PENGEMBANGAN RUTE JALUR EVAKUASI BENCANA BANJIR DI
KOTA GORONTALO DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)
Rahmad Hasan, Nawir Sune * , Tirtawati Abdjul** Program Studi Geografi Jurusan Fisika, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo. Indonesia
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk membuat rute jalur evakuasi bencana banjir di kota Gorontalo dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi geografi. Lokasi penelitian adalah Kota Gorontalo dengan 9 (sembilan) kecamatan.Penelitian ini berbasis teknologi sistem informasi geografi dengan menggunakan software ArcGIS 9.3 dalam pengolahan data spasial yang digunakan dalam analisa pembuatan jalur evakuasi. Data spasial diantaranya adalah peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng dan peta zonasi banjir Kota Gorontalo. Data yang diperoleh dalam penelitian adalah rute jalur evakuasi bencana banjir dari zona rawan tinggi banjir menuju tempat evakuasi.
Kata Kunci: SistemInformasi geografi, Zonasi Banjir, Rute Evakuasi
Pendahuluan Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun, bentuk bentang alamnya yang dominan pedataran, jenis tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 2,25meter dan tata guna lahan yang kurang baik dimana wilayah hutandijadikan areal pertambangan rakyat dan perkebunan tanaman semusim. (Arifin dan Kasim. 2012). Kota Gorontalo, berdasarkan data-data yang ada juga merupakan salah satu daerah rawan bencana. Kategori bencana yang berpotensi melanda Kota Gorontalo adalah bencana banjir, tanah longsor, dan gempa bumi. Akibat yang didapat dari bencana yang melanda ini dapat berupa kerugian jiwa atau materi. Kerugian-kerugian yang didapatkan sebagai sebuah akibat dari 2
bencana bisa saja disebabkan oleh kurang tanggapnya masyarakat dalam menghadapi bencana yang datang sehingganya banyak masyarakat yang tidak tahu harus pindah atau mengungsi kemana dan akhirnya resiko yang diambil yaitu menetap dirumah yang tergenang banjir. Ketidaktahuan masyarakat akan tempat pengungsian ini juga diakibatkan dengan tidak adanya rute jalur evakuasi bencana banjir.Olehnya itu perlu ada sebuah rancangan atau perencanaan sebelumnya dalam hal meminimalisir kerugian yang dapat terjadi. Usaha minimalisir tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya, sosialisasi daerah rawan bencana kepada masyarakat, upaya-upaya simulasi tangap bencana bagi penduduk daerah rawan bencana, atau dapat menggunakan perkembangan teknologi yang ada dalam merancang perencanaan tersebut. Upaya perencanaan yang dibuat dalam menanggulangi bencana yang kemudian disebut dengan mitigasi, merupakan runtutan struktur pengendalian lingkungan dalam upaya mengurangi potensi kerugian terbesar yang dapat diakibatkan oleh bencana. Mitigasi bencana dilakukan pada sebelum, saat, dan sesudah bencana terjadi. Dalam pelaksanaannya, mitigasi dilakukan secara struktural dan non struktural. Secara struktural yaitu dengan melakukan upaya teknis, baik secara alami maupun buatan mengenai sarana dan prasarana mitigasi. Secara non struktural adalah upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya. Dewasa ini, teknologi berbasis komputer telah merambah di hampir seluruh sisi kehidupan manusia. Berbagai disiplin ilmu telah memanfaatkan teknologi ini untuk mengembangkan teori- teori dan aplikasinya melalui berbagai macam sistem informasi. Salah satu jenis sistem informasi yang saat ini sangat populer, khususnya dalam survei pemetaan adalah Sistem Informasi Geografis yang kemudian disebut SIG. SIG telah dimanfaatkan oleh berbagai instansi 3
pemerintah maupun swasta untuk keperluan perencanaan, pemantauan, hingga evaluasi hasil- hasil pembangunan. SIG menjadi alat yang sangat berguna bagi peneliti, pengelola, pengambil keputusan untuk membantu memecahkan permasalahan, menentukan pilihan atau membuat kebijakan keruangan melalui metode analisis data peta dengan memanfaatkan teknologi komputer. Sebagai salah satu jenis sistem informasi yang populer saat ini dibidang pemetaan, maka SIG dapat digunakan dalam pemberian informasi jalur evakuasi bencana. Sehingga masyarakat dapat mengetahui dimana saja daerah-daerah aman untuk mengungsi disaat terjadi bencana alam. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik dengan pengembangan rute jalur evakuasi bencana banjir di Kota Gorontalo dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi geografi.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk membuat rute jalur evakuasi bencana banjir di Kota Gorontalo dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi geografi.
KAJIAN PUSTAKA Bencana Ada beberapa pengertian atau definisi tentang bencana, beberapa definisi cenderung merefleksi karakteristik berikut ini (Carter, 1991; UU No 24, 2007) : a. Gangguan atau kekacauan pada pola normal kehidupan. Gangguan atau kekacauan ini biasanya hebat, terjadi tiba-tiba, tidak disangka dan wilayah cakupan cukup luas atau menimbulkan banyak korban. b. Dampak ke manusia seperti kehilangan jiwa, luka-luka, dan kerugian harta benda. 4
c. Dampak ke pendukung utama struktur sosial dan ekonomi seperti kerusakan infrastruktur : sistem jalan, sistem air bersih, listrik, komunikasi dan pelayanan utilitas penting lainnya. d. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. e. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. f. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Definisi bencana dalam buku Disaster Management A Disaster Managers Handbook (Carter 1991) adalah suatu kejadian, alam atau buatan manusia, tiba-tiba atau progesive, yang menimbulkan dampak yang dahsyat (hebat) sehingga komunitas (masyarakat) yang terkena atau terpengaruh harus merespon dengan tindakan-tindakan luar biasa. Dalam UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 5
Selanjutnya masih menurut UU No 24 tahun 2007 bencana terdiri atas : bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial yang masing-masing didefinisikan sebagai berikut : a. Bencana alam : bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabakan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. b. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam, antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Banjir Menurut Raharjo (2009) banjir merupakan suatu keluaran(output) dari hujan (input) yang mengalami proses dalam sistem lahanyang berupa luapan air yang berlebih. Kejadian atau fenomena alamberupa banjir yang terjadi ahir-akhir ini di Indonesia memberikan dampakyang amat besar bagi korban dari segi material. Menurut Eko,T.P. (2003) beberapa jenis banjir terdiri atas : a. Banjir genangan Banjir genangan didefenisikan sebagai banjir yang terjadi hanya dalam waktu 6 jam setelah hujan lebat mulai turun. Biasanya juga dihubungkan dengan banyaknya awan kumulus yang menggumpal di angkasa, kilat atau petir yang keras dan badai tropis atau cuaca dingin. Umumnya terjadi akibat meluapnya air hujan yang sangat deras, khususnya bila tanah bantaran 6
sungai tak mampu menahan banyak air. b. Banjir luapan sungai Banjir ini terjadi setelah proses yang cukup lama. meskipun proses itu bisa jadi lolos dari pengamatan sehingga datangnya banjir terasa mendadak dan mengejutkan, karena hal tersebut maka banjir ini juga biasa disebut sebagai banjir kiriman. Selain itu banjir luapan sungai kebanyakan bersifat musiman atau tahunan dan biasanya berlangsung selama berhari - hari atau berminggu - minggu tanpa henti. c. Banjir pantai Banjir ini dikaitkan dengan terjadinya badai tropis. Banjir yang membawa bencana dari luapan air hujan sering makin parah akibat badai yang dipicu oleh angin kencang sepanjang pantai. Akibat perpaduan dampak gelombang pasang, badai atau tsunami, sehingga banjir ini juga biasa disebut sebagai banjir pasang surut. Banjir dan genangan yang terjadi di suatu lokasi diakibatkan antara lain oleh sebab-sebab berikut ini (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002) : a. Perubahan tata guna lahan (land-use) di daerah aliran sungai b. Pembuangan sampah c. Erosi dan sedimentasi d. Kawasan kumuh di sepnang sungai/drainase e. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat f. Curah hujan g. Pengaruh fisiografi/geofisik sungai h. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai i. Pengaruh air pasang 7
j. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang air laut) k. Drainase lahan l. Bendung dan bangunan air m. Kerusakan bangunan pengendali banjir. n. Pengertian Sistem Informasi Geografi o. Adalah suatu hal yang tidak mudah untuk memberikan suatu definisi yang dapat memuaskan berbagai kalangan, karena sistem informasi geografi, yang kemudian disebut SIG banyak berkaitan dengan banyak disiplin ilmu, seperti teknologi informasi, keteknikan, survei dan fotogrametri, kartografi, sosioekonomi, dan geografi yang masing-masing memiliki sudut pandang yang berbeda (Juppenlatz dan Xiaoping Tian, 1996). Oleh karenanya, definisi yang mencakup keseluruhan aspek dan dapat diterima semua pihak secara memuaskan sangat sulit untuk dirumuskan.Definisi yang ada hingga kini masih menurut sudut pandang disiplin ilmunya masing-masing. p. Pengertian SIG secara luas adalah sistem manual dan atau komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola dan menghasilkan informasi yang mempunyai rujukan spatial atau geografis. Banyak para ahli mencoba mendefinisikan SIG secara lebih operasional, misal Burrough (1986) mengemukakan bahwa SIG adalah seperangkat alat (tools)yang bermanfaat untuk pengumpulan, penyimpanan, pengambilan data yang dikehendaki, pengubahan dan penayangan data keruangan yang berasal dari gejala nyata di permukaan bumi. Arronof (1989) dalam bahasa yang lebih lugas mendefinikan SIG sebagai suatu sistem berbasis komputer yang memberikan 8
empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yakni pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis, dan keluaran. q. Dari berbagai definisi tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa di dalam SIG tercermin adanya: (1) pemrosesan data spasial dalam bentuk digital (numeric) yang mendasarkan pada kerja komputer yang mempunyai persyaratan tertentu , disamping data lainnya yang berupa data atribut; (2) dinamisasi proses pemasukan, klasifikasi, analisis hingga keluaran (hasil); (3) menghasilkan informasi baru. Penggunaan Sistem Informasi Geografi untuk Pemetaan Bencana a. Penelitian dan Analisis Untuk mengetahui daerah rawan bencana sistem informasi geografi (SIG) dapat membantu menentukan wilayahnya. Misalkan untuk wilayah Jawa, sangat berpotensi Gempa karena dilalui oleh lempeng samudra dan benua. Jawa juga merupakan daerah busur dalam vulkanik atau darah yang memiliki banyak gunungapi yang aktif. Wilayah selatan Jawa berpotensi gempa dan tsunami. Oleh karena itu dengan memanfaatkan SIG dapat mengurangi dan bersiaga tehadap ancaman bencana tersebut. b. Pemetaan Bencana Berbasis Sistem Informasi Geografi Sistem informasi geografi (SIG) berdasarkan pemetaan tematik dari suatu area kemudian di tumpangkan dengan kepadatan penduduk, struktur yang rentan, latar belakang bencana, informasi cuaca dan lain lain akan menetukan siapakah, apakah dan yang mana lokasi yang paling beresiko terhadap bencana. Kapabilitas SIG dalam pemetaan bencana dengan informasi tentang daerah sekelilingnya membuka trend gerografi yang unik dan pola spasial 9
yang mana mempunyai kejelasan visual, adalah lebih dapat dipahami dan membantu mendukung proses pembuatan keputusan. SIG dapat digunakan dalam penentuan wilayah yang menjadi prioritas utama untuk penanggulangan bencana berikut penerapan standar bangunan yang sesuai, untuk mengidentifikasi struktur untuk retrofitting, untuk menentukan besarnya jaminan keselamatan terhadap masyarakat dan bangunan sipil, untuk mengidentifikasi sumber bencana, pelatihan dan kemampuan yang dimiliki secara spesifik terhadap bahaya yang dijumpai dan untuk mengidentifikasi area yang terkena banjir serta relokasi korban ke tempat yang aman. Daerah yang paling rentan terhadap bencana menjadi prioritas utama dalam melakukan tindakan mitigasi. Semua langkah-langkah yang diambil bertujuan untuk menghindari bencana ketika diterapkan, langkah yang berikutnya adalah untuk bersiap-siap menghadapi situasi jika bencana menyerang. Akibatnya bagaimana jika atau pemodelan kapabilitas SIG telah memberi suatu gagasan yang ideal tentang segala sesuatu yang diharapkan. SIG untuk kesiapsiagaan bencana adalah efektif sebagai sarana untuk menentukan lokasi sebagai tempat perlindungan di luar zone bencana, mengidentifikasi rute pengungsian alternatif yang mendasarkan pada scenario bencana yang berbeda, rute terbaik ke rumah sakit di luar zona bencana itu, spesialisasi dan kapasitas rumah sakit dan lain lain. Metodologi - Digitasi Peta Mendigitasi peta Rupa Bumi Indonesia (RBI). Proses ini dilakukan untuk mendapatkan peta tematik yang akan menjadi data turunan untuk digunakan sebagai acuan dalam pembuatan jalur evakuasi. Seperti jaringan jalan dan jaringan sungai dan data kemiringan lereng. - Uji Kesesuaian Lapangan Memverifikasi data spasial digital dengan keadaan dilapangan agar terjamin 10
kesesuaiannya. Tahap Analisa Pada tahap ini terdapat beberapa tahapan pekerjaan untuk menghasilkan rute jalur evakuasi bencana banjir. Pertama, analisa untuk menentukan tempat evakuasi di tiap kecamatan. Kedua, analisa untuk membuat rute evakuasi menuju tempat-tempat yang telah ditentukan berdasarkan jaringan jalan, jaringan sungai, daerah rawan banjir, kemiringan lereng serta tata guna lahan. > Penentuan Tempat Evakuasi Dalam proses penentuan ini digunakan beberapa data spasial sebagai indikator dalam menganalisa tempat evakuasi yaitu peta penggunaan lahan yang berfungsi untuk melihat kenampakan persebaran area permukiman agar dapat disesuaikan dengan pemilihan jalur. Peta kemiringan lereng juga digunakan dalam proses analisa penentuan tempat evakuasi, dimana peta ini digunakan untuk melihat karakteristik dari relief suatu daerah sehingga dapat dituju oleh korban bencana banjir. > Penentuan Tempat Evakuasi Dengan menggunakan data spasial (peta rawan banjir, peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, data kemiringan lereng) untuk dijadikan dasar dalam menganalisa pembuatan rute jalur evakuasi bencana banjir. Dalam penentuan rute ini ada beberapa faktor yang dapat digunakan dalam mempertimbangkan pemilihan rute jalur evakuasi bencana banjir. Faktor-faktor pertimbangan pemilihan jalur evakuasi banjir adalah sebagai berikut : - Titik rawan yang dipilih merupakan titik terdekat dengan sungai dengan elevasi tertentu dan wilayah pemukiman sangat padat. - Sudut kemiringan lereng lebih dari 4%. 11
- Jalur yang dipilih merupakan jalan nasional, jalan propinsi dan jalan by pass sehingga akan memudahkan proses evakuasi. - Jalur evakuasi dirancang menjauhi aliran sungai. - Jalur evakuasi diusahakan tidak melintangi sungai atau jembatan. - Supaya tidak terjadi penumpukan masa, dibuat jalur evakuasi paralel. - Untuk daerah berpenduduk padat, dirancang jalur evakuasi berupa sistem blok, dimana pergerakan masa setiap blok tidak tercampur dengan blok lainnya untuk menghindari kemacetan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Spasial Data Turunan Dalam proses ini, akan dianalisa data-data turunan yang telah di dapatkan pada proses pengolahan citra. Data-data turunan yang dimaksud adalah peta penggunaan lahan, data kemiringan lereng, peta administrasi, dan peta zonasi banjir. Data-data turunan ini kemudian di overlay dengan menggunakan software ArcGis dan kemudian hasilnya digunakan dalam menganalisa tempat-tempat yang memungkinkan masih bisa di gunakan sebagai tempat evakuasi yang ada di Kota Gorontalo. Berdasarkan fakta yang ada, hampir seluruh wilayah Kota Gorontalo termasuk dalam wilayah rawan banjir bahkan dari 9 kecamatan yang ada di Kota Gorontalo tidak satupun kecamatan yang benar-benar bebas dari ancaman banjir. Hal ini tentulah sangat memprihatinkan ketika melihat kedudukan Kota Gorontalo sebagai ibu Kota Provinsi Gorontalo. Hanya daerah bagian selatan dan barat saja yang masih termasuk dalam zona aman terhadap ancaman banjir. Sehingganya yang dapat dilakukan pada proses ini adalah melihat tempat-tempat yang masih mungkin digunakan untuk titik evakuasi korban bencana banjir. Titik-titik yang masih 12
mungkin digunakan itu akan dilihat dan ditentukan pada proses analisis spasial ini dengan menggunakan data-data turunan yang dihasilkan sebelumnya pada proses pengolahan data. Akan tetapi mengingat fakta yang ada tentang ancaman bencana banjir di Kota Gorontalo, maka setelah dari proses analisis spasial ini, selanjutnya akan dilakukan proses pembuatan buffer yang bertujuan memberi batasan terhadap daerah yang menjadi rawan banjir di Kota Gorontalo. Pembahasann buffer ini akan dibahas selanjutnya pada bagian pembuatan jalur evakuasi. Penentuan Tempat Evakuasi Banjir Sebelum menentukan tempat evakuasi bagi para korban banjir, terlebih dahulu dilakukan proses analisa spasial menggunakan program ArcMap melalui overlay dan buffer. Pada proses ini dilakukan overlay terhadap data-data turunan yang telah didapatkan sebelumnya pada proses digitasi dan selanjutnya dilakukan proses buffer untuk membuat penyangga dengan nilai sebesar 750 meter tegak lurus dengan sungai, dalam artian cakupan wilayah buffer merupakan daerah yang terkena dampak limpasan air sungai ketika debit air sungai naik dan selanjutnya cakupan wilayah buffer tersebut dapat membantu dalam proses analisa penentuan dan pembuatan jalur evakuasi banjir di Kota Gorontalo. Selanjutnya dalam penentuan tempat evakuasi banjir dibagi berdasarkan kelas kecamatan yang daerahnya masih memungkinkan untuk dijadikan tempat evakuasi di Kota Gorontalo. Dari 9 kecamatan yang membagi daerah administrasi Kota Gorontalo semuanya termasuk dalam wilayah cakupan buffer yang dilakukan dengan menggunakan program ArcMap, adapun kecamatan-kecamatan dimaksud adalah Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Hulonthalangi, Kecamatan Dumbo Raya, Kecamatan Kota Timur, Kecamatan Kota Selatan, Kecamatan Dungingi, Kecamatan Kota Tengah, Kecamatan Sipatana, Kecamatan Kota Utara. Melihat fakta ini Kota Gorontalo merupakan daerah yang secara umum sangat rawan terhadap bencana banjir 13
dan dibutuhkan berbagai macam manipulasi bahkan simulasi dalam menanggapi resiko banjir di daerah yang merupakan ibu kota propinsi Gorontalo ini. Dalam hal ini, peneliti mencoba mensimulasi jalur evakuasi banjir dengan menggunakan sistem informasi geografi yang selanjutnya disebut dengan SIG. Setelah melakukan proses pengolahan data dengan menggunakan program ArcMap dan ArcCatalog di dalam software ArcGis yang merupakan tool dari SIG, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil atau data-data turunan yang didapatkan dari proses pengolahan data sebelumnya. Pembagian jalur yang berdasarkan kelas kecamatan yang ada di Kota Gorontalo bertujuan agar supaya informasi mengenai tempat evakuasi serta jalur evakuasi dapat diketahui secara jelas. Dalam menginformatifkan jalur evakuasi bencana banjir di Kota Gorontalo dilakukan pemilihan titik-titik yang menjadi daerah evakuasi. Penentuan titik ini dilakukan dengan proses analisis spasial peta penggunaan lahan, data kemiringan lereng serta proses buffering yang telah dilakukan sebelumnya. Peta penggunaan lahan digunakan untuk melihat kenampakan sebaran area permukiman di Kota Gorontalo, data kemiringan lereng digunakan sebagai pembanding dalam penentuan titik evakuasi, dan selanjutnya akan diinterpretasikan dalam analisis buffering. Setelah menggunakan ketiga data tersebut dalam interpretasi lokasi penelitian, maka selanjutnya dirumuskan kriteria dalam penentuan titik evakuasi bencana banjir. Berikut kriteria yang ditentukan dalam penentuan titik evakuasi, adalah : a. Berjarak 750 meter dan/atau lebih tegak lurus dari sungai. b. Merupakan lahan terbuka seperti lapangan. c. Disesuaikan dengan sebaran area pemukiman d. Bisa berupa bangunan milik pemerintah Kota, Kecamatan dan/atau Kelurahan. 14
Dengan menggunakan 4 kriteria pertimbangan tersebut, dan dengan melihat kenampakkan lokasi penelitian maka berikut merupakan hasil dari pemilihan tempat evakuasi banjir di beberapa kecamatan : a. Kecamatan Kota Barat Titik evakuasi yang bisa dituju adalah lapangan di depan SDN 03 Kota Barat, komplek Benteng Otanaha (Kelurahan Dembe I). Titik evakuasi ini dipilih dikarenakan berada pada daerah yang cukup tinggi dan pemukiman yang rendah disekitar lapangan. Lapangan ini memiliki luas sekitar 75 x 30 m dengan fungsi sebagai lapangan sepak bola warga sekitar. b. Kecamatan Kota Tengah Titik evakuasi yang bisa dituju adalah lapangan di depan kantor kepolisian sektor (POLSEK) Kota Tengah (Kelurahan Liluwo), lapangan sebelah barat markas Kompi B (Kelurahan Liluwo). Kedua titik ini dipilih dikarenakan terdapat diluar dari jangkauan buffer yang dilakukan dalam program ArcMap. Selain itu lokasi ini cukup luas untuk digunakan sebagai tempat penampung pengungsi dan juga bisa dijadikan sebagai pos evakuasi dikarenakan dikedua tempat ini masing-masing kepolisian sektor sebagai pelindung masyarakat dan KOMPI B sebagai satuan pembantu dalam melindungi masyarakat. c. Kecamatan Kota Selatan Titik evakuasi yang bisa dituju adalah kantor Badan Penangggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Gorontalo, taman Kota Gorontalo, Gelanggang Olahraga Nani Wartabone. Sebagai kantor yang memiliki tanggung jawab dalam hal evakuasi korban bencana, maka pemilihan kantor badan penanggulangan bencana daerah sebagai tempat evakuasi tidaklah mengherankan, selain itu sebagai titik evakuasi kantor BPBD juga dapat dijadikan sebagai 15
posko utama untuk evakuasi darurat korban banjir. Sedangkan gelanggang olahraga Nani Wartabone dan taman kota dipilih sebagai tempat evakuasi dengan alasan pemanfaatan luas area yang dimiliki oleh kedua tempat tersebut. Selain itu kedua tempat ini tidak dikelilingi sepenuhnya oleh pemukiman warga akan tetapi hanya dikelilingi oleh bangunan-bangunan sekolah dan perkantoran. Setelah menentukan tempat-tempat evakuasi tersebut maka selanjutnya dilakukan pengambilan titik koordinat tempat evakuasi. Berikut daftar koordinat yang telah diambil dengan menggunakan Global Positioning Sistem yang selanjutnya disebut GPS.
No Titik Evakuasi Bujur Lintang 1 Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah 12303' 29,7" 0032' 59.0" 2 Taman Kota 12303' 26,5" 0033' 04,5" 3 Gelora Nani Wartabone 123 03' 23,9" 0033' 06,0" 4 KOMPI Bantuan Liluwo 123 03' 02,2" 00 33' 47,1" 5 POLSEK Kota Tengah 123 03' 17,6" 00 34' 00,7" 6 Benteng Otanaha 123 00' 22,0" 00 32' 56,9" Selanjutnya data koordinat ini dimasukkan ke dalam peta jalur evakuasi melalui program ArcMap. Koordinat ini dimasukkan dalam format decimal degree agar dapat terlihat titik evakuasinya pada program ArcMap. Pembuatan Jalur Evakuasi Bencana Banjir Dalam proses pembuatan jalur evakuasi ini ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan jalur evakuasi menuju tempat evakuasi. Adapun titik berangkat dimulai dari daerah yang merupakan rawan tinggi banjir yang termasuk dalam cakupan wilayah Tabel 5. Koordinat Tempat Evakuasi 16
buffer yang telah dilakukan seblumnya pada program ArcMap. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan yaitu : a. Jalur yang dipilih merupakan jalan nasional, jalan propinsi dan jalan by pass sehingga akan memudahkan proses evakuasi. b. Jalur evakuasi dirancang menjauhi aliran sungai. c. Jalur evakuasi diusahakan tidak melintangi sungai atau jembatan. d. Supaya tidak terjadi penumpukan masa, dibuat jalur evakuasi paralel. e. Untuk daerah berpenduduk padat, dirancang jalur evakuasi berupa sistem blok, dimana pergerakan masa setiap blok tidak tercampur dengan blok lainnya untuk menghindari kemacetan. Berikut jalur evakuasi yang sudah mempertimbangkan faktor-faktor diatas ; a. Kecamatan Kota Barat Molosipat W - Buladu Pilolodaa Lekobalo Lapangan depan SDN 03 Kota Barat Dembe I. Tenilo Buliide Pilolodaa Lekobalo Lapangan SDN 03 Kota Barat Dembe I. b. Kecamatan Kota Tengah Paguyaman Pulubala POLSEK Kota Tengah. Paguyaman Pulubala Liluwo Lapangan KOMPI B. c. Kecamatan Kota Selatan Biawu Limba B Limba U II Taman Kota Gorontalo. Biawao Limba B Limba U I Kantor BPBD Kota Gorontalo. Biawu Limba B Limba U II Gelora Nani Wartabone. Selain jalur-jalur diatas, untuk memaksimalkan pembuatan jalur, maka peneliti selanjutnya 17
membuat jalur alternatif lintas kecamatan. Jalur-jalur alternatif antar kecamatan diantaranya : Libuo (Kecamatan Dungingi) Limba U II (Kecamatan Kota Selatan) Gelora Nani Wartabone. Huangobotu (Kecamatan Dungingi) Dulalowo (Kecamatan Kota Tengah) Lapangan KOMPI B. Tenda Siendeng Donggala (Kecamatan Hulonthalangi) Tenilo Buliide Pilolodaa Lekobalo (Kecamatan Kota Barat) Lapangan SDN 03 Kota Barat Dembe I. Moodu Heledulaa (Kecamatan Kota Timur) Limba U I Kantor BPBD Kota Gorontalo. Bugis Ipilo (Kecamatan Kota Timur) Biawao Limba B Limba U II (Kecamatan Kota Selatan) Gelora Nani Wartabone. Ada beberapa kendala yang ditemukan peneliti dalam penentuan jalur evakuasi ini, diantaranya adalah wilayah Kota Gorontalo sebagian besar merupakan daerah dengan karakteristik kemiringan lereng adalah landai. Selain itu antara wilayah yang rawan banjir dengan wilayah evakuasi dipisahkan oleh aliran sungai. Akibatnya tidak ada jalur lain selain tetap melintasi sungai.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Yayu Indriati, dan Muh. Kasim. 2012. Laporan Penelitian Pemetaan Zonasi Banjir Kota Gorontalo Untuk Mitigasi Bencana. Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo- Lembaga Penelitian. Dulbahri. 1997. Sistem Informasi Geografis. PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta- Bakosurtanal. Danoedoro, Projo. 1997. Pengolahan Citra Digital Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi UGM Yogyakarta. 18
http://en.wikipedia.org/wiki/Gorontalo _ diakses pada tanggal 19-04-2013, jam 11.30 WITA. Kodoatie, Robert J dan Roestam Sjarif. 2010. Tata Ruang Air.Yogyakarta:Andi Offset. Kusnadi, Rahmat. 2010. Interpretsi citra. (Online) http://rahmatkusnadi6.blogspot.com/2010/10/interpretasi-citra.htmldiakses tanggal 19-04-2013, jam 10:57 WITA. Mulyanto, Argo. 2008. Pengembangan Model SIG untuk Menentukan Rute Evakuasi Bencana Banjir(studi kasus: kec. Semarang barat, kota Semarang). Semarang. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Prahasta, Eddy. 2011. Tutorial ArcGIS Desktop untuk Bidang Geodesi & Geomatika. Bandung:Informatika Bandung. Santoso, Hanif dan Muhammad Taufik. 2009. Studi Alternatif Jalur Evakuasi Bencana Banjir Dengan Menggunakan Teknologi SIG di Kabupaten Situbondo. Jurnal. Surabaya 60111. Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo.