Anda di halaman 1dari 13

TUGAS ARTIKERL BAHASA INGGRIS

The Role of Geology on Disaster Potential

DISUSUN OLEH :
RIVALDO
(NIM: 471421051)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN ILMU TEKNOLOGI DAN KEBUMIAN
PRODI TEKNIK GEOLOGI
KELAS (B)
2021
REFERENSI 1

Tanggal 28 Desember 2018, pada mahasiswa Geologi maupun Teknik Geologi dan
seluruh ahli-ahli geologi di Indonesia pada khususnya dikagetkan dengan munculnya
berita yang berjudul "Ramai-Ramai Menista Sains : Potret Bencana Alam Indonesia
2018". Pemberitaan ini didasarkan atas tiga bencana besar melanda Indonesia
sepanjang 2018. Sebagian masyarakat mengaitkannya dengan persoalan politik,
agama, dan kondisi masyarakat yang tidak berhubungan dengan gempa. Sementara
pemerintah mengabaikan sains.

Kejadian alam sangatlah susah untuk diprediksi secara akurat, harus membutuhkan
alat-alat yang canggih, itupun masih dapat meleset dari perhitungan. Hal inilah yang
menjadi salah satu penyebab kesalahan dalam interpretasi suatu potensi bencana alam
oleh pihak yang berwenang. Namun, kesalahan ini bukanlah hal yang seharusnya
diolok-olok dan menjadi bahan mosi tidak percaya kepada pihak yang berwenang.
Muncul pula istilah "Jangan Takut-takuti Masyarakat Kami" yang tercetus di
masyarakat.

Mari kita telaah fungsi dari adanya badan yang mendeteksi bencana dan peran geolog
yang terlibat di dalamnya. Geolog adalah suatu orang yang memahami mengenai
gejala-gejala Bumi baik di permukaan maupun di bawah permukaan. Peran lebih
geolog dalam kebencanaan adalah sebagai peneliti yang menghasilkan peta-peta
kebencanaan serta mengeluarkan hasil-hasil potensi bencana serupa di masa yang
akan datang. Hal ini didapatkan murni dari penelitian sains.

Namun, kebanyakan masyarakat tidak mempercayai hasil yang diberikan oleh geolog
tersebut. Masyarakat lebih condong kepada hal-hal yang berbau tahayul dan agama.
Sebenarnya percaya kepada agama tidaklah salah, namun haruslah tetap berpedoman
pada sains yang secara eksak nyata terhitung.

Nilai-nilai agama seharusnya hanyalah sebagai bahan untuk diri sendiri agar ke
depannya menjadi pribadi yang lebih baik dan memberikan manfaat untuk
masyarakat sekitar, bukan justru menyebarkan berita-berita berkonotasi negatif.

Ada pula yang tidak senang dengan hasil yang diberikan oleh geolog dikarenakan
menurunkan nilai keekonomisan dari suatu benda (ambil contoh barang-barang
properti).

Hal ini merupakan kesalahan besar yang ada pada masyarakat saat ini, nilai
keekonomisan yang turun harusnya menyadarkan berbagai pihak seperti investor,
penjual dan pembeli untuk tidak membangun pada daerah tersebut, karena potensi
kebencanaan yang besar. Peran geolog di sini murni semata-mata untuk membantu
pemerintah memperingatkan masyarakat guna mengurangi dampak negatif apabila
sewaktu-waktu terjadi bencana.

Kekurangan-kekurangan yang saat ini terjadi adalah masih minimnya alat-alat


pendeteksi bencana yang ada ditambah pula dengan adanya aksi-aksi vandalisme
terhadap alat-alat tersebut. Pekerjaan penting pemerintah selanjutnya adalah
memperbaiki seluruh fasilitas kebencaan yang ada, pembuatan peta kebencanaan di
seluruh kabupaten dan kota di Indonesia, dan perlu ditambah yakni penanaman
pentingnya penanggulangan bencana sedari dini dengan memasukkan ke dalam
sistem pendidikan nasional.

Tiga hal penting tersebut dapat mengurangi dampak negatif yang ada sehingga secara
total ke depannya dapat menjaga perekonomian nasional. Geolog akan sangat
berperan pada tiga hal tersebut. Geolog dapat membuat peta kerawanan bencana,
dapat menangani bagaimana pembangunan dalam daerah yang banyak akan potensi
kebencanaan, serta dapat membantu dalam pembuatan materi dan pelatihan dalam
sistem pendidikan yang tercantum di dalamnya kurikulum mengenai kebencanaan.
Indonesia adalah negara yang berada di daerah tektonik aktif dan tidak dapat
dipungkiri bahwa ancaman kebencanaan ada di setiap sudut dari negeri tercinta ini.

Dan di sinilah peran geolog sangatlah besar untuk Bumi Ibu Pertiwi ini.

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Peran Geolog terhadap
Potensi Kebencanaan dan Perekonomian", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/awif_ozi/5c2717cf6ddcae5c6e6d5af4/peran-geolog-
terhadap-potensi-kebencanaan-dan-perekonomian

Kreator: Mutawif Ilmi Muwaffiqih

Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator.

Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

REFERENSI 2
Ilmu Geologi, Penting di Saat Gempa namun Sering Diabaikan

Saat memilih jurusan kuliah selepas SMA, sebagian besar dari kita pasti memilih ilmu-
ilmu yang terkesan modern dan canggih seperti teknik informatika, teknik elektro,
teknik mesin, teknik sipil, dan sejenisnya. Kuliah di jurusan tersebut memiliki gengsi
lebih tinggi ketimbang jurusan (maaf) seperti teknik geologi, geofisika meteorologi,
geografi, dan sejenisnya.

Ilmu geologi dianggap sebagai kembali ke masa lalu alias zaman batu seperti
digambarkan pada film the Flinstone. Kalau boleh disurvei, kebanyakan mahasiswa
geologi dan sejenisnya adalah pilihan kedua atau ketiga di SBMPTN ketimbang
pilihan pertama.

Tidak ada yang salah dari pemikiran tersebut mengingat sekarang memang zamannya
teknologi. Semua harus serba canggih dan terukur dengan dukungan alat-alat yang
modern.

Namun kita sering lupa di mana tempat kita berpijak, apakah berada pada zona aman
atau zona bencana. Boleh dikatakan ilmu geologi termasuk ilmu kuno dan kurang
berkembang karena "hanya" sekedar meneliti bebatuan, kerak bumi, dan sejenisnya.

Padahal geologi (dan geofisika meteorologi) tidak sekedar mengubek-ubek isi kulit
bumi saja, tapi juga memetakan pergerakan bumi beserta elemen yang ada baik di
permukaan maupun di dalam perut bumi.
Contoh Peta Geologi (Sumber: fagustin.wordpress.com)
Kita baru menyadari pentingnya ilmu geologi ketika terjadi bencana. Padahal sudah
banyak bertebaran peta-peta geologi yang berisi informasi tentang zona gunung api
dan gempa atau dikenal sebagai ring of fire, zona sesar atau patahan, zona aquifer atau
kumpulan air tanah, zona tanah subur, tanah bebatuan, tanah kering, dan sebagainya.
Sayangnya para pengambil kebijakan khususnya dalam penataan ruang sering
mengabaikan peringatan yang tertera dalam peta-peta tersebut. Kita sering lupa bahwa
perut bumi ini masih bergerak aktif, tidak diam sama sekali.

****

Dalam penyusunan rencana penataan kota atau wilayah, kita mengenal istilah overlay
atau pertampalan peta-peta tematik untuk menentukan mana ruang yang bisa
digunakan untuk beraktivitas termasuk bertempat tinggal, ruang yang hanya dapat
digunakan secara terbatas, atau malah ruang yang tidak bisa digunakan sama sekali
alias harus dilindungi. Hasil dari overlay tersebut kemudian diberi warna sesuai
dengan rencana peruntukan ruang dan zonasi penataan ruang di masa datang.

Namun dalam kenyataannya, perencanaan tata ruang kota sebagian besar menyerah
kepada kondisi eksisting yang ada dan hanya sekedar penambahan infrastruktur atau
penataan jaringan prasarana saja.

Selama ini penyusunan rencana kota tak lebih dari sekedar memberi warna pada ruang
yang direncanakan, semisal warna kuning untuk perumahan, warna hijau untuk ruang
terbuka hijau, warna biru tua untuk industri, warna biru muda untuk perdagangan, dan
warna oranye atau merah untuk perkantoran. Setelah itu direncanakan pola ruang
mengikuti warna-warna tersebut agar terintegrasi satu dengan lainnya.
Peta Likuifaksi Tahun 2012 (Sumber: Kompas.com)
Sayangnya, peta geologi yang memuat informasi mengenai batuan, jenis tanah, sesar,
hingga potensi gempa kurang begitu diperhatikan dalam penyusunan rencana tata
ruang.
Padahal justru informasi seperti inilah yang sebenarnya lebih diperlukan dalam
menyusun rencana tata ruang ketimbang sekedar memberi warna warni pada peta. Kita
kurang jeli memanfaatkan informasi tersebut sehingga begitu terjadi gempa atau
bencana alam lainnya jatuh korban lebih besar karena tidak mengantisipasi dampak
dari informasi geologi tersebut.

Dalam perencanaan tata ruang kota atau wilayah, peta geologi lebih sering dianggap
sebagai pajangan yang melengkapi data sekunder dalam memberi warna zonasi ruang
kota atau wilayah.

****

Ketika sudah terjadi bencana gempa atau tsunami, barulah semua orang menyadari
pentingnya ilmu geologi. Para ahli mulai mengeluarkan data-data dan informasi yang
selama ini terabaikan walau sudah pernah diekspose di media setahun sebelumnya.
Terlambat sudah, korban keburu berjatuhan dan lagi-lagi pemerintah beserta
masyarakat harus kembali mengurus hajatan besar untuk menanggulangi dampak
bencana gempa.

Infromasi Geologi yang Terabaikan (Sumber: Harian Kompas Mei 2017/WA Grup)
Kita tentu tak ingin kejadian seperti ini terus berulang karena "malasnya" belajar ilmu
geologi dan menerapkannya dalam rencana tata ruang. Oleh karena itu perlu diberikan
wawasan kepada calon lulusan SMA mengenai pentingnya ilmu geologi, serta kepada
pimpinan daerah agar lebih tegas dalam mengatur zonasi ruang yang berpotensi rawan
bencana.
Sektor perizinan juga perlu dibenahi dengan tidak sekedar memberikan izin tetapi juga
meneliti sejauh mana bangunan tersebut menurut perhitungan bakal tahan terhadap
guncangan gempa.

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ilmu Geologi, Penting di
Saat Gempa namun Sering Diabaikan", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/dizzman/5bbb35b3677ffb4c51340912/ilmu-geologi-
penting-di-saat-gempa-namun-sering-diabaikan?page=2&page_images=1

Kreator: Dizzman
Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator.

Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ilmu Geologi, Penting di
Saat Gempa namun Sering Diabaikan", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/dizzman/5bbb35b3677ffb4c51340912/ilmu-geologi-
penting-di-saat-gempa-namun-sering-diabaikan

Kreator: Dizzman

Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator.


Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

REFERENSI 3
Apa yang Terabaikan Setiap Gempa Terjadi?

Beberapa hari terakhir ini, media cetak, elektronik, online, dan media sosial ramai
mengulas apa yang terjadi di kabupaten Majene, Sulawesi Barat, yaitu bencana gempa
bumi. Majene dan sekitarnya diguncang gempa 5,9SR pada hari kamis 14 Januari
2021, lalu esoknya  pukul 1330 dini hari gempa kembali mengguncang dengan
kekuatan 6,2SR. 

Sumber gempa pada 14 dan 15 Januari tidak berjauhan, menurut para ahli geologi,
gempa ini disebabkan Mamuju-Majene Thrust (istilah geologi untuk membedakan satu
sesar dengan sesar lainnya).  Sesar jenis ini disebut sebagai sesar yang sering
menghasilkan kerusakan parah.

Sumber gempa yaitu sesar Mamuju-Mejene menjadi salah satu topik utama yang
dibahas di berbagai media, selain potensi tsunami dan potensi gempa susulan. Apakah
akan ada gempa yang lebih besar, atau lebih kecil? Apakah gempa berikutnya akan
terjadi di laut di laut sebagaimana yang pernah terjadi puluhan tahun lalu di sekitar
Majene?

Sulawesi memang pernah disebut oleh beberapa ahli geologi memiliki frekwensi
gempa yang lebih tinggi dan memiliki potensi gempa besar yang lebih besar daripada
pulau Sumatra misalnya. Namun Sumatra karena lebih padat penduduk, maka gempa
Sumatra lebih menonjol di berbagai media.

Indonesia memang wilayah rawan gempa. Pusat Studi Gempa Nasional telah
menerbitkan "Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017". Peta ini seharusnya
menjadi pegangan atau orientasi pembangunan bagi pemerintah daerah yang
wilayahnya memiliki potensi gempa.

Terlihat di gambar 1 wilayah yang memiliki potensi gempa raksasa karena adanya
megathrust seperti di Aceh pada 2004. Wilayah Jawa Barat, atau Jakarta adalah salah
satu yang terancam oleh megathrust. Apakah wilayah yang terancam megathrust ini
sudah melakukan persiapan atau mitigasi bencana?

Sedangkan gambar 2 menunjukkan 295 sesar aktif di Indonesia, artinya ada 295 titik
yang bisa menggetarkan bumi di sekitarnya dengan gempa besar atau gempa kecil.
Apa yang sudah dilakukan pemerintah pusat dan daerah seputar potensi bencana
gempa ini?

Gambar: Pusat Studi Gempa Nasional


Sebenarnya para ahli geologi dan para aktivis kebencanaan cukup sering memberi
peringatan soal ancaman gempa dan tsunami. Akhir September tahun 2020 lalu media
diramaikan oleh apa yang disampaikan dari riset ITB tentang potensi tsunami yang
akan menghantam wilayah selatan Pulau Jawa. 

Nampaknya dari berita yang beredar, Riset ITB ini lebih menonjolkan potensi tsunami
besar (hingga 20 meter), padahal ada potensi gempa besar juga untuk seluruh wilayah
Jawa dari sumber gempa dan tsunami yang sama di selatan pulau Jawa.

Meski riset ini tentang wilayah Jawa, namun nampaknya wilayah lain di Indonesia
yang memiliki potensi gempa besar dan tsunami besar kurang terdorong untuk
menggiatkan mitigasi bencananya.

Siklus gempa & tsunami adalah salah satu kajian yang cukup menonjol di kalangan
para ahli geologi dan aktivis kebencanaan. Mereka mencatat, bahkan
mensosialisasikan berbagai siklus gempa dan tsunami besar di beberapa tempat di
Indonesia. 

Selain Aceh (2004) dan Palu (2018) yang sudah terjadi, masih ada beberapa wilayah
lain yang terancam gempa & tsunami besar. Riset yang baru-baru ini dikerjakan oleh
ITB adalah salah satu peringatan yang sekali lagi diberikan oleh para ahli geologi.

Jangan lupa gempa dan tsunami besar di Sulawesi Tengah di akhir September 2018
lalu juga sudah ada kajiannya dan sudah ada sosialisasi tentang ancaman gempa &
tsunami besar di sana. Salah satu yang mengkajinya Mudrik Daryono dalam
disertasinya untuk meraih gelar doktor dari ITB di tahun 2016 (Program Studi Doktor
Sain Kebumian). 

Mudrik bahkan ikut terjun di Ekspedisi Palu-Koro untuk memberi peringatan di tahun-
tahun sebelum terjadinya gempa besar di Sulawesi Tengah di akhir September 2018
lalu itu.

Mudrik Daryono yang aktif menjadi peneliti gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) dalam disertasinya tentang "Paleoseismologi Tropis Indonesia"
(2016) menyebut, Sesar Palolo Graben ini memanjang 70 km dan membentuk lembah
Palolo dan lembah Sopu. Sesar itu di barat laut berpotongan dengan Sesar Palu-Koro,
sedangkan di batas tenggara menghilang di Lembah Napu.

Namun, yang lebih dikhawatirkan di Sulawesi Tengah bukan Sesar Palolo Graben,
melainkan Sesar Palu-Koro, sesar darat terpanjang kedua di Indonesia setelah sesar
besar Sumatera. Sulawesi yang terbentuk dari tumbukan tiga lempeng besar, yakni
Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik, adalah pulau amat dinamis dan dibelah banyak
sesar aktif.

"Sebagian sesar melintas di kota padat. Berdasarkan ancamannya, yang perlu


dikhawatirkan adalah Kota Palu yang dilalui Sesar Palu-Koro di segmen Palu dan
segmen Saluki. Selain itu, Kota Soroako dilalui Sesar Matano, terutama segmen
Pamsoa dan segmen Ballawai. Sementara Kota Poso dilalui sesar naik Tokararu," kata
Mudrik.

(http://lipi.go.id/lipimedia/WASPADAI-GEMPA-BESAR-DI-SULAWESI/18355)

Jadi, para ahli geologi sebenarnya sudah mengingatkan soal ini, bahkan sudah
bertahun-tahun. Namun seringkali sebelum sempat gerakan mitigasi bencana lebih
digiatkan lagi, gempa sudah terjadi. Padahal mitigasi penting untuk mengurangi risiko
korban dan risiko kerugian.

Untungnya pemerintah Jokowi cukup tanggap pada potensi bencana yang berasal dari
tumbukan lempeng tektonik ini. Pemerintah tahun 2019 lalu sudah menetapkan
anggaran mitigasi bencana sebesar 15 triliun. Anggaran ini naik 2 kali lipat dari tahun
sebelumnya ( https://www.dw.com/id/anggaran-mitigasi-bencana-2019-naik-dua-kali-
lipat/a-46995847 )

Apakah besar anggaran ini mencukupi? Para ahli tinggal menghitung dengan
berdasarkan konsep yang ditawarkan oleh UN-Ocha dan UNDP yang menetapkan
bahwa setiap 1 dollar yang diinvestasikan untuk kegiatan mitigasi akan
menyelamatkan 7 dollar saat penanggulangan bencana. "Every 1 dollar spent on
preparedness saves 7 dollars in emergency response. Act Now, Save Later!" demikian
bunyi tagline kampanye mereka ( baca: ini ).

==0==

Inilah beberapa lesson learned dari bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Palu,
serta Mamuju dan Majene, juga beberapa wilayah lain di Indonesia:

Bantuan kepada korban, baru bisa datang setelah berhari-hari bencana terjadi.
Sebagaimana di Jepang, negeri yang sering sekali dilanda gempa dan tsunami
memberi pelajaran penting, mereka yang selamat adalah mereka yang mampu
menolong dirinya sendiri atau ditolong oleh orang-orang yang berada di sekitar
mereka. Tim SAR tentu bisa menolong, tapi peran untuk memberi keselamatan lebih
besar diberikan oleh orang-orang di sekitar.
Kebanyakan rumah biasa (hingga 3 lantai) dibangun tanpa memenuhi standar tahan
gempa besar. Sehingga korban akan banyak di rumah-rumah biasa ini.
Jalan-jalan terputus.
Listrik terputus.
Sistem komunikasi hancur.
Telpon selular tak bisa berfungsi.
BBM menghilang, karena stasiun pompa BBM tak bisa dioperasikan.
Rumah sakit tidak bisa beroperasi maksimal, karena gedungnya runtuh, listrik terbatas,
obat-obatan tak mencukupi, dan lain-lain.
Pemerintahan (daerah) lumpuh.
Banyak korban tewas disebabkan karena korban luka tak tertolong selama berhari-hari.
Juga banyak yang tewas karena penyakit yang biasa muncul di wilayah bencana.
Anak-anak dan kaum perempuan paling terdampak saat terjadi bencana, karena
memiliki kebutuhan khusus.
Kelurahan sebaiknya menjadi pusat penanggulanan bencana, sehingga memiliki
gudang makanan, minuman, P3K, obat-obatan, kebutuhan perempuan dan anak-anak
(ini setidaknya untuk masa 1 minggu darurat). Jadi kelurahan juga harus memiliki alat
komunikasi radio, dan alat pembangkit listrik beserta BBMnya.
Sistem peringatan dini harus sering dievaluasi atau dibuat simulasinya.
Rambu evakuasi harus jelas.
==0==

Sedangkan ini yang harus disiapkan oleh setiap individu yang tinggal di wilayah yang
berpotensi gempa besar dan tsunami.

Punya tas atau ransel yang berisi: 'makanan &  minuman yang bisa disimpan lama'.
Juga berisi P3K, ditambah obat-obatan lain yang dibutuhkan di masa bencana.
Silahkan googling tentang apa saja isi tas atau ransel ini.
Memperbaiki kekuatan rumah yang kita tinggali sekarang atau tempat kita beraktivitas
(tempat usaha, kantor, sekolah, dll). Ini bukan berarti merombak total rumah yang ada,
tetapi hanya menambah tiang atau menambah tulang. Cara memperkuat rumah agar
tahan gempa ini bisa dicari di Youtube.
Jika punya lemari besar atau perabot besar, pastikan lemari atau perabot itu tidak
terlempar ke arah anda saat terjadi gempa besar. Demikian juga benda-benda berat
atau mudah pecah seperti cermin, benda terbuat dari kaca dan lain-lain.
Pastikan juga kusen (rangka) pintu kamar mandi, kusen pintu untuk keluar dari rumah
tidak melengkung sehingga pintu menjadi macet saat terjadi gempa.
Segera setelah terjadi bencana gempa, pusat kumpul yang pertama adalah sebaiknya di
kelurahan, agar nama kita tercatat di sana. Ini mengingat saat terjadi gempa mungkin
kita sedang berada di tempat terpisah dengan anggota keluarga yang lain.
Menghapal rambu-rambu evakuasi yang sudah dibuat pemerintah.
Saling mengingatkan dengan orang lain tentang apa yang harus disiapkan sebelum
bencana gempa dan tsunami besar datang.
M. Jojo Rahardjo

Pemerhati kebencanaan

Anda mungkin juga menyukai