Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi

kepada orang lain. Kegiatan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa bisa

berlangsung secara efektif dan lancar apabila pemakai bahasa menguasai

bahasa yang digunakan dengan baik. Seseorang akan mengalami kesulitan

dalam mengungkapkan pikiran, gagasan, ide, dan keinginan baik secara lisan

maupun tulisan jika tidak dibekali dengan kemampuan berbahasa yang baik.

Keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran

Bahasa Indonesia terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak, membaca,

berbicara, dan menulis. Keempat aspek tersebut tidak bisa berdiri sendiri,

karena keempat aspek tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.

Chaer (2011: 63) menyatakan bahwa kalimat bisa dikatakan efektif

apabila kalimat tersebut dapat menyampaikan “pesan” kepada pembaca persis

seperti yang ingin disampaikan oleh penulis. Agar kalimat yang diucapkan

atau kalimat

yang ditulis mudah dimengerti dan dipahami oleh orang lain, ada dua

syarat yang harus dipenuhi. Pertama, kalimat tersebut harus dapat mewakili

gagasan atau perasaan pembicara atau penulis. Kedua, kalimat tersebut harus

menimbulkan gagasan yang sama dalam pikiran pendengar atau pembaca.

Kalimat efektif dapat diartikan sebagai kalimat yang tersusun atas kata-kata

1
yang berunsur subjek, predikat, objek, dan keterangan (waktu, tempat, dan

suasana).

Kalimat efektif dipahami sebagai kalimat yang dapat menyampaikan

informasi, dan informasi tersebut mudah dipahami oleh pembaca atau

pendengar. Kalimat yang efektif sangat penting dalam sebuah kalimat, maka

dari itu kalimat yang baik-lah yang mudah dipahami oleh pembaca atau

pendengar. Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan,

gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara

atau penulis. Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi, sehingga

kejelasan kalimat dapat terjamin. Kalimat efektif dituntut oleh empat ketepatan

yakni ketepatan pemilihan kata (diksi), ketepatan bentuk kata, ketepatan pola

kalimat, dan ketepatan makna kalimat.

Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya

secara tepat, maka unsur kalimat-kalimat yang digunakan harus lengkap dan

eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh

dihilangkan dan harus disampaikan secara jelas. Sebaliknya, unsur-unsur yang

seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan

semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan

kesesuaiannya dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Dalam karangan ilmiah

sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai bahasa

ilmiah. Hal ini disebabkan mungkin kalimat-kalimat yang dituliskan kacau,

tidak logis, tidak padu, tidak hemat atau bertele-tele.

Pemahaman terhadap suatu kalimat tidak dapat dilepaskan dari

2
pemahaman terhadap kata-kata dan kaidah yang terdapat dalam kalimat

tersebut. Untuk membentuk suatu kalimat yang efektif, maka pemilihan kata

(diksi) yang tepat sangat diperlukan supaya informasi yang disampaikan sesuai

dengan maksud pembicara atau penulis.

Keraf (2005: 87), ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan

menggunakan kata secara tepat yang berarti menggunakan kata sesuai dengan

makna yang ingin dicapai. Sementara itu, kesesuaian pemilihan kata berkaitan

dengan suasana dan lingkungan berbahasa. Oleh karena itu, pemilihan kata

(diksi) sangat mempengaruhi efektif tidaknya suatu kalimat yang diucapkan

maupun kalimat yang ditulis, sehingga pembicara atau penulis harus benar-

benar memperhatikan penggunaan diksi yang tepat dan penggunaan diksi yang

kurang tepat. Apabila penggunaan diksi kurang tepat, maka akan

menimbulkan kesalahpahaman antara pembicara atau penulis dengan

pendengar atau pembaca.

Agar kalimat yang digunakan menjadi kalimat efektif, maka harus

memenuhi 6 syarat. Pertama, kesatuan gagasan harus memiliki unsur subjek

dan predikat, serta unsur-unsur lain seperti objek atau keterangan yang saling

mendukung dan membentuk kesatuan tunggal. Kedua, keparalelan atau

kesejajaran bentuk yaitu terdapatnya unsur-unsur yang sama kedudukannya,

sama pola atau susunan kata dan frasa yang dipakai di dalam kalimat. Ketiga,

kehematan adalah upaya untuk menghindari pemakaian kata yang tidak perlu,

sehingga kata dalam sebuah kalimat menjadi lebih padat dan jelas. Keempat,

penekanan merupakan perlakuan khusus pada kata tertentu dalam kalimat,

3
sehingga berpengaruh terhadap makna kalimat secara keseluruhan. Kalimat

yang dianggap penting harus diberi penekanan. Kelima, adanya kevariasian

struktur kalimat untuk menghindari rasa kebosanan dan keletihan saat

membaca atau mendengar, sehingga diperlukan variasi dalam teks. Ada

kalimat yang dimulai dengan subjek, predikat, objek atau keterangan, serta ada

juga kalimat yang pendek dan panjang. Keenam, kelogisan maksudnya bahwa

suatu kalimat harus mudah dipahami dan penulisannya harus sesuai dengan

ejaan yang berlaku. Dengan hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus

memiliki hubungan yang logis dan masuk akal, sehingga dapat diterima baik

oleh pendengar atau pembaca.

Pengembangan kalimat efektif dapat dilakukan sebagai sarana untuk

mengungkapkan dan penangkapan pesan agar komunikasi menjadi berterima

atau komunikatif. Tidak terlepas dari pola persyaratan kebenaran dan

perasyaratan kecocokan, tetapi semua yang bersangkutan dengan kalimat

efektif harus diperhatikan. Kalimat yang baik dan benar harus disusun

berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku seperti unsur-unsur penting yang

harus dimiliki setiap kalimat, harus memperhatikan ejaan, dan memiliki kata

(diksi) yang tepat dalam kalimat. Dengan memenuhi kaidah-kaidah tersebut,

maka kalimat yang disampaikan akan mudah dipahami oleh pembaca atau

pendengar. Soedjito (1999: 8) menyatakan bahwa efektif tidaknya suatu

bahasa ditentukan juga oleh faktor keserasian/kesesuaian, yaitu serasi dengan

pembicara/penulis dan cocok dengan pendengar/pembaca, serta serasi dengan

situasi dan kondisi bahasa itu dipergunakan. Kalimat efektif juga mempunyai

4
SPOK atau pelengkap dalam uraian kalimat. Selain itu, penggunaan informasi

yang ditulisnya secara tepat dan lengkap dalam menguraikan soal atau

jawaban.

Kalimat yang efektif mampu membuat isi atau maksud yang

disampaikannya dapat tergambar secara lengkap dalam pikiran pendegar atau

pembaca. Penggunaan kalimat efektif dapat menghemat penggunaan kata

maupun kalimat yang kurang sesuai, sehingga menjadi suatu kalimat yang

padu tanpa menggunakan kalimat yang mubazir. Dengan demikian, kalimat

yang digunakan lebih mudah untuk dipahami pembaca atau pendengar.

Kalimat efektif digunakan dalam berkomunikasi harus sesuai dengan kaidah

yang berlaku. Hal ini disebabkan karena penggunaan tanda baca yang tidak

tepat, kalimat yang utama dan selanjutnya tidak padu, ataupun penggunaan

kalimat yang tidak hemat, sehingga pembaca sulit untuk memahami pesan

yang disampaikan oleh penulis atau penutur. Banyak hal yang menyebabkan

kalimat tidak efektif, diantaranya yaitu makna yang tidak logis maupun yang

kurang logis, bentuk kata yang tidak sejajar, menggunakan subjek ganda,

bentuk jamak yang sering di ulang-ulang, penggunaan kata depan yang tidak

perlu, salah penafsiran sehingga menimbulkan kesalahpahaman, pengaruh

bahasa daerah atau bahasa asing, dan terjadi kerancuan pada kalimat.

1.1 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Penalaran?

2. Apa saja Jenis-jenis Penalaran?

3. Bagaimana Bentuk Penalaran Deduktif?

5
4. Bagaimana Cara Menggunakan Kehematan (Ekonomi)?

5. Apa yang dimaksud dengan Penekanan /Ketegasan (Emphasis)?

6. Apa saja Keparalelan (kesejajaran)?

7. Apa yang dimaksud dengan Kevariasian ( Variety )?

8. Apa Pengertian Konjungsi ?

9. Apa yang dimaksud dengan Konjungsi Koordinatif ?

10. Apa yang dimaksud dengan Konjungsi Subordinatif ?

11. Apa yang dimaksud dengan Konjungsi Antar Kalimat?

12. Apa yang dimaksud dengan Konjungsi Antar Paragraf ?

13. Ap aitu Preposisi?

14. Sebutkan Jenis-jenis Preposisi?

1.2 Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui Pengertian Penalaran

2. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Penalaran

3. Untuk Mengetahui Bentuk Penalaran Deduktif

4. Untuk Mengetahui Bagaimana Cara Menggunakan Kehematan (Ekonomi)

5. Untuk Mengetahui Penekanan / Penegasan (Emphasis)

6. Untuk Mengetahui Keparalelan (Kesejajaran)

7. Untuk Mengetahui Kevariasian (Variety) Suatu Kalimat

8. Untuk Mengetahui Pengertian Konjungsi

9. Untuk Mengetahui Apa Itu Konjungsi Koordinatif

10. Untuk Mengetahui Apa Itu Konjungsi Subordinatif

11. Untuk Mengetahui Apa Itu Preposisi

6
12. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Preposisi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penalaran

Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubungkan

data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data atau fakta

tersebut boleh benar dan boleh juga tidak. Jika data yang disampaikan salah,

penalaran yang dihasilkan tentu saja salah dan jika data yang disampaikan

benar, tetapi cara penyimpulannya (penalarannya) tidak benar, akan dihasilkan

simpulan yang tidak sah. Jadi, simpulan yang dihasilkan lewat penalaran itu

haruslah benar dan sah.

2.2 Jenis-jenis Penalaran

1. Penalaran deduktif adalah proses berpikir yang dilakukan berdasarkan

premis-premis berupa kebenaran umum, yang kemudian ditarik

kesimpulan sebagai kebenaran baru.

Proposisi yang menjadi dasar adalah proposisi umum, sedangkan

proposisi baru yang disimpulkan adalah proposisi khusus. Cara berpikir ini

dibedakan atas silogisme dan entimen. Silogisme adalah penalaran deduktif

yang lengkap proposisinya, sedangkan entimen adalah pernalaran deduktif

yang dihilangkan salah satu premisnya.

Contoh silogisme:

7
Semua sarjana adalah orang cerdas.

Ali adalah sarjana.

Adi adalah orang cerdas.

Contoh entimen:

Dia menerima hadiah pertama karena dia menang dalam pertandingan itu.

2. Penalaran induktif adalah pernalaran yang bertolak dari pernyataan-

pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan-simpulan umum.

2.3 Bentuk Penalaran Induktif

Beberapa penalaran induktif adalah:

1. Generalisasi mengandalkan beberapa pernyataan tertentu untuk

mendapatkan simpulan yang umum, seperti besi dipanaskan memuai,

tembaga dipanaskan memuai sehingga disimpulkan logam dipanaskan

akan memuai.

2. Analogi adalah cara penarikan simpulan dengan membandingkan dua hal

yang mempunyai sifat yang sama. Misalnya: Yanto adalah lulusan SMA 1,

dia pintar. Amir adalah lulusan SMA 1. Dengan demikian, Amir pintar.

3. Hubungan kausal (sebab-akibat), yaitu menyimpulkan dengan

menghubungkan gejala-gejala yang saling berhubungan melalui hubungan

sebab akibat.

A. Beberapa Kesalahan Penalaran

Kesalahan penalaran yang sering terjadi, antara lain, akibat dari faktor-

faktor berikut ini:

8
a. Kesalahan dalam Menarik Kesimpulan Deduktif

Simpulan deduktif adalah simpulan yang ditarik dari sebuah pernyataan umum,

yang lazim disebut Premis Mayor (PM), dan sebuah pernyataan khusus, yang

lazim, disebut premis minor (pm)

Contoh :

1) PM : Semua dokter tulisannya jelek.

pm : Ayah saya adalah seorang dokter.

Jadi : Ayah saya tulisannya jelek.

Simpulan ini logis dan sah, tetapi kalau

2) PM : Semua dokter tulisannya jelek.

pm : Ayah saya tulisannya jelek.

Jadi : Ayah saya adalah seorang dokter.

Maka simpulan ini tidak sah dan tidak logis.

B. Kesalahan dalam Membuat Simpulan Umum

Supaya simpulan umum atau generalisasi itu sah dan benar maka data dan

fakta yang digunakan untuk menarik simpulan umum itu harus cukup banyak,

pasti dijadikan modal, dan tidak ada kecuali. Contoh (1) di bawah dianggap

tidak sah karena tidak semua orang Indonesia itu malas. Simpulan ini mungkin

ditarik dari data dan fakta yang tidak cukup banyak, tidak pantas dijadikan

model, atau banyak kecualinya. Akan tetapi, kalau disimpulkan menjadi

seperti (2), simpulan itu menjadi sah.

9
Contoh :

Semua orang Indonesia malas

Banyak orang Indonesia yang malas

C. Kesalahan dalam Menarik Analogi

Analogi adalah usaha menarik simpulan dengan jalan memperbandingkan

suatu data khusus dengan data khusus lain. Simpulan berdasarkan analogi ini

seringkali menyesatkan karena data yang diperbandingkan tidak ada

relevansinya.

Contoh :

Rektor Universitas harus bertindak seperti seorang Jendral menguasai

anak buahnya agar disiplin dipatuhi.

D. Kesalahan dalam Memberi Argumentasi

Agumentasi adalah alasan yang diberikan untuk membenarkan atau

menguatkan suatu pendirian atau suatu pendapat. Kesalahan dalam

memberikan argumentasi dapat terjadi, antara lain, karena hal-hal berikut ini.

1. Argumentasi yang diberikan tidak mengenai pokok masalah, atau menukar

pokok masalah dengan pokok lain.

Contoh:

Program keluarga berencana tidak perlu dilaksanakan karena Kalimantan

dan Irian masih kosong.

2. Argumentasi yang diberikan menggunakan pokok yang tidak langsung

atau remeh.

Contoh:

10
Kita tidak perlu datang ke kantor pada waktunya karena atasan kita juga

sering terlambat.

3. Argumentasi yang diberikan bukan mengenai masalahnya tetapi mengenai

orangnya.

Contoh:

Kepemimpinan beliau diragukan karena dia mempunyai lima buah mobil

mewah dan beberapa buah rumah.

4. Argumentasi yang diberilan bersandarkan pada pendapat ahli bukan

bidangnya.

Misalnya: Iran dan Irak segera akan berdamai karena begitulah kata Lim

Srie King.

5. Argumentasi yang diberikan berupa simpulan yang ditarik dari premis

yang tidak ada sangkut pautnya.

Contoh:

Golongan Karya merupakan kelompok yang banyak cendekiawannya;

karena itu, usul-usulnya paling bermutu.

2.4 Kehematan (Economy)

Kehematan dalam kalimat efektif merupakan kehematan dalam

pemakaian kata, frasa atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kehematan

menyangkut soal gramatikal dan makna kata. Kehematan tidak berarti bahwa

kata yang diperlukan atau yang menambah kejelasan makna kalimat bisa

dihilangkan. Beberapa yang perlu diperhatikan dalam kehematan :

1) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan

11
subjek

Contoh :

Pemuda itu segera mengubah rencananya setelah dia bertemu dengan

pemimpin perusahaan itu. (Tidak efektif)

Pemuda itu segera mengubah rencana setelah bertemu dengan pemimpin

perusahaan itu. (Efektif )

2) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan pemakaian

superordinat pada hiponimi kata.

Contoh :

Di mana engkau menangkap burung cendrawasi itu. (Tidak efektif)

Di mana engkau menangkap cendrawasi itu. (Efektif)

Kata cendrawasi sudah mencakupi kata burung.

3) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman

dalam satu kalimat.

Contoh:

Dia hanya membawa badannya saja. (Tidak efektif)

Dia hanya membawa badannya. (Efektif)

Kata hanya bersinonim dengan kata saja.

4) Penghematan dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata

yang berbentuk jamak.

Contoh :

Para tamu-tamu, para headirin, beberapa orang-orang. (Tidak efektif)

12
Para tamu, hadirin, beberapa orang. (Efektif)

2.5 Penekanan /Ketegasan (Emphasis)

Penekanan adalah upaya pemberian aksentuasi pementingan atau

pemusatan perhatian pada salah satu unsur atau bagian kalimat, agar unsur

kalimat yang diberi penekanan lebih mendapat perhatian dari pendengar atau

pembaca.

Contoh :

a) Dalam pembiayaan harus ada kesimbangan antara pemerintah swasta

dan negeri, keseimbangan domestik luar negeri, keseimbangan

perbankan dan lembaga keuangan nonbank. (Mengulang kata-kata

yang sama)

b) Mencari pekerjaan di Jakarta tidak semudah yang kamu bayangkan

apalagi kalau kamu tidak punya keterampilan. (Penegasan kata

keterangan)

2.6 Keparalelan (kesejajaran)

Keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat

itu, terdapat unsurunsur yang sama derajatnya. Artinya, jika bentuk pertama

menggunakan nomina, bentuk kedua dan seterusnya juga menggunakan

nomina. Jika bentuk pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga

menggunakan verba.

Contoh :

a) Dalam rapat itu diputuskan tiga hal pokok, yaitu peningkatan mutu

13
produk, memperbanyak penyiaran iklan dan pemasaran yang lebih

gencar. (kesejajaran atau paralelisme yang salah).

b) Dalam rapat itu diputuskan tiga hal pokok, yaitu meningkatkan mutu

produk, meninggikan frekuensi iklan dan menggencarkan pemasaran.

(kesejajaran atau paralelisme yang benar)

2.7 Kevariasian ( Variety )

Kevariasian adalah aneka ragam bentuk-bentuk kalimat yang dapat

menarik perhatian pembaca terhadap tulisan. Ciri kevariasian akan diperoleh

jika kalimat yang satu di bandingkan dengan kalimat yang lain. Kevariasiaan

kalimat terdiri atas: variasi dalam pembukaan kalimat, variasi dalam pola

kalimat, variasi dalam jenis kalimat, variasi bentuk aktif-pasif.

Contoh :

a) Manajer saya memang orangnya pintar. Dia juga bekerja dengan

dedikasi yang tinggi terhadap perusahaanya. Walaupun demikian,

dia tetap konsisten terhadap kata-katanya sendiri. (Variasi kalimat

penggunaan kata walaupun, demikian yang tepat dalam kalimat).

b) Sebetulnya tugas mahasiswa itu dapat diselesaikan sesuai jadwal

bila mereka dapat mengtur waktu. (Variasi kalimat yang dimulai

dengan kata-kata modal sebetulnya).

2.8 Pengertian Konjungsi

“Konjungsi adalah yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan

kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau

paragraf dengan paragraf”’.

14
Kridaklaksana dalam Tarigan (2008:101). Konjungsi adalah kata yang

mengahubungkan dua kalimat atau dua kata. Konjungsi adalah alat untuk

menghubung-hubgkan bagian-bagian kalimat, atau menghubungkan paragraf

dengan paragraf.

Wijayanti, dkk (2013:61) menyatakan, “Konjungsi atau kata penghubung

dalam bahasa Indonesia terdiri atas konjungsi intrakalimat, yaitu konjungsi

yang terletak di tengah kalimat, dan konjungsi antarkalimat, yaitu konjungsi

yang terletak di awal kalimat”.

Lubis (2011:42) menyatakan, “Konjungsi merupakan alat yang lain untuk

menghubungkan sebuah kalimat dengan kalimat yang lain”. Kata-kata

konjungsi adalah seperti dan, tetapi, atau, kemudian, sesudah itu, demikian

juga, seperti, di samping itu, kebalikannya, maksud saya, dan lain-

lain.Konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan kalimat yang satu

dengan kalimat lain dalam sebuah klausa adalah konjungsi antar kalimat.

Konjungsi antar kalimat dapat dibedakan atas:

(a) konjungsi yang menyatakan kesimpulan, yaitu kinjungsi jadi, maka

(makanya), kalau begitu, dengan demikian, dan begitulah,

(b) konjungsi yang menyatakan ‘sebab’ atau ‘alasan’ yaitu konjungsi

sebab itu, karena itu, oleh karena itu, dan itulah sebabnya,

(c) konjungsi yang menyatakan ‘waktu’ yaitu konjungsi sebelum itu,

sesudah itu, dan sementara,

(d) konjungsi yang menyatakan ‘menegaskan’ atau ‘menguatkan’ yaitu

konjungsi itu pun, lagi pula, apalagi, selain itu, dan tambahan lagi,

15
(e) konjungsi yang menyataka ‘pertentangan’, yaitu konjungsi

sebaliknya dan berbeda tangan.

16
Chaer (2011:140-156) menyatakan “Kata penghubung adalah kata yang

digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa atau

kalimat dengan kalimat”.Konjungsi adalah kata-kata yang digunakan

menghubungkan kata dengan kata, klausa denhan klausa, atau kalimat dengan

kalimat; bisa juga antara paragraf. Umpamanya kata dan, karena, dan ketika

dalam kalimat-kalimat berikut:

Ibu dan Ayah pergi ke Singapura

Dia tidak datang karena tidak diundang

Kridaklaksana dalam Tarigan (2008:101) menyatakan, konjungsi dalam

bahasa Indonesia dapat dikelompokkan atas: Konjungsi Adversertif (tetapi,

namun), Konjungsi Kausal(sebab, karena), Konjungsi Kordirnatif (dan, atau,

tetapi), Konjungsi Korelatif (entah, baik, maupun), Konjungsi Subordinatif

(meskipun, kalau, bahwa), Konjungsi Temporatif(sebelum, sesudah).

Konjungsi sebagai alat relasi yang erat (cohesive) dapat dibagi atas

beberapa bagain terutama kalau dibagi berdasarkan perilaku sintaksisnya

adalah sebagai berikut:

2.9 Konjungsi Koordinatif

Konjungsi kordirnatif atau kata penghubung kordirnatif, lazimnya

dipahami sebagai kata penghubung yang bertugas menghubungkan dua unsur

kebahasaan atau yang lebih cenderung sama tataran tingkatan kepentingannya.

Konjungsi kordinatif bertugas menghubungkan dua unsur kebahasaan atau

lebih yang memiliki status sama. Adapun yang dimaksud status sama antara

kata dengan kata, antara frasa dan frasa, antara klausa dan klausa, dan

17
seterusnya. Konjungsi kordinatif dalam bahasa Indonesia lazimnya dapat

meliputi macam-macam konjungsi sepeti disebutkan di bawah ini: dan, serta,

atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan.Lubis (2011:43) menyatakan,

“Konjungsi koordirnatif berfungsi sebagai penghubung dua buah kalimat

sehingga terpadu dengan erat, sedangkan kedua kalimat berkedudukan setara.

Kata-kata dan, atau, tetapi, adalah contoh kata penghubung ini.

(1) Mereka orang-orang yang baik, tetapi mereka kurang diperhatikan.

(2) Sayakah yang akan berangkat atau dia yang pergi ?

(3) Kami sudah sampai jam 10.00 dan mereka baru datang jam 12.000

2.10 Konjungsi Subordinatif

Berdasarkan pendapat dari para ahli, maka dalam penelitian ini penulis

menggunakan teori konjungsi yang di kemukakan Rahardi (2009:21)

menyatakan, “Konjungsi subordinatif adalah konjungsi atau penghubung yang

menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat”. Konjungsi subordinatif

sebagai konjungsi intrakalimat. Pemaknaan sebuah konjungsi harus berada di

dalam konteks kolokasinya dalam kalimat. Konjungsi subordinatif yang lazim

digunakan ialah:

agar, akibat, apabila, bila, asal, bahwa, berhubung, karena, sebab,

bilamana, disamping, selain, hingga, jika, kecuali, tatkala, meskipun,

sekalipun, seandainya, sebelum, sehingga, sejak, semenjak, selama,

sesudah, setiap kali, supaya, tempat, untuk, yang, sampai.

18
2.1.1 Konjungsi Korelatif

Menurut Lubis (2011:44) “Konjungsi korelatif adalah konjungsi terbelah,

yaitu sebagian terletak di awal kalimat dan sebagian lagi terletak di di tengah”.

Seperti:

baik................maupun

tidak hanya.....tetapi

demikian (rupa)............sehingga

apakah............atau

entah.............entah

jangankan.......pun

Perhatikanlah contoh di bawah ini:

1. Baik si A maupun si B sudah berangkat.

2. Tidak hanya si A, tetapi si B pun sudah datang.

3. Demikian rupa dibuatnya sehingga semua bertepuk tangan.

4. Apakah si C yang maju atau si D saya tidak tahu.

5. Entah kami yang menang, entah mereka belum diketahui.

Berbeda sekali dengan konjungsi atau kata penghubung kordinatif yang

sudah disampaikan sebelumnya, jenis kata penghubung yang akan dibicarakan

adalah kata penghubung yang bersifat korelatif. Artinya, konjungsi-konjungsi

itu harus hadir berpasangan atau berkorelasi dengan kata yang menjadi

pasangannya. Menurut Rahardi (2009:17) “Konjungsi korelatif bertugas

menghubungkan dua kata, dua frasa, atau dua klausa yang memiliki status

sintaksis atau status kalimat yang sama”. Konjungsi-konjungsi korelatif yang

19
terdapat di dalam bahasa Indonesia itu diantaranya dapat disebutkan sebagai

berikut:

baik...maupun....tidakhanya...tetapijuga...bukanhanya....melainkanjuga

….demikian...sehingga....sedemikian...rupa.sehingga,sedemikianrupa....

sehingga....apakah.... atau, entah....entah, jangankan.pun.

Pada bagian yang berikut ini, diberikan sejumlah contoh kalimat yang

mengandung konjungsi korelatif dalam bahasa Indonesia yang tidak

sepenuhnya benar dalam pemakaiannya. Akan tetapi, bentuk yang tidak

sungguh benar demikian itu sangat sering muncul di dalam karang- mengarang

atau tulis- menulis. Rahardi (2009:18) menyatakan, “Kesalahan kebahasaan

yang berkaitan dengan pemakaian bentuk korelatif ternyata masih demikian

banyak dan sangat sering terjadi”. Artinya, para penulis, para peneliti, dan

penyunting bahasa harus benar-benar cermat dengan bentuk kebahasaan yang

bersifat korelatif dan idiomatis demikian itu.

2.1.2 Konjungsi Antar Kalimat

Baik dalam konteks lisan maupun konteks tulis, konjungsi antarkalimat

selalu berada di awal kalimat karena memang tugas pokoknya adalah

mengawali kalimat yang baru. Selain bertugas mengawali kalimat, konjungsi

atau kata penghubung antarkalimat juga bertugas menghubungkan ide atau

gagasan yang terdapat pada kalimat yang ada di depannya dengan ide atau

gagasan yang terdapat pada kalimat yang diawalinya tersebut. Adapun contoh-

contoh konjungsi antarkalimat dalam bahasa Indonesia itu diantaranya dapat

disebutkan sebagai berikut:

20
biarpun demikian, biarpun begitu, sekalipun demikian, sekalipun

begitu, walaupun demikian,walaupun begitu, meskipun begitu,

meskipun demikian, sungguhpun demikian, sungguhpun begitu,

kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya, tambahan pula, lagi

pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhnya, bahwasannya, malahan,

malah, akan tetapi, namun, kecuali itu, dengan demikian, oleh karena

itu, oleh sebab itu, sebelum itu.

2.1.3 Konjungsi Antar Paragraf

Konjungsi antarparagraf hanya didapati pada awal paragraf ataupun pada

akhir paragraf. Seperti contoh berikut ini:

Alkisah maka tersebutlah nama seorang raja yang hidup pada abad XV,

dan memerintah di negeri Antah Berantah serta mempunyai seorang putri

yang cantik seperti bulan purnama. (di awal). Jadi, kata penghubung pada

contoh di atas terdapat pada kata dan, maka.

2.1.4 Preposisi

Menurut Abdul Chaer (2005: 67), jika ditinjau dari pelaku sintaksisnya,

preposisi berada di depan nomina, adjektiva, dan adverbial sehingga terbentuk

frasa yang dinamakan frasa preposisional, seperti sampai penuh dan dengan

segera. Preposisi dapat berupa kata di- dan untuk, atau gabungan kata,

misalnya daripada. Menurut Parera (2006: 56), preposisi berasal dari bahasa

Latin; prea yang artinya “sebelum” dan ponere yang berarti “menempatkan”.

Preposisi atau kata depan adalah kata yang merangkaikan kata-kata atau

bagian dari kalimat dan biasanya diikuti oleh nominal atau pronominal.

21
Preposisi adalah kata yang biasa terdapat di depan nomina (Pusat Bahasa,

2008: 1100). Hasan Alwi (2008: 289) menjelaskan bahwa preposisi

merupakan kata yang menandai berbagai hubungan makna antara konstituen di

depan preposisi tersebut dengan konstituen di belakangnya.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa preposisi

merupakan kata atau golongan kata yang berfungsi menghubungkan kata

dengan kata atau frasa dengan frasa, dan menandai berbagai hubungan makna

antara konstituen di depan preposisi itu dengan konstituen di belakangnya

dalam sebuah kalimat.

2.1.5 Jenis-jenis Preposisi

Berdasarkan bentuknya, preposisi dibedakan menjadi dua, yaitu preposisi

tunggal dan preposisi majemuk (Ramlan, 2008: 63). Preposisi tunggal ialah

preposisi yang terdiri dari satu kata, misalnya kata tugas di, ke, dari, dengan,

secara, dan sebagainya. Preposisi majemuk ialah preposisi yang terdiri dari

dua kata, misalnya kata daripada, kepada, di dalam, di antara, dan sebagainya.

Perlu diketahui bahwa satu preposisi memiliki beberapa fungsi semantik,

misalnya kata dengan dapat berfungsi sebagai preposisi yang menyatakan

„alat‟,„ peserta‟, dan „cara‟. Berdasarkan fungsinya, preposisi digolongkan

menjadi dua belas golongan, yakni menyatakan keberadaan, asal, arah, alat,

peserta, cara, peruntukan, sebab atau alasan, perbandingan, agentif, akhir, dan

perihal (Ramlan, 2008: 67-81). Dalam penelitian ini, jenis penggunaan

preposisi menggunakan pendapat Ramlan (2008).

22
1. Preposisi yang Menyatakan Keberadaan

Preposisi yang menyatakan keberadaan adalah di dan pada. Preposisi

diikuti kata atau frasa yang menyatakan tempat. Beberapa contoh

misalnya:

a. Wono rakyat adalah istilah hutan rakyat di daerah Panggang. Di

daerarah ini ekonomi masyarakat tertumpu pada sistem hutan

rakyat yang mereka bangun sendiri.

b. Angka tertinggi memang terdapat di lingkungan negara-negara

industri.

c. Ledakan bom atom pertama diperingati di Hiroshima.

2. Preposisi yang Menyatakan Asal

Preposisi yang menyatakan asal adalah preposisi dari. Preposisi

yang menyatakan asal dapat dikaitkan dengan waktu, bahan, keadaan,

kejadian atau peristiwa. Beberapa contoh misalnya:

a. Tempat itu dari semula disediakan untuk dijadikan jalur hijau,

sebagai paru-paru kota.

b. Banyak pengalaman baru yang saya peroleh dari

pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh panitia.

c. Mereka hidup dari rakyat dan harus bekerja semaksimal

mungkin untuk rakyat.

3. Preposisi yang Menyatakan Arah

Preposisi yang menyatakan arah adalah preposisi ke. Preposisi ini

pada umumnya diikuti kata atau frasa yang menyatakan tempat. Beberapa

23
contoh misalnya:

a. Dalam kunjungannya ke Yerusalem untuk bersembahyang di

Masjid Al Aqsa,Sadat membawa tongkat yang dipakainya ke

Mekah.

b. Belum jelasnya tata batas dan tidak adanya peta hutan lindung

dan adat membuat masyarakat terkadang ragu apakah areal HPH

telah merambah ke wilayah adat atau belum..

4. Preposisi yang Menyatakan Alat

Preposisi yang menyatakan alat adalah preposisi alat yang

digunakan untuk melakukan suatu perbuatan. Preposisi yang menyatakan

alat adalah dengan (Ramlan, 2008: 72-73). Beberapa contoh misalnya:

a. Penangkapan ikan dengan setrum listrik sangat diharamkan di

sini.

b. Hanya saja tanpa pemasukan teknologi jenis-jenis tersebut

tentu/diperdagangkan dengan nilai tukar yang rendah.

c. Preposisi yang Menyatakan Peserta

5. Preposisi yang Menyatakan Cara

Preposisi yang menyatakan cara adalah preposisi yang berfungsi

menjawab pertanyaan bagaimana suatu perbuatan atau bagaimana suatu

peristiwa itu terjadi. Preposisi yang menyatakan cara adalah dengan dan

secara (Ramlan, 2008: 74-75). Beberapa contoh misalnya:

a. Konsep-konsep ini dibicarakan dengan panjang lebar dalam

Ekonomi Sumber Daya Alam.

24
b. Jumlah yang sangat besar itu berkurang secara drastis dalam

DPR RIS yang beranggotakan 178 orang termasuk

anggota Senat berjumlah 32 orang.

6. Preposisi yang Menyatakan Peruntukan

Preposisi yang menyatakan peruntukan adalah bagi dan untuk.

Preposisi bagi selalu diikuti kata nomina, sedangkan preposisi untuk

diikuti kata nomina dan verba (Ramlan, 2008: 75-76). Beberapa contoh

misalnya:

a. Uang hasil penjualan ikan tersebut digunakan untuk membangun

sarana umum bagi kepentingan masyarakat.

b. Bagi masyarakat Dayak, hutan tidak saja berfungsi ekonomis,

melainkan juga sosial budaya religius.

c. Sampah lain yang masih tersisa diproses menjadi kompos yang

dapat dijual untuk pupuk.

d. Menciptakan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang setiap

tahunnya bertambah sudah barang tentu tidak mudah.

7. Preposisi yang Menyatakan Sebab atau Alasan

Preposisi yang menyatakan sebab atau alasan adalah karena dan

sebab. Kedua kata ini dapat bermakna preposisi dan konjungsi. Hal yang

membedakan adalah kebahasaan yang mengikutinya. Apabila yang

mengikuti itu berupa kata dan frasa, maka termasuk preposisi, tetapi bila

berupa klausa, maka keduanya termasuk konjungsi atau kata penghubung

(Ramlan, 2008: 77-78). Beberapa contoh misalnya:

25
Menurut ilmu sosial, konflik dapat terjadi karena

penemuan-penemuan baru.

a. Timah dianggap berbahaya karena debunya yang bisa masuk

tubuh.

b. Sebab hama wereng hasil padi tahun ini sangat berkurang

dibandingkan dengan hasil padi tahun yang lalu.

8. Preposisi yang Menyatakan Perbandingan

Peposisi yang menyatakan perbandingan adalah daripada. Kata

daripada selalu berkorelasi dengan kata lebih.…daripada. Di samping itu,

terdapat juga kata-kata yang tidak lazim digunakan dalam karangan

ilmiah adalah ketimbang (Ramlan, 2008: 78-79). Beberapa contoh

misalnya:

a. Setiap tahun kenaikan pajak relatif lebih besar daripada kenaikan

pendapatan.

b. Pengawsan pemanfaatan kekayaan laut lebih rumit daripada

kekayaan yang terdapat di daratan.

c. Dengan pertumbuhan penduduk yang lebih pesat daripada

pertumbuhan ekonomi, pengkotak-kotakan tersebut menjadi

lebih tegas.

9. Preposisi yang Menyatakan Agentif

Preposisi yang menyatakan agentif adalah preposisi yang

menyatakan pelaku perbuatan atau penyebab terjadinya suatu kejadian

atau proses. Preposisi yang menyatakan agentif adalah oleh (Ramlan,

26
2008: 79). Beberapa contoh misalnya:

a. Pedagang kaki lima di jalur tugu-alun-alun utara didominasi oleh

laki-laki.

b. Derajat keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor penentu.

10. Preposisi yang Menyatakan Akhir

Preposisi yang menyatakan akhir adalah hingga dan sampai.

Preposisi hingga dapat berhubungan dengan waktu dan tempat (Ramlan,

2008: 80). Beberapa contoh misalnya:

a. Mereka biasanya bekerja dari pagi hingga malam hari.

b. Hingga kini bayang-bayang warisan pemikiran kolonial itu

masih terus saja dipraktekkan.

c. Saya dan tiga orang teman yang merasa masih kuat berjalan kaki

sampai puncak.

d. Semuanya berjalan dengan baik, induk maupun anaknya sampai

kini masih hidup.

e. Kita dapat berkomunikasi dengan bangsa sendiri dari Sabang

sampai Merauke.

11. Preposisi yang Menyatakan Perihal

Preposisi yang menyatakan perihal atau “berkenaan dengan ….”

Adalah tentang dan mengenai (Ramlan, 2008: 81). Beberapa contoh

misalnya:

a. Aku tidak ingin mendengar penjelasanmu tentang manfaat ulang

27
tahun.

b. Dokumen-dokumen mengenai pemanfaatan dan pelestarian

keanekaragaman hayati telah tersedia

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan.

Kalimat Efektif merupakan kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa,

jelas maknanya, dan mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca. Suatu

kalimat dapat dikatakan kalimat efektif apabila memiliki beberapa syarat yang

harus dipenuhi yaitu, Mudah dipahami oleh pendengar atau pembacanya,

Tidak menimbulkan kesalahan dalam menafsirkan maksud sang penulis,

Menyampaikan pemikiran penulis kepada pembaca atau pendengarnya dengan

cepat, dan Sistematis tidak bertele-tele.

Suatu kalimat efektif harus memiliki ciri-ciri yaitu, kesepadanan struktur,

kepararelan bentuk, kehematan kata, kecermatan, ketegasan, kepaduan serta

kelogisan.

3.2 Saran.

Demikianlah makalah ini Penulis susun. Semoga apa yang telah Penulis

uraikan diatas mengenai Kalimat Efektif dan Ciri-ciri Kalimat Efektif dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Penulis menyarankan kita semua, agar dapat membedakan mana kalimat

yang efektif dan mana yang tidak. Agar komunikasi dapat berjalan dengan

baik. Apalagi kedepannya kita akan menjadi seorang pendidik. Tentulah kita

28
harus tau menggunakan kalimat efektif agar nantinya peserta didik kita dapat

memahami dengan jelas apa yang kita sampaikan baik berupa penjelasan atau

perkataan maupun tulisan.

Daftar Pustaka

1. https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/648/Lilis

%20Debora%20Gultom.pdf?sequence=1&isAllowed=y

2. https://warstek.com/penalaran/

3. http://repository.uir.ac.id/419/1/bab1.pdf

4. https://repository.usd.ac.id/12305/2/101224022_full.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai