Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

DASAR DASAR PERILAKU KELOMPOK


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Perilaku Organisasi
Dosen Pengampu : Dwi Novaria Misidawati, M.M

Nama Kelompok 6 :
1. Silvi Meliana Putri 4120041
2. Salma Nabila 4120078
3. Diah Akmalia 4120148

Kelas: G
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN KH. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
2022
KATA PENGANTAR

Atas limpahan rahmat dan karunia Allah SWT yang telah memberikan rahmat,hidayah,
serta inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Dasar-Dasar Perilaku
Kelompok. Makalah ini kami susun untuk melengkapi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi
dengan Dosen Pengampu Dr.Arnis Budi Susanto,SE.,M.Si. . Dalam menyajikan Makalah ini
kami sengaja menjelaskan secara praktis dan pokok-pokoknya saja, namun demikian
pembahasanya diusahakan cukup mendalam.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih terdapat kekurangan. Seiring perkembangan
zaman globalisasi ini. Seperti pepatah mengatakan yang tidak pernah using “Tiada gading yang
tak retak”, oleh karna itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami terima.
Harapan kami, kiranya Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pihak-pihak yang
memerluhkan. Terimakasih kami sampaikan kepada pihak pihak turut serta dalam mendukung
pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelompok merupakan bagian dari kehidupan manusia. Setiap manusia dalam
berbagai kegiatan apapun manusia akan terlibat dalam aktivitas kelompok. Demikian
pula kelompok merupakan bagian dari kehidupan organisasi. Dalam organisasi akan
banyak ditemui kelompok-kelompok seperti ini. Hampir pada umumnya manusia
yang menjadi anggota dari suatu organisasi besar atau kecil adalah sangat kuat
kercenderungannya untuk mencari keakraban dalam kelompok – kelompok tertentu.
Di mulai dari adanya kesamaan tugas pekerjaan yang dilakukan, kedekatan tempat
kerja, seringnya berjumpa dan berapakali adanya kesamaan kesenangan bersama,
maka timbullah kedekatan satu sama lain, dan mulailah mereka berkelompok dalam
organisasi tertentu.
Tantangan yang paling berat dihadapi oleh organisasi dengan meningkatnya
perubahan adalah perbedaan individu yang ada di dalam organisasi, yang selanjutnya
akan membentuk prilaku kelompok. Salah satu topik menarik dalam bidang perilaku
organisasi untuk ditelaah atau diteliti adalah mengenai perilaku kelompok. Kelompok
merupakan bagian dari kehidupan manusia, setiap hari manusia akan terlibat dalam
aktivitas kelompok. Demikian pula kelompok merupakan bagian dari kehidupan
organisasi. Hal ini akan saling bersinergi manakala aktifitas akan bersentuhan satu
sama lain dalam membentuk satu capaian yang di inginkan bersama.
Kelompok dapat mengubah motivasi individu atau kebutuhan, dan bisa
mempengaruhi prilaku individu dalam satu kondisi organisasi. Perilaku organisasi
adalah lebih dari sekedar kumpulan logika dari perilaku individu. Juga prilaku
kelompok yang juga berinteraksi dan aktivitas dalam kelompok.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Kelompok?
2. Apa Saja Klasifikasi Kelompok?
3. Apa Saja Tahap-Tahap Perkembangan Kelompok?
4. Apa Saja Hal-Hal Mengenai Kelompok?
5. Bagaimana Cara dalam Pengambilan Keputusan Kelompok?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui Pengertian Kelompok.
2. Mengetahui Klasifikasi Kelompok.
3. Mengetahui Tahap-Tahap Perkembangan Kelompok.
4. Mengetahui Hal-Hal Mengenai Kelompok.
5. Mengetahui Pengambilan Keputusan Kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mendefinisikan Dan Mengklasifikasikan Kelompok


Pengertian Kelompok menurut beberapa ahli, diantaranya:
a. Menurut Schermerhorn, Kelompok adalah Suatu kumpulan dua atau lebih
orang-orang yang bekerja dengan yang lainnya secara teratur untuk
mencapai satu atau lebih tujuan umum
b. Menurut Greenberg dan Baron, kelompok adalah Sekumpulan dua
individu atau lebih yang saling berinteraksi dengan pola hubungan yang
tetap dan saling berbagi tujuan, dan menganggap mereka sebagai suatu
kelompok
c. Menurut Kreitner dan Kinicki, kelompok adalah Sekumpulan orang
dengan keahlian yang beragam, dimana mereka sepakat dalam suatu
kegunanaan, tujuan dan pendekatan
Sehingga dapat didefinisikan bahwa kelompok adalah dua individu atau lebih
yang berinteraksi dan saling ketergantungan untuk mencapai tujuan
tertentu.Kelompok dapat berupa kelompok formal dan nonformal.
Secara formal kelompok adalah kelompok yang didefinisikan oleh struktur
organisasi dan penugasan kerjanya berdasarkan penunjuk penugasan
kerja.Sebaliknya kelompok informal adalah perhimpunan yang tidak terstruktur
secara formal maupun organisasional.

2.2 Faktor Pembentukan Kelompok


Thomas (2005) mengemukakan beberapa teori tentang terbentuknya
kelompok, antara lain :
a. Teori Kontrak Sosial/Perjanjian Sosial
Teori yang berangkat dari sebuah pemikiran awal yang menyatakan bahwa
terbentuknya sebuah negara adalah karena adanya kesepakatan dari masyarakat
atau individu-individu dalam masyarakat untuk melakukan kesepakatan atau
perjanjian. Mereka sama-sama mendasarkan analisis-analisis mereka pada
anggapan dasar bahwa manusialah sebagai sumber dari kewenangan sebuah
negara.
b. Teori Hasrat Sosial
Teori ini berpendapat, manusia yang tadinya hidup terpisah-pisah
kemudian hidup dalam pergaulan antarmanusia disebabkan karena pada diri tiap
individu terdapat hasrat sosial yang senantiasa mendorong untuk bergaul dengan
sesamanya.
c. Teori Tenaga yang Menggabungkan
Kelompok terbentuk karena manusia senantiasa hidup bersama dalam
suatu pergaulan yang didorong oleh tenaga-tenaga yang menggabungkan atau
mengintegrasikan individu ke dalam suatu pergaulan.
d. Teori Kedekatan (Propinguity Theory)
Merupakan teori yang sangat dasar tentang terbentuknya kelompok, yang
menjelaskan bahwa kelompok terbentuk karena adanya afiliasi (perkenalan) di
antara orang-orang tertentu.
e. Teori Keseimbangan
Salah satu teori yang agak menyeluruh. (comprehensive) penjelasannya
tentang pembentukan kelompok ialah teori keseimbangan (a balance theory of
group formation) yang dikembangkan oleh Theodore Newcomb. Teori ini
menyatakan bahwa seseorang tertarik pada yang lain karena ada kesamaan sikap
di dalam menanggapi suatu tujuan.

f. Teori Alasan Praktis (Practical Theory).

Teori ini menyatakan bahwa kelompok terbentuk karena kelompok


cenderung memberikan kepuasan atas kebutuhan-kebutuhan sosial yang
mendasar dari orang-orang yang berkelompok. Kebutuhan- kebutuhan sosial
praktis tersebut dapat berupa alasan ekonomi, status sosial, keamanan, politis
dan alasan sosial lainnya.

Berdasarkan teori- teori diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok


dibedakan atas sifat sifat yang merupakan pengaruh dari faktor faktor seperti
kepribadian individu individu yang membentuk, hakikat hubungan hubungan
antar individu dalam kelompok dan peranan kelompok dalam organisasi.

2.3 Tahap Perkembangan dan Proses Dalam Kelompok


a. Tahap
1) Tahap Pembentukan (forming) Memiliki karakteristik besarnya
ketidakpastian atas tujuan, struktur, dan kepemimpinan kel mpok
tersebut. Para anggotanya “menguji kedalam air” untuk menentukan
jenis-jenis perilaku yang dapat diterima. Tahap ini selesai ketika para
anggotanya mulai menganggap diri mereka sebagai bagian dari
kelompok.
2) Tahap Timbulnya Konflik (Strorming) Satu dari konflik
intrakelompok. Para anggotanya menerima keberadaan kelompok
tersebut, tetapi terdapat penolakan terhadap batasan-batasan yang
diterapkan kelompok tersebut terhadap setiap individu. Lebih jauh
lagi, terdapat konflik atas siapa yang akan mengendalikan kelompok
tersebut. Ketika tahap ini selesai, terdapat sebuah hierarki yang relatif
kelas atas kepemimpinan dalam kelompok tersebut.
3) Tahap Normalisasi adalah tahap di mana hubungan yang dekat
terbentuk dan kelompok tersebut menunjukkan kekohesifan. Dalam
tahap ini terdapat sebuah rasa yang kuat akan identitas kelompok dan
persahabatan. Tahap normalisasi (norming stage) ini selesai ketika
struktur kelompok tersebut menjadi solid dan kelompok telah
mengasimilasi serangkaian ekspektasi definisi yang benar atas perilaku
anggota.
4) Tahap Performing (Berkinerja). Pada titik ini struktur telah
sepenuhnya fungsional dan diterima. Energi kelompok telah berpindah
dari saling mengenal dan memahami menjadi mengerjakan tugas yang
ada.
5) Tahap Adjourning Stage (Pembubaran). Untuk kelompok-kelompok
kerja yang permanen, berkinerja adalah tahap terakhir dalam
perkembangan mereka. Tetapi, untuk komisi, tim, angkatan tugas
sementara, dan kelompok-kelompok kerja yang mempunyai tugas
yang terbatas untuk dilakukan, terdapat tahap pembubaran.
b. Proses
Hal-hal berikut ini berhubungan dengan proses kelompok saat membuat
keputusan tak terprogram, yaitu:
 Penetapan tujuan: kelompok lebih unggul dibandingkan individu sebab
kelompok memiliki pengetahuan lebih banyak dibandingkan individu.
 Identifikasi alternatif: usaha individu sebagai bagian dari anggota
kelompok akan merangsang pencarian lebih luas diberbagai area
fungsional di organisasi.
 Evaluasi alternatif: pertimbangan kolektif dari kelompok dengan berbagai
sudut pandang lebih unggul dibanding individu.
 Memilih alternatif: interaksi kelompok dan pencapaian konsensus
biasanya menghasilkan penerimaan resiko lebih besar dibanding individu.
Keputusan kelompok juga biasanya lebih dapat diterima sebagai hasil dari
partisipasi bersama.
 Implementasi keputusan: dibuat oleh kelompok atau tidak, penyelesaian
biasanya dilakukan oleh seorang saja manajer. Individu bertanggungjawab
untuk implementasi keputusan kelompok.

2.4 Hal-Hal Mengenai Kelompok: Peran, Norma, Status


1. Peran
Peran merupakan eperangkat pola perilaku yang diharapkan dari seseorang
yang menduduki posisi tertentu dalam unit sosial tertentu. Pemahaman
perilaku peran secara dramatis akan disederhanakan jika masing-masing dari
kita memilih satu peran dan memainkannya secara teratur dan konsisten.
 Identitas peran.
Ada sikap dan perilaku aktual tertentu yang konsisten dengan peran
dan menciptakan identitas peran. Orang mempunyai kemampuan
untuk dengan cepat beralih peran bila mereka menyadari bahwa situasi
dan tuntutannya jelas-jelas membutuhkan perubahan besar.
 Persepsi Peran.
Pandangan seseorang mengenai bagaimana seseorang seharusnya
bertindak dalam situasi tertentu disebut persepsi peran. Berdasarkan
penafsiran atas bagaimana kita meyakini bagaimana seharusnya
perilaku kita, kita terlibat ke dalam tipe-tipe perilaku tertentu.
 Pengharapan Peran.
Pengharapan peran didefinisikan sebagai bagaimana orang lain
meyakini apa seharusnya tindakan anda dalam situasi tertentu.
Bagaimana anda berprilaku, sebagian besar ditentukan oleh peran yang
didefinisikan dalam konteks tindakan anda.
 Konflik Peran.
Bila individu dihadapkan pada pengharapan peran yang berlainan,
akibatnya adalah konflik peran. Konflik ini muncul bila individu
menemukan bahwa patuh pada tuntutan satu peran menyebabkan
dirinya kesulitan mematuhi tuntutan peran lain. Dalam keadaaan
ekstrem, itu akan mencakup situasi di mana dua atau lebih
pengharapan peran saling berlawanan.
2. Norma
Semua kelompok telah menegakkan norma, yaitu standar perilaku yang
dapat diterima yang digunakan bersama oleh anggota kelompok. Norma ini
memberitahu para anggota apa yang seharusnya dan tidak seharusnya
dilakukan pada situasi dan kondisi tertentu. Dari titik pandang individu, norma
itu mengatakan apa yang diharapkan dari anda dalam situasi tertentu. Bila
disepakati dan diterima oleh kelompok, norma bertindak sebagai alat untuk
mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan pengawasan eksternal
yang minimal. Norma berbada di antara kelompok-kelompok, komunitas dan
masyarakat, tetapi semuanya mempunyai norma.
3. Status
Posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan ke
kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain.
 Status dan Norma. Telah ditunjukkan bahwa status mempunyai
beberapa pengaruh yang menarik terhadap kekuatan norma dan
tekanan untuk penyesuaian. Orang-orang berstatus-tinggi juga lebih
mampu bertahan terhadap tekanan konformitas dari rekan sekerja
mereka dibandingkan dengan status lebih-rendah. Individu yang dinilai
tinggi oleh kelompok kerja tetapi tidak banyak memerlukan atau
mempedulikan imbalan sosial yang diberikan oleh kelompok secara
khusus akan mampu memperhatikan secara minimal norma-norma
konformitas.
 Kesetaraan Status. Penting bagi anggota kelompok untuk meyakini
bahwa hierarki status itu setara. Jika dipersepsikan adanya kesetaraan,
terciptalah ketidakseimbangan yang terjadi dalam berbagai jenis
perilaku korektif.
 Status dan Budaya. Pentingnya status bervariasi di antara berbagai
budaya. Prancis misalnya, sangat sadar status. Selain itu, negara-
negara berlainan mengenai kriteria yang menciptakan status. Pesannya
di sini adalah untuk memastikan bahwa anda memahami siapa dan apa
yang menentukan status bila berinteraksi dengan orang dari budaya
yang berbeda dari budaya anda.

2.5 Kohesivitas Kelompok


1. Pengertian
Kohesivitas kelompok adalah proses kesatuan, kelekatan atau daya tarik
individu terhadap kelompok dalam rangka pemenuhan tujuan dan motivasi
untuk bersama di dalamnya yang memiliki tingkat ketertarikan dan keyakinan
untuk bersama dalam keberhasilan kelompok.
Kohesivitas kelompok bukan hanya merupakan kesatuan unit atau
hubungan pertemanan antar anggota, melainkan sebuah proses yang sangat
kompleks yang dapat mempengaruhi hubungan interpersonal antar anggota
ataupun proses dalam kelompok tersebut. Kohesivitas kelompok
meningkatkan produktivitas dan kinerja kelompok, konformitas terhadap
norma kelompok, memperbaiki semangat dan kepuasan kerja, mempermudah
komunikasi dalam kelompok, mengurangi permusuhan dalam kelompok,
meningkatkan rasa aman dan harga diri.
Kohesivitas kelompok adalah kekuatan kelompok untuk tetap tinggal di
dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Kohesivitas
kelompok merupakan tingkat solidaritas dan perasaan positif dari anggota
kelompok terhadap kelompoknya. Semakin tinggi kohesivitas, semakin solid
sebuah tim, dan anggotanya akan semakin loyal pada kelompok.
2. Aspek
Menurut Forsyth (2006), terdapat empat aspek yang mempengaruhi
kohesivitas kelompok, yaitu:
1. Kekuatan Sosial. Yaitu keinginan dalam diri individu untuk tetap berada
dalam kelompoknya. Atau dapat juga diartikan sebagai desakan atau
dorongan dari setiap individu terhadap organisasi ataupun kelompoknya
untuk tetap berada dalam kelompok. 
2. Kesatuan dalam kelompok. Yaitu perasaan saling memiliki terhadap
kelompoknya dan memiliki perasaan moral yang berhubungan dengan
keanggotaannya dalam kelompok. Kesatuan dalam kelompok juga dapat
diartikan sebagai kumpulan manusia yang memiliki kesadaran bersama
akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh
anggota masyarakat. Kelompok juga dapat memengaruhi perilaku para
anggotanya.
3. Daya Tarik. Individu akan lebih tertarik melihat dari segi kelompok
kerjanya sendiri dari pada melihat dari anggotanya secara spesifik. Daya
tarik ini dapat berupa semangat kerja yang dimiliki kelompok sehingga
akan berdampak positif terhadap perkembangan dan keberlangsungan
kelompok tersebut untuk dapat mencapai tujuan. 
4. Kerjasama Kelompok. Individu memiliki keinginan yang lebih besar
untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok. Kerja sama sendiri
juga mampu menjadi standar penilaian kerja sesorang dalam beberapa
kelompok. Untuk dapat melihat seberapa kuat dan seberapa besar
partisipasi dari setiap anggota kelompok.

Sedangkan menurut McShane dan Glinow (2008), terdapat beberapa aspek


yang juga mempengaruhi kohesivitas kelompok, yaitu sebagai berikut:

1. Adanya Kesamaan. Kelompok kerja yang homogen akan lebih kohesif


dari pada kelompok kerja yang heterogen. Karyawan yang berada dalam
kelompok yang homogen dimana memiliki kesamaan latar belakang,
membuat mereka lebih mudah bekerja secara objektif, dan mudah
menjalankan peran dalam kelompok.
2. Ukuran kelompok. Kelompok yang berukuran kecil akan lebih kohesif
dari pada kelompok yang berukuran besar karena akan lebih mudah untuk
beberapa orang untuk mendapatkan satu tujuan dan lebih mudah untuk
melakukan aktivitas kerja.
3. Adanya interaksi. Kelompok akan lebih kohesif bila kelompok
melakukan interaksi berulang antar anggota kelompok. 
4. Ketika ada masalah. Kelompok yang kohesif mau bekerja sama untuk
mengatasi masalah.
5. Keberhasilan kelompok. Kohesivitas kelompok kerja terjadi ketika
kelompok telah berhasil memasuki level keberhasilan. Anggota kelompok
akan lebih mendekati keberhasilan mereka dari pada mendekati
kegagalan. 
6. Tantangan. Kelompok kohesif akan menerima tantangan dari beban kerja
yang diberikan. Tiap anggota akan bekerja sama menyelesaikan tugas yang
diberikan, bukan menganggap itu sebagai masalah melainkan tantangan

3. Faktor
Menurut Forsyth (2006), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kohesivitas kelompok, yaitu:
a. Interpersonal attraction (ketertarikan interpersonal)
Suatu kelompok dapat terjalin ketika dalam sebuah kelompok tersebut
ada ketertarikan dari setiap individu. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan kelompok selain ketertarikan diantaranya seperti
kedekatan, frekuensi interaksi, kesamaan, kelengkapan, timbal balik,
dan saling memberikan penghargaan dapat mendorong terbentuknya
suatu kelompok. Dengan demikian juga mereka dapat membentuk
kelompok yang belum sempurna menjadi kelompok yang sangat
kompak.
b. Stability of membership (stabilitas keanggotaan)
Stabilitas anggota dapat dilihat dari lamanya anggota berada pada
suatu kelompok. Suatu kelompok yang keanggotaannya sering
berganti cenderung memiliki kohesivitas yang rendah dan berbanding
terbalik dengan kelompok yang keanggotaannya cenderung lama.
c. Group size (ukuran kelompok)
Ukuran kelompok bisa mempengaruhi kohesivitas kelompok.
Konsekuensi yang ditimbulkan yaitu semakin besar sebuah kelompok
maka kebutuhan akan antar anggota kelompok semakin besar juga.
Kelompok yang besar memungkinkan adanya reaksi-reaksi antar
anggota kelompok yang meningkat dengan cepat sehingga banyak
anggota tidak bisa lagi memelihara hubungan yang positif dengan
anggota kelompok lainnya.
d. Structural features (ciri-ciri struktural)
Kelompok yang kohesif cenderung terjadi secara relatif karena mereka
lebih tersusun dan struktur-struktur kelompok dihubungkan dengan
tingkat kohesi yang lebih tinggi dibanding dengan yang lain.
e. Initations (permulaan kelompok)
f. Seorang individu yang memiliki ketertarikan untuk masuk dalam suatu
kelompok, pada umumnya melakukan serangkaian tes untuk
mendapatkan keanggotaan dari kelompok, seperti tim olahraga yang
melakukan tes kepada pemain baru dengan berbagai cara, baik secara
fisik maupun mental, terkadang seperti dilakukan seperti tentara.
Dengan adanya tahapan-tahapan yang dilakukan seseorang sebelum
bergabung dalam suatu kelompok akan membuat sebuah ikatan yang
kuat antar setiap anggota dengan kelompoknya.
4. Cara Meningkatkan Kohesivitas Kelompok
Tingginya kohesivitas kelompok berhubungan dengan kesesuaian anggota
kelompok dengan norma kelompok, semangat bekerja sama dalam kelompok,
maupun komunikasi. Menurut Wijayanto (2012), terdapat beberapa cara untuk
meningkatkan kohesivitas kelompok, yaitu:
1. Menjelaskan kepedulian mengenai kompetisi. Pimpinan dapat
menjelaskan keberadaan kompetisi yang tinggi dengan kompetitor
(dari dalam maupun luar organisasi) untuk meningkatkan kohesivitas. 
2. Meningkatkan daya tarik antarpribadi. Seringkali, orang mau
bergabung dalam sebuah tim karena identitas maupun kekaguman
terhadap anggota tim. 
3. Meningkatkan interaksi. Interaksi dipercaya dapat meningkatkan
kohesivitas dengan membuat acara-acara agar intensitas interaksi
dapat ditingkatkan dan terjadi kohesivitas kelompok. 
4. Menciptakan tujuan bersama dan nasib bersama yang akan
mempengaruhi tiga variabel fungsional dalam efektiviats kelompok,
yaitu task interdependence, sense of potency, dan outcome
interdependence.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perilaku kelompok merupakan respon-respon anggota kelompok terhadap
struktur sosial kelompok dan norma yang diadopsinya. Jadi ketika sebuah
kelompok memasuki dunia organisasi maka karateristik yang dibawanya
adalah kemampuan, kepercayaan pribadi, penghargaan kebutuhan, dan
pengalaman masa lalunya. Banyak teori yang mengembangkan suatu
anggapan mengenai awal mula terbentuknya kelompok. Mulai dari anggapan
adanya kedekatan ruang kerja maupun tempat tinggal mereka, sampai kepada
alasan-alasan praktis.
Di dalam suatu kelompok yang sebenarnya, para anggota
mempertimbangkan diri mereka sendiri dan bergantung satu dengan lainnya
untuk mencapai tujuan umum, dan mereka saling berhubungan satu dengan
yang lain secara teratur untuk mengejar tujuannya atas dukungan dalam suatu
periode waktu.

3.2 Saran
Sebaiknya setiap anggota kelompok yang masuk bergabung dengan
sebuah organisasi baik itu organisasi besar maupun kecil haruslah bisa
beradapsi dengan keadaan organisasi tersebut dan hanya mempertahankan
prilaku yang baik saja sewaktu berada dalam kelompok ke dalam organisasi.
DAFTRA PUSTAKA

Winahyuningsih,Panca. Perilaku Organisasi. 2017


http://anthoposthink02.blogspot.co.id/2014/02/makalah-prilaku-organisasi.html diakses
pasa tanggal 22 Maret 2017
https://prezi.com/w7ggvyyvxoqq/pondasi-perilaku-kelompok-dan-kerjasam-tim-kerja/.
Diakses pada tanggal 22 Maret 2017)
http://lukmancoroners.blogspot.co.id/2010/06/kelompok-dan-tim-kerja.html. diakses
pada tanggal 25 Maret 2017
http://hanifsky.blogspot.co.id/2012/04/alasan-alasan-terbentuknya-suatu.html. diakses
pada tanggal 25 Maret 2017
http://kulpulan-materi.blogspot.co.id/2013/01/tahap-tahap-perkembangan-
kelompok.html. diakses pada tanggal 28 Maret 2017
https://www.kajianpustaka.com/2020/01/kohesivitas-kelompok.html diakses pada tanggal
10 Oktober 2022

Anda mungkin juga menyukai