pesawat Angkut yang tenaga
penggeraknya motor bakar harus dijalankan dengan
aman sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan.
(4) Pengoperasian untuk Pesawat Angkut yang tenaga
penggeraknya motor bakar dilarang dijalankan di
daerah yang terdapat bahaya kebakaran, peledakan,
dan/atau ruangan tertutup.
- 40 -

Bagian Kedua
Alat Berat

Pasal 75

Alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a


selain memiliki komponen utama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dan Pasal 70, juga memiliki tiang (mast),
garpu (/brfc), bak (bucketj, dan pencengkram (grapple).

Pasal 76

Tiang (mast) pada forklift harus:


a. mampu menahan benda keija sesuai dengan standar
yang berlaku;
b. mampu menahan rantai pengggerak garpu (fork)-,
c. dilengkapi pembatas {stopper) pada titik pengangkatan
tertinggi; dan
d. dilengkapi tempat dudukan sandaran muatan (back
resti.

Pasal 77

(1) Garpu (fork) pada forklift:


a. harus dibuat dengan faktor keamanan paling
rendah 3 (tiga);
b. tidak mengalami defleksi melebihi sebesar 1/33
(satu per tiga puluh tiga) dikali panjang garpu;
c. tidak diluruskan dan/atau dilakukan pengelasan
pada garpu yang mengalami bengkok atau patah;
d. tidak mengalami penipisan garpu lebih dari 10%
(sepuluh persen);
e. harus dilengkapi pengatur dan pengunci posisi
pada dudukan jika forklift menggunakan fork
ganda; dan
f. tidak mengalami perbedaan ketinggian lebih dari
3% {tiga persen) dari panjang garpu apabila
forklift menggunakan garpu (fork) ganda.
(2) Dalam menggunakan garpu {fork) pada forklift dilarang
memasang alat tambahan untuk memperpanjang
garpu {fork).

Pasal 78

(1) Bak {bucket\ untuk loader, excavator, backhoe, dan


shavel harus;

a. digunakan sesuai jenis, bentuk, dimensi, dan


kapasitasnya;
b. dibuat dari bahan baja karbon sedang, dengan
kadar C : 0,3-0,6% (nol koma tiga sampai dengan
nol koma enam persen) dan faktor keamanan
paling sedikit 6 (enam); dan
c. dilengkapi dengan penahan muatan/barang pada
sisi depan, samping, dan belakang.
(2) Pemasangan bak [bucket] harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan atau
standar yang berlaku.

Pasal 79

(1) Dilarang menggunakan bak (bucket) pada kondisi


keropos dan/atau retak.
(2} Setiap orang dilarang:
a. menggunakan bak [bucket^ pada kondisi keropos
dan/atau retak.
b. menggunakan bak [bucket] pada loader,
excavator, backhoe, dan shovel yang tidak
dilengkapi pengunci pin penghubung dengan
linkage pada arm.

Pasal 80

(1) Pencengkram [grapple) harus:


a. dirancang sesuai jenis penggunaan baik bentuk,
dimensi, kapasitas, maupun jenis
material/ muatannya;
b. dibuat dari bahan baja karbon sedang, dengan
kadar C : 0,3-0,6% (nol koma tiga sampai dengan
-42 -

nol koma enam persen) dan faktor keamanan


paling sedikit 5 (enam); dan
c. memiliki baut yang terpasang dengan kuat di
seluruh dudukan.

(2) Pemasangan pencengkram (grapple) harus sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
atau standar yang berlaku.
(3) Dilarang menggunakan pencengkram {grapple) pada
kondisi:

a. dimensi beban keija atau dimensi muatan tidak


sesuai dengan kapasitas cengkraman; dan
b. baut pengencang tidak lengkap.

Pasal 81

Landasan forklift, lift truck, reach stackers, dan telehandler.


a. harus dikonstruksi cukup kuat dan rata;
b. harus mempunyai tanda area lintasan;
c. tidak mempunyai belokan dengan sudut yang tajam;
dan

d. tidak mempunyai tanjakan atau turunan yang terjal


yang dapat mengganggu keseimbangan.

Pasal 82

Setiap orang dilarang menggunakan forklift, lifttmck, reach


stackers, dan telehandler dengan tenaga penggerak motor
bakar di area keija yang mempunyai bahan mudah
meledak dan/atau dalam ruangan tertutup.

Pasal 83

Sebelum memuat dan membongkar muatan, rem pada


Forklift, reach stacker, telehandler, dan sejenisnya harus
digunakan dan jika di atas tanjakan, roda harus diberi
penahan.

Pasal 84

Jarak bebas sisi lintasan yang dilalui forklift, telehandler,


dan sejenisnya paling sedikit:
-43 -

a. 60 cm (enam puluh sentimeter) diukur dari sisi terluar


pesawat atau sisi terluar muatan yang paling lebar jika
digunakan lalu lintas satu arah; dan
b. 90 cm (sembilan puluh sentimeter) diukur dari sisi
terluar di antara dua pesawat atau sisi terluar di
antara muatan yang paling lebar di kedua pesawat jika
digunakan lalu lintas 2 (dua) arah.

Pasal 85

(1) Forklift pada saat dioperasikan dalam keadaan


berjalan:
a. garpu {fork) atau permukaan bagian bawah
muatan hams beijarak paling tinggi 15 cm (lima
belas sentimeter) diukur deiri permukaan
landasan; dan
b. hams berjarak paling dekat 10 m (sepuluh meter)
dari bagian belakang kendaraan yang ada di
depannya.
(2) Forklift pada saat sedang tidak digunakan hams
diletakkan pada landasan yang rata tanpa ada
kemiringan dengan kondisi rem terkunci dan garpu
sisi terbawah menempel pada permukaan landasan.
(3) Forklift dilarang digunakan untuk tujuan lain selain
untuk mengangkat, mengangkut, dan meletakkan
muatan / barang.
(4) Forklift jenis telehandler dan reach stacker
dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1) humf a,

Pasal 86

(1) Pengoperasian loader, excavator, backhoe, shovel, dan


sejenisnya hams:
a. berada pada landasan yang cukup keras untuk
menjaga kestabilan;
b. tetap pada posisi stabil di lokasi keija baik dalam
kondisi tanjakan atau tumnan; dan
- 44 -

c. dihindari pengangkatan/pengisian muatan


melalui atau melintasi kabin truk yang akan diisi
muatan.

(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), dalam pengoperasian excavator.
a. posisi lengan yang merupakan arm dan boom
hams diatur pada saat berpindah lokasi
pengerukan untuk mencegah ketidakstabilan;
b. bagian depan maupun belakang harus dipastikan
posisinya agar tidak bergerak ke arali yang saiJah
pada saat akan berpindah secara horizontal; dan
c. posisi arm dan boom terpanjang antara sisi
terluar bak (bucket) dengan dinding/struktur
bangunan harus ditempatkan paling dekat 60 cm
(enam puluh sentimeter).
(3) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dalam pengoperasian loader saat mengangkut
muatan, jarak antara sisi terbawah bak (bucket)
dengan permukaan landasan paling rendah 30 cm
(tiga puluh sentimeter) dan paling tinggi 90 cm
(sembilan puluh sentimeter).
(4) Loader pada saat sedang tidak digunakan harus
diletakkan pada landasan yang rata tanpa ada
kemiringan dengan kondisi rem terkunci dan sisi
terluar bak (bucket) menempel pada permukaan
landasan.

(5) Excavator pada saat sedang tidak digunakan harus


diletakkan pada landasan yang rata tanpa ada
kemiringan dengan kondisi rem terkunci dan sisi
terluar bucket menempel pada permukaan landasan
dan kabin pada posisi sejajar dengan kedua kelabang
(crawler).

Pasal 87

Grader pada saat tidak digunakan, pelat penyapu (blade)


dan garpu pembajak {scarifier) harus dalam kondisi
-45-

diletakkan tegak lurus terhadap roda pada landasan dan


dengan kondisi rem terkunci.

Pasal 88

Setiap orang dilarang mengoperasikan excavator, dozer,


backhoe, dan grader pada area terdapat pipa bertekanan
tinggi dan/atau kabel bertegangan tinggi di bawah tanah.

Pasal 89

(1} Pengoperasian concrete paver, asphalt paver, asphalt


sprayer, aspalt finisher, compactor roller/vibrator roller
harus:

a. diberi pembatas dan rambu peringatan pada area


kerja; dan
b. dilengkapi penerangan yang cukup pada malam
hari.

(2) Concrete paver, asphalt paver, asphalt sprayer, aspalt


finisher, compactor roller/vibrator roller pada saat tidak
digunakan harus diparkir pada tempat yang tidak
mengganggu arus lalu lintas, kabin Operator dan rem
dalam kondisi terkunci.

Pasal 90

Alat berat dilarang dioperasikan atau dijalankan secara


melintang pada lintasan miring.

Bagian Ketiga
Kereta

Pasal 91

Kereta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b


selain memiliki komponen utama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dan Pasal 70, juga memiliki roda kereta, tali
kawat baja, rantai penggantung, poros, dan rel/lintasan.

Pasal 92

(1} Roda kereta harus:


-46-

a. terbuat dari baja tuang cukup kuat, tidak cacat


dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan atau standar yang berlaku;
b. memiliki faktor keamanan 8 (delapan); dan
c. tidak terdapat sambungan las.
(2) Pemasangan roda kereta harus menggunakan pasak
antara roda dan poros roda dan dilengkapi dengan pin
pengunci.

Pasal 93

(1) Tali kawat baja penggantung harus:


a. terbuat dari baja yang mempunyai faktor
keamanan paling sedikit 12 (dua belas);
b. memiliki inti tali kawat baja jenis IWRC
(Independent Wire Rope Core);
c. tahan terhadap korosi;
d. fleksibel dan mampu menaihan momen puntir;
dan

e. diperiksa pada waktu pemasangan pertama,


setiap hari sebelum dioperasikan, dan 1 (satu)
kali dalam seminggu.
(2) Pemasangan tali kawat baja penggantung harus
menggunakan klem.
(3) Tali kawat baja dilarang:
a. memiliki sambungan dan simpul; dan
b. digunakan jika terdapat perubahan bentuk
(deformasi) dan putus.

Pasal 94

{1} Rantai penggantung harus:


a. terbuat dari baja paling sedikit grade 80 (delapan
puluh) dengan faktor keamanan paling rendah 5
(lima);
b. tahan terhadap korosi;
c. mampu menahan beban kejut; dan
- 47 -

d. diperiksa pada waktu pemascingan pertama,


setiap hari sebelum dioperasikan, dan 1 (satu)
kali dalam seminggu.
(2) Pemasangan rantai penggantung harus menggunakan
shakle atau alat pengunci sejenis lainnya.
(3) Rantai penggantung dilarang digunakan jika terdapat
perubahan bentuk (deformasi).

Pasal 95

(1) Poros kereta harus:


a. terbuat dari baja dengan faktor keamanan 6
(enam); dan
b. mampu menahan tegangan tumpu, dan momen
puntir.
(2) Poros roda kereta harus:
a. terbuat dari baja dengan faktor keamanan 6
(enam); dan
b. mampu menahan gaya aksial, gaya radial, momen
lengkung, dan momen puntir.

Pasal 96

(1) Rel atau lintasan harus:


a. terbuat dari bahan baja dengan faktor keamanan
6 (enam);
b. kuat menahan gaya gesek dan tegangan tumpu;
c. tahan terhadap korosi;
d. dikonstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan atau standar yang berlaku;
e. dilakukan pemeriksaan dalam waktu tertentu;

f. dilengkapi dengan jalur lintas bebas pada kedua


sisinya paling sedikit:
1) 2,35 m (dua koma tiga lima meter) di kiri
kanan as jalan rel untuk jalur lurus;
2) 2,55 m (dua koma lima lima meter) untuk
jalur lengkung dengan jari-jari kurang dari
atau sama dengan 300 m (tiga ratus meter);
- 48 -

3) 2,45 m (dua koma empat lima meter) untuk


jalur lengkung dengan jari-jari lebih dari 300
m (tiga ratus meter); dan
4) 2,15 m (dua koma satu lima meter) di kiri
kanan as jalan rel untuk jembatan dan
terowongan pada jalur lurus dan jalur
lengkung.
(2) Rel pemutar kereta harus dilengkapi dengan alat
pengunci untuk mencegah rel pemutar kereta
bergerak.

Pasal 97

(1) Rel harus dipasang rel pengaman pada bagian dalam


rel dengan jarak tidak lebih dari 25 cm (dua puluh
lima sentimeter) dari sisi dalam rel, apabila rel:
a. terpasang di atas jembatan dengan panjang 30 m
(tiga puluh meter) atau lebih dan memiliki
tikungan;
b. memiliki tikungan dengan radius melebihi 250 m
(dua ratus lima puluh meter) dengan lebar 1.435
mm (seribu empat ratus tiga puluh lima
milimeter) atau lebih; dan
c. memiliki tikungan dengan radius melebihi 400 m
(empat ratus meter) dengan lebar kurang dari
1.435 mm (seribu empat ratus tiga puluh lima
milimeter).
(2) Ujung rel harus dipasang balok penahan benturan.

Pasal 98

(1) Pemindahan rel yang menggunakan peralatan tuas


wesel dan kawat sinyal harus dipasang Alat Pengaman
pada peralatan tuas wesel untuk mencegah rel tidak
berbalik.

(2) Tuas wesel harus dikonstruksi dan dipasang dengan


kuat untuk mencegah tuas bergeser pada arah
memanjang rel.
- 49 -

Pasal 99

(1) Rel diupayakan tidak melewati jalan yang digunakan


untuk lalu lintas kendaraan atau pejalan kaki.
(2) Rel yang melintas pada jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat menggunakan jembatan layang
atau terowongan.
(3) Jika jembatan layang atau terowongan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, persilangan
lintasan rel dan jalan harus dibuat rata dengan
permukaan rel.
(4) Persilangan lintasan rel dan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hams:
a. dilengkapi Alat Pengaman atau penghalang yang
diwarnai dengan jelas;
b. dilengkapi sirine dan lampu peringatan;
c. dipasang tanda peringatan "BAHAYA" atau
"PERSILANGAN";
d. dijaga oleh petugas khusus; dan
e. diberi cahaya atau penanda yang dapat berpendar
pada tanda pemberi peringatan, alat penghalang,
semboyan wesel, dan perlengkapan lainnya jika
ada penggunaan pada malam hari.

Pasal 100

(1) Jarak antara sisi terluar kereta harus mempunyai


ruang bebas dengan ketentuan:
a. paling sedikit 75 cm (tujuh puluh lima sentimeter)
antara 2 (dua) kereta yang melintas
berdampingan atau terhadap bangunan di sisi rel;
b. secara vertikal paling sedikit:
1. 215 cm (dua ratus lima belas sentimeter) ke
bangunan atau rintangan lainnya; dan
2. 430 cm (empat ratus tiga puluh sentimeter)
ke sumber arus listrik.

c. dipasang tanda ukuran pada tiap sisi bangunan.


(2) Bangunan, rintangan, atau sumber listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
- 50 -

dipasang tanda ukuran jarak vertikal yang mudah


terbaca.

Pasal 101

(1) Jaringan listrik pada kereta listrik harus memenuhi


standar kelistrikan.

(2) Jaringan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


harus dilengkapi dengan tanda peringatan "BAHAYA"
yang mudah terlihat dan terbaca pada kontak yang
terbuka.

Pasal 102

Kereta gantung, komidi putar, roller coaster, dan kereta


ayun harus:
a. dilakukan pembumian/pentanahan (grounding) sesuai
dengan ketentuan standar kelistrikan; dan
b. memiliki jalan masuk dan keluar yang terpisah, diberi
tanda secara jelas, mudah dibaca, dilengkapi dengan
Alat Pengaman dan Alat Pelindungan.

Bagian Keempat
Personal Basket

Pasal 103

Personal basket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67


huruf c selain memiliki komponen utama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 70 juga memiliki lengan
yang merupakan boom dan keranjang {basket).

Pasal 104

Lengan yang merupakan boom harus:


a. terbuat dari baja dengan faktor keamanan paling
sedikit 5 (lima); dan
b. memiliki sistem penghenti yang berfungsi secara
otomatis apabila sudut kemiringan mencapai batas
maksimal.
- 51 -

Pasal 105

Keranjang (basket) harus:


a. terbuat dari baja dengan faktor keamanan 5 (lima)
dan/atau bahan lain dengan kekuatan yang sama;
b. konstruksi hams cukup kuat dan aman;
c. dilengkapi dengan pengaman pinggir {toeboard};
d. memiliki pintu penutup yang dapat dikunci dan
dibuka secara aman; dan
e. ketinggian pagar keranjang (basket) paling sedikit 1,25
m (satu koma dua lima meter) dari dasar lantai kerja.

Pasal 106

(1) Pengoperasian personal basket dilakukan dengan


ketentuan:

a. tidak melebihi beban maksimum yang diizinkan;


b. dioperasikan oleh Operator personal basket yang
dilengkapi dengan body harness;
c. dinaikan atau diturunkan secara perlahan, tidak
menimbulkan kejutan; dan
d. bebas dari rintangan/hambatan.
(2) Dilarajig mengoperasikan personal basket
a. pada area atau Tempat Keija yang miring;
dan/atau
b. apabila kecepatan angin melebihi 32 km/jam (tiga
puluh dua kilometer per jam).

Pasal 107

Setiap orang dilarang mengubah dan/atau memodifikasi


personal basket tanpa melaporkan terlebih dahulu kepada
instansi yang bertanggung jawab di bidang pengawasan
ketenagakerjaan.
- 52 -

Bagian Kelima
Truk

Pasal 108

Truk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf d selain


memiliki komponen utama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 dan Pasal 70 juga memiliki bak dump truck dan
penyambung (tou^.

Pasal 109

(1) Bak dump truck harus:


a. digunakan sesuai dengan jenis muatan dan
kapasitasnya;
b. dibuat dari bahan baja karbon sedang dengan
kadar C : 0,3-0,6% (nol koma tiga sampai dengan
nol koma enam persen) dan faktor keamanan
paling sedikit 6 (enam); dan
c. dilengkapi dengan penahan muatan/barang pada
sisi depan, samping, dan belakang.
(2) Bak dump truck dilarang digunakan apabila:
a. keropos dan/atau retak;
b. tidak dilengkapi pin pengunci pada silinder
hidraulik; dan
c. tidak dilengkapi kanopi pelindung tumpsihan
material.

(3) Pemasangan bak dump truck harus sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan atau
standar yang berlaku.

Pasal 110

(1) Batang penyambung {tow) harus:


a. dirancang sesuai dengan daya tank atau daya
dorong truk meliputi bentuk, dimensi, dan
kapasitas; dan
b. dibuat dari bahan baja dengan faktor keamanan
paling sedikit 5 (lima).
- 53 -

(2) Pemasangan bola pengikat [hitch baltj pada batang


penyambung [tow) truk atau benda yang ditarik atau
didorong harus pada posisi di atas dan dilengkapi baut
atau pin pengunci.
(3) Dilarang menggunakan batang penyambung [tow)
pada kondisi mengalami perubahan bentuk lebih
besar dari 5° (lima derajat) dari pangkal.
(4) Dilarang mengunakan bola pengikat {hitch ball) pada
penyambung bateing [tow) apabila mengaleimi
perubahan posisi horizontal lebih besar dari 1° (satu
derajat) atau 25 mm (dua puluh lima milimeter) diukur
dari permukaan batang penyambung dengan bola
pengikat (hitch baltj.

Pasal 111

(1) Pengoperasian truk harus:


a. dilakukan pada permukaan landasan yang rata
dan tidak miring saat memuat dan menurunkan
muatan; dan
b. dipastikan sisi belakang bebas dari orang pada
saat menurunkan muatan dengan cara
memiringkan bak [bucket).
(2) Muatan pada bak [bucket tidak boleh melebihi tinggi
dinding bak [bucket).
(3) Gerakan bak [bucket) dump truck pada saat
menurunkan muatan harus dilakukan secara

perlahan dengan memperhatikan berat dan volume


muatan.

(4) Dilarang menggerakkan truk pada saat memuat dan


menurunkan muatan.

Bagian Keenam
Robotik dan Konveyor

Pasal 112

(1) Robotik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf


e selain memiliki komponen utama sebagaimana
- 54 -

dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 70 juga memiliki


pita magnetik/lintasan.
(2) Konveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
huruf e selain memiliki komponen utama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 70 juga memiliki
ban/sabuk, rantai, dan roller.

Pasal 113

Pita magnetik/lintasan harus:


a. dapat terbaca dengan jelas oleh sensor pada
Automated Guided Vehicle-, dan
b. bebas dari rintangan yang dapat menghalangi sinyal
antara pita magnetik ke sensor pada Automated
Guided Vehicle.

Pasal 114

(1) Automated Guided Vehicle harus:


a. memiliki Alat Pengaman untuk menjaga tetap
berada di atas lintasannya sesuai dengan arah
yang telah ditetapkan;
b. dilengkapi dengan sensor pembaca lokasi (global
positioning system)-, dan
c. dilengkapi dengan sensor {laser scanner] yang
dapat menghentikan secara otomatis apabila
lintasan terhalang oleh manusia atau benda lain.
(2) Area keija Automated Guided Vehicle harus:
a. tersedia kamera pengawas dan monitor yang
dapat menjangkau seluruh area pengoperasian;
b. diawasi oleh Operator melalui monitor; dan
c. diberi rambu dan penanda lintasan operasi.

Pasal 115

(1) Pengoperasian Automated Guided Vehicle harus:


a. diperiksa oleh Operator, khususnya perangkat
keras dan perangkat lunak sebelum dioperasikan;
- 55 -

b. dapat dikendalikan secara manual apabila dalam


pengoperasiannya teijadi kegagalan sistem
operasi otomatis.
(2) Automated Guided Vehicledilarang digunakan untuk:
a. mengangkut bahan berbahaya; dan
b. mengangkut material yang melebihi ukuran yang
direncanakan.

(3) Setiap orang dilarang melewati/menghalangi


Automated Guided Vehicle yang sedang beroperasi.

Pasal 116

(1) Ban /sabuk yang digunakan harus:


a. mempunyai dimensi sesuai dengan jenis dan
kapasitas muatan/barang; dan
b. terbuat dari bahan kuat, tahan terhadap
tegangan tarik dan perubahan bentuk.
(2) Khusus untuk pemindahan makanan, ban/sabuk
harus terbuat dari bahan food grade sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan atau
standar yang berlaku.
{3} Pemasangan ban/sabuk harus dipastikan terpasang
dengan kencang dan tegangan merata untuk
mencegah shp.
(4) Setiap orang dilarang menggunakan ban/sabuk yang
mengalami sobek memanjang lebih besar dari 10%
(sepuluh persen) dari panjang, dan/atau sobek
melintang.

Pasal 117

(1) Rantai yang digunakan harus:


a. mempunyai dimensi sesuai dengan jenis dan
kapasitas muatan/barang;
b. dibuat dari bahan yang kuat dan mampu
menahan muatan/tegangan tumpu; dan
c. dilengkapi dengan pin penghubung dan pengunci.
- 56 -

(2) Pemasangan rantai pada rangka konveyor harus


kencang dan tegangan merata untuk mencegah
lepasnya mata rantai.
(3) Setiap orang dilarang mengunakan rantai apabila
mengalami perubahan bentuk lebih dari 10% (sepuluh
persen) dari panjang rantai yang terpasang.

Pasal 118

(1) /?oHer yang digunakan harus:


a. mempunyai dimensi sesuai dengan jenis dan
kapasitas muatan/barang; dan
b. dibuat dari bahan yang kuat, mampu menahan
muatan/tegangan lengkung, dan memiliki
permukaan yang rata.
(2) Pemasangan roller pada rangka konveyor harus tegak
lurus pada bidang dudukan dan dilengkapi bantalan
{bearing).
(3) Setiap orang dilarang menggunakan roller apabila:
a. mengalami perubahan bentuk lebih dari 10%
(sepuluh persen) dari jumlah roller yang
terpasang; dan
b. bantalan mengalami kerusakan.

Pasal 119

(1) Konstruksi mekanis konveyor harus:


a. kuat dan aman untuk menunjang muatan yang
telah ditetapkan baginya atau beban keija aman;

b. dapat meniadakan titik-titik geser yang berbahaya


antara bagian-bagian yang bergerak dengan
benda kerja atau muatan yang berpindah
ataupun tetap dan/atau dilengkapi Alat
Pelindungan.
(2) Konveyor harus dilengkapi dengan:
a. sistem pengereman yang mampu menahan
dengan aman pada posisi turun, miring, dan
vertikal karena gaya gravitasi;
- 57 -

b. alat penanda beban lebih yang harus berfungsi


dan mudah diketahui; dan
c. sistem pelumasan otomatis.
(3) Konveyor yang tidak tertutup yang dilalui Tenaga
Keija, melewati di atas jalan, Tempat Kerja dan
jembatan, pada bagian bawahnya harus dipasang Alat
Pelindungan berupa tutup pengaman yang mempunyai
ketinggian paling sedikit 2,5 m (dua koma enam
meter).
(4) Jika konveyor membentang sampai pada tempat yang
tidak kelihatan dari pos kontrol, harus dilengkapi
dengan sirine atau lampu rotari dan harus dibunyikan
oleh Operator sebelum menjalankan mesin.
(5) Jika tinggi ujung pengisian konveyor kurang dari 1 m
{satu meter) di atas lantai, harus diberi pagar
pelindung.

Pasal 120

(1) Lantai atau teras kerja konveyor pada tempat bongkar


dan muat harus dalam kondisi anti slip.
(2) Lantai atau teras dan tempat jalan kaki di samping
konveyor harus bersih dari sampah dan bahan lain.
(3) Saluran air pada lantai harus disediakan di sekitar
konveyor.
(4) Penyeberangan pada konveyor harus disediakan
jembatan yang memenuhi syarat pada jarak tidak
lebih dari 300 m (tiga ratus meter).

Pasal 121

(1) Konveyor tertutup yang digunakan untuk membawa


bahan yang dapat terbakar atau meledak harus
dilengkapi dengan lubang pelepas pengaman yang
langsung menuju ke udara luar.
(2) Lubang pelepas pengaman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak boleh dihubungkan dengan
cerobong, pipa lubang angin atau saluran asap untuk
tujuan lain.
- 58 -

(3) Dalam hal konstruksi pembuangan tidak dapat dibuat,


saluran lubang pelepas pengaman pada konveyor
harus dilengkapi dengan tutup pelepas.

Pasal 122

(1) Konveyor yang digerakan dengan tenaga mekanik pada


tempat bongkar muat, pada akhir peijalanan dan awal
pengambilan dan/atau pada berbagai tempat lain,
harus dilengkapi dengan alat untuk menghentikan
mesin atau motor penggerak ban transport dalam
keadaan darurat.

(2) Konveyor yang membawa muatan pada bidang yang


miring harus dilengkapi dengan alat mekanis yang
dapat mencegah mesin berbalik dan membawa
muatan kembali ke arah tempat memuat, jika sumber
tenaga dihentikan.
(3) Jika 2 (dua) konveyor atau lebih beroperasi bersama
harus dipasang Alat Pengaman yang dapat mengatur
bekerja sedemikian rupa sehingga kedua konveyor
harus berhenti apabila salah satu konveyor tidak
dapat bekerja secara terus menerus.
(4) Konveyor untuk mengangkut semen, pupuk buatan,
serat kayu, pasir atau bahan sejenisnya harus
dilengkapi dengan kilang keruk atau alat lainnya yang
sesuai.

(5) Konveyor yang ditinggalkan dan/atau sering dilalui


orang harus dilengkapi dengan tempat jalan kaki atau
teras pada seluruh panjangnya dengan lebar tidak
kurang dari 45 cm (empat puluh lima sentimeter} dan
mempunyai sandaran standar dan/atau pagar
perlindungan pinggir.

Pasal 123

(1) Setiap orang dilarang menaiki konveyor.


(2) Setiap orang dilarang untuk mencoba menyetel atau
untuk memperbaiki perlengkapan konveyor tanpa
- 59 -

menghentikan dahulu sumber tenaganya dan


mengunci tuas atau tombol dalam keadaan berhenti.
(3) Tenaga Keija dilarang berdiri di kerangka penahan
konveyor terbuka pada saat memuat atau
memindahkan barang atau pada saat membersihkan
rintangan.

BAB V

ALAT BANTU ANGKAT DAN ANGKUT

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 124

Alat Bantu Angkat dan Angkut sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4 huruf b meliputi sling, spreader bar, lifting
beam, personal basket, jaring, dan alat kelengkapan
[shackle, tumbuckle, swivel, eyebolt, eyenuts, eyepad,
hooker, rings, master link, clamp, grapple, dan magnetic
lifter).

Pasal 125

Alat Bantu Angkat dan Angkut harus:


a. dilengkapi keterangan kapasitas beban keija aman
yang diizinkan;
b. dilengkapi kunci pengaman khusus Alat Bantu Angkat
dan Angkut jenis klem pelat dan klem jepit; dan
c. dibuat dengan faktor keamanan paling rendah 5 (lima)
kecuali untuk sling rantai (chain sling).

Pasal 126

(1) Penggunaan Alat Bantu Angkat dan Angkut harus:


a. diperiksa terlebih dahulu oleh Juru Ikat [rigger)
sebclum digunakan untuk pengikatan benda
kerja atau muatan;
b. sesuai dengan jenis dan kapasitas;
- 60 -

c. mempunyai jarak paling sedikit 5 m (lima meter)


dari sumber listrik bertegangan tinggi untuk jenis
personal basket dan yang terbuat dari logam; dan
d. dilakukan pencatatan dengan menggunakan
buku catatan penggunaan (log book) yang
memuat jenis, jumlah, dan tanggal pemeriksaan
dan pengujian.
(2} Alat Bantu Angkat dan Angkut harus:
a. dilakukan perawatan secara berkala sesuai
dengan buku panduan pabrik pembuat;
b. disimpan pada tempat khusus yang melindungi
dari panas, cairan, bahan berbahaya, dan
memiliki sirkulasi udara ysing baik; dan
c. dimusnahkan sesuai dengan prosedur
pemusnahan bila telah mengalami perubahan
bentuk, wama, cacat, kerusakan, dan tidak
memenuhi syarat.

Pasal 127

(1) Alat Bantu Angkat dan Angkut dilarang digunakan


apabila:
a. mengalami perubahan bentuk dan warna;
b. cacat dan/atau rusak; dan/atau
c. kecepatan angin melebihi 38 km/jam (tiga puluh
delapan kilometer per jam).
(2) Setiap orang dilarang membawa/memindahkan Alat
Bantu Angkat dan Angkut dengan cara diseret.

Pasal 128

(1) Pengikatan Alat Bantu Angkat dan Angkut harus kuat,


aman dan seimbang.
(2) Dalam hal pengikatan Alat Bantu Angkat dan Angkut
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus digunakan tambahan dengan alat
kelengkapan berupa shackle, tumhuckle, swivel,
eyebolt, eyenuts, eyepad, hooker, rings, clamp, grapple,
dan magnetic lifter.
- 61 -

Bagian Kedua
Sling

Paragraf 1
Umum

Pasal 129

Sling meliputi sling tali kawat baja [wire rope sling), sling
rantai {chain sling), sling sabuk {webbing sling) dan sling
tali serat.

Pasal 130

(1} Penggunaan sling dedam pengikatan hams sesuai


dengan jenis dan kapasitas.
(2) Pengikatan dengan menggunakan lebih dari 1 (satu)
sling, penempatan sling harus dalam keadaan
seimbang dan sudut kaki sling yang diizinkan paling
besar 120" (seratus dua puluh derajat).
(3) Perpanjangan sling daJeim pengikatan harus
menggunakan alat kelengkapan berupa tumbuckle,
shackle, link dan rings.
(4) Setiap orang dilarang membuat simpul pada sling saat
pengunaan sling dalam pengikatan.

Paragraf 2
Sling Tali Kawat Baja {Wire Rope Sling)

Pasal 131

(1) Sling tali kawat baja {wire rope sling) harus:


a. mempunyai faktor keamanan paling sedikit 5
(lima); dan
b. dibuat pada kedua ujung dengan cara diklem,
dipres dengan soket dan dianyam (spiice).
(2) Pengurangan ukuran diameter sling tali kawat baja
{wire rope sling) tidak boleh melebihi 5% (lima persen)
dari diameter semula.
-62-

(3) Sling tali kawat baja {wire rope sling] dilarang disimpul
dan dibelit.

(4) Sling tali kawat baja {wire rope sling] dilarang


digunakan apabila:
a. tertekuk, kusut, beijumbai dan terkelupas;
b. terdapat aus atau karat (deformasi) sesuai dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. 12% (dua belas persen) untuk tali kawat baja
dengan konstruksi pilinan 6x7 (enam kali
tujuh) pada panjang 50 cm (lima puluh
sentimeter);
2. Untuk sling tali kawat baja {wire rope sling)
khusus:

a) 12% (dua belas persen) untuk tali kawat


baja seal pada panjang 50 cm (lima
puluh sentimeter);
b) 15% (lima belas persen) untuk tali
kawat baja lilitan potongan segi tiga
pada panjang 50 cm (lima puluh
sentimeter).
c. mengalami kawat putus untuk tali kawat baja
yang konstruksi pihnannya lebih besar atau sama
dengan 6 x 19 (enam kali sembilan belas) dengan
ketentuan lebih besar atau sama dengan 5 (lima)
kawat dalam 1 (satu) strand dan/atau lebih besar
atau sama dengan 10 (sepuluh) kawat yang
terdistribusi dalam beberapa strand untuk
Pesawat Angkat jenis keran angkat dengan
landasan berpindah;
d. temperatur di atas 204oC (dua ratus empat
derajat celcius) dan di bawah -40oC (minus empat
puluh derajat Celsius); dan
e. teijadi kerusakan pada soket dan klem.
- 63 -

Paragraf 3
Sling rantai [chain sling)

Pasal 132

(1) Sling rantai [chain sling) harus:


a. mcmpunyai faktor keamanan paling sedikit 4
(cmpat); dan
b. dibuat pada kedua ujungnya dengan cara
pengelasan antara mata rantai dengan hook,
hooker, ring atau dengan cara mengunakan pin.
(2) Perubahan panjang mata rantai sling rantai [chain
sling) tidak lebih dari 5% (lima persen) dari ukuran
panjang mata rantai semula.
(3) Pengausan mata rantai satu sama lainnya tidak
melebihi 10% (sepuluh persen) dari diameter rantai
semula.

(4) Sling rantai [chain sling) dilarang:


a. dipukul walaupun untuk maksud meluruskan
atau memasang pada tempatnya;
b. disilang, dipelintir, dikusutkan, untuk dibuat
simpul;
c. ditarik bila terhimpit beban;
d. dijatuhkan dari suatu ketinggian;
e. diberi beban kejutan; dan
f. digunakan pada temperatur di atas 204°C (dua
ratus empat derajat celcius) dan di bawah -40''C
(minus empat puluh derajat Celsius).
(5) Sling rantai {chain sling) yang rusak dapat digunakan
kembali setelah dilakukan perbaikan oleh orang yang
memiliki kompetensi di bidang perbaikan rantai.

Paragraf 4
Sling Sabuk (Webbing Sling)

Pasal 133

(1) Sling sabuk [webbing sling) harus;


- 64 -

a. mempunyai faktor keamanan paling sedikit 5


(lima); dan
b. dianyam atau dijahit pada kedua ujung.
(2) Sling sabuk (webbing sling) dilarang digunakan jika:
a. mengalami perubahan wama, sobek, putus
jahitan, terkikis, berlubang, meleleh atau
kerusakan lainnya;
b. pemah terbakar, terkena zat asam; dan
c. temperatur di atas 90®C (sembilan puluh derajat
celcius) dan di bawah -40°C {minus empat puluh
derajat Celsius).

Paragraf 5
Sling Tali Serat (Synthetic Rope Sling)

Pasal 134

(1) Sling tali serat (synthetic rope sling) harus:


a. mempunyai faktor keamanan paling sedikit 5
(lima); dan
b. dianyam (splice) pada kedua ujungnya.
(2) Pengurangan diameter sling tali serat (synthetic rope
sling) tidak boleh melebihi 10% (sepuluh persen} dari
diameter semula.

(3) Sling tali serat (synthetic rope sling) dilarang


digunakan jika:
a. mengalami perubahan warna, terkikis, meleleh
atau kerusakan lainnya;
b. terkena bagian yang tajam dari thimble atau
komponen lainnya yang berkarat; dan
c. temperatur di atas 90oC (sembilan puluh derajat
celcius) dan di bawah -40®C (minus empat puluh
derajat celsius).
- 65 -

Bagian Ketiga
Batang Balok {Spreader Bar)

Pasal 135

(1) Batang balok (spreader bar) hams:


a. mempunyai faktor keamanan paling sedikit 6
(enam) untuk batang baja dan untuk rantai
mempunyai faktor keamanan paling sedikit 4
(empat); dan
b. dilengkapi pengait pada batang baja bagian atas
maupun bawah sebagai tempat sling rantai [chain
sling).
(2) Penempatan pengait harus pada titik keseimbangan
batang balok {spreader bar).
(3) Batang balok dapat dibuat dari baja pejal, H-beam,
dan direncanakan mampu menahan beban maksimum
yang diizinkan.
(4} Batang balok {spreader bar) dilarang digunakan jika
mengalami retak, melengkung, dan keropos.
(5) Sling rantai [chain sling) pada batang balok [spreader
bar) harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 132.

Bagian Keempat
Balok Pengangkat {Lifting Beam)

Pasal 136

(1) Balok pengangkat [lifting beam) harus:


a. mempunyai faktor keamanan paling sedikit 6
(enam) untuk balok baja dan untuk rantai
mempunyai faktor keamanan paling sedikit 4
(empat); dan
b. dilengkapi pengait pada balok baja ba^an atas
maupun bawah sebagai tempat hook crane, sling
rantai [chain sling), sling tali kawat baja [wire rope
sling), pencengkram [grapple), kait [hooker), dan
magnetic lifter.
-66-

(2) Penempatan pengait hams pada titik keseimbangan


batang balok pengangkat.
(3) Balok pengangkat (lifting beam) dapat dibuat dari baja
pejal, H-beam, dan direncanakan mampu menahan
beban maksimum yang diizinkan.
(4) Batang balok pengangkat dilarang digunakan jika
mengalami retak, melengkung, dan keropos.
(5) Sling rantai {chain sling) pada balok pengangkat (lifting
beam) hams sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 132.

Bagian Kelima
Keranjang Manusia [Personal Basket)

Pasal 137

(1) Keranjang manusia (personal basket) yang terbuat dari


baja hams:
a. mempunyai konstmksi kuat dan aman sesuai
dengan ketentuan peraturan pemndang-
undangan atau standar yang berlaku;
b. mempunyai faktor keamanan paling sedikit 5
(lima);
c. dilengkapi dengan pengaman pinggir (toeboard);
d. memiliki pintu penutup yang dapat dikunci dan
dibuka secara amein;
e. memiliki atap pelindung yang dilengkapi dengan
pengait; dan
f. dirancang dengan tinggi paling sedikit 2 m (dua
meter) dari lantai kerja.
(2) Tenaga Kerja yang berada di dalam keranjang manusia
(personal basket) hams dilengkapi full body harness.
(3) Setiap orang dilarang menggunakan keranjang
manusia {personal basket) yang terbuat dari baja yang
mengalami keropos, karat, retak pada bagian rangka
dan lantai kerjanya.
-67-

Pasal 138

(1) Keranjang manusia {personal basket) yang


mengunakan tali serat sintetis dan digunakan di
permukaan atau di atas air harus:
a. mempunyai faktor keamanan 5 (lima); dan
b. dilengkapi dengan pelampung dan tali pengatur
{tag line).
(2) Tenaga Kerja yang berada di dalam keranjang manusia
{personal basket) yang bekeija di permukaan atau di
atas air harus dilengkapi pelampung.
(3) Setiap orang dilarang menggunakan keranjang
manusia {personal basket) yang memakai tali serat
sintetis jika mengalami:
a. perubahan warna, terkikis, meleleh atau
kerusakan lainnya; dan/atau
b. pengurangan diameter tali melebihi 10% (sepuluh
persen) dari diameter semula.

Bagian Keenam
Alat Kelengkapan

Pasal 139

(1) Alat kelengkapan berupa: shackle, tumbuckle, swivel,


eyebolt, eyenuts, eyepad, hooker, rings, master link,
dan clamp harus:
a. digunakan sesuai dengan jenis, kapasitas, bentuk
muatan; dan
b. dilakukan pemilihan sesuai dengan jenis Alat
Bantu Angkat dan Angkut dalam pengikatan,
kecuali jaring.
(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat kelengkapan
berupa shackle, tumbuckle, swivel, eyebolt, eyenuts,
eyepad, hooker, rings, master link, dan clamp jika
mengalami:
a. perubahan dimensi 10% (sepuluh persen) dari
dimensi semula; dan
- 68 -

b. perubahan bentuk, kerusakan ulir, retak, dan


korosi.

(3) Alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


harus dimusnahkan.

BAB VI

PERSONEL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 140

(1) Pemasangan dan/atau perakitan, pemakaian atau


pengoperasian, pemeliharaan dan perawatan,
perbaikan, perubahan atau modifikasi, serta
pemeriksaan dan pengujian harus dilakukan oleh
personel yang mempunyai kompetensi dan
kewenangan di bidang K3 Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut.
(2) Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Teknisi;
b. Operator;
c. Juru Ikat (rigger); dan
d. Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut.
(3) Kompetensi personel sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus dibuktikan dengan sertifikat kompetensi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Kewenangan personel Teknisi, Operator, dan Juru Ikat
[riggei) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
huruf b, dan huruf c harus dibuktikan dengan Lisensi

(5) Kewenangan personel Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat


dan Pesawat Angkut sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf d dibuktikan dengan surat keputusan
- 69 -

penunjukan dan kartu tanda kewenangan sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 141

(1) Pemasangan dan/atau perakitan, pemeliharaan dan


perawatan, perbaikan, dan perubahan atau modifikasi
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut harus dilaikukan
oleh Teknisi bidang Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut.
(2) Pengoperasian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
harus dilakukan oleh Operator dengan kualifikasi
sesuai jenis dan kapasitas Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut.
(3) Pengoperasian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
yang karena kekhususannya harus dibantu oleh Juru
Ikat [rigger).
(4) Pemeriksaan dan pengujian Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut dilakukan oleh Ahli K3 Bidang
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut dan Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis K3 Pesawat Angkat Dan
Pesawat Angkut.

Pasal 142

(1) Operator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat


(2) meliputi:
a. Operator Pesawat Angkat; dan
b. Operator Pesawat Angkut.
(2} Kualifikasi Operator sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- 70 -

Bagian Kedua
Kompetensi Personel K3

Pasal 143

(1) Kompetensi personel K3 sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 140 ayat (3) sesuai SKKNI yang ditetapkan oleh
Menteri.

(2) Dalam hal SKKNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


belum tersedia, Menteri wajib menetapkan SKKNI
paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini
diundangkan.

Bagian Ketiga
Penunjukan Teknisi

Pasal 144

Teknisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1)


hams memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah SMK jurusan teknik atau
sederajat;
b. memiliki pengalaman paling singkat 2 {dua) tahun di
bidangnya;
c. sehat untuk bekerja menurut keterangan dokter;
d. berumur paling rendah 20 {dua puluh) tahun;
e. memiliki sertifikat kompetensi sesuai bidangnya; dan
f. memiliki Lisensi K3.

Bagian Keempat
Penunjukan Operator Pesawat Angkat

Pasal 145

Operator Pesawat Angkat sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 142 ayat {1} huruf a meliputi Operator:
a. dongkrak yang terdiri atas Operator lier, dongkrak
hidraulik, dongkrak pnumatik, post lift, truck/car lift,
dan peralatan lain yang sejenis;
- 71 -

b. kcran angkat yang terdiri atas Operator overhead


crane, overhead travelling crane, hoist crane, chain
block, monorail crane, wall crane/jib crane, stacker
crane, gantry crane, semi gantry crane, launcher gantry
crane, roller gantry crane, rail mounted gantry crane,
rubber tire gantry crane, ship unloader crane, gantry
luffing crane, container crane, portal crane, ship crane,
barge crane, derrick ship crane, dredging crane, ponton
crane, floating crane, floating derricks crane, floating
ship crane, cargo crane, crawler crane, mobile crane,
lokomotif crane dan/atau railway crane, truck crane,
tractor crane, side boom crane/crab crane, derrick
crane, tower crane, pedestal crane, hidraulik drilling rig,
pilling crane/mesin pancang, dan peralatan lain yang
sejenis;
c. alat angkat pengatur posisi benda kerja, yang terdiri
atas Operator rotator, robotik, takel, dan peralatan lain
yang sejenis; dan
d. personal platform, yang terdiri atas Operator passenger
hoist, gondola, dan peralatan lain yang sejenis.

Pasal 146

Operator dongkrak dan Operator personal platform


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 huruf a dan huruf
d harus memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah SMP atau sederajat;
b. berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun
membantu pelayanan di bidangnya;
c. surat keterangan sehat bekerja dari dokter;
d. berusia paling rendah 19 (sembilan belas) tahun;
e. memiliki sertifikat kompetensi sesuai bidangnya; dan
f. memiliki Lisensi K3.

Pasal 147

(1) Operator keran angkat sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 145 huruf b diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Operator kelas III;
- 72 -

b. Operator kelas II; dan


c. Operator kelas I.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi Operator hidraulik drilling rig, pilling
crane/mesin pancang.

Pasal 148

(1) Operator keran angkat kelas III sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1) huruf a dan
Operator hidraulik drilling rig, pilling crane/mesin
pancang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat
(2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berpendidikan paling rendah SMP atau sederajat;
b. berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun
membantu pelayanan di bidangnya;
c. sehat untuk bekeija menurut keterangan dokter;
d. berusia paling rendah 19 (sembilan belas) tahun;
e. memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya; dan
f. memiliki Lisensi K3.

(2) Operator keran angkat kelas II sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 147 ayat (1) huruf b harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. berpendidikan paling rendah SMA atau sederajat;
b. berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun
membantu pelayanan di bidangnya;
c. surat keterangan sehat bekerja dari dokter;
d. berusia paling rendah 19 (sembilan belas) tahun;
e. memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya; dan
f. memiliki Lisensi K3.

(3) Operator keran angkat kelas I sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 147 ayat (1) huruf c harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. berpendidikan paling rendah SMA atau sederajat;
b. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun
membantu pelayanan di bidangnya;
c. surat keterangan sehat bekerja dari dokter;
d. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun;
- 73 -

e. memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya; dan


f. memiliki Lisensi K3.

Pasal 149

Operator keran angkat kelas III yang berpendidikan SMA


atau sederajat dapat ditingkatkan menjadi Operator keran
angkat kelas II dan Operator keran angkat kelas II dapat
ditingkatkan menjadi Operator keran angkat kelas I dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. berpengalaman sebagai Operator sesuai dengan
kelasnya paling singkat 2 (dua) tahun terus menerus;
dan

b. lulus uji Operator keran angkat sesuai dengan


kualiflkasinya.

Pasal 150

Operator alat angkat jenis pengatur posisi benda kerja


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 huruf c harus
memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah SMA atau sederajat;
b. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun
membantu pelayanan di bidangnya;
c. surat keterangan sehat bekerja dari dokter;
d. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun;
e. memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya; dan
f. memiliki Lisensi K3.

Bagian Kelima
Penunjukan Operator Pesawat Angkut

Pasal 151

Operator Pesawat Angkut sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 142 ayat (1) huruf b meliputi Operator:
a. alat berat yang terdiri atas Operator forklifi, lifttruck,
reach stackers, telehandler, hand lift/hand pallet,
excavator, excavator grapple, backhoe, loader, dozer,
traktor, grader, concrete paver, asphalt paver, asphalt
- 74 -

sprayer, aspalt finisher, compactor roller/vibrator roller,


dan peralatan lain yang sejenis;
b. kereta yang terdiri atas Operator kereta gantung,
komidi putar, roller coaster, kereta ayun, lokomotif
beserta rangkaiannya, dan peralatan lain yang sejenis;
c. personal basket yang terdiri atas Operator
manlift/boomlift, scissor lift, hydraulic stairs dan
peralatan lain yang sejenis;
d. truk yang terdiri atas Operator tractor, truk
pengangkut bahan berbahaya, dump truck, cargo truck
lift, trailer, side loader truck, module transporter, axle
transport, car towing, dan peralatan lain yang sejenis;
dan

e. robotik dan konveyor yang terdiri atas Automated


Guided Vehicle, sabuk beijalan, ban berjalan, rantai
berjalan, dan peralatan lain yang sejenis.

Pasal 152

(1) Operator forklift/ lifttruck, rack stackers, reach stackers,


dan telehandler sebagaimana dimaksud dalam Pasal
151 huruf a diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Operator kelas II; dan
b. Operator kelas I.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi Operator hand lift/hand pallet, excavator,
excavator grapple, backhoe, loader, dozer, traktor,
grader, concrete paver, asphalt paver, asphalt sprayer,
aspalt finisher, compactor roller/vibrator roller.

Pasal 153

(1) Operator forklift/lifttruck, rack stackers, reach stackers,


telehandler kelas II sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 152 ayat (1) huruf a harus memenuhi
persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah SMP atau sederajat;
b. berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun
membantu pelayanan di bidangnya;
- 75 -

c. sehat untuk bekerja menurut keterangan dokter;


d. berusia paling rendah 19 (sembilan belas) tahun;
e. memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya; dan
f. memiliki Lisensi K3.

(2) Operator forklift/lifttruck, rack stackers, reach stackers,


telehandler kelas I sebagaimana dimaksud dalam Pasal
152 ayat (1) huruf b harus memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah SMA atau sederajat;
b. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun
membantu pelayanan di bidangnya;
c. sehat untuk bekerja menurut keterangan dokter;
d. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun;
e. memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya; dan
f. memiliki Lisensi K3.

Pasal 154

Operator forklift/lifttruck, rack stackers, reach stackers,


telehandler kelas II yang berpendidikan SMA atau sederajat
dapat ditingkatkan menjadi Operator forklift/lifttruck, rack
stackers, reach stackers, telehandler kelas I dengan
persyaratan:

a. berpengalaman sebagai Operator sesuai dengan


kelasnya paling singkat 2 (dua) tahun terus menerus;
dan

b. lulus uji Operator forklift dan/atau lifttruck sesuai


dengan kualifikasinya.

Pasal 155

Operator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c,


Pasal 151 huruf d, dan Pasal 152 ayat (2), harus memenuhi
persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah SMP atau sederajat;
b. berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun
membantu pelayanan di bidangnya;
c. sehat untuk bekerja menurut keterangan dokter;
d. berusia paling rendah 19 (sembilan belas) tahun;
e. memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya; dan
-76-

f. memiliki Lisensi K3.

Pasal 156

Operator kereta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151


huruf b, dan Operator robotik dan konveyor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 huruf e, harus memenuhi
persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah SMA atau sederajat;
b. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun
membantu pelayanan di bidangnya;
c. sehat untuk bekeija menurut keterangan dokter;
d. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun;
e. memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya; dan
f. memiliki Lisensi K3.

Bagian Keenam
Penunjukan Juru Ikat {Rigger)

Pasal 157

Juru Ikat (rigger) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141


ayat (4) harus memenuhi persyaratan:
a. paling rendah berpendidikan SMA atau sederajat;
b. memiliki pengalaman paling singkat 1 (satu) tahun
dibidangnya;
c. sehat untuk bekerja menurut keterangan dokter;
d. berusia paling rendah 19 (sembilan belas) tahun;
e. memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya; dan
f. memiliki Lisensi K3.

Bagian Ketujuh
Penunjukan Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat
Dan Pesawat Angkut

Pasal 158

Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (5) harus
memenuhi persyaratan:
- 77 -

a. pcndidikan paling rendah diploma HI bidang teknik


atau sederajat;
b. memiliki pengalaman paling singkat 2 (dua) tahun di
bidangnya;
c. sehat untuk bekeija menurut keterangan dokter;
d. berusia paling rendah 23 (dua puluh tiga) tahun; dan
e. memiliki surat keputusan penunjukan oleh Menteri
dan kartu tanda kewenangan.

Bagian Kedelapan
Tata Cara Memperoleh Lisensi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja

Pasal 159

(1) Untuk memperoleh Lisensi K3 Teknisi, Operator, atau


Juru Ikat (rigger), Pengurus dan/atau Pengusaha
mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur
Jenderal dengan melampirkan:
a. fotokopi ijazah pcndidikan terakhir;
b. surat keterangan berpengalaman kerja scsuai
bidangnya masing-masing yang diterbitkan olch
perusahaan tempat bekcrja;
c. surat keterangan sehat untuk bekerja dari dokter;
d. fotokopi kartu tanda penduduk;
e. fotokopi sertifikat kompetensi sesuai dengan jenis
dan kualifikasinya; dan
f. pas foto berwarna ukuran 2x3 cm (dua kali tiga
sentimeter) sebanyak 3 (tiga) lembar dan ukuran
4x6 cm (empat kali enam sentimeter) sebanyak 2
(dua) lembar.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pemeriksaan dokumen dan evaluasi olch

(3) Dalam hal pcrsyaratan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dinyatakan Icngkap dan mcmenuhi syarat,
Direktur Jenderal menerbitkan Lisensi K3.
- 78 -

Bagian Kesembilan
Tata Cara Memperoleh Surat Keputusan Penunjukan Dan
Kartu Tanda Kewenangan

Pasal 160

(1) Untuk memperoleh surat keputusan penunjukan dan


kartu tanda kewenangan Ahli K3 Bidang Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut, Pengurus dan/atau
Pengusaha mengajukan permohonan tertulis kepada
Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a. fotokopi ijazah pendidikan terakhir;
b. surat keterangan berpengalaman kerja bagi Ahli
K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
yang diterbitkan oleh perusahaan;
c. surat keterangan sehat untuk bekerja {fit to work)
dari dokter;
d. fotokopi kartu tanda penduduk;
e. fotokopi sertifikat kompetensi;
f. laporan praktek kerja lapangan untuk
pemeriksaan 15 (lima belas) jenis Pesawat Angkat
dan Pesawat Angkut; dan
g. pas foto berwama ukuran 2x3 cm (dua kali tiga
sentimeter) sebanyak 3 (tiga) lembar dan ukuran
4x6 cm (empat kali cnam sentimeter) sebanyak 2
(dua) lembar.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pemeriksaan dokumen dan evaluasi oleh
tim.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat,
Direktur Jenderal menerbitkan surat keputusan
penunjukan dan kartu tanda kewenangan.

Pasal 161

(1) Dalam hal sertifikat kompetensi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 140 ayat (3} belum ada, dapat
menggunakan surat keterangan telah mengikuti
- 79 -

pembinaan K3 yang diterbitkan oleh Direktur


Jenderal.

(2) Pembinaan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kesepuluh
Perpanjangan Surat Keputusan Penunjukan, Kartu Tanda
Kewenangan dan Lisensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pasal 162

(1) Surat Keputusan penunjukan dan kartu tanda


kewenangan Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga)
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu
yang sama.

(2) Lisensi K3 Teknisi, Operator, dan/atau Juru Ikat


{rigger) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
(3) Permohonan perpanjangan Surat Keputusan
penunjukan dan kartu tanda kewenangan Ahli K3
Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh
Pengurus dan/atau Pengusaha kepada Direktur
Jenderal dengan melampirkan:
a. asli surat keputusan penunjukan Ahh K3 yang
akan diperpanjang;
b. asli kartu tanda kewenangan yang akan
diperpanjang;
c. surat keterangan sehat untuk bekerja dari dokter;
d. fotokopi kartu tanda penduduk;
e. fotokopi sertifikat kompetensi sesuai dengan jenis
dan kualifikasinya;
f. laporan kegiatan selama masa berlaku; dan
g. pas foto berwarna ukuran 2x3 cm (dua kali tiga
sentimeter) sebanyak 3 (tiga) lembar dan ukuran
- 80 -

4x6 cm (empat kali enam sentimeter) sebanyak 2


(dua) lembar.
(4) Permohonan perpanjangan Lisensi K3 Teknisi,
Operator, dan/atau Juru Ikat {riggei) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh Pengurus
dan/atau Pengusaha kepada Direktur Jenderal
dengan melampirkan:
a. asli Lisensi K3 yang akan diperpanjang;
b. surat keterangan sehat untuk bekerja dari dokter;
c. fotokopi kartu tanda penduduk;
d. fotokopi sertifikat kompetensi sesuai dengan jenis
dan kualifikasinya; dan
e. pas foto berwama ukuran 2x3 cm (dua kali tiga
sentimeter) sebanyak 3 (tiga) lembar dan ukuran
4x6 cm (empat kali enam sentimeter) sebanyak 2
(dua) lembar.
(5} Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) diajukan paling lambat 30
(tiga puluh) hari sebelum masa berlakunya berakhir.

Pasal 163

(1) Surat keputusan penunjukan, kartu tanda


kewenangan, dan Lisensi K3 hanya berlaku selama
yang bersangkutan bekeija di perusahaan yang
mengajukan permohonan.
(2) Dalam hal Operator, Teknisi, Juru Ikat {rigger), dan
Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
pindah tempat bekeija sebelum berakhirnya masa
berlaku surat keputusan penunjukan, kartu tanda
kewenangan dan Lisensi K3 maka surat keputusan
penunjukan, kartu tanda kewenangan, dan Lisensi K3
dapat dilakukan perubahan melalui permohonan dari
perusahaan tempat Operator, Teknisi, Juru Ikat
[rigger), dan Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut bekeija.
- 81 -

Bagian Kesebelas
Tugas Dan Kewenangan Teknisi

Pasal 164

(1) Teknisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat


(1) merupakan Tenaga Kerja yang memiliki tugas:
a. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan K3 Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut;
b. melaksanakan identifikasi potensi bahaya
pemasangan atau perakitan,
pemeliharaan/perawatan, perbaikan, perubahan
atau modifikasi Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut;
c. melaksanakan identifikasi potensi bahaya
pemasangan atau perakitan,
pemeliharaan/perawatan Alat Bantu Angkat dan
Angkut serta kelengkapannya;
d. melaksanakan teknik dan syarat-syarat K3
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut dalam
pemasangan atau perakitan,
pemeliharaan/perawatan, perbaikan, perubahan
atau modifikasi, dan pemeriksaan Pesawat Angkat
dan Pesawat Angkut dan Alat Bantu Angkat dan
Angkut serta kelengkapannya; dan
e. bertanggung jawab atas hasil pemasangan,
pemeliharaan, perbaikan, dan/atau pemeriksaan
peralatan/komponen Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut.
(2) Teknisi Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
berwenang melakukan:
a. pemasangan, perbaikan, atau perawatan Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut;
b. pemeriksaan, penyetelan, dan mengevaluasi
keadaan Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut;
-82-

mcmbantu pemeriksaan dan/atau pengujian


Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut Pengawas
Ketenagakeijaan spesialis dan/atau Ahli K3
Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.

Bagian Keduabelas
Tugas dan Kewenangan Operator

Pasal 165

(1) Operator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat


(2) merupakan Tenaga Kerja yang memiliki tugas:
a. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan K3 Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut;
b. melaksanakan identifikasi potensi bahaya
pengoperasian Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut;
c. melaksanakan teknik dan syarat-syarat K3
pengoperasian Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut;
d. melakukan pengecekan terhadap kondisi atau
kemampuan keija Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut, Alat Pengaman, dan alat-alat
perlengkapan lainnya sebelum pengoperasian
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut; dan
e. bertanggung jawab atas kegiatan pengoperasian
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut dalam
keadaan aman.

(2) Operator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat


(2) berwenang menghentikan Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut jika Alat Pengaman atau
perlengkapan Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
tidak berfungsi dengan baik atau rusak.
(3) Operator keran angkat kelas I selain berwenang
melakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
berwenang:
- 83 -

a. mengoperasikan keran menara tanpa batasan


ketinggian;
b. mengoperasikan keran angkat sesuai jenisnya
dengan kapasitas lebih dari 100 (seratus) ton; dan
c. mengawasi dan membimbing kegiatan Operator
kelas II dan/atau Operator kelas III, apabila perlu
didampingi oleh Operator kelas II dan/atau kelas
III.

(4} Operator keran angkat kelas II selain berwenang


melakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
berwenang:
a. mengoperasikan keran angkat sesuai jenisnya
dengan kapasitas lebih dari 25 (dua puluh lima)
ton sampai dengan 100 (seratus) ton atau tinggi
menara sampai dengan 60 m {enam puluh meter);
dan

b. mengawasi dan membimbing kegiatan Operator


kelas III, apabila perlu didampingi oleh Operator
kelas III.

(5) Operator keran angkat kelas III selain berwenang


melakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
berwenang mengoperasikan keran angkat sesuai
jenisnya dengan kapasitas sampai dengan 25 (dua
puluh lima) ton atau tinggi menara sampai dengan 40
m (empat puluh meter).
(6) Operator forklifi/lifttruck, rack stackers, reach stackers,
telehandler kelas I selain berwenang melakukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berwenang:
a. mengoperasikan forklifi/ lifitruck, rack stackers,
reach stackers, telehandler sesuai dengan jenisnya
dengan kapasitas lebih dari 15 (lima belas) ton;

b. mengawasi dan membimbing kegiatan Operator


kelas II.

(7) Operator forklifi/lifitruck, rack stackers, reach stackers,


telehandler kelas II selain berwenang melakukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berwenang
- 84 -

mengoperasikan foTklift/lifttmck, rack stackers, reach


stackers, telehandler sesuai jenisnya dengan kapasitas
sampai dengan 15 (lima belas} ton.

Bagian Ketigabelas
Tugas Dan Kewenangan Juru Ikat (Rigger)

Pasal 156

(1) Juru ikat [rigger) sebagaimana dimaksud dalam Pasal


141 ayat (3) merupakan Tenaga Keija yang memiliki
tugas:

a. melaksanakan identifikasi potensi bahaya


pengikatan benda keija dan Alat Bantu Angkat
dan Angkut;
b. melaksanakan teknik dan syarat-syarat K3
pengikatan benda kerja dalam pencegahan
kecelakaan kerja;
c. melakukan pemilihan Alat Bantu Angkat dan
Angkut serta alat kelengkapannya sesuai dengan
kapasitas beban kerja aman;
d. melakukan pengecekan terhadap kondisi
pengikatan aman dan Alat Bantu Angkat dan
Angkut serta alat kelengkapannya yang
digunakan; dan
e. melakukan perawatan Alat Bantu Angkat dan
Angkut serta alat kelengkapannya.
(2) Juru Ikat (rigger) berwenang melakukan:
a. pengikatan muatan/barang atau bahan sesuai
dengan prosedur pengikatan dan hasil
perhitungan;
b. pemeriksaan Alat Bantu Angkat dan Angkut
sebelum digunakan; dan
c. pemberian aba-aba pengoperasian Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut.
- 85 -

Bagian Keempatbelas
Tugas dan Kewenangan Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat
dan Pesawat Angkut

Pasal 167

(1) Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (4)
merupakan Tenaga Keija yang memiliki tugas:
a. membantu pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut;
b. membantu pengawasan ketentuan peraturan
perundang-undangan Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut;
c. melakukan identifikasi, analisa, penilaian dan
pengendalian potensi bahaya Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut;
d. memeriksa dan menganalisis stabilitas;
e. memeriksa, menganalisis, dan menguji Pesawat
Angkat dan perlengkapannya;
f. memeriksa, menganalisis, dan menguji Pesawat
Angkut dan perlengkapannya;
g. memeriksa, menganalisis, dan menguji Alat
Bantu Angkat dan Angkut serta alat
kelengkapannya;
h. melaksanakan pengujian tidak merusak; dan
i. membuat laporan dan analisis hasil pemeriksaan
dan pengujian Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut.
(2) Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan, pengukuran, dan
evaluasi keadaan Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut;
b. melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian
Pesawat Angkat;
- 86 -

c. melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian


Pesawat Angkut;
d. melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian Alat
Bantu Angkat dan Angkut serta alat
kelengkapannya;
e. memberikan saran perbaikan terhadap Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut berdasarkan hasil
pemeriksaan dan pengujian; dan
f. merekomendasikan penghentian pengoperasian
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut dan
penggunaan Alat Bantu Angkat dan Angkut serta
kelengkapannya jika hasil pemeriksaan dan
pengujian dinyatakain berbahaya atau tidak aman
atau tidak memenuhi syarat K3.

Bagian Kelimabelas
Kewajiban

Pasal 158

Teknisi berkewajiban:
a. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangaji
di bidang K3;
b. melakseinakan standar prosedur kerja aman;
c. membuat laporan hasil pemasangan, pemeliharaan,
perbaikan, dan/atau pemeriksaan
peralatan/komponen Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut;
d. mengisi buku kerja dan membuat laporan bulanan
sesuai dengan pekeijaan yang telah dilakukan; dan
e. melaporkan kepada atasan langsung mengenai kondisi
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut yang menjadi
tanggung jawabnya jika tidak aman atau tidak layak
pakai.

Pasal 169

(1) Operator Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut


berkewajiban:
- 87 -

a. mematuhi ketentuan peraturan pcrundang-


undangan di bidang K3;
b. melaksanakan standar prosedur kerja aman;
c. tidak meninggalkan tempat/ruang kerja
pengoperasian Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut selama tenaga penggerak bekerja;
d. mengoordinasikan Operator kelas II dan Operator
kelas III bagi Operator kelas I, dan Operator kelas
II mengawasi dan mengoordinasikan Operator
kelas III;
e. mengisi buku keija dan membuat laporan harian
selama mengoperasikan Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut; dan
f. segera melaporkan kepada atasan jika Alat
Pengaman atau perlengkapan Pesawat Angkat
dan Pesawat Angkut tidak berfungsi dengan baik
atau rusak.

(2) Juru Ikat (rigger) berkewajiban:


a. mematuhi peraturan perundang-undangan di
bidang K3;
b. melaksanakan standar prosedur pengikatan
aman; dan
c. mengisi buku kerja dan membuat laporan harian
sesuai dengan pekeijaan yang telah dilakukan.

Pasal 170

Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut


berkewajiban:
a. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang K3;
b. menyusun rencana kerja pemeriksaan dan/atau
pengujian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut;
c. membuat analisis kemampuan dan kineija Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut;
d. menjoisun tindakan pengamsinan Pesawat Angkat dan
Pesawat Angkut; dan
e. membuat laporan hasil pemeriksaan dan pengujian.
- 88 -

Pasal 171

(1) Pengurus dan/atau Pengusaha dilarang


mempekerjakan:
a. Teknisi, Operator, dan Juru Ikat {rigger) yang
tidak memiliki Lisensi K3; dan
b. Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut yang tidak memiliki surat keputusan
penunjukan dan kartu tanda kewenangan.
(2) Pengurus dan/atau Pengusaha harus menyediakan
buku kerja yang berisi rekaman kegiatan.
(3) Pengurus dan/atau Pengusaha wajib melakukan
pemeriksaan buku kerja Teknisi, Operator, dan Juru
Ikat (rigger) yang berada di bawah pimpinannya setiap
3 (tiga) bulan sekali.
(4} Buku keija sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Keenambelas
Pencabutan

Pasal 172

(1) Pencabutan surat keputusan penunjukan dan kartu


tanda kewenangan Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat
dan Pesawat Angkut dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pencabutan Lisensi K3 Teknisi, Operator, dan Juru
Ikat (rigger) jika yang bersangkutan terbukti:
a. melakukan tugasnya tidak sesuai dengan jenis
dan kualifikasinya;
b. melakukan kesalahan, kelalaian, atau
kecerobohan sehingga menimbulkan keadaan
berbahaya atau kecelakaan kerja; dan/atau
c. tidak melaksanakan kewajiban yang
dipersyaratkan.
- 89 -

BAB VII

PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Pasal 173

(1) Setiap kegiatan perencanaan, pembuatan,


pemasangan dan/atau perakitan, pemakaian atau
pengoperasian, perbaikan, perubahan atau modifikasi
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut harus dilakukan
pemeriksaan dan pengujian.
{2) Setiap kegiatan perencanaan, pembuatan, pemakaian,
Alat Bantu Angkat dan Angkut harus dilakukan
pemeriksaan dan pengujian.
(3) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (I) dan ayat (2) harus dilakukan oleh:
a. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut;
b. Penguji K3 yang mempunyai kompetensi di
bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut; atau
c. Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut.
(4) Pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus sesuai dengan
ketentuan Peraturan Menteri ini dan/atau standar
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.

Pasal 174

Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 173 meliputi pemeriksaan dan pengujian:
a. pertama;
b. berkala;
c. khusus; dan

d. ulang.
-90-

Pasal 175

(1) Pemeriksaan dan pengujian pertama sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 174 ayat (1) huruf a dilakukan
pada;
a. pembuatan;
b. pemasangan dan/atau perakitan;
c. perbaikan dan/atau perubahan atau modifikasi;

d. Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut yang belum


pemah dilakukan pemeriksaan dan pengujian,
yang akan digunakan atau baru, yang diimpor,
dan/atau yang disewakan.
(2) Pemeriksaan dan pengujian pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemeriksaan dokumen;
b. pemeriksaan visual;
c. pengukuran teknis/dimensi;
d. pengujian tidak merusak pada komponen utama
dan/atau yang menerima beban;
e. pengujian fungsi Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut;
f. pengujian beban dinamis dengan memberikan
beban secara bertahap hingga 100% (seratus
persen) beban kerja aman; dan
g. pengujian beban statis harus dilaksanakan:
1. paling sedikit 110% (seratus sepuluh persen)
beban kerja aman untuk Pesawat Angkat
dan Pesawat Angkut, kecuali untuk keran
angkat yang menggunakan girder atau tidak
memiliki tabel beban (load chartf paling
sedikit 125% (seratus dua puluh lima persen)
beban keija aman;
2. paling sedikit 150% (seratus lima puluh
persen) beban kerja aman secara bertahap
untuk dongkrak;
- 91 -

paling sedikit 150% (seratus lima puluh


persen) dan paling besar 200% (dua ratus
persen) beban kerja aman untuk Alat Bantu
Angkat dan Angkut serta alat
kelengkapannya.

Pasal 176

(1) Pemeriksaan dan pengujian berkala sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 174 ayat (1} huruf b untuk
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut dilakukan paling
lambat 2 (dua) tahun setelah pemeriksaan dan
pengujian pertama dan selanjutnya dilakukan setiap 1
(satu) tahun sekali.
(2) Pemeriksaan dan pengujian berkala sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 174 ayat (1) huruf b untuk Alat
Bantu Angkat dan Angkut serta alat kelengkapannya
dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sekali.
(3) Pemeriksaan dan pengujian berkala sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
a. pemeriksaan dokumen;
b. pemeriksaan visual;
c. pengukuran teknis/dimensi;
d. pengujian tidak merusak pada komponen utama
dan yang menerima beban;
e. pengujian fungsi Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut;
f. pengujian beban dinamis dengan memberikan
beban secara bertahap hingga 100% (seratus
persen) beban kerja aman; dan
g. pengujian beban statis harus dilaksanakan:
1. paling sedikit 110% (seratus sepuluh persen)
beban keija aman untuk Pesawat Angkat
dan Pesawat Angkut, kecuali untuk keran
angkat yang menggunakan girder atau tidak
memiliki tabel beban [load chartf paling
sedikit 125% (seratus dua puluh lima persen)
beban kerja aman;
- 92 -

2. paling sedikit 150% (seratus lima puluh


persen) beban keija aman secara bertahap
untuk jenis dongkrak; dan
3. paling sedikit 150% (seratus lima puluh
persen) dan paling besar 200% (dua ratus
persen) beban keija aman untuk Alat Bantu
Angkat dan Angkut serta alat
kelengkapannya.

Pasal 177

(1) Pemeriksaan dan pengujian khusus sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 174 ayat (1) huruf c dilakukan
setelah teijadi kecelakaan keija, kebakaran, dan
peledakan.
(2) Pemeriksaan dan pengujian khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 178

(1) Pemeriksaan dan pengujian ulang Pesawat Angkat dan


Pesawat Angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
174 ayat (1) huruf d dilakukan jika hasil pemeriksaan
dan pengujian sebelumnya terdapat keraguan.
(2) Ketentuan mengenai pemeriksaan dan pengujian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 dan Pasal
176 berlaku secara mutatis mutandis terhadap
pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kecuali terhadap pengujian beban statis.

Pasal 179

(1) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 174 menggunakan contoh formulir
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

(2) Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


dikembangkan sesuai dengan jenis dan kapasitas
- 93 -

Pesawat Angkat, Pesawat Angkut, dan Alat Bantu


Angkat dan Angkut serta kelengkapannya.

Pasal 180

(1) Hasil pemeriksaan dan pengujian kegiatan


perencanaan dan perubahan atau modifikasi Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat (1) harus dilaporkan ke
pimpinan unit yang membidangi pengawasan norma
K3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 175 sampai dengan Pasal 178
hams dilaporkan ke pimpinan unit keija pengawasan
ketenagakeijaan, kecuali Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut rental dan/atau penggunaannya lintas
provinsi, harus dilaporkan ke pimpinan unit yang
membidangi pengawasan norma K3 sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dituangkan dalam surat
keterangan memenuhi syarat K3 atau surat
keterangan tidak memenuhi syarat K3 yang
diterbitkan oleh pimpinan unit yang membidangi
pengawasan norma K3 sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib dituangkan dalam surat
keterangan memenuhi syarat K3 atau surat
keterangan tidak memenuhi syarat K3 yang
diterbitkan oleh pimpinan unit yang membidangi
pengawasan ketenagakerjaan atau pejabat yang
ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
- 94 -

Pasal 181

(1) Surat keterangan yang diterbitkan wajib berdasarkan


hasil pemeriksaan dan pengujian.
(2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa surat keterangan memenuhi syarat K3 atau
surat keterangan tidak memenuhi syarat K3.
(3) Data teknis yang tercantum pada surat keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dikembangkan sesuai jenis dan kapasitas Pesawat
Angkat dan Pesawat Angkut.
(4) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibuat dalam 3 {tiga} rangkap dengan rincian:
a. lembar pertama, untuk pemilik;
b. lembar kedua, untuk unit pengawasan
ketenagakeijaan setempat; dan
c. lembar ketiga, untuk direktorat yang membidangi
pengawasan norma K3.
(5) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pased 182

(1) Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut yang


mendapatkan surat keterangan memenuhi
persyaratan K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
181 ayat (2) diberikan stiker memenuhi syarat K3 pada
setiap Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.
(2) Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut yang
mendapatkan surat keterangan tidak memenuhi
persyaratan K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
181 ayat (2) diberikan stiker tidak memenuhi syarat
K3 pada setiap Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.
(3) Stiker memenuhi dan tidak memenuhi syarat K3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
- 95 -

Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan


dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 183

Unit keija pengawasan ketenagakerjaan harus


menyampaikan laporan rekapitulasi surat keterangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 kepada Direktorat
Jenderal yang membidangi pengawasan ketenagakeijaan
setiap 3 (tiga) bulan.

Pasal 184

(1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180


ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan secara elektronik
dan/atau nonelektronik.
(2) Pelaporan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara bertahap.

BAB VIII

PENGAWASAN

Pasal 185

Pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini di Tempat


Kerja dilaksanakan oleh Pengawas Ketenagakerjaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX

SANKSl

Pasal 186

Pengurus dan/atau Pengusaha yang tidak memenuhi


ketentuan Pasal 2 ayat (1) dalam Peraturan Menteri ini
dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Keija dan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakeijaan.
-96-

BABX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 187

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku;

a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.


05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat Dan Angkut;
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor PER. 09/MEN/VII/2010 tentang Operator dan
Petugas Pesawat Angkat Dan Angkut (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 340); dan
c. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 452/M/BW/1996
tentang Pemakaian Pesawat Angkat Dan Angkut Jenis
Rental,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 188

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.
- 97 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditet apkan di Jaka rta


pada tanggal 8 Juni 2020

MENT ERI KETE NAGA KERJ AAN


REPU BLIK INDO NESI A,

ttd.

IDA FAUZ IYAH

Diun dang kan di Jaka rta


pada tanggal 12 Juni 2020

DIRE KTUR JEND ERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPU BLIK INDO NESI A,

ttd.

WIDO DO EKAT JAHJ ANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 609

Pit. KEPA LA BIRO HUKU M,

AYAN TI

603 1999 03 2 001


- 98 -

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 8 TAHUN 2020

TENTANG

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

DAFTAR LAMPIRAN

1. KUALIFIKASI OPERATOR

2. PEDOMAN PEMBINAAN K3 PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT


ANGKUT

3. BUKU KERJA OPERATOR, JURU IKAT {RIGGERi, DAN TEKNISI


4. FORMULIR PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN PESAWAT ANGKAT
DAN PESAWAT ANGKUT

5. SURAT KETERANGAN MEMENUHI SYARAT K3 DAN SURAT


KETERANGAN TIDAK MEMENUHI SYARAT K3
6. STIKER MEMENUHI SYARAT K3 DAN STIKER TIDAK MEMENUHI
SYARAT K3

MENTERI KETENAGAKERJAAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

IDA FAUZIYAH

PkJffigALA BIRO HUKUM,

DAYANTI

NIP. 19720603 199903 2 001


- 99 -

1. KUALIFIKASI OPERATOR

Jenis dan Kapasitas Kualifikasi


Nomor
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut Kelas III Kelas II Kelas I
I Pesawat Angkat
overhead crane, overhead travelling crane, hoist crane, monorail crane, wall crane, jib crane,
stacker crane, gantry crane, semi gantry crane, launcher gantry crane, roller gantry crane,
1.1
rail mounted gantry crane, rubber tire gantry crane, ship unloader crane, gantry luffing crane,
container crane

s/d 25 ton 1 orang - -


> 25 ton dan s/d 100 ton - 1orang -
> 100 ton - - 1 orang

portal crane, ship crane, barge crane, derrick ship crane, dredging crane, ponton crane,
floating crane, floating derricks crane, floating ship crane, cargo crane, crawler crane, mobile
crane, lokomotif crane dan/atau railway crane, truck crane, tractor crane, side boom crane,
derrick crane, portal crane, pedestal crane
1.2
s/d 25 ton 1 orang - -
> 25 ton dan s/d 100 ton - 1 orang -
> 100 ton - - 1 orang
1.3 Keran menara (tower crane). - - -
Tinggi menara s/d 40 m 1 orang - -
Tinggi menara s/d 60 m - 1 orang -
Tinggi menara tanpa batasan ketinggian - - 1 orang
lier, dongkrak hidraulik, dongkrak
pneumatik, post lift, dan truck/car lift,
1.4 Rotator, robotik, dan takel, passenger hoist, non kelas 1 orang
dan gondola, hidraulik drilling rig, pilling
crane/mesin pancang
II Pesawat Angkut

excavator, excavator grapple, backhoe, loader, dozer,


traktor, grader, concrete paver, asphalt paver, asphalt
sprayer, aspalt finisher, compactor roller/vibrator,
roller, kereta gantung, komidi putar, roller coaster,
kereta ayun, lokomotif beserta rangkaiannya,
II.1 non kelas 1 orang
manlift/boomlift, scissor lift, hydraulic stairs, tractor,
truk pengangkut bahan berbahaya, dump truck, cargo
truck lift, trailer, side loader truck, module transporter,
axle transport, car towing, Automated Guided Vehicle
(AGV), sabuk berjalan, ban berjalan, rantai berjalan

Jenis forklift/lift truck, reach stackers,


II.2

II. 2. 1
telehandler, hand lift/hand pallet sId 15 ton.
- 1 orang -
Jenis forklift/lift truck, reach stackers,
II.2

II. 2. 2
telehandler, hand lift/hand pallet > 15 ton. - - 1 orang
- 100 -

2. PEDOMAN PEMBINAAN K3 PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

MATERI PEMBINAAN
TEKNISI PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

No. Materi

1 Kebijakan K3

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat


2
Angkut

3 Dasar-dasar K3

4 Pengetahuan dasar Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut

5 Pengetahuan dasar motor penggerak

6 Pengetahuan dasar hidraulik

7 Pengetahuan kelistrikan

8 Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan APD

9 Tali kawat baja dan alat bantu angkat

10 Pengetahuan bahan dan korosi

11 Manajemen perawatan

12 Peninjauan konstruksi Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut

13 Pemeriksaan Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut

14 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 90 (sembilan puluh) Jam Pelajaran (JP)
atau disesuaikan dengan kebutuhan
- 101 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR DONGKRAK MEKANIK, TAKAL

No. Materi

1 Kebijakan K3

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat


2
Angkut

3 Dasar-dasar K3

4 Pengetahuan dasar dongkrak mekanik dan takal

5 Pengetahuan dasar motor listrik dan instalasi listrik

6 Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan APD

7 Pengetahuan sistem hidraulik dan pneumatik

8 Sebab-sebab kecelakaan dan penanggulangannya

9 Pengoperasian aman

10 Perawatan dan pemeriksaan harian

11 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) atau
disesuaikan dengan kebutuhan
- 102 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR KERAN MOBIL (MOBILE CRANE), SHIP UNLOADER CRANE, GANTRY
LUFFING CRANE, CONTAINER CRANE, PORTAL CRANE, SHIP CRANE, BARGE
CRANE, DERRICK SHIP CRANE, DREDGING CRANE, PONTON CRANE, FLOATING
CRANE, FLOATING DERRICKS CRANE, FLOATING SHIP CRANE, CARGO CRANE,
CRAWLER CRANE, MOBILE CRANE, LOKOMOTIF CRANE DAN/ATAU RAILWAY
CRANE, TRUCK CRANE, TRACTOR CRANE, SIDE BOOM CRANE/CRAB CRANE

Kelas Kelas Kelas


No. Materi
I II III

1 Kebijakan K3 √ √ √

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang


2 √ √ √
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut

3 Dasar-dasar K3 √ √ √

4 Pengetahuan dasar keran angkat √ √ √

5 Pengetahuan dasar motor penggerak √ √

6 Pengetahuan dasar hidrolik √ √

Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan


7 √ √ √
APD

8 Tali kawat baja √ √ √

9 Alat bantu angkat dan pengikatan √ √ √

10 Sebab-sebab kecelakaan dan penanganannya √ √ √

11 Menghitung berat beban √ √ √

12 Stabilitas √ √

13 Pengoperasian aman √ √ √

14 Perawatan dan pemeriksaan harian √ √ √

11 Evaluasi teori dan praktek √ √ √

Keterangan:
a. Durasi pelaksanaan pembinaan 50 (lima puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas I (satu) atau disesuaikan dengan kebutuhan;
b. Durasi pelaksanaan pembinaan 40 (empat puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas II (dua) atau disesuaikan dengan kebutuhan.
c. Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas III (tiga) atau disesuaikan dengan kebutuhan
- 103 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR KERAN MENARA (TOWER CRANE)

Kelas Kelas Kelas


No. Materi
I II III

1 Kebijakan K3 √ √ √

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang


2 √ √ √
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut

3 Dasar-dasar K3 √ √ √

4 Pengetahuan dasar keran angkat √ √ √

5 Pengetahuan dasar motor penggerak √ √

6 Pengetahuan dasar kelistrikan √ √

Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan


7 √ √ √
APD

8 Tali kawat baja √ √ √

8 Alat bantu angkat dan pengikatan √ √ √

9 Sebab-sebab kecelakaan dan penanganannya √ √ √

10 Menghitung berat beban √ √ √

11 Stabilitas √

12 Pengoperasian aman √ √ √

13 Perawatan dan pemeriksaan harian √ √ √

14 Evaluasi teori dan praktek √ √ √

Keterangan:
a. Durasi pelaksanaan pembinaan 50 (lima puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas I (satu) atau disesuaikan dengan kebutuhan;
b. Durasi pelaksanaan pembinaan 40 (empat puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas II (dua) atau disesuaikan dengan kebutuhan;
c. Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas III (tiga) atau disesuaikan dengan kebutuhan.
- 104 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR KERAN OVERHEAD (OVERHEAD CRANE), OVERHEAD TRAVELLING
CRANE, HOIST CRANE, CHAIN BLOCK, MONORAIL CRANE, WALL CRANE/JIB
CRANE, STACKER CRANE, GANTRY CRANE, SEMI GANTRY CRANE, LAUNCHER
GANTRY CRANE, ROLLER GANTRY CRANE, RAIL MOUNTED GANTRY CRANE,
RUBBER TIRE GANTRY CRANE, SHIP UNLOADER CRANE, GANTRY LUFFING
CRANE, CONTAINER CRANE

Kelas Kelas Kelas


No. Materi
I II III

1 Kebijakan K3 √ √ √
Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang
2 √ √ √
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
3 Dasar-dasar K3 √ √ √

4 Pengetahuan dasar keran angkat √ √ √

5 Pengetahuan dasar motor penggerak √ √

6 Pengetahuan dasar kelistrikan √ √


Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan
7 √ √ √
APD
8 Tali kawat baja √ √ √

9 Alat bantu angkat dan pengikatan √ √ √

10 Sebab-sebab kecelakaan dan penanganannya √ √ √

11 Menghitung berat beban √ √ √

12 Stabilitas √

13 Pengoperasian aman √ √ √

14 Perawatan dan pemeriksaan harian √ √ √

15 Evaluasi teori dan praktek √ √ √

Keterangan:
a. Durasi pelaksanaan pembinaan 50 (lima puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas I (satu) atau disesuaikan dengan kebutuhan;
b. Durasi pelaksanaan pembinaan 40 (empat puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas II (dua) atau disesuaikan dengan kebutuhan;
c. Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas III (tiga) atau disesuaikan dengan kebutuhan.
- 105 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR ROBOTIK

No. Materi

1 Kebijakan K3

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat


2
Angkut

3 Dasar-dasar K3

4 Sistem Kontrol

5 Pengetahuan dasar robotik

6 Pengetahuan dasar motor listrik dan instalasi listrik

7 Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan APD

8 Sebab-sebab kecelakaan dan penangulangannya

9 Pengoperasian aman

10 Perawatan dan pemeriksaan harian

11 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 40 (empat puluh) Jam Pelajaran (JP) atau
disesuaikan dengan kebutuhan
- 106 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR PASSENGER HOIST

No. Materi

1 Kebijakan K3

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat


2
Angkut

3 Dasar-dasar K3

4 Pengetahuan dasar Passenger Hoist

5 Pengetahuan dasar motor listrik dan instalasi listrik

6 Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan APD

7 Sebab-sebab kecelakaan dan penangulangannya

8 Alat Pengaman

9 Pengoperasian aman

10 Perawatan dan pemeriksaan harian

11 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) atau
disesuaikan dengan kebutuhan
- 107 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR GONDOLA

No. Materi

1 Kebijakan K3

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat


2
Angkut

3 Dasar-dasar K3

4 Pengetahuan dasar gondola

5 Pengetahuan dasar motor listrik dan instalasi listrik

6 Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan APD

7 Tali kawat baja dan alat bantu angkat dan angkut

8 Sebab-sebab kecelakaan dan penangulangannya

9 Pengoperasian aman

10 Perawatan dan pemeriksaan harian

11 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) atau
disesuaikan dengan kebutuhan
- 108 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR FORKLIFT

Kelas Kelas
No. Materi
I II

1 Kebijakan K3 √ √

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat


2 √ √
Angkat dan Pesawat Angkut

3 Dasar-dasar K3 √ √

4 Pengetahuan dasar forklift √ √

5 Pengetahuan tenaga penggerak dan hidraulik penggerak √ √

6 Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan APD √ √

7 Sebab-sebab kecelakaan √ √

8 Memperkirakan berat beban √ √

9 Stabilitas √

10 Pengoperasian aman √ √

11 Perawatan dan pemeriksaan harian √ √

12 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
a. Durasi pelaksanaan pembinaan 40 (empat puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas I (satu) atau disesuaikan dengan kebutuhan;
b. Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) untuk
kelas II (dua) atau disesuaikan dengan kebutuhan.
- 109 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR MAN LIFT

No. Materi

1 Kebijakan K3

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat


2
Angkut

3 Dasar-dasar K3

4 Pengetahuan dasar man lift

5 Pengetahuan dasar motor listrik dan instalasi listrik

6 Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan APD

7 Sebab-sebab kecelakaan dan penanggulangannya

8 Stabilitas

9 Pengoperasian aman

10 Perawatan dan pemeriksaan harian

11 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) atau
disesuaikan dengan kebutuhan
- 110 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR ALAT BERAT

No. Materi

1 Kebijakan K3

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat


2
Angkut

3 Dasar-dasar K3

4 Pengetahuan dasar alat berat

5 Pengetahuan tenaga penggerak dan hidraulik penggerak

6 Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan APD

7 Sebab-sebab kecelakaan

8 Faktor-faktor yang memperngaruhi beban kerja aman

9 Stabilitas

10 Pengoperasian aman

11 Perawatan dan pemeriksaan harian

12 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 40 (empat puluh) Jam Pelajaran (JP) atau
disesuaikan dengan kebutuhan
- 111 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR KERETA

No. Materi

1 Kebijakan K3

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat


2
Angkut

3 Dasar-dasar K3

4 Pengetahuan dasar alat angkutan jalan rel

5 Pengetahuan tenaga penggerak dan hidraulik penggerak

6 Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan APD

7 Sebab-sebab kecelakaan

8 Pengenalan rambu-rambu

9 Pengoperasian aman

10 Perawatan dan pemeriksaan harian

11 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) atau
disesuaikan dengan kebutuhan
- 112 -

MATERI PEMBINAAN
OPERATOR PITA TRANSPORT (CONVEYOR)

No. Materi

1 Kebijakan K3

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat


2
Angkut

3 Dasar-dasar K3

4 Pengetahuan dasar pita transport

5 Pengetahuan motor penggerak

6 Alat perlengkapan transmisi

7 Perangkat keselamatan kerja (safety devices) dan APD

8 Sumber-sumber bahaya pada pita transport

9 pengoperasian aman

10 Perawatan dan Pemeriksaan harian

11 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) atau
disesuaikan dengan kebutuhan
- 113 -

MATERI PEMBINAAN
JURU IKAT (RIGGER)

No. Materi

1 Kebijakan K3

Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat


2
Angkut

3 Dasar-dasar K3 dan APD

4 Pengetahuan tali kawat baja

5 Pengetahuan alat bantu angkat dan angkut

6 Pengetahuan cara pengikatan

7 Menghitung berat beban dan keseimbangan

8 Tanda isyarat/aba-aba pengoperasian keran angkat

9 Sebab-sebab kecelakaan dan pencegahannya

10 Manajemen perawatan

11 Evaluasi teori dan praktek

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 30 (tiga puluh) Jam Pelajaran (JP) atau
disesuaikan dengan kebutuhan
- 114 -

MATERI PEMBINAAN
AHLI K3 BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

No. Materi

1 Kebijakan K3
Peraturan perundang-undangan K3 di Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat
2
Angkut
3 Dasar-dasar K3
4 Sistem Manajemen K3
5 Investigasi Kecelakaan Kerja
6 Jenis-Jenis dan proses kerja Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
Perlengkapan dan pengamanan Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
7
(safety device) dan APD
8 Sistem hidraulik dan pneumatik
9 Perhitungan kekuatan konstruksi Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
10 Tali kawat baja dan alat bantu angkat dan angkut
11 Pengikatan (rigging) untuk pengujian beban
12 Stabilitas dan daftar beban
13 Penyusunan Inspection Test Plan (ITP)
14 Pengelasan dan pengujian tidak merusak (Non Destructive Test)
15 Pemeriksaan dan pengujian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
16 Mekanika teknik terapan
17 Kelistrikan
18 Pengetahuan motor penggerak
19 Pengetahuan bahan
20 Pengetahuan korosi dan pencegahannya
21 Membaca gambar teknik
22 Praktek pemeriksaan dan pengujian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
23 Penulisan kertas kerja
24 Evaluasi teori
25 Seminar

Keterangan:
- Durasi pelaksanaan pembinaan 250 (dua ratus lima puluh) Jam Pelajaran
(JP) atau disesuaikan dengan kebutuhan
- 115 -

3. FORMAT BUKU KERJA OPERATOR, JURU IKAT (RIGGER), DAN TEKNISI

A. Sampul

(Nama Perusahaan)
(Alamat Perusahaan)

BUKU KERJA (JENIS PEKERJAAN)


(LOGO PERUSAHAAN)

Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan


Nomor Tahun
tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
- 116 -

B. Kewajiban Operator Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut

a. melakukan pengecekan pesawat, alat-alat pengaman, dan alat-alat


perlengkapan lainnya sebelum pengoperasian;
b. bertanggung jawab atas kegiatan pengoperasian aman pesawat;
c. tidak meninggalkan tempat pengoperasian pesawat selama mesin
dihidupkan;
d. menghentikan dan segera melaporkan kepada atasan, apabila alat
pengaman atau perlengkapan pesawat tidak berfungsi dengan baik
atau rusak;
e. mengawasi dan mengkoordinasikan operator kelas II dan operator
kelas III bagi operator kelas I, dan operator kelas II mengawasi dan
mengkoordinasikan operator kelas III;
f. mematuhi peraturan dan melakukan tindakan pengamanan yang
telah ditetapkan dalam pengoperasian pesawat; dan
g. mengisi buku kerja dan membuat laporan harian selama
mengoperasikan pesawat.
- 117 -

C. Bagian Kewajiban Juru Ikat (rigger)

a. melakukan pemilihan alat bantu angkat dan angkut sesuai


dengan kapasitas beban kerja aman;
b. melakukan pengecekan terhadap kondisi pengikatan aman dan
alat bantu angkat yang digunakan;
c. melakukan perawatan alat bantu angkat dan angkut;
d. mematuhi peraturan dan melakukan tindakan pengamanan yang
telah ditetapkan; dan
e. mengisi buku kerja dan membuat laporan harian sesuai dengan
pekerjaan yang telah dilakukan.
- 118 -

D. Contoh Isi Buku Kerja Operator, Juru Ikat (rigger), dan teknisi

No. Tanggal Jenis Pesawat/Alat Permasalahan Mengetahui Keterangan


Bantu Angkat dan Pengurus
Angkut (Khusus Perusahaan
Juru Ikat (rigger)) (Tanda
Tangan)
1
2
3
- 119 -

4. FORMULIR PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN PESAWAT ANGKAT DAN


PESAWAT ANGKUT

DISNAKER PROVINSI : ........................................... *

ALAMAT : ...........................................

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN & PENGUJIAN


(PERTAMA / BERKALA / KHUSUS / ULANG) **
PESAWAT ANGKAT / OVERHEAD TRAVELLING CRANE DAN
SEJENISNYA
NO : ............................................................
I. DATA UMUM

1 Pemilik :

2 Alamat :

3 Pemakai :

Pengurus / Sub
4 Kontraktor / Penanggung :
jawab

5 Lokasi unit :

6 Jenis Pesawat Angkat :

7 Pabrik Pembuat :

8 Merek / Type :

9 Tahun Pembuatan :

10 No. Serie / No. Unit :

11 Kapasitas Angkat :

12 Standard Yang Dipakai :

13 Digunakan Untuk :

14 Data teknik / Manual :


- 120 -

II. DATA TEKNIK

No KOMPONEN HOISTING TRAVELING HOISTING

1. Tinggi Angkat
SPESIFIKASI
1 2. Panjang Span
KERAN
3. Kecepatan

1. Kapasitas

2. Daya (KW)

3. Type
MOTOR
2 4. Putaran
PENGGERAK
5. Voltage (V)
6. Arus (A) /
Beban
7. Frekuensi

1. Type
STARTING
3 2. Voltage (V)
REGISTOR
3. Arus (A)

1. Jenis
4 REM
2. Type

1. Jenis
REM
5
PENGONTROL
2. Type

1. Type

6 KAIT (HOOK) 2. Kapasitas

3. Material

1. Type

2. Konstruksi
TALI BAJA
7
(WIRE ROPE)
3. Diameter

4. Panjang
- 121 -

III. PEMERIKSAAN VISUAL


Kondisi Keterangan

Memenuhi

Memenuhi
Nama Bagian /
No Pemeriksaan
Komponen

Syarat

Syarat
Tidak
Korosi
Pondasi Baut Keretakan
Pengikat Perubahan bentuk
Kekencangan
Korosi
1
Keretakan
Kolom Rangka Perubahan bentuk
pada pondasi Pengikatan
Penguat melintang
Penguat diagonal
Korosi
Keretakan
2 Tangga
Perubahan bentuk
Pengikat
Korosi
Keretakan
3 Lantai Kerja
Perubahan bentuk
Pengikat
Korosi
Beam Dudukan Keretakan
4
Rel Perubahan bentuk
Pengikat
Korosi
Keretakan
Sambungan rel
Kelurusan rel
Kelurusan antar rel
5 Rel Travelling
Keratan antar rel
Jarak antar sambungan
rel
Pengikat rel
Rel stopper
Korosi
Keretakan
Sambungan rel
Kelurusan rel
Kelurusan antara rel
6 Rel traversing
Keratan antar rel
Jarak antar
sambungan rel
Pengikat rel
Rel stopper
Korosi
7 Girder Keretakan
Kecembungan
- 122 -

Kondisi Keterangan

Memenuhi

Memenuhi
Nama Bagian /
No Pemeriksaan
Komponen

Syarat

Syarat
Tidak
Sambungan girder
Sambungan ujung girder
Dudukan truck pada
girder
8 Traveling Korosi
Rumah Roda Keretakan
Gigi (Girder)
Minyak pelumas
Oli seal
Rumah Roda Keausan
Gigi Keretakan
Roda Penggerak Perubahan bentuk
Kondisi Flansa
Kondisi rantai
Keamanan
Keretakan
Roda Idle
Perubahan bentuk
Kondisi Flansa
Penghubung Kelurusan
Roda/Bogie / Cross joint
Gardan Pelumas
Stopper Bumper Kondisi
pada Girder Penguat
Traversing: Korosi
Rumah Roda Keretakan
Gigi Pembawa Minyak pelumas
Trolley Oli seal
Keausan
Keretakan
Roda penggerak
Perubahan bentuk
pada Trolley
Kondisi Flansa
Kondisi rantai
Keamanan
Roda Idle pada Keretakan
9
Trolley Peruahan bentuk
Kondisi Flansa
Penghubung Kelurusan
Roda/Bogie/ Cross joint
Gardan Pelumas
Stopper Bumper Kondisi
pada Trolley Penguat
Alur
Drum Tromol
10 Bibir alur
Gulung
Flensa – flensa
Keausan
11 Rem
Penyetelan
12 Hoist Gear Block Pelumasan
- 123 -

Kondisi Keterangan

Memenuhi

Memenuhi
Nama Bagian /
No Pemeriksaan
Komponen

Syarat

Syarat
Tidak
Oli seal
Alur puli
Bibir alur puli
Pin Puli
Puli/Cakra
Bantalan
13 Utama
Pelindung puli
Tambahan
Penghadang tali kawat
baja
Keausan
Kerenggangan mulut kait
Mur & bantalan putar
14 Kait Utama
(Swivel)
Trunion
Keausan
Kerenggangan mulut kait
15 Kait Mur & bantalan putar
Tambahan (Swivel)
Trunion
Korosi
Keausan
Tali Kawat Baja
16 Putus
Utama
Perubahan bentuk
Korosi
Keausan
Tali Kawat Baja
17 Putus
Tambahan
Perubahan bentuk
Korosi
Keausan
18 Rantai Utama Keretakan/putus
Perubahan bentuk
Korosi
Keausan
Rantai
19 Keretakan/putus
Tambahan
Perubahan bentuk
LS. long travelling
LS. cross travelling
20 Limit Switch (LS)
LS. Gerakan angkat
Tangga pengaman
Pintu
Jendela
Ruang Kipas/AC
Operator Tuas/tombol kontrol
21
(Cabin)/ Pendant kontrol
Pendant Penerangan
Klakson
Pengaman lebur
Alat komunikasi
- 124 -

Kondisi Keterangan

Memenuhi

Memenuhi
Nama Bagian /
No Pemeriksaan
Komponen

Syarat

Syarat
Tidak
Pemadan Api (APAR)
Tanda-tanda
pengoperasian
Kunci kontak/
master switch
Penyambung Penghantar
Panel
Komponen Pelindung penghantar
Listrik Tegangan Sistem pengaman
22 : 220/380 instalasi dari motor
v/Phase/Hz Sistem pembumian
Instalasi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT
NIP
.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 125 -

IV. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK


IV.1. TALI KAWAT BAJA

PENGGUNAAN DIAMETER KONS CACAT


NO. JENIS PANJANG UMUR KETERANGAN
PADA SPEC ACTUAL ADA TIDAK
TRUKSI
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 126 -

IV.2. RANTAI DAN PERLENGKAPAN

DIAMETER CACAT
NO. PENGGUNAAN PADA KONSTRUKSI JENIS PANJANG UMUR KETERANGAN
SPEC ACTUAL ADA TIDAK

1 Sertifikat No

2 Mata Rantai D1 = D1 =

D2 = D2 =

D3 = D3 =

D4 = D4 =
3 Sproket

4 Panjang Setiap 1 Meter


Rantai

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 127 -

IV.3. GIRDER

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

Cacat Permukaan
Lokasi Keterangan
Ada Tidak Ada

GAMBAR :

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 128 -

IV.4. KAIT (HOOK) UTAMA

Jenis : Penetrant / Ultrasonic **


NDT ..................................................
..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB

Spesifikasi

Hasil pengukuran

Toleransi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 129 -

IV.5. KAIT (HOOK) TAMBAHAN

Jenis : Penetrant / Ultrasonic **


NDT
..................................................

..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB

Spesifikasi

Hasil pengukuran

Toleransi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 130 -

IV.6. DRUM UTAMA

Jenis : Penetrant / Ultrasonic **


NDT ..................................................
..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB

Spesifikasi

Hasil

pengukuran

Toleransi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 131 -

IV.7. DRUM TAMBAHAN

Jenis : Penetrant / Ultrasonic **


NDT
..................................................

..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB

Spesifikasi

Hasil

pengukuran

Toleransi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 132 -

IV.8. PULI HOOK UTAMA

Jenis : Penetrant / Ultrasonic **


NDT
..................................................

..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB

Spesifikasi

Hasil

pengukuran

Toleransi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 133 -

IV.9. PULI HOOK TAMBAHAN

Jenis : Penetrant / Ultrasonic **


NDT
..................................................

..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB

Spesifikasi

Hasil

pengukuran

Toleransi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 134 -

V. PENGUJIAN
V.1. PENGUJIAN DINAMIS

A. Tanpa Beban

DICOBA/
SPEED TEST SEHARUSNYA KETERANGAN
DIUKUR
Travelling /
Memanjang
Traversing /
Melintang

Hoisting / Angkat

Safety Device

Brake Swicth

Brake Locking Device

Instalasi Listrik

B. Beban

BRAKE
BEBAN UJI HOIST TRANVERSING TRAVELLING KET.
SYSTEM

TANPA
BEBAN

25 %

50 %

75 %

100 %

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 135 -

V.2. PENGUJIAN STATIS

POSISI PENGUKURAN DEFLEKSI KETERANGAN

SINGLE GIRDER

DOUBLE GIRDER

Beban Uji 125% SWL

A. Single Girder
1 2 3
Posisi Pengukuran

B. Double Girder
1 2 3
Posisi Pengukuran

6 5 4
Posisi Pengukuran

Defleksi maksimum terjadi pada:

.........................................................................................................
- 136 -

HASIL

Standar / Tolak ukur

Berdasarkan desain : ......................................... mm

1 / 888 x SPAN (....................................)

1 / 600 x SPAN (....................................)

: ......................................... mm

(Hasil Pengukuran) >/<** (Hasil Perhitungan maks)

........................... > ............................ MEMENUHI SYARAT

TIDAK MEMENUHI SYARAT

KETERANGAN : STANDAR ………….

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 137 -

VI. KESIMPULAN
..............................................................................................................................................

..............................................................................................................................................

..............................................................................................................................................

VII. SARAN-SARAN
..............................................................................................................................................

..............................................................................................................................................

..............................................................................................................................................

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 138 -

DISNAKER PROVINSI : ........................................... *

ALAMAT : ...........................................

FORMULIR / CHECK LIST PEMERIKSAAN & PENGUJIAN


(PERTAMA/BERKALA/KHUSUS/ULANG**)
KERAN MENARA (TOWER CRANE)
NO : ............................................................

I. DATA UMUM

1. Pemilik :

2. Alamat :

3. Pemakai :
Pengurus Kontraktor
4. utama / Sub Kontraktor / :
Penangung Jawab
5. Lokasi Unit :

6. Jenis Pesawat :

7. Pabrik Pembuat :

8. Merk/Type :

9. Tahun Pembuatan :

10. No. Seri/Unit :

11. Kapasitas Angkat :

12. Standar yang dipakai :

13. Digunakan untuk :

14 Nomor Surat Keterangan :

No. Lisensi K3 Operator /


15 :
Masa Berlaku s/d

16 Data Riwayat Pesawat :


- 139 -

II. DATA TEKNIS

1. Tinggi Menara

2. Jumlah Seksi
3. Panjang Load
SPESIFIKASI JIB
KERAN 4. Panjang
Counter JIB
Hoisting Traveling Slewing
5. Kecepatan

Hoisting Traveling Slewing


1. Kecepatan

2. Daya (KW)
MOTOR
3. Type
PENGGERAK
4. Putaran

5. Voltage (V)

6. Frekuensi

1. Jenis

REM 2. Type

3. Kapasitas

1. Type

KAIT (Hook) 2. Kapasitas

3. Material
Pendant Pendant
Hoisting
1. Type Depan Belakang

TALI BAJA
(Wire Rope) 2. Konstruksi

3. Diameter

4. Panjang
- 140 -

III. PEMERIKSAAN VISUAL

Kondisi
No Komponen Keterangan
Baik Buruk
(1) (2) (3) (4) (5)
Kerangka Tetap (Fixing
1
Angle)
Kerangka penyambung
2
Dasar

3 Bangunan Kerangka Kaki (Standar)

a. Rangka Utama

b. Rangka Penguat (Brace)

4 Sambungan (Olt Conection)

Kerangka Memanjang
5
(Sleeper)

6 Kerangka Melintang (Cross)

7 Rangka Kuda-kuda penguat

8 Kerangka Bogie

Kerangka Diagonal (Diagonal


9
Brace)

10 Kerangka Pemanjat Tower (Climbing Cage)

a. Rangka Utama

b. Rangka Penguat

c. Pengunci Sangkar

d. Lantai Kerja

e. Pagar

f. Tangga pemanjat Tower

g. Pasak – Pasak

h. Baut Pasak

i. Batang Panjat
- 141 -

Kondisi
Komponen Tidak Keterangan
Memenuhi
Memenuhi
(1) (2) (3) (4) (5)
11 Perlengkapan Sangkat Panjat
a. Silinder Hidraulik
b. Rangka Penguat
c. Tali Kawat Baja
d. Tromol Gulung
e. Rem
f. Kopling
g. Yoke
12 Seksi - Seksi Tower Seksi I
a. Rangka Utama
b. Penguat .
c. Pengunci (Fish Plate)
d. Baut, Mur, Pin
13 Ketegaklurusan Tower
Kepala Tower (Tower
14
Head)
15 Rel pada Kepala Tower
Kepala Kucing (Cat Hat)
16 (Tangga, Lantai, Rule-
rule)
17 Rangka Kuda-kuda Penguat
a. Rangka Utama
b. Rangka Penguat
c. Pagar
d. Rangka Utama
e. Sambungan (Pin,
Baut, Mur)
f. Pendant JIB
Pengimbang
g. Pin Kaki JIB
Pengimbang
18 JIB Beban
a. Pin Kaki JIB
b. Rangka Utama
c. Rangka Penguat
- 142 -

Kondisi
Komponen Tidak Keterangan
Memenuhi
Memenuhi
(1) (2) (3) (4) (5)
d. Rel dan
Penyambungnya
e. Pendan JIB
f. Lantai (Cat Walk)
JIB II dan Seterusnya
a. Pin Kaki JIB
b. Rangka Utama
c. Rangka Penguat
d. Rel dan
Penyambungnya
e. Pendan JIB
f. Lantai (Cat Walk)
JIB Kepala
a. Puli pada Kepala JIB
b. Rangka Utama
c. Rangka Penguat
d. Lantai (Cat Walk)
19 Kerangka Pengikat Tower (Tie Back)
a. Rangka Penguat
Tower
b. Rangka Penghubung
Antara Tower dan
Bangunan (Batang)
c. Rangka Pengikat ke
Bangunan
Puli Pengencang Tali Dan
20 Kelengkapannya (Wire
Rope Deflection)
21 Meja Putar
a. Bantalan Roller
b. Dudukan Meja (Roller
Path)
c. Sambungan Pengikat
(Las, Baut, Mur)
22 JIB Pengimbang
a. Rangka dan
Sambungan-
sambungan
b. PIN / Pasak
- 143 -

Kondisi
Komponen Tidak Keterangan
Memenuhi
Memenuhi
(1) (2) (3) (4) (5)
c. Pengikat Beban
Imbang
d. PIN dan JIB
pengimbang
23 Tali Kabel Baja
a. Korosi
b. Keausan
c. Putus
d. Perubahan Bentuk
24 Kait
a. Keausan
b. Kerenggangan Mulut
Kait
c. Keretakan
d. Kunci Kait
e. Mur dan Bantalan
Putar (Swivel)
f. Trunion
Puli / Cakra (Utama,
25
Penghantar)
a. Alur Puli
b. Bibir Puli
c. Pin Puli
d. Bantalan
e. Pelindung Puli
26 Drum/Tromol Gulung
a. Alur
b. Bibir Alur
c. Flens
27 Hoist Gear Box
a. Pelumasan
b. Oil Seal
28 Ruang Operator (Utama, Penghantar)
a. Tangga/Pengaman
Tangga
- 144 -

Kondisi
Komponen Tidak Keterangan
Memenuhi
Memenuhi
(1) (2) (3) (4) (5)
b. Pintu
c. Jendela
d. Kipas / AC
e. Tombol/Tuas Kontrol
f. Penerangan
g. Pengaman Lebur
h. Alat Komunikasi
i. Pemadam Api
j. Tanda-tanda
Pengoperasian
k. Klakson
l. Kunci Kontak
29 Alat-alat Pengaman
a. Pembatas Gerak
Naik/ Turan Hoist
b. Pembatas Gerak
Putar
c. Level Indikator
d. Pembatas Beban
Lebih
e. Pembatas Momen
lebih
f. Pembatas Kecepatan
lebih
g. Anemometer
h. Tabir Pengimbang /
wind shield
i. Indikator Tekanan
Udara
j. Indikator Tekanan
Hidraulik
k. Katup-katup
Pengaman
l. Pembatas Gerakan +
Maju/mundur Trolley
m. Kunci Pengaman
Tromol Gulung
n. Penyalur Petir
o. Radius
p. Daftar Beban
- 145 -

Kondisi
Komponen Tidak Keterangan
Memenuhi
Memenuhi
(1) (2) (3) (4) (5)
30 Komponen Listrik
Tegangan : kVA
PK :
Phase :
Frekuensi : Hz
a. Pengembangan
Penghantar Panel-
panel (Penghubung)
b. Pelindung
penghantar
c. Sistem Pengaman
Instalasi dan Motor
motor
31 Hidraulik
a. Pompa Hidraulik
b. Saluran/
Pipa Hidraulik
c. Motor Hidraulik
d. Katup Pengontrol
e. Tangki Hidraulik
f. Saringan Hidraulik
g. Akumulator
32 Pneumatik
a. Kompresor
b. Tangki dan Katup
Pengaman
c. Saluran Udara
Bertekanan
d. Saringan Udara

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
146

IV. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK


IV.1. TALI KABEL BAJA

DIAMETER KONST CACAT


NO PENGGUNAAN PADA JENIS PANJANG UMUR Ket
SPEK ACTUAL TRUKSI ADA TDK

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

(Jenis NDT : Penetrant/Ultrasonic **)

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 147 -

IV.2. TOWER

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

Cacat
No Bagian Yang Diperiksa Lokasi Keterangan
Tidak
Ada
ada

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

GAMBAR:

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 148 -

IV.3. BOOM / JIB

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

Cacat
No Bagian Yang Diperiksa Lokasi Keterangan
Tidak
Ada
ada
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

GAMBAR:

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 149 -

IV.4. KAIT (HOOK) TAMBAHAN

Jenis : Penetrant / Ultrasonic **


NDT ..................................................
..................................................

Cacat
No Bagian Yang Diperiksa Lokasi Keterangan
Tidak
Ada
ada
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 SPEC

A = ...................... mm

B = ...................... mm

C = ...................... mm

D = ...................... mm

2 ACTUAL

A = ...................... mm

B = ...................... mm

C = ...................... mm

D = ...................... mm

GAMBAR:

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 150 -

IV.5. DRUM UTAMA

Jenis : Penetrant / Ultrasonic **


NDT ..................................................
..................................................

Cacat
No Bagian Yang Diperiksa Lokasi Keterangan
Tidak
Ada
ada

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 SPEC

ØD = ............................. mm

ØF = ..............................mm

L = ..............................mm

2 ACTUAL

ØD = ..............................mm

ØF = ..............................mm

L = ..............................mm

GAMBAR:

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 151 -

IV.6. PULI HOOK UTAMA DAN PENGHANTAR

Jenis : Penetrant / Ultrasonic **


NDT ..................................................
..................................................

Cacat
No Bagian Yang Diperiksa Lokasi Keterangan
Tidak
Ada
ada

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 SPEC

ØD = ..............................mm

tA = .............................. mm

2 ACTUAL

ØD = ..............................mm

tA = .............................. mm

GAMBAR:

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 152 -

V. PENGUJIAN
V.1 PENGUJIAN DINAMIS

Panjang JIB
NO. Beban (Ton/Kg) Hasil Keterangan
Beban/Radius
(1) (2) (3) (4) (5)

1. 25% SWL

2. 50% SWL

3. 75% SWL

4. 100% SWL

BOOM UTAMA
CATATAN
Selama dan setelah pengujian telah diperiksa bagian - bagian utama
keran
Tower : Terjadi / Tidak Terjadi Kesalahan **

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 153 -

V.2. PENGUJIAN STATIS

Panjang JIB Beban /


No. Beban Kerja Aman Beban Uji Keterangan
Radius
(1) (2) (3) (4) (5)

CATATAN
Selama dan setelah pengujian telah Diperiksa Bagian-bagian utama keran
tower :
Terjadi / Tidak Terjadi
Kerusakan **

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 154 -

VI. KESIMPULAN
................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

VII. SARAN-SARAN
................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 155 -

DISNAKER PROVINSI : ........................................... *

ALAMAT : ...........................................

FORMULIR / CHECK LIST PEMERIKSAAN & PENGUJIAN


(PERTAMA/BERKALA/KHUSUS/ULANG**)
KERAN KELABANG (CRAWLER CRANE)
NO : ............................................................
I. DATA UMUM
1 Pemilik :
2 Alamat :
Pemakai / Sub Kontraktor /
3 :
Penanggung jawab
4 Alamat Pemakai :
5 Lokasi unit :
6 Nama Operator :
7 Jenis Pesawat :
8 Pabrik Pembuat :
9 Merek / Tipe :
Lokasi danTahun
10 :
Pembuatan
Tanggal & Tahun
11 :
Pemasangan
12 No. Serie / No. Unit :
13 Kapasitas / Bobot Kerja :
14 Standard Yang Dipakai :
15 Digunakan Untuk :
16 Nomor Izin Pemakaian :
17 Sertifikat Operator :
18 Data Riwayat Pesawat :
- 156 -

II. DATA TEKNIK

Kapasitas / Bobot Kerja

Panjang Keseluruhan

Tinggi Keseluruhan

Lebar Keseluruhan
Spesifikasi
Lebar Track Shoe

Radius kerja ... mm

Drilling diameter ... mm

Maksimum kedalaman drilling .....Meter

Model

Tipe

Jumlah silinder
Engine
Daya Bersih

Merek / tahun pembuatan

Pabrik pembuat
Kecepatan
Rotary head ...s/d... rpm
(rev.)
(table)
Spin-off rate ..... rpm

Daya tekan ..... KN

Crowd Cylinder Daya tarik .....KN


Langkah /
.....mm
stroke
Attachment Winch utama Kuat tarik ..... KN

Kecepatan ....m/min

Diameter rope ..... mm

Winch tambahan Kuat tarik ..... KN

Kecepatan ....m/min

Diameter rope ..... mm

Tipe
Utama
Tekanan
Pompa Hidraulik
Tipe
Tambahan
Tekanan
- 157 -

III. PEMERIKSAAN VISUAL & FUNGSI


1. Pemeriksaan dengan Mesin Mati
Komponen & Lokasi Kondisi Ket.
Pemeriksaan
Tidak
Lokasi Komponen Komponen Memenuhi
Memenuhi
Kerangka Rangka Korosi
Utama / Penguat Keretakan
Chasis dan Perubahan Bentuk
Perlengkapan Pemberat Korosi
(Counter Kondisi
/Weight)
Turn Table Frame / Kerangka
Pelumasan
Korosi
Brake
Keretakan
Kondisi swing gear
Bantalan/Bearing
Mast dan Supporting leg
perlengkapan Leg base
Mast 1
Mast 2
Mast 3
Wire rope Pulley
Korosi
Keretakan
Perubahan Bentuk
Pelumasan
Pin dan Baut Penguat
Cat head dan Main sheave frame
komponen Main sheave
Auxiliary sheave frame
Auxiliary sheave
Rear main sheave
Rear Auxiliary sheave
Korosi
Keretakan
Perubahan Bentuk
Pelumasan
- 158 -

Komponen & Lokasi Kondisi Ket.


Pemeriksaan
Tidak
Lokasi Komponen Komponen Memenuhi
Memenuhi
Pin dan Baut Penguat
Kelly bar Korosi
Keretakan
Perubahan Bentuk
Pelumasan
Pin dan Baut Penguat
Swivel Korosi
Keretakan
Upper connector
Lower connector
Rotary Head Rotator
Side frame
Baut baut penguat
Protection bracket
Parallelogram Korosi
system Perubahan bentuk
Link Rod
Pull Rod
Movable arm
Kehilangan /
kekendoran, baut-
baut, keretakan dan
lain-lain
Kabin Kondisi penutup atas
kanopy
Lantai/Dek
Tangga (Step & Holds)
Baut Pengikat
Kondisi tempat duduk
Kondisi instrumen /
Indikator
Kondisi kaca spion
Kaca, Pintu Jendela
Pendingin Ruangan
Load Chart
Tuas Kontrol Rem
Gas
- 159 -

Komponen & Lokasi Kondisi Ket.


Pemeriksaan
Tidak
Lokasi Komponen Komponen Memenuhi
Memenuhi
Kopling
Perseneling
Rem Tangan
Tuas Hidraulik /
Pengendali
Switch Lampu dan
Kelistrikan
Wire Rope Wire rope winches
utama
Klem dan pengikat
Wire rope utama
Timble eye
Wire rope winches
utama
Klem dan pengikat
Wire rope utama

Timble eye

Penggerak Sistem Kondisi Radiator


Utama dan Pendingin Kondisi dan Level Air
Komponen Radiator
Kipas Radiator
Seal dan Penutup
Selang Selang Radiator
Fan Belt
Bahan Bakar Perlengkapan tangki
bahan bakar (selang-
selang)
Fuel Filter
Water Separator
Fuel pump injection
Sistem Kondisi saringan udara
Sirkulasi awal
Udara Kondisi saringan udara
utama
Dust Indicator/ Air
Indicator
- 160 -

Komponen & Lokasi Kondisi Ket.


Pemeriksaan
Tidak
Lokasi Komponen Komponen Memenuhi
Memenuhi
Perlengkapan turbo
charger
Muffler/gas buang
Sistem Kemudi Roda/track
Kemudi Batang Kemudi/stik
Kotak Gigi/Gear Box
Pelumasan
Kelistrikan Accu / Battery
Dinamo Starting
Alternator
Kabel Accu
Kabel Instalasi
Lampu Penerangan
Lampu Pengaman /
Sign
Klakson
Penghapus Kaca /
Wiper
Pengaman Lebur /
Sekring
Pelumasan Level Oli Pelumas
Mesin dan Kondisi
Level Oli Kopling dan
Kondisi
Level Oli Gardan dan
Kondisi
Sistem Tangki Kebocoran
hidraulik (Tank) Level Oli Hidraulik
Kondisi Oli Hidraulik
Kondisi Saluran Isap
Kondisi Saluran Balik
Filter Hidraulik
Pompa Kebocoran
(Pump) Kondisi Saluran Isap
Kondisi Saluran Tekan
Katup Kebocoran
Pengontrol / Kondisi Saluran
- 161 -

Komponen & Lokasi Kondisi Ket.


Pemeriksaan
Tidak
Lokasi Komponen Komponen Memenuhi
Memenuhi
Control Valve Fungsi Relief Valve
Aktuator Kebocoran
Kondisi Saluran
Silinder Silinder arm
Hidraulik Silinder mast
Silinder mast leg
Selang Hidraulik
Motor Motor Swing Gear
Hidraulik Motor Travel (Track)
Main Winch motor
Auxiliary winch motor
Rotator motor 1
Rotator motor 2
Safety Devices Pengaman Rem / Brake
Utama Disconnect Key
Disconnect Switch
Sabuk Keamanan
Lampu penerangan
Back up alarm
Kap Penguat kabin
/ROPS
Emergency Shutdown
Load Indicator
Pengaman Alat pemadam api
Tambahan ringan
Alat perlindungan diri
- 162 -

2. Pemeriksaan Dengan Mesin Hidup


Kondisi
Komponen &
Pemeriksaan Komponen Memenuhi Tidak Keterangan
Lokasi
Syarat Memenuhi
Tenaga Suara berisik dari engine
Penggerak Suara berisik dari
turbocharger
Suara berisik dari
Transmisi
Kerja kopling
Kerja perseneling (maju
mundur)
Kondisi gas buang
Kebocoran oli mesin
Kebocoran oli transmisi
Kebocoran oli gardan
Sistem Suara berisik pompa
pendingin radiator
Suara kipas radiator
Kebocoran air radiator
dan selang-selang
Indikator suhu mesin
Sistem Kebocoran pada pompa
Hidraulik Suara berisik dari pompa
hidraulik
Kerja silinder arm dan
kebocoran
Kerja silinder mast dan
kebocoran
Kerja silinder leg support
dan kebocoran
Kerja motor travel dan
kebocoran
Kerja motor swing dan
kebocoran
Kerja motor rotator dan
kebocoran
Kerja motor winch utama
dan kebocoran
Kerja motor winch
tambahan dan kebocoran
Kebocoran pada selang-
selang
Kebocoran nipple
Kebocoran seal
Fungsi Indikator bahan bakar
- 163 -

Kondisi
Komponen &
Pemeriksaan Komponen Memenuhi Tidak Keterangan
Lokasi
Syarat Memenuhi
Indikator Indikator tekanan oli
mesin
Indikator filter oli
hidraulik
Indikator travel speed
Pemanas awal / glow
plug
Indikator temperatur air
radiator
Indikator temperatur oli
hidraulik
Indikator altenator
Indikator temperatur oli
transmisi
Indikator seat belt
Indikator Beacon

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 164 -

IV. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK (NDT)


IV.1. TALI KAWAT BAJA

PENGGUNAAN DIAMETER KONS CACAT


NO. JENIS PANJANG UMUR KETERANGAN
PADA SPEC ACTUAL TRUKSI ADA TIDAK
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
- 165 -

Terhadap Konstruksi dan Komponen

Jenis NDT : Penetrant/Ultrasonic/Magnetic **


..................................................
..................................................

Cacat
Bagian Yang
No. Lokasi Tidak Keterangan
Diperiksa Ada
Ada
Winch utama
Winch tambahan
Parallelogram
Sheave

Gambar (terlampir):

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
Karawang, 21 Nopember 2017
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3
.................................................................
PESAWAT ANGKAT DAN ANGKUT
NIP. .........................................................
No. REG...................................................

SUHARDI, ST
NIP. 19840221 201101 1 004
- 166 -

Terhadap Konstruksi dan Komponen

Jenis NDT : Wire Rope Tester


..................................................
..................................................

Cacat
Bagian Yang
No. Lokasi Tidak Keterangan
Diperiksa Ada
Ada
1 Wire rope winch utama
Wire rope winches
tambahan

Gambar (terlampir):

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 167 -

PENGUJIAN

(Mm) Beban /
No Fungsi Hasil Ket
Gerakan Kedalaman
1 2 4 5 6 7
Maju
1. Travelling
Mundur
2. Swing Kanan
Kiri
3. Winches Naik
Utama Turun
4. Winches Naik
tambahan Turun
5. Drilling Turun

Keterangan:

Karawang, 21 Nopember 2017


......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT PENGAWAS
ANGKAT KETENAGAKERJAAN
DAN PESAWATSPESIALIS ANGKUT K3
PESAWAT ANGKAT DAN ANGKUT
.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................

SUHARDI, ST
NIP. 19840221 201101 1 004
- 168 -

V. KESIMPULAN
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................

VI. SARAN-SARAN
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 169 -

DISNAKER PROVINSI : ........................................... *

ALAMAT : ...........................................

FORMULIR / CHECK LIST PEMERIKSAAN & PENGUJIAN


(PERTAMA/BERKALA/KHUSUS/ULANG**)
GONDOLA
NO : ............................................................

I. DATA UMUM

1 Pemilik :

2 Alamat :

3 Pemakai :

Pengurus / Sub Kontraktor


4 :
/ Penanggung jawab

5 Lokasi Unit :

6 Nama Operator :

7 Jenis Pesawat :

8 Pabrik Pembuat :

9 Merek / Type :

10 Tahun Pembuatan :

11 No. Serie / No. Unit :

12 Kapasitas :

13 Standar Yang Dipakai :

14 Digunakan Untuk :

15 Data Riwayat Pesawat :


- 170 -

II. DATA TEKNIK

Tinggi tiang penyangga

Beam

- Panjang beam depan

- Panjang beam belakang


SPESIFIKASI
GONDOLA Jarak balance weight dengan beam

Kapasitas

Kecepatan

Ukuran platform

Wire Rope

Model

Daya angkat
HOIST
Type
Electric
Power
Motor
Voltage

Jenis

REM Type

Kapasitas

SAFETY LOCK TYPE

Tinggi tiang penyangga


MEKANIKAL
Panjang beam depan
SUSPENSI
Material

Berat total platform termasuk hoist


safety lock, panel control

Berat mechanical suspensi


BERAT MESIN
Balance weight

Berat mesin keseluruhan (tidak


termasuk wire rope dan kabel)
- 171 -

III. PEMERIKSAAN VISUAL

Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Tidak
No. Item Keterangan
Komponen

1 Struktur Beam bagian depan


Penggantung Beam bagian tengah
Beam bagian belakang
Tiang penyangga beam
depan
Tiang penyangga beam
depan bagian bawah
Klem penguat tiang
penyangga dan beam
Coupling Sleeve
Turn buckle
Tali penguat
Tiang penyangga
belakang
Balance weight/bobot
pengimbang
Tumpuan tiang
penyangga beam depan
Tumpuan tiang
penyangga beam
belakang
Joint tumpuan jack
Baut baut sambungan
2 Tali Kawat TKB utama
Baja Safety rope
Pengikat sling
3 Sistem Motor Hoist (1-2)
Kelistrikan Break release
Manual release
Power control
Kabel power
Handle switch
Upper limit switch
Limit stopper
Socket/Fitting
Grounding
Breaker/fuse
Emergency stop
4 Platform Rangka dudukan hoist
Rangka platform
Bottom plate
- 172 -

Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Tidak
No. Item Keterangan
Komponen

Pin pin dan baut baut


Bracket
Toe board
Roller dan guide pully
Name plate
5 Alat – Alat Safety lock
Pengaman Bumper Karet
Safety life line
Load limit switch
Limit block
Upper limit switch
Body harness
Safety harness
anchorage
Handy talkie / alat
komunikasi
Safety helmet
Hand rail
APD lainnya
Coup for glass

Keterangan : Pemeriksaan visual dilakukan terhadap keretakan, keausan,


korosi, dan perubahan bentuk

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 173 -

IV. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK


IV.1 PEMERIKSAAN TDAK MERUSAK TALI KAWAT BAJA.

DIAMETER CACAT
PENGGUNAAN
NO. KONSTRUKSI JENIS PANJANG UMUR TIDAK KETERANGAN
PADA SPEC ACTUAL ADA
ADA

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 174 -

IV.2. STRUKTUR PENGGANTUNG

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

CACAT
BAGIAN YANG
No. LOKASI TIDAK KETERANGAN
DIPERIKSA ADA
ADA
1 Pengelasan pada rangka Bagian v Tidak terdapat
tiang bawah cacat

Gambar (terlampir):

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 175 -

IV.3. SANGKAR GONDOLA

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

CACAT
BAGIAN YANG
No. LOKASI TIDAK KETERANGAN
DIPERIKSA ADA
ADA
1 Dudukan mesin hoisting Samping v Tidak terdapat
kanan dan keretakan
kiri

Gambar (terlampir):

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 176 -

V. PENGUJIAN BEBAN
V.1. Pengujian Beban Dinamis
................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
V.2. Pengujian Beban Statis
................................................................................................................................................

CATATAN:
Selama dan setelah pengujian telah di periksa bagian-bagian utama Gondola:
Terjadi / Tidak terjadi Kerusakan**
- 177 -

VI. KESIMPULAN
..................................................................................................................................................

..................................................................................................................................................

..................................................................................................................................................

VII. SARAN-SARAN
..................................................................................................................................................

..................................................................................................................................................

..................................................................................................................................................

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 178 -

DISNAKER PROVINSI : ...........................................*

ALAMAT : ...........................................

FORMULIR / CHECK LIST PEMERIKSAAN & PENGUJIAN


(PERTAMA/BERKALA/KHUSUS/ULANG**)
FORKLIFT
NO : ............................................................

I. DATA UMUM

1 Pemilik : PT. WIJAYA KARYA BETON


JL. SURYA MADYA III KAV. 1-34
2 Alamat : KAWASAN INDUSTRI SURYA CIPTA
KARAWANG JAWA BARAT
3 Pemakai : PT. WIJAYA KARYA BETON
Pengurus / Sub Kontraktor
4 : -
/ Penanggung jawab
5 Lokasi Unit : PT. WIJAYA KARYA BETON

6 Jenis Pesawat : ROUGH TERAIN FORKLIFT TRUCK

7 pabrik Pembuat : KOMATSU LTD.

8 Merek / Type : KOMATSU FD50HD-8

9 Tahun Pembuatan : 2007

10 No. Serie / No. Unit : 46056

11 Kapasitas : 5000 KG

12 Standar Yang Dipakai : ANSI B56.6

13 Digunakan Untuk : MEMINDAHKAN MATERIAL

14 Nomor Surat Keterangan :


No. Lisensi K3 Operator /
15 :
Masa Berlaku s/d
16 Data Riwayat Pesawat :
- 179 -

II. DATA TEKNIS


No. Seri/ Serial Number 46056
Kapasitas/Capacity 5000 KG
SPESIFIKASI
Perlengkapan/Attachment FORK
PESAWAT
Angkat / Lifting 455 mm/s (Loaded)
(Specification) Kecepatan
Turun / Lowering 500 mm/s (loaded)
(Speed)
Jalan / Travelling 14,5 km/h (loaded)
Putaran / Revolution

Merk / Tipe
PENGGERAK
UTAMA Nomor Seri / Serial Number 46056

(Prime Mover) Tahun Pembuatan 2007


Daya Kira2 sih
Jumlah Silinder 6 buah
Panjang / Length 4405 mm
DIMENSI Lebar / Width 1450 mm
(Dimension) Tinggi / High 2250 mm
Tingggi Angkat Garpu / Fork 3000 mm
TEKANAN RODA Roda Penggerak / Drive Wheel Cukup
(Tire Pressure) Roda Kemudi / Steering Wheel -
RODA Ukuran / Size 300-15-18PR(I)
PENGGERAK Pneumatic
Type
(Driver Wheel)
RODA KEMUDI Ukuran / Size 7.00-12-14PR(I)
(Steering Wheel) Type Solid
REM JALAN Ukuran / Size Hydraulic
(Travelling Brake) Type Canvas shoe

POMPA Tekanan 20 Bar

HIDRAULIK Type Gear

(Hydraulic Pump) Relief Valve 206 Bar


- 180 -

III. PEMERIKSAAN VISUAL DAN FUNGSI


Kondisi

Pemeriksaan

Memenuhi

Memenuhi
Komponen &

Syarat

Syarat
Komponen Item Keterangan

Tidak
Lokasi

Kerangka Korosi V
Rangka
Utama / Keretakan V
Penguat
Chasis Perubahan Bentuk V
Pemberat Korosi V
(C/W) Kondisi V
Lantai/Dek V
Tangga / pijakan V
Perlengkapan Baut-baut Pengikat
Lain
Dudukan Operator V
(Jok)
Penggerak Pendingin V
Utama/ Pelumas V
Prime Mover Bahan Bakar V
Sistem
Pemasukan Udara V
Gas Buang V
Starter V
Accu / Battery V
Dinamo Starting V
Alternator V
Kabel Accu V
Kabel Instalasi V
Kelistrikan Lampu Penerangan V
Lampu Pengaman / V
Sign
Klakson V
Pengaman Lebur / V
Sekring
Indikator Suhu V
Tekanan Oli Mesin V
Tekanan Hidraulik V
Hour Meter V
Pemanas awal / Glow V
Plug
Dash Board
Indikator Bahan Bakar V
Indikator Beban -
Load Chart / Name V
Plate
Pengisian Accu / V
Ampere
Komponen Kemudi Roda V
Bagian Batang Kemudi V
Bawah/ Power Kotak Gigi/Gear Box V
Train Sistem
Pengubah -
Kemudi
Gerak/Pitman
Batang Tarik/Drag Link -
Tire Rod V
- 181 -

Kondisi

Pemeriksaan

Memenuhi

Memenuhi
Komponen &

Syarat

Syarat
Komponen Item Keterangan

Tidak
Lokasi

Pelumasan V
Front (Roda Penggerak) V
Rear wheel (Roda V
kemudi)
Roda (Wheel) Baut Pengikat V
Tromol / Hub V
Pelumasan V
Perlengkapan Mekanis V
Rumah Kopling -
Kondisi Kopling Automatic
Kopling Pelumas/oli transmisi Automatic
(Clutch) Kebocoran Transmisi Automatic
Poros Penghubung Automatic
Perlengkapan Mekanis Automatic
Rumah Gardan V
Kondisi Gardan V
Gardan
Pelumasan/Oli Gardan V
(Diferential )
Kebocoran Gardan V
Poros Penghubung V
Komponen Kondisi Rem Utama V
Bagian Bawah Kondisi Rem Tangan V
/ Power Train Rem (Brake ) Kondisi Rem Darurat -
Kebocoran V
Komponen Mekanis V
Rumah Transmisi V
Pelumas/Oli Transmisi V
Transmisi
Kebocoran Transmisi V
Perlengkapan Mekanis V
Attachment / Keausan V
Perlengkapan Tiang Keretakan V
Penyangga Perubahan Bentuk V
(Mast) Pelumasan V
Poros dan Bantalan V
Rantai Kondisi Rantai V
Pengangkat Perubahan Bentuk V
(Lift Chain) Pelumasan Rantai V Normal
Personal Korosi - -- -
Basket Keretakan
Lantai Kerja
Perubahan Bentuk
Pengikat
Korosi
Rangka pada Keretakan
Personal Perubahan Bentuk
Basket Penguat melintang
Penguat Diagonal
Korosi
Baut Pengikat
Keretakan
- 182 -

Kondisi

Pemeriksaan

Memenuhi

Memenuhi
Komponen &

Syarat

Syarat
Komponen Item Keterangan

Tidak
Lokasi

Perubahan Bentuk
Pengikat
Korosi
Keretakan
Pintu
Perubahan Bentuk
Pengikat
Hand Rail Keretakan
Keausan
Keretakan
Kelurusan Rel
Sambungan Rel
Kelurusan Antar Rel
Jarak Antar
Sambungan Rel
Pengikat Rel
Rel Stopper
Kebocoran V
Level Oli Hidraulik V
Tangki
Kondisi Oli Hidraulik V
(Tank)
Kondisi Saluran Isap V
Kondisi Saluran Balik V
Kebocoran V
Kondisi Saluran Isap V Normal
Pompa
Kondisi Saluran Tekan V Normal
(Pump)
Fungsi V
Kelainan Suara V
Kebocoran V
Komponen
Kondisi Saluran V
Hidraulik
Fungsi Relief Valve V
Kelainan Suara v
Katup
Fungsi Katup Silinder v
Pengontrol /
Angkat
Control Valve
Fungsi Katup Silinder v
Ungkit
Fungsi Katup Silinder v
Kemudi
Aktuator Kebocoran v
Kondisi Saluran v
Kelainan Suara v

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 183 -

IV. PEMERIKSAAN DENGAN MESIN HIDUP


Kondisi
Pemeriksaan

Memenuhi

Memenuhi
Syarat

Syarat
Komponen Keterangan

Tidak
Dinamo starter V

Kerja instrumen/Indikator v
Kerja perlengkapan listrik (busi, rotor, dll. pada
V
bensin)
Kebocoran-kebocoran:
V
- oli mesin
- bahan bakar v

- air pendingin V

- oli hidraulik V

- oli transmisi V

- oli final drive


- minyak rem V

Kerja kopling
Kerja persneling (maju mundur) V

Kerja rem tangan dan kaki V

Kerja klakson signal alarm V

Kerja lampu-lampu (rem, dim, sein, dll) V

Motor Hidraulik/ sistem Hidraulik V

Kerja silinder stir/ power stering v

Kerja silinder pengangkat dan perlengkapan V

Kerja silinder ungkit dan perlengkapan V

Kondisi gas buang V

Kerja semua tuas-tuas kontrol V

Suara berisik dari mesin V

Suara berisik dari turbocharger V

Suara berisik dari transmisi V

Suara berisik dari pompa Hidraulik


Suara berisik pada tutup pelindung

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 184 -

V. PEMERIKSAAN RANTAI PENGANGKAT

Pengukuran
BAGIAN
Jenis dan Standar Pengukuran Standar Pengukuran
No. YANG KET
konstruksi pitch pitch pin pin
DIPERIKSA
(mm) (mm) (mm) (mm)

1 Rantai Leaf 25,40 25,45 9,48 9,48 Normal


Kanan Chain
BL-844
4x4

2 Rantai Kiri Leaf 25,40 25,45 9,48 9,48 Normal


Chain
BL-844
4x4

Gambar:

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 185 -

VI. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK (NDT)


Terhadap Konstruksi dan Komponen

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

CACAT
BAGIAN YANG
No. LOKASI KETERANGAN
DIPERIKSA TIDAK
ADA
ADA

1 Fork Kiri Heel V Tidak


ditemukan
cacat pada
permukaan
2 Fork Kanan Heel V Tidak
ditemukan
cacat pada

Gambar (terlampir)

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 186 -

VII. PENGUJIAN

No.(SWL) BEBAN
TINGGI UJI TRAVELING /
No GERAKAN (mm) HASIL KET
ANGKAT LOAD KECEPATAN
GARPU CHART)

1 2 3 4 5 6 7

TANPA a. Maju mundur


1. - BEBAN b. Belok
kanan/kiri

25 % a. Maju mundur
2. SWL b. Belok
kanan/kiri

50% a. Maju mundur


3. SWL b. Belok
kanan/kiri

75% a. Maju mundur


4. SWL b. Belok kanan/
kiri

100% a. Maju mundur


5. SWL b. Belok
kanan/kiri

110% Diam, ditahan


6. SWL selama 10 menit

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 187 -

VIII. KESIMPULAN
...........................................................................................................................................

...........................................................................................................................................

...........................................................................................................................................

IX. SARAN-SARAN
...........................................................................................................................................

...........................................................................................................................................

...........................................................................................................................................

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 188 -

DISNAKER PROVINSI : ...........................................*

ALAMAT : ...........................................

FORMULIR / CHECK LIST PEMERIKSAAN & PENGUJIAN


(PERTAMA/BERKALA/KHUSUS/ULANG**)
KONVEYOR
NO : ............................................................

I. DATA UMUM

1 Pemilik :

2 Alamat :

3 Pemakai :
Pengurus / Sub Kontraktor
4 :
/ Penanggung jawab
5 lokasi unit :

6. Jenis Pesawat :

7. Pabrik Pembuat :

8. Merek / Type :
Lokasi dan Tahun
9. :
Pembuatan
10. No. Serie / No. Unit :

11. Kapasitas / Bobot Kerja :

12. Standard Yang Dipakai :

13. Digunakan Untuk :

14. Nomor Surat Keterangan :


No. Lisensi K3 Operator /
15. :
Masa Berlaku s/d
16. Data Riwayat Pesawat :
- 189 -

II. DATA TEKNIK

Jenis

Tahun Pembuatan

Kapasitas/ Bobot Kerja

Pan.jang Keseluruhan
Spesifikasi
Tinggi Keseluruhan
Konveyor
Lebar
Ban berjalan terbuat dari
bahan
Jenis Penggerak

Merk

Negara pembuat

Model

Motor Penggerak (1) No. Seri

Kapasitas

Daya

Merek / tahun pembuatan

Pabrik pembuat
- 190 -

III. PEMERIKSAAN VISUAL

KONDISI KET.
KOMPONEN Tidak
Memenuhi
Memenuhi
Syarat
Syarat
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pemeriksaan Konveyor (Mesin Mati)

Sabuk (Belt)

Head of Conveyor
Tail of Conveyor
A.Bagian-bagian
Utama Carrying Idler
Impact Idller
Trought Idller
Return Idller
Motor Penggerak
B.Drive /
Penggerak Kabel-Kabel
Utama
Panel Control Room
Tail Pulley
Snub Pulley
Bend Pulley
C.Transmisi Head of drive Pulley
Bobot imbang (Counter
weight)
Return Idlers
Belt Cleaner
D.Aksesoris Plough Scrapper
Magnetic Separator
Brake System .
Emergency Stop
Pagar Pengaman disisi
E.Alat Pengaman kiri dan kanan Sabuk
APAR
Sangkar Pengaman
Motor
2. Pemeriksaan Dengan Mesin Hidup
Suara Getaran
Mesin Hidup
Brake System
- 191 -

KONDISI KET.
KOMPONEN Tidak
Memenuhi
Memenuhi
Syarat
Syarat
(1) (2) (3) (4) (5)

Kerja Belt Conveyor


Kerja Head Drive of
Pulley
Kerja Tail Pulley

Kerja Return Idller

Emergency Stop

Kerja semua Panel


kontrol
Lampu-Lampu Panel
kontrol

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 192 -

IV. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK (NDT)


Terhadap Konstruksi dan Komponen

SECARA VISUAL:

Kondisi
Bagian Yang Tidak
No. Bahan Keterangan
Diperiksa Retak/ Ada
Putus Retak/
Putus
1. Sabuk Konveyor

2. Penyangga Trought Idller

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 193 -

V. PENGUJIAN DINAMIS

UJI BEBAN BEBAN KECEPATAN HASIL KETERANGAN

(1) (2) (3) (4) (6) (7)

1. Tanpa Beban

2. 50 % SWL ,
75 % SWL,
100 % SWL

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 194 -

VI. PENGUJIAN STATIS

UJI BEBAN BEBAN KECEPATAN HASIL KETERANGAN

(1) (2) (3) (4) (6) (7)

1. 50 % SWL ,
75 % SWL,
100 % SWL
110 % SWL
125% SWL

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 195 -

VII. KESIMPULAN
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................

VIII. SARAN-SARAN
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 196 -

DISNAKER PROVINSI : ...........................................*

ALAMAT : ...........................................

FORMULIR / CHECK LIST PEMERIKSAAN & PENGUJIAN


(PERTAMA/BERKALA/KHUSUS/ULANG**)
EXCAVATOR
NO : ............................................................

I. DATA UMUM

1 Pemilik :

2 Alamat :

Pemakai / Sub Kontraktor /


3 :
Penanggung jawab

4 Alamat Pemakai :

5 Lokasi unit :

6 Nama Operator :

7 Jenis Pesawat :

8 Pabrik Pembuat :

9 Merek / Type :

Lokasi dan Tahun


10 :
Pembuatan
Tanggal & Tahun
11 :
Pemasangan

12 No. Serie / No. Unit :

13 Kapasitas / Bobot Kerja :

14 Standard Yang Dipakai :

15 Digunakan Untuk :

16 Nomor Surat Keterangan :

No. Lisensi K3 Operator /


17 :
Masa Berlaku s/d

18 Data Riwayat Pesawat : -


- 197 -

II. DATA TEKNIK

Kapasitas/ Bobot Kerja

Panjang Keseluruhan

Tinggi Keseluruhan

Ketinggian Kabin

Lebar Keseluruhan

Lebar Track Shoe

Boom
Panjang
Stick
Spesifikasi Excavator
Attachment tipe

Volume Bucket / kapasitas

Berat kendaraan (Ton)


Kecepatan maksimum
(Travelling)
Macam
Rem
Type
Kiri
max/min
RadiusPutaran
Kanan
max/min
Model / Type

Nomor Seri

Jumlah Silinder
Engine
Daya Bersih

Merek / Tahun Pembuatan

Pabrik Pembuat

Pompa Hidraulik Type

Tekanan
- 198 -

III. PEMERIKSAAN VISUAL DAN FUNGSI

Komponen & Lokasi Kondisi Keterangan

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Tidak
Lokasi Komponen Komponen

1. Pemeriksaan dengan Mesin Mati


Kerangka Rangka Korosi
Utama / Penguat Keretakan
Chasis Perubahan Bentuk
Pemberat Korosi
(C/W) Kondisi
Turn Table Frame / Kerangka
Pelumasan
Korosi
Brake
Keretakan
Kondisi swing gear
Boom Korosi
Keretakan
Perubahan Bentuk
Pelumasan
Pin dan Baut
Penguat
Arm / Stick Korosi
Keretakan
Perubahan Bentuk
Pelumasan
Pin dan Baut
Penguat
Bucket Korosi
Keretakan
Perubahan Bentuk
Pelumasan
Pin dan Baut
Penguat
Teeth
Cutting Edge
Bucket Linkages
Track Sprocket
Idler
Roller
Track Shoe
Link
Pelumasan
Permukaan Track
Kehilangan /
kekendoran nepel,
baut-baut,
keretakan dan
lain-lain
- 199 -

Komponen & Lokasi Kondisi Keterangan

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Tidak
Lokasi Komponen Komponen

Kabin Kondisi penutup


atas canopy
Lantai/Dek
Tangga (Step &
Holds)
Baut Pengikat
Kondisi tempat
duduk
Kondisi instrument
/ Indikator
Kondisi kaca spion
Kaca, Pintu
Jendela
Pendingin Ruang
Load Chart
Tuas Rem
Kontrol Gas
Kopling
Perseneling
Rem Tangan
Tuas Hidraulik /
Pengendali
Switch Lampu dan
Kelistrikan
Penggerak Sistem Kondisi Radiator
Utama dan Pendingin Kondisi dan Level
Komponen Air Radiator
Kipas Radiator
Seal dan Penutup
Selang Selang
Radiator
Fan Belt
Bahan Perlengkapan
Bakar tangki bahan
bakar (selang-
selang)
Fuel Filter
Water Separator
Fuel pump injection
Sistem Kondisi saringan
Sirkulasi udara awal
Udara Kondisi saringan
udara utama
Dust Indicator/ Air
Indicator
Perlengkapan turbo
charger
Muffler/gas buang
- 200 -

Komponen & Lokasi Kondisi Keterangan

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Tidak
Lokasi Komponen Komponen

Sistem Kemudi
Kemudi Roda/track
Batang
Kemudi/stik
Kotak Gigi/Gear
Box
Pelumasan
Kelistrikan Accu / Battery
Accu Dinamo Starting
Alternator
Kabel Accu
Kabel Instalasi
Lampu Penerangan
Lampu Pengaman
/ Sign
Klakson
Penghapus Kaca /
Wiper
Pengaman Lebur /
Sekring
Pelumasan Level Oli Pelumas
Mesin dan Kondisi
Level Oli Kopling
dan Kondisi
Level Oli Gardan
dan Kondisi
Sistem Tangki Kebocoran
Hidraulik (Tank) Level Oli Hidraulik
Kondisi Oli
Hidraulik
Kondisi Saluran
Isap
Kondisi Saluran
Balik
Filter Hidraulik
Pompa Kebocoran
(Pump) Kondisi Saluran
Isap
Kondisi Saluran
Tekan
Katup Kebocoran
Sistem Pengontrol Kondisi Saluran
Hidraulik / Control Fungsi Relief
Valve Valve
Aktuator Kebocoran
Kondisi Saluran
Silinder Silinder Bucket
Hidraulik Silinder Stick/Arm
- 201 -

Komponen & Lokasi Kondisi Keterangan

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Tidak
Lokasi Komponen Komponen

Silinder Boom
Selang Hidraulik
Motor Motor Swing Gear
Hidraulik Motor Travel
(Track)
Safety Pengaman Rem / Brake
Devices Utama Disconnect Key
Disconect Switch
Sabuk Keamanan
Lampu
penerangan
Backup Alarm
Kap Penguat
kabin /ROPS
Emergency
Shutdown
Pengaman APAR
Tambahan APD

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 202 -

Komponen & Lokasi Kondisi Keterangan

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Tidak
Lokasi Komponen Komponen

2. Pemeriksaan dengan Mesin Hidup


Suara berisik dari
mesin
Suara berisik dari
turbocharger
Suara berisik dari
transmisi
Kerja kopling
Tenaga Penggerak Kerja persneling
(maju mundur)
Kondisi gas buang
Kebocoran oli mesin
Kebocoran oli
transmisi
Kebocoran oli
gardan
Suara berisik
pompa radiator
Suara kipas radiator
Kebocoran air
Sistem pendingin
radiator dan selang-
selang
Indikator suhu
mesin
Kebocoran pada
pompa
Suara berisik dari
pompa hidraulik
Kerja silinder Boom
dan kebocoran
Sistem hidraulik Kerja silinder Arm
dan kebocoran
Kerja silinder
Bucket dan
kebocoran
Kerja Motor Travel
dan kebocoran

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 203 -

IV. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK (NDT)


Terhadap Konstruksi dan Komponen

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

CACAT
BAGIAN YANG
No. LOKASI TIDAK KETERANGAN
DIPERIKSA ADA
ADA

Gambar (terlampir):

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 204 -

V. PENGUJIAN

GERAKAN
No FUNGSI KECEPATAN BEBAN HASIL KET
(mm)

1 2 3 4 5 6 7
Maju
1 Travelling
Mundur

2 Swing Kanan

Kiri

3 Boom Naik

Turun

4 Arm / Stick Maju

Mundur

5 Bucket Buka

Tutup

6 Digging

7 Loading

Keterangan:

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 205 -

VI. KESIMPULAN
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................

VII. SARAN-SARAN
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 206 -

DISNAKER PROVINSI : ...........................................*

ALAMAT : ...........................................

FORMULIR / CHECK LIST PEMERIKSAAN & PENGUJIAN


(PERTAMA/BERKALA/KHUSUS/ULANG**)
GANTRY CRANE
NO : ............................................................

I. DATA UMUM

1 Pemilik : PT. WIJAYA KARYA BETON


2 Alamat : JL.
Pemakai / Sub Kontraktor
3 : -
/ Penanggung jawab
4 Alamat Pemakai : -
5 Lokasi unit : Workshop rakitan PPB Karawang
6 Jenis Pesawat Angkat : Gantry Crane
7 Pabrik Pembuat : Misia Paranchi SRL / Italia
8 Merek / Type : Misia
9 Tahun Pembuatan : 2011
10 No. Serie / No. Unit : 92353
11 Kapasitas Angkat : 5000 kg
12 Tinggi Angkat : 8 meter
13 Standard Yang Dipakai : ASME B.30
14 Digunakan Untuk : Memindahkan material
15 Data teknik / Manual : -
16 Nomor Surat Keterangan :
No. Lisensi K3 Operator /
17 :
Masa Berlaku s/d
18 Data Riwayat :
- 207 -

II. DATA TEKNIK

No KOMPONEN HOISTING TRAVELLING TRANVERSING


1. Tinggi
10 meter
Angkat
SPESIFIKASI 2. Panjang
1 20 meter
KERAN Span
3. Kecepatan 4 m/menit 10 m/menit 18 m/menit

1. No. seri 10030923 GB.755-2000

2. Daya (KW) 4,5 3,7


AEV
3. Type 2114M.4/12
LQ112M-D
4. Putaran 1500 rpm 1500 rpm
MOTOR
2
PENGGERAK 5. Voltage (V) 400 V 230 V
6. Arus (A) /
11 A 13,57 A
Beban
7. Power
- -
factor
8. Frekuensi 50 Hz 50 Hz

1. Type - - -
STARTING
3 2. Voltage (V) 400 V - -
REGISTOR
3. Arus (A) - - -

1. Jenis Self electric - Self electric


4 REM
2. Type - - -

REM 1. Jenis - - -
5
PENGONTROL 2. Type - - -

1. Type FEM 2M - -

6 KAIT (HOOK) 2. Kapasitas 5000 Kg - -

3. Material - - -

1. Type 6 x 19 - -

TALI BAJA 2. Konstruksi Lay - -


7.
(WIRE ROPE) 3. Diameter 10 mm - -

4. Panjang 45 meter - -
- 208 -

III. PEMERIKSAAN VISUAL

Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
No.

Syarat

Syarat
Tidak
Nama Bagian / Pemeriksaan Keterangan
Komponen

Korosi √
Keretakan √
1. Kaki Penyangga Perubahan bentuk √
Pengikatan √
Penguat melintang √
Korosi √
Keretakan √
2. Tangga
Perubahan bentuk √ Las putus
Pengikat √ Las putus
Korosi √
Handrail Keretakan √
3.
(pada girder) Perubahan bentuk √
Pengikat √
Korosi √
Lantai Kerja
Keretakan √
4. (platform pada kaki
Perubahan bentuk √
gantry)
Pengikat √
Korosi √
Beam Dudukan Keretakan √
5.
Rel/Transversing Perubahan bentuk √
Pengikat √
Korosi √
Keretakan √
Sambungan rel √
Kelurusan rel √
Kelurusan antara rel √
6 Rel Travelling Kerataan antar rel √
Jarak antar Sambungan √
rel
Pengikat rel √
Rel stopper √
Korosi √
Keretakan √
Sambungan rel √
Kelurusan rel √
Kelurusan antara Rel √
7 Rel tranversing Keratan antar rel √
Jarak antar √
Sambungan rel
Pengikat rel √
Rel stopper √
Korosi √
Keretakan √
8 Girder Kecembungan √
Sambungan girder √
- 209 -

Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
No.

Syarat

Syarat
Tidak
Nama Bagian / Pemeriksaan Keterangan
Komponen

Sambungan ujung girder √


Dudukan truck pada √
girder
Traveling Korosi √
Rumah Roda Keretakan √
Gigi (Girder)
Minyak pelumas
Oli seal
Rumah Roda Keausan
Gigi Keretakan
Roda Penggerak Perubahan bentuk
Kondisi Flensa
Kondisi rantai/belt
9. Keamanan
Keretakan
Roda Idle
Perubahan bentuk
Kondisi Flansa
Stopper Bumper Kondisi
pada Kaki
Penyangga
Korosi
Transversing :
Keretakan
Rumah Roda Gigi
Minyak pelumas
Pembawa Trolley
Oli seal
Kausan
Keretakan
Roda penggerak
Perubahan bentuk
pada Trolley
Kondisi Flansa
Kondisi rantai
10. Keamanan
Roda Idle pada Keretakan
Trolley Perubahan bentuk
Kondisi Flensa
Stopper Bumper Kondisi
pada Trolley Penguat
Alur
Drum Tromol Bibir alur
11.
Gulung Flensa
Keausan
12. Rem
Penyetelan
Hoist Gear Block Pelumasan
13.
(Transmisi) Oli seal
Alur puli
Bibir alur puli
Pin Puli
Puli/Cakra Utama
Bantalan
14. /Tambahan
Pelindung puli
Penghadang tali kawat
- 210 -

Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
No.

Syarat

Syarat
Tidak
Nama Bagian / Pemeriksaan Keterangan
Komponen

baja (anti toe block)


Keausan
Kerenggangan mulut kait
15. Kait Utama Mur & bantalan putar
(Swivel)
Trunion
Keausan
Kerenggangan mulut kait
Kait Mur & bantalan putar
16.
Tambahan (Swivel)
Trunion
Korosi
Keausan
Tali Kawat Baja
17. Putus
Utama
Perubahan bentuk
Korosi
Keausan
Tali Kawat Baja
18. Putus
Tambahan
Perubahan bentuk
Korosi
Keausan
19. Rantai Utama Keretakan/putus
Perubahan bentuk
Korosi
Keausan
20.
Rantai Tambahan Keretakan/putus
Perubahan bentuk
Travelling
21. Limit Switch (LS) Transversing
Hoisting/lowering
Tangga pengaman
Pintu
Jendela
Kipas/AC
Tuas/tombol kontrol
Kontrol Pendant
Ruang Penerangan
22. Operator (Cabin)/ Klakson
Pendant Pengaman lebur
Alat komunikasi
Pemadan Api (APAR)
Tanda-tanda
pengoperasian
Kunci kontak/
master switch
Penyambung Penghantar
23. Komponen Listrik Panel
Tegangan : 220/380 Pelindung penghantar
- 211 -

Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
No.

Syarat

Syarat
Tidak
Nama Bagian / Pemeriksaan Keterangan
Komponen

v/Phase/Hz Sistem pengaman


instalasi dari motor
Sistem pembumian
Instalasi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 212 -

IV. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK


IV.1. TALI KABEL BAJA

PENGGUNAAN DIAMETER CACAT


NO. KONSTRUKSI JENIS PANJANG UMUR KETERANGAN
PADA SPEC ACTUAL ADA TIDAK
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 213 -

IV.2. RANTAI DAN PERLENGKAPAN

DIAMETER CACAT
NO. PENGGUNAAN PADA KONSTRUKSI JENIS PANJANG UMUR KETERANGAN
SPEC ACTUAL ADA TIDAK
1 Sertifikat No
2 Mata Rantai D1 = D1 =

D2 = D2 =

D3 = D3 =

D4 = D4 =
3 Sproket
4 Panjang Setiap 1 Meter
Rantai

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 214 -

IV.3. GIRDER

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

Cacat Permukaan
Lokasi Keterangan
Ada Tidak Ada

GAMBAR:

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 215 -

IV.4. KAIT (HOOK) UTAMA

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB

Spesifikasi

Hasil pengukuran

Toleransi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 216 -

IV.5. KAIT (HOOK) TAMBAHAN

Jenis : Penetrant / Ultrasonic **


NDT ..................................................
..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB
Spesifikasi
Hasil pengukuran
Toleransi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 217 -

IV.6. DRUM UTAMA

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB
Spesifikasi
Hasil
pengukuran
Toleransi

Main Hoist Drum

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 218 -

IV.7. DRUM TAMBAHAN

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB
Spesifikasi
Hasil
pengukuran
Toleransi

Main Hoist Drum

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 219 -

IV.8. PULI HOOK UTAMA

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB
Spesifikasi
Hasil
pengukuran
Toleransi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 220 -

IV.9. PULI HOOK TAMBAHAN

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

Unit Ukuran Milimeter

Hasil
Dimensi A B C D E F G H I J Keterangan
B TB
Spesifikasi
Hasil
pengukuran
Toleransi

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 221 -

V. PENGUJIAN
V.1. PENGUJIAN DINAMIS
A. Tanpa Beban

SPEED TEST SEHARUSNYA DICOBA/DIUKUR KET.

Travelling / Memanjang

Traversing / Melintang

Hoisting / Angkat

Safety Device

Brake Switch

Brake Locking Device

Instalasi Listrik

B. Beban
BRAKE
BEBAN UJI HOIST TRAVERSING TRAVELLING KET.
SYSTEM

TANPA
BEBAN
25 %
50 %
75 %
100 %

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 222 -

V.2. PENGUJIAN STATIS

POSISI PENGUKURAN DEFLEKSI KETERANGAN

SINGLE GIRDER

DOUBLE GIRDER

Beban Uji 125% AWL


A. Single Girder
1 2 3
Posisi Pengukuran

B. Double Girder
1 2 3
Posisi Pengukuran

6 5 4
Posisi Pengukuran

Defleksi maksimum terjadi pada:


.........................................................................................................
- 223 -

HASIL
Standar / Tolak ukur
1. Berdasarkan desain : ......................................... mm
(.................................)
HASIL

Standar / Tolak ukur

Berdasarkan desain : ......................................... mm

1 / 888 x SPAN (....................................)

1 / 600 x SPAN (....................................)

: ......................................... mm

(Hasil Pengukuran) >/<** (Hasil Perhitungan maks)

KETERANGAN : STANDAR ………….

MEMENUHI SYARAT

TIDAK MEMENUHI SYARAT

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 224 -

VI. KESIMPULAN
..................................................................................................................................................

..................................................................................................................................................

..................................................................................................................................................

VII. SARAN-SARAN
..................................................................................................................................................

..................................................................................................................................................

..................................................................................................................................................

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 225 -

DISNAKER PROVINSI : ...........................................*

ALAMAT : ...........................................

FORMULIR / CHECK LIST PEMERIKSAAN & PENGUJIAN


(PERTAMA/BERKALA/KHUSUS/ULANG**)
GRADER
NO : ............................................................

I. DATA UMUM

1 Pemilik : PT. Sigit Putra Agung

Jl. Raya Tlk. Jambe Timur No.7, Teluk


2 Alamat :
Jambe,

3 Pemakai : PT. Sigit Putra Agung

Pengurus / Sub Kontraktor


4 : -
/ Penanggung jawab
Proyek pembangunan SPBU Rest Area
5 Lokasi unit :
KM 57 Tol Cikampek

6 Nama Operator : -

7 Jenis Pesawat : Motor Grader

8 Pabrik Pembuat : Komatsu Ltd

9 Merek / Type : Komatsu GD510R-1

Lokasi dan Tahun


10 : Japan / -
Pembuatan

11 No. Serie / No. Unit : 15466

12 Kapasitas / Bobot Kerja : 10.700 Kg

13 Standard Yang Dipakai :

14 Digunakan Untuk : Meratakan permukaan tanah

15 Nomor Surat Keterangan : -

No. Lisensi K3 Operator /


16 :
Masa Berlaku s/d

17 Data Riwayat Pesawat :


- 226 -

II. DATA TEKNIK

Berat kendaraan (Ton) 10,7 ton

Attachment /perlengkapan Blade dan Scarifier

Lebar Blade 2540 mm

Kedalaman Penggalian 450 mm

Panjang keseluruhan 7830 mm

Lebar Keseluruhan : 2395 mm

Tinggi 400 mm
Moldboard
Spesifikasi Grader Tebal 30 mm

Jarak as roda depan dengan


5780 mm
titik Axis belakang

Tekanan Hidraulik Maksimum 200 Bar

Macam Hidraulik
Rem
Type Disk Brake (Tandem)

Kecepatan Maju 42 km/jam


maksimum
Mundur 26 km/jam
(Travelling)
Diesel Engine
Model / Type
turbocharger S0D95L

Nomor serie / unit 1001582

Jumlah silinder 6 silinder


Mesin
Daya 125 HP

Merek / tahun pembuatan Patria Diesel

PT. Pandu Dayatama


Pabrik pembuat
Patria . Japan
- 227 -

III. PEMERIKSAAN VISUAL DAN FUNGSI

Kondisi
Pemeriksaan

Memenuhi

Memenuhi
Komponen &

Syarat
Komponen Item Keterangan

Syarat
Tidak
Lokasi

1. Pemeriksaan Dengan Mesin Mati


Kerangka Rangka Korosi v
Utama Penguat
Keretakan v
Perubahan Bentuk v
Pemberat Korosi v
(C/W) Kondisi v
Kabin Lantai/Dek v
Tangga / pijakan v
Baut-baut Pengikat V
Dudukan Operator v
(Jok)
Indikator Suhu v
Tekanan Oli Mesin v
Tekanan Hidraulik v
Hour Meter v Rusak
Pemanas awal /
Glow Plug
Indikator Bahan
Bakar
Name Plate
Penutup atas
canopy
Kaca spion
Kaca penutup
kabin
Pintu-pintu
Pendingin ruang
dan filter
Tuas-tuas Rem v Normal
kontrol Gas v Normal
Kopling v Normal
Perseneling v Normal
Rem tangan v Normal
Tuas Hidraulik / v
pengendali
Switch lampu dan v
kelistrikan
Penggerak Pendingin Kondisi radiator . v
Utama/ Mesin Level air radiator v
- 228 -

Kondisi
Pemeriksaan

Memenuhi

Memenuhi
Komponen &

Syarat
Komponen Item Keterangan

Syarat
Tidak
Lokasi

Prime-Mover Kondisi air radiator v


Kondisi kipas v
radiator
Kondisi seal dan v
penutup pengisian
air radiator
Selang-selang v
radiator
Kondisi fan belt v
(tali kipas)
Thermostat Switch v
Pelumasan Level oli pelumas v
mesin dan kondisi
Level oli kopling, v
kondisi dan
sejenisnya
Level oli gardan / v
transmisi
Bahan Bakar Perlengkapan v Normal
tangki bahan bakar
(selang-selang)
Fuel Filter
Water Separator
Fuel pump injection
Sistem
Kondisi saringan
Sirkulasi
udara awal
Udara
Kondisi saringan
udara utama
Dust Indicator/ Air
Indicator
Perlengkapan turbo
charger
Muffler/gas buang
Kelistrikan Accu / Battery
Kondisi kepala /
terminal accu
Kabel Accu
Dinamo Starting
Starter
Alternator
Kabel Instalasi
Lampu lampu
- 229 -

Kondisi
Pemeriksaan

Memenuhi

Memenuhi
Komponen &

Syarat
Komponen Item Keterangan

Syarat
Tidak
Lokasi

Klakson
Penghapus Kaca /
Wiper
Pengaman Lebur /
Sekering
Sistem Kebocoran
Hidraulik Level Oli Hidraulik
Kondisi Oli
Hidraulik
Tangki (Tank) Kondisi Saluran
Isap
Kondisi Saluran
Balik
Filter oli Hidraulik
Kebocoran
Kondisi Saluran
Pompa
Isap
(Pump)
Kondisi Saluran
Tekan
Katup Kebocoran
Pengontrol / Kondisi Saluran
Control Valve Relief Valve
Silinder miring
Silinder setir
Silinder ripper
Silinder articulation
Silinder Silinder
Hidraulik pengangkat blade
Silinder penggeser
blade
Selang-selang
hidraulik
Komponen Draw bar
utama Hydraulic motor
circle
Circle gear
Circle drive &
Moulboard Bracket
Blade
Blade
Scarifier shank
tooth
Pin dan baut
- 230 -

Kondisi
Pemeriksaan

Memenuhi

Memenuhi
Komponen &

Syarat
Komponen Item Keterangan

Syarat
Tidak
Lokasi

Sistem Steering silinder


kemudi pin
Batang Tarik/
Drag Link
Tie Rod
Roda roda Ban
Baut pengikat
Velg
As Roda
Penutup Tandem
Tekanan Roda
Pelumasan Nepple
Peralatan Pengaman Sabuk pengaman
pengaman Utama Emergency stop
Differential lock
Lift arm lock
Pin lock steering
Pengaman APAR
tambahan APD
2. Pemeriksaan Dengan Mesin Hidup
Suara berisik dari
mesin
Suara berisik dari
turbo charger
Suara berisik dari
transmisi
Kerja kopling
Kerja perseneling
Tenaga Penggerak
(maju mundur)
Kondisi gas buang
Kebocoran oli
mesin
Kebocoran oli
transmisi
Kebocoran oli
gardan
Suara berisik
pompa radiator
Suara kipas
Sistem pendingin radiator
Kebocoran air
radiator dan
selang-selang
- 231 -

Kondisi
Pemeriksaan

Memenuhi

Memenuhi
Komponen &

Syarat
Komponen Item Keterangan

Syarat
Tidak
Lokasi

Indikator suhu
mesin
Kebocoran pada
pompa
Suara berisik dari
pompa Hidraulik
Kerja silinder blade
Kerja silinder
kemudi
Kerja silinder
Sistem hidraulik miring
Kerja silinder
articulating
Kebocoran pada
selang-selang
Kebocoran nipple
Indikator tekanan
Hidraulik
Kebocoran seal

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 232 -

IV. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK (NDT)


Terhadap Konstruksi dan Komponen

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

CACAT
BAGIAN YANG
No. LOKASI KETERANGAN
DIPERIKSA TIDAK
ADA
ADA
1 Las-lasan drawbar
depan
2 Las-lasan drawbar
articulating

Gambar:

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 233 -

V. PENGUJIAN

TRAVELING /
No. FUNGSI GERAKAN HASIL KETERANGAN
KECEPATAN

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


1 0 mm 10 km / jam Maju, mundur, Baik Normal
5 km / jam belok kanan
dan belok kiri
2 Blade 10 mm 10 km / jam Maju, mundur Baik Normal
15 mm 5 km / jam

3 Sacrifier 10 km / jam Maju, mundur Baik Normal


kedalaman 15
cm

4 Sacrifier 10 km / jam Maju, mundur Baik Normal


kedalaman 30
cm

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 234 -

VI. KESIMPULAN
...........................................................................................................................................

...........................................................................................................................................

...........................................................................................................................................

VII. SARAN-SARAN
...........................................................................................................................................

...........................................................................................................................................

...........................................................................................................................................

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 235 -

DISNAKER PROVINSI : ...........................................*

ALAMAT : ...........................................

FORMULIR / CHECK LIST PEMERIKSAAN & PENGUJIAN


(PERTAMA/BERKALA/KHUSUS/ULANG**)
LOADER
NO : ............................................................

I. DATA UMUM

1 Pemilik :

2 Alamat :
Pemakai / Sub Kontraktor
3 :
/ Penanggung jawab
4 Alamat Pemakai :

5 Lokasi unit :

6 Nama Operator :

7 Jenis Pesawat :

8 Pabrik Pembuat :

9 Merek / Type :
Lokasi dan Tahun
10 :
Pembuatan
Tanggal & Tahun
11 :
Pemasangan
12 No. Serie / No. Unit :

13 Kapasitas / Bobot Kerja :

14 Standard Yang Dipakai :

15 Digunakan Untuk :
Nomor Surat Keterangan /
16 :
Tanggal
No. Lisensi K3 Operator /
17 :
Tanggal masa berlaku s/d
18 Data Riwayat Pesawat : -
- 236 -

II. DATA TEKNIK

Kapasitas/ Bobot Kerja

Panjang Keseluruhan

Tinggi Keseluruhan

Kapasitas Bucket

Lebar Keseluruhan
Jarak track antar roda depan
dan belakang
Spesifikasi Wheel
Loader Ukuran lebar Roda (Tire)
Kecepatan maksimum
(Travelling)
Kecepatan mundur

Macam
Rem
Type
Kiri
max/min
Radius Putaran
Kanan
max/min
Model / Type

Nomor seri

Jumlah silinder
Mesin
Daya Bersih

Merek / tahun pembuatan

Pabrik pembuat
Pompa Hidraulik Type

Tekanan
- 237 -

III. PEMERIKSAAN VISUAL DAN FUNGSI

Komponen & Lokasi Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Keterangan

Tidak
Lokasi Komponen Komponen

1. Pemeriksaan dengan Mesin Mati


Kerangka Rangka Korosi
Utama / Penguat Keretakan
Chasis Perubahan
Bentuk
Pemberat Korosi
(C/W) Kondisi
Central Korosi
Joint Keretakan
Perubahan
Bentuk
Pin/Pasak
Pengunci
Roda Roda Roda Depan
Roda Belakang
Velg
Tekanan Angin
Baut-baut
Pelumasan
Kabin Kondisi penutup
atas kanopi
Lantai/Dek
Tangga (Step &
Holds)
Baut Pengikat
Kondisi tempat
duduk
Kondisi
instrumen/
Indikator
Kondisi kaca
spion
Kaca, Pintu
Jendela
Pendingin Ruang
Load Chart
Tuas Rem
Kontrol Gas
Kopling
Perseneling
- 238 -

Komponen & Lokasi Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Keterangan

Tidak
Lokasi Komponen Komponen

Rem Tangan
Tuas Hidraulik /
Pengendali
Switch Lampu
dan Kelistrikan
Sistem Boom Korosi
Pengangkat Keretakan
Perubahan
Bentuk
Pelumasan
Pin dan Baut
Penguat
Bell Crank Korosi
Keretakan
Perubahan
Bentuk
Pelumasan
Pin dan Baut
Penguat
Bucket Korosi
Linkage Keretakan
Perubahan
Bentuk
Pelumasan
Pin dan Baut
Penguat
Bucket Korosi
Keretakan
Perubahan
Bentuk
Pelumasan
Pin dan Baut
Penguat
Teeth
Cutting Edge
Penggerak Sistem Kondisi Radiator
Utama dan Pendingin Kondisi dan
Komponen Level Air
Radiator
Kipas Radiator
Seal dan
Penutup
- 239 -

Komponen & Lokasi Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Keterangan

Tidak
Lokasi Komponen Komponen

Selang Selang
Radiator
Fan Belt
Bahan Perlengkapan
Bakar tangki bahan
bakar (selang-
selang)
Fuel Filter
Water Separator
Fuel pump
injection
Sistem Kondisi saringan
Sirkulasi udara awal
Udara Kondisi saringan
udara utama
Dust Indicator/
Air Indicator
Perlengkapan
turbo charger
Muffler/gas
buang
Sistem Kemudi Roda
Kemudi Batang
Kemudi/stik
Kotak Gigi/
Gear Box
Tire rod
Gardan / Rumah Gardan
Differential Kebocoran
Poros
Penghubung
Kelistrikan Accu / Battery
Dinamo Starting
Alternator
Kabel Accu
Kabel Instalasi
Lampu
Penerangan
Lampu Pengaman
/ Sign
Klakson
- 240 -

Komponen & Lokasi Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Keterangan

Tidak
Lokasi Komponen Komponen

Penghapus Kaca
/ Wiper
Pengaman Lebur
/ Sekring
Pelumasan Level Oli Pelumas
Mesin dan
Kondisi
Level Minyak Rem
Level Oli Kopling
dan Kondisi
Level Oli Gardan
dan Kondisi
Sistem Tangki Kebocoran
Hidraulik (Tank) Level Oli
Hidraulik
Kondisi Oli
Hidraulik
Kondisi Saluran
Isap
Kondisi Saluran
Balik
Filter Hidraulik
Pompa Kebocoran
(Pump)
Kondisi Saluran
Isap
Kondisi Saluran
Tekan
Katup Kebocoran
Pengontrol/ Kondisi Saluran
Control Fungsi Relief
Valve Valve
Aktuator Kebocoran
Kondisi Saluran
Silinder Silinder Bucket
Hidraulik Silinder Boom
Silinder Steering
Selang Hidraulik
Safety Pengaman Rem/Brake
Devices Utama Disconnect Key
Disconnect Switch
Sabuk Keamanan
- 241 -

Komponen & Lokasi Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Keterangan

Tidak
Lokasi Komponen Komponen

Lampu
penerangan
Back up alarm
Kap Penguat
kabin /ROPS
Emergency
Shutdown
Pengaman APAR
Tambahan APD
2. Pemeriksaan dengan mesin hidup
Tenaga Penggerak Suara berisik
dari mesin
Suara berisik
dari turbo charger
Suara berisik
dari transmisi
Kerja kopling
Kerja persenelling
(maju mundur)
Kondisi gas
buang
Kebocoran oli
mesin
Kebocoran oli
transmisi
Kebocoran oli
gardan
Sistem Pendingin Suara berisik
pompa radiator
Suara kipas
radiator
Kebocoran air
radiator dan
selang-selang
Indikator suhu
mesin
Sistem Hidraulik Kebocoran pada
pompa
Suara berisik
dari pompa
Hidraulik
- 242 -

Komponen & Lokasi Kondisi

Memenuhi

Memenuhi
Pemeriksaan

Syarat

Syarat
Keterangan

Tidak
Lokasi Komponen Komponen

Kerja silinder
Boom dan
kebocoran
Kerja silinder
Steering dan
kebocoran
Kerja silinder
Bucket dan
kebocoran
Kebocoran pada
selang-selang
Kebocoran nipple
Indikator tekanan
Hidraulik
Kebocoran seal
Sistem Pengereman Rem
Fungsi Indikator Indikator Suhu
Tekanan Oli
Mesin
Tekanan
Hidraulik
Hour Meter
Pemanas awal /
Glow Plug
Indikator Bahan
Bakar
Indikator Beban

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 243 -

IV. PEMERIKSAAN TIDAK MERUSAK (NDT)


Terhadap Konstruksi dan Komponen

Jenis NDT : Penetrant / Ultrasonic **


..................................................
..................................................

CACAT
BAGIAN YANG
No. LOKASI TIDAK KETERANGAN
DIPERIKSA ADA
ADA
1.

Gambar (terlampir):

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 244 -

V. PENGUJIAN

GERAKAN
No FUNGSI KECEPATAN BEBAN HASIL KET
(mm)

1 2 3 4 5 6 7
Maju
1 Travelling
Mundur
2 Belok Kanan
Kiri
3 Lengan Naik
(Boom) Turun
4 Bak (Bucket) Buka
Tutup
5 Gerakan Diam
mengangkut travelling
(Loading)

Keterangan :

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................
- 245 -

VI. KESIMPULAN
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................

VII. SARAN-SARAN
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................

......................, ................................................
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS K3 / AHLI K3
BIDANG PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT

.................................................................
NIP. .........................................................
No. REG...................................................

Keterangan :
*) Jika pemeriksaan dan pengujian dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
**) Coret yang tidak perlu
- 246 -

5. SURAT KETERANGAN MEMENUHI SYARAT K3 DAN SURAT KETERANGAN


TIDAK MEMENUHI SYARAT K3

a. Surat Keterangan Memenuhi Syarat K3


KOP SURAT

SURAT KETERANGAN
Nomor ......................
Berdasarkan laporan pemeriksaan dan pengujian nomor ... yang telah
dilakukan oleh … pada tanggal … terhadap Pesawat …, diterangkan bahwa:
A. DATA UMUM
1. Nama Perusahaan : ................................................................
2. Alamat Perusahaan : ................................................................
3. Nama Pengusaha/Pengurus : ................................................................
4. Merek/Tipe : ................................................................
5. Pembuat/Pemasang : ................................................................
6. No. Serie : ................................................................
7. Tempat dan Tahun Pembuatan: ............................/ .................................
8. Lokasi Unit : ................................................................
9. Nama PJK3 Pemeriksaan dan
Pengujian*) : PT …………..……. / No. Kep ………......…..
B. DATA TEKNIS**)
1. Kapasitas/Bobot Kerja : ……………………………..................……. kg
2. Dimensi Alat : ……………………………................……. Mm
3. Tipe : ................................................................
4. Tinggi : …………………................………………. Mm
5. Kecepatan ...***) : ......................................................... m/s
6. Jenis Motor : (bakar/listrik****)
7. Data lain yang dianggap perlu : ................................................................
MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya agar dapat
digunakan sebagaimana mestinya dan berlaku sepanjang objek pengujian tidak
dilakukan perubahan dan/atau sampai dilakukan pengujian selanjutnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengetahui
Pimpinan Unit Kerja Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis
Pengawasan Ketenagakerjaan, Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut,

Ttd Ttd

Nama Terang Nama Terang


NIP.............................. NIP..............................

Keterangan:
*) Jika menggunakan PJK3
**) Disesuaikan dengan alat
***) Diisi jenis kecepatan
****) Coret yang tidak perlu
- 247 -

b. Surat Keterangan Tidak Memenuhi Syarat K3

KOP SURAT

SURAT KETERANGAN
Nomor ..….

Berdasarkan laporan pemeriksaan dan pengujian nomor ... yang telah


dilakukan oleh … pada tanggal … terhadap Pesawat …, diterangkan bahwa:

A. DATA UMUM
1. Nama Perusahaan : ................................................................
2. Alamat Perusahaan : ................................................................
3. Nama Pengusaha/Pengurus : ................................................................
4. Merek/Tipe : ................................................................
5. Pembuat/Pemasang : ................................................................
6. No. Serie : ................................................................
7. Tempat dan Tahun Pembuatan: ................................../ ...........................
8. Lokasi Unit : ................................................................
9. Nama PJK3 Pemeriksaan dan
Pengujian*) : PT …......…………. / No. Kep ………..........

B. DATA TEKNIS**)
1. Kapasitas/Bobot Kerja : ……………………………..................……. kg
2. Dimensi Alat : ………………………………................…. Mm
3. Tipe : ................................................................
4. Tinggi : …………………………................………. Mm
5. Kecepatan ...***) : ......................................................... m/s
6. Jenis Motor : (bakar/listrik****)
7. Data lain yang dianggap perlu : ................................................................

TIDAK MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya dan dilarang


menggunakan/mengoperasikan objek K3 tersebut sebelum memenuhi
persyaratan K3.

Mengetahui
Pimpinan Unit Kerja Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis
Pengawasan Ketenagakerjaan, Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut,

Ttd Ttd

Nama Terang Nama Terang


NIP.............................. NIP..............................

Keterangan:
*) Jika menggunakan PJK3
**) Disesuaikan dengan alat
***) Diisi jenis kecepatan
****) Coret yang tidak perlu
- 248 -

6. STIKER MEMENUHI SYARAT K3 DAN STIKER TIDAK MEMENUHI SYARAT


K3

a. Stiker memenuhi syarat K3

KOP SURAT

MEMENUHI SYARAT K3

NAMA PESAWAT : ..................................................................................................................

NO. SURAT KETERANGAN : ..................................................................................................................


MEMENUHI SYARAT K3
KAPASITAS : .................................................................................................................

NO. SERIE : ..................................................................................................................

TANGGAL PEMERIKSAAN DAN : ..................................................................................................................


PENGUJIAN
TANGGAL PEMERIKSAAN DAN : PALING LAMBAT......................................................................................
PENGUJIAN BERIKUTNYA
NAMA AHLI K3 / PENGAWAS : ..................................................................................................................
KK SP. PAA
NO. REG AHLI K3 SP. PAA / : ..................................................................................................................
SKP PENGAWAS KK SP. PAA

TTD AHLI K3 / PENGAWAS KK


:
SP. PAA
- 249 -

b. Stiker tidak memenuhi syarat K3

KOP SURAT

TIDAK MEMENUHI SYARAT K3

NAMA PESAWAT : ..................................................................................................................

NO. SURAT KETERANGAN : ..................................................................................................................


TIDAK MEMENUHI SYARAT
K3
KAPASITAS : .................................................................................................................

NO. SERIE : ..................................................................................................................

TANGGAL PEMERIKSAAN : ..................................................................................................................


DAN PENGUJIAN
SYARAT-SYARAT YANG : ..................................................................................................
HARUS DIPENUHI ..................................................................................................
..................................................................................................
..................................................................................................
..................................................................................................
..................................................................................................
..................................................................................................
..................................................................................................

PALING LAMBAT......................................................................................
NAMA AHLI K3 / : ..................................................................................................................
PENGAWAS
KK SP. PAA
NO. REG AHLI K3 SP. PAA / : ..................................................................................................................
SKP PENGAWAS KK SP. PAA

TTD AHLI K3 / PENGAWAS


:
KK SP. PAA
K3 LINGKUNGAN KERJA DAN BAHAN BERBAHAYA

1. Kepmenaker Nomor 187 Tahun 1999


Tentang : Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja

2. Kep-DIRJEN Nomor 113 Tahun 2006


Tentang : Pedoman dan Pembinaan Teknis Petugas K3 Ruang Terbatas
(Confined Spaces)

3. S.E-DIRJEN Nomor 01 Tahun 2011


Tentang : Penunjuk Teknis Pelaksanaan Pembinaan Terhadap Ahli, Teknisi
dan Petugas Lingkungan Kerja dan Bahan Berbahaya

4. Permenaker Nomor 09 Tahun 2016


Tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan Pada Ketinggian

5. Permenaker Nomor 05 Tahun 2018


Tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
KEP.187/MEN/1999

KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA
NOMOR : KEP.187/MEN/1999

TENTANG
PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA
DI TEMPAT KERJA

MENTERI TENAGA KERJA


REPUBLIK INDONESI
Menimbang: a. bahwa kegiatam industri yang mengolah, menyimpan, mengedarkan,
mengangkut dan mempergunakan bahan-bahan kimia berbahaya akan
terus meningkat sejalan dengan perkembangan pembangunan sehingga
berpotensi untuk menimbulkan bahaya besar bagi industri, tenaga
kerja, lingkungan maupun sumber daya lainnya;
b. bahwa untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, akibat
penggunaan bahan kimia berbahaya di tempat kerja maka perlu diatur
pengendaliannya;
c. bahwa Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 612/Men/1989
tentang Penyedian Data Bahan Berbahaya terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sudah tidak sesuai lagi maka perlu disempurnakan.
d. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Mengingat: 1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


(Lembaran Negara RI Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2918);
2. Keputusan Presiden No. 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan
Kabinet Reformasi Pembangunan;
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 02/Men/1980 tentang Peme-
riksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan
Kerja;
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 02/Men/1992 tentang Tata
Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan
Kesehatan kerja;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 04/Men/1995 tentang
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

1 dari 23
KEP.187/MEN/1999

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI
TEMPAT KERJA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
a. Bahan Kimia Berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran
yang berdasarkan sifat kimia atau fisika dan atau toksikologi berbahaya terhadap
tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.
b. Nilai Ambang Kuantitas yang selanjutnya disebut NAK adalah standar kuantitas
bahan kimia berbahaya untuk menetapkan potensi bahaya bahan kimia di tempat
kerja.
c. Pengendalian bahan kimia berbahaya adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah
dan atau mengurangi risiko akibat penggunaan bahan kimia berbahaya di tempat kerja
terhadap tenaga kerja, alat-alat kerja dan lingkungan.
d. Lethal Dose 50 (LD50) adalah dosis yang menyebabkan kematian pada 50% binatang
percobaan.
e. Lethal Concentration 50 (LC50) adalah konsentrasi yang menyebabkan kematian pada
50% binatang percobaan.
f. Pengusaha adalah :
1. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
2. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
g. Pengurus adalah orang yang ditunjuk untuk memimpin langsung suatu kegiatan kerja
atau bagiannya yang berdiri sendiri.
h. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.

2 dari 23
KEP.187/MEN/1999

i. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja, melakukan pekerjaan atau sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha, dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya.
j. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari
luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
k. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
l. Direktur adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 ayat 4 UU No. 1 Tahun 1970.
m. Menteri adalah menteri yang membidangi ketenagakerjaan.

Pasal 2
Pengusaha atau pengurus yang menggunakan, menyimpan, memakai, memproduksi dan
mengangkut bahan kimia berbahaya di tempat kerja wajib mengendalikan bahan kimia
berbahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Pasal 3
Pengendalian bahan kimia berbahaya sebagaimana dimaksud pasal 2 meliputi :
a. penyediaan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) dan label;
b. penunjukan petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia.

BAB II
PENYEDIAAN DAN PENYAMPAIAN
LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN DAN LABEL
Pasal 4
(1) Lembar data keselamatan bahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a
meliputi keterangan tentang :
a. Identitas bahan dan perusahaan;
b. Komposisi bahan;
c. Identifikasi bahaya;
d. Tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K);
e. Tindakan penanggulangan kebakaran;
f. Tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan;

3 dari 23
KEP.187/MEN/1999

g. Penyimpanan dan penanganan bahan;


h. Pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri;
i. Sifat fisika dan kimia;
j. Stabilitas dan reaktifitas bahan;
k. Informasi toksikologi;
l. Informasi ekologi;
m. Pembuangan limbah;
n. Pengangkutan bahan;
o. Informasi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
p. Informasi lain yang diperlukan.
(2) Bentuk lembar data keselamatan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai-
mana tercantum dalam lampiran I Keputusan Menteri ini.

Pasal 5
Label sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a meliputi keterangan mengenai :
a. Nama produk;
b. Identifikasi bahaya;
c. Tanda bahaya dan artinya;
d. Uraian risiko dan penanggulangannya;
e. Tindakan pencegahan;
f. Instruksi dalam hal terkena atau terpapar;
g. Instruksi kebakaran;
h. Instruksi tumpahan atau bocoran;
i. Instruksi pengisian dan penyimpanan;
j. Referensi;
k. Nama, alamat dan nomor telepon pabrik pembuat atau distributor.

Pasal 6
Lembar Data Keselamatan Bahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan Label
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 diletakkan di tempat yang mudah diketahui oleh
tenaga kerja dan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.

4 dari 23
KEP.187/MEN/1999

BAB III
PENETAPAN POTENSI BAHAYA INSTALASI
Pasal 7
(1) Pengusaha atau Pengurus wajib menyampaikan Daftar Nama, Sifat dan Kuantitas
Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja dengan mengisi formulir sesuai contoh
seperti tercantum dalam Lampiran II Keputusan Menteri ini kepada Kantor
Departemen/Dinas Tenaga Kerja setempat dengan tembusannya disampaikan kepada
Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat.
(2) Kantor Departemen/Dinas Tenaga Kerja setempat selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari kerja setelah menerima daftar, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
meneliti kebenaran data tersebut.

Pasal 8
(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) Kantor
Departemen/Dinas Tenaga Kerja setempat menetapkan kategori potensi bahaya
perusahaan atau industri yang bersangkutan;
(2) Potensi bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Bahaya besar;
b. Bahaya menengah;
(3) Kategori potensi bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Nama,
Kriteria serta Nilai Ambang Kuantitas (NAK) Bahan Kimia Berbahaya di tempat
kerja.

Pasal 9
Kriteria bahan kimia berbahaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) terdiri dari:
a. Bahan beracun;
b. Bahan sangat beracun;
c. Cairan mudah terbakar;
d. Cairan sangat mudah terbakar;
e. Gas mudah terbakar;
f. Bahan mudah meledak;
g. Bahan reaktif;
h. Bahan oksidator.

5 dari 23
KEP.187/MEN/1999

Pasal 10
(1) Bahan kimia yang termasuk kriteria bahan beracun atau sangat beracun sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 huruf a dan b, ditetapkan dengan memperhatikan sifat kimia,
fisika dan toksik.
(2) Sifat kimia, fisika dan toksik, bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan sebagai berikut :
a. Bahan beracun dalam hal pemajanan melalui Mulut : LD50 > 25 atau < 200 mg/kg
berat badan, atau Kulit : LD50 > 25 atau < 400 mg/kg berat badan, atau
Pernafasan : LC50 > 0,5 mg/l dan 2 mg/l;
b. Bahan sangat beracun dalam hal pemajanan melalui Mulut : LD50 ≤ 25 mg/kg
berat badan, atau Kulit : LD50 ≤ 25 mg/kg berat badan, atau Pernafasan : LC50 ≤
0,5 mg/l.

Pasal 11
(1) Bahan kimia yang termasuk kriteria cairan mudah terbakar, cairan sangat mudah
terbakar dan gas mudah terbakar, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c, d,
dan e, ditetapkan dengan memperhatikan sifat kimia dan fisika.
(2) Sifat fisika dan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. Cairan mudah terbakar dalam hal titrik nyala > 21° C dan < 55° C pada tekanan 1
(satu) atmosfir;
b. Cairan sangat mudah terbakar dalam hal titik nyala < 21° C dan titik didih > 20°C
pada tekanan 1 (satu) atmosfir;
c. Gas mudah terbakar dalam hal titik didih < 20° C pada tekanan 1 (satu) atmosfir.

Pasal 12
(1) Bahan kimia ditetapkan termasuk kriteria mudah meledak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 9 huruf f apabila reaksi kimia bahan tersebut menghasilkan gas dalam
jumlah dan tekanan yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan
kerusakan disekelilingnya.
(2) Bahan kimia ditetapkan termasuk kriteria reaktif sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 huruf g apabila bahan tersebut :
a. bereaksi dengan air, mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar, atau

6 dari 23
KEP.187/MEN/1999

b. bereaksi dengan asam, mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar atau
beracun atau korosif.
(3) Bahan kimia ditetapkan termasuk kriteria oksidator, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 huruf h apabila reaksi kimia atau penguraiannya menghasilkan oksigen yang
dapat menyebabkan kebakaran.

Pasal 13
Nilai Ambang Kuantitasnya (NAK) bahan kimia yang termasuk kriteria beracun atau
sangat beracun, sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dan mudah meledak atau reaktif
sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III Keputusan Menteri ini.

Pasal 14
Nilai Ambang Kuantitas (NAK) bahan kimia selain yang dimaksud dalam pasal 13 dite-
tapkan sebagai berikut :
a. Bahan kimia kriteria beracun : 10 ton
b. Bahan kimia kriteria sangat beracun : 5 ton
c. Bahan kimia kriteria reaktif : 50 ton
d. Bahan kimia kriteria mudah meledak : 10 ton
e. Bahan kimia kriteria oksidator : 10 ton
f. Bahan kimia kriteria cairan mudah terbakar : 200 ton
g. Bahan kimia kriteria cairan sangat mudah terbakar : 100 ton
h. Bahan kimia kriteria gas mudah terbakar : 50 ton

Pasal 15
(1) Perusahaan atau industri yang mempergunakan bahan kimia berbahaya dengan
kuantitas melebihi Nilai Ambang Kuantitas (NAK) sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 dan 14 dikategorikan sebagai perusahaan yang mempunyai potensi bahaya
besar.
(2) Perusahaan atau industri yang mempergunakan bahan kimia berbahaya dengan
kuantitas sama atau lebih kecil dari Nilai Ambang Kuantitas (NAK) sebagaimana
dimaksud dalam pasal 13 dan 14 dikategorikan sebagai perusahaan yang mempunyai
potensi bahaya menengah.

7 dari 23
KEP.187/MEN/1999

BAB IV
KEWAJIBAN PENGUSAHA ATAU PENGURUS
Pasal 16
(1) Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya besar sebagaimana dimak-
sud pada pasal 15 ayat (1) wajib :
a. Mempekerjakan petugas K3 Kimia dengan ketentuan apabila dipekerjakan dengan
sistem kerja nonshift sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan apabila dipekerjakan
dengan sistem kerja shift sekurang-kurangnya 5 (lima) orang.
b. Mempekerjakan Ahli K3 Kimia sekurang-kurangnya 1 (satu) orang;
c. Membuat dokumen pengendalian potensi bahaya besar;
d. Melaporkan setiap perubahan nama bahan kimia dan kuantitas bahan kimia proses
dan modifikasi instalasi yang digunakan;
e. Melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimia yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali;
f. Melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali;
g. Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun sekali.
(2) Pengujian faktor kimia dan instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan
f dilakukan oleh perusahaan jasa K3 atau instansi yang berwenang.

Pasal 17
(1) Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya menengah sebagaimana
dimaksud pada pasal 15 ayat (2) wajib :
a. Mempunyai petugas K3 Kimia dengan ketentuan apabila dipekerjakan dengan
sistem kerja nonshift sekurang-kurangnya 1 (satu) orang, dan apabila dipekerjakan
dengan mempergunakan shift sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang;
b. Membuat dokumen pengendalian potensi bahaya menengah;
c. Melaporkan setiap perubahan nama bahan kimia dan kuantitas bahan kimia proses
dan modifikasi instalasi yang digunakan;
d. Melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimia yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali;
e. Melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali;

8 dari 23
KEP.187/MEN/1999

f. Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 (satu)


tahun sekali.
(2) Pengujian faktor kimia dan instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan
e dilakukan oleh perusahaan jasa K3 atau instansi yang berwenang.

Pasal 18
Hasil pengujian faktor kimia dan instalasi sebagaimana dimaksud pada pasal 16 ayat (2)
dan pasal 7 ayat (2) dipergunakan sebagai acuan dalam pengendalian bahan kimia
berbahaya di tempat kerja.

Pasal 19
(1) Dokumen pengendalian potensi bahaya besar sebagaimana dimaksud dalam pasal 16
ayat (1) huruf c sekurang-kurangnya memuat :
a. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
b. Kegiatan teknis, rancang bangun, konstruksi, pemilihan bahan kimia, serta
pengoperasian dan pemeliharaan instalasi;
c. Kegiatan pembinaan tenaga kerja di tempat kerja;
d. Rencana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat;
e. Prosedur kerja aman.
(2) Dokumen pengendalian potensi bahaya menengah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 17 ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya memuat :
a. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
b. Kegiatan teknis, rancang bangun, konstruksi, pemilihan bahan kimia, serta
pengoperasian dan pemeliharaan instalasi;
c. Kegiatan pembinaan tenaga kerja di tempat kerja;
d. Prosedur kerja aman.
(3) Tata cara pembuatan dan rincian isi dokumen pengendalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk.

9 dari 23
KEP.187/MEN/1999

Pasal 20
(1) Dokumen pengendalian potensi bahaya besar sebagaimana dimaksud dalam pasal 19
ayat (1) disampaikan kepada Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dengan
tembusan kepada Kantor Departemen/Dinas Tenaga Kerja setempat.
(2) Dokumen pengendalian potensi bahaya menengah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 19 ayat (2) disampaikan kepada Kantor Departemen/Dinas Tenaga Kerja
setempat.

Pasal 21
(1) Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dan Kantor Departemen/Dinas Tenaga
Kerja setempat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah menerima
dokumen pengendalian sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) dan (2)
melakukan penelitian kebenaran isi dokumen tersebut.
(2) Kebenaran isi dokumen sebagaimana tersebut pada ayat (1) harus dinyatakan secara
tertulis dengan membubuhkan tanda persetujuan.
(3) Dokumen pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dinyatakan
kebenarannya sesuai ayat (2) dipergunakan sebagai acuan pengawasan pelaksanaan
K3 di tempat kerja.

BAB V
PENUNJUKAN PETUGAS K3 DAN AHLI K3 KIMIA
Pasal 22
(1) Petugas K3 Kimia sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf a dan pasal
17 ayat (1) huruf a mempunyai kewajiban :
a. Melakukan identifikasi bahaya;
b. Melaksanakan prosedur kerja aman;
c. Melaksanakan prosedur penanggulangan keadaan darurat;
d. Mengembangkan pengetahuan K3 bidang kimia.
(2) Untuk dapat ditunjuk sebagai Petugas K3 Kimia ditetapkan :
a. Bekerja pada perusahaan yang bersangkutan;
b. Tidak dalam masa percobaan;
c. Hubungan kerja tidak didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT);
d. Telah mengikuti kursus teknis K3 Kimia.

10 dari 23
KEP.187/MEN/1999

(3) Kursus teknis Petugas K3 Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d,
dilaksanakan oleh perusahaan sendiri, perusahaan jasa K3, atau instansi yang
berwenang dengan kurikulum seperti yang tercantum dalam Lampiran IV Keputusan
Menteri ini.
(4) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebelum melakukan kursus harus
melaporkan rencana pelaksanaan kursus teknis kepada Kantor Departemen/Dinas
Tenaga Kerja setempat.

Pasal 23
(1) Ahli K3 Kimia sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf b mempunyai
kewajiban :
a. Membantu mengawasi pelaksanaan praturan perundang-undangan K3 bahan
kimia berbahaya;
b. Memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenai hasil
pelaksanaan tugasnya;
c. Merahasiakan segala keterangan yang berkaitan dengan rahasia perusahaan atau
instansi yang didapat karena jabatannya;
d. Menyusun program kerja pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja;
e. Melakukan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
f. Mengusulkan pembuatan prosedur kerja aman dan penanggulangan keadaan
darurat kepada pengusaha atau pengurus.
(2) Penunjukan Ahli K3 Kimia sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 24
(1) Penunjukan Petugas K3 Kimia sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ditetapkan
berdasarkan permohonan tertulis dari Pengusaha atau Pengurus kepada Menteri atau
Pejabat yang ditunjuk.
(2) Permohonan penunjukan Petugas K3 Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus melampirkan :
a. Daftar riwayat hidup;
b. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter;
c. Surat keterangan pernyataan bekerja penuh dari perusahaan yang bersangkutan;
d. Fotocopy ijazah atau surat tanda tamat belajar terakhir;

11 dari 23
KEP.187/MEN/1999

e. Sertifikat kursus teknis petugas K3 Kimia.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25
Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan melaksanakan pengawasan terhadap ditaatinya
Keputusan Menteri ini.

Pasal 26
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No. Kep. 612/Men/1989 tentang Penyediaan Data Bahan Berbahaya Terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 27
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 September 1999

MENTERI TENAGA KERJA


REPUBLIK INDONESIA

ttd.

FAHMI IDRIS

12 dari 23
KEP.187/MEN/1999

LAMPIRAN I : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA


NOMOR : KEP.187/MEN/1999
TANGGAL : 29 SEPTEMBER 1999

LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN

1. Identitas Bahan dan Perusahaan


Nama bahan : ________________________________________________
Rumus kimia : ________________________________________________
Code produksi : ________________________________________________
Synonim : ________________________________________________
Nama Perusahaan (pembuat) atau distributor atau importir :
a. Nama perusahaan (pembuat) :
Alamat : ________________________________________________
Phone : ________________
b. Nama distributor :
Alamat : ________________________________________________
Phone : ________________
c. Nama Importir :
Alamat : ________________________________________________
Phone : ________________
2. Komposisi Bahan
Bahan % berat CAS No. Batas pemajanan
3. Identifikasi Bahaya
− Ringkasan bahaya yang penting : __________________________________
− Akibatnya terhadap kesehatan :
• Mata
• Kulit
• Tertelan
• Terhirup
• Karsinogenik
• Teratogenik
• Reproduksi
4. Tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) terkena pada :
• Mata
• Kulit

13 dari 23
KEP.187/MEN/1999

• Tertelan
• Terhirup
5. Tindakan Penanggulangan Kebakaran
a. Sifat-sifat bahan mudah terbakar Titik nyala : _______ °C ( _____ F )
b. Suhu nyala sendiri : _______ °C
c. Daerah mudah terbakar
Batas terendah mudah terbakar : _______ %
Batas tertinggi mudah terbakar : _______%
d. Media pemadaman api : ____________________
e. Bahaya khusus : ____________________
f. Instruksi pemadaman api : ____________________
6. Tindakan Terhadap Tumpahan dan Kebocoran
a. Tumpahan dan kebocoran kecil
b. Tumpahan dan kebocoran besar
c. Alat pelindung diri yang digunakan
7. Penyimpanan dan Penanganan Bahan
a. Penanganan bahan
b. Pencegahan terhadap pemajanan
c. Tindakan pencegahan terhadap kebakaran dan peledakan
d. Penyimpanan
e. Syarat khusus penyimpanan bahan
8. Pengendalian Pemajanan dan Alat Pelindung Diri
a. Pengendalian teknis
b. Alat Pelindung Diri (APD) :
Pelindung pemajanan mata, kulit, tangan, dll.
9. Sifat-sifat Fisika dan Kimia
a. Bentuk : padat/cair/gas
b. Bau : ________________________________________
c. Warna : ________________________________________
d. Masa jenis : ________________________________________
e. Titik didih : ________________________________________
f. Titik lebur : ________________________________________
g. Tekanan uap : ________________________________________

14 dari 23
KEP.187/MEN/1999

h. Kelarutan dalam air : ________________________________________


i. pH : _________
10. Reaktifitas dan Stabilitas
a. Sifat reaktifitas : __________________________________
b. Sifat stabilitas : __________________________________
c. Kondisi yang harus dihindari : __________________________________
d. Bahan yang harus dihindari : __________________________________
(incompatibility)
e. Bahan dekomposisi : __________________________________
f. Bahaya polimerisasi : __________________________________
11. Informasi Toksikologi
a. Nilai Ambang Batas (NAB) : ____________________________ ppm
b. Terkena mata : ____________________________
c. Tertelan
LD50 (mulut) : ____________________________
d. Terkena kulit : ____________________________
e. Terhirup
LC50 (pernafasan) : ____________________________
f. Efek local : ____________________________
g. Pemaparan jangka pendek (akut) : ____________________________
h. Pemaparan jangka panjang (kronik) : ____________________________
Karsinogen
Teratogen
Reproduksi
Mutagen
12. Informasi Ekologi
a. Kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan
b. Degradasi lingkungan
c. Bio akumulasi
13. Pembuangan Limbah
14. Pengangkutan
a. Peraturan internasional
b. Pengangkutan darat
c. Pengangkutan laut

15 dari 23
KEP.187/MEN/1999

d. Pengangkutan udara
15. Peraturan Perundang-undangan
16. Informasi lain yang diperlukan

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 September 1999

MENTERI TENAGA KERJA


REPUBLIK INDONESIA

ttd.

FAHMI IDRIS

16 dari 23
KEP.187/MEN/1999
LAMPIRAN II : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA
NOMOR : KEP. 187/MEN/1999
TANGGAL : 29 SEPTEMBER 1999

DAFTAR NAMA DAN SIFAT KIMIA SERTA


KUANTITAS BAHAN KIMIA BERBAHAYA

Nama Perusahaan : ________________________


Alamat : ________________________
Tetepon/Fax : ____________

SIFAT BAHAN KIMIA KLASIFIKASI


Daerah mudah Mudah BERDASARKAN
Titik Toksisitas Oksidator
Nama terbakar meledak NFPA Kuantitas
No. nyala NAB Ket.
Bahan Batas Batas LD50 LD50 LC50 Bahan
°C bpj
terendah tertinggi (mulut) (kulit) (pernafas ya tidak ya tidak H F S
% (LFL) % (UFL) mg/kg bb mg/kg bb an) mg/l
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Catatan :
− LFL (Lower Flammable Limit) : DITETAPKAN DI: J A K A R T A
Konsentrasi batas terendah mudah terbakar PADA TANGGAL: 29 SEPTEMBER 1999
− UFL (Upper Flammable Limit) :
Konsentrasi batas tertinggi mudah terbakar MENTERI TENAGA KERJA
− NFPA (National Fire Protection Association) REPUBLIK INDONESIA
− BB : Berat Badan
− H (Health) : Bahaya terhadap kesehatan
− F (Fire) : Bahaya terhadap kebakaran
− S (Stability) : Bahaya terhadap stabilitas (reaktifitas) FAHMI IDRIS

17 dari 23
KEP.187/MEN/1999

LAMPIRAN III : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA


NOMOR : KEP. 187/MEN/1999
TANGGAL : 29 SEPTEMBER 1999

NAMA DAN NILAI AMBANG KUANTITAS (NAK)


BAHAN KIMIA BERBAHAYA

I. BERACUN
NILAI AMBANG
No. NAMA BARANG KUANTITAS
(NAK)
1. Acetone Cyanohydrin (2-Cyanopropan-2-1) 200 ton
2. Acrolein (2-propenal) 200 ton
3. Acrylonitrile 20 ton
4. Allyl alcohol (2-propen-1-1) 200 ton
5. Allyamine 200 ton
6. Ammonia 100 ton
7. Bromine 10 ton
8. Carbon disulphide 200 ton
9. Chlorine 10 ton
10. Diphenyl methane di-isocynate (MDT) 200 ton
11. Ethylene dibromide (1,2-Dibromoetane) 50 ton
12. Etyleneimine 50 ton
13. Formaldehyde (concentration-90%) 20 ton
14. Hydrogen Chloride (Liquefied gas) 250 ton
15. Hydrogen cyanide 20 ton
16. Hydrogen fluoride 0 ton
17. Hydrogen sulphide 50 ton
18. Methyl bromide (bromomethane) 200 ton
19. Nitrogen oxides 50 ton
20. Proyleneimine 50 ton
21. Sulphur dioxide 20 ton
22. Sulphur trioxide 20 ton
23. Tetraethyl lead 50 ton
24. Tetramethyl lead 50 ton
25. Toluene di-isocyanate 100 ton

II. SANGAT BERACUN


NILAI AMBANG
No. NAMA BARANG KUANTITAS
(NAK)
1. Aldicarb 100 kilogram
2. 4-Aminodiphenyl 1 kilogram
3. Amiton 1 kilogram
4. Anabasine 100 kilogram
5. Arsenic pentoxide, arsenic (V) acid and salts 500 kilogram

18 dari 23
KEP.187/MEN/1999

6. Arsenic trioxide, arseninious (III) acid and salts 100 kilogram


7. Arsine (Arsenic hydride) 10 kilogram
8. Azinphos –ethyl 100 kilogram
9. Azinphos –ethyl 100 kilogram
10. Benzidine 1 kilogram
11. Benzidine salts 1 kilogram
12. Beryllium (powder compounds) 10 kilogram
13. Bis (2-chloroethyl) sulphide 1 kilogram
14. Bis (chloromethyl) ether 1 kilogram
15. Carboturan 100 kilogram
16. Carbophenothion 100 kilogram
17. Chiorfenvinphos 100 kilogram
18. 4-( chloroformyl) morpholine 1 kilogram
19. Chloromethyl methyl ether 1 kilogram
20. Cobalt (metal, oxide, carbonates and sulphides as powders) 1 ton
21. Crimidine 100 kilogram
22. Cyanthoate 100 kilogram
23. Cycloheximide 100 kilogram
24. Demeton 100 kilogram
25. Dialifos 100 kilogram
26. 00-Diethyl S-ethylsulphinylmethyl phosphorothioate 100 kilogram
27. 00- Diethyl S-ethylsulphonylmethyl phosphorothioate 100 kilogram
28. 00- Diethyl S-ethylthiomethyl phosphorothioate 100 kilogram
29. 00- Diethyl S-isopropylthiomethyl phosphorothioate 100 kilogram
30. 00- Diethyl S-propylthiomethyl phosphorodithioate 100 kilogram
31. Dimefox 100 kilogram
32. Dimethylcarbamoyl chloride 1 kilogram
33. Dimethylnitrosamine 1 kilogram
34. Dimethyl phosphoramidocyanidic acid 100 kilogram
35. Diphacinone 100 kilogram
36. Disulfoton 100 kilogram
37. EPN 100 kilogram
38. Ethion 100 kilogram
39. Fensulfothlon 100 kilogram
40. Fluenetil 100 kilogram
41. Fluoroacetic acid 1 kilogram
NILAI AMBANG
No. NAMA BARANG KUANTITAS
(NA K)
42. Fluoroacetic acid, esters 1 kilogram
43. Fluoroacetic acid, salts 1 kilogram
44. Fluoroacetic acid, amides 1 kilogram
45. 4- Flurobutyric acid 1 kilogram
46. 4- Flurobutyric acid, salts 1 kilogram
47. 4- Flurobutyric acid, amides 1 kilogram
48. 4- Flurocrotonic acid 1 kilogram
49. 4- Flurocrotonic acid, salts 100 kilogram
50. 4- Flurocrotonic acid, esters 100 kilogram
51. 4- Flurocrotonic acid, amides 1 kilogram

19 dari 23
KEP.187/MEN/1999

52. 4- Floro-2-hydroxybutyric acid 1 kilogram


53. 4- Floro-2-hydroxybutyric acid, salts 100 kilogram
54. 4- Floro-2-hydroxybutyric acid, ester 500 kilogram
55. 4- Floro-2-hydroxybutyric acid, amides 100 kilogram
56. Glycolonitrile (Hydroxyacetonitrile) 10 kilogram
57. 1,2,3,7,8,9-Hexachlorodibenzo-p-dioxin 100 kilogram
58. Hexamethylphosphoramide 100 kilogram
59. Hydrogen selenide 1 kilogram
60. Isobenzan 1 kilogram
61. isodrin 10 kilogram
62. Juglone (5-Hydroxynaphtalene-1, 4-dione) 1 kilogram
63. 4,4-Methylenebis (2-chloroaniline) 1 kilogram
64. Methyl isocyanate 100 kilogram
65. Mevinphos 100 kilogram
66. 2- Naphthylamide 100 kilogram
67. Nickel metal, oxides, carbonates and sulphides as powder 1 kilogram
68. Nickel tetracarbonyl 1 ton
69. Oxydisulfoton 100 kilogram
70. Oxygen difluoride 100 kilogram
71. Paraoxon (Diethyl 4-nitro-phenyl phosphate) 100 kilogram
72. Parathion 100 kilogram
73. Parathion 100 kilogram
74. Pentaborane 100 kilogram
75. Phorate 100 kilogram
76. Phosacetin 100 kilogram
77. Phosgene (Carbonyl chloride) 100 kilogram
78. Phosphamidon 100 kilogram
79. Phosphine (Hydrogen phosphide) 100 kilogram
Promarit (1-(3, 4-Dichlorophenyl)-3-
80. 100 kilogram
triazenethiocarboxamide
81. 1, 3- propanesultone 1 kilogram
82. 1-Propen-2-chloro-1, 3-diol diacetate 1 kilogram
83. Pyrazonon 100 kilogram
NILAI AMBANG
No. NAMA BARANG KUANTITAS
(NAK)
84. Selenium hexafluoride 10 kilogram
85. Sodium selenide 100 kilogram
86. Stibine (Antimony hydride) 100 kilogram
87. Sulfotep 100 kilogram
88. Sulphur dichloride 1 ton
89. Tellurium hexafluoride 100 kilogram
90. TEPP 100 kilogram
91. 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD) 1 kilogram
92. Tetramethylene-disulphotetramine 1 kilogram
93. Thionazin 100 kilogram
94. Tripate (2, 4-Dimethyl-1, 3-dithiolane-2-carboxadihyde) 100 kilogram
95. Trichloromethanesulphenyl chloride 100 kilogram
96. 1-Tri (cycolohexy) stanny-1 H-1, 2,4-triazole 100 kilogram

20 dari 23
KEP.187/MEN/1999

97. Triethylenemelamine 10 kilogram


98. warfarin 100 kilogram

III. SANGAT REAKTIF


NILAI AMBANG
No. NAMA BARANG KUANTITAS
(NAK)
1. Acethylene (Ethyne) 50 ton
2. Ammonium nitrate (a) 500 ton
3. 2,2-Bis (tert-buthyperoxy)butane 50 ton
(concentration 70%)
4. 1,1-Bis (tert-buthylperoxy)cyclohexane 50 ton
(concentration >80%)
5. Tert-Buthyl peroxyacetate 50 ton
(concentration >70%)
6. Tert-Buthyl peroxypisobutyrate 50 ton
(concentration >80%)
7. Tert-Buthyl peroxypisoprophyl carbonate 50 ton
(concentration >80%)
8. Tert-Buthyl peroxypivalate 50 ton
(concentration >77%)
9. Dibenzyl peroxydicarbonate 50 ton
(concentration >90%)
10. Di-see-buthylperoxydicarbonate 50 ton
(concentration >80%)
11. Diethyl peroxydicarbonate 50 ton
(concentration >30%)
12. 2,2-Dihydroperoxypropane 50 ton
(concentration >30%)
13. Di-isobutiryl peroxide 50 ton
(concentration >50%)
14. Di-n-propyl peroxydicarbonate 50 ton
(concentration >80%)
15. Ethylene oxide 50 ton
16. Ethylene nitrate 50 ton
17. 3,3,6,6,9,9-hexamethyl-1,2,4-5 tetraxyclononane 0 ton
(concentration >70%)
18. Hydrogen 10 ton
19. Methyl ethyl ketone peroxide 5 ton
(concentration >60%)
20. Methyl isobuthyl ketone peroxide 10 ton
(concentration >60%)
21. Oxygen 500 ton
22. Peracetic acid 50 ton
(concentration >60%)
23. Propylene oxide 50 ton
24. Sodium chiorate 20 ton

21 dari 23
KEP.187/MEN/1999

IV. MUDAH MELEDAK


NILAI AMBANG
No. NAMA BARANG KUANTITAS
(NAK)
1. Barium azide 50 ton
2. Bis (2,4,6-trinitrophenyl)-amine 50 ton
3. Chlorotrinitrobenzene 50 ton
4. Cellulose nitrate 50 ton
(containing >12,6% nitrogen)
5. Cyclotetramethylene-trinitramine 50 ton
6. Cyclotriemethylene-trinitramine 50 ton
7. Diazodinitrophenol 10 ton
8. Diethylene glycol dinitrate 10 ton
9. Dinitrophenol, salts 50 ton
10. Ethylene glycol dinitrate 10 ton
11. 1-Guanyl-4-nitrosaminoguanyl-1-tetrazene 10 ton
12. 2,2,4,4,6,6-Hexanitrostilbene 50 ton
13. Hydrazine nitrate 50 ton
14. Lead azide 50 ton
15. Lead syphanate (lead 2,4,6-nitrotesorcinoxide) 10 ton
16. Mercury fulminate 50 ton
17. N-Methyl 2,4,6-tetranitroaniline 50 ton
18. Pentaerythritiol tetranitate Nitroglycerine 10 ton
19. Pentaerythritiol tetranitate 0 ton
20. Picric acid (2,4,6-Trinitrophenol) 50 ton
21. Sodium picramate 50 ton
22. Stypnic acid (2,4,6-trinitriphenol) 50 ton
23. 1,3,5-Triamino-2,4,6-trinitrobenzena 50 ton
24. Trinitroan 50 ton

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 September 1999

MENTERI TENAGA KERJA


REPUBLIK INDONESIA

ttd.

FAHMI IDRIS

22 dari 23
KEP.187/MEN/1999

LAMPIRAN IV : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA


NOMOR : KEP. 187/MEN/1999
TANGGAL : 29 SEPTEMBER 1999

KURIKULUM KURSUS TEKNIS PETUGAS K3 KIMIA


Jam
No. KURIKULUM
Pelajaran
I. KELOMPOK UMUM
1. Kebijakan Depnaker dibidang K3. 2 JP
2. Peraturan perundang-undangan dibidang K3. 4 JP
3. Peraturan tentang pengendalian bahan kimia berbahaya. 4 JP

II. KELOMPOK INTI


1. Pengetahuan dasar bahan kimia berbahaya. 6 JP
2. Penyimpanan dan penanganan bahan kimia berbahaya. 4 JP
3. Prosedur kerja aman. 4 JP
4. Prosedur penanganan kebocoran dan tumpahan. 4 JP
5. Penilaian dan pengendalian risiko bahan kimia berbahaya. 4 JP
6. Pengendalian lingkungan kerja. 4 JP
7. Penyakit akibat kerja yang disebabkan faktor kimia dan cara
pencegahannya. 6 JP
8. Rencana dan prosedur tanggap darurat. 4 JP
9. Lembar data keselamatan bahan dan label. 4 JP
10. Dasar-dasar Toksikologi. 4 JP
11. P3K. 4 JP

III. KELOMPOK PENUNJANG


1. Peningkatan aktivitas P2K3 2 JP
2. Studi kasus 4 JP
3. Kunjungan lapangan 8 JP
4. Evaluasi 6 JP
Jumlah jam pelajaran 78 JP

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 September 1999

MENTERI TENAGA KERJA


REPUBLIK INDONESIA

ttd.

FAHMI IDRIS

23 dari 23
DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 51 – JAKARTA
Kotak Pos 4872 Jak. 12048 Telp. 5255733 Pes. 600 – Fax (021) 5253913

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL


PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NO. KEP. 113/DJPPK/IX/2006

TENTANG

PEDOMAN DAN PEMBINAAN TEKNIS PETUGAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN


KERJA RUANG TERBATAS (CONFINED SPACES)

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Menimbang : a. bahwa kegiatan industri yang dilakukan di dalam ruang


terbatas semakin meningkat dan berpotensi menimbulkan
bahaya bagi tenaga kerja maupun aset perusahaan lainnya.
b. bahwa untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang ditimbulkan oleh bahaya bahan-bahan kimia yang
mengandung racun dan mudah terbakar yang terdapat di
dalam ruang terbatas, maka diperlukan pengendalian dan
pengawasan secara berjenjang yang dilakukan oleh personil
yang kompeten di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
ruang terbatas.
c. bahwa untuk itu perlu adanya pedoman yang mengatur
ketentuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja ruang
terbatas/confined spaces dan petugas keselamatan dan
kesehatan kerja ruang terbatas/confined spaces dalam
bentuk surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan.

Mengingat : 1. Undang-undang No. 3 tahun 1969 tentang Persetujuan


Konvensi ILO No. 120 mengenai Hygiene dalam Perniagaan
dan Kantor-Kantor
2. Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
3. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.187/MEN/1999
tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat
Kerja

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA : a. Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ruang Terbatas
adalah tenaga tehnis keselamatan dan kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No. SE.117/MEN/2005 tentang Pemeriksaan
Menyeluruh Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Pusat Perbelanjaan, Gedung Bertingkat, dan Tempat-
Tempat Publik Lainnya yang memiliki kompetensi khusus di

1
bidang keselamatan dan kesehatan kerja di ruang
terbatas/tertutup dibuktikan dengan sertifikat pembinaan.
b. Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ruang Terbatas
sebagaimana dimaksud huruf a yang selanjutnya disebut
Petugas K3 Confined Spaces terdiri dari 2 (dua) jenjang
meliputi Petugas Madya dan Petugas Utama
KEDUA : a. Sertifikat pembinaan sebagaimana dimaksud amar pertama
huruf a dan b diperoleh melalui proses pembinaan tehnis
yang terdiri dari seleksi, diklat, dan ujian serta dinyatakan
lulus ujian.
b. Seleksi dan diklat dapat diselenggarakan oleh Perusahaan
Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja bidang diklat sesuai
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI
No.PER.04/MEN/1995 atau oleh internal perusahaan (in
house training) atas persetujuan Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi RI.
c. Ujian diselenggarakan oleh tim yang dibentuk oleh
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI atau Lembaga
Uji lain sesuai peraturan perundang-undangan.
KETIGA : Peserta yang dinyatakan lulus ujian sebagaimana dimaksud pada
amar kedua huruf c diberikan sertifikat oleh Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI.
KEEMPAT : Rincian kompetensi, kurikulum dan persyaratan khusus peserta
pembinaan tehnis Petugas K3 confined spaces tertera pada
lampiran keputusan ini.
KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan
diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 29 September 2006

Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan

MSM. Simanihuruk, SH, MM


NIP. 130353033

2
Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Ruang Terbatas (confined spaces)

Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan Kesehatan Kerja


September 2006
Daftar Isi
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Dasar Hukum
1.3. Tujuan
1.4. Ruang Lingkup
1.5. Daftar Istilah
2. Persyaratan K3 di Ruang Terbatas
2.1. Persyaratan Umum
2.2. Persyaratan untuk ruang terbatas yang memerlukan ijin khusus
2.3. Persyaratan Kesehatan Orang yang Bekerja di Ruang Terbatas
3. Program Memasuki Ruang Terbatas
4. Sistem Perijinan
5. Ijin Kerja
6. Pelatihan
7. Tanggungjawab
9.1. Kontraktor
9.2. Petugas Utama (Entrant)
9.3. Petugas Madya (Attendant)
9.4. Ahli K3 (Safety supervisor)
8. Tim Penyelamat dan Tanggap Darurat

Lampiran
A. Persyaratan Perijinan Untuk Memasuki Ruang Tertutup
B. Prosedur Pemeriksaan dan Pengujian Gas Atmosfer
C. Formulir Perijinan Masuk Ruang Terbatas
D. Sistem Saluran Pembuangan
E. Tim Penyelamat dan Tanggap Darurat

2
LAMPIRAN I : Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan.
Nomor : Kep.113 /DJPPK/IX/2006
Tanggal : September 2006

Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja


di Ruang Terbatas (Confined Spaces)

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Bekerja di dalam ruang terbatas (confined spaces) mempunyai resiko
terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja di dalamnya. Oleh ka renanya
diperlukan aturan dalam r angka memberikan jaminan perlindungan terhadap
pekerja dan aset lainnya, baik melalui peraturan perundang-undangan, program
memasuki ruang terbatas dan persyaratan ataupun prosedur untuk memasuki dan
bekerja di dalam ruang terbatas.
Seperti diketahui bersama, ruang terbatas (confined spaces) mengandung
beberapa sumber bahaya baik yang berasal dari bahan kimia yang mengandung
racun dan mudah terbakar dalam bentuk gas, uap, asap, debu dan sebagainya.
Selain itu masih terdapat bahaya lain berupa terjadinya oksigen defisiensi atau
sebaliknya kadar oksigen y ang berlebihan, suhu yang ekstrem, terjebak atau
terliputi (engulfment), maupun resiko fisik lainnya yang timbul seperti
kebisingan, permukaan yang basah/licin dan kejatuhan benda keras yang
terdapat di dalam ruang terbatas tersebut yang dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja sampai dengan kematian tenaga kerja yang bekerja di dalamnya.
Di sisi lain, Peraturan Khusus L yang mengatur tentang pekerjaan di dalam
tangki apung dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan pe rkembangan teknologi
dan kompleksitas pekerjaan di ruang terbatas sekarang ini, se hingga perlu
dikeluarkan peraturan/pedoman yang dapat mengatur dengan lebih jelas dan
lengkap.

1.2. Dasar Hukum


• Undang Undang No. 3 tah un 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No . 120
mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor
• Undang Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
• Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

3
• Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 187/Men/1999 tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
• Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE.01/Men/1997 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja
• Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigra si No. SE.117/Men/PPK-
PKK/III/2005 tentang Pemeriksaan Menyeluruh Pelaksanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Pusat Perbelanjaan, Gedung Bertingkat, dan Tempat-
Tempat Publik Lainnya.

1.3. Tujuan
Memberikan pedoman/petunjuk Keselamatan dan kesehatan kerja kepada
pengurus, pegawai pengawas dan ahli K3 mengenai langkah-langkah yang harus
dilakukan pada pekerjaan di dalam ruang terbatas (confined spaces) guna
mencegah terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja serta
menekan kerugian karena peledakan, kebakaran dan klaim kesehatan lainnya.

1.4. Ruang Lingkup


1.4.1. Pedoman ini memuat syara t-syarat, prosedur dan kegiatan yang harus
dilakukan dalam upaya melindungi pekerja dari bahaya saat memasuki
dan bekerja di dalam ruang terbatas yang membutuhkan ijin khusus.
Pedoman ini berlaku untuk semua orang yang mengurus, yang memasuki
dan bekerja dalam ruang terbatas.
1.4.2. Pedoman ini mengatur bahwa yang dimaksud memasuki ruang terbatas
adalah apabila seseorang bekerja dengan sebagian maupun seluruh
anggota tubuhnya berada di dalam ruang terbatas, antara lain:
• Tangki penyimpanan, bejana transpor, boiler, dapur/tanur, silo dan
jenis tangki lainnya yang mempunyai lubang lalu orang;
• Ruang terbuka di bagian atas yang melebihi kedalaman 1,5 meter
seperti lubang lalu orang yang tidak mendapat aliran udara yang
cukup;
• Jaringan perpipaan, terowongan bawah tanah dan struktur lainnya
yang serupa;
• Ruangan lainnya di at as kapal yang dapat dimasuki melalui lubang
yang kecil seperti tangki kargo, tangki minyak dan sebagainya

4
1.4.3. Berbagai jenis pekerjaan yang menyebabkan orang memasuki ruang
terbatas, antara lain:
• Pemeliharaan (pencucian atau pembersihan)
• Pemeriksaan
• Pengelasan, pelapisan dan pelindungan karat
• Perbaikan
• Penyelamatan dan memberikan pertolongan kepada pekerja yang
cidera atau pingsan dari ruang terbatas; dan
• Jenis pekerjaan lainnya yang mengharuskan masuk ke dalam ru ang
terbatas.

1.5. Daftar Istilah


1.5.1. Kondisi yang diperbolehkan untuk melakukan kegiatan berarti keadaan
dalam ruang terbatas yang membutuhkan ijin khu sus dimana pekerja
dapat masuk dan bekerja dengan aman di dalamnya.
1.5.2. Petugas madya berarti pekerja yang berjaga di l uar satu atau lebih ruang
terbatas yang membutuhkan ijin khusus, yang bertugas mengawasi
petugas utama, dan melakukan seluruh tugas petugas ma dya sesuai
dengan program pengawasan ruang terbatas.
1.5.3. Petugas utama berarti pekerja yang telah diberi wewenang oleh pengurus
untuk memasuki dan melakukan pekerjaan di dalam ruang terbatas yang
memerlukan ijin khusus.
1.5.4. Pemampatan (blanking/blinding) berarti penutupan total jaringan, pipa
atau saluran dengan cara memasang lempengan padat/sorokan (seperti
spectacle blind atau skillet bl ind) yang dapat menutupi secara total dan
dapat menahan tekanan maksimum dalam jaringan, pipa atau saluran
tersebut tanpa menimbulkan kebocoran pada lempengan padat/sorokan.
1.5.5. Ruang terbatas (confined spaces) berarti ruangan yang:
1.5.5.1. cukup luas dan memiliki konfigurasi sedemikian rupa sehingga
pekerja dapat masuk dan melakukan pekerjaan di dalamnya;
1.5.5.2. mempunyai akses keluar masuk yang terbatas. Seperti pada tank,
kapal, silo, tempat penyimpanan, lemari be si atau ruang lain
yang mungkin mempunyai akses yang terbatas).
1.5.5.3. tidak dirancang untuk tempat kerja secara berkelanjutan atau
terus-menerus di dalamnya.

5
1.5.6. Penutupan dan pengurasan berarti penutupan jaringan, pipa atau saluran
dengan cara menutup dan mengunci atau mengkaitkan 2 k atup yang
berhubungan dengan membuka dan mengunci atau mengkaitkan katup
pengurasan atau pembuangan pada jaringan diantara 2 katu p yang
tertutup tersebut.
1.5.7. Gawat darurat berarti setiap keadaan (termasuk terjadinya kegagalan
pengendalian bahaya atau monitoring peralatan) atau kejadian baik yang
berlangsung di dalam atau di l uar ruang terbatas yang dapat
membahayakan pekerja di dalamnya.
1.5.8. Terliputi atau Engulfment berarti keadaan dimana seseorang
terperangkap oleh cairan a tau substansi padat yang dapat terhirup
sehingga dapat me nyebabkan gangguan berupa penyumbatan sistem
pernapasan sehingga dapat menimbulkan kematian melalui strang ulasi,
konstriksi atau penekanan.
1.5.9. Kegiatan berarti kegiatan dimana seseorang melalui jalur masuk ruang
terbatas yang memer lukan ijin khusus. Masuk kedalam ruangan tersebut
meliputi kegiatan yang dilangsungkan dalam ruang tersebut.
1.5.10. Ijin masuk (ijin) berarti dokumen tertulis yang diberikan oleh pengurus
untuk memperbolehkan dan mengawasi kegiatan dalam ruang terbatas
dengan ijin khusus dan mengandung informasi seperti diatur dalam bagian
4 pada pedoman ini.
1.5.11. Ahli K3 berarti orang (seperti pengurus, pengawas pekerja at au
supervisor) yang bertanggung jawab untu k menentukan apakah terdapat
kondisi yang masih diperbolehkan untuk melakukan kegiatan dalam ruang
terbatas tersebut s esuai dengan re ncana kerja yang telah dibuat, untuk
mengesahkan dan mengawasi proses tersebut dan untuk menghentikan
kegiatan seperti diatur pada pedoman ini.
Catatan: Ahli K3 juga dapat bertugas sebagai petugas madya atau sebagai
petugas utama yang berwenang, selama individu tersebut mendapat
pelatihan dan terampil menggunakan peralatan kerja yang sesuai se perti
diatur dalam pedoman ini.
1.5.12. Lingkungan berbahaya berarti lingkungan yang dapat menyebabkan
pekerja menghadapi risiko kematian, hendaya atau ketidakmampuan
menyelamatkan diri secara mandiri, kecelakaan, terluka, atau penyakit
akut akibat satu atau beberapa sebab berikut ini:

6
1.5.12.1. Gas, uap atau kabut ua p yang mudah terbakar dengan
konsentrasi melebihi 10% dari BRDM nya.
1.5.12.2. Debu di udara yang mudah meledak dengan konsentrasi setara
atau melebihi BRDM. Catatan: konsentrasi ini d apat
diperkirakan jika debu dapat terlihat secara visual pada jarak 5
kaki (1,52 m) atau kurang.
1.5.12.3. Konsentrasi oksigen di udara dibawah 19,5 % atau melebihi
23,5 %
1.5.12.4. Konsentrasi substansi yang konsentrasinya atau nilai ambang
batasnya dimuat dalam Surat Edara n Menaker No. SE.
01/Men/1997
1.5.12.5. Setiap keadaan lingkungan yang langsung berbahaya bagi
kesehatan atau dapat mengakibatkan kematian.
Catatan: untuk kontaminan udara yang belum ditentukan dosis atau nilai
ambang batasnya dalam SE Menaker No. SE. 01 /Men/1997, dapat
digunakan sumber informasi lain seperti LDKB.
1.5.13. Ijin untuk melakukan pekerjaan panas berarti ijin tertulis dari atasan
pekerja tersebut untuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan sumber
panas (seperti riveting, pengelasan, pemotongan, pembakaran atau
pemanasan)
1.5.14. kesakitan atau kematian dengan segera berarti setiap kondisi yang dapat
mengakibatkan kematian segera atau dapat menimbulkan efek samping
permanen terhadap kesehatan atau dapat menimbulkan hendaya bagi
pekerja untuk menyelamatkan diri secara dari ruang terbatas tersebut.
Catatan: beberapa zat tertentu, seperti gas HF atau uap c admium, dapat
menimbulkan reaksi tanpa gejala yang jelas, namun segera diikuti dengan
kolaps yang mendadak dan mungkin fatal dalam 12-72 jam setel ah
pemaparan.
1.5.15. Pengisian/Pembilasan dengan gas inert (purging) berarti pengisian udara
dalam ruang terbatas dengan menggunakan gas yang tidak mudah
meledak (seperti nitrogen) sedemikian rupa sehingga udara di ruang
tersebut menjadi tidak mudah meledak.
Catatan: kegiatan prosedur ini menyebabkan kadar oksigen dalam
menjadi berkurang sehingga dapat mengakibatkan kesakitan, sesak atau
kematian dengan segera.

7
1.5.16. Isolasi berarti proses dimana ruang terbatas tersebut di-nonfungsikan dan
tertutup sepenuhnya dari pelepasan energi atau ma terial ke lingkungan
terbuka melalui cara seperti: pemasangan sorokan (blanking/blinding),
pemindahan jaringan pipa atau saluran, penutupan dan pengurasan,
penutupan seluruh sumber energi, dan pemutusan seluruh jaringan.
1.5.17. Pemutusan jaringan berarti pembukaan pipa, jaringan atau saluran yang
mengandung bahan beracun, mudah terbakar, koro sif, gas inert, atau
cairan lainnya yang pada volume atau tekanan dan suhu tertentu dapat
mengakibatkan kerusakan berupa ledakan dan lain-lain
1.5.18. Ruang terbatas tanpa ijin khusus berarti ruang terbatas yang tidak
berpotensi mengandung gas atmosf er yang berbahaya atau mengandung
bahaya lainnya yang dapat menyebabkan kematian atau bahaya terhadap
fisik lainya.
1.5.19. Ruang terbatas dengan ijin khusus berarti ruang terbatas yang mempunyai
satu atau lebih ciri-ciri berikut ini:
1.5.19.1. mengandung gas atmosfer udara yang berbahaya
1.5.19.2. mengandung material yang berpotensi memerangkap pekerja di
dalamnya
1.5.19.3. mempunyai konfigurasi atau struktur sedemikian rupa sehingga
petugas utama dapat terperangkap atau mengalami asfiksia
akibat dinding y ang melengkung ke dalam atau lantai yang
curam dan mengarah ke loron g atau ruangan yang lebih kecil,
atau
1.5.19.4. mengandung bahaya lainnya.
1.5.20. Udara rendah oksigen berarti udara yang mengandung oksigen kurang dari
19, 5%
1.5.21. Udara kaya oksigen berarti udara yang mengandung oksigen lebih dari 23,
5%
1.5.22. Program ruang terbatas berarti program yang dibuat untuk mengendalikan
dan melindungi pekerja dalam ruang terbatas untuk mengatur kegiatan
pekerja di dalamnya.
1.5.23. Sistem perijinan berarti prosedur tertulis dari pengurus untuk
mempersiapkan dan mengeluarkan ijin untuk melaksanakan kegiatan dan
menghentikan kegiatan dalam ruang terbatas dengan ijin khusus.

8
1.5.24. Kondisi terlarang berarti setiap kondisi dimana pekerja tidak dapa t
melakukan kegiatan di dalam ruang terbatas dengan ijin khusus.
1.5.25. Petugas penyelamat berarti orang yang bertugas menyelamatkan pekerja
dari ruang terbatas.
1.5.26. Sistem penyelamatan berarti peralatan (termasuk tali penyelamat; sabuk
pengaman, baik yang sebatas dada ataupun digunakan di selu ruh tubuh;
wristlet; atau alat pengangkut) yang digunakan untuk mengeluarkan
pekerja dari ruang terbatas.
1.5.27. Pengujian berarti proses identifikasi dan evaluasi bahaya berbahaya yang
mungkin dihadapi petugas utama dalam ru ang terbatas dengan ijin
khusus.

2. Persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di ruang terbatas


2.1. Persyaratan Umum
2.1.1. pengurus wajib melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap tempat
kerja untuk menentukan apakah terdapat ruang terba tas dengan iji n
khusus.
2.1.2. jika pada tempat kerja terdapat ruang terbatas dengan ijin khusus,
pengurus wajib menginformasikannya kepada pekerja dengan memasang
tanda bahaya atau peralatan lain yang efektif, mengenai keberadaan dan
lokasi serta bahaya yang terdapat dalam ruang terbatas yang memerlukan
ijin khusus tersebut.
Catatan: tanda bertuliskan – BAHAYA- RUANG TERBATAS DENGAN IJIN
KHUSUS, DILARANG MASUK atau menggunakan kalimat lain dengan maksud
yang sama.
2.1.3. jika pengurus memutuskan bahwa pekerja tidak diperbolehkan memasuki
ruang terbatas dengan ijin k husus, pengurus wajib melakukan langkah-
langkah untuk mencegah dan melarang pekerja memasuki ruang terbatas
tersebut.

2.2. Persyaratan untuk ruang terbatas dengan ijin khusus


2.2.1. jika pengurus memperbolehkan pekerja memasuki ruang terbatas dengan
ijin khusus, pengurus wajib mengembangkan dan mengimplementasikan

9
program tertulis sepe rti diatur dalam pedoman ini. Program tertulis
tersebut harus dketahui oleh pekerja dan perwakilannya.
2.2.2. Peryaratan yang wajib dilakukan untuk memasuki ruang terba tas dengan
ijin khusus
2.2.2.1. Jika penutup akses/pintu masuk dibuka, pada jalur tersebu t
harus dipasang selusur, penutup sementara atau penghalang
sementara lainnya untuk mencegah masuknya pekerja tanpa
disengaja dan untuk melindungi pekerja di dalam ruang terbatas
tersebut dari masuknya benda asing ke dalam ruangan.
2.2.2.2. Sebelum pekerja memasuki ruangan, udara di d alam ruangan
harus diuji terlebih dahulu, berturut- turut untuk kadar oksigen,
gas dan uap yang mudah terbakar dan kontaminan udara yang
berpotensi berbahaya, dengan peralatan yang telah dikalibrasi.
Setiap pekerja yang memasuki ruangan atau perwakilan pekerja
tersebut, wajib diberi kesempatan untuk mengawasi pengujian
tersebut.
2.2.2.3. Tidak boleh ada udara berbahaya dalam ruangan tersebut jika
terdapat pekerja di dalamnya
2.2.2.4. Wajib menyediakan sistem aliran udara secara kontinyu, dengan
ketentuan sebagai berikut:
2.2.2.4.1. Pekerja tidak boleh memasuki ruangan sebelum
udara berbahaya di dalamnya dibersihkan terlebih
dahulu
2.2.2.4.2. Aliran udara tersebut diarahkan sedemikian rupa
sehingga dapat mencapai area dimana pekerja akan
berada dan harus berlangsung terus menerus selama
pekerja berada di dalam.
2.2.2.4.3. Pengaturan aliran udara tersebut harus diperoleh
dari sumber yang bersih da n tidak boleh
meningkatkan bahaya dalam ruangan.
2.2.2.5. Udara dalam ruangan harus diuji secara berkala sesering mungkin
untuk memastikan bahwa pengaturan aliran udara dapat
mencegah akumulasi udara yang berbahaya dalam ruangan.
Setiap pekerja yang memasuki ruangan, atau perwakilan pekerja

10
tersebut, wajib diberi kesempatan untuk mengamati proses
pengujian tersebut.
2.2.2.6. Jika terdeteksi udara berbahaya selama kegiatan berlangsung:
2.2.2.6.1. Setiap pekerja harus meninggalkan ruangan terbatas
tersebut secepatnya
2.2.2.6.2. Ruangan harus dievaluasi untuk menentukan
bagaimana udara berbahaya tersebut dapat terjadi,
dan
2.2.2.6.3. Harus dilakukan pemeriksaan untuk melindungi
pekerja dari udara berbahaya tersebut sebelum
kegiatan berikutnya berlangsung
2.2.2.7. Pengurus wajib memastikan bahwa ruang tersebut telah aman
dan telah dilakukan pemeriksaan sebelum kegiatan berlangsung,
seperti diatur dalam paragrap 2.2.3, melalui pernyataan tertulis,
yang memuat tanggal, l okasi ruang dan tanda tangan petugas
pemeriksa. Pernyataan tertulis tersebut harus dibuat se belum
kegiatan berlangsung dan dapat dilihat oleh pekerja y ang akan
melakukan kegiatan dalam ruang tersebut, a tau perwakilan
pekerja tersebut.
2.2.3. Jika terdapat perubahan pada penggunaan atau konfigurasi ruang terbatas
tanpa ijin k husus yang mungkin meningkatkan bahaya pada pekerja di
dalamnya, pengurus wajib melakukan evaluasi ulang terhadap ruang
tersebut, dan bila pe rlu mengklasifikasikannya sebagai ruang terbatas
dengan ijin khusus.
2.2.4. Ruang yang diklasifikasikan sebagai ruang terbatas dengan ijin khusus oleh
pengurus, dapat diklasifikasikan kembali sebagai ruang terbatas tanpa ijin
khusus dengan persyaratan berikut:
2.2.4.1. Jika ruang terbatas dengan ijin khusus tersebut tidak
mengandung udara berbahaya, dan jika bahaya di dalamnya
telah dieliminasi tanpa perlu masuk ke dalam ruangan tersebut,
ruang tersebut da pat diklasifikasikan kembali sebagai ruang
terbatas tanpa ijin khusus selama tetap tidak terda pat udara
berbahaya di dalamnya.
2.2.4.2. Jika dirasakan perlu untuk memasuki ruang tersebut untuk
menghilangkan bahaya di dalamnya, kegiatan tersebut harus

11
dilakukan sesuai persyaratan pada paragraph 2.2. jika pengujian
dan pemeriksaan selama kegiatan membuktikan bahwa bahaya
dalam ruang tersebut telah dihilangkan, ruang te rsebut dapat
diklasifikasikan kembali sebagai ruang terbatas tanpa ijin khusus
selama tetap tidak terdapat bahaya di dalamnya.
2.2.4.3. Pengurus wajib mendokumentasikan dasar penentuan bahwa
seluruh bahaya dalam ruang terbatas dengan ijin khusus telah
dihilangkan, melalui sertifikasi yang memuat tanggal, lokasi
ruang dan tandatangan petugas yang membuat penentuan
tersebut. Sertifikasi tersebut dapat dibaca oleh seluruh pekerja
yang memasuki ruang tersebut atau oleh perwakilan pekerja
2.2.4.4. Jika bahaya timbul dalam ruang terbatas dengan ijin khusus yang
telah diklasifikasikan sebagai ruang terbatas tanpa ijin k husus,
seluruh pekerja wajib meningg alkan ruangan. Pengurus wajib
mengevaluasi kembali ruang tersebut dan m enentukan apakah
ruang tersebut ha rus diklasifikasikan kembali sebagai ruang
terbatas dengan ijin khusus, seperti diatur dalam pedoman ini.

2.3. Persyaratan Kesehatan Untuk Orang yang Bekerja di Ruang Terbatas


2.3.1. Bekerja di ruang terbatas dapat memberikan tekanan fisik dan psikologis.
Hal ini dikarenakan kualitas penerangan yang buruk dan rua ngan yang
sempit, dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan keseimbangan
karena menurunnya fungsi koordinasi dan p eredaran darah yang tidak
normal.
2.3.2. Pengurus wajib memastikan petugas yang bekerja di ruang terbatas dalam
keadaan sehat secara fisik dan dinyatakan oleh dokter pemeriksa
kesehatan kerja bahwa petugas tersebut tidak mempunyai riwayat :
2.3.2.1. Sakit sawan atau epilepsi
2.3.2.2. Penyakit jantung atau gangguan jantung
2.3.2.3. Asma, bronchitis atau sesak napas apabila kelelahan
2.3.2.4. Gangguan pendengaran
2.3.2.5. Sakit kepala seperti migrain ataupun vertigo yang dapat
menyebabkan disorientasi
2.3.2.6. Klaustropobia, atau gangguan mental lainnya
2.3.2.7. Gangguan atau sakit tulang belakang

12
2.3.2.8. Kecacatan penglihatan permanen
2.3.2.9. Penyakit lainnya yang dapat membahayakan keselamatan selama
bekerja di ruang terbatas

3. Program Memasuki Ruang Terbatas dengan Ijin Khusus


3.1. Pengurus yang memiliki ruang terbatas yang memerlukan ijin khusus
berkewajiban membuat program ruang terbatas.
3.2. Program tersebut sekurang-kurangnya terkandung hal-hal berikut:
3.2.1. Langkah-langkah khusus untuk mencegah masuknya pihak yang tidak
berwenang.
3.2.2. Identifikasi dan evaluas i bahaya dalam ruang tersebut sebelum dimasuki
oleh pekerja
3.2.3. Pengembangan dan penggunaan peralatan, prosedur dan pra ktik yang
diperlukan untuk menjamin keam anan kegiatan dalam ruang tersebut,
termasuk, namun tidak terbatas kepada, hal-hal berikut:
3.2.3.1. menentukan kondisi yang masih dip erbolehkan untuk melakukan
kegiatan
3.2.3.2. memberikan kesempatan kepada petugas utama yang berwenang
atau kepada perwakilan pekerja tersebut untuk i kut mengamati
setiap pengawasan dan pengujian ruang tersebut
3.2.3.3. Melakukan isolasi pada ruang tersebut
3.2.3.4. Melakukan pembersihan, pengisian gas inert, pembilasan atau
pengaliran udara ke dalam ruang tersebut jika diperlukan, untuk
menghilangkan atau mengendalikan udara berbahaya di
dalamnya.
3.2.3.5. Menyediakan jalur untuk pejalan kaki, kendaraan atau
penghalang lain yang diperlukan untuk melindungi petugas utama
dari bahaya dari luar
3.2.3.6. Memastikan bahwa kondisi dalam ruang tersebut aman untuk
dilakukan kegiatan di dalamnya.
3.2.4. Penyediaan peralatan berikut seperti dibawah ini, menjaga kondisi
peralatan tersebut agar dapat bekerja baik, dan memastikan bahwa
pekerja menggunakan peralatan tersebut dengan baik:
3.2.4.1. Peralatan pengujian dan pema ntauan harus sesuai seperti yang
diatur dalam paragrap 3.2.5

13
3.2.4.2. Peralatan pengaliran udara (ventilasi) harus mampu
mempertahankan kondisi yang masih diperbolehkan untuk
melakukan kegiatan
3.2.4.3. Peralatan komunikasi yang diperlukan harus sesuai seperti yang
diatur dalam paragrap 7.2.3. dan 7.3.5 pedoman ini
3.2.4.4. Alat pelindung diri diperlukan karena pengendalian teknik dan
tata kerja saja tidak cukup untuk melindungi pekerja
3.2.4.5. Peralatan untuk penerangan tambahan diperlukan agar pekerja
dapat melihat dengan jelas dalam beke rja dan untuk keluar
secepatnya dari ruangan, dalam keadaan gawat darurat
3.2.4.6. Alat perlindungan diperlukan sebagaimana diatur dalam
paragraph 3.2.3. pedoman ini
3.2.4.7. Peralatan lain, seperti tangga diperlukan agar petugas utama
dapat keluar masuk ruang dengan aman
3.2.4.8. Peralatan untuk penyelamatan dan keadaan g awat darurat harus
dipersiapkan sesuai seperti diatur dalam pa ragrap 3.2.9.
pedoman ini, kecuali peralatan tersebut telah disediakan o leh
petugas penyelamat.
3.2.4.9. Peralatan lain yang diperlukan untuk keluar masuk dengan aman
dari ruang tersebut
3.2.5. Jika akan melakukan kegiatan dalam ruang terbatas dengan ijin khusus
tersebut, evaluasi berikut ini harus dilakukan:
3.2.5.1. Uji kondisi dalam ruang tersebut untuk menentukan apakah
terdapat kondisi yang masih diperbolehkan untuk melakukan
kegiatan sebelum kegiatan di laksanakan, kecuali bila tid ak
mungkin melakukan isolasi terh adap ruangan karena ruangan
tersebut besar atau merupakan bagian dari sistem yang
tersambung dengan yang lain (seperti pada sistem pembuangan),
pengujian sebelum ma suk dapat dilakukan sebisa mu ngkin
sebelum kegiatan dilaksanakan, dan jika kegiatan telah
mendapat otorisasi, kondisi dalam ruangan harus diaw asi secara
terus menerus selama pekerja melakukan kegiatan di dalamnya.
3.2.5.2. Pengujian dan pemantauan ruangan diperlukan untuk
menentukan apakah kondisi yang masih diperbolehkan untuk

14
melakukan kegiatan dapat diperta hankan selama kegiatan
berlangsung; dan
3.2.5.3. untuk pengujian udara berbahaya, uji terlebih dahulu
konsentrasi oksigen, lalu konsentrasi uap dan ga s yang mudah
meledak serta konsentrasi uap dan gas berbahaya
3.2.5.4. Setiap petugas utama yang berwenang atau perwakilan pekerja
tersebut wajib diberikan kesempatan untuk mengamati
pengujian atau pemantauan awal serta pemantauan dan
pengujian lanjutan ruang terbatas dengan ijin khusus tersebut
3.2.5.5. Mengadakan evaluasi ulang keadaan ruang jika ada permi ntaan
dari petugas utama atau perwakilannya jika pekerja tersebut
yakin bahwa evaluasi yang telah dilakukan belum memadai
3.2.5.6. Petugas madya atau perwakilannya wajib segera diberikan
laporan dari pengujian seperti ya ng diatur dalam paragrap 3.
pedoman ini
3.2.6. Sedikitnya satu orang petugas ma dya wajib ada di luar ruangan selama
kegiatan yang telah diotorisasi tersebut berlangsung
3.2.7. Jika terdapat ruangan lebih dari satu yang harus dipantau oleh seo rang
petugas madya, dalam program untuk ruang terbatas dengan ijin khusus
tersebut perlu diatur cara dan prosedur yang dapat memudahkan petugas
madya tersebut merespon kead aan gawat darurat yang terjadi pada satu
atau lebih ruangan yang menjadi tanggung jawabnya tanpa meninggalkan
tanggung jawabnya seperti yang diatur pada paragrap 7 dalam pedoman
ini
3.2.8. Tentukan siapa saja pekerja yang akan bertugas (seperti petugas utama,
petugas madya, ahli K3, petugas p enguji atau pemantau kondisi udara
dalam ruangan dengan ijin khusus tersebut), beri penjabaran untuk
tugasnya masing-masing dan berikan pelatihan sesuai dengan ketentuan
yang diatur pada paragrap 7 dalam pedoman ini.
3.2.9. Kembangkan dan implementasikan prosedur untuk memanggil tim
penyelamat dan tim tanggap darurat untuk mengeluarkan petugas utama
dari ruangan, untuk melakukan hal ta nggap darurat lain yang diperlukan
untuk menyelamatkan pekerja dan untuk mencegah petugas yang tidak
berwenang mencoba melakukan penyelamatan

15
3.2.10. Kembangkan dan implementa sikan sistem untuk persiapan, penerbitan,
penggunaan dan pemb atalan ijin kegiatan sebagaimana diatur dalam
pedoman ini
3.2.11. Kembangkan dan implementasikan prosedur untuk mengkoordinasi
kegiatan jika ada beberapa pekerja dari unit kerja yang berbeda bekerja
bersamaan sebagai petu gas utama yang berwenan g dalam ruangan,
sehingga tidak saling membahayakan satu sama lain.
3.2.12. Kembangkan dan implementasikan prosedur (seperti penutupan ruangan
dan pembatalan ijin) yang diperlukan untuk mengakhiri kegiatan setelah
kegiatan selesai dilaksanakan.
3.2.13. Kaji ulang proses kegiata n bila pengurus meyakini langkah-langkah
pencegahan yang dilakukan dalam pr ogram untuk ruang terba tas dengan
ijin khusus tidak dapat melindungi pekerja dan revisi program untuk
memperbaiki kekurangan yang ada sebelum kegiatan berikutnya diijinkan.
3.2.14. Kaji ulang program untuk ruang terbatas dengan ijin khusus, den gan
menggunakan pembatalan ijin se perti yang dijelaskan dalam pera grap 5
pedoman ini, selama 1 tahun setelah setiap kegiatan dan revisi program
bila diperlukan, untuk memastikan setiap pekerja yang beroperasi dalam
ruang terbatas dengan ijin khusus telah terlindungi dari bahaya yang
ditimbulkan ruangan tersebut.

4. Sistem Perijinan
4.1. Sebelum kegiatan dilangsungkan, pengurus wajib mendokumentasikan
kelengkapan langkah-langkah pencegahan seperti yang telah diatur.
4.2. Sebelum kegiatan dimulai, ahli K3 ya ng dicantumkan dalam sura t ijin wa jib
menandatangani ijin tersebut untuk mensahkan kegiatan
4.3. Ijin yang telah le ngkap harus diberikan pada saat dimulai kegiatan kepada
seluruh petugas utama yang ber wenang atau perwakilannya, dengan
memasangnya pada pos kegiatan atau dengan cara lain yang sama efektifnya,
agar petugas uta ma dapat memastikan bahwa persiapan awal sebelum memulai
kegiatan telah selesai dilaksanakan
4.4. Durasi kegiatan yang tercantum dalam surat ijin tidak boleh melebihi waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dicantumkan dalam
ijin, seperti yang diatur dalam paragrap 5.3
4.5. Ahli k3 wajib menghentikan kegiatan dan membatalkan ijin kegiatan bila:

16
4.5.1. kegiatan seperti yang dicantumkan dalam surat ijin telah selesai
dilaksanakan, atau
4.5.2. kondisi yang tidak diperbolehkan dalam ijin ke giatan timbul dalam
ruangan
4.6. Pengurus wajib menahan setiap ijin k egiatan yang telah dibatalkan minimal 1
tahun untuk mengkaji ulang program untuk ruang terbatas dengan ijin khusus
seperti yang diatur. Setiap masalah yang timbul selama kegiatan akan dicatat
dalam ijin tersebut sehingga revisi dapat dilakukan

5. Ijin kegiatan.
Ijin kegiatan seperti yang dimaksud dalam pedoman ini dan berguna untuk
mensahkan kegiatan dalam ruang dengan ijin khusus wajib memuat:
5.1. Ruang terbatas dengan ijin khusus yang akan dimasuki
5.2. Kegiatan yang dilangsungkan di dalamnya
5.3. Tanggal dan durasi kegiatan yang telah disahkan dalam ijin kegiatan
5.4. Petugas-petugas utama yang bekerja dalam ruangan, baik dengan penulisan nama
atau cara lain (se perti penggunaan jadwal kerja) untuk memudahkan petugas
madya mengetahui petugas utama yang akan bekerja dalam ruangan untuk
jangka waktu tertentu, dengan cepat dan akurat
5.5. Nama pekerja yang bertugas sebagai petugas madya
5.6. Nama ahli K3 yang bertugas, dengan spasi untuk tanda tangan atau initial ahli K3
yang mensahkan kegiatan
5.7. Bahaya dari ruangan yang akan dimasuki
5.8. Langkah-langkah yang diambil un tuk mengisolasi ruangan dan untuk
menghilangkan atau mengendalikan bahaya dari ruang terbatas dengan ijin
khusus tersebut sebelum dimulai kegiatan
5.9. Kondisi yang masih diperbolehkan untuk melakukan kegiatan
5.10. Hasil dari pengujian awal dan berkala yang seperti yang diatur da lam pedoman
ini disertai nama atau inisial petugas penguji dan waktu pengujian dilaksanakan
5.11. Tim penyelamat dan tim ta nggap darurat yang dapat dipanggil dan cara untuk
memanggilnya (seperti peralatan yang digunakan dan no mor yang dapat
dihubungi)
5.12. Prosedur komunikasi yang digunakan oleh p etugas utama dan petugas ma dya
untuk mempertahankan hubungan selama kegiatan berlangsung

17
5.13. Peralatan, seperti APD, peralatan pengujian, alat komunikasi, system alarm,
alat-alat penyelamatan yang harus disediakan seperti yang diatur dalam pedoman
ini
5.14. Informasi lain yang dirasakan perlu, sesuai dengan kondisi ruangan, untuk
memastikan Keselamatan pekerja
5.15. Ijin tambahan lainnya, seperti untuk melakukan kerja panas, yang telah
dikeluarkan untuk mengesahkan pekerjaan tersebut dalam ruang terbatas dengan
ijin khusus

6. Pelatihan
6.1. Pengurus wajib memberikan pelatihan kepada seluruh pekerja yang pekerjaannya
diatur dalam pedoman ini agar dapat memahami dan memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk melakukan tugasnya dengan aman
6.2. Pelatihan diberikan kepada setiap pekerja yang terlibat kegiatan dalam ruang
terbatas dengan ijin khusus, saat:
6.2.1. Sebelum pekerja tersebut memulai tugasnya
6.2.2. Sebelum terjadi perubahan tugas
6.2.3. Jika terjadi perubahan pada kegiatan dalam ruangan dengan ijin khusus
yang menyebabkan timbulnya bahaya baru yang belum dilatihkan kepada
pekerja
6.2.4. Jika pengurus yakin terjadi penyimpangan prosedur kegiatan sebagaimana
diatur dalam pedoman ini atau bila pengetahuan pekerja dalam
melaksanakan prosedur ini dirasa kurang
6.3. Materi pelatihan harus memenuhi standar keterampilan pekerja dalam
melaksanakan tugasnya dan mempe rkenalkan prosedur baru maupun yang telah
direvisi bila dianggap perlu, seperti yang diatur dalam pedoman ini
6.4. Penyelenggaran pelatihan wajib memberikan sertifikat kelulusan untuk pelatihan
yang telah dilaksanakan. Sertifikat tersebut memuat nama masing-masing
pekerja, tanda tangan atau ini sial pelatih, dan tanggal pelatihan. Sertifikasi
dapat dilihat oleh pekerja maupun perwakilannya

7. Tanggung Jawab
7.1. Kontraktor

18
7.1.1. Jika pengurus akan menggunakan kontraktor untuk melakukan pekerjaan
yang melibatkan kegiatan dalam ruang terbatas dengan ijin khusus,
pengurus tersebut wajib:
7.1.1.1. Memberikan penetapan kepada kontraktor bahwa tempat kerja
tersebut meliputi ruang terbatas dengan ijin khusus dan kegiatan
didalamnya diperbolehkan hanya jika memenuhi persyaratan
seperti yang dijelaskan dalam pedoman ini;
7.1.1.2. Menginformasikan kepada kontraktor mengenai elemen,
termasuk bahaya yang telah teridentifikasi dan bagaimana
pengalaman pengurus dengan ruang tersebut, yang menjadikan
ruang tersebut sebagai ruang terbatas dengan ijin khusus.
7.1.1.3. Menginformasikan kepada kontraktor mengenai tindakan
pencegahan atau prosedur yang telah diterapkan oleh pe ngurus
dalam rangka perlindungan terhadap pekerja di dalam atau di
dekat ruang terbatas dengan ijin khusus dimana personel
kontraktor tersebut akan bekerja;
7.1.1.4. Mengkoordinasikan kegiatan operasi dengan kontraktor jika
pekerja dari kedua pihak akan bekerja bersama da lam ruang
tersebut dan
7.1.1.5. Menerima laporan dari kontraktor pada akhir kegiatan, mengenai
program yang diikuti dan bahaya yang dihadapi selama proses
kegiatan dalam ruang terbatas tersebut.
7.1.2. Setiap kontraktor yang melakukan kegiatan dalam ruang tersebut wajib:
7.1.2.1. Mematuhi semua ketentuan dalam pedoman ini
7.1.2.2. Mencari informasi mengenai ba haya dan kegi atan dalam ruang
terbatas dengan ijin khusus dari pengurus.
7.1.2.3. Mengkoordinasikan setiap k egiatan dengan pengurus, jika baik
pekerja induk maupun pekerja kontraktor akan bekerja di dalam
atau dekat ruang tersebut
7.1.2.4. Melaporkan kepada pengurus mengenai program ya ng akan
diikuti dan seluruh bahaya yang timbul atau dihadapi dalam
ruang tersebut, melalui laporan tertulis selama proses kegiatan.

7.2. Petugas utama, bertanggungjawab untuk:

19
7.2.1. Mengetahui bahaya yang mungkin dihadapi selama kegiatan, termasuk
modus, tanda atau gejala dan akibat paparan yang dialami
7.2.2. Menggunakan peralatan seperti yang diatur da lam paragraph (d)(4)
dengan baik
7.2.3. Melakukan komunikasi dengan petugas madya b ila diperlukan untuk
memudahkan petugas mady a memantau status petugas uta ma dan untuk
memudahkan petugas madya memberitahu petugas utama bila diperlukan
evakuasi dari ruangan, seperti diatur dalam paragraph 7.3.5. dan 7.3.6.
7.2.4. Memberitahu petugas madya bila:
7.2.4.1. petugas utama menyadari adanya tanda atau gejala bahaya
akibat paparan terhadap situasi yang berbahaya
7.2.4.2. petugas utama mendeteksi adanya kondisi terlarang, dan
7.2.5. Keluar dari ruangan secepat mungkin bila:
7.2.5.1. Ada perintah evakuasi dari petugas madya atau ahli k3
7.2.5.2. Petugas utama menyadari adanya tanda atau gejala bahaya
akibat paparan terhadap situasi yang berbahaya
7.2.5.3. Petugas utama mendeteksi adanya kondisi terlarang, atau
7.2.5.4. Sinyal tanda evakuasi dinyalakan

7.3. Petugas Madya. Bertanggung jawab untuk:


7.3.1. Mengetahui bahaya yang mungkin dihadapi selama kegiatan, termasuk
modus, tanda atau gejala dan akibat paparan yang dialami
7.3.2. Sadar akan efek dari paparan bahaya terhadap tingkah laku petugas
utama;
7.3.3. Secara kontinyu mampu mempertahankan jumlah akurat dari petugas
utama dalam ruangan dan memastikan cara untuk mengidentifikasi
petugas utama yang berada dalam ruangan terbatas dengan ijin khusus
tersebut secara akurat
7.3.4. Tetap berada di luar ruangan dengan ijin khusus selama kegiatan
berlangsung sampai digantikan oleh petugas lainnya
7.3.5. Berkomunikasi dengan petugas utama bila dip erlukan untuk memonitor
status petugas utama tersebut dan memberitahu petugas utama bila perlu
dilakukan evakuasi sebagaimana diatur dalam pedoman ini
7.3.6. Memantau aktivitas di dalam dan di luar ruangan untuk menentukan
apakah aman bagi petugas utama untuk tetap berada di dalam ruangan

20
dan memerintahkan petugas utama untuk evakuasi secepatnya bila terjadi
keadaan berikut:
7.3.6.1. Jika petugas madya mendeteksi adanya kondisi terlarang
7.3.6.2. Jika petugas madya mendeteksi adanya efek dari paparan bahaya
terhadap tingkah laku petugas utama
7.3.6.3. Jika petugas madya m endeteksi adanya situasi di l uar ruangan
yang dapat membahayakan petugas utama, atau
7.3.6.4. Jika petugas madya tidak dapat melakukan tugasnya dengan
aman dan efektif
7.3.7. Memanggil tim penyelamat atau tim tanggap darurat lainnya secepat
mungkin bila petugas madya mengetahui bahwa p etugas utama
membutuhkan bantuan untuk menyelamatkan diri da ri bahaya dalam
ruang terbatas dengan ijin khusus tersebut
7.3.8. Mengambil langkah langkah berikut ini bila petugas yang tidak berwenang
mendekati atau memasuki ruangan selama kegiatan berlangsung:
7.3.8.1. Memperingatkan petugas yang tidak berwenang tersebut untuk
menjauhi ruangan
7.3.8.2. Memberitahu petugas yang tidak berwenang tersebut untuk
keluar secepatnya jika mereka telah memasuki ruangan, dan
7.3.8.3. Memberitahu petugas utama dan Ahli K3 jika petugas yang tidak
berwenang telah memasuki ruangan;
7.3.9. Melakukan tindakan penyelamatan tanpa memasuki ruangan seperti yang
dijelaskan dalam prosedur penyelamatan dari pengurus, dan
7.3.10. Tidak melakukan tugas lain yang mungkin akan menggangu tugas
utamanya untuk memantau dan melindungi petugas utama

7.4. Ahli K3 pengurus wajib memastikan bahwa setiap ahli k3:


7.4.1. Mengetahui bahaya yang mungkin dihadapi selama kegiatan, termasuk
modus, tanda atau gejala dan akibat paparan yang dialami
7.4.2. Melakukan verifikasi, dengan cara memastikan bahwa kegiatan yang
dilakukan telah sesuai dengan ijin kegiatan, bahwa seluruh pengujian
yang dijelaskan dalam ijin k egiatan telah dilakukan dan bahwa seluruh
prosedur dan peralatan yang dijelaskan dalam ijin kegiatan berada di
tempatnya sebelum mengesahkan ijin kegiatan dan m emperbolehkan
kegiatan dilaksanakan

21
7.4.3. Menghentikan kegiatan dan membatalkan ijin kegiatan seperti yang
7.4.4. Memastikan tersedianya tim penyelamat dan cara yang digunakan untuk
memanggil mereka dapat dilakukan;
7.4.5. Mengeluarkan petugas yang tidak berwenang yang mencoba atau telah
memasuki ruangan selama kegiatan berlangsung, dan
7.4.6. Memastikan, bila terjadi pergantian tanggung jawab kegiatan dalam
ruangan, bahwa kegiatan dalam ruangan tetap sesuai seperti yang
dinyatakan dalam ijin kegiatan dan bahwa kondisi yang masih
diperbolehkan untuk melakukan kegiatan dapat dipertahankan

8. Tim Penyelamat dan Tanggap Darurat.


8.1. Pengurus yang menentukan tim penyelamat dan tanggap darurat, wajib:
8.1.1. Melakukan evaluasi terhadap kemampuan tim p enyelamat menanggapi
panggilan dalam waktu yang tep at, dengan asumsi bahaya telah
diidentifikasi
8.1.2. Melakukan evaluasi terhadap kemampuan tim penyelamat, dalam hal
kecakapannya terkait dengan tugas dan per alatan penyelamatan, agar
dapat berfungsi dengan baik se lama proses p enyelamatan petugas utama
dari ruang terbatas dengan ijin khusus tertentu
8.1.3. Memilih tim penyelamat yang telah dievaluasi tersebut yang:
8.1.3.1. Mempunyai kemampuan menyelamatkan korban dalam jangka
waktu sesuai bahaya yang dihadapi;
8.1.3.2. Mempunyai peralatan yang me madai dan mampu m elakukan
penyelamatan yang diperlukan dengan baik
8.1.4. Menginformasikan tim penyelamat mengenai bahaya yang mungkin
dihadapi bila dipanggil untuk melakukan penyelamatan dan
8.1.5. Memberi akses ke seluruh ruang terbatas dengan ijin khusus dimana
penyelamatan mungkin diperlukan agar tim penyelamat dapat membuat
dan mengembangkan rencana dan praktik operasi penyelamatan yang
sesuai
8.2. Pengurus yang pekerjanya telah dipilih sebagai tim penyelamat dan tanggap
darurat wajib melakukan langkah-langkah berikut ini:
8.2.1. Memberikan APD ya ng diperlukan untuk melakukan penyelamatan dari
ruang terbatas dengan ijin khusus kepada seluruh pekerja yang terl ibat,

22
dan melatih pekerja tersebut mengenai penggunaan APD yang tepat,
tanpa membebani pekerja dengan biaya tertentu.
8.2.2. Memberikan pelatihan kepada petugas yang terlibat untuk mel aksanakan
tugas penyelamatan. Pengurus harus memastikan pekerja tersebut
menyelesaikan pelatihan yang diperlukan guna mendapatkan kecakapan
sebagai petugas utama
8.2.3. Memberikan pelatihan kepada pekerja mengenai P3K. Pengurus wajib
memastikan bahwa se dikitnya satu anggota tim mempunyai sertifik asi
dalam melakukan P3K, dan
8.2.4. Memastikan bahwa petugas yang terlibat berlatih melakukan
penyelamatan dari ruang terbatas dengan ijin khusus minimal setiap 12
bulan sekali, dengan cara simulasi operasi penyelamatan menggunakan
boneka, manekin atau manusia dari ruangan yang sesungguhnya atau yang
menyerupainya. Ruangan yang menyerupai tersebut wajib mempunyai
persamaan dengan ruangan yang sesun gguhnya dalam hal ukuran,
konfigurasi dan kemudahan aksesnya.
8.3. Untuk melakukan penyelamatan tanpa harus mema suki ruangan, system atau
metode tertentu akan digunakan bila petugas utama memasuki ruangan, kecuali
bila peralatan untuk mengeluarkan pekerja tersebut akan meningkatkan resiko
atau tidak dapat menyelamatkan petugas utama. Sistem tersebut harus
memenuhi persyaratan berikut ini
8.3.1. Setiap petugas utama wajib menggunakan sabuk pengaman sebatas dada
atau seluruh tubuh, dengan tali pe nyelamat pada pertengahan punggung
petugas setinggi bahu, di atas ke pala, atau pada titik lain dimana dapat
dilakukan penyelamatan pekerja dengan baik. Wristlet dapat digunakan
sebagai pengganti sabuk penahan bila pengurus merasa penggunaan sabuk
penahan tidak dapat diterapkan atau dapat menciptakan bahaya yang
lebih besar dan penggunaan wristlet tersebut lebih aman sebagai
alternative yang lebih efektif
8.3.2. Ujung lain dari tali pe nyelamat dikaitkan pada alat mekanis atau pada
titik yang stabil dan menetap di l uar ruangan, sedemikian rupa sehi ngga
proses penyelamatan dapat dilakukan sesegera mun gkin bila dirasakan
perlu. Alat mekanis wajib tersedia untuk mengeluarkan pekerja dari ruang
terbatas dengan posisi vertical dengan kedalaman lebih da ri 5 kak i (1,52
m)

23
8.4. Jika petugas utama yang terluka tersebut terpapar dengan substansi, dimana
dijelaskan dalam LDKB atau ke terangan lain yang serupa bahwa substansi
tersebut harus tetap berada di tempat kerja, LDKB atau keterangan lain tersebut
harus tersedia dan sebagai petunjuk tindakan pertolongan yang harus dilakukan.

Lampiran A, B,...

24
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.386, 2016 KEMENAKER. Pekerjaan pada Ketinggian.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2016
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM
PEKERJAAN PADA KETINGGIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf i


dan Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja perlu menetapkan Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dalam Pekerjaan pada Ketinggian;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan


Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan
Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk
Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1951 Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1918); Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -2-

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5309);
5. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2015
tentang Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden serta
Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di
Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 411);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM PEKERJAAN
PADA KETINGGIAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatan dan kesehatan Tenaga Kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-3-

2. Bekerja pada Ketinggian adalah kegiatan atau aktifitas


pekerjaan yang dilakukan oleh Tenaga Kerja pada Tempat
Kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat
perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang
menyebabkan Tenaga Kerja atau orang lain yang berada
di Tempat Kerja cedera atau meninggal dunia atau
menyebabkan kerusakan harta benda.
3. Perangkat Pelindung Jatuh adalah suatu rangkaian
peralatan untuk melindungi Tenaga Kerja, orang lain
yang berada di Tempat Kerja dan harta benda ketika
Bekerja Pada Ketinggian agar terhindar dari kecelakaan
dan kerugian finansial.
4. Perangkat Pencegah Jatuh adalah suatu rangkaian
peralatan untuk mencegah Tenaga Kerja memasuki
wilayah berpotensi jatuh agar terhindar dari kecelakaan
dan kerugian finansial.
5. Perangkat Penahan Jatuh adalah suatu rangkaian
peralatan untuk mengurangi dampak jatuh Tenaga Kerja
agar tidak cidera atau meninggal dunia.
6. Alat Pelindung Diri yang selanjutnya disingkat APD
adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi
sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di
Tempat Kerja.
7. Lantai Kerja Tetap adalah semua permukaan yang
dibangun atau tersedia untuk digunakan secara berulang
kali dalam durasi yang lama.
8. Lantai Kerja Sementara adalah semua permukaan yang
dibangun atau tersedia untuk digunakan dalam durasi
yang tidak lama, terbatas pada jenis pekerjaan tertentu
atau ada kemungkinan runtuh.
9. Angkur yang digunakan untuk bekerja pada ketinggian
yang selanjutnya disebut angkur adalah tempat
menambatkan Perangkat Pelindung Jatuh yang terdiri
atas satu titik tambat atau lebih yang ada di alam,
struktur bangunan atau sengaja dibuat dengan rekayasa
teknik pada waktu atau pasca pembangunan gedung.

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -4-

10. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu


melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.
11. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
12. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas
memimpin langsung sesuatu Tempat Kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
13. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya
disebut Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri
Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan
fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
14. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan
Kerja adalah Pengawas Ketenagakerjaan yang mempunyai
keahlian khusus di bidang K3 lingkungan kerja yang
berwenang untuk melakukan kegiatan pembinaan,
pemeriksaan, dan pengujian bidang lingkungan kerja
serta pengawasan, pembinaan, dan pengembangan
sistem pengawasan ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
15. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disebut Ahli K3 adalah tenaga teknis berkeahlian khusus
dari luar instansi yang membidangi ketenagakerjaan yang
ditunjuk oleh Menteri.

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-5-

16. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,


tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana
Tenaga Kerja bekerja, atau yang sering dimasuki Tenaga
Kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber-sumber bahaya.
17. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang
selanjutnya disingkat SKKNI adalah rumusan
kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang
relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan
yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang
membidangi pembinaan pengawasan ketenagakerjaan
dan keselamatan dan kesehatan kerja.
19. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib menerapkan K3 dalam
Bekerja Pada Ketinggian.

Pasal 3
Bekerja pada Ketinggian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 wajib memenuhi persyaratan K3 yang meliputi:
a. perencanaan;
b. prosedur kerja;
c. teknik bekerja aman;
d. APD, Perangkat Pelindung Jatuh, dan Angkur; dan
e. Tenaga Kerja.

BAB II
PERENCANAAN

Pasal 4
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan bahwa
semua kegiatan Bekerja pada Ketinggian yang menjadi

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -6-

tanggung jawabnya telah direncanakan dengan tepat,


dilakukan dengan cara yang aman, dan diawasi.
(2) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan bahwa
Bekerja Pada Ketinggian hanya dilakukan jika situasi dan
kondisi kerja tidak membahayakan keselamatan dan
kesehatan Tenaga Kerja dan orang lain.

Pasal 5
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memperhatikan dan
melaksanakan penilaian risiko dalam kegiatan atau
aktifitas pekerjaan pada ketinggian.
(2) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan bahwa
Bekerja pada Ketinggian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 hanya dilakukan jika pekerjaan dimaksud tidak
dapat dilakukan di lantai dasar.
(3) Dalam hal pekerjaan dilakukan pada ketinggian,
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib melakukan
langkah-langkah yang tepat dan memadai untuk
mencegah kecelakaan kerja.
(4) Langkah-langkah untuk mencegah kecelakaan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak terbatas pada:
a. memastikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan
dengan aman dan kondisi ergonomi yang memadai
melalui jalur masuk (access) atau jalur keluar
(egress) yang telah disediakan; dan
b. memberikan peralatan keselamatan kerja yang tepat
untuk mencegah Tenaga Kerja jatuh jika pekerjaan
tidak dapat dilakukan pada tempat atau jalur
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(5) Dalam hal langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) tidak dapat menghilangkan risiko jatuhnya
Tenaga Kerja, Pengusaha dan/atau Pengurus wajib:
a. menyediakan peralatan kerja untuk meminimalkan
jarak jatuh atau mengurangi konsekuensi dari
jatuhnya Tenaga Kerja; dan
b. menerapkan sistem izin kerja pada ketinggian dan
memberikan instruksi atau melakukan hal lainnya
yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan.

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-7-

BAB III
PROSEDUR KERJA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 6
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib mempunyai
prosedur kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf b secara tertulis untuk melakukan pekerjaan pada
ketinggian.
(2) Prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. teknik dan cara perlindungan jatuh;
b. cara pengelolaan peralatan;
c. teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan;
d. pengamanan Tempat Kerja; dan
e. kesiapsiagaan dan tanggap darurat.
(3) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan bahwa
prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diketahui dan dipahami dengan baik oleh Tenaga Kerja
dan/atau orang yang terlibat dalam pekerjaan sebelum
pekerjaan dimulai.

Bagian Kedua
Daerah Berbahaya

Pasal 7
(1) Setiap Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memasang
perangkat pembatasan daerah kerja untuk mencegah
masuknya orang yang tidak berkepentingan.
(2) Pembatasan daerah kerja sebagaimana dimaksud ayat (1)
dibagi menjadi 3 (tiga) kategori wilayah berdasarkan
tingkat bahaya dan dampak terhadap keselamatan
umum dan Tenaga Kerja.
(3) Pembagian kategori wilayah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -8-

a. wilayah bahaya, merupakan daerah pergerakan


Tenaga Kerja dan barang untuk bergerak vertikal,
bergerak horizontal, dan titik penambatan;
b. wilayah waspada, merupakan daerah antara wilayah
bahaya dan wilayah aman yang luasnya
diperhitungkan sedemikian rupa agar benda yang
terjatuh tidak masuk ke wilayah aman; dan
c. wilayah aman, merupakan daerah yang terhindar
dari kemungkinan kejatuhan benda dan tidak
mengganggu aktivitas Tenaga Kerja;
(4) Pembagian wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
wajib dibuat denah horizontal dan denah vertikal di
lokasi kerja sebagai pedoman bagi Tenaga Kerja,
penanggung jawab lokasi, dan Pengawas
Ketenagakerjaan.
(5) Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
dan huruf b hanya boleh dimasuki oleh Tenaga Kerja dan
Pengawas Ketenagakerjaan.
(6) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberi tanda yang mudah terlihat dan dipahami oleh
setiap orang yang melintas atau berada di sekitar lokasi
kerja.

Bagian Ketiga
Benda Jatuh

Pasal 8
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan bahwa
tidak ada benda jatuh yang dapat menyebabkan cidera
atau kematian.
(2) Pengusaha dan/atau Pengurus membatasi berat barang
yang boleh dibawa Tenaga Kerja pada tubuhnya di luar
berat APD dan alat pelindung jatuh maksimum 5 (lima)
kilogram.
(3) Dalam hal berat barang melebihi 5 (lima) kilogram, harus
dinaikkan atau diturunkan dengan menggunakan sistem
katrol.

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-9-

Bagian Keempat
Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat

Pasal 9
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib membuat rencana
tanggap darurat secara tertulis.
(2) Rencana tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat:
a. daftar Tenaga Kerja untuk melakukan pertolongan
korban pada ketinggian;
b. peralatan yang wajib disediakan untuk menangani
kondisi darurat yang paling mungkin terjadi;
c. fasilitas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
serta sarana evakuasi;
d. nomor telepon dari pihak-pihak terkait dalam
penanganan tanggap darurat; dan
e. denah lokasi dan jalur evakuasi korban menuju
rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.
(3) Rencana tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib dipahami oleh Tenaga Kerja yang terlibat
dalam pekerjaan.

(4) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan


kesiapsiagaan tim tanggap darurat pada saat
berlangsung pekerjaan pada ketinggian.
(5) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib melakukan evaluasi
ulang persyaratan K3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3.

BAB IV
TEKNIK BEKERJA AMAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 10
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan dan

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -10-

melaksanakan teknik bekerja aman untuk mencegah


Tenaga Kerja jatuh atau mengurangi dampak jatuh dari
ketinggian.
(2) Teknik bekerja aman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. bekerja pada Lantai Kerja Tetap;
b. bekerja pada Lantai Kerja Sementara;
c. bergerak secara vertikal atau horizontal menuju atau
meninggalkan lantai kerja;
d. bekerja pada posisi miring; dan
e. bekerja dengan akses tali.

Bagian Kedua
Bekerja Pada Lantai Kerja Tetap

Pasal 11
(1) Upaya untuk mencegah jatuh pada Lantai Kerja Tetap
dapat berupa:
a. pemasangan dinding atau tembok pembatas, pagar
pengaman yang stabil dan kuat yang dapat
mencegah Tenaga Kerja jatuh dari Lantai Kerja
Tetap;
b. memastikan setiap Tempat Kerja sudah memiliki
jalur masuk (access) atau jalur keluar (egress) yang
aman dan ergonomis; dan
c. memastikan panjang tali pembatas gerak (work
restraint) tidak melebihi jarak antara titik Angkur
dengan tepi bangunan yang berpotensi jatuh.
(2) Upaya mengurangi dampak jatuh dari ketinggian dapat
menggunakan alat penahan jatuh kolektif berupa jaring
atau bantalan.

Bagian Ketiga
Bekerja Pada Lantai Kerja Sementara

Pasal 12
(1) Upaya untuk mencegah jatuh dari Lantai Kerja

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-11-

Sementara dapat menggunakan alat penahan jatuh


perorangan berupa:
a. tali ulur tarik otomatis (retractable lanyard); atau
b. tali ganda dengan pengait dan peredam kejut (double
lanyard with hook and absorber).
(2) Penggunaan tali ulur tarik otomatis (retractable lanyard)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus
dipastikan jarak dan ayunan jatuh yang aman.
(3) Penggunaan tali ganda dengan pengait dan peredam
kejut (double lanyard with hook and absorber)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pengait
harus ditambatkan lebih tinggi dari kepala.
(4) Dalam hal Angkur untuk pengait sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tidak tersedia, pengait dapat ditambatkan
pada ketinggian sejajar dada.

Pasal 13
Lantai Kerja Sementara dan struktur pendukungnya tidak
boleh menimbulkan risiko runtuh atau terjadi perubahan
bentuk atau dapat mempengaruhi keselamatan penggunaan.

Paragraf 1
Permukaan Rapuh, Perancah, dan Tangga

Pasal 14
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan tidak ada
Tenaga Kerja yang mendekati, melewati, dan melakukan
pekerjaan pada atau dekat dengan permukaan yang rapuh.

Pasal 15
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan
pekerjaan pada ketinggian yang menggunakan perancah
dan/atau tangga memenuhi persyaratan K3.
(2) Persyaratan K3 perancah dan/atau tangga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -12-

Paragraf 2
Bekerja pada Ketinggian di Alam

Pasal 16
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan Tenaga
Kerja yang melakukan pekerjaan pada ketinggian di alam
melaksanakan persyaratan K3 sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri ini.

Bagian Keempat
Bergerak Secara Vertikal atau Horizontal
Menuju atau Meninggalkan Lantai Kerja

Pasal 17
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib menyediakan alat
pengangkut orang untuk pergerakan Tenaga Kerja
menuju atau meninggalkan lantai kerja.
(2) Dalam hal jenis pekerjaan dan kondisi tertentu tidak
dapat dipasang alat pengangkut orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pergerakan Tenaga Kerja dapat
dilakukan dengan teknik bergerak sebagai berikut:
a. Perangkat Penahan Jatuh perorangan vertikal;
b. Perangkat Penahan Jatuh perorangan horizontal;
c. alat penahan jatuh perorangan dengan tali ganda
pengait dan peredam kejut;
d. Perangkat Penahan Jatuh perorangan dengan
pemanjatan terpandu (lead climbing); dan
e. Perangkat Penahan Jatuh perorangan dengan tali
ulur tarik otomatis.
(3) Teknik bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dilengkapi dengan alat atau mekanisme peredam
kejut.

Pasal 18
(1) Teknik bergerak dengan menggunakan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan vertikal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a harus

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-13-

dipastikan:
a. Angkur ditempatkan pada garis lurus vertikal
dengan posisi Tenaga Kerja;
b. sudut deviasi maksimum dari garis lurus vertikal
sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak boleh
lebih dari 15 (lima belas) derajat; dan
c. setiap perangkat hanya digunakan oleh seorang
Tenaga Kerja.
(2) Teknik bergerak dengan menggunakan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan horizontal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b harus
dipastikan:
a. mampu menahan beban jatuh sejumlah pekerja
yang terhubung; dan
b. jarak bentangan antara 2 (dua) titik Angkur tidak
boleh lebih dari 30 (tiga puluh) meter.
(3) Teknik bergerak dengan menggunakan alat penahan
jatuh perorangan dengan tali ganda pengait dan peredam
kejut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf c harus dipastikan:
a. pengait harus ditambatkan lebih tinggi dari kepala
atau ditambatkan pada ketinggian sejajar dada;
b. kedua pengait tidak ditambatkan pada struktur yang
sama;
c. pengait tidak ditambatkan pada struktur yang dapat
menambah jarak jatuh;
d. pengait ditambatkan secara bergantian ketika
bergerak; dan
e. sling Angkur dapat digunakan apabila pengait tidak
cukup lebar untuk dikaitkan langsung ke struktur.
(4) Teknik bergerak dengan menggunakan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan dengan pemanjatan terpandu
(lead climbing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (2) huruf d harus dipastikan:
a. sling Angkur harus cukup kuat menahan beban
jatuh;
b. posisi sling Angkur terakhir harus lebih tinggi dari

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -14-

kepala atau ditambatkan pada ketinggian sejajar


dada;
c. tali keselamatan terhubung dengan alat pemegang
tali yang mencengkeram secara otomatis apabila
terbebani;
d. alat pemegang tali keselamatan terhubung langsung
ke Angkur yang mampu menahan beban jatuh; dan
e. alat pemegang tali keselamatan dioperasikan oleh
pemandu (bellayer) yang mengatur jarak jatuh
seminimal mungkin tetapi masih cukup nyaman
untuk bergerak.
(5) Teknik bergerak dengan menggunakan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan dengan tali ulur tarik
otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf e harus dipastikan jarak dan ayunan jatuh yang
aman.

Bagian Kelima
Bekerja Pada Posisi Miring

Pasal 19
(1) Bekerja pada posisi miring dapat dilakukan dalam hal
bekerja pada Lantai Kerja Tetap atau Lantai Kerja
Sementara tidak dapat dilakukan atau pekerjaan
mengharuskan Tenaga Kerja bekerja pada posisi miring.
(2) Dalam hal bekerja pada posisi miring tidak dapat
dihindari, Tenaga Kerja wajib menggunakan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 dan alat pemosisi kerja.
(3) Alat pemosisi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berupa tali yang dapat menahan beban Tenaga Kerja dan
peralatan yang dibawa agar dapat bekerja dengan aman
dan nyaman.

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-15-

Bagian Keenam
Bekerja Dengan Akses Tali

Pasal 20
(1) Bekerja dengan akses tali dapat dilakukan dalam hal
bekerja pada Lantai Kerja Tetap atau Lantai Kerja
Sementara tidak dapat dilakukan atau pekerjaan
mengharuskan Tenaga Kerja bekerja dengan akses tali.
(2) Dalam hal bekerja dengan akses tali tidak dapat
dihindari, wajib memenuhi persyaratan:
a. mempunyai 2 (dua) tali (line) masing-masing
tertambat pada minimal 2 (dua) titik tambat terpisah
berupa:
1) tali keselamatan, yang dilengkapi dengan
perangkat perlindungan jatuh perorangan
bergerak (mobile personal fall arrester) yang
mempunyai mekanisme terkunci sendiri
mengikuti pergerakan Tenaga Kerja; dan
2) tali kerja, yang dilengkapi dengan alat untuk
naik dan turun.
b. menggunakan sabuk tubuh (full body harness) yang
sesuai.

BAB V
ALAT PELINDUNG DIRI,
PERANGKAT PELINDUNG JATUH, DAN ANGKUR

Bagian Kesatu
Alat Pelindung Diri

Pasal 21
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib menyediakan APD
secara cuma-cuma dan memastikan Tenaga Kerja
menggunakan APD yang sesuai dalam melakukan
pekerjaan pada ketinggian.
(2) APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -16-

Bagian Kedua
Perangkat Pelindung Jatuh

Paragraf 1
Umum

Pasal 22
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan Perangkat
Pelindung Jatuh memenuhi persyaratan K3.

Pasal 23
Perangkat Pelindung Jatuh terdiri atas:
a. Perangkat Pencegah Jatuh kolektif dan Perangkat
Pencegah Jatuh perorangan; dan
b. Perangkat Penahan Jatuh kolektif dan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan.

Paragraf 2
Perangkat Pencegah Jatuh Kolektif

Pasal 24
Perangkat Pencegah Jatuh kolektif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 huruf a harus memenuhi persyaratan:
a. dinding, tembok pembatas, atau pagar pengaman dengan
tinggi minimal 950 (sembilan ratus lima puluh) milimeter;
b. pagar pengaman harus mampu menahan beban minimal
0,9 (nol koma sembilan) kilonewton;
c. celah pagar memiliki jarak vertikal maksimal 470 (empat
ratus tujuh puluh) milimeter; dan
d. tersedia pengaman lantai pencegah benda jatuh
(toeboard) cukup dan memadai.

Paragraf 3
Perangkat Pencegah Jatuh Perorangan

Pasal 25
Dalam hal Perangkat Pencegah Jatuh kolektif sebagaimana

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-17-

dimaksud dalam Pasal 24 tidak tersedia, Tenaga Kerja wajib


menggunakan Perangkat Pencegah Jatuh perorangan yang
paling sedikit terdiri atas:
a. sabuk tubuh (full body harness); dan
b. tali pembatas gerak (work restraint).

Paragraf 4
Perangkat Penahan Jatuh Kolektif

Pasal 26
(1) Perangkat Penahan Jatuh kolektif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 huruf b berupa jala atau
bantalan yang terpasang pada arah jatuhan.
(2) Perangkat Penahan Jatuh kolektif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. dipasang secara aman ke semua Angkur yang
diperlukan; dan
b. mampu menahan beban minimal 15 (lima belas)
kilonewton dan tidak mencederai Tenaga Kerja yang
jatuh.

Paragraf 5
Perangkat Penahan Jatuh Perorangan

Pasal 27
(1) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 huruf b harus mampu
menahan beban jatuh minimal 15 (lima belas)
kilonewton.
(2) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. bergerak vertikal;
b. bergerak horizontal;
c. tali ganda dengan pengait dan peredam kejut;
d. terpandu; dan
e. ulur tarik otomatis.

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -18-

(3) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) huruf a harus mempunyai alat
pengunci otomatis yang membatasi jarak jatuh Tenaga
Kerja maksimal 1,2 (satu koma dua) meter.
(4) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b harus mempunyai alat
pengunci otomatis yang mencengkeram tali pada posisi
jatuh.
(5) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c harus mempunyai
panjang maksimal 1,8 (satu koma delapan) meter dan
mempunyai sistem penutup dan pengunci kait otomatis.
(6) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d harus menggunakan tali
kermantle yang mempunyai elastisitas memanjang
minimal 5% (lima persen) apabila terbebani Tenaga Kerja
yang jatuh.
(7) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e harus mempunyai sistem
pengunci otomatis yang membatasi jarak jatuh maksimal
0,6 (nol koma enam) meter.

Bagian Ketiga
Angkur

Pasal 28
(1) Angkur terdiri atas:
a. Angkur permanen; dan
b. Angkur tidak permanen.
(2) Angkur harus mampu menahan beban minimal 15 (lima
belas) kilonewton.
(3) Dalam hal Angkur lebih dari 1 (satu) titik harus mampu
membagi beban yang timbul.

Pasal 29
(1) Angkur permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (1) huruf a harus:

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-19-

a. dilakukan pemeriksaan dan pengujian pertama;


b. memiliki akte pemeriksaan dan pengujian; dan
c. dilakukan pemeriksaan dan pengujian secara
berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua)
tahun.
(2) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan
Spesialis K3 Lingkungan Kerja.
(3) Dalam hal Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3
Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak tersedia, pemeriksaan dan pengujian dapat
dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3
lainnya.
(4) Dalam hal Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3
Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tersedia,
pemeriksaan dan pengujian dapat dilakukan oleh Ahli K3
pada perusahaan dan/atau perusahaan jasa K3 sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 30
Angkur tidak permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (1) huruf b dipakai pada saat Angkur permanen tidak
tersedia dan harus diperiksa serta dipastikan kekuatannya.

BAB VI
TENAGA KERJA

Pasal 31
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib menyediakan Tenaga
Kerja yang:
a. kompeten; dan
b. berwenang di bidang K3;
dalam pekerjaan pada ketinggian.

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -20-

Pasal 32
(1) Tenaga Kerja yang kompeten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 huruf a harus mengacu pada standar
kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Tenaga Kerja yang kompeten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat kompetensi.
(3) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diperoleh melalui uji kompetensi oleh lembaga yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 33
(1) Tenaga Kerja yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 huruf b dibuktikan dengan Lisensi K3
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
(2) Lisensi K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

Pasal 34
Ketentuan Tenaga Kerja bidang perancah, gondola, dan
pesawat angkat angkut dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 35
Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 meliputi:
a. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu);
b. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 2 (dua);
c. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu);
d. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua); dan
e. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga).

Pasal 36
(1) Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a
merupakan Tenaga Kerja yang bekerja pada Lantai Kerja

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-21-

Tetap dan/atau Lantai Kerja Sementara.


(2) Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
dan kewenangan:
a. bekerja pada Lantai Kerja Tetap dan/atau pada
Lantai Kerja Sementara dengan alat pelindung jatuh
berupa jala, bantalan, atau tali pembatas gerak
(work restraint); dan
b. bergerak menuju dan meninggalkan Lantai Kerja
Tetap atau Lantai Kerja Sementara dengan
menggunakan tangga.

Pasal 37
(1) Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 2 (dua)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b
merupakan Tenaga Kerja yang bekerja pada Lantai Kerja
Tetap dan/atau Lantai Kerja Sementara serta bekerja atau
bergerak menuju dan meninggalkan lantai kerja tetap atau
sementara secara horizontal atau vertikal pada struktur
bangunan atau dengan posisi atau tempat kerja miring.
(2) Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 2 (dua)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
dan kewenangan:
a. bekerja pada Lantai Kerja Tetap dan/atau pada Lantai
Kerja Sementara dengan alat pelindung jatuh berupa
jala, bantalan, atau tali pembatas gerak (work restraint);
b. bergerak menuju dan meninggalkan Lantai Kerja Tetap
atau Lantai Kerja Sementara dengan menggunakan
tangga;
c. bergerak menuju dan meninggalkan lantai kerja tetap
atau sementara secara horizontal atau vertikal pada
struktur bangunan;
d. bekerja pada posisi atau tempat kerja miring;
e. menaikkan dan menurunkan barang dengan sistem
katrol; dan
f. melakukan upaya pertolongan dalam keadaan darurat.

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -22-

Pasal 38
Tenaga Kerja pada ketinggian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf c, huruf d, dan huruf e, merupakan Tenaga
Kerja yang mampu bekerja dan berwenang bekerja pada
Lantai Kerja Tetap, Lantai Kerja Sementara, bergerak menuju
dan meninggalkan Lantai Kerja Tetap atau Lantai Kerja
Sementara secara horizontal atau vertikal pada struktur
bangunan, bekerja pada posisi atau tempat kerja miring,
akses tali dan/atau menaikkan dan menurunkan barang
dengan sistim katrol atau dengan bantuan tenaga mesin,
dengan tugas dan kewenangan:
a. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu):
1) membuat Angkur di bawah pengawasan Tenaga
Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua) dan/atau
Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga); dan
2) melakukan upaya pertolongan diri sendiri;
b. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua):
1) membuat Angkur secara mandiri;
2) mengawasi Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1
(satu) dalam pembuatan Angkur;
3) mengawasi Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1
(satu); dan
4) melakukan upaya pertolongan dalam keadaan
darurat pada ketinggian untuk tim kerja.
c. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga):
1) menyusun perencanaan sistim keselamatan Bekerja
Pada Ketinggian;
2) melakukan pemeriksaan Angkur untuk keperluan
internal;
3) mengawasi Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2
(dua) dan/atau Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat
1 (satu); dan
4) melakukan upaya pertolongan dalam keadaan
darurat pada ketinggian.

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-23-

BAB VII
PENGAWASAN

Pasal 39
Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini
dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40
Dalam hal Pengawas Ketenagakerjaan menemukan
pelanggaran terhadap syarat-syarat K3 yang diatur dalam
Peraturan Menteri ini, Pengawas Ketenagakerjaan dapat
menghentikan sementara kegiatan sampai dipenuhinya
syarat-syarat K3 oleh Pengusaha dan/atau Pengurus.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 41
Pengusaha dan/atau Pengurus yang tidak memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 42
(1) Lisensi K3 yang telah diterbitkan sebelum Peraturan
Menteri ini tetap berlaku sampai dengan habis masa
berlakunya dan dapat diperpanjang dengan mengikuti
persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
ini.
(2) Lisensi teknisi akses tali 1 (satu), teknisi akses tali 2
(dua), dan teknisi akses tali 3 (tiga) yang diterbitkan
sebelum Peraturan Menteri ini, menjadi lisensi Tenaga

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -24-

Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu), Tenaga Kerja pada


ketinggian tingkat 2 (dua), dan Tenaga Kerja pada
ketinggian tingkat 3 (tiga).

Pasal 43
(1) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di
Sektor Ketenagakerjaan Bidang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Sub Bidang Bekerja di Ketinggian
sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
KEP.325/MEN/XII/2011 diberlakukan paling lama 2
(dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
(2) Sebelum diberlakukannya SKKNI sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat diterbitkan sertifikat pembinaan K3
oleh Direktur Jenderal dengan ketentuan telah mengikuti
pembinaan K3.
(3) Pedoman pembinaan K3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Nomor KEP.45/DJPPK/IX/2008 tentang Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bekerja Pada Ketinggian
Dengan Menggunakan Akses Tali (Rope Access), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 45
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-25-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 2016

MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

M. HANIF DHAKIRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -26-

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2016

TENTANG

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM

PEKERJAAN PADA KETINGGIAN

PEDOMAN PEMBINAAN K3

A. Jenis Materi Pembinaan K3, meliputi:


a. materi dasar;
b. materi inti;
c. materi penunjang;
d. evaluasi.

Materi dasar, disampaikan oleh Pengawas Ketenagakerjaan dan/atau


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan Kerja.

Materi inti dan materi penunjang, disampaikan oleh Pengawas


Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan Kerja dan/atau praktisi yang
berkompeten.

B. Persyaratan Tenaga Kerja Pada Ketinggian

Tenaga Kerja pada ketinggian terdiri dari 2 (dua) kelompok, yaitu

a. Tenaga Kerja bangunan tinggi;

Tenaga Kerja bangunan tinggi terdiri dari Tenaga Kerja bangunan


tinggi tingkat 1 (satu) dan Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 2
(dua) yang memiliki kualifikasi untuk Bekerja Pada Ketinggian
dengan menggunakan metode pencegahan jatuh/fall protection.

b. Tenaga Kerja pada ketinggian;

Tenaga Kerja pada ketinggian terdiri dari Tenaga Kerja pada


ketinggian tingkat 1 (satu), Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-27-

(dua), dan Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga) yang memiliki
kualifikasi untuk Bekerja Pada Ketinggian dengan menggunakan
metode pencegahan jatuh/fall protection dan akses tali/rope access.

Untuk memiliki kualifikasi di atas, Tenaga Kerja pada ketinggian harus


memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu):


a. mampu membaca, tulis, dan matematika sederhana;
b. sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi
tubuh yang dapat menyebabkan bahaya saat bekerja di
ketinggian; dan
c. lulus evaluasi pembinaan K3 Tenaga Kerja bangunan tinggi
tingkat 1 (satu).
2. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 2 (dua):
a. minimum pendidikan SD atau sederajat;
b. sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi
tubuh yang dapat menyebabkan bahaya saat bekerja di
ketinggian; dan
c. lulus evaluasi pembinaan K3 Tenaga Kerja bangunan tinggi
tingkat 2 (satu).
3. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu):
a. minimum pendidikan SD atau sederajat;
b. sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi
tubuh yang dapat menyebabkan bahaya saat bekerja di
ketinggian; dan
c. lulus evaluasi pembinaan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat 1
(satu).
4. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua):
a. minimum pendidikan SLTP atau sederajat;
b. sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi
tubuh yang dapat menyebabkan bahaya saat bekerja di
ketinggian;
c. memiliki sertifikat pelatihan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat
1 (satu) dan lisensi kerja yang masih berlaku;
d. telah mempunyai pengalaman 500 jam kerja pada ketinggian
tingkat 1 (satu) yang dibuktikan dalam buku kerja; dan
e. lulus evaluasi pembinaan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat 2

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -28-

(dua).
5. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga):
a. minimum pendidikan SLTA atau sederajat;
b. sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi
tubuh yang dapat menyebabkan bahaya saat bekerja di
ketinggian;
c. memiliki sertifikat pelatihan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat 2
(dua) dan lisensi kerja yang masih berlaku;
d. telah mempunyai pengalaman 1000 jam kerja pada ketinggian
tingkat 2 (dua) yang dibuktikan dengan buku kerja;
e. memiliki sertifikat pelatihan pertolongan pertama dengan lisensi
keterampilannya yang masih berlaku; dan
f. lulus evaluasi pembinaan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat 3
(tiga).

C. Kurikulum Pembinaan

Kurikulum pembinaan K3 Bekerja Pada Ketinggian, meliputi:

1. Kelompok materi dasar, yang disampaikan oleh tenaga pembina dari


Kementerian Ketenagakerjaan atau dinas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan;
2. Kelompok materi inti dan penunjang, yang disampaikan oleh
Instruktur K3 Bekerja Pada Ketinggian yang terdaftar di Kementerian
Ketenagakerjaan atau dinas yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan asosiasi terkait;
3. Evaluasi awal dan akhir pembinaan;
4. Setiap 1 (satu) jam pelajaran setara dengan 45 (empat puluh lima)
menit.

D. Tata Cara Memperoleh Sertifikat Pembinaan K3 dan Lisensi K3


1. Perusahaan Jasa K3 sebagai penyelenggara pembinaan K3
menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan
diketahui oleh dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang ketenagakerjaan setempat.
2. Perusahaan Jasa K3 melaporkan pelaksanaan pembinaan K3 kepada
Direktur Jenderal, sekaligus menyampaikan permohonan penerbitan

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-29-

Sertifikat Pembinaan K3 dan Lisensi K3 dengan dilampiri dokumen


pendukung yang lengkap dan benar.
3. Direktur Jenderal menerbitkan Sertifikat Pembinaan K3 dan Lisensi
K3 yang berlaku selama 5 (lima) tahun.
4. Lisensi Tenaga Kerja pada ketinggian terdiri atas:
a. Tenaga Kerja bangunan tinggi dengan metode pencegahan jatuh
tingkat 1 (satu);
b. Tenaga Kerja bangunan tinggi dengan metode pencegahan jatuh
tingkat 2 (dua);
c. Tenaga Kerja pada ketinggian dengan metode akses tali tingkat 1
(satu);
d. Tenaga Kerja pada ketinggian dengan metode akses tali tingkat 2
(dua); dan
e. Tenaga Kerja pada ketinggian dengan metode akses tali tingkat 3
(tiga).

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -30-

E. Kurikulum Pembinaan Tenaga Kerja Bangunan Tinggi


1. Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 1 (satu)

Jumlah
No. Materi Pembinaan
(JP)

I. KELOMPOK DASAR

1. Peraturan Perundang-Undangan K3 dalam 2


pekerjaan pada ketinggian

KELOMPOK INTI
II.
Karakteristik Lantai Kerja Tetap dan Lantai
1. 2
Kerja Sementara

Alat pencegah dan penahan jatuh kolektif serta


2. 2
alat pembatas gerak

Prinsip Penerapan Faktor Jatuh


3. 1

KELOMPOK PENUNJANG
III.
Teori dan praktek penggunaan tangga
1. 1

EVALUASI
IV.
Teori
1. 1
Praktek
2. 1

Jumlah 10

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-31-

2. Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 2 (dua)

Jumlah
No. Materi Pembinaan
(JP)

I. KELOMPOK DASAR

1. Peraturan Perundang-Undangan K3 dalam 2


pekerjaan pada ketinggian

KELOMPOK INTI
II.
Karakteristik Lantai Kerja Tetap dan Lantai
1. 1
Kerja Sementara

Alat pencegah dan penahan jatuh kolektif serta


2. 1
alat pembatas gerak

Prinsip penerapan faktor jatuh


3. 1
Prosedur kerja aman pada ketinggian
4. 2
Teori dan praktek bergerak horizontal atau
5. vertikal menggunakan struktur bangunan 4

Teori dan praktek teknik bekerja aman pada

6. struktur bangunan dan bekerja dengan posisi 1


miring dan struktur miring

Teori dan praktek teknik menaikkan dan


menurunkan barang dengan sistem katrol
7. 1

KELOMPOK PENUNJANG

Teori dan praktek upaya penyelamatan dalam


III.
keadaan darurat
1. 2

EVALUASI

Teori
IV.
Praktek

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -32-

1. 2

2. 3

Jumlah 20

F. Kurikulum Pembinaan Tenaga Kerja Pada Ketinggian


1. Tenaga Kerja Pada Ketinggian Tingkat 1 (satu)

Jumlah
No. Materi Pembinaan
(JP)

I. KELOMPOK DASAR

1. Perundang-undangan K3 dalam pekerjaan pada 2


ketinggian

KELOMPOK INTI
II.
Identifikasi bahaya dalam kegiatan akses tali
1. 1
Pengetahuan kondisi ketidaktahanan
2. 1
tergantung (suspension intolerance) dan
penanganannya

Penerapan prinsip-prinsip faktor jatuh (fall


3. factor) dalam akses tali. 1

Pemilihan, pemeriksaan, dan pemakaian

4. peralatan akses tali yang sesuai 1

Simpul dan Angkur dasar

5. Teknik manuver pergerakan pada tali 2

6. Teknik pemanjatan pada struktur 10

7. 3

KELOMPOK PENUNJANG

III. Teknik penyelamatan diri sendiri dan korban


menuju arah turun dengan alat turun
1. 2

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-33-

EVALUASI

IV. Evaluasi teori

1. Evaluasi praktek 2

2. 5

Jumlah 30

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -34-

2.Tenaga Kerja Pada Ketinggian Tingkat 2 (dua)

Jumlah
No. Materi Pembinaan
(JP)

I. KELOMPOK DASAR

1. Dasar-dasar K3 dan peraturan perundangan 3


yang terkait dengan bekerja di ketinggian.

KELOMPOK INTI
II.
Teknik penyelamatan korban pada tali
1. 12
Sistem jalur penambat (anchor line) tingkat
2. 10
lanjutan

Teknik pemanjatan pada struktur tingkat


3. 2
lanjutan

KELOMPOK PENUNJANG
III.
Penentuan “zona khusus terbatas” (exclusion
1 zone) dan perlindungan untuk pihak ketiga 1

EVALUASI
IV. Evaluasi teori
1. Evaluasi praktek 2

2. 5

Jumlah 35

www.peraturan.go.id
2016, No.386
-35-

3. Tenaga Kerja Pada Ketinggian Tingkat 3 (tiga)

No. Materi Pembinaan Jumlah (JP)

I. KELOMPOK DASAR

1. Kebijakan K3 dan peraturan perundangan yang 3


terkait dengan bekerja di ketinggian

2. Pengenalan SMK3
1

II. KELOMPOK INTI

1. Merencanakan dan menerapkan sistem 2


manajemen peralatan akses tali

Pemilihan penambat (anchor) yang tepat.


2. 2
Pemilihan metode untuk mengakses tempat
3. 2
kerja

Teknik penyelamatan korban pada tali tingkat


4. 15
lanjutan

KELOMPOK PENUNJANG
III.
Membuat dan menerapkan penilaian risiko (risk
1. assessment) di tempat kerja. 2

EVALUASI

Evaluasi teori

www.peraturan.go.id
2016, No.386 -36-

IV. Evaluasi praktek

1. 3

2. 5

Jumlah 35

MENTERI KETENAGAKERJAAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

M. HANIF DHAKIRI

www.peraturan.go.id
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.567, 2018 KEMENAKER. K3. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2018
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
LINGKUNGAN KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 dan Pasal


6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 tentang
Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional Nomor 120 Mengenai Hygiene dalam
Perniagaan dan Kantor–Kantor serta ketentuan Pasal 2
ayat (2), Pasal 3 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l,
dan huruf m Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja, perlu mengatur keselamatan
dan kesehatan kerja lingkungan kerja;
b. bahwa dengan perkembangan teknologi dan pemenuhan
syarat keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja
serta perkembangan peraturan perundang-undangan,
perlu dilakukan perubahan atas Peraturan Menteri
Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang Syarat
Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat
Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -2-

Kerja;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang


Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 tentang
Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional Nomor 120 mengenai Hygiene dalam
Perniagaan dan Kantor–Kantor (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2889);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2918);
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4279);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-3-

Tahun 2012 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 5309);
7. Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan;
8. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2015
tentang Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden serta
Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di
Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 411);
9. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun
2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1753);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN
KERJA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatan dan kesehatan Tenaga Kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.
2. Higiene adalah usaha kesehatan preventif yang
menitikberatkan kegiatannya kepada usaha kesehatan
individu maupun usaha pribadi hidup manusia.
3. Sanitasi adalah usaha kesehatan preventif yang
menitikberatkan kegiatan kepada usaha kesehatan
lingkungan hidup manusia.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -4-

4. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan


tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di mana
Tenaga Kerja bekerja atau yang sering dimasuki Tenaga
Kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber atau sumber-sumber bahaya termasuk semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan
dengan Tempat Kerja tersebut.
5. Lingkungan Kerja adalah aspek Higiene di Tempat Kerja
yang di dalamnya mencakup faktor fisika, kimia, biologi,
ergonomi dan psikologi yang keberadaannya di Tempat
Kerja dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan
Tenaga Kerja.
6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja yang
selanjutnya disebut dengan K3 Lingkungan Kerja adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan Tenaga Kerja melalui
pengendalian Lingkungan Kerja dan penerapan Higiene
Sanitasi di Tempat Kerja.
7. Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB
adalah standar faktor bahaya di Tempat Kerja sebagai
kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time
weighted average) yang dapat diterima Tenaga Kerja
tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan
kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
8. Pajanan Singkat Diperkenankan yang selanjutnya
disingkat PSD adalah kadar bahan kimia di udara
Tempat Kerja yang tidak boleh dilampaui agar Tenaga
Kerja yang terpajan pada periode singkat yaitu tidak lebih
dari 15 menit masih dapat menerimanya tanpa
mengakibatkan iritasi, kerusakan jaringan tubuh
maupun terbius yang tidak boleh dilakukan lebih dari 4
kali dalam satu hari kerja.
9. Kadar Tertinggi Diperkenankan yang selanjutnya
disingkat KTD adalah kadar bahan kimia di udara
Tempat Kerja yang tidak boleh dilampaui meskipun

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-5-

dalam waktu sekejap selama Tenaga Kerja melakukan


pekerjaan.
10. Indeks Pajanan Biologi yang selanjutnya disingkat IPB
adalah kadar konsentrasi bahan kimia yang didapatkan
dalam spesimen tubuh Tenaga Kerja dan digunakan
untuk menentukan tingkat pajanan terhadap Tenaga
Kerja sehat yang terpajan bahan kimia.
11. Faktor Fisika adalah faktor yang dapat mempengaruhi
aktivitas Tenaga Kerja yang bersifat fisika, disebabkan
oleh penggunaan mesin, peralatan, bahan dan kondisi
lingkungan di sekitar Tempat Kerja yang dapat
menyebabkan gangguan dan penyakit akibat kerja pada
Tenaga Kerja, meliputi Iklim Kerja, Kebisingan, Getaran,
radiasi gelombang mikro, Radiasi Ultra Ungu (Ultra
Violet), radiasi Medan Magnet Statis, tekanan udara dan
Pencahayaan.
12. Faktor Kimia adalah faktor yang dapat mempengaruhi
aktivitas Tenaga Kerja yang bersifat kimiawi, disebabkan
oleh penggunaan bahan kimia dan turunannya di Tempat
Kerja yang dapat menyebabkan penyakit pada Tenaga
Kerja, meliputi kontaminan kimia di udara berupa gas,
uap dan partikulat.
13. Faktor Biologi adalah faktor yang dapat mempengaruhi
aktivitas Tenaga Kerja yang bersifat biologi, disebabkan
oleh makhluk hidup meliputi hewan, tumbuhan dan
produknya serta mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja.
14. Faktor Ergonomi adalah faktor yang dapat
mempengaruhi aktivitas Tenaga Kerja, disebabkan oleh
ketidaksesuaian antara fasilitas kerja yang meliputi cara
kerja, posisi kerja, alat kerja, dan beban angkat terhadap
Tenaga Kerja.
15. Faktor Psikologi adalah faktor yang mempengaruhi
aktivitas Tenaga Kerja, disebabkan oleh hubungan antar
personal di Tempat Kerja, peran dan tanggung jawab
terhadap pekerjaan.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -6-

16. Iklim Kerja adalah hasil perpaduan antara suhu,


kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh Tenaga
Kerja sebagai akibat pekerjaannya meliputi tekanan
panas dan dingin.
17. Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe
Temperature Index) yang selanjutnya disingkat ISBB
adalah parameter untuk menilai tingkat Iklim Kerja
panas yang merupakan hasil perhitungan antara suhu
udara kering, Suhu Basah Alami, dan Suhu Bola.
18. Suhu Kering adalah suhu yang ditunjukkan oleh
termometer Suhu Kering.
19. Suhu Basah Alami adalah suhu yang ditunjukkan oleh
termometer bola basah alami (Natural Wet Bulb
Thermometer).
20. Suhu Bola adalah suhu yang ditunjukkan oleh
termometer bola (Globe Thermometer).
21. Tekanan Dingin adalah pengeluaran panas akibat
pajanan terus menerus terhadap dingin yang
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menghasilkan
panas sehingga mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh
di bawah 36 derajat Celsius).
22. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau
alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran.
23. Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau
media dengan arah bolak-balik dari kedudukan
keseimbangannya.
24. Radiasi Gelombang Radio atau Gelombang Mikro adalah
Radiasi Elektromagnetik dengan Frekuensi 30 (tiga
puluh) kilo hertz sampai 300 (tiga ratus) giga hertz.
25. Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet) adalah Radiasi
Elektromagnetik dengan panjang gelombang 180 (seratus
delapan puluh) nano meter sampai 400 (empat ratus)
nano meter.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-7-

26. Medan Magnet Statis adalah suatu medan atau area yang
ditimbulkan oleh pergerakan arus listrik.
27. Tekanan Udara Ekstrim adalah tekanan udara yang lebih
tinggi atau tekanan udara yang lebih rendah dari tekanan
udara normal (1 atmosphere).
28. Kebersihan adalah bebas dari kotoran serta rapih
dan/atau tidak bercampur dengan unsur atau zat lain
yang berbahaya.
29. Pencahayaan adalah sesuatu yang memberikan terang
(sinar) atau yang menerangi, meliputi Pencahayaan alami
dan Pencahayaan Buatan.
30. Pencahayaan Buatan adalah Pencahayaan yang
dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami.
31. Bangunan Tempat Kerja adalah bagian dari Tempat Kerja
berupa gedung atau bangunan lain, gedung tambahan,
halaman beserta jalan, jembatan atau bangunan lainnya
yang menjadi bagian dari Tempat Kerja tersebut dan
terletak dalam batas halaman perusahaan.
32. Toilet adalah fasilitas sanitasi tempat buang air besar,
kecil, tempat cuci tangan dan/atau muka.
33. Intensitas Cahaya adalah jumlah rata-rata cahaya yang
diterima pekerja setiap waktu pengamatan pada setiap
titik dan dinyatakan dalam satuan Lux.
34. Lux adalah satuan metrik ukuran cahaya pada suatu
permukaan.
35. Kualitas Udara Dalam Ruangan yang selanjutnya
disingkat KUDR adalah kualitas udara di ruangan
Tempat Kerja, yang dalam kondisi yang buruk yang
disebabkan oleh pencemaran atau kontaminasi udara
Tempat Kerja, yang dapat menimbulkan gangguan
kenyamanan kerja sampai pada gangguan kesehatan
Tenaga Kerja.
36. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -8-

37. Pengusaha adalah:


a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
38. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas
memimpin langsung sesuatu Tempat Kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
39. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya
disebut Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri
Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan
fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
40. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan
Kerja adalah Pengawas Ketenagakerjaan yang
mempunyai keahlian khusus di bidang K3 Lingkungan
Kerja yang berwenang untuk melakukan kegiatan
pembinaan, Pemeriksaan, dan Pengujian bidang
Lingkungan Kerja serta pengawasan, pembinaan, dan
pengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
41. Pemeriksaan Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan untuk
memastikan ditaatinya pelaksanaan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan di Perusahaan
atau Tempat Kerja.
42. Pengujian Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut
Pengujian adalah kegiatan penilaian terhadap suatu
objek Pengawasan Ketenagakerjaan melalui perhitungan,
analisis, pengukuran dan/atau pengetesan sesuai

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-9-

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau


standar yang berlaku.
43. Penguji K3 adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh untuk
melakukan kegiatan Pengujian K3 dan kompetensi K3.
44. Pengujian K3 adalah serangkaian kegiatan penilaian
suatu obyek K3 secara teknis dan/atau medis yang
mempunyai resiko bahaya dengan cara memberi beban
uji atau dengan teknik Pengujian lainnya sesuai dengan
ketentuan teknis atau medis yang telah ditentukan.
45. Unit Pelaksana Teknis Bidang K3 adalah satuan
organisasi yang mempunyai tugas melaksanakan
Pengujian dan Pemeriksaan K3, serta peningkatan
kapasitas tenaga K3.
46. Ahli Higiene Industri adalah seseorang yang mempunyai
kompetensi yang mencakup pengetahuan, keterampilan
dan sikap dibidang Higiene industri yang mempunyai
kualifikasi Ahli Muda Higiene Industri (HIMU), Ahli
Madya Higiene Industri (HIMA), dan Ahli Utama Higiene
Industri (HIU).
47. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang
membidangi pembinaan pengawasan ketenagakerjaan
dan K3.
48. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib melaksanakan syarat-
syarat K3 Lingkungan Kerja.

Pasal 3
Syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 meliputi:
a. pengendalian Faktor Fisika dan Faktor Kimia agar berada
di bawah NAB;
b. pengendalian Faktor Biologi, Faktor Ergonomi, dan
Faktor Psikologi Kerja agar memenuhi standar;

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -10-

c. penyediaan fasilitas Kebersihan dan sarana Higiene di


Tempat Kerja yang bersih dan sehat; dan
d. penyediaan personil K3 yang memiliki kompetensi dan
kewenangan K3 di bidang Lingkungan Kerja.

Pasal 4
Pelaksanaan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 bertujuan untuk mewujudkan
Lingkungan Kerja yang aman, sehat, dan nyaman dalam
rangka mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Pasal 5
(1) Pelaksanaan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan melalui
kegiatan:
a. pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja;
dan
b. penerapan Higiene dan Sanitasi.
(2) Pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
faktor:
a. fisika;
b. kimia;
c. biologi;
d. ergonomi; dan
e. psikologi
(3) Penerapan Higiene dan Sanitasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Bangunan Tempat Kerja;
b. fasilitas Kebersihan;
c. kebutuhan udara; dan
d. tata laksana kerumahtanggaan.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-11-

BAB II
PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 6
(1) Pengukuran Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) dilakukan untuk mengetahui
tingkat pajanan Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor
Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi terhadap
Tenaga Kerja.
(2) Pengukuran Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan metoda uji yang
ditetapkan Standar Nasional Indonesia.
(3) Dalam hal metoda uji belum ditetapkan dalam Standar
Nasional Indonesia, pengukuran dapat dilakukan dengan
metoda uji lainnya sesuai dengan standar yang telah
divalidasi oleh lembaga yang berwenang.

Pasal 7
(1) Pengendalian Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan
agar tingkat pajanan Faktor Fisika dan Faktor Kimia
berada di bawah NAB.
(2) Pengendalian Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e
dilakukan agar penerapan Faktor Biologi, Faktor
Ergonomi, dan Faktor Psikologi memenuhi standar.
(3) Pengendalian Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai hirarki
pengendalian meliputi upaya:
a. eliminasi;
b. substitusi;
c. rekayasa teknis;
d. administratif; dan/atau
e. penggunaan alat pelindung diri.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -12-

(4) Upaya eliminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


huruf a merupakan upaya untuk menghilangkan sumber
potensi bahaya yang berasal dari bahan, proses, operasi,
atau peralatan.
(5) Upaya substitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b merupakan upaya untuk mengganti bahan,
proses, operasi atau peralatan dari yang berbahaya
menjadi tidak berbahaya.
(6) Upaya rekayasa teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c merupakan upaya memisahkan sumber
bahaya dari Tenaga Kerja dengan memasang sistem
pengaman pada alat, mesin, dan/atau area kerja.
(7) Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d merupakan upaya pengendalian dari sisi Tenaga
Kerja agar dapat melakukan pekerjaan secara aman.
(8) Penggunaan alat pelindung diri sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf e merupakan upaya penggunaan alat
yang berfungsi untuk mengisolasi sebagian atau seluruh
tubuh dari sumber bahaya.

Bagian Kedua
Faktor Fisika

Pasal 8
(1) Pengukuran dan pengendalian Faktor Fisika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a
meliputi:
a. Iklim Kerja;
b. Kebisingan;
c. Getaran;
d. gelombang radio atau gelombang mikro;
e. sinar Ultra Ungu (Ultra Violet);
f. Medan Magnet Statis;
g. tekanan udara; dan
h. Pencahayaan.
(2) NAB Faktor Fisika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sampai dengan huruf f tercantum dalam

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-13-

Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari


Peraturan Menteri ini.

Pasal 9
(1) Pengukuran dan pengendalian Iklim Kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a harus dilakukan
pada Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya
tekanan panas dan Tekanan Dingin.
(2) Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya tekanan
panas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
Tempat Kerja yang terdapat sumber panas dan/atau
memiliki ventilasi yang tidak memadai.
(3) Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya Tekanan
Dingin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
Tempat Kerja yang terdapat sumber dingin dan/atau
dikarenakan persyaratan operasi.
(4) Jika hasil pengukuran Tempat Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) melebihi dari NAB
atau standar harus dilakukan pengendalian.
(5) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan melalui:
a. menghilangkan sumber panas atau sumber dingin
dari Tempat Kerja;
b. mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang
menimbulkan sumber panas atau sumber dingin;
c. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber panas
atau sumber dingin;
d. menyediakan sistem ventilasi;
e. menyediakan air minum;
f. mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap
sumber panas atau sumber dingin;
g. penggunaan baju kerja yang sesuai;
h. penggunaan alat pelindung diri yang sesuai;
dan/atau
i. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -14-

Pasal 10
(1) Pengukuran dan pengendalian Kebisingan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b harus dilakukan
pada Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya
Kebisingan dari operasi peralatan kerja.
(2) Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya Kebisingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Tempat
Kerja yang terdapat sumber Kebisingan terus menerus,
terputus-putus, impulsif, dan impulsif berulang.
(3) Jika hasil pengukuran Tempat Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) melebihi dari NAB harus
dilakukan pengendalian.
(4) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan melaksanakan program pencegahan
penurunan pendengaran dengan:
a. menghilangkan sumber Kebisingan dari Tempat
Kerja;
b. mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang
menimbulkan sumber Kebisingan;
c. memasang pembatas, peredam suara, penutupan
sebagian atau seluruh alat;
d. mengatur atau membatasi pajanan Kebisingan atau
pengaturan waktu kerja;
e. menggunakan alat pelindung diri yang sesuai;
dan/atau
f. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 11
(1) Pengukuran dan pengendalian Getaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c harus dilakukan
pada Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya
Getaran dari operasi peralatan kerja.
(2) Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya Getaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Tempat
Kerja yang terdapat sumber Getaran pada lengan dan
tangan dan Getaran seluruh tubuh.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-15-

(3) Jika hasil pengukuran Tempat Kerja sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) melebihi dari NAB harus
dilakukan pengendalian.
(4) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan:
a. menghilangkan sumber Getaran dari Tempat Kerja;
b. mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang
menimbulkan sumber Getaran;
c. mengurangi pajanan Getaran dengan
menambah/menyisipkan damping/bantalan/
peredam di antara alat dan bagian tubuh yang
kontak dengan alat kerja;
d. membatasi pajanan Getaran melalui pengaturan
waktu kerja;
e. penggunaan alat pelindung diri yang sesuai;
dan/atau
f. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 12
(1) Pengukuran dan pengendalian Gelombang Radio atau
Gelombang Mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) huruf d harus dilakukan pada Tempat Kerja yang
memiliki sumber bahaya Gelombang Radio atau
Gelombang Mikro.
(2) Tempat Kerja yang memiliki risiko Gelombang Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Tempat
Kerja yang terdapat radiasi elektromagnetik dengan
frekwensi sampai dengan 300 MHz (tiga ratus mega
hertz).
(3) Tempat Kerja yang memiliki Gelombang Mikro
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Tempat
Kerja yang terdapat radiasi elektromagnetik dengan
frekwensi di atas 300 GHz (tiga ratus giga hertz).
(4) Jika hasil pengukuran Tempat Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan (3) melebihi dari NAB harus
dilakukan pengendalian.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -16-

(5) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


dilakukan dengan:
a. menghilangkan sumber Radiasi Gelombang Radio
atau Gelombang Mikro dari Tempat Kerja;
b. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber
Radiasi Gelombang Radio atau Gelombang Mikro;
c. merancang Tempat Kerja dengan menggunakan
peralatan proteksi radiasi;
d. membatasi waktu pajanan terhadap sumber Radiasi
Gelombang Radio atau Gelombang Mikro;
e. penggunaan alat pelindung diri yang sesuai;
dan/atau
f. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 13
(1) Pengukuran dan pengendalian Radiasi Ultra Ungu (Ultra
Violet) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
huruf e harus dilakukan pada Tempat Kerja yang
memiliki sumber bahaya Radiasi Ultra Ungu (Ultra
Violet).
(2) Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Radiasi Ultra
Ungu (Ultra Violet) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Tempat Kerja yang terdapat radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang 180 (seratus
delapan puluh) nano meter sampai 400 (empat ratus)
nano meter.
(3) Jika hasil pengukuran Tempat Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) melebihi dari NAB harus
dilakukan pengendalian.
(4) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan:
a. menghilangkan sumber Radiasi Ultra Ungu (Ultra
Violet) dari Tempat Kerja;
b. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber
Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet);

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-17-

c. merancang Tempat Kerja dengan menggunakan


peralatan proteksi radiasi;
d. memberikan jarak aman sesuai dengan standar
antara sumber pajanan dan pekerja;
e. membatasi pajanan sumber Radiasi Ultra Ungu
(Ultra Violet) melalui pengaturan waktu kerja;
f. penggunaan alat pelindung diri yang sesuai;
dan/atau
g. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 14
(1) Pengukuran dan pengendalian Medan Magnet Statis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f
harus dilakukan pada Tempat Kerja yang memiliki
sumber bahaya Medan Magnet Statis.
(2) Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya Medan
Magnet Statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Tempat Kerja yang terdapat suatu medan
atau area yang ditimbulkan oleh pergerakan arus listrik.
(3) Jika hasil pengukuran Tempat Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) melebihi dari NAB harus
dilakukan pengendalian.
(4) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan:
a. menghilangkan sumber Medan Magnet Statis dari
Tempat Kerja;
b. mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang
menimbulkan sumber Medan Magnet Statis;
c. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber Medan
Magnet Statis;
d. mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap
sumber Medan Magnet Statis;
e. mengatur jarak aman sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia antara sumber pajanan dan
pekerja;

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -18-

f. menggunaan alat pelindung diri yang sesuai;


dan/atau
g. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 15
(1) Pengendalian tekanan udara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g harus dilakukan pada
Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya Tekanan
Udara Ekstrim.
(2) Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya Tekanan
Udara Ekstrim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Tempat Kerja yang kedap air, di perairan
yang dalam, dan pekerjaan di bawah tanah atau di
bawah air.
(3) Jika hasil pemantauan Tempat Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan Tekanan
Udara Ekstrim harus dilakukan pengendalian.
(4) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan:
a. menghindari pekerjaan pada Tempat Kerja yang
memiliki sumber bahaya Tekanan Udara Ekstrim;
b. mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap
sumber bahaya Tekanan Udara Ekstrim;
c. menggunakan baju kerja yang sesuai;
d. menggunakan alat pelindung diri yang sesuai;
dan/atau
e. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 16
(1) Pengukuran dan pengendalian Pencahayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g
harus dilakukan di Tempat Kerja.
(2) Pencahayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Pencahayaan Alami; dan/atau
b. Pencahayaan Buatan.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-19-

(3) Jika hasil pengukuran Pencahayaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan standar
dilakukan pengendalian agar intensitas Pencahayaan
sesuai dengan jenis pekerjaannya.
(4) Standar Pencahayaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 17
(1) Pencahayaan Alami sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (2) huruf a merupakan Pencahayaan yang
dihasilkan oleh sinar matahari.
(2) Tempat Kerja yang menggunakan Pencahayaan alami,
disain gedung harus menjamin Intensitas Cahaya sesuai
standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).

Pasal 18
(1) Pencahayaan Buatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (2) huruf b dapat digunakan apabila
Pencahayaan alami tidak memenuhi standar Intensitas
Cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).
(2) Pencahayaan Buatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak boleh menyebabkan panas yang berlebihan atau
mengganggu KUDR.

Pasal 19
(1) Sarana Pencahayaan darurat harus disediakan untuk
penyelamatan dan evakuasi dalam keadaan darurat.
(2) Sarana Pencahayaan darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. bekerja secara otomatis;
b. mempunyai intensitas Pencahayaan yang cukup
untuk melakukan evakuasi dan/atau penyelamatan
yang aman; dan
c. dipasang pada jalur evakuasi atau akses jalan
keluar.
(3) Akses jalan keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c harus dilengkapi garis penunjuk jalan keluar

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -20-

yang terbuat dari bahan reflektif dan/atau memancarkan


cahaya.

Bagian Ketiga
Faktor Kimia

Pasal 20
(1) Pengukuran dan pengendalian Faktor Kimia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b harus dilakukan
pada Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya bahan
kimia.
(2) Pengukuran Faktor Kimia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan terhadap pajanannya dan terhadap
pekerja yang terpajan.
(3) Pengukuran terhadap pajanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang hasilnya untuk dibandingkan dengan
NAB harus dilakukan paling singkat selama 6 (enam)
jam.
(4) Pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
hasilnya untuk dibandingkan dengan PSD, harus
dilakukan paling singkat selama 15 (lima belas) menit
sebanyak 4 (empat) kali dalam durasi 8 (delapan) jam
kerja.
(5) Pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
hasilnya untuk dibandingkan dengan KTD harus
dilakukan menggunakan alat pembacaan langsung untuk
memastikan tidak terlampaui.
(6) Pengukuran Faktor Kimia terhadap pekerja yang
mengalami pajanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan melalui Pemeriksaan kesehatan khusus pada
spesimen tubuh Tenaga Kerja dan dibandingkan dengan
IPB.
(7) NAB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat
(4) dan IPB sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-21-

Pasal 21
(1) Jika hasil pengukuran terhadap pajanan melebihi NAB
dan hasil pengukuran Faktor Kimia terhadap Tenaga
Kerja yang mengalami pajanan melebihi IPB harus
dilakukan pengendalian.
(2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan:
a. menghilangkan sumber potensi bahaya kimia dari
Tempat Kerja;
b. mengganti bahan kimia dengan bahan kimia lain
yang tidak mempunyai potensi bahaya atau potensi
bahaya yang lebih rendah;
c. memodifikasi proses kerja yang menimbulkan
sumber potensi bahaya kimia;
d. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber
potensi bahaya kimia;
e. menyediakan sistem ventilasi;
f. membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia
melalui pengaturan waktu kerja;
g. merotasi Tenaga Kerja;
h. ke dalam proses pekerjaan yang tidak terdapat
potensi bahaya bahan kimia;
i. penyediaan lembar data keselamatan bahan dan
label bahan kimia;
j. penggunaan alat pelindung diri yang sesuai;
dan/atau
k. pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.

Bagian Keempat
Faktor Biologi

Pasal 22
(1) Pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Faktor
Biologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf c harus dilakukan pada Tempat Kerja yang
memiliki potensi bahaya Faktor Biologi.
(2) Potensi bahaya Faktor Biologi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -22-

a. mikro organisma dan/atau toksinnya;


b. arthopoda dan/atau toksinnya;
c. hewan invertebrata dan/atau toksinnya;
d. alergen dan toksin dari tumbuhan;
e. binatang berbisa;
f. binatang buas; dan
g. produk binatang dan tumbuhan yang berbahaya
lainnya.
(3) Faktor Biologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dilakukan pengukuran.
(4) Faktor Biologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g
dilakukan pemantauan.
(5) Dalam hal hasil pengukuran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) melebihi standar harus dilakukan
pengendalian.
(6) Dalam hal hasil pemantauan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) terdapat potensi bahaya harus dilakukan
pengendalian.
(7) Potensi bahaya Faktor Biologi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf g dilakukan pengendalian dengan:
a. menghilangkan sumber bahaya Faktor Biologi dari
Tempat Kerja;
b. mengganti bahan, dan proses kerja yang
menimbulkan sumber bahaya Faktor Biologi;
c. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber
bahaya Faktor Biologi;
d. menyediakan sistem ventilasi;
e. mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap
sumber bahaya Faktor Biologi;
f. menggunakan baju kerja yang sesuai;
g. menggunakan alat pelindung diri yang sesuai;
h. memasang rambu-rambu yang sesuai;
i. memberikan vaksinasi apabila memungkinkan;
j. meningkatkan Higiene perorangan;
k. memberikan desinfektan;

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-23-

l. penyediaan fasilitas Sanitasi berupa air mengalir


dan antiseptik; dan/atau
m. pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
(8) Potensi bahaya Faktor Biologi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf e dan huruf f dilakukan pengendalian
dengan:
a. menghilangkan dan/atau menghindari sumber
bahaya binatang dari Tempat Kerja;
b. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber
bahaya Faktor Biologi;
c. menggunakan alat pelindung diri yang sesuai;
d. memasang rambu-rambu yang sesuai; dan/atau
e. pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
(9) Standar Faktor Biologi sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kelima
Faktor Ergonomi

Pasal 23
(1) Pengukuran dan pengendalian Faktor Ergonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d
harus dilakukan pada Tempat Kerja yang memiliki
potensi bahaya Faktor Ergonomi.
(2) Potensi bahaya Faktor Ergonomi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak
sesuai saat melakukan pekerjaan;
b. desain alat kerja dan Tempat Kerja yang tidak sesuai
dengan antropometri Tenaga Kerja; dan
c. pengangkatan beban yang melebihi kapasitas kerja.
(3) Jika hasil pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdapat potensi bahaya harus dilakukan
pengendalian sehingga memenuhi standar.
(4) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan:

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -24-

a. menghindari posisi kerja yang janggal;


b. memperbaiki cara kerja dan posisi kerja;
c. mendesain kembali atau mengganti Tempat Kerja,
objek kerja, bahan, desain Tempat Kerja, dan
peralatan kerja;
d. memodifikasi Tempat Kerja, objek kerja, bahan,
desain Tempat Kerja, dan peralatan kerja;
e. mengatur waktu kerja dan waktu istirahat;
f. melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam
posisi netral atau baik; dan/atau
g. menggunakan alat bantu.
(5) Standar Faktor Ergonomi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Keenam
Faktor Psikologi

Pasal 24
(1) Pengukuran dan pengendalian Faktor Psikologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e
harus dilakukan pada Tempat Kerja yang memiliki
potensi bahaya Faktor Psikologi.
(2) Potensi bahaya Faktor Psikologi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. ketidakjelasan/ketaksaan peran;
b. konflik peran;
c. beban kerja berlebih secara kualitatif;
d. beban kerja berlebih secara kuantitatif;
e. pengembangan karir; dan/atau
f. tanggung jawab terhadap orang lain.
(3) Jika hasil pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdapat potensi bahaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus dilakukan pengendalian sesuai standar.
(4) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan setelah penilaian risiko dan didapatkan faktor
yang berkontribusi.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-25-

(5) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


melalui manajemen stress dengan:
a. melakukan pemilihan, penempatan dan pendidikan
pelatihan bagi Tenaga Kerja;
b. mengadakan program kebugaran bagi Tenaga Kerja;
c. mengadakan program konseling;
d. mengadakan komunikasi organisasional secara
memadai;
e. memberikan kebebasan bagi Tenaga Kerja untuk
memberikan masukan dalam proses pengambilan
keputusan;
f. mengubah struktur organisasi, fungsi dan/atau
dengan merancang kembali pekerjaan yang ada;
g. menggunakan sistem pemberian imbalan tertentu;
dan/atau
h. pengendalian lainnya sesuai dengan kebutuhan.
(6) Standar Faktor Psikologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 25
Dalam hal terjadi kasus penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh faktor Lingkungan Kerja dilakukan program
pengendalian dan penanganan sesuai dengan standar dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
PENERAPAN HIGIENE DAN SANITASI

Bagian Kesatu
Bangunan Tempat Kerja

Pasal 26
(1) Higiene dan Sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (3) huruf a harus diterapkan pada setiap
Bangunan Tempat Kerja.
(2) Penerapan Higiene dan Sanitasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -26-

a. halaman;
b. gedung; dan
c. bangunan bawah tanah.

Paragraf 1
Halaman

Pasal 27
(1) Halaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2)
huruf a harus:
a. bersih, tertata rapi, rata, dan tidak becek; dan
b. cukup luas untuk lalu lintas orang dan barang.
(2) Jika terdapat saluran air pembuangan pada halaman,
maka saluran air harus tertutup dan terbuat dari bahan
yang cukup kuat serta air buangan harus mengalir dan
tidak boleh tergenang.

Paragraf 2
Gedung

Pasal 28
(1) Penerapan Higiene dan Sanitasi pada gedung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b
meliputi:
a. dinding dan langit-langit;
b. atap; dan
c. lantai.
(2) Penerapan Higiene dan Sanitasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan gedung dalam
kondisi:
a. terpelihara dan bersih;
b. kuat dan kokoh strukturnya; dan
c. cukup luas sehingga memberikan ruang gerak paling
sedikit 2 (dua) meter persegi per orang.

Pasal 29
Dinding dan langit-langit sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (1) huruf a harus:

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-27-

a. kering atau tidak lembab;


b. dicat dan/atau mudah dibersihkan;
c. dilakukan pengecatan ulang paling sedikit 5 (lima) tahun
sekali; dan
d. dibersihkan paling sedikit 1 (satu) kali setahun.

Pasal 30
Lantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b
harus:
a. terbuat dari bahan yang keras, tahan air, dan tahan dari
bahan kimia yang merusak;
b. datar, tidak licin, dan mudah dibersihkan; dan
c. dibersihkan secara teratur.

Pasal 31
Atap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c
harus:
a. mampu memberikan perlindungan dari panas matahari
dan hujan; dan
b. tidak bocor, tidak berlubang, dan tidak berjamur.

Paragraf 3
Bangunan Bawah Tanah

Pasal 32
(1) Penerapan Higiene dan Sanitasi pada bangunan bawah
tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2)
huruf c dilakukan untuk memastikan bangunan bawah
tanah:
a. mempunyai struktur yang kuat;
b. mempunyai sistem ventilasi udara;
c. mempunyai sumber Pencahayaan;
d. mempunyai saluran pembuangan air yang mengalir
dengan baik; dan
e. bersih dan terawat dengan baik.
(2) Dalam hal bangunan bawah tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan ruang terbatas,

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -28-

penerapan Higiene dan Sanitasi dilakukan sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Fasilitas Kebersihan

Pasal 33
(1) Fasilitas Kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (3) huruf b harus disediakan pada setiap Tempat
Kerja.
(2) Fasilitas Kebersihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit meliputi:
a. Toilet dan kelengkapannya;
b. loker dan ruang ganti pakaian;
c. tempat sampah; dan
d. peralatan Kebersihan.

Pasal 34
(1) Toilet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2)
huruf a harus:
a. bersih dan tidak menimbulkan bau;
b. tidak ada lalat, nyamuk, atau serangga yang lainnya;
c. tersedia saluran pembuangan air yang mengalir
dengan baik;
d. tersedia air bersih;
e. dilengkapi dengan pintu;
f. memiliki penerangan yang cukup;
g. memiliki sirkulasi udara yang baik;
h. dibersihkan setiap hari secara periodik; dan
i. dapat digunakan selama jam kerja.
(2) Kelengkapan fasilitas Toilet sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. jamban;
b. air bersih yang cukup;
c. alat pembilas;
d. tempat sampah;
e. tempat cuci tangan; dan
f. sabun.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-29-

(3) Penempatan Toilet sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


harus terpisah antara laki laki, perempuan, dan
penyandang cacat, serta diberikan tanda yang jelas.
(4) Dalam hal Perusahaan menyediakan tempat mandi,
persyaratan tempat mandi harus memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Untuk menjamin kecukupan atas kebutuhan jamban
dengan jumlah Tenaga Kerja dalam satu waktu kerja,
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. untuk 1 (satu) sampai 15 (lima belas) orang = 1
(satu) jamban;
b. untuk 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) orang
= 2 (dua) jamban;
c. untuk 31 (tiga puluh satu) sampai 45 (empat puluh
lima) orang = 3 (tiga) jamban;
d. untuk 46 (empat puluh enam) sampai 60 (enam
puluh) orang = 4 (empat) jamban;
e. untuk 61 (enam puluh satu) sampai 80 (delapan
puluh) orang = 5 (lima) jamban;
f. untuk 81 (delapan puluh satu) sampai 100 (seratus)
orang = 6 (enam) jamban; dan
g. setiap penambahan 40 (empat puluh) orang
ditambahkan 1 (satu) jamban.
(6) Dalam hal Toilet laki-laki menyediakan fasilitas
peturasan, jumlah jamban tidak boleh kurang dari 2/3
(dua pertiga) jumlah jamban yang dipersyaratkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Dalam hal Tempat Kerja termasuk dalam area konstruksi
atau Tempat Kerja sementara, harus memenuhi
ketentuan paling sedikit sebagai berikut:
a. untuk 1 (satu) sampai 19 (sembilan belas) orang = 1
(satu) jamban;
b. untuk 20 (dua puluh) sampai 199 (seratus sembilan
puluh sembilan) orang = 1 (satu) jamban dan 1
(satu) peturasan untuk setiap 40 (empat puluh)
orang;
c. untuk 200 (dua ratus) orang atau lebih = 1 (satu)
jamban dan 1 (satu) peturasan untuk setiap 50 (lima

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -30-

puluh) orang.
(8) Dalam hal terdapat Tenaga Kerja perempuan di area
konstruksi atau Tempat Kerja sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) maka harus memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 35
(1) Ruang Toilet paling sedikit berukuran panjang 80
(delapan puluh) sentimeter, lebar 155 (seratus lima puluh
lima) sentimeter, dan tinggi 220 (dua ratus dua puluh)
sentimeter dengan lebar pintu 70 (tujuh puluh)
sentimeter.
(2) Ruang Toilet untuk penyandang disabilitas harus
memenuhi persyaratan:
a. Panjang 152,5 (seratus lima puluh dua koma lima)
sentimeter;
b. lebar 227,5 (dua ratus dua puluh tujuh koma lima)
sentimeter;
c. tinggi 240 (dua ratus empat puluh) sentimeter;
d. mempunyai akses masuk dan keluar yang mudah
dilalui;
e. mempunyai luas ruang bebas yang cukup untuk
pengguna kursi roda bermanuver 180 (seratus
delapan puluh) derajat;
f. lebar pintu masuk berukuran paling sedikit 90
(sembilan puluh) sentimeter yang mudah dibuka dan
ditutup.
g. pintu Toilet dilengkapi dengan plat tendang di
bagian bawah pintu untuk pengguna kursi roda dan
penyandang disabilitas netra;
h. kemiringan lantai tidak lebih dari 7 (tujuh) persen;
dan
i. mempunyai pegangan rambat untuk memudahkan
pengguna kursi roda berpindah dari kursi roda ke
jamban ataupun sebaliknya.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-31-

Pasal 36
(1) Tenaga Kerja dalam perusahaan tertentu dapat
diwajibkan memakai pakaian kerja sesuai syarat-syarat
K3 yang ditetapkan.
(2) Pakaian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disediakan oleh Pengurus.
(3) Dalam hal Tenaga Kerja menggunakan pakaian kerja
hanya selama bekerja, Pengurus harus menyediakan
ruang ganti pakaian yang bersih, terpisah antara laki-laki
dan perempuan serta pemakaiannya harus diatur agar
tidak berdesakan.
(4) Ruang ganti pakaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus tersedia tempat menyimpan pakaian/loker
untuk setiap Pekerja yang terjamin keamanannya.

Pasal 37
(1) Tempat sampah dan peralatan Kebersihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf c harus
disediakan pada setiap Tempat Kerja.
(2) Tempat sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit harus:
a. terpisah dan diberikan label untuk sampah organik,
non organik, dan bahan berbahaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. dilengkapi dengan penutup dan terbuat dari bahan
kedap air; dan
d. tidak menjadi sarang lalat atau binatang serangga
yang lain.

Pasal 38
(1) Tempat pembuangan pembalut harus disediakan pada
ruang Toilet perempuan.
(2) Tempat pembuangan pembalut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus:
a. terbuat dari bahan yang kedap cairan;
b. dilengkapi dengan penutup; dan
c. diberikan label yang jelas.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -32-

(3) Tempat pembuangan pembalut sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) harus dibersihkan setiap hari.

Bagian Ketiga
Kebutuhan Udara

Pasal 39
(1) Kebutuhan atas udara yang bersih dan sehat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c
harus dipenuhi pada setiap Tempat Kerja.
(2) Pemenuhan kebutuhan udara di Tempat Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. KUDR;
b. ventilasi; dan
c. ruang udara.

Pasal 40
(1) Tempat Kerja untuk melakukan jenis pekerjaan
administratif, pelayanan umum dan fungsi manajerial
harus memenuhi KUDR yang sehat dan bersih.
(2) KUDR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
oleh suhu, kelembaban, kadar oksigen dan kadar
kontaminan udara.
(3) Suhu ruangan yang nyaman harus dipertahankan
dengan ketentuan:
a. Suhu Kering 230C (dua puluh tiga derajat celsius) –
260C (dua puluh enam derajat celsius) dengan
kelembaban 40% (empat puluh persen) – 60% (enam
puluh persen).
b. perbedaan suhu antar ruangan tidak melebihi 5oC
(lima derajat celsius).
(4) Kadar oksigen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebesar 19,5% (sembilan belas koma lima persen) sampai
dengan 23,5% (dua puluh tiga koma lima persen) dari
volume udara.
(5) Kadar kontaminan atau polutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-33-

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan


Menteri ini.

Pasal 41
(1) Pengurus dan/atau Pengusaha wajib menyediakan
sistem ventilasi udara untuk menjamin kebutuhan udara
Pekerja dan/atau mengurangi kadar kontaminan di
Tempat Kerja.
(2) Sistem ventilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat bersifat alami atau buatan atau kombinasi
keduanya.
(3) Dalam hal menggunakan ventilasi buatan maka ventilasi
tersebut harus dibersihkan secara berkala paling sedikit
3 (tiga) bulan sekali atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 42
(1) Setiap orang yang bekerja dalam ruangan harus
mendapat ruang udara (cubic space) paling sedikit 10
(sepuluh) meter kubik.
(2) Ruangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi ketentuan:
a. tinggi Tempat Kerja diukur dari lantai sampai
daerah langit-langit paling sedikit 3 (tiga) meter; dan
b. tinggi ruangan yang lebih dari 4 (empat) meter tidak
dapat dipakai untuk memperhitungkan ruang udara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Keempat
Tata Laksana Kerumahtanggaan

Pasal 43
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus harus melaksanakan
ketatarumahtanggaan dengan baik di Tempat Kerja.
(2) Ketatarumahtanggaan yang baik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi upaya:

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -34-

a. memisahkan alat, perkakas, dan bahan yang


diperlukan atau digunakan;
b. menata alat, perkakas, dan bahan sesuai dengan
posisi yang ditetapkan;
c. membersihkan alat, perkakas, dan bahan secara
rutin;
d. menetapkan dan melaksanakan prosedur
Kebersihan, penempatan dan penataan untuk alat,
perkakas, dan bahan;
e. mengembangkan prosedur Kebersihan, penempatan
dan penataan untuk alat, perkakas, dan bahan.

Pasal 44
(1) Alat kerja, perkakas, dan bahan harus ditata dan
disimpan secara rapi dan tertib untuk menjamin
kelancaran pekerjaan dan tidak menimbulkan bahaya
kecelakaan.
(2) Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di
gudang dan diberi label yang jelas untuk membedakan
barang-barang tersebut.

BAB IV
PERSONIL K3

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 45
(1) Pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) harus
dilakukan oleh personil K3 bidang Lingkungan Kerja.
(2) Personil K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Ahli K3 Muda Lingkungan Kerja;
b. Ahli K3 Madya Lingkungan Kerja; dan
c. Ahli K3 Utama Lingkungan Kerja.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-35-

(3) Personil K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus


memiliki kompetensi dan kewenangan K3 bidang
lingkungan kerja.
(4) Sertifikasi kompetensi personil K3 bidang Lingkungan
Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Kewenangan personil K3 bidang Lingkungan Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan
lisensi K3 dan surat keputusan penunjukan.

Bagian Kedua
Kompetensi Personil K3

Pasal 46
Kompetensi personil K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45 ayat (2) sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Ketiga
Persyaratan Penunjukan Personil K3

Pasal 47
Personil yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45 ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah Diploma 3 (tiga);
b. berpengalaman paling sedikit 1 (satu) tahun dalam
membantu pengukuran dan pengendalian lingkungan
kerja;
c. memiliki sertifikat kompetensi sesuai bidangnya; dan
d. berbadan sehat berdasarkan surat keterangan dari
dokter.

Pasal 48
Personil yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45 ayat (2) huruf b harus memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah Diploma 3 (tiga);

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -36-

b. berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun sebagai Ahli


K3 Muda Lingkungan Kerja;
c. memiliki sertifikat kompetensi sesuai bidangnya; dan
d. berbadan sehat berdasarkan surat keterangan dari
dokter.

Pasal 49
Personil yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45 ayat (2) huruf c harus memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah Diploma 3 (tiga);
b. berpengalaman paling sedikit 5 (lima) tahun sebagai Ahli
K3 Madya Lingkungan Kerja;
c. memiliki sertifikat kompetensi sesuai bidangnya; dan
d. berbadan sehat berdasarkan surat keterangan dari
dokter.

Bagian Keempat
Tata Cara Memperoleh Lisensi K3

Pasal 50
(1) Untuk memperoleh lisensi K3 Ahli K3 Lingkungan Kerja,
Pengusaha dan/atau Pengurus mengajukan permohonan
tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a. fotokopi ijazah terakhir;
b. surat keterangan pengalaman kerja yang diterbitkan
oleh perusahaan;
c. surat keterangan sehat dari dokter;
d. fotokopi kartu tanda penduduk;
e. fotokopi sertifikat kompetensi:
1) Ahli Muda Higiene Industri (HIMU) untuk
mendapatkan lisensi K3 Ahli K3 Muda
Lingkungan Kerja;
2) Ahli Madya Higiene Industri (HIMA) untuk
mendapatkan lisensi K3 Ahli K3 Madya
Lingkungan Kerja;
3) Ahli Utama Higiene Industri (HIU) untuk
mendapatkan lisensi K3 Ahli Utama K3
Lingkungan Kerja.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-37-

f. 2 (dua) lembar pas foto berwarna ukuran 2 x 3 (dua


kali tiga) dan 4 x 6 (empat kali enam).
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan Pemeriksaan dokumen oleh tim.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dinyatakan lengkap, Direktur Jenderal menerbitkan
lisensi K3.

Pasal 51
(1) Lisensi K3 berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan oleh Pengusaha dan/atau Pengurus
kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat
(1) dan lisensi K3.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
masa berlaku lisensi K3 berakhir.

Pasal 52
Lisensi K3 hanya berlaku selama Ahli K3 Lingkungan Kerja
yang bersangkutan bekerja di perusahaan yang mengajukan
permohonan.

Pasal 53
(1) Dalam hal sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (1) huruf e belum ada, dapat
menggunakan surat keterangan telah mengikuti
pembinaan K3 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
(2) Surat keterangan telah mengikuti pembinaan K3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
dilakukan pembinaan dengan pedoman pelaksanaan
pembinaan tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -38-

Bagian Kelima
Tugas dan Kewenangan

Pasal 54
(1) Ahli K3 Muda Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a merupakan Tenaga Kerja
yang memiliki tugas untuk:
a. melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
standar yang berkaitan dengan bidang K3
lingkungan kerja;
b. melaksanakan program antisipasi, rekognisi,
evaluasi, dan pengendalian bahaya lingkungan
kerja;
c. melaksanakan dan mengantisipasi resiko kesehatan
kerja yang disebabkan oleh pajanan bahaya
lingkungan kerja;
d. melaksanakan program promosi kesehatan Tenaga
Kerja;
e. melaksanakan teknik pengambilan dan pengukuran
sampel, meliputi Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor
Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi;
f. melaksanakan persyaratan Higiene dan Sanitasi
lingkungan kerja;
g. melaksanakan sistem informasi K3 Lingkungan
Kerja; dan
h. menyusun laporan pengukuran dan pengendalian
bahaya Lingkungan Kerja serta penerapan Higiene
dan Sanitasi di Tempat Kerja.
(2) Ahli K3 Madya Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (2) huruf b merupakan Tenaga Kerja
yang memiliki tugas untuk:
a. mengelola pelaksanaan peraturan perundang-
undangan dan standar yang berkaitan dengan
bidang K3 lingkungan kerja;
b. mengelola pelaksanaan program antisipasi,
rekognisi, evaluasi dan pengendalian bahaya
lingkungan kerja;

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-39-

c. mengelola pelaksanaan antisipasi resiko kesehatan


kerja yang disebabkan oleh pajanan bahaya
lingkungan kerja;
d. mengelola pelaksanaan program promosi kesehatan
Tenaga Kerja;
e. mengelola pelaksanaan teknik pengambilan dan
pengukuran sampel, meliputi Faktor Fisika, Faktor
Kimia, Faktor Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor
Psikologi;
f. mengelola pelaksanaan persyaratan Higiene dan
Sanitasi lingkungan kerja;
g. mengelola pelaksanaan sistem informasi K3
Lingkungan Kerja;
h. melaksanakan modifikasi terhadap program K3
Lingkungan Kerja;
i. melaksanakan dan mengelola manajemen program
K3 Lingkungan Kerja;
j. melaksanakan dan mengelola penilaian resiko
kesehatan Tenaga Kerja;
k. melaksanakan dan mengelola program pengendalian
resiko kesehatan Tenaga Kerja akibat pajanan
bahaya lingkungan kerja;
l. melaksanakan dan mengelola Pemeriksaan dan
analisa penyebab kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang ditimbulkan oleh pajanan bahaya
lingkungan kerja;
m. melaksanakan dan mengelola pelaksanaan
identifikasi kebutuhan peralatan pengambilan
sampel dan pengukuran;
n. merumuskan, dan memodifikasi pelaksanaan sistim
informasi K3 Lingkungan Kerja;
o. melaksanakan dan mengelola inspeksi K3
lingkungan kerja; dan
p. mengelola penyusunan laporan pengukuran dan
pengendalian bahaya Lingkungan Kerja serta
penerapan Higiene dan Sanitasi di Tempat Kerja.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -40-

(3) Ahli K3 Utama Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 45 ayat (2) huruf c merupakan Tenaga Kerja
yang memiliki kewenangan untuk:
a. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan peraturan
perundang-undangan dan standar yang berkaitan
dengan bidang K3 lingkungan kerja;
b. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan program
antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian
bahaya lingkungan kerja;
c. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan program
antisipasi resiko kesehatan kerja yang disebabkan
oleh pajanan bahaya lingkungan kerja;
d. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan program
promosi kesehatan Tenaga Kerja;
e. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan teknik
pengambilan dan pengukuran sampel, meliputi
Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor Biologi, Faktor
Ergonomi, dan Faktor Psikologi;
f. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan
persyaratan Higiene dan Sanitasi lingkungan kerja;
g. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan sistem
informasi K3 Lingkungan Kerja;
h. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan modifikasi
terhadap program K3 Lingkungan Kerja;
i. mengelola dan mengevaluasi manajemen program
K3 Lingkungan Kerja;
j. mengelola dan mengevaluasi penilaian resiko
kesehatan Tenaga Kerja;
k. mengelola dan mengevaluasi program pengendalian
resiko kesehatan Tenaga Kerja akibat pajanan
bahaya lingkungan kerja;
l. mengelola dan mengevaluasi Pemeriksaan dan
analisa penyebab kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang ditimbulkan oleh pajanan bahaya
lingkungan kerja;
m. mengelola dan mengevalusi pelaksanaan identifikasi
kebutuhan peralatan pengambilan sampel dan

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-41-

pengukuran;
n. mengelola dan mengevaluasi pelaksanan sistim
informasi K3 Lingkungan Kerja;
o. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan inspeksi
K3 lingkungan kerja;
p. mengelola dan mengevaluasi laporan pengukuran
dan pengendalian bahaya Lingkungan Kerja serta
penerapan Higiene dan Sanitasi di Tempat Kerja;
q. mengelola dan mengevaluasi metoda pembacaan dan
menganalisa hasil pengukuran data;
r. mengevaluasi dan memverifikasi hasil dari tindakan
pengendalian pajanan yang dapat mengganggu
kesehatan;
s. mengevaluasi dan menyimpulkan hasil analisa dari
pengukuran sampel lingkungan kerja;
t. mengevaluasi dan memodifikasi program
pengendalian pajanan risiko kesehatan secara teknis
sebagai metoda pengendalian utama;
u. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan
pengendalian pajanan risiko kesehatan secara
administrasi dan penggunaan alat pelindung diri;
dan
v. mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan bimbingan
terhadap kontraktor terkait program K3 Lingkungan
Kerja.

Pasal 55
(1) Ahli K3 Muda Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a merupakan Tenaga Kerja
yang memiliki kewenangan untuk:
a. memasuki Tempat Kerja sesuai dengan
penunjukkannya; dan
b. menentukan program K3 lingkungan kerja.
(2) Ahli K3 Madya Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (2) huruf b merupakan Tenaga Kerja
yang memiliki kewenangan untuk:

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -42-

a. memasuki Tempat Kerja sesuai dengan


penunjukkannya;
b. menentukan program K3 lingkungan kerja;
c. mengawasi pelaksanaan program K3 lingkungan
kerja; dan
d. menetapkan rekomendasi teknis terhadap syarat K3
lingkungan kerja.
(3) Ahli K3 Utama Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (2) huruf c merupakan Tenaga Kerja
yang memiliki kewenangan untuk:
a. memasuki Tempat Kerja sesuai dengan
penunjukkannya;
b. menentukan program K3 lingkungan kerja;
c. mengawasi pelaksanaan program K3 lingkungan
kerja;
d. menetapkan rekomendasi teknis terhadap syarat K3
lingkungan kerja; dan
e. mengevaluasi dan menetapkan program
pengembangan K3 Lingkungan Kerja.

Bagian Keenam
Kewajiban Personil K3

Pasal 56
Personil K3 bidang Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (2) berkewajiban untuk:
a. mematuhi peraturan perundang-undangan dan standar
yang telah ditetapkan;
b. melaporkan pada atasan langsung mengenai kondisi
pelaksanaan pengukuran, pengendalian lingkungan
kerja, dan penerapan Higiene Sanitasi;
c. bertanggungjawab atas hasil pelaksanaan pengukuran,
pengendalian lingkungan kerja, dan penerapan Higiene
Sanitasi di Tempat Kerja;
d. membantu Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3
Lingkungan Kerja dalam melaksanakan pemeriksaaan
dan Pengujian K3 Lingkungan Kerja; dan

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-43-

e. melaksanakan kode etik profesi.

Bagian Ketujuh
Pencabutan Lisensi K3

Pasal 57
Lisensi K3 dapat dicabut apabila personil K3 bidang
Lingkungan Kerja:
a. melaksanakan tugas tidak sesuai dengan penugasan dan
Lisensi K3;
b. melakukan kesalahan, kelalaian, dan kecerobohan yang
menimbulkan keadaan berbahaya atau kecelakaan kerja;
dan/atau
c. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56.

BAB V
PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Pasal 58
(1) Setiap Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya
Lingkungan Kerja wajib dilakukan Pemeriksaan dan/atau
Pengujian.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kegiatan mengamati, menganalisis,
membandingkan, dan mengevaluasi kondisi Lingkungan
Kerja untuk memastikan terpenuhinya persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(3) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kegiatan pengetesan dan pengukuran kondisi
Lingkungan Kerja yang bersumber dari alat, bahan, dan
proses kerja untuk mengetahui tingkat konsentrasi dan
pajanan terhadap Tenaga Kerja untuk memastikan
terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -44-

Pasal 59
(1) Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 ayat (1) dilakukan secara internal
maupun melibatkan lembaga eksternal dari luar Tempat
Kerja.
(2) Pemeriksaan dan/atau Pengujian internal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengukur
besaran pajanan sesuai dengan risiko Lingkungan Kerja
dan tidak menggugurkan kewajiban Tempat Kerja untuk
melakukan pengukuran dengan pihak eksternal.
(3) Pemeriksaan dan/atau Pengujian secara internal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan
oleh personil K3 bidang Lingkungan Kerja.
(4) Lembaga eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Unit Pelaksana Teknis Pengawasan Ketenagakerjaan;
b. Direktorat Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
beserta Unit Pelaksana Teknis Bidang K3;
c. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang
membidangi pelayanan Pengujian K3; atau
d. lembaga lain yang terakreditasi dan ditunjuk oleh
Menteri.
(5) Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilakukan oleh:
a. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan
Kerja;
b. Penguji K3; atau
c. Ahli K3 Lingkungan Kerja.

Pasal 60
Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (1) meliputi:
a. pertama;
b. berkala;
c. ulang; dan
d. khusus.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-45-

Pasal 61
(1) Pemeriksaan dan/atau Pengujian pertama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a dilakukan
untuk mengidentifikasi potensi bahaya Lingkungan Kerja
di Tempat Kerja.
(2) Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. area kerja dengan pajanan Faktor Fisika, Faktor
Kimia, Faktor Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor
Psikologi;
b. KUDR; dan
c. Sarana dan fasilitas Sanitasi.

Pasal 62
(1) Pemeriksaan dan/atau Pengujian berkala sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 huruf b dilakukan secara
eksternal paling sedikit 1 (satu) tahun sekali atau sesuai
dengan penilaian risiko atau ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pemeriksaan dan/atau Pengujian berkala sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai Pemeriksaan
dan/atau Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
61 ayat (2).

Pasal 63
(1) Pemeriksaan dan/atau Pengujian ulang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 huruf c dilakukan apabila hasil
Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebelumnya baik
secara internal maupun eksternal terdapat keraguan.
(2) Pemeriksaan dan/atau Pengujian ulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 64
(1) Pemeriksaan dan/atau Pengujian khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 huruf d merupakan kegiatan
Pemeriksaan dan/atau Pengujian yang dilakukan setelah
kecelakaan kerja atau laporan dugaan tingkat pajanan di

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -46-

atas NAB.
(2) Pemeriksaan dan/atau Pengujian khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 65
(1) Pemeriksaan dan/atau Pengujian yang dilakukan oleh
lembaga eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 ayat (4) dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan
Unit Pengawasan Ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Hasil Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Unit
Pengawasan Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal Pemeriksaan dan/atau Pengujian dilakukan
oleh lembaga eksternal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (4) huruf b, huruf c, dan huruf d, hasil
Pemeriksaan dan/atau Pengujian disetujui oleh manajer
teknis.
(4) Dalam hal Pemeriksaan dan/atau Pengujian dilakukan
oleh lembaga eksternal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (4) huruf b dan huruf c atas permintaan
perusahaan, laporan hasil Pengujian disampaikan
kepada perusahaan yang bersangkutan.
(5) Hasil Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib dituangkan dalam surat
keterangan memenuhi/tidak memenuhi persyaratan K3
yang diterbitkan oleh unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilengkapi dengan hasil Pemeriksaan dan/atau Pengujian
pada lembar terpisah.
(7) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dibuat dalam 3 (tiga) rangkap dengan rincian:
a. Lembar pertama, untuk Pengurus Tempat Kerja
yang dimasukan dalam dokumen Pemeriksaan

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-47-

dan/atau Pengujian lingkungan kerja;


b. Lembar kedua, untuk unit pengawasan
ketenagakerjaan setempat; dan
c. Lembar ketiga, untuk unit pengawasan
ketenagakerjaan pusat.
(8) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan surat
keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada
unit pengawasan ketenagakerjaan di pusat setiap 1 (satu)
bulan sekali.

Pasal 66
Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 menggunakan formulir tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 67
(1) Area kerja yang telah dilakukan Pemeriksaan dan/atau
Pengujian dan tidak memenuhi persyaratan K3 diberikan
stiker yang dibubuhi stempel.
(2) Stiker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 68
(1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat
(2) dapat dilakukan secara luring maupun daring.
(2) Pelaporan secara daring sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara bertahap.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -48-

BAB VI
PENINJAUAN BERKALA NILAI AMBANG BATAS DAN
STANDAR

Pasal 69
NAB dan/atau standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dapat ditinjau secara berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun
sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

BAB VII
PENGAWASAN

Pasal 70
Pengawasan pelaksanaan K3 Lingkungan Kerja dilaksanakan
oleh Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan
Kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 71
Pengusaha dan/atau Pengurus yang tidak memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 72
Lisensi Petugas Pemantauan Lingkungan Kerja yang telah
diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, tetap
berlaku sampai dengan berakhirnya lisensi tersebut dan
selanjutnya disebut lisensi Ahli K3 Muda Lingkungan Kerja.

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-49-

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 73
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964
tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan
Dalam Tempat Kerja;
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 684);
c. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor SE.01/MEN/1978 tentang Nilai Ambang Batas
Untuk Iklim Kerja dan Nilai Ambang Batas Untuk
Kebisingan di Tempat Kerja,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 74
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -50-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 April 2018

MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 April 2018

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-51-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -52-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-53-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -54-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-55-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -56-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-57-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -58-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-59-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -60-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-61-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -62-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-63-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -64-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-65-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -66-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-67-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -68-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-69-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -70-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-71-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -72-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-73-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -74-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-75-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -76-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-77-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -78-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-79-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -80-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-81-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -82-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-83-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -84-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-85-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -86-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-87-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -88-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-89-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -90-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-91-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -92-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-93-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -94-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-95-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -96-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-97-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -98-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-99-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -100-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-101-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -102-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-103-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -104-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-105-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -106-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-107-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -108-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-109-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -110-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-111-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -112-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-113-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -114-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-115-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -116-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-117-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -118-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-119-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -120-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-121-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -122-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-123-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -124-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-125-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -126-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-127-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -128-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-129-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -130-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-131-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -132-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-133-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -134-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-135-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -136-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-137-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -138-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-139-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -140-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-141-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -142-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-143-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -144-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-145-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -146-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-147-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -148-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-149-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -150-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-151-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -152-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-153-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -154-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-155-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -156-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-157-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -158-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-159-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -160-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-161-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -162-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-163-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -164-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-165-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -166-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-167-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -168-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-169-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -170-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-171-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -172-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-173-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -174-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-175-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -176-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-177-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -178-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-179-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -180-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-181-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -182-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-183-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -184-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-185-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -186-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-187-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -188-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-189-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -190-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-191-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -192-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-193-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -194-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-195-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -196-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-197-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -198-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-199-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -200-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-201-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -202-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-203-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -204-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-205-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -206-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-207-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -208-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-209-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -210-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-211-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -212-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-213-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -214-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-215-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -216-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-217-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -218-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-219-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -220-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-221-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -222-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-223-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -224-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-225-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -226-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-227-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -228-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-229-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -230-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-231-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -232-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-233-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -234-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-235-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -236-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-237-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -238-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-239-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -240-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-241-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -242-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-243-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -244-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-245-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -246-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-247-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -248-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-249-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -250-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-251-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -252-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-253-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -254-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-255-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -256-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-257-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -258-

www.peraturan.go.id
2018, No.567
-259-

www.peraturan.go.id
2018, No.567 -260-

www.peraturan.go.id
K3 KESEHATAN KERJA

1. Permenaker Nomor 03 Tahun 1982


Tentang : Pelayanan Kesehatan Kerja

2. Kep-DIRJEN No. 53 Tahun 2009


Tentang : Pedoman Pelatihan dan Pemberian Lisensi Petugas Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja

Anda mungkin juga menyukai