Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PSIKOLOGI KELOMPOK

DINAMIKA KELOMPOK

Oleh:
Windy Poetri Efendi (20081017)
Dimas

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta anugerah-NYA kami dapat menyelesaikan makalah “Dinamika Kelompok” dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada dosen mata
kuliah Psikologi Kelompok UWP yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kami
mengenai masa dewasa dini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohom maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan.

Surabaya, 05 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Dinamika Kelompok
Suatu kelompok dibicarakan atau tidak dibicarakan akan tetap dinamis. Kalaulah
dinamis itu diartikan sebagai gerak maka kelompok yang tidak ada kegiatanyya pun
dikatakan dinamis. Karena bergerak atau tidak bergerak itu adalah ritme. Ritme itu sendiri
berarti kedinamisan. Atau bahasa sederhananya ialah kedinamisan dapat diartikan sebagai
gerak dan dapat diartikan sebagai diam.
Akan tetapi karena batasan itu sangat diperlukan dalam dunia ilmu maka beberapa ahli
mencoba memberikan batasan tentang group dynamic atau dinamika kelompok. Adapun
batasan bebas yang mereka berikan adalah studi ilmiah menyangkut interaksi dalam
kelompok kecil. Perlu diberikan penekanan pada “kelompok kecil” karena dinamisasi
kelompok itu hanya akan terlihat manakala kelompok itu kecil.
Cartwright dan Zanden (1968) lebih jauh lagi melihat kedinamisan kelompok ini.
Kedinamisan kelompok ini tergantung dari faktor penyebabnya. Faktor penyebab yang
juga dikenal sebagai puse factor mendorong terjadinya gelombang kedinamisan yang
menggoyang kelompok. Adapun faktor tersebut meliputi:
1. Tujuan kelompok (group goal)
Tujuan kelompok ialah apa yang akan dicapai oleh kelompok dan harus
mewujudkan relevansi dengan tujuan anggota serta diketahui oleh semua anggota.
Hal tersebut tidak akan dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Begitu
pentingnya posisi tujuan ini maka oleh Rusidi (1990) digambarkan sebagai
berikut:

A C
B
Individu A, B, dan C bergabung karena ada tujuan bersama yang dalam
gambar diperlihatkan pada warna hitam. Sedangkan A dan B bisa bersatu karena
ada medan overlapping yang menyatukan sebagai tujuan. Demikian juga B dan C.
Semakin besar warna hitam sebagai daerah pertemuan, maka tujuan kelompok
semakin mencerminkan tujuan seluruh anggota.
2. Struktur kelompok (group stucture)
Struktur kelompok ini menggambarkan jaring-jaring otoritas atau wewenang
pengambil keputusan. Serta berperan juga sebagai jaring komunikasi untuk
menyampaikan instruksi/informasi dari atas ke bawah. Akan tetapi dapat juga
berfungsi sebagai jaring penyampai aspirasi dari bawah ke atas.
Pada kelompok kecil hal serupa ini mungkin tidak begitu terasa karena
hubungan interpersonal antar anggotanya dapat berlangsung secara informal.
Berbeda dengan kelompok besar, hal serupa itu amat terasa. Keruwetan (crowded)
dari jaringan ini menunjukkan keruwetan juga sistem informasi/komunikasi yang
ada pada kelompok.
3. Fungsi kerja kelompok
Task function dari kelompok menyangkut apa saja yang harus dikerjakan oleh
kelompok. Antara lain menyangkut bidang:
a. Kepuasan : Maksudnya ialah kelompok dapat memberikan
kepuasan pada semua anggota sehingga kekompakan kelompok akan
terwujud.
b. Informasi : Maksudnya hal-hal yang harus dilakukan anggota
kelompok dalam mencari informasi kelompok dalam mencari informasi.
Keaktifan mencari informasi merupakan nafas kelompok.
c. Penyebarluasan : Maksudnya ialah upaya penyebaran informasi ke
seluruh anggota. Upaya tepat waktu dan cepat adalah motto yang
seharusnya hidup dalam kelompok ini.
d. Koordinasi : Maksudnya ialah di dalam kelompok para anggota
harus ada kesamaan pendapat sehingga timbul kesamaan sikap dari para
anggotanya tentang sesuatu yang akan dicapai.

e. Klarifikasi : Maksudnya ialah semua aturan-atuan yang ada di


dalam kelompok harus betul-betul jelas. Jelas mana yang dapat
disampaikan secara terbuka dan mana yang cukup rahasia (top secret).
Serta batas mana tingkat kerahasiaan sesuatu.
f. Komunikasi : Maksudnya ialah di dalam kelompok harus jelas
semua komunikasi lengkap dengan salurannya. Jika datang dari atas
(infrmasi/instruksi) harus jelas melalui saluran mana. Demikian juga dari
bawah ke atas (aspirasi) harus jelas sampai tingkat mana aspirasi itu
harus sampai dengan salurannya. Jika datang dari atas
(informasi/instruksi) harus jelas sampai tingkat mana aspirasi itu harus
sampai. Sebab ada hal-hal tertentu yang tidak harus sampai ke bawah
betul. Sebaliknya ada hal-hal tertentu yang tidak harus sampai pada top
pimpinan betul. Justru di sini antara lain letak dari dinamika kelompok
itu.

4. Pemeliharaan dan bangun kelompok (group building and maintenance)


Maksud pemeliharaan dan bangun kelompok ialah sejumlah hal yang harus
ada pada kelompok tetap terpelihara. Adapun sejumlah hal tadi ialah:
Pertama, pembagian tugas yang merata sesuai fungsi dan kemampuan dari
anggota. Pembagian tugas yang sering dikaitkan dengan job description ini akan
memudahkan putaran (rolling) dari semua mekanisme yang dikehendaki. Baik
menyangkut “pelayanan anggota” (menyangkut sistem), maupun menyangkut
“mutasi tugas” dalam arti kaderisasi atau jalur jenjang kedudukan.
Kedua, kegiatan yang kontinyu. Maksudnya ialah kontinyuitas kegiatan
dalam kelompok memang harus terpelihara dengan baik dan benar. Baik,
maksudnya kegiatan yang ada sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
bersama. Benar, maksudnya sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan.
Ketiga, tumbuhnya norma kelompok dalam pencapaian tujuan. Norma
sebagai tatakrama kelompok akan tumbuh dan berkembang kalau kelompok
tersebut betul-betul berjalan mencapai tujuan. Dengan kata lain akumulasi
kegiatan pencapaian tujuan cenderung membuat akumulasi norma dalam
kelompok.
Keempat, adanya proses sosialisasi. Maksudnya ialah sehubungan dengan
poin ketiga diatas, ternyata proses pembentukan norma akan beriring dengan
proses sosialisasi kelompok.
Kelima, penambahan anggota baru dan mempertahankan anggota lama.
Maksudnya ialah bahwa bila kelompok itu ingin berlangsung lama harus
dipikirkan atau diciptakan suatu mekanisme tertentu dalam menerima anggota
baru. Namun demikian harus diciptakan suatu mekanisme tertentu pula yang
mempertahankan keanggotaan yang sudah ada.
Keenam, adanya fasilitas kegiatan yang memadai. Maksudnya ialah kegiatan
kelompok itu akan berjalan manakala ada fasilitas penunjang. Fasilitas disini bisa
berupa perangkat lunak atau keras, sesuai dengan kebutuhan.
Nampak bahwa kedinamisan kelompok ternyata bukanlah sesuatu yang
berdiri sendiri. Minimal ada enam hal yang harus ada dan tersedia di dalam
kelompok agar supaya kelompok tetap berjalan secara dinamis. Kedinamisan
dimaksud bukan hanya bermakna pada gerak keluar tetapi juga bermakna gerak di
dalam kelompok, yaitu upaya regenerasi keanggotaan, kontinyulitas kegiatan dan
lain sebagainya yang bersifat menunjang kelestarian kelompok.

5. Suasana kelompok (group atmosphere)


Suasana kelompok adalah salah satu unsur apakah anggota merasa betah
tinggal/tetap menjadi anggota atau tidak. Semakin mereka (anggota) merasa betah
maka kegairahan untuk melaksanakan kegiatan semakin tinggi. Friendly atau
kekariban maupun kolegial ini sangat berkaitan dengan task yang dilakukan oleh
masing-masing anggota kelompok.
Suasana kelompok juga dapat mendorong seseorang untuk melakukan kerja
sama dnegan sesama anggota atau anggota lain dari kelompok lain. Akan tetapi
ada suatu kesulitan dalam mengukur suasana ini. Karena dapat saja terjadi untuk
seseorang suasana tertentu cukup menggairahkan tetapi untuk anggota lainnya
tidak demikian. Oleh karena itu suasana kelompok ini yang dapat dilihat hanya
gejala umum serta yang nampak di permukaan. Sedangkan secara individual hal
ini sulit untuk dilakukan. Bobot suasana secara psikologis untuk masing-masing
orang ternyata sangat berbeda dan sangat individual. Oleh karena itu dalam
melihat susana kelompok haruslah jelas batas-batas yang akan diamati, diukur
atau dievaluasi.
6. Desakan kelompok
Desakan atau tekanan kelompok ini berfaedah dalam mengupayakan
ketaatan anggota terhadap norma kelompok. Sekaligus berfungsi sebagai faktor
yang mempengaruhi ketahanan kelompok dan peningkatan motivasi anggota.
Desakan kelompok memenuhi aturan main yang telah disepakati bersama.
Desakan ini diperlukan oleh anggota karena penegakan disiplin sesuai aturan
norma bersama.
Desakan kelompok ini merupakan upaya penjagaan dari para anggotanya
terhadap kelompoknya dari dalam agar tetap dalam satu kesatuan. Kesatuan
kelompok sendiri kalay dikaji secara mendalam dapat dikaitkan dengan
konsepnya Waingart (J S. Nimpoeno, 1990) yang mendudukkan sejumlah variabel
dalam suatu kerangka sebagai berikut:
Berdasarkan bagan di atas nampak bahwa peraturan-peraturan diperlukan
dalam kelompok guna pengukuhan legitimasi kelompok. Sedangkan
manajemennya ialah kelembagaan yang mengatur kegiatan dari kelompok.
Sedangkan kegiatan organisasi (kelompok) adalah dinamika para pelaku
organisasi.
Mekanisme seperti di atas nampak menduudkan bagaimana pelaku di dalam
kelembagaan mendorong untuk dapat terjadinya dinamika. Hanya saja bagaimana
sistem yang mengatur atau memberikan saluran dari masing-masing pelaku, itu
memerlukan diskusi yang panjang.

2.2. Teori-teori Dinamika Kelompok


Teori dinamika kelompok kalau ditelusuri cukup banyak, yang semua itu tidak mungkin
untuk diruntut secara lengkap disini. Kesulitan yang dijumpai dalam mengkaji teori
dinamika kelompok ialah pada masuk mazhab mana teori tersebut. Hal ini disebabkan
karena tidaklah mudah untuk memutuskan satu teori masuk pada mazhab tertentu kalau
hanya mengkajinya sepintas kilas. Kesulitan ini akan lebih terasa lagi kalau memahami
teori middle rank. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan mencoba memadatkan uraian
tentang beberapa teori yang ada dalam suatu paparan.
1. Teori Sintalitas Kelompok
Teori sintalitas kelompok pertama kali ditemukan oleh Cattle yang mengemukakan
konsep (sintalitas) kelompok. Kelompok dimaknakan sebagai sinergi yaitu gabungan
dari energi-energi yang ada. Sinergi sendiri memiliki dua peranan di dalam kelompok
yaitu pertama, sebagai maintenance synergy. Kedua, sebagai effective synergy yaitu
berdungsi untuk mencapai apa yang menjadi tujuan kelompok. Adapun untuk
menganalisa kedinamisannya maka ada beberapa hal yang dijadikan dasar yaitu:
a. Bahwa kelompok itu dibentuk karena kebutuhan anggota kelompok. Manakala
kebutuhan yang diharapkan oleh anggota tidak terpenuhi maka kelompok
tersebut akan bubar.
b. Besarnya sinergi dari suatu kelompok adalah hasil saling mempengaruhi antara
semua sikap yang ada pada masing-masing anggota kelompok. Untuk mengurus
besaran resultant vectonal (hasil saling pengaruh) tadi perlu diperhatikan:
 Besarnya anggota kelompok/minat terhadap kelompok
 Derajat kepuasan yang didapat oleh anggota kelompok
 Arah atau besaran kepuasan
 Tingkat kepuasan berbanding terbalik dengan apa yang dicita-citakan
semula oleh anggota.
c. Sinergi efektif ditujukan untuk mencapai tujuan diluar kelompok. Oleh karena
itu sinergi efektif cenderung membentuk pola reaksi kelompok dalam
menghadapi kelompok lain. Kalau hal ini msauk ke dalam sifatnya, maka akan
terbentuk tenaga yang membentuk sub-sub kelompok baru dan mendukung
keberadaan kelompok besar (new synergy effective).
Hubungan antara sub-kelompok dengan kelompok besar atau sub-kelompok lain
disebut sebagai syntal dynamic lattic. Dengan kata lain bahwa dapat saja terjadi saling
memanfaatkan antar sub-kelompok dalam mencapai tujuan. Synergy effective ini dapat
juga melekat pada individu dengan kelompoknya. Jika kelompok tersebut sejenis maka
lombatan sinergi tadi akan mengokohkan keanggotaan seseorang. Sebaliknya bila tidak
sejenis maka individu harus mengatur lompatan sinergi tadi agar tercaopai
keseimbangan (equilibrium) pada diri dan kelompoknya.
Dari penjelasan dia atas nampak dinamika tingkah laku berjalan melalui sebab-
akibat, sekaligus berjalan semacam adanya “proses belajar”. Individu akan cenderung
mempertahankan perilaku yang mendapatkan reward sesuai yang diinginkan. Akan
tetapi kesulitannya ialah reward untuk seseorang belum tentu untuk orang lain juga
sama penilaiannya. Olej karena itu disini kesulitan untuk menerapkan teori ini, aspek
rasa merupakan sesuatu yang sulit untuk diukur atau digeneralisasi.

2. Teori Prestasi Kelompok


Teori ini dikemukakan oleh Stodgill (1959) yang mengatakan bahwa prestasi
kelompok itu dipengaruhi oleh adanya tiga variabel penentu yaitu:
1. Variabel input
Kelompok adalah suatu sistem interaksi. Sidat interaksinya dapat terbuka atau
tertutup. Terbuka berarti anggota bebas masuk atau keluar dari kelompok.
Tertutup berarti anggota tidak dapat kelua begitu saja. Oleh karena itu kelompok
di samping wahana interaksi, juga sebagai tampungan hasil perbuatan. Hasil
perbuatan ini dapat berupa menilai, mengkritik, memutusakan, dan sebagainya
dalam kapasitas sebagai anggota kelompok.
2. Variabel media
Variabel media menyangkut bagaimana berfungsinya dan operasionalisasi dari
kelompok. Untuk itu diperlukan struktur formal dan struktur peran. Struktur
formal diartikan sebagai posisi, status dan fungsi masing-masing anggota
kelompok dalam menjalankan dan /atau mencapai tujuan kelompok. Sedangkan
struktur peran diartikan sebagai peran-peran yang diharapkan oleh masing-
masing anggota sesuai dengan status dan fungsi masing-masing. Peran juga
diartikan sebagai tanggung jawab anggota serta otoritas yang disandang dalam
mencapai tujuan kelompok.
3. Variabel prestasi kelompok
Prestasi kelompok adalah upaya atau efektivitas yang dicapai oleh kelompok
dalam mencapai tujuan. Adapun unsur-unsurnya meliputi:
 Produktivitas
 Moral
 Kesatuan kelompok
gnkn
3. Group Efectivity Theory
Teori ini juga disebut sebagai teori efektivitas kelompok yang dikemukakan oleh
Krech dan kawan-kawan (2988). Pandangan teori ini lebih kritis dalam melihat
kelompok.
“efektivitas suatu kelompok tidak cukup dilihat atau diukur melalui apa yang
diperbuat, akan tetapi perlu diperhatikan jenis dan tujuan dari kelompok (Krech,
1988:457)”
Dalam melihat efektivitas suatu kelompok, teori ini ternyata lebih jelas dalam
aplikasinya. Walaupun dalam kenyataannya sulit untuk menerapkan. Adapun konsep
tersebut adalah sebagai berikut:
Atas dasar sebaran variabel tersebut ternyata nampak bahwa mengukur efektivitas
kelompok bukanlah suatu analisis yang sepotong-sepotong, akan tetapi merupakan
suatu kesatuan sistem dimana satu dengan lainnya saling berkaitan.

2.3. Lingkungan dan Kelompok


Membicarakakn kelompok tidak mungkin dapat melepaskan diri dari membicarakan
lingkungan dimana kelompok itu berada. Shaw melihat lingkungan sebagai physical
environment, personal environment (Shaw, 1979).
1. Lingkungan fisik
Komponen-komponen dari lingkungan fisik adalah segala yang tampak nyata oleh
indera dan mempengaruhi kelompok. Contoh ukuran ruang, penerangan, perabot yang
ada dalam ruangan, termasuk warna tembok dari ruangan. Bentuk hubungan
lingkungan fisik serupa ini pernah diteliti oleh Luckiesh (1931) menyangkut
produktivitas kerja para karyawan pada tempat yang menyenangkan. Ternyata warna
dinding dapat mempengaruhi “kebetahan” karyawan tinggal di tempat/ruang kerjanya.
Banyak sekali peneliti yang menemukan bagaimana dampak lingkungan fisik
terhadap sikap dari anggota kelompok. Roethilisberger dan Dickson (1939)
diantaranya, pernah diteliti di pabrik alat elektronik yang menemukan bahwa
kecenderungan gairah karyawan pabrik dan sikap terhadap pekerjaannya pada
karyawan yang tempatnya lebih terang. Tingkat produktivitas mereka serta terhadap
gairah kerja mereka.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Baker (1973) pada unit kerja kelompok. Satu
kelompok diberi musik lembut sesuai dengan suasana waktu, dan kelompok lain tidak
diberi. Hal ini dilakukan pada Devisi pekerjaan yang sama. Ternyata ditemukan
adanya perbedaan produktivitas lebih meningkat dibandingkan dengan yang tidak.
Terlepas dari pengaruh variabel lain yang mengganggu percobaan, tetapi hasilnya ini
nampak mendukung asumsi bagaimana pengaruh lingkungan fisik terhadap aktivitas
kelompok.

2. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial yang juga diartikan sebagai medan interaksi dari individu
(Altman, 1985) ternyata memilliki dimensi-dimensi yang cukup kompleks dan bila
diuraikan maka akan nampak dari masing-masing konsep tersebut. Adapun konsep
yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Territoriality
Diartikan sebagai “daerah kepemilikan” suatu ruang/tempat yang berfungsi
sosial dan fisik. Fungsi sosial yang dimaksud ialah sebagai simbolis status
seseorang. Fungsi fisik diartikan sebagai fungsi tempat atau kegunaan. Adapun
konsep territoriality dalam operasionalisasinya dapat dibagi atas:
 Individual territoriality
 Group territoriality
2. Personal space
Personal space dapat diartikan sebagai daerah diri yaitu sekitar tubuh, bukan
geografis. Batasnya sendiri bersifat maya (tidak jelas) atau semu, sesuai dengan
hubungan interpersinal dan sosial seseorang dengan orang lain.
Personal space ini cenderung berkaitan dengan afeksi seseorang. Maksudnya
ialah seolah-olah diri seseorang dilingkari oleh lingkaran yang apabila kehadiran
orang lain menyentuh daerah ini dan orang tersebut disukai, maka afeksi
bervalensi positif. Sebaliknya, jika tidak disukai maka akan bervalensi negatif.
Personal space ini dikenal juga dengan intimate zone, atau daerah keintiman
seseorang terhadap orang lain diluar diri. Konsep personal space ini hendaknya
dibedakan dari beberapa pengertian yang kelihatan memiliki kesamaan. J.S.
Nimpoeno (1990) membedakan beberapa pengertian dasar yaitu:
 Personal zone
 Social zone
 Public zone
 Turns
 Stalls
 Use-space

3. Spatial arrangement
Maksudnya disini ialah tata ruang (Shaw, 1979). Tata ruang mempengaruhi
persepsi seseorang terutama menyagkut status serta reaksi afeksi dari seseorang
kepada orang lain. Termasuk dalam tata ruang ini adalah bagaimana seseorang
memilih tempat duduk. Orang yang persepsi dirinya merasa memiliki status
lebih akan cenderung memilik tempat duduk di depan kepala meja. Sommer
(1969) pernah meneliti hubungan antara pemilihan tempat duduk dengan
aktivitas yang dilakukan dan berkesimpulan:
“aktivitas yang berbeda membuat orang memilih tempat duduk dengan posisi
yang berbeda, biasa berjauhan, berhadapan, dan sebagainya.” (Shaw, 1979:131)
Ada beberapa kemungkinan posisi tempat duduk, yaitu :
a. Posisi sudut-sudut
b. Posisi berhadapan
c. Posisi berlawanan jarak
d. Posisi sudut ujung
e. Posisi berdampingan
f. Posisi ujung-ujung
Pada pembicaraan orang biasa orang akan cenderung untuk memilih posisi “a”
dan “b”. Sedangkan dalam kerjasama, posisi yang dipilih adalah nomor “e”.
Adapun pasangan yang sedang bersaing cenderung memilih berhadapan atau
berlawanan jarak. Sementara untuk dua orang yang saling menahan diri atau
dalam keadaan jengkel, maka posisi duduk cenderung memilih berlawanan
jarak.
2.4. Jaringan Komunikasi
Jaringan komunikasi yang dimaksud adalah jaringan komunikasi dalam kelompok.
Penelitian Alex Bavelas (1948) mengadakan penelitian mengenai pengaruh pola komunikasi
dengan pemilihan pemimpin, perkembangan organisasi dan penyelesaian masalah (Shawn,
2979:137).
Adapun bentuk-bentuk pola jaringan komunikasi lebih lanjut oleh Shawn digambarkan
sebagai berikut.
1. Komunikasi tiga orang
2. Komunikasi empat orang
3. Komunikasi lima orang
Kelompok yang memiliki pola jaringan komunikasi posisi sentral (wheel, y, dan
sebagainya) cenderung mengembangkan organisasi dengan semua hal/informasi disalurkan
pada satu orang yang pada akhirnya menyelesaikan sendiri masalah organisasi atau
kelompok tersebut.
Sedangkan pola jaringan komunikasi “comcon”, cara kerjanya seluruh anggota kelompok
anggotanya menerima seluruh indormasi kemudian memanfaatkan informasi tadi guna
menyelesaikan masalah kelompok. Pola jaringan serupa ini sering disebut dengan each-to-
all dan pola komunikasi kurang jelas.
Pada tahun 1954 Shaw pernah mengadakan penelitian menyangkut jaringan komunikasi
pada pola wheel, chain, dan Y. Hasilnya dijelaskan ternyata pada komunikasi sentral lebih
efektif dalam penyelesaian yang tidak rumit dan sifatnya informative. Sedangkan bentuk
desentralisasi yang lebih cocok untuk tugas yang lebih kompleks serta sifatnya operasional.
2.5. Scape Goating

Anda mungkin juga menyukai