Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang membahas tentang  “PERANAN UMAT ISLAM DALAM MENGUSIR
PENJAJAH”

Sejarah merupakan ilmu yang mempelajari proses perubahan dan keberlanjutan dalam
dimensi waktu. Sejarah dapat mengajarkan pada kita tentang adanya keragaman pengalaman hidup
pada masing-masing masyarakat, serta adanya cara pandang yang berbeda terhadap masa lampau
untuk memahami masa kini dan membangun pemahaman untuk menghadapi masa yang akan datang,
Makalah ini disusun untuk dapat membantu mempermudah para siswa dalam memahami fakta-fakta
sejarah.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.

Sigli, 07 Februari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                                                                 1

DAFTAR ISI                                                                                                 2

BAB I             PENDAHULUAN                                                                3

1.1       Latar Belakang                                                                        3

BAB II            PEMBAHASAN                                                                   4

2.1.      Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah                      4

2.1.1.   Penjajahan Portugis                                                                 5

2.1.2.   Penjajahan Belanda                                                                 6

2.1.3.   Penjajahan Jepang                                                                   7

2.2.      Peranan Umat Islam dalam Mempersiapkan dan

Meletakkan Dasar-dasar Indonesia Merdeka.                                    8

2.3.            Peranan Organisasi-organisasi Islam dan

Partai-partai Politik  Islam                                                      10

BAB III          PENUTUP                                                                             11

3.1.      Kesimpulan                                                                             11

3.2.      Saran                                                                                       11

DAFTAR PUSTAKA                                                                                  12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.        Latar Belakang
    Proklamasi kemerdekaan Indonesia telah 65 tahun di kumandangkan. Tetapi banyak dari kalangan
anak muda islam Indonesia yang tidak mengetahui peran agama islam dan umat muslimin dibalik
kemerdekaan itu. Entah memang tidak mengetahuinya atau tidak mau tahu akan sejarah tersebut.

    Jika menilik pada sejarah, peran agama islam dan umat muslimin dalam
kemerdekaan Indonesia sangatlah penting. Sebagai contoh, salah satu perlawanan terhadap penjajah
yaitu saat para kaum muslimin melawan penjajahan di Aceh dimana pada saat itu para penjajah
Belanda dibuat kalang kabut menghadapi perlawanan kaum Muslimi yang dipimpin Tengku Cik Di
Tiro dan istrinya Cut Nyak Din sampai – sampai penjajah Belanda mengutus Snouk Hongurje untuk
meneliti kelemahan dari Aceh ini dan akhirnya mereka dapat mengalahkan perlawanan di Aceh ini.
Walaupun demikian, kekalahan ini merupakan semangat yang melecut munculnya perlawanan kaum
muslimin di seluruh daerah Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah.
Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa Indonesia, bahkan
saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain.
Jauh sebelum mereka datang, umat Islam Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya
adalah merah putih. Ini terinspirasi oleh bendera Rasulullah saw. yang juga berwarna merah dan
putih. Rasulullah saw pernah bersabda :” Allah telah menundukkan pada dunia, timur dan barat. Aku
diberi pula warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan Al-Abyadl, merah dan putih “. Begitu juga
dengan bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini mempunyai bahasa Indonesia kecuali ketika ulama
menjadikan bahasa ini bahasa pasar, lalu menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa jurnalistik.

Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air dan
membasmi kezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan semangat melawan penjajah.
Bisa dikatakan bahwa hampir semua tokoh pergerakan, termasuk yang berlabel nasionalis radikal
sekalipun sebenarnya terinspirasi dari ruh ajaran Islam. Sebagai bukti misalnya Ki Hajar Dewantara
(Suwardi Suryaningrat) tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI); Soekarno sendiri pernah jadi guru
Muhammadiyah dan pernah nyantri dibawah bimbingan Tjokroaminoto bersama S.M Kartosuwiryo
yang kelak dicap sebagai pemberontak DI/TII; RA Kartini juga sebenarnya bukanlah seorang yang
hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Ia seorang pejuang Islam yang sedang dalam  perjalanan
menuju Islam yang kaaffah. Ketika sedang mencetuskan ide-idenya, ia sedang beralih dari kegelapan
(jahiliyah) kepada cahaya terang (Islam) atau minaz-zulumati ilannur (habis gelap terbitlah terang).
Patimura seorang pahlawan yang diklaim sebagai seorang Nasrani sebenarnya dia adalah seorang
Islam yang taat. Tulisan tentang Thomas Mattulessy hanyalah omong kosong. Tokoh Thomas
Mattulessy yang ada adalah Kapten Ahmad Lussy atau Mat Lussy, seorang muslim yang memimpin
perjuangan rakyat Maluku melawan penjajah. Demikian pula Sisingamangaraja XII menurut fakta
sejarah adalah seorang muslim.

Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar ketika para penjajah
berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa Indonesia yang mayoritas sudah beragama
Islam yang tentu saja dengan cara-cara yang berbeda dengan ketika Islam datang dan diterima oleh
mereka, bahwa Islam tersebar dan dianut oleh mereka dengan jalan damai dan persuasif yakni lewat
jalur perdagangan dan pergaulan yang mulia bahkan wali sanga menyebarkannya lewat seni dan
budaya. Para da’i Islam sangat paham dan menyadari akan kewajiban menyebarkan Islam kepada
orang lain, tapi juga mereka sangat paham bahwa tugasnya hanya sekedar menyampaikan. Hal ini
sesuai dengan Q.S. Yasin ayat 17 :”Tidak ada kewajiban bagi kami hanyalah penyampai (Islam) yang
nyata”.(Q.S.                     Yasin:17)
Di bawah ini hanya sebagian kecil contoh atau bukti sejarah perjuangan umat Islam Indonesia dalam
mengusir penjajah.
2.1.1. Penjajahan Portugis
            Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan semboyan Gold
(tambang emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan Gospel (penyebaran agama Nasrani). Untuk
menjalankan misinya itu Portugis berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka
masih menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang Salib . Dengan
modal restu sakti dari Paus Alexander VI  dalam suatu dokumen bersejarah yang terkenal dengan
nama “Perjanjian Tordesillas” yang berisi, bahwa kekuasaan di dunia diserahkan kepada dua rumpun
bangsa: Spanyol dan Portugis. Dunia sebelah barat menjadi milik Spanyol dan sebelah timur
termasuk Indonesia menjadi milik Portugis.

Karena itu Portugis sangat bernafsu untuk menguasai negeri Zamrud Khatulistiwa yang penuh
dengan rempah-rempah yang menggiurkan. Pertama mereka menyerang Malaka dan menguasainya
(1511 M), kemudian Samudra Pasai tahun 1521 M. Mulailah mereka mengusik ketenangan berniaga
di perairan nusantra yang saat itu banyak para pedagang muslim dari Arab. Demikian pula para
pedagang dari Demak dan Malaka yang saat itu sudah terjalin sangat erat. Portugis nampaknya
sengaja ingin mematahkan hubungan Demak dan Malaka, dan sekaligus tujuannya ingin merebut
rempah-rempah yang merupakan komoditi penting saat itu. Banyak kapal-kapal mereka dirampas oleh
Portugis termasuk kapal pedagang muslim Arab.

Dengan sikapnya yang tak bersahabat dan arogan dari penjajah Portugis, seluruh kerajaan
yang ada di Nusantara kemudian melakukan perlawanan kepada Portugis meskipun dalam waktu dan
tempat yang berlainan. Kerajaan Aceh misalnya sempat minta bantuan kerajaan Usmani di Turki dan
negara-negara Islam lain di Nusantara, sehingga dapat membangun kekuatan angkatan perangnya dan
dapat menahan serangan Portugis. Demikian pula, mendengar perlakuan Portugis yang zalim terhadap
para pedagang warga Demak muslim, Sultan Demak dan para wali merasa terpanggil untuk berjihad.
Halus dihadapi dengan halus, keras dilawan dengan keras. Kalau orang-orang Portugis mengobarkan
semangat Perang Salib, maka Sultan Demak dan para wali mengobarkan semangat jihad Perang Salib.

2.1.2. Penjajahan Belanda


            Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten dibawah pimpinan
Cornelis de Houtman, dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jakarta pada tanggal 30 Mei
1619 serta mengganti nama Jakarta menjadi Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah Portugis, yaitu
untuk memonopoli perdagangan dan menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan di wilayah
Nusantara. Jika Portugis menyebarkan agama Katolik maka Belanda menyebarkan agama Protestan.
Betapa berat penderitaan kaum muslim semasa penjajahan Belanda selama kurang lebih 3,5 abad.
Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan kekayaan alam sebanyak-banyaknya dan
membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan miskin dan terbelakang adalah kondisi yang dialami saat
itu. Maka wajarlah jika seluruh umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama dan
santri di berbagai pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana: bambu runjing, tombak dan
golok. Namun mereka bertempur habis-habisan melawan orang-orang kafir Belanda dengan niat yang
sama, yaitu berjihad fi sabi lillah. Hanya satu pilihan mereka : Hidup mulia atau mati Syahid. Maka
pantaslah almarhum Dr. Setia Budi (1879-1952) mengungkapkan dalam salah satu ceramahnya di
Jogya menjelang akhir hayatnya antara lain mengatakan : “Jika tidak karena pengaruh dan didikan
agama Islam, maka patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti apa yang diperlihatkan
oleh sejarahnya sampai kemerdekaannya”.

2.1.3. Penjajahan Jepang


Pendudukan Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal 10 januari 1942.
Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang dan Bali. Kota
Jakarta berhasil diduduki tanggal 5 Maret 1942. Untuk sementara penjajah Belanda hengkang dari
bumi Indonesia, diganti oleh penjajah Jepang. Ibarat pepatah “Lepas dari mulut harimau jatuh ke
mulut buaya”, yang ternyata penjajah Jepang lebih kejam dari penjajah manapun yang pernah
menduduki Indonesia. Seluruh kekayaan alam dikuras habis dibawa ke negerinya.
Bangsa Indonesia dikerja paksakan (Romusa) dengan ancaman siksaan yang mengerikan seperti
dicambuk, dicabuti kukunya dengan tang, dimasukkan kedalam sumur, para wanita diculik dan
dijadikan pemuas nafsu sex tentara Jepang (Geisha).

Pada awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan mengklaim dirinya sebagai
saudara tua Bangsa Indonesia (ingat gerakan 3 A yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia
dan Nippon Pemimpin Asia). Mereka juga paham bahwa bangsa Indonesia kebanyakan beragama
Islam. Karena itu pada tanggal 13 Juli 1942 mereka mencoba menghidupkan kembali Majlis Islam
A’la Indonesia (MIAI) yang telah terbentuk pada pemerintahan Belanda (September 1937). Tapi
upaya Jepang tidak banyak ditanggapi oleh tokoh-tokoh Islam. Banyak tokoh-tokoh Islam tidak mau
kooperatif dengan pemerintah penjajah Jepang bahkan melakukan gerakan bawah tanah misalnya
dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin.

2.2. Peranan Umat Islam dalam Mempersiapkan dan Meletakkan


Dasar-dasar Indonesia Merdeka.
Dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, tidak disangsikan lagi peran kaum
muslimin terutama para ulama. Mereka berkiprah dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret 1945. Lebih jelas lagi ketika Badan ini
membentuk panitia kecil yang bertugas merumuskan tujuan dan maksud didirikannya
negara Indonesia. Panitia terdiri dari 9 orang yang semuanya adalah muslim atau para ulama kecuali
satu orang beragama Kristen. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs.Moh.Hatta, Mr.Moh.Yamin,
Mr.Ahmad Subardjo, Abdul Kahar Mujakir, Wahid Hsyim, H.Agus Salim, Abi Kusno Tjokrosuyono
dan A.A. Maramis (Kristen).

Meski dalam persidangan-persidangan merumuskan dasar negara Indonesia terjadi banyak


pertentangan antar (mengutip istilah Endang Saefudin Ansori dalam bukunya Piagam Jakarta)
kelompok nasionalis Islamis dan kelompok nasionalis sekuler. Kelompok Nasionalis Islamis antara
lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH.Wahid Hasyim, Ki Bagus dan Abi Kusno
menginginkan agar Islam dijadikan dasar negara Indonesia. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler
dibawah pimpinan Soekarno menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral dari
agama. Namun Akhirnya terjadi sebuah kompromi antara kedua kelompok sehingga melahirkan
sebuah rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, yang berbunyi :

1)      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya

2)      Kemanusiaan yang adil dan beradab

3)      Persatuan Indonesia

4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan     perwakilan

5)      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi bagian dari Mukaddimah
UUD 45. Jadi dengan demikian Republik Indonesia yang lahir tanggal 17 Agustus 1945 adalah
republik yang berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya Meskipun keesokan harinya 18 Agustus 1945 tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu
dihilangkan diganti dengan kalimat “Yang Maha Esa”. Ini sebagai bukti akan kebesaran jiwa umat
Islam dan para ulama. Muh. Hatta dan Kibagus Hadikusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan” Yang Maha Esa” tersebut tidak lain adalah tauhid.

Saat proklamasipun peran umat Islam sangat besar. 17 Agustus 1945 itu bertepatan dengan
tangal 19 Ramadhan 1364 H. Proklamasi dilakukan juga atas desakan-desakan para ulama kepada
Bung Karno. Tadinya Bung Karno tidak berani. Saat itu Bung Karno keliling menemui para ulama
misalnya para ulama di Cianjur Selatan, Abdul Mukti dari Muhammadiyah, termasuk Wahid Hasyim
dari NU. Mereka mendesak agar Indonesia segera diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.

Demikian penting peran ulama di mata Bung Karno. Setelah Indonesia diproklamasikan,


Bung karno masih terus berkeliling terutama minta dukungan para ulama dan rakyat Aceh. Di bawah
pimpinan ulama-ulama Aceh seperti Daud Beureuh, Teuku Nyak Arief, Mr. Muhammad Hasan,
M.Nur El Ibrahimy, Ali Hasyimi dan lain-lain, rakyat Aceh segera menyambut dengan gegap
gempita. Dukungan mereka bukan hanya lisan tapi juga berbentuk sumbangan materi, yaitu berupa
uang 130.000 Straits Dollar dan emas seberat 20 kg untuk pembelian pesawat terbang.
2.3. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai
Politik  Islam
Dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia, Umat Islam
mendirikan berbagai organisasi dan partai politik dengan corak dan warna yang berbeda-
beda. Ada yang bergerak dalam bidang politik, sosial budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.
Namun semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memajukan bangsa Indonesia khususnya umat
Islam dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Tercatat  dalam sejarah, bahwa dari lembaga-
lembaga tersebut telah lahir para tokoh dan pejuang yang sangat berperan baik di masa perjuangan
mengusir penjajah, maupun pada masa pembangunan.

1.      Sarekat Islam (SI)

2.      Muhammadiyah

3.      Al Irsyad

4.      Nahdlatul Ulama

5.      Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI)

6.      Masyumi

7.      Mathla’ul Anwar

8.      Persatuan Islam (Persis)

9.      Organisasi Pelajar, Mahasiswa dan Kepemudaan Islam

10.  Departemen Agama

11.  Peran Lembaga Pendidikan Islam

12.  Majlis Ulama Indonesia (MUI)

13.  Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa Indonesia, bahkan
saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain.
Jauh sebelum mereka datang, umat Islam Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya
adalah merah putih yang sesuai dengan sabda nabi muhammad SAW.

Kaum penjajah yang pertama kali datang ke indonesia yaitu bangsa portugis, hal ini di dasari
oleh dendam bangsa barat yang masih tersimpan kepada bangsa timur (islam) pada saat perang salib.
Bangsa ini menggunakan semboyan gold, glory dan gospel. Dan diikuti oleh negara – negara lain
yaitu belanda dan jepang. Umat islam turut serta dalam memperjuangkan
kemrdekaan indonesia hingga dalam mempersiapkan kemerdekaan indonesia.

Hingga saat ini pun islam masih berperan penting dalam mengisi kemerdekaan indonesia,
contohnya sepeti ikut berperan aktif dalam partai – partai politik yang ada di indonesia.

3.2. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik yang kami sengaja maupun yang tidak
kami sengaja. Maka dari itu, kami sangat  mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan berbagai kekurangan yang ada ini tidak
mengurangi nilai-nilai dan manfaat dari mempelajari Ilmu Study Islam Asia Tenggara.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.mediafire.com/?ji4467r0ka3tuxb

Al-Jazairi, Abu Bakar.2002.Ensiklopedi Muslim.Jakarta:Darul Fatah

Bahreisj, Hussein.1980.Himpunan Pengetahuan Islam.Surabaya:Al-Ikhlas

Syalabi.1988.Sejarah dan Kebudayaan Islam 3.Jakarta:Pustaka Al-Husna

Anda mungkin juga menyukai