Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selama 350 tahun Indonesia dijajah Belanda, masa yang panjang itu
diakhiri oleh Jepang. Jepang menjajah Indonesia dalam kurun waktu yang singkat
(3 ½ tahun) namun memberikan dampak menyeluruh dalam kehidupan beragama
di Indonesia, terutama agama Islam. Penjajahan Jepang yang dimulai dari akhir
tahun 1940 hingga Agustus 1945 cukup mengubah pasang-surut umat Islam.

Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Oleh karena itu tak heran
apabila banyak muslim yang turut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan
Indonesia, baik melalui non-kekerasan maupun peperangan. Dua jalur tersebut
memiliki pengikut dan keduanya pun merubah wajah Indonesia menuju
kemerdekaan. Pada makalah ini kami mencoba sedikit mengupas peran umat
Islam dalam memperjaungkan kemerdekaan Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman Peran Umat Islam dalam Memperjuangkan Kemerdekaan?
2. Bagaimana Peran Umat Islam Pasca Kemerdekaan?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran Umat Islam dalam Memperjuangkan Kemerdekaan

1. Perjuangan Islam pada Masa Penjajahan dan Kemerdekaan

Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa
Indonesia, bahkan saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra
Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat Islam
Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya adalah merah putih. Ini
terinspirasi oleh bendera Rasulullah saw. yang juga berwarna merah dan putih.
Rasulullah saw pernah bersabda :” Allah telah menundukkan pada dunia, timur
dan barat. Aku diberi pula warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan Al-
Abyadl, merah dan putih “. Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Tidak akan
bangsa ini mempunyai bahasa Indonesia kecuali ketika ulama menjadikan bahasa
ini bahasa pasar, lalu menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa jurnalistik.

Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai


tanah air dan membasmi kezaliman adalah faktor terpenting dalam
membangkitkan semangat melawan penjajah. Bisa dikatakan bahwa hampir
semua tokoh pergerakan, termasuk yang berlabel nasionalis radikal sekalipun
sebenarnya terinspirasi dari ruh ajaran Islam. Sebagai bukti misalnya Ki Hajar
Dewantara (Suwardi Suryaningrat) tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI);
Soekarno sendiri pernah jadi guru Muhammadiyah dan pernah nyantri dibawah
bimbingan Tjokroaminoto bersama S.M Kartosuwiryo yang kelak dicap sebagai
pemberontak DI/TII; RA Kartini juga sebenarnya bukanlah seorang yang hanya
memperjuangkan emansipasi wanita. Ia seorang pejuang Islam yang sedang dalam
perjalanan menuju Islam yang kaaffah. Ketika sedang mencetuskan ide-idenya, ia
sedang beralih dari kegelapan (jahiliyah) kepada cahaya terang (Islam) atau
minaz-zulumati ilannur (habis gelap terbitlah terang). Patimura seorang pahlawan
yang diklaim sebagai seorang Nasrani sebenarnya dia adalah seorang Islam yang
taat. Tulisan tentang Thomas Mattulessy hanyalah omong kosong. Tokoh Thomas
Mattulessy yang ada adalah Kapten Ahmad Lussy atau Mat Lussy, seorang

2
muslim yang memimpin perjuangan rakyat Maluku melawan penjajah. Demikian
pula Sisingamangaraja XII menurut fakta sejarah adalah seorang muslim.

Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar


ketika para penjajah berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa
Indonesia yang mayoritas sudah beragama Islam yang tentu saja dengan cara-cara
yang berbeda dengan ketika Islam datang dan diterima oleh mereka, bahwa Islam
tersebar dan dianut oleh mereka dengan jalan damai dan persuasif yakni lewat
jalur perdagangan dan pergaulan yang mulia bahkan wali sanga menyebarkannya
lewat seni dan budaya. Para da’i Islam sangat paham dan menyadari akan
kewajiban menyebarkan Islam kepada orang lain, tapi juga mereka sangat paham
bahwa tugasnya hanya sekedar menyampaikan.
Di bawah ini hanya sebagian kecil contoh atau bukti sejarah perjuangan
umat Islam Indonesia dalam mengusir penjajah.

a. Penjajah Portugis

Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis


dengan semboyan Gold (tambang emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan
Gospel (penyebaran agama Nasrani). Untuk menjalankan misinya itu Portugis
berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka masih
menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang
Salib.
b. Penjajah Belanda
Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di
Banten dibawah pimpinan Cornelis de Houtman, dilanjutkan oleh Jan
Pieterszoon Coen menduduki Jakarta pada tanggal 30 Mei 1619 serta
mengganti nama Jakarta menjadi Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah
Portugis, yaitu untuk memonopoli perdagangan dan menanamkan kekuasaan
terhadap kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara. Jika Portugis menyebarkan
agama Katolik maka Belanda menyebarkan agama Protestan. Betapa berat
penderitaan kaum muslimin semasa penjajahan Belanda selama kurang lebih
3,5 abad. Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan kekayaan
alam sebanyak-banyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan

3
miskin dan terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu. Maka wajarlah
jika seluruh umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama dan
santri di berbagai pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana:
bambu runjing, tombak dan golok. Namun mereka bertempur habis-habisan
melawan orang-orang kafir Belanda dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi
sabi lillah. Hanya satu pilihan mereka : Hidup mulia atau mati Syahid. Maka
pantaslah almarhum Dr. Setia Budi (1879-1952) mengungkapkan dalam salah
satu ceramahnya di Jogya menjelang akhir hayatnya antara lain mengatakan :
“Jika tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam, maka patriotisme
bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti apa yang diperlihatkan oleh
sejarahnya sampai kemerdekaannya”. Sejarah telah mencatat sederetan
pahlawan Islam Indonesia dalam melawan Belanda yang sebagian besar
adalah para Ulama atau para kyai antara lain :
Di Pulau Jawa misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kiyai Tapa dan
Bagus Buang dari kesultanan Banten, Sultan Agung dari Mataram dan
Pangeran Diponegoro dari Jogjakarta memimpin perang Diponegoro dari
tahun 1825-1830 bersama panglima lainnya seperti Basah Marto Negoro, Kyai
Imam Misbah, Kyai Badaruddin, Raden Mas Juned, dan Raden Mas Rajab.
Konon dalam perang Diponegoro ini sekitar 200 ribu rakyat dan prajurit
Diponegoro yang syahid, dari pihak musuh tewas sekitar 8000 orang serdadu
bangsa Eropa dan 7000 orang serdadu bangsa Pribumi. Dari Jawa Barat
misalnya Apan Ba Sa’amah dan Muhammad Idris (memimpin perlawanan
terhadap Belanda sekitar tahun 1886 di daerah Ciomas)
Di pulau Sumatra tercatat nama-nama : Tuanku Imam Bonjol dan
Tuanku Tambusi (Memimpin perang Padri tahun 1833-1837), Dari kesultanan
Aceh misalnya Teuku Syeikh Muhammad Saman atau yang dikenal Teuku
Cik Ditiro, Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Umar dan istrinya Cut
Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan, Sultan Alaudin
Muhammad Daud Syah, dan lain-lain

4
c. Penjajahan Jepang

Pendudukan Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal


10 januari 1942. Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Pontianak, Makasar,
Banjarmasin, Palembang dan Bali. Kota Jakarta berhasil diduduki tanggal 5
Maret 1942.

Untuk sementara penjajah Belanda hengkang dari bumi Indonesia,


diganti oleh penjajah Jepang. Ibarat pepatah “Lepas dari mulut harimau jatuh
ke mulut buaya”, yang ternyata penjajah Jepang lebih kejam dari penjajah
manapun yang pernah menduduki Indonesia. Seluruh kekayaan alam dikuras
habis dibawa ke negerinya. Bangsa Indonesia dikerja paksakan (Romusa)
dengan ancaman siksaan yang mengerikan seperti dicambuk, dicabuti kukunya
dengan tang, dimasukkan kedalam sumur, para wanita diculik dan dijadikan
pemuas nafsu sex tentara Jepang (Geisha).

Pada awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan


mengklaim dirinya sebagai saudara tua Bangsa Indonesia (ingat gerakan 3 A
yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin
Asia). Mereka juga paham bahwa bangsa Indonesia kebanyakan beragama
Islam. Karena itu pada tanggal 13 Juli 1942 mereka mencoba menghidupkan
kembali Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang telah terbentuk pada
pemerintahan Belanda (September 1937). Tapi upaya Jepang tidak banyak
ditanggapi oleh tokoh-tokoh Islam. Banyak tokoh-tokoh Islam tidak mau
kooperatif dengan pemerintah penjajah Jepang bahkan melakukan gerakan
bawah tanah misalnya dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin.

d. Sekutu dan NICA


Tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia baru saja
diproklamirkan, tanggal 15 september 1945 datang lagi persoalan baru, yaitu
datangnya tentara sekutu yang diboncengi NICA (Nederland Indies Civil
Administration). Mereka datang dengan penuh kecongkakan seolah-olah
paling berhak atas tanah Indonesia sebagai bekas jajahannya. Kedatangan
mereka tentu saja mendapat reaksi dari seluruh bangsa Indonesia. Seluruh

5
umat Islam bergerak kembali dengan kekuatan senjata seadanya melawan
tentara sekutu dan NICA yang bersenjatakan lengkap dan modern. Perlawanan
terhadap sekutu dan NICA antara lain: Dengan taktik perang gerilya,
pertempuran arek-arek Surabaya, Bandung lautan Api, pertempuran di
Ambarawa dan lain-lain.
2. Peran Umat Islam pada Masa Kebangkitan Nasional
Umat Islam selalu berada digaris terdepan dalam melawan penjajahan.
Kita bisa melihat dari serangan kerajaan Demak Bintoro terhadap Portugis dalam
merebut kembali selat Malaka. Sultan Agung yang harus melakukan penyerangan
terhadap Jayakarta demi merebut dan mengusir penjajah. Pangeran Diponegoro
dengan perang gerilyanya hingga menjadikan perang terbesar harus kalah dengan
strategi licik dan pengecut bangsa penjajah.
Perjuangan politik dengan munculnya Syarikat Dagang Islam yang
diprakarsai Haji Samanhudi dengan pemimpin pertamanya HOS Tjokroaminoto
menjadi organisasi politik Islam pertama. Perlawanan tak juga usai dilakukan oleh
umat Islam dengan membawa bekal fatwa semangat dari hadratus Syaikh Hasyim
Asy’ari “hubul Wathon minal iman” yang mampu menggerakkan berbagai
golongan untuk menjaga keutuhan NKRI. Dengan seruan “Allahuakbar” bung
Tomo, meletuslah peperangan di Surabaya pada 10 November 1945 melawan
tentara Britania raya dan India Britania. Selain itu umat Islam melalui para tokoh-
tokohnya berperan besar dalam merumuskan teks proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Kita bisa sebut beberapa diantaranya adalah bung Hatta dengan kalimat
pertamanya “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan
Indonesia” dan kalimat kedua dirumuskan sendiri oleh bung Karno begitu juga
dengan juga Mr. Ahmad Soebardjo yang ikut merumuskan teks proklamasi.
Selain itu ada juga Haji Agus Salim dengan peran strategisnya bagi tegaknya
kemerdekaan Indonesia ialah keberhasilannya memperoleh pengakuan de facto
dan dejure dari Mesir bagi kemerdekaan Indonesia.
Dalam merumuskan Pancasila, lagi-lagi umat Islam harus berbesar hati dengan
dihapusnya sila pertama “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dan diganti dengan “Ketuhanan yang maha
Esa” demi menjaga persatuan Indonesia. Kita semua sepakat bahwa kemerdekaan

6
Indonesia tak hanya umat Islam yang memperjuangkan. Tapi peran umat Islam
dalam melawan dan memperjuangkan kemerdekaan sudah dimulai sejak kerajaan-
kerajaan Islam. Bahkan berbagai bangsa Eropa yang datang di Nusantara dengan
membawa tiga tujuan salah satunya adalah menyebarkan kekristenannya tak
mampu mengubah keimanan umat Islam namun, yang terjadi semakin kuat
keislamannya hingga mampu menjadikan bangsa Indonesia adalah terbesar
penduduknya yang memeluk agama Islam.
Rasanya memang pantas jika Islam disebut sebagai jati diri bangsa
Indonesia. Hal ini bisa dilihat bahwa umat Islam tak pernah absen dalam
memerangi bangsa penjajah sekaligus mengawal berdirinya negara Indonesia.
Ungkapan Dr. Douwes Dekker, sebagaimana dikutip oleh tokoh Nahdlatul Ulama,
K.H.A. Wakhid Hasjim, “Dalam banyak hal, Islam merupakan nasionalisme di
Indonesia dan jika seandainya tidak ada faktor Islam di sini, sudah lama
nasionalisme yang sebenar-benarnya (tulen) hilang lenyap.”
Maka dari uraian di atas bisa juga disimpulkan bahwa Islam tak pernah
mengajarkan anti nasionalisme. Dengan Islam kita mencintai bangsa dengan Islam
kita bersatu membangun bangsa demi kemajuan peradaban masyarakatnya. Ketika
muncul Islam anti nasionalis Islam anti kebangsaan maka itu jelas sebuah praktek
Devide et Impera yang ingin memecah belah bangsa besar ini

B. Peran Umat Islam Pasca Kemerdekaan


Berikut ini peran umat islam pada masa pasca kemerdekaan:
1. Ikut berjuang melawan dan mengusir Tentara NICA (Netherland Indie
Civil Administration) pasukan sekutu yang ingin merebut kemerdekaan
Indonesia kembali. terjadi di beberapa daerah seperti di Pertempuran
Surabaya para santri juga ikut serta berjihad mengusir tentara NICA.
2. Ikut membantu TNI dalam melawan pemberontakan PKI pada tanggal 18
September 1948 (yang dipimpin Muso dan Amir)
3. Jauh setelah pasca kemerdekaan, Umat islam juga ikut andil dalam
kemajuan bangsa pada bidang Politik, seperti partai masyumi dan NU.
4. Pada pada masa kini umat islam juga ikut andil dalam perkembangan di
bidang ekonomi seperti didirikannya Bank Muamalat

7
5. Ikut andil juga dalam memajukan bidang pendidikan di Indonesia seperti
didirikannya universitas islam seperti UIN Sunan Kalijaga, UIN Syarif
Hidayatullah dll, serta pondok pesantren modern yang ikut mendidik dan
mencerdaskan generasi penerus bangsa.

Banyak sekali Peran Umat Islam ikut serta dalam mempertahankan


kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah resolusi jihad pada pertempuran 10
November 1945 yang dikeluarkan oleh KH. Asyim Asyari supaya para santri yang
berada di radius 94 KM dari Surabaya untuk ikut berjihad melawan tentara
sekutu.

Kemudian juga pada tahun 1948 ikut bergabung dengan TNI menumpas
pemberontakan PKI yang terjadi di Madiun dipimpin oleh Amir Sjarifudin dan
Muso. Serta jauh setelahnya Umat islam melalui organisasi kemasyarakatan juga
ikut andil dalam pengembangan segala bidang di masyarakat, Politil , ekonomi,
Sosial budya dan pendidikan.

Dengan demikian peran umat islam sangat banyak sekali pasca


kemerdekaan mulai dari ikut angkat tangan mengusir penjajah yang ingin merebut
kembali kemerdekaan sampai dengan pembangunan masyarakat diberbagai
bidang seperti sosial budaya, politik, ekonomi dan pendidikan.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa
Indonesia, bahkan saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra
Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat Islam
Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya adalah merah putih.

Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air
dan membasmi kezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan
semangat melawan penjajah.

Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar


ketika para penjajah berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa
Indonesia yang mayoritas sudah beragama Islam yang tentu saja dengan cara-cara
yang berbeda dengan ketika Islam datang dan diterima oleh mereka, bahwa Islam
tersebar dan dianut oleh mereka dengan jalan damai dan persuasif yakni lewat
jalur perdagangan dan pergaulan yang mulia bahkan wali sanga menyebarkannya
lewat seni dan budaya.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa didalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu demi pemahaman kita bersama, mari kita membaca dari
buku-buku lain yang bisa menambah ilmu dan pengetahuan kita, dan penulis
sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun, dari Guru
Pembimbing dan para pembaca agar untuk berikutnya makalah ini bisa lebih baik
lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA

IslamHouse.com “Kesempurnaan Agama Islam” oleh Syeikh Abdullah bin


Jarullah Al-Jarullah. (diakses pada 18 Februari 2020).

IslamHouse.com “Islam adalah Agama dan Sumber Hukum yang Sempurna” oleh
Al-Ustadz Luqman Baabdu. (diakses pada 18 Februari 2020).

Deni, 2014, Islam dan Peace Building, Yogyakarta, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga.

Supriyanto, 2009, Islam dan Perubahan Sosial, Jakarta Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.

Siswoyo, 2018, Islam Rahmatan Lil ‘Alamin dan Perspektif Nahdlatul Ulama,
Yogyakarta, STAI Sunan Pandanaran.

10

Anda mungkin juga menyukai