Anda di halaman 1dari 2

Berilmu Sebelum Beramal

Agung Pangeran Bungsu S.Sos

Era disrubsi yang tengah menghampiri umat Islam pada hari ini memberikan dampak
perubahan pada tatanan kehidupan yang cukup signifikan. Fenomena pemuka agama jadi-
jadian bahkan ulama jadi-jadian memang terjadi dan dapat kita rasakan pada hari ini.
Sehingga keteladanan seolah menjadi barang langka yang sulit untuk ditemui. Lantas
bagaimana mungkin mereka yang lahir secara instan menjadi ulama memiliki kejernihan ilmu
dan cara berpikir yang setara dengan para generasi terdahulu, tentu saja tidak mungkin.
Sistem yang dibangun oleh negara dan kedangkalan berpikir orang-orang yang berada dibalik
sistem yang ada membuat semua seolah dapat dinominalkan. Hal ini terjadi bukan karena
ketidak mampuan dan bukan karena tidak ada orang baik, melainkan ruang-ruang yang ada
diisi oleh orang yang tidak memiliki kapasitas untuk menegakkan perkara haqq dan bathil.

Permasalahan tidak hanya terhenti disana, dari lemahnya uswah dan keteladanan umat
juga terjadinya penurunan kualitas amalan. Padahal kualitas yang ada akan menentukan
apakah ditolak atau diterimanya suatu amalan. Jarang sekali kita memuhasabah diri untuk
amalan-amalan yang telah kita lakukan. Akankah semua amalan yang selama ini kita lakukan
dapat diterima disisi Allah? Ada baiknya kita mengetahui bahwa sesungguhnya ilmu adalah
perkara yang seharusnya didahulukan sebelum beramal. Sehingga semua amalan yang
dikerjakan tidak benilai sia-sia. Nabi shallallahu alaihi wassalam memberikan ancaman
mengenai perkara ini.

‫ْس َعلَ ْي ِه َأ ْم ُرنَا فَه َُو َر ٌّد‬


َ ‫َم ْن َع ِم َل َع َمالً لَي‬
Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami,maka amalan
tersebut tertolak. (HR. Muslim No. 1718)

Hadits diatas memberikan rambu-rambu kepada kita semua untuk memperhatikan


amalan yang hendak dilakukan. Dengan demikian semangat yang hebat saja tidak cukup
dalam beramal, melainkan dibutuhkan pengetahuan untuk memahami suatu amalan yang ada.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara belajar, dengan belajar seseorang akan mengetahui cara
beragama yang benar, sehingga pemahaman yang dimiliki tidak hanya berasal dari orang-
orang terdahulu yang memungkinkan pemahaman yang didapatkan juga masih keliru.
Setidaknya ada 2 syarat yang perlu diperhatikan seorang mukmin agar amalannya diterima di
sisi Allah, pertama hendaklah berniat ikhlas karena Allah semata. Bukan karena makhluk
bahkan bukan karena pujian orang lain. Perkara niat sering kali dianggap ringan dalam
sebuah amalan, padahal niat menempati kedudukan yang tinggi untuk diterimanya amalan.
Hal ini mengisyaratkan bahwa Allah sebagai rabb alam semesta hanya menginginkan amalan
yang didasari dari hati yang bersih hamba yang tidak menyekutukaNya dengan sesuatu
apapun.

Kedua ittiba’ atau sesuai dengan tuntunan yang diajarkan rasulullah shallallahu alaihi
wassalam. Beliaulah yang paling mengetahui perkara agama ini karena beliau yang diutus
oleh Allah kepada umat manusia. Kesempurnaan ajaran Islam yang diturunkan kepada nabi
shallallahu alaihi wassalam diabadikan dalam ayat Al-Quran berikut ini

‫يت لَ ُك ُم اِإْل ْساَل َم‬


ُ ‫ض‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوَأ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ ُ ‫ْاليَ ْو َم َأ ْك َم ْل‬

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Qs. Al-
Maidah ayat 3).
Sejatinya tidak ada hujjah bagi mukmin pada hari ini membuat amalan-amalan baru
yang tidak pernah dicontohkan oleh nabi shallallahu alaihi wassalam dalam sunnahnya.
Karena sungguh masih banyak amalan sunnah yang masih sering terlewatkan. Hendaklah
setiap mukmin memperhatikan kualitas amalannya dengan memperhatikan niat, maka ketika
seorang hamba tergelincir karena niatnya maka ia akan masuk ke dalam jurang kesyirikan.
Ketika seorang hamba abai dari tuntunan rasulullah shallallahu alaihi wassalam maka ia akan
tergelincir pada perkara bid’ah. Semoga Allah ta’ala menghindarkan kita dari perkara syirik
dan bid’ah, agar langkah kaki kita kuat untuk senantiasa memahami suatu amalan dan syariat
dengan ilmu pengetahuan bukan karena ikut-ikutan maupun karena perkara tidak enakan.
Sehingga doa-doa yang kita langitkan dapat didengar dan dikabulkan oleh Allah ta’ala.
Wallahu a’lam bish shawab. (*) (Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta)

Anda mungkin juga menyukai