BELANDA
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
serta inayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah Sejarah
Peradaban Islam ini, dengan judul “Kerajaan-Kerajaan Islam Zaman Penjajahan
Belanda”. Makalah ini akan membahas mengenai Situasi dan kondisi kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia Ketika Belanda datang, Latar Belakang Kedatangan
Belanda, VOC, Hindia Belanda, dan Perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Hal
ini tersebut kami bahas serta menambah wawasan mengenai Kerajaan-Kerajaan
Islam Zaman Penjajahan Belanda.
Selain itu, makalah ini juga kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam pada
semester 1 Prodi Ekonomi Syari’ah di Institut Agama Islam Negeri Kediri. Kami
menyadari jika masih terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan makalah kami
ini, oleh karena itu kami mohon agar pembaca berkenan memberi kritik dan saran
agar kami dapat memperbaiki dan menyusun makalah yang lebih baik lagi
selanjutnya. Kami juga mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada
seluruh pihak yang terlibat dalam penyusun makalah ini. Semoga makalah Sejarah
Peradaban Islam ini bermanfaat bagi pembaca. Amin
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .................................................................................... 14
B. Saran .............................................................................................. 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Situasi dan Kondisi Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia
Ketika Belanda Datang?
2. Apa Latar Belakang Kedatangan Belanda, VOC, Hindia Belanda?
3. Bagaimana Perlawanan Terhadap Penjajahan Belanda?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Situasi dan Kondisi Kerajaan-Kerajaan Islam di
Indonesia Ketika Belanda Datang
2. Untuk Mengetahui Latar Belakang Kedatangan Belanda, VOC, Hindia
Belanda
3. Untuk Mengetahui Perlawanan Terhadap Penjajahan Belanda
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Yudi Armansyah, “Dinamika Perkembangan Islam Politik di Nusantara: Dari Masa Tradisional
Hingga Modern”, Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 2, No. 01, (2017), hlm. 31.
2
dan Semenanjung Tanah Melayu telah melalui satu zaman yang berbeda dari
yang pernah dialami sejak Iskandar muda berkuasa. Secara khusus, Kerajaan
Aceh yang dipimpin Iskandar Tsani tidak lagi mengikuti satu dasar luar yang
militan. Sebagai seorang yang wara, Iskandar Tsani mencurahkan perhatiannya
ke arah pembangunan masyarakat dan mengembangkan pendidikan Islam.
Usahanya untuk menyebarkan ajaran Islam tidak saja terbatas di daerah-daerah
Aceh besar, tetapi beliau juga mengirimkan surat dan dua buah kitab, yaitu,
"Surat Al Mustaqim" dan "Babun Nikah", kepada Sultan Kedah (sekarang
Malaysia) ketika mengetahui bahwa Islam telah berkembang pesat di sana.
Setelah beliau meninggal dunia, Aceh secara berturut-turut didampingi
oleh 3 wanita selama 59 tahun. Ketika itulah Aceh mulai mengalami
kemunduran. Daerah-daerah di Sumatera yang dulu berada di bawah
kekuasaannya mulai memerdekakan diri. Meskipun sudah jauh menurun, Aceh
masih dapat bertahan lam menikmati kedaulatannya dari intervensi kekuasaan
asing.2
Di Jawa, kerajaan Demak (1518-1550 M) dipandang sebagai kerajaan
Islam pertama dan terbesar di Jawa. Kerajaan ini berdiri setelah kerajaan
Majapahit mengalami keruntuhan pada 1527 M. Menurut tradisi Jawa Barat
(sejarah Banten), konfrontasi antara Demak dan Majapahit berlangsung
beberapa tahun. Dua kekuatan yang berhadapan adalah antara barisan Islam
Demak, yaitu para ulama dari Kudus, imam Masjid Demak, di bawah pimpinan
Pangeran Ngudung, melawan Majapahit yang dibantu vasal-vasalnya dari
Klungkung, Pengging, dan Terung.3 Di jawa, pusat kerajaan Islam sudah pindah
dari pesisir ke pedalaman, yaitu dari Demak ke Pajang kemudian ke Mataram.
Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa pengaruh besar, diantaranya
adalah:
1. Kekuasaan dan sistem politik didasarkan atas basis agraris.
2
Badri Yatim, “Sejarah Peradaban Islam Dirosah Islamiyah II” (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008), hlm. 231-232.
3
Yudi Armansyah, “Dinamika Perkembangan Islam Politik di Nusantara: Dari Masa Tradisional
Hingga Modern”, Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 2, No. 01, (2017), hlm. 30
3
2. Peranan daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayaran mundur.
3. Terjadinya pergeseran pusat-pusat perdagangan.
Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur sudah berada dibawah kekuasaan
Mataram, yang ketika itu di bawah pimpinan Sultan Agung. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung inilah, kontak-kontak bersenjata antara Mataram
dengan VOC mulai terjadi.
Sementara itu, Banten di pantai Jawa Barat muncul sebagai simpul
penting antara lain karena, perdagangan ladanya, Banten menarik perdagangan
lada dari Indrapura, Lampunng, dan Palembang. Produksi ladanya sendiri
sebenarnya kurang berarti. Merosotnya peran pelabuhan-pelabuhan Jawa
Timur akibat politik Mataram dan munculnya Makassar sebagai pusat
perdagangan membuat jaringan perdagangan dan rute pelayaran dagang di
Indonesia bergeser.Kalau di awal abad ke-16, rute yang ditempuh ialah Maluku
- Jawa Selat - Malaka, maka diakhir abad itu menjadi Maluku – Makassar -
Selat Sunda.
Di Sulawesi, pada akhir abad ke-16, pelabuhan Makassar berkembang
dengan pesat. Letaknya memang strategis, yaitu tempat persinggahan ke
Maluku, Filipina, Cina, Patani, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Kepulauan
Indonesia bagian Barat. Akan tetapi ada faktor-faktor historis lain yang
mempercepat perkembangan itu. Pertama, pendudukan Malaka oleh portugis
mengakibatkan terjadinya migrasi pedagang Melayu, antara lain ke Makassar.
Kedua, arusmigrasi Melayu bertambah besar setelah Aceh mengadakan
ekspedisi terus menerus ke Johor dan pelabuhan-pelabuhan di Semenanjung
Melayu. Ketiga, blokade Belanda terhadap Malakadihindari oleh pedagang-
pedagang, baik Indonesia maupun India, Asia Barat da Asia Timur. Keempat,
merosotnya pelabuhan Jawa Timur mengakibatkan fungsinya diambil oleh
pelabuhan Makassar. Kelima, usaha Belanda memonopoli perdagangan
rempah-rempah diMaluku membuat Makassar mempunyai kedudukan sentral
bagi perdagangan antara Malaka dan Maluku. Itu semua membuat pasar
berbagai macam barang berkembang di sana.
4
Kehadiran orang-orang Belanda di Indonesia juga sangat mengancam
institusi perpolitikan umat Islam. Ancaman ini terlihat manakala keinginan
memonopoli perdagangan timbul, orang-orang Belanda pun mulai
mengintervensi institusi perpolitikan Islam yang pada umumnya tidak stabil.
Pada Maret 1602, Belanda mendirikan VOC (Verrenigde Oost-Indische
Compagnie) atau perserikatan Maskapai Hindia-Timuruntuk menyaingi
pelayaran dan perdagangan orang-orang Barat lainnya. Dengan politik “belah
bambu” satu demi satu kerajaan Islam hancur. Apabila kerajaan itu masih
berdiri. Maka hegemoni dan pengaruh VOC cukup kuat disana. Karenanya
kerajaan itu hanya sebagai bayangan dari VOC.4
4
Yudi Armansyah, “Dinamika Perkembangan Islam Politik di Nusantara: Dari Masa Tradisional
Hingga Modern”, Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 2, No. 01, (2017), hlm. 31-
32.
5
Duriana, “Islam di Indonesia Sebelum Kemerdekaan”, Jurnal Dialektika, Vol. 9, No. 2, (Januari -
Desember 2015), hlm. 62-63.
5
dibawah pimpinan Cornelis De Houtman, menyusul kemudian angkatan kedua
tahun 1598 dibawah pimpinan Van Nede, Van Nedmskerck dan Van
Warwiejck. Disamping dari Amsterdam, juga datang beberapa kapal dari
berbagai kota di Belanda. Angkatan ketiga berangkat tahun 1599 di bawah
pimpinan Van Der Hegen, dan angkatan ke empat tahun 1600 di bawah
pimpinan Van Neck.
Dalam pelayaran pertama VOC sudah mencapai Banten dan selat Bali.
Pada pelayaran kedua, mereka sampai ke Maluku untuk membeli rempah-
rempah. Dalam angkatan ketiga, mereka sudah terlibat perang melawan
Portugis di Ambon, tetapi gagal, mereka kali ini sudah berhasil membuat
kontrak dengan pribumi mengenai jual beli rempah-rempah. Dalam angkatan
ke empat mereka berhasil membuka perdagangan Banten dan Ternate, tetapi
mereka gagal merebut Benteng Portugis di Tidore.
Pada tahun 1798, VOC dibubarkan dengan saldo sebesar 134.7 Juta
Gulden, sebelumnya, 1795 izin operasinya dicabut, kemunduran, kebangrutan
6
Badri Yatim, “Sejarah Peradaban Islam Dirosah Islamiyah II” (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008), hlm. 234.
6
dan dibubarkannya VOC oleh berbagai faktor, antara lain pembukuan yang
curang, pegawai tidak cakap dan korup, hutang besar, dan sistem monopoli serta
sistem paksa dalam pengumpulan bahan-bahan/hasil tanaman penduduk
menimbulkan kemerosotan moril baik para penguasa maupun penduduk yang
sangat menderita.
7
Wafiyah, “Prioritas Dakwah pada Masa Penjajahan Belanda di Indonesia”, Jurnal Ilmu Dakwah,
Vol. 34, No. 2 (Juli - Desember, 2014), hlm. 271-272.
7
Gerakan Padri sebagaimana gerakan-gerakan lokal di berbagai
belahan bumi Nusantara pada periode perang kemerdekaan melawan
penjajahan Belandadi samping penjajahan Portugis dan Inggrisyang masuk
ke kepulauan Nusantara,merupakan tonggak yang penting dalam sejarah
Indonesia. Gerakan Padri menurut Sartono Kartodirdjo, selain berhasil
dalam membersihkan agama Islam dari pengaruh-pengaruh kebudayaan
setempat yang dianggap menyalahi ajaran agama Islam yang ortodoks, juga
merupakan kekuatan mobilisasi yang besar dari berbagai wilayah
kekuasaannya di ranah kerajaan Minangkabau untuk menggabungkan diri
melawan penjajah. Lebih-lebih setelah gerakan Padri di bawah
kepemimpinan Imam Bonjol dengan basis benteng Bonjol-nya di Alam
Panjang, karena itu Belanda, setelah kembali ke Minangkabau tahun 1816
yang sebelumnya dikuasai Inggris, mengerahkan segala kekuatannya untuk
melumpuhkan Padri. Sartono mencatat sebagai berikut:
8
mudah dipadamkan (Kartodirdjo,1993). Politik Belanda mengikuti pola
lama, yakni cenderung memihak yang lebih “lunak” danmau bekerjasama
dengan Belanda, sebaliknya keras dan tidak memberi ruangdan bahkan
menggunakan segala macam cara untuk menumpas gerakan-gerakan yang
keras seperti Padri. Dalam posisi yang demikian, pihak Padri kadang
berjuang segitiga yaitu, internal melawan kaum adat dan sekaligus melawan
penjajah Belanda yang memiliki strategi canggih dalam memecah-belah dan
memanfaatkan situasi,sambil tidak segan-segan melakukan tipu muslihat.
Perlawanan Padri di bawah Tuanku Imam Bonjol yang tidak mengenal
menyerah dalam usianya ke-92 tahun, berakhir setelah Benteng Bonjol jatuh
tanggal 16 Agustus 1837, dan dengan tipu muslihat dengan
mengatasnamakan ajakan berunding maka Imam Bonjol pun ditangkap di
Palupuh secara tidak kesatria (Kutoyo,2003).
Tuanku Imam Bonjol karena demikian kuat ancaman pengaruhnya,
bahkan setelah dipenjara pun harus dipindah-pindah dari Bukittinggi ke
Padang, terus ke Cianjur, Ambon, dan akhirnya ke Manado hinggawafat
pada 8 November 1839 dalam kesendirian jauh dari kampung halaman
ranah tempat dia dan seluruh kekuatan gerakan Padri berjuang melawan
penjajah.Atas jasa dan perjuangannya, Tuanku Imam Bonjol oleh
Pemerintah Republik Indonesia kemudian diangkat menjadi Pahlawan
Nasional.8
2. Perang Diponegoro
8
Haedar Nashir, “Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri di Minangkabau”, Jurnal Unisia, Vol.
XXXI, No. 69, (September, 2008), hlm. 226-227.
9
gubermen Belanda yang sewenang-wenang, Pangeran memutuskan untuk
pindah ke Tegalrejo dan memilih tidak ikut campur lagi dengan urusan
Keraton.9
9
Nur Laeli Zahro, Mardikun, “Perang Diponegoro dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan
Masyarakat Jawa 1825-1830”, Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. 19, No. 1, (April, 2020), hlm. 90.
10
Ibid, hlm. 91.
11
A Kardiyat Wiharyanto, “Perlawanan Indonesia Terhadap Belanda pada Abad XIX”, diakses
dari https://sumberbelajar.seamolec.org, (pada tanggal 19-11-2021, pukul 20.15 WIB), hlm. 11.
10
raja tersebut baru berusia tiga tahun, maka pemerintah Belanda mengangkat
beberapa orang wali yaitu Pangeran Diponegoro, Pangeran Mangkubumi,
Ibu dan Nenek Sultan. Dengan kedudukannya itu, pengaruh Pangeran
Diponegoro semakin bertambah besar.
3. Perang Banjarmasin
Belanda mulai memasuki wilayah Kerajaan Banjarmasin pada tahun
1826, yaitu pada masa pemerintahan Sultan Adam. Namun sejak tahun
1850 hubungan antara Kerajaan Banjarmasin dan Belanda mulai tegang
karena ikut campurnya Belanda dalam pemerintahan, terutama dengan
masalah pergantian tahta Kerajaan Banjarmasin.
Ketika Sultan Adam meninggal pada tahun 1857, Belanda
mengangkat Tamjidillah sebagai Sultan Banjarmasin. Namun, Tamjidillah
sangat dibenci oleh semua bangsawan dan rakyat. Prabu Anom yang
merupakan saingannya diasingkan ke Jawa oleh Belanda sehingga tinggal
Pangeran Hidayatullah sebagai saingan berat bagi Tamjidillah.
Di tengah-tengah kekacauan itu, meletuslah Perang Banjarmasin
pada tahun 1859 yang digerakkan oleh Pangeran Antasari. Pangeran
Antasari adalah putra Sultan Muhammad yang sangat anti-Belanda. Dalam
Perang itu, Tamjidillah diturunkan dari tahta kerajaan dan Belanda
mengangkat Pangeran Hidayatullah sebagai Sultan. Hal itu dilakukan oleh
Belanda untuk menarik simpati rakyat Banjarmasin. Namun, Pangeran
Hidayatullah menolak usul itu dan ia secara terang terangan memihak
12
A Kardiyat Wiharyanto, “Perlawanan Indonesia Terhadap Belanda pada Abad XIX”, diakses
dari https://sumberbelajar.seamolec.org, (pada tanggal 19-11-2021, pukul 20.15 WIB), hlm. 12.
11
Pangeran Antasari. Pada tahun 1862, Pangeran Hidayatullah berhasil
ditangkap oleh Belanda dan selanjutnya dibuang ke Cianjur.
Perang Banjarmasin terus dilanjutkan oleh Pangeran Antasari yang
kemudian ia diangkat oleh rakyat sebagai Sultan. Namun, perang terus
berkobar. Dalam peperangan itu, Pangeran Antasari mendapat luka-luka
yang cukup parah dan akhirnya beliau meninggal pada tahun 1862.
Walaupun beliau sudah meniggal, perang terus dilanjutkan oleh putra
putranya.
4. Perang Aceh
12
Perang Aceh adalah suatu bentuk nyata perang semesta yang
dilakukan kesultanan Aceh yang mendapat dukungan dari para ulama dan
seluruh rakyat Aceh. Perang semesta yang didefinisikan sebagai perang
total seluruh rakyat dengan mengerahkan segenap kekuatan dan sumber
daya yang ada tercermin dalam perang Aceh. Sifat kesemestaan yang
melibatkan seluruh rakyat Aceh sesuai denganperan, kemampuan, profesi
dan keahlian telahdibuktikan rakyat Aceh. Ciri kesemestaan diwujudkan
dalam pengerahan kekuatan dan sumber daya yang ada di Aceh dimobilisasi
untuk kepentingan perang yang berlangsung.13
13
Sotardodo Siahaan, Afrizal Hendra, I Wayan Midh, “Strategi Perang Semesta dalam Perang Aceh
(1873-1912)”, Jurnal Inovasi Penelitian, Vol. 1, No. 11, (April, 2021), hlm. 10-11.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
14
KATA PENGANTAR
Wafiyah. (2014, Juli - Desember). Prioritas Dakwah pada Masa Penjajahan Belanda
di Indonesia. Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 34, No. 2.
Yatim, B. (2008). Sejarah Peradaban Islam Dirosah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Zahro, N. L., & Mardikun. (2020, April ). Perang Diponegoro dan Pengaruhnya
Terhadap Kehidupan Masyarakat Jawa 1825-1830. Jurnal Ilmiah
Kependidikan, Volume. 19, No. 1.
Siahaan, S., Hendra, A., & Midhio, I. W. (2021, April). Strategi Perang Semesta
dalam Perang Aceh (1873-1912). Jurnal Inovasi Penelitian, Vol. 1, No. 11.
15
16